Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

24
PENCEMARAN AIR STUDI KASUS KONDISI BIOTA LAUT TERUMBU DI PULAU BATAM AKIBAT PEMBUANGAN LIMBAH KAPAL MINYAK MAKALAH PENGGANTI UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH EKOLOGI DAN PRAKTIKUM AZHAR FIRDAUS 11061434 15 FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM KAJIAN ILMU LINGKUNGAN MEI

description

pencemaran

Transcript of Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

Page 1: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

PENCEMARAN AIR

STUDI KASUS

KONDISI BIOTA LAUT TERUMBU DI PULAU BATAM AKIBAT PEMBUANGAN LIMBAH KAPAL MINYAK

MAKALAH PENGGANTI UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH EKOLOGI DAN PRAKTIKUM

AZHAR FIRDAUS

1106143415

FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM KAJIAN ILMU LINGKUNGAN

MEI 2012

Page 2: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

1

1. PEMBAHASAN

1.1 Latar Belakang

Pencemaran air telah banyak ditemukan di Dunia dan Indonesia. Baik itu dari limbah

buangan dari Kapal Minyak maupun dari Perusahaan Industri. Limbah buangan dari

Perusahaan Industri sudah banyak ditemukan. Limbah buangan tersebut bisa diakibatkan

karena ketidaksengajaan dari pihak pengelola atau memang mereka dengan mudahnya

membuang limbah ke laut.

Awal mula pencemaran laut oleh Kapal Minyak dimulai sejak peluncuran kapal

pengangkut minyak pertama Gluckauf pada 1885, dan penggunaan pertama mesin diesel

kapal tiga tahun kemudian. Sebelum Perang Dunia Kedua, sudah ada usaha-usaha

untuk membuat peraturan mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran laut.

Namun, baru terpikirkan setelah terbentuk International Maritime Organization (IMO)

dari Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 1948.

Usaha membuat peraturan yang dapat dipatuhi semua pihak dalam organisasi tersebut

masih ditentang banyak pihak. Baru pada 1954 atas prakarsa dan pengorganisasian

yang dilakukan pemerintah Inggris (UK), lahirlah Oil Pollution Convention yang

mencari cara untuk mencegah pembuangan campuran mintak dari pengoperasian kapal

minyak dari kamar mesin. Selanjutnya disusul amandemen tahun 1962 dan 1969 untuk

menyempurnakan kedua peraturan tersebut. Jadi sebelum tahun 1970 masalah Maritime

Pollution baru pada tingkat prosedur operasi.

Pada tahun 1967 terjadi pencemaran terbesar, ketika minyak Torrey Canyon yang

kandas di Pantai Selatan Inggris menumpahkan 35 juta gallons crudel oil dan telah merubah

pandangan masyarakat Internasional di mana sejak saat itu mulai dipikirkan bersama

pencegahan pencemaran secara serius. Sebagai hasilnya adalah “International Convention

for the Prevention of Pollution from Ships “ pada tahun 1973 yang kemudian

disempurnakan menjadi Oil Safety and Pollution Prevention Protocol pada tahun 1978

dan konvensi ini dikenal dengan nama MARPOL 1973/1978. Konvensi ini berlaku secara

Internasional sejak tanggal 2 Oktober 1983. Isi dan teks dari MARPOL 73/78 sangat

kompleks dan sulit dipahami bila tanpa ada usaha mempelajari secara intensif.

Page 3: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

2

Implikasi langsung terhadap

Page 4: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

3

kepentingan lingkungan Maritim dari hasil pelaksanaannya memerlukan

evaluasi berkelanjutan baik oleh pemerintah maupun pihak industry suatu Negara.

Sebagai contoh Negara Jepang, dalam hal pencegahan dan penanggulangan bencana

tumpahan minya di laut, antara birokrasi, LSM, institusi penelitian dan masyarakat telah

terintegrasi dengan baik. Kasus kandasnya kapal minyak milik Rusia Nakhodka (13.157 ton

bermuatan 19.000 kilo liter heavy oil) pada Januari 1997, sebagai bukti keberhasilan Negara

tersebut dalam penanggulangan tumpahan minyak. Mereka bekerja sama saling membantu

dalam penanggulangan bencana ini. Hanya dalam waktu 50 hari seluruh tumpahan dapat

diselesaikan.

Kasus tumpahan Kapal Minyak yang terjadi di beberapa Negara di dunia terjadi

pula di Indonesia. Seperti kasus yang terjadi di Balikpapan. Akibat tumpahan minyak yang

mereka sebut dengan Lantung selama enam bulan, nelayan di sana tidak dapat mencari

ikan. Wilayah yang paling rentan dari pencemaran lingkungan akibat tumpahan minyak

tersebut terdapat di wilayah pesisir. Karena 70 persen pengeboran minyak ada di lepas pantai.

Kasus seperti ini hanya menjadi catatan pemerintah tanpa penanggulangan tuntas. Contoh

yang lain adalah kasus pencemaran di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu. Diketahui

pencemaran ini sudah terjadi sejak tahun 2003 dan dalam kurun waktu 2003 sampai

2004, tercatat berlangsung enam kali kejadian. Namun sampai saat ini pemerintah

belum mampu mengangkat kasus ini ke pengadilan untuk menghukum pelaku apalagi

membayar ganti rugi kepada masyarakat sekitar. Fakta yang telah disebutkan ini

menunjukkan bahwa Indonesia masih lemah dalam koordinasi antar instansi pemerintah dan

kepolisian dalam menuntaskan kasus. Indonesia tertinggal dengan Negara-negara lain dalam

hal pencegahan dan penanggulangan bencana tumpahan minyak di laut.

Kasus lain yang merupakan objek penelitian dalam makalah ini adalah mengenai

pencemaran limbah Kapal Minyak di Batam, Kepulauan Riau. Pencemaran yang dilakukan

sampai saat ini semakin tidak terkontrol. Mereka membuang limbah tanpa mengetahui akibat

yang akan dirasakan oleh masyarakat sekitar. Selain masyarakat sekitar, biota laut yang

ada di Batam semakin terganggu, terutama terumbu karang. Penelitian ini berusaha

menjelaskan mengenai kondisi terumbu karang di Batam dan upaya penyembuhan yang

dilakukan Pemerintah Daerah dan masyarakat serta proses pembangunan berkelanjutan untuk

menyelamatkan terumbu karang dan mata pencaharian nelayan.

Page 5: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

4

1.2 Rumusan Masalah

Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik

secara ekologi maupun ekonomi. Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam

terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak

langsung. Manfaat langsung dari terumbu karang yang dapat dimanfaatkan oleh manusia

adalah sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang

pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning, dan batu karang.

Kemudian sebagai daerah pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan

warnanya. Serta sebagai penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang

terkandung di dalamnya. Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung

adalah sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta

sebagai sumber keanekaragaman hayati. Kondisi yang terjadi di Batam bertolak belakang

dengan teori yang diharapkan. Kepentingan ekonomi lebih diutamakan daripada

kepentingan ekologi. Pembuangan limbah oleh Kapal Minyak di Batam telah menurunkan

tingkat kehidupan biota laut. Perlu ada aspek ekologi yang disisipkan sebagai solusi untuk

mengatasi masalah ekologi ini.

Penjelasan di atas dapat digunakan menjadi uraian masalah sebagai berikut.

(1) Pembuangan limbah di Batam mengutamakan kepentingan ekonomi daripada

kepentingan ekologi.

(2) Pengawasan dari Pemerintah Daerah mengenai pembuangan limbah di Batam belum

tegas.

(3) Belum ada proses keberlanjutan yang dilakukan oleh Kapal Minyak untuk

mengatasi pencemaran tersebut.

Rumusan masalah di atas menghasilkan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

(1) Bagaimana kondisi biota laut terutama terumbu karang di Batam akibat

pembuangan limbah?

(2) Bagaimana tingkat pengawasan yang dilakukan Pemerintah Daerah dalam

menangani pembuangan limbah dari Kapal Minyak di Batam?

Page 6: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

5

(3) Bagaimana proses keberlanjutan yang harus dilakukan untuk mengatasi pencemaran

limbah dari Kapal Minyak di Batam?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

(1) Mengetahui kondisi biota laut terutama terumbu karang di Batam akibat

pembuangan limbah.

(2) Mengetahui seberapa besar tingkat pengawasan yang dilakukan Pemerintah Daerah

dalam menangani pembuangan limbah dari Kapal Minyak di Batam.

(3) Membuat proses keberlanjutan untuk mengatasi pencemaran limbah dari Kapal

Minyak di Batam.

Page 7: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

6

2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Ekosistem Terumbu Karang Indonesia dan Batam

Terumbu karang merupakan ekosistem yang dalam sekitar sepuluh tahun terakhir

mengalami ekspose publik yang luar biasa tinggi di Indonesia. Istilah coral triangle

tentu tidak asing lagi, terutama setelah pada tahun 2009 Indonesia menjadi tuan rumah

World Ocean Conference dan Coral Triangle Summit. Coral triangle sendiri merujuk pada

wilayah yang menyerupai segitiga, dengan batasan Filipina di utara, Malaysia di barat,

Indonesia dan Timor Leste di selatan, serta Papua Nugini, Kepulauan Salomon dan Fiji di

Timur. Di sinilah letak 50 persen terumbu karang dunia; dengan kata lain, wilayah dengan

keanekaragaman karang tertinggi di dunia.

Ekosistem terumbu karang sering dijuluki sebagai ‘rainforest of the ocean’ oleh

karena tingginya produktivitasnya dalam menyediakan produk dan jasa lingkungan. Selain

berkontribusi menghasilkan bahan pangan dan sumber daya tidak terbarukan (karena tingkat

regenerasi yang sangat lamban, bahkan mencapai jutaan tahun dalam kasus minyak bumi),

ekosistem terumbu karang juga menyediakan jasa perlindungan kawasan pantai dan menjadi

objek wisata. Perlu dicatat bahwa kontribusi dalam bentuk sumber daya ikan secara umum

hanya sebagian kecil dari nilai ekonomi total ekosistem terumbu karang. Menurut

Cesar (2003) produksi ikan secara umum hanya sebagian kecil dari nilai ekonomi total

ekosistem terumbu, sedangkan menurut Constanza et al. (1997), produksi pangan dan

bahan lainnya hanya sebesar 4% dari nilai ekonomi total ekosistem terumbu karang.

Tapi ternyata kondisi kesehatan dan tutupan karang di Indonesia kondisinya

cukup memprihatinkan. Berdasarkan data yang dikumpulkan secara berkala oleh

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), diketahui bahwa hanya sekitar 5 persen

terumbu karang dalam kondisi sangat baik. Sisanya 25 persen dalam kondisi baik, 37

persen dalam kondisi cukup, dan 32 persen dalam kondisi kurang baik (damaged) (KLH,

2009).

Page 8: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

7

Tabel 2.1 Kondisi Terumbu Karang di Indonesia di 985 Lokasi

KawasanJumlah

Lokasi

Kondisi Terumbu Karang (dalam %)

Sangat Baik Baik Cukup Karang

Barat 439 6 28 34 33

Tengah 274 5 30 45 20

Timur 272 6 17 34 43

Seluruh

Indonesia985 5 25 37 32

Sumber: KLH, 2009

Keterangan:

Sangat baik: 75-100% tutupan karang hidup

Baik: 50-74% tutupan karang hidup

Cukup: 25-49% tutupan karang hidup

Kurang: 0-24% tutupan karang hidup

Buruknya kondisi ekosistem terumbu karang berdampak langsung pada

produktivitasnya menghasilkan barang dan jasa lingkungan. Sebuah studi menunjukkan

bahwa ekosistem terumbu karang di Asia Tenggara menghasilkan antara 0,5 ton hingga

hampir 37 ton/km2/tahun ikan dan invertebrate. Dengan mengambil batas tengah, atau

rata- rata produksi sebesar 15 ton/km2/tahun, maka diperkirakan satu km2 ekosistem

terumbu karang yang sehat (kondisi terumbu karang sangat baik dan baik) di Indonesia dapat

menghasilkan pendapatan neto (setelah dikurangi biaya penangkapan) senilai US$12,000 per

tahun dari perikanan tangkap. Kondisi karang yang lebih buruk menghasilkan pendapat neto

yang lebih rendah (Cesar, 1996).

Kondisi terumbu karang yang semakin buruk di Batam juga termasuk dari kondisi

terumbu karang di Indonesia yang sudah dijelaskan pada alinea sebelumnya. Kondisi

terumbu karang di Batam semakin buruk karena adanya pembuangan limbah dari Kapal

Page 9: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

8

Minyak.

Page 10: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

7

Pembuangan limbah ini dilakukan oleh Singapura. Tidak hanya di Batam yang memiliki

kerusakan terumbu karang, tetapi terdapat di wilayah Tanjungpinang dan Karimun.

Peran pemerintah daerah yang kurang tegas yang mengakibatkan kurangnya pengawasan dari

pencemaran limbah terhadap biota laut terutama terumbu karang.

Terumbu karang memiliki peranan dengan meningkatnya perhatian terhadap

perubahan iklim. Salah satunya yang penting adalah sebagai pencatat/sumber informasi iklim

masa lalu—gejala iklim yang ekstrem seperti terjadinya banjir atau kekeringan yang panjang

akan terekam pada rangka (skeleton) kapur karang. Terumbu karang juga dapat

mengikat karbon dioksida (CO2) yang ada di udara dan menyimpannya sebagai kalsium

karbonat, CaCO3 (KLH, 2009). Kondisi terumbu karang yang semakin rusak di Indonesia,

terutama di Batam, membuat peranan terumbu karang tersebu semakin lama semakin

menurun. Perlu adanya solusi yang tepat untuk mengatasi rusaknya terumbu karang

akibat pembuangan limbah tersebut.

2.2 Aspek Biologi dalam Pencemaran Air

Pembuangan bahan kimia, limbah, maupun pencemar lain ke dalam air akan

mempengaruhi kehidupan dalam air itu. Seberapa jauh makhluk hidup ini

dipengaruhinya perlu dipelajari. Tetapi mengukur populasi dalam air tidak cukup

hanya dengan menggunakan bahan biologi saja. Pengujian secara kimia bersama-sama

dengan data biologi barulah dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai kualitas air.

Suatu pencemar dalam suatu ekosistem mungkin cukup banyak sehingga akan

meracuni semua organisme yang ada di sana. Biasanya suatu pencemar cukup banyak untuk

membunuh spesies tertentu, tetapi tidak membahayakan spesies lainnya. Sebaliknya ada

kemungkinan bahwa suatu pencemar justru dapat mendukung perkembangan spesies tertentu.

Jadi bila air tercemar, ada kemungkinan pergeseran-pergeseran dari jumlah spesies yang

banyak dengan ukuran yang sedang populasinya, kepada jumlah spesies yang sedikit tetapi

berpopulasi yang tinggi.

Penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu

tanda pencemaran. Spesies yang ada dalam kepadatan yang tinggi dinamakan Spesies indeks

atau organism indikator populasi. Jika spesies itu sama sekali tidak ada, maka derajat

Page 11: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

8

populasi

Page 12: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

9

lebih tinggi lagi. Ikan sulit digunakan sebagai indikator populasi. Lebih mudah menggunakan

spesies air lain yang tidak lincah geraknya seperti ikan. Misalnya ganggang. Perubahan dari

semula ganggang yang banyak jenisnya tetapi jumlah tiap jenis tidak banyak, maka ganggang

terakhir inilah yang dijadikan spesies indeks populasi.

Pencemaran limbah minyak yang berada di Batam tidak hanya merusak biota laut,

tetapi telah menghilangkan penghasilan nelayan sehari-hari. Populasi ikan menjadi menurun.

Begitu pula kondisi terumbu karang yang ada di Batam. Terumbu karang semakin rusak

akibat pencemaran limbah ini. Perlu adanya tindak lanjut yang lebih baik agar kondisi

terumbu karang dan biota laut lainnya dapat diselamatkan. Jika tidak ada tindak lanjut yang

dilakukan oleh Pemerintah, ekosistem yang ada akan terganggu. Begitu pula

penghasilan masyarakat sekitar semakin menurun.

Page 13: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

10

3. PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Biota Laut Terumbu Karang di Batam

Seorang nelayan di Tanjung Bemban, Kecamatan Batu Besar, Batam, Kepulauan

Riau, menyekop cairan limbah minyak hitam (sludge oil) yang mencemari pesisir

Tanjung Bemban. Setiap harinya ada 10 nelayan yang membersihkan limbah minyak hitam.

Limbah minyak hitam yang mencemari pesisir Tanjung Bemban berasal dari kapal-kapal

minyak yang membuang minyak dari perairan internasional di Selat Singapura. Dampak dari

limbah minyak tersebut sangat besar. Selain menghabiskan biaya untuk pembersihan,

pesisir dan pantai yang menjadi objek wisata menjadi kotor dan tercemar. Sehingga

wisatawan enggan datang yang membuat pelaku pariwisata, seperti restoran dan penyewaan

pelampung, terhenti sesaat.

Limbah minyak hitam juga mengganggu aktivitas nelayan. Plankton dan biota laut di

sekitar pesisir pantai terancam hilang. Ritual pembersihan limbah minyak hitam di wilayah

tersebut menjadi acara rutin setiap tahun. Acara ini tidak memiliki kemajuan yang berarti.

Karena perilaku seseorang tidak akan berubah ketika limbah setiap tahun dibersihkan.

Cenderung pihak kapal minyak akan terus membuang limbah ke laut. Pencemaran laut akibat

limbah minyak tidak hanya merugikan nelayan, tetapi juga mengganggu fungsi

ekosistem laut. Organisme akuatik seperti terumbu karang, hutan mangrove dan

ikan semakin terganggu.

Kendati sering terjadinya pencemaran limbah dari kapal minyak. Tetapi belum pernah

masyarakat yang menangkap basah pelaku tersebut. Limbah yang dibuang tidak saja

limbah cair tetapi juga limbah padat. Pencemaran limbah yang dilakukan ini telah merusak

biota laut terutama terumbu karang. Kondisi terumbu karang pada umumnya di Indonesia

semakin menurun. Begitu pula yang terjadi di Batam. Akibat pencemaran limbah, kondisi

terumbu karang semakin lama semakin menurun. Menurut salah satu narasumber,

pembuangan limbah oleh kapal minyak dilakukan pada malam hari, ketika gerhana

sedang melakukan aktivitasnya. Pembuangan limbah secara sembunyi ini, dikarenakan

kurangnya tingkat pengawasan dari Pemerintah Daerah untuk bertindak tegas. Berikut akan

dijelaskan mengenai tingkat pengawasan Pemerintah Daerah dalam mengatasi masalah

Page 14: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

11

pencemaran limbah.

Page 15: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

1010

3.2 Tingkat Pengawasan Pemerintah Daerah

Tingkat pengawasan Pemerintah Daerah dalam Pembuang Limbah Kapal Minyak di

Batam masih kurang. Tidak adanya upaya pengusutan ketika ada praktek pembuangan limbah

dari kapal-kapal tersebut. Proses pengusutan ini memang tidak mudah. Tetapi

Pemerintah Daerah seharusnya perlu melakukan kerja sama dengan Negara-negara tetangga,

seperti Malaysia dan Singapura. Kerja sama ini bertujuan untuk mencegah pembuangan

minyak hitam dari kapal-kapal minyak di Selat Singapura serta Selat Malaka.

Sebagai perbandingan, Pemerintah Malaysia, termasuk Singapura, serius dalam

menyelesaikan persoalan limbah asap ketika terjadi kebakaran hutan di Indonesia.

Begitu pula dalam upaya pencegahan pembuangan dan pencemaran limbah minyak hitam di

perairan Selat Singapura, termasuk Selat Malaka, tidak dapat dilakukan oleh Pemerintah

Daerah sendirian. Perlu adanya kerja sama antar Negara di bidang lingkungan hidup untuk

mengatasi pencemaran dari kapal-kapal minyak di perairan interasional.

Selain kerja sama, Indonesia belum mempunyai alat untuk mendeteksi kapal-kapal

yang melintas di laut termasuk aktivitasnya. Sehingga jika ada kapal yang membuang limbah,

tidak dapat diketahui. Negara tetangga yaitu Singapura sudah mempunyai alat untuk

mendeteksi aktivitas semua kapal yang melewati perairan mereka. Sehingga tidak ada yang

berani membuang limbah di wilayah tersebut. Singapura, juga telah memiliki cara

menanggulangi limbah yang terlanjur mencemari laut. Sehingga tidak menyebabkan

pencemaran yang dapat menyebabkan biota laut mati.

Penjelasan di atas menyebutkan bahwa Indonesia masih kurang dalam pengawasan

mengenai pengaturan pembuangan limbah ke laut. Ada aspek oknum yang mengatur

mudahnya kapal minyak melakukan pembuangan limbah. Selain oknum, ada perilaku yang

melihat bahwa ketika limbah dibuang ke laut, sudah ada pihak lain yang dapat membersihkan

limbah tersebut. Pernyataan ini termasuk pernyataan yang salah. Tidak dapat menyelesaikan

masalah, melainkan menimbulkan masalah baru. Biota laut semakin berkurang, berakibat

penghasilan nelayan semakin menurun.

Pencemaran limbah yang dilakukan oleh kapal minyak ini perlu diatasi. Bukan diatasi

dengan membersihkan limbah setiap tahunnya. Tetapi dengan adanya pencegahan

Page 16: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

1111

dari

Page 17: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

1212

pembuangan limbah tersebut. Serta tindakan tegas kepada perusahaan kapal minyak tersebut

yang telah mencemari laut dengan pembuangan limbah. Solusi yang ditawarkan harus

bersifat berkelanjutan, bukan bersifat sementara.

3.3 Proses Berkelanjutan

Proses berkelanjutan yang diberikan dalam mengatasi Pencemaran Limbah Kapal

Minyak di Batam terdiri dari tiga proses. Pertama, penyediaan alat untuk mendeteksi kapal-

kapal yang akan membuang limbah di perairan Batam maupun daerah lain di Indonesia.

Alat ini sudah digunakan oleh Negara tetangga, yaitu Singapura. Biaya yang dikeluarkan

mungkin tidak sedikit. Tetapi ketika alat ini sudah digunakan di perairan Indonesia,

kualitas air Indonesia semakin terjaga. Serta kondisi biota laut terutama terumbu karang

menjadi terjaga.

Kedua, penegakan hukum yang tegas. Indonesia sampai saat ini belum ada tindakan

tegas, tidak hanya pencemaran air dari limbah kapal minyak, tetapi masalah-masalah

lain. Seperti penebangan hutan mangrove di kawasan konservasi yang terdapat di

Kalimantan Timur, penebangan hutan mangrove untuk lahan tambak di Sumatera Utara, dan

kasus-kasus lingkungan lainnya. Kepentingan ekonomi lebih ditingkatkan daripada

kepentingan lingkungan. Lingkungan semakin terkikis akibat kekuasaan ekonomi yang

meluas atas lingkungan.

Ketiga, pengontrolan dari peraturan yang ada. Seringkali terjadi, peraturan dijalankan

hanya pada tahap awal untuk membuktikan bahwa perusahaan tersebut peduli terhadap

lingkungan. Kemudian, mereka melakukan kerusakan lingkungan kembali. Pengontrolan

bertugas untuk penjagaan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan dapat berjalan secara

terus menerus. Ketiga proses ini, akan mendapatkan suatu pembangunan berkelanjutan, yang

tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi mempertahankan penghasilan nelayan dalam melaut.

Page 18: Pencemaran Air Studi Kasus Kondisi Biota

1313

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Kondisi biota laut terutama terumbu karang di Batam akibat pembuangan limbah dari

Kapal Minyak semakin menurun. Diakibatkan adanya minyak hitam yang terkandung

dari pembuangan limbah tersebut. Tidak hanya kondisi biota laut yaitu terumbu karang

yang menurun, tetapi hasil dari mata pencaharian nelayan juga semakin menurun. Karena

ikan- ikan menjadi mati.

Tingkat pengawasan yang dilakukan Pemerintah Daerah semakin berkurang. Adanya

oknum yang melakukan praktek dalam kegiatan ini. Kepentingan ekonomi lebih diutamakan

daripada kepentingan lingkungan. Tidak tersedianya alat-alat yang dimiliki Indonesia untuk

mendeteksi kapal-kapal yang akan melakukan pembuangan limbah di perairan Batam dan

wilayah Indonesia lainnya.

Program berkelanjutan yang harus dilakukan ada tiga cara. Pertama, penyediaan

alat- alat pendeteksi kapal-kapal yang akan membuang limbah di perairan Batam dan

wilayah Indonesia lainnya. Kedua, penegasan dalam pengakan hukum lingkungan

mengenai pencemaran limbah oleh kapal minyak. Ketiga, pengontrolan dari pelaksanaan

hukum lingkungan tersebut. Agar tidak terjadi pentaatan hanya pada awal pelaksanaan, tetapi

harus berlanjut terus menerus.

Saran yang dapat diberikan untuk masalah ini adalah perlu diberikan

pengetahuan mengenai pentingnya biota laut terutama terumbu karang bagi masyarakat.

Pengetahuan ini diberikan tidak hanya kepada pihak perusahaan dari Kapal Minyak, tetapi

diberikan juga kepada masyarakat yang berada di lokasi terkena pencemaran limbah.

Agar semua pihak dapat berpartisipasi untuk menyelamatkan lingkungan di laut.

Proses berkelanjutan yang sudah diberikan harus segera dilakukan.

Proses berkelanjutan tidak menjadi sesuatu yang tertulis. Perlu ada pengawasan lebih

lanjut untuk menjalani proses berkelanjutan ini. Agar kondisi biota laut di Indonesia,

terutama di Batam menjadi lebih baik. Serta hasil mata pencaharian yang dilakukan

nelayan tidak semakin menurun.