Kajian Reformasi Birokrasi 05082014

14
Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013) 1 Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2019 SEBAGAI MASUKAN DAN SARAN KEPADA TIM TRANSISI PEMERINTAHAN 2014-2019 Disusun oleh: Amelia Day, SS. ME. Agustus 2014

description

Kajian Reformasi Birokrasi 05082014

Transcript of Kajian Reformasi Birokrasi 05082014

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013)

1

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2019

SEBAGAI MASUKAN DAN SARAN KEPADA

TIM TRANSISI PEMERINTAHAN 2014-2019

Disusun oleh: Amelia Day, SS. ME.

Agustus 2014

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013)

2

Daftar Isi

1. RUANG DAN WAKTU PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI

1) Lokal: segelintir kisah sukses

2) Nasional: antitesis

2. PEMBATASAN OBYEK KAJIAN

3.TUJUAN DAN SASARAN REFORMASI BIROKRASI UNTUK PRESIDEN TERPILIH 2014-2019

4. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA

1) Klasifikasi ISIC dari Persatuan Bangsa-bangsa

2) Kementerian dan lembaga pemerintah (sektor publik-nonpasar)

3) BUMN (sektor publik-pasar)

4) Keterkaitan sektor publik-swasta dengan pasar-nonpasar

5) Identifikasi permasalahan setiap instansi

5. LANGKAH-LANGKAH KAJIAN

6. ANALISIS UMUM

1) Salah Tempat (Misplacement)

2) Duplikasi (Duplication)

3) Tumpang Tindih (Overlap)

4) Fragmentasi (Fragmentation)

5) Masalah Lain

7. PENUTUP DAN SARAN

LAMPIRAN:

- Dokumen United Nations ISIC Revisi 4 (pdf)

- Dokumen Formulasi ISIC dan Kementerian/Lembaga (xls)

- Dokumen GAO sebagai pembanding kajian (pdf)

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013)

3

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2019

oleh: Amelia Day, SS. ME.1

Berdasarkan hasil riset dokumen untuk melengkapi pengalaman empiris penulis selama menjadi

evaluator dan konsultan pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi sejak Januari 2011 hingga September 2013, kajian ini adalah sebuah pemikiran untuk

“reformasi birokrasi” sesungguhnya.

1. RUANG DAN WAKTU PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI

1) Lokal: segelintir kisah sukses

Reformasi birokrasi baru berjalan secara sistematis sejak 2010, walau telah dicanangkan sejak

era pemerintahan baru pasca-1998. Kisah sukses justru terjadi di daerah-daerah, di antaranya

Kabupaten Bulukumba, Kota Surabaya, Kota Solo, dan Kota Bandung. Banyak pemerintah

daerah (pemda), bahkan pemerintah pusat, belum melaksanakan reformasi birokrasi secara

menyeluruh. Sesungguhnya lebih banyak pemda, bahkan kementerian dan lembaga di tingkat

pusat, hanyalah menuliskan “niat” di atas Dokumen Usulan dan Road Map Reformasi

Birokrasi, semata mengikuti Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2010 tentang Grand Design

Reformasi Birokrasi (Perpres 81/2010). Penulisan dokumen usulan pemda ini terbukti belum

membuahkan hasil atau outcome yang signifikan, atau mungkin outcome belum diukur secara

sistematis.

2) Nasional: antitesis

Kecenderungannya malah untuk tingkat nasional, target-target Perpres 81/2010 (lihat bagan

di bawah) tidak tercapai, bahkan malah memburuk. Salah satu yang dikaji Bank Dunia (The

World Bank) adalah Doing Business Index atau indeks peringkat atas kemudahan berusaha di

Indonesia, yang ditargetkan mencapai ranking 75 dari 212 negara yang dikaji Bank Dunia di

tahun 2014, malah melorot hingga ke posisi 128 (lebih buruk dari 2010).

Fig-1. Indikator Keberhasilan Reformasi Birokrasi (Perpres 81/2010)

1 Amelia Day, SS. ME., adalah pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP UI, dan anggota Tim Evaluator

Pelaksanaan Reformasi Birokrasi pada Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional (UPRBN) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2011-2013, khususnya peningkatan kualitas pelayanan publik.

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013)

4

3) Laporan GAO ke Kongres Amerika Serikat (2011)

Reformasi birokrasi hari ini tetap dilakukan secara konsisten, bahkan oleh negara Amerika

Serikat sekalipun. Kantor Akuntabilitas Pemerintah (Government Accountability Office atau

GAO) Amerika Serikat telah mengkaji dalam Opportunities to Reduce Potential Duplication in

Government Programs, Save Tax Dollars, and Enhance Revenue (2011). Kajian ini merupakan

permintaan Kongres terkait pengawasan efisiensi efektivitas kerja birokrasi. Diidentifikasi

tentang ruang publik versus swasta (private), yang diproksi dengan ruang pasar (market) dan

non-pasar (non-market). Hasil temuan GAO kemudian ditindaklanjuti dan negara dapat

menabung USD 460 juta sepanjang 2012 hanya untuk Kementerian Pertahanan, salah satunya

program sistem kesehatan militer.

Fig-2. Definisi Sektor Swasta-Publik dan Pasar-Non Pasar

2. PEMBATASAN OBYEK KAJIAN

Setelah disahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 (UU 32/2004 )

tentang Pemerintah Daerah, fokus birokrasi tak lagi beban pemerintah pusat. Untuk tahap awal

ini, kajian tidak membahas pemerintah daerah sebagai bagian operasional di daerah-daerah,

sesuai dengan UU 32/2004 tersebut. Kajian ini mengidentifkasi beberapa instansi yang secara

spesifik memiliki domain “regulatory” (pembuat aturan) versus domain “executive” (pelaksana

aturan).

Fokus kajian ini adalah pemetaan masalah dan potensi koordinasi antara para pihak berikut ini:

1) Kementerian,

2) Lembaga Pemerintah Non Kementerian,

3) Lembaga Non Struktural, dan

4) BUMN sebagai bagian khusus public-market.

Khusus BUMN, penyelamatan uang negara bisa dikaji dari sisi “mekanisme pasar yang sehat”

sekaligus menekan risiko pengeluaran negara jika BUMN berkoordinasi baik dengan pihak general

government (kementerian dan lembaga).

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013)

5

3. TUJUAN DAN SASARAN REFORMASI BIROKRASI UNTUK PRESIDEN TERPILIH 2014-2019

Sejak 1945, pemerintah Indonesia bertugas adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial. Menjadi pemain aktif dunia merupakan satu strategi yang

diawali dengan langkah di dalam negeri. Pasca-1998, langkah-langkah reformasi, khususnya

reformasi birokrasi itu seperti yang tertuang dalam Perpres 81/2010 tentang Grand Design

Reformasi Birorkrasi. Untuk jangka pendek 2010-2014 (dari jangka panjang 2010-2025)

diharapkan akan terjadi perbaikan peringkat anti-KKN, peningkatan kualitas pelayanan publik,

serta right sizing dari organisasi dan sumber daya manusia birokrasi itu sendiri. Sasaran antaranya

adalah akuntablitas pemerintah untuk menahan laju pemborosan uang negara.

4. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA

Beberapa klaster data yang dianalisis dalam dokumen ini adalah:

1) Klasifikasi ISIC dari Persatuan Bangsa-bangsa

Kegiatan pemerintah secara global telah terkoneksi secara langsung dengan kemudahan

komunikasi dan transportasi hari ini. Untuk itu Penulis menggunakan klasifikasi yang

disepakati negara-negara anggota PBB (Persatuan Bangsa-bangsa), yatu International

Standard Industrial Classification (ISIC) of All Economic Activities (Revisi ke-4).

Berdasarkan klasifikasi data dan informasi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup ini, satu

negara anggota PBB dapat meninjau masalah umum dan mengambil berbagai pilihan

kebijakan saat bernegosiasi dan bertransaksi dengan negara lain. Untuk mengakomodasi hal

ini, reformasi birokrasi di Indonesia wajib memperhatikan klasifikasi ini dalam setiap kegiatan

ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

Klasifikasi ini adalah sebaga berikut:

A. Agriculture, forestry and fishing B. Mining and quarrying C. Manufacturing D. Electricity, gas, steam and air conditioning supply E. Water supply; sewerage, waste management and

remediation activities F. Construction G. Wholesale and retail trade; repair of motor vehicles

and motorcycles H. Transportation and storage I. Accommodation and food service activities J. Information and communication K. Financial and insurance activities

L. Real estate activities M. Professional, scientific and technical activities N. Administrative and support service activities O. Public administration and defence; compulsory

social security P. Education Q. Human health and social work activities R. Arts, entertainment and recreation R. Arts, entertainment and recreation S. Other service activities U. Activities of extraterritorial organizations and

bodies

2) Kementerian dan lembaga pemerintah (sektor publik-nonpasar)

Selain data kementerian dan lembaga pemerintah di Indonesia, patut juga dikaji pemetaan

instansi pemerintah secara umum. Terkait tugas fungsi setiap instansi yang dikaji adalah

bagian secara umum--walau di ada beberapa kementerian dan lembaga yang diidentifikasi

hingga tingkat direktorat jenderal atau kedeputian.

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013)

6

3) BUMN (sektor publik-pasar)

BUMN dirancang di awal kemerdekaan negara Indonesia adalah untuk menjembatani “publik

dengan pasar” yang tidak terlayani saat itu oleh pihak “swasta”. Apakah hari ini BUMN masih

memiliki keterkaitan dan tujuan awal (secara makro), atau bahkan BUMN itu sendiri yang

secara mikro sudah tidak diperlukan mengingat mekanisme dan kondisi pasar hari ini sudah

berubah dibanding waktu itu.

4) Keterkaitan sektor publik-swasta dengan pasar-nonpasar

Untuk memudahkan kaji-banding dengan negara lain, penulis menarik garis utama di

Persatuan Bangsa-bangsa (United Nations) dengan dokumen statistiknya: “International

Standard Industrial Classification of All Economic Activities - Revision 4 (2008).” Sektor-sektor

ini telah dikaji dan digunakan secara global, sehingga pertumbuhan ekonomi di seluruh

pelosok dunia bisa terpantau dan terukur dengan alat ukur sama.

5) Identifikasi permasalahan setiap instansi

Pemborosan anggaran negara akan terjadi jika program dan kegiatan yang sama dilaksanakan

oleh beberapa instansi sekaligus (duplikasi/duplication), atau jika hanya ada sedikit irisan

kegiatan yang sama (tumpang tindih/overlap). Pemborosan juga akan terjadi jika satu

program itu hanya dikerjakan sebagian oleh satu unit kerja X, yang dibedakan dengan unit

kerja Y dan Z, padahal yang sesungguhnya tujuannya atau outcome yang diharapkan adalah

sama bagi keseluruhan program/kegiatan kerja mereka (fragmentasi/fragmentation). Bahkan

di awal pembentukannya sudah terjadi kesalahan perencanaan struktur organisasi atau tugas

fungsi sebuah instansi (salah tempat/misplacement). Terkadang satu instansi terlalu banyak

mengemban tugas fungsi (overload) dengan beberapa variabel yang juga bisa tumpang tindih

dengan instansi lain.

5. LANGKAH-LANGKAH KAJIAN

1) Menempatkan Kementerian, Lembaga dan BUMN dalam peta ISIC;

2) Menganalisis potensi Salah Tempat, Duplikasi, Tumpang Tindih dan Fragmentasi serta

masala lain di beberapa instansi;

3) Mengkaji bersama peraturan perundang-undangan terkait pembentukan struktur organisasi

tertentu, dalam rangka pengkajian komprehensif atas tugas fungsi dan struktur instansi.

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013)

7

Contoh dari penerapan langkah-langkah ini adalah, bagaimana sebuah Kementerian Energi

dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang terbentuk dengan sebuah Keputusan Presiden harus

bersinergi kerja dengan:

1) LPNK (lembaga pemerintah non kementerian): Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional untuk perencanaan pembangunan terkait sektor minyak, gas dan energi.

2) LNS (lembaga non struktural):

a) Dewan Energi Nasional, yang dibentuk berdasarkan Perpres 26/2008 yang

bertanggungjawab atas “kebijakan energi nasional”, yang masih sumir untuk

ditempatkan ke dalam ISIC secara spesifik dengan definisi “energi nasional” yang terlalu

luas.

b) Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas, yang dibentuk berdasarkan Keppres 86/2002,

serta bisa dikalkulasi sesuai ISIC Section B Division 05–09: mining & quarrying). Badan

ini merupakan regulator dan pengawas atas “pelaksanaan penyediaan dan

pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa, dalam

suatu pengaturan agar ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak yang ditetapkan

Pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

serta meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri” (Pasal 4 Keppres 86/2002).

c) Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, yang dibentuk berdasarkan Perpres 83/2003,

serta bisa dikalkuasi sesuai ISIC Section D Division 35: electricity, gas, steam and air

conditioning supply. Badan ini regulator dan pengawas atas penyediaan tenaga listrik.

3) BUMN (badan usaha milik pemerintah):

a) PT Pertamina, Tbk (persero) untuk minyak, dengan ISIC Section B Division 05–09: mining

& quarrying;

b) PT PGN, Tbk (persero) untuk gas, dengan ISIC Section D Division 35: electricity, gas,

steam and air conditioning supply;

c) PT PLN, Tbk (persero) untuk listrik, dengan ISIC Section D Division 35.

Selanjutnya, dikaji tugas dan fungsi setiap instansi. Penulis mengambil satu contoh instansi di

atas, yaitu Dewan Energi Nasional. Sesuai Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2008

tentang Pembentukan Dewan Energi Nasional (Perpres 26/2008) Dewan Energi Nasional

memiliki tugas:

1) merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional untuk ditetapkan oleh Pemerintah

dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

2) menetapkan rencana umum energi nasional;

3) menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi; serta

4) mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral.

Dewan Energi Nasional pun dapat membentuk Kelompok Kerja (Pasal 11) dan Sekretariat

Jenderal (Pasal 9 dan 10). Sementara itu struktur organisasi di dalam Pasal 5 Perpres 26/2008

tersebut disebutkan bahwa “Pimpinan Dewan Energi Nasional terdiri atas:

1) Ketua: Presiden;

2) Wakil Ketua: Wakil Presiden;

3) Ketua Harian: Menteri yang membidangi energi.”

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013)

8

Di luar ketiga ketua dan wakil ketua tersebut di atas, terdapat beberapa anggota Dewan

Energi Nasional, yaitu: 7 (tujuh) orang menteri atau pejabat pemerintah lainnya yang

bertanggungbawaj atas penyediaan, transportasi, penyaluran dan pemanfaatan energi, serta 8

(delapan) orang pemangku kepentingan yang terdiri atas: 2 akademisi, 2 industri, dan 1

teknologi khususnya bidang rekayasa teknologi energi.

Kesimpulan atas fakta-fakta ini kemudian adalah:

1) Terjadi Duplikasi birokrasi di tingkat “kementerian koordinasi”. Kementerian ESDM ada di

bawah payung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Kementerian Koordinator

ini mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyinkronkan dan mengkoordinasikan

perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya. Lebih tegasnya, di

dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Dan Organisasi

Kementerian Negara disebutkan bahwa Kementerian Koordinator membidangi urusan

tertentu dalam Pemerintahan yang terdiri atas (salah satunya) adalah urusan

pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program

pemerintah.

2) Terjadi juga “perpanjangan birokrasi” jika mengkaji tugas dan fungsi sebuah Kementerian

ESDM, dalam kerangka berpikir sector-specific. Perencanaan kebijakan energi nasional

beserta pelaksanaannya ini harus melalui jenjang “musyawarah” di tingkat presiden

sebelum diturunkan menjadi “kebijakan menteri” yang akan mengatur ke badan

regulator/pengawas, lalu berkoordinasi dengan BUMN dan pasar secara luas. Sementara di

sisi lain, untuk perencanaan pembangunan secara normatif telah digariskan oleh Bappenas

(nasional) dan Bappeda (sesuai kemampuan daerah).

3) Selanjutnya, sesuai Pasal 24 Perpres 26/2008 tentang Dewan Energi Nasional ini,

ditetapkan bahwa: “Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Dewan Energi

Nasional dan Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional dibebankan kepada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara cq. anggaran instansi pemrintah yang membidangi

energi.” Artinya, terjadi pemborosan anggaran (APBN).

4) Selain itu, wajib dikaji juga bahwa tugas fungsi Dewan Energi Nasional ini pun tidak terkait

langsung dengan tugas eksekutif ataupun regulasi, yang bisa menjadi perhitungan potensi

pendapatan negara sesuai nomenklatur ISIC Section D Division 35 (electricity, gas, steam

and air conditioning supply) dan Section B Division 05–09 (mining & quarrying).

6. ANALISIS UMUM

Selanjutnya, secara umum bisa disampaikan analisis legal dan empiris terkait berbagai

kementerian, lembaga dan BUMN ini. Di bawah ini hanyalah beberapa contoh kasus di lapangan:

1) SALAH TEMPAT (MISPLACEMENT)

Penempatan tugas fungsi struktur organisasi yang salah adalah “kebudayaan” yang lebih dekat

dengan “ekonomi kreatif”. Pertimbangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan versus

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif adalah sebagai berikut:

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013)

9

a) Jika melihat “kebudayaan” dalam perspektif “pariwisata”, maka bentuk-bentuk

kebudayaan yang ada hari ini saja yang digadang untuk tujuan pariwisata: pameran,

pertunjukan dan pementasan di luar negeri, dan misi kebudayaan untuk atraksi wisatawan.

b) Jika melihat “kebudayaan” dalam perspektif “pendidikan”, maka bentuk-bentuk

kebudayaan hanya dipreservasi dalam ruang-ruang kelas.

c) Sebaliknya, jika “kebudayaan” dilekatkan pada “ekonomi kreatif”, di mana bentuk-bentuk

kreatif harus menjadi bagian strategi kebudayaan, kebudayaan akan luwes bergerak

sekaligus mendapatkan perlindungan langsung oleh setiap pegiat dan penikmat kreativitas.

2) DUPLIKASI (DUPLICATION)

Penempatan tugas fungsi struktur organisasi yang salah bisa terjadi karena “warisan sejarah”.

Kementerian Perumahan Rakyat dibentuk sebagai amanat Undang Undang Dasar (UUD) 1945

dan pasal 28 H Amandemen UUD 1945, bahwa rumah adalah salah satu hak dasar rakyat dan

oleh karena itu setiap warga negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat

lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasca-1998, Kementerian Negara Perumahan Rakyat

mengalami perubahan struktur organisasi.

Struktur organisasi kementerian ini telah mengalami berbagai perubahan, termasuk fungsi

manajerial dari kementerian negara (pembuat kebijakan saja, atau regulator) menjadi

kementerian yang bisa melaksanakan (executive) terhadap belanja negara untuk

pembangunan infrastruktur perumahan.

Nama Menteri

Kabinet Dari Sampai Keterangan

Cosmas Batubara

Kabinet Pembangunan III

29 Maret 1978

19 Maret 1983

Bernama Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat

Kabinet Pembangunan IV

19 Maret 1983

21 Maret 1988

Berganti Nama Menjadi Menteri Negara Perumahan Rakyat

Siswono Yudohusodo

Kabinet Pembangunan V

21 Maret 1988

17 Maret 1993

(nama tetap)

Akbar Tanjung

Kabinet Pembangunan VI

17 Maret 1993

16 Maret 1998

(nama tetap)

Kabinet Pembangunan VII

16 Maret 1998

21 Mei 1998

Berganti Nama Menjadi Menteri Negara Perumahan Rakyat dan Permukiman

Theo L. Sambuaga

Kabinet Reformasi Pembangunan

23 Mei 1998

26 Oktober 1999

Berganti Nama Menjadi Menteri Negara Perumahan dan Permukiman

(tidak ada) Kabinet Persatuan 26 Oktober 1999

9 Agustus 2001

Digabungkan dengan Menteri Pekerjaan Umum sehingga menjadi Menteri Permukiman dan Pengembangan Wilayah

(tidak ada) Kabinet Gotong Royong

9 Agustus 2001

20 Oktober 2004

Menteri Permukiman dan Pengembangan Wilayah berganti nama menjadi Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah

Muhammad Yusuf Asy'ari

Kabinet Indonesia Bersatu

21 Oktober 2004

22 Oktober 2009

Dipisahkan dari Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah dan kembali bernama Menteri Negara Perumahan Rakyat

Suharso Manoarfa

Kabinet Indonesia Bersatu II

22 Oktober 2009

19 Oktober 2011

Berganti nama menjadi Menteri Perumahan Rakyat

Djan Faridz Kabinet Indonesia Bersatu II

19 Oktober 2011

Sekarang (nama tetap)

Sumber: www.kemenpera.go.id

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013)

10

Sementara itu, terkait tugas fungsi Kementerian Perumahan Rakyat ini, terjadi juga duplikasi

organisasi di bawah Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU), yaitu Direktorat Cipta Karya.

Pertimbangannya adalah:

a) Pembentukan direktorat bisanya adalah 4 atau lebih. Sehingga selain urusan Penataan

Ruang (tata kota), Sumber Daya Air (waduk), Bina Marga (jalan), Konstruksi, terdapat pula

Cipta Karya (fasilitas perumahan).

b) Sementara itu, Direktorat Jenderal Cipta Karya juga memiliki satuan kerja khusus terkait

Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, selain satuan kerja (satker) Pengembangan

Kawasan Permukiman Perkotaan Strategis, Pengembangan Kawasan Permukiman

Perdesaan Strategis dan Pengembangan Kawasan Permukiman Provinsi. Satker ini secara

aktif memfasilitasi ribuan titik wilayah administratif (kawasan) di seluruh Indonesia.

c) Satker yang sama juga terdapat di Deputi Pengembangan Kawasan di Kementerian

Perumahan Rakyat (Kemenpera).

d) Artinya, tugas fungsi setingkat eselon 1 (Cipta Karya, KemenPU) ini merupakan duplikasi

tugas fungsi yang sama di eselon 1 (Pengembangan Kawasan, Kemenpera) dan bahkan

setingkat kementerian dengan nomenklatur “Perumahan Rakyat”. Sejarah Kemenpera

merupakan

e) Selain itu juga terdapat LNS terkait dengan struktur organisasi yang bersifat “koordinasi”

layaknya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. LNS yang dimaksud adalah di

antaranya: Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur, serta Badan

Kebijaksanaan dan Pengendalian Perumahan dan Permukiman Nasional.

f) Khusus Kementerian Perumahan, pemangku kepentingannya selain masyarakat miskin

untuk mendapatkan perumahan, juga ada pemangku kepentingan BUMN terkait. BUMN ini

juga merupakan pemangku kepentingan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU:

i. Regulasi konstruksi: PT Adhi Karya, PT Wijaya Karya, PT Hutama Karya, PT Istaka Karya,

dan PT Nindya Karya (ISIC Section F. Construction).

ii. Regulasi kawasan: Perum Pembangunan Perumahan Nasional (ISIC Section L. Real

estate activities).

iii. Regulasi pembiayaan perumahan: PT Bank Mandiri, PT BNI, PT BRI, PT BTN (ISIC

Section K. Financial and insurance activities).

“Warisan sejarah” ini juga terjadi di subsektor film, yang merupakan bagian kegiatan ekonomi

ISIC Section J (information and communication), khususnya di distribusi tayangan TV, yaitu

divisi 59 (aktivitas produksi), 60 (saluran produser) dan 61 (saluran media atau pihak ketiga).

Selanjutnya, kementerian yang menangani ini bukanlah Kementerian Komunikasi dan

Informatika sesuai ISIC, melainkan ditangani di dua kementerian berbeda:

a) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis

Seni dan Budaya, Direkorat Pengembangan Industri Perfilman. Pemangku kepentingan di

subsektor ini adalah produser film hingga pengusaha bioskop dan pengelola stasiun televisi

yang menayangkan film-film produksi lokal.

b) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat

Pembinaan Kesenian dan Perfilman. Pemangku kepentingan di subsektor ini pun serupa

dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013)

11

c) Terdapat juga Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (Peraturan Pemerintah Nomor 8

Tahun 1994), yang dibentuk untuk mendukung kerja Direktorat Jenderal Radio dan Film di

era Departemen Penerangan (pra-1998). Tujuannya adalah untuk memberikan

pertimbangan dalam masalah perfilman kepada Pemerintah.

3) TUMPANG TINDIH (OVERLAP)

Alasan “warisan sejarah” juga melahirkan struktur organisasi tumpang tindih bagi subsektor

“konservasi hutan laut”. Kegiatan ini di dalam ISIC masuk ke dalam Section S Other service

activities (class 9495 activities of environmental, conservation and wildlife organizations). Hari

ini konservasi hutan laut ditangani oleh dua instansi:

a) Kementerian Kehutanan, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam,

Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung.

Penanganan “hutan laut” secara spesifik tidak tertera dalam nomenklatur di organisasi ini,

namun mengingat kementerian ini lahir lebih awal daripada Kementerian Kelautan dan

Perikanan, maka penanganan serta perhitungan potensi ekonomis dari hutan laut

“menjadi wewenang” ke Kementerian Kehutanan.

b) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan

Konservasi. Struktur organisasi “pusat” bukanlah struktur eselon I setingkat direktorat

jenderal. Penanganan khusus hal ini di Kementerian Kelautan dan Perikanan merupakan

“pemborosan anggaran” karena struktur “pusat penelitian” ini bukanlah “executive”

seperti halnya sebuah direktorat jenderal atau direktorat.

c) Fakta lainnya adalah bahwa tak ada Menteri Kehutanan di dalam struktur Dewan

Kelautan Indonesia, yang merupakan forum konsultasi bagi penetapan kebijakan umum di

bidang kelautan.

Selain itu, terkait dengan lembaga negara struktural Dewan Kelautan Indonesia, instansi ini

dibentuk berdasarkan Keppres 21/2007 tentang Dewan Kelautan Indonesia. Pembentukannya

ini didasari oleh pengaturan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Landas Kontinen Indonesia dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Dewan Kelautan Indonesia ini diketuai Presiden, dengan Ketua Harian Menteri Kelautan dan

Perikanan. Anggota Dewan Kelautan Indonesia adalah: Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar

Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Perhubungan, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral,

Menteri Keuangan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata,

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS, Menteri Negara

Lingkungan Hidup, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia, Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Tim Pakar, Wakil Perguruan Tinggi, Wakil Asosiasi

Dunia Usaha, Wakil Lembaga Swadaya Masyarakat.

Selanjutnya, tak ada BUMN dibentuk khusus untuk mengatasi “gagal pasar” atas transaksi

pedagangan perikanan. Konsumsi ikan orang Indonesia (30 kg per kapita) hanya seperlima

Jepang (150 kg per kapita)2 dengan luas wilayah perairan Jepang 80% dari 377.944 km2, dan

2 sumber: detik.com, tertanggal 24 Agustus 2011

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013)

12

luas perairan Indonesia 48,6% dari 1.904.569 km2; atau wilayah perairan Jepang seluas

302.355 km2 dan Indonesia seluas 923.716 km2.

4) FRAGMENTASI (FRAGMENTATION)

Kementerian-kementerian yang menanganani “pecahan” program dan kegiatan untuk tujuan

sama adalah Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, ditambah lagi dengan

berbagai bentuk LNPK dan LNS yang menangani “pecahan-pecahan” program dan kegiatan

yang seharusnya bisa langsung ditangani oleh kementerian langsung. Kasus khusus adalah

Kementerian Perindustrian (ISIC Section C. Manufacturing) dan Kementerian Perdagangan

(ISIC Section G. Wholesale and retail trade; repair of motor vehicles and motorcycles). Ada

beberapa catatan terkait fragmentasi tugas fungsi hingga proses kerja keduanya:

a) LPNK Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dikoordinasikan oleh dua Kementerian

Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.

b) LPNK Badan Standardisasi Nasional (BSN) tidak secara langsung di bawah koordinasi salah

satu kementerian di atas, namun beberapa LNS di bawah kementerian-kementerian ini

memiliki tugas fungsi terkait BSN, seperti LNS Komite Standar Nasional untuk Satuan

Ukuran dan Komite Akreditasi Nasional. Kedua LNS ini menjadi bagian perdagangan

sebagai trade barrier, juga menentukan standar perindustrian dalam negeri.

c) Selain itu terdapat juga LNS seperti Badan Nasional Sertifikasi Profesi, Lembaga

Produktivitas Nasional, Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Komisi Pengawas

Persaingan Usaha yang dibentuk dengan undang-undang hingga peraturan presiden atau

keputusan presiden.

d) Yang lebih banyak lagi adalah berbagai dewan, badan dan komite terkait pengaturan

wilayah-wilayah tertentu: Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

Batam, Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan; Dewan Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun; Badan Pengembangan Kawasan

Ekonomi Terpadu; Badan Pengembangan Wilayahan Surabaya-Madura; Komite Pengarah

Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Pulau Batam, Pulau Bintan, dan Pulau

Karimun; Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan; Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun; Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Sabang; Dewan Nasional

Kawasan Ekonomi Khusus; Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan

Bebas; Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia; dan Komite Privatisasi

Perusahaan Perseroan

e) Berbagai BUMN di sektor strategis, seperti semen, pupuk, kertas (standar) hingga obat dan

pesawat terbang (bermuatan teknologi), juga merupakan bagian yang perlu dikaji

keterkaitannya dalam ekosistem perdagangan dan perindustrian nasional, dalam rangka

mengantisipasi pasar global yang kian kompetitif. Belum sebuah cetak biru yang lebih

antisipatif, yang bukan menjadi domain Kementerian BUMN semata, namun juga menjadi

bahan koordinasi erat dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013)

13

f) Kesimpulan sementara, fragmentasi di kedua kementerian, plus dengan Kementerian

BUMN merupakan sebuah ganjalan bagi optimalisasi sektor ini.

5) MASALAH LAIN

a) Untuk penanganan pembangunan kawasan timur Indonesia, dibentuk LNPK Dewan

Pengembangan Kawasan Timur Indonesia, yang bersinggungan dengan tugas fungsi

Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. Selain itu Kementerian Pembangunan

Daerah Tertinggal pun memiliki tugas fungsi “regulatory” yang beragam mulai dari sumber

daya, infrastruktur, fasilitasi hingga keadaan sosial budaya (lihat bagan Kementerian

Pembangunan Daerah Tertinggal, di bawah ini).

b) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal pun memiliki tugas fungsi “regulatory” yang

beragam mulai dari sumber daya, infrastruktur, fasilitasi hingga keadaan sosial budaya

(lihat bagan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, terlampir).

c) Terjadi kesimpangsiuran “nomenklatur” dan tugas fungsi dari setiap LNS atau LPNK, yang

bisa membawa kebingungan pemangku kepentingan. Penamaan kelembagaan yang

simpang-siur ini di antaranya: Badan, Komisi, Komite, Dewan, Lembaga, Unit Kerja, Tim

Koordinasi, Konsil, hingga Majelis.

7. PENUTUP DAN SARAN

Kajian ini masih merupakan kajian awal bagi Tim Transisi yang dibentuk oleh presiden dan wakil

presiden terpilih 2014-2019, Bapak Ir. H. Joko Widodo dan bapak Drs H. Jusuf Kalla. Secara umum

kajian ini merupakan bahan pertimbangan untuk restrukturisasi organisasi, atau bahkan

peleburan beberapa organisasi dengan strategi khusus. Selain itu juga, diperlukan pemikiran right

sizing per instansi setelah semua instansi dikaji. Terakhir, diperlukan kewajiban survei persepsi

Kajian Reformasi Birokrasi 2010-2014 | AMELIA DAY (Agustus, 2013)

14

setiap periode, oleh lembaga independen, untuk mengukur hasil kerja (outcome) setiap instansi.

Survei outcome ini bisa membantu proses restrukturisasi atau peleburan organisasi hingga untuk

perbaikan kerja selanjutnya. (SELESAI, 4 AGUStUS 2014).