KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

27
MAKALAH “KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA” Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geografi Desa Kota Dosen Pengampu Prof. Dr. Hj. Enok Maryani, M. S. Bagja Waluya, M.pd Oleh Annisa Mutmainnah (1104228) JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

description

Adanya sektor informal kadang kala menjadi sebuah permasalahan bagi kota seperti kurangnya kenyamanan dan keindahan tata ruang kota dengan adanya pedagang kaki lima (PKL) yang tidak tertib bahkan dapat menjadi salah satu penyebab kemacetan kota. Namun di sisi lain, kemudahan sektor informal dijadikan masyarakat sebagai salah satu peluang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Maka, adanya kelebihan dan kekurangan tersebut seakan menjadi dilema bagi keberadaan sektor informal ini, khususnya di Kota-kota besar yang ada di Indonesia.

Transcript of KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

Page 1: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

MAKALAH

“KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geografi Desa Kota

Dosen Pengampu

Prof. Dr. Hj. Enok Maryani, M. S.

Bagja Waluya, M.pd

Oleh

Annisa Mutmainnah (1104228)

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

BAB I

Page 2: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam rangka memenuhi kebutuhan, interksi desa dan kota akan selalu

ada, begitupun dengan permasalahannya. Diantaranya adalah keberadaan

sektor informal, pedagang kaki lima (PKL) yang tidak tertib.

Keberadaan sektor informal merupakan bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari negara-negara yang sedang berkembang, termasuk di

Indonesia dan pada umumnya banyak ditemui di kota-kota. Istilah sektor

informal pertama kali dikemukakan oleh Keith Hart (1971) yang

menggambarkan sektor informal sebagai bagian angkatan kerja kota yang

berada di luar pasar tenaga terorganisasi.

Seiring dengan derasnya arus urbanisasi, keberdaan sektor informal akhir-

akhir ini semakin menjamur di kota-kota di Indonesia, seperti banyaknya

pedagan kaki lima (PKL), penjual koran, pengmen, pengemis, pedagang

asongan dan tidak sedikit pula keberadaan Home Industri di kota-kota di

Indonesia.

Adanya sektor informal kadang kala menjadi sebuah permasalahan bagi

kota seperti kurangnya kenyamanan dan keindahan tata ruang kota dengan

adanya pedagang kaki lima (PKL) yang tidak tertib bahkan dapat menjadi

salah satu penyebab kemacetan kota. Namun di sisi lain, kemudahan sektor

informal dijadikan masyarakat sebagai salah satu peluang untuk memenuhi

kebutuhan ekonomi, entah itu sebagai produsen, maupun konsumen. Pun

dengan negera, keberadaan sektor ini tentu menjadi salah satu sektor yang

dapat meminimalisir permasalahan pengangguran. Adanya permasalahan dan

keuntungan sektor informal ini seakan menjadi dilema bagi keberadaan sektor

informal di negeri ini, oleh karena itu adanya permasalahan tersebut menjadi

latar belakang dari makalah ini.

Page 3: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana gamabaran umum sektor informal?

2. Apa yang menyebabkan sektor informal pedagang kakilima (PKL)

berkembang di daerah kota?

3. Apa yang menjadi permasalahan sektor informal pedagang kaki lima

(PKL) di berbagai kota?

4. Bagaimana solusi terkait permasalahan sektor informal pedagang kaki

lima (PKL)?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui gambaran umum sektor informal.

2. Untuk mengetahui penyebab keberadaan sektor informal khususnya

pedagang kaki lima (PKL) di daerah kota.

3. Untuk mengetahui permasalahan yang ditimbulkan dari sektor informal

pedagang kaki lima (PKL) yang berkembang di kota-kota.

4. Untuk mengetahui solusi dari permasalahan yang ditimbulkan oleh sektor

informal khususnya pedagang kaki lima (PKL).

D. MANFAAT

1. Dapat menambah wawasan berkenaan dengan sektor informal dan

permasalahan bagi kota serta solusinya.

2. Dapat dijadikan sebagai referensi bagi pengguna.

3. Dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya.

Page 4: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

BAB II

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Sektor Informal

1. Pengertian Sektor Informal

Lahirnya istilah sektor informal adalah hasil penelitian Keith Hart

seorang peneliti inggris di Ghana pada tahun 1971, menulis laporannya

yang berjudul informal income opporuneties: an urban employment in

Ghana. Sejak itu, istilah informal dipakai dimana-mana. Keith Hart

menggambarkan sektor informal sebagai bagian angkatan kerja kota yang

berada diluar pasar tenaga terorganisasi. Keberadaan sektor informal tidak

terlepas dari proses pembangunan terutama pembangunan dalam

mengatasi ketenagakerjaan.

Menurut C. Supartono dan Edi Rusdiyanto, (2000) perdagangan

sektor informal dapat diartikan kelompok/ golongan yang usahanya

berskala kecil, meliputi pedagang kaki lima, pemulung, usaha industri

kecil dan kerajinan rumah tangga.

Pedagang kaki lima (PKL) merupakan bagian dari sektor informal.

Pedagang kaki lima adalah orang dengan modal relatif sedikit berusaha di

bidang produksi dan penjualan barangbarang jasa untuk memenuhi

kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat. Usaha tersebut

dilaksanakan pada tempattempat yang dianggap strategis dalam suasana

lingkungan yang informal.

Berdasarkan sejarahnya, kata “pedagang kaki lima” tidak terlepas

dari masa penjajahan Belanda, saat itu dibuat peraturan bahwa setiap ruas

jalan harus menyediakan tempat untuk pejalan kai selebar lima kaki atau

sekitar 1,5m. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak pedagang yang

menggunakan tempat ini untuk berjualan, sehingga saat ini masyarakat

mengenalnya dengan sebutan pedagang kaki lima (PKL). Selain itu, ada

yang menyebutkan pula istilah “pedagang kaki lima” berasal dari

pedagang dan gerobaknya, dimana pedagang memiliki dua kaki dan tiga

kaki untuk gerobaknya, dan saat ini masyarakat lebih mengenal sebutan

Page 5: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

PKL tertuju kepada orang-orang yang berjualan di pinggir jalan, taman-

taman, dan tempat-tempat ramai lainnya.

2. Karakteristik Sektor Informal

Sektor informal memiliki karakteristik yang dapat diihat baik dari

segi ekonomi, sosial-budaya maupun lingkungan seperti :

a) Bersandar pada sumber daya lokal

b) Mudah untuk dimasuki

c) Jumlah unit usaha yang banyak dalam skala kecil

d) Kepemilikan individu atau keluarga

e) Teknologi yang sederhana dan padat tenaga kerja

f) Tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

g) Produktivitas tenaga kerja rendah

h) Tingkat upah yang reltif lebih rendah dibandingkan sektor formal

i) Tidak terkena secara langsung oleh Regulasi, dan

j) Pasarnya bersifat kompetitif.

Selain karakteristik di atas, ada pula jenis-jenis dari sektor informal.

Menurut Keith Hart, ada dua macam sektor informal dilihat dari

kesempatan memperoleh penghasilan, yaitu:

1) Sektor Informal yang Sah

a. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder : pertanian,

perkebunan yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan,

dan lain-lain.

b. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar : perumahan,

transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan lain-

lain.

c. Distribusi kecil-kecilan : pedagang kaki lima, pedagang

pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan, dan lain-lain.

d. Transaksi pribadi : pinjam-meminjam, pengemis.

e. Jasa yang lain : pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur,

pembuang sampah, dan lain-lain.

Page 6: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

2) Sektor informal tidak Sah

a. Jasa, kegiatan dan perdagangan gelap pada umumnya:

penadah barang-barang curian, lintah darat, perdagangan obat

bius, penyelundupan, pelacuran, dan lain-lain.

b. Transaksi, pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar

(perampokan bersenjata), pemalsuan uang, perjudian, dan

lain-lain.

3. Perbedaan Sektor Formal dan Sekotr Informal

a) Sektor Formal

Jenis usaha di sektor formal, adalah jenis usaha yang resmi atau

sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, terutama tentang

cara pendirian suatu usaha. Karena sifatnya yang resmi tersebut, maka

cara memperoleh usahanya biasanya lebih mudah karena usaha di

sektor formal dikelola secara profesional dan skala usahanya

menengah ke atas. Sifat usaha sektor formal lebih tergantung pada

perlindunganp emerintah dalam hal ini kebijakan ekonomi. Hubungan

karyawan dengan pemilik usaha bersifat resmi yaitu berdasarkan

kontak kerja dari perusahaan yang bersangkutan.

b) Sektor Informal

Sektor informal merupakan jenis usaha yang bersifat kekeluargaan

dan jenis usahanya berskala kecil. Sifat dari usaha sektor informal

lebih mandiri jika dibandingkan dengan sektor formal, sehingga tidak

terpengaruh adanya serikat kerja dan biasanya cara merekrut kerja

disiplin yang masih berhubungan kerabat atau famili. Untuk lebih

jelasnya, maka perbedaan antara sektor formal dan informal dapat

dilihat pada tabel berikut ini :

Page 7: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

NOKETERANGA

NSEKTOR FORMAL

SEKTOR INFORMAL

1 ModalRelatif mudah

diperolehSukar diperoleh

2 Teknologi Pada modal Padat Karya

3 Organisasi BirokrasiMenyerupai orang

keluarga

4 KreditDari lembaga

keuangan resmiDari orang keluarga

5 Serikat Kerja Sangat berperanTidak berperan

6Bantuan

Pemerintah

Penting untuk kelangsungan

usaha.Tidak ada

7 SifatSangat tergantung

padaperlindungan.

Berdikari

8Persediaan

BarangJumlah besar, kualitas baik

Jumlah kecil, kualitasberubahubah

9 Hubungan kerjaBerdasarkan kontrak kerja

Berdasarkan saling percaya

Tabel 2.1 Perbedaan Sektor Informal dan Sektor Formal

Sumber : Suhartini, tahun 2001

B. Penyebab Berkembangnya Sektor Informal Khususnya Pedagang Kaki

Lima (PKL) di Kota-Kota

Pada awalnya keberadaan sektor informal tidak banyak menimbulkan

permasalahan. Seiring berjalannya waktu, keberadaan sektor informal ini

semakin menjamur, dengan berbagai permasalahannya, apalagi di kota-kota

besar. Hal ini tentu tidak terlepas dari berbagai aspek, baik fisik, sosial

maupun budaya.

Perbedaan ruang antara desa dan kota mengakibatkan potensi dan fungsi

yang berbeda pula. Dari perbedaan ini menyebabkan terjadinya pergerakan,

interaksi dan distribusi untuk memenuhi kebutuhan. Menjalankan fungsi dan

Page 8: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

mengoptimalkan potensi masing-masing wilayah merupakan hal yang

semestinya dilakukan. Namun melihat fakta, hal tersebut belum terlaksana

dengan baik. Potensi desa di bidang pertanian misalnya, semakin hari lahan

pertanian menjadi semakin berkurang akibat adanya alih fungsi lahan dan

persaingan lahan, ditambah dengan adanya mekanisasi pertanian yang

kenyataannya lebih menguntungkan karena lebih produktif dan efisien, tidak

membutuhkan banyak pekerja, hal tersebut lambat laun akan menjadikan para

pekerja di sektor pertanian kehilangan matapenchariannya baik laki-laki

maupun perempuan.

Akibatnya, para petani beralih pekerjaan, seperti berdagang baik barang

maupun jasa. Pekerjaan ini mereka jalani di desa dan ada pula yang berpindah

ke kota, maka terjadilah pergerakan orang-orang dari desa ke kota baik

menetap maupun sebagai komuter yang tujuannya untuk memenuhi

kebutuhan, dalam hal ini yaitu pekerjaan. Proses urbanisasi di Indonesia

disebabkan oleh faktor pendorong dan penarik. Faktor-faktor pendorong

meliputi antara lain aspek-aspek ; perbandingan jumlah penduduk dengan

luas tanah di pedesaan yang pincang, kurangnya lapangan kerja di luar bidang

pertanian dan rendahnya pendapatan. Sedangkan faktor-faktor penarik

mencakup antara lain aspek ; tarikan kota berupa lapangan kerja, upah yang

lebih tinggi, kelengkapan prasarana dan sarana yang bada di kota, dan adanya

selingan serta hiburan dalam kehidupan. (Radli Hendro Koetoer, 2001: 122)

Pada kenyataannya pembangunan di kota lebih baik dan lebih cepat

dibandingkan dengan desa, baik dari infrastruktur, sarana prasarana,

pendidikan, kesehatan, teknologi, informasi dan sebagainya. Artinya, ada

ketidak merataan pembangunan di sini. Hal ini menjadikan faktor penarik

masyarakat desa untuk pergi ke kota, dengan alasan umum memperbaiki

nasib. Sebagian besar orang yang baru datang dari daerah asalnya belum tentu

langsung mendapatkan pekerjaan, berarti masih mengganggur ditambah

dengan derasnya persaingan sumber daya manusia, mengantarkan mereka

pada pekerjaan dengan penghasilan yang tergolong rendah. Salah satu

menanggulangi adalah dengan berusaha sendiri di sektor informal khususnya

Page 9: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

menjadi pedagang kaki lima. Namun, tidak sedikit diantara mereka yang tidak

memiliki keterampilan lebih, pada akhirnya mereka menjadi pengemis,

gelandangan, pengamen bahkan menjadi pelaku kriminalitas. Karena

persaingan sumber daya manusia pula, keberadaan sektor formal di kota

menjadi tidak berpengaruh bagi mereka dan memilih untuk bekerja pada

sektor informal di kota. Akibatnya sektor informal di daerah kota semakin

bertambah. Sampai dengan Agustus 2008, sektor informal masih

mendominasi kondisi ketenagakerjaan di Indonesia dengan kontribusi sekitar

65,92 persen pekerja laki-laki dan 73,54 persen pekerja perempuan

(Sumber :SAKEMAS).

Hukum merupakan pengendali masyarakat. Keberadaan hukum yang jelas

namun tidak tegas dalam aplikasinya akan menjadikan permasalahan semakin

bertambah dan permasalahan yang ada tidak akan tuntas dengan baik,

termasuk dalam hal keberadaan sektor informal pedagang kaki lima.

Contohnya saja di Kota Bandung, diadakan penertiban besar-besaran PKL,

saat Kota Bandung bersiap-siap menjadi tuan rumah peringatan KAA ke-50

pada tahun 2005. Dengan adanya Perda No 11/2005 tentang Penyelenggaraan

Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan(K3), para PKL di tujuh titik

dibersihkan, yakni Jalan Otto Iskandardinata, Kepatihan, Dalem Kaum, Dewi

Sartika, kawasan Alun-alun, Jalan Asia Afrika, dan Jalan Merdeka.Biaya

yang dikeluarkan pun tidak sedikit, hingga mencapai miliaran rupiah yang

berasal dari APBD Kota Bandung. Memang saat KAA digelar, PKL

menghilang, setelah dipindahkan ke sejumlah tempat seperti Pasar Induk

Gedebage dan lokasi lainnya. Namun selang beberapa bulan, mereka pun

kembali, dan menempati area terlarang PKL tersebut. Kondisi itu pun

berlangsung hingga saat ini. Aparat Satpol PP Kota Bandung gencar

melakukan operasi penertiban, namun para pedagang tetap kembali berjualan

dengan cara kucing-kucingan. Oleh karena itu, keberadaan hukum dan

pelaksanaannya sangat mempengaruhi.

Page 10: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

C. Sektor Informal Pedagang Kaki Lima (PKL) Menjadi Permasalahan

Bagi Kota

Perkembangan kota secara pesat (rapid urban growth) yang tidak disertai

dengan pertumbuhan kesempatan pekerjaan yang memadai mengakibatkan

kota-kota menghadapi berbagai ragam problem sosial yang sangat pelik

(Alisjahbana, 2003).

Adanya sektor informal sangat berpengaruh bagi perekonomian nasional,

bahkan pada saat terjadi krisis moneter, justru sektor informal lebih terlihat

lebih menolong dibandingkan dengan sektor formal, adanya sektor informal

turut andil dalam meminimalisir pengangguran, bahkan keberadaan sektor

informal mempunyai pengaruh dalam menjaga lingkungan dan memanfaatkan

sumberdaya dengan baik, seperti para pedagang kaki lima yang dengan ide

kreatifnya mereka bisa mengolah limbah menjadi barang yang bernilai lebih

kemudian dipasarkan. Namun, disisi lain, muncul permasalahan-

permasalahan dari sektor informal, berkaitan dengan pedagang kaki lima

(PKL).

Keberadaan pedagan kaki lima banyak dijumpai di pinggir-pinggir jalan,

di taman-taman kota, di trotoar, bahkan di jembatan penyebrangan. Alasan

mereka berjualan di tempat-tempat tersebut sebagian besar karena posisinya

yang strategis untuk berdagsang, banyak masyarakat yang bermunculan di

sana. Namun, keberadaan PKL pada lokasi tersebut banyak mengganggu

terhadap kenyamanan dan keamanaan. Keberadaan PKL di trotoar misalnya,

seharusnya trotoar benar-benar dikhususkan untuk pejalan kaki, namun

dengan adanya PKL yang berjualan di trotoar, tidak jarang membuat pejalan

kaki pada akhirnya tidak berjalan di trotoar, dan hal ini dapat mengundang

kecelakaan lalu lintas.

Page 11: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

Gambar 2.1 Disfungsi Trotoar

Sumber : http://retnodamayanthi.wordpress.com

Gambar 2.2 Kemacetan Akibat Tidak Tertibya Pedagang Kaki Lima

Sumber : Metro Viva News oleh : (Antara/ M Agung Rajasa)

Permasalahan lalu lintas lainnya adalah kemacetan. Tidak jarang

pedagang kaki lima yang berjualan di pinggir jalan menyebabkan kemacetan,

saat digelar pasar mingguan misalnya, di tempat-tempat tertentu yang

loksinya dekat dengan jalan raya, akan menyebabkan kemacetan yang

diakibatkan banyaknya pedagang yang mengambil lapak sampai ke pinggir-

pinggir jalan, sehingga badan jalan menyempit ditambah dengan banyaknya

Page 12: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

konsumen yang berkerumun dan kemacetan diperparah dengan keberadaan

angkot yang menunggu penumpang atau ngetem. Misalya saja keberadaan

PKL di Gasibu Kota Bandung, pasar mingguan ini kini sudah mulai

menunjukkan tanda-tanda kesemerawutan kota. Setiap hari minggu

keberadaan PKL ini sudah mulai meresahkan pengguna jalan, kemacetan

sudah tidak dapat dihindari, kemacetannya bisa mencapai Jalan Layang

Pasupati.

Selain itu, permasalahan PKL salah satunya adalah adanya kegiatan PKL

di area bantaran sungai. Hal ini berkaitan pula denga kebersihan lingkungan,

tidak jarang pembuangan limbah (padat/ cair) langsung dialirkan ke sungai

dan mengganggu ekosistem sungai. Ketika kegiatan PKL di area bantaran ini

mendapatkan perhatian yang besar oleh masyarakat dengan tingkat kunjungan

yang relatif tinggi, maka lambat laun lahan yang biasanya digunakan untuk

berdagang saja akan berubah menjadi lingkungan permukiman. Hal ini

menjadi salah satu faktor timbulnya permukiman dengan kategori “squatter

settlements”. Dengan demikian kegiatan ini telah serta merta menghambat

tujuan perkembangan kota yang lebih berkelanjutan (dari aspek lingkungan)

dan penciptaan citra kota yang lebih baik.

Keberadaan PKL ini terus bertambah, pemerintah seringkali kewalahan

dalam mengatasi penertiban PKL karena kompleksitasnya sangat tinggi. Di

kota Bandung misalnya, tidak sedikit para PKL bersal dari luar Kota

Bandung, sebagai kota terbuka maka tidak ada alasan bagi pemerintah Kota

Bandung untuk menolak warga provinsi atau kota/kabupaten lain untuk

beraktivitas di Kota Bandung. Penanganan dengan syarat harus memiliki

kartu tanda penduduk (KTP) Kota Bandung pun tidak efektif karena di

lapangan ternyata sebagian dari mereka bisa memiliki KTP Kota Bandung

(Kompas, 21/10/2011). Kurangnya kerjasama antara pemerintah dengan

masyarakat menyebabkan keberadaan PKL sulit untuk ditangani.

Page 13: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

D. Solusi Bagi Permasalahan Sektor Informal Pedagang Kaki Lima (PKL)

Adanya permasalahan tersebut, hendaknya ada kerjasama baik dari

masyarakat setempat, PKL, maupun pemerintah dalam menangani dan

mencari solusi yang terbaik, keberadaan pedagang kaki lima (PKL). PKL

yang penempatannya tidak sesuai, mereka tidak harus diusir, ganti rugi

bahkan digusur paksa untuk tidak menempati tempat tersebut, penggusuran

dan ganti rugi tidak akan efektif, PKL bisa pindah ke tempat lain yang pada

akhirnya sama saja mengurangi kenyamanan di tempat lain. Ada cara lain

yang lebih baik daripada haru mengusir paksa para PKL seperti merelokasi ke

tempat yang disediakan khusus untuk PKL, namun tetap memperhatikan

kestrategisan tempat tersebut tanpa mengganggu kenyamanan. Mislnya

seperti keberadaan PKL di kawasan Jalan Malioboro, Yogyakarta, telah

menjadi bukti keberhasilan penataan PKL, adanya penataan ini justru menjadi

daya tarik tersendiri sehingga menjadi daya tarik wisata Kota Yogyakarta.

Maka, tata ruang untuk para PKL harus lebih diperhatikan, sehingga dengan

adanya lokasi khusus PKL justru akan semakin menambah daya tarik dari

kota tersebut.

Tidak hanya relokasi dan penataan ruang untuk para PKL, adanya

pendidikan, pelatihan dan pemberdayaan masyarakat sehingga menjadikan

masyarakat lebih kreatif dan produktif sangat dibutuhkan, seperti pelatihan

skill masyarakat, ide kreatif yang dilatih yang ditanamkan dan dikembangkan

masyarakat menjadi aset bagi daerah dan menjadi bagian dari nilai jual,

adanya industri-industri kreatif misalnya, dengan adanya bekal pendidikan

dan pelatihan, masyarakat akan lebih mandiri serta percaya diri dan tentunya

sebagai bekal pula dalam menghadapi persaingan saat ini dan masa yang akan

datang, dalam hal ini pendidikan akan melatih mental masyarakat menjadi

lebih baik dan diharapkan adanya pendidikan akan mengurangi kemiskinan,

baik kemiskinan absolut maupun kemiskinan struktural yang cukup sulit

untuk diatasi apalagi bila dilihat dalam skala nasional. Dengan pendidikan,

Page 14: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

pelatihan dan pemberdayaan masyarakat pada akhirnya akan banyak

menguntungkan daerah.

Keberadaan sektor informal ini akan lebih tertib bila didukung dengan

kebijakan pemerintah, perlu adanya payung hukum yang tegas dan jelas bagi

keberadaan sektor informal. Surabaya misalnya, Surabaya merupakan kota

pertama yang memiliki peraturan daerah tentang pemberdayaan PKL, selain

keberadaan sektor informal yang dapat mengurangi angka pengangguran,

mereka menyadari bahwa keberadaan sektor informal ini sangat berperan bagi

pemenuhan kebutuhan masyarakat kota seperti penyediaan kebutuhan dengan

harga yang relatif terjangkau, sehingga keberadaan PKL ini menjadikan

simbiosis yang mutualisme. Namun, peraturan yang ada seringkali di abaikan,

hal ini menujukkan minimnya upaya untuk menciptakan kondisi yang teratur

dan patuh terhadap regulasi/ kebijakan pemanfaatan ruang yang telah

ditetapkan. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran dan kerjasama yang

harmonis antara pemerintah, pedagang kaki lima dan masyarakat sehingga

peraturan yang ada akan berjalan sebagaimana mestinya.

Selain itu, permasalahan sektor informal yang tidak terlepas dari adanya

urbanisasi ini yang dipicu oleh faktor pendorong dari desa diantaranya yaitu

kemiskinan dan semakin berkurangnya sumberdaya alam yang menjadi

identitas desa, hal ini dapat diatasi diantaranya dengan memperbaiki

pendidikan di desa yang berbasis pada potensi desa, desa pertanian misalnya,

pendidikan yang ditanamkan hendaknya berbasis pertanian pula seperti SMK

Pertanian, pelatihan-pelatihan dan sebagainya, apalagi didukung dengan

pendidikan yang dapat membangun mental dan kreatifitas serta fasilitas

industri yang tepat guna, yang menjadikan hasil dari pertnian tersebut bernilai

lebih, dan pada akhirnya akan berdampak pula bagi perbaikan ekonomi

masyarakat perdesaan, sehingga dengan upaya ini diharapkan dapat menekan

angka urbanisasi sekaligus sebagai upaya utuk memajukan pembangunan

desa.

Page 15: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Aktifitas-aktifitas informal merupakan cara melakukan sesuatu yang

ditandai dengan: Mudah untuk dimasuki; Bersandar pada sumber daya

lokal; Usaha milik sendiri; Operasinya dalam skala kecil; Padat karya dan

teknologinya bersifat adaptif; Keterampilan dapat diperoleh diluar sistem

sekolah formal; dan Tidak terkena secara langsung oleh Regulasi dan

pasarnya bersifat kompetitif.

2. Keidakmerataan pembangunan yang ada di desa dengan yang ada di kota,

dimana pembangunan kota lebih kompleks dari desa menjadikan

timbulnya urbanisasi. Adanya urbanisasi tanapa diimbangi dengan

lapangan kerja di bidang industri, maka kesempatan kerja timbul lewat

cara-cara informal, seperti munculnya pedagang kaki lima (PKL).

3. Keberadaan pedagang kaki lima akhir-akhir ini memberikan kesan

terhadap kesemaruwatan kota, artinya muncul permasalahan-permasalahan

yang ditimbulkan dari keberadaan PKL di kota-kota seperti keberadaan

PKL yang tidak tertib, mengganggu kenyamanan, banyak meninggalkan

sampah, menjadi salah satu permasalahan lalu lintas di perkotaan, dan

mencerminkan tata ruang kota yang kurang baik. Namun, keberadaan

sektor informal ini memberikan pula sumbangan yang positif, terbukti saat

krisis moneter melanda Indonesia, sektor informal justru memperlihatkan

keeksisannya, selain itu, sektor informal mampu meminimalisir

permasalahan ketenagakerjaan atau pengangguran di negeri ini.

4. Pengentasan permasalahan PKL ini tentu tidak dengan mengusir bahkan

menghapuskan keberadaan PKL, namun perlu adanya peraturan-peraturan

yang tegas dan jelas terhadap keberadaan PKL. Selain itu, penataan ruang

khusus untuk PKL harus di perhatikan, karena dengan pentaan ruang yang

baik justru akan berdampak positif bai kota. Dari solusi di atas, ada pula

solusi yang berkaitan dengan pendidikan, tentu peran pendidikan sangat

Page 16: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

penting terutama dalam memberantas kemiskinan struktural dan bsolut di

negeri ini.

B. SARAN

1. Permasalahan yang ditimbulkan oleh sektor informal pedagang kaki lima

(PKL) akan lebih mudah untuk diatasi apabila ada kerjasama yang baik

antara Pemerintah, pedagang kaki lima dan masyarakat sekitar, termasuk

dalam pembuatan kebijakan atau peraturan terkait keberadaan PKL.

Karena jika sudah terdapat kesepakatan bersama, adanya peraturan akan

lebih mudah untuk ditegakkan, selain itu perlu adanya pengawasan dan

penegakkan peraturan yang ketat dan berkelanjutan. Sehingga diharapkan

akan meminimalisir permasalahan-permasalahan yang ada.

2. Adanya pendidikan dan pelatihan sangat penting, seperti keterampilan,

kreatifitas, termasuk dalam memahami potensi ruang yang harus

dioptimalkan, baik di desa maupun di kota, yang akan berdampak pula

pada pembangunan baik di desa maupun di kota dan diharapkan dengan

berbekal ilmu pengetahuan, dapat megurangi permasalahan yang ada,

bahkan kelemahan yang ada dapat diubah menjadi sebuah kekuatan.

Page 17: KEBERADAAN SEKTOR INFORMAL PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA PERMASALAHANNYA BAGI KOTA

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Aceng. 2011. Menata PKL di Kota Bandung. Bandung : Pikiran

Rakyat.

Daldjoeni, N.1998. Geografi Desa dan Kota. Bandung : P.T Alumni

Maryani, Enok. Waluya, Bagja. 2008. Handout Mata Kuliah Geografi Desa-kota.

Bandung : Tidak Diterbitkan

Methuen, Co. Ltd. Geografi Negara Berkembang. Semarang : IKIP Semarang

Press.

Den, 2013. Tuntaskan Penataan PKL Kota Bandung. [Online] Tersedia :

http://www.inilahkoran.com/read/detail/2051969/tuntaskan-penataan-pkl-

kota-bandung. 03 Januari 2014.

Aksyar, Muhammad. 2001. Pengaruh Sektor Informal Terhadap Kebutuhan

Ruang Di Perkotaan. [Online] Tersedia :

http://anca45.blogspot.com/2011/12/pengaruh-sektor-informal-

terhadap.html 07 Januari 2014.

Lia, Visca. 2011. Permasalahan Sektor Informal (PKL) dalam Konteks Penataan

Kota di Surabaya. [Online] Tersedia :

http://vizcaplano.blogspot.com/2011/01/permasalahan-sektor-informal-pkl-

dalam.html 07 Januari 2014.