Karakteristik Emisi Gas NO Pada Pembakaran Prima Bubuk Batu Bara Dalam Atmosfer O2

13

Click here to load reader

description

Karakteristik Emisi Gas NO Pada Pembakaran Prima Bubuk Batu Bara Dalam Atmosfer O2

Transcript of Karakteristik Emisi Gas NO Pada Pembakaran Prima Bubuk Batu Bara Dalam Atmosfer O2

Karakteristik Emisi Gas NO Pada Pembakaran Prima Batubara Serbuk dengan Udara O2/CO2

Abstrak

Kombinasi antara pembakaran O2/CO2 dan teknologi pembakaran prima batubara serbuk terbukti telah mengoptimalkan proses pembakaran. Disamping itu juga kombinasi ini mengurangi kerugian yang ditimbulkan dari masing-masing teknologi pembakaran tersebut. Kombinasi teknologi pembakaran ini tergolong mudah dan dapat meningkat kerja mesin dengan sedikit rekontruksi pada alat yang digunakan. Maka dari itulah teknologi ini sangat berguna dan menjanjikan untuk digunakan kedepannya. Pada makalah ini, untuk mempelajari karaketeristik emisi gas NO yang dihasilkan pada teknologi pembakaran prima bubuk batu bara dengan O2/CO2 digunakan sistem tungku drop-tube satu dimensi. Selain mempelajari karakteristik emisi NO, juga dilakukan analisa pengaruh ukuran partikel batubara, kualitas batubara, temperature tungku, dan rasio stoikiometri terhadap emisi gas yang dihasilkan pada pemakaran dengan O2/CO2. Misalnya saja pada reduksi homogen NO diperlukan ukuran batubara yang lebih kecil pada kondisi sedikit udara (fuel-rich). Hal ini karena ukuran batubara yang lebih kecil pada kondisi tersebut dapat menghambat pembentukan emisi gas NO selama pembakaran berlangsung. Namun justru pada kondisi udara berlebih (fuel-lean) pengunaan ukuran batubara yang lebih kecil akan menimbulkan kerugian. Berbeda pada reduksi heterogen, baik pada fuel-rich maupun fuel-lean ukuran partikel batubara yang lebih kecil akan sama-sama memberikan dampak yang signifikan. Hal ini dikarenakan sifatnya yang memiliki permukaan pori yang lebih lembut dengan struktur yang lebih sederhana.

Pendahuluan

Efek gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fossil telah menimbulkan dampak terhadap timbulnya pemanasan global dan perubahan iklim yang selama bertahun-tahun telah menarik perhatian dunia. Sudah banyak teknologi yang diciptakan untuk menekan emisi CO2 yang dihasilkan akibat emisi dari efek rumah kaca tersebut. Salah satu diantaranya yakni metode pembakaran O2/CO2 yang memiliki biaya yang rendah serta dapat menghasilkan teknologi pembakaran yang bersih. Selain itu juga ada model pembakaran oxy-fuel yang sangat menguntungkan dalam mengontrol emisi CO2. Gas buang buang terdiri dari konsentrasi tinggi CO2 (biasanya> 90% basis kering) siap diserap, yang dapat mengurangi biaya dalam penangkapan emisi CO2 . Volume gas buang yang dipancarkan dari pembangkit listrik diproduksi kembali sekitar 80%, karena daur ulang gas buang, berguna untuk meningkatkan efisiensi termal. Selain itu juga teknologi pembakaran ini dapat menekan biaya pengontrolan polusi khususnya emisi NOx. Dan oxy-fuel sangat ekonomis untuk mengoptimalkan pembangkit listrik yang ada.Namun sayangnya masih terdapat beberapa kendala dalam penerapan massal pembangkit listrik tenaga pembakaran batubara ini. Selain modal yang besar dan biaya operasi unit pemisah udara (ASU) yang tergolong mahal, penggantian N2 dengan CO2 di udara dapat menimbulkan kinerja pembakaran yang buruk serta korosi. Berdasarkan studi, ditemukan bahwa partikel batubara dibakar pada rata-rata suhu yang lebih tinggi dan waktu pembakaran yang lebih singkat pada O2/N2 dibanding ketika dibakar pada O2/CO2. Hal ini karena penggantian CO2 dengan N2 dapat menunda pembakaran dari batubara pada suhu normalnya. Berdasarkan studi penyebaran api dalam pembakaran O2/CO2, sebaiknya campuran O2/CO2 memiliki kecepatan penyebaran abpi 1/3 1/5 kali lebih cepat disbanding penyebaran api pada campuran O2/N2 dalam konsentrasi oksigen yang sama. Korosi juga dipicu karena diding tungku yang reduktif, mempelajari penyebaran api pada pembakaran untuk mempertahankan agar api dari batubara tidak goyah.Makalah ini memberikan pencerahan dan cara baru untuk memahami mengenai pengaruh ukuran partikel batubara pada pembakaran. Dimana diketahui dengan menerapkan pembakaran baru bara serbuk dengan O2/CO2 dapat mengurangi kelemahan-kelamahan pada pembakaran normal dengan O2/CO2. Maka dari itulah metode ini digunakan dalam jurnal karena dengan mengkombinasikan pembakaran O2/CO2 dan teknologi pembakaran batu bara serbuk. Tentu saja karena teknologi ini adalah teknologi baru yang layak dan dapat meningkat kerja mesin dengan sedikit rekontruksi pada alat yang digunakan. Oleh karena itu, teknologi pembakaran batubara serbuk dengan O2 / CO2 akan menjadi metode yang berguna dan menjanjikan di masa depan. Tujuan utama untuk pembakaran oxy-fuel adalah penyerapan CO2. Ini menyiratkan bahwa teknik ini juga merupakan terobosan baru dalam pengendalian emisi NOx Terbukti bahwa dengan menggunakan prinsip oxy-fuel terjadi penurunan besar emisi NOx dalam pembakaran oxy-fuel dibandingkan dengan pembakaran udara konvensional. Dalam tulisan ini, kita fokus pada NO karakteristik emisi.Makalah ini menggunakan sistem tungku drop-tube 1D untuk mempelajari karakteristik NO pada pembakaran batubara serbuk dengan O2/ CO2. Efek dari ukuran partikel batubara, kualitas batubara, suhu tungku, rasio stoikiometri, dll dianalisis. Hasil dari ini akan memberikan pemahaman yang lebih baik dan mengembangkan proses ini pembakaran baru.

2.1 bahan Percobaan ini menggunakan sampel dua jenis batu bara Tiongkok dengan tingkat pembentukan batubara (coalification) yang berbeda. Sampel tersebut yakni batubara Shenhua (SH) dan Nei Mongol (NMG) dengan ukuran partikel antara 10 dan 55 lm. Ukuran partikel sampel SH adalah 14,7, 17,4, 21,3 dan 44,2 lm sedangkan sampel NMG adalah 12,5, 14,9, 25,8 dan 52,7 lm. Sifat-sifat batubara tercantum dalam Tabel 1.(INI LIHAT TABEL YA IRFAN!!)

2.2 Alat dan Prosedur (INI LIHAT FIG.1 Fan!!!!!) pada percobaan ini menggunakan tungku dengan system droptube. Sebuah tabung kaca kuarsa silinder dengan diameter bagian dalam 60 mm berfungsi sebagai ruang pembakaran, dan bagian yang dipanaskan dengan listrik yakni 2.000 mm panjang dalam tungku. Pemanas dengan daya 12 kW. Lubang multipath untuk oksidator disusun sepanjang ruang bakar untuk mensimulasikan situasi pembakaran. Sebuah pengumpan microscrew diterapkan dalam sistem feed batubara. Sistem umpan dapat mengatur laju alir sampel batubara serbuk secara kontinyu (0-1 g / min), dengan bantuan alat getar, tekanan sistem keseimbangan dan sistem injeksi pada kotak penyimpanan. Pengumpan itu mengalami pra kalibrasi setiap sebelum dioperasikan. Sampel batu bara serbuk, mengalir ke bawah, dibawa ke ruang bakar dengan oksidator utama. Gas buang disimulasikan oleh campuran O2 (99,999%) dan CO2 (99,999%), yang disediakan oleh tabung gas dan diatur oleh pengontrol aliran massa. Jumlah udara teoritis dapat dihitung berdasarkan analisis akhir dari masing-masing sampel batubara. Maka jumlah oksigen disimpulkan sesuai dengan kondisi operasi (mengingat konsentrasi oksigen atau rasio stoikiometri) dan total laju aliran yang dihasilkan(2,46-10,16 L / min). Sebuah FTIR portabel (Fourier transform infrared) gas analyzer Gasmet DX-4000 (Finlandia) yang merupakan sistem real time mendeteksi online, digunakan untuk memantau komposisi gas pada output dari tungku. Gasmet DX-Series memungkinkan identifikasi dan perhitungan beberapa senyawa gas secara bersamaan dan akurat, dengan hasil yang tersedia dalam hitungan detik. Sampel sel adalah sel putih aluminium dilapisi emas dengan panjang lintasan optik maksimum 9,8 m, yang dipanaskan sampai 180 C untuk menyingkirkan masalah kondensasi. Hukum Beer diterapkan untuk analisis kuantitatif spektra FTIR. Hukum ini menunjukkan konsentrasi gas sampel terkait dengan absorbansi diukur dari spektrum sampel. Gasmet(hasil dari alat gasmet) membutuhkan kalibrasi menggunakan gas kalibrasi komponen tunggal. Spektrum referensi, yang disimpan dalam komputer, yang dimuat selama analisis. Dalam kasus kami, komposisi gas gerai termasuk CO2, CO, CH4, SO2, H2O, HCl, HF, NO, N2O, NO2, HCN dan NH3 dapat diukur secara kuantitatif dengan Gasmet. Konsentrasi terdeteksi terendah adalah 0,1-2 ppm dan akurasi adalah 2%, tergantung pada aplikasinya.

2.3 Analisa Small-angle X-ray scattering (SAXS) pada Shanghai Synchrotron Radiation Facility

Batubara merupakan bahan polimer yang kompleks dengan struktur berpori yang sangat heterogen yang sulit untuk diklasifikasikan Struktur berpori ini merupakan faktor penting untuk proses pembakaran batubara karena berpengaruh terhadap laju perpindahan panas dan permukaan reaksi. Oleh karena itu studi tentang struktur berpori dalam batubara akan membantu kita lebih memahami mekanisme reduksi emisi gas NO dari teknik pembakaran batubara saerbuk. Teknik SAXS digunakan untuk menganalisis struktur berpori pada teknologi pembakaran ini. Percobaan dilakukan dengan menggunakan radiasi sinkrotron sebagai sumber sinar-X dengan sistem collimation celah panjang Shanghai Synchrotron Radiation Facility (SSRF). Panjang gelombang sinar-X 1.24 , yang difokuskan ke 0,5 (vertikal) 0,5 (horisontal) mm2 pada detektor, dengan panjang kamera 5.417 mm. Penyerapan sampel dan hamburan cahaya dikoreksi. Semua intensitas sampel yang dinormalisasi dengan data yang tercatat dari ruang ionisasi.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Pengaruh Suhu dan Kualitas Batu Bara

Penggantian N2 oleh CO2 di udara ketika bereaksi dapat mengakibatkan kinerja pembakaran yang buruk. Untuk mencapai temperatur, fluks panas dan kinerja pembakaran yang sama seperti pembakaran udara konvensional, konsentrasi inlet oksigen harus dinaikkan menjadi 30-42%. Namun, meningkatkan oksigen akan menaikkan biaya operasi dan membawa beberapa masalah baru dalam prakteknya. Ditambah lagi, emisi NOx juga akan meningkat. Pada suhu yang sama api yang mudah menguap dan terbakar menjadi partikel arang dapat dicapai dalam 27% konsentrasi oksigen. Dalam makalah ini, kondisi operasi dibuat dengan 30% O2 dan 70% untuk CO2.Gambar. 2 menunjukkan pengaruh suhu pada emisi NO di O2 atmosfer / CO2 (O2 30%, CO2 70%). Rasio stoikiometri (SR) sebagai k = 1.2. NO konsentrasi diubah menjadi basis O2 6%, baik di sini dan infra. Untuk menilai tingkat konversi bahan bakar N ke NO, rasio konversi (CR) dihitung dengan membagi jumlah masukan batubara N dengan jumlah total nitrogen NO dalam gas buang, yang dinyatakan dalam rumus (1) : CR 14 FNO=FNdimana FN adalah nomor atom N pada bahan bakar N dan FNO adalah nomor atom N total NO terbentuk dari bahan bakar N.Dari Gambar. 2 dapat diamati bahwa dengan peningkatan suhu, jumlah asap NO mengalami peningkatan, terutama untuk batubara SH. Pada pembakaran dengan O2/ CO2, pembentukan bahan bakar NO memainkan peran utama. Dengan suhu yang meningkat, lebih banyak bahan bakar N dioksidasi menjadi NO dan rasio konversi nitrogen meningkat dari percobaan pirolisis. Pengaruh suhu pada nitrogen yang mengandung gas selama pirolisis CO2 ditunjukkan pada Gambar. S2. Dengan meningkatnya suhu, hasil dari HCN dan NH3 juga meningkat. Jumlah NH3 mencapai maksimum sekitar 750 C, sementara ada dua puncak melepaskan emisi gas NO pada grafik sekitar 600 C dan 950 C. NOx dioksidasi selama pembakaran, yang menyebabkan peningkatan NO pada suhu yang lebih tinggi. Ketika suhu mencapai 800-1000 C, Pembakaran zat yang volatile hampir selesai dan pembakaran arang N dimulai. Pelepasan NO mencapai maksimum pada 800-1000 C. Meningkatnya tren grafik emisi NO untuk batubara NMG tidak signifikan dalam ketidakpastian pengukuran. Hal ini mungkin karena adanya zat volatile didalamnya. Selama pembakaran sampel NMG, lebih banyak CO dan NOx yang dilepaskan. Hasil dari CO dan NH3 selama pirolisis batubara SH dan NMG di atmosfer CO2 yang ditunjukkan pada Gambar. S3 dan S4. Hal ini menunjukkan bahwa hasil dari komponen reduktif dari batubara NMG jauh lebih tinggi daripada batubara SH. Kemudian NO dapat di reduksi habis sampai batas tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan NO pada pembakaran batubara NMG. Jika suhu terus meningkat, reaksi reduksi NO akan ditingkatkan pada udara O2 / CO2 karena efek gasifikasi. Besarnya reduksi NO mungkin bisa melebihi tingkat pembentukan NO saat suhu lebih dari 1200 C, dan konsentrasi NO dapat menjadi lebih rendah. Namun, hal ini tidak ditinjau dalam makalah ini karena batas-batas ruang bakar (tabung kaca kuarsa tidak dapat digunakan untuk waktu yang lama di atas 1.200 C). Selain itu, pada kondisi yang sama semua emisi gas NO dari batubara SH lebih tinggi dari emisi yang dihasilkan batubara NMG. Dari analisis akhir di Table 1, diketahui bahan bakar Nitrogen batubara SH lebih tinggi dari batubara NMG. Konsentrasi nitrogen dalam batubara merupakan faktor penting yang mempengaruhi emisi NO. Selain itu, volatilitas batubara NMG lebih tinggi, dibandingkan dengan batubara SH. Selama senyawa volatil melepaskan CO yang lebih, hidrokarbon ringan, dan NOx dilepaskan. Proses pelepasan lebih cepat untuk batubara NMG dari batubara SH. Hal ini juga dapat dilihat dari Gambar. S3 dan S4. Tingkat maksimum pelepasan CO muncul di sekitar 768 C dan 765 C untuk batubara SH dan NMG. Hal ini lebih signifikan untuk NH3, yang muncul di sekitar 758 C dan 738 oC pada batubara SH dan NMG secara terpisah. Oleh karena itu, ada kemungkinan lebih untuk NO, yang terbentuk selama fase pembakaran menjadi berkurang, dan dengan demikian tidak ada emisi yang lebih rendah untuk batubara NMG. Dapat disimpulkan bahwa adanya CO2 akan lebih menguntungkan untuk batubara dengan volatiltas yang lebih tinggi pada reduksi NO. Mekanisme yang disederhanakan ditunjukkan sebagai berikut:

NO + CO N2 + CO22NO +Chi N2 + CO + OH + NO + HCN/CH3 N2 + NO + arang N2 + 3.2 Pengaruh Perbandingan StoikiometriPrekursor NOx seperti HCN dan NHi yang dilepaskan selama pembakaran dapat teroksidasi menjadi NOx dengan bereaksi dengan O2 atau radikal bebas seperti O dan OH. Sementara itu, reaksi reduksi antara NOx dan prekursor juga terjadi, dimana NOx di reduksi menjadi N2. Oleh karena itu, perbandingan stoikiometri (SR) adalah parameter penting untuk mengontrol emisi NOx.Pengaruh perbandingan stoikiometri emisi NO dapat dilihat pada Gambar. 3, di bawah kondisi operasi 30% O2 / 70% CO2 dan 1000 C. Dengan meningkatnya SR 0,6-1,4, baik batubara NMG dan batubara SH menunjukkan tren yang sama yang meningkatkan emisi NO awalnya sebelum k = 1,2 dan berkurang sesudahnya sekitar k = 1,4. Di bawah kondisi pembakaran yang kaya bahan bakar, konsentrasi oksigen dalam jumlah yang tidak memadai dan besar gas reduktif seperti CO dan CH4 yang dihasilkan (lihat Gambar. S5), yang menekan konversi dari bahan bakar N ke NO, dan dengan demikian rasio konversi nitrogen rendah . Dengan meningkatnya SR, ada kemungkinan lebih untuk prekursor untuk teroksidasi, dan tidak ada emisi meningkat. Dalam pembakaran bahan bakar dengan bahan bakar terbatas, ketika SR melebihi 1,2, rasio batubara menjadi rendah dibanding inlet gas menyebabkan kandungan NO dalam gas buang rendah. Di sisi lain, rasio konversi NO meningkat secara menoton dengan SR di bawah pembakaran yang kaya bahan bakar maupun yang sedikit bahan bakar, karena meningkatnya jumlah oksigen.3.3 Pengaruh konsentrasi inlet OksigenKonsentrasi oksigen memiliki pengaruh signifikan terhadap emisi NO, yang terdapat pada Gambar. 4. SR dengan k = 1,2 dan suhu semua 1000 C. Dalam semua kasus, tidak ada gas buang meningkat pada awal konsentrasi inlet oksigen dan kemudian menurun sedikit ketika konsentrasi oksigen melebihi 30%. Dengan meningkatnya konsentrasi oksigen, suhu api meningkat, meningkatkan pembentukan NO. Konsentrasi CO2 menurun menyebabkan CO terbentuk dalam gas buang, yang mengganggu proses reduksi gas NO. NOx prekursor dan senyawa radikal reduktif tertentu seperti CHi cenderung dioksidasi dalam konsentrasi oksigen yang lebih tinggi. di sisi lain, reaksi antara oksigen dan arang N juga meningkatkan kandungan NO.Namun, ketika konsentrasi oksigen melebihi 30%, baik emisi NO dan CR menurun, terutama untuk CR. Keberadaan NO dan O2 akan meningkatkan pembentukan N2O dan mekanisme ditunjukkan sebagai berikut.NCO + NO N2O + CO NH + NO N2O + H HCN + O NCO + H NO + (-N) N2O NO + (-CNO) N2O + (-CO)N2O dapat direduksi secara homogen menjadi N2 oleh CO dan juga dapat dibuang melalui beberapa reaksi homogen dan heterogen lainnya:N2O + H N2 + OH N2O + OH N2 + HO2 N2O + (-C) padat N2 + CO2N2 O + (-CO)padat 2N2 + 2COkecenderungan penurunan signifikan untuk CR, karena kemungkinan bahwa bagian-bagian dari bahan bakar N dikonversi ke N2 melalui saluran reaksi atas ketika konsentrasi oksigen melebihi 30%. Gambar. 4 menunjukkan bahwa CR memiliki 40% konsentrasi oksigen bahkan lebih rendah 15% untuk kedua sampel batubara. Namun, semua emisi NO menurun sedikit ketika konsentrasi oksigen melebihi 30%, karena efek dilusi yang lebih rendah disebutkan sebelumnya.3.4 Pengaruh Ukuran Partikel BatubaraNOx dapat dihasilkan dari pembakaran homogen yang volatil dan pembakaran heterogen arang. Ukuran partikel batubara memiliki pengaruh signifikan terhadap emisi NOx dalam kondisi yang berbeda. Gambar. 5 dapat dilihat pengaruh ukuran partikel pada NO emisi di O2 / CO2 pembakaran, di bawah kondisi operasi k = 1,2, 30% O2 / 70% CO2, 21% O2 / 79% CO2 dan 1000 C. Ada kecenderungan yang sama untuk konsentrasi oksigen inlet yang berbeda yang meningkatkan emisi NO dengan penurunan ukuran partikel batubara. Analisis komposisi kimia sampel batubara dengan ukuran yang berbeda dapat dilihat dalam Tabel 2, 3.4.1. Pengaruh ukuran partikel batubara pada reaksi homogenPenelitian menunjukkan bahwa emisi NOx dari reaksi homogen menunjukkan korelasi linear dengan kandungan nitrogen dalam batubara mentah. Sementara itu, dengan penurunan ukuran partikel batubara, suhu api meningkat, yang meningkatkan pembentukan NO. Selain itu, dengan penurunan ukuran partikel batubara, suhu material yang volatile meningkat, dan jumlah gas pirolisis ini seperti CH4, NH3 dan HCN meningkat secara signifikan. Gambar. S6 mencerminkan hubungan antara ukuran partikel batubara dan hasil dari NH3. Pada dasarnya, jumlah NH3 meningkat dengan penurunan ukuran partikel. Masalah volatile cenderung akan teroksidasi oleh oksigen di bawah kondisi pembakaran dengan udara berlebih (fuel-lean), mengkonversi menjadi NO. Dengan kata lain, semakin kecil ukuran partikel, semakin tinggi kemungkinan terbentuknya emisi yang dilepaskan dari arang yang dioksidasi. Dengan ukuran sampel yang meningkat, suasana menjadi lebih reduktif, karena laju pembakaran menjadi lambat, dan tertunda titik pengapiannya. Ini akan sangat membantu untuk mengurangi emisi NOx. Kita dapat menarik kesimpulan bahwa penurunan ukuran partikel batubara tidak menguntungkan bagi reduksi gas NO yang homogen dalam kondisi pembakaran dengan udara berlebih (fuel-lean). Namun, pengaruh ukuran partikel batubara akan benar-benar berbeda di bawah kondisi pembakaran yang kaya bahan bakar (fuel-rich). Hal ini karena ketika oksigen tidak cukup, dapat mengurangi pembentukan NO. Selain itu, pirolisis gas semakin mudah akan mereduksi NO.3.4.2. Pengaruh ukuran partikel batubara pada reaksi heterogen

Dengan penurunan ukuran partikel batubara, pelepasan zat volatile akan jauh lebih intens. Dengan demikian permukaan menjadi lebih rata dan kasar, yang membuat luas permukaan bahan menjadi jauh lebih besar. Kereaktifan yang tinggi akibat kondisi permukaan arang terbeut akan menguntungkan dalam mereduksi heterogen NO. Untuk membuktikannya dilakukan penelitian terhadap struktur pori batu bara serbuk yang diginakan dalam pembakaran. Percobaan adsorpsi N2 dilakukan untuk mempelajari karakteristik tekstur dari karakter batubara, disajikan pada Gambar. S7. Kedua daerah permukaan dan volume pori spesifik meningkat secara signifikan dengan peningkatan suhu pirolisis. Pori-pori karakter batubara dari atmosfer CO2 lebih banyak daripada dari N2 karena efek gasifikasi. Oleh karena itu, reduksi heterogen NO menjadi lebih penting dalam metode pembakaran dengan O2/CO2.Kedua, pelepasan N volatile dari partikel batu bara kecil selanjutnya akan dioksidasi menjadi NO, yang membuat konsentrasi NO sekitar permukaan batubara terlihat lebih tinggi dari partikel batubara yang lebih besar. Hal ini dapat diuji dari hasil NO selama pirolisis batubara bubuk serbuk dengan udara CO2, yang ditunjukkan pada Gambar. S8. Hal ini jelas bahwa dengan penurunan ukuran partikel, jumlah NO meningkat secara signifikan dari 67 ppm menjadi 76 ppm. Visona dan Stanmore memperkirakan bahwa konversi char N ke NO menurun secara linear dengan meningkatnya NO diluar, yang dinyatakan sebagai tekanan parsial NO dalam model partikel tunggal. Spinti dan Pershing juga menemukan hasil yang sama bahwa sebagai NOx awal naik, konversi jelas char N ke NOx menurun drastis, karena jumlah besar NOx dikurangi untuk N2. Oleh karena itu, dengan penurunan ukuran partikel batubara, tidak ada pengingaktan tekanan parsial dan konsentrasi NO awal sekitar permukaan partikel batubara sehingga dapat membantu reduksi NO.Ketiga, selama proses pelepasan arang N, beberapa pertemuan nitrogen yang dilepas dengan oksigen, membentuk NO yang tersebar dipartikel. Bagian dari yang dihasilkan NO akan lolos dari partikel sementara yang lain akan terus berdifusi ke partikel. Penurunan heterogen NO berkaitan erat dengan struktur pori dan permukaan pori partikel arang. Permukaan pori-pori dimensi fraktal dihitung dari small-angle X- ray scattering (SAXS) eksperimen (DSAXS) yang diterapkan untuk menganalisis permukaan pori partikel batubara serbuk. Struktur pori dimensi fraktal yang diperoleh dari distribusi ukuran pori (DPSD) yang digunakan untuk menganalisis struktur pori. Prosedur percobaan spesifik dijelaskan secara rinci sebelumnya. Pengaruh ukuran partikel pada dimensi fraktal sampel NMG dapat dilihat pada Gambar. S9 dalam materi Tambahan dan hasil akhir dirangkum dalam Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa dengan penurunan ukuran partikel batubara, saluran untuk transportasi gas reaktan (dimensi fraktal permukaan pori kecil) menjadi halus dan sederhana (struktur pori yang lebih kecil dimensi fraktal). Hambatan perpindahan massa berkurang, yang memudah untuk transportasi gas. Selain itu, dengan penurunan ukuran partikel, baik volume pori dan pori luas permukaan spesifik meningkat secara signifikan, menyediakan celah yang lebih aktif yang akan menaikkan reaksi reduksi arang / NO. Oleh karena itu, reduksi heterogen lebih signifikan untuk ukuran partikel batubara yang lebih kecil, yang menguntungkan untuk mereduksi NO, dalam kondisi apapun (bahan bakar udara berlebih ataupun pembakaran bahan bakar yang kaya).Gambar. 5 menunjukkan bahwa di bawah pembakaran bahan bakar yang terbatas, ada kecenderungan menurun untuk CR dengan peningkatan ukuran partikel batubara. Hal ini karena kondisi pembakaran tersebut di bawah bahan bakar, dengan penurunan ukuran partikel, proporsi yang lebih besar dari N volatile yang dilepaskan dikonversi menjadi NO, yang membuat CR meningkat. Meskipun partikel batubara yang lebih kecil namun memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mereduksi NO secara heterogen , fraksi konversi N volatile dan NO mungkin lebih tinggi dari fraksi reduksi arang N pada pembakaran batubara serbuk. Oleh karena itu, total CR dan NO emisi masih meningkat dengan penurunan ukuran partikel batubara dibawah pembakaran bahan bakar yang terbatas, N yang mudah menguap didominasi dengan konversi NO. Namun, hal ini masih kontroversial, dan perlu penelitian lebih lanjut.Kesimpulannya, dalam kondisi pembakaran bahan bakar terbatas, dengan penurunan ukuran partikel batubara, NO volatile meningkat, sehingga CR nitrogen lebih besar dan emisi NO akhir yang lebih tinggi. Namun, di bawah pembakaran yang kaya bahan bakar, lebih banyak terjadi reduksi NO volatil dan kemampuan yang lebih baik dari reduksi heterogen arang NO dapat diperoleh dari batu bara serbuk yang lebih kecil, yang menguntungkan untuk mengontrol emisi NO. Kita bisa menarik kesimpulan bahwa batubara serbuk tidak memiliki keuntungan jelas dalam mengurangi emisi NO dalam kondisi pembakaran normal. Namun, setelah dikombinasikan dengan teknologi pembakaran rendah NO tertentu, seperti pembakaran bertahap, pembakaran ulang bahan bakar dan resirkulasi gas buang, batu bara serbuk akan menunjukkan keuntungan yang signifikan, tidak hanya dalam performa pembakaran tetapi juga control emisi NO.

4. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian maka, dapa disimpulkan :1. Dengan meningkatnya suhu, baik emisi NO dan rasio konversi NO juga menigkat. Semakin tinggi kandungan nitrogen dalam batubara yang sudah lama, semakin NO akan dilepaskan dari batubara.2. Dengan meningkatnya rasio stoikiometrik, emisi NO meningkat awalnya sebelum k = 1,2 dan berkurangh sesudahnya sekitar k = 1,4.rasio konversi NO meningkat secara monoton dengan rasio stoikiometri bawah kedua kondisi pembakaran bahan bakar yang terbatas dan kaya bahan bakar.NO (mg / m3) @ 6% O2Konversi (%) NO (mg / m3) @ 6% O2Konversi (%)3. Konsentrasi oksigen memiliki pengaruh signifikan terhadap emisi NO. Kandungan gas buang NO meningkat awalnya dengan konsentrasi oksigen inlet, dan kemudian menurun sedikit oksigen melebihi 30%.4. Dengan penurunan ukuran partikel batubara, saluran untuk transportasi gas reaktan menjadi lebih halus (permukaan pori lebih kecil dimensi fraktal) dan sederhana (struktur pori yang lebih kecil dimensi fraktal).5. Penurunan ukuran partikel batubara tidak menguntungkan untuk reduksi homogen NO dalam kondisi pembakaran bahan bakar terbatas, sedangkan bubuk halus batu bara dapat menghambat homogen pembentukan NO di bawah kondisi pembakaran yang kaya bahan bakar. Penurunan heterogen lebih signifikan untuk ukuran partikel batubara yang lebih kecil, yang menguntungkan untuk mengurangi NO baik pada yang kaya bahan bakar maupun yang terbatas.