KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH - … · APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan II 2016 39...
Transcript of KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH - … · APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan II 2016 39...
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
AGUSTUS 2016
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya
”Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Agustus 2016” dapat
dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa
indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran,
dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank
Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja
sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan
datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan
kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta
kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan
ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
Semarang, Agustus 2016KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI JAWA TENGAH
Ttd
Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya
”Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Agustus 2016” dapat
dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa
indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran,
dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank
Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja
sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan
datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan
kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta
kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan
ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
Semarang, Agustus 2016KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI JAWA TENGAH
Ttd
Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif
iii
Daftar Isi
ii
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Suplemen
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Tabel Indikator
Ringkasan Eksekutif
I
ii
ii
v
vi
xiii
1
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGANDAN UMKM
BAB IV
4.1. Perkembangan Sistem Keuangan Jawa Tengah
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi
4.1.1.1. Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
4.1.1.2. Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko
4.1.1.3. Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan
Usaha Utama Jawa Tengah
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga
4.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah
Tangga
4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga/Perseorangan (DPK
RT) di Perbankan
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di Perbankan
4.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
4.2.1. Perkembangan Bank Umum
4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
4.2.1.3. Penyaluran Kredit
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
4.2.1.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
4.3. Perkembangan Perbankan Syariah
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Provinsi Jawa Tengah
4.5. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah
(UMKM)
4.6. Perkembangan Akses Keuangan Masyarakat Jawa Tengah
4.7. Pengembangan UMKM Bawang Putih untuk Menekan
Inflasi
69
69
69
69
71
72
72
73
74
75
76
76
77
79
80
81
82
84
86
88
89
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONAL
AGUSTUS
2016
KEUANGAN PEMERINTAH BAB II
2.1. Realisasi APBD Triwulan II 2016
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan II 2016
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan II 2016
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan II 2016
39
40
41
43
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Triwulan II 2016
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
1.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi
1.1.1.2. Pengeluaran Investasi
1.1.1.3. Ekspor Luar Negeri dan Antardaerah
1.1.1.4. Impor Luar Negeri dan Antardaerah
1.1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan
Usaha
1.1.2.1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1.1.2.2. Industri Pengolahan
1.1.2.3. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi
Mobil-Sepeda Motor
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro
Regional Triwulan III 2016
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
7
8
9
13
15
17
19
20
21
24
25
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
BAB III
3.1. Inflasi Secara Umum
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
3.2.1. Kelompok Bahan Makanan
3.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok
& Tembakau
3.3. Disagregasi Inflasi
3.3.1. Kelompok Volatile Food
3.3.2. Kelompok Administered Prices
3.3.3. Kelompok Inti
3.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
3.4.1. Disagregasi Inflasi Cilacap
3.4.2. Disagregasi Inflasi Purwokerto
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kudus
3.4.4. Disagregasi Inflasi Surakarta
3.4.5. Disagregasi Inflasi Semarang
3.4.6. Disagregasi Inflasi Tegal
3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan III 2016
3.5.1. Inflasi Juli 2016
3.5.2. Inflasi Triwulan III 2016
3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah
47
49
50
50
51
51
52
53
54
55
56
57
57
58
58
59
59
60
61
SUPLEMEN 1
ANALISIS DAMPAK KEMACETAN TOL PEJAGAN –
BREBES TIMUR PADA MUSIM LEBARAN 2016
SUPLEMEN 2
DAMPAK BRITAIN EXIT TERHADAP EKONOMI
PROVINSI JAWA TENGAH
SUPLEMEN 3
ISU KAWASAN MINAPOLITAN BANYUMAS
SUPLEMEN 4
PENGENDALIAN HARGA BAWANG PUTIH
MELALUI PENGEMBANGAN KLASTER BAWANG
PUTIH
29
32
34
63
iii
Daftar Isi
ii
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Suplemen
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Tabel Indikator
Ringkasan Eksekutif
I
ii
ii
v
vi
xiii
1
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGANDAN UMKM
BAB IV
4.1. Perkembangan Sistem Keuangan Jawa Tengah
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi
4.1.1.1. Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
4.1.1.2. Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko
4.1.1.3. Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan
Usaha Utama Jawa Tengah
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga
4.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah
Tangga
4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga/Perseorangan (DPK
RT) di Perbankan
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di Perbankan
4.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
4.2.1. Perkembangan Bank Umum
4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
4.2.1.3. Penyaluran Kredit
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
4.2.1.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
4.3. Perkembangan Perbankan Syariah
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Provinsi Jawa Tengah
4.5. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah
(UMKM)
4.6. Perkembangan Akses Keuangan Masyarakat Jawa Tengah
4.7. Pengembangan UMKM Bawang Putih untuk Menekan
Inflasi
69
69
69
69
71
72
72
73
74
75
76
76
77
79
80
81
82
84
86
88
89
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONAL
AGUSTUS
2016
KEUANGAN PEMERINTAH BAB II
2.1. Realisasi APBD Triwulan II 2016
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan II 2016
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan II 2016
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan II 2016
39
40
41
43
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Triwulan II 2016
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
1.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi
1.1.1.2. Pengeluaran Investasi
1.1.1.3. Ekspor Luar Negeri dan Antardaerah
1.1.1.4. Impor Luar Negeri dan Antardaerah
1.1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan
Usaha
1.1.2.1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1.1.2.2. Industri Pengolahan
1.1.2.3. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi
Mobil-Sepeda Motor
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro
Regional Triwulan III 2016
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
7
8
9
13
15
17
19
20
21
24
25
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
BAB III
3.1. Inflasi Secara Umum
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
3.2.1. Kelompok Bahan Makanan
3.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok
& Tembakau
3.3. Disagregasi Inflasi
3.3.1. Kelompok Volatile Food
3.3.2. Kelompok Administered Prices
3.3.3. Kelompok Inti
3.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
3.4.1. Disagregasi Inflasi Cilacap
3.4.2. Disagregasi Inflasi Purwokerto
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kudus
3.4.4. Disagregasi Inflasi Surakarta
3.4.5. Disagregasi Inflasi Semarang
3.4.6. Disagregasi Inflasi Tegal
3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan III 2016
3.5.1. Inflasi Juli 2016
3.5.2. Inflasi Triwulan III 2016
3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah
47
49
50
50
51
51
52
53
54
55
56
57
57
58
58
59
59
60
61
SUPLEMEN 1
ANALISIS DAMPAK KEMACETAN TOL PEJAGAN –
BREBES TIMUR PADA MUSIM LEBARAN 2016
SUPLEMEN 2
DAMPAK BRITAIN EXIT TERHADAP EKONOMI
PROVINSI JAWA TENGAH
SUPLEMEN 3
ISU KAWASAN MINAPOLITAN BANYUMAS
SUPLEMEN 4
PENGENDALIAN HARGA BAWANG PUTIH
MELALUI PENGEMBANGAN KLASTER BAWANG
PUTIH
29
32
34
63
Tabel 4.1 Pengelompokkan Tabungan Perseorangan
Berdasarkan Nilainya
Tabel 4.2 Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per
Kategori
Tabel 4.3 Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status
Kepemilikan di Jawa Tengah
Tabel 4.4 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
Tabel 4.5 Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
Tabel 4.6 Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis
Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Tabel 6 3.Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus
2015 (juta orang)
Tabel 6. 4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 6 5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta
orang)
Tabel 6.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
Tabel 6.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011-
September 2015 (Rupiah)
Tabel 6.8. IPM Jawa Tengah Menurut Komponen (2010-2015)
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
Tabel 7.3 Risiko Inflasi Akhir Tahun 2016
viv
Tabel
7
9
9
9
19
20
20
39
40
42
44
49
49
49
49
50
50
51
74
74
77
78
80
84
101
102
103
104
104
106
107
107
111
113
114
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI)
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
5.4. Perkembangan Akses Keuangan
PENYELENGGARAANSISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
BAB V
93
95
97
97
6.1. Ketenagakerjaan
6.2. Pengangguran
6.3. Nilai Tukar Petani
6.4. Tingkat Kemiskinan
6.5. Pembangunan Manusia
6.6. Pemerataan Penduduk
KETENAGAKERJAANDAN KESEJAHTERAAN
BAB VI
101
104
104
106
107
108
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV 2016
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggeluaran
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
7.2. Prospek Inflasi Triwulan IV 2016
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
BAB VII
111
111
113
114
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALAGUSTUS
2016
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%,
yoy)
Tabel 1.2 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 menurut
Penggunaan (Rp Miliar)
Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut
Penggunaan (Rp Miliar)
Tabel 1.4 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah
menurut Penggunaan (%, YOY)
Tabel 1.5 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 menurut
Lapangan Usaha (Rp Miliar)
Tabel 1.6 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut
Lapangan Usaha (Rp Miliar)
Tabel 1.7 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah
menurut Lapangan Usaha (%, YOY)
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2016 (Rp Miliar)
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan II tahun 2015 & 2016
Tabel 2.3 Realisasi Belanja triwulan II 2015 & 2016
Tabel 2.4 Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan II 2015 &
2016 per Jenis Belanja (Rp Miliar)
Tabel 3.1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
Tabel 3.2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
Tabel 3.3 Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 3.5 Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Bahan
Makanan (%, yoy)
Tabel 3.6 Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok & Tembakau (%, yoy)
Tabel 3.7 Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Transportasi,
Komunikasi dan Jasa keuangan (%, yoy)
Tabel 4.1 Pengelompokkan Tabungan Perseorangan
Berdasarkan Nilainya
Tabel 4.2 Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per
Kategori
Tabel 4.3 Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status
Kepemilikan di Jawa Tengah
Tabel 4.4 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
Tabel 4.5 Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
Tabel 4.6 Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis
Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Tabel 6 3.Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus
2015 (juta orang)
Tabel 6. 4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 6 5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta
orang)
Tabel 6.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
Tabel 6.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011-
September 2015 (Rupiah)
Tabel 6.8. IPM Jawa Tengah Menurut Komponen (2010-2015)
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
Tabel 7.3 Risiko Inflasi Akhir Tahun 2016
viv
Tabel
7
9
9
9
19
20
20
39
40
42
44
49
49
49
49
50
50
51
74
74
77
78
80
84
101
102
103
104
104
106
107
107
111
113
114
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI)
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
5.4. Perkembangan Akses Keuangan
PENYELENGGARAANSISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
BAB V
93
95
97
97
6.1. Ketenagakerjaan
6.2. Pengangguran
6.3. Nilai Tukar Petani
6.4. Tingkat Kemiskinan
6.5. Pembangunan Manusia
6.6. Pemerataan Penduduk
KETENAGAKERJAANDAN KESEJAHTERAAN
BAB VI
101
104
104
106
107
108
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV 2016
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggeluaran
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
7.2. Prospek Inflasi Triwulan IV 2016
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
BAB VII
111
111
113
114
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALAGUSTUS
2016
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%,
yoy)
Tabel 1.2 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 menurut
Penggunaan (Rp Miliar)
Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut
Penggunaan (Rp Miliar)
Tabel 1.4 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah
menurut Penggunaan (%, YOY)
Tabel 1.5 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 menurut
Lapangan Usaha (Rp Miliar)
Tabel 1.6 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut
Lapangan Usaha (Rp Miliar)
Tabel 1.7 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah
menurut Lapangan Usaha (%, YOY)
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2016 (Rp Miliar)
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan II tahun 2015 & 2016
Tabel 2.3 Realisasi Belanja triwulan II 2015 & 2016
Tabel 2.4 Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan II 2015 &
2016 per Jenis Belanja (Rp Miliar)
Tabel 3.1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
Tabel 3.2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
Tabel 3.3 Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 3.5 Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Bahan
Makanan (%, yoy)
Tabel 3.6 Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok & Tembakau (%, yoy)
Tabel 3.7 Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Transportasi,
Komunikasi dan Jasa keuangan (%, yoy)
Grafik 1.34 Pertumbuhan PDRB Total Impor (Luar Negeri &
Antardaerah)
Grafik 1.35 Perkembangan Impor Jawa Tengah
Grafik 1.36 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah
Grafik 1.37 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
Grafik 1.38 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.39 Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 1.40 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
Grafik 1.41 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.42 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.43 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
Grafik 1.44 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan
Pertumbuhan PDRB Pertanian
Grafik 1.45 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian
Grafik 1.46 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di
Jawa Tengah
Grafik 1.47 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di
Jawa Tengah
Grafik 1.48 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.49 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
Grafik 1.50 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan
Pertumbuhan PDRB Industri pengolahan
Grafik 1.51 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri Pengolahan
Grafik 1.52 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku
Jawa Tengah
Grafik 1.53 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Berdasarkan Skala Usaha
Grafik 1.54 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro
dan Kecil berdasarkan Sektor (%, yoy)
Grafik 1.55 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar
dan Sedang berdasarkan Sektor
Grafik 1.56 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran
dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Grafik 1.57 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHR dan
Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Grafik 1.58 Pertumbuhan dan NPL Kredit Perdagangan Besar
dan Eceran
Grafik 1.59 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok
Komoditas
Grafik 2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2015 dan T.A. 2016
Grafik 2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2015 dan
T.A. 2016
Grafik 2.3 Realisasi Pendapatan Daerah
Grafik 2.4 Realisasi Belanja Daerah
Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan II 2016
Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan II 2016
Grafik 2.8 Pertumbuhan Tahunan Belanja Bagi Hasil kepada
Kabupaten/Kota dan PAD
Grafik 2.9 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2016
Berdasarkan Jenis Belanja
Grafik 2.10 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2016
Berdasarkan Jenis Belanja
vii
17
17
17
18
18
18
19
19
19
20
21
21
21
21
21
22
22
22
22
23
24
24
24
25
25
25
39
39
40
40
41
41
42
42
44
44
Grafik
Grafik 1.19 Pertumbuhan Realisasi Belanja Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.20 Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.21 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.22 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto
Grafik 1.23 Pertumbuhan Tahunan Kredit Investasi dan
Rata-Rata Tertimbang (RRT) Suku Bunga Kredit Investasi
Grafik 1.24 Perkembangan SBT Realisasi Investasi
(SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
Grafik 1.25 Perkembangan SBT Realisasi Investasi
Berdasarkan Sektor Usaha (SKDU)
Grafik 1.26 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor
Barang Modal & Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 1.27 Pertumbuhan Total Ekspor (Luar Negeri &
Antardaerah)
Grafik 1.28 Perkembangan Nilai Ekspor Tekstil dan Produk
Tekstil (TPT)
Grafik 1.29 Perkembangan Volume Ekspor Tekstil dan
Produk Tekstil (TPT)
Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Ekspor Barang dari Kayu
Grafik 1.31 Perkembangan Volume Ekspor Barang dari
Kayu
Grafik 1.32 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan
Negara Tujuan
Grafik 1.33 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan
Negara Tujuan
vi
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa,
dan Nasional
Grafik 1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa
berdasarkan Provinsi
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal dan
Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran
Kliring Harian dan Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.6 Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit
Perbankan dan Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.7 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 1.8 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan Tahunan
Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Grafik 1.11 Keyakinan Konsumen Terhadap Ekonomi Saat
Ini
Grafik 1.12 Pertumbuhan DPK Perseorangan dan PDRB
Konsumsi
Grafik 1.13 Perkembangan Kredit Konsumsi dan
Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.14 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan
Jenis Konsumsi
Grafik 1.15 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi
Nonmigas dan Nilai Tukar
Grafik 1.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani (Rata-Rata
Triwulanan)
Grafik 1.17 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT
Grafik 1.18 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah
07
07
07
08
08
08
09
10
10
10
10
11
11
11
12
12
12
12
13
13
13
13
13
14
14
15
15
16
16
16
16
16
16
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
AGUSTUS
2016
Grafik 1.34 Pertumbuhan PDRB Total Impor (Luar Negeri &
Antardaerah)
Grafik 1.35 Perkembangan Impor Jawa Tengah
Grafik 1.36 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah
Grafik 1.37 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
Grafik 1.38 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.39 Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 1.40 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
Grafik 1.41 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.42 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.43 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
Grafik 1.44 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan
Pertumbuhan PDRB Pertanian
Grafik 1.45 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian
Grafik 1.46 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di
Jawa Tengah
Grafik 1.47 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di
Jawa Tengah
Grafik 1.48 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.49 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
Grafik 1.50 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan
Pertumbuhan PDRB Industri pengolahan
Grafik 1.51 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri Pengolahan
Grafik 1.52 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku
Jawa Tengah
Grafik 1.53 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Berdasarkan Skala Usaha
Grafik 1.54 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro
dan Kecil berdasarkan Sektor (%, yoy)
Grafik 1.55 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar
dan Sedang berdasarkan Sektor
Grafik 1.56 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran
dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Grafik 1.57 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHR dan
Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Grafik 1.58 Pertumbuhan dan NPL Kredit Perdagangan Besar
dan Eceran
Grafik 1.59 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok
Komoditas
Grafik 2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2015 dan T.A. 2016
Grafik 2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2015 dan
T.A. 2016
Grafik 2.3 Realisasi Pendapatan Daerah
Grafik 2.4 Realisasi Belanja Daerah
Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan II 2016
Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan II 2016
Grafik 2.8 Pertumbuhan Tahunan Belanja Bagi Hasil kepada
Kabupaten/Kota dan PAD
Grafik 2.9 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2016
Berdasarkan Jenis Belanja
Grafik 2.10 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2016
Berdasarkan Jenis Belanja
vii
17
17
17
18
18
18
19
19
19
20
21
21
21
21
21
22
22
22
22
23
24
24
24
25
25
25
39
39
40
40
41
41
42
42
44
44
Grafik
Grafik 1.19 Pertumbuhan Realisasi Belanja Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.20 Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.21 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.22 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto
Grafik 1.23 Pertumbuhan Tahunan Kredit Investasi dan
Rata-Rata Tertimbang (RRT) Suku Bunga Kredit Investasi
Grafik 1.24 Perkembangan SBT Realisasi Investasi
(SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
Grafik 1.25 Perkembangan SBT Realisasi Investasi
Berdasarkan Sektor Usaha (SKDU)
Grafik 1.26 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor
Barang Modal & Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 1.27 Pertumbuhan Total Ekspor (Luar Negeri &
Antardaerah)
Grafik 1.28 Perkembangan Nilai Ekspor Tekstil dan Produk
Tekstil (TPT)
Grafik 1.29 Perkembangan Volume Ekspor Tekstil dan
Produk Tekstil (TPT)
Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Ekspor Barang dari Kayu
Grafik 1.31 Perkembangan Volume Ekspor Barang dari
Kayu
Grafik 1.32 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan
Negara Tujuan
Grafik 1.33 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan
Negara Tujuan
vi
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa,
dan Nasional
Grafik 1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa
berdasarkan Provinsi
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal dan
Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran
Kliring Harian dan Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.6 Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit
Perbankan dan Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.7 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 1.8 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan Tahunan
Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Grafik 1.11 Keyakinan Konsumen Terhadap Ekonomi Saat
Ini
Grafik 1.12 Pertumbuhan DPK Perseorangan dan PDRB
Konsumsi
Grafik 1.13 Perkembangan Kredit Konsumsi dan
Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.14 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan
Jenis Konsumsi
Grafik 1.15 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi
Nonmigas dan Nilai Tukar
Grafik 1.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani (Rata-Rata
Triwulanan)
Grafik 1.17 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT
Grafik 1.18 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah
07
07
07
08
08
08
09
10
10
10
10
11
11
11
12
12
12
12
13
13
13
13
13
14
14
15
15
16
16
16
16
16
16
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
AGUSTUS
2016
Grafik 4.1. Hasil SKDU Jawa Tengah
Grafik 4.2 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja
Jawa Tengah
Grafik 4.3. Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa
Tengah
Grafik 4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa
Tengah
Grafik 4.5 Perkembangan Inventory Turnover Korporasi Jawa
Tengah
Grafik 4.6 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa
Tengah
Grafik 4.7 Perkembangan TA/TL Jawa Tengah
Grafik 4.8 Perkembangan Debt Equity Ratio (DER) Jawa
Tengah
Grafik 4.9 Perkembangan Current Ratio Korporasi Jawa
Tengah
Grafik 4.10 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Industri Pengolahan
Grafik 4.11 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Pertanian
Grafik 4.12 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran
Grafik 4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan
dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.14 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan
Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.15 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan
dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.16 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan
Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.17 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 4.18 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 4.19 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 4.20 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di
Pulau Jawa
Grafik 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 4.22 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 4.24 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.25 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.26 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.28 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.29 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
ix
70
70
70
70
70
71
71
71
71
72
72
72
73
73
74
74
75
75
75
75
76
76
78
78
79
79
80
80
80
Grafik
Grafik 3.18 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Grafik 3.19 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti
Traded
Grafik 3.20 Inflasi Tahunan Triwulan II 2016
Grafik 3.21 Perkembangan Inflasi Tahunan
Grafik 3.22 Inflasi Tahunan Enam Kota
Grafik 3.23 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per
Kelompok Tw II 2016
Grafik 3.24 Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota
2016
Grafik 3.25 Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2016
Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Tahunan Cilacap
Grafik 3.27 Disagregasi Inflasi Triwulanan Cilacap
Grafik 3.28 Disagregasi Inflasi Tahunan Purwokerto
Grafik 3.29 Disagregasi Inflasi Triwulanan Purwokerto
Grafik 3.30 Disagregasi Inflasi Tahunan Kudus
Grafik 3.31 Disagregasi Inflasi Triwulanan Kudus
Grafik 3.32 Disagregasi Inflasi Tahunan Surakarta
Grafik 3.33 Disagregasi Inflasi Triwulanan Surakarta
Grafik 3.34 Disagregasi Inflasi Tahunan Semarang
Grafik 3.35 Disagregasi Inflasi Triwulanan Semarang
Grafik 3.36 Disagregasi Inflasi Tahunan Tegal
Grafik 3.37 Disagregasi Inflasi Triwulanan Tegal
Grafik 3.38 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Konsumen
Grafik 3.39 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Pedagang Eceran
viii
Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan
Nasional
Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa
Tengah
Grafik 3.3 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa
Grafik 3.4 Inflasi Bulanan Provinsi di Jawa
Grafik 3.5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah
2012-2016
Grafik 3.6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok
Volatile Foods 2011-2015 Tw II 2016
Grafik 3.10 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Volatile Foods 2011-2015 Tw II 2016
Grafik 3.11 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Volatile Food
Grafik 3.12 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi
Tahunan Kelompok Volatile Food
Grafik 3.13 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Administered Prices Triwulan I 2016
Grafik 3.14 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Administered Prices
Grafik 3.15 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Inti Triwulan II
Grafik 3.16 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan
Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Non Traded
Grafik 3.17 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap
Kenaikan Harga
47
47
47
47
48
48
51
51
52
52
52
52
52
52
53
53
53
53
54
55
55
55
55
55
55
56
56
56
56
57
57
58
58
58
58
59
59
61
61
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
AGUSTUS
2016
Grafik 4.1. Hasil SKDU Jawa Tengah
Grafik 4.2 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja
Jawa Tengah
Grafik 4.3. Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa
Tengah
Grafik 4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa
Tengah
Grafik 4.5 Perkembangan Inventory Turnover Korporasi Jawa
Tengah
Grafik 4.6 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa
Tengah
Grafik 4.7 Perkembangan TA/TL Jawa Tengah
Grafik 4.8 Perkembangan Debt Equity Ratio (DER) Jawa
Tengah
Grafik 4.9 Perkembangan Current Ratio Korporasi Jawa
Tengah
Grafik 4.10 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Industri Pengolahan
Grafik 4.11 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Pertanian
Grafik 4.12 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran
Grafik 4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan
dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.14 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan
Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.15 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan
dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.16 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan
Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.17 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 4.18 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 4.19 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 4.20 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di
Pulau Jawa
Grafik 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 4.22 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 4.24 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.25 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.26 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.28 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.29 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
ix
70
70
70
70
70
71
71
71
71
72
72
72
73
73
74
74
75
75
75
75
76
76
78
78
79
79
80
80
80
Grafik
Grafik 3.18 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Grafik 3.19 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti
Traded
Grafik 3.20 Inflasi Tahunan Triwulan II 2016
Grafik 3.21 Perkembangan Inflasi Tahunan
Grafik 3.22 Inflasi Tahunan Enam Kota
Grafik 3.23 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per
Kelompok Tw II 2016
Grafik 3.24 Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota
2016
Grafik 3.25 Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2016
Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Tahunan Cilacap
Grafik 3.27 Disagregasi Inflasi Triwulanan Cilacap
Grafik 3.28 Disagregasi Inflasi Tahunan Purwokerto
Grafik 3.29 Disagregasi Inflasi Triwulanan Purwokerto
Grafik 3.30 Disagregasi Inflasi Tahunan Kudus
Grafik 3.31 Disagregasi Inflasi Triwulanan Kudus
Grafik 3.32 Disagregasi Inflasi Tahunan Surakarta
Grafik 3.33 Disagregasi Inflasi Triwulanan Surakarta
Grafik 3.34 Disagregasi Inflasi Tahunan Semarang
Grafik 3.35 Disagregasi Inflasi Triwulanan Semarang
Grafik 3.36 Disagregasi Inflasi Tahunan Tegal
Grafik 3.37 Disagregasi Inflasi Triwulanan Tegal
Grafik 3.38 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Konsumen
Grafik 3.39 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Pedagang Eceran
viii
Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan
Nasional
Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa
Tengah
Grafik 3.3 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa
Grafik 3.4 Inflasi Bulanan Provinsi di Jawa
Grafik 3.5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah
2012-2016
Grafik 3.6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok
Volatile Foods 2011-2015 Tw II 2016
Grafik 3.10 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Volatile Foods 2011-2015 Tw II 2016
Grafik 3.11 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Volatile Food
Grafik 3.12 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi
Tahunan Kelompok Volatile Food
Grafik 3.13 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Administered Prices Triwulan I 2016
Grafik 3.14 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Administered Prices
Grafik 3.15 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Inti Triwulan II
Grafik 3.16 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan
Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Non Traded
Grafik 3.17 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap
Kenaikan Harga
47
47
47
47
48
48
51
51
52
52
52
52
52
52
53
53
53
53
54
55
55
55
55
55
55
56
56
56
56
57
57
58
58
58
58
59
59
61
61
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
AGUSTUS
2016
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring
dan IKK SK
Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah
Pengiriman
Grafik 5.4 PangsaNominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah
Pengiriman
Grafik 5.5 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal
melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal
Berdasarkan Wilayah
Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal
Berdasarkan Wilayah
Grafik 5.8 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak
Layak Edar
Grafik 5.9 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
Grafik 5.10 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan
Grafik 5.11 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan
Wisatawan Asing di Jawa Tengah
Grafik 5.12 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVA
Bukan Bank di Jawa Tengah
Grafik 5.13 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
Grafik 5.14 Realitas Jumlah Agen LKD
Grafik 6.1 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan
Saat Ini
Grafik 6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan
Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 6.3 Perkembangan NTP Subsektor Tanaman Pangan
dalam 4 Tahun Terakhir
Grafik 6.4 NTP dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian
Grafik 6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Grafik 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 6.7 Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 6.8 Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 6.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa
Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)
Grafik 6.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 6.11 Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan
Nasional
Grafik 6.12 Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah
Grafik 7.1 Proyeks Inflasi Triwulan III 2016
xi
98
98
102
102
103
104
105
105
105
105
106
107
108
108
115
93
94
94
95
96
96
96
96
96
97
97
Grafik
Gra fik 4.30 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.31 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.32 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.33 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.34 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.35 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset
Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 4.36 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di
Pulau Jawa
Grafik 4.37 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan
Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 4.38 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di
Pulau Jawa
Grafik 4.39 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di
Jawa Tengah
Grafik 4.40 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di
Jawa Tengah
Grafik 4.41 Pangsa DPK BPR di Jawa Tengah
Grafik 4.42 Perkembangan Pertumbuhan Kredit BPR Jawa
Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 4.43 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan
Jenis Penggunaan
Grafik 4.44 Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah
Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 4.45 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan
Sektor Ekonomi
Grafik 4.46 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah
Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 4.47 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah
Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 4.48 Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah
Grafik 4.49. Perbandingan Pertumbuhan Kredit UMKM
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 4.50. Perbandingan NPL Kredit UMKM Beberapa
Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 4.51 Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 4.52 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Grafik 4.53 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar
Sektor
Grafik 4.54 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasar Sektor
Grafik 4.55 Perkembangan Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Penggunaan
Grafik 4.56 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Penggunaan
Grafik 4.57 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
Grafik 4.58 Realisasi Jumlah Agen LKD
Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring
Harian di Jawa Tengah
x
81
81
81
82
82
83
83
83
83
84
84
84
85
85
85
85
86
86
86
87
87
87
87
88
88
88
88
89
89
93
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
AGUSTUS
2016
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring
dan IKK SK
Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah
Pengiriman
Grafik 5.4 PangsaNominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah
Pengiriman
Grafik 5.5 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal
melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal
Berdasarkan Wilayah
Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal
Berdasarkan Wilayah
Grafik 5.8 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak
Layak Edar
Grafik 5.9 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
Grafik 5.10 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan
Grafik 5.11 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan
Wisatawan Asing di Jawa Tengah
Grafik 5.12 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVA
Bukan Bank di Jawa Tengah
Grafik 5.13 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
Grafik 5.14 Realitas Jumlah Agen LKD
Grafik 6.1 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan
Saat Ini
Grafik 6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan
Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 6.3 Perkembangan NTP Subsektor Tanaman Pangan
dalam 4 Tahun Terakhir
Grafik 6.4 NTP dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian
Grafik 6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Grafik 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 6.7 Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 6.8 Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 6.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa
Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)
Grafik 6.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 6.11 Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan
Nasional
Grafik 6.12 Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah
Grafik 7.1 Proyeks Inflasi Triwulan III 2016
xi
98
98
102
102
103
104
105
105
105
105
106
107
108
108
115
93
94
94
95
96
96
96
96
96
97
97
Grafik
Gra fik 4.30 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.31 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.32 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.33 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.34 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.35 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset
Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 4.36 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di
Pulau Jawa
Grafik 4.37 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan
Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 4.38 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di
Pulau Jawa
Grafik 4.39 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di
Jawa Tengah
Grafik 4.40 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di
Jawa Tengah
Grafik 4.41 Pangsa DPK BPR di Jawa Tengah
Grafik 4.42 Perkembangan Pertumbuhan Kredit BPR Jawa
Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 4.43 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan
Jenis Penggunaan
Grafik 4.44 Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah
Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 4.45 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan
Sektor Ekonomi
Grafik 4.46 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah
Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 4.47 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah
Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 4.48 Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah
Grafik 4.49. Perbandingan Pertumbuhan Kredit UMKM
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 4.50. Perbandingan NPL Kredit UMKM Beberapa
Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 4.51 Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 4.52 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Grafik 4.53 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar
Sektor
Grafik 4.54 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasar Sektor
Grafik 4.55 Perkembangan Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Penggunaan
Grafik 4.56 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Penggunaan
Grafik 4.57 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
Grafik 4.58 Realisasi Jumlah Agen LKD
Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring
Harian di Jawa Tengah
x
81
81
81
82
82
83
83
83
83
84
84
84
85
85
85
85
86
86
86
87
87
87
87
88
88
88
88
89
89
93
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
AGUSTUS
2016
A. PDRB & Inflasi
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
20132014
I II III IV2014
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
Investasi
Total Ekspor
Total Impor
Ekspor
-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
5,73
-1,69
7,00
7,77
1,30
6,11
5,66
6,97
6,23
5,32
10,54
3,34
8,89
8,21
0,73
9,85
12,99
7,91
4,26
22,45
1,05
3,14
1,13
-4,18
1.500
741
1.398
871
111,32
111,37
110,11
110,96
108,69
116,87
113,36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
3,94
-3,12
4,65
5,83
8,22
3,15
4,18
2,70
5,01
6,40
10,96
3,70
7,85
6,83
-2,86
11,43
13,46
8,58
4,19
16,26
-9,68
6,39
-0,12
-8,64
1.604
681
1.559
1.086
112,27
111,90
110,78
112,15
108,95
117,48
114,85
7.26
6.42
6.63
7.13
5.68
9.54
9.65
5,82
1,57
6,02
7,30
5,64
2,96
2,76
5,71
7,94
9,48
12,39
4,96
5,29
7,57
-0,41
12,28
11,81
9,11
4,65
3,43
7,91
5,74
1,96
2,43
1.451
697
1.479
882
113,84
113,03
112,06
113,77
110,64
119,09
117,07
5.00
4.18
4.65
4.84
3.78
6.31
7.67
5,63
-0,64
8,37
5,67
-0,12
1,65
4,96
3,57
16,46
9,08
18,09
4,66
6,85
10,61
5,67
7,60
7,11
8,41
4,11
-5,27
6,62
1,52
-0,37
-5,73
1.542
658
1.684
1.006
118,60
117,36
116,84
118,73
114,73
124,16
121,18
8,22
7,09
8,01
8,53
7,40
8,59
8,19
5,28
-0,95
6,50
6,62
3,72
3,45
4,38
4,71
8,97
7,58
13,00
4,16
7,19
8,31
0,78
10,17
11,20
8,50
4,31
8,62
2,19
4,16
0,65
-4,19
6.097
2.776
6.120
3.845
118,60
117,36
116,84
118,73
114,73
124,16
121,18
8,22
7,09
8,01
8,53
7,40
8,59
8,19
2015
5,64
3,92
1,15
5,86
-6,13
1,96
4,19
3,14
12,01
8,59
11,57
7,31
6,72
11,56
3,97
10,11
9,35
8,34
4,37
-9,66
2,83
6,26
20,15
13,10
1.547
585
1.555
1.210
117,65
116,48
115,69
117,66
114,42
116,87
120,74
5,68
4,59
5,07
6,04
5,27
5,42
6,51
I
xiiiTABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
5,06
7,29
2,20
3,79
-1,59
3,13
5,30
3,24
9,72
6,48
8,51
2,37
7,02
10,45
7,85
9,25
4,45
-1,09
4,27
-12,33
2,71
3,37
12,43
6,12
1.642
774
1.427
1.158
119,18
117,88
117,15
119,26
116,17
117,48
121,85
6,15
5,34
5,75
6,34
6,63
6,17
6,09
II III
5,00
4,62
6,04
4,30
-5,08
-0,24
7,08
2,16
6,71
6,34
9,50
8,98
8,75
10,93
6,23
6,90
6,96
1,57
4,34
3,03
5,19
3,96
14,05
5,88
1.484
797
1.156
930
120,42
119,00
117,97
120,46
117,53
126,93
123,42
5,78
5,28
5,27
5,88
6,23
6,58
5,42
IV
6,08
6,87
4,72
4,56
-0,64
1,71
7,35
8,25
3,89
7,03
8,65
13,72
7,81
6,17
3,37
2,77
7,47
4,11
4,82
8,05
3,63
7,03
-1,91
-7,82
1.533
702
1.339
1.191
121,84
120,32
119,83
121,77
119,26
128,23
124,37
2,73
2,52
2,56
2,56
3,95
3,28
2,63
2015
5,44
5,60
3,59
4,62
-3,34
1,63
6,00
4,17
7,90
7,09
9,53
8,10
7,59
9,72
5,31
7,08
7,05
3,21
4,45
-3,15
3,71
5,15
11,09
3,68
6.206
2.858
5.476
4.488
121,84
120,32
119,83
121,77
119,26
128,23
124,37
2,73
2,52
2,56
2,56
3,95
3,28
2,63
2016
4,98
-2,01
19,81
4,04
7,23
-2,61
6,72
6,99
6,79
6,01
9,07
8,59
7,64
8,65
4,22
9,19
10,09
4,69
4,76
8,60
2,96
5,42
-2,36
-4,36
1.579
780
1.259
1.028
122,60
121,31
120,82
122,35
120,13
129,16
125,32
4,21
4,15
4,43
3,99
4,99
4,83
3,79
I
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
5,75
-0,10
15,30
5,20
0,20
1,40
9,00
4,50
6,70
6,50
9,60
14,00
6,40
8,70
4,70
10,50
13,60
13,00
4,80
9,04
4,53
7,23
3,29
0,56
1.689
789
1.398
986
122,70
121,36
120,91
122,42
120,55
128,88
125,79
3,05
2,99
2,87
2,79
4,38
3,54
3,31
II
5,11
2,15
6,17
5,45
8,31
0,23
4,90
4,72
9,33
4,51
7,99
3,89
7,70
12,12
2,65
9,53
7,12
9,24
4,38
7,21
5,44
4,39
13,28
4,06
5.658
3.144
5.554
4.045
142,68
145,46
134,81
145,29
142,05
-
-
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
-
-
A. PDRB & Inflasi
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
20132014
I II III IV2014
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
Investasi
Total Ekspor
Total Impor
Ekspor
-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
5,73
-1,69
7,00
7,77
1,30
6,11
5,66
6,97
6,23
5,32
10,54
3,34
8,89
8,21
0,73
9,85
12,99
7,91
4,26
22,45
1,05
3,14
1,13
-4,18
1.500
741
1.398
871
111,32
111,37
110,11
110,96
108,69
116,87
113,36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
3,94
-3,12
4,65
5,83
8,22
3,15
4,18
2,70
5,01
6,40
10,96
3,70
7,85
6,83
-2,86
11,43
13,46
8,58
4,19
16,26
-9,68
6,39
-0,12
-8,64
1.604
681
1.559
1.086
112,27
111,90
110,78
112,15
108,95
117,48
114,85
7.26
6.42
6.63
7.13
5.68
9.54
9.65
5,82
1,57
6,02
7,30
5,64
2,96
2,76
5,71
7,94
9,48
12,39
4,96
5,29
7,57
-0,41
12,28
11,81
9,11
4,65
3,43
7,91
5,74
1,96
2,43
1.451
697
1.479
882
113,84
113,03
112,06
113,77
110,64
119,09
117,07
5.00
4.18
4.65
4.84
3.78
6.31
7.67
5,63
-0,64
8,37
5,67
-0,12
1,65
4,96
3,57
16,46
9,08
18,09
4,66
6,85
10,61
5,67
7,60
7,11
8,41
4,11
-5,27
6,62
1,52
-0,37
-5,73
1.542
658
1.684
1.006
118,60
117,36
116,84
118,73
114,73
124,16
121,18
8,22
7,09
8,01
8,53
7,40
8,59
8,19
5,28
-0,95
6,50
6,62
3,72
3,45
4,38
4,71
8,97
7,58
13,00
4,16
7,19
8,31
0,78
10,17
11,20
8,50
4,31
8,62
2,19
4,16
0,65
-4,19
6.097
2.776
6.120
3.845
118,60
117,36
116,84
118,73
114,73
124,16
121,18
8,22
7,09
8,01
8,53
7,40
8,59
8,19
2015
5,64
3,92
1,15
5,86
-6,13
1,96
4,19
3,14
12,01
8,59
11,57
7,31
6,72
11,56
3,97
10,11
9,35
8,34
4,37
-9,66
2,83
6,26
20,15
13,10
1.547
585
1.555
1.210
117,65
116,48
115,69
117,66
114,42
116,87
120,74
5,68
4,59
5,07
6,04
5,27
5,42
6,51
I
xiiiTABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
5,06
7,29
2,20
3,79
-1,59
3,13
5,30
3,24
9,72
6,48
8,51
2,37
7,02
10,45
7,85
9,25
4,45
-1,09
4,27
-12,33
2,71
3,37
12,43
6,12
1.642
774
1.427
1.158
119,18
117,88
117,15
119,26
116,17
117,48
121,85
6,15
5,34
5,75
6,34
6,63
6,17
6,09
II III
5,00
4,62
6,04
4,30
-5,08
-0,24
7,08
2,16
6,71
6,34
9,50
8,98
8,75
10,93
6,23
6,90
6,96
1,57
4,34
3,03
5,19
3,96
14,05
5,88
1.484
797
1.156
930
120,42
119,00
117,97
120,46
117,53
126,93
123,42
5,78
5,28
5,27
5,88
6,23
6,58
5,42
IV
6,08
6,87
4,72
4,56
-0,64
1,71
7,35
8,25
3,89
7,03
8,65
13,72
7,81
6,17
3,37
2,77
7,47
4,11
4,82
8,05
3,63
7,03
-1,91
-7,82
1.533
702
1.339
1.191
121,84
120,32
119,83
121,77
119,26
128,23
124,37
2,73
2,52
2,56
2,56
3,95
3,28
2,63
2015
5,44
5,60
3,59
4,62
-3,34
1,63
6,00
4,17
7,90
7,09
9,53
8,10
7,59
9,72
5,31
7,08
7,05
3,21
4,45
-3,15
3,71
5,15
11,09
3,68
6.206
2.858
5.476
4.488
121,84
120,32
119,83
121,77
119,26
128,23
124,37
2,73
2,52
2,56
2,56
3,95
3,28
2,63
2016
4,98
-2,01
19,81
4,04
7,23
-2,61
6,72
6,99
6,79
6,01
9,07
8,59
7,64
8,65
4,22
9,19
10,09
4,69
4,76
8,60
2,96
5,42
-2,36
-4,36
1.579
780
1.259
1.028
122,60
121,31
120,82
122,35
120,13
129,16
125,32
4,21
4,15
4,43
3,99
4,99
4,83
3,79
I
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
5,75
-0,10
15,30
5,20
0,20
1,40
9,00
4,50
6,70
6,50
9,60
14,00
6,40
8,70
4,70
10,50
13,60
13,00
4,80
9,04
4,53
7,23
3,29
0,56
1.689
789
1.398
986
122,70
121,36
120,91
122,42
120,55
128,88
125,79
3,05
2,99
2,87
2,79
4,38
3,54
3,31
II
5,11
2,15
6,17
5,45
8,31
0,23
4,90
4,72
9,33
4,51
7,99
3,89
7,70
12,12
2,65
9,53
7,12
9,24
4,38
7,21
5,44
4,39
13,28
4,06
5.658
3.144
5.554
4.045
142,68
145,46
134,81
145,29
142,05
-
-
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
-
-
INDIKATOR
Perbankan **)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan to Deposit ratio (%)
NPL Gross (%)
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kas (Rp Triliun)
-Inflow
-Outflow
xiv TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
2013 2014
I II III IV2014
167,40
23,73
90,60
53,07
176,61
92,35
25,60
58,66
105,51
1,98
530
14.547
57,35
37,21
168,74
25,09
85,30
58,34
178,54
93,34
26,91
58,29
105,81
2,17
530
14.275
15,47
6,27
178,42
30,20
86,95
61,27
187,36
99,04
28,06
60,26
105,01
2,19
573
15.156
14,31
8,95
185,79
30,94
90,47
64,38
191,87
103,87
27,70
60,30
103,27
2,22
579
14.225
20,52
14,69
188,11
24,83
97,60
65,68
198,15
106,38
29,06
62,71
105,33
2,23
583
14.203
12,02
9,20
188,11
24,83
97,60
65,68
198,15
106,38
29,06
62,71
105,33
2,23
567
14.459
62,32
39,11
2015
I
193,01
30,53
92,25
70,32
198,84
106,81
28,76
63,27
102,97
2,47
551
13.963
18,18
5,58
II
201,05
33,56
93,21
74,28
205,20
111,00
29,70
64,49
102,06
2,90
559
14.053
14,91
12,62
III
213,68
34,55
99,31
79,81
209,81
112,60
31,54
65,67
98,19
2,96
595
14.179
25,55
16,95
IV
216,17
29,69
109,04
77,44
216,71
115,80
34,31
66,60
100,25
3,02
721
16.254
12,59
11,69
2015
216,17
29,69
109,04
77,44
216,71
115,80
34,31
66,60
100,25
3,02
721
16.254
12,59
11,69
2016
217,92
33,75
104,36
79,82
217,89
115,89
35,49
66,51
99,99
3,22
853
18.817
18,75
7,01
I
INDIKATOR
2013 2014
I II III IV2014
2015
I II III IV2015
2016
I
C. Sistem Pembayaran
Transaksi Kliring
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
947
19.694
12,45
23,06
II
225,02
31,14
112,08
81,80
226,15
120,94
36,68
68,53
100,50
3,43
II
RINGKASAN UMUM
INDIKATOR
Perbankan **)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan to Deposit ratio (%)
NPL Gross (%)
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kas (Rp Triliun)
-Inflow
-Outflow
xiv TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
2013 2014
I II III IV2014
167,40
23,73
90,60
53,07
176,61
92,35
25,60
58,66
105,51
1,98
530
14.547
57,35
37,21
168,74
25,09
85,30
58,34
178,54
93,34
26,91
58,29
105,81
2,17
530
14.275
15,47
6,27
178,42
30,20
86,95
61,27
187,36
99,04
28,06
60,26
105,01
2,19
573
15.156
14,31
8,95
185,79
30,94
90,47
64,38
191,87
103,87
27,70
60,30
103,27
2,22
579
14.225
20,52
14,69
188,11
24,83
97,60
65,68
198,15
106,38
29,06
62,71
105,33
2,23
583
14.203
12,02
9,20
188,11
24,83
97,60
65,68
198,15
106,38
29,06
62,71
105,33
2,23
567
14.459
62,32
39,11
2015
I
193,01
30,53
92,25
70,32
198,84
106,81
28,76
63,27
102,97
2,47
551
13.963
18,18
5,58
II
201,05
33,56
93,21
74,28
205,20
111,00
29,70
64,49
102,06
2,90
559
14.053
14,91
12,62
III
213,68
34,55
99,31
79,81
209,81
112,60
31,54
65,67
98,19
2,96
595
14.179
25,55
16,95
IV
216,17
29,69
109,04
77,44
216,71
115,80
34,31
66,60
100,25
3,02
721
16.254
12,59
11,69
2015
216,17
29,69
109,04
77,44
216,71
115,80
34,31
66,60
100,25
3,02
721
16.254
12,59
11,69
2016
217,92
33,75
104,36
79,82
217,89
115,89
35,49
66,51
99,99
3,22
853
18.817
18,75
7,01
I
INDIKATOR
2013 2014
I II III IV2014
2015
I II III IV2015
2016
I
C. Sistem Pembayaran
Transaksi Kliring
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
947
19.694
12,45
23,06
II
225,02
31,14
112,08
81,80
226,15
120,94
36,68
68,53
100,50
3,43
II
RINGKASAN UMUM
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2016 tumbuh sebesar
5,75% (yoy); meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang tumbuh
4,98% (yoy), maupun pertumbuhan triwulan II 2015 yang sebesar
5,06% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan laporan
masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang
meningkat dari 4,92% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 5,18% (yoy)
pada triwulan II 2016; maupun pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa
yang meningkat dari 5,31% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 5,73%
(yoy) pada triwulan laporan.
Dari sisi pengeluaran, perbaikan terutama disumbang oleh komponen
konsumsi, investasi, dan ekspor (luar negeri dan antardaerah).
Sementara itu, sebagai elemen pengurang, impor (luar negeri dan
antardaerah) mengalami peningkatan dan menjadi penahan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
Dari sisi lapangan usaha, peningkatan terutama berasal dari lapangan
usaha industri pengolahan. Lapangan usaha pertanian, kehutanan,
dan perikanan tercatat masih mengalami kontraksi walaupun tidak
sedalam triwulan sebelumnya. Sementara itu, lapangan usaha
perdagangan tumbuh melambat dibandingkan triwulan lalu.
01
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AHPerkembangan Ekonomi Makro Daerah
Persentase realisasi pendapatan mengalami penurunan, sementara
persentase realisasi belanja meningkat. Realisasi pendapatan triwulan
laporan sebesar 43,76% dari APBD 2016, lebih rendah dibandingkan
serapan pendapatan triwulan II 2015 yang sebesar 44,71%.
Sementara itu, realisasi belanja triwulan II 2016 sebesar 34,39% dari
APBD 2016, lebih baik dibandingkan triwulan II 2015 sebesar 33,53%
dari APBD-P 2015.
Melambatnya persentase realisasi pendapatan utamanya masih
berasal dari rendahnya penerimaan pajak daerah seiring menurunnya
pertumbuhan jumlah kendaraan baru. Peningkatan realisasi belanja
berasal dari belanja pegawai yang meningkat di tengah pembayaran
Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13. Peningkatan ini juga
disumbang oleh akselerasi belanja modal yang meningkat seiring
adanya perbaikan infrastruktur jelang Idul Fitri.
Keuangan Pemerintah
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2016 tumbuh sebesar
5,75% (yoy); meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang tumbuh
4,98% (yoy), maupun pertumbuhan triwulan II 2015 yang sebesar
5,06% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan laporan
masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang
meningkat dari 4,92% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 5,18% (yoy)
pada triwulan II 2016; maupun pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa
yang meningkat dari 5,31% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 5,73%
(yoy) pada triwulan laporan.
Dari sisi pengeluaran, perbaikan terutama disumbang oleh komponen
konsumsi, investasi, dan ekspor (luar negeri dan antardaerah).
Sementara itu, sebagai elemen pengurang, impor (luar negeri dan
antardaerah) mengalami peningkatan dan menjadi penahan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
Dari sisi lapangan usaha, peningkatan terutama berasal dari lapangan
usaha industri pengolahan. Lapangan usaha pertanian, kehutanan,
dan perikanan tercatat masih mengalami kontraksi walaupun tidak
sedalam triwulan sebelumnya. Sementara itu, lapangan usaha
perdagangan tumbuh melambat dibandingkan triwulan lalu.
01
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AHPerkembangan Ekonomi Makro Daerah
Persentase realisasi pendapatan mengalami penurunan, sementara
persentase realisasi belanja meningkat. Realisasi pendapatan triwulan
laporan sebesar 43,76% dari APBD 2016, lebih rendah dibandingkan
serapan pendapatan triwulan II 2015 yang sebesar 44,71%.
Sementara itu, realisasi belanja triwulan II 2016 sebesar 34,39% dari
APBD 2016, lebih baik dibandingkan triwulan II 2015 sebesar 33,53%
dari APBD-P 2015.
Melambatnya persentase realisasi pendapatan utamanya masih
berasal dari rendahnya penerimaan pajak daerah seiring menurunnya
pertumbuhan jumlah kendaraan baru. Peningkatan realisasi belanja
berasal dari belanja pegawai yang meningkat di tengah pembayaran
Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13. Peningkatan ini juga
disumbang oleh akselerasi belanja modal yang meningkat seiring
adanya perbaikan infrastruktur jelang Idul Fitri.
Keuangan Pemerintah
Realisasi APBN secara keseluruhan mengalami
peningkatan. Pada triwulan II 2016, realisasi APBN
tercatat sebesar Rp13,35 triliun atau 39,87%,
meningkat dibandingkan triwulan II 2015 yang sebesar
Rp8,86 triliun atau 24,67% dari APBN Provinsi Jawa
Tengah 2015. Realisasi belanja pada triwulan II 2016
terutama didorong dari belanja pegawai, yakni sebesar
55,38% dari total belanja. Sementara itu, belanja
barang memiliki peran 29,36% dari total realisasi
belanja, diikuti oleh belanja modal (14,83%), dan
belanja bantuan sosial (0,43%).
02
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Perkembangan Inflasi Daerah
Inflasi pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 2,96%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 4,21% (yoy) dan inflasi nasional yang
sebesar 3,45% (yoy). Secara spasial wilayah Jawa,
inflasi tahunan Provinsi Jawa Tengah pada periode
laporan berada di posisi ketiga terendah setelah Provinsi
Jawa Timur dan DIY. Inflasi tahunan ini lebih rendah
dibandingkan inflasi tahunan Kawasan Jawa.
Sementara itu, inflasi tahun kalender Jawa Tengah
tercatat sebesar 0,71% (ytd) yang mencatatkan level
terendah di Kawasan Jawa.
Berdasarkan disagregasinya, perlambatan perbaikan
inflasi terjadi pada kelompok volatile food dan
administered prices. Inflasi kelompok volatile food
melambat menjadi 7,98% (yoy), dari sebelumnya
10,49% (yoy). Begitu pula dengan kelompok
administered prices yang menurun dari inflasi 3,04%
(yoy) menjadi deflasi 1,07% (yoy) pada triwulan
laporan. Sementara itu, kelompok inti (core) terpantau
stabil. Kelompok ini mencatatkan angka inflasi 2,68%
(yoy), yang pada triwulan sebelumnya tercatat 2,63%
(yoy).
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III 2016
diperkirakan stabil. Faktor yang diperkirakan sedikit
mendorong peningkatan inflasi adalah biaya
pendidikan. Selain itu, terdapat tekanan inflasi yang
berasal dari meningkatnya permintaan seiring dengan
perayaan hari raya Idul Adha. Namun demikian,
peningkatan inflasi ini tertahan seiring memasuki masa
panen komoditas pertanian pada akhir triwulan III
2016. Hal ini ditambah dengan upaya pemerintah
memperbaiki distribusi logistik diperkirakan mampu
menjaga inflasi tetap terjaga. Inflasi triwulan III 2016
diperkirakan masih berada pada rentang sasaran
4±1%.
Stabilitas Keuangan Daerah,Pengembangan Akses Keuangan, dan UMKM
Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 mengalami peningkatan dibandingkan
dengan triwulan I 2016. Hal tersebut antara lain
tercermin dari peningkatan NPL perbankan Jawa
Tengah yang tercatat berada pada level 3,43%;
meningkat dibandingkan dengan NPL Jawa Tengah
pada triwulan lalu yang tercatat sebesar 3,22%. Namun
demikian, fungsi intermediasi perbankan Jawa Tengah
pada triwulan II 2016 mengalami peningkatan yang
tercermin dari pertumbuhan kredit yang lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan lalu. Pada triwulan II
2016, pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
tercatat sebesar 10,21% (yoy ) ; meningkat
dibandingkan triwulan I 2016 yang tercatat sebesar
9,58% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit tersebut
sejalan dengan perbaikan kinerja perekonomian Jawa
Tengah pada triwulan II 2016.
Peran perbankan dalam pembiayaan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) di Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan I 2016. Kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah
tercatat tumbuh 13,15% (yoy) di triwulan laporan, atau
meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu
yang sebesar 11,69% (yoy). Angka ini juga lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit UMKM
nasional triwulan II 2016 yang sebesar 8,28% (yoy).
03
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AHDibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Pulau
Jawa, pertumbuhan kredit UMKM Jawa Tengah
tersebut menempati posisi kedua setelah Banten
sebesar 19,87% (yoy). Sementara itu pertumbuhan
kredit UMKM wilayah lain di Pulau Jawa yaitu Jawa
Timur 11,95% (yoy), Jawa Barat 9,95% (yoy); DI
Yogyakarta 7,61% (yoy); DKI Jakarta -0,95% (yoy), dan
Banten 19,87% (yoy).
Dalam mendorong pengembangan akses keuangan
UMKM, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Jawa Tengah me lakukan in i s i a s i “P rogram
Pengembangan UMKM dalam Rangka Pengendalian
Inflasi Komoditas Bawang Putih di 8 (Delapan)
Kabupaten”. Program ini dilaksanakan bekerja sama
dengan berbagai pihak, khususnya Pemerintah Daerah
baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten terkait.
Pelibatan berbagai pihak ini merupakan salah satu
implementasi dari program “Sinergi Aksi untuk
Ekonomi Rakyat” yang dicanangkan Presiden RI di
Brebes.
Kegiatan sistem pembayaran di Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 menunjukkan pertumbuhan seiring
dengan meningkatnya aktivitas perekonomian pada
triwulan laporan. Hal ini dikonfirmasi oleh peningkatan
akt iv i tas s istem pembayaran nontunai yang
diselenggarakan Bank Indonesia melalui Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dibandingkan triwulan
sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal.
Pertumbuhan transaksi melalui kliring di Jawa Tengah
sejalan dengan pertumbuhan transaksi kliring secara
nasional.
Posisi net outflow yang tinggi pada periode laporan
sejalan dengan pola historisnya. Hal ini didorong oleh
peningkatan aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke
perbankan/masyarakat ke Bank Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan saat bulan Ramadhan dan Hari
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran danPengelolaan Uang Rupiah
Raya Idul Fitri, serta persiapan tahun ajaran baru
sekolah. Selain itu, kebutuhan uang tunai untuk
kegiatan konsumsi pemerintah maupun swasta juga
meningkat seiring dengan pencairan gaji ke-13
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pembayaran Tunjangan
Hari Raya (THR).
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan II
2016 relatif membaik, antara lain tercermin dari
persentase kemiskinan yang menurun serta Nilai Tukar
Petani (NTP) yang membaik.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2016
mengalami penurunan dibandingkan dengan periode
yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah
mengalami penurunan secara persentase menjadi
13,27% dari jumlah penduduk Jawa Tengah, menurun
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu
13,58% dari jumlah penduduk.
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2016
meningkat dibandingkan triwulan I 2016. Meskipun
masih mencatatkan defisit, NTP pada triwulan
pelaporan sebesar 99,64, atau mengalami perbaikan
tipis dibanding triwulan lalu yang mencapai 99,40.
Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di Jawa
Tengah mengalami penurunan. Pada Maret 2016,
Koefisien Gini Jawa Tengah tercatat sebesar 0,37; lebih
rendah dibandingkan periode tahun sebelumnya yang
sebesar 0,38 dan koefisien gini nasional yang sebesar
0,41.
Prospek Perekonomian Daerah
Tren perbaikan kinerja perekonomian di Jawa Tengah
diprakirakan masih berlanjut pada triwulan IV 2016.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan IV 2016 diprediksi lebih tinggi dibandingkan
triwulan III 2016. Peningkatan bersumber dari
Realisasi APBN secara keseluruhan mengalami
peningkatan. Pada triwulan II 2016, realisasi APBN
tercatat sebesar Rp13,35 triliun atau 39,87%,
meningkat dibandingkan triwulan II 2015 yang sebesar
Rp8,86 triliun atau 24,67% dari APBN Provinsi Jawa
Tengah 2015. Realisasi belanja pada triwulan II 2016
terutama didorong dari belanja pegawai, yakni sebesar
55,38% dari total belanja. Sementara itu, belanja
barang memiliki peran 29,36% dari total realisasi
belanja, diikuti oleh belanja modal (14,83%), dan
belanja bantuan sosial (0,43%).
02
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Perkembangan Inflasi Daerah
Inflasi pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 2,96%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 4,21% (yoy) dan inflasi nasional yang
sebesar 3,45% (yoy). Secara spasial wilayah Jawa,
inflasi tahunan Provinsi Jawa Tengah pada periode
laporan berada di posisi ketiga terendah setelah Provinsi
Jawa Timur dan DIY. Inflasi tahunan ini lebih rendah
dibandingkan inflasi tahunan Kawasan Jawa.
Sementara itu, inflasi tahun kalender Jawa Tengah
tercatat sebesar 0,71% (ytd) yang mencatatkan level
terendah di Kawasan Jawa.
Berdasarkan disagregasinya, perlambatan perbaikan
inflasi terjadi pada kelompok volatile food dan
administered prices. Inflasi kelompok volatile food
melambat menjadi 7,98% (yoy), dari sebelumnya
10,49% (yoy). Begitu pula dengan kelompok
administered prices yang menurun dari inflasi 3,04%
(yoy) menjadi deflasi 1,07% (yoy) pada triwulan
laporan. Sementara itu, kelompok inti (core) terpantau
stabil. Kelompok ini mencatatkan angka inflasi 2,68%
(yoy), yang pada triwulan sebelumnya tercatat 2,63%
(yoy).
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III 2016
diperkirakan stabil. Faktor yang diperkirakan sedikit
mendorong peningkatan inflasi adalah biaya
pendidikan. Selain itu, terdapat tekanan inflasi yang
berasal dari meningkatnya permintaan seiring dengan
perayaan hari raya Idul Adha. Namun demikian,
peningkatan inflasi ini tertahan seiring memasuki masa
panen komoditas pertanian pada akhir triwulan III
2016. Hal ini ditambah dengan upaya pemerintah
memperbaiki distribusi logistik diperkirakan mampu
menjaga inflasi tetap terjaga. Inflasi triwulan III 2016
diperkirakan masih berada pada rentang sasaran
4±1%.
Stabilitas Keuangan Daerah,Pengembangan Akses Keuangan, dan UMKM
Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 mengalami peningkatan dibandingkan
dengan triwulan I 2016. Hal tersebut antara lain
tercermin dari peningkatan NPL perbankan Jawa
Tengah yang tercatat berada pada level 3,43%;
meningkat dibandingkan dengan NPL Jawa Tengah
pada triwulan lalu yang tercatat sebesar 3,22%. Namun
demikian, fungsi intermediasi perbankan Jawa Tengah
pada triwulan II 2016 mengalami peningkatan yang
tercermin dari pertumbuhan kredit yang lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan lalu. Pada triwulan II
2016, pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
tercatat sebesar 10,21% (yoy ) ; meningkat
dibandingkan triwulan I 2016 yang tercatat sebesar
9,58% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit tersebut
sejalan dengan perbaikan kinerja perekonomian Jawa
Tengah pada triwulan II 2016.
Peran perbankan dalam pembiayaan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) di Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan I 2016. Kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah
tercatat tumbuh 13,15% (yoy) di triwulan laporan, atau
meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu
yang sebesar 11,69% (yoy). Angka ini juga lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit UMKM
nasional triwulan II 2016 yang sebesar 8,28% (yoy).
03
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AHDibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Pulau
Jawa, pertumbuhan kredit UMKM Jawa Tengah
tersebut menempati posisi kedua setelah Banten
sebesar 19,87% (yoy). Sementara itu pertumbuhan
kredit UMKM wilayah lain di Pulau Jawa yaitu Jawa
Timur 11,95% (yoy), Jawa Barat 9,95% (yoy); DI
Yogyakarta 7,61% (yoy); DKI Jakarta -0,95% (yoy), dan
Banten 19,87% (yoy).
Dalam mendorong pengembangan akses keuangan
UMKM, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Jawa Tengah me lakukan in i s i a s i “P rogram
Pengembangan UMKM dalam Rangka Pengendalian
Inflasi Komoditas Bawang Putih di 8 (Delapan)
Kabupaten”. Program ini dilaksanakan bekerja sama
dengan berbagai pihak, khususnya Pemerintah Daerah
baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten terkait.
Pelibatan berbagai pihak ini merupakan salah satu
implementasi dari program “Sinergi Aksi untuk
Ekonomi Rakyat” yang dicanangkan Presiden RI di
Brebes.
Kegiatan sistem pembayaran di Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 menunjukkan pertumbuhan seiring
dengan meningkatnya aktivitas perekonomian pada
triwulan laporan. Hal ini dikonfirmasi oleh peningkatan
akt iv i tas s istem pembayaran nontunai yang
diselenggarakan Bank Indonesia melalui Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dibandingkan triwulan
sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal.
Pertumbuhan transaksi melalui kliring di Jawa Tengah
sejalan dengan pertumbuhan transaksi kliring secara
nasional.
Posisi net outflow yang tinggi pada periode laporan
sejalan dengan pola historisnya. Hal ini didorong oleh
peningkatan aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke
perbankan/masyarakat ke Bank Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan saat bulan Ramadhan dan Hari
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran danPengelolaan Uang Rupiah
Raya Idul Fitri, serta persiapan tahun ajaran baru
sekolah. Selain itu, kebutuhan uang tunai untuk
kegiatan konsumsi pemerintah maupun swasta juga
meningkat seiring dengan pencairan gaji ke-13
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pembayaran Tunjangan
Hari Raya (THR).
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan II
2016 relatif membaik, antara lain tercermin dari
persentase kemiskinan yang menurun serta Nilai Tukar
Petani (NTP) yang membaik.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2016
mengalami penurunan dibandingkan dengan periode
yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah
mengalami penurunan secara persentase menjadi
13,27% dari jumlah penduduk Jawa Tengah, menurun
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu
13,58% dari jumlah penduduk.
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2016
meningkat dibandingkan triwulan I 2016. Meskipun
masih mencatatkan defisit, NTP pada triwulan
pelaporan sebesar 99,64, atau mengalami perbaikan
tipis dibanding triwulan lalu yang mencapai 99,40.
Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di Jawa
Tengah mengalami penurunan. Pada Maret 2016,
Koefisien Gini Jawa Tengah tercatat sebesar 0,37; lebih
rendah dibandingkan periode tahun sebelumnya yang
sebesar 0,38 dan koefisien gini nasional yang sebesar
0,41.
Prospek Perekonomian Daerah
Tren perbaikan kinerja perekonomian di Jawa Tengah
diprakirakan masih berlanjut pada triwulan IV 2016.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan IV 2016 diprediksi lebih tinggi dibandingkan
triwulan III 2016. Peningkatan bersumber dari
konsumsi rumah tangga yang meningkat pada akhir
tahun. Sejalan dengan itu, konsumsi pemerintah juga
mengalami peningkatan sejalan dengan puncak
realisasi belanja pada triwulan IV. Realisasi proyek
infrastruktur pemerintah, maupun investasi swasta pun
diperkirakan meningkat pada triwulan mendatang.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah pada 2016 diperkirakan masih
meneruskan tren peningkatan. Ekonomi Jawa Tengah
pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran
5,4% - 5,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan tahun 2015 yang tercatat sebesar 5,4%
(yoy).
Sejalan dengan peningkatan kinerja ekonomi, inflasi
tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV 2016
diperkirakan meningkat. Faktor utama yang
diperkirakan mendorong inflasi adalah penyesuaian
pada tarif administered prices, meliputi penyesuaian
Tarif Tenaga Listrik (TTL) hingga akhir tahun 2016 di
tengah tren kenaikan harga minyak dunia. Selain itu,
kenaikan juga terjadi pada tarif angkutan di tengah
perayaan Natal dan Tahun Baru. Momen akhir tahun
juga mendorong kenaikan komoditas core di tengah
membaiknya daya beli masyarakat. Sementara itu,
inflasi volatile food diperkirakan menurun seiring
dengan produksi panen padi dan hortikultura yang
diproyeksikan lebih baik dibandingkan tahun 2015.
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada tahun 2016 ini juga
diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2015
yang sebesar 2,73% (yoy). Pada tahun 2016 ini, terjadi
normalisasi efek basis akibat penyesuaian kenaikan
harga BBM pada tahun 2014. Meskipun demikian,
inflasi keseluruhan tahun 2016 diperkirakan masih
berada pada rentang sasaran inflasi 4±1%.
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah triwulan II 2016 meningkat.
Ditinjau dari sisi pengeluaran, perbaikan terutama disumbang oleh komponen
konsumsi, investasi, dan ekspor (luar negeri dan antardaerah). Sementara itu, sebagai
elemen pengurang, impor (luar negeri dan antardaerah) mengalami peningkatan dan
menjadi penahan meningkatnya pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, peningkatan terutama berasal dari lapangan usaha
industri pengolahan. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tercatat
masih mengalami kontraksi walaupun tidak sedalam triwulan sebelumnya. Sementara
itu, lapangan usaha perdagangan tumbuh melambat dibandingkan triwulan lalu.
04
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
konsumsi rumah tangga yang meningkat pada akhir
tahun. Sejalan dengan itu, konsumsi pemerintah juga
mengalami peningkatan sejalan dengan puncak
realisasi belanja pada triwulan IV. Realisasi proyek
infrastruktur pemerintah, maupun investasi swasta pun
diperkirakan meningkat pada triwulan mendatang.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah pada 2016 diperkirakan masih
meneruskan tren peningkatan. Ekonomi Jawa Tengah
pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran
5,4% - 5,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan tahun 2015 yang tercatat sebesar 5,4%
(yoy).
Sejalan dengan peningkatan kinerja ekonomi, inflasi
tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV 2016
diperkirakan meningkat. Faktor utama yang
diperkirakan mendorong inflasi adalah penyesuaian
pada tarif administered prices, meliputi penyesuaian
Tarif Tenaga Listrik (TTL) hingga akhir tahun 2016 di
tengah tren kenaikan harga minyak dunia. Selain itu,
kenaikan juga terjadi pada tarif angkutan di tengah
perayaan Natal dan Tahun Baru. Momen akhir tahun
juga mendorong kenaikan komoditas core di tengah
membaiknya daya beli masyarakat. Sementara itu,
inflasi volatile food diperkirakan menurun seiring
dengan produksi panen padi dan hortikultura yang
diproyeksikan lebih baik dibandingkan tahun 2015.
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada tahun 2016 ini juga
diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2015
yang sebesar 2,73% (yoy). Pada tahun 2016 ini, terjadi
normalisasi efek basis akibat penyesuaian kenaikan
harga BBM pada tahun 2014. Meskipun demikian,
inflasi keseluruhan tahun 2016 diperkirakan masih
berada pada rentang sasaran inflasi 4±1%.
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah triwulan II 2016 meningkat.
Ditinjau dari sisi pengeluaran, perbaikan terutama disumbang oleh komponen
konsumsi, investasi, dan ekspor (luar negeri dan antardaerah). Sementara itu, sebagai
elemen pengurang, impor (luar negeri dan antardaerah) mengalami peningkatan dan
menjadi penahan meningkatnya pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, peningkatan terutama berasal dari lapangan usaha
industri pengolahan. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tercatat
masih mengalami kontraksi walaupun tidak sedalam triwulan sebelumnya. Sementara
itu, lapangan usaha perdagangan tumbuh melambat dibandingkan triwulan lalu.
04
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pada triwulan II 2016, ekonomi Provinsi Jawa
Tengah tercatat tumbuh 5,75% (yoy). Capaian ini
meningkat tajam dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 4,98% (yoy), maupun periode yang sama
tahun sebelumnya yang sebesar 5,06% (yoy). Secara
triwulanan, perekonomian Jawa Tengah tumbuh
3,05% (qtq), juga meningkat dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,30%
(qtq).
Percepatan pertumbuhan ekonomi juga terjadi pada
level nasional maupun Kawasan Jawa. Namun
demikian, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
triwulan laporan masih lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dari
4,92% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 5,18% (yoy)
pada triwulan II 2016; maupun pertumbuhan ekonomi
Kawasan Jawa yang meningkat dari 5,31% (yoy) pada
triwulan I 2016 menjadi 5,73% (yoy) pada triwulan
laporan.
Pada periode laporan, perekonomian Provinsi Jawa
Tengah menyumbang 14,89% terhadap perekonomian
Kawasan Jawa. Nilai ini relatif tetap dibandingkan
periode sebelumnya. Perekonomian Kawasan Jawa
secara dominan disumbang oleh Provinsi DKI Jakarta
dan Provinsi Jawa Timur dengan sumbangan dari kedua
daerah ini mencapai lebih dari 50%.
Akselerasi pertumbuhan ekonomi dialami oleh seluruh
provinsi di Kawasan Jawa. Tingkat pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah menempati posisi ketiga
tertinggi setelah Jawa Barat dengan pertumbuhan
ekonomi 5,89% (yoy), dan DKI Jakarta dengan
pertumbuhan ekonomi 5,86% (yoy).
Kegiatan ekonomi dapat tercermin dari beberapa
sarana pendukungnya, seperti aktivitas sistem
pembayaran, atau penyaluran kredit. Seiring dengan
menguatnya pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah,
Grafik 1.3Sumber: BPS, diolah
Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan Provinsi
I2016
II2016
%% %%% %
JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%, yoy)
DKI
BANTEN
JABAR
JATENG
DIY
JATIM
JAWA
I - 2016JAWA
5,63
5,10
5,13
4,98
4,84
5,47
5,32
Sumber: BPS, diolah
29,30 22,32 14,8825,00 7,0 1,50
29,14 22,49 14,89 1,4625,07 6,96%% %%% %
II - 2016
5,86
5,16
5,89
5,75
5,57
5,62
5,73
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1 Triwulan II 2016
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah triwulan I tahun 2016 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.
1.
Grafik 1.2Sumber: BPS, diolah
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional
3
4
5
6
7
I II III IV
%, YOY
JAWA JATENG NASIONAL
2015
0
2
4
6
8
-2
-4
%
PERTUMBUHAN EKONOMI (QTQ) PERTUMBUHAN EKONOMI (YOY)
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I2016
I
II
II2016
07PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pada triwulan II 2016, ekonomi Provinsi Jawa
Tengah tercatat tumbuh 5,75% (yoy). Capaian ini
meningkat tajam dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 4,98% (yoy), maupun periode yang sama
tahun sebelumnya yang sebesar 5,06% (yoy). Secara
triwulanan, perekonomian Jawa Tengah tumbuh
3,05% (qtq), juga meningkat dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,30%
(qtq).
Percepatan pertumbuhan ekonomi juga terjadi pada
level nasional maupun Kawasan Jawa. Namun
demikian, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
triwulan laporan masih lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dari
4,92% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 5,18% (yoy)
pada triwulan II 2016; maupun pertumbuhan ekonomi
Kawasan Jawa yang meningkat dari 5,31% (yoy) pada
triwulan I 2016 menjadi 5,73% (yoy) pada triwulan
laporan.
Pada periode laporan, perekonomian Provinsi Jawa
Tengah menyumbang 14,89% terhadap perekonomian
Kawasan Jawa. Nilai ini relatif tetap dibandingkan
periode sebelumnya. Perekonomian Kawasan Jawa
secara dominan disumbang oleh Provinsi DKI Jakarta
dan Provinsi Jawa Timur dengan sumbangan dari kedua
daerah ini mencapai lebih dari 50%.
Akselerasi pertumbuhan ekonomi dialami oleh seluruh
provinsi di Kawasan Jawa. Tingkat pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah menempati posisi ketiga
tertinggi setelah Jawa Barat dengan pertumbuhan
ekonomi 5,89% (yoy), dan DKI Jakarta dengan
pertumbuhan ekonomi 5,86% (yoy).
Kegiatan ekonomi dapat tercermin dari beberapa
sarana pendukungnya, seperti aktivitas sistem
pembayaran, atau penyaluran kredit. Seiring dengan
menguatnya pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah,
Grafik 1.3Sumber: BPS, diolah
Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan Provinsi
I2016
II2016
%% %%% %
JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%, yoy)
DKI
BANTEN
JABAR
JATENG
DIY
JATIM
JAWA
I - 2016JAWA
5,63
5,10
5,13
4,98
4,84
5,47
5,32
Sumber: BPS, diolah
29,30 22,32 14,8825,00 7,0 1,50
29,14 22,49 14,89 1,4625,07 6,96%% %%% %
II - 2016
5,86
5,16
5,89
5,75
5,57
5,62
5,73
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1 Triwulan II 2016
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah triwulan I tahun 2016 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.
1.
Grafik 1.2Sumber: BPS, diolah
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional
3
4
5
6
7
I II III IV
%, YOY
JAWA JATENG NASIONAL
2015
0
2
4
6
8
-2
-4
%
PERTUMBUHAN EKONOMI (QTQ) PERTUMBUHAN EKONOMI (YOY)
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I2016
I
II
II2016
07PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
kebutuhan akan uang kartal untuk kegiatan ekonomi di
Jawa Tengah turut mengalami peningkatan. Hal
tersebut tercermin dari aliran keluar (outflow) uang
kartal melalui kantor perwakilan BI di Jawa Tengah yang
mengalami peningkatan pertumbuhan yaitu dari
25,61% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 82,69%
(yoy) pada triwulan laporan. Selain itu, peningkatan
juga terlihat pada aktivitas pembayaran nontunai, yaitu
melalui transaksi kliring. Pada triwulan II 2016, nilai
rata-rata perputaran kliring harian mengalami
peningkatan pertumbuhan menjadi 69,43% (yoy) dari
54,76% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Lebih lanjut, sisi perbankan juga mengonfirmasi
akselerasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan
laporan. Sebagai salah satu sumber pembiayaan
kegiatan ekonomi, penyaluran kredit perbankan ke
Provinsi Jawa Tengah juga tumbuh lebih cepat. Pada
triwulan II 2016, pertumbuhan tercatat sebesar
10,43% (yoy), meningkat dari pertumbuhan sebesar 29,22% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
%, YOY %, YOY
KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.6 Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit Perbankandan Pertumbuhan Ekonomi
4
5
6
7
8
12
16
20
24
28
II
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal dan Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY%, YOY
PDRB - SKALA KANAN OUTFLOW UANG KARTAL
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
3
4
5
6
7
-20
0
20
40
60
80
100
Grafik 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian dan Pertumbuhan Ekonomi
%, YOY%, YOY
PDRB - SKALA KANAN NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II3
4
5
6
7
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Ditinjau dari sisi pengeluaran, perbaikan terutama
disumbang oleh komponen konsumsi, investasi, dan
ekspor (luar negeri dan antardareah). Sementara itu,
sebagai elemen pengurang, impor (luar negeri dan
antardaerah) mengalami peningkatan dan menjadi
penahan meningkatnya pertumbuhan ekonomi lebih
tinggi.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, peningkatan terutama
berasal dari lapangan usaha industri pengolahan.
Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
tercatat masih mengalami kontraksi walaupun tidak
sedalam triwulan sebelumnya. Sementara itu, lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil
dan sepeda motor tumbuh melambat dibandingkan
triwulan lalu.
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi PengeluaranBerdasarkan sisi pengeluaran, perekonomian Jawa
Tengah ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan
pangsa 59,97%. Ekspor (luar negeri dan antardaerah)
dan Pendapatan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau
investasi juga memberikan kontribusi signifikan, yaitu
masing-masing sebesar 38,90% dan 30,02%. Selain
itu, pangsa impor (luar negeri dan antardaerah),
sebagai elemen pengurang dalam perekonomian Jawa
Tengah, juga cukup besar, yaitu 39,69%. Komposisi ini
t idak banyak berubah dibandingkan periode
sebelumnya.
Kredit perbankan pada BAB I menggunakan data perhitungan berdasarkan lokasi proyek. Definisi kredit dimaksud adalah kredit yang disalurkan di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
2.
08 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
%
0
2
4
6
(1)
1
3
5
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
Grafik 1.7 Pertumbuhan Konsumsi Rumah TanggaSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN TRIWULANAN PERTUMBUHAN TAHUNAN
II
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 1.4. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
2014
4.31
8.62
2.19
4.16
0.65
-4.19
-22.6
5.28
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2015*
I II III IV2015*
4.37
-9.66
2.83
6.26
20.15
13.10
-49.2
5.64
4.27
-12.33
2.71
3.37
12.43
6.12
-26.4
5.06
4.34
3.03
5.19
3.96
14.05
5.88
-81.8
5.00
4.82
8.05
3.63
7.03
-1.91
-7.82
-859.5
6.08
4.45
-3.15
3.71
5.15
11.09
3.68
-71.6
5.44
4.76
8.60
2.96
5.42
-2.36
-4.36
-13.2
4.98
2016**
I II4.80
9.04
4.53
7.23
3.29
0.56
-27.76
5.75
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
2014
465.234
8.299
56.643
220.009
262.263
263.718
16.261
764.993
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2015*
I II III IV2015*
118.540
1.939
8.876
55.246
72.705
63.720
2.681
196.266
120.283
1.934
12.250
56.522
75.761
70.115
4.151
200.786
123.698
2.042
15.017
58.788
79.106
72.112
899
207.439
123.430
2.123
22.601
60.785
63.768
67.475
-3.113
202.118
485.951
8.038
58.744
231.341
291.340
273.422
4.617
806.609
124,177
2,106
9,139
58,238
70,986
60,943
2,328
206,031
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 1.2. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
2014
570.268
10.773
75.556
273.585
369.911
401.954
27.054
925.195
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2015*
I II III IV2015*
2016**
149.574
2.736
11.991
72.438
95.439
95.224
6.894
243.848
151.956
2.748
17.657
74.664
100.631
106.517
10.188
251.327
159.283
2.907
23.013
78.374
105.839
111.354
4.451
262.513
159.183
3.034
33.483
81.767
89.510
101.769
(8.821)
256.387
619.996
11.426
86.144
307.243
391.418
414.865
12.712
1.014.074
162,214
3,028
13,507
78,635
95,476
93,127
3,811
263,545
163,895
3,029
19,892
82,037
106,306
108,462
6,578
273,275
I II
2016**
I II 126,057
2,109
12,805
60,606
78,251
70,504
2,999
212,322
Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II
2016 terutama disumbang oleh perbaikan kinerja
konsumsi dan investasi. Sementara itu, total ekspor
(luar negeri dan antardaerah) pun mengalami
peningkatan. Adapun yang menahan peningkatan
pertumbuhan lebih tinggi adalah total impor (luar
negeri dan antardaerah) yang tumbuh meningkat
setelah mengalami penurunan pada triwulan
sebelumnya.
1.1.1.1. Pengeluaran KonsumsiPengeluaran konsumsi mengalami pertumbuhan yang
meningkat pada triwulan laporan, baik pada konsumsi
rumah tangga, konsumsi lembaga non profit yang
melayani rumah tangga (LNPRT), maupun konsumsi
pemerintah.
Konsumsi rumah tangga sebagai komponen dengan
pangsa terbesar tumbuh 4,80% (yoy) pada triwulan II
2016, sedikit meningkat dibandingkan triwulan I 2016
yang sebesar 4,76% (yoy). Secara triwulanan, konsumsi
rumah tangga triwulan laporan tumbuh 1,51% (qtq),
sedikit lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 1,47% (qtq).
09PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
kebutuhan akan uang kartal untuk kegiatan ekonomi di
Jawa Tengah turut mengalami peningkatan. Hal
tersebut tercermin dari aliran keluar (outflow) uang
kartal melalui kantor perwakilan BI di Jawa Tengah yang
mengalami peningkatan pertumbuhan yaitu dari
25,61% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 82,69%
(yoy) pada triwulan laporan. Selain itu, peningkatan
juga terlihat pada aktivitas pembayaran nontunai, yaitu
melalui transaksi kliring. Pada triwulan II 2016, nilai
rata-rata perputaran kliring harian mengalami
peningkatan pertumbuhan menjadi 69,43% (yoy) dari
54,76% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Lebih lanjut, sisi perbankan juga mengonfirmasi
akselerasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan
laporan. Sebagai salah satu sumber pembiayaan
kegiatan ekonomi, penyaluran kredit perbankan ke
Provinsi Jawa Tengah juga tumbuh lebih cepat. Pada
triwulan II 2016, pertumbuhan tercatat sebesar
10,43% (yoy), meningkat dari pertumbuhan sebesar 29,22% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
%, YOY %, YOY
KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.6 Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit Perbankandan Pertumbuhan Ekonomi
4
5
6
7
8
12
16
20
24
28
II
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal dan Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY%, YOY
PDRB - SKALA KANAN OUTFLOW UANG KARTAL
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
3
4
5
6
7
-20
0
20
40
60
80
100
Grafik 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian dan Pertumbuhan Ekonomi
%, YOY%, YOY
PDRB - SKALA KANAN NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II3
4
5
6
7
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Ditinjau dari sisi pengeluaran, perbaikan terutama
disumbang oleh komponen konsumsi, investasi, dan
ekspor (luar negeri dan antardareah). Sementara itu,
sebagai elemen pengurang, impor (luar negeri dan
antardaerah) mengalami peningkatan dan menjadi
penahan meningkatnya pertumbuhan ekonomi lebih
tinggi.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, peningkatan terutama
berasal dari lapangan usaha industri pengolahan.
Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
tercatat masih mengalami kontraksi walaupun tidak
sedalam triwulan sebelumnya. Sementara itu, lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil
dan sepeda motor tumbuh melambat dibandingkan
triwulan lalu.
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi PengeluaranBerdasarkan sisi pengeluaran, perekonomian Jawa
Tengah ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan
pangsa 59,97%. Ekspor (luar negeri dan antardaerah)
dan Pendapatan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau
investasi juga memberikan kontribusi signifikan, yaitu
masing-masing sebesar 38,90% dan 30,02%. Selain
itu, pangsa impor (luar negeri dan antardaerah),
sebagai elemen pengurang dalam perekonomian Jawa
Tengah, juga cukup besar, yaitu 39,69%. Komposisi ini
t idak banyak berubah dibandingkan periode
sebelumnya.
Kredit perbankan pada BAB I menggunakan data perhitungan berdasarkan lokasi proyek. Definisi kredit dimaksud adalah kredit yang disalurkan di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
2.
08 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
%
0
2
4
6
(1)
1
3
5
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
Grafik 1.7 Pertumbuhan Konsumsi Rumah TanggaSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN TRIWULANAN PERTUMBUHAN TAHUNAN
II
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 1.4. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
2014
4.31
8.62
2.19
4.16
0.65
-4.19
-22.6
5.28
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2015*
I II III IV2015*
4.37
-9.66
2.83
6.26
20.15
13.10
-49.2
5.64
4.27
-12.33
2.71
3.37
12.43
6.12
-26.4
5.06
4.34
3.03
5.19
3.96
14.05
5.88
-81.8
5.00
4.82
8.05
3.63
7.03
-1.91
-7.82
-859.5
6.08
4.45
-3.15
3.71
5.15
11.09
3.68
-71.6
5.44
4.76
8.60
2.96
5.42
-2.36
-4.36
-13.2
4.98
2016**
I II4.80
9.04
4.53
7.23
3.29
0.56
-27.76
5.75
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
2014
465.234
8.299
56.643
220.009
262.263
263.718
16.261
764.993
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2015*
I II III IV2015*
118.540
1.939
8.876
55.246
72.705
63.720
2.681
196.266
120.283
1.934
12.250
56.522
75.761
70.115
4.151
200.786
123.698
2.042
15.017
58.788
79.106
72.112
899
207.439
123.430
2.123
22.601
60.785
63.768
67.475
-3.113
202.118
485.951
8.038
58.744
231.341
291.340
273.422
4.617
806.609
124,177
2,106
9,139
58,238
70,986
60,943
2,328
206,031
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 1.2. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
2014
570.268
10.773
75.556
273.585
369.911
401.954
27.054
925.195
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2015*
I II III IV2015*
2016**
149.574
2.736
11.991
72.438
95.439
95.224
6.894
243.848
151.956
2.748
17.657
74.664
100.631
106.517
10.188
251.327
159.283
2.907
23.013
78.374
105.839
111.354
4.451
262.513
159.183
3.034
33.483
81.767
89.510
101.769
(8.821)
256.387
619.996
11.426
86.144
307.243
391.418
414.865
12.712
1.014.074
162,214
3,028
13,507
78,635
95,476
93,127
3,811
263,545
163,895
3,029
19,892
82,037
106,306
108,462
6,578
273,275
I II
2016**
I II 126,057
2,109
12,805
60,606
78,251
70,504
2,999
212,322
Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II
2016 terutama disumbang oleh perbaikan kinerja
konsumsi dan investasi. Sementara itu, total ekspor
(luar negeri dan antardaerah) pun mengalami
peningkatan. Adapun yang menahan peningkatan
pertumbuhan lebih tinggi adalah total impor (luar
negeri dan antardaerah) yang tumbuh meningkat
setelah mengalami penurunan pada triwulan
sebelumnya.
1.1.1.1. Pengeluaran KonsumsiPengeluaran konsumsi mengalami pertumbuhan yang
meningkat pada triwulan laporan, baik pada konsumsi
rumah tangga, konsumsi lembaga non profit yang
melayani rumah tangga (LNPRT), maupun konsumsi
pemerintah.
Konsumsi rumah tangga sebagai komponen dengan
pangsa terbesar tumbuh 4,80% (yoy) pada triwulan II
2016, sedikit meningkat dibandingkan triwulan I 2016
yang sebesar 4,76% (yoy). Secara triwulanan, konsumsi
rumah tangga triwulan laporan tumbuh 1,51% (qtq),
sedikit lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 1,47% (qtq).
09PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.11 Komponen Penyusun Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)
Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140 INDEKS
OPT
IMIS
PESI
MIS
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
I2016
II
Grafik 1.8 Indeks Tendensi KonsumenSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II90
95
100
105
110
115
120
125
ITK PENDAPATAN RUMAH TANGGA PENGARUH INFLASI TERHADAP TINGKAT KONSUMSI
Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan TahunanSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
INFLASI TRIWULANAN (QTQ) INFLASI TAHUNAN (YOY)
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJAKONSUMSI BARANG-BARANG KEBUTUHAN TAHAN LAMAPENGHASILAN SAAT INI
KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)
OPT
IMIS
PESI
MIS
pengaruh inflasi terhadap total pengeluaran rumah
tangga yang juga meningkat dari 101,63 pada triwulan
I 2016 menjadi 107,70 pada triwulan II 2016. Inflasi
triwulan laporan tercatat 0,08% (qtq), lebih rendah
dibandingkan inflasi periode yang sama tahun
sebelumnya yang sebesar 1,30% (qtq). Secara
tahunan, inflasi triwulan II 2016 sebesar 2,95% (yoy),
juga lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 4,21% (yoy).
Peningkatan penghasilan yang didukung dengan
terjaganya inflasi mendorong tingkat konsumsi
masyarakat lebih tinggi, tercermin dari indeks volume
konsumsi barang dan jasa yang pada triwulan II 2016
tercatat 110,36, meningkat dari 102,55 pada triwulan
yang lalu.
Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Survei Konsumen
(SK) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil
survei tersebut, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada
triwulan laporan tercatat sebesar 124,2, lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
121,0. Keyakinan konsumen meningkat baik terhadap
konsisi ekonomi saat ini, maupun ekspektasi akan
kondisi ekonomi mendatang.
Peningkatan ditengarai seiring dengan pola konsumsi
masyarakat pada bulan Ramadhan dan persiapan
menjelang Idul Fitri, yang bergeser lebih mendekati
triwulan II dibandingkan tahun 2015. Pola peningkatan
konsumsi ini, disertai dengan daya beli yang meningkat
mendorong kinerja konsumsi rumah tangga lebih
tinggi.
Meningkatnya daya beli konsumen terkonfirmasi dari
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang meningkat dari
100,28 pada triwulan I 2016 menjadi 106,66 pada
triwulan laporan. Analisis lebih rinci, peningkatan
terjadi pada seluruh komponen penyusun indeks, yaitu
pendapatan rumah tangga; pengaruh inflasi terhadap
konsumsi; serta volume konsumsi barang dan jasa.
Seiring dengan pemberian tunjangan hari raya (THR),
atau gaji ke-13 dan ke-14 untuk Pegawai Negeri Sipil
(PNS), indeks pendapatan rumah tangga yang pada
triwulan I 2016 bernilai 98,60 atau berada di bawah
batas optimis (100), pada triwulan laporan berada di
atas batas optimis (100) yaitu 104,56.
Turut menunjang daya beli, keterjangkauan harga juga
terjaga pada triwulan laporan, tercermin dari indeks
10 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.12 Pertumbuhan DPK Perseorangan dan PDRB KonsumsiSumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
DPK PERSEORANGAN PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II3
4
5
6
10
11
12
13
14
15
16 %, YOY %, YOY
Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) meningkat dari
110,0 pada triwulan lalu menjadi 113,5 pada triwulan
laporan. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
faktor penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja,
yang tercermin dari indeksnya masing-masing yang
meningkat dari 124,8 dan 93,5 pada triwulan I 2016
menjadi 128,4 dan 102,5 pada periode laporan.
Sementara itu, indeks konsumsi barang kebutuhan
tahan lama mengalami penurunan, walaupun masih
berada di level optimis (di atas 100), yaitu 109,7 dari
111,6 pada triwulan lalu.
Dengan meningkatnya daya beli masyarakat,
khususnya dar i s is i penghasi lan, d i tengarai
kemampuan menabung masyarakat juga meningkat
pada triwulan laporan. Setelah triwulan lalu terdapat
indikasi penggunaan dana simpanan masyarakat untuk
konsumsi, pada triwulan ini pertumbuhan dana pihak
ketiga (DPK) nasabah perseorangan tercatat
meningkat.
Beberapa pelonggaran kebijakan terkait kredit seperti
penurunan BI Rate, dan relaksasi kebijakan Loan to
Value (LTV) juga ditengarai mulai ditransmisikan melalui
kredit perbankan dan meningkatkan konsumsi rumah
tangga. Pertumbuhan kredit konsumsi triwulan laporan
tercatat sebesar 8,82% (yoy), meningkat dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 7,83% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan terjadi pada kredit
kendaraan bermotor (KKB), kredit perlengkapan rumah
tangga, serta kredit lainnya. Penyaluran KKB pada
triwulan laporan mengalami perbaikan walaupun
masih mencatatkan pertumbuhan negatif, yaitu
menjadi -1,94% (yoy) dari -2,26% (yoy) pada triwulan I
2016. Sejalan dengan itu, kredit untuk perlengkapan
rumah tangga juga mengalami pertumbuhan yang
meningkat dari 20,51% (yoy) pada periode sebelumnya
menjadi 60,35% (yoy) pada periode laporan.
Sementara itu, kredit kepemilikan rumah (KPR)
mengalami perlambatan menjadi 5,44% (yoy) pada
triwulan II 2016, dari 5,74% (yoy) pada triwulan
sebelumnya.
Lebih lanjut, peningkatan kinerja konsumsi rumah
tangga juga tercermin dari pertumbuhan impor barang
konsumsi yang masih tinggi walaupun lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya. Apresiasi nilai
tukar pada triwulan laporan juga mendorong
permintaan akan barang impor. Pada triwulan laporan,
nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS mengalami
apresiasi sebesar 1,55% (qtq), lebih rendah
dibandingkan apresiasi triwulan lalu yang sebesar
1,79% (qtq), namun berbalik arah dari depresiasi pada
periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar
2,57% (qtq). Sejalan dengan apresiasi tersebut, impor
3
4
5
6
Grafik 1.13 Perkembangan Kredit Konsumsi dan Pertumbuhan EkonomiSumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
%, YOY %, YOY
4
9
14
19
24
29
Grafik 1.14 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis Konsumsi
KPRLAINNYA - SKALA KANAN
KKBPERALATAN RUMAH TANGGA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
-10
0
10
20
30
40
50 %, YOY%, YOY
11PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.11 Komponen Penyusun Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)
Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140 INDEKS
OPT
IMIS
PESI
MIS
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
I2016
II
Grafik 1.8 Indeks Tendensi KonsumenSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II90
95
100
105
110
115
120
125
ITK PENDAPATAN RUMAH TANGGA PENGARUH INFLASI TERHADAP TINGKAT KONSUMSI
Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan TahunanSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
INFLASI TRIWULANAN (QTQ) INFLASI TAHUNAN (YOY)
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJAKONSUMSI BARANG-BARANG KEBUTUHAN TAHAN LAMAPENGHASILAN SAAT INI
KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)
OPT
IMIS
PESI
MIS
pengaruh inflasi terhadap total pengeluaran rumah
tangga yang juga meningkat dari 101,63 pada triwulan
I 2016 menjadi 107,70 pada triwulan II 2016. Inflasi
triwulan laporan tercatat 0,08% (qtq), lebih rendah
dibandingkan inflasi periode yang sama tahun
sebelumnya yang sebesar 1,30% (qtq). Secara
tahunan, inflasi triwulan II 2016 sebesar 2,95% (yoy),
juga lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 4,21% (yoy).
Peningkatan penghasilan yang didukung dengan
terjaganya inflasi mendorong tingkat konsumsi
masyarakat lebih tinggi, tercermin dari indeks volume
konsumsi barang dan jasa yang pada triwulan II 2016
tercatat 110,36, meningkat dari 102,55 pada triwulan
yang lalu.
Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Survei Konsumen
(SK) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil
survei tersebut, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada
triwulan laporan tercatat sebesar 124,2, lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
121,0. Keyakinan konsumen meningkat baik terhadap
konsisi ekonomi saat ini, maupun ekspektasi akan
kondisi ekonomi mendatang.
Peningkatan ditengarai seiring dengan pola konsumsi
masyarakat pada bulan Ramadhan dan persiapan
menjelang Idul Fitri, yang bergeser lebih mendekati
triwulan II dibandingkan tahun 2015. Pola peningkatan
konsumsi ini, disertai dengan daya beli yang meningkat
mendorong kinerja konsumsi rumah tangga lebih
tinggi.
Meningkatnya daya beli konsumen terkonfirmasi dari
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang meningkat dari
100,28 pada triwulan I 2016 menjadi 106,66 pada
triwulan laporan. Analisis lebih rinci, peningkatan
terjadi pada seluruh komponen penyusun indeks, yaitu
pendapatan rumah tangga; pengaruh inflasi terhadap
konsumsi; serta volume konsumsi barang dan jasa.
Seiring dengan pemberian tunjangan hari raya (THR),
atau gaji ke-13 dan ke-14 untuk Pegawai Negeri Sipil
(PNS), indeks pendapatan rumah tangga yang pada
triwulan I 2016 bernilai 98,60 atau berada di bawah
batas optimis (100), pada triwulan laporan berada di
atas batas optimis (100) yaitu 104,56.
Turut menunjang daya beli, keterjangkauan harga juga
terjaga pada triwulan laporan, tercermin dari indeks
10 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.12 Pertumbuhan DPK Perseorangan dan PDRB KonsumsiSumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
DPK PERSEORANGAN PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II3
4
5
6
10
11
12
13
14
15
16 %, YOY %, YOY
Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) meningkat dari
110,0 pada triwulan lalu menjadi 113,5 pada triwulan
laporan. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
faktor penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja,
yang tercermin dari indeksnya masing-masing yang
meningkat dari 124,8 dan 93,5 pada triwulan I 2016
menjadi 128,4 dan 102,5 pada periode laporan.
Sementara itu, indeks konsumsi barang kebutuhan
tahan lama mengalami penurunan, walaupun masih
berada di level optimis (di atas 100), yaitu 109,7 dari
111,6 pada triwulan lalu.
Dengan meningkatnya daya beli masyarakat,
khususnya dar i s is i penghasi lan, d i tengarai
kemampuan menabung masyarakat juga meningkat
pada triwulan laporan. Setelah triwulan lalu terdapat
indikasi penggunaan dana simpanan masyarakat untuk
konsumsi, pada triwulan ini pertumbuhan dana pihak
ketiga (DPK) nasabah perseorangan tercatat
meningkat.
Beberapa pelonggaran kebijakan terkait kredit seperti
penurunan BI Rate, dan relaksasi kebijakan Loan to
Value (LTV) juga ditengarai mulai ditransmisikan melalui
kredit perbankan dan meningkatkan konsumsi rumah
tangga. Pertumbuhan kredit konsumsi triwulan laporan
tercatat sebesar 8,82% (yoy), meningkat dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 7,83% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan terjadi pada kredit
kendaraan bermotor (KKB), kredit perlengkapan rumah
tangga, serta kredit lainnya. Penyaluran KKB pada
triwulan laporan mengalami perbaikan walaupun
masih mencatatkan pertumbuhan negatif, yaitu
menjadi -1,94% (yoy) dari -2,26% (yoy) pada triwulan I
2016. Sejalan dengan itu, kredit untuk perlengkapan
rumah tangga juga mengalami pertumbuhan yang
meningkat dari 20,51% (yoy) pada periode sebelumnya
menjadi 60,35% (yoy) pada periode laporan.
Sementara itu, kredit kepemilikan rumah (KPR)
mengalami perlambatan menjadi 5,44% (yoy) pada
triwulan II 2016, dari 5,74% (yoy) pada triwulan
sebelumnya.
Lebih lanjut, peningkatan kinerja konsumsi rumah
tangga juga tercermin dari pertumbuhan impor barang
konsumsi yang masih tinggi walaupun lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya. Apresiasi nilai
tukar pada triwulan laporan juga mendorong
permintaan akan barang impor. Pada triwulan laporan,
nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS mengalami
apresiasi sebesar 1,55% (qtq), lebih rendah
dibandingkan apresiasi triwulan lalu yang sebesar
1,79% (qtq), namun berbalik arah dari depresiasi pada
periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar
2,57% (qtq). Sejalan dengan apresiasi tersebut, impor
3
4
5
6
Grafik 1.13 Perkembangan Kredit Konsumsi dan Pertumbuhan EkonomiSumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
%, YOY %, YOY
4
9
14
19
24
29
Grafik 1.14 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis Konsumsi
KPRLAINNYA - SKALA KANAN
KKBPERALATAN RUMAH TANGGA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
-10
0
10
20
30
40
50 %, YOY%, YOY
11PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.15 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi Nonmigasdan Nilai Tukar
NILAI TUKAR - SKALA KANANIMPOR BARANG KONSUMSI
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
60
70 %, YOY %, QTQ
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani (Rata-Rata Triwulanan) Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
95
97
99
101
103
105
107 INDEKS
SURPLUS
DEFISIT
II
Grafik 1.17 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT
(20)
(10)
-
10
20
30
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
%
Grafik 1.18 Pertumbuhan Konsumsi PemerintahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
-20
-10
0
10 %, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) - SKALA KANAN
bencana banjir dan longsor yang terjadi pada 18-19
Juni 2016 di 16 kabupaten/kota diperkirakan turut
mendorong konsumsi LNPRT melalui kegiatan bantuan
sosial.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami
peningkatan pada triwulan laporan menjadi 4,53%
(yoy), dari pertumbuhan 2,96% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Secara triwulanan, pertumbuhan
konsumsi pemerintah tercatat 40,11% (qtq), lebih
tinggi dari pertumbuhan periode yang sama tahun
2015 yang sebesar 38,02% (yoy).
Berdasarkan Focus Group Discussion (FGD) dengan
institusi terkait, perbaikan terjadi baik pada realisasi
belanja pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), maupun realisasi belanja pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) di
daerah. Termasuk diantaranya adalah realisasi gaji ke-
13 dan Tunjangan Hari Raya (THR) pada bulan Juni,
serta belanja bantuan sosial.
barang konsumsi masih mengalami pertumbuhan
tinggi, yaitu 13,77% (yoy), walaupun tidak setinggi
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat
22,11% (yoy).
Adapun faktor yang menjadi penahan meningkatnya
konsumsi rumah tangga lebih jauh adalah penurunan
daya beli masyarakat di perdesaan. Hal tersebut
tercermin dari rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) yang
menurun dari 100,48 pada triwulan I 2016 menjadi
99,50 pada triwulan II 2016. Dengan penurunan
tersebut, NTP berada di bawah level 100 atau dapat
diartikan bahwa petani mengalami kondisi defisit. Hal
ini ditengarai menjadi salah satu penahan kinerja
konsumsi, khususnya di perdesaan.
Konsumsi LNPRT pada triwulan II 2016 tumbuh
9,04% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 8 ,60% (yoy) .
Peningkatan ini terutama didorong oleh tingginya
aktivitas keagamaan pada bulan puasa. Selain itu,
12 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.21Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja PemerintahProvinsi Jawa Tengah
ANGGARAN BELANJA PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJA
2011 2011 2011 2011 2015
0
10
20
30
40
50
60
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000 %, YOYRP MILIAR
2016
Grafik 1.20 Persentase Realisasi Pendapatan dan BelanjaPemerintah Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV0
20
40
60
80
100
120 %
REALISASI PENDAPATAN REALISASI BELANJA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I2016-10
-5
0
5
10
-10
0
10
20
30
40 %, YOY%, YOY
REALISASI BELANJA PEMPROV JAWA TENGAH PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANAN
Grafik 1.19 Pertumbuhan Realisasi Belanja PemerintahProvinsi Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II II
Grafik 1.22 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap BrutoSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
(8)
(6)
(4)
(2)
-
2
4
6
8
10
12 %
RRT SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI - SKALA KANAN KREDIT INVESTASI
Grafik 1.23 Pertumbuhan Tahunan Kredit Investasi danRata-Rata Tertimbang (RRT) Suku Bunga Kredit Investasi
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II11
11
12
12
13
13
-
5
10
15 20
25 30
35
40
45
50 % %
Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan laporan sebesar 34,39%, lebih tinggi
dibandingkan triwulan II 2015 yang sebesar 33,53%.
Realisasi belanja yang tinggi terutama terdapat pada
belanja pegawai, baik langsung maupun tidak
langsung, yaitu masing-masing sebesar 41,72% dan
39,40%. Secara keseluruhan, realisasi belanja pegawai
pada triwulan II 2016 tumbuh 21,94% (yoy), jauh di
atas pertumbuhan triwulan I 2016 yang sebesar 8,92%
(yoy). Secara keseluruhan tahun 2016, anggaran
belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tumbuh
14,24% (yoy).
1.1.1.2. Pengeluaran InvestasiPada triwulan II 2016, Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) atau investasi tumbuh sebesar 7,23% (yoy),
meningkat setelah tumbuh 5,42% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Pada triwulan II 2016, investasi
mengalami pertumbuhan yaitu sebesar 4,07% (qtq),
lebih tinggi dari pertumbuhan pada periode yang sama
tahun sebelumnya yang tercatat 2,31% (qtq).
S is i perbankan juga mengonf i rmasi adanya
peningkatan pertumbuhan investasi. Kredit perbankan
untuk jenis penggunaan investasi pada triwulan II 2016
tumbuh 15,00% (yoy), mengalami peningkatan dari
pertumbuhan triwulan I 2016 yang tercatat 14,70%
(yoy). Hal ini juga didukung oleh tren penurunan suku
bunga yang sejalan dengan penurunan BI Rate. Rata-
rata tertimbang suku bunga kredit investasi pada
triwulan laporan tercatat sebesar 11,48% menurun
dibandingkan dengan triwulan I 2016 sebesar 11,70%.
Pada sisi pemerintah, realisasi investasi diperkirakan
berasal dari proyek perbaikan jalan dan jembatan
13PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.15 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi Nonmigasdan Nilai Tukar
NILAI TUKAR - SKALA KANANIMPOR BARANG KONSUMSI
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
60
70 %, YOY %, QTQ
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani (Rata-Rata Triwulanan) Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
95
97
99
101
103
105
107 INDEKS
SURPLUS
DEFISIT
II
Grafik 1.17 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT
(20)
(10)
-
10
20
30
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
%
Grafik 1.18 Pertumbuhan Konsumsi PemerintahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
-20
-10
0
10 %, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) - SKALA KANAN
bencana banjir dan longsor yang terjadi pada 18-19
Juni 2016 di 16 kabupaten/kota diperkirakan turut
mendorong konsumsi LNPRT melalui kegiatan bantuan
sosial.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami
peningkatan pada triwulan laporan menjadi 4,53%
(yoy), dari pertumbuhan 2,96% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Secara triwulanan, pertumbuhan
konsumsi pemerintah tercatat 40,11% (qtq), lebih
tinggi dari pertumbuhan periode yang sama tahun
2015 yang sebesar 38,02% (yoy).
Berdasarkan Focus Group Discussion (FGD) dengan
institusi terkait, perbaikan terjadi baik pada realisasi
belanja pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), maupun realisasi belanja pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) di
daerah. Termasuk diantaranya adalah realisasi gaji ke-
13 dan Tunjangan Hari Raya (THR) pada bulan Juni,
serta belanja bantuan sosial.
barang konsumsi masih mengalami pertumbuhan
tinggi, yaitu 13,77% (yoy), walaupun tidak setinggi
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat
22,11% (yoy).
Adapun faktor yang menjadi penahan meningkatnya
konsumsi rumah tangga lebih jauh adalah penurunan
daya beli masyarakat di perdesaan. Hal tersebut
tercermin dari rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) yang
menurun dari 100,48 pada triwulan I 2016 menjadi
99,50 pada triwulan II 2016. Dengan penurunan
tersebut, NTP berada di bawah level 100 atau dapat
diartikan bahwa petani mengalami kondisi defisit. Hal
ini ditengarai menjadi salah satu penahan kinerja
konsumsi, khususnya di perdesaan.
Konsumsi LNPRT pada triwulan II 2016 tumbuh
9,04% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 8 ,60% (yoy) .
Peningkatan ini terutama didorong oleh tingginya
aktivitas keagamaan pada bulan puasa. Selain itu,
12 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.21Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja PemerintahProvinsi Jawa Tengah
ANGGARAN BELANJA PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJA
2011 2011 2011 2011 2015
0
10
20
30
40
50
60
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000 %, YOYRP MILIAR
2016
Grafik 1.20 Persentase Realisasi Pendapatan dan BelanjaPemerintah Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV0
20
40
60
80
100
120 %
REALISASI PENDAPATAN REALISASI BELANJA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I2016-10
-5
0
5
10
-10
0
10
20
30
40 %, YOY%, YOY
REALISASI BELANJA PEMPROV JAWA TENGAH PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANAN
Grafik 1.19 Pertumbuhan Realisasi Belanja PemerintahProvinsi Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II II
Grafik 1.22 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap BrutoSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
(8)
(6)
(4)
(2)
-
2
4
6
8
10
12 %
RRT SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI - SKALA KANAN KREDIT INVESTASI
Grafik 1.23 Pertumbuhan Tahunan Kredit Investasi danRata-Rata Tertimbang (RRT) Suku Bunga Kredit Investasi
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II11
11
12
12
13
13
-
5
10
15 20
25 30
35
40
45
50 % %
Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan laporan sebesar 34,39%, lebih tinggi
dibandingkan triwulan II 2015 yang sebesar 33,53%.
Realisasi belanja yang tinggi terutama terdapat pada
belanja pegawai, baik langsung maupun tidak
langsung, yaitu masing-masing sebesar 41,72% dan
39,40%. Secara keseluruhan, realisasi belanja pegawai
pada triwulan II 2016 tumbuh 21,94% (yoy), jauh di
atas pertumbuhan triwulan I 2016 yang sebesar 8,92%
(yoy). Secara keseluruhan tahun 2016, anggaran
belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tumbuh
14,24% (yoy).
1.1.1.2. Pengeluaran InvestasiPada triwulan II 2016, Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) atau investasi tumbuh sebesar 7,23% (yoy),
meningkat setelah tumbuh 5,42% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Pada triwulan II 2016, investasi
mengalami pertumbuhan yaitu sebesar 4,07% (qtq),
lebih tinggi dari pertumbuhan pada periode yang sama
tahun sebelumnya yang tercatat 2,31% (qtq).
S is i perbankan juga mengonf i rmasi adanya
peningkatan pertumbuhan investasi. Kredit perbankan
untuk jenis penggunaan investasi pada triwulan II 2016
tumbuh 15,00% (yoy), mengalami peningkatan dari
pertumbuhan triwulan I 2016 yang tercatat 14,70%
(yoy). Hal ini juga didukung oleh tren penurunan suku
bunga yang sejalan dengan penurunan BI Rate. Rata-
rata tertimbang suku bunga kredit investasi pada
triwulan laporan tercatat sebesar 11,48% menurun
dibandingkan dengan triwulan I 2016 sebesar 11,70%.
Pada sisi pemerintah, realisasi investasi diperkirakan
berasal dari proyek perbaikan jalan dan jembatan
13PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.25 Perkembangan SBT Realisasi InvestasiBerdasarkan Sektor Usaha (SKDU)
PERT
AN
IAN
PERT
AM
BAN
GA
N
IND
UST
RIPE
NG
OLA
HA
N
LIST
RIK,
GA
S D
AN
AIR
BER
SIH
BAN
GU
NA
N
PERD
AG
AN
GA
N,
HO
TEL
DA
NRE
STO
RAN
PEN
GA
NG
KUTA
ND
AN
KOM
UN
IKA
SI
KEU
AN
GA
N, P
ERSE
WA
AN
DA
N JA
SA P
ERU
SAH
AA
N
JASA
- JA
SA
TRIWULAN I 2016TRIWULAN II 2016
-1
0
1
2
3
4 %, SBT
Grafik 1.24 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
0
2
4
6
8
10
12
-
2
4
6
8
10
12
14 %, SBT %, YOY
SBT REALISASI INVESTASI (SKDU) PMTB - SKALA KANAN
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
pada industri tekstil, makanan dan minuman, serta
obat tradisional. Paket kebijakan ekonomi pemerintah,
terutama dalam hal peningkatan kemudahan
berusaha, diperkirakan dapat meningkatkan investasi
pelaku usaha baru.
Pencapaian tersebut juga didukung oleh sistem
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Jawa Tengah yang
memiliki kinerja baik. PTSP Jawa Tengah termasuk ke
dalam 5 PTSP terbaik nasional 2016 pada level provinsi.
Selain itu, PTSP Kota Pekalongan, Kabupaten Demak,
dan Kabupaten Boyolali juga menerima penghargaan
serupa pada level kabupaten/kota.
Berdasarkan jenisnya, peningkatan ditengarai terjadi
baik pada investasi bangunan maupun nonbangunan.
Peningkatan investasi bangunan terlihat dari
pertumbuhan ekonomi pada lapangan usaha
konstruksi atau bangunan yang meningkat menjadi
8,99% (yoy), dari pertumbuhan triwulan sebelumnya
yang sebesar 6,72% (yoy). Sementara itu, membaiknya investasi nonbangunan
pada triwulan laporan terlihat dari penurunan impor
barang modal sebesar 14,27% (yoy) yang tidak
sedalam penurunan pada triwulan sebelumnya yang
sebesar 49,50% (yoy). Apresiasi nilai tukar yang
berlangsung sejak akhir 2015 juga merupakan salah
satu faktor yang mendorong perbaikan kinerja impor
barang modal tersebut.
menjelang Idul Fitri pada awal Juli 2016. Berdasarkan
hasil FGD dengan Bina Marga, pembangunan Jalan Tol
Trans Jawa segmen Bawen-Salatiga ditargetkan selesai
sebelum Idul Fitri. Komitmen Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah untuk mengadakan lelang lebih dini demi
meningkatkan real isasi investasi Pemerintah
dibandingkan tahun lalu diperkirakan akan turut
meningkatkan kinerja investasi pemerintah di triwulan
ini. Realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah triwulan II 2016 tercatat sebesar 27,04% dari
anggaran, lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2015
yang sebesar 21,50%.
Sementara itu, pada sisi swasta, peningkatan investasi
terlihat dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil
SKDU, Saldo Bersih Tertimbang (SBT) realiasi investasi
pada triwulan laporan tercatat 11,21%, lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
8,24%. Analisis lebih dalam, peningkatan terjadi pada
hampir seluruh sektor, kecuali sektor pertanian; sektor
keuangan, jasa persewaan, dan jasa perusahaan; serta
sektor jasa-jasa.
Berdasarkan hasil liaison, investasi yang dilakukan di
industri pengolahan umumnya bersifat multiyears.
Beberapa investasi sudah berlangsung sejak triwulan
lalu dan masih berlangsung pada triwulan ini, seperti
akuisisi dan pembangunan pabrik baru, pembangunan
dermaga tangkap ikan, peremajaan dan pengadaan
mesin, dan lain-lain. Pembangunan pabrik baru terlihat
14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
%, YOY
Grafik 1.27 Pertumbuhan Total Ekspor (Luar Negeri & Antardaerah)
25
20
15
10
5
5
-
(5)
(10)
(15)
(20)
(25)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
PERTUMBUHAN TAHUNAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
PERTUMBUHAN BULANAN
Grafik 1.26 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal& Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah
0
5
10
15
20
25
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY %, YOY
IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN NILAI TUKAR - SKALA KANAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1.1.1.3. Ekspor Luar Negeri dan AntardaerahKinerja ekspor (luar negeri dan antardaerah) pada
triwulan II 2016 mengalami pertumbuhan sebesar
3,29% (yoy), berbalik arah setelah penurunan 2,34%
(yoy) pada triwulan sebelumnya. Atau secara
triwulanan, tumbuh 10,23% (qtq), lebih tinggi dari
pertumbuhan pada periode yang sama tahun
sebelumnya yang sebesar 4,20% (qtq). Perbaikan
berasal dari ekspor antardaerah, sementara ekspor luar
negeri masih mengalami penurunan lebih dalam.
Pertumbuhan ekspor antardaerah mengalami
peningkatan seiring dengan membaiknya tingkat
permintaan domestik luar Jawa Tengah. Pada periode
laporan, pertumbuhan ekonomi nasional membaik
menjadi 5,18% (yoy) dari 4,91% (yoy) pada triwulan I
2016. Begitu pula perekonomian Pulau Jawa yang
tumbuh 5,73% (yoy), membaik dibandingkan
pertumbuhan 5,31% (yoy) pada triwulan lalu. Dengan
meningkatnya kegiatan ekonomi ini, permintaan
ekspor dari Jawa Tengah sebagai daerah produsen turut
meningkat.
Sementara itu, seiring dengan perbaikan ekonomi
global yang masih terbatas, kinerja ekspor luar negeri
Jawa Tengah pun masih mengalami penurunan lebih
dalam. Pada April 2016, IMF memperkirakan
perekonomian dunia tumbuh 3,2% pada tahun 2016,
meningkat dibandingkan pertumbuhan pada tahun
2015 yang sebesar 3,1%, namun lebih rendah
dibandingkan proyeksi pada Januari yang sebesar
3,4%.
Ekspor luar negeri Jawa Tengah didominasi oleh ekspor
komoditas Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), serta ekspor
Barang dari Kayu. Pada triwulan laporan, pangsa
ekspor TPT mencapai 47,46% dari total ekspor
nonmigas Jawa Tengah, sementara pangsa ekspor
Barang dari Kayu tercatat 22,59% dari total ekspor
nonmigas. Dengan demikian, pangsa ekspor kedua
kelompok komoditas utama Jawa Tengah ini telah
menyumbang lebih dari setengah total ekspor
nonmigas Jawa Tengah.
Penurunan kinerja ekspor luar negeri pada triwulan
laporan terutama berasal dari ekspor kayu dan barang
dari kayu, sementara ekspor tekstil dan produk tekstil
mulai mengalami perbaikan.
Ekspor komoditas kayu dan barang dari kayu (SITC
kode 63 dan 82) tercatat mengalami penurunan lebih
dalam secara nilai, yaitu dari penurunan 0,87% (yoy)
pada triwulan I 2016 menjadi penurunan 4,48% (yoy)
pada triwulan II 2016. Ditinjau dari volumenya,
komoditas ini juga masih mengalami penurunan,
walaupun telah menunjukkan perbaikan, yaitu dari
-4,88% (yoy) menjadi -3,84% (yoy).
Sementara itu, ekspor komoditas tekstil (SITC kode 65
dan 84) mengalami perbaikan pada periode laporan,
baik ditinjau secara nilai maupun volume. Pertumbuhan
nilai ekspor komoditas ini mencapai 8,39% (yoy) pada
triwulan II 2016, setelah tumbuh 0,34% (yoy) pada
periode sebelumnya. Sementara itu, volume ekspor
komoditas ini juga meningkat menjadi 0,86% (yoy),
dari -1,85% (yoy).
15PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.25 Perkembangan SBT Realisasi InvestasiBerdasarkan Sektor Usaha (SKDU)
PERT
AN
IAN
PERT
AM
BAN
GA
N
IND
UST
RIPE
NG
OLA
HA
N
LIST
RIK,
GA
S D
AN
AIR
BER
SIH
BAN
GU
NA
N
PERD
AG
AN
GA
N,
HO
TEL
DA
NRE
STO
RAN
PEN
GA
NG
KUTA
ND
AN
KOM
UN
IKA
SI
KEU
AN
GA
N, P
ERSE
WA
AN
DA
N JA
SA P
ERU
SAH
AA
N
JASA
- JA
SA
TRIWULAN I 2016TRIWULAN II 2016
-1
0
1
2
3
4 %, SBT
Grafik 1.24 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
0
2
4
6
8
10
12
-
2
4
6
8
10
12
14 %, SBT %, YOY
SBT REALISASI INVESTASI (SKDU) PMTB - SKALA KANAN
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
pada industri tekstil, makanan dan minuman, serta
obat tradisional. Paket kebijakan ekonomi pemerintah,
terutama dalam hal peningkatan kemudahan
berusaha, diperkirakan dapat meningkatkan investasi
pelaku usaha baru.
Pencapaian tersebut juga didukung oleh sistem
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Jawa Tengah yang
memiliki kinerja baik. PTSP Jawa Tengah termasuk ke
dalam 5 PTSP terbaik nasional 2016 pada level provinsi.
Selain itu, PTSP Kota Pekalongan, Kabupaten Demak,
dan Kabupaten Boyolali juga menerima penghargaan
serupa pada level kabupaten/kota.
Berdasarkan jenisnya, peningkatan ditengarai terjadi
baik pada investasi bangunan maupun nonbangunan.
Peningkatan investasi bangunan terlihat dari
pertumbuhan ekonomi pada lapangan usaha
konstruksi atau bangunan yang meningkat menjadi
8,99% (yoy), dari pertumbuhan triwulan sebelumnya
yang sebesar 6,72% (yoy). Sementara itu, membaiknya investasi nonbangunan
pada triwulan laporan terlihat dari penurunan impor
barang modal sebesar 14,27% (yoy) yang tidak
sedalam penurunan pada triwulan sebelumnya yang
sebesar 49,50% (yoy). Apresiasi nilai tukar yang
berlangsung sejak akhir 2015 juga merupakan salah
satu faktor yang mendorong perbaikan kinerja impor
barang modal tersebut.
menjelang Idul Fitri pada awal Juli 2016. Berdasarkan
hasil FGD dengan Bina Marga, pembangunan Jalan Tol
Trans Jawa segmen Bawen-Salatiga ditargetkan selesai
sebelum Idul Fitri. Komitmen Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah untuk mengadakan lelang lebih dini demi
meningkatkan real isasi investasi Pemerintah
dibandingkan tahun lalu diperkirakan akan turut
meningkatkan kinerja investasi pemerintah di triwulan
ini. Realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah triwulan II 2016 tercatat sebesar 27,04% dari
anggaran, lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2015
yang sebesar 21,50%.
Sementara itu, pada sisi swasta, peningkatan investasi
terlihat dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil
SKDU, Saldo Bersih Tertimbang (SBT) realiasi investasi
pada triwulan laporan tercatat 11,21%, lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
8,24%. Analisis lebih dalam, peningkatan terjadi pada
hampir seluruh sektor, kecuali sektor pertanian; sektor
keuangan, jasa persewaan, dan jasa perusahaan; serta
sektor jasa-jasa.
Berdasarkan hasil liaison, investasi yang dilakukan di
industri pengolahan umumnya bersifat multiyears.
Beberapa investasi sudah berlangsung sejak triwulan
lalu dan masih berlangsung pada triwulan ini, seperti
akuisisi dan pembangunan pabrik baru, pembangunan
dermaga tangkap ikan, peremajaan dan pengadaan
mesin, dan lain-lain. Pembangunan pabrik baru terlihat
14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
%, YOY
Grafik 1.27 Pertumbuhan Total Ekspor (Luar Negeri & Antardaerah)
25
20
15
10
5
5
-
(5)
(10)
(15)
(20)
(25)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
PERTUMBUHAN TAHUNAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
PERTUMBUHAN BULANAN
Grafik 1.26 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal& Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah
0
5
10
15
20
25
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY %, YOY
IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN NILAI TUKAR - SKALA KANAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1.1.1.3. Ekspor Luar Negeri dan AntardaerahKinerja ekspor (luar negeri dan antardaerah) pada
triwulan II 2016 mengalami pertumbuhan sebesar
3,29% (yoy), berbalik arah setelah penurunan 2,34%
(yoy) pada triwulan sebelumnya. Atau secara
triwulanan, tumbuh 10,23% (qtq), lebih tinggi dari
pertumbuhan pada periode yang sama tahun
sebelumnya yang sebesar 4,20% (qtq). Perbaikan
berasal dari ekspor antardaerah, sementara ekspor luar
negeri masih mengalami penurunan lebih dalam.
Pertumbuhan ekspor antardaerah mengalami
peningkatan seiring dengan membaiknya tingkat
permintaan domestik luar Jawa Tengah. Pada periode
laporan, pertumbuhan ekonomi nasional membaik
menjadi 5,18% (yoy) dari 4,91% (yoy) pada triwulan I
2016. Begitu pula perekonomian Pulau Jawa yang
tumbuh 5,73% (yoy), membaik dibandingkan
pertumbuhan 5,31% (yoy) pada triwulan lalu. Dengan
meningkatnya kegiatan ekonomi ini, permintaan
ekspor dari Jawa Tengah sebagai daerah produsen turut
meningkat.
Sementara itu, seiring dengan perbaikan ekonomi
global yang masih terbatas, kinerja ekspor luar negeri
Jawa Tengah pun masih mengalami penurunan lebih
dalam. Pada April 2016, IMF memperkirakan
perekonomian dunia tumbuh 3,2% pada tahun 2016,
meningkat dibandingkan pertumbuhan pada tahun
2015 yang sebesar 3,1%, namun lebih rendah
dibandingkan proyeksi pada Januari yang sebesar
3,4%.
Ekspor luar negeri Jawa Tengah didominasi oleh ekspor
komoditas Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), serta ekspor
Barang dari Kayu. Pada triwulan laporan, pangsa
ekspor TPT mencapai 47,46% dari total ekspor
nonmigas Jawa Tengah, sementara pangsa ekspor
Barang dari Kayu tercatat 22,59% dari total ekspor
nonmigas. Dengan demikian, pangsa ekspor kedua
kelompok komoditas utama Jawa Tengah ini telah
menyumbang lebih dari setengah total ekspor
nonmigas Jawa Tengah.
Penurunan kinerja ekspor luar negeri pada triwulan
laporan terutama berasal dari ekspor kayu dan barang
dari kayu, sementara ekspor tekstil dan produk tekstil
mulai mengalami perbaikan.
Ekspor komoditas kayu dan barang dari kayu (SITC
kode 63 dan 82) tercatat mengalami penurunan lebih
dalam secara nilai, yaitu dari penurunan 0,87% (yoy)
pada triwulan I 2016 menjadi penurunan 4,48% (yoy)
pada triwulan II 2016. Ditinjau dari volumenya,
komoditas ini juga masih mengalami penurunan,
walaupun telah menunjukkan perbaikan, yaitu dari
-4,88% (yoy) menjadi -3,84% (yoy).
Sementara itu, ekspor komoditas tekstil (SITC kode 65
dan 84) mengalami perbaikan pada periode laporan,
baik ditinjau secara nilai maupun volume. Pertumbuhan
nilai ekspor komoditas ini mencapai 8,39% (yoy) pada
triwulan II 2016, setelah tumbuh 0,34% (yoy) pada
periode sebelumnya. Sementara itu, volume ekspor
komoditas ini juga meningkat menjadi 0,86% (yoy),
dari -1,85% (yoy).
15PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
%, YOY
Grafik 1.33 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.32 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
II - 2016
I - 2016
ASEANUSA EROPAJEPANG TIONGKOK LAINNYA
%% %%% %27.26 7.15 9.96 9.16 18.68 27.78
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
AS TIONGKOK EROPA JEPANG ASEAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
%% %%% %26.72 7.34 10.44 9.34 17.92 28.24
II
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANNILAI EKSPOR
0
5
10
15
20%, YOYUSD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II 400
600
800
1,000
Grafik 1.28 Perkembangan Nilai Ekspor Tekstildan Produk Tekstil (TPT)
Grafik 1.31 Perkembangan Volume Ekspor Barang dari Kayu
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANVOLUME EKSPOR
%, YOY
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
150
180
210
240
270
300 JUTA TON
Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Ekspor Barang dari Kayu
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANNILAI EKSPOR
%, YOYUSD JUTA
-10
-5
0
5
10
15
20
25
200
300
400
500
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.29 Perkembangan Volume Ekspor Tekstildan Produk Tekstil (TPT)
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
50
70
90
110
130
150 %, YOYJUTA TON
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Asia juga memegang peran cukup besar, yaitu Jepang
(9,96%), Tiongkok (9,16%), dan ASEAN (7,15%). Pada
triwulan laporan, perlambatan ekspor terjadi pada
ekspor dengan negara tujuan ASEAN dan Tiongkok.
Sementara itu, pertumbuhan ekspor ke negara tujuan
utama lainnya mengalami peningkatan.
Pada periode laporan, nilai ekspor nonmigas ke ASEAN
mengalami penurunan jauh lebih dalam dari triwulan
sebelumnya, yaitu turun dengan level 19,33% (yoy)
dari penurunan 7,53% (yoy). Kemudian nilai ekspor
nonmigas ke Tiongkok juga mengalami penurunan
cukup dalam sebesar 13,85% (yoy), pada triwulan II
2016, melanjutkan tren penurunan di triwulan
sebelumnya yang sebesar 4,44% (yoy).
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang
dilakukan Bank Indonesia, tantangan dalam ekspor
komoditas tekstil adalah ketatnya persaingan dengan
negara-negara yang menghasilkan komoditas ekspor
serupa. Biaya tenaga kerja dan energi, serta suku bunga
kredit yang lebih rendah di negara kompetitor
mendorong tingkat persaingan harga di pasar global
semakin tinggi.
Mitra dagang utama Jawa Tengah untuk ekspor
nonmigas masih belum mengalami perubahan
signifikan dibandingkan periode sebelumnya,
yaitu Amerika Serikat dan Eropa, dengan pangsa
masing-masing 27,26% dan 18,68%. Setelah kedua
mitra tersebut, ekspor dengan negara-negara tujuan ke
16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH Sementara itu, ekspor dengan negara tujuan utama
lainnya yaitu Amerika Serikat, negara Eropa, dan
Jepang mengalami peningkatan dari 2,95% (yoy);
-4,90% (yoy); dan 17,27% (yoy) pada triwulan I 2016
menjadi 7,80% (yoy); 4,56% (yoy); dan 18,26% (yoy)
pada triwulan laporan.
1.1.1.4. Impor Luar Negeri dan AntardaerahPada triwulan II 2016, total impor (luar negeri dan
antardaerah) tumbuh 0,56% (yoy), berbalik arah
setelah mengalami penurunan pada triwulan
sebelumnya sebesar 4,36% (yoy). Secara triwulanan,
komponen ini tumbuh dengan besaran 15,69% (qtq)
pada triwulan II 2016, di atas capaian triwulan II 2015
yang sebesar 10,03% (qtq). Peningkatan kinerja impor
ini terutama berasal dari impor luar negeri, sementara
impor antardaerah diindikasikan tumbuh melambat.
Pada impor luar negeri Jawa Tengah, pangsa impor
komoditas minyak dan gas bumi (migas) terhadap total
impor cukup signifikan, yaitu sebesar 43,63% pada
triwulan II 2016. Besarnya pangsa impor migas ini
terkait dengan kilang minyak PT Pertamina di Cilacap.
Grafik 1.36 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-60
-40
-20
0
20
40
60 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
Grafik 1.35 Perkembangan Impor Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500 USD JUTA
NONMIGASMIGAS
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
II
Grafik 1.34Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Total Impor (Luar Negeri & Antardaerah)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30 %
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Unit pengolahan ini memasok 34% kebutuhan BBM
nasional, atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa.
Seiring dengan tren penurunan harga minyak sejak
akhir 2014, impor luar negeri untuk komoditas migas
terus mengalami penurunan. Namun demikian, pada
triwulan II 2016, penurunan impor komoditas migas
tercatat 34,07% (yoy), tidak sedalam dari penurunan
45,79% (yoy) pada triwulan I 2016. Peningkatan
kinerja ini juga didukung oleh penguatan nilai tukar
Rupiah pada triwulan laporan, serta meningkatnya
kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) menjelang
periode mudik di akhir triwulan.
Sejalan dengan itu, kinerja impor luar negeri dalam
bentuk nonmigas juga mengalami peningkatan. Impor
nonmigas tercatat tumbuh 0,90% (yoy), berbalik arah
setelah sebelumnya tumbuh negatif sebesar 22,08%
(yoy). Apabila dikelompokan berdasarkan jenis penggunaan,
lebih dari setengah impor nonmigas Jawa Tengah
berupa impor bahan baku, yaitu dengan pangsa
67,24% dari total impor nonmigas. Sementara impor
barang modal memberikan pangsa 21,92%, dan impor
barang konsumsi memberikan pangsa 10,84%.
Komposisi ini tidak banyak berubah dari periode
sebelumnya.
Sejalan dengan komposisi di atas, peningkatan impor
nonmigas ini terutama disumbang oleh meningkatnya
kebutuhan bahan baku impor untuk kegiatan industri
dan barang modal untuk kegiatan investasi.
17PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
%, YOY
Grafik 1.33 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.32 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
II - 2016
I - 2016
ASEANUSA EROPAJEPANG TIONGKOK LAINNYA
%% %%% %27.26 7.15 9.96 9.16 18.68 27.78
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
AS TIONGKOK EROPA JEPANG ASEAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
%% %%% %26.72 7.34 10.44 9.34 17.92 28.24
II
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANNILAI EKSPOR
0
5
10
15
20%, YOYUSD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II 400
600
800
1,000
Grafik 1.28 Perkembangan Nilai Ekspor Tekstildan Produk Tekstil (TPT)
Grafik 1.31 Perkembangan Volume Ekspor Barang dari Kayu
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANVOLUME EKSPOR
%, YOY
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
150
180
210
240
270
300 JUTA TON
Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Ekspor Barang dari Kayu
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANNILAI EKSPOR
%, YOYUSD JUTA
-10
-5
0
5
10
15
20
25
200
300
400
500
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.29 Perkembangan Volume Ekspor Tekstildan Produk Tekstil (TPT)
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
50
70
90
110
130
150 %, YOYJUTA TON
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Asia juga memegang peran cukup besar, yaitu Jepang
(9,96%), Tiongkok (9,16%), dan ASEAN (7,15%). Pada
triwulan laporan, perlambatan ekspor terjadi pada
ekspor dengan negara tujuan ASEAN dan Tiongkok.
Sementara itu, pertumbuhan ekspor ke negara tujuan
utama lainnya mengalami peningkatan.
Pada periode laporan, nilai ekspor nonmigas ke ASEAN
mengalami penurunan jauh lebih dalam dari triwulan
sebelumnya, yaitu turun dengan level 19,33% (yoy)
dari penurunan 7,53% (yoy). Kemudian nilai ekspor
nonmigas ke Tiongkok juga mengalami penurunan
cukup dalam sebesar 13,85% (yoy), pada triwulan II
2016, melanjutkan tren penurunan di triwulan
sebelumnya yang sebesar 4,44% (yoy).
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang
dilakukan Bank Indonesia, tantangan dalam ekspor
komoditas tekstil adalah ketatnya persaingan dengan
negara-negara yang menghasilkan komoditas ekspor
serupa. Biaya tenaga kerja dan energi, serta suku bunga
kredit yang lebih rendah di negara kompetitor
mendorong tingkat persaingan harga di pasar global
semakin tinggi.
Mitra dagang utama Jawa Tengah untuk ekspor
nonmigas masih belum mengalami perubahan
signifikan dibandingkan periode sebelumnya,
yaitu Amerika Serikat dan Eropa, dengan pangsa
masing-masing 27,26% dan 18,68%. Setelah kedua
mitra tersebut, ekspor dengan negara-negara tujuan ke
16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH Sementara itu, ekspor dengan negara tujuan utama
lainnya yaitu Amerika Serikat, negara Eropa, dan
Jepang mengalami peningkatan dari 2,95% (yoy);
-4,90% (yoy); dan 17,27% (yoy) pada triwulan I 2016
menjadi 7,80% (yoy); 4,56% (yoy); dan 18,26% (yoy)
pada triwulan laporan.
1.1.1.4. Impor Luar Negeri dan AntardaerahPada triwulan II 2016, total impor (luar negeri dan
antardaerah) tumbuh 0,56% (yoy), berbalik arah
setelah mengalami penurunan pada triwulan
sebelumnya sebesar 4,36% (yoy). Secara triwulanan,
komponen ini tumbuh dengan besaran 15,69% (qtq)
pada triwulan II 2016, di atas capaian triwulan II 2015
yang sebesar 10,03% (qtq). Peningkatan kinerja impor
ini terutama berasal dari impor luar negeri, sementara
impor antardaerah diindikasikan tumbuh melambat.
Pada impor luar negeri Jawa Tengah, pangsa impor
komoditas minyak dan gas bumi (migas) terhadap total
impor cukup signifikan, yaitu sebesar 43,63% pada
triwulan II 2016. Besarnya pangsa impor migas ini
terkait dengan kilang minyak PT Pertamina di Cilacap.
Grafik 1.36 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-60
-40
-20
0
20
40
60 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
Grafik 1.35 Perkembangan Impor Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500 USD JUTA
NONMIGASMIGAS
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
II
Grafik 1.34Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Total Impor (Luar Negeri & Antardaerah)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30 %
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Unit pengolahan ini memasok 34% kebutuhan BBM
nasional, atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa.
Seiring dengan tren penurunan harga minyak sejak
akhir 2014, impor luar negeri untuk komoditas migas
terus mengalami penurunan. Namun demikian, pada
triwulan II 2016, penurunan impor komoditas migas
tercatat 34,07% (yoy), tidak sedalam dari penurunan
45,79% (yoy) pada triwulan I 2016. Peningkatan
kinerja ini juga didukung oleh penguatan nilai tukar
Rupiah pada triwulan laporan, serta meningkatnya
kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) menjelang
periode mudik di akhir triwulan.
Sejalan dengan itu, kinerja impor luar negeri dalam
bentuk nonmigas juga mengalami peningkatan. Impor
nonmigas tercatat tumbuh 0,90% (yoy), berbalik arah
setelah sebelumnya tumbuh negatif sebesar 22,08%
(yoy). Apabila dikelompokan berdasarkan jenis penggunaan,
lebih dari setengah impor nonmigas Jawa Tengah
berupa impor bahan baku, yaitu dengan pangsa
67,24% dari total impor nonmigas. Sementara impor
barang modal memberikan pangsa 21,92%, dan impor
barang konsumsi memberikan pangsa 10,84%.
Komposisi ini tidak banyak berubah dari periode
sebelumnya.
Sejalan dengan komposisi di atas, peningkatan impor
nonmigas ini terutama disumbang oleh meningkatnya
kebutuhan bahan baku impor untuk kegiatan industri
dan barang modal untuk kegiatan investasi.
17PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.39 Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY
BARANG MODAL BAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
Grafik 1.38 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahGrafik 1.37 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
BARANG MODALBAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
II - 2016
I - 2016
21.9267.24 10.84% %%
19.9869.42 10.59% %%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
22,11% (yoy). Sejalan dengan itu, pertumbuhan
volume impor barang konsumsi juga tercatat
mengalami perlambatan menjadi 30,98% (yoy) dari
pertumbuhan sebesar 41,91% (yoy) pada periode
sebelumnya.
Berdasarkan negara asal barang, impor nonmigas
Jawa Tengah sebagian besar berasal dari negara
Tiongkok dengan pangsa 46,02% dari total impor
nonmigas Jawa Tengah. Selain Tiongkok, negara mitra
dagang lainnya yaitu ASEAN (8,58%), Amerika Serikat
(6,81%), dan Eropa (5,33%). Mitra dagang utama ini
tidak banyak berubah sepanjang waktu.
Perbaikan kinerja impor nonmigas terutama
disumbang oleh impor dari Tiongkok yang tumbuh
16,44% (yoy), berbalik arah setelah mengalami
penurunan 13,68% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Mitra dagang utama yang juga menyumbang
perbaikan kinerja impor nonmigas adalah negara-
negara Eropa. Pada triwulan II 2016 penurunan impor
dari negara asal tersebut mengalami perbaikan, yaitu
dari penurunan 56,23% (yoy) pada triwulan I 2016
menjadi 32,21% (yoy).
Dengan karakteristik industri Jawa Tengah yang
memiliki kadar penggunaan impor tinggi dalam
komponen bahan bakunya, kinerja industri berdampak
signifikan terhadap perkembangan impor Jawa
Tengah, khususnya impor bahan baku. Pada triwulan
laporan, nilai impor bahan baku tumbuh 0,39% (yoy),
berbalik arah setelah mengalami penurunan pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 10,42% (yoy).
Pen ingkatan in i te rutama d i sumbang o leh
pertumbuhan impor bahan baku tekstil (SITC kode 26
dan 65) yang meningkat dari -9,12% (yoy) menjadi
28,77% (yoy), sejalan dengan membaiknya kinerja
ekspor tekstil.
Sejalan dengan itu, kinerja impor barang modal juga
membaik walaupun masih mengalami pertumbuhan
negatif. Pada triwulan II 2016, pertumbuhan nilai impor
barang modal tercatat sebesar -14,27% (yoy),
membaik dibandingkan pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya sebesar -46,50% (yoy). Sementara secara
volume, impor barang modal bahkan sudah mengalami
pertumbuhan positif senilai 11,95% (yoy), berbalik
arah dari penurunan 17,60% (yoy) pada periode yang
lalu. Perbaikan ini berasal dari investasi nonbangunan
dalam bentuk pemeliharaan atau peremajaan mesin
industri.
Berbeda halnya dengan impor barang konsumsi, impor
kelompok barang ini mengalami perlambatan,
walaupun masih tumbuh pada level yang tinggi. Pada
triwulan laporan pertumbuhan nilai impor barang
konsumsi tercatat sebesar 13,37% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KATEGORI
Tabel 1.5. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
140.622
19.621
331.605
800
601
93.450
124.862
27.484
27.853
28.403
25.550
15.037
3.028
26.406
38.656
7.536
13.681
925.195
38.466
5.278
86.318
174
156
24.707
31.832
7.382
7.498
7.434
6.992
4.026
820
6.809
10.215
2.049
3.693
243.848
41.616
5.650
88.114
206
156
25.220
33.022
7.489
7.748
7.475
6.857
4.144
870
6.929
10.299
2.069
3.464
251.327
45.312
6.025
90.282
203
159
26.065
34.955
7.945
7.919
7.735
7.308
4.256
909
7.408
10.327
2.072
3.632
262.513
32.104
6.067
92.795
232
161
27.415
35.224
8.193
8.130
7.868
7.756
4.323
899
7.780
11.357
2.236
3.847
256.387
157.498
23.020
357.509
815
633
103.406
135.033
31.009
31.295
30.511
28.912
16.749
3.498
28.926
42.199
8.426
14.637
1.014.074
38,875
6,249
92,495
224
159
26,904
35,357
7,915
8,581
8,080
7,830
4,381
949
7,728
11,482
2,283
4,054
263,545
43,272
6,434
95,428
230
164
27,901
35,885
7,697
8,851
8,163
8,020
4,483
977
7,861
11,493
2,307
4,109
273,275
20142015*
I II III IV2015*
2016**
III
%, YOY
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA
Grafik 1.42 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.41 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
LAINNYAEROPACHINAASEANAMERIKA SERIKAT
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
ASEANUSA TIONGKOK EROPA
II - 2016
I - 2016
8.581.24 46.02 5.33%% %%
LAINNYA
38.83%
Grafik 1.40 Struktur Impor Nonmigas Berdasarkan Negara Asal
9.316.81 40.70 5.74%% %%
37.44%
Sementara itu, impor dari negara utama lainnya, yaitu
Amerika Serikat dan negara ASEAN masih mengalami
penurunan pada triwulan II 2016 dan dengan tingkat
lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor
dari negara tersebut pada tr iwulan laporan
mencatatkan penurunan 87,33% (yoy) dan 26,11%
(yoy), dari penurunan 27,07% (yoy) dan 14,31% (yoy).
1.1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah masih
bersumber dari tiga lapangan usaha utama, yaitu
industri pengolahan (34,92%); pertanian, kehutanan
dan perikanan (15,83%); dan perdagangan besar-
eceran dan reparasi mobil-sepeda motor (13,13%).
Komposisi ini tidak banyak berubah dari periode
sebelumnya.
Pada triwulan II 2016, kinerja lapangan usaha industri
pengolahan dan lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan mengalami perbaikan
kinerja, sedangkan lapangan usaha perdagangan
besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor
melambat.
19PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.39 Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY
BARANG MODAL BAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
Grafik 1.38 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahGrafik 1.37 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
BARANG MODALBAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
II - 2016
I - 2016
21.9267.24 10.84% %%
19.9869.42 10.59% %%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
22,11% (yoy). Sejalan dengan itu, pertumbuhan
volume impor barang konsumsi juga tercatat
mengalami perlambatan menjadi 30,98% (yoy) dari
pertumbuhan sebesar 41,91% (yoy) pada periode
sebelumnya.
Berdasarkan negara asal barang, impor nonmigas
Jawa Tengah sebagian besar berasal dari negara
Tiongkok dengan pangsa 46,02% dari total impor
nonmigas Jawa Tengah. Selain Tiongkok, negara mitra
dagang lainnya yaitu ASEAN (8,58%), Amerika Serikat
(6,81%), dan Eropa (5,33%). Mitra dagang utama ini
tidak banyak berubah sepanjang waktu.
Perbaikan kinerja impor nonmigas terutama
disumbang oleh impor dari Tiongkok yang tumbuh
16,44% (yoy), berbalik arah setelah mengalami
penurunan 13,68% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Mitra dagang utama yang juga menyumbang
perbaikan kinerja impor nonmigas adalah negara-
negara Eropa. Pada triwulan II 2016 penurunan impor
dari negara asal tersebut mengalami perbaikan, yaitu
dari penurunan 56,23% (yoy) pada triwulan I 2016
menjadi 32,21% (yoy).
Dengan karakteristik industri Jawa Tengah yang
memiliki kadar penggunaan impor tinggi dalam
komponen bahan bakunya, kinerja industri berdampak
signifikan terhadap perkembangan impor Jawa
Tengah, khususnya impor bahan baku. Pada triwulan
laporan, nilai impor bahan baku tumbuh 0,39% (yoy),
berbalik arah setelah mengalami penurunan pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 10,42% (yoy).
Pen ingkatan in i te rutama d i sumbang o leh
pertumbuhan impor bahan baku tekstil (SITC kode 26
dan 65) yang meningkat dari -9,12% (yoy) menjadi
28,77% (yoy), sejalan dengan membaiknya kinerja
ekspor tekstil.
Sejalan dengan itu, kinerja impor barang modal juga
membaik walaupun masih mengalami pertumbuhan
negatif. Pada triwulan II 2016, pertumbuhan nilai impor
barang modal tercatat sebesar -14,27% (yoy),
membaik dibandingkan pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya sebesar -46,50% (yoy). Sementara secara
volume, impor barang modal bahkan sudah mengalami
pertumbuhan positif senilai 11,95% (yoy), berbalik
arah dari penurunan 17,60% (yoy) pada periode yang
lalu. Perbaikan ini berasal dari investasi nonbangunan
dalam bentuk pemeliharaan atau peremajaan mesin
industri.
Berbeda halnya dengan impor barang konsumsi, impor
kelompok barang ini mengalami perlambatan,
walaupun masih tumbuh pada level yang tinggi. Pada
triwulan laporan pertumbuhan nilai impor barang
konsumsi tercatat sebesar 13,37% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KATEGORI
Tabel 1.5. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
140.622
19.621
331.605
800
601
93.450
124.862
27.484
27.853
28.403
25.550
15.037
3.028
26.406
38.656
7.536
13.681
925.195
38.466
5.278
86.318
174
156
24.707
31.832
7.382
7.498
7.434
6.992
4.026
820
6.809
10.215
2.049
3.693
243.848
41.616
5.650
88.114
206
156
25.220
33.022
7.489
7.748
7.475
6.857
4.144
870
6.929
10.299
2.069
3.464
251.327
45.312
6.025
90.282
203
159
26.065
34.955
7.945
7.919
7.735
7.308
4.256
909
7.408
10.327
2.072
3.632
262.513
32.104
6.067
92.795
232
161
27.415
35.224
8.193
8.130
7.868
7.756
4.323
899
7.780
11.357
2.236
3.847
256.387
157.498
23.020
357.509
815
633
103.406
135.033
31.009
31.295
30.511
28.912
16.749
3.498
28.926
42.199
8.426
14.637
1.014.074
38,875
6,249
92,495
224
159
26,904
35,357
7,915
8,581
8,080
7,830
4,381
949
7,728
11,482
2,283
4,054
263,545
43,272
6,434
95,428
230
164
27,901
35,885
7,697
8,851
8,163
8,020
4,483
977
7,861
11,493
2,307
4,109
273,275
20142015*
I II III IV2015*
2016**
III
%, YOY
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA
Grafik 1.42 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.41 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
LAINNYAEROPACHINAASEANAMERIKA SERIKAT
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
ASEANUSA TIONGKOK EROPA
II - 2016
I - 2016
8.581.24 46.02 5.33%% %%
LAINNYA
38.83%
Grafik 1.40 Struktur Impor Nonmigas Berdasarkan Negara Asal
9.316.81 40.70 5.74%% %%
37.44%
Sementara itu, impor dari negara utama lainnya, yaitu
Amerika Serikat dan negara ASEAN masih mengalami
penurunan pada triwulan II 2016 dan dengan tingkat
lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor
dari negara tersebut pada tr iwulan laporan
mencatatkan penurunan 87,33% (yoy) dan 26,11%
(yoy), dari penurunan 27,07% (yoy) dan 14,31% (yoy).
1.1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah masih
bersumber dari tiga lapangan usaha utama, yaitu
industri pengolahan (34,92%); pertanian, kehutanan
dan perikanan (15,83%); dan perdagangan besar-
eceran dan reparasi mobil-sepeda motor (13,13%).
Komposisi ini tidak banyak berubah dari periode
sebelumnya.
Pada triwulan II 2016, kinerja lapangan usaha industri
pengolahan dan lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan mengalami perbaikan
kinerja, sedangkan lapangan usaha perdagangan
besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor
melambat.
19PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
peningkatan kegiatan usaha pertanian menjadi 5,01%
dari 2,35% pada triwulan sebelumnya.
Grafik 1.43 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan PerikananSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
(40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40 %,YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
PERTUMBUHAN TAHUNAN PERTUMBUHAN BULANAN
KATEGORI
Tabel 1.6. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
20142015*
I II III IV2015*
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
107.793
15.543
271.561
844
568
76.682
110.809
24.802
23.466
30.130
20.116
13.777
2.535
21.076
27.466
5.908
11.918
764.993
27.948
3.735
69.530
190
146
19.580
27.567
6.505
6.120
8.029
5.338
3.569
676
5.439
7.213
1.552
3.128
196.266
30.614
3.957
70.160
213
145
19.858
28.442
6.498
6.251
8.082
5.177
3.678
693
5.451
7.130
1.519
2.919
200.786
32.445
4.210
71.410
204
142
20.462
29.692
6.753
6.330
8.367
5.452
3.768
712
5.614
7.252
1.573
3.053
207.439
22.819
4.198
73.000
208
144
21.386
29.732
7.006
6.428
8.523
5.779
3.807
701
5.690
7.816
1.680
3.201
202.118
113.826
16.100
284.100
816
577
81.286
115.433
26.762
25.130
33.001
21.746
14.822
2.781
22.195
29.410
6.324
12.300
806.609
27,386
4,475
72,341
204
143
20,896
29,495
6,947
6,489
8,757
5,797
3,842
734
5,668
7,875
1,709
3,275
206,031
2016**
II30,592
4,560
73,835
213
147
21,643
29,709
6,932
6,656
8,859
5,903
3,913
753
5,706
7,878
1,725
3,297
212,322
I
KATEGORI
Tabel 1.7. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY)
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
20142015*
I II III IV2015*
2016**
I
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
-0.95
6.50
6.62
3.72
3.45
4.38
4.71
8.97
7.58
13.00
4.16
7.19
8.31
0.78
10.17
11.20
8.50
5.28
3.92
1.15
5.86
-6.13
1.96
4.19
3.14
12.01
8.59
11.57
7.31
6.72
11.56
3.97
10.11
9.35
8.34
5.64
7.29
2.20
3.79
-1.59
3.13
5.30
3.24
9.72
6.48
8.51
2.37
7.02
10.45
7.85
9.25
4.45
-1.09
5.06
4.62
6.04
4.30
-5.08
-0.24
7.08
2.16
6.71
6.34
9.50
8.98
8.75
10.93
6.23
6.90
6.96
1.57
5.00
6.87
4.72
4.56
-0.64
1.71
7.35
8.25
3.89
7.03
8.65
13.72
7.81
6.17
3.37
2.77
7.47
4.11
6.08
5.60
3.59
4.62
-3.34
1.63
6.00
4.17
7.90
7.09
9.53
8.10
7.59
9.72
5.31
7.08
7.05
3.21
5.44
-2.01
19.81
4.04
7.23
-2.61
6.72
6.99
6.79
6.01
9.07
8.59
7.64
8.65
4.22
9.19
10.09
4.69
4.98
II-0.07
15.26
5.24
0.22
1.39
8.99
4.45
6.68
6.47
9.62
14.03
6.39
8.73
4.68
10.48
13.59
12.98
5.75
1.1.2.1. Pertanian, Kehutanan, dan PerikananLapangan usaha pertanian, kehutanan, dan
perikanan mengalami perbaikan walaupun masih
mengalami pertumbuhan negatif. Pada triwulan
laporan, lapangan usaha ini turun 0,07% (yoy), lebih
baik dibandingkan penurunan pada triwulan
sebelumnya hingga sebesar 2,01% (yoy). Secara
triwulanan, pertumbuhan lapangan usaha ini tercatat
11,71% (qtq), juga meningkat dari triwulan yang sama
tahun 2015 yang sebesar 9,54% (qtq). Perbaikan ini
terkonfirmasi dari hasil SKDU yang menunjukkan
20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.48 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANANPRODUKSI PADI
%, YOYRIBU TON
-20
-10
0
10
20
30
40
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.47 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN LUAS PANEN PADIPERTUMBUHAN LUAS TANAM PADI
(15.00)
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.46 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
LUAS PANENLUAS TANAM
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000 HEKTAR
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.45 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian
PERTUMBUHAN KREDIT PERTANIAN NPL PERTANIAN - SKALA KANAN
%%, YOY
0
2
4
6
8
10
12
14
-20
-10
0
10
20
30
40
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.44 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU)dan Pertumbuhan PDRB Pertanian
-
2
4
6
8
10 %, YOY%, SBT
PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PERTANIANPERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERTANIAN - SKALA KANAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4
-2
0
2
4
6
8
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Selain itu, perbaikan lapangan usaha pertanian,
perikanan dan kehutanan juga tercermin dari
penyaluran kredit perbankan ke lapangan usaha
tersebut sebagai salah satu sumber pendanaan. Kredit
kepada lapangan usaha ini tumbuh 11,60% (yoy) pada
tr iwulan I I 2016, lebih t inggi dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan I 2016 yang tercatat
sebesar 11,07% (yoy). Dari sisi kualitas, risiko
penyaluran kredit pada lapangan usaha ini masih tinggi,
ditunjukkan oleh rasio Non Performing Loan (NPL) yang
melebihi level indikatif sebesar 5%. Namun pada
triwulan laporan, seiring dengan perbaikan kinerja,
rasio NPL lapangan usaha pertanian, perikanan dan
kehutanan tercatat mengalami penurunan dari
11,57% pada triwulan I 2016 menjadi 11,07% pada
triwulan II 2016.
Perkembangan yang sama juga terlihat pada kinerja
panen padi yang merupakan hasil pertanian utama
Jawa Tengah. Luas panen padi pada triwulan II 2016
masih mengalami penurunan sebesar 3,22% (yoy),
walaupun telah mengalami perbaikan dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat menurun sebesar
3,93% (yoy).
1.1.2.2. Industri PengolahanSejalan dengan membaiknya permintaan
domestik, kinerja lapangan usaha industri
pengolahan mengalami peningkatan. Pada
triwulan laporan lapangan usaha ini tumbuh 5,25%
(yoy), setelah tumbuh 4,04% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Secara triwulanan, lapangan usaha
industri pengolahan tumbuh 2,06% (qtq), lebih tinggi
dibandingkan triwulan II 2015 yang sebesar 0,91%
(qtq).
21PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
peningkatan kegiatan usaha pertanian menjadi 5,01%
dari 2,35% pada triwulan sebelumnya.
Grafik 1.43 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan PerikananSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
(40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40 %,YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
PERTUMBUHAN TAHUNAN PERTUMBUHAN BULANAN
KATEGORI
Tabel 1.6. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
20142015*
I II III IV2015*
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
107.793
15.543
271.561
844
568
76.682
110.809
24.802
23.466
30.130
20.116
13.777
2.535
21.076
27.466
5.908
11.918
764.993
27.948
3.735
69.530
190
146
19.580
27.567
6.505
6.120
8.029
5.338
3.569
676
5.439
7.213
1.552
3.128
196.266
30.614
3.957
70.160
213
145
19.858
28.442
6.498
6.251
8.082
5.177
3.678
693
5.451
7.130
1.519
2.919
200.786
32.445
4.210
71.410
204
142
20.462
29.692
6.753
6.330
8.367
5.452
3.768
712
5.614
7.252
1.573
3.053
207.439
22.819
4.198
73.000
208
144
21.386
29.732
7.006
6.428
8.523
5.779
3.807
701
5.690
7.816
1.680
3.201
202.118
113.826
16.100
284.100
816
577
81.286
115.433
26.762
25.130
33.001
21.746
14.822
2.781
22.195
29.410
6.324
12.300
806.609
27,386
4,475
72,341
204
143
20,896
29,495
6,947
6,489
8,757
5,797
3,842
734
5,668
7,875
1,709
3,275
206,031
2016**
II30,592
4,560
73,835
213
147
21,643
29,709
6,932
6,656
8,859
5,903
3,913
753
5,706
7,878
1,725
3,297
212,322
I
KATEGORI
Tabel 1.7. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY)
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
20142015*
I II III IV2015*
2016**
I
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
-0.95
6.50
6.62
3.72
3.45
4.38
4.71
8.97
7.58
13.00
4.16
7.19
8.31
0.78
10.17
11.20
8.50
5.28
3.92
1.15
5.86
-6.13
1.96
4.19
3.14
12.01
8.59
11.57
7.31
6.72
11.56
3.97
10.11
9.35
8.34
5.64
7.29
2.20
3.79
-1.59
3.13
5.30
3.24
9.72
6.48
8.51
2.37
7.02
10.45
7.85
9.25
4.45
-1.09
5.06
4.62
6.04
4.30
-5.08
-0.24
7.08
2.16
6.71
6.34
9.50
8.98
8.75
10.93
6.23
6.90
6.96
1.57
5.00
6.87
4.72
4.56
-0.64
1.71
7.35
8.25
3.89
7.03
8.65
13.72
7.81
6.17
3.37
2.77
7.47
4.11
6.08
5.60
3.59
4.62
-3.34
1.63
6.00
4.17
7.90
7.09
9.53
8.10
7.59
9.72
5.31
7.08
7.05
3.21
5.44
-2.01
19.81
4.04
7.23
-2.61
6.72
6.99
6.79
6.01
9.07
8.59
7.64
8.65
4.22
9.19
10.09
4.69
4.98
II-0.07
15.26
5.24
0.22
1.39
8.99
4.45
6.68
6.47
9.62
14.03
6.39
8.73
4.68
10.48
13.59
12.98
5.75
1.1.2.1. Pertanian, Kehutanan, dan PerikananLapangan usaha pertanian, kehutanan, dan
perikanan mengalami perbaikan walaupun masih
mengalami pertumbuhan negatif. Pada triwulan
laporan, lapangan usaha ini turun 0,07% (yoy), lebih
baik dibandingkan penurunan pada triwulan
sebelumnya hingga sebesar 2,01% (yoy). Secara
triwulanan, pertumbuhan lapangan usaha ini tercatat
11,71% (qtq), juga meningkat dari triwulan yang sama
tahun 2015 yang sebesar 9,54% (qtq). Perbaikan ini
terkonfirmasi dari hasil SKDU yang menunjukkan
20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.48 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANANPRODUKSI PADI
%, YOYRIBU TON
-20
-10
0
10
20
30
40
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.47 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN LUAS PANEN PADIPERTUMBUHAN LUAS TANAM PADI
(15.00)
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.46 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
LUAS PANENLUAS TANAM
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000 HEKTAR
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.45 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian
PERTUMBUHAN KREDIT PERTANIAN NPL PERTANIAN - SKALA KANAN
%%, YOY
0
2
4
6
8
10
12
14
-20
-10
0
10
20
30
40
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.44 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU)dan Pertumbuhan PDRB Pertanian
-
2
4
6
8
10 %, YOY%, SBT
PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PERTANIANPERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERTANIAN - SKALA KANAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4
-2
0
2
4
6
8
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Selain itu, perbaikan lapangan usaha pertanian,
perikanan dan kehutanan juga tercermin dari
penyaluran kredit perbankan ke lapangan usaha
tersebut sebagai salah satu sumber pendanaan. Kredit
kepada lapangan usaha ini tumbuh 11,60% (yoy) pada
tr iwulan I I 2016, lebih t inggi dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan I 2016 yang tercatat
sebesar 11,07% (yoy). Dari sisi kualitas, risiko
penyaluran kredit pada lapangan usaha ini masih tinggi,
ditunjukkan oleh rasio Non Performing Loan (NPL) yang
melebihi level indikatif sebesar 5%. Namun pada
triwulan laporan, seiring dengan perbaikan kinerja,
rasio NPL lapangan usaha pertanian, perikanan dan
kehutanan tercatat mengalami penurunan dari
11,57% pada triwulan I 2016 menjadi 11,07% pada
triwulan II 2016.
Perkembangan yang sama juga terlihat pada kinerja
panen padi yang merupakan hasil pertanian utama
Jawa Tengah. Luas panen padi pada triwulan II 2016
masih mengalami penurunan sebesar 3,22% (yoy),
walaupun telah mengalami perbaikan dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat menurun sebesar
3,93% (yoy).
1.1.2.2. Industri PengolahanSejalan dengan membaiknya permintaan
domestik, kinerja lapangan usaha industri
pengolahan mengalami peningkatan. Pada
triwulan laporan lapangan usaha ini tumbuh 5,25%
(yoy), setelah tumbuh 4,04% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Secara triwulanan, lapangan usaha
industri pengolahan tumbuh 2,06% (qtq), lebih tinggi
dibandingkan triwulan II 2015 yang sebesar 0,91%
(qtq).
21PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pertumbuhan Impor Nonmigas Bahan Baku Jawa Tengah
NILAI IMPOR BAHAN BAKU VOLUME IMPOR BAHAN BAKU
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-20
-10
0
10
20
30
40
50 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.52
Grafik 1.50 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU)dan Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY%, SBT
PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) INDUSTRI PENGOLAHANPERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
-2
0
2
4
6
8
5
7
9
3
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
%
Grafik 1.49 Pertumbuhan PDRB Industri PengolahanSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
(2)
(1)
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
Nilai impor bahan baku nonmigas pada triwulan II 2016
mencatatkan pertumbuhan sebesar 0,39% (yoy),
berbalik arah dari penurunan sebesar 10,42% (yoy)
pada triwulan sebelumnya. Sejalan dengan itu,
pertumbuhan volume impor bahan baku juga tampak
meningkat menjadi -1,64% (yoy), dari -18,58% (yoy)
pada periode sebelumnya. Peningkatan ini juga
didukung oleh nilai tukar Rupiah yang masih dalam tren
apresiasi pada triwulan laporan.
Berdasarkan skala usaha, peningkatan kinerja terjadi
pada industri manufaktur skala mikro dan kecil,
sementara industri manufaktur berskala besar dan
sedang mengalami perlambatan. Hal tersebut
tercermin dari angka pertumbuhan produksi industri
manufaktur masing-masing skala produksi. Pada
triwulan II 2016, industri manufaktur mikro dan kecil
tumbuh dengan level 5,88% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2016 yang
sebesar 5,11% (yoy). Sementara itu, industri
manufaktur besar dan sedang tumbuh melambat di
level 2,63% (yoy), setelah mencatatkan pertumbuhan
3,51% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Hasil SKDU juga mengonfirmasi peningkatan ini, Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha industri
pengolahan pada periode laporan berbalik arah
menjadi 8,11% dari -0,29% pada triwulan I 2016.
Selain itu, penyaluran kredit juga menunjukkan kondisi
yang sama. Pertumbuhan kredit ke lapangan usaha ini
pada periode laporan mengalami peningkatan menjadi
11,33% (yoy), dari 11,22% (yoy) pada periode
sebelumnya. Namun demikian, peningkatan
penyaluran kredit ini diikuti oleh menurunnya kualitas
kredit. Hal tersebut tercermin dari rasio NPL yang
mengalami peningkatan dari 4,92% pada triwulan lalu
menjadi 5,97% pada triwulan II 2016. Nilai ini juga
sudah melampaui batas aman yang sebesar 5%.
Selain itu, meningkatnya aktivitas industri juga terlihat
dari impor bahan baku yang juga mengalami
peningkatan. Beberapa industri di Jawa Tengah masih
menggunakan bahan baku dengan konten impor
tinggi sehingga perkembangan indikator ini dapat
mencerminkan pergerakan kinerja industri. Pada
triwulan II 2016, impor bahan baku baik secara nilai
maupun volume mengalami pertumbuhan yang lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 1.51 Pertumbuhan Kredit dan Rasio NPL Industri Pengolahan
PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
%%, YOY
0
10
20
30
0
2
4
6
8
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.53 Pertumbuhan Produksi Industri ManufakturBerdasarkan Skala Usaha
PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR & SEDANG PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO & KECIL
%, YOY
-5
0
5
10
15
20
25
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Industri pengolahan di Provinsi Jawa Tengah ditopang
oleh industri makanan dan minuman, industri
pengolahan tembakau, industri pengilangan migas,
industri tekstil, industri kimia dan farmasi, serta industri
pengolahan kayu.
Berdasarkan survei pertumbuhan produksi industri
manufaktur yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS), pada industri skala mikro dan kecil, peningkatan
pertumbuhan produksi terutama disumbang oleh
industri minuman, industri pengolahan tembakau,
industri kayu, industri kimia dan farmasi. Sementara itu
beberapa industri utama Jawa Tengah mengalami
perlambatan atau penurunan lebih dalam pada
triwulan laporan, diantaranya industri makanan,
industri tekstil, dan industri pakaian jadi.
Analisis lebih mendalam, pada industri kimia dan
farmasi, apresiasi nilai tukar ditengarai menjadi salah
satu faktor pendorong perbaikan kinerja. Hal ini
sehubungan dengan bahan baku pada industri kimia
yang memiliki konten impor tinggi. Industri ini
mencatatkan peningkatan pertumbuhan produksi dari
0,27% (yoy) menjadi 11,55% (yoy) untuk industri
kimia, dan dari 10,94% (yoy) menjadi 26,56% (yoy)
untuk industri farmasi.
Sementara itu, berdasarkan hasil Focus Group
Discussion (FGD), terdapat perbaikan permintaan
domestik akan olahan kayu untuk menunjang kegiatan
konstruksi bangunan. Kegiatan konstruksi yang tinggi
terlihat dari pertumbuhan PDRB lapangan usaha
tersebut yang meningkat dari 6,72% (yoy) pada
triwulan lalu menjadi 8,99% (yoy) pada triwulan
laporan. Permintaan ini menunjang perbaikan kinerja
pada industri kayu. Pada triwulan II 2016 penurunan
yang dialami industri kayu tercatat membaik menjadi
0,61% (yoy) dari penurunan 2,16% (yoy) pada triwulan
I 2016.
Sementara itu, pada skala besar dan sedang, hampir
seluruh jenis industri mengalami perlambatan, kecuali
industri tekstil, serta industri kayu dan barang dari kayu.
Industri utama Jawa Tengah seperti industri makanan
dan minuman, serta industri pengolahan tembakau
tercatat mengalami perlambatan.
Perbaikan kinerja industri tekstil skala besar dan sedang
diindikasikan didorong oleh membaiknya ekspor tekstil
dan produk tekstil, baik ditinjau dari nilai maupun
volume. Nilai ekspor komoditas tekstil dan produk
tekstil (SITC kode 65 dan 84) pada triwulan laporan
tumbuh 8,39% (yoy), meningkat dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 0,34% (yoy). Sejalan dengan
itu, pertumbuhan volume ekspor komoditas ini juga
meningkat dari -1,85% (yoy) pada triwulan I 2016
menjadi 0,86% (yoy) pada triwulan II 2016. Perbaikan
ekonomi negara tujuan utama khususnya Amerika
Serikat menjadi salah satu faktor membaiknya kinerja
ekspor komoditas ini. Selain itu, sebagai industri
dengan konten bahan baku impor tinggi, apresiasi nilai
tukar Rupiah juga turut menunjang kinerja. Impor
bahan baku tekstil (SITC kode 26 dan 65) pada triwulan
laporan mengalami peningkatan pertumbuhan
dibandingkan triwulan sebelumnya, baik secara nilai,
yaitu dari -9,12% (yoy) menjadi 28,77% (yoy); maupun
secara volume, yaitu dari -7,28% (yoy) menjadi 43,34%
(yoy). Pada periode laporan, jumlah produksi industri
tekstil skala besar tercatat tumbuh 3,66% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan periode lalu yang
sebesar -2,70% (yoy).
23PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pertumbuhan Impor Nonmigas Bahan Baku Jawa Tengah
NILAI IMPOR BAHAN BAKU VOLUME IMPOR BAHAN BAKU
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-20
-10
0
10
20
30
40
50 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 1.52
Grafik 1.50 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU)dan Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY%, SBT
PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) INDUSTRI PENGOLAHANPERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
-2
0
2
4
6
8
5
7
9
3
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
%
Grafik 1.49 Pertumbuhan PDRB Industri PengolahanSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
(2)
(1)
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
Nilai impor bahan baku nonmigas pada triwulan II 2016
mencatatkan pertumbuhan sebesar 0,39% (yoy),
berbalik arah dari penurunan sebesar 10,42% (yoy)
pada triwulan sebelumnya. Sejalan dengan itu,
pertumbuhan volume impor bahan baku juga tampak
meningkat menjadi -1,64% (yoy), dari -18,58% (yoy)
pada periode sebelumnya. Peningkatan ini juga
didukung oleh nilai tukar Rupiah yang masih dalam tren
apresiasi pada triwulan laporan.
Berdasarkan skala usaha, peningkatan kinerja terjadi
pada industri manufaktur skala mikro dan kecil,
sementara industri manufaktur berskala besar dan
sedang mengalami perlambatan. Hal tersebut
tercermin dari angka pertumbuhan produksi industri
manufaktur masing-masing skala produksi. Pada
triwulan II 2016, industri manufaktur mikro dan kecil
tumbuh dengan level 5,88% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2016 yang
sebesar 5,11% (yoy). Sementara itu, industri
manufaktur besar dan sedang tumbuh melambat di
level 2,63% (yoy), setelah mencatatkan pertumbuhan
3,51% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Hasil SKDU juga mengonfirmasi peningkatan ini, Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha industri
pengolahan pada periode laporan berbalik arah
menjadi 8,11% dari -0,29% pada triwulan I 2016.
Selain itu, penyaluran kredit juga menunjukkan kondisi
yang sama. Pertumbuhan kredit ke lapangan usaha ini
pada periode laporan mengalami peningkatan menjadi
11,33% (yoy), dari 11,22% (yoy) pada periode
sebelumnya. Namun demikian, peningkatan
penyaluran kredit ini diikuti oleh menurunnya kualitas
kredit. Hal tersebut tercermin dari rasio NPL yang
mengalami peningkatan dari 4,92% pada triwulan lalu
menjadi 5,97% pada triwulan II 2016. Nilai ini juga
sudah melampaui batas aman yang sebesar 5%.
Selain itu, meningkatnya aktivitas industri juga terlihat
dari impor bahan baku yang juga mengalami
peningkatan. Beberapa industri di Jawa Tengah masih
menggunakan bahan baku dengan konten impor
tinggi sehingga perkembangan indikator ini dapat
mencerminkan pergerakan kinerja industri. Pada
triwulan II 2016, impor bahan baku baik secara nilai
maupun volume mengalami pertumbuhan yang lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 1.51 Pertumbuhan Kredit dan Rasio NPL Industri Pengolahan
PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
%%, YOY
0
10
20
30
0
2
4
6
8
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.53 Pertumbuhan Produksi Industri ManufakturBerdasarkan Skala Usaha
PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR & SEDANG PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO & KECIL
%, YOY
-5
0
5
10
15
20
25
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Industri pengolahan di Provinsi Jawa Tengah ditopang
oleh industri makanan dan minuman, industri
pengolahan tembakau, industri pengilangan migas,
industri tekstil, industri kimia dan farmasi, serta industri
pengolahan kayu.
Berdasarkan survei pertumbuhan produksi industri
manufaktur yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS), pada industri skala mikro dan kecil, peningkatan
pertumbuhan produksi terutama disumbang oleh
industri minuman, industri pengolahan tembakau,
industri kayu, industri kimia dan farmasi. Sementara itu
beberapa industri utama Jawa Tengah mengalami
perlambatan atau penurunan lebih dalam pada
triwulan laporan, diantaranya industri makanan,
industri tekstil, dan industri pakaian jadi.
Analisis lebih mendalam, pada industri kimia dan
farmasi, apresiasi nilai tukar ditengarai menjadi salah
satu faktor pendorong perbaikan kinerja. Hal ini
sehubungan dengan bahan baku pada industri kimia
yang memiliki konten impor tinggi. Industri ini
mencatatkan peningkatan pertumbuhan produksi dari
0,27% (yoy) menjadi 11,55% (yoy) untuk industri
kimia, dan dari 10,94% (yoy) menjadi 26,56% (yoy)
untuk industri farmasi.
Sementara itu, berdasarkan hasil Focus Group
Discussion (FGD), terdapat perbaikan permintaan
domestik akan olahan kayu untuk menunjang kegiatan
konstruksi bangunan. Kegiatan konstruksi yang tinggi
terlihat dari pertumbuhan PDRB lapangan usaha
tersebut yang meningkat dari 6,72% (yoy) pada
triwulan lalu menjadi 8,99% (yoy) pada triwulan
laporan. Permintaan ini menunjang perbaikan kinerja
pada industri kayu. Pada triwulan II 2016 penurunan
yang dialami industri kayu tercatat membaik menjadi
0,61% (yoy) dari penurunan 2,16% (yoy) pada triwulan
I 2016.
Sementara itu, pada skala besar dan sedang, hampir
seluruh jenis industri mengalami perlambatan, kecuali
industri tekstil, serta industri kayu dan barang dari kayu.
Industri utama Jawa Tengah seperti industri makanan
dan minuman, serta industri pengolahan tembakau
tercatat mengalami perlambatan.
Perbaikan kinerja industri tekstil skala besar dan sedang
diindikasikan didorong oleh membaiknya ekspor tekstil
dan produk tekstil, baik ditinjau dari nilai maupun
volume. Nilai ekspor komoditas tekstil dan produk
tekstil (SITC kode 65 dan 84) pada triwulan laporan
tumbuh 8,39% (yoy), meningkat dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 0,34% (yoy). Sejalan dengan
itu, pertumbuhan volume ekspor komoditas ini juga
meningkat dari -1,85% (yoy) pada triwulan I 2016
menjadi 0,86% (yoy) pada triwulan II 2016. Perbaikan
ekonomi negara tujuan utama khususnya Amerika
Serikat menjadi salah satu faktor membaiknya kinerja
ekspor komoditas ini. Selain itu, sebagai industri
dengan konten bahan baku impor tinggi, apresiasi nilai
tukar Rupiah juga turut menunjang kinerja. Impor
bahan baku tekstil (SITC kode 26 dan 65) pada triwulan
laporan mengalami peningkatan pertumbuhan
dibandingkan triwulan sebelumnya, baik secara nilai,
yaitu dari -9,12% (yoy) menjadi 28,77% (yoy); maupun
secara volume, yaitu dari -7,28% (yoy) menjadi 43,34%
(yoy). Pada periode laporan, jumlah produksi industri
tekstil skala besar tercatat tumbuh 3,66% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan periode lalu yang
sebesar -2,70% (yoy).
23PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.56 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Ecerandan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
(6)
(4)
(2)
-
2
4
6
8
10
12 %
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
1.1.2.3. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi
Mobil-Sepeda Motor
Pada triwulan laporan, pertumbuhan ekonomi
lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor mengalami perlambatan
dari 6,99% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 4,45%
(yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan pada triwulan
laporan tercatat 0,73% (qtq), lebih rendah dari
pertumbuhan triwulan II tahun sebelumnya yang
sebesar 3,18% (qtq).
Namun demikian, perlambatan ini tidak tercermin dari
hasil SKDU yang yang dilakukan Bank Indonesia.
Berdasarkan hasil SKDU, SBT kegiatan usaha
perdagangan, hotel, dan restoran justru mengalami
peningkatan dari -0,05% menjadi 8,13%. Perbedaan
arah ini ditengarai karena lapangan usaha hotel dan
restoran yang masih terdapat pada SKDU.
Bersamaan dengan itu, industri kayu dan barang dari
kayu juga mengalami peningkatan pertumbuhan
produksi. Produksi industri tersebut pada triwulan ini
tercatat tumbuh 7,10% (yoy) setelah mengalami
pertumbuhan negatif pada triwulan sebelumnya yang
sebesar -3,99% (yoy). Sama dengan yang terjadi pada
skala mikro dan kecil, perbaikan diperkirakan berasal
dari peningkatan permintaan domestik, terutama
dalam rangka memenuhi kebutuhan kegiatan
konstruksi. Sementara itu, ekspor komoditas ini terlihat
masih mengalami penurunan lebih dalam pada
triwulan laporan, baik berdasarkan nilai, maupun
volume. Nilai ekspor komoditas olahan kayu dan gabus
(SITC kode 63) pada triwulan laporan mencatatkan
penurunan 9,53% (yoy), lebih dalam dari penurunan
3,62% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Volume ekspor
komoditas tersebut juga turun lebih dalam dari 5,52%
(yoy) menjadi 5,84% (yoy).
Selain industri di atas, perbaikan kinerja pada industri
pengilangan migas juga merupakan penyumbang
utama dalam perbaikan kinerja lapangan usaha industri
pada triwulan laporan. Berdasarkan FGD yang
dilakukan Bank Indonesia, terdapat peningkatan hasi
produksi dari industri pengilangan migas di Cilacap
dengan teknologi baru Residual Fluid Catalytic Cracking
(RFCC) yang mula i d ioperas iona lkan mula i
pertengahan tahun lalu.
Grafik 1.54 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikrodan Kecil berdasarkan Sektor (%,YOY)
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI
INDUSTRI KAYU
INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS
INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN
INDUSTRI BAHAN KIMIA
INDUSTRI FARMASI
INDUSTRI KARET
INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
INDUSTRI LOGAM DASAR
INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN
INDUSTRI PERALATAN LISTRIK
INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL
INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER
INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA
INDUSTRI FURNITUR
INDUSTRI PENGOLAHAN LAINNYA
JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN
Grafik 1.55 Pertumbuhan Produksi Industri ManufakturBesar dan Sedang berdasarkan Sektor (%,YOY)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
-20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KAYU DAN BARANG DARI KAYU
INDUSTRI KIMIA
INDUSTRI KARET
INDUSTRI FURNITUR
-30 -20 -10 0 10 20 30
I - 2016 II - 2016 I - 2016 II - 2016
24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.58 Pertumbuhan Kredit dan NPL Perdagangan Besardan Eceran
2
3
4
5
15
25
35
45 %%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
PERTUMBUHAN KREDIT PERDAGANGAN NPL KREDIT PERDAGANGAN - SKALA KANAN
Grafik 1.57 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHRdan Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II2
3
4
5
15
25
35
45 %%, YOY
PERTUMBUHAN KREDIT PERDAGANGAN NPL KREDIT PERDAGANGAN - SKALA KANAN
Ditinjau dari sisi perbankan, pertumbuhan kredit yang
disalurkan pada lapangan usaha ini tidak sejalan
dengan perlambatan yang dialami. Kredit perdagangan
tercatat tumbuh dengan tingkat 11,75% (yoy),
meningkat dari pertumbuhan 10,33% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Namun demikian, kualitas kredit
tersebut menurun, tercermin dari rasio NPL yang
meningkat dari 3,69% pada triwulan lalu menjadi
3,86% pada triwulan laporan.
Perbaikan kinerja konsumsi yang masih terbatas
ditengarai menjadi salah satu faktor yang menahan
peningkatan pertumbuhan lapangan usaha ini.
Berdasarkan hasil Survei Perdagangan Eceran (SPE),
penurunan Indeks Penjualan Riil (IPR) terjadi pada
kategori barang budaya dan rekreasi, barang lainnya,
ser ta sandang. Melambatnya pertumbuhan
perdagangan juga tercermin dari pertumbuhan impor
antardaerah yang juga melambat.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan III
2016 d iprak i rakan meningkat te rbatas
dibandingkan dengan pertumbuhan pada
triwulan II 2016. Dari sisi penggunaan, peningkatan
diperkirakan berasal dari komponen konsumsi rumah
tangga yang didorong oleh hari raya keagamaan (Idul
Fitri dan Idul Adha), liburan sekolah, serta tahun ajaran
baru. Selain itu, investasi juga diperkirakan mengalami
perbaikan seiring dengan semakin meningkatnya
realisasi baik dari sisi swasta maupun pemerintah.
Perkiraan peningkatan konsumsi rumah tangga
pada triwulan berjalan sesuai dengan optimisme
konsumen yang tercermin dari perkiraan Indeks
Tendensi Konsumen (ITK) mendatang untuk triwulan III
2016 yang meningkat menjadi 110,09 dari perkiraan
triwulan II 2016 yang sebesar 107,41.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilakukan
Bank Indonesia, keyakinan konsumen pada kondisi
ekonomi saat ini yang tercermin dari indeks kondisi
ekonomi saat ini (IKE) triwulan III 2016, sampai dengan
Agustus 2016 (117,6) juga lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2016 (113,5). Peningkatan ini berasal dari
peningkatan penghasilan konsumen, ketersediaan
lapangan kerja, serta konsumsi barang kebutuhan
tahan lama.IPR Perdagangan Eceran berdasarkan Kelompok KomoditasGrafik 1.59
SUKU
CA
DA
NG
AKS
ESO
RIS
TRIWULAN I 2016TRIWULAN II 2016INDEKS
MA
KAN
AN
, MIN
UM
AN
DA
N T
EMBA
KAU
BAH
AN
BA
KAR
KEN
DA
RAA
N B
ERM
OTO
R
PERA
LATA
N D
AN
KO
MU
NIK
ASI
DI T
OKO
PERL
ENG
KAPA
NRU
MA
H T
AN
GG
ALA
INN
YA
BARA
NG
BU
DAY
AD
AN
REK
REA
SI
BARA
NG
LA
INN
YA
SAN
DA
NG
0
50
100
150
200
250
300
350
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan III 2016
25PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.56 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Ecerandan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
(6)
(4)
(2)
-
2
4
6
8
10
12 %
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
1.1.2.3. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi
Mobil-Sepeda Motor
Pada triwulan laporan, pertumbuhan ekonomi
lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor mengalami perlambatan
dari 6,99% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 4,45%
(yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan pada triwulan
laporan tercatat 0,73% (qtq), lebih rendah dari
pertumbuhan triwulan II tahun sebelumnya yang
sebesar 3,18% (qtq).
Namun demikian, perlambatan ini tidak tercermin dari
hasil SKDU yang yang dilakukan Bank Indonesia.
Berdasarkan hasil SKDU, SBT kegiatan usaha
perdagangan, hotel, dan restoran justru mengalami
peningkatan dari -0,05% menjadi 8,13%. Perbedaan
arah ini ditengarai karena lapangan usaha hotel dan
restoran yang masih terdapat pada SKDU.
Bersamaan dengan itu, industri kayu dan barang dari
kayu juga mengalami peningkatan pertumbuhan
produksi. Produksi industri tersebut pada triwulan ini
tercatat tumbuh 7,10% (yoy) setelah mengalami
pertumbuhan negatif pada triwulan sebelumnya yang
sebesar -3,99% (yoy). Sama dengan yang terjadi pada
skala mikro dan kecil, perbaikan diperkirakan berasal
dari peningkatan permintaan domestik, terutama
dalam rangka memenuhi kebutuhan kegiatan
konstruksi. Sementara itu, ekspor komoditas ini terlihat
masih mengalami penurunan lebih dalam pada
triwulan laporan, baik berdasarkan nilai, maupun
volume. Nilai ekspor komoditas olahan kayu dan gabus
(SITC kode 63) pada triwulan laporan mencatatkan
penurunan 9,53% (yoy), lebih dalam dari penurunan
3,62% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Volume ekspor
komoditas tersebut juga turun lebih dalam dari 5,52%
(yoy) menjadi 5,84% (yoy).
Selain industri di atas, perbaikan kinerja pada industri
pengilangan migas juga merupakan penyumbang
utama dalam perbaikan kinerja lapangan usaha industri
pada triwulan laporan. Berdasarkan FGD yang
dilakukan Bank Indonesia, terdapat peningkatan hasi
produksi dari industri pengilangan migas di Cilacap
dengan teknologi baru Residual Fluid Catalytic Cracking
(RFCC) yang mula i d ioperas iona lkan mula i
pertengahan tahun lalu.
Grafik 1.54 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikrodan Kecil berdasarkan Sektor (%,YOY)
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI
INDUSTRI KAYU
INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS
INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN
INDUSTRI BAHAN KIMIA
INDUSTRI FARMASI
INDUSTRI KARET
INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
INDUSTRI LOGAM DASAR
INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN
INDUSTRI PERALATAN LISTRIK
INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL
INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER
INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA
INDUSTRI FURNITUR
INDUSTRI PENGOLAHAN LAINNYA
JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN
Grafik 1.55 Pertumbuhan Produksi Industri ManufakturBesar dan Sedang berdasarkan Sektor (%,YOY)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
-20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KAYU DAN BARANG DARI KAYU
INDUSTRI KIMIA
INDUSTRI KARET
INDUSTRI FURNITUR
-30 -20 -10 0 10 20 30
I - 2016 II - 2016 I - 2016 II - 2016
24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.58 Pertumbuhan Kredit dan NPL Perdagangan Besardan Eceran
2
3
4
5
15
25
35
45 %%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
PERTUMBUHAN KREDIT PERDAGANGAN NPL KREDIT PERDAGANGAN - SKALA KANAN
Grafik 1.57 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHRdan Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II2
3
4
5
15
25
35
45 %%, YOY
PERTUMBUHAN KREDIT PERDAGANGAN NPL KREDIT PERDAGANGAN - SKALA KANAN
Ditinjau dari sisi perbankan, pertumbuhan kredit yang
disalurkan pada lapangan usaha ini tidak sejalan
dengan perlambatan yang dialami. Kredit perdagangan
tercatat tumbuh dengan tingkat 11,75% (yoy),
meningkat dari pertumbuhan 10,33% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Namun demikian, kualitas kredit
tersebut menurun, tercermin dari rasio NPL yang
meningkat dari 3,69% pada triwulan lalu menjadi
3,86% pada triwulan laporan.
Perbaikan kinerja konsumsi yang masih terbatas
ditengarai menjadi salah satu faktor yang menahan
peningkatan pertumbuhan lapangan usaha ini.
Berdasarkan hasil Survei Perdagangan Eceran (SPE),
penurunan Indeks Penjualan Riil (IPR) terjadi pada
kategori barang budaya dan rekreasi, barang lainnya,
ser ta sandang. Melambatnya pertumbuhan
perdagangan juga tercermin dari pertumbuhan impor
antardaerah yang juga melambat.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan III
2016 d iprak i rakan meningkat te rbatas
dibandingkan dengan pertumbuhan pada
triwulan II 2016. Dari sisi penggunaan, peningkatan
diperkirakan berasal dari komponen konsumsi rumah
tangga yang didorong oleh hari raya keagamaan (Idul
Fitri dan Idul Adha), liburan sekolah, serta tahun ajaran
baru. Selain itu, investasi juga diperkirakan mengalami
perbaikan seiring dengan semakin meningkatnya
realisasi baik dari sisi swasta maupun pemerintah.
Perkiraan peningkatan konsumsi rumah tangga
pada triwulan berjalan sesuai dengan optimisme
konsumen yang tercermin dari perkiraan Indeks
Tendensi Konsumen (ITK) mendatang untuk triwulan III
2016 yang meningkat menjadi 110,09 dari perkiraan
triwulan II 2016 yang sebesar 107,41.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilakukan
Bank Indonesia, keyakinan konsumen pada kondisi
ekonomi saat ini yang tercermin dari indeks kondisi
ekonomi saat ini (IKE) triwulan III 2016, sampai dengan
Agustus 2016 (117,6) juga lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2016 (113,5). Peningkatan ini berasal dari
peningkatan penghasilan konsumen, ketersediaan
lapangan kerja, serta konsumsi barang kebutuhan
tahan lama.IPR Perdagangan Eceran berdasarkan Kelompok KomoditasGrafik 1.59
SUKU
CA
DA
NG
AKS
ESO
RIS
TRIWULAN I 2016TRIWULAN II 2016INDEKS
MA
KAN
AN
, MIN
UM
AN
DA
N T
EMBA
KAU
BAH
AN
BA
KAR
KEN
DA
RAA
N B
ERM
OTO
R
PERA
LATA
N D
AN
KO
MU
NIK
ASI
DI T
OKO
PERL
ENG
KAPA
NRU
MA
H T
AN
GG
ALA
INN
YA
BARA
NG
BU
DAY
AD
AN
REK
REA
SI
BARA
NG
LA
INN
YA
SAN
DA
NG
0
50
100
150
200
250
300
350
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan III 2016
25PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pertumbuhan kinerja investasi triwulan berjalan
d i p r a k i r a k a n m e n g a l a m i p e n i n g k a t a n
dibandingkan triwulan II 2016. Peningkatan ini seiring
dengan realisasi proyek-proyek pembangunan
pemerintah, maupun investasi pelaku usaha.
Pada sisi pemerintah, pembebasan lahan di semua ruas
Tol Trans Jawa, termasuk Tol Pemalang-Batang-
Semarang, dan Mantingan ditargetkan selesai pada
Agustus 2016. Selanjutnya konstruksi direncanakan
dimulai pada September. Sementara itu, pada sisi
swasta, Berdasarkan hasil SKDU, peningkatan investasi
diperkirakan terjadi pada investasi industri pengolahan.
SBT kegiatan investasi industri pengolahan triwulan III
2016 diperkirakan sebesar 2,13%, meningkat dari
triwulan II yang sebear 1,79%.
Pada jenis nonbangunan, membaiknya kinerja investasi
terlihat dari impor mesin dan barang elektronik yang
pada Juli 2016 tumbuh sebesar 18,24% (yoy),
membaik dibandingkan pertumbuhan Juni 2016 yang
sebesar 12,80% (yoy).
Tren penurunan suku bunga sebagai respons
penurunan BI Rate juga diperkirakan akan dapat
mendorong investasi di Jawa Tengah di triwulan III
2016. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit investasi
pada Juni 2016 tercatat sebesar 11,43% menurun
dibandingkan dengan rata-rata pada triwulan II 2016
yang sebesar 11,53%.
Investasi di Jawa Tengah juga didukung oleh sistem
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang baik. PTSP
Jawa Tengah termasuk ke dalam 5 PTSP terbaik 2016
pada level provinsi. Selain itu, PTSP Kota Pekalongan,
Kabupaten Demak, dan Kabupaten Boyolali juga
mener ima penghargaan se rupa pada leve l
kabulaten/kota. Sebagai stimulus agar pemerintah
kota/kabupaten meningkatkan kemudahan investasi,
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan memberikan
penghargaan kepada beberapa kabupaten/kota yang
proinvestasi.
Peningkatan keyakinan konsumen mencerminkan
meningkatnya daya beli seiring dengan cairnya
Tunjangan Hari Raya atau gaji ke-13 dan ke-14 bagi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada akhir triwulan II 2016.
Lebih lanjut, pelonggaran kebijakan seperti penurunan
BI Rate, peningkatan batas bawah GWM LFR, serta
relaksasi peraturan Loan to Value (LTV) dan Financing to
Value (FTV) diharapkan dapat mendorong peningkatan
konsumsi rumah tangga lebih jauh melalui kredit
perbankan.
Meningkatnya konsumsi pada Lebaran di awal triwulan
antara lain tercermin dari meningkatnya inflasi pada Juli
2016, yaitu menjadi 1,00% (mtm), dari 0,41% (mtm)
pada bulan Juni 2016. Peningkatan inflasi ini
mengindikasikan permintaan yang mengalami
peningkatan.
Selain Lebaran, masuknya tahun ajaran baru juga
menjadi pendorong utama peningkatan konsumsi
rumah tangga. Pada periode tersebut, konsumsi untuk
keperluan pendidikan meningkat, tercermin dari inflasi
biaya pendidikan sebesar 1,53% (mtm) pada Juli 2016.Meningkatnya konsumsi juga terlihat dari kinerja
penjualan pedagang eceran. Berdasarkan Survei
Pedagang Eceran (SPE) yang dilakukan Bank Indonesia,
rata-rata Indeks Penjualan Riil (IPR) pada triwulan III
2016 sampai dengan Agustus 2016 tercatat sebesar
191,9, meningkat dibandingkan dengan rata-rata
triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 187,3.
Peningkatan penjualan terjadi pada seluruh komponen
kecuali BBM.
S e m e n t a r a i t u , k o n s u m s i p e m e r i n t a h
diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Berdasarkan hasil Focus Group
Discussion (FGD), pendapatan pajak diprediksi tidak
mencapai target. Hal tersebut dapat menjadi salah satu
faktor yang menghambat realisasi belanja pemerintah
daerah. Selain itu, terdapat juga pemotongan atau
penghematan anggaran belanja.
26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Ekspor luar negeri diprakirakan relatif membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya, namun masih
mengalami penurunan. Hal ini seiring dengan
perekonomian dunia yang mulai membaik, walaupun
masih lebih rendah dibandingkan perkiraan
sebelumnya. Pada April 2016, IMF memperkirakan
perekonomian dunia tumbuh 3,2% pada tahun 2016,
meningkat dibandingkan 2015 yang sebesar 3,1%,
namun lebih rendah dibandingkan proyeksi pada
Januari yang sebesar 3,4%.
Dari mitra dagang utama Jawa Tengah, kinerja ekonomi
Amerika Serikat diprediksi membaik pada triwulan II
2016. Sementara itu, kondisi ekonomi Eropa belum
sepenuhnya membaik. Dalam setahun terakhir, pangsa
ekspor ke dua negara tersebut masing-masing sebesar
27,16% dan 17,15% dari total ekspor Jawa Tengah.
Ditinjau berdasarkan komoditas ekspor, perbaikan
diperkirakan berasal dari ekspor komoditas tekstil dan
produk tekstil yang sudah terlihat membaik sejak
triwulan sebelumnya. Dengan perkembangan nilai
tukar yang relatif menguat, bahan baku tekstil menjadi
lebih murah sehingga turut mendukung kinerja ekspor
tekstil.
S e j a l a n d e n g a n p e r t u m b u h a n e k s p o r,
pertumbuhan impor luar negeri pun diprakirakan
meningkat walaupun masih bernilai negatif.
Perkembangan ini seiring dengan meningkatnya
kegiatan industri, investasi, serta konsumsi. Pergerakan
nilai tukar Rupiah yang cenderung menguat juga
diperkirakan turut mendorong permintaan akan
barang impor. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan diperkirakan
terjadi pada ketiga lapangan usaha utama Jawa
Tengah, yaitu lapangan usaha industri pengolahan;
lapangan usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan;
serta lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor.
Lapangan usaha pertanian diprakirakan
mengalami perbaikan pada triwulan berjalan.
Peningkatan ini sejalan dengan meningkatnya kinerja
produksi padi pada triwulan tersebut. Pertumbuhan
produksi padi triwulan III sampai dengan Agustus 2016
diperkirakan sebesar -1,92% (yoy), meningkat
dibandingkan capaian pada triwulan II 2016 yang
mencatatkan pertumbuhan -5,45% (yoy).
Musim kemarau basah atau La Nina yang terjadi pada
tahun ini diprediksi dapat meningkatkan produksi padi.
Pemerintah Jawa Tengah pun telah melakukan langkah
untuk memanfaatkan anomali cuaca ini melalui
program peningkatan Luas Tambah Tanam (LTT) dan
serap gabah. Namun demikian, La Nina juga
menimbulkan risiko serangan hama yang tinggi, yang
dapat menyebabkan turunnya kualitas hasil panen atau
bahkan gagal panen.
Peningkatan kinerja sektor pertanian pada triwulan III
2016 juga diperkirakan oleh para pelaku usaha, terlihat
dari hasil SKDU yang dilakukan Bank Indonesia, di mana
SBT kegiatan usaha pertanian pada triwulan III 2016
diperkirakan 8,65%, meningkat dibandingkan realisasi
triwulan II 2016 yang sebesar 5,01%.
Seiring dengan membaiknya kinerja ekspor serta masih
kuatnya konsumsi domestik, pertumbuhan lapangan
usaha industri pengolahan juga diprakirakan
mengalami peningkatan pada triwulan berjalan.
Membaiknya kinerja ekspor dapat mendorong industri
tekstil, serta industri kayu dan mebel. Sementara itu,
meningkatnya konsumsi domestik akan mendorong
kinerja industri makanan dan minuman serta industri
pengolahan tembakau. Nilai tukar yang berada dalam
tren apresiasi juga diperkirakan dapat mendorong
industri dengan kadar bahan baku impor yang tinggi
seperti industri tekstil, serta industri kimia.
27PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pertumbuhan kinerja investasi triwulan berjalan
d i p r a k i r a k a n m e n g a l a m i p e n i n g k a t a n
dibandingkan triwulan II 2016. Peningkatan ini seiring
dengan realisasi proyek-proyek pembangunan
pemerintah, maupun investasi pelaku usaha.
Pada sisi pemerintah, pembebasan lahan di semua ruas
Tol Trans Jawa, termasuk Tol Pemalang-Batang-
Semarang, dan Mantingan ditargetkan selesai pada
Agustus 2016. Selanjutnya konstruksi direncanakan
dimulai pada September. Sementara itu, pada sisi
swasta, Berdasarkan hasil SKDU, peningkatan investasi
diperkirakan terjadi pada investasi industri pengolahan.
SBT kegiatan investasi industri pengolahan triwulan III
2016 diperkirakan sebesar 2,13%, meningkat dari
triwulan II yang sebear 1,79%.
Pada jenis nonbangunan, membaiknya kinerja investasi
terlihat dari impor mesin dan barang elektronik yang
pada Juli 2016 tumbuh sebesar 18,24% (yoy),
membaik dibandingkan pertumbuhan Juni 2016 yang
sebesar 12,80% (yoy).
Tren penurunan suku bunga sebagai respons
penurunan BI Rate juga diperkirakan akan dapat
mendorong investasi di Jawa Tengah di triwulan III
2016. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit investasi
pada Juni 2016 tercatat sebesar 11,43% menurun
dibandingkan dengan rata-rata pada triwulan II 2016
yang sebesar 11,53%.
Investasi di Jawa Tengah juga didukung oleh sistem
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang baik. PTSP
Jawa Tengah termasuk ke dalam 5 PTSP terbaik 2016
pada level provinsi. Selain itu, PTSP Kota Pekalongan,
Kabupaten Demak, dan Kabupaten Boyolali juga
mener ima penghargaan se rupa pada leve l
kabulaten/kota. Sebagai stimulus agar pemerintah
kota/kabupaten meningkatkan kemudahan investasi,
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan memberikan
penghargaan kepada beberapa kabupaten/kota yang
proinvestasi.
Peningkatan keyakinan konsumen mencerminkan
meningkatnya daya beli seiring dengan cairnya
Tunjangan Hari Raya atau gaji ke-13 dan ke-14 bagi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada akhir triwulan II 2016.
Lebih lanjut, pelonggaran kebijakan seperti penurunan
BI Rate, peningkatan batas bawah GWM LFR, serta
relaksasi peraturan Loan to Value (LTV) dan Financing to
Value (FTV) diharapkan dapat mendorong peningkatan
konsumsi rumah tangga lebih jauh melalui kredit
perbankan.
Meningkatnya konsumsi pada Lebaran di awal triwulan
antara lain tercermin dari meningkatnya inflasi pada Juli
2016, yaitu menjadi 1,00% (mtm), dari 0,41% (mtm)
pada bulan Juni 2016. Peningkatan inflasi ini
mengindikasikan permintaan yang mengalami
peningkatan.
Selain Lebaran, masuknya tahun ajaran baru juga
menjadi pendorong utama peningkatan konsumsi
rumah tangga. Pada periode tersebut, konsumsi untuk
keperluan pendidikan meningkat, tercermin dari inflasi
biaya pendidikan sebesar 1,53% (mtm) pada Juli 2016.Meningkatnya konsumsi juga terlihat dari kinerja
penjualan pedagang eceran. Berdasarkan Survei
Pedagang Eceran (SPE) yang dilakukan Bank Indonesia,
rata-rata Indeks Penjualan Riil (IPR) pada triwulan III
2016 sampai dengan Agustus 2016 tercatat sebesar
191,9, meningkat dibandingkan dengan rata-rata
triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 187,3.
Peningkatan penjualan terjadi pada seluruh komponen
kecuali BBM.
S e m e n t a r a i t u , k o n s u m s i p e m e r i n t a h
diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Berdasarkan hasil Focus Group
Discussion (FGD), pendapatan pajak diprediksi tidak
mencapai target. Hal tersebut dapat menjadi salah satu
faktor yang menghambat realisasi belanja pemerintah
daerah. Selain itu, terdapat juga pemotongan atau
penghematan anggaran belanja.
26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Ekspor luar negeri diprakirakan relatif membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya, namun masih
mengalami penurunan. Hal ini seiring dengan
perekonomian dunia yang mulai membaik, walaupun
masih lebih rendah dibandingkan perkiraan
sebelumnya. Pada April 2016, IMF memperkirakan
perekonomian dunia tumbuh 3,2% pada tahun 2016,
meningkat dibandingkan 2015 yang sebesar 3,1%,
namun lebih rendah dibandingkan proyeksi pada
Januari yang sebesar 3,4%.
Dari mitra dagang utama Jawa Tengah, kinerja ekonomi
Amerika Serikat diprediksi membaik pada triwulan II
2016. Sementara itu, kondisi ekonomi Eropa belum
sepenuhnya membaik. Dalam setahun terakhir, pangsa
ekspor ke dua negara tersebut masing-masing sebesar
27,16% dan 17,15% dari total ekspor Jawa Tengah.
Ditinjau berdasarkan komoditas ekspor, perbaikan
diperkirakan berasal dari ekspor komoditas tekstil dan
produk tekstil yang sudah terlihat membaik sejak
triwulan sebelumnya. Dengan perkembangan nilai
tukar yang relatif menguat, bahan baku tekstil menjadi
lebih murah sehingga turut mendukung kinerja ekspor
tekstil.
S e j a l a n d e n g a n p e r t u m b u h a n e k s p o r,
pertumbuhan impor luar negeri pun diprakirakan
meningkat walaupun masih bernilai negatif.
Perkembangan ini seiring dengan meningkatnya
kegiatan industri, investasi, serta konsumsi. Pergerakan
nilai tukar Rupiah yang cenderung menguat juga
diperkirakan turut mendorong permintaan akan
barang impor. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan diperkirakan
terjadi pada ketiga lapangan usaha utama Jawa
Tengah, yaitu lapangan usaha industri pengolahan;
lapangan usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan;
serta lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor.
Lapangan usaha pertanian diprakirakan
mengalami perbaikan pada triwulan berjalan.
Peningkatan ini sejalan dengan meningkatnya kinerja
produksi padi pada triwulan tersebut. Pertumbuhan
produksi padi triwulan III sampai dengan Agustus 2016
diperkirakan sebesar -1,92% (yoy), meningkat
dibandingkan capaian pada triwulan II 2016 yang
mencatatkan pertumbuhan -5,45% (yoy).
Musim kemarau basah atau La Nina yang terjadi pada
tahun ini diprediksi dapat meningkatkan produksi padi.
Pemerintah Jawa Tengah pun telah melakukan langkah
untuk memanfaatkan anomali cuaca ini melalui
program peningkatan Luas Tambah Tanam (LTT) dan
serap gabah. Namun demikian, La Nina juga
menimbulkan risiko serangan hama yang tinggi, yang
dapat menyebabkan turunnya kualitas hasil panen atau
bahkan gagal panen.
Peningkatan kinerja sektor pertanian pada triwulan III
2016 juga diperkirakan oleh para pelaku usaha, terlihat
dari hasil SKDU yang dilakukan Bank Indonesia, di mana
SBT kegiatan usaha pertanian pada triwulan III 2016
diperkirakan 8,65%, meningkat dibandingkan realisasi
triwulan II 2016 yang sebesar 5,01%.
Seiring dengan membaiknya kinerja ekspor serta masih
kuatnya konsumsi domestik, pertumbuhan lapangan
usaha industri pengolahan juga diprakirakan
mengalami peningkatan pada triwulan berjalan.
Membaiknya kinerja ekspor dapat mendorong industri
tekstil, serta industri kayu dan mebel. Sementara itu,
meningkatnya konsumsi domestik akan mendorong
kinerja industri makanan dan minuman serta industri
pengolahan tembakau. Nilai tukar yang berada dalam
tren apresiasi juga diperkirakan dapat mendorong
industri dengan kadar bahan baku impor yang tinggi
seperti industri tekstil, serta industri kimia.
27PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Adapun beberapa risiko yang perlu diwaspadai antara
lain belum membaiknya perekonomian beberapa
negara mitra dagang, khususnya Eropa (dampak
lanjutan keluarnya Inggris dari Uni Eropa/Brexit) dan
Jepang; persaingan dengan negara kompetitor dengan
produk unggulan ekspor yang sama di pasar global;
serta pemotongan anggaran belanja pemerintah.
Meningkatnya kegiatan industri juga tercermin dari
konsumsi listrik untuk golongan industri yang pada Juli
2016 tercatat tumbuh 14,85% (yoy), meningkat
dibandingkan pertumbuhan Juni 2016 yang sebesar
13,56% (yoy).
Berdasarkan hasil SKDU yang dilakukan Bank
indonesia, pelaku usaha memperkirakan kinerja sektor
industri pengolahan di triwulan III 2016 akan lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal tersebut
terlihat dari perkiraan SBT kegiatan usaha sektor ini
yang meningkat pada triwulan laporan, yaitu menjadi
9,18%, dari 8,11% pada triwulan II 2016.
Seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi,
khususnya konsumsi, kinerja perdagangan
diperkirakan turut mengalami peningkatan.
Lebaran dan libur sekolah pada awal triwulan
diperkirakan mendorong kinerja sektor perdagangan.
Lebih lanjut, banyaknya pemudik yang masuk ke Jawa
Tengah diprediksi juga dapat meningkatkan kinerja
sektor ini.
Sampai dengan pertengahan triwulan berjalan,
perbaikan kinerja lapangan usaha ini telah terlihat
melalui hasil Survei Pedagang Eceran (SPE), di mana
rata-rata Indeks Penjualan Riil pada triwulan III 2016
sampai dengan Agustus 2016 tercatat sebesar 191,9,
meningkat dibandingkan dengan rata-rata triwulan II
2016 yang tercatat sebesar 187,3. Berdasarkan hasil
SPE, peningkatan penjualan terjadi pada seluruh
komponen kecuali BBM.
Berdasarkan hasi l SKDU, pelaku usaha juga
menunjukkan optimisme yang sama tentang kegiatan
usaha perdagangan, hotel, dan restoran di triwulan III
2016. Hal ini ditunjukkan oleh nilai SBT kegiatan usaha
yang diperkirakan sebesar 9,43% pada triwulan III
2016, dari 8,13% pada triwulan II 2016.
28 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Fenomena kemacetan yang terjadi di Tol Pejagan-Brebes
Timur (Brexit) pada musim libur Lebaran Tahun 2016
perlu mendapat perhatian khusus dan langkah antisipasi
untuk penanganan kemacetan di tahun mendatang.
Hasil asesmen menunjukkan bahwa kemacetan tersebut
menimbulkan berbagai kerugian, baik secara ekonomi
maupun sosial. Kondisi kemacetan jalur mudik yang ada
di wilayah Brebes tergambar sebagaimana tabel berikut:
SUPLEMEN I
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dar i
Dishubkominfo Kab. Brebes unit transportasi darat dan
Kasatlantas Brebes serta beberapa media lokal Jawa
Tengah, terdapat empat faktor utama yang
menyebabkan terjadinya kemacetan di Tol Pejagan-
Brebes Timur pada musim Lebaran 2016 lalu. Keempat
faktor utama tersebut diantaranya:
ANALISIS DAMPAK KEMACETAN TOL PEJAGAN – BREBES TIMURPADA MUSIM LEBARAN 2016
KABUPATEN/KOTA
PANJANG KEMACETAN*)
VOLUME KENDARAAN**)
30 km
96.865
12 km
38.079
23 km
154.565
TOLPEJAGAN
TOLBREBESBARAT
TOLBREBESTIMUR
Keterangan:*) Data 3 Juli 2016 (H-3) pkl. 22.00 WIB dari jumlah total kendaraan keluar dan masuk gerbang tol**) Data Dishubkominfo Kabupaten Brebes H-7 hingga H-2 jumlah total kendaraan keluar dan masuk gerbang tol
PERIODE
H - 5
H - 4
H - 3
H - 2
LAMA KEMACETANRUAS TOL PEJAGAN
BREXIT
10 JAM
10 JAM
20 JAM
12 JAM
Padatnya kendaraan pada masa-masa puncak
kemacetan (H-5 sampai dengan H-2 Lebaran)
menyebabkan waktu tempuh Tol Pejagan-Brebes Timur
mengalami peningkatan secara signifikan sebagaimana
berikut:
Tingginya tingkat kemacetan yang terjadi menyebabkan
beberapa permasalahan, diantaranya peningkatan
waktu tempuh dan melonjaknya kebutuhan Bahan Bakar
Minyak (BBM) untuk melintasi Tol Pejagan-Brebes Timur.
Berdasarkan data Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan
Informatika (Dishubkominfo) Kabupaten Brebes, waktu
tempuh untuk melintasi Tol Brebes-Pejagan Timur pada
puncak kemacetan mencapai 32 jam, jauh lebih tinggi
dibandingkan waktu tempuh normal Jakarta-Brebes
yang tercatat selama 4 jam. Selain itu, kebutuhan BBM
juga melonjak tajam sebagai akibat dari peningkatan
waktu tempuh untuk melintasi Tol Pejagan-Brebes Timur.
1.
2.
3.
4.
Volume kendaraan yang masuk dari 23 gardu
gerbang Tol Palimanan tidak seimbang dengan 8
gardu tol di Brebes Timur dan 5 gardu di Pejagan.
Dengan demikian, meski kapasitas kendaraan di Tol
Brebes Timur belum maksimal, namun hal itu tetap
tidak bisa menghindarkan pemudik dari kemacetan
antrian.
Banyak kendaraan yang kehabisan bahan bakar
karena tidak tersedianya SPBU. Hanya terdapat satu
rest area di Pejagan-Brebes dan dua lainnya di Kanci.
Tidak tersedianya rest area juga menyebabkan
kebutuhan pemudik lainnya seperti membuat
makanan bayi, tempat istirahat, hingga buang air
menjadi tidak terpenuhi.
Strategi sosialisasi yang kurang tepat sasaran, di mana
sosialisasi lebih difokuskan di Jawa Tengah sementara
mayoritas pemudik berasal dari DKI Jakarta dan Jawa
Barat.
Rekayasa lalu lintas yang kurang optimal, antara lain
terkait jalur alternatif.
Dengan melihat tingginya tingkat keparahan kemacetan
yang terjadi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Jawa Tengah melakukan analisis terhadap dampak
ekonomi dari fenomena kemacetan tersebut. Dampak
ekonomi yang diperhitungkan dalam kajian ini meliputi
biaya pemborosan BBM serta waktu manpower
produktif yang terbuang akibat kemacetan. Skenario
yang digunakan dalam memperhitungkan biaya
pemborosan BBM akibat kemacetan “Brexit” tersebut
diantaranya:
29PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Adapun beberapa risiko yang perlu diwaspadai antara
lain belum membaiknya perekonomian beberapa
negara mitra dagang, khususnya Eropa (dampak
lanjutan keluarnya Inggris dari Uni Eropa/Brexit) dan
Jepang; persaingan dengan negara kompetitor dengan
produk unggulan ekspor yang sama di pasar global;
serta pemotongan anggaran belanja pemerintah.
Meningkatnya kegiatan industri juga tercermin dari
konsumsi listrik untuk golongan industri yang pada Juli
2016 tercatat tumbuh 14,85% (yoy), meningkat
dibandingkan pertumbuhan Juni 2016 yang sebesar
13,56% (yoy).
Berdasarkan hasil SKDU yang dilakukan Bank
indonesia, pelaku usaha memperkirakan kinerja sektor
industri pengolahan di triwulan III 2016 akan lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal tersebut
terlihat dari perkiraan SBT kegiatan usaha sektor ini
yang meningkat pada triwulan laporan, yaitu menjadi
9,18%, dari 8,11% pada triwulan II 2016.
Seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi,
khususnya konsumsi, kinerja perdagangan
diperkirakan turut mengalami peningkatan.
Lebaran dan libur sekolah pada awal triwulan
diperkirakan mendorong kinerja sektor perdagangan.
Lebih lanjut, banyaknya pemudik yang masuk ke Jawa
Tengah diprediksi juga dapat meningkatkan kinerja
sektor ini.
Sampai dengan pertengahan triwulan berjalan,
perbaikan kinerja lapangan usaha ini telah terlihat
melalui hasil Survei Pedagang Eceran (SPE), di mana
rata-rata Indeks Penjualan Riil pada triwulan III 2016
sampai dengan Agustus 2016 tercatat sebesar 191,9,
meningkat dibandingkan dengan rata-rata triwulan II
2016 yang tercatat sebesar 187,3. Berdasarkan hasil
SPE, peningkatan penjualan terjadi pada seluruh
komponen kecuali BBM.
Berdasarkan hasi l SKDU, pelaku usaha juga
menunjukkan optimisme yang sama tentang kegiatan
usaha perdagangan, hotel, dan restoran di triwulan III
2016. Hal ini ditunjukkan oleh nilai SBT kegiatan usaha
yang diperkirakan sebesar 9,43% pada triwulan III
2016, dari 8,13% pada triwulan II 2016.
28 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Fenomena kemacetan yang terjadi di Tol Pejagan-Brebes
Timur (Brexit) pada musim libur Lebaran Tahun 2016
perlu mendapat perhatian khusus dan langkah antisipasi
untuk penanganan kemacetan di tahun mendatang.
Hasil asesmen menunjukkan bahwa kemacetan tersebut
menimbulkan berbagai kerugian, baik secara ekonomi
maupun sosial. Kondisi kemacetan jalur mudik yang ada
di wilayah Brebes tergambar sebagaimana tabel berikut:
SUPLEMEN I
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dar i
Dishubkominfo Kab. Brebes unit transportasi darat dan
Kasatlantas Brebes serta beberapa media lokal Jawa
Tengah, terdapat empat faktor utama yang
menyebabkan terjadinya kemacetan di Tol Pejagan-
Brebes Timur pada musim Lebaran 2016 lalu. Keempat
faktor utama tersebut diantaranya:
ANALISIS DAMPAK KEMACETAN TOL PEJAGAN – BREBES TIMURPADA MUSIM LEBARAN 2016
KABUPATEN/KOTA
PANJANG KEMACETAN*)
VOLUME KENDARAAN**)
30 km
96.865
12 km
38.079
23 km
154.565
TOLPEJAGAN
TOLBREBESBARAT
TOLBREBESTIMUR
Keterangan:*) Data 3 Juli 2016 (H-3) pkl. 22.00 WIB dari jumlah total kendaraan keluar dan masuk gerbang tol**) Data Dishubkominfo Kabupaten Brebes H-7 hingga H-2 jumlah total kendaraan keluar dan masuk gerbang tol
PERIODE
H - 5
H - 4
H - 3
H - 2
LAMA KEMACETANRUAS TOL PEJAGAN
BREXIT
10 JAM
10 JAM
20 JAM
12 JAM
Padatnya kendaraan pada masa-masa puncak
kemacetan (H-5 sampai dengan H-2 Lebaran)
menyebabkan waktu tempuh Tol Pejagan-Brebes Timur
mengalami peningkatan secara signifikan sebagaimana
berikut:
Tingginya tingkat kemacetan yang terjadi menyebabkan
beberapa permasalahan, diantaranya peningkatan
waktu tempuh dan melonjaknya kebutuhan Bahan Bakar
Minyak (BBM) untuk melintasi Tol Pejagan-Brebes Timur.
Berdasarkan data Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan
Informatika (Dishubkominfo) Kabupaten Brebes, waktu
tempuh untuk melintasi Tol Brebes-Pejagan Timur pada
puncak kemacetan mencapai 32 jam, jauh lebih tinggi
dibandingkan waktu tempuh normal Jakarta-Brebes
yang tercatat selama 4 jam. Selain itu, kebutuhan BBM
juga melonjak tajam sebagai akibat dari peningkatan
waktu tempuh untuk melintasi Tol Pejagan-Brebes Timur.
1.
2.
3.
4.
Volume kendaraan yang masuk dari 23 gardu
gerbang Tol Palimanan tidak seimbang dengan 8
gardu tol di Brebes Timur dan 5 gardu di Pejagan.
Dengan demikian, meski kapasitas kendaraan di Tol
Brebes Timur belum maksimal, namun hal itu tetap
tidak bisa menghindarkan pemudik dari kemacetan
antrian.
Banyak kendaraan yang kehabisan bahan bakar
karena tidak tersedianya SPBU. Hanya terdapat satu
rest area di Pejagan-Brebes dan dua lainnya di Kanci.
Tidak tersedianya rest area juga menyebabkan
kebutuhan pemudik lainnya seperti membuat
makanan bayi, tempat istirahat, hingga buang air
menjadi tidak terpenuhi.
Strategi sosialisasi yang kurang tepat sasaran, di mana
sosialisasi lebih difokuskan di Jawa Tengah sementara
mayoritas pemudik berasal dari DKI Jakarta dan Jawa
Barat.
Rekayasa lalu lintas yang kurang optimal, antara lain
terkait jalur alternatif.
Dengan melihat tingginya tingkat keparahan kemacetan
yang terjadi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Jawa Tengah melakukan analisis terhadap dampak
ekonomi dari fenomena kemacetan tersebut. Dampak
ekonomi yang diperhitungkan dalam kajian ini meliputi
biaya pemborosan BBM serta waktu manpower
produktif yang terbuang akibat kemacetan. Skenario
yang digunakan dalam memperhitungkan biaya
pemborosan BBM akibat kemacetan “Brexit” tersebut
diantaranya:
29PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I
Meskipun menimbulkan berbagai dampak negatif, hasil
analisis juga menunjukkan bahwa kemacetan tersebut
juga menimbulkan dampak positif bagi sebagian
masyarakat di sekitar Tol Pejagan-Brebes Timur. Adapun
beberapa dampak positif dari kemacetan tersebut
diantaranya:
1.
2.
3.
Skenario Baseline: Perhitungan kerugian akibat
peningkatan konsumsi BBM dengan menggunakan
data peningkatan konsumsi bbm kendaraan pada 3saat macet .
Skenario Optimis I: Perhitungan kerugian akibat
peningkatan konsumsi BBM dengan menggunakan
data peningkatan konsumsi BBM kendaraan pada
saat macet, rata-rata sisa BBM kendaraan pada saat
memasuki pintu tol pejagan, dan stok BBM pertamina
di sekitar tol pejagan-brebes timur.
Skenario Optimis II: Perhitungan kerugian akibat
peningkatan konsumsi BBM dengan menggunakan
data rata-rata konsumsi BBM kendaraan/jam pada 4saat macet , rata-rata sisa BBM kendaraan pada saat
memasuki pintu tol pejagan, dan stok BBM pertamina
di sekitar tol pejagan-brebes timur.
Di sisi lain, kerugian yang diakibatkan oleh waktu
manpower produktif yang terbuang akibat kemacetan
dihitung dengan menggunakan data rata-rata
pendapatan per kapita nasional serta data rata-rata
penghasilan kelas menengah Indonesia.
Berdasarkan skenario-skenario tersebut diperoleh hasil
sebagai berikut:
1.
2.
Dampak kerugian dari peningkatan konsumsi Bahan
Bakar Minyak (BBM) diperkirakan sebesar Rp 17-70
Miliar.
Dampak kerugian dari opportunity cost berupa waktu
manpower produktif yang terbuang diperkirakan
sebesar Rp 40-50 Miliar.
Selain kedua dampak ekonomi di atas, terdapat pula
dampak-dampak sosial lainnya, seperti:
1.
2.
3.
Dampak psikologis bagi para pemudik yang terjebak
kemacetan.
Penurunan tingkat kebersihan sepanjang jalan tol.
Peningkatan kadar polusi udara.
3. Sumber: otomotif.news.viva.co.id tanggal 11 Juli 2016 4. Sumber: Jurnal “How Much does Traffic Congestion Increase Fuel Consumption and Emissions?” (Treiber, 2014)
1.
2.
3.
Hasil quick survey Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Tegal menunjukkan adanya kenaikan harga dan
volume penjualan pada beberapa toko ritel, terutama
pada minuman kemasan (harga meningkat hingga
100%), makanan instan (harga meningkat 15-20%),
dan juga oleh-oleh makanan (harga meningkat 20-
25%). Hal serupa juga terjadi pada restoran/warung
makan kaki lima di sekitar Tol Pejagan-Brebes Timur.
Keseluruhan pendapatan yang diterima oleh toko
ritel, warung, dan penjual makanan selama
kemacetan diperkirakan mencapai Rp 21 Miliar.
Pasokan BBM yang terbatas dan antrean panjang di
SPBU merupakan peluang bagi masyarakat sekitar
dengan menjual BBM eceran dengan harga di atas
harga normal (Rp30.000,00/liter-Rp100.000,00/liter).
Di sisi lain, penjualan BBM eceran tersebut menjadi
sumber pendapatan sementara bagi masyarakat
sekitar sehingga tercapai zero sum game.
Selain itu, di rest area Tol Kanci-Pejagan terdapat
beberapa jasa yang disediakan oleh warga lokal
seperti jasa pijat refleksi (Rp10.000,00/orang), jasa
parkir (Rp2.000,00/kendaraan), jasa kamar kecil
(Rp2.000,00/orang), serta jasa sewa sandal jepit
(Rp1.000,00-2.000,00/orang).
Untuk mengantisipasi kemacetan pada musim mudik
Lebaran 2017, Gubernur Jawa Tengah pada Rapat
evaluasi 13 Juli 2016 telah membentuk Tim Pelayanan
Mudik Lebaran 2017. Bertindak sebagai ketua tim,
Gubernur Jawa Tengah menunjuk Kepala Dinas
P e r h u b u n g a n , K o m u n i k a s i , d a n I n f o r m a s i
30 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
(Dishubkominfo) Jawa Tengah. Langkah-langkah yang
akan dilakukan oleh Tim Pelayanan Mudik 2017 tersebut
diantaranya:
SUPLEMEN I
Rencana mitigasi kemacetan tersebut juga akan
disimulasikan oleh Tim Pelayanan Mudik 2017 pada saat
liburan panjang sebelum musim libur Lebaran tahun
2017. Dengan demikian, diharapkan kemacetan yang
dapat menimbulkan berbagai macam kerugian seperti
yang terjadi di Tol Pejagan-Brebes Timur pada tahun
2016 ini tidak akan terjadi kembali.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Mempersiapkan tambahan jalur alternatif untuk
mempercepat akses keluar tol.
Meningkatkan jumlah SPBU di jalan tol untuk
menjamin ketersediaan BBM bagi pemudik.
Membangun jalan layang di perlintasan kereta api di
Pejagan, Prupuk, Bumi-Ayu, dan Ajibarang.
Menambah jumlah CCTV di jalur-jalur yang rawan
terjadi kemacetan. Selain itu, Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah juga akan menggunakan drone untuk
memantau kemacetan musim mudik Lebaran tahun
2017.
Menyediakan he l ikopter untuk memantau
kemacetan termasuk pengangkutan jasa paramedis
agar dapat melakukan mobilisasi dengan cepat.
Melakukan sosialisasi jalur-jalur alternatif di DKI
Jakarta, dengan mempertimbangkan banyaknya
jumlah pemudik yang berasal dari Kota Jakarta.
Menambah jumlah pasukan pengurai kemacetan baik
di jalan tol maupun jalur pantura.
31PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I
Meskipun menimbulkan berbagai dampak negatif, hasil
analisis juga menunjukkan bahwa kemacetan tersebut
juga menimbulkan dampak positif bagi sebagian
masyarakat di sekitar Tol Pejagan-Brebes Timur. Adapun
beberapa dampak positif dari kemacetan tersebut
diantaranya:
1.
2.
3.
Skenario Baseline: Perhitungan kerugian akibat
peningkatan konsumsi BBM dengan menggunakan
data peningkatan konsumsi bbm kendaraan pada 3saat macet .
Skenario Optimis I: Perhitungan kerugian akibat
peningkatan konsumsi BBM dengan menggunakan
data peningkatan konsumsi BBM kendaraan pada
saat macet, rata-rata sisa BBM kendaraan pada saat
memasuki pintu tol pejagan, dan stok BBM pertamina
di sekitar tol pejagan-brebes timur.
Skenario Optimis II: Perhitungan kerugian akibat
peningkatan konsumsi BBM dengan menggunakan
data rata-rata konsumsi BBM kendaraan/jam pada 4saat macet , rata-rata sisa BBM kendaraan pada saat
memasuki pintu tol pejagan, dan stok BBM pertamina
di sekitar tol pejagan-brebes timur.
Di sisi lain, kerugian yang diakibatkan oleh waktu
manpower produktif yang terbuang akibat kemacetan
dihitung dengan menggunakan data rata-rata
pendapatan per kapita nasional serta data rata-rata
penghasilan kelas menengah Indonesia.
Berdasarkan skenario-skenario tersebut diperoleh hasil
sebagai berikut:
1.
2.
Dampak kerugian dari peningkatan konsumsi Bahan
Bakar Minyak (BBM) diperkirakan sebesar Rp 17-70
Miliar.
Dampak kerugian dari opportunity cost berupa waktu
manpower produktif yang terbuang diperkirakan
sebesar Rp 40-50 Miliar.
Selain kedua dampak ekonomi di atas, terdapat pula
dampak-dampak sosial lainnya, seperti:
1.
2.
3.
Dampak psikologis bagi para pemudik yang terjebak
kemacetan.
Penurunan tingkat kebersihan sepanjang jalan tol.
Peningkatan kadar polusi udara.
3. Sumber: otomotif.news.viva.co.id tanggal 11 Juli 2016 4. Sumber: Jurnal “How Much does Traffic Congestion Increase Fuel Consumption and Emissions?” (Treiber, 2014)
1.
2.
3.
Hasil quick survey Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Tegal menunjukkan adanya kenaikan harga dan
volume penjualan pada beberapa toko ritel, terutama
pada minuman kemasan (harga meningkat hingga
100%), makanan instan (harga meningkat 15-20%),
dan juga oleh-oleh makanan (harga meningkat 20-
25%). Hal serupa juga terjadi pada restoran/warung
makan kaki lima di sekitar Tol Pejagan-Brebes Timur.
Keseluruhan pendapatan yang diterima oleh toko
ritel, warung, dan penjual makanan selama
kemacetan diperkirakan mencapai Rp 21 Miliar.
Pasokan BBM yang terbatas dan antrean panjang di
SPBU merupakan peluang bagi masyarakat sekitar
dengan menjual BBM eceran dengan harga di atas
harga normal (Rp30.000,00/liter-Rp100.000,00/liter).
Di sisi lain, penjualan BBM eceran tersebut menjadi
sumber pendapatan sementara bagi masyarakat
sekitar sehingga tercapai zero sum game.
Selain itu, di rest area Tol Kanci-Pejagan terdapat
beberapa jasa yang disediakan oleh warga lokal
seperti jasa pijat refleksi (Rp10.000,00/orang), jasa
parkir (Rp2.000,00/kendaraan), jasa kamar kecil
(Rp2.000,00/orang), serta jasa sewa sandal jepit
(Rp1.000,00-2.000,00/orang).
Untuk mengantisipasi kemacetan pada musim mudik
Lebaran 2017, Gubernur Jawa Tengah pada Rapat
evaluasi 13 Juli 2016 telah membentuk Tim Pelayanan
Mudik Lebaran 2017. Bertindak sebagai ketua tim,
Gubernur Jawa Tengah menunjuk Kepala Dinas
P e r h u b u n g a n , K o m u n i k a s i , d a n I n f o r m a s i
30 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
(Dishubkominfo) Jawa Tengah. Langkah-langkah yang
akan dilakukan oleh Tim Pelayanan Mudik 2017 tersebut
diantaranya:
SUPLEMEN I
Rencana mitigasi kemacetan tersebut juga akan
disimulasikan oleh Tim Pelayanan Mudik 2017 pada saat
liburan panjang sebelum musim libur Lebaran tahun
2017. Dengan demikian, diharapkan kemacetan yang
dapat menimbulkan berbagai macam kerugian seperti
yang terjadi di Tol Pejagan-Brebes Timur pada tahun
2016 ini tidak akan terjadi kembali.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Mempersiapkan tambahan jalur alternatif untuk
mempercepat akses keluar tol.
Meningkatkan jumlah SPBU di jalan tol untuk
menjamin ketersediaan BBM bagi pemudik.
Membangun jalan layang di perlintasan kereta api di
Pejagan, Prupuk, Bumi-Ayu, dan Ajibarang.
Menambah jumlah CCTV di jalur-jalur yang rawan
terjadi kemacetan. Selain itu, Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah juga akan menggunakan drone untuk
memantau kemacetan musim mudik Lebaran tahun
2017.
Menyediakan he l ikopter untuk memantau
kemacetan termasuk pengangkutan jasa paramedis
agar dapat melakukan mobilisasi dengan cepat.
Melakukan sosialisasi jalur-jalur alternatif di DKI
Jakarta, dengan mempertimbangkan banyaknya
jumlah pemudik yang berasal dari Kota Jakarta.
Menambah jumlah pasukan pengurai kemacetan baik
di jalan tol maupun jalur pantura.
31PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN II
nasional tercatat sebesar 0,29% (sumber: UN
Comtrade).
Di tingkat Provinsi Jawa Tengah, dampak langsung yang
timbul sebagai akibat dari Brexit yang ditransmisikan
melalui kegiatan ekspor Jawa Tengah ke Inggris juga
diperkirakan tidak akan signifikan berpengaruh terhadap
perekonomian Jawa Tengah. Hal ini sejalan dengan
kecilnya pangsa ekspor Jawa Tengah ke Inggris. Pada
tahun 2015, pangsa ekspor Jawa Tengah ke Inggris
tercatat sebesar 2,5%.
Sementara itu, dampak tidak langsung Brexit terhadap
perekonomian Jawa Tengah dapat terjadi melalui jalur
perdagangan antara negara tujuan ekspor Jateng ke
Inggris. Hal ini sejalan dengan posisi Jateng yang cukup
banyak melakukan ekspor bahan baku untuk
mendukung ekspor negara tujuan ke berbagai negara,
termasuk Inggris.
Keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni-Eropa (Brexit)
diperkirakan dapat memberikan dampak bagi
perkembangan perekonomian dunia melalui negara-
negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia dan juga
Provinsi Jawa Tengah secara khusus. Berbagai analis
memperkirakan keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni-
Eropa diperkirakan dapat menurunkan kinerja
perekonomian Inggris. IMF pada rilis terbarunya (bulan
Juli 2016) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi
Inggris tahun 2016 dan 2017 ke tingkat yang lebih
rendah.
Dalam jangka pendek, pengumuman keluarnya Inggris
dari keanggotaan Uni-Eropa cukup berdampak bagi
perekonomian regional yang tercermin dari pelemahan
nilai tukar dan harga saham kawasan.
Dalam jangka menengah, dampak Brexit terhadap
perekonomian nasional secara langsung dapat
ditransmisikan melalui kegiatan ekspor Indonesia ke
Inggris. Namun demikian, pangsa ekspor nasional ke
Inggris tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2015, pangsa
ekspor nasional ke Inggris terhadap seluruh ekspor
DAMPAK BRITAIN EXIT TERHADAP EKONOMIPROVINSI JAWA TENGAH
NEGARA 2015
Sumber : IMF
Tabel 1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara oleh IMF
CHINA
US
ASEAN
JAPAN
UK
2016 REVISITERBARU
IMF
2017 REVISITERBARU
IMF
6.9
2.4
4.8
0.5
2.2
6.6
2.2
4.8
0.3
1.7
+0,1
-0,2
0,0
-0,2
-0,2
6.2
2.5
5.1
0.1
1.3
0.0
0.0
0.0
-0.2
-0.9
Grafik 2. Perkembangan Nilai Tukar KawasanSumber: Bloomberg
(3.00) (2.50) (2.00) (1.50) (1.00) (0.50) (0.00)
KRW
MYR
SGD
INR
IDR
PHP
CNY
THB
-2.44
-1.86
-1.37
-0.96
-0.88
-0.79
-0.54
-0.47
PERUBAHAN NILAI TUKAR ASIA24 JUNI 2016 VS 23 JUNI 2016
-3.09
-2.72
-2.11
-1.70
-1.30
-1.29
-0.82
-0.36
Grafik 3. Perkembangan Harga Saham KawasanSumber: Bloomberg
KOREA
INDIA
SINGAPORE
THAILAND
CINA
PHILIPINES
INDONESIA
MALAYSIA
(4.00) (3.00) (2.00) (1.00) (0.00)
PERUBAHAN SAHAM ASIA (23 - 24 JUNI24 JUNI 2016 VS 23 JUNI 2016
Grafik 1. Pangsa Ekspor Nasional ke Beberapa Negara Utama
32 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN II
Grafik 4. Pangsa Ekspor Jawa Tengah dan Pangsa Ekspor Negara Tujuan Jawa Tengah ke InggrisSumber: Bloomberg
Hasil asesmen menunjukkan bahwa dampak tidak
langsung fenomena Brexit terhadap perekonomian Jawa
Tengah ditransmisikan melalui kegiatan ekspor ke negara
mitra dagang utama Inggris juga diperkirakan tidak
signifikan. Data menunjukkan bahwa pangsa ekspor
negara mitra dagang utama Jawa Tengah ke Inggris juga
tidak besar. Meskipun terdapat beberapa negara dengan
pangsa ekspor ke Inggris yang besar, namun di sisi lain
pangsa ekspor Jawa Tengah ke negara-negara tersebut
tidak besar.
Berdasarkan hasil asesmen dampak langsung maupun
tidak langsung, diperkirakan dampak Brexit bagi
perekonomian Jawa Tengah tidak besar. Namun
demikian, para pelaku ekspor diharapkan dapat terus
melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor untuk
dapat meminimalisasi dampak gejolak negara tujuan
bagi kinerja ekspor di masa mendatang.
33PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN II
nasional tercatat sebesar 0,29% (sumber: UN
Comtrade).
Di tingkat Provinsi Jawa Tengah, dampak langsung yang
timbul sebagai akibat dari Brexit yang ditransmisikan
melalui kegiatan ekspor Jawa Tengah ke Inggris juga
diperkirakan tidak akan signifikan berpengaruh terhadap
perekonomian Jawa Tengah. Hal ini sejalan dengan
kecilnya pangsa ekspor Jawa Tengah ke Inggris. Pada
tahun 2015, pangsa ekspor Jawa Tengah ke Inggris
tercatat sebesar 2,5%.
Sementara itu, dampak tidak langsung Brexit terhadap
perekonomian Jawa Tengah dapat terjadi melalui jalur
perdagangan antara negara tujuan ekspor Jateng ke
Inggris. Hal ini sejalan dengan posisi Jateng yang cukup
banyak melakukan ekspor bahan baku untuk
mendukung ekspor negara tujuan ke berbagai negara,
termasuk Inggris.
Keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni-Eropa (Brexit)
diperkirakan dapat memberikan dampak bagi
perkembangan perekonomian dunia melalui negara-
negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia dan juga
Provinsi Jawa Tengah secara khusus. Berbagai analis
memperkirakan keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni-
Eropa diperkirakan dapat menurunkan kinerja
perekonomian Inggris. IMF pada rilis terbarunya (bulan
Juli 2016) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi
Inggris tahun 2016 dan 2017 ke tingkat yang lebih
rendah.
Dalam jangka pendek, pengumuman keluarnya Inggris
dari keanggotaan Uni-Eropa cukup berdampak bagi
perekonomian regional yang tercermin dari pelemahan
nilai tukar dan harga saham kawasan.
Dalam jangka menengah, dampak Brexit terhadap
perekonomian nasional secara langsung dapat
ditransmisikan melalui kegiatan ekspor Indonesia ke
Inggris. Namun demikian, pangsa ekspor nasional ke
Inggris tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2015, pangsa
ekspor nasional ke Inggris terhadap seluruh ekspor
DAMPAK BRITAIN EXIT TERHADAP EKONOMIPROVINSI JAWA TENGAH
NEGARA 2015
Sumber : IMF
Tabel 1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara oleh IMF
CHINA
US
ASEAN
JAPAN
UK
2016 REVISITERBARU
IMF
2017 REVISITERBARU
IMF
6.9
2.4
4.8
0.5
2.2
6.6
2.2
4.8
0.3
1.7
+0,1
-0,2
0,0
-0,2
-0,2
6.2
2.5
5.1
0.1
1.3
0.0
0.0
0.0
-0.2
-0.9
Grafik 2. Perkembangan Nilai Tukar KawasanSumber: Bloomberg
(3.00) (2.50) (2.00) (1.50) (1.00) (0.50) (0.00)
KRW
MYR
SGD
INR
IDR
PHP
CNY
THB
-2.44
-1.86
-1.37
-0.96
-0.88
-0.79
-0.54
-0.47
PERUBAHAN NILAI TUKAR ASIA24 JUNI 2016 VS 23 JUNI 2016
-3.09
-2.72
-2.11
-1.70
-1.30
-1.29
-0.82
-0.36
Grafik 3. Perkembangan Harga Saham KawasanSumber: Bloomberg
KOREA
INDIA
SINGAPORE
THAILAND
CINA
PHILIPINES
INDONESIA
MALAYSIA
(4.00) (3.00) (2.00) (1.00) (0.00)
PERUBAHAN SAHAM ASIA (23 - 24 JUNI24 JUNI 2016 VS 23 JUNI 2016
Grafik 1. Pangsa Ekspor Nasional ke Beberapa Negara Utama
32 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN II
Grafik 4. Pangsa Ekspor Jawa Tengah dan Pangsa Ekspor Negara Tujuan Jawa Tengah ke InggrisSumber: Bloomberg
Hasil asesmen menunjukkan bahwa dampak tidak
langsung fenomena Brexit terhadap perekonomian Jawa
Tengah ditransmisikan melalui kegiatan ekspor ke negara
mitra dagang utama Inggris juga diperkirakan tidak
signifikan. Data menunjukkan bahwa pangsa ekspor
negara mitra dagang utama Jawa Tengah ke Inggris juga
tidak besar. Meskipun terdapat beberapa negara dengan
pangsa ekspor ke Inggris yang besar, namun di sisi lain
pangsa ekspor Jawa Tengah ke negara-negara tersebut
tidak besar.
Berdasarkan hasil asesmen dampak langsung maupun
tidak langsung, diperkirakan dampak Brexit bagi
perekonomian Jawa Tengah tidak besar. Namun
demikian, para pelaku ekspor diharapkan dapat terus
melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor untuk
dapat meminimalisasi dampak gejolak negara tujuan
bagi kinerja ekspor di masa mendatang.
33PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN III
bertambah luas, dimana semula hanya 4 (empat) desa
dalam 1 (satu) kecamatan menjadi 10 kecamatan yang
ditetapkan sebagai Kawasan Minapolitan meliputi
Kecamatan Kedungbanteng, Karanglewas, Baturraden,
Sokaraja, Kembaran, Sumbang, Sumpiuh, Kemranjen,
Ajibarang dan Kecamatan Cilongok. Kecamatan yang
termasuk dalam Kawasan Minapolitan tersebut
kemudian dicitrakan sebagai KEBANGCIRAWAS.
Pada tahun 2015 ditetapkan Surat Keputusan Bupati
Banyumas Nomor 523/76/TAHUN 2015 tentang
Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan Minapolitan
Kabupaten Banyumas Tahun 2015-2020, sebagai
pengganti Keputusan Bupati yang lalu yang telah
berakhir masa berlakunya. Pada Keputusan Bupati
tersebut, masih 10 kecataman yang ditetapkan sebagai
Kawasan Minapolitan sebagaimana yang telah
ditetapkan melalui Keputusan Bupati Banyumas Nomor
523/673/2008 tanggal 13 Desember 2008. Disamping
lokasi kawasan minapolitan, pada Keputusan Bupati
Banyumas Nomor 523/76/TAHUN 2015 tersebut juga
ditetapkan komoditas yang dikembangkan dalam
kawasan minapolitan. Sebagai komoditas unggulan
minapolitan masih tetap ikan Gurami, kemudian ada
tambahan yaitu: komoditas andalan adalah ikan Lele dan
sebagai komoditas potensial adalah ikan Nila.
Pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten
Banyumas 2013-2018, dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
kawasan yaitu Kawasan Pembenihan, Kawasan
Pembesaran serta Kawasan Pengolahan Ikan dan
Pemasaran. Pada masing-masing kawasan tersebut
terdapat kawasan yang dijadikan sebagai sentra dan
kawasan yang dijadikan sebagai hinterland sebagaimana
tersebut berikut ini.
Salah satu arah kebijakan dan strategi agenda
pembangunan kemaritiman nasional yang tertuang
dalam RPJMN 2015-2019 adalah “Meningkatkan Harkat
dan Taraf Hidup Nelayan dan Masyarakat Pesisir”.
Pendalaman bisnis proses usaha di sektor perikanan
dapat memberikan gambaran mengenai progress
kebijakan tersebut. Kabupaten Banyumas tidak memiliki
wilayah perairan laut, namun usaha di sektor
perikanannya sudah cukup terintegrasi dalam Kawasan
Minapolitan Banyumas.
Kawasan Minapolitan berdasarkan turunan kawasan
Agropolitan: adalah kawasan yang terdiri atas satu atau
lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai
sistem produksi perikanan dan pengeloaan sumberdaya
alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem
permukiman dan sistem minabisnis.
Program Pengembangan Kawasan Minapolitan adalah
pembangunan ekonomi berbasis perikanan di Kawasan
Agribisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan
jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk
mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis
yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan
dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat
dan difasilitasi oleh pemerintah.
Lokasi pengembangan Kawasan Minapolitan di
Kabupaten Banyumas selanjutnya disempurnakan
mela lu i Keputusan Bupat i Banyumas Nomor
523/673/2008 tanggal 13 Desember 2008 tentang
Perubahan Atas Keputusan Bupati Banyumas Nomor
523/241/2008 Tentang Penetapan Lokasi Program
Pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten
Banyumas Tahun 2009-2014. Dengan Keputusan Bupati
tersebut, lokasi Kawasan Minapolitan menjadi
ISU KAWASAN MINAPOLITAN BANYUMAS
34 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN III
Sentra: Kecamatan Kedungbanteng (Desa Beji, Desa
Karangssalam Kidul, Desa Karangnangka dan Desa
Kebocoran).
Hinterland: - Kecamatan Karanglewas (Desa Singasari
dan Desa Jipang) dan Kecamatan Baturraden (Desa
Kutasari, Desa Pandak dan Desa Purwosari)
Kebijakan pengembangan Kawasan Minapolitan di
Kabupaten Banyumas telah berimplikasi positif terhadap
peningkatan dan pengembangan perikanan di
Kabupaten Banyumas khususnya ikan Gurami sebagai
komoditas unggulan sebagaimana yang telah ditetapkan
melalu Keputusan Bupati Banyumas. Hal tersebut secara
otomatis juga menjadi sumber pendapatan utama bagi
masyarakat yang berada di dalam kawasan tersebut.
Pada tahun 2014 produksi ikan Gurami konsumsi di
Kabupaten Banyumas telah mencapai 4.060,09 ton dan
memberikan kontribusi hingga 48,81% dari total
produksi ikan di Kabupaten Banyumas yang mencapai
8.318,63 ton. Produksi ikan Gurami di tahun 2015
meningkat sebesar 4.952,88 ton dengan tingkat
kontribusi mencapai 50,17 % dari total produksi ikan.
Adapun produksi pembesaran dan pembenihan ikan di
Kabupaten Banyumas tahun 2014 dan 2015 secara rinci
terlihat pada tabel berikut.
Berdasarkan hasil kunjungan ke Dinas Perikanan dan
Peternakan Banyumas dan Kelompok Pembesaran
Gurame Ulam Sari serta kelompok Pembenihan Gurame
Desa Beji dapat diidentifikasi permasalahan sebagai
berikut:
A. KAWASAN PEMBENIHAN
Sentra: Kecamatan Sokaraja (Desa Kalikidang, Desa
Wiradadi, Desa Lemberang dan Desa Karangduren)
Hinterland:
-
-
-
-
-
-
B. KAWASAN PEMBESARAN
Kecamatan Kembaran (Desa Bantarwuni, Desa
Kembaran dan Desa Karangtengah).
Kecamatan Sumbang (Desa Sumbang, Desa Banteran,
Desa Banjarsari Kulon dan Desa Tambaksogra) .
Kecamatan Sumpiuh (Desa Bogangin).
Kecamatan Ajibarag (Desa Ajibarang Wetan).
Kecamatan Kemranjen (Desa Pageralang).
Kecamatan Cilongok (Desa Kalisari).
Sentra: Kecamatan Sokaraja
Hinterland: Seluruh kecamatan/ desa yang menjadi lokasi
minapolitan baik di Kawasan Pembenihan maupun
Kawasan Pembesaran.
C. KAWASAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN
JENIS IKAN(Ton)
Sumber : Dinnakkan Kabupaten Banyumas, 2015
Tabel 1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara oleh IMF
GURAME
TAWES
NILEM
NILA
LELE
KARPER
BAWAL
MUJAIR
PATIN
SIDAT
JUMLAH
(Ekor) (Ton) (Ekor)
4,060.09
1,287.20
803.47
554.03
822.88
603.08
81.19
76.13
30.57
-
127,646,298.00
42,205,030.00
26,742,632.00
12,864,937.00
19,607,309.00
13,951,307.00
-
1,115,960.00
-
-
4,952.88
1,500.74
908.97
673.35
956.25
685.19
84.02
83.72
24.85
1.30
121,163,733.00
49,780,440.00
32,423,119.00
43,984,682.00
34,551,921.00
18,381,036.00
-
1,791,047.00
-
-
8,318.64 244,133,473.00 9,871.27 302,075,978.00
PRODUKSI PEMBESARAN
TAHUN 2014
PRODUKSI PEMBENIHAN PRODUKSI PEMBESARAN PRODUKSI PEMBENIHAN
TAHUN 2015
35PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN III
bertambah luas, dimana semula hanya 4 (empat) desa
dalam 1 (satu) kecamatan menjadi 10 kecamatan yang
ditetapkan sebagai Kawasan Minapolitan meliputi
Kecamatan Kedungbanteng, Karanglewas, Baturraden,
Sokaraja, Kembaran, Sumbang, Sumpiuh, Kemranjen,
Ajibarang dan Kecamatan Cilongok. Kecamatan yang
termasuk dalam Kawasan Minapolitan tersebut
kemudian dicitrakan sebagai KEBANGCIRAWAS.
Pada tahun 2015 ditetapkan Surat Keputusan Bupati
Banyumas Nomor 523/76/TAHUN 2015 tentang
Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan Minapolitan
Kabupaten Banyumas Tahun 2015-2020, sebagai
pengganti Keputusan Bupati yang lalu yang telah
berakhir masa berlakunya. Pada Keputusan Bupati
tersebut, masih 10 kecataman yang ditetapkan sebagai
Kawasan Minapolitan sebagaimana yang telah
ditetapkan melalui Keputusan Bupati Banyumas Nomor
523/673/2008 tanggal 13 Desember 2008. Disamping
lokasi kawasan minapolitan, pada Keputusan Bupati
Banyumas Nomor 523/76/TAHUN 2015 tersebut juga
ditetapkan komoditas yang dikembangkan dalam
kawasan minapolitan. Sebagai komoditas unggulan
minapolitan masih tetap ikan Gurami, kemudian ada
tambahan yaitu: komoditas andalan adalah ikan Lele dan
sebagai komoditas potensial adalah ikan Nila.
Pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten
Banyumas 2013-2018, dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
kawasan yaitu Kawasan Pembenihan, Kawasan
Pembesaran serta Kawasan Pengolahan Ikan dan
Pemasaran. Pada masing-masing kawasan tersebut
terdapat kawasan yang dijadikan sebagai sentra dan
kawasan yang dijadikan sebagai hinterland sebagaimana
tersebut berikut ini.
Salah satu arah kebijakan dan strategi agenda
pembangunan kemaritiman nasional yang tertuang
dalam RPJMN 2015-2019 adalah “Meningkatkan Harkat
dan Taraf Hidup Nelayan dan Masyarakat Pesisir”.
Pendalaman bisnis proses usaha di sektor perikanan
dapat memberikan gambaran mengenai progress
kebijakan tersebut. Kabupaten Banyumas tidak memiliki
wilayah perairan laut, namun usaha di sektor
perikanannya sudah cukup terintegrasi dalam Kawasan
Minapolitan Banyumas.
Kawasan Minapolitan berdasarkan turunan kawasan
Agropolitan: adalah kawasan yang terdiri atas satu atau
lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai
sistem produksi perikanan dan pengeloaan sumberdaya
alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem
permukiman dan sistem minabisnis.
Program Pengembangan Kawasan Minapolitan adalah
pembangunan ekonomi berbasis perikanan di Kawasan
Agribisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan
jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk
mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis
yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan
dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat
dan difasilitasi oleh pemerintah.
Lokasi pengembangan Kawasan Minapolitan di
Kabupaten Banyumas selanjutnya disempurnakan
mela lu i Keputusan Bupat i Banyumas Nomor
523/673/2008 tanggal 13 Desember 2008 tentang
Perubahan Atas Keputusan Bupati Banyumas Nomor
523/241/2008 Tentang Penetapan Lokasi Program
Pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten
Banyumas Tahun 2009-2014. Dengan Keputusan Bupati
tersebut, lokasi Kawasan Minapolitan menjadi
ISU KAWASAN MINAPOLITAN BANYUMAS
34 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN III
Sentra: Kecamatan Kedungbanteng (Desa Beji, Desa
Karangssalam Kidul, Desa Karangnangka dan Desa
Kebocoran).
Hinterland: - Kecamatan Karanglewas (Desa Singasari
dan Desa Jipang) dan Kecamatan Baturraden (Desa
Kutasari, Desa Pandak dan Desa Purwosari)
Kebijakan pengembangan Kawasan Minapolitan di
Kabupaten Banyumas telah berimplikasi positif terhadap
peningkatan dan pengembangan perikanan di
Kabupaten Banyumas khususnya ikan Gurami sebagai
komoditas unggulan sebagaimana yang telah ditetapkan
melalu Keputusan Bupati Banyumas. Hal tersebut secara
otomatis juga menjadi sumber pendapatan utama bagi
masyarakat yang berada di dalam kawasan tersebut.
Pada tahun 2014 produksi ikan Gurami konsumsi di
Kabupaten Banyumas telah mencapai 4.060,09 ton dan
memberikan kontribusi hingga 48,81% dari total
produksi ikan di Kabupaten Banyumas yang mencapai
8.318,63 ton. Produksi ikan Gurami di tahun 2015
meningkat sebesar 4.952,88 ton dengan tingkat
kontribusi mencapai 50,17 % dari total produksi ikan.
Adapun produksi pembesaran dan pembenihan ikan di
Kabupaten Banyumas tahun 2014 dan 2015 secara rinci
terlihat pada tabel berikut.
Berdasarkan hasil kunjungan ke Dinas Perikanan dan
Peternakan Banyumas dan Kelompok Pembesaran
Gurame Ulam Sari serta kelompok Pembenihan Gurame
Desa Beji dapat diidentifikasi permasalahan sebagai
berikut:
A. KAWASAN PEMBENIHAN
Sentra: Kecamatan Sokaraja (Desa Kalikidang, Desa
Wiradadi, Desa Lemberang dan Desa Karangduren)
Hinterland:
-
-
-
-
-
-
B. KAWASAN PEMBESARAN
Kecamatan Kembaran (Desa Bantarwuni, Desa
Kembaran dan Desa Karangtengah).
Kecamatan Sumbang (Desa Sumbang, Desa Banteran,
Desa Banjarsari Kulon dan Desa Tambaksogra) .
Kecamatan Sumpiuh (Desa Bogangin).
Kecamatan Ajibarag (Desa Ajibarang Wetan).
Kecamatan Kemranjen (Desa Pageralang).
Kecamatan Cilongok (Desa Kalisari).
Sentra: Kecamatan Sokaraja
Hinterland: Seluruh kecamatan/ desa yang menjadi lokasi
minapolitan baik di Kawasan Pembenihan maupun
Kawasan Pembesaran.
C. KAWASAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN
JENIS IKAN(Ton)
Sumber : Dinnakkan Kabupaten Banyumas, 2015
Tabel 1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara oleh IMF
GURAME
TAWES
NILEM
NILA
LELE
KARPER
BAWAL
MUJAIR
PATIN
SIDAT
JUMLAH
(Ekor) (Ton) (Ekor)
4,060.09
1,287.20
803.47
554.03
822.88
603.08
81.19
76.13
30.57
-
127,646,298.00
42,205,030.00
26,742,632.00
12,864,937.00
19,607,309.00
13,951,307.00
-
1,115,960.00
-
-
4,952.88
1,500.74
908.97
673.35
956.25
685.19
84.02
83.72
24.85
1.30
121,163,733.00
49,780,440.00
32,423,119.00
43,984,682.00
34,551,921.00
18,381,036.00
-
1,791,047.00
-
-
8,318.64 244,133,473.00 9,871.27 302,075,978.00
PRODUKSI PEMBESARAN
TAHUN 2014
PRODUKSI PEMBENIHAN PRODUKSI PEMBESARAN PRODUKSI PEMBENIHAN
TAHUN 2015
35PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN III
36 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Persentase realisasi pendapatan menurun, sementara persentase realisasi belanja pada triwulan II 2016 meningkat.
KEUANGAN PEMERINTAH
BABII
Melambatnya persentase realisasi pendapatan utamanya masih berasal dari rendahnya
penerimaan pajak daerah seiring menurunnya pertumbuhan jumlah kendaraan baru.
Peningkatan realisasi belanja berasal dari belanja pegawai yang meningkat di tengah
pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) serta gaji ke-13 dan gaji ke-14, serta belanja
modal yang meningkat seiring adanya perbaikan infrastruktur jelang Idul Fitri.
Realisasi belanja APBN Provinsi Jawa Tengah pada triwulan II 2016 lebih baik
dibandingkan triwulan II 2015 terutama didorong oleh meningkatnya belanja pegawai di
tengah pemberian THR serta gaji ke-13 dan gaji ke-14.
SUPLEMEN III
36 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Persentase realisasi pendapatan menurun, sementara persentase realisasi belanja pada triwulan II 2016 meningkat.
KEUANGAN PEMERINTAH
BABII
Melambatnya persentase realisasi pendapatan utamanya masih berasal dari rendahnya
penerimaan pajak daerah seiring menurunnya pertumbuhan jumlah kendaraan baru.
Peningkatan realisasi belanja berasal dari belanja pegawai yang meningkat di tengah
pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) serta gaji ke-13 dan gaji ke-14, serta belanja
modal yang meningkat seiring adanya perbaikan infrastruktur jelang Idul Fitri.
Realisasi belanja APBN Provinsi Jawa Tengah pada triwulan II 2016 lebih baik
dibandingkan triwulan II 2015 terutama didorong oleh meningkatnya belanja pegawai di
tengah pemberian THR serta gaji ke-13 dan gaji ke-14.
Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Provinsi Jawa Tengah pada 2016
meningkat dibandingkan tahun anggaran 2015.
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp22,03
triliun atau naik 20,87% dibandingkan tahun 2015.
Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat
menjadi Rp22,43 t r i l iun atau naik 14,24%
dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan,
defisit anggaran pada tahun 2016 mengalami
pengurangan, dari sebelumnya defisit Rp1,41 triliun
menjadi sebesar Rp401 miliar.
Ditinjau dari serapan terhadap anggaran,
persentase realisasi pendapatan mengalami
penurunan, sementara persentase realisasi belanja
meningkat. Realisasi pendapatan triwulan laporan
sebesar 43,76% dari APBD 2016, lebih rendah
dibandingkan serapan pendapatan triwulan II 2015
yang sebesar 44,71%. Sementara itu, realisasi belanja
triwulan II 2016 sebesar 34,39% dari APBD 2016, lebih
2.1. Realisasi APBD Triwulan II 2016
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2016 (Rp Miliar)
URAIAN APBD 2016 Realisasi II - 2016
PENDAPATAN
PAD
DANA PERIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA LANGSUNG
SURPLUS/DEFISIT
22.026
13.811
8.153
62
22.427
16.039
6.388
(401)
9.638
5.511
4.097
29
7.712
5.646
2.066
1.925
% Realisasi
43.76%
39.90%
50.26%
47.18%
34.39%
35.20%
32.34%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2015 dan T.A. 2016Grafik 2.1
18,223 19,632
(1,409)
22,026 22,427
(401)
(5,000)
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
PENDAPATAN BELANJA SURPLUS (DEFISIT)
RP MILIAR
T.A. 2015 T.A. 2016
8,147
6,582
1,565
9,638
7,712
1,925
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2015 dan T.A. 2016Grafik 2.2
PENDAPATAN BELANJA SURPLUS (DEFISIT)
II 2015 II 2016
RP MILIAR
baik dibandingkan triwulan II 2015 sebesar 33,53%
dari APBD Perubahan (APBD-P) 2015.
Secara nominal, realisasi pendapatan dan belanja
pemerintah pada triwulan II 2016 mengalami
peningkatan dibandingkan tahun lalu. Realisasi
pendapatan triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp9,64
triliun, meningkat 18,30% dibandingkan realisasi
pendapatan periode yang sama tahun lalu yang sebesar
Rp8,15 triliun. Sementara itu, realisasi belanja juga
meningkat sebesar 17,18% pada triwulan II 2015; dari
sebelumnya Rp6,58 triliun menjadi Rp7,71 triliun pada
triwulan laporan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov
Jateng) mencatatkan surplus sebesar Rp1,93 pada
triwulan II 2016. Surplus ini lebih tinggi dibandingkan
surplus pada triwulan II 2015 yang sebesar Rp1,57
triliun. Berdasarkan data historis lima tahun terakhir,
kondisi surplus ini merupakan pola musiman yang
selalu terjadi pada triwulan II.
39KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Provinsi Jawa Tengah pada 2016
meningkat dibandingkan tahun anggaran 2015.
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp22,03
triliun atau naik 20,87% dibandingkan tahun 2015.
Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat
menjadi Rp22,43 t r i l iun atau naik 14,24%
dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan,
defisit anggaran pada tahun 2016 mengalami
pengurangan, dari sebelumnya defisit Rp1,41 triliun
menjadi sebesar Rp401 miliar.
Ditinjau dari serapan terhadap anggaran,
persentase realisasi pendapatan mengalami
penurunan, sementara persentase realisasi belanja
meningkat. Realisasi pendapatan triwulan laporan
sebesar 43,76% dari APBD 2016, lebih rendah
dibandingkan serapan pendapatan triwulan II 2015
yang sebesar 44,71%. Sementara itu, realisasi belanja
triwulan II 2016 sebesar 34,39% dari APBD 2016, lebih
2.1. Realisasi APBD Triwulan II 2016
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2016 (Rp Miliar)
URAIAN APBD 2016 Realisasi II - 2016
PENDAPATAN
PAD
DANA PERIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA LANGSUNG
SURPLUS/DEFISIT
22.026
13.811
8.153
62
22.427
16.039
6.388
(401)
9.638
5.511
4.097
29
7.712
5.646
2.066
1.925
% Realisasi
43.76%
39.90%
50.26%
47.18%
34.39%
35.20%
32.34%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2015 dan T.A. 2016Grafik 2.1
18,223 19,632
(1,409)
22,026 22,427
(401)
(5,000)
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
PENDAPATAN BELANJA SURPLUS (DEFISIT)
RP MILIAR
T.A. 2015 T.A. 2016
8,147
6,582
1,565
9,638
7,712
1,925
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2015 dan T.A. 2016Grafik 2.2
PENDAPATAN BELANJA SURPLUS (DEFISIT)
II 2015 II 2016
RP MILIAR
baik dibandingkan triwulan II 2015 sebesar 33,53%
dari APBD Perubahan (APBD-P) 2015.
Secara nominal, realisasi pendapatan dan belanja
pemerintah pada triwulan II 2016 mengalami
peningkatan dibandingkan tahun lalu. Realisasi
pendapatan triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp9,64
triliun, meningkat 18,30% dibandingkan realisasi
pendapatan periode yang sama tahun lalu yang sebesar
Rp8,15 triliun. Sementara itu, realisasi belanja juga
meningkat sebesar 17,18% pada triwulan II 2015; dari
sebelumnya Rp6,58 triliun menjadi Rp7,71 triliun pada
triwulan laporan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov
Jateng) mencatatkan surplus sebesar Rp1,93 pada
triwulan II 2016. Surplus ini lebih tinggi dibandingkan
surplus pada triwulan II 2015 yang sebesar Rp1,57
triliun. Berdasarkan data historis lima tahun terakhir,
kondisi surplus ini merupakan pola musiman yang
selalu terjadi pada triwulan II.
39KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH
II - 2015 II - 2016
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan II 2015 & 2016
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PAD YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HASIL PAJAK/BUKAN PAJAK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
HIBAH
DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYA
JUMLAH PENDAPATANSumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
41.64%
37.70%
44.86%
94.49%
62.78%
53.09%
43.68%
58.33%
30.00%
49.16%
27.73%
49.67%
0.00%
100.20%
44.71%
39.90%
36.73%
50.58%
89.42%
54.76%
50.26%
43.46%
58.33%
48.62%
47.18%
42.49%
50.00%
-
-
43.76%
Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 2.1 Realisasi Belanja DaerahGrafik 2.2
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18 RP TRILIUN
0
2
4
6
8
10
12
14
PENDAPATAN ASLI DAERAH DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
I II III IVII III IVI II III IV I2012 2013 2014
I II2015
III IV I2016
II I II III IVII III IVI II III IV I2012 2013 2014
I II2015
III IV I2016
II
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolahSumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
kemandirian fiskal Pemprov Jateng. Sementara itu,
pangsa Daper menurun menjadi 42,51% pada triwulan
II 2016 dari sebelumnya 51,44% pada triwulan II 2015.
Penurunan ini terutama berasal dari Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada
triwulan laporan.
Sumber utama PAD berasal dari komponen pajak
daerah, dengan peran sebesar 80% dari total PAD,
diikuti oleh lain-lain PAD yang sah (13%), dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (6%).
Pada triwulan laporan, realisasi pajak daerah terbilang
rendah seh ingga menyebabkan penurunan
pendapatan secara keseluruhan. Tercatat, realisasi
pajak daerah sebesar 36,73%; lebih rendah
dibandingkan triwulan II tahun lalu yang mencapai
37,70%. Rendahnya realisasi pajak daerah ini didorong
oleh menurunnya pertumbuhan jumlah kendaraan
baru. Selain itu, terdapat kecenderungan masyarakat
untuk membeli mobil Low Cost Green Car (LCGC) yang
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan II 2016
Realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah
sampai dengan triwulan II 2016 sebesar 43,76%
dari APBD 2016, lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan II 2015 yang sebesar 44,71%.
Namun demikian, realisasi di triwulan ini masih lebih
tinggi dibandingkan dengan rata-rata realisasi
pendapatan lima tahun terakhir yang sebesar 43,18%.
Penurunan persentase serapan ini terjadi di seluruh
komponen, baik Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Perimbangan (Daper), dan lain-lain pendapatan yang
sah.
P e n u r u n a n PA D d a n D a p e r u t a m a n y a
memengaruhi realisasi pendapatan daerah secara
keseluruhan. Hal tersebut dikarenakan sumber utama
pendapatan daerah Jawa Tengah berasal dari pos
kedua pos tersebut. Pangsa PAD meningkat menjadi
57,18% dari sebelumnya 48,44% pada triwulan II
2015. Peningkatan ini mengindikasikan meningkatnya
40 KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
RP TRILIUN
PADDANA PERIMBANGANTRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
57,18%42,51%
0,31%
Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan II 2016Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerahdan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
4
5
5
6
6
7
7
-
10
20
30
40
50
60
70 %, YOY %, YOY
I II III IVII III IVI II III IV I2012 2013 2014
I II2015
III IV I2016
II
PENDAPATAN PAJAK DAERAH PDRB - SKALA KANAN
memiliki nilai pajak yang lebih rendah. Kedua hal
tersebut menyebabkan serapan pajak Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor (BBNKB) menjadi rendah.
Meskipun demikian, pertumbuhan pajak daerah
yang terkumpul pada triwulan II 2016 mengalami
perbaikan. Pajak daerah tumbuh 19,22% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 3,16%
(yoy). Hal ini sejalan dengan perekonomian yang
tumbuh membaik pada triwulan laporan.
Komponen lain-lain PAD yang sah mengalami
penurunan realisasi dari 62,78% pada triwulan II
2015 menjadi 54,76% pada triwulan laporan.
Penurunan ini sejalan dengan penurunan DPK Pemda
dari 19,65% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi
-12,90% (yoy) pada triwulan II 2016, serta penurunan
Suku Bunga Tertimbang (SBT) dari 4,05% pada triwulan
II 2015 menjadi 3,46% pada triwulan laporan.
Berdasarkan komponen Daper, sumber
pendapatan utamanya berasal dari DAK, dengan
peran sebesar 64% dari total Daper, diikuti oleh Dana
Alokasi Umum/DAU (26%), dan Dana Bagi Hasil/DBH
(10%). Meningkatnya DAK ini sejalan dengan
meningkatnya pemberian Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) di tahun 2016. Adapun alokasi
pemberian BOS di tahun 2016 ialah sebesar Rp5,22
triliun. Tercatat, realisasi pendapatan DAK sebesar
48,62%, meningkat dibandingkan triwulan II 2015
yang sebelumnya sebesar 30%. Sementara itu,
penurunan persentase serapan terjadi pada DBH yang
turun menjadi 43,46%, dari sebelumnya 43,68% di
triwulan II 2015. Adapun realisasi DAU tercatat stabil
dengan realisasi sebesar 58,33% sesuai dengan pola
historisnya.
Lebih lanjut, komponen Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sah tercatat mengalami penurunan.
Pada triwulan laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar
47,18%; menurun dibandingkan triwulan yang sama di
tahun 2015 sebesar 49,16%. Tidak terdapatnya
realisasi pendapatan Dana Penyesuaian dan Otonomi
Khusus di triwulan laporan menyebabkan penurunan
realisasi pada komponen ini. Adapun realisasi
pendapatan seluruhnya berasal dari pos hibah dan
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus dengan
masing-masing persentase realisasi sebesar 42,49%
dan 50,00%.
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan II 2016Pada triwulan II 2016, realisasi belanja Provinsi
Jawa Tengah sebesar 34,39% dari total anggaran
belanja 2016. Angka ini lebih tinggi dibandingkan
dengan persentase realisasi periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 33,53%. Meningkatnya realisasi
ini terutama didorong oleh peningkatan belanja tidak
langsung yang memiliki peran dominan, yakni sebesar
73,21%.
41KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH
II - 2015 II - 2016
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan II 2015 & 2016
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PAD YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HASIL PAJAK/BUKAN PAJAK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
HIBAH
DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYA
JUMLAH PENDAPATANSumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
41.64%
37.70%
44.86%
94.49%
62.78%
53.09%
43.68%
58.33%
30.00%
49.16%
27.73%
49.67%
0.00%
100.20%
44.71%
39.90%
36.73%
50.58%
89.42%
54.76%
50.26%
43.46%
58.33%
48.62%
47.18%
42.49%
50.00%
-
-
43.76%
Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 2.1 Realisasi Belanja DaerahGrafik 2.2
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18 RP TRILIUN
0
2
4
6
8
10
12
14
PENDAPATAN ASLI DAERAH DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
I II III IVII III IVI II III IV I2012 2013 2014
I II2015
III IV I2016
II I II III IVII III IVI II III IV I2012 2013 2014
I II2015
III IV I2016
II
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolahSumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
kemandirian fiskal Pemprov Jateng. Sementara itu,
pangsa Daper menurun menjadi 42,51% pada triwulan
II 2016 dari sebelumnya 51,44% pada triwulan II 2015.
Penurunan ini terutama berasal dari Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada
triwulan laporan.
Sumber utama PAD berasal dari komponen pajak
daerah, dengan peran sebesar 80% dari total PAD,
diikuti oleh lain-lain PAD yang sah (13%), dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (6%).
Pada triwulan laporan, realisasi pajak daerah terbilang
rendah seh ingga menyebabkan penurunan
pendapatan secara keseluruhan. Tercatat, realisasi
pajak daerah sebesar 36,73%; lebih rendah
dibandingkan triwulan II tahun lalu yang mencapai
37,70%. Rendahnya realisasi pajak daerah ini didorong
oleh menurunnya pertumbuhan jumlah kendaraan
baru. Selain itu, terdapat kecenderungan masyarakat
untuk membeli mobil Low Cost Green Car (LCGC) yang
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan II 2016
Realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah
sampai dengan triwulan II 2016 sebesar 43,76%
dari APBD 2016, lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan II 2015 yang sebesar 44,71%.
Namun demikian, realisasi di triwulan ini masih lebih
tinggi dibandingkan dengan rata-rata realisasi
pendapatan lima tahun terakhir yang sebesar 43,18%.
Penurunan persentase serapan ini terjadi di seluruh
komponen, baik Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Perimbangan (Daper), dan lain-lain pendapatan yang
sah.
P e n u r u n a n PA D d a n D a p e r u t a m a n y a
memengaruhi realisasi pendapatan daerah secara
keseluruhan. Hal tersebut dikarenakan sumber utama
pendapatan daerah Jawa Tengah berasal dari pos
kedua pos tersebut. Pangsa PAD meningkat menjadi
57,18% dari sebelumnya 48,44% pada triwulan II
2015. Peningkatan ini mengindikasikan meningkatnya
40 KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
RP TRILIUN
PADDANA PERIMBANGANTRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
57,18%42,51%
0,31%
Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan II 2016Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerahdan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
4
5
5
6
6
7
7
-
10
20
30
40
50
60
70 %, YOY %, YOY
I II III IVII III IVI II III IV I2012 2013 2014
I II2015
III IV I2016
II
PENDAPATAN PAJAK DAERAH PDRB - SKALA KANAN
memiliki nilai pajak yang lebih rendah. Kedua hal
tersebut menyebabkan serapan pajak Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor (BBNKB) menjadi rendah.
Meskipun demikian, pertumbuhan pajak daerah
yang terkumpul pada triwulan II 2016 mengalami
perbaikan. Pajak daerah tumbuh 19,22% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 3,16%
(yoy). Hal ini sejalan dengan perekonomian yang
tumbuh membaik pada triwulan laporan.
Komponen lain-lain PAD yang sah mengalami
penurunan realisasi dari 62,78% pada triwulan II
2015 menjadi 54,76% pada triwulan laporan.
Penurunan ini sejalan dengan penurunan DPK Pemda
dari 19,65% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi
-12,90% (yoy) pada triwulan II 2016, serta penurunan
Suku Bunga Tertimbang (SBT) dari 4,05% pada triwulan
II 2015 menjadi 3,46% pada triwulan laporan.
Berdasarkan komponen Daper, sumber
pendapatan utamanya berasal dari DAK, dengan
peran sebesar 64% dari total Daper, diikuti oleh Dana
Alokasi Umum/DAU (26%), dan Dana Bagi Hasil/DBH
(10%). Meningkatnya DAK ini sejalan dengan
meningkatnya pemberian Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) di tahun 2016. Adapun alokasi
pemberian BOS di tahun 2016 ialah sebesar Rp5,22
triliun. Tercatat, realisasi pendapatan DAK sebesar
48,62%, meningkat dibandingkan triwulan II 2015
yang sebelumnya sebesar 30%. Sementara itu,
penurunan persentase serapan terjadi pada DBH yang
turun menjadi 43,46%, dari sebelumnya 43,68% di
triwulan II 2015. Adapun realisasi DAU tercatat stabil
dengan realisasi sebesar 58,33% sesuai dengan pola
historisnya.
Lebih lanjut, komponen Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sah tercatat mengalami penurunan.
Pada triwulan laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar
47,18%; menurun dibandingkan triwulan yang sama di
tahun 2015 sebesar 49,16%. Tidak terdapatnya
realisasi pendapatan Dana Penyesuaian dan Otonomi
Khusus di triwulan laporan menyebabkan penurunan
realisasi pada komponen ini. Adapun realisasi
pendapatan seluruhnya berasal dari pos hibah dan
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus dengan
masing-masing persentase realisasi sebesar 42,49%
dan 50,00%.
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan II 2016Pada triwulan II 2016, realisasi belanja Provinsi
Jawa Tengah sebesar 34,39% dari total anggaran
belanja 2016. Angka ini lebih tinggi dibandingkan
dengan persentase realisasi periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 33,53%. Meningkatnya realisasi
ini terutama didorong oleh peningkatan belanja tidak
langsung yang memiliki peran dominan, yakni sebesar
73,21%.
41KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung
meningkat pada triwulan laporan. Realisasi pada
triwulan II 2016 sebesar 35,20%; lebih tinggi
dibandingkan triwulan II 2015 yang sebesar 34,04%.
Ditinjau dari komponennya, belanja tidak langsung
digunakan untuk belanja hibah, belanja bagi hasil
kepada kabupaten/kota, dan belanja pegawai dengan
masing-masing peran sebesar 45%, 28%, dan 22%
dari total belanja tidak langsung. Belanja hibah dan belanja pegawai tumbuh
meningkat seiring dengan meningkatnya
pemberian bantuan hibah dan pemberian THR
serta gaji ke-13 dan gaji ke-14 pada bulan
Ramadhan dan Idul Fitri. Pada triwulan II 2016,
belanja hibah tercatat sebesar Rp2,56 triliun atau
47,75% dari total anggaran, lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2015 yang sebesar Rp1,86 triliun. Adapun
belanja pegawai tercatat sebesar Rp1,23 triliun atau
41,72%, lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun
sebelumnya yang sebesar Rp948,37 miliar atau
41,20%.
K o m p o n e n b e l a n j a b a g i h a s i l k e p a d a
kabupaten/kota mengalami penurunan
dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Pada triwulan laporan, realisasi
komponen tersebut sebesar 29,88%, lebih rendah
dibandingkan triwulan II 2015 yang sebesar 31,53%.
Meskipun secara nominal meningkat, yakni dari Rp1,55
triliun menjadi Rp1,60 triliun, terjadi penurunan
persentase realisasi. Menurunnya persentase realisasi
ini utamanya disebabkan pagu yang relatif tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya.
Ditinjau dari pertumbuhan tahunan, belanja bagi
hasil kepada kabupaten/kota meningkat sejalan
dengan pertumbuhan tahunan PAD terkumpul pada
triwulan laporan dan seiring perbaikan ekonomi
tahunan Jawa Tengah. Belanja bagi hasil kepada
kabupaten/kota tumbuh 20,22% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan lalu yang mencatatkan
kontraksi 40,15% (yoy).
Grafik 2.8 Pertumbuhan Tahunan Belanja Bagi HasilKepada Kabupaten/Kota dan PAD
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IVII III IVI II III IV I2012 2013 2014
I II2015
III IV I2016
II
BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA PAD
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
30
35
40
(100)
(50)
-
50
100
150
200 %, YOY %, YOY
Tabel 2.3. Realisasi Belanja triwulan II 2015 & 2016
URAIAN
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL KEPADA KABUPATEN/KOTA
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN/KOTA
BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
JUMLAH BELANJA
34.04%
41.20%
47.55%
27.85%
31.53%
12.36%
26.74%
32.31%
48.11%
40.29%
21.50%
33.53%
35.20%
41.72%
47.75%
0.00%
29.88%
11.34%
2.76%
32.34%
39.40%
37.24%
27.04%
34.39%Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
II - 2015 II - 2016
BELANJA TIDAK LANGSUNGBELANJA LANGSUNG
Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan II 2016Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
73,21%26,79%
42 KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Sementara itu, pada komponen belanja langsung,
persentase realisasi relatif stabil. Penyerapan
belanja langsung tercatat 32,34%, relatif stabil
dibandingkan triwulan II 2015 yang sebesar 32,31%.
Apabila ditinjau secara pos pengeluarannya, realisasi
belanja modal yang memiliki peran 41% dari total
belanja langsung ini mengalami peningkatan realisasi.
Sementara itu, belanja barang dan jasa serta belanja
pegawai mengalami penurunan dengan masing-
masing peran sebesar 52% dan 7% terhadap belanja
langsung.
Realisasi belanja modal pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp851 miliar, atau terserap
27,04% dari total anggaran. Persentase ini
meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu
yang terserap sebesar Rp769 miliar atau 21,50%.
Peningkatan ini sejalan dengan upaya percepatan
realisasi belanja infrastruktur yang dicanangkan oleh
Pemprov Jateng.
Sementara itu, realisasi belanja barang dan jasa
sebesar Rp1.067 miliar, atau terserap 37,24% dari
total anggaran. Realisasi ini mengalami penurunan
dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar Rp1.168
miliar atau terserap sebesar 40,29%. Penurunan juga
terjadi pada pos belanja pegawai. Realisasi belanja
pegawai tercatat sebesar Rp148 miliar atau terserap
39,40% dari total anggaran. Angka ini menurun
dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang
tercatat terserap Rp157 miliar atau 48,11% dari total
anggaran.
sebesar 7,89%; dari sebelumnya Rp35,91 triliun pada
tahun 2015 menjadi Rp33,07 triliun di triwulan
laporan.
Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai
dianggarkan sebesar Rp12,98 triliun atau 38,78%
dari total APBN Provinsi Jawa Tengah 2016, diikuti
oleh belanja barang sebesar Rp11,56 triliun (34,54%),
belanja modal sebesar Rp8,69 triliun (25,97%), dan
belanja bantuan sosial Rp240,35 miliar (0,72%).
Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan
mengalami peningkatan. Pada triwulan II 2016,
realisasi APBN tercatat sebesar Rp13,35 triliun atau
39.87%, meningkat dibandingkan triwulan II 2015
yang sebesar Rp8,86 triliun atau 24,67% dari APBN
Provinsi Jawa Tengah 2015.
Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada
triwulan II 2016 terutama didorong dari belanja
pegawai, yakni sebesar 55,38% dari total belanja.
Sementara itu, belanja barang memiliki peran 29,36%
dari total realisasi belanja, diikuti oleh belanja modal
(14,83%), dan belanja bantuan sosial (0,43%).
Peningkatan serapan APBN pada triwulan II 2016
dibandingkan peiode yang sama tahun sebelumnya
terjadi pada seluruh jenis belanja.
Realisasi belanja pegawai pada triwulan II 2016
sebesar Rp7,39 triliun atau 56,93% dari total APBN
2016. Angka ini lebih tinggi dibandingkan triwulan II
2015 yang sebesar Rp5,04 triliun atau 38,96% dari
total APBN 2015. Peningkatan ini disebabkan oleh
pencairan THR serta gaji ke-13 dan gaji ke-14 jelang Idul
Fitri.
Sementara itu, belanja barang pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp3,92 triliun atau
33,90% dari total anggaran, lebih tinggi dibandingkan
triwulan sama tahun lalu yang sebesar Rp2,51 triliun
atau 22,27%. Belanja barang meningkat sejalan
dengan kebutuhan kementerian/lembaga yang
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan II 2016
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2016 mengalami
penurunan sejalan dengan penghematan
anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah. Hal ini
dilakukan untuk menekan defisit anggaran pada tahun
2016. Tercatat, terjadi penurunan anggaran APBN
43KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung
meningkat pada triwulan laporan. Realisasi pada
triwulan II 2016 sebesar 35,20%; lebih tinggi
dibandingkan triwulan II 2015 yang sebesar 34,04%.
Ditinjau dari komponennya, belanja tidak langsung
digunakan untuk belanja hibah, belanja bagi hasil
kepada kabupaten/kota, dan belanja pegawai dengan
masing-masing peran sebesar 45%, 28%, dan 22%
dari total belanja tidak langsung. Belanja hibah dan belanja pegawai tumbuh
meningkat seiring dengan meningkatnya
pemberian bantuan hibah dan pemberian THR
serta gaji ke-13 dan gaji ke-14 pada bulan
Ramadhan dan Idul Fitri. Pada triwulan II 2016,
belanja hibah tercatat sebesar Rp2,56 triliun atau
47,75% dari total anggaran, lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2015 yang sebesar Rp1,86 triliun. Adapun
belanja pegawai tercatat sebesar Rp1,23 triliun atau
41,72%, lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun
sebelumnya yang sebesar Rp948,37 miliar atau
41,20%.
K o m p o n e n b e l a n j a b a g i h a s i l k e p a d a
kabupaten/kota mengalami penurunan
dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Pada triwulan laporan, realisasi
komponen tersebut sebesar 29,88%, lebih rendah
dibandingkan triwulan II 2015 yang sebesar 31,53%.
Meskipun secara nominal meningkat, yakni dari Rp1,55
triliun menjadi Rp1,60 triliun, terjadi penurunan
persentase realisasi. Menurunnya persentase realisasi
ini utamanya disebabkan pagu yang relatif tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya.
Ditinjau dari pertumbuhan tahunan, belanja bagi
hasil kepada kabupaten/kota meningkat sejalan
dengan pertumbuhan tahunan PAD terkumpul pada
triwulan laporan dan seiring perbaikan ekonomi
tahunan Jawa Tengah. Belanja bagi hasil kepada
kabupaten/kota tumbuh 20,22% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan lalu yang mencatatkan
kontraksi 40,15% (yoy).
Grafik 2.8 Pertumbuhan Tahunan Belanja Bagi HasilKepada Kabupaten/Kota dan PAD
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IVII III IVI II III IV I2012 2013 2014
I II2015
III IV I2016
II
BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA PAD
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
30
35
40
(100)
(50)
-
50
100
150
200 %, YOY %, YOY
Tabel 2.3. Realisasi Belanja triwulan II 2015 & 2016
URAIAN
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL KEPADA KABUPATEN/KOTA
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN/KOTA
BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
JUMLAH BELANJA
34.04%
41.20%
47.55%
27.85%
31.53%
12.36%
26.74%
32.31%
48.11%
40.29%
21.50%
33.53%
35.20%
41.72%
47.75%
0.00%
29.88%
11.34%
2.76%
32.34%
39.40%
37.24%
27.04%
34.39%Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
II - 2015 II - 2016
BELANJA TIDAK LANGSUNGBELANJA LANGSUNG
Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan II 2016Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
73,21%26,79%
42 KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Sementara itu, pada komponen belanja langsung,
persentase realisasi relatif stabil. Penyerapan
belanja langsung tercatat 32,34%, relatif stabil
dibandingkan triwulan II 2015 yang sebesar 32,31%.
Apabila ditinjau secara pos pengeluarannya, realisasi
belanja modal yang memiliki peran 41% dari total
belanja langsung ini mengalami peningkatan realisasi.
Sementara itu, belanja barang dan jasa serta belanja
pegawai mengalami penurunan dengan masing-
masing peran sebesar 52% dan 7% terhadap belanja
langsung.
Realisasi belanja modal pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp851 miliar, atau terserap
27,04% dari total anggaran. Persentase ini
meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu
yang terserap sebesar Rp769 miliar atau 21,50%.
Peningkatan ini sejalan dengan upaya percepatan
realisasi belanja infrastruktur yang dicanangkan oleh
Pemprov Jateng.
Sementara itu, realisasi belanja barang dan jasa
sebesar Rp1.067 miliar, atau terserap 37,24% dari
total anggaran. Realisasi ini mengalami penurunan
dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar Rp1.168
miliar atau terserap sebesar 40,29%. Penurunan juga
terjadi pada pos belanja pegawai. Realisasi belanja
pegawai tercatat sebesar Rp148 miliar atau terserap
39,40% dari total anggaran. Angka ini menurun
dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang
tercatat terserap Rp157 miliar atau 48,11% dari total
anggaran.
sebesar 7,89%; dari sebelumnya Rp35,91 triliun pada
tahun 2015 menjadi Rp33,07 triliun di triwulan
laporan.
Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai
dianggarkan sebesar Rp12,98 triliun atau 38,78%
dari total APBN Provinsi Jawa Tengah 2016, diikuti
oleh belanja barang sebesar Rp11,56 triliun (34,54%),
belanja modal sebesar Rp8,69 triliun (25,97%), dan
belanja bantuan sosial Rp240,35 miliar (0,72%).
Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan
mengalami peningkatan. Pada triwulan II 2016,
realisasi APBN tercatat sebesar Rp13,35 triliun atau
39.87%, meningkat dibandingkan triwulan II 2015
yang sebesar Rp8,86 triliun atau 24,67% dari APBN
Provinsi Jawa Tengah 2015.
Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada
triwulan II 2016 terutama didorong dari belanja
pegawai, yakni sebesar 55,38% dari total belanja.
Sementara itu, belanja barang memiliki peran 29,36%
dari total realisasi belanja, diikuti oleh belanja modal
(14,83%), dan belanja bantuan sosial (0,43%).
Peningkatan serapan APBN pada triwulan II 2016
dibandingkan peiode yang sama tahun sebelumnya
terjadi pada seluruh jenis belanja.
Realisasi belanja pegawai pada triwulan II 2016
sebesar Rp7,39 triliun atau 56,93% dari total APBN
2016. Angka ini lebih tinggi dibandingkan triwulan II
2015 yang sebesar Rp5,04 triliun atau 38,96% dari
total APBN 2015. Peningkatan ini disebabkan oleh
pencairan THR serta gaji ke-13 dan gaji ke-14 jelang Idul
Fitri.
Sementara itu, belanja barang pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp3,92 triliun atau
33,90% dari total anggaran, lebih tinggi dibandingkan
triwulan sama tahun lalu yang sebesar Rp2,51 triliun
atau 22,27%. Belanja barang meningkat sejalan
dengan kebutuhan kementerian/lembaga yang
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan II 2016
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2016 mengalami
penurunan sejalan dengan penghematan
anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah. Hal ini
dilakukan untuk menekan defisit anggaran pada tahun
2016. Tercatat, terjadi penurunan anggaran APBN
43KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan II 2015 & 2016 per Jenis Belanja (Rp Miliar)
JENIS
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
TOTAL
PAGU REALISASI
II 2015
%REALISASI PAGU REALISASI
II 2016
%REALISASI
12,936
11,280
9,912
1,777
35,905
5,040
2,512
938
367
8,858
38.96%
22.27%
9.47%
20.64%
24.67%
12,982
11,561
8,693
240
33,475
7,391
3,919
1,979
57
13,346
56.93%
33.90%
22.77%
23.87%
39.87%Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
pemerintah. Beberapa proyek pembangunan waduk
yang sudah berjalan adalah Waduk Gondang
Karanganyar, Waduk Logung Kudus, Waduk Pidekso
Wonogiri, dan Waduk Matenggeng Cilacap.
Adapun belanja bantuan sosial pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp57 miliar atau 23,87%
dari total anggaran. Angka ini lebih tinggi
dibandingkan dengan persentase realisasi triwulan II
2015 yang sebesar 20,64%, meskipun secara nominal
masih lebih tinggi yakni sebesar Rp367 miliar.
Peningkatan ini salah satunya disebabkan oleh
pengurangan pagu belanja bantuan sosial. Selain itu,
adanya bencana banjir dan longsor pada pertengahan
Juni 2016 diperkirakan juga mendorong realisasi
bantuan sosial.
meningkat di tahun laporan. Sejalan dengan hal
tersebut, pemerintah berupaya untuk mendorong
serapan yang lebih baik semenjak awal tahun.
Belanja modal tercatat sebesar Rp1,98 triliun atau
22,77%; lebih baik dibandingkan realisasi belanja
modal triwulan II 2015 yang sebesar Rp938 miliar
atau 9,47%. Peningkatan ini sejalan dengan
percepatan perbaikan infrastruktur sebelum Idul Fitri,
seperti ruas jalan tol di Brebes. Selain itu, beberapa
proyek infrastruktur pemerintah yang dilaksanakan di
Jawa Tengah turut mendukung realisasi yang semakin
baik. Proyek pembangunan yang dilakukan antara lain
perbaikan jalan Sidareja-Simpang Tiga dan jalan
Tambakreja - Bantarsari di Cilacap, serta jalan Pejagan-
Prupuk-Wangon di Kebumen. Selain itu, terdapat
progam 1000 embung yang di lakukan oleh
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANGBELANJA MODALBELANJA BANTUAN SOSIAL
Grafik 2.9 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2016Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
38,78%34,54%25,97%
0,72%
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANGBELANJA MODALBELANJA BANTUAN SOSIAL
Grafik 2.10 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2016Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
55,38%29,36%14,83%0,43%
44 KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Inflasi tahunan triwulan II 2016 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BABIII
volatile food
administered prices
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan II 2015 & 2016 per Jenis Belanja (Rp Miliar)
JENIS
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
TOTAL
PAGU REALISASI
II 2015
%REALISASI PAGU REALISASI
II 2016
%REALISASI
12,936
11,280
9,912
1,777
35,905
5,040
2,512
938
367
8,858
38.96%
22.27%
9.47%
20.64%
24.67%
12,982
11,561
8,693
240
33,475
7,391
3,919
1,979
57
13,346
56.93%
33.90%
22.77%
23.87%
39.87%Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
pemerintah. Beberapa proyek pembangunan waduk
yang sudah berjalan adalah Waduk Gondang
Karanganyar, Waduk Logung Kudus, Waduk Pidekso
Wonogiri, dan Waduk Matenggeng Cilacap.
Adapun belanja bantuan sosial pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp57 miliar atau 23,87%
dari total anggaran. Angka ini lebih tinggi
dibandingkan dengan persentase realisasi triwulan II
2015 yang sebesar 20,64%, meskipun secara nominal
masih lebih tinggi yakni sebesar Rp367 miliar.
Peningkatan ini salah satunya disebabkan oleh
pengurangan pagu belanja bantuan sosial. Selain itu,
adanya bencana banjir dan longsor pada pertengahan
Juni 2016 diperkirakan juga mendorong realisasi
bantuan sosial.
meningkat di tahun laporan. Sejalan dengan hal
tersebut, pemerintah berupaya untuk mendorong
serapan yang lebih baik semenjak awal tahun.
Belanja modal tercatat sebesar Rp1,98 triliun atau
22,77%; lebih baik dibandingkan realisasi belanja
modal triwulan II 2015 yang sebesar Rp938 miliar
atau 9,47%. Peningkatan ini sejalan dengan
percepatan perbaikan infrastruktur sebelum Idul Fitri,
seperti ruas jalan tol di Brebes. Selain itu, beberapa
proyek infrastruktur pemerintah yang dilaksanakan di
Jawa Tengah turut mendukung realisasi yang semakin
baik. Proyek pembangunan yang dilakukan antara lain
perbaikan jalan Sidareja-Simpang Tiga dan jalan
Tambakreja - Bantarsari di Cilacap, serta jalan Pejagan-
Prupuk-Wangon di Kebumen. Selain itu, terdapat
progam 1000 embung yang di lakukan oleh
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANGBELANJA MODALBELANJA BANTUAN SOSIAL
Grafik 2.9 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2016Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
38,78%34,54%25,97%
0,72%
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANGBELANJA MODALBELANJA BANTUAN SOSIAL
Grafik 2.10 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2016Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
55,38%29,36%14,83%0,43%
44 KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Inflasi tahunan triwulan II 2016 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BABIII
volatile food
administered prices
Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan II
2016, di tengah membaiknya pertumbuhan 5ekonomi . Pada triwulan II 2016 inflasi tercatat
sebesar 2,96% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 4,21% (yoy).
Penurunan ini terutama disebabkan oleh terkendalinya
harga komoditas di bulan Ramadhan seiring terjaganya
pasokan dan penurunan harga bensin di awal triwulan
laporan. Inflasi ini juga lebih rendah dibandingkan
inflasi nasional yang sebesar 3,45% (yoy). Tren inflasi
Jawa Tengah mulai mengalami tren penurunan setelah
sempat mengalami kenaikan pada triwulan I 2016.
Inflasi triwulanan pada periode laporan juga
tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang
3.1. Inflasi Secara Umum
sama di tahun sebelumnya. Pada triwulan II 2016,
inflasi triwulanan tercatat sebesar 0,08% (qtq), lebih
rendah dibandingkan tr iwulan I I 2015 yang
mencatatkan inflasi sebesar 1,30% (qtq).
Secara spasial wilayah Jawa, inflasi tahunan
Provinsi Jawa Tengah pada periode laporan
berada di posisi ketiga terendah setelah Provinsi
Jawa Timur dan DI Yogyakarta. Inflasi tahunan ini
lebih rendah dibandingkan inflasi tahunan Kawasan
Jawa. Sementara itu, inflasi tahun kalender Jawa
Tengah tercatat sebesar 0,71% (ytd) yang mencatatkan
level terendah di Kawasan Jawa. Terjaganya inflasi Jawa
Tengah ini didukung oleh adanya kebijakan pemerintah
antara lain operasi pasar untuk komoditas daging sapi.
Grafik 3.1
-2
0
2
4
6
8
10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
%
JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)
I
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASIDAN JASA KEUANGAN
%
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 3.2Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
4,21
4,45
3.45
2.96
TW II 2016TW II 2015 RATA - RATA TW II 2011 - 2015
-4,00 -3,00 -2,00 -1,00 0,00 1,00 2,00 3,00I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II
0,62
0,620.44
0.08
Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa Grafik 3.3
I - 2014 I - 2015 I - 2016
%,YOY
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,.0
9,0
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Tahun Kalender Provinsi di Jawa Grafik 3.4Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA + DKI
-0.80
-0.60
-0.40
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
APRIL MEI JUNI
2016
%,MTM
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
5.
47PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan II
2016, di tengah membaiknya pertumbuhan 5ekonomi . Pada triwulan II 2016 inflasi tercatat
sebesar 2,96% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 4,21% (yoy).
Penurunan ini terutama disebabkan oleh terkendalinya
harga komoditas di bulan Ramadhan seiring terjaganya
pasokan dan penurunan harga bensin di awal triwulan
laporan. Inflasi ini juga lebih rendah dibandingkan
inflasi nasional yang sebesar 3,45% (yoy). Tren inflasi
Jawa Tengah mulai mengalami tren penurunan setelah
sempat mengalami kenaikan pada triwulan I 2016.
Inflasi triwulanan pada periode laporan juga
tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang
3.1. Inflasi Secara Umum
sama di tahun sebelumnya. Pada triwulan II 2016,
inflasi triwulanan tercatat sebesar 0,08% (qtq), lebih
rendah dibandingkan tr iwulan I I 2015 yang
mencatatkan inflasi sebesar 1,30% (qtq).
Secara spasial wilayah Jawa, inflasi tahunan
Provinsi Jawa Tengah pada periode laporan
berada di posisi ketiga terendah setelah Provinsi
Jawa Timur dan DI Yogyakarta. Inflasi tahunan ini
lebih rendah dibandingkan inflasi tahunan Kawasan
Jawa. Sementara itu, inflasi tahun kalender Jawa
Tengah tercatat sebesar 0,71% (ytd) yang mencatatkan
level terendah di Kawasan Jawa. Terjaganya inflasi Jawa
Tengah ini didukung oleh adanya kebijakan pemerintah
antara lain operasi pasar untuk komoditas daging sapi.
Grafik 3.1
-2
0
2
4
6
8
10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
%
JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)
I
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASIDAN JASA KEUANGAN
%
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 3.2Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
4,21
4,45
3.45
2.96
TW II 2016TW II 2015 RATA - RATA TW II 2011 - 2015
-4,00 -3,00 -2,00 -1,00 0,00 1,00 2,00 3,00I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II
0,62
0,620.44
0.08
Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa Grafik 3.3
I - 2014 I - 2015 I - 2016
%,YOY
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,.0
9,0
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Tahun Kalender Provinsi di Jawa Grafik 3.4Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA + DKI
-0.80
-0.60
-0.40
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
APRIL MEI JUNI
2016
%,MTM
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
5.
47PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
kenaikan harga gula pasir disebabkan adanya
pembatasan pembelian gula rafinasi oleh perusahaan,
sehingga mayoritas UMKM beralih menggunakan gula
pasir.
Inflasi bulanan kemudian meningkat pada Juni
2016. Inflasi tercatat sebesar 0,41% (mtm), lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun terakhir
bulan Juni yang sebesar 0,69% (mtm). Komoditas yang
menjadi penyumbang utama adalah daging ayam ras,
gula pasir, telur ayam ras, wortel, dan kentang.
Berdasarkan data Dinas Peternakan Provinsi Jawa
Tengah, pasokan Juni 2016 mencatatkan surplus untuk
komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras.
Komoditas daging ayam tercatat surplus 21.023 ton,
sementara telur ayam ras tercatat surplus sebesar 532
ton sehingga mampu menahan kenaikan di triwulan
laporan.
6Berdasarkan disagregasi inflasi , penurunan
in f l a s i t ahunan pada t r iwu lan I I 2016
dibandingkan triwulan sebelumnya terutama
berasal dari kelompok volatile food. Terjaganya
pasokan komoditas pangan strategis tercermin dari
gejolak harga pada Ramadhan yang relatif terkendali.
Pada akhir triwulan II 2016 yang bertepatan dengan
Ramadhan, Pemerintah melakukan beberapa
kebijakan, antara lain pasar murah dan operasi pasar
untuk menjaga pasokan komoditas tercukupi.
Ditinjau dari inflasi bulanan, tingkat inflasi April
hingga Juni 2016 lebih rendah dibandingkan rata-
rata lima tahun terakhir. Relatif rendahnya inflasi ini
didorong oleh terjaganya pasokan komoditas pangan,
terutama pada bulan Ramadhan. Provinsi Jawa Tengah
mencatatkan deflasi pada April 2016 yang disebabkan
penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif
Tenaga Listrik (TTL). Sementara pada Mei dan Juni
2016, terjadi inflasi, meskipun masih berada pada level
yang rendah dibandingkan dengan provinsi lainnya di
Kawasan Jawa.
Pada bulan April 2016, tercatat deflasi sebesar
0,46% (mtm), berbalik arah dibandingkan bulan
Maret 2016 yang tercatat inflasi sebesar 0,39%
(mtm). Angka ini juga lebih rendah dibandingkan rata-
rata lima tahun terakhir yang mencatatkan deflasi
sebesar 0,13% (mtm). Deflasi pada bulan tersebut
didorong oleh penurunan harga bahan bakar premium
dan solar, serta TTL.
Selanjutnya, pada Mei 2016 terjadi inflasi. Provinsi
Jawa Tengah mencatatkan inflasi sebesar 0,13% (mtm)
lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata bulan
yang sama 5 tahun terakhir yang sebesar 0,18% (mtm).
Inflasi bulan Mei 2016 didorong oleh kenaikan harga
gula pasir dan beberapa komoditas lainnya, seperti
telur dan daging ayam ras, minyak goreng dan emas
seiring dengan memasuki Ramadhan. Selain itu,
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOV DES
%, MTM
-1
0
1
2
3
4
RATA-RATA 2011-2015 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015Grafik 3.5 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah Grafik 3.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2016
TW II 2016MENINGKATNYA PERMINTAAN DAGING DAN TELUR AYAM RAS SAAT RAMADHAN. NAMUN, SECARA TAHUNAN, INFLASI MASIH TERCATAT RENDAH.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015 2016
7.96 7.57 7.08 7.15 7.47 7.26 5.03 4.36 5.00 5.01 6.19 8.22 6.79 5.76 5.69 5.99 6.28 6.15 6.37 6.18 5.78 5.20 4.02 2.73 3.58 3.98 4.21 3.56 3.17 2.95
0.99 0.33 0.24 -0.1 0.23 0.74 0.71 0.46 0.22 0.52 1.36 2.25 -0.3 -0.6 0.16 0.17 0.51 0.61 0.92 0.29 -0.1 -0.0 0.22 0.99 0.48 -0.2 0.39 -0.4 0.13 0.41
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0 %, YOY %, MTM
CURAH HUJANTINGGI
EKSPEKTASIMULAI NAIK
KENAIKANBBM
KENAIKAN TTL TAHAPAKHIR 2013
BENCANA BANJIR
PEMBATASANPRODUKSI BIBIT AYAM
KENAIKAN TTL U/P1, I3,R3,
I4, B2, B3
KENAIKAN TDLDAN ELPIJI 12 KG
KENAIKAN HARGA BBM,GEJOLAK PANGAN
RAMADHAN
El-NINO
YOY
MTM(SKALA KANAN)
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
6.
48 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KOMODITAS
Tabel 3.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I
2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
II III
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
7,26
8,61
7,79
7,13
4,16
3,52
2,91
10,07
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
2015
5,69
5,79
5,38
7,32
2,84
4,43
6,21
4,39
I
6,15
7,72
6,21
5,91
3,13
4,34
6,04
6,38
II III
5,78
8,49
5,71
4,61
3,26
3,73
5,17
6,39
IV
2,73
4,54
4,93
2,27
2,38
3,40
4,31
-2,30
I
4,21
10,05
5,27
1,32
1,95
3,07
4,42
1,37
II
2,95
7,62
5,00
1,05
1,79
2,82
4,43
-2,71
2016
MINYAK GORENG
BAWANG MERAH
KONTRAK RUMAH
BAWANG PUTIH
KOL PUTIH/KUBIS
Komoditas0,07
0,04
0,04
0,03
0,02
Andil (%)GULA PASIR
TELUR AYAM RAS
MINYAK GORENG
DAGING AYAM RAS
EMAS PERHIASAN
Komoditas0,08
0,04
0,03
0,02
0,02
Andil (%)DAGING AYAM RAS
GULA PASIR
TELUR AYAM RAS
WORTEL
KENTANG
Komoditas0,08
0,05
0,04
0,04
0,03
Andil (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
APRIL MEI JUNI
Tabel 3.1. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
BENSIN
CABAI MERAH
BERAS
CABAI RAWIT
TARIP LISTRIK
Komoditas-0,26
-0,24
-0,11
-0,06
-0,05
Andil (%)CABAI MERAH
BAWANG MERAH
CABAI RAWIT
TOMAT SAYUR
TARIP LISTRIK
Komoditas-0,04
-0,03
-0,03
-0,02
-0,01
Andil (%)BAWANG MERAH
PEPAYA
TOMAT SAYUR
NANGKA MUDA
BENSIN
Komoditas-0,09
-0,02
-0,02
-0,01
-0,01
Andil (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.2. Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
APRIL MEI JUNI
Komoditas yang dijual pada pasar murah antara lain
beras, gula, minyak goreng, bawang merah, dan
bawang putih. Selain pasar murah, Bulog Divre Jawa
Tengah juga melakukan Operasi Pasar khusus untuk
komoditas bawang merah, daging sapi beku dan gula
pasir sejak pertengahan Juni hingga pertengahan Juli.
Seluruh kota pantauan inflasi di Jawa Tengah
menga lami penurunan in f las i tahunan
dibandingkan dengan triwulan I 2016. Kota
Semarang dengan bobot penyumbang inflasi terbesar
di Jawa Tengah, yakni sekitar 51%, mengalami
perbaikan inflasi tahunan menjadi 2,65% (yoy) dari
triwulan lalu yang sebesar 3,99% (yoy). Sementara itu,
No. KOTAINFLASI I 2016
(%, YOY)
SEMARANG
PURWOKERTO
SURAKARTA
CILACAP
KUDUS
TEGAL
3.99
4.15
4.43
3.79
4.83
4.99
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.65
2.95
3.21
3.23
3.33
3.77
INFLASI II 2016(%, YOY)
Tabel 3.3. Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Ditinjau berdasarkan kelompoknya, inflasi pada
triwulan II 2016 disumbangkan oleh kelompok
bahan makanan dan kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, & tembakau. Inflasi kedua
kelompok memang terpantau tinggi, namun keduanya
mengalami penurunan inflasi dibandingkan triwulan
sebelumnya. Inflasi pada triwulan ini didorong oleh
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
49PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
penurunan inflasi terbesar terjadi di Kota Kudus, dari
sebelumnya 4,83% (yoy) menjadi 3,33% (yoy). Pada
triwulan II 2016, Kota Semarang menjadi kota dengan
inflasi terendah, sementara inflasi tertinggi terjadi di
Kota Tegal (Tabel 2.3). Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa
Tengah relatif menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perbedaan Disparitas inflasi kota
tertinggi dan terendah triwulan II 2016 sebesar 1,12%,
sedangkan perbedaan inflasi kota tertinggi dan
terendah di triwulan lalu sebesar 1,20%.
kenaikan harga gula pasir disebabkan adanya
pembatasan pembelian gula rafinasi oleh perusahaan,
sehingga mayoritas UMKM beralih menggunakan gula
pasir.
Inflasi bulanan kemudian meningkat pada Juni
2016. Inflasi tercatat sebesar 0,41% (mtm), lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun terakhir
bulan Juni yang sebesar 0,69% (mtm). Komoditas yang
menjadi penyumbang utama adalah daging ayam ras,
gula pasir, telur ayam ras, wortel, dan kentang.
Berdasarkan data Dinas Peternakan Provinsi Jawa
Tengah, pasokan Juni 2016 mencatatkan surplus untuk
komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras.
Komoditas daging ayam tercatat surplus 21.023 ton,
sementara telur ayam ras tercatat surplus sebesar 532
ton sehingga mampu menahan kenaikan di triwulan
laporan.
6Berdasarkan disagregasi inflasi , penurunan
in f l a s i t ahunan pada t r iwu lan I I 2016
dibandingkan triwulan sebelumnya terutama
berasal dari kelompok volatile food. Terjaganya
pasokan komoditas pangan strategis tercermin dari
gejolak harga pada Ramadhan yang relatif terkendali.
Pada akhir triwulan II 2016 yang bertepatan dengan
Ramadhan, Pemerintah melakukan beberapa
kebijakan, antara lain pasar murah dan operasi pasar
untuk menjaga pasokan komoditas tercukupi.
Ditinjau dari inflasi bulanan, tingkat inflasi April
hingga Juni 2016 lebih rendah dibandingkan rata-
rata lima tahun terakhir. Relatif rendahnya inflasi ini
didorong oleh terjaganya pasokan komoditas pangan,
terutama pada bulan Ramadhan. Provinsi Jawa Tengah
mencatatkan deflasi pada April 2016 yang disebabkan
penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif
Tenaga Listrik (TTL). Sementara pada Mei dan Juni
2016, terjadi inflasi, meskipun masih berada pada level
yang rendah dibandingkan dengan provinsi lainnya di
Kawasan Jawa.
Pada bulan April 2016, tercatat deflasi sebesar
0,46% (mtm), berbalik arah dibandingkan bulan
Maret 2016 yang tercatat inflasi sebesar 0,39%
(mtm). Angka ini juga lebih rendah dibandingkan rata-
rata lima tahun terakhir yang mencatatkan deflasi
sebesar 0,13% (mtm). Deflasi pada bulan tersebut
didorong oleh penurunan harga bahan bakar premium
dan solar, serta TTL.
Selanjutnya, pada Mei 2016 terjadi inflasi. Provinsi
Jawa Tengah mencatatkan inflasi sebesar 0,13% (mtm)
lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata bulan
yang sama 5 tahun terakhir yang sebesar 0,18% (mtm).
Inflasi bulan Mei 2016 didorong oleh kenaikan harga
gula pasir dan beberapa komoditas lainnya, seperti
telur dan daging ayam ras, minyak goreng dan emas
seiring dengan memasuki Ramadhan. Selain itu,
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOV DES
%, MTM
-1
0
1
2
3
4
RATA-RATA 2011-2015 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015Grafik 3.5 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah Grafik 3.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2016
TW II 2016MENINGKATNYA PERMINTAAN DAGING DAN TELUR AYAM RAS SAAT RAMADHAN. NAMUN, SECARA TAHUNAN, INFLASI MASIH TERCATAT RENDAH.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015 2016
7.96 7.57 7.08 7.15 7.47 7.26 5.03 4.36 5.00 5.01 6.19 8.22 6.79 5.76 5.69 5.99 6.28 6.15 6.37 6.18 5.78 5.20 4.02 2.73 3.58 3.98 4.21 3.56 3.17 2.95
0.99 0.33 0.24 -0.1 0.23 0.74 0.71 0.46 0.22 0.52 1.36 2.25 -0.3 -0.6 0.16 0.17 0.51 0.61 0.92 0.29 -0.1 -0.0 0.22 0.99 0.48 -0.2 0.39 -0.4 0.13 0.41
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0 %, YOY %, MTM
CURAH HUJANTINGGI
EKSPEKTASIMULAI NAIK
KENAIKANBBM
KENAIKAN TTL TAHAPAKHIR 2013
BENCANA BANJIR
PEMBATASANPRODUKSI BIBIT AYAM
KENAIKAN TTL U/P1, I3,R3,
I4, B2, B3
KENAIKAN TDLDAN ELPIJI 12 KG
KENAIKAN HARGA BBM,GEJOLAK PANGAN
RAMADHAN
El-NINO
YOY
MTM(SKALA KANAN)
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
6.
48 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KOMODITAS
Tabel 3.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I
2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
II III
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
7,26
8,61
7,79
7,13
4,16
3,52
2,91
10,07
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
2015
5,69
5,79
5,38
7,32
2,84
4,43
6,21
4,39
I
6,15
7,72
6,21
5,91
3,13
4,34
6,04
6,38
II III
5,78
8,49
5,71
4,61
3,26
3,73
5,17
6,39
IV
2,73
4,54
4,93
2,27
2,38
3,40
4,31
-2,30
I
4,21
10,05
5,27
1,32
1,95
3,07
4,42
1,37
II
2,95
7,62
5,00
1,05
1,79
2,82
4,43
-2,71
2016
MINYAK GORENG
BAWANG MERAH
KONTRAK RUMAH
BAWANG PUTIH
KOL PUTIH/KUBIS
Komoditas0,07
0,04
0,04
0,03
0,02
Andil (%)GULA PASIR
TELUR AYAM RAS
MINYAK GORENG
DAGING AYAM RAS
EMAS PERHIASAN
Komoditas0,08
0,04
0,03
0,02
0,02
Andil (%)DAGING AYAM RAS
GULA PASIR
TELUR AYAM RAS
WORTEL
KENTANG
Komoditas0,08
0,05
0,04
0,04
0,03
Andil (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
APRIL MEI JUNI
Tabel 3.1. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
BENSIN
CABAI MERAH
BERAS
CABAI RAWIT
TARIP LISTRIK
Komoditas-0,26
-0,24
-0,11
-0,06
-0,05
Andil (%)CABAI MERAH
BAWANG MERAH
CABAI RAWIT
TOMAT SAYUR
TARIP LISTRIK
Komoditas-0,04
-0,03
-0,03
-0,02
-0,01
Andil (%)BAWANG MERAH
PEPAYA
TOMAT SAYUR
NANGKA MUDA
BENSIN
Komoditas-0,09
-0,02
-0,02
-0,01
-0,01
Andil (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.2. Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
APRIL MEI JUNI
Komoditas yang dijual pada pasar murah antara lain
beras, gula, minyak goreng, bawang merah, dan
bawang putih. Selain pasar murah, Bulog Divre Jawa
Tengah juga melakukan Operasi Pasar khusus untuk
komoditas bawang merah, daging sapi beku dan gula
pasir sejak pertengahan Juni hingga pertengahan Juli.
Seluruh kota pantauan inflasi di Jawa Tengah
menga lami penurunan in f las i tahunan
dibandingkan dengan triwulan I 2016. Kota
Semarang dengan bobot penyumbang inflasi terbesar
di Jawa Tengah, yakni sekitar 51%, mengalami
perbaikan inflasi tahunan menjadi 2,65% (yoy) dari
triwulan lalu yang sebesar 3,99% (yoy). Sementara itu,
No. KOTAINFLASI I 2016
(%, YOY)
SEMARANG
PURWOKERTO
SURAKARTA
CILACAP
KUDUS
TEGAL
3.99
4.15
4.43
3.79
4.83
4.99
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.65
2.95
3.21
3.23
3.33
3.77
INFLASI II 2016(%, YOY)
Tabel 3.3. Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Ditinjau berdasarkan kelompoknya, inflasi pada
triwulan II 2016 disumbangkan oleh kelompok
bahan makanan dan kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, & tembakau. Inflasi kedua
kelompok memang terpantau tinggi, namun keduanya
mengalami penurunan inflasi dibandingkan triwulan
sebelumnya. Inflasi pada triwulan ini didorong oleh
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
49PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
penurunan inflasi terbesar terjadi di Kota Kudus, dari
sebelumnya 4,83% (yoy) menjadi 3,33% (yoy). Pada
triwulan II 2016, Kota Semarang menjadi kota dengan
inflasi terendah, sementara inflasi tertinggi terjadi di
Kota Tegal (Tabel 2.3). Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa
Tengah relatif menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perbedaan Disparitas inflasi kota
tertinggi dan terendah triwulan II 2016 sebesar 1,12%,
sedangkan perbedaan inflasi kota tertinggi dan
terendah di triwulan lalu sebesar 1,20%.
KOMODITAS
Tabel 3.6. Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau (%, yoy)
2014
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
MAKANAN JADI
MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL
TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
5,61
5,53
3,08
9,10
5,85
5,62
3,52
9,54
2015
5,38
4,67
3,96
10,76
I
6,21
4,85
6,79
11,61
II III
5,71
4,40
6,13
10,97
IV
4,93
2,85
5,72
12,97
II
5,27
2,98
6,13
13,25
III IV I
2016
5,00
2,83
7,19
11,21Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMODITAS
Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Bahan Makanan (%, yoy)
2014
BAHAN MAKANAN
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG – KACANGAN
BUAH – BUAHAN
BUMBU – BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
4,79
5,95
3,09
6,92
4,17
10,59
8,43
4,31
6,48
-13,10
10,69
7,67
11,39
12,19
1,50
8,98
7,67
11,9
14,34
3,12
2,52
41,38
3,13
7,90
2015
5,79
13,75
-0,20
6,55
4,33
7,72
1,74
3,17
3,12
4,82
-2,04
7,88
I
7,72
9,14
-1,63
8,02
7,47
5,14
9,02
3,28
4,21
38,87
-3,12
8,30
II III
8,49
13,47
-2,13
11,51
7,51
4,12
8,96
5,05
4,40
33,80
-2,64
7,40
IV
4,54
6,55
6,54
9,95
4,59
4,70
13,51
5,00
9,03
-8,09
-5,93
6,18
II
10,05
-0,29
6,08
9,14
4,40
3,07
17,16
4,72
13,27
55,33
2,56
5,00
III IV I
2016
7,62
4,60
4,84
8,39
2,69
0,84
17,96
4,10
12,02
14,65
12,40
5,28Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Namun, kebijakan pasar murah yang dilakukan oleh
Pemerintah mampu meredam kenaikan harga beras
sehingga tidak melonjak terlalu tinggi di bulan
Ramadhan.
3.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Inflasi tahunan kelompok ini mencatatkan
penurunan dibandingkan dengan periode
sebelumnya. Pada triwulan II 2016, inflasi tercatat
sebesar 5,00% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan I 2016 sebesar 5,27% (yoy). Perlambatan pada
kelompok ini terpantau pada subkelompok makanan
jadi yang sebesar 2,83% (yoy) dari sebelumnya 2,98%
(yoy).
Sementara itu, terjadi kenaikan inflasi pada
subkelompok minuman tidak beralkohol. Inflasi
subkelompok ini mencatatkan angka sebesar 7,19%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 6,13% (yoy). Kenaikan ini terjadi seiring
dengan meningkatnya permintaan memasuki bulan
Ramadhan.
masuknya masa tanam bagi beberapa komoditas,
sehingga mengalami keterbatasan pasokan, serta
masuknya bulan Ramadhan yang membuat
permintaan akan komoditas tersebut naik.
3.2.1. Kelompok Bahan MakananInflasi tahunan kelompok bahan makanan
mengalami perlambatan pada triwulan laporan.
Inflasi kelompok ini turun dari sebelumnya 10,05%
(yoy) menjadi 7,62% (yoy). Perbaikan inflasi ini
utamanya terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan
yang mencatatkan inflasi 14,65% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
55,33% (yoy). Hal ini didorong oleh terjadinya panen
bawang merah yang terjadi di sentra penghasil, seperti
Brebes.
Meskipun demikian, inflasi subkelompok padi-
padian, umbi-umbian, dan hasilnya terpantau
meningkat. Inflasi subkelompok ini meningkat
menjadi 4,60% (yoy) dari sebelumnya mencatatkan
deflasi 0,29% (yoy) di triwulan sebelumnya seiring
meningkatnya permintaan selama bulan Ramadhan.
50 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 3.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CI VF AP
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
KOMODITAS
Tabel 3.7. Perkembangan Inflasi Tahunan - Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan (%, yoy)
2014
TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN
TRANSPOR
KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
JASA KEUANGAN
2,58
3,72
-0,08
2,29
0,00
11,46
17,01
-0,03
2,74
14,79
2015
4,39
5,78
-0,18
4,22
14,78
I
6,38
8,83
-0,14
4,04
14,78
II III
6,39
8,91
-0,19
3,59
14,78
IV
-2,30
-3,88
-0,39
3,80
0,00
II
1,37
1,79
-0,30
1,86
2,28
III IV I
2016
-2,71
-4,41
-0,35
2,02
2,28Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3.2.3. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
3.3.1. Kelompok Volatile FoodInflasi tahunan volatile food melambat pada
periode triwulan II 2016. Inflasi volatile food tercatat
sebesar 7,93% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan I 2016 sebesar 10,49% (yoy) dan rata-rata lima
tahun terakhir yang sebesar 8,87% (yoy). Komoditas
pangan strategis, seperti daging ayam ras dan telur
ayam ras mengalami peningkatan seiring dengan
kebutuhan masyarakat yang tinggi di bulan Ramadhan.
Namun demikian, masih surplusnya jumlah daging
ayam ras dan telur ayam ras pada bulan tersebut
mampu menahan kenaikan di triwulan laporan.
Inflasi triwulanan juga mencatatkan perbaikan
dari sebelumnya sebesar 2,62% (qtq) pada triwulan I
2016 menjadi deflasi 0,13% (qtq) pada triwulan II
2016. Angka ini juga lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan II 2015 yang sebesar 2,23% (qtq).
Meningkatnya hasil panen bumbu-bumbuan, seperti
cabai merah di triwulan II menyebabkan jumlah
pasokan relatif terjaga. Pada triwulan II 2016, produksi
cabai merah 52.384 ton; meningkat dibandingkan
triwulan II 2015 yang sebesar 51.151 ton.
Inflasi pada kelompok transpor, komunikasi, dan
j a s a k e u a n g a n m e n g a l a m i p e r b a i k a n
dibandingkan dengan triwulan lalu. Tercatat,
kelompok ini mengalami deflasi 2,71% (yoy) pada
triwulan II, setelah sebelumnya mengalami inflasi
1,37% (yoy) pada triwulan I 2016. Tekanan deflasi pada
kelompok ini didorong oleh penurunan harga di
subkelompok transpor. Hal ini terjadi akibat harga
bens in yang ter jaga pada per iode laporan
dibandingkan tahun lalu. Subkelompok transpor
mencatatkan penurunan dari inflasi 1,79% (yoy)
menjadi deflasi sebesar 4,41% (yoy) pada triwulan ini.
Berdasarkan disagregasinya, perbaikan inflasi
terjadi pada kelompok volatile food dan
administered prices. Inflasi kelompok volatile food
melambat menjadi 7,98% (yoy), dari sebelumnya
10,49% (yoy). Begitu pula dengan kelompok
administered prices yang menurun dari inflasi 3,04%
(yoy) menjadi deflasi 1,07% (yoy) pada triwulan
laporan. Sementara itu, kelompok inti (core) terpantau
stabil. Kelompok ini mencatatkan angka inflasi 2,68%
(yoy), yang pada triwulan sebelumnya tercatat 2,63%
(yoy).
3.3. Disagregasi Inflasi
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 3.8Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, MTM
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
7 8 9 10 1112 1 2 3
2016
4 5 6
CI VF AP
51PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KOMODITAS
Tabel 3.6. Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau (%, yoy)
2014
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
MAKANAN JADI
MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL
TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
5,61
5,53
3,08
9,10
5,85
5,62
3,52
9,54
2015
5,38
4,67
3,96
10,76
I
6,21
4,85
6,79
11,61
II III
5,71
4,40
6,13
10,97
IV
4,93
2,85
5,72
12,97
II
5,27
2,98
6,13
13,25
III IV I
2016
5,00
2,83
7,19
11,21Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMODITAS
Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Bahan Makanan (%, yoy)
2014
BAHAN MAKANAN
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG – KACANGAN
BUAH – BUAHAN
BUMBU – BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
4,79
5,95
3,09
6,92
4,17
10,59
8,43
4,31
6,48
-13,10
10,69
7,67
11,39
12,19
1,50
8,98
7,67
11,9
14,34
3,12
2,52
41,38
3,13
7,90
2015
5,79
13,75
-0,20
6,55
4,33
7,72
1,74
3,17
3,12
4,82
-2,04
7,88
I
7,72
9,14
-1,63
8,02
7,47
5,14
9,02
3,28
4,21
38,87
-3,12
8,30
II III
8,49
13,47
-2,13
11,51
7,51
4,12
8,96
5,05
4,40
33,80
-2,64
7,40
IV
4,54
6,55
6,54
9,95
4,59
4,70
13,51
5,00
9,03
-8,09
-5,93
6,18
II
10,05
-0,29
6,08
9,14
4,40
3,07
17,16
4,72
13,27
55,33
2,56
5,00
III IV I
2016
7,62
4,60
4,84
8,39
2,69
0,84
17,96
4,10
12,02
14,65
12,40
5,28Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Namun, kebijakan pasar murah yang dilakukan oleh
Pemerintah mampu meredam kenaikan harga beras
sehingga tidak melonjak terlalu tinggi di bulan
Ramadhan.
3.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Inflasi tahunan kelompok ini mencatatkan
penurunan dibandingkan dengan periode
sebelumnya. Pada triwulan II 2016, inflasi tercatat
sebesar 5,00% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan I 2016 sebesar 5,27% (yoy). Perlambatan pada
kelompok ini terpantau pada subkelompok makanan
jadi yang sebesar 2,83% (yoy) dari sebelumnya 2,98%
(yoy).
Sementara itu, terjadi kenaikan inflasi pada
subkelompok minuman tidak beralkohol. Inflasi
subkelompok ini mencatatkan angka sebesar 7,19%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 6,13% (yoy). Kenaikan ini terjadi seiring
dengan meningkatnya permintaan memasuki bulan
Ramadhan.
masuknya masa tanam bagi beberapa komoditas,
sehingga mengalami keterbatasan pasokan, serta
masuknya bulan Ramadhan yang membuat
permintaan akan komoditas tersebut naik.
3.2.1. Kelompok Bahan MakananInflasi tahunan kelompok bahan makanan
mengalami perlambatan pada triwulan laporan.
Inflasi kelompok ini turun dari sebelumnya 10,05%
(yoy) menjadi 7,62% (yoy). Perbaikan inflasi ini
utamanya terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan
yang mencatatkan inflasi 14,65% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
55,33% (yoy). Hal ini didorong oleh terjadinya panen
bawang merah yang terjadi di sentra penghasil, seperti
Brebes.
Meskipun demikian, inflasi subkelompok padi-
padian, umbi-umbian, dan hasilnya terpantau
meningkat. Inflasi subkelompok ini meningkat
menjadi 4,60% (yoy) dari sebelumnya mencatatkan
deflasi 0,29% (yoy) di triwulan sebelumnya seiring
meningkatnya permintaan selama bulan Ramadhan.
50 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 3.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CI VF AP
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
KOMODITAS
Tabel 3.7. Perkembangan Inflasi Tahunan - Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan (%, yoy)
2014
TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN
TRANSPOR
KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
JASA KEUANGAN
2,58
3,72
-0,08
2,29
0,00
11,46
17,01
-0,03
2,74
14,79
2015
4,39
5,78
-0,18
4,22
14,78
I
6,38
8,83
-0,14
4,04
14,78
II III
6,39
8,91
-0,19
3,59
14,78
IV
-2,30
-3,88
-0,39
3,80
0,00
II
1,37
1,79
-0,30
1,86
2,28
III IV I
2016
-2,71
-4,41
-0,35
2,02
2,28Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3.2.3. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
3.3.1. Kelompok Volatile FoodInflasi tahunan volatile food melambat pada
periode triwulan II 2016. Inflasi volatile food tercatat
sebesar 7,93% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan I 2016 sebesar 10,49% (yoy) dan rata-rata lima
tahun terakhir yang sebesar 8,87% (yoy). Komoditas
pangan strategis, seperti daging ayam ras dan telur
ayam ras mengalami peningkatan seiring dengan
kebutuhan masyarakat yang tinggi di bulan Ramadhan.
Namun demikian, masih surplusnya jumlah daging
ayam ras dan telur ayam ras pada bulan tersebut
mampu menahan kenaikan di triwulan laporan.
Inflasi triwulanan juga mencatatkan perbaikan
dari sebelumnya sebesar 2,62% (qtq) pada triwulan I
2016 menjadi deflasi 0,13% (qtq) pada triwulan II
2016. Angka ini juga lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan II 2015 yang sebesar 2,23% (qtq).
Meningkatnya hasil panen bumbu-bumbuan, seperti
cabai merah di triwulan II menyebabkan jumlah
pasokan relatif terjaga. Pada triwulan II 2016, produksi
cabai merah 52.384 ton; meningkat dibandingkan
triwulan II 2015 yang sebesar 51.151 ton.
Inflasi pada kelompok transpor, komunikasi, dan
j a s a k e u a n g a n m e n g a l a m i p e r b a i k a n
dibandingkan dengan triwulan lalu. Tercatat,
kelompok ini mengalami deflasi 2,71% (yoy) pada
triwulan II, setelah sebelumnya mengalami inflasi
1,37% (yoy) pada triwulan I 2016. Tekanan deflasi pada
kelompok ini didorong oleh penurunan harga di
subkelompok transpor. Hal ini terjadi akibat harga
bens in yang ter jaga pada per iode laporan
dibandingkan tahun lalu. Subkelompok transpor
mencatatkan penurunan dari inflasi 1,79% (yoy)
menjadi deflasi sebesar 4,41% (yoy) pada triwulan ini.
Berdasarkan disagregasinya, perbaikan inflasi
terjadi pada kelompok volatile food dan
administered prices. Inflasi kelompok volatile food
melambat menjadi 7,98% (yoy), dari sebelumnya
10,49% (yoy). Begitu pula dengan kelompok
administered prices yang menurun dari inflasi 3,04%
(yoy) menjadi deflasi 1,07% (yoy) pada triwulan
laporan. Sementara itu, kelompok inti (core) terpantau
stabil. Kelompok ini mencatatkan angka inflasi 2,68%
(yoy), yang pada triwulan sebelumnya tercatat 2,63%
(yoy).
3.3. Disagregasi Inflasi
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 3.8Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, MTM
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
7 8 9 10 1112 1 2 3
2016
4 5 6
CI VF AP
51PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
%, YOY
-5,00
0,.00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYAIKAN SEGAR TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food
Grafik 3.11
%, YOY
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food
Grafik 3.12
SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGANBUAH-BUAHAN BUMBU-BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
%, QTQ
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokVolatile Food 2011-2015 Triwulan II 2016
Grafik 3.10
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOV DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Food 2011-2015 Triwulan II 2016
Grafik 3.9
RATA-RATA2011-2015
II -2011 II -2012 II - 2013 II -2014 II -2015 II- 2016
20132012RATA-RATA 2011-2015 20152014 2016
0.27
-1.73
1.67
-1.10
0.30
2.23
-0.09
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Perbaikan juga terjadi pada inflasi triwulanan. Pada
triwulan II 2016, kelompok ini mengalami deflasi
1,39% (qtq), meneruskan tren menurun yang terjadi
pada triwulan sebelumnya, yang tercatat deflasi
sebesar 1,37% (qtq). Deflasi utamanya berasal dari
menurunnya harga BBM. Tercatat, inflasi kelompok ini
lebih rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir
yang sebesar 1,83% (qtq). Dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun 2015, kelompok
administered prices juga tercatat lebih rendah. Deflasi
triwulanan pada periode triwulan II 2016 tercatat
3.3.2. Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices melambat
pada periode II 2016. Kelompok administered prices
mengalami deflasi 1,07% (yoy) dari sebelumnya inflasi
3,04% (yoy) pada triwulan I 2016. Deflasi cukup dalam
pada periode ini, diakibatkan oleh penurunan harga
bahan bakar premium dan solar pada awal bulan April,
yang dampaknya masih terasa hingga bulan Mei dan
Juni.
52 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPORBAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR
Grafik 3.14Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
5
10
15
20
25 %, YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokVolatile Food
Grafik 3.13 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan KelompokAdministered Prices
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
IIRATA-RATA2011-2015 II -2011 II -2012 II - 2013 II -2014 II -2015
%, QTQ
1.83
0.83 0.64
3.64
1.35
2.71
-1.39-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
II - 2016
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015
7 8 9
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan HargaGrafik 3.17
INDEKS
130
140
150
160
170
180
190
200
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 3.18
10 11 12 1 2 3
2016
4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015
7 8 9 10 11 12 1 2 3
2016
4 5 6
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
3,0
2,0
1,0
0,0
-1,0
-2,0
-3,0
-4,00,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0 %,YOY %
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Traded
Grafik 3.16Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok IntiGrafik 3.15
RATA-RATA2011-2015 II - 2011 II -2012 II - 2013 II -2014 II -2015 II - 2016
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
%, QTQ
0.66
0.37
1.11
0.39
0.85
0.58 0.64
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
sebesar 1,39% (qtq), lebih rendah dibandingkan
triwulan II 2015 yang sebesar 2,71% (qtq).
Secara tahunan, deflasi kelompok administered
prices berasal dari subkelompok transportasi. Hal
ini didorong oleh penurunan harga BBM dan TTL pada
subsektor bahan bakar, penerangan, dan air pada
tahun 2016. Pemerintah menurunkan harga bensin
premium dari Rp6.950,- menjadi Rp6.450,-, harga
bensin solar dari Rp5.650,- menjadi Rp5.450,-, serta
tarif dasar listrik Rp8 hingga Rp12 untuk 12 golongan.
3.3.3. Kelompok IntiBerbeda dengan dua kelompok lainnya, inflasi
kelompok inti relatif stabil. Inflasi kelompok inti
pada triwulan II 2016 naik menjadi 2,68% (yoy) dari
sebelumnya 2,63% (yoy) pada triwulan I 2016.
Berdasarkan historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih
rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang
sebesar 4,02% (yoy). Relatif stabilnya inflasi ini terjadi
baik pada subkelompok non-traded dan traded.
Ditinjau dari komoditasnya, terdapat tekanan inflasi inti
yang berasal dari kenaikan harga komoditas emas dan
gula pasir yang meningkat sejak Mei 2016.
Inflasi triwulanan juga mencatatkan peningkatan
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Inflasi kelompok ini naik dari sebelumnya
0,58% (qtq) pada triwulan II 2015 menjadi 0,64% (qtq)
pada pada triwulan II 2016. Meskipun demikian, inflasi
inti triwulanan ini lebih rendah dibandingkan historis
lima tahun terakhir yang sebesar 0,66% (qtq). Inflasi
triwulanan juga meningkat dibandingkan triwulan I
2016 yang tercatat 0,63% (qtq).
Meningkatnya tekanan inflasi di kelompok inti
terkonfirmasi oleh peningkatan tren output gap.
Output gap yang positif mengindikasikan nilai output
aktual yang lebih tinggi dari output optimumnya.
Output gap positif biasanya ditandai dengan
permintaan yang berlebih (excess demand) sehingga
tingkat harga-harga cenderung mengalami kenaikan
53PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
INFLASI INTI NON TRADEDPERTUMBUHAN PDRB OUTPUT GAP-SKALA KANAN INFLASI TRADED
%, YOY
-5,00
0,.00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYAIKAN SEGAR TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food
Grafik 3.11
%, YOY
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food
Grafik 3.12
SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGANBUAH-BUAHAN BUMBU-BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
%, QTQ
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokVolatile Food 2011-2015 Triwulan II 2016
Grafik 3.10
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOV DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Food 2011-2015 Triwulan II 2016
Grafik 3.9
RATA-RATA2011-2015
II -2011 II -2012 II - 2013 II -2014 II -2015 II- 2016
20132012RATA-RATA 2011-2015 20152014 2016
0.27
-1.73
1.67
-1.10
0.30
2.23
-0.09
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Perbaikan juga terjadi pada inflasi triwulanan. Pada
triwulan II 2016, kelompok ini mengalami deflasi
1,39% (qtq), meneruskan tren menurun yang terjadi
pada triwulan sebelumnya, yang tercatat deflasi
sebesar 1,37% (qtq). Deflasi utamanya berasal dari
menurunnya harga BBM. Tercatat, inflasi kelompok ini
lebih rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir
yang sebesar 1,83% (qtq). Dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun 2015, kelompok
administered prices juga tercatat lebih rendah. Deflasi
triwulanan pada periode triwulan II 2016 tercatat
3.3.2. Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices melambat
pada periode II 2016. Kelompok administered prices
mengalami deflasi 1,07% (yoy) dari sebelumnya inflasi
3,04% (yoy) pada triwulan I 2016. Deflasi cukup dalam
pada periode ini, diakibatkan oleh penurunan harga
bahan bakar premium dan solar pada awal bulan April,
yang dampaknya masih terasa hingga bulan Mei dan
Juni.
52 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPORBAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR
Grafik 3.14Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
5
10
15
20
25 %, YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokVolatile Food
Grafik 3.13 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan KelompokAdministered Prices
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
IIRATA-RATA2011-2015 II -2011 II -2012 II - 2013 II -2014 II -2015
%, QTQ
1.83
0.83 0.64
3.64
1.35
2.71
-1.39-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
II - 2016
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015
7 8 9
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan HargaGrafik 3.17
INDEKS
130
140
150
160
170
180
190
200
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 3.18
10 11 12 1 2 3
2016
4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015
7 8 9 10 11 12 1 2 3
2016
4 5 6
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
3,0
2,0
1,0
0,0
-1,0
-2,0
-3,0
-4,00,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0 %,YOY %
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Traded
Grafik 3.16Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok IntiGrafik 3.15
RATA-RATA2011-2015 II - 2011 II -2012 II - 2013 II -2014 II -2015 II - 2016
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
%, QTQ
0.66
0.37
1.11
0.39
0.85
0.58 0.64
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
sebesar 1,39% (qtq), lebih rendah dibandingkan
triwulan II 2015 yang sebesar 2,71% (qtq).
Secara tahunan, deflasi kelompok administered
prices berasal dari subkelompok transportasi. Hal
ini didorong oleh penurunan harga BBM dan TTL pada
subsektor bahan bakar, penerangan, dan air pada
tahun 2016. Pemerintah menurunkan harga bensin
premium dari Rp6.950,- menjadi Rp6.450,-, harga
bensin solar dari Rp5.650,- menjadi Rp5.450,-, serta
tarif dasar listrik Rp8 hingga Rp12 untuk 12 golongan.
3.3.3. Kelompok IntiBerbeda dengan dua kelompok lainnya, inflasi
kelompok inti relatif stabil. Inflasi kelompok inti
pada triwulan II 2016 naik menjadi 2,68% (yoy) dari
sebelumnya 2,63% (yoy) pada triwulan I 2016.
Berdasarkan historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih
rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang
sebesar 4,02% (yoy). Relatif stabilnya inflasi ini terjadi
baik pada subkelompok non-traded dan traded.
Ditinjau dari komoditasnya, terdapat tekanan inflasi inti
yang berasal dari kenaikan harga komoditas emas dan
gula pasir yang meningkat sejak Mei 2016.
Inflasi triwulanan juga mencatatkan peningkatan
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Inflasi kelompok ini naik dari sebelumnya
0,58% (qtq) pada triwulan II 2015 menjadi 0,64% (qtq)
pada pada triwulan II 2016. Meskipun demikian, inflasi
inti triwulanan ini lebih rendah dibandingkan historis
lima tahun terakhir yang sebesar 0,66% (qtq). Inflasi
triwulanan juga meningkat dibandingkan triwulan I
2016 yang tercatat 0,63% (qtq).
Meningkatnya tekanan inflasi di kelompok inti
terkonfirmasi oleh peningkatan tren output gap.
Output gap yang positif mengindikasikan nilai output
aktual yang lebih tinggi dari output optimumnya.
Output gap positif biasanya ditandai dengan
permintaan yang berlebih (excess demand) sehingga
tingkat harga-harga cenderung mengalami kenaikan
53PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
INFLASI INTI NON TRADEDPERTUMBUHAN PDRB OUTPUT GAP-SKALA KANAN INFLASI TRADED
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti TradedGrafik 3.19
I II III IV
% QTQ
II III IVI II III IV I
% YOY
2012 2013 2014I
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
QTQ (SKALA KANAN) YOY
II2015
III
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV I2016
II
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
Secara umum, enam kota yang disurvei oleh BPS
di Jawa Tengah mencatatkan penurunan inflasi.
Penurunan inflasi terbesar terjadi di Kota Kudus, dari
sebelumnya 4,83% (yoy) menjadi 3,33% (yoy) (Grafik
2.27 dan 2.28).
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa
Tengah menurun pada triwulan laporan. Pada
triwulan II 2016, selisih tingkat inflasi antara kota yang
memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,12%.
Sementara pada triwulan I 2016, selisih tersebut
sebesar 1,20%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tegal
yang kemudian diikuti oleh Kota Kudus dengan tingkat
inflasi masing-masing sebesar 3,77% (yoy) dan 3,33%
(yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota
Semarang dengan tingkat inflasi sebesar 2,65% (yoy)
(Grafik 2.29).
Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam
kota mengalami inflasi untuk kelompok bahan
makanan. Inflasi kelompok bahan makanan tertinggi
berada pada Kota Semarang, diikuti oleh Kota Cilacap
dan Kota Purwokerto. Inflasi yang kelompok bahan
makanan tinggi ini terjadi akibat meningkatnya
permintaan pada bulan Ramadhan.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan volatile
food Kota Semarang, Purwokerto, dan Cilacap tercatat
lebih tinggi dibandingkan inflasi Jawa Tengah.
Sementara itu, inflasi tahunan kelompok administered
prices yang di atas inflasi Jawa Tengah dialami oleh Kota
Tegal, Purwokerto, Surakarta, Cilacap, dan Kudus.
Adapun inflasi inti yang tinggi dan berada di atas Jawa
Tengah terjadi pada hampir seluruh kota pantauan
inflasi di Provinsi Jawa Tengah kecuali Kota Semarang
dan Kota Purwokerto.
yang signifikan. Pada triwulan II 2016, output gap
tercatat positif yang mengindikasikan peningkatan
inflasi.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen, peningkatan
inflasi pada triwulan II 2016 ini sejalan dengan
ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh
masyarakat. Demikian halnya dengan hasil Survei
Pedagang Eceran yang menyatakan penurunan inflasi
pada triwulan II 2016 sejalan dengan ekspektasi harga
3 dan 6 bulan mendatang (Grafik 2.24 dan Grafik 2.25).
Tekanan inflasi dari faktor eksternal meningkat
pada triwulan II 2016 meskipun terjadi penguatan
kurs rupiah. Tekanan imported inflation tercermin dari
kelompok inti traded yang meningkat dibandingkan
dengan triwulan I 2016. Seiring dengan meningkatnya
permintaan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, inflasi
inti traded meningkat dari 3,53% (yoy) menjadi 3,63%
(yoy) Peningkatan tersebut terjadi meskipun terjadi
penguatan kurs Rupiah pada triwulan laporan. Pada
triwulan II 2016, rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap
Dolar AS sebesar Rp13.317,16 atau menguat 1,55% 7dibandingkan triwulan lalu yang sebesar Rp13.527,05 .
3.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI7.
54 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota 2015Grafik 3.24Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCI
Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2015 Grafik 3.25Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CI VF AP
%, YOY
I - 2016 II - 2016
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL0
2
4
5
6
Inflasi Tahunan KotaGrafik 3.22Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1
3
%, YOY
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw II 2016Grafik 3.23Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3.794.15
4.834.43
3.99
4.99
3.232.95
3.33 3.212.65
3.77
%, YOY
BAHANMAKANAN
MAKANANJADI,ROKOK
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK
SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR0
2
4
6
8
10
-2
0.8
1
0.3
6
0.7
8
0.6
3
0.6
0
1.0
7
0.5
3
0.16
-1.5
4
0.2
2
0.0
4
-0.8
2
-1.2
0
-1.0
9
-1.3
1
-1.3
8
-1.5
2
-0.8
3
-2
-1
-1
0
1
1
2
-2
0
2
4
6
8
10
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
VPJATENG7,98%
2,68%CIJATENG
-1,07%APJATENG
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%,YOY
Inflasi Tahunan Triwulan II 2016Grafik 3.20Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 3.21Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2.96
3.45
2
3
4
3.23 2.95 3.33 3.21 2.65 3.770
2
4
6
8
10
12 %, YOY
I II III IVII III IVI2013 2014
I II2015
III IV I2016
II
3.4.1. Disagregasi Inflasi CilacapBerdasarkan disagregasinya, kelompok administered
prices dan inti mencatatkan penurunan inflasi
dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu,
peningkatan inflasi di Cilacap berasal dari kelompok
volatile food.
Kelompok administered prices Kota Cilacap mengalami
deflasi sebesar 0,07% (yoy) pada triwulan I 2016 dari
sebelumnya inflasi sebesar 3,90% (yoy) pada triwulan I
2016. Inflasi triwulanan di Kota Cilacap melanjutkan
tren penurunan, seperti yang terjadi pada triwulan
sebelumnya. Kelompok ini mencatatkan deflasi sebesar
1,62% (qtq), setelah sebelumnya mencatatkan deflasi
sebesar 0,30% (qtq). Penurunan ini didorong oleh
kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM dan
tarif listrik di awal triwulan II 2016.
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami penurunan.
Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan ini turun
menjadi 2,67% (yoy) dari 2,76% (yoy) pada triwulan I
2016. Kondisi ini sejalan dengan yang terjadi di tingkat
provinsi. Salah satu yang mendorong adalah kenaikan
harga selama Ramadhan.
55PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti TradedGrafik 3.19
I II III IV
% QTQ
II III IVI II III IV I
% YOY
2012 2013 2014I
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
QTQ (SKALA KANAN) YOY
II2015
III
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV I2016
II
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
Secara umum, enam kota yang disurvei oleh BPS
di Jawa Tengah mencatatkan penurunan inflasi.
Penurunan inflasi terbesar terjadi di Kota Kudus, dari
sebelumnya 4,83% (yoy) menjadi 3,33% (yoy) (Grafik
2.27 dan 2.28).
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa
Tengah menurun pada triwulan laporan. Pada
triwulan II 2016, selisih tingkat inflasi antara kota yang
memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,12%.
Sementara pada triwulan I 2016, selisih tersebut
sebesar 1,20%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tegal
yang kemudian diikuti oleh Kota Kudus dengan tingkat
inflasi masing-masing sebesar 3,77% (yoy) dan 3,33%
(yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota
Semarang dengan tingkat inflasi sebesar 2,65% (yoy)
(Grafik 2.29).
Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam
kota mengalami inflasi untuk kelompok bahan
makanan. Inflasi kelompok bahan makanan tertinggi
berada pada Kota Semarang, diikuti oleh Kota Cilacap
dan Kota Purwokerto. Inflasi yang kelompok bahan
makanan tinggi ini terjadi akibat meningkatnya
permintaan pada bulan Ramadhan.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan volatile
food Kota Semarang, Purwokerto, dan Cilacap tercatat
lebih tinggi dibandingkan inflasi Jawa Tengah.
Sementara itu, inflasi tahunan kelompok administered
prices yang di atas inflasi Jawa Tengah dialami oleh Kota
Tegal, Purwokerto, Surakarta, Cilacap, dan Kudus.
Adapun inflasi inti yang tinggi dan berada di atas Jawa
Tengah terjadi pada hampir seluruh kota pantauan
inflasi di Provinsi Jawa Tengah kecuali Kota Semarang
dan Kota Purwokerto.
yang signifikan. Pada triwulan II 2016, output gap
tercatat positif yang mengindikasikan peningkatan
inflasi.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen, peningkatan
inflasi pada triwulan II 2016 ini sejalan dengan
ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh
masyarakat. Demikian halnya dengan hasil Survei
Pedagang Eceran yang menyatakan penurunan inflasi
pada triwulan II 2016 sejalan dengan ekspektasi harga
3 dan 6 bulan mendatang (Grafik 2.24 dan Grafik 2.25).
Tekanan inflasi dari faktor eksternal meningkat
pada triwulan II 2016 meskipun terjadi penguatan
kurs rupiah. Tekanan imported inflation tercermin dari
kelompok inti traded yang meningkat dibandingkan
dengan triwulan I 2016. Seiring dengan meningkatnya
permintaan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, inflasi
inti traded meningkat dari 3,53% (yoy) menjadi 3,63%
(yoy) Peningkatan tersebut terjadi meskipun terjadi
penguatan kurs Rupiah pada triwulan laporan. Pada
triwulan II 2016, rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap
Dolar AS sebesar Rp13.317,16 atau menguat 1,55% 7dibandingkan triwulan lalu yang sebesar Rp13.527,05 .
3.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI7.
54 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota 2015Grafik 3.24Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCI
Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2015 Grafik 3.25Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CI VF AP
%, YOY
I - 2016 II - 2016
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL0
2
4
5
6
Inflasi Tahunan KotaGrafik 3.22Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1
3
%, YOY
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw II 2016Grafik 3.23Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3.794.15
4.834.43
3.99
4.99
3.232.95
3.33 3.212.65
3.77
%, YOY
BAHANMAKANAN
MAKANANJADI,ROKOK
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK
SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR0
2
4
6
8
10
-2
0.8
1
0.3
6
0.7
8
0.6
3
0.6
0
1.0
7
0.5
3
0.16
-1.5
4
0.2
2
0.0
4
-0.8
2
-1.2
0
-1.0
9
-1.3
1
-1.3
8
-1.5
2
-0.8
3
-2
-1
-1
0
1
1
2
-2
0
2
4
6
8
10
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
VPJATENG7,98%
2,68%CIJATENG
-1,07%APJATENG
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%,YOY
Inflasi Tahunan Triwulan II 2016Grafik 3.20Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 3.21Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2.96
3.45
2
3
4
3.23 2.95 3.33 3.21 2.65 3.770
2
4
6
8
10
12 %, YOY
I II III IVII III IVI2013 2014
I II2015
III IV I2016
II
3.4.1. Disagregasi Inflasi CilacapBerdasarkan disagregasinya, kelompok administered
prices dan inti mencatatkan penurunan inflasi
dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu,
peningkatan inflasi di Cilacap berasal dari kelompok
volatile food.
Kelompok administered prices Kota Cilacap mengalami
deflasi sebesar 0,07% (yoy) pada triwulan I 2016 dari
sebelumnya inflasi sebesar 3,90% (yoy) pada triwulan I
2016. Inflasi triwulanan di Kota Cilacap melanjutkan
tren penurunan, seperti yang terjadi pada triwulan
sebelumnya. Kelompok ini mencatatkan deflasi sebesar
1,62% (qtq), setelah sebelumnya mencatatkan deflasi
sebesar 0,30% (qtq). Penurunan ini didorong oleh
kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM dan
tarif listrik di awal triwulan II 2016.
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami penurunan.
Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan ini turun
menjadi 2,67% (yoy) dari 2,76% (yoy) pada triwulan I
2016. Kondisi ini sejalan dengan yang terjadi di tingkat
provinsi. Salah satu yang mendorong adalah kenaikan
harga selama Ramadhan.
55PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Disagregasi Inflasi Tahunan PurwokertoGrafik 3.28Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
VF APCI
%, YOY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
Disagregasi Inflasi Triwulanan PurwokertoGrafik 3.29Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00 %,QTQ
I II III IV I
2015 2016
II I II III IV I
2015 2016
II
Disagregasi Inflasi Triwulanan CilacapGrafik 3.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00 %,QTQ
Disagregasi Inflasi Tahunan CilacapGrafik 3.26Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
VF APCI
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
I II III IV I
2015 2016
%, YOY
II I II III IV I
2015 2016
II
VF APCI
disumbang oleh penurunan harga bawang merah di
akhir bulan Juni 2016.
Kelompok administered prices kota Purwokerto
menunjukkan pola yang serupa. Kota Purwokerto
mengalami inflasi sebesar 0,68% (yoy) pada triwulan II
2016 dari sebelumnya 4,33% (yoy) pada triwulan I
2016. Inflasi triwulanan di Kota Purwokerto
meneruskan tren penurunan, seperti yang terjadi pada
triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatatkan
deflasi sebesar 1,09% (qtq), setelah sebelumnya
mencatatkan deflasi sebesar 0,14% (qtq). Penurunan
ini didorong oleh kebijakan pemerintah menurunkan
harga BBM dan tarif listrik di awal triwulan II 2016.
Inflasi tahunan kelompok inti di Purwokerto mengalami
penurunan. Inflasi tahunan kelompok inti pada
triwulan ini turun menjadi 1,69% (yoy) dari 2,01% (yoy)
pada triwulan I 2016. Demikian pula halnya dengan
inflasi triwulanan yang mencatatkan penurunan
menjadi 0,36% (qtq) dari sebelumnya 0,40% (qtq)
pada triwulan I 2016.
Sementara itu, inflasi tahunan volatile food meningkat
pada triwulan II 2016. Inflasi volatile food tercatat
sebesar 8,30% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan I 2016 sebesar 6,92% (yoy). Kenaikan inflasi
pada kelompok ini terutama disumbangkan oleh
peningkatan harga pada komoditas daging dan telur
ayam. Sementara itu, inflasi triwulanan mencatatkan
perlambatan seiring dengan telah memasukinya masa
panen bawang sesuai dengan pola musimannya di
triwulan II 2016.
3.4.2. Disagregasi Inflasi PurwokertoPurwokerto mengalami penurunan inflasi tahunan di
semua kelompok. Inflasi kelompok volatile food,
administered prices, dan kelompok inti menurun
dibandingkan triwulan I 2016.
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan II
2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 8,30% (yoy)
atau 0,16% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan I
2016 sebesar 9,78% (yoy) atau 2,71% (qtq).
Penurunan inflasi pada kelompok ini terutama
56 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Penurunan inflasi Kudus terjadi pada seluruh
kelompok. Inflasi kelompok volatile food, administered
prices, dan kelompok inti turun dibandingkan triwulan I
2016. Tren penurunan ini serupa dengan yang dialami
oleh Purwokerto. Ketiga kelompok mengalami
penurunan, dan berbalik arah dengan peningkatan
inflasi yang terjadi pada triwulan I 2016.
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan II
2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 6,01% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016 sebesar
8,94% (yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini
terutama disumbang oleh penurunan harga aneka
cabai dan bawang yang terjadi di Kota Kudus. Selain
itu, di kota ini dijumpai kondisi penurunan harga
beberapa jenis buah, seperti jeruk dan melon, yang
turut menyumbang besaran penurunan inflasi di
Kudus.
Kelompok administered prices mengalamivdeflasi
0,26% (yoy) pada triwulan II 2016, setelah sebelumnya
mengalami inflasi 3,32% (yoy) pada triwulan I 2016
seiring dengan kebijakan penurunan harga BBM dan
TTL di awal triwulan. Begitu pula dengan inflasi
triwulanan mengalami penurunan. Pada triwulan
berjalan, kelompok ini mencatatkan deflasi sebesar
1,31% (qtq), setelah sebelumnya mencatatkan deflasi
sebesar 1,00% (qtq).
Disagregasi Inflasi Tahunan KudusGrafik 3.30Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
Disagregasi Inflasi Triwulanan KudusGrafik 3.31Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00 %, QTQ
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
Inflasi tahunan kelompok inti juga menurun. Inflasi
tahunan kelompok inti pada triwulan II 2016 turun
menjadi 3,60% (yoy) atau 0,78% (qtq) dari sebelumnya
yang sebesar 3,71% (yoy) atau 0,83% (qtq) pada
triwulan I 2016.
3.4.4. Disagregasi Inflasi SurakartaPenurunan inflasi Surakarta pada triwulan II 2016
terpantau pada kelompok volati le food dan
administered prices. Sementara itu, terjadi peningkatan
inflasi pada kelompok inti dibandingkan dengan
triwulan I 2016.
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan II
2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 6,53% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar 9,83%
(yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini terutama
disumbang oleh penurunan harga pada komoditas
bawang merah, bawang putih, dan cabai merah.
Inflasi tahunan kelompok administered prices turun
menjadi 0,04% (yoy) pada triwulan II 2016 dari
sebelumnya 4,02% (yoy) pada triwulan I 2016.
Demikian pula dengan inflasi triwulanan masih
melanjutkan tren penurunan. Jika pada triwulan I 2016,
kelompok ini mencatatkan deflasi sebesar 0,88% (qtq),
maka pada triwulan saat ini, kelompok ini mengalami
deflasi sebesar 1,38% (qtq). Perbaikan ini didorong
oleh kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM
dan TTL di awal triwulan II 2016.
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kudus
57PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Disagregasi Inflasi Tahunan PurwokertoGrafik 3.28Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
VF APCI
%, YOY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
Disagregasi Inflasi Triwulanan PurwokertoGrafik 3.29Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00 %,QTQ
I II III IV I
2015 2016
II I II III IV I
2015 2016
II
Disagregasi Inflasi Triwulanan CilacapGrafik 3.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00 %,QTQ
Disagregasi Inflasi Tahunan CilacapGrafik 3.26Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
VF APCI
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
I II III IV I
2015 2016
%, YOY
II I II III IV I
2015 2016
II
VF APCI
disumbang oleh penurunan harga bawang merah di
akhir bulan Juni 2016.
Kelompok administered prices kota Purwokerto
menunjukkan pola yang serupa. Kota Purwokerto
mengalami inflasi sebesar 0,68% (yoy) pada triwulan II
2016 dari sebelumnya 4,33% (yoy) pada triwulan I
2016. Inflasi triwulanan di Kota Purwokerto
meneruskan tren penurunan, seperti yang terjadi pada
triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatatkan
deflasi sebesar 1,09% (qtq), setelah sebelumnya
mencatatkan deflasi sebesar 0,14% (qtq). Penurunan
ini didorong oleh kebijakan pemerintah menurunkan
harga BBM dan tarif listrik di awal triwulan II 2016.
Inflasi tahunan kelompok inti di Purwokerto mengalami
penurunan. Inflasi tahunan kelompok inti pada
triwulan ini turun menjadi 1,69% (yoy) dari 2,01% (yoy)
pada triwulan I 2016. Demikian pula halnya dengan
inflasi triwulanan yang mencatatkan penurunan
menjadi 0,36% (qtq) dari sebelumnya 0,40% (qtq)
pada triwulan I 2016.
Sementara itu, inflasi tahunan volatile food meningkat
pada triwulan II 2016. Inflasi volatile food tercatat
sebesar 8,30% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan I 2016 sebesar 6,92% (yoy). Kenaikan inflasi
pada kelompok ini terutama disumbangkan oleh
peningkatan harga pada komoditas daging dan telur
ayam. Sementara itu, inflasi triwulanan mencatatkan
perlambatan seiring dengan telah memasukinya masa
panen bawang sesuai dengan pola musimannya di
triwulan II 2016.
3.4.2. Disagregasi Inflasi PurwokertoPurwokerto mengalami penurunan inflasi tahunan di
semua kelompok. Inflasi kelompok volatile food,
administered prices, dan kelompok inti menurun
dibandingkan triwulan I 2016.
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan II
2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 8,30% (yoy)
atau 0,16% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan I
2016 sebesar 9,78% (yoy) atau 2,71% (qtq).
Penurunan inflasi pada kelompok ini terutama
56 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Penurunan inflasi Kudus terjadi pada seluruh
kelompok. Inflasi kelompok volatile food, administered
prices, dan kelompok inti turun dibandingkan triwulan I
2016. Tren penurunan ini serupa dengan yang dialami
oleh Purwokerto. Ketiga kelompok mengalami
penurunan, dan berbalik arah dengan peningkatan
inflasi yang terjadi pada triwulan I 2016.
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan II
2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 6,01% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016 sebesar
8,94% (yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini
terutama disumbang oleh penurunan harga aneka
cabai dan bawang yang terjadi di Kota Kudus. Selain
itu, di kota ini dijumpai kondisi penurunan harga
beberapa jenis buah, seperti jeruk dan melon, yang
turut menyumbang besaran penurunan inflasi di
Kudus.
Kelompok administered prices mengalamivdeflasi
0,26% (yoy) pada triwulan II 2016, setelah sebelumnya
mengalami inflasi 3,32% (yoy) pada triwulan I 2016
seiring dengan kebijakan penurunan harga BBM dan
TTL di awal triwulan. Begitu pula dengan inflasi
triwulanan mengalami penurunan. Pada triwulan
berjalan, kelompok ini mencatatkan deflasi sebesar
1,31% (qtq), setelah sebelumnya mencatatkan deflasi
sebesar 1,00% (qtq).
Disagregasi Inflasi Tahunan KudusGrafik 3.30Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
Disagregasi Inflasi Triwulanan KudusGrafik 3.31Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00 %, QTQ
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
Inflasi tahunan kelompok inti juga menurun. Inflasi
tahunan kelompok inti pada triwulan II 2016 turun
menjadi 3,60% (yoy) atau 0,78% (qtq) dari sebelumnya
yang sebesar 3,71% (yoy) atau 0,83% (qtq) pada
triwulan I 2016.
3.4.4. Disagregasi Inflasi SurakartaPenurunan inflasi Surakarta pada triwulan II 2016
terpantau pada kelompok volati le food dan
administered prices. Sementara itu, terjadi peningkatan
inflasi pada kelompok inti dibandingkan dengan
triwulan I 2016.
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan II
2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 6,53% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar 9,83%
(yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini terutama
disumbang oleh penurunan harga pada komoditas
bawang merah, bawang putih, dan cabai merah.
Inflasi tahunan kelompok administered prices turun
menjadi 0,04% (yoy) pada triwulan II 2016 dari
sebelumnya 4,02% (yoy) pada triwulan I 2016.
Demikian pula dengan inflasi triwulanan masih
melanjutkan tren penurunan. Jika pada triwulan I 2016,
kelompok ini mencatatkan deflasi sebesar 0,88% (qtq),
maka pada triwulan saat ini, kelompok ini mengalami
deflasi sebesar 1,38% (qtq). Perbaikan ini didorong
oleh kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM
dan TTL di awal triwulan II 2016.
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kudus
57PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Disagregasi Inflasi Tahunan SemarangGrafik 3.34Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Disagregasi Inflasi Triwulanan SemarangGrafik 3.35Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00 %, QTQ%, YOY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
Disagregasi Inflasi Triwulanan SurakartaGrafik 3.33Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00 %, QTQ
Disagregasi Inflasi Tahunan SurakartaGrafik 3.32Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
Inflasi tahunan kelompok administered prices turun
menjadi deflasi 2,26% (yoy) pada triwulan II 2016 dari
sebelumnya inflasi 2,10% (yoy) pada triwulan I 2016
didorong oleh kebijakan penurunan harga BBM dan TTL
pada awal triwulan ini. Inflasi triwulanan juga masih
mencatatkan deflasi sebesar 1,55% (qtq), setelah
sebelumnya mencatatkan deflasi 2,05% (qtq).
Sementara itu, inflasi tahunan kelompok inti
mengalami peningkatan. Inflasi tahunan pada triwulan
II 2016 kelompok inti naik menjadi 2,47% (yoy) dari
2,32% (yoy) pada triwulan I 2016. Adapun inflasi
triwulanan mencatatkan kenaikan menjadi 0,60%
(qtq) dari sebelumnya 0,53% (qtq) pada triwulan lalu.
Salah satu komoditas yang memicu adanya kenaikan
pada kelompok ini adalah upah bukan mandor yang
meningkat sejalan dengan momen Ramadhan.
Inflasi tahunan kelompok inti meningkat. Inflasi
tahunan kelompok inti pada triwulan II 2016 naik
menjadi 3,21% (yoy) dari 2,94% (yoy) pada triwulan I
2016. Sementara itu, inflasi triwulanan justru
mencatatkan penurunan menjadi 0,63% (qtq) dari
1,04% (qtq) pada triwulan lalu.
3.4.5. Disagregasi Inflasi SemarangSerupa dengan Surakarta, inflasi kelompok volatile
food dan administered prices pada triwulan II 2016
menurun dibandingkan triwulan I 2016. Berbeda
dengan triwulan sebelumnya, di mana kedua kelompok
ini mendorong peningkatan inflasi.
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan II
2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 8,52% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar
11,39% (yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini
terutama disumbang oleh peningkatan harga pada
komoditas bawang merah, dan tomat sayur.
3.4.6. Disagregasi Inflasi TegalSerupa dengan yang dialami oleh Purwokerto dan
Surakarta, Tegal mengalami penurunan inflasi pada
semua kelompok pada triwulan II 2016.
58 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Disagregasi Inflasi Tahunan TegalGrafik 3.36Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Disagregasi Inflasi Triwulanan TegalGrafik 3.37Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00 %, QTQ%, YOY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan II
2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 6,92% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016 sebesar
9,17% (yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini
terutama disumbang oleh penurunan harga pada
komoditas bawang merah, cabai merah, melon dan
jeruk. Sementara itu, inflasi triwulanan volatile food
relatif turun seiring dengan terjaganya pasokan
komoditas beras di tengah panen raya.
Inflasi tahunan kelompok administered prices turun
menjadi 1,91% (yoy) pada triwulan II 2016 dari
sebelumnya 5,67% (yoy) pada triwulan I 2016. Inflasi
triwulanan juga mengalami penurunan. Pada triwulan
laporan, kelompok ini mencatatkan deflasi sebesar
0,83% (qtq), setelah sebelumnya mencatatkan deflasi
sebesar 0,38% (qtq). Penurunan ini didorong oleh
kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM dan
TTL.
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami penurunan.
Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan II 2016
turun menjadi 3,46% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan I 2016 yang 3,59% (yoy). Namun, inflasi
triwulanan kelompok inti mengalami kenaikan dari
0,55% (qtq) pada periode triwulan I 2016, menjadi
1,07% (qtq) pada triwulan II 2016.
3.5.1. Inflasi Juli 2016Provinsi Jawa Tengah pada Juli 2016 mengalami
inflasi 1,00% (mtm); meningkat dibandingkan
Juni 2016 yang sebesar 0,41% (mtm). Angka ini
tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional Juli
2016 yang sebesar 0,69% (mtm), serta rata-rata
historis empat tahun terakhir (2011-2015) yang sebesar 80,77% (mtm) . Sementara itu, secara tahunan inflasi
Jawa Tengah tercatat sebesar 3,04% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 2,96%
(yoy). Dibandingkan inflasi nasional yang sebesar
3,21% (yoy), inflasi Jawa Tengah pada Juli 2016 masih
mencatatkan angka yang lebih rendah.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi bulanan ini
terutama didorong oleh kelompok administered
prices. Kelompok administered prices pada Juli 2016
mengalami inflasi sebesar 1,88% (mtm), lebih tinggi
dibandingkan Juni 2016 yang sebesar 0,19% (mtm)
serta rata-rata historis empat tahun terakhir (2011-
2015) yang sebesar 0,84% (mtm). Berdasarkan
informasi dari lapangan, tarif angkutan darat terutama
antar kota antar provinsi mengalami kenaikan
mencapai dua kali lipat harga normal hingga akhir Juli
2016. Selain itu, tekanan inflasi kelompok ini
diperparah oleh dampak kemacetan di Tol Brebes.
3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan III 2016
Rata-rata empat tahun terakhir ini merupakan rerata 2011-2015 dengan mengeluarkan tahun 2013 yang terdapat efek kenaikan harga BBM.
8.
59PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Disagregasi Inflasi Tahunan SemarangGrafik 3.34Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Disagregasi Inflasi Triwulanan SemarangGrafik 3.35Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00 %, QTQ%, YOY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
Disagregasi Inflasi Triwulanan SurakartaGrafik 3.33Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00 %, QTQ
Disagregasi Inflasi Tahunan SurakartaGrafik 3.32Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
Inflasi tahunan kelompok administered prices turun
menjadi deflasi 2,26% (yoy) pada triwulan II 2016 dari
sebelumnya inflasi 2,10% (yoy) pada triwulan I 2016
didorong oleh kebijakan penurunan harga BBM dan TTL
pada awal triwulan ini. Inflasi triwulanan juga masih
mencatatkan deflasi sebesar 1,55% (qtq), setelah
sebelumnya mencatatkan deflasi 2,05% (qtq).
Sementara itu, inflasi tahunan kelompok inti
mengalami peningkatan. Inflasi tahunan pada triwulan
II 2016 kelompok inti naik menjadi 2,47% (yoy) dari
2,32% (yoy) pada triwulan I 2016. Adapun inflasi
triwulanan mencatatkan kenaikan menjadi 0,60%
(qtq) dari sebelumnya 0,53% (qtq) pada triwulan lalu.
Salah satu komoditas yang memicu adanya kenaikan
pada kelompok ini adalah upah bukan mandor yang
meningkat sejalan dengan momen Ramadhan.
Inflasi tahunan kelompok inti meningkat. Inflasi
tahunan kelompok inti pada triwulan II 2016 naik
menjadi 3,21% (yoy) dari 2,94% (yoy) pada triwulan I
2016. Sementara itu, inflasi triwulanan justru
mencatatkan penurunan menjadi 0,63% (qtq) dari
1,04% (qtq) pada triwulan lalu.
3.4.5. Disagregasi Inflasi SemarangSerupa dengan Surakarta, inflasi kelompok volatile
food dan administered prices pada triwulan II 2016
menurun dibandingkan triwulan I 2016. Berbeda
dengan triwulan sebelumnya, di mana kedua kelompok
ini mendorong peningkatan inflasi.
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan II
2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 8,52% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar
11,39% (yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini
terutama disumbang oleh peningkatan harga pada
komoditas bawang merah, dan tomat sayur.
3.4.6. Disagregasi Inflasi TegalSerupa dengan yang dialami oleh Purwokerto dan
Surakarta, Tegal mengalami penurunan inflasi pada
semua kelompok pada triwulan II 2016.
58 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Disagregasi Inflasi Tahunan TegalGrafik 3.36Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Disagregasi Inflasi Triwulanan TegalGrafik 3.37Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00 %, QTQ%, YOY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
VF APCI
I II III IV I
2015 2016
II
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan II
2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 6,92% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016 sebesar
9,17% (yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini
terutama disumbang oleh penurunan harga pada
komoditas bawang merah, cabai merah, melon dan
jeruk. Sementara itu, inflasi triwulanan volatile food
relatif turun seiring dengan terjaganya pasokan
komoditas beras di tengah panen raya.
Inflasi tahunan kelompok administered prices turun
menjadi 1,91% (yoy) pada triwulan II 2016 dari
sebelumnya 5,67% (yoy) pada triwulan I 2016. Inflasi
triwulanan juga mengalami penurunan. Pada triwulan
laporan, kelompok ini mencatatkan deflasi sebesar
0,83% (qtq), setelah sebelumnya mencatatkan deflasi
sebesar 0,38% (qtq). Penurunan ini didorong oleh
kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM dan
TTL.
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami penurunan.
Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan II 2016
turun menjadi 3,46% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan I 2016 yang 3,59% (yoy). Namun, inflasi
triwulanan kelompok inti mengalami kenaikan dari
0,55% (qtq) pada periode triwulan I 2016, menjadi
1,07% (qtq) pada triwulan II 2016.
3.5.1. Inflasi Juli 2016Provinsi Jawa Tengah pada Juli 2016 mengalami
inflasi 1,00% (mtm); meningkat dibandingkan
Juni 2016 yang sebesar 0,41% (mtm). Angka ini
tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional Juli
2016 yang sebesar 0,69% (mtm), serta rata-rata
historis empat tahun terakhir (2011-2015) yang sebesar 80,77% (mtm) . Sementara itu, secara tahunan inflasi
Jawa Tengah tercatat sebesar 3,04% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 2,96%
(yoy). Dibandingkan inflasi nasional yang sebesar
3,21% (yoy), inflasi Jawa Tengah pada Juli 2016 masih
mencatatkan angka yang lebih rendah.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi bulanan ini
terutama didorong oleh kelompok administered
prices. Kelompok administered prices pada Juli 2016
mengalami inflasi sebesar 1,88% (mtm), lebih tinggi
dibandingkan Juni 2016 yang sebesar 0,19% (mtm)
serta rata-rata historis empat tahun terakhir (2011-
2015) yang sebesar 0,84% (mtm). Berdasarkan
informasi dari lapangan, tarif angkutan darat terutama
antar kota antar provinsi mengalami kenaikan
mencapai dua kali lipat harga normal hingga akhir Juli
2016. Selain itu, tekanan inflasi kelompok ini
diperparah oleh dampak kemacetan di Tol Brebes.
3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan III 2016
Rata-rata empat tahun terakhir ini merupakan rerata 2011-2015 dengan mengeluarkan tahun 2013 yang terdapat efek kenaikan harga BBM.
8.
59PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
menjaga inflasi tetap terjaga. Inflasi triwulan III 2016
diperkirakan masih berada pada rentang sasaran
4±1%.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan
volatile food diperkirakan menurun. Sesuai dengan
pola historisnya, terjadi penurunan inflasi yang
didorong oleh panen komoditas strategis. Tekanan
inflasi dari komoditas cabai merah dan bawang merah
diperkirakan menurun seiring dengan panen yang
terjadi di beberapa sentra di Jawa Tengah, seperti Kab.
Magelang, dan Temanggung. Pada komoditas bawang
merah, Pemerintah melalui Perum Bulog mengimpor
bibit bawang merah impor asal Vietnam dan Filipina
untuk dijual kepada petani melalui program pasar
murah di berbagai daerah sentra di Indonesia. Adapun
di daerah Brebes, sekitar 200 ton bibit bawang telah
dipasarkan kepada petani pada Agustus 2016.
Lebih jauh, Provinsi Jawa Tengah bersama 35
kabupaten/kota di wilayahnya akan menambah luas
lahan tanam padi dengan memanfaatkan La Nina atau
musim kemarau basah untuk meningkatkan
produktivitas padi. Luas tambah tanam (LTT) padi di
Jawa Tengah pada musim La Nina saat ini seluas 845
ribu hektar. Lahan yang tersebar di 35 kabupaten/kota
ini bertambah 128 ribu dari luas sebelumnya yang
hanya 717 ribu hektar.
Inflasi tahunan kelompok administered prices
diperkirakan sedikit meningkat sejalan kenaikan
harga minyak dunia yang berimplikasi pada harga
energi (TTL dan BBM). Selain itu, terdapat kenaikan
harga rokok seiring kebijakan pemerintah yang
menaikkan cukai semenjak awal tahun 2016.
Sementara itu, inflasi kelompok inti diperkirakan
menigkat pada level moderat. Tekanan inflasi dari
kelompok ini diperkirakan berasal dari biaya pendidikan
yang meningkat. Lebih jauh, meredanya tekanan
ekonomi eksternal dan prospek positif dari berlanjutnya
Sementara itu, inflasi bulanan volatile food
tercatat sebesar 1,99% (mtm), lebih tinggi
dibandingkan Juni 2016 yang sebesar 1,09% (mtm)
serta rata-rata historis empat tahun terakhir (2011-
2015) yang sebesar 1,90% (mtm). Inflasi pada
kelompok ini berasal dari terbatasnya produksi dari
bawang merah, serta meningkatnya permintaan
daging ayam ras di hari raya Lebaran. Berdasarkan
informasi dari para pedagang, peningkatan harga
bawang merah terutama diakibatkan oleh penurunan
jumlah pasokan di pasar yang disebabkan oleh banjir
yang melanda daerah sentra bawang merah di
Nganjuk, Jawa Timur. Selain itu, jumlah pasokan
bawang merah juga semakin terbatas seiring dengan
mulai masuknya musim tanam di sentra bawang merah
Jawa Tengah. Dampak kenaikan harga dari terbatasnya
pasokan tersebut juga diperparah dengan melonjaknya
permintaan sejalan dengan masuknya musim Lebaran.
Adapun inflasi pada kelompok core sebesar 0,36%
(mtm), meningkat dibandingkan dengan Juni
2016 yang sebesar 0,25% (mtm) dan rata-rata
historis empat tahun terakhir (2011-2015) yang sebesar
0,30% (mtm). Inflasi pada kelompok ini didorong oleh
meningkatnya biaya pendidikan, terutama untuk
tingkat SMA, seiring dengan masuknya tahun ajaran
baru, upah tukang bukan mandor, dan nasi dengan
lauk.
3.5.2. Inflasi Triwulan III 2016Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III 2016
diperkirakan stabil. Faktor yang diperkirakan sedikit
mendorong peningkatan inflasi adalah biaya
pendidikan. Selain itu, terdapat tekanan inflasi yang
berasal dari meningkatnya permintaan seiring dengan
perayaan hari raya Idul Adha. Namun demikian,
peningkatan inflasi ini tertahan seiring memasuki masa
panen komoditas pertanian pada akhir triwulan III
2016. Hal ini ditambah dengan upaya pemerintah
memperbaiki distribusi logistik diperkirakan mampu
60 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015
7 8 9
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 3.38
INDEKS
130
140
150
160
170
180
190
200
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 3.39
10 11 12 1 2 3
2016
4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015
7 8 9 10 11 12 1 2 3
2016
4 5 6
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
perbaikan ekonomi domestik, mengakibatkan nilai
tukar rupiah diperkirakan akan cenderung stabil pada
triwulan III 2016. Potensi membaiknya nilai tukar ini
selanjutnya memberikan tekanan inflasi untuk
kelompok inflasi inti traded.
Peningkatan inflasi inti tercermin dari ekspektasi
kenaikan harga masyarakat, baik di tingkat
konsumen maupun pedagang. Hasil Survei
Konsumen menunjukkan adanya peningkatan
ekspektasi harga 6 bulan yang akan datang. Senada
dengan hasil Survei Konsumen tersebut, hasil Survei
Pedagang Eceran juga menunjukkan adanya
peningkatan ekspektasi harga untuk 3 bulan yang akan
datang.
3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah
Dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan dan
kestabilan harga serta mengelola ekspektasi
masyarakat, TPID Provinsi Jawa Tengah telah
menyelenggarakan berbagai kegiatan selama Juni – Juli
2016, antara lain sbb:
1. KUNJUNGAN LAPANGAN
Dari beberapa kunjungan lapangan yang dilakukan
diketahui bahwa secara umum, pasokan bahan
pangan strategis selama Ramadhan hingga pasca
Lebaran di Jawa Tengah diperkirakan cukup.
Beberapa kunjungan lapangan yang telah dilakukan
selama Ramadhan antara lain:
Kunjungan lapangan pada tanggal 6-7 Juni 2016
dipimpin Gubernur ke Pasar Johar, RPU (Rumah
Pemotongan Unggas) Penggaron, Gudang Beras
Bulog & Gudang Gula PPI
Kunjungan lapangan persiapan Idul Fitri pada
tanggal 20 Juni 2016 dipimpin oleh Sekda Jateng ke
Salatiga, Boyolali, Sragen, Solo.
Sidak ke Pasar Puri Kabupaten Pati dan Pasar
Bitingan Kabupaten Kudus tanggal 20 Juni 2016.
Sidak mingguan oleh Dinas Perindustrian ke pasar
dan distributor komoditas pangan strategis (beras,
minyak goreng, gula pasir).
2. PASAR MURAH
Sesuai dengan arahan Gubernur Jawa Tengah,
pelaksanaan pasar murah tahun 2016 lebih
difokuskan pada daerah di kantong-kantong
kemiskinan dan bencana di seluruh kabupaten/Kota
se-Jawa Tengah.
Total paket komoditas yang dibagikan di kota
Semarang adalah 10.000 paket.
Komoditas yang dijual pada pasar murah antara lain
beras, gula, minyak goreng, bawang merah, bawang
putih, daging sapi, hingga paket komoditas
perikanan.
3. OPERASI PASAR
Selain pasar murah, Bulog Divre Jawa Tengah juga
melakukan Operasi Pasar khusus untuk komoditas
bawang merah, daging sapi beku dan gula pasir
sejak pertengahan Juni hingga pertengahan Juli.
61PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
menjaga inflasi tetap terjaga. Inflasi triwulan III 2016
diperkirakan masih berada pada rentang sasaran
4±1%.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan
volatile food diperkirakan menurun. Sesuai dengan
pola historisnya, terjadi penurunan inflasi yang
didorong oleh panen komoditas strategis. Tekanan
inflasi dari komoditas cabai merah dan bawang merah
diperkirakan menurun seiring dengan panen yang
terjadi di beberapa sentra di Jawa Tengah, seperti Kab.
Magelang, dan Temanggung. Pada komoditas bawang
merah, Pemerintah melalui Perum Bulog mengimpor
bibit bawang merah impor asal Vietnam dan Filipina
untuk dijual kepada petani melalui program pasar
murah di berbagai daerah sentra di Indonesia. Adapun
di daerah Brebes, sekitar 200 ton bibit bawang telah
dipasarkan kepada petani pada Agustus 2016.
Lebih jauh, Provinsi Jawa Tengah bersama 35
kabupaten/kota di wilayahnya akan menambah luas
lahan tanam padi dengan memanfaatkan La Nina atau
musim kemarau basah untuk meningkatkan
produktivitas padi. Luas tambah tanam (LTT) padi di
Jawa Tengah pada musim La Nina saat ini seluas 845
ribu hektar. Lahan yang tersebar di 35 kabupaten/kota
ini bertambah 128 ribu dari luas sebelumnya yang
hanya 717 ribu hektar.
Inflasi tahunan kelompok administered prices
diperkirakan sedikit meningkat sejalan kenaikan
harga minyak dunia yang berimplikasi pada harga
energi (TTL dan BBM). Selain itu, terdapat kenaikan
harga rokok seiring kebijakan pemerintah yang
menaikkan cukai semenjak awal tahun 2016.
Sementara itu, inflasi kelompok inti diperkirakan
menigkat pada level moderat. Tekanan inflasi dari
kelompok ini diperkirakan berasal dari biaya pendidikan
yang meningkat. Lebih jauh, meredanya tekanan
ekonomi eksternal dan prospek positif dari berlanjutnya
Sementara itu, inflasi bulanan volatile food
tercatat sebesar 1,99% (mtm), lebih tinggi
dibandingkan Juni 2016 yang sebesar 1,09% (mtm)
serta rata-rata historis empat tahun terakhir (2011-
2015) yang sebesar 1,90% (mtm). Inflasi pada
kelompok ini berasal dari terbatasnya produksi dari
bawang merah, serta meningkatnya permintaan
daging ayam ras di hari raya Lebaran. Berdasarkan
informasi dari para pedagang, peningkatan harga
bawang merah terutama diakibatkan oleh penurunan
jumlah pasokan di pasar yang disebabkan oleh banjir
yang melanda daerah sentra bawang merah di
Nganjuk, Jawa Timur. Selain itu, jumlah pasokan
bawang merah juga semakin terbatas seiring dengan
mulai masuknya musim tanam di sentra bawang merah
Jawa Tengah. Dampak kenaikan harga dari terbatasnya
pasokan tersebut juga diperparah dengan melonjaknya
permintaan sejalan dengan masuknya musim Lebaran.
Adapun inflasi pada kelompok core sebesar 0,36%
(mtm), meningkat dibandingkan dengan Juni
2016 yang sebesar 0,25% (mtm) dan rata-rata
historis empat tahun terakhir (2011-2015) yang sebesar
0,30% (mtm). Inflasi pada kelompok ini didorong oleh
meningkatnya biaya pendidikan, terutama untuk
tingkat SMA, seiring dengan masuknya tahun ajaran
baru, upah tukang bukan mandor, dan nasi dengan
lauk.
3.5.2. Inflasi Triwulan III 2016Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III 2016
diperkirakan stabil. Faktor yang diperkirakan sedikit
mendorong peningkatan inflasi adalah biaya
pendidikan. Selain itu, terdapat tekanan inflasi yang
berasal dari meningkatnya permintaan seiring dengan
perayaan hari raya Idul Adha. Namun demikian,
peningkatan inflasi ini tertahan seiring memasuki masa
panen komoditas pertanian pada akhir triwulan III
2016. Hal ini ditambah dengan upaya pemerintah
memperbaiki distribusi logistik diperkirakan mampu
60 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015
7 8 9
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 3.38
INDEKS
130
140
150
160
170
180
190
200
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 3.39
10 11 12 1 2 3
2016
4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015
7 8 9 10 11 12 1 2 3
2016
4 5 6
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
perbaikan ekonomi domestik, mengakibatkan nilai
tukar rupiah diperkirakan akan cenderung stabil pada
triwulan III 2016. Potensi membaiknya nilai tukar ini
selanjutnya memberikan tekanan inflasi untuk
kelompok inflasi inti traded.
Peningkatan inflasi inti tercermin dari ekspektasi
kenaikan harga masyarakat, baik di tingkat
konsumen maupun pedagang. Hasil Survei
Konsumen menunjukkan adanya peningkatan
ekspektasi harga 6 bulan yang akan datang. Senada
dengan hasil Survei Konsumen tersebut, hasil Survei
Pedagang Eceran juga menunjukkan adanya
peningkatan ekspektasi harga untuk 3 bulan yang akan
datang.
3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah
Dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan dan
kestabilan harga serta mengelola ekspektasi
masyarakat, TPID Provinsi Jawa Tengah telah
menyelenggarakan berbagai kegiatan selama Juni – Juli
2016, antara lain sbb:
1. KUNJUNGAN LAPANGAN
Dari beberapa kunjungan lapangan yang dilakukan
diketahui bahwa secara umum, pasokan bahan
pangan strategis selama Ramadhan hingga pasca
Lebaran di Jawa Tengah diperkirakan cukup.
Beberapa kunjungan lapangan yang telah dilakukan
selama Ramadhan antara lain:
Kunjungan lapangan pada tanggal 6-7 Juni 2016
dipimpin Gubernur ke Pasar Johar, RPU (Rumah
Pemotongan Unggas) Penggaron, Gudang Beras
Bulog & Gudang Gula PPI
Kunjungan lapangan persiapan Idul Fitri pada
tanggal 20 Juni 2016 dipimpin oleh Sekda Jateng ke
Salatiga, Boyolali, Sragen, Solo.
Sidak ke Pasar Puri Kabupaten Pati dan Pasar
Bitingan Kabupaten Kudus tanggal 20 Juni 2016.
Sidak mingguan oleh Dinas Perindustrian ke pasar
dan distributor komoditas pangan strategis (beras,
minyak goreng, gula pasir).
2. PASAR MURAH
Sesuai dengan arahan Gubernur Jawa Tengah,
pelaksanaan pasar murah tahun 2016 lebih
difokuskan pada daerah di kantong-kantong
kemiskinan dan bencana di seluruh kabupaten/Kota
se-Jawa Tengah.
Total paket komoditas yang dibagikan di kota
Semarang adalah 10.000 paket.
Komoditas yang dijual pada pasar murah antara lain
beras, gula, minyak goreng, bawang merah, bawang
putih, daging sapi, hingga paket komoditas
perikanan.
3. OPERASI PASAR
Selain pasar murah, Bulog Divre Jawa Tengah juga
melakukan Operasi Pasar khusus untuk komoditas
bawang merah, daging sapi beku dan gula pasir
sejak pertengahan Juni hingga pertengahan Juli.
61PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
4. PROGRAM UNTUK MENGELOLA EKSPEKTASI MASYARAKAT
Himbauan moral melalui Iklan Layanan Masyarakat
(ILM) di radio yang disampaikan langsung oleh
Gubernur Jateng. ILM disiarkan di 3 radio (C-Radio,
Radio Idola & Rasika) sejak 23 Mei – 5 Juli 2016.
Talkshow dengan menghadirkan narasumber, mulai
dari Gubernur hingga Kepala SKPD/ instansi anggota
TPID Jateng di beberapa radio dan TV lokal.
Pengiriman SMS broadcast yang berisi himbauan
moral bijak berbelanja sejak tanggal 6 Juni hingga 5
Juli 2016.
5. KOORDINASI MELALUI VIRTUAL MEETING SIHATI
Selama Juli 2016, Kepala Perwakilan BI Prov. Jateng
selaku wakil ketua TPID telah melakukan koordinasi
dengan instansi anggota TPID lainnya melalui Virtual
Meeting terkait kondisi pasokan dan harga
komoditas strategis menjelang Idul Fitri.
Komoditas yang dicermati terutama adalah bawang
merah dan cabai.
Berdasarkan hasil laporan dari Dinas Pertanian, BKP,
Bulog dan Dinas Perdagangan, diketahui bahwa
pasokan komoditas strategis menjelang Idul Fitri dan
akhir Juli masih terpantau cukup, sehingga belum
membutuhkan upaya lebih lanjut, seperti operasi
pasar, sidak atau pasar murah.
62 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Komoditas bawang putih merupakan salah satu
komoditas pangan yang termasuk dalam pemantauan
harga pangan strategis oleh TPID di Wilayah Soloraya.
Pantauan harga bawang putih secara harian di website
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Soloraya
menunjukkan adanya volatilitas harga bawang putih di
Soloraya dan terdapat tren kenaikan harga yang cukup
tinggi selama satu tahun terakhir.
Data inflasi Kota Surakarta menunjukkan bahwa bawang
putih menjadi komoditas penyumbang inflasi utama
pada beberapa tahun terakhir. Data terakhir
menunjukkan bahwa inflasi komoditas bawang putih
pada bulan Juli 2016 tercatat sebesar 64,12% (yoy) atau
32,68% (ytd). Dengan inflasi tersebut, bawang putih
menjadi komoditas penyumbang inflasi tahunan
tertinggi di Kota Surakarta.
SUPLEMEN IVPENGENDALIAN HARGA BAWANG PUTIH
MELALUI PENGEMBANGAN KLASTER BAWANG PUTIH
Sumber: http://solo-raya.org
TAHUN
(%yoy)
Tabel 1. Inflasi Bawang Putih Kota Surakarta
INFLASI
YOY
(%)ANDIL PERINGKAT KOMODITAS
PENYUMBANG INFLASI (%ytd)INFLASI
YTD
(%)ANDIL PERINGKAT KOMODITAS
PENYUMBANG INFLASI
DES 42,83 0,14 10 42,83 0,14 10
DES 65,32 0,22 4 65,32 0,22 4
JAN 90,37 0,30 1 13,12 0,07 4
FEB 94,29 0,32 1 15,24 0,08 3
MAR 111,17 0,39 1 30,78 0,17 1
APR 77,19 0,33 1 34,25 0,19 2
MEI 78,99 0,34 1 36,68 0,20 2
JUN 83,40 0,34 1 31,89 0,17 2
JUL 64,12 0,29 1 32,68 0,18 4
2014
2015
2016
Di sisi lain, Wilayah Soloraya memiliki potensi
pengembangan budidaya bawang putih yang tinggi,
khususnya di Kabupaten Karanganyar. Luas panen
bawang putih di Kabupaten Karanganyar pada tahun
2013 mencapai 89 Ha dengan produksi mencapai
11.459 kuintal (BPS Prov. Jawa Tengah, 2016). Luas
panen bawang putih di Kabupaten Karanganyar tersebut
memberikan kontribusi sebesar 12% terhadap luasan
bawang putih di Provinsi Jawa Tengah, dan menempati
urutan ketiga setelah Kabupaten Temanggung dan
Tegal. Pada tahun 2015, luas lahan bawang putih di
Tawangmangu terus bertambah menjadi 120 Ha.
Bawang putih dari Kabupaten Karanganyar lebih
berkualitas daripada bawang putih yang diimpor dari
Cina karena rasanya yang lebih pedas.
63PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
4. PROGRAM UNTUK MENGELOLA EKSPEKTASI MASYARAKAT
Himbauan moral melalui Iklan Layanan Masyarakat
(ILM) di radio yang disampaikan langsung oleh
Gubernur Jateng. ILM disiarkan di 3 radio (C-Radio,
Radio Idola & Rasika) sejak 23 Mei – 5 Juli 2016.
Talkshow dengan menghadirkan narasumber, mulai
dari Gubernur hingga Kepala SKPD/ instansi anggota
TPID Jateng di beberapa radio dan TV lokal.
Pengiriman SMS broadcast yang berisi himbauan
moral bijak berbelanja sejak tanggal 6 Juni hingga 5
Juli 2016.
5. KOORDINASI MELALUI VIRTUAL MEETING SIHATI
Selama Juli 2016, Kepala Perwakilan BI Prov. Jateng
selaku wakil ketua TPID telah melakukan koordinasi
dengan instansi anggota TPID lainnya melalui Virtual
Meeting terkait kondisi pasokan dan harga
komoditas strategis menjelang Idul Fitri.
Komoditas yang dicermati terutama adalah bawang
merah dan cabai.
Berdasarkan hasil laporan dari Dinas Pertanian, BKP,
Bulog dan Dinas Perdagangan, diketahui bahwa
pasokan komoditas strategis menjelang Idul Fitri dan
akhir Juli masih terpantau cukup, sehingga belum
membutuhkan upaya lebih lanjut, seperti operasi
pasar, sidak atau pasar murah.
62 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Komoditas bawang putih merupakan salah satu
komoditas pangan yang termasuk dalam pemantauan
harga pangan strategis oleh TPID di Wilayah Soloraya.
Pantauan harga bawang putih secara harian di website
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Soloraya
menunjukkan adanya volatilitas harga bawang putih di
Soloraya dan terdapat tren kenaikan harga yang cukup
tinggi selama satu tahun terakhir.
Data inflasi Kota Surakarta menunjukkan bahwa bawang
putih menjadi komoditas penyumbang inflasi utama
pada beberapa tahun terakhir. Data terakhir
menunjukkan bahwa inflasi komoditas bawang putih
pada bulan Juli 2016 tercatat sebesar 64,12% (yoy) atau
32,68% (ytd). Dengan inflasi tersebut, bawang putih
menjadi komoditas penyumbang inflasi tahunan
tertinggi di Kota Surakarta.
SUPLEMEN IVPENGENDALIAN HARGA BAWANG PUTIH
MELALUI PENGEMBANGAN KLASTER BAWANG PUTIH
Sumber: http://solo-raya.org
TAHUN
(%yoy)
Tabel 1. Inflasi Bawang Putih Kota Surakarta
INFLASI
YOY
(%)ANDIL PERINGKAT KOMODITAS
PENYUMBANG INFLASI (%ytd)INFLASI
YTD
(%)ANDIL PERINGKAT KOMODITAS
PENYUMBANG INFLASI
DES 42,83 0,14 10 42,83 0,14 10
DES 65,32 0,22 4 65,32 0,22 4
JAN 90,37 0,30 1 13,12 0,07 4
FEB 94,29 0,32 1 15,24 0,08 3
MAR 111,17 0,39 1 30,78 0,17 1
APR 77,19 0,33 1 34,25 0,19 2
MEI 78,99 0,34 1 36,68 0,20 2
JUN 83,40 0,34 1 31,89 0,17 2
JUL 64,12 0,29 1 32,68 0,18 4
2014
2015
2016
Di sisi lain, Wilayah Soloraya memiliki potensi
pengembangan budidaya bawang putih yang tinggi,
khususnya di Kabupaten Karanganyar. Luas panen
bawang putih di Kabupaten Karanganyar pada tahun
2013 mencapai 89 Ha dengan produksi mencapai
11.459 kuintal (BPS Prov. Jawa Tengah, 2016). Luas
panen bawang putih di Kabupaten Karanganyar tersebut
memberikan kontribusi sebesar 12% terhadap luasan
bawang putih di Provinsi Jawa Tengah, dan menempati
urutan ketiga setelah Kabupaten Temanggung dan
Tegal. Pada tahun 2015, luas lahan bawang putih di
Tawangmangu terus bertambah menjadi 120 Ha.
Bawang putih dari Kabupaten Karanganyar lebih
berkualitas daripada bawang putih yang diimpor dari
Cina karena rasanya yang lebih pedas.
63PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
SUPLEMEN IV
Salah satu kegiatan dalam pengembangan klaster
tersebut adalah mendorong Poktan Taruna Tani ”Tani
Maju” untuk mandiri dan mengembangkan budidaya
tanaman Bawang Putih dengan sistem tumpang sari
maupun monokultur. Untuk tujuan tersebut, KPw BI Solo
melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) telah
memberikan bantuan demplot dan Saprodi.
2Demplot tersebut dilakukan pada lahan seluas 3.000 m ,
untuk menanam bawang putih dengan bibit varietas
Tawangmangu Baru sebanyak 200 kg, bibit bawang
daun sebanyak 300 kg, serta bibit bawang merah
sebanyak 100 kg. Implementasi penanaman bawang
putih pada demplot tersebut menggunakan sistem
tanam monokultur dan tumpang sari.
Pertimbangan menggunakan sistem tanam tumpangsari
pada demplot adalah hasil yang maksimal dengan lahan
yang terbatas, mengingat panen bisa dilakukan
beberapa kali dengan usia panen dan jenis tanaman yang
berbeda sehingga memberikan pendapatan (income)
buat petani disaat menunggu masa panen bawang
putih. Sedangkan jika menggunakan monokultur
tanaman bawang putih baru bisa dipanen sampai waktu
yang sudah ditentukan yaitu sekitar 160 (seratus enam
puluh) hari.
Saat ini terdapat 2 (dua) sentra bawang putih di Kab.
Karanganyar, yaitu Kecamatan Tawangmangu (98%)
dan di Kecamatan Jenawi (2%). Di sentra bawang putih
tersebut, terdapat 2 (dua) varietas bawang putih
unggulan yang ditanam, yaitu varietas Lumbu Hijau dan
varietas Tawangmangu Baru. Adapun karakteristik dari
kedua varietas tersebut adalah sebagai berikut :
VARIETAS BAWANG PUTIH UNGGULAN YANG DI TANAM
LUMBU HIJAU TAWANGMANGU BARU
- Ukuran Umbi Kecil- Produktivitas ± 12 - 13 Ton /ha- Lebih Adaptif Terhadap Kelembaban Yang Tinggi
- Ukuran umbi besar- Produktivitas ± 17 - 18 ton /ha- Menyerupai bawang putih impor
Dalam rangka mendukung pengendalian inflasi
terutama komoditas bawang putih, KPw BI Solo yang
merupakan bagian dari Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) di Wilayah Soloraya menginisiasi pengembangan
klaster atau program pengendalian inflasi untuk
komoditas bawang putih varietas Tawangmangu Baru di
Kabupaten Karanganyar. Pengembangan bawang putih
ini dilakukan melalui penanaman varietas tersebut di
demonstration of plot (demplot) yang diharapkan
menjadi langkah awal pengembangan secara massal
(denfarm), sehingga berperan nyata dalam pengendalian
inflasi.
64 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Penerapan sistem monokultur dan tumpangsari pada
demplot bawang putih dimaksudkan untuk memberikan
perbandingan mengetahui keuntungan maupun
kelemahan penerapan dari masing-masing pola tanam.
Petani akan dapat belajar langsung dan melakukan
pengamatan di demplot yang sudah ditanami bawang
putih, dengan harapan hasil yang ingin dicapai hasil
panen meningkat.
Beberapa kegiatan pengembangan klaster bawang putih
yang akan dilakukan antara lain pembuatan demplot dan
pelatihan teknis budidaya bawang putih yang efisien dan
berorientasi pasar, pelatihan pengendalian hama
penyakit tanaman bawang putih secara ramah
lingkungan, pelatihan pembuatan pupuk organik,
pelatihan manajemen pembukuan usaha kelompok,
pelatihan penguatan badan hukum (koperasi) kelompok
yang berorientasi pasar dan efisiensi kolektif, temu
bisnis/fasilitasi akses pasar untuk ikut memenuhi
kebutuhan Soloraya (integrasi dengan kegiatan TPID),
sosialisasi skim kredit perbankan, pelatihan pengemasan
dan olahan bawang putih, serta pelatihan perizinan
usaha.
Selain itu, program pengembangan klaster bawang
putih di Kabupaten Karanganyar tersebut menjadi
bagian dari program Klaster Pengendalian Inflasi
Komoditas Bawang Putih Terintegrasi di Provinsi Jawa
Tengah. Program tersebut merupakan implementasi dari
program “Sinergi Aksi Untuk Ekonomi Rakyat” yang
telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia dan
Gubernur Bank Indonesia di Kabupaten Brebes pada
tanggal 11 April 2016. Dalam program tersebut,
terdapat 8 (delapan) kabupaten di Jawa Tengah yang
terlibat, yaitu Kab. Karanganyar, Kab. Tegal, Kab. Batang,
Kab. Pekalongan, Kab. Temanggung, Kab. Magelang,
Kab. Purbalingga, serta Kab. Banjarnegara. Sebagai
payung hukum pelaksanaan program dimaksud, pada
bulan Agustus 2016 dilaksanakan penandatanganan
Perjanjian Kerjasama antara Bank Indonesia dengan
Pemerintah Daerah masing-masing kabupaten yang
bertempat di lokasi Klaster Bawang Putih binaan KPw BI
Solo di Kabupaten Karanganyar.
Dengan adanya program pengendalian inflasi melalui
Klaster Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar
maupun Klaster Bawang Putih Terintegrasi tersebut, KPw
BI Solo turut mendukung program pengembangan
p roduk unggu lan dae rah seh ingga mampu
meningkatkan daya saing bawang putih lokal di tanah
air. Selain itu, diharapkan juga turut membantu
terjaminnya ketersediaan pasokan bawang putih di
Wilayah Soloraya sehingga inflasi dapat terkendali.
SUPLEMEN IV
65PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
SUPLEMEN IV
Salah satu kegiatan dalam pengembangan klaster
tersebut adalah mendorong Poktan Taruna Tani ”Tani
Maju” untuk mandiri dan mengembangkan budidaya
tanaman Bawang Putih dengan sistem tumpang sari
maupun monokultur. Untuk tujuan tersebut, KPw BI Solo
melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) telah
memberikan bantuan demplot dan Saprodi.
2Demplot tersebut dilakukan pada lahan seluas 3.000 m ,
untuk menanam bawang putih dengan bibit varietas
Tawangmangu Baru sebanyak 200 kg, bibit bawang
daun sebanyak 300 kg, serta bibit bawang merah
sebanyak 100 kg. Implementasi penanaman bawang
putih pada demplot tersebut menggunakan sistem
tanam monokultur dan tumpang sari.
Pertimbangan menggunakan sistem tanam tumpangsari
pada demplot adalah hasil yang maksimal dengan lahan
yang terbatas, mengingat panen bisa dilakukan
beberapa kali dengan usia panen dan jenis tanaman yang
berbeda sehingga memberikan pendapatan (income)
buat petani disaat menunggu masa panen bawang
putih. Sedangkan jika menggunakan monokultur
tanaman bawang putih baru bisa dipanen sampai waktu
yang sudah ditentukan yaitu sekitar 160 (seratus enam
puluh) hari.
Saat ini terdapat 2 (dua) sentra bawang putih di Kab.
Karanganyar, yaitu Kecamatan Tawangmangu (98%)
dan di Kecamatan Jenawi (2%). Di sentra bawang putih
tersebut, terdapat 2 (dua) varietas bawang putih
unggulan yang ditanam, yaitu varietas Lumbu Hijau dan
varietas Tawangmangu Baru. Adapun karakteristik dari
kedua varietas tersebut adalah sebagai berikut :
VARIETAS BAWANG PUTIH UNGGULAN YANG DI TANAM
LUMBU HIJAU TAWANGMANGU BARU
- Ukuran Umbi Kecil- Produktivitas ± 12 - 13 Ton /ha- Lebih Adaptif Terhadap Kelembaban Yang Tinggi
- Ukuran umbi besar- Produktivitas ± 17 - 18 ton /ha- Menyerupai bawang putih impor
Dalam rangka mendukung pengendalian inflasi
terutama komoditas bawang putih, KPw BI Solo yang
merupakan bagian dari Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) di Wilayah Soloraya menginisiasi pengembangan
klaster atau program pengendalian inflasi untuk
komoditas bawang putih varietas Tawangmangu Baru di
Kabupaten Karanganyar. Pengembangan bawang putih
ini dilakukan melalui penanaman varietas tersebut di
demonstration of plot (demplot) yang diharapkan
menjadi langkah awal pengembangan secara massal
(denfarm), sehingga berperan nyata dalam pengendalian
inflasi.
64 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Penerapan sistem monokultur dan tumpangsari pada
demplot bawang putih dimaksudkan untuk memberikan
perbandingan mengetahui keuntungan maupun
kelemahan penerapan dari masing-masing pola tanam.
Petani akan dapat belajar langsung dan melakukan
pengamatan di demplot yang sudah ditanami bawang
putih, dengan harapan hasil yang ingin dicapai hasil
panen meningkat.
Beberapa kegiatan pengembangan klaster bawang putih
yang akan dilakukan antara lain pembuatan demplot dan
pelatihan teknis budidaya bawang putih yang efisien dan
berorientasi pasar, pelatihan pengendalian hama
penyakit tanaman bawang putih secara ramah
lingkungan, pelatihan pembuatan pupuk organik,
pelatihan manajemen pembukuan usaha kelompok,
pelatihan penguatan badan hukum (koperasi) kelompok
yang berorientasi pasar dan efisiensi kolektif, temu
bisnis/fasilitasi akses pasar untuk ikut memenuhi
kebutuhan Soloraya (integrasi dengan kegiatan TPID),
sosialisasi skim kredit perbankan, pelatihan pengemasan
dan olahan bawang putih, serta pelatihan perizinan
usaha.
Selain itu, program pengembangan klaster bawang
putih di Kabupaten Karanganyar tersebut menjadi
bagian dari program Klaster Pengendalian Inflasi
Komoditas Bawang Putih Terintegrasi di Provinsi Jawa
Tengah. Program tersebut merupakan implementasi dari
program “Sinergi Aksi Untuk Ekonomi Rakyat” yang
telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia dan
Gubernur Bank Indonesia di Kabupaten Brebes pada
tanggal 11 April 2016. Dalam program tersebut,
terdapat 8 (delapan) kabupaten di Jawa Tengah yang
terlibat, yaitu Kab. Karanganyar, Kab. Tegal, Kab. Batang,
Kab. Pekalongan, Kab. Temanggung, Kab. Magelang,
Kab. Purbalingga, serta Kab. Banjarnegara. Sebagai
payung hukum pelaksanaan program dimaksud, pada
bulan Agustus 2016 dilaksanakan penandatanganan
Perjanjian Kerjasama antara Bank Indonesia dengan
Pemerintah Daerah masing-masing kabupaten yang
bertempat di lokasi Klaster Bawang Putih binaan KPw BI
Solo di Kabupaten Karanganyar.
Dengan adanya program pengendalian inflasi melalui
Klaster Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar
maupun Klaster Bawang Putih Terintegrasi tersebut, KPw
BI Solo turut mendukung program pengembangan
p roduk unggu lan dae rah seh ingga mampu
meningkatkan daya saing bawang putih lokal di tanah
air. Selain itu, diharapkan juga turut membantu
terjaminnya ketersediaan pasokan bawang putih di
Wilayah Soloraya sehingga inflasi dapat terkendali.
SUPLEMEN IV
65PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Fungsi intermediasi perbankan Jawa Tengah mengalami peningkatan pada triwulan II 2016 sejalan dengan perbaikan kinerja perekonomian.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGANDAN UMKM
BABIV
Kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan II 2016 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, aset perbankan Jawa Tengah mengalami perlambatan dibandingkan
dengan triwulan lalu. Hal tersebut juga terjadi pada pertumbuhan DPK di triwulan
laporan.
Perbankan syariah Jawa Tengah juga mengalami peningkatan pertumbuhan
pembiayaan pada triwulan II 2016.
Kegiatan sistem pembayaran Jawa Tengah tetap mampu memberikan dukungan pada
kelancaran transaksi ekonomi di Jawa Tengah.
Fungsi intermediasi perbankan Jawa Tengah mengalami peningkatan pada triwulan II 2016 sejalan dengan perbaikan kinerja perekonomian.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGANDAN UMKM
BABIV
Kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan II 2016 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, aset perbankan Jawa Tengah mengalami perlambatan dibandingkan
dengan triwulan lalu. Hal tersebut juga terjadi pada pertumbuhan DPK di triwulan
laporan.
Perbankan syariah Jawa Tengah juga mengalami peningkatan pertumbuhan
pembiayaan pada triwulan II 2016.
Kegiatan sistem pembayaran Jawa Tengah tetap mampu memberikan dukungan pada
kelancaran transaksi ekonomi di Jawa Tengah.
08 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 mengalami peningkatan dibandingkan
dengan triwulan I 2016. Hal tersebut antara lain
tercermin dari peningkatan NPL perbankan Jawa
Tengah yang tercatat berada pada level 3,43%;
meningkat dibandingkan dengan NPL Jawa Tengah
pada triwulan lalu yang tercatat sebesar 3,22%. Namun
demikian, fungsi intermediasi perbankan Jawa Tengah
pada triwulan II 2016 mengalami peningkatan yang
tercermin dari pertumbuhan kredit yang lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan lalu. Pada triwulan II
2016, pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
tercatat sebesar 10,21% (yoy ) ; meningkat
dibandingkan triwulan I 2016 yang tercatat sebesar
9,58% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit tersebut
sejalan dengan perbaikan kinerja perekonomian Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar
5,75% (yoy), atau meningkat dari 4,98% (yoy) pada
triwulan I 2016
4.1. Perkembangan Sistem Keuangan Jawa Tengah
4.1.1.1. Sumber-Sumber Kerentanan Sektor KorporasiLapangan usaha industri pengolahan yang
merupakan lapangan usaha dengan pangsa
terbesar di Jawa Tengah pada triwulan II 2016
mengalami pertumbuhan sebesar 5,24% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang
sebesar 4,04% (yoy). Hal ini searah dengan
peningkatan pertumbuhan produksi manufaktur yang
dirilis oleh Badan Pusat Statistik Jawa Tengah.
Peningkatan tersebut terjadi baik pada industri besar
dan menengah yang meningkat dari 1,72% (yoy) pada
triwulan I 2016 menjadi 2,63% (yoy) pada triwulan II
2016, maupun industri kecil dan mikro yang
meningkat dari 5,11% (yoy) pada triwulan lalu menjadi
5,85% (yoy) pada triwulan laporan. Peningkatan
pertumbuhan tersebut sejalan dengan peningkatan
permintaan domestik seiring dengan masuknya bulan
Puasa dan Lebaran tahun 2016. Tingkat konsumsi
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi
masyarakat pada bulan Ramadhan tahun ini cukup
mendorong peningkatan konsumsi di triwulan II 2016.
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan konsumsi
masyarakat Jawa Tengah pada triwulan II 2016
mengalami peningkatan menjadi sebesar 4,80% (yoy),
dari 4,76% (yoy) pada triwulan I 2016. Sementara itu,
kinerja net ekspor antardaerah Jawa Tengah pada
triwulan laporan sudah mengalami perbaikan
meskipun masih mengalami penurunan sebesar 6,74%
(yoy); lebih kecil dibandingkan penurunan pada
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 32,58%
(yoy). Hal tersebut juga tidak terlepas dari peningkatan
permintaan bahan pangan dari daerah lain sejalan
dengan bulan Puasa dan Lebaran.
Perbaikan kinerja perekonomian Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 sejalan dengan hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil SKDU tersebut, pencapaian Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) pada triwulan laporan
mengalami peningkatan dari 6,72% pada triwulan I
2016 menjadi 33,31% pada triwulan II 2016.
Peningkatan tersebut juga sejalan dari hasil Survei
Penjualan Eceran (SPE) yang ditunjukkan melalui Indeks
Penjualan Riil (IPR) triwulan II 2016 sebesar 187,29;
lebih tinggi dibandingkan IPR triwulan I 2016 yang
sebesar 176,12.
4.1.1.2. Kinerja Korporasi dan Penilaian RisikoSejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang
mengalami peningkatan, hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Jawa Tengah mengindikasikan kegiatan usaha
pada triwulan II 2016 meningkat dibandingkan kondisi
triwulan sebelumnya. Hal tersebut terindikasi dari
pencapaian Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang naik dari 6,72%
pada triwulan I 2016 menjadi 33,31% pada triwulan II
2016.
69STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
08 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 mengalami peningkatan dibandingkan
dengan triwulan I 2016. Hal tersebut antara lain
tercermin dari peningkatan NPL perbankan Jawa
Tengah yang tercatat berada pada level 3,43%;
meningkat dibandingkan dengan NPL Jawa Tengah
pada triwulan lalu yang tercatat sebesar 3,22%. Namun
demikian, fungsi intermediasi perbankan Jawa Tengah
pada triwulan II 2016 mengalami peningkatan yang
tercermin dari pertumbuhan kredit yang lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan lalu. Pada triwulan II
2016, pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
tercatat sebesar 10,21% (yoy ) ; meningkat
dibandingkan triwulan I 2016 yang tercatat sebesar
9,58% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit tersebut
sejalan dengan perbaikan kinerja perekonomian Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar
5,75% (yoy), atau meningkat dari 4,98% (yoy) pada
triwulan I 2016
4.1. Perkembangan Sistem Keuangan Jawa Tengah
4.1.1.1. Sumber-Sumber Kerentanan Sektor KorporasiLapangan usaha industri pengolahan yang
merupakan lapangan usaha dengan pangsa
terbesar di Jawa Tengah pada triwulan II 2016
mengalami pertumbuhan sebesar 5,24% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang
sebesar 4,04% (yoy). Hal ini searah dengan
peningkatan pertumbuhan produksi manufaktur yang
dirilis oleh Badan Pusat Statistik Jawa Tengah.
Peningkatan tersebut terjadi baik pada industri besar
dan menengah yang meningkat dari 1,72% (yoy) pada
triwulan I 2016 menjadi 2,63% (yoy) pada triwulan II
2016, maupun industri kecil dan mikro yang
meningkat dari 5,11% (yoy) pada triwulan lalu menjadi
5,85% (yoy) pada triwulan laporan. Peningkatan
pertumbuhan tersebut sejalan dengan peningkatan
permintaan domestik seiring dengan masuknya bulan
Puasa dan Lebaran tahun 2016. Tingkat konsumsi
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi
masyarakat pada bulan Ramadhan tahun ini cukup
mendorong peningkatan konsumsi di triwulan II 2016.
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan konsumsi
masyarakat Jawa Tengah pada triwulan II 2016
mengalami peningkatan menjadi sebesar 4,80% (yoy),
dari 4,76% (yoy) pada triwulan I 2016. Sementara itu,
kinerja net ekspor antardaerah Jawa Tengah pada
triwulan laporan sudah mengalami perbaikan
meskipun masih mengalami penurunan sebesar 6,74%
(yoy); lebih kecil dibandingkan penurunan pada
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 32,58%
(yoy). Hal tersebut juga tidak terlepas dari peningkatan
permintaan bahan pangan dari daerah lain sejalan
dengan bulan Puasa dan Lebaran.
Perbaikan kinerja perekonomian Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 sejalan dengan hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil SKDU tersebut, pencapaian Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) pada triwulan laporan
mengalami peningkatan dari 6,72% pada triwulan I
2016 menjadi 33,31% pada triwulan II 2016.
Peningkatan tersebut juga sejalan dari hasil Survei
Penjualan Eceran (SPE) yang ditunjukkan melalui Indeks
Penjualan Riil (IPR) triwulan II 2016 sebesar 187,29;
lebih tinggi dibandingkan IPR triwulan I 2016 yang
sebesar 176,12.
4.1.1.2. Kinerja Korporasi dan Penilaian RisikoSejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang
mengalami peningkatan, hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Jawa Tengah mengindikasikan kegiatan usaha
pada triwulan II 2016 meningkat dibandingkan kondisi
triwulan sebelumnya. Hal tersebut terindikasi dari
pencapaian Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang naik dari 6,72%
pada triwulan I 2016 menjadi 33,31% pada triwulan II
2016.
69STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
penggunaan tenaga kerja pada periode sebelumnya
yang tercatat sebesar -1,20%. Peningkatan
penggunaan tenaga kerja terjadi pada sebagian besar
lapangan usaha, terutama pada lapangan usaha
Industri Pengolahan (SBT 0,72% pada triwulan II 2016;
naik dari -1,89% di triwulan I 2016) dan lapangan
usaha pertanian (SBT 1,78% pada triwulan II 2016; naik
dari -1,34% di triwulan I 2016).
Indikator kinerja keuangan korporasi yang tercermin
dari Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE)
cenderung mengalami perbaikan di triwulan II 2016.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi juga cenderung
member ikan berpengaruh pos i t i f te rhadap
produktivitas korporasi. Hal tersebut terlihat dari 9indikator asset turnover yang naik dari 0,20 di triwulan
I 2016 menjadi 0,24 di triwulan II 2016. Sejalan dengan 10perbaikan asset turnover, inventory turnover
korporasi Jawa Tengah juga mengalami peningkatan
menjadi sebesar 0,18 di triwulan laporan dari 0,16 pada
triwulan sebelumnya.
Peningkatan kegiatan usaha pada triwulan ini terjadi
hampir pada seluruh lapangan usaha, terutama pada
lapangan usaha industri pengolahan yang merupakan
lapangan usaha terbesar di Jawa Tengah. Dibandingkan
dengan triwulan I 2016, lapangan usaha Industri
Pengolahan mengalami peningkatan SBT dari -0,29%
menjadi 8,11%.
Peningkatan kegiatan usaha tersebut juga berdampak
pada naiknya tingkat penggunaan tenaga kerja di Jawa
Tengah. Hal tersebut tercermin dari SBT penggunaan
tenaga kerja triwulan II 2016 yang meningkat menjadi sebesar 10,71%; signifikan lebih tinggi dari SBT
Grafik 4.1 Hasil SKDU Jawa Tengah
40.0 %, SBT
0.0
10.0
20.0
30.0
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II-8.0
-6.0
-4.0
-2.0
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
Grafik 4.2 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja Jawa Tengah
%, SBT
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa Tengah
15%
16%17%
18%
19%
20%21%
22%
23%24%
25%
ASSET TURNOVER
Sumber: Situs IDX, diolah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 4.5 Perkembangan Inventory Turnover Korporasi Jawa Tengah
INVENTORY TURNOVER
10%
12%
14%
16%
18%
20%
22%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 4.3 Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa Tengah
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
ROA ROE
Sumber: Situs IDX, diolah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
Indikator ini mencerminkan rasio penjualan terhadap total aset yang menunjukkan tingkat produktivitas dari sisi kemampuan korporasi dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan penjualan
9. Indikator ini mencerminkan rasio penjualan terhadap persediaan yang menunjukkan tingkat produktivitas dari sisi perputaran persediaan korporasi.
10.
70 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.7 Perkembangan TA/TL Jawa Tengah
TA/TL
Sumber: Situs IDX, diolah
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
2.0
2.1
2.2
2.3
2.4
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 4.9 Perkembangan Current Ratio Korporasi Jawa Tengah
CURRENT RATIO
Sumber: Situs IDX, diolah
0.0
0.51.0
1.5
2.0
2.53.0
3.5
4.04.5
5.0
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 4.8 Perkembangan Debt Equity Ratio (DER) Jawa Tengah
ASSET TURNOVER
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.3
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 4.6 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa Tengah
-1
0
1
2
3
4
5
ICRDSR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
Beban korporasi Jawa Tengah dalam membayar
utang pada triwulan I I 2016 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Rasio beban utang korporasi (debt
service ratio) korporasi Jawa Tengah pada triwulan
laporan tercatat sebesar 3,02; meningkat dibandingkan 11
triwulan I 2016 yang tercatat sebesar 0,24 . Sementara
itu, kemampuan korporasi Jawa Tengah dalam
membayar bunga cenderung mengalami penurunan
pada triwulan ini. Rasio ICR (interest coverage ratio)
menunjukkan penurunan dari 2,83 pada triwulan I 122016 menjadi sebesar 2,59 pada triwulan II 2016.
Sejalan dengan perbaikan kinerja perekonomian Jawa
Tengah pada triwulan II 2016, Debt Equity Ratio (DER)
sebagai salah satu indikator ketahanan korporasi dalam
jangka panjang (solvabilitas) juga mengalami
peningkatan dari 1,12 pada triwulan lalu menjadi 1,16
pada triwulan laporan. Sementara itu, rasio TA/TL
korporasi Jawa Tengah cenderung stabil dari sebesar
1,89 pada triwulan I 2016 menjadi 1,87 pada triwulan II
2016.
Ketahanan jangka pendek (likuiditas) koporasi Jawa
Tengah juga mengalami perbaikan pada triwulan II
2016. Hal tersebut tercermin dari peningkatan current
ratio (CR) yang mengalami peningkatan dari sebesar
2,81 pada triwulan lalu menjadi 2,92 pada triwulan
laporan.
4.1.1.3. Perkembangan Indikator Perbankan pada
Lapangan Usaha Utama Jawa Tengah
Secara umum, pergerakan laju kredit tahunan dengan
pergerakan pertumbuhan ekonomi lapangan usaha
utama Jawa Tengah menunjukkan arah yang sejalan
dengan kecenderungan yang meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah masih bersumber dari tiga lapangan usaha
utama, yakni industri pengolahan (34,90%); pertanian,
kehutanan dan perikanan (15,03%); dan perdagangan
besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor
(13,39%). Lapangan usaha industri pengolahan dan
pertanian, kehutanan & perikanan mengalami
pertumbuhan yang meningkat pada triwulan II 2016.
Sementara itu, lapangan usaha perdagangan
mengalami pertumbuhan yang melambat pada
triwulan II 2016. DSR: Cicilan pokok + bunga / EBITDAICR: EBIT / biaya bunga. Threshold ICR yang aman adalah di atas 1,5
11.12.
71STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
penggunaan tenaga kerja pada periode sebelumnya
yang tercatat sebesar -1,20%. Peningkatan
penggunaan tenaga kerja terjadi pada sebagian besar
lapangan usaha, terutama pada lapangan usaha
Industri Pengolahan (SBT 0,72% pada triwulan II 2016;
naik dari -1,89% di triwulan I 2016) dan lapangan
usaha pertanian (SBT 1,78% pada triwulan II 2016; naik
dari -1,34% di triwulan I 2016).
Indikator kinerja keuangan korporasi yang tercermin
dari Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE)
cenderung mengalami perbaikan di triwulan II 2016.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi juga cenderung
member ikan berpengaruh pos i t i f te rhadap
produktivitas korporasi. Hal tersebut terlihat dari 9indikator asset turnover yang naik dari 0,20 di triwulan
I 2016 menjadi 0,24 di triwulan II 2016. Sejalan dengan 10perbaikan asset turnover, inventory turnover
korporasi Jawa Tengah juga mengalami peningkatan
menjadi sebesar 0,18 di triwulan laporan dari 0,16 pada
triwulan sebelumnya.
Peningkatan kegiatan usaha pada triwulan ini terjadi
hampir pada seluruh lapangan usaha, terutama pada
lapangan usaha industri pengolahan yang merupakan
lapangan usaha terbesar di Jawa Tengah. Dibandingkan
dengan triwulan I 2016, lapangan usaha Industri
Pengolahan mengalami peningkatan SBT dari -0,29%
menjadi 8,11%.
Peningkatan kegiatan usaha tersebut juga berdampak
pada naiknya tingkat penggunaan tenaga kerja di Jawa
Tengah. Hal tersebut tercermin dari SBT penggunaan
tenaga kerja triwulan II 2016 yang meningkat menjadi sebesar 10,71%; signifikan lebih tinggi dari SBT
Grafik 4.1 Hasil SKDU Jawa Tengah
40.0 %, SBT
0.0
10.0
20.0
30.0
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II-8.0
-6.0
-4.0
-2.0
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
Grafik 4.2 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja Jawa Tengah
%, SBT
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa Tengah
15%
16%17%
18%
19%
20%21%
22%
23%24%
25%
ASSET TURNOVER
Sumber: Situs IDX, diolah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 4.5 Perkembangan Inventory Turnover Korporasi Jawa Tengah
INVENTORY TURNOVER
10%
12%
14%
16%
18%
20%
22%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 4.3 Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa Tengah
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
ROA ROE
Sumber: Situs IDX, diolah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
Indikator ini mencerminkan rasio penjualan terhadap total aset yang menunjukkan tingkat produktivitas dari sisi kemampuan korporasi dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan penjualan
9. Indikator ini mencerminkan rasio penjualan terhadap persediaan yang menunjukkan tingkat produktivitas dari sisi perputaran persediaan korporasi.
10.
70 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.7 Perkembangan TA/TL Jawa Tengah
TA/TL
Sumber: Situs IDX, diolah
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
2.0
2.1
2.2
2.3
2.4
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 4.9 Perkembangan Current Ratio Korporasi Jawa Tengah
CURRENT RATIO
Sumber: Situs IDX, diolah
0.0
0.51.0
1.5
2.0
2.53.0
3.5
4.04.5
5.0
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 4.8 Perkembangan Debt Equity Ratio (DER) Jawa Tengah
ASSET TURNOVER
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.3
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
Grafik 4.6 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa Tengah
-1
0
1
2
3
4
5
ICRDSR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
Beban korporasi Jawa Tengah dalam membayar
utang pada triwulan I I 2016 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Rasio beban utang korporasi (debt
service ratio) korporasi Jawa Tengah pada triwulan
laporan tercatat sebesar 3,02; meningkat dibandingkan 11
triwulan I 2016 yang tercatat sebesar 0,24 . Sementara
itu, kemampuan korporasi Jawa Tengah dalam
membayar bunga cenderung mengalami penurunan
pada triwulan ini. Rasio ICR (interest coverage ratio)
menunjukkan penurunan dari 2,83 pada triwulan I 122016 menjadi sebesar 2,59 pada triwulan II 2016.
Sejalan dengan perbaikan kinerja perekonomian Jawa
Tengah pada triwulan II 2016, Debt Equity Ratio (DER)
sebagai salah satu indikator ketahanan korporasi dalam
jangka panjang (solvabilitas) juga mengalami
peningkatan dari 1,12 pada triwulan lalu menjadi 1,16
pada triwulan laporan. Sementara itu, rasio TA/TL
korporasi Jawa Tengah cenderung stabil dari sebesar
1,89 pada triwulan I 2016 menjadi 1,87 pada triwulan II
2016.
Ketahanan jangka pendek (likuiditas) koporasi Jawa
Tengah juga mengalami perbaikan pada triwulan II
2016. Hal tersebut tercermin dari peningkatan current
ratio (CR) yang mengalami peningkatan dari sebesar
2,81 pada triwulan lalu menjadi 2,92 pada triwulan
laporan.
4.1.1.3. Perkembangan Indikator Perbankan pada
Lapangan Usaha Utama Jawa Tengah
Secara umum, pergerakan laju kredit tahunan dengan
pergerakan pertumbuhan ekonomi lapangan usaha
utama Jawa Tengah menunjukkan arah yang sejalan
dengan kecenderungan yang meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah masih bersumber dari tiga lapangan usaha
utama, yakni industri pengolahan (34,90%); pertanian,
kehutanan dan perikanan (15,03%); dan perdagangan
besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor
(13,39%). Lapangan usaha industri pengolahan dan
pertanian, kehutanan & perikanan mengalami
pertumbuhan yang meningkat pada triwulan II 2016.
Sementara itu, lapangan usaha perdagangan
mengalami pertumbuhan yang melambat pada
triwulan II 2016. DSR: Cicilan pokok + bunga / EBITDAICR: EBIT / biaya bunga. Threshold ICR yang aman adalah di atas 1,5
11.12.
71STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTORPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN NPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN (RHS)
Grafik 4.12 Perkembangan Pertumbuhan Kreditdan Risiko Sektor Perdagangan Besar dan Eceran
0%
10%
20%
30%
40%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI INDUSTRI PENGOLAHAN PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHANNPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (RHS)
Grafik 4.10 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Risiko Sektor Industri Pengolahan
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI PERTANIANPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN
NPL SEKTOR PERTANIAN (RHS)
Grafik 4.11 Perkembangan Pertumbuhan Kreditdan Risiko Sektor Pertanian
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
10.0%
12.0%
14.0%
16.0%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar -2,01%
(yoy). Perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian
tersebut juga diiringi dengan penurunan NPL yang
menjadi sebesar 12,17% pada triwulan laporan,
menurun dari 12,91% pada triwulan sebelumnya.
Perlambatan kinerja lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran pada triwulan II 2016 sejalan
peningkatan NPL kredit sektor perdagangan besar dan
eceran. Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran pada triwulan II 2016
tercatat sebesar 4,45% (yoy), melambat dibandingkan
triwulan I 2016 yang sebesar 6,99% (yoy). Penurunan
kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan eceran
tersebut juga diiringi dengan kenaikan NPL sektor
perdagangan besar dan eceran yang menjadi sebesar
3,86% pada triwulan laporan, meningkat dari 3,69%
pada triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan yang
mengalami peningkatan pada triwulan II 2016 sejalan
dengan pertumbuhan lapangan usaha industri
pengolahan yang juga mengalami peningkatan. Kredit
sektor industri pengolahan pada triwulan II 2016
tumbuh sebesar 11,33% (yoy), atau meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
11,22% (yoy). Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha
industri pengolahan pada triwulan II 2016 tercatat
sebesar 5,24% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan I 2016 yang sebesar 4,04% (yoy). Peningkatan
pe r tumbuhan te r sebut t idak te r l epas da r i
meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan
bulan Puasa yang ada di triwulan II 2016.
Peningkatan pertumbuhan kredit sektor pertanian
pada triwulan ini juga terjadi bersamaan dengan
perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian. Kredit
sektor pertanian pada triwulan II 2016 tumbuh sebesar
11,04% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 9,08% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi lapangan usaha pertanian pada triwulan II
2016 tercatat sebesar -0,07% (yoy), membaik
4.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah TanggaKonsumsi rumah tangga pada triwulan II 2016
mengalami peningkatan sejalan dengan perbaikan
kondisi perekonomian. Konsumsi rumah tangga pada
triwulan II 2016 tercatat mengalami pertumbuhan
sebesar 4,80% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan I 2016 yang tercatat sebesar 4,76% (yoy).
Peningkatan konsumsi pada musim Puasa dan Lebaran
yang disertai dengan terjaganya inflasi pada triwulan
laporan turut meningkatkan daya beli dan tingkat
konsumsi masyarakat Jawa Tengah pada triwulan
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga
72 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH laporan. Berdasarkan Survei Konsumen (SK) Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah,
terlihat bahwa optimisme konsumen terhadap kondisi
ekonomi Jawa Tengah pada triwulan laporan tergolong
baik. Hal tersebut tercermin dari Indeks Kondisi
Ekonomi saat ini (IKE) yang secara rata-rata triwulan II
2016 tercatat sebesar 113,52; lebih t inggi
dibandingkan rata-rata IKE triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 110,0. Peningkatan terutama terjadi
pada komponen ketersediaan tenaga kerja dan
penghasilan konsumen. Selain itu, konsumsi juga
didorong oleh beberapa pelonggaran kebijakan yang
ditransmisikan lewat pembiayaan kredit, antara lain
penurunan BI Rate serta penurunan Giro Wajib 13Minimum (GWM). Kredit konsumsi pada triwulan II
2016 tercatat tumbuh 8,82% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2016 yang
sebesar 7,83% (yoy). Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh kredit kendaraan bermotor dan
perlengkapan rumah tangga.
4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga /
Perseorangan (DPK RT) di Perbankan
Pertumbuhan DPK RT Jawa Tengah pada triwulan
II 2016 meningkat dibandingkan triwulan I 2016.
DPK RT pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar
15,08% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan
lalu yang tercatat sebesar 10,83% (yoy). Sejalan
dengan pola historisnya, sektor RT masih mendominasi
porsi DPK perbankan. Porsi DPK RT pada triwulan II
2016 juga mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan I 2016 dari sebesar 72,08% menjadi 73,16%.
Apabila ditinjau lebih lanjut, preferensi RT dalam
menyimpan uangnya masih didominasi oleh tabungan
dan deposito dengan porsi masing-masing sebesar
64,84% dan 31,68% pada triwulan II 2016.
Pertumbuhan DPK RT dalam bentuk tabungan
mengalami peningkatan pada triwulan laporan
menjadi 19,87% (yoy) dari 12,79% (yoy) pada triwulan
sebe lumnya. Se ja lan dengan tabungan RT,
pertumbuhan deposito RT pada triwulan laporan juga
mengalami peningkatan menjadi 8,40% (yoy) dari
7,92% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan DPK RT
dalam bentuk giro pada triwulan II 2016 terkontraksi
sebesar 2,70% (yoy) setelah tumbuh 4,67% (yoy) pada
triwulan sebelumnya.
Sejalan dengan pola historisnya, bila ditinjau
berdasarkan kelompok nilainya, terlihat bahwa
ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap
deposan perseorangan dengan nilai besar juga masih
tinggi pada triwulan II 2016. Hal tersebut tercermin dari
2,12% deposan perseorangan dengan nilai tabungan
di atas Rp 1 Miliar yang menguasai 54,39% tabungan
perseorangan Jawa Tengah.
Berdasarkan Lokasi Proyek13.
PERSEORANGAN NON PERSEORANGAN
Grafik 4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangandan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.14 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangandan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
DPK PERSEORANGANTOTAL DPK NON PERSEORANGAN
0
5
10
15
20
25
30
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
73STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTORPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN NPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN (RHS)
Grafik 4.12 Perkembangan Pertumbuhan Kreditdan Risiko Sektor Perdagangan Besar dan Eceran
0%
10%
20%
30%
40%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI INDUSTRI PENGOLAHAN PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHANNPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (RHS)
Grafik 4.10 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Risiko Sektor Industri Pengolahan
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI PERTANIANPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN
NPL SEKTOR PERTANIAN (RHS)
Grafik 4.11 Perkembangan Pertumbuhan Kreditdan Risiko Sektor Pertanian
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
10.0%
12.0%
14.0%
16.0%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II
dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar -2,01%
(yoy). Perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian
tersebut juga diiringi dengan penurunan NPL yang
menjadi sebesar 12,17% pada triwulan laporan,
menurun dari 12,91% pada triwulan sebelumnya.
Perlambatan kinerja lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran pada triwulan II 2016 sejalan
peningkatan NPL kredit sektor perdagangan besar dan
eceran. Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran pada triwulan II 2016
tercatat sebesar 4,45% (yoy), melambat dibandingkan
triwulan I 2016 yang sebesar 6,99% (yoy). Penurunan
kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan eceran
tersebut juga diiringi dengan kenaikan NPL sektor
perdagangan besar dan eceran yang menjadi sebesar
3,86% pada triwulan laporan, meningkat dari 3,69%
pada triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan yang
mengalami peningkatan pada triwulan II 2016 sejalan
dengan pertumbuhan lapangan usaha industri
pengolahan yang juga mengalami peningkatan. Kredit
sektor industri pengolahan pada triwulan II 2016
tumbuh sebesar 11,33% (yoy), atau meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
11,22% (yoy). Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha
industri pengolahan pada triwulan II 2016 tercatat
sebesar 5,24% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan I 2016 yang sebesar 4,04% (yoy). Peningkatan
pe r tumbuhan te r sebut t idak te r l epas da r i
meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan
bulan Puasa yang ada di triwulan II 2016.
Peningkatan pertumbuhan kredit sektor pertanian
pada triwulan ini juga terjadi bersamaan dengan
perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian. Kredit
sektor pertanian pada triwulan II 2016 tumbuh sebesar
11,04% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 9,08% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi lapangan usaha pertanian pada triwulan II
2016 tercatat sebesar -0,07% (yoy), membaik
4.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah TanggaKonsumsi rumah tangga pada triwulan II 2016
mengalami peningkatan sejalan dengan perbaikan
kondisi perekonomian. Konsumsi rumah tangga pada
triwulan II 2016 tercatat mengalami pertumbuhan
sebesar 4,80% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan I 2016 yang tercatat sebesar 4,76% (yoy).
Peningkatan konsumsi pada musim Puasa dan Lebaran
yang disertai dengan terjaganya inflasi pada triwulan
laporan turut meningkatkan daya beli dan tingkat
konsumsi masyarakat Jawa Tengah pada triwulan
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga
72 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH laporan. Berdasarkan Survei Konsumen (SK) Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah,
terlihat bahwa optimisme konsumen terhadap kondisi
ekonomi Jawa Tengah pada triwulan laporan tergolong
baik. Hal tersebut tercermin dari Indeks Kondisi
Ekonomi saat ini (IKE) yang secara rata-rata triwulan II
2016 tercatat sebesar 113,52; lebih t inggi
dibandingkan rata-rata IKE triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 110,0. Peningkatan terutama terjadi
pada komponen ketersediaan tenaga kerja dan
penghasilan konsumen. Selain itu, konsumsi juga
didorong oleh beberapa pelonggaran kebijakan yang
ditransmisikan lewat pembiayaan kredit, antara lain
penurunan BI Rate serta penurunan Giro Wajib 13Minimum (GWM). Kredit konsumsi pada triwulan II
2016 tercatat tumbuh 8,82% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2016 yang
sebesar 7,83% (yoy). Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh kredit kendaraan bermotor dan
perlengkapan rumah tangga.
4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga /
Perseorangan (DPK RT) di Perbankan
Pertumbuhan DPK RT Jawa Tengah pada triwulan
II 2016 meningkat dibandingkan triwulan I 2016.
DPK RT pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar
15,08% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan
lalu yang tercatat sebesar 10,83% (yoy). Sejalan
dengan pola historisnya, sektor RT masih mendominasi
porsi DPK perbankan. Porsi DPK RT pada triwulan II
2016 juga mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan I 2016 dari sebesar 72,08% menjadi 73,16%.
Apabila ditinjau lebih lanjut, preferensi RT dalam
menyimpan uangnya masih didominasi oleh tabungan
dan deposito dengan porsi masing-masing sebesar
64,84% dan 31,68% pada triwulan II 2016.
Pertumbuhan DPK RT dalam bentuk tabungan
mengalami peningkatan pada triwulan laporan
menjadi 19,87% (yoy) dari 12,79% (yoy) pada triwulan
sebe lumnya. Se ja lan dengan tabungan RT,
pertumbuhan deposito RT pada triwulan laporan juga
mengalami peningkatan menjadi 8,40% (yoy) dari
7,92% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan DPK RT
dalam bentuk giro pada triwulan II 2016 terkontraksi
sebesar 2,70% (yoy) setelah tumbuh 4,67% (yoy) pada
triwulan sebelumnya.
Sejalan dengan pola historisnya, bila ditinjau
berdasarkan kelompok nilainya, terlihat bahwa
ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap
deposan perseorangan dengan nilai besar juga masih
tinggi pada triwulan II 2016. Hal tersebut tercermin dari
2,12% deposan perseorangan dengan nilai tabungan
di atas Rp 1 Miliar yang menguasai 54,39% tabungan
perseorangan Jawa Tengah.
Berdasarkan Lokasi Proyek13.
PERSEORANGAN NON PERSEORANGAN
Grafik 4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangandan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.14 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangandan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
DPK PERSEORANGANTOTAL DPK NON PERSEORANGAN
0
5
10
15
20
25
30
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
73STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
PENGELOMPOKAN
Tabel 4.1. Pengelompokkan Tabungan Perseorangan Berdasarkan Nilainya
PANGSANOMINAL
PANGSADEPOSAN
I
2015
II III IV I
2016
PANGSANOMINAL
PANGSADEPOSAN
PANGSANOMINAL
PANGSADEPOSAN
PANGSANOMINAL
PANGSADEPOSAN
PANGSANOMINAL
PANGSADEPOSAN
55.84%
23.32%
5.00%
15.84%
II
PANGSANOMINAL
PANGSADEPOSAN
99.39%
0.55%
0.03%
0.03%
55.64%
23.54%
5.08%
15.74%
99.38%
0.55%
0.03%
0.03%
54.60%
23.72%
5.40%
16.28%
99.36%
0.57%
0.04%
0.03%
54.00%
23.97%
5.12%
16.91%
99.32%
0.61%
0.04%
0.03%
53.25%
25.90%
5.63%
15.22%
99.24%
0.69%
0.04%
0.03%
54.61%
24.36%
5.40%
15.63%
54.61%
24.36%
5.40%
15.63%
Sesuai dengan pola hisotrisnya, pangsa kredit RT masih
didominasi oleh Kredit Multiguna yang kemudian
diikuti oleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Pangsa
Kredit Multiguna pada triwulan laporan tercatat
sebesar 26,07% sementara Kredit Pemilikan Rumah
tercatat sebesar 24,69%. Sejalan dengan peningkatan
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah di triwulan II
2016, rasio NPL kredit RT Jawa Tengah di triwulan
laporan juga cenderung menurun untuk hampir
seluruh kategori kredit RT.
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di PerbankanSejalan dengan peningkatan pertumbuhan DPK RT,
penyaluran kredit RT pada triwulan II 2016 juga
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit RT pada
triwulan laporan tercatat sebesar 8,82% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang tercatat
sebesar 7,83% (yoy). Peningkatan tersebut tertutama
didorong oleh peningkatan penyaluran Kredit
Multiguna yang tercatat sebesar 7,84% (yoy) pada
triwulan ini atau meningkat dibandingkan dengan
triwulan lalu yang tercatat sebesar 7,44% (yoy).
Grafik 4.15 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangandan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.16 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangandan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%50
40
30
20
10
0
-10
%, YOY
KPR KKB PERLENGKAPAN RT - RHS MULTIGUNA LAINNYA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
KPR KKB PERLENGKAPAN RT - RHS MULTIGUNA LAINNYA
Tabel 4.2. Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per Kategori
KATEGORI
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN S.D. TIPE 21
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE 22 S.D. 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE DIATAS 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO) ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN MOBIL RODA EMPAT
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN SEPEDA BERMOTOR
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN TRUK DAN KENDARAAN BERMOTOR RODA ENAM ATAU LEBIH
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR LAINNYA
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FURNITUR DAN PERALATAN RUMAH TANGGA
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN TELEVISI, RADIO, DAN ALAT ELEKTRONIK
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN KOMPUTER DAN ALAT KOMUNIKASI
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN PERALATAN LAINNYA
RUMAH TANGGA UNTUK KEPERLUAN MULTIGUNA
RUMAH TANGGA UNTUK KEPERLUAN YANG TIDAK DIKLASIFIKASIKAN DI TEMPAT LAIN
BUKAN LAPANGAN USAHA LAINNYA
I
2015
II III IV I
1.61%
2.32%
3.03%
0.63%
2.61%
5.84%
4.19%
0.67%
1.88%
1.52%
0.55%
1.54%
1.02%
8.06%
4.19%
1.05%
1.46%
0.44%
1.75%
2.43%
3.01%
0.51%
2.23%
12.91%
4.36%
0.77%
1.94%
1.13%
0.54%
1.47%
0.97%
11.63%
1.50%
1.16%
1.20%
0.48%
1.89%
2.41%
3.11%
0.56%
2.74%
12.99%
4.37%
0.83%
1.91%
0.61%
0.67%
1.98%
0.43%
9.08%
2.22%
1.15%
1.23%
0.47%
1.50%
1.85%
2.78%
0.11%
3.23%
10.80%
3.34%
0.75%
1.82%
0.95%
1.96%
2.31%
0.14%
7.45%
1.66%
0.99%
1.17%
0.47%
1.95%
1.91%
2.76%
0.29%
3.50%
6.73%
4.29%
0.73%
1.88%
1.16%
2.27%
6.75%
0.23%
5.52%
1.28%
1.04%
0.91%
0.53%
II
2016
2.08%
1.83%
2.83%
5.31%
2.27%
4.64%
3.77%
0.63%
2.38%
0.70%
2.10%
6.48%
0.27%
2.08%
1.10%
1.04%
0.85%
0.51%
74 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Indikator utama kinerja perbankan di Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 menunjukkan
kinerja yang beragam. Pertumbuhan aset perbankan
Jawa Tengah mengalami perlambatan dibandingkan
triwulan I 2016. Pertumbuhan DPK perbankan Jawa
Tengah pada triwulan laporan juga mengalami
perlambatan. Sementara itu, kredit perbankan Jawa
Tengah mengalami pertumbuhan yang meningkat
dibandingkan triwulan lalu.
Secara tahunan, total aset perbankan Jawa
Tengah mengalami pertumbuhan yang melambat
pada triwulan II 2016. Total aset perbankan Jawa
Tengah tercatat mengalami pertumbuhan sebesar
9,98% (yoy) pada triwulan laporan, atau melambat
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
12,57% (yoy).. Total aset bank umum di Jawa Tengah
pada triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp297,36 triliun.
Dibandingkan dengan beberapa provinsi di Pulau Jawa
lainnya yang secara umum juga mengalami
perlambatan, laju pertumbuhan aset perbankan di
Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat lebih tinggi
(Grafik 3.2). Peningkatan laju pertumbuhan aset pada
triwulan laporan terjadi di Provinsi DKI Jakarta dan DI
Yogyaka r t a . D i band ingkan dengan angka
pertumbuhan aset nasional yang tercatat sebesar
5,49% (yoy), pertumbuhan aset perbankan Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 masih lebih tinggi.
Fungsi intermediasi perbankan yang tercermin
m e l a l u i p e n y a l u r a n k re d i t m e n g a l a m i
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan II 2016, kredit perbankan Jawa Tengah
tumbuh 10,21% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,58%
(yoy). Total kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp226,16 triliun.
Sejalan dengan pertumbuhan aset Jawa Tengah yang
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
0
5
10
15
20
25
30 %, YOY
0
5
10
15
20
25
30
Grafik 4.17 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
Grafik 4.18 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
%, YOY
0
5
10
15
20
25
30
35 %
0
20
40
60
80
100
120
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
Grafik 4.19 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
Grafik 4.20 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsidi Pulau Jawa
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
IIII III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II
%YOY
144.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank14.
75STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
PENGELOMPOKAN
Tabel 4.1. Pengelompokkan Tabungan Perseorangan Berdasarkan Nilainya
PANGSANOMINAL
PANGSADEPOSAN
I
2015
II III IV I
2016
PANGSANOMINAL
PANGSADEPOSAN
PANGSANOMINAL
PANGSADEPOSAN
PANGSANOMINAL
PANGSADEPOSAN
PANGSANOMINAL
PANGSADEPOSAN
55.84%
23.32%
5.00%
15.84%
II
PANGSANOMINAL
PANGSADEPOSAN
99.39%
0.55%
0.03%
0.03%
55.64%
23.54%
5.08%
15.74%
99.38%
0.55%
0.03%
0.03%
54.60%
23.72%
5.40%
16.28%
99.36%
0.57%
0.04%
0.03%
54.00%
23.97%
5.12%
16.91%
99.32%
0.61%
0.04%
0.03%
53.25%
25.90%
5.63%
15.22%
99.24%
0.69%
0.04%
0.03%
54.61%
24.36%
5.40%
15.63%
54.61%
24.36%
5.40%
15.63%
Sesuai dengan pola hisotrisnya, pangsa kredit RT masih
didominasi oleh Kredit Multiguna yang kemudian
diikuti oleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Pangsa
Kredit Multiguna pada triwulan laporan tercatat
sebesar 26,07% sementara Kredit Pemilikan Rumah
tercatat sebesar 24,69%. Sejalan dengan peningkatan
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah di triwulan II
2016, rasio NPL kredit RT Jawa Tengah di triwulan
laporan juga cenderung menurun untuk hampir
seluruh kategori kredit RT.
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di PerbankanSejalan dengan peningkatan pertumbuhan DPK RT,
penyaluran kredit RT pada triwulan II 2016 juga
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit RT pada
triwulan laporan tercatat sebesar 8,82% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang tercatat
sebesar 7,83% (yoy). Peningkatan tersebut tertutama
didorong oleh peningkatan penyaluran Kredit
Multiguna yang tercatat sebesar 7,84% (yoy) pada
triwulan ini atau meningkat dibandingkan dengan
triwulan lalu yang tercatat sebesar 7,44% (yoy).
Grafik 4.15 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangandan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.16 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangandan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%50
40
30
20
10
0
-10
%, YOY
KPR KKB PERLENGKAPAN RT - RHS MULTIGUNA LAINNYA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
KPR KKB PERLENGKAPAN RT - RHS MULTIGUNA LAINNYA
Tabel 4.2. Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per Kategori
KATEGORI
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN S.D. TIPE 21
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE 22 S.D. 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE DIATAS 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO) ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN MOBIL RODA EMPAT
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN SEPEDA BERMOTOR
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN TRUK DAN KENDARAAN BERMOTOR RODA ENAM ATAU LEBIH
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR LAINNYA
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FURNITUR DAN PERALATAN RUMAH TANGGA
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN TELEVISI, RADIO, DAN ALAT ELEKTRONIK
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN KOMPUTER DAN ALAT KOMUNIKASI
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN PERALATAN LAINNYA
RUMAH TANGGA UNTUK KEPERLUAN MULTIGUNA
RUMAH TANGGA UNTUK KEPERLUAN YANG TIDAK DIKLASIFIKASIKAN DI TEMPAT LAIN
BUKAN LAPANGAN USAHA LAINNYA
I
2015
II III IV I
1.61%
2.32%
3.03%
0.63%
2.61%
5.84%
4.19%
0.67%
1.88%
1.52%
0.55%
1.54%
1.02%
8.06%
4.19%
1.05%
1.46%
0.44%
1.75%
2.43%
3.01%
0.51%
2.23%
12.91%
4.36%
0.77%
1.94%
1.13%
0.54%
1.47%
0.97%
11.63%
1.50%
1.16%
1.20%
0.48%
1.89%
2.41%
3.11%
0.56%
2.74%
12.99%
4.37%
0.83%
1.91%
0.61%
0.67%
1.98%
0.43%
9.08%
2.22%
1.15%
1.23%
0.47%
1.50%
1.85%
2.78%
0.11%
3.23%
10.80%
3.34%
0.75%
1.82%
0.95%
1.96%
2.31%
0.14%
7.45%
1.66%
0.99%
1.17%
0.47%
1.95%
1.91%
2.76%
0.29%
3.50%
6.73%
4.29%
0.73%
1.88%
1.16%
2.27%
6.75%
0.23%
5.52%
1.28%
1.04%
0.91%
0.53%
II
2016
2.08%
1.83%
2.83%
5.31%
2.27%
4.64%
3.77%
0.63%
2.38%
0.70%
2.10%
6.48%
0.27%
2.08%
1.10%
1.04%
0.85%
0.51%
74 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Indikator utama kinerja perbankan di Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 menunjukkan
kinerja yang beragam. Pertumbuhan aset perbankan
Jawa Tengah mengalami perlambatan dibandingkan
triwulan I 2016. Pertumbuhan DPK perbankan Jawa
Tengah pada triwulan laporan juga mengalami
perlambatan. Sementara itu, kredit perbankan Jawa
Tengah mengalami pertumbuhan yang meningkat
dibandingkan triwulan lalu.
Secara tahunan, total aset perbankan Jawa
Tengah mengalami pertumbuhan yang melambat
pada triwulan II 2016. Total aset perbankan Jawa
Tengah tercatat mengalami pertumbuhan sebesar
9,98% (yoy) pada triwulan laporan, atau melambat
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
12,57% (yoy).. Total aset bank umum di Jawa Tengah
pada triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp297,36 triliun.
Dibandingkan dengan beberapa provinsi di Pulau Jawa
lainnya yang secara umum juga mengalami
perlambatan, laju pertumbuhan aset perbankan di
Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat lebih tinggi
(Grafik 3.2). Peningkatan laju pertumbuhan aset pada
triwulan laporan terjadi di Provinsi DKI Jakarta dan DI
Yogyaka r t a . D i band ingkan dengan angka
pertumbuhan aset nasional yang tercatat sebesar
5,49% (yoy), pertumbuhan aset perbankan Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 masih lebih tinggi.
Fungsi intermediasi perbankan yang tercermin
m e l a l u i p e n y a l u r a n k re d i t m e n g a l a m i
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan II 2016, kredit perbankan Jawa Tengah
tumbuh 10,21% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,58%
(yoy). Total kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp226,16 triliun.
Sejalan dengan pertumbuhan aset Jawa Tengah yang
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
0
5
10
15
20
25
30 %, YOY
0
5
10
15
20
25
30
Grafik 4.17 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
Grafik 4.18 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
%, YOY
0
5
10
15
20
25
30
35 %
0
20
40
60
80
100
120
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
Grafik 4.19 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
Grafik 4.20 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsidi Pulau Jawa
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
IIII III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II
%YOY
144.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank14.
75STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
ASET DPK KREDIT
Grafik 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.22 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
%%
95
97
99
101
103
105
107
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II0
50
100
150
200
250
300
350
8
13
18
23
28RP TRILIUN
4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor BankPerkembangan jaringan kantor bank umum di
Jawa Tengah pada triwulan II 2016 relatif stabil
dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 4.3).
Pada triwulan laporan jumlah kantor bank umum di
Jawa Tengah berjumlah 3.340 kantor atau menurun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebanyak 3.341 kantor. Penurunan tersebut
terutama terjadi pada kelompok bank swasta nasional.
Pada kelompok tersebut, jumlah kantor cabang
pembantu turun menjadi 1.051 kantor, dari
sebelumnya 1.054 kantor pada triwulan I 2016. Namun
demikian, kelompok bank pemerintah daerah
mengalami peningkatan jumlah kantor di triwulan
laporan. Peningkatan jumlah kantor terjadi pada kantor
kas yang berkurang sebanyak 156 kantor. Sementara
itu, bank pemerintah daerah tidak mengalami
perubahan jumlah kantor pada triwulan laporan.
Bank Asing dan Bank Campuran tidak mengalami
perubahan jumlah maupun komposisi kantor pada
triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan laporan, terdapat 21 kantor
Bank Asing dan Bank Campuran di Jawa Tengah yang
terdiri dari 14 kantor cabang dan 7 kantor cabang
pembantu.
berada di atas nasional, pertumbuhan kredit
perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan juga
lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit
nasional yang tercatat sebesar 8,78% (yoy).
Dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa,
laju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah juga
cenderung lebih tinggi (Grafik 3.3).
Sementara itu, tingkat kualitas kredit perbankan Jawa
Tengah menurun pada triwulan laporan. Pada triwulan
II 2016, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level
3,43%, atau meningkat dibandingkan dengan NPL
Jawa Tengah pada triwulan lalu yang tercatat sebesar
3,22%. Tingkat NPL kredit di Jawa Tengah ini juga lebih
tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar
3,03%.
Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 mengalami
peningkatan. LDR pada triwulan laporan tercatat
sebesar 100,50%, naik dari triwulan I 2016 yang
tercatat sebesar 99,99%. Angka LDR tersebut masih
lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang hanya
tercatat sebesar 91,81%. Tingkat LDR perbankan Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 juga berada di atas semua
provinsi lainnya di Pulau Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa
Timur, dan DKI Jakarta, serta Banten sesuai dengan pola
historisnya (Grafik 3.4).
4.2.1. Perkembangan Bank Umum
76 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH Tabel 4.3. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah
1) Termasuk BRI UNIT
KETERANGANI
2014
II III IV
53
2
3,759
2,258
-
80
1,872
306
287
1
42
106
138
1,192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
I
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
BANK PEMERINTAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK PEMERINTAH DAERAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK SWASTA NASIONAL
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK KONVENSIONAL
JUMLAH BANK UMUM
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
II
2015
III IV I II
2016
53
1
3,504
2,043
-
80
1,779
184
297
1
43
110
143
1,143
-
190
863
90
21
-
14
6
1
53
1
3,479
2,052
-
80
1,784
188
305
1
44
114
146
1,101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
54
1
3,357
1,938
-
80
1,619
239
306
1
44
117
145
1,092
-
195
813
84
21
-
14
6
1
54
1
3,342
1,916
-
80
1,629
207
312
1
45
119
147
1,093
-
194
812
87
21
-
14
6
1
54
1
3,342
1,940
-
80
1,652
208
311
1
45
119
146
1,070
-
194
790
86
21
-
14
7
-
54
1
3,333
1,941
-
80
1,652
209
313
1
45
120
147
1,058
-
193
774
91
21
-
14
7
-
54
1
3,341
1,944
-
80
1,654
210
322
1
45
122
154
1,054
-
197
765
92
21
-
14
7
-
54
1
3,340
1,944
-
80
1,654
210
324
1
45
122
156
1,051
-
197
756
98
21
-
14
7
-
54
2
3,535
2,049
-
80
1,759
210
294
1
43
107
143
1,171
1
199
865
106
21
-
14
6
1
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan DPKPerlambatan pertumbuhan DPK pada triwulan II
2016 didorong oleh penurunan pertumbuhan giro
serta perlambatan pertumbuhan deposito.
Pertumbuhan giro pada triwulan laporan tercatat
sebesar -7,21% (yoy) atau menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,54%
(yoy). Penurunan tersebut terutama didorong oleh giro
badan-badan dan lembaga-lembaga pemerintah yang
tumbuh sebesar -26,77% (yoy), menurun dari 10,77%
(yoy) pada triwulan I 2016. Penurunan giro badan-
badan dan lembaga-lembaga pemerintah tersebut
memberikan tekanan yang besar kepada pertumbuhan
giro sejalan dengan pangsanya yang besar, yakni
40,16% dari keseluruhan giro di Jawa Tengah.
Penurunan tersebut sejalan dengan komitmen
pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah untuk mempercepat realisasi
belanjanya. Selain itu, pendapatan Pemeintah Daerah
yang belum maksimal di awal tahun diperkirakan turut
memberikan tekanan terhadap pertumbuhan giro
badan-badan dan lembaga-lembaga pemerintah di
triwulan II 2016. Pangsa giro terhadap total DPK Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 13,84%.
Pertumbuhan deposito perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan tercatat sebesar 10,13% (yoy) atau
melambat dibandingkan triwulan I 2016 yang tercatat
sebesar 13,50% (yoy). Perlambatan pertumbuhan
deposito Jawa Tengah tersebut terutama didorong oleh
perlambatan pertumbuhan deposito sektor swasta
Jawa Tengah yang melambat menjadi sebesar 9,93%
(yoy) dibanding triwulan I 2016 yang sebesar 12,64%
(yoy). Pangsa deposito terhadap keseluruhan DPK pada
triwulan II 2016 tercatat sebesar 36,4%.
Sementara itu, komponen tabungan tercatat
mengalami peningkatan pertumbuhan pada
triwulan II 2016 menjadi sebesar 20,24% (yoy)
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
13,13% (yoy). Tabungan merupakan komponen
pembentuk DPK terbesar pada triwulan laporan
dengan pangsa sebesar 49,81%. Peningkatan
pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan pertumbuhan tabungan perseorangan
yang tercatat sebesar 19,87% pada triwulan laporan,
meningkat dibandingkan dengan triwulan lalu yang
tercatat sebesar 12,79%. Tabungan perseorangan
merupakan komponen pembentuk tabungan terbesar
dengan pangsa sebesar 95,24% dari keseluruhan
tabungan di Jawa Tengah.
77STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
ASET DPK KREDIT
Grafik 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.22 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
%%
95
97
99
101
103
105
107
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II0
50
100
150
200
250
300
350
8
13
18
23
28RP TRILIUN
4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor BankPerkembangan jaringan kantor bank umum di
Jawa Tengah pada triwulan II 2016 relatif stabil
dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 4.3).
Pada triwulan laporan jumlah kantor bank umum di
Jawa Tengah berjumlah 3.340 kantor atau menurun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebanyak 3.341 kantor. Penurunan tersebut
terutama terjadi pada kelompok bank swasta nasional.
Pada kelompok tersebut, jumlah kantor cabang
pembantu turun menjadi 1.051 kantor, dari
sebelumnya 1.054 kantor pada triwulan I 2016. Namun
demikian, kelompok bank pemerintah daerah
mengalami peningkatan jumlah kantor di triwulan
laporan. Peningkatan jumlah kantor terjadi pada kantor
kas yang berkurang sebanyak 156 kantor. Sementara
itu, bank pemerintah daerah tidak mengalami
perubahan jumlah kantor pada triwulan laporan.
Bank Asing dan Bank Campuran tidak mengalami
perubahan jumlah maupun komposisi kantor pada
triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan laporan, terdapat 21 kantor
Bank Asing dan Bank Campuran di Jawa Tengah yang
terdiri dari 14 kantor cabang dan 7 kantor cabang
pembantu.
berada di atas nasional, pertumbuhan kredit
perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan juga
lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit
nasional yang tercatat sebesar 8,78% (yoy).
Dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa,
laju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah juga
cenderung lebih tinggi (Grafik 3.3).
Sementara itu, tingkat kualitas kredit perbankan Jawa
Tengah menurun pada triwulan laporan. Pada triwulan
II 2016, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level
3,43%, atau meningkat dibandingkan dengan NPL
Jawa Tengah pada triwulan lalu yang tercatat sebesar
3,22%. Tingkat NPL kredit di Jawa Tengah ini juga lebih
tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar
3,03%.
Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 mengalami
peningkatan. LDR pada triwulan laporan tercatat
sebesar 100,50%, naik dari triwulan I 2016 yang
tercatat sebesar 99,99%. Angka LDR tersebut masih
lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang hanya
tercatat sebesar 91,81%. Tingkat LDR perbankan Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 juga berada di atas semua
provinsi lainnya di Pulau Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa
Timur, dan DKI Jakarta, serta Banten sesuai dengan pola
historisnya (Grafik 3.4).
4.2.1. Perkembangan Bank Umum
76 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH Tabel 4.3. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah
1) Termasuk BRI UNIT
KETERANGANI
2014
II III IV
53
2
3,759
2,258
-
80
1,872
306
287
1
42
106
138
1,192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
I
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
BANK PEMERINTAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK PEMERINTAH DAERAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK SWASTA NASIONAL
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK KONVENSIONAL
JUMLAH BANK UMUM
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
II
2015
III IV I II
2016
53
1
3,504
2,043
-
80
1,779
184
297
1
43
110
143
1,143
-
190
863
90
21
-
14
6
1
53
1
3,479
2,052
-
80
1,784
188
305
1
44
114
146
1,101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
54
1
3,357
1,938
-
80
1,619
239
306
1
44
117
145
1,092
-
195
813
84
21
-
14
6
1
54
1
3,342
1,916
-
80
1,629
207
312
1
45
119
147
1,093
-
194
812
87
21
-
14
6
1
54
1
3,342
1,940
-
80
1,652
208
311
1
45
119
146
1,070
-
194
790
86
21
-
14
7
-
54
1
3,333
1,941
-
80
1,652
209
313
1
45
120
147
1,058
-
193
774
91
21
-
14
7
-
54
1
3,341
1,944
-
80
1,654
210
322
1
45
122
154
1,054
-
197
765
92
21
-
14
7
-
54
1
3,340
1,944
-
80
1,654
210
324
1
45
122
156
1,051
-
197
756
98
21
-
14
7
-
54
2
3,535
2,049
-
80
1,759
210
294
1
43
107
143
1,171
1
199
865
106
21
-
14
6
1
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan DPKPerlambatan pertumbuhan DPK pada triwulan II
2016 didorong oleh penurunan pertumbuhan giro
serta perlambatan pertumbuhan deposito.
Pertumbuhan giro pada triwulan laporan tercatat
sebesar -7,21% (yoy) atau menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,54%
(yoy). Penurunan tersebut terutama didorong oleh giro
badan-badan dan lembaga-lembaga pemerintah yang
tumbuh sebesar -26,77% (yoy), menurun dari 10,77%
(yoy) pada triwulan I 2016. Penurunan giro badan-
badan dan lembaga-lembaga pemerintah tersebut
memberikan tekanan yang besar kepada pertumbuhan
giro sejalan dengan pangsanya yang besar, yakni
40,16% dari keseluruhan giro di Jawa Tengah.
Penurunan tersebut sejalan dengan komitmen
pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah untuk mempercepat realisasi
belanjanya. Selain itu, pendapatan Pemeintah Daerah
yang belum maksimal di awal tahun diperkirakan turut
memberikan tekanan terhadap pertumbuhan giro
badan-badan dan lembaga-lembaga pemerintah di
triwulan II 2016. Pangsa giro terhadap total DPK Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 13,84%.
Pertumbuhan deposito perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan tercatat sebesar 10,13% (yoy) atau
melambat dibandingkan triwulan I 2016 yang tercatat
sebesar 13,50% (yoy). Perlambatan pertumbuhan
deposito Jawa Tengah tersebut terutama didorong oleh
perlambatan pertumbuhan deposito sektor swasta
Jawa Tengah yang melambat menjadi sebesar 9,93%
(yoy) dibanding triwulan I 2016 yang sebesar 12,64%
(yoy). Pangsa deposito terhadap keseluruhan DPK pada
triwulan II 2016 tercatat sebesar 36,4%.
Sementara itu, komponen tabungan tercatat
mengalami peningkatan pertumbuhan pada
triwulan II 2016 menjadi sebesar 20,24% (yoy)
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
13,13% (yoy). Tabungan merupakan komponen
pembentuk DPK terbesar pada triwulan laporan
dengan pangsa sebesar 49,81%. Peningkatan
pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan pertumbuhan tabungan perseorangan
yang tercatat sebesar 19,87% pada triwulan laporan,
meningkat dibandingkan dengan triwulan lalu yang
tercatat sebesar 12,79%. Tabungan perseorangan
merupakan komponen pembentuk tabungan terbesar
dengan pangsa sebesar 95,24% dari keseluruhan
tabungan di Jawa Tengah.
77STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
lelang proyek yang lebih awal dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya. Adapun beberapa proyek besar
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang sedang berjalan
saat ini diantaranya pengembangan dan perbaikan
jalan seperti Jalan Nusantara, Jalan Soekarno-Hatta,
Jalan Sukoharjo – Nguter, Jalan Ngadirojo – Biting
Wonogiri, Jalan Mataram – Tegal, pembangunan Dam
Gunungrowo, pembangunan serapan air Jurangjero
Blora, normalisasi Sungai Cilopadang, dan berbagai
proyek lainnya.
Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap
deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih
cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK
berdasarkan nilainya (Tabel 3.2), terlihat bahwa
rekening dengan nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya
dimiliki oleh 0,10% penduduk di Jawa Tengah, namun
demikian porsi kepemilikan tersebut menguasai
41,30% dari total DPK perbankan di Jawa Tengah.
Berdasarkan data triwulan II 2016, mayoritas
kepemilikan DPK di atas Rp 1 M dimiliki oleh golongan
nasabah sektor swasta perseorangan dengan pangsa
sebesar 45,16% terhadap keseluruhan DPK di atas Rp
1M.
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
TOTAL
DPK
Tabel 4.4. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
Nominal DPK(Rp Miliar)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
66,939
47,639
17,520
92,927
225,024
22,179,391
227,983
23,405
21,446
22,452,225
29.75%
21.17%
7.79%
41.30%
100.00%
98.78%
1.02%
0.10%
0.10%
100.00%
Grafik 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.24 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
TABUNGAN GIRODPK DEPOSITO
%, YOY
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
Apabila ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar
DPK dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi
sebesar 99,96%. Nasabah sektor swasta tercatat
mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok
penduduk yaitu dengan komposisi 98,91%, sedangkan
nasabah sektor pemerintah tercatat sebesar 1,09%
terhadap keseluruhan DPK kelompok penduduk.
Berdasarkan kepemilikan, pertumbuhan DPK
pada triwulan II 2016 terutama didorong oleh
golongan nasabah sektor swasta. Pada triwulan
laporan, DPK nasabah sektor swasta tumbuh sebesar
14,85% (yoy), atau meningkat dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 12,36% (yoy).
Peningkatan ini terutama didorong oleh DPK
perseorangan, yang memiliki pangsa terbesar sebesar
73,16% dari keseluruhan DPK. Komponen tersebut
tumbuh sebesar 15,08% (yoy), meningkat dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,83% (yoy).
Sementara itu, DPK sektor pemerintah mengalami
penurunan pada triwulan II 2016. DPK sektor
pemerintah mengalami pertumbuhan sebesar -4,58%
(yoy) pada triwulan laporan, atau menurun signifikan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 16,09% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ini
sejalan dengan pendapatan pemerintah yang
cenderung belum maksimal di awal tahun serta adanya
komitmen Pemerintah Daerah untuk mempercepat
realisasi belanja di awal tahun melalui pelaksanaan
78 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.25 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.26Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
-
10
20
30
40
50
60
70
80 RP TRILIUN
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160 %, YOY
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
4.2.1.3. Penyaluran KreditLaju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
mengalami peningkatan pada triwulan II 2016.
Kredit perbankan pada triwulan II tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 10,21% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 9,58% (yoy). Laju pertumbuhan kredit tersebut
tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan laju
pertumbuhan kredit nasional yang tercatat sebesar
8,78% (yoy). Dibandingkan dengan Jawa Timur, DKI
Jakarta, dan DI Yogyakarta laju pertumbuhan kredit
Jawa Tengah cenderung lebih tinggi. Laju pertumbuhan
kredit Jawa Timur, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta pada
triwulan laporan masing-masing tercatat sebesar
8,06% (yoy), 7,26% (yoy), dan 6,99% (yoy).
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan
l aporan mas ih d idominas i o leh sektor
Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa
33,86% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya,
yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki pangsa kredit
signifikan sebesar 18,77%. Sementara itu, sektor
pertanian hanya memiliki pangsa sebesar 3,84% dari
total kredit meskipun sektor tersebut merupakan
penyumbang terbesar ketiga bagi PDRB Jawa Tengah .
Apabila ditinjau berdasarkan penggunaannya,
penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan masih didominasi oleh kredit
modal kerja dengan pangsa 53,48%. Sementara itu,
kredit konsumsi dan kredit investasi menempati urutan
kedua dan ketiga dengan pangsa masing-masing
sebesar 30,30% dan 16,22% dari total kredit.
Penyaluran kredit modal kerja perbankan Jawa Tengah
pada triwulan II 2016 didominasi oleh sektor
perdagangan besar dan eceran dengan golongan
debitur perseorangan yang memegang pangsa
41,60% terhadap keseluruhan kredit modal kerja
perbankan Jawa Tengah. Sementara untuk penyaluran
kredit investasi perbankan Jawa Tengah didominasi
oleh sektor industri pengolahan dengan golongan
debitur bukan lembaga keuangan yang memiliki
pangsa sebesar 23,04% terhadap keseluruhan kredit
investasi perbankan Jawa Tengah.
Berdasarkan sektor ekonominya, peningkatan kredit
Jawa Tengah pada triwulan II 2016 terutama didorong
oleh sektor perdagangan besar dan eceran. Laju
pertumbuhan kredit sektor perdagangan meningkat
menjadi sebesar 12,10% (yoy) pada triwulan II 2016,
setelah sebelumnya tumbuh 9,98% (yoy). Sementara
itu, laju pertumbuhan kredit Jawa Tengah untuk sektor
industri pengolahan melambat menjadi 14,28% (yoy)
pada triwulan laporan, dari 18,55% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Sejalan dengan sektor industr i
pengolahan, kredit pada sektor pertanian juga turut
mengalami perlambatan pada triwulan II 2016 menjadi
sebesar 10,84% (yoy) dibandingkan dengan triwulan I
2016 yang tercatat sebesar 12,34% (yoy).
79STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
lelang proyek yang lebih awal dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya. Adapun beberapa proyek besar
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang sedang berjalan
saat ini diantaranya pengembangan dan perbaikan
jalan seperti Jalan Nusantara, Jalan Soekarno-Hatta,
Jalan Sukoharjo – Nguter, Jalan Ngadirojo – Biting
Wonogiri, Jalan Mataram – Tegal, pembangunan Dam
Gunungrowo, pembangunan serapan air Jurangjero
Blora, normalisasi Sungai Cilopadang, dan berbagai
proyek lainnya.
Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap
deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih
cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK
berdasarkan nilainya (Tabel 3.2), terlihat bahwa
rekening dengan nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya
dimiliki oleh 0,10% penduduk di Jawa Tengah, namun
demikian porsi kepemilikan tersebut menguasai
41,30% dari total DPK perbankan di Jawa Tengah.
Berdasarkan data triwulan II 2016, mayoritas
kepemilikan DPK di atas Rp 1 M dimiliki oleh golongan
nasabah sektor swasta perseorangan dengan pangsa
sebesar 45,16% terhadap keseluruhan DPK di atas Rp
1M.
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
TOTAL
DPK
Tabel 4.4. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
Nominal DPK(Rp Miliar)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
66,939
47,639
17,520
92,927
225,024
22,179,391
227,983
23,405
21,446
22,452,225
29.75%
21.17%
7.79%
41.30%
100.00%
98.78%
1.02%
0.10%
0.10%
100.00%
Grafik 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.24 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
TABUNGAN GIRODPK DEPOSITO
%, YOY
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
Apabila ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar
DPK dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi
sebesar 99,96%. Nasabah sektor swasta tercatat
mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok
penduduk yaitu dengan komposisi 98,91%, sedangkan
nasabah sektor pemerintah tercatat sebesar 1,09%
terhadap keseluruhan DPK kelompok penduduk.
Berdasarkan kepemilikan, pertumbuhan DPK
pada triwulan II 2016 terutama didorong oleh
golongan nasabah sektor swasta. Pada triwulan
laporan, DPK nasabah sektor swasta tumbuh sebesar
14,85% (yoy), atau meningkat dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 12,36% (yoy).
Peningkatan ini terutama didorong oleh DPK
perseorangan, yang memiliki pangsa terbesar sebesar
73,16% dari keseluruhan DPK. Komponen tersebut
tumbuh sebesar 15,08% (yoy), meningkat dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,83% (yoy).
Sementara itu, DPK sektor pemerintah mengalami
penurunan pada triwulan II 2016. DPK sektor
pemerintah mengalami pertumbuhan sebesar -4,58%
(yoy) pada triwulan laporan, atau menurun signifikan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 16,09% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ini
sejalan dengan pendapatan pemerintah yang
cenderung belum maksimal di awal tahun serta adanya
komitmen Pemerintah Daerah untuk mempercepat
realisasi belanja di awal tahun melalui pelaksanaan
78 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.25 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.26Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
-
10
20
30
40
50
60
70
80 RP TRILIUN
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160 %, YOY
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
4.2.1.3. Penyaluran KreditLaju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
mengalami peningkatan pada triwulan II 2016.
Kredit perbankan pada triwulan II tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 10,21% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 9,58% (yoy). Laju pertumbuhan kredit tersebut
tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan laju
pertumbuhan kredit nasional yang tercatat sebesar
8,78% (yoy). Dibandingkan dengan Jawa Timur, DKI
Jakarta, dan DI Yogyakarta laju pertumbuhan kredit
Jawa Tengah cenderung lebih tinggi. Laju pertumbuhan
kredit Jawa Timur, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta pada
triwulan laporan masing-masing tercatat sebesar
8,06% (yoy), 7,26% (yoy), dan 6,99% (yoy).
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan
l aporan mas ih d idominas i o leh sektor
Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa
33,86% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya,
yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki pangsa kredit
signifikan sebesar 18,77%. Sementara itu, sektor
pertanian hanya memiliki pangsa sebesar 3,84% dari
total kredit meskipun sektor tersebut merupakan
penyumbang terbesar ketiga bagi PDRB Jawa Tengah .
Apabila ditinjau berdasarkan penggunaannya,
penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan masih didominasi oleh kredit
modal kerja dengan pangsa 53,48%. Sementara itu,
kredit konsumsi dan kredit investasi menempati urutan
kedua dan ketiga dengan pangsa masing-masing
sebesar 30,30% dan 16,22% dari total kredit.
Penyaluran kredit modal kerja perbankan Jawa Tengah
pada triwulan II 2016 didominasi oleh sektor
perdagangan besar dan eceran dengan golongan
debitur perseorangan yang memegang pangsa
41,60% terhadap keseluruhan kredit modal kerja
perbankan Jawa Tengah. Sementara untuk penyaluran
kredit investasi perbankan Jawa Tengah didominasi
oleh sektor industri pengolahan dengan golongan
debitur bukan lembaga keuangan yang memiliki
pangsa sebesar 23,04% terhadap keseluruhan kredit
investasi perbankan Jawa Tengah.
Berdasarkan sektor ekonominya, peningkatan kredit
Jawa Tengah pada triwulan II 2016 terutama didorong
oleh sektor perdagangan besar dan eceran. Laju
pertumbuhan kredit sektor perdagangan meningkat
menjadi sebesar 12,10% (yoy) pada triwulan II 2016,
setelah sebelumnya tumbuh 9,98% (yoy). Sementara
itu, laju pertumbuhan kredit Jawa Tengah untuk sektor
industri pengolahan melambat menjadi 14,28% (yoy)
pada triwulan laporan, dari 18,55% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Sejalan dengan sektor industr i
pengolahan, kredit pada sektor pertanian juga turut
mengalami perlambatan pada triwulan II 2016 menjadi
sebesar 10,84% (yoy) dibandingkan dengan triwulan I
2016 yang tercatat sebesar 12,34% (yoy).
79STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
TOTAL
KREDIT
Tabel 4.5. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
60,610
51,837
11,875
101,832
226,155
3,003,860
301,249
19,633
22,679
3,347,421
26.80%
22.92%
5.25%
45.03%
100.00%
89.74%
9.00%
0.59%
0.68%
100.00%
Nominal Kredit(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
penyaluran kredit skala kecil dan skala besar di Jawa
Tengah relatif merata. Namun ditinjau dari aspek
sebaran jumlah debitur dan nominal kreditnya,
penyaluran kredit di Jawa Tengah sebagian besar masih
dikuasai oleh debitur dengan nominal kredit di atas 1
M. Hal tersebut terlihat dari 0,68% debitur di atas 1 M
memiliki pangsa nominal kredit hingga mencapai
45,03% dari keseluruhan nominal kredit Jawa Tengah.
Berdasarkan data triwulan II 2016, mayoritas debitur
kredit di atas Rp 1 M merupakan golongan debitur
sektor swasta bukan lembaga keuangan dengan
pangsa sebesar 65,56%.
Ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya,
pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
pada triwulan II 2016 didorong oleh seluruh
komponennya. Kredit modal kerja pada triwulan
laporan tumbuh sebesar 8,95% (yoy), atau meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 8,50% (yoy). Kredit investasi pada
triwulan laporan tumbuh sebesar 23,49% (yoy), atau
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 23,40% (yoy). Sejalan dengan kredit
modal kerja dan kredit investasi, kredit konsumsi juga
mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan
laporan menjadi sebesar 6,26% (yoy) dari 5,14% (yoy)
pada triwulan sebelumnya.
Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya
(Tabel 3.3), dapat terlihat bahwa persentase kredit di
bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 49,72%
dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah.
Sementara kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa
sebesar 45,03% dari total kredit yang disalurkan di
Jawa Tengah. Hal Ini menunjukkan bahwa nominal
Grafik 4.28 Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
0
10
20
30
40
50
60 %, YOY
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
RP TRILIUN
0
20
40
60
80
100
120
140
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
53.48%16.22%
30.30%
MODAL KERJAINVESTASIKONSUMSI
Grafik 4.29 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank UmumSecara umum, suku bunga simpanan di bank
umum pada triwulan I I 2016 mengalami
penurunan dibandingkan triwulan I 2016.
Penurunan suku bunga tersebut terjadi pada seluruh
jenis simpanan. Suku bunga simpanan dalam bentuk
deposito mengalami penurunan di triwulan laporan
menjadi 6,53% dari 6,90% pada triwulan sebelumnya.
Penurunan suku bunga deposito terjadi pada seluruh
tenor, mulai dari tenor di bawah 1 bulan hingga lebih
dari 36 bulan. Suku bunga tabungan juga mengalami
penurunan pada triwulan laporan. Suku bunga
80 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
sebelumnya yang tercatat sebesar 12,16%. Sejalan
dengan kredit modal kerja dan kredit investasi, suku
bunga kredit konsumsi pada triwulan laporan juga
mengalami penurunan menjadi 13,17%; atau
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 13,22%.
Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan suku
bunga perbankan Jawa Tengah pada triwulan II
2016 terjadi pada hampir seluruh sektor. Suku
bunga kredit sektor perdagangan besar dan eceran
pada triwulan II 2016 mengalami penurunan
dibandingkan triwulan I 2016, yakni menjadi sebesar
12,72% dari 13,09%. Suku bunga kredit sektor industri
pengolahan juga mengalami penurunan pada triwulan
laporan menjadi sebesar 11,07% dari 11,14% pada
triwulan lalu. Suku bunga kredit sektor pertanian pada
triwulan laporan tercatat sebesar 11,02%, atau
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 11,69%.
Grafik 4.32 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama Provinsi Jawa Tengah
9
10
11
12
13
14
15
16
17 %
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
Grafik 4.30 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.31 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN
%
1.5
2
2.5
3
3.5
5
6
7
8
9%
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II11
12
13
14
15 %
tabungan pada triwulan laporan tercatat sebesar
1,42%; turun dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 1,53%. Suku bunga giro juga mengalami
penurunan menjadi 2,42% pada triwulan laporan, atau
menurun dibandingkan triwulan lalu yang sebesar
2,77%.
Tren penurunan suku bunga ini diperkirakan berlanjut
dalam beberapa triwulan ke depan sejalan dengan
penguatan kerangka kebijakan moneter oleh Bank
Indonesia dengan memperkenalkan suku bunga
kebijakan baru, yaitu BI 7-day Repo Rate, yang akan
menggantikan BI Rate yang saat ini berlaku sebagai
suku bunga kebijakan. Kerangka kebijakan moneter
yang baru tersebut akan mulai berlaku efektif per
tanggal 19 Agustus 2016.
Berdasarkan jenis penggunaannya, suku bunga
pinjaman pada triwulan II 2016 secara umum
mengalami penurunan dibandingkan dengan
triwulan I 2016. Penurunan suku bunga pinjaman
pada triwulan laporan terjadi pada seluruh jenis
penggunaannya. Suku bunga kredit modal kerja pada
triwulan laporan tercatat sebesar 12,23%; atau
menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 12,53%. Suku bunga kredit
investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar
11,92%; atau menurun dibandingkan triwulan
81STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
TOTAL
KREDIT
Tabel 4.5. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
60,610
51,837
11,875
101,832
226,155
3,003,860
301,249
19,633
22,679
3,347,421
26.80%
22.92%
5.25%
45.03%
100.00%
89.74%
9.00%
0.59%
0.68%
100.00%
Nominal Kredit(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
penyaluran kredit skala kecil dan skala besar di Jawa
Tengah relatif merata. Namun ditinjau dari aspek
sebaran jumlah debitur dan nominal kreditnya,
penyaluran kredit di Jawa Tengah sebagian besar masih
dikuasai oleh debitur dengan nominal kredit di atas 1
M. Hal tersebut terlihat dari 0,68% debitur di atas 1 M
memiliki pangsa nominal kredit hingga mencapai
45,03% dari keseluruhan nominal kredit Jawa Tengah.
Berdasarkan data triwulan II 2016, mayoritas debitur
kredit di atas Rp 1 M merupakan golongan debitur
sektor swasta bukan lembaga keuangan dengan
pangsa sebesar 65,56%.
Ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya,
pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
pada triwulan II 2016 didorong oleh seluruh
komponennya. Kredit modal kerja pada triwulan
laporan tumbuh sebesar 8,95% (yoy), atau meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 8,50% (yoy). Kredit investasi pada
triwulan laporan tumbuh sebesar 23,49% (yoy), atau
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 23,40% (yoy). Sejalan dengan kredit
modal kerja dan kredit investasi, kredit konsumsi juga
mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan
laporan menjadi sebesar 6,26% (yoy) dari 5,14% (yoy)
pada triwulan sebelumnya.
Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya
(Tabel 3.3), dapat terlihat bahwa persentase kredit di
bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 49,72%
dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah.
Sementara kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa
sebesar 45,03% dari total kredit yang disalurkan di
Jawa Tengah. Hal Ini menunjukkan bahwa nominal
Grafik 4.28 Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
0
10
20
30
40
50
60 %, YOY
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
RP TRILIUN
0
20
40
60
80
100
120
140
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
53.48%16.22%
30.30%
MODAL KERJAINVESTASIKONSUMSI
Grafik 4.29 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank UmumSecara umum, suku bunga simpanan di bank
umum pada triwulan I I 2016 mengalami
penurunan dibandingkan triwulan I 2016.
Penurunan suku bunga tersebut terjadi pada seluruh
jenis simpanan. Suku bunga simpanan dalam bentuk
deposito mengalami penurunan di triwulan laporan
menjadi 6,53% dari 6,90% pada triwulan sebelumnya.
Penurunan suku bunga deposito terjadi pada seluruh
tenor, mulai dari tenor di bawah 1 bulan hingga lebih
dari 36 bulan. Suku bunga tabungan juga mengalami
penurunan pada triwulan laporan. Suku bunga
80 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
sebelumnya yang tercatat sebesar 12,16%. Sejalan
dengan kredit modal kerja dan kredit investasi, suku
bunga kredit konsumsi pada triwulan laporan juga
mengalami penurunan menjadi 13,17%; atau
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 13,22%.
Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan suku
bunga perbankan Jawa Tengah pada triwulan II
2016 terjadi pada hampir seluruh sektor. Suku
bunga kredit sektor perdagangan besar dan eceran
pada triwulan II 2016 mengalami penurunan
dibandingkan triwulan I 2016, yakni menjadi sebesar
12,72% dari 13,09%. Suku bunga kredit sektor industri
pengolahan juga mengalami penurunan pada triwulan
laporan menjadi sebesar 11,07% dari 11,14% pada
triwulan lalu. Suku bunga kredit sektor pertanian pada
triwulan laporan tercatat sebesar 11,02%, atau
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 11,69%.
Grafik 4.32 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama Provinsi Jawa Tengah
9
10
11
12
13
14
15
16
17 %
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
Grafik 4.30 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.31 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN
%
1.5
2
2.5
3
3.5
5
6
7
8
9%
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II11
12
13
14
15 %
tabungan pada triwulan laporan tercatat sebesar
1,42%; turun dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 1,53%. Suku bunga giro juga mengalami
penurunan menjadi 2,42% pada triwulan laporan, atau
menurun dibandingkan triwulan lalu yang sebesar
2,77%.
Tren penurunan suku bunga ini diperkirakan berlanjut
dalam beberapa triwulan ke depan sejalan dengan
penguatan kerangka kebijakan moneter oleh Bank
Indonesia dengan memperkenalkan suku bunga
kebijakan baru, yaitu BI 7-day Repo Rate, yang akan
menggantikan BI Rate yang saat ini berlaku sebagai
suku bunga kebijakan. Kerangka kebijakan moneter
yang baru tersebut akan mulai berlaku efektif per
tanggal 19 Agustus 2016.
Berdasarkan jenis penggunaannya, suku bunga
pinjaman pada triwulan II 2016 secara umum
mengalami penurunan dibandingkan dengan
triwulan I 2016. Penurunan suku bunga pinjaman
pada triwulan laporan terjadi pada seluruh jenis
penggunaannya. Suku bunga kredit modal kerja pada
triwulan laporan tercatat sebesar 12,23%; atau
menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 12,53%. Suku bunga kredit
investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar
11,92%; atau menurun dibandingkan triwulan
81STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.33 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.34 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
1
2
3
4
5
%
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL KREDIT TOTAL
6
NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI NPL KREDIT KONSUMSINPL TOTAL
%
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II1
2
3
4
5
6
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
pengolahan dengan golongan debitur sektor swasta
bukan lembaga keuangan.
Sementara itu, kualitas kredit konsumsi pada
triwulan laporan cenderung stabil dibandingkan
triwulan sebelumnya. Rasio NPL kredit konsumsi
tercatat sebesar 1,13% pada triwulan laporan; relatif
stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 1,12%.
Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan kualitas
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan II
2016 terutama didorong oleh sektor industri
pengolahan serta perdagangan besar dan eceran.
NPL sektor perdagangan besar dan eceran pada
triwulan laporan tercatat sebesar 4,09%; atau
meningkat dari triwulan lalu yang sebesar 3,79%. NPL
sektor industri pengolahan juga mengalami penurunan
dari 4,86% pada triwulan I 2016 menjadi 5,19% pada
triwulan II 2016.
4.2.1.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank UmumKualitas kredit Jawa Tengah pada triwulan II 2016
cenderung menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai
indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan
pada periode ini tercatat sebesar 3,43% atau
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 3,22%. Tingkat NPL tersebut juga
tercatat lebih tinggi dibandingkan nasional sebesar
3,03% yang juga meningkat dibandingkan triwulan I
2016 sebesar 2,81%. Meskipun kualitas kredit
menurun, namun besaran NPL tersebut masih dalam
batas indikatif yang dipersyaratkan.
Apabila ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya,
penurunan kualitas kredit perbankan Jawa Tengah
pada triwulan II 2016 terjadi pada seluruh jenis kredit.
Pada triwulan laporan, kualitas kredit modal kerja
mengalami penurunan, tercermin dari rasio NPL yang
meningkat menjadi 4,30% dari 3,98% di triwulan
sebelumnya. Peningkatan NPL pada kredit modal kerja
tersebut utamanya didorong oleh sektor perdagangan
besar dan eceran dengan golongan debitur sektor
swasta perseorangan.
Sementara itu, kualitas kredit investasi pada
triwulan II 2016 juga menurun dibandingkan
dengan triwulan I 2016, tercermin dari rasio NPL yang
meningkat menjadi 4,86% dari 4,69% pada triwulan
sebelumnya. Peningkatan NPL pada kredit investasi
tersebut utamanya didorong oleh sektor industri
Perkembangan industri perbankan syariah pada
triwulan II 2016 di Jawa Tengah menunjukkan
perlambatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan syariah di
triwulan II 2016 secara keseluruhan mencatatkan
pertumbuhan yang melambat menjadi 10,39% (yoy)
dari sebesar 16,98% (yoy) pada triwulan I 2016. Angka
ini juga lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan aset bank syariah nasional yang tercatat
sebesar 12,07% (yoy).
4.3. Perkembangan Perbankan Syariah
82 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.35 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariahdi Pulau Jawa
Grafik 4.36 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
%, YOY
-10
0
10
20
30
40
50
60
70 %, YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Grafik 4.37 Perbandingan Laju Pertumbuhan PembiayaanPerbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 4.38 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
%, YOY
0
10
20
30
40
50
60
70 %, YOY
0
20
40
60
80
100
120
140
160
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
Sejalan dengan pertumbuhan aset, la ju
pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa
Tengah juga mengalami perlambatan pada
triwulan II 2016. Pada triwulan laporan, DPK syariah
Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan sebesar
11,10% (yoy); atau meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 18,13% (yoy).
Angka ini juga cenderung lebih rendah dibandingkan
laju pertumbuhan DPK perbankan syariah beberapa
provinsi lain di Pulau Jawa, seperti Provinsi Jawa Barat
yang tercatat sebesar 16,44% (yoy), DI Yogyakarta
16,36% (yoy), DKI Jakarta 13,52% (yoy), Banten
15,22% (yoy), dan Jawa Timur 11,94% (yoy). Selain itu,
pertumbuhan DPK Jawa Tengah juga lebih rendah
dibandingkan dengan nasional yang tercatat sebesar
13,05% (yoy).
Sementara itu, pada triwulan II 2016 pembiayaan
perbankan syariah Jawa Tengah tumbuh sebesar
16,14% (yoy); meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 15,24% (yoy).
Angka ini juga tercatat lebih tinggi dibandingkan
dengan laju pembiayaan nasional yang sebesar 7,84%
(yoy). Dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa,
laju pertumbuhan pembiayaan syariah Provinsi Jawa
Tengah pada triwulan laporan juga cenderung lebih
tinggi. Laju pertumbuhan pembiayaan syariah di
Provinsi Jawa Barat tercatat sebesar 6,18% (yoy), DI
Yogyakarta sebesar 7,88% (yoy), Jawa Timur sebesar
5,76% (yoy), DKI Jakarta sebesar 8,82% (yoy), dan
Banten sebesar 0,90% (yoy).
Sejalan dengan peningkatan laju pertumbuhan
pembiayaan yang disertai dengan perlambatan DPK,
angka Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan
syariah Jawa Tengah pada triwulan II 2016
mengalami peningkatan ke level 117,82% dari
112,10% di triwulan I 2016. Dibandingkan dengan
provinsi-provinsi lainnya di Pulau Jawa, angka FDR Jawa
Tengah pada triwulan laporan juga cenderung lebih
tinggi. FDR Provinsi Jawa Timur pada triwulan laporan
tercatat sebesar 110,72% (yoy), Jawa Barat 105,08%
(yoy), Banten 92,66% (yoy), DKI Jakarta 75,33% (yoy),
dan DI Yogyakarta 73,85% (yoy). Sementara FDR
perbankan syariah nasional pada triwulan laporan
tercatat sebesar 92,53%.
83STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.33 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.34 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
1
2
3
4
5
%
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL KREDIT TOTAL
6
NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI NPL KREDIT KONSUMSINPL TOTAL
%
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II1
2
3
4
5
6
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
pengolahan dengan golongan debitur sektor swasta
bukan lembaga keuangan.
Sementara itu, kualitas kredit konsumsi pada
triwulan laporan cenderung stabil dibandingkan
triwulan sebelumnya. Rasio NPL kredit konsumsi
tercatat sebesar 1,13% pada triwulan laporan; relatif
stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 1,12%.
Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan kualitas
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan II
2016 terutama didorong oleh sektor industri
pengolahan serta perdagangan besar dan eceran.
NPL sektor perdagangan besar dan eceran pada
triwulan laporan tercatat sebesar 4,09%; atau
meningkat dari triwulan lalu yang sebesar 3,79%. NPL
sektor industri pengolahan juga mengalami penurunan
dari 4,86% pada triwulan I 2016 menjadi 5,19% pada
triwulan II 2016.
4.2.1.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank UmumKualitas kredit Jawa Tengah pada triwulan II 2016
cenderung menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai
indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan
pada periode ini tercatat sebesar 3,43% atau
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 3,22%. Tingkat NPL tersebut juga
tercatat lebih tinggi dibandingkan nasional sebesar
3,03% yang juga meningkat dibandingkan triwulan I
2016 sebesar 2,81%. Meskipun kualitas kredit
menurun, namun besaran NPL tersebut masih dalam
batas indikatif yang dipersyaratkan.
Apabila ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya,
penurunan kualitas kredit perbankan Jawa Tengah
pada triwulan II 2016 terjadi pada seluruh jenis kredit.
Pada triwulan laporan, kualitas kredit modal kerja
mengalami penurunan, tercermin dari rasio NPL yang
meningkat menjadi 4,30% dari 3,98% di triwulan
sebelumnya. Peningkatan NPL pada kredit modal kerja
tersebut utamanya didorong oleh sektor perdagangan
besar dan eceran dengan golongan debitur sektor
swasta perseorangan.
Sementara itu, kualitas kredit investasi pada
triwulan II 2016 juga menurun dibandingkan
dengan triwulan I 2016, tercermin dari rasio NPL yang
meningkat menjadi 4,86% dari 4,69% pada triwulan
sebelumnya. Peningkatan NPL pada kredit investasi
tersebut utamanya didorong oleh sektor industri
Perkembangan industri perbankan syariah pada
triwulan II 2016 di Jawa Tengah menunjukkan
perlambatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan syariah di
triwulan II 2016 secara keseluruhan mencatatkan
pertumbuhan yang melambat menjadi 10,39% (yoy)
dari sebesar 16,98% (yoy) pada triwulan I 2016. Angka
ini juga lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan aset bank syariah nasional yang tercatat
sebesar 12,07% (yoy).
4.3. Perkembangan Perbankan Syariah
82 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.35 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariahdi Pulau Jawa
Grafik 4.36 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
%, YOY
-10
0
10
20
30
40
50
60
70 %, YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Grafik 4.37 Perbandingan Laju Pertumbuhan PembiayaanPerbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 4.38 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
%, YOY
0
10
20
30
40
50
60
70 %, YOY
0
20
40
60
80
100
120
140
160
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
Sejalan dengan pertumbuhan aset, la ju
pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa
Tengah juga mengalami perlambatan pada
triwulan II 2016. Pada triwulan laporan, DPK syariah
Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan sebesar
11,10% (yoy); atau meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 18,13% (yoy).
Angka ini juga cenderung lebih rendah dibandingkan
laju pertumbuhan DPK perbankan syariah beberapa
provinsi lain di Pulau Jawa, seperti Provinsi Jawa Barat
yang tercatat sebesar 16,44% (yoy), DI Yogyakarta
16,36% (yoy), DKI Jakarta 13,52% (yoy), Banten
15,22% (yoy), dan Jawa Timur 11,94% (yoy). Selain itu,
pertumbuhan DPK Jawa Tengah juga lebih rendah
dibandingkan dengan nasional yang tercatat sebesar
13,05% (yoy).
Sementara itu, pada triwulan II 2016 pembiayaan
perbankan syariah Jawa Tengah tumbuh sebesar
16,14% (yoy); meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 15,24% (yoy).
Angka ini juga tercatat lebih tinggi dibandingkan
dengan laju pembiayaan nasional yang sebesar 7,84%
(yoy). Dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa,
laju pertumbuhan pembiayaan syariah Provinsi Jawa
Tengah pada triwulan laporan juga cenderung lebih
tinggi. Laju pertumbuhan pembiayaan syariah di
Provinsi Jawa Barat tercatat sebesar 6,18% (yoy), DI
Yogyakarta sebesar 7,88% (yoy), Jawa Timur sebesar
5,76% (yoy), DKI Jakarta sebesar 8,82% (yoy), dan
Banten sebesar 0,90% (yoy).
Sejalan dengan peningkatan laju pertumbuhan
pembiayaan yang disertai dengan perlambatan DPK,
angka Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan
syariah Jawa Tengah pada triwulan II 2016
mengalami peningkatan ke level 117,82% dari
112,10% di triwulan I 2016. Dibandingkan dengan
provinsi-provinsi lainnya di Pulau Jawa, angka FDR Jawa
Tengah pada triwulan laporan juga cenderung lebih
tinggi. FDR Provinsi Jawa Timur pada triwulan laporan
tercatat sebesar 110,72% (yoy), Jawa Barat 105,08%
(yoy), Banten 92,66% (yoy), DKI Jakarta 75,33% (yoy),
dan DI Yogyakarta 73,85% (yoy). Sementara FDR
perbankan syariah nasional pada triwulan laporan
tercatat sebesar 92,53%.
83STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan aset
BPR Jawa Tengah, pertumbuhan DPK BPR Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 juga mengalami
peningkatan. Pertumbuhan DPK BPR Jawa Tengah
pada triwulan laporan tercatat sebesar 18,70% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 18,31% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan tersebut terutama disumbang oleh
komponen tabungan yang tumbuh signifikan lebih
tinggi pada triwulan laporan menjadi sebesar 21,58%
(yoy) dari 17,49% (yoy) pada triwulan lalu.
Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan DPK
BPR Jawa Tengah, pertumbuhan kredit BPR Jawa
S e j a l a n d e n g a n p e n i n g k a t a n k o n d i s i
perekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2016,
aset BPR Jawa Tengah juga mengalami
peningkatan. Pertumbuhan aset BPR Jawa Tengah
pada triwulan laporan tercatat sebesar 16,24% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 15,64% (yoy).
41.42%58.58%
PANGSA TABUNGAN BPR JAWA TENGAH PANGSA DEPOSITO BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.41 Pangsa DPK BPR di Jawa TengahGrafik 4.39 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
PERTUMBUHAN ASET BPR JAWA TENGAH
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II10
11
12
13
14
15
16
17
18 %,YOY
Grafik 4.40 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di Jawa Tengah
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II
%,YOY
PERTUMBUHAN DEPOSITO BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN TABUNGAN BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN DPK BPR JAWA TENGAH
10
12
14
16
18
20
22
24
Tabel 4.6. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
KETERANGAN
I
2014
II III IV I
2015
BANK SYARIAH
BANK UMUM
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
UNIT USAHA SYARIAH
JUMLAH KANTOR
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
II III IV
9
167
62
24
24
9
175
60
24
24
10
178
58
24
24
10
154
53
25
25
10
169
32
25
25
10
169
35
25
25
10
169
35
25
25
10
169
35
25
25
I
10
152
36
26
26
II
2016
10
152
36
26
26
Pada triwulan II 2016, jumlah jaringan kantor
perbankan syariah relatif stabil dibandingkan
triwulan I 2016. Pada triwulan laporan, terdapat 10
Bank Umum Syariah dengan 152 kantor yang tersebar
di seluruh Jawa Tengah. Jumlah tersebut tetap
dibandingkan dengan triwulan lalu yang tercatat pada
jumlah yang sama, sebanyak 152 kantor. Sementara
Unit Usaha Syariah pada triwulan laporan adalah
sebanyak 36 unit, relatif stabil sejak triwulan lalu. Untuk
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah, pada triwulan ini
terdapat 26 bank dengan 26 kantor yang tersebar di
seluruh Jawa Tengah.
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi Jawa Tengah
84 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANANINDUSTRI PENGOLAHANPERDAGANGAN BESAR DAN ECERANRUMAH TANGGAJASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA,HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYALAINNYA
Grafik 4.42 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II
%,YOY
0
10
20
30
PERTUMBUHAN KREDIT BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.43 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAHKREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHKREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
56.19%4.91%
38.90%
Grafik 4.44Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
%,YOY
Grafik 4.45 Pangsa Kredit BPR Jawa TengahBerdasarkan Sektor Ekonomi
-40
-20
0
20
40
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II
8.11%1.38%
33.31%3.82%2.23%51.15%
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR RUMAH TANGGA (RHS)PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERTANIANPERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTUMBUHAN KREDIT BPR KESELURUHAN
Tengah pada triwulan II 2016 juga mengalami
peningkatan. Pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah
pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,80% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 10,24% (yoy).
Bila ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya,
peningkatan pertumbuhan tersebut terutama
disumbang oleh kredit modal kerja yang tumbuh
sebesar 9,84% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat
dari 6,72% (yoy) pada triwulan lalu. Sesuai dengan pola
historisnya, kredit modal kerja merupakan jenis kredit
yang paling banyak disalurkan oleh BPR di Jawa Tengah
dengan pangsa sebesar 56,19%.
Bila ditinjau berdasarkan sektor ekonominya,
peningkatan pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah
pada triwulan laporan terutama disumbang oleh kredit
sektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh
sebesar 6,04% (yoy) dari 5,72% (yoy) pada triwulan
lalu. Sesuai dengan pola historisnya, kredit modal kerja
merupakan jenis kredit yang paling banyak disalurkan
oleh BPR di Jawa Tengah dengan pangsa sebesar
56,19%.
NPL BPR Jawa Tengah pada triwulan II 2016
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan NPL BPR
Jawa Tengah tercatat sebesar 6,79%; meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
6,75%.
Berdasarkan jenis penggunaannya, peningkatan NPL
BPR Jawa Tengah pada triwulan II 2016 terutama
didorong oleh peningkatan NPL kredit investasi dan
kredit konsumsi. NPL kredit investasi BPR Jawa Tengah
pada triwulan laporan tercatat sebesar 6,23%;
meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar
5,61%. NPL kredit konsumsi pada triwulan laporan
tercatat sebesar 3,47%; meningkat dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 3,41%.
Berdasarkan sektor ekonominya, peningkatan NPL BPR
Jawa Tengah pada triwulan II 2016 terutama didorong
oleh peningkatan NPL sektor perdagangan besar dan
eceran serta industri pengolahan. NPL kredit sektor
perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan
85STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan aset
BPR Jawa Tengah, pertumbuhan DPK BPR Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 juga mengalami
peningkatan. Pertumbuhan DPK BPR Jawa Tengah
pada triwulan laporan tercatat sebesar 18,70% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 18,31% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan tersebut terutama disumbang oleh
komponen tabungan yang tumbuh signifikan lebih
tinggi pada triwulan laporan menjadi sebesar 21,58%
(yoy) dari 17,49% (yoy) pada triwulan lalu.
Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan DPK
BPR Jawa Tengah, pertumbuhan kredit BPR Jawa
S e j a l a n d e n g a n p e n i n g k a t a n k o n d i s i
perekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2016,
aset BPR Jawa Tengah juga mengalami
peningkatan. Pertumbuhan aset BPR Jawa Tengah
pada triwulan laporan tercatat sebesar 16,24% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 15,64% (yoy).
41.42%58.58%
PANGSA TABUNGAN BPR JAWA TENGAH PANGSA DEPOSITO BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.41 Pangsa DPK BPR di Jawa TengahGrafik 4.39 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
PERTUMBUHAN ASET BPR JAWA TENGAH
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II10
11
12
13
14
15
16
17
18 %,YOY
Grafik 4.40 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di Jawa Tengah
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II
%,YOY
PERTUMBUHAN DEPOSITO BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN TABUNGAN BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN DPK BPR JAWA TENGAH
10
12
14
16
18
20
22
24
Tabel 4.6. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
KETERANGAN
I
2014
II III IV I
2015
BANK SYARIAH
BANK UMUM
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
UNIT USAHA SYARIAH
JUMLAH KANTOR
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
II III IV
9
167
62
24
24
9
175
60
24
24
10
178
58
24
24
10
154
53
25
25
10
169
32
25
25
10
169
35
25
25
10
169
35
25
25
10
169
35
25
25
I
10
152
36
26
26
II
2016
10
152
36
26
26
Pada triwulan II 2016, jumlah jaringan kantor
perbankan syariah relatif stabil dibandingkan
triwulan I 2016. Pada triwulan laporan, terdapat 10
Bank Umum Syariah dengan 152 kantor yang tersebar
di seluruh Jawa Tengah. Jumlah tersebut tetap
dibandingkan dengan triwulan lalu yang tercatat pada
jumlah yang sama, sebanyak 152 kantor. Sementara
Unit Usaha Syariah pada triwulan laporan adalah
sebanyak 36 unit, relatif stabil sejak triwulan lalu. Untuk
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah, pada triwulan ini
terdapat 26 bank dengan 26 kantor yang tersebar di
seluruh Jawa Tengah.
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi Jawa Tengah
84 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANANINDUSTRI PENGOLAHANPERDAGANGAN BESAR DAN ECERANRUMAH TANGGAJASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA,HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYALAINNYA
Grafik 4.42 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II
%,YOY
0
10
20
30
PERTUMBUHAN KREDIT BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.43 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAHKREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHKREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
56.19%4.91%
38.90%
Grafik 4.44Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
%,YOY
Grafik 4.45 Pangsa Kredit BPR Jawa TengahBerdasarkan Sektor Ekonomi
-40
-20
0
20
40
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II
8.11%1.38%
33.31%3.82%2.23%51.15%
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR RUMAH TANGGA (RHS)PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERTANIANPERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTUMBUHAN KREDIT BPR KESELURUHAN
Tengah pada triwulan II 2016 juga mengalami
peningkatan. Pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah
pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,80% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 10,24% (yoy).
Bila ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya,
peningkatan pertumbuhan tersebut terutama
disumbang oleh kredit modal kerja yang tumbuh
sebesar 9,84% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat
dari 6,72% (yoy) pada triwulan lalu. Sesuai dengan pola
historisnya, kredit modal kerja merupakan jenis kredit
yang paling banyak disalurkan oleh BPR di Jawa Tengah
dengan pangsa sebesar 56,19%.
Bila ditinjau berdasarkan sektor ekonominya,
peningkatan pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah
pada triwulan laporan terutama disumbang oleh kredit
sektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh
sebesar 6,04% (yoy) dari 5,72% (yoy) pada triwulan
lalu. Sesuai dengan pola historisnya, kredit modal kerja
merupakan jenis kredit yang paling banyak disalurkan
oleh BPR di Jawa Tengah dengan pangsa sebesar
56,19%.
NPL BPR Jawa Tengah pada triwulan II 2016
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan NPL BPR
Jawa Tengah tercatat sebesar 6,79%; meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
6,75%.
Berdasarkan jenis penggunaannya, peningkatan NPL
BPR Jawa Tengah pada triwulan II 2016 terutama
didorong oleh peningkatan NPL kredit investasi dan
kredit konsumsi. NPL kredit investasi BPR Jawa Tengah
pada triwulan laporan tercatat sebesar 6,23%;
meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar
5,61%. NPL kredit konsumsi pada triwulan laporan
tercatat sebesar 3,47%; meningkat dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 3,41%.
Berdasarkan sektor ekonominya, peningkatan NPL BPR
Jawa Tengah pada triwulan II 2016 terutama didorong
oleh peningkatan NPL sektor perdagangan besar dan
eceran serta industri pengolahan. NPL kredit sektor
perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan
85STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.48Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah
LDR BPR JAWA TENGAH
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II90%
95%
100%
105%
110%
115%
120%
Grafik 4.46Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHANNPL KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
NPL KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHNPL KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
0%
2%
4%
6%
8%
10%
Grafik 4.47 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHANNPL PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
NPL INDUSTRI PENGOLAHANNPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
pertumbuhan triwulan lalu yang sebesar 11,69% (yoy).
Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan kredit UMKM nasional triwulan II 2016
yang sebesar 8,28% (yoy). Dibandingkan dengan
provinsi-provinsi lainnya di Pulau Jawa, pertumbuhan
kredit UMKM Jawa Tengah tersebut relatif tinggi.
Pertumbuhan kredit UMKM Provinsi Jawa Timur pada
triwulan ini tercatat sebesar 11,95% (yoy); Jawa Barat
9,95% (yoy); DI Yogyakarta 7,61% (yoy); DKI Jakarta -
0,95% (yoy), dan Banten 19,87% (yoy).
Berdasarkan lapangan usahanya, peningkatan
pertumbuhan kredit UMKM Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 terutama didorong oleh kinerja
sektor perdagangan besar dan eceran. Kredit
UMKM sektor perdagangan tumbuh sebesar 13,49%
(yoy) pada triwulan laporan, atau meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 11,42%. Sementara itu, laju pertumbuhan
kredit UMKM sektor pertanian dan industri pengolahan
mengalami perlambatan pada triwulan laporan.
Namun demikian, perlambatan laju pertumbuhan
kredit UMKM dari kedua sektor tersebut belum mampu
menahan perlambatan laju pertumbuhan kredit sektor
perdagangan besar dan eceran. Pertumbuhan kredit
UMKM sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat
sebesar 17,28% (yoy) atau melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
19,52% (yoy). Pertumbuhan kredit UMKM sektor
industri pengolahan pada triwulan II 2016 tercatat
sebesar 20,07% (yoy) atau melambat dibandingkan
dengan triwulan lalu yang tercatat sebesar 21,77%
(yoy).
tercatat sebesar 9,64%; meningkat dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 9,40%. NPL kredit sektor
industri pengolahan pada triwulan laporan tercatat
sebesar 9,50%; meningkat dari triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 9,21%.
Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR Jawa Tengah pada
triwulan laporan mengalami peningkatan dari
sebelumnya 100,82% pada triwulan I 2016 menjadi
105,97% pada tr iwulan laporan. Perbaikan
perekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2016
diperkirakan turut menyebabkan naiknya permintaan
kredit. Pertumbuhan penyeluran kredit yang lebih cepat
d i b a n d i n g k a n d e n g a n p e r t u m b u h a n D P K
menyebabkan LDR BPR Jawa Tengah pada triwulan
laporan mengalami peningkatan.
4.5. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan II 2016 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan I 2016. Kredit
UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat tumbuh 13,15%
(yoy) di triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan
86 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.51 Perkembangan Kredit kepada UMKM Grafik 4.52 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
%, YOYRP TRILIUN
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - (RHS)
0
10
20
30
NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)
RP TRILIUN
3,0
3,5
4,0
0
1
2
3
4 %
0102030405060708090
100
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
Grafik 4.49 Perbandingan Pertumbuhan Kredit UMKM Beberapa Provinsidi Pulau Jawa
Grafik 4.50 Perbandingan NPL Kredit UMKM Beberapa Provinsidi Pulau Jawa
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
Sementara itu, risiko kredit pada sektor UMKM
pada triwulan II 2016 mengalami penurunan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NPL
kredit UMKM di Jawa Tengah pada laporan
tercatat sebesar 3,59%; atau lebih rendah dari
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
3,80%. Angka ini juga lebih baik dibandingkan NPL
kredit UMKM nasional triwulan II 2016 yang sebesar
4,58%. Dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya
di Pulau Jawa, NPL kredit UMKM Jawa Tengah tersebut
juga relatif lebih baik. NPL kredit UMKM Provinsi Jawa
Barat pada triwulan ini tercatat sebesar 5,67%; DKI
Jakarta 3,87%; Banten 3,71%; Jawa Timur 3,67%; dan
DI Yogyakarta 3,28%.
Penurunan NPL kredit UMKM Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 terutama didorong oleh penurunan
NPL sektor perdagangan besar dan eceran yang
merupakan sektor ekonomi dengan pangsa kredit
UMKM terbesar di Jawa Tengah. NPL kredit UMKM
sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan
laporan te rcata t sebesar 3 ,68%; menurun
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
3,82%. Sejalan dengan sektor perdagangan besar dan
eceran, NPL sektor pertanian juga mengalami
penurunan di triwulan laporan. NPL sektor pertanian di
triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,52%; menurun
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
3,85%. Sementara itu, NPL sektor industri pengolahan
mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. NPL sektor industri pengolahan pada
triwulan laporan tercatat sebesar 3,64%; meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 3,34%.
Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit
perbankan Jawa Tengah kepada UMKM pada triwulan
II 2016 mengalami peningkatan menjadi 40,05% dari
total kredit yang diberikan. Angka ini meningkat
dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 39,05%.
Pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah juga berada di
atas pangsa nasional yang hanya tercatat sebesar
20,01%. Sejalan dengan kredit umum, penyaluran
kredit UMKM di Jawa Tengah mayoritas ditujukan
kepada sektor perdagangan besar dan eceran
(62,99%), diikuti sektor industri pengolahan (10,85%),
dan sektor pertanian (6,32%).
87STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.48Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah
LDR BPR JAWA TENGAH
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II90%
95%
100%
105%
110%
115%
120%
Grafik 4.46Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHANNPL KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
NPL KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHNPL KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
0%
2%
4%
6%
8%
10%
Grafik 4.47 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHANNPL PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
NPL INDUSTRI PENGOLAHANNPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
pertumbuhan triwulan lalu yang sebesar 11,69% (yoy).
Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan kredit UMKM nasional triwulan II 2016
yang sebesar 8,28% (yoy). Dibandingkan dengan
provinsi-provinsi lainnya di Pulau Jawa, pertumbuhan
kredit UMKM Jawa Tengah tersebut relatif tinggi.
Pertumbuhan kredit UMKM Provinsi Jawa Timur pada
triwulan ini tercatat sebesar 11,95% (yoy); Jawa Barat
9,95% (yoy); DI Yogyakarta 7,61% (yoy); DKI Jakarta -
0,95% (yoy), dan Banten 19,87% (yoy).
Berdasarkan lapangan usahanya, peningkatan
pertumbuhan kredit UMKM Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 terutama didorong oleh kinerja
sektor perdagangan besar dan eceran. Kredit
UMKM sektor perdagangan tumbuh sebesar 13,49%
(yoy) pada triwulan laporan, atau meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 11,42%. Sementara itu, laju pertumbuhan
kredit UMKM sektor pertanian dan industri pengolahan
mengalami perlambatan pada triwulan laporan.
Namun demikian, perlambatan laju pertumbuhan
kredit UMKM dari kedua sektor tersebut belum mampu
menahan perlambatan laju pertumbuhan kredit sektor
perdagangan besar dan eceran. Pertumbuhan kredit
UMKM sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat
sebesar 17,28% (yoy) atau melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
19,52% (yoy). Pertumbuhan kredit UMKM sektor
industri pengolahan pada triwulan II 2016 tercatat
sebesar 20,07% (yoy) atau melambat dibandingkan
dengan triwulan lalu yang tercatat sebesar 21,77%
(yoy).
tercatat sebesar 9,64%; meningkat dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 9,40%. NPL kredit sektor
industri pengolahan pada triwulan laporan tercatat
sebesar 9,50%; meningkat dari triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 9,21%.
Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR Jawa Tengah pada
triwulan laporan mengalami peningkatan dari
sebelumnya 100,82% pada triwulan I 2016 menjadi
105,97% pada tr iwulan laporan. Perbaikan
perekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2016
diperkirakan turut menyebabkan naiknya permintaan
kredit. Pertumbuhan penyeluran kredit yang lebih cepat
d i b a n d i n g k a n d e n g a n p e r t u m b u h a n D P K
menyebabkan LDR BPR Jawa Tengah pada triwulan
laporan mengalami peningkatan.
4.5. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan II 2016 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan I 2016. Kredit
UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat tumbuh 13,15%
(yoy) di triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan
86 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.51 Perkembangan Kredit kepada UMKM Grafik 4.52 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
%, YOYRP TRILIUN
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - (RHS)
0
10
20
30
NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)
RP TRILIUN
3,0
3,5
4,0
0
1
2
3
4 %
0102030405060708090
100
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
Grafik 4.49 Perbandingan Pertumbuhan Kredit UMKM Beberapa Provinsidi Pulau Jawa
Grafik 4.50 Perbandingan NPL Kredit UMKM Beberapa Provinsidi Pulau Jawa
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV I2016
II0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
Sementara itu, risiko kredit pada sektor UMKM
pada triwulan II 2016 mengalami penurunan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NPL
kredit UMKM di Jawa Tengah pada laporan
tercatat sebesar 3,59%; atau lebih rendah dari
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
3,80%. Angka ini juga lebih baik dibandingkan NPL
kredit UMKM nasional triwulan II 2016 yang sebesar
4,58%. Dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya
di Pulau Jawa, NPL kredit UMKM Jawa Tengah tersebut
juga relatif lebih baik. NPL kredit UMKM Provinsi Jawa
Barat pada triwulan ini tercatat sebesar 5,67%; DKI
Jakarta 3,87%; Banten 3,71%; Jawa Timur 3,67%; dan
DI Yogyakarta 3,28%.
Penurunan NPL kredit UMKM Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 terutama didorong oleh penurunan
NPL sektor perdagangan besar dan eceran yang
merupakan sektor ekonomi dengan pangsa kredit
UMKM terbesar di Jawa Tengah. NPL kredit UMKM
sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan
laporan te rcata t sebesar 3 ,68%; menurun
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
3,82%. Sejalan dengan sektor perdagangan besar dan
eceran, NPL sektor pertanian juga mengalami
penurunan di triwulan laporan. NPL sektor pertanian di
triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,52%; menurun
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
3,85%. Sementara itu, NPL sektor industri pengolahan
mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. NPL sektor industri pengolahan pada
triwulan laporan tercatat sebesar 3,64%; meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 3,34%.
Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit
perbankan Jawa Tengah kepada UMKM pada triwulan
II 2016 mengalami peningkatan menjadi 40,05% dari
total kredit yang diberikan. Angka ini meningkat
dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 39,05%.
Pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah juga berada di
atas pangsa nasional yang hanya tercatat sebesar
20,01%. Sejalan dengan kredit umum, penyaluran
kredit UMKM di Jawa Tengah mayoritas ditujukan
kepada sektor perdagangan besar dan eceran
(62,99%), diikuti sektor industri pengolahan (10,85%),
dan sektor pertanian (6,32%).
87STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
Grafik 4.55 Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
Grafik 4.56 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
0
10
20
30
40
50
60
70
80 %, YOYRP TRILIUN
KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
-10
0
10
20
30
40
50
60 RP TRILIUN
-1
1
2
3
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHSPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
3
4
5%,YOY
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
Grafik 4.53 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor Grafik 4.54 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
INDUSTRI PENGOLAHANPERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
%, YOY
-10
20
50
80
110
140
170
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
1
2
3
4
5
6 %, YOY
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
UMKM Jawa Tengah tersebut juga lebih tinggi
dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 9,60%
(yoy).
Kualitas kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan
II 2016 mengalami peningkatan untuk setiap jenis
penggunaannya. NPL kredit modal kerja UMKM pada
triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,52%; menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 3,72%. NPL kredit investasi UMKM Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,87%;
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 4,18%.
Berdasarkan penggunaannya, kredit kepada sektor
UMKM mayoritas berupa kredit modal kerja dengan
porsi sekitar 81,08% dari total kredit yang diberikan
kepada UMKM. Sementara itu 18,92% lainnya berupa
kredit investasi.
Berdasarkan jenis penggunaannya, peningkatan
laju kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan II
2016 terjadi pada kredit modal kerja dan kredit
investasi. Pertumbuhan kredit modal kerja UMKM
pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 10,30%; atau
meningkat dari 9,88% pada triwulan I 2016.
Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang
sebesar 7,78% (yoy), laju kredit modal kerja sektor
UMKM Jawa Tengah masih mencatatkan pertumbuhan
yang lebih tinggi pada triwulan ini. Sejalan dengan
peningkatan laju pertumbuhan kredit modal kerja pada
triwulan laporan, laju kredit investasi UMKM Jawa
Tengah pada triwulan laporan juga mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. Kredit investasi
pada UMKM triwulan II 2016 tumbuh sebesar 27,20%
(yoy), meningkat dari triwulan I 2016 yang tercatat
sebesar 20,26% (yoy). Pertumbuhan kredit investasi
Sebaran jaringan kantor bank umum pada triwulan II
2016 masih terpusat di kota-kota dengan aktivitas
perekonomian yang tinggi di Jawa Tengah, misalnya di
kota Semarang dengan pangsa jaringan kantor
perbankan sebesar 28% terhadap total jaringan kantor
perbankan di Jawa Tengah. Dalam rangka memperluas
jangkauan layanan keuangan hingga ke daerah
4.6. Perkembangan Akses Keuangan Masyarakat Jawa Tengah
88 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
28%15%8%8%4%4%3%3%2%2%
23%
Grafik 4.57 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah Grafik 4.58 Realisasi Jumlah Agen LKD
KAB. DAN KOTA SEMARANGKOTA SURAKARTA/SOLOKAB. DAN KOTA TEGALKAB. BANYUMASKAB. DAN KOTA MAGELANGKAB. CILACAPKAB. DAN KOTA PEKALONGANKAB. KUDUSKAB. KEBUMENKAB. PATIKAB/KOTA LAINNYA
59126345 6737
6962 7356 7456 7548
0
2,000
4,000
6,000
8,000
12 1 2 3 4 5 6
2015 2016
terpencil yang belum dilayani jaringan kantor
perbankan, Bank Indonesia melakukan inovasi dengan
menyelenggarakan Layanan Keuangan Digital (LKD).
LKD akan memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk mendapatkan layanan keuangan dengan aman
dan biaya terjangkau, serta tanpa menggunakan
kantor cabang bank tradisional melalui agen LKD.
Hingga periode pelaporan, terdapat 7.548 agen LKD
mitra perbankan di wilayah kerja KPwBI Prov. Jateng.
Jumlah ini meningkat 27,67% dibandingkan jumlah
agen LKD pada akhir 2015 sebesar 5.912 agen LKD.
Pengembangan berupa pemberian benih kepada
petani hingga pemberian bantuan teknis.
Program pengembangan komoditas bawang
putih oleh Bank Indonesia diawali di desa Tuwel
Kabupaten Tegal , sebagai pi lot project
pengembangan bawang putih pada 2015. Potensi
bawang putih di Kabupaten Tegal cukup baik karena
dapat memberikan kontribusi bawang putih nasional
sebesar 80%.
Dengan mempertimbangkan besarnya potensi
bawang putih di Jawa Tengah, Bank Indonesia
pada 2016 melakukan inis iasi “Program
P e n g e m b a n g a n U M K M d a l a m R a n g k a
Pengendalian Inflasi Komoditas Bawang Putih di 8
(delapan) Kabupatendi Jawa Tengah”. Program ini
melibatkan 8 (delapan) kabupaten yang menjadi sentra
bawang putih di Jawa Tengah, antara lain: Kabupaten
Temanggung, Kabupaten Magelang, Kabupaten
Karanganyar, Kabupaten Tega l , Kabupaten
Pekalongan, Kabupaten Batang, Kabupaten
Purbalingga, dan Kabupaten Banjarnegara. Program ini
dilaksanakan bekerja sama dengan berbagai pihak,
khususnya Pemerintah Daerah baik di tingkat Provinsi
maupun Kabupaten terkait. Pelibatan berbagai pihak
ini merupakan salah satu implementasi dari program
“Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat” yang
dicanangkan Presiden RI – Bp. Joko Widodo di Brebes
pada 11 April 2016 lalu. Program pengembangan
UMKM bawang putih yang melibatkan delapan
wilayah kabupaten dilaksanakan secara sinergis dan
koordinatif lintas kabupaten dan lintas instansi.
Sejalan dengan program Kementerian Pertanian
yang memfokuskan pengembangan komoditas
produk pertanian pengendali inflasi, Pemerintah
mencanangkan gerakan pengembangan kawasan
bawang putih seluas 1000 Ha. Untuk wilayah Jawa
Tengah, pengembangan dilakukan di Kabupaten. Tegal
seluas 6 ha, Temanggung seluas 304 ha, dan
Karanganyar seluas 150 ha. Pengembangan kawasan
meliputi pemberian bantuan sarana produksi
pertanian, pelatihan dan bimbingan teknis, hingga
penangkaran bibit bawang putih varietas baru.
Pemberian bantuan berupa benih, cultivator, sprayer,
mulsa dan pupuk. Dalam rangka menekan impor
bawang dan mengembalikan produksi bawang lokal,
Pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Kementan
dimana importir wajib mengembangkan bawang putih
di Indonesia sebanyak 10% dari jumlah bawang putih
yang diimpor.
4.7. Pengembangan UMKM Bawang Putih untuk Menekan Inflasi
89STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
Grafik 4.55 Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
Grafik 4.56 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
0
10
20
30
40
50
60
70
80 %, YOYRP TRILIUN
KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
-10
0
10
20
30
40
50
60 RP TRILIUN
-1
1
2
3
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHSPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
3
4
5%,YOY
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
Grafik 4.53 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor Grafik 4.54 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
INDUSTRI PENGOLAHANPERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
%, YOY
-10
20
50
80
110
140
170
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
1
2
3
4
5
6 %, YOY
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
II
UMKM Jawa Tengah tersebut juga lebih tinggi
dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 9,60%
(yoy).
Kualitas kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan
II 2016 mengalami peningkatan untuk setiap jenis
penggunaannya. NPL kredit modal kerja UMKM pada
triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,52%; menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 3,72%. NPL kredit investasi UMKM Jawa
Tengah pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,87%;
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 4,18%.
Berdasarkan penggunaannya, kredit kepada sektor
UMKM mayoritas berupa kredit modal kerja dengan
porsi sekitar 81,08% dari total kredit yang diberikan
kepada UMKM. Sementara itu 18,92% lainnya berupa
kredit investasi.
Berdasarkan jenis penggunaannya, peningkatan
laju kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan II
2016 terjadi pada kredit modal kerja dan kredit
investasi. Pertumbuhan kredit modal kerja UMKM
pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 10,30%; atau
meningkat dari 9,88% pada triwulan I 2016.
Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang
sebesar 7,78% (yoy), laju kredit modal kerja sektor
UMKM Jawa Tengah masih mencatatkan pertumbuhan
yang lebih tinggi pada triwulan ini. Sejalan dengan
peningkatan laju pertumbuhan kredit modal kerja pada
triwulan laporan, laju kredit investasi UMKM Jawa
Tengah pada triwulan laporan juga mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. Kredit investasi
pada UMKM triwulan II 2016 tumbuh sebesar 27,20%
(yoy), meningkat dari triwulan I 2016 yang tercatat
sebesar 20,26% (yoy). Pertumbuhan kredit investasi
Sebaran jaringan kantor bank umum pada triwulan II
2016 masih terpusat di kota-kota dengan aktivitas
perekonomian yang tinggi di Jawa Tengah, misalnya di
kota Semarang dengan pangsa jaringan kantor
perbankan sebesar 28% terhadap total jaringan kantor
perbankan di Jawa Tengah. Dalam rangka memperluas
jangkauan layanan keuangan hingga ke daerah
4.6. Perkembangan Akses Keuangan Masyarakat Jawa Tengah
88 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
28%15%8%8%4%4%3%3%2%2%
23%
Grafik 4.57 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah Grafik 4.58 Realisasi Jumlah Agen LKD
KAB. DAN KOTA SEMARANGKOTA SURAKARTA/SOLOKAB. DAN KOTA TEGALKAB. BANYUMASKAB. DAN KOTA MAGELANGKAB. CILACAPKAB. DAN KOTA PEKALONGANKAB. KUDUSKAB. KEBUMENKAB. PATIKAB/KOTA LAINNYA
59126345 6737
6962 7356 7456 7548
0
2,000
4,000
6,000
8,000
12 1 2 3 4 5 6
2015 2016
terpencil yang belum dilayani jaringan kantor
perbankan, Bank Indonesia melakukan inovasi dengan
menyelenggarakan Layanan Keuangan Digital (LKD).
LKD akan memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk mendapatkan layanan keuangan dengan aman
dan biaya terjangkau, serta tanpa menggunakan
kantor cabang bank tradisional melalui agen LKD.
Hingga periode pelaporan, terdapat 7.548 agen LKD
mitra perbankan di wilayah kerja KPwBI Prov. Jateng.
Jumlah ini meningkat 27,67% dibandingkan jumlah
agen LKD pada akhir 2015 sebesar 5.912 agen LKD.
Pengembangan berupa pemberian benih kepada
petani hingga pemberian bantuan teknis.
Program pengembangan komoditas bawang
putih oleh Bank Indonesia diawali di desa Tuwel
Kabupaten Tegal , sebagai pi lot project
pengembangan bawang putih pada 2015. Potensi
bawang putih di Kabupaten Tegal cukup baik karena
dapat memberikan kontribusi bawang putih nasional
sebesar 80%.
Dengan mempertimbangkan besarnya potensi
bawang putih di Jawa Tengah, Bank Indonesia
pada 2016 melakukan inis iasi “Program
P e n g e m b a n g a n U M K M d a l a m R a n g k a
Pengendalian Inflasi Komoditas Bawang Putih di 8
(delapan) Kabupatendi Jawa Tengah”. Program ini
melibatkan 8 (delapan) kabupaten yang menjadi sentra
bawang putih di Jawa Tengah, antara lain: Kabupaten
Temanggung, Kabupaten Magelang, Kabupaten
Karanganyar, Kabupaten Tega l , Kabupaten
Pekalongan, Kabupaten Batang, Kabupaten
Purbalingga, dan Kabupaten Banjarnegara. Program ini
dilaksanakan bekerja sama dengan berbagai pihak,
khususnya Pemerintah Daerah baik di tingkat Provinsi
maupun Kabupaten terkait. Pelibatan berbagai pihak
ini merupakan salah satu implementasi dari program
“Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat” yang
dicanangkan Presiden RI – Bp. Joko Widodo di Brebes
pada 11 April 2016 lalu. Program pengembangan
UMKM bawang putih yang melibatkan delapan
wilayah kabupaten dilaksanakan secara sinergis dan
koordinatif lintas kabupaten dan lintas instansi.
Sejalan dengan program Kementerian Pertanian
yang memfokuskan pengembangan komoditas
produk pertanian pengendali inflasi, Pemerintah
mencanangkan gerakan pengembangan kawasan
bawang putih seluas 1000 Ha. Untuk wilayah Jawa
Tengah, pengembangan dilakukan di Kabupaten. Tegal
seluas 6 ha, Temanggung seluas 304 ha, dan
Karanganyar seluas 150 ha. Pengembangan kawasan
meliputi pemberian bantuan sarana produksi
pertanian, pelatihan dan bimbingan teknis, hingga
penangkaran bibit bawang putih varietas baru.
Pemberian bantuan berupa benih, cultivator, sprayer,
mulsa dan pupuk. Dalam rangka menekan impor
bawang dan mengembalikan produksi bawang lokal,
Pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Kementan
dimana importir wajib mengembangkan bawang putih
di Indonesia sebanyak 10% dari jumlah bawang putih
yang diimpor.
4.7. Pengembangan UMKM Bawang Putih untuk Menekan Inflasi
89STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Bogor. Sementara di Kabupaten Karanganyar, kerja
sama dilakukan antara KPw BI Solo dengan Pemerintah
Dae rah Kabupa ten Ka ranganya r. P rog ram
pengembangan UMKM bawang putih di Kabupaten
Banjarnegara dan Purbalingga dilakukan antara KPw BI
Purwokerto dengan Pemerintah Daerah Kabupaten
Banjarnegara dan Purbalingga.
Komitmen para pihak tersebut dituangkan dalam
Perjanjian Kerjasama selama kurun waktu 3 (tiga)
tahun. Dalam pelaksanaan melibatkan pula expertpool
Bank Indonesia DR Ir. H. Nugroho Widiasmadi M.Eng
dan Prof. Sobir. Melalui sinergi yang dibangun
diharapkan target program pengendalian inflasi
komoditas bawang putih di delapan kabupaten yang
akan dituangkan dalam Blueprint dengan jangka waktu
3 tahun dapat dicapai.
Program pengendalian inflasi komoditas bawang
putih di Kabupaten Temanggung dan Magelang
dilaksanakan oleh KPw BI Provinsi Jawa Tengah
bersama Pemerintah Kabupaten dengan segenap
SKPD. Di tingkat provinsi, Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura, Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Badan Ketahanan Pangan, Dinas
Koperasi dan UMKM, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian,
Kanwil Badan Pertanahan Nasional, Perbankan (PT BRI
dan Bank Jateng), dan PT Telekomunikasi Indonesia.
Program pengendalian inflasi komoditas bawang
putih di Kabupaten Tegal, Pekalongan, dan
Batang, dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia (KPw BI) Tegal bekerja sama dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal, Pekalongan, dan
Batang, serta Pusat Kajian Hortikultura Tropikal (PKHT)
90 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Aktivitas sistem pembayaran meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik pada triwulan II 2016.
PENYELENGGARAANSISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
BABV
net outflow
Bogor. Sementara di Kabupaten Karanganyar, kerja
sama dilakukan antara KPw BI Solo dengan Pemerintah
Dae rah Kabupa ten Ka ranganya r. P rog ram
pengembangan UMKM bawang putih di Kabupaten
Banjarnegara dan Purbalingga dilakukan antara KPw BI
Purwokerto dengan Pemerintah Daerah Kabupaten
Banjarnegara dan Purbalingga.
Komitmen para pihak tersebut dituangkan dalam
Perjanjian Kerjasama selama kurun waktu 3 (tiga)
tahun. Dalam pelaksanaan melibatkan pula expertpool
Bank Indonesia DR Ir. H. Nugroho Widiasmadi M.Eng
dan Prof. Sobir. Melalui sinergi yang dibangun
diharapkan target program pengendalian inflasi
komoditas bawang putih di delapan kabupaten yang
akan dituangkan dalam Blueprint dengan jangka waktu
3 tahun dapat dicapai.
Program pengendalian inflasi komoditas bawang
putih di Kabupaten Temanggung dan Magelang
dilaksanakan oleh KPw BI Provinsi Jawa Tengah
bersama Pemerintah Kabupaten dengan segenap
SKPD. Di tingkat provinsi, Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura, Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Badan Ketahanan Pangan, Dinas
Koperasi dan UMKM, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian,
Kanwil Badan Pertanahan Nasional, Perbankan (PT BRI
dan Bank Jateng), dan PT Telekomunikasi Indonesia.
Program pengendalian inflasi komoditas bawang
putih di Kabupaten Tegal, Pekalongan, dan
Batang, dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia (KPw BI) Tegal bekerja sama dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal, Pekalongan, dan
Batang, serta Pusat Kajian Hortikultura Tropikal (PKHT)
90 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Aktivitas sistem pembayaran meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik pada triwulan II 2016.
PENYELENGGARAANSISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
BABV
net outflow
Kegiatan sistem pembayaran di Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 menunjukkan pertumbuhan seiring
dengan meningkatnya aktivitas perekonomian pada
triwulan laporan. Hal ini dikonfirmasi oleh peningkatan
akt iv i tas s istem pembayaran nontunai yang
diselenggarakan Bank Indonesia melalui Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dibandingkan triwulan
sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal.
Pertumbuhan transaksi melalui kliring di Jawa Tengah
sejalan dengan pertumbuhan transaksi kliring secara
nasional.
Penyelesaian transaksi melalui SKNBI pada triwulan II
2016 menunjukkan pertumbuhan yang meningkat.
Penyelesaian transaksi pada periode pelaporan tercatat
sebesar 1.240.748 Data Keuangan Elektronik (DKE).
Secara tahunan, pertumbuhan transaksi kliring
mencatat peningkatan yang signifikan dari kontraksi
sebesar 5,74% (yoy) pada triwulan II 2015 atau sebesar
857.207 DKE menjadi tumbuh sebesar 44,74% (yoy)
pada triwulan berjalan dari sisi volume. Pertumbuhan
tahunan nilai transaksi yang dikliringkan juga mencatat
peningkatan yang signifikan sebesar 74,98% (yoy)
dibandingkan triwulan II 2015 yang mencatat
pertumbuhan negatif sebesar 0,76% (yoy) atau sebesar
Rp34,10 triliun.
Pertumbuhan pada periode triwulanan tercatat sebesar
8,09% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh 17,70% (qtq) sebesar 1.147.860 DKE.
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Pertumbuhan yang melambat juga terjadi pada nilai
transaksi kliring pada periode pelaporan menjadi
sebesar Rp59,66 triliun atau tumbuh sebesar 14,63%
(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
20,32% (qtq) atau sebesar Rp52,05 triliun. Perputaran
kliring triwulanan pada periode pelaporan tercatat
mengalami perbaikan dibandingkan triwulan II 2015
yang tumbuh negatif sebesar 0,98% (qtq) dari sisi
volume dibandingkan triwulan I 2015 yang mengalami
kontraksi sebesar 4,76% (qtq). Dari sisi nominal, nilai
transaksi yang diproses melalui SKNBI pada triwulan II
2015 tumbuh negatif sebesar 0,26% (qtq) lebih baik
dibandingkan pertumbuhan triwulanan sebelumnya
sebesar 8,31% (qtq).
Secara tahunan, volume DKE yang ditransaksikan
melalui kliring menunjukkan peningkatan sebesar
40,15% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan yang
sama tahun sebelumnya yang mencatatkan
pertumbuhan negat i f sebesar 7,28% (yoy) .
Pertumbuhan tahunan nominal transaksi kliring pada
periode laporan juga mengalami peningkatan
signifikan sebesar 69,43% (yoy), dibandingkan
triwulan I 2015 yang mencatat kontraksi sebesar
2,38% (yoy).
Pertumbuhan aktivitas transaksi melalui SKNBI tersebut
sejalan dengan pertumbuhan konsumsi ritel yang
dikonfirmasi oleh peningkatan Indeks Penjualan Riil
(IPR) hasil dari Survei Penjualan Eceran (SPE). Pada
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliringdan SBT SKDU
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
(50)
INDEKS%, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINALINDEKS KEYAKINAN KONSUMEN - SKALA KANANSALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN
Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Hariandi Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
400
600
800
1,000 RP MILIAR RIBU TRANSAKSI
NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN
II 12
14
16
18
20
II -
50
100
150
200
25070
60
50
40
30
20
10
0
-10
93PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Kegiatan sistem pembayaran di Jawa Tengah pada
triwulan II 2016 menunjukkan pertumbuhan seiring
dengan meningkatnya aktivitas perekonomian pada
triwulan laporan. Hal ini dikonfirmasi oleh peningkatan
akt iv i tas s istem pembayaran nontunai yang
diselenggarakan Bank Indonesia melalui Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dibandingkan triwulan
sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal.
Pertumbuhan transaksi melalui kliring di Jawa Tengah
sejalan dengan pertumbuhan transaksi kliring secara
nasional.
Penyelesaian transaksi melalui SKNBI pada triwulan II
2016 menunjukkan pertumbuhan yang meningkat.
Penyelesaian transaksi pada periode pelaporan tercatat
sebesar 1.240.748 Data Keuangan Elektronik (DKE).
Secara tahunan, pertumbuhan transaksi kliring
mencatat peningkatan yang signifikan dari kontraksi
sebesar 5,74% (yoy) pada triwulan II 2015 atau sebesar
857.207 DKE menjadi tumbuh sebesar 44,74% (yoy)
pada triwulan berjalan dari sisi volume. Pertumbuhan
tahunan nilai transaksi yang dikliringkan juga mencatat
peningkatan yang signifikan sebesar 74,98% (yoy)
dibandingkan triwulan II 2015 yang mencatat
pertumbuhan negatif sebesar 0,76% (yoy) atau sebesar
Rp34,10 triliun.
Pertumbuhan pada periode triwulanan tercatat sebesar
8,09% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh 17,70% (qtq) sebesar 1.147.860 DKE.
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Pertumbuhan yang melambat juga terjadi pada nilai
transaksi kliring pada periode pelaporan menjadi
sebesar Rp59,66 triliun atau tumbuh sebesar 14,63%
(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
20,32% (qtq) atau sebesar Rp52,05 triliun. Perputaran
kliring triwulanan pada periode pelaporan tercatat
mengalami perbaikan dibandingkan triwulan II 2015
yang tumbuh negatif sebesar 0,98% (qtq) dari sisi
volume dibandingkan triwulan I 2015 yang mengalami
kontraksi sebesar 4,76% (qtq). Dari sisi nominal, nilai
transaksi yang diproses melalui SKNBI pada triwulan II
2015 tumbuh negatif sebesar 0,26% (qtq) lebih baik
dibandingkan pertumbuhan triwulanan sebelumnya
sebesar 8,31% (qtq).
Secara tahunan, volume DKE yang ditransaksikan
melalui kliring menunjukkan peningkatan sebesar
40,15% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan yang
sama tahun sebelumnya yang mencatatkan
pertumbuhan negat i f sebesar 7,28% (yoy) .
Pertumbuhan tahunan nominal transaksi kliring pada
periode laporan juga mengalami peningkatan
signifikan sebesar 69,43% (yoy), dibandingkan
triwulan I 2015 yang mencatat kontraksi sebesar
2,38% (yoy).
Pertumbuhan aktivitas transaksi melalui SKNBI tersebut
sejalan dengan pertumbuhan konsumsi ritel yang
dikonfirmasi oleh peningkatan Indeks Penjualan Riil
(IPR) hasil dari Survei Penjualan Eceran (SPE). Pada
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliringdan SBT SKDU
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
(50)
INDEKS%, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINALINDEKS KEYAKINAN KONSUMEN - SKALA KANANSALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN
Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Hariandi Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
400
600
800
1,000 RP MILIAR RIBU TRANSAKSI
NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN
II 12
14
16
18
20
II -
50
100
150
200
25070
60
50
40
30
20
10
0
-10
93PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman
Grafik 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
RP MILIAR
5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 50,00060,000
0
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
RIBU TRANSAKSI
-
200
400
600
800
1,000
1,200
II II
Perputaran kliring terbesar masih didominasi kota
Semarang dan Solo sebagai kota pusat perekonomian
di Jawa Tengah. Pangsa transaksi kliring terbesar secara
volume dan nominal masih dicatat kota Semarang yaitu
masing-masing sebesar 43,30% dan 42,88%.
Meskipun tercatat sebagai kota dengan pangsa
transaksi kliring terbesar, aktivitas kliring pada triwulan
laporan di kota Semarang menunjukkan penurunan
pangsa dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 43,77% dari sisi volume dan 44,44% dari sisi
nominal.
Daerah kedua di Jawa Tengah yang mencatatkan
pangsa transaksi kliring tertinggi adalah Solo dengan
pangsa volume sebesar 25,72% atau sedikit menurun
dibandingkan pangsa triwulan I 2016 sebesar 25,79%.
Sementara dari sisi nominal, pangsa perputaran kliring
di Solo sebesar 27,21% atau meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 26,77%. Perputaran
kliring di kota-kota lain memiliki pangsa masing-masing
kota dibawah 10%. Secara volume, kota-kota yang
mencatat peningkatan pangsa adalah Kudus,
Magelang, Pekalongan, dan Purworejo. Sedangkan
apabila dilihat dari sisi nominal, peningkatan pangsa
transaksi dicatat oleh kota Kudus, Magelang, dan
Pekalongan.
Perputaran kliring di Jawa Tengah pada triwulan
laporan masih didominasi oleh transaksi kliring debet
penyerahan berupa penyerahan cek dan bilyet giro
(BG). Jumlah rata-rata harian penarikan cek dan BG
kosong pada triwulan laporan mengalami penurunan
periode pelaporan, IPR tercatat sebesar 187,29
mengalami peningkatan 11,17 poin dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 176,12 serta meningkat
7,94 poin dibandingkan triwulan II 2015. Pertumbuhan
transaksi kliring juga dikonfirmasi oleh optimisme
kinerja dunia usaha juga yang tercermin dari Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) hasil dari Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU). Pada triwulan II 2016, SBT kegiatan
dunia usaha berada pada level 33,31%, lebih tinggi
daripada SBT triwulan I 2016 sebesar 6,72%, meskipun
tumbuh melambat dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya dengan SBT 36,80%. Peningkatan
kegiatan usaha pada triwulan berjalan, terjadi hampir
pada seluruh sektor ekonomi, terutama sektor ekonomi
utama di provinsi Jawa Tengah yaitu sektor Industri
Pengolahan serta Perdagangan, Hotel, dan Restoran
(PHR).
Penerbitan Peraturan Bank Indonesia No.17/9/PBI/2015
tanggal 5 Juni 2015 perihal Penyelenggaraan Transfer
Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia yang
b e r l a k u e f e k t i f p e r 1 J a n u a r i 2 0 1 6 d a n
SE.No.17/35/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal
Batas Nilai Nominal Transfer Dana melalui Sistem Bank
Indonesia – Real Time Gross Settlement dan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia yang mengatur
penyempurnaan SKNBI Generasi I I khususnya
mengenai nilai nominal transaksi juga menjadi salah
satu pendorong peningkatan volume dan nilai transaksi
SKNBI yang cukup signifikan sejak Januari 2016. Dalam
peraturan tersebut, nilai nominal transaksi yang
diproses melalui SKNBI hingga 30 Juni 2016 tidak
dibatasi jumlahnya.
94 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
LEMBAR
6
7
8
9
10
11
12 RP MILIAR
VOLUME - SKALA KANANNOMINAL
II
360
320
280
240
200
dari sisi volume meskipun meningkat secara nominal
dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata cek dan
BG kosong yang dikliringkan per hari pada triwulan
laporan sebanyak 220 warkat per hari atau lebih rendah
12,35% (qtq) dari triwulan sebelumnya sebanyak 252
warkat per hari. Sementara itu, nilai penarikan cek dan
BG kosong meningkat 6,22% (qtq) menjadi Rp8,83
miliar per hari dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp8,31 miliar per hari.
Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Semarang,
Solo, Purwokerto dan Tegal menunjukkan adanya
peningkatan net outflow dibandingkan triwulan
sebelumnya. Posisi net outflow menurun signifikan
mencapai 190,39% (qtq) menjadi Rp10,61 triliun pada
triwulan laporan dari triwulan sebelumnya yang
mencatat net inflow 1.213,35% (qtq) atau net inflow
sebesar Rp11,74 triliun. Posisi net outflow mencatat
pertumbuhan tahunan sebesar 564,75% (yoy) apabila
dibandingkan triwulan II 2015 yang mencatat
penurunan 57,35% (yoy) atau net inflow sebesar
Rp2,28 triliun.
Aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia
(inflow) pada triwulan II 2016 sebesar Rp12,44 triliun,
lebih rendah 33,63% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar Rp18,75 triliun. Sebaliknya, aliran
uang kartal dari Bank Indonesia ke perbankan dan
masyarakat (outflow) pada triwulan pelaporan tercatat
sebesar Rp23,06 triliun atau meningkat signifikan
sebesar 229,29% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar Rp7,00 triliun.
Posisi net outflow yang tinggi pada periode laporan
sejalan dengan pola historisnya. Hal ini didorong oleh
peningkatan aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke
perbankan/ masyarakat ke Bank Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan saat bulan Ramadhan dan Hari
Raya Idul Fitri, serta persiapan tahun ajaran baru
sekolah. Selain itu, kebutuhan uang tunai untuk
kegiatan konsumsi pemerintah maupun swasta juga
meningkat seiring dengan pencairan gaji ke-13 PNS
dan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR).
Secara tahunan, posisi inflow pada triwulan laporan
mengalami penurunan sebesar 16,52% (yoy)
dibandingkan triwulan II 2015 yang tumbuh 4,18%
(yoy). Sementara posisi outflow mencatat peningkatan
sebesar 82,69% (yoy) dari pada triwulan yang sama
tahun sebelumnya yang mencatat pertumbuhan
sebesar 41,00% (yoy). Secara spasial, aliran uang kartal
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Semarang,
Solo, Purwokerto dan Tegal menunjukkan adanya
peningkatan net outflow dibandingkan triwulan
sebelumnya. Posisi net outflow menurun signifikan
mencapai 190,39% (qtq) menjadi Rp10,61 triliun pada
triwulan laporan dari triwulan sebelumnya yang
mencatat net inflow 1.213,35% (qtq) atau net inflow
sebesar Rp11,74 triliun. Posisi net outflow mencatat
pertumbuhan tahunan sebesar 564,75% (yoy) apabila
dibandingkan triwulan II 2015 yang mencatat
penurunan 57,35% (yoy) atau net inflow sebesar
Rp2,28 triliun.
Aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia
(inflow) pada triwulan II 2016 sebesar Rp12,44 triliun,
lebih rendah 33,63% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar Rp18,75 triliun. Sebaliknya, aliran
uang kartal dari Bank Indonesia ke perbankan dan
masyarakat (outflow) pada triwulan pelaporan tercatat
sebesar Rp23,06 triliun atau meningkat signifikan
sebesar 229,29% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar Rp7,00 triliun.
95PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman
Grafik 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
RP MILIAR
5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 50,00060,000
0
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
RIBU TRANSAKSI
-
200
400
600
800
1,000
1,200
II II
Perputaran kliring terbesar masih didominasi kota
Semarang dan Solo sebagai kota pusat perekonomian
di Jawa Tengah. Pangsa transaksi kliring terbesar secara
volume dan nominal masih dicatat kota Semarang yaitu
masing-masing sebesar 43,30% dan 42,88%.
Meskipun tercatat sebagai kota dengan pangsa
transaksi kliring terbesar, aktivitas kliring pada triwulan
laporan di kota Semarang menunjukkan penurunan
pangsa dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 43,77% dari sisi volume dan 44,44% dari sisi
nominal.
Daerah kedua di Jawa Tengah yang mencatatkan
pangsa transaksi kliring tertinggi adalah Solo dengan
pangsa volume sebesar 25,72% atau sedikit menurun
dibandingkan pangsa triwulan I 2016 sebesar 25,79%.
Sementara dari sisi nominal, pangsa perputaran kliring
di Solo sebesar 27,21% atau meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 26,77%. Perputaran
kliring di kota-kota lain memiliki pangsa masing-masing
kota dibawah 10%. Secara volume, kota-kota yang
mencatat peningkatan pangsa adalah Kudus,
Magelang, Pekalongan, dan Purworejo. Sedangkan
apabila dilihat dari sisi nominal, peningkatan pangsa
transaksi dicatat oleh kota Kudus, Magelang, dan
Pekalongan.
Perputaran kliring di Jawa Tengah pada triwulan
laporan masih didominasi oleh transaksi kliring debet
penyerahan berupa penyerahan cek dan bilyet giro
(BG). Jumlah rata-rata harian penarikan cek dan BG
kosong pada triwulan laporan mengalami penurunan
periode pelaporan, IPR tercatat sebesar 187,29
mengalami peningkatan 11,17 poin dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 176,12 serta meningkat
7,94 poin dibandingkan triwulan II 2015. Pertumbuhan
transaksi kliring juga dikonfirmasi oleh optimisme
kinerja dunia usaha juga yang tercermin dari Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) hasil dari Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU). Pada triwulan II 2016, SBT kegiatan
dunia usaha berada pada level 33,31%, lebih tinggi
daripada SBT triwulan I 2016 sebesar 6,72%, meskipun
tumbuh melambat dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya dengan SBT 36,80%. Peningkatan
kegiatan usaha pada triwulan berjalan, terjadi hampir
pada seluruh sektor ekonomi, terutama sektor ekonomi
utama di provinsi Jawa Tengah yaitu sektor Industri
Pengolahan serta Perdagangan, Hotel, dan Restoran
(PHR).
Penerbitan Peraturan Bank Indonesia No.17/9/PBI/2015
tanggal 5 Juni 2015 perihal Penyelenggaraan Transfer
Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia yang
b e r l a k u e f e k t i f p e r 1 J a n u a r i 2 0 1 6 d a n
SE.No.17/35/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal
Batas Nilai Nominal Transfer Dana melalui Sistem Bank
Indonesia – Real Time Gross Settlement dan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia yang mengatur
penyempurnaan SKNBI Generasi I I khususnya
mengenai nilai nominal transaksi juga menjadi salah
satu pendorong peningkatan volume dan nilai transaksi
SKNBI yang cukup signifikan sejak Januari 2016. Dalam
peraturan tersebut, nilai nominal transaksi yang
diproses melalui SKNBI hingga 30 Juni 2016 tidak
dibatasi jumlahnya.
94 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
LEMBAR
6
7
8
9
10
11
12 RP MILIAR
VOLUME - SKALA KANANNOMINAL
II
360
320
280
240
200
dari sisi volume meskipun meningkat secara nominal
dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata cek dan
BG kosong yang dikliringkan per hari pada triwulan
laporan sebanyak 220 warkat per hari atau lebih rendah
12,35% (qtq) dari triwulan sebelumnya sebanyak 252
warkat per hari. Sementara itu, nilai penarikan cek dan
BG kosong meningkat 6,22% (qtq) menjadi Rp8,83
miliar per hari dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp8,31 miliar per hari.
Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Semarang,
Solo, Purwokerto dan Tegal menunjukkan adanya
peningkatan net outflow dibandingkan triwulan
sebelumnya. Posisi net outflow menurun signifikan
mencapai 190,39% (qtq) menjadi Rp10,61 triliun pada
triwulan laporan dari triwulan sebelumnya yang
mencatat net inflow 1.213,35% (qtq) atau net inflow
sebesar Rp11,74 triliun. Posisi net outflow mencatat
pertumbuhan tahunan sebesar 564,75% (yoy) apabila
dibandingkan triwulan II 2015 yang mencatat
penurunan 57,35% (yoy) atau net inflow sebesar
Rp2,28 triliun.
Aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia
(inflow) pada triwulan II 2016 sebesar Rp12,44 triliun,
lebih rendah 33,63% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar Rp18,75 triliun. Sebaliknya, aliran
uang kartal dari Bank Indonesia ke perbankan dan
masyarakat (outflow) pada triwulan pelaporan tercatat
sebesar Rp23,06 triliun atau meningkat signifikan
sebesar 229,29% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar Rp7,00 triliun.
Posisi net outflow yang tinggi pada periode laporan
sejalan dengan pola historisnya. Hal ini didorong oleh
peningkatan aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke
perbankan/ masyarakat ke Bank Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan saat bulan Ramadhan dan Hari
Raya Idul Fitri, serta persiapan tahun ajaran baru
sekolah. Selain itu, kebutuhan uang tunai untuk
kegiatan konsumsi pemerintah maupun swasta juga
meningkat seiring dengan pencairan gaji ke-13 PNS
dan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR).
Secara tahunan, posisi inflow pada triwulan laporan
mengalami penurunan sebesar 16,52% (yoy)
dibandingkan triwulan II 2015 yang tumbuh 4,18%
(yoy). Sementara posisi outflow mencatat peningkatan
sebesar 82,69% (yoy) dari pada triwulan yang sama
tahun sebelumnya yang mencatat pertumbuhan
sebesar 41,00% (yoy). Secara spasial, aliran uang kartal
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Semarang,
Solo, Purwokerto dan Tegal menunjukkan adanya
peningkatan net outflow dibandingkan triwulan
sebelumnya. Posisi net outflow menurun signifikan
mencapai 190,39% (qtq) menjadi Rp10,61 triliun pada
triwulan laporan dari triwulan sebelumnya yang
mencatat net inflow 1.213,35% (qtq) atau net inflow
sebesar Rp11,74 triliun. Posisi net outflow mencatat
pertumbuhan tahunan sebesar 564,75% (yoy) apabila
dibandingkan triwulan II 2015 yang mencatat
penurunan 57,35% (yoy) atau net inflow sebesar
Rp2,28 triliun.
Aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia
(inflow) pada triwulan II 2016 sebesar Rp12,44 triliun,
lebih rendah 33,63% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar Rp18,75 triliun. Sebaliknya, aliran
uang kartal dari Bank Indonesia ke perbankan dan
masyarakat (outflow) pada triwulan pelaporan tercatat
sebesar Rp23,06 triliun atau meningkat signifikan
sebesar 229,29% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar Rp7,00 triliun.
95PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartalmelalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016 (20)
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
30 RP TRILIUN
INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)
II
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
(2)
(1)
1
2
3
4
5
6 RP TRILIUN
II
(3)
(4)
Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang KartalBerdasarkan Wilayah
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
masyarakat. Pemusnahan uang rupiah tidak layak edar
di Jawa Tengah pada triwulan laporan tumbuh negatif
sebesar 15,97% (qtq) sejalan dengan penurunan
inflow.
Sampai dengan triwulan laporan, jumlah uang palsu
yang ditemukan di Jawa Tengah sebanyak 13.902
lembar. Jumlah ini mengalami kenaikan 21,00%
dibandingkan semester I 2015 dengan temuan uang
palsu sebanyak 11.489 lembar. Mayoritas uang palsu
ditemukan di Semarang (45,78%), Solo (27,92%),
Purwokerto (13,48%), dan Tegal (12,81%). Secara
nominal, uang palsu yang paling banyak ditemukan
dalam pecahan Rp50.000 sebanyak 7.076 lembar
(50,90%), diikuti oleh pecahan Rp100.000 sebanyak
6.550 lembar (47,12%). Sedangkan uang palsu dalam
pecahan lainnya memiliki pangsa masing-masing
pecahan kurang dari 2%. Penemuan tersebut antara
lain berasal dari klarifikasi perbankan ke Bank Indonesia
(92,67%), hasil setoran bank (2,81%), serta setoran
masyarakat melalui loket penukaran (2,31%), temuan
kepolisian (2,20%), serta klarifikasi masyarakat ke Bank
Indonesia (0,01%).
melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia Semarang,
Solo, Purwokerto, dan Tegal pada triwulan mencatat
posisi net outflow. Kondisi net outflow tertinggi
terdapat di Semarang dan Solo mengingat peran kedua
kota tersebut sebagai kota pusat perekonomian di Jawa
Tengah.
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Semarang, Solo,
Purwokerto dan Tegal secara rutin melakukan kegiatan
penarikan uang yang lusuh, cacat, sudah dicabut, dan
ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan
diganti dengan uang rupiah layak edar. Hal tersebut
dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke
Grafik 5.9 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
LEMBAR
100,000 50,000 20,000 PECAHAN < 10.000
Grafik 5.10Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan
100,000 50,000 20,000 PECAHAN 10.000<
47.13% 80.89% 1.13% 0.85%
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
-
Grafik 5.8 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
-
1
2
3
4
5
6
7 RP TRILIUN
PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
RASIO (%)
II -
10
20
30
40
50
60
96 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PEMBELIAN PENJUALAN PERTUMBUHAN TRANSAKSI - SKALA KANAN KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN
Grafik 5.11 Transaksi Penukaran Valuta Asingdan Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah
Grafik 5.12 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkanmelalui KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
RP MILIARRP MILIAR %, YOY
-
150
300
450
600
750
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
-
150
300
450
600
750
USD SGD MYR EUR JPY LAINNYA
II(80)
(40)
0
40
80
120
II
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp 285,82
mi l iar. Transaks i penjualan juga mengalami
peningkatan sebesar 12,96% (qtq) menjadi Rp 335,30
miliar dari Rp 296,84 miliar pada triwulan sebelumnya.
Secara tahunan, transaksi pembelian dan penjualan
mencatat peningkatan masing-masing sebesar
11,88% (yoy) dan 12,88% (yoy).
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
Terdapat 26 penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran
Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang memiliki izin
dari Bank Indonesia di Jawa Tengah. Dari jumlah
tersebut, 55,55% (15 KUPVA) terdapat di wilayah kerja
KPwBI Provinsi Jawa Tengah, 18,52% (5 KUPVA) di
wilayah KPwBI Purwokerto, 14,82% (4 KUPVA) di
wilayah KPwBI Solo, dan 11,11% (3 KUPVA) di wilayah
KPwBI Tegal.
Nilai transaksi penukaran valuta asing melalui KUPVA
Bukan Bank tersebut pada triwulan pelaporan
mencapai Rp665,35 mi l iar atau mengalami
pertumbuhan sebesar 14,19% (qtq) dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,48% (qtq). Secara
tahunan, transaksi penukaran valuta asing mengalami
peningkatan sebesar 12,38% (yoy) dibandingkan
triwulan II 2015 yang tumbuh negative sebesar 5,18%
(yoy). Hal ini sejalan dengan perbaikan kunjungan
wisatawan asing ke Jawa Tengah yang meningkat
sebesar 9,49% (yoy). Wisatawan asing yang
berkunjung ke Jawa Tengah melalui Bandara Ahmad
Yani – Semarang maupun Bandara Adi Sumarmo – Solo
pada triwulan laporan tercatat sebesar 5.377
kunjungan, lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama tahun lalu sebesar 4.911 kunjungan.
Apabila dibedakan berdasarkan jenis transaksi,
transaksi pembelian oleh KUPVA Bukan Bank mencapai
Rp 330,05 miliar atau meningkat 15,47% (qtq)
5.4. Perkembangan Akses Keuangan
Sebaran jaringan kantor bank umum pada triwulan II
2016 masih terpusat di kota-kota dengan aktivitas
perekonomian yang tinggi di Jawa Tengah, misalnya di
kota Semarang dengan pangsa jaringan kantor
perbankan sebesar 28% terhadap total jaringan kantor
perbankan di Jawa Tengah. Dalam rangka memperluas
jangkauan layanan keuangan hingga ke daerah
terpencil yang belum dilayani jaringan kantor
perbankan, Bank Indonesia melakukan inovasi dengan
menyelenggarakan Layanan Keuangan Digital (LKD).
LKD akan memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk mendapatkan layanan keuangan dengan aman
dan biaya terjangkau, serta tanpa menggunakan
kantor cabang bank tradisional melalui agen
LKD.Hingga periode pelaporan, terdapat 7.548 agen
LKD mitra perbankan di wilayah kerja KPwBI Prov.
Jateng. Jumlah ini meningkat 27,67% dibandingkan
jumlah agen LKD pada akhir 2015 sebesar 5.912 agen
LKD.
97PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartalmelalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016 (20)
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
30 RP TRILIUN
INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)
II
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
(2)
(1)
1
2
3
4
5
6 RP TRILIUN
II
(3)
(4)
Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang KartalBerdasarkan Wilayah
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
masyarakat. Pemusnahan uang rupiah tidak layak edar
di Jawa Tengah pada triwulan laporan tumbuh negatif
sebesar 15,97% (qtq) sejalan dengan penurunan
inflow.
Sampai dengan triwulan laporan, jumlah uang palsu
yang ditemukan di Jawa Tengah sebanyak 13.902
lembar. Jumlah ini mengalami kenaikan 21,00%
dibandingkan semester I 2015 dengan temuan uang
palsu sebanyak 11.489 lembar. Mayoritas uang palsu
ditemukan di Semarang (45,78%), Solo (27,92%),
Purwokerto (13,48%), dan Tegal (12,81%). Secara
nominal, uang palsu yang paling banyak ditemukan
dalam pecahan Rp50.000 sebanyak 7.076 lembar
(50,90%), diikuti oleh pecahan Rp100.000 sebanyak
6.550 lembar (47,12%). Sedangkan uang palsu dalam
pecahan lainnya memiliki pangsa masing-masing
pecahan kurang dari 2%. Penemuan tersebut antara
lain berasal dari klarifikasi perbankan ke Bank Indonesia
(92,67%), hasil setoran bank (2,81%), serta setoran
masyarakat melalui loket penukaran (2,31%), temuan
kepolisian (2,20%), serta klarifikasi masyarakat ke Bank
Indonesia (0,01%).
melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia Semarang,
Solo, Purwokerto, dan Tegal pada triwulan mencatat
posisi net outflow. Kondisi net outflow tertinggi
terdapat di Semarang dan Solo mengingat peran kedua
kota tersebut sebagai kota pusat perekonomian di Jawa
Tengah.
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Semarang, Solo,
Purwokerto dan Tegal secara rutin melakukan kegiatan
penarikan uang yang lusuh, cacat, sudah dicabut, dan
ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan
diganti dengan uang rupiah layak edar. Hal tersebut
dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke
Grafik 5.9 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
LEMBAR
100,000 50,000 20,000 PECAHAN < 10.000
Grafik 5.10Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan
100,000 50,000 20,000 PECAHAN 10.000<
47.13% 80.89% 1.13% 0.85%
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
-
Grafik 5.8 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
-
1
2
3
4
5
6
7 RP TRILIUN
PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
RASIO (%)
II -
10
20
30
40
50
60
96 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PEMBELIAN PENJUALAN PERTUMBUHAN TRANSAKSI - SKALA KANAN KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN
Grafik 5.11 Transaksi Penukaran Valuta Asingdan Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah
Grafik 5.12 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkanmelalui KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
RP MILIARRP MILIAR %, YOY
-
150
300
450
600
750
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI I2016
-
150
300
450
600
750
USD SGD MYR EUR JPY LAINNYA
II(80)
(40)
0
40
80
120
II
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp 285,82
mi l iar. Transaks i penjualan juga mengalami
peningkatan sebesar 12,96% (qtq) menjadi Rp 335,30
miliar dari Rp 296,84 miliar pada triwulan sebelumnya.
Secara tahunan, transaksi pembelian dan penjualan
mencatat peningkatan masing-masing sebesar
11,88% (yoy) dan 12,88% (yoy).
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
Terdapat 26 penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran
Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang memiliki izin
dari Bank Indonesia di Jawa Tengah. Dari jumlah
tersebut, 55,55% (15 KUPVA) terdapat di wilayah kerja
KPwBI Provinsi Jawa Tengah, 18,52% (5 KUPVA) di
wilayah KPwBI Purwokerto, 14,82% (4 KUPVA) di
wilayah KPwBI Solo, dan 11,11% (3 KUPVA) di wilayah
KPwBI Tegal.
Nilai transaksi penukaran valuta asing melalui KUPVA
Bukan Bank tersebut pada triwulan pelaporan
mencapai Rp665,35 mi l iar atau mengalami
pertumbuhan sebesar 14,19% (qtq) dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,48% (qtq). Secara
tahunan, transaksi penukaran valuta asing mengalami
peningkatan sebesar 12,38% (yoy) dibandingkan
triwulan II 2015 yang tumbuh negative sebesar 5,18%
(yoy). Hal ini sejalan dengan perbaikan kunjungan
wisatawan asing ke Jawa Tengah yang meningkat
sebesar 9,49% (yoy). Wisatawan asing yang
berkunjung ke Jawa Tengah melalui Bandara Ahmad
Yani – Semarang maupun Bandara Adi Sumarmo – Solo
pada triwulan laporan tercatat sebesar 5.377
kunjungan, lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama tahun lalu sebesar 4.911 kunjungan.
Apabila dibedakan berdasarkan jenis transaksi,
transaksi pembelian oleh KUPVA Bukan Bank mencapai
Rp 330,05 miliar atau meningkat 15,47% (qtq)
5.4. Perkembangan Akses Keuangan
Sebaran jaringan kantor bank umum pada triwulan II
2016 masih terpusat di kota-kota dengan aktivitas
perekonomian yang tinggi di Jawa Tengah, misalnya di
kota Semarang dengan pangsa jaringan kantor
perbankan sebesar 28% terhadap total jaringan kantor
perbankan di Jawa Tengah. Dalam rangka memperluas
jangkauan layanan keuangan hingga ke daerah
terpencil yang belum dilayani jaringan kantor
perbankan, Bank Indonesia melakukan inovasi dengan
menyelenggarakan Layanan Keuangan Digital (LKD).
LKD akan memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk mendapatkan layanan keuangan dengan aman
dan biaya terjangkau, serta tanpa menggunakan
kantor cabang bank tradisional melalui agen
LKD.Hingga periode pelaporan, terdapat 7.548 agen
LKD mitra perbankan di wilayah kerja KPwBI Prov.
Jateng. Jumlah ini meningkat 27,67% dibandingkan
jumlah agen LKD pada akhir 2015 sebesar 5.912 agen
LKD.
97PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 5.14 Realitas Jumlah Agen LKDGrafik 5.13 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
8.000
6.000
4.000
2.000
012 1 2 3 4 5 6
2015 2016
5912 6345 6737 6962 7356 7456 7548
98 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan II 2016 relatif membaik, antara lain tercermin dari persentase kemiskinan yang menurun serta Nilai Tukar Petani (NTP) yang membaik.
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
BABVI
Kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah pada triwulan II 2016 tidak mengalami perubahan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2016 mengalami penurunan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu.
Nilai tukar petani pada triwulan laporan mengalami peningkatan sejalan dengan
perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Grafik 5.14 Realitas Jumlah Agen LKDGrafik 5.13 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
8.000
6.000
4.000
2.000
012 1 2 3 4 5 6
2015 2016
5912 6345 6737 6962 7356 7456 7548
98 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan II 2016 relatif membaik, antara lain tercermin dari persentase kemiskinan yang menurun serta Nilai Tukar Petani (NTP) yang membaik.
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
BABVI
Kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah pada triwulan II 2016 tidak mengalami perubahan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2016 mengalami penurunan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu.
Nilai tukar petani pada triwulan laporan mengalami peningkatan sejalan dengan
perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Jawa Tengah Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
ANGKATAN KERJA
BEKERJA
PENGANGGURAN
BUKAN ANGKATAN KERJA
PENDUDUK USIA KERJA
TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PARUH WAKTU
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2014
Februari Agustus Februari
17,46
16,5
0,96
7,32
24,78
70,46
5,50
4,73
1,9
2,83
17,52
16,47
1,05
7,36
24,88
70,42
5,99
5,21
1,49
3,72
17,72
16,75
0,97
7,26
24,98
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
2013
Agustus
17,55
16,55
1
7,64
25,19
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
Februari
2015
18,29
17,32
0,97
7,05
25,34
72,19
5,31
4,91
1,18
3,73
Agustus
17,30
16,44
0,86
8,19
25,49
67,86
4,99
4,51
1,07
3,44
Februari
2016
17,91
17,16
0,75
7,72
25,63
69,89
4,20
4,97
1,23
3,74
Jumlah penduduk usia kerja di Jawa Tengah
mengalami peningkatan, mencerminkan potensi
ketersediaan tenaga kerja pada Februari 2016
yang meningkat dibandingkan periode yang
sama tahun lalu. Pada Februari 2016 jumlah
penduduk usia kerja Jawa Tengah sebesar 25,63 juta
orang, atau meningkat 1,14% dibandingkan dengan
Februari 2015 yang berjumlah 25,34 juta orang.
Kondisi ini mencerminkan besarnya potensi tenaga
kerja di Jawa Tengah dalam hal kuantitas penduduk
usia produktif.
Meski memiliki potensi penduduk usia produktif
yang besar, namun penduduk usia produktif yang
menjadi angkatan kerja menurun pada triwulan
laporan. Jumlah angkatan kerja menurun 2,08%
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya, yaitu dari 18,29 juta orang menjadi
sebanyak 17,91 juta orang. Penurunan tersebut
terutama diakibatkan jumlah penduduk usia produktif
lebih banyak berada dalam kelompok bukan angkatan
kerja. Peningkatan penduduk pada kelompok tersebut
dapat disebabkan oleh banyaknya penduduk usia
produktif yang menunda untuk memasuki dunia kerja
dan lebih memilih untuk melanjutkan pendidikan.
Fenomena ini tercermin dari perbaikan kualitas latar
6.1. Ketenagakerjaan
belakang pendidikan angkatan kerja dan tren
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Jawa Tengah yang terus terjadi dalam beberapa tahun
terakhir.
Tingkat pengangguran Jawa Tengah per Februari
2016 menunjukkan penurunan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. Salah satu
faktor yang turut mendorong penurunan jumlah
pengangguran di Jawa Tengah pada triwulan laporan
adalah peningkatan jumlah penduduk yang masuk
dalam kategori bukan angkatan kerja.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
triwulan laporan juga mengalami penurunan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu. TPAK, yang mengindikasikan besarnya persentase
penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi,
mengalami penurunan dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. TPAK Jawa Tengah pada
Februari 2016 tercatat sebesar 69,89%, turun
dibandingkan Februari 2015 yang tercatat sebesar
72,19%. Namun demikian, TPAK Jawa Tengah
cenderung masih lebih baik dibandingkan dengan
nasional. TPAK nasional pada Februari 2016 tercatat
sebesar 68,06%.
101KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Jawa Tengah Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
ANGKATAN KERJA
BEKERJA
PENGANGGURAN
BUKAN ANGKATAN KERJA
PENDUDUK USIA KERJA
TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PARUH WAKTU
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2014
Februari Agustus Februari
17,46
16,5
0,96
7,32
24,78
70,46
5,50
4,73
1,9
2,83
17,52
16,47
1,05
7,36
24,88
70,42
5,99
5,21
1,49
3,72
17,72
16,75
0,97
7,26
24,98
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
2013
Agustus
17,55
16,55
1
7,64
25,19
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
Februari
2015
18,29
17,32
0,97
7,05
25,34
72,19
5,31
4,91
1,18
3,73
Agustus
17,30
16,44
0,86
8,19
25,49
67,86
4,99
4,51
1,07
3,44
Februari
2016
17,91
17,16
0,75
7,72
25,63
69,89
4,20
4,97
1,23
3,74
Jumlah penduduk usia kerja di Jawa Tengah
mengalami peningkatan, mencerminkan potensi
ketersediaan tenaga kerja pada Februari 2016
yang meningkat dibandingkan periode yang
sama tahun lalu. Pada Februari 2016 jumlah
penduduk usia kerja Jawa Tengah sebesar 25,63 juta
orang, atau meningkat 1,14% dibandingkan dengan
Februari 2015 yang berjumlah 25,34 juta orang.
Kondisi ini mencerminkan besarnya potensi tenaga
kerja di Jawa Tengah dalam hal kuantitas penduduk
usia produktif.
Meski memiliki potensi penduduk usia produktif
yang besar, namun penduduk usia produktif yang
menjadi angkatan kerja menurun pada triwulan
laporan. Jumlah angkatan kerja menurun 2,08%
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya, yaitu dari 18,29 juta orang menjadi
sebanyak 17,91 juta orang. Penurunan tersebut
terutama diakibatkan jumlah penduduk usia produktif
lebih banyak berada dalam kelompok bukan angkatan
kerja. Peningkatan penduduk pada kelompok tersebut
dapat disebabkan oleh banyaknya penduduk usia
produktif yang menunda untuk memasuki dunia kerja
dan lebih memilih untuk melanjutkan pendidikan.
Fenomena ini tercermin dari perbaikan kualitas latar
6.1. Ketenagakerjaan
belakang pendidikan angkatan kerja dan tren
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Jawa Tengah yang terus terjadi dalam beberapa tahun
terakhir.
Tingkat pengangguran Jawa Tengah per Februari
2016 menunjukkan penurunan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. Salah satu
faktor yang turut mendorong penurunan jumlah
pengangguran di Jawa Tengah pada triwulan laporan
adalah peningkatan jumlah penduduk yang masuk
dalam kategori bukan angkatan kerja.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
triwulan laporan juga mengalami penurunan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu. TPAK, yang mengindikasikan besarnya persentase
penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi,
mengalami penurunan dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. TPAK Jawa Tengah pada
Februari 2016 tercatat sebesar 69,89%, turun
dibandingkan Februari 2015 yang tercatat sebesar
72,19%. Namun demikian, TPAK Jawa Tengah
cenderung masih lebih baik dibandingkan dengan
nasional. TPAK nasional pada Februari 2016 tercatat
sebesar 68,06%.
101KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
LAPANGAN KERJAPENGHASILAN
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 6.2
INDEKS
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
KEGIATAN USAHALAPANGAN KERJAPENGHASILAN
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat IniGrafik 6.1
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
PESIMIS
OPTIMIS
PESIMIS
OPTIMIS
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
kegiatan usaha yang turun menjadi 139,0 menjadi
147,8.
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
perubahan. Sektor Pertanian masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa
Tengah. Pada Februari 2016, lapangan usaha tersebut
masih menyerap tenaga kerja sebanyak 5,16 juta orang
atau 30,07% dari total penduduk yang bekerja di Jawa
Tengah.
Namun demikian, jumlah penduduk yang bekerja di
lapangan usaha pertanian mengalami penurunan yang
cukup signifikan yakni sebesar 4,27% dibandingkan
dengan periode yang sama di tahun lalu. Penurunan ini
terutama berasal dari adanya persepsi rendahnya
kesejahteraan petani, tercermin dari NTP subsektor
tanaman pangan yang kerap berada di bawah 100
dalam 4 tahun terakhir. Selain itu, program mekanisasi
pertanian yang digalakkan oleh pemerintah juga
ditengarai merupakan sa lah satu penyebab
menurunnya jumlah penduduk yang bekerja di
lapangan usaha pertanian.
Kondisi ini sejalan dengan hasil Survei Konsumen
yang terkait dengan tenaga kerja. Konsumen
memandang kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah
triwulan II 2016 lebih baik dibandingkan dengan
triwulan I 2016. Hal tersebut tercermin dari hasil survei
konsumen di Jawa Tengah yang menunjukkan bahwa
tingkat keyakinan konsumen Jawa Tengah terhadap
kondisi lapangan usaha saat ini cenderung meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tingkat
keyakinan yang mengalami perbaikan tersebut sejalan
dengan kenaikan tingkat keyakinan konsumen
terhadap kondisi penghasilan saat ini.
Konsumen memandang kondisi lapangan kerja
pada 6 bulan yang akan datang lebih baik
dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini terlihat
dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja
yang naik menjadi 126,1 dari sebelumnya 116,1.
Sementara itu, optimisme konsumen terhadap kondisi
penghasilan dan kondisi kegiatan usaha relatif
menurun. Ekspektasi penghasilan konsumen turun dari
sebelumnya 153,4 pada triwulan I 2016 menjadi 142,8
pada triwulan II 2016. Begitu pula dengan ekspektasi
102 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STATUS PEKERJAN UTAMA
PERTANIAN
INDUSTRI
PERDAGANGAN
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN
LAINNYA**
TOTAL
2014
Februari Agustus Februari
5,05
3,31
3,76
2,14
2,19
16,45
5,17
3,11
3,69
2,51
1,99
16,47
5,19
3,31
3,72
2,15
2,38
16,75
2013
Agustus
5,17
3,17
3,72
2,19
2,3
16,55
Februari
2015
5,39
3,33
4,01
2,28
2,31
17,32
Agustus
4,71
3,27
3,80
2,08
2,58
16,44
Februari
2016
5,16
3,22
4,11
2,39
2,28
17,16
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja di Jawa Tengah Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan
Perkembangan NTP Subsektor Tanaman Pangandalam 4 Tahun Terakhir
Grafik 6.3
92
94
96
98
100
102
104
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
III II III IV2012
90
Lapangan usaha perdagangan menempati posisi kedua
dengan menyerap 4,11 juta orang atau 23,95%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sementara
lapangan usaha industri pengolahan menempati posisi
ketiga dengan menyerap 3,22 juta orang atau 18,76%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.
Jenis pekerjaan yang dominan pada Februari 2016
adalah kelompok orang yang bekerja sebagai
buruh/karyawan/pegawai. Jumlah kelompok orang
yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai
mencapai 5,89 juta orang, mengalami penurunan
dibandingkan dengan Februari 2015 yang mencapai
6,09 juta orang. Hal ini mencerminkan banyaknya
jumlah pekerja di sektor formal. Data pada bulan
Februari 2016 mencatat jumlah pekerja sektor formal
Jawa Tengah sebanyak 6,43 juta orang atau 37,47%
dari jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah tersebut
mengalami penurunan dibandingkan dengan Februari
2015 yang tercatat sebesar 6,66 juta orang. Sejalan
dengan hal tersebut, jumlah pekerja di sektor informal
juga menurun. Jumlah pekerja yang berusaha sendiri
pada Februari 2016 tercatat sebanyak 2,86 juta orang,
atau menurun dibandingkan dengan Februari 2015
yang tercatat sebanyak 3,03 juta orang.
Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah
mengalami penurunan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Sejalan dengan
kinerja ekonomi Jawa Tengah triwulan I 2016 yang
melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu,
jumlah pekerja berwaktu penuh Jawa Tengah per
Februari 2016 tercatat sebanyak 12,19 juta orang atau
menurun dibandingkan dengan Februari 2015 yang
tercatat sebanyak 12,41 juta orang (Tabel 5.4).
Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada periode
laporan sebesar 71,03% merupakan pekerja berwaktu
penuh (full time worker), yaitu penduduk yang bekerja
pada kelompok 35 jam ke atas per minggu. Sementara
untuk jumlah pekerja berwaktu tidak penuh
mengalami peningkatan, yaitu dari 4,91 juta menjadi
4,97 juta orang pada periode yang sama.
Latar belakang pendidikan penduduk yang
bekerja di Jawa Tengah telah mengalami
perbaikan. Jumlah penduduk yang bekerja dengan
tingkat pendidikan SMP ke atas pada Februari 2016
tercatat sebanyak 8,24 juta orang atau meningkat
dibandingkan Februari 2015 yang tercatat sebanyak
7,93 juta orang. Sementara itu, jumlah penduduk yang
bekerja dengan tingkat pendidikan SD ke bawah pada
Februari 2016 tercatat sebanyak 8,92 juta orang atau
menurun dibandingkan Februari 2015 yang tercatat
sebanyak 9,39 juta orang. Hal ini menandakan bahwa
ketersediaan jumlah tenaga kerja dengan keterampilan
yang lebih tinggi di Jawa Tengah pada tahun 2016 telah
mengalami peningkatan. Hal ini diharapkan dapat
memenuhi permintaan tenaga kerja pada industri
pengolahan mengingat sejak tahun 2015 terjadi tren
relokasi usaha dari Jawa Barat dan Banten menuju Jawa
Tengah.
103KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
1,
2,
3,
4,
5,
6,
2014
Februari Agustus Februari
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,51
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,76
2013
Agustus
2,86
3,19
0,64
5,25
2,18
2,43
16,55
Februari
2015
3,03
3,01
0,57
6,09
2,25
2,37
17,32
Agustus
2,68
2,94
0,58
5,71
2,34
2,19
16,44
Februari
2,86
3,35
0,54
5,89
2,20
2,32
17,16
2016
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
LAPANGAN KERJAPENGHASILAN
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 6.2
INDEKS
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
KEGIATAN USAHALAPANGAN KERJAPENGHASILAN
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat IniGrafik 6.1
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
PESIMIS
OPTIMIS
PESIMIS
OPTIMIS
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II
kegiatan usaha yang turun menjadi 139,0 menjadi
147,8.
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
perubahan. Sektor Pertanian masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa
Tengah. Pada Februari 2016, lapangan usaha tersebut
masih menyerap tenaga kerja sebanyak 5,16 juta orang
atau 30,07% dari total penduduk yang bekerja di Jawa
Tengah.
Namun demikian, jumlah penduduk yang bekerja di
lapangan usaha pertanian mengalami penurunan yang
cukup signifikan yakni sebesar 4,27% dibandingkan
dengan periode yang sama di tahun lalu. Penurunan ini
terutama berasal dari adanya persepsi rendahnya
kesejahteraan petani, tercermin dari NTP subsektor
tanaman pangan yang kerap berada di bawah 100
dalam 4 tahun terakhir. Selain itu, program mekanisasi
pertanian yang digalakkan oleh pemerintah juga
ditengarai merupakan sa lah satu penyebab
menurunnya jumlah penduduk yang bekerja di
lapangan usaha pertanian.
Kondisi ini sejalan dengan hasil Survei Konsumen
yang terkait dengan tenaga kerja. Konsumen
memandang kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah
triwulan II 2016 lebih baik dibandingkan dengan
triwulan I 2016. Hal tersebut tercermin dari hasil survei
konsumen di Jawa Tengah yang menunjukkan bahwa
tingkat keyakinan konsumen Jawa Tengah terhadap
kondisi lapangan usaha saat ini cenderung meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tingkat
keyakinan yang mengalami perbaikan tersebut sejalan
dengan kenaikan tingkat keyakinan konsumen
terhadap kondisi penghasilan saat ini.
Konsumen memandang kondisi lapangan kerja
pada 6 bulan yang akan datang lebih baik
dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini terlihat
dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja
yang naik menjadi 126,1 dari sebelumnya 116,1.
Sementara itu, optimisme konsumen terhadap kondisi
penghasilan dan kondisi kegiatan usaha relatif
menurun. Ekspektasi penghasilan konsumen turun dari
sebelumnya 153,4 pada triwulan I 2016 menjadi 142,8
pada triwulan II 2016. Begitu pula dengan ekspektasi
102 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STATUS PEKERJAN UTAMA
PERTANIAN
INDUSTRI
PERDAGANGAN
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN
LAINNYA**
TOTAL
2014
Februari Agustus Februari
5,05
3,31
3,76
2,14
2,19
16,45
5,17
3,11
3,69
2,51
1,99
16,47
5,19
3,31
3,72
2,15
2,38
16,75
2013
Agustus
5,17
3,17
3,72
2,19
2,3
16,55
Februari
2015
5,39
3,33
4,01
2,28
2,31
17,32
Agustus
4,71
3,27
3,80
2,08
2,58
16,44
Februari
2016
5,16
3,22
4,11
2,39
2,28
17,16
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja di Jawa Tengah Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan
Perkembangan NTP Subsektor Tanaman Pangandalam 4 Tahun Terakhir
Grafik 6.3
92
94
96
98
100
102
104
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
III II III IV2012
90
Lapangan usaha perdagangan menempati posisi kedua
dengan menyerap 4,11 juta orang atau 23,95%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sementara
lapangan usaha industri pengolahan menempati posisi
ketiga dengan menyerap 3,22 juta orang atau 18,76%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.
Jenis pekerjaan yang dominan pada Februari 2016
adalah kelompok orang yang bekerja sebagai
buruh/karyawan/pegawai. Jumlah kelompok orang
yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai
mencapai 5,89 juta orang, mengalami penurunan
dibandingkan dengan Februari 2015 yang mencapai
6,09 juta orang. Hal ini mencerminkan banyaknya
jumlah pekerja di sektor formal. Data pada bulan
Februari 2016 mencatat jumlah pekerja sektor formal
Jawa Tengah sebanyak 6,43 juta orang atau 37,47%
dari jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah tersebut
mengalami penurunan dibandingkan dengan Februari
2015 yang tercatat sebesar 6,66 juta orang. Sejalan
dengan hal tersebut, jumlah pekerja di sektor informal
juga menurun. Jumlah pekerja yang berusaha sendiri
pada Februari 2016 tercatat sebanyak 2,86 juta orang,
atau menurun dibandingkan dengan Februari 2015
yang tercatat sebanyak 3,03 juta orang.
Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah
mengalami penurunan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Sejalan dengan
kinerja ekonomi Jawa Tengah triwulan I 2016 yang
melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu,
jumlah pekerja berwaktu penuh Jawa Tengah per
Februari 2016 tercatat sebanyak 12,19 juta orang atau
menurun dibandingkan dengan Februari 2015 yang
tercatat sebanyak 12,41 juta orang (Tabel 5.4).
Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada periode
laporan sebesar 71,03% merupakan pekerja berwaktu
penuh (full time worker), yaitu penduduk yang bekerja
pada kelompok 35 jam ke atas per minggu. Sementara
untuk jumlah pekerja berwaktu tidak penuh
mengalami peningkatan, yaitu dari 4,91 juta menjadi
4,97 juta orang pada periode yang sama.
Latar belakang pendidikan penduduk yang
bekerja di Jawa Tengah telah mengalami
perbaikan. Jumlah penduduk yang bekerja dengan
tingkat pendidikan SMP ke atas pada Februari 2016
tercatat sebanyak 8,24 juta orang atau meningkat
dibandingkan Februari 2015 yang tercatat sebanyak
7,93 juta orang. Sementara itu, jumlah penduduk yang
bekerja dengan tingkat pendidikan SD ke bawah pada
Februari 2016 tercatat sebanyak 8,92 juta orang atau
menurun dibandingkan Februari 2015 yang tercatat
sebanyak 9,39 juta orang. Hal ini menandakan bahwa
ketersediaan jumlah tenaga kerja dengan keterampilan
yang lebih tinggi di Jawa Tengah pada tahun 2016 telah
mengalami peningkatan. Hal ini diharapkan dapat
memenuhi permintaan tenaga kerja pada industri
pengolahan mengingat sejak tahun 2015 terjadi tren
relokasi usaha dari Jawa Barat dan Banten menuju Jawa
Tengah.
103KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
1,
2,
3,
4,
5,
6,
2014
Februari Agustus Februari
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,51
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,76
2013
Agustus
2,86
3,19
0,64
5,25
2,18
2,43
16,55
Februari
2015
3,03
3,01
0,57
6,09
2,25
2,37
17,32
Agustus
2,68
2,94
0,58
5,71
2,34
2,19
16,44
Februari
2,86
3,35
0,54
5,89
2,20
2,32
17,16
2016
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN) PDRB LAPANGAN USAHA PERTANIAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
PDRB (RP MILIAR) INDEKS
IV25000
30000
35000
40000
45000
50000
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP dengan PDRB Lapangan usaha PertanianGrafik 6.4
I2016
II
103
102
101
100
99
98
97
96
95
Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDIDIKAN
SD ke Bawah
SMP
SMA
DI/II/III dan Universitas
Total
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2015*
Februari Agustus Februari
9,13
3,16
3,37
1,09
16,75
8,98
3,12
3,30
1,15
16,55
9,39
3,15
3,45
1,33
17,32
2014*
Agustus
8.61
3.16
3.4
1.27
16.44
2016
Februari
8,92
3,28
3,54
1,42
17,16
Angka pengangguran mengalami penurunan
pada Februari 2016 dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Jumlah pengangguran
pada Februari 2016 tercatat sebanyak 0,75 juta orang,
lebih rendah 22,68% dibandingkan dengan Februari
2015 yang berjumlah 0,97 juta orang. Berdasarkan
data tersebut, Provinsi Jawa Tengah menyumbang
10,68% dari total angka pengangguran nasional.
Sementara dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT), Jawa Tengah mengalami penurunan,
yaitu dari 5,31% pada Februari 2015 menjadi 4,20% di
Februari 2016 (Tabel 5.1). Angka ini lebih rendah dari
TPT nasional yaitu sebesar 5,50%.
6.2. Pengangguran
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2016
meningkat dibandingkan triwulan I 2016.
Meskipun masih mencatatkan defisit, NTP pada
triwulan pelaporan sebesar 99,64, atau mengalami
perbaikan tipis dibanding triwulan lalu yang mencapai
99,40. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan lapangan
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada
triwulan laporan yang membaik. Meskipun masih
mengalami kontraksi, lapangan usaha ini mencatatkan
6.3. Nilai Tukar Petani 16
perbaikan pertumbuhan menjadi -0,07% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan I 2016 yang tumbuh
-2,01% (yoy).
Peningkatan NTP Jawa Tengah pada triwulan II
2016 didorong oleh kenaikan indeks yang
diterima petani lebih tinggi dibandingkan
kenaikan indeks yang dibayarkan petani. Indeks
yang diterima petani meningkat 0,37%; naik dari
122,37 menjadi 122,82 pada triwulan laporan.
Sementara itu, indeks yang dibayarkan petani
meningkat 0,13%; dari sebelumnya 123,10 menjadi
123,26 pada triwulan II 2016. Perbaikan NTP ini
ditengarai akibat meningkatnya harga beberapa
komoditas sejalan dengan memasukinya bulan
Ramadhan, serta musim tanam bagi sebagian
komoditas pangan di Jawa Tengah.
Indeks yang diterima petani pada triwulan II 2016
lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016. Secara
umum, indeks yang diterima petani meningkat, dengan
kenaikan paling besar pada subsektor tanaman
perkebunan rakyat yang naik 3,36%; dari 123,78 pada
triwulan I 2016 menjadi 127,94 pada triwulan laporan.
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
16.
104 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2013
Februari Agustus
4,91
1,18
3,73
12,41
17,32
4,51
1,07
3,44
11,93
16,44
5,21
1,49
3,72
11,26
16,47
2015
Februari
* Data diolah dari Sakernas 2013-2015
Februari Agustus
4,85
1,28
3,57
11,90
16,75
4,90
1,19
3,71
11,65
16,55
2014
Februari
4,97
1,23
3,74
12,19
17,16
2016
Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
INDEKS
TOTAL TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa TengahGrafik 6.8
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
INDEKS
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
II III
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa TengahGrafik 6.7
90
95
100
105
110
115
120
125
130
IV90
95
100
105
110
115
120
125
130
I
2016
II I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
II III IV I
2016
II
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
INDEKS
NILAI TUKAR PETANIINDEKS YANG DITERIMA PETANI (It) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)
IV95
100
105
110
115
120
125
130
I2016
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Jawa Tengah dan Komponen PenyusunnyaGrafik 6.5
II
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa TengahGrafik 6.6
HORTIKULTURATOTAL PETERNAKAN TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PERIKANAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III90
95
100
105
110
115 INDEKS
IV I2016
II
Peningkatan pada triwulan II 2016 juga terjadi pada
subsektor peternakan dan perikanan yang masing-
masing meningkat sebesar 0,65% dan 0,57%
dibandingkan triwulan lalu.
Namun demikian, terjadi penurunan indeks yang
diterima pada subsektor tanaman pangan dan
hortikultura. Indeks yang diterima pada subsektor
tanaman pangan yang turun sebesar 0,86% di tengah
kualitas beras yang menurun akibat cuaca hujan yang
relatif tinggi dengan pengaruh La Nina. Sementara itu,
indeks yang diterima pada subsektor hortikultura turun
sebesar 0,32% di tengah panen komoditas bumbu-
bumbuan. Tercukupinya pasokan ini sejalan dengan
rendahnya inflasi triwulan II 2016 yang berasal dari
komoditas hortikultura.
Sementara itu, indeks yang dibayar petani pada
triwulan II 2016 meningkat dibandingkan
triwulan lalu. Indeks yang dibayar petani meningkat
dengan peningkatan tertinggi berada pada subsektor
tanaman perkebunan yang naik 0,28% atau menjadi
123,98 dari sebelumnya 123,63 pada triwulan lalu.
Data historis menunjukkan bahwa indeks yang dibayar
petani mengalami tren peningkatan secara persisten.
Namun demikian, subsektor peternakan dan
perikanan mencatatkan penurunan indeks yang
dibayarkan petani. Indeks yang dibayarkan petani
pada subsektor peternakan dan subsektor perikanan
masing-masing turun sebesar 0,02% dan 0,19%
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan tercatat mengalami peningkatan.
Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai 17Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada
triwulan II 2016 mengalami kenaikan, yakni menjadi
106,16 dari sebelumnya 106,05 pada triwulan I 2016.
Kenaikan NTUP pada triwulan laporan terutama
didorong oleh subsektor tanaman perkebunan rakyat
yang naik sebesar 2,87% pada triwulan laporan
menjadi 111,07 dari sebelumnya 107,97.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
17.
105KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN) PDRB LAPANGAN USAHA PERTANIAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
PDRB (RP MILIAR) INDEKS
IV25000
30000
35000
40000
45000
50000
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP dengan PDRB Lapangan usaha PertanianGrafik 6.4
I2016
II
103
102
101
100
99
98
97
96
95
Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDIDIKAN
SD ke Bawah
SMP
SMA
DI/II/III dan Universitas
Total
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2015*
Februari Agustus Februari
9,13
3,16
3,37
1,09
16,75
8,98
3,12
3,30
1,15
16,55
9,39
3,15
3,45
1,33
17,32
2014*
Agustus
8.61
3.16
3.4
1.27
16.44
2016
Februari
8,92
3,28
3,54
1,42
17,16
Angka pengangguran mengalami penurunan
pada Februari 2016 dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Jumlah pengangguran
pada Februari 2016 tercatat sebanyak 0,75 juta orang,
lebih rendah 22,68% dibandingkan dengan Februari
2015 yang berjumlah 0,97 juta orang. Berdasarkan
data tersebut, Provinsi Jawa Tengah menyumbang
10,68% dari total angka pengangguran nasional.
Sementara dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT), Jawa Tengah mengalami penurunan,
yaitu dari 5,31% pada Februari 2015 menjadi 4,20% di
Februari 2016 (Tabel 5.1). Angka ini lebih rendah dari
TPT nasional yaitu sebesar 5,50%.
6.2. Pengangguran
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2016
meningkat dibandingkan triwulan I 2016.
Meskipun masih mencatatkan defisit, NTP pada
triwulan pelaporan sebesar 99,64, atau mengalami
perbaikan tipis dibanding triwulan lalu yang mencapai
99,40. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan lapangan
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada
triwulan laporan yang membaik. Meskipun masih
mengalami kontraksi, lapangan usaha ini mencatatkan
6.3. Nilai Tukar Petani 16
perbaikan pertumbuhan menjadi -0,07% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan I 2016 yang tumbuh
-2,01% (yoy).
Peningkatan NTP Jawa Tengah pada triwulan II
2016 didorong oleh kenaikan indeks yang
diterima petani lebih tinggi dibandingkan
kenaikan indeks yang dibayarkan petani. Indeks
yang diterima petani meningkat 0,37%; naik dari
122,37 menjadi 122,82 pada triwulan laporan.
Sementara itu, indeks yang dibayarkan petani
meningkat 0,13%; dari sebelumnya 123,10 menjadi
123,26 pada triwulan II 2016. Perbaikan NTP ini
ditengarai akibat meningkatnya harga beberapa
komoditas sejalan dengan memasukinya bulan
Ramadhan, serta musim tanam bagi sebagian
komoditas pangan di Jawa Tengah.
Indeks yang diterima petani pada triwulan II 2016
lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016. Secara
umum, indeks yang diterima petani meningkat, dengan
kenaikan paling besar pada subsektor tanaman
perkebunan rakyat yang naik 3,36%; dari 123,78 pada
triwulan I 2016 menjadi 127,94 pada triwulan laporan.
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
16.
104 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2013
Februari Agustus
4,91
1,18
3,73
12,41
17,32
4,51
1,07
3,44
11,93
16,44
5,21
1,49
3,72
11,26
16,47
2015
Februari
* Data diolah dari Sakernas 2013-2015
Februari Agustus
4,85
1,28
3,57
11,90
16,75
4,90
1,19
3,71
11,65
16,55
2014
Februari
4,97
1,23
3,74
12,19
17,16
2016
Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
INDEKS
TOTAL TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa TengahGrafik 6.8
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
INDEKS
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
II III
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa TengahGrafik 6.7
90
95
100
105
110
115
120
125
130
IV90
95
100
105
110
115
120
125
130
I
2016
II I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
II III IV I
2016
II
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
INDEKS
NILAI TUKAR PETANIINDEKS YANG DITERIMA PETANI (It) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)
IV95
100
105
110
115
120
125
130
I2016
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Jawa Tengah dan Komponen PenyusunnyaGrafik 6.5
II
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa TengahGrafik 6.6
HORTIKULTURATOTAL PETERNAKAN TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PERIKANAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III90
95
100
105
110
115 INDEKS
IV I2016
II
Peningkatan pada triwulan II 2016 juga terjadi pada
subsektor peternakan dan perikanan yang masing-
masing meningkat sebesar 0,65% dan 0,57%
dibandingkan triwulan lalu.
Namun demikian, terjadi penurunan indeks yang
diterima pada subsektor tanaman pangan dan
hortikultura. Indeks yang diterima pada subsektor
tanaman pangan yang turun sebesar 0,86% di tengah
kualitas beras yang menurun akibat cuaca hujan yang
relatif tinggi dengan pengaruh La Nina. Sementara itu,
indeks yang diterima pada subsektor hortikultura turun
sebesar 0,32% di tengah panen komoditas bumbu-
bumbuan. Tercukupinya pasokan ini sejalan dengan
rendahnya inflasi triwulan II 2016 yang berasal dari
komoditas hortikultura.
Sementara itu, indeks yang dibayar petani pada
triwulan II 2016 meningkat dibandingkan
triwulan lalu. Indeks yang dibayar petani meningkat
dengan peningkatan tertinggi berada pada subsektor
tanaman perkebunan yang naik 0,28% atau menjadi
123,98 dari sebelumnya 123,63 pada triwulan lalu.
Data historis menunjukkan bahwa indeks yang dibayar
petani mengalami tren peningkatan secara persisten.
Namun demikian, subsektor peternakan dan
perikanan mencatatkan penurunan indeks yang
dibayarkan petani. Indeks yang dibayarkan petani
pada subsektor peternakan dan subsektor perikanan
masing-masing turun sebesar 0,02% dan 0,19%
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan tercatat mengalami peningkatan.
Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai 17Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada
triwulan II 2016 mengalami kenaikan, yakni menjadi
106,16 dari sebelumnya 106,05 pada triwulan I 2016.
Kenaikan NTUP pada triwulan laporan terutama
didorong oleh subsektor tanaman perkebunan rakyat
yang naik sebesar 2,87% pada triwulan laporan
menjadi 111,07 dari sebelumnya 107,97.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
17.
105KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tabel 6.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
SUBSEKTOR
TANAMAN PANGAN
HORTIKULTURA
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN
PERIKANAN
TOTALSumber : BPS Jawa Tengah
I - 2015 II - 2015 III - 2015
106,68
102,91
103,71
109,24
103,92
104,99
97,5
102,83
105,4
109,08
106,17
103,09
103,73
104,49
106,87
113,60
109,31
107,00
IV - 2015
106,24
107,76
108,6
109,88
109,46
107,95
I - 2016
101,17
107,43
107,97
109,64
111,26
106,05
II - 2016
99.83
106.84
111.07
110.44
112.06
106.16
%Perubahan
-1.32
-0.55
2.87
0.73
0.72
0.10
nasional mengalami penurunan sebesar 580 ribu jiwa
dibandingkan Maret 2015 menjadi 28,01 juta jiwa dari
total penduduk Indonesia. Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan pelaporan menyumbang 16,09% dari total
penduduk miskin nasional, meningkat dibandingkan
sumbangan pada bulan Maret 2015 sebesar 16,01%.
Penurunan angka kemiskinan pada Maret 2016
terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin di daerah pedesaan. Apabila
dibandingkan dengan periode Maret 2015, jumlah
penduduk miskin di pedesaan turun sebesar 2,07%
atau setara dengan 57 ribu orang. Sementara di
perkotaan, jumlah penduduk miskin juga turun sebesar
0,72% atau setara dengan 13 ribu orang. Jumlah
penduduk miskin di pedesaan pada Maret 2016
mencapai 2.683 ribu jiwa sedangkan di perkotaan
mencapai 1.824 ribu jiwa.
18 Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan garis kemiskinan pedesaan. Berdasarkan
pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan
dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam
periode yang sama tercatat mengalami penurunan
tahunan signifikan sebesar 28,01% dari Rp299.011 per
kapita/bulan pada Maret 2015 menjadi Rp215.269 per
kapita/bulan pada Maret 2016. Sementara itu, garis
kemiskinan di daerah pedesaan mengalami kenaikan
sebesar 7,52%, dari Rp296.864 per kapita/bulan pada
Maret 2015 menjadi Rp319.188 per kapita/bulan pada
Maret 2016.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2016
mengalami penurunan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan
Jawa Tengah per Maret 2016 menurun secara nominal,
yaitu sebanyak 4.507 ribu jiwa dari 4.577 ribu jiwa pada
periode yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan Jawa
Tengah mengalami penurunan secara persentase
menjadi 13,27% dari jumlah penduduk Jawa Tengah,
menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu
yaitu 13,58% dari jumlah penduduk. Penurunan
persentase jumlah penduduk miskin tersebut terutama
didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin
yang berada di pedesaan, dari 2.740 ribu jiwa pada
Maret 2015 menjadi 2.683 ribu pada Maret 2016.
Sejalan dengan hal tersebut, jumlah penduduk miskin
yang ada di perkotaan juga mengalami penurunan bila
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,
dari 1.837 ribu jiwa pada Maret 2015 menjadi 1.824
ribu pada Maret 2016.
Sejalan dengan Provinsi Jawa Tengah, angka
kemiskinan di tingkat nasional mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu. Jumlah penduduk miskin di tingkat
6.4. Tingkat Kemiskinan
RIBU ORANG
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
2011 MAR-12 SEP-12 MAR-13 SEP-13 MAR-14 SEP-14 MAR-15 SEP-15
%
KOTA KOTA+DESADESADESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Sumber : BPS, diolah
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa TengahTahun 2011-2015 (ribuan orang)
Grafik 6.9.
MAR-16
106 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
19
17
15
13
11
9
7
5
2010 2011 2012 2013 2014
Grafik 6.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
INDEKS
Sumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
70
69
68
67
66
65
64
2015
Tabel 6.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011-September 2015 (Rupiah)
Sumber : BPS, diolah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2011 Sept 2012Mar 2012
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014
279.036
267.991
273.056
Sep 2014
286.014
277.802
281.750
Mar 2015
299,011
296,864
297,851
2010
205,606
179,982
192,435
Sep 2015
308,163
310,295
309,314
Mar 2016
215,269
319,188
317,348
Secara keseluruhan, garis kemiskinan kota dan desa
meningkat 6,55% dari Rp297.851 per kapita/bulan
pada Maret 2015 menjadi Rp317.348 per kapita/bulan
pada Maret 2016. Kenaikan garis kemiskinan dapat
meningkatkan jumlah penduduk miskin. Penduduk
yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan akan digolongkan menjadi
penduduk miskin.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa
Tengah mengalami tren peningkatan dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2015, IPM Jawa Tengah tercatat
sebesar 69,49, meningkat dibanding tahun
sebelumnya yang sebesar 68,78. Angka IPM Jawa
Tengah ini tercatat lebih rendah dibandingkan dengan
IPM nasional. Data IPM nasional pada tahun 2015
sebesar 69,55 meningkat dari periode sebelumnya,
yaitu sebesar 68,90.
Data IPM mengacu pada indeks yang dihitung dengan
menggunakan metode perhitungan IPM standar tahun
2010. Terdapat satu komponen tambahan yang turut
diperhitungkan pada dimensi pendidikan, yakni
harapan lama sekolah. Sementara itu, komponen yang
diperhitungkan pada dimensi standar hidup diubah
menjadi Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita, dari
6.5. Pembangunan Manusiasebelumnya Produk Domestik (PDB) per kapita. Metode
agregasi indeks juga mengalami perubahan dari rata-
rata hitung pada IPM standar perhitungan tahun 2000
menjadi rata-rata ukur/geometrik pada IPM standar
perhitungan tahun 2010.
Dengan demikian, komponen pada IPM standar
perhitungan tahun 2010 secara keseluruhan terdiri
dari:
a.
b.
c.
Kesehatan: Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)
Pendidikan: i) Harapan Lama Sekolah (HLS) dan ii)
Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
Standar Hidup: PNB per kapita
Ditinjau dari komponennya, peningkatan terjadi di
seluruh komponen, baik kesehatan, pendidikan,
maupun standar hidup.
Tabel 6.8. IPM Jawa Tengah Menurut Komponen (2010-2015)
KOMPONEN
ANGKA HARAPAN HIDUP SAAT LAHIR (AHH)
HARAPAN LAMA SEKOLAH (HLS)
RATA-RATA LAMA SEKOLAH (RLS)
PENGELUARAN PERKAPITA DISESUAIKAN
IPM
PERTUMBUHAN IPM
SATUAN2010
TAHUN
TAHUN
TAHUN
0
%
72,73
11,09
6,71
Rp8.992
66,08
72,91
11,18
6,74
Rp9.296
66,64
0,84
73,09
11,39
6,77
Rp9.497
6721
0,86
73,28
11,89
6,8
Rp9.618
68,02
1,21
73,88
12,17
6,93
Rp9.640
68,78
1,12
73,96
12,38
7,03
Rp9.930
69,49
1,04
2011 2012 2013 2014 2015
107KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tabel 6.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
SUBSEKTOR
TANAMAN PANGAN
HORTIKULTURA
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN
PERIKANAN
TOTALSumber : BPS Jawa Tengah
I - 2015 II - 2015 III - 2015
106,68
102,91
103,71
109,24
103,92
104,99
97,5
102,83
105,4
109,08
106,17
103,09
103,73
104,49
106,87
113,60
109,31
107,00
IV - 2015
106,24
107,76
108,6
109,88
109,46
107,95
I - 2016
101,17
107,43
107,97
109,64
111,26
106,05
II - 2016
99.83
106.84
111.07
110.44
112.06
106.16
%Perubahan
-1.32
-0.55
2.87
0.73
0.72
0.10
nasional mengalami penurunan sebesar 580 ribu jiwa
dibandingkan Maret 2015 menjadi 28,01 juta jiwa dari
total penduduk Indonesia. Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan pelaporan menyumbang 16,09% dari total
penduduk miskin nasional, meningkat dibandingkan
sumbangan pada bulan Maret 2015 sebesar 16,01%.
Penurunan angka kemiskinan pada Maret 2016
terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin di daerah pedesaan. Apabila
dibandingkan dengan periode Maret 2015, jumlah
penduduk miskin di pedesaan turun sebesar 2,07%
atau setara dengan 57 ribu orang. Sementara di
perkotaan, jumlah penduduk miskin juga turun sebesar
0,72% atau setara dengan 13 ribu orang. Jumlah
penduduk miskin di pedesaan pada Maret 2016
mencapai 2.683 ribu jiwa sedangkan di perkotaan
mencapai 1.824 ribu jiwa.
18 Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan garis kemiskinan pedesaan. Berdasarkan
pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan
dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam
periode yang sama tercatat mengalami penurunan
tahunan signifikan sebesar 28,01% dari Rp299.011 per
kapita/bulan pada Maret 2015 menjadi Rp215.269 per
kapita/bulan pada Maret 2016. Sementara itu, garis
kemiskinan di daerah pedesaan mengalami kenaikan
sebesar 7,52%, dari Rp296.864 per kapita/bulan pada
Maret 2015 menjadi Rp319.188 per kapita/bulan pada
Maret 2016.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2016
mengalami penurunan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan
Jawa Tengah per Maret 2016 menurun secara nominal,
yaitu sebanyak 4.507 ribu jiwa dari 4.577 ribu jiwa pada
periode yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan Jawa
Tengah mengalami penurunan secara persentase
menjadi 13,27% dari jumlah penduduk Jawa Tengah,
menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu
yaitu 13,58% dari jumlah penduduk. Penurunan
persentase jumlah penduduk miskin tersebut terutama
didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin
yang berada di pedesaan, dari 2.740 ribu jiwa pada
Maret 2015 menjadi 2.683 ribu pada Maret 2016.
Sejalan dengan hal tersebut, jumlah penduduk miskin
yang ada di perkotaan juga mengalami penurunan bila
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,
dari 1.837 ribu jiwa pada Maret 2015 menjadi 1.824
ribu pada Maret 2016.
Sejalan dengan Provinsi Jawa Tengah, angka
kemiskinan di tingkat nasional mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu. Jumlah penduduk miskin di tingkat
6.4. Tingkat Kemiskinan
RIBU ORANG
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
2011 MAR-12 SEP-12 MAR-13 SEP-13 MAR-14 SEP-14 MAR-15 SEP-15
%
KOTA KOTA+DESADESADESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Sumber : BPS, diolah
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa TengahTahun 2011-2015 (ribuan orang)
Grafik 6.9.
MAR-16
106 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
19
17
15
13
11
9
7
5
2010 2011 2012 2013 2014
Grafik 6.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
INDEKS
Sumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
70
69
68
67
66
65
64
2015
Tabel 6.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011-September 2015 (Rupiah)
Sumber : BPS, diolah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2011 Sept 2012Mar 2012
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014
279.036
267.991
273.056
Sep 2014
286.014
277.802
281.750
Mar 2015
299,011
296,864
297,851
2010
205,606
179,982
192,435
Sep 2015
308,163
310,295
309,314
Mar 2016
215,269
319,188
317,348
Secara keseluruhan, garis kemiskinan kota dan desa
meningkat 6,55% dari Rp297.851 per kapita/bulan
pada Maret 2015 menjadi Rp317.348 per kapita/bulan
pada Maret 2016. Kenaikan garis kemiskinan dapat
meningkatkan jumlah penduduk miskin. Penduduk
yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan akan digolongkan menjadi
penduduk miskin.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa
Tengah mengalami tren peningkatan dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2015, IPM Jawa Tengah tercatat
sebesar 69,49, meningkat dibanding tahun
sebelumnya yang sebesar 68,78. Angka IPM Jawa
Tengah ini tercatat lebih rendah dibandingkan dengan
IPM nasional. Data IPM nasional pada tahun 2015
sebesar 69,55 meningkat dari periode sebelumnya,
yaitu sebesar 68,90.
Data IPM mengacu pada indeks yang dihitung dengan
menggunakan metode perhitungan IPM standar tahun
2010. Terdapat satu komponen tambahan yang turut
diperhitungkan pada dimensi pendidikan, yakni
harapan lama sekolah. Sementara itu, komponen yang
diperhitungkan pada dimensi standar hidup diubah
menjadi Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita, dari
6.5. Pembangunan Manusiasebelumnya Produk Domestik (PDB) per kapita. Metode
agregasi indeks juga mengalami perubahan dari rata-
rata hitung pada IPM standar perhitungan tahun 2000
menjadi rata-rata ukur/geometrik pada IPM standar
perhitungan tahun 2010.
Dengan demikian, komponen pada IPM standar
perhitungan tahun 2010 secara keseluruhan terdiri
dari:
a.
b.
c.
Kesehatan: Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)
Pendidikan: i) Harapan Lama Sekolah (HLS) dan ii)
Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
Standar Hidup: PNB per kapita
Ditinjau dari komponennya, peningkatan terjadi di
seluruh komponen, baik kesehatan, pendidikan,
maupun standar hidup.
Tabel 6.8. IPM Jawa Tengah Menurut Komponen (2010-2015)
KOMPONEN
ANGKA HARAPAN HIDUP SAAT LAHIR (AHH)
HARAPAN LAMA SEKOLAH (HLS)
RATA-RATA LAMA SEKOLAH (RLS)
PENGELUARAN PERKAPITA DISESUAIKAN
IPM
PERTUMBUHAN IPM
SATUAN2010
TAHUN
TAHUN
TAHUN
0
%
72,73
11,09
6,71
Rp8.992
66,08
72,91
11,18
6,74
Rp9.296
66,64
0,84
73,09
11,39
6,77
Rp9.497
6721
0,86
73,28
11,89
6,8
Rp9.618
68,02
1,21
73,88
12,17
6,93
Rp9.640
68,78
1,12
73,96
12,38
7,03
Rp9.930
69,49
1,04
2011 2012 2013 2014 2015
107KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di
Jawa Tengah pada Maret 2016 mengalami
penurunan. Hal ini tercermin dari koefisien Gini yang
mengukur ketimpangan distribusi pendapatan melalui
pengukuran yang berkisar antara 0 sampai 1. Apabila
koefisien Gini bernilai 0 berarti terjadi pemerataan
sempurna di dalam suatu daerah, sedangkan apabila
bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna.
Pada Maret 2016, Koefisien Gini Jawa Tengah
tercatat sebesar 0,37; lebih rendah dibandingkan
periode tahun sebelumnya yang sebesar 0,38. Hal
in i mengindikas ikan t idak ada peningkatan
ketimpangan di Jawa Tengah. Apabila dibandingkan
dengan nasional, koefisien Gini Jawa Tengah ini lebih
6.6. Pemerataan Penduduk
2010
Grafik 6.11. Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional
INDEKS
Sumber : BPS, diolah
JAWA TENGAH NASIONAL
0,42
0,40
0,38
0,36
0,34
0,32
0,30
2011 2012 2013 MAR-15 SEP-15 MAR-162014
Grafik 6.12. Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah
INDEKS
Sumber : BPS, diolah
0,44
0,42
0,40
0,38
0,36
0,34
0,32
0,30PERKOTAAN PERDESAAN PERKOTAAN PERKOTAAN
JAWA TENGAH NASIONAL
MARET 2015SEPTEMBER 2015
MARET 2016
rendah dibandingkan koefisien gini nasional yang
sebesar 0,41. Dengan kata lain, tingkat pemerataan
pendapatan di Jawa Tengah relatif lebih baik
dibandingkan dengan nasional.
Ditinjau dari wilayahnya, tingkat ketimpangan
yang lebih tinggi berada di kawasan perkotaan.
Pada Maret 2016, koefisien Gini perkotaaan Jawa
Tengah tercatat sebesar 0,38; lebih tinggi dibandingkan
perdesaan yang sebesar 0,32. Tingkat ketimpangan
yang lebih tinggi di daerah perkotaan juga ditemui di
tingkat nasional. Koefisien gini perkotaan nasional
sebesar 0,41; lebih tinggi dibandingkan perdesaan
yang sebesar 0,33.
108 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 diperkirakan masih melanjutkan tren meningkat, diiringi dengan inflasi yang meningkat.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
BABVII
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan IV 2016 diperkirakan akan mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan III 2016. Dari segi pengeluaran, peningkatan
diperkirakan berasal dari komponen konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah,
dan investasi. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan diperkirakan terjadi pada seluruh
lapangan usaha utama Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan, pertanian, serta
perdagangan.
Inflasi triwulan IV 2016 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dan
masih berada pada rentang target nasional seiring komitmen pemerintah untuk
menjaga ketersediaan komoditas, memperbaiki distribusi logistik, serta adanya
reformasi kebijakan energi.
Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di
Jawa Tengah pada Maret 2016 mengalami
penurunan. Hal ini tercermin dari koefisien Gini yang
mengukur ketimpangan distribusi pendapatan melalui
pengukuran yang berkisar antara 0 sampai 1. Apabila
koefisien Gini bernilai 0 berarti terjadi pemerataan
sempurna di dalam suatu daerah, sedangkan apabila
bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna.
Pada Maret 2016, Koefisien Gini Jawa Tengah
tercatat sebesar 0,37; lebih rendah dibandingkan
periode tahun sebelumnya yang sebesar 0,38. Hal
in i mengindikas ikan t idak ada peningkatan
ketimpangan di Jawa Tengah. Apabila dibandingkan
dengan nasional, koefisien Gini Jawa Tengah ini lebih
6.6. Pemerataan Penduduk
2010
Grafik 6.11. Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional
INDEKS
Sumber : BPS, diolah
JAWA TENGAH NASIONAL
0,42
0,40
0,38
0,36
0,34
0,32
0,30
2011 2012 2013 MAR-15 SEP-15 MAR-162014
Grafik 6.12. Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah
INDEKS
Sumber : BPS, diolah
0,44
0,42
0,40
0,38
0,36
0,34
0,32
0,30PERKOTAAN PERDESAAN PERKOTAAN PERKOTAAN
JAWA TENGAH NASIONAL
MARET 2015SEPTEMBER 2015
MARET 2016
rendah dibandingkan koefisien gini nasional yang
sebesar 0,41. Dengan kata lain, tingkat pemerataan
pendapatan di Jawa Tengah relatif lebih baik
dibandingkan dengan nasional.
Ditinjau dari wilayahnya, tingkat ketimpangan
yang lebih tinggi berada di kawasan perkotaan.
Pada Maret 2016, koefisien Gini perkotaaan Jawa
Tengah tercatat sebesar 0,38; lebih tinggi dibandingkan
perdesaan yang sebesar 0,32. Tingkat ketimpangan
yang lebih tinggi di daerah perkotaan juga ditemui di
tingkat nasional. Koefisien gini perkotaan nasional
sebesar 0,41; lebih tinggi dibandingkan perdesaan
yang sebesar 0,33.
108 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 diperkirakan masih melanjutkan tren meningkat, diiringi dengan inflasi yang meningkat.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
BABVII
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan IV 2016 diperkirakan akan mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan III 2016. Dari segi pengeluaran, peningkatan
diperkirakan berasal dari komponen konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah,
dan investasi. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan diperkirakan terjadi pada seluruh
lapangan usaha utama Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan, pertanian, serta
perdagangan.
Inflasi triwulan IV 2016 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dan
masih berada pada rentang target nasional seiring komitmen pemerintah untuk
menjaga ketersediaan komoditas, memperbaiki distribusi logistik, serta adanya
reformasi kebijakan energi.
Tren perbaikan kinerja perekonomian di Jawa
Tengah diprakirakan masih berlanjut pada
triwulan IV 2016. Pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 diprediksi lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2016. Peningkatan
bersumber dari konsumsi rumah tangga yang
meningkat pada akhir tahun. Sejalan dengan itu,
konsumsi pemerintah juga mengalami peningkatan
sejalan dengan puncak realisasi belanja pada triwulan
IV. Realisasi proyek infrastruktur pemerintah, maupun
investasi swasta pun diperkirakan meningkat pada
triwulan mendatang.
Sementara itu, pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa
Tengah masih ditopang oleh lapangan usaha industri
pengolahan; perdagangan besar-eceran dan reparasi
mobil-sepeda motor; serta pertanian, kehutanan dan
perikanan. Kenaikan pertumbuhan diperkirakan terjadi
pada ketiga lapangan usaha utama ini.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jawa Tengah pada 2016 diperkirakan
masih meneruskan tren peningkatan. Ekonomi
Jawa Tengah pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh
pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang tercatat
sebesar 5,4% (yoy). Perbaikan ekonomi global,
terutama mitra dagang utama Jawa Tengah
diperkirakan akan meningkatkan kegiatan usaha,
khususnya ekspor. Kemudian, komitmen pemerintah
untuk meningkatkan kemudahan investasi dan
berusaha di Indonesia, serta komitmen dalam
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV 2016
pembangunan infrastruktur diperkirakan mendukung
percepatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016.
Selain itu, terjaganya daya beli masyarakat dan
pelonggaran kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia
sejak akhir 2015 diperkirakan berdampak pada
peningkatan kinerja konumsi.
PENGELUARAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
I II
2015*
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
IVIIIKONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
P D R B
TOTAL I II
2016**
IVIII TOTAL4,37 4,27 4,34 4,82 4,45 4,76 4,80
(9,66) (12,33) 3,03 8,05 (3,15) 8,60 9,04
2,83 2,71 5,19 3,63 3,71 2,96 4,53
6,26 3,37 3,96 7,03 5,15 5,42 7,23
20,15 12,43 14,05 (1,91) 11,09 (2,36) 3,29
13,10 6,12 5,88 (7,82) 3,68 (4,36) 0,56
5,64 5,06 5,00 6,08 5,44 4,98 5,75
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
Permintaan domestik diperkirakan masih menjadi
sumber utama pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah, dengan pangsa di atas 60%. Secara
keseluruhan, konsumsi diperkirakan akan mengalami
akselerasi pada triwulan III 2016. Percepatan ini
diproyeksikan terjadi pada pengeluaran konsumsi
rumah tangga dan konsumsi pemerintah.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan
masih meningkat pada triwulan seiring dengan
meningkatnya daya beli masyarakat yang didukung
dengan pelonggaran kebijakan oleh Bank Indonesia
sejak akhir 2015, terutama penurunan BI rate,
peningkatan batas bawah Giro Wajib Minimum (GWM)
Loan to Financing Ratio (LFR), serta relaksasi peraturan
Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV).
Pelonggaran kebijakan ini akan ditransmisikan melalui
kredit perbankan dan berdampak pada peningkatan
konsumsi rumah tangga.
Lebih lanjut, perkembangan nilai tukar juga masih
mendukung untuk peningkatan konsumsi rumah
tangga. Memasuki bulan Juli 2016, nilai tukar Rupiah
111PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tren perbaikan kinerja perekonomian di Jawa
Tengah diprakirakan masih berlanjut pada
triwulan IV 2016. Pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 diprediksi lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2016. Peningkatan
bersumber dari konsumsi rumah tangga yang
meningkat pada akhir tahun. Sejalan dengan itu,
konsumsi pemerintah juga mengalami peningkatan
sejalan dengan puncak realisasi belanja pada triwulan
IV. Realisasi proyek infrastruktur pemerintah, maupun
investasi swasta pun diperkirakan meningkat pada
triwulan mendatang.
Sementara itu, pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa
Tengah masih ditopang oleh lapangan usaha industri
pengolahan; perdagangan besar-eceran dan reparasi
mobil-sepeda motor; serta pertanian, kehutanan dan
perikanan. Kenaikan pertumbuhan diperkirakan terjadi
pada ketiga lapangan usaha utama ini.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jawa Tengah pada 2016 diperkirakan
masih meneruskan tren peningkatan. Ekonomi
Jawa Tengah pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh
pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang tercatat
sebesar 5,4% (yoy). Perbaikan ekonomi global,
terutama mitra dagang utama Jawa Tengah
diperkirakan akan meningkatkan kegiatan usaha,
khususnya ekspor. Kemudian, komitmen pemerintah
untuk meningkatkan kemudahan investasi dan
berusaha di Indonesia, serta komitmen dalam
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV 2016
pembangunan infrastruktur diperkirakan mendukung
percepatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016.
Selain itu, terjaganya daya beli masyarakat dan
pelonggaran kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia
sejak akhir 2015 diperkirakan berdampak pada
peningkatan kinerja konumsi.
PENGELUARAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
I II
2015*
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
IVIIIKONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
P D R B
TOTAL I II
2016**
IVIII TOTAL4,37 4,27 4,34 4,82 4,45 4,76 4,80
(9,66) (12,33) 3,03 8,05 (3,15) 8,60 9,04
2,83 2,71 5,19 3,63 3,71 2,96 4,53
6,26 3,37 3,96 7,03 5,15 5,42 7,23
20,15 12,43 14,05 (1,91) 11,09 (2,36) 3,29
13,10 6,12 5,88 (7,82) 3,68 (4,36) 0,56
5,64 5,06 5,00 6,08 5,44 4,98 5,75
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
Permintaan domestik diperkirakan masih menjadi
sumber utama pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah, dengan pangsa di atas 60%. Secara
keseluruhan, konsumsi diperkirakan akan mengalami
akselerasi pada triwulan III 2016. Percepatan ini
diproyeksikan terjadi pada pengeluaran konsumsi
rumah tangga dan konsumsi pemerintah.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan
masih meningkat pada triwulan seiring dengan
meningkatnya daya beli masyarakat yang didukung
dengan pelonggaran kebijakan oleh Bank Indonesia
sejak akhir 2015, terutama penurunan BI rate,
peningkatan batas bawah Giro Wajib Minimum (GWM)
Loan to Financing Ratio (LFR), serta relaksasi peraturan
Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV).
Pelonggaran kebijakan ini akan ditransmisikan melalui
kredit perbankan dan berdampak pada peningkatan
konsumsi rumah tangga.
Lebih lanjut, perkembangan nilai tukar juga masih
mendukung untuk peningkatan konsumsi rumah
tangga. Memasuki bulan Juli 2016, nilai tukar Rupiah
111PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
realisasi investasi pemerintah dibandingkan tahun lalu
juga diperkirakan turut meningkatkan kinerja investasi
pemerintah di triwulan ini. Selain itu, berdasarkan hasil
FGD, konstruksi ruas-ruas Tol Trans Jawa, termasuk Tol
Pemalang-Batang-Semarang, dan Mantingan
ditargetkan dimulai pada September 2016.
Sementara itu, pada sisi swasta, paket kebijakan
ekonomi pemerintah, terutama dalam hal peningkatan
kemudahan be rusaha , d ipe rk i r akan dapa t
meningkatkan investas i pelaku usaha baru.
Berdasarkan hasil liaison sampai dengan triwulan II,
likert scale kegiatan investasi untuk tahun berjalan
tercatat 1,05 yang mencerminkan optimisme pelaku
usaha akan kegiatan investasi.
Ekspor Jawa Tengah diperkirakan mengalami
perbaikan pada triwulan IV 2016. Perbaikan kinerja
ekspor terjadi baik pada ekspor luar negeri, maupun
ekspor antardaerah. Seiring dengan mulai membaiknya
kondisi perekonomian negara mitra dagang utama
Provinsi Jawa Tengah, terutama Amerika Serikat (AS),
kinerja ekspor diproyeksikan meningkat. Selain itu,
paket kebijakan ekonomi pemerintah diperkirakan
memberikan dampak positif bagi kinerja ekspor.
Beberapa insentif yang diberikan kepada pelaku usaha
yang melakukan ekspor misalnya melalui kredit modal
kerja, atau bantuan pembiayaan.
Sejalan dengan itu, kinerja ekspor antardaerah pun
diprediksikan mengalami peningkatan. Seiring dengan
meningkatnya kinerja perekonomian domestik,
khususnya konsumsi, ekspor Jawa Tengah ke provinsi
lain juga akan meningkat. Selain itu, ekspor migas
Jateng diperkirakan meningkat seiring dengan sudah
beroperasinya Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC)
pada pengilangan minyak Cilacap yang meningkatkan
jumlah produksi. Selain itu, terdapat peningkatan
produksi migas di Blok Cepu Kabupaten Blora.
terhadap Dolar AS terapresiasi dan berada di bawah
angka Rp13.100 per Dolar AS. Kondisi seperti ini dapat
mendukung konsumsi masyarakat akan barang impor.
Kondisi perekonomian yang terus meningkat juga
mengangkat daya beli masyarakat. Optimisme
masyarakat akan kondisi ekonomi ke depan terlihat dari
hasil survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia,
di mana indeks ekspektasi konsumen terus berada di
atas level 100. Turut mendukung kinerja konsumsi,
inflasi diperkirakan terjaga pada rentang target 4±1%
dan mendorong terjaganya daya beli masyarakat.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan
meningkat pada triwulan IV 2016. Sesuai pola
musimannya, realisasi belanja pemerintah diprediksi
akan memuncak pada triwulan IV. Namun demikian,
terdapat tantangan yang harus diwaspadai seperti
pemotongan anggaran pemerintah.
Konsumsi LNPRT diperkirakan mengalami perlambatan
pada triwulan laporan. Hal ini terutama diakibatkan
oleh tingginya konsumsi LNPRT pada triwulan IV 2015
di mana terdapat penyelenggaraan Pilkada serentak.
Namun demikian, komponen ini tidak memiliki porsi
signifikan sehingga konsumsi secara keseluruhan masih
mencatatkan perbaikan pada triwulan IV 2016.
Investasi Jawa Tengah diperkirakan tumbuh lebih
cepat pada triwulan IV 2016. Investasi diperkirakan
meningkat seiring dengan realisasi proyek-proyek
pembangunan pemerintah, maupun investasi yang
dilakukan oleh pelaku usaha.
Pada sisi pemerintah, realisasi investasi diperkirakan
berasal dari beberapa pembangunan infrastruktur
multiyears yang sedang berlangsung di Jawa Tengah
antara lain Tol Trans Jawa, PLTU Batang, dan Bandara
Wirasaba. Komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
untuk mengadakan lelang lebih dini (terutama untuk
proyek pembangunan jalan) demi meningkatkan
112 PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENGELUARAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
I II
2015*
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
IVIIIPERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN,
REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
P D R B
TOTAL I II
2016**
IVIII TOTAL3,92 7,29 4,62 6,87 5,60 (2,01) (0,07)
5,86 3,79 4,30 4,56 4,62 4,04 5,24
3,14 3,24 2,16 8,25 4,17 6,99 4,45
5,64 5,06 5,00 6,08 5,44 4,98 5,75
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan UsahaPada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah
masih ditopang oleh lapangan usaha industri
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan
perikanan; serta perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor. Ketiga lapangan
usaha tersebut diproyeksikan mengalami pertumbuhan
lebih tinggi pada triwulan IV 2016, dan mendorong
akselerasi pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada
periode tersebut.
Pertumbuhan pada lapangan usaha pertanian
diperkirakan meningkat seiring dengan anomali
cuaca kemarau basah atau La Nina pada triwulan
sebelumnya. Tambahan curah hujan pada musim
kemarau ini diharapkan dapat meningkatkan luas
tanam dan panen hasil pertanian terutama padi.
Namun demikian, La Nina juga membawa risiko
serangan hama yang dapat menyebabkan turunnya
kualitas hasil pertanian atau bahkan gagal panen.
Pada lapangan usaha industri pengolahan,
peningkatan pertumbuhan diprediksi seiring
dengan meningkatnya permintaan domestik
maupun ekspor. Optimisme peningkatan domestik
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang
diperkirakan meningkat, sementara itu peningkatan
permintaan ekspor sejalan dengan ekonomi negara
mitra dagang yang relatif membaik walaupun lebih
rendah dari perkiraan sebelumnya.
Nilai tukar yang mengalami apresiasi juga turut
mendukung perbaikan kinerja industri, mengingat
kandungan impor dalam bahan baku industri di Jawa
Tengah cukup tinggi. Beberapa industri dengan konten
impor tinggi diantaranya industri tekstil dan produk
tekstil, serta industri kimia.
Selanjutnya, sejalan dengan peningkatan konsumsi
rumah tangga serta kegiatan ekonomi secara
keseluruhan, kinerja lapangan usaha perdagangan
juga mengalami peningkatan pertumbuhan.
Pelaku usaha juga memandang optimis kinerja
lapangan usaha perdagangan ke depan. Hal tersebut
dikonfirmasi dari nilai indeks ekspektasi penjualan yang
secara konsisten berada di atas level 100.
Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah
tahun 2016 diperkirakan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan tahun 2015. Sumber peningkatan
pertumbuhan berasal dar i lapangan usaha
perdagangan, dan industri pengolahan. Perbaikan
ekonomi global dan domestik, permintaan terhadap
hasil produksi Jawa Tengah diperkirakan mengalami
peningkatan yang mendorong perbaikan kinerja
lapangan usaha perdagangan, serta industri
pengolahan. Tren penurunan biaya energi juga turut
mendorong peningkatan kinerja.
Turut menunjang perekonomian tumbuh lebih tinggi,
komitmen pemer intah untuk pembangunan
infrastruktur, baik dalam perbaikan logistik, maupun
infrastruktur pendukung pertanian akan mendorong
peningkatan kinerja investasi. Pada sisi swasta,
komitmen pemerintah untuk meningkatkan iklim
inves tas i dan usaha, se r ta Upah Min imum
Kabupaten/Kota (UMK) Provinsi Jawa Tengah yang
kompetitif juga mampu mendukung peningkatan
investasi.
113PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
realisasi investasi pemerintah dibandingkan tahun lalu
juga diperkirakan turut meningkatkan kinerja investasi
pemerintah di triwulan ini. Selain itu, berdasarkan hasil
FGD, konstruksi ruas-ruas Tol Trans Jawa, termasuk Tol
Pemalang-Batang-Semarang, dan Mantingan
ditargetkan dimulai pada September 2016.
Sementara itu, pada sisi swasta, paket kebijakan
ekonomi pemerintah, terutama dalam hal peningkatan
kemudahan be rusaha , d ipe rk i r akan dapa t
meningkatkan investas i pelaku usaha baru.
Berdasarkan hasil liaison sampai dengan triwulan II,
likert scale kegiatan investasi untuk tahun berjalan
tercatat 1,05 yang mencerminkan optimisme pelaku
usaha akan kegiatan investasi.
Ekspor Jawa Tengah diperkirakan mengalami
perbaikan pada triwulan IV 2016. Perbaikan kinerja
ekspor terjadi baik pada ekspor luar negeri, maupun
ekspor antardaerah. Seiring dengan mulai membaiknya
kondisi perekonomian negara mitra dagang utama
Provinsi Jawa Tengah, terutama Amerika Serikat (AS),
kinerja ekspor diproyeksikan meningkat. Selain itu,
paket kebijakan ekonomi pemerintah diperkirakan
memberikan dampak positif bagi kinerja ekspor.
Beberapa insentif yang diberikan kepada pelaku usaha
yang melakukan ekspor misalnya melalui kredit modal
kerja, atau bantuan pembiayaan.
Sejalan dengan itu, kinerja ekspor antardaerah pun
diprediksikan mengalami peningkatan. Seiring dengan
meningkatnya kinerja perekonomian domestik,
khususnya konsumsi, ekspor Jawa Tengah ke provinsi
lain juga akan meningkat. Selain itu, ekspor migas
Jateng diperkirakan meningkat seiring dengan sudah
beroperasinya Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC)
pada pengilangan minyak Cilacap yang meningkatkan
jumlah produksi. Selain itu, terdapat peningkatan
produksi migas di Blok Cepu Kabupaten Blora.
terhadap Dolar AS terapresiasi dan berada di bawah
angka Rp13.100 per Dolar AS. Kondisi seperti ini dapat
mendukung konsumsi masyarakat akan barang impor.
Kondisi perekonomian yang terus meningkat juga
mengangkat daya beli masyarakat. Optimisme
masyarakat akan kondisi ekonomi ke depan terlihat dari
hasil survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia,
di mana indeks ekspektasi konsumen terus berada di
atas level 100. Turut mendukung kinerja konsumsi,
inflasi diperkirakan terjaga pada rentang target 4±1%
dan mendorong terjaganya daya beli masyarakat.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan
meningkat pada triwulan IV 2016. Sesuai pola
musimannya, realisasi belanja pemerintah diprediksi
akan memuncak pada triwulan IV. Namun demikian,
terdapat tantangan yang harus diwaspadai seperti
pemotongan anggaran pemerintah.
Konsumsi LNPRT diperkirakan mengalami perlambatan
pada triwulan laporan. Hal ini terutama diakibatkan
oleh tingginya konsumsi LNPRT pada triwulan IV 2015
di mana terdapat penyelenggaraan Pilkada serentak.
Namun demikian, komponen ini tidak memiliki porsi
signifikan sehingga konsumsi secara keseluruhan masih
mencatatkan perbaikan pada triwulan IV 2016.
Investasi Jawa Tengah diperkirakan tumbuh lebih
cepat pada triwulan IV 2016. Investasi diperkirakan
meningkat seiring dengan realisasi proyek-proyek
pembangunan pemerintah, maupun investasi yang
dilakukan oleh pelaku usaha.
Pada sisi pemerintah, realisasi investasi diperkirakan
berasal dari beberapa pembangunan infrastruktur
multiyears yang sedang berlangsung di Jawa Tengah
antara lain Tol Trans Jawa, PLTU Batang, dan Bandara
Wirasaba. Komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
untuk mengadakan lelang lebih dini (terutama untuk
proyek pembangunan jalan) demi meningkatkan
112 PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENGELUARAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
I II
2015*
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
IVIIIPERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN,
REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
P D R B
TOTAL I II
2016**
IVIII TOTAL3,92 7,29 4,62 6,87 5,60 (2,01) (0,07)
5,86 3,79 4,30 4,56 4,62 4,04 5,24
3,14 3,24 2,16 8,25 4,17 6,99 4,45
5,64 5,06 5,00 6,08 5,44 4,98 5,75
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan UsahaPada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah
masih ditopang oleh lapangan usaha industri
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan
perikanan; serta perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor. Ketiga lapangan
usaha tersebut diproyeksikan mengalami pertumbuhan
lebih tinggi pada triwulan IV 2016, dan mendorong
akselerasi pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada
periode tersebut.
Pertumbuhan pada lapangan usaha pertanian
diperkirakan meningkat seiring dengan anomali
cuaca kemarau basah atau La Nina pada triwulan
sebelumnya. Tambahan curah hujan pada musim
kemarau ini diharapkan dapat meningkatkan luas
tanam dan panen hasil pertanian terutama padi.
Namun demikian, La Nina juga membawa risiko
serangan hama yang dapat menyebabkan turunnya
kualitas hasil pertanian atau bahkan gagal panen.
Pada lapangan usaha industri pengolahan,
peningkatan pertumbuhan diprediksi seiring
dengan meningkatnya permintaan domestik
maupun ekspor. Optimisme peningkatan domestik
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang
diperkirakan meningkat, sementara itu peningkatan
permintaan ekspor sejalan dengan ekonomi negara
mitra dagang yang relatif membaik walaupun lebih
rendah dari perkiraan sebelumnya.
Nilai tukar yang mengalami apresiasi juga turut
mendukung perbaikan kinerja industri, mengingat
kandungan impor dalam bahan baku industri di Jawa
Tengah cukup tinggi. Beberapa industri dengan konten
impor tinggi diantaranya industri tekstil dan produk
tekstil, serta industri kimia.
Selanjutnya, sejalan dengan peningkatan konsumsi
rumah tangga serta kegiatan ekonomi secara
keseluruhan, kinerja lapangan usaha perdagangan
juga mengalami peningkatan pertumbuhan.
Pelaku usaha juga memandang optimis kinerja
lapangan usaha perdagangan ke depan. Hal tersebut
dikonfirmasi dari nilai indeks ekspektasi penjualan yang
secara konsisten berada di atas level 100.
Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah
tahun 2016 diperkirakan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan tahun 2015. Sumber peningkatan
pertumbuhan berasal dar i lapangan usaha
perdagangan, dan industri pengolahan. Perbaikan
ekonomi global dan domestik, permintaan terhadap
hasil produksi Jawa Tengah diperkirakan mengalami
peningkatan yang mendorong perbaikan kinerja
lapangan usaha perdagangan, serta industri
pengolahan. Tren penurunan biaya energi juga turut
mendorong peningkatan kinerja.
Turut menunjang perekonomian tumbuh lebih tinggi,
komitmen pemer intah untuk pembangunan
infrastruktur, baik dalam perbaikan logistik, maupun
infrastruktur pendukung pertanian akan mendorong
peningkatan kinerja investasi. Pada sisi swasta,
komitmen pemerintah untuk meningkatkan iklim
inves tas i dan usaha, se r ta Upah Min imum
Kabupaten/Kota (UMK) Provinsi Jawa Tengah yang
kompetitif juga mampu mendukung peningkatan
investasi.
113PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
kesesuaian realisasi konsumsi pemerintah dalam proyek
infrastruktur. Sampai dengan triwulan II 2016, realisasi
proyek pembangunan pemerintah relatif baik, terlihat
dari realisasi belanja modal pemerintah provinsi yang
sebesar 27,04%, lebih tinggi dari capaian tahun
sebelumnya yang sebesar 21,50%. Sejalan dengan itu,
realisasi anggaran belanja pemerintah provinsi juga
meningkat, yaitu menjadi 34,39%, juga lebih tinggi
dari realisasi 33,53% pada triwulan II 2015. Namun
demikian, terdapat pemotongan anggaran belanja
pada Pemerintah Pusat, termasuk belanja transfer ke
daerah yang dapat berpotensi menjadi penahan bagi
belanja atau konsumsi pemerintah daerah. Oleh karena
itu, agar dapat terus menunjang perekonomian daerah,
realisasi belanja ini perlu terus dijaga.
Selain itu, program tax amnesty yang dicanangkan
pemerintah juga diharapkan dapat membawa dampak
positif terhadap ekonomi Jawa Tengah. Tambahan
dana yang masuk ke Indonesia diharapkan dapat
menambah likuiditas dan mendorong kegiatan
ekonomi terutama investasi lebih tinggi. Selain itu,
tambahan pendapatan pemerintah juga diharapkan
dapat mendorong konsumsi maupun belanja modal
pemerintah lebih jauh.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun
2016 antara lain risiko berlanjutnya perlambatan
ekonomi Tiongkok, juga tingginya persaingan di pasar
global dengan negara yang memiliki produk ekspor
serupa. Sementara itu, meskipun sudah mereda, risiko
di pasar keuangan global terkait kenaikan Fed Fund
Rate (FFR) dan dampak keluarnya negara Inggris dari
Uni Eropa atau Britain Exit (BREXIT) tetap perlu
diwaspadai.
Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah
kesesuaian realisasi konsumsi pemerintah dalam proyek
infrastruktur. Sampai dengan triwulan II 2016, realisasi
proyek pembangunan pemerintah relatif baik, terlihat
dari realisasi belanja modal pemerintah provinsi yang
sebesar 27,04%, lebih tinggi dari capaian tahun
sebelumnya yang sebesar 21,50%. Sejalan dengan itu,
realisasi anggaran belanja pemerintah provinsi juga
meningkat, yaitu menjadi 34,39%, juga lebih tinggi
dari realisasi 33,53% pada triwulan II 2015. Namun
demikian, terdapat pemotongan anggaran belanja
pada Pemerintah Pusat, termasuk belanja transfer ke
daerah yang dapat berpotensi menjadi penahan bagi
belanja atau konsumsi pemerintah daerah. Oleh karena
itu, agar dapat terus menunjang perekonomian daerah,
realisasi belanja ini perlu terus dijaga.
Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV
2016 diperkirakan meningkat. Faktor utama yang
diperkirakan mendorong inflasi adalah penyesuaian
pada tarif administered prices, meliputi penyesuaian
TTL hingga akhir tahun 2016 di tengah tren kenaikan
harga minyak dunia. Selain itu, kenaikan juga terjadi
pada tarif angkutan di tengah perayaan Natal dan
Tahun Baru. Momen akhir tahun juga mendorong
kenaikan komoditas core di tengah membaiknya daya
beli masyarakat. Sementara itu, inflasi volatile food
diperkirakan menurun seiring dengan produksi panen
padi dan hortikultura yang diproyeksikan lebih baik
dibandingkan tahun 2015.
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada tahun 2016 ini
juga diperkirakan lebih tinggi dibandingkan
tahun 2015 yang sebesar 2,73% (yoy). Pada tahun
2016 ini, terjadi normalisasi efek basis akibat
penyesuaian kenaikan harga BBM pada tahun 2014.
Meskipun demikian, inflasi keseluruhan tahun 2016
diperkirakan masih berada pada rentang sasaran inflasi
4±1%.
7.2. Prospek Inflasi Triwulan IV 2016
114 PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KELOMPOK
Adanya program 1000 embung dan bantuan alat mesin pertanian (alsintan)
Peningkatan OPT hama di tengah musim La Nina
Produksi pertanian yang surplus sehingga mampu mendukung kebutuhan masyarakat Jawa Tengah
Upaya pemerintah dalam memperbaiki distribusi logistik pertanian
FAKTOR RISIKO TAHUN 2016
Volatile Food
2016
-
-
-
-
Potensi kenaikan harga TTL dan BBM seiring tren kenaikan harga minyak dunia
Kenaikan tarif angkutan seiring meningkatnya harga BBM peningkatan permintaan di akhir tahun.
Peningkatan harga rokok seiring kenaikan cukai.
Administered Price -
-
-
Core Inflation Meningkatnya daya beli masyarakat seiring kondisi ekonomi yang membaik.
Dampak lanjutan seiring kenaikan TTL, seperti sewa rumah
Kenaikan harga emas internasional
-
-
-
Tabel 7.3 Risiko Inflasi Akhir Tahun 2016
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah 2014-2015dan Proyeksi Triwulan III 2016
Grafik 7.1
IV
p) Angka perkiraan
I
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
%, YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
II2016
III IVP
Pendorong utama inflasi diperkirakan berasal dari
komoditas administered prices. Berdasarkan proyeksi
U.S. Energy Information Administration (EIA), harga
minyak mentah West Texas Intermediate (WTI)
diperkirakan meningkat dari bulan Agustus yang
sebesar USD40 per barel menjadi USD45 pada akhir
tahun 2016. Peningkatan harga minyak mentah ini
selanjutnya akan berimplikasi pada kenaikan harga
BBM serta kenaikan TTL. Kenaikan juga terjadi pada
tarif angkutan di tengah memasuki liburan akhir tahun.
Pada kelompok core, peningkatan inflasi diperkirakan
terjadi seiring dengan meningkatnya daya beli
masyarakat di akhir tahun. Beberapa komoditas yang
mendorong kenaikan inflasi adalah komoditas
makanan jadi, sandang, dan rekreasi. Peningkatan ini
terjadi seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi
dan membaiknya daya beli masyarakat. Aktivitas
ekonomi yang membaik in i se ja lan dengan
pertumbuhan ekonomi global. Berdasarkan data IMF,
pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan
tumbuh membaik, terutama untuk negara AS, Eropa,
dan Jepang yang merupakan mitra dagang Provinsi
Jawa Tengah. Selain itu, kenaikan harga emas
internasional diperkirakan juga mampu mendorong
k o m o d i t a s h a r g a e m a s p e r h i a s a n .
Pada kelompok volatile food, inflasi diperkirakan
menurun seiring perkiraan panen di triwulan IV 2016
yang lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Produksi bawang merah akan meningkat
37,18% dibandingkan triwulan IV 2015. Begitu pula
dengan komoditas cabai merah yang meningkat seiring
panen yang terjadi di beberapa sentra produksi. Selain
itu, kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang
berupaya untuk membenahi distibusi logistik pangan
diperkirakan mampu menahan laju inflasi dari
kelompok volatile food pada akhir tahun 2016. Salah
satu program nasional yang bersinergi dengan TPID
Provinsi Jateng adalah program Aksi Sinergis di Brebes.
Sebagai penghasil bawang merah terbesar nasional,
Brebes akan dijadikan gudang produksi bawang merah
nasional. Selain itu, petani juga akan diberi kemudahan
mendapat sertifikat tanah agar mendapatkan
kemudahan akses pembiayaan ke perbankan.
115PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
HIGH
HIGH
LOW
kesesuaian realisasi konsumsi pemerintah dalam proyek
infrastruktur. Sampai dengan triwulan II 2016, realisasi
proyek pembangunan pemerintah relatif baik, terlihat
dari realisasi belanja modal pemerintah provinsi yang
sebesar 27,04%, lebih tinggi dari capaian tahun
sebelumnya yang sebesar 21,50%. Sejalan dengan itu,
realisasi anggaran belanja pemerintah provinsi juga
meningkat, yaitu menjadi 34,39%, juga lebih tinggi
dari realisasi 33,53% pada triwulan II 2015. Namun
demikian, terdapat pemotongan anggaran belanja
pada Pemerintah Pusat, termasuk belanja transfer ke
daerah yang dapat berpotensi menjadi penahan bagi
belanja atau konsumsi pemerintah daerah. Oleh karena
itu, agar dapat terus menunjang perekonomian daerah,
realisasi belanja ini perlu terus dijaga.
Selain itu, program tax amnesty yang dicanangkan
pemerintah juga diharapkan dapat membawa dampak
positif terhadap ekonomi Jawa Tengah. Tambahan
dana yang masuk ke Indonesia diharapkan dapat
menambah likuiditas dan mendorong kegiatan
ekonomi terutama investasi lebih tinggi. Selain itu,
tambahan pendapatan pemerintah juga diharapkan
dapat mendorong konsumsi maupun belanja modal
pemerintah lebih jauh.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun
2016 antara lain risiko berlanjutnya perlambatan
ekonomi Tiongkok, juga tingginya persaingan di pasar
global dengan negara yang memiliki produk ekspor
serupa. Sementara itu, meskipun sudah mereda, risiko
di pasar keuangan global terkait kenaikan Fed Fund
Rate (FFR) dan dampak keluarnya negara Inggris dari
Uni Eropa atau Britain Exit (BREXIT) tetap perlu
diwaspadai.
Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah
kesesuaian realisasi konsumsi pemerintah dalam proyek
infrastruktur. Sampai dengan triwulan II 2016, realisasi
proyek pembangunan pemerintah relatif baik, terlihat
dari realisasi belanja modal pemerintah provinsi yang
sebesar 27,04%, lebih tinggi dari capaian tahun
sebelumnya yang sebesar 21,50%. Sejalan dengan itu,
realisasi anggaran belanja pemerintah provinsi juga
meningkat, yaitu menjadi 34,39%, juga lebih tinggi
dari realisasi 33,53% pada triwulan II 2015. Namun
demikian, terdapat pemotongan anggaran belanja
pada Pemerintah Pusat, termasuk belanja transfer ke
daerah yang dapat berpotensi menjadi penahan bagi
belanja atau konsumsi pemerintah daerah. Oleh karena
itu, agar dapat terus menunjang perekonomian daerah,
realisasi belanja ini perlu terus dijaga.
Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV
2016 diperkirakan meningkat. Faktor utama yang
diperkirakan mendorong inflasi adalah penyesuaian
pada tarif administered prices, meliputi penyesuaian
TTL hingga akhir tahun 2016 di tengah tren kenaikan
harga minyak dunia. Selain itu, kenaikan juga terjadi
pada tarif angkutan di tengah perayaan Natal dan
Tahun Baru. Momen akhir tahun juga mendorong
kenaikan komoditas core di tengah membaiknya daya
beli masyarakat. Sementara itu, inflasi volatile food
diperkirakan menurun seiring dengan produksi panen
padi dan hortikultura yang diproyeksikan lebih baik
dibandingkan tahun 2015.
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada tahun 2016 ini
juga diperkirakan lebih tinggi dibandingkan
tahun 2015 yang sebesar 2,73% (yoy). Pada tahun
2016 ini, terjadi normalisasi efek basis akibat
penyesuaian kenaikan harga BBM pada tahun 2014.
Meskipun demikian, inflasi keseluruhan tahun 2016
diperkirakan masih berada pada rentang sasaran inflasi
4±1%.
7.2. Prospek Inflasi Triwulan IV 2016
114 PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KELOMPOK
Adanya program 1000 embung dan bantuan alat mesin pertanian (alsintan)
Peningkatan OPT hama di tengah musim La Nina
Produksi pertanian yang surplus sehingga mampu mendukung kebutuhan masyarakat Jawa Tengah
Upaya pemerintah dalam memperbaiki distribusi logistik pertanian
FAKTOR RISIKO TAHUN 2016
Volatile Food
2016
-
-
-
-
Potensi kenaikan harga TTL dan BBM seiring tren kenaikan harga minyak dunia
Kenaikan tarif angkutan seiring meningkatnya harga BBM peningkatan permintaan di akhir tahun.
Peningkatan harga rokok seiring kenaikan cukai.
Administered Price -
-
-
Core Inflation Meningkatnya daya beli masyarakat seiring kondisi ekonomi yang membaik.
Dampak lanjutan seiring kenaikan TTL, seperti sewa rumah
Kenaikan harga emas internasional
-
-
-
Tabel 7.3 Risiko Inflasi Akhir Tahun 2016
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah 2014-2015dan Proyeksi Triwulan III 2016
Grafik 7.1
IV
p) Angka perkiraan
I
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
%, YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
II2016
III IVP
Pendorong utama inflasi diperkirakan berasal dari
komoditas administered prices. Berdasarkan proyeksi
U.S. Energy Information Administration (EIA), harga
minyak mentah West Texas Intermediate (WTI)
diperkirakan meningkat dari bulan Agustus yang
sebesar USD40 per barel menjadi USD45 pada akhir
tahun 2016. Peningkatan harga minyak mentah ini
selanjutnya akan berimplikasi pada kenaikan harga
BBM serta kenaikan TTL. Kenaikan juga terjadi pada
tarif angkutan di tengah memasuki liburan akhir tahun.
Pada kelompok core, peningkatan inflasi diperkirakan
terjadi seiring dengan meningkatnya daya beli
masyarakat di akhir tahun. Beberapa komoditas yang
mendorong kenaikan inflasi adalah komoditas
makanan jadi, sandang, dan rekreasi. Peningkatan ini
terjadi seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi
dan membaiknya daya beli masyarakat. Aktivitas
ekonomi yang membaik in i se ja lan dengan
pertumbuhan ekonomi global. Berdasarkan data IMF,
pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan
tumbuh membaik, terutama untuk negara AS, Eropa,
dan Jepang yang merupakan mitra dagang Provinsi
Jawa Tengah. Selain itu, kenaikan harga emas
internasional diperkirakan juga mampu mendorong
k o m o d i t a s h a r g a e m a s p e r h i a s a n .
Pada kelompok volatile food, inflasi diperkirakan
menurun seiring perkiraan panen di triwulan IV 2016
yang lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Produksi bawang merah akan meningkat
37,18% dibandingkan triwulan IV 2015. Begitu pula
dengan komoditas cabai merah yang meningkat seiring
panen yang terjadi di beberapa sentra produksi. Selain
itu, kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang
berupaya untuk membenahi distibusi logistik pangan
diperkirakan mampu menahan laju inflasi dari
kelompok volatile food pada akhir tahun 2016. Salah
satu program nasional yang bersinergi dengan TPID
Provinsi Jateng adalah program Aksi Sinergis di Brebes.
Sebagai penghasil bawang merah terbesar nasional,
Brebes akan dijadikan gudang produksi bawang merah
nasional. Selain itu, petani juga akan diberi kemudahan
mendapat sertifikat tanah agar mendapatkan
kemudahan akses pembiayaan ke perbankan.
115PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
HIGH
HIGH
LOW
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Kontribusi suatu lapangan usaha terhadap total pertumbuhan PDRB.
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan
modal.
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan
pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi
ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap
ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas
hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan.
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap
komoditas tersebut.
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun
bukan komersil.
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan
komersil.
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu
gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor
perekonomian.
Mtm
Qtq
Yoy
Share of Growth
Investasi
Sektor Ekonomi Dominan
Migas
Omzet
Share Effect
Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK)
Indeks Harga Konsumen
(IHK)
Indeks Kondisi Ekonomi
Indeks Ekspektasi Konsumen
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Dana Perimbangan
Indeks Pembangunan
Manusia
APBD
Andil Inflasi
Bobot Inflasi
Impor
PDRB Atas Dasar Harga
Berlaku
Daftar Istilah117DAFTAR ISTILAH
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun
tertentu sebagai dasar perhitungannya.
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu
terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang
dihimpun.
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam
periode tertentu.
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari
netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash
inflows bila terjadi sebaliknya.
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan
penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank,
penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing
aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang
diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit
yang diberikan kepada perorangan.
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran
bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus
(DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(ATMR).
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep
ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama
peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu
tertentu.
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat
debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank
Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring
lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang
menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
PDRB Atas Dasar Harga
Konstan
Bank Pemerintah
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Cash Inflows
Cash Outflows
Net Cashflows
Aktiva Produktif
Aktiva Tertimbang Menurut
Resiko (ATMR)
Kualitas Kredit
Capital Adequacy Ratio
(CAR)
Financing to Deposit Ratio
(FDR)
Inflasi
Kliring
Kliring Debet
Non Performing
Loans/Financing (NPLs/Ls)
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Kontribusi suatu lapangan usaha terhadap total pertumbuhan PDRB.
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan
modal.
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan
pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi
ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap
ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas
hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan.
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap
komoditas tersebut.
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun
bukan komersil.
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan
komersil.
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu
gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor
perekonomian.
Mtm
Qtq
Yoy
Share of Growth
Investasi
Sektor Ekonomi Dominan
Migas
Omzet
Share Effect
Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK)
Indeks Harga Konsumen
(IHK)
Indeks Kondisi Ekonomi
Indeks Ekspektasi Konsumen
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Dana Perimbangan
Indeks Pembangunan
Manusia
APBD
Andil Inflasi
Bobot Inflasi
Impor
PDRB Atas Dasar Harga
Berlaku
Daftar Istilah117DAFTAR ISTILAH
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun
tertentu sebagai dasar perhitungannya.
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu
terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang
dihimpun.
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam
periode tertentu.
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari
netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash
inflows bila terjadi sebaliknya.
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan
penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank,
penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing
aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang
diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit
yang diberikan kepada perorangan.
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran
bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus
(DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(ATMR).
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep
ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama
peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu
tertentu.
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat
debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank
Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring
lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang
menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
PDRB Atas Dasar Harga
Konstan
Bank Pemerintah
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Cash Inflows
Cash Outflows
Net Cashflows
Aktiva Produktif
Aktiva Tertimbang Menurut
Resiko (ATMR)
Kualitas Kredit
Capital Adequacy Ratio
(CAR)
Financing to Deposit Ratio
(FDR)
Inflasi
Kliring
Kliring Debet
Non Performing
Loans/Financing (NPLs/Ls)
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya
kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk
kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong
Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan),
sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet
(setelah dikurangi agunan).
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga
sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank
ybs.
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan
mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah
pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif (PPAP)
Rasio Non Performing
Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio Non Performing Loans
(NPLs) – NET
Sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (BI
RTGS)
118 DAFTAR ISTILAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH