KASUS 2 BBLR

41
RESUME KASUS BAYI Ny. H DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) Oleh: Reny Dwi Nurmasari NIM 122310101032

description

KASUS 2 BBLR

Transcript of KASUS 2 BBLR

RESUME KASUS BAYI Ny. H DENGAN BERAT BADAN LAHIR

RENDAH (BBLR)

Oleh:Reny Dwi NurmasariNIM 122310101032

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNVERSITAS JEMBER

2015

KASUS 2:

Ny. H (34 tahun) datang ke RS bersama bidan pada tanggal 21 April 2015 dengan

membawa bayinya yang baru saja dilahirkan. Bayi tersebut mengalami BBLR

atau Berat Badan Lahir Rendah yakni hanya sebesar 2110 gram dengan jenis

kelamin laki-laki. Berdasarkan keterangan bidan yang menolong persalinan Ny.

H, bayi Ny. H lahir pada usia kehamilan 9 bulan dan dapat menangis kuat setelah

dilahirkan dan mau minum susu formula hingga sebelum bayi di bawa ke rumah

sakit. Ny. H tidak memberikan ASI dengan alasan puting susunya tidak menonjol

sehingga takut jika ASInya susah keluar. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik,

diperoleh hasil: suhu 36,2oC, frekuensi pernapasan 31x/menit, denyut jantung

128x/menit, dan bising usus positif. Bayi Ny. H tidak memiliki keluhan lain selain

berat badan lahir yang rendah, sehingga dokter menyarankan untuk rawat jalan

dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai cara

perawatan bayi di rumah.

PENDAHULUAN

Bayi dengan badan lahir rendah akan meningkatkan angka kesakitan dan

angka kematian bayi. Berat badan lahir sangat menentukan prognosa dan

komplikasi yang terjadi. Hal ini akan bertambah buruk jika berat badan tidak

bertambah untuk waktu yang lama.

Masalah yang mengancam pada BBLR dan BBLSR adalah resiko

kehilangan panas yang relatif lebih besar karena permukaan tubuh reltif luas,

jaringan lemak subkutan lebih tipis, sehingga resiko kehilangan panas melalui

kulit dan kekurangan cadangan energi lebih besar. Daya tahan tubuh relatif rendah

karena prematuritas dan malnutisinya, juga fungsi organ belum baik (terutama UK

< 34 minggu), misalnya: system pernafasan, saluran pencernaan, hati, ginjal,

metabolisme dan system kekebalan tubuh.

Masalah kesehatan anak di tiap Negara berbeda, karena perbedaan

lingkungan yang mempengaruhinya. Namun secara garis besar masalah tersebut

dikelompokkan menjadi dua kategori. Masalah anak di Negara maju dan masalah

anak di Negara berkembang. Pola penyakit di Negara maju antara lain keganasan,

kecelakaan, kelainan genetik dan gangguan psikologik. Sedangkan masalah anak

di Negara berkembang yang saat ini terjadi adalah penyakit infeksi, infeksi parasit

dan penyakit kurang gizi. Dimana pola penyakit di Negara berkembang juga

pernah dialami oleh kelompok Negara maju 50-100 tahun yang lalu. Indonesia

dikategorikan dalam Negara berkembang, apalagi dengan adanya krisis ekonomi

yang berdampak pada aspek kesehatan. Tingkat sosial ekonomi yang rendah

sering dihubungkan dengan kelahiran bayi berat lahir rendah. Jadi baik tidaknya

keadaan sosial ekonomi suatu tempat dapat dilihat dari tinggi rendahnya angka

kematian bayi (AKB). Di Indonesia pada tahun 1980 AKB mencapai 46,0%

sedangkan di Singapura pada tahun yang sama AKB 13,5%.

Frekuensi kejadian bayi lahir kurang dari masa gestasi 37 minggu

(menurut U.S. Collaborative Perinatal Study) adalah 7,1 % untuk kulit putih dan

17,9 % untuk kulit berwarna. Kira-kira 1/3 – ½ bayi berat lahir rendah

mempunyai masa gestasi 37 minggu atau lebih. Kejadian bayi dengan berat lahir

kurang dari 2500 gram bervariasi antara 6 – 16 %.

Di bangsal Neonatus RSCM (1986) penyebab kematian neonatus adalah:

cacat bawaan, sindrom gawat nafas, infeksi, asfiksia, dan imaturitas (Markum,

AH, 2002).

Tabel 1. Penyebab kematian Neonatus di Bangsal Neonatus RSCM Jakarta Tahun

1986

Penyebab Kematian

Neonatus ( % )

Cacat bawaan 33.8

Sindrom gawat nafas 20.1

Infeksi 19.4

Asfiksia 17.7

Imaturitas (tidak spesifik) 6.3

Penyebab lain 3.2

A. PENGERTIAN

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan 2500

gram atau kurang pada saat lahir, bayi baru lahir ini dianggap mengalami

kecepatan pertumbuhan intrauterine kurang dari yang diharapkan atau

pemendekan periode gestasi (Bobak, 2004). Berat badan lahir rendah (BBLR)

adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram

(Surasmi, 2003). Berat Badan Bayi Rendah (BBLR) merupakan bayi (neonatus)

yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai

dengan 2499 gram (Hidayat, 2005).

Klasifikasi BBLR:

1. Klasifikasi berdasarkan Berat badan:

a. Bayi berat badan sangat rendah, yaitu bayi yang lahir dengan berat

badan   kurang dari 1000 gram

b. Bayi berat badan lahir sangat renda, yaitu bayi yang lahir dengan berat

badan kurang 1.500 gram

c. Bayi berat badan lahir cukup rendah ,yaitu bayi yang lahir dengan

berat badan 1501-2500 gram

2. Klasifikasi berdasarkan umur kehamilan:

a. Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan belum

mencapai 37 minggu

b. Bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 38-

42 minggu.

c. Bayi lebih bulan adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan lebih

dari 42 minggu

3. Klasifikasi berdasarkan umur kehamilan dan berat badan:

a. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK)/ small-for-gestational-age

(SGA) adalah Bayi yang lahir dengan keterlambatan pertumbuhan

intra uteri dengan berat badan terletak dibawah persentil ke-10 dalam

grafik pertumbuhan intra-uteri.

b. Bayi sesuai dengan masa kehamilan (SMK)/ appropriate-for-

gestational-age (AGA). Bayi yang lahir dengan berat badan sesuai

dengan berat badan untuk masa kehamilan,yaitu berat badan terletak

antara persentil ke-10 dan ke-90 dalam grafik pertumbuhan intra –

uterin.

c. Bayi besar untuk masa kehamilan/ large-for-gestational-age (LGA).

Bayi yang lahir dengan berat badan lebih untuk usia kehamilan dengan

berat badan terletak diatas persentil ke-90 dalam grafik pertumbuhan

intra-uteri

Berdasarkan pengelompokan tersebut atas,BBLR dapat dikelompokkan

menjadi 2 yaitu:

1. Bayi Prematur

Adalah bayi lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu dengan

berat badan sama dengan atau kurang dari 2.500 gram.

Tanda-tanda Bayi Premature:

a. Panjang badan kurang dari atau sama dengan 46 cm

b. Panjangnya kuku belum melewati ujung jari

c. Lingkar kepala kurang dari atau sama dengan 33 cm

d. Lingkar dada kurang dari atau sama dengan 30 cm

e. Rambut lanugo masih banyak

f. Jaringan subkutan tipis atau kurang

g. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya

h. Tumit mengkilap, telapak kaki halus

i. Pada wanita labia mayora belum menutupi labia minora, pada

bayi laki-laki testis belum turun

Penyebab kelahiran Prematur:

a. Faktor Ibu

1) Toksemia gravidarum,yaitu preeklamsi dan eklamsi

2) Kelainan bentuk uterus (uterus bikornis, inkompeten serviks)

3) Tumor (mioma uteri, sistoma)

b. Faktor janin

1) Kehamilan ganda

2) Hidramnion

3) Ketuban pecah dini

4) Infeksi (rubeolla, sifillis,toksoplasmosis

5) Insufisiensi plasenta

c. Faktor Plasenta :

1) Plasenta previa

2) Solusio plasenta

Penyulit yang dapat terjadi :

a. Hipotermi

b. Sindrom gawat nafas

c. Hipoglikemia

d. Perdarahan intra cranial

e. Rentan terhadap infeksi

f. Hiperbilirubinemia

g. Kerusakan integritas kulit

2. Bayi Dismatur

Dismaturitas adalah Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari berat

badan yang seharusnya untuk masa kehamilan.yaitu berat badan di bawah

persentil 10 pada kurva pertumbuhan intra uteri, biasa disebut dengan bayi

kecil untuk masa kehamilan (KMK/AGA).

Tanda-tanda Bayi Dismatur :

a. Panjang badan lebih dari 45 cm, berat badan lebih dari 2.500 gram

b. Kulit kering dan keriput

c. Rambut panjang dan banyak

Faktor yang menyebabkan gangguan pertumbuhan intra uterin

meliputi:

a. Faktor Janin: Infeksi kronis, Kelalinan congenital

b. Faktor plasenta: Berat plasenta kurang, Plasentitis vilus, Infark tumor.

c. Faktor ibu: Pre eklamsi, Hypertensi, Kelainan pembuluh darah.

Stadium Bayi Dismatur :

a. Stadium pertama: bayi tampak kurus dan lebih panjang, kering seperti

perkamen, tetapi belum terdapat noda mekonium.

b. Stadium kedua: bayi tampak kurus dan lebih panjang, kering seperti

perkamen, tetapi belum terdapat noda mekonium, kehijauan pada kulit

plasenta dan umbilicus.

c. Stadium ketiga: bayi tampk kurus dan lebih panjang, kering seperti

perkamen, tetapi belum terdapat noda mekonium, kehijauan pada kulit

plasenta dan umbilicus, serta kulit, kuku, dan tali pusat berwarna

kuning

Masalah  yang dapat terjadi :

a. Syndrom aspirasi mekonium

b. Hipoglikemia simtomatik

c. Penyakit membran hialin

d. Hiperbilirubinemia

B. ETIOLOGI

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bayi dengan berat

badan lahir rendah (BBLR), yaitu :

1. Faktor ibu

a) Penyakit

Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya

hipertensi, anemia berat, pendarahan antepartum, trauma fisik atau

psikologis, diabetes mellitus, dan infeksi selama kehamilan.

b) Usia ibu

Umur ibu dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Selain itu juga

dipengaruhi jarak kehamilan yang terlalu dekat.

c) Keadaan sosial ekonomi

Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal

ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan

antenatal yang kurang. Selain itu faktor ekonomi yang kurang

menyebabkan ibu melakukan pekerjaan fisik dan kurang istirahat.

d) Faktor lain

Ibu perokok, ibu minum minuman beralkohol dan pemakai obat-

obatan terlarang

2. Faktor janin

Hidramion (keadaan jumlah amnion yang berlebih), kelainan kromosom

dan kehamilan ganda. Menurut penelitan pertumbuhan janin terhambat

lebih sering terjadi pada kehamilan kembar dibanding kehamilan tunggal.

Data dari seluruh Negara bagian di AS menyebutkan pada saat persalinan

30-50% persalinan dengan kehamilan kembar akan mengalami

pertumbuhan janin terhambat dibandingkan dengan kehamilan tunggal.

3. Faktor lingkungan

Tempat tinggal di daerah radiasi dan terpapar racun

C. PATOFISIOLOGI

Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada

masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan

asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini

dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar

lerjadi “Primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.

Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan

persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi

fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan

dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan

lamanya asfiksia.

Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea)

disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan

memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan

teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi

selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini

ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping adanya perubahan

klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam

basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya

menimbulkan asidosis respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan

terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga

glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Asam organik

terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik.

Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan

oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung

akan mempengaruhi fungsi jantung.

Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel

jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung dan

pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tingginya

resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem

tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler

yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak

yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi

selanjutnya.

D. PENATALAKSANAAN

Bayi yang memiliki berat badan lahir rendah membutuhkan bantuan dan

waktu untuk penyesuaian kehidupan di luar rahim, memerlukan bantuan untuk

tetap hangat, dan mendapatkan ASI yang cukup untuk tumbuh. Adapun yang

harus dilakukan seorang perawat home care untuk mengatasinya yaitu dengan

metode kanguru, pencegahan infeksi, dan pemberian imunisasi pada bayi BBLR.

1. Metode Kanguru

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2008, metode kanguru memiliki

3 komponen, yaitu:

a. Mengajarkan pada ibu untuk menjaga bayinya tetap kontak kulit

dengan kulit ibunya, yaitu antara bagian depan tubuh bayi dengan dada

dan perut ibu. Metode ini disebut dengan metode kanguru.

Ibu merupakan sumber panas bagi bayi. Kontak kulit dengan kulit

dimulai saat setelah lahir dan berlanjut siang dan malam. Bayi hanya

memakai topi atau kain untuk menjaga kepala tetap hangat dan bayi

menggunakan popok yang dilapisi plastik sehingga bayi mendapat

sumber panas secara terus menerus melalui konduksi dan radiasi.

Selain ibu, yang bisa melakukan kontak kulit bisa juga dengan ayah,

tante, dan juga nenek.

Gambar 1. Ayah juga dapat menolong melakukan “kontak

kulit dengan kulit”. (Sumber: WHO)

b. Pemberian ASI eksklusif

Perawat home care dapat menganjurkan ibu untuk memberikan ASI

eksklusif pada bayinya. Namun, karena ukuran tubuh BBLR kecil,

kurang energi, lemah, lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap,

BBLR sering mendapatkan ASI dengan bantuan. Pemberian ASI harus

dilakukan dalam jumlah yang sedikit tapi sering.

Petunjuk untuk volume susu yang diperlukan

Umur/hari Jumlah ml/kg BB

1 50-65

2 100

3 125

4 150

5 160

6 175

7 200

14 225

21 175

28 150

c. Memberikan dukungan terhadap ibu dan bayi

Ibu juga membutuhkan dukungan dari suami dan keluarga yang lain

untuk menjaga kontak yang terus menerus meskipun kebutuhan ibu

atau bayi terpenuhi dengan tidak memisahkan mereka.

2. Pencegahan Infeksi

Pencegahan sepsis neonatorum:

a. Mengajarkan pada keluarga cuci tangan sebelum dan sesudah

memegang bayi

b. Hindari bayi kontak dengan orang yang sakit

c. Pemberian ASI eksklusif

3. Menganjurkan pada Ibu untuk Melakukan Imunisasi pada Bayi BBLR

Menurut jadwal imunisasi yang dikeluarkan oleh Satgas Imunisasi 2010,

imunisasi BCG diberikan pada usia 0-3 bulan. Ikatan Dokter Anak

Indonesia juga merekomendasikan pemberian vaksin BCG pada semua

BBLR setelah mencapai berat badan 2000 gram.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN

LAHIR RENDAH (BBLR)

A. PENGKAJIAN

1. Data biografi

Nama, jenis kelamin, usia, riwayat kehamilan (usia kehamilan biasanya

antara 24 sampai 37 minggu), komplikasi kehamilan dan persalinan, jenis

persalinan.

2. Aktivitas/Istirahat

Bayi sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama, tidur sehari rata-rata

20 jam. Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi

tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.

3. Riwayat kehamilan

a. Mulai HPHT – umur kehamilan < 37 minggu

b. Ibu menderita: hipertensi (toksemia gravidarum), kelainan jantung,

DM, penyakit menular

c. Riwayat obstetric kurang baik

d. Kehamilan multigravida dengan jarak kelahiran < 2 tahun

e. Umur ibu < 20 tahun dan < 35 tahun

f. Nutrisi ibu kurang

g. Pemeriksaan/pengawasan antenatal tidak teratur

4. Penentuan usia kehamilan

Usia kehamilan < 37 minggu, dengan pemeriksaan:

a. Kepala relative lebih besar dari pada badan

b. Kulit tipis transparan,lanugo dan verniks caseosa banyak,lemak

subkutan kurang

c. Oksifikasi tengkorak sedikit,ubun – ubun dan sututra lebar

d. Tulang rawan dan daun telinga belum matur sehingga kurang elastis

e. Gusi : makroglosia

f. Jaringan mamae belum sempurna,demikian pula putting susu belum

terbentuk dengan baik

g. Posisi masih posisi fetal ( dekubitus lateral )

h. Lipatanbawah kaki lebih sedikit.

i. Pergerakan kurang dan masih lemah ( tonus otot kurang )

j. Pada bayi laki-laki terjadi desensus testikulorum

k. Sedangkan pada bayi perempuan klitoris dan labia minora belum

tertutup labia mayora.

5. Pemeriksaan fisik

a. Antropometri: Berat badan < 2500 gr, panjang badan < 45 cm, lingkar

dada < 30 cm, lingkar kepala < 33 cm.

b. Suhu

Suhu tubuh bayi hipotermi. Penyebabnya adalah :

1) Pusat pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna.

2) Kurangnya lemak pada jaringan subcutan akibatnya mempercepat

terjadinya perubahan suhu.

3) Kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang

6. Neurosensori Pemeriksaan Refleks

a. Tubuh panjang,kurus,lemah dengan perut agak gendur

b. Ukuran kepala besar dengan hubungannya dengan tubuh,sutura

mungkin mudah digerakkan,fontanel mungkin besar atau terbuka

lebar.

c. Edema kelopak mata umum terjadi ,mungkin merapat ( tergantung

usis gestasi )

d. Refleks moro : komponen pertama dari refleks morro ekstensi lateral

dari ekstremitas atas dengan membuka tangan tampak pada gestasi

minggu ke – 28,komponen kedua fleksi anterior dan menangis yang

dapat didengar yang tampak pada usia gestasi minggu ke 32.

e. Pemeriksaan Dubowitz menandakan usia gestasi antara 24 – 37

minggu.

f. Refleks roting terjadi dengan baik pada gestasi 32 minggu,koordinasi

refleks untuk mengisap,menelan dan berfnafas biasanya terbentuk

pada gestasi minggu ke 32

g. Dapat mendemonstrasikan kedutan atau mata berputer

7. Sistem pernafasan

a. Frekuensi pernafasan bervariasi/ belum teratur terutama pada hari –

hari pertama,pernafasan diagfragmatik intermiten atau periodic ( 40 –

60x/m)

b. Sering terjadi apnue

c. Refleks batuk lemah

d. Mengorok ,pernafasan cuping hidung,retraksi suprasternal

atausubsternal atau berbagai derajat sianosis mungkin ada

e. Adanya bunyi “ampeles” pada auskultasi , menandakan Respirasi

Distress Syndrome ( RDS )

8. Sirkulasi

a. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak yang dapat berubah

sesuai perubahan posisi menjadi lebih nyata sesuadah 24 – 48 jam

b. Kulit tampak mengkilat dan licin

c. Pembuluh darah kulit banyak terlihat

9. Makanan / cairan

a. Refleks menelan masih lemah (kurang )

b. Refleks mengisap masih lemah

c. Kesulitan menyusui

10. Eliminasi

a. Urine Pada bayi 24 jam I < 15 – 20 cc, 26 hari < 200 cc ( fungsi

pemekatan urine lemah)

b. Mekonium ( + )

11.   Integumen

Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan,

lemak jaringan sedikit (tipis).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan imaturitas pusat

pernafasan, keterbatasan perkembangan  otot,  penurunan

energi/ kelelahan, ketidakseimbangan metabolik.

2. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan SSP imatur (pusat

regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan,

penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan

berkeringat, cadangan metabolik buruk).

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan reflek menelan lemah dan ketidakmampuan mencerna nutrisi

dengan baik akibat prematuritas

4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak

efektif

5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/

kegagalan mengonsentrasikan urine.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil

Intervensi keperawatan Rasional tindakan

1 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan, keterbatasan perkembangan  otot,  penurunan energi/ kelelahan, ketidakseimbangan metabolik.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pola napas bayi dapat efektif dengan kriteria hasil:1. Neonatus akan

mempertahankan pola pernapasan periodik

2. Membran mukosa merah muda

Mandiri:1. Kaji frekwensi dan pola

pernapasan, perhatikan adanya apnea dan perubahan frekwensi jantung

2. Isap jalan napas sesuai kebutuhan

3. Posisikanm bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan gulungan popok dibawah bahu untuk menghasilkan hiperekstensi

4. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang akan memperberat depresi pernapasan pada bayi  

1. Membantu dalam membedakan periode perputaran pernapasan normal dari serangan apnetik sejati, terutama sering terjadi pad gestasi minggu ke-30

2. Menghilangkan mukus yang neyumbat jalan napas

3. Posisi ini memudahkan pernapasan dan menurunkan episode apnea, khususnya bila ditemukan adanya hipoksia, asidosis metabolik atau hiperkapnea

4. Magnesium sulfat dan narkotik menekan pusat pernapasan dan aktifitas SSP

5. Hipoksia, asidosis netabolik, hiperkapnea, hipoglikemia, hipokalsemia dan sepsis memperberat serangan apnetik

Kolaborasi:1. Pantau pemeriksaan

laboratorium sesuai indikasi

2. Berikan oksigen sesuai indikasi

3. Berikan obat-obatan yang sesuai indikasi

6. Perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatkan fungsi pernapasan

2 Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk).

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan termoregulasi dapat efektif sesuai dengan perkembangan dengan kriteria hasil:Bayi dapat mempertahankan suhu kulit atau aksila (35 – 37,5 0C)

Mandiri:1. Kaji suhu dengan

memeriksa suhu rektal pada awalnya, selanjutnya periksa suhu aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan penyebar hangat.

2. tempatkan bayi pada inkubator atau dalam keadaan hangat

3. pantau sistem pengatur suhu , penyebar hangat (pertahankan batas atas pada 98,6°F, bergantung pada ukuran dan usia bayi)

4. kaji haluaran dan berat

1. Hipotermia membuat bayi cenderung merasa stres karena dingin, penggunaan simpanan lemak tidak dapat diperbaruai bila ada dan penurunan sensivitas  untuk meningkatkan kadar CO2 atau penurunan kadar O2.

2. Mempertahankan lingkungan termonetral, membantu mencegah stres karena dingin

3. Hipertermi dengan peningkatan laju metabolisme kebutuhan oksigen dan glukosa serta kehilangan air dapat terjadi bila suhu lingkungan terlalu tinggi.

4. Penurunan keluaran dan

jenis urine5. pantau penambahan berat

badan berturut-turut. Bila penambahan berat badan tidak adekuat, tingkatkan suhu lingkungan sesuai indikasi. 

6. Perhatikan perkembangan takikardia, warna kemerahan, diaforesis, letargi, apnea atau aktifitas kejang.

Kolaborasi:1. pantau pemeriksaan

laboratorium sesuai indikasi (GDA, glukosa serum, elektrolit dan kadar bilirubin)

2. berikan obat-obat sesuai dengan indikasi fenobarbital

peningkatan berat jenis urine dihubungkan dengan penurunan perfusi ginjal selama periode stres karena rasa dingin

5. Ketidakadekuatan  penambahan berat badan meskipun masukan kalori adekuat dapat menandakan bahwa kalori digunakan untuk mempertahankan suhu lingkungan tubuh, sehingga memerlukan peningkatan suhu lingkungan.

6. Tanda-tanda hip[ertermi ini dapat berlanjut pada kerusakan otak bila tidak teratasi.

7. Stres dingin meningkatkan kebutuhan terhadap glukosa dan oksigen serta dapat mengakibatkan masalah asam basa bila bayi mengalami metabolisme anaerobik bila kadar oksigen yang cukup tidak tersedia. Peningkjatan kadar

bilirubin indirek dapat terjadi karena pelepasan asam lemak dari meta bolisme lemak coklat dengan asam lemak bersaing dengan bilirubin pada pada bagian ikatan di albumin.

8. Membantu mencegah kejang berkenaan dengan perubahan fungsi SSP yang disebabkan hipertermi

9. Memperbaiki asidosis yang dapat terjadi pada hiportemia dan hipertermia

3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan reflek menelan lemah dan ketidakmampuan mencerna nutrisi dengan baik akibat prematuritas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nutrisi bayi dapat terpenuhi sesuai kebutuhan, dengan kriteria hasil:1. Bayi mendapat kalori

dan nutrien esensial yang adekuat

2. Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat

Mandiri:1. Kaji maturitas refleks

berkenaan dengan pemberian makan (misalnya: mengisap, menelan, dan batuk)

2. Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik dan statuys pernapasan

3. Kaji berat badan dengan menimbang berat badan

1. Menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi

2. Pemberian makan pertama bayi stabil memiliki peristaltik dapat dimulai 6-12 jam setelah kelahiran. Bila distres pernapasan ada  cairan parenteral di indikasikan dan cairan peroral harus ditunda

3. Mengidentifikasikan adanya resiko derajat dan resiko

badan  dalam kurva normal dengan penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari.

setiap hari, kemudian dokumentasikan pada grafik pertumbuhan bayi

4. Pantau masuka dan dan pengeluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap hari

5. Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, berat jenis urine, kondisi membran mukosa, fruktuasi berat badan.

6. Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea dan pernapasan tidak teratur, apnea, letargi, fruktuasi suhu, dan diaphoresis. Pemberian makan buruk, gugup, menangis, nada tinggi, gemetar, mata terbalik, dan aktifitas kejang.

Kolaborasi:1. Pantau pemeriksaan

terhadap pola pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan cairan ekstrasel kemungkinan kehilangan 15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah mengalami penurunan berat badan dealam uterus atau mengalami penurunan simpanan lemak/glikogen.

4. Memberikan informasi tentang masukan aktual dalam hubungannya dengan perkiraan kebutuhan untuk digunakan dalam penyesuaian diet.

5. Peningkatan kebutuhan metabolik dari bayi SGA dapat meningkatkan kebutuhan cairan. Keadaan bayi hiperglikemia dapat mengakibatkan diuresi pada bayi. Pemberian cairan intravena mungkin diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan, tetapi harus dengan hati-hati ditangani untuk

laboratorium sesuai indikasi

2. Berikan suplemen elektrolit sesuai indikasi misalnya kalsium glukonat 10%

menghindari kelebihan cairan6. Karena glukosa adalah sumber

utama dari bahan bakar untuk otak, kekurangan dapat menyebabkan kerusakan SSP permanen hipoglikemia secara bermakna meningkatkan mobilitas mortalitas serta efek berat yang lama bergantung pada durasi masing-masing episode.

Kolaborasi:1. Hipoglikemia dapat terjadi pada

awal 3 jam lahir bayi SGA saat cadangan glikogen dengan cepat berkurang dan glukoneogenesis tidak adekuat karena penurunan simpanan protein obat dan lemak.

2. Mendeteksi perubahan fungsi ginjal berhubungan dengan penurunan simpanan nutrien dan kadar cairan

akibat  malnutrisi.3. Ketidakstabilan metabolik pada

bayi SGA/LGA dapat memerlukan suplemen untuk mempertashankan homeostasis.

4 Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan bayi tidak memperlihatkan adanya tanda-tanda infeksi, dengan kriteria hasil:1. Suhu 350C2. Tidak ada tanda-tanda

infeksi3. Leukosit 5.000 –

10.000

Mandiri:1. Kaji adanya tanda – tanda

infeksi2. Lakukan isolasi bayi lain

yang menderita infeksi sesuai kebijakan insitusi

3. Sebelum dan setelah menangani bayi, lakukan pencucian tangan

4. Yakinkan semua peralatan yang kontak dengan bayi bersih dan steril

5. Cegah personal yang mengalami infeksi menular untuk tidak kontak langsung dengan bayi.

1. Untuk mengetahui lebih dini adanya tanda-tanda terjadinya infeksi

2. Tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan terjadinya infeksi  yang lebih luas

3. Untuk mencegah terjadinya infeksi

4. Untuk mencegah terjadinya infeksi

5. Untuk mencegah terjadinya infeksi yang berlanjut pada bayi

5 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis),

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan cairan dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan

Mandiri:1. Bandingkan masukan dan

pengeluaran urine setiap shift dan keseimbangan

1. Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam, sementara kebutuhan terapi cairan kira-kira 80-100 ml/kg/hari pada

kurang lapisan lemak, ginjal imatur/ kegagalan mengonsentrasikan urine.

bayi, dengan kriteria hasil:1. Bebas dari tanda

dehidrasi.2. Menunjukkan

penambahan berat badan 20-30 gram/hari.

kumulatif setiap periodik 24 jam

2. Pantau berat jenis urine setiap selesai berkemih atau setiap 2-4 jam dengan menginspirasi urine dari popok bayi bila bayi tidak tahan dengan kantong penampung urine.

3. Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, dan keadaan fontanel anterior.

4. Pantau tekanan darah, nadi, dan tekanan arterial rata-rata (TAR)

Kolaborasi:1. Pantau pemeriksaan

laboratorium sesuai dengan indikasi Ht

2. Berikan infus parenteral dalam jumlah lebih besar dari 180 ml/kg, khususnya pada PDA, displasia bronkopulmonal (BPD),

hari pertama, meningkat sampai 120-140 ml/kg/hari pada hari ketiga postpartum. Pengambilan darah untuk tes menyebabkan penurunan kadar Hb/Ht.

2. Meskipun imaturitas ginjal dan ketidaknyamanan untuk mengonsentrasikan urine biasanya mengakibatkan berat jenis yang rendah pada bayi preterm ( rentang normal1,006-1,013). Kadar yang rendah menandakan volume cairan berlebihan dan kadar lebih besar dari 1,013 menandakan ketidakmampuan masukan cairan dan dehidrasi.

3. Kehialangan atau perpindahan cairan yang minimal dapat dengan cepat menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor kulit yang buruk, membran mukosa kering, dan fontanel

atau entero coltis nekrotisan (NEC)

3. Berikan tranfusi darah.

cekung.4. Kehilangan 25% volume darah

mengakibatakan syok dengan TAR < 25 mmHg menandakan hipotensi.

5. Dehidrasi meningkatkan kadar Ht diatas normal 45-53% kalium serum

6. Penggantian cairan darah menambah volume darah, membantu mengenbalikan vasokonstriksi akibat dengan hipoksia, asidosis, dan pirau kanan ke kiri melalui PDA dan telah membantu dalam penurunan komplikasi enterokolitis nekrotisan dan displasia bronkopulmonal.

7. Mungkin perlu untuk mempertahankan kadar Ht/Hb optimal dan menggantikan kehilangan darah.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, L C dan Sowden, L A. 2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2008.

Buku Acuan: Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) untuk Bidan

Desa. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Direktorat Bina Kesehatan Keluarga. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri

dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta: Depkes RI.

K, Deswani. 2012. Panduan Praktik Klinis dan Laboratotium Keperawatan

Maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1.

Jakarta: EGC.

Mitayani. 2009. Asuhan keperawatan maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Tambayong. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.