KASUS V

download KASUS V

of 9

Transcript of KASUS V

KEPERAWATAN PROFESIONALKasus V

Kelompok 5

Chairunnisa Permata Sari Endah Kamala Sari Hendy Trisaputra Muhamad Wahif Sidik Raharjo Yosep Triantoni

PO.62.20.1.10.046 PO.62.20.1.10.052 PO.62.20.1.10.058 PO.62.20.1.10.065 PO.62.20.1.10.071 PO.62.20.1.10.078

Keperawatan Reguler XIII-B Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palangka Raya Tahun 2011

KASUS V Pada pkl 21.00 WIB, Tn.R, usia 45 tahun, dilakukan operasi Cito dengan appendiksitis ( apendiktomi ) di Rumah Sakit X. Setelah menjalani operasi tersebut kondisi pasien cukup kritis, tidak sadar dan terpasang infuse 3 jalur. NGT terpasang baik dan terdapat luka operasi tertutup dengan kasa pada abdomen kanan bawah. Perawat Y merupakan salah satu perawat lulusan DIII yang jaga saat itu dan baru bekerja 2 bulan, bersama dengan 3 perawat yang lainnya lulusan SPK dan sudah lebih dari 15 tahun bekerja diruang perawatan bedah. Tn. R diantar bersama keluarganya ke ruangan perawatan bedah dan beberapa lama kemudian Tn. R terlihat gelisah, maka perawat Y segera melaporkan kepada perawat J dan perawat J menyuruh perawat Y untuk memberitahu kepada keluarga Tn. R agar menjaganya sampai Tn R sadar kembali. Perawat Y kembali ke kamar Tn. R dan terlihat Tn. R masih gelisah. Perawat Y meminta keluarga Tn. R untuk sabar menjaganya dan perawat Y kembali lagi ke Nursing Station. Dua jam kemudian keluarga Tn. R memanggil perawat Y untuk melihat keadaan Tn. R yang masih gelisah dan ingin membuka kas pada luka operasi. Lalu satu jam kemudian perawat Y dipanggil oleh keluarga Tn. R saat itu menunjukkan pukul 01.30 WIB dimana perawat Y dan perawat lainnya tertidur lelap. Akhirnya perawat Y mengikat kedua tangan Tn. R. Besok paginya perawat Y di panggil Kepala Ruangan karena ada laporan keluarga pasien Tn. R yang mengeluhkan terdapat luka pada tangan Tn. R akibat diikat oleh perawat yang dinas malam.

Hasil Diskusi 1. Masalah legal apa yang ditimbulkan perawat Y dalam kasus di atas? False imprisonment yaitu menahan seseorang tanpa otorisasi yang tepat merupakan pelanggaran hukum. Menggunakan restrein fisik atau melakukannya agar pasien mau bekerja sama bisa juga termasuk dalam false imprisonment. Penyokong dan restrein harus digunakan sesuai dengan perintah dokter.

2. Tindakan apa yang semestinya bisa dilakukan perawat Y untuk menenangkan Tn.R dan mencegahnya membuka perban luka? Perawat Y bisa melakukan pengkajian / observasi apa yang menyebabkan Tn. R menjadi gelisah serta menghubungi dokter jaga untuk bersonsultasi dan melakukan tindakan kolaborasi seperti tindakan pemberian obat atau melakukan tindakan keperawatan mandiri dengan mengajarkan teknik relaksasi.

3. Apakah hak pasien terabaikan dalam kasus di atas? Hak-hak pasien menurut Megan (1989) antara lain menyebutkan hak untuk diperlakukan dengan hormat, dalam kasus di atas, perawat Y mengikat pasien tanpa konsultasi dengan perawat lain, serta tidak memberikan penjelasan kepada keluarga pasien. Yang kedua, hak untuk memilih integritas tubuh, di sini pasien tidak bisa menggerakan tubuhnya karena diikat oleh perawat Y. Yang ketiga, hak untuk kompensasi terhadap cedera yang tidak legal, perawat Y telah membuat cedera luka pada tangan Tn.R dengan mengikatnya.

4. Bagaimanakah peran perawat yang tepat sesuai kasus di atas? Memakai prinsip kebajikan (baik) yang termasuk di antaranya komitmen perawat untuk bertindak demi kepentingan pasien, lebih menekankan kesejahteraan pasien.

5. Bagaimana tanggung jawab perawat Y, apakah sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai seorang perawat ? Kode etik menurut ICN, menyebutkan

Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan dan mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab utama tersebut, perawat harus meyakini bahwa :y y

Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai tempat adalah sama. Pelaksanaan praktik keperawatan dititik beratkan pada penghargaan terhadap kehidupan yang bermartabat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

y

Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan /atau keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, perawat mengikutsertakan kelompok dan instansi terkait.

Perawat Y tidak melaksanakan tanggung jawab tersebut, dapat dilihat dari mengakibatkan cedera luka pada tangan pasien, tidak menjunjung tinggi hak asasi manusia dengan mengikat pasien, serta tidak mengikutsertakan tenaga medis lain dalam mengambil keputusan.

6. Apakah ada hukuman atau sangsi yang dapat dijatuhkan pada perawat Y ? Dalam kasus di atas, terjadi malpraktik, melakukan hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan sehingga menimbulkan kerugian bagi pasien (cedera). Tindakan memenjarakan (mengikat pasien tanpa instruksi) dapat dikenai sanksi dan tuntutan perdata (ganti rugi). Sanksinya antara lain dapat berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan SIP dan SIK, mengikuti diklat tertentu. Apabila tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya melakukan tindakan yang mengakibatkan kerugian pada pasien, maka tenaga kesehatan tersebut dapat digugat oleh pasien atau keluarganya yang merasa dirugikan itu berdasarkan ketentuan Pasal 1365 BW, yang bunyinya sebagai berikut: Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hati. Dari segi hukum pidana juga seorang tenaga kesehatan dapat dikenai ancaman Pasal 351 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman pidana tersebut dikenakan kepada seseorang (termasuk tenaga kesehatan) yang karena kelalaian atau kurang hati-hati menyebabkan orang lain (pasien) cacat atau bahkan sampai meninggal dunia. Meski untuk mengetahui ada tidaknya unsure kelalaian atau kekurang hati-hatian dalam tindakan seseorang tersebut perlu dibuktikan menurut prosedur hukum pidana. Ancaman pidana untuk tindakan semacam itu adalah penjara paling lama lima tahun.

7. Apakah latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja mempengaruhi kualitas pelayanan ? Tenaga keperawatan yang berkualitas mempunyai sikap profesional dan dapat menunjang pembangunan kesehatan, hal tersebut memberi dampak langsung pada mutu pelayanan di rumah sakit sehingga pelayanan yang diberikan akan berkualitas dan dapat memberikan kepuasan pada pasien sebagai penerima pelayanan maupun perawat sebagai pemberi pelayanan. Pemberdayaan sumber daya manusia mulai dari proses rekruitmen, seleksi dan penenpatan, pembinaan serta pengembangan karir harus dikelola dengan baik, agar dapat memaksimalkan pendayagunaan tenaga perawat dan memberikan kepuasan kerja bagi perawat. Untuk dapat mewujudkan tercapainya pelayanan yang berkualitas diperlukan adanya tenaga keperawatan yang profesional, memiliki kemampuan intelektual, tehnikal dan interpersonal, bekerja berdasarkan standar praktek, memperhatikan kaidah etik dan moral (Hamid, 2000). Pengembangan karir perawat merupakan sesuatu yang dapat digunakan untuk penempatan perawat pada jenjang yang sesuai dengan keahliannya, serta menyediakan kesempatan yang lebih baik sesuai dengan kemampuan dan potensi perawat. Hal ini akan meningkatkan kualitas kerja perawat, ia akan berusaha mengontrol karirnya dan memilih karir yang lebih baik sehingga ia terus berprestasi dan memperoleh kepuasan kerja (Marquis &Huston, 2000). Artinya, dengan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi sedikit banyak berpengaruh terhadap kualitas pelayanan, namun juga tidak menutup kemungkinan

akan terjadi sebaliknya. Selain latar belakang pendidikan, untuk menilai kualitas pelayanan perawat dapat dilihat dari cara kerja perawat itu sendiri atau pengalaman kerjanya. Tentu saja hal ini akan lebih berpengaruh pada kualitas pelayanannya, sebab perawat yang memiliki pengalaman lebih banyak tentunya telah banyak menangani kasus-kasus di rumah sakit daripada perawat yang hanya beberapa bulan bekerja.

8. Bagaimana penyelesaian masalah jika keluarga pasien merasa dirugikan? Pasal 29 UU Kesehatan memberikan solusi berupa mekanisme mediasi bagi masyarakat/pasien yang merasa dirugikan atas kelalaian tenaga kesehatan termasuk dokter dalam memberikan pelayanan. Pasal 29 itu berbunyi, Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. Mekanisme mediasi itu merupakan pilihan penyelesaian sengketa (nonlitigasi). Pasalnya, seseorang dimungkinkan menempuh jalur hukum lain (litigasi) misalnya melalui jalur perdata berupa gugatan ganti kerugian. Terlebih, Pasal 46 UU Rumah Sakit menegaskan bahwa Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaiannya. Inilah solusi yang diberikan undang-undang jika terjadi kelalaian. Penyelesaiannya secara bertahap dan berkomunikasi transparan dan sehat ialah : y y y Antara pasien/keluarga dengan pihak petugas Rumah Sakit atau Antara pasien / kel. pasien dengan tim medis yang menangani atau Antara pasien/keluarga dan panitia rumah sakit (Panitia Etik, Panitia Etik Medis, Hukum) atau y Antara pasien / keluarga dengan pihak Rumah Sakit yang lebih luas (Direktur, Wakil Direktur Yan Med, Komite Medis, Kepala Bidang Yan Med dan Panitia yang lain serta Tim Medis Pelaksana)

y

Lebih luas lagi dengan Kadinkes dan MP2EPM bersama Tim medis termasuk Pengurus Ikatan Profesi Tenaga Kesehatan.

Hal tersebut merupakan penyelesaian intern (Peradilan Profesi Kesehatan) tanpa melibatkan pihak ketiga. Biasanya kalau sudah dengan pihak ketiga amat sulit, lalu dapat terbawa ke Peradilan Umum., Perdata berlanjut ke Peradilan Pidana dan dapat pula ke Peradilan Administrasi, Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

9. Bagaimana tanggung jawab perawat J yang sudah berpengalaman bekerja walaupun secara latar belakang pendidikan dibawah perawat Y ? Tanggung jawab menunjukkan kewajiban. Ini mengarah kepada kewajiban yang harus dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara professional. Manajer dan para staf harus memahami dengan jelas tentang fungsi tugas yang menjadi tanggung jawab masing-masing perawat serta hasil yang ingin dicapai dan bagaimana mengukur kualitas kinerja stafnya. Perawat yang professional akan bertanggung jawab atas semua bentuk tindakan klinis keperawatan yang dilakukan dalam lingkup tugasnya. Pada tingkat pelaksana sebagai perawat harus memiliki kewenangan dan otonomi (kemandirian) dalam pengambilan keputusan untuk tindakan yang akan mereka lakukan. Manajer ruangan (KARU) bertanggung jawab atas keputusannya terhadap pelaksanaan tugas-tugasnya, termasuk menyeleksi staf, terutama mengarah pada kemampuan kinerja mereka masing-masing. Selanjutnya, setiap perawat sebagai anggota tim bertanggung jawab terhadap penugasan yang dilimpahkan kepadanya. Oleh karena itu, setiap perawat harus faham terhadap pertanggungjawaban atas tugas yang dibebankan kepadanya. Kepala ruangan wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dari srafnya. Perawat professional harus dapat mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukan dalam pencapaian tujuan asuhan keperawatan kepada pasien. Kepekaan diperlukan terhadap hasil setiap tindakan yang dilakukannya, karena berhubungan dengan tanggung jawab, pendelegasian, kewajiban dan kredibilitas profesinya.

Dalam kasus di atas, seharusnya lebih diperjelas lagi bagaimana pembagian tugas berdasarkan kemampuan kinerja masing-masing oleh Kepala Ruangannya. Namun jika dilihat dari pengalaman kerja yang terpaut jauh, maka perawat J dan perawat lainnya yang lulusan SPK namun telah bekerja selama 15 tahun bertanggung jawab lebih terhadap pasien tersebut.

10. Apakah dibenarkan perawat yang dinas malam untuk tidur pada saat jam jaga malam? Seperti telah diuraikan di atas, perawat memiliki tanggung jawab untuk melakukan tugasnya dengan professional. Baik dinas pagi, sore ataupun malam, mempunyai tanggung jawab masing-masing, yaitu menjaga dan merawat pasien. Setiap saat dinas tidak diperbolehkan tidur yang alasannya untuk menghindari ketidakprofesionalan perawat yang ditunjukkan pada kasus di atas. Tidur pada saat dinas merupakan kelalaian yang artinya dengan sengaja tidak menjaga pasien. Namun telah banyak kejadian-kejadian seperti itu, dengan alasan pasien sedang tidur jadi tidak banyak kegiatan yang harus dilakukan perawat. Namun, seharusnya dapat disadari bahwa keadaan pasien dapat berubah setiap waktu, maka dari itu perawat harus tetap mengontrol keadaan pasien.

DAFTAR PUSTAKA Priharjo, Robert. 2006. Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarta. Kanisius Jones and Bartlett. 1999. Perawat sebagai pendidik. Jakarta. EGC http://thefuturisticlovers.wordpress.com/2011/08/08/etikakep-kode-etik-keperawatanppni-ana-dan-icn/