Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah...

120
1 Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik Greenpeaces Campaign on Preventing The Oil Drilling of Shell and Finland in Arctic Oleh: MAUDY NOOR FADHLIA 170210120096 SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Hubungan Internasional PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2016

Transcript of Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah...

Page 1: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

1

Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran

Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

Greenpeace’s Campaign on Preventing The Oil Drilling of Shell

and Finland in Arctic

Oleh:

MAUDY NOOR FADHLIA

170210120096

SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

guna memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Hubungan Internasional

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2016

Page 2: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

2

ABSTRAK

Maudy Noor Fadhlia. Kampanye Greenpeace dalam Mencegah Aktivitas

Pengeboran Minyak oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik. Jurusan

Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Padjadjaran. Jatinangor, 25 Maret 2016.

Arktik merupakan salah satu wilayah yang mulai terkena dampak dari

perubahan iklim global. Hal ini kemudian berdampak pada terbukanya jalur

pelayaran dan eksplorasi minyak dan gas alam yang tertimbun di dasar laut

Arktik. Salah satunya adalah Shell yang mengirimkan kapal sewaan milik

Finlandia, Fennica dan Nordica ke Arktik. Greenpeace sebagai organisasi yang

hirau dengan masalah lingkungan hidup, menyuarakan perlawanannya terhadap

aktifitas ini melalui kampanye Save the Arctic.

Penelitian ini bertujuan menganalisis apa saja strategi dalam kampanye

Save the Arctic dan apakah strategi ini efektif dalam menyukseskan kampanye.

Dalam masalah ini, peneliti mengkaji dari sisi komunikasi media global.

Penulis menggunakan teori kampanye dan metode penelitian kualitatif

dalam menjelaskan tindakan dan strategi kampanye yang dilakukan Greenpeace.

Analisis akan mengaitkan peran NGO dan media dalam kampanye Save the

Arctic. Sebab kampanye yang dilakukan Greenpeace nyatanya efektif dalam

mengatasi masalah pengeboran minyak oleh Finlandia dan Shell di Arktik.

Kata kunci: Komunikasi Media Global, Kampanye, Enviromentalisme,

Nongovernmental Organization, Save The Arctic, Greenpeace, Shell,

Finlandia

Page 3: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

3

ABSTRACT

Maudy Noor Fadhlia. Greenpeace’s Campaign on Preventing The Oil

Drilling of Shell and Finland in Arctic. International Relations Major, Faculty of

Social and Political Sciences, Universitas Padjadjaran. Jatinangor, 25 March

2016.

Arctic is one of victims of the global climate change effect. This caused

Arctic to be more accessible through sea route and increased the amount of oil

and gas exploration in the deep sea of Arctic. Shell, the oil company, sent the

icebreakers owned by Finland, Fennica and Nordica. While Greenpeace

concerned to this issue and filed their complaints against Shell through Save the

Arctic campaign.

This thesis research goal is to analyze what are the strategies in Save the

Arctic campaign and whether it is effective in helping the campaign. Researcher

views this problem from global media communication study.

Researcher also uses campaign theory and qualitative method in

describing the action and campaign strategy of Greenpeace. This linked NGO

role and use of media in Save the Arctic campaign. In fact, the campaign done by

Greenpeace is effective in stopping Shell and Finland icebreaker activity.

Key words: Global Media Communication, Environmentalism, Non-

governmental Organization, Save the Arctic, Greenpeace, Shell, Finland.

Page 4: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

4

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN......................................................................... iii

ABSTRAK………………………………………………………………... iv

ABSTRACT………………………………………………………………... v

KATA PENGANTAR……………………………………………………. vi

DAFTAR ISI…………………………………………………………….... x

DAFTAR TABEL……………………………………………………….... xiv

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar

Belakang Penelitian……………………………………... 1

1.2 Rumus

an Masalah……………………………………………... 9

1.3 Tujuan

dan Manfaat Penelitian………………………………... 9

1.3.1 Tujuan

Penelitian………………………………………. 9

1.3.2 Manfaa

t Penelitian……………………………………... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Media Global…………………………………….. 11

2.2 Kampanye……………………………………………………… 15

2.2.1 Strategi Komunikasi dalam Kampanye…………………..21

Page 5: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

5

2.2.2 Media dalam Kampanye Lingkungan…………………….25

2.3 Non-Governmental Organizations…………………………….. 28

2.4 Environmentalisme……………………………………………. 30

2.5 Kerangka Pemikiran…………………………………………… 34

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian Kualitatif………………………………....... 36

3.2 Instrumen Penelitian…………………………………………… 38

3.3 Teknik Pengumpulan Data…………………………………….. 39

3.3.1 Data Set Penelitian………………………………………. 40

3.4 Strategi Analisis Data………………………………………….. 41

3.5 Validitas dan Reliabilitas Data………………………………….43

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………... 44

3.6.1 Lokasi Penelitian…………………………………………. 44

3.6.2 Waktu Penelitian…………………………………………. 45

3.7 Sistematika Penulisan………………………………………….. 46

BAB IV OBJEK PENELITIAN

4.1 Keikutsertaan Finlandia dalam Dewan Arktik ………………… 47

4.2 Arctia Ltd………………………………………………………54

4.2.1 Kerjasama dengan Shell………………………………….55

4.2.2 Fennica dan Nordica……………………………………... 57

4.3 Greenpeace…………………………………………………….. 61

4.3.1 Kampanye Save the Arctic………………………………. 65

4.4 Benua Arktik…………………………………………………… 69

4.4.1 Kondisi Alam Wilayah Arktik…………………………… 69

4.4.2 Nilai Strategis Arktik……………………………………. 71

4.4.3 Pengeboran Minyak di Wilayah Arktik………………….. 75

4.4.4 Akitivitas Pengeboran Minyak oleh Shell………………...77

Page 6: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

6

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Penerapan Strategi Komunikasi dalam Kampanye Save the

Arctic……………………............................................................ 82

5.1.1 Protes Masyarakat melalui Kampanye Save the Arctic…...84

5.1.2 Peran Media dalam Kampanye Save the Arctic…………..90

5.2 Penghentian Aktivitas Industri oleh Shell di Alaska ………….. 97

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan……………………………………………………….. 104

6.2 Saran…………………………………………………………… 106

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 107

LAMPIRAN………………………………………………………………. 113

Page 7: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

7

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Model Komunikasi Shannon-Weaver…………………………… 12

Tabel 2.2 Model Sandman…………………………………………………. 18

Tabel 2.3 Karakteristik Media Massa ……………………………………....27

Tabel 2.4 Kerangka Pemikiran…………………………………………….. 26

Tabel 3.1 Data Primer……………………………………………………… 40

Tabel 3.2 Data Sekunder…………………………………………………… 41

Tabel 3.3 Waktu Penelitian………………………………………………… 45

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta negara anggota dan pengamat Dewan Arktik …………... ..49

Gambar 4.2 Kapal penghancur es “Fennica” milik Finlandia …………….. ..59

Gambar 4.3 Kapal penghancur es “Nordica” milik Finlandia …………….. ..60

Gambar 4.4 Selebriti Hollywood pendukung Kampanye Save the Arctic … ..67

Gambar 4.5 Boneka beruang kutub raksasa di depan Kantor Shell ………. ..68

Gambar 4.6 Lautan Arktik yang ditutupi gunung dan batuan es …….......... ..70

Gambar 4.7 Peta jalur pelayaran Arktik …………………………………... ..74

Page 8: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

8

Gambar 4.8 Ancaman Pengeboran Minyak di Arktik……………………... ..77

Gambar 5.1 Aksi protes aktivis Greenpeace di Finlandia………………… ..85

Gambar 5.2 Aksi protes pemasangan banner Save the Arctic di Pelabuhan

Helsinki…………………………………………………………87

Gambar 5.3 Pemasangan banner Save the Arctic…………………………. ..88

Gambar 5.4 Aktivis Greenpeace berusaha mengokupasi alat bor Shell…… ..89

Gambar 5.5 Kayaktivists di Portland………………………………………. ..90

Gambar 5.6 Pemasangan iklan Save the Arctic di Billboard dekat Kantor

Shell……………………………………………………………..91

Gambar 5.7 Video promosi yang dipublikasikan di situs Greenpeace…….. ..92

Gambar 5.8 Artikel-artikel di situs resmi Greenpeace…………………….. ..93

Gambar 5.9 Akun twitter Kampanye Save the Arctic……………………... ..94

Gambar 5.10 Akun facebook Kampanye Save the Arctic………………… ..94

Gambar 5.11 Web resmi Save the Arctic………………………………….. ..95

Gambar 5.12 Aktris Emma Thompson ikut mendukung Kampanye Save

The Arctic……………………………………………………...96

Gambar 5.13 Lokasi pengeboran minyak Shell di Laut Chukchi………….. ..99

Gambar 5.14 Lokasi sumur minyak Shell di Laut Beaufort……………….. 100

Gambar 5.15 Pengumuman resmi Greenpeace……………………………..101

Page 9: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Arktik merupakan salah satu wilayah unik yang dikelilingi oleh 8 negara

dan memiliki 13 juta penduduk (Greenpeace, 2012). Wilayah ini terletak di

sebelah utara dunia, tepatnya di Samudera Arktik. Wilayah ini sebelumnya

dikenal sebagai wilayah tak berpenghuni, dimana hanya ada beruang kutub dan

hampir seluruh wilayahnya diselimuti oleh es. Wilayah Arktik saat ini tengah

menjadi sorotan perhatian masyarakat internasional bersamaan dengan maraknya

isu globalisasi. Dampak perubahan iklim yang besar dan sedang terjadi di Arktik,

membuat masyarakat internasional mulai khawatir terhadap kondisi ini. Sebab

apabila didiamkan begitu saja, maka di kemudian hari akan muncul dampak yang

lebih fatal khususnya bagi keamanan manusia.

Para ahli mengatakan bahwa Arktik merupakan sumber penyeimbang suhu

bumi (Greenpeace, 2012). Sehingga Arktik memiliki peranan penting dalam

meregulasi suhu global serta mencegah perubahan iklim. Lautan es yang ada di

Arktik memantulkan cahaya matahari sehingga bumi tetap dingin. Namun dengan

perubahan iklim yang tidak menentu dan suhu bumi yang kian panas, maka es di

Arktik pun meleleh dan lautan yang ada di wilayah tersebut mulai menyerap

cahaya matahari. Dengan ini maka suhu bumi akan terus meningkat dan es akan

makin cepat meleleh.

Page 10: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

11

Kerusakan lingkungan yang terjadi disebabkan atas aktivitas industri yang

dilakukan oleh beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Rusia, Kanada,

Denmark, dan Norwegia dalam rangka menguasai sumber energi yang tersimpan

di dalamnya (Dewi, 2007). Sebab sekitar 40% cadangan minyak dan gas alam

dunia berada di Arktik. Selain itu, wilayah Arktik dapat menjadi rute pelayaran

baru di kawasan Amerika dan Eropa (Muhaimin, 2015). Dulunya negara sulit

untuk masuk ke wilayah Arktik akibat tebalnya es yang membuat transportasi apa

pun sulit untuk mendarat di wilayah tersebut. Sehingga tidak banyak yang tahu

mengenai Arktik, dan wilayah tersebut hanya dianggap sebagai wilayah kosong

(Goodenough, 2010). Namun dengan kondisi es yang kian menipis, maka minyak

yang berada di bawah laut Arktik mulai terlihat dan akses transportasi seperti

kapal laut mulai bisa masuk ke wilayah Arktik. Sehingga aktivitas pengeboran

minyak ini akhirnya makin memperburuk perubahan iklim. Awalnya ketertarikan

terhadap wilayah Arktik ini didasari atas kekhawatiran mengenai melelehnya es di

Arktik yang dapat mengakibatkan perubahan iklim makin tidak menentu (Watt,

2013).

Masalah ini dapat menjadi ancaman bagi penduduk dan hewan liar yang

tinggal di Arktik. Sebab sejauh ini penduduk yang tinggal di Arktik banyak

bergantung pada sumber daya dan makanan yang ada. Lebih dari 40 kelompok

etnis dan budaya tinggal di wilayah tersebut (Greenpeace, 2012). Begitu juga

dengan berbagai macam hewan langka di dunia seperti beruang kutub, rusa, dan

serigala yang terancam punah 100 tahun ke depan (Greenpeace, 2012). Apabila

Page 11: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

12

kondisi Arktik makin berbahaya dan suatu saat menghilang, maka tempat tinggal

dan kebudayaan penduduknya juga ikut menghilang.

Masalah ini kemudian menarik perhatian dan kekhawatiran masyarakat

akan kondisi lingkungan di Arktik. Sehingga masyarakat bergerak dan melakukan

serangkaian aksi, yang mana untuk mendukung tuntutan informasi, aksi, sikap,

serta kepedulian terhadap lingkungan ini muncullah Non-Governmental

Organizations (NGOs) yang menggunakan strategi komunikasi dalam membantu

permasalahan lingkungan tersebut. Strategi-strategi yang dilakukan misalnya

kampanye, workshop, sosialisasi lingkungan, newsletter, dsb. Strategi ini tentu

saja dilakukan dengan tujuan untuk mendorong aksi nyata, solusi, atau setidaknya

kepedulian terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi. Dalam konteks

lingkungan, tujuan dilakukannya proses komunikasi ini adalah untuk membuat

masyarakat bercermin atas sikapnya terhadap isu lingkungan. Kampanye

lingkungan hidup menjadi alat komunikasi utama yang disebut efektif dalam

mewujudkan tujuan ini.

Salah satu contoh kasusnya adalah Greenpeace yang terdorong untuk

melakukan suatu tindakan demi melindungi Arktik, yaitu dengan menggagas

kampanye Save the Arctic. Kampanye ini telah dilakukan oleh Greenpeace sejak

tahun 2012 (Greenpeace, 2012). Greenpeace sendiri merupakan organisasi

independen yang fokus pada isu lingkungan. Greenpeace memulai kampanye ini

dengan tujuan untuk memperoleh jutaan dukungan berupa tanda tangan dan akan

diletakkan di Kutub Utara (Black, 2012). Petisi ini kemudian nantinya akan

diletakkan di dasar laut beserta dengan bendera yang dirancang oleh pemuda

Page 12: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

13

(World Association of Girl Guides and Girl Scouts, 2013). Dalam rangka

menyelamatkan Arktik dari kerusakan lingkungan yang lebih besar, maka

organisasi ini merilis video bertajuk Save the Arctic untuk menghentikan

perusahaan multinasional dari beberapa negara dalam melakukan aktivitas

industri di wilayah tersebut. Aksi ini dilakukan demi menuntut perlindungan bagi

wilayah Arktik dan menyerukan suaka global.

Greenpeace banyak memanfaatkan media sosial sebagai alat kampanye

Save the Arctic, misalnya saja twitter, youtube, situs blog, dan facebook.

Kemudian kampanye ini juga mengundang dukungan dari berbagai pihak seperti

aktivis-aktivis lingkungan di Finlandia. Kelompok aktivis ini menentang adanya

aktivitas pengeboran minyak oleh kapal-kapal penghancur es milik Shell dan

pemerintah Finlandia. Cara-cara yang dilakukan aktivis ini banyak menggunakan

aksi langsung dengan melakukan pelayaran ke Arktik dengan menggunakan kapal

Arctic Sunrise milik Greeenpeace dan mengokupasi kapal penghancur es milik

Finlandia. Finlandia sendiri merupakan salah satu anggota dari Dewan Arktik

(Arctic Council, 2011). Di tahun 1989, Finlandia merupakan negara yang pertama

kali menginisiasi kerjasama antara delapan negara-negara Arktik untuk

melindungi wilayah Arktik. Namun pemerintah Finlandia justru mengizinkan

perusahaan milik negara Finlandia membantu Shell dalam mengoperasikan dua

kapal penghancur esnya, Fennica dan Nordica, untuk mengeksplor minyak di

daerah Alaska (Hamilton, 2013).

Pada tahun 2013, Finlandia sempat mendukung kampanye yang dilakukan

Greenpeace dan ikut menyuarakan suaka global. Bahkan aksi ini dianggap

Page 13: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

14

sebagai lampu hijau bagi negara anggota Dewan Arktik lainnya untuk juga ikut

mendukung kampanye yang dilakukan Greenpeace. Saat itu Finlandia juga

menghentikan peminjaman kapal penghancur esnya kepada Shell sehingga

aktivitas pengeboran minyak pun juga ikut terhenti. Namun di tahun 2015, Shell

kembali menyewa kapal penghancur es milik Finlandia, Fennica, untuk

menelusuri minyak dan gas di perairan Alaska yang bocor sekitar awal bulan Juli

lalu (Yle, Juli 2015). Shell berencana untuk membuat lubang-lubang di perairan

Alaska untuk mengamati sumber daya alam yang ada di bawah dasar laut. Selain

Fennica, ada juga Nordica yang digunakan untuk melakukan operasi pengeboran

minyak di Laut Chukchi, Arktik. Kapal-kapal ini berada di bawah operasi Arctia

Shipping, yang secara penuh merupakan milik pemerintah Finlandia. Hal ini

kemudian mengundang respon dari Greenpeace terutama aktivis-aktivis

Greenpeace yang ada di Finlandia. Para aktivis ini pernah coba menghentikan

kapal es milik Finlandia dengan menggantungkan banner bertuliskan Stop Shell

#SaveTheArctic di badan kapal Fennica (Yle, Juli 2015).

Di tahun yang sama, aktivis-aktivis Greenpeace juga mengokupasi kapal

penghancur es milik Finlandia, Nordica, di pelabuhan Helsinki (Cole, 2012).

Aksi-aksi ini dilakukan oleh para aktivis Greenpeace yang berasal dari 13 negara

berbeda, antara lain Finlandia, Slovakia, Kolombia, Jerman, Chili, Brazil, Italia,

Swedia, Austria, Perancis, Hungaria, Norwegia, dan Denmark. Aksi-aksi dari

kampanye Greenpeace ini kemudian mendapat dukungan dari sekitar 400.000

orang yang menandatangani petisi mengenai penghentian aktivitas pengeboran

Shell dan Finlandia di Arktik.

Page 14: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

15

Maka sasaran dari penelitian ini adalah untuk meneliti dan mempelajari

apa saja strategi kampanye Save the Arctic yang dilakukan oleh Greenpeace.

Kemudian apakah strategi tersebut berhasil menunjang kampanye Save the Arctic.

Selain itu, peneliti juga akan melihat relasi antara Arktik, Greenpeace, Finlandia

dan Shell, berdasarkan proses komunikasi yang berbeda (kampanye).

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti telah melakukan kajian terhadap

penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pembahasan yang akan diteliti untuk

dapat memberikan gambaran kepada peneliti. Di dalam jurnal Environmental

Campaign Construction and Symbolism: In The Case of WWF’s Campaign

“Earth Hour” oleh Ekaterina Kazakova disebutkan bahwa kampanye lingkungan

hidup didasarkan pada tiga pertanyaan fundamental, antara lain tujuan/objektif,

audiens, dan strategi. Kampanye pada umumnya berupaya untuk menarik

perhatian publik dengan serangkaian aksi simbolik. Objektif sifatnya berjangka

waktu (umumnya pendek) dan konkret. Dalam kampanye Earth Hour, audiens

yang ditargetkan merupakan semua golongan mulai dari individu, perusahaan,

hingga pemerintah. Selain itu, strategi dalam kampanye Earth Hour dibangun

dengan keyakinan bahwa aksi-aksi yang dilakukan memiliki kekuatan yang

mampu melewati perbedaan budaya dan sosial agar semua masyarakat bergerak

mencapai suatu tujuan.

Lalu dalam jurnal Greenpeace v. Shell: Media Exploitation and The Social

Amplification of Risk Framework (SARF) oleh Vian Bakir dijelaskan mengenai

kegunaan SARF dalam memahami peran media dalam dampak komunikasi. Sejak

dibentuk, SARF menjadi acuan dalam mengkritik kurangnya perhatian aktor

Page 15: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

16

dalam penggunaan media, kemudian asumsi bahwa media beroperasi sebagai

suatu stasiun amplifikasi dalam komunikasi lingkungan hidup. Jurnal ini

menganalisis studi kasus dampak komunikasi pada kasus Greenpeace melawan

Shell dalam penghentian aktivitas pengeboran kilang minyak di dasar laut Brent

Spar, Atlantik di tahun 1995. Studi kasus tersebut dijadikan penelitian untuk

melihat apakah SARF berhasil mengkritik masalah ini. Namun dalam jurnal ini

disimpulkan bahwa kritik muncul sebagai konsekuensi dari peneliti yang

menggunakan SARF. Sehingga penggunaan SARF ini memperlihatkan analisis

bahwa media berperan sebagai amplifikasi sosial, Greenpeace menggunakan

media dengan baik untuk mengomunikasikan tanda bahaya dan masalah yang

berkaitan dengan isu.

Kemudian dalam jurnal yang ditulis oleh William DeJong yang berjudul

The Role of Mass Media Campaigns in Reducing High-Risk Drinking among

College Students dijelaskan bahwa terdapat strategi-strategi yang harus dilakukan

dalam kampanye. Meneliti dari keberhasilan dan kegagalan kampanye media

massa sebelumnya, maka ditarik kesimpulan bahwa kelompok layanan publik

atau NGOs saat ini menggunakan media massa untuk mempromosikan alasan

mereka. Sebab penggunaan media dalam eksekusi berdasarkan prinsip dasar

kampanye, khususnya dalam jangka panjang, berperan penting dalam perubahan

sikap serta perilaku baik langsung maupun dalam tingkat institusional, komunitas,

dan kebijakan. Banyak kampanye yang gagal karena perencanaan, penelitian, dan

strategi yang disusun belum amat mumpuni. Sehingga jurnal ini menggagas

strategi berdasarkan tiga jenis kampanye media massa, yaitu informasi,

Page 16: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

17

pemasaran norma sosial, dan advokasi. Muncul hasil bahwa kampanye yang fokus

pada upaya pencegahan secara lingkungan saat ini banyak diimplementasikan dan

berhasil.

Penelitian terdahulu selanjutnya adalah Friends of Earth International

oleh Keith Sutter. FoEI merupakan gerakan lingkungan yang berbasis di

Amsterdam. Gerakan ini kemudian meluas sampai akhirnya terbentuklah suatu

organisasi yang peduli terhadap masalah lingkungan hidup. Tujuan utamanya

adalah untuk melindungi bumi dari deteriorasi dan memperbaiki kerusakan

lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, untuk meningkatkan

partisipasi publik dan pemutusan kebijakan yang demokratis dalam perlindungan

lingkungan dan manajemen sumber daya alam, untuk mencapai keadilan sosial,

ekonomi, dan politik dalam pemerataan akses sumber daya juga kesempatan

dalam tingkat lokal, nasional, maupun internasional, dan terakhir untuk

mengenalkan pembangunan berkelanjutan lingkungan hidup dalam tingkat lokal,

nasional, dan internasional. FoEI juga menggunakan beberapa kampanye

lingkungan hidup dengan isu yang beragam. Kampanye ini kemudian menarik

perhatian pemerintah dan media namun masih memiliki kelemahan dalam

kedalaman isu.

Penelitian terakhir diambil dari jurnal yang ditulis oleh Priscilla Weeks

dengan judul Cyber-activism: World Wildlife Fund’s Campaign to Save the Tiger.

Sebagai sebuah organisasi terbesar yang peduli terhadap isu konservasi dan

biodiversitas yang mencakup hampir 150 negara, banyak aksi yang telah

dilakukan oleh organisasi ini misalnya dalam proyek-proyek maupun kampanye

Page 17: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

18

lingkungan hidup. Sejauh ini WWF telah menghabiskan dana sekitar jutaan dolar

dalam isu konservasi harimau sejak tahun 1972. Organisasi ini telah

memformulasikan strategi baru tentang konservasi harimau berdasarkan prinsip

biologi konservasi yang mengidentifikasi jenis habitat yang esensial bagi populasi

harimau serta mengembangkan strategi konservasi dengan baik untuk setiap jenis

habitat. Strategi ini diinformasikan kepada masyarakat luas melalui situs resmi

milik WWF, tujuannya agar masyarakat peduli dan mendukung aksi ini. Dengan

peningkatan jumlah pengguna internet saat ini, maka aksi tersebut cepat mendapat

respon. Sehingga kampanye dan gerakan yang dilakukan WWF tersampaikan

dengan baik, dan masyarakat juga menjadi peduli dan mulai ikut berkontribusi

memberikan gagasannya dalam isu ini.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih

jauh mengenai strategi kampanye Save the Arctic yang dilakukan oleh

Greenpeace dan mengkajinya lebih lanjut dalam sebuah penelitian dengan judul:

“Kampanye Greenpeace dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak

oleh Finlandia dan Shell di Wilayah Arktik”

1.2 Rumusan Masalah

Dari pemaparan di atas, rumusan masalah yang ingin diambil peneliti adalah

bagaimana strategi creative confrontatition dapat menunjang kampanye Save the

Arctic.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Page 18: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

19

Tujuan yang ingin disampaikan penulis melalui penelitian ini antara lain:

1. Menggambarkan proses komunikasi media global dalam fenomena Arktik.

2. Mempelajari strategi Greenpeace dalam kampanye Save the Arctic.

3. Mendeskripsikan kaitan antara kampanye, NGOs, dan isu lingkungan hidup.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, penulis mengharapkan karya tulis ini dapat berkontribusi

kepada studi hubungan internasional terkait persaingan kekuatan besar yang

berdampak pada keamanan wilayah Arktik. Penelitian diharapkan dapat berguna

bagi seluruh civitas maupun khalayak luas, yaitu untuk:

1. Memberikan sumbangsih informasi dalam studi Hubungan Internasional

khususnya mengenai peran NGOs dalam fenomena Arktik.

2. Menambah pengetahuan deskriptif mengenai kerusakan lingkungan yang

terjadi di Arktik dan gerakan yang dilakukan oleh Greenpeace bersama

aktifisnya dalam melindungi wilayah tersebut.

Memberikan referensi dan gambaran bagi penelitian selanjutnya yang tertarik di

dalam isu lingkungan, komunikasi media global, Greenpeace, dan Wilayah

Arktik.

Page 19: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komun

ikasi Media Global

Pertumbuhan aktivitas global bukan lagi hal yang baru dalam dunia

modern saat ini. Globalisasi telah menjadi proses yang menempatkan masyarakat

dalam percepatan arus komunikasi yang kemudian berpengaruh pada penyebaran

informasi oleh masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial berinteraksi untuk

melakukan komunikasi, sebagai elemen penting dalam kehidupan manusia sehari-

hari. Komunikasi tidak bisa dipisahkan dari rutinitas manusia, sebab manusia

membutuhkan pentingnya komunikasi dan informasi untuk mendorong manusia

itu sendiri dalam berinovasi untuk menyediakan media komunikasi yang lebih

efektif dan akurat (Malik, 1993).

Komunikasi internasional ini sendiri dapat didefinisikan menjadi sebuah

komunikasi yang dilakukan oleh komunikator yang mewakili suatu negara untuk

menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan kepentingan negara terhadap

komunikan yang mewakili negara lain (Malik, 1993). Komunikasi internasional

fokus pada keseluruhan proses melalui data dan informasi yang mengalir melalui

batas-batas negara. Subjek yang ditelaah adalah struktur arus bukan arus itu

sendiri. Selain itu, komunikasi internasional menelaah faktor-faktor yang terlibat

dalam arus, sarana yang digunakan, efek yang timbul, dan motivasi yang

mendasari terjadinya arus (Liliweri, 2001).

Page 20: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

37

Maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi internasional merupakan

proses resiprosi pertukaran tanda untuk menginformasikan, mengajak, atau

menginstruksi, berdasarkan makna dan kondisi bersama dalam konteks sosial dan

hubungan komunikator (Cutlip, 2006: 197). Komunikasi memiliki banyak model

yang dibentuk untuk memahami arus komunikasi. Namun terdapat model

komunikasi klasik dari Shannon-Weaver yang umumnya diadopsi untuk

mendeskripsikan alur tersebut.

Tabel 2.1

Model Komunikasi Shannon-Weaver

Feedback

Sumber: (Chandler & Munday, 2011)

Tabel di atas menunjukkan bahwa pengirim (sender) mengirimkan pesan

dari respon balik yang muncul dari komunikan sebagai dampak dari proses

komunikasi. Dalam tabel tersebut, proses komunikasi dideskripsikan sebagai

proses transmisi informasi sederhana, yang menekankan pada peran si pengirim.

Sender

Message Tools

Receive

r

Effect

Page 21: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

38

Namun poin utamanya adalah strategi untuk mengajak melalui pesan.

Kelemahannya adalah model ini terlalu menekankan pada pengaruh eksternal.

Komunikasi internasional kemudian mengalami transisi menjadi

komunikasi global, yang mana membawa media ke dalam dimensi baru

komunikasi global. Transisi ini didorong oleh faktor keterbukaan informasi yang

ditawarkan oleh media. Media menjadi instrumen penting dalam kajian

komunikasi global, karena dampak dan jangkauannya yang luas. Media

memegang kekuatan penting karena mampu berkomunikasi dan mempengaruhi

massa.

“In order to be politically active, citizens require means to

communicate with one another and to debate the type of

government they desire for themselves. Civic discourse can take

place in various forums, the most important of which are the public

communications media, both print and electronic.” (Bratton, 1994:

2)

Informasi yang disampaikan melalui media cenderung dipercaya oleh

masyarakat karena dikemas ke dalam berita atau tayangan dengan teks yang

persuasif. Media mampu mengubah opini publik, bahkan mendorong publik untuk

membeli suatu produk melalui iklan. Sehingga tidak mengherankan jika media

digunakan sebagai instrumen kampanye lingkungan oleh Greenpeace. Sebab

dengan bantuan media, maka informasi dan opini yang ingin dibentuk dari

kampanye tersebut dapat terwujud.

Page 22: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

39

Namun meski begitu, kekuatan media akan efektif apabila didukung

dengan strategi yang baik. Sebab dalam beberapa budaya, terdapat perbedaan

sikap atau respon masyarakat terhadap penggunaan media. Jangkauan media yang

sangat luas belum tentu mampu mengubah opini masyarakat atau memberikan

perubahan signifikan lainnya. Komunikasi yang dijalin melalui media mampu

meraih massa, namun publik biasanya memegang beragam kepercayaan dan

pengetahuan mengenai suatu hal misalnya lingkungan. Media belum tentu mampu

mencapai target kelompok yang relevan dengan informasi yang disampaikan.

Trend yang sedang terjadi dalam tingkat global saat ini adalah kebebasan

media yang mempengaruhi metode publikasi, metode penyebaran, metode

pembuatan berita, serta pertumbuhan kategori penonton. Internet dan televisi

menjadi media yang meluas, mudah dijangkau, dan amat berpengaruh. Karena

kebanyakan media pemberitaan, baik nasional maupun internasional, mulai

memasukkan konten berita ke dalam media online (UNESCO, 2014: 35).

Sehingga dalam perkembangan media global saat ini, pemberitaan yang sifatnya

interaktif mendapatkan kesempatan lebih besar karena mampu menarik minat

masyarakat serta tidak dibatasi. Hal ini mengubah arus informasi tradisional

menjadi lebih terbuka, juga menjadi tantangan baru bagi kerangka regulasi yang

ada.

Meningkatnya penggunaan smartphone yang terhubung ke dalam koneksi

internet dengan segala fitur cermatnya membuat sistem telekomunikasi ini

menjadi lebih diminati. Meskipun fenomena baru ini juga mampu mengganggu

arus bebas informasi dan privasi, termasuk sumber dan proses pemberitaan.

Page 23: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

40

Dominasi internet ini secara cepat meningkatkan jumlah publikasi berita atau

informasi juga pengguna internet (UNESCO, 2014: 35). Konsekuensi yang

diterima relevan bagi kebebasan media dan pers, terkait bergesernya sistem media

tradisional, praktik pengumpulan berita, kode etik, serta norma profesional. Tidak

hanya internet, televisi juga membawa perubahan besar sebagai alternatif pilihan

bagi penonton dalam komunikasi media global.

Televisi atau media satelit kadang juga terhubung dengan media online

(media sosial). Keduanya membuat suatu mekanisme produksi dan penyebaran

baru dalam media global. Media-media pemberitaan besar, seperti BBC dan Al-

Jazeera, berhasil menarik perhatian audiens dengan operasional pengumpulan

berita yang dinilai efektif dalam menyajikan konten dari sumber-sumber berita

baru, seperti blog dan video (UNESCO, 2014: 26). Sehingga tidak hanya media

pemberitaan nasional dan internasional, tetapi kelompok-kelompok seperti

organisasi maupun komunitas juga memanfaatkan mekanisme media baru ini ke

dalam penyebaran informasi yang ingin disampaikan demi mencapai tujuannya.

2.2 Kampa

nye

Kampanye merupakan cara, tindakan, dan usaha mempengaruhi tindakan

dan menyampaikan pesan kepada target audiens dengan tujuan untuk

mendapatkan dukungan (Bragt, 2006). Kampanye bisa dilakukan oleh individu

dan kelompok terorganisir yang ingin mencapai suatu proses pengambilan

keputusan, atau juga untuk memengaruhi dan menghambat pencapaian tersebut.

Kampanye pada umumnya dapat dilakukan melalui siaran rekaman gambar atau

Page 24: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

41

suara, media cetak, slogan, atau mouth to mouth (Truman Papers, 1953). Namun

dengan berkembangnya teknologi dan ruang publik, maka kampanye juga dapat

dilakukan melalui internet. Selain untuk memudahkan, cara ini dianggap efektif

sebab kebanyakan masyarakat seperti pemuda dan remaja banyak mengakses

internet dalam kesehariannya. Sehingga melalui internet, kampanye dilakukan

dengan merekayasa pencitraan atau untuk mengenalkan suatu gagasan serta isu

yang ingin disampaikan oleh suatu kelompok dengan harapan mendapatkan

respon, tanggapan, dan dukungan. Maka kampanye dapat disebut juga sebagai

media yang direncanakan dan distrategikan dengan baik untuk meningkatkan

kepedulian, menginformasikan, atau mengubah perilaku target audiens yang

dituju (Sandman, 2000: 79).

Kampanye seringkali didukung oleh instrumen, seperti penggunaan media

massa. Penggunaan media massa dalam kampanye diyakini berdampak positif,

karena informasi yang begitu cepat menyebar sehingga bantu mewujudkan visi

dari kampanye itu sendiri. Potensi dari kampanye melalui media massa ini

bersandar pada kemampuan media untuk mempropagandakan pesan yang

difokuskan kepada audiens secara berulang (Wakefield, 2010). Media massa

terbukti mampu menjangkau heteregonitas populasi.

Penting untuk mengartikan pesan utama kampanye ketika memutuskan

untuk melakukan kampanye lingkungan melalui media. Perlu adanya upaya untuk

mengidentifikasi pesan yang mampu mengisi kebutuhan audiens. Maka dari itu,

poin ini sifatnya krusial, yaitu untuk mengenali audiens lebih dalam agar mampu

merancang pesan yang efektif. Sehingga kampanye melalui media harus

Page 25: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

42

mengikuti proses dasar yang berkaitan dengan membangun tujuan yang realistik,

memediasikan audiens, membangun strategi dalam penggunaan media yang

efektif, dan membentuk pesan (Sandman, 2000: 80). Semua elemen ini saling

berinteraksi untuk menyukseskan kampanye. Kemudian setelah kampanye

berjalan, butuh dilakukan evaluasi dengan cara mencatat publikasi, survei

audiens, dan mengobservasi perubahan sikap atau lingkungan yang disandang

dalam kampanye. Maka dari itu, terdapat empat strategi kampanye menurut Peter

M. Sandman (2000), antara lain:

a. Tujuan, Audiens, dan Sarana

Dalam tahapan awal, harus ditentukan perilaku apa yang coba diubah

sebagai tujuan dari kampanye. Perilaku ini dipilih berdasarkan proses

penelusuran terhadap target audiens. Selain itu, kampanye juga harus

melihat kriteria audiens dan media yang dominan digunakan.

b. Pesan

Pesan utama dalam kampanye disusun sesuai dengan konten dan hasil

dari penelitian formatif (tahap pertama). Pesan ini dapat dibuat

menarik dengan menggunakan ilustrasi, alur cerita, atau aksi tertentu.

Tetapi meskipun pesan ini dibuat oleh tim yang melakukan kampanye,

tetap harus mempertimbangkan sudut pandang audiens.

c. Implementasi Kampanye

Keberhasilan implementasi kampanye bergantung pada tahap satu dan

dua. Tahap ini biasanya merupakan tahap yang mengalami banyak

Page 26: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

43

tantangan. Kampanye dikatakan sukses apabila mampu menggerakkan

masyarakat melalui suatu aksi.

d. Monitoring dan Evaluasi

Evaluasi mulai dilakukan sejak implementasi dilakukan. Evaluasi ini

dijadikan sebagai acuan untuk memperbaiki strategi kampanye

menjadi lebih baik.

Berdasarkan tahapan ini, maka dapat disusun model teoritis strategi

kampanye. Tidak hanya dengan memberikan informasi dan berharap akan

terjadinya perubahan sikap, namun terdapat pola yang lebih efektif dalam

melakukan kampanye berdasarkan human nature.

Tabel 2.2

Model Sandman

RELEVANT OR

IRRELEVANT

MOTIVATOR

INFORMATION

ATTITUDE

BEHAVIOR

COGNITIVE

DISSONANCE

INFORMATION

SEEKING

BEHAVIOR

NEED STATE

Page 27: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

44

Sumber: (Peter M. Sandman, 2000: 83)

Model kampanye lingkungan hidup yang disebutkan oleh Peter Sandman

menggabungkan advertiser’s model dan educator’s model. Sebab pesan yang

disampaikan dalam kampanye berasal dari motivasi untuk membuat suatu

tindakan atau gerakan kecil dari masyarakat. Namun tindakan ini akan

menimbulkan suatu disonansi kognitif, yaitu kejanggalan terhadap apa yang

dilakukan. Misalnya ketika dihadapkan pada suatu petisi, individu cenderung

menandatangani petisi tersebut dengan alasan untuk mendukung petisi tersebut.

Tetapi setelah itu muncul keragu-raguan dari individu itu sendiri. Keragu-raguan

ini bisa diatasi dengan mencari informasi. Sehingga kampanye juga butuh

menyediakan informasi mengenai isu yang dikampanyekan, setidaknya

perkembangan mengenai isu tersebut. Setelah informasi didapatkan maka akan

terbentuk suatu tindakan dan perilaku, atau bahkan partisipasi. Maka dari itu

model kampanye ini paling cocok dalam mendeskripsikan kampanye yang

dilakukan Greenpeace.

Kampanye saat ini digunakan untuk konteks yang beragam, mulai dari

politik, budaya, bahkan lingkungan. Dengan meningkatnya jumlah isu lingkungan

hidup yang terjadi, maka kampanye lingkungan hidup dirasa perlu dan efektif

dalam mengenalkan masalah ini ke masyarakat luas. Namun kampanye juga

terkadang dilihat sebagai alat advokasi kebijakan untuk menciptakan tekanan

publik bagi aktor-aktor tertentu, seperti media massa dan pembuat kebijakan

(pemerintah).

Page 28: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

45

Perubahan iklim menimbulkan dampak yang signifikan bagi kehidupan

masyarakat. Contohnya saja suhu bumi yang terasa semakin panas, dan kondisi

cuaca yang semakin tidak menentu. Secara global, seluruh masyarakat perlu

menjadi bagian dari gerakan untuk mencari solusi masalah ini. Hal ini juga

berguna bagi generasi masa sekarang juga generasi masa depan. Kampanye

lingkungan hidup mempromosikan pilihan positif sebagai tren baru, sehingga

melalui kampanye orang dapat memilih untuk bertindak maupun mengubah gaya

hidup mereka untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim (WWF, 2010).

Misalnya saja dengan menghemat energi, mmengonsumsi sayuran hijau,

menanam tanaman hijau, dan lain sebagainya.

Dengan adanya kampanye mempromosikan gaya hidup hijau di antara

masyarakat misalnya, maka muncul tekanan publik secara langsung maupun tidak

langsung kepada aktor utama seperti pemerintah dan perusahaan untuk melakukan

tindakan terkait masalah ini (WWF, 2010).

Kampanye lingkungan hidup merupakan bagian dari gerakan lingkungan

hidup, yang direpresentasi oleh berbagai organisasi. Gerakan lingkungan hidup

dengan fokus yang lebih spesifik inilah yang seringkali disebut kampanye

lingkungan hidup. Kampanye lingkungan hidup ini pada dasarnya berfokus pada

keberlangsungan konservasi alam, kesehatan, keadilan bagi lingkungan hidup,

dan ekologi. Sehingga tujuan akhir yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan

awareness dari masyarakat. Environmental awareness ini dipahami sebagai hal

yang penting dan perlu dalam melindungi lingkungan hidup.

Page 29: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

46

2.2.1 Strategi Komunikasi dalam Kampanye

Kampanye merupakan bentuk pengaplikasian komunikasi media massa beserta

strateginya dalam mencapai tujuan-tujuannya. Umumnya tujuan kampanye terdiri

atas dua, antara lain untuk mendefinisikan atau menjabarkan strategi untuk

memperingatkan masyarakat mengenai suatu hal dan untuk menjelaskan strategi

demi memperingatkan masyarakat serta memberikan pengetahuan baru

(Marciano, 2011: 16). Namun bagaimana pun juga, strategi ini yang digunakan

untuk meningkatkan pengetahuan berbeda dengan kampanye sebagai strategi

untuk memperingatkan masyarakat. Kampanye yang bertujuan untuk

memperingatkan masyarakat harus bersifat pragmatis (Marciano, 2011: 16),

dimana isi kampanye berisi konten sebab dan akibat. Konten ini harus dikemas

dengan semenarik dan sekreatif mungkin agar masyarakat terdorong untuk

melakukan apa yang diinginkan oleh pelaksana kampanye. Sehingga kampanye

ini menggunakan strategi yang harus mampu menarik masyarakat lewat cara-cara

yang persuasif. Misalnya saja dengan menggunakan media online, atau dengan

gambar-gambar yang berwarna, serta dengan membuat video yang mudah untuk

disebarkan kemana pun, dan lain sebagainya.

Sementara kampanye dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan

masyarakat mengenai suatu isu, umumnya bersifat konstitutif (Marciano, 2011:

16). Jadi konten kampanye berisi tentang fakta-fakta serta laporan lengkap

mengenai suatu isu. Agar tidak terlihat membosankan, maka laporan ini dapat

dipublikasikan melalui situs internet, media pemberitaan online, maupun media

Page 30: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

47

microblog lainnya seperti twitter dan facebook. Suatu kampanye bisa saja

memiliki kedua tujuan ini, dilihat dari konteks dan strateginya dalam

menyebarluaskan kampanye.

Penerapan strategi komunikasi dalam kampanye umumnya dilakukan

karena dianggap efektif dalam membantu kampanye. Kampanye awalnya

terinspirasi dari suatu gagasan, ide, atau keinginan mengenai suatu isu tertentu.

Gagasan ini kemudian dituangkan ke dalam aksi, baik langsung maupun tidak

langsung. Strategi komunikasi yang baik dalam kampanye adalah bagaimana cara

mewujudkan gagasan ke dalam suatu gerakan atau aksi secara efektif. Strategi

komunikasi fokus pada target, informasi, dan aksi. Strategi komunikasi penting

dalam kampanye, karena dapat membantu dalam: (Seeds for Change, 2013: 1)

a. Memilih taktik dan waktu yang tepat. Kampanye dapat berdampak

positif juga negatif, sehingga dengan menerapkan taktik yang tepat

akan mampu menyeimbangkan kedua hal tersebut. Taktik yang

tepat dapat dipilih dengan melihat jangka waktu kampanye dan

sampai tahap apa taktik ini dapat digunakan.

b. Mengevaluasi keberhasilan (maupun kegagalan). Apabila taktik

direncanakan dengan baik, selama proses pelaksanaan akan terlihat

apakah tujuan tercapai atau tidak. Hal ini penting untuk

perencanaan kampanye berikutnya.

c. Kekonsistenan. Kampanye harus muncul terus-menerus agar

terlihat berkembang, karena jeda menunjukkan ketidakkonsistenan

kampanye. Hal ini penting untuk menarik masyarakat, sebab

Page 31: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

48

apabila tidak konsisten maka perhatian masyarakat juga akan

beralih dan tujuan dari kampanye itu terlupakan.

d. Kecocokan dengan kampanye atau gerakan lainnya. Kampanye

dengan fokus atau ruang lingkup yang sama setidaknya dapat

membantu satu sama lain, berupa dukungan atau persetujuan,

berdasarkan kecocokan karakteristik, fokus, atau tujuan kampanye.

Strategi kampanye direncanakan dan dapat diubah bila perlu, tergantung

pada situasi yang terus dapat berubah secara cepat dan fleksibel. Selain itu,

motivasi awal kampanye merupakan sumber energi terbesar bagi kampanye itu

sendiri. Sehingga disusunnya strategi adalah sebagai bahan pertimbangan untuk

membantu kampanye diwujudkan ke dalam suatu aksi tertentu. Strategi

komunikasi sifatnya sistematis yang terdiri dari beberapa aksi untuk mencapai

suatu tujuan tertentu yang diinginkan.

Strategi komunikasi dalam kampanye pertama adalah menetapkan tujuan

kampanye (Seeds for Change, 2013: 2). Apa saja hal-hal yang ingin dicapai, dan

tujuan ini sifatnya harus didasari oleh motivasi. Selain itu, strategi ini menuntut

tujuan yang bersifat mampu dicapai (achievable) dan realistis. Ketika tujuan ini

telah disepakati, maka harus diputuskan apakah keputusan tersebut sifatnya dapat

dinegosiasi atau tidak. Strategi selanjutnya adalah mengumpulkan informasi.

Informasi yang dikumpulkan bisa terkait dengan fakta, data, rincian mengenai

kampanye dengan basis tujuan yang sama, atau informasi mengenai latar belakang

perusahaan, institusi, atau aktor lainnya yang terlibat. Informasi yang akurat akan

sangat membantu dalam pelaksanaan kampanye karena dapat memberikan ide-ide

Page 32: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

49

mengenai tindakan yang dapat dilakukan, atau untuk memperoleh bantuan dari

pihak lain (Seeds for Change, 2013: 2).

Strategi ketiga adalah untuk mengidentifikasi target yang dituju setelah

menyaring data yang dikumpulkan. Target dapat ditentukan dengan melihat pihak

atau aktor yang memiliki kepentingan dalam isu ini, atau setidaknya kelompok

orang yang ingin dibujuk. Pengidentifikasian target ini dapat ditentukan dengan

forcefield analysis (Seeds for Change, 2013: 2). Cara ini dilakukan dengan

menarik garis komitmen untuk menunjukkan seberapa besar pro dan kontra pihak-

pihak yang terlibat terkait isu kampanye. Garis ini dibentuknya seperti grafik

dengan garis netral ditengahnya yang mana garis netral ini disebut garis kekuatan

untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh seorang aktor. Semakin dekat

dengan garis bawah maka semakin besar pengaruh aktor tersebut. Garis sebelah

kiri menunjukkan pihak-pihak yang kontra sedangkan garis kanan menunjukkan

pihak-pihak yang pro dengan isu tersebut.

Setelah target ditentukan, maka perlu adanya taktik kampanye. Taktik ini

berupa tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan

misalnya untuk mendapatkan perhatian media atau meningkatkan kepedulian dan

perhatian publik. Taktik ini dapat ditentukan melalui action brainstorm dan

flowchart, agar ide-ide terkumpul dengan cepat dan mendorong kreatifitas (Seeds

for Change, 2013: 4). Dengan ini maka ide-ide dan taktik mengenai kampanye

dapat direalisasikan. Dalam strategi ini, dibutuhkan sebuah rancangan yang

digunakan untuk memberikan gambaran mengenai hal-hal yang dapat dilakukan.

Tidak hanya itu, rancangan juga berfungsi untuk mengembangkan ide lebih baik

Page 33: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

50

lagi. Melalui rancangan ini maka akan terlihat seberapa besar kampanye ini

berhasil dan seberapa realistis strategi yang dilakukan.

Selain itu, strategi komunikasi baru dalam kampanye juga dapat

memanfaatkan media dengan baik. Misalnya dengan pembuatan situs kampanye,

akun-akun kampanye di twitter, facebook, line, atau instagram, juga

menggunakan media iklan untuk menyebarluaskan isu yang diusung kampanye

tersebut (Seeds for Change, 2013: 5). Saat ini, strategi komunikasi baru

menggunakan media untuk menghasilkan produk luaran yang positif dan

membawa masyarakat untuk lebih peduli dan cepat tanggap dalam menghadapi

isu tersebut.

2.2.2 Media dalam Kampanye Lingkungan Hidup

Tujuan dilakukannya kampanye adalah untuk menimbulkan efek-efek kampanye,

setidaknya untuk tujuan persuasi. Kampanye mampu mengubah pandangan,

keputusan, serta tindakan masyarakat mengenai sesuatu. Sehingga kampanye

menekankan pada objektif mengenai bagaimana kampanye tersebut mampu

mempengaruhi selera masyarakat. Perubahan tersebut tidak hanya terjadi dengan

sendirinya, namun harus ada upaya-upaya yang dilakukan ketika kampanye. Salah

satunya adalah dengan menggunakan media.

Media umumnya digunakan untuk aksi-aksi kampanye yang sifatnya

terkait penjualan sesuatu, misalnya produk atau jasa. Namun saat ini, media dapat

digunakan untuk kampanye apa pun karena media memegang pengaruh besar

dalam mengubah opini publik. Selama pesan yang ingin disampaikan dikemas

dengan baik dan menarik, maka akan mudah menarik dukungan dan opini publik.

Page 34: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

51

Apalagi dengan tingginya jumlah pengguna media yang langsung terhubung ke

koneksi internet, maka kampanye dengan tema apa pun mampu diterima dengan

baik oleh masyarakat.

Begitu juga dengan masalah lingkungan, kampanye dapat dimanfaatkan

untuk mencari dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Kampanye melalui media biasanya dilakukan untuk mempengaruhi target

kampanye. Umumnya, media digunakan untuk target yang lebih besar. Sehingga

hal ini dilakukan dengan memanfaatkan media massa yang terhubung ke

kelompok populasi yang besar dan mampu diakses oleh siapa pun. Media massa

dapat digunakan dengan empat cara berdasarkan tujuan dan target yang ingin

dicapai, antara lain sebagai: (Bragt, 2006: 2)

a. Media informatif. Contoh: program acara berita dan Koran.

b. Media edukasional. Contoh: buku dan video edukasional.

c. Media persuasif. Contoh: iklan banner/billboard, iklan televisi,

editorial Koran, dan web site.

d. Media hiburan. Contoh: film dan kuis.

Kampanye melalui media lebih fokus pada media persuasif karena

berupaya untuk meyakinkan pesan yang disampaikan melalui media kepada target

capaian. Namun terkadang, kampanye melalui media banyak dilakukan organisasi

dengan memanfaatkan ketergantungan masyarakat terhadap media. Masyarakat

bergantung pada media dalam hal informasi, sebab sulit bagi masyarakat untuk

memperoleh sendiri informasi-informasi tersebut atau pun untuk mengecek

sumber tiap-tiap informasi yang mereka terima. Sehingga organisasi ini

Page 35: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

52

menggunakan apa yang audiens anggap sebagai media informasi objektif menjadi

media persuasif. Organisasi mempengaruhi media informatif dan menjadikan

informasi tersebut bersifat subjektif, atau dikenal dengan istilah indoktrinasi.

Untuk menyampaikan pesan tersebut maka kampanye media bisa menggunakan

berbagai kategori media massa, antara lain televisi (video juga termasuk), media

cetak (koran dan majalah), juga media elektronik (internet). Setiap jenis media

massa ini memiliki karakteristiknya masing-masing. Untuk mendapatkan hasil

yang maksimal dan kecocokan terhadap media tertentu, maka perlu adanya

pemilihan jenis media dengan baik.

Tabel 2.3 Karakteristik Media Massa

Medium Karakteristik

Televisi (satelit,

film, dan video)

a) Medium yang mampu mencapai target luas

b) Baik dalam menyampaikan pesan atau informasi

melalui visualisasi cerita

c) Memiliki kompetisi tinggi dalam waktu tayang

d) Durasi pesan sekitar 30-60 detik

Cetak (majalah,

koran, poster,

banner)

a) Umumnya menggunakan direct quotes dari

wawancara, statement, atau hasil jumpa pers

b) Menargetkan segmen publik tertentu

c) Menawarkan sorotan mendalam mengenai subjek

informasi

Elektronik

(internet)

d) Mampu diakses siapa saja, kapan pun, dan di mana

pun

Page 36: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

53

e) Hampir tidak memiliki batasan dalam konten

f) Audiens dapat memilih apa konten yang ingin

diterima, bahkan menawarkan konten informasi

(Sumber: Bragt, 2006: 2)

Selain kecocokan karakteristik media dengan kampanye, penjadwalan

media juga penting dalam kampanye media, yaitu pertama mendeskripsikan target

yang ingin dituju untuk dipengaruhi (Bragt, 2006: 2). Sebab karakteristik target

juga menjadi faktor pengaruh dalam kampanye ini, agar dapat dengan mudah

menentukan media apa yang harus digunakan. Kedua menentukan hasil yang

diinginkan. Sebab ketika tujuan yang diinginkan jelas, maka lebih mudah untuk

menyusun konten pesan yang ingin disebarkan. Pemilihan media juga bergantung

pada jenis pesan yang ingin disampaikan. Selain itu, perlu juga mengidentifikasi

penggunaan media oleh target. Dengan begitu, maka pesan dapat disebarkan

secara efektif dan tujuan yang diinginkan dari kampanye tersebut mampu tercapai.

2.3 Non-Governmental Organizations

Nongovernmental Organizations merupakan organisasi yang bersifat

sukarela dimana anggota-anggotanya merupakan kumpulan individu yang

memiliki tujuan yang sama (Karns & Mingst, 2004: 10). Tujuan-tujuan menjadi

landasan advokasi masalah-masalah, seperti hak asasi manusia dan perlindungan

lingkungan hidup. NGO terus mengalami perkembangan, sampai akhirnya aktif di

tataran masyarakat dan komunitas global. NGO tidak membatasi anggotanya dari

satu negara saja, umumnya individu dari negara mana pun diperbolehkan untuk

bergabung. Dengan jaringan mobilisasi dan informasi yang tinggi, maka NGO

Page 37: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

54

dianggap sebagai peran kunci dalam hubungan internasional. NGO mampu

melibatkan partisipasi publik, baik individu maupun kelompok, dalam

mencanangkan suatu gerakan atau aksi (Karns & Mingst, 2004: 12). Sebab NGO

memiliki jaringan yang luas, terbentuk karena adanya nilai dan diskursus bersama

sampai akhirnya kemudian mempercepat penyebaran informasi. Tidak hanya itu,

keyakinan bahwa manusia mampu melakukan perubahan juga menjadi faktor

pendorong berkembangnya NGO.

Keterlibatan NGO sebagai aktor penting dalam hubungan internasional

dimulai sejak tahun 1990-an. Berbeda dengan IGO, tidak semua NGO memiliki

legal standing dalam hukum internasional (Karns & Mingst, 1996: 18). Meskipun

cakupan aktivitas organisasi ini berada pada tingkat internasional, namun hanya

beberapa negara saja yang dianggap sebagai subjek dari regulasi hukum.

Perkembangan NGO juga dipengaruhi oleh peran pemerintah yang dianggap

gagal dalam memfasilitasi kebutuhan publik. Kekosongan peran ini pun diisi oleh

NGO, sebab aksi yang dilakukan NGO tampak lebih nyata (Karns & Mingst,

1996: 216).

Peran dari NGO ini pun beragam, mulai dari mengkampanyekan isu yang

mereka fokuskan, sampai mendorong opini publik dan mencari dukungan politik

dari masyarakat luas melalui media (Karns & Mingst, 1996: 229). Dalam kasus

ini, Greenpeace sebagai sebuah NGO yang fokus pada isu lingkungan hidup

berperan mengumpulkan dan mempublikasikan informasi mengenai isu tersebut.

Tidak hanya itu, Greenpeace juga telah menunjukkan perannya dalam membuat

Page 38: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

55

jaringan global, mempromosikan norma baru, yaitu eco-friendly living dan

mendorong partisipasi publik.

Secara umum, terdapat lima fungsi utama NGO dalam hubungan

internasional. Pertama, NGO memberikan kritik-kritik internasional. Karena

organisasi ini tidak bergantung pada negara sehingga NGO bebas untuk

menyuarakan ketidakpuasannya terhadap kelemahan-kelemahan negara dalam

menindaklanjuti suatu isu. Kedua, NGO berfungsi sebagai bagian dari komunitas

epistemik. Para ahli yang tergabung dalam NGO tersebut dapat membentuk

komunitas yang mendorong agenda-agenda lingkungan bahkan mengubah cara

berpikir masyarakat. Ketiga, NGO juga berfungsi memberikan solusi atas konflik

yang ada dan bekerjasama dengan IGO. Keempat, NGO dapat melakukan fungsi

inspeksi. Kelima, NGO berfungsi memengaruhi kebijakan lingkungan negara.

sebab kehadiran NGO memberikan banyak opsi bagi pembuat kebijakan. Meski

begitu, negara tetap memiliki tanggungjawab utama dalam sistem karena negara

mampu melakukan kompromi dan tawar-menawar dengan negara lainnya.

2.4 Enviro

nmentalisme

Environmentalisme dipahami sebagai suatu gerakan yang bertujuan

melindungi lingkungan dari kerusakan serta meningkatkan taraf kesehatan

manusia. Environmentalisme kerap kali diasosiasikan dengan green world view,

dimana ada kepercayaan bersama bahwa perubahan sosial yang sifatnya

fundamental berpengaruh dalam membangun masyarakat yang baik secara

lingkungan (Pepper, 1996: 10). Warna hijau juga merupakan representasi dari

Page 39: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

56

environmentalisme. Environmentalisme fokus menyebarkan pengaruhnya dalam

aktivitas dan pendidikan tertentu demi melindungi ekosistem. Kaum

environmentalist beranggapan bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi

merupakan dampak dari perilaku manusia dan kebijakan publik negara (Gottlieb,

2005). Sebab kedua faktor ini berpengaruh pada manajemen sumber daya alam,

sehingga apabila kebijakan dan tindakan yang diambil tidak mendukung ekologi

maka akan berdampak pada kerusakan lingkungan.

Tindakan manusia yang mampu merusak lingkungan misalnya dengan

mengonsumsi sumber daya secara berlebihan. Sifat alami manusia cenderung

konsumtif sementara sumber daya sifatnya terbatas. Sehingga sifat alamiah ini

mendorong para pemegang industri untuk memenuhi dan memuaskan konsumsi

manusia dengan tujuan ekonomi. Kebijakan negara yang tidak mendukung,

seperti mengizinkan perusahaan-perusahaan asing mengelola sumber daya alam

negara tersebut, juga dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup.

Environmentalisme melihat hubungan masyarakat dan alam, bahwa

permasalahan lingkungan yang ada muncul karena tidak adanya nilai yang

didambakan oleh manusia mengenai alam itu sendiri (Pepper, 1996: 10). Alam

dipandang sebagai suatu instrumen yang dapat digunakan sebagai material yang

tidak ada habisnya (Pepper, 1996: 13). Sehingga masyarakat berusaha untuk

memanipulasi hukum alam demi memenuhi kebutuhannya sendiri. Maka manusia

kemudian menggunakan kekuatan teknologi secara agresif dan kompetitif. Kaum

environmentalist menganggap masyarakat industri terlalu fokus pada tujuan untuk

memaksimalkan keuntungan dan mendukung konsumsi yang berlebih. Manusia

Page 40: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

57

cenderung mengabaikan alam dan membuat polusi semakin besar, mengingat

berkembangnya sektor industrialisasi. Sementara daur ulang barang maupun

pengendalian polusi kurang digalakkan dengan alasan untuk menghemat biaya

dan kompetisi pasar (Pepper, 1996: 14).

Sehingga perlu adanya kesadaran bagi manusia mengenai nilai-nilai dan

pentingnya perlindungan terhadap lingkungan hidup. Setelah itu, manajemen

sumber daya secara berkelanjutan akan lebih mudah. Hal ini juga harus didukung

dengan perubahan perilaku masyarakat yang mengasosiasikan nilai-nilai

lingkungan dalam kehidupannya, serta kebijakan publik yang menitikberatkan

pada keberlangsungan lingkungan hidup.

Kesadaran dan perubahan perilaku masyarakat untuk dapat

mengasosiasikan nilai-nilai lingkungan mempengaruhi munculnya

environmentalisme global. Environmentalisme global berpotensi transformatif

serta memberikan dampak bagi hubungan internasional. Dengan munculnya

environmentalisme global, maka masyarakat internasional mulai peduli dengan

alam setidaknya dalam hal pencarian solusi dalam masalah-masalah lingkungan.

Gagasan serta norma lingkungan sendiri mulai masuk ke dalam tataran sistem,

tidak hanya masyarakat maupun negara, organisasi internasional juga ikut terjun

ke dalam aksi ‘menghijaukan’ masyarakat internasional.

Aksi ini dilakukan berdasarkan dua pendekatan, antara lain fungsionalis

dan sosiologis. Menurut fungsionalis, terbangunnya kesadaran akan lingkungan

menjadi suatu dorongan yang transformatif khususnya kepada masyarakat secara

global.

Page 41: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

58

“It emphasized the scale and urgency of environmental problems

and argues that an unprecedented level of international

cooperation is required to avert a global crisis. As humanity comes

to understand the profound threat that it faces, it will develop

forms of collective action to counter the various environmental

degradation trends. Functional necessity is the handmaiden of a

new form of global environmental cooperation.” (Falkner, 2012:

506)

Sementara pendekatan sosiologis mengasosiasikan perspektif masyarakat global

dengan sumber perubahan global di luar hubungan internasional tradisional.

Dalam pandangan sosiologis, mobilisasi lingkungan dan pertumbuhan diskursus

saintifik transnasional selalu berkaitan dengan terbentuknya struktur organisasi

global. Kedua pendekatan ini sama-sama memperlihatkan relevansi mendalam

dengan environmentalisme global.

“They identify world society, that is, the beliefs and activities of

transnational societal actors such as scientists and environmental

campaigners, as the source of the greening of international

society.” (Falkner, 2012: 506)

Page 42: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

59

2.5 Kerangka Pemikiran

Tabel 2.4

Sumber: Olahan Peneliti, 2016

Tinjauan pustaka yang dipaparkan peneliti disusun dengan

mengaplikasikan teori dan konsep kepada permasalahan yang diusung peneliti.

Penelitian ini bermula dari aktivitas pengeboran minyak yang dilakukan oleh

Finlandia bersama Shell, dengan mengirimkan beberapa kapal penghancur es ke

Wilayah Arktik. Meningkatnya dampak aktivitas industri bagi lingkungan hidup

menyebabkan isu ini ditempatkan sebagai salah satu permasalahan serius dalam

agenda internasional dan membutuhkan aksi penanggulangan bersama. Tingginya

intensitas aktivitas industri yang dilakukan Finlandia menyebabkan berbagai

masalah, khususnya masalah lingkungan hidup. Sehingga masalah ini pun

mendorong Greenpeace untuk melakukan serangkaian aksi.

Sebagai non-governmental organizations (NGO) yang fokus pada isu

lingkungan hidup, Greenpeace menerapkan strategi kampanye demi

meningkatkan awareness masyarakat serta solusi nyata terhadap masalah ini.

Greenpeace kemudian melakukan kampanye Save the Arctic melalui situs

Greenpeac

e

Save the

Arctic

Media

cetak dan

online

Masyaraka

t Arktik

Dukungan

masyaraka

t

Page 43: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

60

resminya, twitter, facebook, dsb. Kampanye ini berhasil memperoleh dukungan

masyarakat, terutama para aktivis lingkungan di seluruh dunia. Tidak hanya itu,

Greenpeace juga menggerakkan aktivis-aktivisnya untuk menggalakkan aksi

protes, maupun okupasi kapal penghancur es miliki Finlandia dengan memasang

banner dsb. Gerakan yang dilakukan Greenpeace merupakan perwujudan dari

environmentalisme, dimana gerakan dilakukan untuk mengurangi kerusakan

lingkungan serta meningkatkan taraf hidup manusia. Teori ini percaya bahwa

lingkungan hidup selalu berkaitan dengan manusia, sehingga butuh adanya upaya

dari manusia sendiri.

Page 44: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

47

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian Kualitatif

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

berfokus pada interpretasi. Interpretasi ini menekankan pada manusia sebagai

instrumen utama, khususnya peneliti (Stake, 2010: 20). Pemilihan metode

penelitian kualitatif sendiri didasarkan pada keinginan peneliti untuk mengkaji

masalah secara mendalam. Metode penelitian kualitatif mengacu pada makna,

konsep, definisi, karakteristik, serta deskripsi masalah.

Terdapat lima hal yang menjadi kekuatan metode penelitian ini (Yin,

2011: 8). Pertama, metode ini melihat makna-makna yang ada. Kedua, metode ini

merepresentasikan pandangan dan perspektif dari manusia sebagai aktor. Ketiga,

metode penelitian kualitatif mencakup konteks secara keseluruhan. Keempat,

metode penelitian kualitatif berkontribusi dalam melihat konsep yang dapat

menjelaskan suatu isu. Kelima, penggunaan sumber bukti yang beragam tidak

hanya sumber tunggal.

Maka secara umum, metode penelitian kualitatif merujuk pada pokok

permasalahan yang dikaji dengan analisis mendalam, yaitu membandingkan bahan

sumber informasi (studi kasus). Dengan demikian, maka metode penelitian

kualitatif menekankan pada banyaknya sumber informasi yang berkaitan dengan

isu yang dikaji. Data ini kemudian diolah oleh peneliti. Sehingga dalam

pengumpulan data, interpretasi atau subjektif peneliti menjadi hal yang sangat

Page 45: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

48

penting untuk membentuk interpretasi dari masalah yang diteliti (Stake, 2010: 19-

20). Penelitian secara interpretasi sendiri diartikan sebagai investigasi masalah

dengan menitikberatkan pada peneliti yang mendefinisikan serta menguraikan

makna (Stake, 2010: 36). Tetapi penelitian ini tidak hanya menekankan pada

peneliti, namun juga penstudi lain karena data yang diambil juga mengacu pada

hasil penelitian penstudi lain. Penelitian yang diambil dari penstudi lain

merupakan penelitian dari fokus yang sama dengan penelitian peneliti.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan dua macam interpretasi,

yaitu interpretasi mikro dan interpretasi makro. Interpretasi mikro merupakan

interpretasi dari individu yang mengalami langsung masalah tersebut. Interpretasi

mikro tidak hanya dilakukan oleh individu yang mengalami langsung, tetapi juga

dari individu yang mengamati dan memberikan makna pada individu tersebut

misalnya ekspresi, dialog, atau gerak tubuh (Stake, 2010: 39). Dalam hal ini,

interpretasi mikro banyak berpusat pada peneliti sendiri.

Kemudian peneliti juga menggunakan interpretasi makro, yaitu interpretasi

yang dilakukan oleh sekelompok orang mengenai suatu masalah (Stake, 2010:

39). Maka dari itu, interpretasi ini sifatnya umum dan memberikan variasi

terhadap analisis masalah. Interpretasi makro juga lebih mengaitkan masalah

dengan sumber dari segala sisi. Sehingga peneliti akan melihat dari aktor masalah

ini, yaitu Greenpeace dan Finlandia.

3.2 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan secara garis besar mengacu pada manusia. Sebab

dalam penelitian kualitatif, manusia mampu melakukan sesuatu, merencanakan

Page 46: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

49

suatu kajian, menyusun situasi yang akan diobservasi, mewawancarai orang lain,

menguji catatan atau berkas yang terkait dengan penelitian, mengaitkan gagasan,

sampai pada menulis laporan (Stake, 2010: 36). Sehingga manusia sebagai

instrumen utama merupakan manusia yang terlibat dalam penelitian, baik peneliti,

objek yang dikaji, maupun pihak yang melakukan interpretasi penelitian atau

narasumber, misalnya pihak yang mengalami langsung atau mendengarkan

kejadian tersebut dari pihak lain yang memiliki pengalaman.

Peneliti melakukan interpretasi dan mendasari hal tersebut pada

pemahaman, yaitu pemahaman model dan kalkulasi. Dalam metode penelitian

kualitatif, umumnya interpretasi dilakukan melalui pemahaman eksperiensial.

Pemahaman ini berasal dari pengalaman pribadi atau dari kumpulan dan artifak

pengalaman orang lain (Stake, 2010: 48). Sehingga pemahaman eksperiensial

disebut juga sebagai pengalaman yang berdasarkan pada pengalaman dan

observasi.

Penelitian ini juga menggunakan thick description, yang tidak hanya

menggunakan deskripsi rinci tetapi juga pemikiran pada teori (Stake, 2010: 49).

Meski begitu, penelitian ini tetap menekankan pada interpretasi. Dengan

menerapkan thick description, maka akan lebih mudah melihat situasi,

memahami, dan membandingkannya dengan interpretasi berdasarkan studi

literatur. Selain itu juga digunakan instrumen pencarian data berdasarkan urutan

kejadian dan data-data terkait (Stake, 2010: 101).

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Page 47: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

50

Teknik pengumpulan data penting dalam suatu penelitian, sebab data dipilih

berdasarkan kesesuaian terhadap pertanyaan penelitian (research question) dan

gaya penyelidikan data peneliti (Stake, 2010: 89). Data yang akan digunakan

peneliti dikumpulkan melalui hasil observasi/studi literatur, wawancara, dan

catatan-catatan yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Studi literatur menggunakan berbagai buku, jurnal, dokumen, artikel, dan

lain-lain. Teknik pengumpulan data ini diambil dari data yang ditemukan di

berbagai perpustakaan yang menyediakan buku atau jurnal yang terkait. Data yang

digunakan harus relevan dan penting, karena ketika bercampur dengan data

lainnya maka data tersebut menjadi data agregat (Stake, 2010: 91). Maka butuh

adanya observasi data yang baik oleh peneliti agar data yang terkumpul relevan

satu sama lain.

Sementara pengumpulan data dengan menggunakan wawancara dilakukan

secara langsung maupun korespondensi. Tujuannya adalah untuk memperoleh

informasi dari orang lain, maupun menemukan hal yang tidak mampu diobservasi

langsung oleh peneliti (Stake, 2010: 95). Melalui wawancara langsung, data-data

yang diperoleh akan menjadi data primer dalam menunjang penelitian ini. Namun

apabila pihak yang bersangkutan untuk diwawancara tidak dapat ditemui, maka

wawancara akan dilakukan melalui e-mail (korespondensi). Berikut uraian data

primer dan sekunder:

3.3.1 Data Set Penelitian

Tabel 3.1

Data Primer

Page 48: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

51

No. Data Primer Sumber

1. Kampanye Save the Arctic Artikel dan dokumen resmi

dari Greenpeace

Internasional

2. Peran Media dalam

Kampanye Save the Arctic

Korespondensi dengan

mantan aktivis Greenpeace

Internasional

3. Strategi Kampanye Save the

Arctic

Artikel dan dokumen resmi

dari Greenpeace

Internasional

Tabel 3.2

Data Sekunder

No. Data Sekunder Sumber

1. Media Global dan Perannya Buku, jurnal, dan dokumen

terkait

Page 49: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

52

2. Kondisi lingkungan dan

Pengeboran Minyak di Arktik

Buku, jurnal, dan dokumen

resmi Greenpeace

3. Strategi Kampanye Buku, jurnal, dokumen

terkait, dan korespondensi

dengan mantan aktivis

Greenpeace Internasional

3.4 Strategi Analisis Data

Peneliti menggunakan strategi analisis data dengan lima langkah, antara lain

mengumpulkan data, mengkaji data atau sumber literatur, mengaitkan data/bukti

dengan masalah penelitian, menganalisis dan mensintesis masalah, serta

melakukan evaluasi. Peneliti memilah data yang dikumpulkan dan

menganalisisnya berdasarkan fokus penelitian. Interpretasi data yang didapat

kemudian dituangkan dalam bentuk deskripsi berupa tulisan, laporan, maupun

grafik (Stake, 2010: 134-153). Berikut strategi analisis data yang digunakan

peneliti, yaitu:

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan metode yang dipilih sesuai dengan

pertanyaan penelitian (research question). Tidak hanya itu, metode ini

disesuaikan dengan gaya analisis peneliti, misalnya melalui studi

literatur dan wawancara. Data yang dibutuhkan untuk

mengembangkan pertanyaan penelitian perlu disusun agar menjadi

informasi yang tepat.

Page 50: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

53

b. Pengkajian Data

Data yang telah dipilih dikaji ulang berdasarkan kepentingannya. Hal

ini dilakukan demi mengefektifkan sumber informasi, dan mengurangi

informasi yang tidak begitu penting. Pengkajian data dapat dibantu

dengan memetakan data, fungsinya adalah untuk memberikan batasan

dalam penelitian.

c. Mengaitkan Data dengan Masalah Penelitian

Dapat dikatakan bahwa perencanaan penelitian serta pengumpulan

data dilakukan untuk memperoleh bukti atau informasi yang

berkualitas. Meski begitu, interpretasi bukti data juga sama pentingnya

dengan bukti data itu sendiri. Dimana interpretasi dimaksudkan untuk

mengaitkan data dengan masalah penelitian. Relevansinya dapat

dilihat berdasarkan pengalaman dan makna.

d. Mensintetis Masalah

Penelitian biasanya melibatkan analisis dan sintesis. Analisis

dilakukan dengan melihat lebih dalam relevansi antara kumpulan data

dan pengalaman. Kemudian disintesis dengan meletakkan kumpulan

data dan pengalaman tersebut, dilihat dari sisi yang berbeda. Hal ini

dilakukan untuk memunculkan interpretasi baru dan pola baru, dengan

tetap mengikuti tahapan biasanya. Dengan mensintesis masalah, maka

peneliti akan mampu membentuk pemahaman dari hasil penelitian.

e. Evaluasi Data

Page 51: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

54

Evaluasi merupakan cara untuk mengenali masalah agar dapat

membuat kualitas laporan lebih baik. Dalam evaluasi, peneliti harus

mempertimbangkan berbagai pandangan terhadap masalah yang

dievaluasi. Menemukan pandangan yang berbeda bukan berarti

evaluasi tersebut tidak valid, namun banyaknya sudut pandang dapat

menjadi argumen untuk memunculkan kualitas dan pemahaman baru.

3.5 Validitas dan Reliabilitas Data

Dalam metode penelitian kualitatif, pembuktian validitas data diperlukan. Sebab

studi yang valid adalah studi yang secara benar mengumpulkan dan

menginterpretasi data, agar kesimpulan yang dicapai secara akurat merefleksikan

dan merepresentasi penelitian (Yin, 2011: 78). Validitas dan reliabilitas data

dilakukan dengan menggunakan triangulasi data yang berfungsi membuktikan

keabsahan data yang didapat dan untuk membuktikan kebenaran data tersebut.

Praktisnya, triangulasi data berhubungan dengan fase pengumpulan data. Sebab

idealnya triangulasi mencoba menemukan jenis-jenis data yang berbeda, baik

observasi langsung, tidak langsung (dokumen), maupun laporan verbal.

Triangulasi dilakukan dengan cara membandingkan satu data dengan data

lainnya atau juga dengan melakukan pengecekan ulang terhadap sumber data

seperti narasumber, buku, jurnal, dan berita/artikel. Uwe Flick (2002) dalam

bukunya yang berjudul An Introduction to Qualitative Research mengatakan

bahwa triangulasi tidak hanya sekedar mengkonfirmasi dan validasi, tetapi lebih

kepada diferensiasi (Stake, 2010: 124).

Page 52: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

55

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.6.1 Lokasi Penelitian

Studi kepustakaan akan dilakukan di lokasi-lokasi berikut:

1. Perpustakaan FISIP UNPAD, Jalan Raya Bandung-Sumedang

KM 21, Jatinangor

2. Perpustakaan CISRAL, Jalan Dipati Ukur No. 46, Bandung

Sedangkan untuk wawancara dilakukan kepada:

1. Greenpeace Internasional. Keterangan: Dialihkan ke Greenpeace

Indonesia.

2. Greenpeace Finlandia. Keterangan: Tidak ada kabar lanjutan.

3. Greenpeace Indonesia. Keterangan: Tidak ada balasan.

4. Kedutaan Besar Finlandia. Keterangan: Tidak ada balasan.

5. Mr. Chris Rose, mantan aktivis Greenpeace Internasional dan

aktivis lingkungan.

3.6.2 Waktu Penelitian

N

o Kegiatan

2015 2016

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1

0

1

1

1

2 1 2 3 4 5

Page 53: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

56

Tabel 3.3

Sumber: Olahan Peneliti, 2016

1 Pengajuan

Judul

2 Pengumpul

an Data

3 Masa

Bimbingan

4

Seminar

Usulan

Penelitian

5 Penelitian

6 Sidang

Skripsi

7 Wisuda

Sarjana

Page 54: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

57

3.7 Sistematika Penulisan

BAB I: Menguraikan latar belakang penelitian yang akan peneliti kaji beserta

rumusan masalah dan tujuan manfaat yang ingin dicapai.

BAB II: Dalam bab ini dipaparkan teori dan konsep yang menjadi alat analisis

penelitian serta keterkaitan antara teori dan konsep dengan rumusan masalah dan

kerangka pemikiran penelitian.

BAB III: Menjelaskan metode penelitian yang dipilih oleh peneliti dengan

berbagai penjelasan mulai dari teknik pengumpulan data, analisis data, validitas

dan reliabilitas data, serta lokasi dan waktu penelitian.

BAB IV: Bab ini berisi tentang objek penelitian yang akan dikaji oleh peneliti

seperti Greenpeace, Finlandia, dan Arktik.

BAB V: Bab ini menjawab rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian

dengan menggunakan teori dan konsep yang digunakan dengan objek yang dikaji.

BAB VI: Bab ini berisi kesimpulan dan saran peneliti terhadap penelitian yang

dilakukan.

Page 55: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

58

BAB IV

OBJEK PENELITIAN

4.1 Keikutsertaan Finlandia dalam Dewan Arktik

Pada akhir tahun 1980-an, kerjasama internasional yang melibatkan Arktik

memasuki era baru. Berakhirnya konfrontasi antara Barat dan Timur

menyebabkan berubahnya struktur geopolitik dan membuka kesempatan

kerjasama lebih luas, khususnya di wilayah bagian Utara dunia. Apalagi sejak

negara-negara Nordik beserta Rusia membuat kesepakatan dengan Amerika

Serikat terkait Laut Arktik,

Finlandia menjadi negara pertama yang meneruskan kesempatan ini.

Finlandia menginisiasikan pembentukan organisasi kerjasama di antara delapan

negara-negara Arktik, yaitu Swedia, Norwegia, Finlandia, Islandia, Denmark,

Rusia, Kanada, dan Amerika Serikat di tahun 1989 (Arctic Council, 2015).

Pembentukan organisasi ini ditujukan untuk melindungi Arktik terutama dalam

segi lingkungan. Sampai akhirnya inisiasi yang dilakukan Finlandia ini dibawa

pada Konferensi Ministerial di Rovaniemi tahun 1991. Konferensi ini menjadi

pertemuan ministerial pertama yang dilakukan oleh negara-negara Arktik, yang

kemudian mengarah pada kerjasama lanjutan yang disebut Rovaniemi Process

(Arctic Council, 2015).

Page 56: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

48

Pertemuan pertama ini dilakukan hanya untuk membangun kerjasama

dalam bidang lingkungan. Setelah itu, Kanada mengajukan pelaksanaan kerjasama

yang sifatnya lebih luas, yaitu dalam sektor ekonomi, budaya, dan sosial. Maka

dicanangkanlah Dewan Arktik sebagai wadah atau payung politik bagi masalah-

masalah yang dikhawatirkan pemerintah negara-negara Arktik. Dewan ini

diharapkan mampu bertindak sebagai forum untuk berdiskusi, maupun

berkoordinasi dalam memberikan arahan serta dorongan politik. Sampai akhirnya

Dewan Arktik resmi dibentuk tahun 1996 melalui Deklarasi Ottawa, dimana

negara anggotanya menandatangani Strategi Perlindungan Lingkungan Arktik

(Arctic Environmental Protection Strategy) (Arctic Council, 2011). Dewan Arktik

juga diisi komunitas pribumi Arktik dan penduduk Arktik lainnya berkaitan

dengan isu-isu, seperti perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan

(Savage, 2013). Dewan Arktik juga melakukan kajian mengenai iklim, sumber

daya alam, dan jalur pelayaran di Arktik (Arctic Council, 2011).

Page 57: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

49

Gambar 4.1 Peta Negara Anggota dan Pengamat Dewan Arktik

(Sumber: Arctic Council, 2015)

Dalam kerjasama ini, Finlandia banyak menawarkan keahliannya terutama

dalam sektor teknologi Arktik. Finlandia telah melakukan penelitian biologis yang

mengkaji tentang ekologi Arktik dan membangun pos-nya di Lapland. Selain itu,

Finlandia juga memiliki Arctic Centre yang melakukan penelitian interdisipliner

mengenai dampak perubahan global serta konsekuensi dari ketidakseimbangan

alam dan masyarakat Arktik (Prime’s Minister Office, 2010: 5). Dapat dikatakan

bahwa Finlandia telah banyak melakukan riset yang berkaitan dengan isu yang

terjadi di Arktik. Bahkan industri Finlandia juga memiliki teknologi modern

dalam konstruksi dan pembangunan infrastruktur Arktik, misalnya dalam hal

transportasi dan navigasi di perairan es.

Meski begitu, Finlandia belum memiliki kebijakannya sendiri mengenai

Arktik. Setelah lima negara pantai di Samudera Arktik mengadopsi strategi atau

kebijakan Arktiknya masing-masing, maka Finlandia terdorong untuk juga

mengadopsi strategi Arktik. Ketertarikan Finlandia terhadap Arktik juga

dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi dan perubahan iklim. Keikutsertaan

Page 58: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

50

Finlandia dalam Dewan Arktik pada akhirnya mendorong Finlandia untuk

meresmikan strateginya yang disebut Strategi Finlandia untuk Wilayah Arktik

(Finland’s Strategy for the Arctic Region). Strategi ini fokus pada tujuh hal yang

diprioritaskan, antara lain lingkungan, keamanan, ekonomi, institusi, infrastruktur,

warga lokal/pribumi, dan Uni Eropa (Prime’s Minister Office, 2010: 7).

Dalam strategi ini awalnya disebutkan mengenai Finlandia sebagai negara

paling utara di dunia. Sehingga sebagai negara Arktik, Finlandia merupakan

natural actor1 di wilayah Arktik (Prime Minister’s Office, 2010: 8). Tidak hanya

itu, beberapa alasan keikutsertaan Finlandia dalam Dewan Arktik dan

keterlibatannya dengan isu Arktik lainnya juga dipaparkan dalam strategi ini.

Salah satunya adalah karena Finlandia berperan penting dalam mengurusi isu-isu

Arktik. Finlandia secara internasional diakui telah banyak memiliki pengetahuan,

keahlian, dan keterampilan tersendiri mengenai Arktik melalui hasil riset.

Lalu disebutkan juga bahwa penduduk asli Arktik adalah suku Sámi yang

ada di Finlandia (Greenpeace, 2015). Penduduk asli Arktik ini statusnya telah

diamankan dalam konstitusi Finlandia. Finlandia sendiri menekankan bahwa

penduduk asli memiliki peranan utama dalam segala urusan yang melibatkan

Arktik, sehingga isu-isu Arktik patut dikonsultasikan bersama. Penduduk asli

Arktik juga harus diikutsertakan dalam segala pembuatan keputusan mengenai

masalah Arktik sesuai dengan hukum internasional. Alasan lainnya adalah karena

Arktik dianggap memiliki potensi ekonomi yang dapat menguntungkan Finlandia.

1 Aktor yang secara langsung/alami merupakan bagian dari Arktik. Sehingga alamiah jika

Finlandia memiliki kepentingan dalam urusan Arktik, terutama isu yang berkaitan dengan

wilayah paling utara Finlandia dan populasinya yang langsung berbatasan dengan Arktik.

Page 59: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

51

Arktik tidak hanya memiliki sumber daya alam yang melimpah, tetapi letaknya

yang strategis juga menjadikan wilayah tersebut sebagai jalur pelayaran maritim

di Samudera Arktik (Greenpeace, 2015). Sehingga hal ini dapat menjadi

kesempatan bagi para ahli Finlandia untuk memperoleh keuntungan dari Arktik.

Selain itu Finlandia juga sadar bahwa Arktik memiliki lingkungan yang rapuh.

Hal ini disebabkan oleh masalah-masalah lingkungan, seperti perubahan iklim

juga dampak dari eksploitasi sumber daya alam yang menyebabkan berkurangnya

biodiversitas di Arktik dan polusi transportasi. Maka Finlandia berupaya untuk

melindungi lingkungan di wilayah Arktik.

Strategi-strategi inilah yang kemudian menjadi landasan kerjasama

Finlandia dalam Dewan Arktik. Dewan Arktik diharapkan mampu merespon

dengan baik tantangan atau masalah-masalah lingkungan dan pembangunan yang

dihadapi Arktik. Hal ini dapat tercapai dengan mendorong penelitian para ahli.

Tidak hanya itu, Dewan Arktik juga berfokus pada konservasi alam, memonitor

dan mengontrol masalah yang terjadi di Arktik, mempromosikan pembangunan

berkelanjutan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat yang tinggal di Arktik

(Prime’s Minister Office, 2010: 37). Sebab Dewan Arktik memiliki beban politik

maka keputusan konsensus yang dicapai Negara anggota setidaknya menjadi suatu

rekomendasi.

Finlandia juga berperan sentral dalam mekanisme kerja Dewan Arktik,

terutama karena inisiasinya dalam pembentukan kerjasama ini. Potensi kelemahan

dalam kerja Dewan Arktik adalah pada kurangnya dana bersama yang terlihat dari

terbatasnya sumber daya penelitian bagi kelompok-kelompok riset. Finlandia

Page 60: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

52

berusaha untuk mengembangkan operasi Dewan Arktik melalui aksi-aksi berikut

ini: (Prime Minister’s Office, 2010: 38-39)

a. Memperkuat Dewan Arktik sebagai satu-satunya struktur

kerjasama dalam wilayah Arktik dan mengakui pengamat-

pengamat baru.

Perubahan kondisi lingkungan di Arktik dan terbukanya jalur

pelayaran menimbulkan dampak global juga bagi Negara-negara

non Arktik. Maka dari itu Finlandia mendukung pengakuan

terhadap pengamat baru, terutama Uni Eropa, dengan alasan bahwa

pengamat baru memiliki tujuan yang sama dengan dewan. Selain

itu, pengamat baru akan membawa sumber daya tambahan yang

diinginkan oleh dewan.

b. Memperluas agenda Dewan Arktik

Finlandia percaya bahwa Dewan Arktik harus memperluas

kinerjanya sebagai forum untuk diskusi strategi Arktik. Sejauh ini,

kinerja Dewan Arktik berhasil membangun dasar yang baik untuk

mencapai tujuan bersama. Dewan Arktik juga dapat

mempertimbangkan perjanjian internasional mengenai wilayah

Arktik dan mengidentifikasi potensi masalah dan celah. Finlandia

sangat mendukung Dewan Arktik untuk memperluas aktivitasnya

ke dalam sektor-sektor yang dapat membawa nilai baru. Dewan

Arktik bisa saja melakukan Arctic Summit secara berkala untuk

Page 61: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

53

mendiskusikan arah kebijakan Arktik dengan mengundang

pengamat agar keputusan yang diambil sifatnya merata.

c. Keraguan institusional

Dukungan Finlandia dalam memperkuat Dewan Arktik tidak hanya

pada gagasan untuk mengakui pengamat baru, tetapi juga pada

peningkatan keberadaan Dewan Arktik sebagai suatu institusi.

Struktur kesekretariatan Dewan Arktik masih belum permanen

sehingga menimbulkan keraguan/pesimis. Untuk membangun

sekretariatan ini, dibutuhkan persetujuan dan konsensus seluruh

Negara anggota. Apabila konsensus tidak tercapai, maka alternatif

solusi yang dapat dilakukan adalah dengan melanjutkan dan

membangun model sekretariat ad hoc. Dengan adanya struktur

kesekretariatan yang stabil, maka sistem dana keuangan Dewan

Arktik untuk penelitian para ahli juga tidak dapat diabaikan.

d. Meningkatkan perhatian terhadap kerja Dewan Arktik

Salah satu tugas penting Dewan Arktik adalah untuk memonitor

lingkungan di wilayah Arktik, memperhitungkan kemungkinan

masalah yang dapat terjadi, dan menginformasikan segala

perubahan mengenai Arktik. Kelompok peneliti yang diusung

Dewan Arktik memegang pekerjaan penting, namun hasil laporan

penelitian ini seringkali tidak disadari oleh publik secara umum.

Inilah kenapa kerja dewan butuh untuk diperlihatkan, agar segala

pemikiran dan tindakan dapat dimanfaatkan dengan efisien

Page 62: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

54

terutama dalam pembuatan keputusan dan persiapan untuk

tantangan perubahan iklim yang dihadapi.

4.2 Arctia Ltd

Arctia Ltd merupakan perusahaan pelayaran milik pemerintah Finlandia yang

menyediakan kapal-kapal penghancur es, jasa menghancurkan es, dan jasa dalam

merespon kebocoran minyak di wilayah es. Perusahaan ini dibangun pada tahun

2010 ketika pemerintah memutuskan untuk mengkorporasikan layanan

penghancuran es (FINMARI, 2013). Arctia. Arctia Ltd, yang dulunya Arctia

Shipping Ltd, menjadi induk perusahaan yang membawahi Arctia Karhu Ltd,

Arctia Icebreaking Ltd, Arctia Offshore Ltd, dan Arctia Management Services Ltd

(Arctic Economic Council, 2010). Saat ini Arctia Ltd memiliki delapan kapal

penghancur es, antara lain Fennica dan Nordica yang dianggap sebagai kapal

penghancur es terkuat di dunia, serta Polaris yang baru selesai dibangun.

Salah satu perusahaan yang dibawahinya, Arctia Offshore, banyak

diminati khususnya dengan meningkatnya tantangan dalam ekspedisi ilmiah serta

minyak ke wilayah-wilayah sulit terjangkau seperti Arktik. Sebab perusahaan ini

memiliki teknologi serta kru yang berpengalaman, juga mampu melakukan

aktivitas apapun ketika berlayar, misalnya instalasi pipa, konstruksi bawah laut,

dan berbagai jasa lainnya. Jasa penghancuran es yang ditawarkan perusahaan ini

juga sudah termasuk dalam mengatur proses penghancuran es, mengamankan

jalur kapal, dan kontrol jalur kapal di wilayah dingin sehingga kapal-kapal milik

Arctia Offshore dikenal sebagai kapal penghancur es multiguna (Arctia official

Page 63: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

55

website, 2015). Jasa yang ditawarkan oleh Arctia Offshore tidak hanya digunakan

untuk kepentingan negara saja, melainkan juga menyediakan jasa bagi perusahaan

privat yang berfokus di bidang eksplorasi minyak dan gas.

4.2.1 Kerjasama dengan Shell

Setelah kendali atas kapal-kapal penghancur – Fennica dan Nordica – dipegang

oleh Arctia Offshore, perusahaan ini banyak melakukan kerjasama dengan

perusahaan lainnya. Salah satunya adalah dengan perusahaan minyak Shell. Shell

merupakan perusahaan cabang dari Royal Dutch Shell yang berbasis di Amerika

Serikat. Sebagai perusahaan minyak multinasional, Shell dianggap berada di

antara salah satu perusahaan minyak terbesar di dunia (Houston Business Journal,

2002). Di tahun 2011, Arctia Offshore menandatangani kontrak dengan Shell

untuk meminjamkan kapal penghancur es Fennica dan Nordica dalam kurun

waktu tiga tahun (Shell, 2012). Kapal ini digunakan Shell untuk berlayar ke

Perairan Chukchi pada musim panas tahun 2012-2014. Selain itu, Nordica juga

dikhususkan untuk melindungi tempat pengilangan minyak –Kulluk– agar tidak

terhalang oleh pecahan-pecahan es ketika sedang beroperasi.

Penandatanganan kontrak kerjasama antara Arctia Ltd dan Shell diwakili

oleh CEO Tero Vauraste (Arctic Newswire, 2012). Dalam kontrak kerjasama ini

disebutkan bahwa kapal-kapal penghancur es milik Finlandia akan mengarungi

Alaska untuk membantu mengamankan jalur perairan es demi aktivitas

pengeboran minyak. Namun apabila terdapat kerusakan atau pun kebocoran

minyak yang dapat mengganggu ekosistem di Arktik, maka akan ada kompensasi

terhadap Arktik. Kompensasi ini bahkan dapat menyangkut pada pemerintah

Page 64: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

56

Finlandia sebagai pemilik perusahaan ini. Namun Finlandia berargumen bahwa

kontrak kerjasama ini merupakan hal yang wajar, dan pelaku pengeboran lah yang

bertanggungjawab dalam mengatasi masalah ini berdasarkan prinsip dasar polusi

minyak (Arctic Newswire, 2012). Sehingga Arctia Ltd tidak memiliki tanggung

jawab apa pun apabila terjadi insiden kebocoran.

Selain itu, Arctia Ltd sendiri mengakui bahwa layanan penyewaan kapal

penghancur es kepada perusahaan minyak Shell memberikan keuntungan,

terutama ketika musim panas berlangsung (Yle, 2013). Sebab keuntungan yang

diraup lebih besar dibandingkan penghasilan dari membuka pelabuhan ketika

musim dingin. Arctia Ltd juga disebutkan telah memonopoli pasar Finlandia

melalui keuntungan operasi pengeboran minyak dan gas tersebut. Bahkan pada

tahun 2010, Arctia Ltd sempat diperingatkan mengenai resiko operasi pengeboran

yang besar (Yle, 2013). Namun berdasarkan kontrak perjanjian, Arctia Ltd

terlindungi dari resiko karena tanggung jawab apabila terjadi kebocoran minyak

suatu hari merupakan tanggung jawab Shell.

Kerjasama yang dijalin antara Shell dan Arctia Offshore ini nyatanya

menimbulkan berbagai protes dari berbagai pihak, terutama organisasi-organisasi

lingkungan seperti Greenpeace. Sebab melalui kontrak ini, Shell berencana

melakukan pengeboran minyak di Arktik menggunakan kapal penghancur es milik

Finlandia dan telah melakukan uji tes beberapa kali. Shell fokus pada area Laut

Beaufort di Alaska dan Laut Chukchi yang belum tersentuh sama sekali (YLE

News, 2012). Padahal sebelumnya Greenpeace telah menyatakan bahwa aktivitas

pengeboran minyak di Arktik sangat berbahaya. Sebab resiko yang timbul secara

Page 65: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

57

alami nantinya akan berdampak lebih besar, bahkan penyelamatan minyak di

daerah tersebut akan terasa sulit (YLE News, 2012). Ditambah lagi dengan

minimnya infrastruktur di wilayah tersebut.

Sehingga kerjasama ini banyak menimbulkan kekhawatiran dari berbagai

pihak terutama karena wilayah Arktik yang memiliki beragam hewan langka,

seperti paus, beruang kutub, dan berbagai jenis ikan, yang kemungkinan akan

punah. Kebutuhan minyak yang meningkat jelas menjadi alasan utama aktivitas

ini namun perlu adanya kesepakatan untuk melakukan aktivitas tersebut secara

terkendali dan dibatasi dengan jelas oleh Dewan Arktik selaku pemegang

kedaulatan resmi atas Arktik.

4.2.2 Fennica dan Nordica

Kemajuan teknologi yang dialami Finlandia berdampak pada

berkembangnya industri transportasi Finlandia. Pemerintah mengelola sistem

transportasinya dengan baik, dimana perusahaan-perusahaan transportasi ini juga

merupakan milik pemerintah. Pengendalian transportasi ini dilakukan untuk dapat

memudahkan akses masyarakat maupun pemerintah Finlandia ke daerah

manapun. Karena wilayahnya yang banyak didominasi hutan, maka dirasa perlu

adanya transportasi yang baik dan merata.

Tidak hanya itu, Finlandia juga dikenal dengan teknologi pembuatan kapal

penghancur esnya. Terdapat dua kapal penghancur es terkenal milik pemerintah

Finlandia, yaitu Fennica dan Nordica. Fennica merupakan kapal penghancur es

Page 66: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

58

dan platform supply vessel (PSV)2 yang dibuat pada tahun 1993 di Rauma,

Finlandia (Vessel Finder, 2015). Fennica saat ini berlayar di bawah bendera

Finlandia, dengan panjang sekitar 116 meter, lebar 26 meter dan berat kapal

sebesar 9392 ton (Vessel Finder, 2015). Fennica juga merupakan kapal

penghancur es pertama Finlandia yang didesain untuk melaju di atas es di Perairan

Baltik ketika musim dingin. Selain itu, Fennica juga didesain khusus untuk

membantu proyek konstruksi kilang minyak ketika laut mulau terbuka (es mencair

di musim panas). Kapal penghancur es ini terbilang kuat karena kualitasnya dibuat

untuk kuat menahan es di Arktik, sub-Arktik, maupun daerah Antartika. Fennica

bahkan mampu melewati lautan es musim dingin dengan ketebalan sekitar 1

meter, pegunungan es, serta gumpalan-gumpalan es (Arctia Shipping, 2012).

Fennica sendiri digerakkan oleh sistem mesin diesel listrik dengan empat

generator utama. Maka dari itu, konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan per hari

nya adalah sekitar 30-42 ton minyak. Dengan mengonsumsi jumlah bahan bakar

tersebut, Fennica mampu beroperasi selama 45-67 hari tergantung kecepatan yang

digunakan (Arctia Shipping, 2012).

2 Kapal yang secara khusus didesain untuk membawa suplai minyak dan gas. Fungsi

utama dari kapal ini adalah untuk mengangkut barang-barang logistic serta transportasi

barang, alat, dan personil dari kilang minyak ke kilang lainnya (EMAS, tt)

Page 67: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

59

Gambar 4.2 Kapal Penghancur Es “Fennica” Milik Finlandia

(Sumber:YLE News, 2012)

Selain Fennica, ada pula Nordica yang bentuknya identik dengan Fennica.

Nordica juga dibuat di Rauma, Finlandia pada tahun 1994 (Vessel Finder, 2015).

Kapal ini juga memiliki fungsi yang sama dengan Fennica, yaitu sebagai

penghancur es dan pengangkut barang logistik. Kapal ini beroperasi di sekitar

Laut Arktik dan seringkali disebut sister ship dengan Fennica. Meskipun Nordica

memiliki panjang dan lebar kapal yang sama dengan Fennica, namun berat

Nordica cenderung lebih enteng (Vessel Finder, 2015).

Page 68: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

60

Gambar 4.3 Kapal Penghancur Es “Nordica” Milik Finlandia

(Sumber: http://www.seafarermedia.com/picture.php?/1869)

Pembuatan kapal-kapal penghancur es multifungsi ini dimulai sejak tahun

1980-an ketika pemerintah Finlandia mencanangkan proyek untuk memanfaatkan

kapal-kapal baru dengan fungsi selain penghancur es (Lohi, 1993: 233). Sebab

sebelumnya, kapal-kapal penghancur es yang dimiliki Finlandia selalu didesain

untuk membantu operasi di air pecahan es namun mesin kapalnya tidak mampu

berlayar di laut lepas. Sehingga kapal penghancur ini hanya bertahan 3-5 bulan

setiap tahunnya. Sejak saat itu, maka Finlandia mulai mengembangkan teknologi

kapal penghancur yang memiliki beragam fungsi agar dapat meningkatkan

ekonomi perkapalan negara. Namun konsep pengembangan kapal ini belum

terealisasi sampai awal tahun 1990-an karena adanya campur tangan dari

perusahaan Norwegia (Lohi, 1993: 237). Pada tahun 1991 Finlandia akhirnya

Page 69: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

61

selesai berkonsultasi dan merangkai konstruksi kapal pertama di tahun 1991 dan

kapal kedua di tahun 1992 (Lohi, 1993: 239-240).

Setelah kapal-kapal ini diluncurkan, Fennica dan Nordica langsung

berlayar dan disepakati agar digunakan untuk tugas di area lepas pantai sebanyak

180 hari setiap harinya ketika bukan musim dingin. Sehingga pada musim panas

kapal ini harus kembali ke Finlandia untuk melaksanakan tugas memecahkan es di

Perairan Baltik. Hak eksklusif atas kapal penghancur es ini dipegang oleh Subsea

7 sampai tahun 2004 (Sjostrom, 2006). Di tahun 2010, perusahaan milik negara –

Arctia Shipping– mengambil alih operasional Fennica dan Nordica dan

manajemennya dipegang oleh perusahaan cabang dari Arctia Shipping, yaitu

Arctia Offshore. (Sjostrom, 2006) Pada tahun 2011, Arctia Offshore dan

pemerintah Finlandia memberlakukan kontrak terkait penggunaan kapal

penghancur es, Fennica dan Nordica, di perairan Finlandia ketika musim dingin

(Shell, 2012).

4.3 Greenpeace

Greenpeace merupakan non-governmental organization (NGO) yang fokus pada

masalah lingkungan. Greenpeace pertama kali didirikan oleh seorang aktivis

lingkungan asal Kanada di tahun 1971, dan sekarang berkantor pusat di Belanda

(Weyler, 2004). Sejauh ini, Greenpeace telah berhasil menyebarkan visi dan

misinya ke seluruh dunia. Greenpeace bahkan menjadi salah satu kelompok atau

organisasi lingkungan internasional tersukses dan terkenal di seluruh dunia.

Terbukti dengan tersebarnya kantor Greenpeace di 40 negara, demi

mengefektifkan koordinasi. Selain itu, masalah lingkungan terjadi di seluruh

Page 70: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

62

wilayah dan fungsi dari kantor cabang ini adalah agar masalah lingkungan yang

terjadi di wilayah tersebut dapat segera ditangani.

Tujuan yang ingin dicapai Greenpeace adalah untuk memastikan bahwa

Bumi terus dapat membawa kehidupan dengan segala perbedaan yang ada

(Greenpeace Internasional, 2010). Maka dari itu Greenpeace berupaya

meningkatkan kepedulian, perhatian, serta tindakan nyata dari masyarakat

terhadap isu-isu lingkungan. Greenpeace mewujudkan tujuan ini umumnya

dengan menggunakan cara atau metode yang sifatnya damai, misalnya melalui

protes (aksi langsung), kampanye (langsung maupun tidak langsung), lobi, dan

juga riset. Dalam melaksanakan tugasnya, Greenpeace tidak bergantung pada dana

pemerintah, perusahaan, atau kelompok mana pun. Hal ini dilakukan untuk

menjaga organisasi ini sebagai organisasi independen. Dana yang dimiliki

Greenpeace kebanyakan berasal dari donasi-donasi relawan yang bergabung

bersama Greenpeace. Sejauh ini sudah ada 15.000 orang relawan yang bergabung

dan ikut menjalankan aksi-aksi Greenpeace (Greenpeace Internasional, 2010).

Awal terbentuknya Greenpeace dimulai sejak tahun 1968 ketika sebuah

kelompok aktivis lingkungan bernama SPEC (Scientific Pollution and

Environmental Control Society) yang terdiri dari Gwen Mallard, Derrick Mallard,

Alfred Turnbull, Bob Hunter, Terry Simmons, dan Irving Stowe di Vancouver

(Weyler, 2004). Setelah itu, mulai muncul kelompok-kelompok aksi ekologi

lainnya yang juga melakukan protes mengenai masalah lingkungan, misalnya

Green Panther yang diusung oleh Bob Hunter. Pada tahun 1969, Gwen dan

Derrick Mallard melakukan aksi protes yang menolak uji coba bom nuklir di

Page 71: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

63

Vancouver (Weyler, 2004). Bob Hunter juga mendukung aksi ini dengan

membuat plakat bertuliskan “Don’t Make A Wave” sampai akhirnya brand ini

menjadi suatu gerakan dengan dibentuknya komite Don’t Make A Wave.

Kemudian di tahun 1970 muncul sebuah perahu yang bertuliskan “the

Greenpeace”, menandakan pertama kalinya nama ini dipublikasikan. Nama ini

didesain dengan simbol ekologi, simbol damai, dan ditengahnya tertulis

“Greenpeace” (Brayton, 2009). Lalu komite Don’t Make A Wave

mempublikasikan pamflet pertama Greenpeace dengan judul Nuclear Testing in

the Aleutians yang ditulis oleh Lille d’Easum (Weyler, 2004). Jadi tujuan awal

terbentuknya Greenpeace adalah sebagai cara untuk menghentikan segala bentuk

uji coba nuklir di wilayah Alaska, yang mana merupakan tempat beragam spesies

hewan.

Namun pada pertengahan tahun 1970, Greenpeace mulai memperluas

fokusnya dari masalah nuklir menjadi masalah-masalah lingkungan, seperti

penangkaran paus, penangkapan hewan laut, dan sampah laut (Brayton, 2009).

Kemudian resmi mengubah nama menjadi Greenpeace Foundation pada tahun

1972 (Weyler, 2004) Sehingga Greenpeace merasa perlu beroperasi ke seluruh

belahan dunia, berkembang dari tujuan awalnya menjadi kelompok yang

terorganisir. Saat ini, tujuan utama Greenpeace adalah menjaga dan menciptakan

lingkungan yang sehat tanpa adanya kerusakan-kerusakan yang mampu

mengancam kehidupan umat manusia bahkan Bumi (Brayton, 2009). Maka dari

itu Greenpeace mencoba untuk menghentikan perubahan iklim dengan

meningkatkan kepedulian publik terhadap isu ini. Tidak hanya itu, Greenpeace

Page 72: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

64

juga menyosialisasikan cara hidup atau aktivitas yang dapat mengurangi

perubahan iklim tersebut. Faktanya, Greenpeace merupakan organisasi pertama

yang merencanakan pembangunan berkelanjutan sebagai solusi dari masalah

perubahan iklim (Brayton, 2009).

Dengan aksi-aksi nyatanya, Greenpeace disebutkan sebagai organisasi

lingkungan yang paling terlihat nyata. Sebab Greenpeace memberikan kontribusi

dalam meningkatkan pengetahuan publik mengenai isu-isu lingkungan serta

mampu mempengaruhi aktivitas sektor publik maupun privat. Kontribusi ini

diberikan melalui laporan penelitian yang disusun ke dalam suatu artikel dan

dipublikasikan melalui web. Sampai saat ini, Greenpeace terus melakukan

penelitian dan mencari solusi alternatif bagi masalah-masalah lingkungan yang

sedang dihadapi. Meskipun secara tradisional, Greenpeace juga menggunakan

cara-cara non-kekerasan untuk mendapat perhatian publik mengenai masalah

lingkungan ini. Umumnya cara-cara yang dilakukan Greenpeace adalah dengan

melakukan protes non-kekerasan, membuat petisi, atau dengan teknik perlawanan

pasif lainnya (Brayton, 2009). Greenpeace juga dikenal menggalakkan kampanye

dengan iklan-iklan yang agresif dan menyolok. Meskipun Greenpeace juga

mendapatkan kritik dan kontroversi, namun aksi-aksi yang dilakukan Greenpeace

tetap dianggap efektif dan berhasil dalam melaksanakan tugasnya sebagai

kelompok pelindung lingkungan.

4.3.1 Kampanye Save the Arctic

Page 73: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

65

Sebagai suatu organisasi yang bergerak di bidang lingkungan, Greenpeace telah

banyak memberikan konstribusi dalam permasalahan lingkungan yang terjadi.

Salah satunya adalah tindakan yang dilakukan Greenpeace untuk menyelamatkan

habitat serta lingkungan di wilayah Arktik melalui kampanye “Save the Arctic”.

Kampanye ini merupakan kampanye yang diusung Greenpeace untuk melindungi

Arktik, khususnya demi mencegah pengeboran minyak dan penangkapan ikan

oleh perusahaan industri. Kampanye ini dimulai sejak tahun 2012, ketika itu

Greenpeace sedang meneliti wilayah-wilayah tak berpenghuni seperti Kutub

Utara. (Yle, 2015) Sampai akhirnya diketahui fakta bahwa Arktik menjadi salah

satu objek pengeboran minyak yang dilakukan beberapa perusahaan, yang mana

kemudian mendorong aktivis-aktivis lingkungan yang ada di Greenpeace untuk

membuat suatu kampanye agar terciptanya solusi demi melindungi Arktik.

Kampanye Greenpeace ini kemudian dikenal dengan nama “Save the

Arctic”. Greenpeace memulai kampanye “Save the Arctic” dengan coba

memperoleh tandatangan sebagai bentuk dukungan atas gerakan ini. Kemudian

pada tahun 2013 hasil tandatangan yang terkumpul diletakkan di dasar laut Kutub

Utara. Tandatangan atau petisi yang terkumpul saat itu berjumlah 2,5 juta

tandatangan dan diletakkan bersama bendera yang didesain oleh para pemuda,

yaitu Vivienne Westwood (World Association of Girl Guides and Girl Scouts,

2013).

Kampanye ini awalnya difokuskan untuk menolak aktivitas industri yang

dilakukan oleh Shell di tahun 2013. Bahkan pada saat itu Greenpeace bekerjasama

dengan Avaaz, organisasi global yang aktif dalam mempromosikan isu perubahan

Page 74: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

66

iklim, penyelamatan hewan, korupsi, dan hak asasi manusia (Tuffrey, 2012).

Kerjasama ini dilakukan dengan membuat situs kampanye. Selanjutnya pada

tahun 2010, aktivis Greenpeace kembali melaksanakan aksinya dengan menulis

“No Arctic Drilling” di badan kapal BP Deepwater Horizon yang rencananya

akan digunakan Shell untuk mengeksplorasi minyak di Arktik (Greenpeace,

2014). Sementara pada tahun 2014, Greenpeace juga meluncurkan kampanye

global untuk mencegah perusahaan mainan, Lego, untuk memproduksi mainan

berlogokan Shell sebagai respon terhadap rencana pengeboran minyak di Arktik

(Greenpeace, 2014).

Kampanye ini berhasil mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan

masyarakat, termasuk pemerintah negara lain dan organisasi seperti World Wide

Fund for Nature (WWF). Bahkan beberapa selebriti juga mendukung aksi

kampanye ini dengan mengenakan kaos yang bertuliskan “Save Arctic” dan

dipublikasikan di situs web Vivienne Westwood. Kaos yang digunakan dibuat dari

bahan katun organik tanpa proses kimia, dan hasil keuntungan penjualan kaos

didonasikan ke Greenpeace. Foto-foto dari selebriti ini kemudian dipajang di

sebuah pameran yang diadakan oleh Westwood, yang tujuannya adalah untuk

meningkatkan kepedulian untuk melindungi Arktik yang telah rapuh dan

mencegah pengeboran minyak oleh Shell.

Page 75: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

67

Gambar 4.4 Selebriti Hollywood seperti George Clooney, Kate Moss, dan

Hugh Grant yang mendukung kampanye Save the Arctic

(Sumber: Vivienne Westwood Website

http://www.viviennewestwood.com/save-the-arctic)

Selain itu pada September 2015, kampanye ini juga berhasil mengajak

masyarakat untuk ikut terlibat (Buchanan, 2015). Terbukti dari aksi peletakan

boneka beruang kutub raksasa, sebagai simbol dari Arktik, di depan kantor Shell

di London.

Page 76: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

68

Gambar 4.5 Boneka Beruang Kutub Raksasa di Depan Kantor Shell, London

(Sumber: Buchanan, 2015 –Independent News Website)

Gerakan ini menjadi suatu gerakan dengan tantangan terbesar, namun

Greenpeace pernah melakukan gerakan yang sama sebelumnya. Sekitar 20 tahun

yang lalu, Greenpeace juga mengadakan kampanye untuk melindungi Antartika

dari resiko-resiko industrialisasi dan militerisasi (Sauven, 2012). Kampanye ini

akhirnya menang dan Antartika berhasil dilindungi. Perbedaannya adalah bahwa

Arktik tidak hanya terancam dari aktivitas industri saja melainkan juga dari krisis

perubahan iklim global. Namun banyaknya dukungan masyarakat tetap menjadi

faktor penentu sebagai agen perubahan politik. Sehingga kampanye ini

membutuhkan dukungan dan aksi masyarakat serta organisasi untuk membantu

Arktik.

4.4 Benua Arktik

Page 77: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

69

4.4.1 Kondisi Alam Wilayah Arktik

Wilayah Arktik selama ini dikenal sebagai area yang ditutupi oleh es. Namun

beberapa dekade ini, lapisan es yang ada di wilayah Arktik mulai menipis

terutama pada bulan musim panas. Apabila lapisan es ini terus mencair, maka

wilayah Arktik akan terbebas dari es untuk pertama kalinya dalam sejarah. Arktik

terletak di sebelah utara belahan bumi atau area paling puncak di globe. Karena

lapisan esnya, maka Arktik dianggap sebagai penyeimbang suhu bumi.

Arktik juga merupakan tempat tinggal bagi berbagai suku, salah satunya

adalah Inuit yang telah tinggal di Arktik selama ribuan tahun. Sebanyak 4 juta

penduduk yang tinggal di Arktik, terutama 40 warga etnis asli, menjadi terancam

(Greenpeace, 2012). Karena penduduk Arktik hanya bisa bergantung pada

makanan dan sumber daya yang ada. Sementara sumber daya ini justru

dieksploitasi oleh pihak asing yang tidak memiliki legitimasi apapun atas Arktik.

Selain itu, Arktik dianggap sebagai ekosistem yang unik karena merupakan

habitat dari berbagai jenis spesies langka yang ada di Bumi. Mulai dari beruang

kutub, ikan paus, serigala, rusa, angsa, singa laut, dan berbagai jenis ikan (Sauven,

2012). Para ahli menyatakan bahwa beruang kutub akan punah di masa 100 tahun

yang akan datang apabila masalah ini terus berlanjut. Setidaknya harus ada

tindakan yang dilakukan.

Page 78: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

70

Gambar 4.6 Lautan Arktik yang ditutupi oleh gunung dan bebatuan es

(Sumber: The Guardian, 2012)

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Arktik berperan penting dalam

meregulasi dan menyeimbangkan iklim Bumi (Greenpeace, 2012). Lautan es di

Arktik dikatakan seperti cermin raksasa yang mampu memantulkan cahaya

matahari yang masuk ke Bumi. Oleh sebab itu, suhu Bumi akan tetap normal dan

tidak terlalu panas. Sebab lautan es yang ada di Arktik membentuk padatan-

padatan garam yang kemudian tenggelam, yang mana padatan garam ini

membantu mengontrol arus laut (Sauven, 2012). Namun dengan perubahan iklim

juga aktivitas manusia yang simultan terus terjadi, misalnya kontaminasi udara

dan air, penangkapan ikan secara berlebihan, polusi sumber daya, maka es yang

ada di Arktik terus mencair dan pada akhirnya lautan ini pun menyerap panas

(Greenpeace, 2012). Karena itulah kenapa suhu Bumi saat ini terasa semakin

panas. Bumi yang semakin menghangat ini menyebabkan es semakin cepat

Page 79: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

71

mencair. Fenomena yang terjadi membuat minyak yang berada di bawah perairan

Arktik menjadi target kepentingan negara maupun perusahaan industri minyak.

Padahal dulunya karena lautan yang membeku, tidak banyak pihak yang mampu

mengakses ke wilayah ini.

4.4.2 Nilai Strategis Arktik

Arktik mulai mendapatkan perhatian dari berbagai negara di dunia karena

potensinya yang dapat memberikan kesempatan maupun tantangan bagi suatu

negara. Isu yang berkaitan dengan Arktik diurusi dan dipegang oleh Dewan

Arktik, sebagai organisasi struktural yang secara alamiah berhak dalam

melindungi Arktik. Tetapi aktor yang terlibat dalam hal ini tidak hanya Dewan

Arktik saja, melainkan juga beberapa aktor non-Arktik yang memiliki

kepentingan serta didukung oleh berkurangnya lautan es secara signifikan.

Kepentingan terhadap Arktik terus meningkat selama 20 tahun ini. Bahkan pada

masa Perang Dingin, wilayah Arktik dianggap sebagai wilayah batas antara

NATO dan Rusia (Prime Minister’s Office, 2010). Namun saat ini, Arktik tidak

hanya dijadikan target kepentingan politik saja, melainkan juga ekonomi.

Potensi ekonomi yang dimiliki oleh Arktik serta terbukanya jalur

transportasi baru untuk masuk ke wilayah tersebut menjadi suatu daya tarik

strategis yang dimiliki Arktik. Potensi ini tidak lain berhubungan dengan sumber

daya alam dan jalur pelayaran. Banyak negara memprediksi bahwa beberapa

tahun kemudian Arktik akan menjadi cadangan energi utama dan penghubung

arus transportasi Eropa (Canadian International Council, 2011: 2). Sehingga hal

ini menyebabkan butuhnya kebijakan pengamanan yang mampu melindungi

Page 80: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

72

Arktik. Menyebarnya kabar mengenai potensi Arktik ini kemudian membuat

meningkatnya aktivitas manusia dan kapal, yang pada akhirnya menimbulkan

masalah lingkungan yang serius khususnya di Samudera Arktik. Hal ini menjadi

suatu kerugian bagi Arktik, sebab apabila sumber daya alam diekploitasi secara

terkendali, maka setidaknya resiko-resiko lingkungan, budaya, dan sosial yang

dihadapi Arktik sedikit lebih baik.

Secara ekonomi, Arktik memiliki jumlah sumber daya mentah yang masih

sangat berlimpah, seperti minyak, gas, dan batu bara. Arktik dikatakan

menyimpan sekitar 30% gas dunia, 13% minyak dunia, serta 9% batu bara yang

belum terekspos (Prime Minister’s Office, 2010). Selain itu juga terdapat berlian,

emas, seng, tembaga, dan lain sebagainya. Karena dikitnya jumlah penduduk yang

tinggal di Arktik dan infrastruktur yang belum memadai maka sumber daya

mentah ini masih alami. Sehingga banyak negara yang mulai mengembangkan

teknologinya untuk dapat memasuki serta mengeksploitasi bahan mentah yang ada

di Arktik. Masalah kedaulatan juga menjadi tantangan bagi negara, khususnya

non-Arktik, untuk mencapai kepentingan ekonominya. Sebab kedaulatan atas

Arktik secara resmi dipegang oleh Dewan Arktik sehingga hukum internasional

membatasi ruang gerak negara lain. Selain itu, Arktik tidak hanya kaya akan

sumber bahan mentah saja melainkan juga memiliki jumlah ikan yang melimpah

(Canadian International Council, 2011). Karena lautannya yang luas, maka jenis

komoditi ikan yang ada di Arktik relatif langka sehingga menimbulkan daya tarik

tersendiri.

Page 81: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

73

Kemudian, letaknya yang strategis juga menjadikan Arktik sebagai jalur

pelayaran baru. Ketika musim panas, jalur navigasi yang mengarah ke Arktik

sedikit demi sedikit terbuka (Perreault, 2012: 2). Fakta ini mendorong beberapa

negara untuk berlayar ke Arktik dengan adanya prospek jalur pelayaran yang lebih

singkat. Hal ini banyak menarik kepentingan negara-negara Asia seperti

Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan untuk bergabung menjadi pengamat tetap di

Dewan Arktik (Perreault, 2012: 2). Bagi negara seperti Tiongkok dan Rusia, jalur

pelayaran melalui Arktik dapat mengefisienkan perdagangan. Waktu yang

dibutuhkan menjadi lebih cepat dan biaya yang dikeluarkan juga lebih sedikit.

Rute pelayaran melalui Perairan Arktik juga dianggap lebih aman, karena

terhindar dari pembajak kapal yang umumnya berada di Terusan Suez.

Page 82: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

74

Gambar 4.7 Peta Jalur Pelayaran Arktik

(Sumber: Brigham et al, 2009)

Arktik juga menjadi tempat yang potensial untuk aktivitas komersial

perkapalan. Negara seperti Korea Selatan sejauh ini telah banyak mengirim

kapalnya ke wilayah Arktik. Korea Selatan menemukan kepentingannya untuk

mengembangkan bisnis perkapalan yang dimilikinya. Sebab perusahaan-

perusahaan Korea Selatan seperti Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering

dan Samsung Heavy Industries telah memproduksi kapal-kapal penghancur es di

dunia (Jae-Min Lee, 2011). Tidak hanya itu, Korea Selatan bahkan menjadi pionir

Page 83: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

75

dalam mendesain dan memproduksi tank berbahan bakar gas dan minyak yang

mampu berjalan di wilayah es.

Dengan fenomena perubahan iklim yang sedang mengglobal, maka

kepentingan beberapa negara terhadap Arktik pun juga berkaitan dengan hal

tersebut. Beberapa negara non Arktik seperti Tiongkok, India, Jepang, Korea

Selatan, Jerman, Inggris, dan Perancis telah secara rutin melakukan penelitian

mengenai Arktik. Tiongkok misalnya, telah mengkaji Arktik sejak tahun 1999 dan

membangun sebuah badan riset di tahun 2003 (Jakobson, 2010). Sementara

Jepang awalnya melakukan penelitian mengenai wilayah kutub namun mulai

beralih ke wilayah Arktik sejak tahun 1990-an (Horinouchi, 2010). Perguruan

tinggi di Jepang bahkan melakukan proyek penelitian bersama sampai ke Kanada.

Sedangkan India relatif pendatang baru di Arktik. Penelitian yang dilakukan oleh

India mengenai wilayah kutub berlangsung selama 30 tahun. Namun India baru

mulai melakukan ekspedisi pertamanya ke Arktik di tahun 2007 (Sakhuja, 2010).

Setiap negara yang memiliki kepentingan dan telah melakukan penelitian

mengenai Arktik juga didukung oleh teknologi kapal penghancur yang mumpuni

demi memudahkan akses masuk ke Arktik.

4.4.3 Pengeboran Minyak di Wilayah Arktik

Arktik menjadi target pengeboran minyak yang dilakukan oleh perusahaan-

perusahaan minyak seperti Shell. Shell berusaha untuk menginvasi area

pengilangan minyaknya sampai ke Perairan Arktik yang ditutupi oleh es. Shell

mengklaim bahwa minyak yang tertanam di Perairan Arktik berada jauh di dasar

laut. Sehingga dengan dilakukannya pengeboran, perusahaan mencoba

Page 84: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

76

mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan minyak tersebut sementara dengan

membakar lebih banyak bahan bakar maka es akan semakin mencair dan menipis.

Minyak yang tersimpan di Laut Arktik hanya mampu menahan suplai global

selama tiga tahun (Sauven, 2012). Apabila terdapat kilang minyak yang bocor,

maka akan membahayakan kelestarian Laut Arktik.

Meski begitu, Shell berusaha meyakinkan masyarakat maupun pemerintah

bahwa tidak akan terjadi kebocoran dalam aktivitas pengeboran ini. Sebab area

yang bocor harus didiamkan dan baru bisa digali lagi sembilan bulan kemudian.

Namun pada tahun 2011, Shell melaporkan kebocoran karena alat-alat yang belum

memadai (Sauven, 2012). Sehingga Shell harus mengakui dan merespon cepat

masalah ini. Ketika sedang melakukan pengeboran, Shell sebelumnya mengatakan

bahwa apabila terjadi kebocoran maka setidaknya pihak mereka akan

memperbaiki 90% kebocoran minyak (Banerjee, 2012). Faktanya, sulit untuk

memperbaiki kerusakan yang terjadi di atas 10%. Sehingga pada akhirnya Shell

dituntut oleh 10 organisasi lingkungan, termasuk Alaska Wilderness League, the

Center for Biological Diversity, and Resisting Environmental Destruction on

Indigenous Lands (REDOIL), atas masalah kebocoran ini (Banerjee, 2012).

Setidaknya Shell menyebarkan substansi-substansi kimia ke Perairan Arktik setiap

tahunnya sebesar 336 ton nitrogen oksida (Banerjee, 2012). Tidak hanya

kebocoran minyak yang dapat membahayakan lingkungan, tetapi aktivitas

pengeboran ini juga membuat polusi suara di wilayah tersebut. Sebab paus

menggunakan suara sebagai navigasi ketika berenang di lautan es ketika gelap.

Page 85: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

77

Sehingga pengeboran minyak yang terjadi di Arktik jelas amat berbahaya

sebab kondisi Arktik dengan lautan es dan cuaca yang ekstrem membuat

pembenahan atas kemungkinan terjadinya kebocoran minyak sangatlah sulit

(Greenpeace, 2012). Selain itu, bongkahan es dan platform minyak juga memiliki

kemungkinan untuk bertabrakan. Karena kebanyakan perusahaan minyak dengan

asal-asalan mencairkan bongkahan es yang ada di sekitar platform.

Gambar 4.8 Ancaman Pengeboran Minyak di Arktik

(Sumber: www.greenpeace.org)

4.4.4 Aktivitas Pengeboran Minyak oleh Shell

Aktivitas pengeboran minyak ini dimulai oleh Shell sejak tahun 2012. Pada saat

itu, perusahaan minyak Shell meluncurkan kapal pribadinya, Noble Discoverer,

yang berlayar dan akan diletakkan di Pelabuhan Dutch, Alaska (Banerjee, 2012).

Hal ini menandakan perjalanan pertama Shell ke wilayah Arktik namun tidak

disadari oleh pihak lain. Setelah melakukan perjalanan pertamanya ke salah satu

Page 86: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

78

wilayah Arktik (Alaska), Shell mulai bersiap untuk melakukan aktivitas penuh,

yaitu pengeboran minyak, di Laut Arktik. Laut Arktik merupakan ekosistem yang

kaya dengan berbagai jenis kekayaan alam dan memiliki prospek yang positif.

Laut Arktik diperkirakan memiliki lebih dari 200.000 makhluk hidup yang tinggal

di bawah lautnya, namun hingga saat ini hanya tinggal sekitar 10.000 yang masih

bertahan (Banerjee, 2012).

Shell memulai aktivitas pengeboran minyaknya di Monterey Bay dan

Kulluk, kemudian mulai berlayar ke sebelah utara dengan harapan untuk

mendapatkan komoditi minyak yang lebih banyak. Aktivitas ini menimbulkan

kekhawatiran bagi warga lokal Arktik dan negara lain karena pengeboran minyak

yang dilakukan Arktik dianggap akan menjadi pengeboran paling berbahaya di

dunia.

Sebab dengan rentannya kondisi Arktik, maka aktivitas-aktivitas yang

dapat merusak lingkungan tersebut akan membuat Arktik semakin rapuh

(Banerjee, 2012). Ditambah lagi dengan Arktik yang berperan sebagai

penyeimbang suhu bumi, aktivitas industri justru mengancam kondisi iklim Bumi

dan akan menjadi tidak stabil.

Shell sebenarnya berencana untuk tidak melakukan pengeboran di tahun

2012 maupun 2013, karena lokasi pengeboran yang masih ditutupi oleh tebalnya

es. Shell berencana melakukan pengeboran di dua sumur minyak di Laut Beaufort

dan tiga sumur minyak di Laut Chukchi di tahun 2012 (Beilinson, 2012). Namun

Page 87: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

82

data yang didapat menunjukkan ketidaksiapan area tersebut untuk dilakukannya

pengeboran, karena tantangan es yang turun lebih banyak dari waktu normal

mampu menghambat aktivitas ini. Tetapi pada tanggal 9 September 2012,

pengeboran minyak di Laut Chukchi tetap dilakukan dengan terbatasnya alat

namun kemudian ditunda beberapa hari kemudian sampai alat-alat tidak

tersangkut oleh es (Beilinson, 2012). Aktivitas yang dilakukan Shell pada saat itu

dianggap terlalu terburu-buru tanpa perhitungan yang tepat dan justru

menyebabkan munculnya protes dari aktivis-aktivis lingkungan.

Aktivitas pengeboran minyak tidak hanya langsung dilakukan begitu saja,

melainkan terdapat prosedur yang harus dilakukan terlebih dahulu. Prosedur

tersebut adalah permohonan izin sebelum melakukan operasi pengeboran dari

Environmental Protection Agency (EPA) yang berada di atur dalam Clean Air Act.

Namun izin pengeboran Shell ini terus mengalami penundaan selama bertahun-

tahun. Sampai akhirnya pada tanggal 28 Juni 2012, Shell mengajukan

permohonan peninjauan kembali perizinan yang sebelumnya pernah diajukan atas

pengeboran minyak di Laut Chukchi kepada EPA. Peninjauan kembali tersebut

berisi tentang pernyataan bahwa mesin Noble Discoverer (kapal milik Shell) tidak

mampu menahan kandungan nitrogen oksida dan ammonia di wilayah tersebut

(Beilinson, 2012). Pada dasarnya Shell mengungkapkan bahwa teknologi yang

dituliskan di dalam surat izin sebelumnya tidak berjalan dengan baik. Sampai

akhrinya EPA mengizinkan Noble Discoverer untuk memperbaharui mesinnya.

Namun hal ini menuai komplain dari kelompok gerakan lingkungan, sehingga

EPA mengeluarkan izin perintah baru yang menyatakan bahwa emisi gas yang

Page 88: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

83

digunakan dalam mesin Noble Discoverer harus dibawah kesepakatan semula.

Izin perintah ini berlaku selama satu tahun dan permohonan izin lainnya oleh

Shell ditolak.

Pengeboran minyak yang dilakukan oleh Shell di Alaska bukanlah

pengeboran minyak pertama yang terjadi. Sebelumnya, sudah terdapat 30 sumur

minyak yang digali oleh perusahaan BP di Laut Beaufort di tahun 1980-an dan 5

sumur minyak di Laut Chukchi tahun 1990-an (Beilinson, 2012). Namun aktivitas

ini kemudian berhenti karena terjadinya penurunan harga minyak dunia di akhir

tahun 1980an sampai awal tahun 1990an. Sehingga pengeboran minyak di Arktik

pada saat itu hanya dilakukan secara ekonomis ketika harga minyak dunia sedang

tinggi. Sebab biaya yang dikeluarkan untuk sampai ke Arktik sangat besar

sehingga perkiraan biaya yang dikeluarkan justru akan lebih besar dan memakan

waktu lama.

Pada tahun 2013, Shell mencoba menjalin kerjasama dengan Finlandia

untuk peminjaman kapal penghancur es milik Finlandia, yaitu Fennica

(Greenpeace, 2013). Sebab selama ini aktivitas yang dilakukan Shell selalu

terhalangi oleh minimnya kapasitas dan kualitas kapalnya. Dengan teknologi

kapal penghancur es yang berhasil dikembangkan Finlandia, maka Shell berupaya

untuk meminjam kapal ini dalam keperluannya menggali sumur minyak di

Perairan Arktik (The Oregonian, 2015). Shell kemudian berhasil memperoleh izin

untuk menggunakan Fennica dan meneruskan aktivitasnya, namun berhenti

sementara karena ramainya protes yang dilayangkan oleh Greenpeace serta aktivis

Page 89: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

84

lainnya. Sampai akhirnya Finlandia pun juga ikut bergabung dalam aksi

mendukung perlindungan suaka di Arktik (Greenpeace, 2013).

Namun pada tahun 2015, berita mengenai pengeboran minyak Shell

kembali menyebar (Mesh, 2015). Kapal penghancur es Fennica diberitakan telah

berlayar melewati Portland untuk kembali melakukan pengeboran minyak di

Alaska. Bahkan saat itu, Shell dilaporkan langsung melakukan pengeboran di Laut

Chukchi dan kembali ke Arktik pada tanggal 30 Juli (Mesh, 2015). Namun

aktivitas ini kemudian dihalangi oleh aktivis Greenpeace yang protes di bawah

Jembatan St. Johns Bridge di sekitaran Portland.

Faktanya, Shell dapat kembali melakukan aktivitas ini karena adanya

pemberian izin dari pemerintah AS. Izin resmi ini berisi tentang dibolehkannya

aktivitas pengeboran minyak di Perairan Arktik sekitaran pesisir barat laut Alaska.

Biro Keamanan dan Penyelenggara Lingkungan mengumumkan bahwa izin ini

diberikan untuk penggalian dibawah dasar laut setelah Shell membawa alat yang

dikatakan mampu menghentikan kebocoran sumur. Kemudian Fennica sampai di

area pengeboran di pesisir barat laut Alaska pada tanggal 11 Agustus 2015 (The

Oregonian, 2015). Shell mengestimasi untuk melakukan pengeboran sejauh 8000

kaki di bawah dasar laut. Pemerintah AS tetap menyatakan bahwa pengeboran ini

aman dan tetap mengabaikan permintaan penarikan izin dari kelompok

lingkungan dan malah mengabulkan izin pengeboran Shell yang dianggap

melawan sains, keinginan masyarakat, serta tidak masuk akal. Sampai tahun 2015,

Shell memiliki dua mesin bor utama dan sekitar 28 mesin bantuan di Laut

Chukchi (The Oregonian, 2015).

Page 90: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

85

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Penerapan Strategi Komunikasi dalam Kampanye Save the Arctic

Dilihat dari tujuannya, kampanye Save the Arctic dapat bersifat pragmatik tetapi

juga konstitutif. Strategi yang digunakan sama dengan kampanye hubungan

kemasyarakatan, yang mana mengarah pada tujuan untuk menarik perhatian atau

mengenalkan masyarakat kepada sesuatu sekaligus juga memberikan pengetahuan

mengenai isu pengeboran minyak yang menjadi alasan diadakannya kampanye

ini. Namun terkadang tujuan dari suatu organisasi terlihat sedikit rancu, apakah

benar untuk memperingatkan masyarakat mengenai perubahan iklim yang terjadi

atau untuk menarik perhatian terhadap aktivitas organisasi saja.

Tetapi dilihat dari strategi-strategi yang dilakukan oleh Greenpeace,

kampanye Save the Arctic berusaha untuk meningkatkan kepedulian masyarakat

terhadap isu yang menimpa Arktik ini (Marciano, 2011). Karena letaknya yang

jauh dan kurang begitu diekspos oleh media pemberitaan, maka tidak banyak

orang yang mengetahui apa yang terjadi di Arktik. Isu pengeboran minyak yang

melanda Arktik pun merupakan salah satu isu lingkungan dengan resiko terbesar.

Dampak yang akan timbul dari hasil kerusakan ini dapat berpengaruh kepada

seluruh makhluk yang ada di Bumi. Apalagi dengan isu perubahan iklim yang

sedikit demi sedikit terlihat nyata dan mulai terasa. Aktivitas industri ini

menyebabkan makin menurunnya kualitas lingkungan yang ada di Arktik.

Page 91: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

103

Maka akan sulit bagi manusia untuk memperbaiki hal ini. Juga karena Arktik

merupakan satu-satunya wilayah yang mampu menjadi penyeimbang suhu Bumi.

Itu sebabnya dengan melakukan kampanye Save the Arctic maka setidaknya

masyarakat mulai mengenal dan sadar akan kondisi yang terjadi.

Maka dari itu, kampanye Save the Arctic bukan fokus pada individu

melainkan pada masyarakat serta kondisi eksternal (Marciano, 2011). Kondisi

eksternal ini diubah dengan menerapkan strategi untuk mengedukasi dan

mengajak masyarakat untuk proaktif. Proaktif dalam artian melakukan hal-hal

positif yang mampu membawa dampak positif bagi lingkungan. Kemudian

kampanye ini juga mencoba untuk mengubah perspektif masyarakat. Dalam

strategi komunikasi isu lingkungan, penting menerapkan strategi-strategi yang

berbeda agar dapat mengubah individu secara internal (sikap dan perilaku)

maupun eksternal (masyarakat dan kebijakan). Kampanye ini dilakukan dengan

sangat keras, terutama Greenpeace yang selalu mendorong gerakan ini. Sebab isu

pengeboran minyak dan perubahan iklim merupakan isu yang kompleks. Sehingga

tidak cukup hanya satu strategi saja yang dilakukan.

Dalam kampanye Save the Arctic ini, strategi komunikasi diterapkan

dengan baik dan sistematis. Pertama, kampanye ini menetapkan tujuannya, yaitu

untuk meningkatkan kepeduliaan masyarakat terhadap isu Arktik serta untuk

menghentikan aktivitas pengeboran minyak yang dilakukan oleh Shell. Tujuan ini

juga yang menjadi motivasi awal dibentuknya kampanye tersebut. Kedua,

pengumpulan informasi mengenai isu ini telah menyebar dan menjadi bahan

rundingan berbagai pihak. Informasi mengenai Arktik dikumpulkan sendiri oleh

Page 92: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

104

Greenpeace melalui hasil observasinya di kapal Arctic Sunrise (Greenpeace,

2014). Observasi ini dilakukan untuk menghasilkan informasi yang lebih akurat

dan terpercaya. Sehingga fakta dan latar belakang mengenai subjek-subjek yang

terlibat ini dapat membantu dan memberikan gambaran mengenai tindakan yang

akan dilakukan. Ketiga, target yang ditujukan dalam kampanye ini adalah

masyarakat luas dan Shell. Disebutkan oleh Chris Rose bahwa publik terlalu luas

untuk dijadikan audiens sehingga perlu adanya definisi dan identifikasi kembali

mengenai tujuan perubahan yang ingin dicapai. Sehingga konteksnya sangat luas

dan perlu adanya media yang mampu menghubungkan kampanye Save the Arctic

dengan pendukung kampanye. Keempat, taktik kampanye Save the Arctic

dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Secara langsung, aktivis Greenpeace bergerak langsung ke lokasi dan

menunjukkan protesnya melalui banner atau spanduk yang dipasang di badan

kapal. Selain itu juga, kampanye ini juga menggunakan aksi tidak langsung yaitu

melalui penyebaran artikel di situs resmi Greenpeace, berinteraksi dengan para

pendukung kampanye melalui twitter dan facebook, kemudian menyebarkan video

tentang isu tersebut, serta membuat petisi di situs Save the Arctic.

5.1.1 Protes Masyarakat melalui Kampanye Save the Arctic

Aktivitas yang dilakukan Shell menuai protes dari berbagai pihak, khususnya para

aktivis Greenpeace yang menolak adanya pengeboran minyak di wilayah Arktik.

Shell yang notabene merupakan perusahaan minyak besar dan terkenal, jelas dapat

membahayakan lingkungan Arktik karena aktivitas yang dilakukan pasti bukanlah

dalam skala kecil. Maka pada tahun 2012, tujuh orang aktivis Greenpeace yang

Page 93: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

105

dipimpin oleh Lucy Lawless menaiki kapal bor “Fennica” di Selandia Baru

(Offshore Energy Today, 2012). Hal ini dilakukan untuk mencegah kapal ini terus

berlayar sampai ke Alsaka untuk melakukan pengeboran di Laut Chukchi. Namun

setelah 2 hari berada di kapal, para aktivis ini kemudian ditahan dan dikenai

hukuman masuk tanpa izin. Kemudian di Finlandia juga terjadi aksi protes

terhadap rencana pengeboran Shell di Arktik. Sekitar 20 orang aktivis Greenpeace

ikut menaiki dua kapal penghancur es yang disewa Shell dari Finlandia

(Greenpeace, 2012).

Gambar 5.1 Aksi Protes Aktivis Greenpeace di Finlandia

(Sumber: Greenpeace, 2012)

Para aktivis ini memasang banner yang bertuliskan “Stop Shell. Save the

Arctic” di atas kapal penghancur es Fennica. Sementara di tahun yang sama, para

aktivis Greenpeace juga mengokupasi kapal penghancur es Nordica di Pelabuhan

Helsinki. Aksi ini dilakukan oleh aktivis-aktivis Greenpeace yang berasal dari 13

negara berbeda, antara lain Finlandia, Slovakia, Kolombia, Jerman, Chili, Brazil,

Italia, Swedia, Austria, Perancis, Hungaria, Norwegia, dan Denmark (Cole, 2012).

Page 94: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

106

Kapal-kapal ini merupakan kapal milik Finlandia yang disewa oleh Shell untuk

mengebor minyak di Laut Beaufort dan Laut Chukchi sekitaran daerah pesisir

Alaska. Penyewaan ini banyak didukung oleh EPA, sebab atas permintaan EPA

maka Arctia Offshore, perusahaan negara pemilik kapal ini, kemudian melakukan

modifikasi mesin dengan kebutuhan emisi kapal agar dapat beroperasi dengan

lancar di kondisi lingkungan Arktik yang penuh es (Offshore Energy Today,

2012).

Operasi minyak yang dilakukan oleh Shell dianggap beresiko, sebab

dengan persiapan yang terburu-buru akan menyebabkan tingginya kemungkinan

akan kebocoran minyak. Kebocoran minyak di Arktik memiliki kemungkinan

lebih tinggi karena gumpalan es yang mengapung, es yang tidak terbatas

jumlahnya, serta kondisi cuaca yang ekstrem. Maka apabila terjadi kebocoran,

dampak yang ditimbulkan akan sangat besar dan merugikan. Hal inilah yang

menjadi alasan ketidaksetujuan para pecinta lingkungan, karena kebocoran

minyak di Arktik akan sulit untuk diperbaiki juga dapat menyebabkan

tenggelamnya cakrawala dalam laut.

Page 95: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

107

Gambar 5.2 Aksi Protes Pemasangan Banner Save the Arctic di Pelabuhan

Helsinki

(Sumber: YLE News, 2015)

Aksi protes ini terus berlanjut sampai akhirnya para aktivis Greenpeace

menutup 74 pom bensin Shell di London dan Edinburgh (Tuffrey, 2012). Hal ini

dilakukan sebagai protes setelah penangkapan 24 orang aktivis lainnya yang

menolak rencana pengeboran ini. Jumlah pom bensin yang ditutup oleh

Greenpeace, yaitu 71 pom bensin di London dan 3 pom bensin di Edinburgh.

Namun setelah aksi ini, 18 orang di London dan 6 orang di Edinburgh ditangkap

(Tuffrey, 2012). Pada aksi ini, para aktivis menutupi logo Shell dengan banner

Save the Arctic dan meletakkan boneka beruang kutub seukuran manusia di atap

pom bensin.

Page 96: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

108

Gambar 5.3 Pemasangan Banner Save the Arctic

(Sumber: Greenpeace, 2012)

Para aktivis ini bahkan menutup pom bensin dengan menghidupkan tombol

penghentian otomatis agar minyak tidak terpompa ke atas dan juga mematikan

sekering untuk memperlambat tombol otomatis tersebut kembali menyala.

Kemudian dengan berlanjutnya kembali pengeboran minyak di Arktik,

maka aksi protes sebagai bentuk kampanye Save the Arctic juga terus berlanjut.

Pada tahun 2015, terdapat aktivis-aktivis Greenpeace yang mengangkut alat bor

minyak milik Shell ke Pelabuhan Seattle (Kinney-Lang, 2015). Alat bor minyak,

Polar Pioneer, merupakan properti milik Shell. Aksi ini direncanakan akan

dilakukan selama 6 hari berturut-turut agar Shell dapat menghentikan aktivitas

pengeborannya di Laut Chukchi. Ancaman terhadap lingkungan Arktik ini

sifatnya resiko jangka panjang dan resiko jangka pendek. Untuk resiko jangka

Page 97: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

109

pendek, pengeboran ini dapat menyebabkan kebocoran minyak dan mengotori

lingkungan sekitar. Sementara untuk resiko jangka panjang, zat-zat hidrokarbon

yang dihasilkan dari aktivitas pengeboran akan meningkatkan perubahan iklim

yang sebelumnya sudah terjadi. Para aktivis ini secara aktif memasang banner

serta melakukan wawancara dengan jurnalis dan penulis. Aktivis-aktivis ini

berkembah di peron susuran tangga dekat alat bor, dan mengenakan pakaian tebal

untuk menjaga tubuh mereka tetap hangat dan aman (Kinney-Lang, 2015).

Gambar 5.4 Aktivis Greenpeace yang berusaha mengokupasi alat bor Shell

(Sumber: Greenpeace, 2015)

Kemudian pada tanggal 29 Juli 2015 juga terjadi aksi pemblokiran kapal

Fennica di bawah jembatan Portland, Oregon. Para aktivis ini memasang banner

bertuliskan “#ShellNo”, “Save the Arctic”, dan “President Obama, Last Chance to

Say #ShellNo” (Greenpeace, 2015). Sejak diperbolehkannya rencana pengeboran

minyak Shell di Laut Chukchi, Alaska oleh pemerintah AS, kedua kapal Shell,

Polar Pioneer dan Noble Discoverer, tidak melewati inspeksi rutin. Sehingga

Page 98: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

110

kapal Fennica yang rusak di Pelabuhan Dutch sedang coba diperbaiki di Portland.

Maka dari itu 26 orang aktivis gerakan lingkungan global bergerak bahkan

membentuk blokade dengan menggunakan kayak di sekitar kapal Shell yang akan

menuju ke Alaska (Greenpeace, 2015).

Gambar 5.5 Kayaktivists di Portland

(Sumber: Greenpeace, 2015)

5.1.2 Peran Media dalam Kampanye Save the Arctic

Banyak organisasi lingkungan yang menggunakan media secara efektif sebagai

alat bantu kampanye. Salah satunya Greenpeace dalam kampanyenya “Save the

Arctic”. Kampanye ini dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Namun

aksi-aksi nyata yang dilakukan semata-mata tidak langsung terjadi, melainkan

karena adanya dorongan dari kampanye tidak langsung tersebut. Kampanye tidak

langsung ini dilakukan melalui perseorangan (mouth-to-mouth) maupun media.

Media yang digunakan sangat beragam, mulai dari media cetak sampai media

sosial. Media cetak yang digunakan dalam kampanye ini lebih banyak

Page 99: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

111

menggunakan banner, spanduk, dan lain sebagainya. Banner dan spanduk ini

digunakan ketika para aktivis Greenpeace melakukan aksi nyata di lokasi-lokasi

kantor dan pom bensin milik Shell.

Gambar 5.6 Pemasangan Iklan Save the Arctic di Billboard Dekat Kantor

Shell

(Sumber: Greenpeace, 2014)

Selain itu, Greenpeace juga mengubah informasi ke dalam bentuk berita

yang disebarkan melalui video. Hal ini efektif karena berita tersebut mengemas

seluruh informasi penting mengenai Save the Arctic, masalah yang terjadi di

Arktik, dan solusi yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut.

Juga melalui video maka terdapat visualisasi yang mampu menarik masyarakat

untuk menonton video tersebut. Maka secara otomatis informasi yang ada dalam

video juga ikut tersampaikan dan tersebar.

Page 100: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

112

Gambar 5.7 Video promosi yang dipublikasikan di situs Greenpeace

(Sumber: SavetheArctic.org)

Selain video, informasi-informasi yang ditulis ke dalam sebuah artikel

berita juga banyak dipublikasikan di situs resmi Greenpeace. Bahkan karena

banyaknya kantor cabang Greenpeace di seluruh dunia, setiap negara yang

memiliki situs resmi juga mempublikasikan artikelnya ke dalam bahasa masing-

masing. Artikel ini seringkali menjadi media agar masyarakat mengetahui

informasi terbaru atau perkembangan baru mengenai isu pengeboran minyak Shell

serta kampanye Save the Arctic.

Page 101: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

113

Gambar 5.8 Artikel-artikel di situs resmi Greenpeace

(Sumber: Greenpeace.org)

Kemudian internet yang bisa diakses oleh siapa pun, di mana pun, dan

kapan pun juga ikut berkontribusi besar dalam kampanye ini. Sebab internet tidak

hanya digunakan untuk menyebarkan video dan artikel melalui situs, tetapi juga

digunakan sebagai penghubung antara Greenpeace dan para aktivis atau

pendukung kampanye ini. Sehingga orang dari negara mana pun bisa ikut

berpartisipasi secara tidak langsung, misalnya dengan ikut membagikan berita-

berita terbaru yang di-update oleh Greenpeace lewat akun twitter dan facebook.

Page 102: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

114

Gambar 5.9 Akun twitter kampanye Save the Arctic

(Sumber: Twitter Save the Arctic @savethearctic)

Gambar 5.10 Akun facebook kampanye Save the Arctic

(Sumber: Facebook Save the Arctic)

Sehingga Greenpeace dikenal sebagai organisasi yang ahli menggunakan

media sosial untuk mengenalkan berbagai kampanyenya, termasuk Save the

Arctic. Greenpeace dapat memanfaatkan fungsi-fungsi yang ditawarkan oleh

media sosial ini, misalnya facebook yang menawarkan fitur “like” dan

Page 103: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

115

“comment”. Fitur inilah yang kemudian mendorong banyaknya “likers” sebagai

bentuk rasa setuju dan kesediaan untuk berbagi pendapat mengenai isu-isu yang

dibahas oleh Greenpeace. Tidak hanya itu, media ini juga digunakan untuk

mengumpulkan dukungan masyarakat salah satunya dengan membuat petisi.

Facebook dan twitter dapat menjadi wadah untuk menyebarkan direct link ke web

resmi kampanye Save the Arctic. Chris Rose mengatakan bahwa petisi dapat

menjadi salah satu taktik yang efektif untuk topic tertentu ketika terdapat suatu

badan atau pengambil keputusan. Sebab petisi seringkali digunakan untuk

mendemonstrasikan kekuatan opini publik.

Gambar 5.11 Web resmi Save the Arctic

(Sumber: savethearctic.org)

Lalu pemanfaatan industri hiburan juga menawarkan kesempatan yang efektif

untuk semakin menarik dukungan masyarakat terhadap kampanye ini. Misalnya

dengan keikutsertaan para selebritis yang juga ikut mendukung kampanye Save

the Arctic.

Page 104: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

116

Gambar 5.12 Aktris Emma Thompson ikut mendukung kampanye Save the

Arctic

(Sumber: Greenpeace, 2014)

Pada akhirnya, media berperan amat besar dalam kampanye Save the Arctic.

Sebab strategi-strategi kampanye ini mayoritas dilakukan melalui media. Media

yang paling banyak berkontribusi adalah media elektronik, yaitu media sosial dan

blog. Chris Rose juga menyebutkan bahwa salah satu hal baik dalam penggunaan

media digital/online adalah bahwa taktik ini mampu menjangkau banyak

‘masyarakat awam’ dengan sumber daya lainnya.

5.2 Penghentian Aktivitas Industri oleh Shell di Alaska

Shell telah melakukan pengeboran minyak di Alaska sejak tahun 2012. Meskipun

pengeboran minyak ini sempat terhenti di akhir tahun 2012 karena teknologi yang

Page 105: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

117

kurang memadai untuk beraktivitas di Perairan Arktik. Namun pada tahun 2013

Shell kembali mengumumkan rencana pengeboran minyaknya di Arktik.

Walaupun banyaknya kecaman yang ditujukan kepada Shell, namun Shell tetap

bersikeras untuk tidak meninggalkan Arktik. Kemudian muncul kabar bahwa

Shell akan menghentikan aktivitas pengeboran di Alaska pada tahun 2014

(Sterling, 2014). Hal ini dikarenakan turunnya investasi sehingga Shell mengalami

penurunan keuangan. Namun Shell tetap bersikeras untuk mengupayakan dana

demi pengeboran ini dan pengeboran pun tetap berjalan.

Kemudian Greenpeace kembali melaksanakan kampanyenya dengan

mengajukan komplain mengenai kerjasama Shell dan Lego, ketika Lego membuat

video yang menggambarkan sumur minyak Shell yang bocor dan akhirnya

membanjiri lingkungan sekitar dengan minyak versi Lego (Boehrer, 2014). Video

ini dianggap merusak imajinasi anak-anak dan Greenpeace menghimbau Lego

untuk mengakhiri kerjasamanya dengan Shell. Tetapi Shell tetap mengabaikan

protes ini, kendati Lego kemudian mengakhiri kerjasamanya dengan Shell. Dalam

pengeboran ini, Shell banyak mengalami masalah. Misalnya mengenai izin

penempatan kapal bor Polar Pioneer di Pelabuhan Seattle. Kapal ini tidak

diperbolehkan mendarat di Pelabuhan Seattle karena kontrak sebelumnya hanya

berlaku untuk operasional kargo bukan untuk pengangkutan minyak. Sampai

akhirnya Shell diizinkan untuk mendaratkan kapalnya di pelabuhan tersebut untuk

waktu 6 bulan (The Huffington Post, 2015).

Namun pada tanggal 28 September 2015, Shell menyatakan berhenti

dalam aktivitas pengeboran minyak dan eksplorasi gas yang selama ini dilakukan

Page 106: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

118

di Alaska (BBC, 2015). Aktivitas yang dilakukan Shell dikabarkan menimbulkan

hasil yang mengecewakan sehingga Shell mengumumkan akan berhenti

melakukan eksplorasinya di Alaska. Shell mengatakan bahwa pihaknya tidak

menemukan jumlah minyak dan gas yang cukup, sementara biaya yang dihabiskan

mencapai $7 milyar untuk pengembangan sumur minyak di Laut Beaufort dan

Chukchi tersebut (Macalister, 2015). Sebelumnya, Shell berasumsi adanya potensi

eksplorasi minyak di area tersebut, yang menjadikan wilayah tersebut menjadi

area strategis. Shell selalu menekankan kepada publik mengenai adanya potensi

hidrokarbon yang berlimpah. Namun setelah lebih kurang 4 tahun menjalani

operasi ini, hasil yang diinginkan tidak sesuai dengan capaian. Sebab Arktik

memang dikabarkan menjadi lokasi yang beresiko tinggi dan membutuhkan biaya

pengembangan yang besar. Ditambah lagi dengan harga minyak dunia yang

berada sekitar $50 per barel, membuat aktivitas ini semakin beresiko tanpa

jaminan akan berhasil. Kerugian yang dicapai oleh Shell diperkirakan mencapai

$4.1 milyar (Macalister, 2015). Keputusan untuk menghentikan aktivitas ini

semakin didorong karena adanya tekanan dari pemegang saham perusahaan yang

khawatir mengenai harga minyak dunia.

Pada intinya, terdapat empat alasan penghentian pengeboran minyak Shell

di Alaska. Pertama, kesalahan asumsi mengenai potensi geologi Arktik. Setelah

menghabiskan begitu banyak dana untuk mengeksplorasi sebuah sumur minyak di

dasar laut Alaska, Shell mengungkapkan adanya indikasi minyak dan gas namun

hal ini tidak menjadi alasan yang cukup untuk dilakukannya eksplorasi lanjutan.

Padahal sebelumnya Shell optimis bahwa pengeboran ini akan menghasilkan

Page 107: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

119

penemuan minyak yang berlimpah, yaitu sebanding dengan 400 milyar barel

minyak atau 10 kali lipat dari jumlah minyak dan gas yang dihasilkan di Laut

Utara (Barrett, 2015). Sehingga ekspektasi ini yang kemudian menjadi alasan

utama Shell menghabiskan dana untuk pengeboran yang dianggap beresiko.

Selain beresiko, aktivitas ini juga mengalami banyak protes dari kelompok

lingkungan internasional seperti Greenpeace.

Gambar 5.13 Lokasi Pengeboran Minyak Shell di Laut Chukchi

(Sumber: Greenpeace, 2015)

Page 108: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

120

Gambar 5.14 Lokasi Sumur Minyak Shell di Laut Beaufort

(Sumber: The Guardian, 2015)

Kedua, karena ketakutan Shell mengenai harga minyak dunia yang tidak

stabil. Dengan harga minyak yang berada pada angka $50 per barel, maka sulit

bagi Shell untuk meraih keuntungan. Shell awalnya memperkirakan bahwa harga

minyak Arktik setidaknya akan membuat harga minyak dunia di antara $70-$110

untuk jangka waktu 15 tahun ke depan (Barrett, 2015). Namun dengan penemuan

yang belum menemukan hasil apa pun, maka Shell pesimis perkiraan tersebut

akan terjadi. Sebab harga minyak saat ini saja mendorong perusahaan-perusahaan

untuk memangkas biaya. Sehingga dengan menghentikan pengeboran ini maka

akan mengurangi beban ekspenditur Shell.

Ketiga, aturan yang ketat juga kerapkali menghalangi aktivitas Shell.

Aturan ini datang dari pemerintah AS yang memberlakukan aturan lingkungan

federal baru untuk wilayah Alaska (Barrett, 2015). Keempat dan yang paling

penting adalah karena adanya tekanan dari berbagai kelompok lingkungan

Page 109: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

121

internasional. Aksi protes yang telah dilakukan oleh Greenpeace dimulai sejak

Shell pertama kali memulai aktivitasnya di tahun 2012. Aksi ini terus terjadi

secara terus menerus, mulai dari okupasi kapal bor yang terjadi beberapa kali,

pemblokiran jalan jembatan di dekat Pelabuhan Portland, kapal yang dihadang

oleh para kayaktivist, petisi dari masyarakat seluruh dunia, serta berbagai

publikasi media lainnya (Greenpeace, 2015).

Gambar 5.15 Pengumuman Resmi Greenpeace

(Sumber: Greenpeace. 2015)

Kabar mengenai penghentian pengeboran minyak Shell di Arktik ini

langsung direspon oleh Greenpeace sebagai keberhasilan dari kampanye Save the

Arctic. Shell dianggap telah merugikan perusahaannya sendiri, baik secara

finansial maupun reputasi (Greenpeace, 2015). Sebab aktivitas yang dilakukan

Shell dianggap sebagai aktivitas penggalian minyak paling kontroversial, karena

Page 110: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

122

besarnya resiko yang dihadapi. Kampanye ini akan terus berlanjut, guna

melindungi suaka di Arktik.

Selain itu, penghentian ini juga merupakan bagian dari dukungan yang

diberikan masyarakat Finlandia. Kebanyakan masyarakat Finlandia merespon

masalah ini dengan dukungan dan persetujuan. Masalah yang terjadi terhadap

Arktik dianggap sebagai masalah serius bagi masyarakat Arktik, sebab masalah

ini membahayakan lingkungan Arktik. Dukungan yang diberikan masyarakat

Finlandia beragam, mulai dari dukungan melalui media online maupun dukungan

secara langsung. Melalui media online, masyarakat Finlandia mengutarakan

pendapatnya dengan ikut menyebarkan berita ini. Namun masyarakat Finlandia,

terutama aktivis-aktivis lingkungan juga mendukung masalah ini dengan ikut

melakukan protes.

Page 111: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

123

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Melihat keberhasilan kampanye Save the Arctic, media global memegang peranan

penting dalam strategi kampanye isu lingkungan. Media global ini mendorong

arus komunikasi secara menyeluruh sehingga informasi lebih cepat dan mudah

diterima. Strategi-strategi yang digunakan Greenpeace dalam kampanye ini

terbagi atas dua, yaitu direct action dan indirect action. Meskipun mayoritas

didukung oleh penggunaan media elektronik. Para aktivis Greenpeace juga

melakukan kegiatan kampanye langsung, misalnya dengan melakukan aksi protes

di depan kantor Shell atau dengan mengambil alih salah satu pom bensin milik

Shell kemudian memasang tulisan “Stop Shell. Save the Arctic”. Bahkan banyak

lagi aksi yang lebih ekstrem dilakukan para aktivis ini, salah satunya ialah

mengokupasi kapal penghancur es Fennica dan Nordica demi memasang banner

Save the Arctic. Resikonya adalah para aktivis ini ditangkap dan dibawa ke kantor

polisi.

Namun demi tujuan awal yang juga menjadi motivasi dibentuknya

kampanye Save the Arctic, Greenpeace mencoba untuk menyuarakan masalah ini

dengan menyampaikan berbagai informasi mengenai Arktik ke situs resminya.

Informasi ini dipublikasikan dalam bentuk artikel maupun video.

Page 112: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

107

Segala perkembangan terkait isu pengeboran minyak Shell ini selalu

dipublikasikan oleh Greenpeace. Tujuannya adalah agar masyarakat lebih sadar,

peduli, dan khawatir dengan kondisi yang terjadi. Masalahnya adalah aktivitas

pengeboran minyak yang dilakukan Shell tidak hanya akan merusak Arktik saja

tetapi kondisi iklim. Kerusakan-kerusakan yang terjadi di Arktik akan berdampak

secara global. Tingginya resiko lingkungan ini menyebabkan keharusan yang

dirasakan Greenpeace untuk meningkatkan pengetahuan dan mengajak

masyarakat ikut mendukung kampanye Save the Arctic.

Kampanye ini tidak hanya menggunakan strategi perilisan berita melalui

situs, tetapi juga melalui media sosial seperti twitter dan facebook. Media sosial

ini dijadikan media sharing informasi serta interaksi antara masyarakat dengan

Greenpeace. Greenpeace juga membuat petisi untuk mencari dukungan dari

orang-orang yang menolak pengeboran minyak di Arktik. Media sosial juga dapat

dimanfaatkan dalam memberikan direct link ke situs petisi tersebut.

Kampanye media akan berjalan apabila mengikuti strategi-strategi

komunikasi yang sesuai. Pertama menetapkan tujuan dilakukannya kampanye.

Kedua, mengumpulkan informasi yang dapat digunakan sebagai konten

kampanye. Ketiga, mengidentifikasi objek target kampanye. Pada kasus Save the

Arctic, target kampanye adalah masyarakat luas, khususnya masyarakat Finlandia.

Maka dari itu perlu adanya media massa dalam berkampanye. Terakhir, menyusun

taktik untuk kemudian diterapkan saat kampanye. Taktik ini bisa beragam

tergantung pada apa yang disukai dan diminati oleh target. Dari kedua taktik

tersebut, masyarakat Finlandia banyak terlibat dalam aksi tidak langsung. Terlihat

Page 113: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

108

dari bagaimana masyarakat Finlandia merespon kampanye ini dengan dukungan

positif, misalnya dengan ikut menyebarkan hashtag #SavetheArctic di berbagai

media microblog.

Prosedur kampanye berjalan sesuai dengan konsep strategi komunikasi,

yaitu dengan mengutamakan unsur komunikator (pembentuk kampanye),

komunikan (target), dan pesan yang ingin disampaikan. Dalam hal ini Greenpeace

sebagai komunikator berperan penting dalam penyebaran serta upaya lainnya

kepada publik (komunikan) untuk menyukseskan kampanye Save the Arctic. Juga

pesan yang disampaikan dalam kampanye ini juga jelas, yaitu untuk

menghentikan aktivitas yang mampu merusak ekosistem Arktik dan untuk

melindungi wilayah tersebut. Sehingga kaitan antara ketiganya berjalan secara

berkesinambungan.

6.2 Saran

Setelah menarik dan memaparkan kesimpulan, saran yang dapat disampaikan

peneliti adalah bahwa penyebaran kegiatan kampanye Save the Arctic masih

belum menyeluruh. Penggunaan media elektronik seperti situs dan video dibuat

sangat bagus dan menarik. Namun media sosial terlihat begitu “kaku” dan kurang

interaktif, sehingga media sosial kebanyakan hanya dijadikan wadah untuk

berbagai berita atau direct link lainnya mengenai topik yang serupa. Minat

masyarakat yang tinggi perlu difasilitasi dengan memanfaatkan media secara lebih

maksimal lagi. Strategi membuat berita dan keterlibatan selebriti sudah sangat

bagus, sebab hal ini menjadi faktor penarik para volunteer untuk ikut

menyuarakan concern terhadap masalah ini. Selain itu, kampanye Save the Arctic

Page 114: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

109

masih perlu banyak perbaikan terutama dalam metode-metode kampanye. Alasan

pemberhentian aktivitas pengeboran minyak oleh Shell setahun yang lalu lebih

dikarenakan tidak adanya prospek dan masalah perizinan. Maka dari itu tekanan

dari kelompok lingkungan harus lebih dilakukan agar tidak memakan waktu lama

dan menjadi sia-sia.

Page 115: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

110

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Chandler, Daniel; Munday, Rod. (2011). A Dictionary of Media and

Communication. Oxford: Oxford University Press.

Cutlip, Scott M.; Center, Allen H.; Broom, Glen M. (2006). Effective Public

Relation, 9th

ed. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Holsti, K. J. (1992). Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Bandung:

Binacipta.

Karns, Margaret P.; Mingst, Karen. (1996). International Organizations: The

Politics and Processes of Global Governance. US: Lynne Rienner

Publishers.

Liliweri, Alo. (2001). Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Malik, Deddy Djamaluddin. (1993). Komunikasi Internasional. Bandung: Bina

Cipta.

Pepper, David. (1996). Modern Environmentalism. London dan New York:

Routledge.

Stake, Robert. (2010). Qualitative Research: Studying How Things Work. New

York: The Guildford Press.

Yin, Robert K. (2011). Qualitative Research from Start to Finish. New York,

London: The Guilford Press.

Artikel dan Jurnal

Amnon, Sella. (1978). “Barbarossa: Surprise Attack and Communication”.

Journal of Contemporary History 13 (3).

Arctia Ltd official website. (tt). Arctia Offshore: Expert in Arctic Navigation.

[online] http://arctia.fi/en/services/offshore/ [akses pada 25 Maret 2016]

Arctic Council. (2011). About the Arctic Council. [online] Tersedia di:

www.arctic-council.org/index.php/en/about-us/arctic-council/about-arctic-

council [akses pada: 5 Oktober 2014]

Arctic Council. (2015). Finland. [online] 10 September. http://www.arctic-

council.org/index.php/en/about-us/member-states/finland [akses pada 11

Februari 2016]

Arctic Economic Council. (tt). Arctia Shipping Ltd. (Arctia Group). [online]

http://arcticeconomiccouncil.com/arctia-shipping-ltd-arctia-group/ [akses

pada 25 Maret 2016]

Page 116: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

111

Avaaz. (2009). About Us. [online] http://www.avaaz.org/en/about.php [akses pada

13 Februari 2016]

Banerjee, Subhankar. (2012). Shell Game in the Arctic. The Common Dreams.

[online] http://www.commondreams.org/views/2012/08/02/shell-game-

arctic [akses pada 13 Februari 2016]

Barrett, Paul. (2015). Why Shell quit drilling in the Arctic. Bloomberg [online]

http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-09-28/why-shell-quit-

drilling-in-the-arctic [akses pada 16 Februari 2016]

BBC. (2012). Finland country profile. [online] 6 Februari.

http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/country_profiles/1023629.stm#facts

[akses pada 13 Februari 2016]

BBC. (2015). Shell stops Arctic activity after dissapointing tests. [online] 28

September. http://www.bbc.com/news/business-34377434 [akses pada 16

Februari 2016]

Beilinson, Jerry. (2012). Everything you need to know about Shell oil and Arctic

offshore drilling in Alaska. [online] 14 September.

http://www.popularmechanics.com/science/energy/a7938/everything-you-

need-to-know-about-shell-oil-and-arctic-offshore-drilling-in-alaska-

10720112/ [akses pada 15 Februari 2016]

Boehrer, Katherine. (2014). Greenpeace's Lego video aims to end Shell

partnership. The Huffington Post. [online] 11 Juli.

http://www.huffingtonpost.com/2014/07/08/greenpeace-lego-video-

shell_n_5567541.html [akses pada 16 Februari 2016]

Bragt, Jasper. (2006). Media Campaign Tracking. Twente University.

Brayton, Rebecca. (2009). The History of Greenpeace: Environmental Activists.

Watch Mojo. [online] http://watchmojo.com/video/id/8789/ [akses pada 13

Februari 2016]

Bratton, Michael. (1994). “Civil Society and Political Transition in Africa”.

Institute for Development Research Report, 11(6). [online] Tersedia di:

http://worlded.org/docs/Publications/idr/pdf/11-6.pdf [akses pada 19

Januari 2016]

Brian A. Day & Martha C. Monroe. (2000). Environmental Education &

Communication for a Sustainable World. NY: Academy for Educational

Development.

Canadian International Council. (2011). Interest and roles of non-arctic states in

the arctic. [online] 5 Oktober.

http://www.gordonfoundation.ca/sites/default/files/publications/Arctic%20

Seminar%20Background%20Brief_1.pdf [akses pada 13 Februari 2016]

C Buchanan, Rose Troup. (2015). Greenpeace activists install giant polar bear

outside Shell's London headquarters. Independent [online] 2 September.

http://www.independent.co.uk/news/uk/emma-thompson-joins-

greenpeace-campaigners-on-londons-southbank-to-protest-shell-

10482200.html [akses pada 13 Februari 2016]

Page 117: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

112

Central Intelligence Agency. (2016). Europe: Finland. The World Factbook.

[online] 5 Januari. https://www.cia.gov/library/publications/the-world-

factbook/geos/fi.html [akses pada 10 Februari 2016]

Cole, Alan. (2012). Finland: Greenpeace Protest. [online] 5 Januari. Tersedia di:

http://www.xperedon.com/news/1231/finland-greenpeace-protest.html

[akses pada: 26 Oktober 2015]

EMAS. (tt). Platform Supply Vessel. [online]

http://www.emas.com/index.php/our-expertise/emas-marine/our-fleet-

2/platform-supply-vessels/ [akses pada 12 Februari 2016]

Falkner, Robert. (2012). “Global Environmentalism and The Greening of

International Society”. The Royal Institute of International Affairs, 88: 3.

UK: Blackwell Publishing.

Finnish Marine Research Infrastructure (FINMARI). (tt). Arctia Shipping Ltd.

[online] http://www.finmari-infrastructure.fi/partners/arctia-shipping-ltd/

[akses pada 25 Maret 2016]

Finnish Forest Association. (tt). Finland is the most forested country in Europe.

[online]http://www.smy.fi/en/forest-

fi/smyforest/foresteng.nsf/allbyid/BE3C5576C911F822C2256F3100418A

FD?Opendocument [akses pada 13 Februari 2016]

Finnish Transport Agency. (2010). Statistics of the Finnish Transport Agency.

[online] http://rhk-fi-

bin.directo.fi/@Bin/fc8c02705c0dcb70d9ba85f418f8c2a4/1455620451/ap

plication/pdf/4036970/Finnish%20Railway%20Statistics%202010.pdf

[akses pada 13 Februari 2016]

Garcia-Munro, Maia. (2014). Drilling in the Arctic: Is it worth it?. [online]

Tersedia di: http://theusdvista.com/2014/10/03/drilling-in-the-arctic-is-it-

worth-it/ [akses pada: 5 Oktober 2014]

Goodenough, Patrick. (2010). Claims on Resource-Rich Arctic Stoke

International Rivalry. CNS News. [online] Tersedia di:

http://cnsnews.com/news/article/claims-resource-rich-arctic-stoke-

international-rivalry [akses pada: 28 September 2014]

Greenpeace International. (2010). Background of Greenpeace Worldwide.

[online] 7 Januari.

http://www.greenpeace.org/international/en/about/worldwide/ [akses pada

13 Februari 2016]

Greenpeace. (2015). Shell abandons Arctic plans - Greenpeace International

response. [online] 28 September.

http://www.greenpeace.org/international/en/press/releases/2015/Shell-

abandons-Arctic-plans---Greenpeace-International-response/ [akses pada

16 Februari 2016]

Gottlieb, Robert. (2005). Forcing the Spring: The Transformation of the American

Enviromental Movement.

Hamilton, Neil. (2013). Finlandia! Bangsa Arktik pertama yang menyerukan

suaka global di sekitar Kutub Utara. [online] Tersedia di:

Page 118: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

113

http://www.greenpeace.org/seasia/id/blog/finlandia-bangsa-arktik-

pertama-yang-menyeruk/blog/46575/ [akses pada: 5 Oktober 2014

Hoel, M. (1992). “International environment conventions: the case of uniform

reductions of emissions”. Environmental and Resource Economics, 2(2),

141-159.

Horinouchi, Hidehisa. (2010). Japan and the Arctic. Presentation at Japan-Norway

Polar Seminar. [online] http://ud-t-

portal.osl.basefarm.net/PageFiles/395907/JAPAN_AND_THE_ARCTIC.p

df [akses pada 13 Februari 2016]

Houston Business Journal. (2002). Shell to Brand New U.S. Gas Stations. [online]

8 Februari.

http://www.bizjournals.com/houston/stories/2002/02/04/daily41.html

[akses pada 12 Februari 2016]

Huebert, Rob, Heather Exner-Pirot, Adam Lajeunesse, dan Jay Gulledge. (2012).

Climate Change & International Security: The Arctic as a Bellwether.

[online] Tersedia di: http://www.c2es.org/docUploads/arctic-security-

report.pdf [akses pada: 28 September 2014]

Jae-Min, Lee. (2011). The Arctic Ocean in the Hear. The Korea Herald. [online]

http://www.koreaherald.com/opinion/Detail.jsp?newsMLId=20110809000

705 [akses pada 13 Februari 2016]

Jaremko, Gordon. (2008). “Arctic Fantasies Need Reality Check: Geologist

Knows Risks of Northern Exploration”. The Edmonton Journal. [online]

Tersedia di:

www.canada.com/edmontonjournal/news/business/story.html?id=bfda210

8-bf06-4a53-9c45-20b5eb36a34a&k=63243 [akses pada: 5 Okotber 2014]

Marciano, Ana Carolina dos S. (2011). The discourse behind an environmental

campaign - case study: The Earth Hour. Swedish University of

Agricultural Sciences. [online]

http://stud.epsilon.slu.se/3719/1/marciano_a_111217.pdf [akses pada 16

Januari 2016]

Macalister, Terry. (2015). Shell abandons Alaska Arctic drilling. The Guardian.

[online] 28 September.

http://www.theguardian.com/business/2015/sep/28/shell-ceases-alaska-

arctic-drilling-exploratory-well-oil-gas-disappoints [akses pada 16

Februari 2016]

McWhinney, James E. (2013). The Nordic Model: Pros and Cons. [online] 25

Juni. Investopedia.

http://www.investopedia.com/articles/investing/100714/nordic-model-

pros-and-cons.asp [akses pada 10 Februari 2016]

Mesh, Aaron. (2015) With the Fennica back in Alaska, here's what Shell has

planned for the Arctic. Willamette Week. [online] 7 Agustus.

http://www.wweek.com/portland/blog-33570-

with_the_fennica_back_in_alaska_heres_what_shell_has_planned_for_the

_arctic.html [akses pada 15 Februari 2016]

Page 119: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

114

Offshore Energy Today. (2012). Finland: Greenpeace Activists Board Shell-

Leased Icebreakers. [online] 16 Maret.

http://www.offshoreenergytoday.com/finland-greenpeace-activists-board-

shell-leased-icebreakers/ [akses pada 15 Februari 2016]

Perreault, Francois. (2012). “Can China Become a Major Arctic Player?”. S.

Rajaratman School of International Studies Commentaries, No. 073/2012

[online] 24 April. https://www.rsis.edu.sg/wp-

content/uploads/2014/07/CO12073.pdf [akses pada 10 Februari 2016]

Polunin, N. (1982). “Our global environment and the World Campaign for The

Biosphere”. Environmental Conservation, 9(02), 115-121.

Portland. The Oregonian. [online] 17 Agustus.

http://www.oregonlive.com/environment/index.ssf/2015/08/feds_approve_

shell_drilling_in.html [akses pada 15 Februari 2016]

Prime's Minister Office. (2010). Finland's Strategy for the Arctic Region. [online]

5 Juli.

http://www.geopoliticsnorth.org/images/stories/attachments/Finland.pdf

[akses pada 13 Februari 2016]

Sakhuja, Vijay. (2010). “The Arctic Council: Is there a case for India?”. Indian

Council of World Affairs. [online]

http://www.icwa.in/pdfs/policy%20briefs%20dr.pdf [akses pada 13

Februari 2016]

Sauven, John. (2012). Saving the Arctic is environmentalism's biggest challenge

yet. The Guardian. [online] 24 Agustus.

http://www.theguardian.com/environment/blog/2012/aug/24/saving-arctic-

environmentalism-challenge [akses pada 13 Februari 2016]

Savage, Luiza. (2013). Why Everyone Wants A Piece of the Arctic. Maclean's.

Rogers Digital Media. [online] 13 Mei.

http://www.macleans.ca/news/canada/why-the-world-wants-the-arctic/

[akses pada 11 Februari 2016]

Seeds for Change. (2012). Planning your campaign. [online]

www.seedsforchange.org.uk/strategy.pdf [akses pada 14 Februari 2016]

Sterling, Toby. (2014). Shell to stop drilling in Alaska in 2014. The Huffington

Post. [online] 30 Januari.

http://www.huffingtonpost.com/2014/01/30/shell-alaska-

drilling_n_4694302.html [akses pada 16 Februari 2016]

Tuffrey, Laurie. (2012). Greenpeace activists shut down 74 UK Shell Petrol

stations. The Guardian. [online] 16 Juli.

http://www.theguardian.com/environment/2012/jul/16/greenpeace-

activists-shell-petrol [akses pada 13 Februari 2016]

Vessel Finder. (2015). Fennica - Icebreaker. [online] 21 November.

https://www.vesselfinder.com/vessels/FENNICA-IMO-9043615-MMSI-

230245000 [akses pada 12 Februari 2016]

Vessel Finder. (2015). Nordica - ICebreaker. [online] 19 November.

https://www.vesselfinder.com/vessels/NORDICA-IMO-9056985-MMSI-

230275000 [akses pada 12 Februari 2016]

Page 120: Kampanye Greenpeace Dalam Mencegah Aktivitas Pengeboran Minyak Oleh Shell dan Finlandia di Wilayah Arktik

115

Wakefield, M. A.; Loken, B.; Hornik, R. C.(2010). Use of mass media campaign

to change health behavior. Lancet 376 (9748)

Watt, Louis. (2013). China and India’s Rivalry Extends to the Arctic. The Big

Story. [online] Tersedia di: http://bigstory.ap.org/article/china-and-indias-

rivalry-extends-arctic [akses pada: 27 September 2014]

Weeks, P. (1999). “Cyber‐activism: World Wildlife Fund's Campaign to Save the

Tiger”. Culture & Agriculture, 21(3), 19-30.

Weyler, Rex. (2004). Greenpeace: How a Group of Ecologists, Journalist, and

Visionaries Changed the World. Vancouver: Raincoat Books [online]

https://books.google.co.uk/books?id=M1GW445y2n4C&q= [akses pada

13 Februari 2016]

World Association of Girl Guides and Girl Scouts. (2013). Flag for the Future.

[online] https://www.wagggs.org/en/flagforthefuture/ [akses pada 13

Februari 2016]

WWF. (2010). Kampanye. [online] Tersedia di:

http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/iklim_dan_energi/solusik

ami/kampanye/ [akses pada: 22 September 2015]

Yle. (2012). Report: Finland could face suit if accident strikes Shell’s Arctic

offshore drilling. [online] http://www.adn.com/article/report-finland-

could-face-suit-if-accident-strikes-shells-arctic-offshore-drilling [akses

pada 25 Maret 2016]

Yle. (2013). Finland’s Arctia: Offshore ops pay better than Baltic icebreaking.

[online] http://www.rcinet.ca/eye-on-the-arctic/2013/10/15/finlands-arctia-

offshore-ops-pay-better-than-baltic-icebreaking/ [akses pada 25 Maret

2016]

Yle. (2013). Finland looking to supply icebreakers to Russia. [online] 9

September. Tersedia di:

http://yle.fi/uutiset/finland_looking_to_supply_icebreakers_to_russia/6820

367 [akses pada: 26 Oktober 2015]

Yle. (2015). US protesters aim to halt Finnish icebreaker’s return to Arctic oil

operation. [online] 29 Juli. Tersedia di:

http://yle.fi/uutiset/us_protesters_aim_to_halt_finnish_icebreakers_return_

to_arctic_oil_operation/8190318 [akses pada: 26 Oktober 2015]