Kasus 5

6
Kasus 5, tipe II : eksisi tumor yang berulang menunjukkan kehilangan darah intraoperatif yang lebih banyak dibandingkan dengan eksisi tumor primer, hal ini berkaitan dengan kesulitan dari memisahkan tumor dari jaringan parut perifer dan pembuluh darah. Seorang laki-laki berusia 18 tahun dengan JNA melakukan operasi satu kali di tempat lain dan dua kali di rumah sakit kami. CT menunjukkan bahwa tumor berkembang di fossa intratemporal, apeks orbita dan fossa cranium media. Akibat dari pembentukan jaringan parut dari operasi sebelumnya, pleksus pterigoid venosusmdan vena di fossa pterigomaksila dan daerah proses dari pterigoid mengalami kongesti dan melengkung. DSA menunjukkan cabang kecil dari segmen kavernosus dari arteri karotis interna dan arteri ophtalmica mensuplai darah untuk tumor. Pada Agustus 2010, sebuahpendekatan gabungan dari transantral-fossa infratemporal-nasal cavity melalui sebuah insisi Caldwell-Luc yang diperluas telah digunakan untuk mengangkat tumor. Observasi intraoperatif mengidentifikasi pedikel tumor pada area fossa pterigopallatina. Pedikel tersebut sulit dipisahkan dari jaringan sekitarnya, dan akibatnya terjadi perdarahan signifikan dari lengkung vena dalam pada daerah fossa pterigopalatina, yang tidak dapat dihentikan dengan bipolar koagulasi atau elektrokauter hemostatik. Total kehilangan darah yaitu 5000ml. Tindakan operasi ditangguhkan. Dua minggu kemudian, selama dressing iodoform dan kasa vaseline pada rongga operasi ditarik keluar, kembali terjadi perdarahan. Pasien dihentikan dengan residu jaringan tumor. Pada Agustus 2011, dia kembali dirawat di rumah sakit, dan foto menunjukkan bahwa tumor pada fossa infratemporal telah dibatasi sejak 2010, namun terlihat menyebar ke rongga hidung dan fossa crania media. Sama seperti kasus satu tahun yang lalu, daerah pleksus pterigoid venosus mengalami kongesti dan pelengkungan. Lebih dari itu, cabang aksesoris kecil dari segmen kavernosus dari ICA menyuplai tumor. Menggunakan pendekatan gabungan Transantral-fossa infratemporal-nasal cavity melalui perluasan

Transcript of Kasus 5

Page 1: Kasus 5

Kasus 5, tipe II : eksisi tumor yang berulang menunjukkan kehilangan darah intraoperatif yang lebih banyak dibandingkan dengan eksisi tumor primer, hal ini berkaitan dengan kesulitan dari memisahkan tumor dari jaringan parut perifer dan pembuluh darah.

Seorang laki-laki berusia 18 tahun dengan JNA melakukan operasi satu kali di tempat lain dan dua kali di rumah sakit kami. CT menunjukkan bahwa tumor berkembang di fossa intratemporal, apeks orbita dan fossa cranium media. Akibat dari pembentukan jaringan parut dari operasi sebelumnya, pleksus pterigoid venosusmdan vena di fossa pterigomaksila dan daerah proses dari pterigoid mengalami kongesti dan melengkung. DSA menunjukkan cabang kecil dari segmen kavernosus dari arteri karotis interna dan arteri ophtalmica mensuplai darah untuk tumor. Pada Agustus 2010, sebuahpendekatan gabungan dari transantral-fossa infratemporal-nasal cavity melalui sebuah insisi Caldwell-Luc yang diperluas telah digunakan untuk mengangkat tumor. Observasi intraoperatif mengidentifikasi pedikel tumor pada area fossa pterigopallatina. Pedikel tersebut sulit dipisahkan dari jaringan sekitarnya, dan akibatnya terjadi perdarahan signifikan dari lengkung vena dalam pada daerah fossa pterigopalatina, yang tidak dapat dihentikan dengan bipolar koagulasi atau elektrokauter hemostatik. Total kehilangan darah yaitu 5000ml. Tindakan operasi ditangguhkan. Dua minggu kemudian, selama dressing iodoform dan kasa vaseline pada rongga operasi ditarik keluar, kembali terjadi perdarahan. Pasien dihentikan dengan residu jaringan tumor. Pada Agustus 2011, dia kembali dirawat di rumah sakit, dan foto menunjukkan bahwa tumor pada fossa infratemporal telah dibatasi sejak 2010, namun terlihat menyebar ke rongga hidung dan fossa crania media. Sama seperti kasus satu tahun yang lalu, daerah pleksus pterigoid venosus mengalami kongesti dan pelengkungan. Lebih dari itu, cabang aksesoris kecil dari segmen kavernosus dari ICA menyuplai tumor. Menggunakan pendekatan gabungan Transantral-fossa infratemporal-nasal cavity melalui perluasan insisi Caldwell-Luc, reoperasi dilakukan. Selama pemisahan tumor dari fossa infratemporal dan pterigomaksila, terdapat kehilangan darah dalam jumlah besar akibat adhesi vaskular. Pada pemisahan lobus tumor dari fossa crania media, cabang kecil dari ICA mengalami ruptur, menyebabkan perdarahan yang signifikan. Total darah yang hilang yaitu 5000ml. Postoperatif CTA menunjukkan tumor diangkat total. Satu tahun kemudian pasien dalam keadaan baik.

Kasus 6, tipe III : Sebuah tumor berulang dengan penyebaran yang luas ke fossa crania media, sangat sulit untuk dieksisi.

Seorang anak laki-laki 13 tahun telah dilakukan removal dari JNA melalui pendekatan transpalatal di rumah sakit lain 4 tahun yang lalu. Karena tumor besar yang rekuren, dia diijinkan ke rumah sakit kami pada November 2007. Pemeriksaan fisik menunjukkan penonjolan mata sebelah kiri dan konjungtiva hiperemis, pembengkakan pada pipi kiri, dan kompresi dan penurunan dari palatum mole. Pasien juga memiliki OSAHS akibat obstruksi jalan nafas oleh massa. CTA menunjukkan tumor rekuren yang besar memiliki lobus seperti calabash meluas dari fissura orbita superior ke fossa cranial media, dan lobus lain meluas ke dalam sampai ke fossa infratemporal dan daerah pipi. Pleksus pterigoid venosus mengalami pembesaran dan pelengkungan. DSA menunjukkan cabang makanan tumor dari: 1) arteri maksila interna bilateral, 2) arteri cerebri media kiri, 3) cabang penyambung dari kavernosus portal dari kedua ICA, dan 4) arteri ophtalmica kiri.

Page 2: Kasus 5

Pada November 2007, bagian ekstrakranial dari tumor telah diangkat dengan pendekatan gabungan transantral-fossa infratemporal- nasal cavity dan bagian intrakranialdieksisi dengan pendekatan pterional. Operasi selama 10,5 jam dan kehilangan darah sebanyak 5200ml. Bagaimanapun, lobus yang menyerupai calabash di fossa cranial tidak bisa seluruhnya diangkat dan sisa jaringan tumor tertinggal dibelakang. Faktor komplikasi lainnya termasuk epidural hematom yang mengikuti kraniotomiseperti abses epidural. Pasien telah dilakukan radioterapi pada 39,6 Gy. Dua tahun kemudian, CTA menunjukkan reduksi yang signifikan dari residu tumor intrakranial. Mata kiri pasien kembali ke posisi normal. Saat ini dia sebagai pekerja pabrik.

2.4. Komplikasi

1. Satu kasus epidural hematom menjadi abses pigenik epidural sekunder.

2. Satu kasus perdarahan hebat yang mengarah ke disseminated intravascular coagulation.

3. Diskusi

Klasifikasi sebelumnya atau staging dari JNA sangat beragam, dan metode pengobatan yang disukai juga berbeda-beda setiap ahli. Bremer et al, melaporkan data klinis dari 150 kasus yang terkumpul lebih dari 40 tahun, kasus dari tahu 1945 sampai 1955 diobati dengan radioterapi, dari tahu 1955 sampai 1971 diobati dengan rinotomi lateral, dan seluruh kasus JNA dari 1971 sampai 1983 diangkat dengan reseksi operatif. Fisch mengusulkan klasifikasi JNA menjadi empat tipe. Tumor tipe I dan II diangkat dengan pendekatan transpalatina atau rinotomi lateral, dimana tumor tipe III dan IV diangkat dengan pendekatan fossa intratemporal. Radkoski et al, mengusulkan stage IIIa dan IIIb tumor diangkat melalui midfacial degloving. Onerci et al melaporkan 35 kasus dari JNA ditatalaksanan dengan reseksi melalui pendekatan eksternal atau endonasal. Yi et al melaporkan untuk menggunakan pendekatan gabungan transantral dan nasal cavity untuk mengangkat tumor yang berkembang di fossa pterigopalatina, fossa intratemporal, pipi, sinus, dan daerah lain intrakranial. Fisch, Radkowski et al, dan Onerci et al telah melaporkan kasus yang mana tumor berkembang di sinus kavernosus, khiasma optikum, dan daerah fossa pituitary. Study sebelumnya menunjukkan JNA menjadi hamartoma vascular yang tidak menginfiltrasi jaringan sekitar, dan jika menyebabkan deviasi dari struktur, tapi duramater tetap intak, tumor bisa diangkat dengan pendekatan gabungan transantral dan nasal cavity. Dari perspektif neurosurgery adan menurut anatomy, klinis dan penelitian, Philip et al menyatakan bahwa pendekatan transantral dan nasal cavity bisa digunakan untuk lesi di fossa temporal dan dalam kasus tereksposnya saraf mandibula, arteri meningea media, dan bagian dari ICA yang dekat dengan dasar tengkorak. Laporan ini menjelaskan tentang pentingnya praktik klinik yang signifikan.

Merujuk pada pengalaman kami dalam menatalaksana 51 kasus JNA, kami menemukan bahwa tumor tersebut biasa terbagi menjadi tiga tipe. Tumor tipe I harus

Page 3: Kasus 5

direseksi dengan pendekatan endoskopik intranasal. Tumor tipe II bisa diangkat dengan pendekatan gabungan transantral-fossa infratemporal- nasal cavity melalui perluasan insisi Caldwell-Luc. Keuntungan pendekatan ini dapat dipercaya dan nyata. Contohnya removal yang selektif dari medial, eksternal (fasial), superior (orbita), atau posterior (zygomatic atau infratemporal) dari permukaan antrum menyediakan akses yang ideal ke sinus maksila dan sfenoid, fossa infratemporal, orbita dan pipi. Pendekatan ini menghindari diseksi tanpa arah dari tumor. Kemudian, perluasan insisi Caldwell-Luc bisa menghindari parut pada wajah dan menyediakan lapangan operatif yang lebih luas. Tumor tipe III membutuhkan penggunaan pendekatan gabungan dari intrakranial dan ekstrakranial, dan radioterapi harus diinisiasi jika residu tumormasi terdapat di fossa crania media.

3.1. Kehilangan darah dan tumor rekuren

Sesuai dengan penemuan pada imaging, suplai makanan terbanyak arteri berasaldari arteri maksila interna dan arteri faringeal asenden dan adakalanya dari arteri meningea media dari ipsilateral ECA.Tumor yang meluas sangat besar ke fossa crania media yang sering disuplai oleh cabang dari segmen kavernosus dari ICA, arteri oftalmika, dan arteri cerebri media. Karena cabang kecil dari arteri tidak bisa diemboli, kehilangan darah intraoperatif yang serius bisa menyebabkan rekuren dari tumor. Pada pasien dengan operasi inisial, tumor biasanya melekat ke pembuluh darah sekitar, seperti pleksus pterigoid venosus, atau vena splenopalatina. Vena splenopalatina, vena maksila, pleksus pterigoid venosus dan cabang vena intrakranial dan ekstrakranial berhubungan satu sama lain tanpa adanya katup. Sehingga ahli bedah seharusnya memperoleh visualisasi langsung dari area dan harus berhati-hati ketika memisahkan pedikel tumoruntuk menghindari ruptur dari vena lokal, yang menyebabkan perdarahan dalam.

Kasus 1-4 memperlihatkan bahwa tanpa melihat ukuran tumor, teknik operasi profesional bisa mengangkat tumor tipe I dan II. Selanjutnya, seperti dalam kasus 4, meskipun tumor dengan penyebaran intrakranial yang luas bisa diangkat seluruhnya jika duramater masih intak.

Pada kasus 5 dan 6, suplai darah lokal dan drainase darah menurun secara simultan setelah bagian ekstrakranial tumor diangkat dari fossa infratemporal dan daerah fossa pterigomaksila. Imaging menunjukkan tidak ada vena yang terkena pada tempat sebelumnya dari lesi.

4. Conclusion

Klasifikasi JNA menjadi tiga tipe relatif sederhana dan jelas. Pendekatan rongga hidung dengan panduan endoskopik bisa digunakan untuk tipe I JNA. Pendekatan gabungan transantral-fossa infratemporal- nasal cavity melalui perluasan insisi Caldwell-Luc cocok utnuk mengangkat JNA tipe II. Jika tumor menyerupai calabash dan menyebar dalam sampai ke fossa cranial media, pengangkatan tumor keseluruhan sulit dilakukan dan beberapa sisa

Page 4: Kasus 5

tumor intrakranial harus ditatalaksanan dengan 40-Gy radioterapi. Tanpa memandang ukuran tumor, setelah embolisasi cabang ECA dengan panduan DSA, operasi harus dilakukan dibawah visualisai langsung, tumor direseksi dengan hati-hati, dan perdarahan ICA dan vena pedikel memiliki peran yang krusial dalam menentukan keberhasilan operasi dan menghindari rekurensi.