POLKAM - ftp.unpad.ac.id · Jika mengambil contoh kasus mafi a pajak Gayus Tambunan, Ganjar...

1
4 P OLKAM JUMAT, 18 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA Kenapa fraksi yang tidak mengajukan malah sibuk? Apa ingin menghambat? Sebaiknya tidak usah ikut berkomentar.” WAKIL Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Ganjar Prano- wo menilai pemecatan merupa- kan sebuah bentuk sanksi yang efektif kepada 14 penerima dana remunerasi. Jika mengambil contoh kasus maa pajak Gayus Tambunan, Ganjar menilai Gayus memang bersalah. Akan tetapi, pim- pinannya juga harus diberi sanksi karena gagal mendorong bawahannya untuk memenuhi standar kerja minimum. Se- makin tinggi jabatan seseorang, reward yang diterima serta tanggung jawab yang diemban juga semakin besar. “Tidak cukup hanya mem- berikan sanksi secara personal. Kalau sudah dibayar mahal, ya jangan lakukan kesalahan,” ce- tusnya kepada Media Indonesia, di Jakarta, kemarin. Ada 14 kementerian dan lembaga yang menerima re- munerasi sejak 2007-2010, ter- masuk Kementerian Keuangan tempat Gayus bekerja. Untuk 2011, sudah ada 28 kemente- rian dan lembaga mengajukan tunjangan remunerasi. Wakil Presiden Boediono be- serta tim yang dibentuk peme- rintah berencana menerapkan pemberian penalti yang jelas kepada 14 instansi penerima remunerasi. Salah satu opsinya adalah tidak menaikkan pagu remunerasi. Hal yang sama juga dikemu- kakan Direktur Lingkar Ma- dani Indonesia Ray Rangkuti yang secara khusus menyoroti rencana pemberian remunerasi sebesar Rp1,6 triliun untuk Kejaksaan Agung dan Kemen- terian Hukum dan HAM pada 2011. “Harus ditunda karena tak layak,” ucapnya. Ia menyatakan, masih ba- nyak terjadi penyelewengan dan penyalahgunaan birokrasi pada dua instansi tersebut yang menunjukkan pembe- nahan organisasi, tata kerja, dan manajemen yang belum optimal dilakukan. Dari kasus Gayus saja, sudah ada empat kasus yang muncul. Mulai dari dugaan pemalsuan rencana tuntutan, sampai lo- losnya Gayus ke luar negeri dengan paspor palsu. Mantan pegawai pajak itu tercatat 68 kali bolak-balik keluar sel di Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Ia juga mengingatkan sosok jaksa Cirus Sinaga yang mem- berikan sanksinya sangat lama. “Kalau ini dikesampingkan, artinya pemberian remunerasi hanya mengukur beban kerja, tanpa melihat perbaikan etika dan moral kerja,” ujar Ray. Remunerasi untuk Kejagung dan Kementerian Hukum dan HAM menjadi prioritas di 2011 setelah ditunda tahun lalu. Ang- gota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Hanura, Syarifuddin Sudding mengakui, besarnya sorotan publik terhadap kinerja dua instansi itu. “Karena itu, reformasi birokrasi keduanya harus diperketat,” kata Sud- ding. (Mad/*/Nav/P-4) NURULIA JUWITA SARI U PAYA menjegal ber- gulirnya hak ang- ket perpajakan ber- lanjut dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Akibatnya, Bamus DPR memutuskan untuk membawa dua usulan angket terkait pajak ke Rapat Paripurna DPR pada 22 Februari. Rapat Bamus yang berlang- sung di Gedung DPR, kemarin, membahas dua surat usul- an pembentukan hak angket terkait kasus pajak yang masuk ke DPR. Usulan pertama adalah peng- ajuan hak angket atas kasus pa- jak yang diajukan oleh 114 ang- gota DPR dari delapan fraksi. Usul kedua adalah pengajuan hak angket terhadap kasus penerimaan negara dan kasus perpajakan yang diteken 35 anggota Komisi XI DPR. Peserta rapat Bamus DPR awalnya menyetujui dua usulan hak angket itu untuk disatukan dan dibahas di Rapat Paripurna DPR. Namun, anggota F-PD I Gede Pasek Suardika berkukuh Bamus harus membacakan ke dua usulan tersebut un- tuk menentukan sektor yang dikedepankan. Usulan itu diprotes anggota F-PG Aziz Syamsuddin. “Kita kan sudah sepakat disatukan, tidak perlu ada leading sector,” kata Aziz. Anggota F-PDIP Eva Kusuma Sundari menimpali, “Tidak perlu leading sector. Sebaiknya nanti dibentuk tim kecil di an- tara dua pengusul.” Ahmad Muzani dari F-Ge- rindra mengingatkan, kewe- nangan Bamus hanya menentu- kan kapan hak angket dibahas di paripurna. “Kedua hak ang- ket ini memenuhi syarat penga- juan, kewenangan menghapus di paripurna,” ujarnya. Priyo pun mengetok palu setelah meminta persetujuan peserta rapat untuk membawa kedua usulan itu ke paripurna. Akan tetapi, anggota F-PG Nudirman Munir melontarkan interupsi. Nudirman menilai usulan F-PD sebagai upaya mengham- bat proses hak angket. “Kenapa fraksi yang tidak mengajukan malah sibuk? Apa ingin meng- hambat? Sebaiknya tidak usah ikut berkomentar,” cetusnya. Priyo kembali mengetok palu sidang untuk menegaskan membawa kedua usulan itu ke rapat paripurna. Namun, anggota F-PD Sudewo kembali mengajukan interupsi. Sudewo kembali meminta Bamus untuk menentukan salah satu dari dua pengajuan hak angket yang dibawa ke rapat paripurna. “Bukan ber- arti menghapus, tetapi Bamus memberi kesempatan kedua pengusul untuk bicara,” kata Sudewo. Priyo kembali mengetok palu seraya menegaskan dua hak angket akan dibawa ke rapat paripurna pada 22 Februari. Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar Akbar Tandjung menantang Partai Golkar untuk berani keluar dari Sekretariat Gabungan (Setgab) mitra koa- lisi bila persekutuan tersebut tidak sesuai dengan kepenting- an rakyat dan negara. “Golkar harus punya keberanian untuk menyatakan tidak bisa bersama lagi,” katanya. Apalagi, menurutnya, Setgab sebagai tempat berhimpun par- tai koalisi pendukung pemerin- tahan sudah tidak efektif. Sekretaris Fraksi Partai Gol- kar Ade Komaruddin menegas- kan partainya tidak pernah menarik usulan pengajuan hak angket kasus pajak. “Golkar konsisten soal pengajuan hak angket kasus pajak,” tegas dia. Penuhi panggilan Dalam kesempatan berbe- da, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Mochamad Tjip- tardjo memenuhi panggilan anggota Panitia Kerja (Panja) Pemberantasan Maa Hukum dan Perpajakan Komisi III DPR. Tjiptardjo menjelaskan mo- dus operandi secara umum. “Titik lemah terjadinya maa pajak adalah dari unit yang bersinggungan langsung de- ngan wajib pajak. Ada oknum yang melakukan tindak tidak terpuji,” papar Tjiptardjo. Anggota panja mengaku kecewa dengan penjelasan itu. “Saya tidak puas dengan laporan yang disampaikan. Laporannya normatif,” tukas anggota panja dari F-PPP, Ah- mad Yani. (*/Ant/P-1) [email protected] Adu Kuat Hak Angket Berlanjut Setgab sebagai tempat berhimpun partai koalisi sudah tidak efektif. Untuk apa bertahan? Otonomi Khusus di Papua Mandek KASUS PAJAK: Mantan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan M Tjiptardjo menjawab pertanyaan pers saat jeda rapat dengar pendapat dengan Panja Pemberantasan Mafia Hukum dan Perpajakan Komisi III DPR di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin. SEJUMLAH tokoh agama dari Papua dan Papua Barat men- datangi Rumah Pengaduan di Maarif Institut, Jakarta. Mereka menagih janji-janji pemerintah pusat kepada masyarakat asli Papua dan Papua Barat. Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua Pendeta Benny Giay menyatakan ada tiga pilar kegagalan dan kebohongan pemerintah. Ketiga pilar terse- but, yaitu pemerintah terbukti gagal dan bohong memberikan penguatan ekonomi di Papua, melindungi hak warga Papua, serta telah tidak berpihak pada rakyat Papua. “Dulu melalui otonomi khusus, pemerintah mengata- kan akan memberi penguatan dalam bidang ekonomi kepada orang asli Papua, melindungi orang asli Papua sehingga hak- haknya dilindungi, juga semua program otonomi khusus akan dilakukan demi keberpihakan kepada orang Papua,” jelas Benny, kemarin. Menurut Pendeta Benny, setelah sembilan tahun oto- nomi khusus berjalan di Papua, pemerintah justru gagal dalam menerapkan otonomi khusus tersebut. Alih-alih memaju- kan kehidupan penduduk asli Papua, Benny mengungkapkan pemerintah bahkan tidak mem- berlakukan perlindungan hak berbicara. “Selama otonomi khusus ini, banyak buku yang ditulis orang asli Papua justru dilarang,” ungkapnya. Dalam menanggapi hal itu, Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad yang juga anggota Badan Pekerja Tokoh Lintas Agama Melawan Kebo- hongan mengatakan para tokoh lintas agama melihat masalah yang ada di Papua dan Papua Barat timbul karena ketidakadi- lan sosial, politik, dan ekonomi setempat. “Pemerintah di Ja- karta banyak mengeluarkan perizinan hutan, perkebu- nan, dan pertambangan tanpa mengadakan konsultasi yang baik dengan penduduk Papua. Tiap tahun ratusan triliun ru- piah kekayaan dibawa keluar Papua. Sementara Papua dan Papua Barat provinsi termiskin di Indonesia,” jelasnya. Semua ketidakadilan yang memacu konik itu, menurut Chalid, menjadi penyebab pe- merintah melakukan evaluasi fundamental terkait kebijakan- kebijakan di dua provinsi terse- but. Pada 2010, pemerintah mem- bentuk telah tim evaluasi oto- nomi khusus Papua dan Papua Barat. (ED/P-3) Nudirman Munir Anggota F-PG PENGUMUMAN 90 X 100 / BW Pemecatan, Mekanisme Penalti yang Efektif ha e LAPORKAN KEBOHONGAN: Perwakilan tokoh agama dari Papua Pendeta Benny Giay (kanan) dan Pendeta Socratez Sofyan Yoman (kiri) diterima oleh badan pekerja tokoh lintas agama melawan kebohongan Romo Benny Susetyo (kedua dari kanan) di Maarif Institute, Jakarta, kemarin. MI/M IRFAN MI/SUSANTO pe an aw ha da D Ge Ba ke tu di F- ka tid ka Su pe na ta rin na ka ha pe

Transcript of POLKAM - ftp.unpad.ac.id · Jika mengambil contoh kasus mafi a pajak Gayus Tambunan, Ganjar...

Page 1: POLKAM - ftp.unpad.ac.id · Jika mengambil contoh kasus mafi a pajak Gayus Tambunan, Ganjar menilai Gayus memang bersalah. Akan tetapi, pim- pinannya juga harus diberi sanksi karena

4 POLKAM JUMAT, 18 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA

Kenapa fraksi yang tidak

mengajukan malah sibuk? Apa ingin menghambat? Sebaiknya tidak usah ikut berkomentar.”

WAKIL Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Ganjar Prano-wo menilai pemecatan merupa-kan sebuah bentuk sanksi yang efektif kepada 14 penerima dana remunerasi.

Jika mengambil contoh kasus mafi a pajak Gayus Tambunan, Ganjar menilai Gayus memang bersalah. Akan tetapi, pim-pinannya juga harus diberi sanksi karena gagal mendorong bawahannya untuk memenuhi standar kerja minimum. Se-makin tinggi jabatan seseorang, reward yang diterima serta tanggung jawab yang diemban juga semakin besar.

“Tidak cukup hanya mem-berikan sanksi secara personal.Kalau sudah dibayar mahal, ya jangan lakukan kesalahan,” ce-

tusnya kepada Media Indonesia, di Jakarta, kemarin.

Ada 14 kementerian dan lembaga yang menerima re-munerasi sejak 2007-2010, ter-masuk Kementerian Keuangan tempat Gayus bekerja. Untuk 2011, sudah ada 28 kemente-rian dan lembaga mengajukan tunjangan remunerasi.

Wakil Presiden Boediono be-serta tim yang dibentuk peme-rintah berencana menerapkan pemberian penalti yang jelas kepada 14 instansi penerima remunerasi. Salah satu opsinya adalah tidak menaikkan pagu remunerasi.

Hal yang sama juga dikemu-kakan Direktur Lingkar Ma-dani Indonesia Ray Rangkuti yang secara khusus menyoroti

rencana pemberian remunerasi sebesar Rp1,6 triliun untuk Kejaksaan Agung dan Kemen-terian Hukum dan HAM pada 2011. “Harus ditunda karena tak layak,” ucapnya.

Ia menyatakan, masih ba-nyak terjadi penyelewengan dan penyalahgunaan birokrasi pada dua instansi tersebut yang menunjukkan pembe-nahan organisasi, tata kerja, dan manajemen yang belum optimal dilakukan.

Dari kasus Gayus saja, sudah ada empat kasus yang muncul. Mulai dari dugaan pemalsuan rencana tuntutan, sampai lo-losnya Gayus ke luar negeri dengan paspor palsu. Mantan pegawai pajak itu tercatat 68 kali bolak-balik keluar sel di

Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Ia juga mengingatkan sosok jaksa Cirus Sinaga yang mem-berikan sanksinya sangat lama. “Kalau ini dikesampingkan, artinya pemberian remunerasi hanya mengukur beban kerja, tanpa melihat perbaikan etika dan moral kerja,” ujar Ray.

Remunerasi untuk Kejagung dan Kementerian Hukum dan HAM menjadi prioritas di 2011 setelah ditunda tahun lalu. Ang-gota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Hanura, Syarifuddin Sudding mengakui, besarnya sorotan publik terha dap kinerja dua instansi itu. “Karena itu, reformasi birokrasi keduanya harus diperketat,” kata Sud-ding. (Mad/*/Nav/P-4)

NURULIA JUWITA SARI

UPAYA menjegal ber-gulirnya hak ang-ket perpajakan ber-lanjut dalam rapat

Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Akibatnya, Bamus DPR memutuskan untuk membawa dua usulan angket terkait pajak ke Rapat Paripurna DPR pada 22 Februari.

Rapat Bamus yang berlang-sung di Gedung DPR, kemarin, membahas dua surat usul-an pembentukan hak angket terkait kasus pajak yang masuk ke DPR.

Usulan pertama adalah peng-ajuan hak angket atas kasus pa-jak yang diajukan oleh 114 ang-gota DPR dari delapan fraksi. Usul kedua adalah peng ajuan hak angket terhadap kasus penerimaan negara dan kasus perpajakan yang diteken 35 anggota Komisi XI DPR.

Peserta rapat Bamus DPR awalnya menyetujui dua usulan hak angket itu untuk disatukan dan dibahas di Rapat Paripurna DPR. Namun, anggota F-PD I Gede Pasek Suardika berkukuh Bamus harus membacakan ke dua usulan tersebut un-tuk menentukan sektor yang dikedepankan.

Usulan itu diprotes anggota F-PG Aziz Syamsuddin. “Kita kan sudah sepakat disatukan, tidak perlu ada leading sector,” kata Aziz.

Anggota F-PDIP Eva Kusuma Sundari menimpali, “Tidak perlu leading sector. Sebaiknya nanti dibentuk tim kecil di an-tara dua pengusul.”

Ahmad Muzani dari F-Ge-rindra mengingatkan, kewe-nang an Bamus hanya menentu-kan kapan hak angket dibahas

di paripurna. “Kedua hak ang-ket ini memenuhi syarat penga-juan, kewenangan menghapus di paripurna,” ujarnya.

Priyo pun mengetok palu setelah meminta persetujuan peserta rapat untuk membawa kedua usulan itu ke paripurna. Akan tetapi, anggota F-PG Nudirman Munir melontarkan interupsi.

Nudirman menilai usulan F-PD sebagai upaya mengham-bat proses hak angket. “Kenapa fraksi yang tidak mengajukan malah sibuk? Apa ingin meng-hambat? Sebaiknya tidak usah ikut berkomentar,” cetusnya.

Priyo kembali mengetok palu sidang untuk menegaskan membawa kedua usulan itu ke rapat paripurna. Namun, anggota F-PD Sudewo kembali mengajukan interupsi.

Sudewo kembali meminta Bamus untuk menentukan salah satu dari dua pengajuan hak angket yang dibawa ke ra pat paripurna. “Bukan ber-arti menghapus, tetapi Bamus memberi kesempatan kedua pengusul untuk bicara,” kata Sudewo.

Priyo kembali mengetok palu seraya menegaskan dua hak angket akan dibawa ke rapat paripurna pada 22 Februari.

Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar Akbar Tandjung menantang Partai Golkar untuk berani keluar dari Sekretariat Gabungan (Setgab) mitra koa-lisi bila persekutuan tersebut tidak sesuai dengan kepenting-an rakyat dan negara. “Golkar harus punya keberanian untuk menyatakan tidak bisa bersama lagi,” katanya.

Apalagi, menurutnya, Setgab sebagai tempat berhimpun par-tai koalisi pendukung pemerin-

tahan sudah tidak efektif.Sekretaris Fraksi Partai Gol-

kar Ade Komaruddin menegas-kan partainya tidak pernah menarik usulan pengajuan hak angket kasus pajak. “Golkar konsisten soal pengajuan hak angket kasus pajak,” tegas dia.

Penuhi panggilanDalam kesempatan berbe-

da, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Mochamad Tjip-tardjo memenuhi panggilan anggota Panitia Kerja (Panja) Pemberantasan Mafi a Hukum dan Perpajakan Komisi III DPR.

Tjiptardjo menjelaskan mo-dus operandi secara umum. “Titik lemah terjadinya mafi a pajak adalah dari unit yang bersinggungan langsung de-ngan wajib pajak. Ada oknum yang melakukan tindak tidak terpuji,” papar Tjiptardjo.

Anggota panja mengaku kecewa dengan penjelasan itu. “Saya tidak puas dengan laporan yang disampaikan. Laporannya normatif,” tukas anggota panja dari F-PPP, Ah-mad Yani. (*/Ant/P-1)

[email protected]

Adu Kuat Hak Angket

BerlanjutSetgab sebagai tempat berhimpun partai koalisi

sudah tidak efektif. Untuk apa bertahan?

Otonomi Khusus di Papua Mandek

KASUS PAJAK: Mantan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan M Tjiptardjo menjawab pertanyaan pers saat jeda rapat dengar pendapat dengan Panja Pemberantasan Mafia Hukum dan Perpajakan Komisi III DPR di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

SEJUMLAH tokoh agama dari Papua dan Papua Barat men-datangi Rumah Pengaduan di Maarif Institut, Jakarta. Mereka menagih janji-janji pemerintah pusat kepada masyarakat asli Papua dan Papua Barat.

Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua Pendeta Benny Giay menyatakan ada tiga pilar kegagalan dan kebohongan pemerintah. Ketiga pilar terse-but, yaitu pemerintah terbukti gagal dan bohong memberikan penguatan ekonomi di Papua, melindungi hak warga Papua, serta telah tidak berpihak pada rakyat Papua.

“Dulu melalui otonomi khusus, pemerintah mengata-kan akan memberi penguatan dalam bidang ekonomi kepada orang asli Papua, melindungi orang asli Papua sehingga hak-haknya dilindungi, juga semua

program otonomi khusus akan dilakukan demi keberpihakan kepada orang Papua,” jelas Benny, kemarin.

Menurut Pendeta Benny, setelah sembilan tahun oto-nomi khusus berjalan di Papua, pemerintah justru gagal dalam menerapkan otonomi khusus tersebut. Alih-alih memaju-kan kehidupan penduduk asli Papua, Benny mengungkapkan pemerintah bahkan tidak mem-berlakukan perlindungan hak berbicara. “Selama otonomi khusus ini, banyak buku yang ditulis orang asli Papua justru dilarang,” ungkapnya.

Dalam menanggapi hal itu, Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad yang juga anggota Badan Pekerja Tokoh Lintas Agama Melawan Kebo-hongan mengatakan para tokoh lintas agama melihat masalah

yang ada di Papua dan Papua Barat timbul karena ketidakadi-lan sosial, politik, dan ekonomi setempat. “Pemerintah di Ja-karta banyak mengeluarkan perizinan hutan, perkebu-nan, dan pertambangan tanpa meng adakan konsultasi yang baik dengan penduduk Papua. Tiap tahun ratusan triliun ru-piah kekayaan dibawa keluar Papua. Sementara Papua dan Papua Barat provinsi termiskin di Indonesia,” jelasnya.

Semua ketidakadilan yang memacu konfl ik itu, menurut Chalid, menjadi penyebab pe-merintah melakukan evalua si fundamental terkait kebijakan-kebijakan di dua provinsi terse-but.

Pada 2010, pemerintah mem-bentuk telah tim evaluasi oto-nomi khusus Papua dan Papua Barat. (ED/P-3)

Nudirman MunirAnggota F-PG

PENGUMUMAN

90 X 100 / BW

Pemecatan, Mekanisme Penalti yang Efektifha

e

LAPORKAN KEBOHONGAN:

Perwakilan tokoh agama dari Papua

Pendeta Benny Giay (kanan) dan

Pendeta Socratez Sofyan Yoman

(kiri) diterima oleh badan pekerja

tokoh lintas agama melawan

kebohongan Romo Benny Susetyo

(kedua dari kanan) di Maarif Institute, Jakarta, kemarin.

MI/M IRFAN

MI/SUSANTO

pean

awhadaDGeBaketudi

F-katidka

Supenata

rinnaka

hape