KASUS ETIKA ORGANISASI

22
BAB I KASUS BEN Pada 1990-an, Bon Tolong Richmond Sistem Kesehatan telah membentuk hubungan kontrak dengan perusahaan asuransi setiap perawatan kesehatan di pusat Virginia. Sistem's St Mary's Hospital telah mencari, di samping reputasi yang sangat baik untuk berbelas kasih dan layanan berkualitas tinggi, untuk menjadi salah satu penyedia biaya lebih rendah untuk pusat Virginia.. Meskipun perusahaan asuransi di awal dekade kontrak dengan semua rumah sakit daerah untuk ganti rugi dan produk PPO, banyak berusaha untuk mengendalikan biaya dengan membatasi enrollees HMO mereka ke rumah sakit yang dipilih.. Penyedia menerima penggantian yang lebih rendah istilah-istilah dalam pertukaran peningkatan volume pasien ke fasilitas mereka.. Risiko keuangan yang terkait dengan ganti rugi dan produk PPO ditanggung, sebagian besar, oleh individu atau bisnis dikelola sendiri.. Asuransi di bawah produk HMO mengasumsikan risiko finansial dan imbalan Bon fasilitas Tolong mempertahankan struktur biaya 25-40 persen lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain rumah sakit, karena dua alasan: keprihatinan untuk biaya perawatan kesehatan di masyarakat, khususnya untuk out-of-saku biaya pasien, dan karena

description

kasus etika organisasi

Transcript of KASUS ETIKA ORGANISASI

Page 1: KASUS ETIKA ORGANISASI

BAB I

KASUS BEN

Pada 1990-an, Bon Tolong Richmond Sistem Kesehatan telah membentuk hubungan kontrak

dengan perusahaan asuransi setiap perawatan kesehatan di pusat Virginia. Sistem's St Mary's

Hospital telah mencari, di samping reputasi yang sangat baik untuk berbelas kasih dan layanan

berkualitas tinggi, untuk menjadi salah satu penyedia biaya lebih rendah untuk pusat Virginia..

Meskipun perusahaan asuransi di awal dekade kontrak dengan semua rumah sakit daerah untuk

ganti rugi dan produk PPO, banyak berusaha untuk mengendalikan biaya dengan membatasi

enrollees HMO mereka ke rumah sakit yang dipilih.. Penyedia menerima penggantian yang lebih

rendah istilah-istilah dalam pertukaran peningkatan volume pasien ke fasilitas mereka.. Risiko

keuangan yang terkait dengan ganti rugi dan produk PPO ditanggung, sebagian besar, oleh

individu atau bisnis dikelola sendiri.. Asuransi di bawah produk HMO mengasumsikan risiko

finansial dan imbalan

Bon fasilitas Tolong mempertahankan struktur biaya 25-40 persen lebih rendah dibandingkan

dengan daerah lain rumah sakit, karena dua alasan: keprihatinan untuk biaya perawatan

kesehatan di masyarakat, khususnya untuk out-of-saku biaya pasien, dan karena seperti strategi

bisnis memungkinkan organisasi untuk merebut pangsa pasar yang lebih besar. Hal ini

memungkinkan untuk lebih rendah biaya per unit dan garis bawah yang dapat diterima. Bon

Tolong itu, sebenarnya, yang lebih disukai penyedia rencana kesehatan untuk produk HMO

mereka. Yang "menang-menang" lebih bisnis Bon Tolong diarahkan ke rumah sakit untuk biaya

yang lebih rendah untuk asuransi

Dilema untuk rencana kesehatan pada pertengahan hingga akhir 1990-an adalah bagaimana

meningkatkan bisnis mereka. Pilihan yang cukup sederhana: baik bergabung dengan atau

membeli bersaing rencana, atau "terbuka" jaringan HMO mereka yang terbatas menyerupai PPO

mereka konsumen produk yang memberikan pilihan yang lebih besar dari penyedia. Beberapa

rencana melakukan keduanya.

Page 2: KASUS ETIKA ORGANISASI

Penggabungan Kesehatan AS dan Aetna menyebabkan perubahan signifikan dalam pasar

Richmond. Ketika Aetna kemudian memperoleh Virginia pusat bisnis Prudential dan NYLCare,

upaya-upaya lebih lanjut untuk mengurangi pembayaran, sejalan dengan kontrak capitated

Prudential, menjadi penting untuk negosiasi. Yang "baru Aetna" melanjutkan untuk

memungkinkan pasien untuk menggunakan dikecualikan sebelumnya rumah sakit-namun tetap

membayar tarif Tolong Bon didasarkan atas dasar susunan jaringan yang terbatas, meskipun

kontrak secara khusus meminta pembayaran lebih tinggi dalam hal perubahan jaringan yang

diterapkan. Awalnya, tidak Aetna Bon Tolong sebarkan ke perubahan dalam jaringan penyedia

layanan dan setelah itu menolak untuk melakukan pembayaran penyesuaian. Kegagalan untuk

menyesuaikan pembayaran selama 18 bulan sebelumnya dan penyangkalan klaim rutin

menghasilkan beberapa juta dolar untuk pembayaran kekurangan Bon Tolong.

Tolong Bon setempat chief executive mendirikan sebuah strategi internal tim yang terdiri dari

perawatan yang dikelola, keuangan, administrasi rumah sakit, dan sponsor anggota tim senior.

Tanggung jawab kelompok ini adalah untuk menghasilkan data yang memungkinkan tim untuk

memahami dampak potensial berbagai skenario, menetapkan parameter negosiasi, dan

mengevaluasi dari beberapa perspektif tanggung jawab dan konsekuensi untuk Bon Tolong

untuk kontrak ini. Sistem lokal juga bekerja dengan staf perusahaan untuk menetapkan

pendekatan dan penerimaan dari setiap keputusan akhir.

Tim manajemen memutuskan bahwa apakah Bon Tolong kehilangan kontrak atau setuju untuk

sebuah struktur penetapan harga baru, risiko signifikan yang terlihat. Jika Bon Tolong gagal

mempertahankan bisnis Aetna, yang mewakili 8 persen dari pendapatan, kehilangan pendapatan

akan menempatkan kebutuhan peningkatan modal dan kenaikan upah dalam bahaya. Tapi untuk

setuju dengan diskon yang signifikan dalam bisnis saat ini ke titik yang diperlukan oleh Aetna

akan mempengaruhi pengelolaan sumber daya untuk sistem lokal. Dalam setahun, Bon Tolong

bisa berharap rencana kesehatan besar lainnya untuk mengejar struktur tarif yang sama. Selain

kenaikan gaji karyawan terdahulu dan penggantian peralatan, Bon Tolong mungkin bisa

menghadapi keputusan tentang tingkat dan kualitas perawatan yang diberikan kepada pasien.

Page 3: KASUS ETIKA ORGANISASI

Mendahulukan Karyawan

Forrest King nyaris tak mempercayai kejadian itu. Puluhan karyawan Federal Express

menyambutnya dengan sorak sorai meriah ketika ia dan istrinya melangkah keluar dari pesawat

Boeing 747 yang mereka sewa. King datang ke Memphis bersama sejumlah karyawan Flying

Tiger lainnya, perusahaan yang baru saja dibeli oleh Federal Express. Dia datang ke Memphis

untuk menjajagi apakah perlu dilakukan relokasi perusahaan. Sambutan itu, lengkap dengan

karpet merah dan panitia penyambutan, termasuk oleh walikota Memphis dan CEO FedEx,

merupakan perkenalan pertama King dengan perusahaan yang luar biasa ini.

Kata King, "Menurut pendapat saya, jika sebuah perusahaan mengambil alih perusahaan kita,

mereka tidak wajib mempekerjakan kita. Tetapi, mereka semua - dan hal itu dikomunikasikan

melalui memo dan kemudian video - ditawari pekerjaan."

Gaya manajemen CEO FedEx, Fred Smith, yang berbunyi "karyawan dulu" dapat dirangkum

dengan satu slogan FedEx: "Karyawan, Pelayanan, Keuntungan" atau PSP "People, Service,

Profit". "Perhatikan karyawanmu; maka mereka pun akan memberikan layanan yang tak tercela

yang dituntut oleh para pelanggan kita, yang akan memberi kita imbalan berupa keuntungan,

yang kita perlukan untuk menjamin masa depan kita."

Dan FedEx memang memperhatikan karyawan mereka. Ketika program Zapmail ditutup pada

tahun 1986, 1300 karyawan yang bekerja di departemen itu mendapat prioritas pertama untuk

melamar pekerjaan yang ditawarkan dalam perusahaan. Karyawan yang tidak mendapatkan

kedudukan dengan gaji yang sama dengan gaji sebelumnya dapat mengambil pekerjaan yang

lebih rendah dan tetap memperoleh gaji sebesar gaji sebelumnya sampai selama 15 bulan, atau

sampai mereka memperoleh pekerjaan lain yang gajinya lebih tinggi.

Dan ketika FedEx menghentikan sebagian besar layanannya di Eropa dan mengurangi angkatan

kerjanya di Eropa dari 9200 menjadi 2600 orang, FedEx menerima pujian, antara lain dari The

London Times yang memuji cara mereka memberhentikan karyawan mereka. Misalnya, FedEx

memasang iklan satu halaman penuh di sejumlah surat kabar, menghimbau agar ada pihak yang

Page 4: KASUS ETIKA ORGANISASI

mau mempekerjakan mantan karyawan FedEx. Di Belgia saja, 80 perusahaan menanggapi iklan

itu dan menawarkan 600 lowongan kerja.

Karyawan FedEx memang bersatu pada masa-masa sulit. - Robert Levering, Nilton Moskowitz,

dan Michael Katz (diadaptasi dari: A Cup of Chicken Soup for the Soul at Work - Jack Canfield,

dkk.)

Etika terhadap komunitas masyarakat

Page 5: KASUS ETIKA ORGANISASI

Tindakan Kejahatan Korporasi PT. Lapindo Brantas (Terhadap

Masyarakat dan Lingkungan Hidup di Sidoarjo, Jawa Timur)

Telah satu bulan lebih sejak terjadinya kebocoran gas di areal eksplorasi gas PT. Lapindo

Brantas (Lapindo) di Desa Ronokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo.

Kebocoran gas tersebut berupa semburan asap putih dari rekahan tanah, membumbung tinggi

sekitar 10 meter.

Semburan gas tersebut disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber ke lahan warga . tak

kurang 10 pabrik harus tutup, 90 hektar sawah dan pemukiman penduduk tak bisa digunakan

dan ditempati lagi, demikian juga dengan tambak-tambak bandeng, belum lagi jalan tol

Surabaya-Gempol yang harus ditutup karena semua tergenang lumpur panas.

Perusahaan terkesan lebih mengutamakan penyelamatan asset-asetnya daripada mengatasi

soal lingkungan dan social yang ditimbulkan. Namun Lapindo Brantas akhirnya sepakat

untuk membayarkan tuntutan ganti rugi kepada warga korban banjir Lumpur Porong,

Sidoarjo. Lapindo akan membayar Rp2,5 juta per meter persegi untuk tanah pekarangan

beserta bangunan rumah, dan Rp120.000 per meter persegi untuk sawah yang terendam

lumpur.

Etika terhadap buruh dan pekerja

Page 6: KASUS ETIKA ORGANISASI

BenQ, Kasus Pailit Dalam Ekonomi Global

Merjer bisnis telepon genggam perusahaan BenQ dan Siemens menjadi BenQ-Mobile

awalnya bagai angin harapan, terutama bagi para pekerja pabrik di Jerman. Namun karena

penjualan tidak menunjang dan banyak produk yang dipulangkan oleh pembelinya karena

bermasalah, akibatnya dua pabrik BenQ, di Meksiko dan Taiwan, terpaksa ditutup. Karena

itu BenQ melakukan restrukturisasi dan mem-PHK sejumlah pekerja.Hal ini sangat

merugikan pihak buruh dan karyawan. Para pekerja merasa hanya dijadikan bahan mainan

perusahaan yang tidak serius.

Page 7: KASUS ETIKA ORGANISASI

Etika Bisnis, Membangun Kepedulian dalam Lingkungan Perusahaan dan

Masyarakat

Saat ini, mungkin ada sebagian masyarakat yang belum mengenali apa itu etika dalam berbisnis.

Bisa jadi masyarakat beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu menggunakan etika, karena

urusan etika hanya berlaku di masyarakat yang memiliki kultur budaya yang kuat. Ataupun etika

hanya menjadi wilayah pribadi seseorang. Tetapi pada kenyataannya etika tetap saja masih

berlaku dan banyak diterapkan di masyarakat itu sendiri. Bagaimana dengan di lingkungan

perusahaan? Perusahaan juga sebuah organisasi yang memiliki struktur yang cukup jelas dalam

pengelolaannya. Ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya.

Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan terbukanya penyelewengan sangat

mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen ataupun personal dalam setiap team maupun

hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar. Untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai

kontrol akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu sendiri.

Namun apakah etika itu sendiri dapat teraplikasi dan dirasakan oleh pihak-pihak yang wajib

mendapatkannya? Pada prakteknya banyak perusahaan yang mengesampingkan etika demi

tercapainya keuntungan yang berlipat ganda. Lebih mengedepankan kepentingan-kepentingan

tertentu, sehingga menggeser prioritas perusahaan dalam membangun kepedulian di masyarakat.

Kecenderungan itu memunculkan manipulasi dan penyelewengan untuk lebih mengarah pada

tercapainya kepentingan perusahaan. Praktek penyimpangan ini terjadi tidak hanya di perusahaan

di Indonesia, namun terjadi pula kasus-kasus penting di luar negeri.

Contoh kasus di dalam negeri, kita diingatkan oleh Freeport dengan perusakan lingkungan.

Masyarakat dengan mata kepala sendiri menyaksikan tanah airnya dikeruk habis. Sehingga

dampak dari hadirnya Freeport mendekatkan masyarakat dari keterbelakangan. Kalaupun

masyarakat menerima ganti rugi, itu hanyalah peredam sesaat, karena yang terjadi justru

masyarakat tidak banyak belajar dari usahanya sendiri. Masyarakat terlena dengan ganti rugi tiap

tahunnya, padahal dampak jangka panjangnya sungguh luar biasa. Masyarakat akan semakin

terpuruk dari segi mental dan kebudayaannya akan terkikis. Juga dalam beberapa tahun ini,

tentunya kita masih disegarkan oleh kasus lumpur Lapindo. Kita tahu berapa hektar tanah yang

terendam lumpur, sehingga membuat masyarakat harus meninggalkan rumahnya. Mungkin bisa

Page 8: KASUS ETIKA ORGANISASI

jadi ada unsur kesengajaan di dalamnya. Demi peningkatan profit yang tinggi, ada hal yang perlu

dikorbankan, tentunya tidak lain masyarakat itu sendiri. Kita juga masih ingat akan kasus Teluk

Buyat yang menyebabkan tercemarnya lingkungan tersebut. Yang cukup menghebohkan

mungkin kasus Marsinah, seorang buruh yang memperjuangkan hak-haknya, tetapi mengalami

peristiwa tragis yang membuat nyawanya melayang.

Semua itu terjadi karena tidak diterapkannya etika dalam berbisnis. Di dalam etika itu sendiri

terkandung penghargaan, penghormatan, tanggungjawab moral dan sosial terhadap manusia dan

alam. Kalau kita melihat lebih jauh tentunya ada dua kepentingan, baik dari perusahaan dan

masyarakat yang perlu diselaraskan. Di dalamnya terkandung juga hak dan kewajiban yang harus

terpenuhi. Coba mari kita renungkan bersama, bukankah tidak diterapkannya etika dalam

berbisnis justru akan menjadi bumerang bagi perusahaan tersebut? Mungkin akan banyak biaya

yang dikeluarkan untuk menyelesaikan kasus serta citra perusahaan di masyarakat luas semakin

miring. Hal ini justru akan sangat merugikan perusahaan itu sendiri.

Belum lagi kasus yang terjadi di luar negeri. Sebagai contoh adalah kasus asuransi Prudential di

Amerika. Belum lagi skandal Enron ,Tycon, Worldcom dsb. Banyaknya kasus yang terjadi

membuat masyarakat berpikir dan mulai menerapkan etika dalam berbisnis. Apalagi sekarang

masyarakat mulai membicarakan CSR (Corporate Social Responsibility). Apa itu? Dalam artikel

yang ditulis oleh Chairil Siregar disebutkan CSR merupakan program yang harus dilaksanakan

oleh perusahaan sesuai dengan undang-undang pasal 74 Perseroan Terbatas. Tentunya dengan

adanya undang-undang ini, industri maupun korporasi wajib melaksanakannya, tetapi kewajiban

ini bukan merupakan beban yang memberatkan. Salah satu contoh yaitu komitmen Goodyear

dalam membangun masyarakat madani, ekonomi, pendidikan, kesehatan jasmani, juga kesehatan

sosial. Kepedulian ini sebagai wujud nyata peran serta perusahaan di tengah masyarakat. Perlu

diingat pembangunan suatu negara bukan hanya tanggungjawab pemerintah dan industri saja

tetapi setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan kualitas hidup

masyarakat.

Page 9: KASUS ETIKA ORGANISASI

BAB II

Kasus Enron

Beberapa waktu yang lalu muncul  beberapa kasus kebangkrutan perusahaan di Amerika Serikat

yang menghebohkan kalangan dunia usaha yaitu kasus Enron, Worldcom & Tyco gate. Hal

tersebut  terjadi karena terdapat pelanggaran etika dalam berbisnis (unethical business practices),

padahal Amerika termasuk negara yang sangat mengagungkan prinsip GCG dan etika bisnis.

Penyebab kebangkrutan beberapa perusahaan tersebut, karena diabaikannya  etika bisnis serta

prinsip GCG, terutama prinsip keterbukaan, pengungkapan dan prinsip akuntabilitas dalam

pengelolaan perusahaan. Implementasi GCG memang tidak bisa hanya mengandalkan

kepercayaan terhadap manusia sebagai pelaku bisnis dengan mengesampingkan etika. Seperti

kita ketahui,  sebagus apapun sistem yang berlaku di perusahaan, apabila manusia sebagai

pelaksana sistem berperilaku menyimpang dan melanggar etika bisnis maka dapat menimbulkan

fraud  yang sangat merugikan perusahaan. Beberapa saat setelah krisis ekonomi melanda negeri

kita sekitar tahun 1997 yang lalu, banyak terdapat bank-bank yang berguguran alias ditutup

usahanya, sehingga termasuk kategori Bank Beku Operasi, Bank Belu Kegiatan Usaha dan Bank

dalam Likuidasi. Salah satu penyebab kebangkrutan bank-bank tersebut karena perbankan

Indonesia pada saat itu belum menerapkan prinsip-prinsip GCG serta etika bisnis secara

konsisten. Semoga kasus kebangkrutan perusahaan di Amerika serikat serta perbankan di

Indonesia tersebut, dapat menjadi pelajaran bagi kita untuk diambil hikmahnya, sehingga dalam

pengelolaan perusahaan tetap berpedoman pada etika bisnis yang baik serta menerapkan prinsip

GCG.  

Page 10: KASUS ETIKA ORGANISASI

Pemilihan Ketua Muhammadiyah, 13 Formatur Independen

Malang - 13 orang formatur Pengurus Pusat Muhammadiyah yang dipilih muktamirin, Selasa

(05/07/2005) kemarin, dalam menentukan seorang ketua umum tidak dapat dipengaruhi oleh

siapapun baik itu PWM, Ortom, maupun tokoh Muhammadiyah sekalipun. Hal tersebut

disampaikan Haedar Nashir saat ditemui wartawan di Hotel University Inn UMM Jalan Raya

Tlogomas Malang, Rabu (6/7/2005). Haedar Nashir yang saat ini masih tercatat sebagai

Sekretaris PP Muhammadiyah ini beralasan, mereka, baik itu Ortom, PWM maupun muktamirin

sudah mendapatkan misi, visi dan menyalurkan aspirasi selama muktamar berlangsung. "Karena

untuk memilih seorang ketua umum, mekanisme yang akan dipakai nantinya, adalah proses

demokratis. Bisa melalui penyampaian aspirasi yang dilakukan satu-persatu oleh ke-13 formatur,

bisa juga langsung menunjuk nama atau dipilih melalui voting," jelas Haedar. Mengapa harus

menggunakan mekanisme demikian, menurut Haedar hal itu berdasarkan argumentasi masing-

masing orang dalam formatur untuk kepentingan Muhammadiyah ke depan. Memilih calon

Ketua Umum PP Muhammadiyah yang bukan merupakan pemilik suara terbanyak tidak

melanggar kode etika, ke-13 formatur PP Muhammadiyah mempunyai kesempatan yang sama

untuk mengemban amanat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah. Ke-13 anggota PP ini

diberi mandat oleh muktamirin untuk memilih ketua, dan hasil pilihan tersebut dibawa ke sidang

pleno untuk disahkan. "Siapapun yang dipilih jadi ketua akan memposisikan diri dan diposisikan

sebagai pimpinan kolektif, saya pikir ke-13 orang itu siap semuanya kalau diberi amanat," kata

Haedar. Menurutnya, yang dicalonkan menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah tidak selalu

yang memiliki jumlah suara terbanyak, meskipun kita tidak memilih yang terbanyak itu tidak

melanggar etika. Mengenai isu akan dilakukan demo oleh bebarapa Pimpinan Wilayah (PWM)

muhammadiyah, serta Organisasi otonom (ortom), menurut Haedar hal tersebut merupakan

sebuah tekanan yang tidak perlu dilakukan. "Mereka harusnya tidak perlu memberi pressure

(tekanan) dari luar kepada kita. Saya yakin ke-13 orang sudah mempunyai visi dan misi, kalau

itu dilakukan bisa terjadi muktamar di luar muktamar," tandas Haedar. (san/)

Page 11: KASUS ETIKA ORGANISASI

Bukan Service Honda Tidak Memuaskan Tetapi Memang Tidak Ada Service

Jakarta - Dealer resmi Honda yang berada di Jl Tole Iskandar Kmp Sida Mukti saya kenal cukup baik

dalam segi hal pelayanan jasa service motor. Tetapi, bertolak belakang dalam pelayanan jasa pembayaran

angsuran FIF.

Karyawan yang melayani jasa pembayaran angsuran FIF memang kurang ada etika dalam pelayanan.

Semenjak saya masuk dan berdiri di depan meja pembayaran pun karyawan ini tidak menegur. Bahkan,

mempersilahkan saya untuk duduk.

Tapi, saya berfikir positif saja. Mungkin dia sedang sibuk menghitung uang sehingga tidak menyadari

keberadaan saya. Kemudian saya duduk dan bertanya, "pembayaran angsuran FIF di sini kan, Mas?"

Kembali saya mendapatkan acuhan dari karyawan ini yang tak mengeluarkan sepatah kata pun. Akhirnya

saya mengeluarkan kartu pembayaran dan akhirnya karyawan tersebut berbicara setelah saya mengira

mungkin dia bisu dan tuli. "Bawa bukti pembayaran terakhir gak?" Kemudian saya jawab, "tidak, Mas,

saya kira cukup bawa kartunya saja".

Kemudian dia beranjak ke arah telepon dan kembali dengan menuliskan kwitansi pembayaran dan

menyebutkan nominal yang saya harus bayar. Akhirnya saya pun mengeluarkan uang untuk membayar.

Nah, pada saat inilah puncak kekesalan saya pada karyawan ini. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia

memberikan kwitansi tersebut beserta uang kembaliannya dan disusul dengan mengembalikan kartu FIF

saya yang dilakukan seperti membagikan kartu remi.

Dengan perasaan yang dongkol saya mengucapkan terima kasih karyawan tersebut pun tidah membalas

ucapan terakhir saya. Itulah yang membuat saya menulis judul surat pembaca ini, "tidak ada service sama

sekali". Terima kasih.

Page 12: KASUS ETIKA ORGANISASI

Kasus manipulasi laporan keuangan

Manipulasi laporan keuangan PT KAI

Dalam kasus tersebut, terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini

merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya.

Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi.

Skandal Enron, Worldcom dan perusahaan-perusahaan besar di AS

Worldcom terlibat rekayasa laporan keuangan milyaran dollar AS. Dalam pembukuannya

Worldcom mengumumkan laba sebesar USD 3,8 milyar antara Januari 2001 dan Maret 2002.

Hal itu bisa terjadi karena rekayasa akuntansi.

Penipuan ini telah menenggelamkan kepercayaan investor terhadap korporasi AS dan

menyebabkan harga saham dunia menurun serentak di akhir Juni 2002. Dalam

perkembangannya, Scott Sullifan (CFO) dituduh telah melakukan tindakan kriminal di bidang

keuangan dengan kemungkinan hukuman 10 tahun penjara. Pada saat itu, para investor memilih

untuk menghentikan atau mengurangi aktivitasnya di bursa saham.

Page 13: KASUS ETIKA ORGANISASI

Kasus Penarikan Produk Obat Anti-Nyamuk HIT

Pada hari Rabu, 7 Juni 2006, obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT

Megarsari Makmur dinyatakan akan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif

Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap

manusia, sementara yang di pabrik akan dimusnahkan. Sebelumnya Departemen

Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi mendadak di pabrik

HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti

keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel

pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.

HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata

sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat

turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-

nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT

17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT

Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006.

Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan

muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat

anti-nyamuk HIT.

Masalah lain kemudian muncul. Timbul miskomunikasi antara Departemen

Pertanian (Deptan), Departemen Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat

dan Makanan). Menurut UU, registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal tersebut

menjadi kewenangan Menteri Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM,

registrasi ini menjadi tanggung jawab BPOM.

Namun Kepala BPOM periode sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat

nyamuk harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi oleh BPOM.

Page 14: KASUS ETIKA ORGANISASI

Ternyata pada kenyataanya, selama ini izin produksi obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh

Deptan. Deptan akan memberikan izin atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas

terjadi tumpang tindih tugas dan kewenangan di antara instansi-instansi tersebut.

Page 15: KASUS ETIKA ORGANISASI

DAFTAR PUSTAKA

http://insidewinme.blogspot.com/2008/02/kasus-obat-nyamuk-hit.html

http://absa.blog.binusian.org/2009/12/30/kasus-etika-bisnis-perusahaan/

http://muhariefeffendi.wordpress.com/2007/11/07/menghindarkan-kebangkrutan-perusahaan-melalui-implementasi-gcg-etika-bisnis/

http://insidewinme.blogspot.com/2007/12/kasus-etika-bisnis-perusahaan.html

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://findarticles.com/p/articles/mi_qa3859/is_200109/ai_n8962614/

http://www.krakatau-it.co.id/Artikel/Renungan/Mendahulukan_Karyawan/

http://insidewinme.blogspot.com/2007/12/kasus-etika-bisnis-perusahaan.html

http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=14239

http://suarapembaca.detik.com/read/2010/03/03/113311/1310099/283/bukan-service-honda-

tidak-memuaskan-tetapi-memang-tidak-ada-service