Kebutuhan Spiritual
-
Upload
wiky-wijaksana -
Category
Documents
-
view
181 -
download
8
description
Transcript of Kebutuhan Spiritual
KEBUTUHAN SPIRITUAL
Definisi spiritualitas
Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta,
tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu.
Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :
1. Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam
kehidupan,
2. Menemukan arti dan tujuan hidup,
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri,
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.
Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai
komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua
pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga
keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan
sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang
mempunyai wewenang atau kuasa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang
keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope), harapan merupakan
suatu konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, dan
perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang menyenangkan. Harapan juga
merupakan energi yang bisa memberikan motivasi kepada individu untuk mencapai suatu
prestasi dan berorientasi kedepan. Agama adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan
peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah mengenai
spiritualitasnya. Agama adalah suatu sistem ibadah yang terorganisir atu teratur.
Definisi spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan,
pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga
memberikan suatu perasaan yang berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri
sendiri), interpersonal (hubungan antara orang lain dengan lingkungan) dan transpersonal
(hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan ketuhanan yang
merupakan kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur spiritualitas meliputi kesehatan
spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual. Dimensi spiritual merupakan suatu
penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara unsur psikologikal, fisiologikal, atau fisik,
sosiologikal dan spiritual.
Kata spiritual sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk memahami
pengertian spiritual dapat dilihat dari berbagai sumber. Menurut Oxford English Dictionary,
untuk memahami makna kata spiritual dapat diketahui dari arti kata-kata berikut ini :
persembahan, dimensi supranatural, berbeda dengan dimensi fisik, perasaan atu pernyataan
jiwa, kekudusan, sesuatu yang suci, pemikiran yang intelektual dan berkualitas, adanya
perkembanga pemikiran danperasaan, adanya perasaan humor, ada perubahan hidup, dan
berhubngan dengan organisasi keagamaan. Sedangkan berdasarkan etimologinya, spiritual
berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara
berpikir dan bertingkah laku seseorang.
Berdasarkan konsep keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-
kata : makna, harapan, kerukunan, dan sistemkepercayaan (Dyson, Cobb, Forman,1997).
Dyson mengamati bahwa perawat menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan
dengan seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain dan dengan Tuhan. Menurut Reed
(1992) spiritual mencakup hubungan intra, inter, dan transpersonal. Spiritual juga diartikan
sebagai inti dari manusia yang memasuki dan mempengaruhi kehidupannya dan
dimanifestasikan dalam pemikiran dan perilaku serta dalam hubungannya dengan diri
sendiri, orang lain, alam ,dan Tuhan (Dossey & Guazetta, 2000).
Para ahli keperawatan menyimpilkan bahwa spiritual merupakan sebuah konsep yang
dapat diterapkan pada seluruh manusia. Spiritual juga merupakan aspek yang menyatu dan
universal bagi semua manusia. Setiap orang memiliki dimensi spiritual. Dimensi ini
mengintegrasi, memotivasi, menggerakkan, dan mempengaruhi seluruh aspek hidup
manusia.
Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan
keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson,
1989). Maka dapat disimpulkan kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari
arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan dan
kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf. Adapun adaptasi spiritual adalah
proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku yang didasarkan pada
keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama yang dianutnya (Asmadi,
2008: 258).
Hubungan spiritualitas, sehat dan sakit
hubungan adalah sesuatu yang begitu vital dan adalah sesuatu yang terjadi bahkan
tanpa usaha seperti hubungan keluarga. Tapi kemudian ada adalah hubungan yang juga
melibatkan usaha pada saat-saat seperti itu dari kemitraan dari berbagai jenis. Apapun itu,
sebagian besar hubungan membutuhkan usaha untuk dipertahankan dan tetap hidup, seperti
yang terlihat antara mitra. Semakin lama komitmen hubungan, semakin tampaknya perlu
upaya untuk tetap hidup. Tapi, satu hubungan yang perlu sedikit usaha dan melibatkan
paling sedikit komplikasi adalah hubungan spiritual. Hubungan spiritual tidak perlu hanya
berarti di antara para mitra tetapi dapat berupa hubungan yang mendalam, sangat
termotivasi dan dipandu oleh ikatan rohani. Memelihara hubungan spiritual bukan hanya
pencampuran fisik dan mental tetapi juga ikatan emosional yang mendalam dari tubuh dan
jiwa. Hubungan paling spiritual otomatis menemukan satu sama lain karena hukum tarik-
menarik. Hubungan seperti saling bertemu bukan hanya untuk pemuasan kebutuhan sendiri
fisik, emosi dan penuh perasaan, tetapi juga untuk mendukung satu dan lainnya dalam
pertumbuhan rohani. Jadi, tidak perlu bahwa hubungan spiritual harus menjadi super-halus
atau seperti yang ada di dongeng. Para manusia mungkin tidak menyadari kebutuhan jiwa
lain tapi diri sendiri lebih tinggi menyadari hal itu sepanjang waktu dan terus memberikan
makanan dan dukungan dalam segala cara untuk orang lainnya. Satu orang bahkan dapat
menempatkan sebuah situasi yang menantang dalam hubungan sehingga orang lain atau
keduanya menghadapinya dan mampu mengatasinya, sehingga mempercepat pertumbuhan
dan evolusi. Tapi mereka juga dapat menjadi salah satu hubungan terbaik yang bisa
memikirkan jika evolusi dari kedua jiwa telah mencapai tahap lebih tinggi. Hubungan
seperti itu sangat bergizi dan melibatkan jenis yang lebih tinggi dari makanan untuk satu
sama lain seperti menyediakan ruang yang independen, memiliki total penerimaan sama lain
terlepas dari apa pun yang mungkin ada kekurangan satu sama lain, menjadi benar-benar
tidak menghakimi atau non-kritis, mudah mengampuni satu sama lain dan membiarkan
pergi sangat mudah dari apa pun yang terjadi di antara mereka. Dalam hubungan tersebut,
masing-masing tidak mengekang kehendak bebas orang lain dan siap untuk menawarkan
dukungan dan bantuan dalam situasi apapun. Hubungan tersebut akan cenderung secara
alami memiliki friksi sangat kurang atau nihil sehingga mempromosikan pertumbuhan yang
lebih cepat dan hubungan yang lebih mendalam. Jika Anda merindukan hubungan tersebut,
Anda tidak perlu pergi keluar untuk berburu seperti itu tetapi Anda dapat membuatnya
sendiri. Ingat dengan demikian, Anda tumbuh dan juga memungkinkan orang lain untuk
tumbuh dan dengan demikian mengembangkan ikatan rohani yang besar. Sebagian besar
waktu, orang-orang yang kita temui atau datang di dalam hidup adalah hubungan spiritual
tetapi kita tidak dapat melihatnya karena kita mengharapkan terlalu banyak dari yang lain
dan biasanya ego tidak mudah membiarkan campuran ini ke dalam hubungan spiritual yang
sejati. Jadi, hubungan Anda sendiri dapat perlahan-lahan berubah menjadi hubungan
spiritual jika Anda mampu untuk melatih kesabaran, pemahaman lebih tinggi dari sekedar
pandangan manusia untuk hal-hal, menerima orang sebagai dia atau dia, membiarkan pergi
dengan cepat dari pelanggaran apapun atau terluka oleh tindakan pengampunan dan dengan
menjadi benar-benar tidak menghakimi tentang mereka. Hal-hal ini mungkin terlihat terlalu
sulit tetapi kenyataannya adalah bahwa ketika orang lain mulai menikmati hadiah-hadiah
dari Anda, mereka cepat atau lambat mulai reciprocating dengan cara yang sama sehingga
membuat hubungan spiritual yang sempurna
Perkembangan spiritual
Dari semua cabang ilmu kesehatan, ilmu kesehatan jiwa yang paling dekat dengan
agama, bahkan menurut Dadang Hawari (1996) terdapat titik temu antara kesehatan jiwa
dan agama. Pada prakteknya, ilmu pengetahuan dan agama saling menunjang. Seperti yang
dikatakan oleh Albert Einstein, ilmu pengetahuan tanpa agama bagaikan orang buta, tetapi
agama tanpa ilmu pengatahuan bagaikan orang lumpuh. Merujuk pada pentingnya
pengetahuan dan agama tersebut untuk jiwa yang sehat banyak penelitian dilakukan
diantaranya sebuah penelitian yang mengatakan kelompok yang tidak terganggu jiwanya
adalah yang mempunyai agama yang bagus dan sebaliknya.
Penelitian lain yang disebutkan dalam buku La Tahzan seseorang dinyatakan
usianya tinggal beberapa bulan, tetapi karena ia memilki koping yang baik berdasarkan
pengalaman agamanya, ia tetap bahagia menjalani hari-harinya dengan bernyanyi dan ceria,
membuat puisi-puisi yang indah. Ternyata orang tersebut mampu bertahan hingga bartahun-
tahun. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Pressman, dkk (1990) menunjukkan bahwa
wanita lanjut usia yang menderita farktur tulang pinggul yang kuat religi dan pengalaman
agamanya, ternyata lebih kuat mental dan kurang mengeluh, depresi, dan lebih cepat
berjalan daripada yang tidak mempunyai komitmen agama.Dari hal-hal tersebut diatas dapat
dikatakan dimensi spiritual menjadi hal penting sebagai terapi kesehatan.
Spiritual itu sendiri merupakan komitmen tertinggi individu, prinsip yang paling
komprehensif tentang argumen yang sangat kuat terhadap pilihan yang dibuat dalam hidup
(farran et al 1989 dalam potter & perry, 2005). Sedangkan keyakinan spiritual adalah
keyakinan dalam hubungannya dengan yang maha kuasa & maha pencipta. Sebagai contoh
seseorang yang percaya pada Allah sebagai pencipta atau sebagai maha kuasa (hamid,
2008). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa spiritual merupakan suatu
keyakinan didalam diri yang berasal dari nilai-nilai ketuhanan dan nilai luhur dari yang
diyakini dan dijadikan sebagai sumber kekuatan untuk menghadapi masalah dan ketenangan
hidup.
Kesehatan spiritual merupakan keharmonisan antara individu dengan orang lain,
alam dan kehidupan tertinggi. Keharmonisan ini dicapai ketika seseorang menemukan
keseimbangan antara nilai, tujuan dan sistem keyakinan mereka dengan hubungan mereka
didalam diri dan dengan orang lain. Setiap individu mempunyai tiga kebutuhan yang harus
dipenuhi untuk mencapai sehat spiritual yaitu:
Kebutuhan akan arti dan tujuan hidup
Kebutuhan untuk mencintai dan berhubungan
Kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan
Spiritual dan kehidupan individu memiliki hubungan yang sangat kuat. Spiritual
yang tinggi akan meningkatkan pemahaman hidup individu tersebut. Pemahaman hidup
individu tersebut terlihat dari dua domain spiritual dalam individu yaitu: semangat hidup
dan harapan hidup. Pengakjian dan intervensi spiritual mampu meningkatkan semangat
hidup dan harapan hidup pasien, kedua hal ini menjadikan individu dapat mengatasi
masalahnya dalam memenuhi kebutuhan akan kesehatan, mencari bantuan kesehatan atau
sikap patuh terhadap anjuran minum obat secara teratur.
Perawat yang bekerja di garis terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan
manusia termasuk juga kebutuhan spiritual klien. Perawat yang mempunyai tugas
memenuhi kebutuhan spiritual klien penting sekali mengetahui tahap perkembangan
spiritual dari manusia, agar tepat dalam memberikan asuhannya. Tahap perkembangan
spiritual ini dimulai dari lahir sampai meninggal. Didalam laporan tugas mandiri ini saya
hanya akan membahas mengenai perkembangan aspek spiritual pada remaja (12-18 tahun),
dewasa muda, dewasa pertengahan, dewasa akhir dan lanjut usia.
a) Remaja (12-18 tahun)
Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti dan tujuan hidup, Menggunakan
pengetahuan misalnya untuk mengambil keputusan saat ini dan yang akan datang.
Kepercayaan berkembang dengan mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan
kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau menerimanya. Secara alami, mereka
dapat bingung ketika menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten. Pada tahap
ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya daripada keluarga. Tetapi keyakinan
yang diambil dari orang lain biasanya lebih mirip dengan keluarga, walaupun mereka protes
dan memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini merupakan tahap paling sulit karena orang
tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali
muncul konflik orang tua dan remaja.
b) Dewasa muda (18-25 tahun)
Pada tahap ini individu menjalani proses perkembangannya dengan melanjutkan
pencarian identitas spiritual, memikirkan untuk memilih nilai dan kepercayaan mereka yang
dipelajari saaat kanak-kanak dan berusaha melaksanakan sistem kepercayaan mereka
sendiri. Spiritual bukan merupakan perhatian utama pada usia ini, mereka lebih banyak
memudahkan hidup walaupun mereka tidak memungkiri bahwa mereka sudah dewasa.
c) Dewasa pertengahan (25-38 tahun)
Dewasa pertenghan merupakan tahap perkembangan spiritual yang sudah benar-
benar mengetahui konsep yang benar dan yang salah, mereka menggunakan keyakinan
moral, agama dan etik sebagai dasar dari sistem niali. Mereka sudah merencanakan
kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap kepercayaan dan nilai
spiritual
d) Dewasa akhir (38-65 tahun)
Periode perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan untuk instropeksi dan
mengkaji kembali dimensi spiritual, kemampuan intraspeksi ini sama baik dengan dimensi
yang lain dari diri individu tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini kebutuhan ritual
spiritual meningkat.
e) Lanjut usia (65 tahun sampai kematian)
Pada tahap perkembangan ini, menurut Haber (1987) pada masa ini walaupun
membayangkan kematian mereka banyak menggeluti spiritual sebagai isu yang menarik,
karena mereka melihat agama sebagai faktor yang mempengaruhi kebahagian dan rasa
berguna bagi orang lain. Riset membuktikan orang yang agamanya baik, mempunyai
kemungkinan melanjutkan kehidupan lebih baik. Bagi lansia yang agamanya tidak baik
menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa tidak berharga, tidak dicintai, ketidakbebasan
dan rasa takut mati. Sedangkan pada lansia yang spiritualnya baik ia tidak takut mati dan
dapat lebih mampu untuk menerima kehidupan. Jika merasa cemas terhadap kematian
disebabkan cemas pada proses bukan pada kematian itu sendiri.
Dimensi spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan manusia. Karena
setiap individu pasti memiliki aspek spiritual, walaupun dengan tingkat pengalaman dan
pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan mereka yang mereka
percaya. Setiap fase dari tahap perkembangan individu menunjukkan perbedaan tingkat atau
pengalaman spiritual yang berbeda.
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan spiritual
Menurut Taylor & Craven (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual seseorang
adalah:
1. Tahap perkembangan seseorang
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat negara berbeda,
ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang
yang berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak.
1. Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. Hal yang
penting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua pada anak tentang Tuhan, tetapi apa
yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, diri sendiri dari perilaku orang tua
mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama
anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, maka pandangan anak ada umumnya
diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan saudara dan orang tua.
2. Latar belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan budaya. Pada
umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar
pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk nilai moral dari hubungan keluarga.
Akan tetapi perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem kepercayaan yang
dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual unik bagi setiap individu.
3. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat mempengaruhi
spiritual seseorang. Pengalaman hidup yang menyenangkan seperti pernikahan,
kelulusan, atau kenaikan pangkat menimbulkan syukur pada Tuhan. Peristiwa buruk
dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan pada manusia untuk menguji
imannya.
4. Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis sering
dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan,
kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka
keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat
dibandingkan dengan pasien yang berpenyakit tidak terminal.
5. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat individu terpisah atau
kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari
juga berubah antara lain tidak dapat menghadiri acara sosial, mengikuti kegiatan agama
dan tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman yang biasa memberikan
dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual beresiko
terjadinya perubahan fungsi spiritual.
6. Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk
menunjukkan kebesaranNya walaupun ada juga agama yang menolak intervensi
pengobatan. Prosedur medis seringkali dapat dipengaruhi oleh ajaran agama seperti
sirkumsisi, transplantasi organ, sterilisasi,dll. Konflik antara jenis terapi dengan
keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.
Individu yang membutuhkan bantuan spiritual
Individu sebagai makhluk spiritual mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sempurna dibanding makhluk ciptaan lainnya.b. Memiliki rohani/jiwa yang sempurna (akal, pikiran, perasaan dan kemauan).c. Individu diciptakan sebagai khalifah (penguasa dan pengatur kehidupan) dimuka bumi.d. Terdiri atas unsur bio-psiko-sosial yang utuh (Ali H.Z, 2002: 43).
Beberapa orang yang membutuhkan bantuan spiritual antara lain :
a. Pasien kesepianPasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan membutuhkan bantuan spiritual karena mereka merasakan tidak ada kekuatan selain kekuatan Tuhan, tidak ada yang menyertainya selain Tuhan.
b. Pasien ketakutan dan cemasAdanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan perasaan kacau, yang dapat membuat pasien membutuhkan ketenangan pada dirinya dan ketenangan yang paling besar adalah bersama Tuhan (Asmadi, 2008: 26).
Adapun tanda-tanda yang dapat diperhatikan pada klien yang mengalami kecemasan :
1) Cemas ringanKecemasan normal yang berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Respon cemas ringan seperti sesekali bernafas pendek, nadi meningkat, tekanan darah naik, bibir bergetar, tidak dapat duduk dengan tenang dan tremor halus pada tangan.
2) Cemas sedangDitandai dengan persepsi terhadap masalah menurun sehingga individu kehilanganpegangan tetapi dapat mengikuti pengarahan dari orang lain. Respon cemas sedang biasanya meliputi sering bernafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, gelisah, tidak mampu menerima rangsangan, susah tidur dan perasaan tidak enak.
3) Cemas beratPada tingkat ini lahan persepsi menjadi sangat sempit dimana individu tidak dapat memecahkan masalah atau mempelajari masalah. Respon kecemasan yang timbul misalnya nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, sakit kepala, tidak mampu menyelesaikan masalah.
4) Panik
Pada tingkat ini, lahan persepsi telah terganggu sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun telah diberikan pengarahan. Respon panik seperti nafas pedek, rasa tercekik, pucat, lahan persepsi sangat sempit, tidak dapat berfikir logis (Tarwoto & Wartonah, 2003: 98-99).
c. Pasien menghadapi pembedahanMenghadapi pembedahan adalah sesuatu yang sangat mengkhawatirkan karena akan timbul perasaan antara hidup dan mati. Pada saat itulah keberadaan pencipta dalam hal ini adalah Tuhan sangat penting sehingga pasien selalu membutuhkan bantuan spiritual.
d. Pasien yang harus mengubah gaya hidupPerubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih membutuhkan keberadaan Tuhan (kebutuhan spiritual). Pola gaya hidup dapat membuat kekacauan keyakinan bila ke arah yang lebih buruk, maka pasien akan lebih membutuhkan dukungan spiritual (Asmadi, 2008: 256).
Masalah – masalah pada kebutuhan spiritual
Masalah yang sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual adalah distress spiritual, yang merupakan suatu keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan, yang ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual, mengungkapkan adanya keraguan dalam sistem kepercayaan, adanya keraguan yang berlebihan dalam mengartikan hidup, mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian dan sesudah hidup, adanya keputusan, menolak kegiatan ritual dan terdapat tanda-tanda seperti menangis, menarik diri, cemas dan marah, kemudian ditunjang dengan tanda-tanda fisik seperti nafsu makan terganggu, kesulitan tidur dan tekanan darah meningkat (Hidayat, 2006: 27).
Proses keperawatan pada Masalah – masalah pada kebutuhan spiritual
PROSES KEPERAWATAN KEBUTUHAN SPIRITUAL
Berikut ini akan diuraikan mengenai proses keperawatan pada aspek spiritual (Hamid, 2000):
1) Pengkajian
Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal yang penting yaitu dilakukan setelah pengkajian
aspek psikososial pasien. Pengkajian aspek spiritual memerlukan hubungan interpersonal yang
baik dengan pasien. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya dilakukan setelah perawat dapat
membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau dengan orang terdekat dengan pasien, atau
perawat telah merasa nyaman untuk membicarakannya.
Pengkajian yang perlu dilakukan meliputi:
a) Pengkajian data subjektif
Pedoman pengkajian yang disusun oleh Stoll (dalam Kozier, 2005) mencakup:
konsep tentang ketuhanan
sumber kekuatan dan harapan
praktik agama dan ritual, dan
hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.
b) Pengkajian data objektif
Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang meliputi pengkajian afek
dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal dan lingkungan. Pengkajian data
objektif terutama dilakukan melalui observasi, Pengkajian tersebut meliputi:
Afek dan sikap
Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, apatis atau
preokupasi?
Perilaku
Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau buku
keagamaan? dan apakah pasien seringkali mengeluh, tidak dapat tidur, bermimpi
buruk dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai
atau mengekspresikan kemarahannya terhadap agama?.
Verbalisasi
Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau topik keagamaan lainnya?,
apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka agama? dan apakah pasien
mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematian?
Hubungan interpersonal
Siapa pengunjung pasien? bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung? apakah
pemuka agama datang mengunjungi pasien? Dan bagaimana pasien berhubungan
dengan pasien yang lain dan juga dengan perawat?
Lingkungan
Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah lainnya? apakah
pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan dan apakah pasien
memakai tanda keagamaan (misalnya memakai jilbab?).
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual menurut North American
Nursing Diagnosis Association adalah distres spiritual (NANDA, 2006). Pengertian dari distres
spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan
hidup seseorang dihubungkan dengan din, orang lain, seni, musik, literature, alam, atau kekuatan
yang lebih besar dari dirinya (NANDA,2006).
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2006) batasan karakteristik
dari diagnosa keperawatan distres spiritual adalah 1) berhubungan dengan diri, meliputi;
mengekspresikan kurang dalam harapan, arti dan tujuan hidup, kedamaian, penerimaan,
cinta, memaafkan diri, dan keberanian. Kedua marah, ketiga rasa bersalah, dan keempat
koping buruk.
Berhubungan dengan orang lain, meliputi; menolak berinteraksi dengan pemimpin agama,
menolak berinteraksi dengan teman dan keluarga, mengungkapkan terpisah dari sistem
dukungan, mengekspresikan terasing.
Berhubungan dengan seni, musik, literatur dan alam, meliputi; tidak mampu
mengekspresikan kondisi kreatif (bernyanyi, mendengar / menulis musik), tidak ada
ketertarikan kepada alam, dan tidak ada ketertarikan kepada bacaan agama.
Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya, meliputi; tidak mampu ibadah, tidak
mampu berpartisipasi 'alam aktifitas agama, mengekspresikan ditinggalkan atau marah
kepada Tuhan, tidak mampu untuk mengalami transenden, meminta untuk bertemu
pemimpin agama, perubahan mendadak dalam praktek keagamaan, tidak mampu
introspeksi dan mengalami penderitaan tanpa harapan. Menurut North American Nursing
Diagnosis Association (NANDA, 2006) faktor yang berhubungan dari diagnosa
keperawatan distress spiritual adalah; mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan
sosial, cemas, deprivasi/kurang sosiokultural, kematian dan sekarat diri atau orang lain,
nyeri, perubahan hidup, dan penyakit kronis diri atau orang lain.
3) Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan teridentifikasi, selanjutnya perawat
dan pasien menyusun kriteria hasil dan rencana intervensi. Tujuan asuhan keperawatan pada
pasien dengan distres spiritual difokuskan pada menciptakan lingkungan yang mendukung
praktek keagamaan dan kepercayaan yang biasanya dilakukan. Tujuan ditetapkan secara
individual dengan mempertimbangkan riwayat pasien, area beresiko, dan tanda-tanda disfungsi
serta data objektif yang relevan.
Menurut (Kozier, 2005) perencanaan pada pasien dengan distres spiritual dirancang untuk
memenuhi kebutuhan spiritual pasien dengan:
membantu pasien memenuhi kewajiban agamanya,
membantu pasien menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara yang lebih
efektif untuk mengatasi situasi yang sedang dialami,
membantu pasien mempertahankan atau membina hubungan personal yang dinamik
dengan Maha Pencipta ketika sedang menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan,
membantu pasien mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang dihadapinya
meningkatkan perasaan penuh harapan, dan
memberikan sumber spiritual atau cara lain yang relevan.
4) Implementasi
Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan melakukan prinsip-
prinsip kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut :
periksa keyakinan spiritual pribadi perawat
fokuskan perhatian pada persepsi pasien terhadap kebutuhan spiritualnya
jangan beranggapan pasien tidak mempunyai kebutuhan spiritual
mengetahui pesan non verbal tentang kebutuhan spiritual pasien
berespon secara singkat, spesifik, dan aktual
mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati masalah
pasien,
membantu memfasilitasi pasien agar dapat memenuhi kewajiban agama
memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit.
Pada tahap implementasi ini, perawat juga harus memperhatikan 10 butir kebutuhan dasar
spiritual manusia seperti yang disampaikan oleh Clinebell (Hawari, 2002) yang meliputi:
kebutuhan akan kepercayaan dasar
kebutuhan akan makna dan tujuan hidup
kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian
kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan hubungan
dengan Tuhan
kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa
kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri
kebutuhan akan rasa aman terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa depan
kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin. tinggi sebagai pribadi
yang utuh
kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama manusia
kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilai-nilai religius.
Perawat berperan sebagai communicator bila pasien menginginkan untuk bertemu dengan
petugas rohaniawan atau bila menurut perawat memerlukan bantuan rohaniawan dalam
mengatasi masalah spirituahiya. Menurut McCloskey dan Bulechek (2006) dalam Nursing
Interventions Classification (NIC), intervensi keperawatan dari diagnosa distres spiritual salah
satunya adalah support spiritual. Definisi support spiritual adalah membantu pasien untuk
merasa seimbang dan berhubungan dengan kekuatan Maha Besar.
Adapun aktivitasnya meliputi :
buka ekspresi pasien terhadap kesendirian dan ketidakberdayaan,
beri semangat untuk menggunakan sumber-sumber spiritual, jika diperlukan,
siapkan artikel tentang spiritual, sesuai pilihan pasien,
tunjuk penasihat spiritual pilihan pasien,
gunakan teknik klarifikasi nilai untuk membantu pasien mengklarifikasi kepercayaan
dan nilai, jika diperlukan,
mampu untuk mendengar perasaan pasien,
berekspersi empati dengan perasaan pasien,
fasilitasi pasien dalam meditasi, berdo'a dan ritual keagamaan lainnya
dengarkan dengan baik-baik komunikasi pasien, dan kembangkan rasa pemanfaatan
waktu untuk berdo'a atau ritual keagamaan
yakinkan kepada pasien bahwa perawat akan dapat mensupport pasien ketika sedang
menderita
buka perasaan pasien terhadap keadaan sakit dan kematian, dan
bantu pasien untuk berekspresi yang sesuai dan bantu mengungkapkan rasa marah
dengan cara yang baik (McCloskey dan Bulechek, 2006).
5) Evaluasi
Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang ditetapkan pada fase
perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan asuhan
keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara umum pasien :
mampu beristirahat dengan tenang
mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan
menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama,
mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya, dan
menunjukkan afek positif, tanpa rasa bersalah dan kecemasan.