Kasus Bank Lippo Updated

24
Profil perusahaan PT Bank Lippo Tbk merupakan perusahaan yang menyediakan produk perbankan umum dan pelayanan dengan segmen konsumen dan perusahaan di Indonesia. Perusahaan ini menyediakan account pribadi, kartu debit, kartu distribusi, kartu kredit, produk investasi, bancassurance, safe deposit dan produk dan layanan pembayaran. PT Bank Lippo Tbk juga menawarkan deposito, giro, pengiriman uang, pembukaan, rekening tabungan, pembiayaan perdagangan, dan produk bank draft dan jasa. Pada 24 April 2007, beroperasi 400 cabang dan kantor, dan 693 anjungan tunai mandiri. Sejarah Bank Lippo dimulai pada tahun 1948 dan didirikan oleh Mochtar Riady bersama grup Lippo hingga sempat menjadi bank kesembilan terbesar dalam jumlah aktiva yang dimilikinya. Saat Asia mengalami krisis pada tahun 1997, Indonesia menjual sebagian saham di Bank Lippo yang digunakan untuk menutup defisit anggaran pemerintah Indonesia yang mencapai 450 triliun rupiah. Penjualan itu akhirnya juga digunakan untuk menyelamatkan keuangan bank-bank yang mengalami krisis pada saat itu. Kemudian pada tahun 2004 sebuah lembaga asal Swiss yang bernama Swissasia Global, membeli 52,1 persen saham Bank Lippo dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya Pada tanggal 26 Agustus 2005, pemegang saham bank dan

Transcript of Kasus Bank Lippo Updated

Page 1: Kasus Bank Lippo Updated

Profil perusahaan

PT Bank Lippo Tbk merupakan perusahaan yang menyediakan produk perbankan umum dan pelayanan

dengan segmen konsumen dan perusahaan di Indonesia. Perusahaan ini menyediakan account pribadi,

kartu debit, kartu distribusi, kartu kredit, produk investasi, bancassurance, safe deposit dan produk dan

layanan pembayaran. PT Bank Lippo Tbk juga menawarkan deposito, giro, pengiriman uang, pembukaan,

rekening tabungan, pembiayaan perdagangan, dan produk bank draft dan jasa. Pada 24 April 2007,

beroperasi 400 cabang dan kantor, dan 693 anjungan tunai mandiri. Sejarah Bank Lippo dimulai pada

tahun 1948 dan didirikan oleh Mochtar Riady bersama grup Lippo hingga sempat menjadi bank

kesembilan terbesar dalam jumlah aktiva yang dimilikinya. Saat Asia mengalami krisis pada tahun 1997,

Indonesia menjual sebagian saham di Bank Lippo yang digunakan untuk menutup defisit anggaran

pemerintah Indonesia yang mencapai 450 triliun rupiah. Penjualan itu akhirnya juga digunakan untuk

menyelamatkan keuangan bank-bank yang mengalami krisis pada saat itu. Kemudian pada tahun 2004

sebuah lembaga asal Swiss yang bernama Swissasia Global, membeli 52,1 persen saham Bank Lippo dari

Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya Pada tanggal 26 Agustus 2005, pemegang

saham bank dan Bank Indonesia menyetujui penjualan 52,05% saham mayoritas dimiliki oleh Swissasia

Global ke Santubong Investment BV yang sepenuhnya dimiliki oleh Khazanah Nasional Berhad, sebuah

institusi investasi milik pemerintah federal Malaysia. Penjualan mulai berlaku pada Sejak Khazanah,

memiliki kepentingan langsung dari 93 persen di Bank Lippo melalui Santubong Investment BV dan

Greatville Pte. Ltd, dan juga memiliki 64 persen dari Bank CIMB Niaga melalui Bumiputra-Commerce

Holdings, Bank Niaga dan Bank Lippo harus digabung untuk memenuhi ke "kebijakan kepemilikan

tunggal" bank sentral Indonesia. Pada November 2008, Lippo Bank resmi bergabung dengan Bank CIMB

Niaga dan dikenal sebagai PT Bank CIMB Niaga Tbk anak perusahaan Indonesia dari CIMB Group.

Page 2: Kasus Bank Lippo Updated

Susunan Direksi dan Komisaris PT Bank Lippo Tbk

Komisaris DireksiPresiden Komisaris DR Mochrar Riady Presiden Direktur I gusti Made MantraWakil Presiden Komisaris Roy Edu Tirtadji Wakil Presiden Direktur Eddy Harsono HandokoKomisaris Anggito Abimanyu Wakil Presiden Direktur RachmawatyKomisaris Hadiah Harawatis Direktur Ivan Setiawan BudionoKomisaris Masagoes Ismail Ning Direktur Harry SasongkoKomisaris Rudi Toha Bachrie Direktur Harnanda NoerlanKomisaris Markus Parmadi    Komisaris Junianto tri Prijono    

Sumber: pengumuman Hasil RUPS Luar biasa PT bank Lippo Tbk- No : JKT- 185/LIST-PENG/BES/XI/2002

Overview Kasus

Seperti diketahui, telah terjadi perbedaan laporan keuangan Bank Lippo per 30 September 2002, antara yang dipublikasikan di media massa dan yang dilaporkan ke BEJ. Dalam laporan yang dipublikasikan melalui media cetak pada tanggal 28 November 2002 disebutkan total aktiva perusahaan sebesar Rp 24 triliun dengan laba bersih Rp 98 Miliar.Sedangkan dalam laporan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002, total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 triliun dan rugi bersih (yang belum diaudit) menjadi Rp 1,3 triliun. Manajemen Lippo beralasan, perbedaan itu terutama pada kemerosotan nilai agunan yang diambil alih (AYDA) dari Rp 2,393 triliun pada laporan publikasi dan Rp 1,42 triliun pada laporan ke BEJ. Akibatnya keseluruhan neraca dan akun-akun berbeda signifikan, termasuk penurunan rasio kecukupan modal (CAR) dari 24,77 persen menjadi 4,23 persen.1

Dalam Press release bapepam , ternyata terdapat 3 versi laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 september 200, dari 3 versi ini semuanya dinyatakan telah diaudit, yaitu:

1. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan di surat kabar pada tanggal 28 November 2002;2. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ pada tanggal 27 Desember 2002;3. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan oleh Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko &Sandjaja kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk pada tanggal 6 Januari 2003. Ketiga versi laporan keuangan tersebut disajkan ditabel dibawah ini:

1 http://www.tempo.co.id/hg/ekbis/2003/01/27/brk,20030127-19,id.html

Page 3: Kasus Bank Lippo Updated

Versi Laporan

keuangan

1. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002

2. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002

3. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002

yang diiklankan di surat kabar pada tanggal 28 November 2002;

yang disampaikan ke BEJ pada tanggal 27 Desember 2002;

yang disampaikan oleh Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko &

Pemuatan iklan tersebut merupakan pelaksanaan kewajiban PT Bank Lippo Tbk atas ketentuan Bank Indonesia.

Penyampaian laporan tersebut merupakan pemenuhan kewajiban

Sandjaja kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk pada tanggal 6 januari 2003

PT Bank Lippo Tbk untuk menyampaikan Laporan Keuangan

Triwulan ke-3 tahun 2002 informasi

dalam laporan

keuangan

a. pernyataan Manajemen PT

Bank Lippo Tbk bahwa

a. Pernyataan manajemen PT

Bank Lippo Tbk bahwa laporan

a. Laporan Auditor Independen

yang berisi opini Akuntan Publik

laporan keuangan tersebut

disusun berdasarkan Laporan

keuangan

keuangan yang disampaikan

adalah laporan keuangan

“audited” yang tidak disertai

dengan opini akuntan publik

Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP

Prasetio, Sarwoko & Sandjaja

Konsolidasi yang telah diaudit

oleh KAP Prasetio,Sarwoko &

Sandjaya

dengan pendapat WTP Laporan

Auditor

(penanggung jawab Drs. Ruchjat

Kosasih) dengan pendapat wajar

tanpa pengecualian

Independen tersebut tertanggal 20

November 2002, kecuali

untuk Catatan 40a tertanggal 22

November 2002 dan Catatan

40c tertanggal 16 Desember 2002.

b. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002

b. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002

b. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31

(“Diaudit”) dan per 30 September 2001 (“Tidak Diaudit”).

(“audited”) dan 30 September 2001 (“unaudited”).

Desember 2001 dan 31 Desember 2000.

c. Nilai Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”) per 30 September

c. Nilai Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30

c. Nilai Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30

2002 sebesar Rp 2,393 triliun;September 2002 sebesar Rp 1,42 triliun;

September 2002 sebesar Rp 1,42 triliun;

d. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp 24,185 triliun;

d. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp 22,8 triliun;

d. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp 22,8 triliun;

e. Laba tahun berjalan per 30 e. Rugi bersih per 30 September e. Rugi bersih per 30 September

Page 4: Kasus Bank Lippo Updated

September 2002 sebesar Rp 98,77 2002 sebesar Rp 1,273 triliun; 2002 sebesar Rp 1,273 triliun;

miliar; f. Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia sebesar

f. Rasio Kecukupan Modal sebesar 4,23%.

f. Rasio Kecukupan Modal sebesar 4,23%.

24,77%.

(Sumber Press Release BAPEPEM)

Seperti terlihat diatas pada rasio kecukupan modal (CAR) juga terjadi penurunan yang signifikan dari 24,77% menjadi hanya sebesar 4,23%, dimana Rasio Kecukupan modal yang disyaratkan oleh Bank Indonesia pada saat itu adalah sebesar 8%.

Tanggapan Manajemen

Atas Perbedaan Laporan keuangan ini, pada tanggal 15 januari 2003,Bank Lippo dipanggil BEJ dan Bapepam untuk menjelaskan soal laporan ganda, MenurutPresiden Direktur Bank Lippo I Gusti Made Mantra, seperti dituturkan Direktur Utama BEJ Erry Firmansyah, laporan keuangan kuartal III tahun 2002 yang dipublikasikan pada 28 November 2002 lalu belum memasukkan hasil penilai terhadap transaksi yang diketahui kemudian. Laporan keuangan itu dilansir guna memenuhi ketentuan Bank Indonesia, agar laporan keuangan diumumkan paling lambat 60 hari setelah masa buku ditutup. "Kalau menurut BEJ tidak harus diumumkan itu," kata Erry. 2

Pihak Lippo berdalih, kerugian itu terjadi menyusul adanya laporan konsultan penilai per 16 Desember terhadap aset yang diambil alih dan sekarang dalam proses penjualan. Menurut penilaian konsultan mengacu harga pasar, aset properti senilai Rp 2,6 triliun itu telah menurun menjadi Rp 1,6 triliun sehingga Lippo harus menyediakan cadangan sebesar Rp 980 miliar. Selain itu, bank ini juga mencadangkan untuk aset lain yang kualitasnya memburuk sebesar Rp 400 miliar. Sehingga total dana yang dicadangkan sebesar Rp 1,4 triliun. Keuntungan bank ini sebesar Rp 200 miliar tidak memadai untuk menutupi pencadangan sebesar Rp 1,4 triliun, sehingga Bank Lippo dianggap rugi Rp 1,2 triliun. 3

Menjawab teka-teki dalam maalah laporan keuangan ini tidaklah mudah, terutama karena manajemen Lippo Bank cenderung tutup mulut. Hal ini dibenarkan oleh Presiden Direktur Lippo Bank, I Gusti Made Mantra. "Direksi diperintahkan tutup mulut," ujarnya menjawab telepon TEMPO, Sabtu tanggal 27 januari 2003 "Saya diminta puasa bicara," katanya menambahkan. 4

Dalam sebuah konferensi pers, Presiden Direktur Bank Lippo, I Gusti Made Mantera, menjelaskan bahwa perbedaan isi laporan disebabkan adanya peristiwa setelah tanggal neraca (subsequent event), yakni berupa penurunan nilai aset yang diambil alih (AYDA) dari Rp 2,4 triliun menjadi Rp 1,42 triliun. Menurut seorang pejabat Bank Lippo yang tak mau disebut namanya, penurunan drastis nilai aset yang kebanyakan berbentuk properti ini terjadi karena saat itu--Juni 2002-- BPPN mengguyur pasar melalui penjualan aset secara besar-besaran dengan harga obral. "Akibatnya, ketika aset itu dinilai otomatis nilainya turun," kata pejabat itu. Namun, yang menarik, pihak direksi

2 http://www.tempointeraktif.com/share/?act=TmV3cw==&type=UHJpbnQ=&media=bmV3cw==&y=JEdMT0JBTFNbeV0=&m=JEdMT0JBTFNbbV0=&d=JEdMT0JBTFNbZF0=&id=OTUx

3 Ibid

4 http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/01/27/EB/mbm.20030127.EB84454.id.html

Page 5: Kasus Bank Lippo Updated

terkesan berusaha menutupi fakta bahwa aset tersebut berasal dari Grup Lippo, yang diserahkan kepada Bank Lippo menjelang rekapitalisasi pada 1999.5

Pada tanggal 24 Februari 2003, Presiden Direktur Bank Lippo, I.G.M. Mantera, menyatakan, Untuk menambal kerugian yang besar itu, Mantera mengatakan, Bank Lippo akan melakukan penambahan kapital. Besarnya tambahan modal memang belum dipastikan, tapi diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun. Para analis lagi-lagi melongo. Tiga tahun lalu, bank yang didirikan keluarga Riady itu sudah diinjeksi modal Rp 7,7 triliun dari pemerintah. Kok, mau menambah kapital lagi? Sementara itu, di pasar modal, harga saham Bank Lippo terus merosot. Dalam tempo tujuh bulan sejak April 2002, harga saham bank terbesar nomor tujuh Indonesia itu telah melorot turun hingga 75 persen. Padahal, harga saham bank lain di bursa Jakarta justru sebaliknya, malah terus membaik.6

Tanggapan BEJ

Sehubungan dengan temuan ini, BEJ telah melakukan beberapa tindakan. Tanggal 15 Januari 2003 lalu, BEJ meminta manajemen Lippo melakukan klarifikasi. Karena dua kali hearing, BEJ menilai klarifikasi yang dilakukan belum jelas, manajemen bank itu diwajibkan

melakukan paparan publik. Paparan publik dilakukan pada tanggal 11 Februari lalu Sebelumnya, dalam rilis yang dikirimkan, BEJ menilai manajemen Lippo telah melakukan kelalaian. Yaitu, mencantumkan kata audited pada laporan keuangan yang unaudited, sehingga mengakibatkan kerancuan informasi pada publik. Sehubungan dengan itu, BEJ memberikan sanksi berupa peringatan keras kepada manajemen.7

Terkait dengan dilakukannya penilaian kembali atas Aset Yang Diambil Alih (AYDA), maka BEJ mewajibkan manajemen untuk memberikan progress report yang ada, pada hari bursa pertama setiap minggunya. Laporan perkembangan ini harus dilakukan manajemen Lippo mulai tanggal 24 Februari hingga dikeluarkannya laporan keuangan auditan per 31 Desember 2002 kepada publik. 8

Bapepam Periksa Akuntan yang mengaudit Bank Lippo

Badan Pengawas Pasar Modal pada senin 3 februari 2003, memeriksa kantor akuntan publik Ernst & Young, Sarwoko and Sanjaya, yang mengaudit laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. Pemeriksaan ini untuk mengklarifikasi pernyataan Managing Partners Sarwoko Iman Sarwoko beberapa waktu lalu, yang mengaku hanya mengaudit laporan keuangan Lippo yang dilaporkan ke Bursa Efek Jakarta. 9

5 http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/02/17/EB/mbm.20030217.EB85108.id.html)

6 http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/02/24/EB/mbm.20030224.EB85320.id.html

7 http://www.tempo.co.id/hg/ekbis/2003/02/17/brk,20030217-17,id.html

8 http://www.tempo.co.id/hg/ekbis/2003/02/17/brk,20030217-17,id.html

Page 6: Kasus Bank Lippo Updated

Menanggapi hal ini, Managing Partners Sarwoko yaitu Iman Sarwoko, bersikukuh menyatakan bahwa kantornya hanya mengaudit laporan keuangan Lippo yang dilaporkan ke BEJ. "Kita cuma merasa membuat audit report ke BEJ tuh,". Saat laporan keuangan Lippo pertama kali keluar kepada publik, yaitu ke Bank Indonesia, kantornya belum selesai mengaudit laporan keuangan itu. "Valuasinya belum selesai karena belum menyesuaikan agunannya," kata dia, sambil menambahkan ada selisih waktu sekitar 3 minggu dari laporan ke BI dan selesainya audit oleh kantornya. Jadi, lanjutnya, dia tidak tahu menahu kenapa ada laporan keuangan yang sebenarnya belum beres diaudit tapi sudah dilaporkan ke BI. "Harusnya kalau memang mau dilaporkan juga, bilang saja itu bukan laporan belum diaudit," imbuhnya. Karena itu, tutur Iman, sulit bagi Sarwoko dan Sanjaya untuk ikut pula mempertanggungjawabkan laporan keuangan ganda itu.Dia mengaku siap diperiksa dan dimintai keterangan oleh BEJ, Bapepam, dan BPPN terkait laporan keuangan ini. "Kita punya bukti kok audit report-nya yang ke BEJ," tandasnya. Tapi Iman belum bisa mengungkapkan hasil pertemuan hari ini 10dengan bapepam. Karena, yang memenuhi panggilan itu adalah penanggung jawab langsung laporan itu dari Sarwoko dan Sanjaya, Ruhiyat Kosasih. "Anda hubungi dia saja," katanya.

Tanggapan Komisaris

Laksamana Sukardi, Mentri Negara BUMU mengatakan akan segera memangiil komisaris pemerintah di Bank Lippo. wakil pemerintah di Bank Lippo adalah Anggito Abimanyu, Deputi Kepala BPPN Junianto Triprijono dan Asisten Menko Perekonomian Hadiah Herawati.11

Anggito mengatakan laporan ganda merupakan hal yang biasa. Kata dia, ini biasa disebut dengan dual dating. “Biasa itu kalau ada sub sequen event lalu ada laporan berikutnya. Dan tahun lalu juga terjadi demikian,” kata wakil pemerintah di Bank Lippo ini yang juga menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan. Ia menegaskan pihaknya sudah mengakui itu sebagai kelalaian. Dan sudah dijelaskan dalam paparan publik beberapa waktu lalu tidak ada dua laporan melainkan hanya satu. “Mereka lalai mencantunkan kata-kata audit, lalu apalagi sudah minta maaf sekarang tinggal serahkan ke Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal),” tegas Anggito.12

Dalam setiap rapat, ungkap dia, jajaran komisaris sudah mengingatkan untuk mencermati kembali setiap laporan. Tapi, soal paparan publik itu merupakan urusan jajaran direksi. “Yang menyampaikan laporan keuangan itu kan direksi. Masa komisaris memeriksa kalimat per kalimat,” Karenanya ketika ditanya kalau Bapepam menyatakan kesalahan di pihak Lippo apakah ia siap mundur? Ia menjawab, “pokoknya semua proses hasil prosedur kita serahkan ke Bapepam.” Toh, kata dia, kesalahan itu tidak terlalu fatal karena hanya alpa mencantumkan kata audit pada laporan ke Bursa Efek Jakarta. Anggito mengatakan kinerja banknya tidak ada yang salah. Pihaknya akan tutup buku dan Anggito menambahakan penjualan aset kredit sudah tidak dilakukan lagi oleh

9 http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2003/02/03/brk,20030203-25,id.html

10 http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2003/02/03/brk,20030203-25,id.html

11 www.tempo.co.id/hg/ekbis/2003/02/20/brk,20030220-09,id.html

12 www.tempo.co.id/hg/ekbis/2003/02/20/brk,20030220-09,id.html

Page 7: Kasus Bank Lippo Updated

pihaknya. Bank Lippo memutuskan untuk menunggu sampai kondisi membaik. “Karena dalam RUPS (rapat umum pemegang saham) juga sudah diputuskan bahwa penjualan itu dengan syarat tidak merugikan jadi tunggu situasi lebih baik,” jelas dia. 13

DI kalangan wartawan, Roy Tirtadji dikenal dengan sebutan Mr. Off The Record. Tiap kali diwawancarai, ia selalu buru-buru meminta semua pernyataannya tak dikutip. Tapi pekan lalu, seiring kian memuncaknya skandal Bank Lippo, "tradisi" ini mendadak ia tinggalkan. "Sudah saatnya saya bicara," Wakil Presiden Komisaris Bank Lippo ini memberi alasan saat menerima tim TEMPO, Kamis kemarin, di sebuah kamar suite di Hotel Aryaduta. Berikut petikannya pada tanggal 3 maret 2003

Kenapa laporan keuangan Bank Lippo yang tak diaudit dikatakan sudah diaudit?

Laporan keuangan yang kita laporkan cuma satu, tapi tanggalnya saja yang ganda: tanggal 20 November, 22 November, dan 16 Desember. Ini normal untuk standar internasional, tapi memang baru di Indonesia. Jadi, tidak ada dua laporan audit. Hanya satu. Opininya satu, tanda tangannya juga satu.

Berarti BEJ salah memberi peringatan keras kepada Lippo?

Silakan tanya ke BEJ. Ini masalah rumit. Laporan yang kami publikasi pada 28 November memang belum ditandatangani. Tapi, kalau ditanya apakah itu sudah diaudit, jawabannya sudah.

Soal aset yang diambil alih (AYDA), siapa debitor aslinya?

Ada asas kerahasiaan bank sehingga saya tidak bisa memberi tahu Anda. Saya profesional, dan harus menuruti peraturan yang berlaku.

Peraturan Bank Indonesia mengatakan yang wajib dirahasiakan hanya nasabah dan simpanannya. Soal kredit kan tidak.

Saya rasa tidak begitu. Saya tidak tahu ada peraturan yang mengharuskan bank mempublikasi aset yang diambil alih.

Apakah pengutang itu masih terafiliasi dengan Grup Lippo?

Perlu diingat, ada peraturan di mana perusahaan publik yang minimal 30 persen sahamnya dimiliki masyarakat tidak dianggap terafiliasi. AYDA itu memang ada yang dari Lippo Karawaci. Terkait atau tidak? Saya katakan tidak, karena ada peraturan tadi.14

Tanggapan BPPN

Pada tanggal 27 januari 2003,Ketua BPPN Syafruddin Temenggung memastikan untuk tidak merekap Lippo. "Enak saja," katanya. Deputi Ketua BPPN Bidang Restrukturisasi Perbankan, I Nyoman

13 www.tempo.co.id/hg/ekbis/2003/02/20/brk,20030220-09,id.html

14 http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/03/03/LU/mbm.20030303.LU85698.id.html

Page 8: Kasus Bank Lippo Updated

Sender, pun sepakat dengan bosnya. Bahkan, katanya, BPPN akan mengganti manajemen Lippo jika mereka tidak mampu mengelolanya. Sender pun mengakui bahwa pengaruh pemilik lama di Lippo Bank masih kuat.15

Raymond van Beekum Kepala Divisi Komunikasi BPPN, pada yanggal 24 februari 2003, memberikan tanggapan terkait kasus ini, antara lain:

1. Pernyataan bahwa penjualan AYDA membuat CAR merosot dari 24,7 persen menjadi 4,1 persen tidak sepenuhnya benar. Proses penjualan AYDA saat ini masih berlangsung, sedangkan penurunan CAR dimaksud terjadi karena adanya pencadangan atas nilai AYDA yang dinilai oleh penilai independen. Dengan demikian masalah penjualan AYDA dan penilaian aset penjualan merupakan dua hal yang terpisah.

2. Penjualan AYDA telah diagendakan dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 22 November 2002. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mewakili pemerintah telah memberikan persetujuan atas penjualan AYDA, dengan catatan bahwa penjualan aset tersebut dilaksanakan secara terbuka, mengacu pada praktek pasar yang sehat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka menjaga kinerja Bank Lippo. Proses penjualan AYDA adalah merupakan fenomena umum dan bukan hanya terjadi pada Bank Lippo. Beberapa bank di bawah pengawasan BPPN juga telah melaksanakan program penjualan aset dimaksud.

3. Penurunan nilai AYDA baru diketahui oleh BPPN setelah BPPN menyetujui usulan penjualan AYDA melalui RUPSLB. Sebagai informasi dapat kami sampaikan bahwa RUPSLB dilaksanakan pada 22 November 2002, sedangkan informasi hasil penilaian pihak independen atas AYDA ini baru disampaikan Bank Lippo ke media massa melalui press release pada 17 Desember 2002.

4. Menindaklanjuti pengumuman bersama antara BPPN dan Bank Lippo pada 17 Januari 2003, telah ditunjuk pihak penilai independen untuk melakukan penilaian kembali atas AYDA yang dimaksud. Saat ini pihak penilai independen tersebut sedang menjalankan tugasnya.

5. BPPN saat ini masih menunggu hasil dari penilaian AYDA dimaksud, yang akan tecermin pada laporan keuangan per posisi 31 Desember 2002 sebelum BPPN menentukan tindakan selanjutnya. Untuk itu BPPN mengharapkan agar semua pihak untuk dapat bersabar.

6. Perlu kami klarifikasi bahwa Ketua BPPN, Bapak Syafruddin A. Temenggung, tidak menempati posisi jabatan Komisaris Bank Lippo. Hal tersebut sebagaimana pernah beliau sampaikan bahwa penunjukan dirinya sebagai komisaris Bank Lippo dalam RUPS pada 24 Januari 2002 sebenarnya belum pernah efektif, dan karenanya secara de facto tidak pernah terlibat langsung dalam kepengurusan Bank Lippo. Beliau telah mengundurkan diri sebagai anggota komisaris secara resmi dan berlaku efektif sejak 22 April 2002. Pengunduran diri ini dilakukan

15 http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/01/27/EB/mbm.20030127.EB84454.id.html

Page 9: Kasus Bank Lippo Updated

sebelum beliau diangkat menjadi Ketua BPPN pada tanggal 23 April 2002. Sejak tanggal pengunduran dirinya sampai pengangkatannya menjadi Ketua BPPN, beliau belum mengikuti proses fit and proper test di Bank Indonesia sehingga belum dinyatakan efektif sebagai anggota komisaris Bank Lippo. Dengan demikian hingga saat ini beliau tidak pernah melaksanakan fungsi kepengurusan di Bank Lippo.16

Aset Yang Diambil Alih (AYDA)

Berdasarkan pengumuman bersama antara BPPN dan Bank Lippo pada 17 Januari 2003, telah ditunjuk pihak penilai independen untuk melakukan penilaian kembali atas AYDA17

Tanggal 27 februari 2003, Valuasi aset Bank Lippo tersebut dilakukan oleh Satyatama Graha Tara ,tim penilai independen valuasi aset ini menyatakan bahwa nilai aset yang diambil alih (AYDA) Lippo saat ini, tak jauh berbeda dengan perhitungan awal, yakni senilai Rp 2,4 triliun. Konsekuensinya, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Lippo masih di atas 20 persen.

Konsekuensinya, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Lippo masih di atas 20 persen. Badan Penyehatan Perbankan Nasional pun memastikan tak perlu melakukan right issue (penerbitan saham untuk dijual) untuk meningkatkan modal Bank Lippo. "Hitungan AYDA tak menurun signifikan, tapi hanya sedikit," kata Kepala BPPN Syafruddin Temenggung di Jakarta, Kamis (27/2).

Valuasi aset Bank Lippo tersebut dilakukan oleh Satyatama Graha Tara. Menurut Syafruddin, penilaian ulang aset itu bertujuan untuk menjernihkan kontroversi mengenai penurunan nilai aset Bank Lippo. Polemik dualisme laporan keuangan itu dipublikasikan pada Desember 2002.Berdasarkan valuasi, Syafruddin menambahkan, BPPN tidak bakal menjual AYDA pada disstress value atau harga yang tertekan. "Pokoknya, sedang kita hitung," kata dia. Sebab jika dijual juga, justru akan menyebabkan CAR Bank Lippo anjlok. Namun akan segera dilakukan rapat umum pemegang saham luar biasa Lippo dalam waktu dekat.

Menurut Syafruddin, manajemen Lippo menggunakan asumsi, AYDA bakal dijual pada tahun ini karena kebutuhan likuiditas dan untuk menurunkan biaya dana atas aset yang diambil alih. Tapi, bila penjualan malah menyebabkan AYDA menurun secara signifikan, BPPN bisa menolak penjualan AYDA seperti yang ditargetkan Lippo.

Pernyataan Syafruddin memang mengenakkan sesaat. Tengok saja. Pada saat yang sama, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) justru menyerahkan penanganan pemeriksaan terhadap lembaga penilai Bank Lippo kepada Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan. Alasannya, menurut Ketua Bapepam Herwidayatmo, pemeriksaan lembaga penilai bukan kewenangan lembaganya. Pemeriksaan versi Bapepam hanya soal skandal laporan keuangan ganda ke dugaan rekayasa harga saham di pasar modal.

16 http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/02/24/SRT/mbm.20030224.SRT85446.id.html

17 http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/02/24/SRT/mbm.20030224.SRT85446.id.html

Page 10: Kasus Bank Lippo Updated

Pemeriksaan terhadap laporan keuangan Bank Lippo memang baru akan diumumkan pada pertengahan Maret mendatang. Langkah tersebut menyangkut pemeriksaan akuntan publik Bank Lippo, manajemen, serta lembaga penilai AYDA yang ditunjuk BPPN. Pascapemeriksaan, Herwidayatmo menambahkan, akan diketahui pihak yang bertanggung jawab terhadap laporan keuangan ganda Bank Lippo tersebut. "Ini untuk melihat, apakah penilai sudah independen dan melaksanakan tugasnya dengan baik," kata dia.(BMI/Tim Liputan 6 SCTV)

Perbankan Nasional pun memastikan tak perlu melakukan right issue (penerbitan saham untuk dijual) untuk meningkatkan modal Bank Lippo. "Hitungan AYDA tak menurun signifikan, tapi hanya sedikit," kata Kepala BPPN Syafruddin Temenggung di Jakarta, Kamis (27/2).

Valuasi aset Bank Lippo tersebut dilakukan oleh Satyatama Graha Tara. Menurut Syafruddin, penilaian ulang aset itu bertujuan untuk menjernihkan kontroversi mengenai penurunan nilai aset Bank Lippo. Polemik dualisme laporan keuangan itu dipublikasikan pada Desember 2002

Berdasarkan valuasi, Syafruddin menambahkan, BPPN tidak bakal menjual AYDA pada disstress value atau harga yang tertekan. "Pokoknya, sedang kita hitung," kata dia. Sebab jika dijual juga, justru akan menyebabkan CAR Bank Lippo anjlok .Namun akan segera dilakukan rapat umum pemegang saham luar biasa Lippo dalam waktu dekat.

Pendapat Pengamat Perbankan

Menurut pengamat perbankan dari Bahana Sekuritas Mirza Adityaswara, sebenarnya perusahaan sudah mengetahui adanya penurunan nilai agunan yang diambil alih (AYDA), sebelum kedua laporan keuangan itu dikeluarkan. Namun perusahaan tetap memakai dua laporan keuangan yang berbeda. Karena itu dia menduga, manajemen Lippo berusaha membohongi publik dengan menyebutkan perusahaannya mendapat untung. Mereka takut, katanya, publik akan merespon negatif jika mengetahui kinerja bank milik Mochtar Riady jeblok. “Harusnya tidak perlu takut kalau memang rugi,” tandasnya. 18

Selain takut diketahui menderita rugi, menurut Mirza, hal ini juga terkait dengan adanya usaha put option yang akan dilakukan pemerintah, dalam hal ini BPPN, untuk menjual saham Bank Lippo yang dimilikinya kepada Lippo Group. Dia menjelaskan, sebelumnya Menteri Keuangan pada saat itu hanya mau melepas saham Lippo seharga Rp 300 miliar saham (Rp 300 per saham) kepada Lippo Group. Namun Lippo sendiri melalui penilai independen mengatakan nilai wajar Bank Lippo sebesar Rp 30 per saham. Menurut Mirza, dengan adanya nilai Rp 30 per saham menunjukkan mereka sudah akan melakukan penyusutan nilai agunan yang diambil alih. Hal ini dilakukan agar saham yang dijual pemerintah bisa dibeli dengan harga murah. “Jadi mereka harusnya sudah tahu lebih dulu. Tidak masuk akal alasan timing different,” imbuhnya. Meski Lippo telah melakukan revisi atas laporan keuangan tersebut, Mirza menilai harus tetap ada sanksi yang tegas terhadap bank itu. ada penurunan nilai aset

18 http://www.tempo.co.id/hg/ekbis/2003/01/27/brk,20030127-19,id.html

Page 11: Kasus Bank Lippo Updated

yang diambil alih, dari Rp 2,39 triliun menjadi hanya Rp 1,42 triliun. Aset ini merupakan jaminan yang diserahkan Grup Lippo sebagai pembayaran atas utang-utangnya kepada Lippo Bank.19

Mirza juga mengatakan , Lippo Bank seperti tak memberikan banyak pilihan kepada BPPN. Dengan CAR di bawah delapan persen, mau tidak mau BPPN harus merekap ulang. Jika tidak, BI akan menutupnya. "Ada upaya fait accompli," kata Mirza. Pilihan lain, divestasi saham, sami mawon. Cara ini berakibat dua hal: saham pemerintah akan berkurang atau saham pemerintah tetap melalui suntikan modal. Nah, jika pemerintah tidak mengambil haknya, pemilik lama akan masuk karena mereka masih punya saham sekitar 8,11 persen melalui Lippo E-Net.20

Analis lainya Lin Che Wei yakin bahwa pemilik lama Lippo, yaitu keluarga Riady, berniat membeli aset berharga mereka (properti) dengan harga murah,misalnya AYDA, yang Rp 1,42 triliun. Tapi secara hampir bersamaan mereka juga memborong saham Bank Lippo dengan harga supermurah. Memang ada indikasi bahwa harga saham Bank Lippo terus ditekan. Dalam enam bulan, harganya jatuh dari Rp 75 per lembar menjadi cuma Rp 25. Saat itulah Grup Lippo memborong saham Lippo di bursa. Pialang yang menggoreng saham ternyata yang itu-itu juga. Satu di antaranya adalah Ciptadana Securities, anak perusahaan Lippo sendiri, yang pernah memborong 74 juta lembar saham dalam sekali transaksi.21

Kebetulan Oversight Committee Badan Penyehatan Perbankan Nasional (OCBPPN) cepat bertindak dengan merekomendasikan kepada Kepala BPPN, Syafruddin Temenggung, agar manajemen Lippo diganti. Akibat kisruh ini, penjualan aset yang berupa properti ditunda. Sementara itu, analisis konsultan UBS Warbrug menyimpulkan bahwa AYDA senilai Rp 2,4 triliun itu setara dengan 82 persen modal bank. UBS Warbrug lalu mempermasalahkan kesehatan Bank Lippo dalam hubungannya dengan AYDA. Ternyata, ketika AYDA dilepas oleh Bank Lippo, rasio kecukupan modalnya (capital adequacy ratio/CAR) serta-merta anjlok dari 24,77 persen menjadi 4,38 persen. Berarti ini sudah di bawah ketentuan Bank Indonesia, yang menetapkan CAR setinggi delapan persen. Tentu saja Bank Lippo memerlukan tambahan modal. Deni Daruri dari Centre for Banking Crisis menilai bahwa manuver Lippo itu menggulirkan buah simalakama kepada pemerintah. Soalnya, untuk menambah modal, bank harus menerbitkan saham baru (right issue). Andaikata pemerintah tak mau beli saham itu?karena tak punya duit?porsi sahamnya di Lippo otomatis menyusut alias dilusi. Tetapi, jika pemerintah nekat membelinya, jelaslah hal itu akan membebani APBN. Kemungkinan buruk seperti itu bukan tidak diketahui, baik oleh BPPN, BI, maupun Bapepam. Tapi mereka pasif sampai kini. Menurut Lin Che Wei, mereka saling melempar tanggung jawab. Hal ini pun tak terlepas dari kelihaian Lippo melobi dan "menempatkan" orang yang loyal pada pemilik lama di berbagai institusi22

24 februari 2003,Che Wei menjadi orang terdepan yang menyerang keganjilan-keganjilan di Bank Lippo. Ia membongkar berbagai praktek bengkok di bank yang mendapat suntikan modal Rp 6 triliun dari pemerintah tersebut. Ia menelisik kejanggalan laporan keuangan ganda sampai indikasi manipulasi harga saham. Semuanya berujung pada dugaan: pemilik lama Bank Lippo, keluarga Mochtar

19 ibid

20 http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/01/27/EB/mbm.20030127.EB84454.id.html

21 http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/02/17/EB/mbm.20030217.EB85108.id.html

22http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/02/17/EB/mbm.20030217.EB85108.id.html

Page 12: Kasus Bank Lippo Updated

Riady, ingin menguasai kembali banknya dengan harga murah. Bagaimana persisnya upaya yang dilakukan keluarga Riady mencaplok Bank Lippo? Panjang ceritanya. Ini bermula dari laporan keuangan kuartal ketiga 2002 yang dipublikasikan akhir November lalu. Saat itu Bank Lippo menyatakan total asetnya mencapai Rp 24 triliun, dengan keuntungan bersih Rp 99 miliar. Tapi hanya sebulan kemudian, dalam laporan ke Bursa Efek Jakarta, aset Lippo merosot menjadi Rp 22,8 triliun. Keuntungan? Hilang lenyap, malah berganti dengan kerugian yang jumlahnya mencapai Rp 1,3 triliun. Menurut pengelola Bank Lippo, penurunan itu terkait dengan anjloknya nilai agunan yang sudah diambil alih (biasa disebut sebagai AYDA), dari semula Rp 2,4 triliun menjadi Rp 1 triliun. Untuk menutup jebloknya nilai agunan itu, Bank Lippo menyisihkan dana yang diambil dari pos modal. Tentu saja langkah ini membuat rasio kecukupan modal (CAR) Bank Lippo melorot dari semula 24,8 persen menjadi 4,2 persen. Anjloknya nilai agunan yang begitu dahsyat sungguh mencurigakan. Padahal sebagian besar jaminan yang diambil alih Lippo berupa petak tanah. Menurut data sejumlah agen properti, harga tanah sejak 1998-2002 terus meningkat. Bagaimana mungkin nilai properti Lippo, yang merupakan 70 persen AYDA, turun sendirian? Che Wei mempertanyakan lelang yang kurang transparan dan berlangsung cepat. Lippo mengumumkan penjualan aset itu beberapa hari menjelang akhir tahun 2002, melalui iklan di surat kabar yang begitu kecil. Beberapa investor yang mencoba menawar seperti dihalangi dengan pelbagai syarat. Misalnya, mereka harus menyerahkan deposit dalam jumlah besar, padahal informasi tentang asetnya sangat tak memadai. Dari sinilah muncul kecurigaan adanya niat dari pengelola Bank Lippo menjual AYDA-antara lain terdiri atas rumah dan tanah di Lippo Cikarang-kepada kelompok sendiri. Lantaran kecurigaan itu pula Komite Pemantau BPPN minta agar proses lelang itu dihentikan. Bersamaan dengan itu, terjadi aksi "menggoreng" saham Bank Lippo di pasar modal. Beberapa broker secara bergantian berusaha menyeret turun harga saham bank papan tengah itu. Salah satu broker itu sebagian sahamnya dimiliki Kelompok Lippo. Che Wei bahkan mencatat adanya transaksi ganjil: menjelang pasar ditutup, beberapa pialang menjual saham Bank Lippo di bawah harga pasar. Gerakan pelorotan itu dilakukan selama 40 hari berturut-turut sejak 4 November 2002 hingga 10 Januari 2003. Jatuhnya nilai buku dan penggorengan saham berhasil memojokkan harga saham Bank Lippo. Dari Rp 450 di awal November menjadi cuma Rp 210, atau turun sekitar 50 persen. Merosotnya harga saham Bank Lippo terasa ganjil karena harga saham perbankan relatif stabil, bahkan menanjak (lihat grafik Liku-liku Sebuah Gerilya). Karena modalnya mepet, Bank Lippo tak punya pilihan lain kecuali melakukan suntikan kapital. Ini perlu agar Bank Lippo tetap masuk standar bank sehat menurut ketentuan Bank Indonesia, yang mengharuskan rasio kecukupan modal 8 persen. Kalau tak bisa menambah modal, pilihan lain Bank Lippo adalah likuidasi. Tapi jurus ini kurang masuk akal mengingat Bank Lippo tergolong sistemic bank. Artinya, kalau ditutup, puluhan perusahaan yang terkait dengannya akan ikut terseret ambruk. Langkah penambahan modal bisa dilakukan dengan penerbitan saham baru. Tapi ini tak mudah-terutama bagi pemerintah yang menguasai mayoritas (hampir 60 persen) saham Bank Lippo. Untuk mempertahankan kepemilikannya, pemerintah harus ikut menyuntikkan modal sesuai dengan jatah. Jika Bank Lippo harus menambah modal Rp 1,4 triliun (sesuai dengan nilai agunan yang "hilang"), misalnya, pemerintah harus menyetor sedikitnya Rp 840 miliar. Itu bukan jumlah yang ringan untuk sebuah negeri yang sedang kesulitan uang. Pemerintah tak punya pos anggaran untuk menambah modal bank. Justru sebaliknya, pemerintah akan menjual kepemilikan sahamnya di perbankan (termasuk di Bank Lippo) untuk membiayai anggaran. Jika pemerintah tak bisa menyuntikkan modal, jatahnya bisa dimanfaatkan pemilik saham Lippo yang lain (termasuk Riady), sekaligus mengambil alih posisi mayoritas dari tangan pemerintah. Keluarga Riady bahkan bisa berlagak bak pahlawan karena bisa "membantu" pemerintah menyehatkan Bank Lippo dengan menyuntikkan seluruh modal yang dibutuhkan. Sampai di sini, pemilik lama bisa datang menagih janji lama pemerintah yang tertuang dalam Perjanjian Kinerja, Manajemen, dan Investasi (IMPA). Perjanjian itu menyatakan pemilik lama (keluarga Riady) boleh membeli kembali bagian sahamnya dengan harga pasar. Saat ini harga saham Lippo hanya Rp 30. Nyaris sepersepuluh dari harga saham waktu direkap pemerintah dulu, yaitu Rp 260 per saham. Sebuah skenario yang hampir

Page 13: Kasus Bank Lippo Updated

sempurna, nyaris tanpa cacat. Dengan sejumlah jurus yang licin, Lippo akan segera kembali ke pemilik lamanya. Persoalannya, mengapa pemerintah seperti tak menyadari jurus-jurus kungfu Lippo yang sebetulnya masih "standar" itu. Mengapa mereka tak bertindak? Bank Indonesia, misalnya, selama ini menempatkan lima pengawas di Bank Lippo. Mungkinkah mereka tak mencium kejanggalan dalam penilaian AYDA yang menjatuhkan modal Bank Lippo? Adnan Juanda, Kepala Bagian Direktorat Pengawasan Perbankan Bank Indonesia yang mengawasi Bank Lippo, menjawab secara diplomatis. "Barangkali itu di luar job rekan-rekan yang melakukan pengawasan," katanya. Jawaban lebih jujur diungkapkan seorang bankir. Bank sentral, katanya, telah mencurigai keanehan penilaian agunan oleh lembaga penilai yang ditunjuk Bank Lippo. Tapi BI tak punya otoritas minta penilaian ulang. "Itu wewenang BPPN sebagai pemilik, kita cuma pengawas," kata sumber tadi menirukan pejabat BI. Saling lempar tanggung jawab diperlihatkan pula oleh otoritas Bursa Efek Jakarta (BEJ). Mereka mendiamkan manipulasi harga saham Bank Lippo selama 40 hari. Baru setelah kontroversi berkembang, BEJ mengeluarkan peringatan keras kepada pengelola Bank Lippo soal laporan keuangan ganda. "Hanya sebatas itu wewenang kami," kata Direktur Utama BEJ, Erry Firmansyah. Soal manipulasi harga saham, Erry mengaku masih menyelidiki soal itu. Menurut penelitian awal BEJ, harga saham Bank Lippo dibentuk oleh beberapa transaksi besar di awal perdagangan. "Transaksi satu menit menjelang penutupan pasar itu cuma mengikuti," kata Erry. Artinya, BEJ tak melihat adanya kecurangan, apalagi manipulasi. Erry menampik kecurigaan dirinya bertindak lamban dan tak fokus dalam kasus ini, karena pernah bekerja delapan tahun di Lippo. "Saya ini profesional. Lagi pula saya sudah memberikan peringatan keras," katanya. Dosa Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) tak kalah besar. Lembaga ini terkesan tak berinisiatif memeriksa adanya laporan keuangan ganda. Mereka juga mengabaikan surat peringatan adanya manipulasi saham yang dikirim oleh Scott Ashton, seorang investor institusional. Lebih celaka lagi, Bapepam tak mengendus rekayasa membeli kembali saham Bank Lippo oleh pemilik lama dengan harga murah. Padahal semua itu menjadi tugas Bapepam, yang berada di garda depan pengawasan perdagangan saham. Ketua Bapepam Herwidayatmo mengaku tengah meneliti laporan keuangan ganda itu. Hasilnya akan diumumkan akhir bulan ini. Bila ada pelanggaran, ia berjanji akan mengambil tindakan. Tapi pagi-pagi Herwid sudah lebih dulu menduga, laporan ganda itu terjadi "karena kelalaian". Herwid juga berjanji akan memeriksa dugaan manipulasi harga saham. Tapi Bapepam tak mau berurusan dengan dugaan adanya rekayasa keluarga Riady untuk membeli kembali Bank Lippo. "Itu urusan BPPN," katanya. Herwid menepis kecurigaan ia kurang aktif lantaran dekat dengan Lippo. Ia merasa tidak naik pangkat karena Lippo. "Kalau benar saya orang Lippo, kenapa Bambang Sudibyo mengangkat saya menjadi Ketua Bapepam? Sampai sekarang saya tidak pernah dikutik-kutik, tuh," tuturnya. Dari semua instansi pemerintah, yang paling konyol dalam urusan Bank Lippo tak lain adalah BPPN. Komisaris yang ditunjuk mewakili pemerintah di sana ternyata tak berfungsi dengan benar. Ini tampak dari keputusannya menyetujui penjualan AYDA pada harga murah dan menyepakati rencana penambahan modal. Padahal ini memudahkan pemilik lama membeli kembali sahamnya dengan harga murah. Anggito Abimanyu, salah satu komisaris Bank Lippo dari BPPN, tetap ngotot tak melakukan blunder. "Kinerja Lippo baik, tak yang salah," katanya. Ia membantah kabar Bank Lippo merencanakan penambahan modal. Untuk itu Anggito siap mempertanggungjawabkan posisinya sebagai komisaris. Ketua BPPN Syafruddin Temenggung sudah berkali-kali berjanji akan mengganti manajemen Bank Lippo. Tapi sampai saat ini janji itu tak terpenuhi. "Setelah asetnya dinilai kembali, saya akan melakukan sesuatu, jangan khawatir," katanya kembali melempar janji. Untuk mencegah terulangnya jurus-jurus kungfu Bank Lippo, Che Wei mendesak penggantian manajemen. Upaya lain: membatalkan pelelangan aset atau penilaian kembali AYDA. "Biar saja aset itu tetap di Bank Lippo," katanya, "nanti dinilai sekalian ketika pemerintah mau menjual sahamnya." Dengan cara ini, aset Lippo tak merosot, begitu pula modalnya. Meskipun demikian, peluang keluarga Riady menguasai kembali Bank Lippo bukannya tertutup. Mereka masih bisa beraksi ketika pemerintah menjual sahamnya. Untuk itu, kata Mirza Adityaswara, mereka mesti dimasukkan daftar orang tercela karena terlibat pelanggaran batas maksimal

Page 14: Kasus Bank Lippo Updated

pemberian kredit. Sayang, pelbagai tudingan ini tak ditanggapi keluarga Riady. Roy Tirtadji, yang biasa menjadi juru bicara, cuma sedikit memberikan komentar. Itu pun ia minta off the record. Aneh, soal ini menyangkut reputasi. Roy mestinya paham betul, dalam industri keuangan, reputasi adalah segala-galanya. 23

Kasus Bank Lippo Masuk Pengadilan

Kasus yang mencuat dari laporan keuangan ganda itu kini melebar ke pengadilan. Komisaris Bank Lippo Rudi Toha Bachrie menggugat analis bursa Lin Che Wei secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (26/2). Che Wei dinilai mencemarkan nama baik manajemen Bank Lippo. Presiden Direktur PT SG Securities itu dituntut membayar ganti rugi sebesar Rp 103 miliar. Dalam tulisannya di sebuah surat kabar harian, Che Wei menduga telah terjadi praktik perampokan kekayaan negara dalam jumlah besar. Orang yang pertama mencurigai laporan keuangan ganda itu menuding manajemen Bank Lippo merekayasa harga saham dengan tujuan pemilik lama bisa membeli saham dengan harga murah. Saat ini, saham Bank Lippo di lantai bursa hanya Rp 30 per lembar. Padahal, ketika menyuntik Lippo, pemerintah harus membayar Rp 260 untuk tiap lembarnya. Analisis Che Wei juga didukung pihak lain. Laporan Koalisi Masyarakat Antiskandal Bank Lippo kepada Kejaksaan Agung menyebutkan kasus itu berpotensi merugikan negara senilai Rp 6 triliun atau setara dengan saham yang pernah disetorkan pemerintah. Karena harga saham yang terus melorot, saham pemerintah hanya tersisa Rp 600 miliar. BEJ yang menyelidiki masalah ini menemukan Bank Lippo memberikan informasi yang dapat menyesatkan public Dalam pandangan Che Wei, laporan keuangan bertujuan memberikan informasi yang benar kepada publik. Tapi yang dilakukan Bank Lippo dengan laporan ganda adalah suatu rekayasa untuk menurunkan nilai buku dari perusahaan. "Itu sama dengan pemalsuan kepada publik, bahkan BEJ telah memberi peringatan keras," kata dia melalui video telekonferens dari Bali. Sedangkan Roy Tirtadji berpendapat laporan keuangan yang berbeda itu dimungkinkan untuk kepentingan berbeda sehingga angkanya juga bisa berlainan. Paskah berharap peristiwa ini tak menganggu kepemilikan saham pemerintah dan merusak harga saham.Menurut dia, Lippo adalah bank swasta nasional terbesar ketiga setelah Bank Central Asia dan Bank Danamon. Bank Lippo yang kini memiliki 367 cabang dan 6.000 karyawan itu melayani sekitar 3,5 juta nasabah. Rasio kecukupan modal (CAR) Bank Lippo sejak direkapitalisasi terus meningkat, bahkan mencapai 31 persen pada 2001. Angka ini melebihi ketentuan Bank Indonesia yang hanya 12 persen. Kepemilikan saham Bank Lippo tersebar pada tiga pihak: 59,26 persen pemerintah, 32,57 persen publik, dan delapan persen pengelola. Namun pengamat ekonomi Faisal Basri berpendapat, ada kejanggalan dalam perwakilan komisaris di Bank Lippo. Meski pemegang saham mayoritas, pemerintah hanya diwakili empat orang yakni dua pejabat BPPN, petinggi Kantor Menteri Koordinator Perekonomian, dan pejabat Departemen Keuangan. Jumlah itu sama dengan komisaris dari Bank Lippo. Che Wei juga menyoroti tentang sumber penjualan aset-aset Bank Lippo, Desember 2002. Roy Tirtadji menjawab ada hal-hal yang tak bisa dijelaskan kecuali atas permintaan BI. "Kami mempunyai kode etik dan rahasia perbankan," kata dia. Menurut Roy, jika terjadi kejanggalan penjualan aset tentunya diketahui tiga pejabat BI yang setiap hari mengawasi. Menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR Paskah Suzetta, berdasarkan perjanjian dengan pemerintah, Bank Lippo diperbolehkan menjual lima persen dari aset yang diambil alih. Dia menuturkan, laporan keuangan

23 http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/02/24/EB/mbm.20030224.EB85319.id.html

Page 15: Kasus Bank Lippo Updated

periode 1999-2001 menyebutkan laba dan CAR Bank Lippo juga meningkat. "Ini artinya kepercayaan masyarakat bertambah, bahkan total dana pihak ketiga mencapai Rp 21 triliun," ujar dia. Fakta yang diperoleh Che Wei menunjukkan harga saham Bank Lippo turun secara sistematis. Selama tujuh bulan sejak April 2002, harga saham bank terbesar nomor tujuh Indonesia itu merosot tajam hingga 75 persen. Padahal, harga saham bank lain justru terus membaik. "Dalam jangka waktu tersebut, Bank Lippo the worst performer di antara saham perbankan," kata dia. Roy Tirtadji mempertanyakan kecenderungan serupa pada keseluruhan harga saham di pasar modal. "Apakah hanya saham Bank Lippo saja yang turun," tanya dia. Anehnya, kata Che Wei, kecurigaan itu diperkuat saat BEJ menghentikan transaksi penjualan saham ketika seorang investor melaporkan kejanggalan itu ke Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. "Itu membuktikan ada konspirasi kok kebetulan banget. Saya punya bukti," ujar dia menegaskan. Roy Tirtadji menyanggah manajemen merekayasa harga saham di bursa karena mereka tidak mengurus hal tersebut. Menurut Roy, para pendiri dan manajemen Bank Lippo berkomitmen mengelola bank tersebut. Hal ini terlihat ketika mereka menyerahkan dana pribadinya sebesar Rp 4 triliun untuk dana rekapitulasi. "Dari sekian bank yang direkap, pemerintah hanya memiliki 60 persen saham di Bank Lippo," kata dia. Roy juga mengungkapkan, Bank Lippo akan menjual aset-asetnya pada pada 2003. Di sesi terakhir, Che Wei menegaskan, kecurigaan yang diungkapnya itu bukan persoalan pribadi dirinya dengan jajaran komisaris dan direksi Bank Lippo. "Ini usaha saya mempertahankan independensi sebagai analis yang tidak bisa diancam oleh pengadilan manapun," kata dia. Che Wei juga berharap pejabat pemerintah tidak saling melempar tanggung jawab dan menjaga investasi uang rakyat. Sedangkan Roy Tirtadji mengingatkan Che Wei agar berhati-hati menuding telah terjadi praktik perampokan dan penjarahan di Bank Lippo. Berbeda dengan Rudi Toha Bachrie, Roy tidak tertarik menggugat Che Wei ke meja hijau. "Saya berkonsentrasi mengelola bank karena mempunyai tanggung jawab secara hukum," kata dia.24

Siapa di Balik Akal-akalan Lippo? http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/02/17/EB/mbm.20030217.EB85110.id.html

Sesaat sebelum proses rekapitalisasi bank dimulai pada 1999, dengan gesit Bank Lippo menarik sejumlah aset Grup Lippo senilai Rp 2,45 triliun. Hal ini dilakukan untuk menekan jumlah kredit macet di grup usaha Lippo itu. Alhasil, Bank Lippo lolos fit and proper test yang digelar BI saat itu. Tetapi aset grup yang dialihkan ke bank Lippo lama-lama jadi bom waktu. Awal tahun ini, Grup Lippo berniat membeli kembali aset tersebut.

24 http://berita.liputan6.com/progsus/200302/50266/class=%27vidico%27

Liputan6.com

Page 16: Kasus Bank Lippo Updated

Rencana ini buyar ketika pers mencium keganjilan di balik laporan keuangan ganda yang dibuat Bank Lippo akhir tahun 2002 lalu. Berikut adalah pihak-pihak yang diperkirakan ikut memiliki kontribusi dalam skandal Lippo kali ini. Dr. Mochtar Riady Sebagai pendiri sekaligus Presiden Komisaris Bank Lippo, dialah yang merestui langkah direksi Bank Lippo yang berniat menjual aset yang dialihkan (AYDA) senilai Rp 2,45 triliun. Dalam laporan tahunan Bank Lippo tahun 2001, Mochtar mengatakan masa krisis adalah masa transisi untuk berubah. Jadi, Lippo berniat meninggalkan kebiasaan lama dalam berbisnis. Untuk meraih kepercayaan publik, Bank Lippo sangat mengandalkan SDM yang berkualitas, bahkan sampai menciptakan moto baru, yakni The Power of Change. Ternyata moto tidak serta-merta mengubah watak perusahaan ini, begitu pula tekad untuk berubah yang dicanangkan pendirinya, Mochtar Riady. James Tjahaja Riady Ketika James diangkat sebagai CEO Grup Lippo pada pertengahan 1990-an, majalah Business Week menobatkannya sebagai raja pasar uang Indonesia. Salah satu modal James adalah keluwesannya bergaul. Mulai dari mantan presiden Soeharto, Habibie, hingga Bill Clinton. Bahkan Habibie dan James saling mengagumi. "He call me 'uncle'," kata Habibie, sekadar menggambarkan keakraban mereka. James memang dikenal piawai mengutak-atik keuangan perusahaan agar nilainya bertambah. Di mata analis ekonomi Lin Che Wei, James-lah yang menjadi otak berbagai rekayasa keuangan Grup Lippo. Salah satu buktinya adalah penggorengan saham Bank Lippo yang dilakukan Ciptadana Securities sejak akhir 2002. Pernah dalam sekali transaksi, Ciptadana, yang juga anak perusahaan Lippo, memborong 74 juta lembar saham Bank Lippo. Tetapi, dalam wawancara dengan TEMPO di tahun 1999, James membantah bahwa dirinya dipersiapkan menjadi raja imperium Lippo. Katanya, "Jika memandang Lippo hanya dari figur Mochtar dan James, berarti orang melihat Lippo dari luarnya saja." Padahal, ditambahkannya, dalam pengambilan keputusan Grup Lippo, semua ikut ambil bagian. Syafruddin Temenggung, Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional Tanpa persetujuan BPPN, mustahil aset milik Bank Lippo bisa dijual. Soalnya, BPPN mewakili pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas di Bank Lippo (59,25 persen). Dalam hal ini dipertanyakan sikap Syafruddin, yang membiarkan penjualan AYDA sehingga berakibat rasio kecukupan modal (CAR) Bank Lippo merosot dari 24,7 persen menjadi 4,1 persen. Bank Lippo tentu perlu modal tambahan, tapi dampaknya bisa menyudutkan pemerintah. Sayang, keterangan Syafruddin tentang masalah ini tak bisa diperoleh karena ia sedang melawat ke luar negeri. Herwidayatmo, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Kasus laporan keuangan ganda Lippo bukanlah "akrobat" Lippo yang pertama di bursa saham. Pada 2000 lalu, Lippo Life "disulap" menjadi Lippo E-Net. Akibatnya, Bapepam mendenda Lippo E-Net "cuma" Rp 500 juta. Selain itu, direksi dan komisaris Lippo E-Net didenda Rp 5 miliar. Tetapi, menghadapi aksi Ciptadana saat memborong saham Bank Lippo dan juga laporan gandanya, Bapepam seolah kebingungan. Seorang eks pejabat Bapepam tak kaget atas sikap lembek Herwid kepada Lippo. Saat masih bertugas di Bapepam bersama Herwid?demikian Herwidayatmo biasa disapa?ia tahu bahwa keluarga Riady dekat dengan Herwid sejak tahun 1996. Waktu itu Herwid menjabat Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan I di Bapepam. Tanpa buang waktu, pihak Lippo langsung menempel Herwid, tentu agar diberi kemudahan "bermain" di pasar saham. Pada 1998, James membawa Herwid kepada Menteri BUMN waktu itu, Tanri Abeng. Tujuannya agar Herwid diangkat menjadi asisten Tanri, dan upayanya membuahkan hasil. Sejak saat itu karier Herwid terus meroket hingga diangkat menjadi

Page 17: Kasus Bank Lippo Updated

Ketua Bapepam tahun 2000 lalu. Martin Panggabean, seorang ekonom, mengaku tak kaget atas kasus laporan ganda Lippo ini. "Banyak kasus di bursa selama Herwid menjadi Ketua Bapepam. Misalnya, kasus Semen Gresik dan Lippo E-Net." Katanya. Namun, semua cerita miring itu dibantah Herwid. "Orang yang ngomong seperti itu karena iri. Saya tak mau menanggapi," katanya. Ia juga membantah ketika dikatakan bahwa Bapepam tidak menjatuhkan sanksi apa-apa atas Bank Lippo. "Kita lihat Maret nanti, saya akan tindak tegas jika memang bersalah," ujarnya, menantang. IS