KASUS GAYUS

25
GAYUS TAK MUNGKIN JALAN SENDIRI Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana mengunggah foto paspor Sony Laksono (kiri), Rabu (5/1/2011). Sosok Sony Laksono mirip dengan sosok Gayus mengenakan wig dan kacamata (foto kiri) yang tertangkap kamera wartawan saat menonton pertandingan tenis di Bali. Mulai terkuaknya jejak "pelesir" terdakwa kasus dugaan mafia pajak, Gayus Tambunan, memunculkan sejumlah spekulasi baru. Setelah berhasil meninggalkan tahanan dan duduk santai menyaksikan pertandingan tenis di Bali, kali ini mantan pegawai Ditjen Pajak itu diduga bepergian ke sejumlah negara yaitu Singapura, Kuala Lumpur, dan Macau. Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan, berhasil lolosnya Gayus ke luar negeri mengindikasikan banyak pihak yang membantunya meninggalkan Tanah Air. Terakhir, Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana mengunggah paspor atas nama Sony Laksono dengan wajah mirip Gayus. "Tidak mungkin Gayus berjalan sendiri. Dia tidak punya akses banyak untuk keluar, apalagi sampai ke luar negeri. Banyak pihak yang membantunya," kata Zainal kepada Kompas.com, Rabu (5/1/2011). Lolosnya Gayus ke luar negeri, menurutnya, menunjukkan masih lemahnya sistem di keimigrasian sehingga masih bisa dibobol. Menurut keterangan pihak keimigrasian, paspor Gayus sudah dibekukan sejak dia terlibat kasus hukum. "Spektrum kasus Gayus luas sekali. Ada kasus baru skandal di imigrasi yang bisa mengeluarkan paspor. Ini menjadi sebuah kasus baru," ujarnya.

Transcript of KASUS GAYUS

GAYUS TAK MUNGKIN JALAN SENDIRISekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana mengunggah foto paspor Sony Laksono (kiri), Rabu (5/1/2011). Sosok Sony Laksono mirip dengan sosok Gayus mengenakan wig dan kacamata (foto kiri) yang tertangkap kamera wartawan saat menonton pertandingan tenis di Bali.

Mulai terkuaknya jejak "pelesir" terdakwa kasus dugaan mafia pajak, Gayus Tambunan, memunculkan sejumlah spekulasi baru. Setelah berhasil meninggalkan tahanan dan duduk santai menyaksikan pertandingan tenis di Bali, kali ini mantan pegawai Ditjen Pajak itu diduga bepergian ke sejumlah negara yaitu Singapura, Kuala Lumpur, dan Macau.

Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan, berhasil lolosnya Gayus ke luar negeri mengindikasikan banyak pihak yang membantunya meninggalkan Tanah Air.

Terakhir, Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana mengunggah paspor atas nama Sony Laksono dengan wajah mirip Gayus.

"Tidak mungkin Gayus berjalan sendiri. Dia tidak punya akses banyak untuk keluar, apalagi sampai ke luar negeri. Banyak pihak yang membantunya," kata Zainal kepada Kompas.com, Rabu (5/1/2011).

Lolosnya Gayus ke luar negeri, menurutnya, menunjukkan masih lemahnya sistem di keimigrasian sehingga masih bisa dibobol. Menurut keterangan pihak keimigrasian, paspor Gayus sudah dibekukan sejak dia terlibat kasus hukum.

"Spektrum kasus Gayus luas sekali. Ada kasus baru skandal di imigrasi yang bisa mengeluarkan paspor. Ini menjadi sebuah kasus baru," ujarnya.

Dalam penanganan kasus Gayus, polisi juga harus menyentuh pihak-pihak lain yang diindikasi terlibat dalam pusaran kasus tersebut. Selama ini, Zainal menilai, polisi hanya berkutat pada Gayus.

"Badannya saja yang dikerjai, yaitu Gayus sendiri, kakinya tidak. Ada indikasi jaksa nakal, pejabat LP nakal. Hal itu seharusnya ditindaklanjuti. Kasus ini membuktikan kasus Gayus sudah menginjak semua lini, yang herannya tidak dikerjakan. Gayus itu seksinya di banyak lini yaitu uangnya dan posisinya yang paham banyak pihak terlibat sehingga banyak pihak membuka akses untuk apa yang dia butuhkan," ujarnya.

GAYUS DALAM PUSARAN POLITIK ELIT

“Gayus, dalam pusaran politik tingkat tinggi,” itulah kira-kira kalimat dari petikan hasil wawancara dengan salah seorang aktivis, ketua Badan Presidium Setara Institute, Hendardi

yang dimuat dalam salah satu surat kabar nasional. Memang demikianlah opini yang selama beberapa hari ke belakang menjadi hot topic di berbagai media massa, cetak dan elektronik, nasional maupun lokal, bahkan ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD tak sungkan untuk berbicara pada media dengan mengatakan “sterilkan kasus Gayus dari kepentingan politik”. Tidak hanya itu, Mahfud menyarankan agar kasus Gayus ini diambil alih oleh KPK. Hal tersebut mencuat setelah ada isu yang kemudian berkembang pascaterungkapnya pelesiran Gayus HP Tambunan ke Bali, adalah pertemuannya dengan Abu Rizal Bakrie. Ini artinya disadari atau tidak, arus politik sudah mulai mengombang-ambingkan kasus hukum ini.

Tidak hanya di sana, tiga perusahaan dimana sebagian sahamnya dimiliki oleh grup Bakrie pun kembali diusik. Kabar yang beredar, ketiga perusahaan itu pernah menggunakan jasa Gayus sebagai upaya pengurangan jumlah nominal beban pajak. Kapasitasnya sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, Ical pun angkat bicara. Ical mulai mengendus adanya permainan politik dibalik kasus Gayus ini. Bagi penulis, sesungguhnya genderang “perang” politik sudah ditabuh, dan para elit politik sudah mulai bermanuver di depan publik.

Sesungguhnya rentetan kasus hukum yang syarat nuansa politik sebagai bagian “pertarungan” antara kubu yang ingin mempertahankan kekuasaan dengan kubu yang ingin merebut kekuasaan bahkan ada kubu yang hanya ingin sekedar mengambil jalan akomodatif dari sebuah kekuasaan, sudah dimulai ketika kasus Bank Century mencuat. “Mainan” politik dalam kasus ini terasa kental sekali. Dalam kasus Century, Golkar yang mempunyai kekuatan cukup dominan di DPR seolah memegang kendali arah politik di DPR, Pansus Century terus bergulir, opsi yang menegaskan kucuran dana bailout Bank Century mengandung unsur tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang menjadi opsi pilihan,  hingga terpilihnya Ical sebagai ketua Sekretariat bersama gabungan partai koalisi, kasus tersebut hingga kini seolah lenyap ditelan berbagai kepentingan. Sejak saat itu, Golkar semakin percaya diri untuk bermanuver. Dalam pidato hari jadi Golkar, di depan SBY Ical mengatakan, “Walau langit tetap biru, padi sudah mulai menguning”. Sebuah isyarat politik, sebagai unjuk kekuatan bahwa Golkar sedang membangun kekuatan, merapatkan barisan untuk siap merebut kekuasaan. Inilah babak baru pertarungan elit politik.

Relasi Hukum dan Kekuasaan

Hukum dan kekuasaan bagai dua sisi mata uang, hukum sebagai instrumen kekusaaan sebagai penopang dalam mengelola negara, sebagai legitimasi dalam melaksanakan aturan dan kebijakan dan sebagai sanksi atas penyalahgunaan dan tindak pelanggaran. Bila di ibaratkan sebagai dua sisi mata uang, hukum harus berada di atas kekuasaan. Tetapi ketika logika politik sudah mulai memutarkan uang, keadaan bisa berbalik, kekuasaanlah yang akan mengangkangi hukum. Dalam kasus Gayus ini, kecenderungan tarikan politik menjadi perhatian berbagai pihak, tarikan kedalam permainan dua kekuatan politik akan mengkonotasikan hukum sebagai sebuah instrumen kepentingan, bukan sebuah instrumen positif yang mengikat.

Berangkat dari konsep teoritis yang dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles, mengenai kecenderungan sebuah negara demokratis yang akan berubah menjadi sebuah negara oligarki dimana ada beberapa kelompok yang melakukan monopoli terhadap sumber-sumber dalam ranah kekuasaan. Salah satunya hukum, maka dalam kasus Century dan Gayus ini, sejauh mana monopoli kasus tersebut akan  mempengaruhi proses demokratisasi bangsa ini. penguasaan sumber-sumber hukum ini menyangkut seluruh perangkat yang ada dalam sistem hukum tersebut. Artinya kepolisian, kejaksaan dan KPK tidak lepas dari penguasaan yang dimaksud.

Menurut Manan (2005: 107), hukum sendiri sebenarnya adalah kekuasaan dan hukum merupakan salah satu sumber dari kekuasaan. Tetapi menurut Satjipto Rahardjo (2000:337) hukum bisa dikendalikan oleh kekuasaan sehinggga akan menjadi tipe totalitarian (totalitarian law), dimana, pertama, ketentuan dan azas hukum hanya berdiri sebagai pajangan karena lebih menentukan putusan dibelakangnya. Kedua, otensitas hukum hampir tidak ada. Hukum tidak mencerminkan perintah-perintah hukum dari dalam atau beradasarkan logika hukum (ototelik) melainkan diperintah dari kekuatan di luar hukum (heteroik), dan ketiga, pemerintah totaliter. Tatanan tersebut memang blue print dari tatanan hukum yang sebenarnya, sedangkan tatanan yang tertulis hanyalah hukum bayangan.

Melembagakan Hukum dalam Logika Politik

Ketika logika politik secara perlahan mengintimidasi integritas dan supremasi hukum, maka bangunan lembaga hukum yang selama ini dibangun, termasuk individu-individu para penegak hukum dalam institusi kepolisian, kejaksaan bahkan KPK mau tidak mau harus tunduk pada kekuatan politik yang notabenenya datang di luar hukum. Bila fenomena ini terus menerus terjadi, objektivitas hukum di negara ini akan dipertanyakan, bangunan hukum akan rapuh karena kuatnya arus kekuatan kekuasaan, para penegak hukum menjadi tidak berdaya, dan ini akan menumbuhkan sikap ewuh pakewuh bahkan ketakutan bagi para penegak hukum, dan lembaga hukum akan menggunakan logika politik dalam menegakan hukum.

Ini akan berbahaya bila sikap-sikap seperti itu menjadi budaya para penegak hukum. Keberadaan Satgas Mafia Hukum bentukan presiden juga perlu dipertanyakan legalitas hukum pembentukannya, apakah sesuai dengan korelasi sistem hukum kita, sejauh mana kewenangannya? Ini akan menjadi tumpang tindih dengan kewenangan lembaga hukum lainnya seperti KPK, apalagi resistensi akan terjadi dalam tubuh Satgas manakala hanya presiden yang menjadi subjek pertanggungjawaban satgas dalam setiap kewenangannya.

Jika menurut Manan hukum adalah kekuasaan dan kekuasaan adalah salah satu sumber hukum, ini diartikan bahwa kekuasaan mempunyai otoritas dalam “mengintervensi” hukum, manakala hukum itu sudah tidak lagi mencerminkan rasa keadilan masyarakat. SBY seringkali menyatakan bahwa dirinya tidak berhak mengintervensi hukum, tetapi justru

pernyataan seperti itu meluncur dari mulut SBY manakala rakyat menantikan ketegasan SBY dalam mengambil sikap terkait kasus Susno Duadji dan kasus Bibit-Chandra.

Penutup

Ketika bangunan politik bangsa ini sudah memanfaatkan hukum sebagai kendaraan dalam mencapai tujuan, maka proses demokratisasi ini telah tercemar dan elit memberikan pendidikan politik yang buruk pada generasi selanjutnya. Kasus Gayus memang tidak sesederhana kasus-kasus hukum lain, sama halnya dengan kasus Century yang begitu banyak melibatkan para elit bagai sebuah pecahan-pecahan puzzle, yang bila disusun akan menguak tabir dan selubung gelap dibelakangnya. Orang kemudian menyimpulkan pertarungan dua kekuatan politik besar (Demokrat dan Golkar) adalah pertarungan hukum, hukum dengan logika politik.

Untuk menjauhkan kasus Gayus ini kedalam lembah gelap politik, dibutuhkan para penegak hukum yang betul-betul berani bertindak objektif tanpa bayang-bayang rasa ewuh pakewuh terhadap penguasa. Kalaupun ingin membongkar pengemplangan pajak yang diduga dilakukan oleh tiga perusahaan milik grup bakrie, atau penyidikan dan pembuktian isu pertemuan Gayus dengan Ical, maka itu harus dilakukan dengan indikator hukum yang bersifat positif yang dianggap paling sahih, buka karena kepentingan siapapun. Satu lagi pendapat Mahfud MD yang perlu digaris bawahi, bahwa bukan hal yang baru jika penegakan hukum di tanah air sangat kental pengaruhnya dengan kekuatan politik.

Oleh:Rino Sundawa Putra Penulis adalah dosen Fisip Unsil

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kasus Bank Century yang berkelanjutan membuat masyarakat menjadi bingung mengenai

kebenaran dari kasus tersebut. Makalah ini dibuat sebagai tugas dari dosen Pendidikan

Kewarganegaraan mengenai , “Hubungan Politik dengan Pancasila” yang mengangkat contoh

kasus “Hak Angket Bank Century”. Sadar atau tidak sadar bahwas Kasus Skandal Century

telah menyita perhatian sebagian besar masyarakat kita, khususnya dari kalangan mahasiswa

sebagai kaum intelek masyarakat. Dengan adanya makalah ini diharapkan kaum mahasiswa

dapat mengetahui detail permasalahan yang ada dalam tubuh Bank Century, sehingga

nantinya dapat menjelaskan kepada masyarakat bagaimana sebenarnya yang terjadi dan

upaya apa yang telah dilakukan sebagai penyelesaian dari proses yang berkepanjangan ini.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam latar belakang maka saya menarik suatu

rumusan masalah sebagai berikut (5W + 1H) :

a. Apa sebenarnya kasus yang dihadap oleh Bank Century? (What)

b. Mengapa sampai terjadi Skandal Century yang begitu rumit?(Why)

c. Kapan dilakukan penyelesaian terhadap Kasus Bank Century? (When)

d. Siapa saja yang terkait dengan kasus Bank Century? (Who)

e. Dimanakah letak tanggung jawab pejabat terkait akan maslah ini? (Where)

f. Bagaimana peran pemerintah dalam menanggapi permasalahan ini? (How)

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dan manfaat yang dapat diambil dari berjalannya kasus Century yang sedang

dihadapi oleh bangsa Indonesia ini adalah agar kita semua selalu melihat aturan-aturan atau

undang-undang dalam memecahkan sebuah masalah. Kita juga dianjurkan agar tidak terburu-

buru dan berhati-hati dalam mengambil sebuah keputusan. Setiap apa yang akan kita

putuskan, seharusnya di musyawarahkan dan

juga dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait lainnya, agar nantinya tidak ada yang

dirugikan, apalagi apabila keputusan kita menyangkut kepentingan orang banyak, setiap apa

yang kita lakukan harus ada transparansi sehingga ke depannya tidak menimbulkan konflik.

Dengan hadirnya kasus Skandal Bank Century, tentunya akan menjadi suatu pelajaran dan

juga pengalaman untuk kita ke depannya, agar hal ini tidak sampai terjadi untuk yang kedua

kalinya.

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Politik

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam

suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan- tujuan dari

sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah

yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif

dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan untuk

melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum yang

menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi dari sumber-sumber yang ada. Untuk

bisa berperan aktif melaksanakan kebijakan- kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan dan

kewenangan yang akan digunakan baik untuk membina kerjasama maupun untuk

menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses itu.

Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun

banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa

aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya,

sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut

tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat dan bukan tujuan pribadi seseorang. Politik

menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan juga kegiatan-kegiatan

perseorangan (individu).

2.2 Hak angket

Berdasarkan Pasal 77 UU No 27 Tahun 2009, yang dimaksud dengan hak angket adalah

Hak DPR RI untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau

kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan. Berdasarkan UU tersebut, hak angket harus diusulkan oleh

paling sedikit 25 anggota DPR dan lebih dari 1 fraksi.

Pengusulan ini harus memuat:

(a.) materi kebijakan dan / atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki; dan

(b.) alasan penyelidikan.

Usulan tersebut akan menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat

paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 jumlah anggota DPR dan keputusan diambil

dengan persetujuan lebih dari 1/2 jumlah anggota DPR yang hadir. Bila usulan diterima, DPR

akan membentuk panitia angket (Pansus).yang mempunyai kewenangan untuk memanggil

dan melakukan penyelidikan terhadap pemerintah, dan saksi, pakar, organisasi profesi dan

lain-lain. Kalau disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah menguntungkan rakyat, dan sejalan

dengan peraturan perundangan yang berlaku, maka Pemerintah akan aman. Namun apabila

merugikan negara, merugikan rakyat serta bertentangan dengan peraturan perundangan yang

berlaku, apalagi melanggar ketentuan UUD 1945, laporan Pansus harus disampaikan ke rapat

paripurna DPR. Kemudian keputusan DPR tersebut disampaikan kepada Presiden.

Selanjutnya DPR dapat menindaklanjuti keputusan itu sesuai kewenangan DPR.

Kalau pendapat DPR bahwa benar hal itu terjadi, maka Mahkamah Konstitusilah yang

harus memutuskan apakah pendapat DPR itu terbukti atau tidak. Jika MK memutuskan

memang terbukti, maka DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk mengajukan usul

pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR .

BAB III PEMBAHASAN

Saya sebagai mahasiswa melihat bahwa sejak awal bank century bermasalah dari

mulai awal merger. Yaitu tepatnya pada 27 November 2001, pada saat itu Rapat Dewan

Gubernur Bank Indonesia menyetujui prinsip akuisisi Bank Pikko, Bank Danpac, dan Bank

CIC. Namun pada saat 5 Juli 2002 saat izin akuisisi dari BI keluar, BI mulai mencium

perbuatan melawan hukum. Bank Century mulai melakukan transaksi surat- surat berharga

(SSB) fiktif senilai USD25 juta. Selain itu terdapat pula SSB berisiko tinggi sehingga

Century wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP). Ini berakibat

CAR Bank CIC menjadi negatif. Kondisi inilah yang membuat penarikan dana pihak ketiga

besar-besaran yang mengakibatkan bank mengalami keseretan likuiditas dan telah melanggar

ketentuan posisi devisa netto (PDN). Pada tanggal 13 November 2008 Bank Century

mengalami keadaan tidak bisa membayar dana permintaan dari nasabah atau umumnya

disebut sebagai kalah kliring keadaan ini hingga membuat terjadinya kepanikan ataur us h

dalam penarikan dana pada Bank Century.

Kemudian, pada tanggal 14 November 2008 manajemen Bank Century melaporkan

ketidakmampuan bank dalam melayani permintaan dana oleh nasabah, serta ikut mengajukan

permohonan untuk mendapatkan fasilitas pendanaan darurat kepada Komite Stabilitas Sektor

Keuangan (KSSK). Sebagai pemegang mandat UU, Pemerintah bermaksud untuk mencegah

krisis, tapi di sisi lain yang dihadapi adalah bank yang kualitasnya seperti bank century. Pada

tanggal 20 November 2008 Bank Indonesia melakukan penetapan status Bank Century

menjadi bank gagal, Menteri Keuangan yang dijabat oleh Sri Mulyani selaku Ketua dari

Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) mengadakan rapat untuk pembahasan nasib Bank

Century, dalam rapat tersebut, BI diwakili oleh Gubenur BI yang dijabat oleh Boediono

menyatakan bahwa rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank

Century telah minus hingga 3,52 persen, dalam rapat tersebut akhirnya diputuskan untuk

menyerahkan Bank Century kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yaitu dengan

keputusan bailout terhadap Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun. Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK) mencurigai adanya dugaan rekayasa untuk penambahan dana. Pihak Pusat Pelaporan

dan Analisis

Transaksi Keuangan (PPATK) juga dicurigai berusaha untuk menutup-nutupi data aliran dana

tersebut, akan tetapi kemudian dibantah oleh Yunus Husein, Kepala Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun menurut saya, saya setuju dengan BPK

bahwa Penyaluran Modal Sementara (PMS) oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kepada

Bank Century patut dicurigai, karena saat itu adalah saat-saat pemilu 2009, jadi bisa saja dana

tersebut di kamuflase sedemikian hingga dan akhirnya bisa dijadikan modal untuk pemilu

2009, karena pada saat itu Boediono sedang di calonkan sebagai wapres.Kemudian sebagian

anggota DPR yang mengusulkan agar dilakukan penggunaan

salah satu hak kewenangan konstitusional DPR yakni Hak Angket DPR dalam menangani

kasus Century ini. Yang akhirnya ditindak lanjuti dengan diadakannya Sidang Paripurna

Pengesahan Hak Angket Bank Century pada tanggal 1 Desember 2009 terhadap usulan

penggunaan hak angket DPR yang diusulkan oleh 503 Anggota DPR tersebut yang akhirnya

disahkan dan disetujui. Penggunaan hak angket untuk mengungkap skandal Bank Century

juga didukung oleh seluruh fraksi yang berada di DPR yakni 9 Fraksi. Fokus pelaksanaan hak

angket dalam kasus Bank century antara lain untuk mengetahui sejauh mana pemerintah

melaksanakan peraturan perundang-undangan sampai akhirnya memutuskan untuk

mencairkan dana sebesar Rp 6,76 triliun untuk Bank Century, dan juga mengapa bisa terjadi

perubahan Peraturan Bank Indonesia secara mendadak, keterlibatan Kabareskrim Mabes Polri

saat itu, Komjen Susno Duadji, dalam pencairan dana nasabah Bank Century, dan

kemungkinan terjadi konspirasi antara para pemegang saham utama Bank Century dan

otoritas perbankan dan keuangan pemerintah, menyelidiki mengapa bisa terjadi

pembengkakan dana talangan menjadi Rp 6,76 triliun bagi Bank Century? Itulah yang harus

diselidiki, sementara kita tahu bahwa Bank Century hanyalah sebuah bank swasta kecil yang

sejak awal bermasalah, bahkan saat menerima bailout, bank ini dalam status pengawasan

khusus, lebih jauh lagi, panitia hak angket juga akan mengetahui seberapa besar kerugian

negara akibat Bank Century.

Kebijakan pemerintah ”menyelamatkan” Bank Century dengan sendirinya dapat

dijadikan sebagai objek dari hak angket DPR karena berdampak luas pada kehidupan

bermasyarakat dan bernegara, apalagi kebijakan itu juga berkaitan dengan keuangan negara.

Namun, apakah kebijakan itu benar-benar bertentangan dengan UU sebagaimana

dugaan DPR, inilah yang harus ”dibuktikan” melalui penggunaan hak angket itu. Dalam

proses penyelidikan, Panitia Hak Angket DPR dapat mengumpulkan fakta dan bukti bukan

hanya dari kalangan pemerintah, tetapi dari siapa saja yang dianggap perlu, termasuk mereka

yang dianggap ahli mengenai masalah yang diselidiki. Mereka wajib memenuhi panggilan

Panitia Angket dan menjawab semua pertanyaan dan memberikan keterangan lengkap,

termasuk menyerahkan semua dokumen yang diminta, kecuali apabila penyerahan dokumen

itu akan bertentangan dengan kepentingan negara. Mereka yang dipanggil namun tidak

datang tanpa alasan yang sah, dapat disandera selama- lamanya seratus hari (Pasal 17 ayat 1

UU Nomor 6 Tahun 1954).

Pengusulan hak angket Bank Century juga terkait dengan kesalahan struktur berpikir

pemerintah. Pemerintah melupakan amanat konstitusi bahwa salah satu tujuan dibentuknya

Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti termaktub dalam Pembukaan UUD 1945

paragraf ke-4, ialah memajukan kesejahteraan umum. Di tengah badai krisis ekonomi dan

rentetan bencana alam yang terjadi di hampir seluruh wilayah RI, pemerintah malah

”memanjakan” Bank Century. Sungguh sangat ironis.

Ketika menjelang babak akhir pembahasan kasus bank Century di Pansus DPR,

Presiden SBY membuat pernyataan mengejutkan bahwa sebagai Presiden ia bertanggung

jawab atas apa yang telah diputuskan oleh bawahannya (dalam hal ini Budiono dan Sri

Mulyani). Saya menjadi heran, mengapa tidak dari awal permasalahan saja SBY berkata

seperti itu, Seandainya saja Presiden SBY membat pernyataan di awal dari berbagai kejadian

ini, maka mungkin keadaan tidak separah ini. Masyarakat pada umumnya merasa ‘abu-abu’

atau tidak yakin apakah presiden mengetahui atau tidak soal bail-out bank Century mengingat

beliau ‘diam’.

BAB VI HASIL PENELITIAN

Kasus Skandal Bank Century hingga saat ini belum juga berakhir dan masih

menimbulkan banyak pertanyaan, namun yang saya lihat dari media, beberapa fraksi di DPR

menyebutkan beberapa nama yang harus bertanggung jawab dalam kasus ini. Anggota Pansus

Hak Angket DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG) misalnya, FPG melihat ada indikasi tindak

pidana korupsi dalam penyelamatan kasus Bank Century. “Berdasarkan fakta, terdapat

indikasi tindak pidana korupsi dalam permasalahan Bank Century,” kata juru bicara FPG Ade

Komaruddin. Ade menjelaskan, dalam proses penyelamatan Bank Century, pihaknya

menemukan beberapa pelanggaran sehingga layak disebut ranah korupsi. Pertama, ada upaya

melakukan tindakan melawan hukum. Golkar juga menduga ada upaya pihak-pihak tertentu

yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. FPG menyebut banyak nama-nama

yang dianggap bertanggung jawab dalam kasus Bank Century. Mulai dari pemilik Bank CIC,

manajemen Bank Century yang lama maupun yang baru, Pejabat BI dalam periode proses

penyelamatan Bank Century hingga nasabah Bank Century yang turut menikmati uang

penyelamatan itu.

Selain itu dari fraksi PDIP, FPDIP menyebut beberapa nama sebagai pihak yang

dianggap paling bertanggung jawab dalam proses penyelematan Bank Century. Kepada

penegak hukum seperti KPK diminta untuk segera mengusut Boediono dan Sri Mulyani

karena FPDIP merinci beberapa kesalahan dan indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan

oleh Boediono dan Sri Mulyani. Dalam hal merger dan akuisisi, indikasi pelanggaran

hukumnya adalah pengawasan internal BI.

Dari pendapat beberapa fraksi tersebut ditambah lagi dari berbagai media, saya

menyimpulkan bahwa kebanyakan dari berbagai fraksi di DPR berpendapat bahwa yang

harus bertanggung jawab dalam kasus ini adalah Boediono yang saat itu menjabat sebagai

Direktur BI dan juga Sri Mulyani yang saat itu juga menjabat sebagai menteri keuangan.

Namun Pansus hingga saat ini belum menyebutkan siapa yang harus bertanggung jawab akan

kasus ini, semuanya masih buram dan penyelidikan juga masih terus dilakukan.

AB V KESIMPULAN DAN SARAN

Saya selaku mahasiswa yang melihat kasus Century dari awal sampai akhir belum

menemukan hasil yang sebenarnya yang dikeluarkan oleh Pansus Century. Sampai dengan

informasi terakhir penanganan kasus Hak Angket Bank Century yang sedang berjalan, saya

berpendapat bahwa DPR memang sudah seharusnya mengeluarkan Hak Angket terhadap

kasus Bank Century yang disebut-sebut sedang mengalami krisis global. Dan khusunya

Pansus Hak Angket tersebut harus senantiasa bersikap se-objektif mungkin dalam

menyelesaikan persoalan ini dan melihat fakta yang ada serta memang fakta tersebut terbukti

benar adanya dan tidak merupakan sebuah kebohongan untuk menjatuhkan salah satu pihak

demi kepentingan Pansus sendiri, sehingga nanti apa yang telah disampaikan oleh Pansus

bisa dipertanggungjawabkan terhadap semua pihak yang terkait serta pihak yang diduga

bermasalah dengan keputusan untuk mengalirkan dana yang dikucurkan kepada Bank

Century pada saat itu.

Masyarakat sudah terlalu bingung dan juga bosan dengan kasus yang tak

berkesudahan ini, masyarakat perlu informasi dan kebenaran kasus ini secepatnya. Jadi saran

saya untuk Pansus yaitu, cepatlah dalam menangani kasus ini, dan bersikaplah tegas terhadap

segala sesuatunya, tidak peduli siapa nantinya yang terpidanakan karena kasus ini dan apa

jabatan orang tersebut, yang penting masyarakat tahu dan tidak harus menyalahkan orang-

orang yang tidak seharusnya dipersalahkan. Harusnya Pansus juga lebih terbuka dan jujur

dalam mengungkapkan misteri ini. Agar semuanya dapat selesai sesuai dengan kebenarannya.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Latar Belakang Kasus Bank Century

Secara kronologi kasus Bank Century dimulai dengan tahun 1989 oleh Robert Tantular yang mendirikan Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC). Tahun 1999 pada bulan Maret Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas pertama dan Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia.

Pada tahun 2002 Auditor Bank Indonesia menemukan rasio modal Bank CIC amblas hingga minus 83,06% dan CIC kekurangan modal sebesar Rp 2,67 triliun. Tahun 2003 bulan Maret bank CIC melakukan penawaran umum terbatas ketiga.

Bulan Juni Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas keempat. Pada tahun 2003 pun bank CIC diketahui terdapat masalah yang diindikasikan dengan adanya surat-surat berharga valuta asing sekitar Rp 2 triliun yang tidak memiliki peringkat, berjangka panjang, berbunga rendah, dan sulit dijual.

BI menyarankan merger untuk mengatasi ketidakberesan pada bank ini. Tahun 2004, 22 Oktober dileburlah Bank Danpac dan Bank Picco ke Bank CIC. Setelah penggabungan nama tiga bank itu menjadi PT Bank Century Tbk, dan Bank Century memiliki 25 kantor cabang, 31 kantor cabang pembantu, 7 kantor kas, dan 9 ATM. Tahun 2005 pada bulan Juni Budi Sampoerna menjadi salah satu nasabah terbesar Bank Century Cabang Kertajaya Surabaya.

Tahun 2008, Bank Century mengalami kesulitan likuiditas karena beberapa nasabah besar Bank Century menarik dananya seperti Budi Sampoerna akan menarik uangnya yang mencapai Rp 2 triliun. Sedangkan dana yang ada di bank tidak ada sehingga tidak mampu mengembalikan uang nasabah dan tanggal 30 Oktober dan 3 November sebanyak US$ 56 juta surat-surat berharga valuta asing jatuh tempo dan gagal bayar.

Keadaan ini diperparah pada tanggal 17 November Antaboga Delta Sekuritas yang dimiliki Robert Tantular mulai tak sanggup membayar kewajiban atas produk discreationary fund yang dijual Bank Century sejak akhir 2007.

Pada 20 November 2008, BI melalui Rapat Dewan Gubernur menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Keputusan itu kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Kemudian KSSK mengadakan rapat pada 21 November 2008.

Berdasarkan audit BPK, rapat tertutup itu dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai ketua KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK, Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi (UKP3R) Marsilam Simanjuntak, dan Gubernur BI Boediono sebagai anggota KSSK.

Rapat itu kemudian ditindaklanjuti dengan rapat Komite Koordinasi yang dihadiri oleh Ketua KSSK, Gubernur BI, dan Dewan Komisioner Lempaga Penjamin Simpanan (LPS). Peserta rapat sepakat menyatakan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan menerima aliran dana penanganan Bank Century melalui LPS.

Saat rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memutuskan nasib Bank Century, Marsilam masih menjabat sebagai Ketua UKP3R. Akan tetapi keikutsertaanya dalam kapasitas sebagai penasihat Menteri Keuangan RI dan seagai narasumber.

Dari rapat tersebut diputuskan menyuntikkan dana ke Bank Century sebesar Rp 632 miliar untuk menambah modal sehingga dapat menaikkan CAR menjadi 8%. Enam hari dari pengambilalihan LPS mengucurkan dana Rp 2,776 triliun pada Bank Century untuk menambah CAR menjadi 10%. Karena permasalahan tak kunjung selesai Bank Century mulai menghadapi tuntutan ribuan investor Antaboga atas penggelapan dana investasi senilai Rp 1,38 triliun yang mengalir ke Robert Tantular.

Pada 5 Desember 2008 LPS menyuntikkan dana kembali sebesar Rp 2,2 triliun untuk memenuhi tingkat kesehatan bank. Akhir bulan Desember 2008 Bank Century mencatat kerugian sebesar Rp 7,8 triliun.

Bank yang tampak mendapat perlakuan istimewa dari Bank Indonesia ini masih tetap diberikan kucuran dana sebesar Rp 1,55 triliun pada tanggal 3 Februari 2009. Padahal bank ini terbukti lumpuh.

Pada Bulan Juni 2009 Bank Century mencairkan dana yang telah diselewengkan Robert sebesar Rp 180 miliar pada Budi Sampoerna. Namun, dibantah oleh Budi yang merasa tidak menerima sedikit pun uang dari Bank Century. Atas pernyataan itu LPS mengucurkan dana lagi kepada Bank Century sebesar Rp 630 miliar untuk menutupi CAR. Sehingga, total dana yang dikucurkan kepada Bank Century sebesar Rp 6,762 triliun.

B. Hasil audit BPK

Hasil audit interim BPK atas Century itu telah diserahkan kepada DPR pada 28 September 2008. Pada tanggal 30 September laporan awal audit BPK mengungkapkan bahwa banyak kejangggalan dalam masalah pengucuran dana pada Bank Century.

Pada akhirnya BPK menemukan 9 temuan dalam kasus Bank Century diantaranya

Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bisa menangani sebagian besar dari sembilan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus Bank Century jika sesuai dengan kewenangan KPK dan ditemukan cukup bukti.

Satu-satunya temuan BPK yang tidak bisa ditangani KPK adalah temuan ketujuh, tentang penggunaan FPJP oleh manajemen Bank Century. Sementara enam temuan lain bisa ditangani KPK jika memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang KPK.

KPK membagi temuan BPK dalam tiga periode. Pertama periode sebelum pengucuran FPJP. Tiga temuan BPK masuk dalam periode itu, yakni ketidaktegasan BI dalam menerapkan aturan akuisisi dan merger tiga bank menjadi Bank Century, ketidaktegasan pengawasan BI, dan praktik tidak sehat oleh pengurus Bank Century.

Kedua, setelah kucuran FPJP. Selain temuan ketujuh, temuan ketiga juga dimasukkan dalam periode ini. Temua ketiga berupa pemberian FPJP dengan mengubah ketentuan BI.Ketiga, periode sejak ditangani LPS. Temuan BPK yang masuk periode ini penentuan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tidak didasarkan data mutakhir (temuan keempat), penanganan oleh LPS dilakukan melalui Komite Koordinasi yang belum dibentuk oleh undang-undang (temuan kelima).

Kemudian penanganan Bank Century oleh LPS tidak disertai perkiraan biaya penanganan sehingga terjadi penambahan (temuan keenam), pembayarankepada pihak ketiga selama Bank Century berada dalam pengawasan khusus (temuan ketujuh), dan penggelapan dana kas 18 juta dolar AS (temuan kedelapan).Uang LPS yang dikucurkan adalah uang negara meski sudah dipisahkan. Pengertian pemisahan dana LPS adalah dipisahkan dari APBN. Dengan demikian, uang LPS sama statusnya dengan uang sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai uang negara yang dpipisahkan dari APBN.

C. Panitia Khusus (Pansus) Century

Atas temuan BPK yang janggal tersebut DPR melakukan hak angket. Hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan penyelidikan kembali.

Panitia Khusus Hak Angket yang dibentuk terdiri dari 139 anggota dari 8 fraksi, diketuai oleh Idrus Marham. Tujuan dari pansus ini adalah mengadakan penyelidikan selama 3 bulan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab dan yang berhubungan dengan bank Century dengan meminta kesaksian dari ihak-pihak tersebut.

1. Kesaksian Menteri Keuangan Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani bertanggung jawab penuh atas keputusan penyelamatan Bank Century berdasarkan data awal nilai bailout dari BI sebesar Rp 632 miliar. Pada 13 November 2008, Sri Mulyani pernah membicarakan krisis keuangan global dan perbankan nasional kepada Presiden dan Wakil Presiden. Dalam pembicaraan tersebut diberitahukan bahwa keadaan bisa memburuk karena Bank Century kalah kliring. SBY mengatakan perlu ada langkah-langkahpencegahan, sementara JK tidak ingin ada penjamin penuh terhadap Bank Century.

Sri Mulyani telah melaporkan keputusan KSSK untuk memberikan dana talangan pada Bank Century kepada Presiden SBY dan Wakil Presiden JK melalui SMS. SMS tersebut ia kirimkan pada 21 November 2008 sekitar pukul 8.30 WIB. Komisi XI DPR, pada saat rapat kerja pada 3 Desember 2008, juga menyatakan perlunya penjamin penuh atas Bank century.

Selain itu, Sri Mulyani tidak puas atas berubah-ubahnya data yang diberikan BI terkait dana yang dibutuhkan untuk penalangan. Pada 21 November 2008, tiga hari data terus berubah hingga mencapai Rp 6,7 triliun.

Menurutnya, tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan dari bailout ini. Masyarakat justru diuntungkan karena dana talangan mencegah Indonesia dari krisis ekonomi internasional saat itu. Bank kecil seperti Bank Century, tidak termasuk ke dalam 15 bank besar yang disebut Systematically Important Bank (SIP), juga bisa menimbulkan dampak sistemik dalam situasi krisis.

Krisis yang sudah terjadi di Indonesia bisa menjadi sistemik seperti 1998 lalu jika Bank Century tidak diselamatkan. Tanda-tandanya sudah ada. Semenjak 21 November 2008, penanganan Bank Century oleh Lembaa Penjamin Simpanan tak lagi menggunakan Perppu JPSK. Penanganan melalui bailout Rp 6,7 triliun tersebut berdasarkan UU LPS.

2. Kesaksian Mantan Gubernur BI Boediono

Boediono menyatakan, kehadiran Kepala Kerja Program Reformasi Marsilam Simanjuntak dalam rapat KSSK sebagai narasumber. Boediono tidak ingat secara pasti detail rapat KSSK. Pemberian dana talangan tidak wajib dilaporkan olehnya kepada Wakil Presiden.

Dana Yayasan Kesejahteraan Karyawan BI (YKKBI) di Century bukan alas an penyelamatan Bank Century. Berapa pun besarnya kerugian yang diderita BI untuk menyelamatkan Bank Century di waktu krisis tidak akan menjadi masalah, dibandingkan dengan harus menutup bank tersebut.Mutasi mantan Direktur Pengawasan I Zainal Abidin pada bulan Desember 2008 bukan karena Zainal menentang perubahan aturan pemberian FPJP. Mutasi Zainal Abidin pada saat itu bertujuan untuk meningkatkan kerja.

Boediono tidak mengumumkan pada public soal gagal kliring yang dialami Bank Century, shingga menyebbakan bank tersebut rush. Definisi keuangan negara dalam LPS diserahkan pada ahli hokum tata negara dan ahli hokum keuangan negara.

3. Kesaksian Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla

Mantan Wakil Presiden M. Jsufu Kalla menyatakan krisis yang mengganggu perekonomian nasional hanya sebagai keadaan yang tidak biasa. Ada krisis, tetapi tidak signifikan. Pada tahun 2008 tidak ada kepanikan. Pada 1998, inflasi mencapai 75%, tetapi pada 2008 inflasi hanya 3%. Selain itu, suku bunga yang terjadi pada 1998 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga 2008. PPada 2008, kurs rupiah anjlok hingga Rp 12.000 per dolar AS. Namun anjloknya nilai tukar saat itu dianggap wajar. Sebab, aliran dana asing keluar dari Indonesia.

JK juga mengatakan bahwa Bank Century tidak mengalami rush atau kepanikan dengan penarikan dana besar-besaran. Menurut JK yang terjadi adalah Bank Century kalah kliring dan itu bukan disebabkan adanya rush. Bailout yang dikeluarkan untuk Bank Century berpotensi merugikan negara. Bank Century seharusnya tidak perlu diselamatkan karena dananya dirampok oleh pemilik bank itu sendiri, Robert Tantular.

Uang LPS masuk kategori uang negara. Hal ini disebabkan dalam Undang-Undang LPS, LPS bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, JK menolak usulan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4/2008, tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan atau Perppu JPSK. JK juga tidak menerima laporan via SMS dari Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 21 November 2008. Laporan kebijakan melalui SMS adalah suatu tindakan yang tidak patut untuk kebijakan penting.

JK baru mengetahui adanya masalah Bank Century saat Sri Mulyani dan Gubernur BI Boediono melapor di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, 25 November 2008 empat hari setelah Bank Century diputuskan sebagai bank gagal berdampak sistemik. JK juga tidak

pernah mengintervensi penangkapan mantan pemilik Bank Century oleh polisi, melainkan memerintahkan penangkapan itu.

4. Kesaksian Mantan Kabareskrm Komisaris Jenderal Susno Duadji

Mantan Kabareskrim Komisaris Jenderal Susno Duadji mengatakan Bank Indonesia pernah melaporkan pemilik Bank Century, Robert Tatular, ke Mabes Polri. Namun, laporan tersebut disampaikan setelah Robert Tantular ditangkap Mabes Polri atas perintah Wakil Presiden Jusuf Kalla. BI menyerahkan berkas-berkas laporannya itu dua hari setelah penangkapan Robert.

Susno Duadji mengakui bahwa Polri mendapat perintah penangkapan Robert Tantular dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pada 25 November 2008 saat dirinya memberitahukan kepada BI untuk mennagkap pemilik Bank Century, petinggi BI menganggap bukti-buktinya belum cukup.Oleh karena itu, meski Wakil Presiden Jusuf Kalla telah memerintahkan kapolri untuk menangkap Robert Tantular, baru setelah dua jam Kapolri bisa menangkapnya. Ketika itu ada kekhawatiran Robert kabur mengingat semua keluarganya sudah diungsikan ke luar negeri.

Menurut Susno, apa yang dilakukan Robert adalah murni perampokan. Uang nasabah yang dicuri lebih kurang Rp 1,298 triliun yang disembunyikan di sejumlah negara dan sebagian sudah dibekukan.

D. Sidang Paripurna DPR

Hasil akhir dari kerja pansus Century selama 3 bulan dibahas dalam sidang Paripurna DPR yang dilaksanakan tanggal 2 sampai 3 Maret 2010. Sidang Paripurna yang dilaksanakan 2 hari tersebut hanya membahas 2 opsi kesimpulan dan rekomendasi penyelidikan yang dihasilkan oleh Pansus Century.

Inti Opsi pertama (A) menyatakan pemberian Fasilitas Peminjaman Jangka Pendek (FPJP) dan Penyertaan Modal Sementara (PMS) tidak bermasalah karena dilakukan untuk mencegah krisis dan sudah berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan opsi kedua (C), menyatakan baik pemberian FPJP maupun PMS bermasalah dan merupakan tindak pidana.

Posisi sikap fraksi 6 : 3 untuk yang menganggap bailout bermasalah (opsi C). Enam fraksi memilih opsi C. PKB, PD, dan PAN memilih opsi A.

Opsi A adalah posisi bagi mereka yang menganggap tidak ada penyalahgunaan wewenang. Layaknya hitam putih, opsi C adalah sebaliknya, fraksi yang menengarai penyalahgunaan wewenang memilih opsi iniDari 6 fraksi yang memilih opsi C, hanya empat yang akan menyebut nama.Nama-nama yang disebut diletakkan di matrik di bawah poin ketiga kesimpulan akhir Pansus Century. Kesimpulan disusun per opsi (A/C) berikut poin-poin pandangan fraksinya.

DAFTAR PUSTAKA

2009, 24 November. Dana Rp 5,8 Triliun Diselewengkan. Pikiran rakyat [Surat Kabar],

halaman 1.2009, 25 November. Kasus Century bukan Karena Krisis, Murni Kriminal. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 22.2009, 27 Desember. SBY tak Pernah Usut Marsilam. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 1.2010, 4 Januari. Panggil Staf Khusus Presiden. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 8.2010, 5 Januari. Rekomendasi Pansus Agar Objektif. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 2.2010, 5 Januari. KPK Bisa Usut Kasus Besar Skandal Century. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 7.2010, 6 Januari. KPK Akan Panggil Sri Mulyani. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 8.2010, 6 Januari. Pengejaran Aset Century Terlambat. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 8.2010, 6 Januari. Merger Tiga Bank Pilihan Dilematis. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 8.