Peraturan Bank Indonesia No. 8/16/PBI/2006 Peraturan...
Transcript of Peraturan Bank Indonesia No. 8/16/PBI/2006 Peraturan...
81
Peraturan Bank Indonesia No. 8/16/PBI/2006
Peraturan Bank Indonesia No. 14/24/PBI/2012
Puspitawati, Harfiah. 2010. Penilaian Perusahaan Merjer PT. Bank Niaga Tbk.
dan PT. Bank LippoTbk. Menjadi PT. Bank CIMB Niaga Tbk. (Terkait Single
Presence Policy). Tesis. Program Studi Magister Manajemen. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Samosir, Agunan P. 2003. Analisis Kinerja Bank Mandiri Setelah Bergabung
Sebagai Bank Rekapitalisasi, Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan vol. 7
No.1.
Suprabowo, Bambang. 2001. Analisis Keberhasilan Merger PT. Bank Mandiri
(Persero). Tesis, Program Studi Magister Manajemen. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Suyatno, Thomas. 1997. Kelembagaan Perbankan. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Sekaran, U and Bougie, R. 2006. Research Methods for Business. 5th edition.
John Wiley & Sons, UK.
Susilo, Sri, Triandaru, Sigit dan Santoso, Totok B. 2000. Bank dan Lembaga
Keuangan Lain. Salemba Empat, Jakarta.
Sutrisno dan Sumarsih. 2004. Dampak Jangka Panjang Merger dan Akuisisi
terhadap Pemegang Saham di BEJ Perbandingan Akuisisi Internal dan
Eksternal. JAAI Volume 8 No.2.
Suwardi. 2008. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Merger Pada
PD Bank BPR BKK Purwodadi. Tesis S-2 Magister Manajemen. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Umar, Husein. 2005. Metode Penelitian Untuk Skripsi. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Wangi, Annisa M. Cempaka. 2010. Analisis Manajemen Laba dan Kinerja
Keuangan Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Merger dan
Akuisisi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2009. Skripsi.
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro: Semarang.
Zainuddin dan Hartono, Jogiyanto. 1999. Manfaat Rasio Keuangan dalam
Memprediksi Pertumbuhan Laba: Suatu Studi Empiris pada Perusahaan
Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia.
80
Koch, Timothy W. Dan S. Scott MacDonald. 2000. Bank Management. Hartcourt
College Publishers. 4th edition, Orlando.
Kurnia, Indra dan Mawardi, Wisnu. 2012. Analisis Pengaruh BOPO, EAR, LAR,
dan Firm Size Terhadap Kinerja Keuangan. Diponegoro Journal of
Management. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012.
Kusmargiani, Ida S. 2006. Analisis Efisiensi Operasional ddan Efisiensi
Profitabilitas Pada Bank yang Merger dan Akuisisi di Indonesia.Tesis.
Program Studi Magister Manajemen. Universitas Diponegoro, Semarang.
Kusumaningsih, Yeni. 2010. Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Sebelum dan
Sesudah Merger Pada PD BPR BKK Kabupaten Kendal. Skripsi. Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang.
Laporan Keuangan Publikasi Bank Lippo 2006-2007. (www.bi.go.id)
Laporan Keuangan Tahunan Bank CIMB Niaga 2006-2012.
(http://www.cimbniaga.com)
Martono. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan. Ekonisia FE UII, Yogyakarta
Merger Report Bank CIMB Niaga. 2009. www.cimbniaga.com
Mudrajad, S. Kuncoro. 2002. Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi. Juli,
Edisi 1. BPFE, Yogyakarta.
Mutamimah. 2009. Tunneling atau Value Added Dalam Strategi Merger dan
Akuisisi Di Indonesia. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan, No. 2, Agustus
2009.
Nasser, Etty M. dan Aryati Titik. 2000. Model Analisis CAMEL untuk
Memprediksi Financial Distress Pada Sektor Perbankan yang Go Publik.
JAAI Volume 4 No.2, Surakarta.
Payamta dan Machfoedz Mas’ud. 1999. Evaluasi Kinerja Perusahaan Perbankan
Sebelum dan Sesudah menjadi Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta
(BEJ). Kelola No.20/VIII/1999.
Payamta dan Nursholihah. 2001. Pengaruh Merger dan Akuisisi terhadap Kinerja
Perusahaan Perbankan Publik di Indonesia. Jurnal Bisnis Manajemen, Vol.1.
No. 1.
Payamta dan Setiawan. 2004. Analisis Pengaruh Merger dan Akuisisi Kinerja
Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 7.
No. 3.
79
DAFTAR PUSTAKA
Arsitektur Perbankan Indonesia. 2004. Bank Indonesia
Bank Indonesia, 1998. Undang-undang Republik Indonesia No. 10/1998 Tentang
Perubahan Undang-undang Republik Indonesia No. 7/1992 Tentang
Perbankan. Bank Indonesia, Jakarta.
Brealey, Richard A., Myers, Stewart C. Dan Marcus, Alan J. 2007. Dasar-dasar
Manajemen Keuangan. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Brigham, E. F dan Houston, J. E. 1998. Fundamentals of Financial Management.
Edisi 8. The Dryden Press, New York.
Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Dewi, Made Sri Utami. 2008. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah
Akuisisi pada Perusahaan Go Public di PT. BEI. Skripsi, Sarjana Jurusan
Akuntansi, Fakultas ekonomi, Universitas Udayana, Denpasar.
Hadiningsih, Murni. 2007. Analisis Dampak Jangka Panjang Merger dan Akuisisi
terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi dan Perusahaan
Diakuisisi di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Skripsi, Sarjana Jurusan Manajemen
Keuangan, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Hamzah, Amir. 2006. Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah
Reverse Stock Spilt di PT. Bursa Efek Jakarta. Jurnal MM Vol. 4. No. 8.
Artikel 2.
Hartono, Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Keenam.
BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta
Hartono, Jogiyanto. 2010. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Ketujuh.
BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta
Helfert. 2000. Techniques of Financial Analysis: A Guide to Value creation.
McGraw-Hill, Singapore.
Hitt, A. Michael. 2002. Merger dan Akuisisi: Panduan Meraih Laba Bagi Para
Pemegang Saham. Edisi Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kasmir. 2004. Manajemen Perbankan, Edisi Pertama, Cetakan Kelima. PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta
78
lebih luas. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan menambah periode
tahun penelitian.
2) Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini juga hanya
rasio yang digunakan dalam analisis CAMEL. Penelitian selanjutnya
diharapkan dapat menggunakan rasio-rasio keuangan lain agar dapat
menangkap hal-hal selain yang terurai dalam penelitian ini.
3) Sedangkan untuk melihat reaksi pasar, pada penelitian ini hanya
menggunakan abnormal return pada 10 hari sebelum merger dan 10 hari
sesudah merger. Mungkin apabila periode penelitian ditambah, akan lebih
menggambarkan reaksi pasar yang terjadi akibat adanya aktivitas merger.
77
V.2 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Hal ini dikarenakan
beberapa keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini.
Beberapa keterbatasan tersebut antara lain:
1) Peneliti masih belum mengetahui metode yang lebih tepat dalam
mengukur kinerja keuangan perusahaan perbankan, terlebih hanya
menggunakan sedikit data dan hanya ditunjukkan dengan tabel juga grafik
trend.
2) Dalam menilai sinergi pun peneliti hanya melakukannya dengan melihat
nilai ekuitas sebelum dan sesudah merger yang kemudian dilihat proporsi
masing-masing kepemilikan untuk mengetahui tambahan kemakmuran
yang didapat masing-masing bank legacy.
3) Begitupun dengan melihat reaksi pasar yang terjadi setelah merger,
peneliti mengalami kesulitan. Karena hanya menggunakan satu sampel
perusahaan, maka tidak dapat dilakukan uji statistika. Sehingga dalam
penelitian ini data analisis hanya disajikan dengan tabel dan grafik trend.
V.3 Saran
Saran yang dapat diberikan peneliti kepada pembaca yang menjadikan
penelitian ini sebagai bahan rujukan adalah:
1) Pada penelitian ini hanya digunakan data dua tahun sebelum dan dua tahun
sesudah. Sehingga belum dapat menggambarkan dampak merger yang
76
V.1.2 Sinergi
Aktivitas merger memberikan tambahan kemakmuran bagi masing-masing
bank legacy, yang kemudian disebut sinergi. Sinergi merupakan salah satu
indikator keberhasilan merger dan sinergi yang diperoleh Bank Lippo dan Bank
Niaga adalah sebesar Rp1.337,794 miliar.
Masing-masing mantan pemegang saham bank legacy mendapat bagian saham
Bank CIMB Niaga sesuai dengan proporsi kepemilikan saham pada periode
sebelum merger yaitu Bank Niaga sebesar 54,67% dan Bank Lippo sebesar
45,33%. Dengan begitu sudah jelas terlihat bahwa mantan pemegang sahm Bank
Niaga mendapat tambahan kemakmuran lebih besar dibandingkan tambahan
kemakmuran yang diperoleh mantan pemegang saham Bank Lippo.
V.1.3 Reaksi Pasar
Aktivitas merger Bank Lippo dan Bank Niaga yang menghasilkan Bank
CIMB Niaga mengandung informasi bagi investor dan yang ditunjukkan dari
reaksi pasar dengan memberikan abnormal return. Sehingga dapat dikatakan
terdapat reaksi pasar dari adanya peristiwa merger tersebut. Reaksi pasar ini juga
menunjukkan efisiensi pasar bentuk setengah kuat, dimana harga sekuritas
mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan termasuk informasi yang
berada di laporan-laporan keuangan perusahaan emiten. Namun, dalam bentuk
efisiensi pasar seperti ini, tidak ada investor atau grup dari investor yang dapat
menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk mendapatkan abnormal return
dalam jangka waktu yang lama.
75
2) Dari sisi kualitas aset yang diproksi dengan PPAP, menunjukkan
penurunan sebesar 0,32% dari 3,41% pada tahun 2009 menjadi 3,09% di
tahun 2010. Ini berarti aktivitas merger pada dua tahun setelah merger
belum bisa memperbaiki kualitas aktiva perusahaan.
3) Indikator berikutnya yaitu NIM yang mencerminkan margin dari
pendapatan bunga terhadap rata-rata aktiva produktif juga menurun
sebesar 0,32%.
4) ROA sebagai proksi dari profitabiiltas meningkat sebesar 0,65%. Sehingga
dapat dikatakan pada dua tahun kedua setelah aktivitas merger,
profitabilitas Bank CIMB Niaga meningkat.
5) LDR yang menjadi proksi dari kemampuan likuiditas bank menurun
sebesar 8,07% pada tahun kedua setelah merger. Berarti aktivitas merger
yang terjadi belum bisa meningkatkan kemampuan likuiditas Bank CIMB
niaga.
6) BOPO juga mengalami penurunan sebesar 6,18%, hal ini berarti pada
tahun kedua Bank CIMB Niaga bisa menjalankan usahanya dengan lebih
efisien.
7) Terakhir ROE yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
pengembalian modal terlihat meningkat cukup tajam, yaitu 7,65% .
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja Bank CIMB Niaga tidak
dipengaruhi oleh aktivitas merger. Karena kinerja keuangan yang terlihat tidak
menunjukkan banyak perubahan dari sebelum dan sesudah merger.
74
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan-kesimpulan yang didapat dari hasil
penelitian dan pembahasan yang telah tersaji di bab sebelumnya. Selain
kesimpulan, peneliti juga akan memberikan saran yang mungkin dapat menjadi
masukan bagi peneliti berikutnya yang menjadikan penelitian ini sebagai bahan
rujukan.
V.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan beberapa perhitungan dan analisis terhadap data sekunder
yang diolah pada bab sebelumnya, maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa
hal sebagai berikut:
V.1.1 Kinerja keuangan
Dari sisi kinerja keuangan yang tergambar dalam analisis kinerja keuangan,
dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Kecukupan modal bank yang diproksi dengan variabel CAR, meski
mengalami penurunan, namun masih memenuhi batas minimum yang
ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu 8%. CAR yang dimiliki Bank CIMB
Niaga pada dua tahun setelah merger berturut-turut adalah sebesar 13,59%
dan 13,245%, atau menurun sebesar 0,345%. Hal ini berarti aktivitas
merger belum dapat memberikan peningkatan kinerja pada dua tahun
setelah merger.
73
Sedangkan jika dilihat dengan gambar seperti di atas, terlihat abnormal return
sebelum merger terjadi menunjukkan pergerakan yang positif dan cukup tajam.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peristiwa merger yang terjadi pada Bank
CIMB Niaga membuat pasar bereaksi atau dengan kata lain pengumuman merger
memiliki informasi bagi investor juga memberikan abnormal return kepada pasar.
Informasi tentang merger ini dapat diserap oleh pelaku pasar dalam waktu yang
terbilang cepat. Sehingga pasar dapat dikatakan efisien secara informasi.
72
Gambar IV.2
Trend Perubahan Abnormal Return Bank Legacy Pada Periode
Sebelum dan Sesudah BI Approval
Pada gambar di atas terlihat bahwa terjadi peningkatan yang cukup tajam pada
t+3 setelah merger. Namun terjadi penurunan kembali pada t+5 setelah merger.
Gambar IV.3
Trend Perubahan Abnormal Return Bank Legacy Pada Periode
Sebelum Merger dan Bank CIMB Niaga Pada Periode Setelah Merger
-0,2
-0,15
-0,1
-0,05
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
t+10 t+8 t+6 t+4 t+2 t0 t-2 t-4 t-6 t-8 t-10
Reaksi Pasar Sebelum dan Sesudah
BI Approval for Merger
Bank Lippo
Bank Niaga
-0,08
-0,06
-0,04
-0,02
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
t+10 t+8 t+6 t+4 t+2 t0 t-2 t-4 t-6 t-8 t-10
Reaksi Pasar Sebelum dan Sesudah Merger Bank
CIMB Niaga
Bank Lippo
Bank Niaga
Bank CIMB niaga
71
terjadi merger, dimana saham bank Lippo dan saham Bank Niaga menghilang dari
bursa digantikan dengan saham Bank CIMB Niaga.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa informasi-informasi yang dipublikasikan
berkaitan dengan peristiwa merger mengandung informasi bagi investor dan
memberikan abnormal return. Kondisi pasar ini dapat dikatakan sebagai efisiensi
pasar setengah kuat, dimana harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan
(fully reflect) semua informasi yang dipublikasikan (all publicly available
information) termasuk informasi yang berada di laporan-laporan keuangan
perusahaan emiten, salah satunya informasi tentang pengumuman merger.
Meskipun harga sekuritas mencerminkan semua informasi yang
dipublikasikan, namun jika pasar efisien dalam bentuk setengah kuat, maka tidak
ada investor atau grup dari investor yang dapat menggunakan informasi yang
dipublikasikan untuk mendapatkan abnormal return dalam jangka waktu yang
lama (Hartono, 2010).
Untuk melihat lebih jelas perubahan yang terjadi pada abnormal return baik
pada periode sebelum dan sesudah BI approval maupun pada periode sebelum
dan sesudah merger, berikut ini disajikan dalam grafik:
70
Setelah melihat bahwa pasar juga cukup bereaksi pada periode setelah BI
approval, berikutnya pada periode setelah merger. Apakah hal yang sama juga
terjadi pada periode setelah merger dimana saham Bank Lippo dan saham Bank
Niaga sudah menghilang dari bursa dan berganti menjadi saham Bank CIMB
Niaga. Berikut ini tabel yang berisi data abnormal return Bank CIMB Niaga pada
periode 10 hari setelah merger terjadi:
Tabel IV.23
Abnormal Return Bank CIMB Niaga Sesudah Merger
Tanggal Hari
ke- Actual Return Return Pasar
Abnormal
Return
17/11/2008 t+10 -0,038696538 -0,021705476 -0,016991062
14/11/2008 t+9 0,074398249 0,003701953 0,070696296
13/11/2008 t+8 -0,031779661 -0,050434887 0,018655226
12/11/2008 t+7 0 -0,007433727 0,007433727
11/11/2008 t+6 -0,038696538 -0,003076123 -0,035620415
10/11/2008 t+5 0 0,001734586 -0,001734586
07/11/2008 t+4 -0,039138943 0,023290971 -0,062429914
06/11/2008 t+3 -0,053703704 -0,042727492 -0,010976212
05/11/2008 t+2 0,077844311 -0,002562810 0,080407122
04/11/2008 t+1 -0,019569472 0,012618464 -0,032187935
03/11/2008 t0 0,106060606 0,076400268 0,029660338
Sumber: data sekunder yang diolah
Ternyata reaksi pasar yang terjadi pun tidak jauh berbeda. Peristiwa merger
yang mengandung informasi ini juga memberikan abnormal return kepada pasar.
Terlihat pada tabel terdapat abnormal return sejak hari pertama saham Bank
CIMB Niaga diperdagangkan di bursa atau menjadi titik analisis kedua, yaitu saat
69
Tabel IV.22
Abnormal Return Bank Niaga Sebelum Merger
Tanggal Hari
ke- Actual Return Return Pasar
Abnormal
Return
31/10/2008 t-1 0,069444444 0,070570830 -0,001126385
30/10/2008 t-2 0,099236641 0,054092470 0,045144171
29/10/2008 t-3 0,039682540 0,002010185 0,037672355
28/10/2008 t-4 -0,025773196 -0,047169381 0,021396185
27/10/2008 t-5 -0,091334895 -0,063023014 -0,028311881
24/10/2008 t-6 0,011848341 -0,069054310 0,080902652
23/10/2008 t-7 -0,086580887 -0,030831385 -0,055748702
22/10/2008 t-8 -0,059063136 -0,031943993 -0,017119143
21/10/2008 t-9 0,040254237 0,009258074 0,030996164
20/10/2008 t-10 -0,038696538 0,019661088 -0,058357625
Sumber: data sekunder yang diolah
Hal yang sama pun terjadi pada Bank Niaga sebelum merger. Peristiwa merger
Bank Lippo dan Bank Niaga mengandung informasi bagi para investor untuk
mengambil keputusan berinvestasi, karena terlihat memberikan abnormal return
yang positif. Ini berarti pasar bereaksi terhadap informasi akan dilakukannya
merger kedua bank tersebut pada tanggal 1 November 2008.
Untuk mengetahui perubahan reaksi pasar yang terjadi baik setelah BI
approval maupun setelah merger, maka perlu dilihat abnormal return Bank CIMB
Niaga pada periode setelah BI approval dan setelah merger untuk. Jika terdapat
abnormal return yang positif, maka dapat dikatakan bahwa peristiwa merger pada
Bank CIMB Niaga mempengaruhi reaksi pasar atau meningkatkan minat investor
untuk berinvestasi.
68
Tabel IV.21
Abnormal Return Bank Lippo Sebelum Merger
Tanggal Hari
ke- Actual Return Return Pasar
Abnormal
Return
31/10/2008 t-1 0 0,070570830 -0,070570830
30/10/2008 t-2 0 0,054092470 -0,054092470
29/10/2008 t-3 0 0,002010185 -0,002010185
28/10/2008 t-4 -0,074074074 -0,047169381 -0,026904693
27/10/2008 t-5 0 -0,063023014 0,063023014
24/10/2008 t-6 -0,035714286 -0,069054310 0,033340025
23/10/2008 t-7 0 -0,030831385 0,030831385
22/10/2008 t-8 0 -0,031943993 0,041943993
21/10/2008 t-9 0,068702290 0,009258074 0,059444216
20/10/2008 t-10 0 0,019661088 -0,019661088
Sumber: data sekunder yang diolah
Begitu juga dengan reaksi pasar yang timbul sejak H-9 sampai H-5 merger,
mengakibatkan harga saham Bank Lippo mengalami fluktuasi hingga akhirnya
turun hingga Rp 1.250,00 pada hari terakhir listing. Informasi tentang merger
yang dilaksanakan pada tanggal 1 November 2008 ternyata mendorong pasar
untuk membentuk harga keseimbangan baru dan menciptakan kondisi pasar yang
efisien. Efisien pasar seperti ini disebut dengan efisiensi pasar secara informasi
(informationally efficient market) (Hartono, 2010). Ini berarti peristiwa merger
mempunyai kandungan informasi bagi investor dan memberikan abnormal return
kepada pasar. Namun, penurunan harga saham ini menyebabkan nilai ekuitas
Bank Lippo menurun juga, seperti yang sudah tersaji pada sub bab analisis sinergi
sebelumnya.
67
Tabel IV.20
Abnormal Return Bank Niaga Sesudah BI Approval
Tanggal Hari
ke- Actual Return Return Pasar
Abnormal
Return
29/10/2008 t+10 0,039682540 0,002010185 0,037672355
28/10/2008 t+9 -0,025773196 -0,047169381 0,021396185
27/10/2008 t+8 -0,091334895 -0,063023014 -0,028311881
24/10/2008 t+7 0,011848341 -0,069054310 0,080901652
23/10/2008 t+6 -0,086580087 -0,030831385 -0,055748702
22/10/2008 t+5 -0,059063136 -0,041943993 -0,017119143
21/10/2008 t+4 0,040254237 0,009258074 0,030996164
20/10/2008 t+3 -0,038696538 0,019661088 -0,058357625
17/10/2008 t+2 0,040254237 -0,043620056 0,083874294
16/10/2008 t+1 -0,094049904 -0,037592687 -0,056457217
15/10/2008 t0 -0,085964912 -0,022853698 -0,063111214
Sumber: data sekunder yang diolah
Hal yang tidak jauh berbeda pun terjadi pada Bank Niaga, dimana pasar mulai
bereaksi terhadap BI approval ini. Terlihat bahwa terdapat abnormal return pada
hari kedua, keempat, ketujuh, kesembilan dan kesepuluh setelah BI approval.
Interpretasi yang sama pun muncul bahwa peristiwa merger ini mengandung
informasi bagi para investor dan memberikan abnormal return. Sehingga pasar
dapat dikatakan efisien.
Selanjutnya untuk melihat reaksi pasar pada 10 hari sebelum dan 10 hari
sesudah merger, akan disajikan tabel di bawah ini yang berisi abnormal return
masing-masing bank legacy pada 10 hari sebelum merger dan kemudian tabel
yang berisi abnormal return Bank CIMB Niaga pada 10 hari sesudah merger.
66
dan kelas B Bank Lippo akan mendapatkan 2,82 (dibulatkan) saham kelas B Bank
CIMB Niaga setelah merger terjadi.
Tabel IV.19
Abnormal Return Bank Niaga Sebelum BI Approval
Tanggal Hari
ke- Actual Return Return Pasar
Abnormal
Return
14/10/2008 t-1 0,075471698 0,064365445 0,011106253
13/10/2008 t-2 -0,053571429 0,007029082 -0,060600510
08/10/2008 t-3 0,080459770 -0,103753394 0,023293624
07/10/2008 t-4 0 -0,017600302 0,017600302
06/10/2008 t-5 0,138613861 -0,100282400 -0,038331461
29/09/2008 t-6 0 -0,007358412 0,007358412
26/09/2008 t-7 -0,040705563 -0,012817709 -0,027887854
25/09/2008 t-8 0 -0,007161687 0,007161687
24/09/2008 t-9 0,071220930 0,005579200 0,065641731
23/09/2008 t-10 -0,089947090 -0,012776768 -0,077170322
Sumber: data sekunder yang diolah
Seperti halnya yang terjadi pada Bank Lippo pada 10 hari sebelum BI
approval, reaksi pasar juga terlihat pada Bank Niaga sejak H-9 BI approval.
Reaksi ini menyebabkan harga saham sempat meningkat, namun terjadi
penurunan kembali pada saat BI menyetujui rencana merger ini (BI approval).
Reaksi pasar yang terjadi dapat dikatakan mempunyai kandungan informasi bagi
para investor dan memberikan abnormal return. Sehingga dengan kondisi seperti
ini, pasar dapat dikatakan efisien dan investor mempunyai kesempatan untuk
mendapatkan abnormal return. Tabel selanjutnya menyajikan data abnormal return
Bank Niaga setelah BI approval.
65
Tabel IV.18
Abnormal Return Bank Lippo Sesudah BI Approval
Tanggal Hari
ke- Actual Return Return Pasar
Abnormal
Return
29/10/2008 t+10 0 0,002010185 -0,002010185
28/10/2008 t+9 -0,074074074 -0,047169381 -0,026904693
27/10/2008 t+8 0 -0,063023014 0,063023014
24/10/2008 t+7 -0,035714286 -0,069054310 0,033340025
23/10/2008 t+6 0 -0,030831385 0,030831385
22/10/2008 t+5 0 -0,041943993 0,041943993
21/10/2008 t+4 0,068702290 0,009258074 0,059444216
20/10/2008 t+3 0 0,019661088 -0,019661088
17/10/2008 t+2 -0,096551724 -0,043620056 -0,052931668
16/10/2008 t+1 0 -0,037592687 0,037592687
15/10/2008 t0 -0,093750000 -0,022853698 -0,070896302
Sumber: data sekunder yang diolah
Tidak jauh berbeda dengan sebelum BI approval, ternyata pasar semakin
bereaksi menjelang hari efektif merger. Hal ini terlihat dengan adanya abnormal
return sejak hari pertama setelah BI approval yang kemudian kembali bereaksi
pada H+4 sampai H+8 BI approval. Ternyata kabar akan segera dilakukannya
penggabungan dan konversi saham mengandung informasi bagi para investor.
Abnormal return tersebut juga mencerminkan bahwa pasar dikatakan efisien.
Peneliti berasumsi bahwa ada kemungkinan reaksi pasar ini juga bisa saja
dikarenakan adanya informasi lain mengenai konversi saham yang akan dilakukan
pada saat merger. Pada tanggal 28 Mei 2008, dalam laporan yang dikeluarkan
oleh PT. Ujatek Baru mengenai konversi saham, mantan pemegang saham kelas A
64
Tabel IV.17
Abnormal Return Bank Lippo Sebelum BI Approval
Tanggal Hari
ke- Actual Return Return Pasar
Abnormal
Return
14/10/2008 t-1 -0,085714286 0,064365445 -0,150079731
13/10/2008 t-2 0 0,007029082 -0,007029082
08/10/2008 t-3 0 -0,103753394 0,103753394
07/10/2008 t-4 -0,102561403 -0,017600302 -0,084963801
06/10/2008 t-5 0 -0,100282400 0,100282400
29/09/2008 t-6 0,218750000 -0,007358412 0,226108412
26/09/2008 t-7 -0,111111111 -0,012817709 -0,098193402
25/09/2008 t-8 0 -0,007161687 0,007161687
24/09/2008 t-9 0 0,005579200 -0,005579200
23/09/2008 t-10 0 -0,012776768 0,012776768
Sumber: data sekunder yang diolah
Pada tabel IV.17 dapat dilihat bahwa pasar sudah mulai bereaksi sejak 10 hari
sebelum BI approval. Terlihat pada abnormal return Bank Lippo yang
menunjukkan angka positif pada H-10, H-8, H-6, H-5 dan H-3. Hal ini dapat
diartikan bahwa informasi akan segera disetujuinya rencana merger Bank Lippo
dan Bank Niaga mempengaruhi reaksi pasar yang kemudian akan membentuk
harga keseimbangan yang baru dan akan memberikan abnormal return kepada
pasar. Terbukti bahwa harga saham Bank Lippo sempat mengalami penurunan,
namun naik kembali pada H-6 BI approval.
Pada tabel IV.18 berikut ini akan disajikan data abnormal return Bank Lippo
pada periode setelah BI approval:
63
IV.3 Analisis Reaksi Pasar
Analisis ini dilakukan untuk melihat perubahan reaksi pasar karena adanya
aktivitas merger. Jika aktivitas merger tersebut memberikan sinyal bagi investor,
maka pasar akan bereaksi dan hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan
perusahaan. Reaksi pasar tersebut dapat diukur dengan return sebagai nilai
perubahan harga atau dengan abnormal return yang menurut Hartono (2003)
merupakan selisih antara return aktual dengan return yang diekspektasikan oleh
investor. Cara untuk menghitung abnormal return telah dijelaskan pada bab
sebelumnya dan daftar harga saham dicantumkan sebagai lampiran.
Dalam analisis ini juga digunakan dua titik waktu terjadinya peristiwa yaitu
titik analisis pertama pada saat BI menyetujui rencana merger (BI approval) dan
titik kedua saat merger terjadi (Legal Day 1) pada tanggal 1 November 2008.
Berikut ini tabel-tabel yang berisi rincian abnormal return masing-masing bank
legacy pada periode 10 hari sebelum BI menyetujui merger Bank Lippo dan Bank
Niaga (BI approval) pada tanggal 15 Oktober 2008 dan 10 hari sebelum merger
yang terjadi pada tanggal 1 November 2008.
62
begitupun dengan tahun-tahun berikutnya terjadi peningkatan nilai ekuitas.
Berikut ini data nilai ekuitas Bank CIMB Niaga pada empat tahun terakhir setelah
merger:
Tabel IV.16
Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Pada Empat Tahun Setelah Merger
Tahun Jumlah lembar
saham
Harga
saham IHSG Nilai ekuitas
2/112009 23.934.863.660 Rp 648 Rp 2.371,64 Rp15.509,792
1/11 2010 23.934.863.660 Rp1.346 Rp 3.645,15 Rp32.216,326
1/11/2011 25.131.606.843 Rp1.270 Rp 3.685,01 Rp31.917,141
1/11/2012 25.131.606.843 Rp1.160 Rp 4.335,36 Rp29.152,664 Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari tabel IV.16 dapat dilihat bahwa nilai ekuitas Bank CIMB Niaga
meningkat dua kali lipat pada tahun kedua setelah merger. Hal ini membuktikan
bahwa bank hasil merger antara Bank Lippo dan Bank Niaga ini telah mampu
membalik sinergi negatif yang sempat terjadi pada saat BI approval. Dimana
sinergi negatif yang timbul karena terjadinya penurunan harga saham Bank Lippo
yang cukup tajam saat merger dengan Bank Niaga dan dikonversi menjadi saham
Bank Niaga. Walaupun pada saat merger terbukti menghasilkan sinergi positif,
berarti merger tersebut berhasil. Tabel yang berisi nilai ekuitas di atas, hanya
ingin memberikan bukti tambahan bahwa keberhasilan merger antara Bank Lippo
dan Bank Niaga tercermin mulai tahun kedua merger. Pada tahun tersebut harga
saham Bank CIMB Niaga naik cukup tajam dari Rp 648 pada 2 November 2009
menjadi Rp 1.346 pada 1 November 2010. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
merger berhasil dan memberikan tambahan kemakmuran bagi mantan pemegang
saham bank legacy, juga mampu membuat pasar bereaksi dan meningkatkan
harga saham di pasar.
61
Tabel IV. 15
Perbandingan Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga
Pada Saat BI approval, H-1 LD1 dan Setelah Konversi
BI approval H-1 Legal Day Setelah
Konversi
Bank Niaga Rp 6.701,989 Rp 5.943,031 Rp 6.573,352
Bank Lippo Rp 5.730,013 Rp 4.939,666 Rp 5.647,138
∑nilai ekuitas Bank
CIMB Niaga
Rp 12.432,002 Rp 10.883,00 Rp 12.220,49
+ (sinergi positif)
(sinergi negatif)
Sumber: data sekunder yang diolah
Pada tabel IV.15 terlihat jelas bahwa nilai ekuitas Bank CIMB Niaga pada saat
BI approval lebih tinggi bila dibandingkan dengan saat konversi dilakukan pada
hari pertama merger (Legal Day 1) yaitu tanggal 1 November 2008. Ini berarti
merger akan menghasilkan sinergi negatif, dimana masing-masing mantan
pemegang saham bank legacy tidak akan mendapatkan tambahan kemakmuran
dari merger yang dilakukan. Sedangkan jika dilakukan perbandingan nilai ekuitas
pada H-1 LD1 dengan hari pertama merger (LD1), didapat selisih yang positif.
Dapat diartikan bahwa merger yang dilakukan menghasilkan sinergi positif dan
memberikan tambahan kemakmuran bagi mantan pemegang saham bank legacy.
Jika dilihat uraian tentang sinergi sebelumnya, dimana merger tersebut diawali
dengan sinergi negatif saat BI approval, mungkin memberikan sedikit
kekhawatiran bagi para mantan pemegang saham bank legacy. Namun, ternyata
pada hari pertama merger yang ditetapkan, sinergi berubah menjadi positif,
60
Pada tabel data saham Bank CIMB Niaga di atas dapat dilihat bahwa terjadi
kenaikan harga saham pada hari ketiga perdagangan saham di bursa setelah
peristiwa merger. Begitu juga dengan pasar yang sudah mulai bereaksi sejak hari
pertama saham Bank CIMB Niaga diperdagangkan. Hal ini berarti bahwa
peristiwa merger mempunyai informasi atau sinyal yang baik bagi pasar. Terlihat
bahwa reaksi pasar kembali terjadi pada hari kedelapan sampai kesepuluh,
ketigabelas dan kesembilanbelas. Reaksi pasar ini tentunya mendorong
peningkatan penjualan saham ini di bursa. Hasilnya akan meningkatkan nilai
ekuitas pada masa mendatang. Sehingga sinergi negatif yang diderita pada saat BI
approval akan terbayar pada periode setelah merger seperti yang sudah diuraikan
pada penjelasan sebelumnya tentang nilai ekuitas.
Untuk melihat lebh jelas perubahan sinergi yang terjadi sejak BI approval
sampai dengan merger terjadi (Legal Day 1). Berikut ini disajikan tabel ringkasan
yang berisi perbandingan nilai ekuitas masing-masing bank legacy pada saat
sebelum dan sesudah merger menjadi Bank CIMB Niaga pada tanggal 1
November 2008:
59
Pada periode ini juga terlihat penurunan harga saham yang cukup signifikan
berpengaruh pada reaksi pasar. Sehingga, dapat disimpulkan reaksi pasar kembali
terjadi setelah saham kedua bank legacy menghilang dari bursa atau merger Bank
CIMB Niaga memasuki Legal Day 1 pada 1 November 2008 dan sahamnya mulai
diperdagangkan pada tanggal 3 November 2008. Berikut ini tabel yang
menyajikan data saham sejak hari pertama saham Bank CIMB Niaga
diperdagangkan di bursa dan saham kedua bank legacy hilang dari perdagangan
pada tanggal 3 November 2008 sampai dengan akhir bulan November 2008:
Tabel IV.14
Data Saham Bank CIMB Niaga Setelah Merger
Tanggal Harga Saham Volume IHSG Abnormal Return
28/11/2008 413 13.303.500 1.241,5411 -0,020577946
27/11/2008 408 30.019.500 1.202,0736 0,017647024
26/11/2008 398 157.605.000 1.193,1505 -0,021077040
25/11/2008 393 25.956.000 1.154,1409 -0,011161545
24/11/2008 393 2.803.500 1.141,4011 -0,008310086
21/11/2008 398 84.741.000 1.146,2759 -0,071175805
20/11/2008 432 22.470.000 1.154,9704 -0,063238533
19/11/2008 472 1.669.500 1.180,3566 0,075861961
18/11/2008 442 32.371.500 1.189,8620 -0,025504792
17/11/2008 472 3.370.500 1.236,9329 -0,016991062
14/11/2008 491 10.741.500 1.264,3768 0,070696296
13/11/2008 457 15.561.000 1.259,7134 0,018655226
12/11/2008 472 661.500 1.326,6214 0,007433727
11/11/2008 472 76.324.500 1.336,5570 -0,035620415
10/11/2008 491 9.733.500 1.340,6811 -0,001734586
07/11/2008 491 36.970.500 1.338,3596 -0,062429914
06/11/2008 511 26.586.000 1.307,8974 -0,010976212
05/11/2008 540 19.771.500 1.366,2749 0,080407122
04/11/2008 501 8.547.000 1.369,7854 -0,032187935
03/11/2008 511 10.164.000 1.352,7162 0,029660338 Sumber: Data sekunder yang diolah
58
∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Niaga
= (proporsi kepemilikan mantan pemegang saham Bank Niaga x ∑ saham
Bank CIMB Niaga x harga saham Bank CIMB Niaga) – nilai ekuitas
Bank Niaga)
= (54,67% x 23.914.853.985 x Rp 511,00) – Rp 5.943,031 miliar
= Rp 737,912 miliar
∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Lippo
= (proporsi kepemilikan mantan pemegang saham Bank Lippo x ∑ saham
Bank CIMB Niaga x harga saham Bank CIMB Niaga ) – nilai ekuitas
Bank Lippo)
= (45,33% x 23.914.853.985 x Rp 511,00) – Rp4.939,666 miliar
= Rp599,882 miliar
∑sinergi merger CIMB Niaga = ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan
pemegang saham Bank Niaga + ∆ kemakmuran
yang dinikmati mantan pemegang saham Bank
Lippo
= Rp 737,912 miliar + Rp599,882 miliar
= Rp 1.337,794 miliar
Dari perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa merger memberikan
tambahan kemakmuran bagi masing-masing bank legacy, yang kemudian disebut
sebagai sinergi yang merupakan indikator keberhasilan merger. Sinergi yang
diperoleh dari merger yang dilakukan oleh Bank Lippo dan Bank Niaga adalah
sebesar Rp 1.337,794 miliar.
57
Tabel IV. 13
Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Setelah Merger
Nilai Ekuitas
Bank Niaga
Nilai Ekuitas
Bank Lippo
Nilai Ekuitas
Bank CIMB Niaga
Bank CIMB Niaga Rp 6.573,352 Rp 5.647,138 Rp 12.220,49
Sumber: data sekunder yang diolah
Dari tabel IV.8 di atas dapat diketahui nilai ekuitas Bank CIMB Niaga setelah
merger yang diihtung dengan menggunakan harga saham dan jumlah saham yang
beredar pada hari merger adalah sebesar Rp 12.220,49 miliar. Hal ini berarti
bahwa nilai ekuitas meningkat setelah merger.
Kemudian untuk menghitung saham yang diterima masing-masing bank
legacy setelah merger, dapat dilakukan perhitungan seperti berikut:
∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Niaga
= proporsi kepemilikan saham x ∑ saham CIMB Niaga
= a x ∑ saham CIMB Niaga
= 54,67% x 23.914.853.985
= 13.085.189.963 lembar saham
∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Lippo
= proporsi kepemilikan saham x ∑ saham CIMB Niaga
= b x ∑ saham CIMB Niaga
= 45,33% x 23.914.853.985
= 10.849.673.697 lembar saham
Sehingga dapat diketahui masing-masing tambahan kemakmuran yang
diterima oleh mantan pemegang saham bank legacy setelah merger dilakukan,
dengan perhitungan berikut ini:
56
masing-masing meningkat sebesar Rp 630,32 miliar dan Rp 707,47 miliar. Hal ini
berarti merger yang dilakukan memberikan sinergi positif, atau dapat dikatakan
akan memberikan tambahan kemakmuran bagi mantan pemegang saham masing-
masing bank legacy. Terlihat juga bahwa Bank Niaga memiliki nilai ekuitas yang
lebih besar dibandingkan dengan Bank Lippo setelah merger dilaksanakan
dibandingkan dengan hari terakhir listing. Berikut ini perhitungan sinergi yang
dimaksud adalah:
∑ nilai ekuitas bank legacy = Nilai ekuitas Bank Niaga + Nilai Ekuitas Bank
Lippo
= Rp 5.943,031 + Rp 4.939,666
= Rp 10.883,00 (dalam miliar rupiah)
Atau (a) + (b) = 54,67% + 45,33%
= 100%
Dari perhitungan nilai ekuitas di atas, dapat diketahui bahwa Bank Niaga
memiliki proporsi kepemilikan saham sebesar 54,67%, dan Bank Lippo memiliki
45,33%. Terlihat bahwa Bank Niaga memiliki proporsi yang lebih besar
dibandingkan Bank Lippo. Sehingga bisa diasumsikan bahwa setelah merger
mantan pemegang saham Bank Niaga akan mendapat tambahan kemakmuran
yang lebih besar.
Selanjutnya setelah mengetahui nilai ekuitas masing-masing bank legacy pada
periode sebelum merger, perlu diketahui juga nilai ekuitas Bank CIMB Niaga
pada periode setelah merger. Berikut ini penyajian datanya:
55
keduabelas. Sedangkan pada tabel IV.10 terlihat bahwa reaksi pasar terjadi pada
hari kedua, kelima sampai hari kesembilan. Seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya walaupun harga saham mengalami fluktuasi, dan berdampak pada
penurunan nilai ekuitas, namun para investor tetap bereaksi positif terhadap
pengumuman tersebut dengan harapan di masa mendatang akan terjadi
peningkatan nilai ekuitas bank hasil merger yaitu Bank CIMB Niaga.
Harapan investor ini terbukti. Karena pada periode setelah merger, nilai
ekuitas Bank CIMB Niaga meningkat, seperti yang terlihat pada tabel di bawah
ini yang merupakan data pada titik analisis kedua yaitu 1 November 2008:
Tabel IV. 11
Nilai Ekuitas Bank Legacy Sebelum Merger (H-1 Legal Day 1)
Jumlah Lembar
Saham Harga Saham
Nilai Ekuitas
(dalam miliar rupiah)
Bank Niaga 12.863.702.471 Rp 462,00 Rp 5.943,031 (a)
Bank Lippo 3.951.733.039 Rp 1.250,00 Rp 4.939,666 (b)
∑nilai ekuitas sebelum merger (H-1 Legal Day 1) Rp 10.883,00
Sumber: data sekunder yang diolah
Tabel IV. 12
Nilai Ekuitas Bank Legacy Setelah Konversi
Pada Saat Merger (1 November 2008)
Jumlah Lembar
Saham Harga Saham
Nilai Ekuitas
(dalam miliar rupiah)
Bank Niaga 12.863.702.471 Rp 511,00 Rp 6.573,352 (a)
Bank Lippo 11.051.151.514 Rp 511,00 Rp 5.647,138 (b)
∑nilai ekuitas setelah merger Rp 12.220,49
Sumber: data sekunder yang diolah
Pada tabel data nilai ekuitas di atas, baik pada saat hari terakhir listing maupun
pada saat merger dan dilakukannya konversi saham PT.Bank Lippo Tbk. menjadi
saham Bank CIMB Niaga dapat diketahui bahwa ∑nilai ekuitas bank legacy
54
Tabel IV.9
Data Saham Bank Niaga Setelah BI approval
Tanggal Harga Saham Volume IHSG Abnormal Return
31/10/2008 462 5.775.000 1.256,7037 -0,001126385
30/10/2008 432 2.520.000 1.173,8632 0,045144171
29/10/2008 393 12.778.500 1.113,6245 0,037672355
28/10/2008 378 5.901.000 1.111,3904 0,021396185
27/10/2008 388 5.743.500 1.166,4092 -0,028311881
24/10/2008 427 37.947.000 1.244,8643 0,080902652
23/10/2008 422 12.190.500 1.337,2040 -0,055748702
22/10/2008 462 11.823.000 1.379,7434 -0,017119143
21/10/2008 491 45.979.500 1.440,1490 0,030996164
20/10/2008 472 3.654.000 1.426,9383 -0,058357625
17/10/2008 491 22.701.000 1.399,4241 0,083874294
16/10/2008 472 9.093.000 1.463,2512 -0,056457217
15/10/2008 521 10.384.500 1.520,4074 -0,063111214
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel IV.10
Data Saham Bank Lippo Setelah BI approval
Tanggal Harga Saham Volume IHSG Abnormal Return
31/10/2008 1.250 0 1.256,7037 -0,070570830
30/10/2008 1.250 0 1.173,8632 -0,054092470
29/10/2008 1.250 0 1.113,6245 -0,002010185
28/10/2008 1.250 1.500 1.111,3904 -0,026904693
27/10/2008 1.350 0 1.166,4092 0,063023014
24/10/2008 1.350 1.000 1.244,8643 0,033340025
23/10/2008 1.400 0 1.337,2040 0,030831385
22/10/2008 1.400 0 1.379,7434 0,041943993
21/10/2008 1.400 20.000 1.440,1490 0,059444216
20/10/2008 1.310 0 1.426,9383 -0,019661088
17/10/2008 1.310 77.000 1.399,4241 -0,052931668
16/10/2008 1.450 500 1.463,2512 0,037592687
15/10/2008 1.450 6.500 1.520,4074 -0,070896302
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari tabel IV.9 dapat dilihat bahwa terdapat reaksi pasar yang digambarkan
dari abnormal return yang positif pada hari ketiga setelah BI approval. Kemudian
pasar bereaksi kembali pada hari kelima, kedelapan, kesepuluh hingga
53
∑sinergi merger CIMB Niaga = ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan
pemegang saham Bank Niaga + ∆ kemakmuran
yang dinikmati mantan pemegang saham Bank
Lippo
= - Rp 113,923 miliar + (- Rp97,589 miliar)
= - Rp 211,512 miliar
Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa masing-masing justru menderita
kerugian bukan tambahan kemakmuran, yang kemudian berdampak pada sinergi
yang terjadi adalah sinergi negatif. Pada tabel yang menyajikan nilai ekuitas
sebelumnya juga dapat diketahui bahwa ∑nilai ekuitas bank legacy masing-
masing menurun sebesar Rp 128,637 miliar dan Rp 82,876 miliar. Hal ini secara
tidak langsung menggambarkan merger yang dilakukan memberikan sinergi
negatif, atau dapat dikatakan justru akan merugikan bagi mantan pemegang
saham masing-masing bank legacy.
Pada periode ini juga terlihat penurunan harga saham yang cukup signifikan
berpengaruh pada reaksi pasar. Sehingga, dapat disimpulkan reaksi pasar sudah
mulai terjadi sejak pengumuman keluarnya persetujuan dari BI tentang rencana
merger Bank Niaga dengan Bank Lippo yang mengakibatkan turunnya harga
saham kedua bank ini di bursa dan berdampak pada menurunnya nilai ekuitas
masing-masing kedua bank tersebut. berikut ini tabel yang menyajikan data saham
sejak BI approval pada tanggal 15 Oktober 2008 sampai pada hari terakhir listing
yaitu tanggal 31 Oktober 2008.
52
∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Lippo
= proporsi kepemilikan saham x ∑ saham CIMB Niaga
= b x ∑ saham CIMB Niaga
= 46,09% x 23.914.853.985
= 11.022.356.202 lembar saham
Sehingga dapat diketahui masing-masing tambahan kemakmuran yang
diterima oleh mantan pemegang saham bank legacy setelah merger dilakukan,
dengan perhitungan berikut ini:
∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Niaga
= (proporsi kepemilikan mantan pemegang saham Bank Niaga x ∑ saham
Bank CIMB Niaga x harga saham Bank CIMB Niaga) – nilai ekuitas
Bank Niaga)
= (53,91% x 23.914.853.985 x Rp 511,00) – Rp 6.701,989 miliar
= - Rp 113,923 miliar
∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Lippo
= (proporsi kepemilikan mantan pemegang saham Bank Lippo x ∑ saham
Bank CIMB Niaga x harga saham Bank CIMB Niaga ) – nilai ekuitas
Bank Lippo)
= (46,09% x 23.914.853.985 x Rp 511,00) – Rp5.730,013 miliar
= - Rp97,589 miliar
51
dibandingkan Bank Lippo. Sehingga bisa diasumsikan bahwa setelah merger
mantan pemegang saham Bank Niaga akan mendapat tambahan kemakmuran
yang lebih besar.
Selanjutnya setelah mengetahui nilai ekuitas masing-masing bank legacy pada
periode sebelum merger, perlu diketahui juga nilai ekuitas Bank CIMB Niaga
pada periode setelah merger. Berikut ini penyajian datanya:
Tabel IV. 8
Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga
Pada Saat Merger (1 November 2008)
Nilai Ekuitas
Bank Niaga
Nilai Ekuitas
Bank Lippo
Nilai Ekuitas
Bank CIMB Niaga
Bank CIMB Niaga Rp 6.573,352 Rp 5.647,138 Rp 12.220,49
Sumber: data sekunder yang diolah
Dari tabel IV.8 di atas dapat diketahui nilai ekuitas Bank CIMB Niaga setelah
merger yang dihitung dengan menggunakan harga saham dan jumlah saham yang
beredar pada hari merger adalah sebesar Rp 12.220,49 miliar. Hal ini berarti
bahwa nilai ekuitas menurun setelah merger jika dibandingkan dengan pada saat
BI approval.
Kemudian untuk menghitung saham yang diterima masing-masing bank
legacy setelah merger, dapat dilakukan perhitungan seperti berikut:
∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Niaga
= proporsi kepemilikan saham x ∑ saham CIMB Niaga
= a x ∑ saham CIMB Niaga
= 53,91% x 23.914.853.985
= 12.892.497.783 lembar saham
50
Tabel IV. 7
Nilai Ekuitas Bank Legacy Setelah Konversi
Pada Saat Merger (1November 2008)
Jumlah Lembar
Saham Harga Saham
Nilai Ekuitas
(dalam miliar rupiah)
Bank Niaga 12.863.702.471 Rp 511,00 Rp 6.573,352 (a)
Bank Lippo 11.051.151.514 Rp 511,00 Rp 5.647,138 (b)
∑nilai ekuitas setelah merger Rp 12.220,49
Sumber: data sekunder yang diolah
Dari tabel IV.6 dan IV.7 di atas terlihat bahwa Bank Niaga memiliki nilai
ekuitas yang lebih besar dibandingkan dengan Bank Lippo baik setelah BI
approval maupun setelah merger. Dengan begitu muncul asumsi bahwa mantan
pemegang saham Bank Niaga akan mendapat tambahan kemakmuran yang lebih
besar dibandingkan dengan mantan pemegang saham Bank Lippo. Untuk
membuktikannya dapat dilakukan perhitungan tambahan kemakmuran yang akan
diterima oleh masing-masing mantan pemegang saham bank legacy dan juga
sinergi merger yang terjadi. Berikut ini perhitungan sinergi yang dimaksud
adalah:
∑ nilai ekuitas bank legacy = Nilai ekuitas Bank Niaga + Nilai Ekuitas Bank
Lippo
= Rp 6.701,989 (a) + Rp 5.730,013 (b)
= Rp 12.432,002 (dalam miliar rupiah)
Atau (a) + (b) = 53,91% + 46,09%
= 100%
Dari perhitungan nilai ekuitas di atas, dapat diketahui bahwa Bank Niaga
memiliki proporsi kepemilikan saham sebesar 53,91%, dan Bank Lippo memiliki
46,09%. Terlihat bahwa Bank Niaga memiliki proporsi yang lebih besar
49
setelah merger) dan volume atau jumlah lembar saham masing-masing bank
legacy pada periode setelah merger (setelah dikonversi menjadi saham Bank
CIMB Niaga). Data tersebut digunakan untuk menghitung nilai ekuitas masing-
masing bank legacy dan bank hasil merger yang akan dibandingkan kemudian.
Berdasarkan laporan No. UB-191/Dir.060/V/2008-1 tanggal 25 Mei 2008
yang dikeluarkan oleh PT. Ujatek Baru, untuk keperluan konversi saham,
manajemen menetapkan nilai pasar wajar dari aset bersih Bank CIMB Niaga dan
Bank Lippo masing-masing adalah sebesar Rp 1.052,00 (nilai penuh) dan Rp
2.969,00 (nilai penuh) per saham. Dengan begitu, maka setiap satu pemegang
saham kelas A dan kelas B Bank Lippo akan mendapatkan 2,82 (dibulatkan)
saham kelas B Bank CIMB Niaga. Penilaian tersebut merupakan nilai intrinsik
wajar dari masing-masing bank dan juga memberikan premium di atas harga
perdagangan historis (Laporan Keuangan Tahunan Bank CIMB Niaga, 2010).
Untuk lebih jelasnya data disajikan dalam bentuk tabel. Selain lebih mudah
dipahami, penyajian data dalam bentuk tabel juga dapat langsung terlihat trend
yang terjadi. Berikut ini tabel data nilai ekuitas pada titik analisis pertama yaitu
saat BI approval tanggal 15 Oktober 2008:
Tabel IV. 6
Nilai Ekuitas Bank Legacy Saat BI approval
Jumlah Lembar
Saham Harga Saham
Nilai Ekuitas
(dalam miliar rupiah)
Bank Niaga 12.863.702.471 Rp 521,00 Rp 6.701,989 (a)
Bank Lippo 3.951.733.039 Rp 1.450,00 Rp 5.730,013 (b)
∑nilai ekuitas sebelum merger (BI approval) Rp 12.432,002
Sumber: data sekunder yang diolah
48
antara nilai perusahaan gabungan dengan jumlah nilai perusahaan yang beroperasi
secara sendiri-sendiri adalah merupakan sinergi dari penggabungan usaha.
Dalam analisis ini dipilih dua titik yang menjadi pusat perhatian, yaitu satu
titik pada saat BI menyetujui rencana merger Bank Niaga dengan Bank Lippo
pada tanggal 15 Oktober 2008 dan titik berikutnya yaitu pada saat saham Bank
Niaga dan Bank Lippo dikonversi menjadi saham Bank CIMB Niaga pada tanggal
1 November 2008, yang berarti juga saham Bank Niaga dan saham Bank Lippo
sudah tidak diperdagangkan lagi di bursa.
Untuk menganalisis perubahan yang terjadi pada titik pertama yaitu saat BI
approval, data yang digunakan adalah data harga saham masing-masing bank
legacy pada tanggal 15 Oktober 2008 (saat BI approval) dan volume atau jumlah
lembar saham masing-masing bank legacy pada periode sebelum merger (sebelum
dikonversi menjadi saham Bank CIMB Niaga) yang dibandingkan dengan data
harga saham pada tanggal 3 November 2008 (hari pertama trading setelah merger)
dan volume atau jumlah lembar saham masing-masing bank legacy pada periode
setelah merger (setelah dikonversi menjadi saham Bank CIMB Niaga).
Kemudian untuk menganalisis perubahan yang terjadi pada saat merger yaitu
tanggal 1 November 2008, data yang digunakan adalah data harga saham masing-
masing bank legacy pada tanggal 31 Oktober 2008 (H-1 LD1 atau hari terakhir
saham Bank Niaga dan saham Bank Lippo listing di bursa) dan volume atau
jumlah lembar saham masing-masing bank legacy pada periode sebelum merger
(sebelum dikonversi menjadi saham Bank CIMB Niaga) yang dibandingkan
dengan data harga saham pada tanggal 3 November 2008 (hari pertama trading
47
Tabel IV.5
Perkembangan Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga
Sebelum dan Sesudah Merger Tahun ∆CAR ∆PPAP ∆NIM ∆ROA ∆LDR ∆BOPO ∆ROE
2006 - - - - - - -
2007 -3,56% 0,23% -0,25% 0,68% 13,08% -0,89% 3,31%
2008 -2,93% -0,61% 0,26% -1,50% 18,83% 17,61% -10,71%
2009 -2,00% 2,18% 1,09% 1,00% 8,27% -5,28% 8,15%
2010 -0,34% -0,32% -0,32% 0,65% -8,07% -6,18% 7,65%
Sumber: data sekunder yang telah diolah
Untuk lebih jelasnya, berikut ini disajikan gambar trend dari perkembangan
kinerja yang sudah tersaji dalam tabel IV.4 di atas.
Gambar IV.1
Trend Perkembangan Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga
IV.2 Analisis Sinergi
Sinergi adalah mencapai sesuatu yang lebih besar dengan sumber daya yang
sama, atau mencapai hasil yang sama dari sumber daya yang lebih kecil. Selisih
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2006 2007 2008 2009 2010
% R
asio
Keu
anga
n
Tahun
ROE
BOPO
LDR
ROA
NIM
PPAP
CAR
46
Tabel IV.4
Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga Sebelum dan Sesudah Merger Tahun CAR PPAP NIM ROA LDR BOPO ROE
2006 22,08% 1,61% 5,68% 1,92% 55,93% 71,54% 15,48%
2007 18,52% 1,84% 5,43% 2,6% 69,01% 70,65% 18,79%
2008 15,59% 1,23% 5,69% 1,10% 87,84% 88,26% 8,08%
2009 13,59% 3,41% 6,78% 2,10% 96,11% 82,98% 16,23%
2010 13,25% 3,09% 6,46% 2,75% 88,04% 76,80% 23,88%
Sumber: data sekunder yang telah diolah
Pada akhir tahun 2008, tepatnya setelah 2 bulan bergabung dengan Bank
Lippo, terlihat bahwa ROA dan ROE mengalami penurunan yang cukup drastis.
Bila dilihat dari pendapatan bunga bersih maupun pendapatan operasional bersih,
memang terjadi penurunan. Namun, hal ini masih dapat dikatakan sebagai
keadaan yang normal. Alasan mengapa ROA dan ROE bisa menurun cukup
drastis juga bukan karena krisis yang terjadi di akhir tahun 2008, tetapi karena
adanya beban penggabungan usaha sebesar Rp 315.903 juta (Laporan Keuangan
Tahunan CIMB Niaga, 2008) yang dibebani pada saat Bank Niaga merger dengan
Bank Lippo pada tanggal 1 November 2008. Beban ini secara langsung akan
berdampak pada laba baik sebelum pajak maupun sesudah pajak yang digunakan
dalam perhitungan ROA dan ROE tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
penurunana yang terjadi pada ROA dan ROE merupakan murni dampak dari
peristiwa merger yang terjadi.
45
Tabel IV.3
Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga Sesudah Merger Tahun CAR PPAP NIM ROA LDR BOPO ROE
2008 15,59% 1,23% 5,69% 1,10% 87,84% 88,26% 8,08%
2009 13,59% 3,41% 6,78% 2,10% 96,11% 82,98% 16,23%
2010 13,25% 3,09% 6,46% 2,75% 88,04% 76,80% 23,88%
Sumber: data sekunder yang telah diolah
Pada tabel IV.3 di atas dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan dan
penurunan pada masing-masing rasio. Seluruh rasio mengalami penurunan pada
tahun kedua setelah merger, kecuali ROA yang meningkat sebesar 0,65%, yang
berarti profitabilitas Bank CIMB Niaga setelah merger meningkat. Sedangkan
CAR sebagai proksi dari kecukupan modal yang harus dimiliki oleh suatu bank,
terlihat menurun sebesar 0,345%. Begitupun PPAP juga menurun sebesar 0,32%,
yang dapat diartikan bahwa kualitas aset Bank CIMB Niaga menurun pada tahun
kedua setelah merger. NIM juga menurun sebesar 0,32%, LDR menurun sebesar
8,07% yang berarti kemampuan likuiditas Bank CIMB Niaga menurun. Rasio
BOPO juga mengalami penurunan sebesar 6,18%, hal ini berarti Bank CIMB
Niaga bisa menjalankan usahanya dengan lebih efisien pada tahun kedua setelah
merger. Terakhir ROE yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
pengembalian modal terlihat meningkat cukup tajam, yaitu 7,65% .
Dari kedua tabel tersebut dapat dilihat bahwa rasio-rasio keuangan bank
legacy dan bank hasil merger pada periode sebelum merger dan sesudah merger
mengalami peningkatan dan penurunan. Untuk melihat perkembangan kinerja
keuangan pada periode sebelum merger dan sesudah merger dengan lebih jelas,
berikut ini disajikan tabel yang berisi besarnya peningkatan maupun penurunan
yang terjadi.
44
dari masing-masing rasio keuangan bank legacy tersebut. Berikut ini penyajian
datanya:
Tabel IV.2
Rerata Kinerja Keuangan Bank Lippo dan Bank Niaga Sebelum Merger Tahun CAR PPAP NIM ROA LDR BOPO ROE
2006 22,08% 1,61% 5,68% 1,92% 55,93% 71,54% 15,48%
2007 18,52% 1,84% 5,43% 2,60% 69,01% 70,65% 18,79%
Sumber: data sekunder yang telah diolah
Setelah merata-rata nilai persentase dari masing-masing rasio dengan metode
simple average, didapat beberapa informasi dari Tabel IV.2 seperti yang akan
diuraikan berikut ini. Dari aspek kecukupan modal (capital), yang diproksi
dengan rasio CAR, menunjukkan penurunan sebesar 3,56%. PPAP meningkat
sebesar 0,225% berarti kesehatan bank menurun, sedangkan NIM menurun
sebesar 0,245%, ROA meningkat sebesar 0,685% berarti laba meningkat, begitu
pun LDR meningkat sebesar 13,08% yang berarti kemampuan likuiditas bank
menurun, BOPO menurun sebesar 0,89% yang berarti operasional bank semakin
efisien dan terkahir ROE yang menggambarkan profitabilitas juga meningkat
sebesar 3,31%.
Untuk mengetahui perbedaan kinerja sebelum dan sesudah merger, maka perlu
adanya data Bank CIMB Niaga yang merupakan hasil merger dari Bank Lippo
dan Bank niaga pada periode setelah merger. Data kinerja keuangan Bank CIMB
Niaga tersaji dalam tabel IV.3 berikut ini:
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan hasil penelitian beserta pembahasan dari masing-masing
analisis yang dilakukan. Dimulai dengan penyajian data dalam bentuk tabel,
menguraikan hal-hal yang diharapkan dalam kerangka pikir yang disusun
sebelumnya, untuk kemudian menginterpretasikan hasil analisis. Analisis yang
dilakukan antara lain: analisis perbandingan kinerja keuangan, analisis sinergi dan
analisis reaksi pasar. Masing-masing akan dijelaskan secara urut berikut ini.
IV.1 Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan
Alat ukur kinerja keuangan dalam penelitian ini adalah rasio-rasio CAMEL
yang juga merupakan indikator kesehatan bank. Rasio-rasio tersebut adalah: CAR,
PPAP, NIM, ROA, LDR, BOPO dan ROE. Masing-masing rasio menjelaskan
aspek-aspek penilaian kesehatan bank, seperti aspek capital, assets, management,
earnings dan liquidity. Berikut ini data terkait dengan rasio-rasio tersebut sejak
dua tahun sebelum merger dan dua tahun sesudah merger.
Tabel IV.1
Kinerja Keuangan Bank Lippo dan Bank Niaga Sebelum Merger
No Bank CAR PPAP NIM ROA LDR BOPO ROE
1 Bank Lippo
2006 25,27% 1,47% 4,94% 1,74% 43,32% 63,07% 11,97%
2007 20,00% 1,84% 4,78% 2,71% 58,72% 62,86% 16,99%
2 Bank Niaga
2006 18,88% 1,75% 6,41% 2,09% 68,545% 80,01% 18,99%
2007 17,03% 1,83% 6,08% 2,49% 79,30% 78,44% 20,58%
Sumber: data sekunder yang telah diolah
Untuk melakukan perbandingan dengan kinerja keuangan Bank CIMB Niaga
yang merupakan hasil merger Bank Lippo dan Bank Niaga, diperlukan rata-rata
42
∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Lippo = a x ∑ saham CIMB Niaga
∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Niaga = b x ∑ saham CIMB Niaga
Sehingga dapat diketahui masing-masing tambahan kemakmuran yang
diterima oleh mantan pemegang saham bank legacy setelah merger dilakukan,
dengan perhitungan berikut ini:
∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Lippo = (proporsi kepemilikan
mantan pemegang saham Bank Lippo x ∑saham CIMB Niaga x harga saham CIMB Niaga – nilai
ekuitas Bank Lippo)
∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Niaga = (proporsi kepemilikan
mantan pemegang saham Bank Niaga x ∑saham CIMB Niaga x harga saham CIMB Niaga – nilai
ekuitas Bank Niaga)
∑sinergi merger CIMB Niaga = ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank
Lippo + ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Niaga
III.5.3 Analisis Reaksi Pasar
Karena salah satu tujuan merger adalah untuk meningkatkan kemakmuran
pemegang saham, maka perlu adanya analisis yang bisa melihat perubahan
kemakmuran pemegang saham setelah merger terjadi. Untuk melakukan analisis
ini juga digunakan penyajian data dengan tabel yang diharapkan bisa
menunjukkan reaksi pasar sebelum, pada saat dan setelah merger terjadi.
41
digunakan untuk mengetahui apakah kinerja keuangan sesudah merger lebih baik
sesuai dengan tujuan dilakukannya merger, dan untuk memberikan perbandingan
akan perbaikan kinerja keuangan.
III.5.1 Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan
Dalam analisis ini, data disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui
perubahan yang terjadi sejak dua tahun sebelum merger sampai dengan dua tahun
sesudah merger. Selain untuk mengetahui perubahan yang terjadi, juga dapat
dilihat trend yang terjadi.
III.5.2 Analisis Sinergi
Analisis ini dilakukan untuk melihat adanya perbedaan nilai perusahaan
sebelum dan sesudah merger. Sesuai dengan konsep merger yang mengatakan
bahwa kedua perusahaan yang melakukan merger akan menghasilkan perusahaan
baru dengan nilai yang lebih besar. Untuk itu diperlukan analisis untuk
mengetahui apakah ada nilai lebih tersebut dalam merger Bank CIMB Niaga ini.
Analisis ini juga dilakukan untuk mengetahui besarnya tambahan kemakmuran
yang diterima oleh mantan masing-masing bank legacy.
Berikut ini cara yang digunakan untuk menghitung sinergi yang dimaksud
adalah:
∑ saham Bank Lippo x harga saham Bank Lippo = Nilai ekuitas Bank Lippo (a)
∑ saham Bank Niaga x harga saham Bank Niaga = Nilai ekuitas Bank Niaga (b)
∑ nilai ekuitas bank legacy = nilai ekuitas Bank Lippo + nilai ekuitas Bank Niaga
Atau a + b = 100%
Kemudian untuk menghitung saham yang diterima masing-masing bank
legacy setelah merger, dapat dilakukan perhitungan seperti berikut:
40
Dimana: : abnormal return saham i pada periode t
: return saham i pada periode t
: return ekspektasi pada periode t
5) Return saham individual pada periode t, merupakan selisih antara harga
saham i pada periode t dengan periode sebelumnya (t-1), dibagi dengan
harga saham pada t-1
Dimana: : return saham i pada saat t
: harga saham i pada saat t
: harga saham i pada saat t-1
6) Return ekspektasi (expected return) merupakan selisih antara IHSG
periode t dengan t-1 dibagi dengan IHSG pada t-1
Dimana: : return ekspektasi saat t
: IHSG pada saat t
: IHSG pada saat t-1
III.5 Teknik Analisis
Analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
perbandingan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger yang disajikan
dalam tabel dengan tujuan melihat trend dari masing-masing variabel. Analisis ini
39
∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Niaga = (proporsi kepemilikan
mantan pemegang saham Bank Niaga x ∑saham CIMB Niaga x harga saham CIMB Niaga – nilai
ekuitas Bank Niaga)
∑sinergi merger CIMB Niaga = ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank
Lippo + ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Niaga
III.4.3 Analisis Reaksi Pasar
Adanya aktivitas merger dan akuisisi yang diharapkan dapat meningkatkan
kesehatan perusahaan, memberikan sinyal bagi investor untuk menanamkan
sahamnya pada perusahaan tersebut dengan harapan investor dapat memperoleh
keuntungan yang diinginkan. Reaksi pasar modal terhadap kandungan informasi
dalam suatu peristiwa dapat diukur dengan menggunakan return sebagai nilai
perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return yang merupakan
selisih antara return aktual dengan return yang diekspektasikan oleh investor
(Hartono, 2010).
Abnormal return akan terjadi apabila pengumuman merger dan akuisisi
mempunyai informasi dalam pasar modal yang efisien, harga saham dan tingkat
pengembalian bereaksi dengan adanya pengumuman merger dan akuisisi sehingga
dengan memanfaatkan informasi publik, maka perusahaan dapat memperoleh
keuntungan di atas normal.
Berikut ini cara untuk menghitung abnormal return:
4) Abnormal return dihitung dengan market adjusted abnormal return, yaitu
merupakan selisih return saham yang dihitung dengan return individual
dikurangi return ekspektasi (return pasar).
38
III.4.2 Sinergi
Sinergi adalah mencapai sesuatu yang lebih besar dengan sumber daya yang
sama, atau mencapai hasil yang sama dari sumber daya yang lebih kecil. Selisih
antara nilai perusahaan gabungan dengan jumlah nilai perusahaan yang beroperasi
secara sendiri-sendiri adalah merupakan sinergi dari penggabungan usaha.
Berikut ini cara yang digunakan untuk menghitung sinergi yang dimaksud
adalah:
∑ saham Bank Lippo x harga saham Bank Lippo = Nilai ekuitas Bank Lippo (a)
∑ saham Bank Niaga x harga saham Bank Niaga = Nilai ekuitas Bank Niaga (b)
∑ nilai ekuitas bank legacy = nilai ekuitas Bank Lippo + nilai ekuitas Bank Niaga
Atau a + b = 100%
Kemudian untuk menghitung saham yang diterima masing-masing bank
legacy setelah merger, dapat dilakukan perhitungan seperti berikut:
∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Lippo = a x ∑ saham CIMB Niaga
∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Niaga = b x ∑ saham CIMB Niaga
Sehingga dapat diketahui masing-masing tambahan kemakmuran yang
diterima oleh mantan pemegang saham bank legacy setelah merger dilakukan,
dengan perhitungan berikut ini:
∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Lippo = (proporsi kepemilikan
mantan pemegang saham Bank Lippo x ∑saham CIMB Niaga x harga saham CIMB Niaga – nilai
ekuitas Bank Lippo)
37
5) LDR
Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara
membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak
ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas
bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah akan semakin besar. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
6) BOPO
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen lembaga
keuangan dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan
operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya
operasional yang dikeluarkan lembaga keuangan yang bersangkutan
sehingga kemungkinan suatu lembaga keuangan dalam kondisi bermasalah
semakin kecil. Berikut ini rumus yang digunakan untuk menghitung rasio
BOPO:
7) ROE
Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam
mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak.
Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai
sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin
kecil. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, standar ROE adalah lebih
dari 12%. Dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
36
2) PPAP
Rasio PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif) merupakan salah
satu rasio yang digunakan untuk menilai kualitas aset. PPAP adalah
perbandingan penyisihan penghapusan aktiva produktif yang telah
dibentuk dengan aktiva produktif. Semakin rendah nilai rasio PPAP, maka
menunjukkan bank semakin sehat. Berikut ini formulasinya:
3) NIM
NIM merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap
rata-rata aktiva produktif. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari
pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Aktiva produktif yang
diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga (interest
bearing assets). NIM dirumuskan sebagai berikut:
4) ROA
Variabel ROA mewakili profitabilitas perusahaan sebagai variabel yang
paling tepat untuk menggambarkan profitabilitas industri perbankan.
Sesuai dengan SE No.30/2/UPPB tgl 30 April 1997, maka ROA dapat
dihitung menggunakan rumus berikut:
35
pengumpulan data yang diperlukan untuk penelitian dengan menghimpun dan
menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun
elektronik (Umar, 2005). Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan laporan
keuangan bank bersangkutan selama periode waktu sebelum dan sesudah merger.
III.4 Definisi Operasional
Definisi operasional variabel adalah definisi dari variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini, dan menunjukkan cara pengukuran dari masing-
masing variabel tersebut. Pada setiap indikator dihasilkan dari suatu perhitungan
terhadap formulasi yang mendasarkan pada konsep teori dan ditambah dengan
peraturan-peraturan yang berlaku dalam pengukuran tingkat kinerja perbankan.
III.4.1 Perkembangan Kinerja
Perkembangan kinerja yang dimaksud dinilai dengan analisis CAMEL yang
merupakan ukuran kesehatan bank dengan kriteria menurut aspek Capital, Asset,
Management, Earning dan Liquidity.
Berikut ini masing-masing variabel yang digunakan untuk melakukan analisis
CAMEL:
1) CAR
CAR (Capital Adequacy Ratio) merupakan rasio kecukupan modal yang
dihitung dengan membandingkan modal sendiri dengan aktiva tertimbang
menurut risiko atau (ATMR) sesuai dengan SE No. 6/23/DPNP tanggal 31
Mei 2004, yang dinyatakan dalam persentase (%). Berikut ini formulasi
untuk menghitung CAR:
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, telah
dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain sebelum kita gunakan (Umar, 2005). Data
sekunder yang digunakan merupakan data rasio-rasio keuangan Bank CIMB
Niaga yang diolah dari laporan keuangan bank bersangkutan selama periode
waktu 2006-2010. Selain itu juga untuk memperoleh data rasio-rasio keuangan
Bank Lippo, didapat dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun
2006 dan 2007 dan Laporan Keuangan Publikasi di website Bank Indonesia.
III.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi atau wakil dari populasi yang dipilih
untuk diteliti dengan jumlah tertentu yang representatif sifatnya (Sekaran, 2006).
Data sekunder yang digunakan yaitu data time series yang diolah dari laporan
keuangan Bank Niaga dan Bank Lippo untuk periode sebelum merger dan laporan
keuangan Bank CIMB Niaga untuk periode sesudah merger.
III.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan penulis adalah dokumentasi.
Teknik pengumpulan data dengan studi dokumentasi merupakan suatu teknik
33
keberhasilan merger. Selain itu juga untuk melihat adanya hasil dari merger
tersebut, digunakan penilaian terhadap harga saham dan jumlah lembar saham
yang diperdagangkan sebelum dan sesudah merger.
32
Gambar II. 1
Kerangka Pikir Evaluasi Merger
Merger dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan kinerja dari
perusahaan-perusahaan yang tergabung. PT Bank CIMB Niaga Tbk. sebagai
sebuah bank, kinerjanya dapat diukur dengan menggunakan rasio CAMEL
sebagai dasar yang diterima secara luas. Sedangkan efisiensi operasi sebuah bank
akan menghasilkan keunggulan bersaing melalui penghematan biaya yang pada
akhirnya akan meningkatkan arus kas dan juga pendapatan atau laba sebuah bank.
Oleh karena itu faktor efisiensi dimasukkan sebagai variabel pengukur
Rasio CAMEL
Sesudah Merger
- CAR
- RORA
- NIM
- ROA
- LDR
- BOPO
Rasio CAMEL
Sebelum Merger
- CAR
- RORA
- NIM
- ROA
- LDR
- BOPO
Rasio CAMEL
Sebelum Merger
- CAR
- RORA
- NIM
- ROA
- LDR
- BOPO
Sinergi
Nilai Perusahaan sebelum dan sesudah
merger yang
dibandingkan
Keberhasilan merger
yang diukur dari
meningkatnya nilai
perusahaan
Perkembangn
Kinerja
CAMEL:
Analisa terhadap
perkembangan kinerja keuangan
Efisiensi:
Analisa rasio
efisiensi usaha
Reaksi Pasar
Abnormal Return
sebelum dan sesudah merger yang
diabndingkan
Untuk melihat
apakah abnormal return yang
diperoleh karena
pengumuman
merger atau memang karena pasar yang
membaik
Rasio CAMEL
Sesudah Merger
- CAR
- RORA
- NIM
- ROA
- LDR
- BOPO
Rasio CAMEL
Sebelum Merger
- CAR
- RORA
- NIM
- ROA
- LDR
- BOPO
Rasio CAMEL
Sesudah Merger
- CAR
- RORA
- NIM
- ROA
- LDR
- BOPO
Rasio CAMEL
Sebelum Merger
- CAR
- RORA
- NIM
- ROA
- LDR
- BOPO
Sinergi
Nilai Perusahaan sebelum dan sesudah
merger yang
dibandingkan
Keberhasilan merger
yang diukur dari
meningkatnya nilai
perusahaan
Perkembangn
Kinerja
CAMEL:
Analisa terhadap
perkembangan kinerja keuangan
Efisiensi:
Analisa rasio
efisiensi usaha
Reaksi Pasar
Abnormal Return
sebelum dan sesudah merger yang
diabndingkan
Rasio CAMEL
Sesudah Merger
- CAR
- RORA
- NIM
- ROA
- LDR
- BOPO
Rasio CAMEL
Sebelum Merger
- CAR
- RORA
- NIM
- ROA
- LDR
- BOPO
Untuk melihat
apakah abnormal return yang
diperoleh karena
pengumuman
merger atau memang karena pasar yang
membaik
Sinergi
Nilai Perusahaan sebelum dan sesudah
merger yang
dibandingkan
Keberhasilan merger
yang diukur dari
meningkatnya nilai
perusahaan
Perkembangn
Kinerja
CAMEL:
Analisa terhadap
perkembangan kinerja keuangan
Efisiensi:
Analisa rasio
efisiensi usaha
Reaksi Pasar
Abnormal Return
sebelum dan sesudah merger yang
diabndingkan
Rasio CAMEL
Sesudah Merger
- CAR
- PPAP
- NIM
- ROA
- LDR
- BOPO
- ROE
Rasio CAMEL
Sebelum Merger
- CAR PPAP
- NIM
- ROA
- LDR
- BOPO
- ROE
- BOPO
Rasio CAMEL
Sebelum Merger
- CAR PPAP
- NIM
- ROA
- LDR
- BOPO
- ROE
- BOPO
31
Dimana:
: return ekspektasi saat t
: IHSG pada saat t
: IHSG pada saat t-1
II.3 Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir dari penelitian kali ini mereplikasi dari penelitian sebelumnya,
yang melakukan evaluasi terhadap pertumbuhan atau peningkatan rasio-rasio
keuangan meliputi rasio-rasio CAMEL dan rasio efisiensi yang diproksikan
dengan BOPO. Pengukuran dan penilaian atas kesehatan Bank CIMB Niaga
dilihat dari analisis proksi CAMEL dan rasio efisiensi. Sedangkan untuk melihat
adanya sinergi dilakukan analisis terhadap nilai perusahaan sebelum dan sesudah
merger. Begitu pun dengan analisis terhadap reaksi pasar dengan melihat
abnormal return sebelum dan sesudah merger. Berikut ini model evaluasi merger
Bank CIMB Niaga:
30
perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi,
karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan return indeks
pasar.
Berikut ini cara untuk menghitung abnormal return dengan
menggunakan model ini::
1) Abnormal return dihitung dengan market adjusted abnormal return, yaitu
merupakan selisih return saham yang dihitung dengan return individual
dikurangi return ekspektasi.
Dimana:
: abnormal return saham i pada periode t
: return saham i pada periode t
: return ekspektasi pada periode t
2) Return saham individual pada periode t, merupakan selisih antara harga
saham i pada periode t dengan periode sebelumnya (t-1), dibagi dengan
harga saham pada t-1
Dimana:
: return saham i pada saat t
: harga saham i pada saat t
: harga saham i pada saat t-1
3) Return ekspektasi (expected return) merupakan selisih antara IHSG
periode t dengan t-1 dibagi dengan IHSG pada t-1
29
Periode estimasi (estimation periode) umumnya merupakan periode
sebelum periode peristiwa. Periode peristiwa (event period) disebut juga
dengan periode pengamatan atau jendela peristiwa (event window).
2) Market Model
Perhitungan return ekspektasian dengan model pasar (market model) ini
dilakukan dengan dua tahap, yaitu (1) membentuk model ekspektasi dengan
menggunakan data realisasi selama periode estimasi dan (2) menggunakan
model ekspektasi ini untuk mengestimasi return ekspektasian di periode
jendela. Model ekspektasi dapat dibentuk menggunakan teknik regresi OLS
(Ordinary Least Square) dengan persamaan:
Ri,j = αi + βi . RMj + εi,j
Dimana:
Ri,j : return realisasian sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j
αi : intercept untuk sekuritas ke-i
βi : koefisien slope yang merupakan Beta dari sekuritas ke-i
RMj : return indeks pasar pada periode estimasi ke-j yang dapat dihitung
dengan rumus RMj = (IHSGj – IHSGj-1) / IHSGj-1 dengan IHSG
adalah Indeks Harga Saham Gabungan
εi,j : kesalahan residu sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j
3) Market Adjusted Model
Model sesuaian-pasar (market adjusted model) menganggap bahwa
penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return
indeks pasar pada saat tersebut. dengan menggunakan model ini, maka tidak
28
diharapkan investor). Return yang sesungguhnya merupakan return yang terjadi
pada waktu ke-t yang merupakan selisih harga sekarang dengan harga
sebelumnya. Sedangkan return yang diharapkan merupakan return yang harus
diestimasi.
Abnormal return akan terjadi apabila pengumuman merger dan akuisisi
mempunyai informasi dalam pasar modal yang efisien, harga saham dan tingkat
pengembalian bereaksi dengan adanya pengumuman merger dan akuisisi sehingga
dengan memanfaatkan informasi publik, maka perusahaan dapat memperoleh
keuntungan di atas normal. Terdapat tiga model untuk menghitung abnormal
return (Hartono, 2000), yaitu:
1) Mean Adjusted Model
Model sesuaian rata-rata (mean adjusted model) ini menganggap bahwa
return ekpektasian bernilai konstan dan sama dengan rata-rata return
realisasian sebelumnya selama periode estimasi (estimation period), sebagai
berikut:
E[Rit]=
T
Dimana:
E[Rit] : return ekspektasian sekuritas ke-i pada periode peristiwa
ke-t
Rij : return realisasian sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j
T : lamanya periode estimasi, yaitu t1 sampai dengan t2
27
yang paling populer dan pada dasarnya merupakan konsep yang baik. Sinergi
adalah “bonus yang diperoleh karena usaha bersama dari bagian-bagian lain dari
suatu organisasi”.
Sementara itu Brigham (1998) menjelaskan sinergi sebagai tujuan utama dari
kebanyakan merger atau konsolidasi untuk meningkatkan nilai dari penggabungan
usaha dari dua perusahaan A dan B yang kemudian menjadi perusahaan C. Nilai
dari perusahaan C ini dinilai lebih menguntungkan bagi pemegang saham dengan
adanya sinergi, daripada masing-masing perusahaan secara terpisah.
Suwardi (2008) merangkum efek sinergi secara umum yang timbul dari empat
hal, yaitu:
1) Ekonomi operasi, yang ditimbulkan dari meningkatnya skala ekonomis
pada bidang manajemen, pemasaran, produksi atau distribusi.
2) Ekonomi keuangan, meliputi berkurangnya biaya transaksi dan
meningkatnya wilayah cakupan dengan analisa keuangan yang lebih aman.
3) Efisiensi differensial, bila perusahaan manajemen salah satu perusahaan
kurang efisien, peningkatan asset setelah merger akan membantu
meningkatkan produktivitas.
4) Meningkatnya kekuatan pasar dan berkurangnya kompetitor.
II.2.12 Abnormal Return
Menurut Hartono (2010), abnormal return umumnya menjadi fokus study
yang mengamati reaksi harga atau efisiensi pasar. Abnormal return merupakan
selisih antara return yang sesungguhnya terjadi dikurangi return yang diharapkan
atau return ekspektasi. Return normal merupakan return ekspektasi (return yang
26
4) Rentabilitas (Earning)
Kemampuan bank dalam meningkatkan labanya, apakah setiap periode
atau untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai
oleh bank yang bersangkutan. Bank yang sehat yang diukur secara
rentabilitas yang terus meningkat. Penilaian juga dilakukan dengan:
a) Rasio laba terhadap total aset (ROA)
b) Perbandingan biaya operasi dengan pendapatan operasi (BOPO)
5) Likuiditas (Liquidity)
Sebuah bank dikatakan likuid apabila bank yang bersangkutan dapat
membayar semua hutang-hutangnya, terutama simpanan tabungan, giro
dan deposito pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua
permohonan kredit yang layak dibiayai. Secara umum rasio ini merupakan
rasio antara jumlah aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar. Yang dinilai
dalam rasio ini adalah:
a) Rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva
b) Rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank, seperti: KLBI,
giro, tabungan, deposito dan lain-lain.
II.2.11 Sinergi
Sinergi adalah mencapai sesuatu yang lebih besar dengan sumber daya yang
sama, atau mencapai hasil yang sama dari sumber daya yang lebih kecil. Selisih
antara nilai perusahaan gabungan dengan jumlah nilai perusahaan yang beroperasi
secara sendiri-sendiri adalah merupakan sinergi dari penggabungan usaha.
Menurut McDonagh (1999) dalam Suwardi (2008), sinergi merupakan motivasi
25
1) Permodalan (Capital)
Permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal
minimum bank. Penilaian tersebut berdasarkan CAR (Capital Adequacy
Ratio) yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Perbandingan rasio
tersebut adalah rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR) dan sesuai dengan ketentuan Pemerintah tahun 1999, CAR
minimum harus 8%.
2) Kualitas Aset (Asset Quality)
Penilaian aset harus sesuai dengan peraturan yang diterapkan oleh Bank
Indonesia dengan membandingkan antara aktiva produktif yang
diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan
penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif diklasifikasikan.
Rasio ini dapat dilihat dari neraca yang telah dilaporkan secara berkala
kepada Bank Indonesia.
3) Manajemen (Management)
Dalam mengelola kegiatan bank sehari-hari juga harus dinilai kualitas
manajemennya. Kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas
manusianya dalam bekerja. Kualitas manajemen juga dilihat dari
pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani
berbagai kasus yang terjadi. Dalam aspek ini yang dinilai adalah
manajemen permodalan, manajemen aktiva, manajemen umum,
manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas. Penilaian didasarkan
pada 250 pertanyaan yang diajukan manajemen bank yang bersangkutan.
24
Menurut Martono (2002), cara menilai kesehatan bank dengan menggunakan
metode CAMELyang dirangkum dalam tabel berikut ini:
Tabel II.1
Penilaian Kesehatan Bank Dengan Menggunakan Metode CAMEL
Uraian Yang dinilai Rasio Nilai
kredit
Bobot
Capital Kecukupan Modal CAR 0 s/d max
100 25%
Assets Kualitas Aktiva
Produktif
BDR
CAD
Max 100
Max 100
25%
5%
30%
Manajemen Kualitas Manajemen
Manajemen Modal
Manajemen Aktiva
Manajemen Umum
Manajemen
Rentabilitas
Manajemen
Likuiditas
Total max
100 25%
Earnings Kemampuan
Menghasilkan Laba
ROA
BOPO
Max 100
Max 100 10%
Liquidity
Kemampuan
Menjamin
Likuiditas
LDR
MCM/ CA
Max 100
Max 100 10%
Sumber: Martono, 2002
Untuk menilai kesehatan bank dapat dilihat dari beberapa segi. Penilaian ini
bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi sehat , cukup
sehat, kurang sehat dan tidak sehat, sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas
dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank
tersebut harus dijalankan atau bahkan dihentikan kegiatan operasinya. Ukuran
untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah dibuat oleh Bank Indonesia.
Berikut ini Rasio CAMEL menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001, yang dirangkum oleh Kasmir (2002),
yaitu:
23
margin (NIM) dan tercapai tingkat LDR yang sehat sesuai dengan harapan Bank
Indonesia (5%). Sehingga akan meningkatkan return yang diindikasikan
terjadinya peningkatan ROA.
Indikasi meningkatnya ROA secara otomatis menggambarkan peningkatan
return perusahaan. Peningkatan aset dari hasil merger, dalam sebuah PT ditandai
dengan peningkatan jumlah saham yang beredar. Jika terjadi peningkatan return,
dapat diartikan bahwa laba per lembar saham akan meningkat. Peningkatan laba
per lembar saham/ earning per share (EPS) adalah indikasi bahwa tujuan merger
untuk meningkatkan nilai sekaligus memaksimumkan kekayaan para pemegang
saham tercapai. Sehingga kemakmuran pemegang saham (stockholder’s)
meningkat.
II.2.10 Kesehatan Bank
Menurut Susilo dkk (2000), kesehatan suatu bank dapat diartikan sebagai
kemampuan sebuah bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara
normal dan untuk memenuhi semua kewajibannya dengan baik sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi:
1) Kemampuan untuk menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain,
dan modal sendiri.
2) Kemampuan mengelola dana
3) Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat
4) Kemampuan untuk memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan,
pemilik modal dan pihak lain
5) Kemampuan memenuhi peraturan perbankan yang berlaku
22
3) Memperkuat Sistem Pendukung
Aspek penting yang dibutuhkan adalah meningkatkan kemampuan
teknologi informasi bank hasil merger dan restrukturisasi di semua sisi
informasi teknologinya.
4) Pengurangan Biaya Operasional
Penting untuk menjaga rasio biaya pengeluaran operasional agar tidak
menjadi besar, jika dibandingkan dengan komposisi aktiva lancar lainnya.
5) Fungsi Bank Inti
Bank inti atau core bank sebagai bank hasil penggabungan usaha.
II.2.9 Konsep Merger Bank
Mudrajad (2002) mengungkap beberapa hal, pertama dengan merger berarti
terjadi peningkatan aktiva/ aset yang berarti pula terjadi peningkatan pangsa pasar.
Seringkali pangsa pasar dana pihak ketiga yang dikuasai sebuah bank menjadi
penentu yang sangat penting seberapa besar nilai bank jika dilakukan merger atau
akuisisi. Karena dengan begitu bank akan memiliki pengaruh yang sangat
signifikan terhadap pasar. Kedua, meningkatkan efisiensi dengan memungkinkan
menutup cabang bank yang saling berdekatan dan menghilangkan duplikasi
lainnya dan ketiga yaitu mengurangi persaingan.
Dengan demikian adanya merger yang ditandai dengan peningkatan aset,
pangsa pasar menigkat, dengan pengurangan duplikasi aktivitas yang dilakukan
dengan merger akan tercapai peningkatan skala ekonomi berupa penghematan-
penghematan biaya (BOPO) dan akan meningkatkan efisiensi dalam operasi
dengan pemberian kredit yang lebih selektif sehingga meningkatkan net interest
21
bahan yang diperlukan untuk keberhasilan perusahaan dan perusahaan kecil
mungkin memiliki produk yang unik tetapi kekurangan teknologi dan organisasi
penjualan yang diperlukan untuk memproduksi dan memasarkannya pada skala
besar. Merger dapat dilakukan untuk mengembangkan teknologi dan penjualan
dengan lebih cepat serta lebih murah. Kedua perusahaan memiliki sumber daya
komplementer yang diperlukan masing-masing perusahaan.
II.2.8 Tujuan Merger Perbankan
Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh dilakukannya merger
perbankan, antara lain:
1) Pengendalian Krisis
Tujuan yang akan dicapai dalam pengendalian krisis adalah merubah
marjin bunga negatif menjadi marjin bunga positif. Bila bank hasil merger
tidak dapat merubah marjin suku bunga yang negatif, kelangsungan
merger bank secara finansial tidak dapat terjamin. Untuk dapat mencapai
tujuan tersebut, prioritas utama manajemen adalah merubah komposisi dan
jumlah aktiva dan pasiva sehingga dapat memperbaiki marjin pendapatan
dari negatif menjadi positif.
2) Restrukturisasi Organisasi
Rasionalisasi atas struktur organisasi bank hasil merger yang dimulai dari
jaringan kerja seperti kantor cabang, kantor cabang pembantu, kantor kas
dan ATM.
20
Sementara itu rasio yang digunakan adalah rasio-rasio keuangan. Hal ini sesuai
dengan ketentuan BI untuk menilai kinerja menggunakan rasio CAMEL, yang
juga disyaratkan sebagai standar penilaian perbankan yang diterima secara luas
(Koch dan Scott, 2000).
II.2.7 Tujuan Merger
Menurut Brealey, Myers dan Marcus (2007), salah satu motif merger adalah
menggantikan tim manajemen yang ada. Jika motif ini penting, orang akan
memperkirakan bahwa perusahaan yang berkinerja buruk cenderung menjadi
target akuisisi. Selain itu juga banyak merger dan akuisisi yang dimotivasi oleh
kemungkinan keuntungan efisiensi dari penggabungan operasi. Merger ini
menciptakan sinergi. Dengan merger ini, berarti dua perusahaan bernilai lebih
besar jika disatukan dibandingkan jika berdiri sendiri. Merger hanya menambah
nilai jika sinergi, manajemen yang lebih baik, atau perubahan lain membuat nilai
dua perusahaan lebih besar jika disatukan daripada berdiri sendiri. Namun, bukan
hanya itu saja yang manajemen harapkan. Manajemen juga mengharapkan skala
ekonomi, yaitu peluang untuk menyebarkan biaya tetap ke volume output yang
lebih besar. Industri perbankan memberikan banyak contoh dalam hal ini akibat
dari adanya regulasi perbankan.
Skala ekonomi ini adalah tujuan alami dari merger horizontal. Tetapi skala
ekonomi ini juga menjadi tujuan merger konglomerat. Arsitek merger ini
menunjukkan keekonomisan yang berasal dari pembagian layanan pasar seperti
akuntansi, kontrol keuangan, dan manajemen tingkat atas. Apabila ada perusahaan
kecil yang diakuisisi oleh perusahaan besar yang dapat menyediakan kekosongan
19
Brealey, Myers dan Marcus (2007), ada tiga cara menagakuisisi perusahaan. Salah
satunya adalah menggabungkan (merge) dua perusahaan menjadi satu, dalam
kasus ini perusahaan pengakuisisi mengasumsikan semua aset dan semua
kewajiban perusahaan yang lain. Perusahaan yang diakuisisi ditutup, dan
pemegang saham lamanya menerima uang tunai dan/ atau sekuritas di perusahaan
pengakuisisi. Dalam banyak merger ada perusahaan pengakuisisi yang jelas, yang
memiliki manajemen yang baik kemudian menjalankan perusahaan yang semakin
besar tersebut. Kadang-kadang merger ditampilkan sebagai “merger bersama”,
tetapi bahkan dalam kasus ini salah satu manajemen perusahaan biasanya berada
di atas yang lain.
Merger dilakukan oleh perusahaan-perusahaan untuk mencapai sasaran
strategis dan sasaran finansial tertentu. Proses merger melibatkan penggabungan
dua atau lebih organisasi perusahaan yang berbeda dari segi karakter perusahaan,
budaya, sistem serta nilainya. Pihak-pihak yang berkepentingan pada perusahaan
untuk melakukan proses perusahaan adalah para pemegang saham, manajer,
karyawan dan konsumen.
Merger merupakan suatu cara pengembangan dan pertumbuhan perusahaan
yang juga merupakan alternatif lain untuk investasi modal pertumbuhan secara
external. Dalam merger, perusahaan-perusahaan menggabungkan dan membagi
sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan bersama. Para pemegang
saham dari perusahaan-perusahaan yang bergabung biasanya tetap berposisi
sebagai pemilik bersama atas ekuitas perusahaan yang digabungkan.
18
rasio likuiditas ini bertujuan untuk melihat kemampuan bank dalam memenuhi
kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo.
Rasio yang dipakai dalam pembobotan penilaian CAMEL untuk menilai
kinerja bank adalah Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu perbandingan antara
seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank.
Rasio ini menunjukkan salah satu penilaian likuiditas bank dan dapat dirumuskan
sebagai berikut:
LDR tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar
kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit
yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh
pemberian kredit kepada nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank untuk
segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang
telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit.
Semakin tinggi rasio ini berarti semakin rendahnya kemampuan likuiditas
bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan
untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Rasio ini juga merupakan
indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian praktisi
perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar
80%. Namun batas toleransi berkisar antara 85% dan 100% (Dendawijaya, 2005).
II.2.6 Teori Merger
Istilah merger berasal dari kata kerja “merge” yang berarti menggabungkan
atau memfungsikan (John dan Hassan, 1990) dalam Kusmargiani (2006). Menurut
17
Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) sering
disebut juga dengan rasio efisiensi karena digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya operasional terhadap
pendapatan operasional. Setiap peningkatan biaya operasional akan berakibat pada
berkurangnya laba sebelum pajak dan akhirnya akan menurunkan laba atau
profitabilitas (ROA) bank yang bersangkutan (Dendawijaya, 2005). Sehingga
semakin kecil rasio BOPO berarti semakin efisien biaya bersangkutan yang
dikeluarkan oleh perusahaan.
Biaya operasional merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan pada
saat menjalankan kegiatan pokok, seperti biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya
pemasaran dan biaya lainnya. Pendapatan operasional adalah pendapatan utama
yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan penempatan
operasi lainnya. Rasio BOPO dengan tingkat efisiensi yang mendekati 75%
dikatakan memiliki kinerja dengan tingkat efisiensi yang baik. Tingkat kinerja
efisiensi bank dikatakan rendah atau tidak baik apabila rasio melebihi 90% dan
mendekati 1005 dan rasio yang ditoleransi menurut Bank Indonesia maksimal
93,25% (Kurnia dan Mawardi, 2012).
BOPO = Beban Operasional/ Pendapatan Operasional
II.2.5 Likuiditas Bank
Menurut Brealey, Myers dan Marcus (2007), likuiditas adalah kemampuan
untuk menjual sebuah aset guna mendapatkan kas pada waktu singkat. Analisis
16
umum di Indonesia adalah sebesar 8%. Perhitungan modal minimum atau
kecukupan modal bank (capital adequacy) berdasarkan kepada risiko atau
perbandingan antara modal yang dimiliki bank dan jumlah aktiva tertimbang
menurut risiko (ATMR). ATMR merupakan penjumlahan ATMR aktiva neraca
(aktiva yang tercantum dalam neraca) dan ATMR aktiva administratif (aktiva
yang bersifat administratif).
Rasio modal bank dihitung dengan cara membandingkan antara modal bank
(modal inti + modal pelengkap) dan total ATMR Rasio tersebut adalah sebagai
berikut:
II.2.4 Rentabilitas Bank
Rasio rentabilitas adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi
usaha dan profitabilitas yang dapat dicapai oleh bank yang bersangkutan. Selain itu,
rasio-rasio dalam kategori ini dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan
bank.
Biasanya untuk melakukan perhitungan rasio-rasio rentabilitas dicari hubungan timbal
balik antar pos yang terdapat pada laporan laba rugi ataupun hubungan timbal balik antar
pos yang terdapat pada laporan laba rugi bank dengan pos-pos neraca bank guna
memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat efisiensi dan
profitabilitas bank yang bersangkutan.
Analisis rasio rentabilitas yang digunakan dalam pembobotan bank umum
memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank,
semakin besar pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset. Rasio ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
15
II.2.3 Modal Bank
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, modal bank yang didirikan dan
berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti atau primary capital dan modal
pelengkap atau secondary capital.
1) Modal inti
Komponen modal inti pada prinsipnya terdiri atas modal disetor dan
cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak, meliputi modal
disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan, laba
tahun lalu, laba tahun berjalan, dan bagian kekayaan bersih anak
perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan.
2) Modal pelengkap
Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang tidak dibentuk dari
laba setelah pajak dan pinjaman yang sifatnya dapat dipersamakan dengan
modal. Modal pelengkap ini meliputi: cadangan revaluasi aktiva tetap,
cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, modal kuasi dan
pinjaman subordinasi.
Di Indonesia, ketentuan tentang modal minimum bank umum yang berlaku
mengikuti standar Bank for International Settlements (BIS). Seiring dengan itu
juga dalam kerangka paket deregulasi tanggal 29 Februari 1991 (PakFeb’91),
Bank Indonesia mewajibkan setiap bank umum menyediakan modal minimum
sebesar 8% dari total aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).
Persentase kebutuhan modal minimum yang diwajibkan menurut BIS ini
disebut capital adequacy ratio (CAR). Dengan demikian CAR minimum bank
14
“Segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya”.
Menurut Suyatno (1996), bank adalah badan yang usaha utamanya
menciptakan kredit. Sedangkan menurut Abdurrachman dalam Ensiklopedia
Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, bank diartikan sebagai suatu jenis lembaga
keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan
pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak
sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai perusahaan-
perusahaan, dan lain-lain.
II.2.2 Dana Bank
Dana bank adalah uang tunai yang dimiliki bank atau dana lancar yang
dikuasai bank dan setiap waktu dapat diuangkan. Uang tunai yang dimiliki bank
tidak hanya berasal dari modal bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari pihak lain
yang dititipkan atau dipercayakan pada bank yang sewaktu-waktu akan diambil
kembali, baik sekaligus maupun secara berangsur-angsur.
Dana-dana bank yang digunakan sebagai alat operasional suatu bank
bersumber dari dana sebagai berikut:
1) Dana pihak kesatu, adalah dana dari modal sendiri yang berasal dari para
pemegang saham.
2) Dana pihak kedua, adalah dana pinjaman dari pihak luar.
3) Dana pihak ketiga, adalah dana berupa simpanan dari pihak masyarakat.
Dana dari masyarakat ini beberapa jenis, yaitu giro, deposito dan
tabungan.
13
hingga 1999. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam jangka panjang
pemegang saham pengakuisisi tidak memperoleh kemakmuran atau abnormal
return yang memadai setelah pengumuman merger dan akuisisi.
Pada penelitian kali ini variabel-variabel yang digunakan adalah variabel yang
mengukur capital yaitu CAR, variabel assets yang diproksi dengan PPAP
(Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif), variabel Net Interest Margin (NIM)
sebagai proksi dari tingkat perkembangan manajemen, ROA sebagai proksi dari
profitabilitas atau earnings, LDR sebagai proksi dari likuiditas dan BOPO sebagai
proksi dari tingkat efisiensi. Sedangkan untuk mengukur tingkat sinergi yang
dilihat dari peningkatan nilai perusahaan, dilakukan perhitungan menggunakan
harga saham yang dikalikan dengan banyaknya saham yang diperdagangkan.
Sedangkan untuk melihat reaksi pasar digunakan analisis terhadap abnormal
return.
II.2 Landasan Teori
II.2.1 Bank
Pengertian Bank menurut Pasal 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah:
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak”.
Sedangkan pengertian perbankan dalam undang-undang tersebut adalah:
12
menunjukkan hasil bahwa tidak ada perubahan kinerja keuangan antara periode
sebelum dan setelah merger dilakukan.
Khanna dan Palepu dalam Mutamimah (2009), strategi merger dan akuisisi
merupakan strategi bisnis yang banyak dipilih oleh perusahaan agar tetap unggul
dalam persaingan. Motivasi perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah
untuk melakukan sinergi dan meningkatkan nilai tambah (value added) bagi
seluruh pemegang saham. Oleh sebab itu keputusan merger dan akuisisi suatu
perusahaan juga akan mendapat sorotan dari para pelaku pasar.
Adanya aktivitas merger dan akuisisi yang diharapkan dapat meningkatkan
kesehatan perusahaan, memberikan sinyal bagi investor untuk menanamkan
sahamnya pada perusahaan tersebut dengan harapan investor dapat memperoleh
keuntungan yang diinginkan. Reaksi pasar modal terhadap kandungan informasi
dalam suatu peristiwa dapat diukur dengan menggunakan return sebagai nilai
perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return yang merupakan
selisih antara return aktual dengan return yang diekspektasikan oleh investor
(Hartono, 2010).
Wibowo dan Pakereng (2001) dalam Sutrisno dan Sumarsih (2004),
menemukan bahwa perusahaan pengakuisisi memperoleh abnormal return yang
negatif di seputar pengumuman merger dan akuisisi dapat menunjukkan adanya
transfer informasi antar perusahaan dalam sektor industri manufaktur. Retno
(2002) dalam Sutrisno dan Sumarsih (2004) juga melakukan penelitian dampak
jangka panjang pemegang saham pengakuisisi dan membandingkan kemakmuran
yang diperoleh antara akuisisi internal dan akuisisi eksternal selama periode 1997
11
sebelum meupun sesudah merger, begitu juga BOPO tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah merger. Untuk likuiditas
tidak ada perbedaan yang signifikan baik sebelum maupun sesudah merger.
Payamta dan Setiawan (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh
keputusan merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan
rasio keuangan dan harga saham sebelum dan sesudah merger dan akuisisi di
sekitar peristiwa terjadi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dua tahun
sebelum dan sesudah peristiwa merger dan akuisisi tidak terjadi perbedaan kinerja
yang signifikan, baik dari segi rasio keuangan maupun harga saham. Selanjutnya
penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2008) yang menggunakan rasio-rasio
likuiditas (current ratio), profitabilitas (ROI), aktivitas (TAR) dan solvabilitas
(debt to equity ratio) menyatakan bahwa rasio CR dan TAR mengalami
peningkatan yang signifikan pada periode setelah akuisisi. Sedangkan
Hadiningsih (2007), yang meneliti mengenai dampak jangka panjang merger dan
akuisisi terhadap kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi dan perusahaan
diakuisisi di BEJ melalui rasio-rasio keuangan yang terdiri atas likuiditas,
profitabilitas, leverage, aktivitas dan return saham, menemukan bahwa secara
umum merger dan akuisisi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan pengakuisisi dan perusahaan diakuisisi.
Kusumaningsih (2010) dalam penelitiannya juga menggunakan analisis
CAMEL dengan variabel-variabel yang digunakan adalah CAR, PPAP, ROA,
BOPO, NIM, LDR dan Cash Ratio. Dengan PD BPR BKK sebagai sampelnya
10
dapat dilihat dari pendapat Smith (1996) yang memfokuskan pada penekanan
biaya over head dan overlapping kantor cabang. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa untuk menilai kinerja merger sebuah bank tidak dapat dilepaskan dari
CAMEL.
Pengukuran kinerja dengan menggunakan metode CAMEL ini juga telah
digunakan oleh beberapa penelitian terdahulu lainnya seperti: Payamta dan
Machfoed (1999) menggunakan variabel CAR untuk mengukur capital, asset
diukur dengan RORA, manajemen diukur dengan Net Profit Margin, rentabilitas
diukur dengan menggunakan ROA, ROE dan rasio biaya operasional terhadap
pendapatan operasional. Kemudian likuiditas diukur dengan menggunakan rasio
kewajiban bersih (call money) terhadap aktiva lancar dan rasio kredit terhadap
dana yang diterima. Zainuddin dan Hartono (1998); Nasser dan Aryati (2000) juga
menggunakan model analisis CAMEL untuk memprediksi kegagalan keuangan
(financial distress). Kemudian Wardiah (2001) dalam Suwardi (2008)
memberikan gambaran kinerja bank pemerintah yang melakukan merger.
Penilaian kinerja perbankan diukur berdasarkan aspek-aspek CAMEL yang
meliputi aspek Capital, Asset Quality, Management, Earnings dan Liquidity. Hasil
penelitian CAR sesudah merger menunjukkan perbaikan Asset Quality sesudah
merger lebih baik dari sebelumnya ini menunjukkan merger mampu
mengoptimalkan aktiva yang dimiliki. Sedangkan aspek manajemen diproksi
dengan Net Interest Margin ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan antara
sebelum dan sesudah merger, karena fungsi intermediasi belum pulih. Dari sisi
Earning yang diukur dengan ROA juga tidak ada perbedaan yang signifikan
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang juga membahas tentang merger.
Rose (1991) dalam Suprabowo (2001), mengungkapkan bahwa premium atau
nilai lebih pembayaran atas akuisisi atau merger dipengaruhi oleh tingkat laba
(earning) dan nilai buku. Sementara itu Hunter dan Wall (1989) dalam
Suprabowo (2001) menyatakan keputusan merger bank dimotivasi oleh keinginan
untuk diversifikasi laba, dan potensi pertumbuhan laba, dan untuk mencapai
tingkat skala ekonomis, efisiensi, ROS lebih tinggi, tingkat pertumbuhan
perolehan dana, dan total aset. Selanjutnya Smith (1996) dalam Kusmargiani
(2006) menyatakan bahwa merger bank dimaksudkan untuk mengurangi biaya
tenaga kerja, biaya over head, dan mengkombinasikan antara efisiensi yang telah
dicapai oleh partner merger, dan mengurangi jumlah cabang yang tingkat
operasionalnya overlapping antara satu cabang dengan cabang lain.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, maka dalam merger bank perlu
diperhatikan beberapa unsur yang dianggap sebagai variabel penting antara lain,
yaitu: unsur modal (capital), unsur aset, laba, likuiditas dan efisiensi. Oleh karena
itu dalam menilai kinerja keberhasilan suatu merger tidak lepas dari faktor capital,
assets, management, earnings, dan liquidity, atau disebut dengan CAMEL. Untuk
memproksikan kinerja manajemen, dapat digunakan aspek efisiensi, karena
semakin baik kinerja manajemen maka semakin tinggi efisiensi bank. Hal ini
8
3) Untuk mengetahui reaksi pasar modal terhadap pengumuman merger yang
dicerminkan dengan abnormal return yang diterima oleh pemegang saham
Bank Lippo dan Bank Niaga yang kemudian setelah merger menjadi Bank
CIMB Niaga.
I.4 Manfaat Penelitian
1) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran atas keberhasilan merger
Bank CIMB Niaga, yang disertakan dengan deskripsi faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan tersebut.
2) Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan rujukan untuk penelitian-
penelitian selanjutnya dan menambah pengetahuan akan penelitian mengenai
merger, khususnya pada perbankan Indonesia.
7
dalam Kusmargiani (2006) diketahui bahwa dari 57 kasus merger dan akuisisi
selama tahun 1990-1997, 10 kasus diantaranya merupakan merger dan akuisisi
perusahaan perbankan. Payamta dan Nursholihah (2001) dalam penelitiannya
yang diukur dengan rasio CAMEL, tidak terdapat perbedaan tingkat kinerja bank
sebelum dan sesudah merger.
Bank CIMB Niaga yang sebelumnya adalah Bank Niaga dan Bank Lippo
melakukan merger demi memenuhi kebijakan Bank Indonesia mengenai
kepemilikan tunggal di Indonesia, dimana pemegang saham mayoritas memilih
jalan merger demi kepentingan seluruh stakeholder. Sehingga dapat diajukan
rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana perkembangan kinerja
Bank CIMB Niaga setelah merger. Apakah terdapat peningkatan kemakmuran
yang diperoleh mantan pemegang saham bank legacy dan adakah reaksi pasar
terhadap informasi merger tersebut.
I.3 Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui perkembangan kinerja Bank CIMB Niaga. Sebelum dan
sesudah melakukan proses merger selama kurang lebih 5 tahun. Dalam
penelitian ini digunakan data dua tahun sebelum merger atau tahun 2006 dan
2007 dan dua tahun sesudah merger atau tahun 2009 dan 2010. Dengan
harapan dapat dilihat perkembangan atas keberhasilan merger Bank CIMB
Niaga ini.
2) Untuk menilai keberhasilan merger yang dilihat dari peningkatan nilai ekuitas
yang dinikmati oleh para pemegang saham.
6
dan akuisisi yang dilakukan, dapat dilihat dari kinerja perusahaan setelah
melakukan merger dan akuisisi terutama kinerja keuangan baik bagi perusahaan
pengakuisisi maupun perusahaan diakuisisi. Dasar logika dari pengukuran
berdasarkan akuntansi adalah bahwa jika skala bertambah besar ditambah dengan
sinergi yang dihasilkan dari gabungan aktivitas-aktivitas yang simultan, maka laba
perusahaan juga semakin meningkat. Sehingga kinerja perusahaan pasca merger
dan akuisisi seharusnya semakin baik dibandingkan dengan sebelum merger dan
akuisisi (Wangi, 2010).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, penelitian ini berfokus pada pengaruh
merger dan akuisisi dengan membandingkan kinerja keuangan, nilai perusahaan
yang diukur dengan harga saham dan jumlah saham yang diperdagangkan juga
abnormal return untuk melihat reaksi pasar sebelum dan sesudah merger. Kinerja
keuangan diukur dengan menggunakan rasio CAMEL. Oleh karena itu peneliti
mengambil judul “Kinerja Keuangan dan Kinerja Pasar PT. Bank CIMB
NiagaTbk. : Analisis Sebelum dan Sesudah Merger”.
I.2 Rumusan Masalah Penelitian
Keputusan merger dan akuisisi juga diambil oleh perusahaan-perusahaan
perbankan di Indonesia. Dari 101 bank yang merger dan akuisisi, 71 bank
dilikuidasi dan hanya 30 bank yang masih beroperasi itupun tidak berlangsung
lama. Sebab, mereka hanya mampu bertahan hingga tahun 1998. Sebanyak 18
bank dibekukan dan dilikuidasi. Selebihnya 12 bank, masih beroperasi hingga
tahun 2001 (InfoBank 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno (1998)
5
Sebagai bukti ketaatan terhadap peraturan yang berlaku, tanggal 1 November
2008 menjadi hari efektif pertama setelah merger bagi PT. Bank Niaga Tbk.
(selanjutnya Bank Niaga) dan PT. Bank Lippo Tbk. (selanjutnya Bank Lippo)
yang telah bergabung menjadi PT. Bank CIMB Niaga Tbk. (selanjutnya Bank
CIMB Niaga), merger ini sudah disetujui oleh Bank Indonesia pada tanggal 15
Oktober 2008. Penggabungan kedua bank tersebut merupakan opsi terbaik bagi
seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang diambil oleh pemegang saham
dalam rangka mematuhi kebijakan BI khususnya mengenai Kebijakan
Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy (SPP). Hasil Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa yang dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2008,
pemegang saham kedua bank menyetujui rencana penggabungan atau merger
(Merger Report CIMB Niaga, 2009).
Beberapa bulan sebelum merger dilaksanakan tepatnya pada tanggal 28 Mei
2008, nama Bank Niaga berubah menjadi Bank CIMB Niaga sesuai dengan Rapat
Umum Pemegang Saham Luar Biasa. Bergabungnya Bank Lippo ke dalam Bank
CIMB Niaga merupakan sebuah lompatan besar di sektor perbankan Asia
Tenggara. Penggabungan ini juga menjadikan Bank CIMB Niaga sebagai bank
terbesar ke-5 sari sisi aset, pendanaan, kredit dan luasnya jaringan cabang.
Perubahan-perubahan yang terjadi setelah melakukan merger dan akuisisi
biasanya akan tampak pada kinerja perusahaan dan penampilan finansialnya.
Pasca merger dan akuisisi, kondisi dan posisi keuangan perusahaan mengalami
perubahan. Hal ini tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang
melakukan merger dan akuisisi. Untuk menilai bagaimana keberhasilan merger
4
perbankan yang kuat pula. Salah satu yang dapat dicapai untuk menciptakan
struktur perbankan yang kuat adalah melalui penataan struktur kepemilikan bank
yaitu salah satunya kebijakan Kepemilikan Tunggal (Single Presence Policy)
pada Perbankan Indonesia. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Bank
Indonesia No. 14/24/PBI/2012.
Single Presence Policy yaitu kebijakan yang mengharuskan pemilik mayoritas
bank memiliki kepemilikan tunggal pada bank-bank yang beroperasi di Indonesia.
Implikasinya, tidak boleh ada pemegang saham yang sama memiliki beberapa
bank di Indonesia (Puspitawati, 2010). Sedangkan tujuan dari penerapan
kebijakan ini adalah melahirkan bank-bank yang kuat, kokoh dan besar yang
diharapkan dapat bersaing di tingkat internasional juga tidak ada monopoli di
dalamnya serta menekan penguasaan asing pada perbankan Indonesia (Bank
Indonesia, 2010).
Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/16/2006 tentang Kepemilikan
Tunggal pada perbankan nasional, Bank Indonesia (BI) pada pertengahan 2006
memberikan tiga opsi bagi para pemegang saham pengendali (mayoritas) yang
memiliki lebih dari satu bank, yaitu:
1) Mengurangi kepemilikan di bank lain sehingga hanya menjadi satu
pemegang saham pengendali (mayoritas) pada satu bank.
2) Melakukan merger atau konsolidasi dari bank-bank yang dimiliki saham
mayoritasnya.
3) Membentuk perusahaan induk di bidang perbankan (bank holding
company) di Indonesia.
3
berdampak terhadap perubahan struktur kepemilikan bank dari sebelumnya milik
swasta / publik menjadi milik negara / pemerintah karena adanya program
rekapitalisasi ke sejumlah bank (bank rekap) melalui penyertaan modal
pemerintah dan meningkatnya jumlah lembar saham bank-bank publik dari
semula paling besar kurang lima miliar lembar saham sebelum rekapitalisasi,
kemudian membengkak hingga menjadi ratusan miliar lembar saham.
Pembengkakan jumlah lembar saham pasca rekapitalisasi tersebut secara otomatis
membuat nilai buku per lembar saham turun drastis dan harga saham perbankan
juga menyesuaikan diri mengalami penurunan dari level sekitar Rp 1.000 menjadi
relatif rendah hingga di bawah Rp 50 per lembar saham sebagai akibat terjadinya
ketimpangan (gap) yang sangat lebar antara harga saham maupun jumlah lembar
sahamnya. Untuk saham bank yang memiliki harga relatif rendah jelas mengalami
kesulitan untuk bergerak naik maupun turun kendati bank tersebut telah
mengalami peningkatan kinerja secara substansial, sebaliknya bank yang memiliki
harga saham tinggi telah terbaca oleh investor sudah amat tinggi, meskipun
sebenarnya dari aspek valuasi (valuation) masih cukup bagus (Susiyanto, 2004)
dalam (Hamzah, 2006).
Krisis yang terjadi di industri perbankan ini membuat pemerintah khawatir
dengan bank-bank yang masih beroperasi, khususnya bank swasta. Karena jika
salah satu dari bank yang ada mengalami kasus yang mengharuskannya
dilikuidasi, maka akan berdampak pada bank-bank lain. Untuk mengantisipasi
dinamika perkembangan perekonomian regional dan global, industri perbankan
perlu meningkatkan ketahanan dan daya saing yang memerlukan struktur
2
dengan cara penggabungan (merger) dan rekapitalisasi melalui penerbitan obligasi
pemerintah untuk menambah modal bank (Samosir, 2003).
Menurut Lyroudi (2006) dalam Kusumaningsih (2010), strategi eksternal
dengan merger dan akuisisi lebih cepat menunjukkan peningkatan dibanding
strategi internal. Hal ini dianggap sesuai dengan tuntutan persaingan yang
mengharuskan perusahaan untuk menghasilkan peningkatan dengan cepat.
Perusahaan melakukan merger sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan pasar
domestik dan juga sebagai cara bertahan dalam kompetisi. Hitt (2002)
menambahkan alasan perusahaan lebih memilih merger dan akuisisi karena
dengan strategi tersebut, tujuan perusahaan akan cepat tercapai dibandingkan jika
perusahaan memulai usahanya dari awal. Nilai perusahaan juga akan meningkat
setelah melakukan merger dan akuisisi dibanding jika perusahaan dijual secara
terpisah. Manfaat lain dari merger dan akuisisi adalah adanya peningkatan
kemampuan manajerial, transfer teknologi dan efisiensi biaya.
Sedangkan untuk mengukur kinerja perusahaan, Helfert (2000)
mengemukakan bahwa yang berkepentingan dalam mengukur kinerja perusahaan
adalah investor, manajemen, pemerintah dan masyarakat luas. Kinerja bank dapat
diketahui dari tingkat kesehatan bank. Tingkat kesehatan bank yang diukur dari
beberapa aspek, yaitu: capital, assets, management, earnings, dan liquidity, atau
disebut dengan CAMEL yang menggunakan rasio keuangan, dimaksudkan
sebagai tolak ukur bagi pihak-pihak yang berkepentingan tersebut.
Di Indonesia, dampak krisis perbankan yang terjadi tidak hanya
mengakibatkan rasio keuangan perbankan menjadi memburuk, namun juga
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Jumlah bank umum di Indonesia pada Oktober 1988 tercatat 111 bank. Jumlah
ini terus bertambah setelah dikeluarkannya paket deregulasi 27 Oktober 1988
(Pakto 88), menjadi 240 bank pada tahun 1994-1995. Sedangkan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) pada tahun 1996 meningkat menjadi 9.310 BPR, dari
8.041 BPR pada tahun 1988. Kemudian pada tahun 1997, karena adanya krisis
moneter, Pemerintah dan Bank Indonesia mencoba untuk menanggulangi krisis
tersebut dengan melakukan rekapitalisasi perbankan yang menelan dana lebih dari
Rp 400 triliun terhadap 27 bank dan mengambilalih kepemilikan 7 bank lainnya.
Tabel I.1
Perkembangan Jumlah Bank (1998-2011) Jumlah 1998 2000 2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Bank
Umum* 208 151 141 133 131 130 130 124 121 122 120
Kantor 7.661 7.113 7.001 7.835 8.236 9.110 9.680 10.868 12.837 13.837 14.797
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia berbagai tahun, Bank Indonesia (diolah) *) termasuk bank persero, bank umum swasta nasional devisa, dan bank asing
Pemerintah melakukan tindakan untuk membekukan kegiatan operasi
perbankan khususnya bank swasta disebabkan pinjaman luar negeri yang
diperoleh membengkak lebih dari tiga kali lipat akibat nilai tukar rupiah terhadap
dollar naik secara drastis dan penyaluran kredit diberikan kepada industri terkait
yang memiliki hubungan kepemilikan dengan bank tersebut yang berakhir dengan
macet, sedangkan untuk bank pemerintah (BUMN) dilakukan restrukturisasi
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Laporan Keuangan Bank CIMB Niaga Tahun 2006, 2007
Dan 2008 ......................................................................... 83
Lampiran II : Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasian Bank
CIMB Niaga Tahun 2006, 2007 dan 2008 ........................ 93
Lampiran III : Laporan Keuangan Bank CIMB Niaga Tahun 2009, 2010
dan 2011 .......................................................................... 98
Lampiran IV : Catatan Laporan Keuangan Konsolidasian Bank
CIMB NiagaTahun 2009, 2010, dan 2011 ........................ 108
Lampiran V : Laporan Keuangan Bank Lippo Tahun 2006 dan 2007 ..... 111
Lampiran VI : Data Return Saham Bank Lippo....................................... 125
Lampiran VII : Data Return Saham Bank Niaga....................................... 127
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 : Kerangka Pikir Evaluasi Merger . ........................................ 32
Gambar IV.1 : Trend Perkembangan Kinerja Keuangan Bank CIMB
Niaga ................................................................................... 47
Gambar IV.2 : Trend Perubahan Abnormal Return Bank Legacy Pada
Periode Sebelum dan Sesudah BI Approval ......................... 72
Gambar IV.3 : Trend Perubahan Abnormal Return Bank Legacy Pada
Periode Sebelum Merger dan Bank CIMB Niaga Pada
Periode Setelah Merger ........................................................ 72 . 61
xiii
Tabel IV.17 : Abnormal Return Bank Lippo Sebelum BI Approval ............. 64
Tabel IV.18 : Abnormal Return Bank Lippo Sesudah BI Approval .............. 65
Tabel IV.19 : Abnormal Return Bank Niaga Sebelum BI Approval ............. 66
Tabel IV.20 : Abnormal Return Bank Niaga Sesudah BI Approval .............. 67
Tabel IV.21 : Abnormal Return Bank Lippo Sebelum Merger ..................... 68
Tabel IV.22 : Abnormal Return Bank Niaga Sebelum Merger ..................... 69
Tabel IV.23 : Abnormal Return Bank CIMB Niaga Sesudah Merger ........... 70
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 : Perkembangan Jumlah Bank (1998-2011)………………. ...... 1
Tabel II.1 : Penilaian Kesehatan Bank Dengan Menggunakan Metode
CAMEL ................................................................................. 24
Tabel IV.1 : Kinerja Keuangan Bank Lippo dan Bank Niaga Sebelum
Merger .................................................................................. 43
Tabel IV.2 : Rerata Kinerja Keuangan Bank Lippo dan Bank Niaga
Sebelum Merger ..................................................................... 44
Tabel IV.3 : Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga Sesudah Merger .......... 45
Tabel IV.4 : Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga Sebelum dan Sesudah
Merger ................................................................................... 46
Tabel IV.5 : Perkembangan Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga
Sebelum dan Sesudah Merger ................................................ 47
Tabel IV.6 : Nilai Ekuitas Bank Legacy Saat BI Approval ......................... 49
Tabel IV.7 : Nilai Ekuitas Bank Legacy Setelah Konversi Pada Saat
Merger (1 November 2008) .................................................... 50
Tabel IV.8 : Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Pada Saat Merger ................ 51
Tabel IV.9 : Data Saham Bank Niaga Setelah BI Approval ........................ 54
Tabel IV.10 : Data Saham Bank Lippo Setelah BI Approval ........................ 54
Tabel IV.11 : Nilai Ekuitas Bank Legacy Sebelum Merger (H-1 Legal
Day 1) .................................................................................... 55
Tabel IV.12 : Nilai Ekuitas Bank Legacy Setelah Konversi Pada Saat
Merger (1 November 2008) .................................................... 55
Tabel IV.13 : Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Setelah Merger .................... 57
Tabel IV.14 : Data Saham Bank CIMB Niaga Setelah Merger ..................... 59
Tabel IV.15 : Perbandingan Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Pada Saat BI
Approval, H-1 LD1 dan Setelah Konversi .............................. 61
Tabel IV.16 : Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Pada Empat Tahun Setelah
Merger ................................................................................... 62
xi
II.2.10 Kesehatan Bank ........................................................ 23
II.2.11 Sinergi ...................................................................... 26
II.2.12 Abnormal Return ...................................................... 27
II.3 Kerangka Pikir Penelitian ...................................................... 31
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Data dan Sumber Data ........................................................... 34
III.2 Sampel .................................................................................. 34
III.3 Metode Pengumpulan Data .................................................... 34
III.4 Definisi Operasional ............................................................. 35
III.4.1 Perkembangan Kinerja ............................................. 35
III.4.2 Sinergi ...................................................................... 38
III.4.3 Analisis Reaksi Pasar ............................................... 39
III.5 Teknik Analisis ...................................................................... 40
III.5.1 Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan ................. 41
III.5.2 Analisis Sinergi ........................................................ 41
III.5.3 Analisis Reaksi Pasar ............................................... 42
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan ............................... 43
IV.2 Analisis Sinergi ...................................................................... 47
IV.3 Analisis Reaksi Pasar ............................................................. 63
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan ............................................................................ 74
V.1.1 Kinerja Keuangan ..................................................... 74
V.1.2 Sinergi ...................................................................... 76
V.1.3 Reaksi Pasar ............................................................. 76
V.2 Keterbatasan Penelitian .......................................................... 77
V.3 Saran ...................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 79
LAMPIRAN ................................................................................................. 83
x
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN STANDAR PENULISAN ............................. ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .................................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... vi
INTISARI ..................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ... ........................................................................................... x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
BAB I : PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
I.2 Rumusan Masalah ................................................................. 6
I.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 7
I.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 8
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Pustaka .................................................................... 9
II.2 Landasan Teori ..................................................................... 13
II.2.1 Bank ........................................................................ 13
II.2.2 Dana Bank................................................................ 14
II.2.3 Modal Bank .............................................................. 15
II.2.4 Rentabilitas Bank ..................................................... 16
II.2.5 Likuiditas Bank ........................................................ 17
II.2.6 Teori Merger ............................................................ 18
II.2.7 Tujuan Merger .......................................................... 20
II.2.8 Tujuan Merger Perbankan ........................................ 21
II.2.9 Konsep Merger Bank ................................................ 22
ix
ABSTRACT
This study was conducted to determine differences in financial
performance and market performance before and after the merger. Object of this
study is PT.Bank CIMB Niaga Tbk. which mergered in 2008. To determine
differences in financial performance, CAMEL analysis was conducted and
synergy analysis to measure the success of the merger. Whereas for market
performance market reaction analysis was conducted. All analysis are presented in
the table.
From this study it was found that only the variables ROA and ROE
declined quite sharply. This is because of the merger expense, whereas for other
variables there were no differences. For the synergy analysis and market reaction
analysis was performed on two points, while BI approval and when merger
occured. The result is a negative synergy generated when BI approval and turned
into positive at the time of merger. The market also has begun to react since then
BI approval up to 10 days after merger made, looked of the abnormal returns were
obtained.
Keywords: merger, CAMEL, synergy, abnormal return, banking, single presence
policy