KEBIJAKAN PELAYANAN EKTPDI KOTABANDUNG

8
Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 JanuariJuli 2018 1 ISSN ISSNL 23376686 23383321 KEBIJAKAN PELAYANAN EKTP DI KOTA BANDUNG Ika Widiastuti Universitas Krisnadwipayana Jakarta Email: [email protected] ABSTRAK: eKTP adalah unsur penting dalam administrasi kependudukan, yang pembuatannya merupakan pelayanan dasar pemerintah kepada masyarakatnya. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1997 bahwa setiap penduduk yang berusia 17 tahun atau pernah menikah wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk. Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui dan membahas kebijakan pelayanan eKTP di Kota Bandung, (2) mengumpulkan informasi serta mengembangkan konsep kebijakan pelayanan eKTP di Kota Bandung. Metode yang digunakan yaitu penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) eKTP merupakan program pemerintah untuk menggantikan KTP konvensional, (2) dalam proses implementasi pelayanan eKTP yang sampai saat ini berjalan masih dijumpai beberapa permasalahan antara lain lambatnya pelayanan eKTP kepada masyarakat, belum meningkatnya kualitas SDM, ada oknum aparatur desa (kepala desa) yang melakukan pungutan liar pada saat pengambilan eKTP. (3) eKTP dapat berfungsi sebagai pintu masuk bagi masyarakat terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Kata kunci: kebijakan, pelayanan, eKTP ABSTRACT : eKTP is an important element in the administration of residence, and the making of it is a basic government services to the people. In accordance with Presidential Decree No. 52 of 1997 that every resident aged 17 years or never marry must have identity cards. The purpose of writing is (1) to assess and discuss the eKTP card service policies in Bandung, (2) gather information and develop policies on the concept of eKTP card in Bandung. Method used in this research is qualitative. It can be concluded that: (1) e KTP is a government program to replace conventional KTP, (2) In the implementation process, the service of eKTP card hitherto still found some problems that slow eKTP cards service to the public, has not increased the quality of human resources, there are unscrupulous village officials (village head) perform illegal fees at the time of taking the eKTP, and others. (3) eKTP card can serve as an entrance for the public to basic services such as education and health. Keywords: policy, services, eKTP PENDAHULUAN Latar belakang penelitian ini adalah pelayanan e KTP yang merupakan pelayanan dasar pemerintah kepada masyarakatnya dan pembuatannya merupakan unsur penting dalam administrasi kependudukan. Hal ini karena menyangkut masalah legitimasi seseorang dalam eksistensinya sebagai penduduk dalam suatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1997 bahwa setiap penduduk yang berusia 17 tahun atau pernah menikah wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk. Adapun syaratsyarat seseorang berhak mempunyai Kartu Tanda Penduduk salah satunya adalah apabila sudah genap 17 tahun dan bagi yang berstatus menikah tapi usianya belum mencapai 17 tahun juga berhak mempunyai Kartu Tanda Penduduk. Manfaat eKTP yang diharapkan dapat dirasakan sebagai berikut: 1) Identitas jati diri tunggal, 2) Tidak dapat dipalsukan, 3) Tidak dapat digandakan, dan 4) Dapat dipakai sebagai kartu suara dalam pemilu atau pilkada. Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui dan membahas kebijakan pelayanan e KTP di Kota Bandung, (2) mengumpulkan informasi serta mengembangkan konsep kebijakan pelayanan e KTP di Kota Bandung. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan yaitu penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka yang dilakukan untuk mengumpulkan, mempelajari teoriteori, peraturanperaturan, informasi yang diperoleh dari buku serta menelaah dokumen dalam bentuk jurnal, buku teks dan makalah yang berkaitan dengan masalah penelitian. PEMBAHASAN Kebijakan Pemerintah Daerah Kebijakan pemerintah daerah merupakan salah satu kebijakan negara. Menurut Wahab (2001:65), “kebijaksanaan yang dikembangkan atau dirumuskan oleh instansiinstansi serta pejabatpejabat pemerintah”. Fredrick (1997:17) mengidentifikasikan kebijakan adalah: “serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjuk kan hambatanhambatan dan kesempatankesempatan

Transcript of KEBIJAKAN PELAYANAN EKTPDI KOTABANDUNG

Page 1: KEBIJAKAN PELAYANAN EKTPDI KOTABANDUNG

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 Januari­Juli 20181

ISSNISSN­L

2337­66862338­3321

KEBIJAKAN PELAYANAN E­KTP DI KOTA BANDUNG

Ika WidiastutiUniversitas Krisnadwipayana Jakarta

E­mail: [email protected]

ABSTRAK: e­KTP adalah unsur penting dalam administrasi kependudukan, yang pembuatannya merupakan pelayanan dasarpemerintah kepada masyarakatnya. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1997 bahwa setiap penduduk yang berusia 17tahun atau pernah menikah wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk. Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui dan membahaskebijakan pelayanan e­KTP di Kota Bandung, (2) mengumpulkan informasi serta mengembangkan konsep kebijakan pelayanan e­KTPdi Kota Bandung. Metode yang digunakan yaitu penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) e­KTP merupakanprogram pemerintah untuk menggantikan KTP konvensional, (2) dalam proses implementasi pelayanan e­KTP yang sampai saat iniberjalan masih dijumpai beberapa permasalahan antara lain lambatnya pelayanan e­KTP kepada masyarakat, belum meningkatnyakualitas SDM, ada oknum aparatur desa (kepala desa) yang melakukan pungutan liar pada saat pengambilan e­KTP. (3) e­KTP dapatberfungsi sebagai pintu masuk bagi masyarakat terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.

Kata kunci: kebijakan, pelayanan, e­KTP

ABSTRACT: e­KTP is an important element in the administration of residence, and the making of it is a basic government services tothe people. In accordance with Presidential Decree No. 52 of 1997 that every resident aged 17 years or never marry must have identitycards. The purpose of writing is (1) to assess and discuss the e­KTP card service policies in Bandung, (2) gather information anddevelop policies on the concept of e­KTP card in Bandung. Method used in this research is qualitative. It can be concluded that: (1) e­KTP is a government program to replace conventional KTP, (2) In the implementation process, the service of e­KTP card hitherto stillfound some problems that slow e­KTP cards service to the public, has not increased the quality of human resources, there areunscrupulous village officials (village head) perform illegal fees at the time of taking the e­KTP, and others. (3) e­KTP card can serveas an entrance for the public to basic services such as education and health.

Keywords: policy, services, e­KTP

PENDAHULUANLatar belakang penelitian ini adalah pelayanan e­

KTP yang merupakan pelayanan dasar pemerintahkepada masyarakatnya dan pembuatannya merupakanunsur penting dalam administrasi kependudukan. Halini karena menyangkut masalah legitimasi seseorangdalam eksistensinya sebagai penduduk dalam suatuwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI) dan sesuai dengan Keputusan PresidenNomor 52 Tahun 1997 bahwa setiap penduduk yangberusia 17 tahun atau pernah menikah wajib memilikiKartu Tanda Penduduk. Adapun syarat­syaratseseorang berhak mempunyai Kartu Tanda Penduduksalah satunya adalah apabila sudah genap 17 tahundan bagi yang berstatus menikah tapi usianya belummencapai 17 tahun juga berhak mempunyai KartuTanda Penduduk. Manfaat e­KTP yang diharapkandapat dirasakan sebagai berikut: 1) Identitas jati diritunggal, 2) Tidak dapat dipalsukan, 3) Tidak dapatdigandakan, dan 4) Dapat dipakai sebagai kartu suaradalam pemilu atau pilkada.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) untukmengetahui dan membahas kebijakan pelayanan e­KTP di Kota Bandung, (2) mengumpulkan informasi

serta mengembangkan konsep kebijakan pelayanan e­KTP di Kota Bandung.

METODOLOGI PENELITIANMetode yang digunakan yaitu penelitian

kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakanstudi pustaka yang dilakukan untuk mengumpulkan,mempelajari teori­teori, peraturan­peraturan,informasi yang diperoleh dari buku serta menelaahdokumen dalam bentuk jurnal, buku teks danmakalah yang berkaitan dengan masalah penelitian.

PEMBAHASAN

Kebijakan Pemerintah DaerahKebijakan pemerintah daerah merupakan salah

satu kebijakan negara. Menurut Wahab (2001:65),“kebijaksanaan yang dikembangkan atau dirumuskanoleh instansi­instansi serta pejabat­pejabatpemerintah”. Fredrick (1997:17) mengidentifikasikankebijakan adalah: “serangkaian tindakan yangdiusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintahdalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjuk­kan hambatan­hambatan dan kesempatan­kesempatan

Page 2: KEBIJAKAN PELAYANAN EKTPDI KOTABANDUNG

Ika Widiastuti,1 ­ 8

Kebijakan Pelayanan e­KTPdi Kota Bandung

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 Januari­Juli 20182

terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebutdalam rangka mencapai tujuan tertentu.”

Menurut Islamy (2004:17), kebijakan negaraadalah “serangkaian tindakan yang ditetapkan dandilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintahyang mempunyai tujuan tertentu demi kepentinganseluruh masyarakat."

Edward III dan Ira Sharkansy (1980:1) men­definisikan Public Policy atau kebijakan pemerintahadalah: “apa yang dinyatakan dan dilakukan olehpemerintah berupa sasaran atau program­programpemerintah dan dapat ditetapkan secara jelas dalamperundang­undangan atau dalam bentuk pidato­pidatopejabat pemerintah atau berupa program dan tindakanpemerintah.”

Kebijakan pemerintah (public policy) adalahsegala sesuatu yang muncul atau diusulkan dariindividu, kelompok atau dari pemerintah dengan katalain dari infrastruktur politik dan suprastruktur politikditetapkan oleh instansi tertentu yang memiliki tujuanatau berorientasi pada kepentingan umum (publicinterest).

Evaluasi KebijakanDengan melakukan evaluasi akan terlihat

efektivitas sebuah kebijakan yang ada, apakah dapatdilaksanakan dengan baik atau tidak. Melaluievaluasi, pemerintah akan dapat merubah ataumempertahankan kebijakan yang ditetapkan dalammengatasi suatu persoalan. Evaluasi merupakan salahsatu kegiatan kebijakan seperti yang dikatakan olehSuradinata (1994:77), tentang proses kebijakansebagai berikut:

1. Identifikasi; Identifikasi masalah tentangkebijakan melalui permintaan publik terhadap aksi­aksi pemerintah.2. Formulasi; Formulasi masalah­masalah yang adadalam masyarakat, formulasi itu kemudiandiformulasikan dalam bentuk proposal, dalam hal iniditangani oleh organisasi perencanaan kebijakan danbirokrasi.3. Legitimasi; Setelah proposal semua diolah dandiformulasikan, kemudian disahkan (dilegitimasikan)oleh pihak­pihak yang berkepentingan atau lembagayang berwenang.4. Implementasi; Setelah proposal disahkan olehpihak­pihak yang berkepentingan, kemudiandilaksanakan oleh birokrasi yang berkepentingan,

kemudian dilaksanakan oleh birokrasi yangterorganisir, pengeluaran publik dan aktivitas dariagen­agen eksklusif.5. Evaluasi kebijakan; Evaluasi kebijakan dilakukanoleh pemerintah sendiri/konsultan dari luar, wartawandan masyarakat.

Pentingnya evaluasi kebijakan ini untukmencapai keberhasilan dalam suatu program,sedangkan Dunn dalam Samoedra (2000:98),mengatakan bahwa evaluasi kebijakan memilikifungsi sebagai berikut:

1. Eksplanasi; yaitu melalui evaluasi dapat dilihatkualitas pelaksanaan program dan dapat suatugeneralisasi tentang pola hubungan antar berbagaidimensi realitas yang diamatinya.2. Kepatuhan; yaitu melalui evaluasi dapat diketahuiapakah yang dilakukan oleh para pelaku, baikbirokrasi maupun para pelaku lain, sesuai denganstandar maupun prosedur yang telah ditetapkan olehkebijakan.3. Auditing; yaitu melalui evaluasi dapat diketahuiapakah output benar­benar sampai ke tangankelompok sasaran maupun penerima lain (individu,keluarga, organisasi, birokrasi, dan lain­lain).4. Akunting; yaitu dengan evaluasi dapat diketahuiapa akibat sosial ekonomi dari kebijakan tersebut.

Lebih jauh Dye dalam Wibawa Samoedra (1994)mendefinisikan evaluasi kebijakan adalah “studitentang konsekuensi­konsekuensi kebijakan umum,atau penilaian secara umum, atau merupakanpenilaian secara menyeluruh terhadap efektivitasyang relatif dari dua atau lebih program yangmencerminkan kepentingan bersama.”

Pendapat Suradinata (1994:68) tentang evaluasikebijakan sebagai berikut:

“Evaluasi kebijakan mengharuskan kita untukmengumpulkan informasi tentang pelaksanaankebijakan, juga tentang dampaknya. Tujuan lain darievaluasi adalah menghasilkan informasi yangbermanfaat sebagai resep sekaligus memperolehinformasi yang bermanfaat untuk mengemudikanpelaksanaan agar tercapai dengan baik jugamenghasilkan informasi perihal hubungan antarakondisi pelaksanaan kebijakan dan dampak kebijakan.Suatu catatan yang perlu diingat bahwa evaluasisendiri merupakan proses yang dinamis danmerupakan salah satu mata rantai dalam prosespembuatan kebijakan.”

Page 3: KEBIJAKAN PELAYANAN EKTPDI KOTABANDUNG

Ika Widiastuti,1 ­ 8

Kebijakan Pelayanan e­KTPdi Kota Bandung

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 Januari­Juli 20183

Kriteria agar suatu evaluasi atas kebijakan yangada dilaksanakan dengan baik. Menurut Dunn dalamWibawa Samoedra (2000:98) kriteria tersebut adalah:

1. Relevansi; yaitu evaluasi yang harus memberikaninformasi yang dibutuhkan oleh pengambil keputusandan pelaku­pelaku kebijakan lain dan harusmenjawab pertanyaan yang benar pada waktu yangtepat.2. Signifikasi; yaitu evaluasi yang harus memberikaninformasi baru dan penting bagi pelaku kebijakan.3. Validitas; yaitu evaluasi yang harus memberikanpertimbangan yang persuasif dan seimbang mengenaihasil­hasil nyata dari kebijakan atau program.4. Reabilitas; yaitu evaluasi yang harus berisi buktibahwa kesimpulan tidak didasarkan pada informasimelalui prosedur pengukuran yang tidak diteliti dantidak konsisten.5. Objektivitas; yaitu evaluasi yang harus melapor­kan dan informasi pendukung yang sempurna dantidak bias (melenceng), yaitu informasi yang mem­buat evaluator­evaluator dapat mencapai kesimpulanyang sama.6. Ketepatan waktu; yaitu evaluasi harus membuatinformasi tersedia pada waktu keputusan harusdibuat.7. Daya guna; yaitu evaluasi harus menyediakanyang dapat digunakan dan dimengerti oleh pengambilkeputusan dan pelaku kebijakan lainnya.

Evaluasi kebijakan dapat dilakukan dalam duabidang, yaitu:

a. Evaluasi/implementasi pelaksanaan kebijakan,yaitu evaluasi terhadap proses implementasi.b. Evaluasi dampak kebijakan, yaitu evaluasiterhadap konsekuensi kebijakan dan efektivitasdampak kebijakan (Wibawa, 2000:114).

PelayananPelayanan pada dasarnya merupakan aktivitas

seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baiklangsung maupun tidak langsung untuk memenuhikebutuhan. Menurut Hardiyansah (2011:18),pelayanan adalah:

“Berhubungan dengan bagaimana meningkatkankapasitas dan kemampuan pemerintah dan/ataupemerintahan daerah menjalankan fungsi pelayanan,dalam konteks pendekatan ekonomi, menyediakankebutuhan pokok (dasar) bagi seluruh masyarakat”.

H.A.S. Moenir (2006:16), menyatakan bahwapelayanan adalah “proses pemenuhan kebutuhanmelalui aktivitas orang lain yang langsung”.

Pelayanan publik menurut Osborne dan Goebler(tahun) adalah pentingnya peningkatan pelayananpublik oleh birokrasi pemerintah dengan caramemberi wewenang kepada pihak swasta agar lebihbanyak berpartisipasi sebagai pengelola pelayananpublik.

Menurut Keputusan Menteri PendayagunaanAparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003, pelayananumum adalah: "Segala bentuk pelayanan yangdilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, diDaerah, dan di lingkungan Badan Usaha MilikNegara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentukbarang dan atau jasa, baik dalam rangka upayapemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalamrangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang­undangan." Pelayanan tersebut terbagi menjadi tigajenis kelompok yang didasarkan pada ciri­ciri dansifat kegiatan serta produk pelayanan yangdihasilkan, yaitu:

1. Pelayanan administratif; adalah jenis pelayananyang diberikan oleh unit pelayanan berupapencatatan, penelitian, pengambilan keputusan,dokumentasi, dan kegiatan tata usaha lainnya yangsecara keseluruhan menghasilkan produk akhirberupa dokumen, misalnya sertifikat, ijin­ijin,rekomendasi, keterangan, jenis pelayanan sertifikattanah, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin Lokasi(IL), Ijin Pemanfaatan Ruang (IPK), Ijin Reklame(IR), Ijin Usaha Industri dan lain­lain.2. Pelayanan barang; adalah pelayanan yangdiberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatanpenyediaan dan atau pengolahan bahan berupa wujudfisik termasuk distribusi dan penyampaian kepadakonsumen langsung (sebagai unit atau individual)dalam suatu sistem. Secara keseluruhan kegiatantersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda(berwujud fisik) atau yang dianggap benda yangmemberikan nilai tambah secara langsung bagipenggunaannya, misalnya jenis pelayanan listrik,pelayanan air bersih, dan pelayanan telepon.3. Pelayanan jasa; adalah jenis pelayanan yangdiberikan oleh unit pelayanan berupa sarana danprasarana serta penunjangnya. Pengoperasiannyaberdasarkan suatu sistem pengoperasian tertentu dan

Page 4: KEBIJAKAN PELAYANAN EKTPDI KOTABANDUNG

Ika Widiastuti,1 ­ 8

Kebijakan Pelayanan e­KTPdi Kota Bandung

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 Januari­Juli 20184

pasti. Produk akhirnya berupa jasa yang men­datangkan manfaat bagi penerimanya secaralangsung dan habis terpakai dalam jangka waktutertentu. Misalnya pelayanan angkutan darat, laut danudara, pelayanan kesehatan, pelayanan perbankan,pelayanan pos dan pelayanan pemadam kebakaran.

Kriteria yang digunakan untuk memberikanpelayanan yang memuaskan adalah sebagai berikut:(1) transparansi, (2) akuntabilitas, (3) kondisional, (4)partisipatif, (5) kesamaan hak, (6) keseimbangan hak,dan kewajiban. Pelayanan yang berorientasi padamasyarakat sangat tergantung pada kepuasanmasyarakat. Menurut Sampara Lukman (2000:55):

“Salah satu ukuran keberhasilan menyajikanpelayanan yang berkualitas (prima) sangat tergantungpada tingkat kepuasan pelanggan yang dilayani.Pendapat tersebut artinya menuju kepada pelayananeksternal, dari perspektif pelanggan, lebih utama ataulebih didahulukan apabila ingin melaksanakan kinerjapelayanan yang prima”.

Menurut Fizmmons dalam Ridwan (2007:57)untuk mengetahui dirasakan secara nyata olehkonsumen, ada 5 dimensi ukuran kepuasanpelayanan, yaitu: (1) reliability (keandalan), (2)responsiveness (kesanggupan), (3) assurance (sopansantun), (4) emphaty (sikap), dan (5) tangible(berwujud).

e­KTPe­KTP atau KTP Elektronik adalah dokumen

kependudukan yang memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupunteknologi informasi dengan berbasis pada databasekependudukan nasional. Penduduk hanya diperboleh­kan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum NomorInduk Kependudukan (NIK) yang merupakanidentitas tunggal setiap penduduk dan berlaku seumurhidup. Nomor NIK yang ada di e­KTP nantinya akandijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat IzinMengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanahdan penerbitan dokumen identitas lainnya (Pasal 13UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk).

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Masalah yang Timbul dalam PelayananPembuatan e­KTP

Dalam proses implementasi pembuatan danpelayanan e­KTP yang berjalan sampai saat ini,

masih dijumpai beberapa permasalahan yangdihadapi, seperti:

1. Lambatnya pelayanan e­KTP kepada masyarakatkarena pemerintah daerah tidak diberi keleluasaanoleh pemerintah pusat untuk menyediakan segalakebutuhan pendataan. Dari 2,3 juta penduduk wargaKota Bandung, terdapat 1,6 juta jiwa wajib KTP.Hingga kini, masih ada 150­200 ribu jiwa yangbelum memiliki e­KTP.2. Adanya pembatasan blangko e­KTP dariKementerian Dalam Negeri. Rata­rata keluhan yangdiungkapkan masyarakat adalah soal antrean yangpanjang setiap hari. Sebab orang bergerak serentakdatang ke lokasi perekaman e­KTP. Di Kota Bandungmasih terdapat 120 ribu warga Kota Bandung yangbelum memiliki e­KTP.3. Terdapat keluhan dari masyarakat belummeningkatnya kualitas SDM, belum maksimal dalammenjawab tantangan kekinian.4. Terdapat kesalahan data penduduk. Pada prosesperekaman data e­KTP, operator akan meng­konfirmasi kepada penduduk bersangkutan apakahdatanya sudah benar atau belum dan selanjutnyaproses perekaman dilanjutkan. Namun karenabanyaknya jumlah penduduk yang dihadapi dengankapasitas operator yang terbatas dan prosesperekaman hingga larut malam, kelelahan operatorterkadang menimbulkan kekeliruan input data.5. Aktivasi e­KTP; perlu diaktivasi apakah data yangtercantum sudah benar atau tidak. Namun beberapapenduduk atau petugas pemerintah hanya sebatasmendistribusikan e­KTP saja dan aktivasi dilakukankemudian hari, sehingga menyebabkan pendudukyang memiliki jarak yang cukup jauh dari kantorpemerintahan bersangkutan enggan melakukanaktivasi.6. Kesalahan foto dengan data yang tercantum. Halini dimungkinkan karena adanya human error karenaoperator keliru memasukkan data penduduk pada saatproses perekaman data untuk e­KTP.7. Ada oknum aparatur desa (kepala desa) melakukanpungutan liar pada saat pengambilan e­KTP. Setiappengambilan e­KTP, mereka dikenakan patokan biaya10.000 rupiah/orang.

Pemecahan Masalah dalam Pelayanan Pembuatane­KTP

Tiga unsur yang memegang peranan pentingdalam pencapaian target perekaman e­KTP, seperti

Page 5: KEBIJAKAN PELAYANAN EKTPDI KOTABANDUNG

Ika Widiastuti,1 ­ 8

Kebijakan Pelayanan e­KTPdi Kota Bandung

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 Januari­Juli 20185

(1) konsorsium, (2) Pemerintah Daerah dan (3)Pemerintah Pusat. Agar ketiga unsur ini dapatmengimplementasikan tugas dan fungsinya, makasebagian besar merupakan fungsi dari tim supervisisebagai representasi dan pemegang peran kuncidalam mensukseskan program nasional e­KTP.

Dari sisi teknologi, Badan Pengkajian danPenerapan Teknologi (BPPT) sudah memberikandukungan penuh pada pengembangan Grand Designe­KTP. Demikian pula pada implementasi e­KTP ditahun 2011 dan 2012. BPPT menyediakan limatenaga ahli pada tim teknis, 22 staff tim Pokja (ahlidan teknis), serta memperbantukan 81 staff BPPTuntuk menjadi tim Supervisi Teknis e­KTP.

Diperlukan mekanisme dan Standard OperatingProcedure (SOP) untuk eskalasi permasalahan teknisdan cara penanganan yang dikelola dengan baikdukungan teknis dari konsorsium pelaksana danpetugas perekaman di daerah. Hal ini semuamemerlukan harmonisasi kegiatan, kolaborasi dankerjasama yang kuat agar seluruh proses perekaman(enrollment) berlangsung end­to­end (dari hulu kehilir) secara berkesinambungan, cepat dan akurat.

Seluruh rantai proses pelayanan dan penerbitane­KTP harus disupervisi secara ketat dan menyeluruh,agar tidak ada penyalahgunaan pelayanan e­KTP.Untuk itu, tim supervisi perlu memahami alur prosesdan mensupervisi agar proses perekaman datapenduduk dan pengiriman data hasil perekaman didaerah berjalan lancar secara baik dan benar. Selainitu, perlu secara periodik mereview permasalahanteknis dan nonteknis yang terjadi dan memberikanmasukan rekomendasi pemecahan masalah kepadaDitjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil(Dukcapil).

Adanya kesimpangsiuran informasi antara pihakPerbankan dan Pemerintah soal penerapan e­KTPyang berujung merugikan masyarakat itu hinggaperlu segera diluruskan. Diharapkan berbagai pihakdi level Gubernur/Kabupaten/Kota mengambil alihdan melakukan sosialisasi kepada berbagai instansiterkait soal pemberlakuan e­KTP tersebut. Jika Banktetap menolak pemakaian e­KTP, harus ada proseshukum yang dapat ditempuh. Warga dapatmengajukan tuntutan melalui lembaga perlindunganpelayanan publik, yakni Komisi Pelayanan Publik(KPP).

Identifikasi Kebijakan e­KTPBeberapa fungsi dari e­KTP antara lain: (1)

Sebagai identitas jati diri; (2) Berlaku Nasional,sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untukpengurusan izin, pembukaan rekening Bank, dansebagainya; dan (3) Mencegah KTP ganda danpemalsuan KTP; Terciptanya keakuratan datapenduduk untuk mendukung program pembangunan.

Dengan berbagai kelebihan e­KTP dankeakuratan data kependudukan, diharapkan programPemerintah dapat lebih tepat sasaran. Misalnya: (1)dalam hal belanja Subsidi dan (2) dalam halPendidikan dan pelayanan Kesehatan. Sebagaicontoh, dalam hal subsidi dapat diketahui siapapenduduk yang layak atau tidak layak memperolehsubsidi. Misalnya ketika akan mengisi BBMdiharuskan menunjukkan e­KTP, sehinggamasyarakat yang layak mendapat subsidi dapatmengisi dengan Premium sedangkan yang tidak layakharus mengisi dengan Pertamax. Hal ini juga berlakuuntuk pelayanan Kesehatan, dapat diketahui siapamasyarakat yang harus mendapat dan yang tidakmendapat jamkesmas. Dalam hal pendidikan, sudahseharusnya masyarakat miskin di Indonesia mendapatpendidikan yang gratis. Hal ini seharusnya dapatdiketahui siapa penduduk yang layak dan tidakmelalui e­KTP. Sehingga dengan demikianpelaksanaan keadilan dalam penyelenggaraanpendidikan dapat tercapai. Masyarakat yang miskinsekolahnya gratis, masyarakat menengah sekolahnyabayar setengah saja, sedangkan masyarakat yang kayasudah selayaknya bayarnya lebih mahal (premium).Sehingga ada subsidi silang dari masyarakat yangkaya ke masyarakat yang miskin.

Pengkajian Masalah e­KTPPemerintah melakukan sebuah “pekerjaan

raksasa” yakni menghimpun data seluruh pendudukIndonesia hanya dalam hitungan bulan. Pekerjaan inisulit dicapati mengingat selama ini pendataan warganegara tidak tertata. Sangat lumrah jika ada istilahKTP ganda, kerancuan daftar pemilih tetap padapemilihan umum dan Pilkada, serta tidak akuratnyahasil sensus karena memang database penduduk yangsemeraut. Untuk mengatasi masalah tersebutpemerintah mencanangkan pendataan ulangpenduduk Indonesia melalui program elektronik ataue­KTP.

Page 6: KEBIJAKAN PELAYANAN EKTPDI KOTABANDUNG

Ika Widiastuti,1 ­ 8

Kebijakan Pelayanan e­KTPdi Kota Bandung

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 Januari­Juli 20186

Evaluasi Kebijakan e­KTPSesuai dengan rencana awal, e­KTP dimulai

Agustus tapi terlambat sampai akhir September,bahkan dibanyak daerah dimulai awal November2011. Alasan pengunduran tersebut adalah soalketersediaan peralatan untuk scan sidik jari dan retinamata. Namun belum lama ini (Kompas.com)mengutip pernyataan Menteri Dalam Negeri yangmeralat bahwa elektronik atau e­KTP akan tuntaspada akhir 2012. Padahal sebelumnya pemerintahyakin bahwa rekam data penduduk untuk e­KTPselesai pada akhir 2011 ini.

Prosedur pembuatan e­KTP menurut situsresminya (e­KTP.com) adalah sebagaimana berikut:

1. Penduduk datang ke tempat pelayanan membawasurat panggilan dari RT/Kelurahan.2. Petugas melakukan verifikasi data pendudukdengan database.3. Foto (digital).4. Tandatangan (pada alat perekam tandatangan).5. Perekaman sidik jari (pada alat perekam sidik jari)dan scan retina mata.6. Petugas membubuhkan tandatangan dan stempelpada surat panggilan yang sekaligus sebagai tandabukti bahwa penduduk telah melakukan perekamanfoto tandatangan sidik jari.7. Penduduk dipersilahkan pulang untuk menungguhasil proses pencetakan 2 minggu setelah pembuatan.

Namun pada kenyataanya, warga harus melaluiprosedur yang jauh lebih rumit. Warga terhambatjadwal panggilan bergilir dari RT/Kelurahan yangtidak tentu jadwalnya. Ketidakpastian jadwal inibermasalah, karena terdapat sebagian warga yangmemiliki agenda diluar kota atau memiliki rencanauntuk pindah domisili. Warga tidak bisa mendapatkankepastian jadwal pengurusan surat panggilan dantidak bisa melanjutkan pada proses selanjutnya.

Terdapat pula syarat lainnya tidak tercantumyaitu warga harus memiliki KTP Nasional (warnabiru), tidak bisa menggunakan KTP Daerah (warnakuning). Sehingga sebagian warga perlu untukmengurus pembuatan KTP Nasional terlebih dahuluyang jika sudah selesai juga tidak digunakan. Prosespembuatan KTP Nasional membutuhkan waktupaling cepat 2 minggu.

Bagi masyarakat daerah dan pedalaman terdapatkendala berupa keterbatasan listrik, minimnya

koneksi internet, jangkauan wilayah yang luas dankurangnya ketersediaan alat pemindai tandatangandan retina. Pengadaan peralatan pendukung e­KTPrawan dengan penyalahgunaan melalui tender yangtidak transparan. Dana triliunan rupiah untuk programini berisiko mengalami kebocoran.

Oleh karena bagaimanapun harus ada alat khususyang bisa membaca data e­KTP untuk mendukungfungsi sebagai satu­satunya tanda pengenal pendudukyang sah di wilayah NKRI. Sisi lainnya yang harusdiperhatikan adalah mengenai pelayanan dalampembuatan e­KTP yang masih harus dibenahi.Ketersediaan alat yang memadai, dan ketepatanwaktu pelayanan.

Pengembangan Alternatif Kebijakan sertaMenyeleksi Alternatif Terbaik

Melihat permasalahan e­KTP seperti pada uraiandi atas, perlu ada alternatif yang harus ditempuh. e­KTP ini sangat baik untuk diterapkan di NegaraIndonesia, termasuk di Kota Bandung. Selainmemudahkan Pemerintah untuk mendata penduduk,e­KTP juga dapat memberikan tanda bukti yang validatas keberadaan data pemiliknya. Dengan e­KTPpenduduk tidak bisa membuat kepalsuan datapribadinya, karena pembuatan e­KTP ini disertai sidikjari secara digital atau elektronik juga. Penduduktidak bisa menduplikasi kartu tanda penduduknyadengan data yang berbeda dikarenakan sidik jaritersebut. Jadi, e­KTP sangat efisien bila diterapkan.Orang­orang tidak bisa menghilangkan data diri ataumengubahnya.

Diharapkan untuk kecamatan­kecamatan yangsudah mulai menerapkan e­KTP, harus segeramemulai pendataan pembuatan e­KTP bagi pendudukdi kecamatan tersebut. Hal ini dikarenakan agaradanya angsuran pendataannya sehingga tidakmenambah hambatan untuk penerapan e­KTP didaerah lainnya.

Selain itu, diharapkan juga kepada masyarakatuntuk memiliki kesadaran dalam pembuatan e­KTP,yaitu dengan cara berbondong­bondong datang ketempat pembuatan e­KTP tanpa harus disuruh.Dengan demikian pihak pengurus pembuatan e­KTPtidak terlalu kerepotan dalam memberikan jadwalkepada penduduk untuk membuat e­KTP. Masyarakatyang telah datang berbondong­bondong membuat e­KTP telah ikut mewarnai perubahan yang terjadi.

Page 7: KEBIJAKAN PELAYANAN EKTPDI KOTABANDUNG

Ika Widiastuti,1 ­ 8

Kebijakan Pelayanan e­KTPdi Kota Bandung

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 Januari­Juli 20187

Mereka telah berani membawa sikap positif terhadapperubahan. Mungkin sebagian mereka berpikir agardiakui oleh pemerintah kewarganegaraannya denganber­KTP nasional mereka ingin mengikuti danmerasakan perkembangan zaman. Merekalah yangdengan segala keterbatasannya rela menghilangkanpikiran negatif terhadap perubahan yang terjadi.

Namun bagi masyarakat yang acuh terhadapperubahan ini, harus siap dengan yang masalah yangtimbul kemudian. Pada kepengurusan administrasikependudukan, data mereka menjadi tersendatdibanding dengan yang sudah memiliki e­KTP.Mereka juga tidak mendapatkan beberapa layanandari pemerintah dan swasta dikarenakan data pribadiyang sudah tidak tersistem di database nasional.Inilah sebuah perubahan yang dilakukan olehpemerintah. Perubahan tidak dapat dihindari, tetapiperubahan harus dihadapi, untuk dibuat menjadisesuatu yang berarti. Saat ini perekaman databasependuduk telah menggunakan perlengkapaninformasi teknologi dan komunikasi yang handal,cepat serta didukung SDM yang sesuai, semakinmemaknai, bahwa perubahan ini harus diteruskan. e­KTP membawa perubahan perbaikan buat diri,masyarakat bahkan Negara.

Pemerintah juga harus aktif dalam memberikanpemahaman mengenai e­KTP kepada masyarakat,yaitu dengan cara mensosialisasikan melalui mediacetak, media masa, ataupun secara langsung datang ditengah­tengah masyarakat. Sehingga bagi masyarakatyang memang belum paham mengenai e­KTP dapatmengikuti sosialisasi tersebut. Oleh karena itu, perluditekankan kepada masyarakat untuk memilikikesadaran dalam berpartisipasi dalam sebuahperubahan. Selain itu, untuk pengurus proyek e­KTPini, harus disusun perincian dana yang dibutuhkan,dikeluarkan, serta dana yang masuk agar jelaspenggunaannya. Sehingga tidak timbul masalah baruyang dapat menghambat perkembangan e­KTP.

Kekurangan dan Kelebihan ImplementasiKebijakan e­KTP di Kota Bandung

Banyak hal yang perlu dibenahi dalamimplementasi kebijakan e­KTP, khususnya mengenaisosialisasi yang masih belum menjangkau luas kedaerah­daerah pelosok. Hal ini merupakan tugas yangharus dijalankan pemerintah jika berharap penerapane­KTP berjalan efektif sesuai target yang telah

disusun pada UU RI No.23 Tahun 2006 danPERPRES RI No. 26 Tahun 2009.

Disisi lain, kebijakan e­KTP ini memilikikelebihan dalam implementasinya, yaitu kebijakan inimencegah dan menutup peluang adanya KTP gandadan KTP palsu. Sehingga memberikan rasa aman dankepastian hukum bagi masyarakat untuk mendukungterwujudnya database kependudukan yang akurat,khususnya yang berkaitan dengan data penduduk.Wajib KTP identik dengan data pendudukpotensial pemilih pemilu (DP4). DP4 Pemilu yangselama ini sering bermasalah tidak terjadi lagi. SemuaWNI yang berhak memilih diharapkan dapat terjaminhak pilihnya, dapat mendukung peningkatankeamanan negara karena tertutupnya peluang KTPganda dan KTP palsu (selama ini para pelakukriminal termasuk teroris menggunakan KTP gandadan KTP palsu) dan banyak manfaat yang lainnya.

PENUTUP

KesimpulanDalam proses implementasi pelayanan e­KTP

masih dijumpai beberapa permasalahan yangdihadapi yaitu lambatnya pelayanan e­KTP,rendahnya kualitas SDM, adanya oknum aparaturdesa (kepala desa) melakukan pungutan liar pada saatpengambilan e­KTP, dan lain­lain. e­KTPberhubungan dengan peluang masyarakat dalammengakses berbagai layanan dasar. Pemerintahmensyaratkan untuk memiliki e­KTP agar dapatmengakses berbagai fasilitas dan bantuan pemerintah.Dengan kata lain, e­KTP dapat berfungsi sebagaipintu masuk bagi masyarakat terhadap layanan dasarseperti pendidikan dan kesehatan.

Saran­SaranMelalui e­KTP, diharapkan mampu mengatasi

penyimpangan­penyimpangan yang terjadi selama.Pada e­KTP terdapat rekaman identitas pendudukyang tidak dapat dipalsukan dan hanya dimiliki olehsatu orang saja. Peran penduduk terkait pelayananpublik di sektor administrasi pemerintahan juga dapatlebih ditingkatkan agar kerjasama dalam halpembangunan daerah dapat terwujud secara baik.

Untuk dapat menyelenggarakan pemerintahanyang baik dituntut aparatur pemerintah yangprofesional, jujur, adil, merata dalam

Page 8: KEBIJAKAN PELAYANAN EKTPDI KOTABANDUNG

Ika Widiastuti,1 ­ 8

Kebijakan Pelayanan e­KTPdi Kota Bandung

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 Januari­Juli 20188

penyelenggaraan tugas Negara, pemerintah, danpembangunan. Hal ini merupakan prasyarat dalammeningkatkan mutu penyelenggaraan dan kualitaspelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat.Adanya sosialisasi pemerintah kepada masyarakatKota Bandung sehingga informasi dapat merata sertaterlaksananya kebijakan pelayanan e­KTP di KotaBandung. Diperlukan pula evaluasi kebijakan untukmencapai keberhasilan dalam suatu program.

Dibutuhkan pelayanan publik denganmengembalikan dan mendudukkan pelayan dan yangdilayani ke pengertian yang sesungguhnya. Dengandemikian kinerja aparatur pemerintah dalammemberikan pelayanan publik menjadi lebih baik danpada akhirnya akan menghasilkan kualitas pelayananyang baik pula. Pelayanan publik yang diberikanharus bersifat transparan, akuntabel, kondisional,partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak, dankewajiban, menyajikan pelayanan yang berkualitas(prima) yang sangat tergantung pada tingkatkepuasan pelanggan yang dilayani. Selain itudiperlukan pula sistem, serta sarana dan prasaranayang memadai guna meningkatkan kualitas pelayananpublik.

DAFTAR PUSTAKAEdward III, George C. Implementing Public Policy.

Congressional Quarterly Press. Washington. 1980.Fitzimmons, James A. dan Mona Fitzimmons, J. Service

Management: Operation, Strategy and InformationTechnology, International Edition. McGraw­Hill. New York.2001.

Hardiyansah. Kualitas Pelayanan Publik (Konsep, Dimensi,Indikator dan Implementasinya. Gaya Media. Yogyakarta.2011.

Islamy, Irfan. Prinsip­Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara.Bina Aksara. Jakarta. 2003.

Moenir, H.A.S. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. PTBumi Aksara. Jakarta. 2006.

Moleong, Lexy J,. Metode Penelitian Kualitatif. RemajaRosdakarya. Bandung. 2004.

Nugroho, Riant. Public Policy: Dinamika Kebijakan­AnalisisKebijakan–Manajemen Kebijakan. Elex Media KomputindoKelompok Gramedia. Jakarta. 2011.

Prasetya, Irawan. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif UntukIlmu­Ilmu Sosial. DIA FISIP UI. Jakarta. 2006.

Ratminto & Winarsih. Manajemen Pelayanan. Pustaka Pelajar.Yogyakarta. 2006.

Sampara, Lukman. Manajemen Kualitas Pelayanan. STIA LANPress. Jakarta. 2002.

Sinambela, Lijan Poltak dkk. Reformasi Pelayanan Publik, Teori,Kebijakan dan Implementasi. Bumi Aksara. Jakarta. 2006.

Suharto, Edi. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik.Alfabeta. Bandung. 2008.

Thoha, Miftah. Ilmu Administrasi Negara. Rajawali Press.Jakarta. 2003.

Warella, Y., Administrasi Negara dan Kualitas Pelayanan Publik.Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik. 2004.

Wibawa, Samodra. Evaluasi Kebijakan Publik. PT Raja GrafindoPersada. Jakarta. 1994.

Winarno, Budi. Teori Dan Proses Kebijakan Publik. MediaPressindo. Yogyakarta. 2002.