KAJIAN FISKAL REGIONAL...Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020 ii menunjukkan...

49
KAJIAN FISKAL REGIONAL TRIWULAN II 2020 Pengarah : Hari Utomo | Penangggung Jawab : Neil Edwin | Koordinator : Rian Andriono | Anggota : Posma Amando Siagian | Alif Fahrudin | Yohanes Djie Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat

Transcript of KAJIAN FISKAL REGIONAL...Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020 ii menunjukkan...

  • KAJIAN FISKAL

    REGIONAL

    TRIWULAN II 2020

    Pengarah : Hari Utomo | Penangggung Jawab : Neil Edwin | Koordinator : Rian Andriono | Anggota : Posma Amando Siagian | Alif Fahrudin | Yohanes Djie

    Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat

  • KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

    KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROVINSI PAPUA BARAT

    GKN MANOKWARI LT. II, KOMPLEK PERKANTORAN GUBERNUR, JALAN ABRAHAM O. ATURURI, ARFAI,MANOKWARI 98315; TELEPON (0986) 214122; FAKSIMILI (0986) 214124; SUREL

    [email protected]; SITUS WWW.DJPB.KEMENKEU.GO.ID/KANWIL/PAPUABARAT/

    NOTA DINASNOMOR ND-379/WPB.33/2020

    Yth : Direktur Pelaksanaan AnggaranDari : Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Papua

    BaratSifat : SegeraLampiran : 1 (Satu) BerkasHal : Penyampaian KFR Triwulan II Tahun 2020 Provinsi Papua BaratTanggal : 06 Agustus 2020

    Menindaklanjuti Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-61/PB/2017tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional, bersama ini kami sampaikan KFRTriwulan II Tahun 2020 Provinsi Papua Barat. Adapun softcopy laporan telah kami kirimkanmelalui pos-el ke alamat [email protected].

    Demikian kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Ditandatangani secara elektronik Hari Utomo

    [@KopSurat][@KopSurat][@KopSurat][@AlamatOrganisasi][@AlamatOrganisasi][@AlamatOrganisasi][@AlamatOrganisasi][@AlamatOrganisasi]ND-379/WPB.33/2020[@Tujuan][@pengirim][@pengirim][@SifatNd][@Lampiran][@Perihal]06 Agustus 2020[@NamaPejabat][@Tembusan]

  • Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat

    Triwulan II 2020

    ...development is about transforming the lives of people, not just transforming economies.... (Joseph E. Stiglitz, 2006)

  • KATA PENGANTAR

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020 i

    egala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat

    menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat Triwulan II Tahun 2020. Penyusunan KFR yang merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (Treasury Regional Office) ini, setidaknya melibatkan Development Economics sebagai field study yang digunakan dalam merekonstruksi metodologi sebagai pendekatan akademik dalam melakukan kajian kebijakan ekonomi pembangunan suatu region. Pengembangan budaya akademik dalam memahami fenomena pembangunan, dengan meletakkan basis research-based policy, pada dasarnya merupakan bagian dari budaya kerja organisasi modern. Dengan melakukan pendalaman permasalahan melalui riset, diharapkan akan diperoleh suatu solusi yang seimbang, objective dan komprehensif dalam pengambilan putusan. Perkembangan pembangunan dan industrialisasi pada negara-negara maju (developed countries) mempengaruhi kajian akademik yang direpresentasikan dengan kurikulum universitas yang mengarah tema-tema research spesifik, semisal urban economics, environment economics, industrial economics, transportation economics, logistic economics, regional economics, dll. Kajian development economics kurang menjadi fokus utama, karena era tersebut telah dilalui dan menjadi bagian dari sejarah panjang dialektika pembangunan (development dialectics) negara-

    negara maju. Sebagai branch dari economics yang melakukan studi proses pembangunan pada negara-negara yang berpendapatan rendah (low-income countries), development economics memfokuskan pada studi economic development, economic growth, dan structural change, dan lebih jauh lagi, juga menempatkan fokus studi pada kependudukan dari sudut pandang kesehatan (health), pendidikan (education), lapangan pekerjaan (job opportunity), baik di sektor publik maupun private dengan pendekatan quantitative analysis, qualitative analysis dan mixed method antara keduanya. Dalam prakteknya, untuk merancang (to devise) pembangunan ekonomi, development economics mempertimbangkan faktor sosial, budaya, legal, dan politik. Kajian Fiskal Regional (Regional Fiscal Analysis) ini merupakan studi perkembangan ekonomi pembangunan dari sudut pandang kebijakan fiskal untuk wilayah Provinsi Papua Barat. Variabel utama yang digunakan untuk melakukan analisis pembangunan adalah dengan melakukan studi deskriptif kuantitatif atas data penerimaan dan pengeluaran negara. Dalam studi ini outlooks pembangunan dalam satu tahun dengan memperhatikan indikator-indikator pertumbuhan ekonomi (consumption, investment, government expenditure, net export) dan dampak yang timbul, seperti indeks pembangunan manusia (human development index), pemerataan pendapatan (income equality), penanggulangan kemiskinan (poverty alleviation), pengurangan pengangguran (unemployment reduction) dan lain-lain. Pada saat yang bersamaan, indikator makro ekonomi tersebut disandingkan dengan beberapa perspektif yang merupakan constraint pembangunan, antara lain: 1). Aspek budaya (culture aspect) sebagai contoh adalah eksistensi hak ulayat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, 2). Aspek sosial kemasyarakatan (sosiological aspect), sebagai contoh kerentanan sosial (social vulnerability) yang membuat stabilitas masyarakat terganggu, 3). Aspek politik (political aspect), sebagai contoh pelaksanaan otonomi khusus (special autonomy) yang belum

    S

  • KATA PENGANTAR

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020 ii

    menunjukkan dampak positif terhadap pertumbuhan pembangunan, 4). Aspek geografis (geographical aspect), sebagai contoh kondisi geografi yang belum terintegrasi secara infrastruktur. Dengan keterbatasan yang ada, kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran, masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan ke arah yang lebih baik. Akhirnya, kami berharap semoga kajian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak serta dapat menjadi tambahan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca semuanya. Manokwari, 6 Mei 2020 Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Papua Barat

    Hari Utomo

  • DAFTAR ISI

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    iii

    KATA PENGANTAR ........................................................................ i DAFTAR ISI ..................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................. iv DAFTAR GRAFIK ............................................................................ v DAFTAR GAMBAR ...................................................................... vii

    BAB I PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL .................................................. 1

    A. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ........................................................................... 1 1. Nilai PDRB............................................................. 2 2. Pertumbuhan PDRB ........................................ 2

    B. NERACA PERDAGANGAN INTERNASIONAL ..................................................... 2

    C. INFLASI ......................................................................... 3 D. INDIKATOR KESEJAHTERAAN ........................... 4

    1. Tingkat Kemiskinan.......................................... 4 2. Tingkat Ketimpangan ...................................... 5 3. Tingkat Pengangguran .................................... 5

    E. PANDEMI DAN REGIONAL EKONOMI ............. 6

    BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN ......... 7 A. PENDAPATAN NEGARA ......................................... 8

    1. Penerimaan Perpajakan ................................. 8 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak ............... 9

    B. BELANJA NEGARA .................................................... 9 1. Belanja Pemerintah Pusat .............................. 9 2. Transfer ke Daerah dan Dana Desa

    (TKDD) ................................................................ 10 3. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat

    (KUR) ................................................................... 11 C. PROGNOSIS REALISASI APBN SAMPAI

    DENGAN AKHIR TAHUN 2020 ........................ 12

    BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD ............................................................................. 13

    A. PENDAPATAN DAERAH ..................................... 14 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ................. 14 2. Pendapatan Transfer .................................... 15 3. Lain-Lain Pendapatan Daerah

    yang Sah .............................................................. 16 B. BELANJA DAERAH ................................................ 16 C. PROGNOSIS REALISASI APBD SAMPAI

    DENGAN AKHIR TAHUN 2020......................... 17

    BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN .................................................... 18

    A. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KONSOLIDASIAN ................................................... 18

    B. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN .................... 18 1. Analisis Proporsi dan Perbandingan ....... 18 2. Analisis Perubahan .......................................... 19 3. Analisis Kontribusi Pendapatan

    Pemerintah terhadap Perekonomian Daerah ................................................................... 19

    C. BELANJA KONSOLIDASIAN ............................... 19 1. Analisis Proporsi dan Perbandingan ....... 19 2. Analisis Perubahan .......................................... 19 3. Analisis Kontribusi Belanja Pemerintah

    terhadap Perekonomian Daerah ............... 20

    BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH ................ 21 A. PEMULIHAN EKONOMI DI MASA

    PANDEMI ................................................................... 21 1. APBN untuk Pemulihan Ekonomi ............ 21 2. APBD untuk Pemulihan Ekonomi ............ 21

    B. PEMBIAYAAN ULTRA MIKRO (UMi) BAGI UMKM KALA PANDEMI ....................................... 22

    C. KONTRIBUSI DAK FISIK, DAK NON FISIK DAN DANA DESA .................................................... 24

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 26

  • DAFTAR TABEL

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020 iv

    Tabel 1.1 Inflasi Bulanan (mtm) Papua Barat Menurut Kelompok Pengeluaran s.d Triwulan II 2020 (persen) ....................... 4

    Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi APBN Papua Barat s.d Triwulan II 2020 dan Triwulan II 2019 (miliar Rp) ...................................................... 7 Tabel 2.2 Penyesuaian Pagu APBN Papua Barat

    Tahun 2020 Komponen Belanja Negara .............................................................. 8

    Tabel 2.3 Penyaluran KUR di Papua Barat per

    Skema s.d Triwulan II 2020 ................. 11 Tabel 2.4 Penyaluran KUR di Papua Barat per

    Sektor s.d Triwulan II 2020 .................. 11 Tabel 2.5 Penyaluran KUR di Papua Barat per

    Penyalur s.d Triwulan II 2020 ............ 12 Tabel 2.6 Prognosis Realisasi APBN Papua Barat s.d Triwulan IV 2020 .................. 12 Tabel 3.1 Pagu dan Realisasi APBD Seluruh

    Pemerintah Daerah Papua Barat s.d Triwulan II 2020 dan Triwulan I

    2019 (miliar Rp) ....................................... 13

    Tabel 3.2 Prognosis Realisasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah Papua Barat

    s.d Triwulan IV Tahun 2020 ................. 17 Tabel 4.1 Pagu dan Realisasi Pendapatan dan

    Belanja Konsolidasian Papua Barat s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp) ................................................... 18

    Tabel 4.2 Kontribusi Belanja Pemerintah

    Terhadap Perekonomian Papua Barat s.d Triwulan II 2020 ................................. 20 Tabel 5.1 Program PEN di Provinsi Papua Barat

    s.d Triwulan II 2020................................. 21 Tabel 5.2 Program Penanganan dan Pemulihan

    Dampak Covid-19 di Provinsi Papua Barat s.d Triwulan II 2020 .................... 22

    Tabel 5.3 Penyaluran Pembiayaan Ultra Mikro

    (UMi) Papua Barat per Lembaga Penyalur s.d. Triwulan II 2020 ............ 23

    Tabel 5.4 Output Dana Desa dalam Penanganan

    dan Pemulihan Dampak Covid-19 di Provinsi Papua Barat

    s.d Triwulan II 2020 ................................. 25

  • DAFTAR GRAFIK

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    v

    Grafik 1.1 Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Papua Barat Sisi Permintaan Triwulan II 2020 (persen) ....................... 1

    Grafik 1.2 Perkembangan Pertumbuhan

    Ekonomi Papua Barat dan Nasional s.d. Triwulan II Tahun 2020

    (yoy, persen) .................................................. 2 Grafik 1.3 Perkembangan Nilai Ekspor - Impor

    Papua Barat s.d Triwulan II 2020 (US$ Juta) ........................................................ 3 Grafik 1.4 Perkembangan Inflasi Bulanan Papua Barat s.d Triwulan II 2020

    (persen) ........................................................... 3 Grafik 1.5 Perkembangan Tingkat Kemiskinan

    Papua Barat dan Nasional Tahun 2015 - 2020 (persen) ................................. 5 Grafik 1.6 Perkembangan Gini Ratio Papua Barat dan Nasional Tahun 2015 - 2020 .................................................... 5 Grafik 1.7 Perkembangan Jumlah dan Tingkat

    Pengangguran Terbuka Papua Barat Tahun 2015 – 2020 (jiwa, persen)....... 5

    Grafik 2.1 Penerimaan Pajak per Kab/Kota di

    Papua Barat s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp) ..................................................... 9

    Grafik 2.2 Target dan Realisasi per Jenis Pajak di Papua Barat s.d Triwulan II

    2020 (miliar Rp) .......................................... 9 Grafik 2.3 Komposisi Pagu Belanja Pemerintah

    Pusat di Papua Barat Tahun 2020 (persen) ........................................................ 10

    Grafik 2.4 Pagu dan Realisasi Belanja

    Pemerintah Pusat di Papua Barat s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp) ........ 10 Grafik 2.5 Komposisi Alokasi TKDD Papua Barat

    Tahun 2020 (persen) .............................. 10

    Grafik 2.6 Pagu dan Realisasi TKDD Papua Barat s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp) .................................................... 10 Grafik 2.7 Jumlah Penyaluran KUR per Kab /

    Kota di Papua Barat s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp) ........................................ 11

    Grafik 3.1 Target dan Realisasi PAD Seluruh

    Pemda Papua Barat s.d Triwulan II 2020 dan Triwulan II 2019 (miliar Rp) .................................................... 14 Grafik 3.2 Total Pagu dan Realisasi per Jenis PAD

    Seluruh Pemda Papua Barat s.d Triwulan II 2020

    (miliar Rp, persen) ................................... 14 Grafik 3.3 Realisasi Pajak Daerah per Pemda di Papua Barat s.d Triwulan II 2020

    (miliar Rp) .................................................... 15 Grafik 3.4 Realisasi Retribusi Daerah per Pemda

    di Papua Barat s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp) .................................................... 15

    Grafik 3.5 Realisasi Lain-Lain PAD yang Sah per Pemda di Papua Barat s.d

    Triwulan II 2020 (miliar Rp) ............... 15 Grafik 3.6 Komposisi Realisasi Pendapatan

    Transfer Pemerintah Daerah di Papua Barat Tahun 2020 (persen) .... 16 Grafik 3.7 Target dan Realisasi Lain-lain

    Pendapatan Daerah yang Sah per Pemda s.d Triwulan II 2020

    (juta Rp) ........................................................ 16 Grafik 3.8 Komposisi Belanja Pemerintah

    Daerah di Papua Barat Tahun 2020 (persen) ......................................................... 16

    Grafik 3.9 Pagu dan Realisasi per Jenis Belanja

    Seluruh Pemda di Papua Barat s.d Triwulan II 2020

    (miliar Rp, persen) ................................... 16

  • DAFTAR GRAFIK

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020 vi

    Grafik 4.1 Realisasi Belanja Konsolidasian Papua Barat per Jenis s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp, persen) ................... 19 Grafik 5.1 Akumulasi Penyaluran Pembiayaan

    Ultra Mikro (UMi) Papua Barat per Daerah s.d. Triwulan II 2020 (jiwa, Rp) ...................................................... 23 Grafik 5.2 Perkembangan DFDD Papua Barat

    Tahun 2015 – 2020 (miliar Rp) ................................................... 24

    Grafik 5.4 Pagu dan Realisasi Dana Desa Papua Barat s.d Triwulan II 2020

    (miliar Rp) .................................................... 24 Grafik 5.5 Pagu dan Realisasi DAK Fisik per

    Bidang Papua Barat s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp) ........................................ 25

    Grafik 5.6 Pagu dan Realisasi DAK Non Fisik per

    Kategori Papua Barat s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp) ........................................ 25

  • DAFTAR GAMBAR

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    vii

    Gambar 4.1 Pengaruh Kenaikan Belanja Pemerintah

    terhadap Output Menurut Perpotongan Keynesian ........................................................... 20

  • Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    Halaman ini sengaja dikosongkan

  • #DJPbKawalAPBN

    “Keindahan Alam Pulau Misool, Raja Ampat”.

    Perkembangan Ekonomi Regional

    BAB I

  • INFLASI 0,46

    PDRB 20,27 T

    POVERTY 21,37%

    PENGANGGURAN 6,20

    PERTUMBUHAN EKONOMI

    0,53%

    GINI RATIO

    0,381

    Perkembangan Ekonomi Regional

    BAB I

  • BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020 1

    ondisi perekonomian global pada triwulan II 2020 semakin rentan seiring permasalahan pandemi yang belum akan berakhir pada hampir semua negara di

    dunia. Proyeksi dari berbagai lembaga keuangan dunia rata-rata menunjukkan akan adanya penurunan sebesar 2-3 persen. Risiko resesi ini dipengaruhi oleh penurunan permintaan, suplai serta terganggunya proses produksi akbibat terbatasnya mobilitas manusia yang sejalan dengan kebijakan penanggulangan wabah. Selain itu, anjuran beberapa pemerintahan negara-negara di dunia untuk dirumah saja membuat dinamika perekonomian terhenti dan merugi pada hampir semua sektor. Penurunan ekonomi dan penyebaran Covid-19 ini bahkan telah berimbas pada pertumbuhan ekonomi pada negara-negara maju seperti Singapura (-12,6 persen) Jepang (-3,4 persen), Korea Selatan (-2,9 persen), dan Jerman (-2,2 persen).

    Meskipun risiko resesi ekonomi dunia diperkiraan akan bertahan hingga akhir tahun 2020, namun sejumlah negara berusaha bangkit kembali dengan melonggarkan kegiatan perekonomian. Sementara itu, semua negara tetap berupaya memberikan respons dengan kebijakan yang mampu menciptakan sentimen positif atas perekonomian. Perlahan tapi pasti, hingga triwulan II 2020 pembatasan sosial dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 telah mempengaruhi pendapatan masyarakat dan penurunan produksi sehingga menurunkan prospek permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi. Selain itu, melambatnya permintaan dunia, terganggunya rantai penawaran global, serta harga komoditas yang rendah berimplikasi pada sektor keuangan global yang melemah dan terus menekan harga minyak.

    Sebagai respon atas dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut, berbagai stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang longgar telah diterapkan. Bentuk pelonggaran kebijakan yang dilakukan diantaranya berupa quantitative easing dan relaksasi kebijakan makroprudensial. Seiring hal tersebut, perekonomian negara-negara berkembang pada tahun 2020 diperkirakan tetap akan mengarah pada resesi selama pandemi belum

    teratasi, dan baru akan mengalami pemulihan pada tahun 2021. Pada periode triwulan II 2020, kinerja perekonomian nasional jatuh pada titik terendah, bahkan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dengan mencatatkan nilai sebesar -5,32 persen. Sementara itu, pada kinerja perekonomian Papua Barat terjadi hal yang sebaliknya, dengan meningkat tipis sebesar 0,53 persen.

    A. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

    (PDRB)

    Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) merupakan nilai pasar dari semua barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu perekonomian selama periode waktu tertentu. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sering dijadikan ukuran terbaik untuk mengukur kinerja perekonomian (Mankiw, 2013).

    Terdapat tiga cara untuk menghitung PDB. Pertama, dengan menjumlahkan nilai akhir produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan. Kedua, dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat, yaitu jumlah dari pengeluaran konsumen, pengeluaran investasi, pembelian pemerintah untuk barang dan jasa, serta ekspor dikurangi impor (net export). Ketiga, dengan menjumlahkan seluruh pendapatan faktor produksi yang diterima rumah tangga dari perusahaan (Krugman & Wells, 2011).

    Untuk mengukur PDB, dapat dihitung berdasarkan harga berlaku (PDB Nominal) dan harga konstan (PDB Riil). Pengukuran PDB harga berlaku digunakan untuk melihat struktur perekonomian, sementara itu PDB harga konstan digunakan untuk mengukur kinerja atau pertumbuhan ekonomi

    K

    Konsumsi RT + LNPRT32.0%

    Pengeluaran Pemerintah

    16.8%

    PMTB20.6%

    Ekspor35.7%

    Impor1.0%

    Grafik 1.1Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Papua Barat Sisi

    Permintaan Triwulan II 2020 (persen)

    Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

  • BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    2

    suatu daerah. Selanjutnya PDB pada suatu region/ wilayah tertentu disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto (Gross Domestic Regional Bruto).

    A.1 Nilai PDRB Pada triwulan II 2020 PDRB Papua Barat tercatat Rp20.269,36 miliar. Dari nilai tersebut, postur perekonomian Provinsi Papua Barat didominasi oleh dua sektor lapangan usaha utama yaitu industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 26,14 persen dan pertambangan penggalian sebesar 16,88 persen yang mengandalkan raw material resource berupa pengeboran dan pengilangan gas alam. Papua Barat memiliki cadangan gas alam terbesar yang diekspor ke berbagai negara. Adapun dari sisi pengeluaran, kontribusi terbesar PDRB Papua Barat Triwulan II 2020 berasal dari ekspor sebesar 35,68 persen, serta konsumsi rumah tangga dan LNPRT sebesar 31,97 persen, dan diikuti oleh konsumsi PMTB sebesar 20,56 persen. Perbaikan ekspor dan konsumsi rumah tangga yang masih solid tetap mampu mendorong perekonomian, meskipun masih terkontraksi akibat pembatasan sosial.

    A.2 Pertumbuhan PDRB Pertumbuhan PDRB Papua Barat pada triwulan II 2020 tumbuh positif meskipun tertahan pada level 0,53 persen. Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya, Papua Barat mencatatkan pertumbuhan yang negatif sebesar -0,49 persen. Sebagai dua sektor dengan kontribusi tertinggi terhadap PDRB, industri pengolahan mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,04 persen dan sebaliknya, sektor pertambangan penggalian mencatatkan pertumbuhan yang yang tertahan pada 1,07 persen. Kondisi berbanding terbalik pada kedua sektor tersebut disebabkan oleh harga komoditas di pasar internasional yang sempat meningkat di awal tahun, namun terkoreksi kembali seiring turunnya permintaan. Penurunan tersebut semakin besar terjadi di triwulan II 2020 sejalan dengan pandemi yang semakin meluas, sehingga memaksa penghentian mobilitas manusia yang mengurangi konsumsi. Padahal periode ini tingkat produksi gas alam meningkat 19,6 persen. Sementara itu, sektor lainnya mencatatkan pertumbuhan positif dengan kenaikan tertinggi dialami sektor jasa kesehatan

    dan kegiatan sosial sebesar 10,52 persen akibat kondisi meningkatnya tindakan medis dalam penanganan pandemi serta adanya ketentuan yang mewajibkan pemeriksaan medis sebelum berpergian.

    B. NERACA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

    Perdagangan internasional merupakan pertukaran barang dan jasa lintas batas negara (international border). Dengan adanya perdagangan internasional, memungkinkan terjadinya efisiensi yang timbul dari kompetisi antar produsen dalam menjual produk dengan harga yang terendah (competitive price) dalam suatu proses permintaan dan penawaran (supply and demand) atau dalam suatu mekanisme pasar/ market mechanism (Seyoum, 2009). Komponen perdagangan internasional terdiri dari ekspor dan impor. Ekspor merupakan nilai barang dan jasa yang dijual ke luar negeri, sedangkan impor merupakan nilai barang dan jasa yang disediakan untuk dalam negeri. Selisih keduanya merupakan net ekspor atau biasa disebut juga sebagai neraca perdagangan internasional.

    Sampai dengan triwulan II 2020, nilai net ekspor Papua Barat tercatat sebesar US$886,42 juta atau turun 16,69 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai net ekspor tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar US$ 170,94 juta sedangkan nilai net ekspor terendah terjadi pada bulan Maret sebesar US$ 116,88 juta. Adanya net

    5.69

    12.83

    6.89

    0.14 -0.25-0.49

    2.93

    8.27

    5.14

    0.53

    5.06 5.27

    5.17

    5.05

    5.07 5.05 5.02

    4.97

    2.97

    -5.32

    -6

    -2

    2

    6

    10

    14

    Tw1-18

    Tw2-18

    Tw3-18

    Tw4-18

    Tw1-19

    Tw2-19

    Tw3-19

    Tw4-19

    Tw1-20

    Tw2-20

    Grafik 1.2Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat

    dan Nasional s.d. Triwulan II 2020 (yoy, persen)

    Pabar Nasional

    Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

  • BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020 3

    ekspor yang bernilai positif dihasilkan oleh capaian ekspor Papua Barat yang didominasi oleh komoditas raw material resources.

    Selama tahun 2020, ekspor Papua Barat mencapai US$939,54 juta atau turun sebesar 17,17 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Kondisi penurunan ini disebabkan oleh tertekannya harga komoditas gas alam dan minyak bumi yang menjadi penyumbang utama (98 persen) dari keseluruhan ekspor. Adapun komoditas ekspor lainnya berupa perhiasan/ permata, kayu, barang dari kayu, garam, belerang, kapur (semen), ikan, udang, daging, ikan olahan, sabun dan preparat pembersih hanya menyumbang 2 persen dari total ekspor sehingga tidak memberikan banyak pengaruh.

    Sementara itu, sampai dengan triwulan II 2020 total nilai impor Papua Barat mencapai US$ 53,12 juta atau turun 82,06 persen dari periode yang sama tahun 2019. Impor terbesar berasal dari mesin/ peralatan listrik diikuti oleh golongan mesin–mesin /pesawat mekanik. Nilai impor tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar US$ 33,53 juta.

    C. INFLASI

    Inflasi merupakan kenaikan harga secara umum (Mankiw, 2013). Jika kenaikan harga barang hanya berasal dari satu atau dua barang saja, maka tidak dapat disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan itu meluas dan menyebabkan kenaikan harga barang lainnya. Secara umum, inflasi digolongkan

    ke dalam tiga jenis yaitu: inflasi inti (core inflation), inflasi komponen yang bergejolak (volatile food inflation) dan inflasi harga yang diatur (administered price inflation).

    Laju inflasi Papua Barat pada triwulan II 2020 cenderung bergerak naik (inflasi) sebagai dampak dari momen hari besar keagamaan sekaligus pandemi yang tengah terjadi. Meskipun pada bulan Januari, Papua Barat sempat mengalami deflasi terbesar hingga level -0,45 persen, karena pengaruh komponen transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang mengalami deflasi cukup besar. Akan tetapi, di bulan-bulan berikutnya ekonomi Papua Barat kembali tertekan hingga mencapai 0,46 di bulan Juni meskipun sempat deflasi pada bulan sebelumnya. Secara umum, selama triwulan II 2020 pembatasan mobilitas manusia mendorong turunnya produksi, sehingga mempengaruhi stok barang dan konsumsi, selain itu bongkar muat barang yang tertahan akses sandar juga turut andil pada tekanan inflasi. Namun demikian, permintaan masyarakat yang tetap tinggi dalam menyambut hari besar Islam (Ramadhan dan Idul Fitri) memberikan tekanan inflasi.

    Sepanjang Januari-Maret 2020, laju perubahan harga di Papua Barat relatif terkendali dan cenderung turun (deflasi) meskipun sempat meningkat pada bulan Februari. Pada bulan Februari terjadi inflasi sebesar 0,31 persen disebabkan oleh kenaikan tingkat konsumsi masyarakat. Pada bulan ini kondisi curah hujan yang masih tinggi, membuat produktivitas hasil pertanian turun sehingga pasokan komoditas

    -0.07

    -0.57

    0.67

    -0.45

    0.31

    -0.35

    0.24

    -0.01

    0.46

    -1

    -0.5

    0

    0.5

    1

    Oct-19

    Nov-19

    Dec-19

    Jan-20

    Feb-20

    Mar-20

    Apr-20

    May-20

    Jun-20

    Grafik 1.4Perkembangan Inflasi Bulanan Papua Barat

    s.d Triwulan II 2020 (persen)

    Sumber: BPS RI dan Provinsi Papua Barat (data diolah)

    159.43

    254.78245.27

    180.97156.99

    119.6

    176.92169.52

    135.54

    36.17

    10.5

    25.39

    10.03

    33.53

    2.72 3.00 0.35 3.49

    0

    75

    150

    225

    300

    0

    40

    80

    120

    Oct-19

    Nov-19

    Dec-19

    Jan-20

    Feb-20

    Mar-20

    Apr-20

    May-20

    Jun-20Grafik 1.3

    Perkembangan Nilai Ekspor - Impor Papua Barats.d Triwulan II 2020 (US$ Juta)

    Ekspor ImporSumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

  • BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    4

    menjadi berkurang. Imbasnya, komponen volatile food seperti beras, sayur-sayuran dan kacang-kacangan menjadi penyumbang utama inflasi. Sementara itu, laju inflasi inti (core inflation) relatif terkendali seiring kelompok sandang yang mengalami delfasi, sedangkan makanan jadi mengalami inflasi yang rendah. Berbeda dengan komponen administered price yang cenderung fluktuatif pada posisi deflasi karena volume penerbangan dan perjalanan laut yang semakin banyak.

    Memasuki triwulan II 2020, kontraksi pada komponen administered price seperti transportasi berpengaruh signifikan terhadap kelompok makanan jadi yang mengalami tekanan seiring turunnya volume kegiatan ekonomi akibat gejolak pendemi, tidak seperti bulan-bulan sebelumnya yang belum terdampak atau masih cenderung normal. Adanya pembatasan sosial yang berakibat pada tidak tersedianya penerbangan atau fasilitas perjalanan lintas pulau, mendorong inflasi yang cukup signifikan pada kelompok lain, hanya transportasi darat yang masih mampu menahan gejolak dengan lancarnya distribusi bahan makanan lokal antar kabupaten. Pada periode ini, laju inflasi inti (core inflation) kelompok sandang

    relatif terkendali bahkan mengalami deflasi, berbeda dengan makanan jadi.

    Meskipun terdapat sedikit kenaikan karena peningkatan konsumsi masyarakat yang berdiam dirumah, serta momen Ramadhan dan Idul Fitri, tetapi komponen volatile food seperti telur, ikan, daging ayam, daging sapi dan sayur-sayuran masih terkendali. Pemerintah melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) bergerak sigap dengan melakukan pengawasan distribusi untuk mencegah penimbunan barang dan permainan harga. Selain itu, fokus TPID ketersediaan barang dan operasi pasar mampu membentuk stabilitas harga.

    D. INDIKATOR KESEJAHTERAAN

    Indikator pembangunan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat diantaranya: Tingkat Kemiskinan, Tingkat Ketimpangan (Gini Ratio), dan Tingkat Pengangguran.

    D.1 Tingkat Kemiskinan Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah, Papua Barat dihadapkan pada masalah kemiskinan yang cukup pelik. Tingkat kemiskinan Papua Barat relatif sangat tinggi, menduduki peringkat kedua nasional setelah Provinsi Papua. Pada bulan September 2017 tingkat kemiskinan Papua Barat mencapai 23,12 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat kemiskinan nasional sebesar 10,12 persen. Kemudian pada Maret 2019, di saat kemiskinan nasional berhasil turun menjadi single digit (9,41 persen), tingkat kemiskinan Papua Barat hanya turun sedikit menjadi 22,17 persen. Selama bulan Maret 2019 hingga September 2019 tingkat kemiskinan Papua Barat kembali berkurang sebesar 0,66 poin atau sebanyak 3,91 ribu orang.

    Sampai dengan bulan Maret 2020 atau paruh pertama perhitungan, tercatat sebanyak 208,58 ribu orang termasuk dalam kategori miskin di Papua Barat. Kondisi ini menunjukkan adanya sedikit perbaikan dengan turunnya tingkat kemiskinan (-0,14) disaat kemiskinan secara nasional mengalami peningkatan (0,56). Meskipun demikian, dalam beberapa periode ke belakang

    Tabel 1.1 Inflasi Bulanan (mtm) Papua Barat Menurut Kelompok Pengeluaran

    s.d Triwulan II 2020 (persen)

    Kelompok Jan Feb Mar Apr Mei Jun

    Umum -0.45 0.31 -0.35 0.24 -0.01 0.46

    Bahan Makanan 0.51 1.44 -0.18 0.27 0.00 0.37

    Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

    0.62 0.43 1.54 1.46 0.15 0.80

    Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

    -0.29 -0.10 0.03 0.20 -0.16 0.27

    Sandang 0.17 -0.54 -0.27 -0.01 -1.14 -1.01

    Kesehatan 0.45 0.05 1.14 0.05 0.32 0.37

    Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 1.17 -0.33 1.14 0.00 0.00 -0.58

    Transpor dan Komunikasi dan Jasa Keuangan

    -4.67 -2.33 -3.48 -3.71 -0.01 1.04

    Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

  • BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020 5

    penurunan tingkat kemiskinan Papua Barat masih belum begitu signifikan. Pembangunan yang berlangsung selama ini di Papua Barat tampaknya belum berhasil meningkatkan taraf hidup penduduk keluar dari kemiskinan, ditambah lagi dengan dampak dari turunnya ekonomi baik itu secara volume maupun nilai akibat pandemi.

    D.2 Tingkat Ketimpangan Tidak diragukan lagi bahwa pembangunan mengharuskan adanya tingkat pendapatan yang tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan. Namun demikian, tingkat pendapatan yang tinggi perlu didukung oleh indikator utama lainnya yaitu pemerataan distribusi pendapatan. Jika peningkatan pendapatan tersebut hanya melibatkan sebagian kecil orang kaya, maka penanggulangan kemiskinan akan bergerak melambat dan ketimpangan semakin tinggi (Todaro dan Smith, 2003). Salah satu cara untuk mengukur tingkat distribusi pendapatan dengan menggunakan Rasio Gini (Gini Ratio). Rasio tersebut menggambarkan derajat ketimpangan distribusi pendapatan dalam suatu daerah yang nilainya terletak antara 0 (kemerataan sempurna) dan 1 (ketidakmerataan sempurna).

    Berbeda dengan nasional, tingkat distribusi pendapatan Papua Barat dari tahun 2015 - 2020 bergerak fluktuatif. Pada tahun 2015, gini ratio Papua Barat tercatat sebesar 0,440. Sempat turun pada tahun 2016, gini ratio Papua Barat kembali naik pada tahun 2017 - 2018. Kemudian pada tahun 2019 gini ratio Papua Barat kembali turun dengan

    angka yang kecil pada level 0,381. Kondisi penurunan ini tidak bertahan karena tahun 2020, gini ratio kembali naik tipis menjadi 0,382 atau sedikit di atas nasional (0,381) yang juga turut meningkat.

    D.3 Tingkat Pengangguran Secara teoritis, pengangguran memiliki hubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi, hal tersebut mencerminkan penambahan output yang membutuhkan banyak tenaga kerja untuk memenuhi kapasitas produksi. Arthur Okun (Okun’s Law) melalui studinya menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka tingkat pengangguran akan semakin berkurang (Blanchard, 2006).

    23.12 23.01 22.66 22.17 21.51 21.37

    10.12 9.82 9.66 9.41 9.22 9.78

    0

    10

    20

    30

    2017-II 2018-I 2018-II 2019-I 2019-II 2020-I

    Grafik 1.5Perkembangan Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan

    Nasional Tahun 2015 - 2020 (persen)

    Pabar Nasional

    Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

    0.440

    0.373

    0.390 0.3910.381 0.382

    0.4080.397 0.393

    0.3840.380 0.381

    0.32

    0.36

    0.40

    0.44

    2015 2016 2017 2018 2019 2020

    Grafik 1.6Perkembangan Gini Ratio Papua Barat dan Nasional

    Tahun 2015 - 2020

    Papua Barat Nasional

    Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

    15,073 18,806

    25,037

    33,214 26,129 24,322

    30,039

    3.70

    4.60

    5.73

    7.52

    5.675.28

    6.20

    0

    2

    4

    6

    8

    2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 -

    10,000

    20,000

    30,000

    40,000

    Grafik 1.7Perkembangan Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka

    Papua Barat Tahun 2015 - 2020 (jiwa, persen)

    Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)

    Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

  • BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    6

    Selama kurun tujuh tahun terakhir pengangguran tertinggi di Papua Barat terjadi pada tahun 2017 dengan jumlah pengangguran Papua Barat mencapai 33.214 orang dan tingkat pengangguran sebesar 7,52 persen. Kemudian pada tahun 2018 jumlah pengangguran menurun menjadi 26.129 orang dengan tingkat pengangguran berkurang menjadi 5,67 persen. Sementara itu, tahun 2019 jumlah pengangguran tercatat turun menjadi 24.322 orang atau 5,28 persen. Pada tahun 2020, dua tahun setelah selalu turun, jumlah pengangguran kembali mengalami peningkatan menjadi 30.039 orang (6,20 persen).

    Adanya kondisi ini, menunjukkan bahwa sepertinya progam pemerintah belum mampu menekan jumlah dan tingkat pengangguran di Papua Barat. Diperparah dengan risiko penurunan daya beli, penurunan konsumsi, penurunan produksi dan transaksi ekonomi lain (perdagangan dan investasi), stagnasi ekonomi, serta gejolak sosial akibat pandemi Covid-19 yang berimbas pada semua sektor kehidupan masyarakat. Khusus untuk meredam dampak pandemi bagi ekonomi agar tidak semakin meluas, pemerintah daerah dapat mengoptimalisasi program stimulus pemerintah pusat berupa penyaluran subsidi seperti kartu sembako, kartu prakerja, dan lainnya, ditambah dengan percepatan dan perluasan stimulus kredit kepada sektor riil. Melalui pengembangan sektor riil yang bersentuhan langsung dengan kegiatan ekonomi di masyarakat, normalisasi dan rebound ekonomi di level domestik pascapandemi diperkirakan tidak membutuhkan waktu yang lama. Selain itu, pemerintah daerah harus mampu berfungsi sebagai penggerak konsumsi yang lebih tinggi, dan mendorong kembalinya lapangan usaha yang menyerap banyak tenaga kerja lokal untuk menekan kerusakan ekonomi yang tercipta sepanjang wabah melalui penggunaan APBD yang cepat, efektif dan efisien.

    E. PANDEMI DAN REGIONAL EKONOMI

    Pandemi Covid-19 menjadi kejadian yang paling mempengaruhi perkembangan ekonomi di tahun 2020. Pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan kinerja hingga kontraksi pada beberapa

    wilayah. Peristiwa ini menciptakan kondisi luar biasa (extraordinary), sulit diperkirakan karena belum pernah terjadi sebelumnya (unprecedented) dan berdampak signifikan terhadap aktivitas perekonomian. Dampaknya, berbagai lembaga keuangan memprediksi pertumbuhan ekonomi yang akan mengalami kontraksi di sepanjang tahun 2020. Namun dampak pastinya terhadap perekonomian sulit diprediksi karena tidak ada yang tahu pasti kapan pandemi tersebut akan berakhir.

    Kondisi luar biasa ini telah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Papua Barat pada triwulan II 2020 yang hanya mampu tumbuh sebesar 0,53 persen (yoy). Meski demikian, tingkat pertumbuhan Papua Barat ini masih jauh lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini ditunjukkan dengan tetap berlakunya Pembatasan Nasional Berskala Besar (PSBB) di Papua Barat dan berbagai wilayah lainnya, namun masih mampu menunjukkan angka indikator makro ekonomi (pertumbuhan dan inflasi) yang lebih baik. Sumber utama pertunbuhan adalah ekspor yang masih mampu memberikan nilai positif. Demikian juga dengan pengeluaran pemerintah yang tercatat menjadi tumpuan dikala konsumsi RT dan PMDB mengalami kontraksi akibat pandemi.

    Pemerintah tentunya akan terus melakukan penilaian yang komprehensif secara berkelanjutan guna memastikan bahwa kebijakan yang diambil untuk mengantisipasi pemburukan lebih lanjut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Fokus utamanya adalah untuk menjaga ketahanan pangan yang mampu diakses masyarakat miskin dan rentan agar mampu bertahan, serta mendukung daya tahan dunia usaha agar tidak terpukul semakin dalam sehingga dapat cepat melakukan proses pemulihan (rebound). Selain itu, pertumbuhan yang melambat merupakan cambukan bagi pemerintah untuk memperkuat upaya-upaya luar biasa mencakup dukungan terhadap sektor kesehatan di Papua Barat untuk penanganan Covid-19 yang masih terkendala fasilitas, penyaluran program perlindungan sosial, dan dukungan terhadap dunia usaha, termasuk melalui program pemulihan ekonomi regional, dan akselerasi belanja pemerintah.

  • Perkembangan dan Analisis APBN

    BAB II

    “Bermain di dermaga Kabupaten Sorong”.

    #DJPbKawalAPBN

  • BELANJA PEMERINTAH PUSAT

    TRANSFER KE DAERAH & DANA DESA

    2,16 T

    7,37 T

    PAJAK PNBP 861,1 M 158,8 M

    KUR DEBITUR 4.457

    184,5 M >> >>

    Perkembangan dan Analisis APBN

    BAB II

  • BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020 7

    nggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menggambarkan kondisi keuangan pemerintah yang berkaitan

    dengan sumber-sumber pendapatan dan alokasi belanja pemerintah untuk satu periode tahun anggaran yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Sebagai gambaran implementasi APBN tahun 2020 sampai dengan triwulan II di Provinsi Papua Barat, dapat dijelaskan dengan membandingkan antara pagu dan realisasi APBN triwulan II 2019 dengan triwulan II 2020.

    Pada saat pengesahan APBN 2020 diwarnai optimisme dan diperkirakan akan menjadi tahun yang lebih baik bagi perekonomian Indonesia, sehingga target pendapatan dan belanja negara di Papua Barat ditetapkan mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut didasarkan asumsi bahwa kondisi perekonomian sedang menuju tahap pemulihan (recovery) meskipun terdapat tantangan dan dinamika yang cukup berat akibat volatilitas harga komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi yang dapat mempengaruhi target pendapatan negara. Namun demikian, pada perjalanannya, proyeksi pertumbuhan tersebut tidak terwujud dengan adanya pandemi Covid-19, sehingga membuat pemerintah pusat melakukan penyesuaian sebagai kebijakan countercyclical dalam rangka memastikan ketersediaan anggaran dengan tetap mempertahankan kesehatan dan kesinambungan keuangan negara.

    Melalui penetapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, pemerintah pusat melakukan penyesuaian APBN dengan memprioritaskannya untuk penanganan pandemi Covid-19

    serta dampak yang ditimbulkannya berupa ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan dengan fokus pada belanja kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan perekonomian. Oleh karena itu, target pendapatan negara, dan pagu belanja pemerintah pusat mengalami penyesuaian pada triwulan II 2020. Selain itu, untuk anggaran belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD,) telah ditentukan penggunaannya dapat sebagai dana jaring pengaman sosial di desa berupa bantuan langsung tunai kepada penduduk miskin di desa dan kegiatan penanganan wabah Covid-19.

    Setelah mengalami revisi, target pendapatan negara di Papua Barat tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 2,79 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari Rp 2.687,78 miliar menjadi Rp2.612,9 miliar. Sementara itu, dari aspek belanja negara terdapat penurunan pagu tahun 2020 sebesar 22,5 persen dibandingkan pagu tahun 2019, yaitu dari Rp33.638,51 miliar menjadi

    A

    Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi APBN Papua Barat

    s.d Triwulan II 2020 dan Triwulan II 2019 (miliar Rp)

    Uraian Tahun 2020 Tahun 2019

    Pagu Realisasi % Pagu Realisasi %

    A. PENDAPATAN NEGARA 2,612.90 1,019.91 39.03 2,687.78 976.13 36.32 I. PENERIMAAN DALAM

    NEGERI 2,612.90 1,019.91 39.03 2,687.78 976.13 36.32

    1. Penerimaan Pajak 2,291.51 861.14 37.58 2,465.88 828.56 33.60

    2. PNBP 321.39 158.78 49.40 221.90 147.58 66.51

    II. HIBAH - - - - - -

    B. BELANJA NEGARA 26,070.60 9,533.42 36.57 33,638.51 11,858.45 35.25 I. BELANJA PEMERINTAH

    PUSAT 6,493.26 2,163.33 33.32 8,696.82 2,620.77 30.13

    1. Belanja Pegawai 1,978.02 882.44 44.61 1,874.29 836.07 44.61

    2. Belanja Barang 2,409.79 730.82 30.33 3,275.20 1,154.66 35.25

    3. Belanja Modal 2,087.74 546.11 26.16 3,518.07 623.82 17.73 4. Belanja Bantuan

    Sosial 5.11 2.95 57.67 13.38 3.75 27.99

    5. Belanja Lain-lain 12.60 1.02 8.08 15.88 2.48 15.60 II. TRANSFER KE DAERAH

    DAN DANA DESA 19,577.34 7,370.09 37.65 24,941.69 9,237.68 37.04

    1. Transfer ke Daerah 18,035.35 6,619.34 36.70 23,424.77 8,327.53 35.55

    a. Dana Perimbangan 13,429.15 5,274.48 39.28 19,413.67 7,111.54 36.63 1) DBH 3,489.97 814.16 23.33 8,422.94 1,831.26 21.74

    2) DAU 8,492.72 4,001.42 47.12 8,311.50 4,833.26 58.15

    3) DAK 1,446.46 458.90 31.73 2,679.24 447.01 16.68

    b. DID dan Otsus 4,606.20 1,344.86 29.20 4,011.10 1,215.99 30.32 2. Dana Desa 1,541.98 750.75 48.69 1,516.92 910.15 60.00

    C. SURPLUS DEFISIT -23,457.70 -8,513.51 36.29 -33,411.96 -10,882.31 32.57

    D. PEMBIAYAAN - - - - - -

    Sumber: OM SPAN, KPP Pratama Manokwari dan KPP Pratama Sorong (data diolah)

  • BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    8

    Rp26.070,6 miliar. Alokasi belanja APBN 2020 yang turun dibandingkan dengan tahun 2019 disebabkan oleh penyesuaian terhadap kondisi ekonomi imbas pandemi, meskipun sebenarnya kebutuhan anggaran yang digunakan untuk membiayai program dan kegiatan khususnya di daerah melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mengalami peningkatan. Sebagai konsekuensi, pagu belanja pemerintah pusat turun sebesar 25,34 persen atau menjadi Rp6.493,26 miliar, sedangkan TKDD menjadi sebesar Rp19.577,34 miliar atau turun 21,51 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

    Kebijakan refocusing dan realokasi berdasarkan Perpres Nomor 72 Tahun 2020 pada alokasi APBN yang dilakukan menimbulkan beberapa dampak, diantaranya adalah tidak adanya penambahan jumlah PNS tahun ini, komponen pembayaran THR PNS yang tidak termasuk tunjangan tambahan dan tunjangan kinerja, tidak adanya THR untuk pejabat eselon I dan II, pembayaran gaji ketiga belas yang lebih lambat dari sebelumnya, penundaan belanja perjalanan dinas, biaya rapat, honorarium, belanja non operasional, belanja-belanja lain, serta penundaan atau renegosiasi kembali pembangunan dan penyelesaian proyek-proyek infrastruktur strategis multi years seperti jalan trans papua, jalan lintas perbatasan dan jaringan air pipa-sanitasi.

    Adanya berbagai penyesuaian ini menyebabkan penurunan yang signifikan pada komponen belanja negara. Pagu belanja barang setelah perubahan turun 26,42 persen atau menjadi Rp2.409,79 miliar dari sebelumnya Rp3.275,20 miliar di tahun 2019, sedangkan pagu belanja modal mengalami penurunan yang sangat signifikan sebesar 40,66 persen menjadi Rp2.087,74 miliar. Sementara pada belanja bantuan sosial dan belanja lainnya juga mengalami penurunan berturut-turut sebesar 61,82 persen dan 20,65 persen menjadi Rp5,11 miliar dan Rp12,6 miliar di tahun 2020. Hanya pagu belanja pegawai yang meningkat 5,53 persen menjadi sebesar Rp1.978,02 miliar, karena adanya kenaikan tunjangan kinerja dan tunjangan tambahan khususnya bagi tenaga kesehatan.

    Selanjutnya, dengan membandingkan antara realisasi pendapatan dan belanja hingga akhir triwulan II 2020, dapat disimpulkan bahwa terdapat defisit anggaran sebesar –Rp8.513,51 miliar disebabkan target penerimaan yang belum tercapai. Sampai dengan triwulan II 2020, realisasi penerimaan APBN relatif masih rendah mencapai 39,03 persen. Namun kinerja tersebut relatif lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Sementara itu, realisasi belanja APBN pada periode ini mencapai 36,57 persen dimana kinerjanya sedikit lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun 2019.

    A. PENDAPATAN NEGARA

    A.1 Penerimaan Perpajakan Penerimaan perpajakan di Papua Barat hanya berasal dari penerimaan pajak dalam negeri yang terdiri atas penerimaan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Lainnya.

    Total penerimaan perpajakan di Papua Barat hingga triwulan II 2020 berjumlah Rp858,29 miliar. Pada periode ini, daerah yang memiliki penerimaan pajak terbesar yaitu Kota Sorong, Kab. Manokwari dan Kab. Teluk Bintuni masing-masing sebesar Rp263,89 miliar; Rp168,46 miliar dan Rp166,61 miliar. Sebagai pusat perekonomian di Papua Barat,

    Tabel 2.2 Penyesuaian Pagu APBN Papua Barat Tahun 2020

    Komponen Belanja Negara

    Uraian APBN APBN-P Perpres 72/2020

    Perubahan

    Belanja Pemerintah Pusat 8,691.31 6,493.26 -25.29%

    Belanja Pegawai 1,996.07 1,978.02 -0.90%

    Belanja Barang 2,825.72 2,409.79 -14.72%

    Belanja Modal 3,851.18 2,087.74 -45.79%

    Bantuan Sosial 574.00 5.11 -99.11%

    Belanja Lainnya 12.60 12.60 -0.03%

    Transfer Ke Daerah dan Dana Desa 21,077.76 19,577.33 -7.12%

    Dana Bagi Hasil 3,489.97 3,489.97 -

    Dana Alokasi Umum 8,492.72 8,492.72 -

    Dana Alokasi Khusus 2,928.06 1,446.46 -50.60%

    Dana Otonomi Khusus 4,606.20 4,606.20 -

    Dana Desa 1,560.81 1,541.98 -1.21% Sumber: OM SPAN (data diolah)

  • BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020 9

    Kota Sorong dan Kab. Manokwari merupakan daerah paling maju sehingga banyak potensi penerimaan pajak yang diperoleh dari kedua daerah tersebut. Adapun Kab. Teluk Bintuni merupakan salah satu daerah penghasil gas alam terbesar dalam skala nasional.

    Sementara itu, daerah-daerah lain di Papua Barat sampai dengan triwulan II 2020 memiliki penerimaan pajak relatif kecil. Penerimaan pajak terendah yaitu Kab. Tambraw dan Kab. Maybrat, berturut-turut sebesar Rp5,8 miliar dan Rp1,67 miliar. Dua kabupaten tersebut menjadi daerah dengan realisasi perpajakan yang kecil karena merupakan daerah yang relatif tertinggal, sehingga memerlukan perhatian pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan potensi perekonomiannya. Sementara Kab. Pegunungan Arfak sebagai daerah pemekaran baru, hingga akhir periode triwulan II 2020 belum terdapat penerimaan perpajakan.

    Berdasarkan jenisnya, hingga berakhirnya triwulan II 2020 realisasi penerimaan pajak terbesar di Papua Barat adalah PPh Non Migas mencapai Rp433,53 miliar atau 50,94 persen dari total realisasi, dengan kontribusi terbesar yaitu PPh Pasal 21 mencapai Rp241,5 miliar. Kemudian realisasi penerimaan pajak terbesar kedua yaitu PPN dan PPnBM sebesar 412,87 miliar atau 48,51 persen dari total realisasi, dengan kontribusi terbesar yaitu PPN Dalam Negeri mencapai Rp421,13 miliar. Adanya pemanfaatan berbagai insentif sebagai upaya pemulihan ekonomi berupa pemberian fasilitas pajak (insentif PPh Pasal 21, penurunan tarif PPh Badan dan pengurangan angsuran) berakibat pada pertumbuhan realisasi perpajakan yang melambat.

    A.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) PNBP merupakan seluruh penerimaan pemerintah pusat yang bukan berasal dari penerimaan perpajakan. Realisasi PNBP di Papua Barat selama kurun waktu hingga triwulan II 2020 mencapai Rp158,78 miliar atau 49,4 persen dari target. Pencapaian tersebut lebih rendah secara persentase dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 66,51 persen, namun lebih besar secara nilai (Rp147,58 miliar). Kontribusi terbesar dari realisasi pendapatan PNBP di Papua Barat didapat dari pendapatan jasa kepelabuhan sebesar Rp44,83 miliar.

    B. BELANJA NEGARA

    Sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah (government expenditure) dapat dijadikan sebagai alat ungkit (leverage) dalam bentuk timulus fiskal. Kebijakan penganggaran pada K/L untuk wilayah Papua Barat beberapa tahun terakhir diprioritaskan dengan mengakselerasi belanja modal untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur.

    B.1 Belanja Pemerintah Pusat Alokasi belanja pemerintah pusat di Papua Barat setelah perubahan postur APBN mengalami penurunan sebesar 25,34 persen, yaitu dari Rp8.696,82 miliar pada tahun 2019 menjadi Rp 6.493,26 miliar pada tahun 2020. Alokasi belanja

    263.89

    168.46166.61

    110.45

    36.1131.38

    29.4517.79

    15.3811.31

    5.801.67

    0

    100

    200

    300

    Kota

    Sor

    ong

    Man

    okw

    ari

    Telu

    k Bi

    ntun

    i

    Kab.

    Sor

    ong

    Fakf

    ak

    Man

    sel

    Telu

    k W

    onda

    ma

    Raja

    Am

    pat

    Kaim

    ana

    Soro

    ng S

    elat

    an

    Tam

    brau

    w

    May

    brat

    Grafik 2.1Penerimaan Pajak per Kab/Kota di Papua Barat

    s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp)

    Sumber: KPP Manokwari dan KPP Sorong (data diolah)

    957.51

    1,259.99

    55.28 12.73

    433.53 412.87

    4.61 0.02

    50.94%48.51%

    0.54% 0.00%

    0%

    10%

    20%

    30%

    40%

    50%

    60%

    0

    300

    600

    900

    1,200

    1,500

    PPh Non Migas PPN dan PPnBM PBB dan BPHTB Pajak Lainnya

    Grafik 2.2Target dan Realisasi per Jenis Pajak di Papua Barat

    s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp)

    Target Realisasi %

    Sumber: KPP Manokwari dan KPP Sorong (data diolah)

  • BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    10

    tertinggi dimiliki belanja barang mencapai Rp2.409,79 miliar atau 37,1 persen dari total pagu. Selanjutnya diikuti belanja modal mencapai Rp2.087,74 miliar atau 32,2 persen dari total pagu belanja.

    Sampai dengan triwulan II 2020, realisasi belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja pegawai mencapai 44,61 persen dan belanja barang mencapai 30,33 persen. Sementara itu, realisasi belanja modal baru mencapai 26,16 persen dan belanja bantuan sosial telah mencapai 57,67 persen. Adapun realisasi belanja terendah yaitu belanja lain-lain mencapai 8,08 persen.

    Realisasi belanja pemerintah pusat yang tercatat rendah ini sebagian besar disebabkan oleh adanya pembatasan sosial dan refocusing/realokasi yang membutuhkan penyesuaian baik itu dengan kebiasaan baru maupun protokol kesehatan. Sedangkan faktor yang menjadi pendorong

    penyerapan hingga triwulan II 2020 adalah mulai dilaksanakannya kegiatan penanganan dampak Covid-19, seperti penyaluran bansos, penanganan kesehatan dan pelaksanaan program padat karya.

    B.2 Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD)

    Total pagu alokasi TKDD dalam APBN-P yang diperuntukkan bagi seluruh pemerintah daerah di Papua Barat tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 21,51 persen yaitu dari Rp24.941,69 miliar pada tahun 2019, menjadi Rp19.577,34 miliar pada tahun 2020. Alokasi anggaran terbesar terdapat pada Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp8.492,7 miliar atau 43,4 persen dari total pagu alokasi TKDD.

    Hingga berakhirnya periode triwulan II 2020, realisasi TKDD di Papua Barat mencapai Rp6.619,34 miliar atau 36,7 persen dari total pagu alokasi TKDD. Besaran realisasi TKDD tertinggi yaitu DAU dan Dana Otsus masing-masing

    1,978.0

    2,409.82,087.7

    5.1 12.6

    882.4730.8

    546.1

    2.9 1.0

    44.6%

    30.3% 26.2%

    57.7%

    8.1%

    0%

    20%

    40%

    60%

    80%

    0

    1,000

    2,000

    3,000

    BelanjaPegawai

    BelanjaBarang

    Belanja Modal BelanjaBansos

    Belanja Lain-lain

    Grafik 2.4Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat

    di Papua Barat s.d. Triwulan II 2020 (miliar Rp)

    Pagu Realisasi Realisasi %Sumber: OM SPAN (data diolah)

    Belanja Pegawai30.5%

    Belanja Barang37.1%

    Belanja Modal32.2%

    Bansos + Belanja Lainnya0.3%

    Grafik 2.3Komposisi Pagu Belanja Pemerintah Pusat di Papua Barat

    Tahun 2020 (persen)

    Sumber: OM SPAN (data diolah)

    8,492.7

    3,490.0

    1,446.5

    4,606.2

    1,542.0

    4,001.4

    814.2 458.91,344.9

    750.7

    47.1%

    23.3%31.7% 29.2%

    48.7%

    0%

    30%

    60%

    0

    3,000

    6,000

    9,000

    Dana AlokasiUmum

    Dana BagiHasil

    Dana AlokasiKhusus

    Dana Otsus Dana Desa

    Sumber: OM SPAN (data diolah)

    Grafik 2.6Pagu dan Realisasi TKDD Papua Barat

    s.d. Triwulan II 2020 (miliar Rp)

    Pagu Realisasi Realisasi (%)

    Dana Alokasi Umum 43.4%

    Dana Bagi Hasil 17.8%

    Dana Alokasi Khusus 7.4%

    Dana Otsus23.5%

    Dana Desa7.9%

    Grafik 2.5Komposisi Alokasi TKDD Papua Barat Tahun 2020 (persen)

    Sumber: OM SPAN (data diolah)

  • BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020 11

    mencapai Rp4.001,42 miliar (47,12 persen) dan Rp1.344,86 miliar (29,2 persen dari pagu). Adapun Dana Bagi Hasil hingga triwulan II 2020 memiliki tingkat realisasi terendah sebesar 23,33 persen (Rp814,16 miliar), disebabkan oleh sifat pengelolaan keuangan pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat yang akan memanfaatkan dana berkenaan setelah penetapan peraturan Gubernur .

    B.3 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

    Hingga akhir triwulan II 2020 jumlah penyaluran KUR di Papua Barat telah mencapai Rp183,93 miliar yang diberikan kepada 4.375 debitur. Daerah dengan jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong sebesar Rp53,18 milar. Selanjutnya, daerah dengan penyaluran KUR terbesar kedua yaitu Kab. Manokwari sebesar Rp44,96 miliar. Hal ini mengindikasikan bahwa persebaran penerima KUR di Papua Barat sebagian besar berada di daerah yang kondisi perekonomiannya relatif lebih maju.

    Sesuai Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016, KUR terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu KUR Mikro, KUR Ritel dan KUR TKI. KUR Mikro diberikan kepada penerima KUR maksimal Rp25 juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 3 tahun atau investasi paling lama 5 tahun. KUR Ritel diberikan kepada debitur KUR antara Rp25 – Rp500 juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 4 tahun atau investasi paling lama 5 tahun. Adapun KUR TKI diberikan kepada penerima KUR paling banyak Rp25 juta dengan jangka waktu

    kredit paling lama sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi jangka waktu paling lama 3 tahun.

    Berdasarkan skema penyaluran, hingga triwulan II 2020 jumlah penyaluran KUR tertinggi di Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp124,3 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 4.104 nasabah. Sementara itu untuk penyaluran KUR Kecil sebesar Rp59,64 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 271 nasabah.

    Jika dilihat per sektor, perdagangan merupakan sektor yang memiliki jumlah penyaluran KUR terbesar, dengan penyaluran sampai dengan triwulan II 2020 sebesar Rp87,1 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 1.902 nasabah. Kemudian diikuti sektor pertanian, perburuan dan kehutanan

    Tabel 2.3 Penyaluran KUR di Papua Barat per Skema s.d Triwulan II 2020

    Skema Debitur Penyaluran (Rp) Outstanding

    (Rp)

    Kecil 271 59,635,910,623 53,701,694,387

    Mikro 4,104 124,298,500,000 100,083,455,187

    Jumlah 4,375 183,934,410,623 153,785,149,574

    Sumber: Sistem Informasi Kredit Program – SIKP (data diolah)

    Tabel 2.4 Penyaluran KUR di Papua Barat per Sektor s.d Triwulan II 2020

    Sektor Debitur Penyaluran (Rp) Outstanding (Rp)

    Industri Pengolahan 461 16,288,000,000 13,781,254,275

    Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan Lainnya

    453 18,646,288,237 15,674,435,156

    Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 44 1,901,000,000 1,624,268,529

    Konstruksi 10 1,245,000,000 715,894,846

    Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 367 15,447,500,000 13,142,045,844

    Perdagangan Besar dan Eceran 1,902 87,093,622,386 72,983,164,596

    Perikanan 265 9,978,000,000 7,428,245,851

    Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 616 18,861,000,000 15,520,026,871

    Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan

    87 6,215,000,000 5,721,376,478

    Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 252 8,794,000,000 7,194,437,128

    Jumlah 4,457 184,469,410,623 153,785,149,574

    Sumber: Sistem Informasi Kredit Program – SIKP (data diolah)

    16.639.57

    44.96

    0.785.90

    23.19

    7.313.01

    13.88

    6.05

    53.18

    383 144

    1,131

    19 164

    534

    229 91

    314

    172

    1,276

    -

    200

    400

    600

    800

    1,000

    1,200

    1,400

    0.00

    20.00

    40.00

    60.00

    Kab.

    Fak

    fak

    Kab.

    Kai

    man

    a

    Kab.

    Man

    okw

    ari

    Kab.

    May

    brat

    Kab.

    Raj

    a Am

    pat

    Kab.

    Sor

    ong

    Kab.

    Sor

    ong

    Sela

    tan

    Kab.

    Tam

    brau

    w

    Kab.

    Tel

    uk B

    intu

    ni

    Kab.

    Tel

    uk W

    onda

    ma

    Kota

    Sor

    ong

    Grafik 2.7Jumlah Penyaluran KUR per Kab / Kota di Papua Barat

    s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp)

    Sumber: Sistem Informasi Kredit Program - SIKP (data diolah)

  • BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    12

    sebesar Rp18,86 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 616 nasabah. Melihat kondisi tersebut, perlu perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang lebih produktif seperti sektor perikanan dan industri pengolahan. Hal ini dikarenakan perluasan kepada sektor produktif lebih menggerakkan roda perekonomian Papua Barat.

    Jika dilihat dari lembaga penyalur, terdapat tujuh bank penyalur KUR di Papua Barat. BRI merupakan bank penyalur KUR terbesar baik dari sisi jumlah debitur maupun jumlah kredit yang disalurkan. Sampai dengan triwulan II 2020, dana KUR yang telah disalurkan oleh BRI sebesar Rp148,66 miliar dengan jumlah debitur mencapai 4.047 orang. Sementara itu, dana KUR yang telah disalurkan oleh BPD Papua sebesar Rp10,1 miliar kepada 126 debitur, atau menjadi yang terbesar kedua. Adapun Bank Mandiri telah menyalurkan KUR kepada 110 debitur dengan nilai penyaluran sebesar Rp8,33 miliar.

    C. PROGNOSIS REALISASI APBN SAMPAI DENGAN AKHIR TAHUN 2020

    Hingga akhir tahun 2020, diperkirakan terdapat beberapa faktor utama yang dapat mempengaruhi pencapaian realisasi APBN di Papua Barat yaitu:

    Perekonomian global semakin mengarah pada resesi seiring terganggunya proses produksi hampir di semua negara di dunia akbibat

    terbatasnya mobilitas manusia sejalan dengan kebijakan penanggulangan pandemi;

    Risiko resesi ekonomi dunia yang diperkiraan baru akan terjadi pada triwulan III hingga triwulan IV 2020 sudah mulai dirasakan beberapa negara;

    Penyesuaian APBN masih akan dilakukan sebagai langkah penanggulangan dampak terhadap turunnya pendapatan masyarakat dan produksi, serta penurunan permintaan konsumsi domestik maupun investasi;

    Gagalnya sebagian besar rencana belanja akibat refocusing/realokasi akan berpengaruh terhadap capaian output prioritas nasional, kecuali pada bidang kesehatan seperti untuk stunting, ibu bayi, untuk penyakit menular sepertui TBC HIV, DBD, serta penanganan Covid-19;

    Pemulihan (rebouncing) perekonomian Papua Barat akan membutuhkan lebih banyak waktu mengingat selain kapasitas SDM yang relatif kurang memadai, adanya ketergantungan ekonomi dengan wilayah lain sebagai pemasok membutuhkan proses penyesuaian seiring pembatasan sosial yang masih akan berjalan.

    Berdasarkan tren dua tahun terakhir (2018-2019) dan ditambah dengan upaya pemulihan perekonomian yang terdampak pandemi, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian realisasi APBN di Papua Barat, dapat diperkirakan realisasi pendapatan APBN akan terkoreksi menjadi sebesar Rp1.894,35 miliar (72,5 persen) dan belanja APBN sebesar Rp21.768,95 (83,5 persen). Sehingga pada akhir tahun 2020, realisasi APBN lingkup Provinsi Papua Barat diperkirakan terjadi defisit sebesar –Rp19.874,6 miliar.

    Tabel 2.6 Prognosis Realisasi APBN Papua Barat s.d Triwulan IV 2020

    Uraian Pagu (miliar Rp)

    Prognosis Realisasi s.d. Triw IV

    Rp (miliar) %

    Pendapatan APBN 2,612.90 1,894.35 72.5

    Belanja APBN 26,070.60 21,768.95 83.5

    Surplus Defisit -19,874.60

    Sumber: OM SPAN, KPP Pratama Manokwari dan KPP Pratama Sorong (data diolah)

    Tabel 2.5 Penyaluran KUR di Papua Barat per Penyalur

    s.d Triwulan II 2020

    Nama Bank Debitur Penyaluran (Rp) Outstanding

    (Rp)

    Bank Bukopin 4 1,950,000,000 1,887,775,131

    Bank Central Asia 2 150,000,000 138,473,798

    Bank Mandiri 110 8,331,000,000 7,441,756,963

    Bank Negara Indonesia 84 14,715,000,000 11,669,871,173

    Bank Rakyat Indonesia 4,047 148,659,410,623 123,335,937,389

    BPD Papua 126 10,099,000,000 9,283,447,917

    BRI Syariah 2 30,000,000 27,887,203

    Jumlah 4,375 183,934,410,623 153,785,149,574

    Sumber: Sistem Informasi Kredit Program – SIKP (data diolah)

  • Perkembangan dan Analisis APBD

    BAB III

    “Eksotisme Hiu di Taman Nasional Teluk Cendrawasih”

    #DJPbKawalAPBN

  • MODAL

    PEGAWAI

    BARANG

    BANTUAN KEUANGAN

    1,76 T

    1,47 T

    0,53 T

    2,03 T

    29,1 %

    25,9 %

    8,92 %

    35,2 %

    BELANJA 6,84 T

    PENDAPATAN 7,09 T PAD 0,45 T

    PENDAPATAN TRANSFER 6,63 T

    LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 0,06 M

    Perkembangan dan Analisis APBD

    BAB III

  • BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    13

    embangunan daerah membutuhkan pendanaan besar yang bersumber dari semua penerimaan yang mampu

    diperoleh oleh daerah. Sumber penerimaan daerah untuk saat ini lebih didominasi oleh penerimaan dana transfer dari pemerintah pusat, sehingga menunjukkan bahwa keberlangsungan pembangunan suatu daerah masih bergantung pada Pemerintah Pusat. Semua pengeluaran untuk pembangunan daerah dan sumber dana yang diperlukan tertuang dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagai sebuah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah, APBD merupakan instrumen kebijakan fiskal dalam upaya meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat. Dalam merencanakan sumber pendapatan dan alokasi belanja, pemerintah daerah melihat kebutuhan riil masyarakat berdasarkan potensi daerah dengan berorientasi pada kepentingan/skala prioritas pembangunan. Selain itu, APBD merupakan salah satu pendorong (key leverage) bagi pertumbuhan ekonomi daerah untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, mandiri, dan berkeadilan.

    Secara total, target pendapatan APBD tahun 2020 seluruh pemerintah daerah di Papua Barat mengalami kenaikan, demikian pula dengan alokasi belanja. Pendapatan APBD Papua Barat tahun 2020 ditargetkan sebesar Rp29.286,31 miliar atau naik 1,98 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut disebabkan oleh kenaikan pada target Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Transfer. Sementara itu, alokasi belanja APBD tahun 2020 mencapai Rp25.579,91 miliar atau naik 13,29 persen. Adanya peningkatan tersebut dikarenakan kenaikan yang cukup signifikan pada pagu belanja pegawai, belanja bunga, belanja hibah dan bantuan keuangan. Penyebabnya, antara lain adalah

    rencana perbaikan kualitas dan penambahan jumlah SDM, serta perbaikan sistem e-government, sehingga menambah perhitungan belanja pegawai. Di samping itu, terdapat kegiatan pemberian hibah dari pemerintah daerah kepada masyarakat sebagai bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat dan kampung yang semakin meningkat di tahun 2020.

    Munculnya situasi yang tak derduga berupa pandemi pada tahun 2020 yang berdampak pada seluruh masyarakat mendorong perlunya penyesuaian terhadap APBD yang telah ditetapkan sebagai respon atas situasi dan kondisi. Penyesuaian tersebut, dilakukan pada target

    P

    Tabel 3.1 Pagu dan Realisasi APBD Seluruh Pemda Papua Barat s.d Triwulan II 2020 dan Triwulan II 2019 (miliar Rp)

    URAIAN Triwulan II 2020 Triwulan II 2019

    Pagu Realisasi Pagu Realisasi

    PENDAPATAN 29,286.31 7,085.57 28,718.89 10,493.96 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1,239.84 454.86 1,203.11 588.48

    Pajak Daerah 642.53 209.03 566.67 337.02 Retribusi Daerah 133.38 14.96 88.47 18.54

    Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 51.78 - 86.68 26.01

    Lain-lain PAD yang Sah 412.15 230.87 461.29 206.90 Pendapatan Transfer 27,135.06 6,630.65 26,394.90 9,722.61

    Dana Bagi Hasil (DBH) 3,489.97 916.30 9,362.23 1,809.87 Dana Alokasi Umum (DAU) 7,571.53 3,992.84 8,311.50 5,112.22 Dana Alokasi Khusus (DAK) 1,998.04 342.62 2,679.17 411.09 Dana Desa 1,541.98 35.18 1,516.92 595.90 Dana Insentif Daerah (DID) 4,240.66 62.57 239.18 10.86 Dana Penyesuaian dan Otsus 7,150.72 1,281.15 3,771.92 485.84

    Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya 905.44 - 337.43 1,296.46

    Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya 236.71 - 176.55 0.38

    Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah 911.41 0.06 1,120.88 182.87 Pendapatan Hibah 103.09 0.06 183.90 5.10 Pendapatan Lainnya 808.32 - 936.98 177.78

    BELANJA DAN TRANSFER 25,579.91 6,842.40 22,559.82 5,963.17 Belanja Pegawai 6,048.52 1,762.74 5,279.15 1,763.94 Belanja Bunga 69.56 38.22 9.20 13.84 Belanja Subsidi 20.26 18.79 21.13 8.76 Belanja Hibah 1,603.93 710.82 994.37 420.11 Belanja Bantuan Sosial 331.42 150.20 532.18 191.91 Belanja Tidak Terduga 146.36 127.03 25.72 5.47 Belanja Barang dan Jasa 5,681.87 1,474.13 5,737.97 1,801.47 Belanja Modal 5,901.56 526.60 5,990.50 599.77 Transfer Bantuan Keuangan 5,776.44 2,033.86 3,969.60 1,157.91

    SURPLUS (DEFISIT) 3,706.40 243.18 6,159.07 4,530.80 PEMBIAYAAN -578.60 3,008.33 2,143.42 -55.38 SiLPA (SiKPA) 3,127.80 3,251.51 8,302.49 4,475.42

    Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)

  • BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    14

    pendapatan daerah dengan mempertimbangkan potensi penurunan Pendapatan Asli Daerah, terutama yang berasal dari pajak dan retrbusi daerah, sebagai akibat dari menurunnya kegiatan masyarakat dan perekonomian. Selain itu, penyesuaian belanja juga harus dilakukan memperhatikan perkembangan pandemi Covid-19 di masing-masing daerah yang memerlukan pencegahan/penanganan secara cepat dengan anggaran yang memadai.

    Hingga akhir triwulan II 2020, penyesuaian APBD oleh pemerintah daerah di Papua Barat yang diperkirakan akan berkurang 30-40 persen masih dalam proses pengesahan. Namun demikian, selama penyesuaian tersebut belum ditetapkan, total realisasi pendapatan APBD seluruh pemerintah daerah di Papua Barat telah mencapai Rp7.085,57 miliar atau 24,19 persen dari target. Sementara itu, realisasi belanja mencapai Rp6.842,40 miliar atau 26,75 persen dari target.

    A. PENDAPATAN DAERAH

    Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah.

    A.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) PAD merupakan pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Besaran PAD dalam postur APBD merupakan indikator kemandirian daerah. Komponen PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.

    Target PAD seluruh pemerintah daerah Papua Barat tahun 2020 sebesar Rp1.239,84 miliar atau naik 3,05 persen dari tahun sebelumnya yang

    berjumlah Rp1.203,11 miliar. Hingga berakhirnya triwulan II 2020, realisasi PAD seluruh pemerintah daerah Papua Barat sebesar Rp454,86 miliar atau 36,69 persen dari target. Realisasi masing-masing komponen PAD yaitu pajak daerah mencapai 32,5 persen, retribusi daerah mencapai 11,2 persen, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan belum memiliki realisasi, sedangkan lain-lain PAD yang sah mencapai 56,02 persen. Rendahnya PAD dibandingkan tahun sebelumnya disebabkan oleh pembatasan sosial dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 menurunkan volume dan mobilitas, sehingga berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi masyarakat sebagai sumber PAD.

    A.1.1 Pajak Daerah Sampai dengan triwulan II 2020, total realisasi penerimaan pajak daerah seluruh pemerintah daerah Papua Barat sebesar Rp209,3 miliar. Pemerintah daerah yang memiliki realisasi

    1,203.11 1,239.84

    588.48454.86

    48.91%

    36.69%

    0%

    10%

    20%

    30%

    40%

    50%

    0.00

    300.00

    600.00

    900.00

    1,200.00

    2019 2020

    Grafik 3.1Target dan Realisasi PAD Seluruh Pemda Papua Barat s.d

    Triwulan II 2020 dan Triwulan II 2019 (miliar Rp)

    Target Realisasi %Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)

    642.53

    133.38

    51.78

    412.15

    209.03

    14.96

    230.87

    32.5%

    11.2%

    0.0%

    56.0%

    0%

    10%

    20%

    30%

    40%

    50%

    60%

    70%

    0.00

    100.00

    200.00

    300.00

    400.00

    500.00

    600.00

    700.00

    Pajak Daerah Retribusi Daerah KekayaanDaerah

    Dipisahkan

    Lain-lain PADyang Sah

    Grafik 3.2Total Pagu dan Realisasi per Jenis PAD Seluruh Pemda Papua

    Barat s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp)

    Pagu Realisasi %

    Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)

  • BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    15

    penerimaan pajak daerah terbesar yaitu Pemerintah Provinsi Papua Barat mencapai Rp160,53 miliar dengan penyumbang terbesar berasal dari penerimaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor.

    A.1.2 Retribusi Daerah Total realisasi penerimaan retribusi daerah seluruh pemerintah daerah di Papua Barat hingga triwulan II 2020 mencapai Rp14,96 miliar. Daerah yang memiliki realisasi penerimaan retribusi daerah terbesar yaitu Kab. Raja Ampat mencapai Rp2,59 miliar.

    A.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan seluruh pemerintah daerah di Papua Barat hingga berakhirnya triwulan II 2020 sama sekali belum memiliki realisasi. Semua pemerintah daerah di Papua Barat belum mampu mengambil hasil dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagai pendapatan asli daerah.

    A.1.4 Lain-Lain PAD yang Sah Hingga berakhirnya triwulan II 2020 total penerimaan Lain-lain PAD yang Sah seluruh pemerintah daerah di Papua Barat tercatat sebesar Rp230,87 miliar. Daerah yang memiliki realisasi tertinggi penerimaan lain-lain PAD yang sah yaitu Pemerintah Kab. Manokwari Selatan mencapai Rp86,31 miliar.

    A.2 Pendapatan Transfer Total target pendapatan transfer seluruh pemerintah daerah Papua Barat tahun 2020 sebesar Rp27.135,06 miliar atau naik 2,8 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah Rp26.394,9 miliar. Dari keseluruhan target pendapatan transfer pada triwulan II 2020, porsi terbesar dimiliki oleh DAU sebesar 29,1 persen (Rp7.571,53 miliar), disusul oleh Dana Penyesuaian dan Otsus sebesar 27,5 persen (Rp7.150,72 miliar). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa di Papua Barat tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat sangat tinggi. Keadaan ini patut

    160.53

    19.92 13.55 5.22 2.60 2.29 2.25 1.48 0.44 0.40 0.37 0.01 0.00

    0

    35

    70

    105

    140

    175

    Prov

    insi

    Man

    okw

    ari

    Kota

    Sor

    ong

    Soro

    ng

    Raja

    Am

    pat

    Fakf

    ak

    Kaim

    ana

    Telu

    k W

    onda

    ma

    Tam

    brau

    w

    Telu

    k Bi

    ntun

    i

    Soro

    ng S

    elat

    an

    Pegu

    nung

    an A

    rfak

    May

    brat

    Grafik 3.3Realisasi Pajak Daerah per Pemda di Papua Barat

    s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp)

    Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)

    2,593.66 2,369.57

    2,176.74 2,096.05

    1,694.62 1,427.34

    1,147.01 574.25

    454.48 335.14

    73.13 13.80 --

    0 1,000 2,000 3,000

    Raja AmpatKaimana

    Kota SorongTeluk Wondama

    ProvinsiFakfak

    ManokwariManokwari Selatan

    SorongTeluk Bintuni

    TambrauwSorong Selatan

    MaybratPegunungan Arfak

    Grafik 3.4Realisasi Retribusi Daerah per Pemda di Papua Barat

    s.d Triwulan II 2020 (juta Rp)

    Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)

    86.31 52.72

    50.88 15.81

    5.69 4.10 3.78 3.15 2.38 2.15 1.68 1.44 0.72 0.03

    0 30 60 90

    Manokwari Selatan

    Sorong

    Provinsi

    Fakfak

    Kaimana

    Kota Sorong

    Maybrat

    Teluk Wondama

    Manokwari

    Pegunungan Arfak

    Raja Ampat

    Sorong Selatan

    Tambrauw

    Teluk Bintuni

    Grafik 3.5Realisasi Lain-Lain PAD yang Sah per Pemda di Papua Barat

    s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp)

    Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)

  • BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    16

    diwaspadai mengingat pengalaman sebagian besar daerah yang memiliki ketergantungan tinggi pada dana transfer akan lebih memilih status quo terhadap penerimaan dari pemerintah pusat (Inanga dan Wusu, 2004).

    Sementara itu, hingga triwulan II 2020, realisasi pendapatan transfer mencapai 25,51 persen (Rp6.630,65 miliar) dari total target. Dari keseluruhan realisasi, penyerapan terbesar adalah DAU sebesar Rp3.992,84 miliar (52,73 persen dari target DAU), kemudian Dana Penyesuaian dan Otsus senilai Rp1.281,15 miliar (17,92 persen dari target Dana Otsus). Sedangkan DBH dan DAK, mencapai Rp916,3 miliar (26,6 persen dari target DBH) dan Rp342,62 miliar (17,15 persen dari target DAK).

    A.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Hingga triwulan II 2020 berakhir, total realisasi Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah seluruh pemerintah daerah di Papua Barat mencapai Rp58

    juta. Satu-satunya yang memiliki realisasi adalah Pemerintah Provinsi Papua Barat yang berasal dari pendapatan hibah dari Badan/Lembaga/Organisasi Swasta Dalam Negeri.

    B. BELANJA DAERAH

    Total pagu belanja daerah tahun 2020 seluruh pemerintah daerah di Papua Barat mencapai Rp19.803,48 miliar. Berdasarkan jenisnya, belanja daerah dengan porsi terbesar yaitu belanja pegawai dengan kontribusi sebesar 30,5 persen dan belanja modal sebesar 29,8 persen. Sementara itu, porsi belanja barang mencapai 28,7 persen.

    Sampai dengan triwulan II 2020, total realisasi belanja daerah di Papua Barat relatif masih rendah yaitu sebesar Rp4.808,53 miliar atau 24,28 persen dari total pagu. Untuk realisasi belanja daerah tertinggi yaitu belanja pegawai sebesar Rp1.762,74

    Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 13,4%

    Dana Alokasi Umum 29.1%

    Dana Alokasi Khusus 7.7%

    Dana Desa + DID; 22.2%

    Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 27.5%

    Grafik 3.6Komposisi Realisasi Pendapatan Transfer Pemerintah Daerah

    di Papua Barat Tahun 2020 (persen)

    Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)

    58.00

    0.00

    20.00

    40.00

    60.00

    80.00

    Prov

    insi

    Fakf

    ak

    Man

    okw

    ari

    Soro

    ng

    Kota

    Sor

    ong

    Raja

    Am

    pat

    Soro

    ng S

    elat

    an

    Telu

    k Bi

    ntun

    i

    Telu

    k W

    onda

    ma

    Kaim

    ana

    May

    brat

    Tam

    brau

    w

    Man

    okw

    ari S

    elat

    an

    Pegu

    nung

    an A

    rfak

    Grafik 3.7Target dan Realisasi Lain-lain Pendapatan Daerah yang

    Sah per Pemda s.d Triwulan II 2020 (juta Rp)

    Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)

    5,681.87 6,048.52 5,901.56

    331.42

    1,840.11 1,474.13

    1,762.74

    526.60 150.20

    894.86

    25.94% 29.14%

    8.92%

    45.32%

    48.63%

    0.00%

    20.00%

    40.00%

    60.00%

    -

    1,000

    2,000

    3,000

    4,000

    5,000

    6,000

    7,000

    BelanjaBarang

    BelanjaPegawai

    BelanjaModal

    BelanjaBansos

    BelanjaLainnya

    Grafik 3.9Pagu dan Realisasi per Jenis Belanja Seluruh Pemda di Papua Barat s.d Triwulan II 2020 (miliar Rp, persen)

    Pagu Realisasi %

    Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)

    Belanja Barang28.7%

    Belanja Pegawai30.5%

    Belanja Modal29.8%

    Belanja Bansos1.7%

    Belanja Lainnya

    9.3%

    Grafik 3.8Komposisi Belanja Pemerintah Daerah di Papua Barat

    Tahun 2020 (persen)

    Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)

  • BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020

    17

    miliar, belanja barang sebesar Rp1.474,13 miliar, dan belanja lainnya (belanja hibah, bunga, subsidi, tidak terduga) sebesar Rp894,86 miliar. Sementara itu, belanja modal baru terealisasi sebesar Rp526,6 miliar.

    C. PROGNOSIS REALISASI APBD SAMPAI DENGAN AKHIR TAHUN 2020

    Sampai dengan akhir tahun 2020, diperkirakan terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi pencapaian realisasi pendapatan dan belanja daerah di Papua Barat, yaitu:

    Perekonomian lokal diperkirakan akan masih terganggu dengan terbatasnya mobilitas manusia dan berkurangnya aktivitas ekonomi sejalan dengan kebijakan penanggulangan pandemi;

    Rentannya perekonomian domestik terhadap resesi membuat pemerintah pusat melakukan penyesuaian APBN sehingga akan berdampak pada perubahan besaran dana TKDD yang berpengaruh pada APBD secara keseluruhan;

    Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) relatif rendah dari target yang ditetapkan karena tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya alam (raw material), sedangkan pasar komoditi internasional berada pada harga terendah dalam sepuluh tahun terakhir karena menurunnya permintaan dunia;

    Rasionalisasi belanja barang/jasa dan belanja modal, serta belanja pegawai dan belanja lainnya, dengan memperhitungkan perkiraan penurunan pendapatan daerah akan berpengaruh terhadap pelaksanaan APBD secara keseluruhan;

    Penggunaan hasil rasionalisasi belanja daerah untuk dialokasikan bagi belanja bidang kesehatan dalam rangka pencegahan/ penanganan Covid-19, program jaring pengaman sosial, dan upaya menggerakkan/ memulihkan perekonomian di daerah, akan menunda pelaksanaan pogram priotitas nasional yang menempatkan APBD sebagai dana pendamping;

    Gagalnya sebagian besar rencana pengadaan akibat penyesuaian belanja barang/jasa,

    belanja modal dalam APBD akan berpengaruh terhadap capaian kinerja RKPD dan RPJMD.

    Berdasarkan tren realisasi APBD Papua Barat pada dua tahun terakhir (2017 - 2019) dan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pendapatan dan belanja daerah di atas, maka diperkirakan realisasi APBD hingga akhir 2020 sebagai berikut:

    Berdasarkan tabel 3.2, terlihat bahwa dengan melihat tren realisasi pendapatan pada tahun 2017 dan 2019 yang berkisar antara 100 – 105 persen, namun akan dibarengi timbulnya permasalahan yang berkaitan dengan adanya pandemi maka perkiraan realisasi pendapatan daerah seluruh pemerintah daerah di Papua Barat hingga berakhirnya tahun anggaran 2020 hanya akan mencapai Rp24.161,21 miliar atau 82,5 persen. Sementara itu, dengan melihat tren realisasi belanja tahun 2017 dan 2019 yang berkisar antara 85 - 90 persen, dan diiringi dengan permasalahan sehubungan dengan turunnya mobilitas dan volume kegiatan ekonomi masyarakat maka perkiraan realisasi belanja daerah sampai akhir tahun 2020 mencapai Rp20.463,93 miliar atau 80 persen. Dengan demikian pada akhir tahun anggaran 2020, realisasi APBD lingkup Provinsi Papua Barat diperkirakan terjadi surplus anggaran sebesar Rp3.697,28 miliar.

    Tabel 3.2 Prognosis Realisasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah Papua Barat

    s.d Triwulan IV 2020 (milliar Rp)

    Uraian Pagu (miliar Rp) s.d. Tw II 2020 Perkiraan s.d. Tw IV 2020

    Realisasi % Realisasi % Pendapatan Daerah 29,286.31 7,085.57 24.19 24,161.21 82.5

    Belanja dan Transfer Daerah 25,579.91 6,842.40 36.69 20,463.93 80

    Surplus/Defisit 243.18 3,697.28

    Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)

  • Perkembangan Anggaran Konsolidasian

    BAB IV

    “Ceria di Pantai Marsinam Kabupaten Manokwari”

    #DJPbKawalAPBN

  • BELANJA PEMERINTAH 6,9 T

    8,27 T DEFISIT

    PERPAJAKAN 1,07 T

    PENERIMAAN PENDAPATAN

    PENGELUARAN BELANJA

    1,9 T

    10,2 T

    PENDAPATAN BUKAN PAJAK 0,40 T

    Perkembangan Anggaran Konsolidasian

    BAB IV

    TRANSFER 0,46 T

    TRANSFER 3,2 T

  • BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN

    Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2020 18

    A. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KONSOLIDASIAN

    Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian (LKPK) adalah laporan yang disusun berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dalam periode waktu tertentu.

    Target pendapatan konsolidasian Papua Barat pada tahun 2020 sebesar Rp7.576,42 miliar. Adapun pagu belanja konsolidasian mencapai Rp36.411,63 miliar sehingga pada tahun ini defisit konsolidasian ditetapkan sebesar –Rp28.835,21 miliar. Sampai dengan triwulan II 2020, realisasi penerimaan pendapatan konsolidasian di Papua Barat sebesar Rp1.935,83 miliar. Sementara itu, realisasi belanja konsolidasian mencapai Rp10.206,17 miliar. Oleh karena itu, pada periode ini terjadi defisit sebesar –Rp8.270,34 miliar.

    B. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN

    Pendapatan pemerintahan umum (General Government Revenue) atau pendapatan konsolidasian tingkat wilayah adalah konsolidasian antara seluruh pendapatan pemerintah pusat dan pemerintah daerah suatu wilayah dalam satu periode pelaporan yang sama, dan telah dilakukan eliminasi atas akun-akun resiprokal (berelasi).

    B.1 Analisis Proporsi dan Perbandingan Pendapatan konsolidasian Papua Barat terdiri dari pendapatan perpajakan, pendapatan bukan pajak dan pendapatan transfer. Proporsi pendapatan konsolidasian terbesar