KAJIAN IMPLEMENTASI KETERBUKAAN …digilib.uinsgd.ac.id/3672/1/PENELITIAN IMPLEMENTASI UU...1 KAJIAN...

68
1 KAJIAN IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK PADA BADAN PUBLIK KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT TAHUN 2013 HASIL PENELITIAN Diajukan untuk Memenuhi Syarat Kenaikan Pangkat Di Lingkungan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Oleh: Dr. Mahi M. Hkikmat,M.Si. Nip. 197203262007010117 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2014

Transcript of KAJIAN IMPLEMENTASI KETERBUKAAN …digilib.uinsgd.ac.id/3672/1/PENELITIAN IMPLEMENTASI UU...1 KAJIAN...

1

KAJIAN IMPLEMENTASI

KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PADA BADAN PUBLIK KABUPATEN/KOTA

DI JAWA BARAT TAHUN 2013

HASIL PENELITIAN

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Kenaikan Pangkat

Di Lingkungan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati

Bandung

Oleh:

Dr. Mahi M. Hkikmat,M.Si. Nip. 197203262007010117

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG 2014

2

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaah….Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Swt. Karena

berkat rahmat dan barokahnya, Penulis dapat menyelesaian Kajian dengan Judul

Kajian Implementasi Keterbukaan Informasi Publik pada Badan Publik

Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2013.

Kajian ini sebagai upaya memberikan bahan untuk memenuhi syarat kenaikan

pangkat di lingkungan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, selain

sebagai masukan kepada lembaga Legislatif Daerah, khusus DPRD Provinsi Jawa

Barat, sehingga memiliki alternatif pemahaman tentang urgensi implementasi

keterbukaan informasi publik.

Kajian ini tidak terlepas dari kekurasangan. Oleh karena itu, Penulis memohon

maaf dan selalu membuka diri untuk kritik, saran, masukan, dan bahan sharing

lainnya demi perbaikan ke depan. Semoga Allah Swt selalu memberikan petunjuk

pada kita semua.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

memberikan suport, sehingga penelitian ini dapat terselesaikan, terutama kepada

seluruh pimpinan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Ucapan

terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang baik langsung maupun tidak

langsung memberkan kontribusi pada hasil kajian ini. Semoga Allah Swt. membalas

dengan kebaikan yang lebih besar. Aamiin.

Bandung, Desember 2013

Penulis

3

DAFTAR ISI

hlm

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I PENDAHULUAN ………………………………………… 01

1.1 Latar Belakang Masalah ……………………………… 01

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………… 06

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ……………………… 07

1.4 Kegunaan Penelitian ……………………………………… 07

1.5 Ruang Lingkup ……………………………………… 08

1.6 Tempat dan Waktu Penelitian ……………………… 09

Bab II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………… 10

2.1 Implementasi Kebijakan ……………………………… 10

2.2 Keterbukaan Informasi ……... ..…………………….. 17

2.3 Standar Layanan Informasi ……………………… . 19

Bab III METODE PENELITIAN ……………………………… 24

3.1 Tahap Kajian ………………………………………. 24

3.2 Instrumen Kajian ………………………………………. 25

Bab IV HASIL KAJIAN …………….………………………… 33

4.1 Pemenuhan Atas Kewajivan Informasi Berkala ………………. 33

4.2 Pemenuhan Atas Kewajivan Informasi Setiap Saat ……….. 35

4.3 Pemenuhan Atas Kewajivan Layanan Informasi Publik ….…… 36

BAB V PENUTUP .……………………………………………… 56

5.1 Kesimpulan .………………………………………………. 56

5.2 Rekomendasi ,………………………………………………. 56

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………….

4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era keterbukaan informasi ditandai dengan lahirnya Undang-Undang No. 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).Walaupun UU ini

ditetapkan tahun 2008, tetapi dengan berbagai pertimbangan, Pemerintah baru

memberlakukan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ini, 1 Mei 2010.

Sejak itulah era keterbukaan informasi di Indonesia dimulai.

Kesan ketertutupan Pemerintah, baik pada era Orde Lama maupun pada era

Orde Baru telah menjadi pendorong bagi kuatnya desakan warga negara untuk

menikmati masa keterbukaan informasi. Sejumlah catatan penting keberhasilan

Pemerintahan dan sejahteranya rakyat karena keterbukaan informasi telah menjadi

inspirasi bagi Pemerintahan dan warga negara Indonesia untuk memiliki komitmen

membuka akses informasi publik yang selebar-lebarnya.

Hal itu berangkat dari landasan berpikir yang sempat diungkapkan oleh

kalangan ilmuwan politik dan pemerintahan terkait dalam upaya membangun good

governance dan partisipasi publik.AlamsyahSaragih1mengungkapkan bahwa lahirnya

keterbukaan informasi merupakan pase awal untuk mencapai tingkat kecerdasan

kehidupan bangsa.Keterbukaan Badan Publik dalam pengelolaan informasi dapat

melahirkan semangat transparansi, sehingga berbagai hal yang terkait kebijakan

publik dapat diakses oleh seluruh warga negara. Berkembangnya tingkat pengetahuan

warga negara terhadap berbagai informasi yang dimiliki Badan Publik akan

mendorong berkembangnya keinginan untuk berpartisipasi, sehingga seluruh kegiatan

Pemerintahan merupakan kegiatan bersama, baik dalam perencanaan, pelaksanaan,

5

maupun pengawasan, sehingga terbangunlah Pemerintahan yang bersih dan

berwibawa.

Keterbukaan informasi memang identik dengan transparansi.Transparansi

dapat didefinisikan sebagai situasi yang terdeskripsikan dengan eksplisit, tetapi

terdapat beberapa bagian yang terlindungi karena kepentingan yang lebih besar.

Konsepsi yang sama berlaku juga bagi keterbukaan informasi. Peraturan perundang-

undangan Keterbukaan Informasi Publik menyuratkan bahwa keterbukaan informasi

bukan berarti seluruh informasi merupakan informasi publik, baik dalam bentuk

informasi yang harus tersedia setiap saat, tersedia serta diumumkan berkala dan

informasi yang harus diumumkan serta merta, tetapi juga terdapat informasi yang

harus dirahasiakan yang dalam istilah peraturan perundang-undangan disebut sebagai

informasi yang dikecualikan.

Tingkat transparansi yang tinggi akan melahirkan partisipasi publik dalam

bentuk makin meningkatnya tingkat kepedulian publik mulai dari proses perencanaan,

pelaksanaan, maupun pengawasan program-program Badan Publik. Pembangunan

yang ideal adalah pembangunan yang button up. Pembangunan yang masih

memegang prinsip top down adalah konsep-konsep masa lalu yang telah melahirkan

budaya feodal berlebihan dan kesenjangan sangat tajam.Konsep pembangunan yang

ideal adalah penyatuan antara partisipasi rakyat dengan Pemerintahnya, sehingga

melahirkan kebijakan yang pro-pada semua pihak. Dalam konteks inilah, pemerataan

terjadi dan pemerintahan akan berjalan secara efektif dan efisien karena berhasil

mengkikis tindak KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), menumbuhkan sikap renponsif

baik pada penyelenggara pemerintahan maupun rakyat, sehingga pelayanan publik

meningkat dan mendorong inovatif dalam menjalankan program-program. Semua itu

pada akhirnya akan melahirkan public trust yang tidak hanya menyangkut

6

kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, tetapi kepercayaan pemerintah terhadap

rakyatnya. Pembangunan dengan landasan saling percaya inilah yang akan melahirkan

negara yang kuat dan kokoh sehingga kesejahteraan bersama tidak sekedar cita-cita.

Hubungan yang erat antara keterbukaan informasi dengan tingkat

kesejahteraan rakyat tidak hanya dalam teori, tetapi juga sudah nyata. Sejumlah

daerah, misalnya, Lebak, Yogya, dan Solo sudah lama mengimplementasikan

keterbukaan informasi dan ternyata tingkat kehidupan ekonominya meningkat yang

diukur di antaranya dengan peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) ratusan

persen.

Lahirnya era keterbukaan informasi di Indonesia telah mengubah paradigma

pelayanan Badan Publik, terutama dalam hal membuka akses informasi kepada

publik.Perubahan paradigma tersebut merupakan catatan yang sangat penting dalam

perkembangan sejarah keterbukaan informasi publik di Indonesia.Pertama, dulu

informasi publik hanya diakui sebagai wacana akademik, sehingga tidak mengikat;

Sekarang informasi publik diakui sebagai ketentuan legal, sehingga mengikat seluruh

warga negara. Kedua, dulu semua informasi yang dimiliki Badan Publik tertutup,

sehingga klasifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi informasi yang akan dibuka;

Sekarang semua informasi terbuka, sehingga klasifikasi dilakukan untuk

mengidentifikasi informasi yang akan ditutup. Ketiga, dulu Badan Publik tidak

diwajibkan harus menetapkan pelaksana khusus dalam pelayanan informasi; Sekarang

setiap Badan Publik wajib menunjuk pelaksana khusus pelayanan informasi yang

diberinama PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi).Keempat, dulu

Badan Publik dalam memberikan pelayanan informasi tidak diatur dengan prosedur

dan waktu yang ketat; sekarang dengan tegas ditetapkan prosedur dan waktu

pelayanan informasi.Kelima, dulu tidak terdapat sanksi yang jelas pada siapapun yang

7

menghambat keterbukaan informasi; Sekarang dengan tegas diatur sanksi-sanksi yang

dapat dijatuhkan pada penghambat keterbukaan informasi.Ketujuh, dulu tidak ada

prosedur khusus yang mengatur secara rinci komplain ketidakpuasan masyarakat atas

pelayanan informasi publik dari Badan Publik; sekarang ada.Kedelapan, dulu tidak

ada lembaga khusus yang dapat menangani sengketa informasi; Sekarang ada yang

diberinama Komisi Informasi Publik2

Tahun 2013 merupakan tahun keempat pemberlakuan Undang-Undang No. 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sekaligus tahun ketiga

terbentuknya Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat. Pada tahun ini, sudah selayaknya

dilakukan Kajian Implementasi Keterbukaan Informasi pada Badan Publik yang

berada di wilayah Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan Peraturan Komisi Informasi

Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, yang dimaksud

Badan Publik di daerah adalah Pemerintah Daerah.

Oleh karena itu, Kajian Implementasi Keterbukaan Informasi Publik fokus

pada Pemerintah Kabupaten / Kota yang berada di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah

26, terdiri dari 9 kota dan 17 kabupaten. Walaupun pada pertengahan tahun 2013

sudah lahir Kabupaten Pangandaran, tetapi karena sebagian kegiatannya masik

menginduk pada Kabupaten Ciamis, sehingga pada tahun 2013 belum menjadi fokur

Monev Komisi Informasi Jawa Barat.

.Komitmen Badan Publik, terutama Pemerintah, baik Pemerintah (Pusat)

maupun Pemerintah Daerah, bahkan sampai ke Pemerintahan Desa/Kelurahan, harus

diimplementasikan dalam bentuk kebijakan yang selaras dengan amanat KIP. Bahkan,

bukan hal yang tidak mungkin, Pemda pun dapat mengeluarkan kebijakan lokal

sebagaimana diperagakan oleh sebagian Pemkab/Pemkot yang sudah mengeluarkan

8

Perda, baik langsung berjudul tentang Keterbukaan Informasi maupun tentang

Transparansi.

Hal penting bagi Pemerintah Daerah dalam mengimplementasikan UU KIP

adalah menunjuk PPID serta membuat dan mengembangkan sistem penyediaan

layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar3.Keberadaan PPID menunjukkan

keseriusan Badan Publik dalam menyongsong era keterbukaan informasi. Dalam

konteks pelayanan, PPID adalah pelayan terdepan yang akan langsung berhadapan

dengan masyarakat, terkait dengan informasi yang diminta oleh masyarakat maupun

memberikan tanggapan terhadap keberatan yang diajukan oleh masyarakat. Dalam hal

inilah peran PPID sangat penting karena dapat menjadi fasilitator penyampaian

informasi yang dibutuhkan masyarakat.

PPID pun memiliki kewenangan untuk “menentukan” jenis informasi yang

dimiliki oleh institusinya, dengan memilah mana informasi yang wajib diumumkan

secara berkala, informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, dan informasi

yang wajib tersedia setiap saat.Bahkan, PPID pun dapat “merahasiakan” informasi

melalui uji konsekuensi.Dengan merujuk pada Pasal 17 UU No. 14/2008, PPID dapat

menetapkan informasi yang dikecualikan, yakni informasi yang tidak dapat diakses

oleh masyarakat karena bersifat rahasia.

Jika ketentuan tersebut diabaikan akan berdampak pada konsekuensi hukum

berupa sanksi-sanksi sebagaimana amanah UU KIP. Sanksi-sanksi itu dapat

dijatuhkan pada Badan Publik atau para pengelola informasi di Badan Publik, seperti

PPID.Warga negara pun dituntut untuk taat prosedur dalam mengakses informasi

publik sekaligus diberikan fasilitas komplain melalui Komisi Informasi Publik.

Dalam konteks penjaminan atas hak warga negara dalam mengakses informasi

publik keberadaan Komisi Informasi Publik sangat penting.Komisi Informasi tidak

9

hanya dapat mewadahi komplain dan keluh kesah warga negara, tetapi juga dapat

memberikan kepastian hukum atas status informasi, baik sebagai informasi terbuka

maupun informasi tertutup.Kewenangan Komisi Informasi melalui Mediasi dan

Ajudikasi Non-Ligitasi memberikan harapan besar pada warga negara untuk

mendapatkan kesejalasan atas akses informasi yang ada pada Badan Publik.

Peraturan Perundang-Undangan tentang KIP merupakan kebijakan publik

yang telah disyahkan. Kebijakan itu akan memberikan manfaat jika diiplementasikan.

Implementasi kebijakan publik berusaha mewujudkan kebijakan publik yang masih

bersifat abstrak ke dalam realitas yang nyata. Pelaksanaan kebijakan publik berusaha

menimbulkan hasil (outcome) yang dapat dinikmati, terutama oleh kelompok sasaran

(target group).

Oleh karena itu, untuk menakar kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan

oleh Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat dapat diasumsikan

sangat bergantung dari implementasi kebijakan publik tentang KIP. Dalam hal ini,

optimalisasi implementasi keempat Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana

disampaikan di muka merupakan hal yang harus dilakukan oleh Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang di atas dapat digambarkan bahwa pelayanan

Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat dalam melakukan tugas

utamanya memberikan akses informasi publik sangat bergantung pada implementasi

atas kebijakan publik berupa Peraturan Perundang-Undangan tentang KIP. Ketaatan

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat dalam mengimplementasikan Peraturan

Perundang-Undangan tentang KIP akan berdampak besar pada kualitas pelayanan

publik.

10

Beranjak dari latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas, maka dapat

dirumuskan masalah dalam bentuk pernyataan masalah (problem statement) bahwa

kualitas pelayanan akses informasi publik yang dilakukam Badan Publik Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Barat sangat ditentukan oleh tingkat implementasi atas

Peraturan Perundang-Undangan tentang KIP.

Berdasarkan problem statement (pernyataan masalah) tersebut dapat

dirumuskan dalam bentuk pertanyaan masalah (problem questions) penelitian sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah implementasi Peraturan Perundang-Undangan Keterbukaan

Informasi Publik dilakukan oleh Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di

Jawa Barat?

2. Bagaimanakah kualitas pelayanan Badan Publik Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Barat dalam implementasi Peraturan Perundang-

Undangan Keterbukaan Informasi Publik?

3. Bagaimanakah kebijakan Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di

Jawa Barat dalam Mengimplementasikan Peraturan Perundang-Undangan

KIP?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini bermaksud mengetahui kualitas implementasi Peraturan

Perundang-Undangan KIP yang dilakukan oleh Badan Publik Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Barat..

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

11

1. Menyungkap implementasi Peraturan Perundang-Undangan Keterbukaan

Informasi Publik dilakukan oleh Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di

Jawa Barat?

2. Mengungkap kualitas pelayanan Badan Publik Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Barat dalam implementasi Peraturan Perundang-

Undangan Keterbukaan Informasi Publik?

3. Mengungkap kebijakan Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa

Barat dalam Mengimplementasikan Peraturan Perundang-Undangan KIP?.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak sebagai berikut:

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah

pengembangan kajian implementasi kebijakan publik dan pelayanan publik dalam

bidang ilmu yang relevan: Komunikasi, Hukum, dan Ilmu Pemerintahan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan secara praktis dapat memberikan masukan pada para

praktisi, khususnya yang memiliki tugas pokok dan fungsi dalam pelayanan akses

informasi publik, seperti Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat dan

masyarakat sebagai pengguna informasi publik serta menjadi referensi bagi peneliti

berikutnya yang ingin mengkaji masalah implementasi kebijakan keterbukaan

informasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan penyelesaian sengketa informasi

publik di Komisi Informasi Publik.

12

1.5 Ruang Lingkung

Ruang lingkup Program Monitoring dan Evaluasi Implementasi Keterbukaan

Informasi Publik pada Badan Publik di Jawa Barat terbagi sebagai berikut:

1. Ruang lingkup obyek yakni pada Badan Publik 9 Pemerintah Kota dan

17 Pemerintah Kabupaten yang ada di Jawa Barat, yakni: Kota Depok,

. Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Sukabumi, Kota Cimahi, Kota

Bandung, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar, dan Kota Cirebon serta

Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang,

Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten Bekasi,

Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung Barat,

Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya,

Kabupaten Ciamis, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka,

Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Indramayu.

2. Ruang Ligkup Monitoring dan Evaluasi pada Badan Publik adalah

implementasi UU No. 14 Tahun 2008 perihal penyediaan informasi

yang wajib diumumkan dan disediakan secara berkala, informasi yang

wajib tersedia setiap saat dan pemenuhan kewajiban sebagaimana

amanah UU KIP dan Peraturan Komisi Informasi No.1 Tahun 2010

tentang SLIP.

1.6 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi kajian/penelitian Iplementasi Keterbukaan Informasi pada Badan

Publik di Jawa Barat tahun 2013 dilakukan di Jawa Barat, khususnya pada 26

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat sebagai Badan Publik.

13

Kajian/Penelitian Iplementasi Keterbukaan Informasi pada Badan Publik di

Jawa Barat tahun 2013 ini dilaksanakan dalam jangka waktu lebih kurang setahun

dengan jadwal penelitian sebagai berikut:

Tabel 1.1

Jadwal Penelitian

KEGIATAN BULAN

Jan’ Feb’ Mrt April Mei Juni Juli Agust’ Sept’ Okt’ Nov’ Des’

Pembuatan

Proposal

Pengajuan

Proposal

Komitmen

Penelitian/MoU

Diskusi

Instrumen

Penelitian

Observasi Web

Site

Check and

Recheck Hasil

Observasi

Penyebaran

Angket

Analisis Data

Presentasi

Hasil

Pembuatan

Laporan

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi Kebijakan

Kebijakan publik yang telah ditetapkan, tidak akan bermanfaat apabila tidak

diimplementasikan karena implementasi kebijakan publik berusaha untuk

mewujudkan kebijakan publik yang masih bersifat abstrak kedalam realita. Dengan

kata lain, pelaksanaan kebijakan publik berusaha menimbulkan hasil (outcome) yang

dapat dinikmati terutama oleh kelompok sasaran (target groups).

Dalam konteks penelitian ini, kebijakan berupa peraturan perundang-undangan

tentang Keterbukaan Informasi Publik tidak akan memberikan manfaat jika tidak

diimplementasikan. Implementator yang utama sebagaimana amanah UU No. 14

Tahun 2008 adalah Komisi Informasi yang di antaranya di tingkat Provinsi Jawa

Barat sudah dibentuk Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat.

Jones (1984:12) mengartikan, implementasikan kebijakan publik sebagai

“getting the job done “doing it”. Pengertian yang demikian ini merupakan pengertian

yang sangat sederhana, tetapi dengan rumusan yang demikian ini, tidak berarti bahwa

implementasi kebijakan merupakan suatu proses kebijakan yang dapat dilakukan

dengan mudah. Namun, pelaksanaannya, menurut Jones,menuntut adanya syarat

antara lain, adanya orang atau pelaksana, uang, dan kemampuan organisasi yang

sering disebut dengan resources.

Lebih lanjut,Jones merumuskan batasan implementasi sebagai “ a process of

getting additional resourcess so as to figure out what is to be done.“ (Jones,1984:13).

Implementasi dalam hal ini merupakan proses mendapatkan sumber daya

tambahan,sehingga dapat menghitung apa yang bisa dikerjakan .

15

Apa yang dikemukan Jones tentang implementasi tersebut,tidak kurang dari

suatu tahap dari suatu kebijaksanaan yang paling tidak memerlukan dua macam

tindakan yang berurutan. Pertama, merumuskan tindakan yang akan dilakukan.

Kedua, melaksanakan tindakan apa yang telah terumuskan.

Tahap implementasi dimaksudkan bahwa keputusan yang dipilih oleh

pemerintah dari berbagi alternatif kebijakan diterjemakan ke dalam tindakan.

Sebagaimana dikemukakan Holwett dan Ramesh ( 2003:185)

“This is policy implementation stage of the policy cycle ,where policy

decicions are translated into action . It is defined as the process wherwby

programs or polticie are carried out ,translation of plans into pratice . While

some decisions have been made on the general shape of the pollicy, still other

are reguired for it to be set into motion. Funding must be allocated,personel

assigned, and rules of the procedure developed,among other matter”

Chief J.O dan Udoji (dalam Wahab,1997:59) mengatakan,”The execution of

policies is as important if not more important if not more important than policy

making. Policies will remain dream or blue prints file jackets unless they are

implemented.” Implementasi kebijakan adalah sesuatu yang penting., bahkan

mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan itu hanya

sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau

tidak di implementasikan.

Mazmainaan dan Sabaiter (1983:4) menjelaskan makna implementasi dengan

mengatakan, “Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program

dinyatakan berlaku atau dirumuskan yang mencakup baik usaha-usaha untuk

mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat

atau kejadian-kejadian.“

16

Definisi itu menekankan tidak hanya melibatkan perilaku badan-badan

administratif yang bertangung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan

ketaatan pada diri kelompok sasaran, tetapi juga menyangkut jaringan kekuatan

politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi

perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap

dampak, baik yang diharapkan (inteted) dari suatu program.

Mazmainaan dan Sabaiter (1983:20) lebih lanjut menjelaskan lebih rinci

proses implementasi kebijakan dengan mengemukakan bahwa implementasi adalah

pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, tetapi

dapat pula berbentuk perintah - perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang

penting atau keputusan badan peradilan.

Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,

menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagi cara untuk

proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan

tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian

ouput kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi)

pelaksana. Kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusannya tersebut oleh

kelompok-kelompok sasaran, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-

badan yang mengambil keputusan, dan akhirnyaperbaikan-perbaikan penting (atau

upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan) terhadap undang-undang/peraturan-

peraturan yang bersangkutan.

Van Meter dan Van Horn (1974:447) menguraikan batasan implementasi

kebijakan sebagai

“Policy implementation encompasses those actions by public and private

individuals (or groups)that are directed at the achievement of objectivies set

forth in prior policy decisiopns. This includes both one time efforts to

17

transform decisions into operational terms , as well as continuing efforts to

achieve the large and small changes mandated by policy mandated by policy

decisions”

Implementasi kebijakan menekankan pada suatu tindakan-tindakan, baik yang

dilakukan oleh pihak pemerintah maupun individu (atau kelompok)

swasta,yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan

dalam suatu kebijakan sebelumya. Tindakan-tindakan ini, pada suatu saat

berusaha untuk mentransformasikan keputusan-keputusan menjadi pola-pola

operasional serta melanjutkan usaha-usaha tersebut untuk mencapai

perubahan, baik yang besar maupun yang kecil yang diamanatkan oeh

keputusan-keputusan kebijakan tertentu.

Berdasarkan pada pendapat diatas, maka dapatlah diambil suatu kesimpulan

pengertian bahwa implementasi adalah suatu proses yang melibatkan sejumlah

sumber-sumber yang didalamya termasuk manusia, dana, dan kemampuan

organisasional, baik oleh pemerintah maupun swasta (individu atau kelompok), untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan .

Implementasi kebijakan publik agar dapat mencapai apa yang menjadi

tujuanya harus dipersiapkan dengan baik. Hal ini disebabkan implementasi kebijakan

publik (public policy implementation) dalam studi kebijakan publik merupakan studi

yang sangat krusial, pada proses kebijakan publik (Edward III. 1980:I).

Bersifat krusial karena bagaimanapun baiknya suatu kebijakan publik, kalau

tidak dipersiapkan dan direncanakan secara baik dalam implementasinya, maka apa

yang menjadi tujuan kebijakan publik tidak akan bisa diwujudkan. Sebaliknya,

bagaimanapun baiknya persiapan dan perencanaan implementasi kebijakan, kalau

suatu kebijakan publik tidak akan bisa diwujudkan. Dengan demikian, kalau

menghendaki apa yang menjadi tujuan kebijakan publik juga diantisipasi untuk dapat

diimplementasikan.

Persiapan proses implementasi yang perlu dilakukan, menurut Darwin

(1998:54), setidaknya terdapat empat hal penting dalam proses implementasi

18

kebijakan yaitu, pendayagunaan sumber pelibatan orang atau sekelompok orang

dalam implementasi interprestasi,manajemen program, dan penyediaan layanan dan

manfaat pada publik.

Judson (1966:114) mengemukakan, ada lima langkah dalam

mengimplementasikan kebijakan, yakni, 1) analizyng and planning the change ; 2)

comunicating about the change; 3) gaining acceptance of the reguired change in

behavior ; 4) making in the initial transtation from the status quo to the the new

situation ; 5) consolidating the new conditionsand continung to follow up.(Rowe,

1990: 297)

Jones ( 1986:20) mengemukakan aktivitas implementasi kebijakan publik atas

tiga macam aktivitas, antara lain : 1. Organizational; the establisment or

rearrangement of resources, units, and methods for putting a policy into effect. 2.

Interpretation; the translation of language (often contained in a statute). 3. Aplication

; the routine provision of service, payment, or other agree upon objectives or

instrument”.

Aktivitas pengorganisasian (organization) merupakan suatu upaya

menetapkan dan menata kembali sumber daya (resources), unit-unit (units), dan

metode-metode (methods) yang mengarah pada upaya mewujudkan (merealisasikan)

kebijakan menjadi hasil (outcome) sesuai dengan apayang menjadi tujuan dan sasaran

kebijakan. Aktivitas interprestasi (interpretation) merupakan aktivitas interprestasi

(penjelasan) subtansi dari suatu kebijakan dalam bahasa yang lebih operasional dan

mudah dipahami, sehingga subtansi kebijakan dapat dilaksanakan dan diterima oleh

para pelaku dan sasaran kebijakan. Aktivitas aplikasi (application) merupakan

aktivitas penyediaan pelayanan secara rutin, pembayaran atau lainnya sesuai dengan

19

tujuan dan sarana kebijakan yang ada ( routine provision of service, payment, or other

agree upon objectives or instrument) (Jones ,1986:20).

Bertumpu pada apa yang dikemukakan oleh Jones di atas, maka masalah

implementasi kebijakan publik semakin lebih jelas dan luas. Implementasi merupakan

proses yang memerlukan tindakan-tindakan sistematis dari pengorganisasian

interprestasi, dan aplikasi.

Dalam studi kebijakan publik, terdapat banyak model implementasi.Model

implementasi kebijakan publik Van Mater dan Van Horn (1975), Brian W, Hogwood

dan Lewis A, Edward III (1980), Grindle (1980) dan Mazmanian dan Sabatier (1987)

dan lain sebagainya.

Van Meter dan Van Horn (1974:462) mengajukan model mengenai proses

implementasi kebijakan (a model of the policy process). Dalam model implementasi

kebijakan ini, terdapat enam faktor yang membentuk hubungan antara kebijakan

dengan hasil pelaksanaan atau kinerja ( perfomance).Keenam faktor tersebut yaitu :

standar dan tujuan (standart and objectives), sumber daya (resources), Komunikasi

antar organisasi dan aktivitas Pelaksanaan (interorganization comunication and

enforcement actives), karakteristik agen pelaksana (the chrateristics of the

implementing agencies), kondisi sosial ekonomi dan politik (economic, sosial and

political conditions), dan disposisi pelaksana (the disposition of implementorts).

Brian W. hogwood dan Lewis A. Gunn (1978:115) menyatakan, untuk dapat

mengimplementasikan kebijakan Negara secara sempurna (Perfect

implementation)perlu memenuhi syarat sebagai berikut:

1) kondisi eksternalyang dihadapi oleh badan/intansi pelaksana tidak akan

menimbulkan gangguan/ kendala yang serius, 2) untuk pelaksanaan program

tersedia waktu dan sumber-sumber yang memadai, 3) perpaduan sumber-

sumber yang benar-benar tersedia, 4) kebijaksanaan yang akan

20

diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal, 5)

hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai

penghubungnya, 6) hubungan saling ketergantungan harus kecil, 7)

pemahaman yang mendalam dalam kesepakatan terhadap tujuan, 8)tugas-tugas

diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat, 9) komunikasi dan

koordinasi yang sempurna, dan 10) pihak-pihak yang memiliki wewenang

kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kebutuhan yang sempurna.

Edrward III (1984:10) mengajukan empat faktor yang berpengaruh

keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan.Empaat variabel atau faktor

tersebut antara lain meliputi faktor komunikasi (comunication), sumber daya

(resources), sikap pelaksana (disposition), dan struktur organisasi (bureaucratic

structure).

Empat faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan saling berinteraksi

satu sama lain. Faktor komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokasi

mempengaruhi secara langsung terhadap implementasi kebijakan. Disamping itu

terdapat pengaruh tidak lansung di antara faktor tersebut, yaitu melalui dampak satu

sama lain. Faktor komunikasi misalnya, pengarahan yang disampaikan dengan tidak

akurat, jelas atau konsisten pada pelaksana kewajiban dalam melaksanakan kebijakan

tadi. Suatu kebijakan dimana komunikasi tidak lancar menyebabkan disposisi akan

memainkan peran.

Disposisi ini akan mempengaruhi dengan kuat pada peran pelaksana dalam

melaksanakan kebijakan. Komunikasi yang kurang lancar, juga akan melaksanakan

kebijakan, sunguhpun demikian, kalaukomunikasi terlalu berlebihan (mendetail),

akanbisa merendahkan moral dan kebebasan para pelaksana, mempengaruhi

perubahan tujuan, (goal displacement) dan pemborosan sumber daya yang bernilai,

seperti kecerdasan, kreativitas. dan daya adaptasi staf. Jadi, komunikasi berdampak

bukan hanya secara langsung, tapi juga tidak lansung melalui hubungan dengan

sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Sumber daya (resources) juga

21

mempengaruhi tidak langsung pada implementasi, yaitu melaui interaksi komunikasi

dengan berbagai macam cara. Tidak cukupnyastaf pelaksana juga menyebabkan tidak

akan tercapainya apa yang menjadi arah dan tujuan kebijakan.

Sumber daya ini juga mempengaruhi disposisi para pelaksana dalam

melaksanakan kebijakan. Jika sumber daya yang tersedia tidak cukup banyak,

menyebabkan individu dan organisasi yang terlibat dalam implementasi tidak perlu

bersaing, diantara mereka sendiri untuk menjaga kepentingan pribadi dan

organisasinya. Kendatipun demikan, sumber daya yang berlimpah ini pun juga akan

menyebabkan pada agen pelaksana mudah dalam menggeser prioritasnya dalam

memenuhi tuntutan kebijakan baru yang ada dilingkungannya. Sebaliknya,

kewenangan dan sangat terbatas akan menyebabkan kehilangan peluang para pejabat

pelaksana pada satu tingkat untuk mengkontrol secara efektif pelaksana(pejabat) lain

pada level yang lebih rendah, baik melalui monitoring perilaku, pemberian instensif,

atau pemberian sanksi. Disposisi para pelaksana akan mempengaruhi baik bagaimana

mereka menafsirkan komunikasi kebijakan yang mereka terima, apa dan bagaimana

mereka menjelaskan dan mengirimnya lebih lanjut pada rangkaian komando lebih

rendah.

Disposisi juga mempengaruhi kemauan para pelaksana (pejabat) untuk

melaksanakan kewenangan yang ada padanya dalam mengimplementasikan. Ketika

suatu program disodorkan pada para agen pelaksana yang sedang konflik, maka

implementasi program tadi akan cenderung terganggu. Disamping itu disposisi

sebagai penyebab utama terjadinya fragmentasi birokrasi sebagai unit organisasi yang

berjuang untuk sumber daya dan otonomi, bahkan pemborosan sumber daya dalam

proses implementasi.

22

Struktur birokrasi yang terfragmentasi menyebabkan meningkatnya

kemungkinan gagalnya komunikasi. Beberapa orang yang menerima instruksi dalam

proses implementasi, punya kesempatan yang lebih besar beritanya akan terganggu

(distortion). Jelasnya, fragmentasi membatasi kemampuan para pejabat puncak untuk

mengkoordinasikan semua sumber daya yang relevan tersedia dalam suatu yuridiksi

tertentu akibat lebih lanjut akan terjadi ketidakefisienan dan pemborosan sumber

daya. Fragmentasi struktrur birokasi mempengaruhi disposisi dalam proses

implementasi. Sejumlah agen pelaksana yang telah mapan dengan tangung jawab

yang sempit, menyebabkan sikap “parochial” diantara birokrat. Hal ini lebih lanjut

mengarah pada persaingan birokrat dan kurangnya kerjasama diantara mereka, yang

pada gilirannya akan mempengaruhi implementasi kebijakan.

2.2 Keterbukaan Informasi

Pandangan informasi publik di Indonesia telah mengalami perubahan. Dulu,

semua informasi dipandang sebagai rahasia, kecuali yang diizinkan untuk dibuka.

Sekarang, semua informasi publik merupakan informasi yang terbuka dan dapat

diakses oleh publik, kecuali yang dinyatakan dengan tegas dalam undang-undang

sebagai informasi rahasia.

Perubahan pandangan tersebut ditandai dengan lahirnya Undang-Undang

No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang merupakan

penjabaran dari hasil amandemen kedua UUD 1945 Pasal 28F yang menyatakan,

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,

memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

23

Harapan praktis UU KIP adalah terpenuhinya hak dan kewajiban masyarakat

dan Badan Publik dalam bidang informasi. Setiap orang berhak untuk memperoleh

informasi publik: melihat dan mengetahui informasi publik, menghadiri pertemuan

publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh informasi publik, mendapatkan

salinan informasi publik melalui permohonan, menyebarkan informasi publik,

mengajukan permintaan informasi publik, sampai mengajukan gugatan ke pengadilan

apabila dalam memperoleh informasi publik mendapatkan hambatan. Badan Publik

pun mempunyai hak untuk menolak permohonan informasi yang dikecualikan dan

yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pemberlakukan UU KIP mulai 1 Mei 2010 diharapkan berdampak penting

bagi kemajuan Indonesia karena memberikan jaminan bagi setiap warga negara untuk

memperoleh informasi dari Badan Publik dan setiap pelanggarnya akan

berkonsekuensi hukum. Setiap Badan Publik memiliki kewajiban : menyediakan,

memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah

kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang

dikecualikan sesuai dengan ketentuan; menyediakan Informasi Publik yang akurat,

benar, dan tidak menyesatkan; harus membangun dan mengembangkan sistem

informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien

sehingga dapat diakses dengan mudah; membuat pertimbangan secara tertulis setiap

kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas Informasi Publik.

Hal itu bermuara pada tujuan UU KIP : a. menjamin hak warga negara untuk

mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan

proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan

publik; b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan

publik; c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik

24

dan pengelolaan Badan Publik yang baik; d. mewujudkan penyelenggaraan negara

yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien akuntabel serta dapat

dipertanggungjawabkan; e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi

hajat hidup orang banyak; f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan

kehidupan bangsa; dan/atau g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di

lingkungan Badan Publik untu menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

2.3 Standar Layanan Informasi

Komitmen Keterbukaan Informasi yang diamanatkan Pasal 28F UUD 1945

ini, memang tidak hanya berlaku untuk Pemerintah, tetapi juga untuk institusi non-

Pemerintah. Hal itu tersurat secara eksplisit dalam UU KIP. Dalam UU itu disebutkan

bahwa yang memiliki kewajiban untuk menyediakan, memberikan, dan/atau

menerbitkan informasi publik adalah Badan Publik. Badan Publik adalah lembaga

eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya

berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya

bersumber dari APBN dan/atau APBD, atau organisasi non-Pemerintah sepanjang

sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan

masyarakat, dan/atau luar negeri.

Isi Pasal 1 ayat (3) tersebut menyuratkan bahwa yang dimaksud Badan Publik

bukan hanya Pemerintah; bukan hanya lembaga yang dibiayai APBN atau APBD,

tetapi juga lembaga Non-Pemerintah yang dibiayai oleh sumbangan masyarakat

dan/atau bantuan dari luar negeri. Hal itu menyuratkan lembaga yang betul-betul

murni “swasta”, tetapi menggunakan dana dari bantuan masyarakat dan/atau bantuan

luar negeri pun terikat sebagai Badan Publik. Oleh karena itu, lembaga “swasta”

25

tersebut sama halnya dengan Pemerintah memiliki kewajiban untuk berkomitmen

menjalankan keterbukaan informasi.

Namun, dalam konteks implementasi Keterbukaan Informasi ini, sejatinya

Pemerintahlah yang harus menunjukkan komitmen paling besar. Pemerintah harus

menjadi garda terdepan bagi efektivitas pelaksanaan Keterbukaan Informasi.

Pemerintah harus memberikan tauladan bagi badan publik lainnya untuk responsif

dalam menyongsong era keterbukaan informasi ini.

Komitmen Pemerintah, baik Pemerintah (Pusat) maupun Pemerintah Daerah,

bahkan sampai ke Pemerintahan Desa/Kelurahan, harus diimplementasikan dalam

bentuk kebijakan yang selaras dengan amanat UU KIP beserta peraturan pelaksana

lainnya, baik Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Komisi Informasi (Per-KIP)

serta peraturan lainnya yang relevan. Bahkan, bukan hal yang tidak mungkin, Pemda

pun dapat mengeluarkan kebijakan lokal sebagaimana diperagakan oleh sebagian

Pemkab/Pemkot yang sudah mengeluarkan Perda, baik langsung berlabel tentang

Keterbukaan Informasi maupun tentang Transparansi.

Hal itu sejalan dengan amanah UU KIP sebagaimana kewajiban Badan Publik.

Badan Publik dalam implementasikan Keterbukaan Informasi Publik memiliki

kewajiban sebagai berikut: 1) Mewujudkan Pelayanan Cepat, Tepat, dan Sederhana;

2) Menunjuk &Menetapkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan 3)

Membuat dan Mengembangkan Sistem Penyediaan Pelayanan Informasi secara

cepat, mudah, dan wajar.

Untuk menjalankan hal tersebut, sebagaimana amanah Per-KI No. 1 Tahun

2010, maka Badan Publik memiliki kewajiban riil berupa:

1. Menetapkan SOP Layanan Infoblik;

2. Membangun & Mengembangkan sisfodok baik dan efisien;

26

3. Menunjuk & mengangkat PPID;

4. Menganggarkan biaya layanan infoblik;

5. Menyediakan sarana & prasarana pelayanan infoblik;

6. Menetapkan standar biaya perolehan salinan infoblik;

7. Menetapkan & memutahirkan secara berkala daftar infoblik;

8. Menyediakan & memberikan infoblik;

9. Memberikan tanggapan atas keberatan terhadap PPID;

10. Membuat & mengumumkan laporan layanan infoblik;

11. Melakukan evaluasi & pengawasan terhadap pelaksanaan layanan infoblik

Dalam sekian kewajiban Badan Publik tersebut terdapat beberapa yang urgen

harus dilakukan. Pertama, menunjuk PPID yang batas akhirnya 23 Agustus 2011 serta

membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat,

mudah, dan wajar.

Keberadaan PPID menunjukkan komitmen keseriusan Badan Publik dalam

menyongsong era keterbukaan informasi. Dalam konteks pelayanan, PPID adalah

pelayan terdepan yang akan langsung berhadapan dengan masyarakat, terkait dengan

informasi yang diminta oleh masyarakat maupun memberikan tanggapan terhadap

keberatan yang diajukan oleh masyarakat. Dalam hal inilah peran PPID sangat

penting karena dapat menjadi fasilitator penyampaian informasi yang dibutuhkan

masyarakat.

PPID pun memiliki kewenangan untuk “menentukan” jenis informasi yang

dimiliki oleh institusinya, dengan memilah mana informasi yang wajib tersedia dan

diumumkan secara berkala, informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, dan

27

informasi yang wajib tersedia setiap saat. Bahkan, PPID pun dapat “merahasiakan”

informasi melalui uji konsekuensi.

Dengan merujuk pada Pasal 17 UU No. 14/2008, PPID dapat menetapkan

informasi yang dikecualikan, yakni informasi yang tidak dapat diakses oleh

masyarakat karena bersifat rahasia. Selain merujuk pada UU, untuk menentukan

informasi yang dikecualikan, PPID dapat juga menyesuaikan dengan kepatutan dan

kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul

apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan

dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan

yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.

Oleh karena itu, selain memiliki tugas melayani masyarakat yang

membutuhkan informasi, PPID pun harus piawai mengelola sistem layanan informasi

yang isinya menyajikan ketiga jenis informasi tersebut plus menguatkan tentang

informasi yang dikecualikan. Kepiawaian PPID dalam menyajikan sistem layanan

informasi yang memadai menunjukkan kualitas layanan informasi publik bagi Badan

Publik. Kualitas layanan informasi publik yang tinggi akan dapat menekan lahirnya

sengketa informasi.

Pada intinya Peraturan Perundang-Undangan mengamanahkan PPID memiliki

sepuluh tugas sebagai berikut

1. Membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi;

2. Mengajukan standar biaya perolehan salinan Informasi Publik;

3. Memutakhirkan secara berkala Daftar Informasi Publik;

4. Menyediakan dan memberikan Informasi Publik yang diminta pemohon;

5. Membuat dan mengumumkan laporan tentang layanan Informasi Publik;

6. Menyampaikan salinan laporan kepada atasan PPID;

28

7. Mengkoordinasikan pengumpulan informasi berkala, tersedia setiap saat,

serta merta, dan informasi yang diminta pemohon informasi publik secara

fisik dari setiap unit/satuan kerja;

8. Mengkoordinasikan pendataan Informasi Publik yang dikuasai Badan

Pulik dalam rangka pembuatan dan pemutakhiran Daftar Informasi Publik;

9. Melakukan pengujian tentang konsekuensi yang timbul sebelum

menyatakan Informasi Publik dikecualikan;

10. Mengkoordinasikan dan memastikan agar pengajuan keberatan diproses

berdasarkan prosedur penyelesaian keberatan apabila permohonan

Informasi Publik ditolak.

Dari tugas pokok PPID itu juga selain menetapkan jenis informasi juga

membuat standar layanan informasi yang jelas yang dapat dijadikan rujukan bagi

pemohon informasi, baik individu maupun kelompok masyarakat. Peraturan

Perundang-Undangan KIP, khususnya Per-KI No.1 Tahun 2010 dengan jelas

memberikan rujukan untuk membuat Standar Layanan Informasi Publik sebagaimana

digambarkan sebagai berikut:

29

Gambar 2.2

Standar Pelayanan Informasi

Sumber: Komisi Informasi Jawa Barat:2013

Pemberi-tahuan Tertulis

• Lampiran V Peraturan KI No. 1 thn 2010

Pengisian Buku

Registrasi

Menginginkan Salinan

Melihat Dokumen

Permohonan • Diisi • Diisi petugas

Tertulis Tidak

Tertulis

MelaluiPengumuman

Melalui Permohonan

Layanan Informasi

Publik

• 10 harikerjauntukpemberitahuantertulis

Nomor Registrasi

• Lampiran IV Peraturan KI No. 1 thn 2010

Form Permohonan

• Lampiran III Peraturan KI No. 1 thn 2010

30

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tahapan Kajian

Kajian Implementasi Keterbukaan Informasi Publik terhadap Badan Publik

Pemerintah Kabupaten/Kota yang berada di Jawa Barat dilaksanakan dengan tahap-

tahap kegiatan sebagai berikut:

Pertama Perumusan Program. Tahap ini dilaksanakan pada akhir tahun 2012 dan

awal tahun 2013 dalam Rapat Pleno Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat, sehingga

Program Monitoring dan Evaluasi Badan Publik masuk pada DIPA Komisi Informasi

Jawa Barat tahun 2013.

Kedua Sosialisasi Program. Tahap ini dilaksanakan secara terus-menerus setiap

bulan dan setiap ada kesempatan, baik terhadap kalangan internal Komisi Informasi

Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, maupun kalangan eksternal

Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota yang berada di Jawa Barat.

Ketiga Tahap Sosialisasi Metode Monitoring dan Evaluasi. Tahap ini dilakukan

pada Juni 2013 dengan mengundang seluruh Badan Publik yang berada di lingkungan

Pemerintah Provinsi Jawa Barat (OPD Pemerintah Provinsi Jawa Barat) dan Badan

Publik Pemerintah Kabupaten/Kota yang berada di Jawa Barat. Pada tahap ini

disampaikan kepada Badan Publik tentang maksud, tujuan, ruang lingkup, dan

motode Monitoring dan Evaluasi yang akan dilakukan Komisi Informasi Provinsi

Jawa Barat.

Keempat Tahap Observasi Sarana Publikasi/Website Badan Publik Pemerintah

Kabupaten/Kota yang berada di Jawa Barat atas pemenuhan kewajiban informasi

31

yang wajib disediakan dan diumukan secara berkala serta informasi yang wajib

tersedia setiap saat.

Kelima tahap penyebaran angket sekaligus dengan tahap keenam kunjungan dan

pendalaman serta tahap ketujuh pemberian kesempatan sanggahan. Tahap ini

dilakukan bersamaan untuk mengefektifkan waktu dan mengefisiensikan anggaran.

Pada tahap ini, Tim Monitoring dan Evaluasi KIP Jawa Barat langsung berkunjung ke

Badan Publik 26 Kabupaten/Kota di Jawa Barat dengan memberikan angket, diskusi

pendalaman, serta pemberian kesempatan kepada Badan Publik Pemerintah

Kabupaten/Kota untuk menyanggah/klarifikasi hasil observasi pada tahap keempat.

Kedelapan penetapan hasil pemeringkatan melalui Pleno Komisi Informasi

Provinsi Jawa Barat dan ditetapkan melalui Ketetapan Komisi Informasi Jawa Barat

yang ditandatangani Ketua Komisi Informasi Jawa Barat. Ketetapkan

menggambarkan peringkat 1 sampai 26 atas instrumen Monitoring dan Evaluasi yang

dilakukan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi Bidang Advokasi, Sosialisasi, dan

Edukasi Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat.

Kesembilan pengumuman, pemberian penghargaan, cendera mata, dan hadiah

kepada Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota yang masuk pada peringkat 1

sampai 10 pada puncak acara peringatan Hari Keterbukaan Informasi Publik.

Kesepuluhan laporan hasil Monitoring dan Evaluasi Implementasi Keterbukaan

Informasi Publik pada Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota yang berada di Jawa

Barat.

3.2 Instrumen Kajian

Kajian Implementasi Keterbukaan Informasi Publik terhadap Badan Publik

Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) yang berada di Jawa Barat menggunakan input

32

substansi UU KIP, PP KIP, dan Perki No. 1 dan No. 2 Tahun 2010. Oleh karena itu,

istrumen Kajian yang dijadikan parameter penilaian pun mengambil substansi dari

peraturan perundangan KIP tersebut.

Terdapat tiga substansi pokok dari peraturan perundangan KIP yang dijadikan

rujukan utama untuk menentukan parameter penilaian yang akan dijadikan instrumen

Kajian.

Pertama, pemenuhan kewajiban atas informasi yang wajib disediakan dan

diumumkan secara berkala sesuai Pasal 9 UU KIP yang lebih dirinci dalam Pasal 11

Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi

Publik (SLIP). Kajian terhadap informasi yang wajib disediakan dan diumumkan

secara berkala dilakukan terhadap sarana publikasi dalam bentuk website utama

Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota dengan instrumen pemenuhan terhadap

point-point sebagaimana dalam peraturan perundangan KIP. Berikut instrumen

Monitoring dan Evaluasi terhadap pemenuhan informasi yang wajib disediakan dan

diumumkan secara berkala.

KAJIAN IMPLEMENTASI KIP

KETERSEDIAAN INFORMASI YANG WAJIB DIUMUMKAN DAN

DISEDIAKAN SECARA BERKALA

MELALUI WEB SITE RESMI BADAN PUBLIK PEMERINTAH

KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

Kabupaten/Kota

Observer

Web Site

Tanggal/bln/tahun

No. Jenis Informasi Kondisi

INFORMASI TERKAIT BADAN

PUBLIK

TIDAK

ADA

ADA

TIDAK

LENGKAP

ADA

LENGKAP

1 Informasi mengenai kedudukan,

domisili, beserta alamat lengkap dan

kontak

2 Informasi mengenai maksud dan

tujuan, tugas dan fungsi Badan

33

Publik

3 Struktur Organisasi beserta profil

singkat Pejabat Struktura

4 Informasi tentang gambaran masing-

masing satuan kerja

5 Informasi tentang

peraturan,keputusan, dan/atau

kebijakan yang dikeluarkan oleh

Badan Publika

No. Jenis Informasi Kondisi

INFORMASI MENGENAI

KEGIATAN DAN KINERJA

BADAN PUBLIK

TIDAK

ADA

ADA

TIDAK

LENGKAP

ADA

LENGKAP

1 Ringkasan Informasi tentang

Program dan/atau kegiatan yang

sedang dijalankan dan sudah

dilakukan dalam lingkup badan

publik

2 Agenda penting terkait pelaksanaan

tugas Badan Publik

3 Ringkasan laporan akses Informasi

publik

4 Informasi tentang tata cara

pengaduan penyalahgunaan

wewenang atau pelanggaran yang

dilakukan baik oleh pejabat badan

publik maupun pihak yang

mendapatkan izin atau perjanjian

kerja dari Badan Publik yang

bersangkutan

No. Jenis Informasi Kondisi

INFORMASI MENGENAI

LAPORAN KEUANGAN

TIDAK

ADA

ADA

TIDAK

LENGKAP

ADA

LENGKAP

1 Informasi Rencana dan laporan

realisasi anggaran

2 Informasi Neraca

3 Informasi Laporan Arus kas dan

catatan atas laporan keuangan

34

4 Informasi daftar investasi dan aset

(administrasi barang milik negara)

No. Jenis Informasi Kondisi

INFORMASI LAIN YANG

DIATUR DALAM PERUNDANG-

UNDANGAN

TIDAK

ADA

ADA

TIDAK

LENGKAP

ADA

LENGKAP

1 Informasi tentang pengumuman

pengadaan Barang dan Jasa sesuai

dengan peraturan perundang-

undangan

2 Informasi tentang hak dan tata cara

memperoleh informasi publik, serta

tata cara pengajuan keberatan serta

proses penyelesaian sengketa

informasi informasi Publik berikut

pihak-pihak yang bertanggungjawab

yang dapat dihubungi

Bandung, ………………………2013

Observer,

(…………………………………………)

*Tidak Ada Nilai 0

**Ada Tidak Lengkap Nilai 1

***Ada Lengkap Nilai 3

Observer melakukan pengecekan terhadap website yang dimiliki oleh Badan

Publik Pemerintah Daerah dengan memberikan check list pada salah satu kolom yang

tersedia sebagai jawaban dari pernyataan yang tersedia: tidak ada, ada tidak

lengkap, dan ada lengkap. Hasil observasi terhadap website Badan Publik

dikonfirmasi langsung kepada Badan Publik 26 Pemerintah Kabupaten/Kota baik

melalui atasan Badan Publik atau melalui PPID yang didampingi oleh operator

website mereka. Pembuktian dapat dilakukan dengan membuka website secara

35

bersama-sama antara pihak Tim Monev. dengan Badan Publik.Masing-masing

jawaban memiliki point, tidak ada nol (0), ada tidak lengkap satu (1), dan ada

lengkap (3).

Hasil dari keseluruhan jawaban atas 15 pernyataan di atas diakumulasikan

dengan rumus

n = Nilai setiap check list dari pernyataan

y = Pernyataan

100 = Konstanta

N= Nilai akhir instrumen kesatu

Kedua, pemenuhan kewajiban atas informasi yang wajib tersedia setiap saat

sesuai Pasal 1 UU KIP yang lebih dirinci dalam Pasal 13 Peraturan Komisi Informasi

Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP). Kajian

terhadap informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala dilakukan

terhadap sarana publikasi dalam bentuk website utama Badan Publik Pemerintah

Kabupaten/Kota dengan instrumen pemenuhan terhadap point-point sebagaimana

dalam peraturan perundangan KIP. Berikut instrumen Kajian terhadap pemenuhan

informasi yang wajib tersedua setiap saat.

KAJIAN IMPLEMENTASI KIP

KETERSEDIAAN INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN SETIAP SAAT

MELALUI WEB SITE RESMI BADAN PUBLIK PEMERINTAH

KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

Kabupaten/Kota

Observer

Web Site

Tanggal/bln/tahun

No Jenis Informasi Kondisi

36

Ada* Tidak Ada**

1 Daftar seluruh informasi publik yang berada di

bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi

yang dikecualikan

2 Informasi Seluruh kebijakan yang ada beserta

dokumen pendukungnya

3 Informasi Laporan mengenai pelayanan akses

informasi publik

4 Informasi Laporan lengkap DIPA- RKA-KL

5 Informasi Data perbendaharaan atau inventaris

Bandung, ……………………….2013

Observer,

(…………………………………………)

Ada nilai 3

Tidak ada nilai o

Observer melakukan pengecekan terhadap website yang dimiliki oleh Badan

Publik Pemerintah Daerah dengan memberikan check list pada salah satu kolom yang

tersedia sebagai jawaban dari pernyataan yang tersedia: ada dan tidak ada. Hasil

observasi terhadap website Badan Publik dikonfirmasi langsung kepada Badan

Publik 26 Pemerintah Kabupaten/Kota baik melalui atasan Badan Publik atau melalui

PPID yang didampingi oleh operator website mereka. Pembuktian dapat dilakukan

dengan membuka website secara bersama-sama antara pihak Tim Monev. dengan

Badan Publik. Masing-masing jawaban memiliki point, ada tiga (3) dan tidak ada nol

(0).

Hasil dari keseluruhan jawaban atas 5 pernyataan di atas diakumulasikan

dengan rumus

37

n = Nilai setiap check list dari pernyataan

y = Pernyataan

10 = Konstanta

N2= Nilai akhir Instrumen ke-2

Ketiga, pemenuhan kewajiban atas amanah Pasal 7 UU KIP yang lebih dirinci

dijelaskan pada Pasal 4 Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang

Standar Layanan Informasi Publik (SLIP). Kajian terhadap pemenuhan kewajiban

Badan Publik sebagaimana amanah peraturan perundangan Keterbukaan Informasi

dengan memberikan angket yang berisi pengakuan Badan Publik secara jujur serta

didukung dengan bukti-bukti berupa dokumen pendukung yang dimiliki Badan Publik

Pemerintah Kabupaten/Kota dengan instrumen pemenuhan terhadap point-point

sebagaimana dalam peraturan perundangan KIP. Berikut instrumen Kajian terhadap

pemenuhan kewajiban Badan Publik.

QUESIONER PENELITIAN

PETUNJUK PENGISIAN

Berikan tanda kode ( V ) pada salah satu jawaban (ada/tidak ada) yang

menurut Bapak/Ibu/Sdr/i sesuai dengan kenyataan di Badan Publik (Pemerintah

Kabupaten/Kota) tempat Anda menjalankan tugas disertai dengan Keterangan

Dokumen Pendukung (Peraturan Daerah/Peraturan/Keputusan

Bupati/Walikota/Keputusan Kepala SKPD, Keputusan PPID, dsb) yang diisi pada

kolom berikutnya.

NO PERNYATAAN ADA TDK

ADA

DOKUMEN

TERSEDIA

1 Standar Prosedur Operasional Layanan

Informasi Publik

2 Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID)

3 Anggaran Khusus untuk Mendukung

Operasional Pelayanan Informasi Publik

4 Sarana dan Prasana Layanan Informasi:

Papan Pegumuman, Web Site dll.

5 Standar biaya perolehan salinan

38

Informasi Publik

6 Penetapkan dan pemutakhiran Daftar

Informasi Publik secara berkala.

7 Penyediaan dan pemberian Informasi

Publik sebagaimana diatur peraturan

perundang-undangan Keterbukaan

Informasi Publik.

8 Pemberian tanggapan atas keberatan

yang diajukan Pemohon Informasi

Publik sebagaimana diatur peraturan

perundang-undangan Keterbukaan

Informasi Publik.

9 Pembuatan dan Pengumuman laporan

layanan Informasi Publik serta

menyampaikan salinan kepada Komisi

Informasi.

10 Melakukan evaluasi dan pengawasan

terhadap pelaksanaan layanan Informasi

Publik pada instansinya.

Bandung, .. …September 2013

………………………………….(nama/jabatan)

Peneliti langsung bertatap muka dengan Badan Publik, baik dengan pimpinan

Badan Publik atau dengan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) yang

berada di Badan Publik 26 Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Mereka menyodorkan

angket secara langsung, sehingga terjadi diskusi, terutama terkait dengan pembuktian

dokumen pendukung yang menguatkan jawaban Badan Publik. Badan Publik

Pemerintah Daerah memberikan check list pada salah satu kolom yang tersedia

sebagai jawaban dari pernyataan yang tersedia: ada dan tidak ada. Masing-masing

jawaban memiliki point, ada tiga (10) dan tidak ada nol (0).

39

Hasil dari keseluruhan jawaban atas 10 pernyataan di atas diakumulasikan

dengan rumus

n = Nilai setiap check list dari pernyataan

N3= Nilai akhir Instrumen ke-3

Untuk menentukan nilai akhir / point akhir yang didapat Badan Publik 26

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat dilakukan dengan menjumlahkan nilai

nominal dari instrumen ketiga substansi pokok dari peraturan perundangan KIP.

Hasil dari keseluruhan instrumen di atas diakumulasikan dengan rumus

N1 = Nilai dari Instrumen Pertama

N2 = Nilai dari Instrumen Kedua

N3= Nilai dari Instrumen Ketiga

Nki= Nilai Keterbukaan Informasi Badan Publik

Berdasarkan Nki (Nilai Keterbukaan Informasi Badan Publik), Peneliti

menentukan peringkat Badan Publik 26 Kabupaten/Kota dari peringkat pertama

sampai peringkat ke-26.

40

BAB III

HASIL KAJIAN

3.1 Pemenuhan Kewajiban Informasi Berkala

Hasil observasi pada web site Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Jawa

Barat dalam hal pemenuhan kewajiban mengumumkan dan menyediakan informasi

berkala sebagaimana amanah Pasal 9 UU KIP dan Pasal 11 Per-KI SLIP dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

Langkah pertama, peneliti melakukan monitoring terhadap web site dengan

menggunakan panduan observasi sebagaimana dipaparkan pada Bab II. Langkah

kedua, peneliti melakukan pengecekan langsung terhadap Badan Publik/PPID

Pemerintah Kabupaten/Kota. Langkah Ketiga, peneliti memberikan kesempatan

kepada Badan Publik untuk memberikan sanggahan dalam masa sanggah. Langkah

Keempat, peneliti memberikan penilaian dan pemeringkatan awal sebagai bahan

Rapat Pleno. Hasil Rapat Pleno KIP Jawa Barat membahas tentang sanggahan dan

nominasi peringkat 10 terbaik. Langkah Kelima, peneliti melakukan pengecekan ke

lapangan terhadap Badan Publik penyanggah yang substansial serta terhadap

nominasi 10 terbaik.

Berdasarkan langkah-langkah tersebut didapat hasil observasi terhadap

pemenuhan kewajiban mengumumkan dan menyediakan informasi berkala pada

Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai berikut:

NOMOR KABUPATEN/KOTA SCORE KETERANGAN

1 Kab Bogor 253

2 Kota Bekasi 240

2 Kab Garut 240

3 Kab Bandung 233

3 Kota Depok 233

41

4 Kab. Cianjur 161

5 Kab Karawang 160

6 Kota Bogor 147

7 Kota Cimahi 140

8 Kota Sukabumi 133

11 Kab Tasik 113

12 Kota Cirebon 100

13 Kab Kuningan 100

14 Kab Indramayu 93

15 Kab Sukabumi 87

16 Kab Cirebon 80

17 Kota Bandung 80

18 Kab Majalengka 80

19 Kota Tasik 73

20 Kab Sumedang 73

21 Kab. Bekasi 73

22 Kab Purwakarta 60

23 Kab Bandung Barat 53

24 Kab Subang 47

25 Kab Ciamis 33

26 Kota Banjar 33

3.2 Pemenuhan Kewajiban Informasi Setiap Saat

Hasil observasi pada web site Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Jawa

Barat dalam hal pemenuhan kewajiban menyediakan informasi setiap saat

sebagaimana amanah Pasal 11 UU KIP dan Pasal 13 Per-KI SLIP dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

Langkah pertama, Peneliti melakukan monitoring terhadap web site dengan

menggunakan panduan observasi sebagaimana dipaparkan pada Bab II. Langkah

kedua, peneliti melakukan pengecekan langsung terhadap Badan Publik/PPID

Pemerintah Kabupaten/Kota. Langkah Ketiga, peneliti memberikan kesempatan

kepada Badan Publik untuk memberikan sanggahan dalam masa sanggah. Langkah

Keempat, peneliti memberikan penilaian dan pemeringkatan awal sebagai bahan

Rapat Pleno. Hasil Rapat Pleno KIP Jawa Barat membahas tentang sanggahan dan

nominasi peringkat 10 terbaik. Langkah Kelima, peneliti melakukan pengecekan ke

42

lapangan terhadap Badan Publik penyanggah yang substansial serta terhadap

nominasi 10 terbaik.

Berdasarkan langkah-langkah tersebut didapat hasil observasi terhadap

pemenuhan kewajiban mengumumkan dan menyediakan informasi setiap saat pada

Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai berikut:

NOMOR KABUPATEN/KOTA SCORE KETERANGAN

1 Kota Bandung 24

2 Kab Garut 18

3 Kota Cimahi 18

4 Kab Bogor 12

5 Kab. Indramayu 12

6 Kab Bandung Barat 12

7 Kab Bandung 12

8 Kab Karawang 9

9 Kab Kuningan 9

10 Kota Bekasi 9

11 Kab. Cianjur 9

12 Kab Cirebon 9

13 Kab Purwakarta 9

14 Kota Bogor 9

15 Kota Depok 9

16 Kota Sukabumi 6

17 Kab Sukabumi 6

18 Kab Ciamis 6

19 Kab Subang 6

20 Kota Banjar 6

21 Kota Tasik 6

22 Kab Tasik 6

23 Kota Cirebon 6

24 Kab Sumedang 6

25 Kab Majalengka 6

26 Kab. Bekasi 6

3.2 Pemenuhan Kewajiban Layanan Informasi

Hasil angket pada Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Jawa

Barat dalam hal pemenuhan kewajiban pelayanan informasi sebagaimana amanah

Pasal 7 UU KIP dan Pasal 4 Per-KI SLIP dengan langkah-langkah sebagai berikut:

43

Langkah Pertama, peneliti membuat angket dengan indikator isi Pasal 7 UU

KIP dan Pasal 4 Per KI SLIP. Langkah Kedua, penetapan angket sebagaimana

dipaparkan pada Bab II. Langkah Ketiga, peneliti menyebarkan dalam pengisian

angket langsung dilakukan oleh Badan Publik/PPID Pemerintah Kabupaten/Kota.

Langkah Ketiga, peneliti memberikan kesempatan kepada Badan Publik untuk

memberikan sanggahan dalam masa sanggah. Langkah Keempat, peneliti memberikan

penilaian dan pemeringkatan awal sebagai bahan Rapat Pleno. Hasil Rapat Pleno KIP

Jawa Barat membahas tentang sanggahan dan nominasi peringkat 10 terbaik. Langkah

Kelima, peneliti melakukan pengecekan ke lapangan terhadap Badan Publik

penyanggah yang substansial serta terhadap nominasi 10 terbaik.

Berdasarkan langkah-langkah tersebut didapat hasil angket terhadap

pemenuhan kewajiban pelayanan informasi Badan Publik Pemerintah

Kabupaten/Kota sebagai berikut:

NOMOR KABUPATEN/KOTA SCORE KETERANGAN

1 Kab Bogor 100

2 Kota Bogor 90

3 Kab. Bandung 90

4 Kota Bandung 80

5 Kota Bekasi 80

6 Kab Sukabumi 70

7 Kab Subang 70

8 Kota Depok 70

9 Kota Sukabumi 60

10 Kab Purwakarta 60

11 Kab Kuningan 60

12 Kab. Bekasi 60

13 Kota Banjar 50

14 Kota Tasik 50

15 Kota Cirebon 50

16 Kab. Cianjur 50

17 Kab Ciamis 40

18 Kab Tasik 40

19 Kab Cirebon 40

20 Kab Indramayu 40

21 Kab. Bandung Barat 40

44

22 Kota Cimahi 40

23 Kab Garut 30

24 Kab Majalengka 30

25 Kab Karawang 20

26 Kab. Sumedang 20

Dari penilaian terhadap ketiga hal: pemenuhan terhadap kewajiban

menyediakan dan mengumumkan informasi berkala, menyediakan informasi setiap

saat, dan pemenuhan kewajiban pelayanan informasi didapat score akumulasi sebagai

berikut.

RANG KAB/KOTA KEWAJIBAN

INFO.BERK

ALA

KEWAJIBAN

INFO.SETIAP

SAAT

KEWAJIBAN

LAYANAN

INFORMASI

SCORE

AKHIR

1 Kab Bogor 253 100 12 365

2 Kab Bandung 233 90 12 335

3 Kota Bekasi 240 80 9 329

4 Kota Depok 233 70 9 312

5 Kab Garut 240 30 9 279

6 Kota Bogor 147 90 9 246

7 Kab. Cianjur 161 50 9 220

8 Kota Sukabumi 133 60 6 199

9 Kota Cimahi 140 40 18 198

10 Kota Bandung 90 80 24 194

11 Kab Karawang 160 20 9 189

12 Kab Kuningan 100 60 9 169

13 Kab Sukabumi 87 70 6 163

14 Kab Tasik 113 40 6 159

15 Kota Cirebon 100 50 6 156

16 Kab Indramayu 93 40 12 145

17 Kab. Bekasi 73 60 6 139

18 Kota Tasik 73 50 6 129

19 Kab Purwakarta 60 60 9 129

20 Kab Cirebon 80 40 6 126

21 Kab Subang 47 70 6 123

22 Kab

Majalengka 80 30 6 116

23 KBB 53 40 12 105

24 Kab Sumedang 73 20 6 99

25 Kota Banjar 33 50 6 89

26 Kab Ciamis 33 40 6 79

45

QUESIONER PENELITIAN

PETUNJUK PENGISIAN

Berikan tanda kode ( V ) pada salah satu jawaban (ada/tidak ada) yang

menurut Bapak/Ibu/Sdr/i sesuai dengan kenyataan di Badan Publik (Pemerintah

Kabupaten/Kota) tempat Anda menjalankan tugas disertai dengan Keterangan

Dokumen Pendukung (Peraturan Daerah/Peraturan/Keputusan

Bupati/Walikota/Keputusan Kepala SKPD, Keputusan PPID, dsb) yang diisi pada

kolom berikutnya.

NO PERNYATAAN ADA TDK

ADA

KETERANGAN*

1 Standar Prosedur Operasional Layanan

Informasi Publik

15 11* Kab. Bekasi, Garut,

Karawang, Kab. Tasik, Indramayu, KBB,

Majalengka, Subang,

Sumedang, Kota

Sukabumi, Cianjur

2 Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID)

23 3* Karawang, Majalengka,

Sumedang

3 Anggaran Khusus untuk Mendukung

Operasional Pelayanan Informasi

Publik

13 13* Garut, Karawang, Kab.

Sukabumi, Kab. Tasik,

Kota Cirebon, Kab.

Cirebon, Purwakarta, KBB, Majalengka,

Ciamis, Banjar,

Sumedang, Kab.

Bandung, Kota Bandung, Cianjur

4 Sarana dan Prasana Layanan Informasi:

Papan Pegumuman, Web Site dll.

26 0

5 Standar biaya perolehan salinan

Informasi Publik

1* 25 Kab. Bogor

6 Penetapkan dan pemutakhiran Daftar

Informasi Publik secara berkala.

14 12* Garut, Cimahi, Kota Cirebon, Kab. Cirebon,

Indramayu, Purwakarta,

Kota Tasik , Ciamis,

Banjar, Sumedang, Kab. Bandung,Depok

7 Penyediaan dan pemberian Informasi

Publik sebagaimana diatur peraturan

perundang-undangan Keterbukaan

Informasi Publik.

20 6* Garut, Cimahi, Kab. Sukabumi, Indramayu,

KBB, Kuningan,

Sumedang

8 Pemberian tanggapan atas keberatan

yang diajukan Pemohon Informasi

Publik sebagaimana diatur peraturan

perundang-undangan Keterbukaan

Informasi Publik.

12 14* Cimahi, Karawang, Kab.

Sukabumi, Kab. Tasik,

Kota Cirebon, Kab. Cirebon, Indramayu,

KBB, Majalengka,

Kuningan, Ciamis,

Banjar, Sumedang, Kota Bogor, Kota Sukabumi

9 Pembuatan dan Pengumuman laporan

layanan Informasi Publik serta

menyampaikan salinan kepada Komisi

Informasi.

6* 20 Kab. Bandung, Kota

Bogor, Kota Bandung,

Kab. Bogor, Kab.

Sukabumi, Kota Bekasi

10 Melakukan evaluasi dan pengawasan

terhadap pelaksanaan layanan

17 9* Kab. Bekasi, Garut,

Cimahi, Karawang, Kab.

46

Informasi Publik pada instansinya. Cirebon, Majalengka, Kota Tasik, Ciamis,

Banjar , Sumedang

Kajian terhadap implementasi keterbukaan informasi pada Badan Publik

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat dilakukan dengan menggunakan instrumen

kewajiban Badan Publik berdasarkan peraturan perundang-undangan Keterbukaan

Informasi Publik. Hal itu dilakukan secara sederhana dengan pertanyaan apakah

sudah atau belum Badan Publik melakukan kewajibannya.

Berdasarkan Pasal 7 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi

Publik, Badan Publik memiliki kewajiban sebagai berikut : (1) Badan Publik wajib

menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di

bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang

dikecualikan sesuai dengan ketentuan. (2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi

Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. (3) Untuk melaksanakan

kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan

mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi

Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah. (4) Badan

Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil

untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik. (5) Pertimbangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik,

ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara. (6) Dalam

rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan

ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan

nonelektronik.

47

Penjabaran tentang Kewajiban Badan Publik sebagaimana amanah UU No. 14

Tahun 2008 berada pada Pasal 4 Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010

tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP) bahwa Badan Publik memiliki

kewajiban sebagai berikut : a. menetapkan peraturan mengenai standar prosedur

operasional layanan Informasi Publik sesuai dengan Peraturan ini; b. membangun dan

mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi

Publik secara baik dan efisien; c. menunjuk dan mengangkat PPID untuk

melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta wewenangnya; d. menganggarkan

pembiayaan secara memadai bagi layanan Informasi Publik sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku; e. menyediakan sarana dan prasarana layanan

Informasi Publik, termasuk papan pengumuman dan meja informasi di setiap kantor

Badan Publik, serta situs resmi bagi Badan Publik Negara; f. menetapkan standar

biaya perolehan salinan Informasi Publik; g. menetapkan dan memutakhirkan secara

berkala Daftar Informasi Publik atas seluruh Informasi Publik yang dikelola; h.

menyediakan dan memberikan Informasi Publik sebagaimana diatur di dalam

Peraturan ini; i. memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon

Informasi Publik yang mengajukan keberatan; j. membuat dan mengumumkan

laporan tentang layanan Informasi Publik sesuai dengan Peraturan ini serta

menyampaikan salinan laporan kepada Komisi Informasi; dan k. melakukan evaluasi

dan pengawasan terhadap pelaksanaan layanan Informasi Publik pada instansinya.

Kewajiban Layanan Informasi pada Badan Publik sebagaimana dalam

Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 dengan Badan Publik Kabupaten/Kota

di Jawa Barat maka didapat gambaran sebagai berikut :

48

1Standar Prosedur Operasional Layanan Informasi Publik

Standar Prosedur Operasional Layanan Informasi Publik

Tahun 2013

Ada 15

Tidak ada 11

Dari 26 Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat,

ternyata sudah pada tahun 2013 ada 15 yang sudah membuat Standar

Operasional Layanan Informasi Publik atau ada 11 Pemerintah

Kabupaten/Kota yang belum membuat. Hal itu mengalamai kenaikan

dibanding Tahun 2012 yang hanya 6 yang sudah membuat Standar

Operasional Layanan Informasi Publik atau ada 20 Pemerintah

Kabupaten/Kota yang belum membuat. Kendati bentuk peraturan yang

49

dibuat oleh keenam Pemda tersebut berbeda, ada yang dibuat dalam

bentuk Peraturan Daerah atau Keputusan Bupati/Keputusan Walikota.

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Tahun 2013

Ada 22

Tidak ada 4

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang seharusnya

dibentuk oleh Badan Publik paling lambat 21 Agustus 2011, ternyata

50

November 2013 baru 22 Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di

Jawa Barat yang membentuk. Sisanya, 4 Pemda masih belum memenuhi

kewajiban tersebut. Namun, jika dibandingkan tahun 2012 mengalami

kenaikan. Tahun 2012 baru 18 Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota

di Jawa Barat yang membentuk PPID. Sisanya, 8 Pemda masih belum

memenuhi kewajiban tersebut.

3Anggaran Khusus Mendukung Operasional Pelayanan Informasi Publik

51

Anggaran Khusus untuk Mendukung OperasionalPelayanan Informasi Publik

Tahun 2013

Ada 13

Tidak ada 13

Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat pada tahun

2013, dari 26 ternyata baru 13 Pemda yang sudah komit menyediakan

anggaran khusus untuk pelayanan informasi publik. Sisanya, hingga

November 2013 ada 13 Pemda masih belum menganggarkan untuk

kegiatan pelayanan informasi publik. Namun naik jika dibandingkan tahun

2012 yang hanya 5 Pemda yang sudah komit menyediakan anggaran

khusus untuk pelayanan informasi publik. Sisanya, hingga Desember 2012

ada 21 Pemda masih belum menganggarankan untuk kegiatan pelayanan

informasi publik.

52

4Sarana & Prasana Layanan Informasi : Papan Pegumuman, Web Site dll.

Sarana dan Prasana Layanan Informasi: PapanPegumuman, Web Site dll.

Tahun 2013

Ada 26

Tidak ada

Namun, untuk fasilitas publikasi informasi yang wajib diumumkan dan

tersedia secara berkala dan wajib tersedia setiap saat dalam bentuk sarana

papan tulis dan web site, terutama web site, semua Badan Publik

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat baik tahun 2013 maupun tahun

2012 sudah memiliki.

53

5Standar biaya perolehan salinan Informasi Publik

Standar biaya perolehan salinan Informasi Publik

Tahun 2013

Ada 1

Tidak ada 25

Dalam hal penentuan standar biaya perolehan salinan informasi publik,

pada tahun 2013 hanya 1 Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di

Jawa Barat yang sudah membuat, sedangkan pada tahun 2012 semua

Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat belum membuat.

Hal ini berangkat dari kekhawatiran perbedaan persepsi dalam menentukan

54

biaya, sehingga PPID di Badan Publik cenderung menyerahkan biaya

perolehan informasi, seperti foto copian kepada Pemohon.

6Penetapkan & pemutakhiran Daftar Informasi Publik secara berkala

Penetapkan dan Pemutakhiran Daftar Informasi PublikSecara Berkala

Tahun 2013

Ada 14

Tidak ada 12

Kewajiban utama lainnya yang harus dilakukan Badan Publik sesegera

mungkin adalah pemilahan jenis informasi atau penetapan dan

pemutahiran daftar informasi publik secara berkala. Pada tahun 2013

sudah ada 14 Pemerintah Kabupaten/Kota yang melakukan hal itu, sisanya

55

12 belum. Jika dibanding tahun 2012 mengalami peningkatan, tadinya

tahun 2012 dari 26 Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa

Barat baru 6 Pemda yang sudah melakukan pemilihan informasi, sisanya

20 Pemda masih belum melakukan hal itu.

7Penyediaan & Pemberian Informasi Publik sebagaimana diatur

peraturan perundang-undangan

Penyediaan dan Pemberian Informasi Publik Sebagaimana DiaturPeraturan Perundang-Undangan Keterbukaan Informasi Publik

Tahun 2013

Ada 20

Tidak ada 6

56

Begitu juga dalam hal penyediaan dan pemberian informasi publik

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang KIP,

pada tahun 2013 sudah 20 Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota yang

melaksanakan, sisanya 6 Kabupaten/Kota belum. Hal itu mengalami

peningkatan dibanding tahun 2012 yang hanya 6 Badan Publik Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang sudah melakukan. Masih ada 20

Pemda yang belum melakukan hal tersebut.

8Pemberian tanggapan atas keberatan yang diajukan Pemohon

Informasi Publik

57

Pemberian Tanggapan Atas Keberatan yang Diajukan PemohonInformasi Publik Sebagaimana Diatur Peraturan Perundang-

Undangan Keterbukaan Informasi Publik

Tahun 2013

Ada 12

Tidak ada 14

Dalam hal pemberian tanggapan atas keberatan dari atasan PPID yang

disampaikan Pemohon, pada tahun 2013 sudah 12 Badan Publik

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang melaksanakan, sisanya 14

belum. Hal itu mengalami peningkatan dibanding tahun 2012 yang baru 6

Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota yang mengikuti prosedur

sebagaimana amanah peraturan perundang-undangan, terdapat 20 Pemda

yang belum melakukan hal tersebut.

58

9Pembuatan & Pengumuman laporan layanan Informasi Publik

serta menyampaikan salinan kepada Komisi Informasi

Pembuatan dan Pengumuman Laporan Layanan Informasi Publikserta Menyampaikan Salinan kepada Komisi Informasi

Tahun 2013

Ada 6

Tidak ada 20

Dalam hal kewajiban pembuatan dan pengumuman Laporan Layanan

Informasi Publik serta menyampaikan laporan salinannya kepada Komisi

Informasi, baru 6 Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat

59

yang melaksanakan, sisanya 20 belum. Dibanding tahun 2012 mengalami

peningkatan. Pada tahun 2012 tidak satu pun Badan Publik Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang melakukan hal tersebut.

10Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan

layanan Informasi Publik pada instansinya

60

Melakukan Evaluasi dan Pengawasan terhadap PelaksanaanLayanan Informasi Publik pada Instansinya.

Tahun 2013

Ada 17

Tidak ada 9

Namun, dalam melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap

pelaksanaan layanan informasi publik pada instansinya, terdapat 17 Badan

Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat dari 26 yang melakukan,

sisanya 9 belum. Jika dibandingkan tahun 2012 mengalami peningkatan.

Tahun 2012 hanya 5 Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota yang

melakukan hal itu, sisanya sebanyak 21 masih mencari format yang tepat.

QUESIONER PENELITIAN

2012

PETUNJUK PENGISIAN

Berikan tanda kode ( V ) pada salah satu jawaban (ada/tidak ada) yang

menurut Bapak/Ibu/Sdr/i sesuai dengan kenyataan di Badan Publik (Pemerintah

Kabupaten/Kota) tempat Anda menjalankan tugas disertai dengan Keterangan

Dokumen Pendukung (Peraturan Daerah/Peraturan/Keputusan

Bupati/Walikota/Keputusan Kepala SKPD, Keputusan PPID, dsb) yang diisi pada

kolom berikutnya.

NO PERNYATAAN ADA TDK

ADA

KETERANGAN*

1 Standar Prosedur Operasional Layanan

Informasi Publik

6 20* Kab. Bekasi, Garut,

Karawang, Kab.

Tasik, Indramayu,

61

KBB, Majalengka, Subang,

Sumedang, Kota

Sukabumi, Cianjur

2 Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID)

18 8* Karawang,

Majalengka,

Sumedang, Cianjur

3 Anggaran Khusus untuk Mendukung

Operasional Pelayanan Informasi

Publik

5 21* Garut, Karawang,

Kab. Sukabumi,

Kab. Tasik, Kota

Cirebon, Kab.

Cirebon,

Purwakarta, KBB,

Majalengka,

Ciamis, Banjar,

Sumedang, Kab.

Bandung, Kota

Bandung, Cianjur

4 Sarana dan Prasana Layanan Informasi:

Papan Pegumuman, Web Site dll.

26 0

5 Standar biaya perolehan salinan

Informasi Publik

0 26 Kab. Bogor

6 Penetapkan dan pemutakhiran Daftar

Informasi Publik secara berkala.

6 20* Garut, Cimahi,

Kota Cirebon, Kab.

Cirebon,

Indramayu,

Purwakarta, Kota

Tasik , Ciamis,

Banjar, Sumedang,

Kab.

Bandung,Depok

7 Penyediaan dan pemberian Informasi

Publik sebagaimana diatur peraturan

perundang-undangan Keterbukaan

Informasi Publik.

6 20* Garut, Cimahi,

Kab. Sukabumi,

Indramayu, KBB,

Kuningan,

Sumedang

8 Pemberian tanggapan atas keberatan

yang diajukan Pemohon Informasi

Publik sebagaimana diatur peraturan

perundang-undangan Keterbukaan

Informasi Publik.

6 20* Cimahi, Karawang,

Kab. Sukabumi,

Kab. Tasik, Kota

Cirebon, Kab.

Cirebon,

Indramayu, KBB,

Majalengka,

Kuningan, Ciamis,

Banjar, Sumedang,

Kota Bogor, Kota

Sukabumi

9 Pembuatan dan Pengumuman laporan 0* 26 Kab. Bandung,

62

layanan Informasi Publik serta menyampaikan salinan kepada Komisi

Informasi.

Kota Bogor, Kota Bandung, Kab.

Bogor, Kab.

Sukabumi, Kota

Bekasi

10 Melakukan evaluasi dan pengawasan

terhadap pelaksanaan layanan

Informasi Publik pada instansinya.

5 21* Kab. Bekasi, Garut,

Cimahi, Karawang,

Kab. Cirebon,

Majalengka, Kota

Tasik, Ciamis,

Banjar , Sumedang

260 78 182

30% 70%

63

QUESIONER PENELITIAN

2013

PETUNJUK PENGISIAN

Berikan tanda kode ( V ) pada salah satu jawaban (ada/tidak ada) yang

menurut Bapak/Ibu/Sdr/i sesuai dengan kenyataan di Badan Publik (Pemerintah

Kabupaten/Kota) tempat Anda menjalankan tugas disertai dengan Keterangan

Dokumen Pendukung (Peraturan Daerah/Peraturan/Keputusan

Bupati/Walikota/Keputusan Kepala SKPD, Keputusan PPID, dsb) yang diisi pada

kolom berikutnya.

NO PERNYATAAN ADA TDK

ADA

KETERANGAN*

1 Standar Prosedur Operasional Layanan

Informasi Publik

15 11* Kab. Bekasi, Garut,

Karawang, Kab.

Tasik, Indramayu,

KBB, Majalengka,

Subang,

Sumedang, Kota

Sukabumi, Cianjur

2 Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID)

23 3* Karawang,

Majalengka,

Sumedang

3 Anggaran Khusus untuk Mendukung

Operasional Pelayanan Informasi

Publik

13 13* Garut, Karawang,

Kab. Sukabumi,

Kab. Tasik, Kota

Cirebon, Kab.

Cirebon,

Purwakarta, KBB,

Majalengka,

Ciamis, Banjar,

Sumedang, Kab.

Bandung, Kota

Bandung, Cianjur

4 Sarana dan Prasana Layanan Informasi:

Papan Pegumuman, Web Site dll.

26 0

5 Standar biaya perolehan salinan

Informasi Publik

1* 25 Kab. Bogor

6 Penetapkan dan pemutakhiran Daftar

Informasi Publik secara berkala.

14 12* Garut, Cimahi,

Kota Cirebon, Kab.

Cirebon,

Indramayu,

Purwakarta, Kota

Tasik , Ciamis,

Banjar, Sumedang,

Kab.

Bandung,Depok

7 Penyediaan dan pemberian Informasi

Publik sebagaimana diatur peraturan

20 6* Garut, Cimahi,

Kab. Sukabumi,

64

perundang-undangan Keterbukaan Informasi Publik.

Indramayu, KBB, Kuningan,

Sumedang

8 Pemberian tanggapan atas keberatan

yang diajukan Pemohon Informasi

Publik sebagaimana diatur peraturan

perundang-undangan Keterbukaan

Informasi Publik.

12 14* Cimahi, Karawang,

Kab. Sukabumi,

Kab. Tasik, Kota

Cirebon, Kab.

Cirebon,

Indramayu, KBB,

Majalengka,

Kuningan, Ciamis,

Banjar, Sumedang,

Kota Bogor, Kota

Sukabumi

9 Pembuatan dan Pengumuman laporan

layanan Informasi Publik serta

menyampaikan salinan kepada Komisi

Informasi.

6* 20 Kab. Bandung,

Kota Bogor, Kota

Bandung, Kab.

Bogor, Kab.

Sukabumi, Kota

Bekasi

10 Melakukan evaluasi dan pengawasan

terhadap pelaksanaan layanan

Informasi Publik pada instansinya.

17 9* Kab. Bekasi, Garut,

Cimahi, Karawang,

Kab. Cirebon,

Majalengka, Kota

Tasik, Ciamis,

Banjar , Sumedang

260 146 114

56% 44%

Pergeseran pemenuhan kewajiban layanan informasi publik sebagaimana

diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan Keterbukaan Informasi Publik pada

Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat dalam dua tahun ini (2012-

2013) mengalami pergeseran yang sangat signifikan menuju pada arah yang positif.

Indek pemenuhan kewajiban layanan informasi publik tahun 2012 baru mencapai

30%, sedangkan pada tahun 2013 mengalami peningkatan pada angka 56%. Hal itu

dapat disimpulkan bahwa pemenuhan kewajiban layanan informasi publik Badan

Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat ada pada posisi cukup baik.

65

Posisi Pemenuhan Kewajiban Layanan Informasi Publik Badan Publik

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat sebagai berikut:

Indek Pemenuhan KewajibanLayanan InformasiPublik Badan Publik Pemkab/Pemkot di Jabar

0

100

200

300

400

500

600

IDEAL 100% 2013: 56% 2012: 30%

BAIK

CUKUP

KURANG

66

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian terhadap Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota

se-Jawa Barat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Badan Publik Kabupaten/Kota sudah menunjukkan upaya yang sungguh-

sungguh dalam mengimplementasikan keterbukaan informasi publik pada

Badan Publik masing-masing pada tahun 2013;

2. Implementasi keterbukaan informasi publik pada Badan Publik Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2013 mengalami percepatan

dibandingkan tahun 2012;

3. Terdapat pergeseran yang varian dalam mengimplementasikan

keterbukaan informasi publik di antara Badan Publik Kabupaten/Kota di

Jawa Barat, sehingga terdapat peringkat mulai 1 sampai 26.

5.2 Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan tersebut, Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat

memberikan rekomendasi, baik terhadap Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota di

Jawa Barat, Komisi Informasi Jawa Barat, dan masyarakat Jawa Barat sebagai

berikut:

1. Untuk Badan Publik Kabupaten/Kota di Jawa Barat:

a. Program implementasi keterbukaan informasi publik harus menjadi

bagian program Badan Publik dalam memberikan dan meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat;

67

b. Penyediaan anggaran yang memadai dalam setiap APBD masing-

masing Badan Publik merupakan salah satu upaya yang harus

dilakukan;

c. Penetapan struktur yang jelas dan sumber daya manusia yang memiliki

kapasitas memadai, dan sistem mutasi pegawai yang terarah

merupakan langkah penting dalam penerjemahan program

implementasi keterbukaan informasi publik;

d. Kejelasan Standar Layanan Informasi melalui penetapan Pimpinan

Badan Publik harus menjadi agenda implementasi keterbukaan

informasi publik;

e. Advokasi, Sosialisasi, dan Edukasi tentang Keterbukaan Informasi

Publik masih tetap harus dijalankan oleh Badan Publik guna

menguatkan kapasitas sumber daya manusia yang ditugaskan di PPID

dan seluruh Pimpinan Satuan Kerja serta seluruh pegawai di

lingkungan Badan Publik.

2. Untuk Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat

a. Program Advokasi, Sosialisasi, dan Edukasi tentang Keterbukaan

Informasi Publik harus menjadi bagian terpenting dalam pelaksanaan

Tugas Pokok dan Fungsi Komisi Informasi dan lebih di arahkan pada

kelompok masyarakat di daerah;

b. Monitoring dan Evaluasi terhadap implementasi keterbukaan informasi

publik pada Badan Publik Pemerintah Kabupaten/Kota harus tetap

diprogramkan dengan memberikan penajaman pada motode dan

peningkatan kualitas analisis;

68

c. Monitoring dan Evaluasi terhadap implementasi keterbukaan informasi

publik pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan fokus pada

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ada di lingkungan

Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

3. Untuk Masyarakat Jawa Barat

a. Partisipasi seluruh masyarakat Jawa Barat sangat penting dan

merupakan bagian utama dalam penguatan implementasi keterbukaan

informasi publik di seluruh Badan Publik yang ada di Jawa Barat;

b. Upaya real dalam bentuk uji akses, menyengketakan Badan Publik

secara proporsional, ikut serta dalam advokasi, sosialialisasi, dan

edukasi dan kegiatan lainnya dapat dilakukan oleh masyarakat baik

secara mandiri maupun bersama-sama dengan Komisi Informasi;

c. Masyarakat harus menjadi bagian dalam Monitoring dan Evaluasi

secara langsung dalam lingkungan Badan Publik agar dapat

memberikan input kepada Komisi Informasi atas kualitas layanan

informasi publik.