Kapita Selekta

17
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah menciptakan kebebasan kepada setiap daerah otonom untuk membuat kebijakan dan peraturan daerah yang melibatkan pihak-pihak terkait yang sesuai dengan pemahaman dan kebutuhan masyarakat masing-masing daerah tersebut, tidak terkecuali dalam hal pembangunan kesejahteraan sosial. Permasalahan pembangunan kesejahteraan sosial di Samarinda tercermin dari keberadaan Pengemis, Anak Jalanan, dan Gelandangan. Bertambahnya jumlah anak jalanan dan pengemis akan berpeluang membuat gangguan keamanan dan ketertiban umum. Berdasarkan hasil pendataan Dinas Kesejahteraan dan Sosial (Dinkesos) Samarinda tahun 2011 yang melibatkan petugas kelurahan dan kecamatan samarinda, didapat hasil sebanyak 8.902 anak terlantar di kota Samarinda(http://kaltim.antaranews.com/berita/8733/ter dapat-8902-anak-terlantar-di-samarindaDiakses 26 Maret 2015). Anak- anak yang mengalami ketelantaran ini disebabkan oleh keterbatasan ekonomi yang dialami keluarganya, sehingga mereka harus mengais rezeki dengan mengamen, berjualan koran, dan mengemis. Anak- anak yang mayoritas di bawah umur ini kehilangan hak- hak dasarnya untuk mendapatkan pendidikan yang layak, KAPITA SELEKTA~ PENERTIBAN DAN PENANGANAN ANAK JALANAN DI SAMARINDA

description

BAB IPENDAHULUANLatar Belakang  Pelaksanaan otonomi daerah menciptakan kebebasan kepada setiap daerah otonom untuk membuat kebijakan dan peraturan daerah yang melibatkan pihak-pihak terkait yang sesuai dengan pemahaman dan kebutuhan masyarakat masing-masing daerah tersebut, tidak terkecuali dalam hal pembangunan kesejahteraan sosial.   Permasalahan pembangunan kesejahteraan sosial di Samarinda tercermin dari keberadaan Pengemis, Anak Jalanan, dan Gelandangan. Bertambahnya jumlah anak jalanan dan pengemis akan berpeluang membuat gangguan keamanan dan ketertiban umum.   Berdasarkan hasil pendataan Dinas Kesejahteraan dan Sosial (Dinkesos) Samarinda tahun 2011 yang melibatkan petugas kelurahan dan kecamatan samarinda, didapat hasil sebanyak 8.902 anak terlantar di kota Samarinda(http://kaltim.antaranews.com/berita/8733/terdapat-8902-anak-terlantar-di-samarindaDiakses 26 Maret 2015). Anak- anak yang mengalami ketelantaran ini disebabkan oleh keterbatasan ekonomi yang dialami keluarganya, sehingga mereka harus mengais rezeki dengan mengamen, berjualan koran, dan mengemis. Anak- anak yang mayoritas di bawah umur ini kehilangan hak-hak dasarnya untuk mendapatkan pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan yang baik,serta mendapatkan pembinaan jasmani dan rohani.  Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Samarinda untuk mencegah bertambahnya jumlah anak jalanan dari hari kehari, dengan membuat suatu Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 tentang penertiban dan penanggulangan Pengemis, Anak Jalanan, dan Gelandangan di Kota Samarinda. Rumusan Masalah  Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:Bagaimana Penertiban dan Penanggulangan Anak Jalanan di Kota Samarinda berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002?Apa sajakah yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dari Penertiban dan Penanggulangan Anak Jalanan di Kota Samarinda berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002?Tujuan Penulisan  Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, maka tujuan penulisan sebagai berikut:Untuk mengetahui Penertiban dan Penanggulangan Anak Jalanan diKotaSamarinda berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002.Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung dari Penertiban dan Penanggulangan Anak Jalanan di Kota Samarinda berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 BAB IITINJAUAN PUSTAKAPenertiban dan Penanggulangan    Penertiban yang dimaksud dalam Peraturan No.16 Tahun 2002 tersebut yaitu kegiatan razia yang bertujuan untuk meminimalisir keberadaan anak jalanan yang dapat mengganggu ketertiban umum. Sedangkan penanggulangan yaitu dalam Bab II Ketentuan Umum Pasal 2 Peraturan daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 ayat 1. Penanggulangan Pengemis dan Anak Jalanan dapat dilakukan melalui pembinaan oleh Pemerintah atau perorangan dan atau Badan Hukum.    Dalam Bab II Ketentuan Umum Pasal 2 Peraturan daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 ayat 2 yaitu Pembinaan dimaksud pada ayat (1) pasal ini dapat berbentuk Yayasan, Panti-Panti Sosial dan lain sebagainya yang tujuannya untuk memberikan perbaikan mental baik rohani maupun jasmaninya, agar pengemis dan atau anak jalanan dimaksud tidak mengulangi perbuatannya untuk meminta-minta belas kasihan orang lain di jalan yang dapat mengganggu ketertiban umum.Pengertian Anak Jalanan   Departemen Sosial Republik Indonesia (1995) mendefinisikan anak jalanan sebagai anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dijalanan baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran dijalan dan tempat-tempat umum lainnya.   Menurut Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 Tentang Penangulangan dan Penertiban Pengemis, Anak Jalanan dan Gelandangan. Anak Jalanan merupakan orang-orang atau anak manusia dengan batasan usia 19 tahun ke bawah yan

Transcript of Kapita Selekta

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Latar BelakangPelaksanaan otonomi daerah menciptakan kebebasan kepada setiap daerah otonom untuk membuat kebijakan dan peraturan daerah yang melibatkan pihak-pihak terkait yang sesuai dengan pemahaman dan kebutuhan masyarakat masing-masing daerah tersebut, tidak terkecuali dalam hal pembangunan kesejahteraan sosial.

Permasalahan pembangunan kesejahteraan sosial di Samarinda tercermin dari keberadaan Pengemis, Anak Jalanan, dan Gelandangan. Bertambahnya jumlah anak jalanan dan pengemis akan berpeluang membuat gangguan keamanan dan ketertiban umum.

Berdasarkan hasil pendataan Dinas Kesejahteraan dan Sosial (Dinkesos) Samarinda tahun 2011 yang melibatkan petugas kelurahan dan kecamatan samarinda, didapat hasil sebanyak 8.902 anak terlantar di kota Samarinda(http://kaltim.antaranews.com/berita/8733/terdapat-8902-anak-terlantar-di-samarindaDiakses 26 Maret 2015). Anak- anak yang mengalami ketelantaran ini disebabkan oleh keterbatasan ekonomi yang dialami keluarganya, sehingga mereka harus mengais rezeki dengan mengamen, berjualan koran, dan mengemis. Anak- anak yang mayoritas di bawah umur ini kehilangan hak-hak dasarnya untuk mendapatkan pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan yang baik,serta mendapatkan pembinaan jasmani dan rohani.

Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Samarinda untuk mencegah bertambahnya jumlah anak jalanan dari hari kehari, dengan membuat suatu Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 tentang penertiban dan penanggulangan Pengemis, Anak Jalanan, dan Gelandangan di Kota Samarinda.

Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimana Penertiban dan Penanggulangan Anak Jalanan di Kota Samarinda berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002?Apa sajakah yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dari Penertiban dan Penanggulangan Anak Jalanan di Kota Samarinda berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002?Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, maka tujuan penulisan sebagai berikut:

Untuk mengetahui Penertiban dan Penanggulangan Anak Jalanan diKotaSamarinda berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002.Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung dari Penertiban dan Penanggulangan Anak Jalanan di Kota Samarinda berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penertiban dan PenanggulanganPenertiban yang dimaksud dalam Peraturan No.16 Tahun 2002 tersebut yaitu kegiatan razia yang bertujuan untuk meminimalisir keberadaan anak jalanan yang dapat mengganggu ketertiban umum. Sedangkan penanggulangan yaitu dalam Bab II Ketentuan Umum Pasal 2 Peraturan daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 ayat 1. Penanggulangan Pengemis dan Anak Jalanan dapat dilakukan melalui pembinaan oleh Pemerintah atau perorangan dan atau Badan Hukum.

Dalam Bab II Ketentuan Umum Pasal 2 Peraturan daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 ayat 2 yaitu Pembinaan dimaksud pada ayat (1) pasal ini dapat berbentuk Yayasan, Panti-Panti Sosial dan lain sebagainya yang tujuannya untuk memberikan perbaikan mental baik rohani maupun jasmaninya, agar pengemis dan atau anak jalanan dimaksud tidak mengulangi perbuatannya untuk meminta-minta belas kasihan orang lain di jalan yang dapat mengganggu ketertiban umum.

Pengertian Anak Jalanan Departemen Sosial Republik Indonesia (1995) mendefinisikan anak jalanan sebagai anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dijalanan baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran dijalan dan tempat-tempat umum lainnya.

Menurut Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 Tentang Penangulangan dan Penertiban Pengemis, Anak Jalanan dan Gelandangan. Anak Jalanan merupakan orang-orang atau anak manusia dengan batasan usia 19 tahun ke bawah yang melakukan aktifitasnya di simpang-simpang jalan dan atau di jalan-jalan umum dalam wilayah Kota Samarinda dengan tujuan untuk meminta-minta uang baik atas kehendaknya sendiri, kelompok dan atau disuruh orang lain kepada setiap orang lain atau setiap pengemudi (sopir) atau penumpang kendaraan bermotor, yang dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban umum. Jadi, Anak Jalanan merupakan manusia yang berusia 19 tahun kebawah yang meminta-minta di simpang-simpang jalan atau di jalan-jalan umum kepada setiap pengguna jalan yang dapat menganggu ketentraman dan ketertiban umum Kota Samarinda.

Surbakti dalam Suyanto (2002: 41) membagi pengelompokan anak jalanan tersebut sebagai berikut :

Pertama, Children On The Street; yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalanan, namun mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Fungsi anak jalanan dalam kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung dan tidak dapat diselesaikan sendiri oleh orang tuanya.

Kedua, Children Of The Street; yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial dan ekonomi, beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tua mereka tetapi frekuensinya tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab, biasanya kekerasan, lari, atau pergi dari rumah.

Ketiga, Children From Families Of The Street ; yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup dijalanan, walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari suatu tempat ketempat yang lain dengan segala resikonya.

Dasar HukumProduk hukum yang menjadi Dasar Hukum Penertiban dan Penanggulangan Anak Jalanan di Samarinda adalah PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 16 TAHUN 2002. Dalam Perda tersebut memuat 7 (tujuh) ketentuan yang mengatur penertiban dan penanggulangan Anak Jalanan, Pengemis, dan Gelandangan yang diantaranya Ketentuan larangan bagi anak jalanan untuk meminta-minta dijalan umum atau simpang jalan yang terletak di samarinda,Ketentuan Pidana bagi pelanggar perda ini yakni 3 (tiga bulan) kurungan atau denda sebesar Lima Juta Rupiah, atau Ketentuan Penyidikan yang dilakukan oleh Pejabat Penyidik Umum .

BAB III

PEMBAHASANPenertiban Anak Jalanan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2002Kondisi tingginya peredaran uang di Kota Samarinda menjadi salah satu faktor pendorong suburnya anak jalanan di Samarinda.Data menunjukkan bahwa keberadaan Anak Jalanan (anjal) di Kota Samarinda menunjukan angka penurunan mulai 233 orang pada tahun 2011, menurun menjadi 197 orang di tahun 2012, hingga 187 orang pada tahun 2013 lalu.

(http://www.tribunnews.com/regional/2012/09/02/nasib-8.902-anak-terlantar-di-samarinda-akan-dibahas-Diakses pada 27 maret 2015)Sementara itu, Prof Sarosa Hamongpranoto, SH. Mhum, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda mengatakan, masih adanya anjal ini diakibatkan kurang tegasnya Pemkot Samarinda dalam menegakkan aturan. Untuk bertindak, sudah ada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 tahun 2002 tentang Penertiban dan penanggulangan pengemis, anak jalanan dan gelandangan dalam wilayah kota Samarinda.

(http://www.tribunews.com/regional/2014/04/15kota-samarinda-jadi-idola-gepeng-dan-anjal-Diakses pada 26 Maret 2015)

Sebagai tindak lanjut dari pernyataan tersebut.dalam Bab II Ketentuan Anak jalanan Pasal 4 Peraturan daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 menyebutkan, Untuk melaksanakan ketentuan pada pasal 3 (wewenang kepala daerah melarang anak jalanan mengemis) tersebut perlu dilakukan dengan penertiban atau razia. Kegiatan razia tersebut bertujuan agar dapat meminimalisir keberadaan anak jalanan di Kota Samarinda yang melakukan aktifitasnya di badan jalan, simpang simpang jalan atau di jembatan jembatan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum khususnya bagi masyarakat pengguna jalan,yang merupakan pelanggaran peraturan daerah.

Satuan Polisi Pamong Praja sebagai instansi utama dalam kegiatan razia tersebut. Dari hasil di lapangan menyatakan bahwa masyarakat pengguna jalan sampai saat ini masih melihat dan merasakan maraknya anak jalanan serta gangguan yang ditimbulkan atas aktivitas mereka. Gangguan yang dirasakan yaitu diantaranya anak jalanan yang mengemis kepada supir taxi hingga kepada penumpangnya. Ditambah lagi anak jalanan tersebut mengemis dengan cara memaksa seperti ketika pengendara atau orang yang diminta uang telah mengatakan tidak ada anak tersebut tetap tidak pergi dan terus mengikuti.

Penanganan Anak Jalanan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2002Berdasarkan Bab II Ketentuan Umum Pasal 2 Peraturan daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 ayat 1. Menyebutkan bahwa Penanggulangan Pengemis dan Anak Jalanan dapat dilakukan melalui pembinaan oleh Pemerintah atau perorangan dan atau Badan Hukum.

Pembinaan dilakukan melalui dua cara yaitu bagi anak jalanan yang berasal dari luar Samarinda akan dipulangkan ke daerah asal mereka sedangkan bagi yang berasal dari Kota Samarinda akan dibina oleh Dinas Kesejahteraan Sosial. Anak jalanan yang berasal dari luar Samarinda dipulangkan kedaerah asal mereka masing-masing yang diantar oleh pihak Satpol-PP dan Dinkessos Kota Samarinda hingga sampai tujuan.

Kendatipun sudah ditertibkan dan dipulangkan ke kampung asal, sebagian besar anjal ini tetap kembali ke jalanan di Samarinda sehingga masalah ini tidak bisa tuntas.(http://www.tribunews.com/regional- Diakses 29 Maret 2015). Hal ini disebabkan oleh tidak tegasnya penindakan hukum bagi anak jalanan maupun masyarakat yang memberikan sesuatu (sumbangan) kepada oknum anak jalanan yang bersangkutan.

Untuk pembinaan bagi anak jalanan yang berasal dari Kota Samarinda dibina oleh pihak Dinas Kesejahteraan dan Sosial (Dinkessos) Samarinda. Karena Dinkessos belum memiliki tempat penampungan maka para anak jalanan tersebut setelah melalui proses razia diberikan pembinaan sementara di kantor Dinkesos lalu,setelah itu anak tersebut akan dibina lagi bekerjasama dengan yayasan borneo insan mandiri. Pembinaan yang dilakukan yayasan Borneo Insan Mandiri meliputi:

Pembinaan Fisik

Pembinaan fisik dimaksudkan untuk memelihara pertumbuhan dan jasmani. Pembinaan ini misalnya dapat berupa pemberian makanan tambahan yang bergizi pelayanan kesehatan dan olahraga. Pembinaan fisik yang diberikan ketika ditampung sementara oleh Dinkesos yaitu pemberian makanan dan apabila ada anak yang menderita sakit akan diberikan layanan kesehatan berupa pengobatan. Sedangkan yayasan borneo insan mandiri melakukan pembinaan yang mencakup fisik yaitu bimbingan kesehatan seperti penyuluhan dan praktek cara agar hidup sehat seperti cara-cara mencuci tangan dan menggososk gigi yang benar. Selain itu, ada materi pencegahan sebelum penyakit menyerang dan di setiap minggunya mereka juga melakukan senam bersama agar mereka sehat dan badan yang bugar.

Pembinaan Mental Sosial

Pembinaan Mental Sosial di lakukan dengan tujuan untuk meningkatkan fungsi sosial anak dan pengembangan kepribadian serta kemapuan dalam bidang sosial kemasyaraktan dan hubungan sosial. Membentuk pribadi mandiri serta memperbaiki prilaku anak jalanan yang sebelumnya kurang baik pengaruh dari lingkungan hidupnya sewaktu dijalanan menjadi pribadi yang berprilaku sopan dan tahu nilai serta norma-norma yang ada di masyarakat dan wajib mematuhinya.

3.Pembinaan Keterampilan

Keterampilan atau skill dapat dikategorikan sebagai sekumpulan pengetahuan dan kemampuan yang harus dikuasai. Ia dapat dipelajari, dideskripsikan dan divertifikasi. Dengan demikian keterampilan pembinaan adalah sekumpulan pengetahuan dan kemampuan yang harus dikuasai dan dimiliki oleh mereka yang akan terjun dalam berbagai bidang pekerjaan. (Drs. Ali Imron M.Pd, 1995:52)

Pelatihan yang diberikan seperti pelatihan menjahit, tata rias dan pelatihan tentang perbengkelan/otomotif ini dimaksudkan agar anak-anak menerima pelayanan keterampilan kewirausahaan. Anak yang seharusnya mengeyam jenjang pendidikan sebagai bekal hidup memilih mengais rezeki di jalan raya serta bekerja membahayakan keselamatan jiwanya dengan pekerjaan yang beresiko untuk anak-anak. Upaya pembinaan ini diharapkan memberikan semangat kepada mereka sekaligus penetralisir stigma negative masyarakat terahadap keberadaan anak jalanan, menimbulkan kesadaran bagi masyarakat bahwa anak jalananpun harus senantiasa berhak mendapatkan perhatian serta apresiasi dan kehidupan yang layak seperti anak-anak yang lain dan mengurangi serta menghilangkan semua aktifitas negative anak jalanan dari segi penanaman akidah dan akhlak, serta pemberian bekal berupa kreatifitas dan pendidikan yang bermanfaat bagi kemajuan anak-anak jalanan di masa depan,serta berguna bagi nusa bangsa dan Negara.(e-Journal.an.fisip-unmul.ac.id/...Ejournal1%Lisa%20- Diakses pada 28Maret 2015)

Faktor Penghambat dan Faktor pendukung dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2002 terutama dalam hal penertiban dan penanggulangan anak jalanan di Kota Samarinda Berdasarkan realita yang terjadi dilapangan sebenarnya penertiban dan penanggulangan anak jalanan di Samarinda sudah dilaksanakan namun,dalam pelaksanaanya ditemuka hambatan seperti:

Pemberian sanksi yang belum optimal yaitu masih mempertimbangkan aspek kemanusiaan.Sarana dalam melaksanakan kegiatan seperti kendaraan razia dan tempat penampungan untuk membina terbatas jumlahnya.

Budaya masyarakat Kota Samarinda yang suka memberi ketika anak jalanan tersebut mengemis. Selsin ditemuksn faktor penghambat,terdapat pula faktor pendukung kegiatan tersebut:

Adanya komitmnen dari pemkota samarinda yang dibuktikan dengan adanya Peraturan daerah nomor 16 tahun 2002 tentang penertiban dan penanggulangan pengemis, anak jalanan dan gelandangan di Kota Samarinda yang didalamnya tercantum larangan bagi pelanggar yang melanggar ketentuan di dalam Peraturan Daerah tersebut. D

alam Peraturan Daerah tersebut juga terdapat perlindungan hukum bagi pihak instansi pelaksana Peraturan Daerah tersebut. Selain faktor adanya peraturan daerah tersebut, adanya komitmen yang dimiliki oleh instansi penegak peraturan daerah. Dengan adanya komitmen tersebut maka tercipta koordinasi yang baik antara Satpol-PP dan Dinkesos dalam melaksanakan kegiatan .

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam hal Penertiban dan Penanggulangan Anak jalanan di Kota Samarinda sudah dapat dilaksanakan namun belum berjalan maksimal. Belum maksimalnya implementasi peraturan daerah tersebut disebabkan ketidakoptimalan dalam kegiatan Penertiban dan Penanggulangan.

Penertiban dilakukan melalui kegiatan razia dan penanggulangan dilakukan melalui pembinaan dengan pemulangan ke daerah asal dan pembinaan yang meliputi fisik, sosial dan keterampilan.

Kegiatan razia merupakan kegiatan yang bertujuan meminimalisir keberadaan anak jalanan yang dianggap menganggu keamanan dan ketertiban khususnya bagi masyarakat pengguna jalan di Kota Samarinda. Akan tetapi kegiatan razia tersebut dirasa belum optimal dalam meminimalisir keberadaaan anak jalanan di Kota Samarinda.

Hal itu ditandai dengan berkeliarannya kembali anak jalanan yang telah mendapat pembinaan dari Dikessoske kejalanan untuk mengemis, mengamen dan berjualan koran.

Pembinaan yang berupa fisik, sosial dan keterampilan dilakukan oleh Dinkesos hanya bersifat sementara karena belum memiliki tempat penampungan. Sedangkan pembinaan oleh Dinkesos Bekerjasama dengan yayasan borneo insan mandiri, pembinaan yang dilakukan sudah berjalan dan dirasa cukup optimal karena hingga saat ini tidak ada data atau informasi yang menyatakan bahwa adanya anak jalanan yang kembali ke aktivitas di jalan raya setelah melalui proses pembinaan di yayasan borneo insan mandiri. SaranBerdasarkan kesimpulan tersebut maka penulis memberikan saran yang diharapkan dapat memberi manfaat adalah:

Perlu adanya pengajuan penambahan dana untuk mengoptimalkan penertiban dan penanggulangan anak jalanan di Kota Samarinda. Selain itu juga perlu adanya pengajuan pembuatan peraturan daerah mengenai zona bebas pekerja anak.

Dalam proses penertiban, diharapkan kedua instansi dapat terus meningkatkan kinerja terutama pihak Satpol-PP sebagai instasi penertib anak jalanan seperti dengan memperluas jaringan lokasi-lokasi dalam kegiatan razia serta meningkatkan pengawasan dilokasi-lokasi tersebut seperti menempatkan personil Satpol-PP dilokasi-lokasi rawan anak jalanan agar tidak memberi ruang kepada anak jalanan tersebut untuk melakukan aktivitasnya.

Dalam proses kegiatan pembinaan yang meliputi fisik,sosial dan keterampilan sebaiknya pihak Dinkesos dapat mendirikan rumah singgah atau tempat penampungan khusus yang menangani pemasalahan anak jalanan dan diberikan pendidikan, kesehatan dan pelatihan-pelatihan keterampilan. Khusus dalam hal pendidikan sebaiknya melibatkan pihak Dinas Pendidikan.

Mensosialisasikan lebih gencar lagi tentang Peraturan Daerah No.16 tersebut agar masyarakat memberikan bantuan kepada anak jalanan pada tempat-tempat khusus seperti Panti Sosial atau Rumah Singgah yang khusus menampung anak jalanan. Agar masyarakat tidak memberikan bantuan kepada anak jalanan yang beraktivitas di badan-badan jalan. Sehingga masyarakat juga terlibat dalam upaya mengurangi jumlah anak jalanan di Kota Samarinda.KAPITA SELEKTA~ PENERTIBAN DAN PENANGANAN ANAK JALANAN DI SAMARINDA