KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH - … · Semarang, November 2015 ... Pangan Dan...

118
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III 2015

Transcript of KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH - … · Semarang, November 2015 ... Pangan Dan...

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN III 2015

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya

”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan III 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini

menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian

daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang

selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan

informasi bagi pihak eksternal.

Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan

data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja

sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan

datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan

kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak

yang berkepentingan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta

kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan

ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.

KATA PENGANTAR

Semarang, November 2015KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI JAWA TENGAH

Ttd

Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya

”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan III 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini

menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian

daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang

selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan

informasi bagi pihak eksternal.

Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan

data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja

sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan

datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan

kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak

yang berkepentingan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta

kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan

ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.

KATA PENGANTAR

Semarang, November 2015KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI JAWA TENGAH

Ttd

Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN III

2015

PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BAB III

3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

3.2. Perkembangan Bank Umum

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

3.2.3. Penyaluran Kredit

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank

Umum

3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa

Tengah

3.6. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional

Bank Indonesia (SKNBI) dan BI-Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS)

3.6.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

(SKNBI)

3.6.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS)

3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah

49

60

60

61

62

64

65

66

67

69

71

71

72

74

75

PERKEMBANGANKETENAGAKERJAANDAERAH

BAB V

5.1. Ketenagakerjaan

5.2. Pengangguran

5.3. Nilai Tukar Petani

5.4. Tingkat Kemiskinan

5.5. Pembangunan Manusia

OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

BAB VI

6.1. Pertumbuhan Ekonomi

6.1.1. Sisi Penggunaan

6.1.2. Sisi Lapangan Usaha

6.2. Inflasi

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan IV 2015

6.2.2. Inflasi Oktober 2015

6.2.3. Inflasi 2015

91

93

94

96

97

83

83

85

103

103

105

107

107

108

109

PERKEMBANGANKEUANGANDAERAH

BAB IV

4.1. Realisasi APBD Triwulan III 2015

4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan III 2015

4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan II 2015

iii

Daftar Isi

2. Perkembangan Inflasi Jawa Tengah

2.1. Inflasi Secara Umum

2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok

2.2.1. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok

& Tembakau

2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas,

dan Bahan Bakar

2.2.3. Kelompok Lainnya

2.3. Disagregasi Inflasi

2.3.1. Kelompok Administered Prices

2.3.2. Kelompok Inti

2.3.3. Kelompok Volatile Food

2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BAB II

31

31

34

35

35

36

36

37

38

39

42

1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Secara Umum

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.2.1. Pengeluaran Konsumsi

1.2.2. Pengeluaran Investasi

1.2.3. Ekspor dan Impor

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha

1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi

Mobil-Sepeda Motor

1.3.2. Industri Pengolahan

1.3.3. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

1.3.4. Konstruksi

9

9

9

10

12

14

18

19

19

21

22

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB I

ii

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Suplemen

Daftar Tabel

Daftar Grafik

Tabel Indikator

Ringkasan Eksekutif

i

ii

iv

v

vi

xi

1

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN III

2015

PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BAB III

3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

3.2. Perkembangan Bank Umum

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

3.2.3. Penyaluran Kredit

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank

Umum

3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa

Tengah

3.6. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional

Bank Indonesia (SKNBI) dan BI-Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS)

3.6.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

(SKNBI)

3.6.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS)

3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah

49

60

60

61

62

64

65

66

67

69

71

71

72

74

75

PERKEMBANGANKETENAGAKERJAANDAERAH

BAB V

5.1. Ketenagakerjaan

5.2. Pengangguran

5.3. Nilai Tukar Petani

5.4. Tingkat Kemiskinan

5.5. Pembangunan Manusia

OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

BAB VI

6.1. Pertumbuhan Ekonomi

6.1.1. Sisi Penggunaan

6.1.2. Sisi Lapangan Usaha

6.2. Inflasi

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan IV 2015

6.2.2. Inflasi Oktober 2015

6.2.3. Inflasi 2015

91

93

94

96

97

83

83

85

103

103

105

107

107

108

109

PERKEMBANGANKEUANGANDAERAH

BAB IV

4.1. Realisasi APBD Triwulan III 2015

4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan III 2015

4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan II 2015

iii

Daftar Isi

2. Perkembangan Inflasi Jawa Tengah

2.1. Inflasi Secara Umum

2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok

2.2.1. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok

& Tembakau

2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas,

dan Bahan Bakar

2.2.3. Kelompok Lainnya

2.3. Disagregasi Inflasi

2.3.1. Kelompok Administered Prices

2.3.2. Kelompok Inti

2.3.3. Kelompok Volatile Food

2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BAB II

31

31

34

35

35

36

36

37

38

39

42

1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Secara Umum

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.2.1. Pengeluaran Konsumsi

1.2.2. Pengeluaran Investasi

1.2.3. Ekspor dan Impor

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha

1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi

Mobil-Sepeda Motor

1.3.2. Industri Pengolahan

1.3.3. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

1.3.4. Konstruksi

9

9

9

10

12

14

18

19

19

21

22

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB I

ii

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Suplemen

Daftar Tabel

Daftar Grafik

Tabel Indikator

Ringkasan Eksekutif

i

ii

iv

v

vi

xi

1

Tabel 1.1 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut

Pengeluaran Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)

Tabel 1.2 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah

menurut Pengeluaran Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (%, yoy)

Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut

Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)

Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan

III (%, yoy)

Tabel 2. 1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi

Bulanan

Tabel 2. 2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan

di Jawa Tengah

Tabel 2. 3 Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah

Tabel 2. 4 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Tabel 2. 5 Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III

2015 – Kelompok Mamin, Rokok & Tembakau

Tabel 2. 6 Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III

2015 – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan

Bakar

Tabel 3.1Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status

Kepemilikan di Jawa Tengah

Tabel 3.2 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya

Tabel 3.3 Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah

Tabel 4. 1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rp

Miliar)

Tabel 4. 2 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2015 (Rp Miliar)

10

10

18

18

33

34

34

35

35

36

61

62

64

83

84

85

86

86

91

92

93

93

93

95

97

104

105

105

Tabel 4. 3 Realisasi Pendapatan Triwulan III tahun 2014 &

2015

Tabel 4. 4 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2015 (Rp Miliar)

Tabel 4. 5 Realisasi Belanja triwulan III 2014 & 2015

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis

Kegiatan Utama (juta orang)

Tabel 5 2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)

Tabel 5 3.Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus

2015 (juta orang)

Tabel 5 4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Tabel 5 5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta

orang)

Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)

Tabel 5.7. Garis KemiskinanMenurut Daerah, 2011-September

2014 (Rupiah)

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan

dan Proyeksi Triwulan III 2015

Tabel 6.2. Proyeksi Perekonomian Beberapa Negara Tujuan

Ekspor Jawa Tengah

Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha

dan Proyeksi Triwulan IV 2015

v

Suplemen

SUPLEMEN 1. Masih Optimis Walau Nilai Tukar

Rupiah Tergerus?

SUPLEMEN 2. Potensi Pariwisata Di Provinsi Jawa

Tengah

SUPLEMEN 3. Meredam Volatilitas Harga Cabai Di

Soloraya

SUPLEMEN 4. Upaya Peningkatan Produksi

Bawang Putih Lokal di Kabupaten Tegal

SUPLEMEN 5. Pengaruh Apresiasi Dolar AS

terhadap Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah

SUPLEMEN 6. Inovasi Teknologi Mendukung

Revolusi Kedaulatan

Pangan Dan Penciptaan Destinasi Jalur Wisata

iv

Tabel

Tabel 1.1 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut

Pengeluaran Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)

Tabel 1.2 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah

menurut Pengeluaran Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (%, yoy)

Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut

Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)

Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan

III (%, yoy)

Tabel 2. 1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi

Bulanan

Tabel 2. 2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan

di Jawa Tengah

Tabel 2. 3 Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah

Tabel 2. 4 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Tabel 2. 5 Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III

2015 – Kelompok Mamin, Rokok & Tembakau

Tabel 2. 6 Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III

2015 – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan

Bakar

Tabel 3.1Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status

Kepemilikan di Jawa Tengah

Tabel 3.2 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya

Tabel 3.3 Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah

Tabel 4. 1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rp

Miliar)

Tabel 4. 2 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2015 (Rp Miliar)

10

10

18

18

33

34

34

35

35

36

61

62

64

83

84

85

86

86

91

92

93

93

93

95

97

104

105

105

Tabel 4. 3 Realisasi Pendapatan Triwulan III tahun 2014 &

2015

Tabel 4. 4 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2015 (Rp Miliar)

Tabel 4. 5 Realisasi Belanja triwulan III 2014 & 2015

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis

Kegiatan Utama (juta orang)

Tabel 5 2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)

Tabel 5 3.Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus

2015 (juta orang)

Tabel 5 4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Tabel 5 5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta

orang)

Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)

Tabel 5.7. Garis KemiskinanMenurut Daerah, 2011-September

2014 (Rupiah)

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan

dan Proyeksi Triwulan III 2015

Tabel 6.2. Proyeksi Perekonomian Beberapa Negara Tujuan

Ekspor Jawa Tengah

Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha

dan Proyeksi Triwulan IV 2015

v

Suplemen

SUPLEMEN 1. Masih Optimis Walau Nilai Tukar

Rupiah Tergerus?

SUPLEMEN 2. Potensi Pariwisata Di Provinsi Jawa

Tengah

SUPLEMEN 3. Meredam Volatilitas Harga Cabai Di

Soloraya

SUPLEMEN 4. Upaya Peningkatan Produksi

Bawang Putih Lokal di Kabupaten Tegal

SUPLEMEN 5. Pengaruh Apresiasi Dolar AS

terhadap Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah

SUPLEMEN 6. Inovasi Teknologi Mendukung

Revolusi Kedaulatan

Pangan Dan Penciptaan Destinasi Jalur Wisata

iv

Tabel

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN III

2015

Grafik 1.35 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku

Jawa Tengah

Grafik 1.36 Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri

Jawa Tengah

Grafik 1.37 Perkembangan Penyaluran Kredit Industri

Pengolahan

Grafik 1.38 Perkembangan Industri Manufaktur

Grafik 1.39 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar

Sedang per Sektor (%, yoy)

Grafik 1.40 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro

Kecil per Sektor (%, yoy)

Grafik 1.41 Perkembangan Kegiatan Usaha Pertanian,

Kehutanan, dan Perikanan

Grafik 1.42 Perkembangan Penyaluran Kredit Perbankan ke

Lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Grafik 1.43 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah

Grafik 1.44 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di

Jawa Tengah

Grafik 1.45 Perkembangan Konsumsi Semen

Grafik 1.46 Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi

Grafik 1.47 Perkembangan Rumah yang Dibangun (SHPR)

Grafik 2. 1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 2. 2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa

Tengah

Grafik 2. 3 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa

Grafik 2. 4 Inflasi Tahun Kalender Provinsi di Jawa

Grafik 2. 5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-

2015

Grafik 2. 6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 2. 7 Disagregasi Inflasi Tahunan

Grafik 2. 8 Disagregasi Inflasi Bulanan

Grafik 2. 9 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok

Administered Prices Triwulan III

Grafik 2. 10 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan

Kelompok Administered Prices

Grafik 2. 11 Inflasi Tarif Listrik

Grafik 2. 12 Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin

Grafik 2. 13 Inflasi Angkutan Udara

Grafik 2. 14 Perkembangan Inflasi Rokok Kretek

Grafik 2. 15 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti

Triwulan III

Grafik 2. 16 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi

Tahunan, dan Inflasi Inti Non Traded

Grafik 2. 17 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan

Harga

Grafik 2. 18 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran

Grafik 2. 19 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti

Traded

Grafik 2. 20 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile

Food 2012-2015 Tw III

Grafik 2. 21 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok

Volatile Food 2012-2015 Tw III

Grafik 2. 22 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan

Kelompok Volatile Food

Grafik 2. 23 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi

Tahunan Kelompok Volatile Food

vii

Grafik

Grafik 1.1 Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap

Kawasan Jawa

Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa,

dan Nasional

Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Kredit Konumsi

Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan

Bermotor dan Kredit Pemilikan Rumah

Grafik 1.5 Indeks Konsumsi per Kelompok Barang/Jasa

Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 1.7 Survei Pedagang Eceran

Grafik 1.8 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi

Grafik 1.9 Perkembangan Anggaran Belanja Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.10 Perkembangan Realisasi Investasi (SKDU)

dan Pertumbuhan PDRB Investasi

Grafik 1.11 Perkembangan Realisasi Berdasarkan Sektor

Usaha (SKDU)

Grafik 1.12 Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di

Jawa Tengah

Grafik 1.13 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal

Asing di Jawa Tengah

Grafik 1.14 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal

Dalam Negeri di Jawa Tengah

Grafik 1.15 Pertumbuhan Indikator Investasi Bangunan

dan PDRB Investasi

Grafik 1.16 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor

Barang Modal

Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan Kayu

Olahan Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan

Grafik 1.20 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan Negara Tujuan

Grafik 1.21 Penjualan Eceran AS

Grafik 1.22 Pertumbuhan Gaji Riil dan Lowongan Kerja AS

Grafik 1.23 Perkembangan Impor Jawa Tengah

Grafik 1.24 Pertumbuhan Tahunan Impor Jawa Tengah

Grafik 1.25 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah

Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Impor Nonmigas Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 1.28 Perkembangan Impor Bahan Baku TPT

Grafik 1.29 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa

Tengah

Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi

Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal

Grafik 1.31 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa

Tengah Berdasarkan Negara Asal

Grafik 1.32 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa

Tengah Berdasarkan Lapangan Usaha

Grafik 1.33 Survei Pedagang Eceran dan Survei Tendensi

Konsumen

Grafik 1.34 Kinerja Perdagangan Eceran per Kelompok

Komoditas

vi

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN III

2015

Grafik 1.35 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku

Jawa Tengah

Grafik 1.36 Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri

Jawa Tengah

Grafik 1.37 Perkembangan Penyaluran Kredit Industri

Pengolahan

Grafik 1.38 Perkembangan Industri Manufaktur

Grafik 1.39 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar

Sedang per Sektor (%, yoy)

Grafik 1.40 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro

Kecil per Sektor (%, yoy)

Grafik 1.41 Perkembangan Kegiatan Usaha Pertanian,

Kehutanan, dan Perikanan

Grafik 1.42 Perkembangan Penyaluran Kredit Perbankan ke

Lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Grafik 1.43 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah

Grafik 1.44 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di

Jawa Tengah

Grafik 1.45 Perkembangan Konsumsi Semen

Grafik 1.46 Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi

Grafik 1.47 Perkembangan Rumah yang Dibangun (SHPR)

Grafik 2. 1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 2. 2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa

Tengah

Grafik 2. 3 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa

Grafik 2. 4 Inflasi Tahun Kalender Provinsi di Jawa

Grafik 2. 5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-

2015

Grafik 2. 6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 2. 7 Disagregasi Inflasi Tahunan

Grafik 2. 8 Disagregasi Inflasi Bulanan

Grafik 2. 9 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok

Administered Prices Triwulan III

Grafik 2. 10 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan

Kelompok Administered Prices

Grafik 2. 11 Inflasi Tarif Listrik

Grafik 2. 12 Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin

Grafik 2. 13 Inflasi Angkutan Udara

Grafik 2. 14 Perkembangan Inflasi Rokok Kretek

Grafik 2. 15 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti

Triwulan III

Grafik 2. 16 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi

Tahunan, dan Inflasi Inti Non Traded

Grafik 2. 17 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan

Harga

Grafik 2. 18 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran

Grafik 2. 19 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti

Traded

Grafik 2. 20 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile

Food 2012-2015 Tw III

Grafik 2. 21 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok

Volatile Food 2012-2015 Tw III

Grafik 2. 22 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan

Kelompok Volatile Food

Grafik 2. 23 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi

Tahunan Kelompok Volatile Food

vii

Grafik

Grafik 1.1 Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap

Kawasan Jawa

Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa,

dan Nasional

Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Kredit Konumsi

Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan

Bermotor dan Kredit Pemilikan Rumah

Grafik 1.5 Indeks Konsumsi per Kelompok Barang/Jasa

Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 1.7 Survei Pedagang Eceran

Grafik 1.8 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi

Grafik 1.9 Perkembangan Anggaran Belanja Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.10 Perkembangan Realisasi Investasi (SKDU)

dan Pertumbuhan PDRB Investasi

Grafik 1.11 Perkembangan Realisasi Berdasarkan Sektor

Usaha (SKDU)

Grafik 1.12 Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di

Jawa Tengah

Grafik 1.13 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal

Asing di Jawa Tengah

Grafik 1.14 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal

Dalam Negeri di Jawa Tengah

Grafik 1.15 Pertumbuhan Indikator Investasi Bangunan

dan PDRB Investasi

Grafik 1.16 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor

Barang Modal

Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan Kayu

Olahan Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan

Grafik 1.20 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan Negara Tujuan

Grafik 1.21 Penjualan Eceran AS

Grafik 1.22 Pertumbuhan Gaji Riil dan Lowongan Kerja AS

Grafik 1.23 Perkembangan Impor Jawa Tengah

Grafik 1.24 Pertumbuhan Tahunan Impor Jawa Tengah

Grafik 1.25 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah

Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Impor Nonmigas Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 1.28 Perkembangan Impor Bahan Baku TPT

Grafik 1.29 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa

Tengah

Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi

Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal

Grafik 1.31 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa

Tengah Berdasarkan Negara Asal

Grafik 1.32 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa

Tengah Berdasarkan Lapangan Usaha

Grafik 1.33 Survei Pedagang Eceran dan Survei Tendensi

Konsumen

Grafik 1.34 Kinerja Perdagangan Eceran per Kelompok

Komoditas

vi

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN III

2015

Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan

Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau

Jawa

Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan

Perbankan Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau

Jawa

Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM

Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar

Sektor

Grafik 3.30 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Berdasar Sektor

Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan

Penggunaan

Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Berdasarkan Penggunaan

Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa

Tengah

Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di

Jawa Tengah

Grafik 3.35 Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa

Tengah

Grafik 3.36 Perkembangan Rata-Rata Harian Transaksi SP

Nontunai Jawa Tengah

Grafik 3.37 Pertumbuhan Tahunan Volume Transaksi Sistem

Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah

Grafik 3.38 Pertumbuhan Tahunan Nominal Transaksi Sistem

Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah

Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian

di Jawa Tengah

Grafik 3.40 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring

dan Indeks Penjualan Riil

Grafik 3.41 Share Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah

Pengiriman

Grafik 3.42 Share Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan

Daerah Pengiriman

Grafik 3.43 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet

Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.44 Perkembangan Rata-Rata Harian Nominal RTGS

Jawa Tengah

Grafik 3.45 Perkembangan Rata-Rata Harian Volume RTGS

Jawa Tengah

Grafik 3.46 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang

Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah

Grafik 3.47 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang

Kartal Berdasarkan Wilayah

Grafik 3.48 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang

Tidak Layak Edar

Grafik 3.49 Temuan Uang Rupiah Palsu Berdasarkan Wilayah

Grafik 3.50 Persentase Temuan Uang Rupiah Palsu

Berdasarkan Pecahan

Grafik 4. 1 Realisasi Pendapatan Daerah

Grafik 4. 2 Realisasi Belanja Daerah

ix

Grafik

Grafik 2. 24 Inflasi Bulanan Komoditas Beras

Grafik 2. 25 Inflasi Bulanan Komoditas Lele

Grafik 2. 26 Inflasi Bulanan Komoditas Mujair

Grafik 2. 27 Inflasi Bulanan Komoditas Daging Ayam Ras

Grafik 2. 28 Inflasi Bulanan Komoditas Telur Ayam Ras

Grafik 2. 29 Inflasi Bulanan Cabai Merah

Grafik 2. 30 Inflasi Bulanan Bawang Merah

Grafik 2. 31 Inflasi Tahunan Triwulan III 2015

Grafik 2. 32 Perkembangan Inflasi Tahunan

Grafik 2. 33 Inflasi Tahunan Kota

Grafik 2.34 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per

Kelompok Tw II 2015

Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa

Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umum di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum

di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan

Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan

Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan

Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank

Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank

Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan

Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan

Risiko Sektor Industri Pengolahan

Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan

Risiko Sektor Perdagangan

Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan

Risiko Sektor Konstruksi

Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan

Risiko Sektor Pertanian

viii

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN III

2015

Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan

Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau

Jawa

Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan

Perbankan Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau

Jawa

Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM

Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar

Sektor

Grafik 3.30 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Berdasar Sektor

Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan

Penggunaan

Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Berdasarkan Penggunaan

Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa

Tengah

Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di

Jawa Tengah

Grafik 3.35 Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa

Tengah

Grafik 3.36 Perkembangan Rata-Rata Harian Transaksi SP

Nontunai Jawa Tengah

Grafik 3.37 Pertumbuhan Tahunan Volume Transaksi Sistem

Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah

Grafik 3.38 Pertumbuhan Tahunan Nominal Transaksi Sistem

Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah

Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian

di Jawa Tengah

Grafik 3.40 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring

dan Indeks Penjualan Riil

Grafik 3.41 Share Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah

Pengiriman

Grafik 3.42 Share Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan

Daerah Pengiriman

Grafik 3.43 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet

Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.44 Perkembangan Rata-Rata Harian Nominal RTGS

Jawa Tengah

Grafik 3.45 Perkembangan Rata-Rata Harian Volume RTGS

Jawa Tengah

Grafik 3.46 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang

Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah

Grafik 3.47 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang

Kartal Berdasarkan Wilayah

Grafik 3.48 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang

Tidak Layak Edar

Grafik 3.49 Temuan Uang Rupiah Palsu Berdasarkan Wilayah

Grafik 3.50 Persentase Temuan Uang Rupiah Palsu

Berdasarkan Pecahan

Grafik 4. 1 Realisasi Pendapatan Daerah

Grafik 4. 2 Realisasi Belanja Daerah

ix

Grafik

Grafik 2. 24 Inflasi Bulanan Komoditas Beras

Grafik 2. 25 Inflasi Bulanan Komoditas Lele

Grafik 2. 26 Inflasi Bulanan Komoditas Mujair

Grafik 2. 27 Inflasi Bulanan Komoditas Daging Ayam Ras

Grafik 2. 28 Inflasi Bulanan Komoditas Telur Ayam Ras

Grafik 2. 29 Inflasi Bulanan Cabai Merah

Grafik 2. 30 Inflasi Bulanan Bawang Merah

Grafik 2. 31 Inflasi Tahunan Triwulan III 2015

Grafik 2. 32 Perkembangan Inflasi Tahunan

Grafik 2. 33 Inflasi Tahunan Kota

Grafik 2.34 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per

Kelompok Tw II 2015

Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa

Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umum di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum

di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan

Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan

Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan

Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank

Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank

Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan

Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan

Risiko Sektor Industri Pengolahan

Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan

Risiko Sektor Perdagangan

Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan

Risiko Sektor Konstruksi

Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan

Risiko Sektor Pertanian

viii

A. PDRB & Inflasi

INDIKATOR

*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH

20132014

I II III IV2014

Ekonomi Makro Regional *)

Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Berdasarkan Sektor

-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

-Pertambangan dan Penggalian

-Industri Pengolahan

-Pengadaan Listrik dan Gas

-Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

-Konstruksi

-Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor

-Transportasi dan Pergudangan

-Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

-Informasi dan Komunikasi

-Jasa Keuangan dan Asuransi

-Real Estate

-Jasa Perusahaan

-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

-Jasa Pendidikan

-Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

-Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan

-Konsumsi Rumah Tangga

-Konsumsi LNPRT

-Konsumsi Pemerintah

-PMTB

-Ekspor Luar Negeri

-Impor Luar Negeri

Ekspor

-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)

-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)

Impor

-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)

-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)

Indeks Harga Konsumen

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

5.1

2.5

6.2

5.4

8.5

0.2

4.9

4.6

9.3

4.5

8.0

4.3

7.7

12.1

2.6

9.5

7.1

9.2

4.3

7.2

5.4

4.4

11.4

2.2

5,658

3,144

5,554

4,045

142.68

145.46

134.81

145.29

142.05

-

-

7.98

8.50

8.32

8.19

5.80

-

-

5.7

-2.8

7.0

8.4

0.7

6.1

5.7

6.3

6.2

5.3

10.5

2.9

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

4.1

22.5

1.1

3.1

-3.2

-8.8

1,500

741

1,398

871

111.32

111.37

110.11

110.96

108.69

116.87

113.36

7.08

7.30

6.61

6.43

6.07

10.50

9.69

4.2

-3.8

4.6

7.3

7.6

3.2

4.2

1.8

5.0

6.4

11.0

3.2

7.9

6.8

-2.9

11.4

13.5

8.6

4.0

16.3

-9.7

6.4

-1.5

-10.9

1,604

681

1,559

1,086

112.27

111.90

110.78

112.15

108.95

117.48

114.85

7.26

6.42

6.63

7.13

5.68

9.54

9.65

5.7

-3.0

6.0

9.7

4.9

3.0

2.8

4.6

7.9

9.7

12.4

3.7

5.3

7.6

-0.4

12.3

11.8

9.1

4.5

3.4

4.8

5.7

0.6

0.6

1,451

696

1,478

882

113.84

113.03

112.06

113.77

110.64

119.09

117.07

5.00

4.18

4.65

4.84

3.78

6.31

7.67

6.2

-1.9

8.4

6.8

-2.2

1.6

5.0

4.9

16.5

9.1

18.1

7.1

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

4.0

-5.3

9.9

1.5

-4.1

-9.5

1,541

658

1,685

1,006

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

5.4

-2.9

6.5

8.0

2.7

3.4

4.4

4.4

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

4.2

8.6

2.7

4.2

-2.0

-7.3

6,096

2,776

6,120

3,845

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

2015

5.5

1.5

1.2

6.4

-1.2

2.0

3.7

3.3

14.1

8.4

11.6

6.9

6.7

11.6

4.1

10.1

9.4

8.3

4.2

-9.7

3.2

5.8

20.3

12.2

1,547

585

1,554

1,209

117.65

116.48

115.69

117.66

114.42

116.87

120.74

5.68

4.59

5.07

6.04

5.27

5.42

6.51

I

xi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH

4.9

6.4

2.2

3.7

3.2

3.1

4.1

2.7

9.7

6.3

8.5

7.4

7.0

10.4

8.0

9.2

4.4

-1.1

4.2

-12.3

3.7

3.4

9.6

5.3

1,642

774

1,230

1,159

119.18

117.88

117.15

119.26

116.17

117.48

121.85

6.15

5.34

5.75

6.34

6.63

6.17

6.09

II

Grafik

Grafik 4. 3 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan III

2015

Grafik 4. 4 Perkembangan Pajak Daerah dan PDRB

Grafik 4. 5 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah

Grafik 4. 6 Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015

(Rp Miliar)

Grafik 4. 7 Komposisi Anggaran Belanja Tidak Langsung

2015 (Rp Miliar)

Grafik 5.1 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan

Penghasilan Saat Ini

Grafik 5.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,

dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang

Grafik 5.3 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya

Grafik 5.4 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.5 Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor

Tanaman Pangan dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian

Grafik 5.6 Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.7 . Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa

Tengah

Grafik 5.8 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa

Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)

Grafik 5.9 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 6.1. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 6.2. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen

Mendatang

Grafik 6.3. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran

Grafik 6.4 Perkembangan Impor Bahan Baku

Grafik 6.5 Perkembangan Kredit Modal Kerja

Grafik 6.6 Perkiraan Awal Musim Hujan Tahun 2015/2016

Jawa Tengah

Grafik 6.7 Proyeks Inflasi Triwulan IV 2015

Grafik 6.8 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei

Konsumen

Grafik 6.9 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei

Pedagang Eceran

x

III

5.0

4.2

3.9

3.6

-4.6

-0.2

7.9

3.2

7.5

6.4

9.5

9.3

8.8

10.9

6.5

6.9

7.0

1.6

4.4

3.0

6.1

4.0

11.1

2.4

1,484

797

1,156

930

120.42

119.00

117.97

120.46

117.53

126.93

123.42

5.78

5.28

5.27

5.88

6.23

6.58

5.42

A. PDRB & Inflasi

INDIKATOR

*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH

20132014

I II III IV2014

Ekonomi Makro Regional *)

Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Berdasarkan Sektor

-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

-Pertambangan dan Penggalian

-Industri Pengolahan

-Pengadaan Listrik dan Gas

-Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

-Konstruksi

-Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor

-Transportasi dan Pergudangan

-Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

-Informasi dan Komunikasi

-Jasa Keuangan dan Asuransi

-Real Estate

-Jasa Perusahaan

-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

-Jasa Pendidikan

-Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

-Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan

-Konsumsi Rumah Tangga

-Konsumsi LNPRT

-Konsumsi Pemerintah

-PMTB

-Ekspor Luar Negeri

-Impor Luar Negeri

Ekspor

-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)

-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)

Impor

-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)

-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)

Indeks Harga Konsumen

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

5.1

2.5

6.2

5.4

8.5

0.2

4.9

4.6

9.3

4.5

8.0

4.3

7.7

12.1

2.6

9.5

7.1

9.2

4.3

7.2

5.4

4.4

11.4

2.2

5,658

3,144

5,554

4,045

142.68

145.46

134.81

145.29

142.05

-

-

7.98

8.50

8.32

8.19

5.80

-

-

5.7

-2.8

7.0

8.4

0.7

6.1

5.7

6.3

6.2

5.3

10.5

2.9

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

4.1

22.5

1.1

3.1

-3.2

-8.8

1,500

741

1,398

871

111.32

111.37

110.11

110.96

108.69

116.87

113.36

7.08

7.30

6.61

6.43

6.07

10.50

9.69

4.2

-3.8

4.6

7.3

7.6

3.2

4.2

1.8

5.0

6.4

11.0

3.2

7.9

6.8

-2.9

11.4

13.5

8.6

4.0

16.3

-9.7

6.4

-1.5

-10.9

1,604

681

1,559

1,086

112.27

111.90

110.78

112.15

108.95

117.48

114.85

7.26

6.42

6.63

7.13

5.68

9.54

9.65

5.7

-3.0

6.0

9.7

4.9

3.0

2.8

4.6

7.9

9.7

12.4

3.7

5.3

7.6

-0.4

12.3

11.8

9.1

4.5

3.4

4.8

5.7

0.6

0.6

1,451

696

1,478

882

113.84

113.03

112.06

113.77

110.64

119.09

117.07

5.00

4.18

4.65

4.84

3.78

6.31

7.67

6.2

-1.9

8.4

6.8

-2.2

1.6

5.0

4.9

16.5

9.1

18.1

7.1

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

4.0

-5.3

9.9

1.5

-4.1

-9.5

1,541

658

1,685

1,006

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

5.4

-2.9

6.5

8.0

2.7

3.4

4.4

4.4

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

4.2

8.6

2.7

4.2

-2.0

-7.3

6,096

2,776

6,120

3,845

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

2015

5.5

1.5

1.2

6.4

-1.2

2.0

3.7

3.3

14.1

8.4

11.6

6.9

6.7

11.6

4.1

10.1

9.4

8.3

4.2

-9.7

3.2

5.8

20.3

12.2

1,547

585

1,554

1,209

117.65

116.48

115.69

117.66

114.42

116.87

120.74

5.68

4.59

5.07

6.04

5.27

5.42

6.51

I

xi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH

4.9

6.4

2.2

3.7

3.2

3.1

4.1

2.7

9.7

6.3

8.5

7.4

7.0

10.4

8.0

9.2

4.4

-1.1

4.2

-12.3

3.7

3.4

9.6

5.3

1,642

774

1,230

1,159

119.18

117.88

117.15

119.26

116.17

117.48

121.85

6.15

5.34

5.75

6.34

6.63

6.17

6.09

II

Grafik

Grafik 4. 3 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan III

2015

Grafik 4. 4 Perkembangan Pajak Daerah dan PDRB

Grafik 4. 5 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah

Grafik 4. 6 Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015

(Rp Miliar)

Grafik 4. 7 Komposisi Anggaran Belanja Tidak Langsung

2015 (Rp Miliar)

Grafik 5.1 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan

Penghasilan Saat Ini

Grafik 5.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,

dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang

Grafik 5.3 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya

Grafik 5.4 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.5 Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor

Tanaman Pangan dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian

Grafik 5.6 Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.7 . Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa

Tengah

Grafik 5.8 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa

Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)

Grafik 5.9 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 6.1. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 6.2. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen

Mendatang

Grafik 6.3. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran

Grafik 6.4 Perkembangan Impor Bahan Baku

Grafik 6.5 Perkembangan Kredit Modal Kerja

Grafik 6.6 Perkiraan Awal Musim Hujan Tahun 2015/2016

Jawa Tengah

Grafik 6.7 Proyeks Inflasi Triwulan IV 2015

Grafik 6.8 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei

Konsumen

Grafik 6.9 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei

Pedagang Eceran

x

III

5.0

4.2

3.9

3.6

-4.6

-0.2

7.9

3.2

7.5

6.4

9.5

9.3

8.8

10.9

6.5

6.9

7.0

1.6

4.4

3.0

6.1

4.0

11.1

2.4

1,484

797

1,156

930

120.42

119.00

117.97

120.46

117.53

126.93

123.42

5.78

5.28

5.27

5.88

6.23

6.58

5.42

INDIKATOR

Perbankan **)

B. Perbankan dan Sistem Pembayaran

*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)

Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)

- Giro

- Tabungan

- Deposito

Kredit (Rp Triliun)

- Modal Kerja

- Konsumsi

- Investasi

Loan to Deposit ratio (%)

NPL Gross (%)

Sistem Pembayaran

Transaksi RTGS

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kliring

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kas (Rp Triliun)

-Inflow

-Outflow

-Net Inflow

xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

2013 2014

I II III IV2014

167.40

23.73

90.60

53.07

176.61

92.35

25.60

58.66

105.51

1.98

3,260

2,490

530

14,547

57.35

37.21

20.14

168.74

25.09

85.30

58.34

178.54

93.34

26.91

58.29

105.81

2.17

3,435

2,307

530

14,275

15.47

6.27

9.20

178.42

30.20

86.95

61.27

187.36

99.04

28.06

60.26

105.01

2.19

3,687

2,492

573

15,156

14.31

8.95

5.36

185.79

30.94

90.47

64.38

191.87

103.87

27.70

60.30

103.27

2.22

3,297

2,397

579

14,225

20.52

14.69

5.83

188.11

24.83

97.60

65.68

198.15

106.38

29.06

62.71

105.33

2.23

3,734

2,321

583

14,203

12.02

9.20

2.82

188.11

24.83

97.60

65.68

198.15

106.38

29.06

62.71

105.33

2.23

3,540

2,378

567

14,459

62.32

39.11

23.21

2015

I

193.01

30.53

92.25

70.32

198.84

106.81

28.76

63.27

102.97

2.47

3,938

1,623

551

13,963

18.18

5.58

12.6

II

201.05

33.56

93.21

74.28

205.20

111.00

29.70

64.49

102.06

2.90

4,814

1,658

559

14,053

14.91

12.62

2.28

III

213.68

34.55

99.31

79.81

209.81

112.60

31.54

65.67

98.19

2.96

4,360

1,583

595

14,179

25.55

16.95

8.59

RINGKASAN UMUMPerekonomian Jawa Tengah pada triwulan III 2015 tumbuh membaik dibandingkan dengan triwulan II 2015 didorong oleh perbaikan kinerja konsumsi dan investasi. Sementara itu, perekonomian pada triwulan IV 2015 diperkirakan meningkat. Dari sisi perkembangan harga, inflasi diperkirakan turun seiring dengan penyesuaian base effect dari kenaikan harga BBM pada November 2014.

INDIKATOR

Perbankan **)

B. Perbankan dan Sistem Pembayaran

*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)

Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)

- Giro

- Tabungan

- Deposito

Kredit (Rp Triliun)

- Modal Kerja

- Konsumsi

- Investasi

Loan to Deposit ratio (%)

NPL Gross (%)

Sistem Pembayaran

Transaksi RTGS

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kliring

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kas (Rp Triliun)

-Inflow

-Outflow

-Net Inflow

xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

2013 2014

I II III IV2014

167.40

23.73

90.60

53.07

176.61

92.35

25.60

58.66

105.51

1.98

3,260

2,490

530

14,547

57.35

37.21

20.14

168.74

25.09

85.30

58.34

178.54

93.34

26.91

58.29

105.81

2.17

3,435

2,307

530

14,275

15.47

6.27

9.20

178.42

30.20

86.95

61.27

187.36

99.04

28.06

60.26

105.01

2.19

3,687

2,492

573

15,156

14.31

8.95

5.36

185.79

30.94

90.47

64.38

191.87

103.87

27.70

60.30

103.27

2.22

3,297

2,397

579

14,225

20.52

14.69

5.83

188.11

24.83

97.60

65.68

198.15

106.38

29.06

62.71

105.33

2.23

3,734

2,321

583

14,203

12.02

9.20

2.82

188.11

24.83

97.60

65.68

198.15

106.38

29.06

62.71

105.33

2.23

3,540

2,378

567

14,459

62.32

39.11

23.21

2015

I

193.01

30.53

92.25

70.32

198.84

106.81

28.76

63.27

102.97

2.47

3,938

1,623

551

13,963

18.18

5.58

12.6

II

201.05

33.56

93.21

74.28

205.20

111.00

29.70

64.49

102.06

2.90

4,814

1,658

559

14,053

14.91

12.62

2.28

III

213.68

34.55

99.31

79.81

209.81

112.60

31.54

65.67

98.19

2.96

4,360

1,583

595

14,179

25.55

16.95

8.59

RINGKASAN UMUMPerekonomian Jawa Tengah pada triwulan III 2015 tumbuh membaik dibandingkan dengan triwulan II 2015 didorong oleh perbaikan kinerja konsumsi dan investasi. Sementara itu, perekonomian pada triwulan IV 2015 diperkirakan meningkat. Dari sisi perkembangan harga, inflasi diperkirakan turun seiring dengan penyesuaian base effect dari kenaikan harga BBM pada November 2014.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah tumbuh membaik

pada triwulan III 2015 dibandingkan triwulan sebelumnya.

Ekonomi Jawa Tengah tumbuh 5,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,8% (yoy). Sebagian besar

komponen di sisi pengeluaran menunjukkan peningkatan terutama

dari sisi konsumsi dan investasi. Konsumsi rumah tangga tumbuh

membaik sejalan dengan adanya dorongan konsumsi saat Hari Raya

Idul Fitri. Anggaran pemerintah juga terealisir cukup baik sehingga

memperbaiki komponen konsumsi pemerintah pada komponen

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selain itu, cukup gencarnya

peningkatan infrastruktur daerah serta adanya optimisme dunia usaha

turut meningkatkan pertumbuhan investasi daerah. Hal ini terlihat

pada peningkatan pertumbuhan komponen Pembentukan Modal

Tetap Bruto (PMTB) di triwulan laporan. Meningkatnya konsumsi dan

investasi di sisi pengeluaran terlihat pula pada membaiknya

pertumbuhan ekonomi di lapangan usaha perdagangan dan

konstruksi. Sedangkan lapangan usaha pertanian mengalami

perlambatan yang menahan perbaikan pertumbuhan lebih jauh.

Melambatnya pertanian disebabkan oleh usainya musim panen di

triwulan III 2015.

Perkembangan harga (inflasi) Jawa Tengah turut membaik di

triwulan laporan ditandai dengan penurunan inflasi. Inflasi

pada triwulan III 2015 tercatat sebesar 5,78% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,15% (yoy).

Penurunan inflasi ini disebabkan oleh penurunan harga-harga

komoditas setelah meningkat saat Idul Fitri. Selain itu pada komponen

komoditas harga-harga yang ditetapkan pemerintah (administered

prices) terjadi penyesuaian harga. Harga elpiji maupun bahan bakar

non-subsidi mengalami penurunan harga, menyesuaikan dengan

harga minyak dunia. Hal ini terlihat dari rincian kelompok utama yang

mendorong perlambatan inflasi di triwulan laporan. Kelompok

makanan jadi, minuman, rokok & tembakau, serta kelompok

perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar menjadi kelompok utama

pendorong turunnya inflasi. Kondisi tersebut disebabkan oleh

penyesuaian harga pangan setelah Ramadhan dan Idul Fitri di awal

triwulan. Secara umum pada triwulan III 2015, inflasi tahun kalender

mencatatkan angka sebesar 1,54% (ytd).

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah.

1.

03

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah tumbuh membaik

pada triwulan III 2015 dibandingkan triwulan sebelumnya.

Ekonomi Jawa Tengah tumbuh 5,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,8% (yoy). Sebagian besar

komponen di sisi pengeluaran menunjukkan peningkatan terutama

dari sisi konsumsi dan investasi. Konsumsi rumah tangga tumbuh

membaik sejalan dengan adanya dorongan konsumsi saat Hari Raya

Idul Fitri. Anggaran pemerintah juga terealisir cukup baik sehingga

memperbaiki komponen konsumsi pemerintah pada komponen

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selain itu, cukup gencarnya

peningkatan infrastruktur daerah serta adanya optimisme dunia usaha

turut meningkatkan pertumbuhan investasi daerah. Hal ini terlihat

pada peningkatan pertumbuhan komponen Pembentukan Modal

Tetap Bruto (PMTB) di triwulan laporan. Meningkatnya konsumsi dan

investasi di sisi pengeluaran terlihat pula pada membaiknya

pertumbuhan ekonomi di lapangan usaha perdagangan dan

konstruksi. Sedangkan lapangan usaha pertanian mengalami

perlambatan yang menahan perbaikan pertumbuhan lebih jauh.

Melambatnya pertanian disebabkan oleh usainya musim panen di

triwulan III 2015.

Perkembangan harga (inflasi) Jawa Tengah turut membaik di

triwulan laporan ditandai dengan penurunan inflasi. Inflasi

pada triwulan III 2015 tercatat sebesar 5,78% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,15% (yoy).

Penurunan inflasi ini disebabkan oleh penurunan harga-harga

komoditas setelah meningkat saat Idul Fitri. Selain itu pada komponen

komoditas harga-harga yang ditetapkan pemerintah (administered

prices) terjadi penyesuaian harga. Harga elpiji maupun bahan bakar

non-subsidi mengalami penurunan harga, menyesuaikan dengan

harga minyak dunia. Hal ini terlihat dari rincian kelompok utama yang

mendorong perlambatan inflasi di triwulan laporan. Kelompok

makanan jadi, minuman, rokok & tembakau, serta kelompok

perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar menjadi kelompok utama

pendorong turunnya inflasi. Kondisi tersebut disebabkan oleh

penyesuaian harga pangan setelah Ramadhan dan Idul Fitri di awal

triwulan. Secara umum pada triwulan III 2015, inflasi tahun kalender

mencatatkan angka sebesar 1,54% (ytd).

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah.

1.

03

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Namun ditinjau secara triwulanan, realisasi APBD

triwulan III 2015 lebih baik dibandingkan triwulan

II 2015. Hal ini sesuai dengan pola realisasi

keuangan pemerintah yang selalu meningkat di

triwulan akhir tahun berjalan. Pada triwulan

laporan, realisasi pendapatan sebesar 74,25%

terhadap APBD 2015, meningkat dibandingkan

serapan pendapatan triwulan lalu yang sebesar

47,65%. Begitu pula dengan realisasi belanja yang

sebesar 63,75% dar i anggaran, meningkat

dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 37,96%.

Meru juk pada i nd i ka to r- i nd i ka to r t e r k in i ,

perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2015

diperkirakan akan tumbuh lebih t inggi

dibandingkan triwulan III 2015. Ekonomi Jawa

Tengah diproyeksikan tumbuh 5,1% (yoy).

Pertumbuhan diperkirakakan didorong oleh

memba iknya k iner ja ekspor dan inves tas i .

Pertumbuhan ekspor diperkirakan meningkat seiring

dengan meningkatnya permintaan baik oleh domestik

maupun luar negeri, terkait dengan meningkatnya

permintaan dalam rangka menyambut hari besar Natal

dan Tahun Baru. Selain itu, realisasi investasi baik oleh

swasta maupun pemerintah juga berperan besar dalam

peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan

mendatang. Komponen lainnya yang juga diperkirakan

meningkat adalah konsumsi pemerintah dan Lembaga

Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT),

didorong oleh puncak belanja pemerintah dan pilkada

serentak.

Sementara itu, dilihat dari sisi lapangan usaha,

perbaikan terutama terjadi pada lapangan usaha

perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan

sepeda motor seiring dengan meningkatnya aktivitas

ekonomi. Selain itu, lapangan usaha konstruksi juga

meningkat sejalan dengan meningkatnya investasi

khususnya dalam bentuk bangunan atau infrastruktur.

Dengan perkiraan pencapaian di triwulan IV, secara

keseluruhan tahun 2015 perekonomian Jawa

Tengah diproyeksikan akan tumbuh pada kisaran

5,0%-5,4% (yoy). Perkiraan pertumbuhan tersebut

sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan tahun

2014 yang sebesar 5,4%. Walaupun melambat, angka

pertumbuhan ini diperkirakan masih berada di atas

level pertumbuhan nasional.

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV

2015 diperkirakan menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan harga

utamanya terjadi dikarenakan hilangnya base effect

dari tingginya inflasi di November 2014 akibat kenaikan

harga BBM diikuti dengan terjaganya pasokan bahan

pangan hingga akhir tahun. Terjaganya level inflasi ini

merupakan akumulasi inflasi bulanan yang relatif

terjaga. Hingga Oktober 2015, inflasi tahun berjalan

tercatat rendah, yakni sebesar 1,50% (ytd). Lebih jauh,

Inflasi triwulan IV 2015 berada pada rentang

1,80-2,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan

III 2015 yang sebesar 5,20% (yoy).

B e rd a s a r k a n d i s a g re g a s i n y a , B e rd a s a r k a n

disagregasinya, inflasi tahunan terjadi pada kelompok

administered prices dan volatile food. Pada kelompok

administered prices, penurunan berasal dari terjaganya

harga BBM dan penyesuaian base effect akibat

kenaikan BBM di akhir tahun 2014 silam. inflasi

tahunan volatile food diperkirakan menurun meski

masih berada pada level yang moderat. Hal ini

merupakan imbas dari hilangnya base effect kenaikan

harga pangan di tahun sebelumnya yang juga

mengalami kenaikan. Level harga yang moderat ini juga

didukung oleh terjaganya pasokan beras di tengah

masuknya impor beras asal Vietnam. Namun demikian

masih terdapat tekanan inflasi dari komoditas pangan,

meliputi cabai merah, cabai rawit, serta bawang merah

seiring terbatasnya pasokan di tengah perayaan akhir

05

Penurunan inflasi terjadi pada sebagian besar kota

pantauan inflasi di Jawa Tengah. Dari keseluruhan 6

kota yang disurvei BPS, pada triwulan III, inflasi tertinggi

terjadi di Kota Kudus, sementara Kota Surakarta

menjadi kota dengan inflasi terendah.

Kinerja perbankan daerah masih menunjukkan

kondisi sebagaimana yang terjadi di triwulan

sebelumnya. Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK)

perbankan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan

yang meningkat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Sementara itu, kredit mengalami

pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Melambatnya kredit sejalan

dengan belum membaiknya perkembangan ekonomi

daerah yang memengaruhi permintaan kredit. Pertumbuhan kredit yang melambat pada triwulan

laporan disertai dengan pertumbuhan DPK yang

meningkat menyebabkan loan to deposit ratio (LDR)

mengalami penurunan. LDR pada triwulan laporan

tercatat sebesar 98,19%, turun dari triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 102,06%.Sementara

itu, tingkat kualitas kredit juga cenderung mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada

triwulan III 2015, Non-Performing Loan (NPL) berada

pada level 2,96%, atau meningkat dibandingkan

dengan NPL Jawa Tengah pada triwulan lalu yang

tercatat sebesar 2,90%.

Perkembangan industri perbankan syariah pada

triwulan III 2015 juga menunjukkan kondisi serupa.

Perbankan syariah menunjukkan perlambatan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan aset perbankan syariah mencatatkan

pertumbuhan yang melambat menjadi 16,55% (yoy)

pada triwulan laporan, dari triwulan sebelumnya

sebesar 18,95% (yoy). Sementara, pembiayaan yang

disalurkan oleh perbankan syariah juga melambat.

Pembiayaan tumbuh sebesar 6,09% (yoy), melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

sebesar 7,31% (yoy). Sementara DPK tumbuh

melambat sebesar 25,43% (yoy) pada triwulan laporan.

Indikator Financing to Deposit Ratio (FDR) pada

triwulan III 2015 juga mengalami perlambatan ke level

111,12%, dari 112,70% di triwulan sebelumnya.

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan

laporan, jumlah pemrosesan transaksi melalui sistem

pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank

Indonesia, yang terdiri atas sistem Bank Indonesia Real

Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring

Nasional Bank Indonesia (SKNBI), menunjukkan

peningkatan pada triwulan III 2015. Demikian pula

halnya dengan transaksi uang tunai. Secara umum,

aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Jawa Tengah menunjukkan adanya

peningkatan net inf low dibanding tr iwulan

sebelumnya. Kondisi perbaikan ini tidak terlepas dari

pola musiman pasca periode Ramadhan dan Idul Fitri

yang biasanya diikuti dengan adanya arus balik dana

perbankan ke Bank Indonesia (inflow). Sebelumnya

pada triwulan II 2015 terjadi peningkatan kebutuhan

uang kartal masyarakat terkait dengan persiapan Idul

Fitri, tahun ajaran baru sekolah, serta keperluan belanja

pemerintah serta pembayaran gaji ke-13 bagi PNS,

sehingga pada periode tersebut terjadi kenaikan

outflow yang signifikan, menyebabkan net inflow

menipis.

Dari sisi keuangan daerah, realisasi pendapatan

dan belanja pemerintah di tahun 2015 tidak

setinggi tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan

tercatat sebesar Rp12,70 triliun atau 74,25%

terhadap APBD 2015, lebih rendah dibandingkan

serapan pendapatan triwulan III 2014 sebesar 82,16%.

Sementara itu, realisasi belanja triwulan laporan

sebesar Rp11,05 triliun atau 63,75% dari anggaran,

sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan II 2014

yang terserap sebesar 64,22%.

04

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Namun ditinjau secara triwulanan, realisasi APBD

triwulan III 2015 lebih baik dibandingkan triwulan

II 2015. Hal ini sesuai dengan pola realisasi

keuangan pemerintah yang selalu meningkat di

triwulan akhir tahun berjalan. Pada triwulan

laporan, realisasi pendapatan sebesar 74,25%

terhadap APBD 2015, meningkat dibandingkan

serapan pendapatan triwulan lalu yang sebesar

47,65%. Begitu pula dengan realisasi belanja yang

sebesar 63,75% dar i anggaran, meningkat

dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 37,96%.

Meru juk pada i nd i ka to r- i nd i ka to r t e r k in i ,

perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2015

diperkirakan akan tumbuh lebih t inggi

dibandingkan triwulan III 2015. Ekonomi Jawa

Tengah diproyeksikan tumbuh 5,1% (yoy).

Pertumbuhan diperkirakakan didorong oleh

memba iknya k iner ja ekspor dan inves tas i .

Pertumbuhan ekspor diperkirakan meningkat seiring

dengan meningkatnya permintaan baik oleh domestik

maupun luar negeri, terkait dengan meningkatnya

permintaan dalam rangka menyambut hari besar Natal

dan Tahun Baru. Selain itu, realisasi investasi baik oleh

swasta maupun pemerintah juga berperan besar dalam

peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan

mendatang. Komponen lainnya yang juga diperkirakan

meningkat adalah konsumsi pemerintah dan Lembaga

Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT),

didorong oleh puncak belanja pemerintah dan pilkada

serentak.

Sementara itu, dilihat dari sisi lapangan usaha,

perbaikan terutama terjadi pada lapangan usaha

perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan

sepeda motor seiring dengan meningkatnya aktivitas

ekonomi. Selain itu, lapangan usaha konstruksi juga

meningkat sejalan dengan meningkatnya investasi

khususnya dalam bentuk bangunan atau infrastruktur.

Dengan perkiraan pencapaian di triwulan IV, secara

keseluruhan tahun 2015 perekonomian Jawa

Tengah diproyeksikan akan tumbuh pada kisaran

5,0%-5,4% (yoy). Perkiraan pertumbuhan tersebut

sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan tahun

2014 yang sebesar 5,4%. Walaupun melambat, angka

pertumbuhan ini diperkirakan masih berada di atas

level pertumbuhan nasional.

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV

2015 diperkirakan menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan harga

utamanya terjadi dikarenakan hilangnya base effect

dari tingginya inflasi di November 2014 akibat kenaikan

harga BBM diikuti dengan terjaganya pasokan bahan

pangan hingga akhir tahun. Terjaganya level inflasi ini

merupakan akumulasi inflasi bulanan yang relatif

terjaga. Hingga Oktober 2015, inflasi tahun berjalan

tercatat rendah, yakni sebesar 1,50% (ytd). Lebih jauh,

Inflasi triwulan IV 2015 berada pada rentang

1,80-2,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan

III 2015 yang sebesar 5,20% (yoy).

B e rd a s a r k a n d i s a g re g a s i n y a , B e rd a s a r k a n

disagregasinya, inflasi tahunan terjadi pada kelompok

administered prices dan volatile food. Pada kelompok

administered prices, penurunan berasal dari terjaganya

harga BBM dan penyesuaian base effect akibat

kenaikan BBM di akhir tahun 2014 silam. inflasi

tahunan volatile food diperkirakan menurun meski

masih berada pada level yang moderat. Hal ini

merupakan imbas dari hilangnya base effect kenaikan

harga pangan di tahun sebelumnya yang juga

mengalami kenaikan. Level harga yang moderat ini juga

didukung oleh terjaganya pasokan beras di tengah

masuknya impor beras asal Vietnam. Namun demikian

masih terdapat tekanan inflasi dari komoditas pangan,

meliputi cabai merah, cabai rawit, serta bawang merah

seiring terbatasnya pasokan di tengah perayaan akhir

05

Penurunan inflasi terjadi pada sebagian besar kota

pantauan inflasi di Jawa Tengah. Dari keseluruhan 6

kota yang disurvei BPS, pada triwulan III, inflasi tertinggi

terjadi di Kota Kudus, sementara Kota Surakarta

menjadi kota dengan inflasi terendah.

Kinerja perbankan daerah masih menunjukkan

kondisi sebagaimana yang terjadi di triwulan

sebelumnya. Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK)

perbankan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan

yang meningkat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Sementara itu, kredit mengalami

pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Melambatnya kredit sejalan

dengan belum membaiknya perkembangan ekonomi

daerah yang memengaruhi permintaan kredit. Pertumbuhan kredit yang melambat pada triwulan

laporan disertai dengan pertumbuhan DPK yang

meningkat menyebabkan loan to deposit ratio (LDR)

mengalami penurunan. LDR pada triwulan laporan

tercatat sebesar 98,19%, turun dari triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 102,06%.Sementara

itu, tingkat kualitas kredit juga cenderung mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada

triwulan III 2015, Non-Performing Loan (NPL) berada

pada level 2,96%, atau meningkat dibandingkan

dengan NPL Jawa Tengah pada triwulan lalu yang

tercatat sebesar 2,90%.

Perkembangan industri perbankan syariah pada

triwulan III 2015 juga menunjukkan kondisi serupa.

Perbankan syariah menunjukkan perlambatan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan aset perbankan syariah mencatatkan

pertumbuhan yang melambat menjadi 16,55% (yoy)

pada triwulan laporan, dari triwulan sebelumnya

sebesar 18,95% (yoy). Sementara, pembiayaan yang

disalurkan oleh perbankan syariah juga melambat.

Pembiayaan tumbuh sebesar 6,09% (yoy), melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

sebesar 7,31% (yoy). Sementara DPK tumbuh

melambat sebesar 25,43% (yoy) pada triwulan laporan.

Indikator Financing to Deposit Ratio (FDR) pada

triwulan III 2015 juga mengalami perlambatan ke level

111,12%, dari 112,70% di triwulan sebelumnya.

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan

laporan, jumlah pemrosesan transaksi melalui sistem

pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank

Indonesia, yang terdiri atas sistem Bank Indonesia Real

Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring

Nasional Bank Indonesia (SKNBI), menunjukkan

peningkatan pada triwulan III 2015. Demikian pula

halnya dengan transaksi uang tunai. Secara umum,

aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Jawa Tengah menunjukkan adanya

peningkatan net inf low dibanding tr iwulan

sebelumnya. Kondisi perbaikan ini tidak terlepas dari

pola musiman pasca periode Ramadhan dan Idul Fitri

yang biasanya diikuti dengan adanya arus balik dana

perbankan ke Bank Indonesia (inflow). Sebelumnya

pada triwulan II 2015 terjadi peningkatan kebutuhan

uang kartal masyarakat terkait dengan persiapan Idul

Fitri, tahun ajaran baru sekolah, serta keperluan belanja

pemerintah serta pembayaran gaji ke-13 bagi PNS,

sehingga pada periode tersebut terjadi kenaikan

outflow yang signifikan, menyebabkan net inflow

menipis.

Dari sisi keuangan daerah, realisasi pendapatan

dan belanja pemerintah di tahun 2015 tidak

setinggi tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan

tercatat sebesar Rp12,70 triliun atau 74,25%

terhadap APBD 2015, lebih rendah dibandingkan

serapan pendapatan triwulan III 2014 sebesar 82,16%.

Sementara itu, realisasi belanja triwulan laporan

sebesar Rp11,05 triliun atau 63,75% dari anggaran,

sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan II 2014

yang terserap sebesar 64,22%.

04

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

tahun. Begitu pula dengan tekanan inflasi dari

komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras seiring

meningkatnya permintaan jelang Natal dan Tahun

baru.

Tekanan inflasi pada keseluruhan tahun 2015

diperkirakan menurun. Inf lasi tahun 2015

diperkirakan berada pada rentang 1,80-2,20% (yoy),

jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun

2014 yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini

didukung terkendalinya inflasi di seluruh kelompok,

baik kelompok volatile food, kelompok administered

prices, maupun kelompok inti.

06

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BABI

Pada triwulan III 2015, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan.

Dari sisi pengeluaran, perbaikan kinerja terjadi pada semua komponen kecuali

impor. Perbaikan pertumbuhan ekspor dan melambatnya impor menjadi

penyumbang utama dalam perbaikan ekonomi triwulan ini. Selain itu,

pertumbuhan konsumsi dan investasi juga mengalami peningkatan.

Dari sisi lapangan usaha, perbaikan kinerja terjadi pada lapangan usaha

perdagangan besar-eceran. Sedangkan lapangan usaha pertanian mengalami

perlambatan, dan lapangan usaha industri pengolahan relatif stabil. Selain

kinerja lapangan usaha utama, peningkatan pada pertumbuhan lapangan usaha

konstruksi turut menunjang perbaikan ekonomi Provinsi Jawa Tengah.

tahun. Begitu pula dengan tekanan inflasi dari

komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras seiring

meningkatnya permintaan jelang Natal dan Tahun

baru.

Tekanan inflasi pada keseluruhan tahun 2015

diperkirakan menurun. Inf lasi tahun 2015

diperkirakan berada pada rentang 1,80-2,20% (yoy),

jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun

2014 yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini

didukung terkendalinya inflasi di seluruh kelompok,

baik kelompok volatile food, kelompok administered

prices, maupun kelompok inti.

06

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BABI

Pada triwulan III 2015, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan.

Dari sisi pengeluaran, perbaikan kinerja terjadi pada semua komponen kecuali

impor. Perbaikan pertumbuhan ekspor dan melambatnya impor menjadi

penyumbang utama dalam perbaikan ekonomi triwulan ini. Selain itu,

pertumbuhan konsumsi dan investasi juga mengalami peningkatan.

Dari sisi lapangan usaha, perbaikan kinerja terjadi pada lapangan usaha

perdagangan besar-eceran. Sedangkan lapangan usaha pertanian mengalami

perlambatan, dan lapangan usaha industri pengolahan relatif stabil. Selain

kinerja lapangan usaha utama, peningkatan pada pertumbuhan lapangan usaha

konstruksi turut menunjang perbaikan ekonomi Provinsi Jawa Tengah.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah

mengalami perbaikan pada triwulan III 2015

dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan

laporan, ekonomi Jawa Tengah tumbuh 5,0% (yoy),

lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tumbuh 4,8% (yoy). Secara triwulanan, ekonomi Jawa

Tengah mengalami ekspansi sebesar 2,9% (qtq) pada

triwulan laporan, sedikit mengalami peningkatan dari

periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar

2,8% (qtq).

Peningkatan pada triwulan ini juga dialami oleh

perekonomian nasional dan Kawasan Jawa.

Perekonomian nasional tumbuh membaik ke level

4,73% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh 4,67% (yoy).

Pada Kawasan Jawa (termasuk Provinsi DKI Jakarta),

pertumbuhan ekonomi meningkat tajam dari 5,0%

(yoy) di triwulan II menjadi 5,4% (yoy) pada triwulan ini.

Pada triwulan laporan, ekonomi Jawa Tengah tumbuh

pada level di atas pertumbuhan ekonomi nasional.

Namun demikian, sejak triwulan II 2015, pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah berada di bawah pertumbuhan

Kawasan Jawa. Kondisi ini berbeda dengan pola

sebelumnya di mana pertumbuhan ekonomi Provinsi

Jawa Tengah umumnya selalu berada di atas ekonomi

Kawasan Jawa.

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.

1.

Dilihat dari besar sumbangan, perekonomian Provinsi

Jawa Tengah menyumbang 14,9% terhadap

perekonomian Kawasan Jawa di triwulan laporan. Nilai

ini relatif tetap dibandingkan triwulan sebelumnya.

Perekonomian Kawasan Jawa secara dominan

disumbang oleh Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa

Timur dengan sumbangan mencapai lebih dari 50%.

Pada sisi pengeluaran, perekonomian Jawa

Tengah masih ditopang oleh konsumsi rumah

tangga (porsi 64,13%), ekspor (porsi 37,51%), dan

pembentukan modal tetap bruto atau PMTB (porsi

29,99%). Di sisi lain, pengeluaran impor sebagai

komponen pengurang PDRB juga memberikan

kontribusi signifikan sebesar 41,64% dari total PDRB.

Komposisi ini tidak mengalami perubahan dari triwulan

sebelumnya.

Pertumbuhan yang meningkat terjadi pada seluruh

komponen pengeluaran, kecuali impor. Peningkatan

pertumbuhan ekspor yang diiringi dengan perlambatan

impor menjadi penyumbang utama dalam perbaikan

pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada

triwulan laporan. Selain ekspor, konsumsi sebagai

penopang utama perekonomian Jawa Tengah pun

masih tumbuh cukup kuat. Kinerja perekonomian sisi

pengeluaran tersebut juga turut didukung oleh peran

investasi yang menunjukkan peningkatan.

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran

09

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.2Sumber: BPS, diolah

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional

3

4

5

6

7

I II III IV I II

%, YOY

JAWA JATENG NASIONAL

2014 2015

5.04.8

4.7

III

5.4

4.7

II - 2015

III - 2015

JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY

24.87

25.0828.97 7.0722.42 14.94 1.52

29.06 7.1022.55 14.94 1.48

%% %%% %

%% %%% %

Grafik 1.1Sumber: BPS, diolah

Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap Kawasan Jawa

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah

mengalami perbaikan pada triwulan III 2015

dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan

laporan, ekonomi Jawa Tengah tumbuh 5,0% (yoy),

lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tumbuh 4,8% (yoy). Secara triwulanan, ekonomi Jawa

Tengah mengalami ekspansi sebesar 2,9% (qtq) pada

triwulan laporan, sedikit mengalami peningkatan dari

periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar

2,8% (qtq).

Peningkatan pada triwulan ini juga dialami oleh

perekonomian nasional dan Kawasan Jawa.

Perekonomian nasional tumbuh membaik ke level

4,73% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh 4,67% (yoy).

Pada Kawasan Jawa (termasuk Provinsi DKI Jakarta),

pertumbuhan ekonomi meningkat tajam dari 5,0%

(yoy) di triwulan II menjadi 5,4% (yoy) pada triwulan ini.

Pada triwulan laporan, ekonomi Jawa Tengah tumbuh

pada level di atas pertumbuhan ekonomi nasional.

Namun demikian, sejak triwulan II 2015, pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah berada di bawah pertumbuhan

Kawasan Jawa. Kondisi ini berbeda dengan pola

sebelumnya di mana pertumbuhan ekonomi Provinsi

Jawa Tengah umumnya selalu berada di atas ekonomi

Kawasan Jawa.

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.

1.

Dilihat dari besar sumbangan, perekonomian Provinsi

Jawa Tengah menyumbang 14,9% terhadap

perekonomian Kawasan Jawa di triwulan laporan. Nilai

ini relatif tetap dibandingkan triwulan sebelumnya.

Perekonomian Kawasan Jawa secara dominan

disumbang oleh Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa

Timur dengan sumbangan mencapai lebih dari 50%.

Pada sisi pengeluaran, perekonomian Jawa

Tengah masih ditopang oleh konsumsi rumah

tangga (porsi 64,13%), ekspor (porsi 37,51%), dan

pembentukan modal tetap bruto atau PMTB (porsi

29,99%). Di sisi lain, pengeluaran impor sebagai

komponen pengurang PDRB juga memberikan

kontribusi signifikan sebesar 41,64% dari total PDRB.

Komposisi ini tidak mengalami perubahan dari triwulan

sebelumnya.

Pertumbuhan yang meningkat terjadi pada seluruh

komponen pengeluaran, kecuali impor. Peningkatan

pertumbuhan ekspor yang diiringi dengan perlambatan

impor menjadi penyumbang utama dalam perbaikan

pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada

triwulan laporan. Selain ekspor, konsumsi sebagai

penopang utama perekonomian Jawa Tengah pun

masih tumbuh cukup kuat. Kinerja perekonomian sisi

pengeluaran tersebut juga turut didukung oleh peran

investasi yang menunjukkan peningkatan.

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran

09

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.2Sumber: BPS, diolah

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional

3

4

5

6

7

I II III IV I II

%, YOY

JAWA JATENG NASIONAL

2014 2015

5.04.8

4.7

III

5.4

4.7

II - 2015

III - 2015

JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY

24.87

25.0828.97 7.0722.42 14.94 1.52

29.06 7.1022.55 14.94 1.48

%% %%% %

%% %%% %

Grafik 1.1Sumber: BPS, diolah

Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap Kawasan Jawa

1.2.1. Pengeluaran KonsumsiKonsumsi rumah tangga pada triwulan III 2015 tumbuh

sebesar 4,4% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan

II 2015 yang tumbuh sebesar 4,1% (yoy). Peningkatan 2ini terkonfirmasi dari data kredit perbankan untuk

penggunaan konsumsi yang pada triwulan laporan

tercatat tumbuh 9,07% (yoy) , leb ih t inggi

dibandingkan pertumbuhan triwulan II sebesar 7,27%

(yoy).

Melihat pertumbuhan kredit konsumsi lebih jauh,

peningkatan bersumber dari kredit kepemilikan rumah

(KPR), yang tumbuh 8,11% (yoy), lebih tinggi dari

pertumbuhan 6,45% di triwulan II. Sementara itu,

kredit kendaraan bermotor (KKB) melambat ke tingkat

pertumbuhan 9,19% (yoy), setelah sebelumnya

tumbuh 10,32% (yoy).

Salah satu faktor pendorong perbaikan pertumbuhan

konsumsi rumah tangga adalah hari raya Lebaran di

awal triwulan. Pola konsumsi masyarakat cenderung

mengalami peningkatan pada hari raya Lebaran dan

libur dalam rangka Lebaran. Sementara itu, tahun

ajaran baru siswa sekolah turut mendorong tingkat

konsumsi masyarakat lebih tinggi. Dua hal tersebut

mendorong perilaku masyarakat untuk meningkatkan

konsumsi makanan dan minuman, pakaian,

transportasi, serta rekreasi. Perilaku konsumsi ini

terkonfirmasi dari hasil Survei Tendensi Konsumen oleh

BPS yang menunjukkan adanya peningkatan volume

konsumsi pada kelompok komoditas tersebut.

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

%, YOY %, YOY

KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI- SKALA KANAN

III3

4

5

6

4

9

14

19

24

29

Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Kredit Konumsi

%, YOY

KKB KPR

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

10

15

20

25

30

-10

-5

0

5

Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan Bermotor dan Kredit Pemilikan Rumah

KOMPONEN PENGELUARAN

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)

III IV2014*

445,645

7,641

55,431

211,220

256,229

270,285

21,018

726,900

113,402

2,147

8,631

51,991

56,860

52,448

5,273

185,856

115,185

2,206

11,927

54,680

65,964

63,673

5,637

191,925

118,194

1,982

13,770

56,549

67,377

65,596

4,942

197,219

117,374

1,965

22,576

56,790

61,010

68,852

410

191,272

464,155

8,299

56,904

220,009

251,212

250,570

16,261

766,272

2015**

118,166

1,939

8,904

55,246

68,378

58,872

2,553

196,088

I 119,992

1,934

12,366

56,522

71,407

65,664

4,571

201,128

II

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

INVESTASI

EKSPOR

IMPOR

PERUBAHAN INVENTORI

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

KOMPONEN PENGELUARAN

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (%, yoy)

III IV2014*

4.3

7.2

5.4

4.4

11.4

2.2

-42.4

5.1

4.1

22.4

1.1

3.1

-3.2

-8.8

4.4

5.7

4.0

16.3

-9.7

6.4

-1.5

-10.9

-51.0

4.2

4.5

3.4

4.8

5.7

0.6

0.6

52.1

5.7

4.0

-5.3

9.9

1.5

-4.1

-9.5

-66.1

6.2

4.2

8.6

2.7

4.2

-2.0

-7.3

-22.6

5.4

2015**

4.2

-9.7

3.2

6.3

20.3

12.2

-51.6

5.5

I4.2

-12.3

3.7

3.4

8.3

3.1

-18.9

4.8

II

123,376

2,042

14,603

58,788

74,859

67,176

488

206,981

IIIKONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

INVESTASI

EKSPOR

IMPOR

PERUBAHAN INVENTORI

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

4.4

3.0

6.1

4.0

11.1

2.4

-90.1

5.0

III

10 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

mengalami perlambatan seiring dengan menguatnya

nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah. Penurunan ini

terutama pada barang konsumsi dalam bentuk

makanan dan minuman jadi maupun primer, dan

barang konsumsi tahan lama.

Pada triwulan III nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah

rata-rata mengalami apresiasi sebesar 5,56% dari

triwulan sebelumnya (qtq), atau 17,74% dari tahun

sebelumnya (yoy). Sejalan dengan kondisi tersebut,

pada triwulan laporan pertumbuhan impor barang

konsumsi mengalami penurunan sebesar 6,46% (yoy),

berbalik arah dari triwulan sebelumnya yang masih

tumbuh 4,55% (yoy).

Konsumsi LNPRT pada triwulan III 2015 tumbuh

3,0% (yoy), berbalik arah dibandingkan dengan

triwulan lalu yang sebesar -12,3% (yoy). Perbaikan

signifikan ini terutama akibat hilangnya efek pemilu

pada tahun 2014. Pada triwulan II I terdapat

peningkatan aktivitas lembaga nonprofit berbentuk

yayasan sosial seperti panti asuhan terkait adanya hari

Grafik 1.6 Indeks Tendensi KonsumenSumber : BPS Provinsi Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III90

95

100

105

110

115

120

125 INDEKS

PENDAPATAN RT KINIITK PENGARUH INFLASI THDP TK KONSUMSI

0

50

100

150 INDEKS KONSUMSI

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI

PAKAIAN KOMUNIKASI REKREASI/HIBURAN

AKOMODASI TRANSPORTASI PERAWATANKESEHATAN

/KECANTIKAN

II - 2015 III - 2015

Grafik 1.5 Indeks Konsumsi per Kelompok Barang/Jasa

Grafik 1.8 Pertumbuhan Impor Barang KonsumsiSumber: Bloomberg, diolah

3

8

13

18

23

(30)

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

60

70

NILAI TUKAR (USD/IDR) - SKALA KANANIMPOR BARANG KONSUMSI

%, YOY %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

INDEKS

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANINDEKS PPENJUALAN RIIL

%, YOY

3

4

5

6

120

140

160

180

200

220

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.7 Survei Pedagang Eceran

Pola konsumsi dimaksud didukung oleh peningkatan

daya beli masyarakat, yang ditunjukkan oleh Indeks

Tendensi Konsumen (ITK) triwulan laporan yang

mengalami peningkatan menjadi 109,81, dari 103,60

pada triwulan sebelumnya. Daya beli masyarakat turut

didorong oleh adanya pembayaran Tunjangan Hari

Raya (THR) menjelang Lebaran.

Sejalan dengan hasil analisa di atas, peningkatan

konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi oleh hasil

Survei Pedagang Eceran (SPE) yang dilakukan Bank

Indonesia. Hasi l survei menunjukkan adanya

peningkatan penjualan pedagang eceran yang lebih

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata

Indeks Penjualan Riil (IPR) meningkat menjadi 200,6 di

triwulan III, dari 179,3 di triwulan sebelumnya.

Sementara itu, konsumsi akan barang impor

menunjukkan adanya penurunan. Salah satu faktor

pendorong hal tersebut adalah penguatan nilai tukar

Dolar AS sehingga harga barang impor menjadi lebih

mahal. Pertumbuhan impor barang konsumsi juga

11

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Analisis kredit pada bagian ini menggunakan klasifikasi berdasarkan lokasi proyek.2.

1.2.1. Pengeluaran KonsumsiKonsumsi rumah tangga pada triwulan III 2015 tumbuh

sebesar 4,4% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan

II 2015 yang tumbuh sebesar 4,1% (yoy). Peningkatan 2ini terkonfirmasi dari data kredit perbankan untuk

penggunaan konsumsi yang pada triwulan laporan

tercatat tumbuh 9,07% (yoy) , leb ih t inggi

dibandingkan pertumbuhan triwulan II sebesar 7,27%

(yoy).

Melihat pertumbuhan kredit konsumsi lebih jauh,

peningkatan bersumber dari kredit kepemilikan rumah

(KPR), yang tumbuh 8,11% (yoy), lebih tinggi dari

pertumbuhan 6,45% di triwulan II. Sementara itu,

kredit kendaraan bermotor (KKB) melambat ke tingkat

pertumbuhan 9,19% (yoy), setelah sebelumnya

tumbuh 10,32% (yoy).

Salah satu faktor pendorong perbaikan pertumbuhan

konsumsi rumah tangga adalah hari raya Lebaran di

awal triwulan. Pola konsumsi masyarakat cenderung

mengalami peningkatan pada hari raya Lebaran dan

libur dalam rangka Lebaran. Sementara itu, tahun

ajaran baru siswa sekolah turut mendorong tingkat

konsumsi masyarakat lebih tinggi. Dua hal tersebut

mendorong perilaku masyarakat untuk meningkatkan

konsumsi makanan dan minuman, pakaian,

transportasi, serta rekreasi. Perilaku konsumsi ini

terkonfirmasi dari hasil Survei Tendensi Konsumen oleh

BPS yang menunjukkan adanya peningkatan volume

konsumsi pada kelompok komoditas tersebut.

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

%, YOY %, YOY

KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI- SKALA KANAN

III3

4

5

6

4

9

14

19

24

29

Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Kredit Konumsi

%, YOY

KKB KPR

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

10

15

20

25

30

-10

-5

0

5

Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan Bermotor dan Kredit Pemilikan Rumah

KOMPONEN PENGELUARAN

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)

III IV2014*

445,645

7,641

55,431

211,220

256,229

270,285

21,018

726,900

113,402

2,147

8,631

51,991

56,860

52,448

5,273

185,856

115,185

2,206

11,927

54,680

65,964

63,673

5,637

191,925

118,194

1,982

13,770

56,549

67,377

65,596

4,942

197,219

117,374

1,965

22,576

56,790

61,010

68,852

410

191,272

464,155

8,299

56,904

220,009

251,212

250,570

16,261

766,272

2015**

118,166

1,939

8,904

55,246

68,378

58,872

2,553

196,088

I 119,992

1,934

12,366

56,522

71,407

65,664

4,571

201,128

II

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

INVESTASI

EKSPOR

IMPOR

PERUBAHAN INVENTORI

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

KOMPONEN PENGELUARAN

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (%, yoy)

III IV2014*

4.3

7.2

5.4

4.4

11.4

2.2

-42.4

5.1

4.1

22.4

1.1

3.1

-3.2

-8.8

4.4

5.7

4.0

16.3

-9.7

6.4

-1.5

-10.9

-51.0

4.2

4.5

3.4

4.8

5.7

0.6

0.6

52.1

5.7

4.0

-5.3

9.9

1.5

-4.1

-9.5

-66.1

6.2

4.2

8.6

2.7

4.2

-2.0

-7.3

-22.6

5.4

2015**

4.2

-9.7

3.2

6.3

20.3

12.2

-51.6

5.5

I4.2

-12.3

3.7

3.4

8.3

3.1

-18.9

4.8

II

123,376

2,042

14,603

58,788

74,859

67,176

488

206,981

IIIKONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

INVESTASI

EKSPOR

IMPOR

PERUBAHAN INVENTORI

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

4.4

3.0

6.1

4.0

11.1

2.4

-90.1

5.0

III

10 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

mengalami perlambatan seiring dengan menguatnya

nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah. Penurunan ini

terutama pada barang konsumsi dalam bentuk

makanan dan minuman jadi maupun primer, dan

barang konsumsi tahan lama.

Pada triwulan III nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah

rata-rata mengalami apresiasi sebesar 5,56% dari

triwulan sebelumnya (qtq), atau 17,74% dari tahun

sebelumnya (yoy). Sejalan dengan kondisi tersebut,

pada triwulan laporan pertumbuhan impor barang

konsumsi mengalami penurunan sebesar 6,46% (yoy),

berbalik arah dari triwulan sebelumnya yang masih

tumbuh 4,55% (yoy).

Konsumsi LNPRT pada triwulan III 2015 tumbuh

3,0% (yoy), berbalik arah dibandingkan dengan

triwulan lalu yang sebesar -12,3% (yoy). Perbaikan

signifikan ini terutama akibat hilangnya efek pemilu

pada tahun 2014. Pada triwulan II I terdapat

peningkatan aktivitas lembaga nonprofit berbentuk

yayasan sosial seperti panti asuhan terkait adanya hari

Grafik 1.6 Indeks Tendensi KonsumenSumber : BPS Provinsi Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III90

95

100

105

110

115

120

125 INDEKS

PENDAPATAN RT KINIITK PENGARUH INFLASI THDP TK KONSUMSI

0

50

100

150 INDEKS KONSUMSI

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI

PAKAIAN KOMUNIKASI REKREASI/HIBURAN

AKOMODASI TRANSPORTASI PERAWATANKESEHATAN

/KECANTIKAN

II - 2015 III - 2015

Grafik 1.5 Indeks Konsumsi per Kelompok Barang/Jasa

Grafik 1.8 Pertumbuhan Impor Barang KonsumsiSumber: Bloomberg, diolah

3

8

13

18

23

(30)

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

60

70

NILAI TUKAR (USD/IDR) - SKALA KANANIMPOR BARANG KONSUMSI

%, YOY %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

INDEKS

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANINDEKS PPENJUALAN RIIL

%, YOY

3

4

5

6

120

140

160

180

200

220

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.7 Survei Pedagang Eceran

Pola konsumsi dimaksud didukung oleh peningkatan

daya beli masyarakat, yang ditunjukkan oleh Indeks

Tendensi Konsumen (ITK) triwulan laporan yang

mengalami peningkatan menjadi 109,81, dari 103,60

pada triwulan sebelumnya. Daya beli masyarakat turut

didorong oleh adanya pembayaran Tunjangan Hari

Raya (THR) menjelang Lebaran.

Sejalan dengan hasil analisa di atas, peningkatan

konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi oleh hasil

Survei Pedagang Eceran (SPE) yang dilakukan Bank

Indonesia. Hasi l survei menunjukkan adanya

peningkatan penjualan pedagang eceran yang lebih

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata

Indeks Penjualan Riil (IPR) meningkat menjadi 200,6 di

triwulan III, dari 179,3 di triwulan sebelumnya.

Sementara itu, konsumsi akan barang impor

menunjukkan adanya penurunan. Salah satu faktor

pendorong hal tersebut adalah penguatan nilai tukar

Dolar AS sehingga harga barang impor menjadi lebih

mahal. Pertumbuhan impor barang konsumsi juga

11

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Analisis kredit pada bagian ini menggunakan klasifikasi berdasarkan lokasi proyek.2.

Grafik 1.10 Perkembangan Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi

PMTB - SKALA KANANREALISASI INVESTASI (SKDU)

%, SBT %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III -

2

4

6

8

10

12

14

0

2

4

6

8

10

12

Grafik 1.9 Perkembangan Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

-10

0

10

20

30

40

50

60

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

%, YOYRP MILIAR

PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJAANGGARAN BELANJA

raya Lebaran. Selain itu peningkatan komponen

konsumsi LNPRT juga didorong oleh peningkatan

aktivitas lembaga nonprofit menjelang Pilkada serentak

yang akan dilaksanakan pada Desember 2015.

Pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami

peningkatan pada triwulan III menjadi 6,1% (yoy),

setelah tumbuh 3,7% (yoy) di triwulan lalu.

Peningkatan tersebut berasal dari realisasi proyek baik

oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat

yang berlokasi di daerah. Anggaran belanja Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan tahun 2015

meningkat 8,10% (yoy) dari tahun sebelumnya. Dari

anggaran tersebut, pada triwulan III realisasi tercatat

sebesar 63,75%, setelah terealisasi sebesar 37,96%

pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, dana APBN

untuk Jawa Tengah sampai dengan triwulan laporan

terealisasi 47,97%, setelah triwulan II mencatatkan

realisasi 24,94%. Salah satu realisasi komponen belanja

yang signifikan pada triwulan ini adalah penyaluran gaji

ke-13 pada bulan Juli.

Walaupun sumbangan langsung konsumsi LNPRT dan

konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi

tidak besar, namun kedua pengeluaran ini memberikan

efek pengganda (multiplier effect) yang dapat memicu

pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi lebih

tinggi. Sebagai contoh adalah penyaluran gaji ke-13

pada konsumsi pemerintah, atau bantuan terhadap

yayasan sosial pada konsumsi LNPRT. Kegiatan tersebut

mampu membantu daya beli masyarakat yang terlibat

sehingga meningkatkan konsumsi rumah tangga

secara keseluruhan.

1.2.2. Pengeluaran Investasi

Pada triwulan III 2015, Pembentukan Modal Tetap

Bruto (PMTB) atau investasi tumbuh sebesar 4,0%

(yoy) , membaik d ibandingkan t r iwulan

sebelumnya yang tumbuh 3,4% (yoy). Peningkatan

terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

(SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan

survei tersebut, realisasi investasi tercatat mengalami

peningkatan dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar

4,80% di triwulan II menjadi 6,42% di triwulan III.

Peningkatan ini mengindikasikan adanya perbaikan

kinerja investasi dari sisi swasta. Analisis lebih

mendalam, hasil SKDU triwulan laporan menunjukkan

peningkatan terjadi pada lapangan usaha pertanian,

lapangan usaha bangunan, lapangan usaha

perdagangan, hotel dan restoran, serta lapangan usaha

keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.

Peningkatan investasi juga tercermin dari penyaluran

kredit investasi perbankan yang menunjukkan

perbaikan kinerja. Pada triwulan laporan, kredit

investasi perbankan tumbuh 15,77% (yoy), meningkat

tajam dibandingkan pertumbuhan triwulan II yang

sebesar 8,54% (yoy).

12 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa TengahSumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah

JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

0

100

200

300

400

500 JUMLAH PROYEK RP TRILIUN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.14 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN

0

100

200

300

400

500JUMLAH PROYEK USD JUTA

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.13 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah

PMTB - SKALA KANANKREDIT INVESTASI

%, YOY %, YOY

0

2

4

6

8

10

12

- 5

10 15 20 25 30 35 40 45 50

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.12 Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Jawa Tengah

%, SBT

II - 2015 III - 2015

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

PERT

AN

IAN

PERT

AM

BAN

GA

N

IND

UST

RI

PEN

GO

LAH

AN

LIST

RIK

, GA

S D

AN

AIR

BE

RSIH

BAN

GU

NA

N

PERD

AG

AN

GA

N,

HO

TEL

DA

N R

ESTO

RAN

PEN

GA

NG

KU

TAN

D

AN

KO

MU

NIK

ASI

KEU

AN

GA

N,

PERS

EWA

AN

D

AN

JA

SA P

ERU

SAH

AA

N

JASA

-JA

SA

Grafik 1.11 Perkembangan Realisasi Berdasarkan Sektor Usaha (SKDU)

Peningkatan kinerja investasi ini berasal dari

modal asing maupun domestik. Nilai penanaman

modal asing tumbuh meningkat pada triwulan laporan

dengan tingkat pertumbuhan 152,48% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu yang

sebesar 136,29% (yoy). Hal yang sama terjadi pada

penanaman modal domestik yang tumbuh sebesar

22,40% (yoy) pada triwulan laporan, membaik dan

berbalik arah dari triwulan sebelumnya yang

mengalami penurunan sebesar 35,60% (yoy). Sumber

pembiayaan domestik masih mendominasi investasi

daerah dengan porsi lebih dari 60% dari total investasi

triwulan laporan.

Perbaikan kinerja investasi diindikasikan terjadi pada

investasi dalam bentuk bangunan, sementara investasi

dalam bentuk nonbangunan, atau mesin dan peralatan

masih belum mengalami perbaikan signifikan.

Perbaikan investasi bangunan ditunjukkan oleh

meningkatnya pertumbuhan konsumsi semen triwulan

laporan, yaitu sebesar 4,84% (yoy), setelah tumbuh

2,32% (yoy) pada triwulan II. Selain itu, pertumbuhan

ekonomi untuk lapangan usaha konstruksi juga

mengalami peningkatan dari 5,3% (yoy) menjadi 7,9%

(yoy).

Peningkatan investasi bangunan juga disumbang oleh

pembangunan rumah tinggal yang ditunjukkan oleh

hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang

dilakukan Bank Indonesia. Pada survei tersebut

dikonfirmasi bahwa jumlah rumah yang dibangun pada

triwulan laporan mengalami peningkatan menjadi 462

unit, dari 421 unit pada triwulan sebelumnya.

Kinerja investasi nonbangunan terlihat belum

mengalami perbaikan signifikan. Hal ini ditunjukkan

oleh impor barang modal yang mengalami penurunan

sebesar 38,19% (yoy), lebih dalam dibandingkan

penurunan triwulan sebelumnya yang sebesar 19,75%

(yoy). Penurunan ini ditengarai karena apresiasi nilai

tukar Dolar AS, sehingga pelaku usaha menahan

pembelian barang modal yang sebagian besar berasal

dari luar negeri.

13

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.10 Perkembangan Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi

PMTB - SKALA KANANREALISASI INVESTASI (SKDU)

%, SBT %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III -

2

4

6

8

10

12

14

0

2

4

6

8

10

12

Grafik 1.9 Perkembangan Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

-10

0

10

20

30

40

50

60

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

%, YOYRP MILIAR

PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJAANGGARAN BELANJA

raya Lebaran. Selain itu peningkatan komponen

konsumsi LNPRT juga didorong oleh peningkatan

aktivitas lembaga nonprofit menjelang Pilkada serentak

yang akan dilaksanakan pada Desember 2015.

Pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami

peningkatan pada triwulan III menjadi 6,1% (yoy),

setelah tumbuh 3,7% (yoy) di triwulan lalu.

Peningkatan tersebut berasal dari realisasi proyek baik

oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat

yang berlokasi di daerah. Anggaran belanja Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan tahun 2015

meningkat 8,10% (yoy) dari tahun sebelumnya. Dari

anggaran tersebut, pada triwulan III realisasi tercatat

sebesar 63,75%, setelah terealisasi sebesar 37,96%

pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, dana APBN

untuk Jawa Tengah sampai dengan triwulan laporan

terealisasi 47,97%, setelah triwulan II mencatatkan

realisasi 24,94%. Salah satu realisasi komponen belanja

yang signifikan pada triwulan ini adalah penyaluran gaji

ke-13 pada bulan Juli.

Walaupun sumbangan langsung konsumsi LNPRT dan

konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi

tidak besar, namun kedua pengeluaran ini memberikan

efek pengganda (multiplier effect) yang dapat memicu

pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi lebih

tinggi. Sebagai contoh adalah penyaluran gaji ke-13

pada konsumsi pemerintah, atau bantuan terhadap

yayasan sosial pada konsumsi LNPRT. Kegiatan tersebut

mampu membantu daya beli masyarakat yang terlibat

sehingga meningkatkan konsumsi rumah tangga

secara keseluruhan.

1.2.2. Pengeluaran Investasi

Pada triwulan III 2015, Pembentukan Modal Tetap

Bruto (PMTB) atau investasi tumbuh sebesar 4,0%

(yoy) , membaik d ibandingkan t r iwulan

sebelumnya yang tumbuh 3,4% (yoy). Peningkatan

terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

(SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan

survei tersebut, realisasi investasi tercatat mengalami

peningkatan dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar

4,80% di triwulan II menjadi 6,42% di triwulan III.

Peningkatan ini mengindikasikan adanya perbaikan

kinerja investasi dari sisi swasta. Analisis lebih

mendalam, hasil SKDU triwulan laporan menunjukkan

peningkatan terjadi pada lapangan usaha pertanian,

lapangan usaha bangunan, lapangan usaha

perdagangan, hotel dan restoran, serta lapangan usaha

keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.

Peningkatan investasi juga tercermin dari penyaluran

kredit investasi perbankan yang menunjukkan

perbaikan kinerja. Pada triwulan laporan, kredit

investasi perbankan tumbuh 15,77% (yoy), meningkat

tajam dibandingkan pertumbuhan triwulan II yang

sebesar 8,54% (yoy).

12 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa TengahSumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah

JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

0

100

200

300

400

500 JUMLAH PROYEK RP TRILIUN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.14 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN

0

100

200

300

400

500JUMLAH PROYEK USD JUTA

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.13 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah

PMTB - SKALA KANANKREDIT INVESTASI

%, YOY %, YOY

0

2

4

6

8

10

12

- 5

10 15 20 25 30 35 40 45 50

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.12 Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Jawa Tengah

%, SBT

II - 2015 III - 2015

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

PERT

AN

IAN

PERT

AM

BAN

GA

N

IND

UST

RI

PEN

GO

LAH

AN

LIST

RIK

, GA

S D

AN

AIR

BE

RSIH

BAN

GU

NA

N

PERD

AG

AN

GA

N,

HO

TEL

DA

N R

ESTO

RAN

PEN

GA

NG

KU

TAN

D

AN

KO

MU

NIK

ASI

KEU

AN

GA

N,

PERS

EWA

AN

D

AN

JA

SA P

ERU

SAH

AA

N

JASA

-JA

SA

Grafik 1.11 Perkembangan Realisasi Berdasarkan Sektor Usaha (SKDU)

Peningkatan kinerja investasi ini berasal dari

modal asing maupun domestik. Nilai penanaman

modal asing tumbuh meningkat pada triwulan laporan

dengan tingkat pertumbuhan 152,48% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu yang

sebesar 136,29% (yoy). Hal yang sama terjadi pada

penanaman modal domestik yang tumbuh sebesar

22,40% (yoy) pada triwulan laporan, membaik dan

berbalik arah dari triwulan sebelumnya yang

mengalami penurunan sebesar 35,60% (yoy). Sumber

pembiayaan domestik masih mendominasi investasi

daerah dengan porsi lebih dari 60% dari total investasi

triwulan laporan.

Perbaikan kinerja investasi diindikasikan terjadi pada

investasi dalam bentuk bangunan, sementara investasi

dalam bentuk nonbangunan, atau mesin dan peralatan

masih belum mengalami perbaikan signifikan.

Perbaikan investasi bangunan ditunjukkan oleh

meningkatnya pertumbuhan konsumsi semen triwulan

laporan, yaitu sebesar 4,84% (yoy), setelah tumbuh

2,32% (yoy) pada triwulan II. Selain itu, pertumbuhan

ekonomi untuk lapangan usaha konstruksi juga

mengalami peningkatan dari 5,3% (yoy) menjadi 7,9%

(yoy).

Peningkatan investasi bangunan juga disumbang oleh

pembangunan rumah tinggal yang ditunjukkan oleh

hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang

dilakukan Bank Indonesia. Pada survei tersebut

dikonfirmasi bahwa jumlah rumah yang dibangun pada

triwulan laporan mengalami peningkatan menjadi 462

unit, dari 421 unit pada triwulan sebelumnya.

Kinerja investasi nonbangunan terlihat belum

mengalami perbaikan signifikan. Hal ini ditunjukkan

oleh impor barang modal yang mengalami penurunan

sebesar 38,19% (yoy), lebih dalam dibandingkan

penurunan triwulan sebelumnya yang sebesar 19,75%

(yoy). Penurunan ini ditengarai karena apresiasi nilai

tukar Dolar AS, sehingga pelaku usaha menahan

pembelian barang modal yang sebagian besar berasal

dari luar negeri.

13

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.16 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang ModalGrafik 1.15 Pertumbuhan Indikator Investasi Bangunan dan PDRB Investasi

1.2.3. Ekspor dan ImporKinerja ekspor di triwulan III 2015 mengalami

perbaikan menjadi 11,1% (yoy), dari 9,6% (yoy) di

triwulan sebelumnya. Perbaikan ditengarai berasal dari

membaiknya kinerja ekspor luar negeri, sementara

ekspor antardaerah tidak mengalami perbaikan

signifikan.

Perbaikan ekspor luar negeri terjadi pada komoditas

mebel dan kayu olahan dengan tumbuh sebesar 2,72%

(yoy) di triwulan laporan, berbalik arah dari triwulan

sebelumnya yang mengalami penurunan sebesar

2,68% (yoy). Kenaikan tersebut terutama disebabkan

oleh meningkatnya pertumbuhan permintaan dari

negara Tiongkok, yaitu dari -7,58% (yoy) pada triwulan

II 2015, menjadi 16,58% (yoy) pada triwulan laporan.

Selain itu, walaupun masih mencatatkan pertumbuhan

negatif, kinerja ekspor komoditas mebel dan kayu

olahan Jawa Tengah ke Jepang mulai menunjukkan

perbaikan dari pertumbuhan -11,34% (yoy) menjadi

-0,76% (yoy).

Berlawanan dengan komoditas mebel dan kayu olahan,

ekspor komoditas tekstil dan produk tekstil mengalami per lambatan walaupun mas ih mencatatkan

pertumbuhan di level tinggi yaitu 7,88% (yoy), setelah

sebelumnya tumbuh 13,44% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan ekspor komoditas ini terutama berasal

dari melambatnya permintaan dari negara Tiongkok,

Eropa, dan Korea Selatan.

Sementara itu, perlambatan ekspor antardaerah

ditengarai karena daya beli nasional belum mengalami

penguatan. Hal ini tercermin dari tingkat pertumbuhan

komponen konsumsi pada PDB nasional tumbuh

sebesar 4,96% (yoy), relatif stabil dari triwulan

sebelumnya yang tumbuh 4,97% (yoy). Hal ini

berdampak pada Provinsi Jawa Tengah dengan

karakteristik produsen yang mengalami perlambatan

ekspor antardaerah.

Mitra dagang utama Jawa Tengah untuk ekspor

masih belum mengalami perubahan signifikan,

yaitu Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok,

dengan pangsa masing-masing 28,05%, 15,92%, dan

11,18% di triwulan III 2015. Perbaikan pertumbuhan

terjadi untuk negara tujuan Amerika Serikat dan

Tiongkok. Sedangkan ekspor ke Eropa masih terus

mengalami penurunan.

%, YOYUSD JUTA

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANNILAI EKSPOR

-10

-5

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III -

100

200

300

400

500

Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan Kayu OlahanProvinsi Jawa Tengah

0

5

10

15

20

-

200

400

600

800 %, YOYUSD JUTA

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANNILAI EKSPOR

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi Jawa Tengah

14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PMTB - SKALA KANANIMPOR BARANG MODAL0

2

4

6

8

10

12

(60)

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100 %, YOY %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III0

5

10

15

20

-5KONSUMSI SEMENPDRB KNSTRUKSIPDRB INVESTASI

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah,diolahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah,diolah

Pertumbuhan impor mengalami perlambatan

menjadi sebesar 2,4% (yoy) dari 5,3% (yoy) pada

triwulan sebelumnya. Perlambatan terjadi pada

impor luar negeri seiring dengan penguatan nilai tukar

Dolar AS, sementara impor antardaerah masih tumbuh

meningkat.

Impor luar negeri Jawa Tengah masih didominasi oleh

komoditas minyak dan gas bumi, dengan porsi pada

triwulan III 2015 sebesar 57,21% dari total impor.

Kinerja impor di periode laporan mengalami

penurunan lebih dalam, baik pada komoditas

migas maupun nonmigas. Impor luar negeri migas

mengalami penurunan sejak triwulan III 2014.

Penurunan di triwulan ini lebih dalam dibandingkan

penurunan triwulan II 2015, yaitu menjadi 47,65%

(yoy) dari 35,85% (yoy).

Hal serupa terjadi pada impor luar negeri untuk

komoditas nonmigas. Pada triwulan ini, impor

nonmigas Jawa Tengah mengalami penurunan 19,66%

(yoy), juga lebih dalam dibandingkan penurunan

8,42% (yoy) pada triwulan II.

Perdagangan ke Amerika Serikat, sebagai mitra

dagang dengan pangsa terbesar, mengalami perbaikan

pada triwulan laporan. Ekspor Jawa Tengah ke Amerika

Ser ikat tumbuh 14,20% (yoy) , lebih t inggi

dibandingkan pertumbuhan 13,48% (yoy) pada

triwulan sebelumnya. Perbaikan ekonomi Amerika

Serikat masih berlanjut tercermin dari kondisi tenaga

kerja yang terus membaik. Hal tersebut mendorong

peningkatan konsumsi pada negara mitra dagang

tersebut.

Berlawanan dengan kondisi perekonomian Tiongkok

yang masih melambat, ekspor Provinsi Jawa Tengah ke

Tiongkok mengalami peningkatan. Pada triwulan

laporan, tercatat pertumbuhan ekspor dengan tujuan

Tiongkok sebesar 21,54% (yoy), berbalik arah dari

kontraksi sejak triwulan III 2014. Sementara itu, pada

saat yang bersamaan kinerja ekspor ke negara kawasan

Eropa mengalami penurunan sebesar 9,29% (yoy),

lebih dalam dibandingkan penurunan pada triwulan II

2015 yang sebesar 4,29% (yoy).

Grafik 1.22 Pertubuhan Gaji Riil dan Lowongan Kerja ASSumber: BlommbergSumber: Blommberg

Grafik 1.21 Penjualan Eceran AS

Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

EROPAUSA TIONGKOK

Grafik 1.20 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan

15

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

ASEANUSA EROPAJEPANG TIONGKOK LAINNYA

III - 2015 828 1610 11 27%% %%% %

II - 2015 926 189 10 28%% %%% %

2.5

2.7

2.9

3.1

3.3

PERTUMBUHAN LOWONGAN KERJA -RHSRATA-RATA PERTUMBUHAN GAJI RIIL PERJAM

1 3 5 7 9 11

0.5

1.0

1.5

2.0

0.0

2.5

3.5

3.7

3.9

2 4 6 8 10 12

2013 2014 2015

%, YOY

1 2 3 4 5 6 7 8 10 11-1

0

1

2

3

4

5

6

7

TOTAL PENJUALAN RITEL TOTAL PENJUALAN RITEL (TIDAK TERMASUK PENJUALAN MOBIL)

9 12 1 2 3 4 5 6 7

2014 2015

%, YOY %, YOY

1 3 5 7 9 112 4 6 8 10 12 1 3 5 72 4 6

Grafik 1.16 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang ModalGrafik 1.15 Pertumbuhan Indikator Investasi Bangunan dan PDRB Investasi

1.2.3. Ekspor dan ImporKinerja ekspor di triwulan III 2015 mengalami

perbaikan menjadi 11,1% (yoy), dari 9,6% (yoy) di

triwulan sebelumnya. Perbaikan ditengarai berasal dari

membaiknya kinerja ekspor luar negeri, sementara

ekspor antardaerah tidak mengalami perbaikan

signifikan.

Perbaikan ekspor luar negeri terjadi pada komoditas

mebel dan kayu olahan dengan tumbuh sebesar 2,72%

(yoy) di triwulan laporan, berbalik arah dari triwulan

sebelumnya yang mengalami penurunan sebesar

2,68% (yoy). Kenaikan tersebut terutama disebabkan

oleh meningkatnya pertumbuhan permintaan dari

negara Tiongkok, yaitu dari -7,58% (yoy) pada triwulan

II 2015, menjadi 16,58% (yoy) pada triwulan laporan.

Selain itu, walaupun masih mencatatkan pertumbuhan

negatif, kinerja ekspor komoditas mebel dan kayu

olahan Jawa Tengah ke Jepang mulai menunjukkan

perbaikan dari pertumbuhan -11,34% (yoy) menjadi

-0,76% (yoy).

Berlawanan dengan komoditas mebel dan kayu olahan,

ekspor komoditas tekstil dan produk tekstil mengalami per lambatan walaupun mas ih mencatatkan

pertumbuhan di level tinggi yaitu 7,88% (yoy), setelah

sebelumnya tumbuh 13,44% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan ekspor komoditas ini terutama berasal

dari melambatnya permintaan dari negara Tiongkok,

Eropa, dan Korea Selatan.

Sementara itu, perlambatan ekspor antardaerah

ditengarai karena daya beli nasional belum mengalami

penguatan. Hal ini tercermin dari tingkat pertumbuhan

komponen konsumsi pada PDB nasional tumbuh

sebesar 4,96% (yoy), relatif stabil dari triwulan

sebelumnya yang tumbuh 4,97% (yoy). Hal ini

berdampak pada Provinsi Jawa Tengah dengan

karakteristik produsen yang mengalami perlambatan

ekspor antardaerah.

Mitra dagang utama Jawa Tengah untuk ekspor

masih belum mengalami perubahan signifikan,

yaitu Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok,

dengan pangsa masing-masing 28,05%, 15,92%, dan

11,18% di triwulan III 2015. Perbaikan pertumbuhan

terjadi untuk negara tujuan Amerika Serikat dan

Tiongkok. Sedangkan ekspor ke Eropa masih terus

mengalami penurunan.

%, YOYUSD JUTA

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANNILAI EKSPOR

-10

-5

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III -

100

200

300

400

500

Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan Kayu OlahanProvinsi Jawa Tengah

0

5

10

15

20

-

200

400

600

800 %, YOYUSD JUTA

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANNILAI EKSPOR

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi Jawa Tengah

14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PMTB - SKALA KANANIMPOR BARANG MODAL0

2

4

6

8

10

12

(60)

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100 %, YOY %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III0

5

10

15

20

-5KONSUMSI SEMENPDRB KNSTRUKSIPDRB INVESTASI

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah,diolahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah,diolah

Pertumbuhan impor mengalami perlambatan

menjadi sebesar 2,4% (yoy) dari 5,3% (yoy) pada

triwulan sebelumnya. Perlambatan terjadi pada

impor luar negeri seiring dengan penguatan nilai tukar

Dolar AS, sementara impor antardaerah masih tumbuh

meningkat.

Impor luar negeri Jawa Tengah masih didominasi oleh

komoditas minyak dan gas bumi, dengan porsi pada

triwulan III 2015 sebesar 57,21% dari total impor.

Kinerja impor di periode laporan mengalami

penurunan lebih dalam, baik pada komoditas

migas maupun nonmigas. Impor luar negeri migas

mengalami penurunan sejak triwulan III 2014.

Penurunan di triwulan ini lebih dalam dibandingkan

penurunan triwulan II 2015, yaitu menjadi 47,65%

(yoy) dari 35,85% (yoy).

Hal serupa terjadi pada impor luar negeri untuk

komoditas nonmigas. Pada triwulan ini, impor

nonmigas Jawa Tengah mengalami penurunan 19,66%

(yoy), juga lebih dalam dibandingkan penurunan

8,42% (yoy) pada triwulan II.

Perdagangan ke Amerika Serikat, sebagai mitra

dagang dengan pangsa terbesar, mengalami perbaikan

pada triwulan laporan. Ekspor Jawa Tengah ke Amerika

Ser ikat tumbuh 14,20% (yoy) , lebih t inggi

dibandingkan pertumbuhan 13,48% (yoy) pada

triwulan sebelumnya. Perbaikan ekonomi Amerika

Serikat masih berlanjut tercermin dari kondisi tenaga

kerja yang terus membaik. Hal tersebut mendorong

peningkatan konsumsi pada negara mitra dagang

tersebut.

Berlawanan dengan kondisi perekonomian Tiongkok

yang masih melambat, ekspor Provinsi Jawa Tengah ke

Tiongkok mengalami peningkatan. Pada triwulan

laporan, tercatat pertumbuhan ekspor dengan tujuan

Tiongkok sebesar 21,54% (yoy), berbalik arah dari

kontraksi sejak triwulan III 2014. Sementara itu, pada

saat yang bersamaan kinerja ekspor ke negara kawasan

Eropa mengalami penurunan sebesar 9,29% (yoy),

lebih dalam dibandingkan penurunan pada triwulan II

2015 yang sebesar 4,29% (yoy).

Grafik 1.22 Pertubuhan Gaji Riil dan Lowongan Kerja ASSumber: BlommbergSumber: Blommberg

Grafik 1.21 Penjualan Eceran AS

Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

EROPAUSA TIONGKOK

Grafik 1.20 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan

15

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

ASEANUSA EROPAJEPANG TIONGKOK LAINNYA

III - 2015 828 1610 11 27%% %%% %

II - 2015 926 189 10 28%% %%% %

2.5

2.7

2.9

3.1

3.3

PERTUMBUHAN LOWONGAN KERJA -RHSRATA-RATA PERTUMBUHAN GAJI RIIL PERJAM

1 3 5 7 9 11

0.5

1.0

1.5

2.0

0.0

2.5

3.5

3.7

3.9

2 4 6 8 10 12

2013 2014 2015

%, YOY

1 2 3 4 5 6 7 8 10 11-1

0

1

2

3

4

5

6

7

TOTAL PENJUALAN RITEL TOTAL PENJUALAN RITEL (TIDAK TERMASUK PENJUALAN MOBIL)

9 12 1 2 3 4 5 6 7

2014 2015

%, YOY %, YOY

1 3 5 7 9 112 4 6 8 10 12 1 3 5 72 4 6

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800 USD JUTA

BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa TengahGrafik 1.25 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah

Grafik 1.24 Pertumbuhan Tahunan Impor Jawa TengahGrafik 1.23 Perkembangan Impor Jawa Tengah

Lebih dari setengah impor nonmigas Jawa Tengah

berupa impor bahan baku, dengan pangsa 66,46%

dari total impor nonmigas. Sementara impor barang

modal memberikan sumbangan 24,77%, dan impor

barang konsumsi memberikan sumbangan 8,77%.

Penurunan pada triwulan laporan terjadi pada ketiga

kelompok komoditas tersebut.

Tingginya porsi impor bahan baku Jawa Tengah

dikarenakan karakteristik industri Jawa Tengah dengan

tingkat konten impor tinggi, seperti industri kimia dan

farmasi, industri pengolahan plastik, industri barang

elektronik, industri alat angkut, dan terutama industri

tekstil dan pakaian jadi. Kinerja yang belum optimal

pada industri tersebut mendorong penurunan impor

bahan baku lebih dalam di triwulan laporan. Impor

bahan baku menurun 15,35% (yoy), lebih dalam

dibandingkan penurunan triwulan lalu yang sebesar

4,27% (yoy). Selain itu, penguatan nilai tukar Dolar AS

juga turut berkontribusi dalam penurunan impor ini.

Melihat harga dolar yang tinggi, pelaku usaha

cenderung menahan impor bahan baku sebagai

strategi untuk menjaga kinerja keuangan usaha.

Penurunan impor bahan baku ini terutama terjadi pada

kelompok komoditas tekstil, yaitu komoditas serat 3tekstil (kode SITC : 26), dan komoditas benang dan

kain (kode SITC 65). Pangsa impor bahan baku tekstil

pada bulan laporan tercatat 28,61% dari total impor

nonmigas Jawa Tengah, atau 43,05% dari impor bahan

baku Jawa Tengah. Impor bahan baku tekstil menurun

dengan level 10,20% (yoy), lebih dalam dari triwulan

sebelumnya dengan penurunan 9,77% (yoy).

Sejalan dengan itu, impor barang modal juga masih

meneruskan tren penurunan sejak triwulan lalu. Pada

triwulan III, impor barang modal mengalami penurunan

yang lebih dalam dari 19,75% (yoy) menjadi 38,19%

(yoy). Perlambatan terutama terjadi pada impor mesin

dan peralatan. Impor dalam bentuk mesin dan

peralatan transportasi (kode SITC 7) pada triwulan III

turun 1,20% (yoy), berbalik arah dari triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,80% (yoy). Impor

komoditas ini mencapai 25,29% dari impor barang

Standard International Trade Classification (SITC) merupakan klasifikasi statistik dari komoditas pada perdagangan eksternal.

3.

16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Sumber : BPS Provinsi Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

-60

-40

-20

0

20

40

60 %, YOY

TOTAL MIGAS NONMIGAS

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

4,500 USD JUTA

NONMIGAS MIGAS

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

BARANG MODALBAHAN BAKU BARANG KONSUMSI

III - 2015 24.7766.46 8.77% %%

II - 2015 25.1165.58 9.31% %%

Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa

Tengah sebagian besar berasal dari negara

Tiongkok dengan pangsa 38,57% dari total impor

nonmigas Jawa Tengah. Selain Tiongkok, negara mitra

dagang lainnya yaitu ASEAN (10,89%), Eropa (7,66%),

dan Amerika Serikat (6,90%). Laju pertumbuhan impor

nonmigas yang berasal dari Tiongkok meneruskan tren

penurunan sejak triwulan II yang sebesar 15,80% (yoy),

menjadi 28,87% (yoy) di triwulan III. Selain itu,

penurunan impor juga terjadi pada impor dari negara

mitra dagang utama lainnya seperti Amerika Serikat

dan Eropa, sementara impor dari negara-negara ASEAN

masih menunjukkan pertumbuhan positif meskipun

mengalami perlambatan.

modal periode laporan. Ketidakpastian usaha yang

masih tinggi, termasuk penguatan nilai tukar Dolar AS,

menjadi salah satu pendorong pelaku usaha untuk

menahan realisasi investasi mesin dan peralatan.

Walaupun konsumsi rumah tangga mengalami

perbaikan, impor barang konsumsi bergerak

berlawanan dan mengalami penurunan lebih dalam

dibandingkan triwulan lalu. Pada triwulan laporan,

impor barang konsumsi turun 6,46% (yoy) setelah pada

triwulan sebelumnya mencatatkan pertumbuhan

4,55% (yoy). Penurunan terutama pada barang

konsumsi dalam bentuk makanan dan minuman jadi

maupun primer, dan barang konsumsi tahan lama. Hal

yang serupa dialami oleh impor untuk barang modal

dan bahan baku, impor barang konsumsi pun

terdampak penguatan nilai tukar Dolar AS sehingga

harga barang impor menjadi lebih mahal. Nilai tukar

Dolar AS terhadap Rupiah, rata-rata pada triwulan III

mengalami apresiasi 5,56% dari triwulan sebelumnya

(qtq), atau 17,74% dari tahun sebelumnya (yoy).

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100

AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA LAINNYA

Grafik 1.31 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800 USD JUTA

LAINNYAEROPATIONGKOKASEANAMERIKA SERIKAT

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II II

Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal

PERTUMBUHAN IMPOR BAHAN BAKU TPT - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU TPT

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

-

100

200

300

400

500 %, YOYUSD JUTA

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.28 Perkembangan Impor Bahan Baku TPT

BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI

-40

-20

0

20

40

60

80

100 %, YOY

-60

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa Tengah

17

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

ASEANUSA TIONGKOK EROPA

III - 2015 10.896.90 38.57 7.66%% %%

II - 2015 11.449.59 38.68 7.67%% %%

LAINNYA

35.99%

32.62%

Grafik 1.29 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa Tengah

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800 USD JUTA

BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa TengahGrafik 1.25 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah

Grafik 1.24 Pertumbuhan Tahunan Impor Jawa TengahGrafik 1.23 Perkembangan Impor Jawa Tengah

Lebih dari setengah impor nonmigas Jawa Tengah

berupa impor bahan baku, dengan pangsa 66,46%

dari total impor nonmigas. Sementara impor barang

modal memberikan sumbangan 24,77%, dan impor

barang konsumsi memberikan sumbangan 8,77%.

Penurunan pada triwulan laporan terjadi pada ketiga

kelompok komoditas tersebut.

Tingginya porsi impor bahan baku Jawa Tengah

dikarenakan karakteristik industri Jawa Tengah dengan

tingkat konten impor tinggi, seperti industri kimia dan

farmasi, industri pengolahan plastik, industri barang

elektronik, industri alat angkut, dan terutama industri

tekstil dan pakaian jadi. Kinerja yang belum optimal

pada industri tersebut mendorong penurunan impor

bahan baku lebih dalam di triwulan laporan. Impor

bahan baku menurun 15,35% (yoy), lebih dalam

dibandingkan penurunan triwulan lalu yang sebesar

4,27% (yoy). Selain itu, penguatan nilai tukar Dolar AS

juga turut berkontribusi dalam penurunan impor ini.

Melihat harga dolar yang tinggi, pelaku usaha

cenderung menahan impor bahan baku sebagai

strategi untuk menjaga kinerja keuangan usaha.

Penurunan impor bahan baku ini terutama terjadi pada

kelompok komoditas tekstil, yaitu komoditas serat 3tekstil (kode SITC : 26), dan komoditas benang dan

kain (kode SITC 65). Pangsa impor bahan baku tekstil

pada bulan laporan tercatat 28,61% dari total impor

nonmigas Jawa Tengah, atau 43,05% dari impor bahan

baku Jawa Tengah. Impor bahan baku tekstil menurun

dengan level 10,20% (yoy), lebih dalam dari triwulan

sebelumnya dengan penurunan 9,77% (yoy).

Sejalan dengan itu, impor barang modal juga masih

meneruskan tren penurunan sejak triwulan lalu. Pada

triwulan III, impor barang modal mengalami penurunan

yang lebih dalam dari 19,75% (yoy) menjadi 38,19%

(yoy). Perlambatan terutama terjadi pada impor mesin

dan peralatan. Impor dalam bentuk mesin dan

peralatan transportasi (kode SITC 7) pada triwulan III

turun 1,20% (yoy), berbalik arah dari triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,80% (yoy). Impor

komoditas ini mencapai 25,29% dari impor barang

Standard International Trade Classification (SITC) merupakan klasifikasi statistik dari komoditas pada perdagangan eksternal.

3.

16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Sumber : BPS Provinsi Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

-60

-40

-20

0

20

40

60 %, YOY

TOTAL MIGAS NONMIGAS

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

4,500 USD JUTA

NONMIGAS MIGAS

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

BARANG MODALBAHAN BAKU BARANG KONSUMSI

III - 2015 24.7766.46 8.77% %%

II - 2015 25.1165.58 9.31% %%

Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa

Tengah sebagian besar berasal dari negara

Tiongkok dengan pangsa 38,57% dari total impor

nonmigas Jawa Tengah. Selain Tiongkok, negara mitra

dagang lainnya yaitu ASEAN (10,89%), Eropa (7,66%),

dan Amerika Serikat (6,90%). Laju pertumbuhan impor

nonmigas yang berasal dari Tiongkok meneruskan tren

penurunan sejak triwulan II yang sebesar 15,80% (yoy),

menjadi 28,87% (yoy) di triwulan III. Selain itu,

penurunan impor juga terjadi pada impor dari negara

mitra dagang utama lainnya seperti Amerika Serikat

dan Eropa, sementara impor dari negara-negara ASEAN

masih menunjukkan pertumbuhan positif meskipun

mengalami perlambatan.

modal periode laporan. Ketidakpastian usaha yang

masih tinggi, termasuk penguatan nilai tukar Dolar AS,

menjadi salah satu pendorong pelaku usaha untuk

menahan realisasi investasi mesin dan peralatan.

Walaupun konsumsi rumah tangga mengalami

perbaikan, impor barang konsumsi bergerak

berlawanan dan mengalami penurunan lebih dalam

dibandingkan triwulan lalu. Pada triwulan laporan,

impor barang konsumsi turun 6,46% (yoy) setelah pada

triwulan sebelumnya mencatatkan pertumbuhan

4,55% (yoy). Penurunan terutama pada barang

konsumsi dalam bentuk makanan dan minuman jadi

maupun primer, dan barang konsumsi tahan lama. Hal

yang serupa dialami oleh impor untuk barang modal

dan bahan baku, impor barang konsumsi pun

terdampak penguatan nilai tukar Dolar AS sehingga

harga barang impor menjadi lebih mahal. Nilai tukar

Dolar AS terhadap Rupiah, rata-rata pada triwulan III

mengalami apresiasi 5,56% dari triwulan sebelumnya

(qtq), atau 17,74% dari tahun sebelumnya (yoy).

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100

AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA LAINNYA

Grafik 1.31 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800 USD JUTA

LAINNYAEROPATIONGKOKASEANAMERIKA SERIKAT

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II II

Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal

PERTUMBUHAN IMPOR BAHAN BAKU TPT - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU TPT

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

-

100

200

300

400

500 %, YOYUSD JUTA

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.28 Perkembangan Impor Bahan Baku TPT

BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI

-40

-20

0

20

40

60

80

100 %, YOY

-60

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa Tengah

17

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

ASEANUSA TIONGKOK EROPA

III - 2015 10.896.90 38.57 7.66%% %%

II - 2015 11.449.59 38.68 7.67%% %%

LAINNYA

35.99%

32.62%

Grafik 1.29 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa Tengah

PENGGUNAAN

Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

III IV2014*

109,252

14,594

254,519

815

549

73,466

105,755

22,760

21,803

26,664

19,390

12,853

2,340

20,913

24,931

5,313

10,984

726,900

26,605

3,693

66,041

202

144

18,794

26,708

5,808

5,636

7,196

4,991

3,344

606

5,232

6,550

1,419

2,887

185,856

28,333

3,871

68,486

215

140

18,858

27,660

5,922

5,871

7,448

5,069

3,437

627

5,054

6,527

1,454

2,951

191,925

30,017

3,970

69,766

214

142

19,108

28,465

6,329

5,953

7,641

4,962

3,465

641

5,285

6,784

1,471

3,006

197,219

21,074

4,009

70,678

206

142

19,921

27,525

6,743

6,006

7,845

5,185

3,531

660

5,505

7,605

1,563

3,074

191,272

26,983

3,735

70,371

187

146

19,580

27,597

6,505

6,112

8,029

5,256

3,569

676

5,448

7,213

1,552

3,128

196,088

2015**

30,142

3,957

71,033

213

145

19,858

28,420

6,498

6,239

8,082

5,144

3,678

693

5,459

7,130

1,519

2,919

201,128

I II106,029

15,543

274,971

837

568

76,682

110,357

24,802

23,466

30,130

20,208

13,777

2,535

21,076

27,466

5,908

11,918

766,272

PENGGUNAAN

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (%, yoy)

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

III IV2014*

2.5

6.2

5.4

8.5

0.2

4.9

4.6

9.3

4.5

8.0

4.3

7.7

12.1

2.6

9.5

7.1

9.2

5.1

-2.8

7.0

8.4

0.7

6.1

5.7

6.3

6.2

5.3

10.5

2.9

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

5.7

-3.8

4.6

7.3

7.6

3.2

4.2

1.8

5.0

6.4

11.0

3.2

7.9

6.8

-2.9

11.4

13.5

8.6

4.2

-3.0

6.0

9.7

4.9

3.0

2.8

4.6

7.9

9.7

12.4

3.7

5.3

7.6

-0.4

12.3

11.8

9.1

5.7

-1.9

8.4

6.8

-2.2

1.6

5.0

4.9

16.5

9.1

18.1

7.1

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

6.2

1.4

1.2

6.6

-7.3

2.0

4.2

3.3

12.0

8.4

11.6

5.3

6.7

11.6

4.1

10.1

9.4

8.3

5.5

2015**

6.4

2.2

3.7

-0.9

3.1

5.3

2.7

9.7

6.3

8.5

1.5

7.0

10.4

8.0

9.2

4.4

-1.1

4.8

I II-2.9

6.5

8.0

2.7

3.4

4.4

4.4

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

5.4

31,290

4,125

72,311

204

142

20,618

29,376

6,803

6,335

8,367

5,425

3,768

712

5,627

7,252

1,573

3,053

206,981

III

III4.2

3.9

3.6

-4.6

-0.2

7.9

3.2

7.5

6.4

9.5

9.3

8.8

10.9

6.5

6.9

7.0

1.6

5.0

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Struktur perekonomian Jawa Tengah masih ditopang

oleh tiga lapangan usaha utama, dengan porsi yang

relatif stabil dari triwulan sebelumnya, yaitu: industri

pengolahan (35,02%); pertanian, kehutanan dan

perikanan (16,50%); dan perdagangan besar-eceran

dan reparasi mobil-sepeda motor (13,24%).

Dari ketiga lapangan usaha utama di atas, peningkatan

pertumbuhan di triwulan laporan terjadi pada lapangan

usaha perdagangan. Sementara itu, lapangan usaha

industri pengolahan belum menunjukkan perbaikan

dari triwulan lalu. Sedangkan lapangan usaha

pertanian mengalami perlambatan yang menahan

perbaikan pertumbuhan lebih jauh. Meskipun terdapat

perlambatan, seluruh lapangan usaha utama

penopang ekonomi Jawa Tengah mencatatkan

pertumbuhan positif.

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha

18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

INDEKS

III - 2015II - 2015

0

50

100

150

200

250

300

SUK

U C

AD

AN

G

DA

N A

KSE

SORI

MA

KA

NA

N,

MIN

UM

AN

DA

N T

EMBA

KA

U

BAH

AN

BA

KA

R K

END

ARA

AN

BE

RMO

TOR

PERA

LATA

N D

AN

K

OM

UN

IKA

SI D

I TO

KO

PERL

ENG

KAPA

N

RUM

AH

TA

NG

GA

LA

INN

YA

BARA

NG

BU

DA

YA D

AN

RE

KRE

ASI

BARA

NG

LA

INN

YA

SAN

DA

NG

Grafik 1.34 Kinerja Perdagangan Eceran per Kelompok KomoditasSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

INDEKS TENDENSI KONSUMEN - SKALA KANAN"INDEKS PPENJUALAN RIIL

INDEKS INDEKS

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III90

100

110

120

120

140

160

180

200

220

Grafik 1.33 Survei Pedagang Eceran dan Survei Tendensi Konsumen

Selain ketiga lapangan usaha utama tersebut, lapangan

usaha konstruksi yang mengalami perbaikan kinerja

memberikan sumbangan signifikan pada perbaikan

perekonomian Jawa Tengah di triwulan ini. Hampir

seluruh lapangan usaha lainnya juga mencatatkan

perbaikan kinerja terkecuali lapangan usaha

pengadaan listrik dan gas, lapangan usaha pengadaan

air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang,

lapangan usaha transportasi dan pergudangan,

lapangan usaha administras i pemerintahan,

pertahanan dan jaminan sosial wajib, serta lapangan

usaha jasa pendidikan.

Sejalan dengan hal tersebut, hasil Survei Penjualan

Eceran (SPE) yang dilakukan Bank Indonesia,

menunjukkan rata-rata Indeks Penjualan Riil (IPR) 200,6

di triwulan III, meningkat dari 179,3 di triwulan

sebelumnya. Berdasarkan hasil survei tersebut,

peningkatan kinerja komponen perdagangan eceran

pada triwulan laporan terjadi pada perdagangan

makanan, minuman dan tembakau, perdagangan

peralatan dan komunikasi toko, perdagangan

per lengkapan rumah tangga la innya, ser ta

perdagangan barang budaya dan rekreasi.

Lapangan usaha industri pengolahan tercatat

tumbuh 3,6% (yoy), belum menunjukkan

peningkatan dari triwulan sebelumnya yang

sebesar 3,7% (yoy). Belum membaiknya lapangan

usaha ini tercermin oleh pertumbuhan impor bahan

baku dan konsumsi listrik kelompok industri yang

menunjukkan penurunan lebih dalam .

Sisi perbankan juga mengonfirmasi belum membaiknya

pertumbuhan lapangan usaha industri. Meskipun

masih tumbuh di level yang relatif tinggi, penyaluran

kredit perbankan kepada industri pengolahan di Jawa

Tengah mengalami perlambatan dengan tingkat

pertumbuhan 20,89% (yoy), dari 21,67% (yoy) pada

triwulan II 2015. Selain itu, kualitas kredit pada

lapangan usaha tersebut juga mengalami penurunan.

Non Performing Loan (NPL) pada lapangan usaha sektor

industri pengolahan meningkat pada triwulan laporan

menjadi 4,98% dari 3,27% pada triwulan II 2015.

1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor

Grafik 1.32 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah

Seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi,

pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar-

eceran dan reparasi mobil-sepeda motor pun

meningkat pada triwulan laporan. lapangan usaha ini

tumbuh 3,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,7%

(yoy). Kinerja lapangan usaha ini juga dipengaruhi oleh

meningkatnya konsumsi masyarakat yang didorong

oleh penguatan ekonomi rumah tangga dan hari raya

Lebaran pada awal triwulan laporan.

I II III IV I II III2014 2015

SUM

BAN

GA

NPE

RTU

MBU

HA

N E

KO

NO

MI

Lainnya

Perdagangan

Konstruksi

Industri Pengolahan

Pertanian

PDRB

%, YOY

1.7 1.6 1.9 2.7 2.1 1.6 1.80.8 0.2 0.6 0.7 0.4 0.4 0.40.6 0.4 0.3 0.5 0.4 0.5 0.83.1 2.6 3.5 2.5 2.4 1.3 1.3(0.4) (0.6) (0.5) (0.2) 0.2 1.0 0.75.7 4.2 5.7 6.2 5.5 4.8 5.0

0

2

4

6

8

-2

19

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

1.3.2. Industri Pengolahan

PENGGUNAAN

Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

III IV2014*

109,252

14,594

254,519

815

549

73,466

105,755

22,760

21,803

26,664

19,390

12,853

2,340

20,913

24,931

5,313

10,984

726,900

26,605

3,693

66,041

202

144

18,794

26,708

5,808

5,636

7,196

4,991

3,344

606

5,232

6,550

1,419

2,887

185,856

28,333

3,871

68,486

215

140

18,858

27,660

5,922

5,871

7,448

5,069

3,437

627

5,054

6,527

1,454

2,951

191,925

30,017

3,970

69,766

214

142

19,108

28,465

6,329

5,953

7,641

4,962

3,465

641

5,285

6,784

1,471

3,006

197,219

21,074

4,009

70,678

206

142

19,921

27,525

6,743

6,006

7,845

5,185

3,531

660

5,505

7,605

1,563

3,074

191,272

26,983

3,735

70,371

187

146

19,580

27,597

6,505

6,112

8,029

5,256

3,569

676

5,448

7,213

1,552

3,128

196,088

2015**

30,142

3,957

71,033

213

145

19,858

28,420

6,498

6,239

8,082

5,144

3,678

693

5,459

7,130

1,519

2,919

201,128

I II106,029

15,543

274,971

837

568

76,682

110,357

24,802

23,466

30,130

20,208

13,777

2,535

21,076

27,466

5,908

11,918

766,272

PENGGUNAAN

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (%, yoy)

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

III IV2014*

2.5

6.2

5.4

8.5

0.2

4.9

4.6

9.3

4.5

8.0

4.3

7.7

12.1

2.6

9.5

7.1

9.2

5.1

-2.8

7.0

8.4

0.7

6.1

5.7

6.3

6.2

5.3

10.5

2.9

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

5.7

-3.8

4.6

7.3

7.6

3.2

4.2

1.8

5.0

6.4

11.0

3.2

7.9

6.8

-2.9

11.4

13.5

8.6

4.2

-3.0

6.0

9.7

4.9

3.0

2.8

4.6

7.9

9.7

12.4

3.7

5.3

7.6

-0.4

12.3

11.8

9.1

5.7

-1.9

8.4

6.8

-2.2

1.6

5.0

4.9

16.5

9.1

18.1

7.1

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

6.2

1.4

1.2

6.6

-7.3

2.0

4.2

3.3

12.0

8.4

11.6

5.3

6.7

11.6

4.1

10.1

9.4

8.3

5.5

2015**

6.4

2.2

3.7

-0.9

3.1

5.3

2.7

9.7

6.3

8.5

1.5

7.0

10.4

8.0

9.2

4.4

-1.1

4.8

I II-2.9

6.5

8.0

2.7

3.4

4.4

4.4

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

5.4

31,290

4,125

72,311

204

142

20,618

29,376

6,803

6,335

8,367

5,425

3,768

712

5,627

7,252

1,573

3,053

206,981

III

III4.2

3.9

3.6

-4.6

-0.2

7.9

3.2

7.5

6.4

9.5

9.3

8.8

10.9

6.5

6.9

7.0

1.6

5.0

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Struktur perekonomian Jawa Tengah masih ditopang

oleh tiga lapangan usaha utama, dengan porsi yang

relatif stabil dari triwulan sebelumnya, yaitu: industri

pengolahan (35,02%); pertanian, kehutanan dan

perikanan (16,50%); dan perdagangan besar-eceran

dan reparasi mobil-sepeda motor (13,24%).

Dari ketiga lapangan usaha utama di atas, peningkatan

pertumbuhan di triwulan laporan terjadi pada lapangan

usaha perdagangan. Sementara itu, lapangan usaha

industri pengolahan belum menunjukkan perbaikan

dari triwulan lalu. Sedangkan lapangan usaha

pertanian mengalami perlambatan yang menahan

perbaikan pertumbuhan lebih jauh. Meskipun terdapat

perlambatan, seluruh lapangan usaha utama

penopang ekonomi Jawa Tengah mencatatkan

pertumbuhan positif.

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha

18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

INDEKS

III - 2015II - 2015

0

50

100

150

200

250

300

SUK

U C

AD

AN

G

DA

N A

KSE

SORI

MA

KA

NA

N,

MIN

UM

AN

DA

N T

EMBA

KA

U

BAH

AN

BA

KA

R K

END

ARA

AN

BE

RMO

TOR

PERA

LATA

N D

AN

K

OM

UN

IKA

SI D

I TO

KO

PERL

ENG

KAPA

N

RUM

AH

TA

NG

GA

LA

INN

YA

BARA

NG

BU

DA

YA D

AN

RE

KRE

ASI

BARA

NG

LA

INN

YA

SAN

DA

NG

Grafik 1.34 Kinerja Perdagangan Eceran per Kelompok KomoditasSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

INDEKS TENDENSI KONSUMEN - SKALA KANAN"INDEKS PPENJUALAN RIIL

INDEKS INDEKS

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III90

100

110

120

120

140

160

180

200

220

Grafik 1.33 Survei Pedagang Eceran dan Survei Tendensi Konsumen

Selain ketiga lapangan usaha utama tersebut, lapangan

usaha konstruksi yang mengalami perbaikan kinerja

memberikan sumbangan signifikan pada perbaikan

perekonomian Jawa Tengah di triwulan ini. Hampir

seluruh lapangan usaha lainnya juga mencatatkan

perbaikan kinerja terkecuali lapangan usaha

pengadaan listrik dan gas, lapangan usaha pengadaan

air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang,

lapangan usaha transportasi dan pergudangan,

lapangan usaha administras i pemerintahan,

pertahanan dan jaminan sosial wajib, serta lapangan

usaha jasa pendidikan.

Sejalan dengan hal tersebut, hasil Survei Penjualan

Eceran (SPE) yang dilakukan Bank Indonesia,

menunjukkan rata-rata Indeks Penjualan Riil (IPR) 200,6

di triwulan III, meningkat dari 179,3 di triwulan

sebelumnya. Berdasarkan hasil survei tersebut,

peningkatan kinerja komponen perdagangan eceran

pada triwulan laporan terjadi pada perdagangan

makanan, minuman dan tembakau, perdagangan

peralatan dan komunikasi toko, perdagangan

per lengkapan rumah tangga la innya, ser ta

perdagangan barang budaya dan rekreasi.

Lapangan usaha industri pengolahan tercatat

tumbuh 3,6% (yoy), belum menunjukkan

peningkatan dari triwulan sebelumnya yang

sebesar 3,7% (yoy). Belum membaiknya lapangan

usaha ini tercermin oleh pertumbuhan impor bahan

baku dan konsumsi listrik kelompok industri yang

menunjukkan penurunan lebih dalam .

Sisi perbankan juga mengonfirmasi belum membaiknya

pertumbuhan lapangan usaha industri. Meskipun

masih tumbuh di level yang relatif tinggi, penyaluran

kredit perbankan kepada industri pengolahan di Jawa

Tengah mengalami perlambatan dengan tingkat

pertumbuhan 20,89% (yoy), dari 21,67% (yoy) pada

triwulan II 2015. Selain itu, kualitas kredit pada

lapangan usaha tersebut juga mengalami penurunan.

Non Performing Loan (NPL) pada lapangan usaha sektor

industri pengolahan meningkat pada triwulan laporan

menjadi 4,98% dari 3,27% pada triwulan II 2015.

1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor

Grafik 1.32 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah

Seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi,

pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar-

eceran dan reparasi mobil-sepeda motor pun

meningkat pada triwulan laporan. lapangan usaha ini

tumbuh 3,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,7%

(yoy). Kinerja lapangan usaha ini juga dipengaruhi oleh

meningkatnya konsumsi masyarakat yang didorong

oleh penguatan ekonomi rumah tangga dan hari raya

Lebaran pada awal triwulan laporan.

I II III IV I II III2014 2015

SUM

BAN

GA

NPE

RTU

MBU

HA

N E

KO

NO

MI

Lainnya

Perdagangan

Konstruksi

Industri Pengolahan

Pertanian

PDRB

%, YOY

1.7 1.6 1.9 2.7 2.1 1.6 1.80.8 0.2 0.6 0.7 0.4 0.4 0.40.6 0.4 0.3 0.5 0.4 0.5 0.83.1 2.6 3.5 2.5 2.4 1.3 1.3(0.4) (0.6) (0.5) (0.2) 0.2 1.0 0.75.7 4.2 5.7 6.2 5.5 4.8 5.0

0

2

4

6

8

-2

19

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

1.3.2. Industri Pengolahan

Berdasarkan skala usaha, kinerja terbatas lapangan

usaha industri pengolahan utamanya didorong oleh

industri sedang dan besar, sementara industri berskala

mikro dan kecil mengalami perbaikan. Hal tersebut

tercermin dari angka pertumbuhan produksi industri

manufaktur besar dan sedang serta industri

manufaktur mikro dan kecil. Pada triwulan II 2015,

industri mikro dan kecil tumbuh 7,47% (yoy),

meningkat pesat dari pertumbuhan 3,48% (yoy) di

triwulan sebelumnya. Namun, perbaikan ini tertahan

oleh industri besar dan sedang yang mengalami

penurunan lebih dalam menjadi 3,11% (yoy) dari

0,24% (yoy) pada triwulan lalu.

Meninjau lebih dalam, industri pada Provinsi Jawa

Tengah didominasi oleh industri makanan dan

minuman, industri pengolahan tembakau, industri

tekstil, dan industri pengolahan kayu. Industri makanan

dan minuman dan industr i kayu mengalami

peningkatan kinerja, seiring dengan meningkatnya

permintaan domestik maupun luar negeri pada kedua

sublapangan usaha tersebut. Sementara itu, industri

tekstil dan industri tembakau masih mengalami

penurunan kinerja, sehingga secara keseluruhan

menahan perbaikan pada lapangan usaha industri

pengolahan. Hal ini sejalan dengan hasil survei industri

besar sedang dan industri mikro kecil yang dilakukan

BPS.

Sublapangan usaha industri pengolahan tembakau

mengalami penurunan kinerja pada triwulan laporan.

Salah satu faktor yang ditengarai mendorong

penurunan ini adalah kenaikan cukai rokok yang

berimbas pada berkurangnya margin atau profit usaha.

Sublapangan usaha industri lain yang juga mengalami

kinerja menurun adalah industri tekstil dan pakaian

jadi. Sejalan dengan ekspor komoditas tekstil dan

produk tekstil yang mengalami perlambatan, kinerja

sublapangan usaha industri tekstil dan pakaian jadi

turut menurun. Masih lemahnya perekonomian global,

serta persaingan dengan negara pengekspor turut

mendorong turunnya permintaan terhadap produk

tekstil Jawa Tengah, sehingga memengaruhi kinerja

industri tersebut.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.38 Perkembangan Industri Manufaktur

-5

0

5

10

15

20

25 %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

PERKEMBANGAN INDUSTRI BESAR PERKEMBANGAN INDUSTRI KECILNON PERFOMING LOAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT

%, YOY %

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III0

5

10

15

20

25

30

Grafik 1.37 Perkembangan Penyaluran Kredit Industri Pengolahan

20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

%, YOY

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANKONSUMSI LISTRIK

0200400600800

1,0001,2001,4001,6001,8002,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

JUTA KWH

III

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

-2

Sumber: PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng & DIY, diolahGrafik 1.36 Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri Jawa Tengah

(20.00)

(15.00)

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

- 100 200 300 400 500 600 700 800 900

1,000 1,100 USD JUTA %, YOY

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.35 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku Jawa Tengah

Berdasarkan survei tersebut, perkembangan SBT

kegiatan usaha lapangan usaha pertanian, kehutanan

dan perikanan turun menjadi 3,13% dari 8,00% di

triwulan sebelumnya.

Perlambatan juga terl ihat dari pertumbuhan

penyaluran kredit kepada lapangan usaha pertanian

pada triwulan III ke level 10,51% (yoy), dari 11,05%

(yoy) pada triwulan II. Selain itu, kualitas kredit pada

lapangan usaha ini juga mengalami penurunan. Rasio

Non Performing Loan (NPL) lapangan usaha ini

meningkat dari 12,48% pada triwulan lalu menjadi

12,64% pada triwulan laporan.

Perlambatan kinerja pada lapangan usaha pertanian,

kehutanan dan perikanan seiring dengan berakhirnya

panen raya pada triwulan II. Kondisi tersebut tercermin

dari jumlah panen padi triwulan III 2015 yang menurun

dari triwulan sebelumnya. Meskipun demikian, kondisi

pertanian tahun 2015 secara umum lebih baik dari

Sementara itu, industri makanan dan minuman

masih meningkat sejalan dengan tingginya permintaan

akan makanan dan minuman di bulan puasa dan

menjelang hari raya Idul Fitri. Demikian pula dengan

sublapangan usaha industri kayu, dan barang dari

kayu, serta industri furnitur yang juga mengalami

perbaikan kinerja. Salah satu penyumbang perbaikan

kinerja sublapangan usaha ini adalah peningkatan

permintaan ekspor. Perbaikan pada sublapangan usaha

industri makanan dan minuman serta sublapangan

usaha industri kayu ini mampu menahan perlambatan

yang didorong oleh industri pengolahan tembakau dan

industri tekstil.

1.3.3. Pertanian, Kehutanan, dan PerikananLapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

pada triwulan III 2015 tumbuh 4,2% (yoy), melambat

dari triwulan sebelumnya yang sebesar 6,4% (yoy).

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang

dilakukan Bank Indonesia juga mengonfirmasi

perlambatan ini.

NON PERFOMING LOAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-2

0

2

4

6

8

10 %, YOY% SBT

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.42 Perkembangan Penyaluran Kredit Perbankan ke lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERTANIAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU)

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-2

0

2

4

6

8

10 %, YOY% SBT

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.41 Perkembangan Kegiatan Usaha Pertanian, Kehutanan,dan Perikanan

Grafik 1.40 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro Kecilper Sektor (%, yoy)

-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30

INDUSTRI MAKANAN

INDUSTRI MINUMAN

INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU

INDUSTRI TEKSTIL

INDUSTRI PAKAIAN JADI

INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI

INDUSTRI KAYU

INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS

INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN

INDUSTRI BAHAN KIMIA

INDUSTRI FARMASI

INDUSTRI KARET

INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM

INDUSTRI LOGAM DASAR

INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN

INDUSTRI KOMPUTER, ELEKTRONIK DAN OPTIK

INDUSTRI PERALATAN LISTRIK

INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL

INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER

INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA

INDUSTRI FURNITUR

INDUSTRI PENGOLAHAN LAINNYA

JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN

II - 2015 III - 2015

-30 -20 -10 0 10 20 30 40

INDUSTRI MAKANAN

INDUSTRI MINUMAN

INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU

INDUSTRI TEKSTIL

INDUSTRI PAKAIAN JADI

INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI

INDUSTRI KAYU

INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS

INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN

INDUSTRI BAHAN KIMIA

INDUSTRI FARMASI

INDUSTRI KARET

INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM

INDUSTRI LOGAM DASAR

INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN

INDUSTRI KOMPUTER, ELEKTRONIK DAN OPTIK

II - 2015 III - 2015

Grafik 1.39 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar Sedang per Sektor (%, yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa TengahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

21

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Berdasarkan skala usaha, kinerja terbatas lapangan

usaha industri pengolahan utamanya didorong oleh

industri sedang dan besar, sementara industri berskala

mikro dan kecil mengalami perbaikan. Hal tersebut

tercermin dari angka pertumbuhan produksi industri

manufaktur besar dan sedang serta industri

manufaktur mikro dan kecil. Pada triwulan II 2015,

industri mikro dan kecil tumbuh 7,47% (yoy),

meningkat pesat dari pertumbuhan 3,48% (yoy) di

triwulan sebelumnya. Namun, perbaikan ini tertahan

oleh industri besar dan sedang yang mengalami

penurunan lebih dalam menjadi 3,11% (yoy) dari

0,24% (yoy) pada triwulan lalu.

Meninjau lebih dalam, industri pada Provinsi Jawa

Tengah didominasi oleh industri makanan dan

minuman, industri pengolahan tembakau, industri

tekstil, dan industri pengolahan kayu. Industri makanan

dan minuman dan industr i kayu mengalami

peningkatan kinerja, seiring dengan meningkatnya

permintaan domestik maupun luar negeri pada kedua

sublapangan usaha tersebut. Sementara itu, industri

tekstil dan industri tembakau masih mengalami

penurunan kinerja, sehingga secara keseluruhan

menahan perbaikan pada lapangan usaha industri

pengolahan. Hal ini sejalan dengan hasil survei industri

besar sedang dan industri mikro kecil yang dilakukan

BPS.

Sublapangan usaha industri pengolahan tembakau

mengalami penurunan kinerja pada triwulan laporan.

Salah satu faktor yang ditengarai mendorong

penurunan ini adalah kenaikan cukai rokok yang

berimbas pada berkurangnya margin atau profit usaha.

Sublapangan usaha industri lain yang juga mengalami

kinerja menurun adalah industri tekstil dan pakaian

jadi. Sejalan dengan ekspor komoditas tekstil dan

produk tekstil yang mengalami perlambatan, kinerja

sublapangan usaha industri tekstil dan pakaian jadi

turut menurun. Masih lemahnya perekonomian global,

serta persaingan dengan negara pengekspor turut

mendorong turunnya permintaan terhadap produk

tekstil Jawa Tengah, sehingga memengaruhi kinerja

industri tersebut.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.38 Perkembangan Industri Manufaktur

-5

0

5

10

15

20

25 %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

PERKEMBANGAN INDUSTRI BESAR PERKEMBANGAN INDUSTRI KECILNON PERFOMING LOAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT

%, YOY %

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III0

5

10

15

20

25

30

Grafik 1.37 Perkembangan Penyaluran Kredit Industri Pengolahan

20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

%, YOY

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANKONSUMSI LISTRIK

0200400600800

1,0001,2001,4001,6001,8002,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

JUTA KWH

III

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

-2

Sumber: PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng & DIY, diolahGrafik 1.36 Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri Jawa Tengah

(20.00)

(15.00)

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

- 100 200 300 400 500 600 700 800 900

1,000 1,100 USD JUTA %, YOY

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.35 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku Jawa Tengah

Berdasarkan survei tersebut, perkembangan SBT

kegiatan usaha lapangan usaha pertanian, kehutanan

dan perikanan turun menjadi 3,13% dari 8,00% di

triwulan sebelumnya.

Perlambatan juga terl ihat dari pertumbuhan

penyaluran kredit kepada lapangan usaha pertanian

pada triwulan III ke level 10,51% (yoy), dari 11,05%

(yoy) pada triwulan II. Selain itu, kualitas kredit pada

lapangan usaha ini juga mengalami penurunan. Rasio

Non Performing Loan (NPL) lapangan usaha ini

meningkat dari 12,48% pada triwulan lalu menjadi

12,64% pada triwulan laporan.

Perlambatan kinerja pada lapangan usaha pertanian,

kehutanan dan perikanan seiring dengan berakhirnya

panen raya pada triwulan II. Kondisi tersebut tercermin

dari jumlah panen padi triwulan III 2015 yang menurun

dari triwulan sebelumnya. Meskipun demikian, kondisi

pertanian tahun 2015 secara umum lebih baik dari

Sementara itu, industri makanan dan minuman

masih meningkat sejalan dengan tingginya permintaan

akan makanan dan minuman di bulan puasa dan

menjelang hari raya Idul Fitri. Demikian pula dengan

sublapangan usaha industri kayu, dan barang dari

kayu, serta industri furnitur yang juga mengalami

perbaikan kinerja. Salah satu penyumbang perbaikan

kinerja sublapangan usaha ini adalah peningkatan

permintaan ekspor. Perbaikan pada sublapangan usaha

industri makanan dan minuman serta sublapangan

usaha industri kayu ini mampu menahan perlambatan

yang didorong oleh industri pengolahan tembakau dan

industri tekstil.

1.3.3. Pertanian, Kehutanan, dan PerikananLapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

pada triwulan III 2015 tumbuh 4,2% (yoy), melambat

dari triwulan sebelumnya yang sebesar 6,4% (yoy).

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang

dilakukan Bank Indonesia juga mengonfirmasi

perlambatan ini.

NON PERFOMING LOAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-2

0

2

4

6

8

10 %, YOY% SBT

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.42 Perkembangan Penyaluran Kredit Perbankan ke lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERTANIAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU)

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-2

0

2

4

6

8

10 %, YOY% SBT

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.41 Perkembangan Kegiatan Usaha Pertanian, Kehutanan,dan Perikanan

Grafik 1.40 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro Kecilper Sektor (%, yoy)

-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30

INDUSTRI MAKANAN

INDUSTRI MINUMAN

INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU

INDUSTRI TEKSTIL

INDUSTRI PAKAIAN JADI

INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI

INDUSTRI KAYU

INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS

INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN

INDUSTRI BAHAN KIMIA

INDUSTRI FARMASI

INDUSTRI KARET

INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM

INDUSTRI LOGAM DASAR

INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN

INDUSTRI KOMPUTER, ELEKTRONIK DAN OPTIK

INDUSTRI PERALATAN LISTRIK

INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL

INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER

INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA

INDUSTRI FURNITUR

INDUSTRI PENGOLAHAN LAINNYA

JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN

II - 2015 III - 2015

-30 -20 -10 0 10 20 30 40

INDUSTRI MAKANAN

INDUSTRI MINUMAN

INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU

INDUSTRI TEKSTIL

INDUSTRI PAKAIAN JADI

INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI

INDUSTRI KAYU

INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS

INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN

INDUSTRI BAHAN KIMIA

INDUSTRI FARMASI

INDUSTRI KARET

INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM

INDUSTRI LOGAM DASAR

INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN

INDUSTRI KOMPUTER, ELEKTRONIK DAN OPTIK

II - 2015 III - 2015

Grafik 1.39 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar Sedang per Sektor (%, yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa TengahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

21

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.44 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa TengahGrafik 1.43 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah

tahun 2014. Apabila dibandingkan dengan tahun

sebelumnya produksi padi pada triwulan ini masih

mencatatkan pertumbuhan positif yaitu sebesar 7,89%

(yoy) melambat dari triwulan sebelumnya 25,69%

(yoy).

Selain itu, faktor cuaca dengan adanya El Nino juga

turut mendorong menurunnya kinerja. El Nino

menyebabkan musim kemarau berkepanjangan

sehingga beberapa wilayah mengalami kekeringan dan

berdampak pada hasi l panen. Musim hujan

diperkirakan memasuki wilayah Provinsi Jawa Tengah

mundur selama 40-50 hari atau sampai dengan

pertengahan hingga akhir November 2015. Kekeringan

selain berdampak pada hasil panen juga mengurangi

luas tanam. Untuk komoditas padi, luas tanam turun

2,89% (yoy), setelah pada triwulan II tumbuh positif

sebesar 0,81% (yoy).

Perbaikan kinerja lapangan usaha ini terjadi pada

sublapangan usaha kehutanan. Mengingat bobot

sublapangan usaha kehutanan relatif kecil maka

perba ikan tersebut t idak mampu menahan

perlambatan lapangan usaha pertanian secara

keseluruhan. Perbaikan kinerja pada sublapangan

usaha kehutanan sejalan dengan perbaikan kinerja

industri pengolahan kayu, terkait dengan pemenuhan

kebutuhan bahan baku.

1.3.4. KonstruksiLapangan usaha konstruksi mengalami perbaikan

signifikan pada triwulan laporan. Lapangan usaha ini

tumbuh 7,9% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,3%

(yoy). Pertumbuhan lapangan usaha ini ditengarai

berasal dari realisasi investasi pemerintah dan swasta

yang meningkat menjelang akhir tahun.

Peningkatan pertumbuhan lapangan usaha ini juga

terkonfirmasi dari konsumsi semen triwulan III yang

tumbuh 4,84% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan II yang sebesar 2,32% (yoy).

Namun demikian, penyaluran kredit perbankan kepada

lapangan usaha konstruksi justru mengalami

perlambatan, walaupun masih berada di level yang

tinggi. Pada triwulan laporan, kredit perbankan untuk

lapangan usaha ini tercatat tumbuh 20,47% (yoy),

melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar

31,21% (yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian

proyek konstruksi merupakan realisasi proyek dari

triwulan II 2015 yang masih berjalan pada triwulan III

(carryover). Sementara itu, kualitas kredit pada

lapangan usaha ini masih dalam kondisi terjaga di level

yang rendah, yaitu 2,80%, relatif tetap dari triwulan

sebelumnya.

Berdasarkan hasil Survei Harga Properti Residensial

(SHPR) yang dilakukan Bank Indonesia, konstruksi

dalam bentuk properti atau rumah tinggal juga turut

menyumbang peningkatan pertumbuhan di lapangan

usaha ini. Jumlah rumah yang dibangun pada triwulan

III tumbuh 9,74% (yoy), berbalik arah dari triwulan

sebelumnya yang menurun sebesar 54,39% (yoy).

22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah

HEKTAR

TANAM PANEN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III -

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

PERTUMBUHAN PRODUKSI - SKALA KANANJUMLAH PRODUKSI

%, YOYRIBU TON

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

NON PERFOMING LOAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT

0

1

1

2

2

3

3

4

0

10

20

30

40

50

60 %% SBT

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.46 Perkembangan Kredit Sektor KonstruksiSumber: Kemenperin & Kemendag, diolah

-5

0

5

10

15

20

PERTUMBUHAN - SKALA KANANKONSUMSI SEMEN

%, YOYRIBU TON

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III300

800

1.300

1.800

2.300

Grafik 1.45 Perkembangan Konsumsi Semen

Perbaikan terjadi pada rumah tipe menengah dengan

kenaikan menjadi 29,95% (yoy) dari penurunan

sebesar 17,18% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Sementara itu untuk rumah tipe kecil tumbuh sebesar

0,79% (yoy), membaik dari pertumbuhan negatif

sebesar 78,33% (yoy) pada triwulan II 2015. Sementara

itu, rumah tipe besar mengalami penurunan kinerja

sebesar 32,47% (yoy), setelah sebelumnya mampu

tumbuh positif sebesar 2,67% (yoy).

23

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

-

200

400

600

800

1,000

1,200 UNIT

TIPE KECILTIPE MENENGAHTIPE BESAR

I II III IV I II2014 2015

III

Grafik 1.47 Perkembangan Rumah yang Dibangun (SHPR)

829

572 551

932 923

421 462

Grafik 1.44 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa TengahGrafik 1.43 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah

tahun 2014. Apabila dibandingkan dengan tahun

sebelumnya produksi padi pada triwulan ini masih

mencatatkan pertumbuhan positif yaitu sebesar 7,89%

(yoy) melambat dari triwulan sebelumnya 25,69%

(yoy).

Selain itu, faktor cuaca dengan adanya El Nino juga

turut mendorong menurunnya kinerja. El Nino

menyebabkan musim kemarau berkepanjangan

sehingga beberapa wilayah mengalami kekeringan dan

berdampak pada hasi l panen. Musim hujan

diperkirakan memasuki wilayah Provinsi Jawa Tengah

mundur selama 40-50 hari atau sampai dengan

pertengahan hingga akhir November 2015. Kekeringan

selain berdampak pada hasil panen juga mengurangi

luas tanam. Untuk komoditas padi, luas tanam turun

2,89% (yoy), setelah pada triwulan II tumbuh positif

sebesar 0,81% (yoy).

Perbaikan kinerja lapangan usaha ini terjadi pada

sublapangan usaha kehutanan. Mengingat bobot

sublapangan usaha kehutanan relatif kecil maka

perba ikan tersebut t idak mampu menahan

perlambatan lapangan usaha pertanian secara

keseluruhan. Perbaikan kinerja pada sublapangan

usaha kehutanan sejalan dengan perbaikan kinerja

industri pengolahan kayu, terkait dengan pemenuhan

kebutuhan bahan baku.

1.3.4. KonstruksiLapangan usaha konstruksi mengalami perbaikan

signifikan pada triwulan laporan. Lapangan usaha ini

tumbuh 7,9% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,3%

(yoy). Pertumbuhan lapangan usaha ini ditengarai

berasal dari realisasi investasi pemerintah dan swasta

yang meningkat menjelang akhir tahun.

Peningkatan pertumbuhan lapangan usaha ini juga

terkonfirmasi dari konsumsi semen triwulan III yang

tumbuh 4,84% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan II yang sebesar 2,32% (yoy).

Namun demikian, penyaluran kredit perbankan kepada

lapangan usaha konstruksi justru mengalami

perlambatan, walaupun masih berada di level yang

tinggi. Pada triwulan laporan, kredit perbankan untuk

lapangan usaha ini tercatat tumbuh 20,47% (yoy),

melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar

31,21% (yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian

proyek konstruksi merupakan realisasi proyek dari

triwulan II 2015 yang masih berjalan pada triwulan III

(carryover). Sementara itu, kualitas kredit pada

lapangan usaha ini masih dalam kondisi terjaga di level

yang rendah, yaitu 2,80%, relatif tetap dari triwulan

sebelumnya.

Berdasarkan hasil Survei Harga Properti Residensial

(SHPR) yang dilakukan Bank Indonesia, konstruksi

dalam bentuk properti atau rumah tinggal juga turut

menyumbang peningkatan pertumbuhan di lapangan

usaha ini. Jumlah rumah yang dibangun pada triwulan

III tumbuh 9,74% (yoy), berbalik arah dari triwulan

sebelumnya yang menurun sebesar 54,39% (yoy).

22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah

HEKTAR

TANAM PANEN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III -

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

PERTUMBUHAN PRODUKSI - SKALA KANANJUMLAH PRODUKSI

%, YOYRIBU TON

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

NON PERFOMING LOAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT

0

1

1

2

2

3

3

4

0

10

20

30

40

50

60 %% SBT

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.46 Perkembangan Kredit Sektor KonstruksiSumber: Kemenperin & Kemendag, diolah

-5

0

5

10

15

20

PERTUMBUHAN - SKALA KANANKONSUMSI SEMEN

%, YOYRIBU TON

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III300

800

1.300

1.800

2.300

Grafik 1.45 Perkembangan Konsumsi Semen

Perbaikan terjadi pada rumah tipe menengah dengan

kenaikan menjadi 29,95% (yoy) dari penurunan

sebesar 17,18% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Sementara itu untuk rumah tipe kecil tumbuh sebesar

0,79% (yoy), membaik dari pertumbuhan negatif

sebesar 78,33% (yoy) pada triwulan II 2015. Sementara

itu, rumah tipe besar mengalami penurunan kinerja

sebesar 32,47% (yoy), setelah sebelumnya mampu

tumbuh positif sebesar 2,67% (yoy).

23

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

-

200

400

600

800

1,000

1,200 UNIT

TIPE KECILTIPE MENENGAHTIPE BESAR

I II III IV I II2014 2015

III

Grafik 1.47 Perkembangan Rumah yang Dibangun (SHPR)

829

572 551

932 923

421 462

24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

lebih mengharapkan keuntungan karena meningkatnya

pe rm in taan masya r aka t dan bukan ka rena

terdepresias inya Rupiah. Per ihal menurunnya

permintaan masyarakat paling dirasakan oleh para

pelaku usaha dari sektor perdagangan besar dan eceran.

Diduga lambatnya realisasi anggaran oleh pemerintah

ikut menyebabkan menurunnya permintaan masyarakat.

Dampak Depresiasi Nilai Tukar terhadap Biaya Tenaga

Kerja Depresiasi nilai tukar Rupiah berdampak secara langsung

terhadap peningkatan beban gaji tenaga kerja asing.

Namun karena jumlah tenaga kerja asing tidak terlalu

banyak maka dampak depresiasi nilai tukar terhadap

biaya gaji tenaga kerja asing ini menjadi tidak signifikan.

Perhatian para pelaku usaha justru tercurah pada

dampak depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap inflasi

yang dikhawatirkan akan memicu tuntutan terhadap

peningkatan upah. Peningkatan terhadap upah akan

berpengaruh secara signifikan terhadap biaya tenaga

kerja industri padat karya di Eks Karesidenan Banyumas.

Para pelaku usaha menyatakan bahwa dasar penentuan

Upah Minimum Kota (UMK) sesuai Survei Kebutuhan

Hidup Layak (KHL) maupun inflasi tidak akan terlalu

berbeda. Dengan demikian, tingkat inflasi di Eks

Karesidenan Banyumas menadi faktor penting dalam

penentuan UMK tersebut.

Secara umum, peserta optimis bahwa terdepresiasinya

nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS belum berdampak

signifikan. Namun demikian, pelaku usaha telah

menyadari terhadap dampak yang dapat terjadi

terhadap kinerja perusahaan terkait depresiasi nilai

Rupiah.

SUPLEMEN I

Apresiasi Dolar AS terhadap beberapa mata uang negara

di dunia termasuk Rupiah yang terjadi pada triwulan III

2015 diindikasikan berpengaruh terhadap korporasi di

Indonesia. Layaknya dua sisi mata uang, terdepresiasinya

Rupiah dapat menguntungkan sekaligus merugikan bagi

para pelaku usaha.

Pada Oktober 2015, Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Purwokerto melaksanakan kegiatan Focus Group

Discussion (FGD) tentang Dampak Depresiasi Nilai Tukar

Rupiah Terhadap Kinerja Perusahaan. Kegiatan tersebut

diikuti oleh pelaku usaha dari lapangan usaha industri

pengolahan, perdagangan besar & eceran, serta real

estate.

Pasokan Bahan Baku dan Komposisi PenjualanSecara umum dapat diketahui bahwa bagi perusahaan

dengan kandungan bahan baku impor yang tinggi akan

cenderung lebih mengharapkan penguatan nilai tukar

Rupiah. Selama ini kebutuhan bahan baku para peserta

selalu diperoleh dari pasar lokal. Dengan demikian,

peningkatan harga bahan baku dalam kaitan dengan

terdepresiasinya nilai tukar Rupiah belum dirasakan.

Permasalahan justru terletak pada keterbatasan pasokan

dari pasar lokal. Hal ini dikhawatirkan oleh para pelaku

usaha terpaksa melakukan impor bahan baku sehingga

terkena dampak terdepresiasinya nilai Rupiah.

Selanjutnya, para pelaku usaha yang mayoritas

berorientasi penjualan adalah ekspor menganggap

terdepresiasinya Rupiah akan menguntungkan usaha

mereka. Namun demikian, para pelaku usaha tersebut

MASIH OPTIMIS WALAU NILAI TUKAR RUPIAH TERGERUS?

Grafik 1. Peserta FGD berdasarkan Sektor

INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR & ECERAN REAL ESTATE

16.7%66.7% 16.7%

RESPONDEN FGD

KABUPATENCILACAP

TAHUN2015

WILAYAH KOTA

WILAYAH BARAT

WILAYAH TIMUR

Rp.1.287.000

RP. 1.045.000

Rp.1.008.000

Rp.1.721.257

RP. 1.450.450

Rp.1.457.040

USULAN DEWANPENGUPAHAN KABUPATEN

TAHUN 2016

* Radar Banyumas, 19 Oktober 2015

SUPLEMEN II

Provinsi Jawa Tengah selama ini didorong oleh 3 kategori

utama penggerak ekonomi yaitu lapangan usaha

industri, lapangan usahaPerdagangan Hotel Dan

Restoran (PHR), dan lapangan usaha pertanian. Dengan

kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi rata-rata

selama 5 tahun terakhir sekitar 2,0%. Lapangan usaha

industri menempati peran utama dalam perekonomian.

Diikuti oleh lapangan usaha PHR 1,7% dan lapangan

usaha pertanian dengan kontribusi 0,3%, ketiga

lapangan usaha tersebut mampu menyumbang

perekonomian sebesar 4% dari kinerja pertumbuhan

rata-rata 5 tahun terakhir sebesar 5,9%. Hal tersebut

menunjukkan bahwa ketiga lapangan usaha tersebut

memiliki peran vital dalam perekonomian. Namun

demikian perlu dicermati faktor risiko penghambat

kinerja sektor-lapangan usaha utama tersebut agar

dapat berperan dalam perekonomian secara

berkelanjutan.

Menilik karakter lapangan usaha industri di Jawa Tengah

dengan kandungan bahan baku impor tinggi,

menjadikan lapangan usaha ini rentan terhadap risiko

nilai tukar. Dalam kondisi penguatan nilai tukar Dolar

terhadap Rupiah beberapa waktu terakhir, diindikasikan

berpengaruh terhadap kinerja sublapangan usaha

industri dengan kandungan bahan baku impor tinggi.

Kinerja beberapa sublapangan usaha tersebut bahkan

mengalami pertumbuhan negatif. Sublapangan usaha

tersebut antara lain adalah tekstil dan pakaian jadi; kimia,

farmasi, dan obat tradisional serta karet, barang dari

karet dan plastik. Permasalahan lain yang dihadapi

lapangan usaha ini yaitu upah tenaga kerja yang terus

mengalami peningkatan sehingga mendorong daya

saing ke arah bawah. Sementara itu lapangan usaha

pertanian menghadapi faktor risiko berupa alih fungsi

lahan pertanian dan ketergantungan pada faktor musim

yang besar. Produktivitas lapangan usaha pertanian pada

beberapa tahun terakhir menunjukkan tren menurun

(Grafik 2).

Melihat kondisi tersebut, lapangan usaha utama lain

yaitu Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR) dipandang

masih memiliki prospek cerah untuk terus dipacu

pergerakannya. Lapangan usaha PHR utamanya

didukung oleh sublapangan usaha perdagangan dengan

porsi sebesar 84%. Kinerja sublapangan usaha

perdagangan ini sangat dipengaruhi oleh kinerja

lapangan usaha industri sebagai sumber produksi,

utamanya pada lapangan usaha industri berorientasi

pasar domestik. Sementara itu sublapangan usaha Hotel

dan Restoran sebagai proksi lapangan usaha pariwisata

menyimpan potensi besar sebagai sumber pertumbuhan

ekonomi baru di masa mendatang.

POTENSI PARIWISATA DI PROVINSI JAWA TENGAH1

Disusun oleh Analis Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto1.

-1

0

1

2

3

4

5

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

%

Kontribusi Sektoral Perekonomian Jawa TengahGrafik 1.

PRODUKSI (TON) DAERAH PANEN (HA) PRODUKTIVITAS (TON/HA) - KANAN

0

2

4

6

8

10

12

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

JUTA

50

52

54

56

58

60

48

46

44

Produktivitas Lapangan Usaha PertanianGrafik 2.

25PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

lebih mengharapkan keuntungan karena meningkatnya

pe rm in taan masya r aka t dan bukan ka rena

terdepresias inya Rupiah. Per ihal menurunnya

permintaan masyarakat paling dirasakan oleh para

pelaku usaha dari sektor perdagangan besar dan eceran.

Diduga lambatnya realisasi anggaran oleh pemerintah

ikut menyebabkan menurunnya permintaan masyarakat.

Dampak Depresiasi Nilai Tukar terhadap Biaya Tenaga

Kerja Depresiasi nilai tukar Rupiah berdampak secara langsung

terhadap peningkatan beban gaji tenaga kerja asing.

Namun karena jumlah tenaga kerja asing tidak terlalu

banyak maka dampak depresiasi nilai tukar terhadap

biaya gaji tenaga kerja asing ini menjadi tidak signifikan.

Perhatian para pelaku usaha justru tercurah pada

dampak depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap inflasi

yang dikhawatirkan akan memicu tuntutan terhadap

peningkatan upah. Peningkatan terhadap upah akan

berpengaruh secara signifikan terhadap biaya tenaga

kerja industri padat karya di Eks Karesidenan Banyumas.

Para pelaku usaha menyatakan bahwa dasar penentuan

Upah Minimum Kota (UMK) sesuai Survei Kebutuhan

Hidup Layak (KHL) maupun inflasi tidak akan terlalu

berbeda. Dengan demikian, tingkat inflasi di Eks

Karesidenan Banyumas menadi faktor penting dalam

penentuan UMK tersebut.

Secara umum, peserta optimis bahwa terdepresiasinya

nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS belum berdampak

signifikan. Namun demikian, pelaku usaha telah

menyadari terhadap dampak yang dapat terjadi

terhadap kinerja perusahaan terkait depresiasi nilai

Rupiah.

SUPLEMEN I

Apresiasi Dolar AS terhadap beberapa mata uang negara

di dunia termasuk Rupiah yang terjadi pada triwulan III

2015 diindikasikan berpengaruh terhadap korporasi di

Indonesia. Layaknya dua sisi mata uang, terdepresiasinya

Rupiah dapat menguntungkan sekaligus merugikan bagi

para pelaku usaha.

Pada Oktober 2015, Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Purwokerto melaksanakan kegiatan Focus Group

Discussion (FGD) tentang Dampak Depresiasi Nilai Tukar

Rupiah Terhadap Kinerja Perusahaan. Kegiatan tersebut

diikuti oleh pelaku usaha dari lapangan usaha industri

pengolahan, perdagangan besar & eceran, serta real

estate.

Pasokan Bahan Baku dan Komposisi PenjualanSecara umum dapat diketahui bahwa bagi perusahaan

dengan kandungan bahan baku impor yang tinggi akan

cenderung lebih mengharapkan penguatan nilai tukar

Rupiah. Selama ini kebutuhan bahan baku para peserta

selalu diperoleh dari pasar lokal. Dengan demikian,

peningkatan harga bahan baku dalam kaitan dengan

terdepresiasinya nilai tukar Rupiah belum dirasakan.

Permasalahan justru terletak pada keterbatasan pasokan

dari pasar lokal. Hal ini dikhawatirkan oleh para pelaku

usaha terpaksa melakukan impor bahan baku sehingga

terkena dampak terdepresiasinya nilai Rupiah.

Selanjutnya, para pelaku usaha yang mayoritas

berorientasi penjualan adalah ekspor menganggap

terdepresiasinya Rupiah akan menguntungkan usaha

mereka. Namun demikian, para pelaku usaha tersebut

MASIH OPTIMIS WALAU NILAI TUKAR RUPIAH TERGERUS?

Grafik 1. Peserta FGD berdasarkan Sektor

INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR & ECERAN REAL ESTATE

16.7%66.7% 16.7%

RESPONDEN FGD

KABUPATENCILACAP

TAHUN2015

WILAYAH KOTA

WILAYAH BARAT

WILAYAH TIMUR

Rp.1.287.000

RP. 1.045.000

Rp.1.008.000

Rp.1.721.257

RP. 1.450.450

Rp.1.457.040

USULAN DEWANPENGUPAHAN KABUPATEN

TAHUN 2016

* Radar Banyumas, 19 Oktober 2015

SUPLEMEN II

Provinsi Jawa Tengah selama ini didorong oleh 3 kategori

utama penggerak ekonomi yaitu lapangan usaha

industri, lapangan usahaPerdagangan Hotel Dan

Restoran (PHR), dan lapangan usaha pertanian. Dengan

kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi rata-rata

selama 5 tahun terakhir sekitar 2,0%. Lapangan usaha

industri menempati peran utama dalam perekonomian.

Diikuti oleh lapangan usaha PHR 1,7% dan lapangan

usaha pertanian dengan kontribusi 0,3%, ketiga

lapangan usaha tersebut mampu menyumbang

perekonomian sebesar 4% dari kinerja pertumbuhan

rata-rata 5 tahun terakhir sebesar 5,9%. Hal tersebut

menunjukkan bahwa ketiga lapangan usaha tersebut

memiliki peran vital dalam perekonomian. Namun

demikian perlu dicermati faktor risiko penghambat

kinerja sektor-lapangan usaha utama tersebut agar

dapat berperan dalam perekonomian secara

berkelanjutan.

Menilik karakter lapangan usaha industri di Jawa Tengah

dengan kandungan bahan baku impor tinggi,

menjadikan lapangan usaha ini rentan terhadap risiko

nilai tukar. Dalam kondisi penguatan nilai tukar Dolar

terhadap Rupiah beberapa waktu terakhir, diindikasikan

berpengaruh terhadap kinerja sublapangan usaha

industri dengan kandungan bahan baku impor tinggi.

Kinerja beberapa sublapangan usaha tersebut bahkan

mengalami pertumbuhan negatif. Sublapangan usaha

tersebut antara lain adalah tekstil dan pakaian jadi; kimia,

farmasi, dan obat tradisional serta karet, barang dari

karet dan plastik. Permasalahan lain yang dihadapi

lapangan usaha ini yaitu upah tenaga kerja yang terus

mengalami peningkatan sehingga mendorong daya

saing ke arah bawah. Sementara itu lapangan usaha

pertanian menghadapi faktor risiko berupa alih fungsi

lahan pertanian dan ketergantungan pada faktor musim

yang besar. Produktivitas lapangan usaha pertanian pada

beberapa tahun terakhir menunjukkan tren menurun

(Grafik 2).

Melihat kondisi tersebut, lapangan usaha utama lain

yaitu Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR) dipandang

masih memiliki prospek cerah untuk terus dipacu

pergerakannya. Lapangan usaha PHR utamanya

didukung oleh sublapangan usaha perdagangan dengan

porsi sebesar 84%. Kinerja sublapangan usaha

perdagangan ini sangat dipengaruhi oleh kinerja

lapangan usaha industri sebagai sumber produksi,

utamanya pada lapangan usaha industri berorientasi

pasar domestik. Sementara itu sublapangan usaha Hotel

dan Restoran sebagai proksi lapangan usaha pariwisata

menyimpan potensi besar sebagai sumber pertumbuhan

ekonomi baru di masa mendatang.

POTENSI PARIWISATA DI PROVINSI JAWA TENGAH1

Disusun oleh Analis Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto1.

-1

0

1

2

3

4

5

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

%

Kontribusi Sektoral Perekonomian Jawa TengahGrafik 1.

PRODUKSI (TON) DAERAH PANEN (HA) PRODUKTIVITAS (TON/HA) - KANAN

0

2

4

6

8

10

12

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

JUTA

50

52

54

56

58

60

48

46

44

Produktivitas Lapangan Usaha PertanianGrafik 2.

25PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

konvensional. Sementara sejumlah obyek wisata lain

seperti Cilacap–Nusakambangan, Karst Kebumen,

Taman Laut Karimunjawa dan sebagainya belum

terekspos dengan baik dan dapat menjadi alternatif

objek wisata.

Meskipun jumlah objek wisata dan akomodasi Provinsi

Jawa Tengah memiliki potensi pariwisata yang besar,

namun kinerja pariwisata Jawa Tengah masih berada di

bawah beberapa provinsi lainnya di Pulau Jawa. Jumlah

kunjungan tamu asing di Provinsi Jawa Tengah

menempati posisi terendah dibandingkan dengan

kunjungan tamu asing di provinsi lain di Pulau Jawa. Hal

tersebut terkonfirmasi dengan data perbandingan

jumlah tamu asing pada hotel bintang di Jawa Tengah.

Demikian pula halnya dengan data jumlah tamu asing

yang menginap pada akomodasi selain hotel berbintang

di Jawa Tengah. Apabila diamati, ketersediaan hotel

bintang dan nonbintang di wilayah Provinsi Jawa Tengah

relatif mencukupi dengan jumlah hotel bintang sebanyak

186 unit dan hotel nonbintang 1.339 unit.

Sejalan dengan pola wisatawan asing, kinerja pariwisata

Jawa Tengah yang berasal dari wisatawan domestik juga

menunjukkan hal serupa. Data jumlah tamu domestik

pada akomodasi lain selain hotel bintang di Jawa Tengah

juga masih berada di bawah provinsi lainnya di Pulau

Jawa. Demikian pula dengan data rata-rata lama

menginap wisatawan domestik di Provinsi ini relatif lebih

rendah dibandingkan dengan wilayah lain di Pulau Jawa.

SUPLEMEN II

Peran lapangan usaha pariwisata dalam beberapa studi

empiris terbukti mampu memberikan kontribusi besar 1dalam pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Bank Indonesia juga telah melakukan studi empiris

terkait pariwisata dengan menggunakan data panel

wilayah Pulau Jawa tahun 2009-2013 berupa data PDRB,

nilai tukar, jumlah wisatawan domestik, jumlah

w i sa tawan mancanega ra , dan ke te rbukaan

perdagangan. Berdasarkan studi tersebut diperoleh

temuan bahwa jumlah wisatawan domestik dan

mancanegara sebagai proksi lapangan usaha pariwisata

berpengaruh posit i f dan s ignif ikan terhadap

pertumbuhan ekonomi. Meskipun dengan magnitude

yang lebih kecil dibandingkan dengan variabel

perdagangan namun temuan tersebut menunjukkan

bahwa lapangan usaha pariwisata memiliki potensi

sebagai tumpuan perekonomian di masa mendatang.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Tengah telah

melakukan pemetaan terhadap peluang dan tantangan

pariwisata Jawa Tengah. Dalam dokumen Rencana

Strategis Pariwisata Jawa Tengah 2013-2018, diketahui

bahwa Provinsi Jawa Tengah menyimpan potensi

sejumlah objek pariwisata dalam jumlah besar. Beberapa

obyek wisata candi berada di wilayah Provinsi Jawa

Tengah antara lain Candi Borobudur, Candi Prambanan,

Candi Mendut, Candi Pawon dan Candi Gedong Songo.

Obyek tersebut termasuk kategori objek wisata

SUPLEMEN II

salah satu penyebab masih belum maksimalnya kinerja

pariwisata Jawa Tengah. Pengembangan infrastruktur

transportasi bandara Ahmad Yani dan pelabuhan

Tanjung Emas dipandang penting mengingat kedua

infrastruktur tersebut juga berfungsi sebagai pendukung

berbagai kegiatan ekonomi termasuk salah satunya

pariwisata. Melihat urgensi tersebut Pemerintah Provinsi

Jawa Tengah melalui Angkasa Pura I dan PT PELINDO III

mengakomodasi kebutuhan peningkatan kapasitas

bandara dan pelabuhan. Proyek perbaikan bandara

Ahmad Yani dijadwalkan dapat selesai pada tahap

pertama tahun 2017 dan tahap kedua 2027. Sementara

revitalisasi pelabuhan secara bertahap akan selesai pada

tahun 2011-2016, 2017-2021, dan 2022-2032.

Dengan melihat permasalahan tersebut, perbaikan

infrastruktur menjadi mutlak diperlukan demikan pula

dengan akomodasi yang disesuaikan dengan lokasi

objek wisata. Promosi destinasi wisata di sekitar pintu

masuk yang akan dikembangkan juga perlu dilakukan.

Balaguer and Cantavella-Jorda (2002), Dristakis (2004), Sequiera and Nunes (2008).1. Seluruh data dan informasi pada tulisan ini bersumber pada BPS, dan hasil Focus Group Discussion dengan tema “Infrastruktur Penunjang Pariwisata”

2.

Berdasarkan hasil focus group discussion diketahui

bahwa arus kapal cruise yang bersandar ke pelabuhan

Jawa Tengah terus mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Data tahun terakhir 2014 menunjukkan 25 kapal

pesiar bersandar di pelabuhan tanjung mas. Setiap kapal

rata-rata menampung penumpang sejumlah 2500

orang. Ini merupakan potensi pasar yang besar apabila

dapat dimanfaatkan. Selama ini para penumpang kapal

pesiar hanya singgah sesaat di pelabuhan Tanjung Mas

untuk mengunjungi Candi Borobudur dan kembali

menuju kapal setelah kegiatan usai. Peluang lain yang

terlewatkan adalah wisatawan Candi Borobudur lebih

memilih Provinsi DIY sebagai pintu masuk dan tempat

menginap. Hal tersebut dikarenakan Candi Borobudur 2relatif lebih dekat dengan Provinsi DIY.

Keberhasilan lapangan usaha pariwisata tidak dapat

lepas dari peran infrastruktur pendukungnya.

Infrastruktur konektivitas berupa bandara dan

pelabuhan yang masih terbatas ditengarai merupakan

Perbandingan Jumlah Tamu Asing pada Hotel BintangGrafik 3.

JUTA

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 -

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

JAWA BARAT JAWA TENGAH DI YOGYAKARTAJAWA TIMUR BANTEN DKI JAKARTA (RHS)

Perbandingan Jumlah Tamu Asing pada Akomodasi LainGrafik 4.

Jumlah Tamu Domestik pada Akomodasi LainGrafik 5. Rata-Rata Lama Menginap Tamu Lokal di Hotel BintangGrafik 6.

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 20141.0

1.2

1.4

1.6

1.8

2.0

2.2

2.4

DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH

DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR BANTEN

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 20140

1

2

3

4

5

6

7

8 JUTA ORANG

JAWA BARAT JAWA TENGAH DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR

Tabel 1. Efisiensi Pelabuhan di Indonesia

NAME OF PORT

Effectiveness Indicators

TANJUNG PRIOK

TANJUNG PERAK

TANJUNG EMAS

RegionalSpatialSystem

NationalTransportationSystem

NationalDefense

OperationalCost

Commodity PortServices

LogisticsCost

TOTALVALUE

EfficiencyIndicator

0.14

0.14

0.14

0.09

0.04

0.04

0.05

0.05

0.05

0.40

0.27

0.23

0.08

0.01

0.00

0.73

0.77

0.75

0.00

0.12

0.11

1.49

1.40

1.32

Tabel 2. Kapasitas Bandara di Indonesia

BANDAR UDARA

SOEKARNO-HATTA

JUANDA

ADI SUTJIPTO

AHMAD YANI

Kapasitas Penumpang Tahunan (Juta Penumpang)

32.17

8.88

0.00

1.42

37.14

10.63

0.00

1.66

43.7

11.14

0.00

2.02

51.18

13.78

7.17

2.43

59.70

17.68

8.30

3.30

Provinsi Kota yg Dilayani2008 2009 2011 20132010

BANTEN

JAWA TIMUR

DI YOGYAKARTA

JAWA TENGAH

JAKARTA

SURABAYA

YOGYAKARTA

SEMARANG

26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 27PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO REGIONAL

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

JUTA

DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAHJAWA TIMUR BANTEN BALI

DI YOGYAKARTANUSA TENGGARA BARAT

konvensional. Sementara sejumlah obyek wisata lain

seperti Cilacap–Nusakambangan, Karst Kebumen,

Taman Laut Karimunjawa dan sebagainya belum

terekspos dengan baik dan dapat menjadi alternatif

objek wisata.

Meskipun jumlah objek wisata dan akomodasi Provinsi

Jawa Tengah memiliki potensi pariwisata yang besar,

namun kinerja pariwisata Jawa Tengah masih berada di

bawah beberapa provinsi lainnya di Pulau Jawa. Jumlah

kunjungan tamu asing di Provinsi Jawa Tengah

menempati posisi terendah dibandingkan dengan

kunjungan tamu asing di provinsi lain di Pulau Jawa. Hal

tersebut terkonfirmasi dengan data perbandingan

jumlah tamu asing pada hotel bintang di Jawa Tengah.

Demikian pula halnya dengan data jumlah tamu asing

yang menginap pada akomodasi selain hotel berbintang

di Jawa Tengah. Apabila diamati, ketersediaan hotel

bintang dan nonbintang di wilayah Provinsi Jawa Tengah

relatif mencukupi dengan jumlah hotel bintang sebanyak

186 unit dan hotel nonbintang 1.339 unit.

Sejalan dengan pola wisatawan asing, kinerja pariwisata

Jawa Tengah yang berasal dari wisatawan domestik juga

menunjukkan hal serupa. Data jumlah tamu domestik

pada akomodasi lain selain hotel bintang di Jawa Tengah

juga masih berada di bawah provinsi lainnya di Pulau

Jawa. Demikian pula dengan data rata-rata lama

menginap wisatawan domestik di Provinsi ini relatif lebih

rendah dibandingkan dengan wilayah lain di Pulau Jawa.

SUPLEMEN II

Peran lapangan usaha pariwisata dalam beberapa studi

empiris terbukti mampu memberikan kontribusi besar 1dalam pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Bank Indonesia juga telah melakukan studi empiris

terkait pariwisata dengan menggunakan data panel

wilayah Pulau Jawa tahun 2009-2013 berupa data PDRB,

nilai tukar, jumlah wisatawan domestik, jumlah

w i sa tawan mancanega ra , dan ke te rbukaan

perdagangan. Berdasarkan studi tersebut diperoleh

temuan bahwa jumlah wisatawan domestik dan

mancanegara sebagai proksi lapangan usaha pariwisata

berpengaruh posit i f dan s ignif ikan terhadap

pertumbuhan ekonomi. Meskipun dengan magnitude

yang lebih kecil dibandingkan dengan variabel

perdagangan namun temuan tersebut menunjukkan

bahwa lapangan usaha pariwisata memiliki potensi

sebagai tumpuan perekonomian di masa mendatang.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Tengah telah

melakukan pemetaan terhadap peluang dan tantangan

pariwisata Jawa Tengah. Dalam dokumen Rencana

Strategis Pariwisata Jawa Tengah 2013-2018, diketahui

bahwa Provinsi Jawa Tengah menyimpan potensi

sejumlah objek pariwisata dalam jumlah besar. Beberapa

obyek wisata candi berada di wilayah Provinsi Jawa

Tengah antara lain Candi Borobudur, Candi Prambanan,

Candi Mendut, Candi Pawon dan Candi Gedong Songo.

Obyek tersebut termasuk kategori objek wisata

SUPLEMEN II

salah satu penyebab masih belum maksimalnya kinerja

pariwisata Jawa Tengah. Pengembangan infrastruktur

transportasi bandara Ahmad Yani dan pelabuhan

Tanjung Emas dipandang penting mengingat kedua

infrastruktur tersebut juga berfungsi sebagai pendukung

berbagai kegiatan ekonomi termasuk salah satunya

pariwisata. Melihat urgensi tersebut Pemerintah Provinsi

Jawa Tengah melalui Angkasa Pura I dan PT PELINDO III

mengakomodasi kebutuhan peningkatan kapasitas

bandara dan pelabuhan. Proyek perbaikan bandara

Ahmad Yani dijadwalkan dapat selesai pada tahap

pertama tahun 2017 dan tahap kedua 2027. Sementara

revitalisasi pelabuhan secara bertahap akan selesai pada

tahun 2011-2016, 2017-2021, dan 2022-2032.

Dengan melihat permasalahan tersebut, perbaikan

infrastruktur menjadi mutlak diperlukan demikan pula

dengan akomodasi yang disesuaikan dengan lokasi

objek wisata. Promosi destinasi wisata di sekitar pintu

masuk yang akan dikembangkan juga perlu dilakukan.

Balaguer and Cantavella-Jorda (2002), Dristakis (2004), Sequiera and Nunes (2008).1. Seluruh data dan informasi pada tulisan ini bersumber pada BPS, dan hasil Focus Group Discussion dengan tema “Infrastruktur Penunjang Pariwisata”

2.

Berdasarkan hasil focus group discussion diketahui

bahwa arus kapal cruise yang bersandar ke pelabuhan

Jawa Tengah terus mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Data tahun terakhir 2014 menunjukkan 25 kapal

pesiar bersandar di pelabuhan tanjung mas. Setiap kapal

rata-rata menampung penumpang sejumlah 2500

orang. Ini merupakan potensi pasar yang besar apabila

dapat dimanfaatkan. Selama ini para penumpang kapal

pesiar hanya singgah sesaat di pelabuhan Tanjung Mas

untuk mengunjungi Candi Borobudur dan kembali

menuju kapal setelah kegiatan usai. Peluang lain yang

terlewatkan adalah wisatawan Candi Borobudur lebih

memilih Provinsi DIY sebagai pintu masuk dan tempat

menginap. Hal tersebut dikarenakan Candi Borobudur 2relatif lebih dekat dengan Provinsi DIY.

Keberhasilan lapangan usaha pariwisata tidak dapat

lepas dari peran infrastruktur pendukungnya.

Infrastruktur konektivitas berupa bandara dan

pelabuhan yang masih terbatas ditengarai merupakan

Perbandingan Jumlah Tamu Asing pada Hotel BintangGrafik 3.

JUTA

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 -

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

JAWA BARAT JAWA TENGAH DI YOGYAKARTAJAWA TIMUR BANTEN DKI JAKARTA (RHS)

Perbandingan Jumlah Tamu Asing pada Akomodasi LainGrafik 4.

Jumlah Tamu Domestik pada Akomodasi LainGrafik 5. Rata-Rata Lama Menginap Tamu Lokal di Hotel BintangGrafik 6.

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 20141.0

1.2

1.4

1.6

1.8

2.0

2.2

2.4

DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH

DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR BANTEN

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 20140

1

2

3

4

5

6

7

8 JUTA ORANG

JAWA BARAT JAWA TENGAH DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR

Tabel 1. Efisiensi Pelabuhan di Indonesia

NAME OF PORT

Effectiveness Indicators

TANJUNG PRIOK

TANJUNG PERAK

TANJUNG EMAS

RegionalSpatialSystem

NationalTransportationSystem

NationalDefense

OperationalCost

Commodity PortServices

LogisticsCost

TOTALVALUE

EfficiencyIndicator

0.14

0.14

0.14

0.09

0.04

0.04

0.05

0.05

0.05

0.40

0.27

0.23

0.08

0.01

0.00

0.73

0.77

0.75

0.00

0.12

0.11

1.49

1.40

1.32

Tabel 2. Kapasitas Bandara di Indonesia

BANDAR UDARA

SOEKARNO-HATTA

JUANDA

ADI SUTJIPTO

AHMAD YANI

Kapasitas Penumpang Tahunan (Juta Penumpang)

32.17

8.88

0.00

1.42

37.14

10.63

0.00

1.66

43.7

11.14

0.00

2.02

51.18

13.78

7.17

2.43

59.70

17.68

8.30

3.30

Provinsi Kota yg Dilayani2008 2009 2011 20132010

BANTEN

JAWA TIMUR

DI YOGYAKARTA

JAWA TENGAH

JAKARTA

SURABAYA

YOGYAKARTA

SEMARANG

26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 27PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO REGIONAL

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

JUTA

DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAHJAWA TIMUR BANTEN BALI

DI YOGYAKARTANUSA TENGGARA BARAT

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BABII

Inflasi tahunan triwulan III 2015 melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BABII

Inflasi tahunan triwulan III 2015 melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

1Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan

III 2015 di tengah meningkatnya pertumbuhan

ekonomi daerah. Inflasi pada triwulan III 2015

tercatat sebesar 5,78% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

6,15% (yoy). Perlambatan ini disebabkan oleh

penyesuaian beberapa harga komoditas administered

prices dan normalisasi harga pasca Idul Fitri. Inflasi ini

masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang

sebesar 6,83% (yoy). Tren inflasi Jawa Tengah mulai

mengalami tren menurun setelah mencapai puncaknya

di triwulan IV 2014. (Grafik 2.1.).

Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih

rendah dibandingkan periode yang sama di tahun

sebelumnya. Pada triwulan III 2015, inflasi triwulanan

tercatat sebesar 1,04% (qtq), turun dibandingkan

inflasi triwulan III 2014 sebesar 1,40% (qtq) dan rata-

rata inflasi triwulan III 2010-2014 sebesar 2,24% (qtq).

Melambatnya inflasi triwulanan pada periode berjalan

disebabkan oleh ketersediaan pasokan pangan di

tengah permintaan masyarakat yang relatif terjaga.

Secara spasial wilayah Jawa, inflasi tahunan Jawa

Tengah pada periode laporan terpantau berada di

bawah inflasi wilayah Jawa, yakni menempati

posisi kedua terendah setelah DI Yogyakarta.

Kondisi ini membaik dibandingkan triwulan yang sama

di tahun lalu, di mana inflasi tahunan Jawa Tengah

tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi wilayah Jawa.

Dilihat dari inflasi tahun kalender, inflasi Jawa

Tengah tercatat paling rendah. Pada triwulan III

2015, inflasi tahun kalender mencatatkan angka

sebesar 1,54% (ytd), lebih rendah dibandingkan inflasi

wilayah Jawa yang tercatat sebesar 2,24% (ytd). Inflasi

tahun kalender Jawa Tengah ini berada pada level

terendah di antara seluruh provinsi di wilayah Jawa.

Perlambatan inflasi di triwulan laporan utamanya

didorong oleh kelompok makanan jadi, minuman,

rokok & tembakau, serta kelompok perumahan,

air, listrik, gas, dan bahan bakar. Inflasi pada

kelompok makanan jadi, minuman, rokok, & tembakau

didorong oleh normalisasi harga pangan setelah

Ramadhan dan Idul Fitri, seperti komoditas nasi dengan

lauk dan ayam bakar. Sementara itu, penurunan harga

pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan

bakar disumbangkan oleh turunnya tarif listrik, harga

Pertamax dan harga elpiji 12 kilogram (Grafik 2.6).

Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.

1.

2.1 Inflasi Secara Umum

Grafik 2.1

-2

0

2

4

6

8

10

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional

TW III 2014 TW III 2015 RATA - RATA TW III 2010 - 2014

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

%

PERSEN

JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

6.15

7.26

1.30

1.40

III

5.78

6.83

1.04

1.27

Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 2.1Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

31PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

1Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan

III 2015 di tengah meningkatnya pertumbuhan

ekonomi daerah. Inflasi pada triwulan III 2015

tercatat sebesar 5,78% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

6,15% (yoy). Perlambatan ini disebabkan oleh

penyesuaian beberapa harga komoditas administered

prices dan normalisasi harga pasca Idul Fitri. Inflasi ini

masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang

sebesar 6,83% (yoy). Tren inflasi Jawa Tengah mulai

mengalami tren menurun setelah mencapai puncaknya

di triwulan IV 2014. (Grafik 2.1.).

Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih

rendah dibandingkan periode yang sama di tahun

sebelumnya. Pada triwulan III 2015, inflasi triwulanan

tercatat sebesar 1,04% (qtq), turun dibandingkan

inflasi triwulan III 2014 sebesar 1,40% (qtq) dan rata-

rata inflasi triwulan III 2010-2014 sebesar 2,24% (qtq).

Melambatnya inflasi triwulanan pada periode berjalan

disebabkan oleh ketersediaan pasokan pangan di

tengah permintaan masyarakat yang relatif terjaga.

Secara spasial wilayah Jawa, inflasi tahunan Jawa

Tengah pada periode laporan terpantau berada di

bawah inflasi wilayah Jawa, yakni menempati

posisi kedua terendah setelah DI Yogyakarta.

Kondisi ini membaik dibandingkan triwulan yang sama

di tahun lalu, di mana inflasi tahunan Jawa Tengah

tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi wilayah Jawa.

Dilihat dari inflasi tahun kalender, inflasi Jawa

Tengah tercatat paling rendah. Pada triwulan III

2015, inflasi tahun kalender mencatatkan angka

sebesar 1,54% (ytd), lebih rendah dibandingkan inflasi

wilayah Jawa yang tercatat sebesar 2,24% (ytd). Inflasi

tahun kalender Jawa Tengah ini berada pada level

terendah di antara seluruh provinsi di wilayah Jawa.

Perlambatan inflasi di triwulan laporan utamanya

didorong oleh kelompok makanan jadi, minuman,

rokok & tembakau, serta kelompok perumahan,

air, listrik, gas, dan bahan bakar. Inflasi pada

kelompok makanan jadi, minuman, rokok, & tembakau

didorong oleh normalisasi harga pangan setelah

Ramadhan dan Idul Fitri, seperti komoditas nasi dengan

lauk dan ayam bakar. Sementara itu, penurunan harga

pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan

bakar disumbangkan oleh turunnya tarif listrik, harga

Pertamax dan harga elpiji 12 kilogram (Grafik 2.6).

Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.

1.

2.1 Inflasi Secara Umum

Grafik 2.1

-2

0

2

4

6

8

10

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional

TW III 2014 TW III 2015 RATA - RATA TW III 2010 - 2014

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

%

PERSEN

JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

6.15

7.26

1.30

1.40

III

5.78

6.83

1.04

1.27

Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 2.1Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

31PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile food merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile food didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.

2.

Selanjutnya, pada September 2015 Provinsi Jawa

Tengah mencatatkan deflasi sebesar -0,15% (mtm),

lebih rendah dibandingkan rata-rata historis selama 5

tahun yang sebesar 0,29% (mtm). Penurunan tingkat

harga ini utamanya diakibatkan oleh melimpahnya

pasokan bahan pangan, meliputi daging ayam ras,

cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, dan bawang

merah. Pada bulan September 2015, tekanan

komoditas tersebut menurun dibandingkan bulan yang

sama di tahun 2014 yang tercermin dari menurunnya

sumbangan inflasi pada komoditas tersebut.

Penurunan juga disebabkan oleh harga Pertamax dan

Pertalite, elpiji 12 kg, dan tarif angkutan udara yang

menurun.

Kinerja dari Tim Pengendalian Inflasi Daerah

(TPID) Provinsi Jawa Tengah turut mendukung

pengendalian inflasi daerah. Selama tahun 2015,

TPID Provinsi Jawa Tengah senantiasa memperkuat

koordinasi pengendalian inflasi melalui PANDAWA

LIMA (Pengendalian dan Pengawasan Harga melalui

Lima Program). Koordinasi antar SKPD akan terus

ditingkatkan, terutama dalam menjaga pasokan bahan

p a n g a n d i t e n g a h m u s i m k e m a r a u y a n g

berkepanjangan.

2Berdasarkan disagregasi inflasi , perlambatan

inflasi tahunan pada triwulan III 2015 terutama

berasal dari kelompok administered prices dan

kelompok inti. Selain diakibatkan normalisasi harga

pasca perayaan Idul Fitri, penurunan tarif listrik, harga

Pertamax dan Pertalite, serta elpiji 12 kilogram

mendorong inflasi berada pada level yang rendah.

Selain dari dua kelompok tersebut, kelompok

volatile food juga turut menyumbang penurunan

inflasi bulanan pada triwulan laporan. Penurunan

harga daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, telur

ayam ras, dan bawang merah mendorong adanya

penurunan inflasi di akhir triwulan III 2015. Meskipun

demikian, tekanan terhadap inflasi sempat menguat

yang berasal dari meningkatnya harga komoditas cabai

dan daging ayam ras di tengah Ramadhan dan Idul Fitri.

Berkurangnya pasokan beras akibat El-Nino juga turut

menyumbangkan inflasi di Agustus dan September

2015.

Sementara itu, pada komoditas administered

prices, tekanan inflasi pada Juli 2015, utamanya

berasal dari meningkatnya tarif angkutan udara

dan antarkota jelang perayaan Idul Fitri. Namun

demikian, pada Agustus 2015, normalisasi kedua tarif

angkutan tersebut ditambah dengan penurunan tarif

kereta api berkontribusi dalam perlambatan inflasi.

Selanjutnya, penurunan harga Pertamax, elpiji 12 kg,

dan TTL menyumbangkan perlambatan inflasi tahunan

pada September 2015.

Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

No. Komoditas Andil

Bawang Merah

Telur Ayam Ras

Tomat Sayur

Batu bata

Labu Siam

-0.11

-0.06

-0.01

-0.01

-0.01

1

2

3

4

5

JULI

No. Komoditas Andil

Angkutan Udara

Bawang Merah

Angkutan Antarkota

Tarip Kereta Api

Angkutan Dalam Kota

-0.10

-0.09

-0.09

-0.03

-0.02

1

2

3

4

5

AGUSTUS

No. Komoditas Andil

Daging Ayam Ras

Cabai Merah

Cabai Rawit

Telur Ayam Ras

Bawang Merah

-0.21

-0.09

-0.07

-0.06

-0.03

1

2

3

4

5

SEPTEMBER

33PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 2.3 Inflasi Tahun Kalender Provinsi di JawaGrafik 2.4

Ditinjau dari inflasi bulanan, tingkat inflasi di

bulan Juli, Agustus, dan September tercatat lebih

rendah dibandingkan pola historisnya. Relatif

rendahnya inflasi ini utamanya didorong oleh

terjaganya pasokan. Membaiknya angka capaian inflasi

tersebut juga tidak terlepas dari peran sukses TPID

dalam menjaga distribusi kebutuhan pokok untuk

menjaga pasokan jangka pendek, serta memitigasi

risiko inflasi ke depan dalam jangka menengah-

panjang.

Pada Juli 2015, inflasi Jawa Tengah sebesar 0,92%

(mtm), lebih rendah dibandingkan dengan rata-ratanya

selama 5 tahun yang sebesar 1,41% (mtm). Inflasi pada

bulan tersebut didorong oleh kenaikan harga bahan

pangan, seperti daging ayam ras, cabai rawit dan cabai

merah, serta kenaikan tarif transportasi berupa

angkutan udara dan angkutan antar kota seiring hari

raya Idul Fitri. Ditinjau dari sumbangannya, pada Juli

2015, komoditas daging ayam ras, cabai merah dan

rawit mencatatkan sumbangan inflasi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan Juli 2014.

Inflasi kemudian melambat pada Agustus 2015.

Inflasi tercatat sebesar 0,29% (mtm), jauh lebih rendah

dibandingkan dengan rata-rata historis bulan Agustus

selama 5 tahun yang sebesar 0,74% (mtm). Namun

demkikian, angka ini juga lebih tinggi dibandingkan

dengan rata-rata historis 5 tahun terakhir inflasi pasca

lebaran yang berada pada level 0,20% (mtm).

Penurunan tekanan inflasi ini utamanya disumbangkan

oleh tarif angkutan udara, angkutan antar kota, tarif

kereta api, dan angkutan dalam kota yang mengalami

penurunan. Sementara itu komoditas bawang merah

yang tengah memasuk i masa panen tu ru t

menyumbang penurunan inflasi. Pada Agustus 2015,

sumbangan tarif angkutan udara dan antar kota, serta

bawang merah relatif stabil dibandingkan dengan

bulan yang sama tahun 2014.

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

% MTM

-1

0

1

2

3

4

RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015

Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015Grafik 2.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

4.93 5.38 5.90 5.62 5.16 5.44 8.33 8.41 7.79 7.89 8.21 8.06 7.96 7.57 7.08 7.15 7.47 7.26 5.03 4.36 5.00 5.01 6.19 8.22 6.79 5.76 5.69 5.99 6.28 6.15

1.09 0.70 0.70 -0.1 -0.0 0.93 3.48 1.15 -0.7 0.20 0.30 0.25 0.99 0.33 0.24 -0.1 0.23 0.74 0.71 0.46 0.22 0.52 1.36 2.25 -0.3 -0.6 0.16 0.17 0.51 0.61

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

7.5

8.0

8.5

9.0 PERSEN YOY%, MTM

Curah hujan tinggiEkspektasi mulai naik

KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap

akhir 2013Bencana

banjir

Pembatasan produksi bibit ayam

Kenaikan TTL u/P1, I3, R3, I4, B2, B3

Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg

Kenaikan harga BBM, gejolak pangan menjelang

yoy

mtm

7 8 9

6.37 6.18 5.78

0.92 0.29 -0.1

El-Nino

Tw III 2015-Penurunan TTL, Pertamax, dan elpiji 12kg

-panen komoditas bumbu -bumbuan

Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah Grafik 2.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

32 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

III - 2013 III - 2014 III - 2015

%,YOY

JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA + DKI

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA

II - 2013 II - 2014 II - 2015

%,YTD

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

10.00

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile food merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile food didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.

2.

Selanjutnya, pada September 2015 Provinsi Jawa

Tengah mencatatkan deflasi sebesar -0,15% (mtm),

lebih rendah dibandingkan rata-rata historis selama 5

tahun yang sebesar 0,29% (mtm). Penurunan tingkat

harga ini utamanya diakibatkan oleh melimpahnya

pasokan bahan pangan, meliputi daging ayam ras,

cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, dan bawang

merah. Pada bulan September 2015, tekanan

komoditas tersebut menurun dibandingkan bulan yang

sama di tahun 2014 yang tercermin dari menurunnya

sumbangan inflasi pada komoditas tersebut.

Penurunan juga disebabkan oleh harga Pertamax dan

Pertalite, elpiji 12 kg, dan tarif angkutan udara yang

menurun.

Kinerja dari Tim Pengendalian Inflasi Daerah

(TPID) Provinsi Jawa Tengah turut mendukung

pengendalian inflasi daerah. Selama tahun 2015,

TPID Provinsi Jawa Tengah senantiasa memperkuat

koordinasi pengendalian inflasi melalui PANDAWA

LIMA (Pengendalian dan Pengawasan Harga melalui

Lima Program). Koordinasi antar SKPD akan terus

ditingkatkan, terutama dalam menjaga pasokan bahan

p a n g a n d i t e n g a h m u s i m k e m a r a u y a n g

berkepanjangan.

2Berdasarkan disagregasi inflasi , perlambatan

inflasi tahunan pada triwulan III 2015 terutama

berasal dari kelompok administered prices dan

kelompok inti. Selain diakibatkan normalisasi harga

pasca perayaan Idul Fitri, penurunan tarif listrik, harga

Pertamax dan Pertalite, serta elpiji 12 kilogram

mendorong inflasi berada pada level yang rendah.

Selain dari dua kelompok tersebut, kelompok

volatile food juga turut menyumbang penurunan

inflasi bulanan pada triwulan laporan. Penurunan

harga daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, telur

ayam ras, dan bawang merah mendorong adanya

penurunan inflasi di akhir triwulan III 2015. Meskipun

demikian, tekanan terhadap inflasi sempat menguat

yang berasal dari meningkatnya harga komoditas cabai

dan daging ayam ras di tengah Ramadhan dan Idul Fitri.

Berkurangnya pasokan beras akibat El-Nino juga turut

menyumbangkan inflasi di Agustus dan September

2015.

Sementara itu, pada komoditas administered

prices, tekanan inflasi pada Juli 2015, utamanya

berasal dari meningkatnya tarif angkutan udara

dan antarkota jelang perayaan Idul Fitri. Namun

demikian, pada Agustus 2015, normalisasi kedua tarif

angkutan tersebut ditambah dengan penurunan tarif

kereta api berkontribusi dalam perlambatan inflasi.

Selanjutnya, penurunan harga Pertamax, elpiji 12 kg,

dan TTL menyumbangkan perlambatan inflasi tahunan

pada September 2015.

Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

No. Komoditas Andil

Bawang Merah

Telur Ayam Ras

Tomat Sayur

Batu bata

Labu Siam

-0.11

-0.06

-0.01

-0.01

-0.01

1

2

3

4

5

JULI

No. Komoditas Andil

Angkutan Udara

Bawang Merah

Angkutan Antarkota

Tarip Kereta Api

Angkutan Dalam Kota

-0.10

-0.09

-0.09

-0.03

-0.02

1

2

3

4

5

AGUSTUS

No. Komoditas Andil

Daging Ayam Ras

Cabai Merah

Cabai Rawit

Telur Ayam Ras

Bawang Merah

-0.21

-0.09

-0.07

-0.06

-0.03

1

2

3

4

5

SEPTEMBER

33PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 2.3 Inflasi Tahun Kalender Provinsi di JawaGrafik 2.4

Ditinjau dari inflasi bulanan, tingkat inflasi di

bulan Juli, Agustus, dan September tercatat lebih

rendah dibandingkan pola historisnya. Relatif

rendahnya inflasi ini utamanya didorong oleh

terjaganya pasokan. Membaiknya angka capaian inflasi

tersebut juga tidak terlepas dari peran sukses TPID

dalam menjaga distribusi kebutuhan pokok untuk

menjaga pasokan jangka pendek, serta memitigasi

risiko inflasi ke depan dalam jangka menengah-

panjang.

Pada Juli 2015, inflasi Jawa Tengah sebesar 0,92%

(mtm), lebih rendah dibandingkan dengan rata-ratanya

selama 5 tahun yang sebesar 1,41% (mtm). Inflasi pada

bulan tersebut didorong oleh kenaikan harga bahan

pangan, seperti daging ayam ras, cabai rawit dan cabai

merah, serta kenaikan tarif transportasi berupa

angkutan udara dan angkutan antar kota seiring hari

raya Idul Fitri. Ditinjau dari sumbangannya, pada Juli

2015, komoditas daging ayam ras, cabai merah dan

rawit mencatatkan sumbangan inflasi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan Juli 2014.

Inflasi kemudian melambat pada Agustus 2015.

Inflasi tercatat sebesar 0,29% (mtm), jauh lebih rendah

dibandingkan dengan rata-rata historis bulan Agustus

selama 5 tahun yang sebesar 0,74% (mtm). Namun

demkikian, angka ini juga lebih tinggi dibandingkan

dengan rata-rata historis 5 tahun terakhir inflasi pasca

lebaran yang berada pada level 0,20% (mtm).

Penurunan tekanan inflasi ini utamanya disumbangkan

oleh tarif angkutan udara, angkutan antar kota, tarif

kereta api, dan angkutan dalam kota yang mengalami

penurunan. Sementara itu komoditas bawang merah

yang tengah memasuk i masa panen tu ru t

menyumbang penurunan inflasi. Pada Agustus 2015,

sumbangan tarif angkutan udara dan antar kota, serta

bawang merah relatif stabil dibandingkan dengan

bulan yang sama tahun 2014.

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

% MTM

-1

0

1

2

3

4

RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015

Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015Grafik 2.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

4.93 5.38 5.90 5.62 5.16 5.44 8.33 8.41 7.79 7.89 8.21 8.06 7.96 7.57 7.08 7.15 7.47 7.26 5.03 4.36 5.00 5.01 6.19 8.22 6.79 5.76 5.69 5.99 6.28 6.15

1.09 0.70 0.70 -0.1 -0.0 0.93 3.48 1.15 -0.7 0.20 0.30 0.25 0.99 0.33 0.24 -0.1 0.23 0.74 0.71 0.46 0.22 0.52 1.36 2.25 -0.3 -0.6 0.16 0.17 0.51 0.61

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

7.5

8.0

8.5

9.0 PERSEN YOY%, MTM

Curah hujan tinggiEkspektasi mulai naik

KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap

akhir 2013Bencana

banjir

Pembatasan produksi bibit ayam

Kenaikan TTL u/P1, I3, R3, I4, B2, B3

Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg

Kenaikan harga BBM, gejolak pangan menjelang

yoy

mtm

7 8 9

6.37 6.18 5.78

0.92 0.29 -0.1

El-Nino

Tw III 2015-Penurunan TTL, Pertamax, dan elpiji 12kg

-panen komoditas bumbu -bumbuan

Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah Grafik 2.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

32 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

III - 2013 III - 2014 III - 2015

%,YOY

JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA + DKI

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA

II - 2013 II - 2014 II - 2015

%,YTD

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

10.00

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

KOMODITAS

I II

2013

Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III 2015 – Kelompok Mamin, Rokok & Tembakau

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

III IV I

2014

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

MAKANAN JADI

MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL

TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL

II III

6,54

5,50

7,98

8,81

5,43

5,45

3,66

6,77

6,90

8,36

0,44

8,28

7,61

9,13

0,36

9,40

8,04

9,24

2,73

9,56

7,79

8,86

2,79

9,59

5,61

5,53

3,08

9,10

IV

5,85

5,62

3,52

9,54

2015

5,38

4,67

3,96

10,76

I (yoy)

6,21

4,85

6,79

11,61

II (yoy) III (yoy)

5,71

4,40

6,13

10,97

III (qtq)

5,71

4,40

6,13

10,97

KOMODITAS

I II

2013

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

III IV I

2014

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN

II III

6,25

12,86

6,54

3,90

2,56

2,44

3,69

2,22

5,44

9,78

5,43

3,27

0,89

2,15

3,67

5,35

7,72

12,80

6,90

4,64

1,61

2,33

1,84

12,70

7,99

12,54

7,60

5,20

-0,01

2,48

2,52

13,27

7,08

7,17

8,04

6,14

2,75

2,94

2,95

13,04

7,26

8,61

7,79

7,13

4,16

3,52

2,91

10,07

5,00

4,79

5,61

6,68

1,87

3,87

6,12

2,58

IV

8,22

11,39

5,85

8,09

2,62

4,54

6,62

11,46

2015

5,69

5,79

5,38

7,32

2,84

4,43

6,21

4,39

I

6.15

7.72

6.21

5.91

3.13

4.34

6.04

6.38

II III

5.78

8.49

5.71

4.61

3.26

3.73

5.17

6.39

Inflasi tahunan kelompok makanan jadi, minuman,

rokok & tembakau melambat pada triwulan laporan.

Inflasi kelompok ini melambat menjadi 0,92% (qtq)

atau 5,71% (yoy) dari sebelumnya sebesar 1,59% (qtq)

atau 6,21% (yoy). Ditinjau dari sumbangannya,

kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau

memberikan andil bagi inflasi tahunan sebesar 1,16%.

Perlambatan inflasi pada kelompok makanan jadi,

minuman, rokok & tembakau utamanya disumbangkan

oleh subkelompok makanan jadi, terutama komoditas

nasi dengan lauk. Pada triwulan III 2015, komoditas ini

mencatatkan inflasi sebesar 2,83% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 4,90%(yoy).

Komoditas lainnya, seperti ayam bakar dan ayam

goreng juga turut mengalami perlambatan inflasi.

Melambatnya inflasi beberapa komoditas makanan jadi

ini disebabkan oleh normalisasi harga pasca Lebaran.

Selanjutnya, subkelompok minuman yang tidak

beralkohol juga mencatatkan penurunan inflasi, dari

sebelumnya 6,79% (yoy) menjadi 6,13% (yoy) pada

triwulan laporan. Komoditas yang menyumbangkan

perlambatan inflasi dari subkelompok ini berasal dari

komoditas gula pasir. Penurunan inflasi ini sejalan

dengan terjaganya pasokan di tengah musim giling

tebu yang berada pada bulan Juli-Oktober.

Begitu pula dengan subkelompok tembakau dan

minuman beralkohol yang mencatatkan perlambatan

perbaikan inflasi menjadi 10,97% (yoy) dari

sebelumnya 11,61% (yoy). Komoditas rokok kretek dan

rokok kretek filter mengalami perlambatan penurunan

inflasi meskipun masih mengalami kenaikan harga. Di

sisi lain, rokok putih mencatatkan kenaikan inflasi yang

diperkirakan akibat meningkatnya harga bahan baku

tembakau impor.

2.2.1. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau

2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

Inflasi pada kelompok ini mengalami perlambatan

jika dibandingkan dengan triwulan lalu. Tercatat,

inflasi menurun menjadi 0,37% (qtq) atau 4,61% (yoy),

dari sebelumnya sebesar 0,45% (qtq) atau 5,91% (yoy).

Adapun kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan

bahan bakar memberikan sumbangan inflasi tahunan

sebesar 1,13% pada triwulan laporan.

35PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

No. KOTA Inflasi II - 2015 (%,YOY)

KUDUS

TEGAL

SEMARANG

CILACAP

PURWOKERTO

SURAKARTA

6.17

6.63

6.34

6.09

5.34

5.75

1

2

3

4

5

6

6.58

6.23

5.88

5.42

5.28

5.27

Inflasi III - 2015 (%,YOY)

Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah

Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

No. Komoditas Andil

Angkutan Udara

Daging Ayam Ras

Cabai Rawit

Angkutan Antarkota

Cabai Merah

0.16

0.14

0.10

0.10

0.05

1

2

3

4

5

No. Komoditas Andil

Telur Ayam Ras

Beras

Akademi/Perg. Tinggi

Cabai Rawit

Daging Ayam Ras

0.07

0.07

0.06

0.06

0.05

1

2

3

4

5

No. Komoditas Andil

Beras

Akademi/Perg. Tinggi

Kue Kering Berminyak

Emas Perhiasan

Bawang Putih

0.14

0.07

0.04

0.02

0.01

1

2

3

4

5

JULI AGUSTUS SEPTEMBER

Inflasi pada kelompok inti sepanjang triwulan III

2015 relatif terjaga. Tekanan inflasi pada kelompok ini

berasal dari meningkatnya harga sandang serta biaya

pendidikan, terutama di tingkat akademi/perguruan

tinggi. Pada September 2015, tekanan juga berasal dari

penguatan dolar AS yang berimbas pada kenaikan

harga emas perhiasan dan makanan jadi, seperti kue

ker ing berminyak. Namun demikian, inf las i

disumbangkan oleh menurunnya komoditas bahan

bangunan; meliputi semen, keramik, batu bata, dan

genting.

Sebagian besar kota pantauan inflasi di Jawa

Tengah mengalami penurunan inflasi tahunan jika

dibandingkan dengan triwulan II 2015. Kota

Cilacap merupakan kota yang mengalami penurunan

inflasi tahunan terbesar pada triwulan laporan, diikuti

oleh Kota Surakarta dan Kota Semarang.

Di sisi lain, Kota Kudus merupakan kota yang

mencatatkan kenaikan inflasi. Dari keseluruhan 6

kota yang disurvei BPS, pada triwulan III, Kota Surakarta

menjadi kota dengan inflasi terendah, sementara inflasi

tertinggi terjadi di Kota Kudus (Tabel 2.3). Kota

Semarang dan Kota Surakarta mencatatkan bobot

yang paling besar, yakni sekitar 51% dan 17% dari

inflasi Jawa Tengah. Inflasi tahunan kedua kota tersebut

turun menjadi 5,88% (yoy) dan 5,27% (yoy), dari

triwulan lalu yang sebesar 6,34% (yoy) dan 5,75%

(yoy).

Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa

Tengah relatif meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan

terendah triwulan III 2015 sebesar 1,31%, sedangkan

perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan II

2015 sebesar 1,29%.

Ditinjau berdasarkan kelompoknya, perlambatan

inflasi pada triwulan III 2015 dipengaruhi oleh

kelompok makanan jadi, minuman, rokok &

tembakau, serta kelompok perumahan, air, listrik,

gas, dan bahan bakar. Kelompok makanan jadi,

minuman, rokok, & tembakau menyumbangkan

perlambatan seiring dengan normalisasi harga

komoditas pasca Lebaran, terutama untuk komoditas

nasi dengan lauk dan gula pasir. Sementara itu,

kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar

melambat di tengah penurunan tarif listrik dan Bahan

Bakar Rumah Tangga (BBRT) pada September 2015. Di

sisi lain, beberapa kelompok masih mencatatkan inflasi

yang meningkat, yakni kelompok bahan makanan dan

kelompok sandang (Tabel 2.4).

2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok

34 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

KOMODITAS

I II

2013

Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III 2015 – Kelompok Mamin, Rokok & Tembakau

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

III IV I

2014

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

MAKANAN JADI

MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL

TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL

II III

6,54

5,50

7,98

8,81

5,43

5,45

3,66

6,77

6,90

8,36

0,44

8,28

7,61

9,13

0,36

9,40

8,04

9,24

2,73

9,56

7,79

8,86

2,79

9,59

5,61

5,53

3,08

9,10

IV

5,85

5,62

3,52

9,54

2015

5,38

4,67

3,96

10,76

I (yoy)

6,21

4,85

6,79

11,61

II (yoy) III (yoy)

5,71

4,40

6,13

10,97

III (qtq)

5,71

4,40

6,13

10,97

KOMODITAS

I II

2013

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

III IV I

2014

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN

II III

6,25

12,86

6,54

3,90

2,56

2,44

3,69

2,22

5,44

9,78

5,43

3,27

0,89

2,15

3,67

5,35

7,72

12,80

6,90

4,64

1,61

2,33

1,84

12,70

7,99

12,54

7,60

5,20

-0,01

2,48

2,52

13,27

7,08

7,17

8,04

6,14

2,75

2,94

2,95

13,04

7,26

8,61

7,79

7,13

4,16

3,52

2,91

10,07

5,00

4,79

5,61

6,68

1,87

3,87

6,12

2,58

IV

8,22

11,39

5,85

8,09

2,62

4,54

6,62

11,46

2015

5,69

5,79

5,38

7,32

2,84

4,43

6,21

4,39

I

6.15

7.72

6.21

5.91

3.13

4.34

6.04

6.38

II III

5.78

8.49

5.71

4.61

3.26

3.73

5.17

6.39

Inflasi tahunan kelompok makanan jadi, minuman,

rokok & tembakau melambat pada triwulan laporan.

Inflasi kelompok ini melambat menjadi 0,92% (qtq)

atau 5,71% (yoy) dari sebelumnya sebesar 1,59% (qtq)

atau 6,21% (yoy). Ditinjau dari sumbangannya,

kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau

memberikan andil bagi inflasi tahunan sebesar 1,16%.

Perlambatan inflasi pada kelompok makanan jadi,

minuman, rokok & tembakau utamanya disumbangkan

oleh subkelompok makanan jadi, terutama komoditas

nasi dengan lauk. Pada triwulan III 2015, komoditas ini

mencatatkan inflasi sebesar 2,83% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 4,90%(yoy).

Komoditas lainnya, seperti ayam bakar dan ayam

goreng juga turut mengalami perlambatan inflasi.

Melambatnya inflasi beberapa komoditas makanan jadi

ini disebabkan oleh normalisasi harga pasca Lebaran.

Selanjutnya, subkelompok minuman yang tidak

beralkohol juga mencatatkan penurunan inflasi, dari

sebelumnya 6,79% (yoy) menjadi 6,13% (yoy) pada

triwulan laporan. Komoditas yang menyumbangkan

perlambatan inflasi dari subkelompok ini berasal dari

komoditas gula pasir. Penurunan inflasi ini sejalan

dengan terjaganya pasokan di tengah musim giling

tebu yang berada pada bulan Juli-Oktober.

Begitu pula dengan subkelompok tembakau dan

minuman beralkohol yang mencatatkan perlambatan

perbaikan inflasi menjadi 10,97% (yoy) dari

sebelumnya 11,61% (yoy). Komoditas rokok kretek dan

rokok kretek filter mengalami perlambatan penurunan

inflasi meskipun masih mengalami kenaikan harga. Di

sisi lain, rokok putih mencatatkan kenaikan inflasi yang

diperkirakan akibat meningkatnya harga bahan baku

tembakau impor.

2.2.1. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau

2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

Inflasi pada kelompok ini mengalami perlambatan

jika dibandingkan dengan triwulan lalu. Tercatat,

inflasi menurun menjadi 0,37% (qtq) atau 4,61% (yoy),

dari sebelumnya sebesar 0,45% (qtq) atau 5,91% (yoy).

Adapun kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan

bahan bakar memberikan sumbangan inflasi tahunan

sebesar 1,13% pada triwulan laporan.

35PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

No. KOTA Inflasi II - 2015 (%,YOY)

KUDUS

TEGAL

SEMARANG

CILACAP

PURWOKERTO

SURAKARTA

6.17

6.63

6.34

6.09

5.34

5.75

1

2

3

4

5

6

6.58

6.23

5.88

5.42

5.28

5.27

Inflasi III - 2015 (%,YOY)

Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah

Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

No. Komoditas Andil

Angkutan Udara

Daging Ayam Ras

Cabai Rawit

Angkutan Antarkota

Cabai Merah

0.16

0.14

0.10

0.10

0.05

1

2

3

4

5

No. Komoditas Andil

Telur Ayam Ras

Beras

Akademi/Perg. Tinggi

Cabai Rawit

Daging Ayam Ras

0.07

0.07

0.06

0.06

0.05

1

2

3

4

5

No. Komoditas Andil

Beras

Akademi/Perg. Tinggi

Kue Kering Berminyak

Emas Perhiasan

Bawang Putih

0.14

0.07

0.04

0.02

0.01

1

2

3

4

5

JULI AGUSTUS SEPTEMBER

Inflasi pada kelompok inti sepanjang triwulan III

2015 relatif terjaga. Tekanan inflasi pada kelompok ini

berasal dari meningkatnya harga sandang serta biaya

pendidikan, terutama di tingkat akademi/perguruan

tinggi. Pada September 2015, tekanan juga berasal dari

penguatan dolar AS yang berimbas pada kenaikan

harga emas perhiasan dan makanan jadi, seperti kue

ker ing berminyak. Namun demikian, inf las i

disumbangkan oleh menurunnya komoditas bahan

bangunan; meliputi semen, keramik, batu bata, dan

genting.

Sebagian besar kota pantauan inflasi di Jawa

Tengah mengalami penurunan inflasi tahunan jika

dibandingkan dengan triwulan II 2015. Kota

Cilacap merupakan kota yang mengalami penurunan

inflasi tahunan terbesar pada triwulan laporan, diikuti

oleh Kota Surakarta dan Kota Semarang.

Di sisi lain, Kota Kudus merupakan kota yang

mencatatkan kenaikan inflasi. Dari keseluruhan 6

kota yang disurvei BPS, pada triwulan III, Kota Surakarta

menjadi kota dengan inflasi terendah, sementara inflasi

tertinggi terjadi di Kota Kudus (Tabel 2.3). Kota

Semarang dan Kota Surakarta mencatatkan bobot

yang paling besar, yakni sekitar 51% dan 17% dari

inflasi Jawa Tengah. Inflasi tahunan kedua kota tersebut

turun menjadi 5,88% (yoy) dan 5,27% (yoy), dari

triwulan lalu yang sebesar 6,34% (yoy) dan 5,75%

(yoy).

Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa

Tengah relatif meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan

terendah triwulan III 2015 sebesar 1,31%, sedangkan

perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan II

2015 sebesar 1,29%.

Ditinjau berdasarkan kelompoknya, perlambatan

inflasi pada triwulan III 2015 dipengaruhi oleh

kelompok makanan jadi, minuman, rokok &

tembakau, serta kelompok perumahan, air, listrik,

gas, dan bahan bakar. Kelompok makanan jadi,

minuman, rokok, & tembakau menyumbangkan

perlambatan seiring dengan normalisasi harga

komoditas pasca Lebaran, terutama untuk komoditas

nasi dengan lauk dan gula pasir. Sementara itu,

kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar

melambat di tengah penurunan tarif listrik dan Bahan

Bakar Rumah Tangga (BBRT) pada September 2015. Di

sisi lain, beberapa kelompok masih mencatatkan inflasi

yang meningkat, yakni kelompok bahan makanan dan

kelompok sandang (Tabel 2.4).

2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok

34 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

2.3.1. Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices tercatat

melambat pada periode laporan. Inflasi kelompok

administered prices pada triwulan III 2015 turun

menjadi 0,72% (qtq) dan 9,52% (yoy), dari sebelumnya

2,71% (qtq) atau 11,01% (yoy). Penurunan harga

utamanya didorong oleh penurunan tarif listrik di bulan

September 2015 untuk beberapa golongan. Hal ini

ditambah dengan penurunan harga elpiji 12 kg serta

BBM Pertamax dan Pertalite di tengah penurunan harga

minyak dunia. Seluruh kebijakan tersebut mendorong

tekanan inflasi menurun di akhir triwulan laporan.

Inflasi kelompok administered prices periode

laporan juga tercatat lebih rendah dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Tercatat inflasi triwulan laporan sebesar 0,72% (qtq)

jauh lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang

sebesar 2,09% (qtq). Secara keseluruhan, inflasi

kelompok ini tercatat lebih rendah dibandingkan

historis lima tahun terakhir yang sebesar 2,84% (qtq)

(Grafik 2.17).

Penurunan inflasi kelompok administered prices

didorong oleh penurunan subkelompok bahan

bakar, penerangan, dan air. Penurunan tarif listrik

beberapa golongan mendorong penurunan inflasi

demikian halnya dengan komoditas elpiji dan

komoditas bensin. Semenjak 16 September 2015,

harga rata-rata elpiji 12 kilogram (kg) turun dari Rp

142.000 menjadi Rp 135.300 per tabung. Sementara

itu, harga Pertamax dan Pertalite mengalami

penurunan seiring dengan pelemahan harga minyak

dunia. Per 1 September 2015, harga Pertamax yang

sebelumnya berada Rp9.350 turun menjadi Rp9.000.

Begitu pula dengan Pertalite yang turun tipis sebesar

Rp100 sehingga berada di angka Rp8.300 (Grafik

2.12).

37PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERSEN, MTM

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

2012 2013 2014 20152011

Inflasi Tarif ListrikGrafik 2.11Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

2.84

1.28

7.71

2.09

0.72

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00 %, QTQ

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Rata-rata2010-2014

III - 2012 III - 2013 III - 2014 III - 2015

Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokAdministered Prices Triwulan III

Grafik 2.9

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30 %, MTMHarga naik per 22 Juni 2013RON 88 (Rp/L): 6.500 dari 4.500Solar (Rp/L): 5.500 dari 4.500,00 Harga naik per 18 November 2014

Ron 88 (Rp/L) : 8.500 dari 6.500Solar (Rp/L) : 7.500 dari 5.500

Harga turun per 1 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 7.600,00 dari 8.500,00

Harga turun per 19 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 6,600 dari 7.600,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9

2015

Harga naik per 1 Maret 2015Ron 88 (Rp/L) : 6.800 dari 6.600

Harga naik per 28 Maret 2015 Ron 88 (Rp/L) : 7.300 dari 6.800

Solar (Rp/L) : 6.900 dari 6.400

Harga naik per 1 Juni 2015 untuk BBM Non-subsidi

Perkembangan Inflasi Bulanan BensinGrafik 2.12Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

0

5

10

15

20

25

II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015

%, YOY

2012

TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPORBAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Administered Prices

Grafik 2.10Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Penurunan terjadi di seluruh subkelompok, dan

utamanya bersumber dari penurunan inflasi

subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air.

Adapun komoditas yang menyumbangkan penurunan

inflasi ialah tarif listrik. Pemerintah memutuskan untuk

menyesuaikan tarif listrik di tengah penurunan harga

minyak mentah Indonesia (ICP).

Subkelompok biaya tempat tinggal juga mencatatkan

penurunan inflasi dari 2,63% (yoy) dari sebelumnya

3,08% (yoy) pada triwulan II 2015. Beberapa

komoditas yang menyumbangkan penurunan inflasi

meliputi asbes, batu, besi beton, dan keramik.

Subkelompok lainnya, yakni perlengkapan dan

penyelenggaraan rumah tangga juga mencatatkan

penurunan inflasi pada triwulan laporan.

2.2.3. Kelompok Lainnya

Kelompok bahan makanan mencatatkan

kenaikan inflasi tahunan dibandingkan dengan

periode laporan sebelumnya. Pada awal triwulan III

2015, kenaikan harga komoditas pangan di tengah

Ramadhan dan Idul Fitri menyebabkan inflasi kelompok

ini tercatat tinggi. Inflasi kelompok bahan makanan

Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

CORE VF ADM PRICE

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

% YOY

III

Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.8

% MTM

CORE VF ADM PRICE-4

-2

0

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

7 8 9

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

KOMODITAS

I II

2013

Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III 2015 – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

III IV I

2014

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR

BIAYA TEMPAT TINGGAL

BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR

PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA

PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA

II III

3,09

4,35

0,44

0,24

4,55

3,90

5,60

1,16

1,29

4,01

4,64

5,73

4,16

2,29

2,49

5,20

5,73

5,92

3,60

2,56

6,14

6,07

8,29

3,93

3,67

7,13

7,36

8,63

4,32

4,61

6,68

5,59

11,16

4,01

4,61

IV

8,09

6,41

15,31

3,77

4,37

2015

7,32

4,94

15,37

3,61

4,88

I (yoy)

5,91

3,08

14,38

3,18

4,27

II (yoy) III (yoy)

4,61

2,63

9,83

3,11

4,10

III (qtq)

0,37

0,30

0,09

0,62

1,01

tercatat sebesar 8,49% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 7,72% (yoy). Inflasi

di kelompok bahan makanan terutama disebabkan

oleh subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan

hasilnya dengan komoditas beras. Begitu pula dengan

kelompok sandang yang meningkat seiring dengan

meningkatnya permintaan masyarakat akan pembelian

pakaian menjelang Lebaran. Inflasi kelompok sandang

sebesar 3,26% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan lalu sebesar 3,13% (yoy).

Berdasarkan disagregasinya, inflasi kelompok

administered prices dan inti mengalami

penurunan di triwulan laporan. Penurunan tersebut

berasal dari kelompok administered prices, yakni dari

11,01% (yoy) menjadi 9,52% (yoy). Begitu pula dengan

inflasi inti menurun menjadi 3,75% (yoy), dari

sebelumnya 4,18% (yoy). Di sisi lain, kelompok volatile

food mencatatkan inflasi sebesar 8,56% (yoy),

meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar

7,82% (yoy) (Grafik 2.7).

2.3 Disagregasi Inflasi

36 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

2.3.1. Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices tercatat

melambat pada periode laporan. Inflasi kelompok

administered prices pada triwulan III 2015 turun

menjadi 0,72% (qtq) dan 9,52% (yoy), dari sebelumnya

2,71% (qtq) atau 11,01% (yoy). Penurunan harga

utamanya didorong oleh penurunan tarif listrik di bulan

September 2015 untuk beberapa golongan. Hal ini

ditambah dengan penurunan harga elpiji 12 kg serta

BBM Pertamax dan Pertalite di tengah penurunan harga

minyak dunia. Seluruh kebijakan tersebut mendorong

tekanan inflasi menurun di akhir triwulan laporan.

Inflasi kelompok administered prices periode

laporan juga tercatat lebih rendah dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Tercatat inflasi triwulan laporan sebesar 0,72% (qtq)

jauh lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang

sebesar 2,09% (qtq). Secara keseluruhan, inflasi

kelompok ini tercatat lebih rendah dibandingkan

historis lima tahun terakhir yang sebesar 2,84% (qtq)

(Grafik 2.17).

Penurunan inflasi kelompok administered prices

didorong oleh penurunan subkelompok bahan

bakar, penerangan, dan air. Penurunan tarif listrik

beberapa golongan mendorong penurunan inflasi

demikian halnya dengan komoditas elpiji dan

komoditas bensin. Semenjak 16 September 2015,

harga rata-rata elpiji 12 kilogram (kg) turun dari Rp

142.000 menjadi Rp 135.300 per tabung. Sementara

itu, harga Pertamax dan Pertalite mengalami

penurunan seiring dengan pelemahan harga minyak

dunia. Per 1 September 2015, harga Pertamax yang

sebelumnya berada Rp9.350 turun menjadi Rp9.000.

Begitu pula dengan Pertalite yang turun tipis sebesar

Rp100 sehingga berada di angka Rp8.300 (Grafik

2.12).

37PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERSEN, MTM

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

2012 2013 2014 20152011

Inflasi Tarif ListrikGrafik 2.11Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

2.84

1.28

7.71

2.09

0.72

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00 %, QTQ

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Rata-rata2010-2014

III - 2012 III - 2013 III - 2014 III - 2015

Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokAdministered Prices Triwulan III

Grafik 2.9

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30 %, MTMHarga naik per 22 Juni 2013RON 88 (Rp/L): 6.500 dari 4.500Solar (Rp/L): 5.500 dari 4.500,00 Harga naik per 18 November 2014

Ron 88 (Rp/L) : 8.500 dari 6.500Solar (Rp/L) : 7.500 dari 5.500

Harga turun per 1 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 7.600,00 dari 8.500,00

Harga turun per 19 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 6,600 dari 7.600,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9

2015

Harga naik per 1 Maret 2015Ron 88 (Rp/L) : 6.800 dari 6.600

Harga naik per 28 Maret 2015 Ron 88 (Rp/L) : 7.300 dari 6.800

Solar (Rp/L) : 6.900 dari 6.400

Harga naik per 1 Juni 2015 untuk BBM Non-subsidi

Perkembangan Inflasi Bulanan BensinGrafik 2.12Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

0

5

10

15

20

25

II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015

%, YOY

2012

TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPORBAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Administered Prices

Grafik 2.10Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Penurunan terjadi di seluruh subkelompok, dan

utamanya bersumber dari penurunan inflasi

subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air.

Adapun komoditas yang menyumbangkan penurunan

inflasi ialah tarif listrik. Pemerintah memutuskan untuk

menyesuaikan tarif listrik di tengah penurunan harga

minyak mentah Indonesia (ICP).

Subkelompok biaya tempat tinggal juga mencatatkan

penurunan inflasi dari 2,63% (yoy) dari sebelumnya

3,08% (yoy) pada triwulan II 2015. Beberapa

komoditas yang menyumbangkan penurunan inflasi

meliputi asbes, batu, besi beton, dan keramik.

Subkelompok lainnya, yakni perlengkapan dan

penyelenggaraan rumah tangga juga mencatatkan

penurunan inflasi pada triwulan laporan.

2.2.3. Kelompok Lainnya

Kelompok bahan makanan mencatatkan

kenaikan inflasi tahunan dibandingkan dengan

periode laporan sebelumnya. Pada awal triwulan III

2015, kenaikan harga komoditas pangan di tengah

Ramadhan dan Idul Fitri menyebabkan inflasi kelompok

ini tercatat tinggi. Inflasi kelompok bahan makanan

Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

CORE VF ADM PRICE

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

% YOY

III

Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.8

% MTM

CORE VF ADM PRICE-4

-2

0

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

7 8 9

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

KOMODITAS

I II

2013

Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III 2015 – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

III IV I

2014

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR

BIAYA TEMPAT TINGGAL

BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR

PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA

PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA

II III

3,09

4,35

0,44

0,24

4,55

3,90

5,60

1,16

1,29

4,01

4,64

5,73

4,16

2,29

2,49

5,20

5,73

5,92

3,60

2,56

6,14

6,07

8,29

3,93

3,67

7,13

7,36

8,63

4,32

4,61

6,68

5,59

11,16

4,01

4,61

IV

8,09

6,41

15,31

3,77

4,37

2015

7,32

4,94

15,37

3,61

4,88

I (yoy)

5,91

3,08

14,38

3,18

4,27

II (yoy) III (yoy)

4,61

2,63

9,83

3,11

4,10

III (qtq)

0,37

0,30

0,09

0,62

1,01

tercatat sebesar 8,49% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 7,72% (yoy). Inflasi

di kelompok bahan makanan terutama disebabkan

oleh subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan

hasilnya dengan komoditas beras. Begitu pula dengan

kelompok sandang yang meningkat seiring dengan

meningkatnya permintaan masyarakat akan pembelian

pakaian menjelang Lebaran. Inflasi kelompok sandang

sebesar 3,26% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan lalu sebesar 3,13% (yoy).

Berdasarkan disagregasinya, inflasi kelompok

administered prices dan inti mengalami

penurunan di triwulan laporan. Penurunan tersebut

berasal dari kelompok administered prices, yakni dari

11,01% (yoy) menjadi 9,52% (yoy). Begitu pula dengan

inflasi inti menurun menjadi 3,75% (yoy), dari

sebelumnya 4,18% (yoy). Di sisi lain, kelompok volatile

food mencatatkan inflasi sebesar 8,56% (yoy),

meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar

7,82% (yoy) (Grafik 2.7).

2.3 Disagregasi Inflasi

36 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

INDEKS

150

155

160

165

170

175

180

185

190

195

200

EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

7 8 9

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan HargaGrafik 2.17

BULAN YAD3 BULAN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

INDEKS

7 8 9130

140

150

160

170

180

190

200

Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia

Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.18

tren output gap yang cenderung meningkat (Grafik

2.16). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat

pelemahan daya beli masyarakat pada triwulan

laporan.

Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan

inflasi pada triwulan III 2015 ini sejalan dengan

ekspektasi harga 6 bulan ke depan oleh

masyarakat. Demikian halnya dengan hasil Survei

Pedagang Eceran yang menyatakan penurunan inflasi

pada triwulan III sejalan dengan ekspektasi harga 3

bulan mendatang (Grafik 2.23 dan Grafik 2.24).

Tekanan inflasi dari faktor eksternal menurun

pada triwulan laporan, meskipun terjadi

penguatan kurs Dolar AS. Tekanan imported

inflation yang tercermin dari kelompok inti traded

mencatatkan penurunan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut terjadi di

tengah melemahnya kurs Rupiah pada triwulan

laporan. Pada triwulan III, rata-rata nilai tukar Rupiah

terhadap Dolar AS sebesar Rp13.856,65, atau

melemah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 3Rp13.127,15.

2.3.3. Kelompok Volatile FoodInflasi tahunan volatile food meningkat pada periode

laporan. Inflasi volatile food tercatat sebesar 8,56%

(yoy), naik dibandingkan triwulan lalu sebesar 7,82%

(yoy). Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan rata-rata

lima tahun yang sebesar 7,92% (yoy). Kenaikan ini

utamanya disumbangkan oleh komoditas beras seiring

dengan berkurangnya pasokan di tengah musim

kemarau.

Meskipun demik ian , inf las i t r iwulanan

mencatatkan penurunan, dari sebelumnya 2,23%

(qtq) pada triwulan II 2015 menjadi 1,63% (qtq) pada

triwulan III 2015. Penurunan ini didorong oleh

normalisasi harga komoditas pangan pasca Ramadhan

dan Idul Fitri. Hal tersebut terlihat dari pola inflasi

bulanan. Pada bulan Juli, inflasi kelompok ini sempat

meningkat seiring adanya momen Idul Fitri. Namun

demikian, pada bulan Agustus dan September, terjadi

penurunan inflasi di tengah meredanya permintaan dan

terjaganya pasokan.

Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti TradedGrafik 2.19

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

I II III IV

% QTQ

II III IVI II III IV I

% YOY

2012 2013 2014I

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

QTQ (SKALA KANAN) YOY

II2015

III

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Bloomberg.3.

39PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Di sisi lain, Peraturan Menteri Perhubungan No.

126/2015 yang menginstruksikan penyesuaian batas

atas dan bawah tarif angkutan udara meningkat

sebesar 10% dan batas bawah dikoreksi dari

sebelumnya sebesar 40% dari batas atasnya menjadi

30%, menyebabkan deflasi tidak sedalam sebelumnya

Sementara itu, kenaikan harga komoditas rokok kretek

meningkat di akhir triwulan III 2015 karena kenaikan

cukai rokok.

2.3.2. Kelompok IntiInflasi kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi

kelompok inti turun menjadi 3,75% (yoy) dari

sebelumnya 4,18% (yoy) pada triwulan lalu.

Berdasarkan historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih

rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang

sebesar 3,81% (yoy). Penurunan ini terjadi baik pada

subkelompok non-traded dan traded. Dari sisi

permintaan, melambatnya inflasi inti disumbang oleh

menurunnya harga komoditas bahan bangunan,

meliputi semen, keramik, batu bata, dan genting.

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Angkutan UdaraGrafik 2.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Perkembangan Inflasi Rokok KretekGrafik 2.14Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Meskipun demik ian , inf las i t r iwulanan

mencatatkan kenaikan, dari sebelumnya 0,58%

(qtq) menjadi 0,93% (qtq) pada triwulan laporan.

Ditinjau dari subkelompoknya, kenaikan ini didorong

oleh peningkatan inflasi inti non-traded, terutama

terkait peningkatan harga sandang. Berdasarkan

historisnya, inflasi inti triwulanan ini lebih rendah

dibandingkan historis lima tahun terakhir yang sebesar

1,67% (qtq).

Inflasi kelompok inti mencatatkan angka yang

lebih rendah dibandingkan periode yang sama

pada tahun lalu. Pada triwulan III 2014, inflasi inti

tercatat sebesar 1,35% (qtq) atau 4,17% (yoy) (Grafik

2.15).

Menurunnya tekanan inflasi di kelompok inti

terkonfirmasi dari penurunan ekspektasi harga

oleh masyarakat semenjak 6 bulan lalu. Namun

demikian, penurunan inflasi inti ini tidak terlihat dari

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok IntiTriwulan III

Grafik 2.15

INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN

-4.0

-3.0

-2.0

-1.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

%,YOY %

III

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Non Traded

Grafik 2.16

38 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

1.67

2.39

1.35

0.93

Rata-rata2010-2014

III - 2012 III - 2013 III - 2014

INDEKS

150

155

160

165

170

175

180

185

190

195

200

EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

7 8 9

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan HargaGrafik 2.17

BULAN YAD3 BULAN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

INDEKS

7 8 9130

140

150

160

170

180

190

200

Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia

Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.18

tren output gap yang cenderung meningkat (Grafik

2.16). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat

pelemahan daya beli masyarakat pada triwulan

laporan.

Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan

inflasi pada triwulan III 2015 ini sejalan dengan

ekspektasi harga 6 bulan ke depan oleh

masyarakat. Demikian halnya dengan hasil Survei

Pedagang Eceran yang menyatakan penurunan inflasi

pada triwulan III sejalan dengan ekspektasi harga 3

bulan mendatang (Grafik 2.23 dan Grafik 2.24).

Tekanan inflasi dari faktor eksternal menurun

pada triwulan laporan, meskipun terjadi

penguatan kurs Dolar AS. Tekanan imported

inflation yang tercermin dari kelompok inti traded

mencatatkan penurunan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut terjadi di

tengah melemahnya kurs Rupiah pada triwulan

laporan. Pada triwulan III, rata-rata nilai tukar Rupiah

terhadap Dolar AS sebesar Rp13.856,65, atau

melemah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 3Rp13.127,15.

2.3.3. Kelompok Volatile FoodInflasi tahunan volatile food meningkat pada periode

laporan. Inflasi volatile food tercatat sebesar 8,56%

(yoy), naik dibandingkan triwulan lalu sebesar 7,82%

(yoy). Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan rata-rata

lima tahun yang sebesar 7,92% (yoy). Kenaikan ini

utamanya disumbangkan oleh komoditas beras seiring

dengan berkurangnya pasokan di tengah musim

kemarau.

Meskipun demik ian , inf las i t r iwulanan

mencatatkan penurunan, dari sebelumnya 2,23%

(qtq) pada triwulan II 2015 menjadi 1,63% (qtq) pada

triwulan III 2015. Penurunan ini didorong oleh

normalisasi harga komoditas pangan pasca Ramadhan

dan Idul Fitri. Hal tersebut terlihat dari pola inflasi

bulanan. Pada bulan Juli, inflasi kelompok ini sempat

meningkat seiring adanya momen Idul Fitri. Namun

demikian, pada bulan Agustus dan September, terjadi

penurunan inflasi di tengah meredanya permintaan dan

terjaganya pasokan.

Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti TradedGrafik 2.19

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

I II III IV

% QTQ

II III IVI II III IV I

% YOY

2012 2013 2014I

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

QTQ (SKALA KANAN) YOY

II2015

III

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Bloomberg.3.

39PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Di sisi lain, Peraturan Menteri Perhubungan No.

126/2015 yang menginstruksikan penyesuaian batas

atas dan bawah tarif angkutan udara meningkat

sebesar 10% dan batas bawah dikoreksi dari

sebelumnya sebesar 40% dari batas atasnya menjadi

30%, menyebabkan deflasi tidak sedalam sebelumnya

Sementara itu, kenaikan harga komoditas rokok kretek

meningkat di akhir triwulan III 2015 karena kenaikan

cukai rokok.

2.3.2. Kelompok IntiInflasi kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi

kelompok inti turun menjadi 3,75% (yoy) dari

sebelumnya 4,18% (yoy) pada triwulan lalu.

Berdasarkan historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih

rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang

sebesar 3,81% (yoy). Penurunan ini terjadi baik pada

subkelompok non-traded dan traded. Dari sisi

permintaan, melambatnya inflasi inti disumbang oleh

menurunnya harga komoditas bahan bangunan,

meliputi semen, keramik, batu bata, dan genting.

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Angkutan UdaraGrafik 2.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Perkembangan Inflasi Rokok KretekGrafik 2.14Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Meskipun demik ian , inf las i t r iwulanan

mencatatkan kenaikan, dari sebelumnya 0,58%

(qtq) menjadi 0,93% (qtq) pada triwulan laporan.

Ditinjau dari subkelompoknya, kenaikan ini didorong

oleh peningkatan inflasi inti non-traded, terutama

terkait peningkatan harga sandang. Berdasarkan

historisnya, inflasi inti triwulanan ini lebih rendah

dibandingkan historis lima tahun terakhir yang sebesar

1,67% (qtq).

Inflasi kelompok inti mencatatkan angka yang

lebih rendah dibandingkan periode yang sama

pada tahun lalu. Pada triwulan III 2014, inflasi inti

tercatat sebesar 1,35% (qtq) atau 4,17% (yoy) (Grafik

2.15).

Menurunnya tekanan inflasi di kelompok inti

terkonfirmasi dari penurunan ekspektasi harga

oleh masyarakat semenjak 6 bulan lalu. Namun

demikian, penurunan inflasi inti ini tidak terlihat dari

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok IntiTriwulan III

Grafik 2.15

INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN

-4.0

-3.0

-2.0

-1.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

%,YOY %

III

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Non Traded

Grafik 2.16

38 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

1.67

2.39

1.35

0.93

Rata-rata2010-2014

III - 2012 III - 2013 III - 2014

20132012 201520142011

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Inflasi Bulanan Komoditas Telur Ayam RasGrafik 2.28

20132012 201520142011

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Inflasi Bulanan Komoditas Daging Ayam RasGrafik 2.27

20132012 201520142011

-6

-4

-2

0

2

4

6

8 %, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Inflasi Bulanan Komoditas LeleGrafik 2.25

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

20132012 201520142011

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolahInflasi Bulanan Komoditas MujairGrafik 2.26

daging dan hasilnya mencatatkan deflasi lebih dalam

menjadi -2,13% (yoy) dari sebelumnya -1,63% (yoy).

Sementara itu, inflasi kelompok telur, susu, dan hasil-

hasilnya, serta inflasi kelompok bumbu-bumbuan turun

masing-masing tercatat sebesar 4,12% (yoy) dan

33,80%, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2015

yang sebesar 5,14% (yoy) dan 38,87% (yoy).

Pada akhir triwulan III 2015, deflasi tahunan

kelompok daging utamanya berasal dari

komodi tas dag ing ayam ras d i tengah

melimpahnya pasokan. Komoditas ini mencatatkan

deflasi yang lebih dalam, dari -3,48% (yoy) menjadi -

8,43% (yoy) (Grafik 2.27).

Di sisi lain, perlambatan inflasi kelompok bumbu-

bumbuan utamanya didorong oleh cabai merah

dan bawang merah yang tengah memasuki masa

panen di akhir triwulan III 2015 (Grafik 2.26 & 2.27).

Bawang merah mengalami penurunan inflasi menjadi

21,92% (yoy), dari sebelumnya 36,38% (yoy) pada

triwulan lalu di tengah peningkatan produksi panen di

sentra produksi, terutama Brebes.

Sumber: BPS, diolah

20132012 201520142011

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80 %, MTM

Sumber: BPS, diolah

Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.29

20132012 201520142011

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

Inflasi Bulanan Bawang MerahGrafik 2.30

41PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

%, YOY

II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 20152012-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

I

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYAIKAN SEGAR TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food

Grafik 2.22

%, YOY

II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 20152012

I

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGANBUAH-BUAHAN BUMBU-BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food

Grafik 2.23

20132012

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00 %, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

RATA-RATA 2010-2014 20152014

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Inflasi BulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan III

Grafik 2.20

3.15

1.75

5.35

0.931.63

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00 %,QTQ

RATA-RATA2010-2014

III - 2012 III - 2013 III - 2014 III - 2015

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan III

Grafik 2.21

Inflasi kelompok volatile food tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Tercatat angka inflasi triwulan III 2014

sebesar 3,82% (qtq) atau 7,99% (yoy). Meningkatnya

inflasi di triwulan ini terutama didorong oleh

subkelompok padi-padian dan subkelompok ikan segar

dengan inflasi masing-masing sebesar 13,47% (yoy)

dan 11,51% (yoy) (Grafik 2.22).

Inflasi pada subkelompok padi-padian, umbi-

umbian, dan hasilnya meningkat menjadi 13,47%

(yoy) dari sebelumnya 9,14% (yoy). Adapun komoditas

yang menyumbangkan inflasi berasal dari komoditas

beras dengan sumbangan inflasi tahunan sebesar

0,66% (Grafik 2.24). Peningkatan inflasi ini didorong

oleh menipisnya pasokan seiring dengan masuknya

musim tanam di tengah musim kemarau yang

berkepanjangan. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah

menyatakan bahwa masa panen dapat mundur hingga

bulan April 2016.

Pada subkelompok ikan segar, inflasi meningkat

menjadi 11,51% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan lalu yang sebesar 8,03% (yoy). Adapun

komoditas yang memberikan sumbangan inflasi

berasal dari komoditas lele dan mujair.

Di lain pihak, beberapa kelompok lainnya

mencatatkan penurunan inflasi, meliputi

kelompok daging-dagingan dan hasilnya,

kelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya serta

kelompok bumbu-bumbuan. Kelompok daging-

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

20132012 201520142011

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Inflasi Bulanan Komoditas BerasGrafik 2.24

40 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

20132012 201520142011

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Inflasi Bulanan Komoditas Telur Ayam RasGrafik 2.28

20132012 201520142011

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Inflasi Bulanan Komoditas Daging Ayam RasGrafik 2.27

20132012 201520142011

-6

-4

-2

0

2

4

6

8 %, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Inflasi Bulanan Komoditas LeleGrafik 2.25

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

20132012 201520142011

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolahInflasi Bulanan Komoditas MujairGrafik 2.26

daging dan hasilnya mencatatkan deflasi lebih dalam

menjadi -2,13% (yoy) dari sebelumnya -1,63% (yoy).

Sementara itu, inflasi kelompok telur, susu, dan hasil-

hasilnya, serta inflasi kelompok bumbu-bumbuan turun

masing-masing tercatat sebesar 4,12% (yoy) dan

33,80%, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2015

yang sebesar 5,14% (yoy) dan 38,87% (yoy).

Pada akhir triwulan III 2015, deflasi tahunan

kelompok daging utamanya berasal dari

komodi tas dag ing ayam ras d i tengah

melimpahnya pasokan. Komoditas ini mencatatkan

deflasi yang lebih dalam, dari -3,48% (yoy) menjadi -

8,43% (yoy) (Grafik 2.27).

Di sisi lain, perlambatan inflasi kelompok bumbu-

bumbuan utamanya didorong oleh cabai merah

dan bawang merah yang tengah memasuki masa

panen di akhir triwulan III 2015 (Grafik 2.26 & 2.27).

Bawang merah mengalami penurunan inflasi menjadi

21,92% (yoy), dari sebelumnya 36,38% (yoy) pada

triwulan lalu di tengah peningkatan produksi panen di

sentra produksi, terutama Brebes.

Sumber: BPS, diolah

20132012 201520142011

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80 %, MTM

Sumber: BPS, diolah

Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.29

20132012 201520142011

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

Inflasi Bulanan Bawang MerahGrafik 2.30

41PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

%, YOY

II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 20152012-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

I

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYAIKAN SEGAR TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food

Grafik 2.22

%, YOY

II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 20152012

I

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGANBUAH-BUAHAN BUMBU-BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food

Grafik 2.23

20132012

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00 %, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

RATA-RATA 2010-2014 20152014

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Inflasi BulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan III

Grafik 2.20

3.15

1.75

5.35

0.931.63

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00 %,QTQ

RATA-RATA2010-2014

III - 2012 III - 2013 III - 2014 III - 2015

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan III

Grafik 2.21

Inflasi kelompok volatile food tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Tercatat angka inflasi triwulan III 2014

sebesar 3,82% (qtq) atau 7,99% (yoy). Meningkatnya

inflasi di triwulan ini terutama didorong oleh

subkelompok padi-padian dan subkelompok ikan segar

dengan inflasi masing-masing sebesar 13,47% (yoy)

dan 11,51% (yoy) (Grafik 2.22).

Inflasi pada subkelompok padi-padian, umbi-

umbian, dan hasilnya meningkat menjadi 13,47%

(yoy) dari sebelumnya 9,14% (yoy). Adapun komoditas

yang menyumbangkan inflasi berasal dari komoditas

beras dengan sumbangan inflasi tahunan sebesar

0,66% (Grafik 2.24). Peningkatan inflasi ini didorong

oleh menipisnya pasokan seiring dengan masuknya

musim tanam di tengah musim kemarau yang

berkepanjangan. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah

menyatakan bahwa masa panen dapat mundur hingga

bulan April 2016.

Pada subkelompok ikan segar, inflasi meningkat

menjadi 11,51% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan lalu yang sebesar 8,03% (yoy). Adapun

komoditas yang memberikan sumbangan inflasi

berasal dari komoditas lele dan mujair.

Di lain pihak, beberapa kelompok lainnya

mencatatkan penurunan inflasi, meliputi

kelompok daging-dagingan dan hasilnya,

kelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya serta

kelompok bumbu-bumbuan. Kelompok daging-

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

20132012 201520142011

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Inflasi Bulanan Komoditas BerasGrafik 2.24

40 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

2015 TW II 2015 TW IIICILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

0

2

4

6

8

10

12 % YOY

BAHANMAKANAN

MAKANANJADI,ROKOK

PERUMAHAN,AIR, LISTRIK

SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPORCILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw III 2015Grafik 2.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

1

2

3

4

5

6

7

Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

43PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Secara umum, lima dari enam kota yang disurvei

oleh BPS di Jawa Tengah mencatatkan penurunan

inflasi. Perlambatan inflasi terbesar terjadi di Kota

Cilacap, dari sebelumnya 6,09% (yoy) menjadi 5,42%

(yoy). Sementara itu, inflasi di Kota Semarang yang

menyumbangkan bobot inflasi terbesar di Provinsi Jawa

Tengah tercatat sebesar 5,88% (yoy), menurun dari

triwulan lalu yang sebesar 6,34% (yoy). Di sisi lain,

peningkatan inflasi terjadi di Kota Kudus yang

mencatatkan inflasi sebesar 6,58% (yoy) pada triwulan

III 2015, lebih tinggi dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang sebesar 6,17% (yoy) (Grafik 2.31 dan

2.32).

Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa

Tengah meningkat pada triwulan laporan. Pada

triwulan laporan, selisih tingkat inflasi antara kota yang

memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,31%.

Sementara pada triwulan sebelumnya, selisih tersebut

sebesar 1,29%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Kudus

yang kemudian diikuti oleh Kota Tegal dengan tingkat

inflasi masing-masing sebesar 6,58% (yoy) dan 6,23%

(yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota

Surakarta dengan tingkat inflasi sebesar 5,27% (yoy)

(Grafik 2.29).

Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam

kota memiliki inflasi rendah untuk kelompok

sandang. Di sisi lain, kelompok bahan makanan dan

kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan

masih mencatatkan inflasi yang tinggi. Kondisi ini

terlihat pada inflasi di Kota Semarang dan Kota

Surakarta yang memiliki bobot dominan bagi inflasi

Jawa Tengah. Di kedua kota tersebut, inflasi kelompok

bahan makanan terpantau relatif tinggi disebabkan

karena kedua kota tersebut bukan merupakan daerah

penghasil komoditas bahan makanan, namun memiliki

jumlah permintaan domestik yang relatif besar.

Pada triwulan III 2015, komoditas dalam

kelompok volatile food yang mendorong

perlambatan inflasi, meliputi daging ayam ras, telur

ayam ras, cabai merah, dan bawang merah. Sementara

itu, komoditas beras menjadi komoditas penyumbang

inflasi terbesar di 5 kota di Jawa Tengah. Adapun biaya

pendidikan akademi/perguruan tinggi menjadi

komoditas penyumbang inflasi tertinggi di Semarang.

0

2

4

6

8

10

12

II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014

% YOY

2012

I

2015

INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

5.42 5.28 6.58 5.27 5.88 6.234

5

6

7

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

%,YOY

II

5.78

6.83

III

Inflasi Tahunan Triwulan III 2015Grafik 2.31 Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.32Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2.4 Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

42 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

2015 TW II 2015 TW IIICILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

0

2

4

6

8

10

12 % YOY

BAHANMAKANAN

MAKANANJADI,ROKOK

PERUMAHAN,AIR, LISTRIK

SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPORCILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw III 2015Grafik 2.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

1

2

3

4

5

6

7

Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

43PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Secara umum, lima dari enam kota yang disurvei

oleh BPS di Jawa Tengah mencatatkan penurunan

inflasi. Perlambatan inflasi terbesar terjadi di Kota

Cilacap, dari sebelumnya 6,09% (yoy) menjadi 5,42%

(yoy). Sementara itu, inflasi di Kota Semarang yang

menyumbangkan bobot inflasi terbesar di Provinsi Jawa

Tengah tercatat sebesar 5,88% (yoy), menurun dari

triwulan lalu yang sebesar 6,34% (yoy). Di sisi lain,

peningkatan inflasi terjadi di Kota Kudus yang

mencatatkan inflasi sebesar 6,58% (yoy) pada triwulan

III 2015, lebih tinggi dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang sebesar 6,17% (yoy) (Grafik 2.31 dan

2.32).

Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa

Tengah meningkat pada triwulan laporan. Pada

triwulan laporan, selisih tingkat inflasi antara kota yang

memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,31%.

Sementara pada triwulan sebelumnya, selisih tersebut

sebesar 1,29%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Kudus

yang kemudian diikuti oleh Kota Tegal dengan tingkat

inflasi masing-masing sebesar 6,58% (yoy) dan 6,23%

(yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota

Surakarta dengan tingkat inflasi sebesar 5,27% (yoy)

(Grafik 2.29).

Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam

kota memiliki inflasi rendah untuk kelompok

sandang. Di sisi lain, kelompok bahan makanan dan

kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan

masih mencatatkan inflasi yang tinggi. Kondisi ini

terlihat pada inflasi di Kota Semarang dan Kota

Surakarta yang memiliki bobot dominan bagi inflasi

Jawa Tengah. Di kedua kota tersebut, inflasi kelompok

bahan makanan terpantau relatif tinggi disebabkan

karena kedua kota tersebut bukan merupakan daerah

penghasil komoditas bahan makanan, namun memiliki

jumlah permintaan domestik yang relatif besar.

Pada triwulan III 2015, komoditas dalam

kelompok volatile food yang mendorong

perlambatan inflasi, meliputi daging ayam ras, telur

ayam ras, cabai merah, dan bawang merah. Sementara

itu, komoditas beras menjadi komoditas penyumbang

inflasi terbesar di 5 kota di Jawa Tengah. Adapun biaya

pendidikan akademi/perguruan tinggi menjadi

komoditas penyumbang inflasi tertinggi di Semarang.

0

2

4

6

8

10

12

II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014

% YOY

2012

I

2015

INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

5.42 5.28 6.58 5.27 5.88 6.234

5

6

7

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

%,YOY

II

5.78

6.83

III

Inflasi Tahunan Triwulan III 2015Grafik 2.31 Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.32Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2.4 Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

42 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

SUPLEMEN III

dewasa namun sebenarnya infeksinya terjadi saat masih

dalam pesemaian seperti penyakit virus gemini dan

penyakit Phytophtora. Selain faktor kesehatan dan

kualitas bibit siap tanam yang dihasilkan, dalam usaha

pesemaian juga perlu diperhatikan pengaturan volume

benih yang akan disemai, dan jadwal produksi juga perlu

dikelola/direncanakan dengan baik agar usaha

pesemaian dapat terintegrasi dengan usaha pertanaman

cabai yang dikelola petani.

Dalam usaha cabai, yang juga tidak kalah pentingnya

adalah koordinasi antar petani dalam kelompok tani

dalam hal pengaturan jadwal tanam dan panen agar

nantinya petani mendapatkan harga yang baik saat

panen. Selama ini, setiap panen tiba sebagian besar

petani cabai memiliki bargaining position yang kurang

menguntungkan di hadapan pembeli/pasar karena pola

panen yang serempak untuk luasan lahan yang besar,

dan antar petani tidak saling mengetahui siapa saja dan

berapa banyak yang panen pada hari itu. Tidak adanya

koordinasi antar petani ini dimanfaatkan oleh para

pedagang untuk mengadu harga saat panen sehingga

pedagang mendapatkan harga beli yang terendah dari

petani. Oleh karena itu, petani perlu merencanakan

jadwal tanam dan panen secara terkoordinasi dengan

petani-petani lain.

Adanya perencanaan dan koordinasi yang baik antar

petani cabai diharapkan dapat menghindari terjadinya

over produks i pada saat-saat ter tentu yang

mengakibatkan jatuhnya harga sehingga petani merugi.

Harga panen yang tetap menguntungkan ini menjadi

syarat agar petani tetap termotivasi untuk menanam

cabai. Selain itu, dengan jadwal tanam dan panen yang

lebih terencana, kontinuitas pasokan cabai dapat lebih

terjaga sehingga harga cabai tidak melambung tinggi.

Pengaturan Jadwal Tanam dan PanenMelalui Koordinasi Antar Petani

3 bulan namun pada bulan September 2015 harga cabai

rawit justru anjlok hingga 20,43% dan penurunan

tersebut terus berlanjut hingga bulan Oktober 2015.

Dalam rangka meredam gejolak atau fluktuasi harga

cabai tersebut, perlu dilakukan upaya peningkatan

produksi cabai agar terjaga ketersediaan supply cabai di

pasar. Beberapa hal yang dapat ditempuh antara lain

melalui 1) Peningkatan kapasitas petani cabai dalam

budidaya terutama dalam hal pembuatan pesemaian

yang nantinya akan menghasilkan bibit cabai, serta 2)

pendampingan perencanaaan produksi berupa pelatihan

pembuatan jadwal tanam dan panen secara kolektif

sehingga supply/produksi dapat dikelola dengan lebih

baik dan kontinuitas hasil panennya lebih terjaga.

Pesemaian Bibit CabaiTahap pesemaian memiliki kontribusi besar dalam

membentuk produktivitas tanaman cabai dewasa

nantinya. Benih unggul akan tetap menjadi tanaman

yang produktivitasnya tinggi bila proses persemaiannya

dikelola dengan baik. Pesemaian yang baik akan

menghasilkan bibit yang sehat. Untuk mendapatkan

bibit yang sehat maka perlu media pesemaian yang sehat

dan bernutrisi cukup, serta perawatan yang baik agar

bibit tidak terinfeksi hama penyakit yang dapat

menurunkan produktivitas nantinya. Banyak hama dan

penyakit tanaman cabai yang menyerang tanaman

SUPLEMEN III

Cabai merupakan salah satu komoditi dengan tingkat

volatilitas harga yang sangat tinggi. Tentu saja hal

tersebut sangat berpengaruh terhadap inflasi terutama

inflasi kelompok volatile food. Dengan kondisi tersebut,

diperlukan adanya intervensi untuk mencapai dan selalu

menjaga keseimbangan antara supply dan demand atas

komoditi hortikultura ini. Sebagai contoh, harga cabai

rawit merah di Pasar Legi Kota Surakarta selama tahun

2015 ini berfluktuasi mulai dari Rp10.000,00 per kg

hingga mencapai titik tertinggi sebesar Rp63.000,00 per

kg saat pasokan langka di pasaran. Ketika panen cabai

mulai tiba di akhir Triwulan III-2015, harga cabai tersebut

berangsur-angsur turun ke level Rp10.000,00 per kg.

Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan rilis inflasi kota

Surakarta, komoditas cabai menjadi komoditas dengan

frekuensi penyumbang inflasi yang cukup sering,

terbukti sejak tahun 2015, komoditas cabai baik cabai

merah dan cabai rawit telah menjadi penyumbang inflasi

sebanyak masing-masing 1 kali dan 4 kali. Namun di sisi

lain, komoditas cabai merah dan cabai rawit juga kerap

menjadi penyumbang deflasi di Kota Surakarta yaitu

masing-masing sebanyak 4 kali dan 5 kali sejak Januari

2015 hingga Oktober 2015. Hal tersebut membuktikan

tingginya volatilitas harga cabai di kota Surakarta. Selain

itu, volatilitas harga cabai terlihat dari rilis inflasi di mana

pada bulan Juni hingga Agustus 2015, komoditas cabai

rawit tercatat mengalami inflasi hingga 116,34% selama

MEREDAM VOLATILITAS HARGA CABAI DI SOLORAYA

Grafik 1. Perkembangan Harga Cabai di Pasar Legi Kota Surakarta Grafik 2. Perkembangan Inflasi Cabai Merah Kota Surakarta

1

Disusun oleh Analis KPw BI Solo1.

-60.0

-40.0

-20.0

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

Jan'15 Feb'15 Mar'15 Apr'15 Mei'15 Jun'15 Jul'15 Agu'15 Sep'15 Okt'15 Nov'15

RP PER KG

CABAI 2013 CABAI 2014 CABAI 2015 RATA-RATA CABE 2 TAHUN

CABAI MERAH BESAR/BIASA CABAI MERAH KRITING (TAMPAR)

CABAI RAWIT HIJAU RATA-RATA CABE 2 TAHUN

45PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH44 PERKEMBANGAN

INFLASI JAWA TENGAH

SUPLEMEN III

dewasa namun sebenarnya infeksinya terjadi saat masih

dalam pesemaian seperti penyakit virus gemini dan

penyakit Phytophtora. Selain faktor kesehatan dan

kualitas bibit siap tanam yang dihasilkan, dalam usaha

pesemaian juga perlu diperhatikan pengaturan volume

benih yang akan disemai, dan jadwal produksi juga perlu

dikelola/direncanakan dengan baik agar usaha

pesemaian dapat terintegrasi dengan usaha pertanaman

cabai yang dikelola petani.

Dalam usaha cabai, yang juga tidak kalah pentingnya

adalah koordinasi antar petani dalam kelompok tani

dalam hal pengaturan jadwal tanam dan panen agar

nantinya petani mendapatkan harga yang baik saat

panen. Selama ini, setiap panen tiba sebagian besar

petani cabai memiliki bargaining position yang kurang

menguntungkan di hadapan pembeli/pasar karena pola

panen yang serempak untuk luasan lahan yang besar,

dan antar petani tidak saling mengetahui siapa saja dan

berapa banyak yang panen pada hari itu. Tidak adanya

koordinasi antar petani ini dimanfaatkan oleh para

pedagang untuk mengadu harga saat panen sehingga

pedagang mendapatkan harga beli yang terendah dari

petani. Oleh karena itu, petani perlu merencanakan

jadwal tanam dan panen secara terkoordinasi dengan

petani-petani lain.

Adanya perencanaan dan koordinasi yang baik antar

petani cabai diharapkan dapat menghindari terjadinya

over produks i pada saat-saat ter tentu yang

mengakibatkan jatuhnya harga sehingga petani merugi.

Harga panen yang tetap menguntungkan ini menjadi

syarat agar petani tetap termotivasi untuk menanam

cabai. Selain itu, dengan jadwal tanam dan panen yang

lebih terencana, kontinuitas pasokan cabai dapat lebih

terjaga sehingga harga cabai tidak melambung tinggi.

Pengaturan Jadwal Tanam dan PanenMelalui Koordinasi Antar Petani

3 bulan namun pada bulan September 2015 harga cabai

rawit justru anjlok hingga 20,43% dan penurunan

tersebut terus berlanjut hingga bulan Oktober 2015.

Dalam rangka meredam gejolak atau fluktuasi harga

cabai tersebut, perlu dilakukan upaya peningkatan

produksi cabai agar terjaga ketersediaan supply cabai di

pasar. Beberapa hal yang dapat ditempuh antara lain

melalui 1) Peningkatan kapasitas petani cabai dalam

budidaya terutama dalam hal pembuatan pesemaian

yang nantinya akan menghasilkan bibit cabai, serta 2)

pendampingan perencanaaan produksi berupa pelatihan

pembuatan jadwal tanam dan panen secara kolektif

sehingga supply/produksi dapat dikelola dengan lebih

baik dan kontinuitas hasil panennya lebih terjaga.

Pesemaian Bibit CabaiTahap pesemaian memiliki kontribusi besar dalam

membentuk produktivitas tanaman cabai dewasa

nantinya. Benih unggul akan tetap menjadi tanaman

yang produktivitasnya tinggi bila proses persemaiannya

dikelola dengan baik. Pesemaian yang baik akan

menghasilkan bibit yang sehat. Untuk mendapatkan

bibit yang sehat maka perlu media pesemaian yang sehat

dan bernutrisi cukup, serta perawatan yang baik agar

bibit tidak terinfeksi hama penyakit yang dapat

menurunkan produktivitas nantinya. Banyak hama dan

penyakit tanaman cabai yang menyerang tanaman

SUPLEMEN III

Cabai merupakan salah satu komoditi dengan tingkat

volatilitas harga yang sangat tinggi. Tentu saja hal

tersebut sangat berpengaruh terhadap inflasi terutama

inflasi kelompok volatile food. Dengan kondisi tersebut,

diperlukan adanya intervensi untuk mencapai dan selalu

menjaga keseimbangan antara supply dan demand atas

komoditi hortikultura ini. Sebagai contoh, harga cabai

rawit merah di Pasar Legi Kota Surakarta selama tahun

2015 ini berfluktuasi mulai dari Rp10.000,00 per kg

hingga mencapai titik tertinggi sebesar Rp63.000,00 per

kg saat pasokan langka di pasaran. Ketika panen cabai

mulai tiba di akhir Triwulan III-2015, harga cabai tersebut

berangsur-angsur turun ke level Rp10.000,00 per kg.

Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan rilis inflasi kota

Surakarta, komoditas cabai menjadi komoditas dengan

frekuensi penyumbang inflasi yang cukup sering,

terbukti sejak tahun 2015, komoditas cabai baik cabai

merah dan cabai rawit telah menjadi penyumbang inflasi

sebanyak masing-masing 1 kali dan 4 kali. Namun di sisi

lain, komoditas cabai merah dan cabai rawit juga kerap

menjadi penyumbang deflasi di Kota Surakarta yaitu

masing-masing sebanyak 4 kali dan 5 kali sejak Januari

2015 hingga Oktober 2015. Hal tersebut membuktikan

tingginya volatilitas harga cabai di kota Surakarta. Selain

itu, volatilitas harga cabai terlihat dari rilis inflasi di mana

pada bulan Juni hingga Agustus 2015, komoditas cabai

rawit tercatat mengalami inflasi hingga 116,34% selama

MEREDAM VOLATILITAS HARGA CABAI DI SOLORAYA

Grafik 1. Perkembangan Harga Cabai di Pasar Legi Kota Surakarta Grafik 2. Perkembangan Inflasi Cabai Merah Kota Surakarta

1

Disusun oleh Analis KPw BI Solo1.

-60.0

-40.0

-20.0

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

Jan'15 Feb'15 Mar'15 Apr'15 Mei'15 Jun'15 Jul'15 Agu'15 Sep'15 Okt'15 Nov'15

RP PER KG

CABAI 2013 CABAI 2014 CABAI 2015 RATA-RATA CABE 2 TAHUN

CABAI MERAH BESAR/BIASA CABAI MERAH KRITING (TAMPAR)

CABAI RAWIT HIJAU RATA-RATA CABE 2 TAHUN

45PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH44 PERKEMBANGAN

INFLASI JAWA TENGAH

PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BABIII

Kinerja industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan III 2015 masih terjaga sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Jawa Tengah mengalami

pertumbuhan yang meningkat bila dibandingkan dengan triwulan lalu. Namun

demikian, kredit mengalami pertumbuhan yang melambat bila dibandingkan

dengan triwulan lalu.

Perbankan syariah mengalami perlambatan pertumbuhan aset, DPK, dan kredit

dibandingkan dengan triwulan II 2015.

Pada triwulan III 2015, NPL kredit sektor-sektor utama Jawa Tengah mengalami

peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran

transaksi ekonomi di Jawa Tengah.

Membanjirnya bawang putih impor yang menguasai

hampir 97% pasokan nasional membuat produk lokal

tersisihkan. Tergerak untuk mengubah kondisi tersebut,

Bank Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah

Kabupaten Tegal menginisiasi pengembangan demplot

bawang putih di Desa Tuwel dengan dua varietas benih

unggul, yakni Tawangmangu Baru dan Lumbu Hijau.

Dari hasil panen pada lahan demplot yang dilakukan di

lahan milik Kelompok Berkah Tani di Desa Tuwel,

Kecamatan Bojong seluas 3.000 meter persegi, diperoleh

hasil (panen basah) sebesar 6,2 ton (ekuivalen 22,5 ton

per hektar) varietas Tawangmangu Baru dan 1,5 ton

(ekuivalen 7 ton per hektar) varietas Lumbu Hijau.

Kabupaten Tegal saat ini telah ditunjuk sebagai lokasi

pilot project pengembangan komoditas bawang putih di

Indonesia, dengan tujuan menekan laju inflasi dan

mengurangi impor. Dalam rangka memenuhi kebutuhan

bawang putih nasional, pemerintah masih melakukan

impor sekitar 500 ribu ton setiap tahun, atau setara

dengan Rp4 triliun.

SUMUT

SUMBAR

JAMBI

JABAR

JATENG

JATIM

BALI

NTB

NTT

0%5%

1%

9%

24%

4%

0%

56% 9%

0%6%

1%

8%

28%

4% 1%

43% 9%SUMUT

SUMBAR

JAMBI

JABAR

JATENG

JATIM

BALI

NTB

NTT

SUPLEMEN IV

Kabupaten Tegal didominasi oleh wilayah pertanian

dengan luasan sebesar 402,84 km2 atau 45,84% total

luas wilayah Tegal berupa lahan sawah. Jumlah

penduduk Tegal yang menggantungkan pencaharian

dari pertanian berjumlah hampir 33%. Selain itu,

lapangan usaha Pertanian mendukung 16,43% PDRB,

dengan pertumbuhan di lapangan usaha ini mencapai

2,46% (BPS Kabupaten Tegal).

Provinsi Jawa Tengah menyumbangkan 28% pangsa luas

panen bawang putih di tingkat nasional, dengan

menempati posisi kedua terbesar setelah NTB.

Kabupaten Tegal sendiri pernah meraih prestasi sebagai

salah satu daerah swasembada beras dan menjadi

lumbung padi Provinsi Jawa Tengah bagian tengah.

Pada era 1990-an, Kabupaten Tegal berjaya menjadi

salah satu sentra penghasil bawang putih terbesar di

Indonesia. Namun demikian, hasil pertanian bawang

putih kemudian menurun drastis karena terkena imbas

kebijakan kemudahan impor dengan harga bawang

putih impor lebih rendah. Semenjak saat itu, para petani

urung menanam bawang putih dan beralih menanam

sayur.

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI BAWANG PUTIH LOKALDI KABUPATEN TEGAL

Grafik 1. Pangsa Luas Panen Bawang Putih Lokal Tahun 2014 Grafik 2. Produksi dan Produktivitas Bawang Putih Jawa Tengah

1

Disusun oleh Analis KPw BI Tegal1.

2,38

8

2,22

3

3,94

5

5,24

2

4,0

74

5.39

6.37

8.05 7.19 7.53

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

2010 2011 2012 2013 2014

PRODUKSI (TON) PRODUKTIVITAS (TON/HA)

Tabel 1 Luas Panen dan Produksi Bawang Putih Beberapa Wilayah Sentradi Jawa Tengah

Grafik 3. Pangsa Produksi Bawang Putih dari Wilayah Sentra di Jawa Tengah

JAWA TENGAH LUAS PANEN (Ha)

WONOSOBO

MAGELANG

WONOGIRI

KARANGANYAR

TEMANGGUNG

PEMALANG

TEGAL

BREBES

TOTAL

27

66

4

73

298

21

33

19

541

1.263

3.102

184

9.843

19.731

2.218

2.121

2.260

40.722

PRODUKSI (Kw)

46 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BABIII

Kinerja industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan III 2015 masih terjaga sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Jawa Tengah mengalami

pertumbuhan yang meningkat bila dibandingkan dengan triwulan lalu. Namun

demikian, kredit mengalami pertumbuhan yang melambat bila dibandingkan

dengan triwulan lalu.

Perbankan syariah mengalami perlambatan pertumbuhan aset, DPK, dan kredit

dibandingkan dengan triwulan II 2015.

Pada triwulan III 2015, NPL kredit sektor-sektor utama Jawa Tengah mengalami

peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran

transaksi ekonomi di Jawa Tengah.

Membanjirnya bawang putih impor yang menguasai

hampir 97% pasokan nasional membuat produk lokal

tersisihkan. Tergerak untuk mengubah kondisi tersebut,

Bank Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah

Kabupaten Tegal menginisiasi pengembangan demplot

bawang putih di Desa Tuwel dengan dua varietas benih

unggul, yakni Tawangmangu Baru dan Lumbu Hijau.

Dari hasil panen pada lahan demplot yang dilakukan di

lahan milik Kelompok Berkah Tani di Desa Tuwel,

Kecamatan Bojong seluas 3.000 meter persegi, diperoleh

hasil (panen basah) sebesar 6,2 ton (ekuivalen 22,5 ton

per hektar) varietas Tawangmangu Baru dan 1,5 ton

(ekuivalen 7 ton per hektar) varietas Lumbu Hijau.

Kabupaten Tegal saat ini telah ditunjuk sebagai lokasi

pilot project pengembangan komoditas bawang putih di

Indonesia, dengan tujuan menekan laju inflasi dan

mengurangi impor. Dalam rangka memenuhi kebutuhan

bawang putih nasional, pemerintah masih melakukan

impor sekitar 500 ribu ton setiap tahun, atau setara

dengan Rp4 triliun.

SUMUT

SUMBAR

JAMBI

JABAR

JATENG

JATIM

BALI

NTB

NTT

0%5%

1%

9%

24%

4%

0%

56% 9%

0%6%

1%

8%

28%

4% 1%

43% 9%SUMUT

SUMBAR

JAMBI

JABAR

JATENG

JATIM

BALI

NTB

NTT

SUPLEMEN IV

Kabupaten Tegal didominasi oleh wilayah pertanian

dengan luasan sebesar 402,84 km2 atau 45,84% total

luas wilayah Tegal berupa lahan sawah. Jumlah

penduduk Tegal yang menggantungkan pencaharian

dari pertanian berjumlah hampir 33%. Selain itu,

lapangan usaha Pertanian mendukung 16,43% PDRB,

dengan pertumbuhan di lapangan usaha ini mencapai

2,46% (BPS Kabupaten Tegal).

Provinsi Jawa Tengah menyumbangkan 28% pangsa luas

panen bawang putih di tingkat nasional, dengan

menempati posisi kedua terbesar setelah NTB.

Kabupaten Tegal sendiri pernah meraih prestasi sebagai

salah satu daerah swasembada beras dan menjadi

lumbung padi Provinsi Jawa Tengah bagian tengah.

Pada era 1990-an, Kabupaten Tegal berjaya menjadi

salah satu sentra penghasil bawang putih terbesar di

Indonesia. Namun demikian, hasil pertanian bawang

putih kemudian menurun drastis karena terkena imbas

kebijakan kemudahan impor dengan harga bawang

putih impor lebih rendah. Semenjak saat itu, para petani

urung menanam bawang putih dan beralih menanam

sayur.

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI BAWANG PUTIH LOKALDI KABUPATEN TEGAL

Grafik 1. Pangsa Luas Panen Bawang Putih Lokal Tahun 2014 Grafik 2. Produksi dan Produktivitas Bawang Putih Jawa Tengah

1

Disusun oleh Analis KPw BI Tegal1.

2,38

8

2,22

3

3,94

5

5,24

2

4,0

74

5.39

6.37

8.05 7.19 7.53

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

2010 2011 2012 2013 2014

PRODUKSI (TON) PRODUKTIVITAS (TON/HA)

Tabel 1 Luas Panen dan Produksi Bawang Putih Beberapa Wilayah Sentradi Jawa Tengah

Grafik 3. Pangsa Produksi Bawang Putih dari Wilayah Sentra di Jawa Tengah

JAWA TENGAH LUAS PANEN (Ha)

WONOSOBO

MAGELANG

WONOGIRI

KARANGANYAR

TEMANGGUNG

PEMALANG

TEGAL

BREBES

TOTAL

27

66

4

73

298

21

33

19

541

1.263

3.102

184

9.843

19.731

2.218

2.121

2.260

40.722

PRODUKSI (Kw)

46 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

Indikator utama kinerja perbankan di Jawa

Tengah pada triwulan III 2015 menunjukkan hasil

yang beragam. Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK)

perbankan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan

yang meningkat dibandingkan dengan triwulan II

2015. Sementara itu, kredit mengalami pertumbuhan

yang melambat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah

mengalami pertumbuhan yang meningkat pada

triwulan laporan yang tercatat sebesar 12,91% (yoy),

setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,53%

(yoy) pada triwulan II 2015. Total aset bank umum pada

triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp284,89 triliun.

Pertumbuhan aset ini berada di bawah angka

pertumbuhan nasional yang sebesar 13,26% (yoy)

pada triwulan laporan.

Apabila dibandingkan dengan beberapa provinsi

lainnya di Pulau Jawa maupun dengan Nasional, laju

pertumbuhan aset perbankan di Jawa Tengah tercatat

lebih rendah (Grafik 3.1). Demikian pula laju

pertumbuhan DPK di Jawa Tengah juga cenderung

tumbuh lebih rendah. Hal ini tergambar dalam Grafik

3.2.

Sejalan dengan pertumbuhan aset perbankan yang

tumbuh meningkat pada triwulan II I 2015, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga turut

mengalami peningkatan. Pada triwulan ini, DPK

tumbuh sebesar 15,01% (yoy), atau meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 12,69% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan

tercatat sebesar Rp213,68 triliun. Komposisi DPK relatif

sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan

porsi utama berupa tabungan (46,48%), diikuti oleh

deposito (37,35%) dan giro (16,17%). Dibandingkan

dengan nilai DPK nasional yang sebesar Rp4.464,08

tr i l iun atau tumbuh sebesar 11,72% (yoy) ,

pertumbuhan DPK di Jawa Tengah ini secara tahunan

tumbuh lebih tinggi.

Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran

kredit perbankan mengalami pertumbuhan yang

melambat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Belum pulihnya kondisi perekonomian

daerah menekan tingkat permintaan kredit perbankan.

Pada triwulan laporan kredit perbankan tumbuh 9,35%

(yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 9,52% (yoy). Total

kredit pada triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp209,81

triliun. Pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah

pada t r iwulan laporan re lat i f leb ih rendah

dibandingkan dengan pertumbuhan kredit nasional

yang tercatat sebesar 11,09% (yoy).

1 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 1.

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III0

5

10

15

20

25

Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III0

5

10

15

20

25

Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

49PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Indikator utama kinerja perbankan di Jawa

Tengah pada triwulan III 2015 menunjukkan hasil

yang beragam. Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK)

perbankan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan

yang meningkat dibandingkan dengan triwulan II

2015. Sementara itu, kredit mengalami pertumbuhan

yang melambat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah

mengalami pertumbuhan yang meningkat pada

triwulan laporan yang tercatat sebesar 12,91% (yoy),

setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,53%

(yoy) pada triwulan II 2015. Total aset bank umum pada

triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp284,89 triliun.

Pertumbuhan aset ini berada di bawah angka

pertumbuhan nasional yang sebesar 13,26% (yoy)

pada triwulan laporan.

Apabila dibandingkan dengan beberapa provinsi

lainnya di Pulau Jawa maupun dengan Nasional, laju

pertumbuhan aset perbankan di Jawa Tengah tercatat

lebih rendah (Grafik 3.1). Demikian pula laju

pertumbuhan DPK di Jawa Tengah juga cenderung

tumbuh lebih rendah. Hal ini tergambar dalam Grafik

3.2.

Sejalan dengan pertumbuhan aset perbankan yang

tumbuh meningkat pada triwulan II I 2015, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga turut

mengalami peningkatan. Pada triwulan ini, DPK

tumbuh sebesar 15,01% (yoy), atau meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 12,69% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan

tercatat sebesar Rp213,68 triliun. Komposisi DPK relatif

sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan

porsi utama berupa tabungan (46,48%), diikuti oleh

deposito (37,35%) dan giro (16,17%). Dibandingkan

dengan nilai DPK nasional yang sebesar Rp4.464,08

tr i l iun atau tumbuh sebesar 11,72% (yoy) ,

pertumbuhan DPK di Jawa Tengah ini secara tahunan

tumbuh lebih tinggi.

Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran

kredit perbankan mengalami pertumbuhan yang

melambat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Belum pulihnya kondisi perekonomian

daerah menekan tingkat permintaan kredit perbankan.

Pada triwulan laporan kredit perbankan tumbuh 9,35%

(yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 9,52% (yoy). Total

kredit pada triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp209,81

triliun. Pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah

pada t r iwulan laporan re lat i f leb ih rendah

dibandingkan dengan pertumbuhan kredit nasional

yang tercatat sebesar 11,09% (yoy).

1 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 1.

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III0

5

10

15

20

25

Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III0

5

10

15

20

25

Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

49PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

berkurang sebanyak 1 kantor pada triwulan laporan.

Demikian pula halnya dengan bank pemerintah daerah

juga turut mengalami penurunan jumlah kantor berupa

1 unit Kantor Kas.

Bank Asing dan Bank Campuran tidak mengalami

perubahan jumlah kantor pada triwulan laporan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun

demikian, terdapat perubahan komposisi kantor Bank

Asing dan Bank Campuran. Pada triwulan lalu, terdapat

21 kantor Bank Asing dan Bank Campuran di Jawa

Tengah yang terdiri dari 14 kantor cabang, 6 kantor

cabang pembantu, dan 1 kantor kas. Pada triwulan

laporan, terdapat 21 kantor Bank Asing dan Bank

Campuran di Jawa Tengah yang terdiri dari 14 kantor

cabang dan 7 kantor cabang pembantu.

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

Peningkatan pertumbuhan DPK didorong oleh

peningkatan pertumbuhan seluruh komponen

DPK berupa deposito, tabungan, dan giro.

Sebagai komponen DPK dengan pangsa terbesar,

peningkatan pertumbuhan tabungan merupakan

pendorong utama pertumbuhan DPK di triwulan

III (Grafik 3.5 dan Grafik 3.6). Komponen tabungan

pada triwulan laporan tumbuh sebesar 9,28% (yoy),

atau meningkat setelah sebelumnya mencatatkan

pertumbuhan 7,20% (yoy) pada triwulan II 2015.

Komponen deposito pada triwulan laporan juga

menga lam i pe r tumbuhan yang men ingka t

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan

laju pertumbuhan sebesar 23,98% (yoy) atau

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 21,23% (yoy).

Sejalan dengan tabungan dan deposito, komponen

giro juga mengalami peningkatan pertumbuhan pada

triwulan laporan, yakni sebesar 12,51% (yoy) atau

meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat

sebesar 11,14% (yoy).

Ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar DPK

dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi sebesar

99,94%, sedangkan sisanya dimiliki oleh kelompok

non-penduduk. Nasabah sektor swasta tercatat

mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok

penduduk yaitu dengan komposisi 84,59%, sedangkan

nasabah sektor pemerintah sebesar 15,35%.

Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah

1) Termasuk BRI UNIT

KETERANGANI

2014

II III IV

53

2

3,759

2,258

-

80

1,872

306

287

1

42

106

138

1,192

1

185

868

138

22

-

15

6

1

54

2

3,535

2,049

-

80

1,759

210

294

1

43

107

143

1,171

1

199

865

106

21

-

14

6

1

53

1

3,504

2,043

-

80

1,779

184

297

1

43

110

143

1,143

-

190

863

90

21

-

14

6

1

53

1

3,479

2,052

-

80

1,784

188

305

1

44

114

146

1,101

-

192

828

81

21

-

14

6

1

I

JUMLAH KANTOR BANK UMUM

BANK PEMERINTAH

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK PEMERINTAH DAERAH

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK ASING DAN BANK CAMPURAN

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK SWASTA NASIONAL

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK KONVENSIONAL

JUMLAH BANK UMUM

JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)

54

1

3,357

1,938

-

80

1,619

239

306

1

44

117

145

1,092

-

195

813

84

21

-

14

6

1

II

2015

54

1

3,341

1,916

-

80

1,629

207

311

1

45

119

147

1,093

-

194

812

87

21

-

14

6

1

III

54

1

3,342

1,940

-

80

1,652

208

311

1

45

119

146

1,070

-

194

790

86

21

-

14

7

-

61PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

0

20

40

60

80

100

120 % YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III

Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

% %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III95

97

99

101

103

105

107

8

10

12

14

16

18

20

22

24

26

ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN

Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

% YOY

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III0

5

10

15

20

25

30

Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Sejalan dengan pola sebelumnya, laju pertumbuhan

kredit perbankan Jawa Tengah juga cenderung masih

berada di bawah provinsi-provinsi utama lainnya di

Pulau Jawa (Grafik 3.3).

Sementara itu, tingkat LDR perbankan Jawa Tengah

pada triwulan III 2015 masih berada di atas rata-rata

nasional maupun beberapa provinsi lainnya di Pulau

Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta

(Grafik 3.4).

Pertumbuhan kredit yang melambat namun disertai

dengan pertumbuhan DPK yang meningkat

menyebabkan loan to deposit ratio (LDR)

mengalami penurunan. LDR pada triwulan laporan

tercatat sebesar 98,19%, turun dari triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 102,06%. Angka

LDR ini lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang

hanya tercatat sebesar 89,38%. Sementara itu, tingkat

kualitas kredit juga cenderung mengalami penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III

2015, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level

2,96%, atau meningkat dibandingkan dengan NPL

Jawa Tengah pada triwulan lalu yang tercatat sebesar

2,90%. Tingkat NPL kredit di Jawa Tengah ini juga lebih

tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar

2,69%.

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

Perkembangan jaringan kantor bank umum di

Jawa Tengah meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya (Tabel 3.1 ). Pada triwulan laporan jumlah

kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.342

unit atau meningkat dibandingkan dengan triwulan II

2015 yang tercatat sebanyak 3.341 unit. Peningkatan

terutama terjadi pada kelompok bank pemerintah.

Pada kelompok tersebut, jumlah kantor cabang

pembantu naik menjadi 1.652 unit, dari sebelumnya

1.629 unit pada triwulan II 2015. Sementara itu,

kelompok bank swasta nasional mengalami penurunan

jumlah kantor di triwulan laporan. Penurunan jumlah

kantor terjadi pada Kantor Cabang Pembantu yang

berkurang sebanyak 22 kantor, dan Kantor Kas yang

3.2. Perkembangan Bank Umum

60 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

ASET DPK KREDIT

RP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

0

50

100

150

200

250

300

II III

Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah

berkurang sebanyak 1 kantor pada triwulan laporan.

Demikian pula halnya dengan bank pemerintah daerah

juga turut mengalami penurunan jumlah kantor berupa

1 unit Kantor Kas.

Bank Asing dan Bank Campuran tidak mengalami

perubahan jumlah kantor pada triwulan laporan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun

demikian, terdapat perubahan komposisi kantor Bank

Asing dan Bank Campuran. Pada triwulan lalu, terdapat

21 kantor Bank Asing dan Bank Campuran di Jawa

Tengah yang terdiri dari 14 kantor cabang, 6 kantor

cabang pembantu, dan 1 kantor kas. Pada triwulan

laporan, terdapat 21 kantor Bank Asing dan Bank

Campuran di Jawa Tengah yang terdiri dari 14 kantor

cabang dan 7 kantor cabang pembantu.

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

Peningkatan pertumbuhan DPK didorong oleh

peningkatan pertumbuhan seluruh komponen

DPK berupa deposito, tabungan, dan giro.

Sebagai komponen DPK dengan pangsa terbesar,

peningkatan pertumbuhan tabungan merupakan

pendorong utama pertumbuhan DPK di triwulan

III (Grafik 3.5 dan Grafik 3.6). Komponen tabungan

pada triwulan laporan tumbuh sebesar 9,28% (yoy),

atau meningkat setelah sebelumnya mencatatkan

pertumbuhan 7,20% (yoy) pada triwulan II 2015.

Komponen deposito pada triwulan laporan juga

menga lam i pe r tumbuhan yang men ingka t

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan

laju pertumbuhan sebesar 23,98% (yoy) atau

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 21,23% (yoy).

Sejalan dengan tabungan dan deposito, komponen

giro juga mengalami peningkatan pertumbuhan pada

triwulan laporan, yakni sebesar 12,51% (yoy) atau

meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat

sebesar 11,14% (yoy).

Ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar DPK

dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi sebesar

99,94%, sedangkan sisanya dimiliki oleh kelompok

non-penduduk. Nasabah sektor swasta tercatat

mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok

penduduk yaitu dengan komposisi 84,59%, sedangkan

nasabah sektor pemerintah sebesar 15,35%.

Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah

1) Termasuk BRI UNIT

KETERANGANI

2014

II III IV

53

2

3,759

2,258

-

80

1,872

306

287

1

42

106

138

1,192

1

185

868

138

22

-

15

6

1

54

2

3,535

2,049

-

80

1,759

210

294

1

43

107

143

1,171

1

199

865

106

21

-

14

6

1

53

1

3,504

2,043

-

80

1,779

184

297

1

43

110

143

1,143

-

190

863

90

21

-

14

6

1

53

1

3,479

2,052

-

80

1,784

188

305

1

44

114

146

1,101

-

192

828

81

21

-

14

6

1

I

JUMLAH KANTOR BANK UMUM

BANK PEMERINTAH

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK PEMERINTAH DAERAH

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK ASING DAN BANK CAMPURAN

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK SWASTA NASIONAL

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK KONVENSIONAL

JUMLAH BANK UMUM

JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)

54

1

3,357

1,938

-

80

1,619

239

306

1

44

117

145

1,092

-

195

813

84

21

-

14

6

1

II

2015

54

1

3,341

1,916

-

80

1,629

207

311

1

45

119

147

1,093

-

194

812

87

21

-

14

6

1

III

54

1

3,342

1,940

-

80

1,652

208

311

1

45

119

146

1,070

-

194

790

86

21

-

14

7

-

61PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

0

20

40

60

80

100

120 % YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III

Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

% %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III95

97

99

101

103

105

107

8

10

12

14

16

18

20

22

24

26

ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN

Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

% YOY

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III0

5

10

15

20

25

30

Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Sejalan dengan pola sebelumnya, laju pertumbuhan

kredit perbankan Jawa Tengah juga cenderung masih

berada di bawah provinsi-provinsi utama lainnya di

Pulau Jawa (Grafik 3.3).

Sementara itu, tingkat LDR perbankan Jawa Tengah

pada triwulan III 2015 masih berada di atas rata-rata

nasional maupun beberapa provinsi lainnya di Pulau

Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta

(Grafik 3.4).

Pertumbuhan kredit yang melambat namun disertai

dengan pertumbuhan DPK yang meningkat

menyebabkan loan to deposit ratio (LDR)

mengalami penurunan. LDR pada triwulan laporan

tercatat sebesar 98,19%, turun dari triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 102,06%. Angka

LDR ini lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang

hanya tercatat sebesar 89,38%. Sementara itu, tingkat

kualitas kredit juga cenderung mengalami penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III

2015, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level

2,96%, atau meningkat dibandingkan dengan NPL

Jawa Tengah pada triwulan lalu yang tercatat sebesar

2,90%. Tingkat NPL kredit di Jawa Tengah ini juga lebih

tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar

2,69%.

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

Perkembangan jaringan kantor bank umum di

Jawa Tengah meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya (Tabel 3.1 ). Pada triwulan laporan jumlah

kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.342

unit atau meningkat dibandingkan dengan triwulan II

2015 yang tercatat sebanyak 3.341 unit. Peningkatan

terutama terjadi pada kelompok bank pemerintah.

Pada kelompok tersebut, jumlah kantor cabang

pembantu naik menjadi 1.652 unit, dari sebelumnya

1.629 unit pada triwulan II 2015. Sementara itu,

kelompok bank swasta nasional mengalami penurunan

jumlah kantor di triwulan laporan. Penurunan jumlah

kantor terjadi pada Kantor Cabang Pembantu yang

berkurang sebanyak 22 kantor, dan Kantor Kas yang

3.2. Perkembangan Bank Umum

60 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

ASET DPK KREDIT

RP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

0

50

100

150

200

250

300

II III

Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah

0

20

40

60

80

100

120

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

RP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160 % YOY

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

II III

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

-

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

RP TRILIUN

III

Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Ditinjau berdasarkan lapangan usaha, penyaluran

kredit perbankan Jawa Tengah masih didominasi

oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran dengan

pangsa 32,74% dari total kredit. Sektor utama daerah

lainnya, yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki

pangsa kredit signifikan sebesar 18,69%. Sementara

itu, sektor pertanian hanya memiliki pangsa sebesar

3,18% dari total kredit.

Perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada

seluruh sektor utama Jawa Tengah. Perlambatan

kredit sektor perdagangan sebagai sektor dengan

pangsa kredit terbesar di Jawa Tengah menjadi

pendorong utama perlambatan kredit di Jawa

Tengah. Pertumbuhan kredit sektor perdagangan

melambat menjadi 9,84% (yoy) pada triwulan laporan,

dari sebelumnya 10,08% (yoy) pada triwulan II 2015.

Sektor industri pengolahan juga tumbuh melambat

sebesar 15,39% (yoy), setelah sebelumnya tumbuh

16,56% (yoy). Sejalan dengan sektor perdagangan dan

industri pengolahan, kredit pada sektor pertanian juga

turut mengalami perlambatan sebesar 13,18% (yoy)

dibandingkan dengan triwulan II 2015 yang tercatat

sebesar 16,30% (yoy).

Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan,

perlambatan pertumbuhan kredit modal kerja

merupakan pendorong utama perlambatan kredit

perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2015.

Sementara itu, kredit investasi dan konsumsi

mengalami pertumbuhan yang meningkat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Kredit modal kerja tumbuh melambat menjadi sebesar

8,41% (yoy), setelah tumbuh sebesar 12,08% (yoy)

pada triwulan II 2015. Melihat pangsa kredit modal

kerja yang dominan, yakni sebesar 53,67% dari total

kredit keseluruhan, perlambatan ini merupakan

penyumbang utama perlambatan kredit berdasarkan

penggunaan. Sementara itu, kredit investasi dengan

pangsa sebesar 15,03% tumbuh sebesar 13,86%(yoy)

atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 6,90% (yoy). Peningkatan juga dialami kredit

konsumsi dengan pangsa 31,30% yang tumbuh

sebesar 8,90% (yoy) pada periode laporan atau

meningkat dari triwulan lalu yang tumbuh sebesar

7,03% (yoy).

63PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO

%YOY

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

RP TRILIUN

0

50

100

150

200

250

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan kepemi l ikan , peningkatan

pertumbuhan DPK nasabah sektor swasta,

merupakan pendorong utama peningkatan

pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah pada

triwulan III 2015. Pada triwulan III 2015, DPK nasabah

sektor swasta tumbuh sebesar 14,16% (yoy), atau

meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 12,55%

(yoy). Peningkatan ini terutama didorong oleh DPK

nasabah perseorangan yang memiliki kontribusi

terbesar (dengan pangsa sebesar 70,39% dari

keseluruhan DPK) yang tumbuh sebesar 11,39% (yoy),

meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 10,78% (yoy).

DPK pada sektor pemerintah juga mengalami

pertumbuhan yang meningkat pada triwulan

laporan. Pertumbuhan DPK sektor pemerintah tercatat

sebesar 20,94% (yoy), atau meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 13,37%

(yoy). Peningkatan pertumbuhan ini sejalan dengan

perlambatan pertumbuhan realisasi belanja pemerintah

yang tercatat sebesar 22,95% (yoy), melambat dari

triwulan lalu yang tercatat sebesar 31,75% (yoy).

Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap

deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih

cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK

berdasarkan nilainya (Tabel 3.2), terlihat bahwa

rekening dengan nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya

dimiliki oleh 0,10% penduduk di Jawa Tengah. Namun

demikian, porsi kepemilikan tersebut menguasai

44,8% total DPK perbankan di Jawa Tengah.

3.2.3. Penyaluran KreditLaju pertumbuhan kredit tercatat melambat pada

triwulan laporan. Kredit bank umum melambat menjadi

9,35% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 9,52% (yoy). Laju pertumbuhan kredit

perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2015 berada

di bawah provinsi lain di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta

11,39%(yoy), Jawa Timur 10,76% (yoy), Jawa Barat

10,55% (yoy), dan Banten 9,72% (yoy). Pertumbuhan

kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2015

juga berada di bawah nasional yang tercatat sebesar

11,09% (yoy).

0 - 100

100 - 500

500 - 1 M

>1 M

Total

DPK

Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya

60,971

40,933

16,303

95,745

213,951

20,446,661

185,768

21,408

20,410

20,674,247

28.5%

19.1%

7.6%

44.8%

100.0%

98.9%

0.9%

0.1%

0.1%

100.0%

Nominal DPK(Miliar Rp)

JumlahRekening

PersentaseNominal

PersentaseRekening

62 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

0

20

40

60

80

100

120

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

RP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160 % YOY

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

II III

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

-

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

RP TRILIUN

III

Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Ditinjau berdasarkan lapangan usaha, penyaluran

kredit perbankan Jawa Tengah masih didominasi

oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran dengan

pangsa 32,74% dari total kredit. Sektor utama daerah

lainnya, yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki

pangsa kredit signifikan sebesar 18,69%. Sementara

itu, sektor pertanian hanya memiliki pangsa sebesar

3,18% dari total kredit.

Perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada

seluruh sektor utama Jawa Tengah. Perlambatan

kredit sektor perdagangan sebagai sektor dengan

pangsa kredit terbesar di Jawa Tengah menjadi

pendorong utama perlambatan kredit di Jawa

Tengah. Pertumbuhan kredit sektor perdagangan

melambat menjadi 9,84% (yoy) pada triwulan laporan,

dari sebelumnya 10,08% (yoy) pada triwulan II 2015.

Sektor industri pengolahan juga tumbuh melambat

sebesar 15,39% (yoy), setelah sebelumnya tumbuh

16,56% (yoy). Sejalan dengan sektor perdagangan dan

industri pengolahan, kredit pada sektor pertanian juga

turut mengalami perlambatan sebesar 13,18% (yoy)

dibandingkan dengan triwulan II 2015 yang tercatat

sebesar 16,30% (yoy).

Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan,

perlambatan pertumbuhan kredit modal kerja

merupakan pendorong utama perlambatan kredit

perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2015.

Sementara itu, kredit investasi dan konsumsi

mengalami pertumbuhan yang meningkat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Kredit modal kerja tumbuh melambat menjadi sebesar

8,41% (yoy), setelah tumbuh sebesar 12,08% (yoy)

pada triwulan II 2015. Melihat pangsa kredit modal

kerja yang dominan, yakni sebesar 53,67% dari total

kredit keseluruhan, perlambatan ini merupakan

penyumbang utama perlambatan kredit berdasarkan

penggunaan. Sementara itu, kredit investasi dengan

pangsa sebesar 15,03% tumbuh sebesar 13,86%(yoy)

atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 6,90% (yoy). Peningkatan juga dialami kredit

konsumsi dengan pangsa 31,30% yang tumbuh

sebesar 8,90% (yoy) pada periode laporan atau

meningkat dari triwulan lalu yang tumbuh sebesar

7,03% (yoy).

63PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO

%YOY

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

RP TRILIUN

0

50

100

150

200

250

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan kepemi l ikan , peningkatan

pertumbuhan DPK nasabah sektor swasta,

merupakan pendorong utama peningkatan

pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah pada

triwulan III 2015. Pada triwulan III 2015, DPK nasabah

sektor swasta tumbuh sebesar 14,16% (yoy), atau

meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 12,55%

(yoy). Peningkatan ini terutama didorong oleh DPK

nasabah perseorangan yang memiliki kontribusi

terbesar (dengan pangsa sebesar 70,39% dari

keseluruhan DPK) yang tumbuh sebesar 11,39% (yoy),

meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 10,78% (yoy).

DPK pada sektor pemerintah juga mengalami

pertumbuhan yang meningkat pada triwulan

laporan. Pertumbuhan DPK sektor pemerintah tercatat

sebesar 20,94% (yoy), atau meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 13,37%

(yoy). Peningkatan pertumbuhan ini sejalan dengan

perlambatan pertumbuhan realisasi belanja pemerintah

yang tercatat sebesar 22,95% (yoy), melambat dari

triwulan lalu yang tercatat sebesar 31,75% (yoy).

Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap

deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih

cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK

berdasarkan nilainya (Tabel 3.2), terlihat bahwa

rekening dengan nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya

dimiliki oleh 0,10% penduduk di Jawa Tengah. Namun

demikian, porsi kepemilikan tersebut menguasai

44,8% total DPK perbankan di Jawa Tengah.

3.2.3. Penyaluran KreditLaju pertumbuhan kredit tercatat melambat pada

triwulan laporan. Kredit bank umum melambat menjadi

9,35% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 9,52% (yoy). Laju pertumbuhan kredit

perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2015 berada

di bawah provinsi lain di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta

11,39%(yoy), Jawa Timur 10,76% (yoy), Jawa Barat

10,55% (yoy), dan Banten 9,72% (yoy). Pertumbuhan

kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2015

juga berada di bawah nasional yang tercatat sebesar

11,09% (yoy).

0 - 100

100 - 500

500 - 1 M

>1 M

Total

DPK

Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya

60,971

40,933

16,303

95,745

213,951

20,446,661

185,768

21,408

20,410

20,674,247

28.5%

19.1%

7.6%

44.8%

100.0%

98.9%

0.9%

0.1%

0.1%

100.0%

Nominal DPK(Miliar Rp)

JumlahRekening

PersentaseNominal

PersentaseRekening

62 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

9

10

11

12

13

14

15

16

17 %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN

II III

Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah

Sementara itu, suku bunga pinjaman berdasarkan

penggunaan secara umum mengalami penurunan

bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Pada triwulan laporan, suku bunga kredit modal kerja

tercatat sebesar 13,10%, atau menurun dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

13,23%. Demikian pula halnya dengan kredit investasi

yang mengalami penurunan suku bunga menjadi

sebesar 12,60% dari 13,01% pada triwulan

sebelumnya. Kejadian berbeda dijumpai pada kredit

konsumsi di mana terjadi sedikit kenaikan suku bunga

menjadi sebesar 13,15% (yoy) dari 13,11% (yoy) pada

triwulan sebelumnya.

Berdasarkan sektor utama, suku bunga pinjaman

pada tr iwulan laporan juga mengalami

penurunan. Suku bunga kredit sektor perdagangan

besar dan eceran pada triwulan pelaporan mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni

menjadi sebesar 13,75% dari 13,92% pada triwulan

sebelumnya. Kredit sektor industri pengolahan juga

mengalami penurunan suku bunga menjadi sebesar

11,39% dari 11,62% pada triwulan sebelumnya.

Sementara itu, suku bunga kredit sektor pertanian pada

triwulan laporan tercatat sebesar 12,87%, atau

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 12,90%.

Kualitas kredit mengalami penurunan pada

triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai

indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan

pada periode laporan tercatat sebesar 2,96% atau

mengalami peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 2,90%. Tingkat NPL

kredit perbankan Jawa Tengah juga tercatat lebih tinggi

dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 2,69%.

Meskipun kualitas kredit menurun, namun besaran NPL

tersebut mas ih da lam batas ind ikat i f yang

dipersyaratkan.

Kenaikan NPL perbankan Jawa Tengah pada triwulan

laporan terutama didorong oleh kenaikan NPL kredit

modal kerja selaku kredit dengan pangsa terbesar yakni

53,67%. Pada triwulan laporan, kualitas kredit

modal kerja mengalami penurunan, tercermin dari

rasio NPL yang meningkat menjadi 3,59% dari 3,47%

di triwulan sebelumnya. Kenaikan NPL pada kredit

modal kerja tersebut utamanya didorong oleh sektor

perdagangan besar dan eceran dengan golongan

debitur sektor swasta bukan lembaga keuangan.

Begitu pula dengan kredit konsumsi, kualitas jenis

kredit tersebut menurun, tercermin dari rasio NPL

yang naik ke angka 1,22% dari 1,20% di triwulan II

2015.

Sementara itu, kualitas kredit investasi mengalami

perbaikan pada triwulan laporan, tercermin dari

rasio NPL yang juga menurun menjadi 4,35% dari

4,42% pada triwulan lalu. Ditinjau lebih lanjut,

membaiknya NPL pada kredit investasi tersebut

utamanya didorong oleh sektor konstruksi dengan

golongan debitur sektor swasta bukan lembaga

keuangan.

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/PembiayaanBank Umum

65PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

0

10

20

30

40

50

60 % YOY

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

I II III

2015

Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

MODAL KERJAINVESTASIKONSUMSI

53,67%15.03%31,30%

Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah

Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya

(Tabel 3.3), dapat terlihat bahwa persentase kredit di

bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 49,6% dari

total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara

kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar

45,0% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah.

Hal Ini menunjukkan bahwa proporsi penyaluran kredit

skala kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif

merata.

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

Secara umum, suku bunga simpanan di bank

umum mengalami penurunan di triwulan laporan.

Suku bunga deposito secara keseluruhan mengalami

penurunan, sedangkan suku bunga giro dan tabungan

relatif tetap. Suku bunga simpanan dalam bentuk

deposito mengalami penurunan di triwulan laporan

menjadi 7,21% dari 7,31% di triwulan sebelumnya.

Penurunan suku bunga deposito didorong oleh

penurunan suku bunga pada hampir seluruh tenor,

kecuali untuk tenor 36 bulan yang mengalami kenaikan

dari 5,82% pada triwulan lalu menjadi sebesar 6,06%

pada triwulan laporan. Suku bunga giro tercatat

sebesar 2,58%, menurun dari triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar 2,91%. Suku bunga tabungan

pada triwulan laporan tetap pada level 1,70%.

Meskipun secara umum suku bunga simpanan di bank

umum mengalami penurunan di triwulan laporan,

namun demikian DPK masih tetap mengalami

peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan.

0 - 100

100 - 500

500 - 1 M

>1 M

Total

DPK

Tabel 3.3. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya

58,185

45,814

11,399

94,414

209,812

3,003,950

280,971

19,018

21,586

3,325,525

27.7%

21.8%

5.4%

45.0%

100.0%

90.3%

8.4%

0.6%

0.6%

100.0%

Nominal DPK(Miliar Rp)

JumlahRekening

PersentaseNominal

PersentaseRekening

12

13

14

15 %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

II III

Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

5

6

7

8

9%

1.5

2

2.5

3

3.5

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN

II III

%

Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

64 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

9

10

11

12

13

14

15

16

17 %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN

II III

Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah

Sementara itu, suku bunga pinjaman berdasarkan

penggunaan secara umum mengalami penurunan

bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Pada triwulan laporan, suku bunga kredit modal kerja

tercatat sebesar 13,10%, atau menurun dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

13,23%. Demikian pula halnya dengan kredit investasi

yang mengalami penurunan suku bunga menjadi

sebesar 12,60% dari 13,01% pada triwulan

sebelumnya. Kejadian berbeda dijumpai pada kredit

konsumsi di mana terjadi sedikit kenaikan suku bunga

menjadi sebesar 13,15% (yoy) dari 13,11% (yoy) pada

triwulan sebelumnya.

Berdasarkan sektor utama, suku bunga pinjaman

pada tr iwulan laporan juga mengalami

penurunan. Suku bunga kredit sektor perdagangan

besar dan eceran pada triwulan pelaporan mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni

menjadi sebesar 13,75% dari 13,92% pada triwulan

sebelumnya. Kredit sektor industri pengolahan juga

mengalami penurunan suku bunga menjadi sebesar

11,39% dari 11,62% pada triwulan sebelumnya.

Sementara itu, suku bunga kredit sektor pertanian pada

triwulan laporan tercatat sebesar 12,87%, atau

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 12,90%.

Kualitas kredit mengalami penurunan pada

triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai

indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan

pada periode laporan tercatat sebesar 2,96% atau

mengalami peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 2,90%. Tingkat NPL

kredit perbankan Jawa Tengah juga tercatat lebih tinggi

dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 2,69%.

Meskipun kualitas kredit menurun, namun besaran NPL

tersebut mas ih da lam batas ind ikat i f yang

dipersyaratkan.

Kenaikan NPL perbankan Jawa Tengah pada triwulan

laporan terutama didorong oleh kenaikan NPL kredit

modal kerja selaku kredit dengan pangsa terbesar yakni

53,67%. Pada triwulan laporan, kualitas kredit

modal kerja mengalami penurunan, tercermin dari

rasio NPL yang meningkat menjadi 3,59% dari 3,47%

di triwulan sebelumnya. Kenaikan NPL pada kredit

modal kerja tersebut utamanya didorong oleh sektor

perdagangan besar dan eceran dengan golongan

debitur sektor swasta bukan lembaga keuangan.

Begitu pula dengan kredit konsumsi, kualitas jenis

kredit tersebut menurun, tercermin dari rasio NPL

yang naik ke angka 1,22% dari 1,20% di triwulan II

2015.

Sementara itu, kualitas kredit investasi mengalami

perbaikan pada triwulan laporan, tercermin dari

rasio NPL yang juga menurun menjadi 4,35% dari

4,42% pada triwulan lalu. Ditinjau lebih lanjut,

membaiknya NPL pada kredit investasi tersebut

utamanya didorong oleh sektor konstruksi dengan

golongan debitur sektor swasta bukan lembaga

keuangan.

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/PembiayaanBank Umum

65PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

0

10

20

30

40

50

60 % YOY

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

I II III

2015

Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

MODAL KERJAINVESTASIKONSUMSI

53,67%15.03%31,30%

Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah

Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya

(Tabel 3.3), dapat terlihat bahwa persentase kredit di

bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 49,6% dari

total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara

kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar

45,0% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah.

Hal Ini menunjukkan bahwa proporsi penyaluran kredit

skala kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif

merata.

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

Secara umum, suku bunga simpanan di bank

umum mengalami penurunan di triwulan laporan.

Suku bunga deposito secara keseluruhan mengalami

penurunan, sedangkan suku bunga giro dan tabungan

relatif tetap. Suku bunga simpanan dalam bentuk

deposito mengalami penurunan di triwulan laporan

menjadi 7,21% dari 7,31% di triwulan sebelumnya.

Penurunan suku bunga deposito didorong oleh

penurunan suku bunga pada hampir seluruh tenor,

kecuali untuk tenor 36 bulan yang mengalami kenaikan

dari 5,82% pada triwulan lalu menjadi sebesar 6,06%

pada triwulan laporan. Suku bunga giro tercatat

sebesar 2,58%, menurun dari triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar 2,91%. Suku bunga tabungan

pada triwulan laporan tetap pada level 1,70%.

Meskipun secara umum suku bunga simpanan di bank

umum mengalami penurunan di triwulan laporan,

namun demikian DPK masih tetap mengalami

peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan.

0 - 100

100 - 500

500 - 1 M

>1 M

Total

DPK

Tabel 3.3. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya

58,185

45,814

11,399

94,414

209,812

3,003,950

280,971

19,018

21,586

3,325,525

27.7%

21.8%

5.4%

45.0%

100.0%

90.3%

8.4%

0.6%

0.6%

100.0%

Nominal DPK(Miliar Rp)

JumlahRekening

PersentaseNominal

PersentaseRekening

12

13

14

15 %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

II III

Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

5

6

7

8

9%

1.5

2

2.5

3

3.5

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN

II III

%

Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

64 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

2.5%

3.0%

3.5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI

PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI

NPL SEKTOR KONSTRUKSI (RHS)

I II III IV2014

I2015

II III

Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Konstruksi

PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA PERTANIAN

PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN

NPL SEKTOR PERTANIAN (RHS)

Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Pertanian

I II III IV2014

I2015

II III

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

2.5%

3.0%

3.5%

4.0%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%3.04%

3.60%

9.9% 8.6%

6.4%4.2%

PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN

PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN

NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (RHS)

I II III IV2014

I2015

II III0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Industri Pengolahan

Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Perdagangan

PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN,REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTORPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN (RHS)

0%

1%

2%

3%

4%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

I II III IV

2014

I

2015

II III

reparasi mobil-sepeda motor. Lapangan usaha

perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda

motor tercatat tumbuh sebesar 3,2% (yoy) pada

triwulan laporan, meningkat dari triwulan sebelumnya

yang sebesar 2,7% (yoy). Hal ini dapat mengindikasikan

menurunnya peran perbankan terhadap pembiayaan

lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan

reparasi mobil-sepeda motor pada triwulan laporan.

Sementara itu, perkembangan risiko kredit dan

pertumbuhan lapangan usaha ekonomi utama

Jawa Tengah cenderung menunjukkan tren yang

berlawanan arah. Seiring dengan melambatnya

beberapa lapangan usaha ekonomi utama Jawa Tengah

pada triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan

sebe lumnya, pen ingkatan r i s iko kegaga lan

pembayaran kredit juga terjadi di triwulan laporan.

Sebagaimana terlihat pada kenaikan NPL, bauran

kebijakan yang terintegrasi antara kebijakan moneter,

stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran

diharapkan dapat memperbaiki kinerja sektor riil di

masa mendatang.

Perkembangan industri perbankan syariah pada

triwulan III 2015 di Jawa Tengah menunjukkan

perlambatan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan syariah

secara keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang

melambat menjadi 16,55% (yoy) pada triwulan

laporan, dari triwulan sebelumnya sebesar 18,95%

(yoy). Namun demikian, angka pertumbuhan ini lebih

tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan aset

nasional yang tercatat sebesar 12,33% (yoy).

Sejalan dengan perlambatan aset, pembiayaan yang

disalurkan oleh perbankan syariah juga melambat.

Pada triwulan laporan, pembiayaan tumbuh sebesar

6,09% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang sebesar 7,31% (yoy). Namun

demikian, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan

dengan laju pembiayaan nasional yang sebesar 5,76%

(yoy). Apabila dibandingkan dengan provinsi lain di

Pulau Jawa, laju pertumbuhan pembiayaan syariah

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

67PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

11.0%8.4%

2.7% 3.2%

3.7%

3.8%

3.7% 3.6%

21.7%

20.9%3.27%

4.98%

2.8%

2.9%31.2%

17.9%

5.3%7.9%

1

2

3

4

5 %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

II

2015

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL KREDIT TOTAL

I III

Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI NPL KREDIT KONSUMSINPL TOTAL

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00 %

I II III

2015

Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Secara keseluruhan, kenaikan NPL perbankan

Jawa Tengah didorong oleh sektor perdagangan

dan industri pengolahan. NPL untuk sektor

perdagangan besar dan eceran naik menjadi 4,17%,

setelah sebelumnya mencatatkan angka NPL sebesar

3,72%. Sementara NPL untuk sektor industri

pengolahan naik menjadi 4,57%, setelah sebelumnya

mencatatkan angka NPL sebesar 4,01%. Sektor pertanian juga mencatat kenaikan NPL menjadi

2,69% dari 2,48% pada triwulan lalu.

Secara umum, pola pergerakan laju kredit

tahunan terlihat searah dengan pergerakan

pertumbuhan ekonomi lapangan usaha utama

Jawa Tengah. Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha

utama Provinsi Jawa Tengah pada triwulan III 2015

mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan

triwulan lalu. Hal tersebut sejalan pula dengan laju

kredit tahunan lapangan usaha utama Jawa Tengah

yang mengalami penurunan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan yang

mengalami perlambatan pada triwulan laporan sejalan

dengan pertumbuhan lapangan usaha industri

pengolahan yang juga sedikit mengalami perlambatan.

Lapangan usaha industri pengolahan tercatat tumbuh

sebesar 3,6% (yoy) pada triwulan laporan, sedikit

melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 3,7%

(yoy).

Penurunan impor bahan baku dan juga konsumsi listrik

industri yang menurun pada triwulan laporan juga

mengindikasikan penurunan kebutuhan pembiayaan

sektor industri.

Pertumbuhan kredit sektor pertanian yang mengalami

perlambatan pada triwulan laporan juga sejalan

dengan pertumbuhan lapangan usaha pertanian,

kehutanan, dan per ikanan yang mengalami

perlambatan. Lapangan usaha pertanian, kehutanan

dan perikanan pada triwulan III 2015 tumbuh 4,2%

(yoy), melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar

6,4% (yoy).

Di sisi lain, perlambatan pertumbuhan kredit sektor

konstruksi pada triwulan laporan terjadi bersamaan

dengan peningkatan pertumbuhan kategor i

konstruksi. Lapangan usaha konstruksi tercatat tumbuh

sebesar 7,9% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat

dari triwulan sebelumnya yang sebesar 5,3% (yoy). Hal

ini dapat mengindikasikan bahwa bahwa sebagian

proyek konstruksi merupakan realisasi proyek dari

triwulan II 2015 yang mundur dan dilakukan pada

triwulan III sehingga pembiayaan proyek-proyek

tersebut sudah di laksanakan pada tr iwulan

sebelumnya.

Perlambatan pertumbuhan kredit sektor perdagangan

besar dan eceran pada triwulan laporan juga terjadi

bersamaan dengan peningkatan pertumbuhan

lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan

23.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

66 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

2.5%

3.0%

3.5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI

PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI

NPL SEKTOR KONSTRUKSI (RHS)

I II III IV2014

I2015

II III

Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Konstruksi

PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA PERTANIAN

PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN

NPL SEKTOR PERTANIAN (RHS)

Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Pertanian

I II III IV2014

I2015

II III

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

2.5%

3.0%

3.5%

4.0%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%3.04%

3.60%

9.9% 8.6%

6.4%4.2%

PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN

PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN

NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (RHS)

I II III IV2014

I2015

II III0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Industri Pengolahan

Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Perdagangan

PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN,REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTORPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN (RHS)

0%

1%

2%

3%

4%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

I II III IV

2014

I

2015

II III

reparasi mobil-sepeda motor. Lapangan usaha

perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda

motor tercatat tumbuh sebesar 3,2% (yoy) pada

triwulan laporan, meningkat dari triwulan sebelumnya

yang sebesar 2,7% (yoy). Hal ini dapat mengindikasikan

menurunnya peran perbankan terhadap pembiayaan

lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan

reparasi mobil-sepeda motor pada triwulan laporan.

Sementara itu, perkembangan risiko kredit dan

pertumbuhan lapangan usaha ekonomi utama

Jawa Tengah cenderung menunjukkan tren yang

berlawanan arah. Seiring dengan melambatnya

beberapa lapangan usaha ekonomi utama Jawa Tengah

pada triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan

sebe lumnya, pen ingkatan r i s iko kegaga lan

pembayaran kredit juga terjadi di triwulan laporan.

Sebagaimana terlihat pada kenaikan NPL, bauran

kebijakan yang terintegrasi antara kebijakan moneter,

stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran

diharapkan dapat memperbaiki kinerja sektor riil di

masa mendatang.

Perkembangan industri perbankan syariah pada

triwulan III 2015 di Jawa Tengah menunjukkan

perlambatan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan syariah

secara keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang

melambat menjadi 16,55% (yoy) pada triwulan

laporan, dari triwulan sebelumnya sebesar 18,95%

(yoy). Namun demikian, angka pertumbuhan ini lebih

tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan aset

nasional yang tercatat sebesar 12,33% (yoy).

Sejalan dengan perlambatan aset, pembiayaan yang

disalurkan oleh perbankan syariah juga melambat.

Pada triwulan laporan, pembiayaan tumbuh sebesar

6,09% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang sebesar 7,31% (yoy). Namun

demikian, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan

dengan laju pembiayaan nasional yang sebesar 5,76%

(yoy). Apabila dibandingkan dengan provinsi lain di

Pulau Jawa, laju pertumbuhan pembiayaan syariah

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

67PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

11.0%8.4%

2.7% 3.2%

3.7%

3.8%

3.7% 3.6%

21.7%

20.9%3.27%

4.98%

2.8%

2.9%31.2%

17.9%

5.3%7.9%

1

2

3

4

5 %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

II

2015

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL KREDIT TOTAL

I III

Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI NPL KREDIT KONSUMSINPL TOTAL

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00 %

I II III

2015

Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Secara keseluruhan, kenaikan NPL perbankan

Jawa Tengah didorong oleh sektor perdagangan

dan industri pengolahan. NPL untuk sektor

perdagangan besar dan eceran naik menjadi 4,17%,

setelah sebelumnya mencatatkan angka NPL sebesar

3,72%. Sementara NPL untuk sektor industri

pengolahan naik menjadi 4,57%, setelah sebelumnya

mencatatkan angka NPL sebesar 4,01%. Sektor pertanian juga mencatat kenaikan NPL menjadi

2,69% dari 2,48% pada triwulan lalu.

Secara umum, pola pergerakan laju kredit

tahunan terlihat searah dengan pergerakan

pertumbuhan ekonomi lapangan usaha utama

Jawa Tengah. Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha

utama Provinsi Jawa Tengah pada triwulan III 2015

mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan

triwulan lalu. Hal tersebut sejalan pula dengan laju

kredit tahunan lapangan usaha utama Jawa Tengah

yang mengalami penurunan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan yang

mengalami perlambatan pada triwulan laporan sejalan

dengan pertumbuhan lapangan usaha industri

pengolahan yang juga sedikit mengalami perlambatan.

Lapangan usaha industri pengolahan tercatat tumbuh

sebesar 3,6% (yoy) pada triwulan laporan, sedikit

melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 3,7%

(yoy).

Penurunan impor bahan baku dan juga konsumsi listrik

industri yang menurun pada triwulan laporan juga

mengindikasikan penurunan kebutuhan pembiayaan

sektor industri.

Pertumbuhan kredit sektor pertanian yang mengalami

perlambatan pada triwulan laporan juga sejalan

dengan pertumbuhan lapangan usaha pertanian,

kehutanan, dan per ikanan yang mengalami

perlambatan. Lapangan usaha pertanian, kehutanan

dan perikanan pada triwulan III 2015 tumbuh 4,2%

(yoy), melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar

6,4% (yoy).

Di sisi lain, perlambatan pertumbuhan kredit sektor

konstruksi pada triwulan laporan terjadi bersamaan

dengan peningkatan pertumbuhan kategor i

konstruksi. Lapangan usaha konstruksi tercatat tumbuh

sebesar 7,9% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat

dari triwulan sebelumnya yang sebesar 5,3% (yoy). Hal

ini dapat mengindikasikan bahwa bahwa sebagian

proyek konstruksi merupakan realisasi proyek dari

triwulan II 2015 yang mundur dan dilakukan pada

triwulan III sehingga pembiayaan proyek-proyek

tersebut sudah di laksanakan pada tr iwulan

sebelumnya.

Perlambatan pertumbuhan kredit sektor perdagangan

besar dan eceran pada triwulan laporan juga terjadi

bersamaan dengan peningkatan pertumbuhan

lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan

23.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

66 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

0

10

20

30% YOYRP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN

II0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

III

Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM

RP TRILIUN

3.0

3.5

4.0

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)

II0

1

2

3

4

III

Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Tabel 3.3. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah

KETERANGAN

I

2014

II III IV I

2015

BANK SYARIAH

BANK UMUM

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

UNIT USAHA SYARIAH

JUMLAH KANTOR

BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

II III

9

167

62

24

24

9

175

60

24

24

10

178

58

24

24

10

154

53

25

25

10

169

32

25

25

10

169

35

25

25

10

169

35

25

25

Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di

Jawa Tengah pada triwulan III 2015 mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat tumbuh

10,98% (yoy) di triwulan laporan, atau meningkat

dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

sebesar 10,14% (yoy). Angka ini juga lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar

7,49% (yoy). Sementara itu, risiko kredit pada sektor

UMKM mengalami kenaikan. NPL kredit UMKM di Jawa

Tengah pada periode laporan tercatat sebesar 3,78%,

atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 3,69%. Namun demikian, NPL kredit UMKM

Jawa Tengah lebih baik dibandingkan dengan nasional

yang tercatat sebesar 4,78%.

Pangsa kredit perbankan Jawa Tengah kepada UMKM

pada triwulan III mengalami penurunan menjadi

38,68% dari total kredit yang diberikan, dibandingkan

triwulan II 2015 yang sebesar 41,49%. Pangsa kredit

UMKM di Jawa Tengah ini jauh di atas pangsa nasional

yang tercatat sebesar 19,38%.

Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit

UMKM mayor i tas d i tu jukan kepada sektor

perdagangan besar dan eceran (62,65%), diikuti sektor

industri pengolahan (10,25%), dan sektor pertanian

(6,16%). Peningkatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan

laporan terutama didorong oleh peningkatan kredit

sektor industri pengolahan yang tumbuh sebesar

19,44% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 7,34% (yoy).

Pertumbuhan kredit kepada UMKM sektor pertanian

tercatat juga mengalami peningkatan, yakni sebesar

17,91% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini lebih

tinggi dari triwulan II 2015 yang tercatat sebesar

17,00% (yoy). Sementara itu, kredit pada UMKM sektor

perdagangan tumbuh melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya, dari 11,33% (yoy) menjadi

10,96% (yoy).

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

69PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III0

10

20

30

40

50

60

70

Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III0

20

40

60

80

100

120

140

160

Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III0

10

20

30

40

50

60

Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Pulau Jawa

0

10

20

30

40

50

60 % YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III

Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa

Provinsi Jawa Tengah masih cenderung tertinggal. Laju

pertumbuhan pembiayaan syariah di Provinsi Jawa

Timur adalah sebesar 6,44% (yoy) dan pembiayaan

syariah di Provinsi Jawa Barat adalah sebesar 9,65%

(yoy).

Pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa

Tengah juga mencatatkan perlambatan pada

triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 25,43% (yoy)

pada triwulan laporan, atau melambat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 32,77%

(yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan laju

pertumbuhan DPK beberapa provinsi lain di Pulau Jawa

maupun nasional yang sebesar 11,11% (yoy).

Pertumbuhan DPK perbankan syariah di Provinsi Jawa

Barat adalah sebesar 16,22% (yoy) dan di Provinsi Jawa

Timur adalah sebesar 2,86% (yoy).

Sementara itu, angka Financing to Deposit Ratio (FDR)

pada triwulan III 2015 juga mengalami perlambatan ke

level 111,12%, dari 112,70% di triwulan sebelumnya.

Angka FDR Jawa Tengah ini tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan FDR nasional yang tercatat

sebesar 95,34%.

Pada triwulan laporan, jumlah jaringan kantor

perbankan syariah tidak berubah dari triwulan

sebelumnya, yakni sebanyak 169 unit dengan

komposisi Bank Umum, Unit Usaha Syariah, dan Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah yang juga sama

dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,

terdapat 10 Bank Umum Syariah dengan 169 Kantor

yang tersebar di seluruh Jawa Tengah. Sementara Unit

Usaha Syariah pada triwulan laporan adalah sebanyak

35 Unit. Untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah,

pada triwulan laporan terdapat 25 bank dengan 25

kantor yang tersebar di seluruh Jawa Tengah.

68 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

0

10

20

30% YOYRP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN

II0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

III

Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM

RP TRILIUN

3.0

3.5

4.0

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)

II0

1

2

3

4

III

Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Tabel 3.3. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah

KETERANGAN

I

2014

II III IV I

2015

BANK SYARIAH

BANK UMUM

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

UNIT USAHA SYARIAH

JUMLAH KANTOR

BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

II III

9

167

62

24

24

9

175

60

24

24

10

178

58

24

24

10

154

53

25

25

10

169

32

25

25

10

169

35

25

25

10

169

35

25

25

Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di

Jawa Tengah pada triwulan III 2015 mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat tumbuh

10,98% (yoy) di triwulan laporan, atau meningkat

dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

sebesar 10,14% (yoy). Angka ini juga lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar

7,49% (yoy). Sementara itu, risiko kredit pada sektor

UMKM mengalami kenaikan. NPL kredit UMKM di Jawa

Tengah pada periode laporan tercatat sebesar 3,78%,

atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 3,69%. Namun demikian, NPL kredit UMKM

Jawa Tengah lebih baik dibandingkan dengan nasional

yang tercatat sebesar 4,78%.

Pangsa kredit perbankan Jawa Tengah kepada UMKM

pada triwulan III mengalami penurunan menjadi

38,68% dari total kredit yang diberikan, dibandingkan

triwulan II 2015 yang sebesar 41,49%. Pangsa kredit

UMKM di Jawa Tengah ini jauh di atas pangsa nasional

yang tercatat sebesar 19,38%.

Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit

UMKM mayor i tas d i tu jukan kepada sektor

perdagangan besar dan eceran (62,65%), diikuti sektor

industri pengolahan (10,25%), dan sektor pertanian

(6,16%). Peningkatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan

laporan terutama didorong oleh peningkatan kredit

sektor industri pengolahan yang tumbuh sebesar

19,44% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 7,34% (yoy).

Pertumbuhan kredit kepada UMKM sektor pertanian

tercatat juga mengalami peningkatan, yakni sebesar

17,91% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini lebih

tinggi dari triwulan II 2015 yang tercatat sebesar

17,00% (yoy). Sementara itu, kredit pada UMKM sektor

perdagangan tumbuh melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya, dari 11,33% (yoy) menjadi

10,96% (yoy).

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

69PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III0

10

20

30

40

50

60

70

Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III0

20

40

60

80

100

120

140

160

Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III0

10

20

30

40

50

60

Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Pulau Jawa

0

10

20

30

40

50

60 % YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III

Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa

Provinsi Jawa Tengah masih cenderung tertinggal. Laju

pertumbuhan pembiayaan syariah di Provinsi Jawa

Timur adalah sebesar 6,44% (yoy) dan pembiayaan

syariah di Provinsi Jawa Barat adalah sebesar 9,65%

(yoy).

Pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa

Tengah juga mencatatkan perlambatan pada

triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 25,43% (yoy)

pada triwulan laporan, atau melambat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 32,77%

(yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan laju

pertumbuhan DPK beberapa provinsi lain di Pulau Jawa

maupun nasional yang sebesar 11,11% (yoy).

Pertumbuhan DPK perbankan syariah di Provinsi Jawa

Barat adalah sebesar 16,22% (yoy) dan di Provinsi Jawa

Timur adalah sebesar 2,86% (yoy).

Sementara itu, angka Financing to Deposit Ratio (FDR)

pada triwulan III 2015 juga mengalami perlambatan ke

level 111,12%, dari 112,70% di triwulan sebelumnya.

Angka FDR Jawa Tengah ini tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan FDR nasional yang tercatat

sebesar 95,34%.

Pada triwulan laporan, jumlah jaringan kantor

perbankan syariah tidak berubah dari triwulan

sebelumnya, yakni sebanyak 169 unit dengan

komposisi Bank Umum, Unit Usaha Syariah, dan Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah yang juga sama

dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,

terdapat 10 Bank Umum Syariah dengan 169 Kantor

yang tersebar di seluruh Jawa Tengah. Sementara Unit

Usaha Syariah pada triwulan laporan adalah sebanyak

35 Unit. Untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah,

pada triwulan laporan terdapat 25 bank dengan 25

kantor yang tersebar di seluruh Jawa Tengah.

68 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN PP

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II

2014 2015

III

%YOY

Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah

-

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

I II III IV I II

2014 2015

NON PERFORMING LOAN PP JAWA TENGAH

III

%YOY

Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah

dari triwulan lalu yang tercatat sebesar 0,39%.

Penurunan NPL ini terutama disumbang oleh

penurunan NPL sektor jasa dunia usaha yang tercatat

sebesar 1,16% atau menurun dari triwulan lalu yang

tercatat sebesar 1,50%.

Sejalan dengan pola yang terdapat pada triwulan-

triwulan sebelumnya, pangsa pembiayaan terbesar

yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah masih didominasi

oleh sektor listrik, gas, dan air dengan pangsa sebesar

5,42%.

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan

laporan, jumlah pemrosesan transaksi melalui sistem

pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank

Indonesia, yang terdiri atas sistem Bank Indonesia Real

Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring

Nasional Bank Indonesia (SKNBI), menunjukkan

peningkatan pada triwulan III 2015 (Grafik 3.35). Hal ini

menunjukkan bahwa kegiatan sistem pembayaran

mampu memberikan dukungan terhadap kelancaran

transaksi ekonomi di Jawa Tengah. Sistem pembayaran

nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia

sepanjang triwulan III 2015 mampu melayani 961.523

transaksi dengan nilai Rp302,36 triliun. Jumlah

transaksi ini meningkat 0,33% dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 958.370

transaksi dengan nilai Rp327,73 triliun.

triwulan III 2015 ini mengalami peningkatan. NPL kredit

modal kerja meningkat menjadi 3,61% dari

sebelumnya sebesar 3,54%. Angka ini lebih baik

dibandingkan dengan nasional yang sebesar 4,90%.

Sementara itu, NPL kredit investasi pada triwulan

laporan tercatat sebesar 4,58%, meningkat

dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar

4,40%. Angka NPL kredit investasi pada periode ini

sedikit lebih tinggi dari tingkat NPL nasional yang

tercatat sebesar 4,45%.

Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh

Perusahaan Pembiayaan (PP) yang ada di Jawa

Tengah mengalami perbaikan pada triwulan

laporan. Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan

oleh PP Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat

sebesar -0,75% (yoy) atau membaik dibandingkan

dengan triwulan lalu yang tercatat sebesar -7,46%

(yoy). Perbaikan tersebut tersebut terutama didorong

oleh perbaikan penyaluran pembiayaan kepada sektor

listrik, gas, dan air yang tercatat sebesar -1,94% (yoy)

pada triwulan laporan, atau membaik dari triwulan lalu

yang tercatat sebesar -17,81% (yoy).

Risiko kredit yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah

relatif stabil pada triwulan laporan. Tingkat Non

Performing Loan (NPL) PP Jawa Tengah pada triwulan

laporan tercatat sebesar 0,38% atau sedikit menurun

3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaandi Jawa Tengah

3.6. Perkembangan Transaksi SistemKliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)dan BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)

71PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

RP TRILIUN % YOY

2

3

4

5

-1

1

2

3

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM

PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHSPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)

II III

Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan

0

10

20

30

40

50

60

70

80 % YOYRP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM

PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)

II-10

0

10

20

30

40

50

60

III

Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan

1

2

3

4

5

6

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

% YOY

NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN

NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

II III

Grafik 3.30Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor

PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHANPERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

% YOY

-10

20

50

80

110

140

170

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor

Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama

mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan

pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan laporan.

Peningkatan NPL tersebut terutama didorong

peningkatan NPL kredit sektor pertanian dan sektor

industri pengolahan. NPL kredit sektor pertanian pada

triwulan III 2015 tercatat sebesar 3,63% atau

meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar 3,09%.

NPL kredit sektor industri pengolahan pada triwulan III

2015 tercatat sebesar 3,60% atau meningkat dari

3,56% triwulan sebelumnya. Sementara NPL kredit

sektor perdagangan pada triwulan III 2015 tercatat

sebesar 3,83% sedikit meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,82%.

Berdasarkan penggunaannya, kredit kepada sektor

UMKM mayoritas berupa kredit modal kerja dengan

porsi sekitar 83,39% dari total kredit yang diberikan

kepada UMKM. Sementara itu,16,61% dari total kredit

UMKM berupa kredit investasi.

Pertumbuhan kredit modal kerja tumbuh sebesar

12,06% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang sebesar 12,69% (yoy).

Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang

sebesar 7,59% (yoy), laju kredit modal kerja sektor

UMKM Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan yang

lebih tinggi pada triwulan laporan. Sementara itu,

kredit investasi mengalami peningkatan pertumbuhan.

Pada triwulan laporan, kredit investasi pada sektor

UMKM mengalami peningkatan secara signifikan

menjadi sebesar 5,87% (yoy) dari sebelumnya -0,92%

(yoy). Namun demikian, angka ini masih lebih rendah

dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 7,22%

(yoy).

Kredit kepada sektor UMKM pada triwulan

laporan untuk masing-masing jenis penggunaan

memiliki angka NPL yang meningkat. Meskipun

masih berada di bawah level indikatif 5%. NPL baik

pada kredit modal kerja, maupun kredit investasi pada

70 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN PP

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II

2014 2015

III

%YOY

Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah

-

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

I II III IV I II

2014 2015

NON PERFORMING LOAN PP JAWA TENGAH

III

%YOY

Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah

dari triwulan lalu yang tercatat sebesar 0,39%.

Penurunan NPL ini terutama disumbang oleh

penurunan NPL sektor jasa dunia usaha yang tercatat

sebesar 1,16% atau menurun dari triwulan lalu yang

tercatat sebesar 1,50%.

Sejalan dengan pola yang terdapat pada triwulan-

triwulan sebelumnya, pangsa pembiayaan terbesar

yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah masih didominasi

oleh sektor listrik, gas, dan air dengan pangsa sebesar

5,42%.

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan

laporan, jumlah pemrosesan transaksi melalui sistem

pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank

Indonesia, yang terdiri atas sistem Bank Indonesia Real

Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring

Nasional Bank Indonesia (SKNBI), menunjukkan

peningkatan pada triwulan III 2015 (Grafik 3.35). Hal ini

menunjukkan bahwa kegiatan sistem pembayaran

mampu memberikan dukungan terhadap kelancaran

transaksi ekonomi di Jawa Tengah. Sistem pembayaran

nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia

sepanjang triwulan III 2015 mampu melayani 961.523

transaksi dengan nilai Rp302,36 triliun. Jumlah

transaksi ini meningkat 0,33% dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 958.370

transaksi dengan nilai Rp327,73 triliun.

triwulan III 2015 ini mengalami peningkatan. NPL kredit

modal kerja meningkat menjadi 3,61% dari

sebelumnya sebesar 3,54%. Angka ini lebih baik

dibandingkan dengan nasional yang sebesar 4,90%.

Sementara itu, NPL kredit investasi pada triwulan

laporan tercatat sebesar 4,58%, meningkat

dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar

4,40%. Angka NPL kredit investasi pada periode ini

sedikit lebih tinggi dari tingkat NPL nasional yang

tercatat sebesar 4,45%.

Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh

Perusahaan Pembiayaan (PP) yang ada di Jawa

Tengah mengalami perbaikan pada triwulan

laporan. Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan

oleh PP Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat

sebesar -0,75% (yoy) atau membaik dibandingkan

dengan triwulan lalu yang tercatat sebesar -7,46%

(yoy). Perbaikan tersebut tersebut terutama didorong

oleh perbaikan penyaluran pembiayaan kepada sektor

listrik, gas, dan air yang tercatat sebesar -1,94% (yoy)

pada triwulan laporan, atau membaik dari triwulan lalu

yang tercatat sebesar -17,81% (yoy).

Risiko kredit yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah

relatif stabil pada triwulan laporan. Tingkat Non

Performing Loan (NPL) PP Jawa Tengah pada triwulan

laporan tercatat sebesar 0,38% atau sedikit menurun

3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaandi Jawa Tengah

3.6. Perkembangan Transaksi SistemKliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)dan BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)

71PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

RP TRILIUN % YOY

2

3

4

5

-1

1

2

3

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM

PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHSPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)

II III

Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan

0

10

20

30

40

50

60

70

80 % YOYRP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM

PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)

II-10

0

10

20

30

40

50

60

III

Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan

1

2

3

4

5

6

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

% YOY

NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN

NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

II III

Grafik 3.30Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor

PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHANPERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

% YOY

-10

20

50

80

110

140

170

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor

Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama

mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan

pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan laporan.

Peningkatan NPL tersebut terutama didorong

peningkatan NPL kredit sektor pertanian dan sektor

industri pengolahan. NPL kredit sektor pertanian pada

triwulan III 2015 tercatat sebesar 3,63% atau

meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar 3,09%.

NPL kredit sektor industri pengolahan pada triwulan III

2015 tercatat sebesar 3,60% atau meningkat dari

3,56% triwulan sebelumnya. Sementara NPL kredit

sektor perdagangan pada triwulan III 2015 tercatat

sebesar 3,83% sedikit meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,82%.

Berdasarkan penggunaannya, kredit kepada sektor

UMKM mayoritas berupa kredit modal kerja dengan

porsi sekitar 83,39% dari total kredit yang diberikan

kepada UMKM. Sementara itu,16,61% dari total kredit

UMKM berupa kredit investasi.

Pertumbuhan kredit modal kerja tumbuh sebesar

12,06% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang sebesar 12,69% (yoy).

Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang

sebesar 7,59% (yoy), laju kredit modal kerja sektor

UMKM Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan yang

lebih tinggi pada triwulan laporan. Sementara itu,

kredit investasi mengalami peningkatan pertumbuhan.

Pada triwulan laporan, kredit investasi pada sektor

UMKM mengalami peningkatan secara signifikan

menjadi sebesar 5,87% (yoy) dari sebelumnya -0,92%

(yoy). Namun demikian, angka ini masih lebih rendah

dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 7,22%

(yoy).

Kredit kepada sektor UMKM pada triwulan

laporan untuk masing-masing jenis penggunaan

memiliki angka NPL yang meningkat. Meskipun

masih berada di bawah level indikatif 5%. NPL baik

pada kredit modal kerja, maupun kredit investasi pada

70 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000 RP MILIAR

Grafik 3.42 Share Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III -

200

400

600

800

1,000 RIBU TRANSAKSI

SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA

Grafik 3.41 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

110

130

150

170

190

210

(10)

(5)

-

5

10

15

20 INDEKS (%)% YOY

PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUME

PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINAL

INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN

Grafik 3.40 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan Indeks Penjualan Riil

13

14

15

16

400

450

500

550

600 RIBU TRANSAKSIRP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN

II III

15

14

Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah

triwulan III 2015 mencapai Rp595,53 miliar per hari

atau meningkat 6,53% (qtq) dari triwulan sebelumnya

sebesar Rp559,01 miliar per hari. Dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya,

pertumbuhan tahunan nominal transaksi kliring pada

periode laporan mengalami perbaikan menjadi tumbuh

sebesar 2,79% (yoy), dibandingkan triwulan II 2015

yang tumbuh negatif sebesar 2,38% (yoy).

Peningkatan nilai transaksi diiringi dengan peningkatan

volume transaksi melalui SKNBI, yang ditunjukkan

melalui kenaikan volume rata-rata harian transaksi

kliring pada triwulan laporan sebesar 0,90% (qtq)

menjadi 14.179 DKE per hari dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya sebesar 14.053 DKE per hari.

Pertumbuhan tahunan volume DKE yang dikliringkan

juga menunjukkan perbaikan, meskipun masih

mencatatkan pertumbuhan negatif. Pada triwulan

laporan, jumlah transaksi SKNBI tumbuh negatif

sebesar 0,32% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang mencatatkan kontraksi

sebesar 7,28% (yoy).

Peningkatan nilai transaksi ritel melalui SKNBI tersebut

sejalan dengan meningkatnya nilai konsumsi

masyarakat pada triwulan laporan berdasarkan harga

berlaku. Nilai transaksi SKNBI meningkat sebesar

6,53% (qtq) dan nilai konsumsi rumah tangga

meningkat sebesar 4,90% (qtq). Perkembangan

transaksi bernilai kecil melalui SKNBI sejalan dengan

indeks penjualan eceran (Grafik 3.40). Hal ini

mengindikasikan bahwa perkembangan kegiatan

konsumsi masyarakat berhubungan dengan

perkembangan transaksi ritel melalui SKNBI.

Berdasarkan daerah asal pengiriman transaksi SKNBI,

Semarang masih mencatatkan share transaksi kliring

terbesar di Jawa Tengah pada triwulan laporan, baik

dari sisi nominal maupun volume, yaitu sebesar

44,56% dan 47,42% (Grafik 3.41, Grafik 3.42). Share

transaksi kliring kota Semarang menunjukkan

penurunan dibanding triwulan II 2015 yang tercatat

sebesar 63,03% dari sisi nominal dan 63,72% dari sisi

volume transaksi. Daerah kedua di Jawa Tengah yang

mencatatkan share transaksi kliring tertinggi adalah

73PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III

110

130

150

170

190

210

(40)

(30)

(20)

(10)

-

10

20 %% YOY

PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA HARIAN TRANSAKSI SP NONTUNAI JAWA TENGAH - VOLUMEPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA TRANSAKSI RTGS HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN

Grafik 3.37 Pertumbuhan Tahunan Volume Transaksi SistemPembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III

110

130

150

170

190

210

(15)

(5)

5

15

25

35

45 %% YOY

PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA HARIAN TRANSAKSI SP NONTUNAI JAWA TENGAH - NOMINALPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINALPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA TRANSAKSI RTGS HARIAN JAWA TENGAH - NOMINALINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN

Grafik 3.38 Pertumbuhan Tahunan Nominal Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah

15

16

17

18

19

2,500

3,500

4,500

5,500 RIBU TRANSAKSIRP MILIAR

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

Grafik 3.36 Perkembangan Rata-Rata HarianTransaksi SP Nontunai Jawa Tengah

950

1,000

1,050

1,100

-

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000 RIBU TRANSAKSIRP MILIAR

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III

NOMINAL SKNBI NOMINAL BI-RTGS VOLUME - SKALA KANAN

Grafik 3.35 Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa Tengah

Jika dilihat berdasarkan rata-rata harian, jumlah

transaksi yang diproses melalui BI-RTGS dan SKNBI

adalah sebanyak 15.763 transaksi per hari, mengalami

peningkatan 0,33% (qtq) dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 15.711

transaksi per hari. Sementara dari sisi nominal, nilai

transaksi yang menggunakan BI-RTGS dan SKNBI pada

triwulan laporan rata-rata mencapai Rp4.956,66 miliar

per hari, atau turun 7,74% (qtq) dari triwulan II 2015

dengan nilai Rp5.372,59 miliar per hari (Grafik 3.36).

Meskipun terjadi penurunan nilai transaksi secara

triwulanan, pertumbuhan tahunan penggunaan sistem

pembayaran nontunai menunjukkan perbaikan

dibanding triwulan II 2015, baik secara volume maupun

nilai transaksi. Pada triwulan laporan nilai nominal

penyelesaian transaksi melalui BI-RTGS dan SKNBI

tumbuh sebesar 27,88% (yoy), lebih t inggi

dibandingkan dengan triwulan II 2015 yang tumbuh

sebesar 26,12% (yoy). Sedangkan dari sisi volume,

penggunaan s i s t em pembaya ran nontuna i

mencatatkan kontraksi yang lebih kecil pada triwulan

laporan, yaitu sebesar 5,17% (yoy), dibandingkan

dengan triwulan II 2015 yang mengalami kontraksi

sebesar 10,98% (yoy) . Peningkatan jumlah

penyelesaian transaksi melalui sistem pembayaran yang

diselenggarakan Bank Indonesia sejalan dengan

perbaikan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada

triwulan laporan, yang salah satunya ditunjukkan

dengan peningkatan indikator rata-rata Indeks

Penjualan Riil (Grafik 3.37, Grafik 3.38).

3.6.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Aktivitas kliring pada triwulan III 2015 mengalami

peningkatan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume

(Grafik 3.39). Selama triwulan III 2015, penyelesaian

transaksi ritel melalui SKNBI tercatat sebanyak 864.945

Data Keuangan Elektronik (DKE) dengan nilai Rp36,33

triliun, meningkat 0,90% (qtq) dan 6,53% (qtq)

dibandingkan triwulan II 2015 sebanyak 857.207 DKE

dengan nilai Rp34,10 triliun. Secara rata-rata harian,

nilai transaksi ritel yang menggunakan SKNBI pada

72 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000 RP MILIAR

Grafik 3.42 Share Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III -

200

400

600

800

1,000 RIBU TRANSAKSI

SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA

Grafik 3.41 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

110

130

150

170

190

210

(10)

(5)

-

5

10

15

20 INDEKS (%)% YOY

PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUME

PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINAL

INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN

Grafik 3.40 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan Indeks Penjualan Riil

13

14

15

16

400

450

500

550

600 RIBU TRANSAKSIRP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN

II III

15

14

Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah

triwulan III 2015 mencapai Rp595,53 miliar per hari

atau meningkat 6,53% (qtq) dari triwulan sebelumnya

sebesar Rp559,01 miliar per hari. Dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya,

pertumbuhan tahunan nominal transaksi kliring pada

periode laporan mengalami perbaikan menjadi tumbuh

sebesar 2,79% (yoy), dibandingkan triwulan II 2015

yang tumbuh negatif sebesar 2,38% (yoy).

Peningkatan nilai transaksi diiringi dengan peningkatan

volume transaksi melalui SKNBI, yang ditunjukkan

melalui kenaikan volume rata-rata harian transaksi

kliring pada triwulan laporan sebesar 0,90% (qtq)

menjadi 14.179 DKE per hari dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya sebesar 14.053 DKE per hari.

Pertumbuhan tahunan volume DKE yang dikliringkan

juga menunjukkan perbaikan, meskipun masih

mencatatkan pertumbuhan negatif. Pada triwulan

laporan, jumlah transaksi SKNBI tumbuh negatif

sebesar 0,32% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang mencatatkan kontraksi

sebesar 7,28% (yoy).

Peningkatan nilai transaksi ritel melalui SKNBI tersebut

sejalan dengan meningkatnya nilai konsumsi

masyarakat pada triwulan laporan berdasarkan harga

berlaku. Nilai transaksi SKNBI meningkat sebesar

6,53% (qtq) dan nilai konsumsi rumah tangga

meningkat sebesar 4,90% (qtq). Perkembangan

transaksi bernilai kecil melalui SKNBI sejalan dengan

indeks penjualan eceran (Grafik 3.40). Hal ini

mengindikasikan bahwa perkembangan kegiatan

konsumsi masyarakat berhubungan dengan

perkembangan transaksi ritel melalui SKNBI.

Berdasarkan daerah asal pengiriman transaksi SKNBI,

Semarang masih mencatatkan share transaksi kliring

terbesar di Jawa Tengah pada triwulan laporan, baik

dari sisi nominal maupun volume, yaitu sebesar

44,56% dan 47,42% (Grafik 3.41, Grafik 3.42). Share

transaksi kliring kota Semarang menunjukkan

penurunan dibanding triwulan II 2015 yang tercatat

sebesar 63,03% dari sisi nominal dan 63,72% dari sisi

volume transaksi. Daerah kedua di Jawa Tengah yang

mencatatkan share transaksi kliring tertinggi adalah

73PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III

110

130

150

170

190

210

(40)

(30)

(20)

(10)

-

10

20 %% YOY

PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA HARIAN TRANSAKSI SP NONTUNAI JAWA TENGAH - VOLUMEPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA TRANSAKSI RTGS HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN

Grafik 3.37 Pertumbuhan Tahunan Volume Transaksi SistemPembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III

110

130

150

170

190

210

(15)

(5)

5

15

25

35

45 %% YOY

PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA HARIAN TRANSAKSI SP NONTUNAI JAWA TENGAH - NOMINALPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINALPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA TRANSAKSI RTGS HARIAN JAWA TENGAH - NOMINALINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN

Grafik 3.38 Pertumbuhan Tahunan Nominal Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah

15

16

17

18

19

2,500

3,500

4,500

5,500 RIBU TRANSAKSIRP MILIAR

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

Grafik 3.36 Perkembangan Rata-Rata HarianTransaksi SP Nontunai Jawa Tengah

950

1,000

1,050

1,100

-

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000 RIBU TRANSAKSIRP MILIAR

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III

NOMINAL SKNBI NOMINAL BI-RTGS VOLUME - SKALA KANAN

Grafik 3.35 Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa Tengah

Jika dilihat berdasarkan rata-rata harian, jumlah

transaksi yang diproses melalui BI-RTGS dan SKNBI

adalah sebanyak 15.763 transaksi per hari, mengalami

peningkatan 0,33% (qtq) dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 15.711

transaksi per hari. Sementara dari sisi nominal, nilai

transaksi yang menggunakan BI-RTGS dan SKNBI pada

triwulan laporan rata-rata mencapai Rp4.956,66 miliar

per hari, atau turun 7,74% (qtq) dari triwulan II 2015

dengan nilai Rp5.372,59 miliar per hari (Grafik 3.36).

Meskipun terjadi penurunan nilai transaksi secara

triwulanan, pertumbuhan tahunan penggunaan sistem

pembayaran nontunai menunjukkan perbaikan

dibanding triwulan II 2015, baik secara volume maupun

nilai transaksi. Pada triwulan laporan nilai nominal

penyelesaian transaksi melalui BI-RTGS dan SKNBI

tumbuh sebesar 27,88% (yoy), lebih t inggi

dibandingkan dengan triwulan II 2015 yang tumbuh

sebesar 26,12% (yoy). Sedangkan dari sisi volume,

penggunaan s i s t em pembaya ran nontuna i

mencatatkan kontraksi yang lebih kecil pada triwulan

laporan, yaitu sebesar 5,17% (yoy), dibandingkan

dengan triwulan II 2015 yang mengalami kontraksi

sebesar 10,98% (yoy) . Peningkatan jumlah

penyelesaian transaksi melalui sistem pembayaran yang

diselenggarakan Bank Indonesia sejalan dengan

perbaikan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada

triwulan laporan, yang salah satunya ditunjukkan

dengan peningkatan indikator rata-rata Indeks

Penjualan Riil (Grafik 3.37, Grafik 3.38).

3.6.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Aktivitas kliring pada triwulan III 2015 mengalami

peningkatan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume

(Grafik 3.39). Selama triwulan III 2015, penyelesaian

transaksi ritel melalui SKNBI tercatat sebanyak 864.945

Data Keuangan Elektronik (DKE) dengan nilai Rp36,33

triliun, meningkat 0,90% (qtq) dan 6,53% (qtq)

dibandingkan triwulan II 2015 sebanyak 857.207 DKE

dengan nilai Rp34,10 triliun. Secara rata-rata harian,

nilai transaksi ritel yang menggunakan SKNBI pada

72 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Sebagai s istem yang diselenggarakan untuk

memproses transaksi pembayaran bernilai besar,

jumlah penyelesaian transaksi melalui sistem BI-RTGS

pada triwulan III 2015 mengalami penurunan sebesar

4,53% (qtq) menjadi sebanyak 96.578 transaksi atau

secara rata-rata harian sebesar 1.583 transaksi,

dibanding pada triwulan II 2015 yang memproses

sebanyak 101.163 transaksi atau secara rata-rata

sebesar 1.658 transaksi per hari (Grafik 3.45). Secara

tahunan, perkembangan tahunan volume transaksi BI-

RTGS pada periode laporan tercatat mengalami

pertumbuhan negatif yang sedikit lebih besar yaitu

menjadi kontraksi sebesar 33,95% (yoy), dibanding

dengan triwulan II 2015 yang mencatatkan kontraksi

sebesar 33,44% (yoy).

Seperti halnya transaksi ritel melalui SKNBI, transaksi

pembayaran bernilai besar melalui BI-RTGS juga

didominasi oleh kota Semarang. Semarang sebagai

pusat kegiatan ekonomi Jawa Tengah mencatatkan

transaksi BI-RTGS terbesar baik dari sisi volume maupun

nominal, yaitu mencapai 45.649 transaksi dengan nilai

Rp208,81 triliun, dengan share 47,27% (volume) dan

78,49% (nominal) dari seluruh transaksi BI-RTGS Jawa

Tengah.

menjadi sebesar Rp 8,59 triliun (276,20%, qtq) dari

sebelumnya tercatat net inflow sebesar Rp2,28 triliun.

Peningkatan net inflow pada triwulan laporan tidak

terlepas dari pola siklikal pasca periode Ramadhan dan

Idul Fitri yang biasanya mencatatkan adanya arus balik

dana perbankan ke Bank Indonesia (inflow). Pada

triwulan II 2015 terjadi peningkatan kebutuhan uang

kartal masyarakat terkait dengan persiapan Idul Fitri,

tahun ajaran baru sekolah, serta keperluan belanja

pemerintah untuk pembayaran gaji ke-13 bagi PNS,

sehingga pada periode tersebut terjadi kenaikan

outflow yang signifikan, yang menyebabkan

menipisnya net inflow. Selanjutnya pasca peristiwa

tersebut, kebutuhan uang tunai masyarakat kembali

normal dan diikuti dengan kembalinya dana

masyarakat ke perbankan yang selanjutnya disetorkan

ke Bank Indonesia. Dengan demikian terjadi

peningkatan aliran uang kartal ke Bank Indonesia yang

menyebabkan kenaikan net inflow pada periode

laporan.

Secara tahunan, posisi inflow di Jawa Tengah

menunjukkan peningkatan dari tumbuh sebesar

4,18% (yoy) pada triwulan II 2015, menjadi sebesar

24,51% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara

perkembangan tahunan posisi outflow menunjukkan

adanya perlambatan menjadi tumbuh sebesar 15,43%

(yoy) pada triwulan III 2015, lebih rendah dibanding

triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 41,00%

(yoy). Dengan demikian, posisi net inflow pada triwulan

III 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 47,37%

(yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang

mencatatkan kontraksi sebesar 57,35% (yoy). Pola

historis Jawa Tengah yang mencatatkan net inflow

tidak terlepas dari karakteristik Jawa Tengah sebagai

basis produksi dan perdagangan. Dengan karakteristik

tersebut, aliran uang kartal dari daerah lain masuk ke

dalam sistem perbankan di Jawa Tengah, yang

selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-kantor Bank

Indonesia di Jawa Tengah sehinga mendorong posisi

inflow di Jawa Tengah yang relatif tinggi.

3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah

Secara umum, aliran uang kartal melalui Bank

Indonesia di Provinsi Jawa Tengah, yang terdiri dari BI

Provinsi Jawa Tengah (Semarang), BI Solo, BI

Purwokerto, dan BI Tegal, menunjukkan adanya

peningkatan net inflow dibanding triwulan sebelumnya

(Grafik 3.46). Aliran uang kartal masuk ke Bank

Indonesia (inflow) meningkat signifikan sebesar

71,37% (qtq) dari Rp14,91 triliun menjadi Rp25,55

triliun. Sedangkan aliran uang kartal keluar dari Bank

Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow)

meningkat 34,30% (qtq) dari Rp12,62 triliun menjadi

Rp16,95 triliun. Akibatnya pada triwulan III 2015 terjadi

kenaikan net inflow yang cukup signifikan, yaitu

75PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

RIBU TRANSAKSI

(40)

(30)

(20)

(10)

-

10

20

-

1

2

3

4 %, YOY

RATA-RATA OUTGOING TRANSFER RTGS RATA-RATA INCOMING TRANSFER RTGSRATA-RATA TRANSFER ANTARA RTGS PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Grafik 3.45 Perkembangan Rata-Rata Harian Volume RTGS Jawa Tengah

LEMBARRP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III 240

260

280

300

320

6

7

8

9

10

11

12

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

Grafik 3.43 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

Solo dengan porsi nominal dan volume kliring sebesar

28,64% dan 24,49%. Pada triwulan III 2015, transaksi

kliring kota Solo mengalami peningkatan, sehingga

terjadi peningkatan share kota Solo dari triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 18,28% dan

16,81%. Sementara transaksi kliring di daerah-daerah

lain tergolong rendah, dengan share masing-masing

kota di bawah 10%.

Perputaran kliring Jawa Tengah masih didominasi oleh

transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan

cek dan bilyet giro. Pada periode laporan jumlah

penarikan cek dan bilyet giro (BG) kosong mengalami

penurunan dari triwulan sebelumnya (Grafik 3.43).

Rata-rata cek dan BG kosong yang dikliringkan per hari

pada triwulan III 2015 turun sebesar 10,14% (qtq)

menjadi 242 warkat per hari, dari sebelumnya sebanyak

270 warkat per hari. Sementara nilai penarikan cek dan

BG kosong mengalami kenaikan sebesar 21,72% (qtq)

menjadi Rp10,55 miliar per hari dari triwulan

sebelumnya sebesar Rp8,67 miliar per hari.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

RIBU TRANSAKSI %, YOY

RATA-RATA OUTGOING TRANSFER RTGS RATA-RATA INCOMING TRANSFER RTGSRATA-RATA TRANSFER ANTARA RTGS PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

Grafik 3.44 Perkembangan Rata-Rata Harian Nominal RTGS Jawa Tengah

2.6.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)

Pada triwulan III 2015, penyelesaian transaksi nilai

besar melalui sistem BI-RTGS di Jawa Tengah

mengalami penurunan dibanding triwulan

sebelumnya. Penggunaan sistem BI-RTGS sebagai

sarana penyelesaian akhir transaksi pembayaran telah

memproses Rp266,03 triliun pada triwulan laporan,

atau turun 9,40% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp293,63 triliun. Untuk rata-rata

harian, nilai transaksi yang menggunakan sistem BI-

RTGS pada triwulan laporan turun sebesar 9,40% (qtq)

menjadi sebesar Rp4,36 triliun per hari dari triwulan II

2015 sebesar Rp4,81 triliun per hari (Grafik 3.44).

Apabila dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya, rata-rata harian nominal transaksi

RTGS mengalami pertumbuhan sebesar 32,28% (yoy)

pada triwulan III 2015, lebih tinggi dibanding triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 30,54% (yoy).

Dari ketiga jenis transaksi BI-RTGS, transaksi transfer

RTGS dari Jawa Tengah (transfer outgoing RTGS)

sebesar Rp1,90 triliun per hari memberikan komposisi

terbesar dari keseluruhan transaksi RTGS (43,62%),

diikuti dengan transaksi transfer RTGS ke Jawa Tengah

(transfer incoming RTGS) sebesar Rp1,66 triliun per hari

(38,13%) dan transaksi transfer antardaerah di Jawa

Tengah Rp796,08 miliar per hari (18,25%). Penurunan

transfer RTGS dari (outgoing) dan ke (incoming) Jawa

Tengah sebesar 6,69% (qtq) dan 9,33% (qtq)

berkontribusi besar terhadap penurunan RTGS secara

keseluruhan pada triwulan laporan.

74 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Sebagai s istem yang diselenggarakan untuk

memproses transaksi pembayaran bernilai besar,

jumlah penyelesaian transaksi melalui sistem BI-RTGS

pada triwulan III 2015 mengalami penurunan sebesar

4,53% (qtq) menjadi sebanyak 96.578 transaksi atau

secara rata-rata harian sebesar 1.583 transaksi,

dibanding pada triwulan II 2015 yang memproses

sebanyak 101.163 transaksi atau secara rata-rata

sebesar 1.658 transaksi per hari (Grafik 3.45). Secara

tahunan, perkembangan tahunan volume transaksi BI-

RTGS pada periode laporan tercatat mengalami

pertumbuhan negatif yang sedikit lebih besar yaitu

menjadi kontraksi sebesar 33,95% (yoy), dibanding

dengan triwulan II 2015 yang mencatatkan kontraksi

sebesar 33,44% (yoy).

Seperti halnya transaksi ritel melalui SKNBI, transaksi

pembayaran bernilai besar melalui BI-RTGS juga

didominasi oleh kota Semarang. Semarang sebagai

pusat kegiatan ekonomi Jawa Tengah mencatatkan

transaksi BI-RTGS terbesar baik dari sisi volume maupun

nominal, yaitu mencapai 45.649 transaksi dengan nilai

Rp208,81 triliun, dengan share 47,27% (volume) dan

78,49% (nominal) dari seluruh transaksi BI-RTGS Jawa

Tengah.

menjadi sebesar Rp 8,59 triliun (276,20%, qtq) dari

sebelumnya tercatat net inflow sebesar Rp2,28 triliun.

Peningkatan net inflow pada triwulan laporan tidak

terlepas dari pola siklikal pasca periode Ramadhan dan

Idul Fitri yang biasanya mencatatkan adanya arus balik

dana perbankan ke Bank Indonesia (inflow). Pada

triwulan II 2015 terjadi peningkatan kebutuhan uang

kartal masyarakat terkait dengan persiapan Idul Fitri,

tahun ajaran baru sekolah, serta keperluan belanja

pemerintah untuk pembayaran gaji ke-13 bagi PNS,

sehingga pada periode tersebut terjadi kenaikan

outflow yang signifikan, yang menyebabkan

menipisnya net inflow. Selanjutnya pasca peristiwa

tersebut, kebutuhan uang tunai masyarakat kembali

normal dan diikuti dengan kembalinya dana

masyarakat ke perbankan yang selanjutnya disetorkan

ke Bank Indonesia. Dengan demikian terjadi

peningkatan aliran uang kartal ke Bank Indonesia yang

menyebabkan kenaikan net inflow pada periode

laporan.

Secara tahunan, posisi inflow di Jawa Tengah

menunjukkan peningkatan dari tumbuh sebesar

4,18% (yoy) pada triwulan II 2015, menjadi sebesar

24,51% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara

perkembangan tahunan posisi outflow menunjukkan

adanya perlambatan menjadi tumbuh sebesar 15,43%

(yoy) pada triwulan III 2015, lebih rendah dibanding

triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 41,00%

(yoy). Dengan demikian, posisi net inflow pada triwulan

III 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 47,37%

(yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang

mencatatkan kontraksi sebesar 57,35% (yoy). Pola

historis Jawa Tengah yang mencatatkan net inflow

tidak terlepas dari karakteristik Jawa Tengah sebagai

basis produksi dan perdagangan. Dengan karakteristik

tersebut, aliran uang kartal dari daerah lain masuk ke

dalam sistem perbankan di Jawa Tengah, yang

selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-kantor Bank

Indonesia di Jawa Tengah sehinga mendorong posisi

inflow di Jawa Tengah yang relatif tinggi.

3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah

Secara umum, aliran uang kartal melalui Bank

Indonesia di Provinsi Jawa Tengah, yang terdiri dari BI

Provinsi Jawa Tengah (Semarang), BI Solo, BI

Purwokerto, dan BI Tegal, menunjukkan adanya

peningkatan net inflow dibanding triwulan sebelumnya

(Grafik 3.46). Aliran uang kartal masuk ke Bank

Indonesia (inflow) meningkat signifikan sebesar

71,37% (qtq) dari Rp14,91 triliun menjadi Rp25,55

triliun. Sedangkan aliran uang kartal keluar dari Bank

Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow)

meningkat 34,30% (qtq) dari Rp12,62 triliun menjadi

Rp16,95 triliun. Akibatnya pada triwulan III 2015 terjadi

kenaikan net inflow yang cukup signifikan, yaitu

75PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

RIBU TRANSAKSI

(40)

(30)

(20)

(10)

-

10

20

-

1

2

3

4 %, YOY

RATA-RATA OUTGOING TRANSFER RTGS RATA-RATA INCOMING TRANSFER RTGSRATA-RATA TRANSFER ANTARA RTGS PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Grafik 3.45 Perkembangan Rata-Rata Harian Volume RTGS Jawa Tengah

LEMBARRP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III 240

260

280

300

320

6

7

8

9

10

11

12

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

Grafik 3.43 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

Solo dengan porsi nominal dan volume kliring sebesar

28,64% dan 24,49%. Pada triwulan III 2015, transaksi

kliring kota Solo mengalami peningkatan, sehingga

terjadi peningkatan share kota Solo dari triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 18,28% dan

16,81%. Sementara transaksi kliring di daerah-daerah

lain tergolong rendah, dengan share masing-masing

kota di bawah 10%.

Perputaran kliring Jawa Tengah masih didominasi oleh

transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan

cek dan bilyet giro. Pada periode laporan jumlah

penarikan cek dan bilyet giro (BG) kosong mengalami

penurunan dari triwulan sebelumnya (Grafik 3.43).

Rata-rata cek dan BG kosong yang dikliringkan per hari

pada triwulan III 2015 turun sebesar 10,14% (qtq)

menjadi 242 warkat per hari, dari sebelumnya sebanyak

270 warkat per hari. Sementara nilai penarikan cek dan

BG kosong mengalami kenaikan sebesar 21,72% (qtq)

menjadi Rp10,55 miliar per hari dari triwulan

sebelumnya sebesar Rp8,67 miliar per hari.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

RIBU TRANSAKSI %, YOY

RATA-RATA OUTGOING TRANSFER RTGS RATA-RATA INCOMING TRANSFER RTGSRATA-RATA TRANSFER ANTARA RTGS PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

Grafik 3.44 Perkembangan Rata-Rata Harian Nominal RTGS Jawa Tengah

2.6.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)

Pada triwulan III 2015, penyelesaian transaksi nilai

besar melalui sistem BI-RTGS di Jawa Tengah

mengalami penurunan dibanding triwulan

sebelumnya. Penggunaan sistem BI-RTGS sebagai

sarana penyelesaian akhir transaksi pembayaran telah

memproses Rp266,03 triliun pada triwulan laporan,

atau turun 9,40% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp293,63 triliun. Untuk rata-rata

harian, nilai transaksi yang menggunakan sistem BI-

RTGS pada triwulan laporan turun sebesar 9,40% (qtq)

menjadi sebesar Rp4,36 triliun per hari dari triwulan II

2015 sebesar Rp4,81 triliun per hari (Grafik 3.44).

Apabila dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya, rata-rata harian nominal transaksi

RTGS mengalami pertumbuhan sebesar 32,28% (yoy)

pada triwulan III 2015, lebih tinggi dibanding triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 30,54% (yoy).

Dari ketiga jenis transaksi BI-RTGS, transaksi transfer

RTGS dari Jawa Tengah (transfer outgoing RTGS)

sebesar Rp1,90 triliun per hari memberikan komposisi

terbesar dari keseluruhan transaksi RTGS (43,62%),

diikuti dengan transaksi transfer RTGS ke Jawa Tengah

(transfer incoming RTGS) sebesar Rp1,66 triliun per hari

(38,13%) dan transaksi transfer antardaerah di Jawa

Tengah Rp796,08 miliar per hari (18,25%). Penurunan

transfer RTGS dari (outgoing) dan ke (incoming) Jawa

Tengah sebesar 6,69% (qtq) dan 9,33% (qtq)

berkontribusi besar terhadap penurunan RTGS secara

keseluruhan pada triwulan laporan.

74 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Grafik 3.50 Persentase Temuan Uang Rupiah Palsu Berdasarkan Pecahan

100,000 50,000 20,000 PECAHAN 10.000

42.27%54,46%

1,42%1,85%

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

SEMARANG

LEMBAR

SOLO PURWOKERTO TEGAL

100,000 50,000 20,000 10.000

Grafik 3.49 Temuan Uang Rupiah Palsu Berdasarkan Wilayah

77PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

RP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

(2)

(1)

1

2

3

4

5

6

SEMARANG SOLO TEGAL PURWOKERTO

Grafik 3.47 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah

RP TRILIUN

(20)

(15)

(10)

(5)

-

5

10

15

20

25

30

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)

Grafik 3.46 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah

Jika dilihat secara spasial, pola aliran uang kartal melalui

Bank Indones ia Semarang dan So lo se la lu

menunjukkan pola net inflow, sedangkan Purwokerto

dan Tegal beberapa kali cenderung mencatatkan net

outflow dalam beberapa tahun terakhir (Grafik 3.47).

Pola net inflow yang terjadi di Semarang dan Solo

dipengaruhi adanya aliran uang kartal yang masuk dari

wilayah lainnya, mengingat kedua daerah tersebut

merupakan pusat kegiatan industri dan perdagangan di

Jawa Tengah.

Dalam rangka melaksanakan clean money policy,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah

bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Solo, Tegal, dan Purwokerto secara rutin melakukan

kegiatan penarikan uang lusuh, cacat, dan sudah

dicabut dan ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya

disortir dan diganti dengan uang layak edar. Hal

tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan

meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke

masyarakat. Pemusnahan uang rupiah dilakukan

terhadap uang yang kondisinya sudah lusuh, cacat, dan

sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, yang berasal

dari penyetoran perbankan dan masyarakat. Pada

periode laporan, uang tidak layak edar yang ditarik dan

dimusnahkan meningkat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya seiring dengan kenaikan inflow.

Dilihat berdasarkan rasio terhadap inflow, pada

tr iwulan I I I 2015 persentase penarikan dan

pemusnahan uang tidak layak edar terhadap inflow

adalah sebesar 23,70%, atau meningkat 15,63% (qtq)

dibanding triwulan sebelumnya sebesar 20,49%

(Grafik 3.48).

Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada triwulan III

2015 meningkat 36,28% (qtq) menjadi sebanyak

6.389 lembar, dari triwulan sebelumnya sebanyak

4.688 lembar. Penemuan uang palsu tersebut antara

lain berasal dari klarifikasi uang yang diragukan

keasliannya dari hasil setoran bank, setoran masyarakat

melalui loket penukaran, serta dari temuan perbankan

yang dilaporkan ke Bank Indonesia.

Berdasarkan wilayah, temuan uang rupiah palsu

terbesar sampai dengan triwulan III 2015 terjadi di

Semarang (45,9%), sedangkan yang terendah adalah

di Tegal (15,6%) (Grafik 3.49). Sampai dengan triwulan

laporan, temuan uang rupiah palsu didominasi oleh

uang pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, masing-

masing sebanyak 9.729 lembar (54,5%) dan 7.551

l embar (42 ,3%) , s edangkan pecahan l a i n

persentasenya relatif kecil (Grafik 3.16).

RP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III -

10

20

30

40

50

60

-

1

2

3

4

5

6

7 RASIO (%)

PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN

Grafik 3.48 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar

76 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Grafik 3.50 Persentase Temuan Uang Rupiah Palsu Berdasarkan Pecahan

100,000 50,000 20,000 PECAHAN 10.000

42.27%54,46%

1,42%1,85%

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

SEMARANG

LEMBAR

SOLO PURWOKERTO TEGAL

100,000 50,000 20,000 10.000

Grafik 3.49 Temuan Uang Rupiah Palsu Berdasarkan Wilayah

77PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

RP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

(2)

(1)

1

2

3

4

5

6

SEMARANG SOLO TEGAL PURWOKERTO

Grafik 3.47 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah

RP TRILIUN

(20)

(15)

(10)

(5)

-

5

10

15

20

25

30

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III

INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)

Grafik 3.46 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah

Jika dilihat secara spasial, pola aliran uang kartal melalui

Bank Indones ia Semarang dan So lo se la lu

menunjukkan pola net inflow, sedangkan Purwokerto

dan Tegal beberapa kali cenderung mencatatkan net

outflow dalam beberapa tahun terakhir (Grafik 3.47).

Pola net inflow yang terjadi di Semarang dan Solo

dipengaruhi adanya aliran uang kartal yang masuk dari

wilayah lainnya, mengingat kedua daerah tersebut

merupakan pusat kegiatan industri dan perdagangan di

Jawa Tengah.

Dalam rangka melaksanakan clean money policy,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah

bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Solo, Tegal, dan Purwokerto secara rutin melakukan

kegiatan penarikan uang lusuh, cacat, dan sudah

dicabut dan ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya

disortir dan diganti dengan uang layak edar. Hal

tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan

meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke

masyarakat. Pemusnahan uang rupiah dilakukan

terhadap uang yang kondisinya sudah lusuh, cacat, dan

sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, yang berasal

dari penyetoran perbankan dan masyarakat. Pada

periode laporan, uang tidak layak edar yang ditarik dan

dimusnahkan meningkat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya seiring dengan kenaikan inflow.

Dilihat berdasarkan rasio terhadap inflow, pada

tr iwulan I I I 2015 persentase penarikan dan

pemusnahan uang tidak layak edar terhadap inflow

adalah sebesar 23,70%, atau meningkat 15,63% (qtq)

dibanding triwulan sebelumnya sebesar 20,49%

(Grafik 3.48).

Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada triwulan III

2015 meningkat 36,28% (qtq) menjadi sebanyak

6.389 lembar, dari triwulan sebelumnya sebanyak

4.688 lembar. Penemuan uang palsu tersebut antara

lain berasal dari klarifikasi uang yang diragukan

keasliannya dari hasil setoran bank, setoran masyarakat

melalui loket penukaran, serta dari temuan perbankan

yang dilaporkan ke Bank Indonesia.

Berdasarkan wilayah, temuan uang rupiah palsu

terbesar sampai dengan triwulan III 2015 terjadi di

Semarang (45,9%), sedangkan yang terendah adalah

di Tegal (15,6%) (Grafik 3.49). Sampai dengan triwulan

laporan, temuan uang rupiah palsu didominasi oleh

uang pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, masing-

masing sebanyak 9.729 lembar (54,5%) dan 7.551

l embar (42 ,3%) , s edangkan pecahan l a i n

persentasenya relatif kecil (Grafik 3.16).

RP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III -

10

20

30

40

50

60

-

1

2

3

4

5

6

7 RASIO (%)

PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN

Grafik 3.48 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar

76 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Perkembangan NPL Lapangan Usaha Ekonomi Utama Jawa TengahGrafik 2.

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

Jan-

12

Feb-

12

Mar

-12

Apr

-12

May

-12

Jun-

12

Jul-1

2

Aug

-12

Sep-

12

Oct

-12

Nov

-12

Dec

-12

Jan-

13

Feb-

13

Mar

-13

Apr

-13

May

-13

Jun-

13

Jul-1

3

Aug

-13

Sep-

13

Oct

-13

Nov

-13

Dec

-13

Jan-

14

Feb-

14

Mar

-14

Apr

-14

May

-14

Jun-

14

Jul-1

4

Aug

-14

Sep-

14

Oct

-14

Nov

-14

Dec

-14

Jan-

15

Feb-

15

Mar

-15

Apr

-15

May

-15

Jun-

15

Jul-1

5

Aug

-15

Sep-

15

NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN NPL SEKTOR KONSTRUKSI NPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

NPL SEKTOR PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA NPL JAWA TENGAH KESELURUHAN NPL SEKTOR PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN (RHS)

SUPLEMEN V

Dengan memperhatikan perkembangan NPL Industri

Pengolahan Jawa Tengah dan nilai tukar Rupiah terhadap

Dolar AS, dapat terlihat bahwa peningkatan NPL Industri

Pengolahan terjadi sejalan dengan perlambatan

pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan dan juga

pelemahan nilai tukar. Lebih jauh, NPL Industri

Pengolahan Jawa Tengah pada triwulan III 2015 telah

berada di batas atas level indikatif 5%, yakni sebesar

4,98%.

Pengolahan Jawa Tengah terutama didorong oleh

industri-industri yang memiliki import content yang

tinggi, seperti industri tepung dan pati yang banyak

mengimpor gandum dari luar negeri, industri tekstil yang

masih banyak mengimpor benang dari luar negeri, 1hingga industri medium-high tech (seperti industri alat

pertanian, kendaraan bermotor, dll) yang juga masih

banyak menggunakan import content sebagai bahan

baku. Dengan demikian, dapat terlihat bahwa apresiasi

Dolar AS sudah mulai memberikan tekanan terhadap

stabilitas sistem keuangan Jawa Tengah.

Pangsa Kredit Kategori Ekonomi Utama Jawa TengahGrafik 3.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Jan

‘12

Feb

‘12

Mar

‘12

Apr

‘12

Mei

‘12

Jun

‘12

Jul ‘

12

Agt

‘12

Sep

‘12

Okt

‘12

Nov

‘12

Des

‘12

Jan

‘13

Feb

‘13

Mar

‘13

Apr

‘13

Mei

‘13

Jun

‘13

Jul ‘

13

Agt

‘13

Sep

‘13

Okt

‘13

Nov

‘13

Des

‘13

Jan

‘14

Feb

‘14

Mar

‘14

Apr

‘14

Mei

‘14

Jun

‘14

Jul ‘

14

Agt

‘14

Sep

‘14

Okt

‘14

Nov

‘14

Des

‘14

Jan

‘15

Feb

‘15

Mar

‘15

Apr

‘15

Mei

‘15

Jun

‘15

Jul ‘

15

Agt

‘15

Sep

‘15

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI LAINNYA

Beberapa produk yang termasuk ke dalam lapangan usahamedium high tech menurut UNIDO diantaranya Non-metallic minerals, basic metals, dan fabricated metals fall

1.

Meski pengaruh apresiasi Dolar AS tidak signifikan secara

statistik terhadap perekonomian Jawa Tengah secara

makro, namun bila ditinjau secara mikro apresiasi Dolar

AS dapat memberikan tekanan khususnya bagi industri

pengolahan yang banyak menggunakan komponen

impor (import content) sebagai komponen utama

produknya.

Tekanan terhadap kinerja industri pengolahan sebagai

dampak dari apresiasi Dolar AS sudah mulai terlihat salah

satunya melalui tren peningkatan NPL dari industri

pengolahan yang ada di Jawa Tengah. Tren peningkatan

Non Performing Loan (NPL) industri pengolahan Jawa

Tengah dalam beberapa periode terakhir cenderung

lebih tinggi bila dibandingkan dengan lapangan usaha

ekonomi utama Jawa Tengah lainnya. Peningkatan NPL

industri pengolahan tersebut turut memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap NPL Jawa Tengah

secara keseluruhan, mengingat pangsa kredit industri

pengolahan yang cukup dominan di Jawa Tengah.

SUPLEMEN V

Tren apresiasi mata uang Amerika Serikat (Dolar AS)

hingga saat ini belum memberikan dampak signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Hasil

simulasi dengan menggunakan model ekonometrika

sederhana menunjukkan bahwa pengaruh permintaan

global dan harga komoditas terhadap perekonomian

Jawa Tengah lebih dominan bila dibandingkan dengan

fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Hal

tersebut dapat terlihat dari variabel nilai tukar (NT, dalam

bentuk logaritma LOG(NT)) yang tidak signifikan,

berbeda halnya dengan variabel permintaan global

(GLOBDEM) serta harga kapas dunia (KAPAS – sebagai

proxy harga komoditas dunia) yang signifikan secara

statistik terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah

(GDPJATENG).

Hasil plot data antara pertumbuhan ekonomi dan nilai

tukar Rupiah terhadap Dolar AS juga menunjukkan

bahwa apresiasi Dolar AS memiliki dampak yang negatif

terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, namun

hal tersebut juga tidak signifikan, sejalan dengan hasil

simulasi dengan menggunakan model ekonometrika.

PENGARUH APRESIASI DOLAR AS TERHADAPSTABILITAS SISTEM KEUANGAN JAWA TENGAH

Plot Data Antara Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah dengan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

Grafik 1.

Tabel 1.Simulasi Ekonometrika Antara Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Perekonomian Global, Harga Komoditas, dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

Var. Independen

Coefficient Std. Error

C

GDPJATENG(-1)***

GLOBDEM*

KAPAS*

LOG(NT)

T=2001.50

T=2004.75

T=2008.50

4.70

0.42

0.10

0.43

-0.35

2.77

-4.55

1.18

12.89

0.13

0.06

0.24

1.38

1.22

1.06

1.06

Keterangan : * signifikan di 10%, ** signifikan di 5%, *** signifikan di 1% R-squared 0.5 Durbin-Watson stat 1.5 GDPJATENG : Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah GLOBDEM : Pertumbuhan Ekonomi AS dan Tiongkok selaku tujuan ekspor utama Jawa Tengah KAPAS : Harga kapas internasional sebagai proxy harga bahan baku impor pada industri tekstil di Jawa Tengah NT : Nilai Tukar

VARIABEL DEPENDEN : GDPJATENG

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

Pertumbuhan Ekonomi (%)

y = -0.1422x + 6.6686R² = 0.0138

14

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

8 9 10 11 12 13

NILAI TUKAR (RIBU)

79PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN78 PERKEMBANGAN PERBANKAN

& SISTEM PEMBAYARAN

Perkembangan NPL Lapangan Usaha Ekonomi Utama Jawa TengahGrafik 2.

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

Jan-

12

Feb-

12

Mar

-12

Apr

-12

May

-12

Jun-

12

Jul-1

2

Aug

-12

Sep-

12

Oct

-12

Nov

-12

Dec

-12

Jan-

13

Feb-

13

Mar

-13

Apr

-13

May

-13

Jun-

13

Jul-1

3

Aug

-13

Sep-

13

Oct

-13

Nov

-13

Dec

-13

Jan-

14

Feb-

14

Mar

-14

Apr

-14

May

-14

Jun-

14

Jul-1

4

Aug

-14

Sep-

14

Oct

-14

Nov

-14

Dec

-14

Jan-

15

Feb-

15

Mar

-15

Apr

-15

May

-15

Jun-

15

Jul-1

5

Aug

-15

Sep-

15

NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN NPL SEKTOR KONSTRUKSI NPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

NPL SEKTOR PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA NPL JAWA TENGAH KESELURUHAN NPL SEKTOR PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN (RHS)

SUPLEMEN V

Dengan memperhatikan perkembangan NPL Industri

Pengolahan Jawa Tengah dan nilai tukar Rupiah terhadap

Dolar AS, dapat terlihat bahwa peningkatan NPL Industri

Pengolahan terjadi sejalan dengan perlambatan

pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan dan juga

pelemahan nilai tukar. Lebih jauh, NPL Industri

Pengolahan Jawa Tengah pada triwulan III 2015 telah

berada di batas atas level indikatif 5%, yakni sebesar

4,98%.

Pengolahan Jawa Tengah terutama didorong oleh

industri-industri yang memiliki import content yang

tinggi, seperti industri tepung dan pati yang banyak

mengimpor gandum dari luar negeri, industri tekstil yang

masih banyak mengimpor benang dari luar negeri, 1hingga industri medium-high tech (seperti industri alat

pertanian, kendaraan bermotor, dll) yang juga masih

banyak menggunakan import content sebagai bahan

baku. Dengan demikian, dapat terlihat bahwa apresiasi

Dolar AS sudah mulai memberikan tekanan terhadap

stabilitas sistem keuangan Jawa Tengah.

Pangsa Kredit Kategori Ekonomi Utama Jawa TengahGrafik 3.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Jan

‘12

Feb

‘12

Mar

‘12

Apr

‘12

Mei

‘12

Jun

‘12

Jul ‘

12

Agt

‘12

Sep

‘12

Okt

‘12

Nov

‘12

Des

‘12

Jan

‘13

Feb

‘13

Mar

‘13

Apr

‘13

Mei

‘13

Jun

‘13

Jul ‘

13

Agt

‘13

Sep

‘13

Okt

‘13

Nov

‘13

Des

‘13

Jan

‘14

Feb

‘14

Mar

‘14

Apr

‘14

Mei

‘14

Jun

‘14

Jul ‘

14

Agt

‘14

Sep

‘14

Okt

‘14

Nov

‘14

Des

‘14

Jan

‘15

Feb

‘15

Mar

‘15

Apr

‘15

Mei

‘15

Jun

‘15

Jul ‘

15

Agt

‘15

Sep

‘15

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI LAINNYA

Beberapa produk yang termasuk ke dalam lapangan usahamedium high tech menurut UNIDO diantaranya Non-metallic minerals, basic metals, dan fabricated metals fall

1.

Meski pengaruh apresiasi Dolar AS tidak signifikan secara

statistik terhadap perekonomian Jawa Tengah secara

makro, namun bila ditinjau secara mikro apresiasi Dolar

AS dapat memberikan tekanan khususnya bagi industri

pengolahan yang banyak menggunakan komponen

impor (import content) sebagai komponen utama

produknya.

Tekanan terhadap kinerja industri pengolahan sebagai

dampak dari apresiasi Dolar AS sudah mulai terlihat salah

satunya melalui tren peningkatan NPL dari industri

pengolahan yang ada di Jawa Tengah. Tren peningkatan

Non Performing Loan (NPL) industri pengolahan Jawa

Tengah dalam beberapa periode terakhir cenderung

lebih tinggi bila dibandingkan dengan lapangan usaha

ekonomi utama Jawa Tengah lainnya. Peningkatan NPL

industri pengolahan tersebut turut memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap NPL Jawa Tengah

secara keseluruhan, mengingat pangsa kredit industri

pengolahan yang cukup dominan di Jawa Tengah.

SUPLEMEN V

Tren apresiasi mata uang Amerika Serikat (Dolar AS)

hingga saat ini belum memberikan dampak signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Hasil

simulasi dengan menggunakan model ekonometrika

sederhana menunjukkan bahwa pengaruh permintaan

global dan harga komoditas terhadap perekonomian

Jawa Tengah lebih dominan bila dibandingkan dengan

fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Hal

tersebut dapat terlihat dari variabel nilai tukar (NT, dalam

bentuk logaritma LOG(NT)) yang tidak signifikan,

berbeda halnya dengan variabel permintaan global

(GLOBDEM) serta harga kapas dunia (KAPAS – sebagai

proxy harga komoditas dunia) yang signifikan secara

statistik terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah

(GDPJATENG).

Hasil plot data antara pertumbuhan ekonomi dan nilai

tukar Rupiah terhadap Dolar AS juga menunjukkan

bahwa apresiasi Dolar AS memiliki dampak yang negatif

terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, namun

hal tersebut juga tidak signifikan, sejalan dengan hasil

simulasi dengan menggunakan model ekonometrika.

PENGARUH APRESIASI DOLAR AS TERHADAPSTABILITAS SISTEM KEUANGAN JAWA TENGAH

Plot Data Antara Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah dengan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

Grafik 1.

Tabel 1.Simulasi Ekonometrika Antara Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Perekonomian Global, Harga Komoditas, dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

Var. Independen

Coefficient Std. Error

C

GDPJATENG(-1)***

GLOBDEM*

KAPAS*

LOG(NT)

T=2001.50

T=2004.75

T=2008.50

4.70

0.42

0.10

0.43

-0.35

2.77

-4.55

1.18

12.89

0.13

0.06

0.24

1.38

1.22

1.06

1.06

Keterangan : * signifikan di 10%, ** signifikan di 5%, *** signifikan di 1% R-squared 0.5 Durbin-Watson stat 1.5 GDPJATENG : Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah GLOBDEM : Pertumbuhan Ekonomi AS dan Tiongkok selaku tujuan ekspor utama Jawa Tengah KAPAS : Harga kapas internasional sebagai proxy harga bahan baku impor pada industri tekstil di Jawa Tengah NT : Nilai Tukar

VARIABEL DEPENDEN : GDPJATENG

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

Pertumbuhan Ekonomi (%)

y = -0.1422x + 6.6686R² = 0.0138

14

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

8 9 10 11 12 13

NILAI TUKAR (RIBU)

79PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN78 PERKEMBANGAN PERBANKAN

& SISTEM PEMBAYARAN

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

BABIV

Realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Jawa Tengah melambat

dibandingkan triwulan III pada tahun lalu.

Pendapatan terbesar berasal dari pos Pendapatan Asli Daerah, terutama dari

komponen Pajak Daerah yang melambat di tengah tren melambatnya

pertumbuhan ekonomi.

Realisasi belanja melambat dibandingkan dengan triwulan III 2014, terutama

berasal dari penyerapan belanja modal yang belum optimal.

SUPLEMEN V

Perkembangan NPL Industri Pengolahan Jawa Tengah dengan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolas ASGrafik 4.

JAN

-12

FEB-

12

MA

R-12

APR

-12

MAY

-12

JUN

-12

JUL-

12

AU

G-1

2

SEP-

12

OC

T-12

NO

V-12

DEC

-12

JAN

-13

FEB-

13

MA

R-13

APR

-13

MAY

-13

JUN

-13

JUL-

13

AU

G-1

3

SEP-

13

OC

T-13

NO

V-13

DEC

-13

JAN

-14

FEB-

14

MA

R-14

APR

-14

MAY

-14

JUN

-14

JUL-

14

AU

G-1

4

SEP-

14

OC

T-14

NO

V-14

DEC

-14

JAN

-15

FEB-

15

MA

R-15

APR

-15

MAY

-15

JUN

-15

JUL-

15

AU

G-1

5

SEP-

15

9000

10000

11000

12000

13000

14000

15000

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6% NPL NILAI TUKAR USD/IDR

Tabel 2. Perkembangan NPL Beberapa Industri yang Memiliki Import Content Tinggi

INDUSTRI TEPUNG DAN PATI

INDUSTRI PEMINTALAN, PERTENUNAN, PENGOLAHAN AKHIR TEKSTIL

INDUSTRI PAKAIAN JADI DAN PERLENGKAPANNYA, KECUALI PAKAIAN JADI BERBULU

INDUSTRI PLASTIK DAN KARET BUATAN

INDUSTRI BARANG DARI PLASTIK

INDUSTRI ALAT-ALAT PERTANIAN, PERTUKANGAN, PEMOTONG, DAN PERALATAN LAINNYA

INDUSTRI PERALATAN RUMAH TANGGA YANG TIDAK DIKLASIFIKASIKAN DI TEMPAT LAIN

INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT ATAU LEBIH

INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DAN TIGA SERTA KOMPONEN DAN PERLENGKAPANNYA

JENIS INDUSTRI

3.53%

3.05%

0.85%

4.27%

3.21%

0.52%

0.96%

0.71%

0.85%

NPL I 2015

4.14%

3.16%

3.36%

5.55%

4.05%

0.54%

1.52%

0.81%

3.44%

NPL II 2015

4.15%

3.40%

7.01%

5.97%

3.95%

0.44%

1.40%

0.81%

2.64%

NPL III 2015

80 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

BABIV

Realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Jawa Tengah melambat

dibandingkan triwulan III pada tahun lalu.

Pendapatan terbesar berasal dari pos Pendapatan Asli Daerah, terutama dari

komponen Pajak Daerah yang melambat di tengah tren melambatnya

pertumbuhan ekonomi.

Realisasi belanja melambat dibandingkan dengan triwulan III 2014, terutama

berasal dari penyerapan belanja modal yang belum optimal.

SUPLEMEN V

Perkembangan NPL Industri Pengolahan Jawa Tengah dengan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolas ASGrafik 4.

JAN

-12

FEB-

12

MA

R-12

APR

-12

MAY

-12

JUN

-12

JUL-

12

AU

G-1

2

SEP-

12

OC

T-12

NO

V-12

DEC

-12

JAN

-13

FEB-

13

MA

R-13

APR

-13

MAY

-13

JUN

-13

JUL-

13

AU

G-1

3

SEP-

13

OC

T-13

NO

V-13

DEC

-13

JAN

-14

FEB-

14

MA

R-14

APR

-14

MAY

-14

JUN

-14

JUL-

14

AU

G-1

4

SEP-

14

OC

T-14

NO

V-14

DEC

-14

JAN

-15

FEB-

15

MA

R-15

APR

-15

MAY

-15

JUN

-15

JUL-

15

AU

G-1

5

SEP-

15

9000

10000

11000

12000

13000

14000

15000

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6% NPL NILAI TUKAR USD/IDR

Tabel 2. Perkembangan NPL Beberapa Industri yang Memiliki Import Content Tinggi

INDUSTRI TEPUNG DAN PATI

INDUSTRI PEMINTALAN, PERTENUNAN, PENGOLAHAN AKHIR TEKSTIL

INDUSTRI PAKAIAN JADI DAN PERLENGKAPANNYA, KECUALI PAKAIAN JADI BERBULU

INDUSTRI PLASTIK DAN KARET BUATAN

INDUSTRI BARANG DARI PLASTIK

INDUSTRI ALAT-ALAT PERTANIAN, PERTUKANGAN, PEMOTONG, DAN PERALATAN LAINNYA

INDUSTRI PERALATAN RUMAH TANGGA YANG TIDAK DIKLASIFIKASIKAN DI TEMPAT LAIN

INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT ATAU LEBIH

INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DAN TIGA SERTA KOMPONEN DAN PERLENGKAPANNYA

JENIS INDUSTRI

3.53%

3.05%

0.85%

4.27%

3.21%

0.52%

0.96%

0.71%

0.85%

NPL I 2015

4.14%

3.16%

3.36%

5.55%

4.05%

0.54%

1.52%

0.81%

3.44%

NPL II 2015

4.15%

3.40%

7.01%

5.97%

3.95%

0.44%

1.40%

0.81%

2.64%

NPL III 2015

80 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rp Miliar)

URAIAN APBD 2015 Realisasi III - 2015

PENDAPATAN

PAD

DANA PERIMBANGAN

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

BELANJA

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA LANGSUNG

SURPLUS/DEFISIT

17,097.69

11,696.82

2,694.39

2,706.48

17,337.69

11,665.35

5,672.34

(240.00)

12,695.49

8,026.13

1,913.61

2,755.75

11,052.13

7,960.65

3,091.48

1,643.36

% Realisasi

74.25%

68.62%

71.02%

101.82%

63.75%

68.24%

54.50%

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

4.1 Realisasi APBD Triwulan III 2015

Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah

melambat dibandingkan triwulan yang sama

pada tahun lalu. Realisasi pendapatan tercatat

sebesar Rp12,70 triliun atau 74,25% terhadap APBD

2015, lebih rendah dibandingkan serapan pendapatan

triwulan III 2014 sebesar 82,16%. Sementara itu,

realisasi belanja triwulan laporan sebesar Rp11,05

triliun atau 63,75% dari anggaran, sedikit menurun

dibandingkan dengan triwulan III 2014 yang terserap

sebesar 64,22%.

Namun demikian, sesuai pola triwulanan, realisasi

APBD triwulan III 2015 lebih tinggi dibandingkan

triwulan II 2015. Tercatat, realisasi pendapatan

sebesar Rp12,70 triliun atau 74,25% terhadap APBD

2015, meningkat dibandingkan serapan pendapatan

triwulan lalu yang sebesar 47,65%. Begitu pula dengan

realisasi belanja yang sebesar Rp11,05 triliun atau

63,75% dari anggaran, meningkat dibandingkan

triwulan lalu yang sebesar 37,96%.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah

tercatat masih mengalami surplus pada triwulan

III 2015, yakni sebesar Rp1,64 triliun seiring dengan

perolehan pendapatan yang lebih besar dibandingkan

dengan realisasi belanja. Namun, surplus ini masih lebih

rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat

sebesar Rp2,29 triliun.

4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan III 2015Total anggaran pendapatan daerah Pemprov Jawa

Tengah tahun 2015 sebesar Rp 17,10 triliun. Jumlah

tersebut meningkat 18,53% dibandingkan APBD-P

tahun 2014 yang tercatat sebesar Rp14,43 triliun.

Peningkatan tertinggi berasal dari Pendapatan Pajak

Daerah yang direncanakan meningkat 31,29% dari

Rp9,09 triliun pada 2014 menjadi Rp11,69 triliun pada

2015. Sementara itu, anggaran Dana Alokasi Khusus

dianggarkan lebih kecil dengan persentase penurunan

sebesar -26,77% dibandingkan dengan tahun

sebelumnya.

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

I

2015

0

2

4

6

8

10

12

14

16 RP TRILIUN

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAHDANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH

II II

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah

0

2

4

6

8

10

12

14

16 RP TRILIUN

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

I

2015

II II

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah

83PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rp Miliar)

URAIAN APBD 2015 Realisasi III - 2015

PENDAPATAN

PAD

DANA PERIMBANGAN

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

BELANJA

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA LANGSUNG

SURPLUS/DEFISIT

17,097.69

11,696.82

2,694.39

2,706.48

17,337.69

11,665.35

5,672.34

(240.00)

12,695.49

8,026.13

1,913.61

2,755.75

11,052.13

7,960.65

3,091.48

1,643.36

% Realisasi

74.25%

68.62%

71.02%

101.82%

63.75%

68.24%

54.50%

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

4.1 Realisasi APBD Triwulan III 2015

Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah

melambat dibandingkan triwulan yang sama

pada tahun lalu. Realisasi pendapatan tercatat

sebesar Rp12,70 triliun atau 74,25% terhadap APBD

2015, lebih rendah dibandingkan serapan pendapatan

triwulan III 2014 sebesar 82,16%. Sementara itu,

realisasi belanja triwulan laporan sebesar Rp11,05

triliun atau 63,75% dari anggaran, sedikit menurun

dibandingkan dengan triwulan III 2014 yang terserap

sebesar 64,22%.

Namun demikian, sesuai pola triwulanan, realisasi

APBD triwulan III 2015 lebih tinggi dibandingkan

triwulan II 2015. Tercatat, realisasi pendapatan

sebesar Rp12,70 triliun atau 74,25% terhadap APBD

2015, meningkat dibandingkan serapan pendapatan

triwulan lalu yang sebesar 47,65%. Begitu pula dengan

realisasi belanja yang sebesar Rp11,05 triliun atau

63,75% dari anggaran, meningkat dibandingkan

triwulan lalu yang sebesar 37,96%.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah

tercatat masih mengalami surplus pada triwulan

III 2015, yakni sebesar Rp1,64 triliun seiring dengan

perolehan pendapatan yang lebih besar dibandingkan

dengan realisasi belanja. Namun, surplus ini masih lebih

rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat

sebesar Rp2,29 triliun.

4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan III 2015Total anggaran pendapatan daerah Pemprov Jawa

Tengah tahun 2015 sebesar Rp 17,10 triliun. Jumlah

tersebut meningkat 18,53% dibandingkan APBD-P

tahun 2014 yang tercatat sebesar Rp14,43 triliun.

Peningkatan tertinggi berasal dari Pendapatan Pajak

Daerah yang direncanakan meningkat 31,29% dari

Rp9,09 triliun pada 2014 menjadi Rp11,69 triliun pada

2015. Sementara itu, anggaran Dana Alokasi Khusus

dianggarkan lebih kecil dengan persentase penurunan

sebesar -26,77% dibandingkan dengan tahun

sebelumnya.

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

I

2015

0

2

4

6

8

10

12

14

16 RP TRILIUN

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAHDANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH

II II

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah

0

2

4

6

8

10

12

14

16 RP TRILIUN

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

I

2015

II II

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah

83PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH

III - 2014 III - 2015

Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan III tahun 2014 & 2015

PENDAPATAN ASLI DAERAH

PAJAK DAERAH

RETRIBUSI DAERAH

HSL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN

LAIN-LAIN PAD YG SAH

DANA PERIMBANGAN

DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK

DANA ALOKASI UMUM

DANA ALOKASI DANA KHUSUS

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

HIBAH

DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS

DANA INSENTIF DAERAH

PENDAPATAN LAINNYASumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

86.53%

82.97%

69.83%

104.37%

110.72%

79.01%

68.66%

83.33%

75.00%

72.00%

0.62%

72.68%

68.62%

64.09%

79.07%

100.45%

103.12%

71.02%

61.19%

75.27%

80.00%

101.82%

87.75%

101.03%

Sementara itu, komponen PAD lain yang besar,

meliputi lain-lain PAD yang sah dan hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

mencatatkan realisasi yang tinggi. Pada triwulan III

2015, kedua komponen tersebut secara berturut-turut

mencatatkan realisasi sebesar 103,12% dan 100,45%.

Meskipun demikian, angka ini masih lebih rendah

dibandingkan triwulan III di tahun 2014 yang tercatat

sebesar 110,72% dan 104,37%.

Lebih lanjut, pos Lain-lain Pendapatan Daerah

yang Sah memberikan kontribusi kedua terbesar

bagi realisasi pendapatan daerah. Pada triwulan

laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar 101,82%,

meningkat dibandingkan triwulan yang sama di tahun

2014 sebesar 72,00%. Ditinjau dari komponennya,

dana penyesuaian dan otonomi khusus memberikan

sumbangan mayoritas, yakni sebesar 98% dari total

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Realisasi dana

penyesuaian dan otonomi khusus pada triwulan

laporan sebesar 101,03%, lebih tinggi dibandingkan

triwulan yang sama di tahun 2014 yang sebesar

72,68%. Sementara itu, komponen pendapatan dana

hibah mencatatkan realisasi yang jauh lebih baik pada

periode triwulan laporan. Tercatat, realisasi hibah

sebesar 87,75%, meningkat dibandingkan triwulan III

2014 yang sebesar 0,62%. Hibah tersebut berasal dari

p e m e r i n t a h , p e m e r i n t a h d a e r a h l a i n n y a ,

badan/lembaga, organisasi swasta dalam negeri,

kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar

negeri yang tidak mengikat.

Pada tahun 2015, anggaran belanja daerah

Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 17,34 triliun atau

meningkat 8,10% dibandingkan anggaran

belanja tahun sebelumnya sebesar Rp 16,04

triliun. Komponen Belanja Langsung dianggarkan

meningkat sebesar 24,38% menjadi Rp 5,67 triliun,

lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar

Rp 4,56 triliun. Peningkatan anggaran terbesar yaitu

pada pos belanja modal yang dianggarkan sebesar Rp

2,67 triliun atau meningkat 61,23% dari tahun lalu.

Peningkatan belanja modal sejalan dengan program

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang mencanangkan

tahun 2015 sebagai tahun infrastruktur yang

merupakan program kerja lanjutan dari pemerintah

Provinsi Jawa Tengah di tahun 2014. Anggaran

kelompok Belanja Tidak Langsung relatif tidak

mengalami perubahan dari tahun 2014, namun

demikian pada komponen Belanja Tidak Terduga

dianggarkan jauh lebih rendah yaitu sebesar Rp 30

miliar atau lebih rendah -69,29% dibandingkan tahun

2014. Sementara itu komponen Belanja Tidak

Langsung yang mengalami peningkatan besar yaitu

Belanja Bagi Hasil Kepada Kabupaten/Kota dengan

peningkatan sebesar 30,42% dari APBD Tahun 2014.

4.1.2. Realisasi Belanja I Triwulan II 2015

85PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)

URAIAN

APBD 2014 % Perubahan 2014-2015

PENDAPATAN

PAD

- PAJAK DAERAH

- RETRIBUSI DAERAH

- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN

- LAIN-LAIN PAD YANG SAH

DANA PERIMBANGAN

- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK

- DANA ALOKASI UMUM

- DANA ALOKASI DANA KHUSUS

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

- HIBAH

- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS

- DANA INSENTIF DAERAH

- PENDAPATAN LAINNYA

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

14,425

9,097

7,819

78

291

909

2,618

735

1,804

79

2,710

29

2,678

3

-

17,098

11,697

10,266

84

319

1,028

2,694

832

1,804

58

2,706

30

2,677

-

-

18.53%

28.57%

31.29%

7.05%

9.87%

12.99%

2.93%

13.34%

0.00%

-26.77%

-0.13%

2.79%

-0.05%

APBD 2015

Penyerapan pendapatan Provinsi Jawa Tengah

sampai dengan triwulan laporan sebesar 74,25%

dari APBD 2015, lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan III tahun sebelumnya yang

sebesar 82,16%. Angka ini juga lebih rendah

dibandingkan dengan rata-rata realisasi pendapatan

lima tahun terakhir yang sebesar 81,00%..

Sumber utama pendapatan daerah Jawa Tengah

berasal dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Pangsa PAD terhadap total pendapatan meningkat

menjadi 63,22% dari sebelumnya 61,68% pada

triwulan II 2015. Peningkatan ini mencerminkan upaya

pemerintah daerah dalam menciptakan pendapatan

secara mandir i . Sementara i tu, peran Dana

Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang

Sah masing-masing tercatat sebesar 15,07% dan

21,71%.

Berdasarkan komponen PAD, sumber PAD

utamanya berasal dari pajak daerah, dengan peran

sebesar 82% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain PAD

yang sah (13%), hasil pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan (4%), dan retribusi daerah (1%).

Penurunan realisasi pajak daerah menyebabkan

penurunan pendapatan secara keseluruhan. Pada

triwulan III 2015, realisasi pajak daerah sebesar

64,09%, lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun

lalu yang mencapai 82,97%. Rendahnya realisasi pajak

daerah juga disebabkan oleh serapan pajak Bea Balik

Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang rendah. Hal

ini ditengarai sebagai imbas dari pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah yang tidak setinggi tahun

sebelumnya.

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH84

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PENDAPATAN ASLI DAERAHDANA PERIMBANGANLAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.2 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan III 2015

63,22%15,07%21,71%

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III 4

5

5

6

6

7

7

-

10

20

30

40

50

60

70

80 %, YOY %, YOY

PAJAK DAERAH PENDAPATAN PDRB - SKALA KANAN

Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.4 Perkembangan Pajak Daerah dan PDRB

KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH

III - 2014 III - 2015

Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan III tahun 2014 & 2015

PENDAPATAN ASLI DAERAH

PAJAK DAERAH

RETRIBUSI DAERAH

HSL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN

LAIN-LAIN PAD YG SAH

DANA PERIMBANGAN

DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK

DANA ALOKASI UMUM

DANA ALOKASI DANA KHUSUS

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

HIBAH

DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS

DANA INSENTIF DAERAH

PENDAPATAN LAINNYASumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

86.53%

82.97%

69.83%

104.37%

110.72%

79.01%

68.66%

83.33%

75.00%

72.00%

0.62%

72.68%

68.62%

64.09%

79.07%

100.45%

103.12%

71.02%

61.19%

75.27%

80.00%

101.82%

87.75%

101.03%

Sementara itu, komponen PAD lain yang besar,

meliputi lain-lain PAD yang sah dan hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

mencatatkan realisasi yang tinggi. Pada triwulan III

2015, kedua komponen tersebut secara berturut-turut

mencatatkan realisasi sebesar 103,12% dan 100,45%.

Meskipun demikian, angka ini masih lebih rendah

dibandingkan triwulan III di tahun 2014 yang tercatat

sebesar 110,72% dan 104,37%.

Lebih lanjut, pos Lain-lain Pendapatan Daerah

yang Sah memberikan kontribusi kedua terbesar

bagi realisasi pendapatan daerah. Pada triwulan

laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar 101,82%,

meningkat dibandingkan triwulan yang sama di tahun

2014 sebesar 72,00%. Ditinjau dari komponennya,

dana penyesuaian dan otonomi khusus memberikan

sumbangan mayoritas, yakni sebesar 98% dari total

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Realisasi dana

penyesuaian dan otonomi khusus pada triwulan

laporan sebesar 101,03%, lebih tinggi dibandingkan

triwulan yang sama di tahun 2014 yang sebesar

72,68%. Sementara itu, komponen pendapatan dana

hibah mencatatkan realisasi yang jauh lebih baik pada

periode triwulan laporan. Tercatat, realisasi hibah

sebesar 87,75%, meningkat dibandingkan triwulan III

2014 yang sebesar 0,62%. Hibah tersebut berasal dari

p e m e r i n t a h , p e m e r i n t a h d a e r a h l a i n n y a ,

badan/lembaga, organisasi swasta dalam negeri,

kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar

negeri yang tidak mengikat.

Pada tahun 2015, anggaran belanja daerah

Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 17,34 triliun atau

meningkat 8,10% dibandingkan anggaran

belanja tahun sebelumnya sebesar Rp 16,04

triliun. Komponen Belanja Langsung dianggarkan

meningkat sebesar 24,38% menjadi Rp 5,67 triliun,

lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar

Rp 4,56 triliun. Peningkatan anggaran terbesar yaitu

pada pos belanja modal yang dianggarkan sebesar Rp

2,67 triliun atau meningkat 61,23% dari tahun lalu.

Peningkatan belanja modal sejalan dengan program

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang mencanangkan

tahun 2015 sebagai tahun infrastruktur yang

merupakan program kerja lanjutan dari pemerintah

Provinsi Jawa Tengah di tahun 2014. Anggaran

kelompok Belanja Tidak Langsung relatif tidak

mengalami perubahan dari tahun 2014, namun

demikian pada komponen Belanja Tidak Terduga

dianggarkan jauh lebih rendah yaitu sebesar Rp 30

miliar atau lebih rendah -69,29% dibandingkan tahun

2014. Sementara itu komponen Belanja Tidak

Langsung yang mengalami peningkatan besar yaitu

Belanja Bagi Hasil Kepada Kabupaten/Kota dengan

peningkatan sebesar 30,42% dari APBD Tahun 2014.

4.1.2. Realisasi Belanja I Triwulan II 2015

85PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)

URAIAN

APBD 2014 % Perubahan 2014-2015

PENDAPATAN

PAD

- PAJAK DAERAH

- RETRIBUSI DAERAH

- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN

- LAIN-LAIN PAD YANG SAH

DANA PERIMBANGAN

- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK

- DANA ALOKASI UMUM

- DANA ALOKASI DANA KHUSUS

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

- HIBAH

- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS

- DANA INSENTIF DAERAH

- PENDAPATAN LAINNYA

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

14,425

9,097

7,819

78

291

909

2,618

735

1,804

79

2,710

29

2,678

3

-

17,098

11,697

10,266

84

319

1,028

2,694

832

1,804

58

2,706

30

2,677

-

-

18.53%

28.57%

31.29%

7.05%

9.87%

12.99%

2.93%

13.34%

0.00%

-26.77%

-0.13%

2.79%

-0.05%

APBD 2015

Penyerapan pendapatan Provinsi Jawa Tengah

sampai dengan triwulan laporan sebesar 74,25%

dari APBD 2015, lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan III tahun sebelumnya yang

sebesar 82,16%. Angka ini juga lebih rendah

dibandingkan dengan rata-rata realisasi pendapatan

lima tahun terakhir yang sebesar 81,00%..

Sumber utama pendapatan daerah Jawa Tengah

berasal dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Pangsa PAD terhadap total pendapatan meningkat

menjadi 63,22% dari sebelumnya 61,68% pada

triwulan II 2015. Peningkatan ini mencerminkan upaya

pemerintah daerah dalam menciptakan pendapatan

secara mandir i . Sementara i tu, peran Dana

Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang

Sah masing-masing tercatat sebesar 15,07% dan

21,71%.

Berdasarkan komponen PAD, sumber PAD

utamanya berasal dari pajak daerah, dengan peran

sebesar 82% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain PAD

yang sah (13%), hasil pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan (4%), dan retribusi daerah (1%).

Penurunan realisasi pajak daerah menyebabkan

penurunan pendapatan secara keseluruhan. Pada

triwulan III 2015, realisasi pajak daerah sebesar

64,09%, lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun

lalu yang mencapai 82,97%. Rendahnya realisasi pajak

daerah juga disebabkan oleh serapan pajak Bea Balik

Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang rendah. Hal

ini ditengarai sebagai imbas dari pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah yang tidak setinggi tahun

sebelumnya.

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH84

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PENDAPATAN ASLI DAERAHDANA PERIMBANGANLAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.2 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan III 2015

63,22%15,07%21,71%

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III 4

5

5

6

6

7

7

-

10

20

30

40

50

60

70

80 %, YOY %, YOY

PAJAK DAERAH PENDAPATAN PDRB - SKALA KANAN

Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.4 Perkembangan Pajak Daerah dan PDRB

Grafik 4.7 Komposisi Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6 Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)

BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANG DAN JASABELANJA MODAL

6%47%47%

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

BELANJA PEGAWAIBELANJA HIBAHBELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HSL KPD KAB/KOTABELANJA BANT KEU. KPD KAB/KOTABELANJA TDK TERDUGA

Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

21%25,%

0%

37%17%0%

penyerapan realisasi dana hibah provinsi. Peningkatan

juga terjadi pada komponen belanja pegawai yang

meningkat tipis menjadi 66,67%, dari sebelumnya

65,72%. Sementara itu, belanja bagi hasil kepada

kabupaten/kota mencatatkan penurunan persentase

realisasi. Pada triwulan laporan, realisasi belanja bagi

hasil kepada kabupaten/kota menjadi 60,46% dari

sebelumnya 66,89% pada triwulan III 2014.

Pada pos belanja langsung, terjadi penurunan

penyerapan dibandingkan triwulan III pada tahun

sebelumnya. Penyerapan belanja langsung menurun

dari 59,91% di triwulan III 2014 menjadi 54,50% pada

triwulan laporan. Penurunan ini utamanya berasal dari

komponen belanja modal.

Realisasi belanja modal pada triwulan laporan

turun menjadi 28,74%, dari sebelumnya 52,66%.

Meskipun realisasi secara nominal meningkat,

peningkatan anggaran belanja modal dari Rp1,6 triliun

di tahun 2014 menjadi Rp2,68 triliun ini belum terserap

secara optimal, sehingga mengakibatkan realisasi

belanja modal tercatat rendah. Berdasarkan hasil

kegiatan liaison, sebagian besar belanja modal berada

pada Dinas Bina Marga. Tercatat, realisasi Dinas Bina

Marga pada triwulan laporan pun tergolong masih

rendah, yakni sebesar 52,17%. Untuk mendorong

serapan belanja modal yang masih rendah, Pemprov

Jateng perlu untuk melakukan percepatan realisasi sisa

b e l a n j a m o d a l d i t r i w u l a n a k h i r 2 0 1 5 .

Sementara itu, komponen belanja pegawai serta

belanja barang dan jasa meningkat dibandingkan

triwulan III tahun lalu. Masing-masing komponen

mencatatkan realisasi sebesar 77,46% dan 77,53%

pada triwulan laporan, lebih baik dibandingkan

68,88% dan 63,08% pada triwulan III 2014.

Pencapaian realisasi yang sudah baik ini pun perlu

untuk ditingkatkan dalam rangka menjaga tingkat

realisasi keseluruhan belanja di tahun 2015.

87PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15Tabel 4.4. Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)

URAIAN APBD 2014 APBD 2015

BELANJA

BELANJA TIDAK LANGSUNG

- BELANJA PEGAWAI

- BELANJA HIBAH

- BELANJA BANTUAN SOSIAL

- BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

- BLNJ BANT.KEUANG. KPD KAB/KOTA

- BELANJA TIDAK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

- BELANJA PEGAWAI

- BELANJA BARANG DAN JASA

- BELANJA MODAL

16,039

11,479

2,123

3,026

39

3,293

2,899

98

4,560

336

2,563

1,660

17,338

11,665

2,451

2,913

29

4,295

1,947

30

5,672

350

2,645

2,677

% Perubahan 2014-2015

8.10%

1.63%

15.45%

-3.73%

-27.20%

30.42%

-32.83%

-69.29%

24.38%

4.02%

3.19%

61.23%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Komposisi anggaran belanja tidak jauh berbeda

dibandingkan dengan pola historis beberapa

tahun terakhir. Anggaran belanja pada APBD 2015

masih didominasi oleh belanja tidak langsung dengan

porsi 67,28%, sementara anggaran belanja langsung

memiliki porsi sebesar 32,72%.

Pada triwulan III 2015, realisasi belanja Provinsi

Jawa Tengah sebesar Rp11,05 triliun atau 63,75%

dari total anggaran belanja 2015. Angka ini lebih

baik dibandingkan dengan rata-rata lima tahun terakhir

yang sebesar 58,60%. Namun demikian, persentase

real isasi belanja ini relat if menurun apabi la

dibandingkan dengan realisasi belanja triwulan III 2014

yang tercatat sebesar 64,22%. Menurunnya realisasi ini

utamanya berasal dari pos belanja langsung untuk

komponen belanja modal.

Pencapaian realisasi belanja tidak langsung

mengalami peningkatan pada triwulan laporan.

Realisasi pada triwulan III 2015 sebesar 68,24% dari

anggaran belanja tidak langsung, lebih baik dibanding

triwulan III 2014 yang sebesar 66,04%. Ditinjau dari

komponennya, belanja banyak digunakan untuk

be l an j a h i bah , be l an j a bag i ha s i l k epada

kabupaten/kota, dan belanja pegawai dengan masing-

masing peran sebesar 34,90%, 32,62%, dan 20,53%

dari total belanja tidak langsung.

Komponen belanja hibah terserap lebih baik

dibandingkan triwulan yang sama tahun

sebelumnya. Pada triwulan laporan, realisasi belanja

hibah sebesar 95,38%, meningkat dibandingkan

triwulan III 2014 yang sebesar 72,68%. Penyaluran

dana hibah yang ditujukan untuk instansi berbadan

hukum tidak menjadi hambatan besar dalam

RP JUTA

0

5

10

15

20

2010 2011 2012 2013 2014 2015

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.5 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah

Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan III 2014 & 2015

BELANJA III - 2014 III - 2015

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BLNJ BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

BLNJ BANT.KEU. KPD KAB/KOTA

BELANJA TDK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA MODAL

JUMLAH BELANJA

66.04%

65.72%

72.68%

21.34%

66.89%

56.96%

9.21%

59.91%

68.88%

63.08%

52.65%

64.22%

68.24%

66.67%

95.38%

49.20%

60.46%

47.55%

37.07%

54.50%

77.46%

77.53%

28.74%

63.75%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH86

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Grafik 4.7 Komposisi Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6 Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)

BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANG DAN JASABELANJA MODAL

6%47%47%

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

BELANJA PEGAWAIBELANJA HIBAHBELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HSL KPD KAB/KOTABELANJA BANT KEU. KPD KAB/KOTABELANJA TDK TERDUGA

Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

21%25,%

0%

37%17%0%

penyerapan realisasi dana hibah provinsi. Peningkatan

juga terjadi pada komponen belanja pegawai yang

meningkat tipis menjadi 66,67%, dari sebelumnya

65,72%. Sementara itu, belanja bagi hasil kepada

kabupaten/kota mencatatkan penurunan persentase

realisasi. Pada triwulan laporan, realisasi belanja bagi

hasil kepada kabupaten/kota menjadi 60,46% dari

sebelumnya 66,89% pada triwulan III 2014.

Pada pos belanja langsung, terjadi penurunan

penyerapan dibandingkan triwulan III pada tahun

sebelumnya. Penyerapan belanja langsung menurun

dari 59,91% di triwulan III 2014 menjadi 54,50% pada

triwulan laporan. Penurunan ini utamanya berasal dari

komponen belanja modal.

Realisasi belanja modal pada triwulan laporan

turun menjadi 28,74%, dari sebelumnya 52,66%.

Meskipun realisasi secara nominal meningkat,

peningkatan anggaran belanja modal dari Rp1,6 triliun

di tahun 2014 menjadi Rp2,68 triliun ini belum terserap

secara optimal, sehingga mengakibatkan realisasi

belanja modal tercatat rendah. Berdasarkan hasil

kegiatan liaison, sebagian besar belanja modal berada

pada Dinas Bina Marga. Tercatat, realisasi Dinas Bina

Marga pada triwulan laporan pun tergolong masih

rendah, yakni sebesar 52,17%. Untuk mendorong

serapan belanja modal yang masih rendah, Pemprov

Jateng perlu untuk melakukan percepatan realisasi sisa

b e l a n j a m o d a l d i t r i w u l a n a k h i r 2 0 1 5 .

Sementara itu, komponen belanja pegawai serta

belanja barang dan jasa meningkat dibandingkan

triwulan III tahun lalu. Masing-masing komponen

mencatatkan realisasi sebesar 77,46% dan 77,53%

pada triwulan laporan, lebih baik dibandingkan

68,88% dan 63,08% pada triwulan III 2014.

Pencapaian realisasi yang sudah baik ini pun perlu

untuk ditingkatkan dalam rangka menjaga tingkat

realisasi keseluruhan belanja di tahun 2015.

87PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15Tabel 4.4. Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)

URAIAN APBD 2014 APBD 2015

BELANJA

BELANJA TIDAK LANGSUNG

- BELANJA PEGAWAI

- BELANJA HIBAH

- BELANJA BANTUAN SOSIAL

- BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

- BLNJ BANT.KEUANG. KPD KAB/KOTA

- BELANJA TIDAK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

- BELANJA PEGAWAI

- BELANJA BARANG DAN JASA

- BELANJA MODAL

16,039

11,479

2,123

3,026

39

3,293

2,899

98

4,560

336

2,563

1,660

17,338

11,665

2,451

2,913

29

4,295

1,947

30

5,672

350

2,645

2,677

% Perubahan 2014-2015

8.10%

1.63%

15.45%

-3.73%

-27.20%

30.42%

-32.83%

-69.29%

24.38%

4.02%

3.19%

61.23%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Komposisi anggaran belanja tidak jauh berbeda

dibandingkan dengan pola historis beberapa

tahun terakhir. Anggaran belanja pada APBD 2015

masih didominasi oleh belanja tidak langsung dengan

porsi 67,28%, sementara anggaran belanja langsung

memiliki porsi sebesar 32,72%.

Pada triwulan III 2015, realisasi belanja Provinsi

Jawa Tengah sebesar Rp11,05 triliun atau 63,75%

dari total anggaran belanja 2015. Angka ini lebih

baik dibandingkan dengan rata-rata lima tahun terakhir

yang sebesar 58,60%. Namun demikian, persentase

real isasi belanja ini relat if menurun apabi la

dibandingkan dengan realisasi belanja triwulan III 2014

yang tercatat sebesar 64,22%. Menurunnya realisasi ini

utamanya berasal dari pos belanja langsung untuk

komponen belanja modal.

Pencapaian realisasi belanja tidak langsung

mengalami peningkatan pada triwulan laporan.

Realisasi pada triwulan III 2015 sebesar 68,24% dari

anggaran belanja tidak langsung, lebih baik dibanding

triwulan III 2014 yang sebesar 66,04%. Ditinjau dari

komponennya, belanja banyak digunakan untuk

be l an j a h i bah , be l an j a bag i ha s i l k epada

kabupaten/kota, dan belanja pegawai dengan masing-

masing peran sebesar 34,90%, 32,62%, dan 20,53%

dari total belanja tidak langsung.

Komponen belanja hibah terserap lebih baik

dibandingkan triwulan yang sama tahun

sebelumnya. Pada triwulan laporan, realisasi belanja

hibah sebesar 95,38%, meningkat dibandingkan

triwulan III 2014 yang sebesar 72,68%. Penyaluran

dana hibah yang ditujukan untuk instansi berbadan

hukum tidak menjadi hambatan besar dalam

RP JUTA

0

5

10

15

20

2010 2011 2012 2013 2014 2015

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.5 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah

Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan III 2014 & 2015

BELANJA III - 2014 III - 2015

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BLNJ BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

BLNJ BANT.KEU. KPD KAB/KOTA

BELANJA TDK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA MODAL

JUMLAH BELANJA

66.04%

65.72%

72.68%

21.34%

66.89%

56.96%

9.21%

59.91%

68.88%

63.08%

52.65%

64.22%

68.24%

66.67%

95.38%

49.20%

60.46%

47.55%

37.07%

54.50%

77.46%

77.53%

28.74%

63.75%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH86

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Pasokan tenaga kerja Jawa Tengah yang tersedia pada triwulan laporan mengalami peningkatan, namun jumlah angkatan kerja mengalami penurunan

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada triwulan laporan mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Angka pengangguran dan kemiskinan juga menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya.

Nilai Tukar Petani (NTP) khususnya di subsektor tanaman pangan mengalami

peningkatan pada triwulan laporan.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN

BABV

Pasokan tenaga kerja Jawa Tengah yang tersedia pada triwulan laporan mengalami peningkatan, namun jumlah angkatan kerja mengalami penurunan

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada triwulan laporan mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Angka pengangguran dan kemiskinan juga menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya.

Nilai Tukar Petani (NTP) khususnya di subsektor tanaman pangan mengalami

peningkatan pada triwulan laporan.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN

BABV

Pasokan tenaga kerja Jawa Tengah yang tersedia

pada triwulan laporan mengalami peningkatan,

tercermin dari jumlah penduduk usia kerja Jawa

Tengah pada Agustus 2015 yang mengalami

peningkatan dibandingkan Agustus 2014. Pada

Agustus 2015 jumlah penduduk usia kerja Jawa Tengah

sebesar 25,49 juta orang, atau meningkat sebesar

1,19% dibandingkan dengan Agustus 2014 yang

b e r j u m l a h 2 5 , 1 9 j u t a o r a n g . K o n d i s i i n i

mengindikasikan terdapat potensi tenaga kerja di Jawa

Tengah dalam hal kuantitas penduduk usia produktif

yang besar. Sementara itu, pada periode laporan terjadi penurunan

jumlah tenaga kerja di Jawa Tengah, terlihat dari

menurunnya jumlah angkatan kerja sebesar 1,43%

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya menjadi 17,30 juta orang. Penurunan

jumlah angkatan kerja disebabkan oleh meningkatnya

jumlah penduduk usia produktif yang masuk dalam

kelompok bukan angkatan kerja. Pada periode laporan,

jumlah penduduk bekerja juga mengalami penurunan

sebesar 0,66% dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya menjadi 16,44 juta orang.

Jumlah penduduk yang bekerja tersebut tercatat

menyumbang sebesar 14,32% dari keseluruhan angka

penduduk bekerja secara nasional.

Sejalan dengan mulai membaiknya perekonomian

d a e r a h d i t r i w u l a n l a p o r a n , t i n g k a t

pengangguran Jawa Tengah per Agustus 2015

menunjukkan penurunan dibandingkan dengan

periode yang sama tahun lalu. Hal ini terlihat dari

penurunan jumlah pengangguran pada data Agustus

2015 dibanding data pada periode yang sama tahun

sebelumnya.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada

triwulan laporan mengalami penurunan. TPAK,

yang mengindikasikan besarnya persentase penduduk

usia kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami

penurunan dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. TPAK pada Agustus 2015 tercatat sebesar

67,86%, turun dibandingkan Agustus 2014 yang

tercatat sebesar 69,68%. Pertumbuhan ekonomi yang

belum seperti yang diperkirakan ditengarai menjadi

salah satu penyebab penurunan TPAK Jawa Tengah

pada Agustus 2015. Namun demikian, dibandingkan

dengan nasional, TPAK Jawa Tengah cenderung masih

lebih baik. TPAK nasional pada Agustus 2015 tercatat

sebesar 65,76%.

Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang

pesimis oleh konsumen. Berdasarkan hasil survei

konsumen di Jawa Tengah, terlihat bahwa tingkat

5.1. Ketenagakerjaan

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Sumber : BPS Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

ANGKATAN KERJA

BEKERJA

PENGANGGURAN

BUKAN ANGKATAN KERJA

PENDUDUK USIA KERJA

TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%

PEKERJA TIDAK PENUH

SETENGAH PENGANGGUR

PARUH WAKTU

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

2014

Februari Agustus Februari

17,46

16,5

0,96

7,32

24,78

70,46

5,50

4,73

1,9

2,83

17,52

16,47

1,05

7,36

24,88

70,42

5,99

5,21

1,49

3,72

17,72

16,75

0,97

7,26

24,98

70,93

5,45

4,85

1,28

3,57

2013

Agustus

17,55

16,55

1

7,64

25,19

69,68

5,68

4,9

1,19

3,71

Februari

2015

18,29

17,32

0,97

7,05

25,34

72,19

5,31

4,91

1,18

3,73

Agustus

17,30

16,44

0,86

8,19

25,49

67,86

4,99

4,51

1,07

3,44

JATENG

91PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Pasokan tenaga kerja Jawa Tengah yang tersedia

pada triwulan laporan mengalami peningkatan,

tercermin dari jumlah penduduk usia kerja Jawa

Tengah pada Agustus 2015 yang mengalami

peningkatan dibandingkan Agustus 2014. Pada

Agustus 2015 jumlah penduduk usia kerja Jawa Tengah

sebesar 25,49 juta orang, atau meningkat sebesar

1,19% dibandingkan dengan Agustus 2014 yang

b e r j u m l a h 2 5 , 1 9 j u t a o r a n g . K o n d i s i i n i

mengindikasikan terdapat potensi tenaga kerja di Jawa

Tengah dalam hal kuantitas penduduk usia produktif

yang besar. Sementara itu, pada periode laporan terjadi penurunan

jumlah tenaga kerja di Jawa Tengah, terlihat dari

menurunnya jumlah angkatan kerja sebesar 1,43%

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya menjadi 17,30 juta orang. Penurunan

jumlah angkatan kerja disebabkan oleh meningkatnya

jumlah penduduk usia produktif yang masuk dalam

kelompok bukan angkatan kerja. Pada periode laporan,

jumlah penduduk bekerja juga mengalami penurunan

sebesar 0,66% dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya menjadi 16,44 juta orang.

Jumlah penduduk yang bekerja tersebut tercatat

menyumbang sebesar 14,32% dari keseluruhan angka

penduduk bekerja secara nasional.

Sejalan dengan mulai membaiknya perekonomian

d a e r a h d i t r i w u l a n l a p o r a n , t i n g k a t

pengangguran Jawa Tengah per Agustus 2015

menunjukkan penurunan dibandingkan dengan

periode yang sama tahun lalu. Hal ini terlihat dari

penurunan jumlah pengangguran pada data Agustus

2015 dibanding data pada periode yang sama tahun

sebelumnya.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada

triwulan laporan mengalami penurunan. TPAK,

yang mengindikasikan besarnya persentase penduduk

usia kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami

penurunan dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. TPAK pada Agustus 2015 tercatat sebesar

67,86%, turun dibandingkan Agustus 2014 yang

tercatat sebesar 69,68%. Pertumbuhan ekonomi yang

belum seperti yang diperkirakan ditengarai menjadi

salah satu penyebab penurunan TPAK Jawa Tengah

pada Agustus 2015. Namun demikian, dibandingkan

dengan nasional, TPAK Jawa Tengah cenderung masih

lebih baik. TPAK nasional pada Agustus 2015 tercatat

sebesar 65,76%.

Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang

pesimis oleh konsumen. Berdasarkan hasil survei

konsumen di Jawa Tengah, terlihat bahwa tingkat

5.1. Ketenagakerjaan

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Sumber : BPS Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

ANGKATAN KERJA

BEKERJA

PENGANGGURAN

BUKAN ANGKATAN KERJA

PENDUDUK USIA KERJA

TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%

PEKERJA TIDAK PENUH

SETENGAH PENGANGGUR

PARUH WAKTU

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

2014

Februari Agustus Februari

17,46

16,5

0,96

7,32

24,78

70,46

5,50

4,73

1,9

2,83

17,52

16,47

1,05

7,36

24,88

70,42

5,99

5,21

1,49

3,72

17,72

16,75

0,97

7,26

24,98

70,93

5,45

4,85

1,28

3,57

2013

Agustus

17,55

16,55

1

7,64

25,19

69,68

5,68

4,9

1,19

3,71

Februari

2015

18,29

17,32

0,97

7,05

25,34

72,19

5,31

4,91

1,18

3,73

Agustus

17,30

16,44

0,86

8,19

25,49

67,86

4,99

4,51

1,07

3,44

JATENG

91PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Kualitas pendidikan penduduk yang bekerja

belum mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga

kerja sebagian besar masih didominasi oleh penduduk

yang berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan

porsi 52,37%. Sementara pekerja berpendidikan tinggi

hanya mencakup kurang dari 10% yaitu 7,73%.

Sedangkan sisanya merupakan pekerja berpendidikan

menengah. Komposisi ini tidak mengalami perubahan

signifikan dibanding periode-periode sebelumnya.

Angka pengangguran mengalami penurunan pada

Agustus 2015 dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Jumlah pengangguran pada Agustus

2015 sebesar 0,86 juta orang, lebih rendah 14%

dibandingkan dengan Agustus 2014 yang berjumlah 1

juta orang. Berdasarkan data tersebut, Provinsi Jawa

Tengah menyumbang 11,38% dari total angka

pengangguran nasional. Sementara dilihat dari

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2015 (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

BERUSAHA SENDIRI

BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP

BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP

BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI

PEKERJA BEBAS

PEKERJA TAK DIBAYAR

TOTAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

2014

Februari Agustus Februari

2,81

2,93

0,57

5,43

2,48

2,29

16,51

2,66

3,34

0,54

5,15

2,02

2,76

16,47

2,82

2,93

0,62

5,74

2,29

2,36

16,76

2013

Agustus

2,86

3,19

0,64

5,25

2,18

2,43

16,55

* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk

Februari

2015

3.03

3.01

0.57

6.09

2.25

2.37

17.32

Agustus

2.68

2.94

0.58

5.71

2.34

2.19

16.44

dengan Februari 2015 yang tercatat sebesar 6,66 juta

orang. Sementara itu, jumlah pekerja di sektor informal

juga menurun. Jumlah pekerja yang berusaha sendiri

pada Agustus 2015 tercatat sebanyak 2,68 juta orang,

atau menurun dibandingkan dengan Agustus 2014

yang tercatat sebanyak 2,86 juta orang.

Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa

Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar atau

72,56% masih didominasi oleh penduduk dalam

lapangan usaha pekerja berwaktu penuh (full time

worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok

35 jam ke atas per minggu. Jumlah pekerja berwaktu

penuh Jawa Tengah per Agustus 2015 tercatat

sebanyak 11,93 juta orang atau meningkat

dibandingkan dengan Agustus 2014 yang tercatat

sebanyak 11,65 juta orang (Tabel 5.4). Sementara

untuk jumlah pekerja berwaktu tidak penuh

mengalami penurunan pada periode yang sama, yaitu

dari 4,91 juta orang menjadi 4,51 juta orang.

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDIDIKAN

SD ke Bawah

SMP

SMA

DI/II/III dan Universitas

Total

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

2015*

Februari Agustus Februari

9,13

3,16

3,37

1,09

16,75

8,98

3,12

3,30

1,15

16,55

9,39

3,15

3,45

1,33

17,32

2014*

Agustus

8.61

3.16

3.4

1.27

16.44

Tabel 5.4. JJumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Sumber : BPS Jawa Tengah

PENDUDUK YANG BEKERJA

PEKERJA TIDAK PENUH

SETENGAH PENGANGGUR

PEKERJA PARUH WAKTU

PEKERJA PENUH

TOTAL

2013

Februari Agustus

4.91

1.18

3.73

12.41

17.32

4.51

1.07

3.44

11.93

16.44

5.21

1.49

3.72

11.26

16.47

2015

Februari

* Data diolah dari Sakernas 2013-2015

Februari Agustus

4,85

1,28

3,57

11,90

16,75

4,90

1,19

3,71

11,65

16,55

2014

5.2. Pengangguran

93PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)

Sumber : BPS Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

PERTANIAN

INDUSTRI

PERDAGANGAN

JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN

LAINNYA**

TOTAL

2014

Februari Agustus Februari

5.05

3.31

3.76

2.14

2.19

16.45

5.17

3.11

3.69

2.51

1.99

16.47

5.19

3.31

3.72

2.15

2.38

16.75

2013

Agustus

5.17

3.17

3.72

2.19

2.3

16.55*Data diolahdariSakernas 2013-2015** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan

Februari

2015

5.39

3.33

4.01

2.28

2.31

17.32

Agustus

4.71

3.27

3.80

2.08

2.58

16.44

LAPANGAN KERJAPENGHASILAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang

Grafik 5.2

INDEKS

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

PESIMIS

OPTIMIS

KEGIATAN USAHALAPANGAN KERJAPENGHASILAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat IniGrafik 5.1

70

80

90

100

110

120

130

140 INDEKS

PESIMIS

OPTIMIS

keyakinan konsumen Jawa Tengah terhadap

penghasilan saat ini cenderung menurun dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Penurunan tingkat

keyakinan tersebut sejalan dengan penurunan tingkat

keyakinan konsumen terhadap kondisi lapangan usaha

saat ini (Grafik 5.1).

Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih

dipandang lebih baik meski tidak seoptimis

periode sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen

di Jawa Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi

lapangan kerja yang akan datang masih tetap optimis,

meskipun tidak setinggi periode sebelumnya. Hal ini

terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan

kerja yang sedikit menurun menjadi 106 dari

sebelumnya 120,9. Penurunan optimisme konsumen

juga terjadi pada kondisi kegiatan usaha yang akan

datang, tercermin dari penurunan indeks ekspektasi

konsumen dari 131,7 pada triwulan II 2015 menjadi

116,5 pada triwulan laporan. Penurunan optimisme ini

juga sejalan dengan penurunan optimisme konsumen

terhadap kondisi penghasilan ke depan (Grafik 5.2).

Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami

perubahan, sektor pertanian masih menjadi

penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di

Jawa Tengah. Pada Agustus 2015, lapangan usaha

pertanian masih menjadi penyumbang terbesar

penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 4,71

juta orang atau 28,65% dari total penduduk yang

bekerja di Jawa Tengah. Lapangan usaha perdagangan

menempati posisi kedua dengan menyerap 3,80 juta

orang atau 23,11% penduduk yang bekerja di Jawa

Tengah. Sementara lapangan usaha industr i

pengolahan menempati posisi ketiga dengan

menyerap 3,27 juta orang atau 19,89% penduduk

yang bekerja di Jawa Tengah.

Jenis pekerjaan yang dominan pada Agustus 2015

adalah kelompok orang yang bekerja sebagai

buruh/karyawan/pegawai. Hal ini mencerminkan

banyaknya jumlah pekerja di sektor formal. Data pada

bulan Agustus 2015 mencatat jumlah pekerja sektor

formal Jawa Tengah sebanyak 6,29 juta orang atau

38,26% dari jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah

tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN92

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Kualitas pendidikan penduduk yang bekerja

belum mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga

kerja sebagian besar masih didominasi oleh penduduk

yang berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan

porsi 52,37%. Sementara pekerja berpendidikan tinggi

hanya mencakup kurang dari 10% yaitu 7,73%.

Sedangkan sisanya merupakan pekerja berpendidikan

menengah. Komposisi ini tidak mengalami perubahan

signifikan dibanding periode-periode sebelumnya.

Angka pengangguran mengalami penurunan pada

Agustus 2015 dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Jumlah pengangguran pada Agustus

2015 sebesar 0,86 juta orang, lebih rendah 14%

dibandingkan dengan Agustus 2014 yang berjumlah 1

juta orang. Berdasarkan data tersebut, Provinsi Jawa

Tengah menyumbang 11,38% dari total angka

pengangguran nasional. Sementara dilihat dari

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2015 (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

BERUSAHA SENDIRI

BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP

BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP

BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI

PEKERJA BEBAS

PEKERJA TAK DIBAYAR

TOTAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

2014

Februari Agustus Februari

2,81

2,93

0,57

5,43

2,48

2,29

16,51

2,66

3,34

0,54

5,15

2,02

2,76

16,47

2,82

2,93

0,62

5,74

2,29

2,36

16,76

2013

Agustus

2,86

3,19

0,64

5,25

2,18

2,43

16,55

* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk

Februari

2015

3.03

3.01

0.57

6.09

2.25

2.37

17.32

Agustus

2.68

2.94

0.58

5.71

2.34

2.19

16.44

dengan Februari 2015 yang tercatat sebesar 6,66 juta

orang. Sementara itu, jumlah pekerja di sektor informal

juga menurun. Jumlah pekerja yang berusaha sendiri

pada Agustus 2015 tercatat sebanyak 2,68 juta orang,

atau menurun dibandingkan dengan Agustus 2014

yang tercatat sebanyak 2,86 juta orang.

Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa

Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar atau

72,56% masih didominasi oleh penduduk dalam

lapangan usaha pekerja berwaktu penuh (full time

worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok

35 jam ke atas per minggu. Jumlah pekerja berwaktu

penuh Jawa Tengah per Agustus 2015 tercatat

sebanyak 11,93 juta orang atau meningkat

dibandingkan dengan Agustus 2014 yang tercatat

sebanyak 11,65 juta orang (Tabel 5.4). Sementara

untuk jumlah pekerja berwaktu tidak penuh

mengalami penurunan pada periode yang sama, yaitu

dari 4,91 juta orang menjadi 4,51 juta orang.

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDIDIKAN

SD ke Bawah

SMP

SMA

DI/II/III dan Universitas

Total

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

2015*

Februari Agustus Februari

9,13

3,16

3,37

1,09

16,75

8,98

3,12

3,30

1,15

16,55

9,39

3,15

3,45

1,33

17,32

2014*

Agustus

8.61

3.16

3.4

1.27

16.44

Tabel 5.4. JJumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Sumber : BPS Jawa Tengah

PENDUDUK YANG BEKERJA

PEKERJA TIDAK PENUH

SETENGAH PENGANGGUR

PEKERJA PARUH WAKTU

PEKERJA PENUH

TOTAL

2013

Februari Agustus

4.91

1.18

3.73

12.41

17.32

4.51

1.07

3.44

11.93

16.44

5.21

1.49

3.72

11.26

16.47

2015

Februari

* Data diolah dari Sakernas 2013-2015

Februari Agustus

4,85

1,28

3,57

11,90

16,75

4,90

1,19

3,71

11,65

16,55

2014

5.2. Pengangguran

93PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)

Sumber : BPS Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

PERTANIAN

INDUSTRI

PERDAGANGAN

JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN

LAINNYA**

TOTAL

2014

Februari Agustus Februari

5.05

3.31

3.76

2.14

2.19

16.45

5.17

3.11

3.69

2.51

1.99

16.47

5.19

3.31

3.72

2.15

2.38

16.75

2013

Agustus

5.17

3.17

3.72

2.19

2.3

16.55*Data diolahdariSakernas 2013-2015** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan

Februari

2015

5.39

3.33

4.01

2.28

2.31

17.32

Agustus

4.71

3.27

3.80

2.08

2.58

16.44

LAPANGAN KERJAPENGHASILAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang

Grafik 5.2

INDEKS

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

PESIMIS

OPTIMIS

KEGIATAN USAHALAPANGAN KERJAPENGHASILAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat IniGrafik 5.1

70

80

90

100

110

120

130

140 INDEKS

PESIMIS

OPTIMIS

keyakinan konsumen Jawa Tengah terhadap

penghasilan saat ini cenderung menurun dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Penurunan tingkat

keyakinan tersebut sejalan dengan penurunan tingkat

keyakinan konsumen terhadap kondisi lapangan usaha

saat ini (Grafik 5.1).

Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih

dipandang lebih baik meski tidak seoptimis

periode sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen

di Jawa Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi

lapangan kerja yang akan datang masih tetap optimis,

meskipun tidak setinggi periode sebelumnya. Hal ini

terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan

kerja yang sedikit menurun menjadi 106 dari

sebelumnya 120,9. Penurunan optimisme konsumen

juga terjadi pada kondisi kegiatan usaha yang akan

datang, tercermin dari penurunan indeks ekspektasi

konsumen dari 131,7 pada triwulan II 2015 menjadi

116,5 pada triwulan laporan. Penurunan optimisme ini

juga sejalan dengan penurunan optimisme konsumen

terhadap kondisi penghasilan ke depan (Grafik 5.2).

Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami

perubahan, sektor pertanian masih menjadi

penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di

Jawa Tengah. Pada Agustus 2015, lapangan usaha

pertanian masih menjadi penyumbang terbesar

penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 4,71

juta orang atau 28,65% dari total penduduk yang

bekerja di Jawa Tengah. Lapangan usaha perdagangan

menempati posisi kedua dengan menyerap 3,80 juta

orang atau 23,11% penduduk yang bekerja di Jawa

Tengah. Sementara lapangan usaha industr i

pengolahan menempati posisi ketiga dengan

menyerap 3,27 juta orang atau 19,89% penduduk

yang bekerja di Jawa Tengah.

Jenis pekerjaan yang dominan pada Agustus 2015

adalah kelompok orang yang bekerja sebagai

buruh/karyawan/pegawai. Hal ini mencerminkan

banyaknya jumlah pekerja di sektor formal. Data pada

bulan Agustus 2015 mencatat jumlah pekerja sektor

formal Jawa Tengah sebanyak 6,29 juta orang atau

38,26% dari jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah

tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN92

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Sumber: BPS Jawa Tengah

Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor Tanaman Pangandengan PDRB Lapangan Usaha Pertanian

Grafik 5.5

95

100

105

110

115

120

125

25000

27000

29000

31000

33000

35000

37000

39000

41000

43000

45000 PDRB (MILIAR RP) INDEKS

INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN) PDRB LAPANGAN USAHA PERTANIAN

Indeks yang dibayar petani juga mengalami

peningkatan untuk semua subsektor. Namun

demikian, peningkatan tersebut lebih lambat dari

peningkatan indeks yang diterima petani.

Berdasarkan data historis, indeks yang dibayar petani

selalu mengalami peningkatan dan tidak pernah

menunjukkan tren penurunan. Apabila dibandingkan

dengan triwulan lalu, kenaikan terbesar terjadi pada

subsektor tanaman perkebunan rakyat yang

mengalami peningkatan sebesar 1,32% menjadi

120,49.

Kemampuan produksi petani pada periode

laporan juga tercatat mengalami peningkatan.

Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai 2Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada

triwulan III 2015 mengalami peningkatan yaitu menjadi

107,00 dari sebelumnya 103,09 pada triwulan II 2015.

Peningkatan NTUP terbesar pada triwulan III 2015

terjadi di subsektor tanaman pangan sebesar 6,39%.

Hal ini sejalan dengan adanya peningkatan indeks yang

diterima petani (It) pada subsektor tanaman pangan

yang signifikan lebih besar dibandingkan indeks yang

dibayar (Ib), sehingga petani di subsektor tanaman

pangan mendapatkan insentif dalam meningkatkan

produksinya.

Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)

SUBSEKTOR

TANAMAN PANGAN

HORTIKULTURA

TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

PETERNAKAN

PERIKANAN

TOTALSumber : BPS Jawa Tengah

I - 2015 II - 2015 III - 2015

106.68

102.91

103.71

109.24

103.92

104.99

97.5

102.83

105.4

109.08

106.17

103.09

103.73

104.49

106.87

113.60

109.31

107.00

%Perubahan

6.39

1.61

1.39

4.14

2.96

3.79

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.

2.

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

TOTAL TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN

HORTIKULTURAPERIKANAN

II90

95

100

105

110

115

120

125

III

Sumber: BPS Jawa Tengah

Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.7

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

HORTIKULTURAPERIKANAN

INDEKS

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

II90

95

100

105

110

115

120

125

130

III

Sumber: BPS Jawa Tengah

Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.6

95PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa

Tengah mengalami penurunan, yaitu dari 5,68% pada

Agustus 2014 menjadi 4,99% di Agustus 2015 (Tabel

5.1). Angka ini lebih rendah dari TPT nasional yaitu

sebesar 6,18%.

Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2015

mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II

2 0 1 5 . P e n i n g k a t a n N T P m e n g i n d i k a s i k a n

meningkatnya kesejahteraan petani dengan

meningkatnya daya beli petani di pedesaan. Hal ini

tercermin dari indeks yang diterima petani naik lebih

tinggi dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani

(Grafik 5.3). Peningkatan NTP ini disebabkan oleh

naiknya harga produk pertanian sejalan dengan

berakhirnya musim panen raya yang jatuh di awal

triwulan II 2015. Tingkat inflasi yang cukup terjaga

hingga triwulan III 2015 merupakan salah satu faktor

yang turut menjaga daya beli masyarakat termasuk

rumah tangga petani.

Apabi la dibandingkan dengan tr iwulan

sebelumnya, peningkatan NTP terjadi di seluruh

subsektor. Peningkatan NTP terbesar terjadi pada

subsektor tanaman pangan sebesar 5,65% atau

menjadi 99,87 dibandingkan triwulan II 2015 sebesar

94,53. Selain itu, peningkatan yang cukup signifikan

juga terjadi pada subsektor peternakan yang

meningkat sebesar 3,64% atau menjadi 107,77 dari

103,98 pada triwulan II 2015, disusul oleh peningkatan

subsektor perikanan sebesar 2,46% atau menjadi

103,39 pada triwulan III 2015 dibandingkan triwulan II

2015 sebesar 100,91. Sementara itu, peningkatan NTP

secara terbatas dialami oleh subsektor holtikultura dan

tanaman perkebunan rakyat. Dibandingkan triwulan II

2015 subsektor holtikultura meningkat dari 96,99

menjadi 97,68 pada triwulan III 2015, sedangkan

subsektor tanaman perkebunan rakyat meningkat

0,55% menjadi 100,48 pada triwulan laporan dari

99,93 pada triwulan sebelumnya (Grafik 5.4).

Indeks yang diterima petani di seluruh subsektor

meningkat pada triwulan III 2015. Apabila

dibandingkan dengan triwulan II 2015, kenaikan

terbesar indeks yang diterima petani terjadi di

subsektor tanaman pangan sebesar 6,86%. Tingginya

peningkatan indeks yang diterima petani di subsektor

tanaman pangan disebabkan oleh kenaikan harga

beberapa komoditas tanaman pangan yang terkait

dengan berakhirnya musim panen raya yang telah jatuh

pada awal triwulan II lalu. Selain tanaman pangan,

indeks yang diterima petani juga mengalami kenaikan

signifikan di subsektor peternakan dan perikanan yang

kemudian diikuti oleh subsektor holtikultura dan

tanaman perkebunan rakyat dengan kenaikan dari

triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 4,65%,

3,54%, 1,90% dan 1,89%.

15.3. Nilai Tukar Petani

Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.

1.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN94

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Sumber: BPS Jawa Tengah

NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.4

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III90

95

100

105

110

115 INDEKS

HOLTIKULTURATOTAL PETERNAKAN TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PERIKANAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Sumber: BPS Jawa Tengah

NTP Jawa Tengah dan Komponen PenyusunnyaGrafik 5.3

95

100

105

110

115

120

125 INDEKS

NILAI TUKAR PETANIINDEKS YANG DITERIMA PETANI (It) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Sumber: BPS Jawa Tengah

Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor Tanaman Pangandengan PDRB Lapangan Usaha Pertanian

Grafik 5.5

95

100

105

110

115

120

125

25000

27000

29000

31000

33000

35000

37000

39000

41000

43000

45000 PDRB (MILIAR RP) INDEKS

INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN) PDRB LAPANGAN USAHA PERTANIAN

Indeks yang dibayar petani juga mengalami

peningkatan untuk semua subsektor. Namun

demikian, peningkatan tersebut lebih lambat dari

peningkatan indeks yang diterima petani.

Berdasarkan data historis, indeks yang dibayar petani

selalu mengalami peningkatan dan tidak pernah

menunjukkan tren penurunan. Apabila dibandingkan

dengan triwulan lalu, kenaikan terbesar terjadi pada

subsektor tanaman perkebunan rakyat yang

mengalami peningkatan sebesar 1,32% menjadi

120,49.

Kemampuan produksi petani pada periode

laporan juga tercatat mengalami peningkatan.

Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai 2Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada

triwulan III 2015 mengalami peningkatan yaitu menjadi

107,00 dari sebelumnya 103,09 pada triwulan II 2015.

Peningkatan NTUP terbesar pada triwulan III 2015

terjadi di subsektor tanaman pangan sebesar 6,39%.

Hal ini sejalan dengan adanya peningkatan indeks yang

diterima petani (It) pada subsektor tanaman pangan

yang signifikan lebih besar dibandingkan indeks yang

dibayar (Ib), sehingga petani di subsektor tanaman

pangan mendapatkan insentif dalam meningkatkan

produksinya.

Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)

SUBSEKTOR

TANAMAN PANGAN

HORTIKULTURA

TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

PETERNAKAN

PERIKANAN

TOTALSumber : BPS Jawa Tengah

I - 2015 II - 2015 III - 2015

106.68

102.91

103.71

109.24

103.92

104.99

97.5

102.83

105.4

109.08

106.17

103.09

103.73

104.49

106.87

113.60

109.31

107.00

%Perubahan

6.39

1.61

1.39

4.14

2.96

3.79

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.

2.

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

TOTAL TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN

HORTIKULTURAPERIKANAN

II90

95

100

105

110

115

120

125

III

Sumber: BPS Jawa Tengah

Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.7

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

HORTIKULTURAPERIKANAN

INDEKS

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

II90

95

100

105

110

115

120

125

130

III

Sumber: BPS Jawa Tengah

Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.6

95PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa

Tengah mengalami penurunan, yaitu dari 5,68% pada

Agustus 2014 menjadi 4,99% di Agustus 2015 (Tabel

5.1). Angka ini lebih rendah dari TPT nasional yaitu

sebesar 6,18%.

Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2015

mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II

2 0 1 5 . P e n i n g k a t a n N T P m e n g i n d i k a s i k a n

meningkatnya kesejahteraan petani dengan

meningkatnya daya beli petani di pedesaan. Hal ini

tercermin dari indeks yang diterima petani naik lebih

tinggi dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani

(Grafik 5.3). Peningkatan NTP ini disebabkan oleh

naiknya harga produk pertanian sejalan dengan

berakhirnya musim panen raya yang jatuh di awal

triwulan II 2015. Tingkat inflasi yang cukup terjaga

hingga triwulan III 2015 merupakan salah satu faktor

yang turut menjaga daya beli masyarakat termasuk

rumah tangga petani.

Apabi la dibandingkan dengan tr iwulan

sebelumnya, peningkatan NTP terjadi di seluruh

subsektor. Peningkatan NTP terbesar terjadi pada

subsektor tanaman pangan sebesar 5,65% atau

menjadi 99,87 dibandingkan triwulan II 2015 sebesar

94,53. Selain itu, peningkatan yang cukup signifikan

juga terjadi pada subsektor peternakan yang

meningkat sebesar 3,64% atau menjadi 107,77 dari

103,98 pada triwulan II 2015, disusul oleh peningkatan

subsektor perikanan sebesar 2,46% atau menjadi

103,39 pada triwulan III 2015 dibandingkan triwulan II

2015 sebesar 100,91. Sementara itu, peningkatan NTP

secara terbatas dialami oleh subsektor holtikultura dan

tanaman perkebunan rakyat. Dibandingkan triwulan II

2015 subsektor holtikultura meningkat dari 96,99

menjadi 97,68 pada triwulan III 2015, sedangkan

subsektor tanaman perkebunan rakyat meningkat

0,55% menjadi 100,48 pada triwulan laporan dari

99,93 pada triwulan sebelumnya (Grafik 5.4).

Indeks yang diterima petani di seluruh subsektor

meningkat pada triwulan III 2015. Apabila

dibandingkan dengan triwulan II 2015, kenaikan

terbesar indeks yang diterima petani terjadi di

subsektor tanaman pangan sebesar 6,86%. Tingginya

peningkatan indeks yang diterima petani di subsektor

tanaman pangan disebabkan oleh kenaikan harga

beberapa komoditas tanaman pangan yang terkait

dengan berakhirnya musim panen raya yang telah jatuh

pada awal triwulan II lalu. Selain tanaman pangan,

indeks yang diterima petani juga mengalami kenaikan

signifikan di subsektor peternakan dan perikanan yang

kemudian diikuti oleh subsektor holtikultura dan

tanaman perkebunan rakyat dengan kenaikan dari

triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 4,65%,

3,54%, 1,90% dan 1,89%.

15.3. Nilai Tukar Petani

Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.

1.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN94

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Sumber: BPS Jawa Tengah

NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.4

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III90

95

100

105

110

115 INDEKS

HOLTIKULTURATOTAL PETERNAKAN TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PERIKANAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Sumber: BPS Jawa Tengah

NTP Jawa Tengah dan Komponen PenyusunnyaGrafik 5.3

95

100

105

110

115

120

125 INDEKS

NILAI TUKAR PETANIINDEKS YANG DITERIMA PETANI (It) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)

Tabel 5.7. Garis KemiskinanMenurut Daerah, 2011-September 2014 (Rupiah)

Sumber : BPS, diolah

GARIS KEMISKINAN

Kota

Desa

Kota & Desa

2011 Sept 2012Mar 2012

222.430

198.814

209.611

234.799

211.823

222.327

245.817

223.622

233.769

1.

2.

3.

Sept 2013Mar 2013

254.801

235.202

244.161

268.397

256.368

261.881

Mar 2014

279.036

267.991

273.056

Sep 2014

286.014

277.802

281.750

Mar 2015

299,011

296,864

297,851

2010

205,606

179,982

192,435

Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara

perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di

perkotaan dalam periode yang sama tercatat

mengalami peningkatan sebesar 7,15% dari

Rp273.036 per kapita/bulan menjadi Rp299.011 per

kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah

pedesaan mengalami kenaikan sebesar 10,77%, dari

Rp267.991 per kapita/bulan menjadi Rp296.864 per

kapita/bulan.

IPM Jawa Tengah mengalami tren peningkatan dari

tahun ke tahun. Secara historis, nilai IPM Jawa Tengah

selalu lebih tinggi dibandingkan IPM nasional. Data

terakhir, IPM Jawa Tengah sebesar 68,9 pada tahun

2014, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang

sebesar 68,31.

Data IPM tersebut mengacu pada data IPM yang

dihitung dengan menggunakan metode perhitungan

IPM standar tahun 2010. Terdapat satu komponen

tambahan yang turut diperhitungkan pada dimensi

pendidikan, yakni harapan lama sekolah. Sementara

itu, komponen yang diperhitungkan pada dimensi

standar hidup diubah menjadi PNB per kapita dari

sebelumnya PDB per kapita. Metode agregasi indeks

juga mengalami perubahan dari rata-rata hitung pada

IPM standar perhitungan tahun 2000 menjadi rata-rata

ukur/geometrik pada IPM standar perhitungan tahun

2010.

Dengan demikian, komponen pada IPM standar

perhitungan tahun 2010 secara keseluruhan terdiri

dari:

5.5. Pembangunan Manusia a. Kesehatan : Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)

b. Pendidikan : i. Harapan Lama Sekolah (HLS)

ii. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)

c. Standar Hidup: PNB per kapita

2010 2011 2012 2013 2014

Grafik 5.9. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

INDEKS

Sumber : BPS Nasional

JAWA TENGAH NASIONAL

64.5

65

65.5

66

66.5

67

67.5

68

68.5

69

69.5

97PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2015

mengalami penurunan bila dibandingkan dengan

periode yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan

Jawa Tengah per Maret 2015 tercatat sebanyak 4.577

ribu jiwa atau 13,58% dari jumlah penduduk Jawa

Tengah, menurun dibandingkan periode yang sama

tahun lalu yang berjumlah 4.837 ribu jiwa atau 14,46%

dari jumlah penduduk. Penurunan jumlah penduduk

miskin tersebut terutama didorong oleh penurunan

jumlah penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari

2.891 ribu jiwa pada Maret 2014 menjadi 2.740 ribu

pada Maret 2015. Jumlah penduduk miskin yang ada di

perkotaan juga mengalami penurunan b i la

dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,

dari 1.945 ribu jiwa pada Maret 2014 menjadi 1.837

ribu pada Maret 2015.

Secara nasional, angka kemiskinan mengalami

peningkatan. Jumlah penduduk miskin di tingkat

nasional mengalami peningkatan sebesar 0,31 juta jiwa

dibandingkan Maret 2014 menjadi 28,59 juta jiwa atau

11,22% dari total penduduk Indonesia. Provinsi Jawa

Tengah menyumbang 0,047% dari total penduduk

miskin nasional, turun dibandingkan sumbangan pada

bulan Maret 2014 sebesar 0,051%.

5.4. Tingkat Kemiskinan

Dibandingkan dengan kondisi di bulan September

2014, angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret

2015 mengalami peningkatan, yang terutama

didorong oleh peningkatan jumlah penduduk

miskin di daerah perkotaan. Apabila dibandingkan

dengan periode September 2014, jumlah penduduk

miskin di perkotaan naik sebesar 3,70% atau setara

dengan 60 ribu orang. Sementara di pedesaan, jumlah

penduduk miskin turun sebesar 1,81% atau setara

dengan 20 ribu orang. Jumlah penduduk miskin di

perkotaan pada Maret 2015 mencapai 1.837 ribu jiwa

sedangkan di pedesaan mencapai 2.740 ribu jiwa atau

memiliki porsi sekitar 60% dari total penduduk miskin

di Jawa Tengah.

3Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan .

Dalam satu tahun terakhir, garis kemiskinan kota dan

d e s a m e n i n g k a t 9 , 0 8 % d a r i R p 2 7 3 . 0 5 6

perkapita/bulan pada Maret 2014 menjadi Rp297.851

perkapita/bulan pada Maret 2015. Apabila rata-rata

pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis

kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin

maka kenaikan garis kemiskinan dapat memengaruhi

angka kemiskinan karena ambang nilai kemiskinan

turut mengalami peningkatan.

BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.

3.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN96

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Sumber : BPS, diolahJumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)Grafik 5.8.

5

7

9

11

13

15

17

19

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

2011 MAR-12 SEP-12 MAR-13 SEP-13 MAR-14 SEP-14

RIBU ORANG %

KOTAKOTA+DESA DESA

DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN

MAR-14

Tabel 5.7. Garis KemiskinanMenurut Daerah, 2011-September 2014 (Rupiah)

Sumber : BPS, diolah

GARIS KEMISKINAN

Kota

Desa

Kota & Desa

2011 Sept 2012Mar 2012

222.430

198.814

209.611

234.799

211.823

222.327

245.817

223.622

233.769

1.

2.

3.

Sept 2013Mar 2013

254.801

235.202

244.161

268.397

256.368

261.881

Mar 2014

279.036

267.991

273.056

Sep 2014

286.014

277.802

281.750

Mar 2015

299,011

296,864

297,851

2010

205,606

179,982

192,435

Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara

perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di

perkotaan dalam periode yang sama tercatat

mengalami peningkatan sebesar 7,15% dari

Rp273.036 per kapita/bulan menjadi Rp299.011 per

kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah

pedesaan mengalami kenaikan sebesar 10,77%, dari

Rp267.991 per kapita/bulan menjadi Rp296.864 per

kapita/bulan.

IPM Jawa Tengah mengalami tren peningkatan dari

tahun ke tahun. Secara historis, nilai IPM Jawa Tengah

selalu lebih tinggi dibandingkan IPM nasional. Data

terakhir, IPM Jawa Tengah sebesar 68,9 pada tahun

2014, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang

sebesar 68,31.

Data IPM tersebut mengacu pada data IPM yang

dihitung dengan menggunakan metode perhitungan

IPM standar tahun 2010. Terdapat satu komponen

tambahan yang turut diperhitungkan pada dimensi

pendidikan, yakni harapan lama sekolah. Sementara

itu, komponen yang diperhitungkan pada dimensi

standar hidup diubah menjadi PNB per kapita dari

sebelumnya PDB per kapita. Metode agregasi indeks

juga mengalami perubahan dari rata-rata hitung pada

IPM standar perhitungan tahun 2000 menjadi rata-rata

ukur/geometrik pada IPM standar perhitungan tahun

2010.

Dengan demikian, komponen pada IPM standar

perhitungan tahun 2010 secara keseluruhan terdiri

dari:

5.5. Pembangunan Manusia a. Kesehatan : Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)

b. Pendidikan : i. Harapan Lama Sekolah (HLS)

ii. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)

c. Standar Hidup: PNB per kapita

2010 2011 2012 2013 2014

Grafik 5.9. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

INDEKS

Sumber : BPS Nasional

JAWA TENGAH NASIONAL

64.5

65

65.5

66

66.5

67

67.5

68

68.5

69

69.5

97PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2015

mengalami penurunan bila dibandingkan dengan

periode yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan

Jawa Tengah per Maret 2015 tercatat sebanyak 4.577

ribu jiwa atau 13,58% dari jumlah penduduk Jawa

Tengah, menurun dibandingkan periode yang sama

tahun lalu yang berjumlah 4.837 ribu jiwa atau 14,46%

dari jumlah penduduk. Penurunan jumlah penduduk

miskin tersebut terutama didorong oleh penurunan

jumlah penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari

2.891 ribu jiwa pada Maret 2014 menjadi 2.740 ribu

pada Maret 2015. Jumlah penduduk miskin yang ada di

perkotaan juga mengalami penurunan b i la

dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,

dari 1.945 ribu jiwa pada Maret 2014 menjadi 1.837

ribu pada Maret 2015.

Secara nasional, angka kemiskinan mengalami

peningkatan. Jumlah penduduk miskin di tingkat

nasional mengalami peningkatan sebesar 0,31 juta jiwa

dibandingkan Maret 2014 menjadi 28,59 juta jiwa atau

11,22% dari total penduduk Indonesia. Provinsi Jawa

Tengah menyumbang 0,047% dari total penduduk

miskin nasional, turun dibandingkan sumbangan pada

bulan Maret 2014 sebesar 0,051%.

5.4. Tingkat Kemiskinan

Dibandingkan dengan kondisi di bulan September

2014, angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret

2015 mengalami peningkatan, yang terutama

didorong oleh peningkatan jumlah penduduk

miskin di daerah perkotaan. Apabila dibandingkan

dengan periode September 2014, jumlah penduduk

miskin di perkotaan naik sebesar 3,70% atau setara

dengan 60 ribu orang. Sementara di pedesaan, jumlah

penduduk miskin turun sebesar 1,81% atau setara

dengan 20 ribu orang. Jumlah penduduk miskin di

perkotaan pada Maret 2015 mencapai 1.837 ribu jiwa

sedangkan di pedesaan mencapai 2.740 ribu jiwa atau

memiliki porsi sekitar 60% dari total penduduk miskin

di Jawa Tengah.

3Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan .

Dalam satu tahun terakhir, garis kemiskinan kota dan

d e s a m e n i n g k a t 9 , 0 8 % d a r i R p 2 7 3 . 0 5 6

perkapita/bulan pada Maret 2014 menjadi Rp297.851

perkapita/bulan pada Maret 2015. Apabila rata-rata

pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis

kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin

maka kenaikan garis kemiskinan dapat memengaruhi

angka kemiskinan karena ambang nilai kemiskinan

turut mengalami peningkatan.

BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.

3.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN96

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Sumber : BPS, diolahJumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)Grafik 5.8.

5

7

9

11

13

15

17

19

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

2011 MAR-12 SEP-12 MAR-13 SEP-13 MAR-14 SEP-14

RIBU ORANG %

KOTAKOTA+DESA DESA

DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN

MAR-14

SUPLEMEN VI

Sementara itu, dalam rangka peningkatan produktivitas,

kontinuitas kualitas produk jagung dan peternakan, di

Kabupaten Grobogan dengan pilot project di Desa

Tambakselo, Kecamatan Wirosari, dan Desa Klitikan,

Kecamatan Kedungjati, diinisiasi pengembangan klaster

pertanian jagung terintegrasi dengan peternakan.

Launching dan penandatanganan perjanjian kerjasama

antara KPw BI Provinsi Jawa Tengah, Pemkab. Grobogan

dengan segenap SKPD terkait, dan stakeholders terkait di

tingkat provinsi (Dintan TPH, Dinakeswan, Dinkop

UMKM, Dinperindag, BKP, Kanwil BPN, Dishut, Perum

Perhutani), dan Bank Jateng, pada tanggal 27 Agustus

2015 di Desa Tambakselo Kecamatan Wirosari.

Kerjasama secara sinergis dan koordinatif dilakukan

dalam rangka peningkatan produktivitas, kualitas dan

kontinuitas serta daya saing produk pertanian jagung

dan peternakan secara integrated. Disamping itu pola

pengembangan klaster yang dibangun diharapkan dapat

meningkatkan perekonomian daerah, dan dapat

menjadi pendorong desa-desa disekitarnya untuk

bangkit membangun daerahnya menjadi desa yang

memiliki inovasi teknologi terdepan. Melalui bantuan

teknis dalam bentuk pelatihan dari mulai budidaya

jagung, sampai dengan pengenalan kemasan,

packaging produk diversifikasi, studi banding, sosialisasi

tentang perbankan, dan pameran fasilitasi Tim Klaster,

dapat mengangkat Desa Tambakselo dan Klitikan

menjadi desa mandiri pangan, pupuk dan energi.

Sebagai implementasi dari hasil pelatihan, program sosial

Bank Indonesia (PSBI) diberikan dalam bentuk, kandang

komunal dan digester, mesin pemipil jagung, dan mesin

pengering jagung.

Integrasi yang dibangun melalui inovasi teknologi

berbasis Microbacter Alfaafa (MA-11), semua limbah

dari pertanian dan peternakan diolah menjadi pakan,

pangan, pupuk dan energi terbarukan. Limbah ternak

yang diproses dapat menciptakan energi selain gas

sebagai bahan bakar rumah tangga, juga energi

bioethanol sebagai bahan bakar kendaraan.

Masyarakat di wilayah sasaran di Grobogan, dapat

mengembangkan perikanan dan pertanian hortikultura

di sekitar rumah menggunakan media tanam seperti

terpatin untuk ikan, dan paralon untuk hortikultura.

Dengan demikian di wilayah yang gersang dipinggir

hutan menjadi asri dengan diciptakannya urban farming.

Melalui pengembangan klaster, desa-desa di wilayah

sasaran menjadi pusat wisata edukasi bagi para pihak

yang akan belajar dan melakukan studi banding.

Sehingga pola pengembangan yang dilakukan dapat

direplikasi di wilayah masing-masing. Klaster yang dibangun di Kabupaten Magelang dan

Kabupaten Grobogan dapat dijadikan destinasi wisata

alam yang sangat menjanjikan. Salah satunya di

Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang yang berada

di lereng gunung Telomoyo, Andong, dan Merbabu,

menjadi pusat destinasi wisata agro, lintas alam dan

outbond. Kegiatan ekonomi daerah dapat ditingkatkan

melalui penggunaan anggaran desa untuk membangun

infrastruktur motel/hotel ala desa yang asri, serta

menghidupkan kembali jalur wisata kopeng-ketep pas-

Borobudur.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah,

Di Kabupaten Magelang, mengembangkan klaster sapi

perah terintegrasi dengan pertanian hortikultura.

Dilakukan secara sinergis dan koordinatif dengan

stakeholders terkait di tingkat Provinsi (Dinakeswan,

Dintan TPH, Dinperindag, Dinkop UMKM, Kanwil BPN),

Pemkab. dengan segenap SKPD terkait, perbankan (PT

BRI Magelang, Bank Jateng), dan private sector, sebagai

Tim Klaster.

Launching klaster diawali dengan penandatanganan

perjanjian kerjasama pada tanggal 16 Juni 2015 di lokasi

sasaran pengembangan yaitu Kecamatan Ngablak.

Pengembangan klaster bertujuan untuk peningkatan

kualitas, produktivitas, higienitas dan kontinuitas serta

daya saing produk susu dan hortikultura organik.

Adapun bantuan teknis dalam bentuk pelatihan

peningkatan kompetensi SDM petani/peternak, studi

banding, forum klaster sebagai ajang sharing tentang

po la mana jemen k las te r, se r ta membangun

enterpreneurship. Pengenalan produk diversifikasi

klaster diperkenalkan dengan dipamerkan baik

ditingkat kabupaten dan provinsi dan lintas provinsi telah

difasilitasi oleh Tim Klaster. Program Sosial Bank

Indonesia (PSBI) diberikan kepada kelompok tani/ternak

dalam bentuk 1 (satu) unit Kandang komunal kapasitas

20 ekor, 5 (lima) unit digester, karpet sapi, milkcan, alat

perah portable dan rumah produksi hortikultura.

SUPLEMEN VI

Ketahanan pangan menuju kedaulatan pangan

memerlukan adanya inovasi dan penerapan teknologi.

Kelompok petani peternak sebagian besar berada di

desa-desa yang miskin ilmu dan sentuhan teknologi.

Sementara penunjang kehidupan dan industri berasal

dari sektor paling lini pertanian. Menyadari hal itu,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah,

mengembangkan inovas i t ekno log i me la lu i

pengembangan klaster. Integrated ecofarming yang

dibangun, menjadikan desa mandiri pangan, pakan dan

pupuk dengan biaya murah, mudah dan organik, serta

menciptakan energi terbarukan. Pola pengembangan

yang terintegrasi menjawab kesiapan kedaulatan

pangan. Kemandirian petani dan pertanian hanya dapat

diwujudkan dengan kerjasama semua lini masyarakat

dari petani peternak hingga pemangku kebijakan dan

sektor riil. Hal ini akan meningkatkan kekuatan

perekonomian Nasional pada masa-masa yang akan

datang.

INOVASI TEKNOLOGI MENDUKUNG REVOLUSI KEDAULATANPANGAN DAN PENCIPTAAN DESTINASI JALUR WISATA

99PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN98

SUPLEMEN VI

Sementara itu, dalam rangka peningkatan produktivitas,

kontinuitas kualitas produk jagung dan peternakan, di

Kabupaten Grobogan dengan pilot project di Desa

Tambakselo, Kecamatan Wirosari, dan Desa Klitikan,

Kecamatan Kedungjati, diinisiasi pengembangan klaster

pertanian jagung terintegrasi dengan peternakan.

Launching dan penandatanganan perjanjian kerjasama

antara KPw BI Provinsi Jawa Tengah, Pemkab. Grobogan

dengan segenap SKPD terkait, dan stakeholders terkait di

tingkat provinsi (Dintan TPH, Dinakeswan, Dinkop

UMKM, Dinperindag, BKP, Kanwil BPN, Dishut, Perum

Perhutani), dan Bank Jateng, pada tanggal 27 Agustus

2015 di Desa Tambakselo Kecamatan Wirosari.

Kerjasama secara sinergis dan koordinatif dilakukan

dalam rangka peningkatan produktivitas, kualitas dan

kontinuitas serta daya saing produk pertanian jagung

dan peternakan secara integrated. Disamping itu pola

pengembangan klaster yang dibangun diharapkan dapat

meningkatkan perekonomian daerah, dan dapat

menjadi pendorong desa-desa disekitarnya untuk

bangkit membangun daerahnya menjadi desa yang

memiliki inovasi teknologi terdepan. Melalui bantuan

teknis dalam bentuk pelatihan dari mulai budidaya

jagung, sampai dengan pengenalan kemasan,

packaging produk diversifikasi, studi banding, sosialisasi

tentang perbankan, dan pameran fasilitasi Tim Klaster,

dapat mengangkat Desa Tambakselo dan Klitikan

menjadi desa mandiri pangan, pupuk dan energi.

Sebagai implementasi dari hasil pelatihan, program sosial

Bank Indonesia (PSBI) diberikan dalam bentuk, kandang

komunal dan digester, mesin pemipil jagung, dan mesin

pengering jagung.

Integrasi yang dibangun melalui inovasi teknologi

berbasis Microbacter Alfaafa (MA-11), semua limbah

dari pertanian dan peternakan diolah menjadi pakan,

pangan, pupuk dan energi terbarukan. Limbah ternak

yang diproses dapat menciptakan energi selain gas

sebagai bahan bakar rumah tangga, juga energi

bioethanol sebagai bahan bakar kendaraan.

Masyarakat di wilayah sasaran di Grobogan, dapat

mengembangkan perikanan dan pertanian hortikultura

di sekitar rumah menggunakan media tanam seperti

terpatin untuk ikan, dan paralon untuk hortikultura.

Dengan demikian di wilayah yang gersang dipinggir

hutan menjadi asri dengan diciptakannya urban farming.

Melalui pengembangan klaster, desa-desa di wilayah

sasaran menjadi pusat wisata edukasi bagi para pihak

yang akan belajar dan melakukan studi banding.

Sehingga pola pengembangan yang dilakukan dapat

direplikasi di wilayah masing-masing. Klaster yang dibangun di Kabupaten Magelang dan

Kabupaten Grobogan dapat dijadikan destinasi wisata

alam yang sangat menjanjikan. Salah satunya di

Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang yang berada

di lereng gunung Telomoyo, Andong, dan Merbabu,

menjadi pusat destinasi wisata agro, lintas alam dan

outbond. Kegiatan ekonomi daerah dapat ditingkatkan

melalui penggunaan anggaran desa untuk membangun

infrastruktur motel/hotel ala desa yang asri, serta

menghidupkan kembali jalur wisata kopeng-ketep pas-

Borobudur.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah,

Di Kabupaten Magelang, mengembangkan klaster sapi

perah terintegrasi dengan pertanian hortikultura.

Dilakukan secara sinergis dan koordinatif dengan

stakeholders terkait di tingkat Provinsi (Dinakeswan,

Dintan TPH, Dinperindag, Dinkop UMKM, Kanwil BPN),

Pemkab. dengan segenap SKPD terkait, perbankan (PT

BRI Magelang, Bank Jateng), dan private sector, sebagai

Tim Klaster.

Launching klaster diawali dengan penandatanganan

perjanjian kerjasama pada tanggal 16 Juni 2015 di lokasi

sasaran pengembangan yaitu Kecamatan Ngablak.

Pengembangan klaster bertujuan untuk peningkatan

kualitas, produktivitas, higienitas dan kontinuitas serta

daya saing produk susu dan hortikultura organik.

Adapun bantuan teknis dalam bentuk pelatihan

peningkatan kompetensi SDM petani/peternak, studi

banding, forum klaster sebagai ajang sharing tentang

po la mana jemen k las te r, se r ta membangun

enterpreneurship. Pengenalan produk diversifikasi

klaster diperkenalkan dengan dipamerkan baik

ditingkat kabupaten dan provinsi dan lintas provinsi telah

difasilitasi oleh Tim Klaster. Program Sosial Bank

Indonesia (PSBI) diberikan kepada kelompok tani/ternak

dalam bentuk 1 (satu) unit Kandang komunal kapasitas

20 ekor, 5 (lima) unit digester, karpet sapi, milkcan, alat

perah portable dan rumah produksi hortikultura.

SUPLEMEN VI

Ketahanan pangan menuju kedaulatan pangan

memerlukan adanya inovasi dan penerapan teknologi.

Kelompok petani peternak sebagian besar berada di

desa-desa yang miskin ilmu dan sentuhan teknologi.

Sementara penunjang kehidupan dan industri berasal

dari sektor paling lini pertanian. Menyadari hal itu,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah,

mengembangkan inovas i t ekno log i me la lu i

pengembangan klaster. Integrated ecofarming yang

dibangun, menjadikan desa mandiri pangan, pakan dan

pupuk dengan biaya murah, mudah dan organik, serta

menciptakan energi terbarukan. Pola pengembangan

yang terintegrasi menjawab kesiapan kedaulatan

pangan. Kemandirian petani dan pertanian hanya dapat

diwujudkan dengan kerjasama semua lini masyarakat

dari petani peternak hingga pemangku kebijakan dan

sektor riil. Hal ini akan meningkatkan kekuatan

perekonomian Nasional pada masa-masa yang akan

datang.

INOVASI TEKNOLOGI MENDUKUNG REVOLUSI KEDAULATANPANGAN DAN PENCIPTAAN DESTINASI JALUR WISATA

99PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN98

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

BABVI

Perekonomian pada triwulan IV 2015 diperkirakan tumbuh meningkat, diiringi dengan inflasi yang meningkat.

Sementara di Kabupaten Grobogan, yang memiliki situs-

situs budaya seperti mrapen (api abadi, bledug kuwu),

menjadi daya tarik wisata yang unik. Apalagi jika

dipadukan dengan klaster sehingga dapat dibangun jalur

wisata alam ring hutan yang asri dengan adanya urban

farming, dapat menarik wisatawan untuk tinggal sejenak

di Grobogan. Hadirnya waterpark dan hotel berbintang

dengan restonya yang asri, akan menjadi pilihan yang

menarik.

SUPLEMEN VI

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN100

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

BABVI

Perekonomian pada triwulan IV 2015 diperkirakan tumbuh meningkat, diiringi dengan inflasi yang meningkat.

Sementara di Kabupaten Grobogan, yang memiliki situs-

situs budaya seperti mrapen (api abadi, bledug kuwu),

menjadi daya tarik wisata yang unik. Apalagi jika

dipadukan dengan klaster sehingga dapat dibangun jalur

wisata alam ring hutan yang asri dengan adanya urban

farming, dapat menarik wisatawan untuk tinggal sejenak

di Grobogan. Hadirnya waterpark dan hotel berbintang

dengan restonya yang asri, akan menjadi pilihan yang

menarik.

SUPLEMEN VI

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN100

6.1 Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2015

diperkirakan akan tumbuh lebih t inggi

dibandingkan triwulan III 2015. Ekonomi Jawa

Tengah diproyeksikan tumbuh 5,1% (yoy), atau

kontraksi 2,9% (qtq), lebih baik dari pertumbuhan di

triwulan III yang sebesar 5,0% (yoy), atau kontraksi

3,0% (qtq).

Perbaikan sebagaimana di atas diperkirakan didorong

oleh perbaikan kinerja investasi dan konsumsi. Kinerja

investasi diperkirakan mengalami peningkatan seiring

dengan realisasi investasi baik oleh swasta maupun

pemerintah. Pada sisi konsumsi, peningkatan

diperkirakan terjadi pada pengeluaran konsumsi rumah

tangga, pemerintah, dan Lembaga Nonprofit yang

melayani Rumah Tangga (LNPRT), didorong oleh

p u n c a k re a l i s a s i b e l a n j a p e m e r i n t a h d a n

penyelenggaraan kegiatan Pemilihan Kepala Daerah

(Pilkada). Selain itu, pertumbuhan ekspor juga

diperkirakan membaik seiring dengan menguatnya

permintaan baik oleh domestik maupun luar negeri

berkaitan dengan perayaan hari Natal dan Tahun Baru. Sementara itu, dilihat sisi lapangan usaha, perbaikan

terutama terjadi pada lapangan usaha perdagangan

besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor

seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi di akhir

tahun. Selain itu, lapangan usaha konstruksi juga

meningkat sejalan dengan percepatan realisasi investasi

khususnya dalam bentuk bangunan.

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Perkiraan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 6.1

IVp0.0

10.0

20.0

30.0

40.0 % SBT

p) Angka perkiraan

Perbaikan pertumbuhan ekonomi juga terindikasi

dari optimisme pelaku usaha akan kegiatan

usahanya. Hal tersebut tercermin dari hasil survei yang

dilakukan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan hasil Survei

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), pelaku usaha

menyatakan optimis pada triwulan IV, kegiatan dunia

usaha akan mengalami peningkatan dibanding

triwulan sebelumnya.

Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih

menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi

Jawa Tengah. Secara keseluruhan, konsumsi

diperkirakan akan mengalami sedikit kenaikan di

triwulan IV 2015. Kenaikan tersebut diperkirakan

berasal dari keseluruhan komponen konsumsi meliputi

konsumsi rumah tangga, pemerintah, dan LNPRT.

Konsumsi rumah tangga tumbuh sedikit meningkat

pada triwulan IV 2015. Pengeluaran konsumsi rumah

tangga diperkirakan akan mengalami sedikit

peningkatan menjelang akhir tahun, dalam rangka

menyambut hari raya Natal dan Tahun Baru.

Peningkatan penjualan ini sejalan dengan ekspektasi

pelaku usaha. Berdasarkan hasil Survei Penjualan

Eceran (SPE) yang dilakukan Bank Indonesia, pedagang

eceran masih menunjukkan optimisme kenaikan

penjualan. Indeks ekspektasi penjualan 3 bulan yang

akan datang untuk triwulan IV (disurvei pada triwulan

III) tercatat sebesar 119,17, berada di atas batas level

optimis (100).

6.1.1. Sisi Penggunaan

103OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

6.1 Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2015

diperkirakan akan tumbuh lebih t inggi

dibandingkan triwulan III 2015. Ekonomi Jawa

Tengah diproyeksikan tumbuh 5,1% (yoy), atau

kontraksi 2,9% (qtq), lebih baik dari pertumbuhan di

triwulan III yang sebesar 5,0% (yoy), atau kontraksi

3,0% (qtq).

Perbaikan sebagaimana di atas diperkirakan didorong

oleh perbaikan kinerja investasi dan konsumsi. Kinerja

investasi diperkirakan mengalami peningkatan seiring

dengan realisasi investasi baik oleh swasta maupun

pemerintah. Pada sisi konsumsi, peningkatan

diperkirakan terjadi pada pengeluaran konsumsi rumah

tangga, pemerintah, dan Lembaga Nonprofit yang

melayani Rumah Tangga (LNPRT), didorong oleh

p u n c a k re a l i s a s i b e l a n j a p e m e r i n t a h d a n

penyelenggaraan kegiatan Pemilihan Kepala Daerah

(Pilkada). Selain itu, pertumbuhan ekspor juga

diperkirakan membaik seiring dengan menguatnya

permintaan baik oleh domestik maupun luar negeri

berkaitan dengan perayaan hari Natal dan Tahun Baru. Sementara itu, dilihat sisi lapangan usaha, perbaikan

terutama terjadi pada lapangan usaha perdagangan

besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor

seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi di akhir

tahun. Selain itu, lapangan usaha konstruksi juga

meningkat sejalan dengan percepatan realisasi investasi

khususnya dalam bentuk bangunan.

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Perkiraan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 6.1

IVp0.0

10.0

20.0

30.0

40.0 % SBT

p) Angka perkiraan

Perbaikan pertumbuhan ekonomi juga terindikasi

dari optimisme pelaku usaha akan kegiatan

usahanya. Hal tersebut tercermin dari hasil survei yang

dilakukan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan hasil Survei

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), pelaku usaha

menyatakan optimis pada triwulan IV, kegiatan dunia

usaha akan mengalami peningkatan dibanding

triwulan sebelumnya.

Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih

menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi

Jawa Tengah. Secara keseluruhan, konsumsi

diperkirakan akan mengalami sedikit kenaikan di

triwulan IV 2015. Kenaikan tersebut diperkirakan

berasal dari keseluruhan komponen konsumsi meliputi

konsumsi rumah tangga, pemerintah, dan LNPRT.

Konsumsi rumah tangga tumbuh sedikit meningkat

pada triwulan IV 2015. Pengeluaran konsumsi rumah

tangga diperkirakan akan mengalami sedikit

peningkatan menjelang akhir tahun, dalam rangka

menyambut hari raya Natal dan Tahun Baru.

Peningkatan penjualan ini sejalan dengan ekspektasi

pelaku usaha. Berdasarkan hasil Survei Penjualan

Eceran (SPE) yang dilakukan Bank Indonesia, pedagang

eceran masih menunjukkan optimisme kenaikan

penjualan. Indeks ekspektasi penjualan 3 bulan yang

akan datang untuk triwulan IV (disurvei pada triwulan

III) tercatat sebesar 119,17, berada di atas batas level

optimis (100).

6.1.1. Sisi Penggunaan

103OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

investasi pada triwulan IV. Selain itu, perbaikan kinerja

investasi juga diprekirakan disumbang oleh realisasi

proyek infrastruktur pemerintah pada triwulan laporan.

Beberapa proyek infrastruktur pemerintah yang

berjalan pada triwulan IV antara lain: (i) Jalan Tol

Semarang-Solo Tahap II; (ii) Jalan Tol Solo – Kertosono;

(iii) Jalan Tol Pejagan – Pemalang; (iv) Revitalisasi

Pelabuhan Tanjung Emas Semarang; (v) Flyover Palur.

Dengan demikian, Pembentukan Modal Tetap Bruto

(PMTB) pada triwulan IV diperkirakan mengalami

peningkatan.

Ekspor luar negeri Jawa Tengah diperkirakan

mengalami kenaikan pada triwulan laporan.

Permintaan yang berasal dari negara-negara mitra

dagang utama Jawa Tengah diperkirakan mengalami

kenaikan menjelang akhir tahun dalam rangka

menyambut hari besar Natal dan Tahun Baru. Kenaikan

tersebut juga didukung oleh semakin membaiknya

perekonomian beberapa negara tujuan utama

khususnya Amerika Serikat, sementara ekonomi dunia

secara keseluruhan masih mengalami pelemahan.

Perkembangan ini tercermin dari revisi outlook

perekonomian oleh beberapa lembaga internasional

yang menunjukkan peningkatan pada perekonomian

Amerika Serikat, sementara untuk Eropa dan Tiongkok

masih cenderung melemah.

Perbaikan Amerika Serikat berdampak signifikan

terhadap ekspor luar negeri Jawa Tengah, mengingat

porsi ekspor ke negara tersebut mencapai 28% pada

posisi triwulan laporan. Sebagaimana telah dijelaskan

pada Bab I, ekonomi Amerika Serikat menunjukkan

perbaikan yang tercermin pada perkembangan kondisi

tenaga kerja dan kinerja penjualan ritel.

6.1.2. Sisi Lapangan UsahaPada sisi lapangan usaha, perbaikan ekonomi

diperkirakan berasal dari peningkatan kinerja lapangan

usaha perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil

dan sepeda motor dan lapangan usaha konstruksi.

Sementara itu, lapangan usaha industri pengolahan

belum menunjukkan perbaikan signifikan. Sedangkan

lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan

diperkirakan mengalami perlambatan.

Tabel 6.2. Proyeksi Perekonomian Beberapa Negara Tujuan EksporJawa Tengah

AS

Eropa

Tiongkok

NEGARAWorld Economic Forum

Jul-15 Oct-15 Aug-15 Sep-15

2.5

1.5

6.8

2.6

1.5

6.8

2.3

1.5

6.9

2.5

1.4

6.8

Consensus Forecast

105OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan

Pertambangan Dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik Dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor

Transportasi Dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum

Informasi Dan Komunikasi

Jasa Keuangan Dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial

Jasa Lainnya

URAIAN

2014

I* II*

III* IV*TOTAL*

I** II**

2015**

III**

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usahadan Proyeksi Triwulan IV 2015

IVp

Produk Domestik Regional Bruto

-2.8%

7.0%

8.4%

0.7%

6.1%

5.7%

6.3%

6.2%

5.3%

10.5%

2.9%

8.9%

8.2%

0.7%

9.8%

13.0%

7.9%

5.7%

-3.8%

4.6%

7.3%

7.6%

3.2%

4.2%

1.8%

5.0%

6.4%

11.0%

3.2%

7.9%

6.8%

-2.9%

11.4%

13.5%

8.6%

4.2%

-3.0%

6.0%

9.7%

4.9%

3.0%

2.8%

4.6%

7.9%

9.7%

12.4%

3.7%

5.3%

7.6%

-0.4%

12.3%

11.8%

9.1%

5.7%

-1.9%

8.4%

6.8%

-2.2%

1.6%

5.0%

4.9%

16.5%

9.1%

18.1%

7.1%

6.9%

10.6%

5.7%

7.6%

7.1%

8.4%

6.2%

-2.9%

6.5%

8.0%

2.7%

3.4%

4.4%

4.4%

9.0%

7.6%

13.0%

4.2%

7.2%

8.3%

0.8%

10.2%

11.2%

8.5%

5.4%

1.5%

1.2%

6.4%

-1.2%

2.0%

3.7%

3.3%

14.1%

8.4%

11.6%

6.9%

6.7%

11.6%

4.1%

10.1%

9.4%

8.3%

5.5%

6.4%

2.2%

3.7%

-0.9%

3.1%

5.3%

2.7%

9.7%

6.3%

8.5%

1.5%

7.0%

10.4%

8.0%

9.2%

4.4%

-1.1%

4.8%

4.2%

3.9%

3.6%

-4.6%

-0.2%

7.9%

3.2%

7.5%

6.4%

9.5%

9.3%

8.8%

10.9%

6.5%

6.9%

7.0%

1.6%

5.0%

3.9%

3.7%

4.4%

-5.8%

-0.5%

8.2%

4.6%

6.4%

6.5%

7.7%

9.3%

8.8%

11.0%

6.6%

0.1%

7.1%

1.3%

5.1%

PENGGUNAAN 2014*

I II

III IV2014*

4.3

7.2

5.4

4.4

11.4

2.2

5.1

4.1

22.4

1.1

3.1

-3.2

-8.8

5.7

4.0

16.3

-9.7

6.4

-1.5

-10.9

4.2

4.5

3.4

4.8

5.7

0.6

0.6

5.7

4.0

-5.3

9.9

1.5

-4.1

-9.5

6.2

4.2

8.6

2.7

4.2

-2.0

-7.3

5.4

4.2

-9.7

3.2

6.3

20.3

12.2

5.5

4.2

-12.3

3.7

3.4

9.6

5.3

4.8

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013*I II

2015**

4.4

3.0

6.1

4.0

11.1

2.4

5.0

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaandan Proyeksi Triwulan III 2015

4.5

4.0

6.2

4.2

11.6

5.3

5.1

IVIII

Sementara itu, pada sisi konsumen, sampai dengan

triwulan laporan, kondisi ekonomi rumah tangga

mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari

hasi l Survei Tendensi Konsumen (STK) yang

menunjukkan adanya peningkatan Indeks Tendensi

Konsumen (ITK) dari 103,60 ke 109,81. Namun

demikian, keyakinan konsumen untuk kondisi ekonomi

triwulan IV 2015 mengalami penurunan dan berada di

bawah level optimis (100), yaitu tercatat sebesar 96,61.

Dengan perkembangan tersebut, diperkirakan

kenaikan pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga

akan lebih moderat.

Konsumsi pemerintah diperkirakan akan

meningkat di triwulan IV 2015 sesuai dengan pola

historisnya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada

triwulan laporan diperkirakan mengalami peningkatan

dibandingkan dengan periode sebelumnya seiring

dengan puncak realisasi proyek pemerintah menjelang

akhir tahun. Hal tersebut juga sesuai dengan pola

musiman dari konsumsi pemerintah. Beberapa proyek

pemerintah yang berjalan pada triwulan IV antara lain

Tol Salatiga – Surakarta, Flyover Palur, Tol Bawen –

Salatiga, Jembatan Kalipang, dan lain-lain. Sampai

dengan triwulan III, belanja Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah terealisasi 63,75%.

Meskipun tidak memiliki porsi signifikan, konsumsi

LNPRT juga turut menyumbang peningkatan

pertumbuhan ekonomi. Konsumsi pada kelompok ini

diperkirakan meningkat tajam seiring dengan pilkada

serentak yang akan dilaksanakan pada bulan Desember

2015. Pilkada serentak ini akan menyumbang

pengeluaran seperti biaya kampanye, biaya personil,

dan keamanan, serta biaya persiapan atau pelaksanaan

lainnya.

Pertumbuhan investasi Jawa Tengah diperkirakan

mengalami peningkatan pada triwulan IV 2015.

Perkiraan peningkatan tersebut sejalan dengan hasil

survei kegiatan dunia usaha yang mengindikasikan

pelaku usaha tetap optimis dan akan tetap melakukan

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH104

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

p

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

INVESTASI

EKSPOR

IMPOR

P D R B

PENDAPATAN RT MENDATANG ITK MENDATANGRENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI, DAN PESTA HAJATAN

INDEKS

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

II III

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen MendatangGrafik 6.2

IV

95

100

105

110

115

120

125

EKSP PENJUALAN 3 BLN YAD RATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BLN YADEKSP PENJUALAN 6 BLN YAD

Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan EceranGrafik 6.3

100

110

120

130

140

150

160

170

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014 2015

RATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 6 BLN YAD

p) Angka perkiraan

p

investasi pada triwulan IV. Selain itu, perbaikan kinerja

investasi juga diprekirakan disumbang oleh realisasi

proyek infrastruktur pemerintah pada triwulan laporan.

Beberapa proyek infrastruktur pemerintah yang

berjalan pada triwulan IV antara lain: (i) Jalan Tol

Semarang-Solo Tahap II; (ii) Jalan Tol Solo – Kertosono;

(iii) Jalan Tol Pejagan – Pemalang; (iv) Revitalisasi

Pelabuhan Tanjung Emas Semarang; (v) Flyover Palur.

Dengan demikian, Pembentukan Modal Tetap Bruto

(PMTB) pada triwulan IV diperkirakan mengalami

peningkatan.

Ekspor luar negeri Jawa Tengah diperkirakan

mengalami kenaikan pada triwulan laporan.

Permintaan yang berasal dari negara-negara mitra

dagang utama Jawa Tengah diperkirakan mengalami

kenaikan menjelang akhir tahun dalam rangka

menyambut hari besar Natal dan Tahun Baru. Kenaikan

tersebut juga didukung oleh semakin membaiknya

perekonomian beberapa negara tujuan utama

khususnya Amerika Serikat, sementara ekonomi dunia

secara keseluruhan masih mengalami pelemahan.

Perkembangan ini tercermin dari revisi outlook

perekonomian oleh beberapa lembaga internasional

yang menunjukkan peningkatan pada perekonomian

Amerika Serikat, sementara untuk Eropa dan Tiongkok

masih cenderung melemah.

Perbaikan Amerika Serikat berdampak signifikan

terhadap ekspor luar negeri Jawa Tengah, mengingat

porsi ekspor ke negara tersebut mencapai 28% pada

posisi triwulan laporan. Sebagaimana telah dijelaskan

pada Bab I, ekonomi Amerika Serikat menunjukkan

perbaikan yang tercermin pada perkembangan kondisi

tenaga kerja dan kinerja penjualan ritel.

6.1.2. Sisi Lapangan UsahaPada sisi lapangan usaha, perbaikan ekonomi

diperkirakan berasal dari peningkatan kinerja lapangan

usaha perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil

dan sepeda motor dan lapangan usaha konstruksi.

Sementara itu, lapangan usaha industri pengolahan

belum menunjukkan perbaikan signifikan. Sedangkan

lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan

diperkirakan mengalami perlambatan.

Tabel 6.2. Proyeksi Perekonomian Beberapa Negara Tujuan EksporJawa Tengah

AS

Eropa

Tiongkok

NEGARAWorld Economic Forum

Jul-15 Oct-15 Aug-15 Sep-15

2.5

1.5

6.8

2.6

1.5

6.8

2.3

1.5

6.9

2.5

1.4

6.8

Consensus Forecast

105OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan

Pertambangan Dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik Dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor

Transportasi Dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum

Informasi Dan Komunikasi

Jasa Keuangan Dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial

Jasa Lainnya

URAIAN

2014

I* II*

III* IV*TOTAL*

I** II**

2015**

III**

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usahadan Proyeksi Triwulan IV 2015

IVp

Produk Domestik Regional Bruto

-2.8%

7.0%

8.4%

0.7%

6.1%

5.7%

6.3%

6.2%

5.3%

10.5%

2.9%

8.9%

8.2%

0.7%

9.8%

13.0%

7.9%

5.7%

-3.8%

4.6%

7.3%

7.6%

3.2%

4.2%

1.8%

5.0%

6.4%

11.0%

3.2%

7.9%

6.8%

-2.9%

11.4%

13.5%

8.6%

4.2%

-3.0%

6.0%

9.7%

4.9%

3.0%

2.8%

4.6%

7.9%

9.7%

12.4%

3.7%

5.3%

7.6%

-0.4%

12.3%

11.8%

9.1%

5.7%

-1.9%

8.4%

6.8%

-2.2%

1.6%

5.0%

4.9%

16.5%

9.1%

18.1%

7.1%

6.9%

10.6%

5.7%

7.6%

7.1%

8.4%

6.2%

-2.9%

6.5%

8.0%

2.7%

3.4%

4.4%

4.4%

9.0%

7.6%

13.0%

4.2%

7.2%

8.3%

0.8%

10.2%

11.2%

8.5%

5.4%

1.5%

1.2%

6.4%

-1.2%

2.0%

3.7%

3.3%

14.1%

8.4%

11.6%

6.9%

6.7%

11.6%

4.1%

10.1%

9.4%

8.3%

5.5%

6.4%

2.2%

3.7%

-0.9%

3.1%

5.3%

2.7%

9.7%

6.3%

8.5%

1.5%

7.0%

10.4%

8.0%

9.2%

4.4%

-1.1%

4.8%

4.2%

3.9%

3.6%

-4.6%

-0.2%

7.9%

3.2%

7.5%

6.4%

9.5%

9.3%

8.8%

10.9%

6.5%

6.9%

7.0%

1.6%

5.0%

3.9%

3.7%

4.4%

-5.8%

-0.5%

8.2%

4.6%

6.4%

6.5%

7.7%

9.3%

8.8%

11.0%

6.6%

0.1%

7.1%

1.3%

5.1%

PENGGUNAAN 2014*

I II

III IV2014*

4.3

7.2

5.4

4.4

11.4

2.2

5.1

4.1

22.4

1.1

3.1

-3.2

-8.8

5.7

4.0

16.3

-9.7

6.4

-1.5

-10.9

4.2

4.5

3.4

4.8

5.7

0.6

0.6

5.7

4.0

-5.3

9.9

1.5

-4.1

-9.5

6.2

4.2

8.6

2.7

4.2

-2.0

-7.3

5.4

4.2

-9.7

3.2

6.3

20.3

12.2

5.5

4.2

-12.3

3.7

3.4

9.6

5.3

4.8

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013*I II

2015**

4.4

3.0

6.1

4.0

11.1

2.4

5.0

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaandan Proyeksi Triwulan III 2015

4.5

4.0

6.2

4.2

11.6

5.3

5.1

IVIII

Sementara itu, pada sisi konsumen, sampai dengan

triwulan laporan, kondisi ekonomi rumah tangga

mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari

hasi l Survei Tendensi Konsumen (STK) yang

menunjukkan adanya peningkatan Indeks Tendensi

Konsumen (ITK) dari 103,60 ke 109,81. Namun

demikian, keyakinan konsumen untuk kondisi ekonomi

triwulan IV 2015 mengalami penurunan dan berada di

bawah level optimis (100), yaitu tercatat sebesar 96,61.

Dengan perkembangan tersebut, diperkirakan

kenaikan pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga

akan lebih moderat.

Konsumsi pemerintah diperkirakan akan

meningkat di triwulan IV 2015 sesuai dengan pola

historisnya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada

triwulan laporan diperkirakan mengalami peningkatan

dibandingkan dengan periode sebelumnya seiring

dengan puncak realisasi proyek pemerintah menjelang

akhir tahun. Hal tersebut juga sesuai dengan pola

musiman dari konsumsi pemerintah. Beberapa proyek

pemerintah yang berjalan pada triwulan IV antara lain

Tol Salatiga – Surakarta, Flyover Palur, Tol Bawen –

Salatiga, Jembatan Kalipang, dan lain-lain. Sampai

dengan triwulan III, belanja Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah terealisasi 63,75%.

Meskipun tidak memiliki porsi signifikan, konsumsi

LNPRT juga turut menyumbang peningkatan

pertumbuhan ekonomi. Konsumsi pada kelompok ini

diperkirakan meningkat tajam seiring dengan pilkada

serentak yang akan dilaksanakan pada bulan Desember

2015. Pilkada serentak ini akan menyumbang

pengeluaran seperti biaya kampanye, biaya personil,

dan keamanan, serta biaya persiapan atau pelaksanaan

lainnya.

Pertumbuhan investasi Jawa Tengah diperkirakan

mengalami peningkatan pada triwulan IV 2015.

Perkiraan peningkatan tersebut sejalan dengan hasil

survei kegiatan dunia usaha yang mengindikasikan

pelaku usaha tetap optimis dan akan tetap melakukan

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH104

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

p

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

INVESTASI

EKSPOR

IMPOR

P D R B

PENDAPATAN RT MENDATANG ITK MENDATANGRENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI, DAN PESTA HAJATAN

INDEKS

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

II III

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen MendatangGrafik 6.2

IV

95

100

105

110

115

120

125

EKSP PENJUALAN 3 BLN YAD RATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BLN YADEKSP PENJUALAN 6 BLN YAD

Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan EceranGrafik 6.3

100

110

120

130

140

150

160

170

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014 2015

RATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 6 BLN YAD

p) Angka perkiraan

p

imbas dari hilangnya base effect kenaikan harga

pangan di tahun sebelumnya yang juga mengalami

kenaikan. Level harga yang moderat ini juga didorong

oleh terjaganya pasokan beras di tengah masuknya

impor beras asal Vietnam. Namun demikian masih

terdapat tekanan inflasi dari komoditas pangan,

meliputi cabai merah, cabai rawit, serta bawang merah

seiring terbatasnya pasokan di tengah usainya masa

panen. Begitu pula dengan tekanan inflasi dari

komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras seiring

meningkatnya permintaan jelang perayaan Natal dan

Tahun baru.

Inflasi kelompok administered prices diperkirakan

lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015. Selain

akibat hilangnya base effect kenaikan harga BBM di

tahun lalu, penurunan ini berasal dari potensi

penurunan harga BBM akibat koreksi harga minyak

dunia, serta penurunan harga elpiji 12 kg dan TTL.

Meskipun demikian, masih terdapat tekanan kenaikan

cukai rokok serta kenaikan tarif angkutan udara

menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru.

Inflasi kelompok inti juga diperkirakan menurun

dibandingkan triwulan lalu imbas dari hilangnya

base effect kenaikan harga komoditas. Meskipun

tidak terlalu besar, kenaikan harga nasi dengan lauk,

komoditas sandang, dan rekreasi memberikan tekanan

moderat bagi kenaikan inflasi inti di tengah perayaan

Natal dan Tahun Baru. Potensi normalisasi kebijakan

The Fed di akhir tahun 2015 juga turut menyebabkan

fluktuasi nilai tukar yang selanjutnya memberikan

tekanan tambahan bagi kenaikan inflasi inti.

Memperhitungkan perkembangan sampai

dengan triwulan III, dan prediksi triwulan IV,

secara keseluruhan prekonomian Jawa Tengah

tahun 2015 diperkirakan akan mengalami

per lambatan dibandingkan tahun 2014.

Perlambatan terutama berasal dari lapangan usaha

industri pengolahan dan lapangan usaha perdagangan

besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor dan

lapangan usaha konstruksi. Sementara itu, lapangan

usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan

diproyeksikan akan mengalami perbaikan kinerja.

Ada pun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun

2015 antara lain kebijakan suku bunga Federal Reserve

(The Fed) yang dapat berpengaruh besar terhadap nilai

tukar Rupiah. Selain itu, perlu diperhatikan juga realisasi

belanja dan infrastruktur pemerintah yang diharapkan

menyumbang efek pengganda (multiplier effect) pada

akhir tahun ini.

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan IV 2015

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV

2015 diperkirakan menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan harga

utamanya terjadi dikarenakan hilangnya base effect

dari tingginya inflasi di November 2014 akibat kenaikan

harga BBM. Selain itu, penurunan inflasi tahunan ini

sejalan dengan terjaganya pasokan bahan pangan

hingga akhir tahun. Inflasi triwulan IV 2015 berada

pada rentang 1,80-2,20% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan III 2015 yang sebesar 5,20%

(yoy). Capaian inflasi yang rendah di akhir tahun ini

diperkirakan dapat dicapai mengingat hingga Oktober

2015, inflasi tahun berjalan tercatat relatif rendah dan

terkendali, yakni sebesar 1,50% (ytd).

Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan

volatile food diperkirakan menurun meski masih

berada pada level yang moderat. Hal ini merupakan

6.1. Inflasi

107OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

9

8

7

6

5

4

3.

2

1

0I II III IV I II III IV

2013 2014

-

%, YOY

I II III IV I II III IV

2013 2014

p

p) Angka perkiraan

 Proyeks Inflasi Triwulan IV 2015Grafik 6.7

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

III

-

5

10

15

20

25 %, YOY

Perkembangan Kredit Modal KerjaGrafik 6.5

1100

1000

900

800

700

600

500

400

300

200

100

-

25

20

15

10

5

-

-5

-10

-15

-20

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

%, YOYUSD JUTA

IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

III

Perkembangan Impor Bahan BakuGrafik 6.4

K i n e r j a l a p a n g a n u s a h a p e rd a g a n g a n

diperkirakan meningkat sejalan dengan

perbaikan aktivitas ekonomi. Sela in i tu ,

peningkatan signifikan pada konsumsi pemerintah dan

LNPRT juga mendorong kinerja pada lapangan usaha

ini. Sejalan dengan hal tersebut, hasil Survei Pedagang

Eceran (SPE) yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga

menunjukkan persepsi pedagang masih optimis

terhadap hasil penjualan ke depan.

Sejalan dengan meningkatnya pengeluaran

investasi, lapangan usaha konstruksi juga

diperkirakan mengalami perbaikan pada triwulan

IV 2015. Realisasi proyek infrastruktur pemerintah, dan

realisasi investasi swasta diperkirakan semakin

meningkat pada triwulan IV. Hal tersebut diperkirakan

mendorong peningkatan kinerja pada sektor

konstruksi.

Industri pengolahan diperkirakan sedikit

meningkat pada triwulan IV. Peningkatan tersebut

diperkirakan berasal dari kenaikan permintaan

menjelang akhir tahun, terutama permintaan dari luar

negeri. Namun, masih terbatasnya kinerja konsumsi

domestik menahan peningkatan lebih jauh pada

lapangan usaha ini. Impor bahan baku yang relatif

rendah dan pertumbuhan kredit modal kerja yang

melambat pada triwulan III juga mengindikasikan

perbaikan yang belum optimal pada lapangan usaha

industri pengolahan.

Pada triwulan IV 2015, pertumbuhan lapangan

usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan

diperkirakan lebih lambat dibandingkan dengan

triwulan laporan. Perlambatan tersebut diperkirakan

didorong oleh perlambatan subsektor pertanian yang

sesuai dengan pola musimannya. Selain itu,

diperkirakan anomali cuaca El Nino tahun ini juga akan

turut berdampak terhadap melambatnya kinerja

lapangan usaha pertanian. Berdasarkan proyeksi

BMKG, El Nino diperkirakan masih terasa sampai

dengan akhir tahun 2015. Terjadinya El Nino

mengakibatkan musim hujan yang mundur dari

perkiraan. Sedianya musim hujan diperkirakan mulai

pada awal September, kemudian bergeser menjadi

minggu ketiga Oktober sampai minggu kedua

Desember. Sebagai dampak dari mundurnya musim

hujan tersebut, masa tanam turut mengalami

kemunduran menjadi bulan November, di mana pola

tanam umumnya dilakukan pada bulan Oktober.

Perkiraan Awal Musim Hujan Tahun 2015/2016 Jawa TengahGrafik 6.6

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH106

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

imbas dari hilangnya base effect kenaikan harga

pangan di tahun sebelumnya yang juga mengalami

kenaikan. Level harga yang moderat ini juga didorong

oleh terjaganya pasokan beras di tengah masuknya

impor beras asal Vietnam. Namun demikian masih

terdapat tekanan inflasi dari komoditas pangan,

meliputi cabai merah, cabai rawit, serta bawang merah

seiring terbatasnya pasokan di tengah usainya masa

panen. Begitu pula dengan tekanan inflasi dari

komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras seiring

meningkatnya permintaan jelang perayaan Natal dan

Tahun baru.

Inflasi kelompok administered prices diperkirakan

lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015. Selain

akibat hilangnya base effect kenaikan harga BBM di

tahun lalu, penurunan ini berasal dari potensi

penurunan harga BBM akibat koreksi harga minyak

dunia, serta penurunan harga elpiji 12 kg dan TTL.

Meskipun demikian, masih terdapat tekanan kenaikan

cukai rokok serta kenaikan tarif angkutan udara

menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru.

Inflasi kelompok inti juga diperkirakan menurun

dibandingkan triwulan lalu imbas dari hilangnya

base effect kenaikan harga komoditas. Meskipun

tidak terlalu besar, kenaikan harga nasi dengan lauk,

komoditas sandang, dan rekreasi memberikan tekanan

moderat bagi kenaikan inflasi inti di tengah perayaan

Natal dan Tahun Baru. Potensi normalisasi kebijakan

The Fed di akhir tahun 2015 juga turut menyebabkan

fluktuasi nilai tukar yang selanjutnya memberikan

tekanan tambahan bagi kenaikan inflasi inti.

Memperhitungkan perkembangan sampai

dengan triwulan III, dan prediksi triwulan IV,

secara keseluruhan prekonomian Jawa Tengah

tahun 2015 diperkirakan akan mengalami

per lambatan dibandingkan tahun 2014.

Perlambatan terutama berasal dari lapangan usaha

industri pengolahan dan lapangan usaha perdagangan

besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor dan

lapangan usaha konstruksi. Sementara itu, lapangan

usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan

diproyeksikan akan mengalami perbaikan kinerja.

Ada pun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun

2015 antara lain kebijakan suku bunga Federal Reserve

(The Fed) yang dapat berpengaruh besar terhadap nilai

tukar Rupiah. Selain itu, perlu diperhatikan juga realisasi

belanja dan infrastruktur pemerintah yang diharapkan

menyumbang efek pengganda (multiplier effect) pada

akhir tahun ini.

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan IV 2015

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV

2015 diperkirakan menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan harga

utamanya terjadi dikarenakan hilangnya base effect

dari tingginya inflasi di November 2014 akibat kenaikan

harga BBM. Selain itu, penurunan inflasi tahunan ini

sejalan dengan terjaganya pasokan bahan pangan

hingga akhir tahun. Inflasi triwulan IV 2015 berada

pada rentang 1,80-2,20% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan III 2015 yang sebesar 5,20%

(yoy). Capaian inflasi yang rendah di akhir tahun ini

diperkirakan dapat dicapai mengingat hingga Oktober

2015, inflasi tahun berjalan tercatat relatif rendah dan

terkendali, yakni sebesar 1,50% (ytd).

Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan

volatile food diperkirakan menurun meski masih

berada pada level yang moderat. Hal ini merupakan

6.1. Inflasi

107OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

9

8

7

6

5

4

3.

2

1

0I II III IV I II III IV

2013 2014

-

%, YOY

I II III IV I II III IV

2013 2014

p

p) Angka perkiraan

 Proyeks Inflasi Triwulan IV 2015Grafik 6.7

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

III

-

5

10

15

20

25 %, YOY

Perkembangan Kredit Modal KerjaGrafik 6.5

1100

1000

900

800

700

600

500

400

300

200

100

-

25

20

15

10

5

-

-5

-10

-15

-20

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

%, YOYUSD JUTA

IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

III

Perkembangan Impor Bahan BakuGrafik 6.4

K i n e r j a l a p a n g a n u s a h a p e rd a g a n g a n

diperkirakan meningkat sejalan dengan

perbaikan aktivitas ekonomi. Sela in i tu ,

peningkatan signifikan pada konsumsi pemerintah dan

LNPRT juga mendorong kinerja pada lapangan usaha

ini. Sejalan dengan hal tersebut, hasil Survei Pedagang

Eceran (SPE) yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga

menunjukkan persepsi pedagang masih optimis

terhadap hasil penjualan ke depan.

Sejalan dengan meningkatnya pengeluaran

investasi, lapangan usaha konstruksi juga

diperkirakan mengalami perbaikan pada triwulan

IV 2015. Realisasi proyek infrastruktur pemerintah, dan

realisasi investasi swasta diperkirakan semakin

meningkat pada triwulan IV. Hal tersebut diperkirakan

mendorong peningkatan kinerja pada sektor

konstruksi.

Industri pengolahan diperkirakan sedikit

meningkat pada triwulan IV. Peningkatan tersebut

diperkirakan berasal dari kenaikan permintaan

menjelang akhir tahun, terutama permintaan dari luar

negeri. Namun, masih terbatasnya kinerja konsumsi

domestik menahan peningkatan lebih jauh pada

lapangan usaha ini. Impor bahan baku yang relatif

rendah dan pertumbuhan kredit modal kerja yang

melambat pada triwulan III juga mengindikasikan

perbaikan yang belum optimal pada lapangan usaha

industri pengolahan.

Pada triwulan IV 2015, pertumbuhan lapangan

usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan

diperkirakan lebih lambat dibandingkan dengan

triwulan laporan. Perlambatan tersebut diperkirakan

didorong oleh perlambatan subsektor pertanian yang

sesuai dengan pola musimannya. Selain itu,

diperkirakan anomali cuaca El Nino tahun ini juga akan

turut berdampak terhadap melambatnya kinerja

lapangan usaha pertanian. Berdasarkan proyeksi

BMKG, El Nino diperkirakan masih terasa sampai

dengan akhir tahun 2015. Terjadinya El Nino

mengakibatkan musim hujan yang mundur dari

perkiraan. Sedianya musim hujan diperkirakan mulai

pada awal September, kemudian bergeser menjadi

minggu ketiga Oktober sampai minggu kedua

Desember. Sebagai dampak dari mundurnya musim

hujan tersebut, masa tanam turut mengalami

kemunduran menjadi bulan November, di mana pola

tanam umumnya dilakukan pada bulan Oktober.

Perkiraan Awal Musim Hujan Tahun 2015/2016 Jawa TengahGrafik 6.6

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH106

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Inflasi kelompok inti juga mengalami penurunan

menjadi 0,11% (mtm) dari bulan sebelumnya

yang sebesar 0,34% (mtm). Secara tahunan, inflasi

inti tercatat sebesar 3,48% (yoy), lebih rendah

dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 3,75% (yoy).

Penurunan inflasi inti masih didorong oleh penurunan

harga bahan bangunan, seperti komoditas batu bata,

keramik, dan besi beton. Menurunnya inflasi inti ini

diperkirakan juga diakibatkan oleh melemahnya daya

beli pada level moderat di tengah perlambatan

ekonomi.

6.2.3. Inflasi 2015Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2015

diperkirakan menurun. Inflasi tahun 2015 ini

diperkirakan berada pada rentang 1,80-2,20 (yoy), jauh

lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2014

yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini didukung

terkendalinya inflasi di seluruh kelompok, baik

kelompok volatile food, kelompok administered prices,

maupun kelompok inti.

Inflasi kelompok volatile food diperkirakan akan

menurun dibandingkan tahun lalu. Kondisi tersebut

dapat tercapai apabila pemerintah mampu menjaga

kestabilan harga beras. Berdasarkan hasil liaison

dengan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah, hingga

akhir tahun 2015 produksi beras diprediksikan masih

mencatatkan pasokan yang surplus. Terjaganya harga

beras ini didukung pula oleh kebijakan Pemerintah

untuk mengimpor beras Vietnam sebanyak 1 juta ton

sebagai antisipasi dalam mengatasi kesulitan pangan

na s i ona l d i t engah mus im kema rau y ang

berkepanjangan.

Inflasi kelompok administered prices pada akhir

tahun 2015 diperkirakan menurun akibat

penyesuaian base dari kenaikan harga BBM pada

tahun lalu. Lebih jauh, menurunnya tren harga minyak

dunia berpotensi menurunkan harga bensin,

khususnya Pertamax di Indonesia. Pada tahun 2014,

harga rata-rata minyak dunia sebesar USD96,24 per 1barel . Sementara itu sampai dengan Oktober 2015,

harga minyak dunia telah turun menjadi USD46,96 per

barel. Meskipun demikian, tekanan inflasi pada level

moderat tetap terjadi, terutama untuk komoditas rokok

di tengah kenaikan cukai, serta tarif angkutan udara

seiring memasuki liburan akhir tahun dan perayaan

Natal dan Tahun Baru.

Selanjutnya, inflasi inti juga diperkirakan

menurun dibandingkan tahun lalu. Penurunan ini

utamanya berasal dari hilangnya base effect kenaikan

harga BBM tahun 2014 silam. Selain itu, penurunan ini

juga terjadi akibat terbatasnya daya beli masyarakat

hingga akhir tahun 2015 di tengah perlambatan

ekonomi dunia. Namun demikian, masih terdapat

tekanan inflasi dari penguatan Dolar AS seiring

ketidakpastian kebijakan normalisasi suku bunga The

Fed di penghujung tahun 2015.

Data minyak dunia bersumber dari World Bank1.

109OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD

2013 2014

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015

4 5 6 7 8 9

200

190

180

170

160

15010 11 12

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.9Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank IndonesiaSumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah

2013 2014

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2015

4 5 6 7 8 9

200

190

180

170

160

150

EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD

10 11 12

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.8

Proyeksi penurunan inflasi pada triwulan IV 2015

terkonfirmasi dari ekspektasi harga, baik dari sisi

masyarakat maupun pedagang. Hasil Survei

Konsumen menunjukkan adanya penurunan

ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang. Senada

dengan hasil Survei Konsumen tersebut, hasil Survei

Pedagang Eceran juga menunjukkan adanya

penurunan ekspektasi harga untuk 6 bulan yang akan

datang.

6.2.2. Inflasi Oktober 2015

Provinsi Jawa Tengah pada Oktober 2015

mengalami deflasi sebesar -0,04% (mtm),

melanjutkan deflasi September 2015 yang sebesar

-0,16% (mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi

Jawa Tengah tercatat sebesar 5,20% (yoy), lebih rendah

dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 5,78%

(yoy). Dibandingkan inflasi nasional yang sebesar

6,25% (yoy), inflasi Jawa Tengah pada Oktober 2015

mencatatkan angka yang lebih rendah. Penurunan

inflasi di bulan tersebut terutama didorong oleh

penyesuaian harga komoditas aneka cabai, telur ayam

ras, dan daging ayam ras. Secara keseleruhan, inflasi

tahun berjalan pada Oktober 2015 sebesar 1,50%

(ytd), lebih rendah dibandingkan September 2015 yang

sebesar 1,54% (ytd).

Berdasarkan kelompoknya, kelompok volatile

food mencatatkan deflasi sebesar -0,51% (mtm),

tidak sedalam deflasi bulan sebelumnya yang

sebesar -1,72% (mtm). Penurunan harga pada

komoditas cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras,

daging ayam ras, dan cabai hijau menjadi pendorong

deflasi kelompok volatile food. Secara tahunan, deflasi

kelompok ini tercatat sebesar 7,70% (mtm), lebih

rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar

8,56% (mtm). Penurunan harga cabai disebabkan oleh

melimpahnya pasokan akibat panen di daerah

Lumajang, Madura, Jember, Rembang, Wates, dan

Temanggung. Sementara itu, penurunan harga telur

dan daging ayam ras disebabkan oleh tingginya

pasokan di tengah permintaan masyarakat yang

cenderung menurun. Adapun sumbangan deflasi

bulanan untuk komoditas cabai merah dan telur ayam

r a s i a l a h s e b e s a r - 0 , 0 9 % d a n - 0 , 0 5 % .

Sementara itu, pada kelompok administered

prices juga mencatatkan deflasi sebesar -0,05%

(mtm), tidak sedalam bulan sebelumnya yang

sebesar -0,11% (mtm). Terjadinya penurunan harga

pada kelompok tersebut utamanya berasal dari koreksi

harga pada Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT) yang

disebabkan oleh penurunan harga elpiji 12 kg pada

pertengahan September 2015. Komoditas BBRT

mencatatkan sumbangan deflasi bulanan sebesar -

0,02%. Penurunan komoditas ini mendorong

penurunan inflasi tahunan menjadi sebesar 8,14%

(yoy), dari bulan sebelumnya 9,52% (yoy).

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH108

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Inflasi kelompok inti juga mengalami penurunan

menjadi 0,11% (mtm) dari bulan sebelumnya

yang sebesar 0,34% (mtm). Secara tahunan, inflasi

inti tercatat sebesar 3,48% (yoy), lebih rendah

dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 3,75% (yoy).

Penurunan inflasi inti masih didorong oleh penurunan

harga bahan bangunan, seperti komoditas batu bata,

keramik, dan besi beton. Menurunnya inflasi inti ini

diperkirakan juga diakibatkan oleh melemahnya daya

beli pada level moderat di tengah perlambatan

ekonomi.

6.2.3. Inflasi 2015Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2015

diperkirakan menurun. Inflasi tahun 2015 ini

diperkirakan berada pada rentang 1,80-2,20 (yoy), jauh

lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2014

yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini didukung

terkendalinya inflasi di seluruh kelompok, baik

kelompok volatile food, kelompok administered prices,

maupun kelompok inti.

Inflasi kelompok volatile food diperkirakan akan

menurun dibandingkan tahun lalu. Kondisi tersebut

dapat tercapai apabila pemerintah mampu menjaga

kestabilan harga beras. Berdasarkan hasil liaison

dengan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah, hingga

akhir tahun 2015 produksi beras diprediksikan masih

mencatatkan pasokan yang surplus. Terjaganya harga

beras ini didukung pula oleh kebijakan Pemerintah

untuk mengimpor beras Vietnam sebanyak 1 juta ton

sebagai antisipasi dalam mengatasi kesulitan pangan

na s i ona l d i t engah mus im kema rau y ang

berkepanjangan.

Inflasi kelompok administered prices pada akhir

tahun 2015 diperkirakan menurun akibat

penyesuaian base dari kenaikan harga BBM pada

tahun lalu. Lebih jauh, menurunnya tren harga minyak

dunia berpotensi menurunkan harga bensin,

khususnya Pertamax di Indonesia. Pada tahun 2014,

harga rata-rata minyak dunia sebesar USD96,24 per 1barel . Sementara itu sampai dengan Oktober 2015,

harga minyak dunia telah turun menjadi USD46,96 per

barel. Meskipun demikian, tekanan inflasi pada level

moderat tetap terjadi, terutama untuk komoditas rokok

di tengah kenaikan cukai, serta tarif angkutan udara

seiring memasuki liburan akhir tahun dan perayaan

Natal dan Tahun Baru.

Selanjutnya, inflasi inti juga diperkirakan

menurun dibandingkan tahun lalu. Penurunan ini

utamanya berasal dari hilangnya base effect kenaikan

harga BBM tahun 2014 silam. Selain itu, penurunan ini

juga terjadi akibat terbatasnya daya beli masyarakat

hingga akhir tahun 2015 di tengah perlambatan

ekonomi dunia. Namun demikian, masih terdapat

tekanan inflasi dari penguatan Dolar AS seiring

ketidakpastian kebijakan normalisasi suku bunga The

Fed di penghujung tahun 2015.

Data minyak dunia bersumber dari World Bank1.

109OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD

2013 2014

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015

4 5 6 7 8 9

200

190

180

170

160

15010 11 12

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.9Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank IndonesiaSumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah

2013 2014

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2015

4 5 6 7 8 9

200

190

180

170

160

150

EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD

10 11 12

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.8

Proyeksi penurunan inflasi pada triwulan IV 2015

terkonfirmasi dari ekspektasi harga, baik dari sisi

masyarakat maupun pedagang. Hasil Survei

Konsumen menunjukkan adanya penurunan

ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang. Senada

dengan hasil Survei Konsumen tersebut, hasil Survei

Pedagang Eceran juga menunjukkan adanya

penurunan ekspektasi harga untuk 6 bulan yang akan

datang.

6.2.2. Inflasi Oktober 2015

Provinsi Jawa Tengah pada Oktober 2015

mengalami deflasi sebesar -0,04% (mtm),

melanjutkan deflasi September 2015 yang sebesar

-0,16% (mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi

Jawa Tengah tercatat sebesar 5,20% (yoy), lebih rendah

dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 5,78%

(yoy). Dibandingkan inflasi nasional yang sebesar

6,25% (yoy), inflasi Jawa Tengah pada Oktober 2015

mencatatkan angka yang lebih rendah. Penurunan

inflasi di bulan tersebut terutama didorong oleh

penyesuaian harga komoditas aneka cabai, telur ayam

ras, dan daging ayam ras. Secara keseleruhan, inflasi

tahun berjalan pada Oktober 2015 sebesar 1,50%

(ytd), lebih rendah dibandingkan September 2015 yang

sebesar 1,54% (ytd).

Berdasarkan kelompoknya, kelompok volatile

food mencatatkan deflasi sebesar -0,51% (mtm),

tidak sedalam deflasi bulan sebelumnya yang

sebesar -1,72% (mtm). Penurunan harga pada

komoditas cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras,

daging ayam ras, dan cabai hijau menjadi pendorong

deflasi kelompok volatile food. Secara tahunan, deflasi

kelompok ini tercatat sebesar 7,70% (mtm), lebih

rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar

8,56% (mtm). Penurunan harga cabai disebabkan oleh

melimpahnya pasokan akibat panen di daerah

Lumajang, Madura, Jember, Rembang, Wates, dan

Temanggung. Sementara itu, penurunan harga telur

dan daging ayam ras disebabkan oleh tingginya

pasokan di tengah permintaan masyarakat yang

cenderung menurun. Adapun sumbangan deflasi

bulanan untuk komoditas cabai merah dan telur ayam

r a s i a l a h s e b e s a r - 0 , 0 9 % d a n - 0 , 0 5 % .

Sementara itu, pada kelompok administered

prices juga mencatatkan deflasi sebesar -0,05%

(mtm), tidak sedalam bulan sebelumnya yang

sebesar -0,11% (mtm). Terjadinya penurunan harga

pada kelompok tersebut utamanya berasal dari koreksi

harga pada Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT) yang

disebabkan oleh penurunan harga elpiji 12 kg pada

pertengahan September 2015. Komoditas BBRT

mencatatkan sumbangan deflasi bulanan sebesar -

0,02%. Penurunan komoditas ini mendorong

penurunan inflasi tahunan menjadi sebesar 8,14%

(yoy), dari bulan sebelumnya 9,52% (yoy).

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH108

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.

Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.

Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.

Kontribusi suatu lapangan usaha terhadap total pertumbuhan PDRB.

Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan

modal.

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan

pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.

Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.

Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.

Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan

ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang

dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi

ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap

ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,

retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan

pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas

hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang

dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh

pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .

Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi

secara keseluruhan.

Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara

keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap

komoditas tersebut.

Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun

bukan komersil.

Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan

komersil.

Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu

gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor

perekonomian.

Mtm

Qtq

Yoy

Share of Growth

Investasi

Sektor Ekonomi Dominan

Migas

Omzet

Share Effect

Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK)

Indeks Harga Konsumen

(IHK)

Indeks Kondisi Ekonomi

Indeks Ekspektasi Konsumen

Pendapatan Asli Daerah

(PAD)

Dana Perimbangan

Indeks Pembangunan

Manusia

APBD

Andil Inflasi

Bobot Inflasi

Impor

PDRB Atas Dasar Harga

Berlaku

Daftar Istilah111DAFTAR ISTILAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.

Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.

Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.

Kontribusi suatu lapangan usaha terhadap total pertumbuhan PDRB.

Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan

modal.

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan

pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.

Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.

Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.

Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan

ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang

dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi

ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap

ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,

retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan

pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas

hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang

dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh

pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .

Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi

secara keseluruhan.

Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara

keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap

komoditas tersebut.

Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun

bukan komersil.

Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan

komersil.

Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu

gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor

perekonomian.

Mtm

Qtq

Yoy

Share of Growth

Investasi

Sektor Ekonomi Dominan

Migas

Omzet

Share Effect

Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK)

Indeks Harga Konsumen

(IHK)

Indeks Kondisi Ekonomi

Indeks Ekspektasi Konsumen

Pendapatan Asli Daerah

(PAD)

Dana Perimbangan

Indeks Pembangunan

Manusia

APBD

Andil Inflasi

Bobot Inflasi

Impor

PDRB Atas Dasar Harga

Berlaku

Daftar Istilah111DAFTAR ISTILAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya

kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk

kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong

Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan),

sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet

(setelah dikurangi agunan).

Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga

sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank

ybs.

Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva

Produktif (PPAP), terhadap total kredit.

Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan

mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah

pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Penyisihan Penghapusan

Aktiva Produktif (PPAP)

Rasio Non Performing

Loans/Financing (NPLs/Fs)

Rasio Non Performing Loans

(NPLs) – NET

Sistem Bank Indonesia Real

Time Gross Settlement (BI

RTGS)

Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun

tertentu sebagai dasar perhitungannya.

Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu

terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.

Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .

Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang

dihimpun.

Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam

periode tertentu.

Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.

Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari

netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash

inflows bila terjadi sebaliknya.

Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan

penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank,

penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing

aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang

diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit

yang diberikan kepada perorangan.

Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran

bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus

(DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.

Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko

(ATMR).

Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep

ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama

peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu

tertentu.

Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat

debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank

Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring

lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang

menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.

Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.

PDRB Atas Dasar Harga

Konstan

Bank Pemerintah

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Loan to Deposits Ratio (LDR)

Cash Inflows

Cash Outflows

Net Cashflows

Aktiva Produktif

Aktiva Tertimbang Menurut

Resiko (ATMR)

Kualitas Kredit

Capital Adequacy Ratio

(CAR)

Financing to Deposit Ratio

(FDR)

Inflasi

Kliring

Kliring Debet

Non Performing

Loans/Financing (NPLs/Ls)

DAFTAR ISTILAH112

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

113DAFTAR ISTILAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya

kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk

kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong

Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan),

sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet

(setelah dikurangi agunan).

Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga

sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank

ybs.

Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva

Produktif (PPAP), terhadap total kredit.

Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan

mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah

pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Penyisihan Penghapusan

Aktiva Produktif (PPAP)

Rasio Non Performing

Loans/Financing (NPLs/Fs)

Rasio Non Performing Loans

(NPLs) – NET

Sistem Bank Indonesia Real

Time Gross Settlement (BI

RTGS)

Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun

tertentu sebagai dasar perhitungannya.

Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu

terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.

Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .

Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang

dihimpun.

Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam

periode tertentu.

Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.

Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari

netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash

inflows bila terjadi sebaliknya.

Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan

penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank,

penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing

aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang

diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit

yang diberikan kepada perorangan.

Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran

bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus

(DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.

Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko

(ATMR).

Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep

ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama

peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu

tertentu.

Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat

debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank

Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring

lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang

menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.

Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.

PDRB Atas Dasar Harga

Konstan

Bank Pemerintah

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Loan to Deposits Ratio (LDR)

Cash Inflows

Cash Outflows

Net Cashflows

Aktiva Produktif

Aktiva Tertimbang Menurut

Resiko (ATMR)

Kualitas Kredit

Capital Adequacy Ratio

(CAR)

Financing to Deposit Ratio

(FDR)

Inflasi

Kliring

Kliring Debet

Non Performing

Loans/Financing (NPLs/Ls)

DAFTAR ISTILAH112

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

113DAFTAR ISTILAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15