Kebutuhan Spiritual

20
KEBUTUHAN SPIRITUAL Definisi spiritualitas Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek : 1. Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan, 2. Menemukan arti dan tujuan hidup, 3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri, 4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi. Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain- lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang atau kuasa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope), harapan merupakan suatu konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, dan perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang menyenangkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi kepada individu untuk mencapai suatu prestasi dan berorientasi kedepan. Agama adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana

description

kebutuhan dasar manusia , kebutuhan spiritual

Transcript of Kebutuhan Spiritual

KEBUTUHAN SPIRITUAL

Definisi spiritualitas

Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta,

tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu.

Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :

1. Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam

kehidupan,

2. Menemukan arti dan tujuan hidup,

3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri,

4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.

Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai

komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua

pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga

keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan

sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang

mempunyai wewenang atau kuasa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang

keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope), harapan merupakan

suatu konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, dan

perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang menyenangkan. Harapan juga

merupakan energi yang bisa memberikan motivasi kepada individu untuk mencapai suatu

prestasi dan berorientasi kedepan. Agama adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan

peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah mengenai

spiritualitasnya. Agama adalah suatu sistem ibadah yang terorganisir atu teratur.

Definisi spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan,

pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga

memberikan suatu perasaan yang berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri

sendiri), interpersonal (hubungan antara orang lain dengan lingkungan) dan transpersonal

(hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan ketuhanan yang

merupakan kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur spiritualitas meliputi kesehatan

spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual. Dimensi spiritual merupakan suatu

penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara unsur psikologikal, fisiologikal, atau fisik,

sosiologikal dan spiritual.

Kata spiritual sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk memahami

pengertian spiritual dapat dilihat dari berbagai sumber. Menurut Oxford English Dictionary,

untuk memahami makna kata spiritual dapat diketahui dari arti kata-kata berikut ini :

persembahan, dimensi supranatural, berbeda dengan dimensi fisik, perasaan atu pernyataan

jiwa, kekudusan, sesuatu yang suci, pemikiran yang intelektual dan berkualitas, adanya

perkembanga pemikiran danperasaan, adanya perasaan humor, ada perubahan hidup, dan

berhubngan dengan organisasi keagamaan. Sedangkan berdasarkan etimologinya, spiritual

berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara

berpikir dan bertingkah laku seseorang.

Berdasarkan konsep keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-

kata : makna, harapan, kerukunan, dan sistemkepercayaan (Dyson, Cobb, Forman,1997).

Dyson mengamati bahwa perawat menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan

dengan seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain dan dengan Tuhan. Menurut Reed

(1992) spiritual mencakup hubungan intra, inter, dan transpersonal. Spiritual juga diartikan

sebagai inti dari manusia yang memasuki dan mempengaruhi kehidupannya dan

dimanifestasikan dalam pemikiran dan perilaku serta dalam hubungannya dengan diri

sendiri, orang lain, alam ,dan Tuhan (Dossey & Guazetta, 2000).

Para ahli keperawatan menyimpilkan bahwa spiritual merupakan sebuah konsep yang

dapat diterapkan pada seluruh manusia. Spiritual juga merupakan aspek yang menyatu dan

universal bagi semua manusia. Setiap orang memiliki dimensi spiritual. Dimensi ini

mengintegrasi, memotivasi, menggerakkan, dan mempengaruhi seluruh aspek hidup

manusia.

Kebutuhan Spiritual

Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan

keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau

pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson,

1989). Maka dapat disimpulkan kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari

arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan dan

kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf. Adapun adaptasi spiritual adalah

proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku yang didasarkan pada

keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama yang dianutnya (Asmadi,

2008: 258).

Hubungan spiritualitas, sehat dan sakit

hubungan adalah sesuatu yang begitu vital dan adalah sesuatu yang terjadi bahkan

tanpa usaha seperti hubungan keluarga. Tapi kemudian ada adalah hubungan yang juga

melibatkan usaha pada saat-saat seperti itu dari kemitraan dari berbagai jenis. Apapun itu,

sebagian besar hubungan membutuhkan usaha untuk dipertahankan dan tetap hidup, seperti

yang terlihat antara mitra. Semakin lama komitmen hubungan, semakin tampaknya perlu

upaya untuk tetap hidup. Tapi, satu hubungan yang perlu sedikit usaha dan melibatkan

paling sedikit komplikasi adalah hubungan spiritual. Hubungan spiritual tidak perlu hanya

berarti di antara para mitra tetapi dapat berupa hubungan yang mendalam, sangat

termotivasi dan dipandu oleh ikatan rohani. Memelihara hubungan spiritual bukan hanya

pencampuran fisik dan mental tetapi juga ikatan emosional yang mendalam dari tubuh dan

jiwa. Hubungan paling spiritual otomatis menemukan satu sama lain karena hukum tarik-

menarik. Hubungan seperti saling bertemu bukan hanya untuk pemuasan kebutuhan sendiri

fisik, emosi dan penuh perasaan, tetapi juga untuk mendukung satu dan lainnya dalam

pertumbuhan rohani. Jadi, tidak perlu bahwa hubungan spiritual harus menjadi super-halus

atau seperti yang ada di dongeng. Para manusia mungkin tidak menyadari kebutuhan jiwa

lain tapi diri sendiri lebih tinggi menyadari hal itu sepanjang waktu dan terus memberikan

makanan dan dukungan dalam segala cara untuk orang lainnya. Satu orang bahkan dapat

menempatkan sebuah situasi yang menantang dalam hubungan sehingga orang lain atau

keduanya menghadapinya dan mampu mengatasinya, sehingga mempercepat pertumbuhan

dan evolusi. Tapi mereka juga dapat menjadi salah satu hubungan terbaik yang bisa

memikirkan jika evolusi dari kedua jiwa telah mencapai tahap lebih tinggi. Hubungan

seperti itu sangat bergizi dan melibatkan jenis yang lebih tinggi dari makanan untuk satu

sama lain seperti menyediakan ruang yang independen, memiliki total penerimaan sama lain

terlepas dari apa pun yang mungkin ada kekurangan satu sama lain, menjadi benar-benar

tidak menghakimi atau non-kritis, mudah mengampuni satu sama lain dan membiarkan

pergi sangat mudah dari apa pun yang terjadi di antara mereka. Dalam hubungan tersebut,

masing-masing tidak mengekang kehendak bebas orang lain dan siap untuk menawarkan

dukungan dan bantuan dalam situasi apapun. Hubungan tersebut akan cenderung secara

alami memiliki friksi sangat kurang atau nihil sehingga mempromosikan pertumbuhan yang

lebih cepat dan hubungan yang lebih mendalam. Jika Anda merindukan hubungan tersebut,

Anda tidak perlu pergi keluar untuk berburu seperti itu tetapi Anda dapat membuatnya

sendiri. Ingat dengan demikian, Anda tumbuh dan juga memungkinkan orang lain untuk

tumbuh dan dengan demikian mengembangkan ikatan rohani yang besar. Sebagian besar

waktu, orang-orang yang kita temui atau datang di dalam hidup adalah hubungan spiritual

tetapi kita tidak dapat melihatnya karena kita mengharapkan terlalu banyak dari yang lain

dan biasanya ego tidak mudah membiarkan campuran ini ke dalam hubungan spiritual yang

sejati. Jadi, hubungan Anda sendiri dapat perlahan-lahan berubah menjadi hubungan

spiritual jika Anda mampu untuk melatih kesabaran, pemahaman lebih tinggi dari sekedar

pandangan manusia untuk hal-hal, menerima orang sebagai dia atau dia, membiarkan pergi

dengan cepat dari pelanggaran apapun atau terluka oleh tindakan pengampunan dan dengan

menjadi benar-benar tidak menghakimi tentang mereka. Hal-hal ini mungkin terlihat terlalu

sulit tetapi kenyataannya adalah bahwa ketika orang lain mulai menikmati hadiah-hadiah

dari Anda, mereka cepat atau lambat mulai reciprocating dengan cara yang sama sehingga

membuat hubungan spiritual yang sempurna

Perkembangan spiritual

Dari semua cabang ilmu kesehatan, ilmu kesehatan jiwa yang paling dekat dengan

agama, bahkan menurut Dadang Hawari (1996) terdapat titik temu antara kesehatan jiwa

dan agama. Pada prakteknya, ilmu pengetahuan dan agama saling menunjang. Seperti yang

dikatakan oleh Albert Einstein, ilmu pengetahuan tanpa agama bagaikan orang buta, tetapi

agama tanpa ilmu pengatahuan bagaikan orang lumpuh. Merujuk pada pentingnya

pengetahuan dan agama tersebut untuk jiwa yang sehat banyak penelitian dilakukan

diantaranya sebuah penelitian yang mengatakan kelompok yang tidak terganggu jiwanya

adalah yang mempunyai agama yang bagus dan sebaliknya.

Penelitian lain yang disebutkan dalam buku La Tahzan seseorang dinyatakan

usianya tinggal beberapa bulan, tetapi karena ia memilki koping yang baik berdasarkan

pengalaman agamanya, ia tetap bahagia menjalani hari-harinya dengan bernyanyi dan ceria,

membuat puisi-puisi yang indah. Ternyata orang tersebut mampu bertahan hingga bartahun-

tahun. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Pressman, dkk (1990) menunjukkan bahwa

wanita lanjut usia yang menderita farktur tulang pinggul yang kuat religi dan pengalaman

agamanya, ternyata lebih kuat mental dan kurang mengeluh, depresi, dan lebih cepat

berjalan daripada yang tidak mempunyai komitmen agama.Dari hal-hal tersebut diatas dapat

dikatakan dimensi spiritual menjadi hal penting sebagai terapi kesehatan.

Spiritual itu sendiri merupakan komitmen tertinggi individu, prinsip yang paling

komprehensif tentang argumen yang sangat kuat terhadap pilihan yang dibuat dalam hidup

(farran et al 1989 dalam potter & perry, 2005). Sedangkan keyakinan spiritual adalah

keyakinan dalam hubungannya dengan yang maha kuasa & maha pencipta. Sebagai contoh

seseorang yang percaya pada Allah sebagai pencipta atau sebagai maha kuasa (hamid,

2008). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa spiritual merupakan suatu

keyakinan didalam diri yang berasal dari nilai-nilai ketuhanan dan nilai luhur dari yang

diyakini dan dijadikan sebagai sumber kekuatan untuk menghadapi masalah dan ketenangan

hidup.

Kesehatan spiritual merupakan keharmonisan antara individu dengan orang lain,

alam dan kehidupan tertinggi. Keharmonisan ini dicapai ketika seseorang menemukan

keseimbangan antara nilai, tujuan dan sistem keyakinan mereka dengan hubungan mereka

didalam diri dan dengan orang lain. Setiap individu mempunyai tiga kebutuhan yang harus

dipenuhi untuk mencapai sehat spiritual yaitu:

Kebutuhan akan arti dan tujuan hidup

Kebutuhan untuk mencintai dan berhubungan

Kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan

Spiritual dan kehidupan individu memiliki hubungan yang sangat kuat. Spiritual

yang tinggi akan meningkatkan pemahaman hidup individu tersebut. Pemahaman hidup

individu tersebut terlihat dari dua domain spiritual dalam individu yaitu: semangat hidup

dan harapan hidup. Pengakjian dan intervensi spiritual mampu meningkatkan semangat

hidup dan harapan hidup pasien, kedua hal ini menjadikan individu dapat mengatasi

masalahnya dalam memenuhi kebutuhan akan kesehatan, mencari bantuan kesehatan atau

sikap patuh terhadap anjuran minum obat secara teratur.

Perawat yang bekerja di garis terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan

manusia termasuk juga kebutuhan spiritual klien. Perawat yang mempunyai tugas

memenuhi kebutuhan spiritual klien penting sekali mengetahui tahap perkembangan

spiritual dari manusia, agar tepat dalam memberikan asuhannya. Tahap perkembangan

spiritual ini dimulai dari lahir sampai meninggal. Didalam laporan tugas mandiri ini saya

hanya akan membahas mengenai perkembangan aspek spiritual pada remaja (12-18 tahun),

dewasa muda, dewasa pertengahan, dewasa akhir dan lanjut usia.

a) Remaja (12-18 tahun)

Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti dan tujuan hidup, Menggunakan

pengetahuan misalnya untuk mengambil keputusan saat ini dan yang akan datang.

Kepercayaan berkembang dengan mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan

kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau menerimanya. Secara alami, mereka

dapat bingung ketika menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten. Pada tahap

ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya daripada keluarga. Tetapi keyakinan

yang diambil dari orang lain biasanya lebih mirip dengan keluarga, walaupun mereka protes

dan memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini merupakan tahap paling sulit karena orang

tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali

muncul konflik orang tua dan remaja.

b) Dewasa muda (18-25 tahun)

Pada tahap ini individu menjalani proses perkembangannya dengan melanjutkan

pencarian identitas spiritual, memikirkan untuk memilih nilai dan kepercayaan mereka yang

dipelajari saaat kanak-kanak dan berusaha melaksanakan sistem kepercayaan mereka

sendiri. Spiritual bukan merupakan perhatian utama pada usia ini, mereka lebih banyak

memudahkan hidup walaupun mereka tidak memungkiri bahwa mereka sudah dewasa.

c) Dewasa pertengahan (25-38 tahun)

Dewasa pertenghan merupakan tahap perkembangan spiritual yang sudah benar-

benar mengetahui konsep yang benar dan yang salah, mereka menggunakan keyakinan

moral, agama dan etik sebagai dasar dari sistem niali. Mereka sudah merencanakan

kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap kepercayaan dan nilai

spiritual

d) Dewasa akhir (38-65 tahun)

Periode perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan untuk instropeksi dan

mengkaji kembali dimensi spiritual, kemampuan intraspeksi ini sama baik dengan dimensi

yang lain dari diri individu tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini kebutuhan ritual

spiritual meningkat.

e) Lanjut usia (65 tahun sampai kematian)

Pada tahap perkembangan ini, menurut Haber (1987) pada masa ini walaupun

membayangkan kematian mereka banyak menggeluti spiritual sebagai isu yang menarik,

karena mereka melihat agama sebagai faktor yang mempengaruhi kebahagian dan rasa

berguna bagi orang lain. Riset membuktikan orang yang agamanya baik, mempunyai

kemungkinan melanjutkan kehidupan lebih baik. Bagi lansia yang agamanya tidak baik

menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa tidak berharga, tidak dicintai, ketidakbebasan

dan rasa takut mati. Sedangkan pada lansia yang spiritualnya baik ia tidak takut mati dan

dapat lebih mampu untuk menerima kehidupan. Jika merasa cemas terhadap kematian

disebabkan cemas pada proses bukan pada kematian itu sendiri.

Dimensi spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan manusia. Karena

setiap individu pasti memiliki aspek spiritual, walaupun dengan tingkat pengalaman dan

pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan mereka yang mereka

percaya. Setiap fase dari tahap perkembangan individu menunjukkan perbedaan tingkat atau

pengalaman spiritual yang berbeda.

Faktor yang mempengaruhi kebutuhan spiritual

Menurut Taylor & Craven (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual seseorang

adalah:

1. Tahap perkembangan seseorang

Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat negara berbeda,

ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang

yang berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak.

1. Keluarga

Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. Hal yang

penting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua pada anak tentang Tuhan, tetapi apa

yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, diri sendiri dari perilaku orang tua

mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama

anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, maka pandangan anak ada umumnya

diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan saudara dan orang tua.

2. Latar belakang etnik dan budaya

Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan budaya. Pada

umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar

pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk nilai moral dari hubungan keluarga.

Akan tetapi perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem kepercayaan yang

dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual unik bagi setiap individu.

3. Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat mempengaruhi

spiritual seseorang. Pengalaman hidup yang menyenangkan seperti pernikahan,

kelulusan, atau kenaikan pangkat menimbulkan syukur pada Tuhan. Peristiwa buruk

dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan pada manusia untuk menguji

imannya.

4. Krisis dan perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis sering

dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan,

kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka

keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat

dibandingkan dengan pasien yang berpenyakit tidak terminal.

5. Terpisah dari ikatan spiritual

Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat individu terpisah atau

kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari

juga berubah antara lain tidak dapat menghadiri acara sosial, mengikuti kegiatan agama

dan tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman yang biasa memberikan

dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual beresiko

terjadinya perubahan fungsi spiritual.

6. Isu moral terkait dengan terapi

Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk

menunjukkan kebesaranNya walaupun ada juga agama yang menolak intervensi

pengobatan. Prosedur medis seringkali dapat dipengaruhi oleh ajaran agama seperti

sirkumsisi, transplantasi organ, sterilisasi,dll. Konflik antara jenis terapi dengan

keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.

Individu yang membutuhkan bantuan spiritual

Individu sebagai makhluk spiritual mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sempurna dibanding makhluk ciptaan lainnya.b. Memiliki rohani/jiwa yang sempurna (akal, pikiran, perasaan dan kemauan).c. Individu diciptakan sebagai khalifah (penguasa dan pengatur kehidupan) dimuka bumi.d. Terdiri atas unsur bio-psiko-sosial yang utuh (Ali H.Z, 2002: 43).

Beberapa orang yang membutuhkan bantuan spiritual antara lain :

a. Pasien kesepianPasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan membutuhkan bantuan spiritual karena mereka merasakan tidak ada kekuatan selain kekuatan Tuhan, tidak ada yang menyertainya selain Tuhan.

b. Pasien ketakutan dan cemasAdanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan perasaan kacau, yang dapat membuat pasien membutuhkan ketenangan pada dirinya dan ketenangan yang paling besar adalah bersama Tuhan (Asmadi, 2008: 26).

Adapun tanda-tanda yang dapat diperhatikan pada klien yang mengalami kecemasan :

1) Cemas ringanKecemasan normal yang berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Respon cemas ringan seperti sesekali bernafas pendek, nadi meningkat, tekanan darah naik, bibir bergetar, tidak dapat duduk dengan tenang dan tremor halus pada tangan.

2) Cemas sedangDitandai dengan persepsi terhadap masalah menurun sehingga individu kehilanganpegangan tetapi dapat mengikuti pengarahan dari orang lain. Respon cemas sedang biasanya meliputi sering bernafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, gelisah, tidak mampu menerima rangsangan, susah tidur dan perasaan tidak enak.

3) Cemas beratPada tingkat ini lahan persepsi menjadi sangat sempit dimana individu tidak dapat memecahkan masalah atau mempelajari masalah. Respon kecemasan yang timbul misalnya nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, sakit kepala, tidak mampu menyelesaikan masalah.

4) Panik

Pada tingkat ini, lahan persepsi telah terganggu sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun telah diberikan pengarahan. Respon panik seperti nafas pedek, rasa tercekik, pucat, lahan persepsi sangat sempit, tidak dapat berfikir logis (Tarwoto & Wartonah, 2003: 98-99).

c. Pasien menghadapi pembedahanMenghadapi pembedahan adalah sesuatu yang sangat mengkhawatirkan karena akan timbul perasaan antara hidup dan mati. Pada saat itulah keberadaan pencipta dalam hal ini adalah Tuhan sangat penting sehingga pasien selalu membutuhkan bantuan spiritual.

d. Pasien yang harus mengubah gaya hidupPerubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih membutuhkan keberadaan Tuhan (kebutuhan spiritual). Pola gaya hidup dapat membuat kekacauan keyakinan bila ke arah yang lebih buruk, maka pasien akan lebih membutuhkan dukungan spiritual (Asmadi, 2008: 256).

Masalah – masalah pada kebutuhan spiritual

Masalah yang sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual adalah distress spiritual, yang merupakan suatu keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan, yang ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual, mengungkapkan adanya keraguan dalam sistem kepercayaan, adanya keraguan yang berlebihan dalam mengartikan hidup, mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian dan sesudah hidup, adanya keputusan, menolak kegiatan ritual dan terdapat tanda-tanda seperti menangis, menarik diri, cemas dan marah, kemudian ditunjang dengan tanda-tanda fisik seperti nafsu makan terganggu, kesulitan tidur dan tekanan darah meningkat (Hidayat, 2006: 27).

Proses keperawatan pada Masalah – masalah pada kebutuhan spiritual

PROSES KEPERAWATAN KEBUTUHAN SPIRITUAL

Berikut ini akan diuraikan mengenai proses keperawatan pada aspek spiritual (Hamid, 2000):

1) Pengkajian

Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal yang penting yaitu dilakukan setelah pengkajian

aspek psikososial pasien. Pengkajian aspek spiritual memerlukan hubungan interpersonal yang

baik dengan pasien. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya dilakukan setelah perawat dapat

membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau dengan orang terdekat dengan pasien, atau

perawat telah merasa nyaman untuk membicarakannya.

Pengkajian yang perlu dilakukan meliputi:

a) Pengkajian data subjektif

Pedoman pengkajian yang disusun oleh Stoll (dalam Kozier, 2005) mencakup:

konsep tentang ketuhanan

sumber kekuatan dan harapan

praktik agama dan ritual, dan

hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.

b) Pengkajian data objektif

Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang meliputi pengkajian afek

dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal dan lingkungan. Pengkajian data

objektif terutama dilakukan melalui observasi, Pengkajian tersebut meliputi:

Afek dan sikap

Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, apatis atau

preokupasi?

Perilaku

Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau buku

keagamaan? dan apakah pasien seringkali mengeluh, tidak dapat tidur, bermimpi

buruk dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai

atau mengekspresikan kemarahannya terhadap agama?.

Verbalisasi

Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau topik keagamaan lainnya?,

apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka agama? dan apakah pasien

mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematian?

Hubungan interpersonal

Siapa pengunjung pasien? bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung? apakah

pemuka agama datang mengunjungi pasien? Dan bagaimana pasien berhubungan

dengan pasien yang lain dan juga dengan perawat?

Lingkungan

Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah lainnya? apakah

pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan dan apakah pasien

memakai tanda keagamaan (misalnya memakai jilbab?).

2) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual menurut North American

Nursing Diagnosis Association adalah distres spiritual (NANDA, 2006). Pengertian dari distres

spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan

hidup seseorang dihubungkan dengan din, orang lain, seni, musik, literature, alam, atau kekuatan

yang lebih besar dari dirinya (NANDA,2006).

Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2006) batasan karakteristik

dari diagnosa keperawatan distres spiritual adalah 1) berhubungan dengan diri, meliputi;

mengekspresikan kurang dalam harapan, arti dan tujuan hidup, kedamaian, penerimaan,

cinta, memaafkan diri, dan keberanian. Kedua marah, ketiga rasa bersalah, dan keempat

koping buruk.

Berhubungan dengan orang lain, meliputi; menolak berinteraksi dengan pemimpin agama,

menolak berinteraksi dengan teman dan keluarga, mengungkapkan terpisah dari sistem

dukungan, mengekspresikan terasing.

Berhubungan dengan seni, musik, literatur dan alam, meliputi; tidak mampu

mengekspresikan kondisi kreatif (bernyanyi, mendengar / menulis musik), tidak ada

ketertarikan kepada alam, dan tidak ada ketertarikan kepada bacaan agama.

Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya, meliputi; tidak mampu ibadah, tidak

mampu berpartisipasi 'alam aktifitas agama, mengekspresikan ditinggalkan atau marah

kepada Tuhan, tidak mampu untuk mengalami transenden, meminta untuk bertemu

pemimpin agama, perubahan mendadak dalam praktek keagamaan, tidak mampu

introspeksi dan mengalami penderitaan tanpa harapan. Menurut North American Nursing

Diagnosis Association (NANDA, 2006) faktor yang berhubungan dari diagnosa

keperawatan distress spiritual adalah; mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan

sosial, cemas, deprivasi/kurang sosiokultural, kematian dan sekarat diri atau orang lain,

nyeri, perubahan hidup, dan penyakit kronis diri atau orang lain.

3) Perencanaan

Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan teridentifikasi, selanjutnya perawat

dan pasien menyusun kriteria hasil dan rencana intervensi. Tujuan asuhan keperawatan pada

pasien dengan distres spiritual difokuskan pada menciptakan lingkungan yang mendukung

praktek keagamaan dan kepercayaan yang biasanya dilakukan. Tujuan ditetapkan secara

individual dengan mempertimbangkan riwayat pasien, area beresiko, dan tanda-tanda disfungsi

serta data objektif yang relevan.

Menurut (Kozier, 2005) perencanaan pada pasien dengan distres spiritual dirancang untuk

memenuhi kebutuhan spiritual pasien dengan:

membantu pasien memenuhi kewajiban agamanya,

membantu pasien menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara yang lebih

efektif untuk mengatasi situasi yang sedang dialami,

membantu pasien mempertahankan atau membina hubungan personal yang dinamik

dengan Maha Pencipta ketika sedang menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan,

membantu pasien mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang dihadapinya

meningkatkan perasaan penuh harapan, dan

memberikan sumber spiritual atau cara lain yang relevan.

4) Implementasi

Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan melakukan prinsip-

prinsip kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut :

periksa keyakinan spiritual pribadi perawat

fokuskan perhatian pada persepsi pasien terhadap kebutuhan spiritualnya

jangan beranggapan pasien tidak mempunyai kebutuhan spiritual

mengetahui pesan non verbal tentang kebutuhan spiritual pasien

berespon secara singkat, spesifik, dan aktual

mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati masalah

pasien,

membantu memfasilitasi pasien agar dapat memenuhi kewajiban agama

memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit.

Pada tahap implementasi ini, perawat juga harus memperhatikan 10 butir kebutuhan dasar

spiritual manusia seperti yang disampaikan oleh Clinebell (Hawari, 2002) yang meliputi:

kebutuhan akan kepercayaan dasar

kebutuhan akan makna dan tujuan hidup

kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian

kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan hubungan

dengan Tuhan

kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa

kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri

kebutuhan akan rasa aman terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa depan

kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin. tinggi sebagai pribadi

yang utuh

kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama manusia

kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilai-nilai religius.

Perawat berperan sebagai communicator bila pasien menginginkan untuk bertemu dengan

petugas rohaniawan atau bila menurut perawat memerlukan bantuan rohaniawan dalam

mengatasi masalah spirituahiya. Menurut McCloskey dan Bulechek (2006) dalam Nursing

Interventions Classification (NIC), intervensi keperawatan dari diagnosa distres spiritual salah

satunya adalah support spiritual. Definisi support spiritual adalah membantu pasien untuk

merasa seimbang dan berhubungan dengan kekuatan Maha Besar.

Adapun aktivitasnya meliputi :

buka ekspresi pasien terhadap kesendirian dan ketidakberdayaan,

beri semangat untuk menggunakan sumber-sumber spiritual, jika diperlukan,

siapkan artikel tentang spiritual, sesuai pilihan pasien,

tunjuk penasihat spiritual pilihan pasien,

gunakan teknik klarifikasi nilai untuk membantu pasien mengklarifikasi kepercayaan

dan nilai, jika diperlukan,

mampu untuk mendengar perasaan pasien,

berekspersi empati dengan perasaan pasien,

fasilitasi pasien dalam meditasi, berdo'a dan ritual keagamaan lainnya

dengarkan dengan baik-baik komunikasi pasien, dan kembangkan rasa pemanfaatan

waktu untuk berdo'a atau ritual keagamaan

yakinkan kepada pasien bahwa perawat akan dapat mensupport pasien ketika sedang

menderita

buka perasaan pasien terhadap keadaan sakit dan kematian, dan

bantu pasien untuk berekspresi yang sesuai dan bantu mengungkapkan rasa marah

dengan cara yang baik (McCloskey dan Bulechek, 2006).

5) Evaluasi

Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang ditetapkan pada fase

perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan asuhan

keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara umum pasien :

mampu beristirahat dengan tenang

mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan

menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama,

mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya, dan

menunjukkan afek positif, tanpa rasa bersalah dan kecemasan.