KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun...

101
KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL 2012

Transcript of KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun...

Page 1: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

2012

Page 2: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

VISI BANK INDONESIA :

nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai

strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

MISI BANK INDONESIA :

pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas

sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang

NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :

-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan

pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas

Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas, dan

Page 3: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kata Pengantar

iii

BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin

triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi

Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan

perbankan di Provinsi Riau pada triwulan IV-2012 dengan penekanan kajian pada

kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Moneter

dan Perbankan, Sistem Pembayaran, Kesejahteraan dan Prakiraan Perkembangan

Ekonomi Daerah pada triwulan I-2013. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan

bulanan bank umum dan BPR, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat

Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya.

Tujuan dari penyusunan buku KER ini adalah untuk memberikan informasi kepada

stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,

dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak

lain yang membutuhkan.

Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan

buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi

sangat diharapkan.

Pekanbaru, 7 Februari 2013

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Riau

ttd

Mahdi Muhammad Kepala Kantor

KATA PENGANTAR

Page 4: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

xi

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV

Indeks Harga Konsumen :

- Kota Pekanbaru 127,44 129,35 130,20 131,64 132,81 133,68

- Kota Dumai 132,55 133,98 133,20 134,91 137,15 138,28

Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :

- Kota Pekanbaru 6,10 5,09 4,20 5,67 4,21 3,35

- Kota Dumai 5,78 3,10 2,75 4,38 3,47 3,21

Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 3,93 4,63 5,03 3,96 4,06 2,37

Pertumbuhan PDRB (yoy %, tanpa migas) 7,64 7,40 7,37 7,50 8,26 7,21

Nilai Ekspor Migas (Juta USD) 2.357,29 3.353,92 3.150,93 2.799,44 3.513,23 3.094,51

Volume Ekspor Migas (ribu Ton) 4.543,57 4.639,19 4.156,44 3.795,08 4.739,09 4.989,14

Nilai Impor Migas (Juta USD) 423,66 402,95 343,56 471,79 429,49 443,14

Volume Impor Migas (ribu Ton) 624,16 652,79 574,11 787,71 680,47 611,83

INDIKATOR

(dalam Rp juta) Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV

Bank Umum

Total Aset 59.370.445 59.752.476 66.463.817 68.837.287 74.444.053 72.349.212

DPK 43.980.255 44.920.105 48.480.274 50.314.329 53.457.012 52.242.540

- Giro 11.567.327 10.837.130 13.012.413 14.452.073 17.014.756 14.149.049

- Tabungan 20.142.350 22.342.860 21.588.604 22.216.431 22.782.145 25.373.740

- Deposito 12.270.578 11.740.115 13.879.258 13.645.825 13.660.111 12.719.750

Kredit - berdasarkan lokasi proyek 50.011.231 51.090.943 51.475.647 54.197.279 59.527.235 58.954.331

LDR - Lokasi Proyek (%) 113,71 113,74 106,18 107,72 111,36 112,85

Kredit 33.623.173 36.082.932 37.414.869 40.303.169 41.881.367 43.443.660

- Modal Kerja 11.939.534 12.729.875 12.804.704 14.246.546 14.462.342 15.201.999

- Investasi 9.199.610 10.207.813 10.676.704 11.298.412 11.868.510 12.252.477

- Konsumsi 12.484.028 13.145.244 13.933.462 14.758.211 15.550.515 15.989.184

- LDR (%) 76,45 80,33 77,18 80,10 78,35 83,16

- NPL (%) 2,39% 1,95% 2,22% 2,35% 2,76% 2,89%

Kredit UMKM

- Mikro 2.901.705 3.112.386 3.313.470 3.545.514 3.617.892 3.843.216

- Kecil 4.921.351 5.448.902 5.640.244 5.935.445 5.787.787 6.057.104

- Menengah 4.440.529 4.868.783 4.955.899 5.364.799 5.160.074 5.729.879

NPL MKM (%) 3,13% 2,40% 3,06% 3,16% 3,80% 4,03%

BPR

Total Aset 848.125 920.404 972.275 997.840 1.008.552 1.038.271

DPK 624.634 642.785 685.220 692.916 692.080 694.541

Kredit - berdasarkan lokasi proyek 601.015 617.548 655.469 689.275 704.545 708.530

Rasio NPL 8,75% 8,22% 10,51% 10,88% 12,96% 13,11%

LDR 96,22% 96,07% 95,66% 99,47% 101,80% 102,01%

*) SBH 2007

2012

2012

2011

B. PERBANKAN2011

A. INFLASI DAN PDRB

INDIKATOR

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

Page 5: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

xii

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV

C. SISTEM PEMBAYARAN

2.500.522 1.075.807 488.702 2.419.614 2.456.644 3.291.115

1.270.188 1.002.685 1.084.400 828.061 1.505.849 957.321

3.770.710 2.078.492 1.573.102 3.247.675 3.962.492 4.248.435

Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 390.321 306.454 476.657 318.844 66.850 99.164

Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 65.315 76.774 53.909 70.527 82.291 84.580

Volume Transaksi RTGS (lembar) 55.387 27.151 62.391 58.345 57.267 59.648

Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1.071 1.200 856 1.119 1.349 1.387

Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 908 424 990 926 939 978

Nominal Tolakan Cek/BG Kosong 131.245 146.297 138.024 161.134 152.457 159.869

Volume Tolakan Cek/BG Kosong 4.946 5.615 5.042 5.680 5.755 5.523

Rata-rata Harian Nominal Cek/BG Kosong 2.152 2.286 2.191 2.558 2.499 2.621

Rata-rata Harian Cek/BG Kosong 81 88 80 90 94 91

INDIKATOR2011 2012

Inflow

Outflow

Posisi Kas Gabungan

Page 6: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

1

I. GAMBARAN UMUM

Perkembangan ekonomi Riau pada tahun 2012 mencatat pertumbuhan yang

tidak sekuat periode sebelumnya. Pada triwulan IV-2012, perekonomian tercatat

tumbuh sebesar 2,37% (yoy) dan 3,55% (yoy) untuk kumulatif tahun 2012.

Dengan pencapaian tersebut, maka pertumbuhan ekonomi tahun 2012 berada

pada tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun terakhir

yang mencapai 4,24% (yoy).

Meskipun demikian, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi

mencapai 7,21% (yoy) dan 7,82% untuk kumulatif tahun 2012. Pertumbuhan

kumulatif tersebut berada diatas rata-rata pertumbuhan kumulatif non migas Riau

selama tiga tahun terakhir yang mencapai 7,12% (yoy) serta diatas pertumbuhan

ekonomi non migas nasional tahun 2012 yang tercatat 6,83% (yoy). Sementara

itu, di sisi harga, tingkat inflasi berada pada tingkat yang rendah sejalan dengan

terjaganya pasokan bahan makanan dan ekspektasi inflasi.

RINGKASAN EKSEKUTIF

Perekonomian Riau tahun 2012 secara umum berada dibawah rata-rata pertumbuhan lima tahun terakhir.

Page 7: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

2

II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL

Perkembangan ekonomi Riau ditinjau dari sisi penggunaan secara umum

menunjukkan perlambatan diluar komponen ekspor. Permintaan domestik,

terutama konsumsi, yang menguasai pangsa terbesar dalam struktur

ekonomi Riau tercatat tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya meskipun masih berperan sebagai sumber pendorong utama

pertumbuhan. Adanya perlambatan diperkirakan tidak terlepas dari faktor

pelemahan tingkat keyakinan konsumen sejalan dengan menurunnya

harga jual Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Disamping itu, dari hasil

survei yang dilakukan kepada pelaku usaha, hal ini juga diyakini erat

deman yang terjadi secara

beriringan pada triwulan sebelumnya.

Meskipun konsumsi secara umum mengalami pelemahan dibandingkan

triwulan sebelumnya. Namun tingkat pertumbuhannya masih relatif lebih

tinggi jika dibandingkan dengan triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar

5,83% (yoy). Kondisi ini secara implisit mengindikasikan bahwa daya beli

masyarakat di Riau masih relatif terjaga dan stabil ditengah tekanan krisis

ekonomi global yang telah berlangsung sejak tahun 2011 lalu.

Lebih lanjut, kinerja perdagangan eksternal Riau pada triwulan laporan

mulai menunjukkan peningkatan ditengah tekanan krisis ekonomi global.

Peningkatan ini utamanya didorong oleh meningkatnya ekspor non migas

khususny komoditas pulp and paper ke wilayah Asia terutama Cina dan

kawasan ASEAN.

Secara sektoral, kondisi ekonomi Riau pada triwulan laporan masih

ditopang oleh sektor non-tradables khususnya sektor perdagangan dan

bangunan. Sedangkan sektor tradables secara umum menunjukkan

perkembangan yang kurang menggembirakan sebagaimana terlihat dari

kembali minimmya peran sektor tradables dalam menopang

perekonomian. Bahkan secara tahunan, pertumbuhan sektor tradables Riau

mengalami kontraksi sebesar 1,51% atau merupakan titik terendahnya

selama lima tahun terakhir.

Dari sisi penggunaan, sumber pertumbuhan ekonomi relatif berimbang dimana permintaan domestik masih tercatat sebagai motor penggerak utama perekonomian diiringi dengan meningkatnya peran ekspor

Dari sisi sektoral, sektor non tradables kembali menjadi sumber pertumbuhan utama khususnya sektor perdagangan dan bangunan.

Page 8: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

3

Hal ini utamanya disebabkan adanya penurunan kinerja sektor migas

sejalan dengan faktor alamiah (natural decline) akibat usia sumur minyak

yang sudah tidak produktif. Disamping itu, menurunnya kapasitas terpakai

sektor industri pengolahan Riau pada triwulan laporan juga diperkirakan

juga turut menjadi sumber penyebab rendahnya pertumbuhan sektor

industri sejalan dengan dengan faktor terbatasnya permintaan dari negara

mitra dagang terhadap komoditas unggulan Riau dan adanya hambatan

pasokan bahan baku khususnya pada industri karet olahan.

III. ASSESMEN INFLASI

Sejalan dengan perkiraan sebelumnya, tekanan inflasi Riau pada tahun

2012 (yoy) relatif rendah dan terkendali juga merupakan yang terendah

dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir. Inflasi Riau pada tahun 2012

terjaga pada tingkat yang rendah yakni sebesar 3,32% (yoy) mengalami

penurunan yang berarti dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 4,72%.

Kelompok volatile food, yaitu komoditas cabe merah memberikan

sumbangan yang berarti terhadap menurunnya tekanan inflasi selama

tahun 2012.

Relatif stabilnya inflasi Riau pada tahun 2012 tidak terlepas dari (i)distribusi

dan ketersediaan pasokan bahan pangan yang relatif aman dan lancar,

(ii)penundaan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi, (iii)trend penurunan

harga komoditas pangan internasional, (iv)koordinasi TPID secara intensif

disertai kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang lebih antisipatif.

Berdasarkan kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di

Kota Pekanbaru yaitu sebesar 3,35%, namun telah menunjukkan

kecenderungan yang menurun dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir.

Selanjutnya, inflasi yang terjadi di Kota Dumai juga berada pada tingkat

yang relatif rendah yaitu sebesar 3,20% dan tercatat lebih rendah dari

inflasi Kota Pekanbaru.

Tekanan inflasi Riau pada tahun 2012 relatif rendah dan terkendali, dan merupakan yang terendah dalam kurun waktu 2 tahun terakhir.

Faktor penyebab rendahnya kinerja sektor tradables utamanya dipengaruhi oleh usia sumur yang tidak produktif, terbatasnya permintaan dari negara mitra dagang dan hambatan

pasokan baha baku

Page 9: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

4

IV. ASSESMEN KEUANGAN

Perbankan

Kondisi usaha perbankan pada triwulan IV-2012 secara umum menunjukkan

perkembangan yang tidak terlalu menggembirakan bila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari perkembangan

beberapa indikator utama perbankan Riau yaitu aset dan dana yang

mengalami penurunan serta risiko kredit yang mengalami peningkatan

meskipun masih berada pada batas aman. Di sisi lain, penyaluran kredit

perbankan masih terus mengalami peningkatan meskipun pertumbuhan

kreditnya relatif melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Aset perbankan di Riau mengalami penurunan sebesar 2,74%

dibandingkan dengan triwulan III-2012, sehingga menjadi sebesar

Rp73,39 triliun. Penurunan ini terjadi seiring dengan menurunnya dana

pihak ketiga yang dihimpun oleh perbankan Riau yang utamanya

disebabkan oleh menurunnya giro milik Pemda. Sementara kredit yang

disalurkan masih terus meningkat menjadi Rp44,15 triliun (3,68%).

Sebagian besar kredit yang disalurkan utamanya ditujukan pada sektor

perdagangan, hotel dan restoran diikuti oleh sektor perdagangan.

Sementara itu, tingkat kredit bermasalah (NPL gross) perbankan

Riaumengalami sedikit peningkatan dari 2,93% menjadi 3,05%. Meskipun

meningkat, tingkat NPL tersebut masih berada di bawah batas yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia yakni sebesar 5%.

Kepedulian bank umum di Riau terhadap sektor UMKM ditunjukkan dengan

terus meningkatnya penyaluran kredit kepada UMKM yang telah mencapai

Rp15,63 triliun atau meningkat sebesar 7,31% (qtq) dan 16,38% (yoy).

Pangsa kredit UMKM pada triwulan laporan tercatat sebesar 35,98% dari

total kredit bank umum. Sebagian besar kredit UMKM tersebut disalurkan

kepada sektor perdagangan dan pertanian.

Kondisi perbankan Riau menunjukkan perkembangan yang tidak terlalu menggembiarakan bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya.

Penyaluran kredit UMKM terus mengalami peningkatan, dengan pangsa mencapai 35,98%.

NPL meningkat, namun masih dibawah batas yang ditentukan

Page 10: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

5

Perbankan syariah di Riau menunjukkan perkembangan yang

menggembirakan yang tercermin dari peningkatan aset, dana maupun

financing. Sementara, pangsa aset perbankan Syariah terhadap total

perbankan di Provinsi Riau pada akhir tahun 2012 telah mencapai 6,24%,

mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang

memiliki pangsa sebesar 5,37%.

Keuangan Daerah

APBD Riau tahun 2012 mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu dari

Rp4,80 triliun menjadi Rp 8,37 triliun. Meskipun anggaran belanja

mengalami peningkatan namun pencapaian realisasi tercatat lebih rendah

dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Seperti halnya anggaran belanja, target anggaran belanja tahun 2012 juga

mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu dari

Rp4,62 triliun menjadi Rp6,64 triliun. Pencapaiannya juga mengalami

penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun demikian

pencapaian realisasi pendapatan tersebut telah melebihi target yang

ditentukan yaitu sebesar 100,57%.

V. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan I-2013 diperkirakan akan

tumbuh relatif tidak berbeda dengan periode sebelumnya. Dengan

memasukkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan secara

tahunan pada kisaran 2,4%-3,0% (yoy). Sementara itu, dengan

mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan

mencapai kisaran 7,4%-7,9% (yoy).

Dari sisi penggunaan, sumber pertumbuhan diperkirakan akan ditopang

oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga dan ekspor

non migas. Beberapa faktor yang berpotensi mendukung kondisi tersebut

antara lain (i)meningkatnya Upah Minimum Provinsi tahun 2013,

(ii)membaiknya harga komoditas CPO di pasar internasional (iii)

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan I-2013 diperkirakan akan tumbuh relatif tidak berbeda dengan periode

sebelumnya

Pangsa perbankan Syariah Riau telah mencapai 6,24%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

APBD Riau tahun 2012 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2011, namun pencapaian realisasinya mengalami penurunan

Page 11: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

6

meningkatnya kinerja perdagangan sejalan dengan mulai pulihnya negara

mitra dagang ekonomi Riau terutama Cina.

Dari sisi sektoral, perekonomian Riau pada triwulan mendatang

diperkirakan akan ditopang oleh sektor non-tradables khususnya sektor

perdagangan. Hal ini tidak terlepas dari mulai meningkatnya konsumsi

masyarakat dan pulihnya kinerja ekspor sehingga turut menjaga kestabilan

pertumbuhan di sektor perdagangan. Sementara itu, sektor pertanian

khususnya pada sub sektor perkebunan diperkirakan akan mulai membaik

sejalan dengan membaiknya harga komoditas internasional seperti CPO

dan karet yang tentunya akan memberikan insentif bagi para petani untuk

melakukan panen.

Namun demikian, belum ditemukannya sumur minyak yang lebih produktif

diperkirakan akan mengakibatkan pencapaian lifting minyak bumi Riau

lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga berpotensi

membawa pertumbuhan ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi

(downside risks). Sementara itu, salah satu faktor yang berpotensi

membawa pertumbuhan menyentuh batas atas (upside risks) adalah

potensi pemulihan ekonomi negara mitra dagang utama Riau dan negara

berkembang (emerging market) di kawasan Asia yang diperkirakan akan

memberikan spill over positif bagi kinerja ekspor utama Riau.

Selanjutnya dari sisi harga, perkembangan inflasi Kota Pekanbaru pada

triwulan mendatang akan relatif meningkat dan diproyeksikan berada pada

kisaran 4,8% - 5,5% (yoy) dan 2,0% - 2,8% (qtq). Kondisi ini diperkirakan

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya (i)kondisi cuaca ekstrem,

(ii)meningkatnya biaya produksi di tingkat pelaku usaha sejalan dengan

kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan Upah Minimum Regional (UMP),

(iii)gangguan produksi akibat faktor musiman dan menurunnya luas tanam

bahan pangan pokok, (iv)masih belum memadainya kondisi infrastruktur.

Terdapat beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas

atas kisaran proyeksi (upside risks) antara lain kenaikan eksepektasi pelaku

usaha sejalan dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), hambatan

Iinflasi Kota Pekanbaru pada triwulan mendatang akan relatif meningkat dibandingkan dengan triwulan IV-

2012

Page 12: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

7

distribusi dan infrastruktur. Sementara itu, beberapa faktor yang berpotensi

membawa inflasi ke batas bawah (downside risks) proyeksi diantaranya

adalah solusi dini (pre-emptive solution) TPID yang dihasilkan melalui

koordinasi dengan berbagai instansi terkait dan penguatan strategi

komunikasi dalam menjaga ekspektasi.

Page 13: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

8

1. KONDISI UMUM

Kinerja perekonomian Riau pada triwulan laporan menunjukkan perkembangan

yang tidak sekuat periode sebelumnya. Dengan memasukkan unsur migas,

pertumbuhan ekonomi Riau tumbuh sebesar 2,37% (yoy) atau melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini utamanya disebabkan oleh

tidak optimalnya kinerja pada sektor tradables yang memiliki peran signifikan

terhadap perekonomian. Dengan pencapaian tersebut, maka selama tahun 2012

perekonomian Riau mencatat pertumbuhan sebesar 3,55% (yoy) atau lebih rendah

dibandingkan rata-rata pertumbuhan selama lima tahun terakhir yang mencapai

4,24% (yoy).

Bab 1 KONDISI EKONOMI

MAKRO REGIONAL

Page 14: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

9

Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, perekonomian Riau mengalami

pertumbuhan yang lebih tinggi yakni sebesar 7,21% (yoy), lebih lambat

dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi tanpa

unsur migas mencapai 7,82% (yoy) atau berada diatas rata-rata pertumbuhan

kumulatif non migas Riau selama tiga tahun terakhir yang mencapai 7,12% (yoy)

serta diatas pertumbuhan ekonomi non migas nasional tahun 2012 yang tercatat

6,83% (yoy).

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional (yoy,%)

Sumber : BPS

2. PDRB SISI PENGGUNAAN

Perkembangan ekonomi Riau ditinjau dari sisi penggunaan secara umum

menunjukkan perlambatan kecuali komponen ekspor. Permintaan domestik,

terutama konsumsi, yang menguasai pangsa terbesar dalam struktur ekonomi Riau

tercatat tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Adanya

perlambatan diperkirakan tidak terlepas dari faktor pelemahan tingkat keyakinan

konsumen sejalan dengan menurunnya harga jual Tandan Buah Segar (TBS) kelapa

sawit. Disamping itu, dari hasil survei yang dilakukan kepada pelaku usaha, hal ini

juga diyakini erat kaitannya dengan 1 yang terjadi

secara beriringan pada triwulan sebelumnya.

Meskipun konsumsi secara umum mengalami pelemahan dibandingkan triwulan

sebelumnya, namun tingkat pertumbuhannya masih relatif lebih tinggi jika

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2008 2009 2010 2011 2012

Riau Nasional Riau (Tanpa Migas) Nasional (Tanpa Migas)

Page 15: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

10

dibandingkan dengan triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar 5,83% (yoy). Kondisi

ini secara implisit mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat di Riau masih relatif

terjaga dan stabil ditengah tekanan krisis ekonomi global yang telah berlangsung

sejak tahun 2011 lalu. Selain itu, relatif stabilnya daya beli juga diperkirakan tidak

terlepas dari pesatnya pembangunan ekonomi dan infrastruktur yang cukup

berdampak terhadap pembukaan lapangan kerja baru pada baik pada sektor

formal maupun informal.

Di sisi investasi, pertumbuhan mengalami perlambatan akibat rendahnya investasi

di sektor migas. Namun apabila melihat investasi sektor non migas, pembangunan

infrastruktur masih relatif kuat sebagaimana tercermin dari pertumbuhan PMTB

non migas. Pada triwulan laporan, PTMB non migas di Riau tumbuh sebesar

13,65% (yoy), meskipun lebih rendah dibandingkan sebelumnya yang tercatat

sebesar 15,88% namun masih relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan

pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar

10,22% (yoy).

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Tanpa Migas (yoy)

1 Hari Raya Idul Fitri, Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-18.

IV III IV 2011 III-12 IV-12 2012

1. Konsumsi 5,83 6,16 7,45 5,98 6,83 2,58 3,23 2,62 2,72

2. 8,12 8,36 7,69 5,64 5,83 2,33 2,22 1,62 1,67

3. Ekspor 4,71 3,08 2,13 3,60 4,15 1,77 1,20 2,01 2,36

4. Impor 8,16 5,78 8,21 6,15 6,70 1,79 2,55 1,93 2,11

4,63 5,01 4,06 2,37 3,55 5,01 4,06 2,37 3,55

Sumber : BPS Provinsi Riau

Keterangan : ***(data sangat sementara)

Sumbangan (%)

PMTB

Total

2012***2011***

2011***2012***

Komponen

IV III IV 2011 III-12 IV-12 2012

1. Konsumsi 5,83 6,16 7,45 5,98 6,83 5,18 6,26 5,05 5,35

2. PMTB 10,22 9,45 15,88 13,65 12,97 2,75 4,43 3,94 3,70

3. Ekspor 6,20 10,46 3,07 4,97 8,58 4,70 1,39 2,19 3,80

4. Impor 9,65 6,08 12,09 5,17 5,95 3,63 6,85 3,03 3,53

7,40 7,63 8,26 7,21 7,82 7,63 8,26 7,21 7,82

Sumber : BPS Provinsi Riau

Keterangan : ***(data sangat sementara)

Sumbangan (%)

Non Migas

2012***2011***

2011***2012***

Komponen

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

%

RT Swasta Pemerintah

Page 16: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

11

Lebih lanjut, kinerja perdagangan eksternal Riau pada triwulan laporan mulai

menunjukkan peningkatan ditengah tekanan krisis ekonomi global. Total ekspor

Riau pada triwulan laporan tumbuh meningkat dari 2,13% (yoy) menjadi

3,60% (yoy). Sementara, dengan mengeluarkan unsur migas, ekspor Riau tumbuh

lebih tinggi yaitu 4,97% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 3,07% (yoy). Peningkatan ini utamanya didorong oleh

meningkatnya volume ekspor (pulp and paper) ke wilayah Asia terutama Cina dan

kawasan ASEAN.

2.1. Konsumsi

Pertumbuhan konsumsi Riau pada triwulan IV-2012 mengalami perlambatan yakni

dari 7,45% (yoy) menjadi 5,98% (yoy). Penurunan ini utamanya didorong oleh

melambatnya konsumsi rumah tangga Riau yakni dari 8,17% pada

triwulan III-2012 menjadi 6,80% pada triwulan IV-2012. Meskipun demikian,

tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan masih lebih

tinggi dibandingkan dengan triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar 5,65% (yoy)

yang mencerminkan bahwa kondisi daya beli masyarakat Riau masih relatif terjaga

dan stabil.

Adanya perlambatan dalam triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya diperkirakan tidak terlepas dari pelemahan keyakinan konsumen

terhadap kondisi ekonomi Riau pada triwulan yang utamanya bersumber akibat

menurunnya harga jual TBS. Sebagaimana diketahui, harga rerata TBS di Riau pada

Grafik 1.2. Pertumbuhan Komponen Konsumsi Riau Tahun 2011-2012 (yoy)

Grafik 1.3. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau

6,80

4,92

1,02

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

I II III IV I II III IV

2011 2012

%

RT Swasta Pemerintah

50

70

90

110

130

150

170

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Indeks Keyakinan KonsumenIndeks Kondisi Ekonomi Saat IniIndeks Ekspektasi KonsumenBaseline

Page 17: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

12

akhir tahun 2012 mencapai Rp1.068 per Kg atau merupakan yang terendah

sepanjang tahun 2012. Sehingga kondisi ini sedikit banyak berpengaruh terhadap

tingkat pendapatan masyarakat khususnya yang bekerja di sektor perkebunan.

Sejalan dengan melemahnya keyakinan konsumen, konsumsi yang dibiayai melalui

kredit perbankan juga tercatat menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan kredit

konsumsi riil pada triwulan laporan tercatat tumbuh melambat yakni dari

19,53% (yoy) pada triwulan III-2012 menjadi 17,59% (yoy). Kegiatan konsumsi

yang dibiayai melalui kredit sebagian besar diserap dalam bentuk kredit

perdagangan elektronik, perumahan dan perdagangan kendaraan bermotor.

Sejalan dengan melemahnya

konsumsi, penjualan kendaraan

bermotor di Riau pada triwulan

laporan juga tercatat masih relatif

stagnan dan pertumbuhannya tercatat

mengalami kontraksi sebesar

11,14% (yoy). Kondisi ini diindikasikan

tidak terlepas dari adanya risiko

penurunan harga komoditas Crude

Palm Oil (CPO) dunia yang berdampak

terhadap penurunan harga TBS Riau2.

Selain itu, adanya ketentuan Bank

Indonesia untuk menahan laju kredit konsumsi (Loan To Value/LTV) diperkirakan

turut mempengaruhi, tercermin dari melambatnya realisasi kredit properti

(perumahan) dan kendaraan bermotor.

2 Pada triwulan IV-2012, harga komoditas CPO dunia tercatat sebesar USD679 per MT atau turun 30,31% (yoy).

Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Konsumsi di Riau

19,53

17,69

-

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

16,00

18,00

I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012

%

Rp

tri

liu

n

K. Konsumsi (kiri) yoy (kanan)

Page 18: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

13

Grafik 1.5. Perkembangan Harga TBS Lokal dan CPO Dunia

Grafik 1.6. Perkembangan Indikator Penjualan Kendaraan Bermotor di Riau

Sumber : Dispenda Riau

Selain itu, penjualan kendaraan bermotor juga mengalami kontraksi yang diikuti

pula dengan menurunnya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) disamping karena

adanya penurunan kuota BBM bersubsidi di Riau pada tahun 2012. Konsumsi listrik

Riau pada triwulan IV-2012 juga tercatat mengalami perlambatan jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini diperkirakan sangat terkait

dengan telah berlalunya event PON XVIII pada triwulan III-2012 lalu.

Grafik 1.7. Perkembangan Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Riau

Grafik 1.8. Perkembangan Konsumsi Listrik di Riau

Sumber : PT. Pertamina Wilayah Riau Sumber : PT. PLN Wilayah Riau

2.2. Investasi

Perkembangan investasi di Riau sebagaimana tercermin dari pertumbuhan

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menunjukkan perlambatan, yakni dari

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.000

1.100

1.200

1.300

1.400

1.500

1.600

1.700

1.800

1.900

Jan-1

0Fe

b-1

0M

ar-

10

Apr-

10

May-1

0Ju

n-1

0Ju

l-10

Aug-1

0Sep-1

0O

ct-1

0N

ov-1

0D

ec-1

0Ja

n-1

1Feb-1

1M

ar-

11

Apr-

11

May-1

1Ju

n-1

1Ju

l-11

Aug-1

1Sep-1

1O

ct-1

1N

ov-1

1D

ec-1

1Ja

n-1

2Fe

b-1

2M

ar-

12

Apr-

12

May-1

2Ju

n-1

2Ju

l-12

Aug-1

2Sep-1

2O

ct-

12

Nov-1

2D

ec-1

2

USD

/MT

Rp

/Kg

TBS Domestik (kiri) CPO Dunia (kanan)

(40,00)

(20,00)

-

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

140,00

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012

%un

it

Penjualan Kendaraan yoy (kanan)

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

-

100

200

300

400

500

600

700

I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012

%

rib

u K

L

BBM yoy (kanan)

12

13

14

15

16

-

1.000,0

2.000,0

3.000,0

4.000,0

5.000,0

6.000,0

7.000,0

8.000,0

I II III IV I II III IV

2011 2012

%

KW

h

Konsumsi (kiri) yoy (kanan)

Page 19: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

14

7,69% (yoy) pada triwulan III-2012 menjadi 5,64% (yoy) pada triwulan IV-2012.

Dengan mengeluarkan unsur migas, PMTB Riau tercatat tumbuh lebih tinggi yakni

sebesar 13,65%, namun juga melambat dibanding triwulan sebelumnya meskipun

masih lebih tinggi bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi

tersebut mengindikasikan bahwa kegiatan investasi di Provinsi Riau, khususnya

investasi non migas masih cukup tinggi pada akhir tahun 2012.

Beberapa indikator penunjang yang mendukung kondisi tersebut adalah total

jumlah proyek investasi langsung yang mencapai 62 proyek pada triwulan laporan

atau merupakan yang tertinggi sepanjang tahun 2012. Meskipun jumlah proyek ini

tinggi, namun total nilai penanaman modal di Riau pada triwulan laporan tercatat

lebih rendah. Pada triwulan III-2012 nilai realisasi penanaman modal mencapai

Rp5,97 triliun, namun pada triwulan IV-2012 hanya tercatat sebesar Rp2,61 triliun.

Indikator lain yang mendukung masih tingginya kegiatan investasi di sektor non

migas adalah tingkat konsumsi semen dan penjualan kendaraan jenis truk. Tingkat

konsumsi semen di Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar 418 ribu ton,

merupakan yang tertinggi selama tiga tahun terakhir, dan tumbuh meningkat dari

4,36% (yoy) pada triwulan III-2012 menjadi 7,91% (yoy) pada triwulan IV-2012.

Kemudian, penjualan kendaraan jenis truk pada triwulan laporan tercatat sebesar

5.532 unit atau tumbuh sebesar 52,82% (yoy). Pertumbuhan ini juga cenderung

meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-

2011.

Meskipun kegiatan investasi non migas masih tumbuh tinggi, namun investasi yang

dibiayai melalui kredit cenderung menunjukkan perlambatan yakni dari 23,79%

(yoy) menjadi 16,14% (yoy) dengan nominal penyaluran sebesar Rp12,25 triliun.

Sebagian besar kredit ini utamanya diserap oleh sektor konstruksi terutama sub

sektor bangunan lainnya dan perumahan sederhana. Adanya perlambatan

diperkirakan berkaitan dengan faktor pemberlakuan kebijakan LTV dan telah

selesainya pembangunan tempat penginapan yang cenderung mencapai

puncaknya di triwulan III-2012 lalu.

Page 20: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

15

Grafik 1.11. Perkembangan PMA dan PMDN

Grafik 1.12. Perkembangan Penjualan Kendaraan Jenis Truk di Riau

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Sumber : Dispenda Provinsi Riau

2.3. Ekspor Impor

Kinerja perdagangan eksternal Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan,

yakni dari 2,13% (yoy) pada triwulan III-2012 menjadi 3,60% (yoy). Peningkatan

yang terjadi utamanya bersumber dari meningkatnya ekspor non migas ke wilayah

Asia terutama Cina dan kawasan ASEAN. Volume ekspor non migas ke wilayah

tersebut tercatat sebesar 1,96 juta ton atau tumbuh sebesar 26,38% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 15,89% (yoy).

1,84

9,42

1,64 6,26 5,97

2,61

2621

34

56

23

62

2010 2011 I-2012 II-2012 III-2012 IV-2012

Nilai (Rp triliun) Proyek

-

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

140,00

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012

%unit

Truck yoy (kanan)

Grafik 1.9. Perkembangan Penjualan Semen di Riau

Grafik1.10. Perkembangan Kredit Investasi di Riau

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia

-20,00

-10,00

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012

%

rib

u T

on

Konsumsi Semen (kiri) g.yoy (kanan)

23,79

16,14

-

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012

%

Rp

tri

liu

n

K. Investasi (kiri) yoy (kanan)

Page 21: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

16

Jika dilihat berdasarkan

kelompoknya, barang mentah

khususnya komoditas pulp and

paper menjadi sumber

pendorong meningkatnya

ekspor non migas dalam

triwulan laporan. Sementara,

minyak dan kelompok nabati

yang utamanya didominasi oleh

CPO masih tercatat tumbuh

melambat sejalan dengan

terbatasnya permintaan dari negara mitra dagang utama. Ekspor komoditas non

migas lain yang juga tercatat mengalami penurunan adalah batubara dan karet

olahan.

Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas di Riau (ribu Ton)

Grafik 1.14. Perkembangan Volume Ekspor CPO Riau

Grafik 1.15. Perkembangan Ekspor Pulp and Paper Riau

I II III IV IV-12 III-12 IV-12

Makanan dan Hewan Bernyawa 360 278 287 407 9,95 (25,62) 45,02

Tembakau dan Minuman 4 4 3 5 0,14 158,10 288,02

Barang Mentah 668 600 656 735 15,81 (2,00) 22,86

Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 321 496 474 501 13,06 (26,84) (18,98)

Minyak dan Lemak Nabati 2.203 1.766 2.626 2.721 46,53 29,00 7,07

Bahan Kimia 193 252 304 251 6,64 (26,22) 8,68

Barang Manufaktur 408 399 388 368 10,52 (0,64) 0,13

Mesin dan Peralatan 0 - 0 0 - - -

Hasil Olahan Manufaktur 0 0 - 0 0,00 - -

Koin, bukan mata uang - - - - - - -

4.156 3.795 4.739 4.989 4,30 7,54

Kelompok SITCPangsa (%)

Total 100,00

yoy (%)2012

(100,0)

(50,0)

-

50,0

100,0

150,0

200,0

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

%ribu T

on

Vol (kiri) yoy (kanan)

(100,0)

(50,0)

-

50,0

100,0

150,0

200,0

-

100,0

200,0

300,0

400,0

500,0

600,0

700,0

800,0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

%

ribu T

on

Vol (kiri) yoy (kanan)

Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan

629 756 931 910 786 762 1.078 1.034

485

1.101 713 884 511 481

787 675 784

534 648

638

783 733

842 922 510

844 856 730

734 563

600 901 1.019

1.465 1.396 1.477

1.343 1.257

1.433 1.457

(900)

100

1.100

2.100

3.100

4.100

5.100

I II III IV I II III IV

2011 2012

Lainnya

MEE

ASEAN

India

Cina

Page 22: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

17

Grafik 1.16. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau

Grafik 1.17. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau

Di sisi lain, impor Riau pada triwulan IV-2012 menunjukkan perlambatan yakni dari

8,21% (yoy) pada triwulan III-2012 menjadi 6,15% (yoy). Sementara, dengan

mengeluarkan unsur migas, impor non migas mengalami perlambatan

pertumbuhan yakni dari 12,09% (yoy) menjadi 5,17% (yoy). Kondisi ini utamnya

didorong oleh menurunnya impor barang mentah dan bahan kimia terutama

pupuk sejalan dengan masih terbatasnya kapasitas terpakai industri. Meskipun

demikian, volume impor barang manufaktur tercatat mengalami kenaikan sebesar

39,59% (yoy) menjadi 138,47 ribu ton. Kenaikan ini utamanya terjadi pada

komoditas barang olahan kayu, pakaian serta elektronik. Hal ini mengindikasikan

bahwa kegiatan ekonomi yang didorong oleh konsumsi masih cukup tinggi.

Tabel 1.4. Perkembangan Volume Impor Non Migas di Riau (ribu Ton)

(200,0)

(100,0)

-

100,0

200,0

300,0

400,0

500,0

600,0

700,0

-

200,0

400,0

600,0

800,0

1.000,0

1.200,0

1.400,0

1.600,0

I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

%

Rib

u T

on

Vol (kiri) yoy (kanan)

(500,0)

-

500,0

1.000,0

1.500,0

2.000,0

2.500,0

-

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

9,0

10,0

I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

%

Rib

u T

on

Vol (kiri) yoy (kanan)

I II III IV IV-12 III-12 IV-12

Makanan dan Hewan Bernyawa 27,65 12,70 10,06 5,07 1,61 -58,28 -86,21

Tembakau dan Minuman 0,25 0,24 0,78 0,08 0,03 221,48 -69,23

Barang Mentah 142,11 171,83 191,06 132,28 21,81 27,58 -13,38

Bahan Bakar Mineral dan Pelumas - - 0,00 0,00 0,00 - -

Minyak dan Lemak Nabati 0,16 0,21 0,17 0,01 0,03 - -

Bahan Kimia 268,06 465,86 374,55 318,88 59,14 13,46 -6,53

Barang Manufaktur 117,64 119,98 76,70 138,47 15,23 -24,84 39,59

Mesin dan Peralatan 12,92 10,56 18,89 10,07 1,34 91,05 -29,94

Hasil Olahan Manufaktur 5,33 6,32 8,26 6,97 0,80 4,00 -16,28

Koin, bukan mata uang - - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

574,11 787,71 680,47 611,83 9,02 -6,27

yoy (%)

100

Pangsa (%)

Total

Kelompok SITC2012

Page 23: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

18

3. PDRB SEKTORAL

Kondisi ekonomi sektoral Riau pada triwulan laporan secara umum menunjukkan

perkembangan yang kurang menggembirakan sebagaimana terlihat dari kembali

minimmya peran sektor tradables dalam menopang perekonomian. Bahkan secara

tahunan, pertumbuhan sektor tradables Riau mengalami kontraksi sebesar 1,51%

atau merupakan titik terendahnya selama lima tahun terakhir. Hal ini utamanya

disebabkan adanya penurunan kinerja sektor migas sejalan dengan faktor alamiah

(natural decline) akibat usia sumur minyak yang sudah tidak produktif. Disamping

itu, menurunnya kapasitas terpakai sektor industri pengolahan Riau pada triwulan

laporan juga diperkirakan turut menjadi sumber penyebab rendahnya pertumbuhan

sektor industri sejalan dengan terbatasnya permintaan dari negara mitra dagang

terhadap komoditas unggulan Riau dan adanya hambatan pasokan bahan baku

khususnya pada industri karet olahan3.

Sebaliknya, peran sektor non-tradables terhadap perekonomian semakin

menunjukkan kenaikan khususnya pada sektor sekunder dan tersier terutama

sektor bangunan dan perdagangan. Kondisi ini secara umum menunjukkan

terjadinya pergeseran struktur ekonomi di Provinsi Riau. Secara spesifik, motor

penggerak utama pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan utamanya

berasal dari sektor perdagangan dan bangunan. Kedua sektor tersebut tercatat

memberikan sumbangan terbesar dibandingkan sektor lainnya baik terhadap total

pertumbuhan dengan migas maupun pertumbuhan tanpa unsur migas.

Meningkatnya peran kedua sektor tersebut secara signifikan diindikasikan tidak

terlepas dari pesatnya pembangunan ekonomi Riau yang menjadi magnet bagi para

pelaku usaha baik dari wilayah sekitar ataupun dari luar pulau.

3 Hasil liason dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia

Page 24: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

19

Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral (yoy,%)

Tabel 1.6. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Tanpa Migas (yoy,%)

3.1. Sektor Pertanian

Pertumbuhan sektor pertanian Riau pada triwulan laporan kembali mengalami

perlambatan dari triwulan sebelumnya menjadi 1,21% (yoy) dan merupakan yang

terendah sejak lima tahun terakhir. Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian

diindikasikan dipengaruhi oleh tidak optimalnya produksi tanaman perkebunan

unggulan Riau baik karet alam maupun TBS. Hal ini diperkirakan tidak terlepas dari

faktor tingginya curah hujan yang sedikit banyak mempengaruhi hasil panen

komoditas tersebut.

Kondisi ini juga tidak terlepas dari penurunan produktivitas tanaman kelapa sawit

mengingat sebagian besar tanaman kelapa sawit di Riau sudah berada dibawah

kinerja produktifnya dan masuk dalam kategori peremajaan. Disamping itu,

berdasarkan hasil survei kepada pelaku usaha, diketahui juga adanya penurunan

produksi karet karena rendahnya minat petani untuk menyadap getah karet sejalan

dengan rendahnya harga jual di tingkat pabrik.

III IV III IV 2011 III-12 IV-12 2012

A. Sektor Tradables 2,11 2,56 2,25 0,70 (1,51) 0,89 2,72 0,51 -1,14 0,351 Pertanian 3,58 2,41 3,88 1,73 1,21 2,46 0,66 0,29 0,20 0,422 Pertambangan 0,27 1,97 2,61 (0,28) (2,97) (0,91) 1,27 -0,13 -1,4 -0,433 Industri Pengolahan 7,66 5,19 6,93 3,08 0,39 3,91 0,79 0,35 0,05 0,36B. Sektor Non Tradables 9,98 11,48 9,98 14,63 14,22 13,19 2,29 3,55 3,51 3,204 Listrik, Gas dan Air 9,21 6,73 6,85 2,52 3,19 3,64 0,01 0,01 0,01 0,015 Bangunan 13,25 14,04 12,77 15,69 13,58 14,13 0,46 0,61 0,55 0,556 Perdagangan, Hotel & Restoran 9,61 12,38 10,09 17,32 18,18 16,02 0,93 1,70 1,81 1,557 Penganggkutan dan Komunikasi 9,59 11,12 9,73 13,31 12,84 12,03 0,30 0,44 0,43 0,388 Keuangan dan Jasa Perusahaan 9,46 10,22 9,67 17,78 13,36 14,21 0,14 0,26 0,21 0,219 Jasa-jasa 8,82 8,92 8,48 9,54 9,12 9,12 0,45 0,53 0,50 0,50

3,93 4,63 5,01 4,06 2,37 3,55 5,01 4,06 2,37 3,55 Total

Sumbangan (%)2012***

2011***2011***

2012***Keterangan

III IV III IV 2011 III-12 IV-12 2012

A. Sektor Tradables 2,11 2,56 2,25 0,70 (1,51) 0,89 3,03 1,39 0,46 1,551 Pertanian 3,58 2,41 3,88 1,73 1,21 2,46 1,33 0,57 0,39 0,822 Pertambangan 13,65 12,62 13,18 7,58 6,93 7,21 0,26 0,16 0,14 0,153 Industri Pengolahan 8,74 5,88 8,09 3,69 (0,38) 3,27 1,44 0,66 -0,07 0,58B. Sektor Non Tradables 9,98 11,48 9,98 14,63 14,22 13,19 4,60 6,88 6,75 6,274 Listrik, Gas dan Air 9,21 6,73 6,85 2,52 3,19 3,64 0,03 0,01 0,01 0,025 Bangunan 13,25 14,04 12,77 15,69 13,58 14,13 0,92 1,19 1,05 1,076 Perdagangan, Hotel & Restoran 9,61 12,38 10,09 17,32 18,18 16,02 1,87 3,30 3,49 3,037 Penganggkutan dan Komunikasi 9,59 11,12 9,73 13,31 12,84 12,03 0,61 0,85 0,82 0,778 Keuangan dan Jasa Perusahaan 9,46 10,22 9,67 17,78 13,36 14,21 0,27 0,51 0,40 0,419 Jasa-jasa 8,82 8,92 8,48 9,54 9,12 9,12 0,90 1,02 0,98 0,97

7,64 7,40 7,63 8,26 7,21 7,82 7,63 8,27 7,21 7,82 Non Migas

Sumbangan (%)2012***

2011***2011***

2012***Keterangan

Page 25: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

20

Grafik1.18. Perkembangan Curah Hujan di Provinsi Riau

Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tanaman Perkebunan di Riau

Sumber : Departemen Pertanian AS Sumber : BPS Provinsi Riau

3.1. Pertambangan dan Penggalian

Sektor pertambangan Riau pada triwulan laporan mengalami kontraksi sebesar

2,97% (yoy) atau merupakan yang terendah sejak lima tahun terakhir. Kondisi ini

utamanya disebabkan oleh faktor alamiah (natural decline) akibat usia sumur

minyak yang sudah relatif tua serta minimnya penggunaan teknologi modern

dalam penggalian sumur minyak tua. Disamping itu juga ditemui sejumlah kendala

lain seperti adanya pengikisan lingkungan, tumpang tindih lahan serta kendala

peraturan dan birokrasi perizinan. Pada triwulan IV-2012, volume lifting minyak

bumi Riau tercatat sebesar 32,77 juta barel atau terkontraksi sebesar 4,50% (yoy).

Dengan demikian, selama tahun 2012, rata-rata volume lifting minyak Riau

mencapai 371,88 ribu barel per hari atau turun 0,26% dibandingkan pencapaian

rata-rata lima tahun terakhir yang tercatat sebesar 373,88 ribu barel per hari.

Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, laju pertumbuhan sektor

pertambangan mencatat angka yang lebih tinggi yaitu sebesar 6,93% (yoy), namun

melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III-2012 yang tercatat

sebesar 7,58% (yoy) dan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat

sebesar 12,62% (yoy). Berdasarkan hasil survei kepada pelaku usaha4, diketahui

bahwa kondisi ini utamanya disebabkan oleh terbatasnya produksi batubara sejalan

dengan faktor lokasi tambang yang sudah cukup dalam serta relatif tingginya curah

hujan yang mengakibatkan produksi tidak optimal.

4 Survei liason

(6)(4)(2)-2 4 6 8 10 12

90 92 94 96 98

100 102 104 106 108

I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012

%

NTP (kiri) yoy (kanan)

Page 26: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

21

Grafik 1.20. Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Riau

Grafik 1.21. Perkembangan Volume Lifting Gas Bumi di Riau

Sumber : Departmen ESDM RI

Sumber : Departmen ESDM RI

3.2. Industri Pengolahan

Dalam triwulan laporan, sektor industri pengolahan Riau mencatat perlambatan

cukup signifikan yakni dari 3,08% (yoy) menjadi 0,39% (yoy). Hal ini utamanya

bersumber dari menurunnya kinerja sektor industri pengolahan non migas yang

pada triwulan laporan mengalami kontraksi sebesar 0,38% (yoy). Pertumbuhan ini

sekaligus menunjukkan pencapaian yang kurang menggembirakan mengingat

fenomena ini merupakan yang pertama kali terjadi sejak lima tahun terakhir.

Kondisi ini diindikasikan tidak terlepas dari faktor krisis zona Eropa yang

mengakibatkan minimnya permintaan terhadap komoditas ekspor unggulan Riau

terutama CPO. Disamping itu, krisis yang juga menyebabkan penurunan harga

komoditas unggulan TBS dan CPO internasional sepanjang tahun 2012 turut

mempengaruhi kapasitas pelaku industri dalam meningkatkan produksinya. Hasil

survei yang dilakukan kepada industri pengolahan kelapa sawit menunjukkan

adanya penurunan produksi sebesar 4% (yoy), sedangkan pada industri karet

olahan terjadi penurunan sekitar 30% (yoy).5

Kapasitas produksi sektor industri pengolahan di Provinsi Riau yakni turun dari

76,00% pada triwulan III-2012 menjadi 73,21% pada triwulan IV-2012.

Perkembangan tersebut juga mengakibatkan pertumbuhan kapasitas produksi

5 Hasil survei liason kepada beberapa pelaku industri utama.

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

-

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2008 2009 2010 2011 2012

juta

bare

l

juta

bare

l

Bengkalis Indragiri Hulu Kampar Kep. Meranti

Rokan Hilir Rokan Hulu Siak Total (kanan)

-

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2008 2009 2010 2011 2012

Mili

ar BTU

Mili

ar BTU

Pelalawan Pekanbaru Total (kanan)

Page 27: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

22

mengalami kontraksi sebesar 8,03% (yoy).6 Berdasarkan hasil survei yang

dilakukan, penurunan ini lebih disebabkan karena adanya penurunan volume

produksi akibat keterbatasan bahan baku dan menurunnya permintaan dari

negara mitra dagang.

3.3. Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)

Sektor PHR Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan yaitu dari

17,32% (yoy) pada triwulan III-2012 menjadi 18,18% (yoy) pada triwulan IV-2012,

dan merupakan yang tertinggi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Kondisi ini

diperkirakan dipengaruhi oleh relatif stabilnya daya beli masyarakat yang

bersamaan dengan perayaan Natal dan musim liburan akhir tahun sehingga turut

mendorong kenaikan pertumbuhan di sektor perdagangan .

Adanya kondisi tersebut juga turut mendorong kenaikan tingkat hunian hotel

(occupancy rate) hotel di Provinsi Riau. Dalam triwulan laporan, rata-rata tingkat

pemenuhan kamar hotel mencapai 61,39% atau lebih tinggi dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun sebelumnya yakni masing-

masing tercatat sebesar 51,71% dan 52,42%.

6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia

Grafik 1.22. Kapasitas Terpakai Industri Pengolahan di Riau (%)

Sumber : SKDU

Grafik 1.23. Realisasi Kegiatan Usaha Industri Pengolahan di Riau

Sumber : SKDU

(30,00)

(20,00)

(10,00)

-

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011 2012

%%

Kapasitas yoy (kanan)

Page 28: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

23

Grafik.1.24. Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Bintang 3,4,5 Riau

Grafik.1.25. Perkembangan Penjualan Mobil dan Motor di Riau

Sumber : Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Sumber : Dispenda Provinsi Riau

3.4. Pengangkutan dan Komunikasi

Secara umum kegiatan perkembangan sektor pengangkutan dalam triwulan

laporan menunjukkan perkembangan yang cukup kuat. Pertumbuhan sektor

pengangkutan dan komunikasi di Riau mencapai 12,84% (yoy), sedikit melambat

dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III-2012 yang tercatat sebesar

13,31% (yoy) namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan

periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 11,12% (yoy).

46,72%

54,41%

48,12%

56,06%

45,91%

51,33%

44,35%

52,42%

48,96%

52,20%51,71%

61,39%

40,00%

45,00%

50,00%

55,00%

60,00%

65,00%

I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012

(40,00)

(20,00)

-

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

140,00

160,00

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

100.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012

%un

it

Mobil dan Motor yoy (kanan)

Grafik 1.26. Arus Kedatangan dan Keberangkatan Penumpang di Bandara

Internasional Sultan Syarif Kasim

Grafik 1.27 Arus Kedatangan dan Keberangkatan Pesawat di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim

Sumber : PT. Angkasa Pura II

2000

2200

2400

2600

2800

3000

3200

3400

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011 2012

datang berangkat

200000

220000

240000

260000

280000

300000

320000

340000

360000

380000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011 2012

datang berangkat

Page 29: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

24

Salah satu indikator yang mendukung kondisi tersebut adalah relatif tingginya arus

kedatangan dan keberangkatan penumpang dan pesawat di Bandara Internasional

Sultan Syarif Kasim (SSK). Pada triwulan laporan, arus kedatangan penumpang di

Bandara Internasional SSK mencapai 360.938 jiwa atau tumbuh 11,00% (yoy)

dan lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III-2012 yang

tercatat sebesar 12,14% (yoy).

Di sisi lain, jumlah penumpang yang berangkat dari Bandara Internasional SSK

mencapai 361.991 jiwa atau tumbuh 10,80% (yoy) dan lebih rendah dibandingkan

dengan pertumbuhan triwulan III-2012 yang mencapai 14,78% (yoy). Relatif

melambatnya baik kedatangan maupun keberangkatan penumpang diperkirakan

erat kaitannya dengan berakhirnya faktor siklikal PON ke-18 pada triwulan

sebelumnya yang turut meningkatkan migrasi penduduk secara temporer dari luar

provinsi Riau baik melalui pelabuhan maupun bandara udara.

Page 30: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

25

1. KONDISI UMUM

Sejalan dengan perkiraan sebelumnya, tekanan inflasi Riau pada tahun 2012

(yoy)1 relatif rendah dan terkendali. Inflasi Riau pada tahun 2012 merupakan

yang terendah selama 2 (dua) tahun terakhir, serta tercatat berada di bawah

inflasi nasional maupun Sumatera. Berdasarkan disagregasinya, inflasi core

Riau berada pada tingkat yang relatif stabil dibandingkan dengan inflasi tahun

sebelumnya. Sementara, inflasi noncore terutama kelompok volatile food

mengalami penurunan yang berarti bila dibandingkan dengan tahun 2011

yang lalu.

1 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada

bulan laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya

PERKEMBANGAN

INFLASI DAERAH

Bab 2

Page 31: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

26

Relatif stabilnya inflasi Riau pada tahun 2012 tidak terlepas dari (i)distribusi

dan ketersediaan pasokan bahan pangan yang relatif aman dan lancar,

(ii)penundaan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi, (iii)trend penurunan

harga komoditas pangan internasional, (iv)koordinasi TPID secara intensif

disertai kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang lebih antisipatif.

2. INFLASI TAHUNAN (YOY)

Secara tahunan, inflasi Riau pada tahun 2012 terjaga pada tingkat yang

rendah yakni sebesar 3,32%. Inflasi pada tahun 2012 tercatat mengalami

penurunan yang berarti dibandingkan dengan inflasi tahun 2011 yang

mencapai 4,72%, juga lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi

Sumatera dan Nasional yang pada tahun 2012 masing-masing tercatat sebesar

3,51% dan 4,30%. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat harga di Riau

pada tahun 2012 tercatat lebih terjaga bila dibandingkan dengan tingkat

harga di wilayah Sumatera maupun Nasional.

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional secara Tahunan (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Berdasarkan kota yang disurvey di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota

Pekanbaru yaitu sebesar 3,35%, namun telah menunjukkan kecenderungan

yang menurun dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir. Deflasi yang terjadi

pada komoditas cabe merah, ikan, minyak goreng dan beras menjadi sumber

menurunnya tekanan inflasi di Kota Pekanbaru pada periode laporan. Di sisi

lain, kenaikan harga pada kontrak/sewa rumah, daging sapi, dan rokok telah

Sumatera

Riau

Nasional

4,31 4,30

4,51

3,38 3,514,75

4,083,32

4,61

Inflasi Tw III-12 (yoy)

Inflasi 2012 (yoy)

Rata-rata selama 2009-2011 (yoy)

Page 32: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

27

menahan laju penurunan inflasi pada tingkat yang lebih rendah di Kota

Pekanbaru pada tahun 2012.

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau, Sumatera dan Nasional secara Tahunan (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Selanjutnya, searah dengan inflasi Kota Pekanbaru, inflasi yang terjadi di Kota

Dumai juga menunjukkan kecenderungan yang menurun. Pada tahun 2012,

inflasi Kota Dumai tercatat lebih rendah dari inflasi Kota Pekanbaru yaitu

sebesar 3,20%. Seperti halnya di Kota Pekanbaru, deflasi yang terjadi pada

komoditas cabe merah menjadi sumber utama menurunnya tekanan inflasi di

Kota Dumai, yang selanjutnya diikuti oleh deflasi pada komoditas bayam, teri,

kentang dan bawang merah. Sementara kenaikan bahan bakar rumah tangga,

sewa rumah, rokok dan beras menjadi sumber terjadinya inflasi pada tahun

2012.

Tabel 2.1. Komoditas dengan Kontribusi Inflasi Tertinggi selama tahun 2012 (yoy)

Sumber : BPS, diolah

3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2010 2011 2012

P.baru 2,20 1,94 2,26 4,58 4,72 7,00 7,76 5,61 6,10 5,09 4,20 5,67 4,21 3,35

Dumai 3,22 0,80 1,81 5,27 3,94 9,05 8,49 5,42 5,78 3,10 2,75 4,38 3,47 3,20

Riau 2,39 1,73 2,18 4,71 4,57 7,37 7,90 5,57 6,04 4,72 3,94 5,44 4,08 3,32

Sumatera 3,36 2,44 3,40 5,96 5,25 7,83 7,47 5,48 6,12 3,98 3,75 4,99 3,38 3,51

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

Page 33: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

28

Grafik 2.2. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy)

Sumber : BPS, diolah Disagregasi dengan pendekatan subkelompok

(2,00)

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

16,00

18,00

2008 2009 2010 2011 2012

Core Volatile Food

Administered Price IHK

2.1. Disagregasi Inflasi

Pada tahun 2012, seluruh

komponen inflasi IHK yaitu

inflasi inti (core), inflasi

volatile food dan inflasi

administered price berada

pada level yang rendah.

Realisasi masing-masing

komponen tersebut juga

tercatat lebih rendah

dibandingkan dengan tahun 2011. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari

koordinasi kebijakan yang semakin solid antara Bank Indonesia dengan

Pemerintah Daerah.

2.1.1. Inflasi Inti (Core)

Laju inflasi inti Riau pada tahun 2012 tetap berada pada level yang rendah dan

relatif menurun. Kebijakan moneter yang dilakukan selama tahun 2012

mampu menjaga stabilitas nilai tukar sehingga menjadi faktor yang

mendorong turunnya inflasi inti.

Grafik 2.3. Perkembangan Nilai Tukar dan Inflasi Inti (yoy)

Sumber : BPS, diolah

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0

5,5

6,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2011 2012

Core Inflation (yoy)

Page 34: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

29

Harga komoditas non pangan global juga melambat dibandingkan dengan

tahun sebelumnya, sehingga turut mendorong relatif rendahnya inflasi inti.

Selain itu, penurunan harga minyak global dan perlambatan dari kenaikan

harga emas dunia juga turut mendorong menurunnya inflasi inti tahun 2012.

Grafik 2.4. Perkembangan Komoditas Global dan Inflasi Inti (yoy)

Grafik 2.5. Survey Konsumen Bank Indonesia

Sumber : Bloomberg dan BPS, diolah Sumber : Bank Indonesia

Di sisi lain, rendahnya inflasi inti pada tahun 2012 juga didukung oleh

terkendalinya ekspektasi inflasi dan kemampuan sisi penawaran dalam

merespon permintaan. Di awal tahun, ekspektasi inflasi sempat meningkat

terkait dengan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi, namun kembali

terkendali hingga akhir tahun. Mempertimbangkan kondisi eksternal dan

domestik pada saat itu, Bank Indonesia menjaga BI-Rate pada level yang tetap

di 5,75% sepanjang tahun 2012. Kondisi ini juga didukung oleh keputusan

pemerintah untuk melakukan penundaan penyesuaian harga energi tahun

2012.

2.1.2. Inflasi Volatile Food

Stabilitas harga pangan disepanjang tahun 2012 relatif terjaga yang didukung

oleh terjaganya stabilitas nilai tukar, kebijakan sektoral yang positif dan

koordinasi kebijakan yang intensif. Kelompok volatile food tercatat mengalami

penurunan yang signifikan, sehingga pada tahun 2012 tercatat merupakan

yang terendah dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

(40,00)

(20,00)

-

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2010 2011 2012

Inti (RHS) CPO ($/MT) WTI ($/barel) Emas ($/Oz) Beras ($/MT)

150155160165170175180185190195200

1 2 3 4 1 2 3 4

2011 2012

Ekspektasi harga 3bulan yad Ekspektasi harga 6 bulan yad

Ekspektasi harga 12 bulan yad

Page 35: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

30

Grafik 2.6. Perkembangan Komoditas Pangan Global dan Inflasi Volatile Food (yoy)

Sumber : Bloomberg dan BPS, diolah

Penurunan harga pada komoditas cabe merah dan beras memberikan

sumbangan tertinggi terhadap rendahnya tingkat inflasi kelompok volatile

food tahun 2012. Pengadaan beras oleh BULOG secara nasional yang

meningkat di tahun 2012 dan juga didukung oleh peningkatan produksi beras

secara nasional tercatat mampu menurunkan tekanan inflasi beras selama

tahun 2012. Terjaganya stabilitas harga beras juga turut didukung oleh

penyaluran raskin, pelaksanaan operasi pasar dan pasokan domestik yang

cukup serta didukung oleh kondisi cuaca yang kondusif.

Namun demikian, meskipun secara umum kelompok volatile food mengalami

penurunan dibandingkan tahun 2011, masih terdapat komoditas yang

mengalami peningkatan yang berarti antara lain komoditas daging sapi. Pada

tahun 2012 inflasi daging sapi di Kota Pekanbaru tercatat sebesar 19,82%

sementara di Kota Dumai sebesar 11,72%. Kondisi ini didorong oleh adanya

kelangkaan stok daging sapi secara nasional yang berimbas pula ke Riau.

2.1.3. Inflasi Administered Price

Sejalan dengan minimnya implementasi kebijakan administered price yang

strategis, inflasi kelompok administered price pada tahun 2012 relatif

terkendali. Komoditas administered price seperti bahan bakar rumah tangga

dan bensin tercatat memberikan sumbangan yang minimal terhadap inflasi

kelompok administered price di Riau.

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

(60,00)

(40,00)

(20,00)

-

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

140,00

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2010 2011 2012

Gula ($/Pound)

Jagung ($/bushel)

Kedelai($/bushel)

Terigu ($/bushel)

Beras ($/MT)

VF (RHS)

Page 36: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

31

Kondisi ini juga sejalan dengan kelancaran program konversi minyak ke gas,

selain adanya penambahan subsidi energi yang berdampak pada penundaan

implementasi kenaikan harga BBM bersubsidi pada tahun 2012. Selain itu,

pada tahun 2012 juga terdapat penambahan kuota untuk BBM bersubsidi

secara nasional sebesar 45,6 juta KL2. Sumbangan inflasi kelompok

administered price pada tahun 2012 berasal dari kenaikan harga komoditas

rokok, seiring dengan penetapan tarif cukai rokok tahun 2012 yang

ditetapkan sebesar 15%.

2.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa

Berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvey di Provinsi Riau, inflasi

tertinggi terjadi pada kelompok pendidikan, sebaliknya inflasi terendah dialami

oleh kelompok bahan makanan. Namun, bila dilihat dari kontribusinya,

kelompok makanan jadi tercatat memberikan sumbangan inflasi tertinggi pada

tahun 2012, diikuti oleh kelompok perumahan. Sementara, kelompok bahan

makanan tercatat memberikan sumbangan terendah terhadap inflasi Riau

2012.

Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (yoy)

Sumber : BPS, diolah

2.2.1. Kelompok Bahan Makanan

Pada tahun 2012, kelompok bahan makanan tercatat mengalami inflasi

terendah yaitu sebesar 0,24%, mengalami penurunan yang signifikan bila

dibandingkan dengan tahun sebelumnya (4,98%). Kelompok ini juga tercatat

memberikan sumbangan inflasi terendah pada tahun 2012. Relatif rendahnya

2 Sumber : BKF-Kemenkeu

Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau

Bahan Makanan 6,01 0,69 4,98 1,61 0,20 1,36 -0,13 1,90 0,24 -0,03 0,54 0,06

Makanan Jadi 5,88 5,06 5,73 1,23 1,05 1,17 6,45 4,40 6,07 1,35 0,92 1,28

Perumahan 3,48 3,78 3,54 0,77 0,75 0,74 4,87 4,45 4,80 1,07 0,89 1,02

Sandang 6,33 10,68 7,06 0,50 0,74 0,52 3,41 4,69 3,63 0,25 0,33 0,27

Kesehatan 7,10 3,49 6,47 0,30 0,11 0,25 5,17 2,40 4,69 0,22 0,08 0,18

Pendidikan 7,18 5,92 6,96 0,43 0,27 0,37 7,26 5,44 6,95 0,45 0,25 0,39

Transportasi 2,73 0,34 2,25 0,39 0,05 0,33 0,84 1,36 0,94 0,12 0,21 0,14

UMUM 5,09 3,10 4,72 5,09 3,10 4,72 3,35 3,20 3,32 3,35 3,20 3,32

Inflasi Kontribusi

2012

Inflasi KontribusiKelompok

2011

Page 37: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

32

Grafik 2.7. Perkembangan IHK Kelompok Bahan Makanan (yoy)

Sumber : BPS, diolah

(30,00)

(20,00)

(10,00)

-

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

2008 2009 2010 2011 2012

Padi-padian Daging dan Hasil-hasilnya

Ikan Diawetkan Bumbu - bumbuan

Lemak dan Minyak BAHAN MAKANAN

inflasi kelompok bahan makanan utamanya disebabkan deflasi yang terjadi

pada subkelompok bumbu-bumbuan terutama komoditas cabe merah.

Sementara itu, kenaikan harga daging sapi dan daging ayam ras merupakan

penyumbang utama terjadinya

inflasi di Riau selama tahun

2012. Kenaikan harga daging

sapi disebabkan oleh kelangkaan

stok daging sapi secara nasional,

sementara kenaikan harga

daging ayam ras terjadi karena

peningkatan harga Day Old

Chicken (DOC) di sentra utama.

Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvey, relatif rendahnya inflasi kelompok

bahan makanan disebabkan oleh deflasi kelompok bahan makanan yang

terjadi di Kota Pekanbaru (0,13%), turun signifikan dibandingkan dengan

tahun sebelumnya yang mencapai inflasi 6,01%. Sementara kelompok bahan

makanan di Kota Dumai tercatat mengalami inflasi sebesar 1,90%.

Berbeda dengan Kota Pekanbaru, tekanan inflasi pada kelompok bahan

makanan di Kota Dumai mengalami peningkatan dibandingkan tahun

sebelumnya. Kenaikan harga beras merupakan faktor utama meningkatnya

inflasi pada kelompok bahan makanan di Kota Dumai. Mengingat kontribusi

Kota pekanbaru terhadap inflasi Riau sangat besar, maka deflasi yang terjadi

pada kelompok bahan makanan di kota tersebut telah menurunkan tekanan

harga kelompok bahan makanan secara umum.

2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau

Secara umum, dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, tingkat inflasi

kelompok makanan jadi tercatat relatif stabil. Perubahan harga yang terjadi

pada subkelompok makanan jadi secara umum memberikan pengaruh yang

lebih dominan terhadap inflasi kelompok makanan jadi diikuti oleh

subkelompok tembakau & minuman berakohol. Pada tahun 2012, inflasi

Page 38: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

33

kelompok makanan jadi sedikit

mengalami peningkatan

dibandingkan tahun

sebelumnya yaitu dari 5,73%

menjadi sebesar 6,07%.

Inflasi yang terjadi pada

kelompok makanan jadi

tercatat memberikan kontribusi

tertinggi terhadap inflasi Riau

pada tahun 2012. Dilihat dari komoditasnya, tingginya kontribusi didorong

oleh inflasi yang terjadi pada komoditas rokok sebagai dampak dari

penyesuaian harga cukai rokok pada tahun 2012. Inflasi kelompok makanan

jadi di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 6,45%, dan di Kota Dumai tercatat

mengalami inflasi sebesar 4,40%.

2.2.3. Kelompok Perumahan

Peningkatan harga yang

cukup berarti pada

subkelompok biaya tempat

tinggal (7,04%)

dibandingkan dengan tahun

sebelumnya (4,66%) telah

mendorong peningkatan

inflasi pada kelompok

perumahan. Kenaikan ini

utamanya bersumber dari

kenaikan biaya sewa dan kontrak rumah serta biaya tukang. Peningkatan

biaya tukang diperkirakan terjadi seiring dengan pesatnya pembangunan

proyek-proyek infrastruktur di Riau pada tahun 2012.

Searah dengan hal tersebut, inflasi kelompok perumahan tertinggi terjadi di

Kota Pekanbaru yaitu sebesar 4,87%, mengingat pusat pembangunan

infstruktur tersebut terdapat di Kota Pekanbaru dan tercatat meningkat

Grafik 2.8 Perkembangan IHK Kelompok Makanan Jadi (yoy)

Sumber : BPS, diolah

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

2008 2009 2010 2011 2012

Makanan JadiMinuman Tdk BeralkoholTembakau & Minuman BeralkoholMAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

Grafik 2.9. Perkembangan IHK

Kelompok Perumahan (yoy)

Sumber : BPS, diolah

-

4,00

8,00

12,00

16,00

20,00

2008 2009 2010 2011 2012

Biaya Tempat Tinggal Bahan Bakar, Penerangan dan Air

Perlengkapan Rumahtangga Penyelenggaraan Rumahtangga

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB

Page 39: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

34

dibandingkan tahun sebelumnya (3,48%). Sementara, inflasi kelompok

perumahan di Kota Dumai tercatat sebesar 4,45%, juga meningkat

dibandingkan dengan tahun sebelumnya (3,78%).

2.2.4. Kelompok Sandang

Tekanan inflasi kelompok

sandang pada tahun 2012

mengalami penurunan yang

signifikan bila dibandingkan

dengan tahun sebelumnya.

Penurunan tersebut utamanya

bersumber dari menurunnya

tekanan inflasi pada

subkelompok barang pribadi

dan sandang lainnya yang disebabkan oleh perlambatan kenaikan harga pada

komoditas emas dunia yang berdampak pada pergerakan harga emas lokal.

Berdasarkan kota yang disurvey, inflasi kelompok sandang tertinggi masih

terjadi di Kota Dumai yaitu sebesar 4,69%, namun menurun signifikan

dibandingkan tahun sebelumnya (10,68%). Sementara, inflasi sandang di kota

Pekanbaru sebesar 3,41%, namun mengalami peningkatan dibandingkan

dengan tahun sebelumnya (6,33%).

2.2.5. Kelompok Kesehatan

Inflasi kelompok kesehatan

pada tahun 2012 tercatat

mengalami penurunan

dibandingkan dengan tahun

2011 yang lalu. Relatif

menurunnya tekanan inflasi

pada kelompok ini didorong

oleh minimnya tekanan inflasi

yang berasal dari

subkelompok jasa kesehatan dan subkelompok perawatan jasmani dan

Grafik 2. 10. Perkembangan IHK Kelompok Sandang (yoy)

Sumber : BPS, diolah

-2,00

2,00

6,00

10,00

14,00

18,00

22,00

26,00

30,00

2008 2009 2010 2011 2012

Sandang Laki-laki Sandang Wanita

Sandang Anak-anak Barang Pribadi dan Sandang Lain

SANDANG Emas Dunia (yoy)

Grafik 2.11. Perkembangan IHK Kelompok Kesehatan (yoy)

Sumber : BPS, diolah

0,00

4,00

8,00

12,00

16,00

20,00

2008 2009 2010 2011 2012

Jasa Kesehatan Obat-obatan

Jasa Perawatan Jasmani Perawatan Jasmani dan Kosmetika

KESEHATAN

Page 40: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

35

kosmetika yang tercatat memiliki andil yang besar terhadap inflasi kelompok

kesehatan. Inflasi yang terjadi pada kelompok kesehatan di tahun 2012

utamanya hanya berasal dari peningkatan pada tarif rumah sakit.

Berdasarkan kota yang disurvey, kota Pekanbaru tercatat mengalami inflasi

tertinggi yaitu 5,17%, sementara di Kota Dumai inflasinya tercatat sebesar

2,40%. Inflasi kelompok kesehatan pada kedua kota tersebut tercatat

mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

2.2.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Inflasi kelompok pendidikan

pada tahun 2012 relatif

berada pada yang tingkat

yang sama dibandingkan

dengan tahun sebelumnya.

Dilihat dari subkelompoknya

peningkatan yang signifikan

hanya terjadi pada

subkelompok rekreasi antara

lain berasal dari kenaikan

harga sepeda untuk anak-anak. Namun demikian kenaikan pada subkelompok

ini dikompensasi dengan penurunan tekanan inflasi pada subkelompok

pendidikan yang tercatat memiliki andil terbesar terhadap inflasi kelompok

pendidikan.

2.2.7. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Kesehatan

Tekanan inflasi pada

kelompok transpor

tercatat mengalami

penurunan dibandingkan

dengan tahun

sebelumnya. Hal ini

utamanya didorong oleh

Grafik 2.12. Perkembangan IHK Kelompok Pendidikan (yoy)

Sumber : BPS, diolah

-2,00

2,00

6,00

10,00

14,00

18,00

22,00

26,00

2008 2009 2010 2011 2012

Pendidikan Kursus-kursus/Pelatihan

Perlengkapan/Peralatan Pendidikan Rekreasi

Olahraga PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

Grafik 2.13. Perkembangan IHK Kelompok Transpor (yoy)

Sumber : BPS, diolah

-12,00

-8,00

-4,00

0,00

4,00

8,00

12,00

16,00

2008 2009 2010 2011 2012

TransporKomunikasi Dan PengirimanSarana dan Penunjang TransporJasa KeuanganTRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

Page 41: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

36

menurunnya tekanan inflasi dari subkelompok transpor dan subkelompok

sarana dan penunjang transpor. Subkelompok transpor tercatat memiliki andil

terbesar terhadap inflasi kelompok transpor. Berdasarkan kota yang disurvey,

penurunan inflasi terjadi pada Kota Pekanbaru, dan tercatat memberikan

sumbangan yang berarti. Sementara inflasi kelompok transportasi di Kota

Dumai mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

3. INFLASI TRIWULANAN (QTQ)

Tekanan inflasi Riau pada

triwulan laporan tercatat

mengalami penurunan bila

dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yaitu

dari 1,03% menjadi 0,68%.

Kondisi yang sama juga

terjadi pada inflasi nasional

(0,77%), maupun Sumatera

(0,67%), dimana tekanan

inflasi tercatat mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Koordinasi yang intensif oleh TPID Riau, TPID Pekanbaru dan TPID

Dumai dengan instansi terkait diperkirakan menjadi salah satu pendorong

menurunnya tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan.

Berdasarkan kota yang disurvey di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota

Dumai yaitu sebesar 0,82%, namun tekanannya mengalami penurunan yang

berarti dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 1,66%.

Selanjutnya, seperti halnya Kota Dumai, maka tekanan inflasi di Kota

Pekanbaru juga mengalami penurunan yaitu dari 0,89% menjadi 0,66%.

Menurunnya tekanan inflasi pada kelompok noncore (inti dan administered

price) menjadi faktor utama menurunnya inflasi Riau selama triwulan laporan.

Di sisi lain, komponen inflasi IHK lainnya yaitu inflasi volatile food mengalami

sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.Meningkatnya

Grafik 2.14. Grafik Perkembangan Inflasi Riau, Sumatera & Nasional secara Triwulanan (qtq)

Sumber : BPS, diolah

3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2010 2011 2012

P.baru 1,70 0,30 0,79 1,72 1,83 2,48 1,51 -0,3 2,30 1,50 0,66 1,10 0,89 0,66

Dumai 3,52 -1,1 0,26 2,60 2,21 3,71 -0,2 -0,3 2,56 1,08 -0,5 1,28 1,66 0,82

Nasional 2,07 0,49 0,99 1,41 2,79 1,59 2,25 2,23 2,88 1,76 2,33 1,96 1,68 0,77

Riau 2,04 0,03 0,69 1,89 1,90 2,71 1,18 -0,3 2,35 1,43 0,43 1,13 1,03 0,68

Sumatera 2,80 0,16 0,91 1,97 2,12 2,62 0,58 0,09 2,74 0,55 0,35 1,29 1,16 0,67

-2,00

-1,00

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

Page 42: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

37

inflasi pada kelompok volatile food didorong oleh inflasi pada komoditas beras

dan daging ayam ras.

Relatif terkendalinya inflasi Kota Pekanbaru pada triwulan IV-2012 didorong

oleh deflasi yang terjadi pada komoditas cabe merah, minyak goreng dan

beberapa jenis ikan. Sementara itu, peningkatan harga/biaya tukang, beras,

rokok, daging sapi dan daging ayam ras telah menahan laju penurunan inflasi

pada tingkat yang lebih rendah lagi.

Selanjutnya, rendahnya inflasi yang terjadi di Kota Dumai pada triwulan

laporan didorong oleh deflasi yang terjadi pada komoditas ikan, sepeda

motor,dan batu bata/tela. Sementara itu, seperti halnya di Kota Pekanbaru

peningkatan harga pada komoditas beras, rokok, dan daging ayam ras juga

telah menahan laju penurunan inflasi Kota Dumai selama triwulan laporan.

Tabel 2.3. Komoditas dengan Kontribusi Inflasi Tertinggi selama Triwulan IV-2012 (qtq)

Sumber : BPS, diolah

3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa

Berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvey di Provinsi Riau, maka

inflasi tertinggi terjadi pada kelompok perumahan yaitu sebesar 1,32%.

Kelompok ini juga tercatat memberikan sumbangan tertinggi terhadap inflasi

triwulan IV-2012. Di sisi lain, kelompok transportasi tercatat mengalami inflasi

terendah (-0,07%), dan juga tercatat memberikan sumbangan deflasi

terhadap inflasi Riau triwulan IV-2012.

Page 43: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

38

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (qtq)

Sumber : BPS, diolah

3.1.1. Kelompok Bahan Makanan

Pada triwulan IV-2012, inflasi kelompok bahan makanan tercatat mengalami

peningkatan yaitu dari -0,45% menjadi 0,29%. Inflasi kelompok bahan

makanan berasal dari peningkatan harga di Kota Dumai, sementara kelompok

bahan makanan di Kota Pekanbaru tercatat stabil. Berdasarkan

subkelompoknya, peningkatan inflasi pada subkelompok padi dan

subkelompok daging telah mendorong terjadinya inflasi kelompok bahan

makanan pada triwulan laporan.

Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (qtq)

Sumber : BPS, diolah Sumber : Perindag Pekanbaru

Berdasarkan komoditasnya, Inflasi kelompok bahan makanan tersebut

didorong oleh meningkatnya harga-harga komoditas beras, daging ayam ras

dan bawang merah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kenaikan

harga daging sapi tersebut didorong oleh masih terbatasnya pasokan di pasar

meskipun pemerintah telah melakukan penambahan kuota impor. Sementara

itu, kenaikan harga Day Old Chicken (DOC) pada sentra utama telah

mendorong meningkatnya harga komoditas daging ayam ras.

-40,00

-30,00

-20,00

-10,00

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2010 2011 2012

BAHAN MAKANANPadi-padian, Umbi-umbian dan HasilnyaDaging dan Hasil-hasilnyaBumbu - bumbuanLemak dan Minyak

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

-10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000

100.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012Cabe Merah (kiri) Daging sapi (kiri) Beras

Daging Ayam Ras Bwg Merah

Page 44: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

39

Di sisi lain, penurunan harga pada komoditas cabe merah dan minyak goreng

tercatat mampu meredam laju peningkatan inflasi kelompok bahan makanan

pada triwulan laporan. Menurunnya harga cabe merah terjadi seiring dengan

terjaganya pasokan, sementara penurunan harga CPO selama triwulan laporan

telah mendorong penurunan harga minyak goreng.

3.1.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau

Inflasi kelompok makanan jadi

tercatat tidak mengalami

perubahan yang signifikan

dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yaitu

dari 1,30% menjadi 1,24%.

Kondisi yang relatif sama juga

terjadi pada Kota Pekanbaru,

sementara untuk Kota Dumai,

inflasi kelompok makanan

jadi tercatat mengalami perubahan yang lebih berarti yaitu dari 0,99%

menjadi 1,49%. Namun mengingat kontribusi Kota Dumai yang relatif kecil

terhadap inflasi Riau, maka perubahan tersebut tidak terlalu memberikan

dampak yang besar terhadap tingkat inflasi kelompok makanan jadi di Riau.

Inflasi yang terjadi pada kelompok ini hanya berasal dari kenaikan harga

rokok, seiring dengan penyesuaian tarif cukai rokok oleh pemerintah.

Sementara itu deflasi yang terjadi pada komoditas gula pasir merupakan faktor

pendorong relatif tertahannya inflasi kelompok makanan jadi pada triwulan

laporan.

3.1.3. Kelompok Perumahan

Pada triwulan laporan, inflasi tertinggi berasal dari kelompok perumahan yaitu

mencapai 1,32%, namun tercatat mengalami sedikit penurunan bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi kelompok ini juga tercatat

memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi Riau selama triwulan laporan.

Berdasarkan Kota yang disurvey, penurunan terjadi pada kedua kota yang

Grafik 2.16. Inflasi Kelompok Makanan Jadi (qtq)

Sumber : BPS, diolah

-2,00

-1,00

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2010 2011 2012

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMakanan JadiMinuman yang Tidak BeralkoholTembakau dan Minuman Beralkohol

Page 45: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

40

disurvey, dengan penurunan

tertinggi terjadi pada Kota

Dumai yaitu dari 2,30%

menjadi 0,13% pada triwulan

laporan. Sementara kelompok

perumahan di Kota Pekanbaru

relatif tidak mengalami

perubahan yang berarti yaitu

dari 1,64% menjadi 1,57%.

3.1.4. Kelompok Sandang

Menurunnya tekanan

inflasi kelompok sandang

dibandingkan triwulan

sebelumnya yaitu dari

1,55% menjadi 0,76%

tidak terlepas dari telah

berakhirnya perayaan hari

Raya Idul Fitri. Harga-

barang-barang sandang

tercatat relatif stabil. Inflasi

Riau pada triwulan laporan hanya berasal dari peningkatan harga emas

perhiasan, namun peningkatan harga emas dunia pada triwulan laoran relatif

minim, sehingga tidak terlalu memberikan tekanan yang besar terhadap inflasi

kelompok sandang di Provinsi Riau.

3.1.5. Kelompok Kesehatan

Inflasi kelompok kesehatan pada triwulan IV-2012 tercatat sebesar 0,29%,

mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 0,11%. Seperti pada triwulan sebelumnya, inflasi tertinggi

terjadi di Kota Dumai yaitu sebesar 0,82%, dan inflasi kelompok kesehatan di

Kota Pekanbaru tercatat sebesar 0,19%. Berdasarkan komoditasnya, inflasi

Grafik 2.17. Inflasi Kelompok Perumahan (qtq)

Sumber : BPS, diolah

-1,00

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2010 2011 2012

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BAHAN BAKAR

Biaya Tempat Tinggal

Bahan Bakar, Penerangan dan Air

Perlengkapan Rumahtangga

Penyelenggaraan Rumahtangga

Grafik 2.18. Inflasi Kelompok Sandang (qtq)

Sumber : BPS, diolah

-6,00

-4,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2010 2011 2012

SANDANG

Sandang Laki-laki

Sandang Wanita

Sandang Anak-anak

Barang Pribadi dan Sandang Lain

Emas Dunia (qtq)

Page 46: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

41

kelompok kesehatan berasal

dari kenaikan harga

komoditas bedak, obat

dengan resep dan pasta

gigi.

3.1.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Telah berakhirnya masa

persiapan tahun ajaran

baru menjadi penyebab

penurunan yang signifikan

pada inflasi kelompok

pendidikan, yaitu dari

5,19% menjadi 0,10%.

Berdasarkan komoditasnya,

peningkatan utamanya

didorong oleh inflasi pada

biaya kursus musik dan kursus komputer. Kedua komponen ini pada triwulan

sebelumnya tercatat tidak mengalami inflasi.

3.1.7. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Kesehatan

Pada triwulan laporan,

kelompok transpor tercatat

mengalami deflasi sebesar

0,07%, setelah mengalami

inflasi sebesar 0,58% pada

triwulan sebelumnya.

Menurunnya tingkat harga

Grafik 2.19. Inflasi Kelompok Kesehatan (qtq)

Sumber : BPS, diolah

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2010 2011 2012

KESEHATAN

Jasa Kesehatan

Obat-obatan

Jasa Perawatan Jasmani

Perawatan Jasmani dan Kosmetika

Grafik 2.20. Inflasi Kelompok Pendidikan (qtq)

Sumber : BPS, diolah

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2010 2011 2012

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGAPendidikanKursus-kursus / PelatihanPerlengkapan / Peralatan PendidikanRekreasiOlahraga

Grafik 2.21. Inflasi Kelompok Transpor (qtq)

Sumber : BPS, diolah

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2010 2011 2012

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGAPendidikanKursus-kursus / PelatihanPerlengkapan / Peralatan PendidikanRekreasiOlahraga

Page 47: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

42

pada kelompok ini didorong oleh penurunan pada subkelompok transpor yang

berasal dari penurunan harga bensin yaitu untuk jenis pertamax. Di Kota

Pekanbaru komoditas bensin mengalami deflasi sebesar 0,11%, sementara di

Kota Dumai tercatat mengalami deflasi sebesar 0,09%.

3.1. Disagregasi Inflasi

Pada triwulan laporan,

menurunnya inflasi Rau

secara umum disebabkan

oleh menurunnya tekanan

inflasi dari komponen

inflasi inti (core) dan

inflasi administered price

dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Sementara, komponen inflasi IHK lainnya yaitu inflasi

volatile food mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Meningkatnya inflasi pada kelompok volatile food didorong oleh

inflasi pada komoditas beras dan daging ayam ras.

3.1.1. Inflasi Inti

Pada triwulan laporan, inflasi inti Riau menunjukkan penurunan setelah

mengalami peningkatan pada triwulan sebelumnya. Penurunan inflasi inti

terjadi pada kedua kota yang disurvey di Riau yaitu Kota Pekanbaru dan Kota

Dumai, meskipun secara triwulanan nili tukar rupiah mengalami depresiasi.

Grafik 2.23 PerkembanganNilai Tukar dan Inflasi Inti Riau (qtq)

Sumber : BPS, diolah

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2009 2010 2011 2012

Pekanbaru

Dumai

Riau

Grafik 2.22. Inlasi IHK dan Disagregasi Inflasi Riau (qtq)

Sumber : BPS, diolah

(6,00)

(4,00)

(2,00)

-

2,00

4,00

6,00

8,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2010 2011 2012

Core

Volatile Food

Administered Price

IHK

Page 48: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

43

3.1.2. Inflasi Volatile Food

Berbeda dengan kondisi tahunan, inflasi volatile food Riau secara triwulanan

menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Namun, berdasarkan kota yang disurvey, peningkatan hanya terjadi pada Kota

Pekanbaru, sementara inflasi volatile food di Kota Dumai cenderung berada

pada tingkat yang stabil. Berdasarkan komoditas yang disurvey, inflasi yang

terjadi pada komponen volatile food utamanya berasa dari peningkatan harga

beras, baik di Kota Pekanbaru maupun Kota Dumai. Namun demikian,

menurunnya harga cabe merah, mampu menahan laju peningkatan inflasi

volatile food yang terjadi pada triwulan laporan.

Grafik 2.24. Perkembangan Rata-rata Harga Beras dan Cabe Merah di Pekanbaru

Grafik 2.25. Perkembangan Inflasi Volatile Food Riau (qtq)

Sumber : Disperindag Pekanbaru, diolah Sumber : BPS, diolah

3.1.3. Inflasi Administered Price

Peningkatan harga rokok sebagai

dampak dari penyesuaian cukai

rokok oleh pemerintah

merupakan faktor pendorong

terjadinya inflasi kelompok

administred price pada triwulan

laporan. Namun demikian,

peningkatan harga rokok

tersebut belum dapat mendorong peningkatan inflasi pada kelompok

administered price secara umum selama triwulan laporan. Hal ini disebabkan

oleh deflasi yang terjadi pada komoditas bensin yaitu pertamax turut

memberikan sumbangan yang berarti.

9.000

9.200

9.400

9.600

9.800

10.000

10.200

10.400

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

50.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012

Cabe Merah

Beras

-6,00

-4,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2009 2010 2011 2012

Pekanbaru

Dumai

Riau

Grafik 2.26. Inflasi Administered Price (qtq)

Sumber : BPS, diolah

-1,00

-0,50

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2010 2011 2012

Pekanbaru

Dumai

Riau

Page 49: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Determinan Surplus-Defisit Bahan Pangan Strategis

di Provinsi Riau : Pendekatan Model Data Panel Spasial

Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan nasional

karena terkait erat dengan ketahanan sosial, stabilitas politik, ketahanan nasional, serta

stabilitas ekonomi. Aspek fundamental dalam membangun ketahanan pangan adalah

ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas yang memadai dalam jangka panjang

khususnya melalui perbaikan manajemen cadangan pangan. Kondisi tersebut merupakan

salah satu faktor penting bagi pemerintah guna melakukan kebijakan penyediaan bahan

pangan secara konsisten guna menciptakan stabilitas perekonomian dalam negeri.

Dalam konteks ketahanan pangan , cadangan pangan berfungsi utama sebagai sumber

pasokan untuk mengisi kesenjangan antara produksi dan kebutuhan masyarakat,

termasuk untuk mengantisipasi masalah rawan pangan, seperti kekurangan pangan dan

keadaan darurat. Pengelolaan cadangan pangan yang baik menjadi sangat penting dalam

upaya mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dan

mengupayakan agar setiap rumah tangga mampu mengakses pangan sesuai

kebutuhannya1.

Cadangan pangan harus dapat terukur secara baik, sehingga dapat memudahkan untuk

melakukan perencanaan dan pelaksanaan program ketahanan pangan. Namun,

realitanya data/informasi mengenai cadangan pangan nasional daerah secara umum belum

tersedia dengan baik. Bahkan data tersebut cenderung mengalami bias/polemik karena

data stok yang relatif akurat tidak tersedia. Ketidakpastian data/informasi ini dapat

menimbulkan ekses yang negatif, seperti: penimbunan, atau tindakan spekulasi lainnya, yang

pada gilirannya berdampak pada kenaikan harga yang cenderung berlebihan (eksesif).

Sebagai ilustrasi, pada tahun 2011, produksi gabah kering giling (gkg) mencapai 65,4 juta

ton (37 juta ton beras dengan laju konversi 0,57). Apabila konsumsi beras diperkirakan

sebesar 113,5 kg per kapita, maka total konsumsi beras untuk 237,6 juta penduduk

Indonesia seharusnya sebesar 27 juta ton. Berdasarkan data tersebut, maka Indonesia

seharusnya mengalami surplus beras sebanyak 10 juta ton. Namun, fakta menunjukkan

bahwa Indonesia mengimpor beras sebanyak 2 juta ton (Arifin, 2011).2

Sebagai negara kepulauan yang mempunyai karakteristik yang beragam, dapat diduga

tidak semua daerah dapat mencukupi semua kebutuhannya sendiri (swasembada) pangan.

1Sumber: Departemen Pertanian (2005). 2 Arifin, Bustanul. 2011. “Ketahanan Pangan dan Pengendalian Harga”.

Boks 1

Page 50: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Hal ini disebabkan karena kurangnya dukungan sumber daya alam maupun karena faktor

lainnya, seperti inefisiensi. Oleh karena itu, peran perdagangan antar daerah akan menjadi

sangat penting terutama dalam memfasilitasi ketahanan pangan daerah pada khususnya,

dan perekonomian nasional pada umumnya.

Provinsi Riau merupakan salah satu tulang punggung perekonomian nasional. Wilayah Riau

terdiri atas 12 kabupaten/kota yang terletak berada pada bagian tengah Pulau Sumatera

yang membentang di lereng kaki pegunungan Bukit Barisan sampai ke laut Cina Selatan.

Dengan posisi geografis tersebut, wilayah ini setidaknya mempunyai posisi yang strategis

dalam perekonomian nasional dan Sumatera. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Riau pada tahun 2012 mencapai Rp469,07 triliun atau berada pada tingkat ke-5 di tingkat

nasional dengan kontribusi sebesar 5,7% terhadap pembentukan PDRB nasional. Secara

umum, sektor migas memiliki peran yang cukup dominan terhadap perkembangan PDRB di

Provinsi Riau meskipun trendnya cenderung menurun dari 43% pada tahun 2004 hingga

menjadi sebesar 37% pada tahun 2012.

Meskipun memiliki kekuatan ekonomi yang besar, namun ketersediaan pasokan bahan

pangan seperti beras dan cabe merah cenderung sangat minim. Pada tahun 2010,

kebutuhan beras di Provinsi Riau mencapai 770 ribu ton sedangkan produksinya mencapai

638 ribu ton. Dengan perkembangan tersebut, maka Provinsi Riau mengalami defisit

pasokan beras setiap tahunnya mencapai 225 ribu ton. Sementara itu, kebutuhan Cabe

merah di Riau pada tahun 2010 mencapai 28.879 ton dengan jumlah produksi lokal

mencapai 10.575 ton. Artinya pasokan Cabe merah di Provinsi Riau mengalami defisit

sebanyak 18.304 ton atau merupakan yang tertinggi di kawasan Sumatera. Dengan

demikian, dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa Provinsi Riau merupakan wilayah

dengan kategori defisit pangan.

Tabel 1. Kebutuhan dan Produksi Beras di

Sumatera (ribu ton) Tahun 2010

Tabel 2. Kebutuhan dan Produksi Cabe Merah

di Sumatera (ton) Tahun 2010

Sumber : BPS, Dinas Tanaman Pangan Asumsi : konsumsi beras 139 Kg per kapita / tahun

Sumber : BPS, Dinas Tanaman Pangan Asumsi : konsumsi Cabe 5,21kg per kapita/tahun

Provinsi PendudukKebutuhan

Beras

Produksi

Beras

Surplus/

Defisit

Aceh 4.486.570 624 1.628 1.004

Sumatera Utara 12.985.075 1.805 3.587 1.782

Sumatera Barat 4.845.998 674 2.192 1.519

Riau 5.543.031 770 546 (225)

Jambi 3.088.618 429 658 229

Kepulauan Riau 1.685.698 234 1 (233)

Sumatera Selatan 7.446.401 1.035 3.249 2.214

Bengkulu 1.713.393 238 512 274

Lampung 7.596.115 1.056 2.702 1.646

Kep. Bangka Belitung 1.223.048 170 26 (144)

SUMATERA 50.613.947 7.035 15.100 8.065

Provinsi PendudukKebutuhan

Cabai

Produksi

Cabai

Surplus/

DefisitAceh 4.486.570 23.375 32.832 9.457

Sumatera Utara 12.985.075 67.652 145.960 78.308

Sumatera Barat 4.845.998 25.248 39.151 13.903

Riau 5.543.031 28.879 10.575 (18.304)

Jambi 3.088.618 16.092 16.934 842

Kepulauan Riau 1.685.698 8.782 3.568 (5.214)

Sumatera Selatan 7.446.401 38.796 27.053 (11.743)

Bengkulu 1.713.393 8.927 44.973 36.046

Lampung 7.596.115 39.576 26.769 (12.807)

Kep. Bangka Belitung 1.223.048 6.372 5.509 (863)

SUMATERA 50.613.947 263.699 353.324 89.625

Page 51: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Untuk menduga kondisi ketersediaan bahan pangan pangan dan harga komoditas khususnya

beras, cabe merah dan bawang merah di Provinsi Riau maka dilakukan studi dengan

menggunakan model data panel spasial yang dikembangkan oleh Elhorst (2003, 2010).3

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa harga komoditas pertanian seperti beras, cabe

merah dan bawang merah pada masing-masing kabupaten/kota dipengaruhi secara signifikan

oleh variabel produktivitas lahan, pendapatan riil, biaya input, kondisi infrastruktur dan faktor

efek spasial4.

Dari hasil estimasi, diketahui bahwa faktor efek spasial sebagaimana terlihat dari variabel jarak

ekonomi memiliki tingkat elastisitas tertinggi dibandingkan variabel lainnya. Pada komoditas beras

dan bawang merah, kenaikan jarak antara masing-masing kabupaten/kota dengan kota referensi

sebesar 1% akan mendorong kenaikan harga beras dan bawang merah berkisar hingga

0,68%-0.90%. Kondisi ini diperkirakan tidak terlepas dari karakteristik Provinsi Riau yang berada

dalam wilayah defisit pangan sehingga distribusi pangan pokok hampir sebagian besar

didatangkan dari daerah sekitar.

Faktor lain disamping efek spasial yang juga diketahui memberikan pengaruh cukup dominan

terhadap kenaikan harga di masing-masing kabupaten/kota adalah kondisi infrastruktur.

Ssemakin menurunnya rasio jalan beraspal di masing-masing kabupaten/kota sebesar 1% akan

mendorong peningkatan harga beras sekitar 0,1%. Sementara, pada komoditas bawang merah

menurunnya rasio jalan beraspal sebesar 1% akan mendorong peningkatan harga di masing-

masing kabupaten/kota antara 0,13% sampai 0,67%.

Selanjutnya, faktor biaya input juga memberikan pengaruh signifikan terhadap kenaikan harga

komoditas pertanian di masing-masing kabupaten/kota. Faktor biaya input memiliki tingkat

elastisitas tertinggi pada komoditas cabe merah dibandingkan dengan komoditas beras dan

bawang merah. Kenaikan biaya input sebesar 1% akan meningkatkan harga cabe merah sekitar

0.15% hingga 0.26% di masing-masing kabupaten/kota. Sementara, pada komoditas pertanian

lainnya, kenaikan biaya input sebesar 1% akan meningkatkan harga antara 0,02% sampai

0,60%.

3 Spesifikasi model selengkapnya dalam Elhorst, J.P. 2003. “Specification and estimation of spatial panel data models”, International Regional Science Review 26: 244-268 dan Elhorst, J.P. 2010. “Applied spatial econometrics: raising the bar”, Spatial Economic Analysis 5: 9-28. Variabel (data sekunder) yang digunakan dakam penelitian diperoleh diperoleh dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dan BPS Provinsi Riau, meliputi 12 Kabupaten/Kota dalam rentang waktu triwulan I-2003 sampai triwulan IV-2010. Penentuan jarak atau matriks spasial menggunakan perangkat lunak Arc GIS dan Geoda. Mengingat adanya keterbatasan data stok di tiap kabupaten/kota, maka proksi variabel stok menggunakan harga jual.

4 Efek spasial mengukur jarak antara kabupaten/kota di Provinsi Riau dengan sentra ekonomi, dalam penelitian ini adalah DKI Jakarta.

Page 52: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Kemudian, faktor pendapatan riil, pengaruh yang cukup signifikan ditemukan pada komoditas

cabe merah dan bawang merah dimana hasil estimasi menunjukkan jika terjadi kenaikan

pendapatan riil sebesar 1% maka akan menyebabkan kenaikan harga cabe merah dan bawang

merah masing-masing berkisar 0.02% sampai 0.03%. Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi

kenaikan pendapatan masyarakat di masing-masing daerah, maka akan berdampak positif

terhadap permintaan cabe merah dan bawang merah sehingga pada akhirnya berdampak

terhadap kenaikan harga. Secara implisit, kondisi ini menunjukkan bahwa komoditas pertanian di

luar beras bersifat barang normal.

Sementara itu, pada faktor produktivitas lahan, hasil estimasi menunjukkan bahwa jika terjadi

penurunan produktivitas sebesar 1% maka akan meningkatkan harga komoditas pada masing-

masing kabupaten/kota berkisar 0,02% baik pada komoditas beras maupun cabe merah.

Semakin menurunnya luas areal lahan tanaman pangan akan berdampak negatif terhadap harga

komoditas pangan di Riau. Kondisi ini juga tidak terlepas dari fakta di lapangan yang

menunjukkan terjadinya konversi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dan

karet.

Grafik 1. Kondisi Surplus-Defisit Komoditas Pangan Strategis di Masing-Masing Kabupaten/Kota

Berdasarkan Hasil Estimasi Modal Data Panel Spasial

Sumber : Olahan data Keterangan : Sumbu Y merupakan ukuran surplus-defisit dimana nilai diatas 0 mengindikasikan adanya defisit pangan di suatu daerah.

Hasil studi ini juga menunjukkan (Grafik 1) bahwa secara umum daerah-daerah di Riau

mengalami defisit komoditas pangan strategis seperti beras, cabe merah dan bawang merah,

kecuali di Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Hal ini juga sesuai dengan kondisi

dilapangan yang menunjukkan adanya kesenjangan antara kebutuhan dengan kemampuan

-0,005

0

0,005

0,01

0,015

0,02

0,025

beras cabe merah bawang merah

Page 53: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

produksi (terutama seperti beras dan cabe merah) di Provinsi Riau. Berdasarkan Grafik 1. juga

diketahui bahwa Kabupaten Bengkalis merupakan daerah yang mengalami defisit komoditas

pertanian tertinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya terutama untuk komoditas beras dan

bawang merah. Kondisi ini mengakibatkan harga komoditas pertanian di wilayah tersebut relatif

tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Page 54: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

44

1. Kondisi Umum

Kondisi perbankan Riau pada triwulan IV-2012 menunjukkan hal yang kurang

menggembirakan dibandingkan dengan triwulan III-2012. Beberapa indikator

utama perbankan seperti aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan

laporan menunjukkan penurunan. Sementara itu, dari sisi jumlah kredit yang

disalurkan masih terus mengalami peningkatan yang juga diikuti dengan

meningkatnya risiko kredit. Namun jika dilihat secara tahunan, indikator

Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN

DAN SISTEM PEMBAYARAN

DAERAH

Page 55: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

45

perbankan pada akhir tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan

jika dibandingkan dengan tahun 2011

2. Perkembangan Perbankan Riau

Setelah mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada triwulan sebelumnya,

kegiatan usaha perbankan di Provinsi Riau pada triwulan laporan menunjukkan

penurunan. Kondisi ini tercermin dari menurunnya total aset perbankan Riau

sebesar 2,74% (qtq) hingga menjadi Rp73,39 triliun. Penurunan tersebut

utamanya bersumber dari menurunnya penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)

yakni dari Rp54,15 triliun pada triwulan III-2012 menjadi Rp52,94 triliun pada

triwulan IV-2012 atau mengalami kontraksi sebesar 2,24% (qtq).

Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau (dalam Rp Juta)

Di sisi lain, kredit yang disalurkan oleh perbankan Riau pada triwulan IV-2012

masih tetap menunjukkan kenaikan, yakni dari Rp42,58 triliun menjadi Rp44,15

triliun atau naik 3,68% (qtq). Sementara, dengan memperhitungkan kredit

berdasarkan lokasi proyek, jumlah kredit yang disalurkan per November 2012

tercatat sebesar Rp58,95 triliun atau turun 0,96% dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang mencapai Rp59,53 triliun. Peningkatan realisasi kredit

yang diikuti dengan penurunan jumlah dana yang dihimpun telah menyebabkan

Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan Riau pada triwulan IV-2012 mengalami

kenaikan yakni dari menjadi sebesar 78,65% menjadi 83,41%. Namun, dengan

memperhitungkan lokasi proyek, LDR perbankan Riau tercatat mengalami

kenaikan yaitu dari 109,93% menjadi 111,37%. Di sisi risiko, rasio kredit

I II III IV yoy qtq

Jumlah Bank 75 77 78 79 79

- Bank Umum 44 44 45 45 45

- BPR 31 33 33 34 34

- Jaringan Kantor 619 624 634 650 676

Aset 60,672,880 67,436,092 69,835,127 75,452,605 73,387,482 20.96 -2.74

Kredit 36,700,480 38,070,338 40,992,444 42,585,913 44,152,190 20.30 3.68

Kredit Lokasi Proyek 51,090,943 51,475,647 54,197,279 59,527,235 58,954,331 15.39 -0.96

Dana Pihak Ketiga 45,562,890 49,165,494 51,007,244 54,149,092 52,937,080 16.18 -2.24

LDR 80.55% 77.43% 80.37% 78.65% 83.41%

LDR (lokasi proyek) 112.13% 104.70% 106.25% 109.93% 111.37%

NPL 2.05% 2.36% 2.50% 2.93% 3.05%

2012Pertumbuhan

Tw IV-2012 (%)2011Indikator

Page 56: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

46

bermasalah atau Non Performing Loan(NPL) yang dialami perbankan Riau masih

berada di bawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 5%.

Meskipun demikian, risikonya sedikit mengalami peningkatan dibandingkan

triwulan sebelumnya yaitu dari 2,93% menjadi 3,05%.

3. Perkembangan Bank Umum

3.1. Perkembangan Jaringan Kantor

Jumlah jaringan kantor bank umum di Riau pada triwulan laporan mengalami

kenaikan sebanyak 26 kantor, sehingga menjadi 676 kantor. Penambahan

jaringan kantor tersebut terjadi pada jumlah Kantor Cabang Pembantu

(23 unit), kantor kas (2 unit) dan lainnya (1 unit).

Sementara itu, pada tingkat

kabupaten/Kota, penyebaran

jaringan kantor bank umum

masih terpusat di Kota

Pekanbaru dengan jumlah

mencapai 252 jaringan diikuti

oleh Kabupaten Indragiri Hilir

dan Kota Dumai. Namun,

perbankan juga sudah mulai

melihat potensi ekonomi pada

kabupaten/kota lain di Provinsi

Riau sebagaimana tercermin

dari meningkatnya jumlah kantor bank di Kabupaten lain.

Tw I Tw II Tw III Tw IV

1. Jumlah Bank 44 44 45 45 45

- Pemerintah 6 6 6 6 6

- Swasta 29 29 29 29 29

- Asing 0 0 0 0 0

- Syariah 5 5 5 5 5

- Unit Usaha Syariah 4 4 5 5 5

2. Kantor Pusat 1 1 1 1 1

3. Kantor Cabang 83 84 85 86 86

- Pemerintah 43 43 43 44 44

- Swasta 40 41 42 42 42

- Asing 0 0 0 0 0

4. Kantor Cab.Pembantu 384 386 392 409 432

5. Kantor Kas 56 58 58 56 58

6. Lainnya *) 95 95 98 98 99

Jumlah 619 624 634 650 676

*) Kantor Wilayah, Payment point , Kantor Fungsional,

Kantor Layanan Syariah, Gerai, Kas Mobil

Keterangan2012

2011

Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum

di Riau Triwulan IV-2012

Page 57: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

47

Tabel 3.3. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum Menurut Kab./Kota di Riau

Triwulan IV-2012

3.2. Perkembangan Aset

Aset bank umum di Riau pada triwulan IV-2012 tercatat sebesar

Rp72,35 triliun atau turun sebesar 2,81% dibandingkan dengan

triwulan III-2012. Penurunan ini disebabkan karena adanya perubahan

portofolio aset dari DPK ke penempatan antar bank dalam bentuk surat

berharga. Meskipun demikian, jika dilihat secara tahunan, aset bank umum

Riau masih mencatat perkembangan yang positif yakni tumbuh sebesar

21,39% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan

sebelumnya yang mencapai 25,39%.

Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau

Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok

Berdasarkan kelompoknya, komposisi aset bank umum di Riau tidak

mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan periode-periode

sebelumnya. Aset bank milik pemerintah masih memiliki pangsa terbesar

KP Kanwil KC KCP KK Lainnya Total1 Pekanbaru 1 1 50 127 29 44 252 2 Bengkalis - - 8 21 2 10 41 3 Dumai - - 2 41 2 3 48 4 Indragiri Hulu - - 2 33 3 8 46 5 Indragiri Hilir - - 5 43 5 10 63 6 Kampar - - 2 31 4 5 42 7 Kuantan Singingi - - 2 26 2 2 32 8 Pelalawan - - 2 27 2 2 33 9 Rokan Hulu - - 4 29 5 5 43

10 Rokan Hilir - - 4 22 2 4 32 11 Siak - - 2 25 1 3 31 12 Meranti - - 3 7 1 2 13

1 1 86 432 58 98 676

Jumlah Kantor Bank Umum di Kabupaten/Kota

Total

No. Kab./Kota

-

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

-

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2008 2009 2010 2011 2012

yo

y, %

Rp

tri

liun

Aset (kiri) Pertumbuhan (kanan)

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2008 2009 2010 2011 2012

Pemerintah Swasta

Page 58: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

48

dengan nilai mencapai Rp50,78 triliun atau sekitar 70% dari total aset bank

umum di Riau.

3.3. Kredit

3.3.1. Perkembangan Penyaluran Kredit

Pada triwulan IV-2012, kredit yang disalurkan bank umum di Riau mencapai

Rp43,44 triliun, atau meningkat sebesar 3,73% (qtq). Secara tahunan,

pertumbuhan kredit tercatat sebesar 20,40% atau lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan III-2012 yang tercatat sebesar 24,56%. Menurut jenis

kelompok bank, komposisi penyaluran kredit bank umum di Riau masih

didominasi oleh kelompok bank milik pemerintah dengan nilai mencapai

Rp27,60 triliun (63,53%), sedangkan pada kelompok bank milik swasta

nilainya mencapai Rp15,84 triliun (36,47%). Sementara itu, dari sisi jenis

valuta, lebih dari 90% kredit yang disalurkan oleh bank umum di Riau

utamanya berupa mata uang Rupiah dengan nilai nominal sebesar

Rp42,01 triliun (Tabel 3.4).

Tabel 3.4. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau (dalam Rp juta)

3.3.2. Konsentrasi Kredit

Secara sektoral, kredit yang disalurkan bank umum utamanya masih

terkonsentrasi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai

kredit mencapai Rp9,51 triliun atau porsinya sekitar 21,89% terhadap total

kredit. Dalam triwulan laporan, penyaluran kredit ke sektor ini mencatat

kenaikan sebesar 5,96% dengan tiga subsektor penggerak yakni kredit sub

sektor perdagangan eceran makanan (Rp1,23 triliun), kredit sub sektor

perdagangan mobil (Rp456,01 miliar) dan kredit sub sektor perdagangan

kelapa (Rp437,82 miliar). Ketiga sub sektor tersebut tercatat memberikan

I II III IV yoy qtq

A. Kelompok Bank 1. Bank Pemerintah 23,295,168 24,077,457 25,791,245 26,708,895 27,600,241 18.48 3.34 2. Bank Swasta 12,787,764 13,337,413 14,511,924 15,172,473 15,843,419 23.90 4.42

B. V a l u t a 1. Rupiah 34,748,115 35,966,424 38,734,053 40,326,516 42,008,274 20.89 4.17 2. Valas 1,334,816 1,448,445 1,569,115 1,554,851 1,435,386 7.53 -7.68

T o t a l 36,082,931 37,414,869 40,303,168 41,881,367 43,443,660 20.40 3.73

Pertumbuhan (%)2011

2012Keterangan

Page 59: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

49

sumbangan sebesar 34,62% terhadap kenaikan (qtq) kredit sektor

perdagangan di Riau. Sementara itu, kredit sub sektor perdagangan eceran

keliling yang juga memiliki pangsa cukup besar (Rp1,02 triliun) mengalami

penurunan sebesar 0,82% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Sektor lain yang juga tercatat menyerap kredit cukup besar adalah sektor

pertanian, dimana sebagian besar kredit diserap oleh sub sektor perkebunan

kelapa sawit dengan nilai mencapai Rp6,91 triliun dan jumlahnya naik 7,46%

(qtq). Masih tingginya konsentrasi penyaluran kepada sub sektor perkebunan

kelapa sawit diperkirakan tidak terlepas dari adanya kegiatan peremajaan

tanaman kelapa sawit yang membutuhkan dana cukup besar serta tingginya

minat pelaku usaha dalam melakukan ekspansi usaha melalui peningkatan

luas tanam.

Tabel 3.5. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp juta)

Ditinjau dari segi pertumbuhannya, penyaluran kredit sektor konstruksi masih

mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya yakni

sebesar 19,47% (qtq) atau mencapai 55,41% (yoy). Kondisi ini diperkirakan

tidak terlepas dari pesatnya pembangunan infrastruktur di Riau terutama

seperti pembangunan tempat penginapan, gedung perbelanjaan dan

perumahan sederhana.

Sementara itu, berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit produktif1

masih tetap mendominasi dengan nilai sebesar Rp27,45 triliun atau mencapai

63,20% dari total kredit yang disalurkan dan tumbuh sebesar 4,27% (qtq) dan

1 Terdiri dari Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi

I II III IV yoy qtq

1 Pertanian 6,662,578 6,936,742 7,548,586 8,327,232 9,012,129 35.26 8.22

2 Pertambangan 355,058 244,627 251,149 271,420 261,265 -26.42 -3.74

3 Perindustrian 1,763,623 1,758,769 1,870,186 1,740,050 1,421,502 -19.40 -18.31

4 Listrik, Gas dan Air 103,376 107,313 103,605 103,179 97,665 -5.52 -5.34

5 Konstruksi 983,619 895,840 977,907 1,279,529 1,528,632 55.41 19.47

6 Perdag., Resto. & Hotel 7,798,914 7,935,746 8,792,084 8,975,364 9,510,652 21.95 5.96

7 Pengangkutan 1,109,161 1,191,996 1,361,472 1,242,420 1,410,383 27.16 13.52

8 Jasa-jasa 3,065,079 3,070,879 3,366,105 3,673,582 3,691,311 20.43 0.48

9 Lain-lain 14,241,524 15,272,958 16,032,076 16,267,323 16,509,030 15.92 1.49

36,082,932 37,414,869 40,303,169 41,880,098 43,442,568 20.40 3.73Jumlah

Pertumbuhan (%)No. Sektor Ekonomi

20122011

Page 60: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

50

19,69%. Sementara kredit konsumsi tercatat sebesar Rp19,89 triliun atau naik

2,82% (qtq) dan 21,63% (yoy).

DIlihat dari jenis komponennya, Kredit Modal Kerja (KMK) yang disalurkan

pada triwulan IV-2012 tercatat sebesar Rp15,20 triliun atau tumbuh sebesar

19,42% (yoy). Sedangkan Kredit Investasi (KI) mencapai Rp12,25 triliun atau

tumbuh sebesar 20,03% (yoy). Relatif tingginya pertumbuhan KI di Riau

diperkirakan tidak terlepas karena masih kuatnya daya tahan perekonomian

Riau di tengah arus krisis ekonomi global sehingga mampu mendorong

peningkatan investasi yang dibiayai dari kredit.

Grafik 3.3. Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan

Grafik 3.4. Pertumbuhan (yoy,%) Kredit Menurut Jenis Penggunaan

Sementara itu, jika dilihat berdasarkan lokasi proyek, maka total realisasi kredit

Riau per November 2012 telah mencapai Rp58,95 triliun atau turun 0,96%

dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan daerahnya, kredit lokasi

proyek yang diserap di Provinsi Riau sebagian besar masih terkonsentrasi di

Kota Pekanbaru dengan nilai mencapai Rp24,39 triliun dan meningkat 2,79%

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Wilayah lain yang tercatat

menyerap kredit cukup tinggi adalah Kota Dumai dan Kabupaten Indragiri

Hulu dengan nilai masing-masing mencapai Rp6,28 triliun dan Rp3,74 triliun.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011 2012

Modal Kerja Investasi Konsumsi

-

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011 2012

yoy,%

Pertumb. MK Pertumb. Inv

Pertumb. Kons Total

Page 61: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

51

Tabel 3.6. Distribusi Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (Rp juta)

3.3.3. Penyaluran Kredit UMKM

Penyaluran kredit kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) oleh bank

umum di Riau pada triwulan IV-2012 mencapai Rp15,63 triliun atau

meningkat sebesar 7,31% (qtq) dan 16,38% (yoy). Pangsa kredit ini mencapai

35,98% dari total kredit bank umum di Riau, namun menurun jika

dibandingkan dengan tahun 2011 (37,22%). Secara spesifik, jika dilihat

menurut skala usahanya, kredit yang disalurkan sebagian besar diserap oleh

usaha kecil dengan nilai kredit sebesar Rp6,06 triliun, diikuti oleh skala usaha

menengah dan mikro masing-masing sebesar Rp5,72 triliun dan Rp3,84 triliun.

Relatif besarnya penyaluran kredit UMKM di Riau mengimplikasikan tingginya

kepedulian perbankan Riau dalam mendukung kemajuan sektor UMKM.

Tabel 3.7. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (Rp juta)

Ket : Kriteria UMKM mengikuti UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Dilihat secara sektoral, kredit UMKM yang disalurkan oleh bank umum di Riau

utamanya diserap ke sektor perdagangan dan pertanian (Tabel 3.8). Pada

sektor perdagangan, penyaluran kredit UMKM utamanya diserap oleh sub

sektor perdagangan eceran keliling dan perdagangan yang didominasi oleh

makanan, minuman dan tembakau masing-masing sebesar Rp1,02 triliun dan

Rp1,09 triliun. Selanjutnya, sektor UMKM yang juga cukup besar adalah sektor

I II III Nov ytd qtq

1 Pekanbaru 21,666,041 22,011,832 22,618,110 23,736,541 24,397,882 12.61 2.79

2 Bengkalis 3,395,686 3,219,482 3,274,797 3,317,323 3,413,266 0.52 2.89

3 Dumai 4,719,193 4,734,703 5,159,444 7,342,889 6,287,121 33.22 -14.38

4 Indragiri Hilir 2,258,084 2,180,437 2,267,220 2,425,193 2,459,965 8.94 1.43

5 Indragiri Hulu 3,606,247 3,576,043 3,740,232 3,751,049 3,740,086 3.71 -0.29

6 Lainnya 15,445,692 15,753,150 17,137,476 18,954,239 18,656,010 20.78 -1.57

51,090,943 51,475,647 54,197,279 59,527,234 58,954,330 15.39 (0.96) Jumlah

No Kab./Kota2012

2011Pertumbuhan (%)

I II III IV yoy qtq

Mikro 2,204,853 3,112,386 3,313,470 3,545,514 3,617,892 3,843,216 23.48 6.23

Kecil 4,797,283 5,448,902 5,640,244 5,935,445 5,787,787 6,057,104 11.16 4.65

Menengah 3,175,997 4,868,783 4,955,899 5,364,799 5,160,074 5,729,879 17.69 11.04

Kredit MKM 10,178,133 13,430,070 13,909,612 14,845,758 14,565,754 15,630,199 16.38 7.31

NPL MKM 3.24% 2.40% 3.06% 3.16% 3.80% 4.03%

Total Kredit 29,194,961 36,082,932 37,414,869 40,303,169 41,881,367 43,443,660 20.40 3.73

(% terhadap Total Kredit) 34.86% 37.22% 37.18% 36.84% 34.78% 35.98%

Pertumbuhan (%)2011Skala Usaha

20122010

Page 62: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

52

pertanian (78,53%) yaitu digunakan untuk sub sektor kelapa sawit seiring

dengan masih cerahnya prospek perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau.

Sementara itu dilihat dari penggunaannya, Kredit UMKM utamanya diserap

dalam bentuk kredit modal kerja yakni sebesar Rp10,77 triliun dan sisanya

merupakan kredit investasi yakni sebesar Rp4,85 triliun. Penyaluran kredit

modal kerja kepada UMKM di Riau tercatat meningkat sebesar 17,88% (yoy)

dan penyaluran kredit investasi sebesar 13,19% (yoy).

Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (Rp juta)

3.3.4. Kelonggaran Tarik

Jumlah kredit yang belum dicairkan (undisbursed loan) pada triwulan laporan

tercatat sebesar Rp3,74 triliun (sekitar 8,62% dari total kredit), turun sebesar

2,93% (Rp113,04 miliar) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Sebagian besar kredit yang belum dicairkan tersebut masih terdapat pada

kelompok bank milik swasta dengan nilai sebesar Rp2,34 triliun dan jumlahnya

mengalami kenaikan sebesar 4,56% (Rp272,88 miliar) dibandingkan triwulan

sebelumnya.

Jumlah Pangsa yoy qtq

1 Pertanian 3,559,782 3,693,996 3,962,481 4,385,602 4,717,083 30.2% 32.51 7.56

2 Pertambangan 40,231 44,578 80,070 72,619 86,353 0.6% 114.6 18.9

3 Perindustrian 415,450 417,929 455,196 307,591 323,321 2.1% (22.2) 5.1

4 Listrik, Gas dan Air 7,964 6,786 6,618 9,398 8,913 0.1% 11.9 (5.2)

5 Konstruksi 475,643 463,482 528,375 629,279 687,217 4.4% 44.5 9.2

6 Perdag., Resto. & Hotel 6,025,879 6,093,857 6,593,722 6,703,088 7,188,246 46.0% 19.3 7.2

7 Pengangkutan 512,506 519,095 540,282 430,095 638,027 4.1% 24.5 48.3

8 Jasa-jasa 1,296,335 1,330,393 1,405,148 1,310,834 1,460,101 9.3% 12.6 11.4

9 Lain-lain 1,096,280 1,339,496 1,273,865 717,249 520,938 3.3% (52.5) (27.4)

13,430,070 13,909,612 14,845,758 14,565,754 15,630,199 100% 16.38 7.31

Pertumbuhan (%)2011 Tw I-12 Tw II-12

Tw. IV-12Tw III-12

Jumlah

No. Sektor Ekonomi

Page 63: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

53

Grafik 3.5. Jumlah Kredit yang Belum Dicairkan Bank Umum di Riau

Menurut jenis penggunaan, kredit yang belum dicairkan pada kelompok bank

milik swasta tersebut utamanya merupakan kredit modal kerja dengan nilai

mencapai Rp1,85 triliun diikuti oleh kredit investasi yakni sebesar

Rp484,52 miliar. Sementara, Jika dilihat menurut sektor ekonomi, jumlah

kredit yang belum dicairkan terbesar utamanya terdapat pada sektor

perdagangan dan real estate yakni masing-masing sebesar Rp982,59 miliar

dan Rp396,52 miliar. Relatif tingginya jumlah undisbursed loan diperkirakan

karena pencairan kredit tersebut utamanya bersifat termin atau bertahap.

3.3.5. Risiko Kredit

Kondisi risiko kredit bermasalah (Non Performing Loans/NPL2) bank umum

berada pada tingkat yang relatif terjaga. Pada triwulan laporan, NPL bank

umum di Riau mencapai 2,89% sedikit meningkat dibandingkan dengan

triwulan III-2012 (2,76%) namun masih berada dibawah batas kewajaran yang

ditetapkan Bank Indonesia yakni sebesar 5%.

2 NPL Gross

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

Tw I 09

Tw II 09

Tw III 09

Tw IV 09

Tw I 10

Tw II 10

Tw III 10

Tw IV 10

Tw I 11

Tw II 11

Tw III 11

Tw IV 11

Tw I 12

Tw II 12

Tw III 12

Tw IV 12

Pemerintah 1,01 0,85 0,94 1,15 1,14 1,34 1,39 1,94 1,72 1,50 1,57 1,83 1,88 1,67 1,62 1,41

Swasta 0,96 1,15 0,95 0,96 1,42 1,72 1,90 1,44 1,65 1,97 2,19 2,00 2,01 1,96 2,24 2,34

Total 1,98 1,99 1,89 2,11 2,56 3,07 3,29 3,38 3,36 3,47 3,77 3,83 3,89 3,63 3,86 3,75

Rp T

riliu

n

Page 64: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

54

Grafik 3.6. Perkembangan NPL Gross di Provinsi Riau

Berdasarkan sektor ekonomi, diketahui bahwa sektor konstruksi masih

mengalami NPL tertinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya yaitu sebesar

7,85%. Meskipun demikian, pangsa penyaluran kredit ke sektor ini relatif

kecil, sehingga belum memberikan dampak yang signifikan terhadap NPL

secara umum. Namun demikian, mengingat pertumbuhan kredit di sektor ini

pada triwulan laporan cukup tinggi, sehingga perlu menjadi perhatian

perbankan Riau agar tingkat resikonya dapat terkontrol.

Tabel 3.9. NPLs Per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau

2,89

-

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

Tw I 09

Tw II 09

Tw III 09

Tw IV 09

Tw I 10

Tw II 10

Tw III 10

Tw IV 10

Tw I 11

Tw II 11

Tw III 11

Tw IV 11

Tw I 12

Tw II 12

Tw III 12

Tw IV 12

%Rp miliar

Kurang Lancar Diragukan Macet NPLs (kanan)

Tw I Tw II Tw III Tw IV

1 Pertanian 1.11% 1.50% 1.42% 1.70% 2.11%

2 Pertambangan 0.15% 0.45% 0.58% 0.49% 0.50%

3 Perindustrian 1.24% 1.33% 1.31% 0.97% 1.17%

4 Listrik 0.18% 0.09% 0.58% 1.24% 0.66%

5 Konstruksi 6.82% 6.78% 8.95% 10.14% 7.85%

6 Perdagangan 3.80% 4.11% 3.87% 4.13% 4.34%

7 Pengangkutan 0.39% 0.17% 0.42% 0.51% 1.63%

8 Jasa Dunia Usaha 1.07% 1.35% 1.50% 1.83% 1.96%

9 Jasa Sosial 1.39% 4.51% 4.05% 4.16% 5.80%

10 Lain-lain 1.42% 1.60% 1.92% 2.46% 2.32%

1.95% 2.22% 2.35% 2.76% 2.89%

20122011

Total

No. Sektor Ekonomi

Page 65: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

55

Jika dilihat berdasarkan risiko di Kabupaten/Kota, maka risiko kredit

bermasalah tertinggi terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir, yaitu sebesar

6,09%, mengalami kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 4,67%. Relatif tingginya risiko kredit bermasalah di Kabupaten

Indragiri Hilir utamanya berasal dari sektor perumahan terutama kepemilikan

rumah tempat tinggal tipe sederhana dengan NPL mencapai 37,41% dan

perdagangan eceran yang didominasi oleh makanan dengan NPL mencapai

19,45%. Sedangkan NPL terendah terdapat di Kota Dumai yaitu sebesar 2,25,

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,77%.

Tabel 3.10. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau

Ket.: *) Data perubahan

3.4. Kondisi Likuiditas

3.4.1. Dana Pihak Ketiga

Penghimpunan DPK oleh bank umum di Riau pada triwulan laporan

mengalami penurunan sebesar 2,27% (qtq) menjadi Rp52,24 triliun. Dana

yang dihimpun ini juga utamanya masih bertumpu pada dana jangka pendek.

Adanya penurunan DPK disebabkan karena menurunnya jumlah giro dan

deposito yang dihimpun bank umum di Riau. Tingginya penurunan jumlah giro

diindikasikan terkait dengan siklus realisasi belanja pemerintah daerah yang

pada umumnya berada pada akhir tahun anggaran. Sementara itu, komponen

tabungan yang memiliki pangsa terbesar dalam DPK masih terus mengalami

peningkatan sebesar 11,38% (qtq) dan 13,57% (yoy) pada triwulan laporan

hingga menjadi Rp25,37 triliun.

I II III *) IV

1 Pekanbaru 2.10% 2.34% 2.39% 2.82% 2.92%

2 Dumai 1.58% 1.11% 2.41% 2.77% 2.25%

3 Bengkalis 1.89% 2.18% 3.52% 3.95% 3.68%

4 Indragiri Hulu 1.09% 1.30% 1.01% 1.36% 3.24%

5 Indragiri Hilir 1.29% 2.91% 2.32% 4.67% 6.09%

6 Lainnya 1.78% 2.11% 2.28% 2.24% 2.15%

No. Kab./Kota2012

2011

Page 66: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

56

Tabel 3.11. Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar)

Berdasarkan kepemilikannya, terlihat bahwa penurunan DPK bank umum

di Riau utamanya didorong oleh penurunan dana milik Pemerintah Daerah.

Pada triwulan laporan, komposisi dana milik Pemerintah Daerah di bank

umum mencapai Rp7,79 triliun atau turun 44,71% dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang terkait dengan realisasi belanja Pemda. Sementara

itu, DPK milik perorangan yang tercatat menguasai pangsa terbesar

menunjukkan kenaikan yakni dari Rp31,48 triliun menjadi Rp34,58 triliun.

Terus meningkatnya dana milik perorangan mengindikasikan semakin

meningkatnya akses masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan yang

tercermin dari meningkatnya jumlah tabungan milik perorangan pada

kelompok nilai sampai dengan Rp100 juta

Tabel 3.12. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp juta)

Berdasarkan Kabupaten/Kota, penghimpunan DPK oleh bank umum di Riau

pada triwulan laporan tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan

dengan triwulan-triwulan sebelumnya. Penghimpunan DPK oleh bank umum

masih terkonsentrasi di Kota Pekanbaru dengan nilai mencapai Rp32,28 triliun

atau sekitar 61,80% terhadap total DPK bank umum. Wilayah lain yang juga

I II III IV yoy qtq

1 Giro 10,837 13,012 14,452 17,015 14,149 30.6 -16.84

2 Tabungan 22,343 21,589 22,216 22,782 25,374 13.6 11.38

3 Deposito 11,740 13,879 13,646 13,660 12,720 8.3 -6.88

a. s.d 3 bln 9,446 11,566 11,160 11,138 9,913 4.9 -11.00

b. > 3-6 bln 1,238 1,304 1,507 1,475 1,614 30.4 9.40

c. > 6-12 bln 818 788 812 867 1,007 23.1 16.12

d. > 12 bln 238 221 167 179 185 -22.2 3.21#DIV/0! #DIV/0!

44,920 48,480 50,314 53,457 52,243 16.30 -2.27

2011Pertumbuhan (%)

Total DPK

No Komponen DPK2012

I II III IV yoy qtq

7,354,226 12,437,605 13,368,237 15,033,055 9,105,668 23.82 -39.43

1 Pemerintah Pusat 209,282 221,268 204,086 211,716 388,934 85.84 83.712 Pemerintah Daerah 6,484,913 11,488,233 12,378,411 14,098,828 7,794,785 20.20 -44.713 Badan/Lembaga Pemerintah 80,958 191,992 128,338 82,199 119,414 47.50 45.274 Badan Usaha Milik Negara 485,786 492,845 596,105 573,722 704,665 45.06 22.825 Badan Usaha Milik Daerah 93,287 43,267 61,297 66,590 97,870 4.91 46.97

6,354,088 5,976,678 6,307,174 6,948,758 8,557,573 34.68 23.156 Perusahaan Asuransi 74,236 81,437 103,593 109,946 109,135 47.01 -0.747 Perusahaan Swasta 5,565,121 5,255,431 5,540,719 5,831,564 7,504,515 34.85 28.698 Yayasan dan Badan Sosial 564,985 485,323 529,553 859,146 771,308 36.52 -10.229 Koperasi 134,565 140,598 124,062 132,806 159,213 18.32 19.88

10 Lainnya 15,181 13,890 9,246 15,296 13,402 -11.72 -12.3831,211,791 30,065,991 30,638,917 31,475,199 34,579,298 10.79 9.86

44,920,105 48,480,274 50,314,329 53,457,012 52,242,540 16.30 -2.27

2011Pertumbuhan (%)

Jumlah

Sektor Swasta

Sektor Pemerintah

Perorangan

2012No Kepemilikan

Page 67: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

57

memiliki pangsa DPK cukup besar adalah Kabupaten Bengkalis dan Kota

Dumai masing-masing sebesar 8,97% dan 8,32% (Tabel 3.14). Relatif

tingginya penghimpunan DPK di ketiga kota tersebut diindikasikan tidak

terlepas dari prospek dan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut yang juga

memiliki andil cukup signifikan terhadap perekonomian Riau.

Tabel 3.13. Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau

3.4.2. Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR)

Posisi LDR bank umum di Riau pada triwulan IV-2012 tercatat sebesar 83,16%

atau lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai

78,35%. Hal ini utamanya tidak terlepas dari relatif ekspansifnya bank umum

dalam menyalurkan kredit baik untuk sektor produktif maupun konsumtif

sejalan dengan menurunnya tingkat bunga kredit sementara dana yang

dihimpun mengalami penurunan. Sementara itu, dengan memperhitungkan

kredit berdasarkan lokasi proyek3, LDR perbankan Riau dalam triwulan laporan

mencapai angka yang lebih tinggi yakni sebesar 111,37%, juga lebih tinggi

jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 109,93% dan

LDR nasional4 yang tercatat 84,36% pada periode yang sama.

3data posisi November 2012 4 data posisi November 2012

Rp Pangsa yoy qtq

1 Pekanbaru 27,747,965 28,916,758 29,860,131 31,399,109 32,283,391 61.80% 16.35 2.82

2 Bengkalis 4,727,706 4,748,899 4,875,790 5,342,213 4,670,893 8.94% -1.20 -12.57

3 Dumai 3,623,654 3,658,386 3,802,907 3,898,884 4,344,964 8.32% 19.91 11.44

4 Indragiri Hilir 1,688,899 1,828,706 2,013,106 2,037,309 1,900,567 3.64% 12.53 -6.71

5 Indragiri Hulu 1,935,182 1,872,710 1,990,529 2,126,516 2,124,574 4.07% 9.79 -0.09

6 Lainnya 5,196,698 7,454,815 7,771,865 8,652,981 6,918,150 13.24% 33.13 -20.05

44,920,104 48,480,274 50,314,328 53,457,012 52,242,540 100% 16.30 -2.27

Pertumbuhan (%)Tw II-12Tw I-12

Tw IV-122011 Tw III-12

Jumlah

No. Kab./Kota

Page 68: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

58

Grafik 3.7. Perkembangan LDR Di Provinsi Riau

Ket : LDR 1 = LDR berdasarkan kredit lokasi proyek

3.5. Profitabilitas

3.5.1. Spread Bunga

Pergerakan suku bunga rata-rata tertimbang bank umum di Riau pada

triwulan IV-2012 menunjukkan penurunan baik pada suku bunga dana yang

tercermin dari deposito 3 bulan maupun suku bunga kredit. Suku bunga kredit

tertimbang bank umum pada triwulan laporan tercatat menurun sebesar

13 bps menjadi 12,22%. Sementara itu, suku bunga dana tertimbang

mencatat kenaikan sebesar 18 bps menjadi 5,39%. Kondisi ini mendorong

turunnya margin yang diterima bank umum sebesar 31 bps hingga menjadi

6,83%. Meskipun margin yang diterima perbankan telah mengalami

penurunan, namun tingkat margin yang dinikmati oleh perbankan masih

berada pada tingkat yang relatif tinggi

Secara umum, rata-rata suku bunga kredit maupun dana pada tahun 2012

telah mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2011. Namun,

karena laju penurunan suku bunga dana yang lebih tinggi daripada suku

bunga kredit maka telah mendorong meningkatnya margin yang diterima

perbankan pada akhir tahun 2012 relatif lebih tinggi dibandingkan tahun

2011 yang mencapai 6,01%.

Tw I 09

Tw II 09

Tw III 09

Tw IV 09

Tw I 10

Tw II 10

Tw III 10

Tw IV 10

Tw I-11

Tw II-11

Tw III-11

Tw IV-11

Tw I-12

Tw II-12

Tw III-12

Tw IV 12

Nasional 88,4% 87,1% 73,6% 72,9% 75,7% 75,7% 77,4% 75,5% 77,2% 80,0% 81,7% 79,0% 80,8% 83,4% 84,72 84,36

LDR 65,2% 66,0% 73,2% 78,0% 73,4% 77,4% 78,5% 78,8% 75,2% 75,9% 76,5% 80,3% 77,2% 80,1% 78,3% 83,2%

LDR1 98,2% 95,9% 106,2 114,5 104,1 111,2 117,4 114,4 114,0 112,1 113,7 113,7 108,5 111,0 111,4 112,8

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

90,0%

100,0%

110,0%

120,0%

Page 69: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

59

Grafik 3.8. Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit dan Deposito 3 bulan

Dalam upaya meningkatkan good governance dan mendorong persaingan

yang sehat dalam industri perbankan, Bank Indonesia secara resmi telah

mengeluarkan kebijakan pemberlakuan transparansi Suku Bunga Dasar

Kredit5. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan disiplin pasar yang lebih

baik melalui terbentuknya informasi yang simetris baik di tingkat pelaku usaha,

masyarakat umum maupun perbankan.

3.5.2. Pendapatan dan Beban Bunga

Jumlah pendapatan bunga yang diperoleh bank umum di Provinsi Riau selama

triwulan laporan mencapai Rp1,67 triliun atau meningkat Rp66,47 miliar

(4,13%) dibandingkan dengan triwulan III-2012. Peningkatan pendapatan

bunga sebagian besar bersumber dari pendapatan bunga kredit yang tercatat

meningkat sebesar Rp32,31 miliar menjadi Rp1,46 triliun sejalan dengan

bertumbuhnya penyaluran kredit di Riau pada triwulan laporan meskipun rata-

rata suku bunganya mengalami penurunan.

5 Sebagaimana diatur dalam SE Ekstern No.13/5/DPNP tanggal 08 Februari 2011 tentang Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

16,00

18,00

20,00

%MarginKreditDeposito 3 bulanBI rate

Page 70: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

60

Grafik 3.9. Komposisi Pendapatan Bunga (Rp miliar)

Di sisi lain, beban bunga yang ditanggung oleh bank umum di Riau pada

triwulan laporan mengalami peningkatan sebesar 3,48% (Rp 17,87 miliar)

dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi disebabkan oleh adanya

peningkatan yang relatif tinggi pada beban bunga deposito jangka pendek

(1-3 bulan) selama periode Oktober sampai Desember 2012 meskipun jumlah

dana yang dihimpun mengalami penurunan.

Grafik 3.10. Komposisi Beban Bunga (Rp miliar)

Lebih tingginya peningkatan pendapatan bunga dibandingkan dengan

peningkatan beban bunga telah mendorong meningkatnya nilai pendapatan

bunga bersih6 bank umum di Riau per Desember 2012. Nilai pendapatan

6 Net Interest Income atau pendapatan bunga bersih adalah pendapatan bunga dikurangi beban bunga.

Tw I 09

Tw II 09

Tw III 09

Tw IV 09

Tw I 10

Tw II 10

Tw III 10

Tw IV 10

Tw I 11

Tw II 11

Tw III 11

Tw IV 11

Tw I 12

Tw II 12

Tw III 12

Tw IV 12

Lainnya 0,3 0,5 1,2 1,2 80,3 85,7 81,9 86,0 100,4 103,3 110,3 140,4 89,8 84,8 86,0 123,7

Antar Bank 76,9 55,0 51,8 88,5 32,2 45,3 47,4 42,3 28,0 40,6 43,5 34,9 21,3 43,2 47,6 51,9

Kredit 705,5 716,6 870,9 816,9 930,8 994,0 1.048 1.072 1.103 1.115 1.223 1.257 1.243 1.361 1.432 1.464

SBI dan surat berharga 84,9 61,2 35,8 17,3 14,1 30,7 25,1 25,8 36,1 42,7 50,4 55,1 40,5 39,9 42,5 34,6

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw I 09

Tw II 09

Tw III 09

Tw IV 09

Tw I 10

Tw II 10

Tw III 10

Tw IV 10

Tw I-11

Tw II-11

Tw III-11

Tw IV-11

Tw I-12

Tw II-12

Tw III-12

Tw IV-12

Lainnya 4.8 4.7 4.8 1.9 72.7 77.4 88.3 83.2 113.1 110.3 114.1 125.6 101.9 110.3 93.0 102.7

Antar Bank 23.9 45.7 39.1 35.6 38.0 43.7 44.8 39.8 23.5 16.6 23.3 11.8 7.0 6.1 8.0 8.7

Tabungan 104.1 90.5 108.8 110.4 107.9 102.9 109.3 116.6 125.1 129.0 133.6 129.0 124.4 110.3 111.4 114.3

Deposito 210.7 181.5 215.2 158.1 144.7 174.2 160.2 165.4 157.2 193.3 211.7 222.6 206.0 220.2 207.2 207.9

Giro 73.9 85.5 72.3 39.4 45.3 55.6 57.0 56.1 61.7 63.2 68.2 69.2 66.4 79.2 94.4 98.4

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Page 71: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

61

bunga bersih pada tahun 2012 mencapai Rp1,14 triliun atau lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun sebelumnya

yang masing-masing tercatat sebesar Rp1,09 triliun dan Rp930 miliar.

4. Perbankan Syariah

Kondisi perbankan syariah Riau per Desember 2012 menunjukkan

kecenderungan yang lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya maupun

periode yang sama tahun sebelumnya. Posisi aset perbankan syariah Riau pada

Desember 2012 mencapai Rp4,58 triliun atau naik 8,15% (qtq) dan

40,79% (yoy). Peningkatan aset ini utamanya didorong oleh meningkatnya

penghimpunan dana yaitu dari Rp3,20 triliun menjadi Rp3,45 triliun atau naik

7,60% (qtq) dan 47,27% (yoy).

Dengan demikian, pangsa aset Perbankan syariah terhadap total perbankan di

Provinsi Riau pada akhir tahun 2012 telah mencapai 6,24%, mengalami

peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang memiliki pangsa

sebesar 5,37%. Tingginya animo perbankan nasional dalam melakukan

penetrasi ke provinsi Riau terutama di bidang perbankan syariah diperkirakan

masih akan terus mendongkrak pangsa aset perbankan syariah pada masa

mendatang.

Tabel 3.14. Indikator Kinerja Utama Perbankan Syariah di Provinsi Riau (Rp juta)

Sementara itu, pembiayaan yang disalurkan oleh Perbankan syariah di Riau pada

triwulan laporan juga mengalami kenaikan sebesar 5,70% (qtq) sehingga

menjadi Rp2,91 triliun pada triwulan laporan. Namun, lebih rendahnya

pertumbuhan pembiayaan dibandingkan dengan pertumbuhan DPK

mengakibatkan FDR Perbankan syariah di Riau relatif menurun yaitu dari

I II III IV yoy qtq

1 Jumlah Bank 11 11 12 12 12

2 Aset 3,256,336 3,457,740 3,911,778 4,239,148 4,584,517 40.79 8.153 DPK 2,341,312 2,743,362 2,868,268 3,204,695 3,448,148 47.27 7.60

- Giro 328,209 416,494 445,583 584,125 623,723 90.04 6.78- Tabungan 1,175,950 1,420,873 1,491,500 1,596,958 1,769,684 50.49 10.82- Deposito 837,153 905,995 931,185 1,023,612 1,054,741 25.99 3.04

4 Pembiayaan 2,290,267 2,373,195 2,576,518 2,750,200 2,906,878 26.92 5.70

5 NPF 2.58% 2.91% 2.95% 3.03% 2.98%

6 FDR 97.82% 86.51% 89.83% 85.82% 84.30%

No. KeteranganPertumbuhan (%)

20112012

Page 72: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

62

85,82% pada triwulan III-2012 menjadi 84,30% pada triwulan laporan.

Meskipun demikian, risiko pembiayaan bermasalah (NPF) yang dialami berada

pada tingkat relatif terjaga yakni sebesar 2,98%, juga mengalami penurunan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Tabel 3.14).

Sebagian pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum syariah di Provinsi Riau

utamanya diserap dalam bentuk pembiayaan produktif dengan pangsa

mencapai 54,20% dan sisanya sebesar 45,79% diserap dalam bentuk

pembiayaan konsumtif. Secara triwulanan pembiayaan modal kerja dan investasi

masing-masing meningkat sebesar 2,80% (qtq) dan 7,44% (qtq), sedangkan

pembiayaan konsumsi tercatat meningkat sebesar 6,59% (qtq).

Sementara itu, secara sektoral, pembiayaan perbankan syariah sebagian besar

masih ditujukan ke sektor lain-lain serta jasa dunia usaha dengan pangsa

masing-masing mencapai 45,80% dan 22,74%. Pembiayaan sektor lain yang

juga relatif besar disalurkan ke sektor pertanian khususnya sub sektor

perkebunan kelapa sawit.

5. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S)

Kegiatan usaha BPR/S secara umum dalam triwulan laporan masih

menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Aset BPR/S Riau

per Desember 2012 tercatat sebesar Rp1,04 triliun atau naik sebesar 2,95%

dibandingkan dengan triwulan III-2012 yang mencapai Rp1,01 triliun.

Meningkatnya jumlah aset utamanya didorong oleh kenaikan penghimpunan

DPK dari Rp692,08 miliar pada triwulan III-2012 menjadi Rp694,54 miliar

(0,36%). Sementara itu, penyaluran kredit juga mengalami kenaikan yakni dari

Rp704,55 miliar menjadi Rp708,53 miliar atau naik sebesar 0,57% (qtq). Lebih

tingginya peningkatan kredit yang disalurkan dibandingkan dengan

peningkatan penghimpunan DPK mendorong LDR BPR/S di Riau meningkat

yakni dari 101,80% pada triwulan III-2012 menjadi 102,01% pada akhir tahun

2012.

Namun demikian, dari sisi risiko rasio kredit bermasalah BPR/S di Riau masih

terus menunjukkan kenaikan yakni dari 12,96% menjadi 13,11%. Hal ini

utamanya masih disebabkan oleh belum optimalnya kinerja debitur BPR

Page 73: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

63

mengingat sebagian besar segmen kreditnya berada pada sektor informal.

Kondisi ini sepatutnya dapat menjadi perhatian bagi BPR/S di Riau karena

dapat mengakibatkan tingkat Kualitas Aktiva Produktif (KAP) memburuk yang

pada akhirnya berpotensi mengganggu fungsi intermediasi bank.

Tabel 3.15. Indikator Kinerja Utama BPR/S di Provinsi Riau (dalam Rp juta)

6. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Kredit Usaha Rakyat yang disalurkan oleh 6 (enam) bank pelaksana KUR di

Riau hingga triwulan IV-2012 telah mencapai Rp3,08 triliun, naik 9,82% (qtq)

atau berada pada urutan ke-7 di tingkat nasional dan ke-2 di Sumatera.

Penyaluran KUR di Riau mencakup sekitar 3,17% dari total penyaluran KUR

secara nasional yang tercatat sebesar Rp97,16 triliun. Jumlah debitur penerima

KUR di Provinsi Riau s.d triwulan IV-2012 tercatat sebesar 125.571 jiwa.

Dengan demikian, rata-rata KUR yang disalurkan di Provinsi Riau per Desember

2012 mencapai Rp24,52 juta/jiwa atau naik sebesar 3,30% (qtq) dan 17,69%

(yoy)

Tabel 3.16. Perkembangan Penyaluran KUR di Riau

Sumber: Kantor Menko Perekonomian

I II III IV yoy qtq

1. Jumlah BPR/S 33 34 34 34 34

2. Asset 920,404 972,275 997,840 1,008,552 1,038,271 16.14 2.95

3. DPK 642,785 685,220 692,916 692,080 694,541 10.80 0.36

- Tabungan 302,472 317,379 316,892 313,758 313,312 5.72 -0.14

- Deposito 340,313 367,841 376,024 378,322 381,228 15.39 0.77

4. Kredit 617,548 655,469 689,275 704,545 708,530 17.23 0.57

5. LDR 96.07% 95.66% 99.47% 101.80% 102.01%

6. NPLs 8.22% 10.51% 10.88% 12.96% 13.11%

Pertumbuhan (%)Keterangan 2011

2012

I II III IV

Kredit Usaha Rakyat 1,963,716 2,255,137 2,569,548 2,804,050 3,079,345

- Jumlah Debitur 94,246 101,284 110,260 118,121 125,571

- Rata-rata (Rp juta/jiwa) 20.84 22.27 23.30 23.74 24.52

Indikator 20112012

Page 74: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

64

7. Perkembangan Transaksi Pembayaran

7.1. Kondisi Umum

Perkembangan transaksi pembayaran secara tunai di Provinsi Riau pada

triwulan laporan mengalami peningkatan dari sisi uang keluar (outflow) namun

mengalami penurunan dari sisi uang masuk (inflow). Trend ini relatif berbeda

dari tahun-tahun sebelumnya, dimana outflow cenderung menurun pasca hari

raya. Sementara itu, dari sisi transaksi pembayaran non tunai, transaksi BI RTGS

masih mendominasi dibandingkan transaksi kliring. Transaksi BI RTGS

mengalami kenaikan, sedangkan transaksi kliring mengalami penurunan.

7.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai

7.2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow)

Pada triwulan laporan, perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Riau

yang tercermin dari arus outflow tercatat sebesar Rp4,25 triliun, mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama

di tahun sebelumnya, yaitu masing-masing sebesar 7,22% dan 12,93%.

Outflow di Provinsi Riau pada tahun 2012 menunjukkan perbedaan

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dimana jumlah outflow cenderung

menurun pasca hari raya. Namun, kondisi saat ini menunjukkan bahwa sampai

dengan akhir tahun 2012 jumlah outflow Riau masih terus mengalami

peningkatan. Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh adanya kegiatan Pekan

Paralimpik Nasional (Paparnas) ke XIV di Kota Pekanbaru pada bulan Oktober,

sehingga perbankan cenderung meningkatkan ketersediaan uang tunai.

Di sisi lain, inflow tercatat sebesar Rp957 miliar, mengalami penurunan sebesar

36,43% dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan ini merupakan faktor

seasonal di mana inflow cenderung akan turun pasca hari raya yang jatuh pada

triwulan III-2012. Namun jumlah inflow pada triwulan laporan masih lebih

tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat

sebesar Rp653,5 miliar.

Page 75: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

65

Dengan perkembangan tersebut di atas, jumlah transaksi uang tunai di Provinsi

Riau pada triwulan IV-2012 masih terus menunjukkan net outflow yaitu

sebesar Rp3,29 triliun. Jumlah ini tercatat mengalami peningkatan bila

dibandingkan dengan net outflow pada triwulan sebelumnya maupun triwulan

yang sama di tahun sebelumnya, yaitu masing-masing sebesar 33,97% dan

5,88%.

Grafik 3.11. Perkembangan Inflow dan Outflow Riau (dalam Rp miliar)

Jika dilihat secara keseluruhan tahun 2012, maka jumlah outflow Provinsi Riau

mencapai Rp 13,03 triliun. Meningkat dibandingkan dengan outflow tahun

sebelumnya (8,11%), yang tercatat sebesar Rp12,05 triliun. Peningkatan

outflow Riau selama tahun 2012 terjadi seiring dengan adanya beberapa event

pada tahun 2012 antara lain PON XVIII dan Pekan Paralimpik Nasional

(Paparnas) XIV. Jumlah outflow Riau juga tercatat jauh lebih tinggi

dibandingkan provinsi tetangga khususnya di Sumatera Bagian Tengah (Jambi

dan Padang). Relatif tingginya outflow Riau tidak terlepas dari prospek bisnis di

Riau, sebagai dampak dari pesatnya perkembangan ekonomi Riau dalam kurun

waktu beberapa tahun terakhir.

-500

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2008 2009 2010 2011 2012

Rp

. mili

ar

Inflow Outflow Net Outflow

Page 76: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

66

Grafik 3.12. Outflow Riau dibandingkan Daerah Lain di Sumatra Bagian Tengah

(Miliar Rupiah)

7.2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar

Dalam upaya pemenuhan jumlah nominal uang kartal menurut jenis pecahan

dan dalam kondisi layak edar (Clean Money Policy) bagi masyarakat, Bank

Indonesia, secara berkala melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak

edar (UTLE), dengan Pemberian Tanda Tidak berharga (PTTB). UTLE tersebut

berasal dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat, yang

selanjutnya ditukar dengan uang yang layak edar (fit for circulation).

Meskipun jumlah uang kartal masuk (inflow) pada triwulan laporan mengalami

penurunan, namun UTLE yang dimusnahkan (PTTB) mengalami peningkatan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat UTLE yang dimusnahkan sebanyak

Rp99,16 miliar, meningkat 48,01% dibandingkan triwulan sebelumnya.

Dengan perkembangan tersebut, ratio UTLE yang dimusnahkan terhadap

inflow pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,36%, meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,45%. Kenaikan

UTLE yang dimusnahkan pada triwulan laporan berasal dari akumulasi sebagian

UTLE dari triwulan sebelumnya, dan baru dimusnahkan pada triwulan laporan.

Kondisi ini terjadi karena di triwulan III-2012 difokuskan pada pelayanan

penukaran uang kepada masyarakat Riau dalam rangka menyambut Hari Raya

Idul Fitri.

-

5.000

10.000

15.000

2008 2009 2010 2011 2012Riau Jambi Padang

Page 77: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

67

Grafik 3.13. Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) terhadap

Inflow di Provinsi Riau

Untuk menjaga jumlah uang yang dimusnahkan tetap berada pada level yang

rendah, Bank Indonesia tetap giat melakukan sosialisasi prinsip 3D (Didapat,

Disimpan, Disayang) kepada masyarakat. Hal ini dilakukan agar masyarakat

memahami cara-cara memperlakukan uang dengan baik sehingga dapat

memperpanjang usia manfaat fisik uang. Selama tahun 2012, Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah melakukan sosialisasi prinsip 3D

di beberapa tempat di Kota Pekanbaru. Selain itu, sosialisasi prinsip 3D juga

dilakukan dalam berbagai kesempatan seperti Dumai Expo, Pekanbaru Expo

dan Riau Expo, maupun sosialisasi kepada pihak eksternal lainnya yang

melakukan kegiatan kunjungan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Riau.

7.2.3. Uang Rupiah Tidak Asli

Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Riau pada triwulan IV-2012 tercatat mengalami penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 94 lembar menjadi 86 lembar.

Namun nominalnya sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu

dari Rp7,25 juta menjadi Rp7,35 juta. Pada triwulan laporan ditemukan

sebanyak 86 lembar uang palsu, dengan rincian pecahan Rp100.000 sebanyak

61 lembar (71%) dan pecahan Rp50.000 sebanyak 25 lembar (29%).

0

20

40

60

80

100

120

-

500

1.000

1.500

2.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Inflow (kiri) PTTB (kiri) Ratio PTTB terhadap Inflow (kanan)

Rp.

mili

ar

pers

en

(%)

Page 78: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

68

Penemuan uang rupiah tidak asli tersebut didasarkan pada permintaan

klarifikasi perbankan dan masyarakat serta temuan dari setoran bank-bank ke

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Sebagai upaya menanggulangi

peredaran uang rupiah tidak asli, Bank Indonesia telah melakukan berbagai

upaya, antara lain dengan meningkatkan security features uang yang dicetak

dan terus melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah, melalui penerapan

prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang).

Grafik 3.14. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau

7.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI

7.3.1. Transaksi Kliring

Jumlah warkat dan nominal transaksi non tunai secara kliring pada triwulan

IV-2012 tercatat mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Jumlah warkat tercatat sebesar 267.841 lembar, menurun 5,46%

dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 283.463 lembar. Seiring

dengan penurunan jumlah warkat tersebut jumlah nominal transaksi kliring

juga mengalami penurunan (7,59%), yaitu dari Rp 7,38 triliun pada triwulan

III-2012 menjadi Rp 6,82 triliun pada triwulan laporan. Penurunan jumlah

warkat kliring yang diiringi dengan penurunan jumlah nominal transaksi kliring

mengindikasikan menurunnya jumlah aktivitas kliring selama triwulan laporan.

-20 40 60 80 100 120 140 160

-1 2 3 4 5 6 7 8

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2008 2009 2010 2011 2012

Rp

. Ju

ta

Nominal (kiri) Lembar (kanan)

Page 79: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

69

Grafik 3.15. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau

7.3.2. Real Time Gross Settlement (RTGS)

Nilai transaksi dan jumlah warkat non tunai melalui Bank Indonesia Real Time

Gross Settlement (BI-RTGS) di Riau pada triwulan IV-2012 mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, nilai

transaksi tercatat sebesar Rp84,58 triliun meningkat 2,78% dibandingkan

triwulan sebelumnya. Seiring dengan meningkatnya nominal transaksi maka

jumlah warkat transaksi juga mengalami peningkatan sebesar 4,16% yaitu

dari 57.267 lembar pada triwulan III-2012 menjadi 59.648 lembar pada

triwulan IV-2012.

Tabel 3.17. Perkembangan Nilai BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan IV-2012 (Rp

miliar)

-50 100 150 200 250 300 350

-1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2008 2009 2010 2011 2012

Nominal (kiri) Warkat(kanan)

From To From - To Kumulatif From To From - To Kumulatif

Bengkalis 629 1,504 298 1,836 746 1,163 283 1,626

Dumai 1,985 1,744 368 3,361 1,938 1,676 433 3,182

Indragiri Hulu 3 - - 3 4 1 - 5

Indragiri Hil ir 14 - - 14 11 0 - 11

Kampar 19 626 - 644 18 450 1 466

Kuantan Singingi - - - - - 1 - 1

Pekanbaru 49,768 44,155 18,570 75,354 52,651 41,281 15,460 78,472

Pelalaw an 1 11 - 12 1 32 0 33

Rokan Hulu - 1 - 1 - 2 - 2

Rokan Hil ir 31 1 - 32 29 1 0 30

Siak 206 848 19 1,035 279 499 25 753

RIAU 52,656 48,890 19,255 82,291 55,676 45,106 16,202 84,580

IV-2012Jumlah Nominal

Kab/Kota

ii i-2012

Page 80: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

70

Tabel 3.18. Perkembangan Volume Warkat BI-RTGS di Riau Triwulan IV-2012

(lembar)

Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, jumlah transaksi RTGS tertinggi

tercatat di kota Pekanbaru dan Dumai, hal ini sejalan dengan tingginya

aktivitas ekonomi di kedua daerah tersebut, terutama Kota Pekanbaru.

Transaksi RTGS di kota Pekanbaru tercatat mengalami peningkatan baik

nominal maupun warkat yaitu masing-masing sebesar 4,14% dan 6,5%

dibandingkan triwulan sebelumnya. Beberapa event olahraga di Riau pada

triwulan IV-2012, serta penyelesaian pembangunan beberapa proyek menjadi

faktor pendorong peningkatan tersebut.

Sementara itu, jumlah transaksi RTGS terendah tercatat di Kabupaten Kuantan

Singingi dan Rokan Hulu yaitu masing-masing sebesar Rp1 miliar dan Rp2

miliar. Hal ini dikarenakan sejalan dengan masih minimnya jumlah jaringan

kantor perbankan di kedua kabupaten tersebut. Kedepan diharapkan dengan

adanya peningkatan jaringan kantor perbankan di kedua daerah tersebut

dapat pula mendorong peningkatan aktivitas transaksi bisnis, sehingga

transaksi non tunai juga akan meningkat.

From To From - To Kumulatif From To From - To Kumulatif

Bengkalis 845 398 106 1,137 1,267 612 214 1,665

Dumai 3,553 3,080 867 5,766 2,506 3,037 933 4,610

Indragiri Hulu 38 2 - 40 33 4 - 37

Indragiri Hil ir 266 4 - 270 201 6 - 207

Kampar 312 163 11 464 237 179 8 408

Kuantan Singingi - 4 - 4 - 4 - 4

Pekanbaru 24,843 31,052 8,142 47,753 26,854 32,759 8,756 50,857

Pelalaw an 18 45 - 63 20 63 1 82

Rokan Hulu 1 18 - 19 - 20 - 20

Rokan Hil ir 880 47 - 927 753 35 1 787

Siak 536 308 20 824 671 326 26 971

RIAU 31,292 35,121 9,146 57,267 32,542 37,045 9,939 59,648

Jumlah Warkat

Kab/Kota

II I-2011 IV-2012

Page 81: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Dampak Pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON)

Terhadap Transaksi Pembayaran di Provinsi Riau

Pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-18 yang berlangsung pada triwulan III-2012 lalu

diperkirakan telah secara langsung maupun tidak langsung mendorong kenaikan belanja

masyarakat sehingga berdampak terhadap sektor perdagangan, hotel dan restoran di Provinsi

Riau. Sejalan dengan kondisi tersebut, hal ini terkonfirmasi dari hasil survei yang dilakukan

kepada beberapa pelaku usaha.1

Pada Grafik 1 dapat dilihat bahwa persentase kenaikan omzet pada responden kategori hotel

(diukur dengan tingkat hunian hotel) di Riau selama PON berlangsung menunjukkan angka yang

cukup signifikan, yaitu mayoritas hotel dan penginapan (48,1%) mengalami peningkatan 75%

hingga 100%. Namun tidak terlihat adanya lonjakan yang cukup signifikan di atas 100%

dikarenakan banyaknya hotel dan penginapan yang tersedia, terutama di kota Pekanbaru dan

bermunculan sebelum penyelenggaraan PON.

1 Survei dilakukan di 6 (enam) daerah yaitu Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Kampar, Kabupaten Indragiri Hulu,

Kabupaten Siak, Kota Dumai Dan Kota Pekanbaru. Responden Total sampel mencapai 110 responden yang

terdistribusi secara merata di tiap wilayah untuk tiap kategori responden. Metode sampel menggunakan

probability random sampling.

< 25% 25 % - 50 % 50 % - 75% 75 % - 100 % > 100 %

1,9%

34,6%

9,6%

48,1%

0,0%

Grafik 1. Persentase peningkatan Tingkat Hunian Hotel dan Penginapan Selama PON XVIII di Provinsi Riau

< 25% 25 % - 50 % 50 % - 75% 75 % - 100 % > 100 %

Boks 2

Page 82: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Sementara, pada pelaku usaha sektor perdagangan juga mengalami kenaikan yang lebih

bervariasi sebagaimana terlihat pada Grafik 2. Secara umum, sekitar 33,3% responden

mengalami kenaikan keuntungan 25%-50% dan sekitar 27,50 menikmati kenaikan keuntungan

berkisar 75%-100%. Kondisi ini secara implisit menunjukkan bahwa pelaksanaan PON

memberikan dampak signifikan terhadap pendapatan pelaku usaha.

Terkait dengan penggunaan cara pembayaran yang dilakukan, terdapat perbedaan metode

pembayaran yang diterima oleh pengusaha. Pada responden hotel, lebih dari 50% transaksi

dilakukan umumnya melalui pembayaran non tunai dan hanya tiga wilayah yang dominan

melakukan transaksi tunai yakni Kota Pekanbaru Kab. Kampar dan Kab. Pelalawan. Sebaliknya,

pada pelaku usaha, seluruh responden cenderung untuk melakukan transaksi pembayaran secara

tunai dibandingkan non tunai. Dari 6 wilayah yang disurvei, hanya Kab. Indragiri Hulu yang

tercatat secara dominan melakukan transaksi pembayaran non tunai.

Grafik 3. Metode Pembayaran Selama PON

XVIII di Tingkat Hotel

Grafik 4. Metode Pembayaran Selama PON

XVIII di Tingkat Pelaku Usaha Lain

Sejalan dengan tingginya transaksi pembayaran tunai di tingkat pelaku usaha lainnya, hasil survei

menunjukkan bahwa mayoritas pelaku usaha (32,1%) menyimpan uang tunai kurang dari 7 hari

< 25% 25 % - 50 % 50 % - 75 % 75 % - 100 % > 100%

19,6%

33,3%

11,8%

27,5%

2,0%

Grafik 2. Peningkatan Omzet Pelaku Usaha Selama PON XVIII Di Provinsi Riau

57,1%

80,0%

0,0%

28,6%

33,3%

55,8%

47,6%

42,9%

20,0%

100,0%

71,4%

66,7%

44,2%

52,4%

0,0% 50,0% 100,0%

Pelalawan

Kampar

Indragiri Hulu

Siak

Dumai

Pekanbaru

Total

Metode Pembayaran

Wila

yah

Non Tunai

Tunai

60,0%

80,0%

40,0%

100,0%

80,0%

96,7%

85,5%

40,0%

20,0%

60,0%

0,0%

20,0%

3,3%

14,5%

0,0% 50,0% 100,0%

Pelalawan

Kampar

Indragiri Hulu

Siak

Dumai

Pekanbaru

Total

Metode Pembayaran

Wila

yah

Non Tunai

Tunai

Page 83: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

untuk kemudian disetor ke perbankan, sebanyak 20% pelaku usaha menyimpan uang tunai

antara 7 – 14 hari, sebanyak 17% pelaku usaha menyimpan uang tunai antara 21 – 30 hari,

sebanyak 3,8% pelaku usaha menyimpan uang tunai > 30 hari dan sebahagian yang lain (26,4%)

tidak menyetor hasil usahanya ke perbankan.

Page 84: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

71

1. Kondisi Umum

Pada tahun 2012, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau

mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan tahun

sebelumnya, baik dari sisi anggaran pendapatan maupun anggaran belanja.

Namun, realisasi penyerapan anggaran pendapatan maupun anggaran belanja

pemerintah Provinsi Riau pada tahun 2012 diperkirakan akan lebih rendah

dibandingkan penyerapan tahun 2011 yang lalu.

Bab 4 KONDISI KEUANGAN

DAERAH

Page 85: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

72

2. Realisasi APBD

Realisasi pendapatan Provinsi Riau sampai dengan triwulan IV-2012

diperkirakan sebesar Rp6,68 triliun (100,57%) dari rencana anggaran sebesar

Rp6,64 triliun. Sementara itu, realisasi anggaran belanja sampai dengan

triwulan IV-2012 diperkirakan sebesar Rp6,42 triliun atau sekitar 76,63% dari

rencana anggaran belanja tahun 2012 yang mencapai Rp8,37 triliun. Jika

dibandingkan dengan tahun sebelumnya, realisasi anggaran pendapatan

maupun anggaran belanja pada periode laporan mengalami penurunan

masing-masing dari 117,64% dan 88,90% menjadi 100,57% dan 76,63%.

Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Provinsi Riau 2011 dan 2012 (Rp miliar)

Keterangan : *) Data Sangat Sementara Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Jumlah realisasi pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan realisasi

belanja mendorong anggaran Provinsi Riau sampai dengan triwulan IV-2012

tercatat mengalami surplus sebesar Rp260,17 miliar. Sementara itu,

pembiayaan netto Provinsi Riau diperkirakan mencapai Rp1,72 triliun. Dengan

perkembangan tersebut, maka sampai dengan triwulan IV-2012 Sisa Lebih

Pembiayaan Anggaran (SILPA) Provinsi Riau diperkirakan akan mengalami

peningkatan menjadi sebesar Rp1,98 triliun atau mengalami peningkatan

sebesar 48,18% dibandingkan tahun sebelumnya.

Alokasi

Anggaran

Nilai

Realisasi

Pencapaian

(%)

Alokasi

Anggaran Nilai Realisasi

Pencapaian

(%)

(1) (2) (2) / (1) (1) (2) (2) / (1)Pendapatan 4.624,52 5.440,44 117,64 6.639,43 6.677,01 100,57

Belanja 4.797,60 4.265,13 88,90 8.373,81 6.416,84 76,63

Surplus / Defisit (173,08) 1.175,31 - (1.734,38) 260,17 -

Pembiayaan

Penerimaan Daerah 390,61 421,52 107,91 1.839,38 1.829,51 99,46

Pengeluaran Daerah 224,92 257,45 114,46 105,00 105,00 100,00

Pembiayaan Netto 165,68 164,07 99,03 1.734,38 1.724,51 99,43

SILPA - 1.339,38 - - 1.984,68 -

2012 *)

Uraian

2011

Page 86: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

73

2.1. Realisasi Pendapatan

Realisasi komponen pendapatan daerah terbesar terjadi pada Pendapatan Asli

Daerah (PAD) dengan nilai realisasi diperkirakan sebesar Rp2,42 triliun

(110,87%). Salah satu pendorong tingginya realisasi anggaran PAD pada

periode laporan berasal dari pendapatan pajak daerah dengan nilai realisasi

diperkirakan sebesar Rp1,96 triliun dari alokasi anggaran yang telah

ditetapkan sebesar Rp1,84 triliun.

Jika dilihat per komponen pendapatan, alokasi anggaran pendapatan Provinsi

Riau sebagian besar berasal dari pendapatan transfer yang mencapai Rp3,79

triliun yang diperkirakan akan terealisasi sebesar Rp3,62 triliun (95,39%).

Realisasi tersebut utamanya berasal dari dana perimbangan sebesar Rp3,62

triliun (95,38%) dari alokasi anggaran sebesar Rp3,79 triliun. Secara umum,

realisasi seluruh komponen pendapatan yaitu transfer, pendapatan asli daerah,

dan pendapatan lain-lain yang sah Provinsi Riau pada periode laporan relatif

menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau s.d. Triwulan IV-2012 (Rp miliar)

Keterangan : *) Data Sangat Sementara Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

2.2. Realisasi Belanja

Pencapaian realisasi belanja Provinsi Riau sampai dengan triwulan IV-2012

diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya,

meskipun alokasi anggarannya mengalami peningkatan. Realisasi belanja pada

tahun 2012 tercatat sebesar 76,63% dengan nominal sebesar Rp6,42 triliun,

relatif menurun dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya yang mencapai

88,90%. Alokasi anggaran belanja Provinsi Riau pada tahun 2012 mengalami

peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari

Alokasi

Anggaran

Nilai

Realisasi

Pencapaian

(%)

Alokasi

Anggaran Nilai Realisasi

Pencapaian

(%)

(1) (2) (2) / (1) (1) (2) (2) / (1)Pendapatan Asli Daerah 1.732,70 2.210,13 127,55 2.181,22 2.418,38 110,87

Pendapatan Transfer 2.888,35 3.226,84 111,72 3.793,93 3.619,22 95,39

Lain-Lain Pendapatan Yang Sah 3,47 3 100,00 664,27 639 96,26

Pendapatan 4.624,52 5.440,44 117,64 6.639,43 6.677,01 100,57

2012 *)

Uraian

2011

Page 87: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

74

Alokasi

Anggaran

Nilai

Realisasi

Realisasi s.d

Tw.IV-2011, %

Alokasi

Anggaran Nilai Realisasi

Realisasi s.d

Tw.IV-2012,

%

(1) (2) (2) / (1) (1) (2) (2) / (1)Belanja Operasi 2.716,93 2.411,83 88,77 4.881,75 3.752,05 76,86

Belanja Modal 1.547,45 1.342,18 86,73 2.457,13 1.868,06 76,03

Belanja Tidak Terduga 1,50 0,10 6,77 10,78 0,00 0,00

Transfer 531,72 511,02 96,11 1.024,15 796,73 77,79

Belanja 4.797,60 4.265,13 88,90 8.373,81 6.416,84 76,63

2012

Uraian

2011

Rp4,80 triliun menjadi Rp8,37 triliun (74,54%). Komponen dengan realisasi

belanja terbesar terdapat pada belanja transfer dengan nilai realisasi sebesar

Rp796,73 miliar (77,79%) yang dialokasikan seluruhnya pada bagi hasil pajak

ke Kabupaten/Kota. Namun, alokasi anggaran untuk komponen ini tidak

terlalu besar bila dibandingkan dengan komponen belanja lainnya.

Selanjutnya, komponen belanja yang juga terealisasi lebih tinggi adalah

komponen belanja operasi yang diperkirakan mencapai 76,86% dengan nilai

realisasi sebesar Rp3,75 triliun. Penyerapan terbesar pada komponen ini

utamanya berasal dari belanja hibah dengan nilai realisasi sebesar Rp1,5 triliun,

diikuti belanja barang dan jasa sebesar Rp1,06 triliun dan belanja pegawai

sebesar Rp997 miliar.

Selanjutnya belanja modal yang dialokasikan sebesar Rp2,46 triliun telah

terealisasi sebesar Rp76,03% sampai dengan triwulan IV-2012 dengan nilai

realisasi sebesar Rp1,87 triliun. Realisasi belanja modal ini utamanya berasal

dari realisasi untuk belanja jalan, irigasi dan jaringan yaitu sebesar Rp1,12

triliun (80,41%) diikuti oleh belanja gedung dan bangunan sebesar Rp501

miliar (69,31%).

Tabel 4.3. Realisasi Belanja Provinsi Riau s.d Triwulan IV-2012 (Rp miliar)

Keterangan : Data Sangat Sementara Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Terdapat beberapa faktor yang diperkirakan menyebabkan belum optimalnya

penyerapan belanja antara lain (i) permasalahan internal, yaitu kelambatan

proses administrasi dan belum optimalnya perencanaan sehingga penyerapan

menjadi tidak optimal, (ii) mekanisme pengadaan barang dan jasa yang relatif

panjang, (iii) faktor geografis serta keterbatasan kapasitas

developer/kontraktor di daerah.

Page 88: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Kesejahteraan

Daerah

75

1. Kondisi Umum

Kondisi kesejahteraan Provinsi Riau khususnya di pedesaan, sebagaimana

tercermin salah satunya dari perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)

menunjukkan penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun

triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan tersebut didorong

oleh menurunnya harga TBS lokal akibat penurunan harga CPO dunia dan

peningkatan produksi pada triwulan IV-2012. Namun disisi lain, peningkatan

UMP Provinsi dan upah minimum Kab/Kota menjadi indikator yang akan

mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Riau. Meskipun demikian,

Pemerintah Daerah juga perlu aware terhadap resiko-resiko yang mungkin

muncul.

Bab 5

PERKEMBANGAN

KESEJAHTERAAN DAERAH

MONETER, PERBANKAN

Page 89: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Kesejahteraan

Daerah

76

2. Nilai Tukar Petani (NTP)

Nilai Tukar Petani (NTP)1 merupakan salah satu indikator yang digunakan

untuk melihat tingkat kesejahteraan petani dengan mengukur kemampuan

tukar produk yang dihasilkan oleh petani dengan produk yang dibutuhkan

oleh petani baik untuk proses produksi maupun untuk konsumsi rumah

tangga petani. Semakin tinggi NTP mengindikasikan semakin meningkatnya

kemampuan daya tukar (term of trade) petani yang sejalan dengan

peningkatan kehidupan petani.

Pada triwulan IV-2012 indeks NTP di Provinsi Riau mengalami penurunan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama pada

tahun sebelumnya. Penurunan NTP tersebut mengindikasikan semakin

menurunnya daya tukar petani dari produk yang dihasilkan terhadap produk

yang dibutuhkan. Kondisi ini disebabkan oleh menurunnya indeks yang

diterima oleh petani dari produk yang dihasilkan sementara indeks yang harus

dibayar petani dari produk yang dibutuhkan/dikonsumsi mengalami

peningkatan. Kondisi tersebut pada akhirnya akan memberikan dampak yang

cukup berarti terhadap menurunnya kesejahteraan petani.

Grafik 5.1. Perkembangan Nilai Tukar Petani di Provinsi Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

1 NTP adalah perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani dan dinyatakan dalam bentuk persentase

Page 90: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Kesejahteraan

Daerah

77

Pada triwulan laporan, NTP di Provinsi Riau tercatat sebesar 102,54 menurun

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama pada

tahun sebelumnya yaitu masing-masing sebesar 103,61(1,03%) dan 105,05

(2,39%). Secara tahunan (yoy), penurunan NTP Riau disebabkan karena lebih

tingginya peningkatan indeks yang dibayar petani yaitu untuk konsumsi

rumah tangga, biaya pemeliharaan dan penambahan barang modal

dibandingkan dengan kenaikan indeks yang diterima. Namun demikian,

secara triwulanan penurunan terjadi karena indeks yang diterima menurun

sementara indeks yang dibayar mengalami peningkatan.

Selanjutnya, jika dilihat secara sektoral, hampir semua sektor mengalami

penurunan, kecuali sektor peternakan dan sektor perikanan. Namun demikian,

indeks sektor perikanan secara persisten masih berada dibawah 100. Kondisi

yang sama juga terjadi pada sektor tanaman perkebunan rakyat, dimana

indeksnya pada 3 (tiga) triwulan terakhir berada dibawah 100. Jika dilihat dari

perkembangannya, maka penurunan NTP yang paling besar terjadi pada

sektor tanaman perkebunan rakyat yaitu menurun sebesar 2,81% (qtq) dan

5,61% (yoy). Mengingat besarnya pangsa sektor ini di Provinsi Riau sehingga

telah memberikan pengaruh yang cukup berarti terhadap penurunan NTP

secara umum.

Grafik 5.2. Perkembangan Nilai Tukar

Petani Sektoral di Provinsi Riau

Grafik 5.3. Perkembangan Harga

Tandan Buah Segar (TBS) Lokal

di Provinsi Riau dan Harga CPO Dunia

Sumber : United States Departemen of Agriculture Foreign Agricultural Service

Sumber : United States Departemen of Agriculture Foreign Agricultural Service

Page 91: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Kesejahteraan

Daerah

78

Menurunnya NTP sektor tanaman perkebunan rakyat disebabkan oleh

penurunan harga TBS lokal. Pada triwulan laporan, harga TBS lokal secara

rata-rata menurun dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang

sama pada tahun sebelumnya, yaitu masing-masing sebesar 19,68% dan

25,35%. Kondisi tersebut disebabkan oleh menurunnya harga CPO dunia

akibat berkurangnya permintaan dunia terhadap CPO khususnya dari China

sebagai konsumen CPO terbesar. Selain itu, panen raya pada bulan Agustus

sampai November juga mengakibatkan peningkatan produksi TBS sehingga

stok TBS Riau juga meningkat yang juga memicu penurunan harga TBS lokal.

Grafik 5.4. Perkembangan Konsumsi

CPO Dunia di Negara India, China dan

Eropa

Grafik 5.5. Perkembangan Produksi

CPO Dunia di Negara Indonesia,

Malaysia dan Thailand

Sumber : United States Departemen of Agriculture Foreign Agricultural Service

Sumber : United States Departemen of Agriculture Foreign Agricultural Service

3. Upah Minimum Provinsi (UMP)

Melalui Surat Keputusan (SK) Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 67 tahun

2012 tentang penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), Pemerintah

Provinsi Riau telah menetapkan upah minimum di masing-masing

Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Riau. Selanjutnya berdasarkan Kab/Kota,

kenaikan upah minimum terbesar terdapat pada Kabupaten Bengkalis yaitu

sebesar 26,77% dari Rp1,27 juta menjadi Rp1,61 juta, diikuti oleh Kabupaten

Siak dari Rp1,31 juta menjadi Rp1,6 juta (22,14%). Upah minimum

Kabupaten Bengkalis juga merupakan upah minimum yang tertinggi di

Provinsi Riau.

Page 92: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Kesejahteraan

Daerah

79

No Wilayah 2010 2011 2012 2013Pertumbuhan

11/12

Pertumbuhan

12/13

1 Kab. Pelalawan 1.020.000 1.128.000 1.250.000 1.445.000 10,82 15,60

2 Kab. Rokan Hulu 1.060.000 1.150.000 1.265.000 1.450.000 10,00 14,62

3 Kab. Rokan Hilir 1.040.000 1.140.000 1.287.000 1.520.000 12,89 18,10

4 Kab. Indragiri Hulu 1.108.500 1.208.000 1.389.000 1.548.888 14,98 11,51

5 Kab. Indragiri Hilir 1.030.000 1.130.000 1.250.000 1.492.000 10,62 19,36

6 Kab. Siak 1.048.500 1.186.000 1.310.000 1.600.000 10,46 22,14

7 Kab. Bengkalis 1.050.000 1.125.000 1.270.000 1.610.000 12,89 26,77

8 Kab. Kampar 1.122.000 1.230.000 1.345.000 1.492.000 9,35 10,93

9 Kab. Kuantan Singingi 1.017.500 1.123.000 1.270.000 1.447.800 13,09 14,00

10 Kab. Kep. Meranti 1.016.000 1.125.000 1.255.000 1.510.000 11,56 20,32

11 Kota Pekanbaru 1.055.000 1.135.000 1.260.000 1.450.000 11,01 15,08

12 Kota Dumai 1.070.000 1.177.000 1.287.000 1.490.000 9,35 15,77

Provinsi Riau 1.016.000 1.120.000 1.238.000 1.400.000 10,54 13,09

Selanjutnya, upah minimum terendah terdapat di Kabupaten Pelalawan yaitu

sebesar Rp1,45 juta dari Rp1,25 juta. Namun demikian, jika dilihat dari

besarannya, upah minimum di Riau telah berada pada tingkat yang cukup

baik. Peningkatan upah minimum pada masing-masing Kab/Kota juga tercatat

cukup tinggi, bahkan secara umum lebih tinggi dibandingkan tahun

sebelumnya.

Kenaikan UMP pada tahun 2012 tercatat sebesar 10,54%, lebih tinggi

dibandingkan dengan kenaikan UMP pada tahun 2011 yang lalu (10,24%). Di

sisi lain, inflasi Riau pada tahun 2012 tercatat sebesar 3,32% (yoy) lebih

rendah dibandingkan dengan inflasi pada tahun 2011 yang mencapai 4,72%.

Kenaikan UMP yang lebih tinggi dan diiringi dengan inflasi yang lebih rendah

mengindikasikan bahwa penduduk Riau pada tahun 2012 lebih sejahtera

dibandingkan tahun 2011.

Tabel 5.1 Perkembangan Upah Minimum per Kabupaten/Kota di Provinsi Riau

Sumber : Kementerian Tenaga Kerja, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Penduduk

Page 93: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

80

1. PROSPEK MAKROREGIONAL

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan I-2013 diperkirakan akan tumbuh

relatif tidak berbeda dengan periode sebelumnya. Dengan memasukkan unsur

migas, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan secara tahunan pada kisaran

2,4%-3,0% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas,

pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai kisaran 7,4%-7,9% (yoy).

PROSPEK PEREKONOMIAN

DAERAH

Bab 6

Page 94: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

81

Tabel 6.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV-2012

Sumber : BPS Provinsi Riau Keterangan :***) Angka Sangat Sementara, p) Perkiraan Bank Indonesia

Ditinjau dari sisi penggunaan, sumber pertumbuhan diperkirakan ditopang oleh

permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga dan ekspor non migas.

Beberapa faktor yang berpotensi mendukung kondisi tersebut antara lain (i)

meningkatnya Upah Minimum Provinsi tahun 2013 dari Rp1,24 juta menjadi

Rp1,40 juta atau naik 13,09% (yoy) yang juga diikuti oleh peningkatan upah

minimum di tingkat kabupaten/kota, (ii) membaiknya harga komoditas CPO di

pasar internasional, dimana pada bulan Januari telah terjadi kenaikan harga CPO

sebesar 8,07% (mtm) menjadi USD734 per MT dan (iii) meningkatnya kinerja

perdagangan sejalan dengan mulai pulihnya negara mitra dagang ekonomi Riau

terutama Cina1.

Dari sisi sektoral, perekonomian Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan

ditopang oleh sektor non-tradables khususnya sektor perdagangan. Hal ini tidak

terlepas dari mulai meningkatnya konsumsi masyarakat dan pulihnya kinerja ekspor

sehingga turut menjaga kestabilan pertumbuhan di sektor perdagangan.

Sementara itu, sektor pertanian khususnya pada sub sektor perkebunan

diperkirakan akan mulai membaik sejalan dengan membaiknya harga komoditas

internasional seperti CPO dan karet yang tentunya akan memberikan insentif bagi

para petani untuk melakukan panen.

Namun demikian, terdapat beberapa hal yang berpotensi membawa pertumbuhan

ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi (downside risks). Dari sisi internal,

belum ditemukannya sumur minyak yang lebih produktif diperkirakan akan

mengakibatkan pencapaian lifting minyak bumi Riau lebih rendah dibandingkan

tahun sebelumnya. Namun terdapat beberapa kebijakan pemerintah untuk

meningkatkan volume lifting minyak bumi diantaranya (i) peningkatan eksplorasi

sehingga reserve replacement ratio mendekati satu, (ii) mengganti infrastruktur

1 Dana Moneter Internasional memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Cina pada tahun 2013 mencapai 8,2% (yoy) atau lebih tinggi dari tahun 2012 yang tercatat sebesar 7,8% (yoy).

2013p)

I II III IV I

Total 5,01 5,02 3,96 4,06 2,37 3,55 2,4 - 3,0

Tanpa Migas 7,63 7,36 7,50 8,26 7,21 7,82 7,4 - 7,5

2012***Pertumbuhan 2012***

2011***

Page 95: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

82

lama dan (iii) optimalisasi pelaksanaan Inpres 2/2012 tentang peningkatan produksi

minyak bumi nasional. Sementara itu, salah satu faktor yang berpotensi membawa

pertumbuhan menyentuh batas atas (upside risks) adalah potensi pemulihan

ekonomi negara mitra dagang utama Riau dan negara berkembang (emerging

market) di kawasan Asia yang diperkirakan akan memberikan spill over positif bagi

kinerja ekspor utama Riau. Disamping itu, adanya prakiraan terhadap kenaikan

volume perdagangan dunia juga diperkirakan akan memberikan imbas positif

terhadap kinerja perdagangan eksternal Riau secara umum.2

Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen di Provinsi Riau

Grafik 6.2. Prakiraan Indeks Kegiatan Usaha di Provinsi Riau

Grafik 6.1. Prakiraan Indeks Kegiatan Usaha Sektor Pertanian

Grafik 6.2. Prakiraan Indeks Kegiatan Usaha Sektor Pertambangan

2 Dana Moneter Internasional memprediksi bahwa pertumbuhan volume perdagangan dunia pada tahun 2013 mencapai 3,8% atau naik 1% dari tahun 2012 sejalan dengan pemulihan ekonomi negara maju.

50

70

90

110

130

150

170

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2012 2013

Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

Indeks Ekspektasi Konsumen Baseline

Page 96: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

83

Grafik 6.1. Prakiraan Indeks Kegiatan Usaha Sektor Industri

Grafik 6.2. Prakiraan Indeks Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan

2. PERKIRAAN INFLASI

Perkembangan inflasi Kota Pekanbaru pada triwulan mendatang relatif meningkat

dan diproyeksikan berada pada kisaran 4,8% - 5,5% (yoy). Sedangkan secara

triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 2,0% - 2,8% (qtq). Kondisi ini diperkirakan

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya Pertama, kondisi cuaca ekstrem yang

berpotensi mengganggu pasokan dan distribusi secara umum. Kedua, meningkatnya

biaya produksi di tingkat pelaku usaha sejalan dengan kebijakan administered price

yakni kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) dengan rata-rata sebesar 15% dan Upah

Minimum Regional (UMP). Ketiga, gangguan produksi akibat faktor musiman dan

menurunnya luas tanam bahan pangan pokok seperti cabe merah di wilayah sentra

produksi.3 Keempat, masih belum memadainya kondisi infrastruktur seperti kondisi

jalan yang masih belum memenuhi standar yang terjadi akibat adanya

ketidakseimbangan antara tonase jalan dengan kapasitas kendaraan sehingga

berpotensi menghambat kelancaran distribusi pasokan bahan makanan.

Tabel 6.2. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Triwulan IV-2012

Sumber : BPS Provinsi Riau, Keterangan : p) Proyeksi Bank Indonesia

3 Berdasarkan informasi dari Dinas Perdagangan Kota Pekanbaru, sekitar 40% pasokan cabe merah keriting berasal dari Sumatera Utara, adanya masa libur pada tanggal 24-31 Desember 2012 cukup mempengaruhi pasokan cabe merah keriting di Riau mengingat petani di Sumatera Utara belum melakukan panen.

2013p)

I II III IV I II III IV I

yoy,% 7,90 5,58 6,04 4,71 3,93 5,44 4,08 3,32 4,8 - 5,5

qtq,% 1,18 -0,30 2,35 1,42 0,43 1,14 1,03 0,69 2,0 - 2,8

Inflasi2012***2011***

Page 97: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

84

Terdapat beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas

kisaran proyeksi (upside risks) antara lain kenaikan eksepektasi pelaku usaha sejalan

dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), hambatan distribusi dan

infrastruktur. Sementara itu, beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi ke

batas bawah (downside risks) proyeksi diantaranya adalah solusi dini (pre-emptive

solution) TPID yang dihasilkan melalui koordinasi dengan berbagai instansi terkait

dan penguatan strategi komunikasi dalam menjaga ekspektasi.

Page 98: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah

xv

Aktiva Produktif

Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan

menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit,

penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan

surat-surat berharga lainnya.

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari

masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot

risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot

yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan.

Kualitas Kredit

Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan

kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas

yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva

Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro,

tabungan atau deposito.

DAFTAR ISTILAH

Page 99: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah

xvi

Financing to Deposit Ratio (FDR)

Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana

yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum

konvensional.

Inflasi

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Inflasi Administered Price

Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam

kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan bakar).

Inflasi Inti

Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat and permintaan

agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan ekspektasi

masyarakat.

Inflasi Volatile Food

Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam

kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya beras).

Kliring

Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta

kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang

perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Kliring Debet

Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan

penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada

penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang

memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan

hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja

yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara

nasional.

Page 100: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah

xvii

Kliring Kredit

Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung oleh

bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa menyampaikan

fisik warkat (paperless).

Loan to Deposit Ratio (LDR)

Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima

(giro, tabungan dan deposito).

Net Interest Income (NII)

Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.

Non Core Deposit (NCD)

Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam

laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10%

deposito berjangka waktu 1-3 bulan.

Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)

Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan

dan Macet

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul

dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan

dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang

dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15%

dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk

kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit macet

(setelah dikurangi agunan).

Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)

Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total

kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin

rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.

Page 101: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah

xviii

Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net

Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit

Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)

Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika

(real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat

bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)

Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit

yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.