“KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM...
-
Upload
hoangkhanh -
Category
Documents
-
view
236 -
download
8
Transcript of “KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM...
-
KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN INVESTASI
ILLEGAL DI TASIKMALAYA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
OLEH:
RIZKY ARISANDI
NIM: 1111048000055
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH dan HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1 4 3 6 H / 2 0 1 5 M
-
iv
ABSTRAK
Rizky Arisandi, NIM 1111048000055, KEDUDUKAN OTORITAS JASA
KEUANGAN DALAM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT
TERHADAP KEGIATAN INVESTASI ILLEGAL DI TASIKMALAYA, Strata
Satu (S1), Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Islam
Negeri (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/ 2015 M, viii+74 halaman+ 27
halaman lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui & memahami
perlindungan hukum nasabah dalam kasus penghimpunan dana masyarakat dalam
bentuk investasi illegal oleh Otoritas Jasa Keuangan. Latar Belakang penelitian ini
adalah berkaitan dengan perlindungan hukum nasabah atas kerugian yang diterima
dalam kasus investasi illegal, dilakukan oleh perusahaan tanpa izin lembaga
berwenang untuk melakukan penghimpunan dana. Penelitian ini bersifat library
research, mengkaji putusan Mahkamah Agung No. 196/PID.SUS/2013 dan
mengkaitkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung
penelitian. Metode analisis yang digunakan adalah yuridis normatif dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus
(case study) serta pendekatan konseptual (conceptual approach). Dalam penelitian ini
menggunakan tiga bahan hukum yang digunakan yakni, bahan hukum primer terdiri
dari Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-
Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Putusan Mahkamah Agung
196/K/PID.SUS/201, dan aturan perundang-undangan lain yang terkait, bahan hukum
sekunder terdiri dari publikasi tentang hukum dalam bidang jasa keuangan meliputi
buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan
pengadilan, bahan non hukum terdiri dari buku-buku mengenai Ilmu Ekonomi,
Sosiologi, Filsafat atau laporan-laporan penelitian non-hukum. Hasil penelitian
menunjukan bahwa Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dan
Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan dapat
diterapkan dalam penyelesaian penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk
investasi illegal tanpa izin lembaga berwenang serta perkara putusan Mahkamah
Agung penelitian ini telah tepat dalam putusannya. Disarankan perlindungan hukum
& pengetahuan masyarakat tentang investasi illegal diperketat dan diperluas oleh
lembaga berwenang Otoritas Jasa Keuangan.
Kata Kunci : Otoritas Jasa Keuangan & Investasi Illegal
Pembimbing : Drs. H. A. Basiq Djalil, MA & H. M. Yasir, M.H
Sumber Rujukan dari 1986 sampai 2014
-
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia yang
tidak terhingga banyakanya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingga
akhir zaman.
Dengan mengucap Alhamdullilahi Robbil alamin penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul KEDUDUKAN OTORITAS JASA
KEUANGAN DALAM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT
TERHADAP KEGIATAN INVESTASI ILLEGAL DI TASIKMALAYA.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Syariah & Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis dalam membuat penulisan ini, mengalami berbagai kesulitan,
mengingat penulisan tersebut terbilang masih baru, namun hal ini dijadikan motivasi
untuk menggapai cita-cita lebih tinggi. Terciptanya penulisan ini tidak terlepas dari
pengetahuan keilmuan penulis dapatkan dari berbagai sumber. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini ingin penulis sampaikan dengan setulus hati ucapan terima kasih
kepada Bapak:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, Ph.D Dekan Fakultas Syariah & Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
-
vi
2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H.,M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum & Drs. Abu Thamrin, S.H.,M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan arahan
serta masukan atas penyusunan skripsi
3. Drs. H. A. Basiq Djalil S.H,. MA. Selaku dosen Pembimbing I yang telah
bersedia menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan
saran dan masukan terhadap proses penyusunan skripsi ini
4. H. M. Yasir, M.HSelaku dosen Pembimbing II yang telah bersedia
menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran,
arahan, masukan dan bimbingan yang berharga terhadap proses
penyusunan skripsi ini
5. Kedua Orang tua yang sangat saya cintai & sayangi, Bapak Sabeni
(almarhum) dan Ibu Maisaroh yang telah medoakan, mendukung, dan
menjadi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini, terutama Almarhum
menjadi penyemangat hidup dan menjalankan amanah beliau sebagai
Sarjana Hukum
6. Kepada Kakak Vicky Faisal & Adik Syabna Syakila yang sangat saya
sayangi dan cintai telah menjadi inspirasi Penulis untuk bisa dibanggakan
dan Keluarga Besar Penulis yang selalu mendoakan agar penelitian ini
terselesaikan
7. Kepada Ria Marsella yang saya cintai, telah mendoakan dan memberikan
semangat kepada Penulis sehingga penelitian ini terselesaikan
-
vii
8. Sahabat-sabahat perjuangan Himpunan Mahasiswa Ilmu Hukum, kelas B
Ilmu Hukum Angkatan 2011 yang sekaligus menjadi keluarga M.Rizki
Firdaus, Lidia Asrida Azhar Nur Fajar Alam, M. Isyam Rafsanjani, Zaimi
Multazim, Reza Haryo Mahendra Putra, Rizky Ramandika, Dwi Puji
Apriantok, Nanda Narenda Putra, Gari Ichsan Putro, Ridwan Ardy
Prasetya, Ahmad Bustomi, Ade Putra Indrawan, Sylvia Amanda dan senior
Irfan Kamil, Rizky Haryo, Andi Komara, Wawan Setiawan, Endah
Sulastri. Dan teman perjuangan SMA Ilham Dodo, Muhammad Abdul
Karim, Rochman Tri, Ramandhan Sidiq, Fahmi, Ilham Mutaaly.
9. Kawan-kawan AMPUH (Angkatan Muda Peduli Hukum), BLC (Bussines
Law Community) & KALABAHU 36 membantu dalam pengetahuan
penulisan.
Akhir kata, atas jasa dan bantuan semua pihak yang telah membantu &
memberikan masukan, semoga Allah memberikan balasan yang berlipat. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kalangan akademis, masyarakat
serta para pembaca kalangan umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta, 25 September 2015
Rizky Arisandi
-
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................ 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 9
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu .................................................... 10
F. Kerangka Konseptual ................................................................................ 11
G. Metode Penelitian ..................................................................................... 11
H. Sistematika Penulisan ............................................................................... 14
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT OLEH
OTORITAS JASA KEUANGAN
A. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat ..................................... 17
B. Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat ...................................... 23
C. Strategi Nasional Literasi Keuangan ....................................................... 24
-
ix
D. Perlindungan hukum dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) .... 27
BAB III FUNGSI DAN TUGAS OTORITAS JASA KEUANGAN TERKAIT
PENGHIMPUNAN DANA DALAM BENTUK INVESTASI
A. Otoritas Jasa Keuangan .......................................................................... 32
B. Investasi ................................................................................................ 41
C. Tinjauan Umum Investasi Illegal ........................................................... 43
D. Fungsi & Tugas OJK Terkait Investasi Perbankan ................................ 46
BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No.
196/K/PIDSUS/2013 & KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT TERHADAP INVESTASI
ILLEGAL
A. Kasus Posisi ........................................................................................... 49
B. Isi Putusan Mahkamah Agung ............................................................... 53
C. Analisis Penulis Terhadap Putusan Hakim ............................................ 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 69
B. Saran ....................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 71
LAMPIRAN
Salinan Putusan Mahkamah Agung No. 196/K/PID.SUS/2013 ...................... 75
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses globalisasi yang terjadi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan
di bidang tehnologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem
keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor
keuangan, baik dalam hal produk maupun jasa kelembagaan keuangan. Di samping
itu, adanya perusahaan berbentuk lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan
kepemilikan di berbagai subsektor keuangan telah menambah kompleksitas transaksi
dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan1.
Dimensi hukum yang mengatur roda perekonomian, mengikat kegiatan usaha
dengan peraturan tertentu. Kegiatan perekonomian yang baik tentu selalu
mengindikasikan telah memaksimalkan keuntungan, namun hal tersebut tidak
menghalalkan segala cara untuk mendapat keuntungan lebih. Maka dari itu hukum
memberikan batas-batas yang jelas dan pasti sehubungan dengan apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan dalam kegiatan usaha. Dengan kepastian hukum kegiatan usaha
menjadikan kondisi nyaman untuk melakukan kegiatan perekonomian2. Kegiatan
usaha dalam jasa keuangan erat kaitannya dengan penghimpunan dana dari
masyarakat yang diatur di dalam Pasal 16 Undang-Undang No 10 Tahun 1998
1 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta:Kencana Prenada Media
Group, cet-1 Mei 2005) h. 25
2 Yosephus L. Sinuor, Et ika Bisnis (Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010) h.l 62
-
2
Tentang Perbankan dijelaskan bahwa setiap pihak yang melakukan kegiatan
penghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu
memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari
Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan penghimpun dana dari
masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang sendiri3.
Berkaitan dengan ayat tersebut secara jelas bahwa melakukan penghimpunan
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh bank,
dengan kata lain perusahaan jasa keuangan yang melakukan penghimpunan dana dari
masyarakat dapat berbentuk bank atau telah memiliki izin lembaga berwenang
terhadap usaha yang dijalani. Izin usaha mendirikan bank yang dijelaskan pada pasal
tersebut beralih kewenangan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan
sesuai dengan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas
Jasa Keuangan mengenai perizinan bank.
Penghimpunan dana dari masyarakat disalurkan kepada masyarakat dalam
bentuk kredit atau bentuk-bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup
masyarakat, dan juga sudah berkembang dalam fungsi lainnya seperti memperlancar
lalu lintas pembayaran, di bidang perdagangan valuta asing, lembaga penjamin, dan
fungsi- fungsi lainnya4. Penghimpunan dana dari masyarakat diawasi oleh negara,
melalui kewenangan yang dimiliki oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk melindungi
3 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta, Kencana Prenada Media
Group, cet-1 Mei 2005) h. 25
4 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003)
h.79
-
3
kepentingan masyarakat sebagai pengguna jasa keuangan dengan edukasi dan
perlindungan masyarakat sebagai konsumen dari jasa keuangan, perlindungan
diberikan untuk menjaga masyarakat dari hal-hal yang dapat merugikan masyarakat
itu sendiri.
Kegiatan perekonomian didasarkan untuk pembangunan ekonomi suatu
negara untuk dikelola sumber-sumber dana yang ada pada masyarakat. Untuk itu
lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank melakukan pengelolaan
potensi ekonomi yang ada pada masyarakat agar berdaya guna bagi masyarakat itu
sendiri. Salah satu bentuk praktek yang berkembang dalam kegiatan usaha pada jasa
keuangan adalah model pratek investasi dengan menjanjikan keuntungan atau profit
yang tinggi5. Mengingat prospek dari usaha penghimpunan dana yang besar untuk
meraih keuntungan, investasi yang berkembang dalam masyarakat pada dasarnya
merupakan kegiatan untuk menghimpun dana dari masyarakat. Berbeda dengan
menabung dipergunakan untuk keamaan uang dengan mendapatkan bunga pada
perusahaan lembaga jasa keuangan, investasi digunakan untuk ditanamkan pada
objek usaha yang memberikan hasil, keuntungan yang didapat dari selisih dividen6.
Dengan keuntungan yang relatif tinggi, Seiring semakin berkembang usaha investasi
di bidang jasa keuangan ini, marak terjadinya Investasi Illegal.
5 E. A Koetin, Analisis Pasar Modal (Jakarta: Sinar Harapan , 1993) h.16
6 Arsil, Menjerat Investasi Bodong dengan Tindak Pidana Perbankan (Lembaga Kajian &
Advokasi untuk Indenpedensi Peradilan, 2013) h. 4
-
4
Praktek Investasi Illegal yang sering disebut sebagai investasi bodong,
masyarakat dijanjikan mendapat keuntungan/ bunga tetap pada setiap bulannya
meskipun perusahaan itu merugi. Hal ini terlihat, bentuk investasi ini jelas tidak
wajar, dana sangat bersifat spekulatif, dan berupaya untuk menghindari aturan
perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan7. Tanpa
adanya izin terlebih dahulu oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga tertinggi
dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan.
Kegiatan Investasi Illegal dilakukan dengan cara melakukan penghimpunan
dana masyarakat luas dengan menyimpang bahkan menghindari dari aturan
perbankan, merupakan kegiatan yang menggunakan fasilitas publik untuk
menjalankan kegiatan usahanya. Dengan demikian perlu dilihat kewenangan yang
dimiliki Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan perlindungan bagi masyarakat
terhadap kegiatan Investasi Illegal, praktik moral hazard pada kegiatan Investasi
Illegal terjadi karena lemahnya sistem pengawasan lembaga keuangan yang
disebabkan beberapa faktor, yaitu : (a) lemahnya sistem arsitektur pengawasan
keuangan di Indonesia; (b) tidak adanya pertukaran informasi antar lembaga
pengawasan keuangan; (c) masih tingginya egosentris antar lembaga pengawas
lembaga keuangan8.
7 Arsil, Menjerat Investasi Bodong dengan Tindak Pidana Perbankan (Lembaga Kajian &
Advokasi untuk Indenpedensi Peradilan, 2013) h. 4
8 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta, Kencana Prenada Media
Group, cet-1 Mei 2005) h. 215
-
5
Dalam kasus penelitian ini yaitu kegiatan Investasi Illegal dalam bentuk
penghimpunan dana dari masyarakat di Tasikmalaya pada putusan Putusan MA
196/K/PID.SUS/2013, terjadi kegiatan Investasi Illegal didirikan pada Agustus 2010,
bernama Koperasi Barokah Karya Mandiri dan CV Ahma Hamista yang menjadi satu
kesatuan perusahaan, dengan nama usaha Profit Barokah, melakukan penghimpunan
dana masyarakat dengan berdalih investasi emas, dana masyarakat yang dihimpun
menjadi modal pokok untuk usaha ini bergerak9. Kemudian disertakan dengan
penawaran persentasi bunga atau keuntungan yang tinggi sejumlah 50% keuntungan
yang didapat pada tiga bulan pertama, dan kemudian berubah menjadi 10 s/d 20% per
empat bulan, dan setiap akhir tahun mendapatkan koin emas apabila mengambil
profit 10%. Keuntungan atau bunga yang ditawarkan sebagai iming- iming secara akal
sehat dan logika bisnis tidak dapat diterima dan bersifat impian kosong sebab
melebihi suku bunga yang wajar dan kelaziman dalam berinvestasi. Namun faktanya
masyarakat tertarik menyimpan uang pada perusahaan yang dikelola tersebut, karena
iming- iming profit melebihi sistem perbankan pada umumnya10. Perusahaan ini
didakwa melanggar dan diancam pidana Pasal 46 ayat (1) UURI No. 7 Tahun 1992
sebagaimana dirubah dengan UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU
RI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. pasal 64
ayat (1) KUHP, karena telah melakukan penghimpunan dana masyarakat illegal
9 Mahkamah Agung Replubik Indonesia. Putusan Nomor 196 K/PID.SUS/2013 (Tanggal 31
Agustus 2015) h. 3
10 Mahkamah Agung Replubik Indonesia. Putusan Nomor 196 K/PID.SUS/2013 (Tanggal 31
Agustus 2015) h.12
-
6
secara bersama-sama dan tidak memperoleh izin dari Bank Indonesia, Dalam
putusannya Mahkamah Agung menyatakan bahwa Judex Facti tidak salah dalam
membuat putusannya. Oleh sebab itu Mahkamah Agung menolak Kasasi
terdakwa/penasehat hukumnya. Akhirnya terdakwa dipidana dengan pidana 9 tahun
penjara dan denda Rp.20.000.000.000,- (Dua Puluh Milyar Rupiah).
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada tersebut maka penulis
melakukan penelitian lebih jauh mengenai perlindungan hukum bagi masyakat oleh
lembaga berwenang Otoritas Jasa Keuangan atas penghimpunan dana masyarakat
dalam bentuk Investasi Illegal, dan selanjutnya dituang dalam bentuk skripsi dengan
judul : KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN
INVESTASI ILLEGAL DI TASIKMALAYA
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah peran & tugas Otoritas Jasa Keuangan mencakup penanganan Investasi
Illegal yang melakukan penghimpunan dana masyarakat
2. Mengapa penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk Investasi Illegal pada
putusan MA 196/K/PID.SUS/2013 berjalan lancar tanpa adanya izin dari Otoritas
Jasa Keuangan
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
-
7
Mengingat luasnya cakupan pembahasan terkait perbankan. Penelitian ini
difokuskan mengkaji kegiatan Investasi Illegal dalam bentuk penghimpunan dana
masyarakat dari sudut pandang Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan dan perlindungan hukum bagi masyarakat dari sudut pandang Undang-
Undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,
penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan
oleh bank yang sudah memiliki izin dari Lembaga berwenang, namun pada
kenyataannya penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk investasi dilakukan
secara illegal tanpa izin dari lembaga berwenang padahal Otoritas Jasa Keuangan
sebagai lembaga pengawas jasa keuangan memiliki kewenangan untuk melakuka n
perlindungan hukum untuk masyarakat sesuai Undang-Undang No 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
a. Bagaimana kegiatan Investasi Illegal menurut Undang-Undang No 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan terkait putusan MA 196/K/PID.SUS/2013?
b. Bagaimana perlindungan hukum bagi masyarakat oleh Otoritas Jasa Keuangan
menurut Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
terkait putusan MA 196/K/PID.SUS/2013?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
-
8
Penelitian ini sesuai perumusan masalah bertujuan untuk mengetahui
perlindungan hukum bagi masyarakat atas penghimpunan dana masyarakat dalam
kegiatan Investasi Illegal.
Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
a. Untuk mengetahui konsep penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk
investasi.
b. Untuk mengetahui pengaturan terkait tentang kegiatan Investasi Illegal.
c. Untuk mengetahui kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam
perlindungan hukum bagi masyarakat dan menghadapi kegiatan Investasi
Illegal.
2. Manfaat Penelitian
Secara garis besar, manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Manfaat teoritis yang didapat atas hasil penelitian ini dapat menambah
pengetahuan tentang kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam perlindungan
hukum bagi masyarakat terhadap kegiatan Investasi Illegal serta menambah
pengetahuan akademis mahasiswa-mahasiswi Ilmu Hukum UIN Jakarta.
b. Manfaat praktis yang didapat atas hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan bagi pemerintah dalam melakukan kebijakan atas pengawasan
penghimpunan dana masyarakat, agar tidak terjadi kegiatan Investasi Illegal
serta masukan kepada Otoritas Jasa Keuangan atas kedudukan dalam pemberian
perlindungan bagi masyarakat sebagai pengguna jasa keuangan
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
-
9
Penelitian terkait kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam perlindungan hukum
bagi masyarakat, sebelumnya pernah ada dibahas diantaranya :
1. Judul ; Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Pengawasan Pendaftaran
Jaminan Fidusia (Tinjauan Yuridis Peraturan Menteri Keuangan Nomor
130/PMK.010/2012) skripsi ini disusun oleh Nazia Tunisa Alham, Fakultas
Syariah & Hukum jurusan Hukum Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2014, membahas peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam pengawasannya terhadap
pendaftaran jaminan fidusia, ditinjau dari peraturan Menteri Keuangan Nomor
130/PMK.010/2012. Perbedaan skripsi tersebut dengan dengan penelitian penulis
adalah titik fokus penulis terletak pada kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam
memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap terjadinya kegiatan
Investasi Illegal.
2. Judul; Perlindungan Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan(Studi
Komparatif Perlindungan Konsumen Oleh Bank Indonesia), skripsi ini di susun
oleh Arief Hananny, Fakultas Syariah & Hukum jurusan Hukum Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, membahas perbedaan kewenangan BI dan Otoritas
Jasa Keuangan dalam perlindungan konsumen perbankan dan peluang apa saja
serta tantangan perlindungan konsumen pasca lahirnya Undang-Undang Otoritas
Jasa Keuangan. Perbedaan skripsi tersebut dengan dengan penelitian penulis
adalah titik fokus penulis terletak pada kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam
memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap terjadinya kegiatan
Investasi Illegal.
-
10
Oleh karena itu penelitian yang dilakukan penulis, belum ada yang melakukan
penelitian mengenai kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan
perlindungan hukum terhadap kegiatan Investasi Illegal yang terjadi di Tasikmalaya
dalam Putusan Mahkamah Agung 196/K/PID.SUS/2013, dengan skripsi berjudul
Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat
Terhadap Kegiatan Investasi Illegal Di Tasimalaya belum pernah diangkat
sebelumnya sebagai judul skripsi. Jadi, penelitian yang penulis teliti (sejauh yang
diketahui penulis) belum ada yang melakukan penelitian.
F. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dimaknai sebagai suatu
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah
yang ingin diteliti. Dalam ilmu sosial konsep diambil dari teori11, berkenaan dengan
uraian di atas, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Investasi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, investasi adalah penanaman uang
atau modal didalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh
keuntungan. Dengan menyetorkan sejumlah modal atau uang investor mendapat
dividen dari sejumlah dana yang disetorkan.
2. Penghimpunan dana masyarakat, penghimpunan dana oleh sebuah lembaga
keuangan seperti bank, untuk diputarkan dana tersebut dari masyarakat kepada
masyarakat dengan pengawasan ketat oleh lembaga pengawas jasa keuangan oleh
Otoritas Jasa Keuangan.
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelit ian Hukum, (Jakarta: UII-Press, 2008) h. 127
-
11
3. Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga independen dan
bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.
4. Kedudukan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kedudukan adalah perangkat
tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat.
G. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan
konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.
Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah
berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu12.
Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan
pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan
menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.
Penelitian ini mengacu pada putusan Mahkamah Agung sebagai putusan yang
dianalisis dan dikaitkan dengan landasan norma hukum yang berlaku dan
termaktub dalam peraturan perundang-undangan maka dari itu menggunakan
12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelit ian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia Press, cet-
III 1986) h. 42
-
12
library research untuk kajian pustaka dengan metode penelitian yuridis normatif,
yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengacu pada norma hukum yang terdapat
pada peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan terkait kedudukan
Otoritas Jasa keuangan dalam memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat
terhadap kegiatan Investasi Illegal.
2. Tehnik Pengumpulan Data
Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni normatif, maka
pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute
approach), pendekatan kasus (case study) serta pendekatan konseptual (conceptual
approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-
aturan berkaitan dan terkait Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang
Otoritas Jasa Keuangan dan semua regulasi dan peraturan hukum lainnya yang
berhubungan dengan kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan
perlindungan hukum bagi masyarakat dan kegiatan Investasi Illegal. Sedangkan
pendekatan kasus digunakan untuk memahami kasus di Tasikmalaya pada putusan
Mahkamah Agung 196/K/PID.SUS/2013, dengan mengaitkan Kedudukan Otoritas
Jasa Keuangan sebagai otoritas tertinggi dalam pemberian perlindungan hukum
masyarakat berkaitan kasus tersebut tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan.
3. Bahan Hukum
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi Perundang-
Undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-
-
13
undangan , dan Putusan-Putusan Hakim.13 Dalam penelitian ini yang termasuk
dalam bahan hukum primer adalah Undang-undang No 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan, Putusan Mahkamah Agung No 196/K/PID.SUS/2013, dan aturan
Perundang-Undangan lain yang terkait dengan pokok permasalah penelitian ini.
b. Bahan hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum dalam bidang
jasa keuangan meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan
komentar-komentar atas putusan pengadilan berkaitan dengan Kedudukan
Otoritas Jasa Keuangan dalam perlindungan hukum, serta kegiatan Investasi
Illegal.
c. Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder yang dipandang perlu. Bahan nonhukum dapat berupa buku-buku
mengenai Ilmu Ekonomi, Sosiologi, Filsafat atau laporan-laporan penelitian
non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Bahan-
bahan non-hukum tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas
wawasan peneliti.
4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun sumber non-hukum
yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan berdasarkan rumusan masalah
dan diklasifikasikan menurut sumber dan hierarkinya.
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana, cet-IV 2010) h. 141
-
14
5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga
ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalahan
yang telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif
yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap
permasalahan konkret yang dihadapi.14 Selanjutnya setelah bahan hukum diolah,
dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya akan d iketahui
peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Investasi Illegal.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan buku Atas Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012 dengan
sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas sub bab
sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut :
Bab Pertama tentang Pendahuluan membahas mengenai latar belakang penelitian,
identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah atas rumusan dari teori penelitian,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (Review) kajian terdahulu yang berkaitan
dengan penelitian ini, kerangka konseptual memuat definisi dari aturan terkiat,
metode penelitian dalam penelitian, dan sistematika penulisan sebagai rancangan
penelitian.
14 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang, Bayumedia
Publishing, Cet-II 2006). H. 393
-
15
Bab Kedua tentang Tinjauan Umum Perlindungan Hukum Nasabah Perbankan berisi
tentang kajian kepustakaan perlindungan hukum nasabah, pertama tentang kedudukan
nasabah dalam perbankan, hubungan nasabah dengan bank terkait menyelaraskan
hubungan hukum antara nasabah penyimpan dana dan bank dan hubungan hukum
antara nasabah penyimpan dana dan bank, selanjutnya dibahas perlindungan hukum
nasabah sebagai debitur maupun kreditur serta perlindungan hukum dalam arsitektur
perbankan.
Bab Ketiga tentang Fungsi Dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan Terkait
Penghimpunan Dana Dalam Bentuk Investasi mengenai hasil pengumpulan data
terkait Otoritas Jasa Keuangan mencakup lahirnya OJK, tujuan dan nilai strategis
didirikannya OJK, fungsi tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan,
penghimpunan dana berbentuk investasi dalam perbankan, tinjauan umum dari data
yang didapat peneliti mengenai Investasi Illegal, selanjutnya dikaitkan dengan fungsi
& tugas Otoritas Jasa Keuangan.
Bab Keempat tentang Analis Putusan Mahkamah Agung No 196/K/Pid/Sus/2013 &
Perlindungan Hukum Nasabah Terhadap Investasi Illegal Oleh Otoritas Jasa
Keuangan berisi Putusan MA 196/K/Pid.Sus/2013 terkait dengan penghimpunan dana
dalam bentuk Investasi Illegal. Dalam analisis penulis meninjau dengan Undang-
Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dan menganalisis perlindungan
hukum nasabah oleh Otoritas Jasa Keuangan Terkait Investasi Illegal pada perkara
putusan ini.
-
16
Bab Kelima tentang Penutup berisikan tentang kesimpulan dan saran. Bab ini
merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa
kesimpulan dari hasil penelitian untuk menjawab rumusan masalah, serta
memberikan saran-saran yang dianggap perlu.
-
17
BAB II
Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Oleh Otoritas Jasa Keuangan
A. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat
Edukasi dan perlindungan merupakan salah satu fungsi yang dimiliki oleh
Otoritas Jasa Keuangan pada Undang-Undang No 21 Tahun 2011. Berdasarkan Pasal
4 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, salah satu
tugas OJK mampu melindungi kepentingan masyarakat terhadap kegiatan usaha jasa
keuangan, masyarakat sebagai konsumen dari pelayanan kegiatan usaha oleh
perusahaan, perlindungan baginya merupakan tuntutan yang tidak boleh diabaikan
begitu saja. Masyarakat merupakan unsur yang sangat berperan sekali, mati hidupnya
dunia bisnis bersandar kepada kepercayaan dari pihak masyarakat itu sendiri1.
Untuk beroperasi sebagai lembaga pengawas, OJK melakukan integrasi
pengawasan, dengan demikian dalam menjalankan tugasnya tidak terkotak-kotak.
Terpadunya kebijakan yang ditetapkan dan dijalankan OJK menjadi ukuran
terintegrasinya pelaksanaan tugasnya. Dalam hal perlindungan masyarakat, OJK
diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan pencegahan kerugian masyarakat2.
Pelaksanaan perlindungan masyarakat untuk menjaga kepentingan masyarakat
sebagai pihak yang menggunakan produk dan jasa keuangan sambil tetap mendukung
pertumbuhan industri jasa keuangan, dalam mendukung pertumbuhan industri
keuangan perusahaan jasa keuangan, memperhatikan aspek kewajaran dalam
1 Widjanarto, Hukum & Ketentuan Perbankan Di Indonesia (Jakarta, PT Pustaka Utama
Grafiti, cet-1 2003) h. 66
2 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014) h.269
-
18
menetapkan biaya atau harga produk dan layanan, tarif minum yang tidak merugikan
masyarakat, serta kesesuaian produk dan layanan yang ditawarkan dengan kebutuhan
dan kemampuan masyarakat. Keseimbangan dalam perlindungan masyarakat dan
menumbuh kembangkan industri keuangan, terdapat market conduct dengan
pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat ditingkatkan kepercayaannya dengan
peningkatan perilaku perusahaan jasa keuangan dalam mendesain, menyusun dan
menyampaikan informasi, menawarkan, membuat perjanjian, atas produk dan layanan
serta penyelesaian sengketa dan penangan pengaduan. OJK dapat mendukung
kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya
saing nasional3.
Upaya perlindungan masyarakat diarahkan mencapai dua tujuan,
meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam setiap aktivitas dan kegiatan usaha di
sektor jasa keuangan, dan memberikan peluang dan kesempatan untuk perkembangan
perusahaan secara adil, efisiensi, dan transparan dan disisi lain masyarakat memiliki
pemahaman hak dan kewajiban dalam berhubungan dengan perusahaan jasa
keuangan mengenai karakteristik, layanan, dan produk, sehingga dalam jangka
panjang industri keuangan sendiri juga akan mendapat manfaat yang positif untuk
memacu peningkatan efisiensi sebagai respon dari tuntutan pelayanan yang lebih
prima terhadap pelayanannya. OJK dalam memberikan perlindungan dengan cara
memberikan peringatan kepada perusahaan yang dianggap menyimpang agar segera
memperbaikinya, dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang aktivitas
3 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta:Kencana Prenada Media
Group, cet-1 Mei 2005) h. 217
-
19
perusahaan yang dapat merugikan masyarakat, dengan begitu OJK dapat
meminimalkan kerugian yang diderita masyarakat akibat perbuatan itikad tidak baik
perusahaan jasa keuangan, hanya saja masyarakat juga diminta lebih berhati-hati
dalam melakukan bisnis, perhatikan rambu-rambu yang jelas sebelum melakukan
kegiatan usaha terutama di bidang bisnis jasa keuangan4.
Perlindungan hukum bagi masyarakat termatub didalam Pasal 28 Undang-
Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, tindakan yang dapat
dilakukan oleh OJK dapat berupa tindakan preventif dan represif, tindakan awal
dengan cara langkah preventif memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat
atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya. Memberikan
informasi dan edukasi kepada masyarakat dilakukan dengan peraturan-peraturan
pelaksana OJK. Hal tersebut dilakukan untuk peningkatan pengetahuan masyarakat
terhadap layanan dan produk yang berkembang dalam jasa keuangan. Tindakan
represif dilakukan dengan melakukan penghentian kegiatan usaha yang berpotensi
merugikan masyarakat dapat dihentikan kegiatannya5.
OJK memberikan pelayanan pengaduan nasabah sebagaimana diatur didalam
Pasal 29 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
memberikan pelayanan pengaduan masyarakat dan konsumen dengan menyiapkan
perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan konsumen yang di rugikan oleh
pelaku di Lembaga Jasa Keuangan, membuat mekanisme pengaduan konsumen yang
4 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014) h. 273
5 Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014) h. 91
-
20
dirugikan oleh Lembaga Jasa Keuangan dan memfasilitasi penyelesaian pengaduan
konsumen yang dirugikan oleh Lembaga Jasa Keuangan. Pengaduan masyarakat dan
konsumen sebagai pembelaan hukum oleh OJK untuk menumbuhkan kepercayaan
masyarakat terhadap kinerja Otoritas Jasa Keuangan.
Pembelaan hukum oleh OJK didalam Pasal 30 Undang-Undang No 21 Tahun
2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, OJK dapat memerintahkan atau melakukan
tindakan tertentu kepada perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan untuk
menyelesaikan pengaduan konsumen yang telah dirugikan dengan cara mengajukan
gugatan atau pun ganti rugi. Mengajukan gugatan ke Pengadilan untuk memperoleh
harta kekayaan milik pihak yang dirugikan kepada perusahaan yang menyebabkan
kerugian, baik yang berada di penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian maupun
dengan itikad tidak baik, selain mengajukan gugatan dapat juga memperoleh ganti
kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian masyarakat. Perlu dipertimbangkan
agar keseluruhan sengketa antara masyarakat sebagai konsumen perusahaan jasa
keuangan dengan perusahaan jasa keuangan tunduk pada satu lembaga penyelesaian
sengketa tertentu. Hal ini dimaksudkan agar memberikan keamanan bagi masyarakat
sebagai konsumen, mengingat mahalnya proses penyelesaian sengketa dengan
menggunakan badan peradilan6. Biaya yang dikeluarkan untuk penyelesaian sengketa
tidak sedikit, hal ini bisa menambah beban bagi masyarakat, keberadaan OJK secara
tidak langsung menambah faktor inefisiensi dalam perekonomian nasional7, sektor
6 Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014) h. 92
-
21
jasa keuangan dibebani pungutan kepada OJK, secara alamiah perusahaan jasa
keuangan sebagai mahluk ekonomi akan menggeser pungutan kepada masayrakat
sebagai konsumen.
Tidak hanya perlindungan masyarakat, OJK juga memberikan garis batas
aturan perlindungan masyarakat, sebagai berikut :
1. Peningkatan layanan transparansi dan pengungkapan manfaat, resiko, serta biaya
atas produk dan layanan yang diberikan perusahaan jasa keuangan
2. Tanggung jawab perusahaan jasa keuangan untuk melakukan penilaian kesesuaian
produk dan layanan dengan resiko yang dihadapi oleh konsumen keuangan.
3. Prosedur yang sederhana dan kemudahan masyarakat sebagai konsumen untuk
menyampaikan pengaduan dan penyelesaian sengketa atas produk dan layanan
perusahaan jasa keuangan.
Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut.
Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan
keleluasaan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itu disebut hak. Dengan
begitu, tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan
hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan hukum kepada seseorang. Bahwa
antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang sangat erat. Hak seseorang
merupakan kewajiban orang lain, maka hak adalah kaitan dari kewajiban (the
correlative of a duty) yang mengandung unsur mendapat perlindungan dan
7 Sigit Pramono, Mimpi Punya Bank Besar-Pemikiran Seorang Bankir, (Jakarta, Red & White
Publishing, cet I 2014) h. 154
-
22
kepentingan atas hak yang dimiliki, selain itu juga terdapat kehendak. Perlindungan
atas hak yang dimiliki tidak hanya ditunjukan kepada kepentingan hak tersebut saja8,
melainkan kehendak untuk mempergunakan hak yang masih dalam batasan haknya.
Maka dari itu hak untuk mempergunakan haknya ditafsir sebagai suatu ijin untuk
melakukan perbuatan tertentu, dengan cara membebankan kewajiban pada orang lain
dengan mengenakan sanksi. Seseorang memiliki suatu hak walaupun jika orang
tersebut tidak memiliki kepentingan, maka hak diatur tetap ada berdasar pada hukum.
Untuk itu kaitannya hak dan kewajiban terhadap hubungan hukum antara nasabah
penyimpan dana dan bank didasarkan perjanjian.
Pada kaca mata hukum perjanjian didasarkan pada hubungan masayarakat dan
perusahaan jasa keuangan terdapat hubungan kontraktual, yaitu hubungan hukum
dalam bentuk kontrak perjanjian, ini merupakan paling utama antara nasabah dan
bank, hubungan kontraktual dipergunakan dan berlaku terhadap semua hubungan
hukum. Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan perusahaan jasa
keuangan dan masyarakat sebagai konsumennya bersumber dari ketentuan yang
termaktub pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang kontrak (buku ketiga)
pada pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara
sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah pihak9. Hal ini
merupakan teori hukum kontrak pacta sunt servanda, asas ini menjadikan hukum
layaknya undang-undang apa yang telah disepakati kedua belah pihak, kewajiban
8 Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum (Jakarta:Konstitusi Press,cet-II 2012) h. 62
9 Munir Fuady, hukum perbankan modern (Citra Aditya Bhakti, cet-II, Bandung, 2003) h.100
-
23
terhadap moral dan hukum untuk ditaati dan tidak dapat diubah tanpa kesepakatan
para pihak10
. Apabila salah satu pihak menyebabkan terjadinya itikad tidak baik dan
dapat membatalkan kesepakatan yang telah dibuat atau menjalankan perjanjian
apabila melakukan tidak menepati perjanjian.
Sebagai tindak lanjut dari perlindungan masyarakat, OJK telah menyiapkan
dua program utama dalam perlindungan masyarakat, yaitu pembentukan sistem
pelayanan konsumen keuangan terintegrasi (Financial Customer Care/FCC) dan
Cetak Biru Program Literasi Keuangan Nasional. Program FCC menjadi prioritas
utama untuk meningkatkan ketersediaan informasi bagi masyarakat dan pelayanan
pengaduan konsumen keuangan, sedangkan Cetak Biru Program Literasi Keuangan
Nasional ditunjukan untuk membekali masyarakat tentang pengetahuan keuangan,
meliputi edukasi, transparasni, dan pemberdayaan masyarakat11
.
B. Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat
Dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat dan
konsumen OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No. 01/POJK.07/2013
Tentang Perlindungan Konsumen di sektor Jasa Keuangan. peraturan tersebut sebagai
peraturan pelaksana atas perlindungan hukum bagi masyarakat dan konsumen,
dengan menerapkan prinsip keseimbangan, yaitu menumbuhkembangkan sektor jasa
keuangan secara berkesinambungan dan secara bersamaan memberikan perlindungan
10 Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan (Jakarta:FH
UI Press, Oktober 2013) h. 113
11
Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank & Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia
(Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cetakan-I Oktober 2014) h. 499
-
24
kepada konsumen dan atau masyrakat sebagai pengguna jasa keuangan agar
pengetahuan masyarakat atas produk dan jasa keuangan meningkat12
. Dalam
memberikan perlindungan bagi masyarakat dan konsumen OJK berdasar pada
prinsip, diantaranya :
1. Prinsip transparansi, yakni pemberian informasi mengenai produk dan layanan
kepada konsumen secara jelas, lengkap, dengan bahasa yang mudah dimengerti
2. Perilaku yang adil, perlakuan kepada masyrakat sebagai konsumen secara adil dan
tidak diskriminatif yaitu memperlakukan pihak lain secara berbeda berdasarkan suku
agama, dan ras
3. Keandalan, yakni segala sesuatu yang dapat memberikan layanan yang akurat
melalui sistem, prosedur, infrastruktur, dan sumber daya manusia yang andal
4. Kerahasian dan keamanan informasi konsumen, yakni tindakan yang dapat
memberikan perlindungan, menjaga kerahasian dan keamaan data atau informasi
masyarakat sebagai konsumen
5. penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana,
cepat, dan biaya terjangkau, yakni dalam penangan dan pengaduan serta sengketa
dilakukan dengan biaya terjangkau, tidak rumit dan cepat penanganannya.
C. Strategi Nasional Literasi Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan membentuk strategi nasional literasi keuangan, literasi
keuangan merupakan suatu rangkaian proses atau kegiatan untuk meningkatkan
12 Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia 2014 (Jakarta:Departemen Perizinan
& Informasi Perbankan, 2014) h. 31
-
25
pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan masyarakt atau konsumen dalam
mengelola keuangan pribadi dengan lebih baik13
.
1. Prinsip Literasi Keuangan
Tiga pilar kerangka dasar dalam rangka strategi nasional liteasi keuangan,
diantaranya :
a. edukasi dan kampanye nasional literasi, yaitu melakukan edukasi kepada
masyarakat dalam pengelolaan keuangan khususnya menabung, berinvestasi, dan
berasuransi sehingga terciptanya pengelolaan keuangan sedini mungkin demi
kesehjateraan masyarakat serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan
masyarakat mengenai produk dan jasa keuangan;
b. penguatan infrastruktur literasi keuangan, yakni penguatan akses masyarakat
terhadap keuangan meningkat dalam lingkup nasional, selain itu juga memperluas
dan mempermudah akses masyarakat atas informasi literasi keuangan;
c. pengembangan produk dan jasa keuangan, yakni penumbuhkembangkan produk
dan jasa keuangan dengan mendorong lembaga jasa keuangan mengembangkan
produk dan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta meningkatkan
kualitas produk dan jasanya14
.
Strategi nasional literasi keuangan menjadi pedoman bagi Otoritas di bidang
keuangan bagi lembaga jasa keuangan, dan bagi pemangku kepentingan. Oleh karena
13 Otoritas Jasa Keuangan, Edukasi Konsumen, Jakarta, OJK Bidang Edukasi dan
perlindungan Konsumen, Edisi Agustus 2013) h. 36
14
Agus Sugiarto, Implementasi Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia, (Jakarta,
Bidang Literasi dan Keuangan OJK) h. 9
-
26
itu peningkatan literasi keuangan yang tinggi (well literate) dan meningkatkan
pengunaan produk dan atau layanan keuangan. masyarakat diberi bekal edukasi
memadai dan mencukupi untuk mengambil keputusan keuangan dengan lebih baik,
sesuai dengan apa dibutuhkan dan memberikan manfaat yang lebih besar. Dengan
literasi keuangan masyarakat diberikan pengetahuan yang cukup mengenai berbagai
hal terkait dengan masalah keuangan seperti pengenalan mengenai lembaga jasa
keuangan, fitur-fitur yang melekat pada produk dan jasa keuangan, manfaat dan
resiko produk jasa keuangan, serta hak dan kewajiban masyarakat sebagai konsumen
penggunaan jasa keuangan.
2. Manfaat Literasi Keuangan
Secara umum literasi keuangan dipakai sebagai alat ukur untuk mengetahui
seberapa banyak masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan mengenai lembaga
jasa keangan beserta produk dan jasa yang keuangan yang tersedia. Informasi seperti
ini sangat berharga bagi kita semua untuk menyusun program-program edukasi
keuangan yang diperlukan untuk masyarakat. Dengan bertambahnya tingkat literasi
keuangan masyarakat, diharapkan masyarakat dapat membuat keputusan keuangan
dengan lebih baik sehingga perencanaan keuangan keluarga atau pribadi menjadi
lebih optimal15
.
Masyarakat akan memilih kebutuhan keuangan yang diperlukan disesuaikan
dengan biaya yang dimiliki, mengetahui dengan benar manfaat dan risikonya, serta
hak dan kewajiban sebagai konsumen keuangan. Bagi industri jasa keuangan,
15 Otoritas Jasa Keuangan, Edukasi Konsumen, Jakarta, OJK Bidang Edukasi dan
perlindungan Konsumen, Edisi Agustus 2013) h. 36
-
27
semakin meningkatnya literasi keuangan masyarakat, daya tarik transaksi semakin
tinggi sehingga mendorong para pelaku industri jasa keuangan menciptakan produk
dan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kelompok masyarakat
bawah yang kurang mendapat perhatian khusus atas akses produk dan jasa keuangan
dapat memperoleh produk dan jasa keuangan yang murah, terjangkau dan sederhana,
namun tetap memiliki manfaat yang besar. Produk-produk keuangan yang sifatnya
low-cost sangat di perlukan bagi masyarakat yang belom menyentuk jasa keuangan,
sehingga produk ini dapat menjadi pintu masuk pertama masyarakat untuk
memanfaatkan produk dan jas keuangan.
Manfaat literasi keuangan dari sisi makro ekonomi juga sangat penting,
karena semakin tinggi tingkat literasi keuangan masyarakat, maka semakin banyak
masyarakat yang akan menggunakan produk dan jasa keuangan. Konsekuensinya
adalah semakin tinggi pula potensi transaksi keuangan yang terjadi sehingga
mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun menciptakan
pemerataan pendapatan dan keadilan. Di samping itu, dengan semakin meningkatnya
literasi keuangan masyarakat, diharapkan semakin banyak masyarakat yang
menabung dan berinvestasi, yang pada akhirnya akhirnya menjadi salah satu sumber
pembiayaan pembangunan16
.
D. Perlindungan hukum dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
Arsitektur Perbankan Indonesia merupakan suatu kerangka dasar sistem
perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan arahan, bentuk, dan tatanan
16 Otoritas Jasa Keuangan, Edukasi Konsumen, Jakarta, OJK Bidang Edukasi dan
perlindungan Konsumen, Edisi November 2013) h. 18
-
28
industri perbankan kedepan dan waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan17
.
Arsitektur Perbankan Indonesia memuat policy direction dalam bentuk program
pengembangan perbankan untuk menjaga dan mencapai terciptanya sistem perbankan
yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam
rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional18
.
Perkembangan industri perbankan nasional telah mengalami pasang surut
sejak beberapa dekade terakhir. Ditambah pernah terjadinya krisis ekonomi yang
terjadi pada tahun 1998 lalu telah berdampak negatif bagi industri perbankan di
Indonesia. Oleh karena itu penguatan kondisi ekonomi pada makro maupun mikro
ekonomi diperlukan perubahan-perubahan untuk memperkuat fundamental perbankan
Indonesia. Disisi lain permasalahan-permalahan yang menghambat kemajuan
perbankan seperti : kapasitas pertumbuhan kredit yang masih lemah, struktur
perbankan yang belum optimal, kebutuhan masyarakat yang belum sepenuhnya
terpenuhi dan perlindungan masyarakat yang masih harus ditingkatkan.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut, maka dibuat policy recommendation
tentang upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mempercepat penyehatan
perbankan Indonesia. Maka Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang terdiri dari 6
(enam) pilar yang terdiri dari: 1. Struktur perbankan yang sehat; 2. Sistem regulasi
yang efektif; 3. Sistem supervisi independen dan efektif; 4. Industri perbankan yang
17
www.bi.go.id/perbankan/arsitektur di unduh pada 30 Juni 2015 jam 15.00 WIB
18
Burhanuddin Abdullah, Jalan Menuju Stabilitas : Mencapai Pembangunan Ekonomi
Berkelanjutan (Jakarta:LP3ES, 2005) h. 108
http://www.bi.go.id/perbankan/arsitektur%20di%20unduh%20pada%2030
-
29
kuat; 5. Infrastruktur yang memadai; 6. Perlindungan masyarakat sebagai nasabah
yang kuat.
Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam Arsitektur Perbankan Indonesia
ini adalah mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan masyarakat atau nasabah19
.
Perlindungan hukum bagi masyarakat dalam industri perbankan terhadap
pertumbuhan berkelanjutan, pemerataan pembangunan dan stabilitas keuangan
menjadi acuan untuk menghadapi dinamika struktur perbankan yang belum optimal,
persaingan bank yang masih belum seimbang, dan pengelolaan governance bank
yang perlu ditingkatkan20
. Untuk itu implementasi dari program perlindungan
masyarakat atau nasabah sebagai berikut :
1. Menyusun Transparansi Informasi Produk Bank
Transparansi informasi pada produk bank yang ditawarkan untuk memperkuat
posisi nasabah sebagai pihak yang perlu dilindungi. Hal ini juga untuk meningkatkan
pengetahuan atas produk-produk perbankan atas jasa yang diberikan kepada
masyarakat atau nasabah. Informasi yang jelas atas produk bank membuat masyarakat
atau nasabah bank akan memiliki pilihan yang luas tentang produk dan jasa bank
sehingga setiap nasabah mengerti dan memahami keuntungan dan risikorisiko dari
produk dan jasa bank yang akan dipakainya. Otoritas Jasa Keuangan dan Bank
Indonesia bersama-sama dengan perbankan akan menyusun standar minimum
transparansi produk bank yang nantinya akan dipakai oleh semua bank.
19 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta:Kencana Prenada Media
Group, cet-1 Mei 2005) h. 187
20
OJK, Booklet Perbankan Indonesia 2014 (Jakarta, Departemen Perizinan & Informasi
Perbankan, 2014) h. 41
-
30
2. Edukasi Masyarakat atau Nasabah
Pengetahuan masyarakat masih dalam taraf pengetahuan minim, oleh
karenanya edukasi masyarakat tentang kegiatan operasional ataupun produk dan jasa
bank sangat bermanfaat untuk menghindari munculnya informasi yang menyesatkan
dan merugikan pihak masyarakat sebagai nasabah. Pengetahuan dan pemahaman
nasabah atas produk-produk perbankan, khususnya bagi mereka yang baru pertama
kali ke bank perlu ditingkatkan.
Perlindungan hukum bagi masyarakat oleh Otoritas Jasa Keuangan pun di atur
di dalam Islam pada Al-Quran Surah An-Nisa Ayat 135, menjelaskan mengenai
perlakuan yang sama terhadap siapa pun dalam hal ini masyarakat dan perusahaan
jasa keuangan pada posisi yang sejajar perlindungannya oleh Otoritas Jasa Keuangan:
( )
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu
bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka
Allah lebih tahu kemaslahatan(kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar
balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti
terhadap segala apa yang kamu kerjakan.
-
31
Dalam perspektif Islam, perlindungan hukum masyarakat didasarkan pada
perilaku seorang pelaku bisnis yang hendaknya rasa takut kepada Allah SWT dalam
usaha menanggapi ridho-Nya, tidak dibenarkan didasarkan pada rasa takut pada
negara atau pemerintah. Dengan begitu terciptanya keadilan bagi pelaku bisnis dan
masyarakat yang menggunakan jasa dan layanannya, lebih jauh lagi mendapatkan
kebajikan dan keluhuran budi. Sebagaimana tuntutan muslim yang bertaqwa untuk
menjauhkan segala yang dilarang, apabila melakukan hal tersebut maka ia merasa
tidak mendapat ketenangan bathin21
.
21
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2001) h.7
-
32
BAB III
FUNGSI DAN TUGAS OTORITAS JASA KEUANGAN TERKAIT
PENGHIMPUNAN DANA DALAM BENTUK INVESTASI
A. Otoritas Jasa Keuangan
1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
Pada Undang-undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
pasal 1 angka 1 menyebutkan :
Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang memiliki tugas, fungsi,
dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Otoritas Jasa Keuangan adalah suatu bentuk unifikasi pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan1. Menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan. Lembaga yang independen yang berwenang untuk mengatur,
mengawasi, memeriksa, dan melakukan investigasi terhadap sektor-sektor jasa
keuangan di Indonesia dengan tujuan utama mempromosikan dan mengatur
sebuah sistem yang berisi berbagai aturan dan pengawasan secara terpadu
terhadap seluruh kegiatan yang terdapat pada sektor jasa keuangan2.
1 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014)
h.269
2 Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank & Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia
(Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cet-I Oktober 2014) h. 489
-
33
2. Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas jasa sektor
keuangan pembentukannya diatur di dalam UU No. 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan. Terdapat 3 (tiga) alasan khusus pendirian OJK di
Indonesia, yaitu :
1. Perkembangan sistem keuangan karena adanya konglomerasi Bank
Indonesiasnis, produk komBank Indonesianasi (hybrid product), dan
regulatory arBank Indonesiatrage
2. Permasalahan di sektor keuangan karena adanya moral hazard,
perlindungan konsumen, dan koordinasi lintas sektoral
3. UU No 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Pasal 34 yang
mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan3.
Lembaga ini didirikan atas dasar disyaratkan Undang-undang No. 3 Tahun
2004 tentang Bank Indonesia pada pasal 34 ayat (1) berbunyi Tugas mengawasi
bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang
independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Pada ayat (2) berbunyi
Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 20104. Penjelasan dari kedua ayat
dalam pasal tersebut, pembentukan lembaga pengawas sektor keuangan yang
memiliki tugas salah satunya mengawasi bank akan dibentuk paling lambat 31
3 Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank & Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia
(Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cet-I Oktober 2014) h. 488
4 Adler Haymans, Otoritas Jasa Keuangan: Pelindung Investor, (Jakarta, PT Adler Manurung
Press, Cet-I September 2013) h. 3
-
34
Desember 2010, serta akan beralihnya fungsi pengawasan bank oleh Bank
Indonesia ke lembaga pengawas sektor keuangan yang disebut Otoritas Jasa
Keuangan.
Keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia
juga muncul sebagai respons dari krisis Asia yang terjadi pada 1997-1998 yang
berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya sektor perbankan. Langkah
reformasi di Bank Indonesiadang hukum perbankan dengan dibentuknya Otoritas
Jasa Keuangan menjadi obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan
penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan di masa depan, untuk itu
terbentuklah ide awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan hasil
kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang
Bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat.5
Pada prinsipnya Otoritas Jasa Keuangan lahir untuk mengintegrasi dan
koordinasi lebih mudah agar terciptanya regulasi jasa keuangan yang efektif, hal
ini karena sekarang kecendrungannya perusahaan jasa keuangan terlibat dalam
berbagai traksaksi, misalnya di Pasar Modal dan Industri Asuransi. Sinergi antar
jasa keuangan yang tidak dapat dipungkiri dengan pesatnya perkembangan dunia
jasa keuangan, kebutuhan menyatukan pengawasan lebih terkonsolidasi
merupakan jawaban terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan. Mengambil alih
sebagian tugas kewenangan lembaga lain seperti Bank Indonesia, Pasar Modal,
Badan Pengawas Pasar Modal, dan institusi lembaga pemerintah lain yang
5 Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014) h.
37
-
35
awalnya memiliki pengawasan lembaga pengelola dana masyarakat. Intinya
Otoritas Jasa Keuangan memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola dari
lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa
keuangan, dengan kata lain dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan memberikan
pengelolaan lembaga secara baik dan benar6.
Pembetukan Otoritas Jasa Keuangan dilihat dari runtutan sejarah dimunculkan
sejak di Undang-Undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dalam
Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap bank akan
dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan
dibentuk dengan undang-undang.
Amanat pembentukan lembaga pengawas sektor keuangan pada akhirnya
tertuang kembali pada pasal 34 Undang-undang No.3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia yang selambat-lambatnya dibentuk 31 Desember 2010. Pada tahap
perencanaan awal disahakan pada rapat paripurna 17 Desember 2010 tidak
terlaksana, Pemerintah dan DPR tidak sepakat mengenai struktur dan tata cara
pembentukan Dewan Komisioner OJK, pemerintah mengusulkan terdiri dari tujuh
anggota dan dua orang diantaranya ex-officio yang otomatis berasal dari
Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia7. Rancangan Undang-undang Otoritas
Jasa Keuangan kemudian disahkan pada 2011 dan disetujui oleh parlemen (DPR)
yang diketuai Priyo Budi Santoso dalam Rapat Paripurna pada Oktober 2011,
6 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014)
h.269
7 OJK, Liputan Khusus OJK: Selamat Datang Wasit Baru Industri Keuangan di unduh 5 Juni
2014, Pukul 8.13, http://www.lipsus.kontan.co.id
-
36
dengan hasil sebagai berikut : (1) Fungsi penyelidikan dan penyidikan OJK telah
disepakati; (2) transisi Bank Indonesia yaitu 3 (tiga) Tahun sejak OJK
diundangkan atau akhir 2014, untuk Bapepam-LK harus sudah melebur pada akhir
2012; (3) Dewan Komisioner harus sudah dipilih pada Juni 2012 yang mana
panitia penyeleksi calon Dewan Komisioner dipimpin oleh Menteri Keuangan.
Presiden membentuk Panitia Seleksi pemilihan calon anggota Dewan
Komisioner OJK pada Januari 2010, dan pada Juli 2010 terpilihlah Ketua Dewan
Komisioner merangkap Anggota dan delapan Dewan Komisioner merangkap
anggota lainnya. OJK memiliki struktur dengan unsur check and balance dalam
fungsi pengawasan dan fungsi pengaturan bertujuan untuk : (1) menciptakan
ketegasan pemisahan antara tanggung jawab pembuat kebijakan (Dewan
Komisioner) dengan tanggung jawab supervisor (kepala eksekutif masing masing
pengawas perbankan, pasar modal dan industri keuangan non-bank; (2)
menghindari pemusatan kekuasaan yang terlalu besar pada satu pihak agar tidak
terjadi penyelewengan wewenang; (3) mendorong terjadinya pembagian kerja
sehingga tercipta profesionalisme dari spesialisasi di masing-masing fungsi
pengaturan dan pengawasan8. Pengalihan pengawasan perbankan dan non
perbankan akhirnya secara resmi dilimpahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan
pada 1 Januari 2014, tepat tiga tahun setelah masa transisi pelimpahan pengaturan
dan pengawasan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan.
8 Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Naskah Akademis Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), (Jakarta:2010) h.4
-
37
3.Tujuan dan Nilai Strategis Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk tentu telah memiliki visi, misi, tujuan yang
ingin dicapai. Visi dan misi Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga pengawas
industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar
perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan
kesehjateraan umum.
Tujuan Otoritas Jasa Keuangan pada Pasal 4 UU No 21 Tahun 2011 adalah
agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan : (a) terselenggara secara
teratur, adil, transparan dan akuntabel; (b) mewujudkan sistem keuangan yang
tumbuh secara berkelanjutan dan staBank Indonesial; (c) melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat. Secara normatif tujuan pembentukan Otoritas Jasa
Keuangan ada empat hal : (a) meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik
terhadap sektor jasa keuangan; (b) menegakkan peraturan perundang-undangan di
Bank Indonesiadang jasa keuangan; (c) meningkatkan pemahaman publik
mengenai sektor jasa keuangan; (d) melindungi kepentingan konsumen jasa
keuangan9.
Kehadirannya sangat didukung oleh berbagai pihak di tanah air, karena
Otoritas Jasa Keuangan membela semua kepentingan kemajuan perekonomian
negara dan kemakmuran masyarakat Indonesia. Dengan demikian posisi yang
9 Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014) h.
42
-
38
begitu strategis, Otoritas Jasa Keuangan memiliki kewenangan yang ampuh untuk
mengatur, menegakkan dan mengamBank Indonesial tindakan atas tugas dan
wewenang yang telah diberikan kepadanya. Nilai strategis Otoritas Jasa Keuangan
adalah :
a. Integritas : Bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik
dan kebijakan yang dibuat Otoritas Jasa Keuangan dengan menjunjung
tinggi kejujuran dan komitmen mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
secara berkelanjutan dan stabil.
b. Sinergi : Berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan agar tidak
terjadi tumpang tindih kewenangan atau saling lempar tanggung jawab
diantara lembaga, maka menjaga koordinasi baik internal Otoritas Jasa
Keuangan maupun eksternal dengan pemangku kepentingan setiap sektor
lembaga jasa keuangan pada sektor perbankan, sektor pasar modal, sektor
perasuransian, lembaga pembiayaan, maupun lembaga keuangan non bank
secara produktif dan berkualitas.
c. Inklusif : Terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan
serta memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap pengetahuan
industri keuangan dengan mengendukasi masyarakat terhadap jasa-jasa
keuangan.
d. Visioner : Memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat ke depan
(Forward Looking) atas perkembangan industri jasa keuangan serta dapat
berpikir diluar keBank Indonesiaasaan (Out of The Box Thingking)dalam
mengatasi permasalahan-permasalahan yang baru di industri jasa keuangan
seperti investasi illegal10
.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip sebagai
berikut: tata kelola yang baik (principle good government) yang meliputi
10 Kasmir, Dasar - dasar Perbankan, (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014)
h.273
-
39
sebagaiberikut : indepedensi, akuntaBank Indonesialitas, pertanggung jawaban,
transparansi dan kewajaran (fairness)11
.
4. Fungsi, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan
Berdasarkan Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan pada Pasal 5, Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan
sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, dengan fungsi yang dimiliki dapat
melindungi kepentingan nasabah dan masyarakat yang diwujudkan melalui adanya
sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan didalam sektor jasa keuangan12
.
OJK melaksanakan tugas sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang No 21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan terhadap : (a) kegiatan jasa keuangan
di sektor Perbankan; (b) kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; (c)
kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga PemBank
Indonesiaayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya, sebelum lahirnya OJK
sektor jasa keuangan terpisah dalam lembaga pengawas yang berbeda, seperti di
sektor perbankan oleh Bank Indonesia, sektor Pasar Modal oleh Bapepam-LK
namun, sejak adanya OJK semua sektor jasa keuangan berada dibawah
kewenangan OJK dan dengan ketentuan transisi yang jelas dapat dihindarikan
komplikasi permasalahan hukum dalam proses peralihan tugas dan fungsi
11 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, Cet-7 Januari 2013) h.217
12
Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014) h.
137
-
40
pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan13
. Untuk menjalankan tugas
pengaturan dan pengawasan pada sektor jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan
mempunyai kewenangan tertera pada Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-undang No 21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pada pasal 8 tugas pengaturan sektor
jasa keuangan mempunyai kewenangan :a. menetapkan peraturan pelaksana
Undang-Undang OJK; b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan; c. menetapkan peraturan dan keputusan OJK; d. menetapkan
peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; e. menetapkan keBank
Indonesiajakan mengenai pelaksanaan tugas OJK; f. menetapkan peraturan
mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan
dan pihak tertentu; g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan
pengelola statuta pada Lembaga Jasa Keuangan; h. menetapkan struktur organisasi
dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaann
dan kewajiban; i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan14
.
Pada pasal tersebut untuk memaksimalkan pengaturan dan pengawasan OJK di
sektor jasa keuangan apaBank Indonesiala diperlukan pembentukan peraturan baru
dalam menghadapi tantangan ke depan.
Tugas pengawasan yang tertera pada pasal 6 Undang-undang No 21 Tahun
2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, termaktub pada pasal 9 Undang-undang No
13 Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014) h.
142
14
Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank & Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia
(Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cet-I Oktober 2014) hal 491
-
41
21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan : a. menetapkan kebijakan
operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; b. mengawasi
pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; c.
melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyelidikan, perlindungan konsumen, dan
tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang
kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan; d. memberikan perintah tertulis kepada
Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu; e. melakukan penunjukan
pengelola statuta; f. menetapkan penggunaan pengelola statuta; g. menetapkan
sanksi adminstratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; h.memberikan dan/atau
mencabut :izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan
pendaftaransurat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha,
pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran, penetapan15
. Tugas
pengawasan OJK dalam perizinan kelembagaan bank maupun perlindungan
hukum bagi masyarakat diatur jelas pada pasal tersebut.
B. Investasi
1. Tinjauan Umum Investasi
Investasi erat kaitannya dengan menghimpun dana, Kamus Besar Bahasa
Indonesia mengartikan investasi sebagai penanaman uang atau modal di suatu
perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Penggunaan modal
15 Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank & Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia
(Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cet-I Oktober 2014) hal 491
-
42
untuk memperoleh uang baik dilakukan lewat sarana yang menghasilkan
pendapatan maupun melalui cara ventura yang lebih beresiko16
. Investasi dapat
dilakukan di sektor keuangan seperti obligasi, valuta asing, saham. Investasi juga
dapat dilakukan di sektor usaha seperti perkebunan, industri, dimana investor
menghendaki hasilnya kembali dari bentuk investasi itu. Dalam investasi ini,
faktor resiko menjadi pertimbangan lain, disamping hasil kembali yang
menguntungkan.
Kegiatan menghimpun dana dalam bentuk simpanan dikemas investasi,
merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat dengan imbalan berupa bunga
simpanan. Simpanan secara umum jenis simpanan yang ditawarkan di bank adalah
giro, tabungan, simpanan deposito, dan sertifikat deposito17
.
2. Bentuk Usaha Penghimpunan Dana Masyarakat
Bentuk usaha menghimpun dana dari masyarakat hadir untuk menyalurkan
kepada masyarakat dana-dana yang dikelola, dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sesuai dengan
pasal 6 Undang-undang No 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah dengan Undang-
undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, maka penghimpunan dana bentuk
bank, meliputi : menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa giro, deposito berjangka, sertifikat berjangka, tabungan, dan atau bentuk
16
Henricus W., Kamus Istilah Ekonomi dan Bank Indonesiasnis, (Jakarta:Kompas, Agustus 2010) h.
165
17
Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank & Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia
(Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cetakan 1 Oktober 2014) hal 125
-
43
lainnya yang dipersamakan dengan itu18
. Kebutuhan akan dana yang meningkat
khususnya untuk kegiatan usaha atau bisnis, usaha penghimpunan dana tidak lagi
hanya melakukan penghimpunan dengan cara giro, deposito, sertifikat deposito
maupun tabungan, melainkan dengan investasi melalui penarikan dana pada usaha,
industri, saham, atau pun obligasi. Investasi dengan menghimpun dana dari
masyarakat menjanjikan keuntungan dilakukan oleh perorangan ataupun badan
hukum. Investasi pada umumnya terutama dalam investasi langsung, masyarakat
yang menjadi konsumen akan menjadi milik usaha dan akan memperoleh saham
sebagai wujud kepemilikan perusahaan. Keuntungan (deviden) didapat jika
perusahaan memperoleh keuntungan. Sebaliknya jika perusahaan merugi, maka
masyarakat sebagai konsumen akan juga merugi bahkan dana yang disimpan
menjadi hilang19
.
C. Tinjauan Umum Investasi Illegal
Investasi Illegal atau disebut juga investasi bodong pada esensinya merupakan
penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan namun dikemas dengan
investasi20
. Otoritas Jasa Keuangan dalam artikelnya menyebutkan bentuk umum
diduga kegiatan investasi illegal, diantaranya : (1) Fixed income products, dimana
produk ini menawarkan imbal hasil (return) yang dijanjikan secara fixed (tetap) dan
18 Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan Di Indonesia, (Jakarta, PT. Pustaka Utama
Grafiti, Edisi II Cet- I Maret 2003) h. 62
19
Arsil, Menjerat Investasi Bodong dengan Tindak Pidana Perbakan (Jakarta: Lembaga Kajian
& Advokasi untuk Independensi Peradilan, 2014, h 1
20
P, Paripurna,Kekosongan Hukum di Sektor Keuangan Dalam Penanganan Investasi
Illegal. www.sikapiuangmu.ojk.go.id: Edukasi Keuangan, 3-4 Agustus 2015 (Surabaya:
OJK, 2015)
http://www.sikapiuangmu.ojk.go.id/
-
44
tidak akan terpengaruh oleh risiko pergerakan harga di pasar; (2) Simpanan yang
menyerupai produk perbankan (tabungan atau deposito), dimana pada beberapa kasus
berupa surat Delivery Order (D/O) atau Surat Berharga yang diterBank Indonesiatkan
suatu perusahaan; (3) Penyertaan modal investasi, dimana dana yang terkumpul dari
masyarakat dijanjikan akan ditempatkan pada leBank Indonesiah dari satu instrumen
keuangan atau pada sektor riil; (4) Program investasi online melalui internet, yang
menjanjikan pengembalian dana investasi secara rutin21
.
Bentuk kegiatan investasi illegal tersebut memiliki karakteristik dalam produk
yang ditawarkan, Otoritas Jasa Keuangan dalam artikelnya pun menyebutkan : (1)
Return atau keuntungan yang ditawarkan sangat tinggi (bahkan seringkali tidak
masuk akal) dan/atau dalam jumlah yang dipastikan; (2) Produk investasi ditawarkan
dengan janji akan dijamin dengan instrumen tertentu, seperti emas, giro, atau dijamin
oleh pihak tertentu seperti pemerintah, Bank dan lain-lain; (3) Menggunakan nama
perusahaan-perusahaan besar secara tidak sah untuk meyakinkan calon investor; (4)
Dana masyarakat tidak dicatat dalam segregated account (akun yang terpisah) agar
mudah digunakan secara tidak bertanggung jawab22
.
Investasi illegal menggunakan skema money game atau skema Ponzi yaitu
memutar dana masyarakat dengan cara membayar bonus kepada konsumen lama
dengan sumber dana yang berasal dari konsumen baru. Tidak ada sedikitpun aktivitas
21 Otoritas Jasa Keuangan,Bentuk umum produk diduga illegal yang ditawarkan di akses
pada 18 Agustus 2015 jam 10.49 AM dari http://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/129/bentuk-umum-
produk-diduga-ilegal-yang-ditawarkan
22
Otoritas Jasa Keuangan, Karakteristik Umum Produk Diduga Ilegal di akses pada 18
Agustus 2015 jam 10.48 AM dari http://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/130/karakteristik-umum-
produk-diduga-ilegal
http://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/129/bentuk-umum-produk-diduga-ilegal-yang-ditawarkanhttp://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/129/bentuk-umum-produk-diduga-ilegal-yang-ditawarkanhttp://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/130/karakteristik-umum-produk-diduga-ilegalhttp://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/130/karakteristik-umum-produk-diduga-ilegal
-
45
bisnis nyata untuk menompang pembayaran keuntungan kepada masyarakat,
akibatnya sudah dapat diduga, akan kehilangan uang dalam waktu singkat karena
uangnya telah diserahkan kepada pihak lain yang telah ikut lebih dulu. Terlebih lagi
kegiatan Investasi Illegal menggunakan fasilitas publik untuk mempermudah
menjaring masyarakat untuk mengikuti prakteknya tersebut. Penghimpunan dana dari
masyarakat diimingi mendapat keuntungan yang sangat menggiurkan atau dengan
bunga diluar batas kewajaran23
. Di samping itu untuk meyakinkan masyarakat
berupaya memperlihatkan bahwa investasi atau penanaman modal adalah riil dan
bergerak diberbagai sektor industri atau pun Bank Indonesiasnis seperti perdagangan,
jasa, pertanian, peternakan, sekuritas, valuta asing,, dan emas. Namun dalam
realitanya, usaha tersebut tidak lain hanyalah memutarkan dana yang sudah dihimpun
dari masyarakat atau nasabah untuk membayarkan keuntungan dan cicilan uang yang
sudah diterima. Jadi usaha tersebut sangat bergantung pada akumulasi dana yang
masuk melalui nasabah yang baru bukan melalui keuntungan yanh diperoleh kegiatan
usaha. Akibatnya ketika terjadi kemandekan dalam pemasukan dana dari masyarakat,
maka akan berdampak kepada pembayaran keuntungan kepada penyedia dana sesuai
dengan yang dijanjikan atau sepakati. Disamping itu besarnya pembayaran
keuntungan yang tidak sebanding dengan penambahan modal yang masuk berakibat
juga pada kehaBank Indonesiasan dana sehingga merugikan masyarakat. Oleh karena
itu perlunya pemahaman baru untuk melihat modus kegiatan investasi illegal, yang
mendatangkan kerugian yang besar bagi masyarakat.
23Arsil, Menjerat Investasi Bodong dengan Tindak Pidana Perbakan (Jakarta: Lembaga Kajian
& Advokasi untuk Independensi Peradilan, 2014, h 1
-
46
Kegiatan Investasi illegal menyerupai instrument perbankan, dengan ciri
utama penipuan berkedok investasi adalah tidak dimilikinya dokumen perizinan yang
sah dari regulator (pengawas) terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank
Indonesia, Bappebti - Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM,
dan lain-lainnya. Kegiatan usaha menghimpun dana dari masyarakat hanya dapat
dilakukan oleh bank24
. Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1998 yang
merupakan perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan,
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Setiap pihak
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, wajib terlebih
dahulu mendapatkan izin usaha sebagai Bank dari Bank Indonesia namun mulai 2014
perizinan dan pengawasan Bank akan beralih ke OJK.
D. Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan Terkait Investasi
Perusahaan yang melakukan penghimpunan dana masyarakat berbentuk
simpanan yang dikemas dalam bentuk investasi, merupakan salah satu usaha
perbankan dalam menghimpun dana dari masyarkat oleh bank, yang termasuk ke
dalam kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan. Otoritas Jasa Keuangan memiliki
kewenangan sesuai dengan pasal 6 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan, OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan
terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan. Pasal 7 huruf (a) Undang-
24OJK, Booklet Perbankan Indonesia 2014 (Jakarta, Departemen Perizinan &