Kasus Pencemaran Minyak

download Kasus Pencemaran Minyak

of 3

Transcript of Kasus Pencemaran Minyak

Klaim Indonesia atas Montara Ditolak Lagi Sunday, 14 November 2010 10:14 Kupang, FloresNews.com - Klaim Indonesia atas pencemaran minyak di Laut Timor akibat meledaknya sumur minyak Montara pada 21 Agustus 2009, ditolak lagi oleh PTTEP Australasia, perusahaan yang bertanggungjawab atas tumpahan minyak di perairan Indonesia. "Penolakan tersebut mengacu pada laporan ilmiah yang menyatakan bahwa tumpahan minyak tidak mencapai pantai-pantai di Indonesia," kata pemerhati masalah Laut Timor Ferdi Tanoni di Kupang, Minggu (14/11), mengutip laporan jaringan Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) dari Canberra yang terus memantau perkembangan gugatan tersebut. PTTEP Australasia milik Thailand itu sedang digugat oleh pemerintah Indonesia sebesar US$2,4 miliar sebagai kompensasi atas tumpahan minyak mentah di perairan Indonesia di Laut Timor yang bersumber dari kilang Montara yang meledak pada 21 Agustus 2009. Minyak dan kondensat tersebut, dilaporkan tertumpah ke dalam Laut Timor selama 74 hari setelah sumur Montara meledak pada 21 Agustus 2009. Tanoni yang juga Direktur YPTB itu mengatakan pada Kamis (10/11), juru bicara anak perusahaan PTTEP Australasia milik Thailand di Australia mengatakan perusahaan itu telah mengantisipasi berbagai kemungkinan atas tumpahan minyak, dan telah menerima dokumen pada 13 Oktober berkaitan dengan klaim Indonesia untuk kompensasi. Menurut juru bicara tersebut, para pejabat dari Jakarta telah mengadakan pembicaraan di Perth dengan PTTEP Australasia, dan meminta untuk bertemu bulan depan secara resmi dengan pejabat Indonesia yang memimpin klaim ganti rugi, yakni Deputi Menteri Lingkungan Hidup Masnellyaiti Hilman. PTTEP Australasia merincikan temuan kunci dari tiga survei program pemantauan Montara yang disepakati oleh perusahaan dan pemerintah Federal Australia, termasuk serangkaian sampel air pantai dari Broome dan Darwin yang tidak menunjukkan kontaminasi minyak diidentifikasi. "Departemen Keberlanjutan, Lingkungan, Air, Penduduk dan Masyarakat Australia diharapkan untuk mempublikasikan hasil survei dalam beberapa hari ke depan ini," kata Tanoni mengutip laporan jaringan YPTB dan aliansinya dari Canberra. Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Kedutaan Besar Australia itu menambahkan sebuah sampel air di Pelabuhan Darwin ditemukan mengandung minyak tapi tidak bisa diidentifikasi dalam proses "sidik jari", apakah bersumber dari Montara atau bukan. Ia mengatakan salah satu survei yang dilakukan oleh Asia Pacific Applied Science Associates, menemukan bahwa tumpahan minyak itu masuk ke perairan Indonesia, meskipun untuk waktu yang relatif singkat, tapi tidak memasuki perairan dekat pantai atau garis pantai terdampak. Pemodelan menyimpulkan gerakan tersebar minyak lokal itu dengan hidrokarbon di permukaan pada luasan maksimum 11,183 km persegi pada hari-hari tertentu. Sehubungan dengan penolakan tersebut, Tanoni yang juga penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Ekonomi Politik Canberra-Jakarta" itu mengusulkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera membekukan Timnas Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut (PKDTML) pimpinan Freddy Numberi. "Sejak awal tim ini tidak pernah bekerja secara serius dan maksimal bahkan mengabaikan seluruh fakta dan data yang disampaikan oleh masyarakat terkait dengan kasus pencemaran minyak di Laut Timor," kata Tanoni. "Saya khawatir, jika Timnas PKDTML ini tetap dipertahankan maka akan lebih mempermalukan lagi Bangsa Indonesia di mata dunia internasional dan menurunkan derajat serta kredibilitas pemerintahan Presiden SBY di mata rakyat Indonesia sendiri," katanya.

Tanoni menambahkan klaim ganti rugi akan diterima oleh PTTEP Australasia jika pemerintah Indonesia mendukung sepenuhnya klaim penelitian yang telah disampaikan oleh YPTB kepada Perdana Menteri Australia dan PTTEP Australasia beberapa waktu lalu. Menurut dia, hanya satu-satunya cara untuk membuktikan tercemar tidaknya perairan Indonesia dalam kasus Montara yang berlangsung sudah lebih dari setahun ini, hanya dengan membentuk sebuah tim peneliti ilmiah bersama yang terdiri dari Pemerintah Indonesia, Australia, PTTEP Australasia dan YPTB serta jaringan dan aliansinya yang selama ini mewakili masyarakat korban. "Dengan demikian tidak akan ada lagi pihak-pihak yang menyangkal dan pasti akan menerima hasil yang ditemukan, baru kemudian menetapkan besaran ganti ruginya dan lain sebagainya," demikian Ferdi Tanoni

Tumpahan Minyak Capai Pantai Brasil WartaNews-Sao Paulo - Otoritas lingkungan Brasil mengumumkan bahwa kebocoran minyak di perairan negara itu, yang kedua dalam waktu kurang dari dua bulan, telah mencapai pantai Rio de Janeiro. Tumpahan minyak ditemukan di Pantai Bonfim pada hari Minggu kemarin (18/12). Minyak itu diyakini berasal dari perusahaan minyak Jepang yang bocor sebanyak 63 barel pada hari Jumat lalu di perairan sekitar Ilha Grande dan Angra dos Reis. Pada awal November, sekitar 3.000 barel minyak tumpah ke laut oleh Chevron. Pekan lalu, jaksa federal Brasil mengajukan gugatan melawan Chevron dan operator rig minyak Transocean Ltd sekitar US$ 11 miliar. Gugatan perdata juga berusaha untuk menghentikan operasi Chevron di Brazil. Sementara dalam kasus tumpahan kedua, pihak berwenang mengaku awalnya mereka akan memungut denda US$ 5,4 juta pada operator rig, Modec. "Pencemaran (minyak mentah) kedua sama seriusnya atau bahwa lebih serius ketimbang kasus pertama sehingga kerusakan yang terjadi berada dalam satu kategori sama," kata Jaksa Federal Brasil, Santos de Oliveira, di Rio de Janeiro. "Aktivitas Chevron dan Transocean kemungkinan besar merusak cadangan (minyak) di Frade," imbuhnya. Chevron merupakan perusahaan yang mengantongi izin eksplorasi di ladang minyak Frade, sementara Transocean merupakan perusahaan yang dikontrak Chevron untuk melakukan pengeboran minyak di sumur (rig) di lepas pantai Rio de Janeiro tersebut. Bencana tumpahan minyak di Brasil bermula ketika salah satu sumur minyak Chevron di Campos Basin, timur laut Rio de Janeiro, bocor pada 8 November 2011. Otoritas minyak dan gas (migas) di Brasil memperkirakan 2.400 barel minyak mentah mencemari kawasan sekitar lokasi kejadian yang terdapat di lepas pantai Samudra Atlantik. Pada 4 Maret lalu, otoritas Brasil menemukan tumpahan minyak mentah di ladang migas Frade di Campos Basin. Kecelakaan tersebut meskipun kecil, namun biaya recovery tetap tinggi. Brasil sendiri kabarnya mulai mengembangkan lokasi eksplorasi minyak di kedalaman ekstrim di lepas pantai negara bagian Rio. Ekstraksi itu akan membutuhkan teknik yang sangat rumit, tapi Brasil berharap dapat menjadi negara produsen minyak terbesar ketiga di dunia pada tahun 2020.

Solar Kapal Karam Cemari Kepulauan Seribu Kini, solar sudah mencemari dua kilometer persegi permukaan air laut Pulau Pari.VIVAnews Solar yang tumpah dari kapal tongkang yang karam milik PT Pelayaran Hub Maritim Indonesia (PHMI) mulai mencemari perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Tumpahannya, kini meluas hingga dua kilometer persegi atau satu mil dari lokasi kapal tenggelam. Upaya penanganan sedang dilakukan. Pagi ini, Rabu, 2 Maret 2011, aparat Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu bekerjasama dengan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Tanjung Priok, Pertamina, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, dan PT PHMI turun ke lokasi. Petugas akan menyedot tumpahan minyak.

"Kami sudah menyiapkan dua kapal penyedot dan kapal tongkang lain untuk menampung minyak yang bocor," kata Agus Trimurtoyo. Kepala Administrator Pelabuhan, Kepulauan Seribu, Darmadi, menambahkan, pihaknya mengupayakan agar pemilik kapal tongkang segera bertanggung jawab pada kasus ini. Kapal tongkang PB 17 yang bertolak dari Pelabuhan Tanjung Priuk, tenggelam di Perairan Pulau Pari, pada Senin, 28 Februari 2011 sekitar pukul 16.00 WIB. Dugaan sementara, kapal tenggelam karena dihempas gelombang tinggi. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Saat kejadian, menurut Darmadi, tongkang itu sedang ditarik Tug Boat Bengkalis menuju ke Pelabuhan Merak dari Pelabuhan Tanjung Priok. "Tongkang itu membawa minyak solar (HSD) sebanyak 4.800 liter," katanya. Bupati Kepulauan Seribu, Ahmad Ludfi, berharap tumpahan solar segera ditangani karena area yang tercemari makin meluas. Dia menilai penanganan kasus ini lamban. Bila tidak segera dituntaskan, Ahmad akan menuntut pemilik kapal. "Kalau benar-benar merusak perairan Pulau Seribu, tidak menutup kemungkinan kami akan lakukan penuntutan, karena dampaknya sangat merugikan," katanya. kasus pencemaran di Kepulauan Seribu. Diketahui pencemaran ini sudah terjadi sejak 2003 dan dalam kurun waktu 20032004 tercatat berlangsung 6 kali kejadian. Namun sampai saat ini pemerintah belum mampu mengangkat kasus ini ke pengadilan untuk menghukum pelaku apalagi membayar ganti rugi kepada masyarakat sekitar. Ini menunjukkan l emahnya koordinasi antar instansi pemerintah dan kepolisian dalam menuntaskan kasus. Harus diakui Indonesia tertinggal dari negara-negara lain dalam hal pencegahan dan penanggulangan bencana tumpahan minyak di laut. Sebagai contoh tumpahan minyak di Teluk Meksiko. Pemerintah Amerika Serikat dengan tegas meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bertanggung jawab, mereka pun patuh,. Yang terjadi di Indonesia sebaliknya. Mereka tidak bisa menindak tegas bahkan menghitung kerugian, mulai dari jumlah ikan yang mati, kerugian nelayan dan kerugian meteril lainnya