Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

46
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Dalam Suatu Perusahaan Cathelin Stella 10-2010-219 A-2 Mahasiswi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 e-mail : [email protected] _________________________________________________________________ ______ PENDAHULUAN Latar Belakang 1

description

makalah okupasi

Transcript of Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Page 1: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Dalam Suatu Perusahaan

Cathelin Stella

10-2010-219

A-2

Mahasiswi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

e-mail : [email protected]

_______________________________________________________________________

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Globalisasi perdagangan saat ini memberikan dampak persaingan sangat ketat dalam

segala aspek khususnya ketenagakerjaan yang salah satunya mempersyaratkan adanya

perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk meningkatkan efektifitas

perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, tidak terlepas dari upaya pelaksanaan

keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi melalui

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) guna menjamin terciptanya suatu

sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,

pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dalam rangka mencegah dan mengurangi

1

Page 2: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang nyaman, efisien

dan produktif.1

Di seluruh dunia, terdapat lebih dari 2,6 milyar pekerja dan tenaga kerja yang terus-

menerus berkembang. Sekitar 75% nya merupakan pekerja di negara sedang berkembang yang

risiko di tempat kerjanya jauh lebih parah. Setiap tahun terdapat sekitar 250 juta kasus cedera

akibat kerja yang mengakibatkan 330.000 kematian.1 Jika kita masukkan juga kasus penyakit

akibat pekerjaan, kira-kira 1,1 juta orang di seluruh dunia meninggal setiap tahunnya. Setiap

tahun sekitar 160 juta kasus baru penyakit terkait pekerjaan terjadi di seluruh dunia. Semua

perkiraan itu tentu saja berada di bawah angka sebenarnya karena laporan dari berbagai wilayah

di dunia tidak dapat reliabel.1

Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga oleh

karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk

perencanaan. Tidak diharapkan, oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material

ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat.

Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada

perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan pekerjaan

atau pada waktu pekerjaan berlangsung.

Oleh karena itu, kecelakaan akibat kerja ini mencakup dua permasalahan pokok, yakni:

kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan,

kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.

Adapun pengertian kecelakaan kerja berdasarkan Frank Bird Jr adalah kejadian yang tidak

diinginkan yang terjadi dan menyebabkan kerugian pada manusia dan harta benda. Ada tiga jenis

tingkat kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan :

Accident : kejadian yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian baik bagi

manusia maupun terhadap harta benda

Incident : kejadian yang tidak diinginkan yang belum menimbulkan kerugian

Near miss : kejadian hampir celaka dengan kata lain kejadian ini hampir menimbulkan

kejadian incident ataupun accident

Sedangkan berdasarkan sumber UU No 1 Tahun 1970 kecelakaan kerja adalah suatu

kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah

2

Page 3: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

diatur dari suatu aktifitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia atau harta

benda. Menurut menurut UU No. 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja, kecelakaan

kerja adalah kecelakaan terjadi dalam pekerjaan sejak berangkat dari rumah menuju tempat kerja

dan pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Berdasarkan McCormick Jr

(1985) kecelakaan adalah suatu kejadian atau peristiwa tidak terduga atau bertentangan dengan

yang diharapkan pada suatu aktifitas proses produksi.

Tujuan

Agar dapat mengetahui dan memahami lebih lanjut mengenai pentingnya keselamatan

kerja agar tidak terjadinya penyakit akibat kerja. Dimana hal ini sangat penting, teritama untuk

kesejahteraan para pekerja.

PEMBAHASAN

Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja menurut ILO/WHO Joint Safety and Committee 1998

yaitu promosi dan pemeliharaan derajat tertinggi fisik, mental dan kesejahteraan sosial setiap

pekerja disemua pekerjaan, pencegahan gangguan kesehatan terhadap pekerja yang disebabkan

oleh kondisi kerja, melindungi pekerja dari risiko dan faktor risiko.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya

untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga

dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada

akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.2

Adapula tujuan dari adanya program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) , yaitu :

Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk

kesejahteraan hidup & meningkatkan produksi & produktivitas nasional.

Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja.

Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien

3

Page 4: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante

dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang

dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa

dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya

bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit

ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. 1

Menurut Benny dan Achmadi (1991) mengelompokkannya sebagai berikut

A. Faktor Lingkungan Kerja (Work Environment)

Faktor Kimia, disebabkan oleh bahan baku produksi, proses produksi dan hasil

produksi suatu kegiatan usaha. Untuk golongan kimia dapat digolongkan kepada

benda-benda mudah terbakar, mudah meledak dan lainnya.

Faktor Fisik, misalnya penerangan yang cukup baik di luar ruangan maupun di

dalam ruangan, panas kebisingan dan lainnya.

Faktor Biologi, dapat berupa bakteri, jamur, mikroorganisme lain yang dihasilkan

dari bahan baku proses produksi dan proses penyimpanan produksi, dapat juga

berupa binatang-binatang pengganggu lainnya pada saat berada di lapangan atau

kebun.

Faktor Ergonomi atau fisiologi, pemakaian atau penyediaan alat-alat kerja, apakah

sudah sesuai dengan keselamatan kerja sehingga pekerja dapat merasakan

kenyamanan saat bekerja. Ergonomi terutama dikhususkan sebagai perencanaan

dari cara kerja yang baik meliputi tata cara bekerja dan peralatan.

Faktor Psikologi, perlunya dibina hubungan yang baik antara sesama pekerja

dalam lingkungan kerja, misalnya antara pimpinan dan bawahan.2

B. Faktor Pekerjaan

Jam Kerja

Yang dimaksud jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat dan

lamanya bekerja sehingga dengan adanya waktu istirahat ini dapat mengurangi

kecelakaan kerja.

4

Page 5: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Pergeseran Waktu

Pergeseran waktu dari pagi, siang dan malam dapat mempengaruhi terjadinya

peningkatan kecelakaan akibat kerja. 1,2

Pencahayaan

Pencahayaan didefinisikan sebagai jumlah cahaya yang jatuh pada permukaan.

Satuannya adalah lux (1 lm/m2), dimana lm adalah lumens atau lux cahaya. Salah

satu faktor penting dari lingkkungan kerja yang dapat memberikan kepuasan dan

produktivitas adalah adanya penerangan yang baik. Penerangan yang baik adalah

penerangan yang memungkinkan pekerja dapat melihat obyek-obyek yang

dikerjakan secara jelas dan cepat.

Tenaga kerja disamping harus dengan jelas dapat melihat obyek-obyek yang

sedang dikerjakan juga harus dapat melihat dengan jelas pula benda atau alat dan

tempat disekitarnya yang mungkin mengakibatkan kecelakaan. Maka penerangan

umum harus memadai.

Suhu atau temperature

Manusia selalu berusaha mempertahankan keadaan normal tubuh dengan

sistem tubuh yang sangat sempurna sehingga dapat menyesuaikan dengan

perubahan yang terjadi diluar tubuhnya. Tubuh manusia menyesuaikan diri karena

kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi, dan penguapan juka

terjadi kekurangan atau kelebihan yang membebaninya. Tetapi, kemampuan

untuk menyesuaikan diri dengan temperatur luar jika perubahannya tidak

melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin terhadap

temperatur normal ± 24 °C.

Temperatur udara lebih rendah dari 37 C berati temparatur udara ini

dibawah kemampuan tubuh unutk menyesuaikasn didi (35% dibawah normal),

maka tubuh manuasia akan mengalami kedinginan, karena hilangnya panas tubuh

yang sebagian besar diakibatkan oleh konveksi dan radiasi, juga sebagian kecil

akibat penguapan. Sebaliknya jika temperatur udara terlalu panas dibanding

temperatur tubuh, maka tubuh akan menerima panas akibat konveksi dan radiasi

5

Page 6: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

yang jauh lebih besar dari kemampuan tubuh untuk mendinginkan tubuhnya

malalui sistem penguapan. Hal ini menyebabkan temperatur tubuh menjadi ikut

naik dengan tingginya temperatur udara. Temparatur yang terlalu dingin akan

mengakibatkan gairah kerja menurun. Sedangkan temperatur udara yang

terlampau panas, akan mengakibatkan cepat timbulnya kelelahan tubuh dan

cenderung melakukan kesalahan dalam bekerja.4

Untuk tenaga kerja yang terpapar lingkungan yang panas dan lembab

maka kecepatan angin harus diperhatikan agar evaporasi dapat berlangsung

dengan baik. Kecepatan angin yang dianjurkan tenaga kerja yang terpapar panas

pada berbagai suhu adalah sebagai berikut:

Tabel 1.Suhu dan Kecepatan Angin5

Suhu (˚C)    Kecepatan Angin (m/detik)

16-20 0.2521-22 0.25-0.3025-25 0.40-0.6026-27 0.70-1.0028-30 1.10-1.30

Kebersihan Tempat Kerja

Keadaan tempat kerja yang berdebu,  licin,  becek,  berminyak, dan  berbau

menyengat juga dapat mempengaruhi konsentrasi pekerja sehingga dapat

mengakibatkan kecelakaan kerja. Oleh karena itu, sudah sepatutnya tempat kerja

perlu dibersihkan dahulu sebelum melakukan pekerjaan.

Tanda-tanda peringatan

Tanda Larangan:

Tanda larangan adalah sebuah tanda yang biasa digunakan sebagai

6

Page 7: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

larangan untuk melakukan sesuatu pada tempat tertentu seperti: dilarang

buang sampah sembarangan, dilarang masuk, dan dilarang merokok.

Tanda Perintah:

Tanda perintah adalah tanda yang digunakan untuk menyuruh seseorang

menggunakan/melakukan sesuatu hal seperti: gunakan safety shoes,

gunakan safety glass, tingkatkan kewaspadaan, dan tanggap terhadap

kecelakaan.6

C. Faktor Manusia (Human Factor)

Umur Pekerja

Penelitian dalam test refleks memberikan kesimpulan bahwa umur mempunyai

pengaruh penting dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja. Ternyata

golongan umur muda mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan kecelakaan

lebih rendah dibandingkan usia tua, karena mempunyai kecepatan reaksi lebih

tinggi. Akan tetapi untuk jenis pekerjaan tertentu sering yang muda merupakan

golongan pekerja dengan kasus kecelakaan kerja tinggi, mungkin hal ini

disebabkan oleh karena kecerobohan atau kelalaian mereka terhadap pekerjaan

yang dihadapinya.

Pengalaman Bekerja

Pengalaman bekerja sangat ditentukan oleh lamanya seseorang bekerja. Semakin

lama dia bekerja maka semakin banyak pengalaman dalam bekerja. Pengalaman

kerja juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Pengalaman kerja yang

sedikit terutama di perusahaan yang mempunyai resiko tinggi terhadap terjadinya

kecelakaan kerja akan mengakibatkan besarnya kemungkinan terjadinya

kecelakaan kerja.

Tingkat Pendidikan dan Keterampilan

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi pekerjaan,

demikian juga dalam menerima latihan kerja baik praktek maupun teori termasuk

diantaranya cara pencegahan ataupun cara menghindari terjadinya kecelakaan

kerja.

7

Page 8: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Kelelahan

Faktor kelelahan dapat mengakibatkan kecelakaan kerja atau turunnya

produktifitas kerja. Kelelahan adalah fenomena kompleks fisiologis maupun

psikologis dimana ditandai dengan adanya gejala perasaan lelah dan perubahan

fisiologis dalam tubuh. Kelelahan akan berakibat menurunnya kemampuan kerja

dan kemampuan tubuh para pekerja.

Klasifikasi Penyebab Penyakit Akibat Kerja

Cara penggolongan sebab-sebab kecelakaan di berbagai Negara tidak sama. Namun ada

kesamaan umum, yaitu kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab, antara lain:

a. Penyebab langsung

(1) Perbuatan yang tidak aman (unsafe acts), didefinisikan sebagai segala tindakan manusia

yang dapat memungkinkan tejadinya kecelakaan pada diri sendiri maupun orang lain.

Contoh dari perbuatan yang tidak aman seperti misalnya :

- Tidak menggunakan alat yang telah disediakan.

- Salah menggunakan alat yang telah disediakan.

- Menggunakan alat yang sudah msak.

- Metode kerja yang salah.

- Tidak mengikuti prosedur keselamatan kerja.

(2) Kondisi yang tidak aman (unsafe condition), didefinisikan sebagai suatu kondisi lingkungan

kerja yang dapat memungkinkan terjadinya kecelakaan.

- Contoh kondisi yang tidak aman :

- Kondisi fisik, mekanik, peralatan.

- Kondisi permukaan tempat berjalan dan bekerja.

- Kondisi penerangan, ventilasi, suara dan getaran.

- Kondisi penataan lokasi yang salah.

b. Penyebab tidak langsung

(1) Fungsi manajemen proyek.

(2) Kondisi pekerja.3

8

Page 9: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)

tahun 1962 adalah sebagai berikut:

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan

a. Terjatuh.

b. Tertimpa benda jatuh.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh.

d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.

f. Pengaruh suhu tinggi.

g. Terkena arus listrik.

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak

j. cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi

k. tersebut.

2. Klasifikasi menurut penyebab

a) Mesin.

Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik.

Mesin penyalur (Transmisi).

Mesin-mesin untuk pengerjaan logam.

Mesin-mesin pengolah kayu.

Mesin-mesin pertanian.

Mesin-mesin pertambangan.

Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.

b) Alat angkut dan alat angkat.

Mesin angkat dan peralatannya.

Alat angkutan diatas rel.

Alat angkutan lain yang beroda, kecuali kereta api.

Alat angkutan udara.

Alat angkutan air.

Alat-alat angkutan lain.

9

Page 10: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

c) Peralatan lain.

Bejana bertekanan.

Dapur pembakar dan pemanas.

Instalasi pendingin.

Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat

listrik (tangan).

Alat-alat listrik (tangan).

Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik.

Tangga.

Perancah (steger).

Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut.

d) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi.

Bahan peledak.

Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak.

Benda-benda melayang.

Radiasi.

e) Bahan-bahan dan zat lain yang belum termasuk golongan tersebut.

Lingkungan kerja.

Diluar bangunan.

Didalam bangunan.

Dibawah tanah.

f) Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut.

Hewan.

Penyebab lain

g) Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak memadai.

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan

a. Patah tulang.

b. Dislokasi/keseleo.

c. Regang oto/urat.

d. Memar dan luar dalam yang lain

10

Page 11: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

e. Amputasi.

f. Luka-luka lain.

g. Luka dipermukaan.

h. Gegar dan remuk.

i. Luka bakar.

j. Keracunan-keracunan mendadak (akut).

k. Akibat cuaca dan lain-lain.

l. Mati lemas.

m. Pengaruh arus listrik.

n. Pengaruh radiasi.

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.

p. Lain-lain.

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh

a. Kepala.

b. Leher.

c. Badan.

d. Anggota atas.

e. Anggota bawah.

f. Banyak tempat.

g. Kelainan umum.

h. Letak lain yang tidak dapat dimasukan klasifikasi tersebut.

Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa

kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan oleh berbagai faktor.

Penggolongan menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan

dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan

terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih

lanjut. Klasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk mengolongkan penyebab menurut

kelainan atau luka-luka akibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadi yang

diakibatkannya. Keduanya membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan, tetapi klasifikasi

11

Page 12: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

yang disebut terakhir terutama sangat penting. Penggolongan menurut sifat dan letak luka atau

kelainan ditubuh berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci.2

Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Identifikasi penyakit akibat kerja, harus dilakukan 2 pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan epidemiologis (komunitas)

Untuk identifikasi hubungan kausal antara pajanan dan penyakit: Kekuatan asosiasi,

konsistensi, spesifisitas, hubungan waktu, hubungan dosis

2. Pendekatan klinis (individu)

Untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja: diagnosis klinis, pajanan yang dialami,

hubungan pajanan dengan penyakit, pajanan yang dialami cukup besar, peranan faktor

individu, faktor lain di luar pekerjaan, diagnosis PAK atau bukan PAK

Keberhasiln identifikasi PAK dalam berbagai kelompok pekerjaan tergantung dari riwyat pasien

secara keseluruhan yang dipertegas oleh dokter, dalam hal ini oleh dokter perusahaan dimana

dengan berdasarkan:

1. Riwayat klinis dari pasien

2. Laboratorium ( Biomonitoring dan tes klinik) & pemeriksaan penunjang

3. Data lingkungan dan analisis riwayat pekerjaan

Perlu dilakukan penilaian pajanan lingkungan secara tepat dengan memperhatikan

legalitas, etika dan faktor sosioekonomi.

Berikut ini 7 langkah dalam diagnosis PAK :

1. Menentukan Diagnosis klinis

12

Page 13: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Untuk menyatakan bahwa suatu penyakit adalah akibat hubungan pekerjaan harus dibuat

diagnosis klinis dahulu. Dimana penentuan diagnosis klinis ini dengan memanfaatkan

data dari anamnesis lengkap dan beberapa fasilitas penunjang yang ada, seperti yang

dilakukan pada umumnya untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik

ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubunga

dengan pekerjaan atau tidak.

2. Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam pekerjaan

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial

untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu

dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti dan kalau

perlu dapat dilakukan pengamatan ditempat kerja dan mengkaji data sekunder yang ada.

Dimana anamnesis riwayat pekerjaan yang mencakup:

- Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara

khronologis

- Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan

- Bahan yang diproduksi

- Materi (bahan baku) yang digunakan

- Jumlah pajanannya

- Pemakaian alat perlindungan diri (masker)

- Pola waktu terjadinya gejala

- Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)

- Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label,

dan sebagainya)

3. Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit

Untuk menentukan adakah hubungan antara pajanan dan penyakit harus berdasarkan

evidence yang ada dan dapat dilihat dari bukti yang ada. Apakah terdapat bukti-bukti

ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami

menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya

13

Page 14: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa

penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, selain itu perlu

dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan

penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).

4. Menentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat

mengakibatkan penyakit tersebut.

Penentuan besarnya pajanan dapat dilakukan secara kuantitatif dengan melihat data

pengukuran lingkungan dan masa kerja atau secara kualitatif dengan mengamati cara

kerja pekerja. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan

tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti

lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat

menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.

5. Menentukan apakah ada peranan faktor-faktor individu itu sendiri

Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat

mengubah keadaan pajanannya (yang mempercepat atau menurunkan penyakit akibat

kerja) , misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga

risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga)

yang mengakibatkan penderita lebih rentan dan lebih sensitif terhadap pajanan yang

dialami, seperti factor genetik.

6. Menentukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan

Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita

mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun

demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan

penyebab di tempat kerja. Misalnya Kanker paru dapat disebabkan oleh asbes dan bisa

juga disebabkan oleh kebiasaan merokok.

7. Menentukan diagnosis Penyakit Akibat Kerja atau bukan

14

Page 15: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan

berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah

disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu

penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada

sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis.

Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa

melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita

penyakit tersebut pada saat ini.

Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada

atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi

pekerjaannya/pajanannya memperberat dan mempercepat timbulnya penyakit.

Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat

Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat

baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila

memungkinkan) dan data epidemiologis.

Apabila dapat dibuktikan bahwa paling sedikit ada satu faktor pekerjaan yang berperan

sebagai penyebab penyakit dapat dikategorikan penyakit akibat kerja. Sehingga sangat

penting bagi dokter untuk menanyakan pekerjaan pasien saat membuat suatu diagnosis

klinis dan mengkaji apakah penyakit yang terjadi akibat pajanan dari lingkungan kerja

dan kemudian mampu untuk menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.

Dasar membuat diagnosis penyakit akibat hubungan kerja

Harus dapat membedakan:

Pajanan ditempat kerja menyebabkan penyakit

Pajanan ditempat kerja merupakan salah satu penyebab bermakna bersama dengan faktor

risiko lain

Pajanan ditempat kerja memperberat penyakit yang sudah diderita sebelumnya

Diagnosis Klinis Kasus

15

Page 16: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Anamnesis

- Identitas pasien

Pada identitas pasien dapat ditanyakan nama, usia, alamat, pekerjaan, status pernikahan,

agama serta suku atau ras. Penanyaan pekerjaan serta riwayat pekerjaan sangat penting

pada kasus ini, karena dengan menanyakan riwayat pekerjaan pada pasien kita dapat

mengetahui apakah sakit yg dialaminya disebabkan karena pekerjaannya atau faktor lain.

Kasus :

Nama : Tn. B

Usia : 40 Tahun

Alamat : Rawa Mangun Pulo Gadung, Jakarta Timur

Pekerjaan : Cleaning service di PT. CVA

Status : Menikah (2 anak)

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SLTA

- Keluhan Utama

Ditanyakan keluhan apa yang membuat pasien datang kepada dokter.

Kasus :

Tungkai kanan tidak dapat digerakkan sejak 6 jam yang lalu

- Riwayat penyakit sekarang

Pada RPS atau keluhan penyerta dapat ditanyakan keluhan lainnya selain keluhan utama.

Kasus :

Tiba-tiba terjatuh ketika sedang membersihkan kaca di luar gedung dari lantai 4.

Tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sama sekali

Tidak pingsan saat terjatuh, tapi tungkai kanan tidak dapat digerakkan sama

sekali.

Bekerja sudah selama 10 tahun dan tidak pernah mengalami hal seperti ini

sebelumnya

- Riwayat Penyakit Dahulu

Dapat ditanyakan apakah pasien pernah mengalami sakit yang sama seperti yang

sekarang dialami. Selain itu juga dapat ditanyakan apakah pasien ada riwayat sakit kronis

16

Page 17: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

seperti kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung atau sakit kronis lainnya. Dapat

juga ditanyakan bagaimana riwayat pribadi atau kebiasaan pasien, apakah mengkonsumsi

obat-obat tertentu, merokok atau minum minuman beralkohol, bagaimana pola makan

dan hidupnya. Dalam kasus ini karena berhubungan dengan pekerjaan, dapat juga

ditanyakan bagaimana lingkungan kerja dan kebiasaan kerja pasien.

Kasus :

Tidak pernah dirawat di rumah sakit

Tidak ada alergi dan asma maupun penyakit kronis lain

Luka belum diobati

- Riwayat Penyakit Keluarga

Ditanyakan bagaimana kondisi keluarganya, apakah ada yang mengalami sakit yang

sama, ataupun penyakit keturunan.

Kasus :

Normal. Tidak ada yang menderita DM, hipertensi atau penyakit kronis lainnya.

- Riwayat Pekerjaan

Riwayat pekerjaan harus meliputi informasi pekerjaan sekarang dan semua pekerjaan

sebelumnya (khususnya yang berhubungan dengan pajanan terhadap bising, termasuk

pekerjaan paruh waktu). Beberapa pertanyaan yang menyangkut riwayat pekerjaannya,

seperti berikut ini :

* Sudah berapa lama bekerja hingga sekarang ini

* Bagaimana riwayat pekerjaan sebelumnya

* Alat kerja, bahan kerja dan proses kerja yang digunakan

* Barang yang diproduksi/dihasilkan

* Waktu bekerja dalam sehari berapa lama dan waktu kerja dalam seminggu berapa

kali

* Ada kemungkinan pajanan apa saja yang dialami

* APD yang dipakai apa saja

* Hubungan antara gejala dan waktu kerja

* Pekerja lainnya ada yang mengalami hal yang sama

17

Page 18: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Pemeriksaan Fisik

- Tanda-tanda Vital

Meliputi denyut nadi permenit, frekuensi napas permenit, suhu, tekanan darah serta

kesadaran pasien.

Kasus :

Kesadaran : Compos Mentis, tampak kesakitan

TD : 120/70 mmHg

Nadi : 73 kali/menit, reguler

Napas : 16 kali/menit

BB&TB : 30 kg & 150 cm

Suhu : Normal

- Pemeriksaan fisik umum

Pada pemeriksaan fisik didapati tanda fraktur. Pemeriksaan harus

memperhitungkan kemungkinan adanya gangguan syaraf atau kerusakan pembuluh

darah. Pada pemeriksaan radiologis yang perlu diperhatikan adalah adanya luksasi sendi

radiuoulnar proksimal atau distal yang lebih dicurigai apabila ditemukan fraktur.7

Kemudian lakukan pemeriksaan status lokalisasi. Dimana tanda-tanda klinis pada

fraktur tulang panjang sebagai berikut :8

1. Look, cari apakah terdapat:

- Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada fraktur kondilus

lateralis humerus), angulasi, rotasi, dan pemendekan.

- Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur kruris tidak dapat berjalan.

- Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya pada tungkai

bawah apparent length (jarak antara umbilikus dengan maleoulus medialis), dan true

length (jarak antara umbilikus dengan maleolus medialis), dan true length (jarak

antara SIAS dengan maleolus medialis)

2. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan lagi karena

akan menambah trauma

18

Page 19: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

3. Move, untuk mencari:

- Krepitasi, terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang

rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan

karena menambah trauma.

- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun tidak.

- Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu

dilakukan, range of motion (derajat daru ruang lingkup gerakan sendi), dan kekuatan

Hasil status lokalis pada kasus :

Keterangan Kaki Kiri Kaki Kanan

1. Simetris Simetris Tidak smetris

2. Jika digerakan Normal Nyeri

3. Krepitasi - +

4. Fraktur terbuka - -

5. Bengkak - -

6. Vaskularisasi baik baik

7. Gerakan + -

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi

Pemerikasaan radiologi dilakukan untuk memastikan arah dislokasi dan apakah

disertai fraktur. Pemerikasaan radiologi menggunakan rontgen (x-ray).8 Untuk

mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka

diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu

diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi

yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus

19

Page 20: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai

dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:9

1) Bayangan jaringan lunak

2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periostenum atau biomekanik

atau juga rotasi

3) Sela sendi serta bentuk arsitektur sendi

Kasus :

Didapatkan Fraktur tertutup femur dextra 1/3 distal

b. Pemeriksaan Laboratorium

Selain pemeriksaan radiologi itu ada juga pemeriksaan laboratorium yaitu sebagai

berikut:

1) Kalsium serum dan fosfat serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang

2) Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan

3) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

4) laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat

luas.

Pemeriksaan Tempat Kerja

Tujuan dari pemeriksaan ke tempat kerja ini untuk menemukan pajanan apa saja yang

bisa dialami oleh pasien. Terdapat beberapa faktor pajanan yang bisa menyebabkan penyakit

akibat kerja, yakni pajanan fisik, kimia, biologis, ergonomi, dan psikososial. Faktor ini menjadi

penyebab pokok dan menentukan terjadinya penyakit.

Pajanan yang Dialami

Pasien kemungkinan memiliki riwayat pajanan yang sama yaitu pajanan fisiologi atau

ergonomi berupa kesalahan APD yang kurang diperhatikan dari perusahaan, dan pajanan ini

belum pernah dialami pasien selama bekerja selama 10 tahun.

20

Page 21: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Hubungan Pajanan dengan Penyakit

Pasien mengatakan belum pernah terjadi hal seperti ini sebelumnya (terjatuh ketika

membersihkan kaca) selama 10 tahun bekerja di perusahaan tersebut. Dari perusahaan tersebut

memang tidak tersedia fasilitas APD (dalam hal ini terutama sabuk pengaman, pakaian serta alas

kaki khusus dan masker).

Pajanan yang Dialami Cukup Besar

Patofisiologi Fraktur tertutup femur dextra 1/3 distal

Mekanisme terjadinya fraktur dapat terjadi akibat: 1) peristiwa trauma tunggal, 2)

tekanan yang berulang ulang, 3) kelemahan abnormal pada tulang, dalam kasus fraktur

femur sepertiga dextra kemungkinan mekanisme terjadinya fraktur ada dua cara, yaitu

karena trauma maupun kecelakaan langsung yang mengenai tungkai atas pada batang

femur, sehingga mengakibatkan perubahan posisi pada fragmen tulang (Bloch, 1986).

1. Fraktur karena trauma

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,

yang dapat berupa pemukulan, pemuntiran atau penarikan. Bila terkena kekuatan

langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak juga pasti rusak.

Pemukuan (pukuran sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan

pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur kominutif

disertai kerusakan jaringan lunak yang luas (Appley, 1995).7,8

Bila terkena kekuatan yang tidak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada

tempat tang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di

tempat fraktur mungkin tidak ada (Appley, 1995).

Kekuatan dapat berup: 1) pemuntiran, yang menyebabkan fraktur spinal; 2)

penekukan, yang menyebabkan fraktur melintang; 3) penekukan dan penekanan, yang

mengakibatkan fraktur yang sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu-kupu

berbentuk segitiga yang terpisah; (4) kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan

21

Page 22: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

penekanan, yang menyebabkan fraktur oblik pendek, atau 5) penarikan, dimana tendon

atau ligament benar-benar menarik tulang sampai terpisah (Appley, 1995).8,9

2. Perubahan Patologi atau Patofisiologi

Tulang bersifat terlalu rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya tahan

pegas untuk menahan tekanan, tulang yang mengalami fraktur, biasanya diikuti

kerusakan jaringan sekitarnya. Fraktur ini suatu permasalahan yang kompleks karena

pada fraktur tersebut tidak dilukai luka terbuka, sehingga dalam mereposisi fraktur

tersebut perlu pertimbangan dengan fiksasi yang baik agar tidak timbul komplikasi

selama reposisi. Penggunaan fiksasi yang tepat yaitu dengan internal fiksasi jenis plate

and screw. Dilakukan operasi terhadap tulang ini bertujuan mengembalikan posisi tulang

yang patah ke normal atau posisi tulang sudah dalam keadaan sejajar sehingga akan

terjadi proses penyambungan tulang.6-9

Jenis-jenis Fraktur

a. Fraktur tertutup

Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang

tidak menonjol melalui kulit dan relatif lebih aman.

b. Fraktur terbuka

Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan

dengan lingkungan luar, sehingga fraktur terbuka potensial terjadi infeksi

osteomielitis.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade, yaitu:

Grade 1: terobeknya kulit dengan sedikit kerusakan jaringan

Grade 2: seperti grade 1 dengan memar pada kulit dan otot

Grade 3: luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, saraf, otot dan kulit.

Kualitatif cara kerja, lama kerja, lingkungan kerja

22

Page 23: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Pasien sudah 10 tahun bekerja sebagai cleaning service di PT. CVA . Selama bekerja

pasien mengatakan tidak permah memakai alat pelindung diri dan selama ini tidak pernah

mengalami hal seperti ini. Ini adalah yang pertama terjadi selama ia bekerta di

perusahaan tersebut. Pasien tidak menceritakan secara mendetail mengenai tempat kerja

dan lama kerjanya.

Standard Operating Procedure (SOP)

Dalam prakteknya, banyak terjadi kelalaian dalam pekerjaan sehingga dibuatlah

SOP pada setiap perusahaan sehingga para pekerja dapat bekerja sesuai dengan SOP.

Walapun demikian, tetapi banyak juga terjadi pelanggaran SOP. Para pekerja tidak

bekerja sesuai dengan SOP yang ada. Pengingkaran terhadap SOP dapat merupakan

pelanggaran hukum dan dapat dituntut secara hukum, untuk menilai pengingkaran perlu

menelusuri atau mengidentifikasi pelaksanaan SOP dan pembuktiannya, contohnya:

seorang Polisi detasemen 88 menembak mati seorang teroris, tanpa ada peringatan, ini

merupakan kesalahan prosedur, Polisi dapat dituntut secara hukum; Seorang pegawai

menggunakan stempel kantor, tanpa ada pemberitahuan atau paraf dari kasubag,

merupakan pelanggaran prosedur; Seorang mahasiswa riset melaksanakan pengambilan

data tanpa persetujuan pembimbing skripsi, juga merupakan pelanggaran prosedur, dan

dapat diberi sanksi.

Pedoman atau petunjuk tidak ada manfaatnya, jika tidak ditaati. Untuk itu, isinya

harus tepat. Suatu pedoman yang tidak jelas misalnya sebagai berikut: ”dianjurkan

dipakai sepatu pelindung, pemakaiannya diserahkan kepada pertimbangan tenaga kerja.”

Seharusnya pedoman berbunyi: ”sepatu pelindung harus dipakai oleh semua tenaga kerja

yang bekerja pada pengolahan benda-benda berat.”

Contoh pelaksanaan SOP : Pekerja/ buruh wajib untuk memakai alat-alat

perlindungan diri yang diwajibkan, wajib merawat dan menjaga alat-alat perlindungan

diri yang diberikan, berhak meminta kepada pengurus atau pengusaha alat perlindungan

diri yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan.9

23

Page 24: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Pemakaian APD

Perlindungan keselamatan pekerja melalui upayateknis pengamanan tempat, mesin,

peralatan dan lingkungan kerja wajib diutamakan. Namun kadang-kadang risiko terjadinya

kecelakaan masih belum sepenuhnya dapat dikendalikan, sehingga digunakan alat pelindung diri

(alat proteksi diri) (personal protective device). Jadi penggunaan APD adalah alternatif terakhir

yaitu kelengkapan dari segenap upaya teknis pencegahan kecelakaan. APD harus memenuhi

persyaratan:

1. Enak (nyaman) dipakai;

2. Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan; dan

3. Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi.

Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya kecelakaan. Pakaian

pekerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada

dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan atau pun kerutan yang mungkin

mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala atau ikat rambut, baju

yang pass dan tidak mengenakan perhiasan. Pakaian kerja sintetis hanya baik terhadapi bahan

kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahan- yang dapat meledak

oleh aliran listrik statis.

Alat proteksi diri beraneka ragam. Jika digolongkan menurut bagian tubuh/ yang

dilindunginya, maka jenis alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sbb:

1. Kepala : Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai» jenis yaitu topi pengaman

(safety helmet), topi ataul tudung kepala, tutup kepala

2. Mata : Kaca mata pelindung (protective goggles)

3. Muka : Pelindung muka (face shields)

4. Tangan dan jari : Sarung tangan (sarung tangan dengan ibu jari terpisah^ sarung tangan

biasa (glovesj: pelindung tela tangan (hand pad), dan sarung tangan yang menutup

pergelangan tangan sampai lengan (sleeve)

5. Kaki : Sepatu pengaman (safety shoes)

6. Alat pernafasan : Respirator, masker, alat bantu pernafasan

7. Telinga : Sumbat telinga, tutup telinga

24

Page 25: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

8. Tubuh : Pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerfe tahan panas, pakaian kerja

tahan dingin, pakaian| kerja

9. Lainnya : Sabuk pengaman

Ketentuan mengenai alat pelindung diri diatur oleh peraturan pelaksanaan UU No. I Th.

1970 yaitu Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins. 2/M/BW/ BK/1984 tentang Pengesahan Alat

Pelindung Diri; Instruksi Menteri "Tenaga Kerja No. lns.05/M/BW/97 tentang Pengawasan Alat

Pelindung Diri; Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE 05/BW/97 tentang Penggunaan Alat

Pelindung Dirj dan Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE 06/BW/97 tentang Pendaftaran Alat

Pelindung Diri. Instruksi dan Surat Edaran tersebut mengatur ketentuan tentang' pengesahan,

pengawasan dan penggunaan alat pelindung diri. Jenis APD menurut ketentuan tentang

pengesahan, pengawasan dan penggunaannya meliputi alat pelindung kepala, alat pelindung

telinga, alat pelindung muka dan mata, alat; pelindung pernafasan, pakaian kerja, sarung tangan,

alat pelindung kaki, sabuk pengaman, dan lain-lain.

Lokasi wajib menggunakan alat pelindung diri harus diumumkan tertulis dalam papan

pengumuman di tempat kerja tersebut sehingga dapat dibaca oleh pekerja atau orang lain yang

memasuki tempat kerja tersebut.

Dalam kasus ini APD yang paling utama adalah sabuk pengaman yang berguna untuk

melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya digunakan pada pekerjaan konstruksi dan

memanjat serta tempat tertutup atau boiler. Harus dapat menahan beban sebesar 80 Kg. Jenis

penggantung unifilar penggantung berbentuk U. Gabungan penggantung unifilar dan bentuk U,

ada beberapa macam safety harness yaitu penunjang dada (chest harness), penunjang dada dan

punggung (chest waist harness), penunjang seluruh tubuh (full body harness).

25

Page 26: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Gambar 1 . APD Sabuk Pengaman1,3,4

Jumlah pajanan

Dalam skenario hanya terdapat 1 pajanan yaitu ergonomi. Sedangkanan pajanan dari luar

yang memperberat tidak disebutkan dalam skenario.

Faktor Individu

Status kesehatan pasien

Perlu diketahui riwayat sakit pasien seperti riwayat infeksi, riwayat dalam keluarga,

kebiasaan olahraga, apakah pernah mengalami trauma kepala atau trauma disekitar mata.

Perlu ditanyakan juga apakah dulu ada riwayat gangguan pada mata juga yang sama

seperti saat ini atau dalam keluarga juga ada yang mengalami hal yang sama. Dalam

skenario disebutkan tidak adanya riwayat alergi, asma dan riwayat di rawat di rumah sakit.

Tidak ada riwayat keluarga mengalami sakit yang sama atau penyakit berat lainnya.

Status kesehatan mental : Tidak diketahui secara jelas. Tetapi pasien yang mengalami

pajanan di tempat kerja biasanya lama-lama akan menimbulkan stress kerja dikarenakan

pajanan tersebut telah mengurangi efisiensi kinerjanya, bisa sering mengalami kesalahan

saat bekerja ataupun kesulitan dalam komunikasi saat bekerja.10

Higiene perorangan : berguna untuk mengetahui apakah ada riwayat infeksi yang bisa

menjadi faktor penyebab sakit pasien. Misalnya infeksi mata yang bisa karena bakteri

atau virus sehingga mata merah, sakit, berair, ada rasa mengganjal dan juga fotofobia.

Faktor Lain diluar Pekerjaan

- Hobi : Di skenario tidak dijelaskan mengenai hobi pasien.

26

Page 27: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

- Kebiasaan : tidak dijelaskan mengenai kebiasaan pasien, hanya pasien tidak memiliki

kebiasaan merokok ataupun minum minuman keras

- Pajanan yang ada di rumah : Tidak diketahui. Pajanan di rumah bisa berupa ke psikisnya

yakni stres bila ada permasalahan di rumah.

- Pekerjaan sambilan : Tidak diketahui.

Diagnosis Okupasi

Diagnosis okupasi berdasarkan hubungan dengan kausalnya, terbagi menjadi 4 tipe yakni

A) PAK atau PAHK (penyakit akibat hubungan kerja); B) penyakit yang diperberat pajanan di

tempat kerja; C) belum dapat ditegakkan informasi tambahan; D) bukan PAK.

Diagnosis okupasi untuk pasien skenario ini adalah penyakit akibat kerja (tipe A) yakni

Fraktur tertutup femur dextra 1/3 distal. Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi,

kulit masih utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit dan relatif lebih aman. Dimana umumnya

disebabkan oleh trauma atau perubahan dari tulangnya sendiri.

Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat: 1) peristiwa trauma tunggal, 2) Tekanan yang

berulang-ulang, atau 3) kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).

Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu

sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses pernapasan

(breathing). Dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan

tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu

terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS,

mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.

Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian, lakukan

foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurai rasa sakit dan mencegah terjadinya

kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.3

27

Page 28: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Gejala Klinis

Fraktur batang femur memiliki prevalensi yang cukup tinggi angka kejadiannya.

Biasanya fraktur pada batang atau corpus femur terjadi di 1/3 medial. Tanda-tanda yang tampak

adalah pembengkakan di daerah paha karena kemungkinan terjadinya pendarahan, adanya

functio laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak. Adanya deformitas angulasi ke ke lateral atau angulasi

anterior, endo atau ekso rotasi. Terjadi pemendekan tungkai bawah. Pada fraktur ini penting

untuk melakukan pemeriksaan adanya dislokasi sendi panggul, dan robeknya ligamentum sekitar

lutut.

Penatalaksanaan

Pada fraktur femur tertutup dilakukan traksi kulit dengan posisi tungkai ekstensi dengan

tujuan untuk mengurangi rasa sakit, mencegah kerusakan jaringan lunak di daerah patahan, serta

meningkatkan tension dari otot agar dapat merposisi dengan sendirinya. Metode ini bernama

metode ekstensi Buck. Penanganan harus dilakukan kurang dari 24 jam.6,7

Pada anak-anak lebih banyak dilakukan terapi non operatif. Terapi operatif dilakukan bila

penanggulangan terapi non operatif gagal, fraktur multiple, robeknya arteri femoralis, fraktur

patologik, fraktur pada orang tua. Pada fraktur 1/3 medial batang femur sebaiknya dilakukan

pemasangan intramedulary nail. Dapat dilakukan reposisi secara terbuka ataupun tertutup.

Reposisi terbuka membutuhkan penyayatan pada fasies. Sedangkan reposisi tertutup melakukan

pemasangan internal fiksasi melalu ujung trokanter mayor dengan bantaun image intesifer dan

pen dimasukan ke dalam fragmen distal dengan bantuan guide tube. Keuntungan reposisi

tertutup adalah tidak perlunya adanya sayatan. Proses penyembuhan membutuhkan waktu 20

minggu.8

Pencegahan

Primer

Pencegahan primer bisa dilakukan dengan melakukan aktivitas sengan hati-hati dan

dilakukan penyuluhan serta oerilaku keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang baik.

Terutama dalam melakukan aktivitas yang mempunyai resiko terjadinya kecelakaan, juga

28

Page 29: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

disarankan untuk perubahan perilaku seperti penyediaan serta penggunaan APD dan

diberitahukan penggunaan APD tersebut dengan baik dan benar. Meskipun APD tersebut

kurang nyaman dan efisien namun tingkat keselamatan sangatlah jauh lebih penting.

Sekunder

Pencegahan sekunder ini bisa berupa alat pelindung diri serta pencegahan terhadap

pajanan-pajanan atau risiko dari pekerjaan cleaning service. Antara lain :

Tabel 2 . Jenis bahaya dan APD yang diperlukan1,3,5

29

No Tubuh Yang Dilindungi

Bahaya APD

1 Melindungi badan Terjatuh,Panas berlebihan, tumpahan atau percikan bahan

kimia

Sabuk pengaman, Cover all, pakaian

anti panas/api

2 Kepala Kejatuhan benda, benturan, rambut tertarik mesin

Helmet

3 Sistem pernapasan Debu, gas, uap, fume, kekurangan oksigen

Masker, Respirator, alat bantu

pernapasan

4 Mata Percikan bahan kimia, debu, proyektil, gas, uap, radiasi

safety spectacles, goggles,

faceshields, visors.

5 Tangan Panas, terpotong, bahan kimia, sengatan listrik

Sarung tangan

6 Kaki Tumpahan bahan kimia, tertimpa benda, sengatan listrik

Sepatu safety

Page 30: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Tersier

MCU (Medical Check Up)

Dilakukan pada pekerja yang baru masuk, untuk mengetahui status kesehatannya,

kemudian diulang 6 bulan kemudian, untuk melihat apakah ada perubahan pada

kesehatanya yang diakibatkan oleh pajanan pekerjaan.

Seperti kasus ini dapat dilakukan pengecekan kesehatan menyeluruh apakah ada

kelainan yang dialami. Tujuannya adalah untuk mengetahui kesehatan fisik para pekerja,

kemudian dapat dilakukan penerapan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi, serta

menerapkan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) atau Personnel Pertective

Equipment (PPE) secara ketat dan melakukan pencatatan dan pelaporan data. 3

Rujukan jika perlu, dimana rujukan meliputi : 10

1. Rujukan kasus: diagnosis, terapi, perawatan

2. Rujukan untuk mendapatkan informasi lebih lengkap

3. Rujukan untuk pengendalian di perusahaan

PENUTUP

Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi dan distribusi, baik barang

maupun jasa. Perlengkapan kerja adalah alat bantu pekerjaan dan keselamatan kerja adalah tugas

30

Page 31: Kasus 3 - Fraktur Kaki - Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

semua orang yang bekerja. Oleh karena itu perlengkapan kerja dan keselamatan kerja adalah

bagian penting dari, oleh dan untuk setiap tenaga kerja serta orang lainnya, dan juga masyarakat

pada umumnya.

Sebab-sebab kecelakaan pada suatu perusahaan diketahui dengan mengadakan analisis

setiap kecelakaan yang terjadi. Kecelakaan dapat dicegah, asal ada kemauan yang cukup untuk

mencegahnya dan pencegahan dilakukan atas dasar pengetahuan yang memadai tentang sebab-

sebab terjadinya kecelakaan dan penguasaan teknik upaya preventif terhadap kecelakaan

DAFTAR PUSTAKA

1. Suma’mur. Gangguan Kesehatan dan Daya Kerja. Dalam : Higiene Perusahaan dan

Kesehatan Kerja. Jakarta : Saksama; 2009.73-115

2. Suma’mur. Kesehatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Edisi 9. Jakarta: Gunung

Agung; 1996. H.7-12,20-5,287-91

3. Ridley.J, Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Erlangga; 2008

4. J Jeyaratnam, K David. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta : EGC; 2010.h.47-58.

5. Boyle PJ, Barahona M, Shanahan F. Current occupational and environmental medicine.

Edisi 4. USA : McGraw Hill Company; 2004.

6. DepKes. K3 Laboratorium Kesehatan. Pusat Kesehatan Kerja. Edisi November 2008.

Diunduh dari www.depkes. go.id , 4 Oktober 2013.

7. Sjansuhidayat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Dalam : Sistem Muskuloskeletal.

Jakarta: EGC; 2004.h.865.

8. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.

Dalam : Bedah Ortopedi. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : Media Aeskulapius. 2001. Hal. 346-52

9. Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach. W.B.

Saunder Company;2005.

10.Boyle PJ, Barahona M, Shanahan F. Current occupational and environmental medicine.

Edisi 4. USA : McGraw Hill Company; 2004.

31