kasus ekologi

4
Nama: Gusti Gina Madinatul Munawarni NIM : I1C113080 Kasus Jakarta, CNN Indonesia -- Selamatnya Mario Stevan Ambarita setelah menyusup masuk ke dalam ruang roda pesawat yang terbang dari Pekanbaru-Jakarta adalah sebuah keberuntungan. Pasalnya, secara normal tidak akan ada manusia yang bisa bertahan hidup terbang hingga berpuluh ribu kaki di atas permukaan laut tanpa menggunakan alat pengaman. Lantas mengapa Mario bisa selamat? Dijelaskan spesialis kedokteran penerbangan dari Lakespra TNI AU Dr Saryanto, Jakarta, Kolonel Kes Dr dr Wawan Mulyawan, SpBS (K), SpKp, ada tiga hal yang membuat manusia tidak bisa selamat terbang tanpa menggunakan alat pengaman, yaitu penurunan suhu, tekanan udara yang sangat rendah, dan menipisnya oksigen. “Ada beberapa dugaan dan analisis mengapa orang itu bisa survive,” kata Wawan saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (8/4). Dugaan pertama soal penurunan suhu. Saat berada di ketinggian 30 ribu kaki, suhu udara di luar pesawat bisa mencapai -40 hingga -60 derajat Celsius. Normalnya, tubuh manusia akan langsung membeku berada di suhu tersebut. Namun, Mario masih tertolong karena adanya suhu panas yang dipancarkan oleh roda pesawat. “Ketika take off, roda pesawat menggelinding di runway dan menimbulkan panas. Suhu roda itu akan sangat panas, sehingga suhu di ruang roda pesawat yang sangat dingin akan sedikit menghangat,” kata Wawan memberikan analisis. Untuk masalah perbedaan tekanan udara dan oksigen, menurut Wawan si penyusup tertolong karena langsung dilarikan ke rumah sakit dan dirawat di ruang hiperbarik, yaitu ruang bertekanan untuk meningkatkan

description

n

Transcript of kasus ekologi

Page 1: kasus ekologi

Nama: Gusti Gina Madinatul Munawarni

NIM : I1C113080

Kasus

Jakarta, CNN Indonesia -- Selamatnya Mario Stevan Ambarita setelah menyusup masuk ke dalam ruang roda pesawat yang terbang dari Pekanbaru-Jakarta adalah sebuah keberuntungan. Pasalnya, secara normal tidak akan ada manusia yang bisa bertahan hidup terbang hingga berpuluh ribu kaki di atas permukaan laut tanpa menggunakan alat pengaman. Lantas mengapa Mario bisa selamat?

Dijelaskan spesialis kedokteran penerbangan dari Lakespra TNI AU Dr Saryanto, Jakarta, Kolonel Kes Dr dr Wawan Mulyawan, SpBS (K), SpKp, ada tiga hal yang membuat manusia tidak bisa selamat terbang tanpa menggunakan alat pengaman, yaitu penurunan suhu, tekanan udara yang sangat rendah, dan menipisnya oksigen.

“Ada beberapa dugaan dan analisis mengapa orang itu bisa survive,” kata Wawan saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (8/4).

Dugaan pertama soal penurunan suhu. Saat berada di ketinggian 30 ribu kaki, suhu udara di luar pesawat bisa mencapai -40 hingga -60 derajat Celsius. Normalnya, tubuh manusia akan langsung membeku berada di suhu tersebut. Namun, Mario masih tertolong karena adanya suhu panas yang dipancarkan oleh roda pesawat.

“Ketika take off, roda pesawat menggelinding di runway dan menimbulkan panas. Suhu roda itu akan sangat panas, sehingga suhu di ruang roda pesawat yang sangat dingin akan sedikit menghangat,” kata Wawan memberikan analisis.

Untuk masalah perbedaan tekanan udara dan oksigen, menurut Wawan si penyusup tertolong karena langsung dilarikan ke rumah sakit dan dirawat di ruang hiperbarik, yaitu ruang bertekanan untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik adalah sekitar dua setengah kali lebih besar dari tekanan normal di atmosfer. Hal ini membantu darah membawa oksigen lebih banyak ke organ dan jaringan tubuh.

“Untuk masalah kurangnya oksigen, memang ada orang-orang yang bisa bertahan dalam kondisi hipoksia (tubuh kekurangan oksigen), seperti penyelam yang bertahun-tahun menyelam tanpa alat bantu. Tubuhnya sudah terlatih dengan kondisi kurangnya oksigen,” kata Wawan menjelaskan.

Namun meski ditemukan selamat, Wawan mengatakan kondisi Mario masih perlu dievaluasi lebih lanjut untuk melihat apakah ada masalah kesehatan lanjutan yang terjadi di dalam tubuhnya.

Page 2: kasus ekologi

“Perlu evaluasi untuk melihat kemungkinan masalah lanjutan. Itu hanya nasib baik, jarang ada yang selamat dengan kondisi demikian,” kata Wawan.

Page 3: kasus ekologi

Analisis kasus fisik

Mario selamat dari misi penyusupannya di roda pesawat garuda, meskipun normalnya hal itu tidak mungkin terjadi. Ada tiga hal yang membuat manusia tidak bisa selamat terbang tanpa menggunakan alat pengaman, yaitu penurunan suhu, tekanan udara yang sangat rendah, dan menipisnya oksigen.

Ada beberapa dugaan mengapa Mario bisa bertahan hidup. Dugaan pertama soal penurunan suhu. Saat berada di ketinggian 30 ribu kaki, suhu udara di luar pesawat bisa mencapai -40 hingga -60 derajat Celsius. Normalnya, tubuh manusia akan langsung membeku berada di suhu tersebut. Namun, Mario masih tertolong karena adanya suhu panas yang dipancarkan oleh roda pesawat.

Untuk masalah perbedaan tekanan udara dan oksigen, Mario tertolong karena langsung dilarikan ke rumah sakit dan dirawat di ruang hiperbarik, yaitu ruang bertekanan untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik adalah sekitar dua setengah kali lebih besar dari tekanan normal di atmosfer. Hal ini membantu darah membawa oksigen lebih banyak ke organ dan jaringan tubuh.Namun meski ditemukan selamat, Wawan mengatakan kondisi Mario masih perlu dievaluasi lebih lanjut untuk melihat apakah ada masalah kesehatan lanjutan yang terjadi di dalam tubuhnya.

Pada kasus seperti ini, hendaknya para Psikolog dapat memberikan konseling pada Mario yang mungkin saja mengalami trauma agar Mario mengetahui hal yang dilakukannya salah dan tidak mengulanginya. Selain itu juga membantu memulihkannya misalnya dengan cara psikoterapi sehingga Mario lebih mudah untuk pulih dari trauma.

Page 4: kasus ekologi

Analisis kasus Psikis

Kopilot Germanwings secara sengaja menabrakkan pesawat ke Pegunungan Alpen. Hal ini dikarenakan adanya perubahan input ketinggian secara sengaja sehingga pesawat dalam kondisi darurat, seperti kabin dalam keadaan dekompresi , yaitu berkurangnya tekanan udara dalam kabin secara tiba-tiba. Namun, dibalik kasus kesengajaan ini, kopilot diduga bunuh diri. Kopilot pernah mengalami depresi diketahui dari pemeriksaan catatan kesehatan kopilot.

Depresi adalah seuatu gangguan suasana hati berupa kesedihan yang tidak biasanya dan bertahan lama. Ketika seseorang mengalami depresi ia akan kehilangan gairah hidup. Hal inilah yang memperkuat analisis kopilot melakukan bunuh diri, karena diketahui copilot pernah mengalami depresi.

Selain itu gejala yang lain, adalah menurunnya efisiensi kerja, misalnya sering melamun, uring-uringan, tidak focus dll. Ketika copilot mengalami depresi di dalam pesawat, copilot mungkin tidak focus dan uring-uringan sehingga muncullah perilaku merubah input ketinggian yang berujung menabrakkan pesawat ke Pegunungan Alpen.

Peran Psikolog dalam kasus seperi ini adalah ikut berkecimpung dalam perusahaan penerbangan dengan profesinya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan khususnya mental dan kejiwaan dengan tertib. Sehingga tidak ada lagi pilot ataupun copilot yang bisa terbang ketika ia diketahui positif memiliki gangguan kejiwaan. Dan tentunya psikolog memberikan psikoedukasi terhadap pilot dan copilot sebelum terbang secara berkala untuk menyehatkan keadaan jiwa mereka.