Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
-
Upload
cathelinstella -
Category
Documents
-
view
44 -
download
3
description
Transcript of Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Dalam Suatu Perusahaan
Cathelin Stella
10-2010-219
A-2
Mahasiswi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
e-mail : [email protected]
_______________________________________________________________________
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Globalisasi perdagangan saat ini memberikan dampak persaingan sangat ketat dalam
segala aspek khususnya ketenagakerjaan yang salah satunya mempersyaratkan adanya
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk meningkatkan efektifitas
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, tidak terlepas dari upaya pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi melalui
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) guna menjamin terciptanya suatu
sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,
pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dalam rangka mencegah dan mengurangi
1
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang nyaman, efisien
dan produktif.1
Di seluruh dunia, terdapat lebih dari 2,6 milyar pekerja dan tenaga kerja yang terus-
menerus berkembang. Sekitar 75% nya merupakan pekerja di negara sedang berkembang yang
risiko di tempat kerjanya jauh lebih parah. Setiap tahun terdapat sekitar 250 juta kasus cedera
akibat kerja yang mengakibatkan 330.000 kematian.1 Jika kita masukkan juga kasus penyakit
akibat pekerjaan, kira-kira 1,1 juta orang di seluruh dunia meninggal setiap tahunnya. Setiap
tahun sekitar 160 juta kasus baru penyakit terkait pekerjaan terjadi di seluruh dunia. Semua
perkiraan itu tentu saja berada di bawah angka sebenarnya karena laporan dari berbagai wilayah
di dunia tidak dapat reliabel.1
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga oleh
karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk
perencanaan. Tidak diharapkan, oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material
ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada
perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan pekerjaan
atau pada waktu pekerjaan berlangsung.
Oleh karena itu, kecelakaan akibat kerja ini mencakup dua permasalahan pokok, yakni:
kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan,
kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.
Adapun pengertian kecelakaan kerja berdasarkan Frank Bird Jr adalah kejadian yang tidak
diinginkan yang terjadi dan menyebabkan kerugian pada manusia dan harta benda. Ada tiga jenis
tingkat kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan :
Accident : kejadian yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian baik bagi
manusia maupun terhadap harta benda
Incident : kejadian yang tidak diinginkan yang belum menimbulkan kerugian
Near miss : kejadian hampir celaka dengan kata lain kejadian ini hampir menimbulkan
kejadian incident ataupun accident
Sedangkan berdasarkan sumber UU No 1 Tahun 1970 kecelakaan kerja adalah suatu
kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah
2
diatur dari suatu aktifitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia atau harta
benda. Menurut menurut UU No. 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja, kecelakaan
kerja adalah kecelakaan terjadi dalam pekerjaan sejak berangkat dari rumah menuju tempat kerja
dan pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Berdasarkan McCormick Jr
(1985) kecelakaan adalah suatu kejadian atau peristiwa tidak terduga atau bertentangan dengan
yang diharapkan pada suatu aktifitas proses produksi.
Tujuan
Agar dapat mengetahui dan memahami lebih lanjut mengenai pentingnya keselamatan
kerja agar tidak terjadinya penyakit akibat kerja. Dimana hal ini sangat penting, teritama untuk
kesejahteraan para pekerja.
PEMBAHASAN
Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja menurut ILO/WHO Joint Safety and Committee 1998
yaitu promosi dan pemeliharaan derajat tertinggi fisik, mental dan kesejahteraan sosial setiap
pekerja disemua pekerjaan, pencegahan gangguan kesehatan terhadap pekerja yang disebabkan
oleh kondisi kerja, melindungi pekerja dari risiko dan faktor risiko.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.2
Adapula tujuan dari adanya program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) , yaitu :
Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup & meningkatkan produksi & produktivitas nasional.
Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja.
Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien
3
Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante
dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang
dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa
dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya
bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit
ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. 1
Menurut Benny dan Achmadi (1991) mengelompokkannya sebagai berikut
A. Faktor Lingkungan Kerja (Work Environment)
Faktor Kimia, disebabkan oleh bahan baku produksi, proses produksi dan hasil
produksi suatu kegiatan usaha. Untuk golongan kimia dapat digolongkan kepada
benda-benda mudah terbakar, mudah meledak dan lainnya.
Faktor Fisik, misalnya penerangan yang cukup baik di luar ruangan maupun di
dalam ruangan, panas kebisingan dan lainnya.
Faktor Biologi, dapat berupa bakteri, jamur, mikroorganisme lain yang dihasilkan
dari bahan baku proses produksi dan proses penyimpanan produksi, dapat juga
berupa binatang-binatang pengganggu lainnya pada saat berada di lapangan atau
kebun.
Faktor Ergonomi atau fisiologi, pemakaian atau penyediaan alat-alat kerja, apakah
sudah sesuai dengan keselamatan kerja sehingga pekerja dapat merasakan
kenyamanan saat bekerja. Ergonomi terutama dikhususkan sebagai perencanaan
dari cara kerja yang baik meliputi tata cara bekerja dan peralatan.
Faktor Psikologi, perlunya dibina hubungan yang baik antara sesama pekerja
dalam lingkungan kerja, misalnya antara pimpinan dan bawahan.2
B. Faktor Pekerjaan
Jam Kerja
Yang dimaksud jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat dan
lamanya bekerja sehingga dengan adanya waktu istirahat ini dapat mengurangi
kecelakaan kerja.
4
Pergeseran Waktu
Pergeseran waktu dari pagi, siang dan malam dapat mempengaruhi terjadinya
peningkatan kecelakaan akibat kerja. 1,2
Pencahayaan
Pencahayaan didefinisikan sebagai jumlah cahaya yang jatuh pada permukaan.
Satuannya adalah lux (1 lm/m2), dimana lm adalah lumens atau lux cahaya. Salah
satu faktor penting dari lingkkungan kerja yang dapat memberikan kepuasan dan
produktivitas adalah adanya penerangan yang baik. Penerangan yang baik adalah
penerangan yang memungkinkan pekerja dapat melihat obyek-obyek yang
dikerjakan secara jelas dan cepat.
Tenaga kerja disamping harus dengan jelas dapat melihat obyek-obyek yang
sedang dikerjakan juga harus dapat melihat dengan jelas pula benda atau alat dan
tempat disekitarnya yang mungkin mengakibatkan kecelakaan. Maka penerangan
umum harus memadai.
Suhu atau temperature
Manusia selalu berusaha mempertahankan keadaan normal tubuh dengan
sistem tubuh yang sangat sempurna sehingga dapat menyesuaikan dengan
perubahan yang terjadi diluar tubuhnya. Tubuh manusia menyesuaikan diri karena
kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi, dan penguapan juka
terjadi kekurangan atau kelebihan yang membebaninya. Tetapi, kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan temperatur luar jika perubahannya tidak
melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin terhadap
temperatur normal ± 24 °C.
Temperatur udara lebih rendah dari 37 C berati temparatur udara ini
dibawah kemampuan tubuh unutk menyesuaikasn didi (35% dibawah normal),
maka tubuh manuasia akan mengalami kedinginan, karena hilangnya panas tubuh
yang sebagian besar diakibatkan oleh konveksi dan radiasi, juga sebagian kecil
akibat penguapan. Sebaliknya jika temperatur udara terlalu panas dibanding
temperatur tubuh, maka tubuh akan menerima panas akibat konveksi dan radiasi
5
yang jauh lebih besar dari kemampuan tubuh untuk mendinginkan tubuhnya
malalui sistem penguapan. Hal ini menyebabkan temperatur tubuh menjadi ikut
naik dengan tingginya temperatur udara. Temparatur yang terlalu dingin akan
mengakibatkan gairah kerja menurun. Sedangkan temperatur udara yang
terlampau panas, akan mengakibatkan cepat timbulnya kelelahan tubuh dan
cenderung melakukan kesalahan dalam bekerja.4
Untuk tenaga kerja yang terpapar lingkungan yang panas dan lembab
maka kecepatan angin harus diperhatikan agar evaporasi dapat berlangsung
dengan baik. Kecepatan angin yang dianjurkan tenaga kerja yang terpapar panas
pada berbagai suhu adalah sebagai berikut:
Tabel 1.Suhu dan Kecepatan Angin5
Suhu (˚C) Kecepatan Angin (m/detik)
16-20 0.2521-22 0.25-0.3025-25 0.40-0.6026-27 0.70-1.0028-30 1.10-1.30
Kebersihan Tempat Kerja
Keadaan tempat kerja yang berdebu, licin, becek, berminyak, dan berbau
menyengat juga dapat mempengaruhi konsentrasi pekerja sehingga dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja. Oleh karena itu, sudah sepatutnya tempat kerja
perlu dibersihkan dahulu sebelum melakukan pekerjaan.
Tanda-tanda peringatan
Tanda Larangan:
Tanda larangan adalah sebuah tanda yang biasa digunakan sebagai
6
larangan untuk melakukan sesuatu pada tempat tertentu seperti: dilarang
buang sampah sembarangan, dilarang masuk, dan dilarang merokok.
Tanda Perintah:
Tanda perintah adalah tanda yang digunakan untuk menyuruh seseorang
menggunakan/melakukan sesuatu hal seperti: gunakan safety shoes,
gunakan safety glass, tingkatkan kewaspadaan, dan tanggap terhadap
kecelakaan.6
C. Faktor Manusia (Human Factor)
Umur Pekerja
Penelitian dalam test refleks memberikan kesimpulan bahwa umur mempunyai
pengaruh penting dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja. Ternyata
golongan umur muda mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan kecelakaan
lebih rendah dibandingkan usia tua, karena mempunyai kecepatan reaksi lebih
tinggi. Akan tetapi untuk jenis pekerjaan tertentu sering yang muda merupakan
golongan pekerja dengan kasus kecelakaan kerja tinggi, mungkin hal ini
disebabkan oleh karena kecerobohan atau kelalaian mereka terhadap pekerjaan
yang dihadapinya.
Pengalaman Bekerja
Pengalaman bekerja sangat ditentukan oleh lamanya seseorang bekerja. Semakin
lama dia bekerja maka semakin banyak pengalaman dalam bekerja. Pengalaman
kerja juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Pengalaman kerja yang
sedikit terutama di perusahaan yang mempunyai resiko tinggi terhadap terjadinya
kecelakaan kerja akan mengakibatkan besarnya kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja.
Tingkat Pendidikan dan Keterampilan
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi pekerjaan,
demikian juga dalam menerima latihan kerja baik praktek maupun teori termasuk
diantaranya cara pencegahan ataupun cara menghindari terjadinya kecelakaan
kerja.
7
Kelelahan
Faktor kelelahan dapat mengakibatkan kecelakaan kerja atau turunnya
produktifitas kerja. Kelelahan adalah fenomena kompleks fisiologis maupun
psikologis dimana ditandai dengan adanya gejala perasaan lelah dan perubahan
fisiologis dalam tubuh. Kelelahan akan berakibat menurunnya kemampuan kerja
dan kemampuan tubuh para pekerja.
Klasifikasi Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Cara penggolongan sebab-sebab kecelakaan di berbagai Negara tidak sama. Namun ada
kesamaan umum, yaitu kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab, antara lain:
a. Penyebab langsung
(1) Perbuatan yang tidak aman (unsafe acts), didefinisikan sebagai segala tindakan manusia
yang dapat memungkinkan tejadinya kecelakaan pada diri sendiri maupun orang lain.
Contoh dari perbuatan yang tidak aman seperti misalnya :
- Tidak menggunakan alat yang telah disediakan.
- Salah menggunakan alat yang telah disediakan.
- Menggunakan alat yang sudah msak.
- Metode kerja yang salah.
- Tidak mengikuti prosedur keselamatan kerja.
(2) Kondisi yang tidak aman (unsafe condition), didefinisikan sebagai suatu kondisi lingkungan
kerja yang dapat memungkinkan terjadinya kecelakaan.
- Contoh kondisi yang tidak aman :
- Kondisi fisik, mekanik, peralatan.
- Kondisi permukaan tempat berjalan dan bekerja.
- Kondisi penerangan, ventilasi, suara dan getaran.
- Kondisi penataan lokasi yang salah.
b. Penyebab tidak langsung
(1) Fungsi manajemen proyek.
(2) Kondisi pekerja.3
8
Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)
tahun 1962 adalah sebagai berikut:
1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan
a. Terjatuh.
b. Tertimpa benda jatuh.
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh.
d. Terjepit oleh benda.
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.
f. Pengaruh suhu tinggi.
g. Terkena arus listrik.
h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak
j. cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi
k. tersebut.
2. Klasifikasi menurut penyebab
a) Mesin.
Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik.
Mesin penyalur (Transmisi).
Mesin-mesin untuk pengerjaan logam.
Mesin-mesin pengolah kayu.
Mesin-mesin pertanian.
Mesin-mesin pertambangan.
Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.
b) Alat angkut dan alat angkat.
Mesin angkat dan peralatannya.
Alat angkutan diatas rel.
Alat angkutan lain yang beroda, kecuali kereta api.
Alat angkutan udara.
Alat angkutan air.
Alat-alat angkutan lain.
9
c) Peralatan lain.
Bejana bertekanan.
Dapur pembakar dan pemanas.
Instalasi pendingin.
Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat
listrik (tangan).
Alat-alat listrik (tangan).
Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik.
Tangga.
Perancah (steger).
Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut.
d) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi.
Bahan peledak.
Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak.
Benda-benda melayang.
Radiasi.
e) Bahan-bahan dan zat lain yang belum termasuk golongan tersebut.
Lingkungan kerja.
Diluar bangunan.
Didalam bangunan.
Dibawah tanah.
f) Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut.
Hewan.
Penyebab lain
g) Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak memadai.
3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan
a. Patah tulang.
b. Dislokasi/keseleo.
c. Regang oto/urat.
d. Memar dan luar dalam yang lain
10
e. Amputasi.
f. Luka-luka lain.
g. Luka dipermukaan.
h. Gegar dan remuk.
i. Luka bakar.
j. Keracunan-keracunan mendadak (akut).
k. Akibat cuaca dan lain-lain.
l. Mati lemas.
m. Pengaruh arus listrik.
n. Pengaruh radiasi.
o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.
p. Lain-lain.
4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh
a. Kepala.
b. Leher.
c. Badan.
d. Anggota atas.
e. Anggota bawah.
f. Banyak tempat.
g. Kelainan umum.
h. Letak lain yang tidak dapat dimasukan klasifikasi tersebut.
Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa
kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan oleh berbagai faktor.
Penggolongan menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan
dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan
terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih
lanjut. Klasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk mengolongkan penyebab menurut
kelainan atau luka-luka akibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadi yang
diakibatkannya. Keduanya membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan, tetapi klasifikasi
11
yang disebut terakhir terutama sangat penting. Penggolongan menurut sifat dan letak luka atau
kelainan ditubuh berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci.2
Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Identifikasi penyakit akibat kerja, harus dilakukan 2 pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan epidemiologis (komunitas)
Untuk identifikasi hubungan kausal antara pajanan dan penyakit: Kekuatan asosiasi,
konsistensi, spesifisitas, hubungan waktu, hubungan dosis
2. Pendekatan klinis (individu)
Untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja: diagnosis klinis, pajanan yang dialami,
hubungan pajanan dengan penyakit, pajanan yang dialami cukup besar, peranan faktor
individu, faktor lain di luar pekerjaan, diagnosis PAK atau bukan PAK
Keberhasiln identifikasi PAK dalam berbagai kelompok pekerjaan tergantung dari riwyat pasien
secara keseluruhan yang dipertegas oleh dokter, dalam hal ini oleh dokter perusahaan dimana
dengan berdasarkan:
1. Riwayat klinis dari pasien
2. Laboratorium ( Biomonitoring dan tes klinik) & pemeriksaan penunjang
3. Data lingkungan dan analisis riwayat pekerjaan
Perlu dilakukan penilaian pajanan lingkungan secara tepat dengan memperhatikan
legalitas, etika dan faktor sosioekonomi.
Berikut ini 7 langkah dalam diagnosis PAK :
1. Menentukan Diagnosis klinis
12
Untuk menyatakan bahwa suatu penyakit adalah akibat hubungan pekerjaan harus dibuat
diagnosis klinis dahulu. Dimana penentuan diagnosis klinis ini dengan memanfaatkan
data dari anamnesis lengkap dan beberapa fasilitas penunjang yang ada, seperti yang
dilakukan pada umumnya untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik
ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubunga
dengan pekerjaan atau tidak.
2. Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam pekerjaan
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial
untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu
dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti dan kalau
perlu dapat dilakukan pengamatan ditempat kerja dan mengkaji data sekunder yang ada.
Dimana anamnesis riwayat pekerjaan yang mencakup:
- Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara
khronologis
- Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
- Bahan yang diproduksi
- Materi (bahan baku) yang digunakan
- Jumlah pajanannya
- Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
- Pola waktu terjadinya gejala
- Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
- Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label,
dan sebagainya)
3. Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit
Untuk menentukan adakah hubungan antara pajanan dan penyakit harus berdasarkan
evidence yang ada dan dapat dilihat dari bukti yang ada. Apakah terdapat bukti-bukti
ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami
menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya
13
dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa
penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, selain itu perlu
dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan
penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).
4. Menentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut.
Penentuan besarnya pajanan dapat dilakukan secara kuantitatif dengan melihat data
pengukuran lingkungan dan masa kerja atau secara kualitatif dengan mengamati cara
kerja pekerja. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan
tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti
lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat
menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
5. Menentukan apakah ada peranan faktor-faktor individu itu sendiri
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat
mengubah keadaan pajanannya (yang mempercepat atau menurunkan penyakit akibat
kerja) , misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga
risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga)
yang mengakibatkan penderita lebih rentan dan lebih sensitif terhadap pajanan yang
dialami, seperti factor genetik.
6. Menentukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita
mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun
demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan
penyebab di tempat kerja. Misalnya Kanker paru dapat disebabkan oleh asbes dan bisa
juga disebabkan oleh kebiasaan merokok.
7. Menentukan diagnosis Penyakit Akibat Kerja atau bukan
14
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu
penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada
sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis.
Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa
melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita
penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada
atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi
pekerjaannya/pajanannya memperberat dan mempercepat timbulnya penyakit.
Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat
Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat
baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila
memungkinkan) dan data epidemiologis.
Apabila dapat dibuktikan bahwa paling sedikit ada satu faktor pekerjaan yang berperan
sebagai penyebab penyakit dapat dikategorikan penyakit akibat kerja. Sehingga sangat
penting bagi dokter untuk menanyakan pekerjaan pasien saat membuat suatu diagnosis
klinis dan mengkaji apakah penyakit yang terjadi akibat pajanan dari lingkungan kerja
dan kemudian mampu untuk menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
Dasar membuat diagnosis penyakit akibat hubungan kerja
Harus dapat membedakan:
Pajanan ditempat kerja menyebabkan penyakit
Pajanan ditempat kerja merupakan salah satu penyebab bermakna bersama dengan faktor
risiko lain
Pajanan ditempat kerja memperberat penyakit yang sudah diderita sebelumnya
Diagnosis Klinis Kasus
15
Anamnesis
- Identitas pasien
Pada identitas pasien dapat ditanyakan nama, usia, alamat, pekerjaan, status pernikahan,
agama serta suku atau ras. Penanyaan pekerjaan serta riwayat pekerjaan sangat penting
pada kasus ini, karena dengan menanyakan riwayat pekerjaan pada pasien kita dapat
mengetahui apakah sakit yg dialaminya disebabkan karena pekerjaannya atau faktor lain.
Kasus :
Nama : Tn. B
Usia : 40 Tahun
Alamat : Rawa Mangun Pulo Gadung, Jakarta Timur
Pekerjaan : Cleaning service di PT. CVA
Status : Menikah (2 anak)
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SLTA
- Keluhan Utama
Ditanyakan keluhan apa yang membuat pasien datang kepada dokter.
Kasus :
Tungkai kanan tidak dapat digerakkan sejak 6 jam yang lalu
- Riwayat penyakit sekarang
Pada RPS atau keluhan penyerta dapat ditanyakan keluhan lainnya selain keluhan utama.
Kasus :
Tiba-tiba terjatuh ketika sedang membersihkan kaca di luar gedung dari lantai 4.
Tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sama sekali
Tidak pingsan saat terjatuh, tapi tungkai kanan tidak dapat digerakkan sama
sekali.
Bekerja sudah selama 10 tahun dan tidak pernah mengalami hal seperti ini
sebelumnya
- Riwayat Penyakit Dahulu
Dapat ditanyakan apakah pasien pernah mengalami sakit yang sama seperti yang
sekarang dialami. Selain itu juga dapat ditanyakan apakah pasien ada riwayat sakit kronis
16
seperti kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung atau sakit kronis lainnya. Dapat
juga ditanyakan bagaimana riwayat pribadi atau kebiasaan pasien, apakah mengkonsumsi
obat-obat tertentu, merokok atau minum minuman beralkohol, bagaimana pola makan
dan hidupnya. Dalam kasus ini karena berhubungan dengan pekerjaan, dapat juga
ditanyakan bagaimana lingkungan kerja dan kebiasaan kerja pasien.
Kasus :
Tidak pernah dirawat di rumah sakit
Tidak ada alergi dan asma maupun penyakit kronis lain
Luka belum diobati
- Riwayat Penyakit Keluarga
Ditanyakan bagaimana kondisi keluarganya, apakah ada yang mengalami sakit yang
sama, ataupun penyakit keturunan.
Kasus :
Normal. Tidak ada yang menderita DM, hipertensi atau penyakit kronis lainnya.
- Riwayat Pekerjaan
Riwayat pekerjaan harus meliputi informasi pekerjaan sekarang dan semua pekerjaan
sebelumnya (khususnya yang berhubungan dengan pajanan terhadap bising, termasuk
pekerjaan paruh waktu). Beberapa pertanyaan yang menyangkut riwayat pekerjaannya,
seperti berikut ini :
* Sudah berapa lama bekerja hingga sekarang ini
* Bagaimana riwayat pekerjaan sebelumnya
* Alat kerja, bahan kerja dan proses kerja yang digunakan
* Barang yang diproduksi/dihasilkan
* Waktu bekerja dalam sehari berapa lama dan waktu kerja dalam seminggu berapa
kali
* Ada kemungkinan pajanan apa saja yang dialami
* APD yang dipakai apa saja
* Hubungan antara gejala dan waktu kerja
* Pekerja lainnya ada yang mengalami hal yang sama
17
Pemeriksaan Fisik
- Tanda-tanda Vital
Meliputi denyut nadi permenit, frekuensi napas permenit, suhu, tekanan darah serta
kesadaran pasien.
Kasus :
Kesadaran : Compos Mentis, tampak kesakitan
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 73 kali/menit, reguler
Napas : 16 kali/menit
BB&TB : 30 kg & 150 cm
Suhu : Normal
- Pemeriksaan fisik umum
Pada pemeriksaan fisik didapati tanda fraktur. Pemeriksaan harus
memperhitungkan kemungkinan adanya gangguan syaraf atau kerusakan pembuluh
darah. Pada pemeriksaan radiologis yang perlu diperhatikan adalah adanya luksasi sendi
radiuoulnar proksimal atau distal yang lebih dicurigai apabila ditemukan fraktur.7
Kemudian lakukan pemeriksaan status lokalisasi. Dimana tanda-tanda klinis pada
fraktur tulang panjang sebagai berikut :8
1. Look, cari apakah terdapat:
- Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada fraktur kondilus
lateralis humerus), angulasi, rotasi, dan pemendekan.
- Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur kruris tidak dapat berjalan.
- Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya pada tungkai
bawah apparent length (jarak antara umbilikus dengan maleoulus medialis), dan true
length (jarak antara umbilikus dengan maleolus medialis), dan true length (jarak
antara SIAS dengan maleolus medialis)
2. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan lagi karena
akan menambah trauma
18
3. Move, untuk mencari:
- Krepitasi, terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang
rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan
karena menambah trauma.
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun tidak.
- Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu
dilakukan, range of motion (derajat daru ruang lingkup gerakan sendi), dan kekuatan
Hasil status lokalis pada kasus :
Keterangan Kaki Kiri Kaki Kanan
1. Simetris Simetris Tidak smetris
2. Jika digerakan Normal Nyeri
3. Krepitasi - +
4. Fraktur terbuka - -
5. Bengkak - -
6. Vaskularisasi baik baik
7. Gerakan + -
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemerikasaan radiologi dilakukan untuk memastikan arah dislokasi dan apakah
disertai fraktur. Pemerikasaan radiologi menggunakan rontgen (x-ray).8 Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus
19
atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:9
1) Bayangan jaringan lunak
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periostenum atau biomekanik
atau juga rotasi
3) Sela sendi serta bentuk arsitektur sendi
Kasus :
Didapatkan Fraktur tertutup femur dextra 1/3 distal
b. Pemeriksaan Laboratorium
Selain pemeriksaan radiologi itu ada juga pemeriksaan laboratorium yaitu sebagai
berikut:
1) Kalsium serum dan fosfat serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang
2) Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan
3) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
4) laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat
luas.
Pemeriksaan Tempat Kerja
Tujuan dari pemeriksaan ke tempat kerja ini untuk menemukan pajanan apa saja yang
bisa dialami oleh pasien. Terdapat beberapa faktor pajanan yang bisa menyebabkan penyakit
akibat kerja, yakni pajanan fisik, kimia, biologis, ergonomi, dan psikososial. Faktor ini menjadi
penyebab pokok dan menentukan terjadinya penyakit.
Pajanan yang Dialami
Pasien kemungkinan memiliki riwayat pajanan yang sama yaitu pajanan fisiologi atau
ergonomi berupa kesalahan APD yang kurang diperhatikan dari perusahaan, dan pajanan ini
belum pernah dialami pasien selama bekerja selama 10 tahun.
20
Hubungan Pajanan dengan Penyakit
Pasien mengatakan belum pernah terjadi hal seperti ini sebelumnya (terjatuh ketika
membersihkan kaca) selama 10 tahun bekerja di perusahaan tersebut. Dari perusahaan tersebut
memang tidak tersedia fasilitas APD (dalam hal ini terutama sabuk pengaman, pakaian serta alas
kaki khusus dan masker).
Pajanan yang Dialami Cukup Besar
Patofisiologi Fraktur tertutup femur dextra 1/3 distal
Mekanisme terjadinya fraktur dapat terjadi akibat: 1) peristiwa trauma tunggal, 2)
tekanan yang berulang ulang, 3) kelemahan abnormal pada tulang, dalam kasus fraktur
femur sepertiga dextra kemungkinan mekanisme terjadinya fraktur ada dua cara, yaitu
karena trauma maupun kecelakaan langsung yang mengenai tungkai atas pada batang
femur, sehingga mengakibatkan perubahan posisi pada fragmen tulang (Bloch, 1986).
1. Fraktur karena trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa pemukulan, pemuntiran atau penarikan. Bila terkena kekuatan
langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak juga pasti rusak.
Pemukuan (pukuran sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan
pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur kominutif
disertai kerusakan jaringan lunak yang luas (Appley, 1995).7,8
Bila terkena kekuatan yang tidak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat tang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di
tempat fraktur mungkin tidak ada (Appley, 1995).
Kekuatan dapat berup: 1) pemuntiran, yang menyebabkan fraktur spinal; 2)
penekukan, yang menyebabkan fraktur melintang; 3) penekukan dan penekanan, yang
mengakibatkan fraktur yang sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu-kupu
berbentuk segitiga yang terpisah; (4) kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan
21
penekanan, yang menyebabkan fraktur oblik pendek, atau 5) penarikan, dimana tendon
atau ligament benar-benar menarik tulang sampai terpisah (Appley, 1995).8,9
2. Perubahan Patologi atau Patofisiologi
Tulang bersifat terlalu rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya tahan
pegas untuk menahan tekanan, tulang yang mengalami fraktur, biasanya diikuti
kerusakan jaringan sekitarnya. Fraktur ini suatu permasalahan yang kompleks karena
pada fraktur tersebut tidak dilukai luka terbuka, sehingga dalam mereposisi fraktur
tersebut perlu pertimbangan dengan fiksasi yang baik agar tidak timbul komplikasi
selama reposisi. Penggunaan fiksasi yang tepat yaitu dengan internal fiksasi jenis plate
and screw. Dilakukan operasi terhadap tulang ini bertujuan mengembalikan posisi tulang
yang patah ke normal atau posisi tulang sudah dalam keadaan sejajar sehingga akan
terjadi proses penyambungan tulang.6-9
Jenis-jenis Fraktur
a. Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang
tidak menonjol melalui kulit dan relatif lebih aman.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan
dengan lingkungan luar, sehingga fraktur terbuka potensial terjadi infeksi
osteomielitis.
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade, yaitu:
Grade 1: terobeknya kulit dengan sedikit kerusakan jaringan
Grade 2: seperti grade 1 dengan memar pada kulit dan otot
Grade 3: luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, saraf, otot dan kulit.
Kualitatif cara kerja, lama kerja, lingkungan kerja
22
Pasien sudah 10 tahun bekerja sebagai cleaning service di PT. CVA . Selama bekerja
pasien mengatakan tidak permah memakai alat pelindung diri dan selama ini tidak pernah
mengalami hal seperti ini. Ini adalah yang pertama terjadi selama ia bekerta di
perusahaan tersebut. Pasien tidak menceritakan secara mendetail mengenai tempat kerja
dan lama kerjanya.
Standard Operating Procedure (SOP)
Dalam prakteknya, banyak terjadi kelalaian dalam pekerjaan sehingga dibuatlah
SOP pada setiap perusahaan sehingga para pekerja dapat bekerja sesuai dengan SOP.
Walapun demikian, tetapi banyak juga terjadi pelanggaran SOP. Para pekerja tidak
bekerja sesuai dengan SOP yang ada. Pengingkaran terhadap SOP dapat merupakan
pelanggaran hukum dan dapat dituntut secara hukum, untuk menilai pengingkaran perlu
menelusuri atau mengidentifikasi pelaksanaan SOP dan pembuktiannya, contohnya:
seorang Polisi detasemen 88 menembak mati seorang teroris, tanpa ada peringatan, ini
merupakan kesalahan prosedur, Polisi dapat dituntut secara hukum; Seorang pegawai
menggunakan stempel kantor, tanpa ada pemberitahuan atau paraf dari kasubag,
merupakan pelanggaran prosedur; Seorang mahasiswa riset melaksanakan pengambilan
data tanpa persetujuan pembimbing skripsi, juga merupakan pelanggaran prosedur, dan
dapat diberi sanksi.
Pedoman atau petunjuk tidak ada manfaatnya, jika tidak ditaati. Untuk itu, isinya
harus tepat. Suatu pedoman yang tidak jelas misalnya sebagai berikut: ”dianjurkan
dipakai sepatu pelindung, pemakaiannya diserahkan kepada pertimbangan tenaga kerja.”
Seharusnya pedoman berbunyi: ”sepatu pelindung harus dipakai oleh semua tenaga kerja
yang bekerja pada pengolahan benda-benda berat.”
Contoh pelaksanaan SOP : Pekerja/ buruh wajib untuk memakai alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan, wajib merawat dan menjaga alat-alat perlindungan
diri yang diberikan, berhak meminta kepada pengurus atau pengusaha alat perlindungan
diri yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan.9
23
Pemakaian APD
Perlindungan keselamatan pekerja melalui upayateknis pengamanan tempat, mesin,
peralatan dan lingkungan kerja wajib diutamakan. Namun kadang-kadang risiko terjadinya
kecelakaan masih belum sepenuhnya dapat dikendalikan, sehingga digunakan alat pelindung diri
(alat proteksi diri) (personal protective device). Jadi penggunaan APD adalah alternatif terakhir
yaitu kelengkapan dari segenap upaya teknis pencegahan kecelakaan. APD harus memenuhi
persyaratan:
1. Enak (nyaman) dipakai;
2. Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan; dan
3. Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi.
Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya kecelakaan. Pakaian
pekerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada
dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan atau pun kerutan yang mungkin
mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala atau ikat rambut, baju
yang pass dan tidak mengenakan perhiasan. Pakaian kerja sintetis hanya baik terhadapi bahan
kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahan- yang dapat meledak
oleh aliran listrik statis.
Alat proteksi diri beraneka ragam. Jika digolongkan menurut bagian tubuh/ yang
dilindunginya, maka jenis alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sbb:
1. Kepala : Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai» jenis yaitu topi pengaman
(safety helmet), topi ataul tudung kepala, tutup kepala
2. Mata : Kaca mata pelindung (protective goggles)
3. Muka : Pelindung muka (face shields)
4. Tangan dan jari : Sarung tangan (sarung tangan dengan ibu jari terpisah^ sarung tangan
biasa (glovesj: pelindung tela tangan (hand pad), dan sarung tangan yang menutup
pergelangan tangan sampai lengan (sleeve)
5. Kaki : Sepatu pengaman (safety shoes)
6. Alat pernafasan : Respirator, masker, alat bantu pernafasan
7. Telinga : Sumbat telinga, tutup telinga
24
8. Tubuh : Pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerfe tahan panas, pakaian kerja
tahan dingin, pakaian| kerja
9. Lainnya : Sabuk pengaman
Ketentuan mengenai alat pelindung diri diatur oleh peraturan pelaksanaan UU No. I Th.
1970 yaitu Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins. 2/M/BW/ BK/1984 tentang Pengesahan Alat
Pelindung Diri; Instruksi Menteri "Tenaga Kerja No. lns.05/M/BW/97 tentang Pengawasan Alat
Pelindung Diri; Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE 05/BW/97 tentang Penggunaan Alat
Pelindung Dirj dan Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE 06/BW/97 tentang Pendaftaran Alat
Pelindung Diri. Instruksi dan Surat Edaran tersebut mengatur ketentuan tentang' pengesahan,
pengawasan dan penggunaan alat pelindung diri. Jenis APD menurut ketentuan tentang
pengesahan, pengawasan dan penggunaannya meliputi alat pelindung kepala, alat pelindung
telinga, alat pelindung muka dan mata, alat; pelindung pernafasan, pakaian kerja, sarung tangan,
alat pelindung kaki, sabuk pengaman, dan lain-lain.
Lokasi wajib menggunakan alat pelindung diri harus diumumkan tertulis dalam papan
pengumuman di tempat kerja tersebut sehingga dapat dibaca oleh pekerja atau orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut.
Dalam kasus ini APD yang paling utama adalah sabuk pengaman yang berguna untuk
melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya digunakan pada pekerjaan konstruksi dan
memanjat serta tempat tertutup atau boiler. Harus dapat menahan beban sebesar 80 Kg. Jenis
penggantung unifilar penggantung berbentuk U. Gabungan penggantung unifilar dan bentuk U,
ada beberapa macam safety harness yaitu penunjang dada (chest harness), penunjang dada dan
punggung (chest waist harness), penunjang seluruh tubuh (full body harness).
25
Gambar 1 . APD Sabuk Pengaman1,3,4
Jumlah pajanan
Dalam skenario hanya terdapat 1 pajanan yaitu ergonomi. Sedangkanan pajanan dari luar
yang memperberat tidak disebutkan dalam skenario.
Faktor Individu
Status kesehatan pasien
Perlu diketahui riwayat sakit pasien seperti riwayat infeksi, riwayat dalam keluarga,
kebiasaan olahraga, apakah pernah mengalami trauma kepala atau trauma disekitar mata.
Perlu ditanyakan juga apakah dulu ada riwayat gangguan pada mata juga yang sama
seperti saat ini atau dalam keluarga juga ada yang mengalami hal yang sama. Dalam
skenario disebutkan tidak adanya riwayat alergi, asma dan riwayat di rawat di rumah sakit.
Tidak ada riwayat keluarga mengalami sakit yang sama atau penyakit berat lainnya.
Status kesehatan mental : Tidak diketahui secara jelas. Tetapi pasien yang mengalami
pajanan di tempat kerja biasanya lama-lama akan menimbulkan stress kerja dikarenakan
pajanan tersebut telah mengurangi efisiensi kinerjanya, bisa sering mengalami kesalahan
saat bekerja ataupun kesulitan dalam komunikasi saat bekerja.10
Higiene perorangan : berguna untuk mengetahui apakah ada riwayat infeksi yang bisa
menjadi faktor penyebab sakit pasien. Misalnya infeksi mata yang bisa karena bakteri
atau virus sehingga mata merah, sakit, berair, ada rasa mengganjal dan juga fotofobia.
Faktor Lain diluar Pekerjaan
- Hobi : Di skenario tidak dijelaskan mengenai hobi pasien.
26
- Kebiasaan : tidak dijelaskan mengenai kebiasaan pasien, hanya pasien tidak memiliki
kebiasaan merokok ataupun minum minuman keras
- Pajanan yang ada di rumah : Tidak diketahui. Pajanan di rumah bisa berupa ke psikisnya
yakni stres bila ada permasalahan di rumah.
- Pekerjaan sambilan : Tidak diketahui.
Diagnosis Okupasi
Diagnosis okupasi berdasarkan hubungan dengan kausalnya, terbagi menjadi 4 tipe yakni
A) PAK atau PAHK (penyakit akibat hubungan kerja); B) penyakit yang diperberat pajanan di
tempat kerja; C) belum dapat ditegakkan informasi tambahan; D) bukan PAK.
Diagnosis okupasi untuk pasien skenario ini adalah penyakit akibat kerja (tipe A) yakni
Fraktur tertutup femur dextra 1/3 distal. Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi,
kulit masih utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit dan relatif lebih aman. Dimana umumnya
disebabkan oleh trauma atau perubahan dari tulangnya sendiri.
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat: 1) peristiwa trauma tunggal, 2) Tekanan yang
berulang-ulang, atau 3) kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu
sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses pernapasan
(breathing). Dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan
tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu
terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS,
mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian, lakukan
foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurai rasa sakit dan mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.3
27
Gejala Klinis
Fraktur batang femur memiliki prevalensi yang cukup tinggi angka kejadiannya.
Biasanya fraktur pada batang atau corpus femur terjadi di 1/3 medial. Tanda-tanda yang tampak
adalah pembengkakan di daerah paha karena kemungkinan terjadinya pendarahan, adanya
functio laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak. Adanya deformitas angulasi ke ke lateral atau angulasi
anterior, endo atau ekso rotasi. Terjadi pemendekan tungkai bawah. Pada fraktur ini penting
untuk melakukan pemeriksaan adanya dislokasi sendi panggul, dan robeknya ligamentum sekitar
lutut.
Penatalaksanaan
Pada fraktur femur tertutup dilakukan traksi kulit dengan posisi tungkai ekstensi dengan
tujuan untuk mengurangi rasa sakit, mencegah kerusakan jaringan lunak di daerah patahan, serta
meningkatkan tension dari otot agar dapat merposisi dengan sendirinya. Metode ini bernama
metode ekstensi Buck. Penanganan harus dilakukan kurang dari 24 jam.6,7
Pada anak-anak lebih banyak dilakukan terapi non operatif. Terapi operatif dilakukan bila
penanggulangan terapi non operatif gagal, fraktur multiple, robeknya arteri femoralis, fraktur
patologik, fraktur pada orang tua. Pada fraktur 1/3 medial batang femur sebaiknya dilakukan
pemasangan intramedulary nail. Dapat dilakukan reposisi secara terbuka ataupun tertutup.
Reposisi terbuka membutuhkan penyayatan pada fasies. Sedangkan reposisi tertutup melakukan
pemasangan internal fiksasi melalu ujung trokanter mayor dengan bantaun image intesifer dan
pen dimasukan ke dalam fragmen distal dengan bantuan guide tube. Keuntungan reposisi
tertutup adalah tidak perlunya adanya sayatan. Proses penyembuhan membutuhkan waktu 20
minggu.8
Pencegahan
Primer
Pencegahan primer bisa dilakukan dengan melakukan aktivitas sengan hati-hati dan
dilakukan penyuluhan serta oerilaku keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang baik.
Terutama dalam melakukan aktivitas yang mempunyai resiko terjadinya kecelakaan, juga
28
disarankan untuk perubahan perilaku seperti penyediaan serta penggunaan APD dan
diberitahukan penggunaan APD tersebut dengan baik dan benar. Meskipun APD tersebut
kurang nyaman dan efisien namun tingkat keselamatan sangatlah jauh lebih penting.
Sekunder
Pencegahan sekunder ini bisa berupa alat pelindung diri serta pencegahan terhadap
pajanan-pajanan atau risiko dari pekerjaan cleaning service. Antara lain :
Tabel 2 . Jenis bahaya dan APD yang diperlukan1,3,5
29
No Tubuh Yang Dilindungi
Bahaya APD
1 Melindungi badan Terjatuh,Panas berlebihan, tumpahan atau percikan bahan
kimia
Sabuk pengaman, Cover all, pakaian
anti panas/api
2 Kepala Kejatuhan benda, benturan, rambut tertarik mesin
Helmet
3 Sistem pernapasan Debu, gas, uap, fume, kekurangan oksigen
Masker, Respirator, alat bantu
pernapasan
4 Mata Percikan bahan kimia, debu, proyektil, gas, uap, radiasi
safety spectacles, goggles,
faceshields, visors.
5 Tangan Panas, terpotong, bahan kimia, sengatan listrik
Sarung tangan
6 Kaki Tumpahan bahan kimia, tertimpa benda, sengatan listrik
Sepatu safety
Tersier
MCU (Medical Check Up)
Dilakukan pada pekerja yang baru masuk, untuk mengetahui status kesehatannya,
kemudian diulang 6 bulan kemudian, untuk melihat apakah ada perubahan pada
kesehatanya yang diakibatkan oleh pajanan pekerjaan.
Seperti kasus ini dapat dilakukan pengecekan kesehatan menyeluruh apakah ada
kelainan yang dialami. Tujuannya adalah untuk mengetahui kesehatan fisik para pekerja,
kemudian dapat dilakukan penerapan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi, serta
menerapkan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) atau Personnel Pertective
Equipment (PPE) secara ketat dan melakukan pencatatan dan pelaporan data. 3
Rujukan jika perlu, dimana rujukan meliputi : 10
1. Rujukan kasus: diagnosis, terapi, perawatan
2. Rujukan untuk mendapatkan informasi lebih lengkap
3. Rujukan untuk pengendalian di perusahaan
PENUTUP
Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi dan distribusi, baik barang
maupun jasa. Perlengkapan kerja adalah alat bantu pekerjaan dan keselamatan kerja adalah tugas
30
semua orang yang bekerja. Oleh karena itu perlengkapan kerja dan keselamatan kerja adalah
bagian penting dari, oleh dan untuk setiap tenaga kerja serta orang lainnya, dan juga masyarakat
pada umumnya.
Sebab-sebab kecelakaan pada suatu perusahaan diketahui dengan mengadakan analisis
setiap kecelakaan yang terjadi. Kecelakaan dapat dicegah, asal ada kemauan yang cukup untuk
mencegahnya dan pencegahan dilakukan atas dasar pengetahuan yang memadai tentang sebab-
sebab terjadinya kecelakaan dan penguasaan teknik upaya preventif terhadap kecelakaan
DAFTAR PUSTAKA
1. Suma’mur. Gangguan Kesehatan dan Daya Kerja. Dalam : Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja. Jakarta : Saksama; 2009.73-115
2. Suma’mur. Kesehatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Edisi 9. Jakarta: Gunung
Agung; 1996. H.7-12,20-5,287-91
3. Ridley.J, Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Erlangga; 2008
4. J Jeyaratnam, K David. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta : EGC; 2010.h.47-58.
5. Boyle PJ, Barahona M, Shanahan F. Current occupational and environmental medicine.
Edisi 4. USA : McGraw Hill Company; 2004.
6. DepKes. K3 Laboratorium Kesehatan. Pusat Kesehatan Kerja. Edisi November 2008.
Diunduh dari www.depkes. go.id , 4 Oktober 2013.
7. Sjansuhidayat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Dalam : Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: EGC; 2004.h.865.
8. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.
Dalam : Bedah Ortopedi. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : Media Aeskulapius. 2001. Hal. 346-52
9. Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach. W.B.
Saunder Company;2005.
10.Boyle PJ, Barahona M, Shanahan F. Current occupational and environmental medicine.
Edisi 4. USA : McGraw Hill Company; 2004.
31