KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM Dilengkapi dengan ...repository.uinjambi.ac.id/4710/1/Kapita Selekta...
Transcript of KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM Dilengkapi dengan ...repository.uinjambi.ac.id/4710/1/Kapita Selekta...
-
KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM Dilengkapi dengan UU No. 14 2005
Tentang Guru dan Dosen
Dr. Drs. H. Kemas Imron Rosadi, M.Pd.
Penerbit SUKABINA Press
KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM Dilengkapi dengan UU No. 14 2005 Tentang Guru dan Dosen Penulis : Dr. Drs. H. Kemas Imron Rosadi, M.Pd.
ISBN : 978-602-6277-03-9
Tata Letak : Sari Jumiatti
Desain Sampul : Liansyahmora Nst
Penerbit : SUKABINA Press Jl. Prof. Dr. Hamka No. 29 Tabing - Padang Telp. / Fax : (0751) 7055660 E-mail : [email protected]
Cetakan pertama, September 2016 Cetakan kedua, September 2017 Cetakan ketiga, Oktober 2019 Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
-
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipersembahkan ke hadirat Allah SWT.,
karena berkat taufik dan hidayah-Nya, buku yang berjudul
KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM ini dapat di-
hadirkan ke tangan pembaca yang budiman. Shalawat dan
salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.
Kehadiran buku ini selain ditujukan untuk ikut serta
mengembangkan studi pendidikan Islam dan menyediakan
bahan perkuliahan yang dibutuhkan oleh para mahasiswa,
juga dalam rangka memberikan kontribusi bagi pemecahan
problematika pendidikan Islam di Indonesia.
Sebagai sebuah proses yang berlangsung secara cepat
dan dinamis pendidikan Islam termasuk yang paling banyak
menghadapi problematika. Berbagai aspek yang terkait de-
ngan kegiatan pendidikan Islam. Demikian pula tentang per-
hatian dan kesungguhan pihak pemerintah dan masyarakat
dalam ikut serta mengatasi permasalahan pendidikan sebagai-
mana tersebut di atas, juga masih merupakan persoalan yang
belum terpecahkan.
Kehadiran buku ini antara lain mencoba memberikan
gambaran tentang peta permasalahan pendidikan Islam ter-
sebut serta sekaligus menawarkan alternatif pemecahannya.
Oleh karena itu, penulis yakin kehadiran buku ini akan
membantu para perencana dan pelaksana pendidikan Islam di
Indonesia.
Namun demikian, diyakini bahwa tulisan ini masih jauh
dari sempurna. Disana sini masih terdapat kekurangan dan
kelemahan, baik dari segi isi, maupun dari segi hubungan
vi
antara pokok bahasan dan pokok bahasan lainnya. Hal ini bisa
terjadi mengingat bahan-bahan yang dihimpun dalam buku
ini merupakan kumpulan tulisan yang pernah disampaikan
dalam berbagai kesempatan seminar, diskusi, loka karya dan
sebagainya.
Menyadari hal demikian itu, penulis berharap kiranya
pembaca dapat memberikan saran dan kritik guna perbaikan
dan penyempurnaan buku ini pada edisi berikutnya. Akhirnya
kita berdoa, mudah-mudahan upaya ini menjadi amal ibadah
yang diridhai Allah SWT. Amin.
Jambi, Oktober 2019
Dr. H. Kemas Imron Rosadi, M.Pd
-
vii
PENDAHULUAN
Secara historis pertumbuhan dan perkembangan pen-
didikan Islam di Indonesia sangat terkait erat dengan kegiatan
dakwah Islamiyah. Pendidikan Islam berperan sebagai me-
diator di mana ajaran Islam dapat disosialisasikan kepada
masyarakat dalam berbagai tingkatannya. Melalui pendidikan
inilah, masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati
dan meng-amalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-
Qur'an dan Al-Sunnah. Sehubungan dengan itu tingkat ke-
dalaman pemahaman, penghayatan dan pengalaman masya-
rakat terhadap ajaran Islam amat tergantung pada tingkat
kualitas pendidikan Islam yang diterimanya. Pendidikan Islam
tersebut berkembang setahap demi setahap hingga mencapai
tahapan seperti sekarang.
Bertolak dari kerangka tersebut di atas, maka pen-
didikan Islam di Indonesia seringkali berhadapan dengan ber-
bagai problematika yang tidak ringan. Diketahui bahwa se-
bagai sebuah sistem pendidikan Islam mengandung berbagai
komponen yang antara satu dan lainnya saling berkaitan.
Komponen pendidikan tersebut meliputi landasan, tujuan,
kurikulum, kompetensi dan profesionalisme guru, pola hu-
bungan guru murid, metodologi pembelajaran, sarana pra-
sarana, evaluasi, pembiayaan dan lain sebagainya. Berbagai
komponen yang terdapat dalam pendidikan ini seringkali
berjalan apa adanya, alami dan tradisional, karena dilakukan
tanpa perencanaan konsep yang matang. Akibat dan keadaan
demikian, maka mutu pendidikan Islam seringkali menunjuk-
kan keadaan yang kurang menggembirakan.
viii
Landasan dan dasar pendidikan Islam yaitu al-Qur'an
dan al-Sunnah belum benar-benar digunakan sebagaimana
mestinya. Hal ini sebagai akibat belum adanya sarjana dan
pakar di Indonesia secara khusus mendalami pemahaman al-
Qur'an dan al-Sunnah dalam perspektif pendidikan Islam.
Ummat Islam belum banyak mengetahui tentang isi kan-
dungan al-Qur'an dan al-Sunnah yang berhubungan dengan
pendidikan secara baik. Akibatnya pelaksanaan pendidikan
Islam belum berjalan di atas landasan ajaran Islam itu sendiri.
Sebagai akibat dari kekurangan tersebut di atas, maka
tujuan dan visi pendidikan Islam juga masih belum berhasil di
rumuskan dengan baik. Tujuan pendidikan Islam seringkali
diarahkan untuk menghasilkan manusia-manusia yang hanya
menguasai ilmu Islam saja, dan visinya diarahkan untuk
mewujudkan manusia yang shaleh dalam arti yang taat
beribadah dan gemar beramal untuk tujuan akhirat. Akibatnya
dari keadaan yang demikian ini, maka lulusan pendidikan
Islam hanya memiliki kesempatan dan peluang yang terbatas,
yaitu hanya sebagai pengawal moral bangsa. Mereka tidak
mampu bersaing dan tidak mampu merebut peluang dan
kesempatan yang tersedia dalam memasuki lapangan kerja.
Akibat lebih lanjut lulusan pendidikan Islam semakin ter-
marginalkan dan tak berdaya. Keadaan yang demikian me-
rupakan masalah besar yang perlu segera diatasi, lebih-lebih
lagi jika dihubungkan dengan adanya persaingan yang makin
kompetitif pada era globalisasi.
Permasalahan tersebut di atas, semakin diperparah oleh
tidak tersedianya tenaga pendidikan Islam yang profesional,
yaitu tenaga pendidik yang selain menguasai materi ilmu yang
diajarkannya secara baik dan benar, juga harus mampu
-
ix
mengajarkannya secara efisien dan efektif kepada para siswa,
serta harus pula memiliki idealisme. Para pendidik muslim
secara umum belum dapat dikatakan profesional. Hal ini
diakibatkan oleh adanya sumber daya pendidik yang rata-rata
di bawah kategori bibit unggul, serta lebih didasarkan pada
motivasi keagamaan, dan bukan kompetensi profesional. Para
pendidik muslim banyak yang berasal dari lembaga-lembaga
non keguruan. Mereka itu direkrut menjadi tenaga pendidik
karena alasan kebutuhan atau alasan-alasan lain yang sifatnya
jauh dari pertimbangan akademik dan kompetensi profesional.
Berbagai upaya untuk meningkatkan kompetensi profesi-
onalitas pendidik melalui penataran, pelatihan, seminar, dan
sebagainya masih belum menunjukkan hasil yang diharapkan,
mengingat berbagai kegiatan tersebut sering melenceng dari
tujuan dan sasarannya yang diharapkan. Upaya lainnya yang
dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru adalah melalui
program Penyetaraan Diploma II (DII), Program Diploma III
(DIII) dan Program Strata Satu (S1) yang diselenggarakan leh
Departemen Agama pada sepuluh tahun terakhir ini, juga
belum banyak diharapkan mampu meningkatkan kualitas
guru. Mengingat kurang adanya motivasi untuk meningkat-
kan pengetahuannya serta kurang adanya dukungan sarana
dan prasana dan kualitas dan kuantitas para dosennya.
Berbagai solusi terhadap permasalahan tersebut di-
tawarkan dalam buku ini dengan harapan dapat menjadi
bahan renungan, perbandingan atau mungkin dapat di-
gunakan. Namun, buku ini tidak diasumsikan suatu kerangka
teori tertentu yang akan diuji kebenaran dan validitasnya.
Yang dilakukan dalam buku ini adalah mencoba mengamati
permasalahan yang terdapat dalam pendidikan Islam, kemu-
x
dian mencarikan solusinya. Yaitu memaparkan masalah
dengan dukungan oleh sumber yang otoritatif kemudian
menganalisa menurut ilmu pendidikan Islam.
-
xi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................. v
PENDAHULUAN .................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................. ix
BAB 1 Prinsip Pendidikan Islam Sebagai Disiplin
Ilmu ........................................................................... 1
BAB 2 Pembangunan Pendidikan Islam dan Antisipasi
Perkembangan IPTEK ............................................. 12
BAB 3 Pendidikan Agama, Sarana, Fasilitas dan Ling-
kungan Pendidikan ................................................. 26
BAB 4 Politik Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam
di Indonesia .............................................................. 51
BAB 5 Mensiasati Kekurangan Jam Pelajaran Agama
di Sekolah-sekolah .................................................. 65
BAB 6 Pro-Kontra Tentang Perlu Tidaknya Pen-
didikan Seks bagi Para Remaja ............................. 76
BAB 7 Kode Etik Profesi Guru dalam Konteks
Peningkatan Mutu Pendidikan ............................ 84
BAB 8 Pendidikan Agama dan Moral dalam Perspektif
Global ....................................................................... 96
BAB 9 Etika, Moral, Budaya dan Kaidah Agama
sebagai Perekat Persatuan dan Kesatuan
Bangsa ...................................................................... 112
BAB 10 Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Kuri-
kulum ........................................................................ 121
BAB 11 Penutup .................................................................... 147
BAB 12 UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen ........................................................................ 149
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 196
xii
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 1
BAB 1 PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM
SEBAGAI DISIPLIN ILMU
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sumber utama
pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu adalah kitab suci Al-
Qur'an dan Sunnah Rasulullah s.a.w. serta pendapat para
sahabat dan ulama/ilmuwan muslim sebagai tambahan.
Sebagai disiplin ilmu, pendidikan Islam bertugas pokak
mengilmiahkan wawasan atau pandangan tentang ke-
pendidikan yang terdapat di dalam sumber-sumber pokoknya
dengan bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama/
ilmuwan muslim. Dalam sumber-sumber pokok itu terdapat
bahan-bahan fundamental yang mengandung nilai kepen-
didikan atau implikasi-implikasi kependidikan yang masih
berserakan. Untuk dibentuk menjadi suatu ilmu pendidikan
Islam, bahan-bahan tersebut perlu disistematisasikan dan
diteorisasikan sesuai dengan kaidah (norma-norma) yang
ditetapkan dalam dunia ilmu pengetahuan.
Dunia ilmu pengetahuan yang akademik telah menetap-
kan norma-norma, syarat-syarat dan kriteria-kriteria yang
harus dipenuhi oleh suatu ilmu yang ilmiah. Persyaratan
keilmuan yang ditetapkan itu nampak bersifat sekuler, dalam
arti bahwa mengilmiahkan suatu pandangan/konsep dalam
banyak seginya, yang melibatkan nilai-nilai ke-Tuhanan di-
pandang tidak rasional, tapi metafisik dan tidak dapat
dijadikan dasar pemikiran sistematis dan logis. Nilai-nilai
ketuhanan berada di atas nilai keilmiahan dari ilmu penge-
tahuan. Agama adalah bukan ilmu pengetahuan, karena
2 Kapita Selekta Pendidikan Islam
bukan ciptaan budaya manusia, Agama adalah wahyu Tuhan
yang diturunkap, kepada umat manusia melalui Rasul-
rasulnya untuk dijadikan pedoman hidup yang harus diyakini
kebenarannya.
llmu pengetahuan pendidikan Islam pada khususnya
tersusun dari konsep-konsep dan teori-teori yang disistema-
tisasikan menjadi suatu kebulatan yang terdiri dari komponen-
komponen yang satu sama lain saling berkaitan.
Teori tersebut dijadikan pedoman untuk melaksanakan
proses kependidikan Islam itu. Antara teori dengan proses
operasionalisasi saling berkait, yang satu sama lain saling
menunjang bahkan saling memperkokoh.
Sebagai suatu disiplin ilmu, pendidikan Islam merupa-
kan sekumpulan ide-ide dan konsep-konsep intelektual yang
tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan.
Jadi mengalami dan mengetahui merupakan pengokoh awal
dari konseptualisasi manusi yang berlanjut kepada terbentuk-
nya ilmu pengetahuan itu. Untuk itu Adam diajar nama-nama
benda terlebih dahulu sebagai dasar konseptual bagi pem-
bentukkan ilmu pengetahuannya.
Dengan kata lain, ilmu pendidikan Islam harus ber-
tumpu pada gagasan-gagasan yang dialogis dengan penga-
laman empiris yang terdiri atas fakta atau informasi untuk
diolah menjadi teori yang valid yang menjadi tempat ber-
pijaknya suatu ilmu pengetahuan yang ilmiah. Dengan
demikian maka ilmu pendidikan Islam dapat dibedakan
antara ilmu pendidikan teoritis dan ilmu pendidikan praktis.
Justru IPI menuntut adanya teori yang dijadikan pedoman
operasional dalam lapangan praktek pendidikan.
Pengetahuan kita ten tang apa, bagaimana dan sejauh
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 3
mana pandangan Islam tentang kependidikan yang ber-
sumberkan Al-Qur'an, dapat kita jadikan bahan merumuskan
konsepsi pendidikan Islam teoritis dan praktis yang dapat
dilaksanakan (feasable) dalam lapangan operasional.
Ada tiga komponen dasar yang harus dibahas dalam
teori pendidikan Islam yang pada gilirannya dapat dibuktikan
validitasnya dalam operasionalisasi. Tiga komponen dasar itu
ialah:
1) Tujuan pendidikan Islam harus dirumuskan dan ditetapkai
secara jelas dan sama bagi seluruh umat Islam sehingga
bersifat universal. Tujuan pendidikan Islam adalah yang
azasi karena ia sebegitu jauh menentukan corak metode
dan materi (content) pendidikan Islam. Namun metode dan
content itu bukanlah kurang pentingnya, karena antara
tiga komponen tersebut saling berkaitan dalam proses
pencapaian tujuan Islam.
Meskipun tujuan pendidikan itu beridealitas tinggi,
bila metode dan materinya tidak memadai, maka proses
kependidikan tersebut akan mengalami kegagalan. Oleh
karena itu suatu tujuan pendidikan tidak akan dapat
berwujud dalam satu proses yang kedap metode dan
content.
Jikalau pendidikan Islam menetapkan tujuan yang
berbeda-beda menurut idealitas kultural masyarakat
masing-masing, maka manusia ideal menurut citra Islam
yang bernilai universal tak akan dapat mencerminkan
hakikat Islam sebagai way of life. Manusia muslim yang
diidamkan oleh umat Islam akan berkualitas moral dan
ideal yang berbeda-beda pula. Padahal Islamic way of life
telah ditetapkan oleh ajaran Al Qur'an di mana ilmu
4 Kapita Selekta Pendidikan Islam
pendidikan Islam harus mengacu kepadanya.
Tujuan pendidikan Islam yang universal itu telah
dirumuskan dalam Seminar Pendidikan Islam se-Dunia di
Islamabad pada tahun 1980 yang disepakati oleh seluruh
ulama ahli pendidikan Islam dari negara-negara Islam.
Rumusan tersebut mencerminkan idealitas Islami seperti
terkandung di dalam Al-Qur'an. Dalam bab terdahulu
telah saya kemukakan rumusan tersebut.
Sebagai essensianya tujuan pendidikan Islam yang
sejalan dengan tuntutan Al-Qur'an itu tidak lain adalah
sikap penyerahan diri secara total kepada Allah SWT.,
yang telah kita ikrarkan dalam shalat kita sehari-hari.
)162ِإن َصَالِيت َوُنُسِكي َوَحمَْياَي َوَممَاِيتِ ِهللا َرب اْلَعاَلِمَني (االنعم:
"Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam." (al-An'am: 162)
Dengan demikian kita tidak menghendaki rumusan-
rumusan lain yang ditetapkan oleh para ahli pikir yang
orientasinya tidak mengacu kepada petunjuk Al-Qur'an.
Bagi umat Islam, Al-Qur'an adalah kriterium dasar yang
dipakai untuk menetapkan segala hal yang bercorak
Islami.
Bertolak dari konsepsi Al-Qur'an, bahwa Islam
adalah agama yang sesuai dengan watak alamiah manusia,
sehingga bila manusia dididik dengan Islam tidak
bertentangan dengan kecenderungan dan bakat-bakat
kemampuannya, maka prinsip-prinsip ajaran Al-Qur'an
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 5
tidaklah bertentangan dengan prinsip-prinsip dari teori
pendidikan umum. Elemen dasar yang bertentangan
dengan ajaran Al-Qur'an, bila teori-teori pendidikan itu
didasarkan atas filsafat pragmatisme atau ateisme, yang
menafikan nilai-nilai ketuhanan dan moralitas Ilahi.
2) Metode pendidikan Islam yang kita ciptakan harus
berfungsi secara efektif dalam proses pencapaian tujuan
pendidikan Islam itu. Komprehensivitas daripada tujuan
pendidikan itu harus paralel dengan keanekaragaman
metode, mulai dari metode verbalistik-simbolisme sampai
kepada berinteraksi langsung dengan situasi belajar-
mengajar, misalnya kegiatan belajar dengan berdiskusi
atau soal-jawab dengan guru.
Metode yang dipakai dalam proses kependidikan
Islam bertumpu pada paedosentrisme, di mana kemampu-
an fitrah manusia dijadikan pusatnya proses kependidikan.
Sebagai ilustrasi, metode pendidikan yang diterapkan oleh
Ibnu Sina di rumah sakit Muristan secara learning team
yang bertingkat menurut kemampuan yang seragam.
Metode ini adalah learning by doing dalam ilmu kedokteran.
Bila tim pertama yang ditugaskan untuk menyelesaikan
studi tentang jenis penyakit beserta pengobatannya gagal,
maka tim pertama menyerahkan kepada tim kedua,
berturut-turut kepada tim-tim berikutnya. Bila semua tim-
tim itu tidak dapat mengerjakan secara tuntas tugas yang
diberikan maka barulah Ibnu Sina turun tangan, menun-
jukkan atau mengajarkan ilmu pengetahuan yang ber-
kaitan disertai dengan praktek sekaligus. Metode demikian
mendorong anak didijk untuk melakukan problem solving
dengan cara trial and error yang semakin meningkatkan
6 Kapita Selekta Pendidikan Islam
pengetahuan mereka ke arah penemuan validitas penge-
tahuannya. Guru mengesahkan dan mentahqiqkannya
pada daur terakhir.
Metode Islami atau Qur'ani hikmah dan mau'idhah
al-hasanah serta mujadalah yang paling baik, menuntut
kepada pendidik untuk berorientasi kepada educational
needs dari anak didik, di mana faktor human nature yang
potensial tiap pribadi anak dijadikan sentrum proses
kependidikan sampai kepada batas maksimal per-
kembangannya. Misalnya, mengajar sesuai dengan tingkat
kemampuan kejiwaannya, memberi contoh teladan yang
baik, mendorong dan memotivasi, targhieb dan tarchieb,
mendorong kreativitas dalam berfikir, menciptakan
suasana belajar-mengajar yang favorable, (di waktu marah
atau sesak dada guru tidak boleh mengajar), dan lain-lain
metode yang dipraktekkan oleh para ulama guru, ahli
pikir, filusuf Islam yang dapat kita pelajari dalam sejarah
pendidikan Islam.
3) Irama gerak yang harmonis antara metode dan tujuan
pendidikan dalam proses akan mengalami vakum bila
tanpa kehadiran nilai atau idea. Oleh karena itu content
pendidikan Islam menjadi conditio sine qua non dalam
proses tersebut. Secara prinsipal content yang diwujudkan
sebagai kurikulum, mengandung makna sebagai petunjuk
(baik bagi guru maupun murid) ke arah pengembangan
kualitas hidup manusia selaku khalifah di atas bumi, yang
memiliki kepribadian yang utuh dalam hidup mental-
rohaniah (iman dan takwa) dan material-jasmaniah
(kemampuan jasmaniah yang tinggi) yang seimbang dan
serasi. Konsepsi Al-Qur'an tentang ilmu pengetahuan,
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 7
tidak mem-beda-bedakan antara ilmu pengetahuan agama
dan umum. Kedua jenis ilmu pengetahuan itu merupakan
kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, karena semua
ilmu adalah merupakan manifestasi dari ilmu penge-
tahuan yang satu yaitu ilmu pengetahuan Allah. Oleh
karena itu dalam Islam tidak dikenal adanya ilmu
pengetahuan yang religus dan non-religius (sekuler).
Firman-firman Allah yang menunjukkan bahwa
semua ilmu pengetahuan berasal dari Allah ialah seperti
tercantum dalam Surat Al-rahman, 1-4 (Allah mengajarkan
Al-Qur'an dan bahasa), Al-Baqarah, 31. (mengajarkan
nama-nama benda dan segala sesuatu), Al-Alaq, 4-5
(mengajarkan ilmu pengetahua yang tidak ia ketahui), Al-
Baqarah, 282. (Allah mengajarkan tentang administrasi dan
pembukuan keuangan), Allah mengajarkan tentang bagai-
mana berpikir, mengamati, merenungkan gejala alamiah
untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang beraneka
ragam dan sebagainya dalam banyak ayat-ayat Al Qur'an.
Klasifikasi ilmu pengetahuan yang ditetapkan oleh
para filusuf Islam seperti Al-Farabi, Ibnu Khaldun, Ibnu
Sina menun jukkan bahwa ilmu pengetahuan Islam, baik
yang palin eksternal sekalipun memiliki ciri sakral, selama
ilmu itu setia kepada prinsip-prinsip kewahyuan, karena
semua ilmu pengetahuan bersumber dari firman Allah
seperti yang dinyatakan dalam wahyu pertama yang
diturunkan kepada Rasulullah dalan Surat Al-Alaq, 1- 5
(Sayyid Hosein Nasr, 1970, 64).
Al-Farabi mengklasifikasikan ilmu pengetahuan
menjadi Ilmu Bahasa; Ilmu Logika; Ilmu Pengetahuan
tingkat persiapan Ilmu Kealaman; Metafisika; Ilmu Ke-
8 Kapita Selekta Pendidikan Islam
masyarakatan, beserta perincian masing-masing. Sedang-
kan Ibnu Khaldun juga mengklasifikasikan sains Islami itu
menjadi: Sains filusufis beserta perinciannya, dan Sains
yang ditranmisikan beserta perinciannya (yang berupa
ilmu-ilmu agama). Perincian sains tersebut dapat dilihat
dalam buku Science and Civilization in Islam. Sayyid Hosein
Nasr, pp. 60-64).
Fahruddin Al-Razi (pada abad 12. M) dalam buku
karyanya The Book of Sixty Sciences (terj.), mengembangkan
sains tersebut menjadi enam puluh jenis.
Dalam klasifikasi sains dari para ahli pikir muslim
di atas tidak terdapat diskriminasi antara ilmu yang
religius dan ilmu sekuler, semuanya merupakan ilmu-ilmu
yang wajib dipelajari oleh umat Islam. Dengan demikian
content (kurikulum) pendidikan Islam hams mencermin-
kan jenis-jenis sains yang dibutuhkan oleh manusia mus-
lim untuk menunjang tugas sebagai mandataris Tuhan di
atas bumi.
Berdasarkan pemikiran di atas maka Pendidikan Islam
sebagai disiplin ilmu telah mempunyai modal dasar yang
potensial untuk dikembangkan sehingga mampu berperan
dijantung masyarakat dinamis masa kini dan mendatang.
Pendidikan Islam saat ini masih berada pada garis marjinal
masyarakat, belum memegang peran sentral dalam proses
pembudayaan umat manusia dalam arti sepenuhnya. Untuk
itu ilmu pendidikan Islam yang menjadi pedoman operasiona-
lisasi pendidikan Islam perlu dikembangkan sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan dalam dunia akademik yaitu:
1) Memiliki objek pembahasan yang jelas dan khas pen-
didikan Islami meskipun memerlukan ilmu penunjang dari
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 9
yang non-Islami.
2) Mempunyai wawasan, pandangan, asumsi, hipotesa serta
teori dalam lingkup kependidikan Islami yang bersumber-
kan ajaran Islam.
3) Memiliki metode analisis yang relevan dengan kebutuhan
perkembangan ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam,
beserta sistem pendekatan yang seirama dengan corak
keislaman sebagai kultur dan revilasi.
4) Memiliki struktur keilmuan yang sistematis mengandung
totalitas yang tersusun dari komponen-komponen yang
saling mengembangkan satu sama lain yang menunjukkan
keman-diriannya sebagai ilmu yang bulat.
Oleh karena suatu ilmu yang ilmiah harus bertumpu
pada adanya teori-teori, maka teori-teori pendidikan Islam
juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Teori harus menetapkan adanya hubungan antara fakta
yang ada.
2) Teori harus mengembangkan sistem klasifikasi dan
struktur dari konsep-konsep, karena alam kita tidak
menyediakan sistem siap-pakai untuk itu.
3) Teori harus dapat mengikhtisarkan berbagai fakta,
kejadian-kejadian, oleh karenanya maka sebuah teori harus
dapat menjelaskan sejumlah besar fakta.
4) Teori harus dapat meramalkan fakta atan kejadian-
kejadian karena tugas sebuah teori adalah meramalkan
kejadian-kejadian yang belum terjadi.
Sebagai contoh, antara lain dapat dikemukakan adanya
peristiwa yang menunjukkan adanya murid sekolah yang
tidak tertarik kepada bidang studi agama. Untuk mengatasi
hal tersebut guru agama mencari teori yang dapat mem-
10 Kapita Selekta Pendidikan Islam
beritahukan tentang cara yang efektif dalam proses belajar-
mengajar bidang studi agama yan menarik minat murid, yaitu
misalnya dengan cara mengkaitkan ajaran agama dengan
kebutuhan hidup murid sehari-hari serta pengalamannya,
seirama dengan tingkat perkembangan hidup kejiwaannya.
Maka pelajaran agama baru dapat menarik minat muri bila
dikaitkan dengan problema hidup remaja masa kini misalny
dalam kaitannya dengan kehidupan seksual, dengan ke-
terampilan kerja dan diorientasikan kepada perkembangan
ilmu dan teknologi masa kini.
Adapun corak teoritis dari ilmu pendidikan Islam itu
hendakny disusun secara sistematis yang well-organized, yang
mampu memberikan diskripsi tentang adanya fakta dari
pengalaman operasional dalam bentuk pengertian seseder-
hana mungkin. (Gilbert Sax, 1968, 15-16).
Yang menjadi permasalahan urgen bagi ilmu pen-
didikan Islam ialah:
a) Bagaimana seharusnya pendidikan Islam dapat menjawab
tan tangan kebutuhan kependidikan generasi muda bagi
kehidupan nya di masa depan secara sistematis berencana,
mengingat ciri khas agama Islam adalah sifat aspiratif dan
kondusif kepada; kebutuhan hidup sesuai dengan human
nature (fitrah).
b) Bagaimana agar pendidikan Islam mampu mendasari
kehidupai generasi muda dengan iman dan takwa dalam
berilmu pengetahuan yang sekaligus memotivasi daya
kreativitasnya dalan kegiatan pengembangan dan penga-
malan ilmu pengetahuai tersebut sejalan dengan tuntutan
Al-Qur'an.
c) Bagaimana pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu dapat
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 11
meles tarikan dan memajukan tradisi dan budaya moral
yang Islamic etnik dalam komunikasi sosial dan inter-
personal dalan masyarakat yang semakin industrial-
teknologis.
d) Bagaimana agar pendidikan Islam tetap mampu ber-
kembang dalam jalur input invironmental di lembaga
pendidikan dala proses pencapaian tujuan akhirnya, baik
dalam upaya membentuk pribadi, maupun anggota
masyarakat dan warga negara yang berkualitas baik.
Semboyan yang menjadi etos kerja kita antara lain
adalah firman Allah yang menyatakan:
)11ِإن اَهللا الَ يـَُغيـُر َما ِبَقْوٍم َحىت يـَُغيـُروا َما بِأَنـُْفِسِهْم (الرعد:
"Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu umat,
sehingga mereka sendiri merubahnya....." (Ar-Ra'du, 11).
12 Kapita Selekta Pendidikan Islam
BAB 2 PEMBANGUNAN PENDIDIKAN ISLAM DAN
ANTISIPASI PERKEMBANGAN IPTEK
Bangsa Indonesia berwatak sosialistik-religius bercita-
cita meraih kehidupan yang seimbang, serasi dan selaras
antara kehidupan batiniah, mental-spiritual dengan kehidup-
an lahiriah, fisik jmateril, di mana nilai-nilai keagamaan
menjadi dasar atau sumber motivasinya.
Tuntunan Agama Islam pada khususnya, sejak awal
penyeberannya di dunia ini telah mengajak dan mendorong
umat manusia agar bekerja keras mencari kesejahteraan hidup
di dunia dan kebahagiaan di akhirat secara simultan. Antara
etos kerja keras untuk duniawi dan ukhrawinya tak boleh
dipisahkan, melainkan menjadi etos kerja yang terintegrasi
yang satu sama lain saling berkaitan secara kontinu, termasuk
etos ilmiah yang mendorong ke arah Pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Etos ilmiah di kalangan masyarakat dunia Islam masa
keemasan dari abad ke delapan masehi sampai abad ke-14 M.
di Kawasan Timur Tengah, Afrika Utara dan Spanyol (Islam)
di bendera Bani Umayyah dan Bani Abbasiah di Timur Tengah
kawasan Irak, benar-benar mampu mendorong kemajuan
dalam bidang filsafat, ilmu dan teknologi sehingga peradaban
Islam menampakkan karakteristiknya dalam perkembangan
nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik dalam konfigurasinya yang
Islami dalam rentangannya yang luas.
Etos ilmiah dan kerja keras tersebut mendapatkan do-
rongan motivasi dari dalam kandungan ayat-ayat kitab suci
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 13
Al-Qur'an Sunnah Nabi, S.a.w.
Sumber motivasi dari Al-Qur'an. Jika kita pelajari secara
mendalam berbagai ayat kitab suci al-Qur'an seperti yang
tercantu dalam surat Ali Imran, surat Saba', dan surat Ar
Rahman dsb, maka dapat kita temukan perintah atau ajakan
Allah untuk berpikir secara kritis, analitis dan sintetis tentang
ciptaan Allah di langit dan kawasan planet dengan kandungan
isi kekayaannya. Berpikir atd memikirkan tentang fenomena
ciptaan Allah tersebut harus dibarengi dengan zikir kepada-
Nya (Q.S. Ali Imran, 190 -191).
Di samping itu jika kita pahami ayat-ayat dalam surat
Sat maka akan kita temui, bahwa Allah memberikan ke-
mampuan kepada Nabi Daud teknik mengecor besi (Q.S.
Saba', 10) dan teknik membuat baju besi dengan ukuran
anyamannya yang tepat untuk digunakan berperang melawan
Jalut dan Talut yang lalim (Q.S. Saba', 10).
Begitu pula Allah telah memberikan kemampuan
teknologi kepada Nabi Sulaiman untuk menaklukkan angin
sehingga ia mampu menempuh perjalanan yang melebihi
kecepatan angin; Begitu pula Allah telah memberikan penge-
tahuan kepada Sulaiman untuk mencairkan tembaga serta
menaklukkan Jin untuk mengerjakan bangunan-bangunan
gedung pencakar langit, membuat patung jambangan-
jambangan besar serta periuk-periuk besar di tungku-tungku
ukuran besar (Q.S. Saba', 12-13).
Adalah suatu bukti bahwa Al-Qur'an secara nyata
memberikan dorongan kepada manusia agar menganalisa dan
mengembangkan ilmu dan teknologi bangunan dari besi dan
tembaga, serta teknologi transportasi yang mampu berjalan
dengan kecepatan tinggi yang sekarang diwujudkan menjadi
14 Kapita Selekta Pendidikan Islam
kapal terbang supersonik dan pesawat ruang angkasa dsb.
Bahkan Tuhan pun telah menunjukkan bahwa teknologi
mengatur ekosistem yang serba indah dan nyaman bagi
pemukiman manusia, seperti yang pernah diciptakan oleh
kaum Saba' dalam mengatur pertamanan di lingkungan
pemukiman mereka (Q.S. Saba', 15).
Di samping itu secara simbolis Allah juga telah
menjabarkan berbagai model teknologi pembuatan kapal
terbang dengan meniru pola atau rancang-bangun struktur
burung di angkasa (Q.S. Al-Mulk, 19).
Para ahli peneliti kandungan Al-Qur'an dari aspek ilmu
dan teknologi; antara lain Prof. Afzalurrahman dan Prof Dr.
Maurice Bucaille mendapatkan kesimpulan-kesimpulan bah-
wa kitab suci Al-Qur'an memberi dorongan daya cipta umat
manusia dalam berpikir dan menganalisa serta mengembang-
kan fenomena semesta alam ciptaan Allah yang bergerak
secara sistematis dan bertujuan itu, menjadi benda-benda atau
alat-alat teknologis yang tepat guna bagi kesejahteraan hidup
manusia, sejak dari ilmu dan teknologi per-nian, irigasi,
botani, perkebunan, bio-kimia, arsitektur, archeologi, astro-
nomi, fisika, matematika sampai kepada ilmu dan teknologi
ang angkasa luar dan kedokteran. Ayat-ayat Al-Qur'an yang
menjelaskan hal-hal tersebut di atas dapat kita telaah dalam
surat-urat Al-An'am, 99 dan Qaaf, 9, Abasa, 26-27, Al-Baqarah,
266, to-Nahl, 15 dsb. Surat Qaaf, 9-11 untuk botani; Surat
Fathir, 11 dan Yaasin, 36. Surat Ar-Rahman, 33 untuk tekno-
logi ruang angkasa.
Menurut Prof. Afzalurrahman, Al-Qur'an adalah sumber
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari sumber inilah di-
kembangkan menjadi 27 jenis ilmu dan teknologi dasar (Baca,
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 15
Qur'anic Sciences, Afzalurrahman, 1980). Maurice Bucaille
salah seorang dokter bedah Francis dalam buku karyanya La
Bible, Le Corant et La Sience, menyimpulkan bahwa kitab suci
Al-Qur'an mengajak kepada memperdalam sains; Al-Qur'an
memuat berbagai macam pemikiran tentang fenomena alam
dengan perincian yang menerangkan hal-hal yang secara pasti
cocok dengan sains modern. Hal-hal serupa itu tidak terdapat
dalam kitab agama Yahudi dan Kristen.
Pendidikan Islam yang tugas pokoknya menelaah dan
meng-usa serta mengembangkan pemikiran, informasi dan
fakta-fakta kependidikan yang sama sebangun dengan nilai-
nilai ajaran Islam harus mampu mengetengahkan perencanaan
program-program kegiatan-kegiatan operasional kependidik-
an terutama yang berkait dengan pengembangan dan pe-
manfaatan iptek modern dalam bidang kehidupan sosial dan
keagamaan umat. Strategi pendidikan Islam dalam meng-
hadapi tantangan modernisasi berkat kemajuan IPTEK itu
mencakup ruang lingkup:
a. Motivasi kreativitas anak didik ke arah pengembangan
IPTEK itu sendiri di mana nilai-nilai Islami menjadi sumber
acuannya.
b. Mendidik keterampilan memanfaatkan produk IPTEK bagi
kesejahteraan hidup umat manusia pada umumnya dan
umat Islam pada khususnya.
c. Menciptakan jalinan yang kuat antara ajaran agama dan
IPTEK serta hubungan yang akrab dengan para ilmuan
yang memegang otoritas IPTEK dalam bidang masing-
masing.
d. Menanamkan sikap dan wawasan yang luas terhadap
kehidupan masa depan umat manusia melalui kemampuan
16 Kapita Selekta Pendidikan Islam
menginterpretasikan ajaran agama dari sumber-sumber-
nya yang murni dan kontekstual dengan masa depan
kehidupan manusia.
Firman Allah dan Sabda Nabi S.a.w. berikut ini
mengajak arah sikap dan ketajaman wawasan tersebut:
يَااَيـَها الِذيَن َءاَمُنوا اتـُقوا اَهللا َوْلتَـْنظُْر نـَْفٌس َما َقدَمْت لَِغٍد َواتـُقوا اهللاَ )18 َخِبٌري ِمبَا تـَْعَمُلوَن (احلشر: ِإن اهللاَ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguh-
nya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al- Hasyr,
18).
مْ كُ انِ مَ زَ رَ يـْ غَ نٍ مَ زَ ا لِ وْ قُ لِ خُ مْ هُ نـ اِ فَ مْ تُ مْ ل اعُ مَ رَ يـْ غَ مْ كُ دَ الَ وْ ااَ وْ مُ ل عَ
"Ajarlah anak-anak kalian (ilmu-ilmu pengetahuan) tidak seperti
pernah kalian sendiri diajarkan, oleh karena mereka diciptakan untuk
generasi zaman yang berlainan dengan generasi zaman kalian."
1. Perencanaan Program Pendidikan Islam
Dalam merencanakan program ini kita perlu meng-
identifikasi 8 masalah pokok yaitu:
a. Apakah ajaran Islam memberikan ruang lingkup berpikir
kreatif manusia dan sejauh mana ruang lingkup tersebut
diberikan kepada manusia.
b. Potensi fisikologis apa sajakah yang menjadi sasaran pen-
didikan Islam terutama dalam kaitannya dengan kreativitas
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 17
yang berhubungan dengan perkembangan IPTEK. Bagai-
manakah sistem dan metode pendidikan yang tepat-guna
dalam proses kependidikan Islam yang kontekstual dengan
IPTEK tersebut.
c. Keterampilan-keterampilan apa sajakah yang diperlukan
anak didik dalam mengelola dan memanfaatkan IPTEK
modern sehingga dapat mensejahterakan kehidupan umat
manusia, khususnya umat Islam.
d. Sampai seberapa jauh anak didik diharapkan mampu
mengendalikan dan menangkal dampak-dampak negatif
dari IPTEK terhadap nilai-nilai etika keagamaan Islam dan
nilai-nilai moral yang telah dan yang harus dimapankan
dalam kehidupan individual dan sosial.
e. Sebaliknya apakah nilai moral dan sosial keagamaan
mampu memberikan dampak positif terhadap kemajuan
IPTEK modern tersebut.
f. Kompetensi guru agama apakah yang harus dimiliki
sebagai hasil (produk) lembaga pendidikan profesional
keguruan yang dapat diandalkan untuk menghadapi
modernitas umat berkat kemajuan IPTEK tersebut.
g. Gagasan-gagasan baru apa sajakah yang harus dirumuskan
kembali dalam perencanaan pendidikan jangka panjang
dan pendek, yang terkait dengan pengembangan kuri-
kulum nasional pada sekolah umum dan PTU, serta yang
terkait pendidikan pada perguruan-perguruan agama Islam
pada semua jenjangnya.
Petunjuk dari sumber pokok pendidikan Islam seperti
diuraikan di atas sedikit banyak memberikan inspirasi kepada
kita bahwa secara subtansial, program pendidikan Islam perlu
dijabarkan sesuai dengan idealitas Al-Qur'an dan Sunnah Nabi
18 Kapita Selekta Pendidikan Islam
yang berorientasi kepada hubungan tiga arah yaitu:
1. Berorientasi ke arah Tuhan Pencipta alam semesta.
2. Berorientasi ke arah hubungan dengan sesama manusia.
3. Berorientasi ke arah bagaimana pola hubungan manusia
deng alam sekitar dan dirinya sendiri harus dikembangkan.
Orientasi hubungan dengan alam sekitar dan diri
manusia sendiri menjadi dasar pengembangan IPTEK, sedang-
kan orientasi hubungan dengan Tuhan menjadi dasar pengem-
bangan sikap dedikasi dan moralitas yang menjiwai pengem-
bangan IPTEK, orientasi hubungan dengan sesama manusia
menjadi dasar pengembangan hidup bermasyarakat yang
berpolakan atas kesinambungan keserasian dan keselarasan
dengan nilai-nilai moralitas yang menenteramkan jiwa.
Sasaran psikologis yang perlu dididik dan dikembang-
kan secara seimbang, serasi dan selaras ialah kemampuan
kognitif yang pusat di otak (head) yang berupa kecerdasan
akal; kemampuan kognitif dan emosi atau efektif yang
berpusat di dada (heart), kemampuan yang terletak di tangan
untuk bekerja (hand). Oleh karena Islam adalah agama rasio,
afektio dan psikomotoris (akal, sikap, dan amal) maka sasaran
pendidikan Islam tak lain adalah tiga H tersebut.
Daya tangkal psikologis manusia adalah terletak pada
sikap dan keimanan atau ketakwaannya kepada Allah, maka
pendidikan menginternalisasikan nilai-nilai keimanan dan
ketakwaan tersebut menjadi pusatnya kurikulum pendidikan
Islam, seluruh program operasional kependidikan pada
lembaga-lembaga pendidikan dan agama diarahkan kepada-
nya.
Oleh karena IPTEK bersifat netral, maka pendidikan
Islam berulang kali memberikan kejutan-kejutan yang meng-
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 19
gugah sikap dan pandangan para pencipta dan pengelola
IPTEK agar mengarahkan penggunaan proses dan produk
Iptek mereka kepada kesejahteraan hidup manusia.
Dengan cara penyelenggaraan seminar, diskusi, dialog,
pertemuan-pertemuan dengan ilmuan dari berbagai disiplin
ilmu, khususnya dengan mereka yang memegang tersebut.
Pada saat ini para pakar pendidikan dan para pakar
pendukung dan pembela hak asasi manusia, khususnya para
pembawa missi agamaan belum mampu mengendalikan
produk-produk IPTEK sepenuhnya ke arah kesejahteraan
hidup umat manusia apalagi mengagamakan IPTEK.
Dalam pengembangan IPTEK terdapat dua kepentingan
yang bertentangan antara kaum moralis idealis dan agamis
dengan kaum saintis dan teknologi. Di satu pihak memegang
teguh nilai moral kemanusiaan, dan di lain pihak berpegang
pada kebebasan dari nilai moral dan agama yang berorientasi
pada komersialisme dan keunggulan dominasi atas orang atau
bangsa lain dalam artian politik. Pada masa ini muncul model
kolonialisme baru yang berdaya melemahkan mental dan
kreatifitas bangsa yang sedang berkembang hingga mereka
bergantung kepada keunggulan IPTEK bangsa Adi Kuasa.
Ukuran atau dimensi nilai baru untuk penguasa yang Adi
Kuasa global terletak pada keunggulan dan kecanggihan
IPTEK. Secara psikologis bangsa yang lemah dalam bidang
IPTEK-nya tetap berada dalam lingkaran hidup terbelakang
yang menjadi sasaran utama penjajahan teknologis Adi Kuasa
(super power).
Namun demikian tidak berarti IPTEK tidak dapat
ditransper oleh bangsa yang sedang berkembang, sebagai
contoh Korea Selatan, Taiwan dan Jepang yang pada per-
20 Kapita Selekta Pendidikan Islam
mulaan perkembangannya, berada dalam kondisi terbelakang,
akan tetapi setelah mereka bekerja keras untuk mengalihkan
teknologi Barat dengan berbagai sistem dan metode, maka
dalam waktu beberapa belas tahun, mampu meraih ke-
unggulan yang hampir menyamai kemampuan teknologi
Barat, bahkan dalam beberapa bidang IPTEK lebih unggul dari
negara barat sendiri, sehingga menyaingi mereka. (misalnya,
dalam teknologi super konduktor, teknologi elektronika dan
mekanika otomotif, VCR, dsb), meskipun dengan cara-cara
yang tak halal seperti mencuri Teknologi Barat. (mengingat
teknologi tidak mengenal nilai etika atau agama).
Umat Islam dengan agamanya yang mendorong
kemajuan sangat berkepentingan untuk melibatkan diri dalam
kancah perbenturan nilai-nilai masa kini dan yang akan
datang, yaitu perbenturan nilai-nilai sukularistik yang bersifat
relatif, dengan nilai absolutisme dari Tuhan, yang kecen-
drungannya tradisionalistis, tak boleh berubah, terpengaruh
oleh perubahan sosial kultural. Akibat tampak IPTEK itu.
Maka posisi umat Islam saat ini sekurang-kurangnya
harus mampu memilih dan menangkal teknologi dan ilmu
yang berdampak negatif atau positif. Langkah selanjutnya
mentransfer melalui terobosan-terobosan yang bersifat kreatif,
seperti melalui lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang
bertugas melakukan penelitian dan pengembangan ilmu dan
teknologi tepat guna. Juga lembaga-lembaga riset dan
pengembangan di Perguruan Tinggi di dorong menjadi pusat
pengembangan IPTEK secara efektif dan efisien dengan
penyediaan fasilitas dan dana yang memadai kebutuhan.
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 21
2. Menghadapi Tantangan Dampak-dampak IPTEK
Modern
Dalam sejarah peradaban Islam dapat kita telaah, bahwa
ilmuan muslim, para filosof, para ulama dsb, memiliki sikap
positif terhadap ilmu dan teknologi yang non Islamis, seperti
yang berasal dari Yunani dan Parsia dsb, didasari dengan rasa
optimisme sesuai ajaran Islam, para ilmuan dan ulama masa
itu secara antusias mentransfer IPTEK dari luar yang ke-
mudian dikembangkan menjadi IPTEK yang Islamis. Mereka
mampu mengislamkan IPTEK yang non-Islamis itu, berkat
kecerdasan dan daya kreatifitas tinggi yang dimotivasi oleh
ajaran Al-Qur'an serta daya selektifitas terhadap jenis-jenis
IPTEK dari luar, sehingga bentuk-bentuk IPTEK yang mem-
bahayakan akidah keimanan mereka, ditinggalkan oleh
mereka seperti dalam bidang filsafat yang bersifat hedonistik
dan epikuris (yang menekankan kenikmatan hidup dari nafsu-
nafsu rendah) dan bidang kesusastraan yang penuh dengan
hayal dan kesedihan (tragedi). Karena Islam mengajarkan
kehidupan yang penuh optimisme, rahmat dan berkat dari
tuhan bukan mengumbar nafsu rendah, dan bersikap
pesimisme dan melankolisme, maka mereka mengembangkan
pola pikirnya dalam ilmu kalam yang secara filosofis
menganalisis tentang kehidupan eskatologis dan metafisis di
mana Tuhan menjadi penentu yang final. Berbagai ke-
susastraan bernada penuh optimisme dikembangkan berdasar-
kan visi Islam, seperti cerita seribu satu malam, dan cerita
Hayyu Bin Yaqdzan, Kalilah Wa Dimnah di mana jiwa keislaman
lebih ditonjolkan.
Dalam kaitan dengan IPTEK itu Ibnu Sina memberikan
ilustrasi bagaimana hubungannya dengan bimbingan Tuhan
22 Kapita Selekta Pendidikan Islam
dan optimisme kehidupan sebagai berikut:
"Didiklah jiwamu dengan segala ilmu, maka ia menjadi
tinggi derajatnya, lalu kamu akan melihat keseluruhan
ilmu itu, dan bagi keseluruhannya itulah bermukimnya
ilmu itu.
Sesungguhnya jiwa itu bagaikan kaca, dan akal-
pikirannya bagaikan lampunya, sedang hikmah
(kebijakan) Allah bagaikan minyaknya.
Maka jika ia bercahaya, kamu menjadi hidup dan jika ia
padam, maka kamu menjadi mati."
Beberapa pakar iptek yang berpendapat bahwa alih
teknologi dipandang sebagai konsep pemikiran yang salah,
karena science merupakan suatu proses dari sejumlah kegiatan
formulasi, pembongkaran dan analisis hipotesa-hipotesa, aksi-
oma, hukum-hukum, paradigma-paradigma, dan gambaran-
gambaran konseptual. (James W. Botkin, Mahdi Elmanjra,
Mircia Malitza dalam No Limit to learning dikutip oleh DR.
Muchtar Buchari).
Jadi sebelum dihasilkan produk teknologi, lebih dahulu
diciptakan science yang bersipat teoritis, sedang teknologi
merupakan penerapannya. Yang dapat ditransfer hanyalah
produk dari scientifiknya yaitu benda-benda teknologisnya.
Akan tetapi menurut pendapat saya, science ini merupakan
basis dari pengembangan teknologi. Dalam Islam science,
telah diidentifikasikan oleh Al Razi menjadi 60 jenis, yang
akhirnya menjadi basis perkembangan IPTEK dunia barat
sejak abad-abad Aufklarung (renaisance) melalui prosi trans-
ferisasi. Dengan melalui proses transferisasi IPTEK modern
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 23
program pendidikan Islam, dapat meningkatkan kemampuan
anak didik untuk mengenali dan menganalisis dampak-
dampak negatif dan positifnya karena pendidikan Islam harus
membuka diri terhadap informasi tentang perkembangan
IPTEK tersebut seluas-luasnya, seiring dengan watak ako-
modatif dari ajaran agama kita yang sholahyyun li kulli zaman
wa makan (sesuai dengan tiap zaman dan tempat).
Pada akhirnya strategi pendidikan Islam dalam meng-
antisipasi kemajuan IPTEK modern, adalah terletak pada
kemampuan mengkonfigurasikan sistem nilai Islami yang
akomodatif terhadap aspirasi umat Islam untuk berpacu
dalam kompetisi bidang IPTEK di satu pihak, dan ke-
mampuan psikologis dan pedagogis yang berdaya kreatif
untuk mentransfer IPTEK modern itu sendiri, di satu pihak.
Inilah program minimal pendidikan Islam yang perlu rencana-
kan dan laksanakan saat ini.
3. Materi, Metode dan Tujuan Pendidikan Islam
Dengan modal dasar berupa sikap keterbukaan, ke-
cintaan kejujuran dan etos ilmiah dan kerja keras dan belajar,
maka materi yang perlu di dalam kurikulum Pendidikan Islam
sekurang-kurangnya adalah materi-materi pelajaran yang
bersumber sumber pokok ajaran Islam yang mengandung
motivasi dan persuasi untuk mengembangkan daya pikir dan
daya zikir anak didik dalam proses belajar-mengajar di
lembaga-lembaga pendidikan Islam umum semua jenjang s/d
perguruan tinggi. Metode menginterpretasikan dalil-dalil
qath'i dan dzanni dari kandungan Qur'an perlu dipertajam
pada pengembangan kreativitas dan berpikir sistematik dan
24 Kapita Selekta Pendidikan Islam
logik serta universal dan radikal (mendasar yang mengacy dan
kontekstual kepada tuntutan hidup modern masyarakat.
Oleh karena itu sistem belajar-mengajar inovatif dan
kreatif digalakkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam pada
khususnya dan dalam kegiatan belajar-mengajar agama di
sekolah umum dan dalam kegiatan belajar-mengajar agama
semua jenjang. Sistem belajar-mengajar yang taklidi (dog-
matis) dalam bidang-bidang studi agama yang mengandung
implikasi sosial-kultural dan ilmiah-teknologis harus segera
ditinggalkan oleh para pendidik yang berpredikat muslim.
Para ilmuwan muslim dalam bidang IPTEK khususnya, perlu
menjalin hubungan akrab dengan guru-guru agama di
lembaga pendidikan Islam (madrasah dan pondok pesantren,
majelis taklim dsb) untuk berkomunikasi, memberikan infor-
masi tentang kemajuan IPTEK modern. Selanjutnya para ahli
perencanaan kependidikan khususnya pendidikan Islam perlu
memformulasikan ke dalam bentuk kurikulum yang bersifat
komprehensif sejalan dengan tuntutan zaman, paling kurang
tiap 3 (tiga) sampai 5 (lima) tahun sekali mengadakan reviu.
Dalam kaitan dengan dampak IPTEK yang cenderung ke
arah perubahan nilai, perlu diwaspadai apakah perubahan
nilai itu mengandung aspek positif atau negatif diukur dari
rentangan nilai Islami yang prinsipnya terdiri dari 5 kriteria
(wajib/halal, sunnat, mubah, makruh dan haram).
Disinilah terletak kelenturan nilai Islami yang memberi-
kan kehidupan manusia secara normatif, yang dalam agama
lain tak dibekukan.
Sejalan dengan pola pikir di atas maka tujuan pen-
didikan Islam Imasih perlu dirumuskan kembali berdasarkan
atas tuntutan modernitas umat di mana hubungan antara
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 25
kepentingan modernisasi dengan kepentingan kesejahteraan
hidup duniawi-ukhrawi tergambar jelas.
26 Kapita Selekta Pendidikan Islam
BAB 3 PENDIDIKAN AGAMA, SARANA, FASILITAS,
DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Modal Rohaniah dan Mental yaitu Kepercayaan dan
Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan tenaga
penggerak yang tak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi-
aspirasi Bangsa, disamping kepercayaan dan keyakinan
Bangsa atas kebenaran falsafah Pancasila yang merupakan
modal sikap mental yang dapat membawa Bangsa menuju
cita-citanya.
Pernyataan di atas menjadi salah satu dari 8 Asas
Pembangunan Nasional kita yang harus dijadikan pola dasar
pemikiran dalam penyusunan strategi pendidikan agama
dalam semua lingkungan pendidikan Bangsa. Dalam statemen
tersebut dapat diambil daripadanya 2 buah landasan
pemikiran yang amat strategis dalam pelaksanaan program
prioritas pendidikan Agama yaitu kekuatan iman dan takwa
kepada Tuhan merupakan tenaga motivator dan dinamisator
serta stabilisator bagi aspirasi Bangsa yang sedang mem-
bangun di mana ciri-cirinya antara lain ialah berkecenderung-
an untuk berkembang maju sejalan dengan semakin tingginya
rising demand. Seiring dengan berfungsinya tenaga penggerak
itu dimana aspirasi Bangsa mendapatkan maknanya yang
hakiki, keyakinan kebenaran Pancasila merupakan perabentuk
sikap mental Bangsa yang mampu menghantarkan perjuangan
Bangsa Indonesia menuju cita-cita Nasionalnya, seperti
terkandung di dalam Pembukaan UUD. 1945 alinea IV.
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 27
Dengan demikian antara faktor keimanan (kepercayaan)
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan kebenaran
ideologi Pancasila yang mendasari sikap mental bangsa
merupakan 2 aspek yang satu sama lain saling mengacu
menjadi suatu elan vitale kehidupan Bangsa Indonesia.
Hakikat Pembangunan Nasional adalah membangun
manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat
Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945,
maka jelaslah tersirat dalam rumusan GBHN tersebut suatu
idealitas yang amat tinggi nilainya karena adanya pandangan
dasar bahwa hanya manusia yang utuh lahiriah dan
jasmaniah, yang seimbang, selaras, dan serasi antara kemajuan
dan kepuasan lahiriah batiniah, antara dunia dan akhiratnya
dan sebagainya yang mampu menjadi pemeran aktif dalam
pembangunan, baik dirinya sendiri maupun bagi masyarakat-
nya atas dasar kebersamaan tanggung jawab.
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya keseluruh
penjuru tanah air pun amat ditentukan oleh manusia pemeran
pembangunan itu berkat iman dan sikap mental serta pola
pikir yang berorientasi kepada rasa cinta tanah air. Pendidikan
Agama sebagai salah satu aspek dasar daripada pendidikan
nasional Indonesia harus mampu menjabarkan makna dari
hakikat bangunan nasional tersebut dengan bahasa operasi-
onal yang jelas. Dengan demikian strategi pendidikan agama
di semua lingkungan pendidikan tidak hanya bertugas
memotivasi kehidupan dan mengeliminasi dampak negatif
pembangunan, melainkan juga ia harus mampu meng-
internalisasikan nilai-nilai dasar yang bersifat absolut dari
Tuhan ke dalam pribadi manusia Indonesia sehingga menjadi
sosok pribadi yang utuh yang mampu menjadi filter dan
28 Kapita Selekta Pendidikan Islam
selektor; sekaligus penangkal terhadap segala dampak negatif
dari dalam proses maupun dari luar proses pembangunan
nasional. Sedangkan dari sisi kemampuan pribadi lainnya
ialah mampu mensublimasikan, mentransformasikan dan
memanfaatkan pengaruh nilai-nilai modernitas dari luar.
Dengan kata lain manusia Indonesia harus mampu bersikap
terbuka terhadap ide-ide pembaharuan dari manapun
datangnya melalui proses pengolahan yang berkerangka-
acuan sepadan dengan pola kepribadian nasionalnya.
Untuk tujuan itulah pendidikan Agama seharusnya
diarahkan kepada terbentuknya manusia Indonesia yang
beridentitas dan berkepribadian Pancasilais yang bermoralitas
agamais yang kondusif kepada ketegaran dan keteguhan
pribadi dalam menghadapi segala pasang-surutnya pem-
bangunan Bangsanya.
Meskipun pendidikan Agama tidak termasuk pola dasar
Pembangunan Nasional melainkan sebagai salah satu kom-
ponen strategis dalam pembinaan watak bangsa Indonesia
karena tergolong ke dalam kelompok dasar dari kurikulum
pendidikan nasional, maka pelaksanaannya menuntut kepada
terwujudnya keterjalinan kerjasama antara penanggung jawab
pendidikan di samping keterjalinan tekad antara penentu
kebijakan dan program pendidikan sampai kepada pelaksana
teknis di lapangan operasional kelembagaan formal dan non-
formal untuk mensukseskan tujuan pokoknya.
Pendidikan Agama wajib dilaksanakan di semua ling-
kungan pendidikan oleh semua unsur penanggung jawab
pendidikan, mengingat pendidikan Agama di negeri Pancasila
yang kita cintai ini bukan semata-mata panggilan misionair
atau dakwah agama, melainkan ia merupakan misi nasional
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 29
yang mengikat seluruh Bangsa untuk mensukseskan seperti
halnya dengan komponen dasar pendidikan lainnya, misalnya
PMP, pendidikan P-4 dan PSPB yang satu sama lain harus
saling mengembangkan dan berkaitan atau saling mengacu,
meskipun di masing-masing lingkungan tersebut intensitas
pengaruhnya dan efektivitasnya tidak sama akibat dari
berbagai faktor dan fasilitas yag berbeda.
Sejalan dengan Tujuan Pendidikan Nasional yang telah
ditetapkan dalam TAP-TAP MPR, terutama TAP. MPR/
II/1988, yang werupakan aspek utama dari Tujuan Nasional
itu, maka tugas dan fungsi Pendidikan Agama adalah
membangun fondasi kehidupan pribadi bangsa Indonesia
yaitu fondasi rohaniah yang berakar tunggang pada faktor
keimanan dan ketakwaan yang berfungsi sebagai pengendali,
pattern of reference spiritual dan sebagai pengokoh jiwa Bangsa
melalui pribadi-pribadi yang tahan banting dalam segala cuaca
perjuangan.
Dengan demikian maka konsepsi tentang keimanan dan
ketakwaan itu harus dapat dijabarkan ke dalam pengertian
operasional kependidikan sehingga dapat diinternalisasikan
melalui berbagai potensi kejiwaan yaitu potensi psikologis
yang bercorak homeostatika (berkeselarasan) antara akal
kecerdasan (rasio) dengan perasaan (emosi, afeksi) yang
melahirkan perilaku yang akhlakul karimah dalam hidup
berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu model pendidikan
Agama yang ideal sesuai dengan cita-cita Bangsa dan Agama
adalah bila berproses ke arah pengembangan kognitio-afektif
dan afektio-cognitif secara selaras dan serasi.
Strategi pengembangan pendidikan Agama yang ber-
polakan pada homeostatika menuntut kepada upaya yang lebil
30 Kapita Selekta Pendidikan Islam
menekankan pada faktor kemampuan berpikir dan ber-
perasaan moralis (al-akhlaqiah) yang merentang ke arah
Tuhannya dan ke arah masyarakatnya ('ubudiah dan
mu'amalahnya), di mana iman dan ketakwaan menjadi
rujukannya (pattern of reference).
1. Pelaksanaan Pendidikan Agama di Sekolah dan
Lingkungan Kependidikan Lainnya
Barangkali kita bersepakat jika lembaga pendidikan
formal, non formal, dan informal dipandang sebagai lembaga
enkulturasi generasi penerus Bangsa, di mana peranannya
dalam pembangunan nasional cukup besar bagi pembinaan
karakter Bangsa masa depan. Sebagai lembaga enkulturasi,
sekolah-sekolah kita tata dan bina menjadi cultural homes
yang mencerminkan idealitas Bangsa. Kita sepakat juga bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa yang berwatak atau ber-
idealitas serta berkualitas kehidupan yang sosialistis-religius,
dan watak, idealitas serta kualitas kehidupan demikian kita
sepakati untuk tetap kita lestarikan melalui pendidikan
sekolah kita.
Dengan demikian sekolah-sekolah kita dengan segala
kelemahannya, tetap kita percayai sebagai sentrum-sentrum
civilisasi generasi penerus Bangsa yang berfungsi tidak saja
mentransfer dan mentransformasikan nilai-nilai kultural
masyarakat, akan tetapi lebih dari itu yaitu menginternalisasi-
kan dan melestarikan (mengkonservasikan) serta mengem-
bangtumbuhkan nilai-nilai modernisme yang bersumberkan
dari aspirasi Bangsa di mana agama merupakan unsurnya
yang paling berpengaruh.
Jadi sekolah tidaklah menjadikan generasi muridnya
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 31
sebagai bank tabungan atau bank transfer nilai-nilai kehidupan
Bangsa. Sekolah kita juga tidak kita diskreditkan dengan
sinisme sebagai sarana yang menyerupai mental blenders
sebagaimana pandangan orang yang pesimis kehilangan
kepercayaan terhadap fungsi sekolah di sementara masyarakat
Barat, sehingga masyarakat harus dibebaskan dari sekolah (de-
schooling society).
Konsekuensi dari sikap pandang yang mengandung
optimisme di atas, sekolah harus kita kelola secara sistematis
sesuai dengan strategi pembinaan generasi Bangsa yang
mampu menciptakan manusia Indonesia seutuhnya.
Program-program pendidikan agama harus ditata
kembali sehingga mampu mengantisipasi kebutuhan hidup
Bangsa yang lebih bermoral dalam modernisme. Tujuan
pendidikan agama di semua lingkungan harus diarahkan
terutama kepada pendalaman dan pengamalan nilai-nilai iman
dan takwa, tidak hanya kepada ilmu pengetahuan keagamaan,
karena kita tidak mendidik murid-murid sekolah umum
menjadi ulama.
Pelaksanaan program pendidikan agama perlu diubah
dari pendekatan PPSI menjadi pendekatan edukatif yang
berdimensi transendental sampai mengkait dengan per-
masalahan kehidupan masyarakat yang cenderung mengalami
perubahan nilai. Pendidikan agama tidak hanya terbatas di
dalam dinding sekolah, melainkan meluas menjangkau dan
melingkup ke dalam keluarga dan masyarakat. Proses pen-
didikan agama harus didukung oleh situasi dan kondisi
kehidupan ketiga lingkungan pendidikan tersebut secara
simultan interaktif. Tanpa situasi dan kondisi demikian,
efektivitas pendidikan agama sulit mencapai tujuan maksimal.
32 Kapita Selekta Pendidikan Islam
Metode sebagai salah satu sarana penting dalam proses
pendidikan agama juga harus dikaji dan dikembangkan
sejalan dengan tuntutan perkembangan jiwa anak didik/
remaja agar mampu memukimkan dirinya dalam arena
kompetisi kehidupan modern di mana didalamnya penuh
tantangan dan pertentangan, nilai-nilai etik-sekularistik dan
nilai sosialistis-religius atau nilai-nilai relativisme kultural
yang berubah-ubah dengan nilai absolutisme agama yang
konstan dan stabil.
Metode pendidikan yang hanya menitikberatkan pada
kemampuan verbalistik harus diubah menjadi kemampuan
menghayati dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama yang
merentang antara yang paling wajib atau halal sampai kepada
yang paling terlarang (haram) dalam 5 kategorialnya. Metode
pendidikan agama yang menggunakan pendekatan kognitif,
afektif dan psikomotorik yang satu sama lain terpisah berdiri
sendiri dalam mengembangkan potensi keagamaan perlu
dilakukan modifikasi dengan mengintegrasikan ketiga-tiganya
ke dalam satu pola perkembangan pribadi yang utuh, dengan
sasaran utama pada kemampuan mengamalkan dalam peri-
laku yang mengacu kepada kebutuhan pembangunan
masyarakatnya.
Sarana-sarana lainnya yang bersifat fisik seperti fasilitas
peribadatan dan buku-buku bacaan yang bernilai moral-
religius dan yang memotivasi perilaku susila atau sopan
santun sosial dan nasional, disamping mendorong terciptanya
kemampuan kreatif dalam berilmu pengetahuan, dan lain
sebagainya, perlu disediakan di dalam semua lingkungan
pendidikan secara terencana dalam setiap RIP (Rencana Induk
Pembangunan) sekolah dan masyarakat.
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 33
Dalam hal sarana tersebut, meskipun belum memadai
kebutuhan kependidikan agama, namun kita harus mampu
memanfaatkan sarana yang telah tersedia walaupun masih
dalam serba kekurangan. Yang terpenting ialah para pendidik
agama dapat menjadikan diri pribadinya sebagai uswatun
hasanah dalam pergaulan kependidikan di kalangan murid-
murid/anak didiknya. Pendidik agama harus mampu men-
jadikan dirinya sarana kependidikan agama paling efektif.
Baik di dalam maupun di luar sekolah pendidik agama/guru
agama pada khususnya adalah membawa norma agama yang
dididik (norma drager).
Sarana lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah
organisasi POMG yang telah terbentuk di banyak sekolah kita
adalah amat penting untuk didayagunakan bagi efektivitas
pendidikan agama di sekolah dan rumah. Organisasi ini
merupakan wadah kerjasama antara sekolah dan rumah di
mana bagi pelaksanaan pendidikan agama mempunyai arti
sangat penting untuk penghayatan dan pengamalan yang
berkesinambungan akan nilai-nilai pendidikan agama di
kedua lembaga tersebut. Organisasi ini juga dapat dijadikan
forum dialog antara orang tua murid dengan guru agama di
mana guru berfungsi sebagai konselor terhadap mereka.
Bimbingan dan Penyuluhan agama perlu digalakkan
dengan melalui berbagai perjumpaan antara guru agama
dengan keluarga murid; Pelaksanaannya diarahkan kepada re-
edukasi agama kepada orang tua, meskipun harus dilakukan
secara bijaksana (ontwilkerig). Pengajian-pengajian privat di
rumah keluarga murid perlu dikembangkan dengan petunjuk
khusus bagi guru-guru agama yang memberikan privat les
agama. Kaset-kaset cerita anak-anak yang mengandung jiwa
34 Kapita Selekta Pendidikan Islam
dan moral agama, dan mengandung pelajaran agama bagi
orang tua, perlu dikembangkan secara kualitatif dan
kuantitatif. Begitu pula kaset video dan film produksi nasional
kita perlu diwarnai dengan corak kultural edukatif yang
religius.
Organisasi sosial remaja kita tidak boleh melupakan
penyuluh/da'i agama dalam kegiatan-kegiatan kebersamaan
mereka, besar dan kecil. Juga berbagai lembaga sosial dan
lembaga bisnis komersial (perusahaan atau pabrik) perlu
diintesifkan pembinaan hidup keberagamaan karyawan atau
anggota-anggotanya oleh penyuluh agama misalnya di
lingkungan umat Islam dengan Birohis.
Bagi masyarakat luas perlu dikembangkan Lembaga
Penasehatan Agama baik oleh Ormas-Ormas keagamaan
maupun Yayasan-Yayasan ataupun Lembaga Pendidikan
Tinggi Agama dan sebagainya.
Dalam masyarakat yang semakin maju di bidang
materiel dan teknologis, semakin tinggi kompleksitas hidup
mental-kejiwaannya, maka semakin memerlukan tuntunan
penasihat batin keagamaan agar tidak terperangkap ke dalam
jurang kegersang materialisme dan egoisme-individualisme.
Lain di masyarakat beberapa negara Barat yang sekularistik, di
negeri kita yang berdasarkan Pancasila agama masih dibutuh-
kan oleh masyarakat. Di negeri Pancasila kita agama merupa-
kan aspek terpenting dari budaya kehidupan masyarakatnya,
dan masih dipandang sebagai sumber konsultasi untuk
memecahkan problema kehidupan.
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 35
2. Orientasi Pelaksanaan Pendidikan Agama
Orientasi ideal Pancasila menghendaki pemantapan pola
sikap dan pola pikir warga negara Indonesia kepada tiga
orientasi yaitu orientasi hubungan dengan kekuasaan Mutlak
Tuhan Yang Maha Esa, orientasi kepada hubungan dengan
masyarakat orientasi kepada hubungan dengan alam sekitar
yang digali dan dikelola serta dimanfaatkan semaksimal
mungkin bagi kepentingan kesejahteraan rakyat, namun tidak
lupa diri dari menjaga kelestariannya lebih lanjut.
Ketiga orientasi hubungan di atas dalam pendidikan
agama perlu dilandasi dengan nilai-nilai ajaran agama
sehingga manusia didik setelah dewasa benar-benar mampu
berfungsi sebagai khalifah di muka buminya sendiri atau
menjadi tuan di negei sendiri.
Untuk mencapai tujuan di atas, konsepsi dan interpretasi
ajaran agama masih perlu ditangani kedalaman dan keluasan-
nya oleh para ilmuwan-ilmuwan atau ulama ilmuwan, se-
hingga ajaran agama tidak dogmatis-konservatif menghalangi
lajunya proses modernisasi kehidupan, melainkan justru
memberikan jalan terbuka yang memudahkan proses tersebut.
Sumber-sumber ajaran agama kita perlu digali kembali untuk
dikonseptualisasikan dalam bentuk-bentuk operasional yang
mendorong dinamika pembangunan. Para ahli pendidikan
agama dan umum serta ilmuwan-agamawan terpanggil untuk
lebih memperhatikan masalah konseptualisasi dan interpretasi
baru ini demi untuk menfungsionalkan dan membermakna-
kan nilai-nilai agama dalam masyarakat yang makin maju
atau modern berkat pembangunan.
Orientasi operasional yang berlandaskan GBHN me-
nuntut kepada seluruh perangkat pemroses pendidikan agama
36 Kapita Selekta Pendidikan Islam
mengkait dengan input instrumental dan input invironmental
yaitu mencakup kemampuan guru, pemilihan materi/
substansi, penggunaan metode dan penyediaan fasilitas yang
beriteraksi dengan pengaruh lingkungan yang dikerahkan
menuju tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan
nasional Indonesia adalah meningkatkan kualitas manusia
Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan YME, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, ber-
disiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggungjawab, mandiri,
cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, mem-
perdalam rasa cinta tanah air, mempertebal semangat
kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial.
Posisi pendidikan agama sebagai proses budaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup
manusia harus berlangsung secara integralistik mendasari
bidang-bidang studi lainnya, sehingga seluruh proses pen-
didikan di sekolah itu berlangsung secara terpadu sebagai satu
sistem yang bulat. Untuk pencapaian tujuan tersebut diperlu-
kan kerjasama antara guru dan terbentuknya satu tekad dan
langkah; sedang materi/substansi pendidikan agama perlu
dikaji ulang untuk disesuaikan dengan tujuan tersebut;
memilih dan menggunakan metode yang tepat sasaran dan
serasi dengan bobot dan jenis materi disamping daya tangkap
dan tanggap murid dengan memperhitungkan masa peka dari
tingkat hidup kejiwaannya. Dan fasilitas yang memperlancar
pelaksanaan pendidikan agama dan penggunaan metode
perlu disediakan secara lengkap, sejak dari fasilitas peraturan
perundangan sampai dengan fasilitas yang bersifat fisik
seperti buku-buku pelajaran beserta penunjangnya.
Lingkungan sosial dan keluarga perlu diciptakan se-
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 37
demikian rupa sehingga kondusif terhadap program pen-
didikan agama di sekolah; Sebaliknya program-program
pendidikan agama di sekolah harus akrab dengan ling-
kungannya.
Orientasi lainnya ialah diarahkan kepada kebutuhan
pendidikan anak didik bagi kehidupannya di masa depan.
Masa depan kehidupan kita adalah masa depan teknologis-
industrial yang memerlukan ketangguhan sikap mental-
spiritual yang mapan dan fleksibel tanpa merusak konfigurasi
norma dan nilai agama, namun mampu mendorong ke arah
kemajuan yang lebih canggih yang kaya dengan tata nilai
moralitas dan idealisme yang berketuhanan. Untuk itu
diperlukan penggalian nilai-nilai agama yang dirumuskan
sedemikian rupa sehingga operasional dalam proses pem-
bentukan pribadi yang ideal itu.
Sistem evaluasi hasil pelaksanaan pendidikan agama di
sekolah masih perlu dirumuskan kembali sehingga sasaran
evaluasi benar-benar tepat mengenai sasaran sesuai tujuan
pokok pendidikan agama di sekolah yang lebih menitik-
beratkan pada faktor internalisasi nilai-nilai yang berindikasi
pada perilaku akhlakiah sebagai manifestasi dari corak
kepribadian manusia beriman dan bertakwa. Bukan lagi
evaluasi yang hanya bersasaran pada kemampuan kognitif
seperti selama ini berlaku dalam Ujian Akhir Nasional.
Evaluasi yang bersasaran pada sikap dan perilaku agamais
murid adalah lebih tepat dan efektif bagi koreksi atau per-
baikan selanjutnya. Dengan demikian maka sistem evaluasi
pendidikan agama berorientasi kepada input, dan output
proses pendidikan itu sendiri, karena output merupakan hasil
proses terhadap input kependidikan.
38 Kapita Selekta Pendidikan Islam
Untuk lebih memantapkan pelaksanaan pendidikan
agama diperlukan adanya penilaian secara nasional mengenai
pengaruh pendidikan agama di sekolah terhadap perubahan
sikap mental dan perilaku anak didik dalam keluarga dan
masyarakat. Penilaian ini dapat dilakukan melalui jalur
pemerintah dan organisasi sosial keagamaan atau lainnya
yang cemas terhadap pendidikan agama pada khususnya.
3. Program Prioritas Pendidikan Agama
Berlandaskan Tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana
ditetapkan dalam TAP II/MPR/1988 (GBHN), maka prioritas
program pendidikan agama adalah meningkatkan kualitas
manusia Indonesia melalui aspek-aspek rohaniah dan jasma-
niah mental-spiritual, yang mampu mendorong pengem-
bangan kepribadian yang utuh, dinamis dan moralis di mana
keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME menjadi
sumber rujukan kehidupannya. Untuk merealisasikan tujuan
tersebut maka program prioritas pendidikan agama di sekolah
umum secara hirarkhis diarahkan kepada:
1) Peningkatan kualitas dan kompetensi guru agama dengan
kemampuan profesional keguruan dalam ketepatan mem-
pergunakan metode serta kemampuan memilih substansi
pendidikan agama yang kaya dengan wawasan keagama-
an berdasarkan pendekatan multi disipliner, tak terbatas
pada ilmu agama semata-mata. Peningkatan kualitas pro-
fesional guru agama tidak hanya melalui sistem penataran
atau kursus-kursus, juklak-juklak seperti yang selama ini
diselenggarakan, melainkan juga dengan sistem pendidik-
an akta, diploma pada universitas atau perguruan tinggi
umum dan agama. Di samping itu juga peningkatan
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 39
dedikasi kepada agama, negara dan bangsa masih harus
diperhatikan, antara lain melalui sistem lokakarya atau
temu karya secara periodik yang diatur oleh penilik
pendidikan agama atau pengawas pendidikan agama di
daerah-daerah.
2) Peningkatan mutu lembaga-lembaga pendidikan formal
yang mendidik calon guru seperti PGA perlu di tata
kembali atau dilakukan inovasi sehingga program-pro-
gramnya lebih terarah kepada pemantapan profesional
keguruan yang lebih bertakhassus di bidang kependidikan
agama. Program kurikuler, co-kurikuler dan ekstra kuri-
kuler harus diarahkan kepada prioritas kependidikan guru
agama yang bercirikan menonjol dalam keagamaan. Sejak
1990 PGA telah dihapuskan dan program pengadaan guru
agama tingkat Sekolah Dasar dilimpahkan kepada Fakul-
tas Tarbiyah IAIN menjadi Program Diploma II (D II) yang
harus ditempuh selama 2 tahun (4 semester).
3) Substansi pendidikan agama perlu direformulasikan dan
direformasi sesuai dengan program umum pembangunan
nasional sektor pendidikan yaitu menyangkut substansi di
bidang akidah dan sikap ubudiah yang dimanifestasikan
dalam perilaku mu'amalah bainannas menurut norma-
norma syari'ah yang berwatak dinamis, tidak statis tidak
jumud dan taklid yang landing dalam masyarakat nyata.
4) Metode pendidikan sebagai sarana non-fisik yang dikuasai
dan diterapkan oleh guru terhadap anak didik perlu
dilakukan renovasi sehingga proses pendidikan agama
berlangsung secara dialogis antara guru dan murid, tidak
verbalistis, tidak teacher-sentric, melainkan demokratis.
Termasuk di dalam proses kependidikan agama ini ialah
40 Kapita Selekta Pendidikan Islam
sistem evaluasi yang masih tradisional-konservatif hanya
bertumpu pada aspek kognitif, tanpa mementingkan faktor
afektif dan perilaku agamais. Pendidikan agama harus
mampu mempribadikan nilai-nilai agama yang mendo-
rong pengembangan kreativitas dan emosionalitas pribadi
anak didik ke arah semangat pembangunan diri dan
masyarakatnya.
5) Reformulasi tujuan pendidikan agama perlu dilakukan
untuk lebih diarahkan kepada tujuan pendidikan nasional
di atas secara jelas dan mudah dipahami dan dicapai oleh
guru agama. Kita sepakat dalam hal perumusan tujuan
tersebut menggunakan istilah tujuan pendidikan bukan
tujuan instruksional sebagaimana lazimnya dalam kuri-
kulum yang telah ada, karena kita ingin menonjolkan ciri
khas kependidikan dalam peranannya merubah tingkah
laku berkat nilai-nilai agama yang telah mempengaruhi
pribadi anak didik/murid, menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa dengan aktualisasinya berupa: mentasdik-
kan dalam kalbu, mengikrarkan dengan lisan dan meng-
amalkan dengan seluruh anggota badannya.
6) Meningkatkan manajemen pendidikan agama yang me-
nyangkut pendayagunaan sistem kerja sama antara ketiga
lingkungan pendidikan yang pada gilirannya akan me-
numbuhkan rasa tanggungjawab bersama terhadap suk-
sesnya pendidikan bagi putra-putrinya. Tak ada suatu
bentuk kerja sama yang paling berharga dalam dunia
kependidikan melainkan kerja sama antara sekolah dan
rumah. (Demikian ungkapan salah seorang ahli psikologi
pendidikan Crow & Crow).
7) Prioritas terakhir ialah penyediaan sarana pendidikan di
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 41
sekolah yang antara lain berupa kemudahan menjalankan
ibadah yang diberikan oleh kepala sekolah dan disediakan
tempat-tempat ibadah (mushalla), pemberian kesempatan
kepada murid/siswa untuk mengadakan peringatan-
peringatan hari besar agama, saling menghormati dalam
hal memeluk agama yang berbeda di kalangan murid,
guru dan karyawan sekolah, disediakannya buku-buku
standar dan penunjang yang mengandung materi pen-
didikan agama atau materi lainnya yang berkaitan dengan
pengembangan hidup beragama secara cuma-cuma atau
diperpustakaan sekolah.
Akan tetapi yang lebih penting lainnya ialah pen-
ciptaan situasi lingkungan sekolah yang menunjang
pendidikan agama, bukan mengerosi mental keagamaan,
yang bersumber dari pemimpin dan staf guru dan
karyawannya.
4. Problematika Umum Pendidikan Agama di Sekolah
Berbagai upaya telah dilakukan oleh para pemikir ilmu-
wan ulama dan ulama ilmuwan yang banyak memperhatikan
tentang Pelaksanaan pendidikan agama di lembaga-lembaga
pendidikan formal kita, seperti pemikiran-pemikiran yang
dirumuskan dalam forum-forum seminar, misalnya Seminar
tentang "Pendidikan Agama dan Perguruan Agama" pada
tahun 1971, Seminar tentang "Pengaruh Agama terhadap
Kehidupan Remaja" pada tahun 1977, Seminar tentang
"Pendalaman Agama melalui Pendidikan Agama" pada tahun
1986 (oleh IAIN), Lokakarya tentang "Perbaikan Pendidikan
Islam" tahun 1986 (oleh GUPPI), Seminar tentang "Pendidikan
Agama dalam Sistem Pendidikan Bangsa" tahun 1976 (oleh
42 Kapita Selekta Pendidikan Islam
DEPAG, YTKI dan Yayasan Friderich Stifftung) serta berbagai
forum pertemuan ilmiah lainnya yang tidak perlu disebutkan
di sini. Para pemikir dan ilmuwan ulama dan ulama ilmuwan
serta kaum teknokrat sepakat bulat bahwa pendidikan agama
di tanah air kita harus disukseskan semaksimal mungkin
sejalan dengan lajunya pembangunan nasional. Pendidikan
agama dan pembinaan karakter bangsa sangat berkaitan, oleh
karena itu ciri-ciri kepribadian Pancasilais bangsa Indonesia
adalah berada pada konfigurasi kepribadian yang sosialistis-
agamais.
Namun dalam pelaksanaan program pendidikan agama
di banyak sekolah kita belum berjalan seperti diharapkan oleh
masyarakat, karena berbagai kendala dalam bidang ke-
mampuan pelaksanannya, metodenya, sarana fisik dan non
fisiknya, di samping suasana lingkungan pendidikan kurang
menunjang suksesnya pendidikan mental-spiritual-moral ini.
Padahal fasilitas dasarnya telah disediakan oleh Negara me-
lalui TAP-TAP MPR, peraturan perundangan lainnya serta
berbagai proyek pembangunan sektor Agama dan Pendidikan.
Semua tekad dan itikad baik itu adalah bersumber pada
aspirasi kultural Bangsa yang harus dipenuhi dari waktu ke
waktu sesuai dengan tuntutan hidup yang makin maju.
Berbagai faktor yang diidentifikasikan sebagai peng-
hambat dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Faktor-faktor eksternal:
a. Timbulnya sikap masyarakat atau orang tua di beberapa
lingkungan sekitar sekolah yang kurang concerned kepada
pentingnya pendidikan agama, tidak mengacuhkan akan
pentingnya pemantapan pendidikan agama di sekolah
yang berlanjut di rumah. Lingkungan masyarakat atau
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 43
orang tua yang bersikap demikian disebabkan oleh karena
dampak kebutuhan ekonomisnya mendorong bekerja 20
jam di luar rumah sehingga mereka bertawakkal sepenuh-
nya kepada sekolah yang hanya mendidik anaknya 2 jam
per minggu.
b. Situasi lingkungan sekitar sekolah disubversi oleh
godaan-godaan setan yang bersosok berbagai ragam
bentuknya, antara lain godaan lotre, tontonan yang
bernada menyenangkan nafsu (seperti blue film,
permainan ketangkasan berhadiah dan Iain-lain). Situasi
demikian melemahkan daya konsentrasi berpikir dan
berakhlak mulia, serta mengurangi gairah belajar, bahkan
mengurangi daya bersaing dalam meraih kemajuan.
c. Gagasan baru yang mulai bermunculan yang diimpose
oleh para ilmuwan mengenai perlunya mencari terobosan
baru terhadap berbagai kemacetan dan problema pem-
bangunan, meluas ke arah jalur kehidupan remaja yang
kondusif kepada watak dan ciri-ciri usia puber dan
adolesen mereka, secara latah mempraktekkan makna
yang keliru atas kata-kata terobosan menjadi mengambil
jalan pintas dalam mengejar kemajuan belajarnya tanpa
melihat cara-cara yang halal dan haram, misalnya budaya
nyontek, membeli soal-soal ujian akhir dengan harga
tinggi, perolehan secara aspal, bahkan ada yang bersikap
tujuan menghalalkan cara apa pun seperti doktrin
komunisme.
d. Timbulnya sikap frustasi di kalangan orang tua atau
masyarakat bahwa ketinggian tingkat pendidikan yang
dengan susah payah diraih, tidak akan menjamin anaknya
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, disebabkan
44 Kapita Selekta Pendidikan Islam
perluasan lapangan kerja tidak dapat mengimbangi pem-
bengkakan penuntut kerja. Setelah lulus sekolah, orang
tua harus bersusah payah berjuang mencarikan peluang
kerja bagi anaknya. Di sana-sini penuh dengan beban
finansial yang masih harus ditanggung oleh mereka.
Semuanya itu menyebabkan tendensi sosial kita kurang
menghargai pengetahuan sekolah yang tidak dapat
dijadikan tumpuan mencari nafkah, sementara persaingan
berat semakin meningkat dalam memperebutkan lapang-
an kerja yang menjanjikan income yang lebih memadai
bagi kebutuhan hidup. Pendidikan agama terkena dam-
pak negatif dari sikap dan kecenderungan semacam itu,
sehingga apabila guru agama tidak terampil memikat
minat murid, maka efektivitas pendidikan agama tak akan
dapat diwujudkan.
e. Serbuan dampak kemajuan ilmu dan teknologi dari luar
negeri (Jepang, Amerika Serikat, Jerman Barat, Inggris dan
Prancis melalui berbagai media dan jointventure serta
jaringan perdagangan) semakin mensterilkan perasaan
religius dan melebarkan kesenjangan antara nilai tradisi-
onal dengan nilai rasional teknologis, menjadi sumber
transisi nilai yang belum menentu arah dan pemukiman-
nya yang baru. Sementara itu teknologi pendidikan atau
pendidikan teknologi telah menyerbu ke dalam bangku
sekolah kita, yang membawa dampak negatif di samping
positifnya. Sikap murid untuk mengambil jalan terobosan
dalam kesulitan berpikir yang kreatif dan analitis, di-
tempuh melalui mesin-mesin berpikir yang disebut kom-
puter kalkulator dan robot-robot yang berpikir lebih cepat
dari manusia sendiri, adalah beberapa contoh orientasi
-
Kapita Selekta Pendidikan Islam 45
belajar yang tidak mendorong ke arah pencerdasan gene-
rasi muda Sistematisasi belajar atas dasar efisiensi yang
tinggi di samping dampak positif bagi percepatan output
lulusan sekolah, terdapat dampak negatifnya. Produksi
pendidikan sekolah yang dicapai dalam waktu yang
relatif singkat dengan dana yang seminimal mungkin,
namun berhasil meluluskan sejumlah murid yang lebih
besar. Adalah suatu contoh penerapan efisiensi industrial-
teknologis yang kurang mengacu kepada kaidah umum
perkembangan berdasarkan tempo dan kesatuan organis
serta hukum konvergensis. Tiap murid mempunyai corak
dan potensi dasar berkembang tidak sama dengan murid
lainnya. Sedangkan untuk penerapan efisiensi pendidikan
tersebut tidak disediakan dengan sempurna input instru-
mental sekolah kita.
Dalam hal yang menyangkut pendidikan agama di mana
faktor internalisasi (pendalaman) nilai-nilai merupakan sen-
trumnya sasaran proses kependidikan kurang mendapatkan
tempat yang wajar dalam sistem efisiensi tersebut. Dapatkah
pendekatan nilai iman dan takwa manusia diproses melalui
pendidikan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional,
sebab nilai-nilai tersebut tidak dapat dipribadikan melalui
proses formal kognitif, efektif dan psikomotorik semata,
melainkan justru penciptaan suasana keagamaan dan contoh
keteladanan lebih berdaya guna dalam proses pendidikan
agama. Dalam hal ini psikologi dalam lebih sesuai bagi
internalisasi nilai daripada didasarkan atas dasar psikologi
behaviorisme, yang bertumpu pada gejala lahiriah sebagai
indikator-indikatornya.
46 Kapita Selekta Pendidikan Islam
2) Faktor-faktor Internal sekolah:
Perangkat input instrumental yang kurang sesuai
dengan tujuan pendidikan menjadi sumbernya kerawanan
karena:
a. Guru kurang kompeten untuk menjadi tenaga profesional
pendidikan atau jabatan guru yang disandangnya hanya
merupakan pekerjaan alternatif terakhir, tanpa menekuni
tugas sebenarnya selaku guru yang berkualitas baik, atau
tanpa ada rasa dedikasi sesuai tuntutan pendidikan.
b. Penyalahgunaan