Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

46
HAND -OUT DASAR-DASAR PENELITIAN EKSPERIMEN BIDANG PENDIDIKAN DIREKTORAT PROFESI PENDIDIK DIREKTORAT JENDRAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPERTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2007

description

pedoman penelitian kemendiknas

Transcript of Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

Page 1: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

HAND -OUT

DASAR-DASAR PENELITIAN EKSPERIMEN

BIDANG PENDIDIKAN

DIREKTORAT PROFESI PENDIDIK

DIREKTORAT JENDRAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK

DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

DEPERTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

2007

Page 2: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

PENELITIAN EKSPERIMEN

DI BIDANG PENDIDIKAN

Oleh : Prof. Supardi

A. PENDAHULUAN

Setiap guru yang telah senior merasakan bahwa kenaikan pangkat dari IIIa ke

Pembina/IVa sangat mudah, cepat dan lancar tanpa dituntut persyaratan yang dapat

memberatkan guru, akibatnya sangat banyak guru yang menduduki pangkat/jabatan

tersebut. Sedangkan untuk menduduki Pembina Tk.I/gol. IVb harus memunyai

nilai kredit pengembangan profesi. Mengapa banyak guru Pembina/gol. IVa

usulan kenaikan pangkatnya banyak yang belum berhasil? Karena karya ilmiah

(KTI) yang diusulkan belum memenuhi syarat, antara lain: (a)banyak KTI yang

tidak asli, jiplakan, bukan buatan sendiri, (b) KTInya berisi uraian yang terlalu

umum, tidak berkaitan dengan permasalahan atau kegiatan nyata yang dilakukan

guru dalam mengembangakan profesinya, (c) sistematika tulisannya tidak

mengikuti sistematika karya ilmiah.

Apakah untuk naik ke Pembina Tk I/IVb melalui pengembangan profesi sangat

berat? Sebenarnya tidak asalkan mau berusaha, belajar, dan menulis sesuai dengan

profesinya sebagai guru. Apakah KTI merupakan satu-satunya kegiatan

pengembangan profesi? Tidak, KTI bukan merupakan satu-satunya kegiatan

pengembangan profesi guru. Namun, karena berbagai alasan yang antara lain

belum jelasnya petunjuk operasional pelaksanaan dan penilaian dari kegiatan

selain KTI, maka kegiatan pengembangan profesi sebagian terbesar dilakukan

melalui KTI. Apa saja jenis KTI itu? KTI itu ada 7 jenis, yaitu penelitian, kajian

ilmiah hasil gagasan sendiri, ilmiah populer, makalah seminar, Buku

pelajaran/modul, diktat pelajaran, dan Hasil terjemahan. Dari ketujuh jenis KTI itu,

hasil penelitian yang mempunyai nilai kredit tertinggi, maka guru cenderung

memilih jenis ini untuk kenaikan pangkatnya walaupun banyak yang belum

menguasai cara/metode penelitiannya.

Page 3: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

Sebagai contoh; ada seorang guru menghadapi masalah proses pembelajaran di

klas: siswa sulit memahami pokok bahasan pada pelajaran tertentu, sebagian

besar siswa prestasi belajarnya rendah, tidak berani mengeluarkan pendapat, dan

motivasi/minat belajar kurang. Timbul pertanyaan pernahkah guru mencari

upaya untuk mengatasinya? Apa yang harus dilakukan guru? Apa tidak perlu

dicari akar masalahnya? Apa guru tetap mengajar seperti biasanya dan masalah

itu diabaikan? Tentunya tidak, dan ternyata umumnya guru sudah berupaya

untuk mengatasinya dengan berbagai cara/metode/pendekatan melalui perubahan

cara mengajar seperti metode/pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning),

Quantum learing, cooperative learning, tutor sebaya, local material learning, dan

lain-lain. Hasilnya menunjuk kan ada perubahan ke arah perbaikan Hal ini

memberi gambaran bahwa guru tersebut sudah melakukan kegiatan

pengembangan profesi, namun belum ditulis secara sistematis sehingga tidak

punya bukti untuk diusulkan kenaikan pangkat melalui pengembangan profesi.

Ada pula guru yang sepulang mengikuti Diklat, langsung mencoba metode

mengajar yang baru saja diperolehnya, dan hasilnya memberikan kepuasan baik

prestasi belajar, suasana belajar maupun keberanian bertanya, dan menambah

percaya diri guru. Guru tersebut sudah melakukan kegiatan ilmiah, sudah

melaksanakan pengembangan profesiya, namun lagi-lagi tidak ada bukti tertulis

yang terdokumensi yang harus disampaikan waktu akan mengusulkan kenaikan

pangkat.

Pada waktu melihat prestasi siswanya rendah guru sudah berpikir bagaimana cara

mengatasinya. Untuk itu, berdasarkan hasil diklat yang diikutinya, mereka ingin

mencoba menerapkan melalui penelitian. Apakah hasil belajar siswa yang diajar

dengan metode belajar yang selama ini dilakukan lebih jelek dibandingkan

dengan metode baru yang diperoleh waktu diklat. Untuk mencoba guru tersebut

tidak memahami jenis penelitian apa yang tepat digunakan untuk mengatasi

masalah itu? Guru belum semua menguasai berbagai jenis penelitian. Jenis

penelitian yang sering digunakan guru dalam mengatasi masalah pembelajaran

adalah penelitian tindakan kelas, penelitian deskriptif, penelitian korelasional,

dan penelitian eksperimen. Jenis pendekatan penelitian yang paling tepat untuk

Page 4: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

merealisasi kegiatan guru dalam membandingkan dua metode pembelajaran

terhadap hasil belajar adalah melalui penelitian eksperimen.

Apakah penelitian eksperimen itu? Apa tujuannya? Bagaimana cara melakukan

yang benar? Bagaimana menulis laporan hasil penelitiannya agar memenuhi

syarat dan dapat nilai kreditnya?. Marilah kita belajar bersama untuk memahami

dan kemudian melaksanakan secara hati-hati dan terarah.

Penelitian eksperimen (Experimental Research) kegiatan penelitian yang

bertujuan untuk menilai pengaruh suatu perlakuan/tindakan/treatment

pendidikan terhadap tingkah laku siswa ata menguji hipotesis tentang ada-

tidaknya pengaruh tindakan itu bila dibandingkan dengan tindakan lain.

Berdasarkan hal tersebut maka tujuan umum penelitian eksperimen adalah untuk

meneliti pengaruh dari suatu perlakuan tertentu terhadap gejala suatu kelompok

tertentu dibanding dengan kelompok lain yang menggunakan perlakuan yang

berbeda. Misalnya, suatu eksperimen dimaksudkan untuk menilai/membuktikan

pengaruh perlakuan pendidikan (pembelajaran dengan metode pemecahan soal)

terhadap prestasi belajar matematika pada siswa SMU atau untuk menguji

hipotesis tentang ada-tidaknya pengaruh perlakuan tersebut bila dibandingkan

dengan metode pemahaman konsep. Tindakan di dalam eksperimen disebut

treatment, dan diartikan sebagai semua tindakan, semua variasi atau pemberian

kondisi yang akan dinilai/diketahui pengaruhnya. Sedangkan yang dimaksud

dengan menilai tidak terbatas pada mengukur atau melakukan deskripsi atas

pengaruh treatment yang dicobakan tetapi juga ingin menguji sampai seberapa

besar tingkat signifikansinya (kebermaknaan atau berarti tidaknya) pengaruh

tersebut bila dibandingkan dengan kelompok yang sama tetapi diberi perlakuan

yang berbeda.

Apakah perlu kelompok pembanding? Marilah kita renungkan jawaban ini.

Proses yang disebabkan oleh satu macam tindakan/perlakuan, kita tidak pernah

dapat menyatakan bahwa tindakan dan proses itu menghasilkan sesuatu yang

lebih baik, kurang baik, dan kita baru dapat menyatakan kalau sudah

dibandingkan dengan yang lain. Dari suatu tindakan kita hanya dapat

Page 5: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

menyatakan bahwa proses begini dan begitu itu akan menimbulkan gejala yang

begini atau begitu. Gejala itu baru dapat dikatakan lebih baik jika gejala lain jadi

ukuran sebagai pembanding. Karena itu dalam suatu eksperimen ilmiah dituntut

sedikitnya dua grup, yang satu ditugaskan sebagai grup pembanding (control

group), sedang grup yang satu lagi sebagai grup yang dibandingkan

(experimental group).

Bagaimana cara melaksanakan jenis penelitian eksperimen ini ?. Untuk

melaksanakan suatu eksperimen yang baik, kita perlu memahami terlebih dahulu

segala sesuatu yang berkait dengan komponen-komponen eksperimen. Baik

yang berkaitan dengan pola-pola eksperimen (design experimental), maupun

penentuan kelompok eksperimen dan kontrol, bagaimana kondisi kedua

kelompok sebelum eksperimen dilaksanakan, cara pelaksanaannya, kesesatan-

kesesatan yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen, cara pengumpulan data,

dan teknik analisis statistik yang tepat digunakan. Hal itu semua, para guru

dapat mempelajari, mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan penelitian itu,

tanpa meninggalkan tugas sehari-hari di kelas.

B. MEMPERSIAPKAN EKSPERIMEN

Marilah kita mempersiapkan penelitian eksperimen secara baik. Sebelum peneliti

melaksanakan treatment/perlakuan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Sebagai ilustrasi seorang guru akan mengadakan percobaan tentang keampuhan

dua metode mengajar dalam bidang Matematika, Mana di antara dua macam

metode yang dapat memberikan prestasi belajar lebih baik (metode pemahaman

konsep atau metode pemecahan soal). Karena, ditemukan selama guru

menggunakan metode pemahaman konsep prestasi belajar siswanya belum

menggembirakan.

1. Langkah awal dijumpai ada problem terhadap prestasi belajar matematika

yang selama ini diajarkan melalui metode pemahaman konsep. Seorang

guru matematika waktu mengikuti diklat mendapat metode baru yaitu

metode pemecahan soal“ muncul pertanyaan: manakah di antara dua

Page 6: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

metode pembelajaran Matematika yang dapat menumbuhkan prestasi

belajar lebih baik?.

2. Tujuannya: Untuk mengetahui apakah metode pemecahan soal lebih baik

dalam mengembangkan kecakapan matematika dibandingkan dengan

pemahaman konsep (Untuk mengetahui pengaruh metode pemecahan soal

terhadap prestasi belajar matematika). Guru juga dapat mengetahui sikap

siswa terhadap metode pembelajaran tersebut.

3. Langkah berikutnya, mencari dasar teori yang berkaitan dengan variabel

penelitian (metode pembelajaran pemecahan soal dan pemahaman

konsep, serta prestasi belajar). Diupayakan adanya kerangka pemikiran

yang mengarah pada simpulan bahwa metode pemecahan soal lebih baik

dalam menanamkan pemahaman matematika dibandingkan dengan

metode pemahaman konsep.

4. Selanjutnya, perlu dikemukakan hipotesisnya: “Metode pemecahan soal

lebih baik dibandingkan metode pemahaman konsep dalam meningkatkan

prestasi belajar matematika”. Hipotesis ini diperlukan untuk pedoman

peneliti dalam merancang lebih lanjut..

5. Langkah awal bagian metode penelitian adalah melakukan pengukuran

kepada dua kelompok yang siswanya mempunyai kesamaan kemampuan

/IQ dalam matematika. Dari dua kelompok yang sudah mempunyai

kesamaan itu dipilih secara random untuk menentukan mana kelompok

kontrol dan mana yang akan ditugaskan sebagai kelompok eksperimen.

6. Menentukan siapa guru yang akan ditugasi untuk mengajar pada masing-

masing kelopok tersebut. Bilamana telah mendapatkan guru yang

memiliki kualitas yang sama, dipilih secara random untuk ditugaskan ke

kelompok eksperimen/kontrol. Kalau gurunya sama/satu orang, wajib

menjaga obyektivitas dalam menerapkan kedua metode tersebut.

7. Persiapkan materi ajar dan rincian tindakan yang akan dilakukan pada

metode yang telah ditetapkan untuk kedua kelompok tersebut.

Page 7: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

Sesudah memahami langkah-langkah tersebut, kita perlu melihat kembali hal

hal mendasar yang perlu diperhatikan sebelum eksperimen dilakukan. Kalau

semua komponen tersebut sudah dipersiapkan dengan baik dan lengkap

barulah mencoba menyusun rancangan/desain eksperimennya.

C. FAKTOR YANG PERLU DIKONTROL

Sebelum eksperimen dilaksanakan ada berbagai faktor, variable, serta kondisi

apa saja yang berkaitan dengan kegiatan eksperimen perlu diperhatikan. Hal

ini untuk mengantisipasi adanya perbedaan sesudah eksperimen itu benar-

benar disebabkan oleh metode bukan karena faktor lain. Faktor-faktor yang

perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut :

a) Latar belakang kebudayaan. Pelajar yang mempunyai kebudayaan yang

berbeda besar kemungkinan mempunyai sifat dan kebiasaan yang berbeda

pula. Untuk itu perlu diperhatian agar adanya perbedaan bukan karena

faktor ini tetapi faktor metode mengajarnya. Ada siswa yang setiap hari

selalu belajar bersama dengan kakak-kakaknya, mengikuti pelajaran

tambahan setiap sore.

b) Dasar matematika; Sebelum eksperimen dimulai siswa masing-masing

kelas/kelompok perlu diseimbangkan agar tidak terjadi salah satu kelas

terdiri atas siswa yang pandai sedang lainnya terdiri atas siswa yang

sedang dan kurang pandai. Sehingga adanya perbedaan hasil akhir

eksperimen bukan disebabkan oleh metode mengajar tetapi oleh kondisi

siswa yang berbeda.

c) Ruangan kelas. Ruangan kelas kedua calon kelompok eksperimen dan

control itu harus dibuat sedemikian sehingga tidak ada perbedaan

kebisingan, kepengapan, ventilasi, serta tata ruang lainnya.

d) Waktu belajar: Perlu diperhatikan waktu berlangsungnya jam pelajaran,

tidak diperkenankan kelompok eksperimen (E) masuk pagi kelompok

control (K) masuk sore atau sebaliknya.Jika kelas E masuk pagi, kelas K

harus masuk pagi, kalau kelas E masuk jam 8.00 kelas K tidak boleh

Page 8: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

masuk jam 12.00, sehingga hasil eksperimen dikotori oleh faktor masuk

sekolah. Jumlah jam kedua kelas/kelompok harus sama

e) Cara mengajar : Metode-metode yang akan dicobakan harus ditetapkan

dan dirancang lebih dahulu serta dijalankan secara tertib dan benar. Cara

guru mengajar harus sesuai dengan pola yang ditetapkan dalam desain

eksperimen yang dipersiapkan.

f) Guru/pengajar : Latar belakang pendidikan, serta pengalaman mengajar di

upayakan mempunyai derajat yang seimbang. Demikian tingkat

kedisiplinan maupun kemampuannya.

g) Lain-lain : walaupun peneliti sudah berupaya mengendalikan variable non

eksperimen agar tidak memengaruhi hasil eksperimen, namun sering

dijumpai adanya kejadian yang sulit dikontrol dan diprediksi, misalnya:

tiba-tiba dijumpai adanya anak yang suka mengganggu jalannya pelajaran,

sehingga memengaruhi temannya untuk tidak disiplin, atau terganggu

konsentrasinya akibat ulah satu atau beberapa temannya. Dapat terjadi

pula adanya pemberian bimbingan belajar di luar jam pelajaran, baik oleh

anggota keluarga atau yang lain..

Perlu disadari bahwa sebenarnya banyak sekali faktor yang mungkin dapat

berpengaruh terhadap eksperimen. Oleh karena itu, peneliti eksperimen perlu

hati-hati pada setiap langkah agar selalu memperhatikan adanya kemungkinan

timbulnya kesesatan, dan ada upaya untuk mengendalikan.

D. KESESATAN DALAM EKSPERIMEN

Segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi, keadaan, faktor, perlakuan,

atau tindakan yang diperkirakan dapat memengaruhi hasil eksperimen disebut

variable. Dalam eksperimen selalu dibedakan adanya variable-variabel yang

berkaitan secara langsung diberlakukan untuk mengetahui suatu keadaan

tertentu dan diharapkan mendapatkan dampak/akibat dari eksperimen sering

disebut variabel eksperimental atau treatment variable, dan variable yang

tidak dengan sengaja dilakukan tetapi dapat memengaruhi hasil eksperimen

disebut variabel noneksperimental. Variabel eksperimental adalah kondisi

Page 9: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

yang hendak diteliti bagaimana pengaruhnya terhadap suatu gejala. Untuk

mengetahui pengaruh varibel itu, kedua kelompok , yaitu kelompok

eksperimental dan kontrol dikenakan variabel eksperimen yang berbeda (

misalnya metode pemecahan soal untuk kelompok eksperimen dan metode

pemahaman konsep untuk kelompok control) atau yang bervariasi.

Variabel noneksperimental sebagian dapat dikontrol, baik untuk kelompok

eksperimen maupun kelompok kontrol. Ini disebut variabel yang dikontrol

atau controlled variabel. Akan tetapi sebagian lagi dari variabel non-

eksperimen ada di luar kekuasaan eksperimen untuk dikontrol atau

dikendalikan. Ini disebut variabel ekstrane atau extraneous variabel. Dalam

setiap eksperimen, hasil yang berbeda pada kelompok eksperimen dan kontrol

sebagian disebabkan oleh variabel eksperimental dan sebagian lagi karena

pengaruh variabel ekstrane. Oleh karena itu, setiap guru yang akan melakukan

eksperimen harus memprediksi akan munculnya variabel pengganggu ini.

Adanya perbedaan hasil eksperimen yang dilakukan oleh peneliti/guru/

pengawas dari kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, bukan secara

mutlak disebabkan tindakan yang diberikan, tetapi sebagian lagi karena

adanya variable luar/ekstrane yang ikut memengaruhinya. Besar kecilnya

pengaruh variable ekstrane yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan

dengan yang diobservasi dalam hasil eksperimen disebut kesesatan atau

errors. Dalam eksperimen dapat dijumpai adanya dua jenis kesesatan yaitu :

(1) Kesesatan konstan, dan (2) Kesesatan tidak konstan (kesesatan

kompensatoris). Kesesatan konstan merupakan pengaruh akibat variable

ekstrane, yang selalu ada dalam setiap eksperimen. Variabel ini tidak dapat

diketahui, tidak dapat diukur dan sulit untuk dikendalikan, serta tidak mudah

untuk diperhitungkan dan dipisahkan dengan perbedaan hasil yang

ditimbulkan oleh variable eksperimen. Sebagai contoh dari kesesatan konstan

adalah sebagai berikut:

Page 10: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

Suatu penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetahui pengaruh suatu

metode (pemecahan soal) terhadap prestasi belajar matematika. Prosedur

eksperimen telah dilaksanakan sesuai dengan metodologis yang benar, maka

peneliti berkeyakinan bahwa adanya perbedaan hasil belajar siswa nanti

secara mutlak dipengaruhi oleh baiknya metode yang dilakukan. Ia tidak

menyadari adanya berbagai variable yang mungkin dapat mengganggu proses

dan hasil eksperimen. Variabel pengganggu kesesatan konstan; misalnya

pada kelompok kontrol terdapat anak-anak/siswa yang pada sore hari ikut

pelajaran tambahan/privat. Di samping itu, banyak orang tua/keluarga yang

peduli sekali terhadap waktu dan kedisiplinan belajar anaknya, sehingga anak

itu selalu diawasi orang tuanya. Ditinjau dari segi guru yang mengajar di

kelompok kontrol mempunyai kecakapan mengajar, penguasaan bahan ajar,

kepribadian, dan pendekatan kepada siswa sangat bagus. Alat untuk mengukur

kemampuan siswa baru mampu mengukur sebagian dari kecakapan dan materi

yang diajarkan. Variabel-variabel tersebut merupakan variable luar/ekstrane

yang sulit diperhitungkan, sulit dikendalikan, sehingga disinilah muncul

adanya kesesatan konstan.

Dengan adanya kesesatan itu, akibatnya setelah data akhir eksperimen

diperoleh dan dianalisis terjadi tidak adanya perbedaan antara hasil belajar

matematika bagi siswa kelompok eksperimen yang diberi perlakukan metode

A (pemecahan soal) dengan kelompok kontrol yang menggunakan metode B

(pemahaman konsep). Mengapa hal ini terjadi ? Pada hal secara teori jelas

bahwa metode pemecahan soal lebih baik dibandingkan dengan metode

pemahaman konsep. Apa jawabannya? Hal ini terjadi karena banyaknya

variabel luar/ekstrane yang muncul pada suatu kelompok tertentu pada saat

waktu pelaksanaan eksperimen. Jadi hasil belajar pada siswa kelompok

kontrol telah dicemar oleh varibel ekstrane yang peneliti tidak mampu

memperhitungkan. Pada hal kalau eksperimen berjalan dengan mulus tanpa

banyak dipengaruhi variable yang menyesatkan, besar kemungkinan metode

Page 11: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

yang dicobakan pada kelompok eksperimen akan mampu memberikan hasil

belajar yang lebih baik.

Kemudian, tindakan apa yang sebaiknya dilakukan guru yang akan melakukan

eksperimen? Perlu mempersiapkan secara maksimal berbagai komponen

yang berkaitan dengan metode yang akan dieksperimenkan pada bidang

materi pelajaran tertentu, baik yang berkaitan dengan metode pembelajaran

yang akan ditreatmenkan/diperlakukan, materi pelajaran, guru pelakasana

tindakan, siswa yang dikenai tindakan, kondisi/situasi kelas, lingkungan

belajar, maupun komponen lain yang mungkin dapat memengaruhi hasil

eksperimen. Selama proses kegiatan ekperimen berlangsung, peneliti perlu

memperhatikan adanya variabel lain yang dimungkinkan akan dapat

mengganggu. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi munculnya variabel luar

yang dapat menyesatkan hasil eksperimen.

Kemudian, apa yang dimaksud dengan kesesatan tidak konstan itu?

Kesesatan tidak konstan adalah kesesatan yang terjadi pada satu atau beberapa

kelompok dalam suatu eksperimen, tetapi tidak terjadi pada satu kelompok

lain. Kesesatan pada jenis ini ada kemungkinan untuk dapat diperhatikan atau

dikendalikan pada waktu mempersiapkan eksperimen, atau menentukan pola

eksperimen. Kesesatan tipe ini dapat dibedakan kedalam tiga jenis, yaitu:

1). Kesesatan tipe S (Subyek).

2). Kesesatan tipe G (Grup), dan

3). Kesesatan tipe R (Replikasi).

Untuk mendapatkn pemahaman tentang beberpa tipe kesesatan tersebut di atas

berikut ini disampaikan penjelasan singkatnya.

1) Kesesaatan Tipe S

Ciri khusus dari kesesatan adalah adanya fluktuasi subjeks sampling pada

suatu penugasan subjek ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok

pembanding/kontrol pada suatu eksperimen. Kejadian ini kemungkinan

muncul karena dalam salah satu atau kedua kelompok itu terhimpun

Page 12: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

beberapa orang dalam segi perimbangan menguntungkan salah satu dari

kelompok. Misalnya, dalam suatu eksperimen yang ingin diketahui

pengaruh metode terhadap hasil belajar matematika pada suatu kelas di

sekolah dasar, mungkin sekali secara kebetulan pada kelas pembanding

terhimpun siswa yang memiliki IQ yang tinggi dan rajin belajar.Setelah

proses eksperimen berakhir, diadakan tes kepada kedua kedua kelompok

secara bersamaan. Setelah diadakan analisis statistik dengan menggunakan

uji t diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh antara

metode A dan metode B terhadap hasil belajar matematika pada siswa

kelas tertentu pada SD tersebut. Mengapa demikian? Hal ini dapat

disebabkan hasil belajar dari kedua kelompok eksperimen (kontrol dan

eksperimen) bukan disebabkan oleh pengaruh metode, tetapi karena

adanya perbedaan subyek (S) yang ditugasi pada kedua kelompok

tersebut. Maka dalam pelaksanaan eksperimen, distribusi subyek yang

akan ditugasi pada kelompok-kelompok eksperimen harus diseimbangkan,

hal ini agar mendapatkan perhatian bagi para peneliti eksperimen

pembelajaran.

2) Kesesatan Tipe G

Pada suatu eksperimen dapat terjadi adanya variabel-variabel luar yang

mempengaruhi satu atau beberapa kelompok siswa dalam suatu kegiatan

eksperimen, tetapi tidak menyangkut seluruh kelompok yang digunakan.

Dalam suatu eksperimen bidang pembelajaran seorang guru yang ditugasi

untuk mengajar dengan metode CTL (eksperimen), sedemikian baiknya

sehingga memberikan pengaruh yang sangat sistematis terhadap prestasi

belajar siswa, dan sebaliknya di kelas lain, diajar oleh guru yang kurang

mempunyai motivasi mengajar, kurang menguasai bahan ajar, dan bahkan

kurang disiplin. Demikian pula kalau dalam suatu kelompok eksperimen

terdapat siswa yang nakal, dan sering mengganggu teman waktu pelajaran

sedang berlangsung, akan mempengaruhi hasil eksperimen pada kelas

tersebut. Kalau hal ini terjadi maka kesesatan tipe G telah memengaruhi

eksperimen, dan hasil eksperimen tersebut akan tercemari.

Page 13: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

3) Kesesatan Tipe R

Ada pola eksperimen yang dilakukan terhadap beberapa eksperimen yang

dilakukan secara serentak dengan menggunakan sample dari bermacam-

macam sub-populasi. Pada eksperimen tersebut disebut Replikasi.

Berdasarkan pada istilah inilah kesesatan tipe R ini muncul.

Pada eksperimen-eksperimen yang menggunakan metode mengajar yang

dilakukan beberapa kali umumnya dikerjakan seorang guru. Akan tetapi,

guru lain juga dapat mereplika (mengulangi dalam keadaan yang sama)

setelah memahami apa yang dilakukan oleh guru sebelumnya. Kesesatan

tipe R ini terjadi bilamana variabel luar memberikan pengaruh secara

sistematis terhadap satu replikasi, tetapi tidak memberikan pengaruh pada

replikasi yang lain. Metode mengajar yang pernah diberikan sebelumnya

mungkin memberikan landasan yang sangat menguntungkan bagi metode

yang sedang dicobakan, dan tidak demikian halnya yang ada pada kondisi

sebaliknya. Metode yang akan dicobakan ternyata sudah biasa diberikan,

sehingga siswa pada sekolah itu akan mendapatkan prestasi belajar yang

lebih baik daripada sekiranya mereka diajarkan dengan metode lain. Kalau

eksperimen ini dilaksanakan pada suatu sekolah, maka perbedaan

pengaruh variabel yang diobservasi dapat dianggap bebas dari kesesatan R

itu. Tetapi kalau ditinjau dari segi banyaknya replikasi pada suatu

eksperimen yang diadakan di beberapa sekolah, mungkin terjadi kesesatan

tipe ini dan berpengaruh terhadap rerata dari variabel yang

dieksperimenkan.

E PELAKSANAAN EKSPERIMEN

Sesudah mempersiapkan desain/rancangan eksperimen serta berusaha

mengantisipasi berbagai kesesatan yang mungkin dapat mengganggu

pelaksanaan dan hasil eksperimen, maka apa yang harus dilakukan agar

eksperimen terssebut dapat berjalan dengan baik? Namun, sebelum ke

pelaksanaannya perlu dikaji ulang, apakah materi yang akan diajarkan sudah

disiapkan dengan baik? Apakah kedua kelompok eksperimen sudah

Page 14: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

dipersiapkan sesuai prosedur penelitian eksperimen? Dan, guru yang akan

melaksanakan sudah dipersiapkan secara memadai dan memiliki kualitas yang

seimbang? Kalau semuanya sudah dikaji barulah kita memperhatikan langkah

berikut ini:

1. Selama 4 bulan (kalau ini rencana eksperimennya) kelompok A sebagai

kelompok eksperimen diberikan materi yang sama dengan kelompok

kontrol. Sedangkan metode pembelajaran yang digunakan berbeda.

Kelompok A dengan metode pemecahan soal, sedangkan kelompok B

dengan metode pemahaman konsep (umpama ini yang direncanakan).

2. Selama pelaksanaan eksperimen diupayakan semaksimal mungkin agar

kesesatan tidak timbul terutama kesesatan yang tidak konstan, baik siswa

maupun guru pelaksana, agar tidak mengganggu hasil eksperimen.

3. Selama eksperimen perlu diamati semua perubahan yang terjadi

berdasarkan pedoman observasi yang telah dipersiapkan, misalnya aspek

perhatian siswa, keberanian siswa berpendapat, kondisi kelas, kedisiplinan

siswa dan lain-lain.

4. Sesudah waktu eksperimen selesai (sesudah 4 bulan), diadakan tes akhir

eksperimen. Jenis tes, materi tes serta waktu pelaksanaan tes yang

diberikan pada kelompok eksperimen dan kontrol harus sama.

5. Sesudah data dikoreksi dan dianggap lengkap, ditabulasi dan diskripsikan

sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang sudah disusun dari kedua

kelompok tersebut dianalisis dengan statistik uji t. Kalau kesimpulan

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, maka perlu dilihat mana

Meannya yang lebih besar itulah yang lebih efektif/baik. Kalau Mean pada

kelompok eksperimen lebih baik, maka dapat disimpulkan bahwa metode

pemecahan soal lebih efektif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar

matematika yang berarti hipotesis kerjanya diterima.

Bagaimana kalau hasil eksperimen ternyata menolak hipotesis kerja?

Apakah penelitian itu kemudian tidak berarti dan tidak dapat diajukan untuk

mendapatkan kredit pengembangan profesi? Kalau diajukan apakah tidak

dapat dinilai sehingga hasil penelitian itu tidak bermanfaat? Kita tidak bisa

Page 15: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

langsung menjawab ya atau tidak. Perlu dikaji secara hati-hati dengan

menggunakan dasar berpikir ilmiah/logika. Coba marilah kita diperhatikan

beberapa asumsi berikut untuk direnungkan:

1) Dasar penyusunan hipotesis apakah sudah menggunakan dasar teori serta

temuan ilmiah yang relevan? Jawabannya sudah, kalau sudah kita ke

alur berikutnya.

2) Bilamana riset itu merupakan penelitian eksperimen, apakah persiapan

eksperimen sudah dilakukan secara ilmiah menurut dasar-dasar penelitian

eksperimen? Jawabannya sudah; baik yang menyangkut penetapan kedua

kelompok kontrol dan eksperimen), maupun penetapan pelaksana

eksperimen. Kalau sudah, marilah ke pertanyaan berikutnya.

3) Kalau demikian, apakah kondisi-kondisi pada kedua kelompok

eksperimen tersebut sudah diperhatikan dengan baik dan seimbang?

Jawabannya sudah, waktu masuk sekolah, lingkungan kelas, peralatan/

alat peraga serta bahan ajar yang akan diberikan dan komponen lain yang

terkait. Kalau demikian perlu kita lanjut ke pertanyaan selanjutnya.

4) Penyebabnya ada kemungkinan peneliti kurang memperhatikan adanya

kesesatan tidak konstan yang ditimbulkan dari berbagai aspek, misalnya

adanya siswa yang sering mengganggu salah satu kelompok eksperimen,

atau adanya tindakan guru pelaksana eksperimen/kontrol yang kurang

serius dalam bertugas, atau di suatu kelas terhimpun siswa yang memiliki

dasar kuat yang berkaitan dengan materi pelajaran yang dieksperimenkan.

Misalnya pelajaran matematika, di suatu kelas terhimpun siswa yang

IQnya bagus-bagus dan tidak demikian pada kelas yang lain. Kalau hal ini

jawabannya tidak dan masalah itu sudah diperhatikan serta sudah

dilaksanakan guru pelaku eksperimen/peneliti, maka peneliti perlu

mengajukan pertanyaan berikutnya.

5) Kemungkinan peneliti waktu menyusun alat evaluasi belajar hasil

eksperimen tidak memperhatikan tingkat validitas dan reliabilitasnya.

Artinya ketepatan dan ketelitian alat evaluasinya tidak terpenuhi, atau

tingkat keterandalannya belum diperhatikan, belum mencakup seluruh

Page 16: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

materi pelajaran. Atau, waktu pelaksanaan evaluasi/tes akhir tidak

dilakukan bersamaan, sehingga siswa pada salah satu kelas mendapatkan

bocoran dari kelas lain. Kalau jawabannya juga tidak, maka lanjutkan ke

pertanyaan yang ke-6.

6) Jika demikian ada kemungkinan cara analisis datanya tidak tepat, tidak

mengikuti teknik analisis statistik eksperimen sesuai dengan pola yang

digunakan. Mulai koreksi hasil post test/evaluasi akhir, tabulasi sampai

penggunaan pada analisis dengan teknik statistiknya harus benar,

kesalahan tanda koma saja dapat mengakibatkan dari ada perbedaan

menjadi tidak ada atau sebaliknya. Bilamana hal ini juga sudah

dilakasanakan dengan statistik dan prosedur analisis yang tepat dan

hati-hati oleh peneliti. maka tinggal kemungkinan/ alternative atau asumsi

terakhir.

7) Kalau keenam hal di atas sudah dilaksanakan dengan baik, hati-hati dan

juga tidak melakukan penyimpangan, maka kemungkinan terakhir yaitu

adanya kesesatan konstan yang tidak mungkin peneliti mampu untuk

mengatasi/ menghilangkan, tetapi peneliti juga tidak mencoba mengurangi

kesesatan ini Kondisi itu misalnya, pada salah satu kelompok sebagian

besar siswa pada sore hari mengikuti les tambahan, banyak dibimbing

saudara/orang tuanya pada malam hari, budaya disiplin belajar telah

tertanam pada sebagian siswa, alat/media belajar lengkap atau sebaliknya

pada kelompok lain banyak anak yang malas belajar dan faktor lain yang

dapat berpengaruh terhadap hasil belajar.

Untuk itu, bilamana hasil penelitiannya menolak hipotesis dan peneliti mampu

memberi alasan/bahasan yang logis dan argumentasi yang jelas, dan kuat

maka hasil penelitian tersebut tetap dapat diajukan dan bahkan mungkin

mempunyai nilai/kredit atau dapat diusulkan/diajukan untuk kenaikan jabatan/

pangkat pengembangan profesi. Justru kalau hasil penelitian menolak,

hipotesisnya dibangun dengan mempunyai dasar kuat dan data lapangan yang

dihasilkan secara faktual memang mendukung adanya, maka akan dapat

menumbuhkan pemikiran baru, konsep baru yang dapat mengarah ke

Page 17: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

pembentukan teori baru kalau penelitian lanjutan untuk memperkuat hasil

penelitian tersebut dilakukan. Akibatnya, diperolehnya konsep baru, preposisi

baru akan dapat mengembangkan teori baru dan meninggalkan teori lama.

Memang jarang dijumpai adanya peneliti yang demikian atau peneliti tidak

berani menyampaikan hasil penelitiannya bilamana hasil analisis tidak

menerima hipotesis kerjanya, karena peneliti belum mampu memberikan

alasan yang mendasar atas ditolaknya hipotesis tersebut.

Sesudah memahami bagaimana mempersiapkan/menyusun rancangan

eksperimen, melaksanakan serta faktor apa yang harus dikendalikan agar tidak

mengganggu hasil eksperimen, perlu mempelajari beberapa jenis eksperimen

mana yang paling sesuai bagi guru yang akan mencoba metode pembelajaran

dalam upaya memperbaiki hasil belajar siswa. Dipersilahkan membaca bagian

selanjutnya.

F. DESAIN EKSPERIMEN

Apakah desain eksperimen itu? Desain eksperimen adalah suatu rancangan

percobaan dengan setiap langkah tindakan yang terdefinisikan, sehingga

informasi yang berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang

akan diteliti dapat dikumpulkan secara faktual. Dengan kata lain, desain

sebuah eksperimen merupakan langka-langkah lengkap yang perlu diambil

jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan

dapat diperoleh sehingga akan membawa ke analisis obyektif dan kesimpulan

yang berlaku dan tepat menjawab persoalan yang dibahas.

Untuk meneliti pengaruh metode pemecahan soal terhadap prestasi belajar

matematika, misalnya, maka perlu dipersiapkan rancangan/proposal

penelitian. Untuk itu, perlu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:

a. Persoalan apa yang menjadi pusat perhatian peneliti sehingga harus

melakukan penelitian dengan penelitian eksperimen?

b. Bagaimana mempersiapkan kelompok eksperimen dan kontrol?

c. Karakteristik metode pembelajaran yang akan dibandingkan?

Page 18: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

d. Variabel tergantung (dependent) apa yang menjadi pusat perhatian peneliti

dan apa instrumen pengukurnya?

e. Apa teori dasar yang harus dipersiapkan?

f. Berapa lama eksperimen akan dilakukan?

g. Metode analisis apa yang tepat digunakan?

h. Bagaimana mengurangi kesesatan pada kedua kelompok?

Pertanyaan di atas memberi gambaran bahwa suatu desain untuk mengerjakan

suatu eksperimen perlu dipikirkan selengkap dan serinci mungkin.agar dapat

dipakai pegangan dalam pelaksanaannya.

Dalam penelitian eksperimen kita tidak terkonsentrasi pada satu jenis desain/

pola eksperimen saja, ada tiga desain yang disajikan, guru dapat memilih

alternatif mana yang paling tepat untuk mencoba suatu tindakan tertentu

bilamana kondisi siawa/kelas/sekolah mengalami masalah. Setiap pola/desain

eksperimen mempunyai kelemahan dan kebaikannya, namun peneliti harus

mampu memilih desain eksperimen yang dapat dilaksanakan dan paling

minim mengandung resiko kelemahan.

Sebenarnya lebih dari 8 (delapan)desain eksperimen yang dapat kita pelajari,

namun berikut ini hanya disampaikan beberapa desain eksperimen yang sering

digunakan guru dalam memperbaiki hasil belajar siswa, yaitu:

1) Treatments by Levels Designs,

2) Treatment by Groups Designs, dan

3) Matched Subjects Designs

Untuk mendapatkan gambaran yang agak jelas berikut ini diuraikan secara

singkat ketiga desain eksperimen tersebut.

1. Treatment by Levels Designs.

Desain ini memberikan dasar-dasar pengamatan stratifikasi yang lebih

baik. Kita sadari bahwa pada setiap kelompok/kelas selalu dijumpai

adanya siswa yang masuk kelompok tinggi dan rendah, ada anak-anak

yang pandai dan kurang pandai, maka melalui desain ini stratifikasi itu

perlu mendapat perhatian dalam menentukan kelompok kontrol dan

Page 19: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

eksperimen. Kondisi semacam ini dalam pelaksanaan suatu eksperimen

perlu diperhatikan agar tidak banyak mengganggu hasil akhir eksperimen.

Untuk itu, dalam persiapan eksperimen, peneliti harus menentukan dua

kelompok yang di dalamnya terdistribusi siswa yang berkemampuan yang

seimbang. Walupun demikian bukan berarti bahwa desain ini sudah

terbebas dari kesesatan, masih juga dapat terjadi bilamana tidak

memperhatikan pelaksana/guru pelaku tindakan baik di kelompok

eksperimen atau di kelompok kontrol. Pengulangan juga terjadi kalau

tidak diperhatikan kemungkinan pengulangan metode pada kedua

kelompok itu. Disamping itu, juga perlu diperhatikan variabel lain yang

dapat berpengaruh terhadap hasil eksperimen, maka persiapan perlu

dilakukan sebaik-baiknya.

1. Matched Group Designs

Desain eksperimen ini merupakan desain yang paling banyak digunakan

para guru dalam menguji keampuhan suatu metode pembelajaran

dibandingkan metode lain. Data untuk persiapan dengan desain

eksperimen ini dapat diperoleh dari dokumen atau memberikan pretest

kepada siswa yang akan dijadikan subyek penelitian. Persoalan pokok

yang perlu dipikirkan lebih awal pada grup matching adalah faktor-faktor

yang harus diseimbangkan agar grup-grup yang mengikuti eksperimen

dapat berjalan pada kondisi eksperimental tanpa dipengaruhi faktor

ekstrane. Prinsipnya semua faktor yang dipandang dapat

memengaruhi/mengotori pengaruh tindakan/treatment harus di-

matched/jodohkan sebelum tindakan atau eksperimen dilakukan. Misalnya

prestasi belajar, dan inteligensi dipandang akan berpengaruh pada hasil

eksperimen, maka kedua faktor itu harus di-matched.

Cara melakukan matching dapat melakukan dengan menguji perbedaan

grup-grup yang dicoba akan menjadi kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol dengan analisis t-test. Bilamana ada perbedaan antara kedua

kelompok itu eksperimen tidak dapat diteruskan, berarti kedua kelompok

itu harus menujukkan adanya kesamaan.

Page 20: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

2. Matched Subjects Designs

Desain ini berlandaskan pada adanya matched subjects pada dua

kelompok yang dipersiapkan untuk eksperimen. Pada matched groups,

yang dipakai dasar adalah menjodohkan kedua kelompok itu dengan

perhitungan seluruh subyek yang ada pada tiap kelompok, sedang

matched subjects yang dijodohkan tiap-tiap subyek pada kelompok

yang satu dengan subyek pada kelompok yang lain. Pada matched subjects

dapat dijodohkan dengan system: a) nominal pairing, b) ordinal piring,

atau c) combined pairing. Nominal pairing yang dipasang-pasangkan

umpama jenis kelamin, jenis pekerjaan orang tua, sedang orninal pairing

yang dipasang-pasangkan adalah intelegensi, prestasi belajar, atau tingkat

pendidikan, Pada pelaksanaannya sangat tergantung pada pelaku

eksperimen, sistem apa yang akan dipakai.

Desain ini mempunyai kepekaan (sensitivitas) yang lebih tinggi

dibandingkan dengan desain lainnya dalam mendeteksi perbedaan

pengaruh tindakan/treatment, apalagi kalau mampu memperhatikan faktor-

faktor lain yang dapat mencemari hasil eksperimen.

G. LAPORAN PENELITIAN

Kegiatan paling akhir dan sering tertunda-tunda serta menjemukan adalah

menyusun laporan hasil penelitian. Agar tidak tertunda dan tetap segar untuk

menyusun laporan dapat dimulai sejak peneliti melaksanakan kegiatan

eksperimennya. Apa yang harus ditulis awal, penelitiannya saja baru mulai?

Kalau kita memperhatikan materi yang akan ditulis pada laporan hasil

penelitian itu, harus ingat pada rancangan/proposal penelitian yang sudah

disusun awal. Rancangan penelitian yang sudah lengkap dan terstruktur secara

sistematis, akan memberikan bahan dasar laporan yang sangat berharga dan

mengurangi beban waktu penyusunan laporan. Tiga bab dari lima bab pada

laporan sudah ada di rancangan/proposal penelitian, walaupun masih perlu

dipertajam, disempurnakan dan dilengkapi sesuai dengan apa yang akan

dilaksaknakan peneliti. Maka sambil melaksanakan eksperimen guru/peneliti

Page 21: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

dapat mengawali menyusun laporan pada bab pendahuluan, kajian teori dan

pustaka, serta bab metode penelitiannya.

Bab atau bagian baru dan lebih membutuhkan pemikiran dan belum ada di

proposal adalah bab IV yang menyajikan hasil penelitian dan pembahasan.

Bab ini baru dapat ditulis kalau kegiatan pengumpulan data, kegiatan

eksperimennya sudah selesai. Semua data dari proses sampai hasil akhir

eksperimen harus disajikan pada bagian ini. Cara menyajikan dapat dalam

bentuk tabel, grafik, skema atau bagan, dan bertujuan untuk mempermudah

pembaca memahmi makna yang disampaikan peneliti. Hasil analisis data

didasarkan pada hasil yang diperoleh dari tes materi pelajaran serta angket

pada ahkir pelajaran/eksperimen.

Untuk menyusun laporan penelitian, guru diharapkan memahami sistematika

penulisan yang sudah ditetapkan, seperti yang terlampir pada bagian akhir

dari hand-out ini. Pada prinsipnya sistematika pembhasan mengandung tiga

bagian pokok yaitu, bagian awal, bagian inti dan bagian pendukung. Agar

karya ilmiah jenis penelitian ini memenuhi syarat untuk dinilai angka

kreditnya, diwajibkan ada pengesahan dari kepala sekolah dan perpustakaan

sekolah dari guru pengusul.

H. PENUTUP

Penelitian eksperimen merupakan jenis penelitian yang dapat dilaksanakan

oleh guru disamping penelitian tindakan kelas. Kalau dilakukan dengan hati-

hati dan cermat besar kemungkinan akan mendapatkan kepuasan tersendiri,

baik dalam bidang akademik maupun ilmu pengetahuan yang diperoleh. Guru

sering sekali memperoleh ilmu baru, mendapat metode baru yang dapat

dicobakan untuk mendapatkan gambaran secara jelas perbedaan yang

diakibatkan, terlebih kalau mampu mengendalikan variabel pengganggu

pelaksanaan eksperimen. Untuk itu mempelajari berbagai jenis penelitian

sangat penting dalam mengantarkan guru dalam meningkatkan/

mengembangkan profesinya secara nyata dalam menghayati berbagai masalah

yang dihadapi kesehariannya di kelas. Dengan penguasaan penelitian

Page 22: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

eksperimen akan dapat melengkapi tugas guru dalam upaya mengantarkan

para siswanya untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik. Selamat mencoba

untuk melakukan penelitian eksperimen yang sesuai dengan disiplin ilmu

yang sedang ditekuni dan kembangkan.

Jakarta, awal 2007

Page 23: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

DAFTAR PUSTAKA

Linquit EP, 1986, Design and Analysis of Experiments in Psychologi and Educa-

Tion, Boston: Houghton Mifflin Company

Federer, WT, 1974, Experiment Design,: Theory and Applications, Oford & LBH

Publishing Co., New Delhi

Kempthorne, O., 1984, The Design andAnalysis of Experiments, Wiley Eastern

Private Ltd. New Delhi

Montgomery, D C., 1976., Design and Analysis of Experiment, John Wiley & Sons,

New York

Sudjana, 1994, Desain dan Analisis Eksperimen, Penerbit Tarsito Bandung.

Sukardi, 2004, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta

Sutrisno Hadi, 2004, Metodologi Research,: untuk menulis laporan, skripsi thesis

dan disertasi, Penerbit Andi Yogyakarta

-----------------------------------------------------------

Page 24: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

HAND -OUT

DASAR-DASAR PENELITIAN EKSPERIMEN

BIDANG PENDIDIKAN

DIREKTORAT PROFESI PENDIDIK

DIREKTORAT JENDRAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK

DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

DEPERTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

2007

Page 25: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

PENELITIAN EKSPERIMEN

DI BIDANG PENDIDIKAN

Oleh : Prof. Supardi

A. PENDAHULUAN

Setiap guru yang telah senior merasakan bahwa kenaikan pangkat dari IIIa ke

Pembina/IVa sangat mudah, cepat dan lancar tanpa dituntut persyaratan yang dapat

memberatkan guru, akibatnya sangat banyak guru yang menduduki pangkat/jabatan

tersebut. Sedangkan untuk menduduki Pembina Tk.I/gol. IVb harus memunyai

nilai kredit pengembangan profesi. Mengapa banyak guru Pembina/gol. IVa

usulan kenaikan pangkatnya banyak yang belum berhasil? Karena karya ilmiah

(KTI) yang diusulkan belum memenuhi syarat, antara lain: (a)banyak KTI yang

tidak asli, jiplakan, bukan buatan sendiri, (b) KTInya berisi uraian yang terlalu

umum, tidak berkaitan dengan permasalahan atau kegiatan nyata yang dilakukan

guru dalam mengembangakan profesinya, (c) sistematika tulisannya tidak

mengikuti sistematika karya ilmiah.

Apakah untuk naik ke Pembina Tk I/IVb melalui pengembangan profesi sangat

berat? Sebenarnya tidak asalkan mau berusaha, belajar, dan menulis sesuai dengan

profesinya sebagai guru. Apakah KTI merupakan satu-satunya kegiatan

pengembangan profesi? Tidak, KTI bukan merupakan satu-satunya kegiatan

pengembangan profesi guru. Namun, karena berbagai alasan yang antara lain

belum jelasnya petunjuk operasional pelaksanaan dan penilaian dari kegiatan

selain KTI, maka kegiatan pengembangan profesi sebagian terbesar dilakukan

melalui KTI. Apa saja jenis KTI itu? KTI itu ada 7 jenis, yaitu penelitian, kajian

ilmiah hasil gagasan sendiri, ilmiah populer, makalah seminar, Buku

pelajaran/modul, diktat pelajaran, dan Hasil terjemahan. Dari ketujuh jenis KTI itu,

hasil penelitian yang mempunyai nilai kredit tertinggi, maka guru cenderung

memilih jenis ini untuk kenaikan pangkatnya walaupun banyak yang belum

menguasai cara/metode penelitiannya.

Page 26: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

Sebagai contoh; ada seorang guru menghadapi masalah proses pembelajaran di

klas: siswa sulit memahami pokok bahasan pada pelajaran tertentu, sebagian

besar siswa prestasi belajarnya rendah, tidak berani mengeluarkan pendapat, dan

motivasi/minat belajar kurang. Timbul pertanyaan pernahkah guru mencari

upaya untuk mengatasinya? Apa yang harus dilakukan guru? Apa tidak perlu

dicari akar masalahnya? Apa guru tetap mengajar seperti biasanya dan masalah

itu diabaikan? Tentunya tidak, dan ternyata umumnya guru sudah berupaya

untuk mengatasinya dengan berbagai cara/metode/pendekatan melalui perubahan

cara mengajar seperti metode/pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning),

Quantum learing, cooperative learning, tutor sebaya, local material learning, dan

lain-lain. Hasilnya menunjuk kan ada perubahan ke arah perbaikan Hal ini

memberi gambaran bahwa guru tersebut sudah melakukan kegiatan

pengembangan profesi, namun belum ditulis secara sistematis sehingga tidak

punya bukti untuk diusulkan kenaikan pangkat melalui pengembangan profesi.

Ada pula guru yang sepulang mengikuti Diklat, langsung mencoba metode

mengajar yang baru saja diperolehnya, dan hasilnya memberikan kepuasan baik

prestasi belajar, suasana belajar maupun keberanian bertanya, dan menambah

percaya diri guru. Guru tersebut sudah melakukan kegiatan ilmiah, sudah

melaksanakan pengembangan profesiya, namun lagi-lagi tidak ada bukti tertulis

yang terdokumensi yang harus disampaikan waktu akan mengusulkan kenaikan

pangkat.

Pada waktu melihat prestasi siswanya rendah guru sudah berpikir bagaimana cara

mengatasinya. Untuk itu, berdasarkan hasil diklat yang diikutinya, mereka ingin

mencoba menerapkan melalui penelitian. Apakah hasil belajar siswa yang diajar

dengan metode belajar yang selama ini dilakukan lebih jelek dibandingkan

dengan metode baru yang diperoleh waktu diklat. Untuk mencoba guru tersebut

tidak memahami jenis penelitian apa yang tepat digunakan untuk mengatasi

masalah itu? Guru belum semua menguasai berbagai jenis penelitian. Jenis

penelitian yang sering digunakan guru dalam mengatasi masalah pembelajaran

adalah penelitian tindakan kelas, penelitian deskriptif, penelitian korelasional,

dan penelitian eksperimen. Jenis pendekatan penelitian yang paling tepat untuk

Page 27: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

merealisasi kegiatan guru dalam membandingkan dua metode pembelajaran

terhadap hasil belajar adalah melalui penelitian eksperimen.

Apakah penelitian eksperimen itu? Apa tujuannya? Bagaimana cara melakukan

yang benar? Bagaimana menulis laporan hasil penelitiannya agar memenuhi

syarat dan dapat nilai kreditnya?. Marilah kita belajar bersama untuk memahami

dan kemudian melaksanakan secara hati-hati dan terarah.

Penelitian eksperimen (Experimental Research) kegiatan penelitian yang

bertujuan untuk menilai pengaruh suatu perlakuan/tindakan/treatment

pendidikan terhadap tingkah laku siswa ata menguji hipotesis tentang ada-

tidaknya pengaruh tindakan itu bila dibandingkan dengan tindakan lain.

Berdasarkan hal tersebut maka tujuan umum penelitian eksperimen adalah untuk

meneliti pengaruh dari suatu perlakuan tertentu terhadap gejala suatu kelompok

tertentu dibanding dengan kelompok lain yang menggunakan perlakuan yang

berbeda. Misalnya, suatu eksperimen dimaksudkan untuk menilai/membuktikan

pengaruh perlakuan pendidikan (pembelajaran dengan metode pemecahan soal)

terhadap prestasi belajar matematika pada siswa SMU atau untuk menguji

hipotesis tentang ada-tidaknya pengaruh perlakuan tersebut bila dibandingkan

dengan metode pemahaman konsep. Tindakan di dalam eksperimen disebut

treatment, dan diartikan sebagai semua tindakan, semua variasi atau pemberian

kondisi yang akan dinilai/diketahui pengaruhnya. Sedangkan yang dimaksud

dengan menilai tidak terbatas pada mengukur atau melakukan deskripsi atas

pengaruh treatment yang dicobakan tetapi juga ingin menguji sampai seberapa

besar tingkat signifikansinya (kebermaknaan atau berarti tidaknya) pengaruh

tersebut bila dibandingkan dengan kelompok yang sama tetapi diberi perlakuan

yang berbeda.

Apakah perlu kelompok pembanding? Marilah kita renungkan jawaban ini.

Proses yang disebabkan oleh satu macam tindakan/perlakuan, kita tidak pernah

dapat menyatakan bahwa tindakan dan proses itu menghasilkan sesuatu yang

lebih baik, kurang baik, dan kita baru dapat menyatakan kalau sudah

dibandingkan dengan yang lain. Dari suatu tindakan kita hanya dapat

Page 28: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

menyatakan bahwa proses begini dan begitu itu akan menimbulkan gejala yang

begini atau begitu. Gejala itu baru dapat dikatakan lebih baik jika gejala lain jadi

ukuran sebagai pembanding. Karena itu dalam suatu eksperimen ilmiah dituntut

sedikitnya dua grup, yang satu ditugaskan sebagai grup pembanding (control

group), sedang grup yang satu lagi sebagai grup yang dibandingkan

(experimental group).

Bagaimana cara melaksanakan jenis penelitian eksperimen ini ?. Untuk

melaksanakan suatu eksperimen yang baik, kita perlu memahami terlebih dahulu

segala sesuatu yang berkait dengan komponen-komponen eksperimen. Baik

yang berkaitan dengan pola-pola eksperimen (design experimental), maupun

penentuan kelompok eksperimen dan kontrol, bagaimana kondisi kedua

kelompok sebelum eksperimen dilaksanakan, cara pelaksanaannya, kesesatan-

kesesatan yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen, cara pengumpulan data,

dan teknik analisis statistik yang tepat digunakan. Hal itu semua, para guru

dapat mempelajari, mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan penelitian itu,

tanpa meninggalkan tugas sehari-hari di kelas.

B. MEMPERSIAPKAN EKSPERIMEN

Marilah kita mempersiapkan penelitian eksperimen secara baik. Sebelum peneliti

melaksanakan treatment/perlakuan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Sebagai ilustrasi seorang guru akan mengadakan percobaan tentang keampuhan

dua metode mengajar dalam bidang Matematika, Mana di antara dua macam

metode yang dapat memberikan prestasi belajar lebih baik (metode pemahaman

konsep atau metode pemecahan soal). Karena, ditemukan selama guru

menggunakan metode pemahaman konsep prestasi belajar siswanya belum

menggembirakan.

1. Langkah awal dijumpai ada problem terhadap prestasi belajar matematika

yang selama ini diajarkan melalui metode pemahaman konsep. Seorang

guru matematika waktu mengikuti diklat mendapat metode baru yaitu

metode pemecahan soal“ muncul pertanyaan: manakah di antara dua

Page 29: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

metode pembelajaran Matematika yang dapat menumbuhkan prestasi

belajar lebih baik?.

2. Tujuannya: Untuk mengetahui apakah metode pemecahan soal lebih baik

dalam mengembangkan kecakapan matematika dibandingkan dengan

pemahaman konsep (Untuk mengetahui pengaruh metode pemecahan soal

terhadap prestasi belajar matematika). Guru juga dapat mengetahui sikap

siswa terhadap metode pembelajaran tersebut.

3. Langkah berikutnya, mencari dasar teori yang berkaitan dengan variabel

penelitian (metode pembelajaran pemecahan soal dan pemahaman

konsep, serta prestasi belajar). Diupayakan adanya kerangka pemikiran

yang mengarah pada simpulan bahwa metode pemecahan soal lebih baik

dalam menanamkan pemahaman matematika dibandingkan dengan

metode pemahaman konsep.

4. Selanjutnya, perlu dikemukakan hipotesisnya: “Metode pemecahan soal

lebih baik dibandingkan metode pemahaman konsep dalam meningkatkan

prestasi belajar matematika”. Hipotesis ini diperlukan untuk pedoman

peneliti dalam merancang lebih lanjut..

5. Langkah awal bagian metode penelitian adalah melakukan pengukuran

kepada dua kelompok yang siswanya mempunyai kesamaan kemampuan

/IQ dalam matematika. Dari dua kelompok yang sudah mempunyai

kesamaan itu dipilih secara random untuk menentukan mana kelompok

kontrol dan mana yang akan ditugaskan sebagai kelompok eksperimen.

6. Menentukan siapa guru yang akan ditugasi untuk mengajar pada masing-

masing kelopok tersebut. Bilamana telah mendapatkan guru yang

memiliki kualitas yang sama, dipilih secara random untuk ditugaskan ke

kelompok eksperimen/kontrol. Kalau gurunya sama/satu orang, wajib

menjaga obyektivitas dalam menerapkan kedua metode tersebut.

7. Persiapkan materi ajar dan rincian tindakan yang akan dilakukan pada

metode yang telah ditetapkan untuk kedua kelompok tersebut.

Page 30: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

Sesudah memahami langkah-langkah tersebut, kita perlu melihat kembali hal

hal mendasar yang perlu diperhatikan sebelum eksperimen dilakukan. Kalau

semua komponen tersebut sudah dipersiapkan dengan baik dan lengkap

barulah mencoba menyusun rancangan/desain eksperimennya.

C. FAKTOR YANG PERLU DIKONTROL

Sebelum eksperimen dilaksanakan ada berbagai faktor, variable, serta kondisi

apa saja yang berkaitan dengan kegiatan eksperimen perlu diperhatikan. Hal

ini untuk mengantisipasi adanya perbedaan sesudah eksperimen itu benar-

benar disebabkan oleh metode bukan karena faktor lain. Faktor-faktor yang

perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut :

a) Latar belakang kebudayaan. Pelajar yang mempunyai kebudayaan yang

berbeda besar kemungkinan mempunyai sifat dan kebiasaan yang berbeda

pula. Untuk itu perlu diperhatian agar adanya perbedaan bukan karena

faktor ini tetapi faktor metode mengajarnya. Ada siswa yang setiap hari

selalu belajar bersama dengan kakak-kakaknya, mengikuti pelajaran

tambahan setiap sore.

b) Dasar matematika; Sebelum eksperimen dimulai siswa masing-masing

kelas/kelompok perlu diseimbangkan agar tidak terjadi salah satu kelas

terdiri atas siswa yang pandai sedang lainnya terdiri atas siswa yang

sedang dan kurang pandai. Sehingga adanya perbedaan hasil akhir

eksperimen bukan disebabkan oleh metode mengajar tetapi oleh kondisi

siswa yang berbeda.

c) Ruangan kelas. Ruangan kelas kedua calon kelompok eksperimen dan

control itu harus dibuat sedemikian sehingga tidak ada perbedaan

kebisingan, kepengapan, ventilasi, serta tata ruang lainnya.

d) Waktu belajar: Perlu diperhatikan waktu berlangsungnya jam pelajaran,

tidak diperkenankan kelompok eksperimen (E) masuk pagi kelompok

control (K) masuk sore atau sebaliknya.Jika kelas E masuk pagi, kelas K

harus masuk pagi, kalau kelas E masuk jam 8.00 kelas K tidak boleh

Page 31: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

masuk jam 12.00, sehingga hasil eksperimen dikotori oleh faktor masuk

sekolah. Jumlah jam kedua kelas/kelompok harus sama

e) Cara mengajar : Metode-metode yang akan dicobakan harus ditetapkan

dan dirancang lebih dahulu serta dijalankan secara tertib dan benar. Cara

guru mengajar harus sesuai dengan pola yang ditetapkan dalam desain

eksperimen yang dipersiapkan.

f) Guru/pengajar : Latar belakang pendidikan, serta pengalaman mengajar di

upayakan mempunyai derajat yang seimbang. Demikian tingkat

kedisiplinan maupun kemampuannya.

g) Lain-lain : walaupun peneliti sudah berupaya mengendalikan variable non

eksperimen agar tidak memengaruhi hasil eksperimen, namun sering

dijumpai adanya kejadian yang sulit dikontrol dan diprediksi, misalnya:

tiba-tiba dijumpai adanya anak yang suka mengganggu jalannya pelajaran,

sehingga memengaruhi temannya untuk tidak disiplin, atau terganggu

konsentrasinya akibat ulah satu atau beberapa temannya. Dapat terjadi

pula adanya pemberian bimbingan belajar di luar jam pelajaran, baik oleh

anggota keluarga atau yang lain..

Perlu disadari bahwa sebenarnya banyak sekali faktor yang mungkin dapat

berpengaruh terhadap eksperimen. Oleh karena itu, peneliti eksperimen perlu

hati-hati pada setiap langkah agar selalu memperhatikan adanya kemungkinan

timbulnya kesesatan, dan ada upaya untuk mengendalikan.

D. KESESATAN DALAM EKSPERIMEN

Segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi, keadaan, faktor, perlakuan,

atau tindakan yang diperkirakan dapat memengaruhi hasil eksperimen disebut

variable. Dalam eksperimen selalu dibedakan adanya variable-variabel yang

berkaitan secara langsung diberlakukan untuk mengetahui suatu keadaan

tertentu dan diharapkan mendapatkan dampak/akibat dari eksperimen sering

disebut variabel eksperimental atau treatment variable, dan variable yang

tidak dengan sengaja dilakukan tetapi dapat memengaruhi hasil eksperimen

disebut variabel noneksperimental. Variabel eksperimental adalah kondisi

Page 32: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

yang hendak diteliti bagaimana pengaruhnya terhadap suatu gejala. Untuk

mengetahui pengaruh varibel itu, kedua kelompok , yaitu kelompok

eksperimental dan kontrol dikenakan variabel eksperimen yang berbeda (

misalnya metode pemecahan soal untuk kelompok eksperimen dan metode

pemahaman konsep untuk kelompok control) atau yang bervariasi.

Variabel noneksperimental sebagian dapat dikontrol, baik untuk kelompok

eksperimen maupun kelompok kontrol. Ini disebut variabel yang dikontrol

atau controlled variabel. Akan tetapi sebagian lagi dari variabel non-

eksperimen ada di luar kekuasaan eksperimen untuk dikontrol atau

dikendalikan. Ini disebut variabel ekstrane atau extraneous variabel. Dalam

setiap eksperimen, hasil yang berbeda pada kelompok eksperimen dan kontrol

sebagian disebabkan oleh variabel eksperimental dan sebagian lagi karena

pengaruh variabel ekstrane. Oleh karena itu, setiap guru yang akan melakukan

eksperimen harus memprediksi akan munculnya variabel pengganggu ini.

Adanya perbedaan hasil eksperimen yang dilakukan oleh peneliti/guru/

pengawas dari kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, bukan secara

mutlak disebabkan tindakan yang diberikan, tetapi sebagian lagi karena

adanya variable luar/ekstrane yang ikut memengaruhinya. Besar kecilnya

pengaruh variable ekstrane yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan

dengan yang diobservasi dalam hasil eksperimen disebut kesesatan atau

errors. Dalam eksperimen dapat dijumpai adanya dua jenis kesesatan yaitu :

(1) Kesesatan konstan, dan (2) Kesesatan tidak konstan (kesesatan

kompensatoris). Kesesatan konstan merupakan pengaruh akibat variable

ekstrane, yang selalu ada dalam setiap eksperimen. Variabel ini tidak dapat

diketahui, tidak dapat diukur dan sulit untuk dikendalikan, serta tidak mudah

untuk diperhitungkan dan dipisahkan dengan perbedaan hasil yang

ditimbulkan oleh variable eksperimen. Sebagai contoh dari kesesatan konstan

adalah sebagai berikut:

Page 33: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

Suatu penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetahui pengaruh suatu

metode (pemecahan soal) terhadap prestasi belajar matematika. Prosedur

eksperimen telah dilaksanakan sesuai dengan metodologis yang benar, maka

peneliti berkeyakinan bahwa adanya perbedaan hasil belajar siswa nanti

secara mutlak dipengaruhi oleh baiknya metode yang dilakukan. Ia tidak

menyadari adanya berbagai variable yang mungkin dapat mengganggu proses

dan hasil eksperimen. Variabel pengganggu kesesatan konstan; misalnya

pada kelompok kontrol terdapat anak-anak/siswa yang pada sore hari ikut

pelajaran tambahan/privat. Di samping itu, banyak orang tua/keluarga yang

peduli sekali terhadap waktu dan kedisiplinan belajar anaknya, sehingga anak

itu selalu diawasi orang tuanya. Ditinjau dari segi guru yang mengajar di

kelompok kontrol mempunyai kecakapan mengajar, penguasaan bahan ajar,

kepribadian, dan pendekatan kepada siswa sangat bagus. Alat untuk mengukur

kemampuan siswa baru mampu mengukur sebagian dari kecakapan dan materi

yang diajarkan. Variabel-variabel tersebut merupakan variable luar/ekstrane

yang sulit diperhitungkan, sulit dikendalikan, sehingga disinilah muncul

adanya kesesatan konstan.

Dengan adanya kesesatan itu, akibatnya setelah data akhir eksperimen

diperoleh dan dianalisis terjadi tidak adanya perbedaan antara hasil belajar

matematika bagi siswa kelompok eksperimen yang diberi perlakukan metode

A (pemecahan soal) dengan kelompok kontrol yang menggunakan metode B

(pemahaman konsep). Mengapa hal ini terjadi ? Pada hal secara teori jelas

bahwa metode pemecahan soal lebih baik dibandingkan dengan metode

pemahaman konsep. Apa jawabannya? Hal ini terjadi karena banyaknya

variabel luar/ekstrane yang muncul pada suatu kelompok tertentu pada saat

waktu pelaksanaan eksperimen. Jadi hasil belajar pada siswa kelompok

kontrol telah dicemar oleh varibel ekstrane yang peneliti tidak mampu

memperhitungkan. Pada hal kalau eksperimen berjalan dengan mulus tanpa

banyak dipengaruhi variable yang menyesatkan, besar kemungkinan metode

Page 34: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

yang dicobakan pada kelompok eksperimen akan mampu memberikan hasil

belajar yang lebih baik.

Kemudian, tindakan apa yang sebaiknya dilakukan guru yang akan melakukan

eksperimen? Perlu mempersiapkan secara maksimal berbagai komponen

yang berkaitan dengan metode yang akan dieksperimenkan pada bidang

materi pelajaran tertentu, baik yang berkaitan dengan metode pembelajaran

yang akan ditreatmenkan/diperlakukan, materi pelajaran, guru pelakasana

tindakan, siswa yang dikenai tindakan, kondisi/situasi kelas, lingkungan

belajar, maupun komponen lain yang mungkin dapat memengaruhi hasil

eksperimen. Selama proses kegiatan ekperimen berlangsung, peneliti perlu

memperhatikan adanya variabel lain yang dimungkinkan akan dapat

mengganggu. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi munculnya variabel luar

yang dapat menyesatkan hasil eksperimen.

Kemudian, apa yang dimaksud dengan kesesatan tidak konstan itu?

Kesesatan tidak konstan adalah kesesatan yang terjadi pada satu atau beberapa

kelompok dalam suatu eksperimen, tetapi tidak terjadi pada satu kelompok

lain. Kesesatan pada jenis ini ada kemungkinan untuk dapat diperhatikan atau

dikendalikan pada waktu mempersiapkan eksperimen, atau menentukan pola

eksperimen. Kesesatan tipe ini dapat dibedakan kedalam tiga jenis, yaitu:

1). Kesesatan tipe S (Subyek).

2). Kesesatan tipe G (Grup), dan

3). Kesesatan tipe R (Replikasi).

Untuk mendapatkn pemahaman tentang beberpa tipe kesesatan tersebut di atas

berikut ini disampaikan penjelasan singkatnya.

1) Kesesaatan Tipe S

Ciri khusus dari kesesatan adalah adanya fluktuasi subjeks sampling pada

suatu penugasan subjek ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok

pembanding/kontrol pada suatu eksperimen. Kejadian ini kemungkinan

muncul karena dalam salah satu atau kedua kelompok itu terhimpun

Page 35: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

beberapa orang dalam segi perimbangan menguntungkan salah satu dari

kelompok. Misalnya, dalam suatu eksperimen yang ingin diketahui

pengaruh metode terhadap hasil belajar matematika pada suatu kelas di

sekolah dasar, mungkin sekali secara kebetulan pada kelas pembanding

terhimpun siswa yang memiliki IQ yang tinggi dan rajin belajar.Setelah

proses eksperimen berakhir, diadakan tes kepada kedua kedua kelompok

secara bersamaan. Setelah diadakan analisis statistik dengan menggunakan

uji t diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh antara

metode A dan metode B terhadap hasil belajar matematika pada siswa

kelas tertentu pada SD tersebut. Mengapa demikian? Hal ini dapat

disebabkan hasil belajar dari kedua kelompok eksperimen (kontrol dan

eksperimen) bukan disebabkan oleh pengaruh metode, tetapi karena

adanya perbedaan subyek (S) yang ditugasi pada kedua kelompok

tersebut. Maka dalam pelaksanaan eksperimen, distribusi subyek yang

akan ditugasi pada kelompok-kelompok eksperimen harus diseimbangkan,

hal ini agar mendapatkan perhatian bagi para peneliti eksperimen

pembelajaran.

2) Kesesatan Tipe G

Pada suatu eksperimen dapat terjadi adanya variabel-variabel luar yang

mempengaruhi satu atau beberapa kelompok siswa dalam suatu kegiatan

eksperimen, tetapi tidak menyangkut seluruh kelompok yang digunakan.

Dalam suatu eksperimen bidang pembelajaran seorang guru yang ditugasi

untuk mengajar dengan metode CTL (eksperimen), sedemikian baiknya

sehingga memberikan pengaruh yang sangat sistematis terhadap prestasi

belajar siswa, dan sebaliknya di kelas lain, diajar oleh guru yang kurang

mempunyai motivasi mengajar, kurang menguasai bahan ajar, dan bahkan

kurang disiplin. Demikian pula kalau dalam suatu kelompok eksperimen

terdapat siswa yang nakal, dan sering mengganggu teman waktu pelajaran

sedang berlangsung, akan mempengaruhi hasil eksperimen pada kelas

tersebut. Kalau hal ini terjadi maka kesesatan tipe G telah memengaruhi

eksperimen, dan hasil eksperimen tersebut akan tercemari.

Page 36: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

3) Kesesatan Tipe R

Ada pola eksperimen yang dilakukan terhadap beberapa eksperimen yang

dilakukan secara serentak dengan menggunakan sample dari bermacam-

macam sub-populasi. Pada eksperimen tersebut disebut Replikasi.

Berdasarkan pada istilah inilah kesesatan tipe R ini muncul.

Pada eksperimen-eksperimen yang menggunakan metode mengajar yang

dilakukan beberapa kali umumnya dikerjakan seorang guru. Akan tetapi,

guru lain juga dapat mereplika (mengulangi dalam keadaan yang sama)

setelah memahami apa yang dilakukan oleh guru sebelumnya. Kesesatan

tipe R ini terjadi bilamana variabel luar memberikan pengaruh secara

sistematis terhadap satu replikasi, tetapi tidak memberikan pengaruh pada

replikasi yang lain. Metode mengajar yang pernah diberikan sebelumnya

mungkin memberikan landasan yang sangat menguntungkan bagi metode

yang sedang dicobakan, dan tidak demikian halnya yang ada pada kondisi

sebaliknya. Metode yang akan dicobakan ternyata sudah biasa diberikan,

sehingga siswa pada sekolah itu akan mendapatkan prestasi belajar yang

lebih baik daripada sekiranya mereka diajarkan dengan metode lain. Kalau

eksperimen ini dilaksanakan pada suatu sekolah, maka perbedaan

pengaruh variabel yang diobservasi dapat dianggap bebas dari kesesatan R

itu. Tetapi kalau ditinjau dari segi banyaknya replikasi pada suatu

eksperimen yang diadakan di beberapa sekolah, mungkin terjadi kesesatan

tipe ini dan berpengaruh terhadap rerata dari variabel yang

dieksperimenkan.

E PELAKSANAAN EKSPERIMEN

Sesudah mempersiapkan desain/rancangan eksperimen serta berusaha

mengantisipasi berbagai kesesatan yang mungkin dapat mengganggu

pelaksanaan dan hasil eksperimen, maka apa yang harus dilakukan agar

eksperimen terssebut dapat berjalan dengan baik? Namun, sebelum ke

pelaksanaannya perlu dikaji ulang, apakah materi yang akan diajarkan sudah

disiapkan dengan baik? Apakah kedua kelompok eksperimen sudah

Page 37: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

dipersiapkan sesuai prosedur penelitian eksperimen? Dan, guru yang akan

melaksanakan sudah dipersiapkan secara memadai dan memiliki kualitas yang

seimbang? Kalau semuanya sudah dikaji barulah kita memperhatikan langkah

berikut ini:

1. Selama 4 bulan (kalau ini rencana eksperimennya) kelompok A sebagai

kelompok eksperimen diberikan materi yang sama dengan kelompok

kontrol. Sedangkan metode pembelajaran yang digunakan berbeda.

Kelompok A dengan metode pemecahan soal, sedangkan kelompok B

dengan metode pemahaman konsep (umpama ini yang direncanakan).

2. Selama pelaksanaan eksperimen diupayakan semaksimal mungkin agar

kesesatan tidak timbul terutama kesesatan yang tidak konstan, baik siswa

maupun guru pelaksana, agar tidak mengganggu hasil eksperimen.

3. Selama eksperimen perlu diamati semua perubahan yang terjadi

berdasarkan pedoman observasi yang telah dipersiapkan, misalnya aspek

perhatian siswa, keberanian siswa berpendapat, kondisi kelas, kedisiplinan

siswa dan lain-lain.

4. Sesudah waktu eksperimen selesai (sesudah 4 bulan), diadakan tes akhir

eksperimen. Jenis tes, materi tes serta waktu pelaksanaan tes yang

diberikan pada kelompok eksperimen dan kontrol harus sama.

5. Sesudah data dikoreksi dan dianggap lengkap, ditabulasi dan diskripsikan

sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang sudah disusun dari kedua

kelompok tersebut dianalisis dengan statistik uji t. Kalau kesimpulan

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, maka perlu dilihat mana

Meannya yang lebih besar itulah yang lebih efektif/baik. Kalau Mean pada

kelompok eksperimen lebih baik, maka dapat disimpulkan bahwa metode

pemecahan soal lebih efektif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar

matematika yang berarti hipotesis kerjanya diterima.

Bagaimana kalau hasil eksperimen ternyata menolak hipotesis kerja?

Apakah penelitian itu kemudian tidak berarti dan tidak dapat diajukan untuk

mendapatkan kredit pengembangan profesi? Kalau diajukan apakah tidak

dapat dinilai sehingga hasil penelitian itu tidak bermanfaat? Kita tidak bisa

Page 38: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

langsung menjawab ya atau tidak. Perlu dikaji secara hati-hati dengan

menggunakan dasar berpikir ilmiah/logika. Coba marilah kita diperhatikan

beberapa asumsi berikut untuk direnungkan:

1) Dasar penyusunan hipotesis apakah sudah menggunakan dasar teori serta

temuan ilmiah yang relevan? Jawabannya sudah, kalau sudah kita ke

alur berikutnya.

2) Bilamana riset itu merupakan penelitian eksperimen, apakah persiapan

eksperimen sudah dilakukan secara ilmiah menurut dasar-dasar penelitian

eksperimen? Jawabannya sudah; baik yang menyangkut penetapan kedua

kelompok kontrol dan eksperimen), maupun penetapan pelaksana

eksperimen. Kalau sudah, marilah ke pertanyaan berikutnya.

3) Kalau demikian, apakah kondisi-kondisi pada kedua kelompok

eksperimen tersebut sudah diperhatikan dengan baik dan seimbang?

Jawabannya sudah, waktu masuk sekolah, lingkungan kelas, peralatan/

alat peraga serta bahan ajar yang akan diberikan dan komponen lain yang

terkait. Kalau demikian perlu kita lanjut ke pertanyaan selanjutnya.

4) Penyebabnya ada kemungkinan peneliti kurang memperhatikan adanya

kesesatan tidak konstan yang ditimbulkan dari berbagai aspek, misalnya

adanya siswa yang sering mengganggu salah satu kelompok eksperimen,

atau adanya tindakan guru pelaksana eksperimen/kontrol yang kurang

serius dalam bertugas, atau di suatu kelas terhimpun siswa yang memiliki

dasar kuat yang berkaitan dengan materi pelajaran yang dieksperimenkan.

Misalnya pelajaran matematika, di suatu kelas terhimpun siswa yang

IQnya bagus-bagus dan tidak demikian pada kelas yang lain. Kalau hal ini

jawabannya tidak dan masalah itu sudah diperhatikan serta sudah

dilaksanakan guru pelaku eksperimen/peneliti, maka peneliti perlu

mengajukan pertanyaan berikutnya.

5) Kemungkinan peneliti waktu menyusun alat evaluasi belajar hasil

eksperimen tidak memperhatikan tingkat validitas dan reliabilitasnya.

Artinya ketepatan dan ketelitian alat evaluasinya tidak terpenuhi, atau

tingkat keterandalannya belum diperhatikan, belum mencakup seluruh

Page 39: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

materi pelajaran. Atau, waktu pelaksanaan evaluasi/tes akhir tidak

dilakukan bersamaan, sehingga siswa pada salah satu kelas mendapatkan

bocoran dari kelas lain. Kalau jawabannya juga tidak, maka lanjutkan ke

pertanyaan yang ke-6.

6) Jika demikian ada kemungkinan cara analisis datanya tidak tepat, tidak

mengikuti teknik analisis statistik eksperimen sesuai dengan pola yang

digunakan. Mulai koreksi hasil post test/evaluasi akhir, tabulasi sampai

penggunaan pada analisis dengan teknik statistiknya harus benar,

kesalahan tanda koma saja dapat mengakibatkan dari ada perbedaan

menjadi tidak ada atau sebaliknya. Bilamana hal ini juga sudah

dilakasanakan dengan statistik dan prosedur analisis yang tepat dan

hati-hati oleh peneliti. maka tinggal kemungkinan/ alternative atau asumsi

terakhir.

7) Kalau keenam hal di atas sudah dilaksanakan dengan baik, hati-hati dan

juga tidak melakukan penyimpangan, maka kemungkinan terakhir yaitu

adanya kesesatan konstan yang tidak mungkin peneliti mampu untuk

mengatasi/ menghilangkan, tetapi peneliti juga tidak mencoba mengurangi

kesesatan ini Kondisi itu misalnya, pada salah satu kelompok sebagian

besar siswa pada sore hari mengikuti les tambahan, banyak dibimbing

saudara/orang tuanya pada malam hari, budaya disiplin belajar telah

tertanam pada sebagian siswa, alat/media belajar lengkap atau sebaliknya

pada kelompok lain banyak anak yang malas belajar dan faktor lain yang

dapat berpengaruh terhadap hasil belajar.

Untuk itu, bilamana hasil penelitiannya menolak hipotesis dan peneliti mampu

memberi alasan/bahasan yang logis dan argumentasi yang jelas, dan kuat

maka hasil penelitian tersebut tetap dapat diajukan dan bahkan mungkin

mempunyai nilai/kredit atau dapat diusulkan/diajukan untuk kenaikan jabatan/

pangkat pengembangan profesi. Justru kalau hasil penelitian menolak,

hipotesisnya dibangun dengan mempunyai dasar kuat dan data lapangan yang

dihasilkan secara faktual memang mendukung adanya, maka akan dapat

menumbuhkan pemikiran baru, konsep baru yang dapat mengarah ke

Page 40: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

pembentukan teori baru kalau penelitian lanjutan untuk memperkuat hasil

penelitian tersebut dilakukan. Akibatnya, diperolehnya konsep baru, preposisi

baru akan dapat mengembangkan teori baru dan meninggalkan teori lama.

Memang jarang dijumpai adanya peneliti yang demikian atau peneliti tidak

berani menyampaikan hasil penelitiannya bilamana hasil analisis tidak

menerima hipotesis kerjanya, karena peneliti belum mampu memberikan

alasan yang mendasar atas ditolaknya hipotesis tersebut.

Sesudah memahami bagaimana mempersiapkan/menyusun rancangan

eksperimen, melaksanakan serta faktor apa yang harus dikendalikan agar tidak

mengganggu hasil eksperimen, perlu mempelajari beberapa jenis eksperimen

mana yang paling sesuai bagi guru yang akan mencoba metode pembelajaran

dalam upaya memperbaiki hasil belajar siswa. Dipersilahkan membaca bagian

selanjutnya.

F. DESAIN EKSPERIMEN

Apakah desain eksperimen itu? Desain eksperimen adalah suatu rancangan

percobaan dengan setiap langkah tindakan yang terdefinisikan, sehingga

informasi yang berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang

akan diteliti dapat dikumpulkan secara faktual. Dengan kata lain, desain

sebuah eksperimen merupakan langka-langkah lengkap yang perlu diambil

jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan

dapat diperoleh sehingga akan membawa ke analisis obyektif dan kesimpulan

yang berlaku dan tepat menjawab persoalan yang dibahas.

Untuk meneliti pengaruh metode pemecahan soal terhadap prestasi belajar

matematika, misalnya, maka perlu dipersiapkan rancangan/proposal

penelitian. Untuk itu, perlu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:

a. Persoalan apa yang menjadi pusat perhatian peneliti sehingga harus

melakukan penelitian dengan penelitian eksperimen?

b. Bagaimana mempersiapkan kelompok eksperimen dan kontrol?

c. Karakteristik metode pembelajaran yang akan dibandingkan?

Page 41: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

d. Variabel tergantung (dependent) apa yang menjadi pusat perhatian peneliti

dan apa instrumen pengukurnya?

e. Apa teori dasar yang harus dipersiapkan?

f. Berapa lama eksperimen akan dilakukan?

g. Metode analisis apa yang tepat digunakan?

h. Bagaimana mengurangi kesesatan pada kedua kelompok?

Pertanyaan di atas memberi gambaran bahwa suatu desain untuk mengerjakan

suatu eksperimen perlu dipikirkan selengkap dan serinci mungkin.agar dapat

dipakai pegangan dalam pelaksanaannya.

Dalam penelitian eksperimen kita tidak terkonsentrasi pada satu jenis desain/

pola eksperimen saja, ada tiga desain yang disajikan, guru dapat memilih

alternatif mana yang paling tepat untuk mencoba suatu tindakan tertentu

bilamana kondisi siawa/kelas/sekolah mengalami masalah. Setiap pola/desain

eksperimen mempunyai kelemahan dan kebaikannya, namun peneliti harus

mampu memilih desain eksperimen yang dapat dilaksanakan dan paling

minim mengandung resiko kelemahan.

Sebenarnya lebih dari 8 (delapan)desain eksperimen yang dapat kita pelajari,

namun berikut ini hanya disampaikan beberapa desain eksperimen yang sering

digunakan guru dalam memperbaiki hasil belajar siswa, yaitu:

1) Treatments by Levels Designs,

2) Treatment by Groups Designs, dan

3) Matched Subjects Designs

Untuk mendapatkan gambaran yang agak jelas berikut ini diuraikan secara

singkat ketiga desain eksperimen tersebut.

1. Treatment by Levels Designs.

Desain ini memberikan dasar-dasar pengamatan stratifikasi yang lebih

baik. Kita sadari bahwa pada setiap kelompok/kelas selalu dijumpai

adanya siswa yang masuk kelompok tinggi dan rendah, ada anak-anak

yang pandai dan kurang pandai, maka melalui desain ini stratifikasi itu

perlu mendapat perhatian dalam menentukan kelompok kontrol dan

Page 42: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

eksperimen. Kondisi semacam ini dalam pelaksanaan suatu eksperimen

perlu diperhatikan agar tidak banyak mengganggu hasil akhir eksperimen.

Untuk itu, dalam persiapan eksperimen, peneliti harus menentukan dua

kelompok yang di dalamnya terdistribusi siswa yang berkemampuan yang

seimbang. Walupun demikian bukan berarti bahwa desain ini sudah

terbebas dari kesesatan, masih juga dapat terjadi bilamana tidak

memperhatikan pelaksana/guru pelaku tindakan baik di kelompok

eksperimen atau di kelompok kontrol. Pengulangan juga terjadi kalau

tidak diperhatikan kemungkinan pengulangan metode pada kedua

kelompok itu. Disamping itu, juga perlu diperhatikan variabel lain yang

dapat berpengaruh terhadap hasil eksperimen, maka persiapan perlu

dilakukan sebaik-baiknya.

1. Matched Group Designs

Desain eksperimen ini merupakan desain yang paling banyak digunakan

para guru dalam menguji keampuhan suatu metode pembelajaran

dibandingkan metode lain. Data untuk persiapan dengan desain

eksperimen ini dapat diperoleh dari dokumen atau memberikan pretest

kepada siswa yang akan dijadikan subyek penelitian. Persoalan pokok

yang perlu dipikirkan lebih awal pada grup matching adalah faktor-faktor

yang harus diseimbangkan agar grup-grup yang mengikuti eksperimen

dapat berjalan pada kondisi eksperimental tanpa dipengaruhi faktor

ekstrane. Prinsipnya semua faktor yang dipandang dapat

memengaruhi/mengotori pengaruh tindakan/treatment harus di-

matched/jodohkan sebelum tindakan atau eksperimen dilakukan. Misalnya

prestasi belajar, dan inteligensi dipandang akan berpengaruh pada hasil

eksperimen, maka kedua faktor itu harus di-matched.

Cara melakukan matching dapat melakukan dengan menguji perbedaan

grup-grup yang dicoba akan menjadi kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol dengan analisis t-test. Bilamana ada perbedaan antara kedua

kelompok itu eksperimen tidak dapat diteruskan, berarti kedua kelompok

itu harus menujukkan adanya kesamaan.

Page 43: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

2. Matched Subjects Designs

Desain ini berlandaskan pada adanya matched subjects pada dua

kelompok yang dipersiapkan untuk eksperimen. Pada matched groups,

yang dipakai dasar adalah menjodohkan kedua kelompok itu dengan

perhitungan seluruh subyek yang ada pada tiap kelompok, sedang

matched subjects yang dijodohkan tiap-tiap subyek pada kelompok

yang satu dengan subyek pada kelompok yang lain. Pada matched subjects

dapat dijodohkan dengan system: a) nominal pairing, b) ordinal piring,

atau c) combined pairing. Nominal pairing yang dipasang-pasangkan

umpama jenis kelamin, jenis pekerjaan orang tua, sedang orninal pairing

yang dipasang-pasangkan adalah intelegensi, prestasi belajar, atau tingkat

pendidikan, Pada pelaksanaannya sangat tergantung pada pelaku

eksperimen, sistem apa yang akan dipakai.

Desain ini mempunyai kepekaan (sensitivitas) yang lebih tinggi

dibandingkan dengan desain lainnya dalam mendeteksi perbedaan

pengaruh tindakan/treatment, apalagi kalau mampu memperhatikan faktor-

faktor lain yang dapat mencemari hasil eksperimen.

G. LAPORAN PENELITIAN

Kegiatan paling akhir dan sering tertunda-tunda serta menjemukan adalah

menyusun laporan hasil penelitian. Agar tidak tertunda dan tetap segar untuk

menyusun laporan dapat dimulai sejak peneliti melaksanakan kegiatan

eksperimennya. Apa yang harus ditulis awal, penelitiannya saja baru mulai?

Kalau kita memperhatikan materi yang akan ditulis pada laporan hasil

penelitian itu, harus ingat pada rancangan/proposal penelitian yang sudah

disusun awal. Rancangan penelitian yang sudah lengkap dan terstruktur secara

sistematis, akan memberikan bahan dasar laporan yang sangat berharga dan

mengurangi beban waktu penyusunan laporan. Tiga bab dari lima bab pada

laporan sudah ada di rancangan/proposal penelitian, walaupun masih perlu

dipertajam, disempurnakan dan dilengkapi sesuai dengan apa yang akan

dilaksaknakan peneliti. Maka sambil melaksanakan eksperimen guru/peneliti

Page 44: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

dapat mengawali menyusun laporan pada bab pendahuluan, kajian teori dan

pustaka, serta bab metode penelitiannya.

Bab atau bagian baru dan lebih membutuhkan pemikiran dan belum ada di

proposal adalah bab IV yang menyajikan hasil penelitian dan pembahasan.

Bab ini baru dapat ditulis kalau kegiatan pengumpulan data, kegiatan

eksperimennya sudah selesai. Semua data dari proses sampai hasil akhir

eksperimen harus disajikan pada bagian ini. Cara menyajikan dapat dalam

bentuk tabel, grafik, skema atau bagan, dan bertujuan untuk mempermudah

pembaca memahmi makna yang disampaikan peneliti. Hasil analisis data

didasarkan pada hasil yang diperoleh dari tes materi pelajaran serta angket

pada ahkir pelajaran/eksperimen.

Untuk menyusun laporan penelitian, guru diharapkan memahami sistematika

penulisan yang sudah ditetapkan, seperti yang terlampir pada bagian akhir

dari hand-out ini. Pada prinsipnya sistematika pembhasan mengandung tiga

bagian pokok yaitu, bagian awal, bagian inti dan bagian pendukung. Agar

karya ilmiah jenis penelitian ini memenuhi syarat untuk dinilai angka

kreditnya, diwajibkan ada pengesahan dari kepala sekolah dan perpustakaan

sekolah dari guru pengusul.

H. PENUTUP

Penelitian eksperimen merupakan jenis penelitian yang dapat dilaksanakan

oleh guru disamping penelitian tindakan kelas. Kalau dilakukan dengan hati-

hati dan cermat besar kemungkinan akan mendapatkan kepuasan tersendiri,

baik dalam bidang akademik maupun ilmu pengetahuan yang diperoleh. Guru

sering sekali memperoleh ilmu baru, mendapat metode baru yang dapat

dicobakan untuk mendapatkan gambaran secara jelas perbedaan yang

diakibatkan, terlebih kalau mampu mengendalikan variabel pengganggu

pelaksanaan eksperimen. Untuk itu mempelajari berbagai jenis penelitian

sangat penting dalam mengantarkan guru dalam meningkatkan/

mengembangkan profesinya secara nyata dalam menghayati berbagai masalah

yang dihadapi kesehariannya di kelas. Dengan penguasaan penelitian

Page 45: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

eksperimen akan dapat melengkapi tugas guru dalam upaya mengantarkan

para siswanya untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik. Selamat mencoba

untuk melakukan penelitian eksperimen yang sesuai dengan disiplin ilmu

yang sedang ditekuni dan kembangkan.

Jakarta, awal 2007

Page 46: Pedoman Pelaksanaan Penelitian Eksperimen Kemendiknas

DAFTAR PUSTAKA

Linquit EP, 1986, Design and Analysis of Experiments in Psychologi and Educa-

Tion, Boston: Houghton Mifflin Company

Federer, WT, 1974, Experiment Design,: Theory and Applications, Oford & LBH

Publishing Co., New Delhi

Kempthorne, O., 1984, The Design andAnalysis of Experiments, Wiley Eastern

Private Ltd. New Delhi

Montgomery, D C., 1976., Design and Analysis of Experiment, John Wiley & Sons,

New York

Sudjana, 1994, Desain dan Analisis Eksperimen, Penerbit Tarsito Bandung.

Sukardi, 2004, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta

Sutrisno Hadi, 2004, Metodologi Research,: untuk menulis laporan, skripsi thesis

dan disertasi, Penerbit Andi Yogyakarta

-----------------------------------------------------------