kebijakan terorisme

2
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), pada pasal 1 ayat (3) dinyatakan secara tegas bahwa “Indonesia adalah Negara hokum”. Konsekuensi logis sebagai Negara hokum adalah mampu mewujudkan supremasi hokum sebagai salah satu prasyarat bagi suati Negara hokum. Salah satu tugas penting dalam penyelenggaraan Negara adalah menentukan kebijakan hokum guna dijadikan dasar dalam pengendalian aktivitas Negara sebagai pengejawantahan dari tujuan yang ingin di capainya. Salah satu perbuatan yang sekarang merupakan tindak pidana yang harus diwaspadai dan mendapat perhatian dari Negara dan dunia internasional adalah tindak pidana terorisme. Penelitian ini menjadi penting karena hingga saat ini penanggulangan terorisme di Indonesia masih menggunakan Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Undang- Undang RI Nomor 16 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme pada peristiwa peledakan Bom di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 yang pendekatannya hanya menggunakan sarana penal belum sepenuhnya mampu menanggulangi berkembangnya terorisme di Indonesia, serta menimbulkan berbagai kecenderungan terjadinya pelanggaran hokum dan HAM yang dilakukan oleh aparat penegak hokum. Sejak terjadinya aksi terorisme di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002, Indonesia mengalami kekosongan hukum dalam menangani perkara terorisme, karena belum memiliki undang-undang tentang terorisme. Guna menjaga citra dan kewibawaan pemerintah dimata masyarakat dunia, maka dengan tergesa-gesa disusun dan diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Perpu Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Terorisme pada peristiwa Peledakan Bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002. Setahun kemudian kedua Perpu itu disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan TIndak PIdana Terorisme dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Terorisme pada peristiwa peledakan bom di bali pada tanggal 12 Oktober 2002. Dari penelitian diketahui bahwa dalam implementasinya mengandung banyak kelemahan hokum, sehingga menimbulkan berbagai penafsiran dan polemik hokum yang harus dicari solusinya. Terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang membutuhkan penanganan dengan mendayagunakan cara-cara yang luar biasa. Terorisme di Indonesia memiliki kekhasan yang tidak dapat disamakan dengan terrorisme di negara2 lain didunia. Untuk efektifitasnya penangggulangan teorisme di Indonesia diperlukan pembaharuan atas

description

pidana khusus

Transcript of kebijakan terorisme

Page 1: kebijakan terorisme

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), pada pasal 1 ayat (3) dinyatakan secara tegas bahwa “Indonesia adalah Negara hokum”. Konsekuensi logis sebagai Negara hokum adalah mampu mewujudkan supremasi hokum sebagai salah satu prasyarat bagi suati Negara hokum. Salah satu tugas penting dalam penyelenggaraan Negara adalah menentukan kebijakan hokum guna dijadikan dasar dalam pengendalian aktivitas Negara sebagai pengejawantahan dari tujuan yang ingin di capainya. Salah satu perbuatan yang sekarang merupakan tindak pidana yang harus diwaspadai dan mendapat perhatian dari Negara dan dunia internasional adalah tindak pidana terorisme. Penelitian ini menjadi penting karena hingga saat ini penanggulangan terorisme di Indonesia masih menggunakan Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme pada peristiwa peledakan Bom di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 yang pendekatannya hanya menggunakan sarana penal belum sepenuhnya mampu menanggulangi berkembangnya terorisme di Indonesia, serta menimbulkan berbagai kecenderungan terjadinya pelanggaran hokum dan HAM yang dilakukan oleh aparat penegak hokum.Sejak terjadinya aksi terorisme di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002, Indonesia mengalami kekosongan hukum dalam menangani perkara terorisme, karena belum memiliki undang-undang tentang terorisme. Guna menjaga citra dan kewibawaan pemerintah dimata masyarakat dunia, maka dengan tergesa-gesa disusun dan diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Perpu Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Terorisme pada peristiwa Peledakan Bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002. Setahun kemudian kedua Perpu itu disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan TIndak PIdana Terorisme dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Terorisme pada peristiwa peledakan bom di bali pada tanggal 12 Oktober 2002. Dari penelitian diketahui bahwa dalam implementasinya mengandung banyak kelemahan hokum, sehingga menimbulkan berbagai penafsiran dan polemik hokum yang harus dicari solusinya.Terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang membutuhkan penanganan dengan mendayagunakan cara-cara yang luar biasa. Terorisme di Indonesia memiliki kekhasan yang tidak dapat disamakan dengan terrorisme di negara2 lain didunia. Untuk efektifitasnya penangggulangan teorisme di Indonesia diperlukan pembaharuan atas undang-undang terorisme agar lebih komprehensif, terintegrasi serta yang sesuai dengan azas dan kaedah hukum.