KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA...

148
1 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amalia Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik I. PENDAHULUAN Nilam (Pogostemon cablin Benth) atau dilem wangi (Jawa), merupakan tanaman yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat luas. Tanaman nilam banyak ditanam untuk diambil minyaknya. Minyak nilam banyak dibutuhkan untuk industri kosmetik, parfum, antiseptik, dan lain-lain. Tanaman yang merupakan salah satu komoditas yang cukup penting sebagai sumber devisa dan pendapatan petani. Areal pertanaman nilam di Indonesia rata-rata 10.000-12.000 ha dan sampai saat ini telah mencapai 21.440 ha yang tersebar di daerah-daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Dengan rata-rata kepemilikan lahan 0,3 ha/keluarga dan melibatkan paling tidak 30.000- 72.545 keluarga untuk usahatani nilam dan petani penyuling. Masalah utama yang dihadapi adalah rendahnya produktivitas dan mutu minyak. Berdasarkan data Ditjenbun tahun 2009 (199 kg/ha/tahun) bahwa rendahnya produktivitas dan mutu minyak nilam disebabkan oleh serangan penyakit tanaman, terutama layu bakteri dan budok yang dapat menurunkan kadar produksi 60-95% pertanaman nilam (Asman et al. 1993). Minyak nilam termasuk salah satu dari minyak atsiri atau minyak eteris/minyak terbang (essential oil, volatile) karena sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Minyak nilam berbau wangi dan pada umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Secara fisiologis, minyak pada tanaman penghasil minyak atsiri berfungsi : (1) membantu proses penyerbukan atau sebagai atraktan terhadap beberapa jenis serangga atau hewan, (2) mencegah kerusakan tanaman oleh serangga, dan (3) sebagai makanan cadangan bagi tanaman. Minyak atsiri sendiri

Transcript of KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA...

Page 1: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

1Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA

Amalia

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

I. PENDAHULUAN

Nilam (Pogostemon cablin Benth) atau dilem wangi (Jawa),

merupakan tanaman yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat luas.

Tanaman nilam banyak ditanam untuk diambil minyaknya. Minyak nilam

banyak dibutuhkan untuk industri kosmetik, parfum, antiseptik, dan lain-lain.

Tanaman yang merupakan salah satu komoditas yang cukup penting

sebagai sumber devisa dan pendapatan petani. Areal pertanaman nilam di

Indonesia rata-rata 10.000-12.000 ha dan sampai saat ini telah mencapai

21.440 ha yang tersebar di daerah-daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera

Barat, Bengkulu, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Dengan rata-rata

kepemilikan lahan 0,3 ha/keluarga dan melibatkan paling tidak 30.000-

72.545 keluarga untuk usahatani nilam dan petani penyuling. Masalah

utama yang dihadapi adalah rendahnya produktivitas dan mutu minyak.

Berdasarkan data Ditjenbun tahun 2009 (199 kg/ha/tahun) bahwa

rendahnya produktivitas dan mutu minyak nilam disebabkan oleh serangan

penyakit tanaman, terutama layu bakteri dan budok yang dapat

menurunkan kadar produksi 60-95% pertanaman nilam (Asman et al. 1993).

Minyak nilam termasuk salah satu dari minyak atsiri atau minyak

eteris/minyak terbang (essential oil, volatile) karena sifatnya yang mudah

menguap pada suhu kamar. Minyak nilam berbau wangi dan pada umumnya

larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Secara fisiologis,

minyak pada tanaman penghasil minyak atsiri berfungsi : (1) membantu

proses penyerbukan atau sebagai atraktan terhadap beberapa jenis

serangga atau hewan, (2) mencegah kerusakan tanaman oleh serangga,

dan (3) sebagai makanan cadangan bagi tanaman. Minyak atsiri sendiri

Page 2: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

2 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

merupakan salah satu hasil proses metabolisme pada tanaman yang

terbentuk karena reaksi berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air.

Tanaman penghasil minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200

species, antara lain yang termasuk dalam famili Pinanceae, Labiate,

Compositoe, Lauraceae, Myrtaceae, dan Umbelliferaceae. Minyak atsiri dapat

ditemukan pada daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, dan akar. Untuk

tanaman nilam, minyak atsirinya banyak tersimpan di dalam sel-sel kelenjar

minyak pada daun.

II. JENIS TANAMAN NILAM

Nilam (Pogostemon sp.) termasuk famili Labaiatae, ordo Lamiales,

klas Angiospermae dan divisi Spermatophyta. Di Indonesia terdapat tiga

jenis nilam yang dapat dibedakan menurut karakter morfologinya,

kandungan PA dan kualitas minyak serta ketahanan terhadap cekaman

biotik dan abiotik. Ketiga jenis nilam tersebut adalah 1). P cablin Benth. Syn.

P. pathcouli Pellet var. Suavis Hook disebut nilam aceh, 2). P. heyneanus

Benth disebut nilam jawa, dan 3). P. hortenis Becker disebut nilam sabun

(Guenther 1952). Diantara ketiga jenis nilam tersebut, nilam Aceh dan nilam

sabun yang tidak berbunga. Adapun yang paling luas daerah penyebarannya

dan banyak dibudidayakan adalah nilam aceh yang memiliki kadar minyak

dan kualitas minyak lebih tinggi dibandingkan dengan kedua jenis nilam

lainnya. Ciri spesifik yang dapat membedakan antara nilam aceh dan nilam

jawa secara visual terdapat pada daunnya. Pada nilam aceh permukaan

daunnya halus, bergerigi tumpul, ujung daunnya runcing sedangkan pada

nilam jawa permukaan daunnya kasar, tepi daun bergerigi runcing dan

ujung daunnya meruncing. Menurut Nuryani et al. (1997), nilam jawa lebih

toleran terhadap nematoda dan penyakit layu bakteri dibanding dengan

nilam aceh, karena antara lain disebabkan kandungan fenol dan ligninnya

yang lebih tinggi daripada nilam aceh.

Page 3: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

3Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

2.1. Pogostemon cablin

Nilam aceh merupakan tanaman introduksi diperkirakan berasal dari

Filipina atau semenanjung Malaysia, dan masuk ke Indonesia lebih dari

seabad yang lalu. Nama lainnya Pogostemon cablin adalah Pogostemon

metha. Nilam jenis ini jarang berbunga. Nilam aceh mengandung sekitar

2,5-5 % minyak, sehingga banyak diminati oleh petani maupun pasar. Tiga

varietas nilam unggul yang sudah dilepas dengan kadar dan mutu minyak

tinggi, yaitu Lhokseumawe, Tapak Tuan, dan Sidikalang (Nuryani 2006).

Hasil pengujian seleksi ketahanan nilam terhadap layu bakteri (Ralstonia

solanacearum) menunjukkan bahwa varietas Sidikalang lebih toleran

terhadap layu bakteri dibanding Lhokseumawe dan Tapak Tuan (Nasrun et

al. 2004). Varietas Sidikalang juga lebih toleran terhadap nematoda (Mustika

dan Nuryani 2006). Namun, ketiga varietas nilam itu tidak tahan terhadap

penyakit budok (Wahyuno dan Sukamto 2010).

2.2. Pogostemon heyneanus

Sering juga dinamakan nilam jawa atau nilam hutan berasal dari

India, disebut juga nilam kembang karena dapat berkembang. Kandungan

minyaknya lebih rendah 2-3 kali lipat dari nilam aceh, yaitu berkisar antara

0,5-1,5%. Oleh karena itu, nilam jenis ini kurang diminati oleh petani

meskipun bentuk tanamannya lebih besar dan rimbun dibanding nilam aceh.

Namun, nilam jawa (Girilaya) lebih tahan terhadap penyakit layu bakteri dan

nematoda dibanding nilam aceh. Wahyuno dan Sukamto (2010) juga

melaporkan bahwa nilam jawa tahan terhadap penyakit budok yang

disebabkan oleh jamur Synchytrium pogostemonis.

2.3. Pogostemon hortensis

Nilam jenis ini disebut juga sebagai nilam sabun. Jenis ini hanya

terdapat di Banten. Kandungan minyaknya juga rendah, berkisar antara

0,5-1,5%. Mutu minyaknya juga kurang baik sehingga kurang diminati oleh

pasar.

Page 4: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

4 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

III. VARIETAS UNGGUL, AGROEKOLOGI DAN KERAGAMAN NILAM

3.1. Varietas unggul.

Balittro telah mengoleksi 28 nomor nilam. Hasil seleksi terhadap

nomor-nomor tersebut telah dilepas tiga varietas unggul nilam yaitu: Tapak

Tuan, Lhokseumawe dan Sidikalang. Penamaan ketiga varietas nilam

tersebut berdasarkan nama daerah asalnya. Ketiga varietas mempunyai

keunggulan masing-masing. Tapak Tuan unggul dalam produksi dan kadar

patchouli alkohol. Lhokseumawe kadar minyaknya tinggi sedangkan

Sidikalang toleran terhadap penyakit layu bakteri dan nematoda.

Tabel 1. Diskripsi tiga varietas nilam

Varietas Tapak Tuan Lhokseumawe Sidikalang

Asal Tapak Tuan (NAD) Lhokseumawe (NAD) Sidikalang (Sumut)Tinggi tan. (cm) 50,57-82,28 61,07-65,97 70,70-75,69Warna batang muda Ungu Ungu UnguWarna batang tua Hijau keunguan Ungu kehijauan Ungu kehijauanBentuk batang Persegi Persegi PersegiPercabangan Lateral Lateral LateralJumlah cab. primer 7,30-24,48 7,00-19,76 8,00-15,64Jumlah cab. sekunder 18,80-25,70 11,42-25,72 17,37-20,70Cabang primer (cm) 46,24-65,98 38,40-63,12 43,01-61,69Cabang sekunder (cm) 19,80-45,31 18,96-35,06 25,80-34,15Bentuk daun Delta, bulat telur Delta, bulat telur Delta, bulat telurPertulangan daun Menyirip Menyirip MenyiripWarna daun Hijau Hijau Hijau keunguanPanjang daun (cm) 6,47-7,52 6,23-6,75 6,30-6,45Lebar daun (cm) 5,22-6,39 5,16-6,36 4,88-6,26Tebal daun (mm) 0,31-0,78 0,31-0,81 0,30-4,25Tangkai daun (cm) 2,67-4,13 2,66-4,28 2,71-3,34Jumlah daun/cabangprimer

35,37-157,84 48,05-118,62 58,07-130,43

Ujung daun Runcing Runcing RuncingPangkal daun Rata, membulat Datar, membulat Rata, membulatTepi daun Bergerigi ganda Bergerigi ganda Bergerigi gandaBulu daun Banyak, lembut Banyak, lembut Banyak, lembutTerna segar (ton/ha) 41,51-103,05 42,59-64,67 31,19-80,37Minyak (kg/ha) 234,89-583,26 273,49-415,05 176,47-464,42Kadar minyak (%) 2,07-3,87 2,00-4,14 2,23-4,23Patchouli alkohol (%) 28,69-35,90 29,11-34,46 30,21-35,20KetahananMeloidogyne incognita Sangat rentan Rentan Agak rentanPratylenchus bracyurus Sangat rentan Agak rentan Agak rentanRadhopolus similis Rentan Rentan Agak rentanRalstonia

solanacearumRentan Rentan Toleran

Peneliti Y. Nuryani, Hobir, C. Syukur dan I. Mustika

Sumber: Nuryani (2005)

Page 5: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

5Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Tanaman nilam merupakan jenis tanaman berakar serabut, bentuk

daun bervariasi dari bulat hingga lonjong dan batangnya berkayu dengan

diameter berkisar antara 10-20 mm. Sistem percabangan banyak dan

bertingkat mengelilingi batang antara (3-5 cabang per tingkat). Setelah

tanaman berumur 6 bulan, tingginya dapat mencapai 1 meter dengan radius

cabang selebar lebih kurang 60 cm. Karakteristik kualitatif yang dapat

membedakan ketiga varietas nilam aceh adalah warna pangkal batang.

Varietas Tapak Tuan, warna pangkal batangnya hijau dengan sedikit ungu,

varietas Lhokseumawe lebih ungu dan varietas Sidikalang paling ungu.

Sebagai tanaman yang diambil minyak atsirinya, produksi, kadar dan

mutu minyak nilam yang dihasilkan merupakan faktor penting yang dapat

dipergunakan untuk menentukan keunggulan suatu varietas. Disamping itu,

karakter lainnya seperti sifat ketahanan terhadap penyakit juga merupakan

salah satu indikator penentu. Banyak faktor yang mempengaruhi kadar dan

mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

panen dan pasca panen.

3.2. Agroekologi

Tanaman nilam termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti herba

lainnya. Untuk memperoleh produksi dan mutu yang tinggi, maka dalam

budidaya nilam perlu memperhatikan beberapa hal agar usahatani yang

dilakukan dapat menghasilkan produk dan mutu minyak nilam yang optimal.

Tanaman nilam dapat tumbuh di dataran rendah hingga di dataran

tinggi yang mempunyai ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut.

Ketinggian optimal agar nilam dapat berproduksi tinggi ada pada ketinggian

tempat 10-400 meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang diperlukan

bagi pertumbuhan tanaman nilam berkisar antara 2.500-3.500 mm/tahun

dan merata sepanjang tahun. Suhu udara yang optimal untuk tanaman

nilam berkisar antara 240-28 0C dengan kelembaban udara lebih dari 75%.

Meskipun tanaman nilam tetap dapat tumbuh di bawah naungan, tetapi

tanaman nilam memerlukan sinar matahari yang cukup agar tumbuh

Page 6: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

6 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

optimal. Penggunaan lahan dan iklim sangat berpengaruh pada

pertumbuhan dan kualitas minyak nilam yang dihasilkan. Nilam yang

tumbuh di dataran rendah-sedang (0-700 m dpl) dengan kadar minyak yang

(>2%) lebih tinggi dibanding dengan yang tumbuh di dataran tinggi (>700

m dpl) (Rosman et al. 1998). Intensitas matahari 75-100% akan sangat

mempengaruhi kadar Patchouli Alkoholnya, di daerah yang ternaungi akan

menghasilkan kadar minyak yang rendah. Nilam sangat peka terhadap

kekeringan, terutama pada musim kemarau yang sangat panjang, setelah

dipanen akan menyebabkan kematian.

Tanah yang subur dan gembur serta kaya akan humus sangat

diperlukan oleh tanaman nilam. Pada tanah yang kandungan airnya tinggi,

perlu dilakukan sistem drainase yang baik dan intensif.

3.3. Keragaman

Tanaman nilam yang memiliki keragaman genetik yang relatif rendah

merupakan kendala yang dihadapi oleh pemulia selama ini. Untuk mengatasi

tanaman nilam yang memiliki keragaman genetik yang relatif rendah, maka

sejak tahun 1985 telah dilakukan berbagai penelitian untuk mendapatkan

varietas nilam yang mempunyai kadar dan kualitas minyak yang tinggi

disamping tahan terhadap penyakit dan selanjutnya dikonservasi untuk

dipelajari lebih lanjut (Hobir 2002). Wu et al. (2011) mendapatkan adanya

polimorfisme dalam analisa RAPD, serta tingginya variasi morfologi dan

kimia pada populasi nilam di China, dan mereka menduga variasi tersebut

sangat terkait dengan daya adaptasi yang baik dari masing-masing populasi

nilam terhadap kondisi agroekologi setempat.

Dalam meningkatkan keragaman, arah karakteristik yang ingin dicapai

diusahakan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, misalnya,

pengembangan varietas nilam yang tahan layu bakteri merupakan salah satu

upaya yang efektif untuk mengatasi penyakit layu bakteri. Untuk

mendapatkan varietas yang toleran dan tahan penyakit layu bakteri perlu

Page 7: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

7Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

dilakukan berbagai pendekatan untuk meningkatkan keragaman genetik,

antara lain dengan cara irradiasi yang memanfaatkan varietas somaklonal.

Induksi variasi somaklonal pada kultur jaringan dapat digunakan

untuk meningkatkan keragaman genetik dan memperbaiki sifat tanaman.

Variasi somaklonal dapat terjadi dengan penambahan zat pengatur tumbuh

dan sitokinin, perubahan komposisi media dan periode pengkulturan yang

panjang. Di samping itu keragaman genetik juga dapat ditingkatkan melalui

induksi mutasi pada jaringan somatik secara fisik dengan irradiasi sinar

gama (Handro 1981). Peristiwa mutasi secara umum dapat dibedakan

menjadi 2 yaitu mutasi alam dan mutasi buatan. Mutasi buatan yang di

gunakan sebagai salah satu cara menimbulkan keragaman genetik adalah

salah satu cara cabang dari ilmu pemuliaan tanaman. Mutasi buatan dapat

terjadi bila digunakan mutagen dengan dosis dan waktu tertentu, salah satu

mutagen fisik yang sering dipakai untuk menimbulkan keragaman genetik

yaitu dengan radiasi sinar gamma. Hal ini dimengerti mengingat bahwa

pengaruh radiasi dapat menimbulkan perubahan struktur gen, stuktur

kromosom ataupun jumlah kromosom sehingga mengakibatkan peristiwa

mutasi yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan fenotip. Amalia et

al. (2008) menyatakan bahwa pada kultur in vitro irradiasi sinar gamma

dapat menghambat pembentukan kalus dan tunas sehingga menyebabkan

kematian sebesar 32,5 dan 51,5 %. Gangguan fisiologi yang diakibatkan

pengaruh irradiasi juga terlihat pada diameter kalus (2,62 cm) serta jumlah

tunas (14,1) dan tinggi tunas (1,31 cm) pada 2000 rad dibandingkan

dengan kontrol (3,34 cm; 28,5; 4,42 cm). Pertumbuhan tunas juga terlihat

lebih kerdil dengan warna kalus yang cenderung lebih cokelat dibanding

dengan kontrol yang berwarna putih.

Page 8: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

8 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

DAFTAR PUSTAKA

Asman, A., Nasrun, A. Nurawan dan D. Sitepu. 1993. Penelitian PenyakitNilam. Risalah Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI.Yogyakarta 2, 903-911.

Amalia, E. Hadipoentyanti dan Nursalam. 2008. Pengaruh irradiasi sinargamma terhadap pertumbuhan kalus dan tunas nilam varietassiikalang secara in vitro. Prosiding Seminar Nasional PengendalianTerpadu Organisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam.

Handro, W. 1981. Mutagenesis and in vitro selection. Dalam T. A. Thrope(Ed). Plant Tissue Culture Methods and Application in Agriculture.Acad Press, New York. Halaman berapa

Hobir. 2002. Pengujian adaptibilitas klon-klon nilam hasil variasi somaklonal.Lap. Teknis Penelitian. Balittro Cimanggu. Bogor. hal. 1-2.

Guenther, E. 1952. The Essential Oil Vol III. D. Van Nostrand, New York.552-560 pp.

Mustika, I. dan Y. Nuryani, 2006. Strategi pengendalian nematoda parasitpada tanaman nilam. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian25:7-15.

Nasrun, Y. Nuryani, Hobir dan Repianyo. 2004. Seleksi ketahanan nilamterhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) secara inplanta. Journal Stigma 12: 421-473.

Nuryani, Y., C. Syukur dan D. Rukmana , 1997. Evaluasi dan dokumentasiklon-klon harapan nilam. Laporan Tahunan (unpublish).

Nuryani, 2005. Pelepasan varietas unggul nilam. Warta Penelitian danPengembangan Tanaman Industri. Pusat Penelitian danpengembangan Perkebunan. 11 : 1-3.

Nuryani, Y. 2006. Budidaya tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth). BalaiPenelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 23 p.

Wahyuno, D. dan Sukamto. 2010. Ketahanan Pogostemon cablindan Pogostemon heyneanus terhadap Synchytrium pogostemonis.J. Penelitian Tan Industri. 16:91-97.

Wu, L., Y. Wu, Q. Guo, S. Li, K. Zhou dan J. Zhang. 2011. Comparison ofgenetic diversity in Pogostemon cablin from China revealed by RAPD,morphological and chemical analysis. J. of Medicinal Plant Research.5:4549-4569

Page 9: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

9Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

PROSEDUR PERBANYAKAN NILAM SECARA KONVENSIONAL

Sukarman dan Melati

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

I. PENDAHULUAN

Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan penghasil minyak

atsiri terpenting, dan Indonesia memasok 90% kebutuhan dunia.

Berkembangnya industri kosmetik, parfum, dan farmasi memacu

meningkatnya kebutuhan minyak nilam baik di tingkat domestik maupun

internasional, dengan rata-rata 5% setiap tahunnya. Kebutuhan minyak

nilam dunia pada tahun 2010 mencapai 1500 ton. Indonesia memasok 700

ton, China dan India 350 ton, jadi masih kekurangan 450 ton. Seiring

dengan meningkatnya permintaan minyak nilam perlu diupayakan sistem

produksi berkelanjutan yang dapat menjamin permintaan dan kualitas

minyak nilam yang memenuhi standar ekspor. Untuk mendukung

pengembangan budidaya nilam yang berkelanjutan, diantaranya diperlukan

ketersediaan benih unggul bermutu.

Benih unggul bermutu harus berasal dari varietas unggul yang

diproduksi secara industrial dan telah melalui proses pemeriksaan di

lapangan dan di laboratorium serta proses pengawasan sejak benih di

pertanaman sampai ke konsumen/petani.

Tanaman nilam diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan

setek. Setek nilam dapat berasal dari bagian pangkal tengah dan pucuk

yang terstandar. Agar benih/setek tersebut dapat tumbuh dengan baik

(sehat, cepat dan seragam) benih/setek harus diproduksi dengan cara dan

prosedur yang terstandar. Dalam tulisan ini akan diuraikan prosedur

perbanyakan nilam secara konvensional, yang dimulai dari pemilihan

benih/bahan tanaman dan penyemaian

Page 10: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

10 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

II. PEMILIHAN BENIH/BAHAN TANAMAN

Untuk meningkatkan dan menjamin produktivitas dan kualitas nilam,

benih/bahan tanaman harus dipilih secara benar dan baik, karena benih

merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan keberhasilan sistem

budidaya setelah lahan. Hampir 40% keberhasilan budidaya tanaman

ditentukan oleh mutu benih. Benih yang benar adalah benih yang diambil

dari kebun induk yang jelas varietasnya. Karakter tanaman pada kebun

induk sama dengan deskripsi varietas tersebut, murni tidak tercampur

dengan jenis dan varietas lainnya. Baik artinya tanaman di kebun induk

tersebut tumbuh dengan baik, sehat tidak terserang OPT dan tidak ada

gejala kekurangan unsur hara.

2.1. Standard Mutu Genetik, Fisik, Fisiologis dan Mutu Patologiskebun induk nilam

Mutu benih meliputi mutu genetik, fisiologis, fisik dan patologis.

Keempat mutu tersebut akan menentukan produksi tanaman. Mutu genetik

adalah benih yang mempunyai identitas genetik yang murni dan mantap,

dan apabila ditanam mewujudkan kinerja pertanaman yang homogen sesuai

dengan yang dideskripsikan pemulianya (Sadjad 1994). Balai Penelitian

Tanaman Rempah dan Obat telah melepas beberapa varietas unggul nilam

yaitu Tapak Tuan, Lhokseumawe dan Sidikalang. Atribut kualitas yang paling

penting adalah viabilitas (mutu fisiologis), mutu fisiologis berkaitan dengan

daya tumbuh setek nilam di pesemaian. Setek nilam yang bermutu tinggi

secara fisiologis akan mempunyai kemampuan untuk hidup >80 %.

Klasifikasi mutu benih nilam berdasarkan pada kinerja fisik seperti

kebersihan setek (tidak ada daun yang cokelat), kesegaran setek (tidak

layu), daun setek sempurna (tidak berlubang, keriput atau menggulung).

Mutu patologis berhubungan kesehatan benih, setek nilam yang bermutu

tinggi merupakan setek yang bebas dari penyakit layu bakteri (daun dan

batang layu), bebas nematoda (daun berwarna cokelat, akar rusak), bebas

penyakit budok (daun keriput, batang membengkak), bebas hama (daun

berlubang, keriput, menggulung) dan tidak kahat hara.

Page 11: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

11Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

2.2. Standar benih/setek yang digunakan bahan perbanyakan

Kebun induk yang memenuhi standar seperti tersebut di atas,

selanjutnya dapat dijadikan sumber benih dengan cara memanen seteknya.

Berdasarkan hasil penelitian setek dapat diambil dari bagian pangkal, tengah

dan pucuk. Tasma dan Darwati (1989) melaporkan bahwa semua bahan

setek dapat dimanfaatkan untuk perbanyakan tanaman nilam. Hasil yang

sama dilaporkan oleh Sukarman dan Melati (2009) bahwa viabilitas

benih/daya tumbuh benih setek nilam tidak berbeda antara benih yang

berasal dari bagian pangkal, tengah dan pucuk, walaupun setek pucuk

menghasilkan pertumbuhan (tinggi dan jumlah ruas benih/bibit) yang lebih

cepat dibandingkan benih yang berasal dari setek bagian pangkal dan

tengah (Tabel 1.)

Tabel 1. Pengaruh bagian setek dan lama penyimpanan terhadap viabilitasbenih nilam. Balittro. Bogor, 2006.

Bagian SetekDaya

tumbuh(%)

Tinggibenih(cm)

Jumlahruas

Jumlahdaun

Pucuk 98,0 ns 26, 0 a 8,2 a 13,5 nsPangkal dan tengah 97,3 ns 14, 4 b 7,7 b 14,7 ns

Sumber: Sukarman dan Melati (2009)

Angka- angka dalam baris dan kolom yang sama diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyatamenurut uji berganda Duncan pada tingkat kepercayaan 5%.

Apabila bahan tanaman cukup tersedia dan jarak lokasi pembenihan

dengan kebun induk dekat (dapat dijangkau dalam waktu 24 jam), maka

lebih baik menggunakan setek pucuk, karena setek pucuk mempunyai

pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan setek pangkal atau setek

tengah (Suwandiyati 2009).

Setek nilam yang dipanen hendaknya dengan kriteria:

1. Umur tanaman induk ≥6 bulan.

2. Diameter setek: 0,3-0,5 cm

3. Ukuran setek: setek panjang:> 30 cm, setek pendek:± 15-20 cm

Page 12: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

12 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

4. Fisik setek: segar, sehat, tanpa kahat hara, bebas dari serangan

hama dan penyakit dan, telah mengayu, tetapi tidak yang sudah tua

5. Kualifikasi setek dapat berasal dari batang, cabang primer, cabang

sekunder.

Gambar 1. Perbenihan nilam. (A) Setek pucuk (kiri), setek batang/cabang(kanan), (B) Persemaian nilam di polibag yang disungkupplastik, dan (C) Benih nilam yang siap ditanam.

Page 13: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

13Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

III. PENYEMAIAN BENIH/SETEK

Penyemaian benih nilam dapat dilakukan di polibag atau bedengan.

3.1. Pesemaian di polibag

Untuk mengurangi tingkat kematian benih/setek perlu disemaikan

dengan menggunakan kantong polibag. Penyemaian dilakuan dengan cara

sebagai berikut:

a. Siapkan rumah atap dari paranet, alang-alang atau jerami (intensitas

sinar matahari 50-70%, di bagian timur tinggi 180 cm dan di bagian

barat tinggi 150 cm dan panjangnya disesuaikan dengan jumlah benih

yang disemai.

b. Siapkan media pesemaian (campuran tanah subur gembur dan

pupuk kandang dengan perbandingan 2:1) tambahkan fungisida dan

nematisida masing-masing 2 g/1 kg tanah dan aduk media sampai

rata.

c. Masukkan media tersebut ke dalam polibag ukuran 15 x 10 cm dan

diberi lubang pada bagian bawahnya, sebanyak ¾ bagian.

d. Susun polibag berisi media semai tersebut di bawah rumah atap,

kemudian siram sampai basah dan biarkan 4-5 hari kemudian

benih/setek baru ditanam.

e. Sebelum disemai di polibag benih/setek direndam dalam air kelapa

25% selama 15 menit atau dioleskan ZPT perangsang perakaran,

kemudian dicelupkan ke dalam fungisida sesuai anjuran.

f. Tanam benih/setek ke dalam polibag dengan cara membuat lubang

semai dan membenamkan dua buku ke dalam media polibag dan

padatkan tanah di sekitar setek, untuk menjaga kelembaban

pesemaian ditutup dengan sungkup plastik (ukuran = lebar 1 m dan

tinggi 0,5 m, panjang sesuai kebutuhan), sampai pesemaian berumur

2 minggu.

Page 14: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

14 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

g. Lakukan pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit satu atau

dua minggu sekali dengan pupuk daun, fungisida dan insektisida

dengan dosis anjuran.

h. Setelah persemaian berumur empat minggun diberi perlakuan

”hardening”dengan membuka atap sehingga benih/pesemaian

mendapat sinar matahari penuh.

i. Pada umur 5-6 minggu benih sudah sudah mempunyai cukup akar,

tunas sudah tumbuh dan berdaun sehingga siap dipindahkan ke

kebun untuk ditanam.

Untuk menjamin mutu, benih di persemaian harus mempunyai

standar sebagai berikut:

1. Asal Benih Kebun induk (Balittro) atau petani penangkar varietas

2. Varietas: anjuran Balittro yaitu 3 varietas yang telah dilepas.

3. Naungan : sungkup plastik, atap, paranet, daun alang-alang, daun

kelapa dan sebagainya dengan intensitas cahaya 50-70 %.

4. Tempat semai yaitu polibag hitam ukuran 10 x 15 cm

5. Media semai yang digunakan campuran tanah dan pupuk kandang

dengan perbandingan yaitu: 2:1

6. Umur benih: 1,5 bulan setelah semai (5-7 ruas)

7. Tinggi benih: 20-25 cm

8. Jumlah daun: 5-7 lembar

9. Kesehatan bibit: Bebas OPT, tanpa gejala kekurangan hara.

3.2. Pesemaian di bedengan

Apabila dilokasi persemaian tidak tersedia polibag maka pesemaian

dapat dilakukan di bedengan, dengan cara sebagai berikut:

a. Pilih lokasi yang datar, dekat sumber air dan tidak tercemar patogen.

b. Gemburkan lahan/tanah dan bersihkan dari gulma untuk memper-

mudah pertumbuhan dan perkembangan akar.

c. Membuat bedeng persemaian dengan ukuran, lebar : 150 cm, tinggi:

30 cm dan panjang : tergantung kebutuhan dan kondisi lahan

Page 15: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

15Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

d. Melakukan pengolahan tanah 3 minggu sebelum penanaman benih.

e. Membuat parit pembuangan air : lebar 30 cm-40 cm.

f. Siapkan media persemaian pada bedengan dengan menambahkan

pupuk kandang dan pasir dengan perbandingan tanah : pupuk

kandang:pasir (2 : 1).

g. Menambahkan fungisida dan nematisida pada media tanam

h. Menanam benih setek dengan jarak 10/10 cm dengan posisi miring

60 derajat.

i. Memberikan naungan dari atap daun kelapa atau alang-alang.

j. Melakukan penanaman setek pada pagi atau sore hari.

m. Lakukan pemindahan benih setelah berumur 4-5 minggu (tunas dan

akar sudah tumbuh merata) secara hati-hati.

IV. PENUTUP

Perbanyakan benih nilam secara konvensional dapat dilakukan dengan

menyemai benih/setek ke dalam polibag atau di bedengan.

Benih/setek harus diambil dari kebun induk yang benar dan baik

artinya kemurnian varietasnya terjamin, tanamannya sehat, tidak terserang

OPT dan tidak ada gejala kekurangan unsur hara.

Setek yang digunakan untuk benih sebaiknya memenuhi kriteria:

umur tanaman ± 6 bulan, setek dapat berasal dari batang, cabang primer,

cabang sekunder, diameter 0,3-0,5 cm, ukuran: setek panjang: lebih dari 30

cm, setek pendek ± 15-20 cm, fisik setek segar dan sehat.

Benih yang telah disemai dan siap dipindahkan ke lapang harus

memenuhi standard sebagai berikut: umur 1-1,5 bulan setelah semai, tinggi

20-25 cm (5-7 ruas), jumlah daun 5-7 lembar, akarnya lebat, sehat, bebas

OPT, dan tanpa gejala kekurangan hara.

Page 16: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

16 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

DAFTAR PUSTAKA

Ditjenbun-Balittro. 2008. Standar Prosedure Operasional Budidaya TanamanNilam. Direktorat Budidaya Tanaman Semusim Kerjasama denganBalai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 41 hal.

Ditjenbun-Balittro. 2010. Pedoman Pembangunan Kebun Penangkar BenihNilam. Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi. Kerjasama denganBalai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 24 hal.http://www.agromaret-agronilam.com/jual/1832/manfaat dan khasiatminyak nilam/1/5/2011.

Nuryani,Y., Emyzar dan A. Wahyudi, 2007. Teknologi Unggulan Nilam.Perbenihan dan Budidaya Pendukung Varietas Unggul. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian danPengembangan Perkebunan.17 hal.

Sukarman. 2008. Penyediaan benih nilam sehat. Prosiding Seminar NasionalPengendalian Terpadu Organisme Penganggu Tanaman Jahe danNilam. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Pusat PenelitianTanaman Obat dan Aromatik. Bogor, 4 - November, hal 221-231.

Sukarman dan Melati, 2009. Pengaruh bagian setek dan lamapenyimpanan terhadap viabilitas dan pertumbuhan nilam(Pogostemon cablin Benth). Prosiding Simposium V. Penelitian danPengembangan Perkebunan, 4. Bogor 14- Agustus 2009, hal 468-474, Kerjasama P.T. Penerbit IPB Press dan Pusat Penelitian danPengembangan Perkebunan.

Suwandiyati, N.D. 2009. Pengaruh asal bahan setek dan dosis pupukkandang terhadap pertumbuhan bibit nilam (Pogostemon cablinBenth). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas MaretSurakarta (UNS) 34 hal.

Page 17: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

17Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

BUDIDAYA NILAM ORGANIK

Muhamad Djazuli

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

I. PENDAHULUAN

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman

penghasil minyak atsiri yang penting dalam menghasilkan devisa. Komponen

utama dari minyak nilam adalah Alpha Patchoulene, Beta Patchoulene, Alpha

Guaiene, Alpha Bulnesene, Caryophyllene, Norpatchoulenol, Patchouli

Alcohol, Seychellene dan Pogostol. Minyak nilam mempunyai manfaat

sebagai antara lain: Antidepresi, antiflogistik, antiseptik, afrodisiak,

astringen, antijerawat, regenerasi sel kulit baru, deodoran, menurunkan

berat badan, tekanan darah, kolesterol dan racun dalam darah, penurun

demam, dan sebagai insektisida/penolak serangga seperti nyamuk, semut,

dan lalat (http://www.organicfacts.net/health-benefit-of-essential-oil.html).

Indonesia memasok sekitar 70-90% minyak nilam dunia dengan total

ekspor minyak nilam pada tahun 2008 sebesar 2.496 ton dan luas areal

mencapai 21.716 ha yang tersebar di 11 propinsi (Biro Statistik 2004).

Volume ekspor minyak nilam terus meningkat, dan tahun 2006 mencapai

2.100 ton dengan nilai US $ 27.171 juta (Sukamto et al. 2008). Penambahan

luas areal dan produksi nilam yang tinggi tidak sebanding dengan

kemampuan penyerapan pasar menyebabkan penurunan dan fluktuasi harga

minyak nilam dunia. Di lapang, selain harga yang tidak menentu,

terbatasnya produk pupuk kimia bersubsidi di pasar, menyebabkan petani

sulit mendapatkan pupuk kimia terutama menjelang musim tanam.

Di Indonesia masih ada yang melakukan budidaya nilam secara

berpindah. Sistem ladang berpindah yang masih dilakukan petani nilam serta

penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan telah merusak dan

mengganggu kelestarian lingkungan.

Page 18: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

18 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Meningkatnya kesadaran masyarakat dunia untuk mendapatkan

lingkungan yang lebih sehat dan berkualitas menyebabkan meningkatnya

permintaan produk pertanian organik. Tingginya permintaan dan

terbatasnya produksi minyak nilam organik menyebabkan harga minyak

nilam organik stabil dan lebih tinggi dibandingkan minyak nilam

konvensional. Dengan beralihnya ke sistem budidaya organik, para petani

organik tidak perlu lagi bergantung pada pupuk kimia yang terkadang langka

dijumpai.

Pemerintah Indonesia juga sudah mencanangkan Go Organik

Indonesia 2010 dan telah mengeluarkan SNI 6729:2010 tentang sistem

pangan organik yang mengacu pada beberapa badan standardisasi organik

yang ada di dunia (BSN 2010).

Semakin meningkatnya permintaan minyak nilam yang berasal dari

sistem pertanian organik yang ramah lingkungan dan harga yang cukup

tinggi, telah mendorong beberapa petani nilam di sentra produksi mencoba

untuk melaksanakan budidaya nilam organik. Salah satunya adalah

kelompok tani di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Adanya kelompok tani yang

mengembangkan nilam organik diharapkan dapat mendorong petani nilam

lainnya untuk mulai mengembangkan sistem pertanian nilam organik.

II. KENDALA DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN NILAM ORGANIK

Walaupun wacana pertanian organik sudah cukup lama dikenalkan di

Indonesia bahkan aturannyapun sudah lama dibuat, namun sosialisasi

informasi tentang sistem budidaya organik, harga, dan potensi pasar

khususnya bagi petani nilam masih sangat terbatas.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah telah mencanangkan

“Go Organik Indonesia” tahun 2010 dengan visi menjadikan Indonesia

sebagai salah produsen organik utama dunia termasuk minyak nilam

organik.

Salah satu tantangan bagi pengembangan nilam organik di Indonesia

adalah adanya negara pesaing yang lebih dulu menjadi pemasok minyak

Page 19: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

19Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

nilam organik dunia. Walaupun volume ekspor minyak nilam organik masih

relatif kecil, namun India telah lebih dulu dikenal sebagai satu-satunya

negara penghasil produk minyak nilam organik dunia, sehingga baik

langsung maupun tidak India akan menjadi pesaing dalam produksi minyak

nilam organik Indonesia. Dalam situsnya salah satu perusahaan produk

minyak atsiri MUDAR di India pada tahun 2008 baru memproduksi 1,5 ton

minyak nilam, namun pada tahun 2009 telah merencanakan akan terus

mengembangkan pertanaman nilam organik di negara bagian Karnataka dan

mentargetkan produksi 10 ton minyak nilam organik yang bersertifikat

organik. Seperti halnya di Indonesia, India juga telah mencanangkan Go

Organik India pada tahun 2010 (http://www.mudarindia.net/organic-

patchouli-oil.htm)

III. BUDIDAYA NILAM ORGANIK HARUS MENGIKUTIPERSYARATAN POKOK DALAM SNI PANGAN

ORGANIK 6729:2010

3.1. Pemilihan lahan

Tanaman nilam mampu tumbuh pada hampir semua jenis tanah,

namun untuk lahan marginal perlu in put pupuk organik yang cukup tinggi

untuk mendapatkan pertumbuhan optimal. Oleh karena itu, sesuai dengan

SNI Sistem Pangan Organik maka bagi daerah yang tergolong

kesesuaiannya rendah tidak perlu memaksakan untuk ikut mengembangkan

pertanaman nilam organik. Proses pelaksanaan budidaya nilam organik bisa

langsung pada lahan bukaan hutan seperti yang terjadi di sentra

pengembangan nilam di luar Jawa, sedangkan pelaksanaan sistem budidaya

nilam organik pada lahan menetap bekas pertanaman nilam atau tanaman

non organik lainnya wajib melalui program konversi lahan konvensional

minimal 2 tahun (BSN 2010).

Untuk menimalkan penggunaan input, maka lahan yang digunakan

harus memiliki agroekosistem yang sesuai untuk pertumbuhan optimal

tanaman nilam diantaranya adalah lahan yang relatif subur, jumlah curah

Page 20: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

20 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

hujan yang cukup tinggi, dan mempunyai elevasi rendah sampai sedang

(Rosman et al. 2004).

Tanaman nilam relatif peka terhadap cekaman kekeringan, oleh

karenanya faktor sumber air yang bebas kontaminasi menjadi sangat

penting dalam sistem pertanian organik. Sumber air yang bebas kontaminasi

pupuk kimia maupun pestisida kimia merupakan persyaratan mutlak bagi

budidaya organik. Oleh karenanya itu, pengembangan nilam organik yang

berada di sekitar pertanaman non organik memerlukan persyaratan yang

lebih berat dibandingkan budidaya organik pada lahan yang terisolir dan

elevasinya lebih tinggi dibanding tanaman konvensional yang ada.

Pemanfaatan lahan miring masih diperbolehkan dalam sistem

pertanian organik, namun harus menggunakan prinsip konservasi dan

meminimalisir erosi dengan menggunakan sistem terasiring atau rorak.

3.2. Penggunaan benih

Dalam budidaya organik, petani nilam dilarang mengggunakan benih

yang berasal dari hasil rekayasa genetik (GMO). Saat ini, benih nilam yang

banyak digunakan oleh petani adalah berasal dari setek batang nilam non

GMO dari varietas unggul yang telah dilepas oleh Balai Penelitian Tanaman

Obat dan Aromatik (Balittro). Sampai saat ini Balittro baru melepas tiga

varietas unggul nilam yang berproduktivitas dan bermutu tinggi dengan

kandungan Patchouli Alkohol (PA) di atas 30 % antara lain Sidikalang, Tapak

Tuan dan Lhokseumawe (Nuryani 2005). Diharapkan tidak lama lagi Balittro

juga akan melepas varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi dan

toleran terhadap penyakit utama nilam.

3.3. Pemupukan dan pembenah tanah

Salah satu sumber hara utama pada budidaya nilam organik adalah

pupuk organik baik berupa pupuk kandang maupun kompos. Sesuai SNI 01-

6729-2010 dipersyaratkan bahwa bahan baku pupuk kandang yang berasal

dari sapi, kambing atau ayam tidak mendapatkan asupan hormon atau

Page 21: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

21Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

antibiotik yang dilarang. Dengan demikian, direkomendasikan untuk

menggunakan pupuk kandang yang berasal dari ternak milik petani sendiri

atau peternak kecil bukan berasal dari factory farming.

Penggunaan kompos yang berasal dari limbah penyulingan minyak

nilam sangat dianjurkan. Selain berwawasan lingkungan, kompos yang

berasal dari limbah hasil sulingan nilam mengandung hara N yang tinggi dan

tidak mengandung senyawa yang bersifat toksik bagi tanaman nilam (Djazuli

2002a). Hasil analisis hara beberapa jenis kompos, terlihat bahwa bahwa

kadar N, K, Ca, dan Mg kompos limbah nilam jauh lebih tinggi dibandingkan

kompos sampah maupun pupuk kandang sapi (Tabel 1). Dalam program

pemupukan organik diperlukan tambahan komponen lain yang dapat

meningkatkan kesuburan dan lingkungan tumbuh nilam yang optimal seperti

penggunaan pupuk hayati seperti mikoriza, pupuk alam seperti fosfat alam,

dan pembenah tanah yang dapat memperbaiki lingkungan fisik dan kimia

tanah. Dalam aplikasi pupuk organik perlu dipertimbangkan aspek

agroekologi dan sosial ekonominya, terutama ketersediaan bahan baku

pupuk organiknya.

Tabel 1. Perbandingan status hara kompos hasil limbah penyulingan nilamdengan kompos sampah pasar dan pukan

Hara Komposlimbah nilam *

Kompos sampahpasar (PGN1)**

Pupuk kandangsapi**

N (%) 3,59 1,71 1,64P2O5 (%) 0,28 0,25 0,36K2O (%) 1,26 0,87 0,77CaO (%) 1,70 0,61 0,21MgO (%) 0,95 0,49 0,21C-organik 35,7 18,9 31,00C/N 9,94 11,7 19,35

* Djazuli (2002b)** Tombe et al. (2001)

Selain pemberaan dan penggunaan pola tumpang gilir, aplikasi kapur

dan pupuk organik mampu menekan efek negatif dari senyawa toksik dari

proses alelopati, sehingga tanaman akan lebih sehat dan tahan terhadap

serangan OPT (Djazuli 2002b).

Page 22: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

22 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Rusaknya lahan akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia jangka

panjang terhadap fisik (meningkatnya kekerasan tanah) maupun biologi

tanah (menurunnya jumlah dan jenis mikroba tanah yang bermanfaat)

menyebabkan respon pemupukan jadi rendah, sehingga pada awal budidaya

organik yang hanya mengandalkan pupuk organik menjadi penyebab

terjadinya penurunan produktivitas lahan dan tanaman. Dari beberapa hasil

kajian di lapangan menunjukkan bahwa dengan sistem budidaya organik

jangka panjang akan memperbaiki fisik dan mikroba tanah menyebabkan

produktivitas lahan dan tanaman meningkat setara dengan produk

konvensional (Ananto 2008)

3.4. Pengendalian OPTTingginya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT)

menyebabkan produktivitas nilam menurun dengan tajam. Bahkan sebagian

petani nilam di beberapa sentra produksi nilam pada tahun 2007 tidak bisa

memanen karena sebagian besar tanaman nilam mati terserang OPT

tersebut.

Salah satu penyakit yang banyak dijumpai dan spesifik pada

pertanaman nilam adalah budok. Walaupun tidak mematikan secara

langsung, namun keberadaan penyakit budok yang disebabkan oleh jamur

Synchytrium pogostemonis akan menurunkan produktivitas dan mutu

minyak secara nyata. Penyakit lain yang juga banyak dijumpai pada sentra

produksi nilam adalah layu bakteri, hawar daun, dan nematoda.

Hama utama yang sering menyerang tanaman nilam adalah ulat

daun, kumbang daun, belalang, penghisap daun, penghisap batang dan akar

serta tungau. Teknologi pengendalian OPT menggunakan bahan baku

organik masih relatif sedikit dibandingkan teknik pengendalian yang

menggunakan pestisida kimia. Selain penggunaan varietas unggul nilam

yang toleran terhadap serangan OPT, beberapa teknologi pengendalian OPT

menggunakan pestisida nabati, agensia hayati, dan bahan alam yang

dibolehkan dalam SN 6729-2010 telah menunjukkan prospek keberhasilan

yang menggembirakan.

Page 23: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

23Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Dampak negatif serangan hama pada nilam terlihat jauh ringan

dibandingkan dengan serangan penyakit. Oleh karenanya, upaya

pengendalian OPT dengan pestisida organik yang efektif khususnya untuk

penyakit sangat diharapkan oleh petani nilam.

Salah satu penyebab berfluktuasinya produksi nilam saat ini adalah

munculnya serangan penyakit khususnya penyakit budok, layu bakteri, dan

nematoda. Sampai saat ini ketersediaan informasi pengendalian OPT secara

terpadu untuk sistem pertanian organik masih terbatas.

Pengendalian penyakit budok masih relatif susah. Namun demikian

sesuai dengan kaidah organik, maka metode eradikasi lahan dan rotasi atau

pergiliran tanaman non nilam cukup efektif untuk mengendalikan penyakit

budok. Sukamto dan Djazuli (2011) melaporkan bahwa penggunaan 1%

bubur bourdeux (100 g terusi + 100 g kapur tohor dalam 1 liter air) efektif

mengendalikan penyakit budok yang disebabkan oleh jamur Synchytrium.

Hasil penelitian Balittro menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik

dan mimba serta inokulasi bakteri endofit TT2, NJ16, MSK,NJ57, dan EH11

berpotensi untuk digunakan dalam pengendalian nematoda Pratylenchus

brachyurus (Mustika dan Nazarudin 1998; Harni 2008).

Penyiangan gulma secara mekanis perlu dilakukan secara terus

menerus. Selain untuk mengurangi terjadinya kompetisi dalam penyerapan

hara dan cahaya, beberapa jenis gulma seperti Ageratum dapat menjadi

inang penyakit pada nilam (Sukamto et al. 2008). Untuk pengendalian

OPT secara terpadu juga diperlukan aplikasi pemupukan dan pembenah

tanah yang tepat akan meningkatkan kesehatan dan ketahanan terhadap

serangan OPT.

3.5. Pasca Panen

Untuk pengangkutan terna hasil panen, sarana pengangkutan harus

bebas dari kontaminasi oleh bahan kimia yang dilarang dan tidak

diperkenankan pula menggunakan kemasan atau karung bekas pupuk kimia

atau produk lainnya yang dilarang dalam SNI organik.

Page 24: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

24 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Apabila menggunakan alat penyulingan minyak nilam digunakan

bersama dengan produk non organik, maka perlu upaya pembersihan dan

pembilasan alat penyulingan sesuai dengan persyaratan SNI organik. Untuk

proses penyulingan direkomendasikan menggunakan alat suling yang

terbuat dari stainless steel sehingga diperoleh produk minyak nilam yang

memenuhi standar produk minyak nilam SNI 06-2385-2006.

3.6. Sertifikasi

Untuk mendapatkan jaminan bahwa produk minyak nilam organik

yang dihasilkan selama proses produksi terutama untuk ekspor, maka petani

nilam organik harus melakukan sertifikasi organik.

Salah satu kegiatan yang harus ada dalam sistem budidaya organik

adalah pencatatan pembuatan dokumen sistem mutu yang berisi organisasi,

sejarah lahan, SOP budidaya dan rekaman proses produksi mulai dari

penyediaan bahan tanaman, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan,

pemupukan, pengendalian OPT, panen, penyulingan, hingga pemasaran.

Selanjutnya petani nilam organik harus melaksanakan budidaya sesuai SOP

organik secara konsisten dan berkelanjutan.

Untuk menjamin konsumen minyak nilam organik baik di dalam dan

luar negeri perlu dilakukan sertifikasi organik yang mengacu pada institusi

Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) di dalam negeri dan di luar negeri yang

telah terakreditasi. Produk minyak nilam yang telah tersertifikasi di LSO

dalam negeri berhak diberi logo organik Indonesia sebagai jaminan

keorganik bagi konsumen baik di dalam maupun di luar negeri.

IV. PEMASARAN

Rendahnya biaya produksi dan tingginya nilai jual produk organik

yang tersertifikasi menyebabkan pendapatan petani organik meningkat

dengan nyata. Adanya permintaan dari beberapa eksportir minyak nilam

akan produk minyak nilam organik yang bermutu tinggi dan bersertifikat

Page 25: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

25Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

untuk memenuhi permintaan konsumen di negara maju perlu ditindak lanjuti

secara nyata.

Dengan dicanangkannya program Indonesia Go Organik pada tahun

2010, maka sudah saatnya petani nilam Indonesia mengembangkan nilam

organik sekaligus sebagai eksportir utama minyak nilam organik dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Ananto. E. 2008. Fasilitasi dan Bimbingan Inspektor Organik. 2-5 Juni 2008.Bogor. Direktorat Mutu dan Standarisasi, Departemen Pertanian.(unpublished)

Biro Statistik. 2004. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Ekspor.Biro Statistik, Jakarta.

BSN. 2010. Sistem Pangan Organik. SNI 6729:2010. Badan StandarisasiNasioanl Jakarta. 32 hal.

Djazuli, M. 2002a. Pengaruh aplikasi kompos limbah penyulingan minyaknilam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nilam(Pogostemon cablin Benth). Prosiding Seminar Nasional dan PameranPertanian Organik. Jakarta, 2-3 Juli 2002. hal. 323-332.

Djazuli, M. 2002b. Alelopati pada tanaman nilam (Pogostemon cablinBenth.). Jurnal Ilmiah Pertanian. Gakuryoku. 8: 163-172.

Harni, R. 2008. Pengaruh beberapa isolat bakteri endopit untukmengendalikan nematoda peluka akar (Pratylenchus brachyurus) padatanaman nilam. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian TerpaduOrganisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Balittro, Bogor Hal.137-146.

http://www.organicfacts.net/health-benefit-of-essential-oil. html

http://www.mudarindia.net/organic-patchouli-oil.htm

Mustika, I. dan S.B. Nazarudin 1998. Gangguan nematoda dan carapengendaliannya. Monograf Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempahdan Obat. Hal 89-95

Nuryani, Y. 2005. Pelepasan varietas unggul nilam. Warta Penelitian danPengembangan Tanaman Industri. No. 11 : 1-3.

Page 26: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

26 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Rosman, R., Emmyzar dan P. Wahid. 1998. Karakteristik lahan dan iklimuntuk perwilayahan pengembangan. Monograf Nilam. Balai PenelitianTanaman Rempah dan Obat. Hal 47-55.

Sukamto. M. Djazuli dan D. Wahyuno. 2008. Teknik pengelolaan budidayapada tanaman nilam. Laporan Teknis TA 2008. Balai PenelitianTanaman Obat dan Aromatik. (unpublish).

Sukamto dan M. Djazuli. 2011. Pengendalian penyakit budok pada tanamannilam (Pogostemon cablin Benth). Warta Badan Litbang Pertanian.33: 6-7

Tombe, M., K. Mulya, R. Zaubin. E.R, Pribadi, C. Indrawanto, O. Trisilawatidan A. Ruhnayat. 2001. Uji coba pemanfaatan dan peningkatan mutukompos produksi pilot plant klender, berikut pemasarannya. FinalReport. PT Gas Negara dan Balittro. (unpublish).

Page 27: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

27Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

POLA TANAM NILAM

Rosihan Rosman

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

I. PENDAHULUAN

Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman

penghasil minyak atsiri yang penting dalam menghasilkan devisa negara.

Minyaknya bernilai ekonomi tinggi, dapat digunakan sebagai fiksatif dalam

industri parfum dan kosmetik. Ekspor nilam pada tahun 2009 mencapai 1079

ton ton dengan nilai 18.609.000 US$ (Ditjenbun 2011).

Luas areal penanaman nilam di Indonesia terus meningkat. Pada

tahun 1989 hanya 8.745 hektar dengan produksi 3.312 ton, meningkat

menjadi 22.150 hektar dengan produksi 2.546 ton pada tahun 2007 (Anon

2007) dan tahun 2009 adalah 19.963 ha dengan hasil minyaknya 1672 ton

(Ditjenbun 2011). Namun perkembangan areal pertanaman nilam, belum

diikuti oleh peningkatan produktivitas, mutu serta stabilitas harga. Pada

tahun 1989 produktivitas nilam 378,7 kg/ha turun menjadi 114,94 kg/ha

pada tahun 2007. Sedangkan mutu Patchouli Alkohol (PA) nya di bawah 31

% dan harga selalu berfluktuasi.

Rendahnya produksi sebagian besar nilam Indonesia salah satunya

disebabkan oleh penerapan teknologi yang tidak memperhatikan aspek

lingkungan. Selain itu pola penanamannya sangat beragam. Studi yang telah

dilakukan ke beberapa lokasi penanaman nilam menunjukkan, sebagian

penanaman nilam ditanam di lokasi dengan lahan yang kurang sesuai

berdasarkan persyaratan tumbuhnya. Selain itu ada lokasi penanaman nilam

yang sesuai namun tidak memperhatikan kaidah konservasi lahan sehingga

tanah menjadi tidak subur, terutama penanaman di lahan berlereng dengan

kemiringan lebih dari 3%. Sistem pola tanam berpindah disertai kondisi

lahan kurang sesuai terutama lokasi yang memiliki bulan kering lebih dari

dua bulan menyebabkan tanaman hanya mampu dipanen satu kali dalam

setahun.

Page 28: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

28 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Rendahnya kandungan PA dapat disebabkan oleh banyak faktor,

selain pengembangan di lahan yang tidak sesuai, juga dapat dikarenakan

teknologi yang digunakan belum menyesuaikan dengan kondisi lahan,

terutama kebutuhan cahaya. Adanya fluktuasi harga yang tajam di pasar,

perlu diantisipasi dengan teknologi budidaya yang mampu memberikan

kekuatan bagi petani untuk bertahan dalam menghadapinya.

II. PERKEMBANGAN NILAM DI INDONESIA

Nilam merupakan salah satu tanaman perdu yang masuk ke Indonesia

melalui Singapura pada tahun 1895 (Burkill 1935) dan ditanam di

Cultuurtuin, Cimanggu-Bogor (Heyne 1927). Pada masa penjajahan

Belanda, nilam belum ditanam secara luas di Indonesia dan penelitian yang

dilakukan umumnya mengenai teknik penyulingan dan analisis mutu minyak.

Penyulingan daun nilam menjadi minyak nilam mulai dilakukan tahun 1920,

sehingga tahun 1921 Indonesia mulai mengekpor minyak nilam sebanyak

387 kg ke Singapura dan Malaysia (Heyne 1927).

Pada tahun 1960 an Indonesia merupakan negara pengekspor minyak

nilam terbesar di dunia yaitu sebesar 245 ton, sedangkan Malaysia 160 ton

(Allen 1969). Namun petani membudidayakan nilam masih secara tradisional

dengan sistim budidaya berpindah (Dhalimi et al. 1998). Penanaman nilam

terus meluas, namun belum memperhatikan aspek ekologi secara baik.

Selain itu petani membudidayakan nilam secara tradisional dan masih

banyak yang menggunakan sistem berpindah, teknologi yang digunakan

juga masih seadanya.

Bagian tanaman nilam yang bernilai ekonomi adalah bagian atasnya,

sehingga berpotensi menguras unsur hara yang ada dalam tanah akibatnya

tanah menjadi miskin hara. Untuk itu teknologi pemupukan diperlukan untuk

mengantisipasi agar tanah di lokasi penanaman nilam tetap dalam keadaan

subur. Pada tahun 1973, Adiwiganda et al. (1973) telah melakukan

penelitian mengenai pemupukan N, P dan K pada tanaman nilam. Begitu

juga Tasma dan Wahid (1988). Namun penerapan hasil penelitian ini

Page 29: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

29Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

tampaknya masih mengalami kendala di tingkat petani. Penanaman nilam

di tingkat petani hingga saat ini masih banyak belum menggunakan pupuk

sesuai kebutuhan bahkan ada yang tidak dipupuk sama sekali.

Pada era globalisasi petani dituntut mempunyai kemampuan untuk

menghasilkan produk yang mampu bersaing. Oleh karenanya, teknologi

budidaya maupun penanganan pasca panen yang efisien dalam

berusahatani sangat diperlukan. Efisiensi akan terjadi apabila teknologi yang

digunakan tidak banyak membutuhkan biaya. Selain itu dalam berusahatani

nilam juga sering mengalami kendala terutama dalam gejolak turunnya

harga, sehingga petani tidak mau lagi menanam nilam. Untuk

mengantisipasi hal itu diperlukan komoditas lain yang mampu berdampingan

bersama nilam sehingga ketika harga minyak nilam turun, petani tetap

mampu memanfaatkan hasil pertanian lainnya dan menyimpan minyak nilam

sambil menunggu harga nilam naik kembali. Teknologi pola tanam memiliki

berpeluang untuk itu, namun dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan

faktor-faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan nilam apabila akan

dilakukan pengaturan pola tanam.

III. FAKTOR-FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH DALAMMENENTUKAN POLA TANAM NILAM

Selama pertumbuhannya tanaman nilam dipengaruhi oleh faktor

lingkungan yaitu faktor tanah, iklim dan jenis tanaman. Tanah yaitu unsur

kimia meliputi terutama pH, N, P, dan K. Unsur fisik tanah adalah tekstur

tanah, drainase, dan kedalaman air tanah. Sedangkan unsur iklim yang

paling menentukan adalah curah hujan, bulan kering, dan intensitas cahaya.

Jenis tanaman yang cocok untuk digunakan dalam kegiatan pola tanam

adalah tanaman yang mampu bersinergi dengan nilam.

3.1. Tanah

Tanah dengan pH 5-7 adalah tanah yang terbaik untuk penananamn

nilam, dengan tingkat kandungan unsur hara N, P dan K yang optimal

Page 30: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

30 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

sangat diharapkan. N-total sedang sampai tinggi adalah yang terbaik

(berkisar antara 0,21-0,75 %). Kandungan P2O5 sedang sampai tinggi (10-

25 ppm). K2O (lebih dari 0,3 me/100 g). Untuk daerah-daerah yang memiliki

pH rendah dibutuhkan kapur sedangkan N, P dan K rendah diperlukan

pupuk yang mengandung N, P dan K. Hasil penelitian Trisilawati et al.

(2004) menunjukkan bahwa penggunaan kapur pertanian (kaptan) dan

pupuk kandang sapi mampu meningkatkan rendemen minyak dari 3,6%

menjadi 4,8%. Pemberian kapur merupakan pula suatu upaya peningkatan

kemasaman tanah (pH) yang akan mempengaruhi keseimbangan unsur hara

tanah. Selain itu menurut Sufiani dan Hobir (1998) pH yang rendah akan

mengakibatkan timbulnya serangan nematoda.

Pada sistem pola tanam komoditas yang sesuai dengan kondisi yang

dikehendaki tanaman nilam sangat diperlukan. Tanaman yang memiliki daya

serap N, P dan K tinggi sebaiknya dianjurkan untuk dilakukan pemupukan

sesuai SOP (Standard Operational Procedure) yang telah tersedia. Pada

tanaman nilam pemupukan diperlukan apabila kondisi tanah memiliki

kandungan hara yang rendah. Pemberian pupuk yang berlebihan akan

menjadi budidaya nilam tidak efisien. Pupuk dapat meningkatkan

pertumbuhan dan hasil tanaman (Adiwiganda et al. 1973). Pupuk

di pembibitan dapat diberikan dalam bentuk organik maupun anorganik.

Tasma dan Wahid (1988), melaporkan pemupukan 280 kg Urea, 70 kg TSP,

dan 140 kg KCl per ha pada tanah Latosol Merah Kecokelatan yang

mempunyai pH rendah (4,9) dan kandungan hara rendah dapat

meningkatkan produksi terna basah nilam aceh sebesar 64% dan

kandungan minyak 77% apabila dibandingkan dengan kontrol. Pemberian

pupuk tersebut jika disetarakan dalam bentuk unsur N, P dan K adalah 126

N + 35 P + 70 K kg per hektar.

Selain unsur kimia, hal yang penting untuk diperhatikan adalah unsur

fisik tanah. Pada sistem pola tanam tanaman, tanaman yang akan dipola

tanamkan dengan nilam sebaiknya menghendaki kondisi fisik tanah yang

sama. Tekstur tanah sangat berpengaruh dalam menyerap unsur hara dan

Page 31: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

31Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

meningkatkan sebaran akar nilam. Tanah dengan tekstur liat berpasir,

drainase baik dan kedalaman air tanah lebih dari 75 cm sangat baik bagi

tanaman nilam.

3.2. Iklim

Iklim dengan curah hujan 1.750-3.000 mm/tahun, bulan kering

kurang dari 2 bulan, intensitas cahaya 75-100 % adalah yang terbaik. Pada

sistim pola tanam sebaiknya kondisi juga cocok untuk tanaman yang akan

dipolakan dengan nilam. Namun untuk tanaman yang berupa pohon atau

yang mampu menutupi/menaungi tanaman nilam, intensitas cahaya

dipertahankan tidak kurang dari 75 %. Menurut Mansur dan Tasma (1987),

tanaman nilam respon terhadap naungan, nilam yang ditanam di bawah

naungan mempunyai rendemen minyak yang rendah, sebaliknya untuk

yang ditanam di lahan terbuka, rendemen minyaknya tinggi.

Cahaya berpengaruh terhadap tingkat evapotranspirasi yaitu

penguapan air baik pada tanah maupun tanaman, sehingga mempengaruhi

ketersediaan air dalam tanah. Tingkat pencahayaan yang tinggi disertai

adanya bulan kering dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

Untuk menekan penguapan pada lahan, penggunaan mulsa merupakan

salah satu alternatif konservasi lahan agar tanah tetap subur. Namun pada

kondisi curah hujan tinggi sebaiknya menghindari penggunaan mulsa,

karena akan berpengaruh terhadap kelembaban tanah. Kelembaban tanah

dan air hujan yang berlebihan udara yang lembab dan suhu yang tinggi (26-

300C) akan merangsang bakteri untuk menyerang nilam (Asman et al.

1990). Hasil penelitian penggunaan mulsa menunjukkan bahwa mulsa alang-

alang nyata meningkatkan produksi daun dan minyak nilam aceh sebesar

159,6% dan 181,7% dibandingkan kontrol, sedangkan mulsa semak belukar

sebesar 286,5% dan 344,1% (Tasma dan Wahid 1988).

3.3. Jenis tanaman

Penelitian pengaruh berbagai jenis tanaman terhadap pertumbuhan

dan produksi nilam sangat minim. Nilam dapat dipola tanamkan bersamaan

dengan tanaman lainnya. Namun pola penanamannya disesuaikan dengan

Page 32: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

32 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

sifat dan morfologi tanaman. Tanaman yang memiliki sifat rakus akan hara

serta akan menjadi inang hama dan penyakit sebaiknya dihindari.

Tanaman yang berupa pohon dan kelak akan menanungi nilam

diupayakan dipangkas atau dicari tanaman yang masih mampu memberikan

intensitas cahaya tidak kurang dari 75 %. Sedangkan untuk tanaman yang

tingginya lebih rendah dari nilam atau sama tingginya dengan nilam tidak

terlalu bermasalah sejauh ia tidak rakus hara dan tidak merupakan inang

penyakit, karena intensitas cahaya yang diterima nilam masih dapat

mencapai 75 %, bahkan sampai 100 %.

IV. TEKNOLOGI BUDIDAYA POLA TANAM NILAM

Untuk mencapai hasil yang diharapkan, teknologi yang diperlukan

pada pola tanam nilam sebaiknya berdasar pada persyaratan yang

dibutuhkan oleh tanaman nilam. Faktor-faktor yang akan berpengaruh buruk

ditekan sekecil mungkin, sehingga pertumbuhan dan produksi nilam akan

tetap optimal. Pola tanam nilam dengan tanaman lain agar memiliki daya

hasil nilam yang tinggi mulai dari persiapan lahan hingga panen dan pasca

panen sebaiknya mengikuti persyaratan tersebut. Ada beberapa sistem pola

tanam yaitu pola tumpangsari, berurutan, rotasi dan sistem lorong.

4.1. Pola tumpang sari

Tanaman nilam dapat di pola tanam kan dengan tanaman berupa

pohon atau berupa perdu setahun atau tahunan. Di Pasaman, Sumatera

Barat nilam ditumpangsarikan dengan kacang-kacangan dan atau cabai.

Selain itu, nilam juga dapat ditanam dengan akar wangi. Pada prinsipnya

nilam dapat ditanam baik sebagai tanaman sela atau tanaman pokok

(Gambar 1). Sebagai tanaman pokok, tanaman nilam ditanam sesuai dengan

jarak tanam berdasarkan SOP monokultur, sedangkan tanaman lainnya

sebagai tanaman sela (Gambar 1). Sebaliknya apabila tanaman nilam

sebagai tanaman sela, produksinya akan tidak sebanyak sebagai tanaman

pokok, karena populasi tanaman nilam yang ditanam menjadi berkurang.

Page 33: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

33Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Penanaman nilam (sebagai tanaman pokok) dengan sistem ini bisa

bersamaan dengan tanaman selanya atau sebaliknya. Apabila tanaman

tanaman nilam sebagai tanaman pokok dan tanaman selanya lebih tinggi

seperti jagung, maka sebaiknya jagung ditanam terlebih dahulu, terutama

untuk wilayah yang memiliki bulan kering. Hal ini dimaksudkan agar ketika

menanam nilam, lahan pada kondisi terlindungi, sehingga evapotranspirasi

yang terjadi dapat ditekan. Kondisi kering akan menghambat pertumbuhan

tanaman nilam (Kurniasari 2010). Hasil penelitian Rosman (2004), bahwa

tanaman nilam ketika masih muda sangat membutuhkan naungan dengan

intensitas cahaya 50 %. Pada kondisi ini nilam memiliki pertumbuhan lebih

baik dari pada terbuka (100 %).

Untuk lahan yang memiliki curah hujan merata sepanjang tahun dapat

ditentukan waktu tanam untuk setiap komoditas. Pada Gambar 2 diuraikan

bahwa tanaman sela dapat ditanam sebulan sebelum panen nilam atau

setelah panen nilam seperti jagung.

X J X J X J X J X J X J J J X J J J X J J J X J J JX J X J X J X J X J X J J J X J J J X J J J X J J JX J X J X J X J X J X J J J X J J J X J J J X J J JX J X J X J X J X J X J J J X J J J X J J J X J J JX J X J X J X J X J X J J J X J J J X J J J X J J JX J X J X J X J X J X J J J X J J J X J J J X J J J

Gambar 1. Nilam sebagai tanaman pokok (kiri) dan nilam sebagai tanamansela (kanan)

Keterangan:X = Nilam jarak tanan 40 x 60 cm X = Nilam jarak tanan 40 x 120 cmJ = Tanaman sela berupa perdu J = Tanaman sela berupa perdu

Page 34: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

34 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Jan Feb Maret Apr Mei Juni Juli Agst Sept Oktob Nov Des

Gambar 2. Waktu tanam nilam (di awal musim hujan Oktober) dan tanamansela setahun

Gambar 3. Pola tanam nilam. (A) nilam sebagai tanaman utama ditanamdengan kacang hijau, (B) dengan jagung sebagai tanaman sela,dan (C) tanaman nilam di antara pohon pala.

4.2. Pola tanam berurutan

Pada sistem pola tanam berurutan, tanaman nilam tidak selamanya

ditanam melainkan setelah panen lahan diberakan atau ditanami dengan

tanaman lainnya. Pada lahan yang diperlakukan dengan sistim rotasi,

produksi nilam dan penyulingan akan terhenti apabila tidak ada lahan lain

yang menanam nilam. Pada sistem ini, nilam tidak ditanam terus menerus,

melainkan setelah panen waktu tertentu, bila dianggap tidak lagi

menguntungkan karena kondisi lahan dan iklim yang tidak menguntungkan,

maka tanaman diganti dengan tanaman lainnya. Sistem ini memiliki

keuntungan karena hama atau penyakit tertentu yang tadinya akan

J J JJ

Nilam X

Page 35: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

35Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

berkembang menjadi terputus siklus hidupnya. Selain itu bila yang ditanam

sebagai rotasi adalah tanaman penyubur tanah, maka tanah akan menjadi

subur kembali. Gambar 4 memperlihatkan urutan saat tanam nilam dengan

tanaman lainnya. Nilam dipanen pada menjelang akhir musim hujan yaitu

Februari atau awal Maret dan setelah itu ditanam tanaman lain sebagai

pengganti.

Jan Feb Maret Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nov Des

Gambar 4. Waktu tanam nilam pada sistim berurutan

4.3. Pola rotasi

Pada pola rotasi, tanaman nilam tidak ditanami di satu lahan terus

menerus. Setelah digunakan untuk menanam tanaman nilam beberapa kali,

jenis tanaman diganti dengan tanaman lain selain nilam. Sistem ini

dimungkinkan apabila lahan yang ditanami nilam sudah mengalami

penurunan tingkat kesuburan karena lahan memiliki unsur N, P, K, Ca, pH

dan C/N rasio yang rendah. Seandainya dipaksakan ditanami nilam akan

memerlukan biaya perbaikan lahan yang cukup besar. Oleh karenanya untuk

menghindari biaya tinggi dilakukan rotasi dengan menghentikan menanam

nilam. Lahan diberakan atau ditanami dengan tanaman lain yang mampu

meningkatkan kesuburan lahan. Selanjutnya penanaman nilam dilakukan di

lahan lain dalam jangka waktu tertentu baru kembali ke lahan yang telah

ditinggalkan tersebut.

4.4. Sistim lorong

Pada sistim lorong, tanaman ditanam diantara tanaman lain yang

biasanya berupa pohon (Gambar 3C). Pada sistem ini yang perlu

diperhatikan adalah intensitas cahaya yang masuk ke tanah. Tanaman nilam

yang ditanam tidak sebanyak sistem monokultur. Nilam ditanam di antara

J/Tanaman Sela NilamNilam

Page 36: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

36 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

lorong pepohonan. Hasil pengamatan di lapang penanaman nilam di bawah

tegakan berupa pohon seperti jati dan mengkudu menyebabkan daun nilam

lebih lebar, tipis dan hijau daripada nilam yang ditanam di lahan terbuka.

Namun menurut Anon (1975), pada kondisi terlindung kadar minyaknya

lebih rendah dibanding terbuka. Hal ini dibuktikan oleh Supadyo dan Tan

(1978) yang menyatakan bahwa kandungan minyak atsiri pada pola tanam

monokultur tanpa naungan sebesar 5,1%, sedangkan di sela pohon karet

dan kelapa sawit lebih rendah yaitu 4,66 %.

V. UPAYA PENGEMBANGAN TANAMAN NILAM BERKELANJUTANMELALUI POLA TANAM

Dalam upaya mendukung pengembangan nilam diperlukan teknologi

yang tepat agar pengembangan nilam mampu berkelanjutan. Salah satu

upaya yang perlu mendapat perhatian adalah dukungan teknologi yang

mampu memperkuat posisi petani dalam menghadapi gejolak harga. Selain

itu, teknologi yang dimaksud juga mampu meningkatkan produktivitas

lahan. Pengembangan nilam dengan dukungan teknologi pola tanam perlu

menjadi bahan pertimbangan. Sistem ini akan membantu memecahkan

masalah akibat fluktuasi harga. Pemanfaatan lahan di antara nilam atau

nilam sebagai tanaman sela menjadikan usahatani nilam lebih kuat melawan

kemungkinan jatuhnya harga minyak nilam. Ketika harga minyak nilam

jatuh, hasil dari tanaman lain akan membantu kebutuhan petani dan minyak

nilam dapat disimpan sambil menunggu harga yang layak untuk dijual.

Untuk tercapainya pengembangan nilam melalui pola tanam,

sebaiknya ditekankan kepada teknologi yang mampu meningkatkan

produktivitas dan efisiensi yang bertitik tolak pada pendekatan ekologi yang

ramah lingkungan. Peta kesesuaian lahan dan iklim untuk nilam yang telah

dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menentukan teknologi yang diperlukan

di suatu lokasi, seperti pemupukan, pola tanam dan teknik konservasi

lainnya seperti pemulsaan dan drainase.

Page 37: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

37Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Meskipun penelitian mengenai tanaman yang layak untuk dipola

tanamkan dengan nilam masih dirasakan kurang, namun petani telah

memulai menanam tanaman nilam dengan tanaman lain, baik secara

berurutan maupun bersamaan dengan tanaman nilam (Emmyzar dan Ferry

2004; Soepadyo dan Tan 1978). Teknologi pola tanam yang dilakukan oleh

petani tersebut dapat dijadikan acuan untuk menentukan pola tanam yang

lebih baik. Penanaman tanaman lain di antara nilam (pola tanam nilam),

selain dapat meningkatkan pendapatan petani juga menjaga kelestarian

lingkungan (Wahid dan Rosman 1998).

VI. PENUTUP

Pengembangan nilam sering terkendala oleh fluktuasi harga yang

berakibat menurunnya keinginan petani dalam berusahatani nilam. Ketika

harga jatuh tanaman dibiarkan tidak terpelihara sehingga tanaman menjadi

tidak produktif. Untuk mengantisipasi hal tersebut pola tanam merupakan

salah satu kunci yang dapat mempertahankan minat petani untuk tetap

memelihara tanamannya. Melalui pola tanam, berarti ada tanaman lain yang

ditanam sehingga petani tidak hanya mengandalkan kepada hasil nilam.

Minyak nilam yang diperoleh dapat disimpan sambil menunggu harga tinggi

siap untuk dijual. Adanya tanaman lain berarti juga secara tidak langsung

memelihara tanaman nilam juga. Pola tanam juga dapat meningkatkan atau

mempertahankan kesuburan tanah apabila ditanam dengan tanaman

penyubur tanah seperti kacang-kacangan atau limbah dari tanaman sela bila

dikembalikan ke tanah akan membantu memperbaiki kesuburan tanah.

Pola tanam nilam dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu pola

tumpang sari, berurutan, rotasi atau sistem lorong. Untuk menghindari gagal

panen sebaiknya dalam pola tanam perlu diperhatikan kesesuaian

persyaratan tumbuh tanamannya. Pola tanam yang digunakan seyogyanya

didasarkan juga kepada efisiensi usahatani, mudah dilaksanakan, dan

mampu meningkatkan produktivitas tanaman nilam.

Page 38: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

38 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1975. Pedoman bercocok tanam nilam (Patchouli). Circular No16. LPTI Bogor. Cetakan ke-2. 8 p.

Anonimous. 2007. Statistik perkebunan Indonesia. 2006-2008. Nilam.Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. 22 hal.

Adiwiganda, Y.T., O. Hutagalung dan P Wibowo. 1973. Percobaanpemupukan nilam pada podsolik cokelat kemerahan. Buletin BPPMedan 4 : 107-116.

Burkill, I. H. 1935. A Dictionary of the economic product of the MalayPeninsula. Univ. Press Oxford, Great Bretain, London.

Djazuli, M. 2002. Pengaruh aplikasi kompos limbah penyulingan minyaknilam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nilam(Pogostemon cablin Benth.). Prosiding Seminar Nasional dan PameranPertanian Organik. 2-3 Juli 2002. hal 323-332.

Djazuli, M. dan O. Trisilawati. 2004. Pemupukan, pemulsaan danpemanfaatan limbah nilam untuk peningkatan produktivitas nilam.Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat.Puslitbangbun : 16: 29-37

Emmyzar dan Y. Ferry. 2004. Pola budidaya untuk peningkatan produktivitasdan mutu minyak nilam (Pogostemon cablin Benth). PerkembanganTeknologi Tanaman Rempah dan Obat, Puslitbangbun. 16: 52-61

Heyne, K. 1927. De Nutige Planten Van Nederlanddsch Indie. DepartementVan Lanbouw, Nijverheid en Handle, Buitenzorg. Deel II,2c druk,1329-1333.

Kurniasari, A.M, Adisyahputra dan R. Rosman. 2010. Pengaruh kekeringanpada tanah bergaram NaCl terhadap pertumbuhan tanman nilam. Bul.Littro 21: 18-27.

Mansur, M. dan I.M. Tasma. 1987. Plasma nutfah tanaman nilam. EdsusLittro Balittro, Bogor. 3:12-16.

Mustika, I., R.S. Djiwanti dan R. Harni. 2000. Pengaruh agensia hayati,bahan organik dan pestisida nabati terhadap nematoda pada tanamannilam. Laporan Penyelesaian DIP Bag. Proyek Penel. TanamanRempah dan Obat Tahun 1999/2000. hal. 85 - 92.

Page 39: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

39Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Rosman, R., Emmyzar dan P Wahid. 1998. Karakteristik lahan dan iklimuntuk pewilayahan pengembangan. Monograf nilam. Balittro. 47-54

Rosman, R., Setyono dan H. Suhaeni. 2004. Pengaruh naungan dan pupukfosfor terhadap pertumbuhan dan produksi nilam (Pogostemon cablinBanth). Bul Littro. 15 : 43-49.

Rosman, R. 2010. Teknologi budidaya nilam berbasis ekologi ramahlingkungan. Makalah disampaikan pada konferensi nasional minyakatsiri 20-21 Oktober 2010, di Bandung

Soepadio dan H.T. Tan. 1978. Patchouly a profitable cash crops. WorldCrops. 20: 48-64.

Sufiani, S. dan Hobir. 1998. Teknik Produksi Bibit. Monograf nilam, Balittro:40-46

Tasma, I. dan P. Wahid, 1988. Pengaruh mulsa dan pemupukan terhadappertumbuhan dan hasil nilam. Pember. Penelitian Tanaman 15 : 34 -41.

Trisilawati, O., Hobir dan Emyzar. 2004. Respon dua nomor harapantanaman nilam terhadap pemupukan. Laporan Teknis PenelitianBalittro. 33-52.

Wahid, P. dan R. Rosman. 1998. Pola tanam panili. Monograf panili. No 4.Balittro, Bogor. 63-67.

Page 40: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

40 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

GULMA DAN PENGENDALIANNYA PADA BUDIDAYA

TANAMAN NILAM

Agus Sudiman Tjokrowardojo dan Endjo Djauhariya

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

I. PENDAHULUAN

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di suatu tempat dalam

waktu tertentu tidak dikehendaki oleh manusia. Gulma tidak dikehendaki

karena bersaing dengan tanaman yang dibudidayakan dan dibutuhkan biaya

pengendalian yang cukup besar yaitu sekitar 25-30% dari biaya produksi

(Soerjani et al. 1996). Persaingan tersebut dalam hal kebutuhan unsur hara,

air, cahaya dan ruang tumbuh sehingga dapat: 1) Menurunkan hasil, 2)

Menurunkan kualitas hasil, 3) Menurunkan nilai dan produktivitas tanah, 4).

meningkatkan biaya pengerjaan tanah, 5) Meningkatkan biaya penyiangan,

6) Meningkatkan kebutuhan tenaga kerja, dan 7) Menjadi inang bagi hama

dan penyakit.

Gulma mampu bersaing efektif selama jangka waktu kira-kira 1/4 -

1/3 dari umur tanaman semusim (annual crops) sejak awal

pertumbuhannya. Pada lahan kering gulma tumbuh lebih awal dan

populasinya lebih padat dan menang bersaing dengan tanaman yang

dibudidayakan, sehingga gulma seringkali menjadi masalah utama setelah

faktor air dalam sistem produksi tanaman di lahan kering, terutama tanaman

semusim (pangan dan sayuran). Pada budidaya tanaman di lahan kering

beberapa spesies gulma seperti Imperata cylindrica (alang-alang), Cynodon

dactylon (grinting), Borreria alata, Ageratum conyzoides (babandotan),

Synedrella nodiflora (jontang kuda), Cyperus rotundus (teki berumbi)

mempunyai sifat pertumbuhan yang cepat, berkembang biak dengan biji

maupun stolon/rimpang, toleran terhadap kekeringan dan mampu

menghambat perkecambahan biji maupun pertumbuhan awal tanaman yang

dibudidayakan. Dalam kondisi terjadi kekeringan pada bulan pertama

Page 41: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

41Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

tanaman dibudidayakan, gulma tersebut mampu tumbuh dengan baik, dan

dapat menghambat pertumbuhan tanaman tersebut. Agar dalam usahatani

tanaman semusim memberikan hasil optimal, maka gulma harus

dikendalikan tepat waktu.

Banyak spesies gulma yang tumbuh di lahan kering, sehingga untuk

mengenal dan menentukan cara pengendaliannya perlu diketahui sifat-sifat

dan biologi gulma terutama cara berkembang biak. Disamping itu juga

penggolongan yang mencirikan berbagai sifat karakteristiknya. Assosiasi

jenis gulma tertentu dengan tanaman pokok dan habitat, perannya terhadap

tanaman budidaya serta penggolongan yang dikaitkan dengan responnya

terhadap cara pengendalian adalah penting sebagai bahan pertimbangan

bagi petugas lapang.

Inventarisasi jenis-jenis gulma yang dominan di areal budidaya

tanaman nilam sangat membantu tindakan untuk pengendalian yang tepat.

Disamping itu pengetahuan mengenai gulma bagi para perencana dan

petugas lapang perlu ditingkatkan agar bisa menentukan metode

pengendalian yang tepat.

II. KLASIFIKASI GULMA

Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan gulma agar

memudahkan dalam upaya pengendalainnya. Klasifikasi berdasarkan atas

sifat atau karakter gulma secara umum.

2.1. Klasifikasi berdasarkan daur hidupnya atau umur:

2.1.1. Gulma semusim (annual weed).

Gulma ini berkembang biak secara generatif melalui biji, hanya

dapat hidup selama satu daur yang biasanya kurang dari satu

tahun, contoh Ageratum conyzoides (babandotan)

2.1.2. Gulma tahunan (perenial weed).

Gulma tahunan berkembang biak secara generatif melalui biji,

dan secara vegetatif elalui rimpang, stolon dan setek batang.

Page 42: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

42 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Gulma ini hidup lebih dari satu tahun atau hidup sepanjang

tahun dan berbuah berulangkali. Untuk gulma yang membentuk

rimpang atau umbi dapat hidup sepanjang tahun, contoh

Imperata cylindrica (alang-alang)

2.2. Klasifikasi berdasarkan habitat:

2.2.1. Gulma fakultatif, tumbuh di habitat yang belum ada campur

tangan manusia. Gulma ini tumbuh pada lahan yang belum

dikelola untuk budidaya tanaman, seperti padang alang-alang.

2.2.2. Gulma obligat, tumbuh di habitat yang sudah ada campur

tangan manusia. Gulma ini biasanya tumbuh menyertai

tanaman budidaya, seperti sawah, ladang dan perkebunan.

2.3. Klasifikasi berdasarkan kerugian yang ditimbulkan:

2.3.1. Gulma lunak (soft weed).

Gulma lunak yaitu jenis gulma yang tidak begitu berbahaya

bagi tanaman yang dibudidayakan, namun dalam keadaan

populasi tinggi harus dikendalikan, contoh Ageratum conyzoides

2.3.2. Gulma keras atau gulma berbahaya (noxius weed).

Gulma berbahaya adalah jenis gulma yang berpotensi allelopati,

contoh (I. cylindrica), Mikania micrantha (sembung rambat),

Chromolaena odorata (kirinyuh), Cyperus rotundus (teki

berumbi).

2.4. Klasifikasi berdasarkan kesamaan relatif dalam sifat bersaingdan responnya terhadap herbisida:

2.4.1. Gulma golongan rumput (grasses).

Gulma golongan rumput sebagian besar termasuk dalam famili

Gramineae atau Poaceae, dengan ciri-ciri umum adalah:

Berbatang bulat memanjang, dengan ruas-ruas batang

berongga atau padat. Daun berbentuk pita, bertulang daun

sejajar, lidah-lidah daun berbulu, permukaan daun ada yang

berbulu kasar atau halus. Buah berbentuk butiran tersusun

dalam bentuk malai. Berakar serabut, berstolon atau

Page 43: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

43Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

membentuk rimpang, contoh I. cylindrica, Digitaria ciliaris,

Eleusine indica

2.4.2. Gulma golongan berdaun lebar (broad leaved).

Gulma golongan berdaun lebar sebagian besar temasuk

tumbuhan berkeping dua (Dicotyledoneae) dari berbagai famili.

Ciri-ciri umum: Batang tubuh tegak dengan percabangannya,

ada pula yang tumbuh merambat. Daun tunggal maupun

majemuk, helaian daun bulat/bulat telur Bertulang daun

melengkung atau menjari dan tepi daun rata, bergerigi atau

bergelombang. Duduk daun berhadapan atau berselang-

seling. Bunga tunggal atau majemuk tersusun dalam suatu

karangan bunga. Contoh Borreria alata, Ageratum conyzoides,

Synedrella nodiflora

2.4.3. Gulma golongan teki (sedges).

Famili Cyperaceae mempunyai ciri-ciri umum: Daun berbentuk

pipih atau berlekuk segi tiga, memanjang yang tumbuh

langsung dari pangkal batang. Permukaan daun biasanya licin

tidak berbulu atau ada yang berbulu agak kasar, tangkai bunga

berbentuk seperti lidi, muncul dari tengah-tengah pangkal

batang dan ujungnya tersusun karangan bunga. Perakaran

biasanya membentuk stolon dan bercabang dimana setiap

cabang membentuk umbi, contoh Cyperus rotundus dan

Cyperus kyllingia

2.4.4. Gulma golongan pakis-pakisan (fern) contoh Cyclosorus aridus

(pakis kadal)

III. CARA PENGENDALIAN GULMA

3.1. Manual/Mekanis, menggunakan alat seperti kored ataucangkul.

Pengendalian mekanis merupakan cara yang paling tua dan masih

dilakukan hingga sekarang, dan dianggap cara yang terbaik karena bisa

dilakukan dengan cermat dan bersih. Disamping itu menggemburkan tanah

di sekitar tanaman budidaya.

Page 44: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

44 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Keuntungan dengan cara mekanis antara lain gulma yang masih muda

dapat terbenam, dan gulma tua mengalami penghancuran dan terbenam ke

dalam tanah. Kelemahannya antara lain: 1). diperlukan penyiangan ulang

interval waktu 2-3 minggu, 2) perakaran tanaman nilam sering mengalami

kerusakan terutama apabila dilakukan secara ceroboh (borongan), 3) sekali

penyiangan memerlukan waktu lama sekitar 40-50 hari orang kerja (HOK)

3.2. Cara kimia menggunakan herbisida.

Untuk budidaya tanaman nilam skala luas dimana penyiangan

mekanis maupun cara lain sudah tidak memberikan keuntungan, maka

herbisida merupakan alternatif/pilihan untuk mengendalikan gulma. Dengan

memakai herbisida, akan diperoleh beberapa keuntungan yaitu: 1) jenis-

jenis gulma yang peka dapat diberantas sampai habis, 2) tenaga kerja dapat

dikurangi, dan 3) efisiensi waktu.

Beberapa jenis herbisida yang dapat dipergunakan pada tanaman

nilam tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Herbisida yang dapat dipergunakan pada tanaman nilam

Herbisida Dosiskg/ha ba

Waktu aplikasi(HST)

Gulma sasarangolongan

1. Alachlor2. Thiobencarb/prometryne3. Oxyfkuorfen4. Diuron5. Glifosat*6. Paraquat*

1.0 – 1.51.0 – 1.51.5 – 2.01.0 - 1.51.0 – 1.50.75 – 1.25

Pratumbuh (1 – 4)Pratumbuh (1 – 4)Pratumbuh (1 – 4)Pratumbuh (1 – 4)21 – 30**21 – 30**

RR, BL, TR, BL, TR, BL, TR, BL, TR, BL, T

* Biasa digunakan untuk penyiapan lahan tanpa olah tanah dengan dosis 4 – 6 l/ha ataupembukaan lahan (land clearing)

** Menggunakan sungkup agar tidak mengenai daun tanaman nilam apabila digunakan untukmenyiang.

3.3. Yang perlu diperhatikan saat menggunakan herbisida

1. Jenis herbisida, berkerja secara kontak atau sistemik

2. Sifat herbisida selektif atau non selektif

3. Waktu aplikasi herbsida: pra tanam, pra tumbuh atau pasca

tumbuh

4. Cara aplikasi herbisida, tergantung dari formulasi herbisida.

Formulasi butiran diberikan dengan ditabur merata ke seluruh

Page 45: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

45Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

permukaan tanah dengan menambahkan serbuk tanah atau

pasir sebagai pembawa dengan perbandingan 1:1. Sedangkan

herbisida berbentuk tepung atau cairan dilarutkan dalam air

dan diaplikasikan dengan menggunakan sprayer.

IV. SPESIES GULMA PENTING DI LAHAN KERING

4.1. Ageratum conyzoides (Asteraceae), dikenal denganbabandotan

Batang bulat, tegak, hingga 90 cm, berbulu, bercabang, berumur

semusim. Ruas batang dan bagian yang berbulu. Daun berhadapan, bulat

telur, segi tiga hingga bulat telur atau belah ketupat hingga bulat telur,

ujung lancip, tepi daun bergerigi. Bunga berbentuk bongkol, mengelompok

berwarna putih sampai keunguan (Gambar 1A). Berkembang biak dengan

biji. Tumbuh di tempat terbuka atau agak terlindung

4.2. Synedrella nodiflora (Asteraceae)

Batang tegak,menggarpu ganda, hingga 90 cm, berumur semusim.

Daun berhadapan, jorong atau bulat telur, tepinya bergelombang bergerigi,

kedua permukaan berbulu halus (Gambar 1B). Bunga berwarna kuning.

Berkembang biak dengan biji. Tumbuh di tempat terbuka atau terlindung

hingga 1.200 m dpl.

4.3. Borreria alata (Rubiaceae)

Batang segi empat bersayap, menjalar atau tegak, hingga 75 cm,

bercabang mulai dari pangkal, berumur semusim. Daun berhadapan, jorong

hingga bulat telur, tepi rata, permukaan licin, seringkali berwarna

hijau\kekuningan. Bunga mengelompok di ketiak daun, berwarna ungu

mudaberbentuk kapsul dengan 2 butir bij (Gambar 1C). Berkembang biak

dengan biji dan ruas batang yang keluar akar. Tumbuh di tempat terbuka

atau agak terlindung hingga 1.700 m dpl.

Page 46: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

46 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Gambar 1. Gulma pada pertanaman nilam. (A) Ageratum conyzoides(babandotan), (B) Synedrella nodiflora (glentangan), (C)Borreria allata (Goletak=kentangan), (D) Borreria laevis(katumpang lemah), (E) Axonopus compressus (rumputpait), (F) Cynodon dactylon (Rumput grinting), (G)Digitaria ciliaris (gejoran), (H) Eleusine indica (rumputbelulang), (I) Cyperus rotundus (Teki berumbi), dan (J)Cyperus kyllingia (Teki udelan).

4.4. Borreria laevis (Rubiaceae)

Batang tegak hingga 50 cm, bersegi empat berbulu pendek, berwarna

hijau sampai kekuningan berumur semusim. Daun berhadapan, bulat

panjang berbentuk lanset, ujung lancip, tepi kasar berwarna keunguan,

permukaan licin. Bunga mengelomok di ketiak daun, berwarna putih

keunguan (Gambar 1D). Berkembang biak dengan biji. Tumbuh di tempat

terbuka atau agak terlindung hingga 1.100 m dpl.

Page 47: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

47Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

4.5 Axonopus compressus (Poaceae)

Tumbuh menjalar dan menanjak hinga 50 cm. Batang berbuku, padat,

tiap buku berakar, berumur tahunan. Daun berbentuk lanset, tepinya

berbulu halus, permukaan atas berbulu jarang, permukaan bawah gundul,

lidah daun pendek, berbulu pendek (Gambar 1E). Bunga berbentuk malai,

mirip bulir, bercabang dua hingga banyak, anak bulir jorong. Berkembang

biak dengan biji dan setek batang. Tumbuh di tempat terbuka/agak

terlindung hingga 1.400 m dpl.

4.6. Cynodon dactylon (Poaceae)

Batang tumbuh menjalar membentuk rimpang, buluh yang berbunga

tegak atau menanjak hingga 40 cm, buluh samping panjang, yang tua

berongga, berumur tahunan. Ruas buluh berseling antara yang panjang dan

yang pendek, daun dalam dua baris. Bunga berbentuk bulir ganda terdiri

dari dua sampai beberapa cabang, anak bulir berwarna putih lembayung

(Gambar 1F). Berkembang biak dengan biji dan setek batang. Tumbuh di

tempat terbuka/terlindung hingga 1.650 m dpl

4.7. Digitaria ciliaris (Poaceae)

Batang menjalar kemudian menanjak hingga 60 cm, berumur

semusim. Daun bebentuk pita, lunak, berambut pada permukaannya, lidah

daun rata (Gambar 1G). Bunga berbentuk bulir majemuk menjari. Anak bulir

berpasangan dua-dua, berbentuk lanset. Berkembang biak dengan biji,

dapat juga dari potongan buluh (ruas batang). Tumbuh di tempat terbuka

hingga 900 m dpl.

4.8. Eleusine indica (Poaceae)

Rumput berumpun, tegak atau menanjak hingga 50 cm, pangkalnya

membentuk roset, Berumur semusim atau tahunan namun tidak berumur

panjang. Daun berbentuk pita, lidah daun berbulu halus (Gambar 1H).

Bunga berbentuk bulir terdiri dari 2 hingga 12 cabang tersusun secara

menjari. Berkembang biak dengan biji dan tumbuh di mana-mana hinggá

2.000 m dpl.

Page 48: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

48 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

4.9. Cyperus rotundus (Cyperaceae)

Batang tumbuh berumpun, tegak hingga 50 cm, berumbi batang,

banyak membentuk rangkaian umbi dengan stolon, tiap umbi mempunyai

beberapa mata tunas, berumur tahunan. Daun berbentuk pita bersegi tiga,

permukaan licin, mengelompok dekat pangkal batang. Bunga bulir tunggal

atau majemuk, mengelompok atau membuka, berwarna cokelat (Gambar

1I). Berkembang biak dengan umbi dan biji. Tumbuh di tempat terbuka atau

agak terlindung hingga 1.000 m dpl.

4.10. Cyperus kyllingia (Cyperaceae)

Teki-tekian tumbuh tegak hingga 55 cm, berimpang, tidak berumbi,

berumur tahunan. Daun berbentuk pita bersegi tiga permukaan licin dan

kaku, pada pangkalnya berwarna kemerahan. Bunga berbentuk bongkol,

terdapat di ujung tangkai bunga, berwarna putih (Gambar 1J). Berkembang

biak dengan biji. Tumbuh di tempat terbuka atau agak terlindung hingga

1.300 m dpl.

V. PENUTUP

Gulma pada lahan kering seringkali menjadi masalah utama setelah

faktor air dalam sistem produksi tanaman terutama tanaman semusim

termasuk nilam.

Umumnya gulma tumbuh lebih awal daripada tanaman nilam dan

populasinya lebih padat sehingga menang bersaing dalam hal kebutuhan

unsur hara, dan ruang tumbuh sehingga akan dapat menekan pertumbuhan

tanaman nilam apabila tidak dikendalikan tepat waktu. Hal demikian ini akan

dapat menurunkan produksi terna. Oleh karena itu, gulma harus

dikendalikan dengan baik dan tepat waktu.

Untuk mengendalikan gulma pada tanaman nilam secara tepat

menggunakan herbisida perlu mengetahui sifat dan karakter spesies gulma.

Disamping itu juga harus memperhatikan jenis bahan aktif, formulasi dan

mekanisme aksi herbisida yang digunakan. Tidak kalah penting adalah cara

Page 49: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

49Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

aplikasi harus sesuai dengan perhitungan dosis anjuran dan menggunakan

sprayer dengan T-jet nozle (nosel tipe kipas) berbeda dengan nozle yang

biasa digunakan untuk aplikasi insektisida maupun fungisida.

DAFTAR PUSTAKA

Ampong-Nyarka, Kwesi and SK. De Dtta. 1991. A hand book for weedcontrol in rice IRRI. Manila Phillippine

Direktorat Jendral Perkebunan. 1995. Pedoman Pengenalan Berbagai JenisGulma Penting Pada Tanaman Perkebunan. N0.05.16.08.10.85

Hasanuddin, A. Anhar dan Nurhayati. 2000. Kajian hasil dan stadiaperkembangan tanaman jagung: Densitas tanaman dan tekanangulma. Agrista. 4: 181-189

Lamid, Z. dan R.E. Soenarjo. 2001. Weed flora and upland rice managementpractices in Indonesia. p.73-84. In upland rice: Current Status andFuture Direction, AARD-IRRI Collaboration Research. Bogor.

Mahmud, M. 2005. Gulma dan karakter ekofisiologi pada berbagai sistempenggunaan lahan di tanaman nasional Lore Lindu. Disertasi S.3Sekolah Pasca Sarjana IPB Bogor.

Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta

Soerjani, M., M. Soendaru dan C. Anwar. 1996. Present Status of WeedProblems and Their Control in Indonesia. Biotrop. Special Publication.No.24.

Page 50: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

50 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

HAMA NILAM DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA

Tri Lestari Mardiningsih, Rohimatun, dan Molide Rizal

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

I. PENDAHULUAN

Salah satu kendala dalam budidaya tanaman nilam ialah serangan

hama. Serangan berat oleh hama dapat menyebabkan terganggunya

pertumbuhan tanaman dan menurunkan produksi. Serangga-serangga yang

menyerang tanaman nilam ialah kutudaun Aphis gossypii (Hemiptera:

Aphidoidea: Aphididae), ulat pemakan daun sub-famili Pyraustinae

(Lepidoptera: Pyralidae), belalang (Orthoptera: Acrididae), kumbang

pemakan daun Longitarsus sp. (Coleoptera: Chrysomelidae), Drepanococcus

chiton (Hemiptera: Coccoidea: Coccidae), ulat pemakan daun (Lepidoptera),

Planococcus minor (Hemiptera: Pseudococcidae), Margarodidae (Hemiptera),

wereng daun (Hemiptera: Cicadellidae), kumbang Curculionidae

(Coleoptera) dan Cyclopelta obscura (Hemiptera: Dinidoridae). (Mardiningsih

et al. 2010a). Selain itu juga ditemukan ulat penggulung daun sub-famili

Pyraustinae (Lepidoptera: Pyralidae) (Rohimatun, komunikasi pribadi).

Hama yang menyerang batang dan akar juga ditemukan yaitu rayap (Dra.

Endang Hadipoentyanti, komunikasi pribadi). Tulisan ini memaparkan jenis-

jenis hama yang sering ditemukan menyerang tanaman nilam dan strategi

pengendaliannya.

II. HAMA UTAMA YANG MENYERANG TANAMAN NILAM

2.1. Hama Daun

2.1.1. Aphis gossypii (Hemiptera: Aphidoidea: Aphididae)

a. Ciri morfologi

Kutudaun ini mempunyai ciri-ciri: kauda berbentuk lidah, lebih

panjang daripada lebar pangkalnya, pucat, lebih pucat daripada sifunkuli.

Page 51: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

51Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Kauda dengan 5–6 rambut. Tidak ada mekanisme stridulatori. Sifunkuli

berimbrikasi, gelap merata, biasanya lebih gelap daripada warna tubuh

secara umum. Sifunkuli lebih panjang daripada kauda. Spirakel kecil dan

berbentuk seperti ginjal. Tuberkel antena tidak berkembang. Proses terminal

2–3,1 kali lebih panjang daripada pangkal ruas antena terakhir. Tuberkel

lateral ada paling tidak pada ruas abdomen 1 dan 7. Rambut-rambut pada

femur belakang lebih pendek daripada diameter pangkal femur (Blackman

dan Eastop 2000).

Serangga hidup berwarna kuning, hijau, atau hijau kekuningan

(Gambar 1a). Imago bersayap dan tidak bersayap. Selain merupakan hama,

A. gossypii juga merupakan vektor penyakit virus yang dapat menularkan

lebih dari 50 virus tanaman (Blackman dan Eastop 2000). A. gossypii juga

ditemukan pada tanaman nilam yang menunjukkan gejala virus mosaik

(Mardiningsih dan Deciyanto 1999a). Kutudaun ini merupakan hama utama

di pembibitan rumah kaca. Bibit nilam yang tidak dilindungi dengan

penyemprotan insektisida satu minggu saja pucuknya dapat terserang

kutudaun ini sehingga pertumbuhan pucuk dapat terhambat. Pucuk tanaman

yang terserang kutudaun akan mengeriting karena cairan tanaman diisap.

Di lapangpun tanaman nilam juga terserang kutu ini, namun karena

tanaman sudah besar, tidak terlalu mengganggu pertumbuhan tanaman

(Gambar 1b) (Mardiningsih et al. 2011).

b. Biologi

Pada tanaman nilam A. gossypii terdiri atas 4 instar nimfa. Rata-rata

lama nimfa instar I, II, III, dan IV berturut-turut adalah 1,8; 1,4; 1,2, dan

1,6 hari. Secara keseluruhan rata-rata lama masa nimfa ialah 6 hari. Rata-

rata masa prereproduksi, reproduksi, dan pasca reproduksi berturut-turut

adalah 0,7; 6,9; dan 0,3 hari. Rata-rata masa imago ialah 7,9 hari. Rata-

rata masa nimfa sampai imago mati ialah 13,9 hari. Rata-rata siklus hidup

dari nimfa sampai menghasilkan nimfa lagi 6,7 hari. Rata-rata banyaknya

keturunan yang dihasilkan oleh seekor imago ialah 22,8 hari dan rata-rata

banyaknya keturunan yang dilahirkan per hari rata-rata 3,9 ekor

(Mardiningsih dan Deciyanto 1999b).

Page 52: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

52 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

c. Distribusi dan tanaman inang

Kutudaun ini tersebar di seluruh dunia, akan tetapi di daerah beriklim

sedang yang lebih dingin terbatas di rumah kaca (merupakan hama utama).

Hama ini banyak dan tersebar luas di daerah tropis, termasuk di banyak

pulau di Pasifik (Blackman dan Eastop 2000).

Kutudaun ini merupakan hama yang sangat polifag, menyerang

tanaman kapas, ketimun, jeruk, kopi, kakao, terung, kentang, okra, dan

banyak tanaman hias termasuk Hibiscus (Blackman dan Eastop 2000).

Hama ini juga menyerang katuk, lada, dan nilam (Mardiningsih dan

Deciyanto 1999a), Cataranthus roseus (Mardiningsih et al. 2007; Irsan

2010), dan lebih dari 20 spesies dari famili Annonaceae, Apocynaceae,

Araceae, Asteraceae/Compositae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae,

Malvaceae, Melastomaceae, Myrtaceae, Rubiaceae, Solanaceae, dan

Umbelliferae (Irsan 2010). A. gossypii juga menyerang Ocimum bacilicum,

O. gratissimum, dan Phaleria macrocarpa (Mardiningsih dan Sartiami 2011)

(Gambar 1A dan 1B).

2.1.2. Ulat pemakan daun (Lepidoptera: Pyralidae: Pyraustinae)

Ulat pemakan daun ini mempunyai tiga pasang tungkai pada toraks

dan empat pasang tungkai palsu pada abdomen. Pada toraks terdapat

bercak cokelat kehitam-hitaman di bagian kiri dan kanan. Pada bagian dorsal

terdapat dua lajur berwarna hijau keputih-putihan. Panjang maksimum

stadia larva/ulat mencapai 2 cm (Gambar 2). Sebelum memasuki masa

pupa, ulat berwarna merah. Pupa berwarna krem, makin lama berwarna

cokelat dengan panjang 9 mm dan lebarnya 2 mm, berlangsung 12 hari.

Imago/serangga dewasa berwarna krem dengan panjang 9,5 mm dan lebar

tubuh 3 mm. Di rumah kaca pada beberapa tanaman hampir menghabiskan

daun. Gejala serangannya menyebabkan daun menjadi tidak utuh.

2.1.3. Ulat penggulung daun (Lepidoptera: Pyralidae: Pyraustinae)

Ada dua jenis ulat penggulung daun nilam, yaitu Sylepta sp. dan

Pachyzancla stultalis.

Page 53: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

53Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

2.1.3.1. Sylepta sp.Sylepta sp.

Telur diletakkan terpisah di atas permukaan daun, tidak berwarna/

bening, namun secara berangsur-angsur berubah menjadi keruh dan pada

saat menetas berubah menjadi cokelat muda. Panjang telur rata-rata 1,4

mm, dengan lebar rata-rata 0,8 mm. Panjang larva dari telur yang baru

menetas ± 1,7 mm dan pertumbuhan maksimum mencapai 17,0 mm.

Mulanya larva tidak berwarna tetapi sejak mulai makan daun warnanya

terlihat menjadi hijau. Sampai sekitar umur 14 hari, larva belum

menggulung daun, memakan bagian atas permukaan daun sehingga bagian

tersebut menjadi transparan. Pada periode berikutnya, ketika panjang larva

mencapai ± 9,0 mm larva mulai membuat sarang dengan cara menggulung

dan memakan daun sehingga daun berlubang. Apabila daun-daun habis

dimakan, larva melanjutkan serangannya dengan memakan batang yang

masih muda sehingga kerusakan tanaman semakin parah. Stadia ini diawali

dengan larva yang sudah tidak aktif makan. Tubuh larva berangsur-angsur

memendek diikuti oleh perubahan warna dari hijau menjadi putih keruh,

akhirnya larva berubah menjadi pupa. Pupa terdapat di dalam gulungan

daun tanaman nilam. Setiap gulungan daun hanya terdapat satu pupa. Pupa

mulanya berwarna putih, tetapi pada hari berikutnya berubah menjadi

kuning, kemudian cokelat-kuning, dan akhirnya menjadi cokelat tua

kehitam-hitaman. Panjang pupa rata-rata adalah 12,0 mm. Serangga

dewasa berupa kupu-kupu yang berwarna cokelat keemasan dengan garis-

garis yang berwarna abu-abu muda, melintang pada kedua sayapnya

(Gambar 1C). Panjang rentang sayap kupu jantan ± 22,0 mm dengan

panjang tubuh ± 9,0 mm. Ukuran tubuh kupu betina lebih besar daripada

jantan. Panjang rentangan sayap kupu betina ± 28,0 mm dengan panjang

tubuh ± 14,0 mm. Kopulasi terjadi saat imago berumur 2 hari, pada hari

berikutnya imago mulai bertelur. Siklus hidup hama ini berlangsung selama

30-36 hari, terdiri dari stadia telur, larva, prepupa, pupa, dan imago yang

masing-masing berturut-turut berlangsung antara 3-4, 19-22, 2-3, 3-4, dan

7-8 hari (Wiratno dan Deciyanto 1991).

Page 54: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

54 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

2.1.3.2. Pachyzancla stultalis (syn Herpetogramma stultalis)

Serangga ini bertelur di malam hari, berkisar 200 telur tiap imago

betina (Kalshoven 1980). Larva hidup dalam gulungan daun yang ditutupi

oleh benang halus berwarna putih. Warna tubuh mulanya bening kemudian

lama-lama berubah menjadi hijau kekuningan. Kepala berwarna hitam

kecokelatan (Adria et al. 1990). Panjang tubuh mencapai 15-118 mm. Ulat

ini dikenal dengan ulat bungkus yang bersifat polifag. Pertama-tama larva

menyerang daun yang terbawah kemudian menuju bagian atas tanaman

(Kalshoven 1980). Semakin tua umur larva semakin aktif (Adria et al. 1990).

Hingga memasuki masa pre pupa, larva menjadi kurang aktif dan tubuh

terlihat mengkerut. Pupa terbungkus dalam cocon yang berwarna coklat.

Imago merupakan kupu-kupu dengan warna putih kecokelatan, pada sayap

terdapat garis berwarna hitam kecokelatan. Perkembangan dari telur sampai

dewasa berkisar 3-3,5 minggu.

2.1.4. Kumbang pemakan daun, Longitarsus sp. (Coleoptera:Chrysomelidae)

Kumbang ini berwarna cokelat (Gambar 4). Longitarsus sp. termasuk

subfamili Halticinae. Femur tungkai belakang membesar yang digunakan

untuk meloncat (Kalshoven 1981). Serangga ini disebut juga kumbang pijal,

merupakan hama yang polifag. Beberapa spesies larva/pradewasa hidup di

dalam tanah dan memakan akar sedangkan serangga dewasanya

menyerang pucuk dan daun (Mulyati 1985).

Selain sebagai serangga hama, kumbang ini juga dimanfaatkan

sebagai agen pengendali biologi gulma Lantana camara di Afrika Selatan

(Simelane 2005). Pada tanaman nilam, hanya stadia dewasa yang

ditemukan menyerang nilam. Perilaku serangga ini sering meloncat dan

menyerang pada bagian pucuk maupun daun. Gejala serangannya ialah

lubang-lubang kecil pada pucuk maupun daun. Menurut Britton (1970) dan

Kalshoven (1981), gejala serangannya tampak seperti bekas tembakan

peluru. Kerusakan terutama dilakukan oleh serangga dewasa.

Page 55: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

55Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

2.1.5. Walang sangit (Hemiptera: Heteroptera: Coreidae)

Pada tanaman nilam, walang sangit ini berwarna hijau dan cokelat,

panjang tubuh mencapai 1,5 cm dan lebarnya 2 mm. Pada tanaman nilam,

pada populasi banyak, gejala serangga ini tampak nyata kerusakan oleh

yaitu daun berwarna kekuningan.

Walang sangit merupakan hama pada tanaman padi. Serangga

bertubuh ramping dengan tungkai dan antena yang panjang dan meloncat

dengan baik. Imago tidak meletakkan telur kira-kira 21 hari, setelah itu

serangga meletakkan telur + 12 hari pada permukaan atas daun rumput dan

daun padi. Telur pipih, oval, berwarna merah sampai hitam dan meletakkan

telur dalam satu atau dua baris yang terdiri atas 12-16 butir. Seekor

serangga betina meletakkan telur total 100 butir pada interval 2-3 hari.

Telur menetas dalam + 7 hari. Nimfa yang baru menetas berwarna hijau

dan menjadi kecokelatan sejalan dengan perkembangannya. Nimfa terdiri

atas 5 instar yang berkembang dalam kira-kira 19 hari. Perkembangan dari

telur sampai menjadi imago berlangsung 25 hari. Satu generasi berlangsung

dalam waktu kira-kira 46 hari. Peletakan telur berlangsung pada petang hari

atau sore hari. Imago terbang pada jarak yang pendek pada siang hari dan

meliputi jarak yang jauh pada malam hari. Walang sangit kadang-kadang

muncul pada lampu. Serangga ini menghasilkan bau yang sangat tajam.

Populasi walang sangit sangat berfluktuasi sepanjang musim. Musuh

alaminya berupa parasit telur yaitu Gryon nixori Masner (Hadronotus

flavipes), Ooencyrtus malayensis Ferr. dan Telenomus rowani Gahan.

Gryllid, Tettigonid (Conocephalus), dan Reduviid dilaporkan sebagai predator

serangga ini (Kalshoven 1981).

2.1.6. Tungau merah (Tetranychus sp.) (Acarina: Tetranychidae))

Serangan hama tungau ini biasanya terjadi pada musim kemarau.

Tungau yang masih muda berwarna krem dan di pinggir kiri kanan tubuhnya

terdapat bercak berwarna gelap. Tungau dewasa berwarna merah hidup di

permukaan daun bawah dan atas. Gejala serangannya ialah daun berwarna

Page 56: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

56 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

keputih-putihan, selanjutnya berwarna keperak-perakan, lama-kelamaan

daun menjadi kering.

Biologi hama ini pada tanaman nilam belum banyak diketahui. Biologi

tungau merah ini pada tanaman mentha ialah stadia telur berlangsung 3-4

hari. Stadia nimfa terdiri atas protonimfa dan deutonimfa. Stadium

protonimfa berkisar antara 22-28 hari dan deutonimfa antara 24-32 hari.

Stadium serangga dewasa (imago) berkisar antara 246-296 hari. Masa pra-

peneluran berlangsung antara 1-2 hari. Imago dapat menghasilkan telur

sebanyak 35,4-77 butir. Rata-rata siklus hidup Tetranychus sp. berkisar

antara 10,6-14,4 hari (Deciyanto et al. 1989).

2.1.7. Belalang (Orthoptera: Acrididae)

Belalang yang menyerang tanaman nilam bermacam-macam, antara

lain ialah Valanga nigricornis dan Tagasta marginella. Gejala serangan dari

belalang ialah daun menjadi sobek dan berlubang-lubang besar. Menurut

Kalshoven (1981), nimfa dan imago V. nigricornis memakan daun. Belalang

ini merupakan serangga yang polifag, menyerang berbagai jenis tanaman.

Siklus hidupnya terdiri atas telur, nimfa, dan imago. Warna tubuhnya adalah

abu-abu kecokelatan mempunyai bercak-bercak terang pada femur

belakang, tibia belakang berwarna kemerahan atau ungu, sedang

permukaan sayap bawah berwarna merah pada pangkalnya. Telur-telur

diletakkan di dalam tanah 2-3 kelompok pada kedalaman 5-8 cm yang diisi

dengan masa busa yang mengeras. Nimfa muda berwarna kuning kehijauan

dengan bercak-bercak hitam; nimfa-nimfa ini menghabiskan daun yang

sedang tumbuh dan mencapai puncak pohon dalam waktu 2 hari.

Selanjutnya, nimfa-nimfa bervariasi baik dalam warna maupun polanya,

kebanyakan abu-abu dan kuning, sering berwarna gelap sampai hitam

kecokelatan. Telur-telur yang dipelihara di laboratorium di dalam tanah

lembap menetas setelah 5-7,5 bulan. Perkembangan di lapang dari nimfa

yang baru menetas sampai imago bersayap berlangsung sekitar 80 hari.

Page 57: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

57Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Warna tubuh T. marginella hijau atau berwarna jerami. Kepalanya

memanjang runcing. Tarsus belakang dan antena berwarna biru. Belalang

biasa ditemukan di rumput dan tanaman lainnya (Kalshoven 1981).

2.2. HAMA AKAR

2.2.1. Rayap (Isoptera: Rhinotermitidae)

Tanaman nilam juga diserang oleh hama rayap. Rayap ini menyerang

akar tanaman dan membuat saluran yang terdiri atas lumpur kering ke

bagian batang. Menurut Kalshoven (1981), rayap dari famili Rhinotermitidae

hidup sebagian di atas dan sebagian di bawah tanah, mempunyai arti

ekonomi yang tinggi. Rayap ini terutama spesifik karena perilaku kasta

prajurit, jika diganggu menghasilkan cairan putih dari lubang di kepala.

Kasta pekerja berbadan ramping. Laron atau stadia reproduksi agak kecil,

hitam-cokelat dengan sayap keperakan dan cepat bergerak. Coptotermes

spp. sangat efisien menyerang pohon hidup maupun yang sudah mati. C.

curvignathus hidup di dataran rendah dan di daerah-daerah dengan curah

hujan yang merata. Sarangnya dapat dtemukan pada batang yang mati di

bawah atau di atas tanah dan dihubungkan oleh saluran yang tingginya 6

mm sampai 90 m panjangnya, pada kedalaman 30-60 cm. Rayap membuat

tutup lumpur pada kayu atau ranting pohon sampai ketinggian 2-3 m.

III. PENGENDALIAN

3.1. Strategi Pengendalian A. gossypii

Pengendalian Biologi

Musuh alami A. gossypii berupa cendawan Verticillium lecanii.

Suspensi konidia pada konsentrasi 1010 konidia per ml (4 hari setelah

inokulasi menyebabkan mortalitas A. gossypii 100%) disemprotkan pada

tanaman yang terserang kutudaun ini (Karindah et al. 1996). Dari

pertanaman nilam yang terserang A. gossypii ditemukan predator yaitu

Syrphidae (Diptera), Coelophora maculata (Coleoptera: Coccinellidae),

Page 58: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

58 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Cheilomenes maculata (Coleoptera: Coccinellidae), Scymnus sp.

(Coleoptera: Coccinellidae) (Mardiningsih et al. 2010b). Di Bogor ditemukan

parasitoid yang menyerang A. gossypii yaitu Aphelinus sp. (Hymenoptera:

Aphelinidae). Dari hasil koleksi A. gossypii, baik nimfa maupun imago

terserang Aphelinus sp. 20-76% (Mardiningsih dan Jakfar 2010).

Insektisida Nabati

Minyak dari Azadirachta indica, Melia azedarach, Cymbopogon nardus,

dan Geranium sp. yang diuji di laboratorium terhadap A. gossypii dan

Coccinella undecimpunctata menunjukkan bahwa minyak Geranium sp. dan

mimba lebih repelen (menolak) terhadap A. gossypii daripada minyak

lainnya. Minyak mimba mempunyai aktivitas residu sampai 6 hari, sedang

minyak lainnya tidak berpengaruh lebih dari 1-3 hari setelah penyemprotan.

Tidak satupun dari minyak-minyak tersebut berpengaruh terhadap

kelangsungan hidup atau perilaku larva C. undecimpunctata, hanya

memperpanjang larva instar keempat (Matter et al. 1993). Insektisida nabati

mimba berbahan aktif azadirachtin 0,25-2% efektif mengendalikan

A. gossypii dengan nilai efikasi antara 61,1-89,9% dan rerak berbahan aktif

saponin 0,5-2% mengendalikan A. gossypii dengan nilai efikasi antara 64,1-

75,7% (Mardiningsih et al. 2010b).

3.2. Strategi Pengendalian ulat pemakan daun

Strategi pengendalian yang dapat dilakukan untuk ulat pemakan daun

ini ialah monitoring, menggunakan insektisida nabati dan insektisida sintetis

bila diperlukan. Monitoring perlu dilakukan, apabila masih ditemukan sedikit

ulat ini maka dapat dilakukan tindakan secara fisik yaitu dengan mengambil

ulat secara langsung. Namun apabila ditemukan dalam jumlah banyak dapat

dikendalikan dengan insektisida nabati, yaitu mimba dan cendawan

entomofagus yaitu Beauveria bassiana. Perlakuan ekstrak biji mimba dalam

pelarut etanol konsentrasi 6 dan 8 ml/l air cukup efektif menghambat

perkembangan penggerek polong Maruca testulalis (Lepidoptera: Pyralidae)

Page 59: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

59Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

pada tanaman kacang hijau (Koswanudin et al. 2010). Bacillus thuringiensis

1 g/l juga dapat digunakan untuk mengendalikan ulat ini. Apabila terjadi

ledakan serangan secara eksplosif maka beberapa jenis insektisida sintetis

dapat digunakan untuk mengendalikan serangga famili Pyralidae diantaranya

yang berbahan aktif asefat, bisultap, deltametrin, profenofos, klorpirifos, dan

klorfluazuron (Pusat Perizinan dan Investasi 2008).

3.3. Strategi Pengendalian ulat penggulung daun

1. Pestisida kimia.

2. Pestisida nabati

3. Mekanis, dengan memotong bagian daun yang terkena ulat

penggulung dan memusnahkannya,

4. Hayati, dengan parasitoid ulat (Euagathis sp.) (Gambar 1D).

(Rohimatun et al. 2011)

3.3. Strategi Pengendalian Longitarsus sp.

Pengendalian juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan pestisida

nabati dan cendawan Beauveria bassiana (Siswanto et al. 2011). Insektisida

nabati berbahan aktif cengkeh, piretrum, dan jeringau dengan pelarut

xylene, toluen, dan tween 80 pada konsentrasi 1%. Cendawan Beauveria

bassiana pada 5 g/100 ml air dapat mematikan kumbang 90-92% pada hari

ke-10.

3.4. Strategi pengendalian walang sangit

Menurut BB Padi (2009) pengendalian walang sangit dapat dilakukan:

Kultur teknis. Tindakan ini bertujuan agar serangan walang sangit tidak

berlanjut terus-menerus. Apabila menanam tidak serentak maka tanaman

yang di belakangnya akan terserang lebih berat. Secara biologis. Dalam

skala rumah kaca dan rumah kasa, serangga ini dapat dikendalikan dengan

musuh alaminya berupa parasit telur yaitu Ooencyrtus malayensis. Selain

itu, cendawan entomopatogen juga dapat digunakan untuk mengendalikan

hama ini yaitu B. bassiana dan Metarrhizium sp.

Page 60: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

60 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Gambar 1. Hama dan parasitoid hama nilam. (A) Kutudaun A. gossypii(B) Tanaman nilam terserang kutu daun, (C) Imago Syleptasp. (sumber http://www. boldsystems.org), dan (D)Euagathis sp. (Hymenoptera: Braconidae; Sumber:http://commons. wikimedia. org/wiki.

Mengamati perilaku serangga/perangkap. Cara ini dilakukan dengan

menanam tanaman yang menghasilkan bau tajam yaitu Lycopodium sp. dan

Ceratophylum sp. yang akan menarik walang sangit. Serangga yang

terkumpul pada tanaman tersebut selanjutnya dimusnahkan. Bangkai

kepiting juga dapat digunakan sebagai penghasil bau.

3.6. Strategi Pengendalian Tungau

Pengendalian tungau ini dapat dilakukan secara mekanis yaitu dengan

mengadakan sanitasi kebun dan eradikasi gulma yang menjadi inang dari

Tetranychus sp. ini. Pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan

memanfaatkan musuh alami yang juga tungau yaitu Phytoseiulus persimilis

Page 61: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

61Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Ath Henr dan P. macrophilis Bank. Selain itu, beberapa coccinellid (Stethorus

spp.), Coccinella repanda dan C. transversalis juga memangsa tungau.

Apabila terjadi serangan berat, pestisida sintetis dapat digunakan yaitu

acetamiprid, dinobuton 300 g/l, propargit 570 g/l, karbosulfan 200,11 g/l,

dan amitraz 200 g/l (Surachman dan Widodo 2007).

Untuk serangan tungau yang masih ringan dapat dilakukan dengan

memetiki daun-daun yang terserang. Penggunaan tanaman perangkap yaitu

ubi kayu dapat dilakukan. Tetranychus sp. juga mempunyai musuh alami

berupa predator dari jenis tungau juga yaitu Phytoseiulus persimilis

(AthHenr) dan P. macropilis (Banks) yang telah berhasil mengendalikan

tungau merah di rumah kaca di Eropa. Di Jawa, beberapa Coccinellid

(Stethorus spp.) juga berfungsi sebagai predator tungau (Kalshoven 1981).

Penggunaan insektisida nabati yaitu ekstrak biji mimba (100g/l) dapat

menekan populasi tungau pada tanaman nilam (Trisawa dan Siswanto

1994).

3.7. Strategi Pengendalian Belalang

Untuk mencegah peletakan telur V. nigricornis, dianjurkan untuk

menanam tanaman penutup tanah di sekitar pertanaman. Pengendalian

mekanis terhadap telur-telur dan nimfa-nimfa muda pada tempat peletakan

telur juga sangat dianjurkan (Kalshoven 1981). Belalang mempunyai musuh

alami seperti Mylobris pustulata (Coleoptera: Meloidedae) yang larvanya

memakan kulit telur, Scolia javanica (Hymenoptera: Scolionidae), dan

cendawan Metarrhizium anisopliae (Anon 1985). Penyemprotan cendawan

entomopatogen dilakukan pagi hari atau sore hari.

3.8. Strategi Pengendalian Hama Akar (Rayap)

Untuk mencegah terjadinya serangan rayap dapat dilakukan dengan

membersihkan sisa-sisa kayu dan memusnahkannya sebelum lahan ditanami

(Kalshoven 1981). Dari penelitian di laboratorium, nematoda Steinernema

carpocapsae Weiser dapat mematikan rayap C. curvignathus 2 hari setelah

perlakuan sebesar 31,11- 60,80% (Bakti 2004).

Page 62: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

62 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

DAFTAR PUSTAKA

Adria, J., Z. Hasan dan H. Idris. 1990. Beberapa jenis hama perusak dauntanaman nilam (Pogostemon cablin Benth). Pemb. Littri PusatPenelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor 16: 59- 64..

Anonymous. 1985. Pedoman pengendalian hama penyakit tanaman kelapa.Ditjenbun, Jakarta. 74 hlm.

Bakti, D. 2004. Pengendalian rayap Coptotermes curvignathus Holmgrenmenggunakan nematoda Steinernema carpocapsae Weiser dalamskala laboratorium. Jurnal Natur Indonesia 6: 81-83.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Hama Walang sangit.http://www.bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/hama-padi/206--hama-walang-sangit-leptocorisa-oratorius.

Blackman, R. L. dan V.F. Eastop. 2000. Aphids on the World’s Crops, AnIdentification and Information Guide. 2nd ed. John Wiley & Sons,LTD. 466 pp.

Britton, E.B. 1970. Coleoptera. In The Insects of Australia, A Textbook forStudents and Research Workers. Div. Of Entomology CommonwealthScient & Industrial Research Organization. Melbourne University Press.

Deciyanto S., M Amir, I.M. Trisawa dan S. Harijanto. 1989. Studi biologi danperkembangan populasi hama tungau Tetranychus sp. pada tanamanmentha. Pemb. Littri 15: 9-14.

Hill, D.S. dan J.M. Waller. 1988. Pests and Diseases of Tropical Crops. Vol. 2.Field Handbook. Longman Group (FE) Ltd. Hongkong. 432 pp.

Irsan, C. 2010. Keanekaragaman spesies kutudaun (Homoptera: Aphidoidea)dan musuh alaminya di tanaman hortikultura dan tumbuhan liardi wilayah Pagaralam dan sekitarnya. Dalam Nawangsih A.A. et al.(Eds) Strategi Perlindungan Tanaman Menghadapi Perubahan IklimGlobal dan Sistem Perdagangan Bebas. Prosiding Seminar NasionalPerlindungan Tanaman, Bogor, 5-6 Agustus 2009. Pusat KajianPengendalian Hama Terpadu, Departemen Proteksi Tanaman,Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. p. 253-268.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT Ichtiar Baru Van-Hoeve. Jakarta. 701 pp.

Page 63: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

63Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Karindah, S., B.S. Rahardjo, Sudakir dan S. Santosa. 1996. Virulensi jamurVerticillium lecanii Zimmerman terhadap hama kapas Aphis gossypiiGlover (Homoptera: Aphididae). Agrivita. 19: 30-34.

Koswanudin, D., I.M. Samudra dan Harnoto. 2010. Pengaruh ekstrak bijimimba (Azadirachta indica A Juss.) terhadap perkembanganpenggerek polong (Maruca testulalis Gejer) dan kutudaun Aphiscraccivora Koch.) pada tanaman kacang hijau. Dalam Nawangsih A.A.et al. (Eds) Strategi Perlindungan Tanaman Menghadapi PerubahanIklim Global dan Sistem Perdagangan Bebas. Prosiding SeminarNasional Perlindungan Tanaman, Bogor, 5 – 6 Agustus 2009. PusatKajian Pengendalian Hama Terpadu, Departemen Proteksi Tanaman,Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. p. 519-528.

Mardiningsih, T.L. dan D. Sartiami. 2011. Diversity of Aphidoidea andCoccoidea (Hemiptera) on some medicinal plants. In Widjaja et al.The 40th Meeting of National Working Group on Indonesian MedicinalPlant. Proceeding of the 2nd International Symposium on Temulawak,Biopharmaca Research Center Bogor, May, 26-27 2011. p 87-90

Mardiningsih, T.L. dan Deciyanto S. 1999a. Identifikasi kutudaun(Homoptera: Aphididae) pada beberapa jenis tanaman rempah danobat. Dalam Prasadja I et al. (Eds) “Peranan Entomologi dalamPengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis” di Bogor,PEI Bogor, 16 Febuari 1999. p. 595-604.

Mardiningsih, T.L. dan Deciyanto S. 1999b. Biologi Aphis gossypii padatanaman nilam dan preferensinya pada beberapa tanaman rempahdan obat. Dalam Hadisusanto S. et al. (Eds) Biologi Menuju MileniumIII. Fak Biologi UGM, Yogyakarta, 20 Novembar 1999. p. 29-38.

Mardiningsih, T.L. dan R. Jakfar. 2010a. Serangan parasitoid pada kutudaunnilam. Dalam Nawangsih A.A. et al. (Eds) Strategi PerlindunganTanaman Menghadapi Perubahan Iklim Global dan SistemPerdagangan Bebas. Prosiding Seminar Nasional PerlindunganTanaman, Bogor, 5 – 6 Agustus 2009. Pusat Kajian PengendalianHama Terpadu, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. p. 289-292.

Mardiningsih, T.L., C. Sukmana, N. Tarigan dan S. Suriati. 2010b. Efektivitasinsektisida nabati berbahan aktif azadirachtin dan saponin terhadapmortalitas dan intensitas serangan Aphis gossypii Glover. Bul. Littro21: 171-183.

Page 64: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

64 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Mardiningsih, T.L., D. Sartiami, S. Suriati, C. Sukmana dan N. Tarigan. 2011.Serangga-serangga yang berasosiasi dengan tanaman nilam(Pogostemon cablin Benth.). Dalam Harjaa et al. (Eds) Belajar DariMasa Lalu Dan Sekarang Untuk Membangun Masa Depan. ProsidingSeminar Peringatan Ulang Tahun Perhimpunan Entomologi Indonesia(PEI) ke-40, Yogyakarta, 1-2 Oktober 2010. p. 216-226.

Mardiningsih, T.L., R. Balfas dan F. Soesanthy. 2007. Serangga-seranggaperusak tanaman tapak dara dan strategi pengendaliannya. DalamRostiana O. et al. (Eds) Pengembangan Teknologi Tanaman Obat danAromatik. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran, Bogor, 6September 2007. p. 203–208.

Matter, M.M., S.S. Marei, S.M. Moawad dan S. El-Gengaihi. 1993. Bull. ofFac. of Agriculture, University of Cairo 22: 417-432.

Mulyati, S. 1985. Inventarisasi Serangga Pengganggu Tanaman Nilam(Pogostemon cablin B.) di Perkebunan Cireundeu, PT Djasula Wangi,Sukabumi. Laporan Praktek Lapang, Jurusan Hama dan PenyakitTumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pusat Perizinan dan Investasi. 2008. Pestisida Pertanian dan Kehutanan.Sekretariat Jenderal. Departemen Pertanian. Koperasi Pegawai NegeriDitjen BSP. 682 hlm.

Rohimatun, I W. Laba, W.R. Atmadja dan E. Sugandi. 2011. SeleksiKetahanan Varietas Nilam terhadap OPT Kutu, Penggulung Daun, danPenyakit Budok. Laporan Akhir Program Riset Insentif Terapan. BalaiPenelitian Tanaman Obat dan Aromatik (unpublish).

Simelane, D.O. 2005. Biological Control of Lantana camara in South Africa:targetting a different niche with a root-feeding agent, Longitarsus sp.Biocontrol 50: 375 – 387. http://www. springerlink.com/index/KM2445PGOK7W2J65.pdf.

Siswanto, N. Chrystalia, Wiratno dan T.E. Wahyono. 2011. Pengendaliankumbang daun nilam (Longitarsus sp.) dengan pestisida nabati danpatogen serangga, B. bassiana. Makalah disajikan pada SeminarNasional Pestisida Nabati IV. Jakarta, 15 Oktober 2011.

Surachman, E. dan Widodo A.S. 2007. Hama Tanaman pangan, Hortikultura,dan Perkebunan, Masalah dan Solusinya. Penerbit Kanisius.Yogyakarta. 111 p.

Page 65: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

65Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Trisawa, I.M. dan Siswanto, 1994. Pengaruh ekstrak biji mimba terhadapulat penggulung daun dan tungau merah pada tanaman nilam.Balittro. 11 p. (unpublish)

Wiratno dan Deciyanto, S. 1991. Ciri-ciri dan siklus hidup seranggapenggulung daun nilam Sylepta sp. (Lepidoptera: Pyralidae). BuletinLittro.6: 15-19.

Page 66: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

66 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN NILAM DAN USAHAPENGENDALIANNYA

Dono Wahyuno. S.Yuni Hartati, Setyowati Retno Djiwanti,

Rita Noveriza dan Sukamto

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

I. PENDAHULUAN

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) adalah sumber minyak

nilam komersial, termasuk ke dalam famili Lamiaceae. Kata "nilam" diduga

dari kata Sanskerta "Pacholi", yang berarti herbal aromatik. Tanaman ini

berasal dari Filipina dan tumbuh liar di Malaysia, Indonesia, Singapura,

China dan India. Budidaya nilam dilaporkan telah dimulai di Jawa pada

tahun 1895 dengan bahan tanam dari Singapura, meskipun jenisnya tidak

diketahui dengan pasti dan pada tahun 1909 mulai ditanam di Aceh (Ahmed

2002).

Minyak nilam Indonesia sudah dikenal dunia sejak 65 tahun yang lalu,

bahkan Indonesia merupakan pemasok utama minyak nilam dunia (90%).

Ekspor nilam Inonesia berfluktuasi dengan laju peningkatan ekspor sekitar

12% per tahun atau berkisar antara 700-2.800 ton minyak nilam per tahun.

Sementara itu kebutuhan dunia berkisar 1.200-1.500 ton dengan

pertumbuhan sebesar 5% per tahun (Pusat Data dan Informasi Pertanian

2010).

Pada tahun 2004, produktivitas nilam Indonesia sebesar 103,42

kg/ha, namun tahun berikutnya mengalami penurunan menjadi 103,11

kg/ha. Tahun 2006 terjadi peningkatan produktivitas nilam yang cukup

signifikan hingga mencapai 107,23 kg/ha. Tingkat produktivitas yang cukup

tinggi tersebut tidak dapat dipertahankan hingga tahun 2007 kembali terjadi

penurunan menjadi 72,92 kg/ha. Tahun 2008, tingkat produktivitas minyak

nilam Indonesia adalah 83,05 kg/ha. Banyak faktor yang menyebabkan

rendahnya produktivitas dan mutu nilam Indonesia, selain masalah

teknologi, budidaya yang tidak intensif, serangan hama dan penyakit, benih

yang kurang baik, juga cara penanganan bahan baku dan penyulingan

Page 67: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

67Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

minyak nilam yang masih jauh dari sempurna (Pusat Data dan Informasi

Pertanian 2010)

Ada empat kelompok mikroorganisme yang dilaporkan menjadi

kendala dalam budidaya nilam di Indonesia, yaitu; Ralstonia solanacearum,

dari kelompok bakteri, Pratylenchus, Meloidogyne dan Radhopolus dari

kelompok nematoda, Synchytrium pogostemonis serta Cercospora dari

kelompok jamur dan Potyvirus serta Fabavirus dari kelompok virus.

Keempat mikroorganisme di atas dapat ditemukan bersamaan di

lapang dan saling bersinergi untuk menurunkan produksi tanaman nilam,

khususnya terna. Apabila dikaitkan besarnya kerusakan yang ditimbulkan,

maka keempatnya dapat dikatakan relatif menimbulkan kerusakan yang

besar. Serangan R. solanacearum sering dijumpai berupa spot-spot dalam

satu lahan, tetapi tanaman yang terserang sudah pasti mati dan tidak akan

dapat menghasilkan terna. Nematoda secara tunggal akan menyebabkan

pertumbuhan tanaman nilam merana, dan akhirnya rentan terhadap

kekeringan. Adanya nematoda akan memperparah kejadian layu bakteri di

lapang, apabila R. solanacearum juga ditemukan bersamaan dalam satu

lahan. Tanaman yang terserang jamur Synchytrium masih dapat

mengahasilkan terna, meski lambat laun tanaman akan mati. Saat ini,

serangan S. pogostemonis sudah hampir ditemukan pada semua daerah

penghasil nilam tradisional di Indonesia. Cercospora juga merupakan jamur

yang banyak ditemukan pada pertanaman nilam, tetapi kerusakannya relatif

sedikit dan umumnya ditemukan pada pertanaman nilam yang tumbuh di

tempat lembab, di pembibitan misalnya. Serangan virus, menyebabkan

pertumbuhan tanaman terhambat meski tanaman masih dapat

menghasilkan terna yang dapat disuling tetapi dalam jumlah yang terbatas.

Serangan virus umumnya dijumpai dalam hamparan yang luas, sehingga

virus juga menimbulkan penurunan hasil yang nyata.

Pada bagian ini, uraian akan ditekankan pada kemajuan dan informasi

terakhir mengenai penyebab hingga eko-biologi dari mikroorganisme utama

yang saat ini banyak menimbulkan kerugian pada pertanaman nilam

di Indonesia. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan dan

Page 68: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

68 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

konsep dalam pengelolaan dan pengembangan budidaya nilam di masing-

masing daerah di Indonesia.

II. PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA NILAM

Penyakit layu bakteri merupakan salah satu penyebab terjadinya

kerusakan pada tanaman nilam (Pogostemon cablin) dan menjadi salah satu

kendala utama dalam budidaya tanaman nilam di Indonesia. Penyakit

tersebut dapat menurunkan produksi yang cukup tinggi yaitu antara 60-95

% (Sitepu dan Asman 1991; Asman et al. 1998), sehingga petani nilam di

Indonesia sering dirugikan akibat adanya penyakit tersebut. Untuk

menghindari kerugian hasil akibat penyakit layu bakteri, maka petani

menanam nilam dengan sistem budidaya berpindah-pindah dengan

membuka hutan. Cara tersebut secara teori lebih aman untuk menghindari

kerugian akibat penyakit, namun cara tersebut akan merusak lingkungan,

karena areal hutan primer dan hutan sekunder menjadi berkurang dan

setelah ditanami nilam kemudian ditinggalkan dan dibiarkan menjadi ladang

alang-alang (Asman et al. 1998).

2.1. Gejala

Gejala awal dari penyakit layu adalah daun-daun pada cabang

tertentu menjadi layu dan selanjutnya diikuti oleh daun daun pada cabang-

cabang lainnya (Gambar 1A). Pada tanaman yang sama sering terjadi

kelayuan pada beberapa cabang tertentu, sementara ada beberapa cabang

lain yang masih kelihatan sehat. Pada serangan berat semua cabang dan

seluruh bagian tanaman menjadi layu dan mati. Penyakit layu dapat

menyebabkan kematian tanaman nilam dengan cepat. Tanaman muda yang

berumur 1-3 bulan akan mati dalam waktu 1-2 minggu setelah terinfeksi.

Jika tanaman terinfeksi pada umur 4-5 bulan, kematian akan terjadi dalam

waktu 1-2 bulan kemudian. Sebagian besar jaringan akar dan batang

tanaman yang sakit akan menjadi busuk dan berwarna cokelat hitam. Kulit

Page 69: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

69Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

akar sekunder mengelupas (Sitepu dan Asman 1989; Asman et al. 1998;

Asman 2000).

2.2. Patogen dan Inang

Penyakit layu pada nilam disebabkan oleh bakteri Ralstonia

solanacearum (Asman et al. 1998). Bakteri jenis ini dapat menginfeksi

tanaman nilam melalui bulu-bulu akar dengan melarut dinding sel. Bakteri

juga dapat menginfeksi melalui luka karena tusukan nematoda atau masuk

melalui lubang alami seperti stomata. Setelah menginfeksi tanaman, bakteri

selanjutnya berkembang ke bagian atas tanaman dan menyumbat jaringan

pembuluh, sehingga menyebabkan tanaman bergejala layu dan mati .

R. solanacearum mempunyai keragaman genetik dan kisaran inang

yang sangat luas, sehingga di alam dikenal adanya beberapa strain atau ras

(Buddenhagen 1986; French 1986; Haywards 1986b, 1991). Bakteri R.

solanacearum dapat menginfeksi lebih dari 200 spesies tanaman seperti

terung, tomat, kacang tanah, dan tanaman jenis Solanaceae lain (Ras1),

abaca dan pisang (Ras 2), kentang (Ras 3), jahe (Ras 4), dan mulberry

(Ras 5) (Bradbury 1987; Haywards et al. 1991; Mahmud 1986).

R. solanacearum yang menyerang tanaman nilam di Indonesia oleh Nasrun

et al. (2004b) digolongkan ke dalam Ras 1 dan Biovar III. Menurut Asman

dan Sitepu (1998) tanaman kacang tanah yang ditanam secara tumpang sari

bersama dengan tanaman nilam di NAD dan Sumatera Barat juga terserang

penyakit layu. Hal ini mengindikasikan bahwa R solanacearum yang

menyerang tanaman nilam tergolong dalam Ras 1.

2.3. Diagnosa Penyakit

Di lapangan penyakit layu dapat didiagnosa berdasarkan gejalanya.

Diagnosa yang sederhana dapat dilakukan dengan memotong batang

tanaman yang terinfeksi selanjutnya penampang batangnya ditekan, maka

akan keluar eksudat bakteri yang berupa cairan yang berwarna putih susu

yang berbau khas sangat menyengat. Selain itu potongan batang tanaman

yang terinfeksi apabila dimasukkan ke dalam air di dalam gelas transparan,

Page 70: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

70 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

akan terlihat adanya aliran eksudat bakteri yang keluar dari potongan

batang tersebut.

Di laboratorium penyakit layu bakteri dapat dideteksi dengan metode

konvensional yaitu dengan mengisolasi bakteri dari bahan tanaman sakit

yang selanjutnya ditumbuhkan pada media agar. Pengamatan di bawah

mikroskop terhadap irisan tipis penampang melintang akar atau batangnya

akan terlihat adanya masa bakteri yang menyumbat jaringan pembuluh

tanaman. Diagnosa juga dapat dilakukan secara serologi dengan teknik

ELISA dengan menggunakan antiserum khusus (Robinson 1993). Metode ini

dapat mendeteksi bakteri dalam ekstrak tanaman dan tanah. Populasi

bakteri terendah yang dapat dideteksi dengan metode ELISA yaitu 10 4 sel/

ml ekstrak tanaman atau tanah. Cara ini lebih praktis dibanding dengan cara

konvensional, karena metoda ELISA dapat menguji banyak sampel dalam

waktu yang lebih singkat. Deteksi patogen juga dapat dilakukan secara

molekuler. Cara tersebut lebih cepat dan akurat, namun biayanya sangat

mahal dan memerlukan tenaga ahli yang berpengalaman.

2.4. Epidemiologi Penyakit

Penyakit layu pertamakali dilaporkan terjadi di pertanaman nilam di

Daerah Istimewa Aceh. (Sitepu dan Asman 1989). Selanjutnya penyakit

menyebar ke daerah lainnya di Sumatera Barat (Sitepu dan Asman 1998).

Pada saat ini penyakit telah ditemukan hampir di semua sentra produksi

nilam di NAD, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Timur,

Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Tengah dan kalimantan Selatan

(Syakir et al. 2008).

Penyakit layu pada nilam bersifat endemik dan cepat menular. Dalam

satu areal kebun, apabila satu tanaman sudah terinfeksi maka dalam waktu

cepat penyakit akan menular ke tanaman yang lain. Penyebaran penyakit

dipercepat oleh kondisi lingkungan yang lembab, curah hujan tinggi, dan

drainase yang kurang baik. Penyebaran penyakit di dalam kebun dapat

terjadi melalui tanah, akar, aliran air, alat-alat pertanian, hewan, dan

Page 71: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

71Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

pekerja di lapangan. Sementara penyebaran jarak jauh dapat terjadi

terutama melalui bibit yang berupa setek batang yang telah terinfeksi.

R. solanacearum merupakan patogen tular tanah. Bakteri tersebut

dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang cukup lama di dalam tanah.

Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi kemampuan bertahan dari

R. solanacearum. Penyakit berkembang sangat cepat terutama pada kondisi

kebun yang lembab dan panas. Kelembaban tanah yang tinggi dapat

meningkatkan populasi bakteri. Sedang kandungan bahan organik tanah

yang tinggi dan kondisi temperatur yang tinggi akan mengurangi

populasinya. Selain itu adanya tanaman inang lain sangat berpengaruh

terhadap kemampuan bertahan hidup dari R. solanacearum (Akiew 1986).

2.5. Penanggulanan Penyakit

Seperti halnya penyakit layu bakteri pada tanaman lain, penyakit layu

pada tanaman nilam juga sulit dikendalikan secara tuntas. Walaupun

berbagai cara pengendalian telah dilakukan, namun hasilnya belum

memuaskan. Hal ini dikarenakan sifat-sifat ekobiologi patogennya yang

sangat komplek dan kurangnya pengetahuan dan pemahaman petani

tentang teknis pengendalian penyakit serta kurangnya modal usahatani

(Asman 2000).

Pada umumnya petani menanam bibit yang berupa setek batang yang

berasal dari tanaman dari kebunnya sendiri yang mungkin sudah terinfeksi,

sehingga kurang adanya seleksi dan jaminan bahwa bibit yang digunakan

petani bebas dari patogen. Selain itu karena petani kurang memperhatikan

beberapa aspek lain seperti pengadaan bibit, pengolahan tanah, dan teknik

budidaya, dan pengendalian penyakit, maka penyakit layu bakteri tetap

berkembang dan menyebar (Asman 2000). Oleh karena itu perlu sekali

adanya pedoman dan penyuluhan tentang pengenalan penyakit, cara

pengamatan yang mudah dan akurat, serta rekomendasi cara pengendalian

yang efektif dan efisien (Barani 2008).

Pengendalian penyakit sebaiknya dilakukan secara terpadu.

Pengendalian terpadu harus dilakukan sesuai dengan jenis tanaman, jenis

Page 72: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

72 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

patogen, dan pengetahuan mengenai cara bertahan hidup dan penyebaran

(ekobiologi) patogennya.

2.6. Pencegahan penyakit (preventif)

Cara yang paling bijaksana untuk mengendalikan penyakit layu adalah

dengan mencegah timbulnya penyakit di lapangan, mencegah agar penyakit

tidak menular dari satu tanaman ke tanaman lain dan dari daerah satu ke

daerah lainnya. Upaya pencegahan penyakit secara preventif dapat

dilakukan sejak awal yaitu dari waktu evaluasi untuk kesesuaian lahan

tempat penanaman, penentuan bahan tanaman, pemupukan, dan aspek-

aspek lain yang dapat mencegah berkembangnya penyakit layu. Observasi

kebun juga perlu dilakukan dan sebaiknya dilaksanakan secara rutin,

sehingga dapat dilakukan pengendalian secara dini terhadap penyakit –

penyakit yang mungkin berpotensi untuk berkembang (Barani 2008).

Pengendalian penyakit yang bersifat pencegahan dapat dilakukan dengan

memadukan beberapa komponen dengan menggunakan bibit sehat, varietas

tahan atau toleran, lahan bebas patogen, melakukan sanitasi dan eradikasi,

rotasi dan tumpangsari, serta memperbaiki teknik budidaya dan pengelolaan

lingkungan.

a. Bibit sehat

Tanaman nilam biasa diperbanyak dengan setek batang. Oleh karena

itu tanaman yang akan digunakan sebagai sumber bibit harus diseleksi dan

dipilih yang sehat. Harus dihindari pengambilan setek dari tanaman yang

terinfeksi dan tanaman di sekitarnya walaupun tanaman tersebut belum

menunjukkan gejala sakit. Pada umumnya petani menggunakan bibit yang

berasal dari tanaman dari kebunnya sendiri yang mungkin sudah terinfeksi

untuk penanaman baru, sehingga penyakit akan timbul dan berkembang.

Oleh karena itu perlu adanya pengadaan bibit yang dijamin bebas dari

patogen.

Page 73: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

73Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Varietas tahan atau toleran

Penanaman varietas nilam tahan merupakan cara yang paling efektif

untuk mengendalikan penyakit layu. Nilam telah lama dibudidayakan di

Indonesia, namun sampai saat ini belum tersedia varietas yang benar-benar

tahan terhadap penyakit layu bakteri. Oleh karena itu penelitian dalam

rangka menghasilkan varietas nilam yang tahan sangat diperlukan.

Di Indonesia terdapat 3 jenis nilam yaitu nilam aceh (Pogostemon

cablin Benth.), nilam jawa (P. heyneanus Benth), dan nilam sabun

(P. Hortensis Becker). Diantara ketiga jenis nilam tersebut, nilam aceh paling

banyak dibudidayakan di Indonesia, karena mempunyai kadar minyak atsiri

yang tinggi. Namun jenis nilam aceh yang biasa dibudidayakan di Indonesia

sangat rentan terhadap R. solanacearum dan penyakit lainnya.

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor (Balittro) telah

melepas 3 varietas nilam aceh yang unggul yaitu varietas Sidikalang, Tapak

Tuan dan Lhoksemauwe (Nuryani 2005). Dari ketiga varietas unggul

tersebut, varietas Sidikalang dinyatakan lebih toleran terhadap penyakit layu

bakteri dibandingkan dengan varietas lainnya (Nasrun 2004a).

Tanaman nilam tidak manghasilkan bunga. Oleh karena itu nilam

biasa diperbanyak secara vegetatif, sehingga keragaman genetiknya sangat

sempit (Nuryani 2005). Dalam rangka untuk mendapatkan varietas nilam

yang mempunyai kadar dan kualitas minyak yang tinggi selain tahan

terhadap penyakit, telah dilakukan beberapa penelitian di Balittro yang pada

dasarnya diarahkan pada kegiatan peningkatan keragaman genetik tanaman

nilam. Hasilnya telah diperoleh 23 somaklon nilam yang 10 diantaranya

mempunyai produksi terna dan kadar minyak tinggi diatas 3% (Nuryani et

al. 2005). Uji ketahanan terhadap bakteri R. solanacearum yang dilakukan

oleh Hartati et al. (2007) di rumah kaca, menunjukkan bahwa dari 10

somaklon nilam yang diuji tersebut satu diantaranya lebih tahan, 8 somaklon

sama ketahanannya, dan satu somaklon lebih rentan terhadap penyakit layu

dibandingkan dengan varietas Sidikalang yang telah dinyatakan paling

toleran diantara varietas unggul lainnya yaitu Tapak Tuan, dan

Page 74: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

74 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Lhoksemauwe. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usaha peningkatan

variasi genetik melalui variasi somaklonal memberi harapan untuk

memperoleh varian varian baru yang lebih tahan terhadap penyakit layu

bakteri.

Hadipoentiyanti et al. (2008) juga telah melakukan penelitian dalam

rangka untuk mendapatkan varietas nilam yang tahan terhadap penyakit

layu bakteri yang memanfaatkan variasi somaklonal dengan menginduksi

kalus dan tunas dengan teknik irradiasi untuk meningkatkan keragaman

genetiknya. Dari penelitian ini telah dihasilkan beberapa tunas nilam yang

dalam pengujian secara in vitro tahan terhadap substrat R. solanacearum.

Tunas-tunas yang tahan diaklimatisasi dan diuji ketahanannya terhadap

R. solanaacearum di rumah kaca. Somaklon yang tahan dalam pengujian

di rumah kaca selanjutnya diuji ketahanannya di daerah endemik penyakit

layu bakteri. Dari beberapa somaklon yang diuji tersebut diharapkan ada

somaklon yang tahan terhadap R. solanacearum.

b. Lahan bebas patogen

Tanaman nilam sebaiknya ditanam pada lahan yang masih bebas dari

patogen. Beberapa jenis lahan yang mungkin bebas dari patogen

diantaranya adalah lahan sawah beririgasi teknis, dimana R solanacearum

yang bersifat aerobik tidak mampu hidup pada kondisi an-aerob seperti pada

lahan-lahan sawah tersebut. Selain itu lahan yang mungkin bebas patogen

adalah lahan bekas hutan dan lahan yang belum pernah ditanami nilam atau

lahan yang ditanami tanaman bukan inang alternatif dari R. solanacearum.

Penyakit layu bersifat endemik sehingga untuk mencegah terjadinya

penyakit dan untuk menjaga kesuburan tanah dianjurkan untuk tidak

menanam nilam secara terus menerus pada lahan yang sama. Lahan yang

sudah terinfeksi sebaiknya diberakan selama 2-3 tahun atau ditanami

tanaman lain yang bukan inang dari R. solanacearum misalnya tanaman

padi dan jagung (Asman 2000). Penanaman nilam di daerah yang memenuhi

syarat misalnya lahan yang tidak tergenang akan mencegah dan

mengurangi serangan penyakit layu (Barani 2008).

Page 75: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

75Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

c. Sanitasi dan eradikasi

Sanitasi harus dilakukan secara ketat dari awal, karena sanitasi tidak

efektif apabila dilakukan pada saat serangan sudah meluas dan parah.

Sanitasi sebaiknya dilakukan mulai dari pemilihan lahan dan pengadaan

bibit. Apabila ada tanaman nilam yang terserang di lapang harus segera

dicabut dan dibongkar. Tanaman yang sakit segera dimusnahkan dengan

cara dibakar. Selanjutnya lubang bekas tanaman yang sakit disiram dengan

antibiotik atau ditaburi dengan kapur.

Tanaman nilam telah dibudidayakan di Indonesia lebih dari satu abad

yang lalu terutama di NAD. Sebagian besar petani menanam nilam dengan

sistem budidaya yang berpindah-pindah. Hal ini dilakukan untuk mencegah

turunnya produktivitas tanaman dan menghindari serangan penyakit (Asman

2000). Sistem budidaya nilam secara berpindah secara teori baik sebagai

tindakan sanitasi lahan. Namun sistem budidaya tersebut akan merusak

lingkungan dan penggundulan hutan. Dengan sistem tanaman secara

berpindah banyak lahan hutan yang ditebang dan setelah ditanami nilam

lahan tersebut ditinggalkan dan dibiarkan menjadi ladang alang-alang. Pada

saat ini telah banyak diterapkan sistem budidaya nilam secara menetap,

namun sistem budidaya tersebut mempunyai resiko turunnya produksi

karena penyakit akan menjadi lebih endemik. Oleh karena itu pada budidaya

secara menetap sebaiknya diterapkan juga sistem rotasi dan tumpang sari.

d. Rotasi dan tumpangsari

Pada saat ini telah banyak dilakukan penanaman nilam pada lahan

secara menetap. Namun karena penyakit layu bersifat endemik, maka pada

sistem budidaya nilam secara menetap, penyakit layu terjadi lebih parah

setelah penanaman yang kedua pada kebun yang telah terkontaminasi. Oleh

karena itu penanaman nilam secara berturut-turut pada lahan yang sama

sebaiknya dihindari.

Pada sistem penanaman secara menetap sebaiknya diterapkan rotasi

tanaman atau tumpang sari. Rotasi tanaman dilakukukan untuk mengurangi

populasi patogen di dalam tanah. Cara ini juga berfungsi untuk memotong

siklus hidup patogen dan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi

Page 76: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

76 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

tanah. Rotasi tanaman sebaiknya dilakukan setiap selesai satu siklus tanam

nilam dan diganti dengan tanaman lain seperti jagung, padi, atau tanaman

lainnya yang bukan inang dari R. solanacearum.

e. Pengelolaan lahan dan lingkungan

Penyakit layu bakteri akan berkembang dengan baik pada kondisi

kebun yang lembab dan panas, sehingga penyakit sering terjadi di daerah-

daerah tropis humid dan sub tropis (Haywards 1986). Untuk mencegah

timbulnya penyakit, maka pengelolaan lahan dan lingkungan perlu dilakukan

untuk menjaga agar kondisi kebun tidak terlalu lembab, misalnya dengan

mengatur jarak tanam, menyiangi gulma di sekitar tanaman nilam dan

pemberian mulsa. Hasil penelitian Asman (2000) di Sumatera Barat dan

Jawa Barat membuktikan bahwa pemberian mulsa ampas nilam dapat

menekan perkembangan penyakit layu sampai 60 %. Pemberian mulsa dan

pupuk organik dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan awal dari tanaman

dan setelah nilam dipanen. Selain itu pemberian mulsa juga dapat menekan

serangan penyakit layu. Irigasi kebun juga harus diperhatikan agar lahan

mempunyai drainase yang baik. Apabila ada areal yang terinfeksi, sebaiknya

dibuat selokan yang membatasi antara areal tersebut dengan areal yang

masih sehat untuk mencegah penularan penyakit melalui akar, tanah,

dan air.

Untuk mencegah masuknya patogen ke daerah yang masih sehat,

maka semua pekerjaan di kebun yang dilakukan baik oleh manusia maupun

hewan dimulai dari daerah yang masih sehat selanjutnyta berjalan kearah

daerah yang sudah terinfeksi. Demikian juga alat-alat pertanian yang akan

digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan.

2.7. Pengendalian penyakit di lapang (kuratif)

Apabila penyakit telah ada di lapangan perlu dilakukan pengendalian

(kuratif). Pengendalian di lapangan dapat dilakukan dengan memadukan

beberapa komponen seperti pestisida kimia, pestisida botani, atau aplikasi

Page 77: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

77Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

agensia hayati (Aspiras dan de Cruz 1986; Buddenhagen 1986; Haywards

1986).

Hasil penelitian Asman (2000) di Sumatera Barat dan Jawa Barat

membuktikan bahwa perlakuan pestisida campuran menekan penyakit layu

sampai 67 %. Hasil penelitian di Pasaman Sumatra Barat menunjukkan

bahwa perlakuan pestisida, bakterisida, dan pupuk kandang dapat menekan

perkembangan penyakit layu sampai 86 %. Sementara pemberian

bakterisida, insektisida, pupuk kandang, abu sekam, dan pupuk buatan

dapat menekan serangan penyakit sampai 86,5 %. Selain itu pemberian

Agrept pada bibit nilam dapat menekan penyakit layu sebesar 61 %. Hasil

penelitian di NAD dan Sumatra Barat juga menunjukkan bahwa penyakit

dapat ditekan perkembangannya sampai 60 % dengan cara merendam bibit

nilam dalam larutan bakterisida 0,1 % selama 6 jam (Asman dan Sitepu

1994).

Pupuk kandang yang diperkaya dengan mikroba dekomposer dapat

digunakan sebagai cara alternatif untuk mengendalikan penyakit layu bakteri

pada tanaman nilam. Menurut Hartati et al. (2008), aplikasi mikroba

antagonis (Bacillus sp. dan Pseudomonas fluorescens) saja tidak dapat

menurunkan intensitras serangan penyakit layu pada nilam. Namun

pemberian pupuk hayati yang berupa pupuk kandang yang diperkaya

dengan mikroba dekomposer (Bacillus pantotkenticus dan Trichoderma

lactae) dapat mengurangi intensitas serangan penyakit dengan nilai efikasi

sebesar 59 %. Demikian juga pemberian pupuk hayati (pupuk kandang +

mikroba dekomposer Bacillus pantotkenticus dan Trichoderma lactae) yang

dikombinasikan dengan mikroba antagonis (Bacillus sp dan Pseudomonas

fluorescens) dapat mengurangi intensitas serangan penyakit dengan nilai

efikasi sebesar 61 %.

Aplikasi formula minyak cengkeh juga dapat mengurangi intensitas

serangan penyakit layu dengan nilai efikasi sebesar 17 % (Hartati et al.

2008). Hartati et al. (1993a dan 1993b) juga melaporkan bahwa eugenol,

minyak dan serbuk cengkeh, serta minyak serai wangi efektif dapat

Page 78: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

78 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

mengendalikan pertumbuhan R. solanacearum pada percobaan secara

in vitro.

II. PENYAKIT NILAM OLEH NEMATODA PARASIT

Salah satu faktor penyebab merosotnya produksi minyak nilam

di Indonesia adalah kerusakan tanaman karena penyakit kuning (yellow

disease) atau penyakit merah (red disease) yang disebabkan oleh nematoda

parasit. Beberapa jenis nematoda parasit yang berasosiasi dengan perakaran

nilam adalah Pratylenchus brachyurus, Pratylenchus coffeae, Meloidogyne

incognita, Meloidogyne hapla, Radopholus similis, Scutellonema sp.,

Rotylenchulus sp., Helicotylenchus sp., Hemicriconemoide sp. dan Xiphinema

sp. (Djiwanti dan Momota 1991; Pupuk Iskandar Muda 1990; Mustika 1991).

Diantara jenis-jenis nematoda tersebut, nematoda parasit penting yang

menyebabkan kerusakan dan kerugian berarti adalah nematoda peluka akar

Pratylenchus spp. (P. coffeae dan P. brachyurus), nematoda buncak akar

Meloidogyne spp. (M. incognita dan M. hapla) dan nematoda pelubang akar

Radopholus similis. Di Jawa Barat, nematoda Pratylenchus brachyurus dan

Meloidogyne spp. diduga berasosiasi dengan timbulnya penyakit daun

kuning-merah pada nilam (Djiwanti dan Momota 1991). Di Aceh, nematoda

dilaporkan dapat menimbulkan penyakit lepra pada tanaman nilam dan

nematoda yang merusak tanaman nilam di Aceh adalah Pratylenchus coffeae

dan Meloidogyne spp. (Anonymous 1991).

Nematoda parasit menyerang dan merusak perakaran nilam, sehingga

menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan kandungan minyak

bahkan kematian tanaman. Selain itu, terlihat indikasi bahwa serangan

nematoda parasit pada akar nilam dapat memperparah serangan bakteri

layu nilam Ralstonia solanacearum (ARMP 1993).

Nematoda parasit menyerang tanaman nilam di sentra-sentra

produksi terutama pada kebun nilam yang diusahakan secara menetap.

Serangan nematoda parasit tersebut secara signifikan dapat menurunkan

produksi, setelah 3-4 kali panen. Gejala umum serangan nematoda pada

tanaman nilam adalah pertumbuhan tanaman terhambat dan daun

Page 79: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

79Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

berukuran lebih kecil dan berwarna kuning kemerahan sampai ungu tua;

sehingga penyakit yang disebabkan oleh serangan nematoda parasit nilam

disebut penyakit daun merah-kuning.

Serangan nematoda parasit pada tanaman nilam dapat merusak

perakaran nilam (72,24% - 84,42%), menghambat pertumbuhan tanaman

sampai 49,06 - 60,67%, dan kehilangan hasil sampai 84,42% serta

menurunkan kandungan/ kadar minyak nilam sampai 14%.

2.1. Gejala dan Kerusakan yang Diakibatkan Nematoda

Nematoda parasit penting yang menyerang perakaran nilam adalah

Pratylenchus spp. (P. coffeae dan P. brachyurus), Meloidogyne spp.

(M. incognita dan M. hapla) dan Radopholus similis. Nematoda-nematoda

tersebut menyerang perakaran nilam, sehingga perakaran membusuk/ habis

terutama bagian cabang-cabang/ rambut-rambut akar. Pada serangan

nematoda buncak akar (Meloidogyne spp.), disertai dengan gejala khas

berupa puru-puru akar berukuran kecil sampai besar (Djiwanti dan Momota

1991; Mustika 1993; Mustika dan Nuryani 1993). Tingkat kerusakan yang

disebabkan bervariasi tergantung dari jenis nematoda, tetapi pada dasarnya

menyebabkan kerugian secara ekonomis.

2.2. Nematoda pada Nilam

a. Nematoda Peluka Akar Pratylenchus spp.

Pratylenchus spp. adalah nematoda parasit yang berpindah-pindah

di dalam jaringan akar tanaman (“endoparasite migratory”). Tanaman

inangnya antara lain: tembakau, teh, kedelai, tebu, jagung, nenas, kentang,

kacang tanah, kelapa, jeruk, kapas, kopi, ketela pohon, dan alpukat

(Corbet 1976; Williams 1980).

Nematoda bergerak bebas di antara akar dan tanah. Kerusakan akar

yang parah menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan daun

berwarna kuning kemerahan (Gambar 1B). Gejala serangannya yang khas

ialah timbulnya luka nekrosis yang sempit dan memanjang pada permukaan

akar, sehingga akar berwarna kecokelatan dan akar-akar rambut berkurang

Page 80: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

80 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

(Gambar 1D). Pada keadaan kekeringan, tanaman akan cepat layu dan akan

segar kembali jika disiram air.Dua jenis Pratylenchus yang menyerang tanaman nilam, yaitu

P. coffeae dan P. brachyurus. P. coffeae menyerang tanaman nilam

di Sumatra dan di Jawa. Sedangkan P. brachyurus dilaporkan menyerang

tanaman nilam di daerah Jawa Barat, Sumatra Barat dan Aceh (Djiwanti dan

Momota 1991; Sriwati et al. 1999). Di daerah Jawa Barat khususnya

di Bogor, Sukabumi, Cianjur dan Bandung. Mustika dan Rostiana (1992)

menemukan bahwa nilam kultivar aceh lebih rentan terhadap serangan

P. brachyurus dibandingkan dengan kultivar girilaya, jawa.

Serangan P. brachyurus menyebabkan kerusakan akar sampai

72,24%, mengurangi klorofil A dan klorofil B berturut-turut sebesar 6-26%

dan 12-45 %, serta kadar minyak sebesar 5-14%, (Mustika dan Rostiana

1992; Sriwati et al. 1999). Serangan nematoda parasit P. coffeae bahkan

dapat menyebabkan kematian tanaman. Serangan nematoda pada tanaman

nilam di lapang berumur 6 bulan, kira-kira 50% tanaman mati atau tumbuh

merana (layu) (Djiwanti 2009).

Daerah penyebaran Pratylenchus luas di daerah tropis. Tanaman

inangnya antara lain: tembakau, teh, kedelai, tebu, jagung, nenas, kentang,

kacang tanah, kelapa, jeruk, kapas, kopi, ketela pohon, dan alpukat (Corbet

1976; Williams 1980).

b. Nematoda Buncak Akar Meloidogyne spp.

Meloidogyne spp. merupakan nematoda buncak akar (“root-knot

nematodes”) yang bersifat polifag dan sangat luas daerah sebarannya.

Tanaman inangnya antara lain: lada, jahe, lempuyang, kencur, kunyit,

mentha, tomat, cabe, kapok, glirisida, adas, sambiloto, terong KB, touki,

kumis kucing, kisaat, kolesom dan som jawa (Bridge 1978; Djiwanti 1989;

Mustika 1995; Nazarudin et al. 1996). Serangan nematoda ini menyebabkan

gejala khas berupa puru-puru akar berukuran kecil sampai besar (Djiwanti

dan Momota 1991; Mustika 1993; Mustika dan Nuryani 1993). Tanaman

Page 81: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

81Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

yang terserang, pertumbuhannya merana dan daun-daunnya menguning

(Gambar 1E dan 1F).

Meloidogyne spp. umumnya ditemukan di semua pertanaman nilam

di Indonesia dengan kepadatan populasi yang bervariasi. Dua jenis

Meloidogyne yang dapat merusak sistem perakaran nilam, yaitu Meloidogyne

incognita dan M. hapla. M. hapla ditemukan pada pertanaman nilam di IP.

Manoko (ketinggian tempat 1.200 m dpl.). M. hapla merupakan spesies

daerah subtropik dan di Indonesia ditemukan di dataran tinggi seperti

halnya di Manoko, Bandung (Jawa Barat).

Serangan M. hapla menghambat pertumbuhan pucuk sebesar 46%,

panjang daun sebesar 67% dan lebar daun sebesar 69% (Es dan Djiwanti,

1990). Di India, M. incognita menurunkan produksi berat basah bagian atas

tanaman sebesar 47% dan berat kering daun sebesar 86,7% (Prasad dan

Reddy 1984).

c. Nematoda Pelubang Akar Radopholus similis

Radopholus similis adalah nematoda parasit yang berpindah-pindah di

dalam jaringan tanaman (“endoparasite migratory”) dan dikenal sebagai

nematoda pelubang akar (“burrowing nematode”). Tanaman inangnya

antara lain: lada, jahe, pisang, kelapa, pinang, nangka, mangga, glirisidia

dan dadap (Koshy dan Bridge 1990).

Spesies ini hanya ditemukan menyerang tanaman nilam di Kebun

Koleksi IP Cimanggu, Bogor. Serangannya dapat menyebabkan akar busuk

hampir sama dengan gejala yang disebabkan oleh P. brachyurus, tetapi

gejala khas serangan nematoda ini, daun-daunnya berwarna merah

keunguan. Menurut Waard (1969) dan Mengel dan Kirby (1987) gejala

tersebut hampir sama dengan gejala defisiensi unsur hara P pada tanaman

lada dan tanaman tahunan lainnya. Nilam aceh lebih rentan terhadap

serangan R. similis dibandingkan dengan nilam jawa (Girilaya) dan Tapak

Tuan (Mustika dan Nuryani 1993).

Serangan nematoda menghambat pertumbuhan tanaman nilam aceh,

jawa, varietas Tapak Tuan dan Girilaya berturut-turut sebesar 49,06%,

38,48, 17,34 dan 13,55%.; menyebabkan kerusakan akar tanaman nilam

Page 82: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

82 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

aceh, jawa, varietas Tapak Tuan dan Girilaya berturut-turut sebesar 82,00,

81,57, 80,24 dan 86,02%; serta mengurangi bobot basah bagian atas

tanaman kultivar aceh, jawa, varietas Tapak Tuan dan Girilaya berturut-turut

sebesar 84,42, 67,35, 57,34 dan 44,41% (Mustika dan Nuryani 1993).

2.3. Perkembangan dan Penyebaran Penyakit

Penyakit nilam oleh nematoda parasit menyebar melalui penyebaran

nematoda secara migrasi/perpindahan alami, pengolahan tanah, alat-alat

pertanian yang terkontaminasi nematoda serta aliran air hujan. Di lapang,

tidak semua tanaman nilam dalam satu kebun serentak menjadi sakit, tetapi

tanaman yang sakit bertambah banyak, dan menyebar dari satu tanaman ke

tanaman lain di sekitarnya, sehingga daerah penyebarannya nampak

membentuk jalur konsentris dan sekelompok-sekelompok.

Dalam penyebaran yang lebih luas lagi, penggunaan bahan

tanaman/bibit terinfeksi nematoda, mempercepat penyebaran penyakit;

sehingga penyebaran penyakit mengikuti penyebaran budidaya nilam,

terutama di sentra-sentra produksi seperti di Sumatra, Jawa dan daerah

pengembangan lainnya antara lain Kalimantan Timur (Djiwanti 2007).

PH tanah yang masam menunjang perkembangan populasi nematoda.

Pertanaman nilam di Jawa Barat dan Sumatra Barat pada umumnya tersebar

di lahan-lahan dengan kisaran pH 4,5 – 5,5. Pada kisaran kemasaman

tanah tersebut sangat sesuai bagi perkembangan nematoda parasit (Mustika

1998).

Sumber infeksi dapat berasal dari tanah kebun setempat. Ketiga jenis

nematoda yang menyerang tanaman nilam merupakan jenis nematoda yang

kosmopolit/ umum terdapat di tanah2 pertanian, perkebunan maupun

bukaan baru di Indonesia dan mempunyai kisaran inang luas (termasuk

gulma). Nematoda tersebut merupakan patogen tular tanah, dapat bertahan

di dalam tanah tanpa inang, serta tersebar luas di daerah tropik maupun

subtropik. Penanaman varietas nilam yang rentan/ peka nematoda dapat

meningkatkan keparahan serangan nematoda. Mustika dan Rostiana (1992)

Page 83: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

83Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

menemukan bahwa nilam aceh lebih rentan terhadap serangan P.

brachyurus dibandingkan dengan nilam jawa, girilaya.

2.4. Teknologi Pengendalian Terpadu

Di Indonesia, pengendalian nematoda parasit nilam dilakukan secara

terpadu melalui penggunaan teknik budidaya, penggunaan pestisida

termasuk pestisida nabati dan pemanfaatan agensia hayati. Dosis

pemupukan yang tepat, penggunaan bahan organik, kapur pertanian dan

pemulsaan serta varietas nilam toleran merupakan salah satu cara

pengendalian nematoda nilam melalui teknik budidaya yang cukup efektif

(Mustika et al. 1995).

a. Varietas toleran

Tidak ada satupun varietas nilam yang tahan terhadap serangan

nematoda P. brachyurus dan R. similis, tetapi nilam jawa, Girilaya dan Tapak

Tuan cukup toleran terhadap kedua nematoda tersebut (Mustika dan

Rostiana 1992; Mustika dan Nuryani 1993).

b. Teknik budidaya

Pupuk organik (kotoran sapi) yang dikombinasikan dengan

pemupukan Urea+TSP 5 g/tan dan diberikan sebelum dan 3 bulan setelah

tanam, dapat menekan populasi nematoda P. brachyurus (Mustika et al.

1995).

Pemberian mulsa yang dikombinasikan dengan pemupukan Urea +

TSP 5 g/tan dan diberikan sebelum dan 3 bulan setelah tanam juga dapat

menekan populasi nematoda Meloidogyne spp (Mustika et al. 1995).

c. Penggunaan pestisida/pestisida nabati

Kombinasi penggunaan karbofuran (5 g/tan), bahan organik dan

dolomit dapat menekan populasi nematoda P. brachyurus dan Meloidogyne

spp., memberikan pH tanah yang cocok bagi pertumbuhan nilam, sehingga

Page 84: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

84 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

mampu meningkatkan produksi daun basah sebesar 25% (Mustika dan

Rahmat 1993; Mustika et al. 1995).

Mimba yang dikombinasikan dengan bahan organik (kotoran ayam,

sapi, kambing, sekam dan serbuk gergaji), dapat mengurangi populasi

nematoda Meloidogyne spp. dan P. brachyurus pada nilam dan

efektivitasnya sama dengan nematisida karbofuran (Mustika et al. 1995).

Bungkil jarak 250 g/ tanaman/ 6 bulan, sangat efektif mengurangi

populasi nematoda P. brachyurus pada tanaman nilam (Mustika dan Harni

2001).

d. Pemanfaatan agensia hayati

Rizobakteri Pasteuria penetrans (2 kapsul/tanaman/6 bln) dengan

bahan organik (kotoran sapi, kotoran ayam, serbuk gergaji dan ampas

kedelai) (1 kg/tanaman/6 bulan) atau kombinasi rizobakteri Pasteuria

penetrans (2 kapsul/tanaman/6 bulan) dengan kapur pertanian

(50 g/tanaman/6 bulan), dapat menekan populasi nematoda P. brachyurus

sebesar 43-82% dan meningkatkan berat basah sebesar 57-71% (Mustika

et al. 2000).

Demikian pula Jamur Penjerat Nematoda (Arthrobotrys sp., Dactylaria

sp. dan Dactylella sp. yang diperbanyak pada media jagung) 125

g/tanaman/6 bulan yang dikombinasikan dengan bahan organik/ kapur

pertanian mengurangi/ menekan populasi nematoda nilam P. brachyurus

(Mustika et al. 2000).

Page 85: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

85Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Gambar 1. Gejala dan OPT pada pertanaman nilam di Indonesia. (A)Gejala layu akibat R. solanacearum, (B) Nilam terserangPratylenchus, (C) Nematoda Pratylenchus betina dewasa,(D) Perakaran nilam terserang Pratylenchus., (E) Nilamterserang nematoda Meloidogyne, (F) Puru akar padanilam terserang Meloidogyne, (G) Larva Meloidogyneinstar dua, (H) Nilam terserang S. pogostemonis, (I)Spora bertahan S. pogostemonis dalam jaringan daun, (J)Gejala serangan Potyvirus, dan (K) serangan Fabaviruspada daun nilam

Page 86: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

86 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

III. PENYAKIT NILAM (BUDOK) OLEH JAMUR SYNCHYTRIUM

Penyakit budok dilaporkan pertama kali berdasarkan tanaman nilam

yang terdapat di Aceh, demikian juga dengan istilah budok yang berarti

kudis menurut bahasa lokal setempat. Pada awalnya, organisme penyebab

penyakit ini diduga dari kelompok virus karena gejala yang nampak mirip

dengan tanaman yang terserang virus, yaitu tanaman tumbuh kerdil, daun

kecil atau keriting. Gejala roset dapat dijumpai pada tanaman yang telah

terinfeksi pada stadia lebih lanjut.

3.1. Organisme Penyebab

Hasil pengamatan contoh tanaman sakit yang diperoleh dari berbagai

tanaman nilam yang dilaporkan terserang budok, struktur bertahan jamur

Synchytrium berbentuk spora bulat, besar dan berdinding tebal konsisten

ditemukan permukaan dalam kutil yang terbentuk pada batang maupun

daun dari semua contoh tanaman nilam sakit yang diamati (Wahyuno et al.

2007). Hasil pengujian menggunakan penularan buatan memperkuat asumsi

di atas, bahwa jamur Synchytrium merupakan organisme penyebab penyakit

budok pada tanaman nilam di Indonesia (Wahyuno dan Sukamto 2010).

Synchytrium merupakan kelompok jamur yang bersifat obligat parasit, yang

hanya dapat tumbuh pada jaringan tanaman yang hidup. Tetapi struktur

bertahan yang dimiliki jamur ini diduga membuat Synchytrium mampu

bertahan di jaringan tanaman yang telah terserang untuk waktu yang lama

(Wahyuno 2010a). Pengamatan lebih detail terhadap siklus hidup jamur ini

juga memperkuat dugaan bahwa jamur yang ada di Indonesia termasuk

jenis S. pogostemonis jenis yang juga ditemukan pada pertanaman nilam di

India (Wahyuno 2010b).

3.2. Gejala

Gejala khas dari penyakit budok adalah adanya kutil berupa benjolan

berwarna putih yang banyak terbentuk di permukaan batang atau daun,

khususnya yang ada di dekat permukaan tanah. Pada stadia awal, kutil

Page 87: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

87Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

terlihat berwarna putih, dan pada stadia lanjut struktur bertahan S.

pogostemonis berupa spora yang sebenarnya merupakan prosorus berwarna

kuning terlihat ada di dalam kutil. Jumlah spora istirahat yang terbentuk

bervariasi antara 1 - 11 tergantung pada besar ukuran kutil yang terjadi.

Serangan S. pogostemonis dapat terjadi pada semua bagian tanaman

yang masih muda, kecuali akar tanaman. Tanaman yang terserang pada

awalnya tidak menunjukkan gejala perubahan yang jelas, tetapi seiring

dengan waktu daun maupun tunas-tunas baru yang terbentuk pada

tanaman yang telah terinfeksi berukuran lebih kecil, tebal dan ruasnya

pendek sehingga tanaman terlihat kerdil atau menampakkan gejala roset.

Gejala tersebut menyebabkan adanya asumsi di awal pelaporan bahwa

penyakit budok disebabkan oleh virus (Sitepu dan Asman 1991; Mustika dan

Asman 2004).

Kutil yang ditimbulkan oleh S. pogostemonis memerlukan waktu lebih

kurang 1 bulan untuk dapat terlihat dipermukaan batang muda yang ada di

dekat permukaan tanah dan telah dibuktikan melalui penularan buatan

(Wahyuno dan Sukamto 2010). Nekrosa atau kematian jaringan tidak

terbentuk di bagian kutil terbentuk sehingga pengamatan secara seksama

perlu dilakukan untuk memastikan tanaman (benih) nilam telah terserang S.

pogostemonis.

3.3. Eko-Biologi

a. Stadia dan siklus hidup

Pada tanaman yang telah terserang S. pogostemonis struktur

bertahan berupa spora bulat, kuning dan berdinding tebal mudah ditemukan

karena jumlahnya yang banyak. Lensa lup sederhana dapat digunakan

untuk membantu menemukan struktur tersebut pada gejala yang telah

lanjut di lapang untuk mendeteksi keberadaannya. Pengamatan terhadap

jaringan tanaman nilam terserang S. pogostemonis pada berbagai stadia

gejala akan menunjukkan ada stadia yang lain selain spora istirahat.

Wahyuno (2010) mendiskripsikan adanya stadia aseksual dan seksual yang

Page 88: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

88 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

terbentuk pada tanaman nilam terserang S. pogostemonis. Zoospora dapat

dihasilkan dari sporangium hasil reproduksi aseksual maupun reproduksi

seksual. Pada stadia reproduksi seksual, zoospora terbentuk pada

sporangium yang terbentuk di dalam sorus yang keluar dari spora istirahat

(Wahyuno 2010).

b. Penyebaran

Seperti halnya cendawan Synchytrium endobioticum maupun S.

psocharpii yang banyak mempunyai spora aktif (zoospora) sebagai

penularan utama dari tanaman sakit ke tanaman sehat (EPPO 1999, 2003;

Drinkall dan Price 1983). S. pogostemonis juga mempunyai zoospora yang

aktif berenang pada cairan air atau media tumbuh yang menggandung air.

Wahyuno dan Sukamto (2010) juga telah berhasil melakukan penularan

buatan dengan menggunakan media air sebagai media tumbuh nilam.

Zoospora mungkin sangat berperan dalam penyebaran jarak dekat

antar sel di dalam tanaman, antar tanaman dalam suatu petak atau dalam

luasan terbatas dimana ada air sebagai media perantara. Spora bertahan

yang terdapat di dalam jaringan tanaman diduga mempunyai peran yang

sangat penting dalam penyebaran S. pogostemonis yang lebih luas dan

jauh. Adanya spora bertahan memungkinkan S. pogostemonis terbawa

melalui bahan tanaman (benih) atau sisa-sisa tanaman terserang yang

tertinggal di tanah ke daerah penanaman nilam yang baru. Pada tanaman

kentang, struktur bertahan S. endobioticum mampu bertahan di dalam

jaringan tanaman untuk waktu yang lama (EPPO 2003).

c. Lingkungan

Sebagai jamur obligat parasit, S. pogostemonis sangat tergantung

pada kondisi tanaman inang untuk tumbuh dan berkembang. Pada tanaman

yang masih hidup, hampir semua stadia S. pogostemonis dapat ditemukan.

Pada jaringan tanaman yang sudah mati hanya sprora bertahan yang

ditemukan sangat dominan.

Page 89: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

89Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Selain mempengaruhi siklus dan stadia S. pogostemonis yang ada,

lingkungan berperan penting di dalam penyebaran zoospore khususnya

ketersediaan air baik yang di lapisan partikel tanah maupun yang terdapat

pada permukaan tanaman yang berguna untuk menyebar ke bagian lain

yang masih sehat.

Lingkungan subur dan cukup air akan membuat tanaman nilam

mempunyai pertumbuhan yang baik, demikian juga dengan regenerasi

pembentukan tunas-tunas baru. Pada tanaman yang telah terinfeksi

S. pogostemonis pembentukan tunas-tunas baru khususnya yang keluar dari

permukaan tanah akan menjadikan peluang terjadinya infeksi dan peluang

terjadinya perbanyakan inokulum di dalam jaringan tanaman sangat besar.

Pengaruh jenis tanah dan kemasamannya belum pernah diteliti

terhadap kecepatan penyebaran zoospora pada tanaman nilam di lapang.

Hasil pengamatan dan laporan yang disampaikan mengindikasikan bahwa S.

pogostemonis telah tersebar luas di Indonesia sehingga diduga peran

ketersediaan air/kelengasan tanah dan kondisi tanaman lebih penting bagi

penyebaran zoospora dibanding kondisi tanah.

d. Sebaran inang ke tanaman nilam lain

Di Indonesia ada tiga spesies nilam yaitu, P. cablin, P. heyneanus dan

P. hortensis. P. cablin juga dikenal sebagai nilam aceh dan merupakan jenis

yang banyak dibudidayakan di Indonesia. P. heyneanus dikenal sebagi nilam

jawa. Meskipun nilam jawa mempunyai keragaan yang besar dan lebat

tetapi bukan jenis yang banyak dibudidayakan karena kandungan minyaknya

lebih rendah dibanding nilam aceh. Penyakit budok hanya dilaporkan terjadi

pada nilam aceh. Tiga varietas nilam aceh yang telah dilepas yaitu

Sidikalang, Tapak Tuan dan Lhokseumawe tidak satupun tahan terhadap S.

pogostemonis (Wahyuno dan Sukamto 2010). Nilam jawa merupakan jenis

yang tahan terhadap S. pogostemonis. Di India, beberapa jenis nilam yang

ada dilaporkan juga dapat terserang S. pogostemonis.

Page 90: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

90 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

e. Penularan ke tanaman selain nilam

Sampai saat ini belum ada laporan mengenai S. pogostemonis yang

menyerang tanaman selain tanaman nilam. Pada dasarnya, S. pogostemonis

merupakan kelompok jamur yang mempunyai sebaran inang yang terbatas.

Dari 200 spesies Synchytrium yang pernah dilaporkan, hanya ada beberapa

spesies yang mempunyai kisaran inang lebih dari satu family tanaman, dan

sisanya merupakan kelompok yang sebaran inangnya terbatas, termasuk S.

endobioticum pada kentang (Agrios 1978) dan S. psocharpii pada kacang

(Drinkall dan Price 1986, Karami et al. 2009).

3.4. Saran Pengendalian

Beberapa usaha pengendalian telah dilakukan dan dicobakan di

tingkat rumah kaca maupun di lapang dalam skala yang terbatas.

Perbaikan SOP (standar operasional prosedur) budidaya nilam yang

ada, khususnya dalam seleksi dan penyiapan bahan tanaman untuk

perbanyakan (Wahyuno 2010). Harga fungisida sistemik yang relatif mahal,

adanya struktur bertahan dari S. pogostemonis yang sulit untuk dikenai

fungisida, belum tersedianya varietas nilam yang tahan terhadap S.

pogostemonis maupun pola budidaya nilam yang lazim dilakukan oleh petani

merupakan pertimbangan bahwa penyediaan bahan tanaman yang sehat

merupakan cara yang paling murah untuk mengurangi kerugian hasil akibat

serangan S. pogostemonis.

Melakukan rotasi tanaman, memusnahkan tanaman nilam di sekitar

yang menunjukkan gejala terkena penyakit budok, dan mengatur lahan

sehingga ideal bagi pertumbuhan nilam dan mengatur sistem drainase yang

dapat meminimalkan terjadinya penularan ke tanaman di sekitar. Syakir et

al. (2008) juga menyarankan melakukan pengolahan tanah, pemberian

mulsa untuk mengurangi penyebaran dan aplikasi fungisida serta abu sekam

(± 10 ton/ha)

Aplikasi fungisida dapat dilakukan untuk menekan perkembangan

Synchytrium di lapang. Fungisida yang efektif menekan serangan

Page 91: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

91Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Synchytrium berbahan aktif Benomyl (Kusnanta 2005, Sukamto 2011); PCNB

dan bubur Bordeux juga efektif di India (NEDFI 2007). Aplikasi fungisida

menjadi alternatif apabila tanaman yang menunjukkan gejala dijumpai

dalam jumlah yang cukup banyak di kebun, selain dilakukan eradikasi di

tempat dengan membakar sekelompok tanaman yang telah terserang. Pada

dasarnya, fungisida efektif apabila S. pogostemonis belum masuk ke dalam

jaringan tanaman. Fungisida yang bekerja secara sistemik dilaporkan efektif

untuk menekan penyakit budok, tetapi biaya usahatani nilam menjadi

mahal. Penyemprotan dilakukan setiap dua minggu sekali, dan sebaiknya

pengendaliaan dilakukan seawal mungkin (saat kejadian penyakit budok

masih rendah).

Gambar 2. Penggunaan fungsida untuk menekan penyakit budok. (B1)Benomil (1 g l-1) , (B2) Benomil (2 g l-1), (K1) Cu-Oksida (1 g l-1),(K2) Cu-Oksida (2 g l-1), (KB) Campuran Benomil dan Cu-Oksida(1:1; masing-masing 0,5 g l-1).

Penggunaan 1% bubur bourdeaux (100 g terusi/copper sulphate +

100 g kapur tohor dalam 10 liter air), dapat digunakan untuk mengendalikan

penyakit budok. Bubur bourdeaux dan fungisida benomil dapat

mengendalikan serangan penyakit budok setelah dilakukan tiga kali

penyemprotan setiap dua minggu sekali (Gambar 2).

Page 92: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

92 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Kombinasi pemakaian fungisida disertai aplikasi mikroorganisme juga

sedang pengujian di lapang. Penyiapan mikroorganisme yang berguna

tersebut dalam jumlah banyak menjadi kendala lain yang perlu

dipertimbangkan (Gambar 3).

Gambar 3. Penggunaan fungsida dan bubur bordeaux untuk menekanserangan penyakit budok.

IV. PENYAKIT VIRUS MOSAIK PADA NILAM

Salah satu penyakit utama tanaman nilam adalah penyakit virus

mosaik. Serangan virus mosaik tercatat sebagai salah satu faktor pembatas

dalam produksi nilam di Indonesia (Nurawan 2008; Sukamto et al. 2007),

karena infeksi virus mosaik dapat menurunkan hasil biomas, kadar minyak

dan kadar patchouli alkohol. Pengaruh penyakit ini berbeda-beda,

tergantung jenis atau varietas nilam yang ditanam serta perawatan yang

telah dilakukan selama budidaya. Selain itu, adanya variasi gejala di lapang

juga karena tanaman nilam tersebut terinfeksi oleh lebih dari satu jenis virus

dengan serangan awal yang bervariasi.

Page 93: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

93Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

4.1. Gejala dan Patogen Penyebab Penyakit

Gejala khas pada tanaman nilam yang terserang penyakit mosaik

adalah daun-daunnya nampak mengalami klorosis berat (mosaik), berubah

bentuk (malformasi), dan berukuran sangat kecil (Gambar 1J dan 1K).

Pertumbuhan tanaman secara keseluruhan menjadi terhambat dan bahkan

serangan yang berat di awal pertumbuhan akan menyebabkan tanaman

sakit pertumbuhannya terhambat hingga tampak kerdil (Noveriza et al.

2009).

Survei di beberapa daerah sentra produksi nilam di Indonesia,

ditemukan variasi kejadian penyakit mosaik berdasarkan perkiraan

persentase tanaman nilam yang positif terinfeksi virus dengan sampel daun

yang bergejala di lapangan. Pertanaman nilam di Jawa Barat dan Sumatera

Barat terinfeksi oleh Potyvirus berkisar antara 30 – 50%, sedangkan di Jawa

Tengah oleh Fabavirus berkisar antara 40% (Tabel 1). Virus yang

menginduksi gejala mosaik pada pertanaman nilam di Indonesia di dominasi

oleh Potyvirus (Noveriza et al. 2010)

Tabel 1. Gejala penyakit dan perkiraan kejadian penyakit mosaik padatanaman yang di koleksi dari sentra produksi nilam di Indonesia.

Provinsi LokasiTanggal

pengambilansampel

Pengamatangejala

penyakit

PerkiraanKejad.

Penyakit*)(%)Jawa Barat Bogor, Kec. Bogor Barat Oktober 2008 mhk, lm >50

Garut , Kec. Pakenjeng April 2009 mhk, lm 35Ciamis, Kec. Cidolog April 2009 mhk 30Sukabumi,Kec. Cicurug

Juli 2010 nk 0

Lampung TanggamusKec. Klumbayan

September2009

nkk 0

TanggamusKec. Klumbayan Barat

September2009

nkk 0

SumateraBarat

Pasaman BaratKec. Talamau

September2009

mhk 40

Pasaman BaratKec. Kinali

September2009

mhk 50

JawaTengah

Brebes Kec. Salem Mei 2010 mhk 40

SumateraUtara

Pakpak BharatKec. Situ Jehe

Juli 2010 mhk 0

Keterangan : *) Perkiraan persentase tanaman nilam yang positif terinfeksi virus dengansampel daun yang bergejala di lapangan.mhk= mosaik hijau kekuningan; lm= malformation; nkk= nekrosis kuningkerdil; nk=nekrosis kuning

Page 94: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

94 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Tanaman nilam di Jepang, telah dilaporkan terinfeksi oleh Patchouli

mild mosaic virus (PaMMV) genus Fabavirus, Patchouli mottle virus (PaMoV)

genus Potyvirus (Natsuaki et al. 1994.), sedangkan di Brazil terinfeksi oleh

Patchouli Virus X (PatVX) genus Potexvirus (Meissner Filho et al. 2002),

Patchouli mosaic virus (PaMV) dan Tobacco Necrosis Virus (TNV). Tapi,

tanaman nilam di India terinfeksi oleh Peanut Stripe Virus (PStV) (Sing et al.

2009.). Di Indonesia, virus yang menyebabkan penyakit mosaik termasuk

dalam kelompok Bean Common Mosaic Virus (BCMV) strain Peanut Stripe

Virus (PStV) (Hartono 2008). Penelitian terbaru menemukan bahwa tiga

varietas unggul nilam (Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan) di Bogor

dan beberapa lokasi sentra penanaman nilam di Indonesia (Garut, Ciamis,

Cicurug, Manoko dan Pasaman Barat) telah terinfeksi oleh Potyvirus yaitu

Telosma Mosaic Virus (TeMV), PStV dan Passionfruit Woodiness Virus

(Noveriza et al. 2009; 2010).

Sampai saat ini, informasi mengenai kejadian virus mosaik pada

pertanaman nilam di Indonesia masih terbatas. Begitu juga kerusakan yang

ditimbulkan dan bagaimana penularan dari penyakit tersebut belum

diketahui dengan pasti.

4.2. Kejadian penyakit virus mosaik, Kerusakan yang Ditimbulkandan Penularannya

Kejadian penyakit mosaik kuning yang pertama di laporkan

di Indonesia berkisar 53-73%. Penyakit ini tersebar baik pada pertanaman

nilam di dataran rendah maupun pegunungan. Kajian dengan mikroskop

elektron dari daun yang terinfeksi menunjukkan berassosiasi dengan virus

berbentuk benang (Sumardiyono et al. 1995). Di India, kejadian penyakit

di lapangan berkisar antara 43-76% (Sastry dan Vasanthakumar 1981).

Di Indonesia, Potyvirus (virus yang berbentuk benang) merupakan

virus yang dominan menyerang tanaman nilam di lapangan. Infeksi

Potyvirus pada tanaman nilam varietas Tapak Tuan dan Lhokseumawe dapat

menurunkan hasil produksi, kadar minyak dan kadar patchouli alkohol

(Tabel 2). Penurunan tertinggi berat terna basah, terna kering, kadar

Page 95: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

95Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

minyak dan kadar PA berturut-turut mencapai 34,65, 40,42, 9,09 dan 5,06%

(Noveriza et al. 2011a). PaMMV yang menginfeksi tanaman nilam di

Jepang menyebabkan menurunnya biomassa (35 %) dan hasil minyak nilam

(2 %) (Sugimura et al. 1995; Kadotani dan Ikegami 2002).

Partikel Potyvirus merupakan molekul untai tunggal RNA yang unik

yang terdiri dari 8,5-10 kilobasa (kb) yaitu kode untuk sebuah poliprotein

dan berbentuk seperti benang. Potyvirus adalah kelompok virus yang secara

alami dapat ditularkan dan disebarkan oleh kutudaun (Irwin 1999). Namun

demikian, cara penyebaran utama yang terjadi di lapangan adalah melalui

bahan tanaman yang terinfeksi. Hal inilah tampaknya yang menjadi faktor

penting yang menentukan tingginya insiden penyakit mosaik pada tanaman

nilam di daerah-daerah sentra produksi nilam di Indonesia (Sastry dan

Vasanthakumar 1981; Hartono dan Subandiyah 2006; Noveriza et al. 2010),

mengingat petani nilam umumnya melakukan perbanyakan tanaman melalui

setek. Untuk menghindari penyebaran penyakit ini maka perlu dilakukan

teknik pengendalian yang tepat.

4.3. Strategi Pengendalian Penyakit

Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk menghindari

penyebaran virus ini di lapangan adalah dengan menggunakan benih yang

bebas dari infeksi virus. Apabila digunakan tanaman induk yang bebas

dari infeksi virus sebagai bahan perbanyakan, maka tanaman yang

dibudidayakan dari induk tersebut diharapkan dapat berproduksi sesuai atau

mendekati potensi genetiknya. Untuk mendapatkan tanaman induk bebas

virus perlu dilakukan usaha eliminasi virus dari tanaman terinfeksi. Pada

berbagai jenis tanaman dilaporkan telah berhasil dilakukan eliminasi virus

melalui beberapa metode, diantaranya kultur meristem (Golino et al. 1998),

terapi pemanasan (Leonhardt et al. 1998) dan penggunaan antiviral sintetik

(Budiarto et al. 2008).

Page 96: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

96 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Tabel 2. Perbandingan berat terna basah (g/tanaman), berat terna kering (g/tanaman), kadar minyak (%) dan kadarPatchouli Alcohol (%) dari tiga varietas nilam terinfeksi virus mosaik dan yang sehat setelah 6 bulan tanam (Noverizaet al. 2012).

Varietas KondisiTanaman

BeratTernaBasah

(g/tan)

PenurunanBobotTernaBasah(%)

BeratTernaKering(g/tan)

PenurunanBobotTernaKering

(%)

Kadarminyak

(%)

PenurunanKadar

Minyak(%)

KadarPatchouliAlkohol

(%)

PenurunanKadar

PatchouliAlkohol

(%)

Sidikalang Sehat 206,73 34,65 80,60 37,10 2,64 9,09 35,65 -2,78

Sakit 135,10 50,70 2,40 36,64

Lhokseumawe Sehat 214,43 7,87 80,40 0,62 2,38 3,36 34,50 0,72

Sakit 197,57 79,90 2,30 34,25

Tapak Tuan Sehat 255,50 26,52 113,30 40,42 2,11 2,37 40,90 5,06

Sakit 187,73 67,50 2,06 38,83

**) Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DNMRT 5%.

Page 97: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

97Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Pada metode kultur meristem dipilih bagian jaringan yang belum

terinvasi patogen yaitu bagian apikal dan ditumbuhkan menjadi tanaman

lengkap yang sehat dalam media buatan. Teknik tersebut sudah berhasil

diterapkan pada tanaman kentang untuk mengeliminasi virus (Quak 1972).

Selain untuk mengeliminasi virus, metode tersebut juga dipakai dalam

perbanyakan tanaman secara cepat (Goodwin et al. 1980). Meristem apikal

yang masih bebas patogen umumnya berukuran sangat kecil untuk

beberapa jenis tanaman sehingga teknik kultur meristem merupakan teknik

yang relatif sulit dilakukan (Brown et al. 1988). Berdasarkan penelitian

terbaru untuk mengeliminasi Potyvirus pada tiga varietas unggul nilam

(Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan) kultur jaringan meristem apikal

pada ketiga varietas nilam tersebut berhasil dilakukan pada media MS yang

ditambah BAP 0,5 mg/l. Varietas Tapak Tuan menunjukkan pertumbuhan

tunas yang berbeda nyata dengan ke dua varietas lainnya. Persentase

pertumbuhan tunas varietas Tapak Tuan mencapai 90% dengan periode

inisiasi lebih cepat yaitu 14 hari. Varietas Sidikalang dan Lhokseumawe

menghasilkan pertumbuhan tunas berturut-turut 71,43% dan 69,23%

dengan periode inisiasi berturut-turut 17 hari dan 21 hari (Noveriza et al.

2011).

Ukuran jaringan meristem apikal yang ditanam sebagai eksplan

tampaknya merupakan faktor penentu keberhasilan eliminasi virus (Noveriza

et al. 2011). Hasil kultur jaringan (planlet) yang diperoleh dari eksplan

meristem apikal yang berukuran 0,5-1 mm menunjukkan bahwa Potyvirus

belum dapat dieliminasi secara tuntas. Jumlah tanaman yang mengandung

Potyvirus berkisar antara 9% sampai 66,7 % (Tabel 3). Beberapa penelitian

telah mengemukakan pentingnya ukuran eksplan untuk menghasilkan

planlet bebas virus. Menurut Visessuwan et al. (1988), tanaman tebu yang

diperbanyak dari kultur meristem apikal menghasilkan 88 persen tanaman

bebas virus dengan ukuran meristem apikal 0,2-0,5 mm. Langhans et al.

(1977) melaporkan bahwa eksplan meristem apikal yang berukuran 0,3-0,5

mm merupakan ukuran optimal dalam menghasilkan eksplan bebas virus.

Page 98: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

98 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Sugimura et al. (1995) mengemukakan bahwa ukuran meristem apikal yang

optimum pada tanaman nilam untuk menghasilkan eksplan bebas virus

PaMMV adalah 0,5 – 1 mm, sementara Singh et al. (2009) melaporkan

bahwa ukuran jaringan meristem 0,2 – 0,5 mm adalah ukuran yang

optimum untuk menghasilkan tanaman nilam bebas PStV.

Tabel 3. Hasil deteksi Potyvirus dari tanaman nilam hasil kultur jaringanmeristem apikal dan batang terminal (bukan meristem apikal)dengan metode ELISA (Noveriza et al. 2011).

Jenis Eksplan VarietasUkuranEksplan(mm)

JumlahSampel yangdiuji

Hasil ELISA

ReaksiPositif

ReaksiNegatif

Meristem Apikal Sidikalang 0,5-1 12 4 (33,3)* 8 (66,7)*Lhokseumawe 0,5-1 11 1 (9,0) 10 (99,9)Tapak Tuan 0,5-1 27 18 (66,7) 9 (33,3)

Batang terminal Sidikalang 5-8 7 7 (100,0) 0 (0,0)

*) Rasio antara jumlah sampel yang positif/negatif dan jumlah sampel tanaman yang diujidalam persen.

Planlet yang diperoleh dari eksplan batang terminal (bukan meristem

apikal) menunjukkan gejala mosaik dan berdasarkan hasil ELISA terbukti

bahwa tanaman tersebut 100% terinfeksi Potyvirus. Hasil tersebut

membuktikan bahwa infeksi Potyvirus pada tanaman nilam bersifat sistemik.

Penggunaan metode kultur meristem apikal sangat potensial sebagai upaya

untuk eliminasi virus yang menginfeksi secara sitemik karena proliferasi sel-

sel meristem apikal lebih cepat dibandingkan penyebaran virus (Noveriza

et al. 2011). Menurut Barahima (2003) regenerasi tunas meristem apikal

menghasilkan planlet bebas virus dapat terjadi karena proliferasi sel-sel

meristem tunas apikal lebih cepat dibandingkan dengan penyebaran partikel

virus, sehingga setiap saat terdapat sel-sel yang belum terinvasi virus.

Planlet yang dihasilkan dari sel-sel yang tidak terinvasi virus menghasilkan

planlet bebas virus.

Teknik eliminasi virus lain yang relatif lebih mudah dan murah

dilakukan dibandingkan dengan teknik kultur meristem apikal adalah dengan

perlakuan pemanasan. Metode pemanasan untuk tujuan eliminasi virus

Page 99: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

99Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

dapat diterapkan berdasarkan fakta bahwa multiplikasi virus sangat

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama suhu yang tinggi. Beberapa

hasil penelitian menemukan bahwa laju multiplikasi virus mengalami

penurunan pada kisaran suhu 35⁰-43o C (Converse dan Tanne 1984). Namun

demikian, toleransi jaringan tanaman terhadap suhu tinggi akan menjadi

faktor pembatas dalam aplikasi metode ini. Persentase tanaman hidup pasca

terapi umumnya semakin kecil seiring dengan meningkatnya suhu

pemanasan (Lozoya-Saldana dan Merlin-Lara 1984). Perlakuan perendaman

setek nilam varietas Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan dalam air

panas pada suhu 50⁰-60⁰C dan waktu perendaman 10-30 menit tidak dapat

mengeliminasi Potyvirus yang menginfeksi ketiga varietas nilam tersebut.

Varietas Tapak Tuan dan Lhokseumawe lebih toleran terhadap air panas

dibandingkan varietas Sidikalang, walaupun demikian daya tumbuh setek

nilam semakin menurun seiring semakin lama waktu perendaman (Noveriza

et al. 2011).

4.4. Perkembangan Penelitian

Selain Potyvirus, telah dideteksi juga adanya virus kelompok Fabavirus

pada pertanaman nilam di Kecamatan Salem Kabupaten Brebes Propinsi

Jawa Tengah (Noveriza et al. 2010). Hasil deteksi pada sampel tanaman

nilam yang terinfeksi virus mosaik asal Bogor dan Brebes dengan metode

ELISA, bereaksi positif dengan antiserum Broad Bean Mosaic Virus 2

(BBMV2) yang merupakan genus Fabavirus dan Potato virus X (PVX) genus

Potexvirus (Miftahurohmah, komunikasi pribadi). Ini menjelaskan juga

bahwa ada tiga kelompok virus yang menginfeksi tanaman nilam

di Indonesia yaitu Potyvirus, Fabavirus dan Potexvirus, walaupun demikian

Potyvirus adalah virus yang dominan menyerang tanaman nilam

di Indonesia.

Oleh sebab itu, saat ini sedang dilakukan juga penelitian untuk

mendapatkan tanaman nilam yang tahan Potyvirus dengan metode

pendekatan rekayasa genetik. Melalui ekspresi gen coat protein (CP) dari

Page 100: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

100 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Potyvirus di dalam tanaman nilam diharapkan protein CP ini akan

mengganggu replikasi lebih lanjut dari Potyvirus yang menginfeksi tanaman

nilam tersebut sehingga terhindar dari penyakit mosaik. Fungsi utama dari

CP virus tanaman adalah untuk pembentukkan mantel protein yang

membungkus asam nukleat dari genom virus. Pada kebanyakan RNA virus

tanaman, CP berperan dalam penyebaran virus pada tanaman terinfeksi

virus. Selain itu juga berperanan dalam multiplikasi virus di dalam tanaman

(Callaway et al. 2001; Carrington et al. 1996).

Ekspresi gen CP dari beberapa Potyvirus seperti Soybean mosaic

virus, Papaya ringspot virus, Watermelon mosaic virus 2 dan Zucchini yellow

mosaic virus pada tanaman transgenik tembakau (Nicotiana tabacum dan N.

benthamiana) memberikan tingkatan proteksi yang bervariasi terhadap

infeksi berbagai Potyvirus (Stark dan Beachy 1989; Ling et al. 1991; Namba

et al. 1992). Tingkat proteksi yang dibuat oleh gen CP pada tanaman

transgenik bervariasi yang dimulai dari imun tanaman, melemahkan virus

dan memperlambat timbulnya gejala penyakit. Teknik ini efektif

diaplikasikan untuk mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh

virus (Lomonossoff 1995).

Di Jepang telah didapatkan tanaman tanaman transgenik nilam

menggunakan transformasi Agrobacterium yang tahan terhadap virus

PaMMV (Fabavirus) dengan ekspresi gen CP (Sugimura et al. 2005; Kadotani

dan Ikegami 2002). Hasil penelitian terbaru di Indonesia, telah berhasil

disisipkan gen coat protein (CP) dari Potyvirus ke dalam plasmid pembawa

pJET1.2 dan kemudian disusun dalam plasmid pCambia1301, hasil

ekspresinya diperbanyak dalam bakteri Escherichia coli dan Agrobacterium

untuk ditransformasikan kedalam daun tanaman nilam. Daun nilam yang

membawa gen CP dari Potyvirus tersebut diperbanyak dengan kultur

jaringan (Koerniati et al. 2011). Tanaman nilam yang membawa gen CP

akan diuji lagi untuk mendapatkan tanaman nilam yang tahan tahan

terhadap Potyvirus, kemudian tanaman ini dapat dijadikan sebagai pohon

induk untuk perbanyakan nilam tahan terhadap penyakit mosaik yang

disebabkan oleh Potyvirus.

Page 101: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

101Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1978. Plant pathology. Second Ed. Acad. Press. Univ of Florida.Gainessfille. 703 pp.

Ahmed M.2002. Patchouli, an ideal aromatic crop of commercial importance.North Eastern Development Finance Corporation Ltd. Guwahati. p11

Akiew, E. B. 1985. Influence of soil moisture and temperature on thepersistence of Pseudomonas solanacearum. In G. J. Persley. (ed).Proceeding of an International Workshop held at PCARRD, Los Banos,Philippines. 8-10 October 1985. p: 77-79.

ARMP. 1993. Efisiensi usahatani, tataniaga dan peningkatan mutu minyakatsiri (nilam, akarwangi, seraiwangi dan kenanga). Laporan PenelitianARMP 1992/1993. Balittro, Bogor.

Asman, A. 2000. Penyakit layu dan budok pada tanaman nilam dan carapengendaliannya. Prosiding Gelar Teknologi Pengolahan Gambir danNilam. Padang dan Solok, 24-25 Januari 2000. Pusat Penelitian danPengembangan Tanaman Perkebunan. Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat. Hal: 173-178.

Asman, A. dan D. Sitepu. 1994. Penelitian penanggulangan penyakit nilam diD.I. Aceh. Laporan Kerjasama PT Pupuk Iskandar Muda dan BalaiPenelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor: 19 hal.

Asman, A., E.M. Adhi dan D. Sitepu. 1998. Penyakit layu, budok, danpenyakit lainnya serta strategi pengendaliannya. Monograf Nilam.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai PenelitianTanaman Rempah dan Obat. Hal: 84-88.

Aspiras, R. B. dan A. R. de la Cruz. 1985. Potential biological controlof bacterial wilt in tomato and potato with Bacillus polymyxa FU6 andPseudomonas fluorescens. Edited by G. J. Persley. Proceeding of anInternational Workshop held at PCARRD, Los Banos, Philippines. 8-10October 1985. P

Barahima W.P. 2003. Eliminasi Sweet Potato Feathery Mottle Virus (SPFMV)pada empat kultivar Ubijalar unggul local asal Papua melalui teknikkultur meristem. Bul. Agron. 31:81-88.

Barani, A. M. 2008. Strategi pengembangan nilam di Indonesia. ProsidingSeminar Nasional. Pengendalian terpadu organisme penganggutanaman jahe dan nilam. Badan Penelitian dan PengembanganPertanian dan Pengembangan Perkebunan. Pusat Penelitian danPengembangan Perkebunan. Balai Penelitian Tanaman Obat danAromatik. Bogor, 4 November 2008. p: 7-14.

Page 102: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

102 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Bradbury, J. F. 1987. Guide to plant pathogenic bacteria. CAB International,The Cambrian News Ltd, Aberystwyth, UK. 332 p

Bridge, J. 1978. Plant nematodes associated with cloves and black pepperin Sumatra and Bangka, Indonesia. ODM Technical Report on Visitto Indonesia, July 9-19th, 1978. UK Ministry of OverseasDevelopment. 19 pp.

Brown C.R., S. Kwiatkowski, M.W. Martin dan P.E. Thomas. 1988.Eradication of PVS from Potato Clones Through Excisions of Meristemsfrom In Vitro, Heat Treated Shoot Tips. Am. Potato J. 65: 633-638.

Brunt A.A. 1992. The general properties of potyviruses. Archives of Virology20:3-16.

Buddenhagen, I. W. 1986. Bacterial wilt revisited. In G. J. Persley (ed),Bacterial wilt disease in Asia and The South Pasific. Proceeding of AnInternational Workshop. Held at PCARRD, Los Banos. Philippines,October. ACIAR Proceeding No. 13: 26-143.

Budiarto, K., Y. Sulyo, I.B. Rahardjo dan S. Pramanik. 2008. PengaruhDurasi Pemanasan terhadap Keberadaan Chrysanthemum Virus-Bpada Tiga Varietas Hrisan Terinfeksi. J. Hort. 18: 185-192.

Callaway, A., D. Giesman-Cookmeyer, E.T. Gillock, T.L. Sit dan Lommel S.A.2001. The multifunctional capsid proteins of plant RNA viruses. AnnualReview Phytopathology 39:419-460.

Carrington J.C., K.D. Kasschau, S.K. Mahajan dan M.C. Schaad. 1996. Cell-to-cell and long-distance transport of viruses in plants. Plant Cell10:1669-1681.

Clark, M.F. dan A.N. Adams. 1977. Characteristics of the microplate methodof enzyme-linked immunosorbent assay for the detection of plantviruses. Journal of General Virology 34:475-483.

Converse R.H. dan E. Tanne. 1984. Heat Therapy and Stolon Apex Cultureto Eliminate Mild Yellow-edge Virus from Hood Strawberry.Phytopathol. 74: 1315-1316.

Corbet, D.C.M. 1976. Pratylenchus brachyurus. C.I.H. Description of PlantParasitic Nematodes. Set 6, No. 89. CAB, London. 4 pp.

Dayal, M. 2007. Chytrids of India. MD Publication. PVT. Ltd..

Ditjenbun. 2007. Nilam. Statistik Perkebunan Indonesia 2003-2006. 1-19.

Page 103: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

103Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Djiwanti, S.R. 1988. Identification of nematodes from spice and medicinalcrops. Technical Report of JICA Counterpart Training in Japan on Soil-borne Diseases and Plant-parasitic Nematodes, September 14, 1987 –March 14, 1988: 33-51.

Djiwanti, S.R. 2007. Kendala penyakit dalam budidaya nilam di Indonesia.Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pengembangan TeknologiTanaman Obat dan Aromatik. Bogor, 6 September 2007. Hal. 421-432

Djiwanti, S.R. 2009. Nematoda parasit dan teknologi pengendaliannya dalambudidaya nilam (Pogostemon cablin) di Indonesia. PerkembanganTeknologi Tanaman Rempah dan Obat 21: 40-47.

Djiwanti, S.R. dan Y. Momota. 1991. Parasitic nematodes associated withpatchouli disease in west Java. Indust Crops Res. J. 3: 31-34.

Drinkall, M.J. dan T.V. Price. 1983. Dispersal of Synchytrium psophocarpi inPapua New Guinea. Plant Pathology. 32:229-237

Drinkall, M.J. dan T.V. Price. 1986. Studies of the infection of the wingedbean by Synchytrium psophocarpi in Papua New Guinea. Ann. Appl.Biol. 109:87-94

EPPO, 1999. Synchytrium endobioticum. EPPO quarantine pest. Prepared byCABI and EPPO for the EU. 1-5 pp.

EPPO. 2003. Synchytrium endobioticum: soil tests and deschedulingof previously infested plots. Phytosanitary procedures. EPPO, PM3/59(2):1-3.

Es, C.C. van. dan S.R. Djiwanti. 1990. Report of Field study of parasiticnematodes associated with patchouli disease in West Java. ResearchInstitute for Spice and Medicinal Crops. Bogor.

French, E.R. 1986. Interaction between strains of Pseudomonassolanacearum its hosts and the environment. In G. J. Persley (ed).Proceeding of an International Workshop held at PCARRD, Los Banos,Philippines. 8-10 October 1985. p:99-104.

Gilling, M., P. Broadbent, J. Indsto dan R. Lee. 1993. Characterization ofisolates and strains of Citrus tristeza closterovirus using restrictionanalysis of the coat protein gene amplified by the polymerase chainreaction. J. of Virology Methods 44:305-317.

Page 104: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

104 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Golino, D.A., S.T. Sim, W. Grzegorezyk dan A Rowhani. 1998. Optimizingtissue culture protocols used for virus elimination in grapevines.American Journal of Ecology and Viticulture 49: 451-452.

Goodwin, P.B., Y.C. Kim dan T. Adisarwanto. 1980. Propagation of shoot tipculture and shoot multiplication. Potato Res. 23: 45-49.

Hadipoentyanti, E., Amalia, Nursalam, S.Y. Hartati dan S. Suhesti. 2008.Perakitan varietas untuk ketahanan nilam terhadap penyakit layubakteri. Prosiding Seminar Nasional. Pengendalian terpadu organismepenganggu tanaman jahe dan nilam. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian dan Pengembangan Perkebunan. PusatPenelitian dan Pengembangan Perkebunan. Balai Penelitian TanamanObat dan Aromatik. Bogor, 4 November 2008. 163-176.

Harni, R. dan I. Mustika. 2000. Pengaruh bakteri Pasteuria penetransterhadap nematoda buncak akar (Meloidogyne spp.). ProsidingKongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah PFI Purwokerto. Hal.420-427.

Hartati, S. Y., Supriadi, N. Karyani dan L. Udarno. 2008. Pengendalianpenyakit layu dengan biopestisida. Prosiding Seminar Nasional.Pengendalian terpadu organisme penganggu tanaman jahe dan nilam.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan PengembanganPerkebunan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.Balittro. Bogor, 4 November 2008. p: 153-162.

Hartati, S.Y., E.M. Adhi, A. Asman dan N. Karyani. 1993a. Efikasieugenol, minyak, dan serbuk cengkeh terhadap bakteri Pseudomonassolanacearum. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalam RangkaPemanfaatan Pestisida Nabati. Bogor 1-2 Desember. p: 43-48.

Hartati, S.Y., E.M. Adhi dan N. Karyani. 1993b. Efikasi minyak cengkeh danserai wangi terhadap Pseudomonas solanacearum. Prosiding SeminarHasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Bogor 1-2 Desember. p: 37-42.

Hartono, S. dan S. Subandiyah. 2006. Pemurnian dan deteksi serologiPatchouli mottle virus pada tanaman nilam. J. Perlindungan TanamanIndonesia 12:74-82.

Hartono, S. 2008. Karakterisasi virus mottle pada tanaman nilam diIndonesia. Disampaikan pada Seminar Nasional Pengendalian TerpaduOrganisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam, Bogor-4 Nopember2008.

Page 105: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

105Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Haywards, A.C. 1986a. Bacterial wilt caused by Pseudomonas solanacearum:in Asia and Australia. An overview. In G. J. Persley (ed), Bacterial wiltdisease in Asia and The South Pasific. Proceeding of An InternationalWorkshop. Held at PCARRD, Los Banos. Philippines, October. ACIARProceeding No. 13: 15-24.

Haywards, A.C. 1986b. The hosts of Pseudomonas solanacearum. InBacterial wilt: The disease and its causative agent, Pseudomonassolanacearum. C. Hayward and G. L. Hartman (Ed), CAB International,Willingford, Oxon, UK. ACIAR Proceeding. pp: 25-34.

Haywards, A. C. 1991. Biology and Epidemiology of bacterial wilt caused byPseudomonas solanacearum. Ann. Rev. of Phytopathology. 29: 65-87.

Hewings, A.D. dan C.J. D’Arcy. 1984. Maximizing the detection capability ofa beet western yellows virus ELISA system. Journal of VirologicalMethods 9:131-142.

Irwin, M.E. 1999. Implication of movement in developing and deployingintegrated pest management strategies. Agricultural and ForestMeteorology 97:235-248

Kadotani, N. dan M. Ikegami. 2002. Production of patchouli mild mosaicvirus resistant patchouli plants by genetic engineering of coat proteinprecursor gene. Pest Management Science 58:1137-1142.

Karami, A., Z.A.M. Ahmad dan K. Sijam. 2009. Morphological characteristicsand pathogenicity of Synchytrium psophocarpi (Rac.) GäumannAssociated with false rust in winged bean. American Journal ofApplied Sciences. 6: 1876-1879.

Karling, J. 1964. Synchytrium. Academic Press. New York

Koerniati, S., G. Suastika, R. Noveriza and E. Hadipoentyanti. 2011.Construction and transformation a vector containing of Potyvirus CoatProtein to generating patchouli (Pogostemon cablin Benth.) resistanceto Potyvirus. It will be presented at ISSAAS International Congress2011 at Bogor Convention Center. Bogor. p11

Koshy, P.K. dan J. Bridge. 1990. Nematodes parasites of spices. In Luc,M.R.A., Sikora and J. Bridge (Ed.). Plant parasitic nematodes in SubTropical and Tropical Agricultures. C.A.B. International. p. 557-582.

Kusnanta, M.A. 2005. Identfikasi dan pengendalian penyakit karat palsupada nilam (Pogostemon cablin) dengan fungisida. Thesis S2 PascaSarjana. UGM.

Page 106: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

106 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Langhans, R.W., R.K. Horst dan E.D. Earle. 1977. Diseases-free plants viatissue culture propogation. HortScince. 12:149-150.

Leonhardt, W., Ch. Wawrosch, A. Auer dan B. Kopp. 1998. Monitoring ofvirus diseases in Austrian grapevine varieties and virus eliminationusing in vitro thermotherapy. Plant Cell Tissue anfd Organ Culture52:71-74.

Ling, K., S. Namba, C. Gonsalves, J.L. Slightom dan D. Gonsalves D. 1991.Protection against detrimental effects of potyvirus infection intransgenic tobacco plants expressing the papaya ringspot virus coatprotein gene. Bio/Technology 9:752-758.

Lister, R.M. 1978. Application of the Enzyme-linked Immunosorbent Assayfor Detecting Viruses in Soybean Seed and Plant. Phytopathology68:1393-1400.

Lomonossoff, G.P. 1995. Pathogen-derived resistance to plant viruses.Annual Review Phytopathology 33:323-343.

Lozoya-Saldana, H. dan O. Merlin-Lara. 1984. Thermotherapy and TissueCulture for Elimination of Potato Virus X (PVX) in Mexican PotatoCultivars Resistant to Late Blight. Am. Potato J. 61: 735-739.

Mahmud, M. 1986. Bacterial wilt in Indonesia. In G. J. Persley (edtr),Bacterial wilt disease in Asia and The South Pasific. Proceeding ofAn International Workshop. Held at PCARRD, Los Banos. Philippines,8-10 October 1985. ACIAR Proceeding No. 13: 30-34.

Mauludi, L. dan A. Asman. 2005. Profil Investasi Pengusahaan Nilam. UnitKomersialisasi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro).Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. p42.

Meissner Filho, P.E., R de O. Resende, M.I. Lima dan E.W. Kitajima. 2002.Patchouli virus X, a new potexvirus from Pogostemon cablin. Ann.Appl. Biol. 141:267-274.

Mengel, K. dan E.A. Kirkby. 1987. Principles of plant nutrition. InternationalPotash Institute Bern, Switzerland. 4th edition. 686 pp.

Mustika, I dan A. Asman. 2004. Pengendalian hama dan penyakit utamapada tanaman nilam. Perkembangan Tek. Tan. Rempah dan Obat(Edsus) 16:38-46

Page 107: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

107Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Mustika, I. 1998. Pemanfaatan bakteri Pasteuria penetrans untukmengendalikan nematoda Meloidogyne incognita dan Radopholussimilis. Laporan RUT. Dewan Riset Nasional. 82 hal.

Mustika, I. dan O. Rostiana. 1992. The growth of four patchouli cultivarsinfected with Pratylenchus brachyurus. J. of Spice and Medicinal Crops1: 5-9.

Mustika, I. dan R. Harni. 2001. Pengaruh ekstrak jarak (Ricinus communis)dan mimba (Azadirachta indica) terhadap Pratylenchus brachyuruspada tanaman nilam. Prosiding Kongres Nasional XVI dan SeminarIlmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bogor, 22-24 Agustus2001. Halaman: 433-437.

Mustika, I. dan S.B. Nazarudin. 1998. Gangguan nematoda dan carapengendaliannya. Monograf Nilam. Balittro, Bogor. Hal. 89-95.

Mustika, I. dan Y. Nuryani. 1993. Screening for resistance of four patchoulicultivar to Radopholus similis. J. of Spice and Medicinal Crops 1: 11-17.

Mustika, I., A. Rachmat dan Suyanto. 1995. Pengaruh pupuk, pestisida,bahan organik, terhadap pH tanah, populasi nematoda dan produksinilam. Media komunikasi Penelitian dan Pengembangan TanamanIndustri 15: 70-74.

Mustika, I., Y. Nuryani dan O. Rostiana. 1991. Nematoda parasit padabeberapa kultivar nilam di Jawa Barat. Buletin Penelitian TanamanRempah dan Obat Vol. 6: 9-14.

Mustika, I.; S. R. Djiwanti dan R. Harni. 2000. Pengaruh agensia hayati,bahan organik dan pestisida nabati terhadap nematoda pada tanamannilam. Laporan penyelesaian DIP Bag. Proyek Penel. TanamanRempah dan Obat Tahun 1999/2000. Balittro, Bogor. Hal.: 85-92.

Namba, S., K. Ling, C. Gonsalves, K.L. Slightom dan D. Gonsalves. 1992.Protection of transgenic plants expressing the coat protein gene ofwatermelon mosaic virus or zucchini yellow mosaic virus against sixpotyvirus. Phytopathology 82:940-946.

Nasrun, S. Christanti, T. Arwianto dan I. Mariska. 2004b. Identifikasi bakteripatogen penyakit layu nilam. Prosiding Seminar Ekpose TeknologiGambir, Kayumanis, dan Atsiri. Pusat Penelitian dan PengembanganPerkebunan. Hal: 100-108.

Nasrun, Y. Nuryani, Hobir dan Refianyo. 2004a. Seleksi ketahanan variannilam terhadap penyakit layu bakteri. Prosiding Seminar Ekpose

Page 108: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

108 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Teknologi Gambir, Kayumanis, dan Atsiri. Pusat Penelitian danPengembangan Perkebunan. Hal: 115-120.

Natsuaki, K.T., K. Tomaru, S. Ushiku, Y. Ichikawa, Y. Sugimura, T. Natsuaki,S. Okuda dan M. Teranaka. 1994. Characteristic of two virusesisolated from patchouli in Japan. Plant Dis. 78:1094-1097.

Nazarudin, S.B., R. Harni dan I. Mustika. 1996. Nematoda buncak akar padatanaman rempah, atsiri dan obat di Indonesia serta upayapenganggulangannya. Makalah pada Kongres Nasional II dan SeminarIlmiah PERNEMI tgl. 23-24 Juli 1996. Jember.

NEDFI. 2007. Handbook of medicinal and aromatic plants. NEDFI.http://www.asamagribusiness. Akses Sept 2007.

Noveriza, R., G. Suastika, S.H. Hidayat dan U. Kartosuwondo. 2010.Potyvirus Associated with Mosaic Disease on Patchouli Plants inIndonesia. ISSAAS International Congress 2010 at Inna Grand BaliBeach Hotel, Denpasar. Bali. Unpublish. p12.

Noveriza, R., G. Suastika, S.H. Hidayat dan U. Kartosuwondo. 2012.Pengaruh infeksi virus terhadap produksi dan kadar minyak pada tigavarietas nilam (Pogostemon cablin Benth.). Buletin Balittro. Belumterbit.

Noveriza, R., G. Suastika, S.H. Hidayat dan U. Kartosuwondo. 2011.Eliminasi Potyvirus penyebab penyakit mosaik pada tanaman nilam(Pogostemon cablin Benth.) dengan kultur meristem apikal danperlakuan air panas. Jurnal Pen Tan Industri. Pusat Penelitian danPengembangan Tanaman Perkebunan. Belum terbit. p14

Noveriza, R., G. Suastika, S.H. Hidayat dan U. Kartosuwondo. 2009.Detection of a Potyvirus Causing Mosaic Disease on Patchouli Plants inWest Java. Seminar dan Kongres Perhimpunan Fitopatologi IndonesiaXX Makasar, 2009. Unpublish.

Nuryani, Y. 2005. Pelepasan varietas unggul nilam. Warta Penelitian danPengembangan Tanaman Industri. 11: 1-3.

Nuryani, Y., I. Mustika dan C. Syukur. 2001. Kandungan fenol dan lignintanaman nilam hibrida (Pogostemon sp.) hasil fusi protoplas. JurnalLittri 7 : 104 -107.

Prasad, P.R.K. and D.D.R. Reddy. 1984. Pathogenicity and analysis of croplosses in patchouli (Pogostemon cablin) due to Meloidogyne incognita.Indian Journal of Nematology 14: 36 – 38.

Page 109: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

109Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Pupuk Iskandar Muda. 1990. Pengembangan dan pemasalahan usahataninilam dan atsiri lain di D.I. Aceh. Prosiding Komunikasi IlmiahPengembangan Atsiri di Sumatera. Diselenggarakan oleh Balittro.

Pusat Data Informasi Pertanian. 2010. Outlook Komoditas PertanianPerkebunan. Pusat Data dan Informasi Pertanian. KementrianPertanian. Jakarta. p151-168

Quak, F. 1972. The treatment and substances inhibity, virus multiplication inmeristem culture to obtain virus free plant. Ad. Hort. Sci. : 141-144.

Robinson., A. 1993. Serological detection of Pseudomonas solanacearum byELISA In G. L. Hartman and A. C. Hayward (ed). Bacterial wilt:Proceeding of International Conference, held at Kaohsiung, Taiwan,28-31 October 1992. ACIAR Proceeding. No. 45: 54-61.

Rusli, S., Hobir, A. Hamid, A. Asman, S. Sufiani, dan M Mansyur. 1993.Evaluasi Hasil Penelitian Minyak Atsiri, Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat, Bogor. 15 hlm.

Sastry K.S. dan T. Vasanthakumar. 1981. Yellow mosaic of patchouli(Pogostemon patchouli) in India. Current Science 50: 767-768.

Singh, M.K, V. Chandel, V. Hallan, R. Ram dan A.A. Zaid. 2009. Occurrenceof Peanut stripe virus on patchouli and raising of virus-free patchouliplants by meristem tip culture. Journal of Plant Diseases andProtection 116: 2-6,

Sitepu, D dan A. Asman. 1991. Penelitian penyakit nilam Daerah IstimewaAceh. Lap Kerjasama Pupuk Iskandar Muda dan Balittro. 22 hal.

Sitepu, D. dan A. Asman. 1989. Observasi penyakit nilam di Sumatera Barat.Laporan Hasil Penelitian Balittro Bogor: 4 hal.

Sitepu, D. dan A. Asman. 1991. Penelitian penyakit nilam di D.I. Aceh.Laporan Kerjasama PT Pupuk Iskandar Muda dan Balai PenelitianTanaman Rempah dan Obat Bogor: 22 hal.

Sriwati, R. M.S. Sinaga, A.M. Adnan dan I. Mustika. 1999. Patogenisitas dansiklus hidup Pratylenchus brachyurus pada beberapa kultivar nilam(Pogostemon cablin Benth). Seminar Laporan Hasil Penelitian ProgramPasca Sarjana IPB. 12 hal.

Stark, D.M. dan R.N. Beachy. 1989. Protection against potyvirusinfection in transgenic plants:Evidencefor broad spectrum resistance.Bio/Technology 7:1257-1262.

Page 110: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

110 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Sugimura, Y., B.F. Padayhag, M.S. Ceniza, N Kamata, S Eguchi, T Natsuakidan S Okuda. 1995. Essential oil production increased by using virusfree patchouli plants derived from meristem-tip culture. PlantPathology 44:510-515.

Sugimura, Y., N. Kadotani, Y. Ueda, K. Shima, S. Kitajima, T. Furusawa danM. Ikegami. 2005. Transgenic patchouli plants produced byAgrobacterium-mediated transformation. Plant Cell, Tissue and OrganCulture 82:251-257.

Sukamto, I.B. Rahardjo, dan Y. Sulyo. 2007. Detection of potyvirus onpatchouli plant (Pogostemon cablin Bent.) from Indonesia. ProceedingInternational Seminar on Essential Oil. Jakarta 7-9 November 2007. p72-77.

Sumardiyono, Y.B., S. Sulandari dan S. Hartono. 1995. Penyakit mosaikkuning pada nilam (Pogostemon cablin). Risalah Kongres Nasional XIIdan Seminar Ilmiah PFI Yogyakarta,6-8 September 1993.Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Yogyakarta. p 912-916.

Syakir, M. Supriadi dan D. Wahyuno. 2008. Perkembangan teknologipengendalian OPT pada tanaman jahe dan nilam. Prosiding SemnasPengendalian Terpadu Organisme Pengganggu Tanaman Jahe danNilam. Balittro, Puslitbangbun, Badan Litbang Pertanian. Bogor,4 Nopember 2008. 15-30 pp.

Thomson, K.G., R.G. Dietzgen, A.J. Gibbs, Y.C. Tang, W. Liesack, D.S.Teakle dan E. Stackebrandt. 1995. Identification of Zucchini yellowmosaic potyvirus by RT-PCR and analysis of sequence variability.Journal of Virology Methods 55:83-96.

Thrornton, H. 2002. Synchytrium Bio Geography. www.Synchytrium.biogeography-uga.edu

Visesuwan, R., W. Korpraditskul, S. Attathom dan S. Klinkong. 1988.Production of Virus-Free Sugarcane by Tissue Culture. Kasetsart J.(Nat. Sci. Suppl.) 22:30-60.

Waard, P.W.F. de. 1969. Foliar diagnosis, nutrient and yield stability of blackpepper (Piper nigrum L.) in Sarawak. Koninklijk Instituut voor deTropen. 149 pp.

Wahyuno, D., Sukamto, D. Manohara, A. Kusnanta, C. Sumardiyono dan S.Hartono. 2007. Synchytrium a potential threat of patchouli inIndonesia. Proceeding International Seminar on Essential Oil. Jakarta.DAI-IPB 92-99.

Page 111: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

111Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Wahyuno, D. 2010a. Pengelolaan perbenihan nilam untuk mencegahpenyebaran penyakit budok (Synchytrium pogostemonis). Rev.Penelitian Tan Industri. Perspekstif. 9:1-11.

Wahyuno. D. 2010b. The Life cycle of Synchytrium pogostemonis onPogostemon cablin. Microbiology Indonesia J. 4:127-131.

Wahyuno, D. dan Sukamto. 2010. Ketahanan Pogostemon cablin danPogostemon heyneanus terhadap Synchytrium pogostemonis. J. Littri.16:91-97

William, K.J.O. 1980. Plant parasitic nematodes of the Pasific. UNPFAO-SPEC. Survey of Agriculture Pests and Diseases in the South Pasific.192 pp.

Page 112: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

112 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

PASCA PANEN NILAM

Ma’mun

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

I. PEMANENAN

Panen nilam dilakukan pada saat umur tanaman 6-8 bulan (panen

pertama) dan umur 3-4 bulan panen berikutnya. Batang nilam dipotong,

sebaiknya menggunakan gunting setek, ukuran potongan 15-20 cm di atas

permukaan tanah dengan meninggalkan 1 batang utama. Terna nilam yang

sudah dipanen dibersihkan dari bahan lain seperti rumput dan tanah.

II. PENANGANAN BAHAN

2.1. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah mengurangi kandungan air di dalam

bahan. Pada proses pengeringan sebagian besar air dalam terna menguap

dan meninggalkan ruang kosong pada bahan. Akibat adanya ruang kosong

ini maka jaringan bahan mengkerut dan sel minyak pecah sehingga minyak

mudah keluar pada proses penyulingan. Penyulingan daun segar tidak

dianjurkan karena rendemen minyak yang dihasilkan rendah. Sel-sel yang

mengandung minyak sebagian terdapat di permukaan dan sebagian lagi di

bagian dalam dari daun. Pada penyulingan daun segar hanya didapat

minyak yang berada di permukaan saja. Pengeringan akan memberikan

rendemen minyak yang lebih besar karena dinding-dinding sel lebih mudah

ditembus uap.

Pengeringan dilakukan dengan cara menghamparkan terna nilam di

atas lantai jemur yang dibuat dari semen, atau alas tikar atau menggunakan

rak bambu. Hamparan/lapisan terna nilam tidak terlalu tebal (maksimum 20

cm). Selama penjemuran, terna nilam harus dibulak-balik agar

pengeringannya merata. Penjemuran dilakukan sampai kadar air dalam

Page 113: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

113Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

terna nilam mencapai 12-15%, ditandai dengan warna daun nilam menjadi

abu-abu kehijaun dan timbulnya aroma minyak nilam yang lebih tajam.

Lama penjemuran yang memadai adalah 2 kali (hari) masing-masing

selama 5 jam. Hasil penelitian Balittro menunjukkan bahwa pengeringan

terna nilam selama 5 jam yang dilakukan selama 2 hari berturut-turut

menghasilkan kadar minyak terbesar dan kadar patchouli alkohol yang

cukup tinggi (Tabel 1). Penjemuran dapat pula dikombinasikan dengan

pengering-anginan (pelayuan). Penjemuran selama 2 jam yang diikuti

dengan pengering-anginan selama 9 hari menghasilkan minyak lebih tinggi,

hanya waktunya lebih lama (Tabel 2).

Tabel 1. Pengaruh cara pengeringan terhadap kadar dan mutu minyak nilam

Cara pengeringanKadar

minyak(%)

Kadar patchoulialcohol

(%)Dijemur 2 hari @ 5 jamDijemur 2 hari @ 7 jamDijemur 2 jam dan dilayukan 7 hari

3,752,652,52

31,5833,5232,93

Sumber : Hobir et al. (2003)

Tabel 2. Pengaruh cara pengeringan terna terhadap rendemen dan kadarpatchouli alkohol minyak nilam.

Cara pengeringan Rendemen minyak**)

(%, v/b)

Kadar patchoulialkohol

(%)Dijemur

(jam)Dilayukan

(hari)2 3

69

4,515,236,39

33,934,235,1

4 369

4,364,515,20

30,031,435,1

6 369

3,995,185,49

28,431,436,2

*) daun tanpa cabang dan batang. **) berdasarkan terna kering Sumber: Hernani danRisfaheri (1989)

Page 114: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

114 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Pada tabel 2, rendemen minyak yang dihasilkan lebih tinggi, hal ini

disebabkan bahan yang digunakan hanya terdiri dari daun nilam, tanpa

cabang dan batang.

Selama pengeringan, sebagian daun nilam ada yang rontok, daun-

daun tersebut harus diikut sertakan dalam penyulingan. Pengeringan perlu

mendapat perhatian karena akan menentukan mutu minyaknya. Lama

pengeringan sangat ditentukan oleh intensitas sinar matahari, tempat

penjemuran dan tebal lapisan bahan yang dijemur.

a. Perajangan

Terna nilam terdiri dari batang, cabang, ranting dan daun nilam.

Seluruh bagian terna nilam harus dimasukkan ke dalam ketel suling. Tujuan

perajangan adalah untuk meratakan distribusi bahan dalam ketel suling

sehingga dapat dicegah terjadinya jalur uap dalam ketel suling sehingga

aliran uap dapat merata di dalamnya. Perajangan terna juga dapat

meningkatkan daya muat tangki suling. Untuk tangki suling kapasitas kecil

perajangan terna sangat dianjurkan, tetapi pengaruhnya relatif kecil dalam

usaha meningkatkan rendemen minyak. Perajangan bisa dilakukan dengan

menggunakan golok atau alat pemotong. Ukuran panjang rajangan sekitar

5 – 10 cm. Komposisi antara batang dan daun nilam akan berpengaruh

terhadap minyak yang dihasilkan. Pada Tabel 3 dapat dilihat pengaruh

perbandingan bobot batang dan daun dalam terna terhadap rendemen

minyak hasil penyulingan. Dari tabel tersebut terlihat bahwa semakin besar

persentase bobot batang dan ranting dalam terna akan semakin rendah

rendemen minyak hasil penyulingan. Perbandingan yang baik antara batang

dan daun adalah 33% batang dan 66% daun atau 1 : 2.

Hal ini disebabkan kandungan minyak dalam batang, cabang atau

ranting jauh lebih kecil (0,4 - 0,5%) dibandingkan dalam daun (5 - 6%).

Page 115: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

115Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Tabel 3. Pengaruh bobot batang dan ranting nilam dalam terna terhadaprendemen minyak

Bobot batang dan ranting(%)

Rendemen minyak *)(%, v/b)

33506067

3,032,562,051,85

Sumber: Rusli (2002)*) Berdasarkan terna kering. .

III. PENYULINGAN

a. Teori dasar penyulingan

Penyulingan minyak atsiri adalah suatu proses pengambilan

(pemisahan) minyak dari bahannya dengan bantuan uap air. Pemisahan

minyak tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan titik didih (tekanan

uap) di antara komponen-komponen bahan. Di dalam alat suling terdapat

minyak dan air, dimana keduanya bersifat tidak dapat bercampur.

Hubungan antara air dan minyak pada penyulingan dapat dinyatakan dalam

persamaan matematik sebagai berikut :

BB

A

B

AA Wx

M

Mx

P

PW

Dimana : A = minyak. B = airWA dan WB = berat komponen A dan B dalam kondensatMA dan MB = berat molekul zat/cairan A dan BPA dan PB = tekanan uap bagian A dan B

Dari persamaan di atas, akan dapat diperkirakan jumlah uap air yang

diperlakukan untuk menyuling suatu bahan jika tekanan dan berat molekul

masing-masing komponen/cairan diketahui pada suhu penyulingan. Dengan

mengetahui kadar minyak dalam bahan dan melalui persamaan di atas,

maka kebutuhan uap air yang diperlukan pada proses penyulingan dapat

diketahui.

Page 116: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

116 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Minyak atsiri bersifat mudah menguap, yang terdiri dari campuran zat

atau senyawa kimia yang mudah menguap, dengan komposisi dan titik didih

yang berbeda-beda. Dengan demikian, berdasarkan persamaan matematik

di atas dapat dirancang kondisi penyulingan (lama penyulingan, suhu dan

tekanan) yang diperlukan.

b. Jenis-Jenis Penyulingan

Pada umumnya penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan

3 cara:

1. Penyulingan dengan cara direbus, bahan terendam di dalam air.

2. Penyulingan secara dikukus, pada sistem ini bahan berada pada jarak

tertentu di atas permukaan air.

3. Penyulingan dengan uap langsung dimana bahan berada dalam ketel

suling dan uap air dialirkan dari ketel uap ke bagian bawah ketel

suling.

Untuk minyak nilam, cara penyulingan yang dianjurkan adalah cara

(2) dan (3), tergantung pada kondisi (modal, areal pertanaman dan situasi

lapang). Kapasitas tangki suling umumnya dinyatakan dalam volume,

misalnya dalam liter. Kerapatan (bulk density) terna nilam kering berkisar

antara 90 - 120 g/liter, tergantung dari persentase daun dan kadar airnya.

c. Peralatan Penyulingan

c.1. Alat penyulingan cara dikukus

Bagian utama dari alat penyulingan ini adalah tungku pemanas, tangki

suling, pendingin dan pemisah/penampung minyak (Gambar 1). Kapasitas

ketel suling untuk cara ini sebaiknya hanya sampai 150 kg terna kering atau

sekitar 1.600 liter volume efektif. Hal ini disebabkan kecepatan penyulingan

umumnya rendah karena untuk menguapkan air hanya alas ketel suling saja

yang dapat dipanaskan. Seperti diketahui sampai batas tertentu makin besar

kecepatan penyulingan makin banyak minyak yang akan tersulingkan. Nilai

maksimum kadar minyak nilam dalam destilat adalah 0,12 - 0,13%. Untuk

meningkatkan kecepatan penyulingan, gas hasil pembakaran sebelum

Page 117: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

117Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

dibuang melalui cerobong pembuangan, terlebih dahulu dialirkan melalui

pipa ke dalam air di bagian bawah ketel suling sehingga panasnya dapat

dipakai untuk menguapkan air lagi. Disamping itu kecepatan penyulingan

juga dipercepat, jika alat penyuling diperlengkapi dengan sistem kohobasi,

dimana kondensat sesudah dipisah dari minyak pada pemisah/ penampung

minyak dikembalikan lagi ke dalam ketel penyuling.

Pada penyulingan dengan sistem kohobasi jumlah air penyulingan

yang dipakai relatif sedikit karena kondensat sesudah dipisahkan minyaknya

dalam penampung minyak, air secara otomatis dikembalikan ke dalam ketel

suling. Jadi selama proses penyulingan boleh dikatakan tidak ada air

penyuling yang hilang. Hal ini berarti menghemat bahan bakar karena air

yang dipakai jumlahnya relatif sedikit tiap kali penyulingan. Air bekas

penyulingan bisa dipakai lagi untuk 2 - 3 kali penyulingan.

Gambar 1. Alat penyulingan secara dikukus

Page 118: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

118 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

1. Tungku pemanas

Tungku untuk memanaskan air umumnya dibuat dari bata tahan api

atau dari plat besi yang di dalamnya diberi bahan tahan api (silika slag).

Tungku ini juga berfungsi sebagai penyangga ketel suling. Bahan bakar yang

digunakan dapat berupa kayu, tempurung kelapa, minyak residu, oli bekas

dan sebagainya. Tungku harus diperlengkapi cerobong asap, pintu api dan

lobang buangan abu sisa pembakaran, dan sebaiknya tungku dibangun

rendah dari permukaan tanah.

2. Ketel suling

Bahan konstruksi dapat berupa plat besi digalvanis, carbon steel dan

terbaik dari besi tahan karat (stainless steel). Bentuk dari ketel dapat berupa

silinder atau silinder konikal (besar ke atas). Bentuk silinder konikal

digunakan untuk memudahkan membongkar bahan sesudah penyulingan

dengan bantuan katrol. Untuk keperluan ini plat berlobang penahan

terna/daun nilam dilengkapi dengan rantai besi atau jaring.

Pada penyulingan dengan sistem kohobasi dimana air bekas

penyulingan dialirkan kembali ke ketel suling secara otomatis maka

penggunaan air untuk penyulingan akan sangat berkurang. Untuk

menghindari kehilangan panas sebaiknya ketel suling diberi isolator misalnya

tanah liat yang dijepit dengan bambu atau bahan lainnya yang mudah

didapatkan.

3. Pendingin

Pipa pendingin sebaiknya dari besi tahan karat, kalau tidak dari

carbon steel yang relatif tahan asam/karat, daya pakai panjang dan daya

hantar panas baik. Pemakaian pipa ledeng kurang baik karena mudah

berkarat. Tipe pendingin dapat berupa lingkaran (coil), segi empat dan

banyak pipa (multitubular) seperti terlihat pada Gambar 2. Pendingin tipe

coil dan segi empat umumnya direndam dalam bak air yang terbuat dari

beton atau besi plat (air selalu mengalir). Sedangkan tipe multitubular

menggunakan pipa silinder besar yang terbuat dari besi tahan karat sebagai

bak pendingin.

Page 119: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

119Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Meskipun harga alat pendingin multitubular agak mahal, tetapi

mempunyai beberapa keunggulan antara lain daya mendinginkan sangat

baik, membutuhkan tempat sedikit/kompak, mudah dibersihkan,

memudahkan penggunaan sistem kohobasi dan dapat digunakan lebih dari

satu ketel penyuling. Disamping itu kalau ada kebocoran dapat segera

diketahui. Sistem ini sangat cocok untuk penyulingan berkapasitas besar.

Gambar 2. Bermacam-macam tipe pendingin

4. Penampung dan pemisah minyak

Sama halnya dengan pendingin, bahan untuk pemisah minyak

hendaknya dibuat dari besi tahan karat. Berbagai tipe alat pemisah minyak

telah dibuat sesuai dengan sifat minyak yang disuling. Salah satu yang telah

dibuat di Balittro adalah tipe pemisah minyak “serbaguna” (Gambar 3). Tipe

ini dapat digunakan untuk minyak yang bobot jenisnya lebih berat maupun

ringan dari air.

Pemisah minyak ini berbentuk segi empat dan terdiri 3 ruangan dan

diperlengkapi dengan kran pengambilan minyak pada tiap ruangan, kalau

pemisahan minyak pada ruangan pertama belum sempurna, maka

dipisahkan lagi pada ruangan kedua dan selanjutnya di ruang ketiga.

Pemisah minyak ini sangat cocok untuk penyulingan dengan kecepatan

tinggi karena biasanya minyak teremulsi di dalam air. Suhu destilat yang

ditampung pada pemisah minyak hendaknya tidak lebih dari 40o C.

Page 120: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

120 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Gambar 3. Penampung/Pemisah minyak serbaguna

C.2. Alat suling dengan uap langsung

Bagian utama dari alat ini adalah ketel uap, ketel suling, pendingin

dan pemisah minyak (Gambar 4a dan 4b). Penyulingan biasanya dilakukan

dengan tekanan uap agak tinggi karena kapasitas ketel suling cukup besar,

yang bisa mencapai 6.000 liter, dimana tekanan dan jumlah uap air yang

diperlukan dapat diatur dan suhu penyulingan lebih tinggi (tergantung dari

tekanan uap). Berbagai tipe alat penyuling sistem ini sudah dikembangkan

sesuai dengan sifat bahan/minyak yang disuling.

1. Ketel uap

Tipe dan kapasitas ketel uap bermacam-macam dari yang sederhana

buatan lokal sampai yang besar/buatan pabrik. Tipe sederhana (buatan

bengkel kecil) umumnya berbentuk silinder gepeng, dibuat dari plat besi dan

diletakkan horizontal di atas tungku bata. Agar ketel uap bekerja efektif dan

bertekanan yang lebih besar dari 1 atm, sebaiknya di dalamnya dilengkapi

pipa api/gas, sehingga kecepatan penyulingan dapat ditingkatkan, yang

menyebabkan waktu penyulingan dapat dipersingkat. Untuk ini ketel uap

harus dilengkapi dengan pengukur tekanan (manometer), klep keselamatan

(safety valve) dan pipa penduga (pengukur air dalam ketel).

Page 121: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

121Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Ketel buatan pabrik umumnya berkapasitas besar, dapat mencapai

5.000 kg uap/jam. Ketel uap ini biasanya untuk memproduksi minyak nilam

secara besar-besaran. Biasanya satu ketel uap dapat mensuplai uap untuk

beberapa ketel suling dalam waktu bersamaan.

Gambar 4a. Penyulingan dengan uap langsung (tanpa tekanan)

Gambar 4b. Penyulingan dengan uap langsung (skala besar)

Page 122: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

122 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

2. Ketel suling

Bahan konstruksi untuk ketel suling sama dengan sistem dikukus dan

berhubung kapasitasnya lebih besar maka sebaiknya perbandingan diameter

ketel dan tinggi efektif maksimal 1 : 1,5 dan terna nilam tidak perlu difraksi

dalam tangki karena terna cukup banyak mengandung batang dan cabang

nilam. Untuk memudahkan membongkar bahan sebaiknya untuk ketel besar

bentuknya konikal dan diperlengkapi dengan katrol. Disamping itu pada

pipa keluar destilat dipasang klep pengaman dan manometer. Untuk

mendistribusikan uap air, di bawah plat berlobang penahan bahan dipasang

pipa baik dalam bentuk “+” atau lingkaran dan pipa ini diberi lobang-lobang

kecil bagian atasnya (dipakai kalau penyulingan menggunakan tekanan lebih

dari satu atm).

3. Pendingin

Alat pendingin yang digunakan pada prinsipnya sama dengan

penyulingan secara dikukus. Hanya saja kalau kapasitas ketel suling besar

maka air dalam bak pendingin harus mengalir. Sedangkan kalau

menggunakan alat pendingin tipe multitubular dan tekanan penyulingan

cukup tinggi maka dianjurkan alat pendingin diperlengkapi dengan pipa

(vent) untuk mengeluarkan uap air karena air pendingin cukup panas.

4. Pemisah/penampung minyak

Penampung minyak sama dengan yang digunakan pada penyulingan

cara dikukus. Hanya saja untuk penyulingan dengan tekanan relatif tinggi

dan kecepatan penyulingan besar, maka ruangan pemisah minyak minimum

tiga ruangan, agar pemisahan minyak sempurna. Pada kondisi ini biasanya

minyak teremulsi sehingga agak sukar terpisah dari air dalam waktu singkat

selama penyulingan.

Bahan konstruksi alat suling akan mempengaruhi mutu minyak

terutama dalam karakteristik warnanya. Alat penyuling dari bahan plat besi

(MS) tanpa digalvanis akan menghasilkan minyak yang berwarna gelap dan

keruh karena karat. Oleh sebab itu dianjurkan untuk menggunakan alat

Page 123: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

123Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

suling yang dibuat dari besi tahan karat (stainless steel), plat besi yang

digalvanis atau carbon steel, setidaknya untuk pipa pendingin dan pemisah

minyak agar dihasilkan minyak yang lebih terang dan jernih.

IV. PELAKSANAAN PENYULINGAN

Setelah terna nilam dimasukkan ke dalam ketel suling, sebaiknya

dibasahi dengan air agar terna dapat dipadatkan (terna kering sulit

dipadatkan). Pembasahan dan pemadatan dilakukan secara bertahap selama

pengisian terna ke dalam ketel suling. Kepadatan terna nilam berkisar antara

90 - 120 gram/l, tergantung dari banyaknya batang/cabang nilam. Perlu

diingat bahwa pada penyulingan daun nilam kering akan menyerap air

sebanyak bobotnya. Oleh sebab itu pada penyulingan yang menggunakan

sistem kohobasi hal ini harus diperhatikan agar tidak terjadi kekurangan air

selama penyulingan.

Gambar 5. Bagan alir proses penyulingan minyak nilam

Page 124: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

124 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Lama penyulingan tergantung dari cara, kapasitas ketel suling dan

kecepatan penyulingan. Untuk penyulingan secara dikukus lamanya antara

5-10 jam. Sedangkan untuk penyulingan dengan uap langsung lamanya

berkisar antara 4-6 jam.

Lama penyulingan dapat diperkirakan dengan dasar bahwa

kandungan minyak nilam maksimal dalam destilat adalah 0,12 %. Jadi

dengan mengamati kecepatan penyulingan maka perkiraan lama

penyulingan dapat dihitung. Untuk penyulingan secara dikukus kecepatan

penyulingan yang baik/ideal adalah 0,6 kg uap/kg daun nilam. Pada

penyulingan dengan uap langsung, tekanan uap mula-mula adalah 1,0

atmosfir, kemudian dinaikan secara bertahap dan akhir penyulingan 2,5-3

kg/cm2. Hal ini disebabkan fraksi berat antara lain patchouli alkohol sebagian

besar baru akan tersuling pada suhu tinggi atau kalau waktu penyulingan

cukup lama. Patchouli alkohol adalah fraksi yang menentukan mutu minyak

nilam, makin besar kandungannya dalam minyak akan makin tinggi mutu

minyak nilam.

Di daerah Aceh dengan penyulingan uap langsung tetapi pada

tekanan atmosfir (biasa) rendemen minyak yang dihasilkan 2,2-2,5%

dengan lama penyulingan 6-8 jam. Sedangkan penyulingan nilam pada

tekanan 1,5 kg/cm2 ketel suling menghasilkan rendemen 3% dengan lama

penyulingan 4 jam. Gambar 5 menunjukkan bagan alir proses penyulingan

minyak nilam.

V. PENANGANAN MINYAK HASIL PENYULINGAN

Minyak nilam yang baru disuling biasanya masih mengandung

sejumlah air yang teremulsi di dalam minyak dan menyebabkan minyak

menjadi keruh. Minyak tersebut harus disaring dengan kertas saring atau

dengan kain sablon. Di industri, penyaringan dalam jumlah besar biasanya

mengunakan filter press. Air dalam minyak dapat pula dihilangkan dengan

menambahkan Na2SO4 anhidris, diaduk beberapa lama, didiamkan dan

Page 125: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

125Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

akhirnya disaring. Bila minyak dibiarkan lama bercampur dengan air dapat

terjadi proses hidrolisis dan merubah komponen tertentu di dalam minyak.

5.1. Pengemasan minyak

Kemasan sementara minyak nilam yang baik adalah botol gelas yang

berwarna atau jerigen plastik yang massive dan tidak tembus cahaya

misalnya terbuat dari campuran polipropilen dan polivinil khlorida atau PVC

resin dan sebagainya. Untuk ekspor dapat dipakai kemasan aluminium atau

drum besi yang dilapisi timah putih. Pengisian kemasan hendaknya dengan

ruang kosong di atasnya (head space) 5 - 10%.

5.2. Penyimpanan minyak

Minyak yang sudah dikemas, harus disimpan dalam ruangan yang

bersih, tidak lembab, tidak langsung kena sinar matahari dan terpisah dari

bahan-bahan yang beraroma, seperti lateks dan sebagainya. Minyak nilam

yang baru disuling aromamya masih kurang enak, semakin lama disimpan

aromanya makin enak/berkembang aromanya dan mutunya makin baik.

Sebelum digunakan biasanya minyak nilam disimpan paling sedikit selama

satu tahun.

VI. KARAKTERISTIK DAN MUTU MINYAK NILAM

Sebagaimana minyak atsiri lainnya, minyak nilam tersusun dari

berbagai senyawa kimia, antara lain patchouli alkohol, pogostol, bulnesol,

nor-patchoulenol, patchoulen, bulnesen, benzaldehid, terpen dan lain-lain.

Komposisi kimia tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam maupun

pengolahan. Oleh karena itu kualitas minyak atsiri sangat sensitif terhadap

perubahan, baik yang disebabkan faktor lingkungan, perbedaan cuaca,

kekurangan unsur hara tanaman ataupun proses pengolahan. Komposisi

kimia tersebut membentuk karakteristik yang berbeda pada setiap minyak.

Dalam perdagangan, standar mutu minyak atsiri dinyatakan dalam

sifat organoleptik dan sifat fisiko-kimia. Pemberlakuan standar mutu

merupakan faktor penting dalam menghadapi persaingan perdagangan,

terutama di dunia internasional. Disamping itu, penerapan standar mutu

Page 126: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

126 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

minyak atsiri dapat mengurangi praktek-praktek pemalsuan minyak nilam

dengan bahan-bahan lain.

Standar Mutu Minyak Nilam (SNI 06-2385-2006) yang merupakan

pegangan dalam perdagangan minyak nilam baik di dalam negeri maupun

untuk ekspor (Tabel 4). Rendahnya produktivitas dan mutu minyak antara

lain disebabkan rendahnya mutu genetik tanaman, teknologi budidaya yang

sederhana, gangguan hama penyakit, serta teknik panen dan pasca panen

yang kurang tepat.

Dalam dunia flavour dan fragrance penilaian secara organoleptik

berperanan penting. dikarenakan banyak senyawa kimia yang menunjukan

adanya penyimpangan mutu tetapi secara analisis fisiko-kimia tidak

terdeteksi; tetapi dengan uji organoleptik oleh orang yang telah terlatih

dapat terdeteksi

Tabel 4. Standar mutu minyak nilam (SNI 06-2385-2006)

Karakteristik Syarat

Warna Kuning muda sampai cokelat tuaBobot jenis, 25o/25oC 9.943 - 0.983Indeks bias, 20oC 1.504 - 1.514Kelarutan dalam etanol 90% pada suhu

25oC + 3oCLarutan jernih dalam perbandingan

volume 1 s/d 10Bilangan asam, maks. 5.0

Bilangan ester, maks. 10.0

Kadar Patchouli alkohol, min. 30 %

Kadar Fe, maks. 25 ppm

VII. PEMALSUAN MINYAK NILAM

Dalam perdagangan, ada kalanya minyak nilam dicampur dengan

bahan-bahan asing untuk menambah jumlah minyak. Penambahan bahan-

bahan tersebut dapat merubah karakteristik minyak sehingga mutunya

menjadi lebih rendah. Bahan-bahan yang sering digunakan dalam

memalsukan minyak nilam adalah minyak lemak seperti minyak kelapa,

minyak tanah, minyak keruing dan pelarut organik. Pada konsentrasi

tertentu, adanya bahan asing tersebut dapat diidentifikasi secara

Page 127: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

127Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

organoleptik. Tetapi pada konsentrasi yang lebih rendah, identifikasi harus

dilakukan dengan analisis fisiko kimia bahkan dengan metode kromatografi

gas. Hasil evaluasi yang dilakukan Laboratorium Balai Penelitian Tanaman

Obat dan Aromatik, dari jumlah sampel minyak nilam yang masuk dari

berbagai daerah di Indonesia hingga tahun 2003, teridentifikasi 40%

mengandung lemak, 40% mengandung keruing dan 20% mengandung

pelarut organik. Namun pada perkembangan berikutnya, pencampuran

minyak keruing ke dalam minyak nilam sudah berkurang.

VIII. PEMURNIAN MINYAK

Secara umum yang dimaksud pemurnian adalah menghilangkan

bahan/benda asing yang mengotori suatu zat/senyawa. Pada minyak atsiri

bahan yang mengotorinya antara lain adalah debu, oksida logam (karat),

resin dan sebagainya yang terlarut, terdispersi atau teremulsi di dalamnya.

Adakalanya minyak atsiri sengaja dicampur dengan bahan lain untuk

memperbesar volumenya tetapi mutunya rendah. Pengotoran minyak yang

terbanyak adalah karat besi (Fe2O3) yang menyebabkan minyak berwarna

gelap. Pengotoran minyak umumnya bersifat fisika-kimia dapat dikurangi

dengan cara penyulingan ulang (rektifikasi) dan cara pengendapan

(flokulasi). Rektifikasi dapat dilakukan dengan cara penyulingan kering pada

kondisi vakum atau dengan cara hidrodistilasi. Pada proses hidrodistilasi ini

minyak dicampur dengan air dan disuling kembali. Cara pemanasannya

sebaiknya menggunakan pipa pemanas uap air (sistem tertutup) untuk

menghindari kerusakan minyak. Bisa juga digunakan pemanasan dengan api

langsung, hanya saja pemakaian air pencampur harus cukup banyak.

Pemurnian minyak secara flokulasi khusus digunakan untuk

menghilangkan karat (Fe2O3) yang terkandung dalam minyak. Pemucatan

atau pemurnian minyak dengan cara hidrodistilasi/penyulingan ulang selain

untuk menghilangkan karat juga untuk minyak yang berubah warna karena

oksidasi/polimerisasi.

Page 128: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

128 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

8.1. Penyulingan ulang (hidrodistilasi)

Prinsip pemurnian minyak dengan cara hidrodistilasi ini sama dengan

penyulingan biasa dimana minyak dicampur dengan air dalam perbandingan

tertentu sesuai dengan sifat minyak kemudian baru disuling. Untuk minyak

nilam perbandingannya adalah 1 bagian minyak nilam dan 3 bagian air.

Alat pemurnian minyak ini terdiri dari tungku/pemanas, ketel suling,

pendingin, pemisah minyak dan kohobasi (Gambar 6). Bahan konstruksi alat

ini hendaknya dari besi tahan karat dan sebaiknya diperlengkapi dengan

sistem kohobasi agar dapat bekerja secara terus menerus.

Gambar 6. Alat pemurnian minyak atsiri dengan cara hidrodistilasi

Cara penyulingan ulang/hidrodistilasi ini sesuai untuk minyak yang

tidak banyak mengandung ester/fraksi berat seperti minyak serai wangi,

serai dapur, lada, pala, jeruk purut dan sebagainya. Pada pemurnian minyak

nilam, daun cengkeh dan kenanga (warna gelap) dihasilkan minyak kembali

(recovery) berturut-turut 98,91 dan 98%, dengan warna minyak lebih cerah

dengan kadar Fe2O3 sekitar 55 ppm.

Page 129: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

129Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

8.2. Alat flokulasi

Tujuan utama pemurnian minyak atsiri secara flokulasi ini adalah

untuk menghilangkan logam terutama karat (Fe2O3) yang terkandung di

dalamnya. Chelating agent (bahan penggumpal) yang banyak digunakan

adalah asam tartarat karena daya gumpalnya untuk membentuk garam

komplek dengan Fe2O3 cukup besar. Pada Gambar 7, disajikan susunan alat

pemurnian minyak atsiri dengan metode flokulasi. Bagian utama dari alat ini

adalah motor pengaduk, ketel reaksi dan ketel pengendapan dengan bahan

konstruksi dari besi tahan karat (stainless steel). Pada pemurnian minyak

nilam yang keruh (transmisi cahaya 16,2%) dihasilkan minyak bening

(transmisi cahaya 17,7%) dengan perolehan minyak (recovery) 97,2%.

Sedangkan kadar Fe dalam minyak turun dari 236 ppm menjadi 96 ppm.

Asam tartarat yang digunakan sebanyak 1% dan dalam bentuk larutan

dalam etanol. Untuk menghilangkan karat (Fe2O3) dalam minyak, proses

flokulasi lebih mudah dan ekonomis dibandingkan cara penyulingan ulang

(hidrodistilasi).

Gambar 7. Alat pemurnian minyak nilam secara flokulasi

Page 130: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

130 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

IX. KEGUNAAN MINYAK NILAM

Pemakai terbesar minyak atsiri dan turunan minyak atsiri di dunia

adalah industri perasa dan pewangi (flavor dan fragrance). Produk-produk

flavor dan fragrance tersebut selanjutnya digunakan oleh industri-industri

produk konsumen seperti kosmetik, sabun, ditergent, sigaret, shampoo,

makanan/minuman dalam kemasan dan sebagainya. Konsumen terbesar

minyak atsiri dan turunan minyak atsiri tersebut terdapat di pusat-pusat

produksi di Amerika Serikat dan Eropa (Gunawan 2002 ; Paulus 2010).

Minyak nilam, menurut Lawless (2002) secara tradisional digunakan

untuk pewangi kertas linen dan pakaian. Dalam industri, secara ekstensif

minyak nilam digunakan dalam pembuatan kosmetik, dan digunakan sebagai

fiksatif dalam sabun dan parfum, terutama parfum tipe oriental. Minyak

nilam juga digunakan dalam industri makanan, minumam beralkohol dan

softdrink. Kandungan senyawa-senyawa kimia di dalam minyak nilam

bersifat antimikrobial, bactericidal, antiviral, fungicidal, antiseptik, antitoksik,

carminatif, diuretic, tonik, stimulan dan lain-lain. Dalam perawatan kulit,

minyak nilam juga digunakan untuk mengobati jerawat, kulit pecah-pecah,

ekseem, infeksi jamur, perawatan rambut, penolak serangga, dan

mengobati luka.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, W. 2002. Persyaratan Mutu Dan Kontribusi Minyak Atsiri danTurunannya Pada Industri Flavour Dan Fragrance. PT. Indesso Aroma.Workshop Nasional Minyak Atsiri.

Guenther, E. 1987. The Essential Oils (Terjemahan). Universitas IndonesiaPress.

Lawless, J. 2002. The Encyclopedia Of Essential Oils. Thorsons, London.

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. P.N. Balai Pustaka.

Ma’mun. 2008. Pemurnian Minyak Nilam dan Minyak Daun Cengkeh SecaraKompleksometri. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. Pusat Penelitiandan Pengembangan Tanaman Perkebunan, Bogor.

Page 131: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

131Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Ma’mun. 2003. Identifikasi Pemalsuan Minyak Nilam di Rantai Tataniaga.Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Ma’mun and Molide Rizal. 2007. Quality and Contamination of Essential Oilsfrom Several Production Areas of Indonesia. International Seminar OnEssential Oil.

Paulus, J. Rusli. 2010. Peluang Pemakaian Minyak Atsiri Baru Indonesiauntuk Perisa dan Pewangi. Asosiasi Flavor dan Fragran Indonesia.Konferensi Nasional Minyak Atsiri.

Rusli, S. 2002. Diversifikasi Ragam Dan Peningkatan Mutu Minyak Atsiri.Workshop Nasional Minyak Atsiri.

Rusli, S. 1989. Rekayasa Alat Penyuling Minyak Atsiri Hemat Energi. BalaiPenelitian Tanaman Rempah Dan Obat.

Rusli, S. 1999. Penanganan Bahan dan Penyulingan Minyak Nilam. BalaiPenelitian Tanaman Rempah Dan Obat.

Rusli, M. 2007. Cara Produksi yang Baik Minyak Nilam. Direktorat IndustriKecil dan Menengah.

Sait, S. 1990. Identifikasi Pemalsuan Minyak Atsiri Secara Kromatografi Gas.Balai Besar Indutri Hasil Pertanian.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada UniversityPress.

Standar Nasional Indonesia, 2006. Standar Mutu Minyak Nilam. BadanStandarisasi Nasional.

Page 132: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

132 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

PENGGUNAAN MINYAK NILAM DAN PEMANFAATAN LIMBAHNYA

Shinta Suhirman

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

Nilam (Pogestemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman

penghasil minyak atsiri yang penting, baik sebagai sumber devisa negara

maupun sumber pendapatan petani. Dalam pengelolaan dan pengem-

bangannya, produksi nilam melibatkan banyak pengrajin serta menyerap

ribuan tenaga kerja.

Minyak nilam memiliki potensi strategis di pasar dunia sebagai bahan

pengikat aroma wangi pada parfum dan kosmetika. Minyak nilam dapat

berfungsi sebagai zat pengikat (fiksatif) dan tidak dapat digantikan dengan

zat sintetis lainnya (Rusli 1991).

Minyak nilam diperoleh dari hasil penyulingan daun, batang dan

cabang tanaman nilam. Kadar minyak tertinggi terdapat pada daun dengan

kandungan utamanya adalah patchouly alkohol yang berkisar antara

30 – 50 % dan merupakan senyawa yang menentukan bau minyak nilam

(Leung 1980). Waktu panen berpengaruh terhadap kandungan dan

komponen minyak nilam. Kandungan minyak dari bulan Juni sampai Agustus

masing-masing 0,8, 0,7 dan 0,6%, sedangkan kadar patchouli alkohol dalam

minyaknya pada panen bulan Juni dan Juli (40,84% dan 42,62%) lebih

tinggi dari pada panen pada bulan Agustus (31,40%) (Nurdjanah et al.

2010).

Kebutuhan minyak nilam akan terus meningkat sejalan dengan

kenaikan konsumsi terhadap produk parfum, kosmetika, sabun bahkan telah

berkembang untuk produk tembakau dan minyak rambut. Dengan adanya

kebutuhan tersebut, menyebabkan prospek ekspor minyak nilam di masa

datang masih cukup besar sejalan dengan semakin tingginya permintaan

terhadap parfum dan kosmetika, trend mode dan belum berkembangnya

materi subsitusi minyak nilam di dalam industri parfum maupun kosmetika.

Page 133: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

133Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Selain itu minyak nilam dapat digunakan dalam industri sabun, obat-

obatan untuk anti jamur pada kulit, bahan pestisida nabati (repellent) dalam

penggunaannya dalam bentuk lotion sebagai anti nyamuk maupun pengusir

ngengat pada kain dan dapat dimanfaatkan sebagai aroma terapi.

Selain sebagai pengikat wangi pada parfum adapun manfaat dari

minyak nilam yaitu sebagai antibiotik dan anti radang karena dapat

menghambat pertumbuhan jamur dan mikroba. Minyak nilam merupakan

minyak eksotik yang dapat meningkatkan gairah dan semangat serta

mampunyai sifat meningkatkan sensualitas. Minyak nilam dapat memberikan

efek menenangkan dan membuat tidur lebih nyenyak sehingga minyak nilam

dapat digunakan untuk aroma terapi karena mempunyai efek sedatif.

Pemanfaatan Limbah Penyulingan Minyak Nilam

Limbah hasil prosesing minyak nilam banyak dijumpai di industri

penyulingan minyak nilam. Besarnya volume limbah nilam seringkali menjadi

masalah bagi pihak industri pengolahan itu sendiri maupun lingkungan.

Limbah hasil penyulingan daun masih mempunyai kadar hara yang

tinggi dan berpotensi sebagai bahan baku pupuk organik yang baik.

Teknologi pengomposan yang cepat dan efisien akan menghasilkan pupuk

organik kompos yang bermutu tinggi. Selain itu, senyawa alelopati di dalam

terna tersebut diharapkan akan berkurang dan hilang selama masa proses

pengomposan.

Selain sebagai sumber bahan pupuk organik, limbah nilam berpotensi

sebagai mulsa. Secara umum pemulsaan dapat memperbaiki kondisi

lingkungan tumbuh terutama dalam menurunkan suhu tanah yang tinggi

dan sebagai sumber hara. Namun demikian seberapa jauh dampak limbah

hasil penyulingan yang langsung diberikan ke tanaman nilam sebagai mulsa

perlu penelitian yang lebih seksama (Djazuli dan Trisilawati 2004)

Pengkomposan limbah nilam dengan cara menggunakan pupuk

kandang atau pupuk kandang + kapur + EM4 1% selama 3 minggu

menghasilkan kompos limbah nilam dengan status hara dan tingkat

Page 134: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

134 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

dekomposisi yang baik (Djazuli 2002). Selanjutnya dilaporkan pula bahwa

pemberian kompos mampu meningkatkan bobot segar terna nilam secara

nyata pada tiga taraf pemupukan NPK yang diberikan. Hal ini disebabkan

oleh kandungan hara pada kompos limbah nilam relatif tinggi, sehingga

mampu memperbaiki pertumbuhan dan produktivitas tanaman nilam secara

nyata.

Limbah dari hasil penyulingan minyak nilam jumlahnya berkisar

40-50% dari bahan baku, limbah penyulingan minyak selain dapat

dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dapat pula dimanfaatkan sebagai

bahan pembuatan dupa dan obat nyamuk bakar serta sisa air dari hasil

penyulingan setelah dipekatkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku

untuk aroma terapi (http: // www petani Indo.com/2009). Dengan adanya

diversifikasi pemanfaatan limbah pengolahan minyak nilam, diharapkan akan

dapat meningkatkan nilai ekonomi usahatani nilam.

DAFTAR PUSTAKA

Djazuli, M. 2002. Pengaruh aplikasi kompos limbah penyulinganminyak nilam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nilam(Pogostemon cablin L.). Prosiding Seminar Nasional dan PameranPertanian Organik, Jakarta, 2-3 Juli 2002. hal. 323-332

Djazuli, M. dan O. Trisilawati, 2004. Pemupukan, pemulsaan danpemnfaatan limbah nilam untuk peningkatan produktivitas dan mutunilam. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. 16:29-37

http://www petani Indo.com/2009. Pemanfaatan limbah nilam.(13 September 2011).

Leung, A.Y. 1980. The Encyclopedia of Common Natural ProductIngredients. John Wiley dan Sons, New York.

Nurdjanah, N., T. Hidayat dan C. Winarti. 2010. Teknologi Pengolahanminyak Nilam. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan PascapanenPertanian. 39 halaman

Rusli, S. 1991. Pemurnian mutu minyak nilam dan daun cengkeh. ProsidingPengembangan Tanaman Atsiri di Sumatera, Bukit Tinggi. BalaiPenelitian Tanaman Rempah dan Obat. Hal. 89-96.

Page 135: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

135Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

KELAYAKAN USAHATANI DAN AGROINDUSTRI NILAM

Ermiati1) dan Chandra Indrawanto2)

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika 1)

Balai Penelitian Tanaman Palma 2)

I. PENDAHULUAN

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu

tanaman penghasil atsiri yang menyumbang devisa lebih dari 50% dari total

ekspor minyak atsiri Indonesia. Minyak nilam tidak dapat digantikan oleh

produk sintetis dan Indonesia merupakan pemasok minyak nilam utama

dalam perdagangan dunia dengan kontribusi sekitar 90%. Laju

perkembangan kebutuhan minyak nilam relatif tidak tinggi, tetapi secara

konsisten kebutuhan dunia menunjukkan peningkatan. Ekspor minyak nilam

Indonesia tahun 2002 tercatat sebesar 1.295 ton dengan nilai US 22,5 juta

dolar dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 4.984 ton dengan nilai 49, 5

juta dolar (Ditjenbun 2009). Hampir seluruh pertanaman nilam di Indonesia

merupakan perkebunan rakyat yang melibatkan lebih dari 65.651 kepala

keluarga petani (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2007; Ditjebun 2011).

Harga minyak nilam di pasar lokal berkisar Rp 200.000-250 000,- per

kg. Importir minyak nilam terbesar di dunia adalah Amerika Serikat (lebih

dari 200 ton/tahun), disusul lima negara Eropa, masing Inggris (45-60

ton/tahun), Perancis, Swiss (40-50 ton/tahun), Jerman (35-40 ton/tahun)

dan Belanda (30 ton/tahun) (http://arsip.pontianakpost.com dalam Sagala

2009). Produk minyak nilam dipergunakan dalam industri parfum, kosmetik,

antiseptik dan insektisida, saat ini juga berkembang pemanfaatan nilam

sebagai bagian dari aromaterapi.

Sampai tahun 2009 sentra produksi nilam di Indonesia, terdapat

di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera

Selatan, Jambi, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur dengan

total luas perkebunan 24.535 ha, luas panen 17.447 ha dengan produksi

Page 136: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

136 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

sebanyak 2.779 ton. Pada tahun 2011 mencapai 24 718 ha dengan luas

panen 18.089 ha dan produksi 3,872 ton. Tetapi produktivitas nilam tersebut

masih tergolong rendah, hasilnya rata-rata hanya 214 kg per ha per tahun

dengan kadar minyak 1-2 % dari bahan kering (Ditjenbun 2009 dan 2011;

Ditjen Bina Produksi Peternakan 2007).

Rendahnya produktivitas dan mutu minyak atsiri antara lain

disebabkan rendahnya mutu genetik tanaman, teknologi budidaya yang

masih sederhana, gangguan hama penyakit serta pemanenan dan pasca

panen yang belum tepat. Ada tiga jenis nilam di Indonesia, yaitu nilam aceh

(Pogostemon cablin Benth), nilam jawa (Pogostemon heyneanus Benth) dan

nilam sabun (Pogostemon hortensis Backer). Akan tetapi yang umum

dibudidayakan adalah nilam aceh karena kadar minyaknya cukup tinggi,

yaitu lebih dari 2%, disamping itu kualitas minyaknya juga lebih baik

dibanding nilam lain (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2007). Pada tahun

2005 Balittro telah melepas 3 varietas unggul nilam, yaitu varietas

Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan yang semuanya dari jenis nilam

aceh.

Penggunaan varietas unggul yang tepat, disertai dengan teknik

budidaya yang baik, penanganan pasca panen dan pengolahan bahan yang

sesuai, akan menghasilkan produksi minyak yang tinggi.

Teknologi budidaya dan pascapanen telah tersedia, namun teknologi

tersebut belum semuanya diadopsi oleh petani, mengingat proses alih

teknologi kepada petani memerlukan investasi yang tinggi, karena

keterbatasan modal, petani belum mampu mengadopsi seluruh teknologi

tersebut. Tulisan ini menyampaikan informasi tentang kelayakan usahatani

dan agro industri penyulingan nilam.

II. KELAYAKAN USAHATANI

Petani sebagai pelaksana mengharapkan produksi usahataninya besar

agar memperoleh pendapatan yang besar pula. Untuk itu petani

menggunakan tenaga, modal dan sarana produksinya sebagai umpan untuk

Page 137: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

137Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

mendapatkan produksi yang diharapkan. Suatu usahatani dikatakan berhasil

apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga

modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga kerja luar serta sarana

produksi yang lain dan dapat menjaga kelestarian usahanya (Suratiyah

2006)

A. Analisis kelayakan finansial usahatani 3 varietas unggulnilam (Lhoseumawea, Tapak Tuan dan Sidikalang).

Hasil penelitian Indrawanto dan Syakir (2008), kelayakan finansial

usahatani nilam varietas unggul Lhokseumawe, Tapak Tuan dan Sidikalang

dengan skala produksi 1 ha, periode analysis 2 tahun (4 kali panen),

discount factor 12% per tahun, harga terna kering Rp 3 000,-/kg

(perbandingan bobot kering dengan basah 1:4), produksi terna, kadar

minyak dan produksi minyak per kg per ha per tahun untuk masing-masing

varietas (Tabel 1 dan 2).

Tabel 1.Produksi terna, kadar dan produksi minyak per kg per per tahun tigavarietas nilam

Varietas Produksi terna(kg kering/ha/thn)

Kadarminyak

(%)

Produksi minyak(kg.ha/tahun)

Lhokseumawe 11,087 3,21 356Tapak Tuan 13,237 2.83 376Sudikalang 10,902 2,89 315

Sumber: Indrawanto dan Syakir (2008)

B. Analisa Data

Untuk mengetahui kelayakan usahatani masing-masing varietas

dianalisis melalui pendekatan analisis Benefit Cost Ratio (B/C), Net Present

Value (NPV) dan Internal Rate Of Return (IRR) (Gittinger 1986; Kadariah et

al. 1988; Soetrisno 1982) dengan persamaan sebagai berikut:

B.1. Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara benefit

(penerimaan) dengan cost (pengeluaran):

Page 138: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

138 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

NPV =

n

iti

CtBt

1 )1(

Kriteria NPV, yaitu

(1). NPV > 0, berarti usahatani layak(2). NPV < 0, berarti usahatani tidak layak(3). NPV = 0, berarti tambahan manfaat yang diterima sama dengan

tambahan biaya yang dikeluarkan

B.2. Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C rasio)

Merupakan perbandingan antara benefit bersih dengan biaya bersih.

Net B/C rasio =

n

tt

n

tt

i

Cti

Bt

1

1

)1(

)1(

Kriteria Net B/C Ratio, yaitu:

(1). Net B/C Rasio > 1, berarti usahatani menguntungkan(2). Net B/C Rasio < 1, berarti usahatani tidak menguntungkan(3). Net B/C Rasio = 1, berati usahatani pada kondisi impas

(penerimaan = pengeluaran), atau terjadinyaBreak Event Point (BEP)

B.3. Internal Rate of Return (IRR), yaitu:

Menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan suatu

returns atau tingkat keuntungan yang akan dicapainya. IRR ini sebagai

pedoman tingkat bunga bank (i) yang berlaku, walaupun sebetulnya bukan

i, tetapi IRR akan selalu mendekati besarnya i tersebut:

IRR = )( '''

''', ii

NPVNPV

NPVi

Kriteria IRR, yaitu/Criteria of IRR, namely:

(1) IRR > Sosial Discount Rate, berarti usahatani layak(2) IRR < Sosial Discount Rate, berarti usahatani tidak layak

Page 139: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

139Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Keterangan:

Bt = penerimaan tahun ke t

Ct = pengeluaran tahun ke tI’ = tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif/I“ = tingkat bunga yang menghasilkan NPV negetif/NPV’ = NPV positifNPV“ = NPV negatifNPV’ + NPV“= merupakan penjumlahan mutlak

C. Analisis

Hasil analisis diketahui bahwa usahatani ke tiga varietas unggul

nilam tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Hal ini

ditunjukkan oleh kriteria NPV masing-masing vatietas tersebut positif, IRR

diatas tingkat suku bunga bank yang berlaku (12%/ tahun) dan B/C Rasio

masing-masing > 1 (Tabel 2).

Dari ke tiga varietas unggul yang ada, ditinjau dari segi poduksi

varietas nilam Tapak Tuan memberikan keuntungan lebih tinggi karena

produksinya lebih tinggi dari dua varietas lainnya (Tabel 2).

Tabel 2. Kalayakan usahatani tiga varietas unggul nilam asal Balittro

ParameterVarietas

Lhokseumawe Tapak Tuan SidikalangProduksi terna kerning/ha/tahun (kg) 11.087 13.278 10.902Harga terna kering (Rp/kg) 3.000 3.000 3.000

NPV 28.593.027 40.269.140 27.607.139IRR (%) 9,46 11,84 9,24B/C Ratio 2,44 3,03 2,39

Harga BEP (Rp/kg) 1.550 1.300 1.575Produksi BEP (kg/ha) 5.740 kg terna kering per tahun

Sumber: Indrawanto danSyakir (2008)

C.1. Analisis Finansial Agroindustri Penyulingan Minyak Nilam

Dengan volume ketel 2.000 liter, kapasitas berjalan dua kali suling per

hari selama 25 hari kerja. Biaya investasi Rp 168 juta, modal kerja Rp 68

juta dan lama usaha 20 tahun, discount factor 12%/tahun dan harga terna

Rp 3.000/kg kering. Hasil analisis menunjukkan, agroindustri penyulingan

Page 140: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

140 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

minyak nilam dari ke tiga varietas unggul yang ada, ke tiga-tiganya

menguntungkan dan layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan oleh kriteria NPV

masing-masingnya positif, IRR lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank

yang berlaku (12%/tahun) dan B/C Rasio > 1. Varietas unggul nilam yang

memberikan keuntungan paling tinggi, yaitu varietas Lhokseumawe karena

kadar minyaknya lebih tinggi dari ke dua varietas lainnya (Tabel 3).

Tabel 3. Kelayakan agroindustri penyulingan minyak nilam dari tiga varietasunggul nilam

ParameterVarietas

Lhokseumawe Tapak Tuan SidikalangHarga terna kering (Rp/kg) 3.000 3.000 3.000Luas pertanaman nilam (ha) 11 9 11Rendemen (%) 3.21 2,83 2,89Produksi minyak per tahun (kg) 3.915 3.419 3.466Harga minyak (Rp/kg) 200.000 200.000 200.000NPV 958.560.364 328.748.795 420.141.938IRR (%) 90 40 47B/C 6,71 2,96 3,50

Sumber: Indrawanto dan Syakir (2008)

C.2. Analisis Sensitifitas:

Hasil analisis sensitifitas harga menunjukkan bahwa jika produktifitas

minyak masing-masing varietas tetap (Tabel 4), maka kondisi BEP usaha

agroindustri penyulingan minyak nilam terjadi jika harga minyak nilam untuk

masing-masing varietas (Lhokseumawe, Tapak Tuan dan Sidikalang) turun

menjadi Rp 163.500,-, Rp 185.500,-, Rp 182.000,- per kg. Begitu juga

rendemen BEP masing-masing 2,63%. Jika harga minyak nilam yang

berlaku dan rendemen berada di bawah masing-masing angka tersebut,

maka usaha agroindustri penyulingan minyak masing-masing varietas akan

mengalami kerugian (Tabel 4)

Page 141: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

141Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Tabel 4. Analisis sensitivitas tiga varietas unggul nilam

ParameterVarietas Unggul

Lhokseumawe Tapak Tuan SidikalangHarga minyak BEP (Rp/kg) 163.500 185.500 182.000Rendemen BEP (%) 2,63 2.63 2.63HPP (Rp/kg) 134.576 152.670 149,519

Nilam varietas Tapak Tuan dengan keunggulan produktivitas terna

yang tinggi memberikan keuntungan usahatani tertinggi. Nilam varietas

Lhokseumawe dengan tingkat rendemen minyak yang tinggi memberikan

keuntungan agroindustri penyulingan minyak yang tertinggi. Keunggulan

produktivitas terna varietas Tapak Tuan dan keunggulan tingkat rendemen

varietas Lhokseumawe tidak akan berarti jika ancaman penyakit layu bakteri

dan nematoda cukup tinggi. Nilam varietas Sidikalang merupakan pilihan

tepat untuk kondisi ini.

2.1. Kelayakan usahatani nilam teknologi introduksi dan polapetani di lahan kering Kalimantan Tengah

Pegembangan usahatani lahan kering di Kalimantan Tengah yang

bertumpu hanya pada tanaman pangan saja, agak sulit memenuhi

kebutuhan petani akan pangan sehingga perlu diusahakan tanaman

perkebunan antara lain nilam. Pengembangan tanaman nilam dapat ditanam

secara monokulktur atau multiple cropping. Sebagian besar petani di

Kalimantan Tengah membudidayakan nilam secara monokultur dan

intercropping dengan tanaman terong, kacang panjang, cabe, semangka

dan kelapa sawit untuk efisiensi lahan, diversivikasi komoditas, kesuburan

lahan maupun pengendalian hama dan penyakit (Krismawati et al. 2005).

Penanaman nilam pada umumnya diusahakan dengan budidaya

sederhana dan semi intensif yang pada lahan pekarangan dan lahan

usahatani seluas 0,25-1,0 ha. Lahan yang baru dibuka langsung ditanami

nilam dan hanya untuk selama satu tahun dengan panen 1-2 kali, karena

kadar Patchouli Alkohol (PA) yang merupakan salah satu kualifikasi mutu

untuk minyak nilam semakin menurun karena kekurangan air pada musim

Page 142: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

142 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

kemarau dan tanah yang kurang subur. Produktivitas terna kering di tingkat

petani masih rendah, yaitu 1-1,5 ton/ha/tahun. Produktiviats ini masih bisa

ditingkatkan dengan menggunakan varietas unggul, penanaman nilam pada

daerah yang sesuai, pemberian pupuk serta pengendalian hama dan

penyakit (Krismawati et al. 2006).

Pembinaan terhadap petani nilam di Kabupaten Kotawaringin Timur

dilakukan mulai tahun 2001. Pada tahun 2003 Disbun Tk I Kalimantan

Tengah dan Disbun Tk II Kabupaten Kotawaringin Timur melaksanakan

program Pengembangan Komoditas Rintisan nilam seluas tujuh ha di lahan

transmigrasi Parenggean UPT J II di jalur 4 dan pada tahun 2003 dan 2004

memberikan bantuan alat penyuling minyak nilam dengan kapasitas 350 kg

dan 50 kg terna kering (Krismawati et al. 2005).

Pengadaan alat suling ini menambah semangat petani menanam

nilam dengan memanfaatkan lahan yang cukup luas, mengingat produksinya

dalam bentuk minyak, mempunyai harga cukup tinggi. Semakin

bertambahnya luas pertanaman nilam menunjukkan bahwa tanaman

tersebut diminati oleh petani di Kalimantan Tengah, karena mempunyai

prospek dan peluang pasar cukup tinggi. Perbedaan dan penerapan

teknologi usahatani nilam dengan teknologi introduksi dan pola petani, di

Kalimantan Tengah (Tabel 5).

Tabel 5. Perbedaan dan Penerapan Teknologi Introduksi dan Pola Petani,di Desa Tanah Putih Darat Kec. Kota Besi Kabupaten KotawaringinTimur, MT 2004-2005

KomponenTekonologi Pola Petani Teknologi Introduksi

Varietas Aceh SidikalangPembibitan Polibag berisi media tanam berupa

campuran tanah + pukan yang sudahmatang (1:1)

Polibag berisi media tanamcampuran tanah + pukanyang sudah matang (1:2)

Pengolahan tanah Dilakukan dengan system Tanpa OlahTanah (TOT) dengan menggunakanherbisida sebanyak 2l/ha

Dilakukan dengan sistemTanpa Olah Tanah (TOT)dengan menggunakanherbisida sebanyak 4 l/ha

Pola tanam Monokultur, Intercopping; nilam-cabe; nilam terong; nilam kacangpanjang; nilam semangka; nilam-ubikayu; nilam-kelapa sawit

Monokultur

Page 143: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

143Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Tabel 5. Lanjutan

KomponenTekonologi Pola Petani Teknologi Introduksi

Pengapuran Tanpa kapur Kapur 3. 500 kg/ ha 2minggu sebelum tanam (350gram/lubang)

Jarak tanam 100 cm x 100 cm, 1 bibit/lubang (20cm x 20 cm x 20 cm)

100 cm x 100 cm, 1bibit/lubang (30 cm x 30 cm x30 cm)

Pupuk organik Kompos 100 gram/lubang Kompos 500 gram/lubangPupuk an organik Urea = 100 kg/ha

SP-36 = 50 kg/haKCL = 70 kg/ha

Urea = 280 kg/haSp-36 = 70 kg/haKCl = 140 kg/ha

Pengendalian OPT Sanitasi dan eradikasi kurangdiperhatikan

Sanitasi & eradikasi dilakukansejak di pembibitan hinggapanen. Memperbaiki drainasepada waktu curah hujantinggi. Mengunakan pestisidauntuk mencegah penularan.

Pascapanen/Prosesing

Dijemur 1 hari @ 6 jamDan penyulingan selama 5 jam

Dijemur 2 hari @ 7 jamLama penyulingan 7 jam

Sumber: Krismawati dan Bhermana (2006)

2.2. Analisa Data

Untuk mengetahui tingkat pendapatan petani dilakukan dengan

metode finansial:

- R/C yaitu imbangan penerimaan dan biaya,

- B/C yaitu imbangan keuntungan dan biaya serta

- MBCR yaitu ditujukan untuk melihat produksi dan pendapatan

yang diterima petani sebelum dan sesudah pengkajian (before

and after) (Kadariah 1988; Soekartawi 2002).

Cara perhitungan R/C, B/C dan MBCR adalah sebagai berikut :

total penerimaanR/C = --------------------

total biaya

keuntunganB/C = --------------

total biaya

penerimaan introduksi - pola petaniMBCR = ------------------------------------------

pengeluaran introduksi - pola petani

Page 144: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

144 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Untuk mengetahui kelayakan dari usahatani nilam digunakan

beberapa indikator kelayakan

Yaitu (Soetrisno 1981; Gittinger 1986).

- Net Present Value (NPV), dan

- Net Benefit Cost Ratio (Net B/C rasio)

2.3. Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa bobot terna basah, bobot terna

kering dan poduksi minyak melalui penerapan teknologi introduksi relatif

lebih tinggi dibandingkan teknologi di tingkat petani (pola petani) (Tabel 6).

Produksi tanaman nilam tergantung sekali pada varietas yang ditanam,

keadaan tanah, dan pertumbuhan tanaman. Menurut Nuryani et al. (2004),

salah satu usaha untuk meningkatkan produksi dan mutu minyak nilam

adalah melalui perbaikan bahan genetik.

Tanaman nilam sangat responsif terhadap pemupukan yang

diperlukan untuk meningkatkan produksi terna, mutu minyak nilam, dan

untuk mempertahankan atau mengembalikan kesuburan tanah.

Pertumbuhan tanaman yang optimal dapat diperoleh melalui pemupukan,

guna memenuhi kebutuhan hara tanaman selama pertumbuhannya.

Pemupukan pada tanaman nilam selain menggunakan pupuk anorganik

(seperti pupuk Urea, SP- 36 dan KCl), juga menggunakan pupuk organic

(Mile et al. 1991).

Tabel 6. Bobot Terna Basah, Bobot Terna Kering, Produktivitas Minyak danKadar Patchouli Alkohol (PA) dengan Penerapan TeknologiIntroduksi dan Pola Petani Perlakuan

ParameterPerlakuan

TeknologiIntroduksi Pola Petani

Bobot terna basah (ton/ha) 15,50 8,50Bobot terna kering (ton.ha) 3,50 2,00Produktivitas minyak (kg/ha) 117,60 54,50Kadar Patchouli Alkohol (PA) 32,64 24,67

Sumber: Krismawati dan Bhermana (2006)

Page 145: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

145Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Pemberian dosis NPK adalah 14 gram/tanaman atau 280 kg/ha

(Trisilawati 2002). Pemupukan sangat penting untuk diperhatikan, karena

hasil yang diharapkan dari tanaman nilam adalah terna terutama daun. Oleh

sebab itu faktor kesuburan merupakan suatu hal yang perlu diusahakan,

agar pertumbuhan vegetatif tanaman dapat semaksimal mungkin.

Pemberian pupuk anorganik mampu menyediakan unsur hara lebih cepat

dan dalam jumlah yang lebih besar.

Produksi yang baik dapat mencapai 15-20 ton daun basah atau 5 ton

daun kering per ha dengan rendemen minyak 2,5-4% sehingga produksi

minyak mencapai 100-200 kg/ha/tahun (Emmyzar dan Ferry 2004).

Budidaya yang sederhana dan kurang intensif serta bibit yang kurang baik

mutunya menyebabkan produktivitas nilam menjadi rendah, yaitu sekitar 2

ton terna nilam kering/ha/tahun (Sudaryani dan Sugiharti 1991).

Tabel 7. Analisis usahatani nilam seluas 1 hektar/1 kali panen di DesaTanah Putih Darat, Kec Kota Besi, Kabupaten Kotawaringin Timur,musim tanam 2004 - 2005

Sumber: Krismawati dan Bhermana (2006)

Page 146: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

146 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Produk olahan dari terna nilam adalah minyak nilam, dengan

tersedianya beberapa unit penyulingan minyak nilam dilokasi penelitian

maka petani mengolah sendiri terna nilam menjadi minyak. Panen nilam

dilakukan pada umur 6 - 9 bulan, biasa dilakukan dua kali panen, akan

tetapi panen kedua jarang dilakukan karena kadar Patchouli Alkohol (PA)

pada panen kedua menurun. Hai ini disebabkan tanah yang kurang subur

dan kekurangan air pada musim kemarau dan hasilnya hanya ± 30% dari

hasil panen pertama. Oleh karena itu penerimaan yang diperhitungkan

dalam penerimaan tunai diasumsikan bahwa petani hanya satu kali panen.

Analisis finansial usahatani menunjukkan penerapan teknologi

introduksi memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

pola petani. Bobot terna kering dengan penerapan teknologi introduksi

(petani kooperator) dapat mencapai 3,5 ton/ha/1 kali panen dengan

penerimaan sebesar Rp.21.168.000,-, sedang pola petani (petani non

kooperator) memperoleh 2,0 ton/ha/1 kali panen dengan penerimaan hanya

sebesar Rp.8.175.000,- (Tabel 7). Demikian pula produktivitas minyak nilam

petani kooperator dapat mencapai rata-rata 117,60 kg/ha/1 kali panen,

sedang petani non kooperator rata-rata hanya mencapai 54,50 kg/ha/1 kali

panen atau terjadi peningkatan sebesar 2,16 kali kali lipat dari produktivitas

pola petani (Tabel 7). Begitu juga dengan keuntungan yang diperoleh oleh

petani kooperartor (tekonologi introduksi) lebih tinggi (Rp. 11.043.875,-)

atau meningkat 326% dibanding pola petani yang hanya sebesar

Rp 3.500.000,-/ha/panen .

Pola usahatani, baik pola petani maupun penerapan teknologi

introduksi secara finansial sama-sama layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan

oleh kriteria kelayakan NPV positif dan B/C rasio >1. Namun usahatani

dengan teknologi introduksi lebih menguntungkan dengan NPV Rp

9.086.910,-, dan Net B/C rasio 1,95 serta MBCR 2,38. Sedangkan NPV pada

pola petani hanya sebesar Rp 2.487.450,- dengan B/C rasio 1,53 (Tabel 7).

Page 147: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

147Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

III. PENUTUP

Aplikasi penerapan teknologi dengan penggunaan varietas unggul,

pupuk anorganik dan organik, akan meningkatkan produktivitas terna dan

mutu minyak nilam. Untuk meningkatkan produksi diperlukan budidaya

intensif, sejak dari pemilihan bibit sampai ke panen dan penanganan pasca

panen

Produktivitas minyak dengan penerapan teknologi introduksi mencapai

117,60 kg/ha dengan kadar Patchouli Alkohol (PA) 32,64, sedang pada pola

petani hanya sebesar 54,50kg/ha dengan kadar Patchouli Alkohol (PA)

24,67.

Penerapan paket teknologi usahatani nilam di lahan kering mampu

meningkatkan tambahan keuntungan usahatatani mencapai 326% dengan

NPV= Rp9.086.910,-R/C = 2,09, Net B/C = 1,95, MBCR = 2,38. Sedang

pada pola petani keuntungan usahatani R/C = 1,75, B/C = 0,75, Net B/C =

1,53 dan NPV Rp.2.487.450,-

Untuk kelancaran penerapan inovasi teknologi, diperlukan dukungan

sarana produksi di sekitar lokasi usahatani dengan harga yang terjangkau

disertai pendampingan dan monitoring secara berkala.

Kelembagaan tani dan kelembagaan usaha bersama perlu dibangun,

agar memperkuat dan memantapkan eksistensi petani nilam. Penguatan dan

pemberdayaan kelembagaan petani sangat diperlukan untuk pengembangan

nilam di Kalimantan Tengah

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen Bina Produksi Peternakan. 2007. KP-3, Penunjang PermodalanPertanian. Agribisnis Indonesia Vol. 36. Direktorat Jenderal BinaProduksi Peternakan. Departemen Pertanian: 51-52.

Ditjenbun. 2009. Statistik Perkebunan Indonesia 2007-2009. DirektoratJendral Perkebunan. Departemen Pertanian. 17 p

Ditjenbun. 2011. Statistik Perkebunan Indonesia 2009-2011. DirektoratJendral Perkebunan. Departemen Pertanian.

Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta.124 p.

Page 148: KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amaliabalittro.litbang.pertanian.go.id/.../07/Isi-Monograf-NILAM-2011.pdf · mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan,

148 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Gittingger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi keDua. Universitas Indonesia (UI-Press), 1986. 579 p.

Kadariah, L.K. dan Gray. 1988. Pengantar Evaluasi Proyek. Analisa EkonomisEdisi Kedua. LPFE - UI. Jakarta. 122 p.

Soetrisno. 1982. Dasar-Dasar Evaluasi Proyek (Dasar-dasar PerhitunganTeori dan Studi Kasus). Fakultas Ekonomi UGM. Andi Offset.Yokyakarta, 1982: 231-24

Indrawanto, C. dan M. Syakir. 2008. Analisa usahatani nilam. Bahanseminar rutin Balittro, April 2008. 9 p (tidak dipublikasikan)

Sagala, F.C. 2009. Prospek Pengembangan Nilam di Desa Tanjung MeriahKecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Barat. 80 p.

Krismawati, A. 2005. Nilam dan potensi pengembangannya, Kalteng JadikanKomoditas Rintisan. Sinar Tani No 3083 Tahun XXXV.

Krismawati, A. dan A. Bherman, 2006. Kajian Penerapan TeknologiUsahatani Nilam (Pogostemon cablin Benth) di Lahan KeringKalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan TeknologiPertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan TeknologiPertanian. Balitbang Pertanian. 9:160-171

Soekartawi. 2002. Analisis usahatani. Universitas Indonesia Press. Hal 85-87.

Nuryani, Y., Hobir dan D. Seswita. 2004. keragaan potensi produksi, kadardan mutu minyak empat nomor harapan nilam di berbagai lokasi.Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Perkembangan TeknologiTanaman Rempah dan Obat 16: 46 – 51.

Mile, Y., N. Mindawati dan S. Prajadinata. 1991. Kemungkinan peningkatanproduktivitas lahan dengan menggunakan kompos organik dalammenunjang keberhasilan HTI. Majalah Kehutanan Indonesia. No 5 :12-17.

Trisilawati, O. 2002. Peranan kapur dan pupuk organik terhadappertumbuhan dan produksi nilam pada tanah latosol. ProsidingSimposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik 13 Hal.

Sudaryani, T dan E. Sugiharti. 1991. Budidaya dan penyulingan nilam.Penebar Swadaya. Jakarta. 69 Hal.

Emmyzar dan Y. Ferry. 2004. Pola budidaya untuk peningkatan produktivitasdan mutu minyak nilam. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempahdan Obat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan.Hal 52-61.