Kecak a Pan Antar Personal

17

Click here to load reader

Transcript of Kecak a Pan Antar Personal

Page 1: Kecak a Pan Antar Personal

1

Teori-teori Belajar Kognitif dalam Aplikasi Ilmu Sosial, Komunikasi, Informasi, dan Perpustakaan

Oleh:

Drs. Pawit M. Yusup, M.S.

Untuk Anda Mahasiswa Seperti halnya pada modul sebelumnya, kami pun menganjurkan kepada Anda untuk membaca modul ini sampai selesai sekaligus tanpa diselingi pekerjaan lain, sebab, meskipun modul ini cukup panjang, namun pola sajiannya bersifat satu kesatuan yang utuh, terpadu, dan runtut, setidaknya untuk pemahaman yang minimal. Kami sajikan juga sebuah rangkuman di akhir modul ini yang gunanya sebagai pengingat akan hal-hal yang banyak kaitannya dengan materi pokok dalam konsep belajar kognitif ini. Sekali lagi jangan lupa Anda perlu mencoba menjawab soal yang kami ajukan. 1. Pengantar umum

Psikologi sebagaimana orang telah mengenalnya, sebenarnya bersandar pada konsepsi tertentu sifat dasar manusia. Ia banyak menjelaskan tentang hakekat manusia dalam hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu psikologi banyak kaitannya dengan filsafat tentang manusia. Tentang keberadaan manusia dipandang dari segi fisik, dari segi mental, atau dari segi keduanya sekaligus. Atau mungkin juga dari segi-segi yang lain, seperti misalnya manusia adalah hewan dengan ciri-ciri tertentu, manusia adalah makhluk yang unik, dll. Pokoknya banyak teori tentang manusia yang hingga kini masih terus berlangsung.

Mulai dari pandangan-pandangan yang bersifat introspektif filsafati yang banyak dikembangkan di masa lalu sebelum pengetahuan yang bersifat ilmiah-empiris lahir, hingga berkembang menjadi beragam teori yang bersifat empiris. Baik pandangan tersebut mengarah kepada situasional centered atau situasional oriented seperti tergambar dalam banyak penganut teori behavioristik, maupun pada yang bersifat person oriented. Semua itu digali dan kemudian dikembangkan oleh para ahli bidang-bidang psikologi pada umumnya.

Tulisan ini tentu saja tidak akan membahas semua pandangan-pandangannya, meskipun yang masih berorientasi kognitif, karena di samping terlalu banyak, namun juga kami sengaja membatasinya agar tulisan ini lebih bersifat khusus dan sesuai dengan penerapan pada teori belajar di dunia instruksional, sosial, dan komunikasi informasi dan sosial. Beberapa ahli yang mengembangkan teori ini seperti Kurt Lewin, E.C. Tolman, John Dewey, dan beberapa orang lainnya, banyak digunakan konsep-konsepnya sebagai bahan penjelasan. 2. Psikologi kognitif

Psikologi kognitif merupakan rival atau setidaknya tidak sebagai yang tidak sama pandangan-pandangannya dengan konsep psikologi behavioristik, konsep introspektif, atau teori nonempiris lainnya. (Lihat, Bigge, 1984; dan Littlejohn, 1988: 68-94; lihat juga modul yang baru lalu).

Manusia menurut visi beberapa teori di atas berbeda satu sama lain, bahkan ada yang tampak saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Mereka ada yang tampak saling menjatuhkan, meskipun apabila disadari secara bijak, tidak ada satu teori pun yang benar-benar ingin atau bertujuan merobohkan teori lainnya. Hakekat adanya teori sebenarnya saling melengkapi satu sama lain. Hal ini demikian karena tidak ada satu buah teori yang bisa berlaku umum di semua situasi dan kondisi dan semua bidang masalah. Yang ada hanyalah bahwa teori yang satu lebih cocok dan sesuai untuk diterapkan dalam bidang permasalahan tertentu, sedangkan teori lainnya lebih cocok untuk aplikasi bidang tertentu lainnya, misalnya.

Page 2: Kecak a Pan Antar Personal

2

Sebelum sampai kepada masalah pokoknya, kita perlu paham lebih dahulu akan konsep dasarnya, bahwa manusia secara psikologis bisa dianggap sebagai makhluk yang berciri sebagai berikut (Lihat Bigge, 1984):

(1) Manusia mempunyai instink dan kebutuhan. Pandangan ini mendasari banyak teori tentang konsep manusia itu sendiri sebagai makhluk yang berinteraksi dengan lingkungannya. Karena dasarnya instink dan kebutuhan, maka segala hal yang bergerak atau digerakkan oleh kedua dasar itulah yang akan menjadi kenyataannya. Orang melakukan sesuatu itu atas dasar instink, atau atas dasar kebutuhan untuk memenuhinya. Jelasnya hal ini merupakan pandangan aktualisasi diri. Juga pandangan-pandangan humanisme psikedelik dan apersepsi yang dikembangkan oleh Herbart seperti di bagian lalu sudah dibicarakan. Pandangan-pandangan ini mengarah kepada perbuatan-perbuatan manusia yang bisa diterka melalui teori introspeksi. Dengan merenung dan mengamati pola kerja dan pola pikir yang ada pada diri sendiri, kemudian direfleksikan untuk kejelasan-kejelasan sebuah gagasan, termasuk untuk menjelaskan tentang manusia lainnya dalam perilaku kehidupannya.

(2) Pandangan kedua adalah bahwa manusia dianggap sebagai organisme yang pasif-reaktif terhadap lingkungannya. Segala perilaku kehidupannya banyak dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggalnya. Orang berbuat itu sebenarnya ia sedang mereaksi suatu stimulus yang datang dari luar. Jadi perubahan perilaku yang terjadi pada manusia sebenarnya merupakan adanya hubungan yang lancar antara stimulus dan respons (S-R bond). Konsep ini diawali oleh Pavlov; dan teorinya dikenal dengan behaviorisme Pavlovian, yang tampak dalam cabang dan pengembangannya seperti koneksionisme, pembiasaan klasik, dan pembiasaan berinstrumen. Untuk ini pandangan filsafatnya adalah realisme saintifik atau empirikisme logis.

(3) Pandangan yang ketiga adalah bahwa manusia itu mempunyai kemauan, berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif. Ia tidak dianggap sebagai makhluk yang secara utuh dipengaruhi oleh lingkungannya, akan tetapi justru ia berusaha untuk membentuk lingkungannya sesuai dengan kemauannya dan seleranya. Ia berusaha untuk memahami lingkungannya, dan oleh karena itu ia berpikir (homo sapiens). Pandangan ini dikenal dengan kognitif; dan teorinya disebut dengan psikologi kognitif. Pandangan filsafatnya adalah pragmatisme atau relativisme ruang kognitif Sebenarnya baik empirikisme logis maupun relativisme positif, keduanya bersifat

empirikistis, karena mereka berpusat pada pengetahuan yang diperoleh dari atau melalui pengalaman. Namun untuk relativisme positif adalah berkenaan dengan empirikisme psikologis. Pengalaman manusia tumbuh dan berkembang keluar mengikuti kemauan-kemauannya. Disebut juga dengan empirikisme ruang kognitif karena ia berpandangan pragmatis yang diterapkan oleh psikologi bidang kognitif.

Apabila dilihat secara umum mengenai pandangan psikologi khususnya dalam melihat pola perubahan perilaku manusia, setidaknya ada sepuluh yang sempat direkam oleh Bigge (1984). Urutan-urutannya dimulai dari yang pertama dikenal adalah: empat buah yang pertama merupakan rumpun disiplin mental, meliputi psikologi kecakapan, humanisme klasik, humanisme psikedelik atau naturalisme Romantik, dan strukturalisme (Herbartianisme). Sedangkan yang tiga berikutnya yang tergolong ke dalam rumpun atau keluarga behaviorisme yang meliputi koneksionisme, pembiasaan klasik, dan pembiasaan berinstrumen. Dan yang tiga terakhir adalah mereka yang tergolong kepada keluarga teori kognitif dari psikologi gestalt, meliputi psikologi gestalt, konvigurasionalisme, dan psikologi ruang atau relativisme positif.

Kesepuluh teori belajar tersebut secara umum dibahas dalam buku ini, dan yang enam pertama sudah diuraikan pada bagian yang lalu. Sedangkan yang tiga terakhir adalah yang sedang kita bicarakan pada modul ini ini.

Karena perilaku manusia tidak lagi dianggap sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya secara pasif, malahan justru dalam banyak hal, kondisi lingkungan itulah yang banyak dibentuk oleh manusia, maka masalahnya adalah pada dasar yang menyebabkan terjadinya keinginan untuk

Page 3: Kecak a Pan Antar Personal

3

membentuk lingkungan tadi. Dari sana maka perhatian teori belajar kognitif banyak diarahkan kepada akal budi manusia atau otak manusia sebagai sentral sumber kemauan itu sendiri. Psikologi kognitif memang beranggapan bahwa manusia itu selalu berusaha untuk memahami lingkungannya, mengerti akan lingkungannya. Hal ini sejalan dengan kata asalnya cognitive yang berarti mengetahui. Dari Latin, cognoscere, yang dalam bahasa Inggeris sama dengan to know, artinya dalam bahasa Indonesia adalah mengetahui. (lihat Bigge, 1984).

Yang berusaha mengetahui adalah orang, manusia, melalui idenya di dalam otak. Segala pusat pemikiran dan kemauan manusia serta kegiatannya juga dipusati oleh otak. Struktur kognitif manusia juga ada di dalam otak.

Secara anatomis, otak manusia mempunyai kurang lebih sepuluh milyar sel saraf, dan sembilan puluh persen dari sel saraf yang ada pada seluruh tubuh manusia. (dalam Irwanto, dkk., 1989). Bisa dibayangkan betapa pentingnya kedudukan otak manusia dalam konteks dualisme manusia sebagai benda fisik dan zat mental. Dan psikologi kognitif ini pun banyak membahas masalah struktur kognitif yang ada di dalam otak ini.

Dalam keadaan yang susunannya sangat kompleks ini, sebenarnya otak terbagi ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil, yang masing-masing bagian mempunyai tugas dan fungsinya sendiri yang tentu saja berbeda satu sama lainnya. Ada pusat bahasa, ada pusat menghitung, dan ada pula yang bertugas sebagai pusat konstruksi ruang. Apabila dianalogikan, kira-kira sama dengan cara bekerjanya komputer, meskipun jika dibandingkan, yang terakhir ini jauh kalah canggih dengan komputer otak ciptaan Tuhan. Karena komputer buatan manusia hanya bisa berpikir atas dasar program-program yang diotaki manusia, sedangkan otak manusia tidak, ia berpikir karena disuruh oleh dirinya sendiri. Ia secara bebas melakukan kemauannya sendiri.

Dengan demikian, titik pangkal perubahan perilaku yang terjadi pada manusia adalah pada ide dan kemauannya dalam otak. Berpikir adalah segala-galanya dalam psikologi kognitif. Memang banyak teori tentang perubahan perilaku ini, bahkan masih dalam pandangan psikologi kognitif sekalipun. Salah satu teori perubahan perilaku tersebut adalah teori belajar, tentunya teori belajar kognitif.

Diambil teori belajar karena orang pada dasarnya selama hidupnya selalu melakukan perubahan. Perubahan yang terjadi pada manusia atas dasar kemauan dalam pola berpikirnya, dan perubahan ini terjadi secara terus-menerus, yang relatif permanen, serta bukan perubahan yang terjadi akibat dari warisan genetik, karena kebetulan atau tidak disengaja. Berubah karena menjadi tua secara genetik bukanlah termasuk ke dalam konsep belajar ini, juga perubahan karena menjadi gila atau hilang ingatan, cacat fisik, dsb. Di sini yang dimaksudkan dengan belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri manusia karena hasil interaksinya dengan lingkungan, karena berubahnya struktur pengalamannya, karena berubahnya ruang pengalamannya. Namun tetap berprinsip berubah menuju ke arah yang lebih berkualitas atau lebih baik dari sebelumnya.

Teori belajar kognitif berasal dari pandangan Kurt Lewin (1890-1947), seorang Jerman yang kemudian beremigrasi ke Amerika Serikat. Ia banyak membicarakan masalah persepsi dan motivasi. Oleh karena itu teorinya pun tidak jauh dari masalah tersebut. (lihat Smith, M. K. (2001), dan juga pada: http://www.infed.org/thinkers/et-lewin.htm.

Tesis dasar dari psikologi kognitif adalah berpikir secara sadar. Sesuai dengan tingkat perkembangan dan pemahamannya, manusia tahu betul bagaimana ia bertindak, untuk apa dan bagaimana ia berpikir. Bagaimana manusia memahami dirinya sendiri dan lingkungannya. Dengan menggunakan kognisinya manusia berbuat atas dasar kemauan yang diidekannya, dan ia berbuat untuk mengubah lingkungannya sesuai dengan kemauannya. Dan dengan demikian, pusat tindakan menurut teori ini adalah pada ide itu sendiri -- pada otak -- yang merupakan pusat aktivitas psikologis pada manusia.

Para psikolog yang berorientasi kognitif banyak menggunakan konsep bidang atau ruang guna memahami dunia psikologis secara keseluruhan pada manusia hidup di suatu tempat pada suatu saat. Termasuk di sini adalah dunia psikologis masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang, juga termasuk kenyataan-kenyataan imajinatif. Yang dimaksudkan dengan kenyataan

Page 4: Kecak a Pan Antar Personal

4

imajinatif di sini adalah dunia yang ada, akan ada, atau mungkin ada dalam hayalan atau angan-angan. 3. Tujuan teori belajar kognitif

Psikologi kognitif adalah psikologi yang bersifat interpersonal dan sosial yang diasali oleh kondisi intrapersonal seseorang. Ia merupakan kendaraan efektif guna memahami manusia sebagai pribadi yang hidup berinteraksi, baik secara psikologis maupun secara sosial, atau bahkan lingkungan psikologis.

Untuk memahami keadaan tersebut, bisa dibedakan dengan konsep dua kutub: orang dan lingkungannya (lingkungan psikologis). Kedua kutub itu merupakan hubungan yang saling bergantung, dan bukan merupakan variabel bebas. Orang tidak mungkin hidup tanpa lingkungan psikologisnya, juga sebaliknya, lingkungan psikologis tidak pernah ada tanpa orang. Karena konsepnya bukan fisik, melainkan psikologis, maka pola-pola struktur psikologis, seperti insight (wawasan), dan struktur kognitif, menjadi penting keadaannya.

Belajar selanjutnya dibatasi sebagai proses komunikasi dan interaksional pada manusia dalam memperoleh insight (wawasan) baru. Dengan begitu ia merupakan perubahan dalam struktur kognitif, dan termasuk insight itu sendiri. Apabila hal ini diterapkan di lapangan untuk kepentingan belajar secara kognitif, maka orang harus "concerns" dengan orang lain, harus banyak berinteraksi, berkomunikasi untuk menerima dan menyampaikan informasi, dan bersosialisasi dengan orang lain, karena orang lain tersebut akan banyak andilnya dalam melakukan interaksi psikologis dengan dirinya. Dengan begitu, orang pun perlu memahami orang lain dalam lingkungannya, juga dirinya sendiri dalam kedudukannya dalam lingkungannya.

Melihat keadaan itu maka yang namanya belajar menurut teori psikologi kognitif adalah selalu berupaya meningkatkan wawasan psikologis dengan selalu berinteraksi dengan lingkungannya, tetangganya, masyarakatnya, dan sebanyak-banyaknya orang (secara psikologis pula). 4. Konsep wawasan (insight)

Wawasan atau insight bisa diartikan sebagai penginderaan dan atau perabaan atau perasaan mengenai hubungan-hubungan. Ia erat sekali kaitannya dengan ketajaman dan pengertian. Oleh karena itu untuk menguji insight seseorang, bisa dengan cara mengungkapkan pengertian itu sendiri.

Salah satu percobaan yang berkaitan dengan insight ini adalah yang dilakukan oleh Kohler dengan menggunakan beberapa simpanze, dan salah satu simpanze yang paling cerdas bernama Sultan. Sultan dimasukkan ke dalam sebuah kandang. Di atas kandang disimpan beberapa sisir pisang, yang tidak bisa dijangkau oleh Sultan jika tidak menggunakan alat-alat tertentu. Namun di dalam kandang tersebut disediakan tiga buah kotak kayu yang diletakkan sembarang. Mula-mula Sultan berusaha dengan caranya untuk mendapatkan pisang namun selalu gagal. Sampai pada akhirnya Sultan mengerti hubungan-hubungan antara kotak kayu dengan pisang. Tiba-tiba Sultan menemukan cara untuk mendapatkan pisang dengan melalui menyusun kotak-kotak kayu tadi ke atas sehingga bisa menjangkau pisang yang tergantung tadi. Kira-kira seperti ini, "aha!", ketemu sekarang, kata Sultan dalam pikirannya. Proses penemuan inilah yang dikenal dengan insight dalam psikologi kognitif. (Lihat Irwanto, dkk., 1989; juga buku-buku psikologi pada umumnya).

Dengan melihat proses seperti itu maka konsep perubahan perilaku (belajar) bukan pada kegiatan seperti halnya menurut pola hubungan S-R, akan tetapi pada penglihatan dan pemikiran. Penglihatan ini mengandung makna psikologis. Dalam percobaan di atas, Sultan melihat sesuatu masalah, yakni bagaimana cara mengambil pisang yang tergantung di bagian atas kandang, melihat hubungan-hubungannya, dan prinsip-prinsip dalam hubungan tersebut, semuanya secara psikologis. Dan akhirnya menemukan cara yang tepat dengan cara menyusun kotak yang tersedia.

Prinsip belajar seperti pada Sultan tadi juga mirip dengan pola belajar pada manusia, bahkan pada manusia sifatnya lebih kompleks karena situasi dan kondisinya yang sering tidak diatur oleh orang lain. Melalui insight-nya, orang berpikir secara terus menerus.

Page 5: Kecak a Pan Antar Personal

5

Dalam taraf tertentu insight atau wawasan ini sama dengan struktur kognitif, meskipun sebenarnya mereka berbeda. Struktur kognitif adalah kumpulan dari insight ini. Ia merupakan persepsi seseorang, mengenai aspek-aspek psikologis tentang dunia personal, fisik, dan sosial. Ia berinteraksi secara psikologis, berkomunikasi secara psikologis, berwawasan, bertujuan, berkemauan, terarah, serta merangsang persepsi seseorang. Itulah belajar, atau perubahan pola perilaku seseorang dalam konsep psikologi kognitif.

Belajar kognitif dengan belajar behavioris dan disiplin mental memang berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut terutama pada proses dan pandangannya. Kalau pada teori kognitif, belajar sebagai aktivitas psikologis yang bergantung pada sistem tensi saraf, maka pada teori belajar behavioristik justru pada aktivitas fisiknya yang bisa diamati dari luar. (Lihat Bigge, 1984). Yang pertama berpandangan bahwa orang berusaha untuk mengerti, memahami, berkemauan, berinteraksi secara aktif dan berkomunikasi secara aktif terhadap lingkungannya, maka pada pandangan yang terakhir, justru individu atau orang berreaksi secara pasif terhadap lingkungannya. Yang terakhir ini juga berpandangan organisme biologis, bukan person oriented.

Pada psikologi kognitif, perubahan lahiriah dianggap sebagai bukti adanya belajar, tetapi perubahan itu sendiri bukan merupakan belajar. Sementara menurut kaum behavioris, belajar merupakan perubahan lahiriah yang bisa diamati dari luar dan dapat diukur secara terencana.

Belajar kognitif merupakan peningkatan pemahaman secara psikologis, menggunakan pendekatan relativistic interactional dalam memahami persepsi, serta perilaku intelejen dianggap sebagai kemauan dan atau keinginan. Sedangkan psikologi behavioristik beranggapan bahwa belajar itu merupakan proses yang logis, objektif mekanistik, dan karenanya bisa diukur secara operasional.

Belajar kognitif memang menekankan kepada fungsi-fungsi psikologis. Ini artinya bahwa yang dilihat adalah dunia psikologis, bukan dunia fisik. Orang melihat dunia melalui kacamata orang lain (komunikan, sasaran), serta pola-pola hubungan interaksi antar manusia dengan lingkungannya, harus dilihat secara psikologis. Memang agak sulit melihat dunia manusia secara psikologis, karena pada dasarnya setiap manusia itu unik. Tidak ada satu manusia pun di dunia yang mempunyai rupa fisik yang sama dengan orang lain. Juga mentalnya. Baik secara fisik maupun mental, manusia mempunyai kesendiriannya sendiri, mempunyai kepribadiannya sendiri, yang tentu berbeda dengan orang lain. Bahkan dalam diri seorang manusia, terdapat bermacam aspek yang setiap saat berubah kekuatannya dalam mempengaruhi manusia. Artinya dalam diri manusia terdapat variabel individu yang sangat kompleks.

Orang dipengaruhi oleh variabel ruang dan waktu, juga usia, pendidikan, kecerdasan, lingkungan, sosial, dan aspek-aspek lain yang menyertainya. Dengan demikian, sikap orang pun berbeda pada setiap saat jika menghadapi objek-objek yang berbeda. Yang jelas kondisi manusia atau orang sangat sulit dijabarkan dengan kata-kata karena sangat kompleks. Dan oleh karena itu sangat sulit untuk mengetahui pola perilaku manusia secara psikologis. Memang ada pola kecenderungan umum dan kepribadian manusia yang bisa dipelajari oleh manusia lainnya, namun itu hanya sebatas gambaran secara umum, tidak sampai pada keseluruhan manusia secara utuh. Ya, itu benar, karena jika keinginan dan kemauan orang termasuk kepribadiannya secara utuh bisa diketahui oleh orang lain, tentu dunia ini bisa aman dari segala kelicikan dan kejahatan yang dilakukan oleh manusia, sebab sebelum melakukan kejahatan akan bisa diketahui lebih dahulu sehingga tindakannya bisa dicegah.

Dalam konsep kognitif, ada pemahaman khusus yang menerangkan pada situasi kesejamanan (contemporaneity). Konsep ini dilihat secara psikologis, bukan secara fisik, karena tidak mungkin orang secara fisik berada di dua jaman atau lebih sekaligus. Namun pada konsepnya secara psikologis, hal itu bisa terjadi.

Prinsip kesejamanan ini diartikan sebagai semua pada satu waktu (all at one time). Dunia masa lalu, atau sebuah peristiwa yang telah terjadi, dan dunia masa sekarang atau yang sedang berlangsung, serta dunia yang masih belum terjadi atau masa yang akan datang, semua diangkat ke dalam konsep sekarang. Kalau orang berbicara tentang masa lalu, maka masa lalu itu sedang dibicarakannya sekarang. Juga dunia yang akan datang, semua diangkat ke dalam dunia sekarang.

Page 6: Kecak a Pan Antar Personal

6

Penjelasan-penjelasannya dilangsungkan pada satu waktu, yaitu sekarang. Itulah yang dimaksud dengan prinsip kesejamanan dalam hal ini.

Jadi situasi psikologis masa lalu maupun masa sekarang, merupakan bagian dari dunia yang sedang terjadi pada masa sekarang, tepatnya pada suatu saat di masa sekarang. Memang dunia fisik masa lalu maupun masa sekarang, tidak mempunyai efek apa-apa terhadap keadaannya sekarang (Lewin, dalam Bigge, 1984), meskipun hal ini banyak yang membantahnya. Namun untuk memperkuat penjelasannya, bahwa hanya ada satu masa, yaitu masa sekarang secara psikologis. Ketika kita sedang membicarakan suatu peristiwa di masa lalu, menggagas masa depan, atau berbicara tentang peristiwa-peristiwa aktual masa sekarang, posisi kita sedang berada pada masa sekarang. Secara psikologis, kognisi kita mampu menjelajah ke mana pun kita mau, baik ke dunia nyata seperti yang tampak secara indera, ke dunia maya atau dunia bayangan, atau ke alam lain yang menurut dugaan kita ada atau mungkin ada. Kognisi kita memang terkadang sering melakukan penjelajahan seperti itu. Pendekatan relativistic-interactional dalam memahami persepsi

Kembali kepada konsep interaksi timbal balik secara simultan antara manusia dengan lingkungannya (lingkungan psikologis). Kedua kutub itu tidak saling menghilangkan, mereka juga tidak bebas sendiri-sendiri, dengan kata lain mereka keadaannya saling bergantung satu sama lain. Kebergantungan ini bersifat asasi. Yang satu ada karena dengan adanya yang lain, atau yang satu tidak mungkin ada tanpa adanya yang lain. Lingkungan psikologis itu ada karena adanya pada manusia, dan manusia juga ada secara utuh karena adanya lingkungan psikologis.

Karena manusia berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungannya secara psikologis (sebenarnya secara fisik juga terjadi, namun dalam hal ini hanya dibicarakan secara psikologis), maka penginderaannya terhadap lingkungannya pun secara psikologis. Melalui pengalaman kognitifnya manusia berupaya menggapai lingkungannya. Proses penginderaan tersebut dinamakan persepsi. Dan ini dilakukan secara simultan pada satu saat, serta dengan segala aspek yang menyertainya. Aspek-aspek tersebut dicoba dihubungkan dengan dirinya sendiri, untuk kemudian merealisasikannya ke dalam seluruh aspek yang ada. Dengan kata lain, persepsi adalah proses penerimaan rangsang atau penginderaan (sensasi) yang dimengerti dan dipahami secara sadar. Contoh persepsi yang bersifat perseptual, misalnya ketika sedang melihat gambar hidup (film, video). Di sini persepsi berjalan terus-menerus.

Sementara itu pengalaman merupakan proses insight secara psikologis. Ia merupakan interaksi seseorang dengan lingkungannya yang dirasakan. Interaksi di sini juga melibatkan terpaan informasi yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam hal ini pandangan paham ini masih tetap termasuk ke dalam positif relativistik. Menekankan kepada perilaku intelejen dan bertujuan

Orang berbuat sesuatu karena memang menyadari betul apa yang diperbuatnya itu. Ia juga mengerti tentang tindakannya tadi, serta menyadari tentang apa, bagaimana, dan dengan kemungkinan mendapatkan konsekuensi apa dari yang dikerjakannya tadi. Hal ini berbeda dengan perilaku yang nonintelejen, yang berciri dengan ketidaksadaran atas tindakan yang dilakukannya. Orang berbuat tetapi tidak mengerti tentang apa yang diperbuatnya itu; tahu-tahu jadi, tahu-tahu sudah selesai, misalnya. 5. Konsep kunci teori ruang kognitif

Setidaknya ada lima konsep yang menonjol dalam teori ini yang dikembangkan oleh Lewin (dalam Bigge, 1984; juga terdapat pada http://www.infed.org/thinkers/et-lewin.htm). Kelima konsep dasar ini dibuat untuk menjelaskan struktur kognitif seseorang, serta bagaimana struktur tersebut melakukan tugasnya, yaitu belajar dan berubah. Konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut: Ruang pengalaman (life space)

Page 7: Kecak a Pan Antar Personal

Ini merupakan formulasi ilmiah tentang sederet situasi yang saling tumpang tindih namun tidak berulang, dan di sini penuh dengan hubungan-hubungan dan kecenderungan-kecenderungan yang unik. Gunanya adalah untuk mengembangkan maksud:

(a) Apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin dalam kehidupan seseorang; dan (b) Untuk mengantisipasi tentang apa yang mungkin terjadi.

Ruang pengalaman atau life space adalah dunia psikologis seseorang dalam situasi

kesejamanannya. Konsep ini digunakan oleh teori kognitif untuk dijadikan model atau paradigma guna menggambarkan situasi psikologis secara total pada diri seseorang pada suatu saat di suatu tempat. Ia tidak mewakili objek-objek fisik, akan tetapi lebih banyak pada objek-objek psikologis. Ia berfungsi untuk menjelaskan objek-objek psikologis seseorang, hubungan-hubungannya secara psikologis, seperti misalnya memori, bahasa, mitos, seni, antisipasi, dan agama. Untuk jelasnya perhatikan gambar berikut: batas orang lingkungan psikologis batas ruang pengalaman

7

Vector vector kekuatan needs kekuatan + goal pendorong penahan abilities kulit asing barrier

Gambar: Ruang pengalaman (life space)

Dari gambar ruang pengalaman di atas, bisa dilihat hubungan-hubungan antar aspek yang ada dalam ruang psikologis seseorang. Dalam memenuhi keinginannya atau tujuannya, orang mendapat kekuatan pendorong yang sekaligus juga dibarengi oleh kekuatan penghambat. Tujuan atau keinginan di sini adalah yang bersifat positif, bukan sebaliknya. Dari mengamati gambar tadi orang bisa melihat gerakan-gerakan struktur kemauan atau keinginan seseorang. Topologi

Konsep ini mewakili struktur psikologis seseorang. Istilah topologi ini diambil dari dunia geometri non-metrikal, yang menggagas konsep tentang inside, outside, dan boundary, yang maksudnya kurang lebih tentang bagian dalam, bagian luar, dan batas-batas antara keduanya. Konsep ini merupakan penggambaran mengenai posisi relatif gambar-gambar geometrik yang dipertimbangkan keberadaannya. Ia bersifat lentur batas-batasnya, dan berbeda untuk setiap orang. Ada yang bengkok kecil, ada yang persegi, atau ada pula yang lonjong berbentuk ellips. Pokoknya bisa bermacam-macam untuk setiap orang. Berikut adalah gambar topologi dalam life space atau ruang pengalaman, yang berbeda satu sama lainnya. Orang orang orang

Page 8: Kecak a Pan Antar Personal

8

lingkungan lingkungan lingkungan psikologis psikologis psikologis

Gambar: Topologi dalam life space

Dalam gambar topologi di atas terlihat bahwa bentuk dari topologinya berbeda satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kognisi dan pengalaman masing-masing orang yang berbeda. Dengan pengalaman yang luas maka topologinya menunjukkan semakin luas dan bervariasi. Bentuk dan variasi dari topologi ini dipengaruhi oleh tingkat pengalaman dan keluasan kognisi yang dimilikinya. Seorang yang secara fisik maupun psikologi mempunyai pengalaman yang sangat luas, seperti misalnya orang-orang yang banyak pengetahuan dan juga ilmunya dan usianya juga tinggi, dimungkinkan bentuk topologinya lebih rumit dibandingkan dengan topologinya orang awam yang tidak pernah sekolah dan tidak pernah bepergian ke mana-mana. Bekerjanya vector dalam ruang pengalaman

Perbandingannya dengan topologi di atas tadi adalah bahwa, kalau topologi menggambarkan struktur (pengalaman dan wawasan) yang mungkin bagi seseorang, maka vektor menggambarkan dinamika suatu situasi. Apa yang terjadi atau apa yang mungkin terjadi pada struktur psikologis seseorang, digambarkan sebagai kekuatan dan sekaligus juga hambatan yang ada pada diri orang yang bersangkutan dalam mencapai tujuan-tujuannya. Dalam konsep ini lingkungan psikologis juga turut berperan sekaligus.

Contohnya terdapat pada diri orang yang sedang mempunyai cita-cita untuk mengerjakan sesuatu, di samping diberi kekuatan atau kemampuan untuk melakukannya, juga ia dihambat oleh keterbatan dan ketidakmampuannya, atau mungkin juga penghambatnya datang dari luar. Faktor penghambat ini bisa terjadi karena malas, atau bisa juga dari luar yang sifatnya sementara. Konsep dan gambar bekerjanya vektor bisa dilihat di bawah ini. Lingkungan psikologis

vector person + goal (tujuan)

Gambar: Bekerjanya vektor Orang (person)

Dalam psikologi kognitif, manusia dianggap sebagai pusat gudang psikologi. Di sini berlaku paham person oriented, bukan situasional oriented. Orang secara psikologis juga dianggap sebagai yang terdiri dari: stratum gerak persepsi, dan sebuah inner personal. Orang berbuat di dalam

Page 9: Kecak a Pan Antar Personal

lingkungan psikologisnya, serta serempak pada saat yang sama ia juga menyatakan konsekuensi-konsekuensinya atas apa yang diperbuatnya itu. Dengan kata lain orang berbuat karena ia tahu akan perbuatannya itu, dan ia juga tahu akan segala konsekuensi yang mungkin timbul akibat perbuatannya tadi. Dalam hal ini segala perbuatannya benar-benar dilakukan dengan sadar. Berikut adalah gambar yang menunjukkan orang dalam kedudukannya pada life space.

kulit luar inner personal life space stratum (mewaki- li needs)

9

batas life motor perceptual space stratum (mewaki-

li kemampuan)

lingkungan batas orang psikologis

Gambar: Orang dalam kedudukannya pada life space

Dari gambar orang dalam kedudukannya pada life space di atas, kita bisa membayangkan adanya berbagai aspek yang turut mempengaruhi keberadaan psikologi seseorang. Di sana terlihat ada kemampuan, ada kebutuhan (needs), ada lingkungan psikologis, ada batas luar, orang, dan batas life space. Kira-kira seperti itulah kondisi orang atau manusia dalam keadaanya pada suatu saat di suatu tempat, jika dilihat secara psikologis. Lingkungan psikologis

Lingkungan psikologis berarti benar-benar sedang lepas dari keadaan fisik. Di sini tergambar segala sesuatu tentang fungsi dan hubungan dari segenap aspek yang mengitarinya pada saat yang sama, juga tentang pemaknaannya. Tentang persepsi dan tanggapannya, tentang objek-objek psikologi di sekitar manusia tinggal, juga menjadi bagian dari konsep lingkungan psikologis ini. Gambaran ini akan semakin jelas dalam pola perilaku seseorang ketika sedang menghadapi dengan sadar lingkungannya secara psikologis. Pengertian perilaku dalam konteks kognitif.

Perilaku menurut konsep kognitif bukan dalam arti fisik, atau perilaku fisik yang bisa diamati dari luar (measuable), melainkan merupakan perilaku psikologis yang meliputi kemauan dan kecerdasan. Hal ini bisa diperjelas dalam contoh: A mendekati B. Untuk ini bisa secara fisik maupun secara psikologis. Mendekati secara fisik misalnya ada jarak yang dapat diukur dengan meteran, namun dekat secara psikologis, ukuran dekatnya sangat relatif. Ada dekat tapi jauh, dan ada pula jauh tapi dekat, kata sebuah ungkapan. Secara fisik, dua orang bisa saling berjauhan karena terhalang oleh ruang geografis (dan waktu), misalnya, namun mereka secara psikologis saling berdekatan, karena mungkin mereka adalah ibu dan anaknya, atau kekasihnya.

Perilaku pada konsep kognitif terjadi dalam suatu life space atau ruang pengalaman seseorang, yang secara relatif patuh terhadap hukum-hukum psikologis. Perilaku yang dimaksud tersebut bisa dijejaki melalui beberapa cara, yang antara lain sebagai berikut:

(1) Setiap orang mempunyai kegiatan atau tindakan dan kemauan yang jelas. Hampir tidak ada atau bahkan mungkin tidak ada orang yang tidak berbuat atau tidak mempunyai kemauan

Page 10: Kecak a Pan Antar Personal

10

(2) Orang juga bisa "dicirii" (ditandai, disifati) dengan adanya perubahan sikapnya yang bisa dilihat hasilnya. Asalnya seseorang tidak setuju dengan suatu gagasan atau hukum yang sedang berlaku, namun kemudian setelah beberapa lama dia mulai menyetujuinya. Itu tandanya ada sikap yang berubah dalam diri orang yang bersangkutan. Sikap memang bisa berubah karena antara lain oleh adanya terpaan informasi yang terus menerus, kata Krech, dkk. (1962).

(3) Di samping itu juga, orang ditandai dengan adanya sikap dalam menerima perubahan nilai tentang suatu objek atau kegiatan. Contohnya seperti di atas tadi.

(4) Dan yang terakhir adalah terbentuknya pola hubungan yang baru di antara dua peristiwa atau lebih. Pola hubungan baru inilah yang dinamakan sebagai hasil belajar atau hasil perubahan perilaku seseorang.

6. Penggunaan teori kognitif dalam konsep ruang pengalaman

Kembali kepada pengertian ruang pengalaman (life space) yang berfungsi sebagai alat penjelasan berbagai situasi yang ada pada manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya. Di sini perlu digarisbawahi kata berhubungan, karena mengandung makna berinteraksi, berkomunikasi, berpikir, dan memahami lingkungannya dengan segala konsekuensi yang mungkin dihadapinya.

Dalam prakteknya ada beberapa hal yang menonjol dalam menjelaskan gerak-gerak atau dinamika psikologis dalam konsep life space, yaitu sebagai berikut: Proses perubahan perilaku atau belajar

Proses belajar adalah proses psikologis yang mencirikan gerak life space (ruang pengalaman) seseorang. Hal ini terjadi pada manusia dalam berhubungan dengan lingkungan psikologisnya. Interaksi tersebut terjadi dalam ruang pengalaman seseorang, dan berlangsung secara berturut-turut dalam waktu yang relatif lama atau sepanjang hayat di kandung badan serta selama orang yang bersangkutan masih dalam keadaan sadar.

Proses ini juga berupa diferensiasi dalam perspektif waktu yang dialami seseorang. Waktu lampau, waktu kini, dan waktu yang akan datang, sekaligus diangkat ke dalam waktu sekarang. Dan sebagai ciri proses yang berikutnya dalam konsep ini adalah adanya perubahan dalam tingkatan-tingkatan imajinatif konkret seseorang tentang realitas. Jadi dalam hal ini orang telah mempunyai gambaran dengan jelas mengenai suatu objek, objek psikologis tentu saja, bukan sekadar objek fisik.

Tadi disinggung mengenai interaksi dalam konsep ruang pengalaman seseorang. Interaksi dalam hal ini maksudnya adalah interaksi perseptual, yakni persepsi-persepsi seseorang tentang lingkungannya. Jadi proses pengalaman pada manusia secara psikologis dan simultan dalam hubungannya dengan lingkungan psikologisnya, serta segenap aspek yang melingkupinya. Di sini terpahami interaksi timbal balik secara simultan, tetapi saling bergantung kepada yang lainnya, baik dalam fungsi maupun dalam sifatnya. Oleh karena itu tidak mungkin menyatakan yang satu tanpa keterlibatan yang lainnya. Orang tak mungkin membicarakan lingkungan psikologis manusia tanpa melibatkan konsep manusia itu sendiri (Lihat Bigge, 1984: 209-226) secara utuh, termasuk keberadaannya secara fisik. Kesinambungan ruang pengalaman

Orang berkembang sesuai dengan tingkatan perkembangannya, baik secara fisik maupun secara mental. Bahkan menurut Piaget (dalam Sukamto, 1986), perkembangan usia seseorang itu sejalan dengan perkembangan intelektualnya. Konsekuensi dari teori ini adalah bahwa makin tinggi usia seseorang, akan semakin tinggi pula kemampuan intelektualnya.

Dalam konsep kesinambungan ini, ruang pengalaman seseorang secara terus-menerus berproses sepanjang waktu. Dalam proses tersebut banyak terjadi kekuatan-kekuatan dan sekaligus hambatan-hambatan yang dialami oleh setiap orang dalam mencapai tujuan-tujuannya. Proses inilah yang dikenal dengan belajar, belajar kognitif. Gambar proses kesinambungan dimaksud, bisa dilihat seperti berikut:

Page 11: Kecak a Pan Antar Personal

orang kesinambungan

lingkungan

11

psikologis lingkungan kesinambungan psikologis kulit luar orang

Gambar: Proses kesinambungan ruang pengalaman

Seperti sudah dikemukakan di muka, proses kesinambungan ruang pengalaman ini tidak

pernah terputus selama orang masih sadar, kecuali barangkali ketika sedang tidur, karena semua organ tubuh sedang istirahat total, sehingga segala aktivitasnya pun berhenti. Baru kemudian setelah bangun dan mulai menghadapi lingkungannya kembali, proses ruang pengalaman ini berlanjut. Dalam proses inilah belajar terjadi, perubahan perilaku terjadi, termasuk di dalamnya perubahan sikap dan semua potensi kemampuan manusia. Diferensiasi dalam perspektif waktu

Maksud dari konsep ini adalah bahwa orang pada dasarnya hanya hidup dalam waktu yang berlangsung pada suatu saat. Artinya orang tidak bisa hidup dalam dua waktu sekaligus. Demikian juga pengertian waktu dalam konsep ruang pengalaman. Ia hanya ada dalam waktu sekarang. Pengertiannya kira-kira adalah: orang pada suatu saat di suatu tempat.

Terdapat dua kelompok variabel besar yang selalu menyertai orang sepanjang hayatnya, bahkan kala ia sedang tidur sekali pun. Variabel dimaksud adalah variabel personal dan variabel situasional. Yang dimaksud dengan variabel personal adalah aspek atau faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, yang selalu mempengaruhi orang tersebut sepanjang hidupnya. Contohnya antara lain adalah kapasitas kecerdasan, rasa lapar, haus, kebutuhan dan keinginan, kondisi fisik, dan juga kondisi psikologis. Keberadaan faktor personal ini berbeda pada setiap orang, baik dalam jenis maupun tingkatannya. Sedangkan yang dimaksud dengan variabel situasional adalah aspek atau faktor yang datangnya dari luar orang yang bersangkutan, namun selalu menyertai dan mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan orang tersebut sepanjang hidupnya. Ini berkaitan dengan aspek ruang dan waktu. Contohnya antara lain adalah, kita (Anda sendiri, dan juga penulis), mempunyai keinginan, kebutuhan, dan karakter yang berbeda pada setiap saat dan waktu yang berbeda. Ketika malam hari, kita berbeda segalanya jika dibandingkan dengan siang hari. Perasaannya berbeda, kebututannya berbeda, dan juga aspek-aspek lainnya.

Orang hanya berpikir pada saat sekarang. Konsep waktu lampau itu hanya dianggap sebagai memori, dan memori ini berkembang sejalan dengan perkembangan usia. Sedangkan masa sekarang, itu namanya masa yang sedang berlangsung. Jejak-jejak masa lalu dan antisipasi untuk masa yang akan datang, itu sedang terjadi pada masa sekarang. Yang terakhir itu memang belum terjadi, oleh karena itu hanya berupa peramalan atau antisipasi atau juga ekspektasi pandangan ke depan. Untuk jelasnya bisa dilihat melalui gambar berikut:

Sekarang

Page 12: Kecak a Pan Antar Personal

12

Memori sekarang mendatang Memori sekarang antisipasi Memori berkembang jejak-jejak masa lalu memandang ke Sejalan dengan per- dan sekarang sedang depan, meramal Kembangan usia berlangsung kini

Gambar: Diferensiasi dalam perspektif waktu

Dalam gambar di atas, semua peristiwa yang telah terjadi maupun yang belum terjadi dalam bentuk antisipasi atau ramalan, termasuk pada peristiwa yang sedang terjadi di masa sekarang, diangkat ke dalam konsep waktu sekarang. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa orang memang tidak hidup dalam dua waktu atau lebih sekaligus, namun hanya dalam waktu di suatu saat. Kata ungkapan, hidup hanya sekali di dunia. Perubahan dalam tingkatan imajinatif konkret tentang realitas

Sesuai dengan perkembangan usianya, orang semakin mampu membedakan hal-hal yang konkret realis secara imajinatif. Kalau pada anak kecil hanya mampu mengenal dunia objek secara konkret saja, maka pada orang dewasa lebih mampu mengabstraksikannya secara lebih imajinatif. Proses imajinatif ini meliputi kemauan, mimpi, berhayal, berpikir simbolis, dan sejenisnya.

Apabila konsep seperti tersebut di atas digabung dengan dimensi waktu dalam ruang pengalaman, maka prosesnya menjadi lebih kompleks. Namun ciri khas yang menonjol diantaranya adalah sebagai berikut: a) Bahwa tingkat imajinatif konkret tentang realitas pada orang adalah operasi kegiatan yang

sedang berlangsung, baik untuk konsep masa lalu, masa sekarang, maupun untuk masa yang akan datang, yang semuanya diangkat ke dalam masa sekarang.

b) Tahap ruang pengalaman seseorang meliputi masa lalu dan masa yang akan datang semuanya secara sekaligus, serempak, dan tidak saling tumpang tindih. Hal ini dilihat secara psikologis.

c) Kegiatan berpikir ini terjadi serempak untuk masa lalu dan masa yang akan datang, yang diangkat ke dalam situasi sekarang.

Belajar sebagai suatu perubahan dalam tingkat dan struktur kognitif

Menurut konsep ini belajar merupakan suatu proses yang dinamis melalui pengalaman interaktif dan berwawasan, atau perubahan dalam struktur kognitif pada suatu ruang pengalaman yang diubah menjadi sesuatu yang berguna di masa yang akan datang. Jadi cirinya adalah adanya perubahan dalam struktur kognitif. Dengan begitu maka belajar adalah menjawab pertanyaan tentang: - Bagaimana sesuatu itu harus diperbuat - Apa dikaitkan dengan apa - Bagaimana seseorang melakukan sesuatu

Page 13: Kecak a Pan Antar Personal

13

- Apa yang baik bagi suatu tindakan atau perbuatan, dan - Apa yang harus diperbuat.

Melihat pertanyaan-pertanyaan kunci seperti itu, maka kita dapat menjejaki secara lebih tepat tentang proses belajar (kognitif) pada diri seseorang, terutama belajar menurut konsep kognitif. Ciri-ciri tersebut antara lain adalah:

- Adanya perubahan dalam struktur kognitif seseorang - Adanya perubahan dalam motivasi seseorang - Adanya perubahan dalam perasaan memiliki kelompok dan ideologi - Adanya pencapaian seseorang dalam pengendalian kesehatan dan kekuatan otot

secara lebih sempurna.

Sejalan dengan ciri-ciri belajar dalam perubahan struktur kognitif seseorang seperti tersebut di atas, maka orang pun perlu tahu bagaimana perubahan tersebut berlangsung. Melalui diferensiasi, generalisasi, dan restrukturisasi, struktur kognitif dalam konsep ruang pengalaman (life space) bisa berubah. Dalam diferensiasi, misalnya, daerah atau ruang relatif dalam ruang pengalaman bisa berubah-ubah secara konstan. Artinya ia berubah dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan usia maupun tingkat perkembangan intelektualnya.

Sementara itu dalam generalisasi, misalnya, orang ditandai dengan adanya proses perubahan dalam memahami suatu makna secara keseluruhan. Kalau pada awalnya orang belum mampu mempersepsikan suatu objek secara lengkap, maka melalui latihan-latihan kecerdasan, pada suatu saat ia akan mampu melakukannya secara lebih baik. Dan yang terakhir adalah restrukturisasi. Artinya, dalam konsep ruang pengalaman seseorang, daerah, fungsi, serta struktur ruang pengalaman yang dipunyainya dibentuk kembali atau diubah kembali sesuai dengan kemauan-kemauan dan keinginannya. Dengan demikian (bentuk) ruang pengalamannya secara relatif akan berubah-ubah. Kecerdasan dan belajar

Kecerdasan diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menjawab melalui situasi sekarang untuk semua peristiwa masa lalu dan mengantisipasi masa yang akan datang. Dalam konteks ini maka yang namanya belajar adalah termasuk berpikir, atau berupaya berpikir untuk menjawab segala masalah yang dihadapi. Konsepnya memang kompleks, karena setiap masalah akan berbeda cara penanganannya bagi setiap orang. Untuk itu diperlukan perilaku intelejen, yang tentu sangat berbeda dengan perilaku nonintelejen.

Yang pertama (perilaku intelejen) ditandai dengan adanya sikap dan perubahan kreatif, kritis, dinamis, dan bermotif (bermotivasi), sedangkan yang kedua keadaannya sebaliknya.

Pengertian kebiasaan juga mengandung arti kebiasaan kreatif, bukan kebiasaan pasif reaktif (mekanis) seperti pada pandangan kaum behavioris. Praktek komunikasi kognitif

Dengan melihat konsep dan model dari ruang pengalaman (life space) dan struktur kognitif pada seseorang, maka dapat dijejaki lebih jauh mengenai bagaimana kemungkinannya untuk merubah kondisi awal menjadi kondisi yang akan datang dengan hasil yang lebih baik, sesuai dengan tujuan komunikasi dan belajar pada umumnya.

Karena konsep belajar pada psikologi adalah adanya perubahan secara kognitif, maka pola komunikasi yang diterapkannya pun perlu diarahkan untuk mengubah struktur-struktur kognitif tersebut. Dengan menggunakan logika tertentu, seseorang bisa mengubah atau merangsang terjadinya perubahan dalam struktur kognitif seseorang. Misalnya adalah merangsang seseorang untuk berpikir kreatif melalui pemberian pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya upaya memecahkan masalah, bukan gambling atau menerka-nerka. 7. Transfer belajardalam teori belajar kognitif dan penekanan komunikasi

Page 14: Kecak a Pan Antar Personal

14

informasi dan instruksionalnya Transfer belajar dalam pemahaman psikologi kognitif berbeda dengan pemahaman kaum

behavioris. Dalam psikolgi kognitif, transfer belajar terjadi karena kondisi struktur kognitif seseorang dalam ruang pengalannya dikembangkan menjadi struktur kognitif orang yang bersangkutan dalam ruang pengalamannya di masa yang akan datang. (Bigge, 1984: 272-275). Manakala transfer belajar terjadi, maka bentuk generalisasi, konsep, dan wawasan, dikembangkan dari situasi yang satu kepada situasi yang lain. Konsep ini dinamakan transposisi.

Transposisi dalam wawasan ini bisa juga dijelaskan dengan kebiasaan (habits), namun pemahaman akan kebiasaan ini berbeda dengan anggapan kaum behavioris. Kebiasaan di sini maksudnya adalah lebih sebagai prinsip penerapan keahlian dalam satu situasi di mana dengan penerapan tersebut akan dapat membantu orang dalam mencapai tujuannya.

Di samping itu transfer belajar juga bisa dilaksanakan melalui pengajuan pertanyaan yang sifatnya memecahkan masalah, bukan mencoba-coba atau memilih alternatif yang sudah disediakan. Namun yang jelas juga bahwa transfer belajar dalam psikologi kognitif bisa juga merupakan kesinambungan ruang pengalaman seseorang, kesinambungan wawasannya, atau kesinambungan pengalaman-pengalamannya.

Dengan melihat terjadinya transfer of learning dalam belajar kognitif seperti itu maka pada pelaksanaan aplikasi komunikasi dan instruksionalnya perlu ditekankan pada upaya peningkatan belajar berwawasan, yaitu belajar yang menggunakan berpikir dalam menghadapi berbagai masalah. Dalam berpikir ini diperlukan para komunikator instruksional dianjurkan untuk menggunakan logika yang sama dengan logika yang dimiliki oleh komunikannya. Di samping itu, perlu diusahakan untuk mengembangkan wawasan khalayak dalam berpikir tadi.

Tambahan lagi bahwa dalam pelaksanaan kegiatan instruksional, para guru ataupun para praktisi komunikasi pendidikan dan instruksional perlu menekankan kepada upaya membantu khalayak sasaran merestruktur ruang pengalamannya, yaitu antara lain dalam usahanya untuk mendapatkan wawasan baru di dalam situasi kontemporernya.

Dalam prakteknya di lapangan, teori belajar kognitif banyak digunakan oleh para guru maupun para praktisi komunikasi instruksional lainnya untuk membantu memperlancar proses terjadinya belajar di pihak sasaran. Pola instruksional yang dilakukannya bisa dikelompokkan sebagai berikut (Sukamto, 1986; dan Yusup, 1990: 47-48):

(1) Faktor berpikir mempunyai kedudukan yang penting dalam diri setiap orang, dan belajar menurut teori ini merupakan proses berpikir yang dalam bentuk penjelasannya seperti pada pola perubahan dalam struktur kognitif dan perubahan dalam ruang pengalaman seseorang. Sementara itu yang namanya berpikir selalu menggunakan logika tertentu. Untuk itu dalam aplikasinya di lapangan, seorang komunikator instruksional atau para praktisi komunikasi lainnya perlu menggunakan suatu pola dan logika tertentu dalam menyampaikan informasinya agar setiap materi yang disampaikannya bisa diterima oleh pihak sasaran dengan berpikirnya. Kesamaan berpikir dan menggunakan logika ini perlu mendapat perhatian tersendiri, sebab tanpa adanya kesamaan ini, kegiatan instruksionalnya akan gagal. Orang komunikasi bilang, tidak ada sharing informasi, komunikasi tidak "nyambung". Dan jika terjadi demikian, maka tidak terjadi proses instruksional, tidak terjadi perubahan dalam struktur kognitif, sehingga proses belajar pun tidak ada.

(2) Karena belajar pada prinsipnya adalah menggunakan logika atau berpikir, sedangkan berpikir itu sendiri merupakan upaya mental dalam memahami sesuatu yang bermakna, maka belajar pemahaman lebih baik daripada belajar hafalan. Belajar bisa bermakna apabila ada kesinambungan konsep dengan pola pemahaman informasi sebelumnya. Untuk itu di dalam pelaksanaan instruksional, seorang komunikator pendidikan perlu memaknakan informasi yang disampaikannya kepada sasaran agar bisa dipahami dengan mudah. Seorang guru tidak akan berhasil menugaskan murid-muridnya untuk mengerjakan soal-soal yang belum pernah diajarkannya. Dengan demikian, pelaksanaan instruksional harus runtut dan berkesinambungan, tidak boleh melompat. Pelajaran harus dimulai dari yang mudah-mudah,

Page 15: Kecak a Pan Antar Personal

15

kemudian dilanjutkan pada hal-hal yang lebih sulit, dan akhirnya kepada pelajaran yang benar-benar rumit seperti belajar memecahkan masalah.

(3) Adanya perkembangan genetika seseorang sejalan dengan perkembangan intelektualnya, dalam arti bahwa makin tinggi usia seseorang akan semakin meningkat pula kemampuan intelektualnya. Ini menunjukkan bahwa runtut pelajaran yang disampaikan oleh komunikator instruksional harus bergerak menaik secara hirarkis. Pelaksanaan instruksional perlu dirancang dengan memperhatikan tingkatan-tingkatan kemampuan hirarkis di atas, sehingga dengan demikian, pihak sasaran menjalani proses belajarnya dengan runtut pula sejalan dengan tingkat kemampuannya. Di samping itu pula karena perkembangan intelektual tidak merata untuk setiap orang, maka faktor perbedaan individu perlu diperhatikan. Minat, bakat, kapasitas kecerdasan, dan motivasi setiap sasaran yang banyak menentukan keberhasilannya dalam belajar, perlu mendapat perhatian tersendiri. Oleh karena itu di dalam sistem pendidikan formal dikembangkan model pengajaran individual.

8. Pengaruh teori belajar kognitif dalam praktek komunikasi dan instruksional sekarang

Seperti di muka sudah dikemukakan bahwa teori belajar awal pun masih banyak pengaruhnya terhadap pelaksanaan instruksional sekarang, maka tentu saja teori belajar yang terakhir ini justru yang terasa lebih banyak.

Di tingkatan lembaga pendidikan dasar, misalnya, yang sekarang sudah dimulai sistem pendidikan dasar, dikenal dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Ini tidak lain karena faktor siswalah yang menjadi pusat perhatian sistem instruksional, bukan yang lainnya. Siswalah yang menjalani proses belajar, dan oleh karena itu mereka juga yang banyak berpikir.

Di tingkat sekolah menengah pun terjadi sistem pendidikan yang mengharuskan para siswa perlu lebih aktif dalam belajar. Mereka diarahkan untuk banyak-banyak berpikir dalam menghadapi persoalan-persoalan yang disampaikan oleh guru. Hal ini pernah terlontarkan gagasan pendidikan berpikir dan humaniora, ketika Prof. Dr. Nugroho Notosusanto menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Itu menunjukkan bahwa pendidikan berpikir memang merupakan trend yang sedang berjalan pada saat ini.

Di dunia pendidikan tinggi lebih kentara lagi pola instruksionalnya yang menekankan kepada mahasiswa untuk berpikir. Sistem kredit semester (SKS) yang sudah dijalankan oleh hampir semua pendidikan tinggi di Indonesia, menekankan kepada mahasiswa yang mengatur cara belajarnya sendiri sesuai dengan tingkat kemampuannya. Mahasiswa yang mempunyai motivasi dan tingkat kemampuan yang lebih tinggi, dimungkinkan akan dapat menyelesaikan pelajarannya secara lebih cepat. Hal ini memang sejalan dengan konsep psikologi kognitif yang memberi tempat kepada sistem pengajaran individual. 9. Penutup bagian ini

Demikian beberapa uraian mengenai konsep psikologi kognitif dalam penerapannya dalam teori belajar yang berciri kognitif, yang berbeda pandangan-pandangannya dengan konsep psikologi lain seperti misalnya behavioristik dan introspektif. Psikologi belajar kognitif khusus membicarakan gerakan ide manusia dalam otaknya yang tergambar dalam konsep ruang pengalaman atau life space seseorang.

Struktur kognitif seseorang juga menjadi bagian yang sangat penting dalam membicarakan teori belajar kognitif, karena hal inilah yang memungkinkan orang melakukan perubahan-perubahannya sesuai dengan kemauan dan keinginan-keinginannya.

Bentuk dan perubahan model ruang pengalaman seseorang memang bersifat relatif. Dan oleh karena itu sifat psikologinya banyak mendekati pandangan relativisme positif, atau pragmatisme. Teori belajar kognitif inipun merujuk kepada konsep psikologi kognitif ini.

Sumber informasi tambahan dari buku A 3rd serving of Chicken Soup for the Soul susunan Jack Canfield dan Mark Victor Hansen, 1999, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 10. Rangkuman dan soal

Page 16: Kecak a Pan Antar Personal

16

Rangkuman Setidaknya ada tiga pandangan secara psikologi tentang manusia yakni: a) Manusia mempunyai instink dan kebutuhan. Pandangan ini mendasari banyak teori tentang

konsep menudia itu sendiri sebagai makhluk yang berinteraksi dengan lingkungannya b) Manusia dianggap sebagai organisme yang pasif reaktif terhadap lingkungannya. Segala

prilaku kehidupannya banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar tempat tinggalnya. c) Manusia mempunyai kemauan, berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif. Manusia

tidak dianggap sebagai makhluk yang secara utuh dipengaruji oleh lingkungannya, akan tetapi justru ia berusaha untuk membentuk lingkungannya sesuai dengan kemauannya. Psikologi kognitif adalah psikologi yang bersifat interpersonal dan sosial yang diasali oleh

kondisi intrapersonal seseorang. Ia merupakan kendaraan efektif untuk memahami manusia sebagai pribadi yang hidup berinteraksi, baik secara psikologis maupun secara sosial.

Beberapa istilah teknis dalam psikologi kognitif, antara lain adalah: wawasan (insight), persepsi, ruang kognitif dan ruang pengalaman, topologi, vektor, konsep orang, lingkungan psikologis, konsep prilaku dalam konteks kognitif, dan konsep belajar.

Belajar dalam studi psikologi kognitif merupakan perubahan dalam struktur kognisi seseorang, atau dalam bahasa teknis adalah perubahan dalam ruang pengalaman seseorang. Belajar terdapat di dalam otak yang sering dikaitkan dengan kecerdasan, jadi bukan atas dasar stimulus dan respons.

Transfer belajar dalam konteks psikologi kognitif terjadi karena kondisi struktur kognitif seseorang dalam ruang pengalaman dikembangkan menjadi struktur kognitif orang yang bersangkutan dalam ruang pengalamannya di masa yang akan datang. Pengalaman seseorang berubah dan bertambah dari saat ke saat, contohnya.

Pengaruh teori belajar ini di jaman sekarang antara lain adalah adanya konsep belajar berpikir dan CBSA (cara belajar siswa aktif). Soal Coba Anda baca sekali lagi modul tentang teori belajar kognitif ini dengan santai, lalu coba Anda membuat ringkasan secara utuh sesuai dengan tema sajiannyai. Atau, bisa juga Anda membuat model sendiri dengan mangadopsi model teori kognitif ini untuk aplikasi dunia kita, komunikasi, informasi, dan perpustakaan. Selamat mencoba. Waktu yang diperlukan adalah seminggu. Hasilnya dikumpulkan, atau e-mail ke: [email protected] Daftar Pustaka: Bigge, Morris L. 1982. Learning Theories for Teachers, edisi ke-4. New York, Harper & Raw. Canfield, Jack, dan Mark Victor Hansen, 1999. A 3rd serving of Chicken Soup for the Soul. Jakarta,

Gramedia Pustaka Utama.

Guilford, J.P. (ny). Structure of Intellect, an overview. Available at: http://www.soisystems.com/index.html http://home1.pacific.net.sg/~soi http://www.indiana.edu/~intell/guilford.html; dan http://tip.psychology.org/theories.html. Akses 22 Desember 2003

Irwanto, dkk. 1989. Psikologi Umum: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta, Gramedia.

Scandura, J.M. & Scandura, A. (1980). Structural Learning and Concrete Operations: An Approach to Piagetian Conservation. NY: Praeger. Available at: http://tip.psychology.org/theories.html. Akses 21 Desember 2003.

Page 17: Kecak a Pan Antar Personal

17

Smith, M. K. (2001) 'Kurt Lewin, groups, experiential learning and action research', the encyclopedia of informal education, http://www.infed.org/thinkers/et-lewin.htm; dan (Kurt Lewin - timeline and and brief biography - prepared by Julie Greathouse plus a brief description of his theoretical contribution to psychology). Akses 23 Desember 2003.

Soekamto, Toeti. 1986. Teori belajar dalam sistem instruksional. Makalah disampaikan pada pelatihan sistem instruksional di Pustekkom Dikbud (sekarang Diknas), kerja sama dengan UT Jakarta.

Yusup, Pawit M. 1990. Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional. Bandung, Remadja Rosdakarya.

Yusup, Pawit M. 2003. Homepage Pawit MY. Biografi, makalah, modul kuliah, dll. Alamat: http://bdg.centrin.net.id/~pawitmy/

Wertheimer, (ny). Gestalt Theory, an overview. Availablet at: http://www.geocities.com/HotSprings/8646/ http://www.a2zpsychology.com/a2z%20guide/gestalt_theory.htm. 21 Desember 2003.