Kebudayaan islam.docx
-
Upload
sahrul-ramadana -
Category
Documents
-
view
8 -
download
1
description
Transcript of Kebudayaan islam.docx
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Kebudayaan dalam Islam
J. Verkuyl mengatakan bahwa kebudayan berasal dari bahasa Sanksekerta, yakni budaya,
bentuk jamak dari budi yang berarti roh atau akal. Kata “kebudayaan” berarti segala sesuatu
yang diciptakan oleh manusia.
Kebudayaan menurut para ahli
1. E.B. Taylor, mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan kompleks yang di dalamnya
terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan
kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
2. R. Lintonn, mendefinisikan kebudayaan sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dari
hasil tingkah laku yang unsur-unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota dari
masyarakat tertentu.
3. S.T. Alisahbana, mendifinisikan kebudayaan adalah manisfestasi suatu bangsa.
4. Dr.M. Hatta, mendefinisikan kebudayaan adalah ciptaan hidup suatu bangsa.
5. Prof.Dr.Koentjaraningrat, mendefinisikan kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari
kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkan dengan
belajar dan yang semuanya tersusun dalamkehidupan masyarakat.
(Munthoha dkk, 1998: 8)
Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa kebudayaan melekat dengan diri manusia, artinya akan
kebudayaan. Kebudayaan itu lahir bersama dengan kelahiran manusia itu sendiri. (Tim Depag
RI, 2004: 165).
Secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal, berupa:
1. Cipta : kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia hal yang ada dalam pengalamannya
secara lahir dan batin. Hasil cipta berupa berbagai ilmu pengetahuan.
2. Karsa : kerinduan manusia untuk menyadari tentang asal-usul manusia sebelum lahir dan ke
mana manusia sesudah mati. Hasilnya berupa norma-norma dan kepercayaan. Kemudian timbul
bermacam-macam agama karena kesimpulan manusia juga bemacam-macam.
3. Rasa : kerinduan manusia akan keindahan sehingga menimbulkan dorongan untuk
menikmatinya. Manusia pada dasarnya selalu merindukan keindahan dan menolak keburukan
atau kejelekan.
Hasil budaya manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Kebudayan jasmaniyah (kebudayaan fisik) seperti benda-benda ciptaan manusia, misalnya alat
perlengkapan hidup.
2. Kebudayaan rohaniah (non material) yaitu hasil ciptaan yang tidak dapat dilihat dan diraba,
seperti agama, ilmu pengetahuan, bahasa dan seni. (Muntoha dkk, 1998:24)
Kebudayaan adalah milik khas manusia, bukan ciptan binatang ataupun tanaman yang tidak
mempunyai akal budi. Binatang memang mempunyai tingkah laku tertentu menurut naluri
bawaannya yang berguna untuk memelihara kelangsungan hidupnya, tetapi binatang tidak
mempunyai kebudayaan. (Faisal Ismail, 1997:24). Al-Quran memandang kebudayaan sebagai
suatu proses dan meletakkan kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia. Ia tidak mungkin
lepas dari nilai-nilai kemanusiaan, tapi bisa jadi lepas dari nilai-nilai ketuhanan.
Dalam perkembangan kebudayaan perlu bimbingan wahyu dan aturan-aturan yang mengikat
agar tidak terperangkap oleh ambisi yang bersumber dari nafsu hewani dan berdampak
merugikan diri sendiri. Dalam hal ini agama berfungsi sebagai pembimbing manusia dan
mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau
peradaban Islam.
Hasil perkembangan kebudayaan yang dilandasi oleh nilai-niai ketuhanan disebut dengan
kebudayaan Islam, dimana fungsi agama akan berperan semakin jelas. Ketika perkembangan
dan dinamika kehidupan umat manusia mengalami kebekuan karena keterbatasan kemampuan
dalam memecahkan persoalan hidup. Kondisi semacam ini dipandang perlu unruk
menggunakan bimbingan wahyu.
Kebudayaan akan terus berkembang, tidak akan berhenti selama masih ada kehidupan
manusia. Segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas dan kreativitas manusia baik dalam
konteks hubungan dengan sesama maupun dengan alam lingkungannya, akan selalu berkaitan.
Hal ini berarti manusia sebagai makhluk budaya dan makhluk sosial tidak akan pernah berhenti
dari aktivitasnya dan tidak bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain. Kebudayan akan berhenti
ketika manusia sudah tidak lagi menggunakan akal budinya. ( Tim Depag RI, 2004 : 166 )
B. Prinsip-Prinsip Kebudayaan Islam
Kebudayaan Islam bukan kebudayaan yang diciptakan oleh orang Islam, tetapi kebudayaan
yang bersumber dari ajaran Islam atau kebudayaan yang bersifat Islami.
Prinsip-prinsip kebudayaan dalam Islam merujuk pada sumber ajaran Islam yaitu:
1. Menghormati akal. Manusia dengan akalnya bisa membangun kebudayaan baru.
Kebudayaan Islam tidak akan menampilkan hal-hal yang dapat merusak manusia. dijelaskan
dalam Qs, Ali-Imran, 3:190 yang artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan
pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang yang berakal”.
1. Memotivasi untuk menuntut dan mengembangkan ilmu. Firman Allah Swt :”Allah akan
mengangkat (derajad) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu
beberapa derajad” (Qs, aL-Mujadalah, 58:11).
2. Menghindari taklid buta. Kebudayaan Islam hendaknya mengantarkan umat manusia untuk tidak
menerima sesuatu sebelum diteliti. Sebagaimana telah difirmankan Allah Swt: “Dan janganlah
kamu mengikuti dari sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan
hati nurani semua itu akan dimintai pertanggungjawaban” (QS, al-Isra, 17:36).
3. Tidak membuat pengrusakan. Firman Allah Swt: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.
Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan” (Qs, al-Qhasash, 28:77).
Islam membagi kebudayaan menjadi tiga macam :
1. 1. Kebudayaa yang tidak bertentangan dengan Islam. Dalam kaidah fiqih disebutkan : “al-
Adatu-muhakkamatun” artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang
merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum.
Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada
ketentuannya dalam syariat Islam.
2. 2. Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam, kemudian
direkonstruksi sehingga menjadi kebudayaan Islami.
3. 3. Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya Ngaben yang dilakukan
oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana
yang meriah dan gegap gempita, dan secara besar-besaran. Umat Islam tidak boleh
mengikutinya bahkam Islam melarangnya karena kebudayaan seperti itu merupakan
kebudayaan yang tidak mengarah kepada kemajuan adab, dan persatuan, serta tidak
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia, sebaliknya justru merupakan kebudayaan
yang menurunkan derajat kemanusiaan. Karena mengandung ajaran yang menghambur-
hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia yang sudah
meninggal dunia (Ahmadzain, 2006/12/08).
4. C. Sejarah Intelektual Islam
Pada masa awal perkembangan Islam, sistem pendidikan dan pemikiran yang sistematis belum
terselenggara karena ajaran Islam tidak diturunkan sekaligus. Namun ayat Al-Quran yang
pertama kali turun dengan jelas meletakkan fondasi yang kokoh atas pengembangan ilmu dan
pemikiran dalam Islam. Sejarah intelektual Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga masa :
1. Masa Klasik, yang terjadi antara tahun 650-1250 M.
Pada masa ini kemajuan umat Islam dimulai sejak dilakukannya ekspansi oleh dinasti Ummayah.
Ekspansi ini menimbulkan pertemuan dan persatuan berbagai bangsa, suku dan bahasa, yang
menimbulkan kebudayaan dan peradaban yang baru.
1. Dalam bidang hukum Islam, muncul ulama mazhab seperti Imam Hanafi, Imam Syafi’i, dan Imam
Malik.
2. Dalam bidang filsafat, muncul AL-Kindi (801), sebagai filosof Arab pertama, yang berharap agar
kaum muslimin menerima filsafat sebagai bagian kebudayaan Islam, sebab filsafat tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Al-Razi (865) dan al-Farabi (870), mereka dikenal sebagai
pembangun utama sistem filsafat dalam Islam. Ibnu Miskawaih (930) merupakan pemikir
terkenal tentang pendidikan akhlak, karyanya yang terkenal adalah Tahdzib al-Akhlaq. Tahun
1037 muncul Ibnu Sina, Ibnu Bajjah pada tahun 1138, Ibnu Thufail pada tahun 1147, dan Ibnu
Rusyd pada tahun 1126. Pada masa klasik seorang raja dynasty abbasyah, yaitu al-Ma’mun
(813-833) terkenal sebagai raja yang cendekiawan, karena perhatiannya terhadap ilmu
pengetahuan sangat besar. Selain itu dinasti Umayyah di Spanyol yang didirikan Abdurrahman,
yang lolos dari kejaran Bani Abbasiyah pada tahun 750 M. mendirikan pusat pemerintahan di
Cordova, masjid, universitas, dan perpustakaan yang berisi ribuan buku sebagai pusat
pengembangan budaya islam.
Di Mesir seorang Jenderal kekhalifahan Fathimiyah yang bernama Jasuhar as-Saqili, mendirikan
masjid al-Azhar di Cairo pada tahun 972 M, yang kemudian menjadi Universitas al-Azhar.
Disamping itu didirikan juga Darul Hikmah sebagai pusat kegiatan pengembangan ilmu
pengetahuan. (Sudrajat Ajat, 2008:228)
1. Masa Pertengahan (1250-1800)
1. Kemajuan dan Kemunduran Khilafah Abbasiyah
Kamajuan dalam hal ini mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat karena
beberapa faktor seperti:
1. Faktor Politik
1. Pindahnya ibu kota negara dari syam ke Irak dan Baghdad. Baghdad pada masa itu merupakan
kotayang paling tinggi kebudayaannya.
2. Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintah dan istana.
3. Faktor Sosiografi
1. Meningkatkan kemakmuran umat islam pada waktu itu.
2. Luasnya wilayah kekuasan islam menyababkan banyak orang Persia dan Romawi yang masuk
islam kemudian menjadi muslim yang taat. Hal ini menyebabkan perkawinan campuran yang
melahirkan keturunan yang tumbuh memadukan kebudayaan yang berbeda.
3. Aktivitas Ilmiah
1. Penyusunan buku-buku ilmiah, berjalan melalui tiga fase yaitu pertama adalah pencatatan
pemikiran atau hadis atau hal-hal lain pada kertas kemudian dirangkap. Kedua pembukuan dan
yang ketiga penyusunan dan pengaturan kembali buku.
2. Penerjemahan merupakan aktivitas yang paling besar peranannya dalam mentrasfer ilmu
pengetahuan yang berasal dari buku-buku bahasa asing ke dalam bahasa Arab.
3. Setelah penerjemahan dilakukan penjelasan dan pengeditan.
4. Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Kemajuan ilmu agama yaitu ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu kalam dan ilmu fikih, serta kamajuan ilmu
umum.
(Munthoha dkk, 1998:36)
1. Kemunduran
Islam mengalami masa kemunduran karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam. Filsafat oleh
sebagian ulama dianggap sebagai penyebab pendangkalan dalam islam.akibat menjauhnya
umat Islam dari filsafat timbul kecenderungan akal yang dipertentangkan dengan wahyu, iman
dengan ilmu, dunia dengan akhirat. Awal kemunduran ilmu pengetahuan dan filsafat dalam Islam
yaitu adanya perdebatan di kalangan para filosof muslim, juga terjadi terjadi perdebatan diantara
fuqoha (ahli fiqih) dengan para teolog (ahli ilmu kalam). Pemikiran yang berkembang saat itu
adalah pemikiran dikotomis yang membedakan agama dengan ilmu, dan urusan dunia dengan
akhirat. (Sudrajat Ajat, 2008:229)
1. Masa Modern
Periode ini merupakan masa kebangkitan umat Islam. Mereka menyadari ketertinggalannya
dengan barat. Ini disebabkan karena umat Islam meninggalkan tradisi klasik, yang kemudian
diadopsi dan dikembangkan oleh barat.
Para penguasa, ulama dan intelektual muslim mulai mencari jalan untuk mengembalikan umat
Islam ke zaman kejayaan yaitu dengan cara:
1. Memurnikan ajaran Islam dari unsur-unsur yang menjadi penyebab kemunduran umat Islam.
2. Menyerap pengetahuan barat untuk mengimbangi pengetahuan mereka.
3. Melepaskan diri dari penjajahan bangsa barat.
Dalam prakteknya tidak semua alternative diterima oleh umat Islam. Karena dari sisi pemikiran,
realitas yang terjadi adalah umat Islam cenderung menjadi imitator, bahkan aplikator model
barat. Di samping itu dalam konteks pembangunan social politik dan ekonomi Negara-negara
yang mayoritas penduduknya beragama Islam tidak bisa lepas dari konteks makro yaitu barat
sebagai decisiom maker nya dan yahudi sebagai pengendalinya. Namun upaya untuk maju akan
terus dilakukan oleh umat Islam.
D. Masjid sebagai Pusat Peradaban Islam
Secara etimologi, masjid adalah tempat untuk sujud. Secara terminologi, masjid diartikan
sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti luas (Muhaimin dan Abdul
Mujib, 1993:295).
Pada umumnya, masjid dipahami oleh masyarakat sebagai tempat ibadah khusus, seperti
sholat. Padahal, masjid di jaman Nabi Muhammad saw berfungsi sebagai pusat peradaban. Oleh
sebab itu, masjid oleh umat Islam dijadikan sebagai simbol persatuan umat. Sejak Nabi
Muhammad saw mendirikan masjid pertama kali, fungsi masjid masih orisinil kokoh sebagai
pusat peribadatan dan peradaban.
Menurut Athiyah al-Abrasyi, umat Islam telah memanfaatkan masjid untuk tempat ibadah dan
sebagai lembaga pendidikan dan pengetahuan Islam dan pendidikan keagamaan, di mana
dipelajari kaidah-kaidah Islam, hukum-hukum agama, sebagai tempat pengadilan, sebagai
tempat pertemuan bagi pemimpin-pemimpin militer, dan bahkan sebagai istana tempat
menerima duta asing. Pendek kata masjid dijadikan sebagai pusat kerohanian dan sosial politik.
(Athiyah al-Abrasyi, 1984:58).
Namun, kondisi masjid-masjid saat ini sudah sangat berbeda. Fungsi masjid mulai menyempit,
orang banyak menggunakan masjid hanya untuk ibadah-ibadah ritual semata. Fungsi masjid
dapat lebih efektif jika di dalamnya disediakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan, seperti :
1. Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan berbagi disiplin ilmu.
2. Ruang diskusi, yang digunakan untuk berdiskusi sebelum atau sesudah sholat berjama’ah.
3. Ruamg kuliah, yang bisa juga digunakan untuk pelatihan-pelatihan remaja masjid
(Muhaimin & Abdul Mujib, 1993:296).
Dilihat dari pertumbuhannya, jumlah masjid di Indonesia dari tahun ke tahun kian bertambah.
Tetapi secara jujur diakui bahwa fungsionalisasinya belum optimal. Salah satu jalan untuk
memfungsikannya secara maksimal adalah dengan menumbuhkan kesadaran umat akan
pentingnya peranan masjid untuk mencerdaskan dan mensejahterakan jama’ahnya. Peran
masjid perlu dioptimalkan. Sebab, menurut Islam masjid mempunyai fungsi utama yang bertitik
pusat kepada pusat pembinaan umat manusia, yaitu sebagai pusat ibadah ritual dan ibadah
sosial (Sudrajat Ajat, 2008:232).
BAB III
KESIMPULAN
Kebudayaan tidak diperoleh manusia sebagai warisan atau generatif (biologis), namun hanya
mungkin diperoleh dengan belajar dari masyarakat. Tanpa masyarakat manusia akan mengalami
kesulitan dalam membentuk budaya. Sebaliknya, tanpa budaya manusia tidak dapat
mempertahankan kehidupannya. Justru dengan adanya kebudayaan dapat digunakan untuk
membedakan manusia dengan hewan.
Hasil perkembangan kebudayaan dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan yang disebut dengan
kebudayaan Islam, di mana fungsi agama akan berperan semakin jelas. Kebudayaan tersebut
berkembang menjadi sebuah peradaban islam sampai sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Sudrajat, Ajat dkk. 2009. Din Al-Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum.
Yogyakarta: UNY Press.
Munthoha dkk. 1998. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: UII Press.