KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI...

110
KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI DENGAN VIETNAM TAHUN 2015 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Ahmad Deedat 1112113000070 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019

Transcript of KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI...

Page 1: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI

DENGAN VIETNAM TAHUN 2015

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Ahmad Deedat

1112113000070

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

Page 2: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Dengan ini saya menyatakan bahwa, skripsi yang berjudul:

KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI

DENGAN VIETNAM TAHUN 2015

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tangerang Selatan, 2 Mei 2019

Ahmad Deedat

Page 3: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa :

Nama : Ahmad Deedat

NIM : 1112113000070

Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI

DENGAN VIETNAM TAHUN 2015

dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Tangerang Selatan, 2 Mei 2019

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Program Studi, Pembimbing,

Ahmad Alfajri, M.A. Febri Dirgantara Hasibuan, M.M

Page 4: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI

DENGAN VIETNAM TAHUN 2015

oleh:

Ahmad Deedat

1112113000070

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal

20 Mei 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.

Ketua, Sekretaris,

Ahmad Alfajri, M.A. Eva Mushoffa, MHSPS

Penguji I, Penguji II,

Irfan R. Hutagalung LL. M Teguh Santosa, M.A.

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada 20 Mei 2019.

Ketua Program Studi,

Ahmad Alfajri, M.A.

Page 5: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

v

ABSTRAK

Hubungan bilateral antara Indonesia dan Vietnam sudah terjalin cukup lama,

Indonesia sudah memiliki hubungan informal dengan Vietnam sejak tahun 1940-

an. Hubungan diplomatik antara Jakarta dengan Hanoi dideklarasikan setelah

Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955. Setelah itu barulah kedua

negara melakukan deklarasi hubungan diplomatik yang ditandai dengan

dibukanya Konsulat Republik Indonesia di Hanoi pada tahun 1955. Saat ini,

kedua negara terus membangun kerja sama yang kuat di berbagai sektor melalui

kemitraan strategis. Hasil dari kemitraan ini dapat dilihat dari peningkatan

hubungan kerja sama bilateral di berbagai bidang. Untuk mencegah dampak

negatif dari kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan aspek lainnya diperlukan

kerja sama antarnegara yang efektif melalui perjanjian, baik bilateral maupun

multilateral, khususnya dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan

transnasional. Untuk meningkatkan hubungan dan kerja sama yang efektif

tersebut, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Vietnam akhirnya

menandatangani perjanjian ekstradisi di Jakarta pada tahun 2013. Perjanjian

tersebut kemudian disahkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5

tahun 2015 tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia

dan Republik Sosialis Vietnam.

Dalam skripsi ini, menggunakan metode kualitatif untuk menjelaskan upaya

Indonesia melakukan perjanjian ekstradisi dengan Vietnam. Kemudian, untuk

mengelaborasi secara mendalam, kerangka teori yang digunakan teori neorealisme

dan kepentingan nasional serta kebijakan luar negeri. Tujuan dari penelitian ini

yaitu untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi Indonesia melakukan

perjanjian ekstradisi dengan Vietnam.

Kata kunci: Ekstradisi, Perjanjian Ekstradisi, Hubungan Bilateral, Indonesia,

Vietnam.

Page 6: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirabbil’alamiin, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karuni-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Shalawat serta salam tak lupa kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW,

beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya semoga kita semua mendapatkan

syafaatnya di yaumil akhir nanti. Aamiin.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat akademis di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendapatkan gelar sarjana pada

program studi Hubungan Internasional. Penulis berterima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu,

penuli menyampaikan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, Dzat yang Maha Sempurna, yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk selalu bersyukur.

2. Orang tua, keluarga besar Abdullah yang telah memberikan dukungan

baik moril dan materil kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

studi dengan lancar.

3. Bapak Febri Dirgantara Hasibuan, M.M selaku dosen pembimbing yang

telah bersedia meluangkan waktu dan pemikirannya selama membantu

penulis menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak atas kesabaran

dan ilmu yang Bapak berikan kepada penulis.

4. Bapak Ahmad Alfajri, M.A selaku ketua Program Studi Hubungan

Internasional sekaligus dosen pembimbing saat seminar proposal

Page 7: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

vii

penulis. Terima kasih banyak atas ilmu yang Bapak berikan kepada

penulis.

5. Jajaran dosen dan staf Program Studi Hubungan Internasional. Terima

kasih atas ilmu yang sangat bermanfaat serta kemudahan administrasi

yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

6. Sahabat penulis yaitu Bahrel Wafi, Abdullah Zein, Rizky Indrawan,

Djordi Prakoso, Ratna KJ, serta teman-teman HI UIN Jakarta Angkatan

2012. Terima kasih atas kebersamaannya.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

memberikan bantuan selama proses penulisan skripsi ini.

Dengan demikian, penulis berharap skripsi ini dapat menjadi bermanfaat

bagi orang lain terutama para akademisi yang juga akan meneliti tentang isu

ekstradisi. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak

agar skripsi ini dapat memberikan informasi yang baik bagi pembacanya.

Ahmad Deedat

Page 8: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

viii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ......................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ..................................................... iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................... iv

ABSTRAK .............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ...................................................................... x

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 9

D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 10

E. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 12

E.1. Kepentingan Nasional ....................................................................... 12

E.2. Kebijakan Luar Negeri ...................................................................... 15

F. Metode Penelitian....................................................................................... 19

G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 21

BAB II SEJARAH DAN DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL

INDONESIA DENGAN VIETNAM

A. Sejarah Hubungan Diplomatik Indonesia Dengan Vietnam ...................... 24

B. Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia Dengan Vietnam ....................... 29

Page 9: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

ix

BAB III PERJANJIAN EKSTRADISI INDONESIA DENGAN VIETNAM

A. Perjanjian Ekstradisi................................................................................... 42

B. Hukum Internasional .................................................................................. 57

BAB IV ANALISA KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN

PERJANJIAN EKSTRADISI INDONESIA DENGAN VIETNAM TAHUN

2015

A. Kepentingan Nasional Indonesia Melakukan Perjanjian Ekstradisi Dengan

Vietnam .................................................................................................................. 63

B. Kebijakan Luar Negeri Indonesia Melakukan Perjanjian Ekstradisi Dengan

Vietnam .................................................................................................................. 70

B.1. Faktor Internal ................................................................................... 70

B.2. Faktor Eksternal ................................................................................ 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 81

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... xii

LAMPIRAN..........................................................................................................

Page 10: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

x

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Gambar III.1 Mekanisme Prosedur dan Proses Permintaan Ekstradisi Sebagai

Negara Diminta.....................................................................................................

Gambar III.2. Mekanisme Prosedur dan Proses Permintaan Ekstradisi Sebagai

Negara Peminta.....................................................................................................

Gambar IV.1 Peta Kawasan Asia Tenggara..........................................................

Gambar IV.2 Jumlah Kerugian Dari Kejahatan Transnasional di Asia Timur dan

Pasifik.................................................................................................................... 68

Gambar IV.3 Jalur Kejahatan Transnasional di ASEAN.....................................69

Page 11: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

xi

DAFTAR SINGKATAN

PBB : Persatuan Bangsa Bangsa

ASEAN : Association of Southeast Asian Nations

PKI : Partai Komunis Indonesia

APEC : Asia-Pacific Economic Cooperation

KTT : Konferensi Tingkat Tinggi

MOU : Memorandum of Understanding

NGO : Non-Governmental Organization

Page 12: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Skripsi ini mengkaji kebijakan Indonesia dalam melakukan perjanjian

ekstradisi dengan Vietnam tahun 2015. Perlu diketahui di era globalisasi seperti

sekarang ini perjanjian internasional merupakan sumber aspek hukum yang sangat

penting. Mengingat di era globalisasi yang meningkatkan kemajuan dalam bidang

teknologi, telekomunikasi, dan transportasi. Adanya percepatan perkembangan

globalisasi itulah yang membuat pertumbuhan mobilitas manusia dan ekonomi,

namun juga dikhawatirkan dapat menimbulkan efek yang negatif, karena data

yang dimiliki oleh seseorang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku tindak

kejahatan.

Oleh sebab itu dengan adanya kemudahan yang didapat dari adanya

teknologi ini bisa menghindarkan mereka dari tuntutan hukum atas kejahatannya,

dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum yang menimpanya, dengan

melewati negara yang belum mempunyai payung hukum internasional. Dengan

adanya ekstradisi ini dinilai dapat memperkuat instrumen penegakan hukum, dan

dapat dikatakan lebih relevan untuk menangani suatu kasus kejahatan

transnasional.

Kondisi yang mengkhawatirkan sebagai dampak dari perkembangan

teknologi informasi adalah ruang lingkup tindak kejahatan tidak hanya terbatas

Page 13: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

2

pada ruang lingkup lokal atau nasional saja, tetapi sudah mencapai skala level

internasional. Kejahatan yang menjangkau ruang lingkup internasional inilah yang

disebut dengan kejahatan transnasional.

Kejahatan transnasional adalah kejahatan konvensional yang dilakukan

lintas negara dan tindakan tersebut diatur baik dalam yurisdiksi negara asal

maupun negara korban. Pada tahun 1974, United Nations Crime Prevention and

Criminal Justice Branch telah menggunakan konsep transnational crime untuk

menyebut beberapa fenomena kejahatan lintas negara tentang permaslahan

yurisdiksi beberapa negara atau berimplikasi pada negara lain.1

Dewan ekonomi dan sosial, dalam resolusi tanggal 25 Mei 1984, meminta

sekretaris jenderal PBB mempertahankan dan mengembangkan basis data terkait

kejahatan dan terus melakukan survei tren kejahatan operasi sistem peradilan

pidana.2 Tujuan utama dari survei itu adalah untuk mengumpulkan data tentang

insiden kejahatan yang dilaporkan dan operasi sistem peradilan pidana dengan

maksud untuk meningkatkan analisis dan penyebaran informasi tersebut secara

global.3

Kemudian pada tahun 1994 melalui United Nations Surveys on Crime

Trends and The Operations of Criminal Justice Systems, PBB mendefinisikan

kejahatan transnasional sebagai perbuatan melanggar hukum yang proses

1 G. O. Mueller, “Transnational Crime: Definition and Concepts”, in P. Williams and D. Vlassis,

eds, Combating Transnational Crime: Activities and Responses, (London: Frank Cass Publishers,

2001), h. 13-21. 2 UNODC, “United Nations Surveys on Crime Trends and the Operations of Criminal Justice

Systems (UN-CTS)”, website online, diakses pada tanggal 8 January 2018 dari

https://www.unodc.org/unodc/en/data-and-analysis/United-Nations-Surveys-on-Crime-Trends-

and-the-Operations-of-Criminal-Justice-Systems.html 3 Ibid.

Page 14: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

3

pelaksanaannya baik langsung maupun tidak langsung melibatkan aktor lebih dari

satu negara.

Berdasarkan definisi tersebut PBB akhirnya mengidentifikasi 18 bentuk

kejahatan transnasional yang meliputi pencucian uang, perdagangan narkoba

ilegal, korupsi penyuapan dikalangan pemerintah, pembobolan informasi rahasia

dari suatu bisnis legal, penipuan yang mengakibatkan kebangkrutan, cyber crime,

pencurian hasil karya intelektual, perdagangan senjata ilegal, terorisme,

pembajakan pesawat, pembajakan laut, pembajakan di jalur darat, people

smugling, perdagangan organ tubuh manusia, pencurian karya seni dan objek

budaya, kejahatan lingkungan, serta kejahatan lainnya yang dilakukan oleh

kelompok kriminal.4

Kejahatan transnasional merupakan bentuk kejahatan yang dapat

mengancam kehidupan masyarakat seperti ekonomi, sosial, ketertiban, dan

keamanan baik nasional maupun regional. Perkembangan kejahatan transnasional

di Indonesia baik dari adanya dampak globalisasi juga faktor-faktor lainnya yang

berkaitan dengan pergerakan manusia dari suatu wilayah ke negara lainnya atau

dari suatu kawasan ke kawasan lainnya. Sehingga sangat potensial muncul dan

berkembangnya jenis kejahatan baru lintas batas negara.

Kejahatan transnasional merupakan ancaman serius bagi Indonesia.

Khususnya, berupa terorisme, cyber crime, drug trafficking, mengalami

perkemabangan yang signifikan. Kejahatan transnasional yang cenderung

4 NTS Alert, “Transnational Organised Crime in Southeast Asia: Threat Assesment”, website

online (2010), diakses pada tanggal 7 Januari 2018 dari http://www3.ntu.edu.sg/rsis/nts/HTML-

Newsletter/alert/NTS-alert-jul-1001.html

Page 15: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

4

melibatkan jaraingan-jaringan diberbagai negara mengakibatkan perlunya

kerjasama baik regional maupun internasional dengan negara lain dalam hal

pertukaran data dan informasi.

Penanganan dan penanggulangan kejahatan transnasional merupakan

bentuk ancaman untuk kehidupan masyarakat di bidang ekonomi, sosial, budaya,

ketertiban, dan keamanan baik nasional maupun regional. Indonesia sebagai

negara kepulauan yang padat dengan penduduk sangat berpotensi bagi pelaku

kejahatan transnasional untuk memperluas jaringannya, sebaliknya bagi Indonesia

ini merupakan sebagai ancaman keamanan, ancaman kedaulatan negara, serta

ancaman bagi anak bangsa.

Dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan transnasional pada

dasarnya sangat sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan dalam proses penegakan

hukum terhadap kejahatan transnasional memerlukan kerjasama antar negara yang

mempunyai hubungan kerjasama ekstradisi dengan negara yang bersangkutan.

Kerjasama antar negara tersebut dapat berupa perjanjian kerjasama antar negara

dalam bentuk perjanjian, yang disebut perjanjian internasional. Dalam hal ini

perjanjian internasional yang dipergunakan dalam proses penegakan hukum

kejahatan transnasional antara lain adalah perjanjian ekstradisi.

Perjanjian ekstradisi merupakan dasar dari permintaan dan penyerahan

seorang tersangka kejahatan transnasional oleh negara yang mengajukan

permohonan ekstradisi. Dengan adanya hubungan bilateral kedua negara proses

ekstradisi lebih mudah, karena seringkali suatu negara yang wilayahnya dijadikan

tempat berlindung oleh seorang penjahat yang jelas sudah mendapatkan vonis

Page 16: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

5

hukum, mereka tidak dapat menuntut atau menjatuhkan pidana kepadanya semata-

mata disebabkan oleh beberapa aturan teknis hukum pidana atau karena tidak

adanya yurisdiksi atas seseorang terduga tersebut.

Penjahat harus dipidana oleh negara tempat ia berlindung atau diserahkan

kepada negara yang bersedia dan mau memindahkannya. Terkadang negara yang

meminta kerjasama untuk memproses tersangka yang ingin diekstradisi ke negara

asalnya, agak kesulitan meminta ke negara tersebut.

Di dalam sistem internasional, tidak terdapat suatu kekuasaan tertinggi

yang dapat memaksakan keputusan-keputusannya kepada suatu negara, dan tidak

adanya badan legislatif internasional yang mengatur ketentuan-ketentuan hukum

yang berlaku serta mengikat secara langsung dengan negara anggota lain. Di

samping tidak adanya angkatan bersenjata untuk menegakkan sanksi-sanksi yang

dianggap melanggar hukum internasional. Oleh karena itu, setiap negara harus

merasa perlu untuk mematuhi suatu hukum internasional demi terciptanya

keamanan dengan negara-negara lain yang melindungi dari berbagai

kepentingannya.5

Hukum Internasional dapat diartikan sebagai suatu himpunan dari

peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur

hubungan antara negara-negara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam

kehidupan masyarakat internasional. Perlu diketahui bahwa tujuan utama suatu

negara dalam kehidupan masyarakat internasional adalah untuk melindungi

kepentingan mereka sendiri.

5 Boer Mauna, Hukum Internasional, “Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika

Global”, (Bandung: Alumni, 2001), h. 2-3.

Page 17: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

6

Pelanggaran terhadap norma dan prinsip-prinsip hukum internasional pada

umumnya akan selalu dibenarkan oleh negara-negara tersebut sebagai tindakan

yang tidak melanggar hukum. Kedudukan hukum internasional tidak dapat

sebanding dengan kedudukan hukum nasional. Mengingat bahwa yang membuat

hukum internasional itu sendiri yaitu negara-negara, baik melalui hukum biasa

maupun hukum tertulis. Yang mana negara-negara itu merupakan aktor sekaligus

pengawas dari pelaksanaan tersebut.6

Tidak adanya ikatan hukum internasional menyebabkan setiap negara di

dalam sistem internasional tidak memiliki suatu kesepakatan bersama yang

bersifat universal. Dalam kasus tindak kriminilatas, misalnya, negara yang satu

memiliki perbedaan dengan negara lainnya dalam memandang dan memposisikan

para pelaku tindak kriminalitas yang melarikan diri dari negara asalnya untuk

mencari suaka atau perlindungan di negara yang dituju. Ketika terdapat sebagian

negara yang menolak untuk memberikan perlindungan kepada para pelaku tindak

kriminalitas dan memilih untuk menangkap dan meyerahkan mereka ke negara

asalnya, sebagian negara yang lain justru memilih untuk bertindak sebaliknya

yaitu agar meyediakan tempat perlindungan bagi mereka.

Munculnya permasalahan seperti pelarian pelaku tindak kriminal ke

negara lain tersebut meyebabkan timbulnya kesadaran sebagian besar negara akan

pentingnya keberadaan perjanjian ekstradisi ini sebagai sebuah bentuk perjanjian

internasional dalam menjaga hubungan bilateral yang baik antar setiap negara.

Ekstradisi berasal dari kata latin “extradere” yang berarti ex adalah keluar,

6 Ibid.

Page 18: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

7

sedangkan tradere berarti memberikan yang maksudnya ialah menyerahkan.

Istilah ekstradisi ini lebih dikenal atau biasanya digunakan terutama dalam

penyerahan pelaku kejahatan dari suatu negara kepada negara peminta.7

Menurut undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1979, ekstradisi

adalah penyerahan oleh suatu negara yang meminta penyerahan seseorang yang

disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara

yang menyerahkan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan

tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan menghukumnya.8

Pada umumnya, ekstradisi adalah sebagai akibat dari hak asylum yaitu

tujuan politik dan merupakan sarana untuk mencapai tujuan kekuasaan, namun

pada saat ini ekstradisi diimplementasikan guna melewati batas wilayah negara

dalam arti agar hukum pidana nasional dapat diterapkan terhadap para penjahat

yang melarikan diri ke negara lain atau agar keputusan pengadilan terhadap

seorang penjahat yang melarikan diri ke luar negeri dapat dilaksanakan.9

Menurut definisi lain, perjajian ekstradisi adalah penyerahan yang

dilakukan secara formal baik berdasarkan perjanjian ekstradisi yang diadakan

sebelumnya atau berdasarkan prinsip timbal balik, atas seseorang yang tertuduh

atau terdakwa atas seseorang yang telah dijatuhi hukuman atas kejahatan yang

dilakukannya secara terhukum atau terpidana oleh negara tempatnya melarikan

diri atau berada dan bersembunyi kepada negara yang memiliki yurisdiksi untuk

7 NCB-Interpol Indonesia, “Ekstradisi”, website online (2008), diakses pada tanggal 7 Januari

2018 dari http://www.interpol.go.id/id/uu-dan-hukum/ekstradisi/definisi-prosedur-dan-

implementasi-ekstradisi/262-ekstradisi 8 Ibid.

9 Ibid.

Page 19: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

8

mengadili atau menghukumnya atas permintaan dari negara tersebut, dengan

tujuan untuk mengadili atau melaksanakan hukumannya.10

Hubungan bilateral antara Indonesia dengan Vietnam pada dasarnya

berjalan dengan baik jika ditinjau dari berbagai sisi secara umum. Namun

demikian, melihat seiring pergantian zaman terus berjalan tidak bisa dipungkiri

lagi kedua negara harus melakukan perjanjian tersebut.

Indonesia merupakan negara yang sarat akan tindak kejahatan

transnasional. Hal inilah tentu sangat sekali merugikan negara di dalam berbagai

bidang, baik itu ekonomi, politik, sosial, hukum dan keamanan. Terdapat banyak

sekali tindak kejahatan dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Sayangnya, sebagaian besar kasus tidak dapat diusut secara tuntas akibat larinya

para penjahat-penjahat yang tidak bertanggung jawab ini yang sangat merugikan

negara. Sungguh ironis melihat keadaan negara yang begitu memprihatinkan ini,

disaat negara sedang berkembang ingin membangun peradaban, malah dirugikan

dengan hal-hal tersebut.

Demikian hal tersebut menjadi menarik perhatian peneliti untuk

melakukan analisis lebih lanjut. Karena mengingat Indonesia dengan Vietnam

belum memiliki perjanjian ekstradisi. Dengan adanya perjanjian ekstradisi ini

akan memperkuat instrumen penegakan hukum serta menjaga stabilitas keamanan

baik di Indonesia maupun di kawasan. Maka dengan disahkannya undang-ndang

perjanjian ekstradisi nantinya potensi akan datang dan orang lari ke Vietnam juga

bisa dicegah, khususnya dalam kasus transnational crime. Selain itu, perjanjian

10

I Wayan Phartiana, “Ekstradisi Dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional Indonesia”,

(Bandung: Alumni, 1993), h. 16.

Page 20: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

9

ekstradisi juga akan mempersempit ruang gerak para pelaku tindak kejahatan yang

ingin melarikan diri ataupun berpindah kewarganegaraan ke Vietnam maupun ke

wilayah kawasan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengambil judul

“Kebijakan Indonesia Melakukan Perjanjian Ekstradisi Dengan Vietnam Tahun

2015”.

B. Rumusan Masalah

Setelah penjelasan latar belakang sebelumnya, penjelasan di atas

setidaknya memberi gambaran mengenai hubungan kerjasama Indonesia dengan

Vietnam. Maka pernyataan masalah yang akan diajukan adalah:

“Mengapa Indonesia melakukan perjanjian ekstradisi dengan Vietnam

tahun 2015?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Skripsi ini bertujuan untuk:

Mengetahui apa aja saja faktor-faktor yang melatarbelakangi Indonesia dan

Vietnam dalam melandasi kepentingan kedua negara.

1. Mengetahui tentang proses hubungan bilateral pemerintah Indonesia

dengan Vietnam dalam kerjasama ektradisi.

2. Menganalisa tentang bagaimana upaya pemerintah Indonesia untuk

melakukan kerjasama ekstradisi dengan Vietnam dengan menggunakan

konsep kepentingan nasional kebijakan luar negeri.

Page 21: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

10

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat berkonstribusi dalam membuat

sumber atau rujukan bagi penelitian-penelitian terkait yang berhubungan dengan

kerjasama ekstradisi antara Indonesia dengan Vietnam, terutama untuk peneliti

mahasiswa Hubungan Internasional.

D. Tinjauan Pustaka

Untuk menganalisa lebih dalam mengenai perjanjian ekstradisi, ada

beberapa literatur yang relevan dalam membahas isu tersebut. Salah satunya

adalah artikel yang ditulis oleh Rika Erawaty dalam jurnal ilmiah hukum Yuriska

Volume 3 No 2 Tahun 201111

dengan judul “Kajian Tentang Perjanjian Ekstradisi

Indonesia-Malaysia Dalam Memberantas Kejahatan dan Pelaksanaannya di

Indonesia”. Rika Erawaty menjelaskan bahwa perjanjian ekstradisi antara

Indonesia dan Malaysia penting untuk dilakukan mengingat kedua negara

berdekatan secara teritori dan juga kultural sehingga orang-orang yang ingin

melarikan diri dari proses hukum di salah satu negara akan memilih melarikan diri

ke negara tetangga. Untuk itu, Indonesia dan Malaysia sepakat membuat Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 1974 yang kemudian diratifikasi oleh Indonesia dengan

lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979. Perbedaan antara penelitian ini

dengan artikel jurnal tersebut terdapat pada sisi pendekatan ilmiah dan objek

pembahasannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan hubungan internasional

dalam memahami perjanjian ekstradisi dan objek pembahasan penelitian ini

adalah Indonesia dengan Vietnam.

11

Rika Erawaty, dkk, Jurnal Ilmiah Hukum Yuriska Volume 3 No. 2 (2011), Universitas Widya

Gama Mulawarman, h. 52-68.

Page 22: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

11

Kemudian, peneliti dari Universitas Botswana, Jonas Obonye menulis

artikel jurnal dengan judul Human Rights, Extradition and The Death Penalty:

Reflections on the stand-off between Botswana and South Africa pada

International Journal on Human Rights Volume 10 Nomor 18 Tahun 201312

Jonas

Obonye menjelesakan mengenai perjanjian ekstradisi antar Afrika Selatan dan

Botswana yang tidak memperhatikan hak asasi manusia yang melekat pada setiap

individu. Di sisi lain, Obonye juga menyadari dilema hukum yang terjadi akibat

simpati yang akan menjadi hambatan dalam memerangi kejahatan transnasional

dan internasional. Perbedaan penelitian ini dengan artikel jurnal tersebut adalah

dari sisi perspektif. Jonas Obonye menggunakan sisi persepektif Hak Asasi

Manusi dalam membahas perjanjian ekstradisi sedangkan penelitian ini

menggunakan persepektif kepentingan nasional dalam memahami perjanjian

ekstradisi.

Terakhir, penelitian dari Raisa Natasha dengan judul skripsi “Ekstradisi

sebagai Salah Satu Upaya Penanggulan Masalah Perdagangan Manusia” (Human

Trafficking) Menurut Hukum Internasional13

Raisa menjelaskan mengenai praktik

penerapan ekstradisi yang dilakukan antara Indonesia dan Australia khususnya

penanganan masalah perdagangan manusia. Raisa menyimpulkan bahwa

pentingnya peran pengadilan negeri Indonesia dalam menentukan penetapan

ekstradisi bagi setiap individu. Kemudian, peran patroli lalu lintas laut sangat

12

Jonas Obonye, International Journal on Human Rights, “Extradition and The Death Penalty:

Reflections on The Stand-off Between Botswana and South Africa”, Volume 10 No 18, jurnal

online (2013), diakses pada 15 Januari 2018 dari

https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2401222 13

Raisa Natasha, Skripsi, “Ekstradisi Sebagai Salah Satu Upaya Penanggulan Masalah

Perdagangan Manusia (Human Trafficking) Menurut Hukum Internasional”, Universitas

Hasanuddin Makassar, (2014).

Page 23: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

12

krusial dalam menekan tingkan kejahatan human trafficking bagi kedua negara.

Perbedaan penelitian ini dengan skripsi tersebut adalah mengenai penekanan

masalah. Penelitian ini menekankan pentingnya ekstradisi bagi Indonesia dan

Vietnam untuk seluruh masalah kejahatan transnasional, tidak hanya membahas

isu human trafficking seperti yang ditulis oleh penulis tersebut.

E. Kerangka Pemikiran

Untuk menjelaskan mengapa Indonesia melakukan perjanjian ekstradisi

dengan Vietnam, maka skripsi ini akan menggunakan beberapa teori yaitu

kepentingan nasional, dan kebijakan luar negeri. Kedua teori tersebut merupakan

acuan untuk menganalisa mengapa Indonesia melakukan perjanjian ekstradisi

dengan Vietnam tahun 2015.

E.1. Kepentingan Nasional

Dalam menentukan arah kebijakan dan menetapkan keputusan, suata

negara akan terlebih dahulu merumuskan kepentingan nasionalnya. Untuk

memahami lebih dalam mengenai apa itu kepentingan nasional.

Menurut Kenneth Waltz, neorealisme adalah sebuah perspektif dalam

hubungan internasional. Menurut Waltz melalui bukunya yang berjudul “Theory

of International Politics”14

bahwa terdapat dua sistem dalam struktur politik, yaitu

hirarki dan anarki. Sistem hirarki bersifat tersentralisasi, dan memiliki institusi

pemerintah, sedangkan sistem anarki tidak tersentralisasi dan secara kontras tidak

14

Kenneth Waltz, “Theory of International Politics”, (Reading: Addison-Wesley, 1979).

Page 24: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

13

memiliki institusi pemerintah. Anarki, secara sederhana dapat dimaknai sebagai

ketiadaan otoritas tunggal dengan posisi di atas masing-masing aktor, sehingga

pola interaksi antar aktor menjadi tidak teratur.

Dunia berada dalam hubungan yang sistemik, di mana perilaku dan

kebijakan suatu negara dipengaruhi oleh suatu sistem internasional yang terjadi

saat itu, baik secara langsung atau tidak langsung.15

Munculnya teori neorealisme

ini bisa dikatakan suatu pengembangan teori dan kritik atas perspektif dari teori

realisme. Neoreaslime berfokus pada struktur internasional yang mempengaruhi

perilaku aktor negara.

Sistem internasional yang bersifat anarki. Sistem anarki memaparkan

keadaan yang kompetitif, di mana setiap negara harus bisa survive. Pertentangan

antar negara terjadi karena tidak adanya pemerintahan otoritas tertingi yang dapat

meciptakan aturan atau hukum yang bisa menjamin keamaan perilaku negara.16

Lalu sistem internasional menjadi faktor penting dalam menentukan aktor. Tujuan

satu negara ialah terciptanya international security (keamanan internasional).

Sementara dalam pengambilan kebijakan luar negeri suatu negara lebih

disebabkan oleh karena adanya sistem internasional yang anarki.

Neoralisme juga menjelaskan bahwa kepentingan itu merupakan strategi

yang dilakukan oleh pihak subjek yang didasari oleh kalkulasi tentang posisi

mereka di dalam sistem. Implikasi dari keadaan struktur anarki adalah setiap aktor

dalam sistem internasional tentu saja bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

15

George Sorensen and Robert Jackson, “Introduction to International Relations”, (New York:

Oxford University Press Inc, 1999). 16

Kenneth Waltz, “The Origins of War in International Theory, Journal of Interdiscplinary

History”, (1988), h. 88.

Page 25: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

14

Negara tidak dapat mempercayai negara lain dan timbul pemikiran “self help”

dalam mencapai kepentingan nasionalnya maupun menigkatkan keamanan

negara.17

Relevansi dari self help mengartikan bahwa setiap negara harus

menolong dirinya sendiri, agar tidak menjadi korban dari negara lain. Waltz

berpendapat bahwa kondisi anarki di dalam sistem internasional memaksa negara

untuk melakukan apa yang dibutuhkan untuk menjamin survivalitas negaranya,

walaupun dengan konsekuensi adanya peningkatan kemungkinan konflik

antarnegara.

Neorealisme berpendapat bahwa dalam struktur yang anarkis dan

dihadapkan dengan kebutuhan untuk dapat mempertahankan suvivalitas negara,

maka harus ada lebih dari satu aktor negara super power dalam politik

internasional.18

Setiap negara memiliki kepentingan nasional masing-masing.

Namun demikian, tidak semua kepentingan nasional dapat dipenuhi, tidak semua

bersifat saling menguntungkan, dan beberapa harus mengambil resiko penuh

dengan pengorbanan. Kepentingan nasional merupakan tanggung jawab

pemerintah dalam sebuah negara yang harus mengetahui dengan pasti dan

bagaimana pencapaian tersebut akan dilakukan.19

Kepentingan nasional yang dicapai pada umumnya bertujuan untuk

meningkatkan power negara dalam aspek-aspek yang berbeda, dan terkadang

harus dicapai dengan melakukan penekanan tertentu terhadap negara lain. Tidak

17

John Baylis, James Wirtz, Elliot Cohen and Colin S. Gray, “Strategy in The Contemporary

World: An Introduction to Strategic Studies”, (New York: Oxford University Press, 2002), h. 7. 18

Mersheimer, “Structural Realism, International Relations Theories: Discipline and Diversity”,

Third Edition, (Oxford: Oxford University Press, 2013), h. 85. 19

W. David Clinton, “The National Interest: Normative Foundation”, The Review Politics,

Volume 48, No. 4. (Autumn, 1986), h. 500.

Page 26: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

15

hanya tekanan yang didapat, pemenuhan kepentingan nasional juga dapat

dilakukan melalui ancaman terhadap satu negara ke negara yang lain.

Dalam politik internasional suatu negara akan mendapatkan respon dari

negara lain, bisa berbentuk positif ataupun negatif. Cara diplomasi seperti

negosiasi kerap dilakukan dalam arena politik internasional, sebagai sebuah

bentuk reaksi atas tindakan suatu negara internasional, dan sebagai sebuah bentuk

reaksi atas tindakan suatu negara dalam memenuhi kepentingan nasionalnya.20

Tujuannya adalah membentuk keseimbangan kekuatan (balance of power).

Keseimbangan kekuatan dalam perspektif neorealisme adalah kondisi ketika

terdapat lebih dari satu aktor super power yang menjadi penentu dalam dinamika

sistem internasional.21

E.2. Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri merupakan unsur yang tak terlepaskan dari negara.

Untuk mewujudkan kepentingan suatu negara maka sebuah negara perlu meramu

kebijakan luar negeri. Kebijakan luar negeri ini pun yang diterapkan harus

memenuhi semua kepentingan nasional maupun kepentingan internasional.

Menurut James N. Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri yaitu upaya

suatu negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan

memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya.22

Kebijakan luar negeri

20

Ibid. 21

Kenneth Waltz, “Theory of International Politics”, (Reading: Addison-Wesley, 1979), h. 121. 22

James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson, “World Politics: An Introduction”,

(New York: The Free Press, 1976), h. 27.

Page 27: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

16

menurutnya ditujukan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan

hidup suatu negara.23

Tujuan dari kebijakan luar negeri menurut Rosenau, sebenarnya

merupakan fungsi dari proses di mana tujuan negara dibuat. Tujuan tersebut

dipengaruhi oleh tinjauan yang dilihat masa lalu dan prospek untuk masa yang

akan datang. Tujuan kebijakan luar negeri melihat atas dasar tujuan jangka

panjang, menengah, dan jangka pendek. Pada dasarnya tujuan jangka panjang

kebijakan luar negeri adalah untuk mencapai perdamaian, kemanan, dan

kekuasaan.24

Dalam politik luar negeri sebagai suatu sistem, gambaran dari lingkungan

eksternal maupun internal sebagai input yang mempengaruhi politik luar negeri

suatu negara dipersepsikan oleh para pembuat keputusan dalam suatu proses

konversi menjadi output. Proses konversi yang terjadi dalam perumusan politik

luar negeri suatu negara ini mengacu pada pemaknaan situasi, baik yang

berlangsung dalam lingkungan ekstranal maupun internal dengan

mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai serta sarana kapabilitas yang

dimilikinya.25

Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang

dibuat oleh para pembuat kebijakan negara dalam menghadapi negara lain atau

23

Ibid. h. 32. 24

James N. Rosenau, “International Politics and Foreign Policy: A Reader in Research and

Theory”, (New York: The Free Press, 1969), h. 167. 25

James N. Rosenau, “The Scientific Study of Foreign Policy”, (New York: The Free Pas, 1980),

h. 171-173.

Page 28: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

17

unit politik internasional lainnya, dan dikelola untuk mencapai tujuan nasional

spesifik yang dituangkan dalam kepentingan nasional.26

Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara

memang bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional tersebut. Meskipun

kepentingan nasional suatu bangsa ditentukan oleh siapa saja yang menguasai

suatu kekuasaan. Untuk memenuhi kepentingan nasional banyak aktor kebijakan

luar negeri, seperti negara-negara maupun non state actor melakukan berbagai

macam kerjasama diantaranya adalah kerjasama bilateral, multilateral, dan

regional.27

Menurut K.J. Holsti, kebijakan luar negeri adalah tindakan atau gagasan

yang dirancang untuk memecahkan masalah atau meramu perubahan dalam suatu

lingkungan.28

Sementara Holsti, berpendapat bahwa ruang lingkup kebijakan luar

negeri meliputi semua tindakan serta aktivitas negara terhadap lingkungan

eksternalnya dalam upaya memperoleh keuntungan dari lingkungan tersebut, serta

hirau akan berbagai kondisi internal yang menopang formulasi tindakan

tersebut.29

Adapun perpsepektif kebijakan luar negeri menurut Holsti, dapat dibagi

menjadi empat komponen dari yang umum hingga kearah yang lebih spesifik

yaitu orientasi kebijakan luar negeri, peran nasional, tujuan, dan tindakan.30

26

Jack C. Plano dan Roy Olton, “The International Relations”, (California: ABC-Cilo, 1982), h. 5. 27

Mochtar Mas’oed, “Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metedologi”, (Jakarta: Pustaka

LP3ES Indonesia, 1994), h. 184. 28

K.J. Holsti, “International Politics: A Frame Work for Analysis”, (New Jersey: Prentice-Hall,

1983), h. 107. 29

K.J. Holsti, “Politik International: Suatu Kerangka Analisis”, (Bandung: Bina Cipta, 1992), h.

21. 30

Ibid.

Page 29: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

18

Holsti, menyatakan bahwa ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan

luar negeri, yaitu; faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor Internal:

a. Kepentingan ekonomi, sosial, dan keamanan. Tiga kepentingan ini

merupakan indikator bagi negara untuk mengeluarkan suatu kebijakan

luar negeri.

b. Atribut negera, merupakan ciri suatu simbol atribut negara.

Diantaranya meliputi, luas negara, sistem ekonomi dan juga populasi

dari suatu negara

c. Letak geografis, kondisi geografis suatu negara memiliki pengaruh

yang sangat penting dari perumusan kebijakan luar negeri, hal ini

berpengaruh kepada kondisi keamanan juga peluang kerjasama.

d. Struktur pemeritah, opini publik dan birokrasi. Tiga aspek tersebut

memberikan poin bagi negara untuk menentuka kebijakan luar

negerinya.

Faktor Eksternal:

a. Struktur ekonomi internasional, merupakan faktor yang berperan

dalam perumusan kebijakan luar negeri, hal ini dapat menajdi

perhatian ketika kebijkaan luar negeri memiliki tujuan untuk bidang

ekonomi suatu negara.

Page 30: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

19

b. Kebijakan dari aktor lain, pembuat kebijakan dapat menjadikan

tindakan aktor lain sebagai peluang atau juga sebagai dasar utama

suatu kebijakan luar negeri dapat diputuskan oleh negara.

c. Hukum internasional dan opini publik, dalam memutuskan kebijakan

luar negeri negara harus memperhatikan hukum internasional yang

sedang berlangsung dan juga opini publik terhadap kebijakan luar

negeri yang akan diputuskan.

d. Masalah global dan regional, hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi

negara untuk menentukan arah kebijakan luar negeri dengan

memperhatikan kondisi global dan kondisi regional yang menjadi

landasan kebijakan legeri suatu negara.

Faktor yang melatarbelakangi Indonesia dalam mengambil keputusan

kerjasama ekstradisi dengan Vietnam yaitu dengan melakukan tindakan yang

dikaji terlebih dahulu dalam suatu bentuk kebijakan luar negeri. Dalam skripsi ini

penulis hanya memakai beberapa faktor saja, yaitu adanya faktor hukum dan

keamanan.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara atau langkah yang diterapkan guna

melakukan kajian terhadap masalah yang bertujuan untuk mencari cara

pemecahan berdasarkan data yang dihimpun. Penelitian ini akan menggunakan

metode penelitian kualitatif yang didefinisikian oleh John W. Creswell sebagai

Page 31: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

20

suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu

gejala sentral.31

Jenis penelitian yang bersifat deskriptif analisis agar dapat menjelaskan

kebijakan Indonesia melakukan perjanjian ekstradisi dengan Vietnam. Di dalam

penelitian ini akan melewati dua proses penelitian, yakni menjelaskan mengenai

kasus yang akan dibahas dalam penelitian dan proses tersebut kemudian

dilanjutkan dengan menganalisa penjabaran kasus berdasarkan pertanyaan

penelitian yang telah disusun. Dalam menunjang proses penelitian ini akan

digunakan penelitian studi kasus dengan membahas sebuah kasus berdasarkan

teori yang menjadi sudut pandang penulis.

Sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Untuk melengkapi

data informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini dengan menggunakan data

yang diperoleh dari buku, jurnal, artikel, dan website.

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian

ini yaitu, pertama melalui studi kepustakaan (library research), yaitu mencari data

dan mengumpulkan data serta informasi berdasarkan literature atau referensi yang

berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Lalu data yang digunakan adalah

dengan studi kepustakaan atau literatur. Teknik ini digunakan dengan

mengumpulkan sumber-sumber kepustakaan yang berkaitan dengan topik yang

dibahas dan menghubungkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan terdahulu.

Kedua, setelah data diperoleh maka dilakukan analisis atas data tersebut.

Sumber dari data sekunder tersebut kemudia dianalisis dan dihubungkan dengan

31

Dr. J. R. Raco, “Metode Penelitian Kualitatif”, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 7.

Page 32: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

21

teori untuk mendapatkan kebijakan Indonesia melakukan perjanjian ekstradisi

dengan Vietnam tahun 2015.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini dibagi ke

dalam lima bab. Dimana masing-masing bab akan menjelaskan masalah secara

sistematis, maka penelitian ini akan ditulis berdasarkan sistematika sebagai

berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada Bab I akan dipaparkan latar belakang masalah yang merupakan

signifikansi dari isu yang akan dikaji dan menampilkan sebuah rumusan masalah

yang menjadi fokus pembahasan yang dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat dari

skripsi ini. Kemudian, skripsi ini juga menjelaskan tinjauan pustaka serta

menguraikan apa dari teori dan konsep yang digunakan untuk menjawab

pertanyaan penelitian.

Pada bab ini berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang

mengenai perjanjian ekstradisi dan penjelasan mengapa kedua negara

menginginkan perjanjian tersebut. Bab ini juga memberikan perjelasan mengenai

konsep yang akan digunakan untuk menganalisa penelitian serta sistematika

penulisan yang digunakan penulis dalam membantu menjelaskan skripsi ini.

Page 33: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

22

BAB II: SEJARAH DAN DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL

INDONESIA DENGAN VIETNAM

Pada Bab II akan dijelaskan sejarah dan dinamika hubungan bilateral

Indonesia dengan Vietnam berkenaan dengan perjanjian ekstradisi. Dari mulai

sejarah terjalinnya hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Vietnam. Lalu

adanya dinamika yang terjadi, dari rangkaian pertemuan, perundingan, dan

berbagai aktivitas diplomatik Indonesia yang berkenaan dengan kesepakatan

ekstradisi dengan Vietnam. Bab ini juga memberikan gambaran secara umum

bagaimana sejarah dan dinamika hubungan Indonesia dengan Vietnam.

BAB III: PERJANJIAN EKSTRADISI INDONESIA DENGAN VIETNAM

Pada Bab III akan dijelaskan mengenai perjanjian ekstradisi Indonesia

dengan Vietnam. Untuk menjelaskan lebih dalam apa yang akan diuraikan dan

dibahas mengenai gamabaran umum dan khusus apa itu ekstradisi dan hubungan

internasional. Hubungan internasional pada intinya merupakan seperangkat aturan

yang mengandung berbagai nilai dan norma universal. Dan yang terakhir inti dari

permasalahan ini yaitu ektradisi antara Indonesia dengan Vietnam.

BAB IV: ANALISA KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN

PERJANJIAN EKSTRADISI INDONESIA DENGAN VIETNAM TAHUN

2015

Pada Bab IV ini akan dipaparkan kebijakan Indonesia melakukan

perjanjian ekstradisi dengan Vietnam. Perjanjian ekstradisi merupakan dasar dari

Page 34: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

23

permintaan dan penyerahan seorang tersangka kejahatan transnasional oleh negara

yang mengajukan permohonan ekstradisi. Kebijakan ekstradisi tersebut akan

dianalisa menggunakan konsep kepentingan nasional dan kebijakan luar negeri.

BAB V: PENUTUP

Pada Bab penutup ini akan dijelaskan kesimpulan penelitian yang

merupakan hasil dari aktifitas penelitian, berdasarkan analisa yang telah dilakukan

pada bagian-bagian sebelumnya.

Page 35: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

24

BAB II

SEJARAH DAN DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL

INDONESIA DENGAN VIETNAM

Bab ini akan menjelaskan mengenai gambaran secara umum hubungan

bilateral antara Indonesia dengan Vietnam. Bab ini terdiri dari dua bagian. Bagian

pertama menjelaskan awal mula sejarah terjadinya hubungan diplomatik

Indonesia dengan Vietnam. Bagian kedua menjelaskan mengenai dinamika yang

terjadi antara Indonesia dengan Vietnam. Di mana adanya fenomena pasang surut

hubungan kedua negara, dan sampai terjalinnya proses kerjasama perjanjian

ektradisi antara Indonesia dengan Vietnam.

A. Sejarah Hubungan Diplomatik Indonesia Dengan Vietnam

Dalam dunia hubungan internasional diketahui apa yang dinamakan

kerjasama internasional. Kerjasama internasional merupakan suatu elemen

penting dalam pelaksanaan kebijakan dan politik luar negeri dalam hubungan

internasional. Melalui kerja sama internasional, negara-negara dapat berinteraksi

untuk mendapatkan kepentingan nasionalnya. Kerjasama internasional terbentuk

karena adanya berbagai macam kepentingan nasional dari masing-masing negara

yang tidak dapat dipenuhi dari dalam negerinya sendiri. Kerjasama antara kedua

Page 36: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

25

negara ini meliputi berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya,

kesehatan, ilmu pengetahuan (iptek), pertahanan dan keamanan.32

Asia Tenggara merupakan kawasan yang luar biasa dengan mempunyai

beberapa negara yang beragam, baik dari segi populasi, kekayaan alam,

geopolitik, dan tantangan keamanan yang dihadapi masing-masing negara. Namun

demikian, terdapat beberapa kesamaan diantara negara ASEAN. Aspek kesamaan

tersebut termasuk adanya kesamaan dalam letak geografis, kebudayaan, dan

bentuk persaudaraan.

Vietnam merupakan sebuah negara di kawasan Asia Tenggara dengan ibu

kota Hanoi. Vietnam menempati bagian timur dan selatan semenanjung Indochina

di Asia Tenggara, dengan Laut Tiongkok Selatan di sepanjang pesisirnya. Dengan

bagian wilayah Tiongkok di utara dan Laos dan Kamboja di barat. Panjang dan

sempit pada poros utara-selatan, Vietnam sekitar dua kali ukuran Arizona. Delta

Sungai Mekong terletak di selatan.33

Secara geografis Vietnam berbatasan

langsung dengan tiga negara tetangga di Asia Tenggara. Dalam urutan panjang

perbatasan bersama, ini adalah dengan Laos (2.161 km), Tiongkok (1.297 km),

dan Kamboja (1.158 km).34

Sebagai negara Asia Tenggara, Indonesia dan Vietnam memiliki banyak

kesamaan baik dalam sisi sejarah, budaya, dan kedua negara sama-sama

32

The Embassy of Socialist Republic of Vietnam in The Republic of Indonesia, “60th anniversary

of Vietnam-Indonesia established diplomatic relations: Strategic Partnership will help to elevate

the ASEAN Community”, website online (2015), diakses pada 3 Februari 2019 dari

https://vnembassy-jakarta.mofa.gov.vn/en-us/News/EmbassyNews/Pages/K%E1%BB%B7-

ni%E1%BB%87m-60-n%C4%83m-ng%C3%A0y-Vi%E1%BB%87t-Nam-%E2%80%93-

Indonesia-thi%E1%BA%BFt-l%E1%BA%ADp-quan-h%E1%BB%87-ngo%E1%BA%A1i-

giao.aspx 33

The Vietnam, “all about Vietnam”, website online, diakses pada 3 Februari 2019 dari

https://www.infoplease.com/world/countries/vietnam 34

Ibid.

Page 37: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

26

memperoleh kemerdekaan melalui revolusi perjuangan. Sejak dibukannya

hubungan diplomatik, kedua negara telah menjalin kerjasama di berbagai bidang.

Ini menunjukkan bahwa masa depan hubungan Indonesia dan Vietnam

dipengaruhi oleh sejarah panjang yang telah dibangun sejak zaman Presiden

Soekarno dan Presiden Ho Chi Minh.

Indonesia sudah memiliki hubungan informal dengan Vietnam sejak tahun

1940-an.35

Hubungan diplomatik antara Jakarta dengan Hanoi dideklarasikan

setelah Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955.36

Setelah itu barulah

kedua negara melakukan deklarasi hubungan diplomatik yang ditandai dengan

dibukanya Konsulat Republik Indonesia di Hanoi pada tanggal 30 Desember

1955, lalu tiga bulan setelah dibukanya konsulat di Saigon. Hubungan ini

kemudian ditingkatkan lagi pada tanggal 10 Agustus 1964 dengan dibukanya

Kedutaan Besar Republik Indonesia.37

Pemimpin kedua negara disetiap kesempatan mengakui bahwa hubungan

bilateral antara Indonesia dan Vietnam dalam kondisi yang kuat dan sangat baik,

Meskipun demikian, pemimpin kedua negara memandang hubungan bilateral

Indonesia dan Vietnam perlu lebih ditingkatkan jika kedua negara ingin

dipandang sebgai negara yang proaktif dan aktif dalam mengkampanyekan

perdamaian dan keamanan regional.

Kedua negara dapat dikatakan merupakan negara yang berjuang melawan

kolonialisme untuk memperoleh kemerdekaannya. Mengingat para pemimpin

35

Leo Suryadinata, Indonesia-Vietnam Relations Under Soeharto, (Contemporary Southeast Asia

Volume. 12, No. 4, 1991), h. 331. 36

Ibid. 37

Franklin B. Weinstein, Indonesia Foreign Policy and the Dilemma of Depedence: From Sukarno

to Suharto, (Ithaca: Cornell University Press, 1976), h. 131.

Page 38: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

27

kedua negara telah menekankan bahwa kedua negara ini telah memiliki

pengalaman sejarah yang sama dalam memperoleh kemerdekaan. Bahkan para

pemimpin, berpendapat bahwa pengalaman yang sama ini telah membentuk dasar

hubungan kedua negara. Indonesia maupun Vietnam juga menyadari bahwa kedua

negara perlu berkontribusi secara aktif dalam menjaga perdamaian, stabilitas, dan

keamanan, adanya rasa saling percaya, dan kerjasama pembangunan berkelanjutan

masing-masing negara, di ASEAN, maupun di kawasan regional.

Hubungan Indonesia dengan Vietnam sudah terjalin selama bertahun-

tahun dari perjanjian kemitraan komprehensif yang ditandatangani pada tahun

2003, hingga kemitraan strategis pada tahun 2013.38

Namun pada tahun 2013,

Indonesia memprakarsai kemitraan strategis dengan Vietnam, dan anggota

asosiasi negara-negara Asia Tenggara.39

Vietnam merupakan satu-satunya mitra strategis Indonesia di Asia

Tenggara. Duta besar luar biasa dan berkuasa penuh Indonesia untuk Vietnam,

Mayerfas mengatakan, “Bahwa tidak semua negara kita mempunya “strategic

partnership”. Ada level hubungan yang harus kita capai sehingga kita sepakat

untuk mempunya kemitraan strategis.

Ada 14 negara di dunia dan di kawasan Asia Tenggara, Indonesia hanya

mempunya kemitraan strategis dengan Vietnam. Itu merupakan hal yang perlu

kita catat. Pemimpin Indonesia akan selalu menganggap Vietnam sebagai mitra

38

The Diplomat, “Indonesia-Vietnam Strategic Partnership: The Maritime Domain”, website

online (2018), diakses pada 5 Februari 2019 dari https://thediplomat.com/2018/04/indonesia-

vietnam-strategic-partnership-the-maritime-domain/ 39

Veeramalla Anjaiah, Eurosia Review, “Growing Strategic Ties Between Vietnam-Indonesia”,

website online (2017), diakses pada tanggal 5 Februari January 2019 dari

https://www.eurasiareview.com/21082017-growing-strategic-ties-between-vietnam-indonesia-

analysis/

Page 39: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

28

strategis karena hubungan ini sejak masa pemimpin Presiden Soekarno dan

Presiden Ho Chi Minh sampai sekarang tidak pernah berubah dan bahkan lebih

baik dan berkembang”.40

Kenapa hanya Vietnam? Indonesia Menganggap Vietnam sebagai negara

penting yang berpotensi memiliki kepentingan strategis besar di Asia Tenggara.

Hubungan Indonesia dengan Vietnam juga terus mengalami perkembangan dari

tahun ke tahun. Lalu melihat pertumbuhan ekonomi Vietnam yang begitu

impresif. Ini menggambarkan bahwa Vietnam sangat berpotensi sebagai pemain

penting di kawasan Asia Tenggara. Vietnam merupakan satu-satunya negara di

Asia Tenggara yang telah berperang melawan semua kekuatan global utama

seperti Prancis, Amerika Serika, dan Tiongkok. Bahkan Vietnam telah beberapa

kali berperang dalam kurun waktu lebih dari 1000 tahun bersaing dengan

tiongkok dan mengalahkannya.41

Hal inilah yang mendorong keinginan Indonesia melakukan hubungan

kerjasama yang komprehensif dengan Vietnam. Karena saat ini Vietnam

merupakan salah satu negara yang sedang berkembang pesat pembangunannya.

Ini yang menjadikan salah satu faktor Indonesia ingin menjadi mitra strategis

Vietnam di kawasan Asia Tenggara. Indonesia biasanya cenderung memilih

kemitraan strategis dengan negara-negara yang mempunyai hegemoni seperti

Amerika Serikat, Tiongkok, dan kekuatan regional seperti India.

40

Voice of Vietnam - VOV International, “Masa 60 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia

Vietnam”, website online (2015), diakses pada 7 Februari 2019 dari http://vovworld.vn/id-

ID/rumah-asean/masa-60-tahun-hubungan-diplomatik-vietnam-indonesia-397825.vov 41

Veeramalla Anjaiah, Eurosia Review, “Growing Strategic Ties Between Vietnam-Indonesia”,

website online (2017), diakses pada tanggal 7 Februari 2019 dari

https://www.eurasiareview.com/21082017-growing-strategic-ties-between-vietnam-indonesia-

analysis/

Page 40: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

29

Melihat adanya kesepahaman antara Indonesia dan Vietnam pada

kerjasama ekstradisi ini, bisa dikatakan sebagai kebutuhan yang mendasar bagi

kedua negara. Dengan demikian, kemitraan yang strategis ini antara Indonesia

dengan Vietnam tidak hanyak akan membantu kedua negara untuk lebih terlibat

dalam permasalahan di kawasan. Akan tetapi juga akan memicu kedua negara

untuk menjalin hubungan diplomatik yang lebih bermakna dan matang. Karena

melihat di masa yang akan datang, kedua negara akan mendapatkan tantangan

berat. Baik itu dari dalam negeri maupun di kawasan.

B. Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia Dengan Vietnam

Setiap periode masa pemerintahan pasti memliki pasang surutnya

hubungan dari periode ke periode. Sebagaimana pada umumnya kerja sama

bilateral antara Indonesia dengan Vietnam ini juga mengalami banyak dinamika

yang terjadi. Indonesia dalam mencapai kepentingan nasionalnya tetap

mengedepankan landasan pada politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.

Sebelum adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Vietnam, kedua

negara sudah melakukan hubungan dalam berbagai bidang. Sejak Vietnam dan

Indonesia menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1955, persahabatan

tradisional bilateral dan berbagai macam kerjasama telah dibina dan

dikembangkan dari generasi ke generasi pemimpin dan rakyat kedua negara.

Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, kedua pemimpin negara

terlihat dekat secara politik, kedekatan ini terlihat saat Presiden Soekarno dan

Presiden Ho Chi Minh berada dipihak yang sama menentang adanya

Page 41: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

30

kolonialisme. Pada saat itu Indonesia dan Vietnam sama-sama baru mendapatkan

kemerdekaan. Hal menarik lainnya ialah Indonesia dan Vietnam mendapat

kemerdekaan di tahun yang sama yaitu pada tahun 1945. Adanya kesamaan nasib

itulah yang membuat Indonesia dengan Vietnam disebut sebagai negara sahabat

dalam hal memperjuangkan kemerdekaan.

Pada bulan Februari tahun 1959, Presiden Vietnam Ho Chi Minh

mengunjungi Indonesia, kemudian dibalas oleh kunjungan Presiden Soekarno ke

Vietnam pada bulan Juni di tahun yang sama.42

Kedekatan kedua pemimpin

negara ini terlihat ketika Presiden Ho Chi Minh untuk pertama kalinya berkunjung

ke Indonesia, kedatangannya mendapat penyambutan besar-besaran dan begitu

antusiasnya masyarakat Jakarta yang luar biasa besar. Begitu turun dari pesawat,

President Ho langsung disambut oleh Presiden Soekarno.43

Hal ini menunjukkan

bahwa masa depan hubungan Indonesia dengan Vietnam dipengaruhi oleh sejarah

panjang yang telah terbangun di era Presiden Soekarno dan Presiden Ho Chi Minh

sejak tahun 1950-an.

Setelah itu, Indonesia memutuskan untuk mengakui tentara pembebasan

nasional Vietnam selatan dan mengizinkan pendirian kantor perwakilannya di

Jakarta. Hubungan Indonesia dengan negara-negara komunis, termasuk Vietnam

utara menjadi lebih dekat. Bersama dengan Tiongkok, mereka membentuk apa

42

Vietnam Embassy in Jakarta, “Vietnam – Indonesia Relations”, website online, diakses pada 19

Januari 2019 dari

http://www.vietnamembassyindonesia.org/en/nr070521165956/news_object_view?newsPath=/vne

mb.vn/cn_vakv/ca_tbd/nr040819102944/ns071211135543 43

Rudi Hartono, “Persahabatan Bung Karno dan Ho Chi Minh”, website online (2016), diakses

pada 7 Februari 2019 dari http://www.berdikarionline.com/persahabatan-sukarno-dan-ho-chi-

minh/

Page 42: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

31

yang dikenal sebagai poros Jakarta-Hanoi-Phnom Penh-Beijing-Pyongyang.44

Poros ini bisa disebut poros “bulan madu” karena kedekatan tersebut tidak hanya

antara Indonesia dan Tiongkok, tetapi juga antara Indonesia dan Vietnam Utara.

Indonesia dan Vietnam dalam dinamika hubungan kedua negara, pernah

mengalami pasang surutnya hubungan, ketika bergejolaknya peristiwa gerakan

G30S/PKI yang terjadi pada tahun 1965 di Indonesia. Yaitu, adanya upaya kudeta

oleh PKI. Sebagaimana diketahui, Vietnam juga menganut ideologi komunisme.

Oleh sebab itulah yang menjadikan merenggangnya hubungan kedua negara

berdampak secara langsung. Vietnam menarik Duta Besarnya di Jakarta yang

kemudian langkah itu pun diikuti oleh Indonesia dengan menarik Duta Besarnya

di Hanoi pada tahun 1973.

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, berakhirnya periode bulan

madu ini. Banyak dari kebijakan luar negeri Indonesia yang disesuakain. Namun

demikian, hubungan diplomatik Jakarta dengan Hanoi tetap dipertahankan selama

era Presiden Soeharto. Sementara hubungan Jakarta dengan Saigon tidak pernah

dilanjutkan. Ini menciptakan kesan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan

Presiden Soeharto masih dekat dengan Hanoi. Padahal kesan ini tidak sepenuhnya

benar. Bahkan, ada perubahan bertahap dan secara perlahan dalam arah kebijakan

Indonesia dengan Hanoi.

Perlu diketahui bahwa setelah kudeta yang dilakukan PKI tahun 1995,

Partai Komunis Indonesia dibubarkan dan ideologi Marxisme-Leninisme dilarang

di Indonesia. Lalu Vietnam mengkritik otoritas baru Indonesia ini, dan secara

44

Peter Christian Hauswedell, “The Anti-Imperialist International United Front in Chinese and

Indonesia Foreign Policy 1963-1965: A Study of Anti-Status Quo Politics”, (New York: Cornell

University, 1976), h. 242.

Page 43: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

32

terbuka memihak ke PKI.45

Setelah kejadian itu, hubungan Indonesia dengan

Vietnam sempat mengalami ketidakjelasan. Kelihatannya, hubungan Indonesia

dengan Vietnam akan tetap dipertahankan karena ada faktor utama, yaitu:

Vietnam Utara, tidak memainkan peran penting dalam kudeta PKI di Indonesia

tahun 1965. Meskipun pada saat itu merupakan Vietnam Utara merupakan sekutu

dari Tiongkok.

Namun, selama periode Orde Baru, persepsi orang Indonesia terhadap

Vietnam Utara terpecah. Kaum nasionalis seperti Adam Malik dan Ruslan

Abdulgani memang masih bersimpati kepada Vietnam Utara, mereka

menganggap Vietnam Utara lebih sebagai nasionalis daripada negara komunis

yang telah berjuang melawan dominasi asing, pertama melawan kekaisaran

Tiongkok, dan kemudian melawan Prancis dan Amerika Serikat.46

Namun, tidak

pada beberapa pemimpin militer misalnya, Ali Murtopo yang curiga dan lebih

berhati-hati ketika berhadapan dengan negara-negara komunis termasuk Vietnam

Utara.

Hubungan antara Jakarta dengan Hanoi masih tetap belum mencair tetapi

kontak resmi masih tetap terjaga. Pada Juni 1989, kedua belah pihak secara resmi

meluncurkan rute penerbangan Indonesia-Vietnam47

. Banyak perusahaan

Indonesia datang ke Vietnam untuk mencari peluang untuk investasi. Hubungan

45

Hardi, Api Nasionalisme: Cuplikan Pengalaman, The Fire of Nationalism: Notes of My

Experience, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), h. 205. 46

Lie Tek Tjeng, “Vietnamese Nationalism: An Indonesian Perspective”, National Resilience, No.

1 (March 1982), h. 72-75. 47

Nhan Dan Online, “Strengthening Vietnam-Indonesia Strategic Partnership”, website online

(2018), diakses pada tanggal 11 Februari 2019 dari

http://en.nhandan.org.vn/politics/editorial/item/6593902-strengthening-vietnam-%E2%80%93-

indonesia-strategic-partnership.html

Page 44: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

33

bilateral Indonesia dengan Vietnam memasuki tahap baru dengan kunjungan

bersejarah Presiden Soeharto pada November tahun 1990.

Hubungan Indonesia dengan Vietnam di bawah kepemimpinan Presiden

Soeharto, fungsi dari kebijakan pemerintah terhadap Beijing dan ASEAN adalah,

sebagai pintu penyangga terhadap Tiongkok. Namun demikian, di era Presiden

Soeharto, Indonesia sepertinya agak frustasi dengan sikap dinginnya Vietnam.

Karena cukup banyak perselisihan masalah perbatasan, dan nampaknya Vietnam

belum mau untuk melakukan negosiasi. President Soeharto, tetap melihat Vietnam

sebagai pemeran penting di kawasan ASEAN. Tidak mengherankan, karena pada

saat itu stabilitas ekonomi dan politik Vietnam sedang berkembang kearah yang

positif.

Pada masa pemerintahan Presiden B. J. Habibie dan Presiden

Abdurrahman Wahid, hubungan Indonesia dengan Vietnam tidak banyak

mengalami perubahan yang signifikan.

Di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekanoputri, hubungan

Indonesia dengan Vietnam mulai kembali ada peningkatan. Beberapa waktu

setelah pelantikan Presiden Megawati Soekarnoputri, tidak membutuhkan waktu

yang lama untuk kembali berkunjung ke Hanoi pada tanggal 22 Agustus 2001.48

Ini membuktikan bahwa kedekatan antara kedua negara kembali terjadi mesra,

yang sebelumnya sempat merenggang di masa pemerintahan Soeharto. Perdana

Menteri Vuong Dinh Hue dan Presiden Megawati Soekarnoputri telah sepakat

untuk terus mempererat hubungan kedua negara melalui kunjungan dan

48

VOA Indonesia, “Presiden Megawati Kunjungi Vietnam Sebelum Ke Laos”, website online

(2001), diakses pada 13 Februari 2019 dari https://www.voaindonesia.com/a/a-32-a-2001-08-22-

1-1-85317307/55347.html

Page 45: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

34

pertemuan tingkat tinggi, dan membina kemitraan di semua lini partai, negara, dan

pemerintah.

Presiden Megawati Soekarnoputri mengingat kembali kesan baiknya

selama kunjungannya ke Vietnam pada tahun 2003 sebagai Presiden Indonesia, di

mana kedua belah pihak menandatangani pernyataan bersama tentang kerangka

kerja kemitraan yang bersahabat dan komprehensif memasuki abad ke-21 dan

kesepakatan tentang penggambaran landasan kontinen, yang menempatkan sebuah

perusahaan landasan bagi kedua belah pihak untuk meningkatkan hubungan

negara ke semua bidang.

Presiden Megawati Soekarnoputri menegaskan bahwa dalam posisi apa

pun, dia akan selalu mendukung kemitraan strategis antara kedua negara. Pada

Juni 2003, Indonesia dan Vietnam mengeluarkan deklarasi bersama tentang

serangkaian kerangka kerja untuk menjalin kemitraan yang komprehensif dan

menandatangani perjanjian tentang penetapan batas landas kontinen.

Wakil Perdana Menteri Hue, sangat menghargai kontribusi besar

almarhum Presiden Sukarno dan Presiden Megawati terhadap pertumbuhan

kemitraan Vietnam dengan Indonesia. Dia menekankan kebijakan Vietnam yang

terus menerus untuk menghargai persahabatan dan kemitraan strategis dengan

Indonesia dan keinginan negara itu untuk lebih mengembangkan hubungan baik

dalam aspek bilateral maupun multilateral, sehingga berkontribusi untuk

Page 46: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

35

memperkuat perdamaian, kesatuan ASEAN dan mempromosikan peran sentralnya

di kawasan tersebut.49

Indonesia dan Vietnam kembali memutuskan untuk membawa hubungan

mereka ke tingkat yang baru dengan menandatangani Pernyataan Bersama tentang

Kerangka Kerja Sama Ramah dan Komprehensif Memasuki abad ke-21 pada

masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri pada tahun 2003.50

Sejak

penandatanganan perjanjian kemitraan komprehensif, selama kunjungannya

Presiden Megawati Soekarnoputri ke Vietnam tahun 2003, hubungan keseluruhan

kedua negara terutama hubungan ekonomi, telah meningkat secara signifikan.

Hubungan bilateral Indonesia dengan Vietnam mengalami perubahan ke

arah yang lebih baik pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo. Kunjungan pemimpin antar kedua negara

kerap dilakukan untuk membahas hal-hal menjadi kepentingan bersama kedua

negara. Di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono inilah

langkah awal terjadinya proses dan perundingan awal perjanjian ekstradisi antara

Indonesia dengan Vietnam.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, memulai lawatannya secara resmi

pertamanya ke Vietnam sejak terpilih sebagai presiden dengan mengunjungi

49

Nhan Dan Online, Vietnam, “Indonesia Keen On Boosting Strategic Partnership”, website

online (2017), diakses pada tanggal 15 Februari 2019 dari

http://en.nhandan.com.vn/politics/external-relations/item/5362002-vietnam-indonesia-keen-on-

boosting-strategic-partnership.html 50

The Jakarta Post, “Vietnam, RI to Upgrade Relationship to Strategic Partnership”, website

online (2013), diakses pada tanggal 15 Februari dari

https://www.thejakartapost.com/news/2013/06/27/vietnam-ri-upgrade-their-relationship-a-

strategic-partnership.html

Page 47: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

36

Hanoi pada tanggal 28 Mei 2005.51

Kunjungannya, yang datang atas undanganya

Presiden Tran Duc Luong, diharapkan untuk memajukan ikatan tradisional,

persahabatan dan kemitraan komprehensif antara kedua negara di abad ke-21 ini.

Dalam kunjungannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disela-sela

kunjungannya sempat mengunjungi makam Presiden Ho Chi Minh, kemudian

dijadwalkan resmi disambut oleh Presiden Tran Duc Luong. Lalu juga akan

bertemu Ketua Majelis Nasional Nguyen Van An, Perdana Menteri Phan Van

Khai dan Sekretaris Jenderal Nong Duc Manh. Nantinya, Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono akan berpidato di Forum Bisnis Vietnam-Indonesia di

Melia Hotel.52

Atas undangan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden

Truong Tan Sang melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada 27-28 Juni

2013.53

Indonesia dan Vietnam telah mengeluarkan pernyataan bersama selama

kunjungan resmi Presiden Truong Tan Sang ke Indonesia, kedua negara sepakat

untuk meningkatkan hubungan bilateral yang telah terjalin lama ke tingkat yang

baru.54

Selama kunjungannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden

Truong Tan Sang mengadakan pembicaraan dalam suasana yang ramah dan

bersahabat. Kedua pemimpin bertukar pandangan dan sangat menghargai

51

Viet Nam News, “Indonesian President Begins Vietnam Visit”, website online (2005), diakses

pada tanggal 15 Februari 2019 dari https://vietnamnews.vn/politics-laws/143254/indonesian-

president-begins-viet-nam-visit.html#lATScUsZQOmIlIwV.97 52

Ibid. 53

Vietnam Plus, “Vietnam-Indonesia Joint Statement Stresses Ties Increase”, website online

(2013), diakses pada tanggal 15 Februari 2019 dari https://en.vietnamplus.vn/vietnamindonesia-

joint-statement-stresses-ties-increase/46403.vnp 54

Ibid.

Page 48: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

37

hubungan tradisional persahabatan dan kerjasama komprehensif antara Indonesia

dan Vietnam yang telah dijaga dengan baik dan dikembangkan dengan prestasi

luar biasa, untuk kesejahteraan kedua negara, terutama sejak pembentukan

hubungan diplomatik pada tahun 1955.

Kemitraan strategis ini dibangun atas perjanjian kemitraan komprehensif

yang ditandatangani pada tahun 2003, yang berjanji mempromosikan kerja sama

praktis untuk mengatasi tantangan regional dan global mengenai kedua

negara.55

Kemitraan baru ini diharapkan untuk memperkuat hubungan bilateral

disemua bidang, termasuk kerja sama kelautan dan perikanan dan keamanan air,

pangan, dan energi. Kedua belah pihak juga telah menetapkan target untuk

meningkatkan volume perdagangan bilateral menjadi USD $5 miliar pada tahun

2015 dan menjadi USD $10 miliar pada tahun 2018.56

Sehubungan dengan masalah keamanan, perjanjian tersebut akan

menciptakan lebih banyak peluang bagi kedua negara untuk secara teratur dan

secara substansial bertukar pandangan. Tentang masalah keamanan regional,

termasuk pandangan tentang sengketa teritorial di Laut Tiongkok Selatan dan

adanya kode etik regional dalam wilayah maritim.

Tetapi kemitraan strategis yang baru ini juga memiliki resonansi positif

untuk wilayah tersebut. Di Asia Tenggara, Indonesia dan Vietnam masing-masing

adalah negara daratan dan lautan terpadat di Asia Tenggara. Keduanya adalah

pemain regional yang penting, dan kemitraan baru hanya akan memperkuat

55

Hoang Anh Tuan, East Asia Forum, “Why The New Vietnamese-Indonesia Strategic

Partnership Will Strengthen ASEAN”, website online (2013), diakses pada tanggal 15 Februari

2019 dari https://www.eastasiaforum.org/2013/08/20/why-the-new-vietnamese-indonesian-

strategic-partnership-will-strengthen-asean/ 56

Ibid.

Page 49: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

38

komitmen kedua negara untuk menjadi negara regional yang baik, peserta dan

pemimpin ASEAN yang efektif. Ini terutama karena kedua negara memiliki

kepentingan regional yang semakin banyak dan memberikan tantangan baru,

seperti meningkatkatnya ketergantungan ekonomi melalui perdagangan dan

investasi, dan meningkatkatnya kerja sama pertanian dan pendidikan diantara

anggota ASEAN.

Indonesia dan Vietnam juga merupakan kekuatan yang muncul dengan

kapasitas untuk mempengaruhi hubungan negara lain dengan skala global yang

lebih besar. Ini tercermin dari komitmen bersama kedua negara untuk

mengimplementasikan agenda kebijakan luar negeri yang pro aktif dalam

kerangka kerja regional seperti APEC, KTT Asia Timur, Forum Regional

ASEAN, dan ASEAN Plus, yang meningkatkan prestige internasional, ASEAN

dan peran pentingnya dalam kerangka kerja ini.57

Di bidang keamanan, kemitraan strategis Indonesia dengan Vietnam

dibangun di atas sejarah kerja kedua negara dalam kerangka kerja ASEAN untuk

meningkatkan keamanan dan kerja sama kawasan. Kedua negara mengakui bahwa

keterlibatan negara-negara ASEAN dalam keamanan regional akan menjadi lebih

penting dalam menghadapi tantangan baru. Meskipun terdapat perbedaan besar

dalam orientasi politik kedua negara, Indonesia dan Vietnam memiliki keamanan

strategis dan kepentingan politik yang sama di Asia Tenggara. Indonesia lah yang

memainkan peran besar dalam meyakinkan negara-negara ASEAN lainnya.

57

Ibid.

Page 50: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

39

Kemitraan strategis ini juga harus sesuai dengan prinsip-prinsip

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan ASEAN, perjanjian persahabatan dan kerjasama

di Asia Tenggara, dan norma-norma hukum internasional lainnya yang diakui

secara universal. Mengingat adanya kemitraan strategis, kedua pemimpin sepakat

untuk mengintensifkan pertukaran kunjungan tingkat tinggi dan untuk lebih

meningkatkan kerja sama yang saling menguntungkan di semua bidang.

Kedua pemimpin negara menugaskan kedua kementerian luar negeri,

untuk bekerja sama dengan kementerian terkait, untuk merumuskan rencana aksi

kemitraan strategis yang menyediakan sarana untuk memastikan implementasi

yang jelas dan efektif dari kemitraan strategis ini. Kedua pemimpin juga

menekankan pentingnya bagi kedua negara untuk secara berkala meninjau

implementasi kemitraan strategis melalui mekanisme kerja sama bilateral, yaitu

komisi gabungan untuk kerjasama bilateral dan komisi gabungan untuk kerjasama

ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknis.58

Pada kerja sama pertahanan dan keamanan, kedua pemimpin mendukung

implementasi lebih lanjut dari MOU mengenai kerja sama pejabat pertahanan dan

kegiatan terkait tahun 2010, perjanjian kerjasama penanggulangan dan

pencegahan pidana tahun 2005 dan kerangka acuan tentang angkatan laut tahun

2012, khususnya dalam pengembangan kapasitas dan pertukaran personel. Kedua

pemimpin juga mendorong peningkatan kerja sama dalam industri pertahanan

nasional dan bidang keamanan non-tradisional. Setelah pertemuan bilateral

selesai.

58

Vietnam Plus, “Vietnam-Indonesia Joint Statement Stresses Ties Increase”, website online

(2013), diakses pada tanggal 17 Februari 2019 dari https://en.vietnamplus.vn/vietnamindonesia-

joint-statement-stresses-ties-increase/46403.vnp

Page 51: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

40

Pada tahun 2013, akhirnya kedua pemimpin melakukan penandatanganan

perjanjian, yaitu perjanjian ekstradisi, perjanjian bantuan hukum timbal balik

(Mutual Legal Assistance), dan nota kesepahaman tentang kerjasama komoditas

pertanian.59

Pada tahun 2015, ini menjadi titik awal proses pengesahan perjanjian

ekstradisi. Pada tanggal 9 Februari 2015, sidang paripurna DPR yang dipimpin

Wakil Ketua DPR, mengesahkan rancangan undang-undang perjanjian ekstradisi

antara Indonesia dengan Vietnam menjadi undang-undang.60

Perjanjian ekstradisi

disahkan oleh DPR melalui seluruh fraksi partai politik di Komisi I yang telah

menerima rancangan undang-undang pengesahan perjanjian ekstradisi antara

Indonesia dengan Vietnam dalam rapat kerja di kompleks gedung DPR.61

Penerimaan Rancangan Undangan-Undangan tersebut disampaikan oleh seluruh

perwakilan fraksi dalam sesi pandangan umum yang berlangsung di dalam rapat.

Menurut Menteri Hukum dan HAM62

, biasanya perjanjian ekstradisi

dibuat antar negara yang dekat dan berbatasan dengan Indonesia. Dengan adanya

perjanjian ekstradisi ini, potensi akan datang orang lari ke Vietnam juga bisa

dicegah nantinya. Maka dengan disahkannya kedua Rancangan Undangan-

Undangan ratifikasi ini dapat meningkatkan kekuatan dan penegakan hukum di

Indonesia, terutama dalam kasus transnational crime. Sehingga tidak ada lagi

59

Ibid. 60

JPNN, “Undang-Undang Perjanjian Ekstradisi Disahkan, Buru Buronan di Vietnam dan Papua

Nugini”, website online (2015), diakses pada tanggal 17 Februari 2019 dari

https://www.jpnn.com/news/uu-perjanjian-ekstradisi-disahkan-buru-buronan-di-vietnam-dan-

papua-nugini 61

Lalu Rahadian, CNN Indonesia, “DPR Terima RUU Ekstradisi dengan Vietnam dan Papua

Nugini” website oneline (2015), diakses pada tanggal 17 Februari 2019, dari

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150202143024-12-29001/dpr-terima-ruu-ekstradisi-

dengan-vietnam-dan-papua-nugini 62

Ibid

Page 52: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

41

pelaku kejahatan yang dapat meloloskan diri dari penyidikan, penuntutan, dan

pelaksanaan pidana dari negara tempat ia melakukan kejahatan.

Page 53: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

42

BAB III

PERJANJIAN EKSTRADISI INDONESIA DENGAN VIETNAM

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai perjanjian ekstradisi Indonesia

dengan Vietnam. Dan ntuk menjelaskan lebih dalam apa yang akan diuraikan dan

dibahas mengenai gamabaran umum dan khusus apa itu ekstradisi dan hukum

internasional.

A. Pernjanjian Ekstradisi

Ekstradisi berasal dari Bahasa latin yaitu: extradere, atau extradition. Kata

tersebut terdiri dari kata “ex” yang artinya keluar dan “tredere” yang artinya

memberikan atau menyerahkan. Istilah ekstradisi ini kemudian lebih dikenal dan

dipakai dalam penyerahan pelaku kejahatan dari suatu negara kepada negara yang

peminta tersebut.63

Dalam sejarah hubungan antar bangsa-bangsa, ekstradisi

diakui sebagai suatu mekanisme dalam mencegah dan memberantas kejahatan

lintas negara yang selanjutnya disebut sebagai kejahatan transnasional. Perjanjian

ekstradisi juga merupakan bagian dari proses hukum internasional, yang mana

juga bagian dari hukum perjanjian internasional.

Ada beberapa teori yang menyatakan tentang ekstradisi dari para ahli

hukum internasional terkemuka, yakni diantarannya;

63

NCB-Interpol Indonesia, “Ekstradisi”, website online (2008), diakses pada 1 Maret 2019 dari

http://www.interpol.go.id/id/uu-dan-hukum/ekstradisi/definisi-prosedur-dan-implementasi-

ekstradisi/262-ekstradisi

Page 54: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

43

L. Oppenheim, menyatakan: “Extradition is the delivery of an accused or

convicted individual to the state on whose territory he is alleged to have commited

or to have been convicted of, a crime by the state on whose territory the alleged

criminal happens for the time to be”.64

L. Oppenheim, menyatakan: Ekstradisi adalah penyerahan seseorang yang

dituduh atau terpidana ke negara yang wilayah yang dituduh telah melakukan

kejahatan, atau seseorang yang sudah dihukum atas kejahatannya oleh negara

tempat terpidana tersebut berlindung.

J.G. Starke, menyatakan: “The term extradition denotes the process

whereby under treaty or upon a basis of reciprocity one state surrenders to

another state at it’s request a person accused or convicted of a criminal offence

committed againts the laws of the requesting state competent to try the alleged

offender”.65

J.G. Starke, menyatakan: Istilah ekstradisi menunjukkan proses di mana di

bawah perjanjian atau atas dasar timbal balik satu negara menyerah kepada negara

lain atas permintaan seseorang yang dituduh atau dihukum karena pelanggaran

pidana yang dilakukan terhadap hukum dari negara yang meminta kompeten

untuk mengadili tersangka pelaku.

I Wayan Parthiana, menyatakan: Ekstradisi merupakan penyerahan yang

dilakukan secara formal baik berdasarkan perjanjian ekstradisi yang diadakan

sebelumnya atau berdasarkan prinsip timbal balik, atas seorang yang dituduh

64

L. Oppenheim, “International Law: a treatise” 8 th edition Volume One, (London: Longmans,

Green and Co), h. 696. 65

J.G. Starke, “An Introduction to International Law”, 7th

edition (London: Butterwords, 1972), h.

348.

Page 55: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

44

melakukan tindak pidana kejahatan baik itu tersangka, tertuduh, maupun

terdakwa, atau atas seorang yang telah dijatuhi hukuman atas kejahatan yang

dilakukannya oleh negara tempatnya melarikan diri atau berada secara

tersembunyi, kepada negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau

menghukumnya atas permintaan dari negara tersebut dengan tujuan untuk

mengadili atau melaksanakan hukuman.66

Dalam sejarah dan perkembangan pranata hukum ekstradisi ini,

berdasarkan literatur hukum internasional dibuktikan dengan adanya sebuah

perjanjian yang sudah tua yang isinya mengatur tentang perjanjian penyerahan

atau ekstradisi seorang pelaku kejahatan di suatu negara, yang melarikan diri ke

negara lain. Perjanjian ekstradisi ini telah diakui dan diterima oleh para sarjana

hukum internasional sebagai hukum kebiasaan internasional. Hal ini memang bisa

dipahami karena perjanjian ekstradisi ini memang sudah berumur cukup lama.67

Indonesia sebelumnya, telah mempunyai undang-undang sebagai payung

hukum untuk ekstradisi. Pada tanggal 18 Januari 1979, Pemerintah Republik

Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1979 tentang ekstradisi.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1

tahun 1979. Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang

meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena telah

melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di

66

I Wayan Parthiana, “Ekstradisi Dalam Hukum Internasional Modern”, (Bandung: Yrama Widya,

2009), h. 38. 67

I Wayan Parthiana, “Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi”, Bandung: Yrama Widya,

2004), h. 28.

Page 56: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

45

dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut karena

berwenang untuk mengadili dan memidananya.68

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1979 Tentang

Ekstradisi, pada dasarnya mengatur persyaratan secara detail mengenai ekstradisi.

Pada dewasa ini, ekstradisi merupakan bagian dari sistem penegakan hukum

nasional yang melibatkan sistem hukum pidana antar negara. Masing-masing

negara memiliki kedaulatan dalam menetapkan kebijakan yurisdiksi atas hukum

pidana yang diberlakukan kepada warga negaranya.

Pada umumnya undang-undang ekstradisi ini memuat tentang prosedur

atau tata cara, persyaratan dan proses permintaan ekstradisi. Dalam undang-

undang tersebut menentukan juga apakah ekstradisi terhadap pelaku kejahatan

dapat dilakukan ke negara peminta. Hal ini, sesuai dengan Pasal 2 Undang-

Undang Nomor 1 tahun 1979 tentang Ekstradisi, menyatakan bahwa ekstradisi

dapat dilakukan atas dasar adanya hubungan baik dan jika kepentinga Negara

Republik Indonesia menghendakinya.69

Namun demikian, banyak negara yang mempunyai undang-undang

ekstradisi, yang memberikan persyaratan bahwa perjanjian ekstradisi hanyak

dapat dilakukan apabila ada perjanjian ekstradisi baik itu yang bersifat bilateral,

regional, maupun multilateral, dengan negara peminta. Dalam implementasinya,

meskipun negara sudah mempunyai perjanjian ekstradisi antar negara-negara,

tidak menjamin bahwa permintaan dari negara asal secara otomatis dapat

68

OECD, “The Organisation for Economic Co-operation and Development”, website online,

Indonesia: Extradition Law, (2007), diakses pada 11 Maret 2019 dari

http://www.oecd.org/site/adboecdanticorruptioninitiative/39360376.pdf 69

Undang-undang Republik Indoensia Nomor1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi, Pasal 2 Ayat 2.

Page 57: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

46

dikabulkan. Tetapi dengan adanya perjanjian tersebut, setidaknya sudah

mempunyai jaminan dan landasan untuk bekerja sama dan wajib melaksanakan

permintaan dari pihak yang turut melakukan perjanjian tersebut.

Meskipun sudah ada perjanjian ekstradisi, terkadang dalam proses

penyerahan terhadap pelaku kejahatan dilakukan dengan cari handing over

(disguished extradition), yaitu penyerahan tanpa melalui proses ekstradisi. Hal

tersebut disebabkan adanya proses birokarsi terlalu sulit dan memerlukan waktu

yang cukup lama.

Biasanya para pelaku kejahatan berupaya menghindar dari jeratan hukum,

salah satu upaya untuk menghindar dari jeratan hukum tersebut dengan melarikan

diri keluar batas territorial dari negara di mana pelaku kejahatan tersebut

melakukan tindak pidana. Hal ini tentu merubah status pelaku kejahatan tersebut

menjadi buronan dengan melarikan diri ke negara lain.

Berdasarkan dari definisi di atas, berikut adanya unsur-unsur mengenai

ekstradisi:70

a. Unsur subjek, adalah negara atau negara-negara yang memiliki

yurisdiksi untuk mengadili atau menghukumnya yang berkepentingan

untuk mendapatkan kembali orang tersebut untuk diadili atau dihukum

atas kejahatan yang telah dilakukannya.

b. Unsur objek, adalah si pelaku kejahatan itu sendiri yang diminta oleh

negara peminta kepada negara diminta supaya diserahkan, sebagai

orang yang diminta.

70

I Wayan Parthiana, “Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi”, (Bandung: Yrama Widya,

2004), h. 129.

Page 58: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

47

c. Unsur tata cara atau prosedur yang meliputi tentang cara untuk

mengajukan permintaan penyerahan maupun tata cara untuk

menyerahkan atau menolak penyerahan itu sendiri, serta segala hal

yang ada hubungannya dengan itu. Penyerahan hanya dapat dilakukan

apabila diajukan permintaan untuk menyerahkan oleh negara peminta

kepada negara yang diminta.

d. Unsur tujuan, yaitu tujuan apa orang yang bersangkutan dimintakan

penyerahan atau diserahkan. Penyerahan itu dimintakan oleh negara

peminta kepada negara diminta oleh karena pelaku tersebut telah

melakukan kejahatan yang menjadi yurisdiksi negara. Atau negara-

negara peminta di mana pelaku tersebut melarikan diri ke negara

diminta setelah dijatuhi hukum yang telah mempunyai kekuatan

mengikat yang pasti.

Selain memiliki unsur-unsur tersebut, ekstradisi memiliki beberapa azas

yang sudah diterima masyarakat internasional baik yang sudah menjadi hukum

kebiasaan internasional, ataupun yang secara umum dicantumkan dalam

perjanjian dan peraturan perundang-undangan nasional negara tentang ekstradisi,

sebagai berikut:71

a. Azas kejahatan ganda (double criminality principle). Menurut azas ini

kejahatan atau tindak pidana yang dijadikan sebagai alasan oleh negara

peminta untuk meminta ekstradisi atas orang yang diminta, harus juga

71

I Wayan Parthiana, “Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi”, (Bandung: Yrama Widya,

2004), h. 130.

Page 59: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

48

merupakan kejahatan atau tindak pidana menurut hukum pidana dari

negara peminta.

b. Azas kekhususan (speciality principle). Menurut azas ini pada

dasarnya menentukan bahwa orang yang diminta diekstradisikan hanya

boleh diadili dan dihukum hanya atas dasar kejahatan yang dijadikan

alasan oleh negara yang diminta untuk melakukan ekstradisi kepada

negara peminta.

c. Azas tidak mengekstradisikan warga negara (non extradition of

nationals). Azas ini didasarkan atas suatu argument bahwa antar

negara dan warga negaranya terdapat hubungan timbal balik, yakni

adanya hak warga negara untuk mendapat perlindungan dari negaranya

dan sebaliknya adalah kewajiban negara untuk melindungi warga

negaranya.

d. Azas tidak mengekstradisikan pelaku kejahatan politik (non

extradition of political criminals). Jika negara diminta berpendapat

bahwa kejahatan yang dijadikan sebagai alasan untuk meminta

penyerahan atas seseorang yang diminta sebagai pelaku kejahatan

politik, maka negara peminta adalah tergolong sebagai kejahatan

politik.

e. Azas daluwarsa (lapse of time principle). Menurut azas ini, permintaan

dari negara peminta harus ditolak apabila kejahatan yang dijadikan

alasan untuk meminta ekstradisi oleh negara peminta, ternyata sudah

Page 60: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

49

kadaluarsa menurut hukum negara diminta ataupun hukum negara

peminta.

f. Azas non/ne bis in idem. Azas ini merupakan azas yang sudah umum

diterima dalam hukum pidana negara mana pun di dunia. Menurut azas

ini negara diminta harus menolak permintaan dari negara peminta,

apabila terbukti bahwa orang yang sudah diadili dan dijatuhi putusan

oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan mengikat yang pasti

atas kejahatan yang dijadikan sebagai alasan untuk meminta

penyerahan oleh negara peminta.

Dalam praktiknya, ekstradisi memiliki mekanisme permintaan ekstradisi,

berdasarkan ketentuan undang-undang, prosedurnya terbagi atas dua ketentuan,

yaitu; Kedudukan Indonesia sebagai negara diminta (requested state) dan

kedudukan Indonesia sebagai negara peminta (requesting state).

Sebagai negara yang diminta, dalam konvensi Wina sudah diatur

mengenai perjanjian internasional (UN Convention on the Law of the Treaty)

tahun 1969, yakni; asa pacta sunt sunt servanda, Pada umumnya berdasarkan

praktik hubungan internasional maka suatu negara tidak boleh menolak pelaksaan

suatu perjanjian dengan alasan bertentangan dengan sistem hukum nasional

makan permintaan ekstradisi wajib dipenuhi sebagai suatu kewajiban mutlak bagi

negara yang diminta ekstradisi.72

72

Vienna Convention on the Law of Treaties Tahun 1969, Pasal 26, h.11.

Page 61: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

50

Gambar III.1. Mekanisme Prosedur dan Proses Permintaan

Ekstradisi Sebagai Negara Diminta73

Dalam implementasinya, Undang-Undang Ekstradisi Nomor 1 Tahun 1979

telah mengatur dengan cukup jelas prosedur dan proses yang harus diikuti dalam

hal (Indonesia sebagai negara diminta) dan Indonesia mengajukan permintaan

ekstradisi kepada negara lain (Indonesia sebagai negara peminta). Sesuai Undang-

Undang tersebut, prosedur yang harus ditempuh apabila negara lain mengajukan

permintaan ekstradisi kepada Indonesia adalah sebagai berikut.

Permintaan ekstradisi kepada Indonesia, diatur dalam Pasal 22, 23, dan 24,

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi.74

Dalam penerimaan

73

Badan Pembinaan Hukum Nasional, “Naskah Akademik RUU Tentang Ekstradisi Tahun 1979”,

website online, diakses pada 25 Maret 2019 dari

https://www.bphn.go.id/data/documents/naskah_akademik_ruu_tentang_perubahan_uu_no._1_tah

un_1979_tentang_ekstradisi.pdf

SYARAT

POLRI

KEJAKSAAN

KEMENKUMHAM KEMLU

PRESIDEN

Page 62: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

51

permintaan ekstradisi dari negara peminta, yang harus diperhatikan adalah

prosedur pengajuan permintaan, persyaratan yang harus dipenuhi, dan apakah

sudah ada perjanjian ekstradisi dengan negara peminta. Permintaan ekstradisi

kepada Indonesia ditujukan kepada kementerian Hukum dan HAM, dan

disampaikan melalui saluran diplomatik. Negara peminta dapat juga

menyampaikan permintaan ekstradisi tersebut melalui Kementerian Luar Negeri

atau KBRI setempat.75

Setelah permohonan permintaan ekstradisi ini diterima, selanjutnya dikaji

dan ditinjau oleh Kementerian Hukum dan HAM. Proses hukum selanjutnya

adalah tindakan yang dilakukan oleh penegak hukum (Polri, Kejaksaan Agung,

Pengadilan) terhadap orang yang dikenakan ekstradisi dan dilengkapi dengan

berkas permintaan ekstradisi, serta barang bukti yang disita. Semua tindakan

hukum yang dilakukan dalam proses ekstradisi harus berdasarkan ketentuan

hukum Indonesia.76

Pelaksanaan ekstradisi atau penyerahan orang yang diminta, diatur dalam

Pasal 40 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1979 Tentang

Ekstradisi.77

Dalam penerapannya, seseorang yang akan diekstradisi akan

dititipkan di rumah tahanan Polri. Pada saat akan dilakukan penyerahan maka

yang bertanggung jawab atas penahan tersebut yaitu Polri dan Kejaksaan yang

akan membawa dan mengawal orang tersebut untuk diekstradisikan ke tempat

74

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi, Pasal 22, 23, dan

24. 75

Siswanto Sunarso, “Ekstradisi dan Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana: Instrumen

Penegakan Hukum Pidana Internasional”, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 137-138. 76

Ibid. 77

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi, Pasal 40.

Page 63: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

52

penyerahan. Lalu Kementerian Hukum dan HAM menyiapkan berita acara

penyerahan dan Kementerian Luar Negeri bertanggung jawab mengatur kehadiran

perwakilan negara peminta, sedangkan Polri mengatur petugas dari negara

peminta yang akan membawa dan mengawasi pelaksanaan penyerahan ekstradisi.

Indonesia juga memiliki cara khusus dalam merespon permintaan

ekstradisi yang memiliki sifat urgent. Permintaan untuk melakukan provisional

arrest yaitu dengan cara melakukan penangkapan yang bersifat sementara apabila

ada permintaan mendesak untuk menangkap seseorang yang diduga pelaku tindak

kejahatan yang dapat melarikan diri atau buron.78

Setelah melewati tahap-tahap tersebut, kemudian proses penentuan

dikabulkan atau ditolaknya suatu permintaan ekstradisi kepada Pemerintah

Indonesia adalah Presiden. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 36, Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi.79

78

Australian Government Attorney-General’s Department, “International Crime Cooperation

Division”, (website online), diakses pada 15 Maret 2019 dari

https://www.ag.gov.au/Internationalrelations/Internationalcrimecooperationarrangements/Extraditi

on/Documents/Factsheet%20Provisional%20Arrest%20Requests.pdf 79

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi, Pasal 36.

Page 64: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

53

Gambar III.2. Mekanisme Prosedur dan Proses Permintaan Ekstradisi

Sebagai Negara Peminta80

Dalam Undang-Undang Ekstradisi Nomor 1 Tahun 1979, telah disebutkan

bahwa yang dapat mengajukan permintaan ekstradisi kepada Kementerian Hukum

dan HAM adalah Polri dan Jaksa Agung. Permintaan Ekstradisi dilakukan apabila

orang yang dicari sudah diketahui keberadaaanya secara pasti di suatu negara.81

Indonesia sebagai peminta dalam implementasinya, permasalahan

permintaan pencarian dan penangkapan pelaku kejahatan baik itu tersangka,

terdakwa, terpidana, melarikan diri ke luar negara, aparat penegak hukum Polri

dan Kejaksaan Agung akan meminta bantuan Interpol untuk melakukan pencarian

dan penangkapan.

80

NCB-Interpol Indonesia, “Prosedur dan Implementasi Ekstradisi”, website online (2008),

diakses pada 15 Maret 2019 dari http://www.interpol.go.id/id/uu-dan-hukum/ekstradisi/definisi-

prosedur-dan-implementasi-ekstradisi/263-prosedur-dan-implementasi-ekstradisi 81

Ibid.

Page 65: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

54

Setelah ada permintaan pencarian sekaligus penangkapan dan penahanan,

selanjutnya dilakukan persiapan untuk syarat permintaan ekstradisi. Persyaratan

yang diminta oleh negara diminta untuk melakukan penangkapan disiapkan oleh

instansi yang menangani perkaranya. Jika perkaranya sedang dalam tahap

penyidikan, maka Polri yang mengajukan dan menyiapkan persyaratannya sesuai

dengan perjanjian atau yang diminta oleh negara peminta.

Selanjutnya surat permintaan tersebut diajukan kepada Kementerian

Hukum dan HAM dengan aturan Pasal 44,82

Undang-Undang Republik Indonesia

tahun 1979 Tentang Ekstradisi, apabila persyaratan tersebut sudah dinyatakan

lengkap, maka Kapolri atau Jaksa Agung mengirim surat tersebut dan dilampiri

persyaratannya kepada Kementerian Hukum dan HAM. Materi tersebut berupa

suatu penjeleasan permasalahan perkara yang dimintakan ekstradisi, dan meminta

kepada Kementerian Hukum dan HAM agar mengajukan permintaan ekstradisi

kepada negara peminta, untuk melakukan penangkapan pelaku kejahatan yang

buron tersebut.

Kemudian, kementerian Hukum dan HAM selanjutnya mempelajari dan

mengecek persyaratan serta mencari dasar hukum kerja sama tentang ekstradisi

dengan pihak negara yang diminta. Jika negara yang diminta mengabulkan

permintaan ekstradisi, maka untuk pengambilan orang yang akan diekstradisi

dilakukan Interpol dan penyidik Polri.83

Sesampainya di Indonesia, tersangka

diserahkan kepada tim penyidik Polri untuk diproses perkaranya berdasarkan

82

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi, Pasal 44. 83

NCB-Interpol Indonesia, “Prosedur dan Implementasi Ekstradisi”, website online (2008),

diakses pada 15 Maret 2019 dari http://www.interpol.go.id/id/uu-dan-hukum/ekstradisi/definisi-

prosedur-dan-implementasi-ekstradisi/263-prosedur-dan-implementasi-ekstradisi

Page 66: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

55

hukum Indonesia. Putusan pengadilan dari orang yang diekstradisikan

diinformasikan kepada negara yang bersangkutan melalui saluran diplomatik atau

saluran Interpol.84

Adanya perkembangan kejahatan transnasional dinilai sebagai dampak

dari era globalisasi dan digitalisasi, seiring dengan pesatnya perkembangan

masyarakat dunia menuju zaman yang semakin modern berpengaruh kepada dunia

kejahatan yang dapat dirasakan perkembangannya sedemikian cepat. Pesatnya

perkembangan kejahatan transnasional juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi

dan perkembangan peradaban masyarakat dunia.

Di satu sisi, maraknya kejahatan tersebut telah menimbulkan kekhawatiran

masyarakat dunia. Dengan semakin meningkatnya kejahatan transnasional,

banyak negara telah sadar akan pentingnya perjanjian ekstradisi untuk saling

melakukan kerjasama dalam hal menanggulangi kejahatan tersebut yang

mencakup skala internasional.

Harus diakui memang bahwasannya implementasi dari ekstradisi ini akan

jauh lebih mudah bila mana kedua belah pihak negara yang telah memiliki

perjanjian ekstradisi. Ekstradisi yang dilakukan tanpa adanya perjanjian seringkali

menimbulkan masalah. Hal ini disebabkan karena tidak adanya dasar hukum yang

jelas yang dapat digunakan untuk proses penyerahan seseorang terhadap negara

yang meminta.

Akibat dampak buruknya dari suatu jenis kejahatan yang merajalela di

suatu negara, misalnya korupsi, narkoba, terorisme, keamanan, dan sebagainya.

84

Ibid.

Page 67: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

56

Dampak ini bukan hanya merugikan satu negara saja, akan tetapi juga berdampak

negatif kepada negara-negara lainnya dan pada waktunya akan menghancurkan

kehidupan manusia di dunia penanggulangan kejahatan transnasional, tentunya

tidak akan efektif bilamana hanya dilakukan oleh salah satu negara saja, Akan

tetapi harus membutuhkan kerjasama antar negara.

Indonesia sejauh ini baru mempunyai perjanjian ekstradisi secara bilateral

setidaknya dengan empat negara anggota ASEAN, yaitu Malaysia Filipina,

Thailand, dan Vietnam.85

Pemerintah Indonesia akan terus mendorong upaya

pembetukan instrument perjanjian ekstradisi untuk kawasan ASEAN.86

Pemerintah Indonesia memandang bahwa dengan meningkatnya kejahatan lintas

batas di kawasan Asia Tenggara maka dibutuhkan kerja sama hukum yang kuat

antara sesame negara ASEAN, termasuk kerja sama ekstradisi.

Perjanjian ekstradisi ASEAN itu dinilai dapat membantu upaya penegakan

hukum di dalam negeri masing-masing negara anggota ASEAN. Memang perlu

adanya kepedulian untuk menanggulangi kejahatan transnasional ini harus dipacu

dengan semangat kebersamaan dan direspon oleh setiap negara baik secara

bilateral maupun multilateral.

85

Hanna Azarya Samosir, CNN Indonesia, “Tangkal Kejahatan, RI Dorong Perjanjian Ekstradisi

ASEAN, website online (2018), diakses pada tanggal 15 Maret 2019 dari

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20180109182310-106-267698/tangkal-kejahatan-ri-

dorong-perjanjian-ekstradisi-asean 86

Yuni Arisandy Sinaga, Antara News, “Indonesia Dorong Pembentukan Perjanjian Ekstradisi di

ASEAN”, website online (2018), diakses pada tanggal 15 Maret 2019 dari

https://www.antaranews.com/berita/676625/indonesia-dorong-pembentukan-perjanjian-ekstradisi-

di-asean

Page 68: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

57

B. Hukum Internasional

Hal yang perlu diketahui mengenai apa itu hukum internasional,

bagaimana hukum internasional dan menjadi landasan ketika membuat suatu

perjanjian. Hukum internasional atau hukum internasional publik merupakan

istilah yang lebih sering digunakan pada saat ini dibandingkan istilah hukum

bangsa-bangsa dan hukum antarnegara.87

Dua istilah terakhir itu sudah tidak digunakan lagi karena diniliai sudah

tidak relevan. Hukum internasional pada era kontemporer saat ini tidak hanya

mengatur hubungan antar bangsa atau antar negara saja. Tetapi hubungan

internasional sudah berkembang pesat sehingga subjek-subjek negara yang tidak

lagi terbatas pada negara saja sebagaimana di awal perkembangan hukum

internasional.88

Ada istilah hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum

internasional publik, yang harus dibedakan dengan hukum perdata internasional.

Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang

mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan

internasional) yang bersifat perdata.89

Sedangkan, hukum perdata internasional

adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang

melintasi batas negara.90

Hubungan internasional sudah sangat berkembang jauh pesat sehingga

subjek negara tidak terpaku pada negara saja seabagimana diketahui terjadi pada

87

Sefriani, “Hukum Internasional: Suatu Pengantar”, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), h. 2. 88

Ibid. 89

Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, “Pengantar Hukum Internasional”, (Bandung:

Alumni, 2003), h. 1-2. 90

Ibid.

Page 69: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

58

awal perkembangan hukum internasional. Subjek hukum internasional dapat

diartikan sebagai pemilik, pemegang, atau pendukung hak dan kewajiban

berdasarkan hukum internasional. Pada awal mulanya, dari kelahiran dan

perkembangan hukum internasional, hanya negara saja yang diakui sebagai subjek

hukum internasional. Namun, dengan seiring perkembangan zaman telah terjadi

perubahan pelaku-pelaku subjek hukum internasional itu sendiri.

Adapun definisi dari hukum internasional yang dijelaskan oleh, Starke

Alina Kaczorowska:91

International law may be defined as that body of law which is composed

for its greater part of the principles and rules of conduct which states feel

themselves bound to observe, and therefore, do commonly observer in their

relations with each other, and which includes also:

1. The rules of law relating to the functioning of international institutions or

organizations, their relations which each other, and their relations with

states and individual.

2. The rules of law relating to individuals and non states so far as the rights

or duties of such individuals and non states entities are the cancern of the

international community.

Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai badan hukum yang

disusun untuk bagian yang lebih besar dari prinsip-prinsip dan aturan perilaku

yang menyatakan merasa terikat untuk mengamati, dan karena itu melakukan

pengamat umum dalam hubungan mereka satu sama lain, dan yang termasuk juga:

91

Alina Kaczorowska, “Public International Law”, (London: Old Balley Press, 2002), h. 7.

Page 70: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

59

1. Aturan hukum yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga atau organisasi

internasional, hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka

dengan negara dan individu.

2. Aturan hukum yang berkaitan dengan individu dan non negara dengan hak

atau kewajiban individu dan entitas non negara tersebut merupakan

ancaman dari komunitas internasional.

Hukum internasional, pada intinya merupakan seperangkat aturan yang

mengandung nilai-nlai dan norma universal, yang harus dipatuhi oleh negara demi

menjaga kestabilan dalam sistem internasional. Dengan kata lain, setiap tindakan

negara terhadap hukum internasional adalah berdasarkan atas berbagai

kepentingan nasionalnya.

Hukum internasional terwujud dalam berbagai bentuk yaitu hukum

internasional dalam arti formil dan hukum internasional dalam arti materil.

Hukum internasional dalam arti formil diidentikkan dengan sumber hukum

internasional yaitu tempat ditemukan hukum internasional dalam menyelesaikan

setiap kasus hukum internasional.92

Sedangkan J.G. Starke mengemukakan 5

(lima) kategori sumber hukum formil dalam hukum internasional yaitu kebiasaan,

traktat, keputusan pengadilan atau badan-badan arbitrase, karya-karya hukum dan

keputusan atau ketetapan organisasi dan lembaga internasional.93

Meskipun mengakui adanya hukum internasional saat ini tidak hanya

mengatur hubungan antarnegara saja, tetapi menurut John O’Brien berpendapat

92

Jawahir Thantowi dan Pranoto Iskandar, “Hukum International Kotemporer”, (Bandung: Rafika

Aditama, 2006), h. 80. 93

J.G. Starke, “Introduction to International Law”, 10th edition, (London: Butterworths, 1989), h.

429.

Page 71: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

60

bahwa hukum internasional adalah sistem hukum yang berkaitan dengan

hubungan antarnegara.94

Jadi, apa yang dimaksud oleh John O’Brien ini dapat

dipahami bahwa sampai saat ini negara adalah subjek yang paling utama. Adapun

subjek lainnya yang dapat dikatakan sebagai subjek derivative atau turunan dari

negara. Negaralah, yang menghendaki pengakuan mereka sebagai subjek hukum

internasional.95

Hukum internasional dalam pratiknya memiliki ragam macam perjanjian

yaitu; bilateral, trilateral, regional, multilateral, bahkan universal sekalipun.

Semua negara berhak melibatkan dirinya dalam perjanjian internasional baik itu

bilateral hingga sampai universal. Semua itu merupakan hukum internasional

yang mengikat bagi semua pihak yang bersangkutan.

Peran dan perkembangan hukum internasional di era kontemporer saat ini

mengatur segala aktivitas negara seperti hukum tentang penggunaan laut, udara,

ruang angkasa, dan antartika. Ada juga hukum yang mengatur telekomunikasi

pos, pengangkutan barang dan penumpang, baik juga keuangan.96

Hukum

internasional juga menjadi instrumen utama dalam pengaturan perdagangan

internasional.

Hukum internasional juga sangat memperhatikan masalah nasionalitas,

ekstradisi, penggunaan kekuatan bersenjata, hak asasi manusia, perlindungan

lingkungan dan keamanan nasional. Bisa dikatakan di zaman globalisasi saat ini

cukup sulit untuk menemukan aktivitas negara yang tidak diatur oleh hukum

94

John O’Brien, “International Law”, (Great Britain: Cavendish Publishing limited, 2001), h. 1. 95

Ibid. 96

Martin Dixon and Robert Mc Corquodale, “Cases & Materials on International Law”, Third

Edition, (London: Blakcstone Press Limited, 2000), h. 3.

Page 72: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

61

internasional. Hukum internasional juga mengatur dan memfasilitasi kerja sama

antar negara-negara yang saling membutuhkan dengan negara lainnya.97

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan hukum

internasional hingga sampai saat ini.98

Yang pertama, adalah meningkatnya

jumlah negara baru akibat adanya dekolonisasi. Sebagian besar yaitu negara-

negara berkembang yang merdeka setelah perang dunia kedua. Faktor kedua,

yaitu adanya pengaruh perkembangan hukum internasional adalah munculnya

berbagai organisasi internasional. Faktor ketiga, adalah diakuinya individu

sebagai subjek hukum internasional. Faktor keempat, adalah semakin majunya

perkembangan teknologi dan komunikasi. Faktor kelima, adalah muncul dan

semakin berperannya aktor-aktor non state dalam percaturan internasional

khususnya NGO serta perusahaan transnasional. Dan adanya isu-isu global seperti

demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan hidup, terorisme yang banyak

mempengaruhi perkembangan hukum internasional.99

Dalam praktiknya hukum internasional tidak dapat dipisahkan dari

masalah diplomasi, politik, dan pola atau kebijakan hubungan luar negeri. Dalam

banyak kasus meskipun pertimbangan hukum tetap penting, akan tetapi sangat

besar kemungkinan bahwa negara dalam mencari legalitas tindakan atau

keputusan yang akan diambilnya mengutamakan self-interest, expediency atau

humanity. Hal ini sangatlah wajar menurut Dixon, karena banyak negara

97

John O’Brien, “International Law”, (Great Britain: Cavendish Publishing limited, 2001), h. 42. 98

Ibid. Martin Dixon and Robert Mc Corquodale, “Cases & Materials on International Law”. 99

Ibid.

Page 73: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

62

mempunyai karakter dan sikap yang berbeda-beda sebagaimana sikap manusia

pada umumnya.100

Mengenai perjanjian ekstradisi sendiri, perjanjian ini merupakan salah satu

turunan dari hukum internasional dan oleh karena itu disebut sebagai perjanjian

internasional karena dilakukan secara antarnegara, umunya perjanjian ekstradisi

ini bersifat bilateral.

100

Martin Dixon, “Text on International Law”, Martinus Nijhoff, (2001), h. 23.

Page 74: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

63

BAB IV

ANALISA KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN

PERJANJIAN EKSTRADISI DENGAN VIETNAM TAHUN

2015

Pada Bab IV ini peneliti akan menjelaskan kebijakan Indonesia melakukan

perjanjian ekstradisi dengan Vietnam tahun 2015. Untuk menguraikan lebih dalam

strategi Indonesia bisa dapat melakukan perjanjian ekstradisi dengan Vietnam,

maka skripsi ini akan menggunakan analisa dengan menggunakan beberapa teori

penting yaitu kepentingan nasional dan kebijakan luar negeri.

A. Kepentingan Nasional Indonesia Melakukan Perjanjian Ekstradisi

Dengan Vietnam

Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Vietnam telah diratifikasi

dan lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pengesahan Perjanjian

Ekstradisi Antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis Viet Nam. Dalam

undang-undang tersebut dinyatakan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi khususnya teknologi, transportasi, komunikasi, dan informasi

memudahkan lalu lintas manusia dari satu negara ke negara lain, lalu

menimbulkan dampak positif dan dampak negatif.

Dampak negatif ini kemudian munculnya masalah baru yaitu kejahatan

transnasional karena melewati lintas batas negara, seperti tindak kejahatan yang

Page 75: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

64

berpeluang lebih besar untuk pelaku meloloskan diri dari jeratan hukum,

penyidikan, penuntutan, dan pelaksanaan tindak pidana dari negara tempat

kejahatan yang dilakukan, sehingga dalam menanggulangi ancaman tersebut

diperlukan kerjasama antar dua negara baik bersifat bilateral maupun multilateral.

Dijelaskan dalam Undang-Undang tersebut, dengan mengedepankan azas

mutual benefit ,kerjasama pun dilakukan. Adapun azas-azas yang disepakati

dalam perjanjian tersebut yaitu101

:

1. Ekstradisi dilaksanakan terhadap setiap orang yang ditemukan berada di

wilayah pihak diminta dan dicari oleh pihak peminta untuk penuntutan,

persidangan, atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat

diekstradisikan, meskipun tindak pidana tersebut dilakukan sebelum atau

setelah berlakunya perjanjian ini.

2. Suatu tindak pidana merupakan tindak pidana yang dapat diekstradisikan,

apabila tindak pidana tersebut dapat dihukum menurut hukum kedua

pihak, dengan ancaman pidana penjara paling sedikit satu tahun atau

dengan hukuman yang lebih berat.

3. Ekstradisi tidak dikabulkan apabila tindak pidana yang dimintakan

ekstradisi adalah tindak pidana politik.

4. Ekstradisi tidak dikabulkan apabila tindak pidana yang dimintakan

ekstradisi adalah tindak pidana militer, yang bukan merupakan tindak

pidana dalam hukum pidana umum.

101

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi, antara

Republik Indonesia dan Republik Sosialis Viet Nam.

Page 76: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

65

5. Tidak satu pihak pun terikat untuk mengekstradisikan warga negaranya.

Menurut perjanjian ini, ekstradisi tidak dapat dikabulkan apabila hak

diminta memiliki yurisdiksi atas tindak pidana yang dimintakan ekstradisi

sesuai dengan hukum nasionalnya.

6. Orang yang diekstradisikan berdasarkan perjanjian ini tidak boleh diproses

hukum ataupun menjalani hukuman pidana pada pihak peminta atas tindak

pidana yang dilakukan oleh orang tersebut sebelum penyerahannya selain

tindak pidana yang permintaan ekstradisinya dikabulkan.

Dari isi perjanjian tersebut yang menyebutkan bahwa ada beberapa

ketentuan di mana perjanjian ekstradisi tidak dapat diekstradisi lagi ke negara

pihak ketiga, kecuali:

1. Pihak diminta telah menyetujui sebelumnya.

2. Orang tersebut belum meninggalkan wilayah pihak peminta dalam waktu

30 (tiga puluh) hari setelah mendapatkan kebebasan untuk meninggalkan

wilayah pihak peminta atau orang tersebut telah secara sukarela kembali

ke wilayah pihak peminta setelah meninggalkan wilayah tersebut.

3. Setiap tindak pidana yang lebih ringan yang diungkapkan dengan fakta-

fakta untuk tujuan memastikan kembalinya orang yang dimintakan

ekstradisinya, selain tindak pidana yang secara hukum tidak dapat

dimintakan ekstradisinya.

4. Orang yang dimintakan ekstradisi tidak dapat dituntut karena daluwarsa

berdasarkan hukum pihak peminta atau hukumannya tidak dapat

dilaksanakan karena adanya pengampunan.

Page 77: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

66

Berdasarkan hal tersebut, dapat dianalisa bahwa Indonesia melakukan

perjanjian ekstradisi dengan Vietnam karena beberapa hal berikut. Dalam asumsi

neorealis yang diungkapkan oleh Kenneth Waltz dalam bukunya yang berjudul

Theory of International Politics tahun1979, bahwa negara akan bertindak sesuai

dengan keadaan alami dalam struktur sistem internasional. Dalam sistem

internasional yang anarki, negara akan berusaha meraih kekuatan untuk

memastikan keamanan mereka.102

Kerjasama ekstradisi yang dilakukan oleh

Indonesia dengan Vietnam merupakan salah satu bentuk cara Indonesia dalam

memperkuat sistem keamanan, baik keamanan dalam negeri maupun di kawasan.

Menurut pandangan neorealisme, tidak ada negara yang benar-benar

secara ekonomi, politik, dan militer benar-benar dapat berdiri sendiri. Adanya

perbatasan baik darat maupun laut, sumber daya alam, yang berbeda dan berbagai

perbedaan lainnya membuat negara-negara harus membangun kerjasama dan tentu

membuat mereka saling ketergantungan. Hal ini membuat aliansi menjadi sangat

penting103

. Terutama bagi dua negara yang bukan negara super power seperti

Indonesia dan Vietnam. aliansi berfungsi untuk membangun kekuatan lebih besar

dalam menghadapi ancaman global, yang mana dalam perkembangannya ancaman

global saat ini dapat berupa ancaman non state actor yang bersifat transnational.

Dalam menghadapi ancaman tersebut maka Indonesia melihat kerjasama

dengan Vietnam ini adalah jalan terbaik membangun kekuatan menghadang

kejahatan transnasional tersebut. Dengan adanya perjanjian ekstradisi atau

102

Kenneth N. Waltz, “The Origins of War in Neorealist Theory”, in The Journal of

Interdiciplinary History, Volume 18, No. 4, The Origin and Prevention of Major Wars, (Spring,

The MIT Press, 1988). 103

Ibid.

Page 78: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

67

penguatan penegakan hukum antar dua negara, maka Indonesia dan Vietnma akan

lebih mudah dalam menangani masalah kejahatan transnasional yang bisa saja

terjadi di kedua negara yang sama-sama berada di kawasan Asia Tenggara.

Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Vietnam menjadi penting

mengingat kedua negara berada di satu kawasan yang sama yaitu di Asia

Tenggara, dengan adanya perjanjian ekstradisi, hal ini dapat mencegah larinya

pelaku kejahatan kenegara-negara di sekitar kawasan, terutama Indonesia dan

Vietnam. Berikut peta wilayah Indonesia dan Vietnam yang berada di kawasan

Asia Tenggara.

Gambar IV.1. Peta Kawasan Asia Tenggara

Sumber : www.google.com

Neorealisme juga berbicara perihal opportunity dan state preference.

Maksud dari kesempatan dan preferensi adalah bahwa negara akan bertindak

dalam rangka self-preservation atau penjagaan, pemeliharaan, dan pembelaan

Page 79: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

68

dirinya dengan asumsi hanya sedikit melakukan “offense” dan “defense”104

. Oleh

sebab itu, dengan adanya kerjasama melalui perjanjian ekstradisi dengan Vietnam

ini merupakan salah satu bentuk minimnya Indonesia untuk melakukan “offense”

dan “defense” terhadap kejahatan transnasional yang semakin mudah terjadi

dalam era globalisasi saat ini.

Kerjasama ekstradisi ini yang mana pada tahun 2015 telah diratifikasi oleh

Indonesia dan Vietnam membuat Indonesia dalam proses penjagaan ataupun

pemeliharaan sistem hukum dari kejahatan yang mungkin saja bisa terjadi di

Indonesia dan kemudian para penjahat lari ke Vietnam, yang mungkin saja telah

terorganisir dan bekerjasama dengan berbagai pihak di luar Indonesia meskipun

pelakunya merupakan orang Indonesia. Dengan demikian, adanya ratifikasi

kerjasama ekstradisi yang dilakukan Indonesia dengan Vietnam dari pandangan

neorealisme merupakan bentuk perilaku Indonesia yang mengacu pada

opportunity dan preference.

Neorealisme menyatakan bahwa aspek moralitas juga tentu bisa menjadi

faktor yang mampu menjadikan motif kepentingan negara selain hanya berfokus

pada pencapaian keamanan105

. Seperti kasus perjanjian ekstradisi antara Indonesia

dan Vietnam, aspek moralitas juga menjadi pemicu yang menjadikan Indonesia

akhirnya meratifikasi perjanjian ekstradisi tersebut. Motif yang menjadi

kepentingan Indonesia juga didasari atas moralitas Indonesia yang sama-sama

dengan Vietnam merupakan aliansi dalam organisasi kawasan yakni ASEAN.

104

S. Telbami, “Kenneth Waltz, Neorealism, and Foreign Policy, Security Studies”, jurnal online,

(2002), h. 158-170. 105

Mary Maxwell, “Morality Among Nations An Evolutionary View” (New York: SUNY Press,

1990).

Page 80: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

69

Selain itu, Indonesia dan Vietnam merupakan mitra strategis yang juga

memiliki sejarah panjang hubungan yang baik yang terjalin sejak Presiden

pertama Soekarno dan Presiden Ho Chi Minh. Sehingga, adanya moralitas

bersama-sama mempererat hubungan dan menjaga keamanan kawasan menjadi

faktor yang juga mempengaruhi keputusan dalam menjalin kerjasama ekstradisi

tersebut.

Kepentingan nasional dalam rangka memaksimalkan power atau kekuatan

dalam neorealisme yaitu untuk kepentingan survival negara, diwujudkan dengan

perjanjian ekstradisi dengan Vietnam. Dalam rangka memperkuat kekuatan

penegakan hukum, semakin banyak perjanjian ekstradisi dengan negara lain

semakin banyak pula kekuatan Indonesia dalam proses penegakan hukum yang

sudah ada saat ini. Neorealisme juga menjadikan kepentingan nasional sebagai

means atau cara dalam mencapai tujuan negara yakni keamanan dan survival.106

Seperti yang dikatakan neorealisme, kerjasama yang dilakukan negara

juga berdasarkan pada self interest atau berlandaskan tentang apa yang dibutuhkan

negara untuk mencapai survivalnya107

. Perjanjian ekstradisi tentu menguntungkan

baik pihak Indonesia dan Vietnam, dalam perjanjian tersebut kedua negara dapat

memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam perjanjian ekstradisi yang telah

dibuat. Hal ini dalam kepercayaan neorealisme terciptanya kerjasama karena

106

Kenneth Waltz, “Realist Thought and Neorealist Theory”, in Charles W. Kegley (ed.)

Controversies in International Relations Theory: Realism and the Neoliberal Challenge, jurnal

online, (New York: St. Martin’s Press, 1995), h. 67-82. diakses pada tanggal 3 April 2019 dari

https://andreasbieler.net/wp-content/files/Neo-realism.pdf 107

Andrew Jones, “Comparatively Asses Neorealism and Neoliberalism, Whose Argument Do

You? Find the More Convicing and Why?”, website online (2007), diakses pada 3 April 2019 dari

http://www.e-ir.info/2007/12/21/comparatively-assess-neo-realism-and-neo-liberalism-whose-

argument-do-you-find-the-more-convincing-and-why/

Page 81: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

70

adanya kepentingan yang sama, terutama dalam bidang keamanan dan penegakan

hukum sehingga keuntungan yang didapatkan antar dua negara bersifat

komparatif atau sama-sama menguntungkan sehingga terjadi perimbangan

kekuatan (balance of power) dari pihak-pihak yang bekerja sama tersebut.

Setelah Indonesia dan Vietnam bersama meratifikasi perjanjian pada 2015,

maka keduanya berhak melakukan ekstradisi atau penyerahan atau meminta

penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu

kejahatan di luar wilayah negara asalnya. Sehingga Indonesia melakukan

perjanjian ekstradisi dengan Vietnam merupakan suatu upaya dalam memperkuat

penegakan hukum dan keamana nasional yang pada saat ini dinilai masih belum

maksimal.

B. Kebijakan Luar Negeri Indonesia Melakukan Perjanjian Ekstradisi

Dengan Vietnam

B.1. Faktor Internal

Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Vietnam merupakan bentuk dari

kebijakan luar negeri Indonesia. Seperti yang James N. Rosenau katakan bahwa

kebijakan luar negeri merupakan keseluruhan sikap dan aktivitas negara dalam

mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan internalnya108

yang mana

Indonesia meratifikasi perjanjian ekstradisi sebagai bentuk sikap dan aktivitasnya

dalam menghalau kejahatan yang dilakukan dalam negeri dan kawasan.

108

James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson, “World Politics: An Introduction,

(New York: The Free Press, 1976), h. 32.

Page 82: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

71

Dengan adanya perjanjian ekstradisi, Indonesia mendapatkan keuntungan

yang sama dengan Vietnam di mana kedua negara sepakat untuk sama-sama

bekerjasama dalam menyerahkan penjahat yang melarikan diri ke masing-masing

negara. Yang mana hal ini juga menurut K.J. Holsti merupakan tindakan atau

gagasan yang dirancang untuk memecahkan masalah109

.

Jika dilihat dari perspektif kebijakan luar negeri menurut Holsti, terdapat

dua faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri, yaitu; faktor internal

dan faktor eksternal. Dalam perjanjian ekstradisi yang dilakukan Indonesia

dengan Vietnam faktor internal dapat dilihat dari sejarah hubungan Indonesia

dengan Vietnam, lalu adanya letak geografis dan struktur pemerintahan yang

melatar belakangi Indonesia meratifikasi perjanjian tersebut110

.

Faktor pertama, sejarah hubungan kedua negara. Indonesia dan Vietnam

memiliki banyak kesamaan baik dalam sisi sejarah, budaya, dan kedua negara

sama-sama memperoleh kemerdekaan melalui revolusi perjuangan. Sejak

dibukannya hubungan diplomatik, kedua negara telah menjalin kerjasama di

berbagai bidang. Ini menunjukkan bahwa masa depan hubungan Indonesia dan

Vietnam dipengaruhi oleh sejarah panjang yang telah dibangun sejak zaman

Presiden Soekarno dan Presiden Ho Chi Minh.

Indonesia sudah memiliki hubungan informal dengan Vietnam sejak tahun

1940-an.111

Hubungan diplomatik antara Jakarta dengan Hanoi dideklarasikan

109

K. J. Holsti, “International Politics: A Frame Work for Analysis”, (New Jersey: Prentice-Hall,

1983), h. 107. 110

Ibid. 111

Leo Suryadinata, Indonesia-Vietnam Relations Under Soeharto, (Contemporary Southeast Asia

Volume. 12, No. 4, 1991), h. 331.

Page 83: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

72

setelah Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955.112

Setelah itu

barulah kedua negara melakukan deklarasi hubungan diplomatik yang ditandai

dengan dibukanya Konsulat Republik Indonesia di Hanoi pada tanggal 30

Desember 1955, lalu tiga bulan setelah dibukanya konsulat di Saigon. Hubungan

ini kemudian ditingkatkan lagi pada tanggal 10 Agustus 1964 dengan dibukanya

Kedutaan Besar Republik Indonesia.

Kedua negara dapat dikatakan merupakan negara yang sama-sama

berjuang melawan kolonialisme untuk memperoleh kemerdekaannya. Mengingat

para pemimpin kedua negara telah menekankan bahwa kedua negara ini telah

memiliki pengalaman sejarah yang sama dalam memperoleh kemerdekaan.

Bahkan para pemimpin, berpendapat bahwa pengalaman yang sama ini telah

membentuk dasar hubungan kedua negara. Indonesia maupun Vietnam juga

menyadari bahwa kedua negara perlu berkontribusi secara aktif dalam menjaga

perdamaian, stabilitas, dan keamanan, adanya rasa saling percaya, dan kerjasama

pembangunan berkelanjutan masing-masing negara, di ASEAN, maupun di

kawasan regional.

Hubungan Indonesia dengan Vietnam sudah terjalin selama bertahun-

tahun dari perjanjian kemitraan komprehensif yang ditandatangani pada tahun

2003, hingga kemitraan strategis pada tahun 2013.113

Namun pada tahun 2013,

112

Ibid. 113

The Diplomat, “Indonesia-Vietnam Strategic Partnership: The Maritime Domain”, website

online (2018), diakses pada 5 April 2019 dari https://thediplomat.com/2018/04/indonesia-vietnam-

strategic-partnership-the-maritime-domain/

Page 84: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

73

Indonesia memprakarsai kemitraan strategis dengan Vietnam, dan anggota

asosiasi negara-negara Asia Tenggara.114

Vietnam merupakan satu-satunya mitra strategis Indonesia di Asia

Tenggara. Duta besar luar biasa dan berkuasa penuh Indonesia untuk Vietnam,

Mayerfas mengatakan, “Bahwa tidak semua negara kita mempunya “strategic

partnership”. Ada level hubungan yang harus kita capai sehingga kita sepakat

untuk mempunya kemitraan strategis.

Kenapa hanya Vietnam? Indonesia Menganggap Vietnam sebagai negara

penting yang berpotensi memiliki kepentingan strategis besar di Asia Tenggara.

Hubungan Indonesia dengan Vietnam juga terus mengalami perkembangan dari

tahun ke tahun. Lalu melihat pertumbuhan ekonomi Vietnam yang begitu

impresif. Ini menggambarkan bahwa Vietnam sangat berpotensi sebagai pemain

penting di kawasan Asia Tenggara. Vietnam merupakan satu-satunya negara di

Asia Tenggara yang telah berperang melawan semua kekuatan global utama

seperti Prancis, Amerika Serika, dan Tiongkok. Bahkan Vietnam telah beberapa

kali berperang dalam kurun waktu lebih dari 1000 tahun bersaing dengan

tiongkok dan mengalahkannya.115

Hal inilah yang mendorong keinginan Indonesia melakukan hubungan

kerjasama yang komprehensif dengan Vietnam. Karena saat ini Vietnam

114

Veeramalla Anjaiah, Eurosia Review, “Growing Strategic Ties Between Vietnam-Indonesia”,

website online (2017), diakses pada tanggal 5 April 2019 dari

https://www.eurasiareview.com/21082017-growing-strategic-ties-between-vietnam-indonesia-

analysis/ 115

Veeramalla Anjaiah, Eurosia Review, “Growing Strategic Ties Between Vietnam-Indonesia”,

website online (2017), diakses pada tanggal 5 April 2019 dari

https://www.eurasiareview.com/21082017-growing-strategic-ties-between-vietnam-indonesia-

analysis/

Page 85: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

74

merupakan salah satu negara yang sedang berkembang pesat pembangunannya.

Ini yang menjadikan salah satu faktor Indonesia ingin menjadi mitra strategis

Vietnam di kawasan Asia Tenggara. Indonesia biasanya cenderung memilih

kemitraan strategis dengan negara-negara yang mempunyai hegemoni seperti

Amerika Serikat, Tiongkok, dan kekuatan regional seperti India.

Melihat adanya kesepahaman antara Indonesia dan Vietnam pada

kerjasama ekstradisi ini, bisa dikatakan sebagai kebutuhan yang mendasar bagi

kedua negara. Dengan demikian, kemitraan yang strategis ini antara Indonesia

dengan Vietnam tidak hanyak akan membantu kedua negara untuk lebih terlibat

dalam permasalahan di kawasan. Akan tetapi juga akan memicu kedua negara

untuk menjalin hubungan diplomatik yang lebih bermakna dan matang. Karena

melihat di masa yang akan datang, kedua negara akan mendapatkan tantangan

berat. Baik itu dari dalam negeri maupun di kawasan.

Faktor kedua, letak geografis Indonesia-Vietnam. Asia Tenggara

merupakan kawasan yang luar biasa dengan mempunyai beberapa negara yang

beragam, baik dari segi populasi, kekayaan alam, geopolitik, dan tantangan

keamanan yang dihadapi masing-masing negara. Namun demikian, terdapat

beberapa kesamaan diantara negara ASEAN. Aspek kesamaan tersebut termasuk

adanya kesamaan dalam letak geografis, kebudayaan, dan bentuk persaudaraan.

Letak geografis antara Indonesia dan Vietnam yang berada di satu

kawasan yang sama yakni Asia Tenggara membuat kondisi keamanan juga

membuat peluang kerjasama semakin memungkinkan untuk dilakukan. Para

penjahat biasanya cenderung pergi atau lari ke negara tetangga dan negara

Page 86: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

75

disekitar kawasan untuk memudahkan mereka berpindah secara cepat. Oleh sebab

itu, letak geografis antara Indonesia dan Vietnam mendorong terjadinya kerjasama

diantara mereka.

Faktor ketiga, yang melatarbelakangi kebijakan luar negeri Indonesia

melakukan perjanjian ekstradisi dengan Vietnam adalah struktur pemerintahan.

Sebagaimana diketahui Indonesia merupakan negara hukum. Segala sesuatu yang

berhubungan langsung dengan hak asasi manusia dan kewajiban warga negara

sudah diatur oleh undang-undang. Dengan adanya undang-undang maka negara

terlindungi dari Abuse of Power dan warga negara indonesia mendapatkan hak-

haknya sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, hak-hak warga negara untuk

dapat perlakuan yang sama dimata hukum harus diatur dalam undang-undang,

termasuk permasalahan ekstradisi ini.

Berdasarkan Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi,

Negara Indonesia adalah negara hukum.116

Ada tiga prinsip dasar negara hukum

yaitu; supremasi hukum, persamaan hukum di hadapan hukum, dan penegakan

hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.117

Di dalam negara hukum,

semua orang dipandang sama dihadapan hukum (equality before the law).

Adapun persamaan di hadapan hukum diatur dalam Pasal 27 Ayat 1

Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum

116

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, “Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945”, website online, diakses pada 6 April 2019 dari

http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945 117

A. Patra M. Zen dan Daniel Hutagalung, “Panduan Bantuan Hukum Indonesia”, (Jakarta:

YLBHI, 2006), h. 34.

Page 87: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

76

dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.118

Kemudian ditegaskan

kembali di dalam Pasal 28D Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi,

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum

yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.119

Dengan demikian,

negara berkewajiban menjamin segala hak masyarakat yang berhubungan dengan

hukum, termasuk jaminan untuk mendapatkan bantuan hukum.

Indonesia dan Vietnam sama-sama sudah mempunyai lembaga hukum

yang estabilished. Sehingga dibentuklah lembaga-lembaga yudikatif seperti

kepolisian, kejaksaan, kehakiman, imigrasi, dan lain-lain. Untuk memudahkan

kinerja proses hukum baik itu di Indonesia maupun di Vietnam maka sesama

pemerintah kedua negara melakukan kerjasama agar tidak terjadi pelanggaran

hukum, maka masing-masing negara bisa dengan mudah menindak tersangka

pidana melalui ekstadisi ini.

Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Vietnam yang dituangkan

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 tentang

Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis

Vietnam (Extradition Treaty Between the Republic of Indonesia and the Socialist

Republic of Vietnam).

Hadirnya undang-undang tersebut tentunya dengan berbagai pertimbangan

yang sudah dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 5 tersebut, yaitu: Dalam

rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia untuk melindungi segenap

118

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, “Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945”, website online, diakses pada 6 April 2019 dari

http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945 119

Ibid.

Page 88: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

77

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial, Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional

melakukan hubungan dan kerja sama internasional yang diwujudkan dalam

perjanjian internasional.

Dengan adanya perjanjian tersebut, meningkatkan hubungan kerjasama

antar kedua negara dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan

transnasional atas dasar kerjasama yang saling menguntungkan, diharapkan

semakin meningkat. Dengan telah disahkannya undang-undang tentang

pengesahan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Vietnam dapat mendukung

di dalam penegakan hukum di Indonesia terutama yang berkaitan dengan

kejahatan transnasional (transnational crime).

B.2. Faktor Eksternal

Dalam proses pengambilan kebijakan luar negeri, menurut K. J. Holsti,

negara juga memperhitungkan beberapa faktor baik internal maupun eksternal.

Faktor eksternal tidak hanya sebagai complimentary tetapi juga sebagai faktor

penting dalam pengambilan kebijakan luar negeri. Untuk memutuskan perjanjian

ekstradisi antara Indonesia dengan Vietnam, salah satu faktor eksternal yang

sangat mempengaruhi adalah untuk turut serta menjaga stabilitas kawasan dari

ancaman kejahatan transnasional di kawasan Asia Tenggara.

Page 89: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

78

Kasus kejahatan transnasional di ASEAN sudah semakin meningkat,

beragam, terstruktur dan memiliki berbagai macam pola. Sejak adanya Deklarasi

Bangkok pada tahun 1967 tentang “Strengthening the Foundation for a

Prosperous and Peaceful Community of Southeast Asian Nations”, dan adanya

pertemuan Bali Concord I, yang dalam pertemuan tersebut disepakati adanya

gagasan untuk membentuk “Asean Extradition Treaty” di bidang transnational

crimes. Pertemuan tersebut menjadi perhatian para petinggi pemimpin negara-

negara ASEAN pertama kali tahun 1976 tertuang dalam Declaration of Asean

Concord 1976 (Bali Concord I) “Study on how to develop judisial cooperation,

including the possibility of an Asean Extradition Treaty”.120

Permasalahan kejahatan transnasional menjadi salah satu fokus agenda di

ASEAN.121

Hal ini juga diperkuat dengan diterbitkannya ASEAN Vision 2020

pada tahun 1997 yang menekankan strategi koperatif yang tepat dalam menangani

kejahatan transnasional.122

Sejak saat itulah, setiap diadakannya Konferensi

Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN, masalah kejahatan transnasional selalu menjadi

salah satu pembahasan utama baik di level kepala pemerintahan, menteri dan

pejabat terkait.

Menurut data ASEAN, kejahatan transnasional di Asia Tenggara meliputi

5 isu utama yaitu terorisme, perdagangan illegal, narkoba, penyelundupan senjata,

120

Ministry of Foreign Affairs of the Kingdom of Thailand, “Declaration of ASEAN Concord,

Adopted by the Heads of State/Government at the 1st ASEAN Summit”, website online, diakses

pada tanggal 17 April 2019 dari http://www.mfa.go.th/asean/contents/files/other-20130527-

163444-272383.pdf 121

ASEAN, “ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crime”, website online (2012),

diakses pada tanggal 17 April 2019 dari https://asean.org/?static_post=asean-plan-of-action-to-

combat-transnational-crime 122

S. Pushpanathan, “Managing Transnational Crime in ASEAN”, website online (1999), diakses

pada tanggal 17 April 2019 dari https://asean.org/managing-transnational-crime-in-asean-by-s-

pushpanathan/

Page 90: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

79

pencucian uang, perdagangan manusia dan pembajakan.123

Kemudian, menurut

data UNODC pada tahun 2013, beberapa kejahatan transnasional memiliki jumlah

kerugian yang cukup signifikan di wilayah Asia Timur dan Pasifik seperti

kejahatan penyelundupan barang dan Human Trafficking.

Gambar IV.2. Jumlah Kerugian dari Kejahatan Transnasional di Asia

Timur dan Pasifik124

Selain dari sisi jumlah kerugian, permasalahan kejahatan transnasional

juga dapat dianalisa melalui jalur yang tercatat pernah digunakan sebagai lalu

lintas kejahatan transnasional baik di ASEAN dan negara sekitarnya. Dari data

yang dihimpun oleh The Diplomat, tercatat kompleksitas alur kejahatan tersebut

menyebar dan melibatkan beberapa negara seperti negara anggota ASEAN,

Tiongkok, Jepang, Bangladesh dan kawasan Asia Selatan lainnya.

123

Ibid. “ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crime”. 124

United Nations Office on Drugs and Crime, “Transnational Crime in East Asia and Pacific”,

jurnal online (2013), h. 2.

Page 91: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

80

Gambar IV.3. Jalur Kejahatan Transnasional di ASEAN125

Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa perjanjian ekstradisi

antara Indonesia dengan Vietnam memang tidak terlepas dari pengaruh eksternal

terutama dalam mengatasi kejahatan transnasional. Sesuai dengan pendapat K.J.

Holsti bahwa kebijakan aktor luar negara mempengaruhi kebijakan luar negeri,

maka fokus ASEAN dalam memerangi kejahatan transnasional ini juga

menstimulus kebijakan luar negeri anggotanya dalam membuat perjanjian

ekstradisi terutama bagi Indonesia dan Vietnam. Perjanjian ekstradisi Indonesia

dengan Vietnam dinilai penting dalam mempermudah penegakan hukum antar

kedua negara dan juga turut andil dalam menjaga stabilitas keamanan di kawasan

Asia Tenggara.

125

TheRoderic Broadhurst, The Diplomat, “Asia Is in The Grip of a Transnational Crime Crisis”,

website online (2016), diakses pada 17 April 2019 dari https://thediplomat.com/2016/12/asia-is-in-

the-grip-of-a-transnational-crime-crisis/

Page 92: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

81

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan apa yang sudah telah dipaparkan pada bab sebelumnya,

perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Vietnam telah diratifikasi dan

lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pengesahan Perjanjian

Ekstradisi Antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis Viet Nam. Dalam

undang-undang tersebut dinyatakan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi khususnya teknologi, transportasi, komunikasi, dan informasi

memudahkan lalu lintas manusia dari satu negara ke negara lain, lalu

menimbulkan dampak positif dan dampak negatif.

Dampak negatif ini kemudian munculnya masalah baru yaitu kejahatan

transnasional karena melewati lintas batas negara, seperti tindak kejahatan yang

berpeluang lebih besar untuk pelaku meloloskan diri dari jeratan hukum,

penyidikan, penuntutan, dan pelaksanaan tindak pidana dari negara tempat

kejahatan yang dilakukan, sehingga dalam menanggulangi ancaman tersebut

diperlukan kerjasama antar dua negara baik bersifat bilateral maupun multilateral.

Dalam menghadapi ancaman tersebut maka Indonesia melihat kerjasama

dengan Vietnam ini adalah jalan terbaik membangun kekuatan menghadang

kejahatan transnasional tersebut. Dengan adanya perjanjian ekstradisi atau

penguatan penegakan hukum antar dua negara, maka Indonesia dan Vietnma akan

Page 93: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

82

lebih mudah dalam menangani masalah kejahatan transnasional yang bisa saja

terjadi di kedua negara yang sama-sama berada di kawasan Asia Tenggara.

Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Vietnam menjadi penting mengingat

kedua negara berada di satu kawasan yang sama yaitu di Asia Tenggara, dengan

adanya perjanjian ekstradisi, hal ini dapat mencegah larinya pelaku kejahatan

kenegara-negara di sekitar kawasan, terutama Indonesia dan Vietnam.

Setelah Indonesia dan Vietnam bersama meratifikasi perjanjian pada 2015,

maka keduanya berhak melakukan ekstradisi atau penyerahan atau meminta

penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu

kejahatan di luar wilayah negara asalnya. Sehingga Indonesia melakukan

perjanjian ekstradisi dengan Vietnam merupakan suatu upaya dalam memperkuat

penegakan hukum dan keamana nasional yang pada saat ini dinilai masih belum

maksimal.

Dengan adanya perjanjian tersebut, meningkatkan hubungan kerjasama

antar kedua negara dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan

transnasional atas dasar kerjasama yang saling menguntungkan, diharapkan

semakin meningkat. Dengan telah disahkannya undang-undang tentang

pengesahan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Vietnam dapat mendukung

di dalam penegakan hukum di Indonesia terutama yang berkaitan dengan

kejahatan transnasional (transnational crime).

Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa perjanjian ekstradisi

antara Indonesia dengan Vietnam memang tidak terlepas dari pengaruh eksternal

terutama dalam mengatasi kejahatan transnasional. Perjanjian ekstradisi Indonesia

Page 94: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

83

dengan Vietnam dinilai penting dalam mempermudah penegakan hukum antar

kedua negara dan juga turut andil dalam menjaga stabilitas keamanan di kawasan

Asia Tenggara.

Page 95: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

xii

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Baylis, John. Wirtz, James. Cohen, Elliot. and Gray, Colin S. Strategy in The

Contemporary World: an Introduction to Strategic Studies, New York: Oxford

University Press, 2002.

Brien, John O. International Law, Great Britain: Cavendish Publishing limited,

2001.

Dixon, Martin and Corquodale, Robert Mc. Cases & Materials on International

Law, Third Edition, London: Blakcstone Press Limited, 2000.

Hardi, Api Nasionalisme: Cuplikan Pengalaman The Fire of Nationalism: Notes

of My Experience, Jakarta: Gunung Agung, 1983.

Hauswedell, Peter Christian. The Anti-Imperialist International United Front in

Chinese and Indonesia Foreign Policy 1963-1965: A Study of Anti-Status Quo

Politics, New York: Cornell University, 1976.

Holsti, K.J. International Politics: A Framework for Analysis, New Jersey:

Prentice- Hall International, 1992.

Holsti, K.J. International Politics: A Frame Work for Analysis, New Jersey:

Prentice-Hall, 1983.

Holsti, K.J. Politik International: Suatu Kerangka Analisis, Bandung: Bina Cipta,

1992.

Jack C. Plano. dan Olton, Roy. The International Relations, California: ABC-Cilo,

1982.

Kaczorowska, Alina. Public International Law, London: Old Balley Press, 2002.

Kusumaatmadja, Mochtar dan Agoes, Etty R. Pengantar Hukum Internasional,

Bandung: Alumni, 2003.

Mauna, Boer. Hukum Internasional, Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era

Dinamika Global, Bandung: Alumni, 2001.

Mas’oed, Mochtar. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metedologi,

Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1994.

Page 96: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

xiii

Maxwell, Mary. Morality Among Nations An Evolutionary View, New York:

SUNY Press, 1990.

Mersheimer, Structural Realism, International Relations Theories: Discipline and

Diversity, Third Edition, Oxford: Oxford University Press, 2013.

Mueller, G. O. Transnational Crime: Definition and Concepts. London: Frank

Cass Publishers, 2001.

Oppenheim, L. International Law: a treatise 8 th edition Volume One, London:

Longmans, Green and Co.

Parthiana, I Wayan. Ekstradisi Dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional

Indonesia, Bandung: Alumni, 1993.

Parthiana, I Wayan. Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Bandung: Yrama

Widya, 2004.

Parthiana, I Wayan Ekstradisi Dalam Hukum Internasional Modern, Bandung:

Yrama Widya, 2009.

Patra A. Zen M. dan Hutagalung Daniel, Panduan Bantuan Hukum Indonesia,

Jakarta: YLBHI, 2006.

Raco, Dr. J. R. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Grasindo, 2010.

Rosenau, James N. International Politics and Foreign Policy: A Reader in

Research and Theory, New York: The Free Press, 1969.

Rosenau, James N. The Scientific Study of Foreign Policy, New York: The Free

Pas, 1980.

Rosenau, James N. Boyd, Gavin. Thompson, Kenneth W. World Politics: An

Introduction, New York: The Free Press, 1976.

Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar, Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2014.

Sorensen, George and Jackson, Robert. Introduction to International Relations,

New York: Oxford University Press Inc, 1999.

Starke, J.G. An Introduction to International Law, 7th

edition London:

Butterwords, 1972.

Starke, J.G. Introduction to International Law, 10th edition, London:

Butterworths, 1989.

Page 97: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

xiv

Suryadinata, Leo. Indonesia-Vietnam Relations Under Soeharto, Contemporary

Southeast Asia Volume. 12, No. 4, 1991.

Sunarso, Siswanto. Ekstradisi dan Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana:

Instrumen Penegakan Hukum Pidana Internasional, (Jakarta: PT Rineka Cipta,

2009).

Thantowi, Jawahir dan Iskandar, Pranoto. Hukum International Kotemporer,

Bandung: Rafika Aditama, 2006.

Tjeng, Lie Tek. Vietnamese Nationalism: An Indonesian Perspective, National

Resilience, No. 1 March 1982.

Waltz, Kenneth. Theory of International Politics, Reading: Addison-Wesley,

1979.

Waltz, Kenneth. The Origins of War in International Theory, Journal of

Interdiscplinary History, 1988.

Weinstein, Franklin B. Indonesia Foreign Policy and the Dilemma of Depedence:

From Sukarno to Suharto, Ithaca: Cornell University Press, 1976.

Artikel dan Jurnal

Erawaty, Rika. jurnal ilmiah, Hukum Yuriska Volume 3 No. 2, 2011, Universitas

Widya Gama Mulawarman.

Clinton, W. David. The National Interest: Normative Foundation, The Review

Politics, Volume 48, No. 4. Autumn, 1986, h. 500.

Martin Dixon, “Text on International Law”, Martinus Nijhoff, (2001), h. 23.

Obonye, Jonas. International Journal on Human Rights, Extradition and The

Death Penalty: Reflections on The Stand-off Between Botswana and South

Africa, Volume 10 No 18, 2013, diakses pada 15 Januari 2018 dari

https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2401222

Telbami, S. Kenneth Waltz, Neorealism, and Foreign Policy, Security Studies”,

jurnal online, 2002.

Waltz, Kenneth N. The Origins of War in Neorealist Theory, in The Journal of

Interdiciplinary History, Volume 18, No. 4, The Origin and Prevention of Major

Wars, Spring, The MIT Press, 1988.

Page 98: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

xv

Waltz, Kenneth. Realist Thought and Neorealist Theory”, in Charles W. Kegley

(ed.) Controversies in International Relations Theory: Realism and the Neoliberal

Challenge, jurnal online, New York: St. Martin’s Press, 1995, diakses dari

https://andreasbieler.net/wp-content/files/Neo-realism.pdf

Skripsi

Natasha, Raisa. Ekstradisi Sebagai Salah Satu Upaya Penanggulan Masalah

Perdagangan Manusia Human Trafficking Menurut Hukum Internasional,

Universitas Hasanuddin Makassar, 2014.

Website

Anjaiah, Veeramalla. Eurosia Review, Growing Strategic Ties Between Vietnam-

Indonesia, website online, 2017, diakses pada tanggal 5 Februari January 2019

dari https://www.eurasiareview.com/21082017-growing-strategic-ties-between-

vietnam-indonesia-analysis/

ASEAN, ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crime, website online,

2012, diakses pada tanggal 17 April 2019 dari

https://asean.org/?static_post=asean-plan-of-action-to-combat-transnational-crime

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Naskah Akademik RUU Tentang Ekstradisi

Tahun 1979, website online, diakses pada 25 Maret 2019 dari

https://www.bphn.go.id/data/documents/naskah_akademik_ruu_tentang_perubaha

n_uu_no._1_tahun_1979_tentang_ekstradisi.pdf

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, website online, diakses pada 6 April 2019 dari

http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945

Hartono, Rudi. Persahabatan Bung Karno dan Ho Chi Minh, website online, 2016,

diakses pada 7 Februari 2019 dari http://www.berdikarionline.com/persahabatan-

sukarno-dan-ho-chi-minh/

Jones, Andrew. Comparatively Asses Neorealism and Neoliberalism, Whose

Argument Do You? Find the More Convicing and Why?, website online, 2007,

diakses pada 3 April 2019 dari http://www.e-ir.info/2007/12/21/comparatively-

assess-neo-realism-and-neo-liberalism-whose-argument-do-you-find-the-more-

convincing-and-why/

JPNN, Undang-Undang Perjanjian Ekstradisi Disahkan, Buru Buronan di Vietnam

dan Papua Nugini, website online, 2015, diakses pada tanggal 17 Februari 2019

Page 99: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

xvi

dari https://www.jpnn.com/news/uu-perjanjian-ekstradisi-disahkan-buru-buronan-

di-vietnam-dan-papua-nugini

Nhan Dan Online, Strengthening Vietnam-Indonesia Strategic Partnership,

website online, 2018, diakses pada tanggal 11 Februari 2019 dari

http://en.nhandan.org.vn/politics/editorial/item/6593902-strengthening-vietnam-

%E2%80%93-indonesia-strategic-partnership.html

NCB-Interpol Indonesia, Ekstradisi, website online, 2008, diakses pada tanggal 7

Januari 2018 dari http://www.interpol.go.id/id/uu-dan-hukum/ekstradisi/definisi-

prosedur-dan-implementasi-ekstradisi/262-ekstradisi

NCB-Interpol Indonesia, Ekstradisi, website online, 2008, diakses pada 1 Maret

2019 dari http://www.interpol.go.id/id/uu-dan-hukum/ekstradisi/definisi-prosedur-

dan-implementasi-ekstradisi/262-ekstradisi

NCB-Interpol Indonesia, Prosedur dan Implementasi Ekstradisi, website online,

diakses pada 15 Maret 2019 dari http://www.interpol.go.id/id/uu-dan-

hukum/ekstradisi/definisi-prosedur-dan-implementasi-ekstradisi/263-prosedur-

dan-implementasi-ekstradisi

Nhan Dan Online, Vietnam, Indonesia Keen On Boosting Strategic Partnership,

website online, 2017, diakses pada tanggal 15 Februari 2019 dari

http://en.nhandan.com.vn/politics/external-relations/item/5362002-vietnam-

indonesia-keen-on-boosting-strategic-partnership.html

NTS Alert, Transnational Organised Crime in Southeast Asia: Threat Assesment,

website online, 2010, diakses pada tanggal 7 Januari 2018 dari

http://www3.ntu.edu.sg/rsis/nts/HTML-Newsletter/alert/NTS-alert-jul-1001.html

OECD, The Organisation for Economic Co-operation and Development, website

online, Indonesia: Extradition Law, 2007, diakses pada 11 Maret 2019 dari

http://www.oecd.org/site/adboecdanticorruptioninitiative/39360376.pdf

Pushpanathan, S. Managing Transnational Crime in ASEAN, website online,

1999, diakses pada tanggal 15 April 2019 dari https://asean.org/managing-

transnational-crime-in-asean-by-s-pushpanathan/

Rahadian, Lulu. CNN Indonesia, DPR Terima RUU Ekstradisi dengan Vietnam

dan Papua Nugini, website oneline, 2015, diakses pada tanggal 17 Februari 2019

dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150202143024-12-29001/dpr-

terima-ruu-ekstradisi-dengan-vietnam-dan-papua-nugini

The Embassy of Socialist Republic of Vietnam in The Republic of Indonesia, 60th

anniversary of Vietnam-Indonesia established diplomatic relations: Strategic

Partnership will help to elevate the ASEAN Community, website online, 2015,

Page 100: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

xvii

diakses pada 3 Februari 2019 dari https://vnembassy-jakarta.mofa.gov.vn/en

us/News/EmbassyNews/Pages/K%E1%BB%B7-ni%E1%BB%87m-60-

n%C4%83m-ng%C3%A0y-Vi%E1%BB%87t-Nam-%E2%80%93-Indonesia-

thi%E1%BA%BFt-l%E1%BA%ADp-quan-h%E1%BB%87-ngo%E1%BA%A1i-

giao.aspx

The Diplomat, Indonesia-Vietnam Strategic Partnership: The Maritime Domain,

website online, 2018, diakses pada 5 Februari 2019 dari

https://thediplomat.com/2018/04/indonesia-vietnam-strategic-partnership-the-

maritime-domain/

The Jakarta Post, Vietnam, RI to Upgrade Relationship to Strategic Partnership,

website online, 2013, diakses pada tanggal 15 Februari dari

https://www.thejakartapost.com/news/2013/06/27/vietnam-ri-upgrade-their-

relationship-a-strategic-partnership.html

The Roderic Broadhurst, The Diplomat, Asia Is in The Grip of a Transnational

Crime Crisis, website online, 2016, diakses pada 17 April 2019 dari

https://thediplomat.com/2016/12/asia-is-in-the-grip-of-a-transnational-crime-

crisis/

The Vietnam, all about Vietnam, website online, diakses pada 3 Februari 2019

dari https://www.infoplease.com/world/countries/vietnam

Tuan, Hoang Anh. East Asia Forum, Why The New Vietnamese-Indonesia

Strategic Partnership Will Strengthen ASEAN, website online, 2013, diakses pada

tanggal 15 Februari 2019 dari https://www.eastasiaforum.org/2013/08/20/why-

the-new-vietnamese-indonesian-strategic-partnership-will-strengthen-asean/

UNODC, United Nations Surveys on Crime Trends and the Operations of

Criminal Justice Systems (UN-CTS), website online, diakses pada tanggal 8

January 2018 dari https://www.unodc.org/unodc/en/data-and-analysis/United-

Nations-Surveys-on-Crime-Trends-and-the-Operations-of-Criminal-Justice-

Systems.html

Vietnam Embassy in Jakarta, Vietnam – Indonesia Relations, website online,

diakses pada 19 Januari 2019 dari

http://www.vietnamembassyindonesia.org/en/nr070521165956/news_object_view

?newsPath=/vnemb.vn/cn_vakv/ca_tbd/nr040819102944/ns071211135543

Viet Nam News, Indonesian President Begins Vietnam Visit, website online,

2005, diakses pada tanggal 15 Februari 2019 dari https://vietnamnews.vn/politics-

laws/143254/indonesian-president-begins-viet-nam-

visit.html#lATScUsZQOmIlIwV.97

Page 101: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

xviii

Vietnam Plus, Vietnam-Indonesia Joint Statement Stresses Ties Increase, website

online, 2013, diakses pada tanggal 15 Februari 2019 dari

https://en.vietnamplus.vn/vietnamindonesia-joint-statement-stresses-ties-

increase/46403.vnp

Vietnam Plus, Vietnam-Indonesia Joint Statement Stresses Ties Increase, website

online, 2013, diakses pada tanggal 17 Februari 2019 dari

https://en.vietnamplus.vn/vietnamindonesia-joint-statement-stresses-ties-

increase/46403.vnp

Vienna Convention on the Law of Treaties Tahun 1969, Pasal 26.

VOA Indonesia, Presiden Megawati Kunjungi Vietnam Sebelum Ke Laos,

website online, 2001, diakses pada 13 Februari 2019 dari

https://www.voaindonesia.com/a/a-32-a-2001-08-22-1-1-85317307/55347.html

Voice of Vietnam - VOV International, Masa 60 Tahun Hubungan Diplomatik

Indonesia Vietnam, website online, 2015, diakses pada 7 Februari 2019 dari

http://vovworld.vn/id-ID/rumah-asean/masa-60-tahun-hubungan-diplomatik-

vietnam-indonesia-397825.vov

Page 102: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

SALINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 2015

TENTANG

PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA

DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM

(EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND

THE SOCIALIST REPUBLIC OF VIET NAM)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik

Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,

Pemerintah Republik Indonesia sebagai bagian dari

masyarakat internasional melakukan hubungan dan kerja

sama internasional yang diwujudkan dalam perjanjian

internasional;

b. bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

khususnya teknologi transportasi, komunikasi, dan

informasi yang memudahkan lalu lintas manusia dari satu

negara ke negara lain, selain mempunyai dampak positif

juga mempunyai dampak negatif yang bersifat transnasional,

yaitu memberikan peluang yang lebih besar bagi pelaku

kejahatan untuk meloloskan diri dari penyidikan,

penuntutan, dan pelaksanaan pidana dari negara tempat

kejahatan dilakukan;

c. bahwa . . .

Page 103: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

- 2 -

c. bahwa untuk mencegah dampak negatif tersebut diperlukan

kerja sama antarnegara yang efektif yang dilakukan melalui

perjanjian, baik bilateral maupun multilateral, khususnya

dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan;

d. bahwa untuk meningkatkan hubungan dan kerja sama yang

efektif tersebut, Pemerintah Republik Indonesia dan

Pemerintah Republik Sosialis Viet Nam telah

menandatangani Perjanjian Ekstradisi di Jakarta pada

tanggal 27 Juni 2013;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu

membentuk Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian

Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis

Viet Nam (Extradition Treaty between the Republic of

Indonesia and the Socialist Republic of Viet Nam);

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 2,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3130);

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4012);

Dengan . . .

Page 104: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

- 3 -

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN

EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN

REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (EXTRADITION TREATY

BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

SOCIALIST REPUBLIC OF VIET NAM).

Pasal 1

Mengesahkan Perjanjian Ekstradisi antara Republik

Indonesia dan Republik Sosialis Viet Nam (Extradition Treaty

between the Republic of Indonesia and the Socialist Republic

of Viet Nam) yang ditandatangani pada tanggal 27 Juni 2013

di Jakarta yang salinan naskah aslinya dalam bahasa

Indonesia, bahasa Viet Nam, dan bahasa Inggris

sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Pasal 2

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

Agar . . .

Page 105: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

- 4 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya

dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 10 Maret 2015

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 10 Maret 2015

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 48

Page 106: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 2015

TENTANG

PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA

DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM

(EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

SOCIALIST REPUBLIC OF VIET NAM)

I. UMUM

Dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia

sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Republik Indonesia,

sebagai bagian dari masyarakat internasional, melakukan hubungan

dan kerja sama internasional yang diwujudkan dalam perjanjian

internasional.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya

teknologi transportasi, komunikasi, dan informasi yang semakin

canggih, telah menyebabkan wilayah negara yang satu dengan wilayah

negara yang lain seakan-akan tanpa batas (borderless), sehingga

memudahkan lalu lintas dan perpindahan manusia dari satu negara ke

negara lain.

Di samping mempunyai dampak positif bagi kehidupan manusia,

kemajuan teknologi transportasi, komunikasi, dan informasi juga

membawa dampak negatif yang bersifat transnasional yaitu memberikan

peluang yang lebih besar bagi pelaku kejahatan untuk meloloskan diri

dari penyidikan, penuntutan, dan pelaksanaan pidana dari negara

tempat kejahatan dilakukan. Untuk mencegah hal tersebut, diperlukan

hubungan dan kerja sama antarnegara yang dilakukan melalui berbagai

perjanjian baik bilateral maupun multilateral.

Menyadari . . .

Page 107: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

- 2 -

Menyadari adanya pelaku kejahatan yang meloloskan diri dari

penyidikan, penuntutan, dan pelaksanaan pidana dari negara tempat

kejahatan dilakukan, Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah

Republik Sosialis Viet Nam telah sepakat mengadakan kerja sama

Ekstradisi yang telah ditandatangani pada tanggal 27 Juni 2013 di

Jakarta. Dengan adanya perjanjian tersebut, hubungan dan kerja sama

antara kedua negara dalam bidang penegakan hukum dan

pemberantasan kejahatan atas dasar kerja sama yang saling

menguntungkan (mutual benefit), diharapkan semakin meningkat.

Saat ini Indonesia telah memiliki 6 (enam) Undang-Undang yang

mengesahkan perjanjian bilateral mengenai Ekstradisi dan 1 (satu)

Undang-Undang yang mengesahkan perjanjian bilateral mengenai

perjanjian untuk penyerahan pelanggar hukum yang melarikan diri.

Ketujuh Undang-Undang tersebut, yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1974 tentang Pengesahan

Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah

Malaysia mengenai Ekstradisi;

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1976 tentang Pengesahan

Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik

Philippina serta Protokol;

3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1978 tentang Pengesahan

Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah

Kerajaan Thailand tentang Ekstradisi;

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1994 tentang Pengesahan

Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Australia;

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2001 tentang Pengesahan

Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah

Hongkong untuk Penyerahan Pelanggar Hukum yang Melarikan Diri

(Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and

the Government of Hongkong for the Surrender of Fugitive Offenders);

6. Undang-Undang . . .

Page 108: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

- 3 -

6. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2007 tentang Pengesahan

Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Korea

(Treaty on Extradition between the Republic of Indonesia and the

Republic of Korea); dan

7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengesahan

Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik India

(Extradition Treaty between the Republic of Indonesia and the Republic

of India).

Dengan disahkannya Undang-Undang tentang Pengesahan

Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis

Viet Nam akan mendukung penegakan hukum di Indonesia terutama

yang berkaitan dengan kejahatan lintas negara (transnational crime).

Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik

Sosialis Viet Nam memuat asas antara lain:

a. Ekstradisi dilaksanakan terhadap setiap orang yang ditemukan

berada di wilayah Pihak Diminta dan dicari oleh Pihak Peminta

untuk penuntutan, persidangan, atau pelaksanaan hukuman untuk

tindak pidana yang dapat diekstradisikan, meskipun tindak pidana

tersebut dilakukan sebelum atau setelah berlakunya Perjanjian ini;

b. suatu tindak pidana merupakan tindak pidana yang dapat

diekstradisikan, apabila tindak pidana tersebut dapat dihukum

menurut hukum kedua Pihak, dengan ancaman pidana penjara

paling sedikit satu tahun atau dengan hukuman yang lebih berat;

c. suatu tindak pidana dapat diekstradisikan, tanpa

mempertimbangkan apakah perbuatan yang dituduhkan kepada

orang yang diminta telah dilakukan secara keseluruhan atau

sebagian di wilayah Pihak Diminta, apabila berdasarkan hukum

Pihak Diminta, perbuatan dan akibat yang ditimbulkannya, atau

akibat yang dikehendaki, secara keseluruhan dianggap sebagai

tindak pidana yang terjadi di wilayah Pihak Peminta;

d. Ekstradisi . . .

Page 109: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

- 4 -

d. Ekstradisi tidak dikabulkan apabila tindak pidana yang dimintakan

Ekstradisi adalah tindak pidana politik;

e. Ekstradisi tidak dikabulkan apabila tindak pidana yang dimintakan

Ekstradisi adalah tindak pidana militer, yang bukan merupakan

tindak pidana dalam hukum pidana umum;

f. tidak satu Pihak pun terikat untuk mengekstradisikan warga

negaranya menurut Perjanjian ini;

g. Ekstradisi dapat tidak dikabulkan apabila Pihak Diminta memiliki

yurisdiksi atas tindak pidana yang dimintakan Ekstradisi sesuai

dengan hukum nasionalnya;

h. orang yang diekstradisikan berdasarkan Perjanjian ini tidak boleh

diproses hukum ataupun menjalani hukuman pidana pada Pihak

Peminta atas tindak pidana yang dilakukan oleh orang tersebut

sebelum penyerahannya selain tindak pidana yang permintaan

Ekstradisinya dikabulkan, ataupun orang tersebut tidak boleh

diekstradisi lagi ke negara ketiga, kecuali:

1. Pihak Diminta telah menyetujui sebelumnya;

2. orang tersebut belum meninggalkan wilayah Pihak Peminta

dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah mendapatkan

kebebasan untuk meninggalkan wilayah Pihak Peminta atau

orang tersebut telah secara sukarela kembali ke wilayah Pihak

Peminta setelah meninggalkan wilayah tersebut;

3. setiap tindak pidana yang lebih ringan yang diungkapkan dengan

fakta-fakta untuk tujuan memastikan kembalinya orang yang

dimintakan Ekstradisinya, selain tindak pidana yang secara

hukum tidak dapat dimintakan ekstradisinya.

i. orang yang dimintakan Ekstradisi tidak dapat dituntut karena

daluwarsa berdasarkan hukum Pihak Peminta atau hukumannya

tidak dapat dilaksanakan karena adanya pengampunan.

II. Pasal . . .

Page 110: KEBIJAKAN INDONESIA MELAKUKAN PERJANJIAN EKSTRADISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49240/1/AHMAD D… · dan dengan mudah melarikan diri dari jeratan hukum

- 5 -

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5673