“KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM...

download “KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30712/1/RIZKY... · hukum bagi masyarakat terhadap kegiatan investasi ... sosiologi,

If you can't read please download the document

Transcript of “KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM...

  • KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PERLINDUNGAN

    HUKUM BAGI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN INVESTASI

    ILLEGAL DI TASIKMALAYA

    SKRIPSI

    Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

    Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

    OLEH:

    RIZKY ARISANDI

    NIM: 1111048000055

    K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

    P R O G R A M S T U D I ILMU HUKUM

    FAKULTAS SYARIAH dan HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    J A K A R T A

    1 4 3 6 H / 2 0 1 5 M

  • iv

    ABSTRAK

    Rizky Arisandi, NIM 1111048000055, KEDUDUKAN OTORITAS JASA

    KEUANGAN DALAM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT

    TERHADAP KEGIATAN INVESTASI ILLEGAL DI TASIKMALAYA, Strata

    Satu (S1), Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Islam

    Negeri (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/ 2015 M, viii+74 halaman+ 27

    halaman lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui & memahami

    perlindungan hukum nasabah dalam kasus penghimpunan dana masyarakat dalam

    bentuk investasi illegal oleh Otoritas Jasa Keuangan. Latar Belakang penelitian ini

    adalah berkaitan dengan perlindungan hukum nasabah atas kerugian yang diterima

    dalam kasus investasi illegal, dilakukan oleh perusahaan tanpa izin lembaga

    berwenang untuk melakukan penghimpunan dana. Penelitian ini bersifat library

    research, mengkaji putusan Mahkamah Agung No. 196/PID.SUS/2013 dan

    mengkaitkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung

    penelitian. Metode analisis yang digunakan adalah yuridis normatif dengan

    menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus

    (case study) serta pendekatan konseptual (conceptual approach). Dalam penelitian ini

    menggunakan tiga bahan hukum yang digunakan yakni, bahan hukum primer terdiri

    dari Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-

    Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Putusan Mahkamah Agung

    196/K/PID.SUS/201, dan aturan perundang-undangan lain yang terkait, bahan hukum

    sekunder terdiri dari publikasi tentang hukum dalam bidang jasa keuangan meliputi

    buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan

    pengadilan, bahan non hukum terdiri dari buku-buku mengenai Ilmu Ekonomi,

    Sosiologi, Filsafat atau laporan-laporan penelitian non-hukum. Hasil penelitian

    menunjukan bahwa Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dan

    Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan dapat

    diterapkan dalam penyelesaian penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk

    investasi illegal tanpa izin lembaga berwenang serta perkara putusan Mahkamah

    Agung penelitian ini telah tepat dalam putusannya. Disarankan perlindungan hukum

    & pengetahuan masyarakat tentang investasi illegal diperketat dan diperluas oleh

    lembaga berwenang Otoritas Jasa Keuangan.

    Kata Kunci : Otoritas Jasa Keuangan & Investasi Illegal

    Pembimbing : Drs. H. A. Basiq Djalil, MA & H. M. Yasir, M.H

    Sumber Rujukan dari 1986 sampai 2014

  • v

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Wr. Wb

    Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia yang

    tidak terhingga banyakanya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada Nabi

    Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingga

    akhir zaman.

    Dengan mengucap Alhamdullilahi Robbil alamin penulis dapat

    menyelesaikan skripsi ini dengan judul KEDUDUKAN OTORITAS JASA

    KEUANGAN DALAM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT

    TERHADAP KEGIATAN INVESTASI ILLEGAL DI TASIKMALAYA.

    Penelitian ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum

    pada Fakultas Syariah & Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    Penulis dalam membuat penulisan ini, mengalami berbagai kesulitan,

    mengingat penulisan tersebut terbilang masih baru, namun hal ini dijadikan motivasi

    untuk menggapai cita-cita lebih tinggi. Terciptanya penulisan ini tidak terlepas dari

    pengetahuan keilmuan penulis dapatkan dari berbagai sumber. Oleh karena itu, dalam

    kesempatan ini ingin penulis sampaikan dengan setulus hati ucapan terima kasih

    kepada Bapak:

    1. Dr. Asep Saepudin Jahar, Ph.D Dekan Fakultas Syariah & Hukum UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta

  • vi

    2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H.,M.H. Ketua Program Studi Ilmu

    Hukum & Drs. Abu Thamrin, S.H.,M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu

    Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan arahan

    serta masukan atas penyusunan skripsi

    3. Drs. H. A. Basiq Djalil S.H,. MA. Selaku dosen Pembimbing I yang telah

    bersedia menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan

    saran dan masukan terhadap proses penyusunan skripsi ini

    4. H. M. Yasir, M.HSelaku dosen Pembimbing II yang telah bersedia

    menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran,

    arahan, masukan dan bimbingan yang berharga terhadap proses

    penyusunan skripsi ini

    5. Kedua Orang tua yang sangat saya cintai & sayangi, Bapak Sabeni

    (almarhum) dan Ibu Maisaroh yang telah medoakan, mendukung, dan

    menjadi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini, terutama Almarhum

    menjadi penyemangat hidup dan menjalankan amanah beliau sebagai

    Sarjana Hukum

    6. Kepada Kakak Vicky Faisal & Adik Syabna Syakila yang sangat saya

    sayangi dan cintai telah menjadi inspirasi Penulis untuk bisa dibanggakan

    dan Keluarga Besar Penulis yang selalu mendoakan agar penelitian ini

    terselesaikan

    7. Kepada Ria Marsella yang saya cintai, telah mendoakan dan memberikan

    semangat kepada Penulis sehingga penelitian ini terselesaikan

  • vii

    8. Sahabat-sabahat perjuangan Himpunan Mahasiswa Ilmu Hukum, kelas B

    Ilmu Hukum Angkatan 2011 yang sekaligus menjadi keluarga M.Rizki

    Firdaus, Lidia Asrida Azhar Nur Fajar Alam, M. Isyam Rafsanjani, Zaimi

    Multazim, Reza Haryo Mahendra Putra, Rizky Ramandika, Dwi Puji

    Apriantok, Nanda Narenda Putra, Gari Ichsan Putro, Ridwan Ardy

    Prasetya, Ahmad Bustomi, Ade Putra Indrawan, Sylvia Amanda dan senior

    Irfan Kamil, Rizky Haryo, Andi Komara, Wawan Setiawan, Endah

    Sulastri. Dan teman perjuangan SMA Ilham Dodo, Muhammad Abdul

    Karim, Rochman Tri, Ramandhan Sidiq, Fahmi, Ilham Mutaaly.

    9. Kawan-kawan AMPUH (Angkatan Muda Peduli Hukum), BLC (Bussines

    Law Community) & KALABAHU 36 membantu dalam pengetahuan

    penulisan.

    Akhir kata, atas jasa dan bantuan semua pihak yang telah membantu &

    memberikan masukan, semoga Allah memberikan balasan yang berlipat. Penulis

    berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kalangan akademis, masyarakat

    serta para pembaca kalangan umumnya.

    Wassalamualaikum Wr. Wb

    Jakarta, 25 September 2015

    Rizky Arisandi

  • viii

    DAFTAR ISI

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... i

    LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................... ii

    LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... iii

    ABSTRAK ............................................................................................................... iv

    KATA PENGANTAR ............................................................................................. v

    DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii

    BAB 1 PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

    B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 6

    C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................ 6

    D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 9

    E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu .................................................... 10

    F. Kerangka Konseptual ................................................................................ 11

    G. Metode Penelitian ..................................................................................... 11

    H. Sistematika Penulisan ............................................................................... 14

    BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT OLEH

    OTORITAS JASA KEUANGAN

    A. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat ..................................... 17

    B. Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat ...................................... 23

    C. Strategi Nasional Literasi Keuangan ....................................................... 24

  • ix

    D. Perlindungan hukum dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) .... 27

    BAB III FUNGSI DAN TUGAS OTORITAS JASA KEUANGAN TERKAIT

    PENGHIMPUNAN DANA DALAM BENTUK INVESTASI

    A. Otoritas Jasa Keuangan .......................................................................... 32

    B. Investasi ................................................................................................ 41

    C. Tinjauan Umum Investasi Illegal ........................................................... 43

    D. Fungsi & Tugas OJK Terkait Investasi Perbankan ................................ 46

    BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No.

    196/K/PIDSUS/2013 & KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN

    PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT TERHADAP INVESTASI

    ILLEGAL

    A. Kasus Posisi ........................................................................................... 49

    B. Isi Putusan Mahkamah Agung ............................................................... 53

    C. Analisis Penulis Terhadap Putusan Hakim ............................................ 56

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ............................................................................................ 69

    B. Saran ....................................................................................................... 70

    DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 71

    LAMPIRAN

    Salinan Putusan Mahkamah Agung No. 196/K/PID.SUS/2013 ...................... 75

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Proses globalisasi yang terjadi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan

    di bidang tehnologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem

    keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor

    keuangan, baik dalam hal produk maupun jasa kelembagaan keuangan. Di samping

    itu, adanya perusahaan berbentuk lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan

    kepemilikan di berbagai subsektor keuangan telah menambah kompleksitas transaksi

    dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan1.

    Dimensi hukum yang mengatur roda perekonomian, mengikat kegiatan usaha

    dengan peraturan tertentu. Kegiatan perekonomian yang baik tentu selalu

    mengindikasikan telah memaksimalkan keuntungan, namun hal tersebut tidak

    menghalalkan segala cara untuk mendapat keuntungan lebih. Maka dari itu hukum

    memberikan batas-batas yang jelas dan pasti sehubungan dengan apa yang boleh dan

    tidak boleh dilakukan dalam kegiatan usaha. Dengan kepastian hukum kegiatan usaha

    menjadikan kondisi nyaman untuk melakukan kegiatan perekonomian2. Kegiatan

    usaha dalam jasa keuangan erat kaitannya dengan penghimpunan dana dari

    masyarakat yang diatur di dalam Pasal 16 Undang-Undang No 10 Tahun 1998

    1 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta:Kencana Prenada Media

    Group, cet-1 Mei 2005) h. 25

    2 Yosephus L. Sinuor, Et ika Bisnis (Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010) h.l 62

  • 2

    Tentang Perbankan dijelaskan bahwa setiap pihak yang melakukan kegiatan

    penghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu

    memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari

    Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan penghimpun dana dari

    masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang sendiri3.

    Berkaitan dengan ayat tersebut secara jelas bahwa melakukan penghimpunan

    dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh bank,

    dengan kata lain perusahaan jasa keuangan yang melakukan penghimpunan dana dari

    masyarakat dapat berbentuk bank atau telah memiliki izin lembaga berwenang

    terhadap usaha yang dijalani. Izin usaha mendirikan bank yang dijelaskan pada pasal

    tersebut beralih kewenangan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan

    sesuai dengan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas

    Jasa Keuangan mengenai perizinan bank.

    Penghimpunan dana dari masyarakat disalurkan kepada masyarakat dalam

    bentuk kredit atau bentuk-bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup

    masyarakat, dan juga sudah berkembang dalam fungsi lainnya seperti memperlancar

    lalu lintas pembayaran, di bidang perdagangan valuta asing, lembaga penjamin, dan

    fungsi- fungsi lainnya4. Penghimpunan dana dari masyarakat diawasi oleh negara,

    melalui kewenangan yang dimiliki oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk melindungi

    3 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta, Kencana Prenada Media

    Group, cet-1 Mei 2005) h. 25

    4 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003)

    h.79

  • 3

    kepentingan masyarakat sebagai pengguna jasa keuangan dengan edukasi dan

    perlindungan masyarakat sebagai konsumen dari jasa keuangan, perlindungan

    diberikan untuk menjaga masyarakat dari hal-hal yang dapat merugikan masyarakat

    itu sendiri.

    Kegiatan perekonomian didasarkan untuk pembangunan ekonomi suatu

    negara untuk dikelola sumber-sumber dana yang ada pada masyarakat. Untuk itu

    lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank melakukan pengelolaan

    potensi ekonomi yang ada pada masyarakat agar berdaya guna bagi masyarakat itu

    sendiri. Salah satu bentuk praktek yang berkembang dalam kegiatan usaha pada jasa

    keuangan adalah model pratek investasi dengan menjanjikan keuntungan atau profit

    yang tinggi5. Mengingat prospek dari usaha penghimpunan dana yang besar untuk

    meraih keuntungan, investasi yang berkembang dalam masyarakat pada dasarnya

    merupakan kegiatan untuk menghimpun dana dari masyarakat. Berbeda dengan

    menabung dipergunakan untuk keamaan uang dengan mendapatkan bunga pada

    perusahaan lembaga jasa keuangan, investasi digunakan untuk ditanamkan pada

    objek usaha yang memberikan hasil, keuntungan yang didapat dari selisih dividen6.

    Dengan keuntungan yang relatif tinggi, Seiring semakin berkembang usaha investasi

    di bidang jasa keuangan ini, marak terjadinya Investasi Illegal.

    5 E. A Koetin, Analisis Pasar Modal (Jakarta: Sinar Harapan , 1993) h.16

    6 Arsil, Menjerat Investasi Bodong dengan Tindak Pidana Perbankan (Lembaga Kajian &

    Advokasi untuk Indenpedensi Peradilan, 2013) h. 4

  • 4

    Praktek Investasi Illegal yang sering disebut sebagai investasi bodong,

    masyarakat dijanjikan mendapat keuntungan/ bunga tetap pada setiap bulannya

    meskipun perusahaan itu merugi. Hal ini terlihat, bentuk investasi ini jelas tidak

    wajar, dana sangat bersifat spekulatif, dan berupaya untuk menghindari aturan

    perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan7. Tanpa

    adanya izin terlebih dahulu oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga tertinggi

    dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan.

    Kegiatan Investasi Illegal dilakukan dengan cara melakukan penghimpunan

    dana masyarakat luas dengan menyimpang bahkan menghindari dari aturan

    perbankan, merupakan kegiatan yang menggunakan fasilitas publik untuk

    menjalankan kegiatan usahanya. Dengan demikian perlu dilihat kewenangan yang

    dimiliki Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan perlindungan bagi masyarakat

    terhadap kegiatan Investasi Illegal, praktik moral hazard pada kegiatan Investasi

    Illegal terjadi karena lemahnya sistem pengawasan lembaga keuangan yang

    disebabkan beberapa faktor, yaitu : (a) lemahnya sistem arsitektur pengawasan

    keuangan di Indonesia; (b) tidak adanya pertukaran informasi antar lembaga

    pengawasan keuangan; (c) masih tingginya egosentris antar lembaga pengawas

    lembaga keuangan8.

    7 Arsil, Menjerat Investasi Bodong dengan Tindak Pidana Perbankan (Lembaga Kajian &

    Advokasi untuk Indenpedensi Peradilan, 2013) h. 4

    8 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta, Kencana Prenada Media

    Group, cet-1 Mei 2005) h. 215

  • 5

    Dalam kasus penelitian ini yaitu kegiatan Investasi Illegal dalam bentuk

    penghimpunan dana dari masyarakat di Tasikmalaya pada putusan Putusan MA

    196/K/PID.SUS/2013, terjadi kegiatan Investasi Illegal didirikan pada Agustus 2010,

    bernama Koperasi Barokah Karya Mandiri dan CV Ahma Hamista yang menjadi satu

    kesatuan perusahaan, dengan nama usaha Profit Barokah, melakukan penghimpunan

    dana masyarakat dengan berdalih investasi emas, dana masyarakat yang dihimpun

    menjadi modal pokok untuk usaha ini bergerak9. Kemudian disertakan dengan

    penawaran persentasi bunga atau keuntungan yang tinggi sejumlah 50% keuntungan

    yang didapat pada tiga bulan pertama, dan kemudian berubah menjadi 10 s/d 20% per

    empat bulan, dan setiap akhir tahun mendapatkan koin emas apabila mengambil

    profit 10%. Keuntungan atau bunga yang ditawarkan sebagai iming- iming secara akal

    sehat dan logika bisnis tidak dapat diterima dan bersifat impian kosong sebab

    melebihi suku bunga yang wajar dan kelaziman dalam berinvestasi. Namun faktanya

    masyarakat tertarik menyimpan uang pada perusahaan yang dikelola tersebut, karena

    iming- iming profit melebihi sistem perbankan pada umumnya10. Perusahaan ini

    didakwa melanggar dan diancam pidana Pasal 46 ayat (1) UURI No. 7 Tahun 1992

    sebagaimana dirubah dengan UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU

    RI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. pasal 64

    ayat (1) KUHP, karena telah melakukan penghimpunan dana masyarakat illegal

    9 Mahkamah Agung Replubik Indonesia. Putusan Nomor 196 K/PID.SUS/2013 (Tanggal 31

    Agustus 2015) h. 3

    10 Mahkamah Agung Replubik Indonesia. Putusan Nomor 196 K/PID.SUS/2013 (Tanggal 31

    Agustus 2015) h.12

  • 6

    secara bersama-sama dan tidak memperoleh izin dari Bank Indonesia, Dalam

    putusannya Mahkamah Agung menyatakan bahwa Judex Facti tidak salah dalam

    membuat putusannya. Oleh sebab itu Mahkamah Agung menolak Kasasi

    terdakwa/penasehat hukumnya. Akhirnya terdakwa dipidana dengan pidana 9 tahun

    penjara dan denda Rp.20.000.000.000,- (Dua Puluh Milyar Rupiah).

    Berdasarkan latar belakang masalah yang ada tersebut maka penulis

    melakukan penelitian lebih jauh mengenai perlindungan hukum bagi masyakat oleh

    lembaga berwenang Otoritas Jasa Keuangan atas penghimpunan dana masyarakat

    dalam bentuk Investasi Illegal, dan selanjutnya dituang dalam bentuk skripsi dengan

    judul : KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM

    PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN

    INVESTASI ILLEGAL DI TASIKMALAYA

    B. Identifikasi Masalah

    Identifikasi masalah dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut :

    1. Apakah peran & tugas Otoritas Jasa Keuangan mencakup penanganan Investasi

    Illegal yang melakukan penghimpunan dana masyarakat

    2. Mengapa penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk Investasi Illegal pada

    putusan MA 196/K/PID.SUS/2013 berjalan lancar tanpa adanya izin dari Otoritas

    Jasa Keuangan

    C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

    1. Pembatasan Masalah

  • 7

    Mengingat luasnya cakupan pembahasan terkait perbankan. Penelitian ini

    difokuskan mengkaji kegiatan Investasi Illegal dalam bentuk penghimpunan dana

    masyarakat dari sudut pandang Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang

    Perbankan dan perlindungan hukum bagi masyarakat dari sudut pandang Undang-

    Undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

    2. Perumusan Masalah

    Berdasarkan Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,

    penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan

    oleh bank yang sudah memiliki izin dari Lembaga berwenang, namun pada

    kenyataannya penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk investasi dilakukan

    secara illegal tanpa izin dari lembaga berwenang padahal Otoritas Jasa Keuangan

    sebagai lembaga pengawas jasa keuangan memiliki kewenangan untuk melakuka n

    perlindungan hukum untuk masyarakat sesuai Undang-Undang No 21 Tahun 2011

    Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

    Rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

    a. Bagaimana kegiatan Investasi Illegal menurut Undang-Undang No 10 Tahun 1998

    Tentang Perbankan terkait putusan MA 196/K/PID.SUS/2013?

    b. Bagaimana perlindungan hukum bagi masyarakat oleh Otoritas Jasa Keuangan

    menurut Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

    terkait putusan MA 196/K/PID.SUS/2013?

    D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

  • 8

    Penelitian ini sesuai perumusan masalah bertujuan untuk mengetahui

    perlindungan hukum bagi masyarakat atas penghimpunan dana masyarakat dalam

    kegiatan Investasi Illegal.

    Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

    a. Untuk mengetahui konsep penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk

    investasi.

    b. Untuk mengetahui pengaturan terkait tentang kegiatan Investasi Illegal.

    c. Untuk mengetahui kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam

    perlindungan hukum bagi masyarakat dan menghadapi kegiatan Investasi

    Illegal.

    2. Manfaat Penelitian

    Secara garis besar, manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

    a. Manfaat teoritis yang didapat atas hasil penelitian ini dapat menambah

    pengetahuan tentang kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam perlindungan

    hukum bagi masyarakat terhadap kegiatan Investasi Illegal serta menambah

    pengetahuan akademis mahasiswa-mahasiswi Ilmu Hukum UIN Jakarta.

    b. Manfaat praktis yang didapat atas hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

    masukan bagi pemerintah dalam melakukan kebijakan atas pengawasan

    penghimpunan dana masyarakat, agar tidak terjadi kegiatan Investasi Illegal

    serta masukan kepada Otoritas Jasa Keuangan atas kedudukan dalam pemberian

    perlindungan bagi masyarakat sebagai pengguna jasa keuangan

    E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

  • 9

    Penelitian terkait kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam perlindungan hukum

    bagi masyarakat, sebelumnya pernah ada dibahas diantaranya :

    1. Judul ; Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Pengawasan Pendaftaran

    Jaminan Fidusia (Tinjauan Yuridis Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    130/PMK.010/2012) skripsi ini disusun oleh Nazia Tunisa Alham, Fakultas

    Syariah & Hukum jurusan Hukum Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

    2014, membahas peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam pengawasannya terhadap

    pendaftaran jaminan fidusia, ditinjau dari peraturan Menteri Keuangan Nomor

    130/PMK.010/2012. Perbedaan skripsi tersebut dengan dengan penelitian penulis

    adalah titik fokus penulis terletak pada kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam

    memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap terjadinya kegiatan

    Investasi Illegal.

    2. Judul; Perlindungan Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan(Studi

    Komparatif Perlindungan Konsumen Oleh Bank Indonesia), skripsi ini di susun

    oleh Arief Hananny, Fakultas Syariah & Hukum jurusan Hukum Bisnis UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta, membahas perbedaan kewenangan BI dan Otoritas

    Jasa Keuangan dalam perlindungan konsumen perbankan dan peluang apa saja

    serta tantangan perlindungan konsumen pasca lahirnya Undang-Undang Otoritas

    Jasa Keuangan. Perbedaan skripsi tersebut dengan dengan penelitian penulis

    adalah titik fokus penulis terletak pada kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam

    memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap terjadinya kegiatan

    Investasi Illegal.

  • 10

    Oleh karena itu penelitian yang dilakukan penulis, belum ada yang melakukan

    penelitian mengenai kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan

    perlindungan hukum terhadap kegiatan Investasi Illegal yang terjadi di Tasikmalaya

    dalam Putusan Mahkamah Agung 196/K/PID.SUS/2013, dengan skripsi berjudul

    Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat

    Terhadap Kegiatan Investasi Illegal Di Tasimalaya belum pernah diangkat

    sebelumnya sebagai judul skripsi. Jadi, penelitian yang penulis teliti (sejauh yang

    diketahui penulis) belum ada yang melakukan penelitian.

    F. Kerangka Konseptual

    Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dimaknai sebagai suatu

    hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah

    yang ingin diteliti. Dalam ilmu sosial konsep diambil dari teori11, berkenaan dengan

    uraian di atas, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Investasi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, investasi adalah penanaman uang

    atau modal didalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh

    keuntungan. Dengan menyetorkan sejumlah modal atau uang investor mendapat

    dividen dari sejumlah dana yang disetorkan.

    2. Penghimpunan dana masyarakat, penghimpunan dana oleh sebuah lembaga

    keuangan seperti bank, untuk diputarkan dana tersebut dari masyarakat kepada

    masyarakat dengan pengawasan ketat oleh lembaga pengawas jasa keuangan oleh

    Otoritas Jasa Keuangan.

    11

    Soerjono Soekanto, Pengantar Penelit ian Hukum, (Jakarta: UII-Press, 2008) h. 127

  • 11

    3. Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga independen dan

    bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan

    wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.

    4. Kedudukan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kedudukan adalah perangkat

    tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat.

    G. Metode Penelitian

    1. Tipe Penelitian

    Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan

    konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.

    Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah

    berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang

    bertentangan dalam suatu kerangka tertentu12.

    Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan

    pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk

    mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

    menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas

    permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.

    Penelitian ini mengacu pada putusan Mahkamah Agung sebagai putusan yang

    dianalisis dan dikaitkan dengan landasan norma hukum yang berlaku dan

    termaktub dalam peraturan perundang-undangan maka dari itu menggunakan

    12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelit ian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia Press, cet-

    III 1986) h. 42

  • 12

    library research untuk kajian pustaka dengan metode penelitian yuridis normatif,

    yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengacu pada norma hukum yang terdapat

    pada peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan terkait kedudukan

    Otoritas Jasa keuangan dalam memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat

    terhadap kegiatan Investasi Illegal.

    2. Tehnik Pengumpulan Data

    Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni normatif, maka

    pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute

    approach), pendekatan kasus (case study) serta pendekatan konseptual (conceptual

    approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-

    aturan berkaitan dan terkait Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang

    Otoritas Jasa Keuangan dan semua regulasi dan peraturan hukum lainnya yang

    berhubungan dengan kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan

    perlindungan hukum bagi masyarakat dan kegiatan Investasi Illegal. Sedangkan

    pendekatan kasus digunakan untuk memahami kasus di Tasikmalaya pada putusan

    Mahkamah Agung 196/K/PID.SUS/2013, dengan mengaitkan Kedudukan Otoritas

    Jasa Keuangan sebagai otoritas tertinggi dalam pemberian perlindungan hukum

    masyarakat berkaitan kasus tersebut tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan.

    3. Bahan Hukum

    a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya

    mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi Perundang-

    Undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-

  • 13

    undangan , dan Putusan-Putusan Hakim.13 Dalam penelitian ini yang termasuk

    dalam bahan hukum primer adalah Undang-undang No 21 Tahun 2011 Tentang

    Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang

    Perbankan, Putusan Mahkamah Agung No 196/K/PID.SUS/2013, dan aturan

    Perundang-Undangan lain yang terkait dengan pokok permasalah penelitian ini.

    b. Bahan hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan

    merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum dalam bidang

    jasa keuangan meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan

    komentar-komentar atas putusan pengadilan berkaitan dengan Kedudukan

    Otoritas Jasa Keuangan dalam perlindungan hukum, serta kegiatan Investasi

    Illegal.

    c. Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan hukum

    sekunder yang dipandang perlu. Bahan nonhukum dapat berupa buku-buku

    mengenai Ilmu Ekonomi, Sosiologi, Filsafat atau laporan-laporan penelitian

    non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Bahan-

    bahan non-hukum tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas

    wawasan peneliti.

    4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

    Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun sumber non-hukum

    yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan berdasarkan rumusan masalah

    dan diklasifikasikan menurut sumber dan hierarkinya.

    13

    Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana, cet-IV 2010) h. 141

  • 14

    5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

    Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,

    maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga

    ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalahan

    yang telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif

    yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

    permasalahan konkret yang dihadapi.14 Selanjutnya setelah bahan hukum diolah,

    dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya akan d iketahui

    peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Investasi Illegal.

    H. Sistematika Penulisan

    Skripsi ini disusun berdasarkan buku Atas Pedoman Penulisan Skripsi

    Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012 dengan

    sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas sub bab

    sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut :

    Bab Pertama tentang Pendahuluan membahas mengenai latar belakang penelitian,

    identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah atas rumusan dari teori penelitian,

    tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (Review) kajian terdahulu yang berkaitan

    dengan penelitian ini, kerangka konseptual memuat definisi dari aturan terkiat,

    metode penelitian dalam penelitian, dan sistematika penulisan sebagai rancangan

    penelitian.

    14 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang, Bayumedia

    Publishing, Cet-II 2006). H. 393

  • 15

    Bab Kedua tentang Tinjauan Umum Perlindungan Hukum Nasabah Perbankan berisi

    tentang kajian kepustakaan perlindungan hukum nasabah, pertama tentang kedudukan

    nasabah dalam perbankan, hubungan nasabah dengan bank terkait menyelaraskan

    hubungan hukum antara nasabah penyimpan dana dan bank dan hubungan hukum

    antara nasabah penyimpan dana dan bank, selanjutnya dibahas perlindungan hukum

    nasabah sebagai debitur maupun kreditur serta perlindungan hukum dalam arsitektur

    perbankan.

    Bab Ketiga tentang Fungsi Dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan Terkait

    Penghimpunan Dana Dalam Bentuk Investasi mengenai hasil pengumpulan data

    terkait Otoritas Jasa Keuangan mencakup lahirnya OJK, tujuan dan nilai strategis

    didirikannya OJK, fungsi tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan,

    penghimpunan dana berbentuk investasi dalam perbankan, tinjauan umum dari data

    yang didapat peneliti mengenai Investasi Illegal, selanjutnya dikaitkan dengan fungsi

    & tugas Otoritas Jasa Keuangan.

    Bab Keempat tentang Analis Putusan Mahkamah Agung No 196/K/Pid/Sus/2013 &

    Perlindungan Hukum Nasabah Terhadap Investasi Illegal Oleh Otoritas Jasa

    Keuangan berisi Putusan MA 196/K/Pid.Sus/2013 terkait dengan penghimpunan dana

    dalam bentuk Investasi Illegal. Dalam analisis penulis meninjau dengan Undang-

    Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dan menganalisis perlindungan

    hukum nasabah oleh Otoritas Jasa Keuangan Terkait Investasi Illegal pada perkara

    putusan ini.

  • 16

    Bab Kelima tentang Penutup berisikan tentang kesimpulan dan saran. Bab ini

    merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa

    kesimpulan dari hasil penelitian untuk menjawab rumusan masalah, serta

    memberikan saran-saran yang dianggap perlu.

  • 17

    BAB II

    Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Oleh Otoritas Jasa Keuangan

    A. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat

    Edukasi dan perlindungan merupakan salah satu fungsi yang dimiliki oleh

    Otoritas Jasa Keuangan pada Undang-Undang No 21 Tahun 2011. Berdasarkan Pasal

    4 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, salah satu

    tugas OJK mampu melindungi kepentingan masyarakat terhadap kegiatan usaha jasa

    keuangan, masyarakat sebagai konsumen dari pelayanan kegiatan usaha oleh

    perusahaan, perlindungan baginya merupakan tuntutan yang tidak boleh diabaikan

    begitu saja. Masyarakat merupakan unsur yang sangat berperan sekali, mati hidupnya

    dunia bisnis bersandar kepada kepercayaan dari pihak masyarakat itu sendiri1.

    Untuk beroperasi sebagai lembaga pengawas, OJK melakukan integrasi

    pengawasan, dengan demikian dalam menjalankan tugasnya tidak terkotak-kotak.

    Terpadunya kebijakan yang ditetapkan dan dijalankan OJK menjadi ukuran

    terintegrasinya pelaksanaan tugasnya. Dalam hal perlindungan masyarakat, OJK

    diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan pencegahan kerugian masyarakat2.

    Pelaksanaan perlindungan masyarakat untuk menjaga kepentingan masyarakat

    sebagai pihak yang menggunakan produk dan jasa keuangan sambil tetap mendukung

    pertumbuhan industri jasa keuangan, dalam mendukung pertumbuhan industri

    keuangan perusahaan jasa keuangan, memperhatikan aspek kewajaran dalam

    1 Widjanarto, Hukum & Ketentuan Perbankan Di Indonesia (Jakarta, PT Pustaka Utama

    Grafiti, cet-1 2003) h. 66

    2 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014) h.269

  • 18

    menetapkan biaya atau harga produk dan layanan, tarif minum yang tidak merugikan

    masyarakat, serta kesesuaian produk dan layanan yang ditawarkan dengan kebutuhan

    dan kemampuan masyarakat. Keseimbangan dalam perlindungan masyarakat dan

    menumbuh kembangkan industri keuangan, terdapat market conduct dengan

    pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat ditingkatkan kepercayaannya dengan

    peningkatan perilaku perusahaan jasa keuangan dalam mendesain, menyusun dan

    menyampaikan informasi, menawarkan, membuat perjanjian, atas produk dan layanan

    serta penyelesaian sengketa dan penangan pengaduan. OJK dapat mendukung

    kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya

    saing nasional3.

    Upaya perlindungan masyarakat diarahkan mencapai dua tujuan,

    meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam setiap aktivitas dan kegiatan usaha di

    sektor jasa keuangan, dan memberikan peluang dan kesempatan untuk perkembangan

    perusahaan secara adil, efisiensi, dan transparan dan disisi lain masyarakat memiliki

    pemahaman hak dan kewajiban dalam berhubungan dengan perusahaan jasa

    keuangan mengenai karakteristik, layanan, dan produk, sehingga dalam jangka

    panjang industri keuangan sendiri juga akan mendapat manfaat yang positif untuk

    memacu peningkatan efisiensi sebagai respon dari tuntutan pelayanan yang lebih

    prima terhadap pelayanannya. OJK dalam memberikan perlindungan dengan cara

    memberikan peringatan kepada perusahaan yang dianggap menyimpang agar segera

    memperbaikinya, dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang aktivitas

    3 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta:Kencana Prenada Media

    Group, cet-1 Mei 2005) h. 217

  • 19

    perusahaan yang dapat merugikan masyarakat, dengan begitu OJK dapat

    meminimalkan kerugian yang diderita masyarakat akibat perbuatan itikad tidak baik

    perusahaan jasa keuangan, hanya saja masyarakat juga diminta lebih berhati-hati

    dalam melakukan bisnis, perhatikan rambu-rambu yang jelas sebelum melakukan

    kegiatan usaha terutama di bidang bisnis jasa keuangan4.

    Perlindungan hukum bagi masyarakat termatub didalam Pasal 28 Undang-

    Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, tindakan yang dapat

    dilakukan oleh OJK dapat berupa tindakan preventif dan represif, tindakan awal

    dengan cara langkah preventif memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat

    atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya. Memberikan

    informasi dan edukasi kepada masyarakat dilakukan dengan peraturan-peraturan

    pelaksana OJK. Hal tersebut dilakukan untuk peningkatan pengetahuan masyarakat

    terhadap layanan dan produk yang berkembang dalam jasa keuangan. Tindakan

    represif dilakukan dengan melakukan penghentian kegiatan usaha yang berpotensi

    merugikan masyarakat dapat dihentikan kegiatannya5.

    OJK memberikan pelayanan pengaduan nasabah sebagaimana diatur didalam

    Pasal 29 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

    memberikan pelayanan pengaduan masyarakat dan konsumen dengan menyiapkan

    perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan konsumen yang di rugikan oleh

    pelaku di Lembaga Jasa Keuangan, membuat mekanisme pengaduan konsumen yang

    4 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014) h. 273

    5 Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014) h. 91

  • 20

    dirugikan oleh Lembaga Jasa Keuangan dan memfasilitasi penyelesaian pengaduan

    konsumen yang dirugikan oleh Lembaga Jasa Keuangan. Pengaduan masyarakat dan

    konsumen sebagai pembelaan hukum oleh OJK untuk menumbuhkan kepercayaan

    masyarakat terhadap kinerja Otoritas Jasa Keuangan.

    Pembelaan hukum oleh OJK didalam Pasal 30 Undang-Undang No 21 Tahun

    2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, OJK dapat memerintahkan atau melakukan

    tindakan tertentu kepada perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan untuk

    menyelesaikan pengaduan konsumen yang telah dirugikan dengan cara mengajukan

    gugatan atau pun ganti rugi. Mengajukan gugatan ke Pengadilan untuk memperoleh

    harta kekayaan milik pihak yang dirugikan kepada perusahaan yang menyebabkan

    kerugian, baik yang berada di penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian maupun

    dengan itikad tidak baik, selain mengajukan gugatan dapat juga memperoleh ganti

    kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian masyarakat. Perlu dipertimbangkan

    agar keseluruhan sengketa antara masyarakat sebagai konsumen perusahaan jasa

    keuangan dengan perusahaan jasa keuangan tunduk pada satu lembaga penyelesaian

    sengketa tertentu. Hal ini dimaksudkan agar memberikan keamanan bagi masyarakat

    sebagai konsumen, mengingat mahalnya proses penyelesaian sengketa dengan

    menggunakan badan peradilan6. Biaya yang dikeluarkan untuk penyelesaian sengketa

    tidak sedikit, hal ini bisa menambah beban bagi masyarakat, keberadaan OJK secara

    tidak langsung menambah faktor inefisiensi dalam perekonomian nasional7, sektor

    6 Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014) h. 92

  • 21

    jasa keuangan dibebani pungutan kepada OJK, secara alamiah perusahaan jasa

    keuangan sebagai mahluk ekonomi akan menggeser pungutan kepada masayrakat

    sebagai konsumen.

    Tidak hanya perlindungan masyarakat, OJK juga memberikan garis batas

    aturan perlindungan masyarakat, sebagai berikut :

    1. Peningkatan layanan transparansi dan pengungkapan manfaat, resiko, serta biaya

    atas produk dan layanan yang diberikan perusahaan jasa keuangan

    2. Tanggung jawab perusahaan jasa keuangan untuk melakukan penilaian kesesuaian

    produk dan layanan dengan resiko yang dihadapi oleh konsumen keuangan.

    3. Prosedur yang sederhana dan kemudahan masyarakat sebagai konsumen untuk

    menyampaikan pengaduan dan penyelesaian sengketa atas produk dan layanan

    perusahaan jasa keuangan.

    Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu

    kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut.

    Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan

    keleluasaan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itu disebut hak. Dengan

    begitu, tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan

    hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan hukum kepada seseorang. Bahwa

    antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang sangat erat. Hak seseorang

    merupakan kewajiban orang lain, maka hak adalah kaitan dari kewajiban (the

    correlative of a duty) yang mengandung unsur mendapat perlindungan dan

    7 Sigit Pramono, Mimpi Punya Bank Besar-Pemikiran Seorang Bankir, (Jakarta, Red & White

    Publishing, cet I 2014) h. 154

  • 22

    kepentingan atas hak yang dimiliki, selain itu juga terdapat kehendak. Perlindungan

    atas hak yang dimiliki tidak hanya ditunjukan kepada kepentingan hak tersebut saja8,

    melainkan kehendak untuk mempergunakan hak yang masih dalam batasan haknya.

    Maka dari itu hak untuk mempergunakan haknya ditafsir sebagai suatu ijin untuk

    melakukan perbuatan tertentu, dengan cara membebankan kewajiban pada orang lain

    dengan mengenakan sanksi. Seseorang memiliki suatu hak walaupun jika orang

    tersebut tidak memiliki kepentingan, maka hak diatur tetap ada berdasar pada hukum.

    Untuk itu kaitannya hak dan kewajiban terhadap hubungan hukum antara nasabah

    penyimpan dana dan bank didasarkan perjanjian.

    Pada kaca mata hukum perjanjian didasarkan pada hubungan masayarakat dan

    perusahaan jasa keuangan terdapat hubungan kontraktual, yaitu hubungan hukum

    dalam bentuk kontrak perjanjian, ini merupakan paling utama antara nasabah dan

    bank, hubungan kontraktual dipergunakan dan berlaku terhadap semua hubungan

    hukum. Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan perusahaan jasa

    keuangan dan masyarakat sebagai konsumennya bersumber dari ketentuan yang

    termaktub pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang kontrak (buku ketiga)

    pada pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara

    sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah pihak9. Hal ini

    merupakan teori hukum kontrak pacta sunt servanda, asas ini menjadikan hukum

    layaknya undang-undang apa yang telah disepakati kedua belah pihak, kewajiban

    8 Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum (Jakarta:Konstitusi Press,cet-II 2012) h. 62

    9 Munir Fuady, hukum perbankan modern (Citra Aditya Bhakti, cet-II, Bandung, 2003) h.100

  • 23

    terhadap moral dan hukum untuk ditaati dan tidak dapat diubah tanpa kesepakatan

    para pihak10

    . Apabila salah satu pihak menyebabkan terjadinya itikad tidak baik dan

    dapat membatalkan kesepakatan yang telah dibuat atau menjalankan perjanjian

    apabila melakukan tidak menepati perjanjian.

    Sebagai tindak lanjut dari perlindungan masyarakat, OJK telah menyiapkan

    dua program utama dalam perlindungan masyarakat, yaitu pembentukan sistem

    pelayanan konsumen keuangan terintegrasi (Financial Customer Care/FCC) dan

    Cetak Biru Program Literasi Keuangan Nasional. Program FCC menjadi prioritas

    utama untuk meningkatkan ketersediaan informasi bagi masyarakat dan pelayanan

    pengaduan konsumen keuangan, sedangkan Cetak Biru Program Literasi Keuangan

    Nasional ditunjukan untuk membekali masyarakat tentang pengetahuan keuangan,

    meliputi edukasi, transparasni, dan pemberdayaan masyarakat11

    .

    B. Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat

    Dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat dan

    konsumen OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No. 01/POJK.07/2013

    Tentang Perlindungan Konsumen di sektor Jasa Keuangan. peraturan tersebut sebagai

    peraturan pelaksana atas perlindungan hukum bagi masyarakat dan konsumen,

    dengan menerapkan prinsip keseimbangan, yaitu menumbuhkembangkan sektor jasa

    keuangan secara berkesinambungan dan secara bersamaan memberikan perlindungan

    10 Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan (Jakarta:FH

    UI Press, Oktober 2013) h. 113

    11

    Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank & Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia

    (Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cetakan-I Oktober 2014) h. 499

  • 24

    kepada konsumen dan atau masyrakat sebagai pengguna jasa keuangan agar

    pengetahuan masyarakat atas produk dan jasa keuangan meningkat12

    . Dalam

    memberikan perlindungan bagi masyarakat dan konsumen OJK berdasar pada

    prinsip, diantaranya :

    1. Prinsip transparansi, yakni pemberian informasi mengenai produk dan layanan

    kepada konsumen secara jelas, lengkap, dengan bahasa yang mudah dimengerti

    2. Perilaku yang adil, perlakuan kepada masyrakat sebagai konsumen secara adil dan

    tidak diskriminatif yaitu memperlakukan pihak lain secara berbeda berdasarkan suku

    agama, dan ras

    3. Keandalan, yakni segala sesuatu yang dapat memberikan layanan yang akurat

    melalui sistem, prosedur, infrastruktur, dan sumber daya manusia yang andal

    4. Kerahasian dan keamanan informasi konsumen, yakni tindakan yang dapat

    memberikan perlindungan, menjaga kerahasian dan keamaan data atau informasi

    masyarakat sebagai konsumen

    5. penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana,

    cepat, dan biaya terjangkau, yakni dalam penangan dan pengaduan serta sengketa

    dilakukan dengan biaya terjangkau, tidak rumit dan cepat penanganannya.

    C. Strategi Nasional Literasi Keuangan

    Otoritas Jasa Keuangan membentuk strategi nasional literasi keuangan, literasi

    keuangan merupakan suatu rangkaian proses atau kegiatan untuk meningkatkan

    12 Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia 2014 (Jakarta:Departemen Perizinan

    & Informasi Perbankan, 2014) h. 31

  • 25

    pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan masyarakt atau konsumen dalam

    mengelola keuangan pribadi dengan lebih baik13

    .

    1. Prinsip Literasi Keuangan

    Tiga pilar kerangka dasar dalam rangka strategi nasional liteasi keuangan,

    diantaranya :

    a. edukasi dan kampanye nasional literasi, yaitu melakukan edukasi kepada

    masyarakat dalam pengelolaan keuangan khususnya menabung, berinvestasi, dan

    berasuransi sehingga terciptanya pengelolaan keuangan sedini mungkin demi

    kesehjateraan masyarakat serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan

    masyarakat mengenai produk dan jasa keuangan;

    b. penguatan infrastruktur literasi keuangan, yakni penguatan akses masyarakat

    terhadap keuangan meningkat dalam lingkup nasional, selain itu juga memperluas

    dan mempermudah akses masyarakat atas informasi literasi keuangan;

    c. pengembangan produk dan jasa keuangan, yakni penumbuhkembangkan produk

    dan jasa keuangan dengan mendorong lembaga jasa keuangan mengembangkan

    produk dan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta meningkatkan

    kualitas produk dan jasanya14

    .

    Strategi nasional literasi keuangan menjadi pedoman bagi Otoritas di bidang

    keuangan bagi lembaga jasa keuangan, dan bagi pemangku kepentingan. Oleh karena

    13 Otoritas Jasa Keuangan, Edukasi Konsumen, Jakarta, OJK Bidang Edukasi dan

    perlindungan Konsumen, Edisi Agustus 2013) h. 36

    14

    Agus Sugiarto, Implementasi Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia, (Jakarta,

    Bidang Literasi dan Keuangan OJK) h. 9

  • 26

    itu peningkatan literasi keuangan yang tinggi (well literate) dan meningkatkan

    pengunaan produk dan atau layanan keuangan. masyarakat diberi bekal edukasi

    memadai dan mencukupi untuk mengambil keputusan keuangan dengan lebih baik,

    sesuai dengan apa dibutuhkan dan memberikan manfaat yang lebih besar. Dengan

    literasi keuangan masyarakat diberikan pengetahuan yang cukup mengenai berbagai

    hal terkait dengan masalah keuangan seperti pengenalan mengenai lembaga jasa

    keuangan, fitur-fitur yang melekat pada produk dan jasa keuangan, manfaat dan

    resiko produk jasa keuangan, serta hak dan kewajiban masyarakat sebagai konsumen

    penggunaan jasa keuangan.

    2. Manfaat Literasi Keuangan

    Secara umum literasi keuangan dipakai sebagai alat ukur untuk mengetahui

    seberapa banyak masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan mengenai lembaga

    jasa keangan beserta produk dan jasa yang keuangan yang tersedia. Informasi seperti

    ini sangat berharga bagi kita semua untuk menyusun program-program edukasi

    keuangan yang diperlukan untuk masyarakat. Dengan bertambahnya tingkat literasi

    keuangan masyarakat, diharapkan masyarakat dapat membuat keputusan keuangan

    dengan lebih baik sehingga perencanaan keuangan keluarga atau pribadi menjadi

    lebih optimal15

    .

    Masyarakat akan memilih kebutuhan keuangan yang diperlukan disesuaikan

    dengan biaya yang dimiliki, mengetahui dengan benar manfaat dan risikonya, serta

    hak dan kewajiban sebagai konsumen keuangan. Bagi industri jasa keuangan,

    15 Otoritas Jasa Keuangan, Edukasi Konsumen, Jakarta, OJK Bidang Edukasi dan

    perlindungan Konsumen, Edisi Agustus 2013) h. 36

  • 27

    semakin meningkatnya literasi keuangan masyarakat, daya tarik transaksi semakin

    tinggi sehingga mendorong para pelaku industri jasa keuangan menciptakan produk

    dan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kelompok masyarakat

    bawah yang kurang mendapat perhatian khusus atas akses produk dan jasa keuangan

    dapat memperoleh produk dan jasa keuangan yang murah, terjangkau dan sederhana,

    namun tetap memiliki manfaat yang besar. Produk-produk keuangan yang sifatnya

    low-cost sangat di perlukan bagi masyarakat yang belom menyentuk jasa keuangan,

    sehingga produk ini dapat menjadi pintu masuk pertama masyarakat untuk

    memanfaatkan produk dan jas keuangan.

    Manfaat literasi keuangan dari sisi makro ekonomi juga sangat penting,

    karena semakin tinggi tingkat literasi keuangan masyarakat, maka semakin banyak

    masyarakat yang akan menggunakan produk dan jasa keuangan. Konsekuensinya

    adalah semakin tinggi pula potensi transaksi keuangan yang terjadi sehingga

    mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun menciptakan

    pemerataan pendapatan dan keadilan. Di samping itu, dengan semakin meningkatnya

    literasi keuangan masyarakat, diharapkan semakin banyak masyarakat yang

    menabung dan berinvestasi, yang pada akhirnya akhirnya menjadi salah satu sumber

    pembiayaan pembangunan16

    .

    D. Perlindungan hukum dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API)

    Arsitektur Perbankan Indonesia merupakan suatu kerangka dasar sistem

    perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan arahan, bentuk, dan tatanan

    16 Otoritas Jasa Keuangan, Edukasi Konsumen, Jakarta, OJK Bidang Edukasi dan

    perlindungan Konsumen, Edisi November 2013) h. 18

  • 28

    industri perbankan kedepan dan waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan17

    .

    Arsitektur Perbankan Indonesia memuat policy direction dalam bentuk program

    pengembangan perbankan untuk menjaga dan mencapai terciptanya sistem perbankan

    yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam

    rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional18

    .

    Perkembangan industri perbankan nasional telah mengalami pasang surut

    sejak beberapa dekade terakhir. Ditambah pernah terjadinya krisis ekonomi yang

    terjadi pada tahun 1998 lalu telah berdampak negatif bagi industri perbankan di

    Indonesia. Oleh karena itu penguatan kondisi ekonomi pada makro maupun mikro

    ekonomi diperlukan perubahan-perubahan untuk memperkuat fundamental perbankan

    Indonesia. Disisi lain permasalahan-permalahan yang menghambat kemajuan

    perbankan seperti : kapasitas pertumbuhan kredit yang masih lemah, struktur

    perbankan yang belum optimal, kebutuhan masyarakat yang belum sepenuhnya

    terpenuhi dan perlindungan masyarakat yang masih harus ditingkatkan.

    Untuk mengatasi hal-hal tersebut, maka dibuat policy recommendation

    tentang upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mempercepat penyehatan

    perbankan Indonesia. Maka Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang terdiri dari 6

    (enam) pilar yang terdiri dari: 1. Struktur perbankan yang sehat; 2. Sistem regulasi

    yang efektif; 3. Sistem supervisi independen dan efektif; 4. Industri perbankan yang

    17

    www.bi.go.id/perbankan/arsitektur di unduh pada 30 Juni 2015 jam 15.00 WIB

    18

    Burhanuddin Abdullah, Jalan Menuju Stabilitas : Mencapai Pembangunan Ekonomi

    Berkelanjutan (Jakarta:LP3ES, 2005) h. 108

    http://www.bi.go.id/perbankan/arsitektur%20di%20unduh%20pada%2030

  • 29

    kuat; 5. Infrastruktur yang memadai; 6. Perlindungan masyarakat sebagai nasabah

    yang kuat.

    Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam Arsitektur Perbankan Indonesia

    ini adalah mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan masyarakat atau nasabah19

    .

    Perlindungan hukum bagi masyarakat dalam industri perbankan terhadap

    pertumbuhan berkelanjutan, pemerataan pembangunan dan stabilitas keuangan

    menjadi acuan untuk menghadapi dinamika struktur perbankan yang belum optimal,

    persaingan bank yang masih belum seimbang, dan pengelolaan governance bank

    yang perlu ditingkatkan20

    . Untuk itu implementasi dari program perlindungan

    masyarakat atau nasabah sebagai berikut :

    1. Menyusun Transparansi Informasi Produk Bank

    Transparansi informasi pada produk bank yang ditawarkan untuk memperkuat

    posisi nasabah sebagai pihak yang perlu dilindungi. Hal ini juga untuk meningkatkan

    pengetahuan atas produk-produk perbankan atas jasa yang diberikan kepada

    masyarakat atau nasabah. Informasi yang jelas atas produk bank membuat masyarakat

    atau nasabah bank akan memiliki pilihan yang luas tentang produk dan jasa bank

    sehingga setiap nasabah mengerti dan memahami keuntungan dan risikorisiko dari

    produk dan jasa bank yang akan dipakainya. Otoritas Jasa Keuangan dan Bank

    Indonesia bersama-sama dengan perbankan akan menyusun standar minimum

    transparansi produk bank yang nantinya akan dipakai oleh semua bank.

    19 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta:Kencana Prenada Media

    Group, cet-1 Mei 2005) h. 187

    20

    OJK, Booklet Perbankan Indonesia 2014 (Jakarta, Departemen Perizinan & Informasi

    Perbankan, 2014) h. 41

  • 30

    2. Edukasi Masyarakat atau Nasabah

    Pengetahuan masyarakat masih dalam taraf pengetahuan minim, oleh

    karenanya edukasi masyarakat tentang kegiatan operasional ataupun produk dan jasa

    bank sangat bermanfaat untuk menghindari munculnya informasi yang menyesatkan

    dan merugikan pihak masyarakat sebagai nasabah. Pengetahuan dan pemahaman

    nasabah atas produk-produk perbankan, khususnya bagi mereka yang baru pertama

    kali ke bank perlu ditingkatkan.

    Perlindungan hukum bagi masyarakat oleh Otoritas Jasa Keuangan pun di atur

    di dalam Islam pada Al-Quran Surah An-Nisa Ayat 135, menjelaskan mengenai

    perlakuan yang sama terhadap siapa pun dalam hal ini masyarakat dan perusahaan

    jasa keuangan pada posisi yang sejajar perlindungannya oleh Otoritas Jasa Keuangan:

    ( )

    Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan,

    menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu

    bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka

    Allah lebih tahu kemaslahatan(kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti

    hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar

    balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti

    terhadap segala apa yang kamu kerjakan.

  • 31

    Dalam perspektif Islam, perlindungan hukum masyarakat didasarkan pada

    perilaku seorang pelaku bisnis yang hendaknya rasa takut kepada Allah SWT dalam

    usaha menanggapi ridho-Nya, tidak dibenarkan didasarkan pada rasa takut pada

    negara atau pemerintah. Dengan begitu terciptanya keadilan bagi pelaku bisnis dan

    masyarakat yang menggunakan jasa dan layanannya, lebih jauh lagi mendapatkan

    kebajikan dan keluhuran budi. Sebagaimana tuntutan muslim yang bertaqwa untuk

    menjauhkan segala yang dilarang, apabila melakukan hal tersebut maka ia merasa

    tidak mendapat ketenangan bathin21

    .

    21

    Mustaq Ahmad, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2001) h.7

  • 32

    BAB III

    FUNGSI DAN TUGAS OTORITAS JASA KEUANGAN TERKAIT

    PENGHIMPUNAN DANA DALAM BENTUK INVESTASI

    A. Otoritas Jasa Keuangan

    1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

    Pada Undang-undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,

    pasal 1 angka 1 menyebutkan :

    Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga

    independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang memiliki tugas, fungsi,

    dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan

    sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

    Otoritas Jasa Keuangan adalah suatu bentuk unifikasi pengaturan dan

    pengawasan sektor jasa keuangan1. Menyelenggarakan sistem pengaturan dan

    pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

    keuangan. Lembaga yang independen yang berwenang untuk mengatur,

    mengawasi, memeriksa, dan melakukan investigasi terhadap sektor-sektor jasa

    keuangan di Indonesia dengan tujuan utama mempromosikan dan mengatur

    sebuah sistem yang berisi berbagai aturan dan pengawasan secara terpadu

    terhadap seluruh kegiatan yang terdapat pada sektor jasa keuangan2.

    1 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014)

    h.269

    2 Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank & Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia

    (Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cet-I Oktober 2014) h. 489

  • 33

    2. Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas jasa sektor

    keuangan pembentukannya diatur di dalam UU No. 21 Tahun 2011 Tentang

    Otoritas Jasa Keuangan. Terdapat 3 (tiga) alasan khusus pendirian OJK di

    Indonesia, yaitu :

    1. Perkembangan sistem keuangan karena adanya konglomerasi Bank

    Indonesiasnis, produk komBank Indonesianasi (hybrid product), dan

    regulatory arBank Indonesiatrage

    2. Permasalahan di sektor keuangan karena adanya moral hazard,

    perlindungan konsumen, dan koordinasi lintas sektoral

    3. UU No 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Pasal 34 yang

    mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan3.

    Lembaga ini didirikan atas dasar disyaratkan Undang-undang No. 3 Tahun

    2004 tentang Bank Indonesia pada pasal 34 ayat (1) berbunyi Tugas mengawasi

    bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang

    independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Pada ayat (2) berbunyi

    Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan

    dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 20104. Penjelasan dari kedua ayat

    dalam pasal tersebut, pembentukan lembaga pengawas sektor keuangan yang

    memiliki tugas salah satunya mengawasi bank akan dibentuk paling lambat 31

    3 Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank & Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia

    (Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cet-I Oktober 2014) h. 488

    4 Adler Haymans, Otoritas Jasa Keuangan: Pelindung Investor, (Jakarta, PT Adler Manurung

    Press, Cet-I September 2013) h. 3

  • 34

    Desember 2010, serta akan beralihnya fungsi pengawasan bank oleh Bank

    Indonesia ke lembaga pengawas sektor keuangan yang disebut Otoritas Jasa

    Keuangan.

    Keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia

    juga muncul sebagai respons dari krisis Asia yang terjadi pada 1997-1998 yang

    berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya sektor perbankan. Langkah

    reformasi di Bank Indonesiadang hukum perbankan dengan dibentuknya Otoritas

    Jasa Keuangan menjadi obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan

    penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan di masa depan, untuk itu

    terbentuklah ide awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan hasil

    kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang

    Bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat.5

    Pada prinsipnya Otoritas Jasa Keuangan lahir untuk mengintegrasi dan

    koordinasi lebih mudah agar terciptanya regulasi jasa keuangan yang efektif, hal

    ini karena sekarang kecendrungannya perusahaan jasa keuangan terlibat dalam

    berbagai traksaksi, misalnya di Pasar Modal dan Industri Asuransi. Sinergi antar

    jasa keuangan yang tidak dapat dipungkiri dengan pesatnya perkembangan dunia

    jasa keuangan, kebutuhan menyatukan pengawasan lebih terkonsolidasi

    merupakan jawaban terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan. Mengambil alih

    sebagian tugas kewenangan lembaga lain seperti Bank Indonesia, Pasar Modal,

    Badan Pengawas Pasar Modal, dan institusi lembaga pemerintah lain yang

    5 Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014) h.

    37

  • 35

    awalnya memiliki pengawasan lembaga pengelola dana masyarakat. Intinya

    Otoritas Jasa Keuangan memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola dari

    lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa

    keuangan, dengan kata lain dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan memberikan

    pengelolaan lembaga secara baik dan benar6.

    Pembetukan Otoritas Jasa Keuangan dilihat dari runtutan sejarah dimunculkan

    sejak di Undang-Undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dalam

    Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap bank akan

    dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan

    dibentuk dengan undang-undang.

    Amanat pembentukan lembaga pengawas sektor keuangan pada akhirnya

    tertuang kembali pada pasal 34 Undang-undang No.3 Tahun 2004 tentang Bank

    Indonesia yang selambat-lambatnya dibentuk 31 Desember 2010. Pada tahap

    perencanaan awal disahakan pada rapat paripurna 17 Desember 2010 tidak

    terlaksana, Pemerintah dan DPR tidak sepakat mengenai struktur dan tata cara

    pembentukan Dewan Komisioner OJK, pemerintah mengusulkan terdiri dari tujuh

    anggota dan dua orang diantaranya ex-officio yang otomatis berasal dari

    Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia7. Rancangan Undang-undang Otoritas

    Jasa Keuangan kemudian disahkan pada 2011 dan disetujui oleh parlemen (DPR)

    yang diketuai Priyo Budi Santoso dalam Rapat Paripurna pada Oktober 2011,

    6 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014)

    h.269

    7 OJK, Liputan Khusus OJK: Selamat Datang Wasit Baru Industri Keuangan di unduh 5 Juni

    2014, Pukul 8.13, http://www.lipsus.kontan.co.id

  • 36

    dengan hasil sebagai berikut : (1) Fungsi penyelidikan dan penyidikan OJK telah

    disepakati; (2) transisi Bank Indonesia yaitu 3 (tiga) Tahun sejak OJK

    diundangkan atau akhir 2014, untuk Bapepam-LK harus sudah melebur pada akhir

    2012; (3) Dewan Komisioner harus sudah dipilih pada Juni 2012 yang mana

    panitia penyeleksi calon Dewan Komisioner dipimpin oleh Menteri Keuangan.

    Presiden membentuk Panitia Seleksi pemilihan calon anggota Dewan

    Komisioner OJK pada Januari 2010, dan pada Juli 2010 terpilihlah Ketua Dewan

    Komisioner merangkap Anggota dan delapan Dewan Komisioner merangkap

    anggota lainnya. OJK memiliki struktur dengan unsur check and balance dalam

    fungsi pengawasan dan fungsi pengaturan bertujuan untuk : (1) menciptakan

    ketegasan pemisahan antara tanggung jawab pembuat kebijakan (Dewan

    Komisioner) dengan tanggung jawab supervisor (kepala eksekutif masing masing

    pengawas perbankan, pasar modal dan industri keuangan non-bank; (2)

    menghindari pemusatan kekuasaan yang terlalu besar pada satu pihak agar tidak

    terjadi penyelewengan wewenang; (3) mendorong terjadinya pembagian kerja

    sehingga tercipta profesionalisme dari spesialisasi di masing-masing fungsi

    pengaturan dan pengawasan8. Pengalihan pengawasan perbankan dan non

    perbankan akhirnya secara resmi dilimpahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan

    pada 1 Januari 2014, tepat tiga tahun setelah masa transisi pelimpahan pengaturan

    dan pengawasan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan.

    8 Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa

    Keuangan, Naskah Akademis Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), (Jakarta:2010) h.4

  • 37

    3.Tujuan dan Nilai Strategis Otoritas Jasa Keuangan

    Otoritas Jasa Keuangan dibentuk tentu telah memiliki visi, misi, tujuan yang

    ingin dicapai. Visi dan misi Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga pengawas

    industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan

    masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar

    perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan

    kesehjateraan umum.

    Tujuan Otoritas Jasa Keuangan pada Pasal 4 UU No 21 Tahun 2011 adalah

    agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan : (a) terselenggara secara

    teratur, adil, transparan dan akuntabel; (b) mewujudkan sistem keuangan yang

    tumbuh secara berkelanjutan dan staBank Indonesial; (c) melindungi kepentingan

    konsumen dan masyarakat. Secara normatif tujuan pembentukan Otoritas Jasa

    Keuangan ada empat hal : (a) meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik

    terhadap sektor jasa keuangan; (b) menegakkan peraturan perundang-undangan di

    Bank Indonesiadang jasa keuangan; (c) meningkatkan pemahaman publik

    mengenai sektor jasa keuangan; (d) melindungi kepentingan konsumen jasa

    keuangan9.

    Kehadirannya sangat didukung oleh berbagai pihak di tanah air, karena

    Otoritas Jasa Keuangan membela semua kepentingan kemajuan perekonomian

    negara dan kemakmuran masyarakat Indonesia. Dengan demikian posisi yang

    9 Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014) h.

    42

  • 38

    begitu strategis, Otoritas Jasa Keuangan memiliki kewenangan yang ampuh untuk

    mengatur, menegakkan dan mengamBank Indonesial tindakan atas tugas dan

    wewenang yang telah diberikan kepadanya. Nilai strategis Otoritas Jasa Keuangan

    adalah :

    a. Integritas : Bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik

    dan kebijakan yang dibuat Otoritas Jasa Keuangan dengan menjunjung

    tinggi kejujuran dan komitmen mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh

    secara berkelanjutan dan stabil.

    b. Sinergi : Berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan agar tidak

    terjadi tumpang tindih kewenangan atau saling lempar tanggung jawab

    diantara lembaga, maka menjaga koordinasi baik internal Otoritas Jasa

    Keuangan maupun eksternal dengan pemangku kepentingan setiap sektor

    lembaga jasa keuangan pada sektor perbankan, sektor pasar modal, sektor

    perasuransian, lembaga pembiayaan, maupun lembaga keuangan non bank

    secara produktif dan berkualitas.

    c. Inklusif : Terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan

    serta memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap pengetahuan

    industri keuangan dengan mengendukasi masyarakat terhadap jasa-jasa

    keuangan.

    d. Visioner : Memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat ke depan

    (Forward Looking) atas perkembangan industri jasa keuangan serta dapat

    berpikir diluar keBank Indonesiaasaan (Out of The Box Thingking)dalam

    mengatasi permasalahan-permasalahan yang baru di industri jasa keuangan

    seperti investasi illegal10

    .

    Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip sebagai

    berikut: tata kelola yang baik (principle good government) yang meliputi

    10 Kasmir, Dasar - dasar Perbankan, (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014)

    h.273

  • 39

    sebagaiberikut : indepedensi, akuntaBank Indonesialitas, pertanggung jawaban,

    transparansi dan kewajaran (fairness)11

    .

    4. Fungsi, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan

    Berdasarkan Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa

    Keuangan pada Pasal 5, Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan

    sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan

    kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, dengan fungsi yang dimiliki dapat

    melindungi kepentingan nasabah dan masyarakat yang diwujudkan melalui adanya

    sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan

    kegiatan didalam sektor jasa keuangan12

    .

    OJK melaksanakan tugas sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang No 21

    Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan terhadap : (a) kegiatan jasa keuangan

    di sektor Perbankan; (b) kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; (c)

    kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga PemBank

    Indonesiaayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya, sebelum lahirnya OJK

    sektor jasa keuangan terpisah dalam lembaga pengawas yang berbeda, seperti di

    sektor perbankan oleh Bank Indonesia, sektor Pasar Modal oleh Bapepam-LK

    namun, sejak adanya OJK semua sektor jasa keuangan berada dibawah

    kewenangan OJK dan dengan ketentuan transisi yang jelas dapat dihindarikan

    komplikasi permasalahan hukum dalam proses peralihan tugas dan fungsi

    11 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media

    Group, Cet-7 Januari 2013) h.217

    12

    Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014) h.

    137

  • 40

    pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan13

    . Untuk menjalankan tugas

    pengaturan dan pengawasan pada sektor jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan

    mempunyai kewenangan tertera pada Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-undang No 21

    Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pada pasal 8 tugas pengaturan sektor

    jasa keuangan mempunyai kewenangan :a. menetapkan peraturan pelaksana

    Undang-Undang OJK; b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor

    jasa keuangan; c. menetapkan peraturan dan keputusan OJK; d. menetapkan

    peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; e. menetapkan keBank

    Indonesiajakan mengenai pelaksanaan tugas OJK; f. menetapkan peraturan

    mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan

    dan pihak tertentu; g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan

    pengelola statuta pada Lembaga Jasa Keuangan; h. menetapkan struktur organisasi

    dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaann

    dan kewajiban; i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi

    sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan14

    .

    Pada pasal tersebut untuk memaksimalkan pengaturan dan pengawasan OJK di

    sektor jasa keuangan apaBank Indonesiala diperlukan pembentukan peraturan baru

    dalam menghadapi tantangan ke depan.

    Tugas pengawasan yang tertera pada pasal 6 Undang-undang No 21 Tahun

    2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, termaktub pada pasal 9 Undang-undang No

    13 Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014) h.

    142

    14

    Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank & Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia

    (Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cet-I Oktober 2014) hal 491

  • 41

    21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan : a. menetapkan kebijakan

    operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; b. mengawasi

    pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; c.

    melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyelidikan, perlindungan konsumen, dan

    tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang

    kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-

    undangan di sektor jasa keuangan; d. memberikan perintah tertulis kepada

    Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu; e. melakukan penunjukan

    pengelola statuta; f. menetapkan penggunaan pengelola statuta; g. menetapkan

    sanksi adminstratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap

    peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; h.memberikan dan/atau

    mencabut :izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan

    pendaftaransurat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha,

    pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran, penetapan15

    . Tugas

    pengawasan OJK dalam perizinan kelembagaan bank maupun perlindungan

    hukum bagi masyarakat diatur jelas pada pasal tersebut.

    B. Investasi

    1. Tinjauan Umum Investasi

    Investasi erat kaitannya dengan menghimpun dana, Kamus Besar Bahasa

    Indonesia mengartikan investasi sebagai penanaman uang atau modal di suatu

    perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Penggunaan modal

    15 Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank & Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia

    (Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cet-I Oktober 2014) hal 491

  • 42

    untuk memperoleh uang baik dilakukan lewat sarana yang menghasilkan

    pendapatan maupun melalui cara ventura yang lebih beresiko16

    . Investasi dapat

    dilakukan di sektor keuangan seperti obligasi, valuta asing, saham. Investasi juga

    dapat dilakukan di sektor usaha seperti perkebunan, industri, dimana investor

    menghendaki hasilnya kembali dari bentuk investasi itu. Dalam investasi ini,

    faktor resiko menjadi pertimbangan lain, disamping hasil kembali yang

    menguntungkan.

    Kegiatan menghimpun dana dalam bentuk simpanan dikemas investasi,

    merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat dengan imbalan berupa bunga

    simpanan. Simpanan secara umum jenis simpanan yang ditawarkan di bank adalah

    giro, tabungan, simpanan deposito, dan sertifikat deposito17

    .

    2. Bentuk Usaha Penghimpunan Dana Masyarakat

    Bentuk usaha menghimpun dana dari masyarakat hadir untuk menyalurkan

    kepada masyarakat dana-dana yang dikelola, dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-

    bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sesuai dengan

    pasal 6 Undang-undang No 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah dengan Undang-

    undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, maka penghimpunan dana bentuk

    bank, meliputi : menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

    berupa giro, deposito berjangka, sertifikat berjangka, tabungan, dan atau bentuk

    16

    Henricus W., Kamus Istilah Ekonomi dan Bank Indonesiasnis, (Jakarta:Kompas, Agustus 2010) h.

    165

    17

    Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank & Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia

    (Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cetakan 1 Oktober 2014) hal 125

  • 43

    lainnya yang dipersamakan dengan itu18

    . Kebutuhan akan dana yang meningkat

    khususnya untuk kegiatan usaha atau bisnis, usaha penghimpunan dana tidak lagi

    hanya melakukan penghimpunan dengan cara giro, deposito, sertifikat deposito

    maupun tabungan, melainkan dengan investasi melalui penarikan dana pada usaha,

    industri, saham, atau pun obligasi. Investasi dengan menghimpun dana dari

    masyarakat menjanjikan keuntungan dilakukan oleh perorangan ataupun badan

    hukum. Investasi pada umumnya terutama dalam investasi langsung, masyarakat

    yang menjadi konsumen akan menjadi milik usaha dan akan memperoleh saham

    sebagai wujud kepemilikan perusahaan. Keuntungan (deviden) didapat jika

    perusahaan memperoleh keuntungan. Sebaliknya jika perusahaan merugi, maka

    masyarakat sebagai konsumen akan juga merugi bahkan dana yang disimpan

    menjadi hilang19

    .

    C. Tinjauan Umum Investasi Illegal

    Investasi Illegal atau disebut juga investasi bodong pada esensinya merupakan

    penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan namun dikemas dengan

    investasi20

    . Otoritas Jasa Keuangan dalam artikelnya menyebutkan bentuk umum

    diduga kegiatan investasi illegal, diantaranya : (1) Fixed income products, dimana

    produk ini menawarkan imbal hasil (return) yang dijanjikan secara fixed (tetap) dan

    18 Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan Di Indonesia, (Jakarta, PT. Pustaka Utama

    Grafiti, Edisi II Cet- I Maret 2003) h. 62

    19

    Arsil, Menjerat Investasi Bodong dengan Tindak Pidana Perbakan (Jakarta: Lembaga Kajian

    & Advokasi untuk Independensi Peradilan, 2014, h 1

    20

    P, Paripurna,Kekosongan Hukum di Sektor Keuangan Dalam Penanganan Investasi

    Illegal. www.sikapiuangmu.ojk.go.id: Edukasi Keuangan, 3-4 Agustus 2015 (Surabaya:

    OJK, 2015)

    http://www.sikapiuangmu.ojk.go.id/

  • 44

    tidak akan terpengaruh oleh risiko pergerakan harga di pasar; (2) Simpanan yang

    menyerupai produk perbankan (tabungan atau deposito), dimana pada beberapa kasus

    berupa surat Delivery Order (D/O) atau Surat Berharga yang diterBank Indonesiatkan

    suatu perusahaan; (3) Penyertaan modal investasi, dimana dana yang terkumpul dari

    masyarakat dijanjikan akan ditempatkan pada leBank Indonesiah dari satu instrumen

    keuangan atau pada sektor riil; (4) Program investasi online melalui internet, yang

    menjanjikan pengembalian dana investasi secara rutin21

    .

    Bentuk kegiatan investasi illegal tersebut memiliki karakteristik dalam produk

    yang ditawarkan, Otoritas Jasa Keuangan dalam artikelnya pun menyebutkan : (1)

    Return atau keuntungan yang ditawarkan sangat tinggi (bahkan seringkali tidak

    masuk akal) dan/atau dalam jumlah yang dipastikan; (2) Produk investasi ditawarkan

    dengan janji akan dijamin dengan instrumen tertentu, seperti emas, giro, atau dijamin

    oleh pihak tertentu seperti pemerintah, Bank dan lain-lain; (3) Menggunakan nama

    perusahaan-perusahaan besar secara tidak sah untuk meyakinkan calon investor; (4)

    Dana masyarakat tidak dicatat dalam segregated account (akun yang terpisah) agar

    mudah digunakan secara tidak bertanggung jawab22

    .

    Investasi illegal menggunakan skema money game atau skema Ponzi yaitu

    memutar dana masyarakat dengan cara membayar bonus kepada konsumen lama

    dengan sumber dana yang berasal dari konsumen baru. Tidak ada sedikitpun aktivitas

    21 Otoritas Jasa Keuangan,Bentuk umum produk diduga illegal yang ditawarkan di akses

    pada 18 Agustus 2015 jam 10.49 AM dari http://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/129/bentuk-umum-

    produk-diduga-ilegal-yang-ditawarkan

    22

    Otoritas Jasa Keuangan, Karakteristik Umum Produk Diduga Ilegal di akses pada 18

    Agustus 2015 jam 10.48 AM dari http://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/130/karakteristik-umum-

    produk-diduga-ilegal

    http://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/129/bentuk-umum-produk-diduga-ilegal-yang-ditawarkanhttp://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/129/bentuk-umum-produk-diduga-ilegal-yang-ditawarkanhttp://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/130/karakteristik-umum-produk-diduga-ilegalhttp://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/130/karakteristik-umum-produk-diduga-ilegal

  • 45

    bisnis nyata untuk menompang pembayaran keuntungan kepada masyarakat,

    akibatnya sudah dapat diduga, akan kehilangan uang dalam waktu singkat karena

    uangnya telah diserahkan kepada pihak lain yang telah ikut lebih dulu. Terlebih lagi

    kegiatan Investasi Illegal menggunakan fasilitas publik untuk mempermudah

    menjaring masyarakat untuk mengikuti prakteknya tersebut. Penghimpunan dana dari

    masyarakat diimingi mendapat keuntungan yang sangat menggiurkan atau dengan

    bunga diluar batas kewajaran23

    . Di samping itu untuk meyakinkan masyarakat

    berupaya memperlihatkan bahwa investasi atau penanaman modal adalah riil dan

    bergerak diberbagai sektor industri atau pun Bank Indonesiasnis seperti perdagangan,

    jasa, pertanian, peternakan, sekuritas, valuta asing,, dan emas. Namun dalam

    realitanya, usaha tersebut tidak lain hanyalah memutarkan dana yang sudah dihimpun

    dari masyarakat atau nasabah untuk membayarkan keuntungan dan cicilan uang yang

    sudah diterima. Jadi usaha tersebut sangat bergantung pada akumulasi dana yang

    masuk melalui nasabah yang baru bukan melalui keuntungan yanh diperoleh kegiatan

    usaha. Akibatnya ketika terjadi kemandekan dalam pemasukan dana dari masyarakat,

    maka akan berdampak kepada pembayaran keuntungan kepada penyedia dana sesuai

    dengan yang dijanjikan atau sepakati. Disamping itu besarnya pembayaran

    keuntungan yang tidak sebanding dengan penambahan modal yang masuk berakibat

    juga pada kehaBank Indonesiasan dana sehingga merugikan masyarakat. Oleh karena

    itu perlunya pemahaman baru untuk melihat modus kegiatan investasi illegal, yang

    mendatangkan kerugian yang besar bagi masyarakat.

    23Arsil, Menjerat Investasi Bodong dengan Tindak Pidana Perbakan (Jakarta: Lembaga Kajian

    & Advokasi untuk Independensi Peradilan, 2014, h 1

  • 46

    Kegiatan Investasi illegal menyerupai instrument perbankan, dengan ciri

    utama penipuan berkedok investasi adalah tidak dimilikinya dokumen perizinan yang

    sah dari regulator (pengawas) terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank

    Indonesia, Bappebti - Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM,

    dan lain-lainnya. Kegiatan usaha menghimpun dana dari masyarakat hanya dapat

    dilakukan oleh bank24

    . Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1998 yang

    merupakan perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan,

    Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

    simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-

    bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Setiap pihak

    yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, wajib terlebih

    dahulu mendapatkan izin usaha sebagai Bank dari Bank Indonesia namun mulai 2014

    perizinan dan pengawasan Bank akan beralih ke OJK.

    D. Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan Terkait Investasi

    Perusahaan yang melakukan penghimpunan dana masyarakat berbentuk

    simpanan yang dikemas dalam bentuk investasi, merupakan salah satu usaha

    perbankan dalam menghimpun dana dari masyarkat oleh bank, yang termasuk ke

    dalam kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan. Otoritas Jasa Keuangan memiliki

    kewenangan sesuai dengan pasal 6 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang

    Otoritas Jasa Keuangan, OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan

    terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan. Pasal 7 huruf (a) Undang-

    24OJK, Booklet Perbankan Indonesia 2014 (Jakarta, Departemen Perizinan &