Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

19
Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik Kidney International, Vol 65 (2004), pp 1224-1230 Latar Belakang Asidosis metabolik merupakan konsekuensi dari gagal ginjal kronik dan mengakibatkan demineralisasi tulang, proteolisis otot dan progresi gagal ginjal kronik. Tujuan studi ini adalah untuk mengevaluasi efek koreksi asidosis metabolik dengan kalsium sitrat pada model eksperimental ablasi massa renal. Metode Tikus Wistar adalah subyek untuk refrektomi 5/6 dan dirandom menjadi satu dari 4 grup: grup non terapi (NFX); diterapi dengan kalsium sitrat (1,45 g/100g makanan) (NFX-CIT); diterapi dengan kaptopril (500 mg/L air) (NFX-CAP); atau diterapi dengan keduanya (NFX-CAP- CIT) selama 1, 10 atau 20 minggu. Berat badan, tekanan darah sistolik, proteinuria, konsentrasi bikarbonat arterial, ekskresi sitrat urin, kalsium plasma dan klirens inulin diukur. Skor kerusakan glomerular dan tubulointerstisial histologi diukur pada minggu 1, 10 1

Transcript of Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

Page 1: Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

Kidney International, Vol 65 (2004), pp 1224-1230

Latar Belakang

Asidosis metabolik merupakan konsekuensi dari gagal ginjal kronik dan

mengakibatkan demineralisasi tulang, proteolisis otot dan progresi gagal ginjal

kronik. Tujuan studi ini adalah untuk mengevaluasi efek koreksi asidosis

metabolik dengan kalsium sitrat pada model eksperimental ablasi massa renal.

Metode

Tikus Wistar adalah subyek untuk refrektomi 5/6 dan dirandom menjadi satu dari

4 grup: grup non terapi (NFX); diterapi dengan kalsium sitrat (1,45 g/100g

makanan) (NFX-CIT); diterapi dengan kaptopril (500 mg/L air) (NFX-CAP); atau

diterapi dengan keduanya (NFX-CAP-CIT) selama 1, 10 atau 20 minggu. Berat

badan, tekanan darah sistolik, proteinuria, konsentrasi bikarbonat arterial, ekskresi

sitrat urin, kalsium plasma dan klirens inulin diukur. Skor kerusakan glomerular

dan tubulointerstisial histologi diukur pada minggu 1, 10 dan 20 dan proliferating

cell nuclear antigen (PCNA)-sel positif tubular dan glomerular, pewarnaan aktin

otot polos alfa dan desmin diteliti dengan imunohistokimiawi pada minggu 1 dan

10.

Hasil

Kelompok terapi menunjukkan kurangnya proliferasi seluler tubulointerstisial dan

glomerular bermakna pada minggu pertama (P<0,05), kurangnya transdiferensiasi

sel glomerular dan bikarbonat plasma lebih tinggi pada minggu ke 20 (P<0,05).

Klirens inulin lebih tinggi (P<0,05) dan laju ekskresi protein urin lebih rendah

(P<0,05) dibandingkan pada kelompok nonterapi NFX, namun tekanan darah

arterial tidak berbeda bermakna pada kelompok NFX-CIT.

1

Page 2: Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

Kesimpulan

Kalsium sitrat memperlambat progresi injury renal kronik pada model nefrektomi

5/6. Kalsium sitrat memperbaiki asidosis metabolik dan menurunkan proliferasi

sel dan transdiferensiasi tanpa perubahan pada tekanan darah sistolik.

Progresi gagal ginjal terminal tidak tergantung pada mekanisme patogenesis

awal. Mekanisme destruktif umum yang membawa beberapa penyakit ginjal

kronik untuk terjadinya kerusakan tubulointerstisial kronik dan

glomerulosklerosis sudah banyak diteliti dan model eksperimental yang paling

banuyak digunakan adalah nefrektomi 5/6.

Asidosis metabolik merupakan konsekuensi yang sering terjadi pada gagal ginjal

kronik, yang merupakan akibat dari inadekuasi ekskresi amonium dan

menurunnya reabsorpsi bikarbonat tubuler. Asidosis ini mejadi konsekuensi yang

parah karena hal ini meningkatkan penyakit tulang renal (osteodistrofi renal) dan

mengaktivasi proteolisis otot. Ada bukti bahwa asidosis menurunkan laju filtrasi

glomerular. Produksi amonia oleh nefron yang tersisa meningkat setelah

nefrektomi parsial dan ini mungkin mengakibatkankan kerusakan renal.

Logan menemukan bahwa pada sel ginjal tikus normal- urea menstimulasi

sintesis DNA dan Ling dkk mengamati bahwa amonia menghasilkan hipertrofi sel

tubular dan mesangial. Nath dkk telah menunjukkan bahwa proteinuria (setelah

nefrektomi 5/6 pada tikus ) menurun ketika amoniagenesis renal menurun akibat

suplementasi bikarbonat natrikus.

Mereka menyatakan bahwa amonia menstimulasi jalur alternatif komplemen

sehingga menghasilkan inflamasi tubulointerstisial dan injury renal dengan

perubahan fungsi tubular dan ini juga merupakan stimulus terhadap pertumbuhan

renal. Throssel dkk tidak dapat menunjukkan benefit dari suplementasi biknat.

Asidosis tikus dengan fungsi renal normal berkembang menjadi proteinuria dan

hipertrofi renal dan hiperplasia. Throssell dkk mempertimbangkan bahwa protein

2

Page 3: Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

terfiltrasi tidak dimetabolisir oleh sel tubular. Data ini juga menyatakan bahwa

asidosis metabolik memperburuk progresi gagal ginjal kronik.

Pada eksprerimen sebelumnya kami memberikan NaHCO3 selama 20 minggu

terhadap tikus Wistar nefrektomi 5/6 dan merreka menjadi hipertensi arterial

berat dan tidak memperbaiki laju filtrasi glomerular atau menurunkan lesi

histologis dibandingkan dengan kelompok nefrektomi nonterapi (hasil tidak

dipublikasikan).

Sitrat, merupakan agen alkalinisasi yang direabsorpsi pada tubulus proksimal

renal oleh transporter pasangan natrium, kotransporter Na+/dikarboksilat, dengan

substrat luas spesifik untuk intermediasi siklus Krebs. Tanner dkk menunjukkan

bahwa garam sitrat memperbaiki fungsi renal pada tikus dengan penyakit ginjal

polikistik, terutama dengan efek alkalinisasinya. Toblli dkk juga menunjukkan

efek benefit dari suplemen kalium sitrat pada nefropati asam urat.

Kami mengamati bahwa suplementasi kalsium sitrat juga melemahkan kerusakan

tubulointersitisal pada model tikus dari nefropati obstruktif (abstrak Gadola dkk, J

Am Soc Nephrol 12;703A, 2001). Kalsium sitrat akan menjadi garam sitrat yang

lebih aman untuk digunakan pada model gagal ginjal kronik untuk menghindari

risiko overload kalium atau natrium. Sejauh yang kami ketahui, belum ada

laporan tentang efek sitrat kalsium pada model ablasi progresi gagal ginjal.

Tujuan studi ini adalah untuk mengevaluasi efek pada progresi gagal ginjal kronik

dan mekanismenya dari alkalinisasi awal dan diperpanjang dengan kalsium sitrat

pada model nefrektomi 5/6, tanpa perubahan pada kandungan natrium diet atau

hemodinamik sistemik.

Metode

Tikur Wistar jantan dengan berat 256 + 74 g dibagi menjadi 5 kelompok. Satu

kelompok pura-pura dioperasi (SHAM) (N=18). Ada ablasi renal 5/6 dengan

3

Page 4: Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

nefrektomi kanan dan ablasi dari 2/3 ginjal kiri, dengan anestesi thiopental

intraperitoneal dilakukan pada 72 tikus. Sebelumnya tekanan darah sistolik pada

tikus diukur dengan pletismograsi optikal ekor.

Urin dikumpulkan selama 24 jam pada kandang metabolik. Dan ekskresi protein

urin ditentukan. Semua tikus ditempatkan pada kandang individual dengan sinar

alamiah dan dikendalikan suhu ruangan dan mereka diaperlakukan menurut the

Principles of Laboratory Animal Carea (National Institutes of Health, 1985).

Mereka bebas dari akses ke air dan diberikan diet standar dengan protein 24%.

Segera setelah nefrektomi (NFX), tikus diacak menjadi 4 kelompok (masing-

masing 18 tikus); (1) nonterapi (NFX); (2) kaptopril (NFX-CAP) diberikan 500

mg/L dalam minuman ; (3) kalsium sitrat (NFX-CIT) diberikan 1,45 g/100 g

makanan dan (4) kalsium sitrat plus kaptopril (NFX-CAP-CIT). Kelompok 5

(plasebo dan 4 kelompok terapi NFX). Dibagi menjadi 3 subgrup menurut waktu

pengamatan minggu 1, 10 dan 20 (masing-maisng 6 tikus).

Pada minggu 10 dan 20, berat badan, tekanan darah sistolik, ekskresi protein urin

24 jam dan bikarbonat arterial (didapatkan dari anestesia dibawah aorta dengan

thiopental) diukur. Pada minggu 20, ekskresi sitrat 24 jam urin , klirens inulin dan

kalsium plasma diukur.

Metode Analitik

Ekskresi protein urin dinilai dengan metode turbiditas dengan asam sulfosalisilat.

Kalsium plasma diukur dengan O-kresolftalein otomatis. Kadar inulin plasma

dan urin diukur dengan metode anthrone kolometrik. Bikarbonat arterial diukur

dengan gas analiser darah. Sitrat urin ditentukan dengan metode liase sitrat

enzimatik.

Klirens Inulin

Tikus dianestesi dengan thiopental natrium intraperitoneal (35 mg/kg BB) dan

mereka ditempatkan pada tabel regulasi suhu. Setelah nefrektomi, PE-50 kateter

4

Page 5: Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

diinsersikan ke dalam vena jugularis internal kanan dan kiri untuk infus normal

salin dan inulin. Suatu PE-50 kateter diinsersikan ke dalam arteri femoralis

sinistra untuk mengukur tekanan arterial rata-rata dan sampel darah. PE-50 kateter

diinsersikan ke dalam ureter kiri untuk mengumpulkan urin (atau kedua ureter

pada kelompok plasebo operasi/SHAM). Inulin diberikan dengan aliran kontinyu

1,2 mL/jam via pompa infus. Pengukuran klirens dilakukan pada dua interval dari

20 menit masing-masingnya, setelah 50 menit untuk persamaan konsentrasi inulin

plasma.

Imunohistokimiawi

Pemotongan jaringan ginjal terfiksasi Carnoy diproses dengan teknik

imunodeteksi tidak langsung dengan sistem deteksi Biotin streptavidin dengan

menggunakan tiga antibodi primer (Biogenex); antibodi monoklonal tikus

menjadi (1) proliferating nuclear cell antigen (PCNA) (pengenceran 1:200),

sebagai marker proliferasi sel; (2) desmin (pengenceran 1:80) dan (3) aktin otot

polos alfa (pengenceran 1:100) sebagai marker dari transformasi miofibroblast.

Kontrol negatif terdiri dari substitusi antibodi primer dengan konsentrasi sama

dari imunoglobulin tikus normal Ig(G). Rerata skor per biopsi dihitung sebagai

berikut: PCNA glomerular sebagai rerata jumlah sel proliferasi (positif ) pada 15

glomeruli (sel/pembelahan silang glomerular): skor tubular glomerular PCNA

didapatkan sebagai rerata jumlah sel proliferasi pada 20 lapangan pandang 0,1

mm2 masing-masingnya (sel/lapangan).

Untuk evaluasi desmin dan aktin otot polos alfa, setiap glomerular dan

tubulointerstisial digradasikan semikuantitatif menurut luasnya pewarnaan dari 0

(tidak ada) hingga 4 (lebih dari 75% pada tumpukan glomerular ( atau 5 (lebih

dari 75% lapang tubulointerstisial). Rerata skor dari 15 glomeruli dan 20 lapang

dihitung di setiap ginjal.

5

Page 6: Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

Teknik Morfologis

Semua ginjal yang tersisa difiksasi dengan cairan Bouin untuk preparat histologi

dan dari subgrup minggu 1 hingga 10 dibagi separuh-separuh, dan separuhnya

difiksasi dengan Carnoy untuk menunjukkan imunohistokimiawi.

Glomerulosklerosis (GS) indeks dinilai dalam 100 glomeruli per binatang,

menurut El Nahas dkk pada pewarnaan PAS dengan pembesaran 400 X.

Glomerulosklerosis digradasikan dari 0 hingga 4 dengan skor semikuantitatif;

grade 0 normal, 1 ekspansi mesangial atau sklerosis yang melibatkan kurang dari

25%, 2 moderate GS (25% hinga 50%), 3 berat GS (50-75%) dan grade 4 (difus

GS yang melibatkan lebih dari 75% dari tumpukan glomerulus).

Glomerulosklerosis indeks untuk setiap hewan dihitung sebagai rerata nilai dari

semua skor glomerular yang didapat.

Indeks tubulointerstisial ditentukan dengan menggunakan sistem skoring

semikuantitatif menurut Veniat dkk pada pewarnaan PAS (periodic acid schiff)

dengan pembesaran 100X. Sepuluh lapang pandang per ginjal diujikan dan lesi

digradsasikan dari 0 hingga 3 menurut area dengan perubahan tubulointerstisial

(atrofi tubulus, cast, inflamasi interstisial dan fibrosis). Skor indeks pada setiap

tikus diekspresikan sebagai nilai rerata dari semua skor yang didapat.

Semua analisis histologis dilakukan oleh pengamat yang tidak mengetahui terapi

yang diterima oleh setiap kelompok.

Statistik

Nilai dilaporkan sebagai rerata+SD. Kelompok dibandingkan dengan tes

ANOVA, diikuti dengan perbandingan post hoc pair-wise dengan mengunakan tes

Student-Newman-Keuls atau progresi linier dan tes korelasi. Nilai P bermakna jika

<0,05.

6

Page 7: Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

Hasil

Nilai untuk berat badan, tekanan darah sistolik, ekskresi protein urin, bikarbonat

arterial, kalsium plasma, sitrat urin dan klirens inulin ditunjukkan dalam tabel 1.

Kelompok NFX memiliki berat badan akhir kurang, peningkatan bermakna

tekanan darah sistolik (P<0,05) dan ekskresi proteinurin (P<0,05) versus

kelompok plasebo operasi. Bikarbinat arterial dan klirens inulin lebih rendah

dibandingkan kelompok plasebo operasi/SHAM (P<0,05).

Kelompok yang diterapi dengan kalsium sitrat saja (NFX-CIT) selama 20 minggu

bermana menurunkan proteinuria (28+18 mg/hari) dibandingkan dengna

kelompok NFX (152+71 mg/hari) (P<0,05) , namun tidak ada perbedaan ada

tekanan darah sistolik. Kelompok yang diterapi dengan kaptopril saja atau dengan

keduanya menunjukkan penurunan tekanand arah bermakna dan ekskresi protein

uria versus kontrol (P<0,05).

Konsentrasi kalsium plasma adalah lebih tinggi pada kelompok yang diterapi

dengan kalsium sitrat saja (8,3+0,3 mg/dL) atau dengan kaptoril (9,1+0,4 mg/dL)

dibandingkan dengan kelompok NFX (7,4+0,9mg/dL) (P<0,05). Pada minggu 10

bikarbonat arterial bermakna menurun pada kelompok NFX (17,3+2,4 mEq/dL)

(P<0,05) versus plasebo (25,5+1,6 mEq/dL) dan kelompok terapi (NFX-CIT

25+3,5 mEq/dL) (P<0,05).

Pada minggu 20 bikarbonat arterial adalah rendah di semua kelompok (karena ini

didapatkan dari tampilan kliren inulin), dan ini adalah terendah pada kelompok

NFX (Tidak bermakna). Sitrat urin adalah lebih rendah pada kelompok NFX

(7+5 mg/hari) versus plasebo operasi (25+7 mg/hari) (P<0,05) dan lebih tinggi

pada kelompok NFX-CIT (tidak bermakna) dan NFX-CIT-CAP (P<0,05).

Kliren inulin adalah bermakna lebih tinggi pada kelompok terapi dengan kalsium

sitrat (NFX-CIT) (92+29 uL/menit/100 g), dengan kaptopril NFX-CAP) (87+47

uL/menit/100g) dan keduanya (NFX-CIT-CAP) (103+60 uL/menit/100g)

7

Page 8: Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

dibandingkan dengan kelompok NFX (22+11 uL/menit/100 g) (P<0,05). Tidak

ada perbedaan bermakna ada ekskresi protein urin, bikarbonat arterial, kliren

inulin antara NFX-CIT, NFX-CAP dan NFX-CAP-CIT.

Kalsium sitrat menurunkan proteinuria dan meningkatkan konsentrasi plasma

kalsium, bikarbonat arterial dan klirens inulin meskipun tekanan darah sistolik

tetap tinggi.

Imunohistokimiawi

Data imunohistokimiawi pada minggu 1 dan 10 ditunjukkan pada tabel 2 dan

Gambar 1A-F. Pada minggu 1 dan 10 proliferasi sel glomerular dan

tubulointerstisial (PCNA sel positif) bermakna menurun pada kelompok plasebo

atau kelompok terapi dibandingkan kelompok NFX (P<0,05). Pada minggu 10,

pewarnaan desmin dan aktin otot polos alfa bermakna lebih luas pada tumpukan

glomerulus pada kelompok NFX dibandingkan yang plasebo operasi/SHAM atau

kelompok terapi (P<0,05).

Morfologi renal

Skor histologis glomerular dan tubulointerstisial ditunjukkan pada tabel 3 dan

Gambar 1G-H. Pada minggu 20 kelompok yang diterapi dengan kalsium sitrat dan

atau kaptopril memiiliki kerusakan glomerular dan tubulointerstisial lebih sedikit

dibandingkan dengan kelompok nonterapi NFX (P<0,05). Ekskresi protein uria

memiliki korelasi positif bermakna dengan kerusakan tubulointerstisialis (r2 =0,6,

P<0,05)(Gambar 2) dan korelasi lemah dengan glomerulosklerosis (r2=0,25

P<0,05).

8

Page 9: Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

Pembahasan

Pada studi ini, suplementasi kalsium sitrat untuk tikus dengan nefrektomi 5/6

memperbaiki bikarbonat plasma arterial, menurunkan proteinuria dan

meningkatkan kliren inulin dan ini memperbaiki kerusakan tubulus dan

glomerulus. Kalsium sitrat juga menurunkan proliferasi sel tubulus dan

glomerulus dan transdifferensiasi sel glomerulus (miofibroblast transformasi )

pada fase aal seperti ditunjukkan pada PCNA, pewarnaan desmin dan aktin otot

polos alfa.

Diketahui bahwa kaptopril juga menurunkan proteinuria, meningkatkan kliren

inulin dan dalam studi ini, juga meningkatkan bikarbonat plasma, mungkin karena

ini memperbaiki fungsi renal. Meskipun kalsium sitrat memiliki kesamaan efek

pada proteinuria, bikarbonat plasma dan kliren inulin, tidak ada efek adiktif dari

kalsium sitrat dan kaptopril.

Efek kalsium sitrat yang teramati dihasilkan dari mekanisme yang berbeda:

koreksi asidosis metabolik, perubahan pada pH intraseluler, kalsium dan atau

konsentrasi intraseluler sitrat.

Efek Sitrat

Sitrat secara selektif diambil dari ginjal dan karena metabolismenya

menghasilkan bikarbonat, mungkin jalan baik untuk target dasar terhadap sel

ginjal. Wright dkk dan Hering Smith dkk menunjukkan pada sel kultur dengan

asidosis akut dan kronik dimana pH ekstravesikuler yang rendah –yang

distimulasi pleh transpor sitrat ttergantung natrium pada membran brush border.

Selama asidosis metabolik reabsorpsi sitrat dan konsentrasi sitosol akan

meningkat. Tanner dan Tanner juga menunjukkan bahwa garam sitrat yang

berbeda akan memperbaiki fungsi renal pada tikus dengan ginjal polikistik

9

Page 10: Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

mungkin disebabkan oleh efek alkalinisasinya, meskipun mekanisme pastinya

masih belum diketahui.

Aktivitas sintase sitrat meningkat pada glomeruli yang tersisa. Model

eksperimental dengan menurunnya aktivitas sintase sitrat glomerulus diproteksi

dari nefropati sisa. Ini dapat dihipotesiskan bahwa perubahan pada konsentrasi

sitrat intraseluler juga memiliki aksi langsung.

Efek Kalsium

Kalsium karbonat memperbaiki kerusakan renal progresif pada garam

deoksikortikosterol asetat (DOCA) model pada tikus terutama dengan aksi ikatan

fosfatnya, namun status asam basa tidak ditentukan dan karbonat mungkin juga

memiliki efek alkalinisasi ringan. Hatton dan McCarron mempostulasikan bahwa

kalsium memiliki aksi antihipertensi yang diperantarai oleh beberapa mekanisme

yang mungkin berbeda. Pada studi ini, kelompok NFX CIT memiliki hipertensi

sistemik yang menetap, meskipun beberapa efek kalsium pada mikrosirkulasi

tidak dapat ditetapkan. Kadar kalsium plasma bermakna lebih tinggi pada

kelompok NFX-CIT dan juga pada kelompok NFX CAP (Tabel 1). Mungkin

seperti kaptopril akan memperbaiki fungsi renal, fosforus dan metabolisme

kalsium. Suplementasi terus menerus dari sitrat dan kalsium mungkin akan

memberikan efek benefit komplementer pada model gagal ginjal kronik.

Asidosis metabolik-Laju Filtrasi Glomerulus

Dipostulasikan bahwa asidosis merupakan ‘toksin uremikum’ karena asidosis

meningkatkan degradasi protein, menstimulasi kompleks proteolitik ubiquitin-

proteisome, menghasilkan pengurusan otot dan malnutrisi dan menghambat

pembentukan tulang normal. Selanjutnya, Farber dkk menunjukkan bahwa

asidosis metabolik menekan laju filtrasi glomerular dan aliran plasma renal

efektif, mungkin melalui mekanisme hormon mediasi. Produk akhir katabolik

10

Page 11: Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

protein (urea dan ammonia) juga berperan terhadap kerusakan renal. Peningkatan

ammoniagenesis renal diamati pada model massa renal yang menurun akan

menentukan hipertrofi renal. Pada studi ini, laju filtrasi glomerular dan bikarbonat

plasma bermakna meningkat pada kelompok NFX CIT, mungkin disebabkan oleh

efek alkalinisasi sitrat.

Kerusakan Glomerular dan Tubulointerstisial

Gloege dkk dan Kliem dkk mengamati bahwa proliferasi sel glomerulus dan

tubulointerstisial dimulai dalam 5-7 hari setelah ablasi renal dan memuncak pada

minggu 2, dan ekspresi marker miofibroblast seperti aktin otot polos alfa dan

desmin juga meningkat (perubahan fenotipik). Proliferasi seluler dan

trandifferensiasi pada model ini diperantarai oleh beberapa mekanisme. Proliferasi

tubulointerstisial ditemukan berkorelasi dengan masukan kalori, angiotensin II,

beberapa faktor pertumbuhan dan ammonia. Pada studi ini pemberikan kalsium

sitrat bermakna menurunkan proliferasi sel glomerulus dan trandiferensiasi dan

koreksi asidosis metabolik berperan pada efek ini karena bikarbonat plasma lebih

tinggi pada minggu 10 pada NFX CIT versus NFX. Kliren inulin yang lebih

tinggi pada kelompok NFX CIT bisa dijelaskan dengan menurunnya proliferasi

sel glomerulus dan transdifferensiasi.

Proteinuria

Ekskresi proteinuria menurun pada kelompok yang diterapi dengan kalsium sitrat

mungkin sebagai konsekuensi dari kerusakan glomerulus yang menurun (Tabel 3).

Tekanan darah sistolik tidak berubah pada kelompok ini (tabel 1), yang

menyatakan bahwa efek ini bebas dari aksi hemodinamik sistemik.

Ditunjukkan bahwa asidosis juga menghasilkan proteinuria dari tubulus asal.

Asidosis kronik meningkatkan produksi amonia dan berperan pada inflamasi

tubulointerstisial dengan aktivasi komplement. Diamati bahwa NH4Cl

11

Page 12: Kalsium Sitrat Memperbaiki Progresi Injury Ginjal Kronik

menghasilkan edema lisosom pada tubulus proksimal dalam kultur dan penurunan

pada aktivitas lisosom. Kalsium sitrat, merupakan agen alkalinisasi akan

menurunkan konsentrasi NH4 pada sel tubulus proksimal dan interstisial kortikal,

memperbaiki metabolisme protein intraseluler dan sebagai konsekuensi,

menurunkan kerusakan tubulointerstisial (Tabel 3) dan mungkin tubular

proteinuria. Komposisi pasti dari proteinuria tidak ditentukan dalam studi ini,

namun kami bisa berhipotesis bahwa kedua komponen tubulus dan glomerulus

akan menurun karena pemberian terapi.

Kesimpulan

Pemberian kalsium sitrat setelah nefrektomi 5/6 : (1) memperbaiki asidosis

metabolik dan menurunkan proteinuria tanpa merubah tekanan darah sistolik; (2)

menurunkan proliferasi sel dan transdifferensiasi pada fase awal dan kerusakan

tubulointerstisial dan glomerulus pada minggu 20; dan (3) memperbaiki laju

filtrasi glomerulus.

*****

12