BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM...
Transcript of BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM...
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
9
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1. KONDISI UMUM
Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami perlambatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2013, ekonomi Kepulauan Riau
hanya tumbuh 5,17% (yoy), atau melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya
yang dapat mencapai 7,96% (yoy). Pertumbuhan ini juga lebih rendah dari pertumbuhan
ekonomi nasional yang mencapai 5,8% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga
serta investasi yang melambat menjadi penyebab turunnya pertumbuhan ekonomi di periode
laporan. Dari sisi penawaran, perlambatan terutama pada Sektor Industri Pengolahan yang
tumbuh melambat sebesar 4,79% (yoy), serta Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran yang
tumbuh melambat sebesar 6,95% (yoy).
1.2. SISI PERMINTAAN
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga
Walaupun melambat, konsumsi rumah tangga tetap menjadi pendorong
utama pertumbuhan ekonomi Kepri dari sisi permintaan. Pertumbuhan konsumsi
rumah tangga mencapai 9,0% (yoy) pada triwulan II-2013 dan merupakan pertumbuhan
tertinggi dibandingkan jenis penggunaan lainnya. Selain itu, kegiatan konsumsi rumah
tangga memberikan kontribusi terbesar mencapai 51,1% terhadap total Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB). Masih relatif tingginya konsumsi rumah tangga juga
terindikasi dari Indeks Tendensi Konsumen pada triwulan II-2013 yang mencapai 109,44,
sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 107,16. Berdasarkan
indeks ini, ekspektasi tingginya laju inflasi yang menggerus konsumsi makanan sehari-hari
dapat dikompensasi dengan optimisme kenaikan pendapatan dari peningkatan Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kota Batam sebesar 45,5% dari Rp1.402.000 per bulan
menjadi Rp2.040.000 per bulan sehingga tingkat konsumsi sejumlah komoditas diperkirakan
meningkat.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
10
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kepri Sisi Permintaan (yoy)
Grafik 1.1. Kontribusi PDRB Menurut Kegiatan Ekonomi
Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
Namun pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut masih jauh lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,5% (yoy). Perlambatan
konsumsi rumah tangga terutama disebabkan oleh melambatnya konsumsi non makanan.
Kenaikan harga sejumlah komoditas pangan di tengah konsumsi makanan yang stabil
berdampak pada meningkatnya nilai konsumsi makanan sehingga rumah tangga terpaksa
mengurangi konsumsi non makanannya. Hal ini terlihat dari lebih besarnya perlambatan
pertumbuhan konsumsi non makanan dari perlambatan pertumbuhan konsumsi makanan
pada triwulan II-2013. Penurunan konsumsi non makanan juga tercermin pada perlambatan
kredit konsumsi yang hanya tumbuh di kisaran 15% (yoy) selama dua bulan terakhir.
I II III IV I II
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 4,3% 6,6% 10,5% 14,9% 9,1% 12,5% 9,0%
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 5,3% 5,7% 5,4% 6,5% 5,7% 5,7% 3,0%
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6,5% 5,6% 6,1% 5,8% 6,0% 7,5% 6,0%
Investasi 13,1% 11,6% 9,7% 10,1% 11,1% 10,3% 8,5%
Net Ekspor 0,7% -2,5% -0,5% -2,3% -1,2% 6,6% 3,9%
Ekspor Barang dan Jasa 7,5% 6,8% 3,9% 1,0% 4,8% 3,6% -1,1%
Dikurangi Impor Barang dan Jasa 10,8% 11,4% 6,0% 2,5% 7,6% 2,3% -3,3%
PDRB 7,6% 7,2% 8,6% 9,5% 8,2% 8,0% 5,2%
Sumber: BPS, diolah
20122012
2013Jenis Penggunaan
Konsumsi RT; 51,1%
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba;
0,9%Konsumsi
Pemerintah; 4,3%
Investasi; 15,1%
Net Ekspor; 28,7%
Sumber: BPS, diolah
90
95
100
105
110
115
120
125
130
I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013
Pendapatan rumah tangga Pengaruh inflasi thd tingkat konsumsiTingkat konsumsi beberapa komoditi ITK
Sumber: BPS, diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
11
Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Konsumsi Kepri
1.2.2. Konsumsi Pemerintah
Konsumsi pemerintah relatif stabil cenderung melambat. Pertumbuhan
konsumsi pemerintah pada triwulan II-2013 sebesar 6,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sebesar 7,5% (yoy). Sesuai dengan pola historisnya, belanja
pemerintah masih terbatas di awal tahun dan secara bertahap meningkat dan mencapai
puncaknya di akhir tahun.
1.2.3. Investasi
Kegiatan investasi terpantau melambat ditengah sejumlah permasalahan
domestik dan perlambatan ekonomi global. Pertumbuhan investasi pada triwulan II-2013
tercatat sebesar 8,5% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 10,3% (yoy). Sebagian besar pengeluaran investasi telah dilakukan di
triwulan I-2013 seperti investasi baru industri semen sebesar US$76,4 juta dan jasa konstruksi
migas1 yang melakukan investasi perluasan sebesar US$40,6 juta. Selain itu sejumlah
permasalahan terkait lahan dan tenaga kerja ditengarai menjadi penghambat investasi Kepri2.
Terbatasnya lahan di pulau Batam memberikan kesulitan tersendiri bagi investor untuk
melakukan investasi baru maupun perluasan. Salah satu industri yang mengalami dampaknya
adalah galangan kapal (shipyard) karena jenis industri ini membutuhkan lokasi di pinggir laut.
Permasalahan yang sama juga berdampak pada sektor properti yang membutuhkan lahan
luas. Sementara itu rencana perluasan lahan industri dan hunian di pulau Rempang dan pulau
Galang terhambat oleh polemik terkait status lahan sebagai hutan lindung. Hambatan lainnya
1 Perusahaan ini bergerak di bidang jasa konstruksi penunjang operasi migas offshore dan onshore serta
perdagangan ekspor dan impor. 2 Berdasarkan hasil FGD dengan BP Batam dan Batam Shipyard and Offshore Association (BSOA)
-15,0%
-10,0%
-5,0%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
30,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012 2013
Konsumsi Makanan Konsumsi Non Makanan
yoy
Sumber: BPS
-
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
Jan
Mar
May Ju
l
Sep
No
v
Jan
Mar
Mei Ju
l
Sep
No
p
Jan
Mar
Mei
2011 2012 2013
Kredit Konsumsi Pertumbuhan (yoy)-rhs
%miliar Rp
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
12
berasal dari sisi biaya upah buruh pabrik yang mulai kurang kompetitif dibandingkan dengan
negara-negara tetangga. Menurunnya investasi juga tercermin pada perlambatan kredit
investasi yang terus menurun sejak triwulan III-2012.
Grafik 1.5. Perkembangan Investasi PMA di Kota Batam
Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Investasi Kepri
1.2.4. Ekspor
Nilai ekspor Kepri terus mengalami penurunan. Pertumbuhan ekspor mencatat -
1,1% (yoy) di triwulan II-2013, turun dari triwulan sebelumnya sebesar 3,6% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi global yang belum membaik menjadi penyebab utama menurunnya
pertumbuhan ekspor. Aktivitas perdagangan internasional yang melambat tercermin dari
aliran ekspor yang lebih banyak terjadi antar daerah dibandingkan dengan negara mitra
dagang utama. Ekspor antar daerah mampu tumbuh 4,7% (yoy), lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya sebesar 4,0% (yoy). Sementara pertumbuhan ekspor luar negeri turun dari 3,6%
(yoy) pada triwulan I-2013 menjadi -1,2% (yoy).
Grafik 1.7. Pertumbuhan Ekspor Impor
Grafik 1.8. Pertumbuhan Ekspor Luar Negeri dan Antar Daerah
Walaupun menurun, nilai ekspor di bulan Mei mengalami kenaikan. Nilai
ekspor non migas pada posisi terakhir bulan Mei 2013 mencapai USD901,5 juta, atau
meningkat dibandingkan posisi yang sama tahun lalu sebesar USD770,6 juta. Namun dari sisi
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Investasi baru Investasi perluasan Rencana investasi baru Rencana investasi perluasan
juta US$
Sumber: BP Batam
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012 2013
Kredit investasi Pertumbuhan (yoy)-rhs
miliar, Rp %
-25,0%
-20,0%
-15,0%
-10,0%
-5,0%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012 2013
Net ekspor (impor) Ekspor Impor
yoy
Sumber: BPS
-10,0%
-5,0%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012 2013
Ekspor luar negeri Ekspor antar daerah
yoy
Sumber: BPS
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
13
volume, ekspor mengalami penurunan dari 1.978,2 ribu ton di triwulan I-2013 menjadi
1.929,1 ribu ton di periode laporan. Secara komoditas, sebagian besar jenis ekspor utama
mengalami pertumbuhan nilai ekspor yang negatif. Penurunan nilai ekspor tersebut terjadi
pada jenis barang jadi seperti berbagai produk kimia; barang dari besi dan baja; reaktor
nuklir, pemanas dan peralatan mekanik; serta mesin elektronik dan perekam suara dan TV.
Sementara itu ekspor barang mentah yaitu lemak dan minyak hewani atau nabati justru
mengalami kenaikan signifikan sejalan dengan pesatnya kenaikan volume ekspor.
Grafik 1.9. Nilai dan Volume Ekspor Nonmigas
Grafik 1.10. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Utama
1.2.5. Impor
Sejalan dengan ekspor, impor turut mengalami pelemahan. Pertumbuhan impor
mencatat -3,3% (yoy) di triwulan II-2013, turun dari triwulan sebelumnya sebesar 2,3% (yoy).
Perlambatan konsumsi rumah tangga dan investasi diindikasi menjadi penyebab menurunnya
pertumbuhan impor. Pada periode laporan, transaksi impor luar negeri mengalami penurunan
signifikan dari 2,3% (yoy) pada triwulan I-2013 menjadi -3,2% (yoy) pada triwulan II-2013.
Sementara itu impor antar daerah terus mengalami pertumbuhan negatif dari -2,9% (yoy)
pada triwulan I-2013 menjadi -4,1% (yoy) pada triwulan II-2013.
Grafik 1.11. Pertumbuhan Impor Luar Negeri dan Antar Daerah
Grafik 1.12. Nilai dan Volume Impor Nonmigas
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
2011 2012 2013
Volume Ekspor Nonmigas Nilai Ekspor Nonmigas-rhs
juta US$ribu ton
(2,0)
(1,0)
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei
2012 2013
Lemak dan minyak hewani atau nabati
Berbagai produk kimia
Barang dari besi dan baja
Reaktor nuklir, pemanas dan peralatan mekanik
Mesin elektronik dan perekam suara, TV dan lainnya
Pertumbuhan nilai ekspor (% , yoy)
-10,0%
-5,0%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
30,0%
35,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012 2013
Impor luar negeri Impor antar daerah
yoy
Sumber: BPS
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
2011 2012 2013
Volume Impor Nonmigas Nilai Impor Nonmigas-rhs
juta US$ribu ton
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
14
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral
Rendahnya aktivitas impor terlihat dari nilai impor yang tidak mengalami
peningkatan. Nilai impor non migas pada posisi terakhir bulan Mei 2013 mencapai
USD938,9 juta, atau relatif stabil dibandingkan posisi yang sama tahun lalu sebesar USD936,8
juta. Namun dari sisi volume, impor mengalami kenaikan dari 374,8 ribu ton di triwulan I-
2013 menjadi 416,8 ribu ton di periode laporan. Secara komoditas, sebagian besar jenis
impor utama mengalami perlambatan pertumbuhan nilai impor. Perlambatan terjadi pada
jenis barang jadi seperti barang dari besi dan baja serta reaktor nuklir, pemanas dan peralatan
mekanik dan barang mentah berupa besi dan baja. Sementara itu plastik dan barang dari
plastik serta mesin elektronik dan perekam suara dan TV sedikit mengalami kenaikan.
Grafik 1.13. Pertumbuhan Nilai Impor Komoditas Utama
1.3. SISI PENAWARAN
Pada sisi sektoral, seluruh sektor tumbuh melambat secara tahunan (yoy).
Perlambatan terutama pada Sektor Industri Pengolahan serta Sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran.
LAPANGAN USAHA Tahunan 2012
Tahunan
2013
2011 I II III IV 2012 I II
1. PERTANIAN 3.95% 2.77% 2.46% 3.07% 3.21% 2.88% 3.54% 1.74% 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 1.52% 4.63% 7.01% 7.52% 7.86% 6.77% 6.81% 3.64% 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 6.53% 7.10% 5.07% 7.44% 8.62% 7.06% 7.33% 4.79% 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 13.96% 11.05% 7.11% 5.56% 4.76% 7.05% 3.55% 2.66% 5. BANGUNAN 10.02% 11.01% 11.68% 10.56% 12.91% 11.55% 10.47% 6.00% 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 7.01% 9.12% 10.97% 12.07% 12.58% 11.22% 10.35% 6.95% 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 9.93% 9.02% 9.15% 7.87% 7.66% 8.41% 7.04% 4.62% 8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 6.74% 7.76% 8.55% 8.75% 9.51% 8.65% 7.44% 5.27% 9. JASA-JASA 7.50% 7.91% 8.76% 7.48% 8.24% 8.10% 6.47% 4.18%
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 6.66% 7.61% 7.15% 8.55% 9.46% 8.21% 7.96% 5.17%
(2,0)
(1,0)
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei
2012 2013
Plastik dan barang dari plastik
Besi dan baja
Barang dari besi dan baja
Reaktor nuklir, pemanas dan peralatan mekanik
Mesin elektronik dan perekam suara, TV dan lainnya
Pertumbuhan nilai ekspor (% , yoy)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
15
1.3.1. Sektor Industri Pengolahan
Pada triwulan II-2013 Sektor Industri Pengolahan mengalami perlambatan
pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu dari 7,33% (yoy) di triwulan I-2013 menjadi 4,79%
(yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan pertumbuhan pada sektor tersebut sangat
mempengaruhi total pertumbuhan ekonomi di Kepulauan Riau karena Sektor Industri
pengolahan masih menjadi sektor ekonomi utama Kepulauan Riau dengan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 48,09%.
Perlambatan pertumbuhan pada Sektor Industri Pengolahan terutama didorong oleh
perlambatan pada Subsektor Alat Angkut, Mesin dan Peralatan yang memiliki pangsa
terbesar mencapai 26,22% dari total PDRB, tumbuh melambat dari 7,31% (yoy) pada
triwulan II-2012 menjadi 5,06% (yoy) pada triwulan laporan. Subsektor Utama lainnya di
Kepulauan Riau yaitu Subsektor Logam Dasar Besi dan Baja tumbuh stabil dari 8,06% (yoy)
pada triwulan II-2012 menjadi 8,19% (yoy) pada triwulan II-2013.
Data Pertumbuhan Industri Besar Sedang di Kepulauan Riau oleh BPS, menunjukkan
bahwa pertumbuhan industri Besar Sedang mengalami perlambatan yaitu dari 15,27% (yoy)
pada trwulan II-2012 menjadi 14,01% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan
pertumbuhan Industri Besar Sedang mengindikasikan penurunan produksi pada SubSektor
Industri Pengolahan. Dari sisi kredit, pertumbuhan kredit pada Subsektor Alat Angkut, Mesin
dan Peralatan juga melambat dari 44,34% (yoy) menjadi 25,27% (yoy).
Sumber: BPS Prov. Kepri, diolah
Sumber: BPS Prov. Kepri, diolah
Grafik 1.14 Struktur Industri Pengolahan Kepulauan Riau Tw. II-2013
Grafik 1.15 Pertumbuhan SubSektor Industri Pengolahan
Kepulauan Riau
0.15% 0.70% 3.61%0.62%
3.27%
3.62%
8.19%26.22%
1.71%
Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya Kertas dan Barang CetakanPupuk, Kimia & Brg. dari Karet Semen & Brg. Galian bukan logamLogam Dasar Besi & Baja Alat Angk., Mesin & PeralatannyaBarang lainnya
-10.00%
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010* 2011* 2012 2013
Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg. Kulit & Alas kakiBrg. Kayu & Hasil Hutan lainnya Kertas dan Barang CetakanPupuk, Kimia & Brg. dari Karet Semen & Brg. Galian bukan logamLogam Dasar Besi & Baja Alat Angk., Mesin & PeralatannyaBarang lainnya
yoy,%
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
16
Sumber: BPS Prov. Kepri
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1. 16 Pertumbuhan Industri Manufaktur Besar Sedang
Kepulauan Riau
Grafik 1.17 Kredit pada Subsektor Industri Alat Angkut, Mesin dan
Peralatan kepulauan Riau
Beberapa faktor yang menghambat
perkembangan industri shipyard di Kepulauan Riau khususnya Batam dan kemudian memicu
perlambatan pertumbuhan pada industri ini seperti diungkapkan oleh Asosiasi Pengusaha
Shipyard di Batam diantaranya yaitu biaya produksi di Batam yang cenderung lebih tinggi
dibandingkan kompetitor di sekitar Batam seperti kawasan industri Sibu di Malaysia terutama
terkait biaya tenaga kerja dan kepastian hukum terkait permasalahan lahan yang berstatus
hutan lindung dan tidak dapat digunakan sebagai kawasan industri. Hambatan lain terkait
biaya yaitu adanya tambahan bea masuk untuk kapal berasal dari Indonesia dan diperbaiki di
perusahaan setempat di Batam.
1.3.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Sektor Perdagangan Hotel, dan Restoran (PHR) pada triwulan II-2013 juga tumbuh
melambat sebesar 6,95% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 10,35%. Meskipun mengalami perlambatan, Sektor PHR mesih menjadi salah satu
sektor ekonomi utama di Kepulauan Riau dengan kontribusi terhadap PDRB mencapai
19,96%, kedua terbesar setelah Industri Pengolahan.
Perlambatan pertumbuhan pada Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran terutama
dipicu oleh perlambatan pada SubSektor Perdagangan Besar dan Eceran yang tumbuh
sebesar 6,88% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya
yang sebesar 11,79% (yoy). Sementara itu Subsektor Hotel melambat dari 11,09% (yoy)
menjadi 7,37% (yoy) pada triwulan laporan, dan Subsektor Restoran melambat dari 10,45%
(yoy) menjadi 7,16% (yoy) pada triwulan laporan.
Perlambatan pertumbuhan pada Subsektor Perdagangan Besar dan Eceran salah
satunya didorong oleh kenaikan BBM yang turut berpengaruh terhadap penjualan ritel.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia di Kota Batam,
Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2011 2012 2013
Pertumbuhan (yoy, %) 9.06 -5.83 0.43 22.83 15.27 4.45 4.49 7.2 14.01
-10
-5
0
5
10
15
20
25
TwI
TwII
TwIII
TwIV
TwI
TwII
TwIII
TwIV
TwI
TwII
2011 2012 2013
Nominal Kredit (kiri) 1,243 1,319 1,461 1,629 1,710 1,903 2,051 2,060 2,073 2,385
Pertumbuhan Kredit (kanan) 215.2 435.1 71.23 26.52 37.51 44.34 40.34 26.40 21.22 25.27
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
400.00
450.00
500.00
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
3,000.00
Rp miliar yoy, %
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
17
diketahui bahwa kenaikan BBM memberikan hambatan di sisi suplai berupa kenaikan harga
rata-rata sekitar 20%, terutama pada barang segar (fresh foods). Hambatan pada suplai juga
dipengaruhi oleh ketergantungan Prov. Kepri pada daerah lain khususnya Pulau Jawa untuk
pasokan sebagian besar produk konsumsi, sementara jadwal pelayaran Jakarta-Batam oleh
kapal Pelni, moda transportasi yang paling murah, dinilai masih terbatas yaitu hanya dua kali
seminggu.
Perlambatan pada Sektor Hotel dan Restoran dipengaruhi oleh perlambatan
pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) ke Kepulauan Riau, yang pada
triwulan laporan pertumbuhan jumlah wisatawan hanya sebesar 2,9% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,1% (yoy). Perlambatan jumlah wisman
tersebut mendorong terjadinya perlambatan tingkat hunian kamar, pada triwulan laporan
hanya tumbuh 7,94% (yoy) atau sebesar 52,88% lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh mencapai 12,98% (yoy).
Sumber : BPS Prov. Kepri, diolah
Sumber: BPS Prov. Kepri, diolah
Grafik 1.18 Jumlah Wisman yang Berkunjung ke
Provinsi kepulauan Riau
Grafik 1.19 Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Provinsi Kepri
1.3.3. Sektor Bangunan
Searah dengan Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran,
Sektor Bangunan juga tumbuh melambat sebesar 6% (yoy), lebih rendah dibanding
pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 10,47% (yoy).
Perlambatan pada Sektor Bangunan diperkirakan masih dipengaruhi oleh
ketidakjelasan status lahan properti akibat penetapan SK MENHUT No. 463/Menhut-II/2013
yang mengalihkan fungsi lahan-lahan properti tersebut menjadi lahan hutan lindung.
-4.0
-2.0
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
380,000
400,000
420,000
440,000
460,000
480,000
500,000
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2012 2013
Jumlah Wisman (orang) - kiri Pertumbuhan - kanan
orang yoy,%
47
.34
%3
5.6
1% 41
.90
%4
4.6
8%
45
.76
%4
5.7
1%
46
.05
%4
7.9
3%
38
.60
%3
9.6
3% 46
.51
%4
5.9
5%
50
.61
%4
0.5
4% 47
.50
%4
8.1
3%
46
.74
%4
7.0
0% 53
.22
%4
2.7
5%
39
.24
% 46
.55
%4
9.0
6%
53
.86
%5
5.8
1%
45
.98
%5
1.2
3%
56
.64
%4
9.1
6%
50
.92
% 58
.55
%
Dec-10Mar-11Jun-11Sep-11Dec-11Mar-12Jun-12Sep-12Dec-12Mar-13Jun-13
Tingkat Hunian Hotel Berbintang (%)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
18
Sumber: BPS Prov. Kepri
Grafik 1.20 Pertumbuhan Sektor Bangunan
1.3.4. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor Pertambangan dan Penggalian pada triwulan II-2013 tumbuh melambat
sebesar 3,64% (yoy) pada triwulan laporan, atau lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya
yang sebesar 6,81% (yoy). Perlambatan terjadi pada seluruh Subsektor, yaitu Subsektor
Minyak dan Gas Bumi yang tumbuh melambat sebesar 3,68% (yoy), Subsektor
Pertambangan Tanpa Migas tumbuh melambat sebesar 3,61% (yoy) dan Subsektor
Penggalian tumbuh melambat sebesar 3,26% (yoy).
Perlambatan pertumbuhan migas Kepulauan Riau, yaitu terutama di Kabupaten
Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas dikarenakan kondisi lapangan yang relatif sudah
tua sehingga produksinya menurun dan faktor teknis lainnya seperti kegiatan pemeliharaan
(maintenance) yang mengharuskan sejumlah operasi dihentikan sementara.
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.21 Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian serta Subsektornya
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010* 2011* 2012 2013
Bangunan (yoy,%)
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010* 2011* 2012 2013
Penggalian 3.13% 3.43% 3.44% 3.58% 4.58% 4.92% 5.92% 7.74% 8.06% 8.02% 7.29% 6.31% 5.37% 3.26%
Pertambangan tanpa Migas 3.37% 4.92% 5.44% 5.46% 5.65% 4.48% 4.54% 5.65% 5.48% 6.17% 6.41% 5.85% 5.19% 3.61%
Minyak dan Gas Bumi 1.48% 1.69% 0.22% -1.47% -0.80% -0.57% 1.16% 2.92% 4.20% 7.03% 7.69% 8.29% 7.17% 3.68%
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 1.80% 2.15% 1.00% -0.39% 0.27% 0.37% 1.88% 3.58% 4.63% 7.01% 7.52% 7.86% 6.81% 3.64%
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
19
Sumber: Kementerian ESDM
Grafik 1.22
Lifting Gas dan Minyak Kepulauan Riau
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2*
Lifting Gas (kiri) Lifting Minyak (kanan)
juta MMBTU juta barel
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
20
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL
2.1. Perkembangan Inflasi Kepulauan Riau
Memasuki triwulan II-2013, inflasi di Provinsi Kepri mengalami peningkatan.
Inflasi Kepri pada triwulan laporan mencapai 4,07% (yoy), atau meningkat dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,40% (yoy). Meskipun demikian, laju
inflasi tersebut masih di bawah level inflasi nasional yang mencapai 5,90% (yoy) untuk
periode yang sama.
Secara triwulanan, inflasi Kepri relatif stabil. Inflasi triwulanan Kepri tercatat
sebesar 1,2% (qtq), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 1,3% (qtq).
Dampak meningkatnya inflasi dari kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
dapat diminimalisasi dengan menurunnya tekanan inflasi dari kelompok Bahan Makanan
yang mencapai puncaknya di triwulan I-2013. Sementara untuk tahun kalender, inflasi Kepri
sampai dengan triwulan II-2013 mencapai 2,43% (ytd)
Tekanan inflasi terutama bersumber dari sisi penawaran. Peningkatan laju
inflasi terutama akibat gangguan pasokan bahan makanan, terutama pada sub kelompok
Bumbu-Bumbuan dan Buah-Buahan. Hal ini berdampak pada inflasi kelompok Bahan
Makanan yang masih berada di level tinggi dari 6,0% (yoy) di triwulan I menjadi 6,4% (yoy)
di triwulan II. Di sisi lain, kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi di
akhir bulan Juni turut menambah tekanan inflasi. Laju inflasi pada kelompok Transportasi,
Komunikasi dan Jasa Keuangan meningkat signifikan menjadi 4,1% (yoy) dari 1,1% (yoy)
pada triwulan sebelumnya.
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Kepri dan Nasional
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kepri
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2011 2012 2013
Nasional Kepulauan Riau Batam Tanjung Pinang
Inflasi, % yoy
Sumber: BPS, diolah
(2,0)
(1,0)
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2011 2012 2013
Inflasi Bulanan (mtm) Inflasi Tahunan (yoy) Inflasi Triwulanan (qtq)
%
Sumber: BPS, diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
21
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa
2.2.1. Inflasi Tahunan
Sebagian besar pergerakan indeks harga kelompok barang dan jasa mengalami
kenaikan di triwulan II-2013. Inflasi tahunan Kepri yang tinggi terutama bersumber dari
kenaikan inflasi yang signifikan pada kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
yang mencatat inflasi sebesar 4,1% (yoy), naik dibandingkan inflasi pada triwulan
sebelumnya sebesar 1,1% (yoy). Kelompok ini juga memberikan andil inflasi yang cukup
besar mencapai 0,7%. Kelompok Bahan Makanan tetap memberikan andil inflasi terbesar
mencapai 1,6% (yoy) dengan inflasi mencapai 6,4% (yoy). Kelompok lain yang juga
memberikan andil inflasi cukup besar adalah kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan
Tembakau sebesar 0,9%. Sementara itu, terdapat perlambatan inflasi pada kelompok
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga dan pada kelompok Sandang mengalami deflasi. Namun
perlambatan laju inflasi dan deflasi pada 2 (dua) kelompok tersebut tidak mampu menahan
laju inflasi yang terjadi pada kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi dan Transportasi,
Komunikasi dan Jasa Keuangan, sehingga inflasi Kepulauan Riau pada periode laporan
mengalami peningkatan.
Kenaikan inflasi kelompok Bahan Makanan terutama bersumber dari inflasi yang
tinggi pada subkelompok Bumbu-Bumbuan yang mencapai 22,7% (yoy) dengan andil inflasi
sebesar 0,6% diikuti oleh sub kelompok Buah-Buahan yang mencapai 12,0% (yoy) dengan
andil inflasi sebesar 0,3%. Adapun komoditas utama yang berperan besar mendorong inflasi
adalah Bawang Merah, Bawang Putih dan Cabe Rawit.
Sub kelompok lainnya yang menjadi penyumbang inflasi tinggi adalah Rokok dan
Minuman Beralkohol yang mencapai 12,1% (yoy) dan Transportasi yang mencapai 5,5%
(yoy). Kedua sub kelompok tersebut masing-masing memiliki andil inflasi sebesar 0,6%.
Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Kepulauan Riau Menurut Kel. Barang dan Jasa (yoy,%)
2.2.2. Inflasi Triwulanan
Kenaikan harga pada kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang
bersamaan dengan perlambatan inflasi pada kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi dan
Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil
UMUM 3,2 3,2 3,4 3,4 2,4 2,4 2,4 2,4 3,4 3,4 4,1 4,1
Bahan Makanan 4,1 1,0 7,2 1,8 4,7 1,2 2,7 0,7 6,0 1,6 6,4 1,6
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 2,7 0,5 2,1 0,4 2,5 0,5 3,2 0,6 4,5 0,8 5,0 0,9
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 2,0 0,5 1,7 0,4 1,2 0,3 1,1 0,3 2,1 0,5 2,5 0,6
Sandang 4,2 0,3 1,9 0,1 0,9 0,1 3,6 0,3 1,3 0,1 (0,2) (0,0)
Kesehatan 2,7 0,1 2,4 0,1 2,0 0,1 1,9 0,1 2,5 0,1 2,8 0,1
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 8,5 0,5 8,1 0,4 3,2 0,2 3,1 0,2 3,1 0,2 2,8 0,2
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 1,8 0,3 1,2 0,2 0,9 0,1 1,6 0,3 1,1 0,2 4,1 0,7 Sumber: BPS, diolah
Tw IIIKELOMPOK PENGELUARAN Tw I Tw II Tw IV Tw I Tw II
2012 2013
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
22
kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar berdampak pada laju inflasi yang
relatif stabil. Sementara itu kelompok Sandang kembali mengalami deflasi.
Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kepulauan Riau Menurut Kel. Barang dan Jasa (qtq,%)
Penurunan indeks harga pada kelompok Bahan Makanan ditopang oleh sub
kelompok Ikan Segar yang mencatat deflasi sebesar 3,0% (yoy) dari sebelumnya mengalami
kenaikan harga mencapai 6,9% (yoy) di triwulan I-2013, seiring dengan meredanya
gelombang tinggi di perairan Kepri. Deflasi juga terjadi pada sub kelompok Telur dan Susu;
Sayur-Sayuran; serta Lemak dan Minyak. Namun penurunan inflasi pada kelompok ini
tertahan oleh kenaikan pada sub kelompok Bumbu-Bumbuan yang kembali mencatat laju
inflasi secara signifikan sebesar 17,8% (yoy). Bawang Merah dan Cabe Rawit menjadi
komoditas utama penyebab kenaikan inflasi tersebut. Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH)
menunjukkan bahwa harga Bawang Merah dan Cabe Rawit masing-masing naik 37,2% dan
17,8% dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2013. Sementara itu Bawang Putih justru
mengalami penurunan.
Perlambatan laju inflasi juga terjadi pada kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok
dan Tembakau yang bersumber dari penurunan inflasi sub kelompok Tembakau dan
Minuman Beralkohol. Penurunan ini disebabkan oleh basis inflasi triwulan I-2013 yang tinggi
akibat adanya kenaikan tarif cukai rokok pada saat itu yang berdampak pada peningkatan
harga rata-rata rokok kretek filter 1 dan 2 masing-masing sebesar 7,0% dan 2,5%.
Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (qtq,%)
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau (qtq,%)
Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar turut mengalami
penurunan dengan penurunan terbesar dari sub kelompok biaya tempat tinggal, sedangkan
peningkatan inflasi terjadi pada sub kelompok perlengkapan rumah tangga.
Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil
UMUM 0,3 0,3 0,5 0,5 1,1 1,1 0,5 0,5 1,3 1,3 1,2 1,2
Bahan Makanan (0,7) (0,2) 1,2 0,3 2,2 0,5 0,1 0,0 2,5 0,6 1,5 0,4
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,7 0,1 0,7 0,1 0,7 0,1 1,1 0,2 1,9 0,4 1,2 0,2
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,8 0,2 0,2 0,0 0,1 0,0 0,1 0,0 1,7 0,4 0,6 0,1
Sandang 1,2 0,1 (0,8) (0,1) 2,4 0,2 0,9 0,1 (1,1) (0,1) (2,2) (0,2)
Kesehatan 0,7 0,0 0,8 0,0 0,2 0,0 0,2 0,0 1,3 0,0 1,0 0,0
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,1 0,0 0,6 0,0 2,4 0,1 0,0 0,0 0,1 0,0 0,3 0,0
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0,4 0,1 0,3 0,0 0,1 0,0 0,9 0,1 (0,1) (0,0) 3,2 0,5 Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN
2012 2013
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Bahan Makanan (0,7) 1,2 2,2 0,1 2,5 1,5
Padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya 2,6 0,2 1,2 1,0 2,1 0,9
Daging dan hasil-hasilnya 1,2 1,5 (0,5) 1,6 0,9 1,4
Ikan segar 3,0 (3,9) 11,1 (7,0) 6,9 (3,0)
Ikan diawetkan 1,3 3,8 0,9 0,6 3,0 2,6
Telur, susu dan hasil-hasilnya 0,4 0,1 1,0 (1,4) 2,7 (0,3)
Sayur-sayuran (7,5) 5,1 5,4 9,1 (10,0) (2,3)
Kacang-kacangan 0,0 0,0 5,5 0,0 0,6 0,3
Buah-buahan 1,7 1,5 2,0 1,5 3,9 4,1
Bumbu-bumbuan (14,6) 11,2 (9,3) 1,9 12,7 17,8
Lemak dan minyak 0,3 (0,2) 0,7 (1,1) (0,9) (0,9)
Bahan makanan lainnya 1,3 0,7 0,3 0,3 1,4 0,5
Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN2012 2013
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,7 0,7 0,7 1,1 1,9 1,2
Makanan jadi 0,9 1,0 0,5 0,2 0,8 1,0
Minuman tidak beralkohol 0,1 0,1 (0,4) 1,1 0,8 1,6
Tembakau dan mikol 0,8 0,7 1,9 3,1 5,2 1,4
Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN2012 2013
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
23
Tren penurunan indeks harga kelompok Sandang terus berlangsung. Kelompok ini
kembali mengalami deflasi dengan persentase yang lebih besar dari triwulan sebelumnya.
Deflasi tersebut bersumber dari deflasi sub kelompok Barang Pribadi dan Sandang Lain yang
mencapai 6,8% (yoy) dengan emas perhiasan sebagai pengaruh utama.
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (qtq,%)
Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang (qtq,%)
Inflasi pada kelompok Kesehatan relatif stabil dengan kecenderungan menurun.
Indeks harga sub kelompok Obat-Obatan serta Perawatan Jasmani dan Kosmetika yang naik
dapat diimbangi dengan harga jasa kesehatan yang stagnan.
Sebagai salah satu dari dua kelompok yang mengalami kenaikan indeks harga, inflasi
pada kelompok Pendidikan relatif stabil dengan kecenderungan meningkat. Kenaikan
disebabkan oleh inflasi pada sub kelompok Perlengkapan/Peralatan Pendidikan seiring
dengan kenaikan harga buku-buku pelajaran sekolah untuk SD hingga SMA menjelang ujian
akhir nasional yang dilaksanakan pada bulan Juni 2013.
Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan (qtq,%)
Tabel 2.8. Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga (qtq,%)
Kelompok Transportasi menjadi kelompok yang mengalami kenaikan inflasi tertinggi
pada periode laporan. Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi, yaitu Premium dari Rp4.500
per liter menjadi Rp6.500 per liter dan Solar dari Rp4.500 per liter menjadi Rp5.500 per liter
di akhir bulan Juni, berdampak pada melonjaknya indeks harga di sub kelompok Transportasi.
2.3. INFLASI MENURUT KOTA
Di Provinsi Kepri, terdapat 2 (dua) kota yang masuk dalam perhitungan inflasi nasional
yaitu Batam dan Tanjungpinang. Kedua kota tersebut mengalami kenaikan laju inflasi yang
signifikan di triwulan II-2013. Inflasi Tanjungpinang mencapai 6,1% (yoy), lebih tinggi dari
inflasi kota Batam sebesar 4,1% (yoy). Namun inflasi Provinsi Kepri lebih dipengaruhi oleh
Batam mengingat bobot inflasi kota Batam yang lebih besar mencapai 82% dibandingkan
kota Tanjungpinang yang hanya 18%.
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,8 0,2 0,1 0,1 1,7 0,6
Biaya tempat tinggal 0,9 0,2 0,1 (0,0) 1,7 0,6
Bahan bakar, penerangan dan air 0,7 0,0 0,1 0,1 1,2 0,5
Perlengkapan rumah tangga 0,1 0,3 0,8 0,2 0,3 0,4
Penyelenggaraan rumah tangga 0,3 0,5 0,1 0,4 3,5 0,9 Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN2012 2013
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Sandang 1,2 (0,8) 2,4 0,9 (1,1) (2,2)
Sandang laki-laki 0,5 0,1 0,5 2,3 0,1 0,9
Sandang wanita 0,4 0,1 0,5 0,5 0,4 0,2
Sandang anak-anak (0,0) 0,0 0,7 1,1 0,0 0,0
Barang pribadi dan sandang lain 2,7 (2,5) 5,6 0,2 (3,3) (6,8) Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN2012 2013
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Kesehatan 0,7 0,8 0,2 0,2 1,3 1,0
Jasa kesehatan 0,2 0,0 0,0 0,1 2,2 0,0
Obat-obatan 0,5 1,1 (0,1) 0,1 1,6 2,2
Jasa perawatan jasmani 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0
Perawatan jasmani dan kosmetika 1,3 1,6 0,4 0,3 0,8 1,5 Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN2012 2013
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,1 0,6 2,4 0,0 0,1 0,3
Pendidikan 0,0 0,0 5,1 0,0 0,0 0,0
Kursus-kursus/pelatihan 0,0 0,0 0,5 0,0 0,0 0,0
Perlengkapan/peralatan pendidikan 0,0 1,5 0,4 0,0 0,0 1,9
Rekreasi 0,3 1,2 0,3 (0,0) 0,2 0,1
Olahraga 0,0 0,0 0,0 0,6 0,0 0,0 Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN2012 2013
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
24
Tabel 2.9. Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan (qtq,%)
Tabel 2.10. Perkembangan Inflasi Tahunan Menurut Wilayah (yoy,%)
Tabel 2.11. Perkembangan Inflasi Kota Menurut Kel. Barang dan Jasa Triwulanan 2013 di Kepri (yoy,%)
Faktor utama pendorong inflasi di kota Tanjungpinang berasal dari kelompok Bahan
Makanan dan kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau. Kondisi ini
dikarenakan pasokan bahan makanan di Tanjungpinang lebih berfluktuasi dibandingkan
dengan Batam yang relatif lebih stabil karena jalur impor yang lebih luas (kawasan
Perdagangan Bebas FTZ). Di Tanjungpinang inflasi pada kedua kelompok tersebut mencapai
di atas 6%, lebih tinggi dari inflasi kelompok tersebut di Batam yang sebenarnya juga relatif
tinggi sebesar 5,7% dan 4,6%. Inflasi yang tinggi di Tanjungpinang juga terjadi pada
kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar serta kelompok Sandang yang
hampir mencapai 5%, berbeda dengan inflasi di Batam pada kelompok tersebut yang relatif
stabil, bahkan deflasi untuk kelompok Sandang. Sementara itu, Batam lebih terpengaruh oleh
dampak kenaikan harga BBM bersubsidi dibandingkan Tanjungpinang terkait kebutuhan
volume konsumsi BBM yang lebih besar.
2.4. DISAGREGASI INFLASI
Berdasarkan disagregasi inflasi, kenaikan laju inflasi di triwulan II-2013 didorong oleh
kelompok Volatile Food (VF) dan Administered Price (AP). Inflasi VF yang meningkat tajam
sejak Desember 2012 masih berlanjut terutama di bulan April dan Mei 2013. Sementara itu,
inflasi AP terlihat mulai bergerak naik sejak bulan April terkait ekspektasi kenaikan harga BBM
bersubsidi dan mencapai puncaknya di bulan Juni pasca pemberlakuan kenaikan harga.
Adapun inflasi inti relatif stabil namun mulai bergerak naik mengikuti inflasi kelompok
lainnya.
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keu. 0,4 0,3 0,1 0,9 (0,1) 3,2
Transpor 0,0 0,4 0,0 1,3 (0,2) 4,3
Komunikasi 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 1,3
Sarana dan penunjang transpor 4,1 0,0 0,0 0,2 0,0 0,1
Jasa keuangan 0,0 0,0 1,7 0,0 1,0 0,0 Sumber: BPS, diolah
KELOMPOK PENGELUARAN2012 2013
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
KEPULAUAN RIAU 3,2 3,4 2,4 2,4 3,4 4,1
Batam 3,3 3,4 2,0 2,0 3,0 3,6
Tanjungpinang 2,7 3,4 4,2 3,9 5,1 6,1 Sumber: BPS, diolah
Wilayah2012 2013
Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil
UMUM 3,4 3,4 4,1 4,1 3,0 3,0 3,6 3,6 5,1 5,1 6,1 6,1
Bahan Makanan 6,0 1,6 6,4 1,6 5,3 1,3 5,7 1,4 9,2 2,8 9,3 2,7
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 4,5 0,8 5,0 0,9 4,2 0,7 4,6 0,8 5,8 1,3 6,9 1,6
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 2,1 0,5 2,5 0,6 1,9 0,4 2,1 0,5 3,3 0,7 4,5 1,0
Sandang 1,3 0,1 (0,2) (0,0) 0,9 0,1 (1,1) (0,1) 2,9 0,2 4,9 0,3
Kesehatan 2,5 0,1 2,8 0,1 2,5 0,1 2,8 0,1 2,9 0,1 2,6 0,1
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3,1 0,2 2,8 0,2 3,2 0,2 2,8 0,2 2,6 0,1 2,4 0,1
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 1,1 0,2 4,1 0,7 1,2 0,2 4,2 0,7 0,6 0,1 3,4 0,5 Sumber: BPS, diolah
Tw I Tw II
BATAM
Tw I Tw II
TANJUNGPINANG
Tw I Tw IIKELOMPOK PENGELUARAN
KEPULAUAN RIAU
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
25
Grafik 2.3. Perkembangan Disagregasi Inflasi Grafik 2.4. Kontribusi Kelompok Disagregasi Inflasi thd
IHK
Laju inflasi VF sebesar 6,1% (yoy) di akhir triwulan II-2013 terutama disebabkan oleh
kenaikan harga sub kelompok Bumbu-Bumbuan, Buah-Buahan dan Ikan Segar seiring dengan
pasokan yang kurang lancar. Sementara itu laju inflasi kelompok AP sebesar 5,5% (yoy)
didorong oleh kenaikan harga BBM bersubdisi di akhir Juni.
-
2
4
6
8
10
12
14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2011 2012 2013
IHK Inti Adm. Prices Vol. Foods
%,yoy
Sumber: BPS, diolah
-
1
2
3
4
5
6
7
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2011 2012 2013
Inti Vol. Foods Adm. Price
%,yoy
Sumber: BPS, diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
26
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH
Secara umum, perkembangan perbankan di Provinsi Kepri pada triwulan II-2013
masih berada pada trend yang positif, tercermin dari pertumbuhan secara triwulanan yang
lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya, namun mengalami perlambatan bila
diukur secara tahunan. Hal ini sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Kepri.
Peningkatan pertumbuhan secara triwulanan tersebut terutama didorong oleh peningkatan
aktivitas ekonomi masyarakat dan realisasi anggaran belanja pemerintah pada triwulan II-
2013, setelah sebelumnya mengalami penurunan pada triwulan I-2013.
Transaksi pembayaran tunai pada triwulan II-2013 mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq) maupun triwulan yang sama pada tahun
sebelumnya (yoy). Peningkatan penggunaan uang kartal dipengaruhi oleh peningkatan
aktivitas ekonomi masyarakat mau pun pemerintah, antara lain terkait dengan persiapan
masyarakat menjelang Bulan Puasa, liburan sekolah serta tahun ajaran baru. Sementara itu,
volume dan nilai transaksi melalui instrumen uang giral mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq) maupun triwulan yang sama pada tahun
sebelumnya (yoy).
3.1. PERKEMBANGAN PERBANKAN PROVINSI KEPRI
Pada triwulan II-2013, aset dan simpanan pada Bank Umum secara tahunan
(yoy),masih tumbuh positif, sementara laju pertumbuhan kredit lambat. Sementara itu, baik
aset, simpanan maupun kredit BPR secara tahunan mengalami perlambatan.
Total aset Bank Umum pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp37,85 triliun atau
mengalami peningkatan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 17,89% (yoy) menjadi
19,07% (yoy). Demikian juga tingkat kepercayaan masyarakat yang tercermin dari
penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami peningkatan pertumbuhan dari 19,00%
(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 20,84% (yoy) pada triwulan laporan atau mencapai
sebesar Rp32,29 triliun. Sementara itu, total kredit pada triwulan pelaporan mencapai nilai
sebesar Rp24,66 triliun, atau tumbuh melambat dari 20,93% (yoy) menjadi 17,57% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
27
Sumber: Bank Indonesia
Untuk BPR, total aset pada triwulan laporan mencapai sebesar Rp3,56 triliun, yang
tumbuh melambat dari 13,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 8,89% (yoy).
Sementara itu, DPK yang mencapai sebesar Rp2,78 triliun juga mengalami perlambatan
sebesar dari 11,96% (yoy) menjadi 6,85% (yoy) serta kredit yang mencapai sebesar Rp2,79
triliun tumbuh melambat dari 26,06% (yoy) menjadi 19,76% (yoy).
Sumber: Bank Indonesia
-10,00
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
0
10.000
20.000
30.000
40.000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2010 2011 2012 2013Aset (kiri) Simpanan (kiri)
Kredit (kiri) Pertumbuhan Aset (yoy, kanan)
%
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
0
1.000
2.000
3.000
4.000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2010 2011 2012 2013Aset (kiri) Simpanan (kiri)
Kredit (kiri) Pertumbuhan Aset (yoy, kanan)
Rp miliar %
Grafik 3.1 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum Provinsi
Kepulauan Riau
Grafik 3.2 Perkembangan Indikator Utama BPR Provinsi
Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
28
2011 2012 2013
Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II
Total Aset 28.685,52 30.250,54 31.793,82 33.799,07 34.414,54 35.661,26 37.857,
Total Dana 24.069,09 25.550,96 26.721,27 28.002,68 28.804,27 30.406,16 32.289,
Total Kredit 18.216,27 19.210,78 20.976,85 22.304,38 23.109,27 23.232,50 24.662,
NPL 2,36% 2,04% 2,74% 2,42% 1,77% 2,04% 1,56%
LDR 75,68% 75,19% 78,50% 79,65% 80,23% 76,41% 76,38%
3.2. PERKEMBANGAN BANK UMUM
3.2.1 PERKEMBANGAN DANA PIHAK KETIGA (DPK)
Pada triwulan II-2013, Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum mengalami peningkatan
baik secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy). Total DPK pada triwulan laporan sebesar
Rp37,87 triliun, mengalami peningkatan sebesar 6,19% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya dan 20,84% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya (yoy).
Berdasarkan jenisnya, porsi terbesar simpanan masih berada pada Tabungan
(39,52%), kemudian Giro (35,24%) dan Deposito (25,24%). Sementara itu, Giro dan
Tabungan mengalami pertumbuhan (yoy) masing-masing sebesar 22,54% dan 21,38%,
setelah pada tiga triwulan terakhir sebelumnya terus mengalami perlambatan. Di sisi lain,
Deposito yang selama satu tahun terakhir mengalami pertumbuhan secara konsisten, pada
periode laporan mengalami perlambatan cukup signifikan, yaitu dari 23,45% (yoy) menjadi
16,66% (yoy).
Sementara itu, jangka waktu Deposito di Provinsi Kepri yang paling diminati adalah
deposito dengan jangka waktu paling singkat (≤ 1 bulan), yaitu mencapai 47% dari total
deposito. Sedangkan berdasarkan kelompok nilai, porsi terbesar deposito adalah pada
kelompok nilai Rp100 juta sampai dengan Rp500 juta (26,6%), kemudian kelompok nilai Rp
2 miliar sampai dengan 5 miliar (20%). Jangka waktu deposito yang sangat singkat dan nilai
deposito per deposan yang cukup besar menyebabkan pertumbuhan deposito di Provinsi
Kepulauan Riau sangat berfluktuasi. Kondisi tersebut juga menuntut perbankan untuk
berhati-hati dalam menjaga kecukupan likuiditasnya.
Berdasarkan wilayah, DPK perbankan Kepri masih didominasi kota Batam yang
mencapai 72,93% dari total DPK selanjutnya Kota Tanjungpinang sebesar 22,55%. Meskipun
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 3.1 Indikator Bank Umum di Provinsi Kepulauan Riau
(Milyar rupiah)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
29
(10,00)
-
10,00
20,00
30,00
40,00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2010 2011 2012 2013
Tabungan Giro Deposito
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
-
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
16,000,000
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2010 2011 2012 2013
Giro Tabungan Deposito Berjangka
Pertumbuhan DPK (yoy, %) Pertumbuhan DPK (qtq, %)
%
23.3%
17.1%
13.3%
12.1%
9.6%
8.5%
5.5%
4.1%
1.3%
5.2%
23.6%
17.7%
12.8%
12.3%
10.2%
9.6%
5.9%
4.8%
2.8%
0.3%
>100JT - 500JT
>2 M - 5M
>10 JT - 100 JT
>500JT - 1 M
>1 M - 2 M
>5M - 10M
>10M -15M
>20M
>15M - 20M
<10 JT
Juni '13 Maret '13
42.7%
22.7%
14.6%
17.6%
1.9%
0.3%
0.1%
0.1%
47.1%
20.8%
13.4%
16.3%
1.9%
0.3%
0.1%
0.1%
<=1 BULAN
<=3 BULAN
<=6 BULAN
<=12 BULAN
<=18 BULAN
<=24 BULAN
<=36 BULAN
>36 BULAN
Jun '13 Mar '13
memberi kontribusi terbesar terhadap DPK Kepri, pertumbuhan DPK perbankan Batam
tercatat 17,83% (yoy) lebih kecil dari Kota Tanjunginang yang mencapai 27,23% (yoy).
3.2.2 PERKEMBANGAN KREDIT
Pada triwulan laporan, penyaluran kredit di Provinsi Kepri mengalami pertumbuhan
positif secara triwulanan (qtq), namun secara tahunan masih mengalami perlambatan. Total
Kredit yang disalurkan pada akhir triwulan laporan mencapai Rp24,66 triliun, yakni tumbuh
positif sebesar 6,15% secara triwulanan (qtq), namun secara tahunan (yoy) tumbuh sebesar
17,57% melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 20,93%.
Perlambatan penyaluran kredit terutama terjadi pada sektor-sektor utama
perekonomian di Provinsi Kepri, yaitu pada Sektor Bukan Lapangan Usaha dari 15,18% (yoy)
menjadi 14,7% (yoy), Sektor Transportasi, Gudang dan Komunikasi dari 37,08% (yoy)
Grafik 3.6
Struktur Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
Grafik 3.3 Jumlah DPK dan Pertumbuhan Total DPK (yoy & qtq, %)
di Provinsi Kepulauan Riau
Grafik 3.4 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan
Jenisnya (yoy, %)
Grafik 3.5
Struktur Deposito Berdasarkan Nilai
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
30
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2010 2011 2012 2013
Modal Kerja 18.09 10.98 23.37 32.06 33.46 52.44 29.53 18.12 24.15 25.46 29.08 26.62 21.21 16.12
Konsumsi 21.14 18.28 15.82 16.02 14.82 19.13 18.49 21.63 22.22 20.73 21.39 17.43 15.17 14.71
Investasi -5.47 1.80 -5.40 7.38 27.72 36.13 59.59 52.99 52.48 55.50 49.22 43.19 29.79 23.97
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2010 2011 2012 2013
Modal Kerja (Rp miliar) Konsumsi (Rp miliar)
Investasi (Rp miliar) Pertumbuhan Total Kredit (yoy, %)
Pertumbuhan Total Kredit (qtq, %)
Rp miliar %
menjadi 27,55% (yoy) dan Sektor Konstruksi dari 32,65% (yoy) menjadi 5,69% (yoy).
Sementara itu, perlambatan pada Sektor Konsumtif diperkirakan dipengaruhi oleh
pemberlakuan pengaturan Loan to Value (LTV) pada 15 Juni 2012 yang berdampak pada
perlambatan pertumbuhan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan Kredit Pemilikan Rumah
(KPR). Penurunan KKB dan KPR kemudian memberikan dampak yang sama pada sektor-
sektor yang berkaitan, diantaranya yaitu Sektor Konstruksi.
Berdasarkan penggunaannya, porsi terbesar kredit masih berada pada kredit Modal
Kerja (37,59%) terutama pembiayaan di sektor Industri Pengolahan Selanjutnya diikuti oleh
Kredit Konsumsi (35,97%) dan Kredit Investasi (23,97%) terutama di sektor Transportasi,
Pergudangan dan Komunikasi. Ketiga jenis kredit menurut penggunaan tersebut tumbuh
melambat (yoy) pada triwulan laporan, masing-masing sebesar 16,12%, 14,71% dan
23,87%.
Berdasarkan Sektor Ekonomi, penyaluran kredit Bank Umum tercatat masih
terkonsentrasi pada sektor konsumtif, yaitu Sektor Bukan Lapangan Usaha sebanyak 36%
dari total kredit. Sementara itu, pada sektor produktif, porsi terbesar kredit terdapat pada
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2011 2012 2013
Total Kredit Konsumtif 17.3 18.9 17.5 20.4 22.2 20.7 21.4 17.4 15.2 14.7
Rumah Tinggal 10.8 5.9 8.3 5.8 11.3 18.1 15.2 16.4 11.1 11.1
Flat atau Apartemen 22.2 -25.5 -18.8 -12.3 -24.9 13.4 87.9 140.8 86.4 25.1
Rumah Toko/Rumah Kantor 133.1 88.2 42.3 52.2 43.5 50.9 50.2 43.8 33.7 21.8
Mobil, Sepeda Motor, dll 51.1 60.9 65.0 62.1 59.3 60.1 59.0 47.3 26.5 14.7
-40.0-20.0
0.020.040.060.080.0
100.0120.0140.0160.0
Grafik 3.7 Jumlah Kredit Berdasarkan Penggunaan (Rp miliar)
dan Pertumbuhan Total Kredit (yoy & qtq, %)
Grafik 3.8 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
(yoy, %)
Grafik 3.9
Perkembangan KPR dan KKB (yoy, %)
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
31
1 2 3 4 1 2
2012 2013
Bukan Lapangan Usaha 22.2 20.7 21.4 17.4 15.2 14.7
Industri Pengolahan 19.2 10.9 18.4 17.5 17.8 31.8
Perdagangan Besar Dan Eceran 38.0 35.2 27.2 21.6 18.4 20.3
Trans, Gudang Dan Komunikasi 89.2 85.6 49.5 47.5 37.1 27.5
Real Estate, Sewaan Dan Jasa PT 53.5 31.9 56.5 34.9 21.7 21.8
Konstruksi 45.5 69.8 70.2 76.2 32.6 5.7
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
100.0
sektor-sektor ekonomi utama di Provinsi Kepulauan Riau yaitu pada Sektor Industri
Pengolahan sebesar 17%, kemudian diikuti oleh Sektor Perdagangan Besar dan Eceran
sebesar 17%, Sektor Transportasi, Gudang dan Komunikasi sebesar 9%, Real Estate, Sewaan
dan Jasa PT (7%) serta Konstruksi (7%).
Pertumbuhan kredit berdasarkan wilayah masih didominasi oleh Kota Batam dengan
kontribusi mencapai 79,17% diikuti Kota Tanjungpinang yang mencapai 16,91%.
3.2.3 LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR)
Posisi LDR Bank Umum Kepulauan Riau pada triwulan II-2013 tercatat sebesar
76,38%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 76,41% (qtq) dan lebih
rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar
78,50% (yoy). Penurunan LDR ini diakibatkan oleh laju pertumbuhan DPK yang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan kredit, terutama selama tahun 2013. Angka
LDR tersebut lebih rendah dibandingkan dengan standar LDR untuk bank sehat yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, yakni sebesar 85%-100%, sehingga hal ini perlu mendapat
perhatian oleh pihak perbankan, khususnya Bank Umum, dalam menyalurkan kredit kepada
masyarakat.
3.2.4 RISIKO KREDIT
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan kredit, persentase Non Performing Loan
(NPL) di Kepulauan Riau juga mengalami penurunan, yang tercatat sebesar 1,56% pada
triwulan laporan. Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 2,04%, dan juga lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan yang sama
Grafik 3.10 Pertumbuhan Kredit pada Sektor Ekonomi Utama di Provinsi
Kepulauan Riau (yoy, %)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
32
pada tahun sebelumnya sebesar 2,74%. Bahkan, angka NPL pada triwulan II-2013 tersebut,
merupakan yang terendah setidaknya dalam 5 tahun terakhir.
Berdasarkan Sektor Ekonomi, pada posisi Juni 2013, angka NPL tertinggi tercatat
pada Sektor Pertanian, Perburuan dan Kehutanan yang mencapai 62,78%, yang selanjutnya
diikuti oleh kredit pada Sektor Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan
Lainnya (12,32%) serta Sektor Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan (12,27%).
Sementara itu, berdasarkan Kabupaten/Kota, angka NPL tertinggi tercatat pada Kota
Tanjung Pinang sebesar 2,58%; diikuti oleh Kota Batam sebesar 1,36%. Sedangkan
Kabupaten dengan angka NPL terkecil yaitu Kabupaten Natuna dengan NPL sebesar 0,84%.
3.3 PERKEMBANGAN BANK UMUM SYARIAH
Pada triwulan laporan, indikator-indikator utama Bank Umum Syariah yaitu asset,
simpanan/Dana Pihak ketiga (DPK) dan pembiayaan masih berada pada tren yang positif dan
mengalami pertumbuhan cukup tinggi secara triwulanan, namun mengalami perlambatan
pertumbuhan secara tahunan (yoy). Peningkatan asset, pembiayaan dan kredit yang lebih
tinggi pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya (yoy) disebabkan oleh
aktivitas ekonomi masyarakat dan realisasi proyek pemerintah yang mulai meningkat pada
triwulan II setelah mengalami penurunan pada triwulan I.
Secara triwulanan, asset tumbuh cukup signifikan yaitu dari -9,03 (qtq) menjadi
6,06% (qtq), sementara itu secara tahunan asset tumbuh dari 12,21% (yoy) menjadi 12,42%
(yoy). Pertumbuhan asset terutama disebabkan oleh pertumbuhan yang cukup tinggi pada
simpanan.
Searah dengan perkembangan asset, penghimpunan simpanan oleh Bank Syariah
masih mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada triwulan laporan, yakni dari sebesar -
12,24% (qtq) menjadi 7,44% (qtq), namun secara tahunan mengalami perlambatan
pertumbuhan dari 26,19% (yoy) menjadi 18,05% (yoy).
Sementara itu, penyaluran pembiayaan pada perbankan syariah secara triwulanan
tumbuh dari sebesar 3,24% (qtq) menjadi 5,98% (qtq), namun mengalami perlambatan
pertumbuhan secara tahunan dari sebesar 28,73% (yoy) menjadi 26,14% (yoy). Perlambatan
pembiayaan oleh Bank Umum Syariah terjadi terutama pada pembiayaan investasi yang
mengalami perlambatan cukup signifikan dari sebesar 61,71% (yoy) menjadi 45,10% (yoy)
dan pada perlambatan pembiayaan konsumsi dari sebesar 6,43% (yoy) menjadi 5,42% (yoy).
Sebaliknya, pembiayaan modal kerja menguat dari sebesar 61,18% (yoy) menjadi 68,71%
(yoy). Penguatan pembiayaan modal kerja yang mencapai 28% dari total kredit tersebut
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
33
menunjukkan meluasnya ekspansi kredit oleh Bank Syariah pada sektor-sektor produktif,
terutama sektor.............
Kinerja intermediasi oleh Bank Umum Syariah masih terjaga dengan baik. Laju
pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan simpanan menyebabkan angka
Financing to Deposit Ratio (FDR) mencapai 108,8% pada triwulan pelaporan. Meskipun
demikian, angka FDR tersebut masih lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 110,4% akibat perlambatan pertumbuhan pembiayaan pada triwulan
laporan. Sementara itu, jumlah pembiayaan bermasalah juga mengalami penurunan yang
tercermin dari penurunan angka Non Performing Financing (NPF) dari sebesar 3,31% pada
triwulan sebelumnya menjadi 2,10% pada triwulan pelaporan. Angka ini masih jauh lebih
rendah bila dibandingkan batas maksimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%.
Berdasarkan wilayah, perbankan syariah di Kota Batam menjadi kontributor utama perkembangan perbankan syariah di Kepri. Sementara Kota Tanjungpinang memiliki kontribusi terbesar kedua.
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II q-t-q y-o-y
Jumlah Bank Umum Syariah
- Jumlah Bank 7 7 7 7 7 7 7 - -
- Jumlah Kantor 18 18 18 18 18 18 18 - -
Asset 1902 1918 2201 2168 2214 2314 2474 6,91% 12,42%
DPK 1250 1269 1555 1522 1495 1707 1836 7,53% 18,05%
Pembiayaan 1370 1463 1583 1671 1825 1884 1996 5,98% 26,14%
- Modal Kerja 317 333 337 550 569 537 569 6,00% 68,71%
- Investasi 233 261 289 315 371 422 419 -0,64% 45,10%
- Konsumsi 821 870 957 806 885 926 1009 8,98% 5,42%
Financing to Deposit Ratio (FDR) 109.6% 115.4% 101.8% 109.8% 122.1% 110.4% 108.8% - -
Non Performing Financing 1,33% 1,31% 2,03% 2,19% 2,77% 3,31% 2,10% - -
Keterangan 20112012 2013 Pertumbuhan
-50.00
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Aset (kiri) Simpanan (kiri) Pembiayaan (kiri)
Pertumbuhan aset (yoy, %) Pertumbuhan simpanan (yoy, %) Pertumbuhan Pembiayaan (yoy, %)
Rp miliar %
Tabel 3.2 Indikator Utama Bank Umum Syariah di Provinsi Kepulauan Riau
Grafik 3.11 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum Syariah di Provinsi
Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
34
3.4 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
Indikator utama perbankan BPR yaitu asset, simpanan/DPK, dan kredit/pembiayaan
tumbuh positif secara triwulanan (qtq) namun secara tahunan (yoy) masih mengalami
perlambatan.
Asset BPR pada akhir triwulan laporan sebesar Rp 3,56 triliun, secara triwulanan
tumbuh positif dari -0,97% (qtq) menjadi 2,21% (qtq), namun secara tahunan masih
mengalami perlambatan yaitu dari 13,94% (yoy) menjadi 8,89% (yoy). Peningkatan asset
pada triwulan laporan didorong oleh penambahan jumlah kantor BPR/S serta peningkatan
jumlah DPK.
Sementara itu DPK tercatat sebesar Rp 2,81 triliun, secara triwulanan tumbuh positif
dari 0,36% (qtq) menjadi 0,86% (qtq), namun secara tahunan tumbuh melambat dari
11,96% (yoy) menjadi 6,85% (yoy). DPK paling banyak dalam bentuk Deposito yaitu
mencapai 85,44% dari total DPK. Deposito pada BPR lebih diminati masyarakat dibanding
tabungan dikarenakan bunga deposito yang lebih tinggi dibandingkan bunga tahunan, serta
faktor lain yaitu penarikan dana tabungan dinilai kurang fleksibel karena minimnya fasilitas
ATM pada BPR.
Kredit/pembiayaan pada BPR/S juga mengalami peningkatan secara triwulanan dari
1,32% (qtq) menjadi 4,94% (qtq) , namun secara tahunan tumbuh melambat cukup
signifikan yaitu dari 26,06% (yoy) menjadi 19,76% (yoy).
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II q-t-q y-o-y
Jumlah BPR/S
- Jumlah Bank 40 40 40 40 40 40 40 - -
- Jumlah Kantor 58 58 58 58 58 58 58 - -
Asset 2903 3054 3267 3419 3514 3480 3557 2.21% 8.88%
DPK 2339 2488 2629 2737 2775 2785 2809 0.86% 6.85%
- Tabungan 322 350 386 401 396 399 409 2.51% 5.96%
- Deposito 2017 2138 2243 2336 2379 2386 2400 0.59% 7.00%
Kredit 1959 2106 2326 2499 2620 2655 2786 4.94% 19.76%
Loan to Deposit Ratio (LDR) 83.8% 84.6% 88.5% 91.3% 94.4% 95.3% 99.2% - -
Non Performing Loans (NPLs) 5.21% 2.26% 2.71% 2.56% 2.72% 3.52% 3,24% - -
2012 2013Keterangan 2011
Pertumbuhan
Tabel 3.3 Indikator Utama BPR Provinsi Kepulauan Riau
Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
35
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2011 2012 2013
Aset 35.04 33.06 26.60 12.83 31.85 25.83 22.14 21.05 13.94 8.89
Simpanan 59.42 55.31 49.27 32.06 27.09 24.71 20.90 18.64 11.96 6.85
Kredit 55.33 49.67 44.51 38.12 35.75 36.58 36.97 33.76 26.06 19.76
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
3.5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Transaksi pembayaran tunai pada triwulan II-2013 mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan periode sebelumnya maupun periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Peningkatan aktivitas ekonomi berpengaruh pada peningkatan penggunaan
uang kartal di Provinsi Kepulauan Riau. Sementara itu, volume dan nilai transaksi melalui
instrumen uang giral mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya
maupun periode yang sama pada tahun sebelumnya.
3.5.1 TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
3.5.1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)
Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Kepulauan Riau dapat terlihat dari
pergerakan arus uang masuk (inflow) dan arus uang keluar (outflow). Pada triwulan laporan,
total inflow sebesar Rp497 miliar, mengalami penurunan secara triwulanan sebesar 30,39%
(qtq) maupun secara tahunan sebesar 9,14% (yoy). Sebaliknya, total outflow sebesar Rp1.819
miliar, secara triwulanan meningkat cukup signifikan yaitu sebesar 103,92%, juga secara
tahunan (yoy) meningkat 16,30%.
Grafik 3.12 Pertumbuhan Aset, Simpanan dan Kredit BPR Provinsi Kepulauan Riau
(yoy, %)
Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
36
(50.00)
-
50.00
100.00
150.00
200.00
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II
2010 2011 2012 2013
Inflow (yoy,%)) Outflow (yoy,%)
Secara historis, perkembangan aliran uang kartal di wilayah Provinsi Kepulauan Riau
senantiasa berada pada kondisi net outflow, yang berarti aliran uang kartal ke masyarakat
lebih besar dibandingkan aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia. Sesuai pola
musiman, net outflow pada triwulan ke II akan mulai mengalami peningkatan setelah
menurun pada triwulan I. Hal ini dikarenakan mulai meningkatnya aktivitas perekonomian
masyarakat maupun pemerintah memasuki triwulan II.
3.5.1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar
Dalam upaya pemenuhan jumlah nominal uang kartal menurut jenis pecahan dan
dalam kondisi layak edar (Clean Money Policy) bagi masyarakat, Bank Indonesia secara
berkala melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE), dengan Pemberian
Tanda Tidak berharga (PTTB). UTLE tersebut berasal dari setoran bank maupun penukaran
uang dari masyarakat, yang selanjutnya ditukar dengan uang yang layak edar (fit for
circulation).
Pada triwulan laporan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau telah
memusnahkan UTLE dengan jumlah nominal mencapai Rp173 miliar atau meningkat
dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar Rp114 miliar, juga meningkat dibandingkan
periode yang sama tahun belumnya yang tercatat sebesar Rp 27 miliar.
Selain dengan melakukan pemusnahan UTLE, upaya pemenuhan jumlah nominal uang
kartal menurut jenis pecahan dan dalam kondisi layak edar juga dilakukan oleh Bank
Indonesia Provinsi Kepulauan Riau dengan melakukan kegiatan kas keliling secara rutin ke
kabupaten/kota di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, seperti Kota Batam, Kota Tanjung
Pinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Anambas dan Kabupaten
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II
2010 2011 2012 2013
Inflow (Rp milyar) Outflow (Rp milyar) Net
Grafik 3.14 Pertumbuhan Inflow – Outflow Uang Kartal
di Kepulauan Riau
Grafik 3.13 Perkembangan Inflow-Outflow Uang Kartal
di Kepulauan Riau
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
37
Lingga. Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat di daerah rural dan hinterland juga dapat
mendapatkan fasilitas uang rupiah yang masih relatif baru dan layak edar.
Untuk menjaga jumlah uang yang dimusnahkan tetap pada level yang rendah, Bank
Indonesia Provinsi Kepulauan Riau tetap giat melakukan sosialisasi prinsip 3D (Didapat,
Disimpan, Disayang) kepada masyarakat. Hal ini dilakukan agar masyarakat memahami cara-
cara memperlakukan uang dengan baik sehingga dapat memperpanjang usia manfaat fisik
uang.
3.5.1.3. Uang Rupiah Tidak Asli
Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II-2013 tercatat mengalami peningkatan cukup
signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 52 lembar menjadi 136 lembar.
Sementara itu, nilai nominal uang rupiah tidak asli juga mengalami peningkatan dari Rp3,63
juta pada triwulan I-2013, menjadi Rp7,39 juta pada triwulan laporan. Sebanyak 136 lembar
uang palsu tersebut terdiri atas 13 lembar pecahan Rp100 ribu, 121 lembar pecahan Rp50
ribu, dan 2 lembar pecahan Rp20 ribu.
-
50
100
150
200
250
Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw.I Tw.II
2010 2011 2012 2013
Pemusnahan Uang (Rp miliar)
Grafik 3.15 Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
di Kepulauan Riau
Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
38
0
20
40
60
80
100
120
140
160
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2012 2013
Nominal Rp juta (kiri) Lembar (kanan)
Lembar Nominal Lembar Nominal Lembar Nominal
Januari 52449 846329 1283 39354 51166 806975
Februari 37348 1223297 740 28181 36608 1195116
Maret 43641 1367345 818 40180 42823 1327165
April 37795 1202537 707 38804 37088 1163733
Mei 49051 1527188 1078 42274 47973 1484914
Juni 41636 1411280 906 33592 40730 1377688
2013
Tahun BulanPerputaran Kliring Pengembalian Jumlah
Kliring Penyerahan Jumlah Tolakan Net Kliring
Penemuan uang rupiah tidak asli tersebut didasarkan pada permintaan klarifikasi
perbankan dan masyarakat serta temuan dari setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Kepulauan Riau. Sebagai upaya menanggulangi peredaran uang rupiah
tidak asli, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya, antara lain dengan meningkatkan
security features uang yang dicetak dan terus melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang
rupiah, melalui penerapan prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang).
3.5.2 TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
3.5.2.1. Kliring Lokal
Jumlah warkat dan nominal transaksi non tunai secara kliring pada triwulan laporan
tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah warkat tercatat
sebesar 125.791 lembar, menurun 3,68% dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai
130.597 lembar. Sementara itu jumlah nominal transaksi mengalami peningkatan, yaitu dari
Rp3,33 triliun pada triwulan sebelumnya menjadi Rp4,03 triliun.
Tabel 3.4 Perkembangan Transaksi Kliring
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.16 Perkembangan Penemuan Uang Rupiah Tidak Asli oleh Bank
Indonesia Provinsi Kepulauan Riau
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
39
3.5.2.2. Real Time Gross Settlement (RTGS)
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) adalah proses
penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi
(individually processed gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed)
dimana rekening peserta dapat didebit/kredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah
pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Selama triwulan berjalan, nilai transaksi dan jumlah warkat non tunai melalui bank
Indonesia RTGS di Provinsi Kepulauan Riau pada Triwulan II-2013 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, total nilai transaksi tercatat
sebesar Rp22,56 triliun atau meningkat 20,14% dibandingkan triwulan sebelumnya (qtq)
dan 18,51% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya (yoy). Seiring dengan
peningkatan nilai transaksi, volume transaksi juga meningkat dari 26.665 lembar pada
triwulan I-2013 menjadi 28.936 lembar pada triwulan laporan.
Jika dilihat dari sebaran transaksi berdasarkan kabupaten/kota, sebagian besar
transaksi BI-RGTS Provinsi Kepulauan Riau terjadi di Kota Batam sebesar 89,64% dari total
transaksi, kemudian Kota Tanjungpinang sebesar 6,92% hal ini terkait dengan jumlah bank
dan aktivitas bisnis yang terkonsentrasi di kedua Kota tersebut, terutama di Kota Batam.
Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II
Batam Batam ke Luar Batam 7,136.98 5,736.36 6,894.55 7,503.54 8,140.91 7,818.93 7958.40
Luar Batam ke Batam 12,780.09 11,113.11 13,616.64 13,963.14 15,520.89 13,034.75 16383.28
Batam ke Batam 3,948.26 3,103.04 3,566.80 3,675.79 4,269.00 4,244.33 4120.04
Karimun Karimun ke Luar Karimun 345.92 350.99 418.69 318.65 313.28 348.41 454.60
Luar Karimun ke Karimun 166.66 158.50 187.86 198.70 126.20 123.35 175.28
Karimun ke Karimun 50.02 45.53 66.44 58.52 37.54 42.34 73.14
Natuna Natuna ke Luar Natuna 21.44 0.48 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Luar Natuna ke Natuna 154.32 341.80 301.37 665.44 640.73 476.70 211.65
Natuna ke Natuna 20.89 0.06 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Tanjung Pinang Tg. Pinang ke Luar Tg. Pinang 381.05 185.97 197.88 159.88 297.95 348.34 344.76
Luar Tg. Pinang ke Tg. Pinang 1,694.90 1,040.62 1,155.89 1,158.91 1,410.22 1,101.80 1376.34
Tg. Pinang ke Tg. Pinang 294.92 102.12 109.72 79.69 149.02 193.77 160.36
Kepulauan Riau Kepri ke Luar Kepri 0.00 0.00 0.00 0.00 0.39 1.56 0.90
Luar Kepri ke Kepri 2.12 23.64 5.96 4.62 2.91 3.78 7.78
Kepri ke Kepri 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
18,369.39 15,700.72 19,035.88 20,158.88 21,997.92 18,777.18 22,559.45
Batam Batam ke Luar Batam 13,359 11,657 13,451 13,936 15,412 13,970 14,891
Luar Batam ke Batam 17,602 15,279 16,315 16,309 17,950 16,113 17,327
Batam ke Batam 5,998 5,236 5,947 6,127 6,750 6,513 6,719
Karimun Karimun ke Luar Karimun 909 893 981 803 818 854 1,066
Luar Karimun ke Karimun 525 427 431 484 451 350 380
Karimun ke Karimun 87 85 117 110 79 87 125
Natuna Natuna ke Luar Natuna 18 7 0 0 0 0 0
Luar Natuna ke Natuna 168 236 134 144 326 117 86
Natuna ke Natuna 1 1 0 0 0 0 0
Tanjung Pinang Tg. Pinang ke Luar Tg. Pinang 639 462 462 432 572 738 803
Luar Tg. Pinang ke Tg. Pinang 2,451 1,518 1,713 1,715 2,248 1,393 1,484
Tg. Pinang ke Tg. Pinang 364 227 240 228 259 311 312
Kepulauan Riau Kepri ke Luar Kepri 0 0 0 0 7 15 20
Luar Kepri ke Kepri 26 39 32 27 29 26 35
Kepri ke Kepri 0 0 0 0 0 0 0
29,247 24,969 27,215 27,385 30,725 26,665 28,936Kumulatif
Kumulatif
2011
RTGS Nilai (Rp Miliar)
RTGS Volume
2012 2013Wilayah
Tabel 3.5 Transaksi RTGS
Provinsi Kepulauan Riau
Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
40
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Realisasi belanja pemerintah daerah di wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan
II tahun 2013 diperkirakan masih rendah. Hal ini terindikasi dari tingginya jumlah simpanan
pemerintah daerah di perbankan yang mencapai Rp 3,02 triliun.
Sementara itu, transfer dana perimbangan ke semua pemerintah daerah di wilayah
Kepulauan Riau telah mencapai lebih dari 40%, meskipun sumber pendapatan utama
pemerintah daerah di wilayah ini adalah dana perimbangan yang mencapai 75%.
Data yang ada menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum merealisasikan APBD
secara proporsional sehingga dana perimbangan masih banyak tersimpan di perbankan.
Indikasi ini terlihat dari surplus APBD Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang tercatat
sebesar Rp158 miliar. Dengan asumsi bahwa semua pemerintah daerah di wilayah Kepulauan
Riau mencatatkan surplus dalam APBD-nya, maka hal tersebut menyebabkan peningkatan
dalam simpanan pemerintah daerah di perbankan pada triwulan II-2013.
4.1. REALISASI APBD PROVINSI KEPULAUAN RIAU
4.1.1. Realisasi Penerimaan
Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp 274,95 miliar
telah mencapai 33,87% dari total pendapatan yang telah dianggarkan pada tahun 2013.
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, realisasi pada triwulan ini tercatat naik sebesar
22,68%. Sesuai APBD tahun 2013, sumber pendapatan Provinsi Kepulauan Riau sangat
bergantung kepada transfer dari pemerintah pusat. Hal ini terlihat dari porsi pendapatan
transfer yang dianggarkannya mencapai 73% dan sampai dengan triwulan II-2013 transfer
dana perimbangan dan dana penyesuaian tersebut telah mencapai 45,74%.
Sementara itu, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Kepulauan Riau yang
bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan asli daerah lainnya masih
relatif kecil. Realisasi PAD triwulan II-2013 tercatat sebesar Rp7,09 miliar atau hanya
mencapai 1,09% dari penerimaan PAD yang dianggarkan sebesar Rp 653,08 miliar. Hal ini
terjadi karena belum dilakukannya rekonsiliasi PAD dengan sistem pelaporan anggaran.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
41
Tabel 4.1. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
Sumber: Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
4.1.2 Realisasi Belanja
Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau per triwulan II-2013 masih
terbilang relatif kecil, yaitu sebesar Rp674,05 miliar atau hanya mencapai 26,39% dari
anggaran belanja tahun 2013. Persentase realisasi belanja ini bernilai lebih rendah bila
dibandingkan dengan realisasi pendapatan yang mencapai 33,87%. Perbedaan realisasi
belanja dan pendapatan ini berakibat pada meningkatnya surplus dana pemerintah daerah
sebesar Rp158,10 miliar. Surplus dana pemerintah daerah ini menyebabkan naiknya
simpanan pemerintah daerah di perbankan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau sebagaimana
dibahas dalam sub bab 4.3.
Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau secara umum didorong oleh
belanja rutin untuk pembayaran gaji pegawai, pembelian barang, dan belanja hibah. Secara
nominal, realisasi terbesar pos belanja adalah komponen belanja barang yang mencapai
Rp201,17 miliar. Sementara itu, secara persentase, realisasi belanja terbesar adalah belanja
hibah yang mencapai 51,50% dari yang telah dianggarkan.
Pada sisi lain, realisasi belanja modal lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi
belanja operasi. Belanja modal merupakan pos anggaran yang digunakan untuk membiayai
pengadaan atau pembelian barang-barang yang dapat digunakan lebih dari 1 siklus
akuntansi. Pos belanja ini mencerminkan investasi pemerintah daerah dan mengingat sifatnya
yang lebih diperuntukkan untuk pengadaan aset tetap, realisasi belanja modal yang masih
ANGGARAN
RP JUTA RP JUTA % RP JUTA %
PENDAPATAN 2.456.886 274.949 11,19 832.153 33,87
PENDAPATAN ASLI DAERAH 653.078 4.493 0,69 7.091 1,09
Pendapatan Pajak Daerah 597.242 - - - 0,00
Pendapatan Retribusi Daerah 1.870 - - - 0,00
Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 53.966 4.493 8,33 7.091 13,14
PENDAPATAN TRANSFER 1.803.724 270.456 14,99 825.041 45,74
Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan1.635.850 230.229 14,07 745.498 45,57
Dana Bagi Hasil Pajak 220.775 538 0,24 27.248 12,34
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 722.335 - - 379.214 52,50
Dana Alokasi Umum 656.068 218.689 33,33 328.034 50,00
Dana Alokasi Khusus 36.673 11.002 30,00 11.002 30,00
Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 167.874 40.227 23,96 79.543 47,38
Dana Penyesuaian 167.874 40.227 23,96 79.543 47,38
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 84 - - 21 25,00
Pendapatan Lainnya 84 - - 21 25,00
REALISASI TW.IPOS ANGGARAN
REALISASI TW.II
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
42
rendah ini terkait dengan proses pengadaan yang relatif lebih lama dan kompleks
dibandingkan belanja barang. Sesuai dengan siklus tahunan, diperkirakan belanja modal akan
terserap pada triwulan 3 dan triwulan 4.
Tabel 4.2. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
4.2. Realisasi Transfer Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah
Transfer dana perimbangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di Provinsi
Kepulauan Riau sebagian besar masuk ke dalam pos dana bagi hasil sumber daya alam dan
dana alokasi umum. Pagu anggaran untuk kedua jenis dana tersebut masing-masing adalah
Rp2,92 triliun dan Rp2,84 triliun. Jumlah keduanya mencapai 80,59% dari total dana transfer
pemerintah pusat ke daerah tahun 2013 yang berjumlah sebesar Rp 7,15 triliun.
Sampai dengan Juni 2013, realisasi transfer dana pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar Rp 3,23 triliun atau 45,19%
dari pagu anggaran. Secara persentase, realisasi transfer dana ke semua pemerintah daerah
rata-rata telah mencapai lebih dari 40%. Realisasi transfer paling rendah adalah kepada
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang tercatat sebesar 42,56% dari pagu anggaran,
sementara realisasi transfer terbesar adalah kepada Pemerintah Kabupaten Lingga yang telah
mencapai 48,18% dari pagu dana transfer.
ANGGARAN
RP JUTA RP JUTA % RP JUTA %
BELANJA 2.554.465 184.257 7,21 674.050 26,39
BELANJA OPERASI 1.935.729 182.045 9,40 541.072 27,95
Belanja Pegawai 426.956 72.572 17,00 166.251 38,94
Belanja Barang 877.757 21.695 2,47 201.170 22,92
Belanja Hibah 323.429 87.738 27,13 166.561 51,50
Belanja Bantuan Sosial 120.549 40 0,03 5.125 4,25
Belanja Bantuan Keuangan 187.038 - - 1.966 1,05
BELANJA MODAL 382.699 1.717 0,45 30.149 7,88
Belanja Tanah 14.276 - - - 0,00
Belanja Peralatan dan Mesin 72.281 - - 15.255 21,11
Belanja Bangunan dan Gedung 79.963 - - 4.956 6,20
Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan 215.365 - - 9.938 4,61
Belanja Aset Tetap Lainnya 815 - - - 0,00
BELANJA TAK TERDUGA 1.000 495 49,50 575 57,50
Belanja Tak Terduga 1.000 495 49,50 575 57,50
TRANSFER 235.037 - - 102.253 43,51
Transfer Bagi Hasil ke Kab / Kota / Desa 235.037 - - 102.253 43,51
Bagi Hasil Pajak 235.037 - - 102.253 43,51
REALISASI TW.IPOS ANGGARAN
REALISASI TW.II
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
43
Sumber : Kementerian Keuangan RI
Grafik 4.1.
Pagu dan Realisasi Dana Transfer Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah di Wilayah Kepri
4.3. Perkembangan Dana Simpanan Pemerintah Daerah di Perbankan
Pada akhir triwulan II tahun 2013, dana simpanan pemerintah daerah yang meliputi
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau tercatat
sebesar Rp 3,02 triliun. Jika dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun lalu, dana
simpanan ini naik sebesar 35,71%. Pola pergerakan jumlah dana simpanan pemda tersebut
relatif sama dengan pola pergerakan tahun 2012.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.2. Pola Pergerakan Simpanan Pemda di Perbankan Kepri
Besarnya dana simpanan pemda di perbankan ini memberikan indikasi rendahnya
realisasi APBD. Hal ini semakin diperkuat dengan data realisasi transfer dana perimbangan
kepada pemerintah daerah di wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang telah mencapai Rp 3,23
triliun. Sesuai dengan Rencana APBD pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau, dana
perimbangan menyumbang 75% dari total pendapatan daerah.
38,00
40,00
42,00
44,00
46,00
48,00
50,00
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
Pagu dan Realisasi Dana Transfer
Pagu Realisasi Persentase (RHS)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
44
Dalam jangka 2 bulan kemudian diperkirakan dana simpanan pemerintah daerah di
perbankan akan menurun untuk kemudian naik kembali pada bulan September karena
adanya transfer Dana Bagi Hasil yang dibayarkan setiap triwulan dari pemerintah pusat.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.3.
Komposisi Simpanan Pemda di Perbankan Kepri Per Juni 2013
Secara komposisi per Juni 2013, jenis simpanan pemda terbesar adalah dalam bentuk
giro dengan pangsa mencapai 71%, yang diikuti oleh deposito sebesar 23% dan tabungan
sebesar 6%. Secara bulanan komposisi tabungan dan deposito relatif tetap sementara tren
kenaikan terjadi pada simpanan dalam bentuk giro. Hal ini terkait dengan sifat giro yang
dapat dicairkan setiap saat dan dicadangkan untuk pembayaran operasional.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.4.
Pergerakan Jenis Simpanan Pemda di Perbankan Kepri
71% 6%
23%
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
Jan
-12
Feb
-12
Mar
-12
Ap
r-1
2
Me
i-1
2
Jun
-12
Jul-
12
Agu
st-1
2
Sep
-12
Okt
-12
No
p-1
2
De
s-1
2
Jan
-13
Feb
-13
Mar
-13
Ap
r-1
3
Me
i-1
3
Jun
-13
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
45
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan inklusif akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serta mengurangi angka kemiskinan. Studi Asian Development
Bank (ADB) tahun 2002 menunjukkan bahwa elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap
pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia adalah 0,7. Ini berarti setiap
10% pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan masyarakat berpenghasilan
rendah sebesar 7%. Dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau
triwulan II tahun 2013 sebesar 5,17%, pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah
diperkirakan akan meningkat sekitar 3,62%.
Elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat
sebesar 0,7 tersebut dinilai cukup baik meskipun di beberapa negara berkembang lainnya
angka elastisitas tersebut dapat mencapai 1. Perbedaan angka elastisitas ini juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor lainnya seperti Nilai Tukar Petani (NTP), tingkat dan kualitas pendidikan,
infrastruktur, dan akses teknologi. Semakin tinggi kualitas dari faktor-faktor tersebut, maka
elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap pengurangan kemiskinan semakin tinggi.
Faktor lain yang perlu dicermati dalam meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi
angka kemiskinan adalah tingkat inflasi. Meskipun pertumbuhan ekonomi secara empiris
akan meningkatkan pendapatan masyarakat termasuk untuk masyarakat golongan
berpenghasilan rendah, namun tingkat inflasi yang tinggi khususnya pada kelompok bahan
makanan akan mengakibatkan penurunan terhadap daya beli masyarakat miskin. Kenaikan
harga BBM yang dilakukan pemerintah pada akhir Juni 2013 diperkirakan akan
meningkatkan angka kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau. Untuk itu, dampak kenaikan
harga BBM harus direspon dengan kebijakan yang tepat sehingga daya beli masyarakat
miskin dapat dipertahankan demi pencapaian stabilitas ekonomi daerah yang
berkesinambungan.
5.1. KETENAGAKERJAAN
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II tahun 2013 yang
melambat menjadi 5,17% (yoy) dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
mencapai 8,3% (yoy) tercermin pada angka penyerapan tenaga kerja triwulan I dan triwulan
II 2013. Data BPS menunjukkan pada bulan Februari 2013 jumlah pengangguran terbuka di
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
46
Provinsi Kepulauan Riau meningkat menjadi 6,39% dibandingkan posisi Agustus 2012 yang
tercatat sebesar 5,37%.
Tabel 5.1. Perkembangan Ketenagakerjaan Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : BPS Kepulauan Riau (diolah)
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia juga
menunjukkan tren yang sama. SKDU merupakan survei yang dilaksanakan untuk mengetahui
perkembangan kegiatan usaha di beberapa sektor utama di Provinsi Kepulauan Riau.
Responden survei ini merupakan perusahaan-perusahaan atau badan usaha di semua sektor
ekonomi kecuali sektor Pertambangan dan Penggalian serta Listrik, Air, dan Gas. Salah satu
indikator yang disurvei adalah jumlah pergerakan karyawan setiap triwulan.
Grafik di bawah menunjukkan pergerakan bersih jumlah karyawan sebagaimana
disampaikan oleh responden secara sampling basis dalam pelaksanaan SKDU dimaksud. Pada
triwulan I tahun 2013 mayoritas responden menyatakan jumlah karyawan turun jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara pada triwulan II tahun 2013, lebih
banyak responden yang menyatakan kenaikan dalam hal jumlah karyawan. Jika dibandingkan
dengan pergerakan PDRB menggunakan harga berlaku, hasil survei SKDU ini bergerak cukup
searah.
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Bank Indonesia
Grafik 5.1.
Pergerakan Penggunaan Tenaga Kerja
5.2. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
5.2.1. Indeks Tendensi Konsumen
Penilaian tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dianalisis dari Indeks Tendensi
Konsumen (ITK) yang diperoleh dari Survei Tendensi Konsumen (STK). Indeks yang
-100
-50
0
50
-40
-20
0
20
I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013
Pergerakan Tenaga Kerja PDRB qtq Berlaku (RHS)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
47
dipublikasikan oleh BPS ini menggambarkan kondisi ekonomi konsumen pada triwulan
berjalan dan perkiraan pada triwulan mendatang. Responden STK merupakan sub sampel
dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) khusus di daerah perkotaan. Pemilihan sampel
dilakukan secara panel antar triwulan untuk memperoleh gambaran yang lebih akurat
mengenai perubahan persepsi konsumen antar waktu.
Grafik 5.2. Tren Indeks Tendensi Konsumen Provinsi Kepualau Riau
Secara umum nilai ITK di Provinsi Kepri pada triwulan II-2013 mengalami kenaikan
dibanding triwulan sebelumnya dari 107,16 menjadi 109,44. Kenaikan ITK ini didorong oleh
naiknya pendapatan rumah tangga dan tingkat konsumsi beberapa komoditas tahan lama.
Salah satu faktor yang menahan laju naiknya ITK adalah turunnya indeks pengaruh inflasi
terhadap konsumsi. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat sudah merasakan adanya
kenaikan harga beberapa barang dan jasa.
Pada triwulan III tahun 2013, ITK diperkirakan akan membaik. Responden ITK pada
triwulan II tahun 2013 menyatakan bahwa pendapatan akan meningkat diiringi dengan
rencana pembelian barang yang bersifat tahan lama (durable goods). Persepsi konsumen ini
diperkirakan tidak terlepas dari momen hari raya Idul Fitri dan pembayaran Tunjangan Hari
Raya (THR) yang dibayarkan pada bulan Juli dan Agustus 2013. Namun, dikhawatirkan
optimisme konsumen tersebut akan tertahan oleh laju kenaikan harga yang diperkirakan
cukup tinggi sebagai dampak kenaikan harga BBM.
5.2.2. Nilai Tukar Petani
Tingkat kesejahteraan masyarakat petani secara umum di Provinsi Kepulauan Riau
pada triwulan II tahun 2013 cukup baik dengan indikator Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar
-0,80%
-0,60%
-0,40%
-0,20%
0,00%
0,20%
0,40%
0,60%
0,80%
90
95
100
105
110
115
120
125
130
Tw. I Tw. II Tw. IIITw. IV Tw. I Tw. II Tw. IIITw. IV Tw. I Tw. II
2011 2012 2013
Pendapatan Rumah TanggaPengaruh inflasi thd tingkat konsumsiITKInflasi Kepri (rhs)
Sumber: BPS Kepulauan Riau data diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
48
103,97. NTP>100 menunjukkan bahwa petani berada dalam kondisi surplus, yakni kenaikan
harga produk pertanian yang dihasilkan oleh petani lebih besar dari kenaikan harga barang
yang dikonsumsi sehingga pendapatan petani naik lebih besar dibandingkan dengan nilai
pengeluarannya. Sementara itu, angka NTP<100 menunjukkan bahwa petani berada dalam
kondisi defisit, yakni kenaikan harga produksi yang dihasilkan relatif lebih kecil dibandingkan
dengan kenaikan harga barang konsumsinya sehingga menyebabkan penurunan dalam nilai
pendapatan riil petani. Meskipun berada dalam posisi surplus pada triwulan II tahun 2013 ini,
angka NTP pada triwulan II tetap bernilai lebih rendah bila dibandingkan dengan NTP triwulan
I tahun 2013 yang tercatat sebesar 104,49.
Jika dilihat per sub sektor, kelompok petani yang mengalami surplus pendapatan
tertinggi adalah petani hortikultura dengan NTP sebesar 127,09, kemudian diikuti oleh
kelompok petani perkebunan rakyat dengan NTP sebesar 117,62 dan kelompok nelayan
dengan NTP sebesar 106,43. Hanya saja surplus pendapatan ini tidak dinikmati oleh
kelompok petani pangan yang tercermin dari rendahnya NTP sebesar 71,82 dan para
peternak dengan NTP sebesar 89,86.
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Grafik 5.3. Nilai Tukar Petani Provinsi Kepulauan Riau
Kesejahteraan petani di Kepulauan Riau ini secara umum masih di bawah
kesejahteraan petani nasional. NTP secara nasional tercatat sebesar 104,58. Namun, jika
dilihat secara sub sektor, kesejahteraan petani hortikultura, perkebunan rakyat, dan
perikanan di Provinsi Kepulauan Riau relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani
nasional di sub sektor yang yang sama.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
49
Tabel 5.2. Nilai Tukar Petani Per Sub Sektor
NO SEKTOR NASIONAL KEPRI
1 Tanaman Pangan 104,78 71,82
2 Hortikultura 109,29 127,09
3 Perkebunan Rakyat 105,23 117,62
4 Peternakan 101,80 89,86
5 Perikanan 105,38 106,43
6 Umum 105,28 103,97 Sumber: BPS (diolah)
5.2.3. Inflasi dan Tingkat Kemiskinan
Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada bulan Juni 2013 sebesar 44% telah
menaikkan harga kebutuhan pokok dan berpotensi menurunkan daya beli masyarakat. Rilis
data inflasi Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Juni 2013 menunjukkan adanya kenaikan
harga-harga barang konsumsi. Tingkat inflasi di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar
6,32% (yoy), dengan Inflasi Kota Batam yang tercatat sebesar 5,61% (yoy) dan inflasi di Kota
Tanjungpinang yang tercatat sebesar 9,42% (yoy).
Kenaikan inflasi tertinggi terjadi pada kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan dengan nilai sebesar 3,02% (yoy). Kenaikan harga yang cukup tinggi juga terjadi
pada kelompok Bahan Makanan dengan tingkat inflasi sebesar 0,78%. Untuk ke depannya,
kenaikan harga BBM yang ditetapkan pada tanggal 23 Juni 2013 ini diperkirakan akan
membawa dampak inflasi lebih lanjut khususnya pada kelompok Angkutan dan Bahan
Makanan.
Dengan menggunakan asumsi hasil penelitian ADB, pertumbuhan ekonomi Provinsi
Kepri pada triwulan laporan sebesar 5,17% diperkirakan akan menaikkan pendapatan
masyarakat berpenghasilan rendah sebesar 3,62%. Hanya saja, kenaikan pendapatan
masyarakat berpenghasilan rendah ini termakan oleh laju tingkat inflasi terutama yang terjadi
pada kelompok Bahan Makanan. Pada bulan Maret 2013, sumbangan Garis Kemiskinan
Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 67,20%, yang berarti kenaikan bahan makanan
yang terjadi karena dampak kenaikan BBM akan sangat mengancam kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah. Jenis bahan makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis
kemiskinan adalah Beras, Rokok Kretek Filter, Telur Ayam Ras, dan Daging Ayam Ras, Gula
Pasir, dan Mie Instan.
Angka inflasi Kelompok Bahan Makanan di Kota Batam tercatat sebesar 3,38% (yoy),
sementara inflasi kelompok tersebut di Kota Tanjungpinang tercatat sebesar 5,97% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
50
Angka inflasi Kelompok Bahan Makanan di Kota Batam masih lebih rendah jika dibandingkan
dengan perkiraan kenaikan pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah sebesar 3,62%.
Diperkirakan tingkat inflasi di Kota Batam tidak akan menambah jumlah masyarakat
miskin, terlebih mengingat bahwa infrastruktur Kota Batam relatif lebih baik dibandingkan
dengan wilayah lain di Indonesia. Kualitas infrastruktur yang lebih baik akan meningkatkan
dampak pertumbuhan ekonomi terhadap pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah.
Sayangnya, hal yang sama tidak terjadi di wilayah Tanjungpinang dan sekitarnya.
Angka inflasi bahan makanan di Kota Tanjungpinang sebesar 5,97% (yoy) diperkirakan akan
menurunkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah dan menambah jumlah masyarakat
miskin.
Oleh sebab itu, pemerintah perlu segera mengimplementasikan program
penanggulangan kemiskinan untuk menghindari bertambahnya jumlah masyarakat miskin,
sebagaimana telah direncanakan dalam 3 jenis klaster dalam Program Pengentasan
Kemiskinan, termasuk pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Selain
itu, dengan melihat tingginya angka inflasi di Kota Tanjungpinang, pemerintah dan para
pemangku kepentingan terkait harus meningkatkan koordinasi dalam rangka pengendalian
inflasi daerah.
5.2.4. Perkembangan Program Pengentasan Kemiskinan
Pemerintah telah menetapkan program penanggulangan kemiskinan dengan
pendekatan 3 jenis klaster dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan, yaitu Klaster I:
Kelompok Program Penangulangan Program Kemiskinan Bantuan Sosial Terpadu Berbasis
Keluarga; Klaster II: Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan
Masyarakat; dan Klaster III: Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis
Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil.
Program klaster I bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan
beban hidup serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Fokus program ini adalah
memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat miskin untuk kehidupan lebih baik, seperti
pemenuhan hak atas pangan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Implementasi program
ini adalah Jamkesmas, Program Keluarga Harapan, Raskin serta Bantuan Siswa Miskin (BSM).
Berbeda dengan program klaster I yang diberikan dalam bentuk material, program
klaster II dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin guna
memperbaiki kualitas hidup. Program ini diimplementasikan dalam Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Sementara itu, kelompok program klaster III
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
51
ditujukan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala
mikro dan kecil. Program ini diimplementasikan dalam bentuk pemberian Kredit Usaha Rakyat
(KUR).
Selanjutnya, dalam rangka mengurangi dampak kenaikan harga BBM terhadap
masyarakat miskin, pemerintah memberikan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat
(BLSM) sebagai bagian dari program klaster kelompok I.
5.2.4.1. Perkembangan Program BLSM
Untuk meminimalkan dampak kenaikan BBM terhadap masyarakat miskin,
pemerintah telah mengimplementasikan program BLSM berupa pemberian santunan sebesar
Rp 150.000 per bulan selama 4 bulan. Program ini dilaksanakan secara nasional termasuk di
Kepulauan Riau dengan realiasi tahap I seperti tabel di bawah ini.
Tabel 5.3. Realisasi Pembayaran BLSM Provinsi Kepulauan Riau
Juni 2013
NO KOTA/KABUPATEN ALOKASI BLSM REALISASI BAYAR
DAYA SERAP ALOKASI
BLSM
(RTS)* (RIBU RUPIAH) (RTS)* (RIBU
RUPIAH) (%)
1. KARIMUN 8.579 2.573.700 8.131 2.439.300 94,78 2. BINTAN 5.105 1.531.500 4.648 1.394.400 91,05 3. NATUNA 1.539 461.700 1.408 422.400 91,49 4. LINGGA 4.804 1.441.200 4.639 1.391.700 96,57 5. KEPULAUAN ANAMBAS 920 276.000 888 266.400 96,52 6. KOTA B A T A M 36.103 10.830.900 28.491 8.547.300 78,92 7. KOTA TANJUNGPINANG 7.682 2.304.600 6.844 2.053.200 89,09
JUMLAH 64.732 19.419.600 55.049 16.514.700 85,04 *Catatan: RTS (Rumah Tangga Sasaran) Sumber : Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
Penyerapan alokasi BLSM tahap I tahun 2013 telah mencapai 85,04%. Realisasi
pembayaran BLSM di Provinsi Kepulauan Riau ini perlu dipercepat mengingat tingkat
realisasinya yang masih berada di bawah realisasi tingkat nasional sebesar 92,02%. Realisasi
pembayaran ini diprediksi dapat mengurangi dampak kenaikan harga BBM dan mencegah
turunnya daya beli masyarakat berpenghasilan rendah minimal dalam jangka 4 bulan ke
depan atau sampai dengan akhir tahun 2013. Dalam jangka yang lebih panjang, jika program
BLSM tidak diteruskan, maka salah satu strategi untuk mencegah kemiskinan adalah dengan
menurunkan tingkat inflasi terutama pada kelompok Bahan Makanan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
52
5.2.4.2. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat
Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program penanggulangan kemiskinan yang
masuk dalam klaster III. Program ini bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan
ekonomi pada pelaku usaha mikro dan kecil.
Pada triwulan II tahun 2013, jumlah KUR yang sudah disalurkan kepada UMKM di
Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar Rp 288,41 miliar, atau 41,29% lebih tinggi jika
dibandingkan dengan penyaluran KUR pada periode yang sama di tahun lalu yang tercatat
sebesar Rp 214,13 miliar.
Sumber : Laporan Bank Umum (LBU)
Grafik 5.4. Komposisi Penyaluran KUR Berdasarkan Kelompok Sektor
Dilihat dari kelompok sektor, penyaluran KUR didominasi oleh kelompok sektor tersier
dengan pangsa sebesar 87%, kemudian berturut-turut diikuti oleh kelompok sektor sekunder
sebesar 9% dan kelompok sektor primer sebesar 4%.
Sumber : Laporan Bank Umum (LBU)
Grafik 5.5.
Pergerakan Persentase Penyaluran KUR Berdasarkan Kelompok Sektor
Jika dibandingkan dengan posisi triwulan II tahun 2012, penyaluran KUR ke kelompok
sektor primer dan kelompok sektor tersier cenderung meningkat dan menggeser posisi
pangsa kelompok sektor sekunder.
4% 9%
87%
Primer
Sekunder
Tersier
0%
20%
40%
60%
80%
100%
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2012 2013
Tersier
Sekunder
Primer
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
53
Sumber : Laporan Bank Umum (LBU)
Grafik 5.5.
Komposisi Penyaluran KUR Per Sektor di Masing-Masing Kelompok Sektor Provinsi Kepulauan Riau Posisi Juni 2013
Berdasarkan data per sektor, penyaluran KUR didominasi oleh sektor Perdagangan
Besar dan Eceran dengan pangsa mencapai 64,91% diikuti oleh sektor Konstruksi,
Transportasi, dan Real Estate dengan pangsa di atas 5%. Komposisi penyaluran KUR ini
bergerak mengikuti dinamika perekonomian Kepulauan Riau. Hanya saja berbeda dengan
perekonomian Provinsi Kepri secara total yang didominasi oleh sektor Industri Pengolahan,
penyaluran KUR ke sektor ini hanya tercatat sebesar 2,86%.
Secara tahunan, penyaluran KUR triwulan II tahun 2013 di sektor Perikanan juga
mencatatkan angka yang cukup besar dengan pencapaian sebesar 179,84%, demikian pula
dengan penyaluran KUR di sektor Pertanian dengan pertumbuhan yoy sebesar 174,73%. Hal
ini mengindikasikan bahwa perbankan mulai melirik untuk memberikan kredit skala UMKM
kepada sektor-sektor primer yang selama ini masih dihindari karena tingkat risiko yang dinilai
tinggi.
Tabel 5.4. Pangsa dan Pertumbuhan Realisasi KUR Per Sektor
Provinsi Kepulauan Riau Juni 2013
NO SEKTOR PANGSA
(%) GROWTH YOY
(%)
1 Perdagangan 64,91 73,83
2 Konstruksi 5,89 -12,09
3 Transpor, Pergudangan, & Telekomunikasi 5,54 156,85
4 Real Estate 5,36 47,64
5 Jasa Kemasyarakatan 4,80 93,07
6 Industri Pengolahan 2,86 4,66
7 Perikanan 2,46 179,84
8 Penyediaan akomodasi dan makan minum 2,38 62,06
9 Pertanian 1,61 174,73
10 Jasa kesehatan 1,24 -19,63
11 Lainnya 2,95 -73,74 Sumber : Laporan Bank Umum (LBU)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
54
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL
6.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
Pada triwulan III-2013, laju pertumbuhan perekonomian Kepri diperkirakan sebesar
berada pada kisaran 7,94±1% (yoy), meningkat signifikan bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 5,17% (yoy). Dengan kondisi tersebut, Provinsi Kepulauan
Riau diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan sebesar 7,50±1%, lebih rendah dari laju
pertumbuhan tahun 2012 yang tercatat sebesar 8,21% dengan asumsi masih belum pulihnya
perekonomian global.
Tabel 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Kepri dari Sektoral (yoy)
Tabel 6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Kepri dari Penggunaan (yoy)
Akselerasi pertumbuhan tertinggi pada triwulan III-2013 diprakirakan berasal dari
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang mampu tumbuh 11,5% (yoy), seiring dengan
peningkatan aktivitas masyarakat dalam berkonsumsi, terutama pada periode puasa dan hari
raya Lebaran di bulan Juni-Agustus 2013. Kondisi tersebut juga dikonfirmasi oleh hasil Indeks
Tendensi Konsumen yang diprakirakan mencapai 111,3 di triwulan III-2013, atau lebih tinggi
dari posisi triwulan II-2013 sebesar 109,44. Prakiraan membaiknya kondisi ekonomi
konsumen mendatang ini didukung oleh meningkatnya prakiraan pendapatan rumah tangga
ke depandan meningkatnya rencana pembelian barang tahan lama. Pendorong aktivitas
perekonomian lainnya di triwulan III-2013 bersumber dari Sektor Industri Pengolahan yang
diprakirakan tumbuh sebesar 7,16% (yoy). Membaiknya pertumbuhan Sektor Industri
Pengolahan diprakirakan berasal dari peningkatan aktivitas produksi. Kondisi ini terindikasi
dari tingginya rencana investasi yang telah masuk ke BP Batam selama semester I-2013.
I II III IV I II III IV I II III* IV* Total*
1. PERTANIAN 3,76% 4,34% 4,27% 3,44% 2,77% 2,46% 3,07% 3,21% 3,54% 1,74% 2,80% 2,99% 2,76%
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0,27% 0,37% 1,88% 3,58% 4,63% 7,01% 7,52% 7,86% 6,81% 3,64% 5,19% 5,53% 5,29%
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4,44% 9,45% 6,93% 5,35% 7,10% 5,07% 7,44% 8,62% 7,33% 4,79% 7,16% 8,34% 6,92%
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 15,64% 14,29% 14,94% 11,23% 11,05% 7,11% 5,56% 4,76% 3,55% 2,66% 2,70% 1,90% 2,70%
5. BANGUNAN 8,57% 10,07% 10,78% 10,57% 11,01% 11,68% 10,56% 12,91% 10,47% 6,00% 7,80% 10,15% 8,60%
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 7,12% 5,93% 7,46% 7,49% 9,12% 10,97% 12,07% 12,58% 10,35% 6,95% 11,50% 12,00% 10,24%
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 8,25% 9,31% 11,84% 10,26% 9,02% 9,15% 7,87% 7,66% 7,04% 4,62% 7,30% 7,09% 6,52%
8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 6,12% 6,47% 7,86% 6,49% 7,76% 8,55% 8,75% 9,51% 7,44% 5,27% 7,80% 8,56% 7,28%
9. JASA-JASA 6,59% 6,97% 8,89% 7,52% 7,91% 8,76% 7,48% 8,24% 6,47% 4,18% 6,04% 6,80% 5,88%
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 5,35% 7,79% 7,21% 6,28% 7,61% 7,15% 8,55% 9,46% 7,96% 5,17% 7,94% 8,85% 7,50%
2013
Pertumbuhan (yoy)
2011 2012LAPANGAN USAHA
I II III IV I II III IV I II III* IV* TOTAL*
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6,32% 4,90% 3,60% 2,68% 4,30% 6,55% 10,46% 14,92% 12,52% 9,02% 11,09% 11,00% 10,90%
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 5,64% 5,40% 4,75% 4,46% 5,27% 5,66% 5,38% 6,53% 5,74% 3,01% 7,98% 9,08% 6,48%
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4,99% 7,13% 7,81% 8,22% 6,50% 5,58% 6,05% 5,81% 7,54% 5,96% 8,72% 9,08% 7,85%
Pembentukan Modal Tetap Bruto 14,98% 15,54% 14,60% 13,06% 13,08% 11,55% 9,67% 10,14% 10,30% 8,49% 10,40% 10,00% 9,80%
Ekspor Barang dan Jasa 4,07% 7,22% 4,90% 3,37% 7,47% 6,83% 3,92% 0,98% 3,59% -1,09% -0,21% -4,20% -0,47%
Dikurangi Impor Barang dan Jasa 3,37% 7,20% 6,14% 6,54% 10,81% 11,43% 5,96% 2,47% 2,25% -3,26% -2,90% 9,08% 1,25%
PDRB 5,35% 7,79% 7,21% 6,28% 7,61% 7,15% 8,55% 9,46% 7,96% 5,17% 7,94% 8,85% 7,50%
2011 2012 2013
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
55
Peningkatan investasi ke depan juga dikonfirmasi oleh PLN dimana pertumbuhan jumlah
pelanggan dan daya tersambung di sektor bisnis dan industri masih tinggi.
Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
Selain itu, Sektor Bangunan diproyeksikan masih akan terus mengalami pertumbuhan
pada triwulan III-2013, mengingat kebutuhan tempat tinggal dan usaha di Kepulauan Riau,
terutama di Kota Batam ini diprakirakan meningkat seiring dengan pembukaan industri baru.
6.2 PROSPEK INFLASI
Inflasi pada triwulan III-2013 diperkirakan akan mengalami peningkatan. Peningkatan
tersebut terutama karena kenaikan inflasi yang signifikan pada Bulan Juli 2013, didorong oleh
peningkatan konsumsi masyarakat pada Bulan Puasa dan menjelang Lebaran, masih
berlanjutnya dampak kenaikan harga BBM bersubsidi serta momentum liburan panjang
sekolah dan tahun ajaran baru.
Selanjutnya pada bulan Agustus dan September, inflasi diproyeksikan akan menurun
dikarenakan pola konsumsi masyarakat yang kembali normal serta mulai menurunnya
dampak kenaikan harga bahan bakar bersubsidi. Namun, yang berpotensi menjadi
pendorong kenaikan inflasi yaitu bila pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat dan dollar Singapura masih terus berlanjut, terutama pada produk-produk yang
diimpor oleh Kepulauan Riau dari Singapura.
Dengan memperhatikan asumsi-asumsi tersebut, laju inflasi Kepulauan Riau pada
triwulan III-2013 diperkirakan berada dalam kisaran 6,58 7,10% (yoy), mengalami
peningkatan cukup signifikan dibandingkan dengan periode triwulan III-2012 yang tercatat
sebesar 2,40% (yoy).
Perkiraan inflasi pada dua kota di Kepulauan Riau yang menjadi sampel pengukuran
inflasi Nasional oleh BPS, yaitu Kota Batam dan Kota Tanjungpinang terdapat kecenderungan
90
95
100
105
110
115
120
125
130
I II III IV I II III IV I II III*
2011 2012 2013
Pendapatan rumah tangga Pengaruh inflasi thd tingkat konsumsiTingkat konsumsi beberapa komoditi ITK
Sumber: BPS, diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013
56
yang relatif sama khususnya di Kota Batam yang memiliki bobot yang lebih besar terhadap
inflasi Kepri (82%). Laju inflasi kota Batam pada triwulan III-2013 diperkirakan meningkat jika
dibandingkan laju peningkatan tahun sebelumnya, dimana proyeksi tahunan berada pada
kisaran 6,19-6,50% (yoy). Sedangkan, Kota Tanjungpinang pada triwulan II-2013
diperkirakan juga mengalami peningkatan dengan proyeksi inflasi pada kisaran 8,25-8,50%
(yoy).
Grafik 6.2 Laju Inflasi Kota Batam
Grafik 6.3 Laju Inflasi Kota Tanjungpinang
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
Jan
Mar
Mei Ju
l
Sep
No
v
Jan
Mar
Mei Ju
l
Sep
No
v
Jan
Mar
Mei Ju
l
Sep
No
v
Jan
Mar
Mei Ju
l
Sep
No
p
Jan
Mar
2009 2010 2011 2012 2013
year-on-year
month-to -month
year-to-date
-4.00%
-2.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5
2010 2011 2012 2013
year-on-year
month-to -month
year-to-date