Karya Okky Madasari -...

110
GERAKAN PERLAWANAN PEREMPUAN DALAM NOVEL (Analisis Wacana Kritis Sara Mills dalam Novel Maryam Karya Okky Madasari) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh Ummamah Nisa Uljannah NIM: 1111051000059 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Transcript of Karya Okky Madasari -...

Page 1: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

GERAKAN PERLAWANAN PEREMPUAN DALAM NOVEL

(Analisis Wacana Kritis Sara Mills dalam Novel Maryam

Karya Okky Madasari)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Ummamah Nisa Uljannah

NIM: 1111051000059

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

GERAKAN PERLAWANAN PEREMPUAN DALAM NOVEL

(Analisis Wacana Kritis Sara Mills dalam Novel Maryam

Karya Okky Madasari)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Ummamah Nisa Uljannah

NIM: 1111051000059

Pembimbing

Siti Nurbaya, M.Si

NIP: 19790823 200912 2 002

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 3: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti
Page 4: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti
Page 5: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

i

Nama : Ummamah Nisa Uljannah

NIM : 1111051000059

ABSTRAK

Gerakan Perlawanan Perempuan Dalam Novel (Analisis Wacana Kritis Sara

Mills Dalam Novel Maryam Karya Okky Madasari)

Budaya patriarki yang masih sangat kental di Indonesia, membuat

perempuan mengalami ketidakadilan gender yang menjelma menjadi citra baku.

Sub-ordinasi, stereotype, marginalisasi, beban ganda dan kekerasan bisa

dipastikan pernah dialami oleh tiap perempuan. Tidak hanya dialami secara

langsung, bentuk-bentuk ketidakadilan gender masuk hingga ranah sastra. Banyak

ditemukan cerita-cerita novel yang secara sadar atau tidak sadar menyudutkan

perempuan.

Berdasarkan latar belakang itu, kemudian muncul pertanyaan bagaimana

gerakan perempuan ditinjau dari posisi subjek-objek berdasarkan analisis wacana

Sara Mills dalam Novel Maryam? Bagaimana gerakan perlawanan perempuan

ditinjau dari posisi pembaca berdasarkan analisis wacana Sara Mills dalam Novel

Maryam? Mengapa gerakan perempuan dalam novel digambarkan demikian

dalam Novel karya Okky Madasari?

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di

paragraf sebelumnya, maka metode yang digunakan peneliti adalah metode

analisis wacana Sara Mills. Lalu, manfaat yang ingin dicapai adalah semoga

penelitian ini mampu menjadi rujukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan

feminisme dan analisis wacana Sara Mills kelak.

Pada penelitian ini, teori yang akan digunakan adalah teori feminisme

yang kaitannya dalam novel ini menceritakan kisah perempuan yang menyuarakan

haknya. Dalam penelitian ini yang menjadi persoalan paling utama adalah

bagaimana perempuan baik secara pribadi atau sebagai perwakilan sebuah

kelompok menyuarakan haknya dan bagaimana perjuangan perempuan tersebut

ditampilkan melalui pemilihan kata, kalimat dan bentuk cerita kepada khalayak.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

wacana Sara Mills. Metode ini digunakan dalam penelitian yang menitikberatkan

pada wacana tentang perempuan. Titik perhatian metode ini adalah tentang

bagaimana perempuan ditampilkan dalam teks.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa gerakan perlawanan yang

dilakukan oleh perempuan bisa dilakukan melalui jalan sastra. Dengan

menampilkan perempuan sebagai tokoh utama yang tangguh sebagai subjek yang

menggugat budaya patriarki yang sudah terlanjur mapan di tengah masyarakat

sebagai objek dan pembaca digiring untuk turut sadar akan kekeliruan yang kerap

menyudutkan perempuan.

Kata Kunci: Perempuan, Subjek, Objek, Sara Mills, Novel Maryam

Page 6: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

v

KATA PENGANTAR

الرحيم بسم اهلل الر حن Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, Dzat Yang

Maha Baik dan Maha Sempurna, yang senantiasa menyempurnakan kenikmatan

kepada hamba-Nya. Shalawat serta salam juga selalu tercurahkan kepada baginda

Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Alhamdulillah, peneliti bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberi

kesempatan untuk meraih gelar sarjana dari Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi di UIN Syarif Hidayatullah dengan menyelesaikan skripsi berjudul

“Gerakan Perlawanan Perempuan Dalam Novel (Analisis Wacana Sara Mills

dalam novel Maryam karya Okky Madasari)”.

Peneliti menyadari, dalam penyusunan skripsi ini masih ada kekurangan

dan kelemahan di berbagai tempat, oleh karena itu peneliti sangat menerima

koreksi dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini agar menjadi

lebih baik. Selain itu, peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai

pihak yang telah membantu peneliti dalam proses penyusunan dan penyelesaian

skripsi ini. Dalam kesempatan kali ini peneliti mengucapkan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada:

Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi. Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik. Hj.

Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi dan Keuangan.

Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan II Bidang Kemahasiswaan. Drs. Masran,

MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam serta Fita

Page 7: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

vi

Fathurokhmah, SS, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Islam.

Dosen Pembimbing Skripsi, Siti Nurbaya, M.Si yang telah meluangkan

waktunya dan memberikan pemahaman lebih dalam mengenai tema, konsep dan

alur penelitian, serta motivasi, kritik dan saran juga semangat sehingga peneliti

mampu menyelesaikan skripsi ini, juga kepada Bintan Humeira, M.Si selaku

dosen pembimbing akademik yang telah membimbing peneliti memasuki tahap

skripsi.

Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan

ilmu dan pengetahuan untuk peneliti sejak awal perkuliahan hingga selesai, dan

kepada staf juga karyawan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah

membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan dan penelitian

skripsi.

Kepada Okky Madasari, penulis novel Maryam yang telah meluangkan

waktunya untuk bertemu, menjawab pertanyaan dan diskusi seputar penelitian.

Terima kasih telah menginspirasi dan memberikan motivasi kepada peneliti untuk

terus aktif menyuarakan perlawanan terhadap ketidakadilan dan selalu semangat

menyelesaikan sesuatu yang pernah dimulai.

Kepada kedua orang tua peneliti: Bapak Hamdani dan Ibu Istianah, terima

kasih telah menemani peneliti dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan

materil yang peneliti butuhkan selama proses penelitian, terima kasih atas do’a

tanpa batas kepada peneliti. Terima kasih kepada kakak peneliti: Zia Ulhaq. Adik

peneliti: Nur Affifah Aljannah, Sayyid Humam Alhaq, Nida’ Mufidah Aljannah,

Page 8: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

vii

Maghfirotul Chisab Aljannah dan Zaid Marzuki Alhaq yang telah memotivasi

peneliti untuk lebih semangat menyelesaikan skripsi.

Kepada Ratna Ayu Wulandari, Dewi Mauly Syahidah, Siti Aisyah, Wina

Saputri, Rizki Almu Kosasih, Achmad Maulana Sirojjudin, M. Reza Fansuri,

Muhammad Ardiansyah, Farihunnisa, Fitri Maulida Rachmawati dan teman-

teman KPI B angakatan 2011 yang telah sepenuhnya mendukung penulis

menyelesaikan skripsi.

Kepada kakak-kakak dari komunitas Goodreads Indonesia: Kak Wulan,

Kak Harun, Mbak Endang, Kak Echa, Kak Roos, Bang Jimmy, Kak Citra, Kak

Lya dan Bu guru Vera dan sahabat peneliti Kak Isti Toq’ah dan Syarofah Kaedah

yang telah membantu dan membuat penulis terus berkembang serta terus

semangat menyelesaikan skripsi.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang tidak

dapat peneliti sebutkan satu per satu, semoga Allah SWT membalas niat baik

kalian, Aamiin Ya Rabbal’alamin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 3 April 2017

Ummamah Nisa Uljannah

Page 9: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6

E. Metodologi Penelitian .............................................................................. 7

F. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 11

G. Sistematika Penelitian .............................................................................. 13

BAB II LANDASAN TEORI

A. Teori Feminisme

1. Pengertian Feminisme ............................................................................. 15

2. Sejarah Singkat Perkembangan Feminisme ............................................ 17

3. Aliran-aliran Feminisme ......................................................................... 23

4. Feminisme menurut Helene Cixous ........................................................ 29

5. Feminisme dalam Pandangan Islam ........................................................ 33

B. Analisis Wacana Kritis

1. Analisis Wacana Kritis ............................................................................ 37

2. Analisis Wacana Sara Mills .................................................................... 39

Page 10: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

3. Kerangka Analisis Wacana Sara Mills .................................................... 42

C. Novel

1. Pengertian Novel ..................................................................................... 43

2. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel ...................................................... 45

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Novel Maryam ................................................................. 50

B. Profil Singkat Penulis .................................................................................... 52

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Temuan Data ................................................................................................. 57

1. Posisi Subjek ........................................................................................... 58

2. Posisi Objek ............................................................................................ 64

3. Posisi Pembaca ........................................................................................ 67

B. Interpretasi Penelitian Novel Maryam .......................................................... 69

1. Perlawanan Terhadap Tata Nilai Keluarga ............................................. 70

2. Perlawanan Terhadap Hegemoni Masyarakat Patriarki .......................... 73

3. Perlawanan Terhadap Diskriminasi Agama ............................................ 78

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................... 85

B. Saran .............................................................................................................. 86

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 88

LAMPIRAN ............................................................................................................. 91

Page 11: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra, sebagai sebuah karya yang sengaja dibuat untuk

menyampaikan maksud penulis dengan cara komunikatif, pada umumnya

bertujuan hanya keindahan, dan pada khususnya bertujuan untuk membentuk

pikiran khalayak. Sebagai salah satu media komunikasi, karya sastra bisa tertuang

dalam bentuk novel, puisi, biografi, esai dan lainnya.

Novel memuat beragam gambaran kehidupan manusia di masyarakat.

Kehidupan yang menyenangkan atau menyedihkan, biasanya disesuaikan dengan

realitas yang berkembang. Tidak jarang karya yang dihasilkan banyak

menampilkan citra atau gambaran perempuan didalamnya.

Salah satu masalah yang sering muncul dalam karya sastra adalah sub-

ordinasi perempuan. Sering kali, perempuan dikondisikan dalam posisi yang lebih

rendah dari laki-laki. Kondisi ini membuat perempuan berada dalam posisi

tertindas, tidak memiliki kebebasan atas diri dan hidupnya. Dalam hal ini

berkaitan dengan masalah gender yang mempertanyakan tentang pembagian peran

serta tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dikondisikan

sebagai makhluk yang lemah, sedangkan laki-laki dikondisikan sebagai makhluk

yang kuat. Dengan „pembedaan‟ ini, berakibat pada peran perempuan yang

akhirnya sering diabaikan dalam kehidupan publik. Anggapan negatif terhadap

perempuan dengan menggunakan kausalitas yang dimiliki laki-laki sangat

berhubungan dengan konsep gender.

Page 12: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

2

Gender merupakan sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang

dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Beberapa pakar mengatakan bahwa

ketidaksetaraan gender terjadi dalam bentuk marginalisasi, subordinasi,

stereotype, kekerasan dan beban kerja.1Pengaruh-pengaruh tersebut memunculkan

mitos-mitos serta citra baku (stereotype) tentang laki-laki dan perempuan, seperti

perempuan lemah dan lembut, sedangkan laki-laki kuat dan perkasa. Perempuan

boleh menangis dan laki-laki tidak boleh menangis.

Berbagai masalah muncul akibat mitos berbentuk citra baku yang telah

mengaitkan peran perempuan dan laki-laki dengan jenis kelaminnya, serta

penilaian secara sosial budaya yang telah dikenakan (dilabelkan) padanya,

akibatnya peran laki-laki dan perempuan dikotak-kotakan berdasar jenis kelamin

dan penilaian-penilaian tesebut. Citra tersebut membuat perempuan dibakukan ke

dalam sektor yang dianggap cocok dan lebih mudah dengannya (domestik), lebih

halus dan lebih ringan sedangkan laki-laki dibakukan ke dalam sektor publik,

dengan anggapan lebih sulit, keras dan kasar.

Pembagian seperti ini dalam struktur sosial menempatkan laki-laki dan

perempuan dalam kotak-kotak yang kadang sulit untuk ditembus, pembagian

peran seperti yang telah disebutkan, menyebabkan kurangnya penghargaan pada

apa yang telah dikerjakan oleh perempuan. Perempuan ditempatkan sebagai

sistem pelengkap dari dunia laki-laki. Laki-laki diberi label “pencari nafkah”,

sehingga apapun yang dikerjakan perempuan dianggap sebagai “sambilan” atau

“tambahan”, bahkan kadang tidak dianggap.

1 Sri Sundari Sasongko, Konsep dan Teori Gender, h. 10-11.

Page 13: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

3

Mansour Faqih menyatakan, bahwa ketidakadilan gender termanifestasikan

dalam berbagai bentuk, misalnya marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi,

sub-ordinasi atau tanggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan

stereotype, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak dan kekerasan (violence).

Seperti yang telah disebutkan juga data yang mengatakan kekerasan pada

perempuan baik kekerasan fisik atau psikis terus meningkat tiap tahunnya.

Meski, gerakan-gerakan perempuan menuntut kesetaraan sudah menjamur,

dan banyak pihak yang mengklaim bahwa wacana seputar keadilan gender

sebetulnya sudah selesai dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Tapi nyatanya,

konsep gender yang sudah terlanjur mengakar pada sebagian besar masyarakat itu

membuat perempuan diperlakukan tidak adil. Data komnas perempuan

menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selalu meningkat

tiap tahunnya. Pada tahun 2014 menunjukan kekerasan terhadap perempuan

sebanyak 293.220 kasus. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2013 sebanyak

279.688 kasus.2

Kemungkinan terbesar yang menyebabkan kekerasan ialah faktor identitas

seperti suku, ras atau agama yang biasanya terjadi dalam bentuk diskriminasi.

Sayangnya, keragaman penafsiran dogma agama yang kemudian membuahkan

penafsiran yang dominan dalam masyarakat patriarki tidak pernah membuat laki-

laki dan perempuan sama. Meski dalam Islam tetap ada aturan-aturan untuk

perempuan.

2 “Indonesia Darurat Kekerasan terhadap Perempuan”, tempo.co, diakses pada 7 Maret

2015 pukul 12:56

Page 14: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

4

Secara umum, novel Maryam menggambarkan tentang perjuangan

perempuan. Perjuangan bagaimana perempuan mempertahankan keyakinan

agamanya, yang membuatnya perlu melakukan perlawanan dan melakukan

perubahan dalam dirinya dan masyarakat. Sebagai seorang penulis perempuan,

Okky Madasari cenderung masuk pada aliran realisme sosialis yang menceritakan

realitas dalam masyarakat dan lebih sering menampilkan perempuan sebagai

tokoh utama dalam beberapa novelnya.

Dalam novel Maryam, Okky Madasari menampilkan Maryam sebagai tokoh

utama perempuan yang lahir dan besar dalam kelompok Ahmadiyah. Dengan

wacana „sesat‟ yang disematkan pada kepercayaan keluarganya, membuat

Maryam mengalami banyak konflik yang berhubungan dengan ke-Ahmadiyah-

annya. Anggapan bahwa pasti laki-laki yang akan lebih kuat menghadapi masalah

seperti ini, justru bertentangan dengan apa yang diungkap oleh Okky Madasari

melalui novel ini.

Dalam novel Maryam, Okky Madasari mengemukakan bahwa perempuan

sebagai korban dari konflik yang salah satunya disebabkan oleh latennya budaya

patriarki, sanggup menghadapinya bahkan menjadi tokoh pemerjuang hak

kelompok. Tokoh perempuan yang tercermin pada diri Maryam menunjukan citra

seorang perempuan yang cerdas, mandiri, tangguh dan berani.

Alasan dipilihnya novel Maryam sebagai objek penelitian, karena novel ini

mengungkap kehidupan perempuan yang lahir dan besar dalam kelompok

minoritas seperti Ahmadiyah yang sering mendapat perlakuan intimidatif dan

diskriminatif. Kisah kelompok Ahmadiyah yang menjadi latar belakang novel ini,

ditulis berdasarkan riset Okky Madasari selama enam bulan di Lombok, Nusa

Page 15: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

5

Tenggara Barat, tempat terjadinya pengusiran kelompok Ahmadiyah tahun 2006.

Dan, karena keberaniannya menulis kisah ini, Okky Madasari melalui novel

Maryam mendapat penghargaan dari Khatulistiwa Literary Award sebagai karya

terbaik tahun 2012.

Berdasar dari latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik mengkajinya

dalam bentuk skripsi dengan judul “GERAKAN PERLAWANAN

PEREMPUAN DALAM NOVEL (Analisis Wacana Kritis Sara Mills dalam

Novel Maryam Karya Okky Madasari)”

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya pembahasan dan untuk

mempertajam analisa penelitian, maka peneliti memberikan batasan

masalah dengan berfokus hanya pada kalimat-kalimat yang terkait

dengan gerakan perlawanan perempuan yang ditampilkan dalam Novel

Maryam.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka peneliti

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gerakan perlawanan perempuan ditinjau dari posisi subjek-

objek berdasarkan analisis wacana Sara Mills dalam Novel Maryam?

2. Bagaimana gerakan perlawanan perempuan ditinjau dari posisi

pembaca berdasarkan analisis wacana Sara Mills dalam Novel

Maryam?

Page 16: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

6

3. Mengapa perempuan digambarkan sebagai pihak yang melawan

dalam novel Maryam?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dilakukannya

penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui gerakan perlawanan perempuan ditinjau dari

posisi subjek-objek berdasarkan analisis wacana Sara Mills

dalam novel Maryam.

2. Untuk mengetahui gerakan perlawanan perempuan ditinjau dari

posisi pembaca berdasarkan analisis wacana Sara Mills dalam

novel Maryam.

3. Untuk memaparkan mengapa perempuan digambarkan sebagai

pihak yang melawan dalam novel Maryam.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi

pengembangan pengetahuan yang memadai bagi pembaca. Khususnya

dalam kajian Ilmu Komunikasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

analisis wacana kritis model Sara Mills dan menambah referensi penelitian

yang menggunakan novel sebagai objek penelitian di Jurusan Komunikasi

dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

Page 17: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

7

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi titik tolok ukur untuk

penelitian yang lebih mendalam di kemudian hari dan perbendaharaan

informasi untuk penelitian selanjutnya.

E. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan

paradigma kritis. Paradigma kritis digunakan untuk mengungkap ideologi

atau makna-makna tesirat dari sebuah wacana. Analisis Wacana dengan

pendekatan perspektif Sara Mills lebih menekankan bagaimana perempuan

dicitrakan dalam teks. Dengan konsep bagaimana aktor-aktor dalam teks

berita, akan didapatkan siapa yang dominan menceritakan kejadian (sebagai

subjek) serta posisi yang ditarik dalam cerita. Titik perhatiannya adalah

menunjukkan bagaimana teks yang menyudutkan perempuan dibongkar

dengan menganalisa posisi subjek-objek cerita juga posisi pembaca dalam

cerita.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif

deskriptif dengan menggunakan analisis wacana kritis dengan model Sara

Mills. Dalam perspektif analisis wacana, teks tidak dimaknai sebagai

sesuatu yang netral. Pilihan kelompok mana yang diposisikan sebagai

pencerita menyebabkan peristiwa yang dihadirkan untuk khalayak muncul

dalam perspektif kepentingan pencerita. Oleh karena itu, posisi semacam itu

Page 18: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

8

berkaitan erat dengan ideologi. Menurut pemahaman itulah, menurut Mills,

perlu pengkajian lebih dalam mengenai dua posisi tersebut. Siapa yang

menjadi subjek-objek dan posisi pembaca dalam teks bergantung pada

imajinasi khalayak dalam membaca teks tersebut.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah gerakan perlawanan perempuan yang

ingin disampaikan Okky Madasari melalui novel Maryam sebagai objek

penelitian.

4. Jenis dan Sumber Data

a. Data Primer: cerita dalam novel Maryam karya Okky Madasari

b. Data Sekunder: data-data yang didapat dari berbagai macam

sumber tertulis yang terdiri dari buku, jurnal dokumentasi atau

arsip-arsip dan literatur lainnya yang berkaitan dengan penelitian

yang dilakukan.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara, yakni bertemu langsung dan mengajukan beberapa

pertanyaan pada penulis novel Maryam dan membahas topik

seputar penelitian.

b. Observasi, yakni dengan membaca novel Maryam, lalu

menganalisa ideologi feminisme penulis novel di dalamnya.

c. Research Document, yakni dengan mencari data-data di berbagai

surat kabar, majalah atau dokumen tertulis lainnya seputar

feminisme dan gerakan perlawanan perempuan untuk

memperkuat landasan teori dalam penelitian ini.

Page 19: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

9

6. Teknik Analisis Data

Pengolahan data disesuaikan dengan Model Sara Mills, yang lebih

menekankan bagaimana aktor dan pembaca diposisikan dalam teks, baik

yang ditampilkan sebagai objek atau subjek.

Hal ini akan menentukan bagaimana struktur teks dan bagaimana

makna diperlakukan dalam teks secara keseluruhan. Selain itu juga

memusatkan perhatian pada bagaimana pembaca mengidentifikasi dan

menempatkan dirinya dalam penceritaan teks. Instrumen penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini berupa table penelitian yang berisi mengenai

posisi subjek-objek dan posisi penulis-pembaca. Table digambarkan sebagai

berikut:3

3 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKiS Pelangi

Aksara, 2006), h.211

Page 20: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

10

Tabel 1.1

Kerangka Analisis Sara Mills

Tingkat Uraian

Posisi Subjek-Objek Bagaimana peristiwa dilihat, dari

kacamata siapa peristiwa itu dilihat.

Siapa yang diposisikan sebagai

pencerita (subjek) dan siapa yang

menjadi objek yang diceritakan.

Apakah masing-masing actor dan

kelompok sosial mempunyai

kesempatan untuk menampilkan dirinya

sendiri, gagasannya atau kehadirannya,

gagasannya ditampilkan oleh

kelompok/orang lain.

Posisi Penulis Bagaimana posisi pembaca ditampilkan

penulis-dalam teks. Bagaimana

pembaca memposisikan dirinya dalam

teks yang ditampilkan. Kepada

kelompok manakah pembaca

mengidentifikasi dirinya.

Page 21: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

11

F. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti sebelumnya melakukan

tinjauan pada skripsi-skripsi terdahulu. Berikut merupakan tinjauan skripsi

terdahulu yang sedikit banyak berkaitan dengan penelitian yang akan

peneliti lakukan.

a. Tesis yang dibuat oleh Rohmadtika Dita (1006797963),

mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia tahun

2012, dengan judul “Pemberontakan Perempuan dalam Novel

(Analisis Wacana Novel Trilogi Rara Mendut, Genduk Duku

dan Lusi Lindri Karya Y.B Mangunwijaya). Tesis ini

membahas konstruksi pemberontakan perempuan yang tertera

dalam trilogi novel karya Y.B Mangunwijaya. Penelitian ini

menggunakan analisis wacana kritis Norman Fairclough dan

teori sastra feminisme.

b. Skripsi yang dibuat oleh Tri Ayu Nutrisia Syam (E31107026),

mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Hasanuddin tahun

2013, dengan judul “Representasi Nilai Feminisme Tokoh Nyai

Ontosoroh dalam Novel Bumi Manusia karya Pramoedya

Ananta Toer (Sebuah Aanalisis Wacana)”. Skripsi ini

membahas bagaimana feminisme tercermin dalam novel

dengan penulis laki-laki. Menggunakan analisis wacana Sara

Mills dan teori feminisme dan teori konstruksi sosial.

c. Skripsi yang dibuat oleh Arsita Murtisari (111105110024),

mahasiswa Jurnalistik, UIN Syarif Hidayatullan tahun 2015,

Page 22: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

12

dengan judul “Representasi Kekerasan Terhadap Perempuan

dalam Media Massa (Analisis Wacana Tayangan Harta Tahta

Wanita di Trans TV)”. Skripsi ini membahas tayangan televisi

yang menggambarkan kekerasan dalam rumah tangga yang

dialami oleh perempuan. Menggunakan analisis wacana Sara

Mills, paradigma kritis dan teori representasi Stuart Hall.

d. Skripsi yang dibuat oleh Rista Dwi Septiani (1112051100011),

mahasiswa Jurnalistik, UIN Syarif Hidayatullan tahun 2016,

dengan judul “Representasi Perempuan dalam Film (Analisis

Wacana Kritis Sara Mills dalam Film The Herd)”. Skripsi ini

membahas sebuah film yang menceritakan penderitaan sapi

betina di industri susu dengan menggantikan perannya dengan

perempuan. Skripsi ini menggunakan analisis wacana kritis

Sara Mills dan Teori Representasi Stuart Hall.

Adapun persamaan yang ditemukan dalam keempat penelitian diatas dengan

penelitian yang dilakukan peneliti adalah metode yang digunakan, yaitu analisis

wacana, paradigma penelitian yang kritis, objek penelitian berupa novel dan teori

feminisme secara umum. Perbedaan penelitian pertama dengan penelitian ini

adalah objek penelitian yang dibahas dan metode penelitian yang digunakan. Jika

tesis karya Rohmadtika Dita membahas novel trilogi karya Y.B Mangunwijaya

dan menggunakan metode penelitian analisis wacana kritis model Norman

Fairclough, maka penelitian ini membahas novel karya Okky Madasari dan

menggunakan analisis wacana kritis model Sara Mills sebagai metodenya.

Page 23: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

13

Kemudian, perbedaan penelitian kedua dan penelitian ini terletak pada objek

penelitiannya, yaitu novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.

Sedangkan perbedaan penelitian ketiga dengan penelitian ini terletak pada subjek

dan objek peneitian. Penelitian ketiga membahas representasi kekerasan terhadap

perempuan dalam media massa yang tayangan televisi sebagai objek

penelitiannya. Lalu, perbedaan penelitian keempat dengan penelitian ini terletak

pada subjek dan objek penelitian juga. Pada penelitian ini, Rista membahas

representasi perempuan yang tergambar dalam Film. Sedangkan penelitian yang

dibahas peneliti gerakan perlawanan perempuan yang tergambar dalam novel

Maryam karya Okky Madasari.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku pedoman penulisan

karya ilmiah (skripsi, thesis dan disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk, yang

diterbitkan oleh CEQDA ( Center for Quality Development And Assurance)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

BAB I: Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan garis besar isi

penelitian, dimulai dari latar belakang yang menyambung dengan judul,

dilanjutkan pada rumusan masalah beserta batasannya, juga tujuan

penelitian dan manfaat penelitian, baik akademis dan praktis. Selain itu,

masih dalam bab ini, peneliti juga memaparkan metodologi penelitian yang

mencakup paradigma dan pendekatan penelitian, subjek dan objek

penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis

data, lalu tinjauan pustaka, dan yang terakhir acuan sistematika penulisan

penelitian.

Page 24: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

14

BAB II: Dalam bab ini, peneliti menulis teori-teori yang menjadi

landasan dalam penelitian, yaitu teori feminisme beserta sejarah singkat dan

aliran-alirannya, analisis wacana kritis Sara Mills dan novel.

BAB III: Dalam bab ini, peneliti menulis gambaran umum dari apa

yang diceritakan dalam novel dan profil dari penulis Novel Maryam, Okky

Madasari.

BAB IV: Dalam bab ini, peneliti menulis temuan data berdasar pada

analisis wacana kritis Sara Mills yang ditemukan dalam novel Maryam dan

interpretasi dari temuan data tersebut.

Bab V: Dalam bab ini, peniliti menulis saran dan kesimpulan untuk

lebih baiknya penelitian-penelitian selanjutnya.

Page 25: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Feminisme

1. Pengertian Feminisme

Dalam mendefinisikan feminisme, para ilmuwan mendefinisikan

makna tersebut dalam beberapa pengertian. Secara etimologis, feminisme

berasal dari bahasa latin, femina yang berarti seseorang memiliki sifat

kewanitaan.5 Kemudian, dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi

feminine, artinya memiliki sifat seperti perempuan. Lalu, kata tersebut

ditambahkan “ism” menjadi feminism, yang berarti hal hal tentang

perempuan atau paham mengenai perempuan.

Menurut Mansour Faqih, dalam buku yang berjudul “Membincang

Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam”. Feminisme adalah suatu

gerakan dan kesadaran yang berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan

mengalami diskriminasi dan usaha untuk menghentikan diskriminasi

tersebut. 6

Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa feminisme

merupakan sebuah gerakan kesadaran akan penindasan dan ketidakadilan

terhadap hak-hak perempuan dan berusaha untuk mengubah keadaan

tersebut menuju kedalam suatu sistem yang lebih adil. Perhatian utama

kalangan feminis yaitu terciptanya suatu keadilan kesetaraan dalam struktur

masyarakat.

5 Euis Amalia. Dkk, Pengantar Kajian Gender (Jakarta: Pusat Studi Wanita Syarif

Hidayatullah, 2003) h. 86 6 Mansour Faqih. Dkk, Posisi Kaum Perempuan Dalam Islam; Tinjauan dari Analisis

Gender, dalam Membincang Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah

Gusti, 2003), h.67

Page 26: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

16

Gerakan kaum perempuan pada hakikatnya adalah gerakan

transformasi dan bukanlah gerakan membalas dendam kepada kaum laki-

laki. Namun, kaum feminis menolak pandangan bahwa ketidaksetaraan

antara laki-laki dan perempuan bersifat alamiah dan tidak terelakkan.

Dengan demikian, dapat dikatakan gerakan tranformasi perempuan adalah

suatu proses gerakan untuk menciptakan hubungan antar sesama manusia

yang lebih baik, tanpa memandang status gender.

Fenomena bias gender yang terjadi ditengah masyarakat menjadi

motivasi dan stimulus utama untuk berkembangnya paham feminisme di

dunia masyarakat modern. Feminisme tumbuh sebagai suatu gerakan

sekaligus pendekatan yang berusaha merombak struktur yang ada karena

dianggap telah mengakibatkan ketidakadilan terhadap kaum perempuan.

Pendekatan feminisme berusaha merombak cara pandang kita terhadap

dunia dan berbagai aspek kehidupannya. 7

Menurut analisis feminis, ketidakadilan gender tersebut muncul

karena adanya kesalahpahaman terhadap konsep gender yang disamakan

dengan konsep seks. Sekalipun kata “gender” dan “seks” secara bahasa

memang mempunyai makna yang sama, yaitu jenis kelamin. Konsep seks,

bagi para feminis adalah suatu sifat kodrati (given), alami, dibawa sejak

lahir dan tak bisa diubah-ubah. Konsep seks hanya berhubungan dengan

jenis kelamin dan fungsi-fungsi dari perbedaan jenis kelamin itu saja.

Seperti bahwa perempuan itu bisa hamil, melahirkan, menyusui, sementara

laki-laki tidak.

7 Rian Nugroho, Gender dan Strategi Pengaruh Utamanya di Indonesia (Jakarta: pustaka

pelajar, 2008) h. 61-62

Page 27: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

17

Adapun konsep gender, menurut feminisme, bukanlah suatu sifat yang

kodrati atau alami, tetapi merupakan hasil konstruksi sosial dan kultural

yang telah berproses sepanjang sejarah manusia. Contohnya, seperti

perempuan itu pasti lembut, emosional, hanya cocok dalam peran domestik,

sementara lelaki itu kuat, rasional, layak berperan di sektor publik. Disini,

ajaran agama diletakkan dalam posisi sebagai salah satu pembangunan

konstruksi sosial dan kultural tersebut. Melalui proses panjang, konsep

gender tersebut akhirnya dianggap sebagai ketentuan Tuhan. Maksudnya,

seolah-olah bersifat biologis dan kodrati yang tak bisa diubah-ubah lagi. 8

Secara historis kita hidup dalam masyarakat yang didominasi laki-

laki, perempuan lebih sering dijadikan objek ketika pencipta pengetahuan.

Hal ini berakibat pada banyaknya hal yang diwariskan sebagai pengetahuan

objektif mengenai dunia sebenarnya dihasilkan oleh kaum laki-laki dan

dibingkai oleh posisi mereka yang khas dalam masyarakat. Cara teorisasi

feminis menggugat cara mengetahui yang bersifat androsentris (berpusat

pada laki-laki), dengan mempertanyakan hierarki berbasis gender dalam

masyarakat dan budaya.9

2. Sejarah Singkat Perkembangan Pemikirian Feminisme

Dalam perkembangannya feminisme memiliki sejarah yang sangat

panjang. Maggie Humm dan Rebecca Walker mengatakan bahwa sejarah

feminisme dapat dibagi menjadi tiga gelombang. Gelombang pertama

8 http;//iniaiyya.blogspot.com/2012/09/makalah-feminisme-dalam-pandangan islam_21.

Html diakses pada hari Selasa, tanggal 15/12/2015, pukul 3.53 WIB 9 Stevi Jackson dan Jacki Jones, dkk. Teori-Teori Feminis Kontemporer (Jalasutra,

2009) h.1-2 (terjemahan)

Page 28: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

18

merujuk pada gerakan hak pilih perempuan pada abad kesembilan belas dan

awal abad dua puluh. Gelombang kedua mengacu pada ide-ide dan tindakan

yang terkait dengan gerakan pembebasan perempuan dimulai pada tahun

1960-an. Gelombang ketiga mengacu pada kelanjutan dan reaksi terhadap

kegagalan yang dirasakan kedua gelombang sebelumnya.

a) Gelombang pertama

Gelombang pertama feminisme berkembang di Amerika pada

awal abad 19-20, gerakan ini semula difokuskan untuk mendapatkan

hak memilih. Akan tetapi setelah hak-hak itu diperoleh pada tahun

1920, gerakan ini sempat tenggelam dan muncul kembali pada tahun

1960-an, dipelopori oleh Betty Friedan, dan menertibkan bukunya

yang berjudul, The Feminisme Mystique (1963). Gerakan ini sempat

mengejutkan masyarakat, karena mampu memberikan kesadaran baru,

terutama bagi kaum perempuan, bahwa peran-peran tradisonal selama

ini ternyata menempatkan mereka dalam posisi yang tidak

menguntungkan, yaitu subordinasi dan marginalisasi perempuan.10

Pada gelombang pertama dalam sejarah kelahiran feminisme yang

menjadi fokus perjuangan kalangan perempuan adalah penghapusan

diskriminisasi, pada masa ini terdapat enam aliran feminisme, yaitu:

Feminisme Liberal, Feminisme Utopia, Feminisme Marxis,

Feminisme Psikoanalisis dan Feminisme Radikal.

Kata feminisme sendiri pertama kali dikreasikan oleh aktivis

sosialis yaitu Charles Fourier pada tahun 1837. Kemudian pergerakan

10

Abdul Muttaqim, Tafsir Feminis versus Tafsir Patriarki (Yogyakarta: Sabda Persada,

2003), h.20

Page 29: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

19

yang berpusat di Eropa ini pindah ke Amerika dan berkembang pesat

sejak adanya publikasi buku yang berjudul the subjection of women

(1869) karya John Stuart Mill, dan perjuangan ini menandai kelahiran

gerakan feminisme pada gelombang pertama.

Memang gerakan ini sangat diperlukan pada saat itu (abad 18)

karena banyak terjadi pemasungan dan pengekangan akan hak-hak

perempuan. Selain itu, sejarah dunia juga menunjukkan bahwa secara

universal perempuan atau feminine merasa dirugikan dalam semua

bidang dan dinomorduakan oleh kaum laki-laki atau maskulin

terutama dalam masyarakat patriaki. Dalam bidang-bidang sosial,

pekerjaan, pendidikan dan politik, hak-hak kaum perempuan biasanya

lebih inferior ketimbang apa yang dinikmati oleh laki-laki, apalagi

masyarakat tradisional yang berorientasi agraris cenderung

menempatkan kaum laki-laki di depan, di luar rumah dan kaum

perempuan di rumah.

Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era

Liberalisme di Eropa dan tejadinya Revolusi Perancis di abad ke-18

dimana perempuan sudah mulai berani menempatkan diri mereka

seperti laki-laki yang sering berada di luar rumah. Selain itu, suasana

tersebut diperparah dengan adanya fundamentalisme agama yang

cenderung melakukan opresi terhadap kaum perempuan.

Sebetulnya di Eropa sudah berkembang gerakan untuk

menaikkan derajat kaum perempuan, tapi gaungnya kurang keras, baru

setelah di Amerika Serikat terjadi revolusi sosial dan politik, perhatian

Page 30: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

20

pada hak-hak perempuan mulai mencuat. Tahun 1792, Mary

Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul Vindication of the 8 right

of Human yang isinya dapat dikatakan meletakan prinsip-prinsip

feminisme di kemudian hari. Pada kisaran tahun 1830-1840 sejalan

terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak-hak kaum

perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum perempuan

mulai diperbaiki, diberi hak pilih dan mereka mulai diperbolehkan

ikut serta dalam pendidikan, sesuatu yang selama ini hanya dinikmati

kaum lak-laki.

Secara umum pada gelombang pertama dan kedua hal-hal

berikut ini yang menjadi momentum perjuangannya adalah gender

inequality, hak-hak perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik, peran

gender, identitas gender dan seksualitas.

b) Gelombang Kedua

Setelah berakhirnya perang dunia kedua, yang ditandai dengan

lahirnya negara-negara baru yang terbebas dari penjajahan negara-

negara Eropa maka lahirlah gerakan Feminisme gelombang kedua

pada tahun 1960 dimana fenomena ini mencapai puncaknya dengan

diikutsertakannya kaum perempuan dan hak suara perempuan dalam

hak suara parlemen. Pada tahun ini merupakan awal bagi perempuan

mendapatkan hak pilih dari selanjutnya ikut mendiami ranah politik

kenegaraan.

Page 31: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

21

Feminisme liberal gelombang kedua dipelopori oleh para

feminis Perancis seperti Helene Cixous dan Julia Kristeva, bersamaan

dengan kelahiran dekontruksionis, Derrida. Dalam the laugh of the

Medusa, Cixous mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi

oleh nilai-nilai maskulin. Sebagai bukan white-Anglo-American

Feminist, dia menolak essensialisme yang sedang marak di Amerika

pada waktu itu. Julia Kristeva memiliki pengaruh kuat dalam wacana

pos-strukturalis yang sangat dipengaruhi oleh Foucault dan Derrida.

Secara lebih spesifik banyak feminis- individualis kulit putih

dan meskipun tidak semua, mengarahkan obyek penelitiannya pada

perempuan-perempuan dunia ketiga, meliputi negara-negara Afrika,

Asia dan Amerika Selatan. Dalam berbagai penelitian tersebut, telah

terjadi proses universalisme perempuan sebelum memasuki konteks

relasi sosialis, agama, ras dan budaya.

Banyak kasus menempatkan perempuan dunia ketiga dalam

konteks “all women”dimana semua perempuan adalah sama. Dalam

beberapa karya sastra novelis perempuan kulit putih yang ikut dalam

perjuangan feminisme yang masih terdapat lubang hitam, yaitu tidak

adanya representasi perempuan perempuan budak dari tanah jajahan

sebagai subyek. Penggambaran pejuang feminisme adalah masih

mempertahankan posisi budak sebagai pengasuh bayi dan budak

pembantu di rumah-rumah kulit putih.

Perempuan dunia ketiga tenggelam sebagai penderita yang sama

sekali tidak memiliki politik agensi selama sebelum dan sesudah

Page 32: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

22

perang dunia kedua. Pejuang tanah Eropa yang lebih mementingkan

kemerdekaan bagi laki-laki daripada perempuan. Terbukti

kebangkitan semua negara- negara terjajah dipimpin oleh elit

nasionalis dari kalangan pendidikan, politik, dan militer yang

kesemuanya adalah laki-laki. Pada era itu kelahiran feminisme

gelombang kedua mengalamai puncaknya. Tetapi perempuan dunia

ketiga masih dalam kelompok yang bisu.

Dengan keberhasilan gelombang kedua ini, perempuan dunia

pertama melihat bahwa mereka perlu menyelamatkan perempuan-

perempuan yang teropresi di dunia ketiga, dengan asumsi bahwa

semua perempuan adalah sama.

c) Gelombang Ketiga

Gelombang ketiga feminisme dimulai pada awal 1990-an, yang

timbul sebagai respon terhadap kegagalan yang dirasakan dari

gelombang kedua dan juga sebagai respon terhadap serangan balasan

terhadap inisiatif dan gerakan yang diciptakan oleh gelombang kedua.

Gelombang ketiga feminisme berusaha untuk menantang atau

menghindari apa yang dianggapnya esensi dari definisi feminitas

gelombang kedua ini, yang (menurut mereka) lebih menekankan

pengalaman wanita kulit putih, kelas menengah keatas. Sebuah

interpretasi pasca-strukturalis gender dan seksualitas merupakan pusat

berbagai ideologi gelombang ketiga.

Page 33: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

23

Gelombang ketiga feminis sering berfokus pada “mikro-politik”

dan menantang paradigma gelombang kedua itu seperti apa yang baik

dan tidak baik untuk perempuan. Gelombang ketiga memiliki asal-

usul dalam pertengahan 1980-an. Gelombang ketiga feminisme juga

mengandung perdebatan internal antara perbedaan kaum feminis

seperti Psikolog Carol Gilligan (yang percaya bahwa ada perbedaan

penting antara jenis kelamin) dan mereka yang percaya bahwa tidak

ada perbedaan yang melekat antara jenis kelamin dan berpendapat

bahwa peran gender dibentuk oleh kondisi sosial.

3. Aliran-aliran Feminisme

Orang yang menganut paham feminisme ini disebut dengan feminis.

Feminisme memiliki beberapa aliran yang menjadi ciri khas dari pengikut

gerakan-gerakannya. Berbagai varian alirannya muncul karena kedinamisan

dari feminisme itu sendiri, ketanggapan dalam menyesuaikan diri dengan

kondisi dan status perempuan setempat. Dalam buku berjudul Feminist

Thought, Rosmarie Putnam Tong menjabarkan aliran-aliran tersebut, yaitu:

a. Feminisme Liberal

Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraan

rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya

sama dengan laki-laki. Sehingga harus diberi hak yang sama juga

dengan lai-laki. Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncuk tuntutan

agar perempuan mendapatkan pendidikan yang sama, di abad 19

banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi

Page 34: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

24

bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan

mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang

politik, sosial, ekonomi maupun personal.

b. Feminisme Radikal

Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap

perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan

merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh

karena itu, feminis radikal mempermasalahkan persoalan tubuh serta

hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianism), seksisme,

relasi kuasa perempuan dan laki-laki dan dikotomi privat-publik. “The

personal is political” menjadi gagasan anyar yang mampu

menjangkau permasalahan perempuan sampai ranah privat, masalah

yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan.

c. Feminisme Marxis

Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka

kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal

dari eksploitasi kelas dan cara produksinya. Teori Friedrich Engels

dikembangkan menjadi landasan aliran ini – status perempuan jatuh

karena adanya konsep kekayaan pribadi (private property). Kegiatan

produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri

berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki

mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya

mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan di

reduksi menjadi bagian dari property. Sistem produksi yang

Page 35: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

25

berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknyya kelas

dalam masyarakat borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang

maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap

perempuan dihapus.

d. Feminism Sosialis

Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminism

marxis. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum

kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh.

Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas

perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan

gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan

feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan

perempuan. Akan tetapi, aliran ini juga setuju dengan feminism

radikal yang menganggap patriarki merupakan sumber penindasan itu.

Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling

mendukung. Seperti dicontohkan oleh Nancy Fraser di Amerika

Serikat, keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi

dikepalai oleh negara karena peran warga egara dan pekerja adalah

peran maskulin, sedangkan peran sebagai konsumen dan pengasuh

anak adalah peran feminin.

e. Feminisme Psikoanalisis dan Gender

Feminisme psikoanalisis dan gender percaya bahwa penjelasan

fundamental atas cara bertindak perempuan berakar dalam psikologi

perempuan, terutama dalam cara berpikir perempuan. Berdasarkan

Page 36: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

26

konsep Sigmund Freud, seperti tahapan oedipal dan kompleks

Oedipus, mereka mengklaim bahwa ketidaksetaraan gender berakar

dari rangkaian pengalaman pada masa kanak-kanak yang bukan saja

mengakibatkan cara laki-laki memandang dirinya sebagai maskulin,

dan perempuan memandang dirinya sebagai feminin, melainkan juga

cara masyarakat memandang bahwa maskulinitas adalah lebih baik

dari feminitas. Tidak seperti feminism psikoanalisis, feminis gender

(terkadang diaku sebagai feminis kultural) cenderung berpendapat

bahwa mungkin memang ada perbedaan biologis dan juga perbedaan

psikologis, atau penjelasan kultural atas maskulinitas laki-laki dan

feminitas perempuan. Feminis gender menyimpulkan bahwa

perempuan harus berepegang teguh pada feminitas, dan bahwa laki-

laki harus melepaskan, paling tidak bentuk ekstrim dari

maskulinitasnya. Menurut mereka, suatu etika kepedulian (ethics of

care) feminis harus menggantikan etika keadilan (ethics of justice)

maskulin.

f. Feminisme Eksistensialis

Feminisme eksistensialisme Simone de Beauvoir menjelaskan

bahwa laki-laki dinamai “laki-laki” sang diri, sedangkan “perempuan”

sang liyan. Jika liyan adalah ancaman bagi “diri”, maka perempuan

adalah ancaman bagi laki-laki. Karena itu, jika laki-laki ingin tetap

bebas, ia harus mensubordinasi perempuan terhadap dirinya. Dalam

tiga bab awal karyanya The Second Sex, yang diberi judul The Point of

View of Historical Materialism, Beauvoir menelaah bagaimana

Page 37: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

27

perempuan menjadi tidak hanya berbeda dan terpisah dari laki-laki

tetapi juga inferior terhadap laki-laki. Ia berspekulasi bahwa dengan

memandang dirinya sebagai subjek yang mampu mempertaruhkan

nyawanya dalam pertempuran, laki-laki memandang perempuan

sebagai objek, yang hanya mampu memberi hidup. Menurutnya,

“superioritas dihubungkan bukan pada jenis kelamin yang membawa

kehidupan melainkan kepada jenis kelamin yang membunuh”. Selain

itu, bersamaan dengan berkembangnya kebudayaan, laki-laki

mendapatkan bahwa mereka dapat menguasai perempuan dengan

menciptakan mitos tentang perempuan: irasionalitasnya,

kompleksitasnya dam mitos bahwa perempuan sulit dimengerti.

Secara ringkas, perempuan yang ideal, perempuan yang dipuja laki-

laki adalah perempuan yang percaya bahwa adalah tugas mereka

untuk mengorbankan diri agar menyelamatkan laki-laki dengan

menuruti semua keinginan laki-laki.

g. Feminisme Posmodern

Hubungan antara postmodernisme dan feminism agak „sulit‟

karena itu feminis yang mengklasifikasi dirinya sebagai feminis

postmodern seringkali menemukan kesulitan untuk menjelaskan

bagaimana mereka dapat menjadi seorang postmodern. Seperti semua

postmodernis yang berusaha untuk menghindari setiap tindakan yang

akan mengembalikan pemikiran falogosentris (phallogocentric), setiap

gagasan yang mengacu kepada kata (logos) yang style-nya „laki-laki”.

Dengan demikian, feminis postmodern memandang dengan curiga

Page 38: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

28

setiap pemikiran feminis yang memberikan suatu penjelasan tertentu

mengenai penyebab opresi terhadap perempuan atau sepuluh langkah

tertentu yang harus diambil perempuan untuk mencapai kebebasan.

Feminis postmodern mengundang setiap perempuan yang berefleksi

dalam tulisannya untuk menjadi feminis dengan cara yang

diinginkannya. Tidak ada satu rumusan tertentu untuk menjadi

“feminis yang baik”.

h. Feminisme Multikultural dan Global

Feminisme multikultural dan global berbagi kesamaan dalam

cara pandang mereka terhadap Diri, yaitu Diri adalah terpecah.

Meskipun demikian, bagi feminis multikultural dan global

keterpecahan ini lebih bersifat budaya, rasial dan etnik daripada

seksual, psikologis dan sastrawi. Ada banyak kesamaan antara

feminisme multikultural dan global. Keduanya menentang

“esensialisme perempuan”, yaitu pandangan bahwa gagasan tentang

“perempuan” ada sebagai bentuk platonic yang seolah-olah setiap

perempuan, dengan darah dan daging, dapat sesuai dengan kategori

itu. Kedua pandangan feminisme ini juga menafikan “chauvinism

perempuan”, yaitu kecenderungan dari segelintir perempuan yang

diuntungkan karena rasa atau kelas mereka, misalnya untuk berbicara

atas nama perempuan lain. Ada beberapa perbedaan besar yang

membedakan keduanya. Feminisme multikultural didasarkan pada

pandangan bahwa bahkan dalam sebuah negara – Amerika Serikat,

misalnya- semua perempuan tidak diciptakan atau dikonstruksi secara

Page 39: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

29

setara. Feminis global lebih jauh menekankan bahwa bergantung

kepada apakah – seorang perempuan warga negara dunia kesatu atau

dunia ketiga, Negara industri maju atau negara berkembang, Negara

yang menjajah atau dijajah akan mengalami opresi yang dialaminya

secara berbeda.

i. Ekofeminisme

Ekofeminisme adalah varian yang relatif baru dari etika

ekologis. Sebenarnya, istilah ekofeminisme muncul pertama kali pada

tahun 1974 dalam buku Francoise d‟Eaubonne yang berjudul Le

Feminisme ou la mort. Dalam karya ini ia mengungkapkan pandangan

bahwa ada hubungan langsung antara opresi terhadap alam. Ia

mengklaim bahwa pembebasan salah satu dari keduanya tidak dapat

terjadi secara terpisah dari yang lain. Kurang lebih satu dasawarsa

setelah Eubonne mempopulerkan istilah itu, Karen J. Warren

membuat spesifikasi asumsi dasar dari ekofeminisme.11

4. Feminisme menurut Helene Cixous

Sejarah panjang membuat teori feminis menjadi fenomena yang tidak

statis. Inilah salah satu alasan mengapa teori feminis terbukti sulit untuk

dimasukkan dalam klasifikasi seperti “liberal”, “marxis” atau “radikal”.12

Keragaman dan perubahan berkaitan satu sama lain. Seiring perkembangan

feminisme, teorisasi memiliki arah dan bentuk yang berbeda-beda. Masing-

11

Rosmarie Putnam Tong, Feminist Thought (California: Westview Press, 2009), h.15-

359 12

M. Maynard dalam Stevi Jackson dan Jacki Jones, dkk. Teori-Teori Feminis

Kontemporer (Jalasutra, 2009) h.3

Page 40: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

30

masing feminis juga mengubah pandangan mereka sepanjang waktu. Hal ini

terlihat jelas dalam banyak karya feminis yang bercorak refleksif dan kritis

terhadap diri sendiri. Kaum feminis terus merefleksikan gagasan mereka

dalam mengubah pendirian mereka sebagai tanggapan atas perdebatan dan

tantangan dari feminis yang lain. Karena itu, seorang teoritisi tidak bisa

dilekatkan pada pernyataan tunggal mengenai pendirian mereka karena

pendirian ini terus menerus dikembangkan dan dimodifikasi.13

Begitu beragamnya pandangan membuat feminisme seperti

terfragmentasi dalam sekat-sekat aliran. Perbedaan yang paling jelas adalah

cara yang ditempuh dalam melakukan perlawanan terhadap sistem patriarki.

Ada aliran feminisme yang melawan sistem patriarki dengan cara masuk

dan mendobrak sistem tersebut dari dalam, ada pula yang mencoba keluar

dari sistem “bapak” tersebut dan membangun sistem tersendiri, seperti yang

dilakukan Helene Cixous.

Helene Cixous mengontraskan tulisan feminin dan maskulin. Karena

beragam alasan sosial budaya, tulisan maskulin sering dianggap lebih

bernilai dari tulisan feminin.14

Menurut Cixous, istilah laki-laki-perempuan

menunjukkan bahwa istilah kedua mengacu atau menyimpang dari istilah

yang pertama. Laki-laki adalah Diri, sedangkan perempuan adalah Liyan.

Karena itu, perempuan ada dalam dunia laki-laki dengan istilah laki-laki.

Perempuan adalah liyan bagi laki-laki atau ia tidak terpikirkan.15

Untuk

melakukan perlawanan terhadap sistem tulisan maskulin dan mencoba

menggunakan model tulisan feminin. Namun, penggunaan cara yang

13

Stevi Jackson dan Jacki Jones, dkk. Teori-Teori Feminis Kontemporer (Jalasutra, 2009) h.3 14

Rosmarie Putnam Tong, Feminist Thought (California: Westview Press, 2009), h.192 15

Rosmarie Putnam Tong, Feminist Thought (California: Westview Press, 2009), h.292

Page 41: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

31

berbeda tersebut sesungguhnya dilakukan untuk tujuan yang sama:

melakukan pendobrakan terhadap sistem patriarki.

Dalam karyanya “The Laugh of Medusa”, Cixous berpendapat bahwa

menulis merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh setiap perempuan.

Dengan menulis, perempuan akan dapat mengubah dunia dan akan

mengonstruksi kembali pandangan masyarakat tentang perempuan.

Perempuan harus memasukkan dirinya ke dalam teks dan menulis untuk

dirinya sendiri juga untuk perempuan yang lain, untuk memberikan

wawasan kepada perempuan lainnya tentang tubuh mereka dan tentang

keunggulan yang mereka punya yang mereka tidak sadari. Karena ketika

seorang perempuan menulis, maka mereka akan membawa pengalaman dan

ketidaksadaran dalam dirinya ke dalam teks sehingga yang membacanya

akan dapat memahami perempuan yang sebenarnya seperti apa.

Dalam ajakannya kepada para perempuan untuk menulis, terdapat dua

tujuan yang sebenarnya ingin disampaikan dan diperjuangkan Cixous;

membebaskan perempuan dari tirani rasionalitas dan membebaskan

perempuan dari pandangan budaya terhadapnya.16

Dunia bahasa adalah dunia laki-laki. Sebab tanpa kita sadari, bahasa,

tanpa kita sadari, telah diatur oleh pola pikir rasional laki-laki. Bukan hanya

bahasa sebenarnya tetapi hampir seluruh pola pikir di dunia ini merupakan

pola pikir rasional laki-laki. Untuk memperlihatkan eksistensinya,

perempuan tentu harus menggunakan pola pikir rasional laki-laki ini.

Meskipus demikian, Cixous mengajak para perempuan untuk tidak terjebak

16

Lee A. Jacobus dan Regina Barecca, Helene Cixous: Critical Impressions (Connecticut: Gordon

and Breach Publisher, 1999), h. 2

Page 42: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

32

pada apa yang telah diatur oleh pola pikir maskulin. Cixous mengajak

perempuan untuk menulis kisah tentang dirinya, tentang kebahagiaan,

hasrat, perasaan, tubuh dan seksualitasnya dengan gaya mereka sendiri.

Semua itu dituangkan oleh Cixous dalam kalimat “And why don’t you

write? Write! Writing is for you, you are for you; yous body is yours, take

it.”

Tulisan maskulin yang selalu dianggap lebih baik daripada tulisan

feminin akan berubah. Ketika seorang perempuan menulis tentang dirinya,

secara tidak langsung oposisi biner yang dibangun oleh logika laki-laki

selama ini (logosentrisme) yang terdapat dalam teks dan terkonstruksi dalam

masyarakat akan terhapus. Ketika seorang perempuan menulis, segala sisi

pasif dan negatif yang dilekatkan pada dirinya akan berubah. Dengan

menulis, perempuan akan menjadi subjek dari tulisannya. Predikat pasif

yang disematkan kepada perempuan akan hilang karena dengan menulis

perempuan akan melakukan hal yang yang aktif dan menjadikan dirinya

subjek, bukan objek seperti apa yang terkonstruksi dalam masyarakat.

Dan memang, dengan tulisan feminine, Cixous mencoba mematahkan

stereotip kultural, adanya dualisme oposisi, maskulin/feminin,

perempuan/laki-laki, superior/inferior, aktif/pasif, dll. Ia ingin mengubah

cara pandang masyarakat bahwa maskulinitas yang selalu dilihat dalam

kerangka positif, sementara feminitas dianggap sebagai hal yang negatif

ataupun pasif.

Page 43: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

33

5. Feminisme Dalam Pandangan Islam

Keragaman teori feminisme yang kerap muncul sebagai bentuk

dari refleksi dan pandangan kritis dari para feminis tidak bisa terelakkan

dari semakin panjangnya sejarah feminisme. Hal ini juga bersentuhan

dengan agama sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan

masyarakat. Maka muncullah feminisme Islam yang berkembang di

negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim.

Istilah Feminisme dikenal di dunia Islam kira-kira sudah sejak

awal abad ke-20, misalnya lewat pemikiran-pemikiran Aisyah

Taymuniah (penulis dan penyair Mesir), Zainab Fawwaz (eseis

Libanon), Rokeya Sakhawat Hosein dan nama-nama besar lain yang

dikenal sebagai perintis-perintis besar dalam menumbuhkan kesadaran

atas persoalan-persoalan sensisitif gender, termasuk dalam melawan

kebudayaan dan ideologi masyarakat yang memarjinalkan perempuan.17

Feminisme Islam muncul sebagai upaya membongkar sumber-

sumber permasalahan dalam ajaran Islam dan mempertanyakan

penyebab munculnya dominasi laki-laki dalam penafsiran hadis dan

Alquran.18

Praktik ketidakadilan dengan menggunakan dalil tidak

sejalan dengan teks dalam Al-Quran yang sebetulnya tidak memberi

peluang untuk memperlakukan perempuan dengan semena-mena.

Melalui perspektif feminis berbagai macam pengetahuan normatif

yang bias gender, tetapi dijadikan orientasi kehidupan beragama

17

Budhy Munawar-Rachman, “Islam dan Feminisme: Dari Sentralisme kepada

Kesetaraan” dalam Mansour Fakih dkk., Membincang Feminisme, (Surabaya: Risalah Gusti,

1995), h. 181-206 18

Shabana Fatma, Woman and Islam (New Delhi: Sumit Enterprises, 2007), h. 37

Page 44: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

34

khususnya yang menyangkut relasi gender dibongkar atau

didekonstruksi dan dikembalikan pada semangat Islam yang lebih

menempatkan ideologi pembebasan manusia.19

Dengan semangat itu, maka muncullah berbagai gagasan dan

kajian terhadap tafsir ayat-ayat Alquran dan Hadits yang dilakukan para

intelektual muslim, yang kemudian dikenal dengan sebutan feminis

muslim.20

Munculnya gagasan dan kajian tersebut sesuai dengan

semangat teologi feminisme Islam yang menjamin keberpihakan Islam

terhadap integritas dan otoritas kemanusiaan perempuan yang terdistorsi

oleh narasi-narasi besar wacana keislaman klasik yang saat ini masih

mendominasi proses sosialisai dan pembelajaran keislaman

kontemporer. 21

Haideh Moghissi mengemukakan bahwa sesungguhnya hukum-

hukum yang kental budaya patriarkis adalah bentuk penindasan dan

perendahan kesucian perempuan yang memunculkan persepsi sosial

yang buruk mengenai harga diri dan keyakinan perempuan yang

menyebabkan mereka menjalani ketakutan yang berkepanjangan.

Sementara ketakutan dapat menjadi alat yang efektif untuk lebih

19

Siti Ruhaini Dzuhayatin, Rachman, dkk, Rekonstruksi Metodologis Wacana

Kesetaraan Gender dalam Islam, (Yogyakarta: Pusat Studi Wanita IAIN Sunan Kalijaga, 2002), h.

22 20

Budhy Munawar Rachman, “Penafsiran Islam Liberal atas Isu-isu Gender dan

Feminisme” dalam Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam,

(Yogyakarta: Pusat Studi Wanita IAIN Sunan Kalijaga, 2002), h. 34 21

Siti Ruhaini Dzuhayatin, Rachman, dkk, Rekonstruksi Metodologis Wacana

Kesetaraan Gender dalam Islam, (Yogyakarta: Pusat Studi Wanita IAIN Sunan Kalijaga, 2002), h.

22

Page 45: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

35

memperkuat dominasi laki-laki dan membuat perempuan terpinggirkan

dan tak berdaya.22

Salah satu persoalan yang mendapatkan prioritas dalam feminisme

Islam adalah soal “patriarki” yang oleh para feminis muslim sering

dianggap sebagai asal-usul dari seluruh kecenderungan “misoginis”

yang menjadi dasar penulisan buku-buku teks keagamaan yang bias

gender (cenderung pada kepentingan laki-laki). Kenyataan bahwa

jarang sekali buku-buku dalam hal relasi gender yang ditulis oleh kaum

perempuan sendiri berakibat bukan saja pada tidak tersentuhnya kaum

perempuan, namun juga memunculkan dominasi kepentingan laki-laki

itu sendiri. Akibat berikutnya, terbentuklah pemikiran-pemikiran atau

masyarakat patriarki yang menomorduakan kemakhlukan perempuan.

Menurut feminis muslim, perjuangan perempuan tidak hanya

mencari ruang di arena publik, tetapi juga menyadarkan perempuan

bahwa kerja domestik adalah sesuatu yang patut dihargai, harus diberi

perhatian dan perlindungan. Namun, pekerjaan menjaga rumah tangga

bukan merupakan kewajiban perempuan saja. Laki-laki juga harus

disadarkan akan tanggungjawab dalam rumah tangga.

Salah satu upaya Al-Quran dalam menghilangkan ketimpangan

peran antara laki-laki dan perempuan adalah dengan mengubah struktur

masyarakat qabalah (patriarki patemalistik) menjadi masyarakat ummah

(bilateral-demokratis). Masyarakat qabalah menekankan bahwa

pembagian karir hanya bergulir di kalangan laki-laki, sedangkan

22

Haideh Moghissi, Feminisme dan Fundamentalisme Islam, (Yogyakarta: LKiS. 2005),

h.152

Page 46: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

36

masyarakat ummah yang menjadi ukuran dari pembagian karir adalah

prestasi dan kualitas tanpa membedakan jenis kelamin atau suku bangsa.23

Sebagaimana feminisme pada umumnya, feminisme dalam Islam

tidaklah muncul dari satu pemikiran teoritik dan gerakan tunggal yang

berlaku bagi seluruh perempuan di negara Islam. Secara umum feminisme

dalam Islam menjadi gerakan atau alat analisis yang selalu bersifat historis

dan kontekstual seiring dengan kesadaran yang terus berkembang dalam

menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi perempuan terkait

ketidakadilan dan ketidaksetaraan dalam agama.

Feminisme dalam Islam berupaya untuk memperjuangkan hak-hak

kesetaraan perempuan dengan laki-laki, yang terabaikan di kalangan

tradisional konservatif, yang menganggap perempuan sebagai subordinat

laki-laki. Hal tersebut dikuatkan oleh pernyataan Jalaluddin Rakhmat yang

merespon pernyataan Jary bersaudara yang menyebutkan bahwa saah satu

pengertian feminisme dengan teori atau praktik sosio politik yang

bertujuan untuk untuk membebaskan perempuan dari supremasi dan

eksploitasi kaum laki-laki.24

Berdasar pada pernyataan definisi feminisme oleh Jary bersaudara,

Jalaluddin Rakhmat memaparkan bahwa Islam mendukung feminisme

bukanlah sesuatu yang berlebihan, karena Islam memang menentang

ketidakadilan terhadap siapapun, termasuk ketidakadilan terhadap

perempuan. Hal ini juga diperkuat dalam bukunya yang berjudul Catatan

23

Nasarudin Umar, Bias Gender dalam Penafsiran kitab suci, (Jakarta: PT. Fikahati

Aneska, 2000), h.42 24

David Jary dan Julia Jary, Collins Dictionary of Sociology, (Glasgow: Harper Collins

Publisher, 1991), h.223-224

Page 47: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

37

Kang Jalal: Visi Media, Politik, Pendidikan,25

Jalaluddin Rakhmat yang

telah meninjau berbagai gerakan feminisme dan menyimpulkan bahwa:

“Walhasil, Islam sangat memuliakan perempuan. Orang Islam harus

berjuang memuliakan mereka. Bila keadaan perempuan sekarang ini

belum mulia, maka kaum muslim wajib mengubah masyarakat sehingga

posisi mereka menjadi mulia. Jadi sampai disini orang Islam boleh

dikatakan feminis.”

B. Analisis Wacana Kritis

Analisis Wacana Kritis adalah metode alternatif terhadap kebuntuan-

kebuntuan analisis teks media, yang selama ini lebih didominasi oleh

analisis isi dengan paradigma positivis dan konstruktivis. Lewat analisis

wacana kritis, kita akan akan tahu bukan hanya tentang bagaimana isi teks

berita, tapi juga tentang mengapa pesan itu dihadirkan. Bahkan kita bisa

lebih jauh membongkar penyalahgunaan kekuasaan, dominasi, ideologi dan

ketidakadilan yang dijalankan dan diproduksi secara samar melalui teks-teks

berita.

Dalam analisis wacana kritis, wacana tidak dipahami sebagai studi

bahasa semata. Walau pada akhirnya, analisis wacana memang

menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang

dianalisis dalam konteks ini berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian

linguistik tradisional. Bahasa yang dianalisis bukan dengan menggambarkan

aspek kebahasaan saja, tapi juga menghubungkannya dengan konteks.

Konteks, yang berarti bahwa bahasa itu digunakan untuk tujuan dan praktik

tertentu.

25

Jalaluddin Rakhmat, Catatan Kang Jalal: Visi Media, Politik, Pendidikan (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 1997), h.42

Page 48: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

38

Teori wacana menjelaskan mengenai sebuah peristiwa yang terjadi

seperti terbentuknya sebuah kalimat atau pernyataan. Sebuah kalimat bisa

terungkap bukan hanya karena ada orang yang membentuknya dengan

motivasi atau kepentingan subjektif tertentu, namun kalimat tersebut hanya

bisa dibentuk dan akan bermakna pada sejumlah aturan gramatika diluar

keinginan si pembuat kalimat. Dengan kata lain, kalimat tersebut tidak dapat

dibentuk dan dimanipulasi semaunya oleh orang yang bersangkutan.26

Setelah memahami definisi wacana, peneliti akan memaparkan

mengenai analisis wacana. Analisis wacana mengasumsikan suatu

pemahaman dan kemampuan untuk mengidentifikasi wacana-wacana.

Konsep analisis wacana pada awalnya dikembangkan oleh Louis Althusser

pada tahun 1970-an. Ia mengembangkan analisis wacana berdasarkan

kumpulan makna mengenai topik atau subjek tertentu. Menurutnya, makna

dihasilkan melalui cara-cara tertentu, dan di dalamnya menggunakan bahasa

yang terkait dengan subjek/topik.

Analisis wacana digunakan untuk menggambarkan sebuah struktur

yang lebih luas dari sebuah kalimat dengan menggunakan persamaan dari

struktur kalimat seperti subjek, predikat, objek, kata kerja, kata benda dan

pelengkap. Penggunaan istilah wacana semacam inilah yang telah

mendapatkan pengakuan luas dalam ilmu bahasa.27

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa analisis wacana

adalah kajian mengenai sebuah bahasa yang digunakan secara alamiah, baik

26

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, analisis

Semiotik, Analisis Framming, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), cet. ke-1, h. 13 27

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis

Semiotik, Analisis Framming, cet. ke-1, h. 13

Page 49: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

39

dalam bentuk lisan maupun tulisan. Penggunaan bahasa secara ilmiah yang

dimaksud adalah penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-hari.

Hal tersebut bertujuan untuk menghindari subyektivitas dan bias dari

peneliti.

1. Analisis Wacana Sara Mills

Dalam pandangan Mills (1994), analisis wacana merupakan sebuah

reaksi terhadap bentuk linguistik tradisional yang bersifat formal. Fokus

kajian mengenai linguistik tradisional adalah pada pemilihan struktur

kalimat yang tidak memperhatikan analisa bahasa dalam penggunaannya.

Sedangkan dalam analisis wacana, hal-hal yang berkaitan dengan struktur

kalimat dan tata bahasa justru lebih diperhatikan.28

Mengacu pada pendapat Foucault, pengertian wacana dibagi menjadi

beberapa level atau tingkatan, yaitu wacana dilihat dari level konseptual

teoritis, konteks penggunaan dan metode penjelasan. Pada konseptual

teoritis, wacana diartikan sebagai domain umum dari semua pernyataan.

Artinya bahwa semua teks mempunyai makna dan mempunyai efek dalam

dunia nyata. Sementara dalam konteks penggunaannya, wacana berarti

sekumpulan pernyataan yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori

konseptual tertentu guna mengidentifikasi struktur tertentu dalam wacana,

seperti imperalisme dan feminisme. Sedangkan pengertian wacana jika

dilihat dari metode penjelasannya adalah wacana merupakan suatu praktik

yang diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyatan.29

28 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, analisis

Semiotik, cet. ke-1, h. 13 29

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, analisis

Semiotik, Analisis Framming, cet. ke-1, h. 11

Page 50: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

40

Seperti yang diketahui bahwa Sara Mills telah banyak menulis

mengenai teori wacana. Akan tetapi, titik perhatian utamanya adalah pada

wacana mengenai feminis. Pendekatan perspektif feminis Sara Mills lebih

memusatkan perhatiannya pada wacana tentang perempuan. Bagaimana

perempuan ditampilkan dalam teks, novel, gambar, foto ataupun berita.

Pendekatan wacana ini sering disebut sebagai perspektif Sara Mills. Titik

perhatian dari perspektif wacana feminis adalah menunjukkan bagaimana

teks bisa dalam menampilkan perempuan. Perempuan cenderung

ditampilkan dalam teks sebagai pihak yang salah, marjinal dibandingkan

dengan pihak laki-laki. 30

Gagasan Sara Mills agak berbeda dengan model critical linguistics.

Jika critical linguistics memusatkan perhatian pada struktur kebahasaan dan

bagaimana pengaruhnya dalam pemaknaan khalayak, maka Sara Mills lebih

melihat pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks. Posisi

ini dalam arti siapa yang menjadi subjek dalam pencitraan dan siapa yang

dijadikan objek pencitraan. Selain itu, Sara Mills juga memusatkan

perhatian pada bagaimana dan penulis ditampilkan dalam teks. Bagaimana

pembaca mengidentifikasi dan menempatkan dirinya dalam penceritaan.31

Sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian

terhadap tayangan televisi, maka dari itu yang akan dilihat adalah

bagaimana posisi aktor ditampilkan dalam sebuah adegan. Dalam arti siapa

yang menjadi subjek dan objek pencitraan. Dengan demikian akan

30

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS

Yogyakarta, 2001), h. 199. 31

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 199

Page 51: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

41

didapatkan bagaimana struktur dari adegan yang ditampilkan dan

bagaimana makna diberlakukan dalam adegan secara keseluruhan.

Sementara untuk posisi pembaca dalam penelitian ini diasumsikan sebagai

penonton.

Ada dua konsep inti dalam analisis wacana Sara Mills, yaitu posisi

subjek-objek dan posisi penulis dan pembaca. Konsep pertama digunakan

adalah untuk melihat posisi subjek yang memberikan penafsiran atas sebuah

peristiwa terhadap orang lain yang menjadi objek yang ditafsirkan. Posisi

tersebut yang nantinya akan membentuk sebuah teks atau gambaran dalam

masyarakat. Sedangkan konsep kedua tidak hanya meninjau dari sisi penulis

saja, namun mencoba menggali wacana yang muncul dari sisi pembaca.

Sara Mills menilai pembaca memiliki pengaruh ketika tulisan itu

dibuat oleh penulis. 32

Dalam konsep analisis wacana tidak hanya melihat

dari sisi produksi semata, tetapi lebih melihat kedalam bagaimana teks

diterima oleh pembaca. Namun dalam penelitian ini yang dimaksud teks

adalah adegan dan prolog dalam tayangan, dan pembaca adalah penonton.

2. Kerangka Analisis Wacana Sara Mills

a. Posisi Subjek-Objek

Bagaimana peristiwa dilihat dan dari kacamata siapa peristiwa itu

dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) dan siapa yang

menjadi objek yang diceritakan. Apakah masing-masing aktor dan

32 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, hlm. 203.

Page 52: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

42

kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya

sendiri, gagasannya atau kehadirannya. Gagasannya ditampilkan oleh

kelompok atau orang lain.

b. Posisi Pembaca

Bagaimana posisi pembaca ditampilkan penulis dalam teks.

Bagaimana pembaca memposisikan dirinya dalam teks yang ditampilkan.

Kepada kelompok manakah pembaca mengidentifikasi dirinya.

Salah satu perhatian Sara Mills terhadap strategi wacana adalah

bagaimana pembaca ditampilkan dalam teks. Strategi tersebut berkaitan

dengan pertanyaan bagaimanakah pembaca mengidentifikasi dan

menempatkan dirinya dalam cerita. Posisi semacam itu akan menempatkan

pembaca pada salah satu posisi dan memengaruhi bagaimana teks itu akan

dipahami dan bagaimana pula aktor sosial ini ditempatkan.33

Dalam hal ini

teks diartikan sebagai sebuah hasil negosiasi antara penulis dan pembaca.

Ringkasnya, yang ingin dianalisis pada hal tersebut adalah khalayak seperti

apa yang diimajinasikan oleh penulis untuk ditulis.34

Pemosisian seperti yang dijelaskan diatas pada dasarnya membuat

salah satu kelompok ditinggikan dan kelompok lain dimarjinalkan atau

ditampilkan secara buruk. Menurut Sara Mills, mereka yang sering

termarjinalkan salah satunya adalah perempuan. Dalam berita maupun

tayangan televisi banyak terlihat hal-hal yang menggambarkan perempuan

tidak sebagaimana mestinya. Mereka ditampilkan dalam teks sebagai objek

33

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 203. 34

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 211.

Page 53: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

43

dan gambaran mereka ditampilkan oleh pihak lain. Mereka tidak bersuara,

tetapi ditampilkan oleh kelompok lain lengkap dengan bias prasangkanya.35

Pada posisi pembaca juga, Mills memusatkan perhatiannya pada

gender. Dalam banyak kasus, laki-laki dan perempuan mempunyai persepsi

yang berbeda ketika mereka membaca sebuah teks atau menonton tayangan.

Mereka juga berbeda dalam menempatkan posisi dirinya dalam teks dan

tayangan tersebut.

Berkaitan dengan hal tersebut, Mills membagi proses pembacaan

kedalam dua hal, yaitu pembacaan dominan (dominant reading) atas suatu

teks dan penafsiran teks oleh pembaca. Dalam pembacaan dominan

terhadap suatu teks, yang ingin dilihat adalah apakah teks tersebut

cenderung ditujukan untuk pembaca laki-laki atau perempuan. Sedangkan

untuk menafsirkan sebuah teks, baik laki-laki maupun perempuan bebas

menafsirkan apa yang ditampilkan dalam teks tersebut.

C. Novel

1. Pengertian Novel

Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian

cerita seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak

dan sifat setiap pelaku.36

Novel biasanya lebih panjang dan lebih kompleks

daripada cerpen, umumnya novel bercerita tentang tokoh-tokoh dalam

kehidupan sehari-hari. Secara istilah novel banyak didefinisikan oleh para

ahli.

35

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 215. 36

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Edisi ke-3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h.788.

Page 54: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

44

Menurut Abdullah Ambary, novel adalah cerita yang menceritakan

suatu kejadian luar biasa dari kehidupan pelakunya yang menyebabkan

perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya.37

Sedangkan menurut

P.Suparman, novel adalah kisah realita dari perjalanan hidup

seseorang.38

Novel juga merupakan salah satu karya sastra yang berbentuk

prosa dimana karya seni yang dikarang menurut standar kesusastraan.

Kesusastraan yang dimaksud adalah penggunaan kata yang indah dan gaya

bahasa serta gaya cerita yang menarik.39

Lalu menurut Ismail Kusmayadi,

novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa narasi, bersifat imajinatif,

ceritanya lebih panjang dari cerita pendek yang merupakan peniruan dari

kehidupan manusia dan melibatkan banyak tokoh.40

Dengan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa novel merupakan media

menuangkan pikiran, perasaan dan gagasan penulis dalam karangan prosa

yang menggambarkan kehidupan manusia yang menyebabkan perubahan

sikap pelakunya, alur cerita dalam novel yang biasanya mengisahkan

kehidupan seorang tokoh, yaitu sesuatu yang luar biasa terjadi dalam

hidupnya yang menimbulkan konflik yang menjurus kepada perubahan

nasib si tokoh. Biasanya novel ditulis berdasarkan kehidupan pribadi atau

kehidupan di lingkungan penulis yang merupakan pengalaman si pengarang

dan secara tidak langsung memberikan sebuah pesan.

37

Abdullah Ambary, Intisari Sastra Indonesia (Bandung: Djatnika, 1983), h. 61. 38

P. Suparman Natawijaya, Bimbingan Untuk Cakap Menulis, cet. Ke-2 (Jakarta: Gunung

Mulia, 1979), h.37. 39

Zainudin, Materi Pokok Bahasan dan Sastra Indonesia, cet. Ke-1 (Jakarta: Rineke

Cipta, 1992), h.99. 40

Ismail Kusmayadi, Think Smart Bahasa Indonesia, (Bandung: Media Grafindo

Pratama, 2006), h.45

Page 55: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

45

Novel memiliki alur cerita yang biasanya dibedakan melalui chapter

atau bagian-bagian cerita. Setiap chapter merupakan perpindahan dari suatu

cerita ke cerita berikutnya. Novel memiliki bahasa yang mengandung seni.

Kata-kata didalamnya dirangkai sedemikian rupa untuk membentuk

imajinasi pembaca agar seolah-olah dapat masuk ke dalam cerita. Cerita

yang ada di dalam novel dapat berupa fiksi atau kisah dari pengalaman

hidup penulisnya.

2. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel

Menurut P. Suparman, novel memiliki unsur-unsur pembangun yang

menyebabkan karya sastra tersebut menjadi sebuah karya yang baik dan

mempunyai kekuatan dalam cerita, yaitu unsur intrinsik dan unsur

ekstrinsik.41

Unsur intrinsik novel adalah semua komponen cerita yang terdapat

dalam novel berupa plot, tema, tokoh dan penokohan. Unsur ini bisa

dijumpai ketika seseorang membaca sebuah novel. Semua unsur ini tidak

bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Berikut adalah penjelasan masing-

masing unsur:

a. Plot

Plot merupakan urutan peristiwa yang sambung-menyambung dalam

sebuah cerita berdasarkan sebab akibat. Dengan peristiwa yang sambung-

menyambung tersebut terjadilah sebuah cerita dimana pada awal dan akhir

cerita terdapat alur. Alur inilah yang memaparkan bagaimana sebuah cerita

41

M. Atar Semi, Anatomi Sastra, Cet. Ke-1 (Padang: Angkasa Raya, 1988), h.35.

Page 56: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

46

tersebut berjalan. Plot sering dikupas menjadi lima elemen penting,

masing-masing berupa pengenalan, timbulnya konflik, konflik memuncak,

klimaks dan pemecahan masalah.42

Plot merupakan unsur intrinsik yang sangat penting. Melalui plot,

pembaca akan lebih mudah untuk mendapatkan kejelasan tentang

keterkaitan cerita, sehingga pembaca novel akan memahami peristiwa-

peristiwa berkaitan yang ada di dalam cerita. Semakin sederhana plot,

semakin mudah sebuah cerita dimengerti, pun sebaliknya.

Plot berdasarkan waktunya dibedakan menjadi dua kategori yaitu plot

progresif dan plot regresif. Novel dikatakan memiliki plot progresif jika

cerita yang dikisahkan bersifat kronologis. Kronologis yang dimaksud

adalah jika rangkaian cerita dikemas secara berurutan dimulai dari tahap

awal, tahap tengah dan tahap akhir. Tahap awal terdiri dari penyituasian,

pengenalan dan pemunculan konflik. Tahap tengah cerita terdiri dari

konflik yang meningkat dan menemui titik klimaks. Sedangkan tahap akhir

berupa penyelesaian.43

Kemudian, novel dikatakan memiliki plot regresif jika memiliki alur

cerita flash back, yakni peristiwa yang diceritakan tidak bersifat

kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan dari tahap

tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita

dikisahkan kembali. Namun, tidak ada novel yang secara mutlak berplot

42

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 2013), cet.ke-10, h.120 43

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University),

h.123

Page 57: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

47

lurus-kronologis atau sebaliknya berplot flashback. Inilah yang membuat

Burhan Nurgiyantoro menambahkan satu kategori plot lagi, yaitu

progresif-regresif atau dinamakan dengan plot campuran.44

b. Tema

Tema dalam sebuah karya sastra, atau dalam hal ini novel, merupakan

dasar dari cerita yang akan dikembangkan, atau dapat dikatakan sebagai

gambaran umum dari cerita. Melalui tema, gagasan-gagasan penulis dapat

berkembang dan dituangkan kedalam cerita-ceritanya. Makna umum cerita

dalam karya sastra dapat diketahui melaui tema. Tema merupakan gagasan

dasar yang menopang sebuah karya sastra dapat diketahui melalui tema.

Tema merupakan gagasan dasar yang menopang sebuah karya sastra yang

terkandung di dalam teks sebagai struktur semantic dan yang menyangkut

persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan. Pemahaman sebuah

tema dapat disimpulkan melalui rangkaian cerita secara keseluruhan.45

c. Tokoh dan Penokohan

Istilah tokoh merujuk pada orang atau pelaku cerita. Setiap tokoh pasti

memiliki watak atau karakter yang menunjukkan sifat dan sikap pribadi

tokoh tersebut. Menurut Abrams, sebagaimana dikutip oleh Burhan

Nurgiyantoro, tokoh cerita (character) adalah orang yang ada di dalam

suatu karya naratif atau drama, yang dipandang memiliki kualitas moral

atau kecenderungan tertentu oleh para pembaca, sesuai apa yang

44

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h.214-215 45

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h.213

Page 58: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

48

diekspresikan dalam ucapan dan tindakan tokoh tersebut.46

Tokoh

dibedakan menjadi lima jenis, yaitu:

a) Tokoh utama (central character), yaitu tokoh yang paling

memegang peran dalam sebuah novel. Tokoh utama merupakan

tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku

kejadian maupun yang dikenai kejadian, termasuk konflik sehingga

tokoh tersebut memengaruhi perkembangan plot di cerita tersebut.

b) Tokoh protagonist. Alterbenhand dan Lewis, sebagaimana yang

dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro, mengartikan tokoh protagonist

sebagai tokoh yang dikagumi, tokoh yang menerapkan norma-

norma kebaikan dan mempunyai nilai-nilai yang ideal bagi

pembaca.

c) Tokoh antagonis, yaitu tokoh atau pelaku yang menentang tokoh

protagonist sehingga terjadi konflik dalam cerita.

d) Tokoh sederhana, yaitu tokoh yang memiliki kualitas pribadi atau

watak tertentu saja. Sifatnya tidak memberikan efek yang begitu

mengejutkan untuk pembaca.

e) Tokoh kompleks, yaitu tokoh yang dapat memiliki watak tertentu,

bermacam-macam bahkan tidak terduga. Tokoh ini lebih sulit

dipahami dan terasa kurang familier pada pembaca.47

d. Setting atau Latar

Setting atau latar menurut M.H. Abrams adalah sebagaimana yang

dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro, yaitu mengartikan pada pengertian

46

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h.247 47

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 2013) h.267

Page 59: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

49

tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-

peristiwa yang diceritakan. Latar terbagi menjadi tiga, yaitu: latar tempat,

latar waktu dan latar sosial. Latar tempat merupakan dimana terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Kemudian

latar waktu, berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-

peristiwa yang diceritakan. Sedangkan latar sosial berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan

dalam karya fiksi.

Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar

karya sastra, tetapi secara langsung memengaruhi isi cerita. Menurut

Welleck dan Werren, sebagaimana dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro,

unsur-unsur tersebut antara lain keadaan dari pengarang cerita yang

memiliki sikap keyakinan dan pandangan hidup yang kesemuanya akan

memengaruhi karya yang ditulisnya.48

48

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 2013) h.300

Page 60: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

50

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Novel Maryam

Novel ini berkisah tentang mereka yang terusir karena iman di negeri yang

penuh keindahan. Pengusiran yang disertai diskriminasi sebelumnya. Mereka

yang terusir diwakili oleh Maryam dan keluarganya yang mengimani Ahmadiyah.

Ahmadiyah yang sama-sama kita tahu sebagai salah satu kelompok minoritas di

Indonesia.

Novel ini diawali dengan penggambaran tentang Maryam sebagai seorang

perempuan yang berasal dari sebuah desa kecil di Lombok, berhasil menempuh

pendidikan hingga jenjang sarjana ditengah kenyataan sebagian besar penduduk

dikampungnya yang laki-laki memilih untuk bekerja di usia sangat muda, dan

perempuannya dinikahkan di usia muda.

Sejak kecil Maryam sudah merasa ada yang berbeda dengan keyakinan yang

dianutnya, karena kelompoknya memiliki masjid sendiri dan pengajian sendiri.

Perasaan tentang “keeksklusifan” kelompoknya ini makin kuat saat Maryam

selalu mendapat nasihat bahwa sebisa mungkin jika umurnya sudah siap untuk

menikah, ia harus menikah dengan pria sesama kelompok Ahmadiyah.

Kemudian Maryam yang memilih untuk berkarir di Jakarta, jatuh cinta pada

pria yang bukan Ahmadi. Hubungan berlanjut hingga ke pelaminan tanpa restu

keluarga Maryam dan restu setengah hati dari keluarga Alam. Lalu, pernikahan

tanpa restu yang utuh ini harus kandas, karena Maryam selalu tersiksa dengan

Page 61: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

51

desakan memliki keturunan dan tuduhan bahwa alasan ia belum juga memiliki

keturunan karena Maryam pernah “tersesat” di masa lalu.

Setelah bercerai, Maryam yang rindu pada keluarganya memutuskan untuk

pulang ke Lombok dan alangkah terkejutnya ia mendapati keluarganya sudah

diusir dari desanya dan tak ada satupun warga yang mengetahui keberadaannya.

Dengan sekuat tenaga Maryam mencari keluarganya, dan akhirnya ketemu di

sebuah desa yang jauh. Keluarga Maryam tinggal bersama keluarga Ahmadi yang

terusir lainnya.

Maryam diterima kembali di keluarganya. Tidak tahan melihat Maryam

bersedih sendiri, orangtua Maryam berencana menikahkan Maryam dengan

pemuda Ahmadi yang dulu sempat ingin dijodohkan dengan Maryam. Maryam

pun setuju dan terjadilah pernikahan kedua. Pernikahan berjalan lancar hingga

Maryam mengandung. Saat memasuki bulan ketujuh, keluarga Maryam

mengadakan syukuran di rumah orangtuanya. Namun tiba-tiba ada segerombolan

orang-orang yang menimpuki kediaman keluarga Ahmadi tanpa alasan yang jelas.

Kelompok Ahmadi yang sedang berkumpul di rumah Maryam pun banyak yang

terluka, lalu dibawa ke rumah sakit dan sisanya dibawa polisi untuk mengungsi.

Sampai pengungsian, semua warga sangat sedih, mereka menangis,

kebingungan apa yang membuat orang-orang diluar Ahmadi begitu membenci

mereka, padahal mereka tidak pernah mengusik kehidupan orang-orang itu.

Kehidupan di pengungsian baru mulai berjalan normal setelah setahun.

Keluarga Maryam dan suaminya adalah pihak Ahmadi yang paling tidak

terima dengan perlakuan orang-orang pada kelompok Ahmadi. Dia terus

mempertanyakan nasib kelompok Ahmadi kepada pemerintah setempat, dan terus

Page 62: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

52

memperjuangkan nasib kelompok Ahmadi. Kesedihan Maryam makin menjadi

ketika ayahnya meninggal dan hendak dikubur di makam sebelah makam

kakeknya di kampungnya yang dulu, tapi ditolak dan warga sekitar ramai-ramai

memboikot acara pemakaman hingga Maryam mengambil langkah untuk

mengubur jenazah ayahnya di tempat lain.

Kelompok Ahmadi harus bertahan di pengungsian bertahun-tahun, tanpa

kejelasan nasib mereka dari pemerintah. Enam tahun berlalu dan tetap tak ada

yang berubah, Maryam yang terus mendesak pemerintah tak pernah mendapat

jawaban jelas, hingga Maryam memulis surat untuk Gubernur Lombok yang ada

di epilog novel ini.

Secara garis besar, novel ini tidak menceritakan ajaran Ahmadi yang

dianggap menyimpang lalu membuat mereka terusir, tapi lebih kepada bagaimana

kejadian seperti ini bisa dilakukan oleh orang yang juga beragama. Novel ini

dibuat sebagai bentuk perlawanan penulis terhadap ketidakadilan yang menimpa

kelompok minoritas, dimana hal ini awalnya dimotivasi oleh kejadian yang

menimpa sahabat penulis yang harus gagal menikah karena keyakinannya sebagai

Ahmadi, yang sekaligus penulis masih melihat adanya diskriminasi terhadap

kelompok minoritas.50

B. Profil Penulis

Okky Puspa Madasari atau yang akrab dikenal dengan nama Okky

Madasari, lahir di Magetan, Jawa Timur, pada 30 Oktober 1984. Mendapatkan

gelar Sarjana Ilmu Politik dari Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Gajah

50

Wawancara pribadi dengan Okky Madasari di Jakarta tanggal 20 Desember 2015

Page 63: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

53

Mada, serta gelar pascasarjana di Jurusan Sosiologi, Universitas Indonesia.

Setamat kuliah, Okky memilih berkarir sebagai wartawan dan mendalami dunia

penulisan. Entrok adalah novel pertamanya yang lahir sebagai bentuk kegelisahan

dan menipisnya toleransi dan maraknya kesewenang-wenangan. Selain menulis,

Okky juga menyuarakan kegelisahannya dengan mendirikan Yayasan Muara

Bangsa (YMB) yang bergerak di bidang pendidikan dan budaya. Kini Okky

tinggal di Tanjung Barat, Jakarta Selatan bersama suami dan puterinya.

Okky madasari merupakan novelis yang dikenal dengan karya-karya yang

menyuarakan kritik sosial. Okky meraih Khatulistiwa Literary Award 2012 untuk

novel Maryam (2012) yang bercerita tentang orang-orang yang terusir karena

keyakinannya. Maryam telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul

The Outcast. Novel pertama Okky, Entrok (2010), berkisah tentang dominasi

militer dan ketidakadilan pada masa orde baru. Entrok telah diterjemahkan dalam

bahasa Inggris dengan judul The Years of The Voiceless. Novel ketiganya, 86

(2011), bercerita tentang korupsi di Indonesia pada masa sekarang ini.

Selanjutnya, novel keempatnya berjudul Pasung Jiwa (2013), bercerita tentang

perjuangan manusia mendapatkan kebebasan dalam periode sebelum dan sesudah

reformasi. Edisi Inggrisnya diberi judul Bound.51

Novel kelima yang baru saja

terbit, berjudul Kerumunan Terakhir (2016), mengisahkan tentang teknologi yang

bisa menyelamatkan dan sangat bisa menjerumuskan.

Karya-karya Okky Madasari banyak mengangkat permasalahan-

permasalahan sosial mengenai ketidakadilan dan ketertindasan yang terjadi di

masyarakat. Okky merasa, melalui novel ia dapat memperjuangkan suara-suara

51

Okky Madasari, http://okkymadasari.net/about/ diakses pada tanggal 11 Oktober

2016

Page 64: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

54

yang tertindas agar lebih efektif didengar dan dibaca. Okky percaya, sastra

merupakan salah satu medium yang paling efektif untuk menumbuhkan kesadaran

masyarakat ditengah bombardir berita dan pemberitaan yang kerap tidak berpihak

pada korban diskriminasi. Ia ingin tulisan-tulisan yang dibuatnya berisi banyak

soal kemanusiaan dan kritik sosial.52

Untuk menghasilkan sebuah karya, ia selalu melakukan riset. Menurut

Okky, riset lapangan ataupun kepustakaan akan memberikannya ide-ide menulis.

Menurutnya ide itu didapat setelah melakukan riset dari lapangan, atau bacaan,

atau wawancara, melihat atau mendengar. Ini juga yang dilakukannya sebelum

menulis Maryam. Ia melakukan riset selama 6 bulan terhadap kelompok

Ahmadiyah di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pada novel ini Okky tetap

memperjuangkan ketidakadilan dan kebebasan serta kemanusiaan.53

Ia tak

menampik, pengalamannnya menjadi wartawan di sebuah media nasional selama

tiga tahun sangat membantunya, ia jadi merasa ringan ketika harus ke lapangan

mewawancarai narasumber, jadi layaklah kalau kisah novel-novelnya cukup

hidup.

Okky menyatakan bahwa dirinya selalu menulis berdasarkan apa-apa yang

ada disekitarnya, seperti Entrok yang dia tulis karena kedekatannya dengan

neneknya yang selalu menceritakan pengalaman hidupnya di masa Orba berulang-

ulang. Lalu novel 86, yang ditulis berdasarkan pengalamannya selama menjadi

wartawan yang seringkali meliput berita mengenai hukum, dan dia melihat ada

praktik-praktik korupsi di dalamnya. Kemudian Maryam, lahir karena

keprihatinannya terhadap diskriminasi yang dialami warga Ahmadiyah. Salah

52

Wawancara pribadi dengan Okky Madasari di Jakarta tanggal 20 Desember 2015 53

Wawancara pribadi dengan Okky Madasari di Jakarta tanggal 20 Desember 2015

Page 65: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

55

satunya dialami oleh sahabatnya sendiri yang harus gagal menikah karena pihak

calon suami menolak dirinya sebagai Ahmadi.54

Hal ini juga diperkuat oleh

kenyataan yang kerap ia dengar atau lihat bahwa kekerasan menjadi hal yang

selalu dilakukan kepada kelompok minoritas.55

Ia selalu ingin membela apa yang

diyakini benar, dan untuknya, harusnya setiap orang punya hak untuk meyakini

apa saja tanpa ada gangguan.

54

Wawancara pribadi dengan Okky Madasari di Jakarta tanggal 20 Desember 2015 55

Wawancara pribadi dengan Okky Madasari di Jakarta tanggal 20 Desember 2015

Page 66: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

56

BAB IV

HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Pada bab ini peneliti akan memaparkan hasil penelitian dalam novel

Maryam dengan menggunakan analisis wacana model Sara Mills, yang

terdiri dari analisa mengenai posisi subjek-objek dan posisi pembaca.

Kemudian peneliti juga akan menguraikan gerakan perlawanan

perempuan melalui karya sastra yang ditinjau menggunakan teori

feminisme secara umum dan teori feminisme menurut Helene Cixous

secara khusus.

Novel Maryam merupakan karya ketiga dari novelis Okky

Madasari. Novel Maryam ditulis untuk menyoroti ketidakadilan yang

dialami kelompok minoritas di Indonesia. Kelompok minoritas diwakili

oleh kelompok Ahmadiyah yang harus terusir dari rumah mereka karena

anggapan sesat. Berlatar di sebuah desa kecil di Lombok, penulis novel

menulis kisah ini berdasar riset selama enam bulan.53

Atas keberaniannya

menulis tema sensitif, novel Maryam mendapat penghargaan

Khatulistiwa Literary Award (KLA) tahun 2012.

Novel yang menjadikan perempuan sebagai tokoh utama tentunya

memiliki gambaran tentang perempuan dengan kecenderungan yang

berbeda-beda. Dalam novel, perempuan bisa ditampilkan dengan citra

baik atau buruk, tergantung kemana penulis ingin mengarahkannya.

53

Wawancara pribadi dengan Okky Madasari di Jakarta tanggal 20 Desember 2015

Page 67: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

57

Namun akan selalu ada pengaruh dari latar belakang kehidupan penulis

terhadap hasil cerita dan tampilan perempuan didalamnya.

Bagaimana perempuan ditampilkan dalam rangkaian kalimat-

kalimat merupakan titik utama dari penelitian ini. Dalam Maryam

semuanya tercermin dari pemilihan kata yang tertuang menjadi kalimat

yang kemudian disimpulkan oleh peneliti, ternyata terdapat perlawanan

perempuan atas tata nilai masyarakat, hegemoni masyarakat patriarki dan

diskriminasi agama yang berusaha disampaikan oleh penulis melalui

novel ini. Untuk membongkar bagaimana gerakan perlawanan perempuan

digambarkan dalam novel Maryam, maka peneliti menggunakan analisis

wacana Sara Mills yang mengkaji bagaimana perempuan ditampilkan

dalam teks.

A. Temuan Data

Model analisis wacana yang dikemukakan oleh Sara Mills ini

memiliki dua konsep dalam analisisnya. Konsep yang pertama yang ingin

dilihat adalah mengenai posisi-posisi aktor yang ditampilkan dalam

sebuah teks. Posisi yang dimaksud adalah posisi subjek dan objek, siapa

yang menjadi pencerita (subjek) dan siapa yang diceritakan (objek).

Kemudian posisi pembaca, bagaimana penulis memosisikan subjek-objek

dan bagaimana penulis menyampaikan ideologi atau agenda besar yang

ingin disampaikan pada pembaca. Dalam posisi ini juga dapat dilihat

kemana pembaca mengidentifikasi dirinya.

Page 68: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

58

1. Posisi Subjek

Subjek dalam novel ini adalah Maryam, perempuan yang lahir

dalam lingkungan Ahmadiyah di Lombok. Maryam ditampilkan

sebagai perempuan yang cantik dan cerdas, seperti kalimat berikut:

“... Maryam memiliki kecantikan khas perempuan dari daerah

timur, kulit sawo matang yang bersih dan segar. Mata bulat dan

tajam, alis tebal dan bibir agak tebal kemerahan. Rambutnya yang

lurus dan hitam sejak kecil selalu dibiarkan panjang melebihi

punggung dan lebih sering dibiarkan tergerai. Di luar segala

kelebihan fisiknya, Maryam gadis yang cerdas dan ramah.” (hal.24)

Selain kecantikannya, penulis juga menggambarkan Maryam

sebagai sosok yang berhasil dalam karir, dibuktikan dalam

penggalan kalimat berikut:

“Dua puluh empat tahun usia Maryam saat itu. Baru pindah ke

Jakarta setelah tamat kuliah di Surabaya. Baru menikmati punya

penghasilan sendiri, yang jumlahnya paling besar dibanding teman-

teman kuliah seangkatan, dua juta rupiah” (h.16)

“... punya penghasilan sendiri membuat Maryam jauh lebih

percaya diri” (h.16)

Novel ini dimulai dengan kesedihan Maryam saat pulang ke

kampung halamannya: Gerupuk, sebuah desa kecil pinggir pantai di

Lombok setelah beberapa tahun pergi meninggalkan keluarganya

untuk menikah tanpa restu kemudian bercerai dengan Alam, laki-

laki pilihannya. Ia pulang untuk menemui keluarganya dan

meminta maaf atas semua yang terjadi. Namun, Maryam terkejut

saat tahu bahwa keluarganya telah diusir dari rumah, tanah dan

kampung halamannya sendiri. Kemudian, pada pertengahan cerita

Maryam menjadi sosok yang kuat, ditunjukkan dengan

perlawanannya terhadap diskriminasi yang dialami kelompok

Page 69: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

59

Ahmadiyah, dan diakhiri dengan desakan Maryam meminta

kejelasan nasib warga Ahmadi pada pemerintah Lombok.

Temuan data pada posisi subjek terbagi menjadi tiga bagian,

yakni posisi subjek dalam perlawanan terhadap tata nilai keluarga,

hegemoni masyarakat patiarki dan diskriminasi agama.

a. Subjek dalam Perlawanan Terhadap Tata Nilai Keluarga

Novel ini dimulai dengan kesedihan Maryam saat pulang ke

kampung halamannya: Gerupuk, sebuah desa kecil pinggir pantai di

Lombok setelah beberapa tahun pergi meninggalkan keluarganya

untuk menikah tanpa restu kemudian bercerai dengan Alam, laki-

laki pilihannya. Maryam yang merasa sudah cukup dewasa untuk

menentukan pilihannya sendiri tanpa harus dibayang-bayangi

aturan-aturan baku keluarganya menjadi buat terhadap nasihat

orangtuanya. Maryam yang lantas kesal keputusannya ditentang,

nekad untuk tetap menikah dengan Alam (laki-laki bukan Ahmadi)

dan yakin akan bahagia bersamanya.

“Maryam marah. Ia sudah sangat bosan. Sudah terlalu lama

bersabar. Bertahun-tahun ia selalu berusaha menuruti apa yang

selalu dikatakan orangtuanya – berpacaran dan menikah dengan

orang dalam, orang yang sama dengan mereka … ” (h.17)

Namun sayangnya, keputusan Maryam menikah tanpa restu

membuat kehidupan pernikahannya tidak berjalan baik. Maryam

selalu menerima kekerasan psikologis dari mertuanya yang tidak

bisa menerimanya sebagai menantu karena keyakinan Maryam.

Kesedihan makin bertambah kala Maryam harus mengalami

Page 70: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

60

perceraian, hal yang sejak awal sangat ditakutkan orangtua Maryam.

Ia sangat terpukul dengan kehidupan rumah tangganya kemudian

memutuskan untuk pulang dan minta maaf pada orangtuanya.

Setelah banyak kejadian yang menimpa Maryam dipertengahan

cerita Maryam dijodohkan untuk menikah lagi dengan laki-laki

Ahmadi pilihan ibunya dengan restu semua keluarga. Maryam yang

merasa bersalah atas pernikahan pertamanya menerima perjodohan

tersebut. Sedikit demi sedikit kebahagiaan menghampiri kehidupan

rumah tangga keduanya. Maryam hamil dan lahirlah seorang anak

perempuan yang ia beri Mandalika, nama dari Lombok, bukan nama

Arab yang biasa disematkan pada bayi-bayi di keluarganya. Maryam

merasa ini adalah langkah awal untuk menjauhkan anaknya dari

kesedihan yang kerap dialami kelompok Ahmadi.

Namun keputusannya memberi nama anak tersebut, ditentang

oleh keluarganya. Sebab dalam riwayat keluarganya, anak-anak

yang lahir selalu diberi nama Arab. Maryan dan keluarganya sempat

bersitegang, tapi Maryam tetap teguh dengan pendiriannya. Maryam

merasa bebas menamakan anaknya dengan nama apa saja.

“...‟Biarlah anak ini jauh dari agama tapi dekat dengan

kebaikan.‟” (h.241)

b. Subjek dalam Perlawanan Terhadap Hegemoni Masyarakat

Patriarki

Selain ketegasannya dalam memperjuangkan hak kelompok,

Maryam juga digambarkan sebagai perempuan dalam masyarakat

Page 71: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

61

patriarki. Ia dibuat mampu mendobrak budaya patriarki melalui

tindakan-tindakan yang berani melawan dominasi masyarakat

patriarki yang cenderung mudah mendiskriminasi. Hal tersebut

dikisahkan dalam penggalan cerita tentang kehidupan rumah tangga

Maryam dengan Alam.

Ibu Alam tidak menyukai Maryam dan kehidupan rumah

tangganya setelah mengetahui bahwa puternya menikahi gadis

Ahmadiyah. Ibu Alam yang sinis pada Maryam selalu ikut campur

pada urusan rumah tangganya. Bahkan Ibu Alam terus mendesaknya

untuk segera memiliki anak tanpa peduli pada keadaan Maryam dan

konsep kehidupan pernikahan yang ingin mereka bangun. Maryam

menganggap ini sebagai bentuk upaya mertuanya untuk

memisahkannya dari Alam.

“usikkan-usikkan kembali datang, saat ibu Alam mulai banyak

bertanya tentang kehamilan. “sudah terlambat belum?‟ tanya-nya

setiap bertemu Maryam. Maryam hanya menggeleng sambil

tersenyum atau menjawab singkat, “belum, Bu” (h.115)

“Tapi pertanyaan-pertanyaan ibu Alam hadir seperti tuduhan.

Setiap hari ia merasa dikejar-kejar ...” (h.117)

Namun, ibu mertua Maryam tidak mau mendengar alasan

semacam itu dengan terus mendesak, bahkan menuding bahwa

keadaannya yang belum juga hamil karena dirinya adalah seorang

Ahmadi yang sesat. Maryam geram dengan ibu Alam yang selalu

mengaitkan segala hal tentang dirinya dengan keyakinannya

sebagai Ahmadi yang sesat.

Page 72: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

62

„Apa salahnya kalau memang kita belum punya anak? ...‟

(h.124)

“Dia bilang “sesat”! Apa lagi maksudnya kalau bukan aku?!”

(h.123)

„Aku capek. Aku bosan disalahkan terus. Kenapa semua hal

gara-gara aku? Kenapa semuanya karena dulu aku Ahmadi?‟ (h.123)

Desakan demi desakan ibu Alam membuat Maryam muak dan

kesal yang akhirnya membuatnya memutuskan untuk hamil. Tapi

bukan untuk Alam apalagi ibu mertuanya. Maryam ingin hamil

untuk harga dirinya.

“… Harga diri dan egonya tertantang. Sekarang ia ingin segera

punya anak. Hanya supaya bisa memberikan bukti pada ibu Alam”

(h.117)

Namun setelah sekian lama mencoba pun, ia tak kunjung hamil.

Maryam yang lelah dengan tudingan-tudingan keluarga suaminya

yang selalu mengaitkan kesedihan dalam rumah tangganya adalah

akibat dari keyakinannya yang dicap sesat, memutuskan untuk

bercerai.

“ Maryam pun mengikuti apa kata pikirannya. Tak ada lagi yang

bisa diharapkan dari Alam. Tak ada seorang pun yang bisa

membuatnya bahagia selain dirinya sendiri. Maryam datang ke

pengadilan. Mengikuti semua aturan yang ada. Sampai kemudian ia

mendapat selembar surat kebebasan” (h.128)

c. Subjek dalam Perlawanan Terhadap Diskriminasi Agama

Sejak awal cerita novel, Maryam sudah ditampilkan sebagai

pejuang hak kelompoknya. Meski sedih dengan pengusiran yang

menimpa keluarga dan saudaranya sesama Ahmadiyah, Maryam

tetap ikhlas dan mencoba bahagia dengan segalanya, terutama

Page 73: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

63

dengan kehidupan barunya dengan Umar. Diceritakan dalam satu

waktu, dalam perjalanan bisnis bersama suaminya, Maryam

bertemu dengan Nur, teman masa kecilnya di kampungnya dulu.

Nur yang senang dengan pertemuan itu mengajak Maryam

berkunjung ke rumahnya.

Berita kedatangan Maryam yang cepat menyebar, membuat

warga Gerupuk berbondong-bondong datang untuk mengusir

Maryam.

“Kampung ini sudah tenang sekarang. Semua rukun, semuanya

damai. Saya minta tolong, jangan lagi diganggu-ganggu” (h.207)

“Mereka yang sesat tak boleh lagi berada di kampung ini”

(h.208)

“Siapa yang tidak tahu kalian orang Ahmadiyah?” (h.208)

“Saudara-saudara, apa yang harus kita lakukan pada orang-orang

sesat yang sudah menghina nabi dan agama kita?” (h.209)

Maryam yang kesal dengan perlakuan kasar mereka pun

akhirnya meradang dan melawan cercaan mereka.

„Siapa yang sesat?‟ Nada bicara Maryam tidak lagi menyerupai

pertanyaan, tapi bentakan. (h. 208)

„Bagaimana kalian semua tahu kami mengingkari agama kami?‟

Maryam makin tak memperhatikan kesopanan. Ia sengaja menyebut

dua orang itu dengan “kalian” untuk menunjukkan kemarahan.” (h.

208)

“Maryam makin meradang. „Pak Haji, siapa yang perlu

bertobat? Saya dan keluarga saya atau orang-orang yang sudah

mengusir kami dari rumah kami sendiri?‟” (h.208)

“Maryam bangkit dari duduk. Setengah berteriak dia berkata,

„Saya masih punya hak di kampung ini. Rumah itu masih milik

kami. Saya akan lapor ke polisi. Ke pengadilan. Semua yang

mengusir kami haru mendapat hukuman!‟” (h.209)

Page 74: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

64

.... Muka Maryam merah padam. Matanya berkaca-kaca. Sambil

keluar ia berteriak-teriak.

“Kalian semua bukan manusia!”

“Yang sesat itu kalian, bukan kami!”

“Rumah itu milik kami. Kalian semua perampok!” (h.211)

Dalam novel, Maryam juga digambarkan sebagai sosok yang

mudah marah sekaligus paling keras memperjuangkan nasib

kelompok Ahmadi yang diperlakukan semena-mena hingga harus

mengungsi di sebuah gedung bertahun-tahun. Hal ini ditunjukkan

saat Maryam berani mempertanyakan kelanjutan hidup kelompok

Ahmadi pada pemerintah Lombok.

“... Maryam tak sabar. Ia tak bisa lagi menahan diri pura-pura

mendengarkan sambil terus mengangguk-angguk dan sesekali

tersenyum. „Maaf, Pak Gub, jadi bagaimana nasib kami yang di

Transito ini? Kapan bisa kembali ke rumah kami?‟ (h.248)

“‟ Tapi itu rumah kami, Pak. Bukankah kita punya hukum?

Siapa yang menganggu dan siapa yang diganggu?‟ Maryam balik

bertanya.” (h.248-249)

“‟ Jadi hanya karena mereka banyak, lalu kami yang harus

mengalah?‟ tanya Maryam.” (h.249)

2. Posisi Objek

Dalam novel Maryam, posisi objek yang merupakan hasil definisi

subjek yang menggambarkannya dalam perspektifnya sendiri itu dapat

dilihat dari alur cerita dan potongan kalimat percakapan di dalamnya,

yakni kelompok Ahmadi dan kelompok non-Ahmadi, dengan

penggambarannya sebagai berikut

Page 75: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

65

a. Kelompok Ahmadiyah

Maryam sebagai subjek pencerita menggambarkan keluarga dan

warga Ahmadi kerap diperlakukan tidak adil, seperti pengusiran

dan diskriminasi, diceritakan hal pertama kali yang dialami

keluarganya adalah soal Fatimah, adik Maryam selalu mendapat

nilai buruk pada kolom pelajaran agama di raport karena

keyakinannya sebagai Ahmadi, ia juga harus berhenti sekolah

beberapa saat untuk meghindari pertikaian dan keluarga Maryam

harus mengungsi di sebuah masjid selama setahun tanpa harapan

rumah mereka akan kembali.

„‟Kita semua tak terima. Tapi apa gunanya sekarang? Yang

penting bagaimana kita kedepannya bisa hidup lebih baik. Lebih

aman..” (h.170)

„Namanya juga cobaan. Bagian dari ujian iman, Maryam. Juga

bukti bahwa kita benar...‟ (h.171)

„Bukankah kita sudah biasa diuji? Banyaknya ujian

menunjukkan apa yang kita imani memang benar.” (h.222)

b. Kelompok Non-Ahmadiyah

Kelompok non-Ahmadi digambarkan sebagai masyarakat yang

mudah menghakimi, melakukan ketidakadilan dan diskriminasi pada

kelompok Ahmadi. Seperti pengusiran besar-besaran disertai

kekerasan oleh kelompok non-Ahmadi kepada komplek rumah

kelompok Ahmadi yang telah mereka beli dan mereka huni setelah

pengusiran dari kampung mereka masing-masing. Seperti penggalan

cerita yang mengisahkan saat kelompok Ahmadi sedang melakukan

syukuran empat bulan kehamilan Maryam, terdengar pengajian dari

Page 76: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

66

masjid terdekat yang sedang berbicara tentang aliran sesat dan

Ahmadiyah disebut berkali-kali.

Orang-orang yang menghadiri syukuran kehamilan Maryam

mulai resah. Suara dari masjid itu makin merisaukan.

”Usir orang Ahmadiyah dari Gegerung. Kalau masyarakat disini

tidak mampu mengusir, saya akan mendatangkan masyarakat dari

tempat lain untuk mengusir mereka... Darah Ahmadiyah itu halal!”

(h.223)

“Usir! Usir!” teriakan mereka dibarengi dengan bunyi “brak”

dan “klontang”. Mereka melempar sesuatu ke rumah yang dilewati.

(h.224)

Batu-batu dilempar begitu saja. Ada beberapa orang (Ahmadi)

yang kena. Berteriak kesakitan. Beberapa berdarah. Semakin banyak

batu. Kali ini dengan lemparan lebih kuat. Mengenai genteng dan

jendela. Ada yang hanya memantul, ada yang bisa masuk dan

mengenai orang-orang yang ada di dalam.... teriakan kesakitan,

tangisan, serta teriakan untuk terus bertahan dan menyerang

bercampur baur. (h.229)

“Pergi! Atau kami bakar hidup-hidup sekarang!” (h.239)

Selain itu, kelompok non-Ahmadi yang juga bagian dari

masyarakat patriarki digambarkan sebagai pihak yang egois, mudah

terprovokasi dan mudah marah. Mereka muncul dengan gambaran

kasar, selalu kasar dan memandang remeh perempuan. Seperti yang

juga dialami Maryam dalam kehidupan rumah tangganya yang

selalu dicampuri ibu mertuanya yang selalu mengatur dan tidak

membiarkan Maryam mandiri mengambil keputusan bersama

suaminya. Dalam Maryam, penggambaran kelompok Ahmadi dibuat

sebaliknya. Kelompok Ahmadi ditampilkan sebagai pihak yang

sabar, tenang, selalu berserah pada Allah dan ikhlas atas segala

bentuk diskriminasi yang dialami.

Page 77: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

67

3. Posisi Pembaca

Dalam analisis wacana kritis Sara Mills, teks dianggap sebagai

hasil negosiasi antara penulis dan pembaca. Pembaca ditempatkan

bukan hanya sebagai pihak yang menerima teks, tetapi juga pihak

yang ikut melakukan transaksi sebagaimana akan terlihat dalam

teks. Penempatan posisi pembaca ini biasanya dihubungkan dengan

bagaimana penyapaan atau penyebutan dilakukan dalam sebuah

teks. Dalam Maryam,cerita dikisahkan dengan sudut pandang

orang ketiga tahu segalanya yang menceritakan kisah hidup

Maryam. Maka, pembaca akan mengidentifikasi atau

mensejajarkan dirinya dengan Maryam yang adalah karakter utama

dalam teks.

Penggambaran karakter tokoh Maryam yang meski mendapat

banyak perlakuan diskriminatif tetap kuat dan tegar, secara tidak

sadar menempatkan pembaca pada karakter Maryam dan turut

merasakan kesedihan-kesedihan yang dialaminya. Dengan

pengisahan tokoh Maryam ini juga, pembaca diajak untuk

menyelami kesedihan-kesedihan yang ia alami. Cara pengisahan

tersebut membuat pembaca turut merasakan naik-turunnya emosi

Maryam mengahadapi segalanya.

Kesulitan Maryam hidup di negeri yang menjunjung keragaman

ini mengusik rasa perikemanusiaan, yang oleh penulis ditunjukkan

dengan menampilkan berbagai peristiwa yang menimpa kelompok

Ahmadi ini akan membuat pembaca kembali berpikir untuk tidak

Page 78: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

68

mudah marah dan terprovokasi pada sesuatu (misalnya keyakinan

beragama) yang tidak benar-benar pembaca ketahui. Penggambaran

kesedihan Maryam dengan menampilkan perasaan bahwa dirinya

merasa sangat dibatasi untuk meyakini keyakinan yang tidak

mainstream dalam masyarakat, membuat khalayak seakan diajak

untuk lebih bersimpati dengan merasakan pengusiran dan

diskriminasi yang dialami Maryam sebagai perempuan dan

sebagai bagian dari kelompok Ahmadiyah.

Dalam Maryam, penulis mengajak pembaca untuk merasakan

pengusiran dan diskriminasi yang dirasakan oleh kelompok

Ahmadiyah. Bahkan dalam penggalan novel yang mengisahkan

kejadian di rumah Nur dengan lontaran pertanyaan Maryam sebagai

berikut

„Siapa yang sesat?‟ nada bicara Maryam tidak lagi menyerupai

pertanyaan, tapi bentakan. (h.208)

„Bagaimana kalian semua tahu kami mengingkari agama kami?‟

Maryam makin tak memperhatikan kesopanan. Ia sengaja menyebut

dua orang itu dengan “kalian” untuk menunjukkan kemarahan.” (h.

208)

“Maryam makin meradang. „Pak Haji, siapa yang perlu

bertobat? Saya dan keluarga saya atau orang-orang yang sudah

mengusir kami dari rumah kami sendiri?‟” (h.208)

Membuat pembaca merefleksikan pertanyaan-pertanyaan

tersebut kepada dirinya sendiri. Penulis mengajak pembaca untuk

turut menanyakan hal serupa kepada diri sendiri. Pertanyan-

pertanyaan keras Maryam adalah bentuk kekesalan yang ia rasakan

Page 79: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

69

selama ini. Bahkan dirinya berani mengancam mereka untuk tidak

terus menyebut kata „haram‟ untuk keyakinannya.

Dengan alur cerita campuran dan pola bercerita semacam ini,

penulis seakan-akan mengarahkan pembaca untuk mendukung

Maryam. Ia membuat alur cerita dimana pembaca akan ikut

merasakan emosi Maryam yang sedih atas nasib kelompoknya Hal

tersebut dibuktikan dengan memunculkan tokoh Maryam yang

secara kuat menampilkan jalan cerita dalam novel. Penceritaan dan

penyuaraan hak-hak kelompok minoritas yang kuat ditunjukkan oleh

penulis melalui sosok Maryam yang menjadi subjek penceritaan

yang mendominasi dalam novel Maryam.

B. Interpretasi Penelitian Novel Maryam

Maryam merupakan novel yang menyoroti penderitaan yang dialami

kelompok minoritas, yakni kelompok Ahmadiyah. Penderitaan berupa

diskriminasi dan pengusiran. Jika selama ini kita disajikan berita-berita

pengusiran kelompok Ahmadiyah dalam perspektif kelompok mayoritas, novel

ini justru hadir sebagai penyeimbang. Novel Maryam hadir sebagai novel yang

mengisahkan tentang apa-apa yang dirasakan kelompok Ahmadiyah saat

didiskriminasi, bahkan diusir dari tanah mereka sendiri, karena kata “sesat”

yang disematkan pada kelompok mereka sudah terlanjur mengakar pada benak

sebagian masyarakat.

Kisah kejadian-kejadian yang dialami kelompok Ahmadiyah diwakili oleh

Maryam sebagai tokoh utama. Maryam digambarkan sebagai perempuan yang

Page 80: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

70

mandiri dan dibuat mampu memperjuangkan keadilan bagi kelompoknya.

Meski kesadaran Maryam memperjuangkan keadilan bagi kelompoknya

muncul justru setelah Maryam berjarak dari keyakinannya. Novel Maryam

ditulis berdasarkan riset selama enam bulan di Lombok,54

salah satu kota

dimana kelompok Ahmadiyah terusir dan harus tinggal di sebuah tempat

pengungsian selama bertahun-tahun.

Berangkat dari hal tersebut, penulis merasa perlu untuk membentuk

kembali pandangan masyarakat soal kebebasan memeluk agama dan tidak

mudah memberi label sesat pada sebuah kelompok keyakinan minoritas.

Terlepas dari cerita tentang kelompok Ahmadiyah, gerakan perlawanan yang

dilakukan oleh perempuan dalam novel Maryam merupakan inti dari penelitian

ini. Peneliti menemukan adanya beberapa bentuk perlawanan yang ditampilkan

dalam novel yang akan dibahas dengan kacamata analisis wacana kritis Sara

Mills. Berikut bentuk perlawanan yang didapat oleh peneliti:

1. Perlawanan Terhadap Tata Nilai Keluarga

Gerakan perlawanan perempuan terlihat dari kalimat-kalimat

yang dilontarkan dan tindakan Maryam yang diceritakan dalam

novel. Dalam novel, Maryam diceritakan lahir dan besar dalam

keluarga Ahmadi yang taat. Hal ini didukung oleh penggambaran

Maryam dan keluarganya yang rutin menghadiri dan berpartisipasi

dalam setiap kegiatan kelompok Ahmadi di Lombok.

Tata nilai keluarga yang acap kali sangat kental dengan nuansa

patriarki, membuat ruang gerak perempuan di berbagai sektor sangat

54

Wawancara pribadi dengan Okky Madasari di Jakarta tanggal 20 Desember 2015

Page 81: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

71

terbatas. Dalam novel ini, dijelaskan bahwa Maryam menolak tata

nilai keluarganya yang mengatur perempuan Ahmadi harus menikah

dengan laki-laki Ahmadi juga. Sebab Maryam jatuh cinta dengan

pria diluar Ahmadi dan yakin untuk hidup bersamanya.

Kata “sesat” yang telah disematkan untuk kelompok Ahmadiyah

membuat orangtua Maryam takut anaknya kecewa dengan

pernikahannya kelak jika menikah dengan laki-laki yang bukan

Ahmadi. Namun cinta membutakan Maryam dari nasihat

orangtuanya. Ia merasa sudah cukup dewasa untuk menentukan

pilihannya sendiri tanpa harus dibayang-bayangi aturan-aturan baku

keluarganya. Maryam yang kesal keputusannya ditentang, nekad

untuk tetap menikah dengan Alam (laki-laki bukan Ahmadi) dan

yakin akan bahagia bersamanya.

Hal ini juga sejalan dengan ajaran Islam yang menyatakan

bahwa jika dalam kebaikan, sebaiknya seseorang menuruti anjuran

dari orangtuanya. Seperti yang tercantum dalam Al- Isra ayat 23:

إااي وب ه ٲ۞وقضى زبل ألا تعبدوا إلا ىد ا ىى ىا إما إحس

أحدهما أو ملهما فل تقو ىاهما أف ىنبس ٱبيغها عىدك

ا ول تىهسهما وقو ىاهما قىلا مسما

Artinya: “Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu jangan

menyembah selain-Nya dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu

bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara

keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam

pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan

kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak

mereka perkataan yang mulia.” (Q.S Al-Isra: 23)

Page 82: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

72

Ayat tersebut berbicara tentang perintah untuk berbakti kepada

orangtua yang jelas mengatakan, jika dalam hal kebaikan, sebaiknya

seseorang menuruti anjuran orangtuanya, bahkan dikatakan dalam

ayat tersebut jangan sampai seseorang mengucap kata “ah” pada

orangtua. Sebab tidak ada orangtua menginginkan hal buruk terjadi

pada anaknya.

Bersamaan dengan itu, sebagai penulis perempuan, dengan

menampilkan penolakan Maryam terhadap aturan keluarganya ini

justru akan memperburuk citra perempuan sebagai pihak yang keras

kepala dan gegabah dalam memilih keputusan, yang dibuktikan oleh

penyesalan Maryam atas pilihannya (yang tidak mendengar nasihat

orangtua) yang berujung pada perceraian.

Meski Maryam akhirnya mengakhiri perseteruan dengan

menyetujui pernikahan keduanya dengan lelaki Ahmadi pilihan

orangtuanya, tidak serta merta membuat citra Maryam membaik.

Karena persetujuan Maryam yang hambar membuat Maryam

(sebagai perempuan) hanya pasrah pada keputusan orangtuanya, dan

hal ini tidak sejalan dengan teori feminisme yang menyatakan

keputusan dalam hidup (yang kemudian akan dijalani) oleh seorang

perempuan harus berdasar pada keinginannya juga.

Kemudian, Maryam yang akhirnya hamil dalam pernikahan

keduanya, bertekad untuk tidak memberi nama anaknya dengan

nama Arab, melainkan dengan nama dari Lombok. Bagi Maryam ini

adalah langkah awal menjauhkan anaknya dari kesedihan yang

Page 83: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

73

dialami kelompok Ahmadi, meski harus bersitegang dengan

keluarga sebelumnya

“...‟Biarlah anak ini jauh dari agama tapi dekat dengan

kebaikan.‟” (h.241)

Kalimat tersebut menunjukkan kekecewaan Maryam pada apa-

apa yang terjadi pada kelompok Ahmadi. Kekecewaan itu pula yang

dirasakan oleh penulis dan menggerakannya untuk menulis kisah

tentang Ahmadiyah.

”… kita juga tau berita-berita tentang Ahmadiyah, dimana

kekerasan menjadi hal yang selalu dilakukan. Nah, sebetulnya

disitu. Dititik itu sebenarnya, aku merasa harus menulis cerita

tentang Ahmadiyah ini …”55

2. Perlawanan Terhadap Hegemoni Masyarakat Patriarki

Budaya patriarki yang berkembang di masyarakat membuat

perempuan tanpa sadar terjebak pada konsep yang membuatnya

selalu dituntut untuk melakukan banyak hal terlepas dari

keinginannya. Dalam sebuah riwayat, Engels menjelaskan bahwa

patriarki dimulai ketika manusia mulai mengenal kepemilikan

pribadi.

Pandangan Engels berikutnya yang sejalan dengan pandangan

Cixous mengakui bahwa perempuan mulai tersingkir dengan

munculnya kepemilikan pribadi. Setelah itu, nasib perempuan

selama berabad-abad dikaitkan dengan kepemilikan pribadi.56

55

Wawancara pribadi dengan Okky Madasari di Jakarta tanggal 20 Desember 2015 56

Arif Budiman, Pembagian Kerja Secara Seksual (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1981), h. 121-122

Page 84: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

74

Kemudian laki-laki menganggap dirinya sebagai diri dan perempuan

sebagai liyan.

Jika budaya patriarki menempatkan perempuan sebagai liyan

yang cenderung lemah. Maka penulis novel membantahnya dengan

pemilihan perempuan sebagai tokoh utama yang ditampilkan

sebagai sosok yang berani, mandiri, berpendidikan dan berpikiran

modern. Ini sesuai dengan bagian konsep besar feminisme, yang

juga dipertegas oleh penulis sebagai berikut

“ … Buatku, Feminisme adalah tentang keadilan kemanusiaan,

tak peduli dia laki-laki atau perempuan. Karena keduanya punya hak

yang sama.”57

Melaui Maryam, sangat jelas bahwa penulis novel ingin

mengajak masyarakat (yang diwakili oleh pembaca) untuk berpikir

kembali tentang kesetaraan antara perempuan dan laki-laki.

Ditegaskan pula pada pernyatannya yang dilontarkan penulis novel

seperti ini

”... Sayangnya interpretasi yang dominan tidak membuat laki-

laki dan perempuan sama. Interpretasi mainstream (aku selalu

menggunakan kata mainstream), karena yang paling banyak diikuti

dan seringkali keliru, seringkali menyudutkan sebuah kelompok,

atau perempuan, dan ironisnya dirayakan dan perempuan juga

meng-iyakan… 58

Meski begitu, dalam penerapannya penulis novel tidak konsisten

menggambarkan sosok Maryam sebagai pelaku perlawanan dan

cerminan seorang feminis. Pada satu sisi Maryam memang

digambarkan sebagai perempuan mandiri dan mapan financial di

usia muda yang diperkuat dengan penggambaran karakter Maryam

57

Wawancara pribadi dengan Okky Madasari di Jakarta tanggal 20 Desember 2015 58

Wawancara pribadi dengan Okky Madasari di Jakarta tanggal 20 Desember 2015

Page 85: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

75

yang demikian sebagai hasil dari pilihannya yang setamat SMA

memilih untuk meneruskan sekolah hingga jenjang sarjana ketika

teman-teman sebayanya di kampung memilih bekerja atau menikah.

Selain keberhasilan dalam karir, Maryam juga digambarkan sebagai

perempuan yang cantik.

“... lagi pula, tak ada alasan bagi laki-laki untuk tidak menyukai

Maryam. Maryam memiliki kecantikan khas perempuan dari daerah

timur, kulit sawo matang yang bersih dan segar. Mata bulat dan

tajam, alis tebal dan bibir agak tebal kemerahan. Rambutnya yang

lurus dan hitam sejak kecil selalu dibiarkan panjang melebihi

punggung dan lebih sering dibiarkan tergerai… ” (h.24)

Dalam mendefiniskan kecantikan, penulis masih cenderung

menggunakan perspektif mainstream dalam masyarakat. Karena jika

merunut pada pendapat para feminis. Cantik itu tidak bisa hanya

ditafsirkan dalam satu bentuk fisik. Meski penulis menuliskan

keterangan sifat Maryam yang cerdas dan ramah, namun tidak

sejajar dengan ciri-ciri dalam tubuh Maryam yang digambarkan

penulis.

Kemudian, pada sisi lainnya, Maryam digambarkan sebagai

perempuan Ahmadi yang lemah dan cenderung dibuat kasar dan

tidak mampu mengontrol emosi saat keyakinannya diragukan,

dihujat bahkan dijadikan alasan diskriminasi yang dialami

kelompoknya. Salah satunya seperti diskriminasi yang ia alami

dalam kehidupan rumah tangganya.

Maryam menyadari bahwa memiliki anak adalah bentuk

kebahagiaan terbesar dalam menjalani pernikahan. Namun, bukan

Page 86: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

76

berarti memiliki anak setelah menikah adalah satu-satunya sumber

kebahagiaan. Tiap pasangan bisa merencanakan apa-apa saja yang

ingin mereka lakukan pasca menikah dan masyarakat tidak bisa

mengukur kebahagiaan pasangan dari apakah mereka sudah

memiliki anak atau belum. Namun desakan mertuanya membuat

Maryam muak dan kesal yang akhirnya membuat memutuskan

untuk hamil. Bukan untuk Alam apalagi ibunya, tapi untuk harga

dirinya.

Keputusan Maryam ingin hamil untuk harga dirinya merupakan

bentuk dari perlawanannya terhadap hegemoni masyarakat patriarki

yang diwakili keluarga Alam. Pada budaya patriarki dimana

perempuan dibentuk untuk menjadi “pendamping” laki-laki,

memang membuat perempuan yang sudah menikah akan dituntut

untuk segera memiliki keturunan tanpa mau melihat bagaimana

konsep rumah tangga yang sebetulnya ingin mereka bangun

bersama pasangannya. Maryam selalu mengungkapkan bahwa

memiliki anak setelah menikah bukan satu-satunya sumber

kebahagiaan. Mereka masih bisa melakukan banyak hal sebelum

benar-benar siap memiliki keturunan.

Setelah itu, yang lebih parahnya lagi, desakan dan pertanyaan

tersebut ditambah dengan tuduhan dari mertuanya bahwa yang

menyebabkan Maryam belum juga hamil dan kesedihan yang terjadi

dalam rumah tangganya adalah Maryam yang pernah menjadi

bagian dari Ahmadi yang telah dicap sesat oleh sebagian besar

Page 87: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

77

masyarakat. Hal tersebut diperkuat oleh Alam yang ditampilkan

sebagai suami yang diam saja saat ibunya menuduh keyakinannya

sebagai sumber tiap masalah yang menimpa rumah tangga mereka.

Maryam yang sedih dan kesal akhirnya meyakinkan dirinya untuk

menempuh jalur perceraian sebagai bentuk perlawanannya pada

kehidupan rumah tangga yang membuatnya terus tertekan.

Dalam hal ini penulis justru cenderung memarjinalkan

perempuan dengan membuatnya tertekan. Dalam feminisme, hal

yang menimpa kehidupan pernikahan Maryam adalah salah satu

ketidakadilan gender dalam bentuk kekerasan psikologis yang

terjadi dalam rumah tangga.59

Konsep feminisme yang telah

dibangun penulis dan tercermin dalam diri Maryam, ternyata tidak

membuat kehidupan rumah tangga Maryam terhindar dari

ketidaksetaraan. Padahal, kesetaraan gender termasuk dalam Hak

Asasi Manusia (HAM) yang dalam perwujudannya sebaiknya

dimulai dari keluarga, sebab hal ini didukung oleh undang-undang

yang menyebutkan bahwa hukum mengakui adanya kesetaraan

gender dalam keluarga. 60

Dalam Islam juga disebutkan bahwa Allah memerintahkan umat

manusia untuk saling berbuat adil tanpa melihat jenis kelamin. Hal

tersebut tercantum dalam surat An-Nahl ayat 90, sebagai berikut

59

Sri Sundari Sasongko, Konsep dan Teori Gender, h. 10-11. 60

Liza Hadiz, Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru, (Jakarta: Pustaka LP3ES

Indonesia, 2004), h. 11-20.

Page 88: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

78

ٱ۞إنا ه ٱو ىعده ٲأمس ب للا حس ىقسبى ٱوإتاي ذي ل

ٱو ىمىنس ٱو ىفحشاء ٱوىهى عه ىعيانم ترماسون عظنم ىبغ

٠ Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil

dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah

melarang dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia

memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil

pelajaran.” (Q.S An-Nahl: 90)

Dalam ayat tersebut, Allah memerintahkan hamba-Nya, laki-laki

atau perempuan untuk berbuat adil dengan cara memilih jalan

tengah sebagai penyeimbang tanpa menguntungkan atau merugikan

salah satu pihak. Islam memandang laki-laki dan perempuan setara

di hadapan Allah. Maka dari itu, keadilan dalam Islam tidak pernah

memberatkan pihak laki-laki atau perempuan saja.

Konsep kesetaraan dan keadilan dalam novel Maryam nyatanya

terlihat samar. Masih terlihat adanya kesenjangan antara posisi laki-

laki dan perempuan dimana laki-laki digambarkan dengan posisi

lebih dihargai dibanding perempuan. Dalam beberapa penggalan

kisah, Maryam sebagai tokoh utama pun tidak lebih dihargai dari

tokoh laki-laki dalam novel.

3. Perlawanan Terhadap Diskriminasi Agama

Ahmadiyah merupakan gerakan keagamaan yang dipimpin

oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835 – 1908) di Qadian, Punjab, India.

Kini banyak literasi yang menyebutkan bahwa Ahmadiyah terbagi

menjadi dua aliran, yaitu Qadian dan Lahore. Kedua aliran tersebut

mempunyai perebedaan yang mendasar, walaupun sebetulnya sama-

Page 89: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

79

sama mengacu pada Mirza Ghulam Ahmad. Perbedaan mendasar itu

adalah pengakuan terhadap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi

Ahmadiyah bagi Qadian dan mujaddid bagi Ahmadiyah Lahore.61

Dalam konteks di Indonesia, Ahmadiyah sebagai organisasi

keagamaan dapat digolongkan dalam aliran pemikiran dan gerakan.

Ahmadiyah masuk ke Indonesia mulai abad ke-20 seiring dengan

mulai berkembangnya paham kebangsaan sejak perempat awal abad

ke-20. Ahmadiyah di Indonesia sampai saat ini masih tetap eksis

walaupun anggotanya tidak sebanyak NU atau Muhammadiyah.62

Namun eksistensi Ahmadiyah ini mendapat banyak kecaman dari

beberapa lembaga Islam dan kelompok masyarakat.

Maryam yang lahir sebagai Ahmadi, sudah merasa ada yang

berbeda dengan keyakinannya sejak kecil. Beribadah di masjid

sendiri, memiliki pengajian sendiri, bersilaturahmi dengan sesama

anggota Ahmadi. Awalnya Maryam tidak curiga, tapi lama

kelamaan, saat Maryam memasuki usia sekolah, ia mulai sering

mendengar kata “sesat” dibelakang kata “Ahmadiyah” dan

mendapat perlakuan buruk dari masyarakat sekitarnya.

Sebagai Ahmadi banyak kesulitan yang harus Maryam alami.

Diskriminasi, pengusiran, keraguan dan segala bentuk kekerasan

menjadi kenyataan yang harus dilalui. Meski pada akhirnya ia harus

berusaha menghadapi kebimbangannya menerima dirinya sebagai

61

Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2005)

h. 2-3 62

Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2005)

h.xi

Page 90: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

80

seorang Ahmadi. Kejadian demi kejadian tidak menyenangkan

bukan hanya diterimanya, tapi juga keluarganya dan warga Ahmadi

lainnya.

Dalam Maryam, penulis mengajak pembaca untuk merasakan

pengusiran dan diskriminasi yang dirasakan oleh kelompok

Ahmadiyah. Ia membuat alur cerita yang akan membawa pembaca

ikut merasakan emosi Maryam. Penulis juga menambahkan bahwa

ia memang dengan penuh kesadaran ingin menulis untuk

menumbuhkan kesadaran terhadap realita-realita yang beredar di

masyarakat dan seringkali keliru. Seperti pernyataan yang

dikemukakannya sebagai berikut

“…dari awal aku sudah dengan penuh kesadaran, aku ingin

menulis sesuatu yang memang membuat orang membuka mata

terhadap realita, bukan malah lupa.”63

Cerita mendetail seputar kejadian yang terjadi dan membuat

duka kelompok Ahmadi menjadi begitu dalam, membuat tiap

pembaca bertanya apakah penulis adalah bagian dari Ahmadi. Sebab

tiap kejadian yang dijelaskan dengan rinci tidak disertai dengan

penjelasan lebih dalam apa yang sebetulnya dilakukan kelompok

Ahmadi atau sedikit pengertian tentang Ahmadiyah yang akhirnya

membuat Ahmadi harus mendapat label sesat dan mendapat

perlakuan diskriminatif. Padahal, menurut Iskandar Zulkarnain

dalam bukunya “Gerakan Ahmadiyah di Indonesia” menyebutkan

63

Wawancara pribadi dengan Okky Madasari di Jakarta tanggal 20 Desember 2015

Page 91: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

81

bahwa Ahmadiyah sudah berdiri sejak tahun 1925 di Indonesia dan

telah mendapat pengakuan dari pemerintah.64

Dalam novel ini juga penulis membuat stereotype pada

kelompok mayoritas yang diwakili oleh warga dari kampung

Maryam dengan membuat mereka selalu berlaku kasar pada

kelompok Ahmadi. Hal ini akan memperkuat anggapan bahwa

kekerasan adalah hal yang wajar dilakukan jika berkaitan dengan

kasus agama.

Padahal, tidak dibenarkan perlakuan kasar tersebut atau

mengarahkan khalayak untuk memihak satu kelompok, terlepas dari

salah atau benar. Karena siapapun yang tinggal di negeri ini, bebas

memilih keyakinannya dan negara menjaminnya. Seperti yang

tertuang dalam Pasal 28E ayat 1 UUD 1945, yaitu

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut

agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,

memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah

negara dan meninggalkannta, serta berhak kembali.”

Lalu, diperkuat lagi oleh Pasal 28E ayat 2 UUD 1945 yang

menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini

kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat 1 UUD 1945 juga

diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia.

Selanjutnya Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 juga menyatakan bahwa

negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk

memeluk agama.

64

Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2005)

h. 291

Page 92: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

82

Kemudian yang tidak boleh dilupakan sama sekali adalah,

bahwa hak asasi tersebut bukannya tanpa batasan. Dalam pasal 28J

ayat 1 UUD 1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak

asasi orang lain. Pasal 28J ayat 2 UUD 1945 selanjutnya mengatur

bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-

pembatasan dalam undang-undang. Jadi hak asasi manusia tersebut

dalam pelaksanaannya harus tetap patuh pada batasan-batasan yang

diatur dalam undang-undang.

Perlakuan kasar dan mudahnya terprovokasi melakukan tindak

kekerasan karena adanya perbedaan ini bertentangan dengan ajaran

Islam yang tercantum dalam surat Al-Hujurat ayat 13 sebagai

berikut

أها ا وقبائو ىىااس ٱ نم شعىبا ه ذمس وأوثى وجعيى نم مإواا خيقى

إنا أمسمنم عىد ٱىتعازفىا ٱأتقىنم إنا للا عيم خبس للا

Artinya: Wahai manusia. Sungguh, Kami telah menciptakan kamu

dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami

jadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling

mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah

ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha

Mengetahui. (Q.S Al-Hujurat: 13)

Dalam ayat tersebut, Allah jelas mengatakan bahwa Allah

memang menciptakan manusia berbeda-beda. Bukan hanya beda

fisik, tapi juga pengalaman, pola pikir, lingkungan, sifat dan

sebagainya yang bertujuan agar manusia saling mengenal dan

melengkapi untuk menjalankan tugas Allah sebagai khalifah di

bumi. Allah selalu melihat isi hati manusia, bahkan disebutkan juga

Page 93: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

83

bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah manusia yang

bertakwa, bukan manusia yang hebat di dunia.

Dengan tidak dijelaskannya bagaimana Ahmadi bisa mendapat

label sesat. Lalu yang digambarkan justru kelompok mayoritas yang

terlihat seperti membenci kelompok Ahmadiyah tanpa alasan hingga

mengusir bahkan merusak dan menjarah rumah mereka. Hal ini

akan membuat pembaca tergiring pada pertanyaan besar seperti:

“Apakah Ahmadiyah betul-betul sesat?” “Kenapa kelompok

mayoritas terlihat sangat kasar?” “Siapa yang harus dicap sesat

sebetulnya?” yang kemudian akan membuat masyarakat

menyimpulkan tentang siapa yang sesat atau tidak dan akan

memihak salah satu kelompok.

Padahal, menurut pasal 2 ayat 2 UU Penodaan Agama, jelas

dituliskan bahwa kewenangan menyatakan suatu organisasi/aliran

kepercayaan yang melanggar larangan penyalahgunaan dan/atau

penodaan agama sebagai aliran terlarang ada pada Presiden, setelah

mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Jaksa Agung dan

Menteri Dalam Negeri, yang dalam praktiknya dibantu oleh Badan

Koordinasi Pengawasan Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem)

yang adalah tim koordinasi pengawasan kepercayaan yang dibentuk

berdasar Keputusan Jaksa Agung RI No.: KEP004/J.A/01/1994

Page 94: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

84

tanggal 15 Januari 1994 tentang pembentukan tim Koordinasi

Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM).65

Melalui Maryam, penulis berhasil membawa khalayak (diwakili oleh

pembaca) merasakan dinamika emosi Maryam. Dalam penerapannya, penulis

berpendapat bahwa sastra adalah salah satu langkah efektif untuk

mendekonstruksi pemahaman yang keliru dan sudah mengakar dalam

masyarakat. Seperti pernyataan penulis sebagai berikut

“… Aku merasa sastra (yang berarti dalam bentuk bacaan) salah satu

jalan yang efektif untuk menumbuhkan kesadaran tentang nilai-nilai di

masyarakat yang bisa jadi keliru. …”

Namun kepiawaiannya ini, sayangnya tidak membuat dirinya

menyuarakan perlawanan melalui tokoh cerita yang juga menjadikan menulis

sebagai bentuk perlawanannya terhadap ketidakadilan. Karena Helene Cixous

melalui karyanya “The Laugh of Medusa” mengatakan bahwa dengan menulis,

perempuan akan dapat mengubah dunia dan mengonstruksi kembali pandangan

masyarakat tentang perempuan.

65

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6556/ham-dan-kebebasan-beragama-

di-indonesia diakses pada tanggal 20 Januari pukul 18.26

Page 95: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

85

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisa peneliti mengenai gerakan perlawanan

perempuan dalam novel Maryam yang dilihat dari posisi subjek, objek dan

pembaca pada bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Posisi subjek atau pencerita yang digambarkan dalam novel Maryam

adalah Maryam yang juga berperan sebagai tokoh utama. Semua peristiwa

yang terjadi dalam novel adalah penggambaran dari keterangan pelaku

yang dalam hal ini adalah perempuan. Perempuan yang menjadi subjek ini

menceritakan kejadian-kejadian yang menimpa diri, keluarga dan

kelompoknya dari sudut pandangnya. Meski yang diceritakan tentang

bentuk diskriminasi yang dialami oleh kelompok Ahmadi, tetap

didalamnya terdapat kata-kata yang mengarahkan pada perjuangan seorang

perempuan menyuarakan hak-hak kelompoknya.

Sementara itu, posisi objek dalam novel Maryam adalah kelompok

Ahmadi dan kelompok non-Ahmadi. Karena menjadi objek yang

diceritakan Maryam, maka posisi mereka benar-benar tidak

menguntungkan. Mereka tidak dapat menampilkan dirinya sendiri,

sehingga yang terlihat dalam novel tersebut hanyalah penggambaran

mereka sebagai pihak yang mendiskriminasi dan terdiskriminasi dan

Page 96: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

86

penggambaran lainnya yang menyudutkan posisi mereka sebagai objek

yang diceritakan.

Untuk posisi pembaca, penulis cenderung mengarahkan kita untuk

merasakan apa yang dirasakan oleh kelompok Ahmadiyah melalui

perspektif Maryam yang juga bagian dari mereka. Karena selama ini, kita

lebih sering disuguhkan berita dalam perspektif kelompok mayoritas.

2. Bentuk perlawanan perempuan yang tertera dalam penelitian ini adalah

perlawanan terhadap tata nilai keluarga, perlawanan terhadap hegemoni

masyarakat patriarki dan perlawanan terhadap diskriminasi agama.

Gerakan perlawanan perempuan yang diceritakan dalam novel didominasi

oleh perlawanan terhadap hegemoni masyarakat patriarki yang menjadikan

perempuan mengalami ketidakadilan gender dan perlawanan terhadap

diskriminasi agama yang selalu menempatkan kelompok minoritas sebagai

pihak yang terdiskriminasi.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti, maka

peneliti ingin memberikan beberapa saran kepada penulis dan pembaca,

sebagai berikut

1. Kepada penulis novel Maryam, akan lebih baik jika penulis novel

terus melanjutkan menyuarakan hak perempuan dan kelompok

minoritas melalui karya sastra dengan penceritaan lebih lengkap

tentang apa yang membuat sebuah kelompok mendapat perlakuan

buruk dari kelompok lainnya, yang juga disertai dengan penjelasan

Page 97: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

87

lebih dalam dalam cerita atas asumsi yang beredar dalam

masyarakat.

2. Kepada pembaca, khususnya mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah,

ada baiknya penelitian ini dikembangkan agar lebih kritis dalam

menafsirkan informasi dan penelitian tentang perempuan dengan

menggunakan analisis wacana Sara Mills makin banyak agar dapat

dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Page 98: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

88

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Amalia, Euis Dkk. Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Kajian Wanita Syarif

Hidayatullah, 2003.

Ambary, Abdullah. Intisari Sastra Indonesia. Bandung: Djatmika, 1983.

Arivia, Gadis. Feminisme: Sebuah Kata Hati. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2006.

Budiman, Arif. Pembagian Kerja Secara Seksual. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1981.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka, 2002.

Dzuhayatin, Siti Ruhaini, Budhy Munawar Rachman, dkk. Rekonstruksi

Metodologis.Surabaya: Risalah Gusti, 2002.

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS Pelangi

Aksara, 2006.

Faqih, Mansour. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1999.

Faqih, Mansour Dkk. Posisi Kaum Perempuan Dalam Islam: Tinjauan dari Analisis Gender,

dalam Membincang Feminisme Diskursus Gender Perspektis Islam. Surabaya:

Risalah Gusti, 2003.

Fatma, Shabana. Woman and Islam. New Delhi: Sumit Enterprises, 2007.

Hadiz, Liza. Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru. Jakarta: Pustaka LP3ES

Indonesia, 2004.

Jackson, Stevi dan Jacki Jones, dkk. Teori-Teori Feminis Kontemporer. Jakarta: Jalasutra,

2009.

Jary, David dan Julia Jary. Collins Dictionary of Sociology. Glasgow: Harper Collins

Publisher, 1991.

Kutha, Ratna Nyoman. Teori Media dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2008.

Kusmayadi, Ismail. Think Smart Bahasa Indonesia. Bandung: Media Grafindo Pratama,

2006.

Madasari, Okky. Maryam. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012.

Moghisi, Haideh. Feminisme dan Fundamentalis Islam. Yogyakarta: LKis, 2005.

Page 99: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

89

Muttaqiem, Abdul. Tafsir Feminis versus Tafsir Patriarki. Yogyakarta: Sabda Persada, 2003.

Natawijaya, P. Suparman. Bimbingan Untuk Cakap Menulis. Jakarta: Gunung Mulia, 1979.

Nugroho, Rian. Gender dan Strategi Pengaruh Utamanya di Indonesia. Jakarta: Pustaka

Pelajar, 2008.

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

2013.

Rachman, Budhy Munawar. “Islam dan Feminisme: Dari Sentralisme kepada Kesetaraan”

dalam Mansour Faqih dkk. Membincang Feminisme. Surabaya: Risalah Gusti, 1995.

Rakhmat, Jalaluddin. Catatan Kang Jalal: Visi Media, Politik, Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1997.

Semi, M. Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya, 1998.

Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001.

Tong, Rosmarie Putnam. Feminist Thought. California: Westview Press, 2009.

Umar, Nasarudin. Bias Gender dalam Penafsiran kitab suci. Jakarta: PT. Fikahati Aneska,

2000.

Zainudin. Materi Pokok Bahasan dan Sastra Indonesia. Jakarta: Rineke Cipta, 1992.

Zulkarnain, Iskandar. Gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Yogyakarta: LKiS, 2005.

Jurnal

Rachman, Budhy Munawar. “Penafsiran Islam Liberal atas Isu-isu Gender dan Feminisme,”

dalam Dzuhayatin, Siti Ruhaini, dkk. 2002. Rekonstruksi Metodologis Wacana

Kesetaraan Gender dalam Islam. Yogyakarta: Pusat Studi Wanita IAIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta bekerja sama dengan McGill-ICIHEP, dan Pustaka Pelajar,

2002.

Sasongko, Sri Sundari. Konsep dan Teori Gender. Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan

Kualitas Perempuan, Jakarta: BKKBN. Cetakan ke-2, 2009.

Wiyatmi. Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam. Yogyakarta: Pusat Studi Wanita IAIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta beberja sama dengan McGill-ICIHEP, dan Pustaka

Pelajar, 2002

Page 100: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

90

Referensi Pendukung

Wawancara pribadi dengan Okky Madasari di Jakarta tanggal 20 Desember 2015

“Indonesia Darurat Kekerasan terhadap Perempuan”, tempo.co, diakses pada 7 Maret 2015

pukul 20:35 WIB

http;//iniaiyya.blogspot.com/2012/09/makalah-feminisme-dalam-pandangan islam_21. Html

diakses pada tanggal 15 Desember 2015, pukul 3:53 WIB

http://okkymadasari.net/about/ diakses pada tanggal 11 Oktober 2016 pukul 16:29 WIB

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6556/ham-dan-kebebasan-beragama-di-

indonesia diakses pada tanggal 20 Januari pukul 18:26 WIB

Page 101: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti
Page 102: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti
Page 103: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti
Page 104: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

Hasil Wawancara Novel Maryam

Nama : Okky Madasari

Jabatan : Penulis

Pelaksanaan Wawancara : Jakarta, 20 Desember 2015

1. Apa definisi Feminisme menurut Mbak Okky?

Jawab: Menurutku, Feminisme adalah tentang keadilan kemanusiaan, tak

peduli dia laki-laki atau perempuan. Karena keduanya memiliki hak yang

sama.

2. Apakah tujuan Mbak Okky menulis Novel Maryam untuk

menggambarkan Feminisme?

Jawab: Enggak, aku tidak menyengaja mengangkat tentang perempuan,

karena niatnya memang ingin menceritakan tentang kisah manusia saja...

3. Novel-novel yang Mbak Okky tulis, selalu menjadikan perempuan

sebagai tokoh utama. Apakah Mbak Okky seorang Feminis?

Jawab: Saya pikir, nggak. Jadi gini, yang aku hidarkan, kita jangan

terjebak pada ideologi tertentu. Misalnya Feminisme. Jangan fokus pada

feminismenya, tapi lupa dengan apa yang diperjuangkannya (kesetaraan).

Kemudian, Feminisme menjadi “joke”, menjadi ketakutan tersendiri.

Padahal, esensinya kan manusia, tidak peduli laki-laki atau perempuan, dia

harus mendapatkan hak yang sama.

Page 105: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

4. Bagaimana pandangan Mbak Okky tentang Feminisme?

Jawab: Kalau merunut pengalamanku sendiri melihat apa yang terjadi

(karena temenku banyak yang feminis), buat aku, seperti ada pengkotak-

kotakan, apalagi untuk orang yang jauh diluar dari ideologi ini. Pasti ada

anggapan “feminis-feminis itu, pusing deh“, kemudian itu yang

mendistorsi gerakan feminisme.

Seperti kata “wanita” yang katanya, akar katanya dari “wani ditata”. Lalu,

menjadikannya dihilangkan dan lebih baik menyebutnya dengan kata

perempuan (dalam perspektif bahasa).

Seperti perspektif realita, dikampung, bahwa gak ada yang memalukan

dari kegiatan memasak.

Jadi seperti kontraproduktif, karena mereka semata-mata jadi membelah

Feminisme, bukan menjadikannya sebagai upaya kesetaraan dan keadilan.

Itulah orang yang menjadi salah kaprah menilai feminis.

Buatku, Feminisme adalah tentang keadilan kemanusiaan, tak peduli dia

laki-laki atau perempuan. Karena keduanya punya hak yang sama.

5. Kalau dikaitkan dengan Novel Maryam, selain perempuan sebagai

tokoh utama, Apa yang sebetulnya ingin Mbak Okky suarakan?

Jawab: Keadilan kemanusiaan, aku selalu ingin menulis sesuatu yang

memang membuat orang membuka mata terhadap realita, bukan malah

lupa.

Page 106: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

6. Bagaimana latar belakang penulisan Novel Maryam?

Jawab: Ini kisah tentang sahabatku setelah kuliah, kita udah temenan

sepuluh tahun lebih. Pada suatu hari dia mau menikah, lalu dia nangis, dia

curhat, karena ketika itu dia ada masalah, pernikahannya hampir batal gitu.

Aku tanya, keluarga suaminya ingin membatalkan kenapa? “Karena aku

Ahmadiyah” katanya. Lho, aku kaget setengah mati, aku kaget dalam

konteks, kita bersahabat udah sepuluh tahun lebih dan aku baru tau di hari

itu. Tapi disatu sisi, itu kan menunjukkan bahwa dalam persahabatan,

identitas (keyakinan) itu tidak penting gitu, kan. Dan, sahabatku ini gak

ada bedanya gitu lho, dengan aku, dengan teman-teman islam kebanyakan.

7. Apakah Novel Maryam memang ditulis untuk menggambarkan

Ahmadiyah?

Jawab: Oh, bukan. Ini murni tentang kemanusiaan. Seperti yang sudah

kuceritakan tentang sahabatku. Karena aku pun gak masalah dengan apa-

apa yang orang lain yakini. Lalu juga bersamaan dengan itu, kita juga tau

berita-berita tentang Ahmadiyah, dimana kekerasan menjadi hal yang

selalu dilakukan. Nah, sebetulnya disitu. Dititik itu sebenarnya, aku

merasa harus menulis cerita tentang Ahmadiyah ini. Bukan karena

latarbelakang keagamaannya.

Page 107: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

8. Apakah latar belakang keagamaan Mbak Okky juga dari

Ahmadiyah?

Jawab: Aku bukan Ahmadiyah. Aku sebenarnya dari Islam yang abangan,

seperti muslim Indonesia pada umumnya. Orang Jawa yang sebenarnya

beragama karena diperkenalkan. Menjadi Islam dalam keluarga kami,

karena ya... bisa dibilang kebetulan, gitu...

Karena itu dominan di Jawa, ada Kyai nyebar, kemudian diajarkan di

sekolah untuk generasiku, karena orangtuaku Islam, maka akupun jadi

Islam, gitu..

Aku cenderung tidak tau tentang Ahmadiyah, kemudian aku punya sahabat

yang sudah kuceritakan tadi itu. Nah, kesadaran aku menulis tentang

Ahmadiyah, bukan karena aku Ahmadiyah, tapi karena aku melihat sendiri

bagaimana orang Ahmadiyah itu bagian dari kelompok masyarakat yang

terdiskriminasi, gitu, dan sebenarnya aku mempelajari tentang Ahmadiyah

itu baru ketika aku menulis ini. Jadi, bukan karena dari dulu... gitu juga

enggak.

9. Berapa lama proses penulisan Novel Maryam?

Jawab: Maryam ini salah satu novel yang agak lama pembuatannya karena

aku harus riset dulu selama enam bulan di Lombok untuk memastikan

yang aku tulis benar-benar sesuai realita.

Page 108: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

10. Jika membaca Novel Maryam, kita jadi merasa ada ketidaksetaraan

dalam agama. Bagaimana Mbak Okky melihatnya?

Jawab: Kita ingin setara, tapi batas setara yang mana?

Menurutku, agama adalah nilai-nilai yang kita anut, tapi setelah itu, aku

percaya bahwa agama itu interpretasi masing-masing. Nah, masalah

interpretasi mana yang harus kita pertahankan, sayangnya interpretasi

yang dominan tidak membuat laki-laki dan perempuan sama.

Interpretasi mainstream (aku selalu menggunakan kata mainstream),

karena yang paling banyak diikuti dan seringkali keliru, dan seringkali

menyudutkan sebuah kelompok, atau perempuan, dan ironisnya dirayakan

dan perempuan juga meng-iyakan. Menyadarkan dan mengingatkan bahwa

yang seperti itu tidak benar seharusnya. Nah di sisi lain, di sisi

mengingatkan itulah aku memilih jalan sastra, bisa juga dengan cara

membaca karya sastra yang meng-counter isu tersebut.

11. Lalu, apakah dari awal Mbak Okky memang meniatkan tulisan-

tulisan yang ditulis Mbak Okky untuk menyadarkan orang lain?

Jawab: Gak ada niat orang-orang harus sadar dari tulisan aku, tapi dari

awal aku sudah dengan penuh kesadaran, aku ingin menulis sesuatu yang

memang membuat orang membuka mata terhadap realita, bukan malah

lupa.

Page 109: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

12. Dari sekian banyak jalan, kenapa Mbak Okky memilih jalan sastra?

Jawab: Selain aku pernah menjadi wartawan, yang memang akrab dengan

dunia kepenulisan. Aku merasa sastra (yang berarti dalam bentuk bacaan)

salah satu jalan yang efektif untuk menumbuhkan kesadaran tentang nilai-

nilai di masyarakat yang bisa jadi keliru. Dan aku merasa dengan menulis

sebuah cerita dalam novel, aku bisa bebas mengekspresikan apa-apa yang

ingin aku sampaikan, tanpa dibatasi dengan kode etik seperti saat menjadi

wartawan.

Page 110: Karya Okky Madasari - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH... · dengan kasih sayang dan melengkapi kebutuhan . materil yang peneliti

Foto bersama penulis novel Maryam, Okky Madasari

Foto suasana diskusi sekaligus wawancara bersama penulis dan komunitas Baca.Rasa.Dengar