Keamanan Pangan Ditinjau Dari Faktor Budidaya Dan Penanganan Saat Panen
-
Upload
adietija-bagoes -
Category
Documents
-
view
333 -
download
0
description
Transcript of Keamanan Pangan Ditinjau Dari Faktor Budidaya Dan Penanganan Saat Panen
KEAMANAN PANGAN DITINJAU DARI FAKTOR BUDIDAYA
DAN PENANGANAN SAAT PANEN
PAPER
Disusun oleh :
Kelompok I
Aditya Bagus K.Andrie Yasmita P
Ardhi RobertoAsep Mulyadi
KardinaNeni Dyah
Ninda Citra P.Noviadi Setyo U.
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAKJURUSAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG2010
Keamanan Pangan Ditinjau Dari Faktor Budidaya dan
Penanganan Saat Panen
Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan lebih erat dikaitkan sebagai
masalah kesehatan masyarakat. Saat ini masalah penyakit terbawa makanan (food
born desease) menjadi masalah pertanian maupun peternakan, mengingat pangan
hampir seluruhnya dihasilkan dari sektor tersebut dalam arti luas. Ketika lalu
lintas perdagangan pangan makin terbuka dalam era globalisasi, akhirnya
keamanan pangan menjadi masalah perdagangan internasional.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Peraturan
Pemerintah RI No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan).
Sedangkan badan pangan dan kesehatan dunia FAO/WHO (1997) mendefinisikan
keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya
terhadap konsumen ketika pangan disiapkan dan/atau dikonsumsi sesuai dengan
peruntukannya.
Mengapa masalah keamanan pangan menjadi topik yang banyak dibicarakan
dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan konsumen dalam pemilihan pangan?
Konsumen pangan semakin kritis seiring meningkatnya kesadaran terhadap
masalah kesehatan. Pola pemilihan pangan oleh konsumen mengubah standar dan
kriteria dalam menentukan mutu pangan. Kriteria-kriteria yang bukan lagi hanya
ditekankan ke faktor nutrisi/gizi dan/atau penampilan saja, tetapi sudah lebih
mempertimbangkan faktor keamanan pangan. Artinya, konsumen
mempertimbangkan risiko yang membahayakan kesehatan dalam mengkonsumsi
pangan.
Lintas informasi yang kian mudah diakses mendorong masyarakat sadar
potensi risiko pangan. Demikian juga perkembangan penelitian yang didukung
peralatan canggih dalam mendeteksi banyaknya jenis faktor risiko kesehatan
dalam pangan.
Konsekuensi tingginya populasi dunia adalah peningkatan usaha-usaha
untuk mendapatkan alternatif-alternatif produksi pangan dengan teknologi yang
semakin canggih, serta didukung teknologi pengawetan dan pengolahan pangan
yang berkembang cepat. Sebut saja penggunaan pestisida, rekayasa genetik pada
tanaman, dan teknologi iradiasi yang kemudian mengundang pertanyaan akan
risiko keamanan pangan yang dihasilkan.
Menjamin keamanan produk pangan merupakan hal yang kompleks,
mengingat faktor yang berpotensi sebagai pembawa risiko dapat muncul dalam
setiap titik pada rantai pangan, mulai dari produksi, distribusi dan pengolahan
hingga siap untuk dikonsumsi. Faktor keamanan pangan dapat dinilai dari sumber
risiko dan dampaknya terhadap kesehatan manusia, diantaranya: mikroba patogen
(pembawa dan penyebab penyakit), residu pestisida, bahan tambahan pangan dan
residu obat-obatan dan hormon pada peternakan dan perikanan, bahan beracun
alami maupun toksin yang bersumber dari lingkungan seperti logam-logam berat,
agen pembawa yang tidak biasa seperti BSE (Bovine spongiform encephalopathy)
atau penyakit sapi gila ditularkan lewat pangan hasil ternak sapi, penyakit yang
bisa ditransmisikan dari manusia kepada manusia lewat makanan misalnya
tuberkulosis, dan juga proses pengawetan dan pengolahan yang hasilnya
memungkinkan membawa resiko.
Seberapa terjaminnya keamanan makanan kita dapat ditelusuri kembali dari
bagaimana bahan pangan itu diproduksi, ditangani, serta didistribusikan termasuk
dijual dan diolah sebelum kita mengkonsumsinya. Beragamnya jenis dan sumber
pangan berarti juga semakin bervariasinya potensi resiko yang mungkin terbawa
pangan. Sebut saja produk pertanian yang dibudidayakan dengan penggunaan
pestisida yang tidak tepat akan membawa konsekuensi terbawanya sisa pestisida
pada bahan pangan, yang sebagian besar akan menetap pada bahan pangan dan
tidak dapat dihilangan selama pengolahan. Demikian halnya dengan sisa hormon
dan obat-obatan yang digunakan pada budi daya udang, ikan maupun pada
peternakan. Sebagai contoh, ekspor udang Indonesia yang ditolak karena
mengandung sisa antibiotik mengindikasikan udang di pasaran lokal pun
kemungkinan berresiko sama. Kasus sejenis terjadi pada sayur ekspor ditolak
ekspornya karena mengandung sisa pestisida yang melebihi ambang batas.
Risiko pangan dapat juga berasal dari tanah maupun air sebagai media
tumbuh tanaman serta sumber pengairan. Tanah maupun air tercemar logam berat
yang masuk ke bahan pangan tidak hilang selama penanganan dan pengolahan.
Tercemarnya air untuk perikanan dengan logam berat menjadi sangat krusial.
Kasus Minamata menjadi contoh populer resiko logam berat, khususnya merkuri.
Logam berat, seperti Kadmium dan Timbal, juga berpotensi menjadi racun di
tubuh yang mungkin terbawa cemaran buangan industri ke badan air.
Hal ini masih ditambah kemungkinan tercemarnya bahan pangan dengan mikroba
yang terbawa dari tanah maupun pun lingkungan selama budi daya hingga panen.
Kasus BSE juga masih segar dalam ingatan yang diakibatkan oleh bahan pakan
ternak yang terkontaminasi.
Seandainya bahan pangan dipanen dalam kondisi bebas resiko, itu belum
menjamin pangan tersebut bebas resiko ketika dikonsumsi. Proses penanganan
baik pengawetan dan pengolahan berpotensi menjadikannya tidak aman.
Sebagai contoh, proses iradiasi pangan yang sudah diterima banyak negara
masih meninggalkan pertanyaan seberapa aman makanan teriradiasi tersebut,
meski FAO/WHO menyatakan iradiasi dengan dosis 10 kg dinilai menghasilkan
pangan yang relatif aman ditinjau dari segi kemungkinan terbentuknya komponen
kimia yang bersifat radioaktif dalam bahan pangan yang dipapar. Proses
pengolahan tidak semuanya menyebabkan risiko keamanan pangan, tetapi bahan
tambahan pangan seperti zat pewarna, zat pemanis, zat pengawet dan bakan kimia
lain yang mungkin ditambahkan banyak yang berpotensi menyebabkan risiko
pada kesehatan ketika terakumulasi pada tubuh melebihi ambang aman,
khususnya akibat konsumsi terus menerus. Belum lagi bahan kimia yang
ditambahkan secara ilegal (tidak sesuai peruntukannya) seperti kasus formalin dan
borax pada tahu, bakso, mie dan produk ikan, atau kasus melamin pada susu dan
pangan berbahan baku susu. Bukan hanya bahan olahan, produk segar pun patut
diwaspadai, misalnya sisa pestisida yang disemprotkan pada buah untuk
mencegah kerusakan selama distribusi.
Proses panjang dilalui bahan pangan sebelum sampai ke konsumen. Sistem
penjualan di negara kita yang masih konvensional misalnya lewat pasar
tradisional, hampir tidak ada pengawasan, kecuali misalnya daging yang harus
melalui rumah potong hewan yang dinilai cukup menjamin keamanannya. Bahan
pangan digelar begitu saja, tanpa sistem pencegahan, penjagaan dan pengawasan
mutu/keamanan yang memadai. Banyak produk olahan produksi industri rumahan
tidak mendapatkan jaminan pengawasan yang baik dan berkala.
Pada hasil pertanian kerusakan mekanis selama panen bisa menjadi masalah
yang serius, karena kerusakan tersebut menentukan cepatnya produk untuk
membusuk, meningkatnya kehilangan cairan dan meningkatnya laju respirasi
serta produksi etilen yang berakibat pada cepatnya kemunduran produk. Secara
umum, panen dengan mesin akan lebih merusak daripada panen dengan tangan,
walaupun beberapa umbi-umbian dapat rusak lebih parah bila dipanen
dengan tangan. Kontainer atau wadah yang digunakan saat pemanenan
haruslah bersih, halus bagian permukaan dalamnya dan tidak mempunyai bagian
pinggir yang tajam. Krat plastik yang bisa ditumpuk, walau biaya awalnya mahal,
namun bisa bertahan lama, dapat dipakai berulang-ulang dan mudah dibersihkan
(FAO, 1989). Jika keranjang yang harus digunakan, sebaiknya dirajut dengan
cara “masuk-keluar” namun ujung-ujung bahan perajut berada di luar keranjang
(Grierson, 1987).
Pemanen atau pemetik secara manual sebaiknya terlatih dengan baik
yang bisa memanen dengan cara yang benar untuk mengurangi kerusakan dan
bahan yang tidak bermanfaat atau waste, dan harus bisa mengetahui secara
baik tingkat kematangan produk yang mereka tangani.
Kontainer yang dapat ditumpuk dan berventilasi hendaknya selalu dijaga
bersih dan licin. Perhatian atas sanitasi dan higiene masih menambah
kemungkinan potensi ketidakamanan pangan yang kita konsumsi. Bukan hanya
sanitasi dan higiene dari makanan itu sendiri tetapi juga kondisi higiene dari orang
atau personel yang menanganinya. Dengan bahan pangan yang diolah oleh
industri besar dengan standar higiene yang dijamin mungkin tidak banyak
masalah, tetapi bagaimana dengan higiene personal yang menangani bahan
makanan yang disajikan di kedai, di pedagang pinggir jalan atau bahkan di
restoran sekali pun.
Menjamin keamanan bahan pangan membutuhkan peran dan interaksi
banyak pihak mulai dari petani hingga pemerintah, dan seluruh orang yang terlibat
dalam rantai pangan. Sistem pangan kita yang sangat kompleks bukan hanya di
sektor produksi, distribusi, dan pengolahannya, membutuhkan dan menuntut suatu
penanganan yang sangat rumit dalam usaha mendapatkan jaminan keamanan
pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Kitinoja, L. and Gorny, J.R. 2002. Postharvest Technology for Small-Scale Produce Marketers: Economic Opportunities, Quality and Food Safety. UC PTRIC Horticultural Series No. 8. (Diterjemahkan oleh: I Made S. Utama)
Pardede, E. 2010. Jaminan Keamanan Pangan. http://www.hariansumutpos.com/rubrik/opini. Diakses pada tanggal 20 Mei 2010.