Keadaan Geomorfologi Daerah Jogja

download Keadaan Geomorfologi Daerah Jogja

of 6

Transcript of Keadaan Geomorfologi Daerah Jogja

Keadaan Geomorfologi Daerah YogyakartaDilihat dari satuan fisiografis dan geologis Daerah Istimewa Yogyakarta, secara keseluruhan mempunyai kondisi geomorfologi yang beraneka ragam, antara lain : Satuan Gunung Merapi Satuan Gunung Api Merapi yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api yang meliputi daerah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul termasuk bentang lahan vulkanik. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung dan sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan wilayah ini terletak pada zone utara di Kabupaten Sleman. Gunung Merapi yang mempunyai karakteristik khusus, menjadi daya tarik untuk dapat dijadikan sebagai obyek studi kegunungapian dan pariwisata. Namun demikian, kawasan ini rawan bencana alam. Satuan Pegunungan Selatan Satuan Pegunungan Selatan yang terletak di Kabupaten Gunungkidul, atau dikenal sebagai Pegunungan Seribu merupakan wilayah perbukitan batu gamping (limestone) yang kritis, tandus dan selalu kekurangan air dengan bagian tengah terdapat dataran (Wonosari Basin). Wilayah ini merupakan bentang lahan solusional, dengan bahan batuan induk batu gamping, mempunyai karakteristik lapisan tanahnya dangkal dan vegetasi penutupnya relatif jarang. Sebagai akibat proses pengangkatan, kawasan batugamping yang berkembang di bagian paling selatan dari Pegunungan Selatan, khususnya di wilayah Gunungkidul, Wonogiri, dan Pacitan, berkembang menjadi topografi karst dengan sistem drainase bawah tanahnya (subterranean drainage). Sementara itu, kenampakan platonya pun pada akhirnya berubah menjadi bukit-bukit kecil berbentuk kerucut (conical hillocks) yang dikenal dengan Gunung Sewu. Di sisi selatannya, hantaman gelombang Samudera Hindia terus-menerus membentuk lereng-lereng terjal (cliff), yang di beberapa tempat diselingi oleh teluk-teluk yang sebagian terhubung dengan wilayah pedalaman melalui lembah-lembah kering. Di sisi utaranya, perbukitan kerucut Gunung Sewu berbatasan dengan dua buah ledok (basins), yaitu Ledok Wonosari di bagian barat dan Ledok Baturetno di bagian timur. Ledok Wonosari hingga kini masih mempertahankan pola drainase aslinya di aliran Sungai Oyo, yang mengalir menembus tebing-tebing tinggi di ujung barat. Ledok Baturetno di daerah Wonogiri, yang semula merupakan daerah hulu dari sebuah sungai yang mengalir ke selatan, sebagaimana ditunjukkan melalui Lembah Giritontro yang membelah Gunung Sewu ke arah Samudera Hindia, akhirnya berubah menjadi anak sungai bagi Bengawan Solo yang hingga saat ini mengalir ke utara. Di sisi utara kedua ledok terdapat punggunganpunggungan tinggi dengan sisa-sisa planasinya yang tetap dipertahankan. Batas utara dari punggungan tersebut berupa tebing curam (steep escarpment),

memanjang mulai daerah Parangtritis ke utara, di selatan Prambanan berbelok ke arah timur hingga Wonogiri. Di sebelah utaranya membentang dataran rendah, di mana lipatan batuan yang lebih tua turun cukup dalam, tertutup oleh kipas-kipas fluvio-volkanik muda dari beberapa gunung api Satuan Pegunungan Kulon Progo Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kabupaten Kulon Progo bagian utara merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit yang mempunyai kendala lereng yang curam dan potensi air tanahnya kecil. Stratigrafis yang paling tua di daerah Pegunungan Kulon Progo dikenal dengan Formasi nanggula, kemudian secara tidak selaras diatasnya diendapkan batuanbatuan dari Formasi Jonggaran dan Formasi Sentolo, yang menurut Van Bemmmelen (1949), kedua formasi terakhir ini mempunyai umur yang sama, keduanya hanya berbeda faises. Formasi Nanggulan merupakan formasi yang paling tua di daerah pegunungan Kulon Progo, penyusun batuan dari formasi ini menurut Wartono Raharjo (1977) terdiri dari Batupasir dengan sisipan Lignit, Napal pasiran, Batulempung dengan konkresi Limonit, sisipan Napa dan Batugamping, Batupasir dan Tuf serta kaya akan fosil foraminifera dan Moluska. Litologi dari Formasi Jonggrangan ini tersingkap baik di sekitar desa Jonggrangan, bagian bawah dari formasi ini terdiri dari Konglomerat yang ditumpangi oleh Napal tufan dan Batupasir gampingan dengan sisipan Lignit. Batuan ini semakin ke atas berubah menjadi Batugamping koral (Wartono rahardjo, dkk, 1977). Litologi penyusun Formasi Sentolo ini di bagian bawah, terdiri dari Aglomerat dan Napal, semakin ke atas berubah menjadi Batugamping berlapis dengan fasies neritik. Batugamping koral dijumpai secara lokal, menunjukkan umur yang sama dengan formasi Jonggrangan, tetapi di beberapa tempat umur Formasi Sentolo adalah lebih muda (Harsono Pringgoprawiro, 1968: 9). Satuan Dataran Rendah Satuan Dataran Rendah merupakan bentang lahan fluvial yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di bagian selatan Daerah Istimewa Yogyakarta mulai dari Kabupaten Kulon Progo sampai dengan Kabupaten Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Wilayah ini merupakan daerah yang subur. Bentang Lahan lainnya yang belum didayagunakan secara ptimal adalah bentang lahan marin dan eolin yang merupakan satuan wilayah pantai, yang terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul. Khusus di Parangtritis Bantul yang terkenal dengan gumuk pasir menjadi laboratorium alam studi geografi. Secara terperinci keadaan geomorfologi dan bentang lahan dari Daerah Istimewa Yogyakarta Parangtritis antara lain 1. Yogyakarta (Terban Bantul)

Dataran alluvial disebelah selatan Kota Yogyakarta berasal dari kegiatan vulkanis muda (akhir plestosen/awal holosen) dari gunung api merapi. Dari Yogyakarta hingga Parangtritis, struktur geologisnya merupakan struktur terban (graben structure) yang berkaitan dengan pengangkatan dan amblesan pada pleistosen tengah. Struktur terban ini juga sering disebut Terban Bantul (Bantul Graben). Daerah ini mengalami pengendapan bahan vulkanis dari gunung merapi melalui lahar atau pengendapan sungai biasa (reworked and redeposited volcanic materials). Bahan alluvial ini dengan jelas menutupi suatu topografi bekas, seolah olah daerah ini terendam oleh sedimen alluivial. Beberapa bukit dari topografi yang terkubur masih muncul keluar dari sedimen alluvial (alluvial blanket) berbentuk seperti pulau pulau. 2. Krinjing Tanah desa krinjing terletak pada jalur Siluk Parangtritis. Singkapan batuan akibat proses erosi dan aktivitas penduduk dalam pembuatan teras teras penorehan oleh penduduk, batuan aliran lava dengan isian fragmen batuan breksi andesitis, tanah latosol litosol. Pada lokasi ini dapat dilihat batuan vulkanik yang berasal dari suatu jalur gunung api dengan umur akhir Oligosen/ awal Miosen. Jalur gunung api ini pernah menjadi pulau pulau pada laut dangkal, dengan posisi jalurnya kira kira sejajar dengan pantai selatan jawa sekarang. Pada daerah ini merupakan daerah dengan perwujudan dataran vulkanik yang merupakan singkapan dari aliran lava yang sudah lapuk (chemically weathered). 3. Putat (Tempuran Kali Opak dengan Kali Oyo) Pada daerah ini memiliki satuan geomorfologis berupa bentukan lahan asal fluvial. Daerah Putat berada disebelah selatan Sungai Opak dan Sungai Oyo dan sebelah timur Sungai Opak hilir yang mempunyai bentukan lahan seperti tanggul alam Sungai Opak, lereng fluvial serta gosong pantai. Tanggul alam Sungai Opak membujur sejajar dengan tubuh sungai. Tanggul alam berkembang baik hanya disebelah utara alur sungai, sedangkan yang ada diselatan tidak berkembang baik karena adanya tanggul secara terpisah. Pada alur Sungai Opak maupun Sungai Oyo terdapat endapan pasir yang bersifat dinamis tergantung pada debit dan kompetensi sungai. Endapan pasir ini disebut sebagai gosong pantai, dimana saat debit air sungai kecil maka terjadilah endapan pasir dan kerikil sungai tersebut dan muncul diatas permukaan air sungai. 4. Parangtritis a Grogol

Di Grogol, selatan terdapat aliran lava andesit dan pembentukan gumuk pasir (sand dune). Disebelah utara Parangtritis, beberapa aliran lava tersingkap di pinggir jalan. Lava ini belum diubah oleh pelapukan dan dapat digolongkan sebagai andesit sampai basalt. Lava ini termasuk dalam kegiatan vulkanik pertama di Jawa, yakni akhir Oligosen / awal Miosen. Ciri khas batuan ekstrusif dibandingkan dengan batuan yang intrusif adalah keseragaman ukuran kristalnya. b Pantai Parangtritis

Daerah Parangtritis, dekat muara Kali Opak, dapat dijumpai banyak gumuk pasir (sand dunes), yang biasanya tidak terdapat pada suatu iklim yang tropis dan humid. Gumuk gumuk pasir ini terjadi dari pasir hitam yang terbawa ke laut oleh Kali Progo dan Kali Opak dari material vulkanik hasil letusan Gunung Api Merapi. Pasir hitam ini terendapkan dimuka muara jenis sungai. Oleh kombinasi ombak (yang kuat diselatan) dan arus laut, endapan pasir itu tersebar disepanjang pantai dan membentuk gisik tepi laut (beach). Terbentuknya gumuk pasir di pantai selatan tersebut merupakan hasil proses yang dipengaruhi oleh angin, Gunung Merapi, Graben Bantul, serta Sungai Opak dan Progo. Pengaruh dari Gunung Merapi. Material yang ada pada gumuk pasir di pantai selatan Jawa berasal dari Gunung Api Merapi dan gunung gunung api aktif lain yang ada di sekitarnya. Material berupa pasir dan material piroklastik lain yang dikeluarkan oleh Gunung Merapi. Akibat proses erosi dan gerak massa bautan, material kemudian terbawa oleh aliran sungai, misalnya pada Kali Krasak, Kali Gendol, dan Kali Suci. Aliran sungai kemudian mengalirkan material tersebut hingga ke pantai selatan. Kekuatan angin sangat berpengaruh terhadap pembentukan gumuk pasir, karena kekuatan angin menentukan kemampuannya untuk membawa material yang berupa pasir baik melalui menggelinding (rolling), merayap, melompat, maupun terbang. Karena adanya material pasir dalam jumlah banyak serta kekuatan angin yang besar, maka pasir akan membentuk berbagai tipe gumuk pasir, baik free dunes maupun impended dunes, biasanya pada daerah Parangtritis ini memiliki tipe gumuk pasir Barchan (Sabit) yaitu Gumuk pasir ini bentuknya menyerupai bulan sabit dan terbentuk pada daerah yang tidak memiliki barrier. Besarnya kemiringan lereng daerah yang menghadap angin lebih landai dibandingkan dengan kemiringan lereng daerah yang membelakangi angin, sehingga apabila dibuat penampang melintang tidak simetri. Ketinggian gumuk pasir barchan umumnya antara 5 15 meter. Gumuk pasir ini merupakan perkembangan, karena proses eolin tersebut terhalangi oleh adanya beberapa tumbuhan, sehingga terbentuk gumuk pasir seperti ini dan daerah yang menghadap angin lebih landai dibandingkan dengan kemiringan lereng daerah yang membelakangi angin. Pada pantai selatan jawa, angin bertiup dari arah tenggara, hal ini menyebabkan sungai-sungai pada pantai selatan membelok ke arah kiri jika dilihat dari Samudra Hindia. Selain itu, karena arah tiupan angin tersebut, maka gumuk pasir yang terbentuk menghadap ke arah datangnya

angin. c Parangkusuma

Batuan lava yang diuraikan tersingkap juga didekat pantai Parangkusuma. Batuan lava ini muncul dibelakang gumuk pasir resen. Daerah yang relative datar ini kelihatan masih didasari oleh batuan lava yang hamper mendekati pantai sekarang. Morfologi datar ini berasal dari abrasi laut sebagai pelataran abrasi (marine abrasion platform). Pelataran tersebut masih ada tetapi tetutup oleh gumuk pasir alluvium. 5. Gunung Sewu Gunung Kidul (Topografi Karst) Geomorfologi Daerah Gunung Sewu, berdasarkan morfogenetik dan morfometriknya dapat dikelompokkan menjadi tiga satuan, yaitu Satuan Geomorfologi Dataran Karst, Satuan Geomorfologi Perbukitan Kerucut Karst, dan Satuan Geomorfologi Teras Pantai. Secara umum karstifikasi di daerah ini sudah mencapai tahapan dewasa. Sebagai akibat proses pengangkatan, kawasan batugamping yang berkembang di bagian paling selatan dari Pegunungan Selatan, khususnya di wilayah Gunungkidul, Wonogiri, dan Pacitan, berkembang menjadi topografi karst dengan sistem drainase bawah tanahnya (subterranean drainage). Sementara itu, kenampakan platonya pun pada akhirnya berubah menjadi bukitbukit kecil berbentuk kerucut (conical hillocks) yang dikenal dengan Gunung Sewu. Di sisi selatannya, hantaman gelombang Samudera Hindia terus-menerus membentuk lereng-lereng terjal (cliff). http://beritageografi.wordpress.com/2010/05/22/keadaan-geomorfologi-daerahyogyakarta/ 20. 36 15 januari