Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar...

17
LAPORAN PENELITIAN ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA BIOTA LAUT DI WILAYAH PESISIR KOTA BANDAR LAMPUNG Oleh: INDRA GUMAY YUDHA, S.Pi., M.Si NIP 132231087 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG NOVEMBER 2008

description

Ternyata ikan-ikan di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung telah mengandung logam berat Hg, Cu, Cd, dan Pb. Walaupun masih berada di bawah ambang batas, namun fenomena ini harus diwaspadai.

Transcript of Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar...

Page 1: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

LAPORAN PENELITIAN

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA BIOTA LAUT DI WILAYAH PESISIR KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh:

INDRA GUMAY YUDHA, S.Pi., M.Si

NIP 132231087

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

NOVEMBER 2008

Page 2: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Bandar Lampung yang terletak pada posisi 5º20’LS - 5º30’LS dan 105º28’BT-

105º37’BT berada di ujung Pulau Sumatera merupakan suatu wilayah pesisir. Kota

Bandar Lampung memiliki luas 197,22 km2 terdiri dari 13 kecamatan dan 98

kelurahan. Terdapat 12 kelurahan yang berada di wilayah pesisir yang terletak di tiga

kecamatan, yaitu Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kecamatan Teluk Betung Barat

dan Kecamatan Panjang. Sebagai salah satu kota yang terletak di wilayah pesisir,

Bandar Lampung dengan segenap potensi yang dimilikinya telah menjadi magnet

yang menarik berbagai pihak untuk melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan

kepentingan masing-masing.

Salah satu dampak negatif yang mengemuka dan perlu mendapat perhatian akibat

berlangsungnya berbagai aktivitas tersebut adalah pencemaran perairan laut akibat

limbah industri. Beberapa limbah yang dihasilkan oleh industri adakalanya berupa

limbah B3, seperti jenis-jenis logam berat yang apabila masuk ke ekosistem pesisir

dapat menimbulkan dampak yang fatal, baik bagi biota perairan maupun manusia

yang ada di wilayah tersebut. Polutan yang berupa logam-logam berat diketahui

dapat menyebabkan keracunan, kelumpuhan, kelainan genetik, hingga kematian.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Yudha (2007) diketahui bahwa logam berat

Pb, Hg, Cu dan Cd telah terdeteksi keberadaannya dalam jumlah yang bervariasi, baik

di badan sungai, sumur penduduk dan perairan laut di wilayah pesisir Kota Bandar

Lampung. Logam berat Pb terdapat dalam jumlah yang melebihi dari baku mutu yang

ditetapkan untuk biota laut pada lokasi di sekitar perairan laut di depan lahan

reklamasi PT BBS, perairan di sekitar Pelabuhan Peti Kemas Panjang, di sekitar Pulau

Kubur, dan pantai Puri Gading. Keberadaan logam berat Hg umumnya masih berada

dalam baku mutu yang ditetapkan, bahkan di beberapa tempat tidak terdeteksi, namun

di sekitar perairan laut di depan lahan reklamasi PT BBS terdeteksi dalam jumlah

yang telah melebihi baku mutu. Kandungan logam Cu diketahui telah melebihi baku

mutu pada beberapa lokasi pengukuran, yaitu di perairan di sekitar Pelabuhan

Srengsem, di tengah laut, perairan Pulau Kubur, perairan di PPP Lempasing, di sekitar

pantai Puri Gading, dan di perairan Pulau Pasaran. Keberadaan logam Cd telah

melebihi baku mutu pada lokasi pengukuran di perairan lahan reklamasi PT BBS, di

Page 3: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

perairan Gudang Lelang, perairan Pelabuhan Peti Kemas, dan pantai Puri Gading.

Bahkan di perairan sekitar lahan reklamasi PT BBS kandungan Cd telah mencapai

0,026 ppm atau sekitar 26 kali lipat dari baku mutu yang ditetapkan.

Terkait dengan keberadaan logam berat Pb, Hg, Cu, dan Cd di perairan pesisir Kota

Bandar Lampung, maka perlu dilakukan suatu kajian lanjutan untuk mengetahui

keberadaan logam-logam berat tersebut pada beberapa biota laut yang banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai bahan pangan. Hal ini perlu

dilakukan sebagai bentuk pemantauan dalam rangka jaminan keamanan pangan bagi

masyarakat setempat, sehingga Tragedi Minamata tidak terjadi di wilayah pesisir

Kota Bandar Lampung.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana konsentrasi logam berat yang terkandung pada berbagai biota laut

(ikan) yang terdapat di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat timbal (Pb), air

raksa (Hg), tembaga (Cu), dan kadmium (Cd) yang terdapat di biota laut (ikan) di

wilayah pesisir Kota Bandar Lampung.

1.4 Kontribusi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah untuk

melakukan pencegahan pencemaran logam berat dan mengambil langkah-langkah

yang tepat apabila telah terjadi pencemaran logam berat pada biota laut yang banyak

dimanfaatkan sebagai bahan pangan masyarakat setempat.

Page 4: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Logam Berat

Logam berat adalah suatu terminologi umum yang digunakan untuk menjelaskan

sekelompok elemen-elemen logam yang kebanyakan berbahaya apabila masuk ke

dalam tubuh. Logam berat adalah unsur-unsur yang mempunyai nomor atom dari 22-

92 dan terletak di dalam periodik tiga dalam susunan berkala, mempunyai densitas

lebih besar dari 5 gram/ml (Hutagalung, 1991). Logam berat umumnya berada di

sudut kanan bawah pada susunan berkala, seperti unsur-unsur Pb, Cd, dan Hg.

Kebanyakan dari logam-logam tersebut mempunyai afinitas sangat besar terhadap

belerang (Saeni, 1989).

Berbeda dengan logam biasa, logam berat dapat menimbulkan efek-efek khusus

dalam mahluk hidup. Menurut Palar (1994), secara umum bisa dikatakan bahwa

semua logam berat dapat menjadi bahan pencemar yang akan meracuni tubuh mahluk

hidup. Sebagai contoh logam air raksa, khrom, timbal, dan kadmium. Kadmium dan

vanadium tergalong katagori khusus karena mempunyai efek yang merugikan tetapi

belum tergolong unsur yang sangat beracun seperti timbal, arsen, dan berlium.

Logam berat berbahaya dan sering mencemari lingkungan terutama adalah air raksa,

timbal, arsenik, kadmium, dan nikel. Logam tersebut dapat mengumpul dalam tubuh

suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai

racun terakumulasi.

Selain berada dalam bentuk ion logam bebas, kompleks anorganik, dan pasangan ion,

logam juga dapat membentuk komplek dengan senyawa organik dan partikel koloid

(Johnston, 1976). Umumnya logam berat pada kadar rendah sudah bersifat toksik

pada tumbuhan, hewan, dan manusia. Logam berat ini akan terakumulasi di dalam

tubuh disalurkan sepanjang perjalanan rantai makanan. Logam berat di perairan

paling banyak berasal dari limbah industri seperti industri pengolahan logam dan

pestisida (Hutagalung, 1991). Dalam kondisi normal, beberapa jenis logam ringan

maupun logam berat berbeda dalam jumlah sedikit di dalam air. Menurut Darmono

(1995) beberapa logam ringan tersebut bersifat esensial, misalnya kalsium (Ca) dan

magnesium (Mg) yang berguna untuk pembentukan kutikula atau sisik pada ikan atau

udang. Logam berat seperti tembaga (Cu), zink (Zn), dan mangan (Mn) sangat

berguna dalam pembentukan hemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada

Page 5: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

hewan air tersebut. Ada beberapa logam berat yang termasuk unsur mikro yang tidak

mempunyai fungsi hayati dan bahkan sangat berbahaya serta menyebabkan keracunan

pada mahluk hidup, misal timbal (Pb), merkuri (Hg), arsenik (As) dan cadmium (Cd).

2.2 Pengaruh Logam Berat terhadap Ekosistem Perairan

Menurut Nybakken (1992), logam berat merupakan salah satu bahan kimia beracun

yang dapat memasuki ekosistem bahari. Bahan-bahan kimia ini seringkali memasuki

rantai makanan di laut dan berpengaruh pada hewan-hewan, serta dari waktu ke waktu

dapat berpindah-pindah dari sumbernya. Keadaan tersebut menyebabkan sulit sekali

untuk memperkecil pengaruh bahan kimia tersebut, terutama apabila pengaruhnya

terulang kembali pada tahun-tahun berikutnya.

Unsur-unsur logam berat biasanya erat kaitannya dengan masalah pencemaran dan

toksisitas. Pencemaran yang dapat menghancurkan tatanan lingkungan hidup,

biasanya berasal dari limbah-limbah yang sangat berbahaya dalam arti memiliki daya

racun (toksisitas) yang tinggi. Limbah industri merupakan salah satu sumber

pencemaran logam berat yang potensial bagi perairan. Pembuangan limbah industri

secara terus menerus tidak hanya mencemari lingkungan perairan tetapi menyebabkan

terkumpulnya logam berat dalam sedimen dan biota perairan, seperti yang terlihat

pada Gambar 1.

Menurut Darmono (1995) logam berat dapat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk

hidup melalui beberapa jalan, yaitu: saluran pernafasan, pencernaan dan penetrasi

melalui kulit. Di dalam tubuh hewan logam diabsorpsi darah, berikatan dengan

protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi

logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal).

Page 6: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

Gambar 1. Skema proses alami yang terjadi jika polutan masuk ke lingkungan laut (EPA, 1973)

Bahan pencemar, termasuk logam berat, masuk ke tubuh organisme atau ikan melalui

proses absorpsi. Absorpsi merupakan proses perpindahan racun dari tempat

pemejanan atau tempat absorpsinya ke dalam sirkulasi darah. Absorpsi, distribusi dan

ekskresi bahan pencemar tidak dapat terjadi tanpa transpor melintasi membran. Proses

transportasi dapat berlangsung dengan 2 cara : transpor pasif (yaitu melalui proses

difusi) dan transpor aktif (yaitu dengan sistem transport khusus, dalam hal ini zat

lazimnya terikat pada molekul pengemban) (Hutagalung, 1991).

Beberapa biota laut tertentu juga dapat mempertinggi pengaruh toksik berbagai unsur

kimia tersebut karena memiliki kemampuan untuk mangakumulasi zat tersebut di

tubuhnya jauh melebihi yang terkandung di perairan sekitarnya. Faktor-faktor lainnya

yang cenderung membantu meningkatkan pengaruh unsur kimia terhadap sistem

kehidupan adalah magnifikasi biologis. Pada situasi ini konsentrasi bahan kimia di

tubuh jasad hidup meningkat dengan adanya perubahan tingkat trofik. Dari kenyataan

bahwa unsur-unsur kimia tersebut tidak mengalami metabolisme di tubuh makhluk

hidup, maka jumlah yang terakumulasi pada jaringan-jaringan tubuh semakin

bertambah. Apabila beberapa individu tersebut dimangsa oleh karnivora dari tingkat

trofik di atasnya, maka karnivora-karnivora tersebut akan mengandung unsur kimia

yang berasal dari individu-individu terdahulu, sehingga konsentrasi unsur kimia

tersebut akan meningkat di tubuhnya. Kesinambungan proses ini, apabila rantai

makanan panjang, dapat menyebabkan tingkat konsentrasi yang cukup berarti pada

Page 7: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

karnivora puncak. Manusia juga sering mengkonsumsi biota laut yang sebagian besar

berasal dari tingkat trofik tertinggi (Nybakken, 1992).

Peristiwa Minimata merupakan salah satu contoh yang didokumentasikan oleh

Goldberg (1974) yang menggambarkan akibat pembuangan limbah industri yang

mengandung Hg ke laut pada tahun 1930-an di Teluk Minimata. Melalui proses

biomagnifikasi, ikan-ikan laut dan kerang mengakumulasi senyawa majemuk klorida

metil merkuri beracun dalam konsentrasi tinggi. Ikan-ikan dan kerang ini dikonsumsi

oleh penduduk di sekitar teluk. Kira-kira setelah 15 tahun sejak pembuangan Hg

tersebut, terjadi keanehan mental dan cacat syaraf secara permanen yang dialami oleh

penduduk setempat, terutama anak-anak. Keanehan mental tersebut dinamakan

penyakit minimata yang didiagnosis sebagai akibat keracunan Hg pada tahun 1959.

2.3 Pencemaran Logam Berat di Wilayah Pesisir Kota Bandar Lampung

Wilayah pesisir Kota Bandar Lampung merupakan daerah yang rentan terhadap

pencemaran yang berasal dari limbah domestik maupun limbah industri yang

mengalir melalui sungai-sungai yang bermuara ke wilayah perairan laut. Dari hasil

identifikasi yang telah dilakukan oleh Wiryawan dkk (2002), diketahui bahwa

setidaknya terdapat 9 sungai yang bermuara ke pesisir Kota Bandar Lampung yang

berpotensi mencemarkan wilayah pantai tersebut. Sungai-sungai tersebut adalah:

Way Sukamaju, Way Keteguhan, Way Tataan, Way Belau, Way Kunyit, Way Kuala,

Way Lunik, Way Pancoran, dan Way Galih. Sumber pencemaran yang berasal dari

limbah industri diperkirakan berasal dari berbagai kegiatan industri yang berada di

DAS tersebut. Sebagai contoh, setidaknya terdapat 22 industri di DAS Way Kuala,

13 industri di DAS Way Lunik, 5 industri di DAS Way Pancoran, dan 2 industri di

DAS Way Kunyit. Kemungkinan pencemaran industri juga terjadi di wilayah

pelabuhan Panjang dan pelabuhan milik swasta yang berada di sekitar Kecamatan

Panjang.

Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Yudha (2007) terhadap sample air laut yang

berasal dari 9 lokasi pengukuran diketahui bahwa kandungan logam berat Pb, Hg, Cu,

dan Cd ditemukan dalam badan air laut dalam jumlah yang bervariasi. Hasil analisis

untuk masing-masing paramater pada masing-masing lokasi disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa Pb terdapat dalam jumlah yang melebihi dari

baku mutu yang ditetapkan untuk biota laut pada lokasi di sekitar perairan laut di

Page 8: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

depan lahan reklamasi PT BBS, perairan di sekitar Pelabuhan Peti Kemas Panjang, di

sekitar Pulau Kubur, dan pantai Puri Gading. Keberadaan logam berat Hg umumnya

masih berada dalam baku mutu yang ditetapkan, bahkan di beberapa tempat tidak

terdeteksi, namun di sekitar perairan laut di depan lahan reklamasi PT BBS terdeteksi

dalam jumlah yang telah melebihi baku mutu.

Adanya logam-logam berat Pb, Hg, Cu, Cd, dan kemungkinan logam berat yang

lainnya di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung sangat memprihatinkan. Walaupun

keberadaan logam berat tersebut masih dalam batas baku mutu yang ditetapkan,

namun keberadaannya di lingkungan perairan dapat mempengaruhi kehidupan biota

dan manusia yang berinteraksi di wilayah tersebut.

Tabel 1. Kandungan logam berat di perairan laut di wilayah Kota Bandar Lampung 2007

Hasil Pengukuran No. Para-meter Sat. BM *) L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9

1. Pb ppm 0.008 0.012 0.008 0.009 0.008 0.008 0.009 0.008 0.012 0.006 2. Hg ppm 0.001 0.002 Ttd 0.001 Ttd 0.001 0.001 Ttd 0.001 Ttd 3. Cu ppm 0.008 0.002 0.003 0.002 0.013 0.014 0.015 0.013 0.025 0.010 4. Cd ppm 0.001 0.026 0.013 0.014 ttd 0.001 0.001 ttd 0.002 ttd

Sumber: Yudha (2007) Keterangan: *) Berdasarkan Kep. Men. LH No.51 thn. 2004 Baku Mutu Air Laut, untuk Biota Laut L1 = Perairan di depan Lahan Reklamasi PT BBS (S 05º27’25,3”; E 105º16’12,2”) L2 = Perairan di dekat Gudang Lelang (S 05º27’10,0”; E 105º16’12,6”) L3 = Perairan di depan Pelabuhan Peti Kemas (S 05º27’51,8”; E 105º18’33,5”) L4 = Perairan di sekitar Pelabuhan Srengsem (S 05º29’22,8”; E 105º19’26,9”) L5 = Tengah Laut (S 05º29’32,3”; E 105º17’44,7”) L6 = Perairan di sekitar Pulau Kubur (S 05º29’15,3”; E 105º15’42,9”) L7 = Perairan di sekitar PPP Lempasing (S 05º29’14,5”; E 105º15’12,4”) L8 = Perairan di sekitar pantai Puri Gading (S 05º28’14,0”; E 105º15’08,4”) L9 = Perairan di sekitar Pulau Pasaran (S 05º27’53,4”; E 105º15’48,2”) Ttd = tidak terdeteksi

Kandungan logam Cu diketahui telah melebihi baku mutu pada beberapa lokasi

pengukuran, yaitu di L4, L5, L6, L7, L8, dan L9. Keberadaan logam Cd telah

melebihi baku mutu pada lokasi pengukuran L1, L2, L3, dan L8. Di lokasi L1, yaitu

di perairan sekitar lahan reklamasi PT BBS, kandungan Cd telah mencapai 0,026 ppm

atau sekitar 26 kali lipat dari baku mutu yang ditetapkan. Sumber pencemaran logam-

logam berat ini diperkirakan dapat berasal dari aktivitas pelabuhan, docking kapal,

ataupun limbah industri yang berasal dari perkotaan yang terbawa oleh sungai-sungai

yang bermuara di sekitar perairan tersebut, seperti sungai Way Belau, Way Sukamaju,

Way Keteguhan, dan Way Kunyit. Di wilayah Kecamatan Panjang terdapat aktivitas

bongkar muat batubara, yaitu di DUKS milik PT Bukit Asam. Pada saat bongkar

muat cukup banyak debu-debu batubara yang masuk ke perairan laut. Hal ini juga

Page 9: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

diduga turut menyumbangkan sejumlah besar kandungan logam berat di perairan laut

di sekitarnya.

Page 10: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung, yang meliputi 3

kecamatan, yaitu Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kecamatan Teluk Betung Barat

dan Kecamatan Panjang. Pengambilan sample biota laut yang berupa ikan dan kerang

dilakukan pada beberapa lokasi yang terdeteksi telah mengalami pencemaran logam-

logam berat Pb, Hg, Cu dan Cd berdasarkan hasil kajian sebelumnya yang telah

dilakukan Yudha (2007). Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Kesehatan

Lingkungan, Politeknik Kesehatan Tanjungkarang. Waktu yang digunakan untuk

penelitian ini adalah 2 bulan, yaitu Oktober-November 2008.

3.2 Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, blender, hot plate, neraca

analitik, oven, lemari pendingin, spektrofotometer serapan atom, dan alat-alat gelas

yang umum digunakan di laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah organ ikan (daging), asam nitrat (HNO3) dengan konsetrasi 65%, timbal

(PbNO3), CdCl2H2O dan akuades.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dihasilkan pada penelitian ini adalah data hasil analisis laboratorium

kandungan Pb, Cd, Hg dan Cu pada beberapa sample biota laut (ikan). Teknik

pengambilan sample biota laut yang akan dianalisis pada dasarnya mengikuti kaidah

statistika, yaitu bersifat random dan berulang. Pengambilan sample akan dilakukan

dengan metode survei di sejumlah lokasi perairan di sekitar wilayah pesisir Kota

Bandar Lampung. Sample ikan yang akan diteliti diupayakan ikan-ikan yang

bersifat menetap dan merupakan jenis predator yang berada pada posisi top carnivora

dalam sistem rantai makanan sehingga indikasi keberadaan logam berat melalui

proses bioakumulasi dan biomagnifikasi melalui aliran rantai makanan dapat

terdeteksi . Ikan tersebut juga haruslah jenis ikan yang dikonsumsi oleh masyarakat

setempat, misalnya ikan kerapu, keting, jolot, dan lain-lain.

3.4 Analisis Sample

Page 11: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

Sample yang telah diperoleh secara otopsi (daging) dicuci bersih dengan akuades

hingga darah dan kotoran hilang. Kemudian sampel yang dipisahkan menurut bagian

masing-masing, setelah itu sampel dipotong kecil-kecil dengan pisau lalu dibelender

dan di masukkan dalam kemasan plastik tertutup. Masing-masing sampel yang sudah

diblender dari setiap ikan dengan berat awal 0,3 0 – 0,5 gram dikeringkan dengan

menggunakan oven pada suhu 1050C sampai berat konstan. Setelah itu ditimbang

untuk memperoleh kadar air. Kemudian ke dalam tabung dimasukkan 1 ml asam

HNO3 65% dan dipanaskan kembali dengan menggunakan hot plate sampai semua

sampel larut, sampel ditambahkan lagi HNO3 11% sampai volume 10 ml. Kemudian

larutan sampel siap diukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom.

Secara lebih jelas metode analisis sample dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bagan alir analisis logam berat pada biota laut

Page 12: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Pengambilan Sample

Sample ikan diambil dari beberapa tempat di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung.

Umumnya sample berasal dari hasil tangkapan nelayan setempat. Lokasi

pengambilan sample adalah di sekitar perairan laut Pantai Sukaraja, Karang Maritim,

Gudang Agen (dekat lahan reklamasi PT BBS), Pantai Puri Gading, dan PPP

Lempasing. Ikan-ikan tersebut dikumpulkan dari hasil tangkapan nelayan setempat,

dan bukan berasal dari kapal-kapal penangkap ikan yang mendaratkan hasil

tangkapannya di pelabuhan perikanan setempat. Hal ini dimaksudkan agar sample

yang diuji benar-benar dari lokasi penelitian dan menggambarkan kondisi pencemaran

logam berat di pesisir Kota Bandar Lampung.

Ikan-ikan yang dikumpulkan pada awalnya berjumlah 11 ekor, dengan perincian

sebagai berikut:

Tabel 2. Asal sample dan jenisnya

No. Lokasi pengambilan sample Jenis ikan Jumlah (ekor)

1 Pantai Sukaraja Keting, jolot 2 2 Pantai Karang Maritim Kerapu Lodi, bandeng, baronang 3 3 Pantai Gudang Agen Belanak 1 4 Pantai Puri Gading 1 Keting 1 5 Pantai PPP Lempasing Keting 1 6 Pantai Puri Gading 2 Jolot 1 7 Pantai Puri Gading 3 Belanak 1

Ikan-ikan yang telah dikumpulkan selanjutnya diseleksi untuk diukur kandungan

logam beratnya. Jenis-jenis ikan yang diutamakan untuk diuji adalah ikan-ikan

predator, seperti kerapu lodi, keting, dan ikan jolot. Ikan bandeng dan baronang yang

berasal dari lokasi 2 tidak diuji dan hanya dipilih ikan kerapu lodi, dengan

pertimbangan bahwa prioritas pengukuran ditujukan untuk ikan-ikan predator.

Namun demikian, untuk lokasi 3 dan 7 hanya tertangkap ikan belanak yang

sebenarnya adalah jenis ikan pemakan detritus (serasah). Dengan pertimbangan

bahwa ikan detritivora juga rentan terhadap pencemaran jika logam berat masuk ke

perairan, maka ikan belanak pun memenuhi syarat untuk diuji.

Page 13: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

Gambar 3. Beberapa contoh ikan uji

4.1.2 Hasil Analisis

Analisis kandungan logam berat terhadap ikan-ikan diuji dilakukan di Laboratorium

Kesehatan Lingkungan, Politeknik Kesehatan Tanjung Karang. Hasil analisis tersebut

tertera pada Tabel 3.

Page 14: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

Tabel 3. Kandungan logam berat pada beberapa ikan uji

Kandungan logam berat (mg/kg) No. Jenis ikan Asal sample Hg Cd Cu Pb 1 Keting Pantai Sukaraja 0,002 0,008 0,030 0,023 2 Kerapu lodi Karang Maritim ttd 0,007 0,019 0,010 3 Belanak Gudang Agen ttd 0,006 0,025 0,012 4 Keting Puri Gading 1 ttd 0,008 0,040 0,025 5 Keting PPP Lempasing ttd 0,006 0,020 0,016 6 Jolot Puri Gading 2 ttd 0,010 0,025 0,019 7 Belanak Puri Gading 3 ttd 0,009 0,030 0,015

Dirjen POM *) 0,5 --- 20,0 2,0 Batas Maksimum dalam makanan (mg/kg) SNI **) 0,5 0,1 --- 0,4

Keterangan: ttd = tidak terdeteksi *) = Sesuai dengan SK Dirjen POM No.03725/B/SK/VII/89 tanggal 10 Juli 1989

tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Makanan **) = Sesuai dengan SNI 01-2729.1-2006

Sebagian besar ikan-ikan uji mengandung logam berat Cd, Cu, dan Pb dengan

konsentrasi yang bervariasi. Kandungan Hg hanya terdeteksi pada sample ikan keting

yang berasal dari Pantai Sukaraja.

4.2 Pembahasan

Tidak terdeteksinya kandungan Hg pada beberapa sample, kecuali di Pantai Sukaraja,

menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan Yudha

(2007) seperti yang tertera pada Tabel 1. Di sekitar perairan laut di depan lahan

reklamasi PT BBS Hg terdeteksi dalam jumlah yang telah melebihi baku mutu.

Sayangnya pada penelitian tersebut tidak dilakukan pengukuran sample air di Pantai

Sukaraja. Namun lokasi Pantai Sukaraja sebenarnya tidak terlalu jauh dari perairan di

sekitar lahan reklamasi PT BBS dan Pelabuhan Peti Kemas. Dari Tabel 3 terlihat

keberadaan logam berat Hg pada ikan keting yang berasal dari Pantai Sukaraja masih

berada di bawah batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan untuk

komoditas ikan, sesuai dengan SK Dirjen POM No.03725/B/SK/VII/89 dan SNI 01-

2729.1-2006, yaitu 0,5 mg/kg.

Kandungan Cd pada ikan uji yang berasal dari semua lokasi pengambilan sample

menunjukan hasil antara 0,006-0,010 mg/kg. Ikan-ikan uji yang berasal dari Pantai

Puri Gading mengandung Cd yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan uji yang

berasal dari lokasi lainnya, yaitu antara 0,008-0,010. Nilai ini masih berada di bawah

batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan untuk komoditas ikan, sesuai

Page 15: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

dengan SNI 01-2729.1-2006, yaitu 0,1 mg/kg. Dari hasil penelitian Yudha (2007)

memang telah diindikasikan bahwa di sekitar perairan pantai Puri Gading kandungan

logam Cd telah melebihi baku mutu. Demikian juga di pantai sekitar lahan reklamasi

PT BBS, Gudang Lelang, dan Pelabuhan Peti Kemas. Bahkan di perairan sekitar

lahan reklamasi PT BBS kandungan Cd telah mencapai 0,026 ppm atau sekitar 26 kali

lipat dari baku mutu yang ditetapkan. Ikan belanak yang tertangkap di sekitar

perairan Gudang Agen (dekat dengan perairan lahan reklamasi PT BBS) juga

terindikasi telah mengandung Cd dalam jumlah 0,006 mg/kg.

Kandungan logam berat Cu yang diukur menunjukkan hasil yang lebih tingi

dibandingkan kandungan Hg, Cd dan Pb, dan nilainya bervariasi antara 0,019-0,040

mg/kg. Kandungan Cu tertinggi terindikasi pada sample ikan yang berasal dari Pantai

Sukaraja, pantai di sekitar Gudang Agen, dan Pantai Puri Gading. Namun demikian,

nilainya masih di bawah batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan untuk

komoditas ikan, sesuai dengan SK Dirjen POM No.03725/B/SK/VII/89, yaitu 20

mg/kg. Dari hasil penelitian Yudha (2007) menunjukkan bahwa logam berat Cu

terindikasi telah melebihi baku mutu di beberapa lokasi pengukuran dan konsentrasi

terbesar terdapat di perairan Pantai Puri Gading yang nilainya sudah mencapai 3 kali

lipat dari baku mutu yang ditetapkan.

Kandungan Pb terindikasi pada seluruh sample ikan dan nilainya bervariasi antara

0,010-0,025 mg/kg. Kisaran nilai tersebut masih di bawah batas maksimum cemaran

logam berat dalam makanan untuk komoditas ikan sesuai dengan SNI 01-2729.1-

2006, yaitu 0,4 mg/kg.

Walaupun berdasarkan hasil penelitian Yudha (2007) diketahui bahwa perairan pesisir

Kota Bandar Lampung telah tercemar logam berat Hg, Pb, Cu, dan Cd dan di

beberapa tempat konsentrasinya telah melebihi baku mutu yang ditetapkan, namun

seluruh sample ikan tidak menunjukkan kadar logam berat yang melebihi batas

maksimum cemaran logam berat pada makanan, sehingga aman dikonsumsi.

Walaupun ikan-ikan uji yang tertangkap berasal dari perairan yang tercemar logam

berat, namun kandungan logam berat pada ikan tersebut masih berada di bawah batas

maksimum yang ditetapkan. Hal ini dijelaskan oleh Connel dan Miller (1995) bahwa

akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung pada konsentrasi logam

berat dalam air/lingkungan, suhu, keadaan spesies dan aktifitas fisiologis. Ikan-ikan

Page 16: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

memiliki kemampuan untuk membuang bahan toksik yang masuk ke dalam tubuhnya

melalui proses ekskresi. Organ yang berperan dalam proses ekskresi adalah ginjal.

Ginjal berfungsi untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang tidak dibutuhkan oleh

tubuh, termasuk polutan seperti logam berat yang toksik, sehingga kandungan logam

berat yang terakumulasi dalam tubuh ikan pun dapat dikurangi.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

Ikan-ikan uji yang berasal dari wilayah pesisir Kota Bandar Lampung

mengandung logam berat Hg, Cu, Cd, dan Pb dalam jumlah yang relatif kecil dan

masih berada di bawah batas maksimum bahan cemaran logam berat pada

makanan untuk komoditas ikan segar, sehingga aman dikonsumsi.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan beberapa hal, yaitu:

Oleh karena pencemaran logam berat merupakan salah satu permasalahan yang

serius dan dapat menimbulkan bencana di masa depan, maka pemerintah daerah

sebaiknya melakukan tindakan nyata untuk mengurangi laju pencemaran tersebut.

Pemerintah daerah perlu melakukan pengujian logam berat pada biota laut secara

berkala untuk memonitoring tingkat bahaya mengkonsumsi ikan-ikan laut yang

tertangkap di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung. Selanjutnya hasil

monitoring tersebut harus disampaikan kepada publik secara transparan.

Page 17: Kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada beberapa ikan laut di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung 2008

DAFTAR PUSTAKA

Connell, D.W. dan G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.

Terjemahan Y. Koestoer. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. CRMP. 1998. Potensi dan Isu Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan Propinsi

Lampung. Proyek Pesisir Publication. Tec. Report TE-98/01-I. CRC-URI. Jakarta.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta.

Hutagalung. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pseanologi. LIPI. Jakarta.

Johnston, R. 1976. Marine Pollution. Academc Press. London.

Nybakken, W. J. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia. Jakarta

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.

Saeni, M.S. 1989. Kimia Lingkungan. PAU Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Wiryawan, B. dkk. 2000. Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Lampung. Bekerjasama dengan Proyek Pesisir PKSPL IPB. Bandar Lampung.

Wiryawan, B. dkk. 2002. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung. Cetakan ke-2. Bekerjasama dengan Proyek Pesisir PKSPL IPB. Bandar Lampung.

Yudha, I.G. 2007. Kajian Pencemaran Logam Berat di Wilayah Pesisir Kota Bandar Lampung Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Universitas Lampung, September 2007. Bandar Lampung.