KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN …eprints.uny.ac.id/48714/1/Nur Laila...
Transcript of KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN …eprints.uny.ac.id/48714/1/Nur Laila...
i
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA MUTU
PADA SEKOLAH REGROUPING DI SD UNGARAN 1 YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Nur Laila Maharani
NIM 13110241040
PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN
JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MARET 2017
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
v
MOTTO
As long as you have the determination and willingness, you can achieve anything
that you want.
(Nur Laila Maharani)
Jika kau ingin jadi seseorang dalam hidup, Jika kau inginkan sesuatu..
Jika kau ingin memenangkan sesuatu, cukup dengar kata hatimu
Jika hatimu tak bisa menjawabnya
Tutup matamu dan pikirkan kedua orang tuamu
Dan semua rintangan terlewati
Semua masalah lenyap seketika
Kemenangan akan jadi milikmu
Hanya milikmu
(Kabhi Kushi khabhi Gam)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT atas terselesaikannya karya
ini, maka karya ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tercinta, Alm. Ayah dan Ibu Sri Rahayu yang telah
memberikan kasih sayang, do’a dan dukungan yang tak pernah terputus untuk
keberhasilan anakmu ini.
2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta
3. Teman-teman Program Studi Kebijakan Pendidikan terutama Susi Susilawati,
Kharitsatun Jamilah, Ade Tarina Putri, Yunitasari, Kun Azka yang telah
memberikan dukungan dan tenaganya dalam membantu menyelesaikan
skripsi ini.
4. Agama, Bangsa dan Indonesia Raya
vii
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA
MUTU PADA SEKOLAH REGROUPING DI SD N UNGARAN 1
YOGYAKARTA
Oleh
Nur Laila Maharani
NIM. 13110241040
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana proses
formulasi kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu sekolah yang
pernah dilakukan SD N Ungaran 1 Yogyakarta pasca regrouping.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek
dalam penelitian adalah SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Teknik pengumpulan data
yang dilakukan adalah dengan observasi, wawancara mendalam, dan studi
dokumen. Analisis data dilakukan dengan tiga tahap yaitu, reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data yang digunakan adalah
dengan triangulasi sumber dan teknik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu dilakukan oleh Kepala Sekolah, guru, pegawai,
Komite Sekolah, dan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta yang terjadi dalam 4
tahap yaitu merumuskan masalah, menetapkan agenda kebijakan, memilih
alternatif kebijakan, dan melakukan penetapan kebijakan dengan membuat Surat
Keputusan Kepala Sekolah tentang pengembangan budaya mutu sekolah, yaitu
menyediakan fasilitas sekolah yang memadai, melaksanakan pendidikan
lingkungan hidup, meningkatkan partisipasi orang tua, menciptakan pembelajaran
berbasis budaya lokal (jogja), meningkatkan potensi non akademik siswa,
menciptakan suasana kerja yang kondusif, menciptakan keakraban siswa dan
warga sekolah, serta meningkatkan kompetensi guru dan pegawai. Kendala yang
dialami dalam proses formulasi kebijakan sekolah adalah masih banyak guru dan
pegawai yang tidak terlibat aktif dalam proses formulasi kebijakan.
Kata Kunci: kebijakan, formulasi kebijakan, budaya mutu, sekolah regrouping
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkat dan rahmat-Nya sehungga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Kebijakan Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu
pada Sekolah Regrouping di SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta”. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Kebijakan Pendidikan Universita Negeri Yogyakarta.
Penulis menyadari, bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari
kerjasama, bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, atas segala kebijaksanaannya yang
telah memberikan fasilitas dan kemudahan bagi penulis untuk belajar di
kampus tercinta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan fasilitas dan kemudahan dalam penyusunan Skripsi ini.
3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan yang telah menerima dan
menyetujui skripsi ini.
4. Ibu Lusila Andriani P, M.Hum, selaku Pembimbing Skripsi yang dengan
penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun
skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan
ix
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Program
Studi Kebijakan Pendidikan, terima kasih atas bekal ilmu pengetahuna dan
bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.
6. Ibu Dwi Atmi Sutarini, M.Pd selaku Kepala Sekolah dan segenap keluarga
besar SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta yang telah memberikan ijin, bantuan,
dan kerjasamanya.
7. Alm. Ayah dan Ibu serta segenap keluarga besar saya, terima kasih atas do’a,
perhatian, kasih sayang, semangat, motivasi, dukungan, dan pengorbanan
yang telah diberikan dengan penuh ketulusan.
8. Sahabat terbaikku Bripda Fika Restu Diana Saputri, Kun Azka, Siti Fauziah
Romadoni, Yunitasari, Ade Tarina P, Maryani, Siska Devi Saputri, Julian,
Bella Novita Sari, dan Irma Monita Putri yang selalu memberikan dorongan
semangat dan warna dalam hidupku, terima kasih untuk do’a, kasih sayang,
motivasi, dan dukungannya.
9. Teman-teman terbaikku, Susilawati, Kharitsatun Jamilah, Oriza Sativa, Tri
Wulan Ningrum, Muhammad Hanafi, Setyoko Bagus, Gani Prihatnanto dan
Yunitasari yang selalu memberikan dukungan dan semangat, terimakasih
karena telah menjadi sahabat terbaikku.
10. Teman-teman seperjuangan Kebijakan pendidikan angkatan 2013 terimakasih
atas doa dan dorongannya.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu terimakasih telah
memberikan informasi, bantuan, dan kerjasamanya.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………... ii
HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………….... iii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………. iv
MOTTO ………………………………………………………………… v
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………….. vi
ABSTRAK ……………………………………….......................... …. vii
KATA PENGANTAR …………………………………………………. viii
DAFTAR ISI …………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………… xiii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………… xv
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………... 1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………....... 1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………………….. 7
C. Batasan Masalah …………………………………………………… 8
D. Rumusan Masalah ………………………………………………….. 9
E. Tujuan Masalah …………………………………………………….. 9
F. Manfaat …………………………………………………………….. 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA …………………………………………. 12
A. Deskripsi Teori ……………………………………………………. 12
1. Kebijakan Sekolah ……………………………………………. 12
a. Pengertian Kebijakan Sekolah ……………………………... 12
b. Langkah-langkah Formulasi Kebijakan ……………………. 17
2. Budaya Mutu ………………………………………………….. 21
a. Pengertian Budaya Mutu …………………………………… 21
b. Indikator Pengembangan Budaya Mutu Sekolah ………….. 23
xii
c. Karakteristik Sekolah Unggul Berbudaya Mutu ………….. 24
3. Sekolah Regrouping …………………………………………... 44
a. Pengertian Sekolah Regrouping …………………………… 27
b. Model-Model Sekolah Regrouping ……………………….. 30
c. Mutu Pendidikan pada Sekolah Regrouping ……………… 31
B. Penelitian yang Relevan …………………………………………. 33
C. Kerangka Berpikir ……………………………………………….. 36
D. Pertanyaan Penelitian ……………………………………………. 38
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………... 40
A. Jenis Penelitian …………………………………………………….. 40
B. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian ……………………………. 41
C. Informan …………………………………………………………… 42
D. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………….... 44
E. Instrumen …………………………………………………………... 48
F. Keabsahan Data ……………………………………………………. 49
G. Analisis Data ………………………………………………………. 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………… 54
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ……………………………………… 54
B. Hasil Penelitian …………………………………………………… 73
C. Pembahasan ………………………………………………………. 116
D. Keterbatasan Penelitian ………………………………………….. 149
BAB V PENUTUP …………………………………………………….. 151
A. Kesimpulan ……………………………………………………….. 151
B. Saran ……………………………………………………………… 158
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. 159
LAMPIRAN …………………………………………………………… 163
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Kisi-Kisi Pedoman Observasi ………………………….. 45
Tabel 2 : Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ………………………… 47
Tabel 3 : Kisi-Kisi Pedoman Dokumentasi ………………………. 48
Tabel 4 : Data Pendidik SD N Ungaran 1 Yogyakarta Berdasarkan
Tingkat Pendidikan ……………………………………… 61
Tabel 5 : Data Pendidik SD N Ungaran 1 Yogyakarta ……………. 62
Tabel 6 : Data Pegawai SD N Ungaran 1 Yogyakarta …………….. 63
Tabel 7 : Jumlah Peserta Didik SD N Ungaran 1 Yogyakarta …….. 64
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan kerangka berpikir ……………………………………… 38
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ................................................. ……. 165
1.1. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Perijinan Kota Yogyakarta. ……. 166
1.2. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Ilmu Pendidikan……………….. 167
1.3. Surat Keteragan Telah Melakukan Penelitian……………………… 168
Lampiran 2. Catatan Lapangan ………………………………………….. 168
Lampiran 3. Pedoman Observasi, Dokumentasi, dan Wawancara………. 184
3.1. Pedoman Observasi…………………………………………………. 124
3.2. Pedoman Dokumentasi……………………………………………… 185
3.3. Pedoman Wawancara untuk Kepala Sekolah...................................... 186
3.4. Pedoman Wawancara untuk Guru dan Pegawai ………………........ 187
3.5 Pedoman Wawancara Dinas Pendidikan…………………………… 188
3.6. Pedoman Wawancara Komite Sekolah…………………………….. 189
Lampiran 4. Transkrip Wawancara …………………………………….. 190
Lampiran 5. Analisis Data.……………………………………………… 202
Lampiran 6. Dokumen Sekolah.………………………………………… 214
6.1. Alur Pengambilan Kebijakan Sekolah…………………………….. 215
6.2. Tata Tertib Sekolah........................................................................... 216
6.3. Tata Tertib Sekolah........................................................................... 217
6.4. Standar Operasional Kerja ............................................................... 218
Lampiran 7. Dokumentasi……………………………………………… 219
7.1 Foto-Foto pada Saat penelitian.......................................................... 220
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas pendidikan telah menjadi perhatian dari berbagai kalangan,
tidak hanya pada kalangan pendidikan tetapi juga pada kalangan masyarakat
sehingga masalah kualitas pendidikan merupakan masalah urgent yang harus
segera diselesaikan oleh bangsa kita. Hal itu disebabkan karena peran
pendidikan adalah untuk melahirkan generasi-generasi muda yang
berkarakter. Generasi-generasi muda berkarakter sangatlah diperlukan
sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia Indonesia
yang berkualitas dan dapat bersaing secara global. Oleh karena itu
menciptakan lembaga pendidikan yang bermutu merupakan hal yang wajib
dilakukan oleh bangsa kita.
Membangun pendidikan yang berorientasi mutu tidak hanya sekadar
amanat konstitusi, tetapi merupakan sebuah keharusan dalam menghadapi
tuntutan global yang mensyaratkan tampil dan berperannya manusia-manusia
yang berkualitas dan mampu menunjukkan eksistensi dan integrasinya di
tengah persaingan global. Secara administratif lembaga pendidikan yang
bermutu dapat menggambarkan pencapaian mutu pendidikan yang diperoleh
berdasarkan delapan standar yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yaitu standar
kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidikan dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan pendidikan, dan standar pengelolaan pendidikan.
2
Kebijakan regrouping sekolah merupakan kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah dalam upaya mengatasi masalah pemerataan kualitas
pendidikan di Indonesia. Kebijakan regrouping dilakukan berlandaskan pada
efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan terutama untuk sekolah dasar.
Kebijakan tersebut diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional yang menjelaskan
bahwa salah satu kegiatan pokok dalam mengupayakan pemerataan
pendidikan dasar adalah melaksanakan revitalisasi serta penggabungan
(regrouping) sekolah-sekolah terutama sekolah dasar. Keputusan
Kemendiknas Nomor 060/U/2002 pasal 23 ayat 1 tentang Pedoman Pendirian
Sekolah dan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2014
menyatakan bahwa penggabungan (regrouping) SD, bentuk sekolah hasil
regrouping merupakan sekolah lama, dengan nomor statistik sekolah (NSS)
lama pula, meskipun terdapat perubahan nama sekolah.
Tujuan utama dilakukannya regrouping sekolah adalah
mengatasi masalah kekurangan tenaga guru, peningkatan mutu, dan efisiensi
biaya bagi perawatan gedung sekolah. Dengan dibuatnya kebijakan
regrouping sekolah, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
sekolah yang diregrouping. Implementasi kebijakan regrouping sekolah
diharapkan bukan hanya sekedar untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan pendidikan akan tetapi juga perlu mempertimbangkan dan
memperhatikan kualitas sehingga kebijakan regrouping sekolah tidak akan
menimbulkan masalah baru lagi.
3
Faktanya berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh
Sudiyono, dkk (2009) menunjukkan bahwa kebijakan regrouping yang ada di
SD Pakem 1 berdampak pada penurunan ranking prestasi akademik siswa
sebagai pengelolaan sekolah pasca regrouping yang kurang baik. Menurunya
ranking prestasi akademik siswa juga disebabkan karena sekolah memperoleh
murid yang memiliki kemampuan yang lebih rendah dari sekolah yang
diregrouping. Hal serupa juga ditunjukkan dalam hasil penelitian yang pernah
dilakukan oleh Marsono (2003) yaitu kebijakan regrouping justru
menimbulkan masalah, baik masalah organisasi, kesiswaan, kurikulum,
kepegawaian, pembiayaan, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan
ketatalaksanaan sekolah. Hal tersebut terjadi karena pelaksanaan
penggabungan sudah dilakukan akan tetapi surat keputusan penggabungan
belum terbit. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Siti Irine (2012)
menunjukkan bahwa pasca regrouping SD Negeri Umbulharjo 2 terus
berupaya mengembangkan budaya mutu untuk memperbaiki mutu sekolah
secara bertahap. Karena guru dan kepala sekolah perlu beradaptasi dalam
lingkungan yang baru.
Fakta lain juga menunjukkan bahwa di beberapa daerah seperti Sragen,
kebijakan regrouping justru menimbulkan masalah salah satunya adalah di
SD Negeri Mojo 58. Masalah tersebut adalah ketidaksiapan sekolah terhadap
adanya kebijakan regrouping dan lemahnya perencanaan yang dilakukan oleh
sekolah karena masih belum adanya komunikasi yang baik antara pihak
sekolah dan orang tua siswa. Di sekolah tersebut puluhan siswa belajar di
4
emperan sekolah karena tidak kebagian kelas dan yang lebih
memperihatinkan lagi adalah bahwa masalah tersebut justru terjadi di daerah
perkotaan. Siswa belajar di emperan kelas jauh dari standar pelayanan
minimal pendidikan. Padahal Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen sendiri
telah memfungsikan beberapa bangunan sebagai ruang kelas seperti
memanfaatkan salah satu dari ruang perpustakaan, memanfaatkan ruang
Kepala Sekolah yang lama karena Kepala Sekolah sudah satu sehingga tidak
perlu ada tiga kantor. Oleh sebab itu Kepala Sekolah sebagai pimpinan
tertinggi pada sekolah tersebut hendaknya perlu membenahi sistem
manajerial dalam pengelolaan penggabungan tiga sekolah yang diregrouping
tersebut.
Data selanjutnya terkait dengan masalah-masalah yang terjadi pada
sekolah regrouping adalah data berdasarkan hasil penelitian dari Suwarto
(2016) tentang konflik sekolah regrouping di SD Negeri Pucangsawit
Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata masih terdapat
konflik atau permasalahan yang terjadi di sekolah tersebut pasca
dilakukannya kebijakan regrouping yaitu konflik yang disebabkan karena
penggunaan nama sekolah yang baru yaitu tidak menggunakan nama baru
tetapi menggunakan nama salah satu dari sekolah yang diregrouping. Hal ini
menimbulkan kecemburuan bagi sekolah yang lainnya ditambah lagi karena
adanya saling ketidaksukaan dan perasaan negatif antara SD Negeri
Kentingan dan SD Negeri Pucangsawit. Para guru dari kedua sekolah tersebut
belum bersedia menempati ruang yang sama. Hal ini menyebabkan
5
terbentuknya iklim sekolah yang tidak kondusif sehingga menghambat
kinerja warga sekolah untuk mengupayakan perbaikan kualitas sekolah pasca
regrouping.
Kebijakan regrouping memang cukup efisien dalam meningkatkan mutu
dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Akan tetapi di sisi lain kebijakan
tersebut ternyata justru menimbulkan berbagai masalah-masalah sosial yang
muncul sebagai dampak dari kebijakan regrouping. Adanya konflik atau
masalah-masalah yang terjadi pada sekolah regrouping tentu saja tidak dapat
dihindarkan karena masing-masing sekolah sebelum digabung sudah
memiliki karakter dan budaya organisasi yang berbeda sehingga
menimbulkan konflik atau masalah dalam berbagai bentuk. Oleh sebab itu
menjadi tugas bagi sekolah untuk dapat menciptakan budaya dan iklim
sekolah yang baru pasca regrouping sebagai upaya untuk mengatasi konflik-
konflik yang terjadi sebagai dampak dari kebijakan regrouping dengan
membuat kebijakan-kebijakan baru.
SD Negeri Ungaran 1 merupakan Sekolah Dasar Negeri unggul yang
ada di Yogyakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan
Kota Yogyakarta tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penerimaan Peserta
Didik Baru Tahun Ajaran 2012/2013 SD Negeri Ungaran 1 Yoyakarta adalah
hasil regrouping dari 3 Sekolah Dasar yaitu SD Negeri Ungaran 1
Yogyakarta, SD Negeri Ungaran 2 Yogyakarta, dan SD Negeri Ungaran 3.
Pada tahun 2012 ketiga sekolah tersebut diregrouping menjadi 1 sekolah dan
diberi nama SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta. Bukan pekerjaan yang mudah
6
untuk bisa mengembangkan budaya mutu di sekolah tersebut karena di antara
ketiga sekolah tersebut hanya SD Negeri Ungaran 1 yang dikenal sebagai
sekolah yang bermutu baik. Namun demikian sebenarnya masing-masing
sekolah memiliki kelebihannya masing-masing.
Pada awal dilakukannya regrouping sekolah masih menghadapi
masalah yaitu dalam proses adaptasi. 3 sekolah yang awalnya saling bersaing
setelah diregrouping harus mau bersatu dan bekerjasama. Sekolah menyadari
adanya kesulitan untuk bisa menyatu dengan sekolah yang lain karena pada
awal regrouping masing-masing sekolah masih sering mengunggulkan
sekolah masing-masing. Oleh sebab itu Selain itu juga sekolah memiliki
tanggung jawab terhadap siswa dalam jumlah yang jauh lebih besar dari
sebelumnya. Sehingga butuh waktu untuk dapat membangun budaya mutu
yang sama pasca dilakukannya regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta.
Berdasarkan data dari UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Utara Kota
Yogyakarta SD Negeri Ungaran 1 selalu berada pada posisi pertama untuk
kategori sekolah negeri. Website Dikpora memberitakan bahwa pada bulan
Oktober 2015 SD Negeri Ungaran 1 berhasil memperoleh juara 1 Lomba
Budaya Mutu Sekolah di Kota Padang. Sebagai tindak lanjutnya SD Negeri
Ungaran 1 Yogyakarta dijadikan sebagai sekolah percontohan dalam hal
budaya mutu pendidikan. Selain itu SD Negeri Ungaran 1 juga memiliki
tanggung jawab untuk membina/mengimbaskan ilmunya ke sekolah lain.
Tentu saja bukan pekerjaan mudah bagi sekolah untuk bisa mengembangkan
budaya mutu pada sekolah yang diregrouping sehingga budaya mutu SD
7
Negeri Ungaran 1 dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Prestasi SD N
Ungaran 1 Yogyakarta dalam memperoleh juara 1 lomba budaya mutu
sekolah dasar tingkat nasional di Padang pada Tahun 2015 tidak lepas dari
kesuksesannya dalam memformulasikan kebijakan sekolah dalam
mengembangkan budaya mutu pada sekolah regrouping. Pengimplementasian
kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu pada sekolah
regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta tidak akan berhasil jika proses
formulasi kebijakan tidak dilakukan secara matang. Selain itu masih jarang
dilakukan penelitian tentang kebijakan pengembangan budaya mutu
khususnya pada tahap formulasi kebijakan, selama ini penelitian tentang
budaya mutu lebih banyak fokus pada tahap implementasinya saja. Dengan
latar belakang inilah, peneliti ingin mengkaji lebih dalam tentang bagaimana
proses formulasi kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu
sekolah yang pernah dilakukan oleh SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Hal ini
untuk memperjelas fokus penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Oleh karena
itu peneliti melakukan penelitian dengan judul “Kebijakan Sekolah dalam
Mengembangkan Budaya Mutu pada Sekolah Regrouping di SD Negeri
Ungaran 1 Yogyakarta”.
B. Identifikasi Masalah
1. Kebijakan regrouping berdampak pada penurunan rangking akademik
sekolah karena sekolah regrouping memperoleh tambahan murid yang
memiliki kemampuan yang lebih rendah dan sebagai akibat dari
pengelolaan sekolah yang kurang baik (Sudiyono, dkk, 2009).
8
2. kebijakan regrouping justru menimbulkan masalah, baik masalah
organisasi, kesiswaan, kurikulum, kepegawaian, pembiayaan, hubungan
sekolah dengan masyarakat, dan ketatalaksanaan sekolah (Marsono,
2003).
3. Pasca regrouping guru dan Kepala Sekolah perlu beradaptasi dengan
lingkungan yang baru (Siti Irine, 2012).
4. Masih lemahnya perencanaan pengelolaan sekolah pasca regrouping dan
ketidaksiapan sekolah terhadap kebijakan regrouping menimbulkan
masalah dalam mengalihfungsikan bangunan sekolah.
5. Adanya kecemburuan, saling ketidaksukaan, dan perasaan negative antar
sekolah karena penggunaan nama sekolah yang menggunakan nama
hanya dari salah satu sekolah (Suwarto, 2013).
6. Pasca dilakukannya regrouping, SD N Ungaran 1 Yogyakarta mengalami
kesulitan dalam melakukan adaptasi karena sifat egois masih melekat
pada masing-masing sekolah yang masih mengunggulkan sekolahnya
masing-masing.
7. SD N Ungaran 1 Yogyakarta berhasil meraih juara 1 lomba budaya mutu
tingkat Nasional pada bulan Oktober 2015 di Kota Padang.
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah pada kajian terhadap
proses formulasi kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu
pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta.
9
D. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas peneliti merumuskan beberapa masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses formulasi kebijakan sekolah dalam mengembangkan
budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta?
E. Tujuan
Berdasarkan pokok permasalahan yang diangkat maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengintepretasikan atau
mengungkap kembali bagaimana proses pengambilan kebijakan sekolah
dalam mengembangkan budaya mutu sekolah pasca regrouping yang pernah
dilakukan oleh SD N Ungaran 1 Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
Diadakannya penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Sebagai referensi ilmiah untuk perkembangan ilmu kebijakan
pendidikan seperti pada mata kuliah Standarisasi Pendidikan,
Perundang-Undangan Pendidikan, Manajemen Pendidikan, Dasar-Dasar
Penelitian Kebijakan, Sosio Antropologi Pendidikan, Perencanaan
Pendidikan Terpadu, Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan
Pendidikan, dan Kultur Sekolah.
10
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Pada tataran praktis studi ini memberikan sumbangan kepada
lembaga pendidikan formal. Lembaga pendidikan dapat
memanfaatkan studi ini untuk mengembangkan budaya mutu sekolah
melalui kebijakan pada tataran mikro yaitu ditingkat sekolah
utamanya pada sekolah regrouping. Maka perbaikan budaya mutu
merupakan kebutuhan yang sangat penting baik bagi sekolah yang
diregrouping ataupun yang tidak, karena jika sekolah dapat
mengembangkan budaya mutu yang positif maka output yang akan
dihasilkan oleh sekolah akan berkualitas dan tujuan pendidikan akan
tercapai. Pada sekolah regrouping, apabila sekolah tersebut dapat
mengembangkan budaya mutu yang baik maka kebijakan regrouping
ini bukan hanya sekedar untuk membenahi masalah efisiensi dan
efektivitas sekolah tetapi juga dapat berperan dalam memperbaiki
mutu pendidikan di Indonesia.
b. Bagi Peneliti
1) Memberikan pengalaman kepada penulis untuk menerapkan dan
memperluas wawasan penerapan teori dan pengetahuan yang
telah diterima di dalam perkuliahan pada kegiatan nyata
khususnya dalam bidang penelitian kebijakan pendidikan di
lapangan.
11
2) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
rujukan atau bahkan dapat dikembangkan lebih lanjut, serta
dapat dijadikan sebagai referensi terhadap penelitian yang
sejenis.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Kebijakan Sekolah
a. Pengertian Kebijakan Sekolah
Terbentuknya kebijakan pendidikan di tingkat sekolah berawal
dari kebutuhan sekolah terhadap suatu perubahan kemudian sekolah
mendapatkan kewenangan yang secara sah untuk dapat membuat
suatu kebijakan. Kebijakan pendidikan dalam pandangan H.A.R.
Tilaar dan Riant Nugroho (2012: 140) merupakan keseluruhan proses
dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang
dijabarkan dari visi, misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan
tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu
kurun waktu tertentu.
Membahas tentang kebijakan sekolah Thompson (Syafaruddin,
2008: 118) mengatakan bahwa kebijakan sekolah adalah kebijakan
yang dibuat oleh orang yang terpilih dan bertanggungjawab untuk
membuat kebijakan pendidikan, dewan sekolah, dan unsur lain yang
diberi kewenangan membuat kebijakan, baik kepala sekolah,
pengawas, atau administrator yang memiliki kewenangan mengelola
kebijakan dari dewan sekolah.
Sedangkan Newton dan Tarrant (Syafaruddin, 2008: 118-119)
mengatakan bahwa bila kebijakan sekolah direncanakan, interaksi
sedemikian menjadi rumit dengan banyak tipe perilaku manusia yang
13
secara potensial bermacam-macam latar belakang dan diperlukan
kemampuan untuk memberikan kontribusi. Secara khusus, pembuatan
kebijakan adalah sebagai suatu elemen penting dalam hubungan
sekolah dengan masyarakat yang dilayaninya.
Duke dan Canady (Syafaruddin, 2008: 118) berpendapat
bahwa:
“The policies have the potential to affecting teaching and
learning. It is our belief that an understanding of local school
policy, therefore is essential for those concered about
increasing school effectiveness and student achievement,
particularly for school administrators and board members.”
Maksud dari kalimat di atas adalah kebijakan sekolah memiliki
potensi untuk mempengaruhi proses belajar mengajar. Kebijakan baru
yang dibuat oleh sekolah dibuat sebagai jawaban akan kebutuhan yang
dibutuhkan oleh sekolah dan warga sekolah. Dibuatnya kebijakan
sekolah sangatlah penting untuk dapat memajukan kualitas dan mutu
sekolah tersebut.
Selanjutnya Poerwanto (2008: 129) mengatakan bahwa
kebijakan organisasi adalah rumusan yang mencakup ide-ide, standar
dan pola, merupakan berfikir sistem (system thinking) dari orang atau
organisasi dalam upaya mencapai tujuan-tujuan yang didasari oleh
pengelolaan pengetahuan. Berpikir sistem adalah pemikiran bahwa
kegiatan organisasi tidak berdiri sendiri, tetapi berada pada suatu
lingkungan yang elemen-elemennya saling mengait dan membentuk
sebuah sistem.
14
Dari pendapat di atas penulis memahami bahwa yang
dimaksud dengan kebijakan sekolah adalah seperangkat aturan yang
telah dipertimbangkan, dibuat oleh sekolah, diputuskan secara
bersama-sama, dan harus dipatuhi serta dijalankan oleh seluruh
personel sekolah sebagai upaya memperbaiki mutu pendidikan di
sekolah dengan tetap mengacu pada kebijakan pendidikan nasional.
Kebijakan sekolah merupakan jawaban dari kebutuhan-kebutuhan
sekolah yang urgent untuk segera mendapatkan solusi sebagai
jawabannya. Kebijakan yang diambil terlebih dahulu harus melalui
proses yang di dalamnya terdapat langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh para pembuat kebijakan. Visi dan misi sekolah
merupakan acuan sekolah dalam membuat suatu kebijakan sehingga
visi dan misi sekolah harus termuat dalam kebijakan yang diambil
oleh sekolah dalam rangka mewujudkan tujuan yang ingin dicapai
oleh sekolah. Selanjutnya kebijakan yang telah diputuskan dijadikan
sebagai pedoman sekolah untuk membuat strategi-strategi untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
b. Langkah-Langkah Formulasi Kebijakan
Dalam sebuah kebijakan terdapat proses-proses yang harus
dilalui oleh para pembuat kebijakan. Proses-proses tersebut menjadi
salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan sebuah kebijakan. Sejalan
dengan pernyataan tersebut H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho (2012:
140) menyatakan bahwa kebijakan pendidikan merupakan
15
keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis
pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka
untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu
masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu. Oleh sebab itu proses
kebijakan pendidikan idealnya harus melalui proses dan tahap-tahap
tertentu dengan tetap bertumpu pada visi dan misi sekolah.
Tahapan proses kebijakan menurut Widodo (2007: 43) secara
teknis dibedakan dalam tiga tahapan, yaitu formulasi kebijakan,
implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Tahapan proses
kebijakan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah tahap
formulasi atau perumusan kebijakan. Tahap formulasi kebijakan
merupakan tahapan yang sangat penting untuk menentukan tahapan
berikutnya pada proses kebijakan publik. Apabila proses formulasi
kebijakan tidak dilakukan secara tepat dan komprehensif, maka hasil
kebijakan yang formulasi kebijakan pun tidak akan bisa mencapai
tataran optimal. Dengan demikian kebijakan itu akan sulit
diimplementasikan, bahkan bisa jadi tidak bisa diimplementasikan.
Hal ini senada dengan pemikiran Wibawa (1994: 2) yang
menyatakan bahwa formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses
kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena
implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan
apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai dilakukan. Disamping
itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-
16
tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan
pengolahan tahap formulasi.
Islamy (2000: 77-101) mengemukakan pendapatnya bahwa ada
empat langkah dalam proses formulasi atau pengambilan kebijakan.
Empat langkah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1) Perumusan Masalah (defining problem).
Pemahaman terhadap masalah dapat membantu
menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis
penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang
memungkinkan, memadukan pandangan yang bertentangan dan
rancangan peluang kebijakan-kebijakan yang baru. Perumusan
masalah merupakan sumber dari kebijakan, dengan pemahaman
dan identifikasi masalah yang baik maka perencanaan kebijakan
dapat disusun, perumusan masalah dilakukan oleh mereka yang
terkena masalah atau orang lain yang mempunyai tanggung jawab
dan pembuat kebijakan harus mempunyai kapasitas untuk itu. Jika
dalam suatu instansi pendidikan seperti sekolah maka orang yang
mempunyai tanggung jawab dalam pembuatan kebijakan adalah
kepala sekolah, guru, komite sekolah, pegawai, dan jika
memungkinkan pihak luar seperti orang tua maupun masyarakat
juga dilibatkan. Proses kebijakan dimulai dengan kegiatan
merumuskan masalah secara benar, karena keberhasilan atau
kegagalan dalam melaksanakan perumusan kebijakan ini akan
17
sangat berpengaruh pada proses pembuatan kegiatan ini akan
sangat berpengaruh pada proses pembuatan kebijaksanaan
seterusnya.
2) Agenda Kebijakan
Sekian banyak problema-problema umum yang muncul
hanya sedikit yang mendapat perhatian dari para pembuat
kebijakan. Pilihan dan kecondongan perhatian para pembuat
kebijakan menyebabkan timbulnya agenda kebijakan. Sebelum
masalah-masalah berkompotensi untuk masuk dalam agenda
kebijakan, masalah tersebut akan berkompetisi dengan masalah
yang lain yang pada akhirnya akan masuk dalam agenda
kebijakan. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Cob dan Elder
(Islamy, 2000: 83) yang mendefinisikan kebijakan sebagai agenda
sistemik terdiri atas semua isu-isu yang dipandang secara umum
oleh anggota-anggota masyarakat politik sebagai patut
memperoleh perhatian dari publik dan mencakup masalah-
masalah yang berada dalam kewenangan sah setiap tingkat
pemerintah masing-masing. Abdul Wahab (2004: 40) menyatakan
bahwa untuk bisa masuk ke dalam agenda kebijakan suatu
masalah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
18
a) Isu tersebut telah mencapai suatu titik tertentu sehingga ia
praktis tidak lagi bisa diabaikan begitu saja.
b) Isu tersebut telah mencapai tingkat partikularitas tertentu
yang dapat menimbulkan dampak (impact) yang bersifat
dramatik.
c) Isu tersebut menyangkut emosi tertentu dilihat dari sudut
kepentingan orang banyak.
d) Isu tersebut menjangkau dampak yang amat luas.
e) Isu tersebut mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan
(legitimasi) dalam masyarakat.
f) Isu tersebut menyangkut suatu persoalan yang fasionable,
dimana posisinya sulit untuk dijelaskan tapi mudah dirasakan
kehadirannya.
3) Pemilihan Alternatif Kebijakan untuk memecahkan Masalah
Setelah masalah-masalah publik didefinisikan dengan baik
dan para perumus kebijakan sepakat untuk memasukkan masalah
tersebut ke dalam agenda kebijakan, maka langkah selanjutnya
adalah membuat pemecahan masalah. Winarno (2002: 83)
menyatakan bahwa dalam tahap ini para perumus kebijakan akan
berhadapan dengan alternatif-alternatif pilihan kebijakan untuk
memecahkan masalah tersebut. Islamy (2000: 92) mengatakan
bahwa perumusan usulan kebijakan (policy proposals) adalah
kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan
yang perlu untuk memecahkan masalah. Proses dalam kegiatan
ini meliputi:
a) Mengidentifikasi altenatif.
b) Mendefinisikan dan merumuskan alternatif.
c) Menilai masing-masing alternatif yang tersedia.
d) Memilih alternatif yang memuaskan atau paling mungkin
untuk dilaksanakan.
19
Dalam tahap pemilihan alternatif kebijakan sekolah para
perumus kebijakan akan dihadapkan pada pertarungan
kepentingan antara berbagai aktor, masing-masing aktor
menawarkan alternatif-alternatif kebijakan yang mungkin akan
dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi. Oleh sebab itu
pada tahapan ini sangat penting untuk mengetahui apa saja
alternatif yang ditawarkan oleh masing-masing aktor. Selanjutnya
pilihan-pilihan kebijakan akan didasarkan pada kompromi dan
negoisasi yang terjadi antara aktor yang berkepentingan dalam
pembuatan kebijakan tersebut.
4) Tahap Penetapan Kebijakan
Setelah alternatif kebijakan dipilih dan diputuskan untuk
diambil sebagai cara memecahkan masalah kebijakan, maka tahap
selanjutnya yang paling akhir dalam pembuatan kebijakan adalah
penetapan kebijakan. Tahap ini dilakukan agar kebijakan yang
diambil mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Proses
pembuatan kebijakan tidak dapat dipisahkan dengan proses
penetapan atau pengesahan kebijakan. Islamy (2000: 100)
menyatakan bahwa proses pengesahan kebijakan adalah proses
penyesuaian dan penerimaan secara bersama tehadap prinsip-
prinsip yang diakui dan ukuran-ukuran yang diterima. Proses
pengesahan kebijakan diawali dengan kegiatan persuasion, yaitu
usaha-usaha untuk meyakinkan orang lain tentang suatu
20
kebenaran atau nilai kedudukan seseorang dan mereka mau
menerimanya sebagai milik sendiri. Pada tahap persuasion
seorang aktor meyakinkan aktor lawan tentang kebenaran atau
manfaat rancangan kebijakannya, sehingga aktor lawan tersebut
mengadopsi rancangan kebijakannya sendiri. Selanjutnya adalah
bargaining, yaitu tawar menawar diantara para aktor pembuat
kebijakan. Bargaining merupakan suatu proses penetapan
kebijakan yang didalamnya terdapat dua orang aktor atau lebih
yang memiliki kekuasaan yang relatif seimbang dalam mengubah
tujuan-tujuan atau kepentingan-kepentingan mereka yang saling
berbeda, baik sebagian maupun seluruhnya. Bargaining meliputi
perjanjian (negotation) saling memberi dan menerima (take and
give), dan kompromi (copromise).
Dalam penetapan kebijakan sekolah para aktor pengambil
kebijakan berjuang agar alternatif yang diberikan dapat diterima.
Pada tahap ini juga terjadi interaksi dengan aktor-aktor lain yang
memunculkan persuasi dan negosiasi. Penetapan kebijakan
dilakukan agar sebuah kebijakan mempunyai kekuatan hukum
yang dapat mengikat dan ditaati oleh seluruh warga sekolah, dan
bentuk kebijakan yang dihasilkan seperti tata tertib sekolah,
Undang-Undang, keputusan Kepala Sekolah, dan sebagainya.
21
2. Budaya Mutu
a. Pengertian Budaya Mutu
Kemendikbud dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penjaminan Mutu
Pendidikan Dasar dan Menengah (2016: 65) menyatakan bahwa
budaya mutu merupakan suatu kesadaran yang hadir sebagai tradisi
dimana mutu pendidikan merupakan proses pencapaian yang tiada
henti dan terus-menerus (berkelanjutan). Mutu menjadi impian
bersama sehingga seluruh proses dalam penyelenggaraan pendidikan
diletakkan sebagai upaya untuk mencapai tingkat mutu terbaik.,
beretos kerja yang tinggi dan pandai menangkap peluang.
Secara lebih luas Ranjit Singh Malhi (2013: 2) menjelaskan
bahwa “a quality culture is a system of shared values, beliefs and
norms that focuses on delighting customers an continuously
improving the quality of products and services.” Budaya mutu adalah
sistem untuk berbagi nilai-nilai, keyakinan, dan norma-norma yang
berfokus pada upaya memuaskan pelanggan, dan terus meningkatkan
produk dan layanan. Selanjutnya Ranjit Singh Malhi secara umum
juga menjelaskan bahwa dalam sebuah organisasi yang berbudaya
mutu, kualitas tertanam hampir di setiap aspek kehidupan organisasi,
termasuk perekrutan dan promosi, orientasi karyawan dan pelatihan
berkelanjutan, kompensasi/gaya manajemen, pengambilan keputusan,
struktur organisasi, proses kerja, dan tata letak kantor. Secara
22
sederhana Ranjit Singh Malhi menyimpulkan bahwa dalam budaya
mutu kualitas adalah cara hidup, prinsip kualitas yang dicerminkan
dalam praktik, dan perilaku organisasi.
Hal lain juga diungkapkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah
Dasar Kemendikbud dalam buku panduan lomba budaya mutu di
sekolah dasar (2016: 1-3) yang mendefinisikan budaya mutu sebagai
suatu nilai dan keyakinan yang ada dalam suatu masyarakat yang
digunakan sebagai sumber penggalangan konformisme perilaku yang
bermutu tinggi bagi masyarakat pendukungnya. Sekolah-sekolah yang
memiliki budaya mutu tertentu biasanya dapat dilihat dari beberapa
variabel yang mempengaruhinya seperti perolehan nilai, kondisi fisik,
lingkungan sekolah, dan budaya sekolah. Budaya mutu sekolah
berpengaruh terhadap kehidupan di sekolah dan budaya yang
berpengaruh besar dalam kehidupan sekolah adalah budaya yang kuat.
Berdasarkan beberapa definisi di atas penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan budaya mutu adalah sistem
nilai organisasi yang menciptkan lingkungan yang kondusif untuk
keberlangsungan perbaikan mutu yang berkesinambungan. Budaya
mutu sekolah terdiri dari nilai-nilai, tradisi sekolah, dan harapan
sekolah terhadap mutu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa budaya
mutu sekolah dapat digunakan untuk menjelaskan upaya
membangkitkan minat dan berkenaan dengan cara sekolah dalam
menghasilkan suatu produk yang memenuhi kriteria atau rujukan
23
tertentu. Sehingga produk atau output yang dihasilkan akan
berkualitas dan dapat bersaing secara global.
b. Indikator Pengembangan Budaya Mutu Sekolah
Daryanto (2015: 41) menyebutkan ada beberapa indikator
penciptaan budaya mutu di sekolah. Indikator penciptaan dan
pengembangan budaya mutu tersebut adalah:
1) Sekolah menciptakan suasana yang memberikan harapan dan
semangat, dimana para guru percaya bahwa siswa dapat mencapai
tingkat prestasi yang tinggi.
2) Sekolah menekankan kepada siswa dan guru bahwa belajar
merupakan alasan yang paling penting untuk bersekolah.
3) Harapan terhadap prestasi siswa yang tinggi disampaikan kepada
seluruh siswa.
4) Harapan terhadap prestasi siswa yang tinggi disampaikan kepada
seluruh orangtua siswa.
Indikator-indikator penciptaan dan pengembangan budaya
mutu sekolah di atas digunakan sebagai landasan untuk dapat melihat
tingkat pencapaian penciptaan dan pengembangan budaya mutu.
Untuk dapat menciptakan budaya mutu dan dapat mencapai indikator-
indikator di atas tentunya sekolah harus memiliki cara atau strategi.
Cara atau strategi penciptaan dan pengembangan indikator budaya
mutu tersebut oleh Daryanto (2015: 41) dijabarkan sebagai berikut:
1) Merumuskan standar sikap dan perilaku yang berorientasi pada
kinerja yang tinggi baik bagi kepala sekolah, guru, staf
administrasi, maupun siswa.
2) Merumuskan standar pelayanan prima yang dipatuhi semua warga
sekolah guna meningkatkan mutu pelayanan kepada pelanggan
sekolah, khususnya siswa dan orangtuanya. Standar pelayanan
prima meliputi elemen berikut: kecepatan, ketetapan, keramahan,
ketanggapan, dan pemberian jaminan mutu sekolah.
3) Melaksanakan berbagai lomba untuk mendorong siswa, guru, dan
staf dalam berkompetisi.
24
4) Menciptakan sistem penghargaan bagi warga sekolah yang
berprestasi tinggi dan pembinaan serta hukuman bagi yang
berprestasi rendah.
5) Memampukan warga sekolah untuk secara terus-menerus
meningkatan kualitas guna memenuhi persyaratan yang dituntut
oleh pengguna lulusan (masyarakat).
Dari bebagai pernyataan diatas penulis dapat menyimpulkan
bahwa indikator penciptaan dan pengembangan budaya mutu sekolah
lebih berorientasi pada upaya sekolah agar siswa dapat terus belajar
dan berprestasi tinggi. Indikator penciptaan dan pengembangan
budaya mutu tersebut dapat tercapai jika sekolah menggunakan cara
atau strategi yang berorientasi pada bagaimana sekolah memberikan
pelayanan prima kepada siswa dan bagaimana sekolah menciptakan
iklim atau suasana yang dapat meningkatkan mutu atau kualitas
sekolah.
c. Karakteristik Sekolah Unggul Berbudaya Mutu
Selain dilihat dari kualitas output, sekolah yang bermutu juga
harus mampu memenuhi kebutuhan pelanggannya. Pemenuhan
kebutuhan pelanggan juga harus sesuai dengan 8 standar yang telah
diletakkan dalam Undang-Undang Sisdiknas, yaitu standar kompetensi
lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidikan dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,
standar pembiayaan pendidikan, dan standar pengelolaan pendidikan.
Kedelapan standar tersebut dijadikan sebagai pedoman bagi sekolah
dalam upaya memenuhi kebutuhan pelanggannya.
25
Siti Irine (2015: 92-104) mengatakan bahwa:
Upaya menciptakan sekolah unggul bagi sekolah dapat
dilakukan melalui peningkatan kualitas atau pembaharuan
pendidikan. Hal ini didasari oleh keyakinan bahwa sekolah
membutuhkan akuntabilitas para siswa dan orang tuanya,
pembayaran pajak, dan masyarakat secara umum. Bagi guru
pengertian sekolah bermutu menjadi penting dalam rangka
membangun “frame of mind”. Frame of mind disini diartikan
sebagai cara-cara apa yang sebaiknya diperjuangkan oleh guru
dalam mengembangkan sekolah dalam proses belajarnya,
sehingga sekolah berproses menuju sekolah yang berkualitas.
Sama halnya dengan Siti Irine, Nanang Fattah (2012: 113)
berpendapat bahwa sekolah unggul adalah sekolah yang efektif
menggunakan strategi peningkatan budaya mutu, strategi
pengembangan kesempatan belajar, strategi memelihara kendala mutu
(quality control), strategi penggunaan kekuasaan, pengetahuan dan
informasi secara efisien. Sekolah yang berbudaya mutu dapat dilihat
dari beberapa variabel misalnya nilai yang diperoleh, bagaimana
perilaku siswa, bagaimana proses pembelajaran intrakurikuler dan
ekstrakurikuler berlangsung, kondisi fisik sekolah, kinerja staff
perpustakaan, lingkungan sekolah, budaya sekolah, dan manajemen
sekolahnya yang berpengaruh terhadap kinerja individu dan mutu
sekolah itu sendiri.
26
Bedasarkan hasil penelitian Character Education Partnership
(2011: 1) menyatakan bahwa:
Budaya mutu sekolah yang positif luas mencakup etos kerja
seluruh sekolah dan individu, harapan yang tinggi untuk belajar
dan berprestasi, lingkungan yang aman dan peduli, nilai-nilai
bersamadan kepercayaan dalam bekerjasama, pedagogi kuat dan
kurikulum yang unggul, motivasi siswa yang tinggi dan
keterlibatan guru yang maksimal, budaya guru professional, dan
kemitraan dengan keluarga dan masyarakat.
Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Kemendikbud dalam Buku
Panduan Lomba Budaya Mutu Sekolah Dasar (2016: 3) menjelaskan
bahwa Sekolah Dasar berbudaya mutu adalah Sekolah Dasar yang
memberikan layanan prima yang merefleksikan budaya mutu. Mutu
Sekolah Dasar tercermin pada komponen-komponen:
1) pembelajaran dan ekstrakurikuler yang efektif dalam pembentukan
karakter peserta didik,
2) kepemimpinan kepala sekolah disertai dengan manajemen berbasis
sekolah termasuk didalamnya sekolah bersih dan sehat,
3) pengelolaan perpustakaan mendukung keefektifan pembelajaran
dan menumbuh kembangkan budaya baca warga sekolah, serta
4) lingkungan sekolah merefleksikan kondisi bersih, rapih, dan sehat.
Dengan demikian Sekolah Dasar yang mengimplementasikan
budaya mutu sekolah secara optimal akan menjadi acuan bagi sekolah
lain di sekitarnya dan menjadi acuan pembinaan bagi Dinas Pendidikan.
Dalam hal ini, Depdiknas (2000) telah merumuskan beberapa elemen
budaya mutu sekolah sebagai berikut:
27
1) informasi kualitas untuk perbaikan bukan untuk mengontrol,
2) kewenangan harus sebatas tanggungjawab,
3) hasil diikuti penghargaan atau sanksi,
4) kolaborasi, sinergi, dan bukan persaingan sebagai dasar kerjasama,
5) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya,
6) atmosfir keadilan,
7) imbal jasa sepadan dengan nilai pekerjaan, dan
8) warga sekolah merasa memiliki sekolah.
Dari berbagai definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa
sekolah berbudaya mutu memiliki karakteristik diantaranya adalah
memiliki visi dan misi yang berfokus pada pelanggan, adanya
keterlibatan total dari personel sekolah dalam upaya mengembangkan
budaya mutu, adanya nilai-nilai dan keyakinan bersama, adanya
komitmen dari seluruh personel untuk memperbaiki budaya mutu
sekolah dan adanya perbaikan secara berkelanjutan setelah
dilakukannya monitoring dan evaluasi secara berkala.
3. Sekolah Regrouping
a. Pengertian Sekolah Regrouping
Untuk mengatasi masalah mutu pendidikan pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan regrouping terutama untuk sekolah dasar
yang berlandaskan pada efisiensi dan efektivitas anggaran
pendidikan. Dasar dari penggabungan sekolah adalah Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang program Pembangunan
Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004 yang menjelaskan bahwa
salah satu kegiatan pokok yang mengupayakan pemerataan
pendidikan dasar adalah dengan melaksanakan revitalisasi serta
penggabungan (regrouping) sekolah-sekolah terutama sekolah
28
dasar, agar tercapai efisiensi dan efektivitas sekolah yang didukung
dengan fasilitas yang memadai. Penggabungan juga dimaksudkan
dalam rangka efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan
di Sekolah Dasar sehingga perlu diambil kebijakan untuk
menggabung, menghapus, dan atau mengganti nama sekolah dasar.
Landasan hukum lain tentang kebijakan regrouping sekolah
adalah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan
Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar. Tujuan penggabungan
tersebut adalah untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga guru,
peningkatan mutu, efisiensi biaya bagi perawatan gedung sekolah
dan sekolah yang ditinggalkan dimungkinkan penggunaannya
untuk rencana pembukaan SMP kecil/SMP kelas jauh atau setara
sekolah lanjutan sesuai ketentuan setempat untuk menampung
sekolah dasar. Berdasarkan tujuan tersebut dapat dilihat
keberhasilan dengan bercermin pada tujuan yang tertera dalam
landasan hukum. Kriteria keberhasilan regrouping yang
berlandaskan pada landasan hukum dan tujuan diatas adalah yaitu:
1) Pemenuhan jumlah tenaga pendidik/guru
2) Peningkatan mutu pendidikan
3) Peningkatan efisiensi biaya pendidikan
4) Efektivitas penyelenggaraan pendidikan
5) Pembukaan/pendirian SMP kecil/SMP kelas jauh untuk
memanfaatkan sekolah yang ditinggalkan.
Secara lebih spesifik dalam Peraturan Walikota Yogyakarta
Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Pedoman Regrouping Satuan
29
Pendidikan, regrouping atau pengintegrasian sekolah diartikan
sebagai peleburan atau penggabungan dua atau lebih sekolah yang
sejenis menjadi satu sekolah. Pada bab 2 pasal 2 dijelaskan tentang
parameter pelaksanaan regrouping sekolah yaitu lokasi, jumlah
siswa, keterbatasan saran, dan kebijakan pemerintah. Sedangkan
pada bab 2 pasal 3 dijelaskan tentang persyaratan dilakukannya
regrouping sesuai parameter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
yaitu:
1) Jumlah peserta didik tidak memenuhi persyaratan sesuai
standar minimal yang ditetapkan pada Peraturan Pemerintah
nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
2) Satuan pendidikan yang diregrouping harus sesuai jenjang dan
jenisnya.
3) Jarak antar satuan pendidikan yang
diregrouping/diintegrasikan saling berdekatan dalam satu
wilayah dan/atau satu kompleks.
4) Jarak sekolah hasil regrouping tidak boleh melebihi dari 2 km
dengan jarak sekolah terdekat baik negeri maupun swasta.
Pendapat lain tentang regrouping juga diungkapkan oleh Siti
Irine (2014: 267) beliau mengatakan bahwa kebijakan regrouping
merupakan satu cara pengembangan sekolah dengan
memberdayakan dan mengembangkan berbagai sumber daya
pendidikan untuk mencapai peningkatan mutu pendidikan dan
efektivitas sekolah. Kebijakan regrouping sekolah merupakan salah
satu upaya untuk memperbaiki pengelolaan sekolah. Pengelolaan
sekolah adalah sebuah proses untuk menempatkan sekolah sebagai
lembaga yang mempunyai wewenang untuk menetapkan kebijakan
menyangkut visi, misi, dan tujuan sekolah yang nantinya akan
30
membawa implikasi terhadap pengembangan kurikulum dan
program-program operatif sekolah. Diharapkan dengan adanya
kebijakan yang dibuat dan pengelolaan pendidikan pada satuan
pendidikan, maka sekolah dapat terus memperbaiki dan
meningkatkan kualitasnya.
b. Model-Model Sekolah Regrouping
Menurut hasil penelitian dari Dwi Budi Susanto (2009)
terdapat 2 jenis model sekolah regrouping yang bisa diterapkan
sebagai upaya efisiensi penyelenggaraan pendidikan yaitu
regrouping dalam arti penggabungan dua sekolah menjadi satu
lembaga (total regrouping) dan regrouping dalam arti
penggabungan dua sekolah dibawah satu manajemen (managerial
regrouping). Pada model regrouping sekolah secara total akan
terjadi kelebihan tenaga pengajar atau guru sehingga kelebihan
tenaga pengajar tersebut nantinya dapat dialihkan ke sekolah lain
yang masih kekurangan guru.
Sedangkan pada model regrouping sekolah dalam arti
penggabungan di bawah satu manajemen dua sekolah yang
diregrouping tidak berdiri sebagai dua lembaga dengan manajemen
yang terpisah tetapi menjadi satu lembaga dibawah satu
manajemen. Dengan memberlakukan satu manajemen dan satu
lembaga maka penyelenggaraan pendidikan akan lebih terarah dan
31
terencana sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan oleh
sekolah yang bersangkutan.
c. Mutu Pendidikan Pada Sekolah Regrouping
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, tujuan dilakukannya
regrouping sekolah adalah untuk efisiensi dan efektivitas sekolah,
memperbaiki pengelolaan sekolah, dan memperbaiki mutu
pendidikan di sekolah. Meskipun fokus utama dalam
penyelenggaraan sekolah regrouping adalah untuk efektivitas dan
efisiensi pendidikan tetapi mutu pendidikan di sekolah regrouping
juga harus diperhatikan. Sekolah regrouping tentu harus memiliki
rencana yang baik dalam pengelolaan sekolahnya. Sekolah harus
mempunyai strategi yang baik untuk membuat model pengelolaan
baru untuk sekolahnya. Jika tidak maka sekolah regrouping malah
justru akan menyebabkan masalah baru, masalah tersebut adalah
pada mutu.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Sudiyono, dkk (2009)
menunjukkan bahwa kebijakan regrouping yang ada di SD Pakem
1 berdampak pada penurunan ranking prestasi akademik siswa
sebagai pengelolaan sekolah pasca regrouping yang kurang baik.
Menurunyya ranking prestasi akademik siswa juga disebabkan
karena sekolah memperoleh murid yang memiliki kemampuan
yang lebih rendah dari sekolah yang diregrouping. Hal serupa juga
ditunjukkan dalam hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh
32
Marsono (2003) yaitu kebijakan regrouping justru menimbulkan
masalah, baik masalah organisasi, kesiswaan, kurikulum,
kepegawaian, pembiayaan, hubungan sekolah dengan masyarakat,
dan ketatalaksanaan sekolah. Hal tersebut terjadi karena
pelaksanaan penggabungan sudah dilakukan akan tetapi surat
keputusan penggabungan belum terbit. Penelitian yang pernah
dilakukan oleh Siti Irine (2012) menunjukkan bahwa pasca
regrouping SD Negeri Umbulharjo 2 terus berupaya
mengembangkan budaya mutu dan memperbaiki mutu sekolah
secara bertahap. Karena guru dan kepala sekolah perlu beradaptasi
dalam lingkungan yang baru.
Dari beberapa hasil penelitian tentang regrouping di atas
penulis dapat menarik kesimpulan bahwa mutu yang dihasilkan
pada sekolah regrouping tergantung pada bagaimana pengelolaan
sekolah pasca regrouping. Jika sekolah mengelola sekolahnya
dengan baik maka mutu secara bertahap akan dapat diperbaiki
tetapi jika sekolah tidak mengelola sekolah dengan baik maka yang
terjadi hanyalah memunculkan masalah baru yaitu masalah mutu
pada sekolah regroupiung. Padahal mutu pendidikan adalah
prioritas utama dalam penyelenggaraan pendidikan.
33
B. Penelitian yang Relevan
Untuk menghindari duplikasi, peneliti melakukan penelusuran
terhadap penelitian-penelitian terdahulu. Dari hasil penelusuran penelitian
terdahulu, diperoleh beberapa masalah yang berkaitan dengan masalah
yang akan diteliti, yaitu:
1. Pengembangan Budaya Mutu dalam Meningkatkan Kualitas Madrasah
di Madrasah Ibtidaiyyah Negeri Kota Bandar Lampung. Penelitian ini
dilakukan oleh Syaiful Anwar, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung pada
tahun 2014. Hasil penelitiannya adalah dalam tatanan birokrasi telah
berkembang nilai-nilai budaya mutu, yakni nilai kemandirian, nilai
inovatif, nilai perbaikan yang kontinyu, dan nilai pemberdayaan serta
nilai-nilai dasar yaitu nilai-nilai dasar kesehatan, kebenaran, kasih
sayang, dan spiritual. Nilai tersebut tumbuh dan berkembang
bersentuhan dengan struktur yang telah mapan. Pada pola interaksi
kepemimpinan mengacu pada pola interaksi kepemimpinan yang
berorientasi pada pengembangan mutu, yakni inisiatif terhadap
sesuatu yang inovatif, sharing visi, mendorong orang lain bertindak,
dan menjadi teladan.
2. Pengembangan Budaya Mutu di SMK PGRI 1 Karanganyar.
Penelitian ini dilakukan oleh Moh. Arobi, Sutama, dan Ahmad
Muhibbin, mahasiswa Program Magister Manajemen Pendidikan
Pascasarjana UMS Surakarta pada tahun 2013. Hasil penelitiannya
34
adalah budaya mutu di SMK PGRI 1 Karanganyar dalam peningkatan
hasil belajar siswa masih terbatas pada kegiatan pembelajaran
sebagaimana yang diprogramkan sekolah dalam manajemen berbasis
sekolah, evaluasi diri sekolah, dan standar pelayanan minimal, jadi
belum dikembangkan pada kegiatan peningkatan mutu akademik,
misalnya kegiatan pembimbingan khusus bagi siswa beprestasi,
pembinaan siswa yang belum berprestasi, dan sebagainya, bentuk-
bentuk pengembangan budaya mutu nonakademik yang berlangsung
di SMK PGRI 1 Karanganyar juga belum optimal, masih terbatas pada
kegiatan pramuka yang menonjol, dan yang lainnya seperti olahraga
(bolla voli, basket), seni (musik, tari, lukis), PMR, dan UKS belum
optimal.
3. Pengelolaan Sekolah Dasar Regrouping (Studi Situs SDN Gondosuli 2
dan 3 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang). Penelitian ini
dilakukan oleh Murdono dan Sutama Guru SDN Muntilan dan Staf
Pengajar Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2012.
Hasil penelitiannya adalah Sumber Daya Manusia sekolah dasar
regrouping di SDN Gondosuli 2 dan 3 tidak hanya mengukir prestasi
dalam bidang akademik dan non akademik saja, namun mampu
menunjukkan sikap santun dan sikap religi. Kepala sekolah memiliki
sikap demokratis dengan melibatkan berbagai pihak dalam kegiatan
sekolah termasuk masyarakat untuk menjadi kepanitiaan dalam
pengajian akhir semester. Guru datang tepat waktu di sekolah dan
35
bersedia menjadi pemandu dalam kegiatan ekstrakurikuler tanpa
memikirkan honor atau uang transport. Kinerja guru dalam mengelola
pembelajaran yang menggunakan prinsip student center dan
mengoptimalkan lingkungan sebagai sumber belajar mampu
membawa siswa berprestasi.
Dari ketiga hasil penelitian terdahulu di atas, terdapat kesamaan dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, yaitu pengembangan budaya
mutu di sekolah. Akan tetapi dari keempat penelitian tersebut tidak ada
yang benar-benar sama dengan masalah yang akan diteliti. Dalam
penelitian ini, peneliti akan meneliti tentang bagaimana kebijakan sekolah
dalam mengembangkan budaya mutu pada sekolah regrouping.
Untuk hasil penelitian yang pertama, persamaannya terletak pada
pengembangan budaya mutu sekolah. Penelitian yang dilakukan oleh
Syaiful Anwar adalah hanya ingin mengetahui pengembangan budaya
mutu yang ada di Madrasah Ibtidaiyyah Negeri Bandar Lampung yang
lebih menekankan pada tatanan birokrasi dan pola kepemimpinan. Untuk
penelitian yang dilakukan oleh Moh. Arobi, Sutama, dan Ahmad Muhibbin
lebih menekankan pada pengembangan budaya mutu akademik dan non
akademik siswa. Penelitian yang ketiga yang dilakukan oleh Murdono dan
Sutama membahas tentang pengelolaan sekolah regrouping dimana
pengelolaan sendiri lebih berorientasi pada tindakan
mengimplementasikan kebijakan. Sedangkan penelitian yang dilakukan
36
oleh peneliti fokusnya ada pada proses formulasi kebijakan dan bukan
pada tahap implementasi kebijakan.
Dari pemaparan di atas telah jelas mengenai perbedaan dan
persamaan antara penelitian yang akan dilakukan dengan hasil penelitian-
penelitian terdahulu yang sudah dilakukan. Oleh karena itu penelitian yang
berjudul “Kebijakan Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu pada
Sekolah Regrouping di SD Ungaran 1 Yogyakarta” dapat dilakukan karena
masalah yang akan diteliti bukan duplikasi dari penelitian-penelitian
sebelumnya.
C. Kerangka Berpikir
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengintrepetasikan bagaimana
proses formulasi kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu
sekolah pasca regrouping yang pernah dilakukan oleh SD N Ungaran 1
Yogyakarta. Kebijakan regrouping sendiri merupakan strategi yang
diambil oleh pemerintah dalam upaya memeratakan mutu atau kualitas
pendidikan yang berlandaskan pada efektivitas dan evisiensi
penyelenggaraan pendidikan. Namun pasca kebijakan regrouping bukan
berarti tugas sekolah dalam memperbaiki kualitas atau mutu sekolah
selesai begitu saja.
Tantangan-tantangan yang harus dihadapi sekolah pasca kebijakan
regrouping akan muncul dalam bentuk masalah-masalah baru. Masalah-
masalah tersebut ada pada pengelolaan kembali sekolah yang baru dan
proses adaptasi. Sekolah baru pasca regrouping mengalami percampuran
37
baik budaya, karakteristik, maupun kualitas sekolah. Hal ini terjadi karena
masing-masing sekolah membawa ciri khasnya masing-masing. Jika
perbedaan-perbedaan tersebut tidak disatukan maka bukan tidak mungkin
kualitas sekolah justru akan menurun pasca regrouping. Padahal tujuan
dilakukannya regrouping sendiri adalah untuk memeratakan kualitas
pendidikan di Indonesia.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, maka sekolah
harus bisa mengatur ulang kembali dan membuat strategi baru untuk
pengelolaan sekolah pasca regrouping agar mutu atau kualitas sekolah
dapat terus diperbaiki dan ditingkatkan. Strategi tersebut dapat dilakukan
dengan cara membuat atau memformulasikan kebijakan sekolah yang
berorientasi pada pengembangan budaya mutu sekolah. Oleh sebab itu
perlu adanya perencanaan yang matang khususnya dalam tahap formulasi
kebijakan sekolah agar nantinya kebijakan sekolah yang dibuat dapat
menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh sekolah. Proses
formulasi kebijakan sekolah hendaknya melibatkan pihak-pihak yang
dianggap penting dan berkemampuan untuk membuat kebijakan. Proses
formulasi kebijakan itu sendiri berlangsung dalam 4 tahapan secara umun
yaitu perumusan masalah, penetapan agenda kebijakan, pemilihan
alternatif kebijakan, dan penetapan kebijakan. Sesuai dengan penjelasan di
atas maka dapat dibuat kerangkan berfikir sebagai berikut:
38
Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir
D. Pertanyaan Penelitian
1. Apa latar belakang dilakukannya regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
2. Bagaimana budaya mutu masing-masing sekolah sebelum diregrouping?
3. Apa latar belakang dibuatnya kebijakan sekolah dalam mengembangkan
budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta?
4. Bagaimana peran dari masing-masing pihak yang terlibat pada proses
formulasi kebijakan pengembangan budaya mutu pada sekolah
regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta?
Pemerataan Mutu Pendidikan
Kebijakan Regrouping Sekolah
Implementasi
Muncul Masalah
Baru
Strategi
Formulasi Kebijakan Sekolah
Adaptasi dan
Pengelolaan
Sekolah
Budaya,
Karakteristik,
dan Kualitas
Masing-Masing
Sekolah
Berbeda
Budaya
Mutu
Penurunan
Kualitas
Sekolah
1. Perumusan Masalah
2. Agenda Kebijakan
3. Penentuan Alternatif Kebijakan
4. Penetapan Kebijakan
39
5. Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan sekolah dalam proses
perumusan kebijakan pengembangan budaya mutu pada sekolah
regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta?
40
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas tentang langkah-langkah yang dilakukan oleh
peneliti dalam melakukan penelitian, metode yang akan digunakan dalam
penelitian, pendekatan penelitian dan sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana kerangka
konsep teoritik kearah pengembangan strategi dikaji dan dianalisis melalui
studi eksplorasi terhadap kepustakaan yang relevan. Data-data yang
diperolehpun juga bukan berbentuk angka melainkan informasi yang
berbentuk kata-kata. Berdasarkan pada perumusan masalah dan tujuan
penelitian, maka tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif. Sugiyono (2006: 11) mengatakan bahwa penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai
variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan,
atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain.
Sedangkan menurut Irawan (2007: 215) adalah penelitian yang bertujuan
untuk menjelaskan sesuatu seperti apa adanya (as it is) secara mendalam.
Melalui penelitian kualitatif deskriptif ini dapat digambarkan kondisi
faktual tentang bagaimana proses perumusan atau formulasi kebijakan
sekolah dalam mengembangkan budaya mutu sekolah pasca regrouping yang
pernah dilakukan oleh SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta dengan
41
mengintepretasikan informasi-informasi yang diperoleh dari para informan
yang pernah terlibat dalam proses formulasi kebijakan sekolah.
B. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian
1. Subyek
Subyek penelitian adalah individu, benda, atau organisme yang
dijadikan sebagai sumber informasi yang dibutuhkan dalam
pengumpulan data penelitian. Istilah lain yang digunakan untuk
menyebut subyek penelitian adalah informan, yaitu orang yang memberi
respon atas suatu perlakuan yang diberikan kepadanya. Suharsimi
Arikunto (2006: 145) mengatakan bahwa subyek penelitian adalah
subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Dalam penelitian ini yang
menjadi subyek penelitian adalah SD N Ungaran 1 Yogyakarta.
2. Obyek
Obyek penelitian merupakan permasalahan yang akan diteliti.
Husen Umar (2005: 303) menyatakan bahwa obyek penelitian
menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi obyek penelitian.
Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan, bisa juga ditambahkan
dengan hal-hal lain jika dianggap perlu. Sedangkan menurut Sugiyono
(2009: 38) pengertian obyek penelitian adalah suatu atribut, sifat, nilai
dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.
42
Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa obyek
penelitian adalah suatu sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan
tertentu untuk mendapatkan data tertentu yang mempunyai nilai, skor
atau ukuran yang berbeda. Obyek penelitian ini adalah proses formulasi
kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu pada sekolah
regrouping di SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta.
3. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian di SD
Negeri Ungaran 1 Yogyakarta yang beralamatkan di Jl. Serma Taruna
Ramli No.3 Kota Yogyakarta. Alasan peneliti mengambil lokasi ini
karena SD N Ungaran 1 Yogyakarta adalah hasil regrouping dari SD N
Ungaran 1, SD N Ungaran 2, dan SD N Ungaran 3 Yogyakarta.
Meskipun merupakan hasil sekolah regrouping namun pada tahun 2015
sekolah ini berhasil memperoleh juara 1 tingkat Nasional dalam lomba
budaya mutu.
C. Informan
Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan
utama dalam pengumpulan data adalah pemilihan informan. Sugiyono
(2014: 298) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak digunakan
istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “Social Situation” atau
situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku
(actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Penelitian
kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu
43
dan hasil keahliannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi
ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan
dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari. Sampel dalam penelitian
kualitatif disebut dengan narasumber, informan, atau partisipan.
Dalam penelitian ini peneliti menentukan informan dengan
menggunakan teknik snowball sampling. Sugiyono (2014: 300) menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan snowbal sampling adalah teknik penentuan
informan sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama
menjadi besar. Hal tersebut dilakukan karena dari jumlah sumber data yang
sedikit itu belum mampu memberikan data yang cukup lengkap, maka
peneliti perlu mencari lagi orang lain yang dapat digunakan sebagai sumber
data. Jadi, untuk menentukan informan dimulai saat peneliti mulai
memasuki lapangan dan selama penelitian sedang berlangsung. Awalnya
peneliti harus menentukan key informance terlebih dahulu dengan
pertimbangan bahwa key informance tersebut adalah orang yang dianggap
paling tahu dan dapat memberikan informasi tentang data yang akan dicari.
Kemudian peneliti akan menetapkan informan lainnya berdasarkan
rekomendasi dari key informance tersebut.
Seperti yang telah disebutkan bahwa pemilihan informan pertama
merupakan hal yang sangat utama sehingga harus dilakukan secara cermat.
Karena penelitian ini mengkaji tentang kebijakan sekolah dalam
mengembangkan budaya mutu di SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta, maka
peneliti memutuskan informan pertama atau key informance yang paling
44
sesuai dan tepat ialah Kepala Sekolah SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta
yaitu Ibu Dwi Atmi Sutarini. Dari key informance ini selanjutnya diminta
untuk memberikan rekomendasi untuk memilih informan-informan
berikutnya, dengan catatan informan-informan tersebut merasakan dan
menilai bagaimana budaya mutu dan kebijakan sekolah dalam
mengembangkan budaya mutu pada sekolah regrouping sehingga terjadi
sinkronisasi dan validasi data yang didapatkan dari informan pertama.
Dalam penelitian ini yang menjadi informan berdasarkan dari hasil
rekomendasi kepala sekolah sebagai key informance yaitu Kepala Sekolah,
Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, guru, pegawai perpustakaan, dan
komite sekolah.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti
untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Pada penelitian kali ini
peneliti memilih pendekatan kualitatif maka data yang diperoleh haruslah
mendalam, jelas dan spesifik. Selanjutnya dijelaskan oleh Sugiyono (2009:
225) bahwa pengumpulan data dapat diperoleh dari hasil observasi,
wawancara, dokumentasi, dan gabungan/triangulasi. Pada penelitian ini
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara observasi,
dokumentasi, dan wawancara.
1. Observasi
Nana Syaodih (2007: 220) menyatakan bahwa metode
observasi adalah suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan
45
jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang
berlangsung. Pelaksanaan observasi ini dilakukan untuk memperoleh
data berupa kejadian-kejadian atau hal-hal apa saja yang ada dan
ditemui di SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta yang berhubungan
dengan data yang akan dicari. Agar observasi berjalan dengan lancar
maka peneliti menyiapkan pedoman observasi sebagai alat untuk
melakukan observasi. Observasi ini dilakukan dengan mengamati dan
mencatat langsung terhadap objek penelitian, yaitu dengan mengamati
kegiatan-kegiatan atau aktivitas sekolah yang sedang berjalan di SD
Negeri Ungaran 1 Yogyakarta.
Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Observasi
No Aspek yang dikaji Indikator yang dicari
1.
Kondisi Lingkungan
Sekolah
a. Slogan atau simbol-simbol
yang ada di sekolah.
b. Kondisi fisik sekolah
termasuk sarana dan
prasarana sekolah.
2. Wawancara
Dalam teknik pengumpulan menggunakan wawancara hampir
sama dengan kuesioner. Wawancara itu sendiri dibagi menjadi 3
kelompok yaitu wawancara terstruktur, wawancara semi-terstruktur,
dan wawancara mendalam (in-depth interview). Sulistyo Basuki
(2006: 173) menjelaskan bahwa tujuan dari wawancara mendalam
adalah untuk mengumpulkan informasi kompleks yang sebagian besar
berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi. Untuk menghindari
46
kehilangan informasi, maka peneliti meminta ijin kepada informan
untuk menggunakan alat perekam. Sebelum dilangsungkan
wawancara mendalam, peneliti menjelaskan atau memberikan sekilas
gambaran dan latar belakang secara ringkas dan jelas mengenai topik
penelitian. Peneliti harus memperhatikan cara-cara yang benar dalam
melakukan wawancara, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Pewawancara hendaknya menghindari kata yang memiliki arti
ganda, taksa, atau pun yang bersifat ambiguitas.
b. Pewawancara menghindari pertanyaan panjang yang mengandung
banyak pertanyaan khusus. Pertanyaan yang panjang hendaknya
dipecah menjadi beberapa pertanyaan baru.
c. Pewawancara hendaknya mengajukan pertanyaan yang konkrit
dengan acuan waktu dan tempat yang jelas.
d. Pewawancara seyogyanya mengajukan pertanyaan dalam rangka
pengalaman konkrit si informan.
e. Pewawancara sebaiknya menyebutkan semua alternatif yang ada
atau sama sekali tidak menyebutkan alternatif.
f. Dalam wawancara mengenai hal yang dapat membuat informan
marah, malu atau canggung, gunakan kata atau kalimat yang
dapat memperhalus.
Teknik wawancara dilakukan dengan bertatap muka langsung
antara peneliti dengan informan. Dalam proses wawancara dilakukan
tanya jawab untuk saling bertukar informasi dan ide, sehingga dapat
diperoleh jawaban yang lengkap sesuai dengan pedoman wawancara
yang sudah dibuat. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah
berkaitan dengan latar belakang dibuatnya kebijakan sekolah dalam
mengembagnkan budaya mutu pada sekolah regrouping, tahap
formulasi kebijakan dalam pembuatan kebijakan sekolah dalam
mengembangkan budaya mutu pada sekolah regrouping, dan pihak-
pihak yang terlibat dalam pembuatan kebijakan.
47
Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Wawancara
No. Aspek yang
dikaji
Indikator yang
dicari
Informan
1 Alasan Dibuatnya
Kebijakan
a. Latar belakang
dilakukannya
regrouping
Dinas
Pendidikan
Kota
Yogyakarta
Guru,
pegawai, dan
Dinas
Pendidikan
Kota
Yogyakarta.
b. Budaya Mutu
sekolah sebelum
diregrouping
c. Latar belakang
pembuatan
kebijakan sekolah
dalam
mengembangkan
budaya mutu
Kepala
Sekolah, Guru,
dan Pegawai.
2 Proses Perumusan
Kebijakan
a. Peran masing-
masing pihak
yang terlibat
dalam formulasi
kebijakan
Dinas
Pendidikan
Kota
Yogyakarta,
Kepala
Sekolah, Guru,
Pegawai, dan
Komite
Sekolah
b. Langkah-langkah
perumusan
kebijakan
(perumusan
masalah, agenda
kebijakan,
penyusunan
alternatif
kebijakan,
penetapan
kebijakan)
Kepala
Sekolah, Guru,
dan Pegawai.
48
3. Dokumentasi
Dokumen menurut Sugiyono, (2009: 240) merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen yang digunakan peneliti disini
berupa foto, gambar, serta data-data mengenai hasil belajar dan
prestasi siswa serta kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya
mutu di SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta. Hasil penelitian dari
observasi dan wawancara akan semakin sah dan dapat dipercaya
apabila didukung oleh foto-foto.
Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Dokumentasi
No Aspek yang
dikaji
Indikator yang dicari
1 Arsip tertulis a. Buku profil SD Negeri Ungaran I
Yogyakarta pasca regrouping.
b. Visi dan Misi sekolah
c. Aturan-aturan tertulis tentang kebijakan
sekolah dalam mengembangkan budaya
mutu
2 Foto a. Gedung Sekolah di SD Negeri Ungaran
I Yogyakarta
b. Sarana dan prasarana sekolah
E. Instrumen
Kountur (2007: 159) menyatakan bahwa semua penelitian
memerlukan instrumen untuk pengumpulan sebuah data. Instrumen adalah
alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Sesuai dengan pendapat
tersebut, penulis menyimpulkan bahwa instrumen dalam penelitian ini adalah
peneliti sendiri dengan dibantu alat-alat seperti alat perekam suara, tape
recorder, kamera, alat tulis dan pedoman wawancara. Pedoman wawancara
digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan
49
penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian
tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Selain itu peneliti juga harus membuat pedoman wawancara sebagai bahan
dalam menulis hasil penelitian karena jika peneliti hanya mengandalkan
kemampuan ingatan yang sangat terbatas peneliti khawatir data yang sudah
diperoleh ada yang lupa.
Penggunaan model wawancara tentu saja disesuaikan dengan
keberadaan data-data di lapangan yang diperlukan peneliti. Dengan demikian
untuk wawancara yang terstruktur, seperangkat pertanyaan sudah
dipersiapkan terlebih dahulu dengan mengklasifikasikan bentuk-bentuk
pertanyaan. Suharsimi Arikunto (2010: 137) menyatakan bahwa penelitian
kualitatif bersifat mendeskripsikan keadaan atau fenomena yang sedang
terjadi, sehingga instrumen diperlukan karena peneliti dituntut dapat
menentukan data yang diangkat dari fenomena atau peristiwa tertentu,
peneliti dalam melaksanakan wawancara sifatnya tidak terstruktur, tetapi
minimal peneliti menggunakan ancang-ancang yang akan ditanyakan sebagai
pedoman wawancara (interview guide).
F. Keabsahan Data
Sugiyono (2014: 369-376) berpendapat bahwa setiap penelitian harus
memiliki kredibilitas sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Kredibilitas
penelitian kualitatif adalah keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi
masalah yang majemuk atau keterpercayaan terhadap hasil data penelitian.
Untuk menjaga kredibilitas data dalam penelitian ini peneliti akan
50
menggunakan cara triangulasi dan meningkatkan ketekunan. Moleong (2010:
331) mengatakan bahwa triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu sebagai bahan
pertimbangan. Proses trianggulasi ini dapat dilakukan dengan cara triangulasi
sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu.
Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan
menggunakan triangulasi data. Triangulasi yang dalam penelitian ini
menggunakan 3 cara yaitu triangulasi sumber, triangulasi waktu, dan
triangulasi teknik.
1. Triangulasi Sumber
Sugiyono (2012: 127) menyatakan bahwa triangulasi sumber
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui
beberapa sumber. Triangulasi sumber dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan penggalian data dari sumber yang berbeda baik sumber data
primer yang meliputi kepala sekolah dan guru melalui wawancara
mendalam maupun dari data sekunder seperti, kebijakan sekolah dan
program-program sekolah dengan pihak luar.
2. Triangulasi Teknik
Sugiyono (2012: 127) menyatakan bahwa triangulasi teknik
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda. Triangulasi teknik yang dilakukan oleh peneliti
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik pengumpulan
51
data yang berbeda kepada masing-masing sumber yang diteliti di atas.
Teknik ini menggunakan 3 cara yaitu wawancara, observasi, dan
dokumentasi.
Praktik triangulasi dalam penelitian ini tergambar dari kegiatan
peneliti yang bertanya pada informan A kemudian mengklarifikasinya dengan
informan B dan mengeksplorasinya pada informan C untuk memperoleh
kejelasan terhadap data yang diperoleh.
G. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian tentang kebijakan
ini adalah analisis kualitatif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman
seperti yang dikutip oleh Sugiyono (2014: 337) yaitu aktivitas dalam analisis
data kualitatif dilakukan secara terus-menerus sampai tuntas hingga datanya
sudah jenuh. Analisis data tersebut dapat dilakukan dengan melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, serta
membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, serta mencarinya bila
diperlukan. Reduksi data yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian
ini adalah dengan memilah-milah data-data relevan, penting dan
bermakna, dan data yang tidak berguna untuk menjelaskan apa yang
52
menjadi sasaran analisis. Kemudian peneliti menyederhanakannya
dengan membuat fokus, klasifikasi, dan abstraksi data.
b. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah display
data atau menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data
bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman
(Sugiyono, 2014: 341) menyatakan “the most frequent form of display
data for qualitative research data in the past has been narrative text.”
Data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat naratif.
Dengan display data, maka memudahkan untuk memahami apa
yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
telah difahami tersebut. Dalam penelitian ini peneliti menyajikan data
secara deskriptif tentang apa yang ditemukan dalam analisis. Sajian
deskriptif tersebut disajikan dalam bentuk narasi dan alur sajiannya harus
sistematis.
c. Conclusion Drawing/ Verification
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
53
lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan dalam penelitian
kualitatif yang diharapkan merupakan temuan baru yang sebelumnya
masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi lebih
jelas.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa langkah
awal dari analisis data adalah mengumpulkan data yang ada, menyusun
secara sistematis, Kemudian mempresentasikan hasil penelitiannya
kepada orang lain. Dalam penelitian ini peneliti menarik kesimpulan
dengan cara mencermati pola-pola, keteraturan, penjelasan konfigurasi,
dan hubungan sebab akibat.
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta
a. Letak geografis
SD N Ungaran 1 terletak di komplek yang terletak di daerah
Kotabaru tepatnya di Jalan Serma Taruna Ramli No 03
Gondokusuman Yogyakarta. Sekolah ini terletak di kelurahan
Kotabaru Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta. Sekolah ini
berada pada titik koordinat 7°47'11"S 110°22'16"E. Lokasi yang
sangat strategis karena merupakan komplek pusat kota namun jauh
dari keramaian sehingga memungkinkan peserta didik untuk lebih
berkonsentrasi pada saat melakukan proses pembelajaran, Sekolah ini
berada dekat dengan SMA N 3 Yogyakarta, SMA Stella Duce 2
Yogyakarta, dan SD Masjid Syuhada. Sekolah ini menempati lahan
milik sendiri seluas 6761 m2.
b. Sejarah Bedirinya Sekolah Regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta
Secara historis nama SD N Ungaran 1 Yogyakarta diambil dari
nama jalan yaitu jalan Ungaran, Kotabaru Yogyakarta. Menurut
pendapat para guru senior yang saat ini sudah pensiun bahwa nama
jalan tersebut ada sejak jaman Belanda yang pernah menempati di
daerah tersebut. SDN Ungaran 1 Yogyakarta berdiri pada tanggal 5
Juni 1949. SDN Ungaran 1 Yogyakarta dulunya bernama SD Teladan
55
Jalan Ungaran. Konon katanya nama teladan yang melekat pada
sekolah tersebut merupakan simbol bahwa sekolah tersebut betul-betul
menjadi sekolah percontohan bagi sekolah yang ada disekitarnya.
Dari prestasi akademik maupun non akademik juga memang sudah
tidak bisa diragukan lagi. Masyarakat menilai bahwa sekolah tersebut
memang pantas dengan sebutan SD Teladan.
Sehubungan dengan munculnya beberapa pendapat dari
masyarakat terkait nama Teladan yang melekat pada nama Sekolah
“SD Teladan Jl. Ungaran” yang mengkhawatirkan terjadi banyak
persepsi yang berbeda-beda, akhirnya SD Teladan berubah nama
menjadi SDN Ungaran 1 Yogyakarta. Seiring berjalannya waktu
sekolah tersebut semakin banyak peminatnya, namun terbentur dengan
jumlah kapasitas kelas yang sudah termenuhi. Pada tahun 1965
akhirnya bediri SDN Ungaran 2 Yogyakarta yang masih 1 komplek
dengan SDN Ungaran 1. SDN Ungaran 2 juga tidak kalah bersaing
dengan SDN Ungaran 1. Dalam prestasi akademik maupun
nonakademik tetap menjadi perhatian masyarakat meskipun belum
bisa sebaik SD N Ungaran 1.
Dengan keberhasilan SDN Ungaran 1 dan 2 dalam prestasi
akademik maupun nonakademik, muncullah instruksi presiden melalui
Dinas Pendidikan Propinsi DIY yang ditindaklanjuti oleh Dinas
Pendidikan Kota Yogyakarta yang kemudian bedirilah SDN Ungaran
3 Yogyakarta. SDN Ungaran 3 masing-masing kelas hanya 1 rombel.
56
Berbeda dengan SD Ungaran 1 dan 2 dengan masing-masing kelas 2
rombel. Tanggal 21 Juni 2012, keluarlah SK Dinas Pendidikan Kota
Yogyakarta tentang regrouping sekolah. Salah satu sekolah yang
terkena kebijakan tersebut adalah SDN Ungaran 1, 2 dan 3 yang ada
dalam wilayah satu komplek. Akhirnya hasil dari regrouping SDN
Ungaran 1, 2 dan 3, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta melalui SK
nya memutuskan bahwa nama yang digunakan adalah SDN Ungaran 1
Yogyakarta. Alasan menggunakan nama SD N Ungaran 1 Yogyakarta
karena memang diantara ketiga sekolah tersebut yang paling unggul
adalah SD N Ungaran 1 Yogyakarta sehingga diambillah nama SD N
Ungaran 1 Yogyakarta. Selain itu nama tersebut digunakan dengan
alasan bahwa menggunakan nama baru sangat sulit untuk mendaftar
NIS (Nomor Induk Sekolah) ke Pusat, sehingga akan membutuhkan
waktu yang cukup lama. SDN Ungaran 1 Yogyakarta terletak di jalan
Serma Taruna Ramli No.03 Kotabaru, Gondokusuman Yogyakarta.
Sekolah ini berdiri di areal tanah kurang lebih seluas 7.000 m2.
Sekolah ini terdiri dari 1 ruang kepala sekolah, 1 Ruang TU (tata
Usaha), 28 ruang kelas, 1 Ruang Perpustakaan, 1 Ruang UKS, 2
Ruang Kantin, 1 Ruang Koperasi , 3 Laboratorium Komputer, 1
Laboratorium Bahasa, 2 Aula Pertemuan dan 1 Aula Utama. Sekolah
ini juga memiliki ruang khusus diantaranya ruang SBK, Ruang PLH
(Pendidikan Lingkungan Hidup), Ruang belajar Agama Non-Islam.
Ruang Karawitan, Ruang Guru BTAQ (Baca Tulis Al-Quran), Ruang
57
Komite. Selain memiliki ruangan-ruangan khusus, sekolah ini juga
dilengkapi dengan sarana-prasarana yang sangat mendukung Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM).
Sekolah ini juga telah dilengkapi dengan CCTV di beberapa
sudut komplek sekolah untuk mencitakan keamanan dan kenyamanan
bagi warga sekolah. Untuk mendukung proses pembelajaran yang
berbasis IT dan Internet, sekolah ini juga telah dilengkapi dengan Wifi
yang dapat mengakses internet di semua area lingkungan sekolah.
Secara Struktur Keorganisasian, saat ini SDN Ungaran 1 Yogyakarta
memiliki tenaga pendidik dan nonkependidikan kurang lebih 75 orang
yang meliputi guru kelas, guru bidang studi, tenaga tata usaha, tenaga
kebersihan dan keamanan.
c. Visi, Misi, dan Tujuan
Visi, misi, dan tujuan sebuah organiasi merupakan salah satu
syarat yang harus ada dalam pendirian sebuah organisasi. Layaknya
sebuah perusahaan visi dan misi sekolah menjadi sangat penting untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapai. Menurut Arcaro (Terjemahan
Yosal Iriantara, 2007: 154-155) menyatakan bahwa dalam membuat
pernyataan visi sekolah perlu mengartikulasikannya ke dalam satu
alinea masa depan yang diinginkan sekolah yaitu satu hal yang secara
signifikan lebih baik dari sekarang. Visi ini hendaknya didasarkan
pada nilai-nilai dari keyakinan bersama. Arcaro juga menjelaskan
bahwa tujuan dari pernyataan misi adalah untuk mengartikulasikan
58
cara untuk mencapai visi, membuat pernyataan visi berarti membuat
peta perjalanan untuk sekolah atau wilayah yang akan menjadi
pedoman untuk mewujudkan visi.
Visi, misi, dan tujuan yang dibuat oleh SD N Ungaran 1
Yogyakarta beroreintasi pada didasarkan pada keyakinan bersama
untuk bisa menciptakan output yang uggul dalam berbagai bidang
sehingga kelak di masa depan mereka akan dapat berkompetisi secara
global. Visi, misi, dan tujuan yang ada di SD N Ungaran 1 Yogyakarta
antara lain adalah sebagai berikut:
1) Visi Sekolah
Visi SD Ungaran adalah unggul dalam prestasi imtaq dan
iptek, terampil, berbudi luhur, serta berwawasan lingkungan
dengan indikator sebagai berikut:
a) Unggul dalam mencetak generasi bangsa yang berakhlak
mulia dan taqwa kepada Tuhan YME.
b) Unggul dalam perolehan nilai ujian nasional.
c) Unggul dalam Olimpiade MIPA.
d) Unggul dalam penguasaan teknologi informasi dan
komunikasi.
e) Unggul dalam lomba keagamaan.
f) Unggul dalam lomba olah raga, seni, dan budaya.
g) Unggul dalam mencetak generasi bangsa yang berbudaya dan
berwawasan lingkungan.
59
2) Misi Sekolah
Berdasarkan pertimbangan dari segala aspek dan isu
global yang berkembang, maka visi SD N Ungaran 1 Yogyakarta
adalah sebagai berikut:
a) Mengembangkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan.
b) Menciptakan kegiatan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan.
c) Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif, berkarakter
sehingga tumbuh semangat belajar dan bekerja bagi warga
sekolah.
d) Meningkatkan pembinaan prestasi dalam bidang olah raga.
e) Melestarikan dan mengembangkan seni budaya bangsa.
f) Meningkatkan kualitas kompetensi SDM.
g) Meningkatkan sarana dan prasarana yang memadai.
h) Melaksanakan 7 K yaitu Keamanan, Kebersihan, Ketertiban,
Keindahan, Kekeluargaan, Kerindangan dan Kesehatan.
3) Tujuan
Tujuan SD N Ungaran 1 Yogyakarta adalah sebagai
berikut:
a) Terwujudnya mutu akademik dan nonakademik di atas
kriteria ketuntasan minimal berdasarkan Standar Nasional
Pendidikan.
60
b) Tercapainya kemampuan penelitian sederhana sesuai dengan
pengembangan mata pelajaran.
c) Terwujudnya prestasi siswa di bidang agama, seni, budaya
dan olahraga.
d) Terwujudnya SDM yang berkualitas.
e) Terciptanya kebersamaan dan komunikasi yang santun.
f) Terwujudnya sarana dan prasarana yang memadai.
g) Terwujudnya sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan.
h) Terwujudnya sekolah yang berwawasan Teknologi Informasi
dan Komunikasi.
1. Keadaan Sumber Daya yang Dimiliki
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh oleh peneliti
selama peneliti berada di lapangan, maka diketahui bahwa sumber daya
yang dimiliki oleh SD N Ungaran 1 Yogyakarta baik dari segi pendidik,
peserta didik, dan sarana prasarana adalah sebagai berikut:
a. Keadaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Tenaga pendidik dan kependidikan merupakan komponen
sekolah yang sangat penting dalam membantu proses berlangsungnya
kegiatan belajar mengajar. Berhasil tidaknya proses pembelajaran di
sekolah tergantung dari ketersediaan pendidik maupun tenaga
kependidikan. Apabila sekolah kekurangan pendidik ataupun tenaga
kependidikan untuk mengajar atau bahkan pendidik maupun tenaga
kependidikan bekerja tidak sesuai dengan klasifikasi dan kebutuhan
61
yang ada di sekolah maka proses pembelajaran akan terganggu. Hal ini
tentu saja juga akan mempengaruhi prestasi siswa sehingga mutu
pendidikan di sekolah tersebut juga rendah. Oleh sebab itu keberadaan
pendidik dan tenaga kependidikan merupakan salah satu kunci
keberhasilan dari sebuah sekolah untuk bisa mempengaruhi mutu
sekolah. adapun tenaga pendidik dan kependidikan yang ada di SD N
Ungaran 1 Yogyakarta adalah sebagai berikut:
Tabel 4 : Data Pendidik SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan
Tertinggi
Jumlah
Guru Tetap Guru Tidak Tetap
SD - -
SLTP - -
SLTA - -
D-II - -
D-III - -
S 1 33 11
S 2 1 -
S 3 - -
Jumlah 34 11
Sumber: Dokumen Tata Usaha SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa SD N Ungaran 1
Yogyakarta memiliki guru yang berjumlah 45 orang diantaranya 34
guru merupakan guru tetap dan 11 guru bukan merupakan guru tetap.
Dari total keseluruhan seluruh pendidik telah memenuhi kriterian untuk
menjadi guru yaitu telah menempuh S1 sebanyak 44 orang dengan
presentase 98% dan 1 orang yang menjabat sebagai kepala sekolah yang
telah menempuh S2 dengan presentase 2%. Kondisi tersebut tentunya
62
sangat mendukung sekali dalam kegiatan belajar mengajar karena
kemampuan yang dimiliki oleh pendidik sudah sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan
diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan siswa. Harapannya
dengan kondisi yang telah dimiliki oleh guru-guru tersebut dapat
membawa siswa dalam suasana pembelajaran yang mendukung tumbuh
kembang siswa sehingga siswa dapat mengembangkan potensi-potensi
yang ada pada diri mereka.
Tabel 5 : Data Pendidik SD N Ungaran 1 Yogyakarta
No Jabatan Tetap Tidak Tetap
1 Kepala Sekolah 1 -
2 Guru Kelas 25 4
3 Guru Agama Islam 3 -
4 Guru Agama Kristen - -
5 Guru Agama Hindu - -
6 Guru Agama Katholik 2 -
7 Guru Penjas Orkes 3 1
8 Guru Bahasa Inggris 1 -
9 Guru Seni Tari - 1
10 Guru Seni Karawitan - 1
11 Guru TIK - 3
Jumlah 35 10
Sumber: Buku Profil Sekolah
Dalam rangka menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan dan untuk menyukseskan proses pembelajaran maka
jumlah pendidik yang ada di sekolah haruslah sesuai dengan kebutuhan,
seperti halnya di sekolah ini setiap mata pelajaran telah diampu oleh
lebih dari 1 orang kecuali bahasa Inggris, seni tari, dan seni karawitan.
63
Secara rinci dapat guru-guru mata pelajaran tersebut adalah 25 guru
kelas tetap dan 4 guru kelas tidak tetap, guru agama Islam berjumlah 3
orang, guru agama Katholik sebanyak 2 orang, guru olahraga tetap
sebanyak 3 orang dan 1 orang guru tidak tetap guru bahasa Inggris, 1
orang guru seni tari tidak tetap, dan 3 orang guru TIK tidak tetap.
Dengan tersedianya guru-guru tersebut diharapkan proses belajar
mengajar dapat berjalan dengan efisien dan efektif, sehingga siswa akan
merasa senang dengan dan akan berdampak pada peningkatan prestasi
belajar dan mengajar.
Tabel 6 : Data Pegawai SD N Ungaran 1 Yogyakarta
No Jabatan Tetap Tidak Tetap
1 Tata Usaha - 3
2 Penjaga Sekolah - 2
3 Tenaga Perpustakaan 1 2
4 Petugas Kebersihan - 3
5 Petugas Koperasi - 1
6 Satpam - 5
Jumlah 1 16
Sumber: Buku Profil Sekolah
Tenaga kependidikan atau pegawai dalam pendidikan
mempunyai peran penting dalam membantu kelancaran proses belajar
mengajar. Dengan keberadaan tenaga pegawai tersebut tentunya dapat
membantu sekolah dalam mempersiapkan seluruh kebutuhan yang
dapat menunjang kegiatan belajar mengajar di kelas dan bersama-sama
membangun lingkungan sekolah yang nyaman dan tentram sesuai
dengan visi dan misi SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Berdasarkan data di
atas dapat diketahui bahwa jumlah tenaga karyawan berjumlah 17 orang
64
dengan pegawai tetap 1 orang dan 16 orang pegawai tidak tetap. Tenaga
kependidikan atau pegawai sekolah berperan dalam menunjang proses
kegiatan belajar mengajar, karena setiap pegawai sudah memiliki
kompetensi pekerjaan sesuai dengan jabatan yang diampunya.
b. Keadaan Peserta Didik
Peserta didik merupakan komponen utama dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Peserta didik juga merupakan
indikator utama dalam melihat keberhasilan suatu sekolah. Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diperoleh
perkembangan jumlah siswa di SD N Ungaran 1 Yogyakarta setelah
dilakukannya regrouping yaitu:
Tabel 7 : Jumlah Peserta Didik SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Tahun Ajaran Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki Perempuan
2014/2015 408 379 809
2015/2016 422 385 807
2016/2017 411 355 766
Sumber: Buku Profil Sekolah
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa setiap tahun
dalam penerimaan siswa baru selalu ada perbandingan jumlah siswa
laki-laki lebih banyak daripada siswa perempuan.
2. Sarana dan Prasarana Sekolah
Bangunan SD N Ungaran 1 Yogyakarta merupakan bangunan
peninggalan Belanda dan mengalami beberapa renovasi setelah
dilakukannya regrouping seperti penambahan ruang kelas baru,
perpustakaan baru yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar
65
siswa. Adapaun kondisi sarana dan prasarana di SD N Ungaran 1
Yogyakarta adalah sebagai berikut:
a. Ruang Belajar/Kelas
Di SD N Ungaran 1 Yogyakarta terdapat 28 ruang kelas yang
digunakan dalam proses belajar mengajar. Kondisi siswa yang
berjumlah 766 siswa jika dibandingkan dengan jumlah ruangan yang
tersedia sudah dapat dikategorikan memadai dan layak. Kondisi setiap
kelas juga bersih dan rapi serta terlihat sejuk dan asri karena memang
banyak pepohonan dan tanaman-tanaman di sekitar sekolah. setiap
ruangan hampir seluruhnya terisi oleh kursi dan meja siswa, white
board, pojok pustaka, kipas angin, dispenser, dan LCD.
b. Ruang Kepala Sekolah
Ruang kepala sekolah SD N Ungaran 1 Yogyakarta berada di
sisi utara sekolah tepatnya di sekitar lobby sekolah tepat disamping
ruang TU. Terdapat pintu penghubung antara ruang kepala sekolah
dan ruang TU hal ini bertujuan untuk memudahkan akses keutuhan
antara TU maupun kepala sekolah. di dalam ruang kepala sekolah
dilengkapi dengan meja tamu, kursi, rak dokumen, AC, Jam dinding,
struktur organisasi, pernyataan integrasi dan kode etik guru dan kepala
sekolah, dan CCTV yang mengawasi seluruh ruangan yang ada di
sekolah yang kesemuanya itu bertujuan untuk menunjang kinerja
kepala sekolah.
66
d. Ruang TU
Ruang tata usaha terletak di area sekitar lobby tepatnya di depan
pintu gerbang sisi utara dan di sebelah ruang kepala sekolah. Ruangan
ini cukup luas dan terdapat ruang tamu. Ruangan ini sangat strategis
sehingga memudahkan karyawan dalam mempersiapkan kebutuhan
pembelajaran siswa. Fasilitas di ruangan ini cukup lengkap seperti
komputer, printer, almari dan rak-rak untuk dokumen sekolah.
e. Ruang Guru
Ruang guru terletak di sebelah utara bagian sayap barat. Setelah
dilakukannya regrouping ruang guru seluruhnya menjadi satu
meskipun guru-gurunya berasal dari 3 sekolah yang berbeda. Hal ini
bertujuan untuk lebih mengakrabkan guru-guru dan supaya dapat
melakukan kerjasama dengan mudah. Luas ruang guru yang ada di SD
N Ungaran 1 Yogyakarta adalah 16 x 6 m2. Di dalam ruang guru
kondisinya sangat rapi dan terdapat ruang tamu di tengahnya. Di
masing-masing meja guru juga terdapat pernyataan integrasi dan kode
etik guru yang ditempelkan. Ruang guru ini terlihat rapi dan tidak
sempit sesuai dengan jumlah guru yang ada.
f. Parkir Kendaraan Guru
Ruang parkir kendaraan guru berada di pintu masuk UPT
Pengelola TK dan SD Wilayah Utara Kota Yogyakarta. Tempat parkir
ini sedikit agak sempit karena menjadi satu dengan parkir kendaraan
pegawai UPT.
67
g. Ruang Perpustakaan
Ruang perpustakaan SD N Ungaran 1 Yogyakarta sudah cukup
luas meskipun menurut standar perpustakaan masih sedikit kurang
luas. Perpustakaan ini diberi nama perpustakaan Cahaya Ilmu dengan
luas 8,5 x 16 m2. Fasilitas yang diberikan oleh perpustakaan antara
lain adalah kursi-kursi dan meja, koleksi buku yang lengkap, rak-rak
buku yang mudah dijangkau, permainan edukatif, komputer untuk
mencari katalog buku, TV dan CD pembelajaran, rak sepatu, dll.
h. Ruang Laboratorium
Terdapat 3 laboratorium di SD N Ungaran 1 Yogyakarta antara
lain adalah laboratorium bahasa seluas 8 x 7 m2 yang berada di lantai
2. Namun laboratorium ini masih dalam kondisi direnovasi,
laboratorium komputer yang berjumlah 3 ruang dengan luas masing-
masing 6 x 6 m2, 7,5 x 6,75 m
2, dan 8 x 7 m
2 yang digunakan untuk
pembelajaran TIK serta laboratorium IPA yang berjumlah 2 ruangan
masing-masing seluas 9 x 7 m2 dan 8 x 7 m
2 yang digunakan untuk
pembelajaran IPA.
i. Ruang Seni Tari
Ruang seni tari berada di lantai satu tepatnya di sebelah kantin
gedung utara. Ruangan ini cukup luas yaitu sekitar 15 x 10 m2.
Ruangan ini sebenarnya adalah ruang serbaguna. Terkadang
digunakan untuk olahraga ketika hujan tiba dan tidak memungkinkan
untuk melakukan kegiatan pembelajaran di lapangan.
68
j. Ruang Karawitan
Ruang karawitan terletak di lantai 2 gedung utara sayap timur.
Ruangan ini digunakan untuk mata pelajaran dan ekstrakurikuler seni
karawitan. Di dalam ruangan ini terdapat alat-alat music gamelan
lengkap untuk mendukung proses belajar mengajar siswa.
k. Ruang UKS
Ruang UKS ini tidak terlalu besar hanya sekitar 9 x 2,5 m2
namun fasilitas-fasilitasnya sudah lengkap seperti kotak P3K dan
obat-obatan yang lengkap, tempat tidur, kipas angin, tempat sampah,
dan ventilasi yang cukup sehingga sirkulasi udara sudah sangat baik.
Ruang UKS ini digunakan untuk memberikan layanan kesehatan
kepada siswa yang membutuhkan.
l. Koperasi Sekolah
Koperasi sekolah ini terletak di gedung sisi utara tepatnya di
bawah tangga ruang kelas 1. Ruangan yang digunakan untuk koperasi
sekolah ini tidak terlalu besar namun koperasi ini menyediakan
perlengkapan siswa secara lengkap seperti pulpen, penggaris, buku-
buku, makanan ringan dan minuman, ice cream, dll.
m. Kantin Sehat
Kantin di SD N Ungaran 1 Yogyakarta berjumlah 2 yaitu di sisi
timur dan sisi selatan. Keadaan kantin di sekolah ini sangat bersih dan
makanan-makanan yang dijual adalah makanan sehat. Tidak ada
makanan yang dijual dengan sterofom karena penggunaan sterofom
69
untuk makanan di sekolah ini dilarang. Terdapat juga tempat cuci
tangan dan sabun di setiap kantin. Ada juga slogan-slogan tentang
menjaga kesehatan makanan dan peraturan-peraturan sekolah dalam
menyediakan makanan di kantin sekolah ini.
n. Ruang Pramuka
Ruang pramuka terletak di sebelah ruang tari atau ruang aula
utama. Ukurannya tidak terlalu besar dan berisi meja dan kursi serta
alat-alat pramuka. Ruangan ini tidak digunakan untuk kegiatan
pramuka namun digunakan untuk singgah para pengajar pramuka.
o. Ruang Ibadah
Setiap umat beragama di sekolah ini memiliki rang beribadah.
Ruang ibadah di sekolah ini ada 3 yaitu ruang agama hindu, ruang
agama katolik dan Kristen serta mushola yang cukup besar yang
berada di lantai 2 sayap utara.
p. Kamar Mandi
SD N Ungaran 1 Yogyakarta memiliki 30 kamar mandi untuk
siswa dan guru. Untuk kamar mandi guru terdapat 6 kamar mandi dan
untuk siswa terdapat 24 kamar mandi. Kondisi kamar mandi sangat
bersih dan harum serta terdapat doa-doa baik di dalam maupun di
pintu kamar mandi.
q. Lapangan Sekolah
Lapangan sekolah di sekolah ini terbagi menjadi dua. Pertama
adalah lapangan sekolah yang ada di sisi timur yang biasa digunakan
70
untuk upacara bendera dan lapangan sekolah yang berada di sisi utara
yang biasa digunakan untuk bermain basket. Baik lapangan sekolah
yang ada di sisi timur maupun utara digunakan untuk kegiatan belajar
mengajar mata pelajaran olahraga.
r. Ruang Baca Terbuka
Ruang baca terbuka di SD N Ungaran 1 Yogyakarta ada di
beberapa sisi. Pertama di sekitar lapangan basket atau di dekat ruang
tari dan kantin utara dan yang kedua ada di sebelah perpustakaan Ilmu
Cahaya. Ruang baca terbuka di sekolah ini sangat sejuk dan tersedia
juga meja dan kursi yang nyaman. Ruang baca terbuka ini tidak hanya
berfungsi sebagai tempat untuk belajar atau membaca tetapi juga
sebagai tempat untuk makan saat istirahat.
s. Taman
Kondisi tanah yang subur menyebabkan banyak sekali
tumbuhan yang hidup di area taman SD N Ungaran 1 Yogyakarta.
Terdapat 2 taman di sekolah ini yaitu di dekat gerbang masuk sisi
utara dan di dekat gerbang masuk sisi selatan. Taman yang berada di
sisi utara diberi nama kebun toga. Di kebun toga terdapat banyak
tanaman-tanaman hias dan obat terdapat juga banyak kupu-kupu yang
berada di kebun toga ini. Sedangkan taman sekolah yang berada di sisi
selatan terdapat berbagai tanaman-tanaman dan pohon besar serta
terdapat juga burung yang ada di dalam sangkar yang cukup besar.
71
4. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan di sekolah ini adalah kurikulum 2013
dan kurikulum cerdas istimewa. Kurikulum 2013 yang digunakan di
sekolah ini sama dengan kurikulum 2013 yang digunakan pada umumnya
atau sama dengan kurikulum nasional yaitu dengan menggunakan
pendekatan tematik dan terpadu untuk seluruh muatan pelajaran.
Kurikulum 2013 merupakan sebuah pembelajaran yang menekankan
pada aspek afektif atau perubahan perilaku dan kompetensi yang ingin
dicapai adalah kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan,
dan pengetahuan disamping cara pembelajarannya yang holistic dan
menyenangkan. Kurikulum 2013 untuk SD bersifat tematik integratif dan
semua mata pelajaran menggunakan pendekatan saintifik yaitu 5S
(mengamati, menanya, mengumpulkan, informasi, menalar, dan
mengkomunikasikan). Kurikulum 2013 dikembangan untuk
penyempurnaan pola pikir penguatan pola pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik, pembelajaran interaktif dan aktif, penguatan belajar
sendiri ataupun berbasis tim, penguatan pembelajaran kritis serta
penguatan pembelajaran berbasis multimedia. Sedangkan pada tataran
penguatan tata kelola guru harus lebih bersifat kolaboratif, penguatan
manajemen sekolah melalui penguatan kemampuan manajemen kepala
sekolah sebagai pimpinan kependidikan dan penguatan sarana dan
prasarana untuk kepentingan manajemen dan proses pembelajaran.
72
Sedangkan kurikulum cerdas istimewa yang digunakan di sekolah
ini berbeda dengan kurikulum kelas regular namun tetap mengacu pada
kurikulum nasional yaitu kurikulum 2013. Karena tidak ada juklak dan
juknis mengenai penyelenggaraan kelas cerdas istimewa maka kepala
sekolah dan tim khusus SD N Ungaran 1 Yogyakarta membuat sendiri
kurikulumnya. Kurikulum cerdas istimewa dirumuskan berdasarkan
kurikulum 2013 dengan pengembangan aspek bahasa, matematika, sains,
dan seni. Perencanaan kurikulum cerdas istimewa meliputi perencanaan
tujuan, strategi pencapaian tujuan, menyusun struktur dan muatan
kurikulum CI, beban belajar yang diberikan, kalender akademik, dan
RPP. Kurikulm cerdas istimewa ini bertujuan untuk mengembangkan
potensi, bakat, dan minat yang dimiliki oleh anak cerdas istimewa.
Potensi, bakat, dan minat yang ingin dikembangkan melalui kurikulum
cerdas istimewa ini antara lain adalah pengembangan sains yang
berkaitan dengan matematika dan IPA, pengembangan seni yang
berkaitan dengan bakat dan minat anak-anak CI seperti menari, melukis
dan seni vokal, pengembangan olahraga seperti senam dan renang, dan
pengembangan keterampilan menulis untuk menumbuhkan pola pikir
yang kritis dan analitis.
Kurikulum cerdas istimewa diarahkan untuk program percepatan
atau kelas akselerasi dengan ketentuan masa belajar akselerasi dalam
pengembangan keilmuan yaitu masa belajar untuk kelas 1, 2, dan 6
ditempuh masing-masing dalam waktu satu tahun dengan pembelajaran
73
menggunakan sistem semester dan masa belajar untuk kelas 3, 4, dan 5
ditempuh selama dua tahun dengan pembelajaran menggunakan sistem
catur wulan.
B. Hasil Penelitian
1. Latar Belakang Dilakukannya Regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta
Berdasarkan Surat Keputusan dari Walikota Yogyakarta Nomor
243/KEP/2012 maka Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta melakukan
regrouping terhadap sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta khususnya
Sekolah Dasar. Salah satu sekolah yang diregrouping adalah SD N
Ungaran 1 Yogyakarta, SD N Ungaran 2 Yogyakarta, dan SD N Ungaran
3 Yogyakarta. Alasan dilakukannya regrouping salah satunya adalah
karena sekolah ini menempati satu lahan yang sama dan saling berjajar.
Maka untuk efisiensi pendanaan pendidikan maka digabungkan menjadi
satu sekolah. hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara dengan Dinas
Pendidikan Kota Yogyakarta sebagai berikut:
“……….kebetulan SD N Ungaran 1 Yogyakarta, SD N Ungaran 2
Yogyakarta, dan SD N Ungaran 3 Yogyakarta itu kan lokasinya itu
menjadi satu ada di satu lahan. Jadi alasan dilakukannya
regrouping itu adalah untuk efisiensi……” (WAW/AW/12
Desember 2016)
Selain itu mindset masyarakat adalah SD N Ungaran 1 Yogyakarta
adalah tujuan utama mereka mandaftarkan anaknya sekolah karena
memang kualitasnya yang bagus. Sedangkan SD N Ungaran 2 dan SD N
Ungaran 3 adalah pilihan terakhir. Ketiga sekolah ini akhirnya saling
74
bersaing satu sama lain untuk memperoleh siswa pada saat penerimaan
siswa baru yang terkadang menimbulkan kecemburuan antar sekolah. Hal
ini dibuktikan dengan hasil wawancara kepada Dinas Pendidikan sebagai
berikut:
“………..mindset masyarakat ini lho yang beranggapan bahwa
Ungaran 1 ini sebagai tujuan utama orang tua mendaftarkan anak-
anaknya sedangkan kalau nggak diterima ya baru ke 2 atau 3. Nanti
sekolah berlomba-lomba memperoleh nilai akademik dan yang
dipentingkan adalah nilai akademik terus. Rak yo mesakke murid e
to? (Kasian muridnya kan?) Kon sinau terus anane mung sinau
sinau sinau. (Disuruh belajar terus). Stress murid e ngko. (Nanti
muridnya stress). Apalagi ini sekolahnya lokasinya di satu lahan
kan akan terlihat sekali persaingannya mbak.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas persaingan dalam penerimaan
siswa baru sangat terasa karena sekolah benar-benar berada dalam satu
lahan yang sama dan bahkan tidak ada sekat pemisah di antara ketiga
sekolah tersebut. Hal tersebut ternyata dapat menimbulkan kecemburuan
antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Apalagi ditambah dengan
mindset masayarakat bahwa SD N Ungaran 1 Yogyakarta adalah pilihan
pertama sedangkan SD N Ungaran 2 dan SD N Ungaran 3 Yogyakarta
adalah pilihan terakhir. Padahal tidak demikian, masing-masing sekolah
memiliki kelebihannya masing-masing baik dalam bidang akademik
maupun non akademik. Masyarakat juga beranggapan bahwa nilai
akademik itu adalah hal yang terpenting sehingga mereka lebih memilih
SD N Ungaran 1 Yogyakarta sebagai pilihan pertama untuk
menyekolahkan anaknya.
75
2. Budaya Mutu Masing-Masing Sekolah Sebelum Regrouping
Sebelum diregrouping masing-masing sekolah memiliki budaya
mutu masing-masing yang satu sama lain saling berbeda. SD N Ungaran
1 Yogyakarta memiliki prestasi akademik yang baik yaitu dibuktikan
dengan perolehan nilai Ujian Nasional yang selalu bagus setiap tahunnya.
Hal ini berdasarkan data yang peneliti diperoleh dari dokumen UPT
Pengelola TK dan SD Wilayah Utara Kota Yogyakarta. SD N Ungaran 1
Yogyakarta juga memiliki budaya yang khas yaitu pendidikan
lingkungan hidup. Hal ini dibuktikan oleh hasil wawancara berikut ini:
“Ungaran 1 dulu prestasinya akademik maksudnya mbak itu paling
menonjol. Selalu meraih rangking di Ujian Nasional. Dan dulu
budaya yang paling unggul ya ini budaya cinta lingkungan.”
(WAW/LNM/27 Desember 2016)
Kegiatan unggulan yang unik dari SD N Ungaran 1 Yogyakarta
kegiatan SEMUTLIS (Sepuluh Menit untuk Tanaman dan Lingkungan
Hidup). Data ini diperoleh oleh peneliti dari dokumen sekolah yaitu
berupa foto-foto kegiatan SEMUTLIS di SD N Ungaran 1 Yogyakarta.
Wujud dari kegiatan ini adalah dilakukannya kerja bakti rutin setiap 10
menit sebelum bel masuk sekolah berbunyi yang dilakukan oleh seluruh
warga sekolah. Adanya budaya cinta lingkungan seperti ini menjadikan
SD N Ungaran 1 Yogyakarta sebagai sekolah yang bersih dan sehat.
Selanjutnya ciri khas yang menonjol dari SD N Ungaran 2
Yogyakarta sebelum diregrouping adalah adanya pembelajaran berbasis
TIK yaitu dengan memanfaatkan internet sebagai media dan sumber
belajar baik siswa maupun guru. Ciri khas lainnya adalah SD N Ungaran
76
2 Yogyakarta memiliki budaya religious yang baik. Nilai-nilai religious
ditanamkan melalui kegiatan pembiasaan yaitu sholat duha dan sholat
dhuhur berjamaah. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara berikut
ini:
“…………………….pendidikan berbasis TIK ini yang khas.
Belajar dari internet itu ada koneksi kan di sana. Komputer di lab
bisa dipakai juga untuk cari materi cari bank soal.” (WAW/AW/12
Desember 2016)
“………….Ada juga sholat duha bersama dan duhur berjamaah.”
(WAW/AW/12 Desember 2016)
Ciri khas yang dimiliki oleh SD N Ungaran 3 Yogyakarta adalah
adanya pembelajaran berbasis game atau bermain sambil belajar hal ini
didukung oleh adanya tenaga pendidik yang berkompetensi dalam
mengembangkan metode pembelajaran dan didukung oleh banyaknya
tenaga pendidik wiyata yang masih berusia muda yang kreatif dalam
mengembangkan metode pembelajaran. Hal ini dibuktikan berdasarkan
hasil wawancara sebagai berikut:
“…………………………banyaknya jumlah guru wiyata mbak.
Terbantu sekali kami. Karena kami sekolah yang relatif baru
dibandingkan dengan Ungaran 1 jadi guru wiyata disini juga masih
muda-muda. (WAW/LST/21 Des 2016)
Berdasarkan hasil studi dokumen dan wawancara SD N Ungaran 3
Yogyakarta peneliti menemukan ciri khas lain yang dimilki oleh SD N
Ungaran 3 Yogyakarta adalah pada bidang seni yaitu pembelajaran seni
tari yang dibuktikan dalam wawancara berikut ini:
“……………kami juga kekhasan yaitu seni tari –tari gaya
jogja…..” (WAW/LST/21 Des 2016)
77
Ketika ada kegiatan-kegiatan tertentu sekolah ini sering
menampilkan tarian-tarian khususnya tarian gaya jogja. Biasanya tarian-
tarian ini ditampilkan pada saat perpisahan atau peringatan hari-hari
tertentu.
3. Latar Belakang Pembuatan Kebijakan Pengembangan Budaya
Mutu pada Sekolah Regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Pembuatan kebijakan pengembangan budaya mutu di SD N
Ungaran 1 Yogyakarta diawali dengan munculnya berbagai masalah
yang dihadapi oleh sekolah pasca regrouping. Masalah yang paling dapat
dirasakan adalah masalah adaptasi atau penyesuaian warga sekolah
dengan situasi sekolah yang baru, dengan orang-orang yang baru, dan
dengan lingkungan yang baru. Hal ini dibuktikan dengan hasil
wawancara berikut ini:
“………..Dulu ya masih egois-egoisan mengunggulkan kelebihan
sekolahnya masing-masing sehingga masih terjadi (gep), yang dari
Ungaran 1 maunya juga cuma sama Ungaran 1 begitu juga
sebaliknya. Masih membentuk kelompok-kelompok sendiri. Masih
belum mau bergabung. Gep ini nggak cuma terjadi di guru ya
mbak. Di karyawan dan siswa juga demikian….(WAW/LNM/27
Des 2016)
Pada awal dilakukannya regrouping guru, pegawai, dan siswa
masih mengalami masalah dalam hal adaptasi. Baik guru. Pegawai, dan
siswa masih membentuk kelompok-kelompok sesuai dengan asal
sekolahnya masing-masing. Mereka belum mau bergabung dan mengenal
satu sama lain. Hal ini berpengaruh terhadap kinerja guru dan pegawai.
Padahal dalam melaksanakan pekerjaan antara guru satu dan yang
78
lainnya dan antara pegawai satu dengan pegawai yang lainnya harus bisa
saling bekerja sama. Untuk dapat bekerja sama dengan baik maka mereka
juga harus menjalin hubungan yang baik karena pada dasarnya pasca
regrouping mereka ini adalah satu keluarga. Sehingga dengan munculnya
masalah gep ini suasana kerja menjadi tidak kondusif lagi. Nantinya jika
terus dibiarkan akan berdampak pada penurunan kualitas SD N Ungaran
1 Yogyakarta.
Masalah selanjutnya yang dihadapi oleh sekolah pasca
dilakukannya regrouping adalah masing-masing guru masih
mengunggul-unggulkan sekolah asalnya. Seperti misalnya SD N Ungaran
1 Yogyakarta unggul dalam prestasi akademik. Sehingga muncul rasa
saling tidak suka. Hal ini dibuktikan oleh hasil wawancara berikut ini:
“………..Kami yang dulu masih mau menang sendiri dengan
mengunggul-unggulkan sekolah asal masing-masing. Tadinya ya
maunya masing-masing keunggulan sekolah di pakai dalam sistem
sekolah yang baru. (WAW/LST/21 Des 2016)
Masih adanya sifat egois dari masing-masing personil sekolah
menyebabkan adanya hubungan yang tidak harmonis antar personil
sekolah yang dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap penurunan
kualitas sekolah karena kinerja yang kurang baik yang disebabkan oleh
sifat egois masing-masing personil. Selain itu masalah juga sebenarnya
tidak hanya berangkat dari masalah-masalah yang dihadapi oleh sekolah .
Sekolah juga belajar dari kasus-kasus yang terjadi pada sekolah-sekolah
lain yang diregrouping. Banyak sekolah-sekolah pasca regrouping justru
kualitasnya menurun karena pengelolaan sekolah yang kurang baik
79
sebagai akibat dari ketidaksiapan mereka terhadap kebijakan regrouping.
Hal ini dibuktikan oleh wawancara berikut ini:
“…Yang sudah-sudah kan ternyata juga pasca regrouping banyak
sekolah-sekolah malah banyak yang turun kualitasnya. Kami
maunya pasca regrouping kualitas kami malah bisa tambah baik
karena didukung oleh tenaga pendidik dan pegawai yang banyak
kan akibat percampuran itu. Saya pernah juga baca hasil
penelitian itu bahkan ada juga diberita-berita pasca regrouping
sekolah malah jadi kisruh karena egois-egoisan maunya yang dari
sekolah satu kayak gini yang dari sekolah 2 kayak gini. Kita
belajar juga dari sekolah-sekolah regrouping lainnya mbak dan
sebenernya masalah nggak hanya berangkat dari apa yang kita
alami tapi juga kita melihat yang sudah-sudah.” (WAW/DAS/16
Des 2016)
Adanya konflik-konflik yang terjadi pada sekolah-sekolah di
Indonesia pasca regrouping ternyata juga menjadi pertimbangan bagi SD
N Ungaran 1 Yogyakarta untuk mengambil kebijakan pengembangan
budaya mutu agar mutu SD N Ungaran 1 Yogyakarta tetap terjaga.
Sekolah belajar dari kasus-kasus yang telah terjadi di sekolah lain pasca
regrouping baik melalui penelitian maupun dengan membaca berita-
berita terkait dengan konflik-konflik sekolah pasca regrouping. Sekolah
menyadari dengan adanya budaya mutu pasca regrouping maka kualitas
SD N Ungaran 1 Yogyakarta ini akan tetap terjaga bahkan dapat
ditingkatkan. Sehingga sebenarnya kebijakan ini diambil sebagai langkah
preventif terhadap penurunan kualitas SD N Ungaran 1 Yogyakarta
karena selama ini SD N Ungaran 1 Yogyakarta dikenal sebagai sekolah
berkualitas unggul.
80
4. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Proses Formulasi Kebijakan
Pengembangan Budaya Mutu pada Sekolah Regrouping di SD N
Ungaran 1 Yogyakarta
Berdasarkan hasil wawancara dan studi dokumen peneliti
memperoleh hasil bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam proses
formulasi kebijakan pengembangan budaya mutu sekolah pasca
regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta adalah Kepala Sekolah, guru,
pegawai, Komite Sekolah, dan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta.
Dalam proses formulasi kebijakan masing-masing bidang memiliki
perannya masing-masing. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara
berikut ini:
“Ya Kepala Sekolah kan yang memutuskan kebijakan apa yang
mau diambil. Meskipun juga tetap berdasarkan hasil diskusi
bersama dengan berbagai pihak (maksudnya anggota rapat yang
lain). Kepala Sekolah menggali informasi itu dari guru dan pegawai
yang memang paham dengan kondisi tersebut. Disini juga Kepala
Sekolah memberikan idenya tentang solusi yang harusnya diambil
oleh sekolah.”(WAW/DAS/16 Des 2016)
Dalam proses formulasi kebijakan Kepala Sekolah berperan dalam
memberikan keputusan-keputusan terhadap kebijakan yang diambil yaitu
mulai dari perumusan masalah, pemilihan masalah yang akan masuk ke
dalam agenda kebijakan, pembuatan alternatif-alternatif kebijakan, dan
pemilihan alternatif-alternatif kebijakan yang akan ditetapkan sebagai
kebijakan baru. Kepala sekolah juga menggali informasi-informasi dari
guru dan pegawai tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi
sekolah pasca regrouping. Tujuannya adalah agar kebijakan yang
81
diambil sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
sekolah pasca regrouping sehingga kebijakan tersebut dapat dengan tepat
diimplementasikan. Selain itu Kepala Sekolah juga berperan dalam
pembuatan alternatif-alternatif kebijakan dengan menyampaikan ide yang
disarankan kepada anggota rapat yang lain.
Pihak selanjutnya yang terlibat dalam proses formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pasca regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta adalah guru-guru baik yang berasal dari SD N Ungaran 1
Yogyakarta, SD N Ungaran 2 Yogyakarta, maupun SD N Ungaran 3
Yogyakarta. Peran dari para guru dalam formulasi kebijakan sekolah
adalah sebagai sumber informasi terhadap permasalahan-permasalahan
yang dihadapi oleh sekolah pasca regrouping. Ditemukannya masalah-
masalah yang dihadapi oleh sekolah maka diharapkan nantinya kebijakan
yang diambil akan tepat sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh
sekolah. Ikut berperannya guru dalam proses formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu sekolah dibuktikan dengan hasil wawancara
berikut ini:
“…………kami memberikan masukan untuk perbaikan pelayanan
kepada siswa. Intinya semua pihak terlibat sesuai dengan
kapasitasnya masing-masing. Kami ngasih gambaran permasalahan
tentang pembelajaran di kelas, masalah prestasi belajar siswa juga.
Nanti kan biasanya Kepala Sekolah Tanya pas rapat buat kebijakan
itu.” (WAW/LST/21 Des 2016)
Selain itu guru juga berperan dalam pembuatan alternatif-alternatif
kebijakan sesuai dengan agenda kebijakan yang telah disepakati
sebelumnya. Selanjutnya pada tahap penetapan kebijakan guru-guru juga
82
dilibatkan kembali oleh Kepala Sekolah. Guru-guru menguatkan anggota
rapat yang lain dengan mengadakan bargaining atau tawar menawar
dengan anggota rapat yang lain agar alternatif yang mereka usulkan dapat
diterima sebagai solusi terhadap masalah dan ditetapkan dalam kebijakan
sekolah. hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara berikut ini:
“Terus kami juga memberikan masukan juga tentang apa yang
harus dilakukan (maksudnya mengusulkan alternatif-alternatif
kebijakan). Misal program yang harus dibuat apa, kebijakan harus
gimana. Ditahap terakhir (maksudnya tahap penetapan kebijakan)
kami saling bersaing intinya ya tawar menawar terhadap alternatif
kebijakan yang kita tawarkan agar dapat diterima oleh Kepala
Sekolah dan Komite Sekolah.” (WAW/LST/21 Des 2016)
Pihak selanjutnya yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan
adalah pegawai sekolah. Para pegawai sekolah berperan dalam
menyampaikan informasi-informasi terkait dengan masalah-masalah
yang dihadapi oleh sekolah pasca regrouping sesuai dengan masalah
yang ada pada bidangnya. Dalam tahap pemilihan alternatif kebijakan
para pegawai juga memberikan usulan terhadap alternatif-alternatif
kebijakan yang dirasa tepat. Selanjutnya pada tahap penetapan kebijakan
para pegaawai juga dilibatkan kembali yaitu meyakinkan kepada seluruh
anggota rapat bahwa alternatif-alternatif yang mereka berikan layak
untuk ditetapkan sebagai kebijakan. Pada intinya peran guru dan pegawai
dalam proses perumusan kebijakan adalah sama. Hal ini dibuktikan
dengan hasil wawancara berikut ini:
83
“Ya kami dari kelompok pegawai memberikan opini kami tentang
bagaimana perpustakaan termasuk kendala dan masalah. Nanti
biasanya masing-masing posisi akan mengusulkan program. Tidak
selalu semua. Tapi pasti ada yang mengusulkan program. Ya ini
juga mbak kendalanya masih banyak yang diam sebenarnya
maksudnya ya ngalir aja ngikut sama yang lain padahal sebenarnya
informasi dari mereka itu perlu sekali. Karna mungkin ini juga ya
mbak masih pada kaku dengan suasana yang baru karena belum
akrab kuga mungkin bisa itu.” (WAW/LNM/27 Des 2016)
Dari hasil wawancara di atas peneliti menemukan informasi terkait
dengan adanya kendala yang dihadapi oleh sekolah dalam formulasi
kebijakan yaitu masih adanya para anggota yang tidak berperan aktif.
Mereka hanya mengikuti apa yang disampaikan oleh anggota rapat yang
lain. Padahal informasi-informasi yang didapatkan dari mereka sangat
diharapkan oleh Kepala Sekolah agar kebijakan yang diambil dapat
menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh sekolah.
Pihak selanjutnya yang terlibat dalam formulasi kebijakan adalah
Komite Sekolah. Komite sekolah berperan dalam proses penyusunan
agenda kebijakan. Agenda kebijakan diambil dari masalah-masalah yang
telah dirumuskan pada tahap perumusan masalah. Disini Komite Sekolah
bersama dengan Kepala Sekolah ikut menentukan masalah-masalah apa
saja yang akan masuk ke dalam agenda kebijakan. Selanjutnya Komite
Sekolah juga berperan dalam memberikan saran dan masukan terhadap
alternatif yang diusulkan oleh para anggota rapar serta ikut mengusulkan
alternatif-alternatif kebijakan yang sesuai dengan masalah-masalah yang
masuk ke dalam agenda kebijakan. Dalam penetapan kebijakan Komite
Sekolah kembali dilibatkan yaitu memilih alternatif-alternatif kebijakan
84
yang telah diusulkan oleh para anggota rapat dalam perumusan altenatif
kebijakan untuk ditetapkan ke dalam kebijakan sekolah. hal ini
dibuktikan dengan hasil wawancara berikut ini:
“Memberi masukan atas rencana kebijakan yang mereka buat.
Kami dengarkan dulu rencana mereka pada rapat pertemuan nanti
kiranya kurang apa kami kasih mereka masukan. Jadi Komite
Sekolah dan Kepala Sekolah pada waktu itu mendengarkan
informasi-informasi terkait dengan masalah yang dihadapi sekolah
pasca regrouping. Masuk ke agenda selanjutnya kami ikut memilih
masalah-masalah yang tadi itu lho mbak yang disebutkan sama
guru dan pegawai itu di saring lagi di identifikasi mana ini yang
harus segera diselesaikan. Penetapan juga ikut mbak kami ikut juga
menentukan kegiatan dan program apa yang harus dilakukan.”
(WAW/MF/14 Desember 2016)
Pihak terakhir yang terlibat dalam formulasi kebijakan sekolah
adalah Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Peran Dinas Pendidikan Kota
Yogyakarta dalam formulasi kebijakan adalah memberikan arahan dan
masukan terhadap alternatif-alternatif kebijakan yang telah ditetapkan.
Masukan-masukan yang diberikan adalah terkait dengan apakah
kebijakan yang telah ditetapkan telah sesuai dan bisa menjawab
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh sekolah pasca
regrouping. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara berikut ini:
“Pendengar sekaligus memberikan arah mbak. Ya termasuk itu tadi
sekolah nduwe kebijakan opo (sekolah punya kebijakan apa). Nanti
kami arahkan juga sebaiknya gimana. Kami menyarankan ya
sebaiknya program itu tidak menghabiskan banyak uang, yang
mudah-mudah dan murah-murah tapi efektif untuk
mengembangkan budaya mutu itu. Karena kebanyakan sekolah ki
pingine programe akeh neng lali mikir duite seko ngendi waktu
penyelenggaraane kapan. Kadang itu dilupakan.sing penting
programe akeh ben dipandang bagus (sekolah inginnya punya
banyak program tapi lupa sumber dananya dari mana yang penting
kalau banyak program itu nanti sekolah dipandang bagus)”
(WAW/MF/14 Des 2017)
85
5. Langkah-Langkah Formulasi Kebijakan Pengembangan Budaya
Mutu di SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Terdapat empat langkah yang dilakukan oleh SD N Ungaran 1
Yogyakarta dalam formulasi kebijakan pengembangan budaya mutu pada
sekolah yaitu perumusan masalah, penyusunan agenda kebijakan,
pemilihan alternatif kebijakan, dan penetapan kebijakan. Dalam tahap
formulasi kebijakan ini anggota rapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok guru dan pegawai. Sedangkan Kepala Sekolah dan Komite
Sekolah berperan dalam memimpin jalannya rapat. Proses tersebut
dibuktikan dengan hasil penelitian berikut ini:
a. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah pertama yang dilakukan
oleh sekolah dalam proses formulasi kebijakan. Tujuan dari
perumusan masalah ini adalah untuk mendiagnosis permasalahan-
permasalahan apa saja yang terjadi di sekolah pasca regrouping.
Dalam proses perumusan masalah para anggota rapat dibagi dalam 2
kelompok yaitu kelompok guru dan kelompok pegawai. Tujuannya
addalah untuk memperoleh informasi-informasi terkait dengan
masalah-masalah yang mereka hadapi sesuai dengan bidangnya
masing-masing.
86
Dari kelompok guru diperoleh 4 informasi terkait permasalahan-
permasalahan sebagai berikut:
1) Pemberian nama sekolah pasca regrouping karena menggunakan
nama SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Hal ini menimbulkan
kecemburuan pada sekolah yang diregrouping yaitu SD N
Ungaran 2 Yogyakarta dan SD N Ungaran 3 Yogyakarta. Guru
meminta agar nama sekolah diganti dan sama sekali tidak
menggunakan nama SD Ungaran. Hal ini dibuktikan dengan hasil
wawancara sebagai berikut:
“Dulu masalah yang muncul karena penamaan sekolah
kenapa kok yang dipakai SD N Ungaran 1 Yogyakarta.
Guru pinginnya ganti (maksudnya ganti nama sekolah dan
idak menggunakan nama SD Ungaran agar adil)”
(WAW/DAS/16 Des 2016)
2) Masalah munculnya gep yaitu guru, siswa, dan murid masih suka
berkumpul sesuai dengan asal sekolahnya masing-masing
sehingga lingkungan sekolah menjadi tidak kondusif. Hal ini
berdampak pada kualitas kerja guru dan pegawai yang semestinya
dapat saling bekerja sama. Namun karena masih adanya gep,
maka kerja sama yang dijalinpun menjadi kurang baik karena
mereka kurang akrab sehingga canggung untuk saling bertanya
jika membutuhkan bantuan. Hal ini dibuktikan dengan hasil
wawancara berikut ini:
87
“Waktu itu dari pihak guru sendiri ya bilang, masalah yang
kami hadapi itu masih adanya gep. Belum mau kita
membaur bersama. Masih ngumpul sama masing-masing
sekolah.” (WAW/LST/21 Des 2016)
“Pengaruhnya ke kinerja guru dan pegawai juga ternyata.
Masih ada gep diantara mereka. Mengelompok-
mengelompok. Jadi ya nggak bisa akrab padahal
notabennya kita ini sudah menjadi satu rumh dan satu
keluarga tapi tidak saling mengenal. Keluarga kan harus
bekerjasama padahal. Tapi bagaimana bisa bekerjasama
dengan baik wong suasana juga tidak memungkinkan untuk
menjalin kerjasama karena nggak ada keakraban satu sama
lain. Nggak kondusif to jadinya kalau masih ada gep.
(WAW/DAS/16 Des 2016)
3) Masing-masing masih sering mengunggul-unggulkan sekolahnya
asalnya. SD N Ungaran 1 Yogyakarta lebih unggul dalam bidang
akademik meskipun demikian bukan berarti SD N Ungaran 2 dan
SD N Ungaran 3 memiliki kualitas yang tidak baik. Hanya saja
SD N Ungaran 1 memiliki kualitas atau prestasi akademik yang
lebih menonjol. Hal ini menimbulkan saling ketidaksukaan antar
guru dan pegawai dari masing-masing sekolah asal yang berakibat
pada kualitas kinerja mereka yang menurun. Pekerjaan-pekerjaan
administrasi menjadi lebih lama terselesaikan karena adanya
saling ketidaksukaan sehingga mereka enggan untuk bekerjasama
mengerjakan tugas dan administrasi sekolah. Hal ini dibuktikan
dengan hasil wawancara berikut ini:
88
“Pencapaian nilai akademik juga berbeda. SD 1 lebih
unggul nilainya. SD 2 juga tidak kalah unggul walaupun SD
1 tetap nomor 1. SD 3 berada di posisi ketiga. Hal ini
menyebabkan sekolah masih sering mengunggul-unggulkan
sekolahnya masing-masing.”(WAW/LST/21 Des 2016)
4) Penggantian seragam identitas sekolah untuk siswa sebagai
identitas baru untuk sekolah. Pihak guru meminta agar diadakan
pergantian seragam identitas untuk memberikan ciri khas baru
bagi sekolah pasca regrouping. Hal ini dibuktikan dengan hasil
wawancara berikut ini:
“Dulu juga masalah seragam sekolah ada yang minta
diganti biar baru punya identitas baru.” (WAW/DAS/16
Des 2016)
Sedangkan dari kelompok pegawai diperoleh 2 informasi terkait
permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1) Masih terjadi gep antara pegawai sekolah dari masing-masing
sekolah yang menimbulkan adanya sekat atau pemisah di antara
mereka. Pegawai masih suka berkumpul dengan pegawai lain
sesuai dengan sekolah asalnya. Padahal dalam melakukan tugas
khususnya administrasi sekolah mereka dituntut untuk saling
bekerja sama mengingat beban kerja yang lebih banyak pasca
regrouping karena bertambahnya jumlah murid dan guru.
Seharusnya dengan regrouping ini jumlah pegawai bertambah
banyak dan bisa meringankan beban kerja pegawai tetapi karena
adanya gep ini maka mereka masih sering bekerja sendiri-sendiri.
hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian sebagai berikut:
89
“…..tapi diantara kami masih ada gep yaaa karena juga
ruangan masih terpisah-pisah sesuai asal sekolah masing-
masing. Padahal sudah jadi satu pasti nanti aka nada butuhnya
dengan pegawai yang dari sekolah lainnya. Jauh dan buang-
buang waktu. Malah jadi nggak bisa saling mengenal satu
sama lain to mbak.”(WAW/LNM/27 Des 2016)
Adanya masalah gep ini juga ternyata terjadi karena masih
terpisahnya ruangan-ruangan pegawai sesuai asal sekolah masing-
masing sehingga intensitas untuk bertemu dan saling mengenal
kurang dan mengakibatkan adanya kettidakakraban di antara
mereka.
2) Administrasi sekolah pasca regrouping dituntut untuk bisa
dilakukan lebih cepat dan tepat untuk meningkatkan kualitas
pelayanan terhadap pelanggan. Selama ini belum semua pegawai
mahir dalam menggunakan komputer sebagai alat bantu untuk
menyelesaikan pekerjaan mereka. Padahal pasca regrouping beban
kerja bertambah besar karena bertambahnya jumlah siswa dan guru
terutama dalam mengurus administrasi mereka. Kebanyakan masih
manual ataupun meminta tolong kepada pegawai lain yang bisa
mengoperasikan komputer. Hal ini dibuktikan dengan hasil
wawancara berikut ini:
“Masalah administrasi sekolah mbak. Wah, tantangannya luar
biasa sekali itu kami sebagai pegawai. Ketambahan murid dan
guru kami harus mengurus administrasi sekolah itu tentu lebih
besar beban kerjanya mbak. Sedangkan dari kami masih belum
banyak yang bisa pakai komputer padahal kami dituntut untuk
melakukan administrasi dengan cepat, baik, dan tepat. Kalau
manual ya lama itu mbak.” (WAW/LNM/27 Des 2016)
90
b. Penyusunan Agenda Kebijakan
Tahap kedua yang dilakukan oleh sekolah dalam formulasi
kebijakan sekolah adalah tahap penyusunan agenda kebijakan. Agenda
kebijakan dipilih berdasarkan masalah-masalah yang telah dirumuskan
sebelumnya. Terdapat 3 Masalah-masalah yang masuk ke dalam
agenda kebijakan adalah sebagai berikut:
1) Adanya gep yaitu guru, siswa, dan pegawai masih suka
berkumpul berdasarkan asal sekolahnya masing-masing. Jika
tidak segera diselesaikan akan memunculkan masalah baru bagi
keberlangsungan sekolah. Guru dan pegawai akan sulit
bekerjasama dalam melakukan pekerjaan sekolah karena tidak
saling mengenal satu sama lain. Oleh sebab itu perlu dilakukan
upaya untuk dapat mengakrabkan mereka yang juga dapat
meningkatkan kualitas kerja mereka. Hal ini dibuktikan dengan
hasil wawancara berikut ini:
“Masalahe ki ternyata yang paling urgent ki masalah
adaptasi (masalahnya yang paling penting adalah adaptasi).
Lha kalau susah beradaptasi yo ngaruh e mbak neng
kualitas sekolah (ya ngaruh ke kualitas sekolah). Apalagi
Ungaran 1 ki terkenal apik mutune (apalagi Ungaran 1
terkenal baik mutunya). Guru dan pegawai masih egois-
egoisan belum mau membaur dengan yang lain dari sekolah
lain. Padahal guru ki kudu profesional to. Ngajar neng endi
wae kudu profesional. (padahal seharusnya guru itu harus
profesional. Dimanapun dia mengajar).” (WAW/DAS/19
Des 2016)
91
2) Warga sekolah masih mengunggulkan asal sekolahnya masing-
masing padahal sekolah ini sudah menjadi satu. Sehingga
timbullah saling ketidaksukaan satu sama lain yang ternyata juga
berakibat pada menurunnya kualitas kerja mereka. Hal ini
dibuktikan dengan hasil wawancara sebagai berikut:
“Masalah lainnya ya itu mengunggul-unggulkan sekolahnya
masing-masing ini. Pingine sing dianggep apik ki sekolah
asale. Padahal kabeh ki apik mbak. Akibatnya ya itu terus
jadi saling tidak suka. Ini kan bahaya wong satu keluarga
kok nggak suka. Ya sebenarnya nggak semuanya gitu mbak.
Yang bisa membaur juga ada tapi yang susah membaur juga
ada. Kalau nggak akrab mau bekerjasamapun juga akhirnya
kaku.” (WAW/DAS/19 Des 2016)
3) Administrasi sekolah pasca regrouping dituntut untuk bisa
dilakukan lebih cepat dan tepat untuk meningkatkan kualitas
pelayanan terhadap siswa. Namun ternyata masih ada pegawai
yang masih belum mahir dalam menggunakan komputer. Padahal
saat ini kegiatan administrasi sekolah dituntut untuk
menggunakan sistem komputer. Hal ini berdampak pada lebih
lamanya pekerjaan-pekerjaan mereka terselesaikan karena
menggunakan sistem manual atau meminta bantuan pegawai lain
untuk mengerjakannya. Hal ini dibuktikan dengan hasil
wawancara berikut ini:
“Masalah administrasi sebenarnya kami ini. Beban tugas
yang lebih besar ini kami terima pasca regrouping.
Mengurus administrasi guru dan murid jadi lebih banyak.
Seringnya manual kalau nggak minta bantuan teman lain.
Tidak bisa juga kalau manual harus ada cara yang cepat
misal dengan otomasi sistem komputerisasi. Tapi
kendalanya adalagi ternyata banyak dari kami yang belum
92
mahir menggunakan komputer. Maka ini perlu ternyata
dicarikan solusinya.” (WAW/LNM/27 Des 2017)
Ketiga masalah tersebut dipilih karena ternyata berdampak pada
kualitas kerja guru dan pegawai. Siswa yang masih sering berkumpul-
kumpul sesuai sekolahnya masing-masing berdampak juga berdampak
pada kurang kondusifnya suasana kekeluargaan di sekolah.
Dikhawatirkan dengan adanya permasalahan-permasalahan tersebut
maka akan berdampak pada penurunan kualitas SD N Ungaran 1
Yogyakarta. Sehingga harus segera dicarikan solusi-solusinya.
Sedangkan masalah-masalah yang tidak dipilih untuk masuk ke
dalam agenda kebijakan adalah sebagai berikut:
1) Pemberian nama sekolah pasca regrouping karena menggunakan
nama SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Hal ini menimbulkan
kecemburuan pada sekolah yang diregrouping yaitu SD N
Ungaran 2 Yogyakarta dan SD N Ungaran 3 Yogyakarta. Namun
ternyata masalah penggantian nama ini akan berdampak pada
siswa karena siswa akan kehilangan NIS (Nomor Induk Siswa).
Jika siswa tidak memiliki NIS maka tidak akan bisa mengikuti
Ujian Nasional. Sedangkan untuk bisa mendapatkan NIS sekolah
harus mengurus kembali ke Jakarta untuk mendapatkan NIS baru
dan ini memakan waktu yang lama. Jika masih menggunakan
salah satu nama sekolah maka siswa tidak akan kehilangan
NISnya dan hanya tinggal melakukan mutasi guru dan siswa saja.
Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian berikut ini:
93
“Dulu masalah yang muncul karena penamaan sekolah
kenapa kok yang dipakai SD N Ungaran 1 Yogyakarta.
Guru pinginnya ganti tapi ternyata itu malah mempersulit
kita nantinya harus ngurus-ngurus sampai ke Jakarta karena
siswa kehilangan NISnya. Kasian kalau kelas 6 mau ujian
nggak ada NIS padahal ngurus ke Jakarta juga lama sekali.
Akhirnya ini bisa diatasi dan guru tidak lagi
mempermasalahkan itu mbak. Kalau pakai salah satu nama
kan jadinya tinggal mutasi saja mbak. Yang paling sulit
adalah mengakrabkan mbak adaptasinya ini lho.”
(WAW/DAS/14 Des 2016)
2) Penggantian seragam identitas sekolah untuk siswa sebagai
identitas baru untuk sekolah. Sebelum diregrouping sendiri ketiga
sekolah tersebut sudah memiliki seragam identitas yang sama.
Karena hanya akan mengakibatkan pemborosan dana sekolah saja
sementara pengelolaan sekolah pasca regrouping masih
membutuhkan dana yang besar. Hal ini dibuktikan dengan hasil
wawancara berikut ini:
“Dulu juga masalah seragam sekolah ada yang minta
diganti biar baru punya identitas baru. Tapi dirasa ini nggak
terlalu penting dan malah boros dana sekolah kan mbak
karena kami dari sebelum regroupingpun sudah sama
seragamnya mbak cm beda identitas. Seragam identitas
yang batik itu juga sama malah dulu kami bekerjasama kan
dalam pengadaan seragam dan itu sengaja tidak diberi bet
nama sekolah. Jadi kalau sudah sama ya kenapa harus
diganti sementara masih banyak yang harus dipikirkan.”
(WAW/DAS/14 Des 2016)
c. Pemilihan Alternatif Kebijakan
Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh sekolah dalam formulasi
kebijakan sekolah adalah tahap pemilihan alternatif kebijakan sesuai
dengan agenda kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini
Kepala Sekolah kembali membuat dua kelompok, yaitu kelompok
94
guru dan kelompok pegawai. Sedangkan Kepala Sekolah bersama
dengan Komite Sekolah dalam satu kelompok. Berikut ini adalah
alternatif-alternatif kebijakan yang diusulkan oleh Kepala Sekolah dan
Komite Sekolah:
1) Menyediakan Fasilitas yang Dapat Menunjang Proses Belajar
Siswa dan Dapat Diakses oleh Seluruh Siswa
Hal ini bertujuan untuk memberikan fasilitas yang terbaik
dan berkeadilan kepada seluruh siswa, serta dapat diakses oleh
semua siswa baik yang berada di blok timur maupu barat. Hal ini
dibuktikan dengan hasil wawancara berikut ini:
“Sekolah menyediakan fasilitas belajar yang lengkap, bisa
diakses oleh seluruh siswa mulai dari blok barat sampai
blok timur………….” (WAW/DAS/14 Des 2016)
2) Mensosialisasikan Kegiatan SEMUTLIS (Sepuluh Menit untuk
Tanaman dan Lingkungan Hidup) Kepada Siswa, Guru, dan
Karyawan dari Masing-Masing Sekolah yang Merupakan
Kegiatan Bawaan dari SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Alasannya karena lahan sekolah yang luas dan banyaknya
tanaman-tanaman di lingkungan sekolah dapat dimanfaatkan
untuk menanamkan budaya cinta lingkungan. Selain itu dengan
adanya kegiatan ini dapat mengakrabkan seluruh warga sekolah
karena kegiatan ini berbentuk kerja bakti rutin dengan
membersihkan lingkungan sekolah dan menyiram tanaman-
tanaman secara bersama setiap 10 menit sebelum bel masuk
95
berbunyi sekaligus memberikan ciri khas bagi SD N Ungaran 1
Yogyakarta. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara berikut
ini:
“Agar sekolah baru punya ciri khas kami usulkan masukkan
kembali kegiatan SEMUTLIS itu. Pendidikan lingkungan
hidup kan itu karena halaman sekolah luas jadi bisa ditanami
pepohonan. Nanti kan ada kerja bakti juga itu tiap pagi mbak.
Bisa itu untuk mengakrabkan warga sekolah. Kerja baktinya
ya bareng-bareng rutin dilakukan. Selain dari bisa
mengakrabkan bisa juga malahan menciptakan lingkungan
bersih dan sehat.” (WAW/DAS/14 Des 2016)
3) Meningkatkan Partisipasi Orang Tua Dalam Pendidikan Anak
Tujuannya adalah untuk mendukung upaya preventif
terhadap penuruan kualitas SD N ungaran 1 Yogyakarta karena
orang tua adalah mitra sekolah sehingga diharapkan orang tua
juga dapat memberikan sumbangan-sumbangan pemikiran
maupun materi yang dapat membantu sekolah dalam
mengembangkan budaya mutu sekolah pasca regrouping. Selain
itu juga dapat mengakrabkan orang tua dan guru. Hal ini
dibuktikan dengan hasil wawancara berikut ini:
”Kami juga mengusulkan agar bisa melibatkan orang tua
dalam pendidikan anak. Orang tua kan mitra sekolah jadi
diharapkan nanti bisa juga membantu kami misal dengan
rapat rutin orang tua dengan membentuk forum. Nanti bisa
mengakrabkan orang tua dengan guru-guru dari sekolah yang
lain.” (WAW/DAS/14 Des 2016)
96
Selanjutnya alternatif-alternatif yang diusulkan oleh guru adalah
sebagai berikut:
1) Meningkatkan Profesionalitas Guru Melalui Pelatihan dan
Workshop Pengembangan Metode Pembelajaran bagi Seluruh
Guru untuk Memperkaya Metode Pembelajaran
Tujuan diusulkannya alternatif ini agar guru lebih kreatif
dalam mengembangkan metode pembelajaran karena pasca
regrouping mereka akan menghadapi siswa-siswa dengan
karakter yang baru dari sekolah lainnya. Guru harus memahami
karakteristik siswanya sehingga diharapkan metode pembelajaran
yang mereka gunakan dapat sesuai dengan karakteristik siswa
yang dihadapinya. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara
berikut ini:
“Usulan kelompok guru sendiri yaitu kami minta dilakukan
peningkatan skil guru lewat workshop atau pelatihan. Ini
tentang pengembangan metode pembelajaran juga. Biar
metode banyak, yang kami hadapi kan muridnya tambah
banyak, karakteristiknya juga beda-beda. Guru harus
memahami mbak siswa dari sekolah ini seperti ini jadi harus
kreatif guru itu utamanya dalam cara mengajar.”
(WAW/LST/21 Des 2016)
2) Meningkatkan Keakraban antar Siswa Melalui Roling Kelas
untuk Menghindari Adanya Gap antar Siswa dari Masing-Masing
Sekolah
Tujuannya adalah agar siswa dapat saling mengenal satu
sama lain. Ketika siswa dari sekolah satu digabung dengan siswa
dari sekolah lainnya maka siswa akan dapat saling mengenal
97
sehingga timbul keakraban di antara mereka. Selain itu tujuan dari
diusulkannya alternatif kebijakan ini adalah untuk menghindari
munculnya gep atau kelompok-kelompok siswa sesuai dengan
sekolah asalnya. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara
sebagai berikut:
“Lalu rolling kelas biar dicampur antara siswa dari sekolah
satu dengan lainnya. Biar saling mengenal juga jadi nggak
cuma guru dan pegawai……..” (WAW/LST/21 Des 2016)
3) Membentuk Kelas Parallel bagi Tiap-Tiap Tingkatan Kelas agar
Siswa dari Masing-Masing Sekolah Lebih Dekat dan Akrab
Tujuan diusulkannya alernatif kebijakan ini adalah sama
seperti yang telah penulis bahas pada poin kedua di atas, yaitu
untuk mengakrabkan siswwa satu sama lain karena dalam 1
tingkatan dibuat 1 rombel yang saling berjajar. Hal ini dibuktikan
dengan hasil wawancara berikut ini:
“…………atau kelas dibuat parallel tiap tingkatan satu jejer
mbak. Kami itu seperti memberikan pilihan saja silahkan
mana yang dirasa paling baik (maksudnya pilihan jika
alternatif rolling kelas tidak diterima). (WAW/LST/21 Des
2016)
4) Mengatur Ulang Pengelolaan Perpustakaan dengan Membangun
Perpustakaan Baru
Tujuan diusulkannya alternatif kebijakan ini adalah agar
seluruh siswa dapat memperoleh fasilitas dan pelayanan
perpustakaan yang baik juga dapat meningkatkan intensitas
bertemu dari para siswa. Selain itu juga dapat meningkatkan
98
budaya baca siswa sehingga dengan satu alternatif kebijakan ini
bisa didapatkan berbagai manfaat sekaligus. Hal ini dibuktikan
dengan hasil wawancara sebagai berikut:
“Lalu ada lagi karena perpustakaan ini masih sendiri-sendiri
jadi kami mengusulkan untuk membuat perpustakaan baru
yang lebih besar dan ukurannya sesuai standar nasional
mbak. Yang tempatnya strategis dan bisa di jangkau oleh
seluruh siswa dari masing-masing blok. Ini juga bisa
memberikan intensitas bertemu bagi para siswa kalau sudah
jadi satu gini. Kan kalau masih sendiri-sendiri nanti juga
ketemunya Cuma saam itu-itu aja. Kalau dijadikan satu kan
nanti mereka bisa saling bertemu juga to mbak. Selain itu
juga bisa meningkatkan minat baca siswa karena otomatis
koleksi buku jadi tambah banyak kalau digabung.”
(WAW/LST/21 Des 2016)
5) Menciptakan Pendidikan Berbasis Budaya Lokal untuk
Membentuk Kekhasan yang Dimiliki oleh Sekolah.
Kelompok guru mengusulkan agar sekolah tidak hanya
memiliki ciri khas pada prestasi akademik siswa saja tetapi juga
pada bidang lain seperti dalam bidang budaya. Alasannya karena
SD N Ungaran 1 Yogyakarta berada di tengah kota yang kental
dengan nuansa budaya jogja. Sehingga guru menginginkan
adanya kegiatan yang mendukung pelestarian budaya jogja dan
juga dapat melestarikan budaya jogja. Hal ini dibuktikan dengan
hasil wawancara berikut ini:
“Kami juga mengusulkan agar ada sesuatu yang khas dari
sekolah. Jadi nggak harus selalu prestasi akademik saja.
Karena sekolah kami berada di tengah kota yang kental
budaya jogjanya maka kami pingin ada ciri khas budaya
lokal itu.” (WAW/LST/21 Des 2016)
99
6) Menyediakan wadah bagi siswa untuk mengembangkan minat
dan bakatnya melalui kegiatan ekstrakurikuler
Tujuan diusulkannya alternatif kebijakan ini adalah agar
siswa juga dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada
dalam diri mereka di luar akademik. Kegiatan ini diharapkan juga
dapat lebih mengakrabkan siswa karena adanya intensitas bertemu
di luar jam pelajaran. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara
berikut ini:
“Lalu juga kami mengusulkan agar minat dan bakat siswa di
luar akademik ini juga bisa di kembangkan lagi. Lewat
kegiatan ekstrakurikuler nanti mereka dapat
mengembangkan itu. Apalagi kalau itu dilakukan bersama-
sama pasti seneng anak-anak. Punya temen baru bisa saling
kenal satu sama lainnya.” (WAW/LST/21 Des 2016)
Sedangkan usulan alternatif-alternatif kebijakan dari kelompok
pegawai sekolah adalah sebagai berikut:
1) Menciptakan Keakraban antar Guru dan Pegawai Sekolah untuk
Terciptanya Suasana Kerja yang Kondusif dengan Penggabungan
Ruang Kerja
Tujuan diusulkannya alternatif kebijakan ini adalah untuk
menciptakan kualitas kerja yang baik, dengan akrabnya para guru
dan pegawai diharapkan mereka dapat saling bekerjasama satu
sama lain dalam melakukan pekerjaan. Dengan kualitas kerja yang
baik maka diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas atau
mutu sekolah. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara berikut
ini:
100
“Yaa usulannya terkait dengan bagaimana agar kami ini bisa
menyatu dan membaur satu dengan yang lainnya. Selain
minta digabung ruangannya……………” (WAW/LNM/27
Des 2016)
2) Meningkatkan Kemampuan Pegawai dalam Menggunakan
Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Meningkatkan
Kualitas Pelayanan Terhadap Siswa maupun Orangtua
Tujuan diusulkannya alternatif kebijakan ini adalah agar
pegaeai dapat mahir atau menguasai penggunaan Teknologi
Komunikasi dan Informasi khususnya komputer. Dengan demikian
pegawai bisa dengan cepat dan tepat dalam melakukan pekerjaan
terkait dengan administrasi sekolah. hal ini dibuktikan dengan hasil
wawancara berikut ini:
“……….kami pinginnya kami dilatih lagi dalam
menggunakan komputer mbak. Kan kegiatan administrasi
dituntut untuk cepat tepat. Itu penting mengingat banyak
dari kami yang masih gaptek juga. Pelatihan TIK mbak itu
juga usulan juga dari kami dan guru.” (WAW/LNM/27 Des
2016)
d. Penetapan Kebijakan
Langkah terakhir yang dilakukan oleh SD N Ungaran 1
Yogyakarta dalam formulasi kebijakan adalah penetapan kebijakan.
Pada tahap ini para aktor perumus kebijakan memilih manakah
alternatif-alternatif yang sekiranya tepat untuk dijadikan sebagai
kebijakan sekolah dan dapat menjawab permasalahan-permasalahan
yang dihadapi sekolah serta dapat dijadikan sebagai langkah preventif
terhadap penurunan kualitas SD N Ungaran 1 Yogyakarta pasca
101
regrouping. Pada tahap ini pula sekolah juga menentukan kegiatan-
kegiatan yang akan dilakukan sebagai perwujudan dari program-
program yang telah ditentukan pada tahap pemilihan alternatif
kebijakan karena belum semua program dapat ditentukan kegiatan-
kegiatannya. Hal ini karena terbatasnya waktu yang tersedia dalam
penyelenggaraan rapat dan masih banyaknya anggota rapat yang
bersifat pasif. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil wawancara berikut
ini:
“Ini mbak pada kegiatan ini kami masih harus menentukan
beberapa kegiatan yang akan dilakukan. Ya istilahnya wujud
dari program yang telah kita tentukan itu. Karena pada tahap
sebelumnya itu masih ada beberapa program yang kami
belum bisa menemukan alternatif kegiatannya. Karena
memang waktu yang tersedia juga terbatas sedangkan
anggota rapat masih banyak yang belum aktif istilahnya
hanya manut saja makanya kami memutuskan untuk
menentukan kegiatannya yang belum itu pas menyeleksi
alternatif-alternatif kebijakan itu. Jadi yang sudah ditentukan
bentuk kegiatannya kami seleksi dan yang belum kami
langsung membuatnya.” (WAW/DAS/14 Des 2016)
Alternatif-alternatif kebijakan yang dipilih untuk ditetapkan
menjadi sebuah kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya
mutu sekolah pasca regrouping antara lain adalah sebagai berikut:
a) Menyediakan fasilitas yang dapat menunjang proses belajar siswa
dengan kegiatan melakukan penggabungan ruang perpustakaan,
penambahan ruang belajar terbuka, koleksi buku, jaringan internet
dan komputer sekolah.
Tujuan dipilihnya alternatif penggabungan ruang
perpustakaan adalah untuk memperbaiki kualitas perpustakaan
102
sekolah yang masih berdiri sendiri-sendiri di masing-masing
sekolah dan masih belum sesuainya luas ruangan dengan standar
nasional perpustakaan. Selain itu juga bertujuan untuk
memperbanyak koleksi buku karena antara koleksi buku dari
sekolah yang satu dengan yang lainnya digabung sehingga juga
dapat dijadikan sebaga cara untuk meningkatkan minat baca siswa
dan juga dapat meningkatkan intensitas bertemu para siswa karena
selama ini siswa hanya mau berkunjung ke perpustakaan dari
sekolah asalnya. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara
berikut ini:
“…….karena perpustakaan ini masih sendiri-sendiri jadi
kami mengusulkan untuk membuat perpustakaan baru yang
lebih besar dan ukurannya sesuai standar nasional mbak.
Yang tempatnya strategis dan bisa di jangkau oleh seluruh
siswa dari masing-masing blok. Ini juga bisa memberikan
intensitas bertemu bagi para siswa kalau sudah jadi satu
gini. Kan kalau masih sendiri-sendiri nanti juga ketemunya
Cuma saam itu-itu aja. Kalau dijadikan satu kan nanti
mereka bisa saling bertemu juga to mbak. Selain itu juga
bisa meningkatkan minat baca siswa karena otomatis
koleksi buku jadi tambah banyak kalau digabung.”
(WAW/LST/21 Des 2016)
Kegiatan lain yang dipilih adalah menambah ruang belajar
terbuka untuk memberikan keleluasaan siswa dalam belajar di luar
kelas dan juga dapat digunakan secara bersama-sama sehingga
dapat meningkatkan keakraban satu sama lain dengan melakukan
sharing atau diskusi di ruang belajar terbuka serta dapat
menumbuhkan semangat belajar siswa. Selain itu alternatif lainnya
adalah dengan memasang jaringan internet dan menambah unit
103
komputer agar dapat digunakan oleh siswa untuk mengakses
materi-materi pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan hasil
wawancara berikut ini:
“…..memasang jaringan internet sama nambah jumlah
komputer. Biar nanti siswa bisa lebih leluasa dalam mencari
materi. Internet bisa dijadikan sebagai sumber belajar.”
(WAW/LST/21 Des 2016)
“Yang ditetapkan pada saat itu melakukan atau menambah
fasilitas sekolah yang sifatnya selain dapat diakses semua
siswa juga bisa mengakrabkan mereka. Kami mengusulkan
dibuat ruang belajar terbuka yang bisa mereka gunakan
mungkin pada saat istirahat sekolah. Ini dibuat yang
letaknya strategis di timur dan di barat. Harapannya nanti
bisa dipakai untuk mereka bersama-sama belajar, saling
sharing, dan diskusi.” (WAW/LST/21 Des 2016)
b) Mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan
SEMUTLIS (Sepuluh Menit untuk Lingkungan Hidup) yaitu kerja
bakti membersihkan lingkungan dan menyiram tanaman setiap 10
menit sebelum KBM.
Tujuan dipilihnya alternatif ini adalah untuk memberikan
suatu ciri khas bagi sekolah baru sehingga tidak hanya unggul
dalam bidang akademik saja tetapi sekaligus bisa menanamkan
karakter pada anak untuk cinta terhadap lingkungan dan
membudayakan hidup bersih. Program ini diwujudkan dalam
kegiatan kerja bakti bersama secara rutin selama 10 menit sebelum
bel masuk berbunyi yaitu dengan membersihkan sampah, menyapu
lantai, dan menyiram tanaman-tanaman yang ada di lingkungan
sekolah.
104
Kegiatan ini nantinya akan dilakukan secara bersama-sama
oleh seluruh warga sekolah sehingga dapat meningkatkan kerja
sama dan saling mengakrabkan satu sama lain. Sebenarnya
kegiatan SEMUTLIS (Sepuluh Menit untuk Tanaman dan
Lingkungan Hidup) ini merupakan kegiatan yang dahulu ada di SD
N Ungaran 1 Yogyakarta sehingga sekolah ingin menghidupkan
kembali kegiatan tersebut pada sekolah yang baru dengan
mensosialisasikannya kepada warga sekolah yang berasal dari SD
N Ungaran 2 dan SD N Ungaran 3 Yogyakarta. Hal ini dibuktikan
dengan hasil wawancara berikut ini:
“Pendidikan lingkungan hidup pertama. Kegiatannya ada
SEMUTLIS (Sepuluh Menit untuk Tanaman dan
Lingkungan Hidup. Nanti disitu seperti ada kerja bakti kecil
lah sepuluh menit sebelum bel itu. Bareng semua seluruh
warga sekolah. Jadi biar bisa saling membaur saling
mengenal juga satu sama lain sekaligus menanamkan
karakter cinta lingkungan hidup, menciptakan lingkungan
sekolah yang sehat dan bersih. Ini sebenarnya sudah ada di
U 1 (maksudnya Ungaran 1) dulu sebelum regrouping. Jadi
ini sebenarnya bawaan. Istilahnya kami ingin
menghidupkan itu kembali. Agar menjadi ciri khas biarpun
di kota tapi kami bisa melestarikan lingkungan kami bisa
hidup bersih dan sehat. Karena yang dari Ungaran 2 dan 3
belum mengenal itu yam aka kami sosialisasikan.”
(WAW/LST/24 Des 2016)
c) Meningkatkan partisipasi orang tua dalam pendidikan anak dengan
kegiatan membentuk Forum Orang tua Siswa (FOS) dan buku
hubung.
Tujuan dipilihnya alternatif ini adalah agar orang tua juga
terlibat aktif dalam membantu upaya sekolah melakukan upaya
105
preventif terhadap penurunan kualitas sekolah pasca regrouping.
kegiatan yang dipilih adalah dengan membentuk Forum Orang tua
Siswa (FOS) untuk memberikan wadah kepada orang tua untuk
saling bertemu baik dengan orang tua lainnya maupun dengan guru.
Di dalam forum tersebut nantinya orang tua dapat melakukan
sharing terkait dengan masalah belajar anak dan juga dapat menjadi
wadah untuk guru dalam mensosialisasikan program-program
sekolah. Kegiatan selanjutnya adalah membuat buku hubung antara
orang tua dan guru untuk memantau perkembangan belajar anak.
Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara berikut ini:
“Membentuk Forum Orang tua Siswa untuk mendukung
pengembangan budaya mutu ini dalam rangka juga
memperbaiki budaya mutu pasca regrouping ini. Misalnya
ya melibatkan orang tua dalam kegiatan di sekolah, jadi
wadah untuk diskusi, bisa mempererat hubungan antara
orang tua dan sekolah juga. Guru bisa juga tuh sosialisi
program-program sekolah. Orang tua bisa cerita masalah
belajar anak apa saja. Lalu bikin buku hubung untuk
memantau perkembangan anak dalam belajar.”
(WAW/LST/24 Des 2016)
d) Menciptakan pembelajaran berbasis budaya lokal (jogja) untuk
membentuk suatu ciri khas baru bagi sekolah pasca regrouping
dengan kegiatan melaksanakan muatan lokal karawitan dan
gamelan jawa serta tari gaya jogja.
Tujuan dipilihnya alternatif-alternatif ini adalah untuk
memberikan ciri khas pada sekolah baru karena sekolah ini terletak
di tengah perkotaan yang kental dengan nuansa dan budaya jogja.
Selin itu juga dapat dijadikan sebagai alat untuk melestarikan
106
budaya-budaya lokal khususnya jogja. Kegiatan yang dipilih adalah
karawitan dan seni tari khusus gaya jogja. Alasannya adalah
sekolah ini sudah memiliki peralatan gamelan secara lengkap
namun belum dimanfaatkan secara maksimal dan tersedianya guru
seni tari yang berasal dari salah satu sekolah yaitu SD N Ungaran 2
Yogyakarta. Hal ini dinuktikan dengan hasil wawancara berikut ini:
“Lalu yang ditetapkan itu ada juga pendidikan bebasis
budaya lokal untuk melestarikan budaya jogja juga agar
kami punya ciri khas karena sekolah kami ini kan ada di
daerah wisata juga ya kan karena di tengah kota. Ini agar
kekhasan jogja itu tetap melekat pada kami. Kami kan
sebenarnya punya satu set gamelan itu belum
dimaksimalkan penggunaannya makanya kami pilih
karawitan sekaligus gamelan itu. Lalu seni tari khusus jogja.
Kami ada guru soalnya dulu dari salah satu sekolah itu
punya guru seni tari.”(WAW/LNM/27 Des 2016)
e) Meningkatkan potensi non akademik siswa dengan
mengembangkan minat dan bakat siswa melalui kegiatan
ekstrakurikuler.
Tujuan dipilihnya alternatif ini adalah untuk
mengembangkan potensi-potensi peserta didik di luar bidang
akademik. Harapannya siswa tidak hanya saja dapat berprestasi
dibidang akademik tetapi juga non akademik. Selama ini kegiatan
ekstrakurikuler di masing-masign sekolah masih belum berjalan
maksimal dan belum diminati oleh banyak siswa. Sekolah
menyediakan kegiatan ekstrakurikuler wajib dan pilihan.
Ekstrakurikuler wajib seperti pramuka dan bahasa inggris serta
kegiatan ekstrakurikuler pilihan agar siswa dapat memilih mana
107
yang mereka minati. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara
berikut ini:
“……..anak itu juga punya potensi lain di luar akademik
yang perlu untuk dikembangkan. Sekolah berbudaya mutu
kan ngak harus atau nggak mesti harus akademiknya yang
menonjol. Di luar akademik juga harus ada. Misal anak
berprestasi di bisang olahraga. Ini kan juga prestasi juga
sebenarnya. Maka kami harusnya bisa menyediakan wadah
untuk mereka. Lewat apa? Ekstrakurikuler itu. Ada wajib
dan ada pilihan, kalau wajib ya kayak pramuka dan bahasa
inggris itu wajib. Yang pilihan juga ada biar anak-anak bisa
milih.” (WAW/LNM/27 Des 2016)
Selanjutnya peneliti melakukan studi dokumen dan
ditemukan bahwa kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler wajib yang
ditentukan oleh sekolah antara lain adalah sebagai berikut:
(1) Pramuka
Tujuannya adalah untuk menciptakan kemandirian pada diri
siswa karena dalam kegiatan ini diajarkan bagaimana cara
bertahan hidup dan menghadapi permasalahn sehari-hari,
mendapatkan keluarga baru karena adanya kegiatan jamboree,
mencintai lingkungan karena mengajarkan kita untuk lebih
dekat dengan alam, dan leadership karena mengajarkan
kepemimpinan, kedisiplinan, dan juga tanggung jawab.
(2) Baca Tulis Al-Quran
Tujuannya adalah untuk menanamkan nilai-nilai
keagamaan pada diri siswa dan meningkatkan kemampuan
dalam membaca Al-Quran khususnya untuk siswa muslim.
108
(3) Karawitan dan Seni Tari
Tujuannya adalah untuk melestarikan budaya-budaya jogja
karena letak sekolah yang memang berada pada daerah yang
kental dengan nuansa dan budaya jogja.
(4) Teknologi Informasi dan Komunikasi
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan anak
dalam penggunaan teknologi khususnya Teknologi Informasi
dan Komunikasi karena saat ini kita telah masuk pada era
teknologi yang maju.
(5) Bahasa Inggris
Tujuannya adalah agar siswa dapat mahir berbahasa inggris
karena bahasa inggris sangat diperlukan dan dirasa penting baik
untuk sekarang maupun dimasa depan sebagai bahasa
komunikasi dunia.
Sedangkan dari hasil studi dokumen peneliti juga
mendapatkan data tentang kegiatan ekstrakurikuler pilihan yang
dapat dipilih siswa, yaitu musik dan paduan suara, pencak silat,
robotic, melukis, futsal, MTQ, Pecinta Lingkungan Hidup,
pantomime, dongen dan cerita, dokter kecil, pembuatan game
edukasi, voli, tenis meja, dan Kelompok Ilmiah Anak.
109
f) Menciptakan suasana kerja dan kerjasama yang baik antara guru
dan pegawai dengan kegiatan melaksanakan rapat rutin, dan
evaluasi, serta penggabungan ruangan kerja.
Tujuan dipilihnya alternatif ini adalah untuk lebih
mengakrabkan kembali antara guru dan pegawai. Kegiatan yang
dipilih adalah dengan mengadakan rapat rutin, evaluasi kerja dan
penggabunga ruangan guru dan pegawai yang pada awalnya masih
terpisah-pisah sesuai dengan asal sekolah masing-masing. Hal ini
dibuktikan dengan hasil wawancara berikut ini:
“Penggabungan ruang guru dan pegawai agar lebih akrab
lagi mbak. Suasana kekeluargaan menjadi hidup. Tidak
egois-egoisan. Bisa saling mengenal satu sama lainnya.
Diadakan rapat rutin dan evaluasi kerja. Kalau rapat nanti
kan mesti ada diskusi-diskusi jadi saling mengenal.”
(WAW/LNM/27 Des 2016)
g) Menciptakan keakraban siswa dan seluruh warga sekolah dengan
kegiatan melakukan pembentukan rombel kelas dan menerapkan
budaya 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun).
Pada awalnya terjadi perdebatan antara pilihan rolling kelas
dan rombel kelas. Perdebatan tersebut terjadi dalam kelompok
guru. Beberapa kelompok guru menginginkan adanya
penggabungan murid dalam satu kelas dengan melakukan rolling
untuk lebih mengakrabkan siswa lagi dan juga membentuk kelas
rombel. Namun Komite sekolah dan beberapa guru yang lain
menyarankan agar memilih salah satu saja efektivitas waktu dan
mempermudah kepengurusan administrasi siswa. Sehingga pada
110
akhirnya sluruh anggota rapat menyepakati keputusan tersebut. Hal
ini dibuktikan dengan hasil wawancara berikut ini:
“Ternyata juga pada waktu itu ada sedikit perdebatan. Ada
beberapa orang guru pinginnya kelasnya di rolling tapi juga
sekaligus dibentuk rombel biar bisa saling mendekatkan lagi
antar siswa itu. Tapi waktu itu Komite mintanya rombel saja
karena nanti kalau dicampur malah mempersulit juga
administrasi harus ngrombak lagi. Makanya sudah biar tetep
satu kelas dengan sekolah asal tapi kelasnya di rombel. Ini
kan sudah efektif sebenarnya karena tidak ada lagi jarak
sudah saling berjejer. Ya akhirnya manut mereka itu karena
ada baiknya juga.” (WAW/DAS/14 Des 2016)
Alternatif selanjutnya adalah dengan membudayakan 5S
(Senyum, Sapa, Salam, Sopan, dan Santun). Hal ini akan lebih bisa
mengakrabkan seluruh warga sekolah karena adanya budaya saling
bertegur sapa, saling menghormati, dan bersikap santun terhadap
seluruh warga sekolah. hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara
berikut ini:
“Melaksanakan kegiatan 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan,
Santun) ini juga dirasa akan efektif juga dalam
mengakrabkan seluruh warga sekolah.” (WAW/LST/24 Des
2016)
h) Meningkatkan kompetensi guru dan pegawai dengan kegiatan
workshop dan pelatihan pengembangan metode pembelajaran dan
penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Tujuan dipilihnya alternatif ini adalah untuk meningkatkan
profesionalitas guru dan pegawai. Pasca regrouping guru akan
menghadapi jumlah siswa yang lebih banyak dengan berbagai
macam karakteristik yang mungkin akan berbeda dengan siswa
111
sebelumnya yang berasal dari sekolahnya sehingga guru dituntut
untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan metode
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswanya. Oleh
karena itu alternatif yang dipilih adalah dengan dilakukan pelatihan
dan workshop pengembangan metode pembelajaran bagi guru.
Alternatif kegiatan selanjutnya yang ditetapkan adalah pelatihan
atau workshop penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Hal ini karena beban kerja pegawai pasca regrouping lebih besar
karena bertambahnya jumlah murid dan guru, serta pegawai yang
membuat pegawai harus melakukan penataan adminitrasi kembali.
Belum lagi pasca regrouping banyak sekali dokumen-dokumen
sekolah yang harus diurusi.
Dengan bertambahnya beban kerja tersebut maka pekerjaan
administrasi sekolah akan memakan waktu yang relatif lebih lama
jika dikerjakan secara manual. Oleh sebab itu pegawai dituntut
untuk dapat mahir menggunakan komputer karena pengolahan data
administrasi sekolah akan lebih cepat selesai jika menggunakan
sistem komputerisasi. Namun kendalanya adalah masih banyak
para pegawai maupun guru yang masih belum menguasai
penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi sehingga perlu
dilakukan pelatihan maupun workshop penggunaan TIK (Teknologi
Komunikasi dan Informasi). Pelatihan dan workshop ini nantinya
juga harus diikuti oleh guru agar guru dapat memanfaatkan TIK
112
dalam kegiatan mengajar di kelas. Hal ini dibuktikan dengan hasil
wawancara berikut ini:
“Workshop dan pelatihan pengembangan metode
pembelajaran dan penggunaan TIK baik untuk pengajaran
maupun administrasi. Ini meningkatkan profesionalitas para
guru dan pegawai. Masih banyak itu pegawai dan guru
masih belum bisa pakai-pakai komputer atau internet.”
(WAW/LST/24 Des 2016)
Setelah alternatif-alternatif tersebut dpilih langkah selanjutnya
adalah melakukan konsultasi dengan meminta saran dan masukan
kepada Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta melalui kegiatan
monitoring yang merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh
UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Utara Kota Yogyakarta. Saran
dan masukan yang diberikan oleh pihak Dinas Pendidikan Kota
Yogyakarta terkait dengan alternatif-alternatif kebijakan yang mereka
pilih adalah Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta meminta sekolah
untuk menentukan kegiatan-kegiatan apa yang dapat menunjang
terlaksananya program-program yang telah ditentukan. Kegiatan-
kegiatan yang disarankan adalah kegiatan-kegiatan yang sifatnya
mudah untuk dilakukan, berdampak pada terbentuknya budaya mutu
sekolah yang baru, dan tidak boros dana. Hal ini dibuktikan dengan
hasil wawancara berikut ini:
113
“Disini penetapan kebijakan terjadi dalam 2 tahap yang pertama
adalah penetapan bersama pihak sekolah dan yang kedua bersama
Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Yang dengan Dinas ini
sifatnya lebih ke minta pendapat atau konsultasi. Program dan
kegiatan yang seharusnya kami buat itu yang kayak gimana. Dan
mereka kasih saran agar kegiatannya itu yang hemat biaya,
gampang diterapkan, dan bisa benar-benar membentuk budaya
mutu sekolah. Dinas minta kami mengidentifikasi alternatif kami
apakah mengandung 3 aspek yang disarankan. Ternyata setelah
diidentifikasi kami merasa bahwa ini tepat karena kami sudah
mengeliminasi program dan kegiatan yang kiranya akan terjadi
pemborosan yaiu pengadaan seragam tadi.” (WAW/DAS/ 14 Des
2016)
Setelah mendapatkan masukan dan saran selanjutnya sekolah
mengidentifikasi kembali alternatif-alternatif kebijakan yang telah
dipilih sebelumnya apakah sudah masuk ke dalam 3 aspek yang
disarankan oleh Dinas Pendidikan Kota Yogykarta. Alternatif-
alternatif yang dipilih untuk ditetapkan menjadi sebuah kebijakan
ternyata sudah merupakan pilihan yang paling tepat karena sekolah
sudah mengeliminasi alternatif-alternatif yang sekiranya akan
mengeluarkan banyak dana yaitu penggantian seragam sekolah.
berdasarkan kesepakatan bersama dan keputusan dari Kepala Sekolah
akhirnya alternatif-alternatif kebijakan tersebut akhirnya ditetapkan
sebagai kebijakan pengembangan budaya mutu yang ditetapkan dalam
Surat Keputusan Kepala Sekolah tentang pengembangan budaya mutu
pasca regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Tujuannya adalah
untuk melakukan upaya-upaya preventif terhadap penurunan kualitas
sekolah pasca regrouping dengan memutuskan 8 program dan
kegiatan yaitu:
114
1) Menyediakan fasilitas sekolah yang dapat mendukung proses
belajar siswa dengan kegiatan:
a) Melakukan penggabungan ruangan perpustakaan di tempat
yang strategis dan dapat dijangkau oleh siswa dari blok barat
dan blok timur.
b) Melakukan penggabungan koleksi buku perpustakaan dari
masing-masing sekolah yaitu SD N Ungaran 1 Yogyakarta,
SD N Ungaran 2 Yogyakarta, dan SD N Ungaran 3
Yogyakarta.
c) Melakukan penambahan ruang belajar terbuka.
d) Memasang jaringan internet di lingkungan sekolah.
e) Melakukan penambahan unit komputer.
2) Mengembangkan Pendidikan Berbasis Lingkungan dengan
kegiatan SEMUTLIS (Sepuluh Menit untuk Tanaman dan
Lingkungan Hidup) melalui kerja bakti bersama membersihkan
lingkungan setiap pagi sebelum bel masuk sekolah.
3) Meningkatkan partisipasi orang tua dalam pendidikan anak
dengan kegiatan:
a) Membentuk Forum Orang Tua Siswa (FOS).
b) Membuat buku hubung orang tua dan guru untuk memantau
perkembangan belajar siswa.
115
4) Menciptakan pembelajaran berbasis budaya jogja untuk
melestarikan budaya jogja dengan kegiatan:
a) Melaksanakan muatan lokal karawitan dan gamelan jawa.
b) Melaksanakan muatan lokal tari gaya jogja.
5) Meningkatkan potensi non akademik siswa dengan
mengembangkan minat dan bakat siswa melalui kegiatan:
a) Mengadakan ekstrakurikuler wajib, yaitu Baca Tulis Al-
Qur’an, karawitan, tari gaya jogja, TIK atau computer,
bahasa inggris, dan pramuka.
b) Mengadakan kegiatan ekstrakurikuler pilihan, yaitu musik
dan paduan suara, pencak silat, robotic, melukis, futsal,
MTQ, Pecinta Lingkungan Hidup, pantomime, dongen dan
cerita, dokter kecil, pembuatan game edukasi, voli, tenis
meja, dan kelompok ilmiah anak.
6) Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dengan kegiatan:
a) Melaksanakan rapat rutin dan evaluasi kerja seminggu sekali.
b) Melaksanakan penggabungan ruangan kerja guru dan
pegawai.
7) Menciptakan keakraban antar siswa dengan kegiatan:
a) Melaksanakan pembentukan rombel kelas pada setiap
tingkatan.
b) Menerapkan budaya 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, dan
Santun).
116
8) Meningkatkan kompetensi guru dan pegawai dengan kegiatan:
a) Workshop dan pelatihan pengembangan metode
pembelajaran.
b) Workshop dan pelatihan pengembangan keterampilan
penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
C. Pembahasan
1. Latar Belakang Dilakukannya Regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta
Kebijakan regrouping sekolah merupakan salah satu strategi yang
diambil oleh pemerintah untuk mengatasi masalah mutu pendidikan di
Indonesia. Kebijakan tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman
Pelaksanaan Penggabungan Sekolah (Regrouping) Sekolah Dasar.
Tujuan dari dilakukannya penggabungan tersebut adalah untuk
mengatasai masalah kekurangan tenaga guru, peningkatan mutu, dan
efisiensi biaya bagi perawatan gedung sekolah dan sekolah yang
ditinggalkan dapat dialih fungsikan menjadi gedung SMP.
Berdasarkan Surat Keputusan dari Walikota Yogyakarta Nomor
243/KEP/2012 maka Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta melakukan
regrouping terhadap sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta khususnya
Sekolah Dasar. Salah satu sekolah yang diregrouping adalah SD N
Ungaran 1 Yogyakarta, SD N Ungaran 2 Yogyakarta, dan SD N Ungaran
3 Yogyakarta. Alasan pertama dilakukannya regrouping SD N Ungaran 1
117
Yogyakarta, SD N Ungaran 2 Yogyakarta, dan SD N Ungaran 3
Yogyakarta adalah karena sekolah ini menempati satu lahan yang sama
dan saling berjajar. Maka untuk efisiensi pendanaan pendidikan sekolah
ini digabungkan menjadi satu sekolah dengan menggunakan nama SD N
Ungaran 1 Yogyakarta.
Alasan kedua dilakukannya regrouping di SD N Ungaran 1, SD N
Ungaran 2, dan SD N Ungaran 3 Yogyakarta adalah adanya mindset
masyarakat yang beranggapan bahwa SD N Ungaran 1 Yogyakarta
adalah tujuan utama mereka mandaftarkan anaknya sekolah karena
memang kualitasnya yang paling unggul. Sedangkan SD N Ungaran 2
Yogyakartadan SD N Ungaran 3 Yogyakarta adalah pilihan terakhir.
Ketiga sekolah ini akhirnya saling bersaing satu sama lain untuk
memperoleh siswa pada saat penerimaan siswa baru yang terkadang
menimbulkan kecemburuan satu sama lain di antara ketiga sekolah
tersebut. Padahal tidak demikian, masing-masing sekolah memiliki
kelebihannya, baik dalam bidang akademik maupun non akademik.
Masyarakat juga beranggapan bahwa nilai akademik itu adalah hal yang
terpenting sehingga mereka lebih memilih SD N Ungaran 1 Yogyakarta
sebagai pilihan pertama untuk menyekolahkan anaknya.
2. Budaya Mutu Masing-Masing Sekolah Sebelum Diregrouping
Meskipun SD N Ungaran 1 Yogyakarta, SD N Ungaran 2
Yogyakarta, dan SD N Ungaran 3 Yogyakarta berada atau menempati
satu lahan akan tetapi ketiga sekolah ini memilki budaya mutunya
118
masing-masing. Budaya mutu tersebut merupakan ciri khas yang dimiliki
oleh masing-masing sekolah. Budaya mutu itu sendiri menurut
Kemendikbud (2016: 65) adalah suatu kesadaran yang hadir sebagai
tradisi dimana mutu pendidikan merupakan pencapaian yang tiada henti
dan terus-menerus sehingga penyelenggaraan pendidikan selalu
difokuskan pada pencapaian mutu terbaiknya.
Sebelum diregrouping masing-masing sekolah memiliki budaya
mutu masing-masing yang satu sama lain saling berbeda. SD N Ungaran
1 Yogyakarta memiliki prestasi akademik yang baik yaitu dibuktikan
dengan perolehan nilai Ujian Nasional yang selalu bagus setiap tahunnya.
SD N Ungaran 1 Yogyakarta juga memiliki budaya yang khas yaitu
pendidikan lingkungan hidup dimana sekolah tersebut mengajarkan siswa
dan seluruh warga sekolah untuk selalu menjaga lingkungan sekitar
dengan dilakukan kegiatan bersih-bersih sekolah, memunguri sampah,
dan menyiram tanaman-tanaman setiap hari sebelum bel masuk sekolah
berbunyi. Sekolah meyakini bahwa dengan terus dijaganya lingkungan
sekolah maka akan dapat menciptakan lingkungan sekolah yang bersih
dan sehat yang dapat membuat suasana belajar menjadi kondusif.
Ciri khas yang menonjol dari SD N Ungaran 2 Yogyakarta
sebelum diregrouping adalah adanya pembelajaran berbasis TIK
(Teknologi Informasi dan Komunikasi) yaitu dengan memanfaatkan
internet sebagai media dan sumber belajar baik siswa maupun guru.
Sebenarnya sekolah ini juga memiliki prestasi akademik yang baik
119
namun jika dibandingkan dengan SD N Ungaran 1 Yogyakarta maka
sekolah ini memiliki prestasi yang lebih rendah daripada SD N Ungaran
1 Yogyakarta yang memang merupakan SD N Ungaran yang pertama
kali berdiri. Ciri khas lainnya adalah SD N Ungaran 2 Yogyakarta
memiliki budaya religious yang baik. Nilai-nilai religious ditanamkan
melalui kegiatan pembiasaan yaitu sholat duha pada jam istirahat pertama
dan sholat dhuhur berjamaah pada jam istirahat kedua.
Ciri khas yang dimiliki oleh SD N Ungaran 3 Yogyakarta adalah
adanya pembelajaran berbasis game atau bermain sambil belajar hal ini
didukung oleh adanya tenaga pendidik yang berkompetensi dalam
mengembangkan metode pembelajaran dan didukung oleh banyaknya
tenaga pendidik wiyata yang masih berusia muda yang kreatif dalam
mengembangkan metode belajar sambil bermain. Ciri khas lain yang
dimilki oleh SD N Ungaran 3 Yogyakarta adalah pada bidang seni yaitu
pembelajaran berbasis seni tari gaya jogja. Ketika ada kegiatan-kegiatan
tertentu sekolah ini sering menampilkan tarian-tarian khususnya tarian
gaya jogja. Biasanya tarian-tarian ini ditampilkan pada saat perpisahan
kelas 6 atau peringatan hari-hari tertentu.
3. Latar Belakang Pembuatan Kebijakan Pengembangan Budaya
Mutu pada Sekolah Regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Dibuatnya sebuah kebijakan sekolah tentu saja berangkat dari
sebuah masalah yang sedang dihadapi oleh sekolah dan harus segera
mendapatkan solusi penyelesaiannya. Duke dan Canady (Syafaruddin,
120
2008: 118) berpendapat bahwa kebijakan baru yang dibuat oleh sekolah
dibuat sebagai jawaban akan kebutuhan yang dibutuhkan oleh sekolah
dan warga sekolah. Dibuatnya kebijakan sekolah sangatlah berpengaruh
dalam memajukan kualitas dan mutu sekolah karena dapat meningkatkan
efektivitas sekolah.
Pembuatan kebijakan pengembangan budaya mutu di SD N
Ungaran 1 Yogyakarta diawali dengan munculnya berbagai masalah
yang dihadapi oleh sekolah pasca regrouping. Masalah yang dihadapi
sekolah pasca regrouping antara lain adalah sebagai berikut:
a. Adaptasi Warga Sekolah Pasca Regrouping
Masalah yang paling dapat dirasakan adalah masalah adaptasi
atau penyesuaian warga sekolah dengan situasi sekolah yang baru,
dengan orang-orang yang baru, dan dengan lingkungan sekolah yang
baru. Baik guru, pegawai, dan siswa masih membentuk kelompok-
kelompok sesuai dengan asal sekolahnya masing-masing. Mereka
belum mau bergabung dan mengenal satu sama lain. Hal ini
berpengaruh terhadap kinerja guru dan pegawai. Padahal dalam
melaksanakan pekerjaan antara guru satu dan yang lainnya dan
antara pegawai satu dengan pegawai yang lainnya harus bisa saling
bekerja sama dengan baik maka mereka juga harus menjalin
hubungan yang baik karena pada dasarnya pasca regrouping mereka
ini adalah satu keluarga. Dengan munculnya masalah gep ini suasana
kerja menjadi tidak kondusif lagi. Nantinya jika terus dibiarkan,
121
sekolah khawatir hal ini akan berdampak pada penurunan kualitas
SD N Ungaran 1 Yogyakarta.
b. Guru Masih Mengunggul-Unggulkan Sekolah Asalnya
Masalah selanjutnya yang dihadapi oleh sekolah pasca
dilakukannya regrouping adalah masing-masing guru masih
mengunggul-unggulkan sekolah asalnya. Seperti misalnya SD N
Ungaran 1 Yogyakarta unggul dalam prestasi akademik sehingga
muncul rasa saling tidak suka. Masih adanya sifat egois dari masing-
masing personil sekolah menyebabkan adanya hubungan yang tidak
harmonis antar personil sekolah yang dikhawatirkan akan
berpengaruh terhadap penurunan kualitas sekolah karena kinerja
yang kurang baik yang disebabkan oleh sifat egois masing-masing
sekolah.
c. Belajar dari Masalah yang Terjadi pada Sekolah Regrouping
Lainnya
Alasan dibuatnya kebijakan ini sebenarnya tidak hanya
berangkat dari masalah-masalah yang dihadapi oleh sekolah, tetapi
sekolah juga belajar dari kasus-kasus yang terjadi pada sekolah-
sekolah lain yang diregrouping. Banyak sekolah-sekolah pasca
regrouping justru kualitasnya menurun karena pengelolaan sekolah
yang kurang baik sebagai akibat dari ketidaksiapan mereka terhadap
kebijakan regrouping. Adanya konflik-konflik yang terjadi pada
sekolah-sekolah di Indonesia pasca regrouping ternyata juga
122
menjadi pertimbangan bagi SD N Ungaran 1 Yogyakarta untuk
mengambil kebijakan pengembangan budaya mutu agar mutu SD N
Ungaran 1 Yogyakarta tetap terjaga.
Sekolah belajar dari kasus-kasus yang telah terjadi di sekolah
lain pasca regrouping baik melalui penelitian maupun dengan
membaca berita-berita terkait dengan konflik-konflik sekolah pasca
regrouping. Sekolah menyadari dengan adanya budaya mutu pasca
regrouping maka kualitas SD N Ungaran 1 Yogyakarta ini akan
tetap terjaga bahkan dapat ditingkatkan. Sehingga sebenarnya
kebijakan ini diambil sebagai langkah preventif terhadap penurunan
kualitas SD N Ungaran 1 Yogyakarta karena selama ini SD N
Ungaran 1 Yogyakarta dikenal sebagai sekolah berkualitas unggul.
Hal ini ternyata sejalan dengan pemikiran dari European
University Association (2006: 10) yang menyatakan bahwa
organisasi berbudaya mutu mengacu pada budaya organisasi yang
bermaksud untuk meningkatkan kualitas secara permanen yang
ditandai oleh dua unsur yang berbeda, yaitu unsur budaya/psikologis
yaitu nilai nilai, keyakinan harapan dan komitmen bersama terhadap
kualitas. Sedangkan yang kedua adalah unsur struktur pengelolaan
yang didefinisikan sebagi proses untuk meningkatkan kualitas dan
bertujuan untuk mengkoordinasikan kualitas dan upaya-upaya yang
dilakukan oleh individu.
123
4. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Proses Formulasi Kebijakan
Pengembangan Budaya Mutu pada Sekolah Regrouping di SD N
Ungaran 1 Yogyakarta
Kebijakan pendidikan bukanlah merupakan hasil pemikiran satu
orang melainkan hasil pemikiran dari banyak orang yang merasakan
adanya masalah pada organisasinya dan memiliki kewenangan dalam
membuat sebuah kebijakan sebagai strategi mengatasi masalah.
Kebijakan sekolah menurut Thompson (Syafaruddin, 2008: 118)
mengatakan bahwa kebijakan sekolah adalah kebijakan yang dibuat oleh
orang-orang yang terpilih dan bertanggungjawab untuk membuat
kebijakan pendidikan, dewan sekolah, dan unsur-unsur lain yang diberi
kewenangan membuat kebijakan baik Kepala Sekolah, pengawas, atau
administrator yang memiliki kewenangan mengelola kebijakan dari
dewan sekolah.
Ternyata pembuatan kebijakan di SD N Ungaran 1 Yogyakarta
sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Thompson, yaitu kebijakan
pengembangan budaya mutu yang dibuat oleh sekolah melibatkan
komponen-komponen sekolah seperti Kepala Sekolah, guru, pegawai,
dan Komite Sekolah, serta pihak luar yaitu Dinas Pendidikan Kota
Yogyakarta. Kelima pihak yang terlibat dalam formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu sekolah di SD N Ungaran 1 Yogyakarta
tersebut memiliki perannya masing-masing. Peran-peran tersebut antara
lain adalah sebagai berikut:
124
a. Kepala Sekolah
Kepala Sekolah berperan dalam memberikan keputusan-
keputusan terhadap kebijakan yang diambil yaitu mulai dari
perumusan masalah, pemilihan masalah yang akan masuk ke dalam
agenda kebijakan, pembuatan alternatif-alternatif kebijakan, dan
pemilihan alternatif-alternatif kebijakan yang akan ditetapkan
sebagai kebijakan baru. Kepala sekolah juga menggali informasi-
informasi dari guru dan pegawai tentang permasalahan-permasalahan
yang dihadapi sekolah pasca regrouping. Tujuannya adalah agar
kebijakan yang diambil sesuai dengan permasalahan-permasalahan
yang dihadapi oleh sekolah pasca regrouping sehingga kebijakan
tersebut dapat dengan tepat diimplementasikan. Selain itu Kepala
Sekolah juga berperan dalam pembuatan alternatif-alternatif
kebijakan dengan menyampaikan ide yang disarankan kepada
anggota rapat yang lain.
b. Guru
Guru-guru yang dimaskud adalah guru-guru yang berasal dari
SD N Ungaran 1 Yogyakarta, SD N Ungaran 2 Yogyakarta, dan SD
N Ungaran 3 Yogyakarta. Peran dari para guru dalam formulasi
kebijakan sekolah adalah sebagai sumber informasi terhadap
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh sekolah pasca
regrouping. Ditemukannya masalah-masalah yang dihadapi oleh
125
sekolah maka diharapkan nantinya kebijakan yang diambil akan tepat
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh sekolah.
Guru juga berperan dalam pembuatan alternatif-alternatif
kebijakan sesuai dengan agenda kebijakan yang telah disepakati
sebelumnya. Selanjutnya pada tahap penetapan kebijakan guru-guru
juga dilibatkan kembali oleh Kepala Sekolah. Guru-guru menguatkan
anggota rapat yang lain dengan mengadakan bargaining atau tawar
menawar dengan anggota rapat yang lain agar alternatif yang mereka
usulkan dapat diterima sebagai solusi terhadap masalah dan
ditetapkan dalam kebijakan sekolah.
c. Pegawai Sekolah
Para pegawai sekolah berperan dalam menyampaikan informasi-
informasi terkait dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh
sekolah pasca regrouping sesuai dengan masalah yang ada pada
bidangnya. Dalam tahap pemilihan alternatif kebijakan para pegawai
juga memberikan usulan terhadap alternatif-alternatif kebijakan yang
dirasa tepat. Selanjutnya pada tahap penetapan kebijakan para
pegawai juga dilibatkan kembali yaitu meyakinkan kepada seluruh
anggota rapat bahwa alternatif-alternatif yang mereka berikan layak
untuk ditetapkan sebagai kebijakan. Pada intinya peran guru dan
pegawai dalam proses perumusan kebijakan adalah sama yaitu
menyampaikan informasi-informasi terkait dengan masalah-masalah
yang dihadapi pada bidangnya.
126
d. Komite Sekolah
Komite sekolah berperan dalam proses penyusunan agenda
kebijakan. Agenda kebijakan diambil dari masalah-masalah yang
telah dirumuskan pada tahap perumusan masalah. Disini Komite
Sekolah bersama dengan Kepala Sekolah ikut menentukan masalah-
masalah apa saja yang akan masuk ke dalam agenda kebijakan.
Selanjutnya Komite Sekolah juga berperan dalam memberikan saran
dan masukan terhadap alternatif yang diusulkan oleh para anggota
rapat serta ikut mengusulkan alternatif-alternatif kebijakan yang
sesuai dengan masalah-masalah yang masuk ke dalam agenda
kebijakan. Dalam penetapan kebijakan Komite Sekolah kembali
dilibatkan yaitu memilih alternatif-alternatif kebijakan yang telah
diusulkan oleh para anggota rapat dalam perumusan altenatif
kebijakan untuk ditetapkan ke dalam kebijakan sekolah.
e. Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta
Peran Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta dalam formulasi
kebijakan adalah memberikan arahan dan masukan terhadap
alternatif-alternatif kebijakan yang telah ditetapkan. Masukan-
masukan yang diberikan adalah terkait dengan apakah kebijakan
yang telah ditetapkan telah sesuai dan bisa menjawab permasalahan-
permasalahan yang dihadapi oleh sekolah pasca regrouping.
Ternyata dalam proses formulasi kebijakan, sekolah masih
menghadapi hambatan-hambatan yaitu, masih adanya para anggota baik
127
dari pihak guru maupun pegawai yang tidak berperan aktif. Mereka
hanya mengikuti apa yang disampaikan oleh anggota rapat yang lain.
Padahal informasi-informasi yang didapatkan dari mereka sangat
diharapkan oleh Kepala Sekolah agar kebijakan yang diambil dapat
menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh sekolah.
5. Langkah-Langkah Formulasi Kebijakan Pengembangan Budaya
Mutu di SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Dalam proses formulasi kebijakan pengembangan budaya mutu
sekolah pasca regrouping, SD N Ungaran 1 Yogyakarta melewati 4
langkah, yaitu:
a. Perumusan Masalah
Merumuskan masalah merupakan cara awal yang dilakukan
oleh SD N Ungaran 1 Yogyakarta dalam proses formulasi kebijakan.
Pada tahap ini pihak-pihak yang terlibat adalah Kepala Sekolah,
guru, pegawai, dan Komite Sekolah. Tujuan dari perumusan masalah
ini adalah untuk mendiagnosis permasalahan-permasalahan apa saja
yang telah terjadi di sekolah pasca regrouping. Hal ini sejalan
dengan pendapat dari Islamy (2000: 77-101) yang menyatakan
bahwa perumusan masalah ini dilakukan untuk memahami
permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi dan mendiagnosis
apa saja yang menjadi penyebab-penyebabnya. Dalam proses
perumusan masalah para anggota rapat dibagi dalam 2 kelompok
yaitu kelompok guru dan kelompok pegawai. Tujuannya adalah
128
untuk memperoleh informasi-informasi terkait dengan masalah-
masalah yang mereka hadapi sesuai dengan bidangnya masing-
masing. Hal ini juga sejalan dengan pendapat dari Islamy (2000: 77-
101) yang menyatakan bahwa perumusan masalah seharusnya
dilakukan oleh mereka yang terkena masalah.
Sebelum rapat dimulai Kepala Sekolah dan Komite Sekolah
sebagai pemimpin rapat menginstruksikan kepada guru-guru dan
pegawai-pegawai untuk membagi menjadi 2 kelompok, yaitu
kelompok guru dan kelompok pegawai. Setelah itu masing-masing
kelompok diminta untuk mendiskusikan masalah-masalah apa yang
terjadi di sekolah dan mereka rasakan pasca kebijakan regrouping di
SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Pada tahap ini diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut:
1) Kelompok Guru
Dalam tahap perumusan masalah kelompok guru membuat
4 macam masalah yang harus segera diselesaikan, yaitu:
a) Pemberian Nama Sekolah Pasca Regrouping
Penggunaan nama sekolah yang hanya
menggunakan nama salah satu sekolah yaitu SD N Ungaran
1 Yogyakarta ternyata menimbulkan konflik yaitu
kecemburuan satu sama lain. Guru meminta agar
penggunaan nama sekolah dapat diganti dengan nama baru
dan tidak menggunakan nama dari salah satu sekolah.
129
b) Munculnya Gep di Antara Guru, Pegawai, dan Siswa
Guru, siswa, dan murid masih suka berkumpul
sesuai dengan asal sekolahnya masing-masing sehingga
lingkungan sekolah menjadi tidak kondusif. Hal ini
berdampak pada kualitas kerja guru dan pegawai yang
semestinya dapat saling bekerja sama. Namun karena masih
adanya gep, maka kerja sama yang dijalinpun menjadi
kurang baik karena mereka kurang akrab sehingga
canggung untuk saling bertanya jika membutuhkan bantuan.
Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya untuk mengatasi
adanya masalah gep ini.
c) Masing-Masing Pihak Masih Sering Mengunggul-
Unggulkan Sekolah Asalnya
SD N Ungaran 1 Yogyakarta lebih unggul dalam
bidang akademik meskipun demikian bukan berarti SD N
Ungaran 2 dan SD N Ungaran 3 memiliki kualitas yang
tidak baik. Hanya saja SD N Ungaran 1 memiliki kualitas
atau prestasi akademik yang lebih menonjol. Hal ini
menimbulkan saling ketidaksukaan antar guru dan pegawai
dari masing-masing sekolah asal yang berakibat pada
kualitas kinerja mereka yang menurun.
Pekerjaan-pekerjaan menjadi lebih lama
terselesaikan karena di antara pegawai maupun guru enggan
130
untuk bekerjasama dalam mengerjakan tugas administrasi
sekolah karena adanya ketidaksukaan satu sama lain yang
berdampak pada lebih lamanya pekerjaan-pekerjaan
tersebut terselesaikan karena hanya dikerjakan sendiri.
d) Penggantian Seragam Identitas Sekolah Baru
Pihak guru meminta agar diadakan pergantian
seragam identitas untuk memberikan ciri khas baru bagi
sekolah pasca regrouping.
2) Kelompok Pegawai
a) Masih Terjadi Gep di Antara Pegawai Sekolah
Masih terjadi gep antara pegawai sekolah dari
masing-masing sekolah yang menimbulkan adanya sekat
atau pemisah di antara mereka. Pegawai masih suka
berkumpul dengan pegawai lain sesuai dengan sekolah
asalnya. Padahal dalam melakukan tugas khususnya
administrasi sekolah mereka dituntut untuk saling bekerja
sama mengingat beban kerja yang lebih banyak pasca
regrouping karena bertambahnya jumlah murid dan guru.
Seharusnya dengan regrouping ini jumlah pegawai
bertambah banyak dan bisa meringankan beban kerja
pegawai tetapi karena adanya gep ini maka mereka masih
sering bekerja sendiri-sendiri. Adanya masalah gep ini juga
ternyata terjadi karena masih terpisahnya ruangan-ruangan
131
pegawai sesuai asal sekolah masing-masing sehingga
intensitas untuk bertemu dan saling mengenal kurang dan
mengakibatkan adanya kettidakakraban di antara mereka.
b) Banyak Pegawai yang Belum Mahir Menggunakan
Komputer
Administrasi sekolah pasca regrouping dituntut untuk
bisa dilakukan lebih cepat dan tepat untuk meningkatkan
kualitas pelayanan terhadap pelanggan karena
bertambahnya beban kerja pasca regrouping. Beban kerja
ini terutama dalam mengurus administrasi siswa dan guru
yang bertambah banyak pasca regrouping. Selama ini
belum semua pegawai menggunakan komputer sebagai alat
bantu untuk menyelesaikan pekerjaan mereka karena masih
terbatasnya kemampuan dalam menggunakan komputer.
Kebanyakan masih manual ataupun meminta tolong kepada
pegawai lain yang bisa mengoperasikan komputer.
b. Penyusunan Agenda Kebijakan
Tahapan selanjutnya yang dilakukan oleh sekolah dalam
formulasi kebijakan pengembangan budaya mutu sekolah adalah
memilih atau menyeleksi masalah-masalah yang telah dirumuskan
oleh kelompok guru dan kelompok pegawai untuk dapat bersaing
untuk masuk ke dalam agenda kebijakan. Dari lima masalah yang
dihadapi oleh sekolah pasca regrouping, hanya tiga yang dipilih
132
untuk masuk ke dalam agenda kebijakan. Ketiga masalah tersebut
penting untuk segera diselesaikan karena berdampak pada tidak
kondusifnya suasana kerja dan lingkungan sekolah sehingga kualitas
kerja guru dan pegawai menurun. Dikhawatirkan jika masalah
tersebut tidak segera mendapatkan solusi maka akan berdampak
pada penurunan kualitas sekolah. Hal ini ternyata juga sejalan
dengan pendapat dari Islamy (2000: 83) yang menyatakan bahwa
dari sekian banyak problema-problema yang umum yang muncul,
hanya sedikit yang mendapatkan perhatian dari para pembuat
kebijakan.
Pihak-Pihak yang terlibat dalam penyusunan agenda kebijakan
antara lain adalah Kepala Sekolah, guru, pegawai, dan Komite
Sekolah. Pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan agenda
kebijakan bersama-sama mengidentifikasi masalah-masalah yang
dianggap urgent untuk segera dicarikan solusinya. Masalah-masalah
yang dimasukkan ke dalam agenda kebijakan antara lain adalah
sebagai berikut:
1) Masih Terjadi Gep di Antara Warga Sekolah
Adanya gep yaitu guru, siswa, dan pegawai masih suka
berkumpul berdasarkan asal sekolahnya masing-masing. Jika
tidak segera diselesaikan akan memunculkan masalah baru bagi
keberlangsungan sekolah. Guru dan pegawai akan sulit
bekerjasama dalam melakukan pekerjaan sekolah karena tidak
133
saling mengenal satu sama lain. Hal ini tentu saja akan
memberikan dampak panjang jika tidak segera diselesaikan
yaitu dengan terkendalanya para pegawai dalam melakukan
pekerjaan sebagai akibat dari tidak kondusifnya lingkungan
kerja karena masih adanya rasa saling tidak suka yang bisa
menjadikan kualitas sekolah justru menurun.
2) Warga Sekolah Masih Mengunggul-Unggukan Asal Sekolahnya
Masing-Masing Padahal Sekolah ini Sudah Menjadi Satu
Warga sekolah masih mengunggul-unggulkan asal
sekolahnya masing-masing padahal sekolah ini sudah menjadi
satu sehingga timbullah saling ketidaksukaan satu sama lain
yang ternyata juga berakibat pada menurunnya kualitas kerja
mereka. Para anggota rapat merasa bahwa masalah ini adalah
masalah urgent karena membuat suasana sekolah menjadi tidak
kondusif dan tidak adanya kenyamanan di sekolah yang akan
berdampak panjang terhadap penurunan kualitas sekolah.
3) Administrasi Sekolah Pasca Regrouping dituntut untuk bisa
dilakukan Lebih Cepat dan Tepat untuk Meningkatkan Kualitas
Pelayanan Sekolah
Administrasi sekolah pasca regrouping dituntut untuk bisa
dilakukan lebih cepat dan tepat untuk meningkatkan kualitas
pelayanan terhadap siswa. Namun ternyata masih ada pegawai
yang masih belum mahir dalam menggunakan komputer.
134
Padahal saat ini kegiatan administrasi sekolah dituntut untuk
menggunakan sistem komputer. Hal ini berdampak pada lebih
lamanya pekerjaan-pekerjaan mereka terselesaikan karena
menggunakan sistem manual atau meminta bantuan pegawai
lain untuk mengerjakannya.
Sedangkan masalah-masalah yang tidak masuk ke dalam agenda
kebijakan adalah masalah-masalah yang dirasa tidak berdampak
pada penurunan kualitas sekolah, yaitu:
1) Pemberian Nama Sekolah Baru Pasca Regrouping
Pemberian nama sekolah pasca regrouping karena
menggunakan nama SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Hal ini
menimbulkan kecemburuan pada sekolah yang diregrouping
yaitu SD N Ungaran 2 Yogyakarta dan SD N Ungaran 3
Yogyakarta. Namun ternyata masalah penggantian nama ini
akan berdampak pada siswa karena siswa akan kehilangan NIS
(Nomor Induk Siswa). Jika siswa tidak memiliki NIS maka tidak
akan bisa mengikuti Ujian Nasional. Sedangkan untuk bisa
mendapatkan NIS sekolah harus mengurus kembali ke Jakarta
untuk mendapatkan NIS baru dan ini memakan waktu yang
lama. Jika masih menggunakan salah satu nama sekolah maka
siswa tidak akan kehilangan NISnya dan hanya tinggal
melakukan mutasi guru dan siswa saja.
135
2) Penggantian Seragam Identitas Sekolah yang Baru
Penggantian seragam identitas sekolah untuk siswa
bertujuan untuk memberikan identitas baru sekolah. Sebelum
diregrouping sendiri ketiga sekolah tersebut sudah memiliki
seragam identitas yang sama tanpa diberi bet nama sekolah.
sehingga jika upaya ini dilakukan hanya akan mengakibatkan
pemborosan dana sekolah saja sementara pengelolaan sekolah
pasca regrouping masih membutuhkan dana yang besar.
c. Pemilihan Alternatif Kebijakan
Langkah ketiga yang dilakukan oleh sekolah dalam
memformulasikan kebijakan pengembangan budaya mutu sekolah
pasca regrouping adalah membuat usulan-usulan strategi berupa
tindakan-tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk memecahkan
masalah yang sedang dihadapi oleh sekolah. Hal ini ternyata juga
sejalan dengan pendapat dari Islamy (2000: 92) yang menyatakan
bahwa perumusan usulan kebijakan adalah kegiatan menyusun dan
mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu untuk
memecahkan masalah. Dalam memilih alternatif-alternatif kebijakan
sekolah mengacu pada agenda kebijakan yang telah ditetapkan pada
tahap sebelumnya. Dalam tahap ini Kepala Sekolah kembali
membuat dua kelompok, yaitu kelompok guru dan kelompok
pegawai sedangkan Kepala Sekolah bersama dengan Komite
Sekolah dalam satu kelompok.
136
Pada tahap pemilihan alternatif kebijakan ini Kepala Sekolah
dan Komite Sekolah juga ikut memberikan usulan alternatif-
alternatif kebijakan, yaitu:
1) Menyediakan Fasilitas yang Dapat Menunjang Proses Belajar
Siswa dan Dapat Diakses oleh Seluruh Siswa
Hal ini bertujuan untuk memberikan fasilitas yang terbaik
dan berkeadilan kepada seluruh siswa, serta dapat diakses oleh
semua siswa baik yang berada di blok timur maupun blok barat.
2) Mensosialisasikan Kegiatan SEMUTLIS (Sepuluh Menit untuk
Tanaman dan Lingkungan Hidup) Kepada Siswa, Guru, dan
Karyawan dari Masing-Masing Sekolah yang Merupakan
Kegiatan Bawaan dari SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Alasan diusulkannya alternatif kebijakan ini karena lahan
sekolah yang luas dan banyaknya tanaman-tanaman di
lingkungan sekolah dapat dimanfaatkan untuk menanamkan
budaya cinta lingkungan. Selain itu dengan adanya kegiatan ini
dapat mengakrabkan seluruh warga sekolah karena kegiatan ini
berbentuk kerja bakti rutin dengan membersihkan lingkungan
sekolah dan menyiram tanaman-tanaman secara bersama setiap
10 menit sebelum bel masuk berbunyi sekaligus memberikan ciri
khas bagi SD N Ungaran 1 Yogyakarta.
137
3) Meningkatkan partisipasi Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Alternatif ini diusukan tujuannya adalah untuk mendukung
upaya preventif terhadap penuruan kualitas SD N ungaran 1
Yogyakarta karena orang tua adalah mitra sekolah sehingga
diharapkan orang tua juga dapat memberikan sumbangan-
sumbangan pemikiran maupun materi yang dapat membantu
sekolah dalam mengembangkan budaya mutu sekolah pasca
regrouping. Selain itu juga dapat mengakrabkan orang tua dan
guru.
Selanjutnya pada kelompok guru memberikan usulan alternatif-
alternatif kebijakan sebagai berikut:
1) Meningkatkan Profesionalitas Guru Melalui Pelatihan dan
Workshop Pengembangan Metode Pembelajaran bagi Seluruh
Guru untuk Memperkaya Metode Pembelajaran
Tujuan diusulkannya alternatif ini adalah agar guru lebih
kreatif dalam mengembangkan metode pembelajaran. Pasca
regrouping mereka tentu saja akan menghadapi siswa-siswa
dengan karakter yang baru dari sekolah lainnya. Guru harus
memahami karakteristik siswanya sehingga diharapkan metode
pembelajaran yang mereka gunakan dapat sesuai dengan
karakteristik siswa yang dihadapinya. Oleh sebab itu guru harus
memperkaya metode-metode pembelajaran.Guru juga dituntut
untuk kreatif dan inovatif dalam mengajar siswanya.
138
2) Meningkatkan Keakraban antar Siswa Melalui Roling Kelas
untuk Menghindari Adanya Gap antar Siswa dari Masing-
Masing Sekolah
Diusulkannya alternatif ini bertujuan agar siswa dapat
saling mengenal satu sama lain. Ketika siswa dari sekolah satu
digabung dengan siswa dari sekolah lainnya maka siswa akan
dapat saling mengenal sehingga timbul keakraban di antara
mereka dan suasana kekeluargaan menjadi lebih erat. Selain itu
tujuan dari diusulkannya alternatif kebijakan ini adalah untuk
menghindari munculnya gep atau kelompok-kelompok siswa
sesuai dengan sekolah asalnya dahulu.
3) Membentuk Kelas Parallel bagi Tiap-Tiap Tingkatan Kelas agar
Siswa dari Masing-Masing Sekolah Lebih Dekat dan Akrab
Alasan diusulkannya alternatif kebijakan ini adalah untuk
mengakrabkan siswa satu sama lain karena dalam 1 tingkatan
dibuat 1 rombel yang saling berjajar. Dalam 1 rombel terdiri dari
3 kelas yang sama tingkatannya namun berbeda asal sekolahnya.
Sehingga meskipun tidak digabung dalam satu kelas mereka
tetap bisa saling mengenal satu sama lain karena ruangan kelas
yang berjajar memungkinkan mereka untuk bisa saling bertemu
setiap hari.
139
4) Mengatur Ulang Pengelolaan Perpustakaan dengan Membangun
Perpustakaan Baru
Alasan diusulkannya alternatif kebijakan ini adalah agar
seluruh siswa baik yang berasal dari SD N Ungaran 1
Yogyakarta, SD N Ungaran 2 Yogyakarta, dan SD N Ungaran 3
Yogyakarta dapat memperoleh fasilitas dan pelayanan
perpustakaan yang baik dan sama, juga dapat meningkatkan
intensitas bertemu dari para siswa karena siswa tidak lagi hanya
berkunjung ke perpustakan dari asal sekolahnya. Selain itu juga
dapat meningkatkan budaya baca siswa sehingga dengan satu
alternatif kebijakan ini bisa didapatkan berbagai manfaat
sekaligus. Hal ini ternyata sejalan dengan yang perna
diungkapkan oleh Daryanto (2015: 41) yang menyatakan bahwa
sekolah yang merefleksikan budaya mutu adalah sekolah yang
pengelolaan perpustakannya dapat mendukung keefektivan
pembelajaran dan menumbuh kembangkan budaya baca warga
sekolah.
5) Menciptakan Pendidikan Berbasis Budaya Lokal untuk
Membentuk Kekhasan yang Dimiliki oleh Sekolah.
Kelompok guru mengusulkan agar sekolah tidak hanya
memiliki ciri khas pada prestasi akademik siswa saja tetapi juga
pada bidang lain seperti dalam bidang budaya. Alasannya karena
SD N Ungaran 1 Yogyakarta berada di tengah kota yang kental
140
dengan nuansa budaya jogja. Sehingga guru menginginkan
adanya kegiatan yang dapat mendukung pelestarian budaya
jogja.
6) Menyediakan wadah bagi siswa untuk mengembangkan minat
dan bakatnya melalui kegiatan ekstrakurikuler
Tujuan diusulkannya alternatif kebijakan ini adalah agar
siswa juga dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada
dalam diri mereka baik di bidang akademik maupun di luar
akademik yang tidak bisa mereka dapatkan secara maksimal
pada saat proses pembelajaran intrakurikuler. Sehingga dengan
adanya kegiatan ini potensi-potensi mereka baik di bidang
akademik maupun non akademik dapat terwadahi. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh Kemendikbud (2016: 3) yang
menyatakan bahwa salah satu komponen budaya mutu adalah
dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler yang efektif dalam
pembentukan karakter siswa. Kegiatan ini diharapkan juga dapat
lebih mengakrabkan siswa karena adanya intensitas bertemu di
luar jam pelajaran sekolah.
141
Sedangkan usulan alternatif-alternatif kebijakan dari kelompok
pegawai sekolah adalah sebagai berikut:
1) Menciptakan Keakraban antar Guru dan Pegawai Sekolah untuk
Terciptanya Suasana Kerja yang Kondusif dengan Penggabungan
Ruang Kerja
Alasan dilakukannya penggabungan ruang kerja guru dan
pegawai karena pasca regrouping ini mereka masih suka
mengelompok sesuai dengan asal sekolahnya masing-masing.
Dengan dilakukannya penggabungan ruang kerja guru dan
pegawai maka diharapkan dapat lebih mengakrabkan satu sama
lainnya karena setiap hari mereka akan berada pada ruangan yang
sama sehingga intensitas bertemu menjadi lebih tinggi. Dengan
adanya keakraban di antara mereka diharapkan juga dapat
meningkatkan kerjasama yang baik sehingga dapat memperbaiki
kualitas kerja mereka. Dengan kualitas kerja yang baik maka
diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas atau mutu
sekolah.
2) Meningkatkan Kemampuan Pegawai dalam Menggunakan
Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Meningkatkan
Kualitas Pelayanan Terhadap Siswa maupun Orangtua
Tujuan diusulkannya alternatif kebijakan ini adalah agar
pegawai dapat dengan mahir dalam menggunakan Teknologi
Komunikasi dan Informasi khususnya komputer. Pasca
142
regrouping sendiri tugas-tugas administrasi menjadi lebih banyak
sehingga agar tidak membuang banyak waktu hanya untuk
mengerjakan satu pekerjaan maka harus menggunaan komputer
agar tugas-tugas dapat terselesaikan dengan cepat dan tepat.
d. Penetapan kebijakan.
Langkah terakhir yang ditempuh oleh sekolah dalam
memformulasikan kebijakan pengembangan budaya mutu adalah
menetapkan alternatif-alternatif kebijakan yang dirasa tepat untuk
menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi sekolah
sehingga terbentuklah budaya mutu sekolah yang baru. Selain itu
alternatif kebijakan ini diharapkan juga dapat dijadikan sebagai
upaya preventif terhadap penurunan kualitas sekolah pasca
regrouping.
Pada tahap ini ternyata sekolah juga masih memberikan
usulan-usulan alternatif tambahan yang dirasa masih perlu untuk
dilakukan oleh sekolah karena pada tahap sebelumnya yaitu
pemilihan alternatif kebijakan alternatif-alternatif tersebut belum
diusulkan karena belum terpikirkan oleh para anggota rapat. Jadi
pada intinya dalam penetapan kebijakan ini sekolah ternyata masih
menyusun beberapa alternatif kebijakan kembali. Proses penetapan
kebijakan yang dilakukan oleh sekolah terjadi dalam dua tahap,
yaitu:
143
1) Tahap Penetapan Kebijakan dengan Pihak Sekolah (Kepala
Sekolah, Guru, Pegawai, dan Komite Sekolah)
Penetapan kebijakan dilakukan secara bersama-sama oleh
pihak sekolah. Tahap ini adalah tahap yang dirasa paling sulit
oleh sekolah karena masing-masing kelompok menginginkan
alternatif-alternatif yang diusulkannya dapat diterima semua
keadaan seperti ini sama seperti teori dari Islamy (2000: 100)
bahwa pada tahap ini usaha-usaha untuk saling meyakinkan
orang lain tentang kebenaran dan manfaat dari rancangan
kebijakan yang dibuatnya. Dalam tahap ini juga para anggota
rapat melakukan penambahan-penambahan alternatif kebijakan
yang dirasa juga perlu dilakukan. Setelah mengidentifikasi
masing-masing alternatif maka kebijakan yang ditetapkan
adalah sebagai berikut:
(a) Menyediakan fasilitas yang dapat menunjang proses belajar
siswa dengan kegiatan melakukan penggabungan ruang
perpustakaan, penambahan ruang belajar terbuka, koleksi
buku, jaringan internet dan komputer sekolah.
Altenatif yang ditambahkan adalah penambahan unit
komputer dan pemasangan jaringan internet. Alasan
dilakukannya penambahan unit komputer dan pemasangan
jaringan internet adalah agar siswa maupun guru dapat
dengan mudah memperoleh sumber belajar dengan mencari
144
materi pelajaran maupun soal-soal dengan menggunakan
internet. Hal ini juga bertujuan untuk membentuk budaya
mutu pembelajaran intrakurikuler. Prestasi akademik siswa
dapat ditingkatkan dengan kemudahan yang diberikan oleh
sekolah yang menyediakan kemudahan untuk memperoleh
sumber belajar.
(b) Melaksanakan pendidikan lingkungan hidup melalui
kegiatan SEMUTLIS (Sepuluh Menit untuk Lingkungan
Hidup) yaitu kerja bakti membersihkan lingkungan dan
menyiram tanaman setiap 10 menit sebelum KBM.
(c) Meningkatkan partisipasi orang tua dalam pendidikan anak
dengan kegiatan membentuk Forum Orang tua Siswa dan
buku hubung.
(d) Menciptakan pembelajaran berbasis pendidikan lokal
(jogja) untuk membentuk suatu ciri khas baru bagi sekolah
pasca regrouping dengan kegiatan melaksanakan muatan
lokal karawitan dan gamelan jawa serta tari gaya jogja.
(e) Meningkatkan potensi non akademik siswa dengan
menyediakan wadah bagi siswa untuk mengembangkan
minat dan bakat siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler
wajib dan pilihan.
(f) Menciptakan suasana kerja yang kondusif agar terjalin
kerjasama yang baik antara guru dan pegawai dengan
145
kegiatan melaksanakan rapat rutin, evaluasi dan
penggabungan ruangan kerja.
(g) Menciptakan keakraban siswa dan warga sekolah lainnya
dengan kegiatan melakukan pembentukan rombel kelas dan
menerapkan budaya 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan,
Santun).
Disini terjadi sedikit perdebatan karena beberapa
pihak guru menginginkan dilakukan rolling siswa dan
rombel kelas. Namun melalui saran dari Komite Sekolah
akhirnya dapat diselesaikan dan alternatif yang dipilih
adalah rombel kelas. Rolling siswa tidak dipilih karena akan
membingungkan kegiatan administrasi siswa sehingga TU
(Tata Usaha) harus mengelola kembali administrasi siswa
dan ini akan menjadikan waktu tidak efektif. Alasannya
karena sudah banyak alternatif lainnya yang dipilih untuk
dapat mengakrabkan siswa.
(h) Meningkatkan kompetensi guru dan pegawai dengan
kegiatan workshop dan pelatihan pengembangan metode
pembelajaran dan penggunaan Teknologi Informasi dan
Komunikasi.
146
2) Tahap penetapan kebijakan dengan pihak Dinas Pendidikan
Kota Yogyakarta (Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan Kota
Yogyakarta).
Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta meminta sekolah untuk
menentukan kegiatan-kegiatan apa yang dapat menunjang
terlaksananya program-program yang telah ditentukan.
Kegiatan-kegiatan yang disarankan adalah kegiatan-kegiatan
yang sifatnya mudah untuk dilakukan, berdampak pada
terbentuknya budaya mutu sekolah yang baru, dan tidak boros
dana.
Selanjutnya agar alternatif kebijakan yang telah ditetapkan
dapat memiliki kekuatan hukum di tingkat sekolah maka Kepala
selanutnya menetapkan kebijakan tentang pengembangan budaya
mutu sekolah. Tujuannya adalah untuk melakukan upaya-upaya
preventif terhadap penurunan kualitas sekolah pasca regrouping
dengan memutuskan 8 program dan kegiatan yaitu:
1) Menyediakan fasilitas sekolah yang dapat mendukung proses
belajar siswa dengan kegiatan:
a) Melakukan penggabungan ruangan perpustakaan.
b) Melakukan penggabungan koleksi buku perpustakaan.
c) Melakukan penambahan ruang belajar terbuka.
d) Memasang jaringan internet di lingkungan sekolah.
e) Melakukan penambahan unit komputer.
147
2) Mengembangkan Pendidikan Berbasis Lingkungan dengan
kegiatan SEMUTLIS (Sepuluh Menit untuk Tanaman dan
Lingkungan Hidup) melalui kerja bakti bersama membersihkan
lingkungan setiap pagi sebelum bel masuk sekolah.
3) Meningkatkan partisipasi orang tua dalam pendidikan anak
dengan kegiatan:
a) Membentuk Forum Orang Tua Siswa (FOS).
b) Membuat buku hubung orang tua dan guru untuk memantau
perkembangan belajar siswa.
4) Menciptakan pembelajaran berbasis budaya jogja untuk
melestarikan budaya jogja dengan kegiatan:
a) Melaksanakan muatan lokal karawitan dan gamelan jawa.
b) Melaksanakan muatan lokal tari gaya jogja.
5) Meningkatkan potensi non akademik siswa dengan
mengembangkan minat dan bakat siswa melalui kegiatan:
a) Mengadakan ekstrakurikuler wajib, yaitu Baca Tulis Al-
Qur’an, karawitan, tari gaya jogja, TIK atau computer,
bahasa inggris, dan pramuka.
b) Mengadakan kegiatan ekstrakurikuler pilihan, yaitu musik
dan paduan suara, pencak silat, robotic, melukis, futsal,
MTQ, Pecinta Lingkungan Hidup, pantomime, dongen dan
cerita, dokter kecil, pembuatan game edukasi, voli, tenis
meja, dan kelompok ilmiah anak.
148
6) Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dengan kegiatan:
a) Melaksanakan rapat rutin dan evaluasi kerja seminggu
sekali.
b) Melaksanakan penggabungan ruangan kerja guru dan
pegawai.
7) Menciptakan keakraban antar siswa dengan kegiatan:
a) Melaksanakan pembentukan rombel kelas pada setiap
tingkatan.
b) Menerapkan budaya 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, dan
Santun).
8) Meningkatkan kompetensi guru dan pegawai dengan kegiatan:
a) Workshop dan pelatihan pengembangan metode
pembelajaran.
b) Workshop dan pelatihan pengembangan keterampilan
penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan di atas melalui
Surat Keputusan Kepala Sekolah bertujuan untuk membangun
budaya-budaya mutu yang positif pasca kebijakan regrouping.
Hal ini dibuktikan dengan dibuatnya kebijakan-kebijakan yang
berorientasi pada upaya meningkatkan profesionalitas guru,
membangun mitra dengan orang tua melalui pembuatan Forum
Orang tua Siswa (FOS), menciptakan lingkungan sekolah yang
kondusif agar terbangun budaya kerja sama di antara guru dan
149
karyawan yang berasal dari sekolah yang berbeda-beda,
menyediakan fasilitas sekolah yang memadai untuk
membangkitkan minat baca dan belajar anak melalui
pembangunan perpustakaan baru yang lengkap dan membangun
ruang belajar terbuka, dan menyediakan wadah untuk
mengembangkan minat dan bakat agar siswa tidak hanya
berprestasi di bidang akademik saja. Hal ini ternyata sesuai
dengan hasil penelitian Character Education Partnership (2011:
1) yaitu budaya mutu sekolah yang positif luas mencakup etos
kerja seluruh sekolah dan individu, harapan yang tinggi untuk
belajar dan berprestasi, lingkungan yang aman dan peduli, nilai-
nilai bersama dan kepercayaan dalam bekerjasama, pedagogi
yang kuat dan kurikulum yang unggul, motivasi siswa yang tinggi
dan keterlibatan guru maksimal, budaya guru profesional, dan
kemitraan dengan keluarga dan masyarakat.
D. Keterbatasan Penelitian
Tahapan proses kebijakan menurut Widodo (2007: 43) secara teknis
dibedakan dalam tiga tahapan, yaitu formulasi kebijakan, implementasi
kebijakann, dan evaluasi kebijakan. Namun karena adanya keterbatasan
waktu dan biaya dalam penelitian ini maka penelitian ini hanya memfokuskan
pada tahap formulasi kebijakan. Selain itu pada saat pencarian data yang
berbentuk dokumen terjadi kesulitan karena dokumen-dokumen yang terkait
dengan proses formulasi kebijakan tersebut ada yang tidak dibukukan.
150
Keterbatasan lainnya adalah pada informan di mana tidak semua pihak-pihak
yang terlibat dalam perumusan kebijakan sekolah dalam mengembangkan
budaya mutu sekolah pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta diteliti.
Keterbatasan-keterbatasan tersebut menyebabkan informasi-informasi
atau data yang diperoleh menjadi kurang lengkap. Meskipun demikian,
peneliti telah berusaha untuk memperoleh data dan informasi yang lebih
lengkap dan relevan agar dapat menjawab permasalahan penelitian dengan
berbagai cara seperti melakukan observasi yang lebih cermat dan dilakukan
beberapa kali, melakukan wawancara secara mendalam dan menguji
keabsahan data melalui triangulasi data, serta memberikan penjelasan secara
detail kepada subjek mengenai maksud dan tujuan penelitian ini agar para
informan bersedia memberikan informasi yang akurat.
151
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis
lakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kebijakan regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta yang diambil oleh
Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta
dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antar sekolah dalam proses
penerimaan siswa baru karena SD N Ungaran 1 Yogyakarta menjadi
sekolah yang paling diminati oleh masyarakat berkat prestasi akademik
yang tinggi. Hal ini menimbulkan adanya kecemburuan antara satu
sekolah dengan sekolah lainnya. Ditambah lagi lokasi sekolah yang
menjadi satu lahan mengakibatkan persaingan yang terjadi terasa jelas
sekali. Oleh sebab itu pemerintah melalui Dinas Pendidikan Kota
Yogyakarta melakukan regrouping pada ketiga sekolah ini, sehingga
selain dapat mengatasi adanya persaingan tersebut kebijakan regrouping
pada ketiga sekolah ini juga dapat bermanfaat bagi efisiensi biaya
penyelenggaraan pendidikan.
2. Budaya mutu yang dimilki oleh masing-masing sekolah adalah SD N
Ungaran 1 Yogyakarta menonjol dalam bidang akademik dan budaya
cinta lingkungan, SD N Ungaran 2 Yogyakarta menonjol dalam bidang
pembelajaran berbasis TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi),
bidang akademik, dan budaya religious. Sedangkan SD N Ungaran 3
Yogyakarta menonjol dalam mengembangakn metode pembelajaran
152
berbasis bermain sambil belajar yang didukung oleh banyaknya guru-
guru wiyata yang masih berusia mudan dan kreatif, serta unggul dalam
bidang seni dan budaya yaitu seni tari gaya jogja.
3. Latar Belakang dibuatnya kebijakan pengembangan budaya mutu di SD
N Ungaran 1 Yogyakarta pasca kebijakan regrouping yaitu; 1) adanya
kesulitan para warga sekolah dalam melakukan adaptasi kembali dengan
lingkungan sekolah pasca regrouping karena masih terbentuknya
kelompok-kelompok atau gep sesuai dengan asal sekolahnya masing-
masing, 2) masih adanya konflik di antara guru karena masih
mengunggul-unggulkan sekolah asalnya masing-masing sehingga timbul
saling ketidaksukaan, 3) dan sekolah belajar dari konflik-konflik yang
terjadi pada sekolah lain yang diregrouping yang salah satunya adalah
masalah pengelolaan sekolah yang kurang baik dan ketidaksiapan mereka
terhadap kebijakan regrouping yang menyebabkan turunnya kualitas
sekolah pasca regrouping. Sekolah sadar bahwa jika masalah-masalah
tersebut tidak segera mendapatkan solusi maka bisa jadi kualitas SD N
Ungaran 1 Yogyakarta dapat menurun. Sehingga kebijakan ini lebih tepat
disebut sebagai upaya preventif terhadap penurunan kualitas SD N
Ungaran 1 Yogyakarta.
4. Proses formulasi kebijakan dilakukan oleh; 1) Kepala Sekolah dengan
perannya memimpin jalannya proses perumusan kebijakan, menggali
informasi-informasi mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh
sekolah dari guru dan pegawai sekolah, memberikan masukan terhadap
153
alternatif-alternatif yang sebaiknya diambil oleh sekolah, memberikan
keputusan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan, 2) guru dan pegawai
yang berperan menyampaikan informasi-informasi terkait dengan
masalah-masalah yang dihadapi oleh sekolah pasca regrouping,
menentukan alternatif-alternatif kebijakan yang dapat menjawab
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh sekolah, ikut terlibat
dalam penetapan kebijakan melalui negosiasi dengan seluruh anggota
rapat, 3) Komite Sekolah berperan menentukan masalah-masalah yang
akan masuk ke agenda kebijakan berdasarkan tingkat urgensinya sesuai
dengan permasalahan-permasalahan yang telah ditentukan oleh pihak
sekolah, ikut mencarikan solusi atau altenatif-alternatif kebijakan
terhadap permasalahan yang dihadapi oleh sekolah, ikut memberikan
saran dan masukan terhadap alternatif-alternatif kebijakan yang
diusulkan oleh anggota rapat yang lainnya, menetapkan alternatif-
alternatif kebijakan yang telah dipilih untuk menjadi sebuah kebijakan, 4)
Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta berperan memberikan arahan dan
masukan terhadap alternatif-alternatif kebijakan yang telah ditetapkan
apakah sesuai atau layak untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi
oleh sekolah.
154
5. Langkah-langkah dalam formulasi kebijakan pengembangan budaya
mutu sekolah di SD N Ungaran 1 Yogyakarta:
a. Perumusan Masalah
Proses ini dilakukan dengan membagi 2 kelompok, yaitu
kelompok guru dengan usulan masalah tentang pemberian nama
sekolah pasca regrouping agar mengganti nama sekolah dan tidak
menggunakan salah satu nama sekolah, munculnya gep di antara
guru, pegawai, dan siswa yang menyebabkan lingkungan sekolah
menjadi tidak kondusif, masih suka mengunggul-unggulkan sekolah
asalnya masing-masing sehingga timbul saling ketidaksukaan satu
sama lain yang juga menyebabkan suasana sekolah menjadi tidak
kondusif, dan pergantian seragam identitas sekolah agar ada ciri khas
baru bagi sekolah pasca regrouping. Sedangkan dari pihak pegawai
mengusulkan, bahwa masih adanya gep di antara pegawai sekolah
sehingga masih enggan untuk menjalin kerjasama dalam melakukan
tugas administrasi sekolah dan masih banyaknya para pegawai yang
belum mahir menggunakan komputer. Padahal beban kerja pasca
regrouping lebih besar dan dituntut untuk cepat dan tepat dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Oleh sebab itu diperlukan
keterampilan dalam mengoperasikan komputer.
b. Agenda Kebijakan
Masalah yang masuk ke dalam agenda kebijakan adalah
masalah adanya gep di antara warga sekolah pasca regrouping,
155
masih ada pihak yang suka mengunggul-unggulkan sekolahnya
masing-masing sehingga berdampak pada tidak kondusifnya suasana
kerja dan lingkungan sekolah, serta masih terdapat pegawai yang
belum mahir mengoperasikan komputer untuk kegiatan administrasi
sekolah padahal beban kerja bertambah banyak pasca regrouping
dan kegiatan administrasi dituntut untuk menggunakan sistem
komputer agar cepat dan tepat. Sedangkan masalah yang tidak
dipilih adalah masalah yang dirasa tidak akan berdampak pada
penurunan kualitas sekolah, yaitu penggantian seragam baru dan
pemberian nama baru untuk sekolah.
c. Pemilihan Alternatif Kebijakan
Alternatif-alternatif kebijakan yang diambil oleh Kepala
Sekolah dan Komite Sekolah adalah menyediakan fasilitas yang
dapat menunjang proses belajar siswa dan dapat diakses oleh seluruh
siswa, mensosialisasikan kegiatan SEMUTLIS kepada siswa, guru,
dan karyawan dari masing-masing sekolah, dan meningkatkan
partisipasi orang tua dalam pendidikan anak. Kelompok guru adalah
meningkatkan profesionalitas guru melalui pelatihan dan workshop
pengembangan metode pembelajaran bagi seluruh guru,
meningkatkan keakraban antar siswa melalui rolling kelas,
membentuk kelas parallel bagi tiap-tiap tingkatan kelas agar siswa
dari masing-masing sekolah lebih dekat dan akrab, mengatur ulang
pengelolaan perpustakaan dengan membangun perpustakaan baru
156
agar seluruh siswa dapat memperoleh fasilitas dan pelayanan
perpustakaan yang baik juga dapat meningkatkan intensitas bertemu
dari para siswa, menciptakan pendidikan berbasis budaya lokal untuk
membuat kekhasan yang dimiliki oleh sekolah, dan menyediakan
wadah bagi siswa untuk mengembangkan minat dan bakatnya
melalui kegiatan ekstrakurikuler. Sedangkan kelompok pegawai
adalah menciptakan keakraban antar guru dan pegawai sekolah
untuk terciptanya suasana kerja yang kondusif dengan penggabungan
ruang kerja dan meningkatkan kemampuan pegawai dalam
menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk
meningkatkan kualitas pelayanan terhadap siswa maupun orangtua.
d. Penetapan Kebijakan
Proses penetapan kebijakan dilakukan melalui 2 tahap,
yaitu penetapan kebijakan bersama pihak sekolah dan penetapan
kebijakan dengan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Kebijakan
yang ditetapkan bersama dengan pihak sekolah adalah
menyediakan fasilitas yang dapat menunjang proses belajar siswa
dengan kegiatan melakukan penggabungan ruang perpustakaan,
penambahan ruang belajar terbuka, koleksi buku, jaringan internet
dan komputer sekolah, melaksanakan pendidikan lingkungan hidup
melalui kegiatan SEMUTLIS (Sepuluh Menit untuk Lingkungan
Hidup) yaitu kerja bakti membersihkan lingkungan dan menyiram
tanaman setiap 10 menit sebelum KBM, meningkatkan partisipasi
157
orang tua dalam pendidikan anak dengan kegiatan membentuk
Forum Orang tua Siswa dan buku hubung, menciptakan
pembelajaran berbasis pendidikan lokal (jogja) untuk membentuk
suatu ciri khas baru bagi sekolah pasca regrouping dengan
kegiatan melaksanakan muatan lokal karawitan dan gamelan jawa
serta tari gaya jogja, meningkatkan potensi non akademik siswa
dengan menyediakan wadah bagi siswa untuk mengembangkan
minat dan bakat siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler wajib dan
pilihan, menciptakan suasana kerja yang kondusif agar terjalin
kerjasama yang baik antara guru dan pegawai dengan kegiatan
melaksanakan rapat rutin, evaluasi dan penggabungan ruangan
kerja, menciptakan keakraban siswa dan warga sekolah lainnya
dengan kegiatan melakukan pembentukan rombel kelas dan
menerapkan budaya 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun),
meningkatkan kompetensi guru dan pegawai dengan kegiatan
workshop dan pelatihan pengembangan metode pembelajaran dan
penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Sedangkan
pada tahap penetapan kebijakan bersama Dinas Pendidikan Kota
Yogyakarta diperoleh saran dan masukan agar sekolah menentukan
kegiatan-kegiatan apa yang dapat menunjang terlaksananya
program-program yang telah ditentukan. Kegiatan-kegiatan yang
disarankan adalah kegiatan-kegiatan yang sifatnya mudah untuk
dilakukan, berdampak pada terbentuknya budaya mutu sekolah
158
yang baru, dan tidak boros dana. Setelah melalui keputusan secara
bersama-sama Kepala Sekolah menetapkan kebijakan tentang
pengembangan budaya mutu sekolah agar kebijakan ini memiliki
kekuatan hukum pada tingkat sekolah dan dapat dilaksanakan oleh
sekolah.
B. Saran
Setelah dilakukan pembahasan dari berbagai macam temuan pada data-
data yang diperoleh oleh peneliti maka diajukan saran agar dalam proses
formulasi kebijakan sekolah, hendaknya para aktor pembuat kebijakan
khususnya guru dan pegawai dapat secara aktif terlibat mulai dari proses
perumusan masalah hingga penetapan kebijakan. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh data bahwa masih adanya pihak-pihak dari guru dan pegawai yang
hanya pasif dan tidak mau memberikan informasi-informasinya terkait
dengan permasalahan yang dihadapi oleh sekolah dan ide-idenya terkait
dengan alternatif-alternatif kebijakan untuk menjawab masalah-masalah yang
dihadapi oleh sekolah. Padahal informasi-informasi dan ide-ide dari mereka
sangat diperlukan agar kebijakan yang diambil oleh sekolah benar-benar
sesuai dengan masalah yang dialami oleh sekolah.
159
DAFTAR PUSTAKA
Character Education Partnership. (2011). “Developing and Assessing School
Culture: A New Level of Accountability for School”. Connecticut Ave,
NW, Suite 1011 Washington, DC 20036. http://www.rucharacter.org.
diakses pada tanggal 12 Oktober 2016, Jam 12.32 WIB.
Daryanto. (2015). Pengelolaan Budaya dan Iklim Sekolah. Yogyakarta: Penerbit
Gava Media.
European University Association (EUA). (2006). Quality Culture in European
Universities: A Bottom-Up Approach. Report on The Three Rounds of The
Quality Culture Project 2002-2006. Brussels: EUA. DIakses dari
http://www.eua.be/publications pada tanggal 5 November 2016 pukul 08.00
WIB.
Dikti. (2016). Naskah Akademik Rancangan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Kemendikbud.
Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar. (2016). Panduan Lomba Budaya Mutu di
Sekolah Dasar Tahun 2016. Jakarta: Kemendikbud.
Dwi Budi Susanto. (2009). Pengaruh Penggabungan Sekolah (Regrouping)
Terhadap Tingkat Efektivitas dan Efisiensi Penyelenggaraan Pendidikan Se-
Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan. Skripsi. UM.
H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho. (2012). Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Husein Umar. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Salemba Empat.
Kepmendagri Nomor 421.2/2501/bangda. tentang Pedoman Pelaksanaan
Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar.
Keputusan Kemendiknas Nomor 060/U/2002 tentang Pedoman Pendirian
Sekolah.
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Nomor 188/ADP/3073
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) pada Satuan Pendidikan.
Ronny Kountur. (2007). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis.
Edisi Revisi. Jakarta: PPM.
160
Malhi, Ranjit Singh. (2013). Creating and Sustaining: A Quality Culture.
Research Article. Hlm. 2-3.
Marsono. (2003). Problem-Problem dalam Penyelenggaraan Sekolah Dasar yang
Diregrouping di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman. Skripsi. FIP UNY.
Moleong, Lexy J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyadi. (2010). Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya
Mutu. Malang: Uin Maliki Press.
Murdono dan Sutama. (2012). Pengelolaan Sekolah Dasar Regrouping (Studi
Situs SDN Gondosuli 2 dan 3 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang).
Penelitian. UMS.
Moh. Arobi, Sutama, & Ahmad Muhibbin. (2013). Pengembangan Budaya Mutu
di SMK PGRI 1 Karanganyar. Jurnal Penelitian. Hlm. 16-17.
M. Irfan Islamy. (2000). Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta:
Sinar Grafika.
Nana Syaodih Sukmadinata. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Nanang Fattah. (2012). Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2014 tentang Pedoman
Regrouping Satuan Pendidikan.
Poerwanto. (2008). Budaya Perusahaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Samudera Wibawa. (1994). Politik Perumusan Kebijakan Publik. Jakarta: Raja
Grafindo.
Setyo Teguh Widodo. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia dalam
Peningkatan Mutu Sekolah (Studi Kasus pada Sekolah Regrouping di SDN
Petompon 02). Jurnal Thesis. UNNES.
Siti Irene Astuti. (2014). Modal Sosial dalam Pengembangan Pendidikan:
Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press.
161
Siti Irene Astuti dan Rini Widiowati. (2014). School Resiliency and Social Capital
of Regrouping Policy After Merapi Eruptiom in The Special District of
Yogyakarta of Indonesia (A Case Study at SD Umbulharjo 2, Sleman,
Special District of Yogyakarta). Jurnal International. Hlm. 521-522.
Solichin Abdul Wahab. (2008). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang:
UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
________________. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sulistyo Basuki. (2006). Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Sudiyono, Mada Sutapa & Nurtanio Agus Purwanto. (2009). Dampak Regrouping
Sekolah Dasar: Kasus SD Pakem 1 di Kecamatan Pakem Kabupaten
Sleman. Jurnal Penelitian. Hlm. 23.
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D).Bandung: Alfabeta.
_________. (2009). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D).Bandung: Alfabeta.
_________. (2012). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D).Bandung: Alfabeta.
_________. (2014). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Suwarto. (2016). Manajemen Konflik Sekolah Regrouping di SD Negeri
Pucangsawit Surakarta. Jurnal Tesis. Hlm 118.
Syafaruddin. (2008). Efektivitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, Strategi, dan
Aplikasi Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Syaiful Anwar. (2014). Pengembangan Budaya Mutu dalam Meningkatkan
Kualitas Madrasah di Madrasah Ibtidaiyyah Negeri Kota Bandar Lampung.
Jurnal Skripsi. Hlm. 458-486.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. (2003). Bandung: Citra Umbara.
162
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(Propenas) Tahun 2000-2004.
163
LAMPIRAN
164
LAMPIRAN 1
Surat Ijin Penelitian
165
Lampiran 1.1. Surat Izin Penelitian dari Dinas Peizinan Kota Yogyakarta
166
Lampiran 1.2. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Ilmu Pendidikan
167
Lampiran 1.3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
168
LAMPIRAN 2
Catatan Lapangan
169
Lampiran 2.1. Catatan Lapangan
CATATAN LAPANGAN
CATATAN LAPANGAN HARI PERTAMA
Hari/Tanggal : Selasa, 29 November 2016
Waktu : 09.00-13.30 WIB
Tempat : 1. Dinas Perijinan Kota Yogyakarta
2. SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Kegiatan : 1. Mengurus administrasi perijinan
2. Mengantar surat ijin penelitian ke SD N Ungaran 1
Yogyakarta
Deskripsi : Kegiatan pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan
hak yang bersifat administratif yaitu berupa surat perijinan
penelitian di Dinas Perijinan Kota Yogyakarta setelah
sebelumnya mendapatkan surat pengantar dari Subbag Fakultas
Ilmu Pendidikan UNY. Pada pukul 08.30 WIB peneliti telah
sampai di Dinas Perijinan Kota Yogyakarta dengan membawa
proposal dan surat pengantar dari universitas. Selanjutnya
peneliti menyerahkan surat pengantar dan proposal tersebut ke
loket. Setelah di proses kemudian peneliti mendapatkan surat ijin
penelitian pada pukul 11.00 WIB. Selanjutnya peneliti menuju ke
SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Sebelumnya peneliti meminta ijin
kepada security untuk bertemu dengan kepala sekolah SD N
170
Ungaran 1 Yogyakarta. Namun karena kepala sekolah sedang
tidak berada di sekolah maka surat ijin diserahkan kepada staf
TU. Kemudian staf TU meminta peneliti untuk kembali lagi ke
sekolah keesokan harinya.
CATATAN LAPANGAN HARI KEDUA
Hari/Tanggal : Rabu, 30 November 2016
Waktu : 07.30-12.00 WIB
Tempat : SD N Ungaran 1Yogyakarta
Kegiatan : 1. Membuat jadwal wawancara dengan informan bersama
dengan kepala sekolah.
2. Meminta dokumen sekolah tentang profil sekolah
Deskripsi : Pada pukul 07.30 WIB peneliti telah sampai di SD N Ungaran 1
Yogyakarta. Sebelum masuk ke sekolah seperti biasanya peneliti
meminta ijin kepada security. Kemudian peneliti bertemu dengan
kepala sekolah SD N Ungaran 1 Yogyakarta yaitu Ibu Dwi Atmi
Sutarini. Peneliti bersama dengan kepala sekolah menentukan
siapa-siapa saja yang akan menjadi informan berdasarkan
rekomendasi dari kepala sekolah dan membuat jadwal untuk
wawancara dengan para informan. Setelah jadwal terbentuk
kemudian peneliti bertanya tentang sejarah sekolah regrouping di
SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Namun karena Ibu Dwi Atmi
Sutarini baru menjabat sebagai kepala sekolah pada tahun 2014
sedangkan sekolah di regrouping pada tahun 2012 maka beliau
171
meminta peneliti untuk bertanya langsung kepada Dinas
pendidikan Kota Yogyakarta. Selanjutnya peneliti menemui
salah satu pegawai TU untuk meminta profil sekolah. Setelah
mendapatkan buku profil sekolah peneliti kemudian berpamitan.
CATATAN LAPANGAN HARI KETIGA
Hari/Tanggal : Jum’at, 9 Desember 2016
Waktu : 08.00-12.30 WIB
Tempat : 1. Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta
2. SD N Ungaran 1Yogyakarta
Kegiatan : 1. Mengantarkan surat ijin wawancara ke Dinas Pendidikan
Kota Yogyakarta
2. Melakukan observasi tentang lingkungan dan aktivitas yang
ada di sekolah
Deskripsi : Pada pukul 08.00 peneliti telah sampai di Dinas Pendidikan Kota
Yogyakarta untuk mengantarkan surat ijin untuk melakukan
wawancara dengan bagian Dikdas. Peneliti menyerahkan surat di
bagian informasi. Kemudian peneliti diminta kembali lagi ke
Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta pada hari Senin, 12
Desember 2016 untuk melakukan wawancara. Selanjutnya
peneliti menuju ke SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Pada pukul
09.30 WIB peneliti meminta ijin kepada security untuk
melakukan pengamatan di lingkungan sekolah. Setelah selesai
melakukan pengamatan peneliti kemudian berpamitan.
172
CATATAN LAPANGAN HARI KEEMPAT
Hari/Tanggal : Senin, 12 Desember 2016
Waktu : 08.00-09.00 WIB
Tempat : Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta
Kegiatan : 1. Melakukan wawancara dengan Bapak Aris di bagian Dikdas.
Deskripsi : Pada pukul 08.00 WIB peneliti sudah sampai di Dinas
Pendidikan Kota Yogyakara. Sebelum melakukan wawancara
peneliti terlebih dahulu menghubungi bagian informasi, setelah
itu peneliti mendapatkan arahan dari bagian informasi dan
diminta menuju ke bagian Dikdas di lantai 3. Peneliti bertemu
dengan Bapak Aris Widodo selaku Kasie. Manajemen Sekolah
Dasar untuk melakukan wawancara mengenai sejarah
dilakukannya regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta.
Setelah wawancara dirasa cukup kemudian peneliti berpamitan
untuk kemudian kembali ke kampus.
CATATAN LAPANGAN HARI KELIMA
Hari/Tanggal : Rabu, 14 Desember 2016
Waktu : 11.00-12.00 WIB
Tempat : Gedung Pascasarjana UNY
Kegiatan : 1. Wawancara dengan Komite Sekolah
Deskripsi : Pada pukul 11.00 WIB peneliti telah sampai di kantor dosen BK
pascasarjana UNY. Peneliti langsung bertemu dengan Bapak
Muhammad Farozin dosen Program Studi Bimbingan dan
173
Konseling UNY selaku Ketua Komite Sekolah SD N Ungaran 1
Yogyakarta. Peneliti kemudian melakukan wawancara dengan
Bapak Muhammad Farozin terkait dengan bagaimana proses
perumusan kebijakan pengembangan budaya mutu pada sekolah
regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Setelah data yang
diperoleh dirasa cukup kemudian peneliti berpamitan dan
mengucapkan terima kasih.
CATATAN LAPANGAN HARI KEENAM
Hari/Tanggal : Jum’at, 16 Desember 2016
Waktu : 09.00-12.00 WIB
Tempat : SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Kegiatan : 1. Wawancara dengan Kepala Sekolah
2. Melakukan pengamatan terhadap lingkungan sekolah
Deskripsi : Pada pukul 09.00 WIB peneliti telah sampai di SD N Ungaran 1
Yogyakarta. Seperti biasa peneliti meminta ijin terlebih dahulu
kepada security untuk bertemu dengan kepala sekolah. Setelah
diijinkan kemudian peneliti menuju ke ruang kepala sekolah dan
bertemu dengan kepala sekolah untuk melakukan wawancara
terkait dengan bagaimana proses perumusan kebijakan sekolah
dalam mengembangkan budaya mutu pada sekolah regrouping,
siapa saja pihak yang terlibat dalam perumusan kebijakan, dan
bagaimana bentuk-bentuk pengembangan kebijakan. Setelah data
yang diperoleh dirasa cukup peneliti kemudian meminta ijin
174
untuk melakukan pengamatan di lingkungan sekolah. Peneliti
mengamati fasilitas-fasilitas yang ada di sekolah. Setelah data
dirasa cukup peneliti kemudian berpamitan.
CATATAN LAPANGAN HARI KETUJUH
Hari/Tanggal : Senin, 19 Desember 2016
Waktu : 12.00-12.30 WIB
Tempat : SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Kegiatan : 1. Melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah SD N
Ungaran 1 Yogyakarta
Deskripsi : Pada pukul 12.00 peneliti telah sampai di SD N Ungaran 1
Yogyakarta. Peneliti kemudian langsung menuju ruang kepala
sekolah. Setelah bertemu dengan Kepala Sekolah peneliti
langsung melakukan wawancara tentang bentuk-bentuk
pengembangan kebijakan sekolah dalam mengembangkan
budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta. Setelah data yang diperoleh dirasa cukup peneliti
kemudian berpamitan.
175
CATATAN LAPANGAN HARI KEDELAPAN
Hari/Tanggal : Rabu, 21 Desember 2016
Waktu : 08.00-09.30 WIB
Tempat : SD N Ungaran 1Yogyakarta
Kegiatan : 1. Melakukan wawancara dengan guru
Deskripsi : Pada pukul 08.00 WIB peneliti telah sampai di SD N Ungaran 1
Yogyakarta. Seperti biasa peneliti meminta ijin terlebih dahulu
kepada security untuk melakukan wawancara dengan guru dan
siswa. Setelah diijinkan kemudian peneliti menuju ke ruang guru
untuk bertemu dengan Ibu Lestari selaku guru kelas 6 yang
dahulu berasal dari SD N Ungaran 3 Yogyakarta. Setelah
bertemu dengan guru tersebut peneliti kemudian melakukan
wawancara terkait dengan keterlibatannya dalam proses
pembuatan kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya
mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta,
bagaimana proses perumusan kebijakan sekolah, dan bagaimana
bentuk-bentuk pengembangan kebijakan sekolah dalam
mengembangkan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N
Ungaran 1 Yogyakarta. Setelah data dirasa cukup peneliti
kemudian berpamitan.
176
CATATAN LAPANGAN HARI KESEMBILAN
Hari/Tanggal : Sabtu, 24 Desember 2016
Waktu : 07.30 - 08.15 WIB
Tempat : SD N Ungaran 1Yogyakarta
Kegiatan : 1. Melakukan wawancara dengan guru
Deskripsi : Pada pukul 07.30 WIB peneliti telah sampai di SD N Ungaran 1
Yogyakarta. Seperti biasanya peneliti harus meminta ijin terlebih
dahulu kepada security untuk melakukan wawancara dengan
guru. Seetelah diijinkan peneliti kemudian menuju ruang guru
dan menemui Ibu Lestari selaku guru kelas 6 yang dahulu berasal
dari SD N Ungaran 3 Yogyakarta. Wawancara yang dilakuka
adalah tentang apa saja yang menjadi alternatif kebijakan sekolah
dalam mengembagnkan budaya mutu pada saat proses
perumusan kebijakan. Setelah data dirasa cukup peneliti
kemudian berpamitan.
177
CATATAN LAPANGAN HARI KESEPULUH
Hari/Tanggal : Selasa, 27 Desember 2016
Waktu : 09.30-11.45 WIB
Tempat : SD N Ungaran 1Yogyakarta
Kegiatan : 1. Melakukan wawancara dengan Kepala Perpustakaan
2. Melakukan pengamatan terhadap fasilitas-fasilitas
perpustkaaan
Deskripsi : Pada pukul 09.30 peneliti telah sampai di SD N Ungaran 1
Yogyakarta. Seperti biasa peneliti meminta ijin terlebih dahulu
kepada security untuk melakukan wawancara. Setelah diijinkan
peneliti menuju ruang perpustakaan dan menemui Ibu Ningrum
selaku kepala perpustakaan. Kemudian peneliti melakukan
wawancara terkait dengan perannya dalam proses perumusan
kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu pada
sekolah regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta, bagaimana
proses perumusan kebijakan tersebut dan bagaimana bentuk-
bentuk pengembangan kebijakan khususnya dalam pengelolaan
perpustakaan sekolah. setelah data dirasa cukup peneliti
kemudian berpamitan.
178
CATATAN LAPANGAN HARI KESEBELAS
Hari/Tanggal : Kamis, 29 Desember 2016
Waktu : 10.30-11.00 WIB
Tempat : SD N Ungaran 1Yogyakarta
Kegiatan : 1. Melakukan wawancara dengan Kepala Perpustakaan
Deskripsi : Pada pukul 10.30 peneliti telah sampai di SD N Ungaran 1
Yogyakarta untuk melakukan wawancara dengan pegawai
perpustakaan. Seperti biasa peneliti meminta ijin terlebih dahulu
kepada security dan setelah diijinkan peneliti kemudian menuju
ruang TU. Disana pegawai perpustakaan yang juga sebagai
kepala perpustakaan yang bernama Ibu Ningrum telah menunggu
peneliti di ruang tamu yang ada di ruang TU. Kemudian setelah
mempersiapkan pedoman wawancara dan alat perekam kemudian
peneliti melakukan wawancara dengan Ibu Ningrum. Hal-hal
yang peneliti tanyakan adalah mengenai bentuk-bentuk
pengembangan kebijakan sekolah dalam mengembangkan
budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta terutama dalam pengelolaan perpustakaan dan
siapakah yang membuat program-program perpustkaan tersebut.
Setelah data dirasa cukup peneliti kemudian berpamitan.
179
CATATAN LAPANGAN HARI KEDUABELAS
Hari/Tanggal : Kamis, 5 Januari 2017
Waktu : 09.00-09.30 WIB
Tempat : SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Kegiatan : 1. Melakukan wawancara dengan siswa
Deskripsi
: Pada pukul 09.00 tepatnya ketika jam istirahat pertama peneliti
bertemu dengan salah seorang siswa kelas 6 yang bernama Avriz
untuk melakukan wawancara. Setelah bertemu kemudai peneliti
mengajukan 2 pertanyaan tentang aktivitas-aktivitas dalam
pembelajaran intrakurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. Setelah
data dirasa cukup peneliti kemudian berpamitan.
CATATAN LAPANGAN HARI KETIGABELAS
Hari/Tanggal : Jum’at, 6 Januari 2017
Waktu : 06.30-09.00 WIB
Tempat : SD N Ungaran 1Yogyakarta
Kegiatan : 1. Melakukan dokumentasi terhadap kegiatan penelitian
Deskripsi : Pada pukul 06.30 peneliti telah sampai di SD N Ungaran 1
Yogyakarta. Seperti biasa peneliti terlebih dahulu meminta ijin
kepada security untuk melakukan dokumentasi kegiatan
penelitian. Setelah diijinkan kemudian peneliti mulai mengambil
foto di lingkungan sekolah mulai dari simbol-simbol dan slogan,
fasilitas sekolah, dan aktivitas atau kegiatan di sekolah. setelah
data dirasa cukup peneliti kemudian berpamitan.
180
CATATAN LAPANGAN HARI KEEMPATBELAS
Hari/Tanggal : Kamis, 12 Januari 2017
Waktu : 11.30
Tempat : SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Kegiatan : 1. Meminta dokumen sekolah tentang aturan-aturan dan tata
tertib sekolah
Deskripsi : Pada pukul 11.30 peneliti datang ke SD N Ungaran 1Yogyakarta
untuk menemui Bapak Dede selaku guru kelas untuk meminta
data tentang aturan-aturan dan tata tertib yang dibuat oleh
sekolah sebagai pengembangan kebijakan sekolah. Peneliti juga
melakukan wawancara terkait dengan aturan-aturan dan tata
tertib sekolah yang masih belum peneliti pahami. Setelah data
dirasa cukup dan peneliti paham, peneliti kemudian berpamitan.
CATATAN LAPANGAN HARI KELIMABELAS
Hari/Tanggal : Senin, 16 Januari 2017
Waktu : 08.30-10.00 WIB
Tempat : SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Kegiatan : 1. Meminta data tentang program-program sekolah
2. Mengurus surat keterangan telah selesai melakukan
penelitian.
Deskripsi : Pada pukul 08.30 WIB penelitit telah sampai di SD N Ungaran 1
Yogyakarta. Seperti biasanya peneliti meminta ijin terlebih
dahulu kepada security untuk bertemu dengan Bapak Dede untuk
181
meminta data-data tentang program-program yang dibuat oleh
sekolah sebagai tindak lanjut dari keputusan kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N
Ungaran 1 Yogyakarta. Selanjutnya peneliti menemui Ibu
Ningrum untuk meminta surat keterangan telah melakukan
penelitian. Setelah bertemu dengan Ibu Ningrum dan beliau telah
menyetujui permintaan surat keterangan penelitian peneliti
kemudian berpamitan.
CATATAN LAPANGAN HARI KEENAMBELAS
Hari/Tanggal : Kamis, 16 Januari 2017
Waktu : 08.00-09.00 WIB
Tempat : SD N Ungaran 1 Yogyakarta
Kegiatan : 1. Berpamitan dengan pihak-pihak yang menjadi informan
penelitian
Deskripsi : Pada pukul 08.00 peneliti telah sampai di SD N Ungaran 1
Yogyakarta. Seperti biasa peneliti terlebih dahulu menemui
security untuk meminta ijin masuk ke sekolah. Setelah diijinkan
peneliti kemudian menuju ruang kepala sekolah untuk bertemu
dengan Kepala Sekolah yaitu Ibu Dwi Atmi Sutarini. Setelah itu
peneliti kemudian mengucapkan terima kasih atas bantuan yang
telah diberikan selama proses penelitian berlangsung dan
selanjutnya peneliti berpamitan. Kemudian peneliti bertemu
dengan Ibu Ningrum selaku Kepala Perpustakaan untuk
182
berpamitan dan mengucapkan terima kasih atas bantuan yang
telah diberikan selama penelitian berlangsung. Setelah itu
peneliti bertemu dengan guru dan siswa kelas 6 yang kebetulan
masih berada di ruang kelas saat jam istirahat berlangsung.
Peneliti kemudian berpamitan kepada guru dan siswa serta
memberikan kenang-kenangan untuk siswa sebagai ucapan
terima kasih.
183
LAMPIRAN 3
Pedoman Observasi, Dokumentasi, dan
Wawancara
184
Lampiran 3.1. Pedoman Observasi
PEDOMAN OBSERVASI
1. Mengamati Kondisi Lingkungan Sekolah
a. Slogan atau simbol-simbol yang ada di sekolah.
b. Kondisi bangunan fisik sekolah.
c. Sarana dan prasarana sekolah.
185
Lampiran 3.2. Pedoman Dokumentasi
PEDOMAN DOKUMENTASI
1. Arsip Tertulis
a. Profil SD Ungaran 1 Yogyakarta pasca regrouping
b. Visi dan misi sekolah
c. Data guru, pegawai, dan siswa
d. Dokumen tetang kebijakan sekolah
2. Foto
a. Gedung sekolah regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta
b. Sarana dan prasarana sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta
186
Lampiran 3.3. Pedoman Wawancara untuk Kepala Sekolah
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA
MUTU PADA SEKOLAH REGROUPING
A. Sumber Data/Informan : Kepala Sekolah
B. Daftar Pertanyaan :
1. Apa latar belakang dibuatnya kebijakan sekolah dalam mengembangkan
budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta?
2. Apa peran anda dalam proses perumusan kebijakan sekolah dalam
mengembangkan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran
1 Yogyakarta?
3. Bagaimana perumusan masalah pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
4. Bagaimana penyusunan agenda kebijakan pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
5. Bagaimana pemilihan alternatif kebijakan pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
6. Bagaimana penetapan kebijakan pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
187
Lampiran 3.4. Pedoman Wawancara untuk Guru, dan Pegawai Sekolah
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA
MUTU PADA SEKOLAH REGROUPING
A. Sumber Data/Informan : Guru dan Pegawai
B. Daftar Pertanyaan :
1. Bagaimana budaya mutu masing-masing sekolah sebelum diregrouping?
2. Apa latar belakang dibuatnya kebijakan sekolah dalam mengembangkan
budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta?
3. Apa peran anda dalam proses perumusan kebijakan sekolah dalam
mengembangkan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N
Ungaran 1 Yogyakarta?
4. Bagaimana perumusan masalah pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran
1 Yogyakarta?
5. Bagaimana penyusunan agenda kebijakan pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran
1 Yogyakarta?
6. Bagaimana pemilihan alternatif kebijakan pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran
1 Yogyakarta?
7. Bagaimana penetapan kebijakan pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran
1 Yogyakarta?
188
Lampiran 3.5. Pedoman Wawancara untuk Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA
MUTU PADA SEKOLAH REGROUPING
A. Sumber Data/Informan : Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta
B. Daftar Pertanyaan :
1. Apa latar belakang dilakukannya regrouping sekolah di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
2. Bagaimana budaya mutu masing-masing sekolah sebelum diregrouping?
3. Apa peran Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta dalam proses perumusan
kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu pada sekolah
regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta?
189
Lampiran 3.6. Pedoman Wawancara untuk Komite Sekolah
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA
MUTU PADA SEKOLAH REGROUPING
A. Sumber Data/Informan : Komite Sekolah
B. Daftar Pertanyaan :
1. Apa latar belakang dibuatnya kebijakan sekolah dalam mengembangkan
budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta?
2. Apa peran Komite Sekolah dalam proses perumusan kebijakan sekolah
dalam mengembangkan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N
Ungaran 1 Yogyakarta?
190
LAMPIRAN 4
Transkip Hasil Wawancara
191
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
1. Apa latar belakang dilakukannya regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
AW :
“Jadi alasan dilakukannya regrouping itu adalah untuk efisiensi dan
efektivitas. Nah, kalau di SD N Ungaran sendiri kenapa di regrouping ya
karena memang kebetulan SD N Ungaran 1 Yogyakarta, SD N Ungaran 2
Yogyakarta, dan SD N Ungaran 3 Yogyakarta itu kan lokasinya itu menjadi
satu ada di satu lahan. Tapi kualitasnya berbeda-beda meskipun demikian
kan masing-masing sekolah juga punya kelebihannya masing-masing. Kalau
dulu SD N Ungaran 1 Yogyakarta sebelum diregrouping ya memang sudah
jadi sekolah yang kualitasnya bagus. Sekolah unggul atau teladan jadi
sebutannya. Berbeda dengan dua sekolah lainnya. Dilihat dari prestasi ya
berbeda kalau dibandingkan dengan Ungaran 1. Tapi kan tetep ya mbak 2
sekolah itu punya kelebihan masing-masing mungkin bukan di prestasi
akademik. Ungaran 2 punya banyak guru wiyata jadi KBM terbantu sekali.
Daya tampung sekolah kan juga berbeda-beda. SD N Ungaran 1 dan 2
kelasnya ada 12 rombel. Ungaran 3 itu lebih sedikit. Dan yang lebih diminati
itu biasanya Ungaran 1. Ini biar tidak terjadi persaingan maka ya jalan yang
harus ditempuh ya kami regrouping. Jadi regrouping ini ya kebijakan dari
Dinas. Tapi ya yang jelas karena memang lokasinya yang menjadi satu itu
maka kami regrouping. Kan Ungaran 2 dan 3 muridnya dulu sedikit jadi ya
biar efektif dan biaya juga efisien maka ya kita regrouping. Ungaran 1 dulu
ada 12 rombel, Ungaran 2 juga 12 rombel, lalu Ungaran 3 hanya 6 rombel.
Itu juga jumlah murid perkelas dari masing-masing sekolah berbeda-beda.
Walaupun Ungaran 1 masih menjadi sekolah yang berkualitas paling baik
tapi kan mereka ini berada dalam satu lokasi tentu saja akan terus bersaing
terus. Ini takutnya nanti malah jadi yang diutamakan persaingannya
memperoleh murid bukan pada bagaimana memberikan pelayanan terbaik
untuk siswa. Ini juga gini mbak, mindset masyarakat ini lho yang
beranggapan bahwa Ungaran 1 ini sebagai tujuan utama orang tua
mendaftarkan anak-anaknya sedangkan kalau nggak diterima ya baru ke 2
atau 3. Nanti sekolah berlomba-lomba memperoleh nilai akademik dan yang
dipentingkan adalah nilai akademik terus. Rak yo mesakke murid e to? Kon
sinau terus anane mung sinau sinau sinau. Stress murid e ngko. Apalagi ini
sekolahnya lokasinya di satu lahan kan akan terlihat sekali persaingannya
mbak. Wes jan bener-bener satu lahan satu tanah itu. Jadi ya bukan masalah
jaraknya jauh kalau regrouping di jogja itu. Kalau di luar pulau jawa atau
jawa yang masih pelosok ya biasanya karena jarak antar satu sekolah dengan
sekolah lain atau dengan pemukiman masyarakat jauh ya jadi regrouping.”
2. Bagaimana budaya mutu masing-masing sekolah sebelum diregrouping?
LST :
“Ya dulu kalau Ungaran 3 yang kita tonjolkan ada di banyaknya jumlah guru
wiyata mbak. Terbantu sekali kami. Karena kami sekolah yang relatif baru
dibandingkan dengan Ungaran 1 jadi guru wiyata disini juga masih muda-
192
muda. Meskipun demikian kami masih terkendala dalam penguasaan TIK
mbak. Padahal kami merasa ini penting sekali. Ungaran 1 dan 2 karena
sekolahnya berdiri sudah lebih lama jadi guru dan karyawan juga banyak
yang sudah tua. Sehingga performa mengajarnya juga mungkin kalah sama
yang muda. Kalau yang muda kan lebih energik. Ide-idenya lebih cepat dapat
apalagi untuk metode pembelajaran. Tapi kan mbak kalau dilihat dari
inputnya juga kami masih kalah karena yang bagus-bagus milihnya di
Ungaran 1. Kami juga kekhasan yaitu seni tari –tari gaya jogja. Ya mungkin
nggk semua yang bagus milih sana tapi kebanyakan ya gitu. Ungaran ini
kualitasnya bagus semua dari yang 1, 2 maupun 3 sebenernya kok.”
LNM :
“Ungaran 1 dulu prestasinya akademik maksudnya mbak itu paling
menonjol. Selalu meraih rangking di Ujian Nasional. Dan dulu budaya yang
paling unggul ya ini budaya cinta lingkungan. Kegiatan SEMUTLIS itu kan
dulu bawaan dari Ungaran 1. SEMUTLIS ini mbak Sepuluh Menit untuk
Tanaman dan Lingkungan Sekolah. Itu ya nyapu, bersihin lingkungan,
menyiram bunga, tanam bunga, dll yang sifatnya cinta lingkungan. Karena
kami juga didukung oleh luasnya halaman sekolah dan lahan yang kosong
jadi kami manfaatkan untuk menanam tanaman dan pohon dan kebun toga
juga yang unik dari kami. Kami punya kebun toga isinya tanaman-tanaman
hias dan obat-obatan. Untuk praktik belajar juga.”
AW :
“Dulu itu ini mbak yang saya masih ingat kalau Ungaran 2 yang khas itu
pendidikan berbasis TIK ini yang khas. Belajar dari internet itu ada koneksi
kan di sana. Komputer di lab bisa dipakai juga untuk cari materi cari bank
soal. Pemanfaatan internet juga baik di sana. Yo masing-masing ada
kekhasan mbak. Ora eneng sing elek apik kabeh. Sebenernya kan sekolah
dikatakan kualitasnya baik atau tidak nggak hanya bisa dilihat dari
pencapaian nilai akademik. Ada juga sholat duha bersama dan duhur
berjamaah.”
3. Apa latar belakang dibuatnya kebijakan sekolah dalam mengembangkan
budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta?
DAS :
“Yang paling umum sebenarnya masih pada seneng mengelompok mbak
susah adaptasi nggak mau membaur satu sama lain karena mungkin masih
canggung juga. Ini terjadi nggak hanya pada murid pada guru dan pegawai
juga. Padahal guru kan harus profesional ya dimanapun ditempatkan harus
mau harus profesional tenaga kependidikan juga gitu. Ya sebenernya dalam
dunia kerja begitu mbak kabeh kudu profesional. Kudu gelem bekerja sama,
harus mau membaur, harus mau juga berinteraksi satu sama lain. Ini jadi
nggak kondusif juga lingkungannya, suasana kerjanya. Kalau dibiarkan terus
kan nanti dampaknya ke penurunan kualitas to mbak. Wong diregrouping ki
bene tambah apik kualitase roto kok. Tenaga pendidik tambah akeh, pegawai
tambah akeh pekerjaan jadi lebih terbantu. Lha kalau nggak mau pada
membaur nanti susah mau diajak kerjasama ya canggung arep takon-takon
yo isin. Yang sudah-sudah kan ternyata juga pasca regrouping banyak
193
sekolah-sekolah malah banyak yang turun kualitasnya. Saya pernah juga
baca hasil penelitian itu bahkan ada juga diberita-berita pasca regrouping
sekolah malah jadi kisruh karena egois-egoisan maunya yang dari sekolah
satu kayak gini yang dari sekolah 2 kayak gini. Kita belajar juga dari
sekolah-sekolah regrouping lainnya mbak dan sebenernya masalah nggak
hanya berangkat dari apa yang kita alami tapi juga kita melihat yang sudah-
sudah.”
LST :
“Yo sing jelas ngene lho mbak, namanya sekolah regrouping kan ya
gabungan. Siswa, guru, karyawan ini digabung. Padahal kami dari masing-
masing sekolah punya karakter sendiri-sendiri. SD yang satu punya budaya
lingkungan, yang dua punya budaya belajar dengan TIK, yang ketiga punya
kelebihan di olahraga misalnya. Tadinya ya maunya masing-masing
keunggulan sekolah di pakai dalam sistem sekolah yang baru. Tapi kan tidak
bisa demikian. Kami yang dulu masih mau menang sendiri dengan
mengunggul-unggulkan sekolah asal masing-masing. Ini ya pengaruh sama
siswanya juga. Makanya kami menyamakan persepsi pikiran mencari strategi
agar kami bisa menyatu. Kalau guru ya pasti punya caranya sendiri-sendiri
dalam mengajar maksudnya dari tiap-tiap sekolah. Aku pingine ngene, kae
pingine ngono. Ungaran 2 senenge nek sinau model outdoor learning misal.
Ungaran 3 senenge model belajar di kelas. Metodenya sekolah yang satu
lebih terbiasa dengan metode belajar sambil bermain atau game. Ketika guru
dari sekolah A ngajar di sekolah B dengan metode itu. Kadang mereka juga
mengunggul-unggulkan metodenya masing-masing. Inilah yang
menyebabkan kami mengambil kebijakan tersebut. ”
LNM :
“Kami dulu sulit beradaptasi mbak. Karena kan masing-masing sekolah
punya prinsip masing-masing. Dulu ya masih egois-egoisan mengunggulkan
kelebihan sekolahnya masing sehingga masih terjadi (gep), yang dari
Ungaran 1 maunya juga cuma sama Ungaran 1 begitu juga sebaliknya. Masih
membentuk kelompok-kelompok sendiri. Masih belum mau bergabung. Gep
ini nggak Cuma terjadi di guru ya mbak. Di karyawan dan siswa juga
demikian. Dulu kami kan bersaing ya mbak dalam hal prestasi dan mutu.
Pinginnya sekolah menyatukan pandangan gitu lho mbak. Biar sejalan. Kalau
masih terdapat gep dan egois-egoisan itu kan dampaknya ke kualitas belajar
mengajar siswa kan mbak, ke kualitas kerja pegawai juga demikian karena
suasana jadi tidak kondusif.”
4. Bagaimana peran dari masing-masing pihak yang terlibat pada proses
formulasi kebijakan pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di
SD N Ungaran 1 Yogyakarta?
DAS :
“Ya Kepala Sekolah kan yang memutuskan kebijakan apa yang mau diambil.
Meskipun juga tetap berdasarkan hasil diskusi bersama dengan berbagai
pihak. Kepala Sekolah ya menampung opini-opini yang diberikan guru saat
proses pembuatan kebijakan. Mestikan nanti biasanya ada usul dari guru.
Nanti juga Komite Sekolah memberikan masukan dan saran, nanti Dinas
194
yang mengarahkan kebijakan yang seharusnya bagaimana. Disini juga
Kepala Sekolah memberikan idenya tentang solusi yang harusnya diambil
oleh sekolah. Karena Kepala Sekolahnya baru mbak jadi sebenarnya belum
terlalu memahami betul kondisi masing-masing sekolah jadi caranya ya
Kepala Sekolah menggali informasi itu dari guru dan pegawai yang memang
paham dengan kondisi tersebut. Pokonya Kepala Sekolah terlibat dari awal
sampai akhir.”
LST :
“Karena kan sekolah yang budaya mutunya baik ya pasti fokus utamanya
siswa sebagai penerima jasa di sekolah. Maka ya kami memberikan masukan
untuk perbaikan pelayanan kepada siswa. Intinya semua pihak terlibat sesuai
dengan kapasitasnya masing-masing. Kami ngasih gambaran permasalahan
tentang pembelajaran di kelas, masalah prestasi belajar siswa juga. Nanti kan
biasanya Kepala Sekolah Tanya pas rapat buat kebijakan itu. Terus kami juga
memberikan masukan juga tentang apa yang harus dilakukan. Misal program
yang harus dibuat apa, kebijakan harus gimana. Ditahap terakhir kami saling
bersaing intinya ya tawar menawar terhadap alternatif kebijakan yang kita
tawarkan agar dapat diterima oleh Kepala Sekolah dan Komite Sekolah.”
LNM :
“Ya kami dari kelompok pegawai memberikan opini kami tentang bagaimana
perpustakaan termasuk kendala dan masalah. Nanti biasanya masing-masing
posisi akan mengusulkan program. Tidak selalu semua. Tapi pasti ada yang
mengusulkan program. Ya ini juga mbak kendalanya masih banyak yang
diam sebenarnya maksudnya ya ngalir aja ngikut sama yang lain padahal
sebenarnya informasi dari mereka itu perlu sekali. Karna mungkin ini juga ya
mbak masih pada kaku dengan suasana yang baru karena belum akrab kuga
mungkin bisa itu.”
MF :
“Memberi masukan atas rencana kebijakan yang mereka buat. Kami
dengarkan dulu rencana mereka pada rapat pertemuan nanti kiranya kurang
apa kami kasih mereka masukan. Karena masalahnya itu ternyata
adaptasinya susah karena masih mengunggulkan sekolahnya masing-masing
ya saran yang kami berikan buatlah program atau kegiatan yang sifatnya
dapat membaurkan mereka. Rapat rutin misalnya. Ruang guru digabung jadi
satu. Mejanya di selang-seling. Mengajarnya jangan sendiri-sendiri, guru di
roling juga. Lewat rapat itu nanti bisalah guru saling sharing metode
mengajar. Jadi Komite Sekolah dan Kepala Sekolah pada waktu itu
mendengarkan informasi-informasi terkait dengan masalah yang dihadapi
sekolah pasca regrouping. Kalau Komite ya tidak terlalu memahami secara
dalam apa-apa saja yang dihadapi oleh sekolahh pasca regrouping. Karena
kan kalau Komite ya nggak setiap hari di sekolah lha wong saya ngajar juga
di kampus to. Masuk ke agenda selanjutnya kami ikut memilih masalah-
masalah yang tadi itu lho mbak yang disebutkan sama guru dan pegawai itu
di saring lagi di identifikasi mana ini yang harus segera diselesaikan.
Penetapan juga ikut mbak kami ikut juga menentukan kegiatan dan program
apa yang harus dilakukan. Sebenarnya juga tidak melulu masalah datang dari
195
sekolah tapi kami juga belajar dari pengalaman sekolah-sekolah lain. Banyak
itu yang pasca regrouping sekolah malah jadi amburadul pengelolaannya.
Karena konflik terus terjadi antar personil sekolah dari masing-masing
sekolah. Kualitas turun karena sudah tidak ada lagi budaya mutunya gara-
gara dirusak oleh konflik-konflik tadi. Konflik misal karena perebutan nama
sekolah sehingga wes diganti nama sekolahe neng isih ra trimo padahal
sekolah sudah jalan. Ini sebenernya sangat disayangkan yang kebanyakan
sekolah-sekolah regrouping gitu. Kalau dari pihak kami juga awalnya
muncul seperti itu tapi kan itu akhirnya mereda setelah ditengahi Dinas
Pendidikan. Imbasnya kalau ganti nama sekolah nanti mereka kehilangan
NIS siswanya. Harus proses lagi. Ngurus harus ke Jakarta. Ribet tambah
lama susah juga. Kalau pakai nama salah satu sekolah kan enak tinggal
mutasi aja guru-gurunya dan siswa-siswanya. Dadi waktune ora kebuang
nggo kuwi. Soale gaweane pasca regrouping ki akeh.”
AW :
“Pendengar sekaligus memberikan arah mbak. Kami selalu pantau sekolah-
sekolah di Yogyakarta melalui pertemuan rutin yang biasanya dilakukan di
Aula UPT masing-masing wilayah. Kami pantau mereka. Terutama sekolah-
sekolah regrouping kami perhatikan betul. Rapat rutin juga sekaligus sebagai
alat untuk memantau monitoring sekolah. Nanti di rapat akan kami Tanya
gimana perkembangan sekolah. Ada program-program apa saja. Apa saja
upaya sekolah. Ya termasuk itu tadi sekolah nduwe kebijakan opo. Nanti
kami arahkan juga sebaiknya gimana. Kami menyarankan ya sebaiknya
program itu tidak menghabiskan banyak uang, yang mudah-mudah dan
murah-murah tapi efektif untuk mengembangkan budaya mutu itu. Karena
kebanyakan sekolah ki pingine programe akeh neng lali mikir duite seko
ngendi waktu penyelenggaraane kapan. Kadang itu dilupakan.sing penting
programe akeh ben dipandang bagus.”
5. Bagaimana perumusan masalah pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
DAS :
“Dulu masalah yang muncul karena penamaan sekolah kenapa kok yang
dipakai SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Guru pinginnya ganti tapi ternyata itu
malah mempersulit kita nantinya harus ngurus-ngurus sampai ke Jakarta
karena siswa kehilangan NISnya. Kasian kalau kelas 6 mau ujian nggak ada
NIS padahal ngurus ke Jakarta juga lama sekali. Akhirnya ini bisa diatasi dan
guru tidak lagi mempermasalahkan itu mbak. Kalau pakai salah satu nama
kan jadinya tinggal mutasi saja mbak. Yang paling sulit adalah
mengakrabkan mbak adaptasinya ini lho. Pengaruhnya ke kinerja guru dan
pegawai juga ternyata. Masih ada gep diantara mereka. Mengelompok-
mengelompok itu lho sesuai asal sekolah masing-masing. Jadi ya nggak bisa
akrab padahal notabennya kita ini sudah menjadi satu rumh dan satu keluarga
tapi tidak saling mengenal. Keluarga kan harus bekerjasama padahal. Tapi
bagaimana bisa bekerjasama dengan baik wong suasana juga tidak
memungkinkan untuk menjalin kerjasama karena nggak ada keakraban satu
196
sama lain. Nggak kondusif to jadinya kalau masih ada gep. Dulu juga
masalah seragam sekolah ada yang minta diganti biar baru punya identitas
baru. Tapi dirasa ini nggak terlalu penting dan malah boros dana sekolah kan
mbak karena kami dari sebelum regroupingpun sudah sama seragamnya
mbak cm beda identitas. Seragam identitas yang batik itu juga sama malah
dulu kami bekerjasama kan dalam pengadaan seragam dan itu sengaja tidak
diberi bet nama sekolah. Jadi kalau sudah sama ya kenapa harus diganti
sementara masih banyak yang harus dipikirkan. Urusan yang lebih penting
masih banyak apalagi perbaikan pasca regrouping ini nantinya akan
membutuhkan banyak dana. Sedangkan dana yang dimiliki sekolah itu
sifatnya terbatas dan karena kami sekolah negeri kami tidak boleh memungut
biaya dari orang tua.”
LST :
“Kami dikelompokkan terlebih dahulu. Yang guru dengan guru dan yang
pegawai dengan pegawai. Lalu selanjutnya Kepala Sekolah nyuruh kami
mendiskusikan masalah-masalah apa yang terjadi di sekolah ya sesuai
dengan bidangnya masing-masing ya. Waktu itu dari pihak guru sendiri ya
bilang, masalah yang kami hadapi itu masih adanya gep. Belum mau kita
membaur bersama. Masih ngumpul sama masing-masing sekolah. Lalu pada
proses pembelajaran juga. Ternyata susah juga menyamakan cara
mengajarnya. SD 1 biasanya belajar dengan berbasis lingkungan, SD 2 biasa
belajar dengan berbasis TIK, SD 3 biasanya belajar dengan metode bermain
sambil belajar. Pencapaian nilai akademik juga berbeda. SD 1 lebih unggul
nilainya. SD 2 juga tidak kalah unggul walaupun SD 1 tetap nomor 1. SD 3
berada di posisi ketiga. Hal ini menyebabkan sekolah masih sering
mengunggul-unggulkan sekolahnya masing-masing. Makanya kami
mengusulkan agar dilakukan penyamaan standar KBM. Ada lagi mbak dulu
juga masalah penamaan sekolah juga masih jadi masalah karena yang
digunakan kok SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Tapi kami itu bukan hal yang
sulit untuk diselesaikan karena Dinas mewanti-wanti kami nggak usah lah
masalah nama saja kok diperebutkan. Kita pakai Ungaran 1 Yogyakarta saja
yang dikenal kualitasnya paling bagus. Karena nanti kalau ganti nama
sekolah kan ribet kita. Nanti siswa nggak punya nomor induk siswa. Kasian
yang kelas 6 nanti nggak bisa ikut ujian nasional. Otomatis kan hilang itu
NIS nya. Jangan sampai nanti hanya karena nama sekolah kok siswa yang
jadi korban. Dan ini tidak terlalu dipermasalahkan ternyata oleh kami. Kami
juga mencari yang terbaik untuk siswa dan untuk kami semua.”
LNM :
“Masalah administrasi sekolah mbak. Wah, tantangannya luar biasa sekali itu
kami sebagai pegawai. Ketambahan murid dan guru kami harus mengurus
administrasi sekolah itu tentu lebih besar beban kerjanya mbak. Sedangkan
dari kami masih belum banyak yang bisa pakai komputer padahal kami
dituntut untuk melakukan administrasi dengan cepat, baik, dan tepat. Kalau
manual ya lama itu mbak. Adalagi kami nggak bisa bekerja sendiri kami
harus membentuk tim dalam mengurus administrasi sekolah. Tapi diantara
kami masih ada gep yaaa karena juga ruangan masih terpisah-pisah sesuai
197
asal sekolah masing-masing. Padahal sudah jadi satu pasti nanti aka nada
butuhnya dengan pegawai yang dari sekolah lainnya. Jauh dan buang-buang
waktu. Malah jadi nggak bisa saling mengenal satu sama lain to mbak.”
6. Bagaimana penyusunan agenda kebijakan pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
DAS :
“Yah saking akehe yo mbak masalahe dadi yo kami milih. Mana yang harus
segera diselesaikan. Apalagi ini kan menyangkut mutu sekolah juga pasca
regrouping. Karena pasca regrouping masalah baru itu muncul maka kami
ya mengupayakan mana masalah yang harus segera untuk diselesaikan.
Masalahe ki ternyata yang paling urgent ki masalah adaptasi. Lha kalau
susah beradaptasi yo ngaruh e mbak neng kualitas sekolah. Apalagi Ungaran
1 ki terkenal apik mutune. Guru masih egois-egoisan belum mau membaur
dengan guru lain dari sekolah lain. Padahal guru ki kudu profesional to.
Ngajar neng endi wae kudu profesional. Ben adil yo kudu di roling le ngajar.
Ojo mung ngajar seko sekolah asale wae. Ya iki mbak sik perlu
digarisbawahi agenda yang kami angkat dalam formulasi kebijakan ya
masalah adaptasi ini. Adaptasi baik dengan warga sekolahnya,
lingkungannya, maupun dengan program-program sekolahnya. Nanti
pengaruhnya ke mutu sekolah. Sekolah dirasa perlu melakukan perbaikan
lagi terhadap pengelolaan sekolah.”
LST :
“Kami masih dilibatkan dalam pemilihan masalah-masalah ini, kami pilih
masalah yang paling pokok dari masalah-masalah yang sebelmnya telah kami
ditentukan tadi. Disini kamu seperti ada diskusi tawar menawar biar apa yang
kami usulkan itu dapat diterima. Dan dari masalah-masalah yang kami
usulkan ternyata yang dipilih adalah masalah adaptasi yaitu masih adanya
gep diantara kami dari masing-masing sekolah asal. Kekhawatiran sekolah
adalah jika ini masih terus berlanjut maka akan berdampak pada kinerja
kami. Tidak saling mengenal dan enggan untuk saling sharing dan saling
membantu dalam melaksanakan pekerjaan. Padahal kerjasama itu perlu
apalagi kami ini keluarga istilahnya ya satu rumah. Bermanfaat to sharing
cara mengajar yang baik bagaimana, sharing tentang kharakteristik siswa
yang dari sekolah lain. Nanti bisa membantu guru dalam memilih metode
pembelajarannya. Guru juga kan urusannya juga nggak hanya sama guru
mbak. Sama pegawai TU juga, pegawai perpustakaan juga jadi harus saling
mengenal. Sekolah harus punya cara agar kami ini bisa akrab tapi cara itu
juga bisa sekaligus membangun budaya mutu lagi di sekolah yang baru
sehingga mutu itu terus diperbaiki.”
LNM :
“Ini kami juga masih terlibat. Kami meyakinkan kepada para aktor-aktor
yang terlibat bahwa masalah ini harus segera diselesaikan. Masalah
administrasi sebenarnya kami ini. Beban tugas yang lebih besar ini kami
terima pasca regrouping. Mengurus administrasi guru dan murid jadi lebih
banyak. Tidak bisa juga kalau manual harus ada cara yang cepat misal
198
dengan otomasi sistem komputerisasi. Tapi kendalanya adalagi ternyata
banyak dari kami yang belum mahir menggunakan komputer. Maka ini perlu
ternyata dicarikan solusinya.”
7. Bagaimana pemilihan alternatif kebijakan pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
DAS :
“Saya juga terlibat disini. Masih dibantu juga oleh Komite. Kami juga
mencarikan alternatif mbak dari masalah yang dihdapi sekolah. Kami
mengusulkan agar kebijakan juga difokuskan pada siswa sebagai pelanggan
ya istilahnya. Sekolah menyediakan fasilitas belajar yang lengkap, bisa
diakses oleh seluruh siswa mulai dari blok barat sampai blok timur. Agar
sekolah baru punya ciri khas kami usulkan masukkan kembali kegiatan
SEMUTLIS itu. Pendidikan lingkungan hidup kan itu karena halaman
sekolah luas jadi bisa ditanami pepohonan. Nanti kan ada kerja bakti juga itu
tiap pagi mbak. Bisa itu untuk mengakrabkan warga sekolah. Kerja baktinya
ya bareng-bareng rutin dilakukan. Selain dari bisa mengakrabkan bisa juga
malahan menciptakan lingkungan bersih dan sehat. Kami juga mengusulkan
agar bisa melibatkan orang tua dalam pendidikan anak. Orang tua kan mitra
sekolah jadi diharapkan nanti bisa juga membantu kami misal dengan rapat
rutin orang tua dengan membentuk forum. Nanti bisa mengakrabkan orang
tua dengan guru-guru dari sekolah yang lain. Ini mbak pada kegiatan ini
kami masih harus menentukan beberapa kegiatan yang akan dilakukan. Ya
istilahnya wujud dari program yang telah kita tentukan itu. Karena pada
tahap sebelumnya itu masih ada beberapa program yang kami belum bisa
menemukan alternatif kegiatannya. Karena memang waktu yang tersedia
juga terbatas makanya kami memutuskan untuk menentukan kegiatannya
yang belum itu pas menyeleksi alternatif-alternatif kebijakan itu. Jadi yang
sudah ditentukan bentuk kegiatannya kami seleksi dan yang belum kami
langsung membuatnya.”
LST :
“Usulan kelompok guru sendiri yaitu kami minta dilakukan peningkatan skil
guru lewat workshop atau pelatihan. Ini tentang pengembangan metode
pembelajaran juga. Biar metode banyak, yang kami hadapi kan muridnya
tambah banyak, karakteristiknya juga beda-beda. Guru harus memahami
mbak siswa dari sekolah ini seperti ini jadi harus kreatif guru itu utamanya
dalam cara mengajar. Lalu rolling kelas biar dicampur antara siswa dari
sekolah satu dengan lainnya. Biar saling mengenal juga jadi nggak cuma
guru dan pegawai atau kelas dibuat parallel tiap tingkatan satu jejer mbak.
Kami itu seperti memberikan pilihan saja silahkan mana yang dirasa paling
baik. Lalu ada lagi karena perpustakaan ini masih sendiri-sendiri jadi kami
mengusulkan untuk membuat perpustakaan baru yang lebih besar dan
ukurannya sesuai standar nasional mbak. Yang tempatnya strategis dan bisa
di jangkau oleh seluruh siswa dari masing-masing blok. Ini juga bisa
memberikan intensitas bertemu bagi para siswa kalau sudah jadi satu gini.
Kan kalau masih sendiri-sendiri nanti juga ketemunya Cuma saam itu-itu aja.
199
Kalau dijadikan satu kan nanti mereka bisa saling bertemu juga to mbak.
Selain itu juga bisa meningkatkan minat baca siswa karena otomatis koleksi
buku jadi tambah banyak kalau digabung. Kami juga mengusulkan agar ada
sesuatu yang khas dari sekolah. Jadi nggak harus selalu prestasi akademik
saja. Karena sekolah kami berada di tengah kota yang kental budaya
jogjanya maka kami pingin ada ciri khas budaya lokal itu. Lalu juga kami
mengusulkan agar minat dan bakat siswa di luar akademik ini juga bisa di
kembangkan lagi. Lewat kegiatan ekstrakurikuler nanti mereka dapat
mengembangkan itu. Apalagi kalau itu dilakukan bersama-sama pasti seneng
anak-anak. Punya temen baru bisa saling kenal satu sama lainnya.
LNM :
“Yaa usulannya terkait dengan bagaimana agar kami ini bisa menyatu dan
membaur satu dengan yang lainnya. Selain minta digabung ruangannya juga
kami pinginnya kami dilatih lagi dalam menggunakan komputer mbak. Kan
kegiatan administrasi dituntut untuk cepat tepat. Itu penting mengingat
banyak dari kami yang masih gaptek juga. Pelatihan TIK mbak itu juga
usulan juga dari kami dan guru.”
8. Bagaimana penetapan kebijakan pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
DAS :
“Yang punya tugas pokok ya Kepala Sekolah dan Komite mbak. Sing kiro-
kiro cocok ki sing endi. Tapi ya tetep dari alternatif-alternatif yang sudah
diajukan oleh para anggota rapat itu. Karena itu sudah yang paling utama
harus diselesaikan. Waktu itu kami milihnya ke penyediaan fasilitas sekolah
yang berkeadilan bisa digunakan dan dirasakan oleh seluruh siswa. Ben ra
cemburu, mengko sing seko Ungaran 1 fasilitase lengkap sing Ungaran 2 kr
3 ora. Ben adil ya kami berupaya itu menyediakan fasilitas yang lengkap
rapi dapat diakses oleh seluruh siswa. Disini penetapan kebijakan terjadi
dalam 2 tahap yang pertama adalah penetapan bersama pihak sekolah dan
yang kedua bersama Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Yang dengan
Dinas ini sifatnya lebih ke minta pendapat atau konsultasi. Program dan
kegiatan yang seharusnya kami buat itu yang kayak gimana. Dan mereka
kasih saran agar kegiatannya itu yang hemat biaya, gampang diterapkan, dan
bisa benar-benar membentuk budaya mutu sekolah. Dinas minta kami
mengidentifikasi alternatif kami apakah mengandung 3 aspek yang
disarankan. Ternyata setelah diidentifikasi kami merasa bahwa ini tepat
karena kami sudah mengeliminasi program dan kegiatan yang kiranya akan
terjadi pemborosan yaiu pengadaan seragam tadi. Ternyata juga pada waktu
itu ada sedikit perdebatan. Ada beberapa orang guru pinginnya kelasnya di
rolling tapi juga sekaligus dibentuk rombel biar bisa saling mendekatkan lagi
antar siswa itu. Tapi waktu itu Komite mintanya rombel saja karena nanti
kalau dicampur malah mempersulit juga administrasi harus ngrombak lagi.
Makanya sudah biar tetep satu kelas dengan sekolah asal tapi kelasnya di
rombel. Ini kan sudah efektif sebenarnya karena tidak ada lagi jarak sudah
saling berjejer. Ya akhirnya manut mereka itu karena ada baiknya juga.”
200
LST :
“Yang ditetapkan pada saat itu melakukan atau menambah fasilitas sekolah
yang sifatnya selain dapat diakses semua siswa juga bisa mengakrabkan
mereka. Kami mengusulkan dibuat ruang belajar terbuka yang bisa mereka
gunakan mungkin pada saat istirahat sekolah. Ini dibuat yang letaknya
strategis di timur dan di barat. Harapannya nanti bisa dipakai untuk mereka
bersama-sama belajar, saling sharing, dan diskusi. Kami juga minta ruang
perpustakaan digabung agar lebih besar dan koleksi buku-bukunya
bertambah. Biar yang dari Ungaran 1 nggak di perpus Ungaran 1 saja yang
lain juga gitu. Ini juga bisa menjadi jalan agar siswa bisa saling bertemu bisa
juga meningkatkan minat baca siswa. Kami pinginnya satu alternatif yang
kami ambil itu dampaknya bisa banyak nggak hanya ke satu aspek saja.
Memasang jaringan internet sama nambah jumlah komputer. Biar nanti
siswa bisa lebih leluasa dalam mencari materi. Internet bisa dijadikan
sebagai sumber belajar. Membentuk Forum Orang tua Siswa untuk
mendukung pengembangan budaya mutu ini dalam rangka juga memperbaiki
budaya mutu pasca regrouping ini. Misalnya ya melibatkan orang tua dalam
kegiatan di sekolah, jadi wadah untuk diskusi, bisa mempererat hubungan
antara orang tua dan sekolah juga. Guru bisa juga tuh sosialisi program-
program sekolah. Orang tua bisa cerita masalah belajar anak apa saja. Lalu
bikin buku hubung untuk memantau perkembangan anak dalam belajar.
Alternatif selanjutnya yang dipilih adalah membentuk rombel kelas pada
tiap-tiap tingkatan. Ini akan memudahkan mereka dalam mengenal satu sama
lain juga berfungsi untuk mengatur tatanan kelas agar mudah dicari juga.
Melaksanakan kegiatan 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun) ini juga
dirasa akan efektif juga dalam mengakrabkan seluruh warga sekolah.
Workshop dan pelatihan pengembangan metode pembelajaran dan
penggunaan TIK baik untuk pengajaran maupun administrasi. Ini
meningkatkan profesionalitas para guru dan pegawai. Masih banyak itu
pegawai dan guru masih belum bisa pakai-pakai komputer atau internet.”
LNM :
“Pendidikan lingkungan hidup pertama. Kegiatannya ada SEMUTLIS
(Sepuluh Menit untuk Tanaman dan Lingkungan Hidup. Nanti disitu seperti
ada kerja bakti kecil lah sepuluh menit sebelum bel itu. Bareng semua
seluruh warga sekolah. Jadi biar bisa saling membaur saling mengenal juga
satu sama lain sekaligus menanamkan karakter cinta lingkungan hidup,
menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan bersih. Ini sebenarnya
sudah ada di U 1 (maksudnya Ungaran 1) dulu sebelum regrouping. Jadi ini
sebenarnya bawaan. Istilahnya kami ingin menghidupkan itu kembali. Agar
menjadi ciri khas biarpun di kota tapi kami bisa melestarikan lingkungan
kami bisa hidup bersih dan sehat. Lalu yang ditetapkan itu ada juga
pendidikan bebasis budaya lokal untuk melestarikan budaya jogja juga agar
kami punya ciri khas karena sekolah kami ini kan ada di daerah wisata juga
ya kan karena di tengah kota. Ini agar kekhasan jogja itu tetap melekat pada
kami. Kami kan sebenarnya punya satu set gamelan itu belum
dimaksimalkan penggunaannya makanya kami pilih karawitan sekaligus
201
gamelan itu. Lalu seni tari khusus jogja. Kami ada guru soalnya dulu dari
salah satu sekolah itu punya guru seni tari. Lalu apalagi ya mbak? Ohh ini
mengembangkan ekstrakurikuler juga mbak karena selama ini yang jadi
fokus utama dari masing-masing sekolah hanya prestasi akademiknya.
Padahal anak itu juga punya potensi lain di luar akademik yang perlu untuk
dikembangkan. Sekolah berbudaya mutu kan ngak harus atau nggak mesti
harus akademiknya yang menonjol. Di luar akadmeik juga harus ada. Misal
anak berprestasi di bidang olahraga. Ini kan juga prestasi juga sebenarnya.
Maka kami harusnya bisa menyediakan wadah untuk mereka. Lewat apa?
Ekstrakurikuler itu. Ada wajib dan ada pilihan, kalau wajib ya kayak
pramuka dan bahasa inggris itu wajib. Yang pilihan juga ada biar anak-anak
bisa milih. Penggabungan ruang guru dan pegawai agar lebih akrab lagi
mbak. Suasana kekeluargaan menjadi hidup. Tidak egois-egoisan. Bisa
saling mengenal satu sama lainnya. Diadakan rapat rutin dan evaluasi kerja.
Kalau rapat nanti kan mesti ada diskusi-diskusi jadi saling mengenal.”
202
LAMPIRAN 5
Analisis Data
203
Lampiran 5.1. Analisis Data
ANALISIS DATA
(Reduksi, Display, dan Kesimpulan) Hasil Wawancara Tentang Kebijakan
Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu pada Sekolah Regrouping di
SD N Ungaran 1 Yogyakarta
1. Apa latar belakang dilakukannya regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
AW :
Tujuan dilakukannya regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta adalah
untuk efektivitas dan efisiensi SD N Ungaran. Karena SD N Ungaran sendiri
terdiri dari 3 sekolah yang menempati 1 lahan sama yaitu SD N Ungaran 1
Yogyakarta, SD N Ungaran 2 Yogyakarta, dan SD N Ungaran 3 Yogyakarta.
Dalam pelaksanaannya ketiga ini selalu bersaing dalam hal prestasi
akademik. Meskipun demikian SD N Ungaran 1 Yogyakarta yang
merupakan sekolah yang pertama kali berdiri pada waktu itu masih menjadi
sekolah yang berkualitas terbaik. Sehingga sekolah yang masih banyak
diminati oleh masyarakat adalah SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Persaingan ini
juga terjadi ketika proses penerimaan siswa baru. SD N Ungaran 1
Yogyakarta masih menjadi tujuan utama orang tua mendaftarkan anaknya.
Barulah ketika mereka tidak diterima di SD N Ungaran 1 Yogyakarta mereka
baru mendaftar di Ungaran 2 dan 3. Ini menyebabkan adanya persaingan di
antara ketiga tersebut karena mindset masyarakat adalah bahwa SD N
Ungaran 2 dan 3 merupakan sekolah buangan padahal tidak demikian.
Karena adanya persaingan ini maka Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta
khawatir nantinya sekolah hanya sibuk untuk berkutat pada prestasi
akademik saja sebagai bentuk persaingan antar sekolah. Akibatnya siswa
yang menjadi korban. Siswa dituntut untuk terus mencapai nilai akademik
yang tinggi dan tujuan sekolah hanya untuk memperoleh nilai akademik yang
tinggi saja. Selain itu ketiga sekolah ini menempati lahan yang sama
sehingga memungkinkan untuk dilakukan penggabungan sekolah.
Kesimpulan :
Latar belakang dilakukannya regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta
adalah munculnya masalah-masalah di antara ketiga sekolah tersebut
sehingga jika tidak segera diselesaikan akan berdampak pada efektifitas dan
efisiensi penyelenggaraan pendidikan pada ketiga sekolah tersebut. Masalah-
masalah tersebut adalah:
a. Adanya persaingan dalam hal prestasi akademik sehingga masing-masing
sekolah hanya sibuk menuntut siswa meraih nilai akademik yang tinggi.
b. Ketiga sekolah menempati lahan yang sama.
c. Adanya persaingan dalam penerimaan siswa baru karena mindset
masayarakat yang menganggap SD N Ungaran 2 dan 3 adalah alternatif
terakhir ketika tidak diterima di SD N Ungaran 1 Yogyakarta.
204
2. Bagaimana budaya mutu masing-masing sekolah sebelum diregrouping?
LST :
Yang khas dari SD N Ungaran 3 adalah memiliki guru-guru wiyata maupun
PNS yang relatif lebih muda karena sekolah ini tergolong sekolah baru
dibandingkan dengan SD N Ungaran 1 dan SD N Ungaran 2 Yogyakarta.
Performa mengajar dari guru-guru muda ini ternyata lebih baik dibandingkan
guru-guru yang sudah tua. Kreatifitas dalam mengembangkan metode
pembelajaran juga lebih tinggi. Metode pembelajaran di SD N Ungaran 1
Yogyakarta yang khas adalah pembelajaran berbasis praktik. Siswa lebih
banyak belajar di luar kelas untuk melakukan praktik terhadap teori-teori
yang telah disampaikan.
LNM :
Yang khas dari SD N Ungaran 1 Yogyakarta adalah pendidikan lingkungan
hidup karena lahan SD N Ungaran 1 Yogyakarta cukup luas dan dipenuhi
dengan tanaman-tanaman dan pepohonan. Selain itu SD N Ungaran 1
Yogyakarta juga memiliki Kebun Toga yang berisi tanaman-tanaman hias
dan obat-obatan yang juga digunakan sebagai tempat atau media belajar
siswa. Sekolah ini juga memiliki program yang khas yaitu SEMUTLIS
(Sepuluh Menit untuk Tanaman dan Lingkungan Hidup).
AW :
Yang khas dari SD N Ungaran 2 Yogyakarta adalah pembelajaran berbasis
TIK. Sekolah ini lebih sering belajar dengan memanfaatkan internet baik
untuk mencari materi belajar maupun soal-soal latihan. Adanya dukungan
fasilitas yang lengkap seperti komputer dan jaringan internet membuat
sekolah ini unggul dalam penggunaan TIK sebagai media belajar.
Kesimpulan :
Masing-masing sekolah memiliki ciri khasnya sendiri, yaitu:
a. Ciri khas SD N Ungaran 1 Yogyakarta adalah pendidikan lingkungan
hidup didukung oleh luasnya lahan yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh
sekolah untuk menanam pepohonan dan tanaman-tanaman yang dapat
digunakan sebagai media belajar siswa. Selain itu SD N Ungaran 1
Yogyakarta juga memiliki prestasi akademik yang menonjol dibandingkan
dua sekolah lainnya.
b. Ciri khas SD N Ungaran 2 Yogyakarta adalah pembelajaran berbasis TIK
dengan memanfaatkan internet. Ciri khas lainnya adalah sekolah ini
memiliki budaya religius yang tinggi. Nilai-nilai religious ditanamkan
melalui kegiatan pembiasaan yaitu sholat duha dan sholat duhur
berjamaah.
c. Ciri khas SD N Ungaran 3 Yogyakarta adalah pembelajaran berbasis game
atau bermain dengan didukung oleh tersedianya tenaga pendidik yang
berkompetensi dalam mengembangkan metode pembelajaran bermain
sambil belajar. Ciri khas lainnya adalah pada bidang seni, sekolah ini
melestarikan budaya jogja melalui pembelajaran seni tari.
205
3. Apa latar belakang dibuatnya kebijakan sekolah dalam mengembangkan
budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1 Yogyakarta?
DAS :
Munculnya masalah-masalah pendidikan pasca regrouping yaitu adanya gep
antar warga sekolah dari masing-masing sekolah. Seluruh warga sekolah
masih mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Masalah-masalah tersebut akan membuat penyelenggaraan pendidikan
menjadi tidak kondusif dan akan berdampak pada penurunan kualitas SD N
Ungaran 1 Yogyakarta jika tidak segera dicari solusinya. Kebijakan ini
berangkat dari masalah yang dihadapi sekolah yang berfungsi sebagai upaya
preventif terhadap penurunan kualitas SD N Ungaran 1 Yogyakarta.
LST :
Guru masih punya sifat egois karena masih mengunggul-unggulkan
sekolahnya masing-masing. Guru juga masih belum mau bergabung atau
membaur dengan guru dari sekolah lainnya. Guru-guru masih membentuk
kelompok-kelompok sesuai dengan asal sekolah masing-masing.
LNM :
Masalah adaptasi dengan suasana sekolah yang baru, dengan orang-orang
yang baru dan dengan lingkungan yang baru. Baik guru, pegawai, maupun
siswa masih enggan untuk membaur satu sama lain karena masih adanya
sifat egois pada diri mereka. Baik guru maupun pegawai masih suka
membanding-bandingkan antara sekolah satu dengan sekolah lain. Ini
menjadikan suasana menjadi tidak kondusif. Kerjasama antar guru dan
pegawai menjadi kurang baik karena tidak adanya keakraban yang
dikhawatirkan akan berdampak pada penurunan kualitas sekolah pasca
regrouping.
Kesimpulan :
Masalah yang muncul pada saat pertama kali dilakukan regrouping adalah
masalah adaptasi warga sekolah. Dimana rasa saling memiliki sekolah yang
baru masih belum muncul. Sifat saling egois seperti mengunggul-unggulkan
sekolahnya masing-masing masih terjadi. Selain itu masalah adaptasi seluruh
warga sekolah ksusunya bagi sekolah yang diregrouping ke SD N Ungaran 1
Yogyakarta juga masih sulit dilakukan. Mereka masih belum membaur satu
sama lain baik siswa, guru, maupun, pegawai. Jika hal ini terus dibiarkan
maka dikhawatirkan akan mengganggu proses kependidikan di sekolah yang
berdampak pada penurunan kualitas SD N Ungaran 1 Yogyakarta pasca
regrouping. Maka untuk tetap mempertahankan kualitas atau mutu sekolah
hal yang dapat dilakukan adalah mengembangkan budaya mutu sekolah
pasca regrouping. Hal ini sebagai langkah preventif terhadap penurunan
kualitas SD N Ungaran 1 Yogyakarta sebagai akibat dari kebijakan
regrouping.”
4. Bagaimana peran dari masing-masing pihak yang terlibat pada proses
formulasi kebijakan pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di
SD N Ungaran 1 Yogyakarta?
206
DAS :
Kepala Sekolah berperan dalam memimpin jalannya proses formulasi
kebijakan mulai dari perumusan masalah hingga pada tahap penetapan
kebijakan. Kepala Sekolah menggali informasi dari guru dan pegawai
tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh sekolah. Selain itu
Kepala Sekolah juga memberikan masukan terhadap alternatif-alternatif
kebijakan yang dirasa cocok untuk menjawab persoalan yang sedang
dihadapi oleh sekolah.
LST :
Dari pihak guru memberikan informasi-informasi terkait dengan masalah-
masalah yang dihadapi oleh sekolah pasca regrouping baik pada guru
maupun siswa. Selanjutnya guru dilibatkan kembali dalam memilih solusi-
solusi yang dapat membantu mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi
oleh sekolah. Pada tahap penetapan kebijakan guru juga dilibatkan kembali
dalam menetapkan alternatif-alternatif kebijakan yang dirasa paling tepat
untuk dijadikan sebagai solusi masalah.
LNM :
Peran pegawai sekolah dalam proses formulasi kebijakan adalah
menyampaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh sekolah pasca
regrouping. Kemudian dilibatkan kembali dalam pemilihan solusi sesuai
dengan masalah-masalah yang telah masuk ke dalam agenda kebijakan yang
telah ditentukan oleh Kepala Sekolah dan Komite Sekolah. Selanjutnya
pegawai juga dilibatkan dalam proses penetapan kebijakan untuk memilih
mana alternatif-alternatif yang dirasa paling baik.
MF :
Komite Sekolah terlibat dalam menentukan masalah-masalah yang masuk ke
dalam agenda kebijakan. Masalah-masalah yang tersedia adalah masalah-
masalah yang telah ditentukan oleh pihak sekolah pada tahap penentuan
masalah atau perumusan masalah. Selanjutnya Komite Sekolah dilibatkan
kembali dalam proses menentukan alternatif-alternatif kebijakan sesuai
dengan agenda kebijakan bersama-sama dengan seluruh anggota rapat.
Komite Sekolah dilibatkan pula dalam tahap penetapan kebijakan yaitu
memilih alternatif-alternatif yang dirasa tepat untuk menjawab masalah yang
dihadapi sekolah pasca regrouping. Selain itu Komite Sekolah juga
memberikan saran dan masukan terhadap alternatif-alternatif kebijakan yang
diusulkan oleh anggota rapat yang lainnya.”
AW :
Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta ikut berperan dalam proses penetapan
kebijakan melalui kegiatan monitoring yang dilakukan di UPT Pengelola TK
dan SD Wilayah Utara Kota Yogyakarta. Dalam kegiatan ini Dinas
Pendidikan Kota Yogyakarta memberikan arahan dan masukan terhadap
alternatif-alternatif kebijakan yang telah dipilih dan masuk ke dalam tahap
penentuan kebijakan.
207
Kesimpulan :
Peran masing-masing aktor pembuat kebijakan di SD N Ungaran 1
Yogyakarta:
a. Kepala Sekolah
1) Memimpin jalannya proses perumusan kebijakan
2) Menggali informasi-informasi mengenai masalah-masalah yang
dihadapi oleh sekolah dari guru dan pegawai sekolah.
3) Memberikan masukan terhadap alternatif-alternatif yang sebaiknya
diambil oleh sekolah.
4) Memberikan keputusan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan.
b. Guru dan Pegawai
1) Menyampaikan informasi-informasi terkait dengan masalah-masalah
yang dihadapi oleh sekolah pasca regrouping.
2) Menentukan alternatif-alternatif kebijakan yang dapat menjawab
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh sekolah.
3) Ikut terlibat dalam penetapan kebijakan melalui negosiasi dengan
seluruh anggota rapat.
c. Komite Sekolah
1) Menentukan masalah-masalah yang akan masuk ke agenda kebijakan
berdasarkan tingkat urgensinya sesuai dengan permasalahan-
permasalahan yang telah ditentukan oleh pihak sekolah.
2) Ikut mencarikan solusi atau altenatif-alternatif kebijakan terhadap
permasalahan yang dihadapi oleh sekolah.
3) Ikut memberikan saran dan masukan terhadap alternatif-alternatif
kebijakan yang diusulkan oleh anggota rapat yang lainnya.
4) Menetapkan alternatif-alternatif kebijakan yang telah dipilih untuk
menjadi sebuah kebijakan.
d. Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta
1) Memberikan arahan dan masukan terhadap alternatif-alternatif
kebijakan yang telah ditetapkan apakah sesuai atau layak untuk
mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh sekolah.
5. Bagaimana perumusan masalah pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
DAS :
Perumusan masalah diikuti oleh seluruh personil sekolah yaitu Kepala
Sekolah, guru, dan pegawai. Pada proses perumusan masalah anggota rapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok guru dan pegawai. Tujuannya
adalah untuk memahami permasalahan yang terjadi pada masing-masing
bidang. Kepala Sekolah menggali informasi terkait dengan masalah-masalah
yang dihadapi oleh sekolah pasca regrouping mulai dari guru sampai kepada
pegawai yang mengurusi administrasi sekolah.
LST :
Masalah yang muncul adalah pemberian nama sekolah pasca regrouping
yang menggunakan nama SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Maka terjadi
kecemburuan terhadap kedua sekolah lain. Namun hal ini berhasil diatasi
208
oleh sekolah setelah mendapat penjelasan dari Dinas Pendidikan Kota
Yogyakarta. Timbulnya gep atau kelompok-kelompok sesuai sekolah asal
masing-masing yang terjadi pada siswa dan guru yang mengakibatkan
kurang adanya keakraban diantara mereka. Sekolah masih suka
mengunggulkan sekolahnya masing-masing padahal sudah diregrouping dan
menjadi satu. Hal ini menyebabkan sulitnya mereka menyatu dan menjalin
keakraban sehingga terjadi kerjasama yang baik dalam melakukan pekerjaan
sekolah. Jika terus berlanjut maka akan menciptakan suasana sekolah yang
kurang kondusif untuk keberlangsungan proses kependidikan di sekolah.
Dari pihak sekolah juga mempermasalahkan pergantian seragam sekolah
khususnya seragam identitas sekolah agar ada kekhasan namun ditolak oleh
kepala sekolah karena sebelum doregrouping ketiga sekolah tersebut sudah
memiliki seragam identitas yang sama. Jika dilakukan akan terjadi
pemborosan keuangan sekolah.
LNM :
Terhambat dalam pengelolaan administrasi sekolah karena pertambahan
jumlah siswa dan guru dan jika dilakukan dengan cara manual maka akan
memakan waktu yang lama sedangkan beberapa dari pegawai masih
terhambat dalam penggunaan komputer. Masih terjadi gep di antara pegawai
yang masih suka berkumpul dengan teman-teman dari asalnya dan tidak mau
membaur satu sama lain sehingga ketika diharuskan untuk melakukan
pekerjaan secara bersama-sama justru mereka canggung.
Kesimpulan :
a. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses perumusan masalah antara lain
adalah :
1) Kepala Sekolah yang bertugas sebagai pemimpin rapat dan menggali
permasalahan-permasalahan yang muncul di sekolah pasca regrouping
dari para pegawai dan guru.
2) Pegawai dan guru bertugas mengungkapkan opininya terkait dengan
masalah-masalah pasca regrouping yang mereka hadapi.
b. Masalah-masalah yang muncul dalam perumusan masalah:
1) Kelompok Guru
a) Pemberian nama sekolah pasca regrouping karena menggunakan
nama SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Hal ini menimbulkan
kecemburuan pada sekolah yang diregrouping yaitu SD N Ungaran
2 Yogyakarta dan SD N Ungaran 3 Yogyakarta.
b) Masalah munculnya gep yaitu guru, siswa, dan murid masih suka
berkumpul sesuai dengan asal sekolahnya masing-masing sehingga
lingkungan sekolah menjadi tidak kondusif.
c) Adanya sifat khas masing-masing sekolah membuat sekolah masih
sering mengunggul-unggulkan sekolahnya masing-masing. SD N
Ungaran 1 Yogyakarta lebih unggul dalam bidang akademik
meskipun demikian bukan berarti SD N Ungaran 2 dan SD N
Ungaran 3 memiliki kualitas yang tidak baik. Hanya saja SD N
Ungaran 1 memiliki kualitas atau prestasi akademik yang lebih
menonjol.
209
d) Penggantian seragam identitas sekolah untuk siswa sebagai identitas
baru untuk sekolah. Sebelum diregrouping sendiri ketiga sekolah
tersebut sudah memiliki seragam identitas yang sama. Jadi masalah
ini sebenarnya tidak berpnegaruh terhadap pengelolaan sekolah.
2) Kelompok Pegawai
a) Adanya kendala dalam administrasi sekolah karena jumlah siswa
dan guru yang lebih besar sedangkan administrasi sekolah dituntut
untuk cepat dan tepat padahal masih belum banyak pegawai yang
mahir menggunakan computer.
b) Masih terjadi gep antara pegawai sekolah dari masing-masing
sekolah.
6. Bagaimana penyusunan agenda kebijakan pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
DAS :
Dalam menyusun agenda kebijakan Kepala Sekolah dibantu oleh Komite
Sekolah yaitu memilih masalah-masalah yang telah dirumuskan sebelumnya.
Masalah-masalah yang dipilih untuk masuk ke agenda kebijakan adalah
sulitnya para warga sekolah untuk membaur satu sama lain dan masih suka
mengelompok sesuai dengan sekolahnya masing-masing. Hal ini
dikhawatirkan akan berdampak pada kualitas kerja guru dan pegawai karena
tidak saling akrab yang akan berdampak pada sulitnya mereka melakukan
kerjasama padahal dalam melaksanakan tugas sekolah kerjasama antar guru
dan antar pegawai sangat diperlukan.
LST :
Guru masih terlibat dalam pemilihan agenda kebijakan yaitu meyakinkan
kepada pemimpin rapat agar masalah-masalah yang mereka sampaikan dapat
masuk ke dalam agenda kebijakan. Guru merasa bahwa diantara mereka
masih sering mengunggulkan sekolahnya msing-masing maka perlu adanya
perubahan yaitu membuat ciri khas yang baru bagi sekolah agar mereka
tidak lagi mengunggul-unggulkan sekolahnya masing-masing karena pasca
regrouping mereka telah menjadi satu kesatuan dan tidak lagi terpisah-pisah.
LNM :
Masalah administrasi sekolah yang diusulkan oleh para pegawai masuk ke
dalam agenda kebijakan. Pegawai merasa dengan pertambahan beban kerja
pasca regrouping Karena bertambanya jumlah siswa dan guru maka perlu
ada strategi agar pekerjaan yang mereka lakukan dapat dilakukan dengan
cepat dan tepat yaitu dengan sistem komputerisasi. Namun kendalanya
adalah belum semua pegawai terampil dalam penggunaan Teknologi
Informasi dan Komunikasi.
Kesimpulan :
a. Pihak-Pihak yang terlibat dalam penyusunan agenda kebijakan antara lain
adalah Kepala Sekolah, guru, pegawai, dan Komite Sekolah.
b. Pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan agenda kebijakan bersama-
sama mengidentifikasi masalah-masalah yang dianggap urgent untuk
segera dicarikan solusinya. Masalah-masalah yang dimasukkan ke dalam
210
agenda kebijakan adalah masalah-masalah yang terkait dengan budaya
mutu sekolah pasca regrouping: Karena budaya mutu sekolah pasca
regrouping akan berpengaruh terhadap pencapaian kualitas sekolah:
4) Adanya gep yaitu guru, siswa, dan pegawai masih suka berkumpul
berdasarkan asal sekolahnya masing-masing. Jika tidak segera
diselesaikan akan memunculkan masalah baru bagi keberlangsungan
sekolah. Guru dan pegawai akan sulit bekerjasama dalam melakukan
pekerjaan sekolah karena tidak saling mengenal satu sama lain.
5) Warga sekolah masih mengunggulkan asal sekolahnya masing-
masing padahal sekolah ini sudah menjadi satu.
6) Administrasi sekolah pasca regrouping dituntut untuk bisa dilakukan
lebih cepat dan tepat untuk meningkatkan kualitas pelayanan sekolah.
7. Bagaimana pemilihan alternatif kebijakan pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
DAS :
Kepala Sekolah sebagai pemimpin rapat dibantu oleh Komite Sekolah
mengusulkan 3 alternatif yaitu menyediakan fasilitas yang kiranya dapat
menunjang proses belajar siswa, dapat diakses oleh seluruh siswa, dan dapat
mengakrabkan siswa. Memasukkan kembali kegiatan SEMUTLIS (Sepuluh
Menit untuk Tanaman dan Lingkungan Hidup sebagai ciri khas dari SD N
Ungaran 1 Yogyakarta yang wajib dilakukan oleh seluruh warga sekolah.
meningkatkan partisipasi orang tua dalam pendidikan anak untuk
mendukung upaya preventif terhadap penuruan kualitas SD N ungaran 1
Yogyakarta. Dalam tahap ini masih ada beberapa program yang belum dapat
ditentukan bentuk-bentuk kegiatannya karena waktu yang terbatas dan masih
banyaknya anggota rapat yang tidak terlibat aktif dalam proses perumusan
kebijakan.
LST :
Meningkatkan profesionalitas guru dengan pelatihan atau workshop
pengembangan metode pembelajaran. Melakukan rolling kelas untuk
menambah keakraban siswa antar sekolah dan menghindari adanya gap.
Membentuk kelas parallel untuk mengakrabkan seluruh siswa. Pengelolaan
kembali perpustakaan sekolah yang dapat diakses oleh seluruh siswa dan
dapat memberikan intensitas bertemu bagi para siswa. Menciptakan
kekhasan bagi sekolah dalam hal budaya lokal agar ciri khas sekolah bukan
hanya pada tingginya prestasi akademik. Memberikan kesempatan bagi
siswa untuk mengembangkan minat dan bakat melalui kegiatan
ekstrakurikuler.
LNM :
Menciptakan suasana kerja yang kondusif dengan meningkatkan keakraban
sehingga timbul kerjasama yang baik antar pegawai. Karena dalam kegiatan
administrasi sekolah pegawai dituntut cepat maka sekolah dituntut untuk
menggunakan sistem komputerisasi. Bertambahnya jumlah guru dan siswa
yang tentu saja menambah beban kerja administrasi sekolah maka perlu
adanya pelatihan penggunaan TIK.
211
Kesimpulan :
a. Pemilihan alternatif-alternatif kebijakan dilakukan oleh Kepala Sekolah,
guru, pegawai, dan Komite Sekolah.
b. Alternatif-alternatif kebijakan yang diambil adalah sebagai berikut:
1) Kepala Sekolah dan Komite Sekolah:
4) Menyediakan fasilitas yang dapat menunjang proses belajar siswa
dan dapat diakses oleh seluruh siswa.
5) Mensosialisasikan kegiatan SEMUTLIS kepada siswa, guru, dan
karyawan dari masing-masing sekolah.
6) Meningkatkan partisipasi orang tua dalam pendidikan anak.
2) Kelompok guru:
a. Meningkatkan profesionalitas guru melalui pelatihan dan
workshop pengembangan metode pembelajaran bagi seluruh guru
untuk memperkaya metode pembelajaran.
b. Meningkatkan keakraban antar siswa melalui roling kelas untuk
menghindari adanya gap antar siswa dari masing-masing sekolah.
c. Membentuk kelas parallel bagi tiap-tiap tingkatan kelas agar
siswa dari masing-masing sekolah lebih dekat dan akrab.
d. Mengatur ulang pengelolaan perpustakaan dengan membangun
perpustakaan baru agar seluruh siswa dapat memperoleh fasilitas
dan pelayanan perpustakaan yang baik juga dapat meningkatkan
intensitas bertemu dari para siswa.
e. Menciptakan pendidikan berbasis budaya lokal untuk membuat
kekhasan yang dimiliki oleh sekolah.
f. Menyediakan wadah bagi siswa untuk mengembangkan minat
dan bakatnya melalui kegiatan ekstrakurikuler.
3) Kelompok pegawai:
3) Menciptakan keakraban antar guru dan pegawai sekolah untuk
terciptanya suasana kerja yang kondusif dengan penggabungan
ruang kerja.
4) Meningkatkan kemampuan pegawai dalam menggunakan
Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk meningkatkan
kualitas pelayanan terhadap siswa maupun orangtua.
8. Bagaimana penetapan kebijakan pada tahap formulasi kebijakan
pengembangan budaya mutu pada sekolah regrouping di SD N Ungaran 1
Yogyakarta?
DAS :
Kepala Sekolah dibantu oleh Komite Sekolah melakukan penetapan
kebijakan. Menetapkan alternatif-alternatif kebijakan yang paling tepat yang
telah dipilih dalam proses penentuan alternatif kebijakan. Alternatif yang
ditetapkan untuk dijadikan sebagai kebijakan kala itu adalah penyediaan
fasilitas sekolah yang dapat diakses secara adil oleh seluruh siswa agar tidak
terjadi kecemburuan satu sama lain dan dapat mengakrabkan mereka. Dalam
penetapan terjadi 2 tahap yaitu tahap diskusi dengan pihak sekolah dan tahap
mengkonsultasikannya kepada Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta melalui
kegiatan monitoring. Dinas pendidikan Yogyaakrta menyarankan agar
212
kegiatan yang dipilih kiranya dapat dengan mudah dilaksanakan, biaya
efisien, dan berdampak pada terbentuknya budaya mutu sekolah sehingga
dapat mencegah penurunan kualitas SD N Ungaran 1 Yogyakarta.
LST :
Melakukan penambahan fasilitas utamanya yang dapat lebih mengakrabkan
siswa dan memberikan keadilan dalam pemberian fasilitas seperti melakukan
penggabungan perpustakaan, ruang belajar terbuka di blok barat dan timur,
penambahan koleksi buku, serta menyediakan jaringan internet dan
penambahan komputer di sekolah. Meningkatkan partisipasi orang tua dalam
pendidikan anak dalam mendukung perbaikan mutu sekolah pasca
regrouping dengan membentuk Forum Orang tua Siswa dan buku hubung.
Membentuk rombel kelas pada tiap-tiap tingkatan dengan ruangan yang
saling berjejer dan melaksanakan kegiatan 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan,
dan Santun) untuk lebih mengakrabkan siswa satu sama lain. Workshop dan
pelatihan untuk guru dan pegawai yang berorientasi pada pengembangan
metode pembelajaran dan penggunaan TIK baik dalam mengajar maupun
administrasi sekolah.
LNM :
Melaksanakan pendidikan lingkungan hidup dengan kegiatan SEMUTLIS
(Sepuluh Menit untuk Tanaman dan Lingkungan Sekolah) yaitu kerja bakti
membersihkan lingkungan dan menyiram tanaman sebagai kegiatan bawaan
dari SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Pendidikan berbasis budaya lokal dengan
kegiatan karawitan dan tari gaya jogja. Karena selama ini sekolah hanya
fokus pada pencapaian nilai akademik siswa maka sekolah dirasa perlu untuk
juga mengembangkan minat dan bakat anak di luar akademik yaitu
menyediakan kegiatan ekstrakurikuler wajib dan pilihan. Menciptakan
suasana kerja yang dan kerjasama yang baik melalui penggabungan ruang
guru dan pegawai serta kegiatan rapat dan evaluasi sehingga mereka akan
lebih saling mengenal dan akrab satu sama lain.
Kesimpulan :
a. Penetapan Kebijakan terjadi dalam 2 tahap yaitu sebagai berikut:
1) Tahap penetapan kebijakan dengan pihak sekolah (Kepala Sekolah,
guru, pegawai, dan Komite Sekolah).
Penetapan kebijakan dilakukan secara bersama-sama oleh pihak
sekolah. Dalam tahap ini adalah tahap yang dirasa paling sulit oleh
sekolah karena masing-masing kelompok menginginkan alternatif-
alternatif yang diusulkannya dapat diterima semua. Namun setelah
mengidentifikasi masing-masing alternatif maka kebijakan yang
ditetapkan adalah sebagai berikut:
a) Menyediakan fasilitas yang dapat menunjang proses belajar siswa
dengan kegiatan melakukan penggabungan ruang perpustakaan,
penambahan ruang belajar terbuka, koleksi buku, jaringan internet
dan komputer sekolah.
b) Melaksanakan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan
SEMUTLIS (Sepuluh Menit untuk Lingkungan Hidup) yaitu kerja
bakti membersihkan lingkungan dan menyiram tanaman setiap 10
213
menit sebelum KBM.
c) Meningkatkan partisipasi orang tua dalam pendidikan anak
dengan kegiatan membentuk Forum Orang tua Siswa dan buku
hubung.
d) Menciptakan pembelajaran berbasis budaya lokal (jogja) untuk
membentuk suatu ciri khas baru bagi sekolah pasca regrouping
dengan kegiatan melaksanakan muatan lokal karawitan dan
gamelan jawa serta tari gaya jogja.
e) Meningkatkan potensi non akademik siswa dengan menyediakan
wadah bagi siswa untuk mengembangkan minat dan bakat siswa
melalui kegiatan ekstrakurikuler wajib dan pilihan.
f) Menciptakan suasana kerja yang kondusif agar terjalin kerjasama
yang baik antara guru dan pegawai dengan kegiatan melaksanakan
rapat rutin, evaluasi dan penggabungan ruangan kerja.
g) Menciptakan keakraban siswa dan warga sekolah lainnya dengan
kegiatan melakukan pembentukan rombel kelas dan menerapkan
budaya 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun). Disini terjadi
sedikit perdebatan karena beberapa pihak guru menginginkan
dilakukan rolling siswa dan rombel kelas. Namun melalui saran
dari Komite Sekolah akhirnya dapat diselesaikan dan alternatif
yang dipilih adalah rombel kelas. Rolling siswa tidak dipilih
karena akan membingungkan kegiatan administrasi siswa
sehingga TU (Tata Usaha) harus mengelola kembali administrasi
siswa dan ini akan menjadikan waktu tidak efektif. Alasannya
karena sudah banyak alternatif lainnya yang dipilih untuk dapat
mengakrabkan siswa.
h) Meningkatkan kompetensi guru dan pegawai dengan kegiatan
workshop dan pelatihan pengembangan metode pembelajaran dan
penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
2) Tahap penetapan kebijakan dengan pihak Dinas Pendidikan Kota
Yogyakarta (Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan Kota
Yogyakarta).
a) Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta meminta sekolah untuk
menentukan kegiatan-kegiatan apa yang dapat menunjang
terlaksananya program-program yang telah ditentukan. Kegiatan-
kegiatan yang disarankan adalah kegiatan-kegiatan yang sifatnya
mudah untuk dilakukan, berdampak pada terbentuknya budaya
mutu sekolah yang baru, dan tidak boros dana.
Setelah itu kegiatan-kegiatan diidentifikasi kembali oleh sekolah berdasarkan
4 aspek yang disarankan oleh Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta dan
ternyata alternatif-alternatif yang dipilih sebelumnya sudah tepat karena
sekolah sudah mengeliminasi program-program dan kegiatan yang
menghabiskan banyak dana yaitu penggantian seragam identitas baru.
Selanjutnya program-program dan kegiatan tersebut diputuskan untuk
menjadi sebuah kebijakan.
214
LAMPIRAN 6
DOKUMEN SEKOLAH
215
Lampiran 6.1. Alur Pengambilan Kebijakan Sekolah di SD N Ungaran 1
Yogyakarta
ALUR PENGAMBILAN KEBIJAKAN SEKOLAH SD N UNGARAN 1
YOGYAKARTA
KEGIATAN PELAKU
ISU-ISU MASALAH
MEMILIH
MASALAH
SOLUSI/STRATEGI
PEMECAHAN
MASALAH
KEPALA
SEKOLAH,
GURU,
PEGAWAI,
KOMITE
SEKOLAH
DINAS
PENDIDIKAN
KOTA
YOGYAKARTA
SURAT
KEPUTUSAN
KEPALA SEKOLAH
KEPALA SEKOLAH
DIRASAKAN WARGA SEKOLAH
KEPALA SEKOLAH, GURU, PEGAWAI
KEPUTUSAN KEPALA SEKOLAH
KEPALA
SEKOLAH,
GURU,
PEGAWAI,
KOMITE
SEKOLAH
DINAS
PENDIDIKAN
KOTA
YOGYAKARTA
MENENTUKAN
PROGRAM
216
Lampiran 6.2. Tata Tertib Sekolah
TATA TERTIB SISWA
SDN UNGARAN 1 YOGYAKARTA
1. Siswa datang di sekolah paling lambat pukul 06.45
2. Sebelum masuk siswa melakukan SEMUTLIS (Sepuluh Menit Untuk Taman dan
Lingkungan Sekolah) bersama guru dan karyawan
3. Masing-masing Siswa membawa botol Air Minum bekas dari rumah dan disimpan di
sekolah untuk menyiram tanaman setiap SEMUTLIS
4. Siswa membawa bekal makanan sendiri, jika tidak memungkinkan silakan
membawa tempat makanan dan minuman sendiri dari rumah untuk kepentingan jajan
di kantin sekolah.
5. Siswa tidak diperbolehkan membeli makanan dan minuman dengan menggunakan
kemasan plastik
6. Selama pembelajaran di sekolah siswa dilarang:
a. mencurat coret dinding sekolah dan fasilitas sarana lain yang ada di sekolah
dalam bentuk apapun
b. merusak atau menginjak tanaman yang ada di lingkungan sekolah
c. jajan di luar lingkungan sekolah, kecuali Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
sudah berakhir
d. bermain bola di halaman sekolah, kecuali pada saat pelajaran olahraga
e. membawa bungkus makanan yang tidak bisa didaur ulang seperti Stereofom dll
f. membuang sampah sembarang tempat
SANKSI BAGI PELANGGAR TATA TERTIB
Bagi siswa yang melanggar Tata Tertib di atas akan dikenai sanksi sebagai berikut:
1. Peringatan secara lisan.
2. Peringatan secara tertulis.
3. Tindakan berbasis lingkungan
4. Hukuman yang bersifat educatif
Yogyakarta, 11 Agustus 2014
Kepala Sekolah
Dwi Atmi Sutarini, M.Pd
NIP. 19680129 199203 2 00
217
Lampiran 6.3. Tata Tertib Sekolah
TATA TERTIB GURU DAN KARYAWAN
SDN UNGARAN 1 YOGYAKARTA
1. Hadir di sekolah paling lambat 06.45 WIB sebelum pelajaran dimulai dan pulang
setelah jam kerja selesai
2. Petugas piket menyalami siswa di depan gerbang pintu masuk sesuai jadwal yang
telah ditentukan (datang paling lambat 06.35)
3. Sebelum masuk kelas, guru dan karyawan membimbing siswa untuk melakukan
SEMUTLIS (Sepuluh Menit Untuk Taman dan Lingkungan Sekolah)
4. Setiap satu bulan sekali guru dan karyawan melakukan kerjabakti bersama siswa yang
dilaksanakan pada hari jumat minggu ke 4
5. Wajib melaksanakan tugasnya sesuai job discription masing-masing
6. Dilarang merokok selama berada di lingkungan sekolah
7. Membina kerjasama antar sesama warga sekolah
8. Mematikan listrik ketika tidak digunakan
9. Mematikan kran air ketika tidak digunakan
10. Menggunakan telepon sekolah seperlunya
Yogyakarta, 11 Agustus 2014
Kepala Sekolah
Dwi Atmi Sutarini, M.Pd
NIP. 19680129 199203 2 005
Sanksi :
1. Akan diberi peringatan secara lisan.
2. Akan diberi tindakan.
218
Lampiran 6.4. Standar Operasional Kerja
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KERJA
SATPAM SDN UNGARAN 1 YOGYAKARTA
A. KEDISIPLINAN
1. Datang pukul 6.00 sudahsiap di SDN Ungaran 1 Yogyakarta
2. Mengisi buku daftar hadir/absen baik datang maupun pulang
3. Pukul 6.30 sudah siap jaga di depan pintu gerbang
4. Mengatur lalulintas kendaraan, ketika siswa naik dan turun dari kendaraan
5. Mengatur sepeda motor/mobil guru dan tamu
6. Selalu siap di pos satpam
7. Melarang siswa keluar sekolah pada jam efektif tanpa surat izin dari kepala sekolah/guru
piket
8. Jika berhalangan hadir atau ada kepentingan keluar pada waktu tugas jaga, harus lapor
dan mendapatkan ijin dari kepala sekolah.
9. Menanyakan kepada setiap tamu yang datang tentang keperluannya dan diminta mengisi
buku tamu
10. Selalu siap menjaga ketertiban dan keamanan di dalam lingkungansekolah SDN Ungaran
1 Yogyakarta setiap hari.
B. KESOPANAN
1. Harus sopan dalam berbicara, bersikap, dan berprilaku terhadap semua warga sekolah dan
tamu
2. Dilarang keluar masuk kantor pada jam efektif jika tidak ada kepentingan
3. Dilarang merokok pada jam kerja selama berada di lingkungan sekolah
4. Bergurau sewajarnya dengan bahasa yang santun
C. KERAPIAN
1. Selama bertugas berseragam satpam lengkap dengan atribut
2. Bersepatu dan berpakaian bebas rapi pada waktu yang telah ditentukan sesuai keputusan
kepala sekolah
3. Dilarang memakai celana pendek, kostum dan sandal pada saat bertugas kecuali ada
alasan khusus
D. TUGAS TAMBAHAN
Menyiram dan merawat tanaman yang ada di lingkungan sekolah sesuai jadwal piket pada:
a. Setiap sore hari
b. Setiap hari libur nasional atau hari libur lain yang telah ditentukan.
Sanksi :
1. Peringatan secara lisan.
2. Diberi peringatan secara tertulis
3. Diberi tindakan
Yogyakarta, 11 Agustus 2014
Kepala Sekolah
Dwi Atmi Sutarini, M.Pd
NIP. 19680129 199203 2 005
219
LAMPIRAN 7
Dokumentasi
220
Lampiran 7.1. Foto-Foto pada Saat Penelitian
Anak-anak sedang membaca buku
dari pojok pustaka di ruang
belajar terbuka sambil menunggu
dijemput orang tuanya
Anak-anak mengerjakan tugas saat
jam wajib kunjung perpustakaan
Antusias anak-anak untuk membaca
buku di perpustakaan besar saat jam
istirahat sekolah
Antusias anak-anak membaca buku
literasi pada saat kelas literasi sebelum
pelajaran dimulai di SD Ungaran
1Yogyakarta
Wawancara dengan
Pegawai perpustakaan SD Ungaran 1
Yogyakarta
Pupuk dan pot untuk kegiatan
SEMUTLIS (Sepuluh Menit untuk
Tanaman dan Lingkungan Sekolah)
221
Slogan berisikan pesan untuk
menghemat air
Aktivitas siswa pada saat jam istirahat
sekolah
Anak-anak pada jam pulang sekolah
membaca buku di pustaka umum di
lobby sekolah
Aktivitas siswa pada saat kegiatan
ekstrakurikuler wajib yaitu pramuka
Piala penghargaan sebagai bukti
prestasi sekolah
Kantin ssehat di gedung sayap utara
222
Kebun toga yang digunakan dalam
proses pembelajaran siswa
Slogan-slogan yang ada di sekolah
Slogan-slogan berbahasa inggris yang
ada di area lobby sekolah
Pamphlet untuk promosi perpustakaan
Cahaya Ilmu
Promosi koleksi buku baru
peprustakaan Cahaya Ilmu