Kajian Aspek Spasial dan Transportasi Pembangunan Jembatan Selat Sunda
kajian transportasi terhadap megapolitan
-
Upload
agam-bakong-aneuk-bandet -
Category
Documents
-
view
19 -
download
5
description
Transcript of kajian transportasi terhadap megapolitan
UNIVERSITAS INDONESIA
KAJIAN BIDANG TRANSPORTASI TERHADAP KONSEP
MEGAPOLITAN JABODETABEKJUR
MAKALAH ICES ( Introduction Civil Engineering System )
Diajukan sebagai tugas pelengkap UTS
AMRI MUNAWAR1406607035
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
DEPOK
OKTOBER 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Makalah ini diajukan oleh
Nama : Amri Munawar
NPM : 1406607035
Program Studi : Teknik Sipil
Judul makalah :KAJIAN BIDANG TRANSPORTASI TERHADAP
KONSEP MEGAPOLITAN JABODETABEKJUR
Diajukan untuk memenuhi tugas pelengkap UTS mata kuliah ICES
( introduction civil engineering system ).
DOSEN PENGAMPU
1. Prof. Dr. Ir. Tommy Ilyas M.Eng (....................................................)
2.Erly Bahsan S.T., M.Kom (....................................................)
3.Toha Saleh S.T., M.Sc. (...................................................)
Ditetapkan di : ...................
Tanggal : ....................
AbstrakNama : Amri Munawar
Program Studi : Teknik Sipil
Judul : KAJIAN BIDANG TRANSPORTASI TERHADAP KONSEP
MEGAPOLITAN JABODETABEKJUR
Makalah ini dilatarbelakangi oleh masalah transportasi jakarta meliputi kemacetan, kecelakaan lalu lintas, kesehatan lingkungan dan berbagai masalah lainnya yang masih belum terselesaikan. Penulis merasa perlu mengkaji ulang masalah tersebut dan menawarkan solusi dengan pendekatan konsep megapolitan. Tujuan makalah ini adalah : membahas permasalahan transportasi kota jakarta, mengidentifikasikan penyebab permasalahan transportasi kota jakarta, dan Mengkaji konsep megapolitan dalam menyelesaikan masalah transportasi di jakarta. Hasil dari makalah ini menjawab tujuan makalah ini, yaitu : masalah transportasi jakarta adala kemacetan, kekerasan dan kecelakaan lalu lintas, dan penyalahgunaan badan jalan, lemahnya penegakan hukum dan kondisi sosial budaya masyarakat jakarta yang kurang disiplin berlalu-lintas. Penyebab masalah tersebut adalah kebijakan tata ruang, kondisi moda transportasi, kondisi sosial masyarakat dan lain sebagainya. Konsep megapolitan pada bidang transportasi adalah penerapan ATCS, program 3 in 1, BRT, dan MRT. Kesimpulan dari makalah ini adalah pemerintah DKI jakarta perlu meninjau ulang berbagai program transportasi dari segi geografis jakarta seperti jenis tanah, hidrologi dan lain-lain juga dari segi kultur-sosiologi masyarakat.
Keyword :Megapolitan ; Transportasi ; MRT
BAB I
Pendahuluan1.1 Latar belakang
Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia dan merupakan kota terbesar di
Asia Tenggara. Jakarta terdiri dari bermacam-macam suku etnik, budaya, bahasa
dan agama. Meraka datang ke kota Jakarta untuk mencari pekerjaan di Jakarta.
Luas Jakarta banyak berkembang dari sekitar 180 km2 pada tahun 1960 dan
661,52 km2 pada tahun 2000. Sekarang Jakarta dengan kota lain sekitar Jakarta –
Tanggerang, Bekasi, depok dan Bogor menjadi kota megapolitan yang dikenal
Jabodetabek. Jabodetabek merupakan suatu region besar metropolitan yang
mempunyai jumlah penduduk 10.187.595 jiwa pada tahun 2011 (Disdukcapil DKI
Jakarta)
Transportasi termasuk bagian penting untuk menunjang berbagai kegiatan di
sebuah kota, termasuk kota Jakarta. Sebagaimana dalam kutipan “Transportasi
merupakan usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan
suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain dimana di tempat lain ini objek
tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu” (Miro,
2005). “Transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari
tempat asal ke tempat tujuan” (Nasution, 1996).
Namun dalam pelaksanaannya di kota jakarta, transportasi tidak sepenuhnya
memberikan pelayanan dan keamanan pada penggunanya. Transportasi cenderung
menimbulkan permasalahan yang cukup serius seperti kemacetan panjang, angka
kecelakaan yang tinggi bahkan permasalahan lingkungan seperti polusi asap
kendaraan, polusi udara, sampah di ruas jalan dan lain-lain.
Pemerintah DKI telah menawarkan berbagai solusi untuk masalah tersebut,
salah satunya adalah konsep master plan Megapolitan Jabodetabekjur yang pernah
digagas oleh mantan gubernur Ali Sadikin (1966-1977) berdasarkan penetapan
Presiden RI no. 71 tahun 1966. Konsep Megapolitan merupakan master plan kota
jakarta yang berintegrasi dan bersinergi dengan kota pinggiran dalam satu
manajemen. Konsep tersebut meliputi perencanaan dan pengelolaan tata kota
jakarta sehingga dapat menyelesaikan berbagai permasalah kota jakarta termasuk
transportasi.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik mengkaji ulang konsep
megapolitan dalam bidang transportasi dan menuangkan ide tersebut ke dalam
makalah yang berjudul “KAJIAN BIDANG TRANSPORTASI TERHADAP
KONSEP MEGAPOLITAN JABODETABEKJUR”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Apa saja yang menjadi masalah transportasi di kota Jakarta ?
2. Apa penyebab masalah transportasi di kota Jakarta ?
3. Bagaimana konsep megapolitan pada bidang transportasi di kota Jakarta ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Membahas masalah transportasi di Kota Jakarta.
2. Mengidentifikasikan penyebab masalah transportasi kota Jakarta.
3. Mengkaji konsep megapolitan dalam menyelesaikan masalah transportasi di
jakarta.
BAB II
Isi
2.1 Masalah Transportasi kota Jakarta
DKI Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
memiliki fungsi dan peran penting sebagai tempat kedudukan lembaga pusat baik
eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, tempat kedudukan perwakilan negara asing, dan
tempat kedudukan kantor perwakilan lembaga internasional. DKI Jakarta juga ditetapkan
sebagai daerah otonom yang memiliki tugas, hak, wewenang, dan tanggung jawab
tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu tugas, wewenang, dan
tanggung jawab tersebut dalam bidang transportasi. Penyelenggaraan bidang transportasi
tersebut diharapkan dapat mewujudkan tujuan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan
jalan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa lalu lintas dan angkutan jalan
diselenggarakan dengan tujuan:
1. Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib,
lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian
nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan
bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
3.Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Bercermin terhadap norma di atas, pada kenyataannya penyelenggaraan lalu lintas
dan angkutan jalan di DKI Jakarta belum mampu mewujudkan tujuan tersebut. Beragam
masalah transportasi di kota Jakarta, antara lain:
1. Kemacetan lalu lintas,
2. Pelayanan dan kondisi angkutan umum yang masih belum memenuhi harapan
masyarakat,
3. Masalah tarif angkutan umum yang seringkali kontradiktif,
4. Tingkat pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas yang relatif masih tinggi,
5. Perilaku sebagian besar pengguna jalan yang belum tertib/tidak disiplin,
6. Masalah parkir kendaraan yang belum memadai dan tidak tertib,
7. Penyalahgunaan badan jalan untuk parkir dan pedagang kaki lima,
8. Masalah aksesibilitas bagi penyandang cacat pada sarana prasarana transportasi, dll.
Dari berbagai masalah transportasi tersebut, yang paling ekstrim kerugiannya
hingga saat ini adalah masalah kemacetan lalu lintas. Dengan terjadinya kemacetan setiap
hari, total kerugian materilnya dapat mencapai Rp. 12,8 triliun per tahun (sumber:
Direktur Utama PT MRT Jakarta, Dono Boestami). Perbaikan sistem transportasi
merupakan sebuah keharusan yang harus segera disikapi. Karena jika tidak, kemacetan
ini dapat terus berlangsung dan kerugiannya pun akaan semakin melambung tinggi.
2.2 Faktor-faktor Penyebab Kemacetan Lalu Lintas di DKI Jakarta
Masalah transportasi kota Jakarta bersifat multidimensi dan lintas sektoral yang berarti
bahwa akar masalah kemacetan lalu lintas tidak hanya dipengaruhi faktor fisik namun
juga dipengaruhi faktor non fisik, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kebijakan Tata Ruang DKI Jakarta
Ditinjau dari karakteristik fungsi kota, telah terjadi pergeseran (pembauran) fungsi
Kota Jakarta dari fungsi sebagai Ibukota Negara (Capital City) menjadi sebuah Kota
Jasa (Service City) dengan fungsi yang jamak (multi function city) berbaur antara
kegiatan (penggunaan lahan) politik, sosial, budaya, ekonomi (perdagangan dan jasa)
yang terus meningkat. Peluang kerja senantiasa terbuka sehingga pendatang terus
bertambah.Pengguna jalan semakin padat dan mobilitasnya semakin tinggi secara
ruang dan waktu. Di sisi lain kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana angkutan
umum belum memadai atau belum sesuai harapan masyarakat. Kondisi tersebut
menyebabkan sebagian masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi.
2. Kondisi Angkutan Umum DKI Jakarta
Ekspetasi masyarakat terhadap pelayanan dan kondisi angkutan umum sebagai bagian
dari pelayanan dasar (public service) tentu sangat maksimal, yaitu : aman (safety and
secure), nyaman (bersih, tidak pengap, dan tidak berdesakan), tarif terjangkau (tarif
yang pantas), tepat waktu (on schedule), bahkan door to door (sedikit mungkin
pergantian moda angkutan). Namun, secara faktual kondisi angkutan umum di Jakarta
masih belum memenuhi harapan masyarakat tersebut.
3. Karakter Sosial Budaya Masyarakat
Masalah transportasi tidak terlepas dari karakter masyarakat perkotaan yang heterogen
dan kompleks dimana demand masyarakat sangat beragam sedangkan sumberdaya di
perkotaan cenderung terbatas sehingga terjadi perebutan pemanfaatan. Kemacetan
lalulintas merupakan contoh nyata perebutan pemanfaatan infrastruktur transportasi
perkotaan dan berdampak buruk terhadap perilaku masyarakat kota. Dengan kondisi
sarana angkutan umum yang belum memadai, mendorong masyarakat lebih memilih
menggunakan kendaraan pribadi. Sementara dari sisi sosial budaya, keinginan
seseorang untuk memiliki kendaraan pribadi sedikit banyak dipengaruhi adanya
pandangan bahwa memiliki kendaraan bermotor mencerminkan status sosial di
masyarakat. Memiliki mobil pribadi menjadi tolok ukur kesuksesan dalam bekerja.
Akibatnya, ruas-ruas jalan lebih banyak dipenuhi oleh kendaraan pribadi yang hanya
mengangkut penumpang jauh lebih sedikit dibandingkan daya angkut saranan
angkutan umum.
4. Kurangnya Penerapan Prinsip Insentif dan Disinsentif Lalu Lintas (Masalah
Penegakan Hukum)
Masalah penegakan hukum tata tertib lalu lintas sulit untuk diatasi, hal ini juga terkait
dengan pola prilaku masyarakat kota. Pemberian insentif bagi masyarakat pengguna
bus Trans Jakarta dengan adanya jalur khusus bus (bus way) tidak tepat sasaran yang
ditandai dengan terjadinya antrian penumpang yang panjang pada saat peak hours dan
bahkan tingkat pelanggaran terhadap jalur bus way relatif tinggi. Selain itu, disentif
berupa pemberlakuan jalur three in one pada jam-jam tertentu di ruas jalan tertentu
dalam praktiknya masih terjadi manipulasi dengan kehadiraan joki three in one.
5. Moda Tranportasi Massal yang ada di Jakarta
Untuk memberikan pelayanan yang aman, cepat, nyaman dan murah pada masyarakat
yang mobilitasnya semakin meningkat, pemerintah menyediakan angkutan massal
sebagai sarana angkutan perkotaan. Keberadaan angkutan umum diharapkan dapat
membantu manajemen lalu lintas dan angkutan jalan.
1. Angkutan Kota (Angkot)
Gambar 1 Angkutan Kota
Angkutan kota adalah moda transportasi perkotaan yang merujuk kepada kendaraan
umum dengan rute yang sudah ditentukan. Moda ini tidak memiliki halte sebagai
tempat pemberhentian sehingga angkutan kota dapat berhenti dimana saja untuk
menaikkan atau menurunkan penumpang. Selain itu, tidak ada pula sistem yang
mengikat angkutan kota untuk berhenti di suatu tempat.
Pemberhentian angkutan kota yang sesuka hati sering menjadi salah satu penyebab
antrian panjang di jalan terutama jika moda ini berhenti di jalan yang tidak terlalu
lebar. Angkutan kota biasanya mulai beranjak pergi jika semua tempat duduk telah
terisi dengan penumpang, hal ini menjadi salah satu penyebab ketidaknyamanan
penumpang angkutan kota karena harus menunggu.
2. Bus Kota
Gambar 2 Bus Kota Kopaja
Bus kota adalah sarana transportasi massal yang mengangkut penumpang dari suatu
tempat ke tempat lain dalam wilayah perkotaan yang terikat dalam trayek angkutan
tetap dan teratur. Kondisi bus kota yang beredar saat ini sangat memprihatinkan dan
sebagian besar tidak mengutamakan kenyamanan penumpang. Oleh karena tarifnya
yang murah, peminat bus kota masih tinggi bahkan tidak sedikit penumpang yang rela
berdiri sepanjang perjalanan karena tidak ada tempat duduk yang tersisa. Bus kota ini
juga dapat berhenti dimana saja di sepanjang rutenya.
3. Kereta Api
Gambar 3 Kereta Api
Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik
berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun
sedang bergerak di rel. Oleh karena kereta api hanya dapat bergerak pada
lintasan/jaringan rel yang sesuai dengan peruntukanya, kereta api dijadikan alternatif
solusi pengurangan kemacetan di Jakarta karena dapat memuat penumpang maupun
barang dalam skala besar dan tidak terganggu dengan lalu lintas lainnya. Selain itu,
dengan menggunakan kereta, waktu tempuh perjalanan menjadi lebih cepat. Akan
tetapi dilain pihak, kereta api jaringannya terbatas sehingga tidak fleksibel dan
kurangnya maintenance dari badan pengawas yang kurang menjamin kenyamanan dan
keamanan penumpang. Meskipun kereta api dapat memuat jumlah penumpang yang
besar, masih terdapat penumpang yang duduk di atas kereta, berdesak-desakan di
dalam kereta dan berdiri di tepian pintu kereta. Hal ini menunjukkan kebutuhan akan
kereta api sangat tinggi.
4. Trans Jakarta
Gambar 4 Busway Trans Jakarta
Transjakarta/Busway adalah sebuah sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT)
pertama di Asia Tenggara dan Selatan yang beroperasi sejak tahun 2004 di Jakarta.
Transjakarta dirancang sebagai moda transportasi massal pendukung aktivitas ibukota
yang padat. Transjakarta dioperasikan oleh Unit Pengelola Transjakarta Busway
(UPTB) dibawah DInas Perhubungan DKI Jakarta yang bertanggungjawab penuh
kepada Gubernur DKI Jakarta.
2.3 Konsep Megapolitan bidang Transportasi
Megapolitan bukanlah gejala dan konsep yang baru, dan bukan satu-satunya
istilah yang digunakan dalam kajian geografi dan perencanaan. Oleh karenanya,
istilah-istilah tersebut dalam tulisan ini dapat dipertukarkan. Istilah megalopolitan
pertama kali dicetuskan oleh ahli geografi Jean Gottmann pada tahun 1961 yang
merujuk pada koridor Northeast dari New England sampai ke Northern Virginia di AS
(Lang & Dhavale, 2005). Konsep megapolitan dapat dipandang dari 2 sudut pandang
teoritik. Pandangan pertama adalah megapolitan sebagai konsep pengelolaan wilayah
perkotaan, dan pandangan kedua adalah megapolitan sebagai konsep statistik wilayah
perkotaan.
Secara garis besar, konsep megapolitan ini diharapkan dapat memberikan
berbagai manfaat sebagai berikut:
• Memberi dunia usaha dan pemerintah sebuah perangkat/alat untuk menghadapi
berbagai masalah, mulai dari transportasi sampai penggunaan lahan, pada skala yang
lebih besar;
• Penataan ruang terpadu (guna lahan, lingkungan, transportasi), terutama perencanaan
infrastruktur skala besar;
• Pedoman bagi investasi infrastruktur baru;
• Menyelesaikan persoalan secara lebih makro.
Isu megapolitan Jabodetabekjur (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Cianjur) yang diluncurkan bersamaan dengan penyusunan revisi UU No. 34/1999 tentang Pemerintahan DKI Jakarta telah menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Namun, pemerintah DKI telah mencanangkan berbagai solusi transportasi untuk menyongsong mastrer plan “Megapolitan” ini terwujud dari berbagai pemerintahan di DKI Jakarta. Berikut ini adalah solusi yang diberikan oleh pemerintah DKI Jakarta terhadap permasalahan transportasi di kota Jakarta.
1. Area Traffic Control System (ATCS)
Gambar 5 Skematik dari sistem ATCS
Merupakan sistem yang bertujuan untuk mengoptimalkan lalu lintas dengan
cara memberikan gelombang hijau (green wave) untuk setiap persimpangan.
Dengan metode ini apabila seorang penumpang mendapatkan lampu hijau di
satu persimpangan, maka ia pun akan mendapatkan lampu hijau untuk
persimpangan berikutnya selama kecepatan kendaraannya memenuhi.
Metode ini merupakan metode yang baik selama jumlah kendaraan masih
dalam batas wajar pada suatu jalan. namun menjadi gagal bila volume lalu
lintasnya tinggi, adanya hambatan pada samping ruas jalan dan persimpangan
(misal: penjual), dan kondisi teknis infrastruktur ATCS yang kurang memadai.
2. Aturan 3 in 1
Gambar 6 Area berpenumpang 3 atau lebih
Dengan mewajibkan semua kendaraan pribadi yang melewati jalan Sudirman
dan Thamrin harus berpenumpang minimal 3 orang termasuk pengemudi yang
diterapkan pada jam sibuk pagi dan sore, maka diharapkan dapat menekan
penggunaan kendaraan pribadi pada koridor utama tersebut.
Kelemahan dari metode ini adalah tidak ada manajemen dan aturan yang
melarang penggunan jalan-jalan lokal (gang, jalan tikus) mengakibatkan
pengguna jalan yang ada menghindari daerah 3 in 1 ini memindahkan
kemacetan ke daerah lain. Selain itu muncul juga penyedia jasa ilegal yang
dapat berperan sebagai penumpang (jockey) bila dibayar dengan sejumlah
uang, sehingga menjadikan mobil berpenumpang 3. Kelemahan lainnya adalah
terbatasnya aturan ini pada satu koridor dimana skema manajemen permintaan
lain serta sistem angkutan umum tidak mendukung dengan baik.
3. Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT)
Pengembangan BRT atau yang biasa disebut Busway telah dibuat di beberapa
lokasi penting di Jakarta. Diharapkan dengan adanya Busway ini, pengguna
kendaraan pribadi akan lebih tertarik dalam menggunakan sarana transportasi
umum ketimbang menggunakan kendaraan sendiri. Dengan begitu, kemacetan
bisa berkurang.
Adanya busway terbukti telah memberikan hasil yang lebih baik, meskipun
tidak optimal. Keberadaan busway memang telah memberikan kesadaran akan
transportasi umum bagi beberapa pengguna kendaraan pribadi, namun belum
cukup untuk menarik minat banyak orang. Hal ini terjadi karena opportunity
cost serta standar kebutuhan dan kenyamanan busway tidak memenuhi kriteria
yang diinginkan bagi pengguna kendaraan pribadi. Kelemahan lainnya adalah
area pelayanan busway di Jakarta masih terbatas, belum dapat menjangkau
area pinggiran Jakarta.
4. Penertiban Parkir dan Pedagang Kaki Lima
Gambar 7 penertiban pedagang kaki lima oleh pemerintah
Langkah yang diambil pemerintah dalam menertibkan parker dan pedagang
kaki lima adalah dengan melakukan pelarangan dan merazia pedagang kaki
lima, serta melakukan penggembokan terhadap kendaraan-kendaraan yang
parkir pada ruas jalan yang tidak diperuntukkan sebagai wilayah parkir.
Dampak dari upaya ini tidak begitu efektif dan tidak terlalu terlihat hasilnya
terhadap perbaikan lalu lintas. Hal ini terjadi karena tidak adanya konsistensi
kebijakan, penegakan aturan, serta masih banyak area on-street parking yang
diijinkan.
5. Pembangunan Ruas Jalan Toll Dalam Kota
Gambar 8 Pembangunan salah satu ruas jalan tol
Salah satu cara dalam mengatasi kemacetan adalah dengan membangun
beberapa ruas tol baru di Jakarta sekaligus sebagai upaya dalam menambah
kapasitas jaringan jalan di Jakarta.
Ironisnya dengan menambah ruas jalan tol baru di Jakarta justru turut
menambah minat pengguna kendaraan pribadi untuk memakai kendaraannya
sendiri.
6. MRT (Mass Rapid Transit Jakarta atau Moda Raya Terpadu Jakarta)
Gambar 9 Proyek MRT Jakarta
MRT jakarta adalah moda transit cepat yang sedang dibangun di jakarta. Proyek MRT
ini masih dalam tahap pembangunan yang akan ditargetkan selesai pada beberapa tahun ke
depan. MRT Jakarta (Mass Rapid Transit Jakarta) yang berbasis rel rencananya akan
membentang kurang lebih ±110.8 km, yang terdiri dari Koridor Selatan – Utara (Koridor
Lebak Bulus - Kampung Bandan) sepanjang kurang lebih ±23.8 km dan Koridor Timur –
Barat sepanjang kurang lebih ±87 km.
• Pembangunan koridor Selatan - Utara dari Lebak Bulus – Kampung Bandan dilakukan
dalam 2 tahap:
1. Tahap I yang akan dibangun terlebih dahulu menghubungkan Lebak Bulus sampai dengan
Bundaran HI sepanjang 15.7 km dengan 13 stasiun (7 stasiun layang dan 6 stasiun bawah
tanah) ditargetkan mulai beroperasi pada 2018.
2. Tahap II akan melanjutkan jalur Selatan-Utara dari Bundaran HI ke Kampung Bandan
sepanjang 8.1 Km yang akan mulai dibangun sebelum tahap I beroperasi dan ditargetkan
beroperasi 2020. Studi kelayakan untuk tahap ini sudah selesai.
• Koridor Timur - Barat saat ini sedang dalam tahap studi kelayakan. Koridor ini ditargetkan
paling lambat beroperasi pada 2024 - 2027
MRT jakarta menjadi harapan baru bagi penduduk jakarta dalam menyikapi berbagai
permasalahan transportasi di ibukota. Cara menanggulangi kemacetan dengan sistem MRT
jakarta seperti yang di kutip dari FAQ (Frequently asked questions) www.jakartamrt.com
“Dengan didampingi kontraktor, konsultan, expert specialist, perencana kota, ekonomis ,
traffic planner, traffic engineer, dll yang memiliki pengalaman membangun sistem MRT di
berbagai kota besar dunia lainnya, PT. MRT Jakarta bersama Dinas Perhubungan Pemprov
DKI Jakarta bertanggungjawab untuk mengendalikan dampak kemacetan yang mungkin
timbul akibat adanya pembangunan MRT di sejumlah ruas jalan. Beberapa upaya yang
rencananya akan dilakukan antara lain adalah : pelebaran ruas jalan sepanjang rute MRT
Jakarta, pelebaran ruas jalan alternatif, mengurangi konflik lalu –lintas pada simpang,
penertiban hambatan samping, pengalihan arus melalui penutupan jalan dan penempatan
petugas”.
2.4 Revitalisasi Tranportasi Massal
Berbagai solusi yang telah dijalankan oleh pemerintah DKI, pada kenyataannya masih
banyak hal yang menjadi penghambat dari kesuksesanprogram tersebut. Oleh karena itu, perlu
adanya revitalisasi sistem transportasi jakarta.
1. Penegakkan Hukum
Minimnya penegakkan hukum memicu tidak disiplinnya para pengemudi angkutan umum.
Para pengemudi menjadi biasa dan bebas melakukan pelanggaran aturan lalu lintas.
Kebebasan itu dapat diketahui pada saat angkutan kota/bus kota (metromini/kopaja)
menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat tanpa mempertimbangkan
kemanan penumpangnya. Begitu pula sulitnya mencari penumpang dan mengejar target
setoran harian, membuat para pengemudi angkutan umum berhenti dan menjadikan setiap
jalan sebagai terminal liar. Akibatnya adalah penumpukan kendaraan lain di belakang yang
menimbulkan kemacetan serius karena berkurangnya kapasitas jalan dikarenakan adanya
terminal liar.
2. Mengadakan Standar Pelayanan Minimum (SPM) bagi angkutan umum di Jakarta
Keberadaan SPM ini akan melindungi hak pengguna angkutan umum untuk mendapatkan
jaminan pelayanan yang baik, nyaman serta aman. Kerap kali kecelakaan lalu lintas
disebabkan oleh pengemudi angkutan umum yang ugal-ugalan dan membahayakan
penumpangnya, kondisi bus yang sudah sangat rusak tak terawat dan maraknya kriminalitas
serta pelecehan di angkutan umum. Dalam UU No. 22 tahun 2009 tertulis bahwa perusahaan
angkutan umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal, memenuhi bagi penggunanya
berupa: keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan, keteraturan dan
mengakomodir kebutuhan penyandang cacat.
3. Evaluasi trayek angkutan umum eksisting
Evaluasi atau restrukturisasi trayek dengan berorientasi sebagai feeder untuk kereta api dan
Transjakarta perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya persaingan tidak sehat. Evaluasi
trayek (semacam re-routing) harus dilakukan secara menyeluruh terhadap operasional
angkutan umum existing di Jakarta mengingat kondisi nyata sekarang sudah banyak trayek
angkutan umum terutama bus besar yang mati. Tujuan evaluasi trayek adalah untuk
mengetahui kebutuhan armada dalam trayek, membatasi pemberian izin trayek baru secara
selektif, melakukan pengalihan kendaraan dari rute “kecil” ke rute “besar” dan memulai
system pemberian ijin trayek berdasarkan “Quality Licencing” atau Lelang.
4. Memperbaiki layanan kereta api komuter Jabodetabek
Angkutan kereta api menjadi sarana angkutan umum massal utama di Jakarta dan sekitarnya.
Revitalisasi ini merupakan wujud satu kesatuan dari revitalisasi angkutan umum berbasis
jalan raya serta berbasis rel yakni kereta api sehingga operasional kereta api tetap terkontrol.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Konsep megapolitan yang telah digagas oleh Ali Sadikin merupakan konsep
pengelolaan tata ruang jakarta untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di dalamnya.
Masalah yang dialami oleh jakarta merupakan masalh yang serius yang terkadang datang dari
luar daerah jakarta sendiri. Oleh karena itu, konsep megapolitan juga melibatkan berbagai
daerah pinggiran jakarta (BoDeTaBekJur).
Namun, konsep ini mendapatkan berbagai respon dari pemerintah dan masyarakat dan
menjadi perdebatan yang panjang hingga sekarang. Namun untuk mewujudkan konsep
tersebut, pemerintah DKI telah mencanangkan berbagai solusi hingga konsep tersebut bisa
sepenuhnya berjalan.
Program transportasi yang menjadi solusi dari berbagai masalah harusnya meninjau
ulang dari berbagai segi, seperti geografis jakarta hingga kultur masyarakat di dalamnya.
Berbagai program transportasi yang sekarang berjalan masih terdapat banyak kekurangan,
oleh karena itu perlu tinjauan ulang dan revitalisasi.
3.2 Saran
Makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan butuh perbaikan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini bisa bermanfaat
dan menjadi rujukan mengenai masalah yang terkait didalamnya demi menunjang ilmu
pengetahuan.
Bibliografi
1. Denny Zulkaidi.2006. ISU MEGAPOLITAN JABODETABEKJUR DALAM
KONTEKS PENGELOLAAN PEMBANGUNAN DAN REVISI UU No. 34/1999 . ITB
Press. Vol. 17.
2. Desvira Natasya. 2013. Revitalisasi Transportasi Massal untuk Mengurangi Kemacetan
Lalu Lintas Kota Jakarta . Departemen Teknik Sipil UI.
3. http://www.jakartamrt.com/informasi-mrt/tentang-mrt/ (diakses pada 27 oktober 2015)