KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Utara Periode Mei 2017 dapat selesai disusun...
Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Utara Periode Mei 2017 dapat selesai disusun...
i
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SULAWESI UTARA
MEI 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Soekowardojo : Kepala Perwakilan / Direktur
Buwono Budisantoso : Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi / Deputi Direktur
A.Yusnang : Kepala Divisi SP, PUR, Layanan dan Administrasi / Deputi Direktur
Gunawan : Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan / Asisten Direktur
Lukman Hakim : Kepala Tim PUR dan Operasional SP / Asisten Direktur
Zulham Effendi : Analis / Manajer
Rivo Mandey : Analis / Asisten Manajer
Iona Rombot : Analis / Asisten Manajer
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Jl. 17 Agustus No. 56
Manado 95117
T: 0431 868102 / 868103
F: 0431 866933
Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat:
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/Sulawesi Utara/
atau
Silahkan mengirimkan email ke:
[email protected] dengan subyek “Publikasi KEKR Sulawesi Utara”
serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan
ii
Visi, Misi & Nilai Strategis Bank Indonesia
VISI
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai
strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil
MISI
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap
perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan
aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi
nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang
berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork
Visi & Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Utara
VISI
Menjadi Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang kontributif terhadap perekonomian Sulawesi Utara
yang maju dan penting bagi Indonesia, dengan semangat kerja cerdas, ikhlas, dan tuntas.
MISI
1. Menjalankan fungsi Bank Indonesia di daerah terkait sistem pembayaran dan komunikasi
kebijakan.
2. Memberikan informasi mengenai perekonomian daerah dan respon kebijakan Bank
Indonesia.
3. Menjalankan fungsi advisory dengan baik.
iii
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Utara Periode Mei 2017 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders Bank Indonesia.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan secara periodik setiap
triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara dalam
memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi Sulawesi Utara terkini
serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini dapat menjadi salah satu referensi
atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan kebijakan berbagai pihak terkait.
Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari berbagai
pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat Statistik, pelaku
usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan sumber-sumber lain yang
tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak tersebut, kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang telah terjalin erat selama ini dapat
ditingkatkan di masa yang akan datang.
Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini ataupun
terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan kritikan
dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan datang.
Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat bagi
semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.
Manado, Mei 2017
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI UTARA
ttd
Soekowardojo
Direktur
iv
Daftar Isi
VISI DAN MISI BANK INDONESIA ii KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv DAFTAR GRAFIK v
DAFTAR TABEL vi INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA vii
RINGKASAN EKSEKUTIF 1 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 5
PDRB – Jenis Penggunaan 5 Konsumsi 6
Investasi (PMTB) 8 Ekspor-Impor 10
PDRB – Kinerja Lapangan Usaha 11 Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan 11
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor 12 Konstruksi 12
Transportasi 13 Industri Pengolahan 13
Box I. Ekonomi Sulawesi Utara Triwulan I 2017 Tumbuh Inklusif dan Berkualitas 15 BAB II - KEUANGAN PEMERINTAH 17
Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara 17 Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 18
Alokasi Belanja APBN Di Sulawesi Utara 19 BAB III - PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 20
Evaluasi Realisasi Inflasi Triwulan IV 2016 20 Arah Perkembangan Inflasi Triwulan I 2017 26
Program Pengendalian Dan Tantangan Yang Dihadapi 27 BAB IV - STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 30
Gambaran Umum Perbankan 30 Akses Keuangan Dan UMKM 31
Ketahanan Korporasi 33 Ketahanan Rumah Tangga 35
BAB V - PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 38 Penyelenggaraan Layanan Sistem Pembayaran Nontunai 38
Pengelolaan Uang Tunai 39 BAB VI - KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 41
Ketenagakerjaan 41 Kesejahteraan 42
BAB VII - PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 45 Pertumbuhan Ekonomi 45
Inflasi 46 DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN 47
v
Daftar Grafik
Grafik 1.1. Tren Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Pulau Sulawesi Triwulan I 2017 Grafik 1.3. Kinerja Sektor Pertanian, Curah Hujan dan Nilai Tukar Petani Grafik 1.4. Kredit Konsumsi dan NPL Grafik 1.5. Tabungan dan Deposito Perseorangan Grafik 1.6. Nilai Tukar Petani Grafik 1.7. Penjualan Mobil dan Impor Barang Modal Grafik 1.8. Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit Investasi Grafik 1.9. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Grafik 1.10. Nilai Ekspor dan Harga CNO Grafik 1.11. Nilai Impor Grafik 1.12. Produksi Beras Grafik 1.13. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Bitung Grafik 1.14. Produksi Industri Pengolahan Kelapa Grafik 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara Grafik 2.2. Perkembangan Anggaran Belanja Modal Grafik 3.1. Inflasi Bulanan Grafik 3.2. Inflasi dan Andil Januari 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.3. Inflasi dan Andil Februari 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Maret 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.5. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.2. Perkembangan Indikator Utama Perbankan Grafik 4.3. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.4. Pangsa Kredit UMKM terhadap Total Kredit Grafik 4.5. Pangsa UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara Grafik 4.6. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.7. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.8. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara Grafik 4.9. Perkembangan Harga CNO dan Ekspor Minyak Nabati Sulawesi Utara Grafik 4.10. Lickert Scale Kegiatan Usaha Grafik 4.11. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Korporasi Grafik 4.13. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Lapangan Usaha Dominan Grafik 4.14. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Utara Grafik 4.15. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Ekonomi Saat Ini Grafik 4.16. Persepsi Rumah Tangga terhadap Ekonomi 6 Bulan YAD Grafik 4.17. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Utara Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Grafik 4.19. Komposisi Kredit Konsumsi Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Menurut Jenis Penggunaan Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring SKNBI Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun) Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar) Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Februari (%)
5 5 6 7 7 8 8 9 9 10 11 12 13 14 17 18 20 20 22 24 25 30 31 31 32 32 32 33 33 34 34 34 35 35 35 36 36 36 36 37 37 38 39 40 41
vi
Daftar Tabel
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Tabel 1.2. Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Tabel 1.3. Pangsa Jenis Penggunaan Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha Tabel 1.5. Pangsa Lapangan Usaha Tabel 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara Tabel 2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.3. Perkembangan Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.5. Postur Alokasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Tabel 2.6. Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Triwulan I 2017 Tabel 3.1. Inflasi April 2017 Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (Ribu Jiwa) Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Tabel 6.5. TPT Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi (%) Tabel 6.6. Indikator Keadaaan Kesejahteraan Tabel 6.7. Nilai Tukar Petani
6 6 6 11 11 17 18 18 19 18 19 26 41 42 42 42 42 43 44
vii
Indikator Ekonomi dan Perbankan
Sumber: Bank Indonesia & Badan Pusat Statistik
INDIKATOR 2017I. MAKRO NASIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I
A PDB Nasional (yoy) 4.71 4.67 4.73 5.04 4.79 4.92 5.18 5.02 4.94 5.02 5.01
B Inflasi Nasional (yoy) 6.38 7.26 6.83 3.35 3.35 4.45 3.45 3.07 3.02 3.02 3.61
II. MAKRO REGIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I
A 1. Laju Inflasi (ytd) % (0.40) 2.14 2.23 5.56 5.56 (1.02) (0.71) (0.93) 0.35 0.35 2.51 2. Laju Inflasi (yoy) % 7.99 8.73 9.34 5.56 5.56 4.91 3.67 2.28 0.35 0.35 3.93 3. Laju Inflasi (mtm) % 0.50 0.49 0.62 1.74 1.74 (0.03) 1.06 (0.68) (1.52) (1.52) 0.23 4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 0.59 1.21 2.37 5.93 5.93 (2.51) 3.62 (3.56) 1.69 1.69 0.62 4. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 0.07 0.07 0.67 0.79 0.79 0.11 0.47 0.09 0.46 0.46 (0.19) 5. Inflasi Perumahan (mtm) % 0.44 0.05 0.08 0.40 0.40 (0.18) 0.42 0.17 0.96 0.96 0.36 6. Inflasi Sandang (mtm) % (0.12) 0.36 0.07 0.38 0.38 0.14 0.32 0.03 0.52 0.52 0.20 7. Inflasi Kesehatan (mtm) % 0.27 0.17 0.13 0.30 0.30 - 0.41 0.26 0.21 0.21 0.92 8. Inflasi Pendidikan (mtm) % 0.31 0.27 - 0.35 0.35 0.05 0.03 0.05 0.14 0.14 0.06 9. Inflasi Transportasi (mtm) % 1.28 0.94 (0.28) 0.29 0.29 (1.50) (0.18) 0.57 1.91 1.91 (0.29)
B PDRB Penggunaan 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.49 6.17 6.43 - Konsumsi Rumah Tangga 6.26 6.06 6.72 6.69 6.44 6.82 6.93 5.84 5.52 6.27 4.28 - Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (11.86) (1.55) 5.65 9.75 0.25 5.57 5.45 5.60 2.67 4.76 6.24 - Konsumsi Pemerintah 7.19 7.80 10.96 13.00 9.94 8.94 11.37 (1.50) (6.55) 2.32 2.72 - Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.56 6.61 12.86 12.37 9.08 9.96 9.86 6.34 1.62 6.29 4.61 - Perubahan Persediaan (72.36) (77.23) (62.90) 22.94 (63.28) (136.10) (35.44) (34.43) (34.79) (55.37) (266.04) - Ekspor Luar Negeri (3.15) (13.86) (9.52) (21.34) (11.70) (20.07) (12.86) (2.80) 53.37 0.14 16.83 - Impor Luar Negeri 1.64 (25.08) 3.54 16.45 (0.88) 16.01 126.75 18.79 (14.15) 28.53 (32.19) - Net Ekspor Antardaerah (8.21) (9.23) 8.49 7.27 (1.38) (9.44) (16.26) (11.50) 12.41 (7.48) 11.85
C PDRB Sektoral 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.49 6.17 6.43
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.27 4.43 2.83 0.66 2.95 0.90 2.11 4.08 5.72 3.67 5.38
Pertambangan dan Penggalian 12.40 8.35 7.48 5.30 8.17 3.56 0.81 0.81 3.85 4.42 9.45
Industri Pengolahan 4.57 3.67 0.83 1.80 2.65 2.68 (1.23) 1.82 1.45 1.11 6.53
Pengadaan Listrik dan Gas 31.93 4.35 2.99 (5.05) 6.76 8.10 30.18 27.07 2.43 17.52 2.22
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 8.15 8.29 (0.87) (4.90) 2.42 0.17 1.44 6.31 4.47 3.07 1.82
Konstruksi 7.12 7.53 11.25 11.48 9.49 9.88 9.86 6.23 5.76 6.89 5.45
Perdagangan Besar dan Eceran 6.09 5.49 5.44 6.65 5.93 6.53 7.91 7.23 4.76 6.05 5.41
Transportasi dan Pergudangan 8.78 7.99 7.06 5.47 7.25 7.83 8.47 9.94 10.14 9.24 7.61
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.62 7.50 9.10 11.35 8.52 11.56 8.49 17.80 13.69 12.69 5.94
Informasi dan Komunikasi 8.20 9.23 8.75 9.52 8.95 8.24 8.94 9.86 9.03 9.20 9.40
Jasa Keuangan dan Asuransi 6.79 2.58 10.26 (3.32) 3.91 12.41 21.09 14.82 28.36 19.16 7.67
Real Estate 7.56 7.14 7.21 7.76 7.42 7.00 6.90 7.31 7.03 7.08 8.87
Jasa Perusahaan 8.14 8.26 8.40 6.29 7.73 6.36 6.36 6.86 9.16 6.87 8.34
Adm.i Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 8.37 9.24 8.74 9.47 8.99 8.07 8.76 1.47 2.03 4.72 3.89
Jasa Pendidikan 2.62 5.81 9.69 9.98 7.08 7.98 7.48 1.34 7.87 6.21 5.80
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.46 9.35 9.16 8.36 7.88 7.10 6.82 9.89 8.80 8.02 8.71
Jasa lainnya 6.17 7.42 8.77 7.75 7.56 7.34 7.87 9.94 9.23 8.64 9.12
II. MONETER TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I
Policy Rate (%)* 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 6.75 6.50 4.75 4.75 4.75 4.75
Kurs (Rp/USD - posisi akhir) 13,084 13,313 13,854 13,726 13,494 13,527 13,317 12,998 13,436 13,320 13,348
III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I
1. Ekspor (ribu USD) 217,525 237,181 185,865 169,770 810,342 206,702 248,194 181,715 212,142 848,753 228,415
2. Impor (ribu USD) 17,027 10,714 8,916 26,115 62,772 36,186 49,050 11,057 27,976 124,269 37,411
IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I
A. Jumlah Bank 46 46 46 46 46 46 46 47 48 48 48
1. Bank Umum 24 24 24 24 24 28 28 29 29 29 29
1.1. Bank Pemerintah 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
1.2. Bank Swasta (non Syariah) 18 18 18 18 18 18 18 19 20 20 20
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
3. Bank Syariah 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 347 350 345 342 342 340 340 342 348 348 349
1. Bank Umum 292 295 290 289 289 285 285 287 293 293 294
1.1. Konvensional 276 279 275 275 275 272 273 274 280 280 281
1.2. Syariah 16 16 15 14 14 13 12 13 13 13 13
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55
2.1. Konvensional 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55
2.2. Syariah - - - - - - - - - - -
C. Total Asset (Rp miliar) 35,839 37,037 38,383 37,196 37,195 39,637 40,521 40,593 40,095 40,095 41,820
1. Bank Umum (non syariah) 34,381 35,566 36,932 35,721 35,721 38,135 39,033 39,085 38,561 38,561 40,253
2. BPR 973 977 983 1,004 1,004 1,069 1,058 1,100 1,100 1,100 1,131
3. Bank Syariah 485 494 468 470 470 433 430 408 434 434 437
Keterangan :
* Menggunakan BI-7 day (Reverse) Repo Rate sejak 19 Agustus 2016
** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
20162015
viii
Indikator Ekonomi dan Perbankan
Sumber: Bank Indonesia & Badan Pusat Statistik
INDIKATOR 2017
IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I
D. Indikator Kinerja Bank Umum
1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 20,368 21,096 21,848 21,482 21,482 21,537 21,860 21,229 21,215 21,215 21,508
1.1. Giro 3,855 4,292 4,485 4,436 4,436 5,017 4,049 4,017 3,147 3,147 4,083
1.2. Deposito 7,752 8,022 8,242 6,485 6,485 7,071 7,352 7,011 6,879 6,879 7,283
1.3. Tabungan 8,762 8,782 9,121 10,562 10,562 9,448 10,458 10,201 11,189 11,189 10,142
2. Kredit (Rp miliar) 27,079 28,652 30,036 30,273 30,273 29,630 30,714 30,824 31,440 31,440 32,020
2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan
- Modal Kerja 7,309 7,538 7,546 7,564 7,564 7,704 8,156 8,111 8,090 8,090 8,192
- Investasi 3,022 3,743 4,542 4,265 4,265 4,143 4,380 4,342 4,383 4,383 4,590
- Konsumsi 16,067 16,209 17,248 17,739 17,739 17,782 18,178 18,371 18,967 18,967 19,238
2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi
Pertanian, Kehutanan & Perikanan 480 506 510 545 545 539 569 561 609 609 611
Pertambangan & Penggalian 38 733 1,594 1,317 1,317 1,222 1,360 1,280 1,247 1,247 1,515
Industri Pengolahan 763 795 720 733 733 714 717 701 720 720 726
Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es 2 4 9 12 12 17 19 22 45 45 47
Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang 5 5 5 5 5 5 7 8 7 7 7
Konstruksi 724 839 900 807 807 751 975 1,086 954 954 978
Perdagangan Besar & Eceran 6,075 6,230 6,228 6,549 6,549 6,708 6,956 6,937 6,948 6,948 6,952
Transportasi & Pergudangan 303 329 279 350 350 346 342 345 444 444 456
Penyediaan Akomodasi & Makan Minum 417 457 473 430 430 448 544 560 579 579 572
Informasi & Komunikasi 4 6 5 4 4 4 4 1 1 1 9
Jasa Keuangan & Asuransi 78 85 74 57 57 53 42 38 34 34 25
Real Estate 340 342 345 355 355 356 340 330 319 319 298
Jasa Perusahaan 235 228 223 225 225 276 275 206 171 171 168
Adm.i Pemerintah, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3
Jasa Pendidikan 42 39 37 35 35 39 36 33 36 36 37
Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 35 37 35 39 39 37 36 35 35 35 34
Jasa Lainnya 579 643 463 420 420 330 311 306 317 317 341
Lain-lain 15,808 16,209 16,988 18,386 18,386 17,782 18,178 18,373 18,970 18,970 19,242
2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 7,472 7,446 7,228 7,430 7,430 7,612 7,828 8,079 8,262 8,262 8,151
2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 128.12 131.00 132.73 135.73 135.73 137.57 140.50 145.20 148.20 148.20 148.88
2.5. Non Performing Loan (NPL)
- Nominal (Rp miliar) 894 988 996 984 984 1,072 1,142 1,186 1,070 1,070 1,222
- Rasio (%) 3.39 3.45 3.32 3.33 3.33 3.62 3.72 3.85 3.40 3.40 3.82
V. SISTEM PEMBAYARAN TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I
1. Kas (Rp miliar)
- Inflow 2,303 1,077 1,814 1,099 6,293 2,500 1,025 2,451 1,289 7,265 2,403
- Outflow 670 1,391 2,375 2,772 7,208 707 2,464 1,791 2,789 7,752 7,651
2. Kliring
- Volume Kliring (Lembar) 90,235 91,718 92,357 99,513 373,823 102,698 100,895 82,472 84,940 371,005 73,286
- Nominal Kliring (Rp Miliar) 2,668 2,345 2,447 2,817 10,277 2,973 2,609 2,242 2,321 10,145 2,042
- Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) 1,477 1,558 1,490 1,659 1,546 1,679 1,576 1,375 1,348 1,495 1,145
- Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) 44 40 39 47 43 49 41 37 37 41 32
- Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) 2.10 2.37 2.65 2.86 2.49 3.15 2.47 2.74 2.81 2.79 2.80
- Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) 1.87 2.59 2.91 3.48 2.71 3.08 2.87 2.52 4.25 3.18 3.30
Keterangan :
** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
20162015
1
Ringkasan Eksekutif Kinerja perekonomian Provinsi Sulawesi Utara tumbuh tinggi, meski sedikit melambat... Anggaran pendapatan dan belanja APBD Sulawesi Utara tahun 2016 meningkat dibanding tahun sebelumnya...
Perkembangan Ekonomi Makro Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara triwulan I 2017 cukup tinggi yakni sebesar 6,43% (yoy), meskipun sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (6,49%). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara sepanjang 5 tahun terakhir, juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional, namun masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi Pulau Sulawesi. Berdasarkan sisi penggunaannya, konsumsi secara keseluruhan masih kuat terutama didukung konsumsi pemerintah dan konsumsi lembaga nonprofit rumah tangga (LNPRT). Sementara itu, investasi jauh meningkat. Kinerja ekspor luar negeri tidak sekuat triwulan sebelumnya meskipun ekspor LN masih menjadi penopang utama pertumbuhan pada triwulan I 2017. Berdasarkan sisi sektoralnya, sektor pertanian dan konstruksi tumbuh tinggi meskipun sedikit melambat, sementara sektor perdagangan dan industri pengolahan tumbuh meningkat. Di sisi lain, sektor transportasi tumbuh melambat cukup dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Memasuki triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan sedikit meningkat dalam kisaran 6,3–6,7% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017 didorong oleh meningkatnya daya beli dan konsumsi masyarakat seiring dengan membaiknya sumber penghasilan dari sektor pertanian dan penerimaan Tunjangan Hari Raya (THR) dalam rangka perayaan hari raya Idul Fitri. Sementara itu, konsumsi pemerintah dan investasi swasta juga diperkirakan meningkat pada triwulan II 2017. Kinerja perdagangan luar negeri atau ekspor Sulawesi Utara akan didorong oleh perbaikan konsumsi negara mitra dagang dan membaiknya pasokan bahan baku industri.
Keuangan Pemerintah Anggaran pendapatan APBD Sulawesi Utara tahun 2017 meningkat dibanding tahun sebelumnya yang didorong oleh naiknya pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan transfer dari pemerintah pusat. Meskipun anggaran pendapatan khususnya PAD meningkat, namun rasio kemandirian pendapatan Sulawesi Utara tahun 2017 rendah, bahkan mengalami penurunan dibandingkan sejak tahun 2015. Pada triwulan I 2017, realisasi anggaran pendapatan Sulawesi Utara cukup baik yakni sebesar 27%, lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan I 2015 dan triwulan I 2016. Dari sisi belanja, anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun 2017 juga meningkat dibanding tahun sebelumnya yang terutama didorong oleh peningkatan anggaran belanja non-modal. Sementara itu, belanja modal mengalami penurunan. Selain mengalami penurunan, porsi belanja modal juga lebih kecil dibanding belanja non modal. Dalam hal penyerapannya, pada triwulan I 2017, anggaran belanja terealisasi sebesar 12,95%. Di sisi lain, alokasi APBN di Sulawesi Utara juga mengalami peningkatan anggaran belanja sebesar 1,81%. Namun demikian, peningkatan hanya terjadi pada pos belanja pegawai, sedangkan belanja barang, belanja modal dan belanja bantuan sosial mengalami penurunan. Pada triwulan I 2017, penyerapan anggaran belanja APBN di Sulawesi Utara tercatat sebesar 11,84% terutama didorong oleh realisasi belanja pegawai.
2
Inflasi tahunan Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya... Kondisi stabilitas keuangan daerah di Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 relatif masih terjaga...
Perkembangan Inflasi Daerah Secara bulanan di triwulan I 2017, angka Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Januari dan Februari mencatat inflasi yang cukup tinggi yakni berturut-turut sebesar 1,10% (mtm) dan 1,16% (mtm), kemudian menurun pada bulan Maret menjadi 0,23% (mtm). Pada triwulan I 2017, inflasi Sulawesi Utara tercatat sebesar 3,93% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (0,35%). Meski meningkat, inflasi Sulawesi Utara triwulan I 2017 berada di bawah target inflasi tahun 2017 yakni 4%±1% (yoy). Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan pada triwulan I 2017 disumbang oleh inflasi kelompok core sebesar 1,37%, kelompok VF sebesar 1,34%, dan kelompok AP sebesar 1,22%. Memasuki awal triwulan II 2017, IHK bulan April 2017 tercatat deflasi sebesar 0,02% (mtm), namun secara tahunan tercatat sebesar 4,83% (yoy) yang meningkat dibandingkan bulan Maret 2017. Meski inflasi tahunan meningkat, namun masih berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 yakni 4±1% (yoy). Berdasarkan disagregasinya, IHK bulanan April 2017 yang tercatat deflasi terutama disumbang oleh deflasi kelompok VF dan core. Sementara itu, kelompok AP mencatat inflasi pada bulan April 2017. Melihat realisasi inflasi April dan perkiraan inflasi pada Mei dan Juni, Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada triwulan II 2017 sebesar 4,50% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi pada triwulan sebelumnya (3,93% yoy). Naiknya inflasi tersebut secara bulanan terutama didorong oleh inflasi pada bulan Juni. Berbagai upaya dilakukan oleh TPID Sulawesi Utara untuk mencapai sasaran inflasi. Di awal tahun 2017, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Utara telah melaksanakan High Level Meeting (HLM) perdana pada 25 Januari 2017 dengan agenda utama menyelaraskan upaya pengendalian inflasi tahun 2017. Selanjutnya, pada Februari 2017, upaya pengendalian inflasi semakin ditingkatkan baik di level Provinsi maupun Kab/Kota. Pada bulan Maret 2017, koordinasi pengendalian inflasi terus diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan rencana antisipasi terhadap risiko kenaikan harga volatile food menjelang Lebaran dan Natal serta Tahun Baru.
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Kondisi stabilitas keuangan daerah di Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 relatif masih terjaga. Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih relatif baik seiring dengan berkurangnya tekanan dan potensi risiko pada kedua sektor tersebut. Ketahanan sektor korporasi ditopang oleh permintaan negara mitra dagang yang relatif stabil, peningkatan harga CNO dan perbaikan kondisi bahan baku meski pada level yang masih relatif terbatas untuk industri pengolahan. Disisi lain, kondisi sektor rumah tangga yang salah satunya tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKE) masih berada pada level yang optimis (di atas 100) meski menurun dari periode sebelumnya. Penurunan IKE sejalan dengan melambatnya pertumbuhan konsumsi RT pada triwulan I 2017 yang mengikuti pola historisnya. Di sisi perkembangan indikator utama perbankan menunjukkan perbaikan. Tekanan terhadap pertumbuhan DPK mereda meski masih mencatatkan pertumbuhan negatif disertai dengan akselerasi pertumbuhan kredit. DPK pada triwulan I 2017 tercatat tumbuh -0,14% (yoy) membaik dari -1,88% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Dari sisi pembiayaan, kredit tumbuh 8,06% (yoy) meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,32% (yoy). Peningkatan penyaluran kredit ditengah pertumbuhan negatif DPK menyebabkan Rasio LDR menunjukkan peningkatan menjadi
3
Pada triwulan I 2017, nilai nominal transaksi pembayaran baik non tunai maupun tunai menunjukkan penurunan... Kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat
148,8% dari 148,2% pada triwulan sebelumnya, namun demikian rasio NPL menunjukkan peningkatan menjadi 3,82% yang menunjukkan menurunnya kualitas kredit yang disalurkan. Meski kredit secara agregat meningkat, penyaluran pembiayaan ke sektor UMKM masih relatif terbatas dimana pangsa kredit UMKM yang disalurkan hanya sebesar 25,4% dibandingkan pangsa unit usaha UMKM terhadap total unit usaha di Sulawesi Utara yang mencapai 98,67%. Laju pertumbuhan kredit UMKM tercatat mengalami perlambatan, dari yang semula tumbuh sebesar 9,03% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 7,08% pada triwulan I 2017. NPL Kredit UMKM yang telah melewati threshold (>5%) sebesar 5,87% diindikasi menjadi salah satu faktor yang membuat preferensi bank menyalurkan kreditnya ke sektor lain yang dinilai lebih aman. Disisi lain, indikator akses keuangan Sulawesi Utara secara keseluruhan terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, namun demikian dari sisi penyaluran pembiayaan menunjukkan penurunan. Untuk mendorong peningkatan akses masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan jasa keuangan guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, Bank Indonesia telah melakukan berbagai bentuk langkah dan upaya diantaranya mendorong ekspansi agen LKD, sosialisasi dan edukasi akses keuangan, penciptaan aplikasi SIAPIK dan diseminasi penelitian KPJU.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah di Sulawesi Utara dan Gorontalo Pada triwulan I 2017, nilai nominal transaksi pembayaran baik non tunai menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, adapun transaksi tunai mencatatkan net inflow sesuai dengan tren historisnya. Transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan penurunan sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017. Secara pertumbuhan, perlambatan transaksi SKNBI masih berlanjut yang merupakan dampak dari switching referensi masyarakat untuk menggunakan RTGS dalam bertransaksi akibat perubahan batas bawah nilai transaksi RTGS. Sementara itu, kebutuhan uang kartal di Sulawesi Utara juga mengalami penurunan sejalan dengan meredanya permintaan masyarakat akan uang kartal disebabkan aktivitas perekonomian yang juga mulai mereda memasuki awal tahun. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai, Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan dan menyempurnakan kebijakan dan kegiatan penyelenggaraan sistem pembayaran nontunai serta pengelolaan uang tunai Rupiah Bank Indonesia telah menyusun Roadmap Elektronifikasi untuk tahun 2017-2019 yang akan menjadi panduan dalam implementasi elektronifikasi transaksi keuangan di wilayah Sulawesi Utara, melakukan pemantauan kepatuhan KPWD melalui analisis laporan berkala setiap bulan secara off-site serta pemeriksaan on-site, dan perumusan strategi penertiban KUPVA BB tidak berizin. Disamping itu, untuk mewujudkan ketersediaan Uang Rupiah dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai, dan kondisi yang layak edar, pada tahun Bank Indonesia berencana untuk membuka 3 (tiga) titik layanan kas titipan baru di Kab .Kep. Talaud, Kab. Kep. Sitaro, dan Kota Bitung.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami perbaikan pada periode Februari 2017. Perbaikan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tersebut tercermin dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada periode Februari 2017 yang sebesar 6,12%, menurun dari tahun sebelumnya yang berada di level 6,18%. Jumlah tenaga kerja meningkat baik secara pertumbuhan maupun jumlah jiwanya dibandingkan jumlah peningkatan
4
Sulawesi Utara meningkat... Baik perekonomian maupun inflasi Sulawesi Utara, diperkirakan meningkat pada triwulan III 2017...
angkatan kerja. Kondisi tersebut menyebabkan TPT mengalami penurunan yang cukup dalam. Berdasarkan lapangan usahanya, penurunan tingkat pengangguran ditopang oleh penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian dan industri. Sejalan dengan keadaan ketenagakerjaan, kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara meningkat yang tercermin dari penurunan tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara menurun dari 8,98% menjadi 8,20% pada data terakhir bulan September tahun 2016. Selain dampak dari pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang rendah, meningkatnya kesejahteraan masyarakat juga didukung oleh program pengentasan kemiskinan pemerintah daerah “ODSK”1 menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.
Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan msaih berada pada kisaran 6,3-6,7% (yoy), namun dengan kecenderungan mendekati batas atas sehingga diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan II 2017. Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh peningkatan seluruh komponen utama sisi penggunaan yakni konsumsi, investasi dan ekspor. Dari sisi lapangan usaha, faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara bersumber dari 4 sektor utama yakni pertanian, perdagangan, konstruksi dan industri pengolahan, sedangkan sektor transportasi cenderung melambat. Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun 2017, perekonomian Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh sebesar 6,1-6,5% (yoy) dengan kecenderungan mendekati batas atas. Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2016. Di sisi lain, tekanan inflasi Sulawesi Utara diperkirakan sedikit meningkat pada triwulan III 2017 dibandingkan triwulan II 2017, namun demikian masih berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi secara tahunan diperkirakan sebesar 4,7%-5,1% (yoy) pada triwulan III 2017. Secara bulanan, inflasi terjadi di bulan Juli dan Agustus, sedangkan pada bulan September diperkirakan mengalami deflasi. Namun demikian terdapat beberapa risiko yang berpotensi menyebabkan inflasi lebih tinggi dari perkiraan.
1 Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan (Program Gubernur Olly Dondokambey dan Wagub Steven Kandouw)
5
Bab I.
Perkembangan Ekonomi Makro
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara
triwulan I 2017 cukup tinggi yakni sebesar
6,43% (yoy), meskipun sedikit melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
(6,49%). Angka pertumbuhan ini berada di atas
rata-rata pertumbuhan selama 5 tahun
terakhir yakni sebesar 6,37% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara juga
tercatat lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat
5,01% (yoy) pada triwulan I 2017. Namun
demikian, apabila dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi seluruh provinsi di
Pulau Sulawesi, pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Utara berada di bawah pertumbuhan
ekonomi Pulau Sulawesi triwulan I 2017 (6,87%
yoy). Hanya Provinsi Sulawesi Tengah saja yang
pertumbuhan ekonominya (3,91% yoy) berada
di bawah pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Utara pada triwulan I 2017.
Memasuki triwulan II 2017, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan sedikit
meningkat dalam kisaran 6,3 – 6,7% (yoy).
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada
triwulan II 2017 didorong oleh meningkatnya
daya beli dan konsumsi masyarakat seiring
dengan membaiknya sumber penghasilan dari
sektor pertanian dan penerimaan Tunjangan
Hari Raya (THR) dalam rangka perayaan hari
raya Idul Fitri. Sementara itu, konsumsi
pemerintah dan investasi swasta juga
diperkirakan meningkat pada triwulan II 2017.
Kinerja perdagangan luar negeri atau ekspor
Sulawesi Utara akan didorong oleh perbaikan
konsumsi negara mitra dagang dan
membaiknya pasokan bahan baku industri.
Grafik 1.1. Tren Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara
Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Pulau Sulawesi Triwulan I 2017
1.1. PDRB - JENIS PENGGUNAAN
Berdasarkan sisi penggunaan, konsumsi
secara keseluruhan masih kuat terutama
didukung konsumsi pemerintah dan konsumsi
lembaga nonprofit rumah tangga (LNPRT).
Sementara itu, investasi jauh meningkat.
Kinerja ekspor luar negeri tidak sekuat
triwulan sebelumnya meskipun ekspor LN
masih menjadi penopang utama
pertumbuhan pada triwulan I 2017. Setelah
ekspor LN, kontribusi pertumbuhan berikutnya
disumbang oleh konsumsi rumah Tangga (RT).
Melihat pangsanya, struktur ekonomi Sulawesi
Utara didominasi oleh konsumsi RT dan
investasi.
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoy
Sumber: BPS
8.39
7.52 7.38 7.27 6.87
6.43
5.01
3.91
SulawesiTenggara
SulawesiSelatan
SulawesiBarat
Gorontalo PulauSulawesi
SulawesiUtara
Nasional SulawesiTengah
% yoy
Sumber: BPS
6
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 1.2. Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 1.3. Pangsa Jenis Penggunaan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Memasuki triwulan II 2017, lima komponen
utama pengeluaran diperkirakan tumbuh
meningkat dibanding triwulan I 2017. Kinerja
ekspor LN diperkirakan masih akan mencatat
pertumbuhan tertinggi dan memberikan
kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan
ekonomi triwulan II 2017.
1.1.1. Konsumsi
Konsumsi Sulawesi Utara pada triwulan I 2017
tumbuh meningkat yakni sebesar 3,94% (yoy)
dibanding triwulan sebelumnya (2,01%),
terutama didukung oleh konsumsi
pemerintah dan lembaga nonprofit rumah
tangga (LNPRT). Namun, pertumbuhan
tersebut masih jauh di bawah rata-rata
pertumbuhan konsumsi selama 5 tahun
terakhir yang tercatat sebesar 6,22% (yoy).
Berdasarkan penggunanya, konsumsi rumah
tangga pada triwulan I 2017 mencatat
pertumbuhan yang melambat dibanding
triwulan sebelumnya. Perlambatan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga terjadi
sejak triwulan III 2016 hingga triwulan I 2017.
Adapun, pertumbuhan dan kontribusi
konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2017
merupakan yang terendah sepanjang rata-rata
5 tahun terakhir (6,05% yoy).
Perlambatan konsumsi rumah tangga salah
satunya disebabkan oleh menurunnya kinerja
sektor pertanian pada triwulan I 2017
dibanding triwulan sebelumnya. Penurunan
kinerja sektor pertanian tidak terlepas dari
pengaruh tingginya curah hujan pada triwulan
I 2017. Masa panen beras pada triwulan I 2017
tidak mampu memberikan dampak yang kuat
bagi peningkatan daya beli dan konsumsi
petani. Selain itu, harga jual beberapa
komoditas pertanian seperti cengkih dan pala
juga mengalami penurunan. Kondisi tersebut
menyebabkan daya beli masyarakat cenderung
melambat atau tidak sekuat triwulan
sebelumnya.
Grafik 1.3. Kinerja Sektor Pertanian dan Tingkat Curah Hujan
Selain menurunnya sumber pendapatan
sendiri, penurunan konsumsi juga
terkonfirmasi dari sumber lainnya yaitu
perkembangan kredit konsumsi yang
mengalami perlambatan. Kredit konsumsi
tumbuh sebesar 6,79% (yoy) pada triwulan I
2017, melambat dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya yakni 7,38%. Perlambatan atau
penurunan pertumbuhan kredit terjadi pada
kredit kendaraan bermotor (KKB), kredit
2015 2017
Total III IV Total I
Konsumsi Rumah Tangga 6.37 5.96 5.52 6.27 4.28
Konsumsi LNPRT 0.25 5.60 2.67 4.76 6.24
Konsumsi Pemerintah 9.94 (1.50) (6.55) 2.32 2.72
Investasi (PMTB) 9.52 5.86 1.62 6.29 4.61
Perubahan Inventori (63.28) (34.43) (34.79) (55.37) (266.04)
Ekspor (11.70) (2.80) 53.37 0.14 16.83
Impor (0.88) 18.79 (14.15) 28.53 (32.19)
Net Ekspor Antarprovinsi (0.74) (12.10) 12.41 (7.48) 11.85
Total 6.12 6.01 6.49 6.17 6.43
Jenis Penggunaan (% yoy)2016
2015 2017
Total III IV Total I
Konsumsi Rumah Tangga 3.05 2.83 2.57 3.00 2.15
Konsumsi LNPRT 0.01 0.11 0.05 0.10 0.13
Konsumsi Pemerintah 1.79 (0.27) (1.26) 0.40 0.49
Investasi (PMTB) 3.52 2.17 0.64 2.33 1.69
Perubahan Inventori (0.02) (0.01) (0.01) (0.01) 0.02
Ekspor (1.82) (0.44) 5.67 0.02 2.34
Impor (0.03) 0.49 (0.55) 1.16 (1.52)
Net Ekspor Antarprovinsi 0.13 2.12 (1.72) 1.11 (1.92)
Total 6.12 6.01 6.49 6.17 6.43
Jenis Penggunaan (%)2016
2015 2017
Total III IV Total I
Konsumsi Rumah Tangga 45.80 44.94 43.97 45.33 46.49
Konsumsi LNPRT 1.96 1.99 1.98 2.00 2.11
Konsumsi Pemerintah 17.79 16.66 16.83 17.32 17.17
Investasi (PMTB) 34.03 34.00 34.41 34.16 32.79
Perubahan Inventori 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01
Ekspor 14.56 14.26 15.32 14.40 16.38
Impor 3.07 2.74 3.10 3.68 3.08
Net Ekspor Antarprovinsi (11.09) (9.13) (9.43) (9.54) (11.88)
Jenis Penggunaan (%)2016
0
100
200
300
400
500
600
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Indeks% yoy
Sumber: BPS & BMKG
Kinerja Pertanian Curah Hujan (rhs)
7
perlengkapan dan kredit multiguna.
Sementara itu, hanya kredit pemilikan rumah
(KPR) yang tumbuh meningkat sebagai dampak
relaksasi aturan Loan To Value (LTV) pada
Agustus 2016. Perlambatan kredit konsumsi
juga tidak terlepas dari pengaruh
perkembangan kualitas kredit yang cenderung
menurun. Rasio non performing loan (NPL)
pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 2,56%,
naik dari 2,33% pada triwulan sebelumnya.
Berdasarkan diskusi dengan kantor pusat
beberapa perbankan umum, penyaluran kredit
baru masih relatif sulit sehingga strategi
perbankan dalam penyaluran kredit lebih
menyasar nasabah existing, daripada mencari
nasabah baru.
Grafik 1.4. Kredit Konsumsi dan NPL
Sementara itu, perlambatan tabungan
perseorangan dan penurunan deposito
perseorangan semakin menyimpulkan
perlambatan konsumsi rumah tangga
disebabkan oleh daya beli masyarakat yang
melambat. Tabungan perseorangan triwulan I
2017 tumbuh 5,36% (yoy), melambat dari
triwulan sebelumnya (6,62%). Sementara itu,
deposito perseorangan terkontraksi sebesar
1,27% (yoy). Hal tersebut mengkonfirmasi
terbatasnya pendapatan masyarakat pada
triwulan I 2017 seiring dengan turunnya kinerja
sektor pertanian. Adapun jumlah tabungan
perseorangan pada triwulan I 2017 yaitu
sebesar Rp9,21 triliun, dan jumlah deposito
perseorangan sebesar Rp5,37 triliun.
Grafik 1.5. Tabungan dan Deposito Perseorangan
Selain pendapatan yang terbatas, beberapa
kebijakan dan perkembangan inflasi pun
menjadi faktor penahan daya beli
masyarakat. Faktor-faktor tersebut antara lain
penyesuaian subsidi tarif tenaga listrik 900 VA
bagi pelanggan mampu, kenaikan cukai rokok,
kenaikan biaya perpanjangan Surat Tanda
Nomor Kendaraan (STNK), dan sedikit kenaikan
harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada bulan
Januari 2017. Faktor-faktor tersebut
mendorong inflasi yang cukup tinggi pada
triwulan I 2017 (3,93% yoy) dibanding dengan
triwulan sebelumnya (0,35%), sehingga
memengaruhi daya beli masyarakat.
Fenomena melambatnya konsumsi rumah
tangga terkonfirmasi juga dari perkembangan
Nilai Tukar Petani (NTP) yang menunjukkan
tingkat kesejahteraan petani. Rata-rata NTP
pada triwulan I 2017 sebesar 92,33, lebih
rendah dari NTP pada triwulan sebelumnya
(94,31). Secara tahunan, NTP pada triwulan I
2017 terkontraksi cukup dalam yakni sebesar
5,14% (yoy), lebih tinggi dari kontraksi pada
triwulan sebelumnya (2,51%). Penurunan NTP
disebabkan baik oleh penurunan indeks harga
yang diterima petani maupun naiknya indeks
harga yang dibayar petani. Rata-rata indeks
harga yang diterima petani pada triwulan I
2017 sebesar 116,39, turun dari 117,04 pada
triwulan sebelumnya. Sementara itu, indeks
harga yang dibayar petani meningkat dari
menjadi 126,06 pada triwulan I 2017 dari
124,11 pada triwulan sebelumnya. Secara
tahunan, rata-rata indeks harga yang diterima
petani triwulan I 2017 turun sebesar 2,91%
(yoy), sedangkan rata-rata indeks harga yang
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%% yoy
Sumber: Bank Indonesia
Kredit Konsumsi NPL Kredit Konsumsi (rhs)
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoy
Sumber: Bank Indonesia
Tabungan Deposito
8
dibayar petani meningkat sebesar 2,35%.
Sebagai informasi, sejak Agustus 2013 NTP
Sulawesi Utara secara konsisten berada di
bawah level sejahtera yaitu 100.
Grafik 1.6. NTP
Adapun hasil liaison dan beberapa indikator
lainnya juga mencerminkan perlambatan
pertumbuhan konsumsi RT. Berdasarkan hasil
liaison kepada beberapa perusahaan yang
mewakili sektor-sektor utama Sulawesi Utara,
likert scale permintaan agregat mengalami
perlambatan pertumbuhan. Selain itu,
penjualan mobil salah satu pelaku usaha di
Sulawesi Utara mengalami penurunan, setelah
tumbuh meningkat pada triwulan sebelumnya.
Dari data Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB)
Manado, jumlah kendaraan bermotor di
Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 tercatat
sebanyak 804.407 atau tumbuh sebesar 5,37%
(yoy), melambat dari 5,93% pada triwulan
sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan
konsumsi RT tercermin juga dari impor barang
konsumsi yang kembali terkontraksi yakni
sebesar 99,81% (yoy), lebih dalam dari
kontraksi pada triwulan sebelumnya yakni
99,47%.
Grafik 1.7. Penjualan Mobil dan Impor Barang Modal
Di sisi lain, total konsumsi didukung oleh
peningkatan pertumbuhan konsumsi
pemerintah dan konsumsi LNPRT.
Peningkatan pertumbuhan konsumsi
pemerintah pada triwulan I 2017 dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya lebih disebabkan
oleh kontraksi pada triwulan sebelumnya,
sehingga pertumbuhan pada triwulan I 2017
tercatat lebih tinggi. Namun demikian,
pertumbuhan konsumsi pemerintah pada
triwulan I 2017 tersebut masih lebih rendah
dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu.
Sementara itu, konsumsi LNPRT tumbuh
meningkat didorong oleh penyelenggaraan
Pilkada serentak dimana ada 2 daerah di Sulut
yang melaksanakan yaitu Kabupaten Bolaang
Mongondow dan Kabupaten Kepulauan
Sangihe.
Memasuki triwulan II 2017, pengeluaran
konsumsi diperkirakan mengalami
peningkatan pertumbuhan yang didorong
oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi
pemerintah. Konsumsi rumah tangga
diperkirakan tumbuh meningkat terutama
didorong oleh perayaan hari raya Idul Fitri,
kemudian kinerja sektor pertanian seiring
dengan membaiknya kondisi cuaca dan
penyelenggaran beberapa kegiatan MICE
seperti Paskah Nasional, Manado Easter Show,
Pawai Obor/Taptu Isra’ Mi’Raj, Manado
Cantante International Choir Festival dan
Manado Investment Forum Sellers and Buyers,
Festival Ramadhan dan Festival Takbiran. Laju
konsumsi masih akan terpengaruh oleh
lanjutan penyesuaian subsidi tarif listrik 900
VA, meskipun tidak sekuat triwulan I 2017.
Sementara itu, konsumsi pemerintah
diperkirakan meningkat sesuai dengan pola
pengeluaran pemerintah yang semakin
meningkat memasuki triwulan II seiring
dengan pembangunan proyek-proyek
infrastruktur dan penyaluran Tunjangan Hari
Raya (THR).
1.1.2. Investasi (PMTB)
Investasi atau pembentukan modal tetap
domestik bruto (PMTB) tumbuh meningkat
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
88
90
92
94
96
98
100
102
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
%Indeks
Sumber: BPS
NTP Growth (rhs)
-200
300
800
1,300
1,800
2,300
2,800
3,300
3,800
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoy% yoy
Sumber: Pelaku Usaha & Dirjen Bea Cukai
Penjualan Mobil Impor Barang Modal (rhs)
9
cukup tinggi pada triwulan I 2017
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Investasi tumbuh sebesar 4,61% (yoy), lebih
tinggi dari 1,62% pada triwulan sebelumnya.
Namun, meningkatnya investasi pada triwulan
I 2017 lebih disebabkan oleh pertumbuhan
pada triwulan sebelumnya yang relatif rendah,
sehingga angka pertumbuhan pada triwulan I
2017 tercatat lebih tinggi. Peningkatan
pertumbuhan investasi tidak terlepas dari
peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam
mendorong upaya perbaikan iklim investasi
melalui regulasi dan perizinan. Selain itu, suku
bunga kredit investasi yang menurun menjadi
11,5% pada triwulan I 2017 dari 11,7% pada
triwulan sebelumnya juga menjadi salah satu
faktor pendorong investasi. Hal tersebut
tercermin dari kredit investasi yang tumbuh
signifikan sebesar 24,20% (yoy), meningkat
dari 7,80% pada triwulan sebelumnya. Adapun
kredit investasi di Sulawesi Utara pada triwulan
I 2017 tercatat sebesar Rp5,45 triliun.
Grafik 1.8. Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit Investasi
Berdasarkan sektornya, investasi ditopang
baik oleh sektor swasta, pemerintah maupun
rumah tangga. Investasi swasta tumbuh tinggi
pada triwulan I 2017 seiring dengan
berlanjutnya pembangunan beberapa pusat
perbelanjaan di Manado, pembangunan hotel
dan rumah sakit serta perkantoran di
Kabupaten Minahasa Utara serta
pembangunan swasta lainnya. Di sisi
pemerintah, meningkatnya investasi didukung
oleh peningkatan konsumsi pemerintah
khususnya realisasi belanja modal yang
meningkat seiring dengan berlanjutnya
pembangunan proyek infrastruktur.
Sementara itu, sektor rumah tangga juga
melakukan investasi yakni pembangunan
rumah yang tercermin pada peningkatan
pertumbuhan KPR. KPR di Sulawesi Utara pada
triwulan I 2017 tumbuh sebesar 9,08% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 7,20%. Peningkatan KPR
dipengaruhi oleh relaksasi aturan LTV sejak
Agustus 2016. Adapun total KPR pada triwulan
I 2017 di Sulawesi Utara sebesar Rp4,34 triliun.
Grafik 1.9. Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
Memasuki triwulan II 2017, investasi
diperkirakan kembali tumbuh meningkat.
Peningkatan tersebut ditopang oleh upaya
perbaikan iklim investasi yang terus dilakukan
oleh Pemerintah melalui Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP), layanan investasi 3 jam, dan
Kemudahan Layanan Investasi Langsung
Konstruksi (KLIK) serta berbagai kebijakan atau
paket ekonomi Pemerintah dalam
memperbaikan iklim investasi. Berdasarkan
sektornya, peningkatan investasi diperkirakan
didorong oleh ketiga sektor yakni swasta,
pemerintah dan rumah tangga. Dari sektor
swasta, berlanjutnya pembangunan gedung-
gedung pusat perbelanjaan, hotel,
perkantoran dan gedung lainnya. Dari sektor
pemerintah, berlanjutnya pembangunan
proyek infrastruktur pada tahun 2017 seiring
dengan semakin baiknya realisasi belanja
Pemerintah Daerah. Sementara itu di sisi
rumah tangga, pelonggaran LTV pada Agustus
2016 semakin memberikan dampak positif
pada triwulan II 2017 sehingga mendorong
permintaan KPR yang pada akhirnya
mendorong investasi dalam konstruksi
perumahan.
10.5
11.0
11.5
12.0
12.5
13.0
13.5
14.0
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%% yoy
Sumber: Bank Indonesia
Kredit Investasi Suku Bunga Kredit Investasi (rhs)
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
% yoy
Sumber: Bank Indonesia
10
1.1.3. Ekspor-Impor Luar Negeri
Kinerja ekspor Sulawesi Utara kembali
mencatat pertumbuhan positif dan menjadi
penopang utama pertumbuhan ekonomi di
triwulan I 2017. Ekspor tumbuh sebesar
16,83% (yoy), melambat dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 53,37%.
Namun, pertumbuhan tersebut cukup baik
mengingat sepanjang triwulan I 2015 hingga
triwulan III 2016, ekspor Sulawesi Utara selalu
mencatat kontraksi.
Berdasarkan data Dirjen Bea Cukai, nilai
ekspor Sulawesi Utara triwulan I 2017
tumbuh sebesar 13,03% (yoy), melambat
dibanding triwulan sebelumnya (44,08%).
Adapun nilai ekspor Sulawesi Utara pada
triwulan I 2017 tercatat sebesar USD228,41
juta. Berdasarkan komoditasnya, ekspor
Sulawesi Utara triwulan I 2017 didominasi oleh
minyak nabati dengan pangsa 79% yang
bernilai USD181,24 juta dan ikan serta ikan
olahan sebesar 11% yang bernilai USD26,06
juta. Pertumbuhan ekspor minyak nabati dan
ikan juga mengalami perlambatan
pertumbuhan pada triwulan I 2017 yang
menyebabkan total eskpor melambat.
Berdasarkan negara tujuannya, Amerika
Serikat masih merupakan tujuan utama ekspor
Sulawesi Utara dengan pangsa 34% yang
bernilai USD76,65 juta. Sejalan dengan
perlambatan total ekspor, ekspor ke Amerika
tumbuh melambat dari 16,35% (yoy) menjadi
14,89% pada triwulan I 2017.
Sementara itu, harga komoditas dunia
khususnya harga coconut oil (CNO) yang
merupakan ekspor utama Sulawesi Utara,
cenderung melambat pada triwulan I 2017.
Rata-rata harga CNO tercatat sebesar
USD1.701/MT pada triwulan I 2017, tumbuh
sebesar 33,63% (yoy), namun melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 38,34%. Perlambatan
pertumbuhan harga tersebut menjadi salah
satu faktor penahan laju ekspor Sulawesi
Utara.
Grafik 1.10. Nilai Ekspor dan Harga CNO
Di sisi lain, impor Sulawesi Utara kembali
tercatat kontraksi yang lebih dalam
dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor
terkontraksi sebesar 32,19% (yoy), lebih dalam
dari kontraksi 14,15% pada triwulan
sebelumnya. Penurunan tersebut
terkonfirmasi dari nilai impor Sulawesi Utara
pada triwulan I 2017 turun sebesar 93,70%
(yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang
juga turun sebesar 64,51%. Nilai impor
Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 tercatat
sebesar USD37,41 juta.
Berdasarkan kategorinya, nilai impor barang
modal, bahan baku penolong dan barang
konsumsi mengalami penurunan. Nilai impor
barang modal turun sebesar 88% (yoy), lebih
dalam dari triwulan sebelumnya (-46%). Hal
tersebut sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan
I 2017. Sementara itu, nilai impor bahan baku
pendukung juga menurun yakni sebesar 93%
(yoy), lebih dalam dari triwulan sebelumnya
yang menurun 12%. Penurunan impor bahan
baku pendukung sejalan dengan
perkembangan ekspor yang mengalami
perlambatan. Di sisi lain, perlambatan
konsumsi rumah tangga terkonfirmasi dari
impor barang konsumsi yang mengalami
kontraksi sebesar 100% (yoy), yang lebih dalam
dari triwulan sebelumnya (-99,47%). Adapun
nilai impor ketiga jenis barang tersebut pada
triwulan I 2017 masing-masing sebesar
USD25,59 juta, USD11,60 juta dan USD188
ribu. Dengan kata lain, impor Sulawesi Utara
didominasi oleh barang modal dengan pangsa
sebesar 68,40%, kemudian bahan baku
-40
-20
0
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
% yoy
Sumber: Dirjen Bea Cukai & World Bank
Growth Nilai Ekspor Growth Harga CNO
11
pendukung sebesar 31,02%, dan barang
konsumsi sebesar 0,50%.
Grafik 1.11. Nilai Impor
Berdasarkan perkembangan terkini, kinerja
ekspor Sulawesi Utara pada triwulan II 2017
diperkirakan tumbuh meningkat, sementara
kinerja impor membaik meskipun masih
tercatat kontraksi. Ekspor diperkirakan
didorong oleh meningkatnya permintaan dari
mitra dagang seiring dengan perbaikan kondisi
ekonomi dunia. Disamping itu, pasokan bahan
baku bagi industri pengolahan juga
diperkirakan membaik serta harga komoditas
yang juga membaik akan mendorong
peningkatan ekspor pada triwulan II 2017.
Sementara itu, impor juga diperkirakan
meningkat sebagai dampak peningkatan
aktivitas konstruksi, peningkatan ekspor dan
konsumsi rumah tangga seiring dengan
perayaan hari raya Idul Fitri.
1.2. PDRB - KINERJA LAPANGAN USAHA
Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara triwulan I 2017
dipengaruhi kinerja sektor-sektor utama.
Sektor pertanian dan konstruksi tumbuh tinggi
meskipun sedikit melambat, sementara sektor
perdagangan dan industri pengolahan tumbuh
meningkat. Di sisi lain, sektor transportasi
tumbuh melambat cukup dalam dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya.
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan kontribusinya, sektor pertanian
masih menjadi penopang utama
perekonomian Sulawesi Utara, dengan pangsa
mencapai 21%. Setelah pertanian, sektor
perdagangan menjadi penopang ekonomi
Sulawesi Utara dengan pangsa 12%. Kemudian,
ada sektor transportasi dan konstruksi yang
masing-masing memiliki pangsa sebesar 11%
terhadap perekonomian Sulawesi Utara.
Sementara itu, sektor industri pengolahan
memiliki pangsa sebesar 10%.
Tabel 1.5. Pangsa Lapangan Usaha
Sumber: Badan Pusat Statistik
Memasuki triwulan II 2017, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh
meningkat dibanding triwulan sebelumnya.
Akselerasi pertumbuhan ekonomi akan
didorong oleh peningkatan kinerja sektor-
sektor utama Sulawesi Utara.
1.2.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Kinerja sektor pertanian pada triwulan I 2017
melambat dipengaruhi kondisi cuaca. Curah
hujan yang sangat tinggi memengaruhi kinerja
sektor pertanian. Penurunan kinerja subsektor
pertanian tanaman pangan tercermin dari
pertambahan luas panen yang tidak disertai
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
-200
0
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoy% yoy
Sumber: Dirjen Bea Cukai
Total Impor Impor Capital Goods (rhs)
Impor Intermediate Goods (rhs) Impor Consumption Goods (rhs)
2017
I II III IV TOTAL I
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,65 2,65 4,29 5,72 3,67 5,38
Pertambangan dan Penggalian 4,26 4,91 4,71 3,85 4,42 9,45
Industri Pengolahan 2,50 -1,25 1,80 1,45 1,11 6,53
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 11,60 32,83 28,56 2,43 17,52 2,22
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 0,17 1,44 6,31 4,47 3,07 1,82
Konstruksi 8,39 8,26 5,61 5,76 6,89 5,45
Perdagangan Besar dan Eceran 6,44 7,15 6,07 4,76 6,05 5,41
Transportasi dan Pergudangan 7,92 8,59 10,11 10,14 9,24 7,61
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 11,14 8,51 16,83 13,69 12,69 5,94
Informasi dan Komunikasi 8,86 9,06 9,80 9,03 9,20 9,40
Jasa Keuangan dan Asuransi 12,67 21,19 14,75 28,36 19,16 7,67
Real Estate 6,97 6,94 7,37 7,03 7,08 8,87
Jasa Perusahaan 4,79 6,36 6,86 9,16 6,87 8,34
Administrasi Pemerintahan 8,07 8,26 1,73 2,03 4,72 3,89
Jasa Pendidikan 7,98 7,48 2,01 7,87 6,21 5,80
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,10 6,82 9,23 8,80 8,02 8,71
Jasa lainnya 7,34 7,87 9,94 9,23 8,64 9,12
TOTAL 5,97 6,15 6,02 6,49 6,17 6,43
2016Lapangan Usaha Komponen Pengeluaran
2017 (%)
I II III IV TOTAL I
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 21,1 22 22,2 21,5 21,71 20,86
Pertambangan dan Penggalian 4,84 4,87 4,86 4,72 4,82 4,97
Industri Pengolahan 9,4 8,99 8,82 8,83 8,99 9,57
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 0,09 0,09 0,09 0,08 0,09 0,10
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 0,14 0,13 0,13 0,12 0,13 0,13
Konstruksi 11,1 11,3 11,3 11,8 11,39 10,99
Perdagangan Besar dan Eceran 12,4 12,1 11,9 12,1 12,11 12,29
Transportasi dan Pergudangan 11,1 10,8 11,2 11,1 11,03 11,26
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,2 2,13 2,35 2,31 2,25 2,16
Informasi dan Komunikasi 3,85 3,8 3,9 3,9 3,87 4,07
Jasa Keuangan dan Asuransi 4,15 3,98 3,87 3,89 3,97 4,24
Real Estate 3,53 3,5 3,45 3,4 3,47 3,54
Jasa Perusahaan 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09
Administrasi Pemerintahan 8,1 8,25 8,07 8,57 8,26 7,78
Jasa Pendidikan 2,93 2,93 2,85 2,59 2,81 2,85
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,48 3,52 3,45 3,53 3,49 3,53
Jasa lainnya 1,54 1,55 1,53 1,53 1,53 1,58
TOTAL 100 100 100 100 100 100
Lapangan Usaha 2016 (%)
12
dengan peningkatan produksi. Luas panen
pada triwulan I 2017 sebesar 36.438 Ha
dengan produksi 178.441 ton dibandingkan
luas panen pada triwulan sebelumnya 30.932
Ha dengan produksi 551.718 ton. Penurunan
produksi tersebut juga disebabkan oleh gagal
panennya puluhan hektar sawah di Kabupaten
Minahasa Selatan akibat banjir yang
disebabkan jebolnya salah satu bendungan.
Berdasarkan hasil liaison kepada perusahaan
yang bergerak dibidang perikanan tangkap
juga mengkonfirmasi penurunan produksi
dampak dari kondisi cuaca ekstrim selama
awal triwulan menyebabkan beberapa kapal
sulit melaut. Disamping itu, berdasarkan
informasi yang diperoleh dari akademisi
bidang perikanan, penurunan produksi pada
triwulan laporan disektor perikanan tangkap
salah satunya disebabkan oleh periode migrasi
Ikan Cakalang yang merupakan Familia
Scombridae dan mempunyai karakteristik
berpindah tempat secara periodik. Disisi lain,
kondisi cuaca dengan curah hujan tinggi tidak
begitu berdampak pada tanaman perkebunan.
Dari hasil liaison kepada eksportir pala dan
petani kelapa mengungkapkan produksi pada
triwulan I 2017 menunjukkan peningkatan
dibandingkan dengan periode sebelumnya
seiring dampak fenomena El Nino pada tahun
2015 yang sudah berlalu.
Grafik 1.12. Produksi Beras
Sumber: Dinas Pertanian Sulawesi Utara
Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia,
lapangan usaha pertanian diperkirakan akan
meningkat pada triwulan II 2017. Peningkatan
tersebut didorong oleh pertanian tanaman
pangan yang mulai memasuki masa panen
pada bulan Mei, serta perbaikan kondisi cuaca
yang akan meningkatkan kinerja perikanan
tangkap.
1.2.2. Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Kinerja sektor perdagangan pada triwulan I
2017 tumbuh meningkat seiring dengan
meningkatnya konsumsi LNPRT dan konsumsi
pemerintah. Peningkatan konsumsi LNPRT
seiring dengan pelaksanaan Pilkada pada 2
(dua) daerah yaitu Kabupaten Kepulauan
Sangihe dan Kabupaten Bolaang Mongondow.
Peningkatan aktivitas perdagangan tercermin
juga dari pertumbuhan kredit konsumsi.
Memasuki triwulan II 2017, kinerja kategori
perdagangan diperkirakan tumbuh
meningkat seiring dengan hari raya Idul Fitri
yang jatuh pada bulan Juni 2017. Perkiraan
peningkatan diindikasi oleh hasil Survei
Konsumen dimana Indeks Pembelian Barang
Tahan Lama dari 111 poin menjadi 112 poin.
Selain itu, suku bunga acuan yang tetap
dipertahankan pada stance pelonggaran
moneter diperkirakan akan mendorong
peningkatan kredit konsumsi.
1.2.3. Konstruksi
Kinerja sektor konstruksi pada triwulan I 2017
tumbuh tinggi meski melambat dibanding
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan yang
cukup tinggi tersebut terutama didorong oleh
dimulainya pembangunan infrastruktur
penunjang pariwisata berupa beberapa hotel
dan resort oleh swasta serta pembangunan
akses jalan ke sejumlah titik pariwisata di
Sulawesi Utara seiring dengan masuknya
anggaran tahun 2017.
Memasuki triwulan II 2017, kinerja kategori
konstruksi diperkirakan akan meningkat
meskipun cenderung terbatas. Peningkatan
didorong oleh kelanjutan pembangunan
proyek infrastruktur oleh pemerintah. Kinerja
konstruksi juga didukung oleh kebijakan Bank
Indonesia dalam menetapkan suku bunga
acuan yakni BI 7-day reverse repo rate yang
saat ini masih tetap dipertahankan pada level
-0,6
-0,4
-0,2
0
0,2
0,4
100000
120000
140000
160000
180000
200000
220000
240000
260000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Produksi Beras (ton) Pertumbuhan Produksi Beras sb. Kanan
13
4,75% atau dengan stance pelonggaran
moneter, yang diperkirakan akan
memengaruhi suku bunga kredit investasi.
Disamping itu dampak pelonggaran kebijakan
makroprudensial yaitu aturan mengenai down
payment atau Loan to Value (LTV) kredit
kepemilikan rumah pada Agustus 2016 akan
menopang pertumbuhan kinerja konstruksi.
Untuk membantu mendorong kinerja
konstruksi, masalah pembebasan lahan yang
sering menjadi kendala dalam pembangunan
perlu mendapat perhatian dari pemerintah
dan pemangku kepentingan terkait.
1.2.4. Transportasi
Kinerja sektor transportasi pada triwulan I
2017 tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Hal tersebut didorong
oleh menurunnya aktivitas perdagangan di
Sulawesi Utara yang tercermin dari
perlambatan kinerja ekspor Sulawesi Utara.
Perlambatan tersebut juga terkonfirmasi dari
penurunan total volume perdagangan barang
pada triwulan I 2017 dari pelabuhan Bitung
sebesar 293,746 ton atau tumbuh negatif
46,5% (yoy), terkontraksi semakin dalam dari
triwulan sebelumnya yang terkontraksi
sebesar 12,81% (yoy) dengan volume
perdagangan yang mencapai 433.500 ton.
Perlambatan kinerja sektor transportasi juga
didorong oleh perlambatan transportasi udara,
dimana perkembangan penumpang pesawat
udara hanya tumbuh 3,9% (yoy) dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 27,9 (yoy).
Grafik 1.13. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Bitung
Sumber: PT Pelindo IV, Bitung
Memasuki triwulan II 2017, kinerja kategori
transportasi diperkirakan tumbuh meningkat.
Peningkatan tersebut disebabkan peningkatan
jumlah pengguna angkutan udara utamanya
jelang hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan
Juni. Dari sisi transportasi laut, peningkatan
ekspor didorong oleh peningkatan permintaan
negara mitra dagang diperkirakan
menyebabkan aktivitas bongkar muat di
pelabuhan mengalami peningkatan.
1.2.5. Industri Pengolahan
Pada triwulan I 2017, kinerja industri
pengolahan mengalami peningkatan yang
disebabkan oleh meningkatnya industri
makanan dan minuman. Adapun industri
makanan dan minuman merupakan industri
terbesar dengan pangsa sebesar 85% terhadap
total output industri pengolahan. Pada
triwulan I 2017 industri tersebut tumbuh
meningkat sebagai dampak dari peningkatan
produksi perkebunan yakni kelapa, cengkih
dan pala yang merupakan base effect dari El
Nino pada tahun 2015. Hal tersebut
terkonfirmasi dari hasil liaison yang dilakukan
kepada salah satu pelaku usaha di industri
pengolahan kelapa yang menyatakan bahwa
supply bahan baku komoditas perkebunan
mengalami perbaikan sehingga mendorong
peningkatan kapasitas utilisasi perusahaan.
Pada perusahaan industri pengolahan ikan
diperoleh informasi relaksasi kebijakan
transhipment juga mendorong kinerja industri
pengolahan ikan meski masih belum mencapai
titik balik ke kondisi normalnya (sebelum
pemberlakuan moratorium transhipment). Di
samping itu beberapa perusahaan mengambil
kebijakan untuk melakukan impor bahan baku
dari Pulau Jawa, yaitu Muara Baru (Jakarta),
Banyuwangi dan Surabaya pada periode
laporan untuk menjaga kapasitas produksi dan
memenuhi kebutuhan permintaan mitra
dagang yang cenderung meningkat. Kebijakan
ini diambil dikarenakan cuaca ekstrim yang
mengganggu pasokan bahan baku lokal.
-60,00%
-50,00%
-40,00%
-30,00%
-20,00%
-10,00%
0,00%
-
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Total Barang (Ton) Growth (rhs)
14
Grafik 1.14. Produksi Industri Pengolahan Kelapa
Memasuki triwulan II 2017, kinerja industri
pengolahan diperkirakan akan mengalami
peningkatan. Peningkatan masih didorong
oleh membaiknya pasokan bahan baku Industri
pengolahan yang berasal dari produksi
komoditas perkebunan dan perikanan seiring
dengan membaiknya kondisi cuaca. Disisi lain,
untuk mendorong kategori pertanian
khususnya perkebunan, pemerintah terus
berupaya melalui peremajaan kelapa dan
cengkih. Untuk tahun 2017 pemerintah telah
menyiapkan 532.500 bibit untuk komoditas
perkebunan dengan total anggaran senilai
Rp5,24 miliar berasal dari APBD dan APBN. Di
samping itu ekspansi pasar dunia juga terus
diupayakan melalui keikutsertaan dalam
berbagai event berskala internasional serta
inisiasi Bank Indonesia atas pembentukan unit
khusus lintas instansi untuk mendorong
investasi yang telah berpayung hukum Surat
Keputusan Gubernur No. 145 Tahun 2017
tentang Regional Investor Relation Unit (RIRU).
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
yoy
Sumber: Pelaku Usaha
15
Box I.
Ekonomi Sulawesi Utara Triwulan I 2017 Tumbuh Inklusif
dan Berkualitas
Pertumbuhan berkualitas & inklusif tidak semata-mata dilihat dari tingginya angka pertumbuhan secara prosentase. Tapi, seberapa besar pertumbuhan mampu menyerap tenaga kerja & menurunkan tingkat kemiskinan.
A p a k a h P e r t u m b u h a n E k o n o m i S u l u t 2 0 1 6 I n k l u s i f & B e r k u a l i ta s ?
Ekonomi Sulut 2016 tumbuh 6,17% (yoy)
Angkatan kerja baru & sebagian pengangguran
terserap
Kemiskinan turun dari 8,98% menjadi 8,20%
TPT turun dari 7,82% menjadi 6,12%
PE Sulut 2016 Inklusif &
Berkualitas
Sejalan dengan komposisi TK
sektoral, status pekerjaan informal
meningkat
Produktivitas meningkat
Jam kerja meningkat, khususnya pekerjaan informal
Sejalan dengan itu, tenaga kerja berpendidikan
rendah meningkat
Angkatan kerja baru & sebagian pengangguran
terserap
Sejalan dengan komposisi TK
sektoral, status pekerjaan informal
meningkat
Produktivitas meningkat
Jam kerja meningkat, khususnya pekerjaan informal
Sejalan dengan itu, tenaga kerja berpendidikan
rendah meningkat
1. Penyerapan TK tahun 2016 (90 ribu orang) lebih tinggi dibanding penambahan angkatan kerja tahun tersebut (75ribu orang). Sehingga ada penyerapan 15 ribu pengangguran atau sebesar 17% dari jumlah pengangguran padatahun 2015 (92 ribu orang).
2. Rata-rata penyerapan TK setiap 1% pertumbuhan ekonomi dari tahun 2010-2016 sebesar 5 ribu TK. Khusustahun 2016, 1% pertumbuhan ekonomi menyerap sebesar 14 ribu TK, lebih tinggi dari rata-rata 2010-2016.
Berdasarkan status pekerjaan, TK informal meningkat tinggi, sementara TK formal relatif sama.Peningkatan TK informal sejalan dengan pertumbuhan sektor pertanian dari 2,55% (yoy) tahun 2015 menjadi 3,67% tahun2016.Sementara itu, TK formal relatif stagnan sejalan dengan pertumbuhan sektor industri dan perdagangan. Sektor industri 2016tumbuh 1,1% (yoy), melambat lebih dalam dari 2,69% pada 2015. Sektor perdagangan 2016 tumbuh 6,05%, cenderungstagnan dibandingkan 2015 sebesar 6,0%.
Status Pekerjaan
(dalam ribu orang)Feb-16 Feb-17
Jumlah
Peningkatan
% Jumlah
Peningkatan
Formal 471.06 471.33 0.27 0.06%
Informal 626.85 710.58 83.73 13.36%
16
Angkatan kerja baru & sebagian pengangguran
terserap
Sejalan dengan komposisi TK
sektoral, status pekerjaan informal
meningkat
Produktivitas meningkat
Jam kerja meningkat, khususnya pekerjaan informal
Sejalan dengan itu, tenaga kerja berpendidikan
rendah meningkat
1. Peningkatan TK sejalan dengan peningkatan produktivitas.2. Berdasarkan sektor utama, peningkatan produktivitas ditopang oleh sektor konstruksi dan
transportasi, sedangkan produktivitas di sektor pertanian, dan industri mengalami penurunan.Peningkatan sektor konstruksi dan transportasi merupakan dampak dari program pemerintahdalam pembangunan infrastruktur dan mendorong pariwisata (charter flight dari Tiongkok).Sementara itu, penurunan produktivitas pada sektor pertanian tidak terlepas dari skill petaniyang rendah dan kurangnya mekanisasi. Pada sektor industri, penurunan produktivitasdisebabkan oleh kapasitas produksi yang belum kembali ke level normal seiring denganpenyesuaian terhadap relaksasi aturan di bidang perikanan.
Sejalan dengan peningkatan TK informal, TK dengan jam kerja dibawah 35 jam seminggu juga mengalami peningkatan yangsignifikan, sedangkan TK dengan jam kerja di atas 35 jamseminggu mengalami penurunan.
Sektor Utama
(dalam Rp)
Produktivitas
2015
Produktivitas
2016
%
Perubahan
Pertanian 62,389,932 58,953,256 -5.5%
Industri 150,998,703 100,374,510 -33.5%
Konstruksi 111,948,543 132,702,384 18.5%
Perdagangan 44,131,645 44,269,194 0.3%
Transportasi 103,972,888 128,937,704 24.0%
Jumlah Jam Kerja
per Minggu
(dalam ribu
orang)
Feb-16 Feb-17 % Perubahan
1-34 300.96 361.87 20.24%
35+ 489.47 458.17 -6.39%
Angkatan kerja baru & sebagian pengangguran
terserap
Sejalan dengan komposisi TK
sektoral, status pekerjaan informal
meningkat
Produktivitas meningkat
Jam kerja meningkat, khususnya pekerjaan informal
Sejalan dengan itu, tenaga kerja berpendidikan
rendah meningkat
Peningkatan jumlah TK di sektor informal khususnya pertanian terkonfirmasi juga dengan peningkatan TKyang berpendidikan rendah (SD dan SMP) yang cukup tinggi, sedangkan TK dengan kualitas tinggi(universitas) mengalami penurunan TK.
Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan
(dalam ribu orang)
Feb-16 Feb-17 Perubahan%
Perubahan
SD Kebawah 397.7 468.39 70.69 17.8%
SMP 200.05 234.5 34.45 17.2%
SMA 247.41 226.73 -20.68 -8.4%
SMK 97.03 126.07 29.04 29.9%
Diploma 21.14 33.36 12.22 57.8%
Universitas 128.05 92.86 -35.19 -27.5%
K e s i m p u l a n
Ekonomi Sulut 2016 tumbuh secara inklusif dan berkualitas, tercermin dari penurunan pengangguran dan kemiskinan
Produktivitas di sektor pertanian mengalami penurunan, sehingga pemerintah perlu meningkatkan skill dari petani dan mendorong intensifikasi baik lewat mesin atau bibit unggul. Saat ini pemerintah hanya fokus meningkatkan produksi, namun kurang memerhatikan produktivitas.
Perlu berkoordinasi dengan KKP atau DKP untuk membahas perkembangan relaksasi di sektor perikanan. Di sektor perkebunan, perlu ditingkatkan peremajaan mengingat kondisi tanaman kelapa yang kebanyakan sudah tua dan tidak produktif. Hal ini bermanfaat untuk mendorong ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan.
Memerhatikan jumlah TK Sulut yang masih didominasi oleh sektor pertanian atau pekerja dengan pendidikan rendah, maka seharusnya pemerintah memprioritaskan pembangunan pada pertanian (dengan kata lain pembangunan industri dan jasa tidak diutamakan dulu). Hal ini guna memenuhi gap antara ketersediaan TK dan ketersediaan lapangan kerja. Di samping itu, pemerintah mendorong peningkatan rata-rata lama sekolah sehingga memperbaiki struktur TK pada tahun-tahun kedepan.
17
Bab II.
Keuangan Pemerintah
2.1. PENDAPATAN APBD PROVINSI
SULAWESI UTARA
Anggaran pendapatan Provinsi Sulawesi
Utara tahun 2017 meningkat dibanding tahun
sebelumnya. Anggaran pendapatan Sulawesi
Utara tahun 2017 ditargetkan sebesar Rp3,56
triliun, naik 22,30% (yoy) atau sebesar Rp 648
miliar dari Rp2,91 triliun pada tahun 2016.
Kenaikan tersebut lebih tinggi dari kenaikan
tahun 2016 yang hanya sebesar 10,12% (yoy).
Kenaikan APBD tersebut didorong oleh
peningkatan pendapatan transfer sebesar
26,29% (yoy) menjadi Rp2,43 triliun dan
peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)
sebesar 9,90% (yoy) menjadi Rp1,08 triliun.
Tabel 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi
Sulawesi Utara
Meskipun anggaran pendapatan meningkat,
namun rasio kemandirian pendapatan
Sulawesi Utara tahun 2017 rendah, bahkan
mengalami penurunan dibandingkan tahun
2016 (33,68%) dan tahun 2015 (41,25%). Porsi
PAD Sulawesi Utara tahun 2017 hanya sebesar
30% dari total anggaran pendapatan, menurun
dari 34% pada tahun 2016 dan 41% pada tahun
2015. Sedangkan pendapatan transfer atau
dana perimbangan berada di level 70%, naik
dari 66% pada tahun 2016. Rasio tersebut
menunjukkan bahwa Sulawesi Utara masih
rendah tingkat kemandirian fiskalnya atau
masih bergantung pada transfer dari
pemerintah pusat.
Grafik 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara
Pada triwulan I 2017, realisasi anggaran
pendapatan Sulawesi Utara cukup baik yakni
sebesar 27%, lebih tinggi dibandingkan
realisasi triwulan I 2015 dan triwulan I 2016.
Pada triwulan I 2015 realisasi anggaran
pendapatan sebesar 25% dan pada triwulan I
2016 sebesar 24%. Adapun nominal realisasi
pendapatan pada triwulan I 2017 sebesar
Rp945 miliar. Realisasi tersebut didorong oleh
realisasi seluruh sumber pendapatan baik PAD
maupun transfer serta pendapatan lain yang
sah. Pos yang mencatat realisasi tertinggi yaitu
dana bagi hasil bukan pajak (SDA) sebesar
57,34% dan pendapatan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar
56,69%. Cukup baiknya realisasi DBH bukan
pajak salah satunya didorong oleh
membaiknya jumlah produksi lapangan usaha
perikanan seiring dengan adaptasi atau
penyesuaian terhadap pelonggaran aturan
transhipment.
2015 2016 2017 2016 2017
Pendapatan 2,640,630 2,907,882 3,556,373 10% 22%
Pendapatan Asli Daerah 1,089,288 979,354 1,076,342 -10% 10%
Pendapatan Transfer 1,209,463 1,923,528 2,429,191 59% 26%
Lain-lain Pendapatan yang Sah 341,879 5,000 50,840 -99% 917%
AnggaranUraian (Rp Juta)
Growth
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
2013 2014 2015 2016 2017
%Rp Juta
Sumber: BPKAD Provinsi Sulawesi Utara
Anggaran Pendapatan Anggaran PAD Rasio Kemandirian (rhs)
18
Tabel 2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi
Sulawesi Utara
Ke depan, pemerintah daerah perlu
meningkatkan tingkat kemandirian
pendapatan Sulawesi Utara. Upaya awal yang
dapat dilakukan yaitu meningkatkan realisasi
pada pos-pos PAD khususnya yang belum
terealisasi dengan optimal. Upaya berikutnya
yaitu bekerja sama dengan instansi terkait
dalam hal mendorong ketertiban pembayaran
pajak khususnya pajak kendaraan bermotor.
2.2. BELANJA APBD PROVINSI SULAWESI
UTARA
Anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun
2017 mengalami peningkatan dibandingkan
tahun 2016. Anggaran belanja tumbuh 20%
(yoy) pada tahun 2017 sehingga total anggaran
belanja mencapai Rp3,57 triliun, lebih tinggi
Rp588 miliar dari Rp2,98 triliun pada tahun
2016. Namun demikian, peningkatan tersebut
terutama didorong oleh peningkatan belanja
operasional yang tumbuh 33,46% (yoy),
sedangkan belanja modal mengalami
penurunan sebesar 16,06 (yoy).
Tabel 2.3. Perkembangan Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi
Sulawesi Utara
Berdasarkan postur belanjanya, anggaran
belanja non modal tahun 2017 mencapai 80%
dan anggaran belanja modal hanya sebesar
20%. Postur tersebut cenderung tidak lebih
baik dibandingkan tahun 2016 dimana postur
belanja non modal sebesar 72% dan belanja
modal sebesar 28%. Dari postur tersebut
menunjukkan bahwa masih terdapat ruang
peningkatan lebih baik dalam rangka
pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara.
Adapun anggaran belanja non-modal tahun
2017 sebesar Rp2,87 triliun dan belanja non-
modal sebesar Rp697 miliar. Dalam postur
belanja modal, anggaran belanja dialokasikan
pada belanja jalan, irigasi dan jaringan sebesar
33,38%, belanja bangunan dan gedung sebesar
30,68%, belanja peralatan dan mesin 22,16%,
belanja tanah 13,60% dan belanja aset tetap
lainnya 0,18%. Perubahan yang cukup
signifikan terjadi pada pos belanja jalan, irigasi
dan jaringan yang menurun dari tahun lalu
sebesar 56% terhadap total belanja modal.
Grafik 2.2. Perkembangan Anggaran Belanja Modal
Pada triwulan I 2017, realisasi anggaran
belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara tercatat
sebesar 12,95%. Realisasi tersebut lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan I 2016
(15,18%) dan triwulan I 2015 (13,00%). Adapun
realisasi belanja triwulan I 2017 tercatat
sebesar Rp462 miliar. Berdasarkan posnya,
belanja non modal terealisasi sebesar 14,26%,
lebih rendah dari triwulan I 2016 sebesar
17,18%. Sementara itu, belanja modal
terealisasi sebesar 7,51%, juga lebih rendah
dari triwulan I 2015 sebesar 9,18%. Pada pos
belanja modal, realisasi belanja tanah triwulan
I 2017 masih tercatat 0% atau belum ada
realisasi. Hal tersebut mengingatkan tentang
kendala-kendala dalam pembangunan proyek
Anggaran Realisasi % Realisasi
Pendapatan 3,556,373 945,536 26.59%
Pendapatan Asli Daerah 1,076,342 275,500 25.60%
Pendapatan Pajak Daerah 908,801 220,575 24.27%
Pendapatan Retribusi Daerah 73,936 16,509 22.33%
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yg Dipisahkan55,100 31,235 56.69%
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 38,505 7,181 18.65%
Pendapatan Transfer 2,429,191 644,616 26.54%
Transfer Pemerintah Pusat 2,429,191 644,616 26.54%
Dana Bagi Hasil Pajak 91,681 35,736 38.98%
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 6,612 3,791 57.34%
Dana Alokasi Umum 1,340,353 446,784 33.33%
Dana Alokasi Khusus 990,544 158,304 15.98%
Lain-lain Pendapatan yang Sah 50,840 25,420 50.00%
Pendapatan Hibah 50,840 25,420 50.00%
Triwulan I 2017 (Rp juta)Anggaran APBD Provinsi Sulawesi Utara
2015 2016 2017 2016 2017
Belanja 2,906,338 2,983,466 3,572,343 2.65% 19.74%
Belanja Operasional 2,116,122 2,150,997 2,870,778 1.65% 33.46%
Belanja Modal 789,641 830,468 697,065 5.17% -16.06%
Belanja Tidak Terduga 575 2,000 4,500 247.83% 125.00%
Anggaran (Rp juta) GrowthUraian
0
5
10
15
20
25
30
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
2013 2014 2015 2016 2017
%Rp juta
Sumber: BPKAD Provinsi Sulawesi Utara
Total Belanja Belanja Modal Postur Belanja Modal (rhs)
19
di Sulawesi Utara yaitu masalah pembebasan
lahan.
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah
Pemerintah perlu menyiapkan strategi untuk
mendorong realisasi belanja modal pada
tahun 2017. Tentunya strategi tersebut cukup
penting mengingat berbagai pembangunan
proyek infrastruktur yang semakin masif pada
tahun-tahun kedepan. Berbagai infrastruktur
strategis yang sementara dan akan dibangun di
Sulawesi Utara yaitu jalan tol Manado-Bitung,
Kawasan Ekonomi Khusus Bitung, bendungan
Kuwil dan Lolak, pengembangan pelabuhan
Bitung sebagai hub port dan infrastruktur
lainnya. Percepatan pelaksanaan lelang proyek
dan monitoring pencapaian target realisasi
dapat menjadi pendorong peningkatan
realisasi belanja modal. Bagi pemerintah
kabupaten kota, diperlukan strategi agar
penyaluran anggaran DAK tidak terkendala
karena pada tahun 2017 penyaluran DAK akan
berdasarkan tingkat realisasi anggaran yang
dibagi ke beberapa kelas.
2.3. ALOKASI BELANJA APBN DI SULAWESI
UTARA
Alokasi APBN di Sulawesi Utara pada tahun
2017 mengalami peningkatan sebesar 1,81%
(yoy), namun peningkatan hanya terjadi pada
pos belanja pegawai, sedangkan pos belanja
barang, modal dan bansos mengalami
penurunan. Sejalan dengan itu,
perkembangan porsi hanya terjadi pada pos
belanja pegawai, sedangkan pos belanja
lainnya mengalami penurunan porsi. Namun
demikian, porsi pos belanja modal tahun 2017
yang sebesar 34% masih berada di atas pos
belanja pegawai yang tercatat sebesar 30%.
Tabel 2.5. Postur Alokasi Belanja APBN di Sulawesi Utara
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara – Prov Sulawesi Utara
Pada triwulan I 2017, penyerapan alokasi
anggaran APBN di Sulawesi Utara tercatat
sebesar 11,84%. Realisasi total belanja
tersebut terutama didorong oleh realisasi
belanja pegawai sebesar 17,65%. Namun
demikian, realisasi belanja modal dan belanja
barang berada di bawah realisasi total belanja.
Belanja modal tercatat memiliki realisasi
sebesar 8,13%, sementara belanja barang
tercatat memiliki realisasi sebesar 10,52%.
Tabel 2.6. Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Triwulan I 2017
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara
Anggaran Realisasi % Realisasi
Belanja 3,572,342,497 462,720,702 12.95%
Belanja Operasi 2,507,057,426 348,386,629 13.90%
Belanja Pegawai 1,204,217,053 202,506,862 16.82%
Belanja Barang 725,701,873 67,240,787 9.27%
Belanja Subsidi 1,300,000 - 0.00%
Belanja Hibah 522,738,500 78,638,980 15.04%
Belanja Bantuan Sosial 500,000 - 0.00%
Belanja Bantuan Keuangan 52,600,000 - 0.00%
Belanja Modal 697,064,708 52,350,018 7.51%
Belanja Tanah 94,787,166 - 0.00%
Belanja Peralatan dan Mesin 154,473,375 3,784,037 2.45%
Belanja Bangunan dan Gedung 213,891,064 4,699,514 2.20%
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 232,689,103 43,838,267 18.84%
Belanja Aset Tetap Lainnya 1,224,000 28,200 2.30%
Belanja Tidak Terduga 4,500,000 1,000,000 22.22%
Belanja Tidak Terduga 4,500,000 1,000,000 22.22%
Transfer 363,720,363 60,984,055 16.77%
Transfer Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa 363,720,363 60,984,055 16.77%
Anggaran Belanja APBD
Provinsi Sulawesi Utara
Triwulan I 2017 (Rp juta)
Jenis Belanja
Pagu Tahun
2016
(Rp juta)
Pagu Tahun
2017
(Rp juta)
Postur
2016
Postur
2017
Belanja Pegawai 2,351,792 2,719,717 26.58% 30.19%
Belanja Barang 3,289,410 3,174,034 37.18% 35.24%
Belanja Modal 3,191,655 3,101,191 36.07% 34.43%
Belanja Bantuan Sosial 14,718 12,796 0.17% 0.14%
Total 8,847,575 9,007,738 100% 100%
Jenis Belanja
Pagu Tahun
2017
(Rp juta)
Realisasi Tw I
2017
(Rp juta)
% Realisasi
Tw I 2017
Belanja Pegawai 2,719,717 480,147 17.65%
Belanja Barang 3,174,034 333,971 10.52%
Belanja Modal 3,101,191 252,120 8.13%
Belanja Bantuan Sosial 12,796 139 1.08%
Total 9,007,738 1,066,377 11.84%
20
Bab III.
Perkembangan Inflasi Daerah
3.1. EVALUASI REALISASI INFLASI
TRIWULAN I 2017
3.1.1. Inflasi Bulanan (mtm)
Secara bulanan, angka Indeks Harga
Konsumen (IHK) pada bulan Januari dan
Februari mencatat inflasi yang cukup tinggi
yakni berturut-turut sebesar 1,10% (mtm) dan
1,16% (mtm), kemudian menurun pada bulan
Maret menjadi 0,23% (mtm).
Grafik 3.1. Inflasi Bulanan
Januari 2017
Pada Januari 2017, (IHK) Sulawesi Utara
mengalami inflasi yang cukup tinggi yakni
sebesar 1,10% (mtm), meningkat dari bulan
sebelumnya yang tercatat deflasi 1,52%.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tersebut
disumbang oleh inflasi ketiga kelompok
disagregasi yakni administered prices2 (AP)
sebesar 0,50%, volatile food3 (VF) sebesar
0,35% dan core4 sebesar 0,25%. Inflasi tersebut
merupakan yang tertinggi dibandingkan
dengan bulan Januari selama 5 tahun terakhir.
2 Kelompok administered prices (AP) merupakan kelompok barang dan jasa yang tarifnya diatur oleh Pemerintah. 3 Kelompok volatile food (VF) merupakan kelompok barang dan jasa yang harganya cenderung berfluktuatif.
Grafik 3.2. Inflasi dan Andil Januari 2017 Berdasarkan Disagregasi
Tingginya inflasi pada bulan Januari 2017
terutama dipengaruhi oleh kelompok AP yang
mencatat inflasi sebesar 2,45% (mtm).
Meningkatnya tekanan inflasi kelompok AP
terjadi seiring dengan adanya peningkatan tarif
yang diatur oleh Pemerintah. Berdasarkan sub
kelompoknya, peningkatan tekanan inflasi
bulanan kelompok administered prices (AP)
disebabkan baik oleh subkelompok AP energi
(dari 0,18% menjadi 3,03% mtm) maupun AP
non energi (dari 0,63% menjadi 2,01%). Dari
sub kelompok energi, andil inflasi terbesar
diberikan oleh tarif listrik dan bensin. Hal ini
didorong oleh kebijakan Pemerintah
menaikkan tarif listrik untuk pelanggan 900VA
dari Rp605 menjadi Rp791/kWh per 1 Januari
2017. Adapun pangsa pemakaian listrik pada
golongan ini sebesar 38% dari total seluruh
golongan pelanggan di Sulawesi Utara. Dengan
demikian, kenaikan tarif sebesar 30,74%
tersebut mendorong inflasi pada komoditas ini
sebesar 6,42% (mtm) dengan andil mencapai
0,24%. Selain itu, kembali dinaikkannya harga
BBM Non Subsidi yaitu Pertamax dan Pertamax
4 Kelompok core merupakan kelompok barang dan jasa selain kelompok administered prices dan volatile food.
-3%
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2014 2015 2016 2017
mtmmtm
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Total Volatile Food Administered Prices (rhs) Core (rhs)
1.76%
2.45%
0.42%
1.10%
0.0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% 2.5% 3.0%
Volatile Food
AdministeredPrices
Core
Total
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Inflasi (mtm) Andil
21
Plus masing-masing Rp300/liter atau sebesar
4% mendorong inflasi komoditas bensin
sebesar 1,48% (mtm) dengan andil sebesar
0,03%. Dinaikkannya harga BBM dipengaruhi
oleh perkembangan harga minyak dunia yang
juga mengalami kenaikan. Dari sub kelompok
non energi, andil inflasi terbesar diberikan oleh
biaya perpanjangan STNK dan angkutan udara.
Terhitung per 1 Januari 2017, Pemerintah
menaikkan biaya pengurusan surat-surat
kendaraan bermotor (STNK) sebesar 100%
(dari Rp50.000 menjadi Rp100.000) untuk
kendaraan roda dua dan 167% (dari Rp75.000
menjadi Rp200.000) untuk kendaraan roda
empat. Adapun pangsa kendaraan roda dua di
Sulawesi Utara mencapai 68% sementara roda
empat mencapai 32%. Hal ini mendorong
inflasi pada biaya perpanjangan STNK sebesar
111,99% (mtm) dan memberikan sumbangan
inflasi bulanan sebesar 0,15%. Sementara itu,
masih berlanjutnya peak season mobilitas
pengguna transportasi udara mendorong
inflasi pada angkutan udara sebesar 5,89%
(mtm) dan memberikan sumbangan inflasi
bulanan sebesar 0,09%.
Kelompok VF juga menjadi penyumbang
inflasi pada bulan Januari 2017. Kelompok VF
mencatat inflasi sebesar 1,76% (mtm),
meningkat dari bulan sebelumnya yang
mengalami deflasi 9,48%. Kondisi ini sangat
berbeda dengan tren historis dimana
umumnya kelompok pangan mengalami
penurunan harga atau mencatat deflasi di awal
tahun sebagai dampak kembali normalnya
permintaan masyarakat setelah perayaan hari
raya Natal dan Tahun Baru. Inflasi kelompok VF
bersumber dari komoditas cabai rawit yang
pasokannya terganggu akibat curah hujan yang
tinggi pada bulan Januari. Sejalan dengan itu,
curah hujan yang tinggi juga menyebabkan
pasokan komoditas tomat sayur terganggu
sehingga mengalami inflasi. Tingginya inflasi
kedua komoditas ini juga dipengaruhi oleh
faktor base effect kedua komoditas tersebut
yang mencatat deflasi pada bulan sebelumnya.
5 PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
Adapun andil cabai rawit dan tomat sayur
terhadap inflasi bulanan Januari 2017 secara
berturut-turut sebesar 0,40% dan 0,12%.
Namun demikian, inflasi yang lebih tinggi
ditahan oleh deflasi komoditas bawang merah
seiring dengan masih terjaganya pasokan
paska panen dari daerah produsen. Andil
komoditas bawang merah terhadap inflasi
bulanan Januari 2017 yaitu sebesar -0,24%.
Sementara itu, pergerakan harga komoditas
beras relatif stabil selama 3 bulan terakhir atau
sejak November 2016. Hal ini seiring dengan
membaiknya produksi dalam Sulawesi Utara
tahun 2016 setelah tahun 2015 yang dilanda El
Nino. Selain itu, stabilnya komoditas beras
didukung oleh ketersediaan pasokan dari luar
daerah (Sulawesi Tengah).
Sementara itu, kelompok core mencatat
inflasi sebesar 0,42% (mtm), menurun dari
inflasi pada bulan sebelumnya (0,73%).
Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi core
disebabkan oleh inflasi core non traded yang
meningkat dari 0,30% (mtm) menjadi 0,46%
pada bulan Januari. Sementara itu, inflasi core
traded tercatat menurun dari 1,31% (mtm)
menjadi 0,37%. Peningkatan inflasi core non
traded didorong oleh peningkatan harga
komoditas mie dan tarif pulsa ponsel.
Meningkatnya harga mie merupakan dampak
dari kebijakan salah satu produsen mie instan
nasional5 yang menaikan harga jual mie instan
sebesar Rp100 per bungkus pada tanggal 17
Januari 2017. Kenaikan tersebut tidak
berhubungan dengan harga bahan baku
tepung saat ini, namun merupakan kenaikan
rutin setiap tahun sebagai strategi untuk
menjaga marjin perusahaan. Sementara itu,
kenaikan tarif pulsa ponsel disebabkan oleh
operator jasa telekomunikasi bermaksud
menutup biaya investasi setelah adanya
kompetisi harga pada periode sebelumnya.
Kenaikan tarif pulsa ponsel tersebut berlanjut
dari bulan sebelumnya. Adapun andil inflasi
komoditas mie dan tarif pulsa ponsel terhadap
keseluruhan inflasi bulan Januari 2017 secara
22
berturut-turut adalah 0,09% dan 0,04%. Di sisi
lain, inflasi core traded disebabkan oleh
peningkatan inflasi seng yang memberikan
andil terhadap total inflasi bulanan Januari
2017 sebesar 0,04%. Peningkatan inflasi seng
seiring dengan tren positif harga seng dunia
pada tahun 2016. Peningkatan harga seng
dunia disebabkan oleh kondisi defisit pasar
seng dunia dimana akibat penutupan
tambang-tambang besar6 dan pertambangan
yang terbengkalai di China. Sementara itu, laju
inflasi kelompok core traded tertahan oleh gula
pasir yang tercatat deflasi dan apresiasi rupiah
sepanjang Januari 2017. Penurunan harga gula
pasir didukung oleh ketersediaan ribuan ton
stok gula pasir7 dan kegiatan pasar murah serta
Operasi Pasar (OP) yang dilakukan Pemerintah
Daerah. Selanjutnya, berlangsungnya apresiasi
rupiah sepanjang Januari 2017 menahan
gejolak pada kelompok core traded. Rupiah
terapresiasi sebesar 0,44% (mtm) pada bulan
Januari 2017.
• Februari 2017
Pada Februari 2017, IHK Sulawesi Utara
kembali mengalami inflasi yang cukup tinggi
yaitu sebesar 1,16% (mtm), meningkat
dibandingkan bulan sebelumnya (1,10%).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tersebut
disumbang oleh inflasi kelompok VF (0,85%),
kemudian diikuti oleh kelompok AP (0,19%)
dan core (0,12%). Kondisi tersebut sangat
berbeda dengan tren historis dimana
umumnya IHK Sulawesi Utara mencatat deflasi
pada bulan Februari sebagai dampak
normalisasi harga seiring kembali normalnya
permintaan masyarakat setelah perayaan hari
raya Natal dan Tahun Baru.
6 Glencore dan Nyrstar
Grafik 3.3. Inflasi dan Andil Februari 2017 Berdasarkan Disagregasi
Tekanan inflasi kelompok VF meningkat
signifikan sehingga mencatat inflasi sebesar
4,28% (mtm), lebih tinggi dari bulan
sebelumnya (1,76%). Kelompok ini menjadi
penyumbang utama inflasi di bulan Februari
2017. Kondisi ini sangat berbeda dengan tren
historis selama bulan Februari tahun 2014-
2016 dimana kelompok VF selalu mengalami
penurunan harga atau mencatat deflasi. Inflasi
kelompok VF terutama bersumber dari
komoditas tomat sayur yang pasokannya
terganggu akibat curah hujan yang tinggi pada
bulan Februari. Berdasarkan data BMKG
Stasiun Klimatologi Minahasa Utara, curah
hujan pada bulan Februari 2017 sebesar 424,5
mm, yang tergolong sangat tinggi. Tingkat
curah hujan tersebut jauh lebih tinggi
dibandingkan bulan Februari 2016 yang
tercatat 153,5 mm dan lebih tinggi dari rata-
rata tahun 2016 sebesar 269,02 mm. Curah
hujan yang tinggi tersebut juga menyebabkan
terganggunya pasokan komoditas cabai rawit
sehingga mengalami inflasi. Pada bulan
Februari 2017 komoditas tomat sayur dan
cabai rawit secara berturut-turut mencatat
inflasi sebesar 50% (mtm) dan 7,13% (mtm).
Dengan kenaikan tersebut, andil tomat sayur
dan cabai rawit terhadap inflasi bulanan
Februari 2017 secara berturut-turut sebesar
0,88% dan 0,08%. Sementara itu, komoditas
bawang merah juga tercatat mengalami inflasi
namun dalam tingkat yang relatif kecil yakni
sebesar 0,80% (mtm) dengan andil sebesar
0,01%. Adapun pergerakan harga komoditas
beras stabil hingga bulan Februari 2017,
7 Ketersediaan di Perum Bulog Divre Sulut
0.0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% 2.5% 3.0% 3.5% 4.0% 4.5%
Volatile Food
AdministeredPrices
Core
Total
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Inflasi (mtm) Andil
23
melanjutkan tren stabilnya sejak bulan
November 2016. Hal tersebut seiring dengan
membaiknya produksi dalam Sulawesi Utara
sejak semester II 2016 setelah dilanda El Nino
dari 2015 hingga pertengahan 2016. Pada
bulan Februari 2017, pasokan beras juga
terjaga seiring dengan panen di beberapa
sentra produksi beras di Kabupaten Bolaang
Mongondow, Sulawesi Utara.
Sementara itu, inflasi kelompok AP
mengalami penurunan dibanding bulan
sebelumnya. Inflasi kelompok tersebut pada
bulan Februari 2017 tercatat sebesar 0,90%
(mtm), menurun dari 2,45% pada bulan
sebelumnya. Inflasi kelompok AP terutama
didorong oleh tekanan inflasi pada kelompok
AP energi dengan andil sebesar 0,13%,
sementara kelompok AP non-energi
memberikan andil sebesar 0,05%. Sub
kelompok AP energi mencatat inflasi sebesar
1,45% (mtm), dengan sumbangan oleh
kenaikan tarif listrik. Kenaikan tarif listrik
tersebut disebabkan oleh penyesuaian tarif
listrik untuk pelanggan pra bayar daya 900 VA
nonsubsidi yang mulai diberlakukan pada
bulan Januari 2017. Tarif listrik tersebut
mencatat inflasi sebesar 3,29% (mtm) dengan
andil pada bulan Februari sebesar 0,13%. Di sisi
lain, sub kelompok AP non energi mencatat
inflasi sebesar 0,47% (mtm), dengan andil
bulanan terbesar disumbang oleh rokok putih.
Harga rokok naik didorong oleh kenaikan cukai
rokok dan harga jual eceran. Rokok putih
mencatat inflasi sebesar 4,16% (mtm) dengan
andil bulan Februari sebesar 0,04%. Sementara
itu, pada periode yang sama, tarif angkutan
udara mencatatkan inflasi yang cukup rendah.
Tekanan inflasi kelompok core pada bulan
Februari 2017 relatif rendah dan terkendali.
Kelompok core mengalami inflasi bulanan
sebesar 0,20% (mtm), menurun dibanding
bulan sebelumnya (0,42%). Berdasarkan sub
kelompoknya, inflasi core bulan Februari 2017
terutama didorong oleh inflasi core non traded
yang tercatat sebesar 0,23% (mtm). Sementara
itu, inflasi core traded tercatat sebesar 0,16%
(mtm). Peningkatan inflasi core non traded
didorong oleh peningkatan tarif pulsa ponsel.
Kenaikan tersebut dikarenakan operator jasa
telekomunikasi bermaksud menutup biaya
investasi setelah adanya kompetisi harga pada
periode sebelumnya. Sebagai informasi,
kenaikan tarif pulsa ponsel ini berlanjut dari
sejak bulan Desember 2016. Adapun inflasi
tarif pulsa ponsel pada bulan Februari 2017
sebesar 3,99% (mtm) dengan andil terhadap
keseluruhan inflasi bulan Februari 2017 yaitu
0,06%. Sementara itu, inflasi core traded
terutama disebabkan oleh peningkatan inflasi
seng. Peningkatan inflasi seng seiring dengan
tren positif harga seng dunia pada tahun 2016,
sehingga menyebabkan kenaikan harga seng
tertinggi sepanjang tahun berjalan.
Peningkatan harga seng dunia disebabkan oleh
kondisi defisit pasar seng dunia dimana akibat
penutupan tambang-tambang besar dan
pertambangan yang terbengkalai di China.
Selain seng, inflasi core traded juga disebabkan
oleh inflasi emas perhiasan yang harganya
meningkat seiring dengan naiknya harga emas
dunia. Adapun inflasi seng dan emas pada
bulan Februari 2017 secara berturut-turut
sebesar 3,57% (mtm) dan 2,91% (mtm),
dengan andil masing-masing sebesar 0,03%
dan 0,02% terhadap inflasi bulanan Februari
2017. Di sisi lain, laju inflasi kelompok core
traded tertahan oleh deflasi yang terjadi pada
harga gula pasir. Penurunan harga gula pasir
didukung oleh ketersediaan ribuan ton stok
gula pasir dan kegiatan pasar murah. Gula pasir
tercatat deflasi sebesar 3,69% (mtm), dengan
andil deflasi sebesar 0,03% terhadap inflasi
bulan Februari 2017. Selanjutnya,
berlangsungnya apresiasi rupiah sepanjang
Februari 2017 menahan gejolak pada
kelompok core traded. Rupiah terapresiasi
sebesar 0,17% (mtm) pada bulan Februari
2017.
• Maret 2017
Pada Maret 2017, tekanan inflasi cenderung
menurun dibandingkan bulan Januari dan
Februari 2017. IHK Sulawesi Utara mencatat
inflasi yang relatif rendah sebesar 0,23%
(mtm). Berdasarkan disagregasinya, kelompok
24
VF memberikan andil sebesar 0,16%, kelompok
AP sebesar 0,06% dan kelompok core sebesar
0,01%.
Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Maret 2017 Berdasarkan Disagregasi
Inflasi kelompok VF berlanjut di bulan Maret,
namun tekanan inflasinya sebesar 0,79%
(mtm), lebih rendah baik dibandingkan bulan
sebelumnya (4,28%). Kelompok ini merupakan
penyumbang utama inflasi di bulan Maret
2017. Meningkatnya inflasi kelompok tersebut
terutama bersumber dari komoditas strategis
Sulawesi Utara yaitu Barito (Bawang, Cabai
Rawit, Tomat) seiring dengan masih tingginya
harga rata-rata komoditas tersebut pada bulan
Maret 2017. Tingginya harga terjadi pada 2
minggu pertama bulan Maret 2017 sebagai
dampak masih tingginya curah hujan yang
mengganggu produksi dan pasokan.
Sementara itu, pada 2 minggu terakhir, harga
cenderung mulai mengalami penurunan
seiring dengan turunnya tingkat curah hujan.
Namun demikian, secara rata-rata bulanan,
harga pada Maret 2017 masih lebih tinggi
dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan
harga memasuki minggu ketiga bulan Maret
2017 terjadi pada komoditas bawang merah
dan cabai rawit. Berdasarkan Survei
Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia, rata-
rata harga bawang merah pada 2 minggu
pertama sebesar Rp45.650/kg, kemudian
menurun hingga Rp42.725/kg pada 2 minggu
terakhir di bulan Maret. Harga bawang merah
yang masih tinggi disebabkan oleh
keterbatasan pasokan dari daerah sentra
produksi sebagai dampak tingginya curah
hujan. Sementara itu, rata-rata harga cabai
rawit pada 2 minggu pertama sebesar
Rp115.100/kg, menurun menjadi Rp97.275/kg
pada 2 minggu terakhir. Khusus komoditas
tomat sayur, harga masih tetap tinggi.
Berdasarkan SPH, rata-rata harga tomat pada 2
minggu pertama sebesar Rp15.563/kg,
meningkat menjadi Rp16.163/kg pada 2
minggu terakhir. Di sisi lain, komoditas beras
mencatat deflasi yang cukup dalam sehingga
menahan laju inflasi pada Maret 2017. Deflasi
komoditas beras didorong oleh panen raya di
hampir seluruh daerah penghasil beras di
Sulawesi Utara pada bulan Februari dan Maret
2017.
Kelompok AP pada Maret 2017 juga mencatat
inflasi namun dengan tekanan yang relatif
rendah. Inflasi AP bulan Maret 2017 sebesar
0,27% (mtm), lebih rendah baik dibandingkan
dengan bulan sebelumnya (0,90%).
Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi
kelompok AP terutama didorong oleh tekanan
inflasi pada kelompok AP energi yang
memberikan andil sebesar 0,06% terhadap
inflasi kelompok AP bulan Maret. Sementara
itu, kelompok AP non-energi relatif stabil. Sub
kelompok AP energi mencatat inflasi sebesar
0,62% (mtm) dengan andil tertinggi dari tarif
listrik sebesar 0,05% dan bensin 0,01%. Inflasi
tarif listrik bulan Maret disebabkan oleh
penyesuaian tarif listrik tahap dua pelanggan
paska bayar daya 900 VA non subsidi.
Kemudian, inflasi bensin pada bulan Maret
didorong oleh kenaikan harga bahan bakar
(BBK) seperti Pertalite dan Pertamax. Harga
Pertalite mengalami kenaikan Rp50/liter
sedangkan Pertamax mengalami kenaikan
sebesar Rp100/liter yang dimulai sejak tanggal
21 Maret 2017.
Sementara itu, tekanan inflasi kelompok core
atau inti pada bulan Maret 2017 relatif
minimal. Inflasi kelompok core bulan Maret
2017 sebesar 0,02% (mtm), lebih rendah dari
bulan sebelumnya (0,20%). Berdasarkan sub
kelompoknya, inflasi kelompok core terutama
didorong oleh inflasi core non traded dengan
andil sebesar 0,01% terhadap inflasi kelompok
core bulan Maret. Sementara itu, kelompok
core traded relatif stabil. Sub kelompok core
non traded mencatat inflasi sebesar 0,03%
0.0% 0.1% 0.2% 0.3% 0.4% 0.5% 0.6% 0.7% 0.8% 0.9%
Volatile Food
AdministeredPrices
Core
Total
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Inflasi (mtm) Andil
25
(mtm) pada Maret 2017, menurun
dibandingkan bulan sebelumnya (0,23%).
Komoditas penyumbang inflasi core non traded
adalah upah pembantu rumah tangga dengan
andil sebesar 0,06% terhadap inflasi bulanan
Maret 2017. Di sisi lain, kenaikan inflasi
kelompok core non traded lebih lanjut tertahan
karena deflasi tarif pulsa ponsel setelah
mengalami peningkatan sejak bulan Desember
2016. Turunnya tarif pulsa ponsel disebabkan
persaingan harga oleh beberapa provider
untuk menarik konsumen. Sementara itu,
inflasi core traded mencatat deflasi sebesar
0,01% (mtm) pada Maret 2017, setelah
mencatat inflasi pada bulan sebelumnya
(0,16%). Komoditas penyumbang deflasi
kelompok ini yaitu air kemasan, seng, gula
pasir, dan cakalang asap. Turunnya harga gula
pasir didorong oleh ketersediaan ribuan ton
stok gula pasir. Adapun deflasi yang lebih
dalam tertahan oleh beberapa kebutuhan
rumah tangga dan emas perhiasan yang
harganya naik sebagai dampak kenaikan harga
komoditas emas internasional.
3.1.2. Inflasi Tahunan (yoy)
Inflasi Sulawesi Utara pada triwulan I 2017
tercatat sebesar 3,93% (yoy), lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya (0,35%). Meski
meningkat, inflasi Sulawesi Utara triwulan I
2017 berada di bawah target inflasi tahun 2017
yakni 4%±1% (yoy). Berdasarkan
disagregasinya, inflasi tahunan pada triwulan I
2017 disumbang oleh inflasi kelompok core
sebesar 1,37%, kelompok VF sebesar 1,34%,
dan kelompok AP sebesar 1,22%.
Grafik 3.5. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi
Kelompok core pada triwulan I 2017 mencatat
inflasi yang relatif rendah yakni sebesar 2,30%
(yoy), namun meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya (1,25%). Berdasarkan
sub kelompoknya, inflasi core disebabkan oleh
inflasi core traded yang tercatat inflasi sebesar
3,42% (yoy) dengan sumbangan terhadap
inflasi core sebesar 0,86%. Komoditas utama
penyumbang inflasi pada sub kelompok core
traded yaitu lemon dan jeruk nipis seiring
dengan kurangnya pasokan. Di sisi sub
kelompok core non-traded, inflasi tercatat
sebesar 1,48% (yoy) dengan sumbangan
sebesar 0,51% terhadap total inflasi kelompok
core. Tarif pulsa ponsel merupakan komoditas
utama penyumbang inflasi pada sub kelompok
core non-traded dikarenakan operator jasa
telekomunikasi bermaksud menutup biaya
investasi setelah adanya kompetisi harga pada
periode sebelumnya.
Sementara itu, kelompok VF tercatat
mengalami inflasi sebesar 6,66% (yoy),
meningkat signifikan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (-2,48%). Inflasi
kelompok VF terutama bersumber dari
komoditas tomat sayur yang memberikan andil
terhadap inflasi sebesar 2,15%. Inflasi tomat
secara tahunan tercatat sangat tinggi yaitu
sebesar 202,47% (yoy), meningkat tinggi
dibandingkan 6,03% pada triwulan
sebelumnya. Tingginya inflasi tomat sayur
disebabkan oleh curah hujan yang tinggi
sepanjang triwulan I 2017 yang mengganggu
produksi tomat di Kabupaten Minahasa.
Komoditas lain yang menyumbang inflasi yaitu
cakalang, cabai merah, minyak goreng, bawang
merah dan bawang putih.
Inflasi kelompok AP tercatat sebesar 6,01%
(yoy), meningkat dari 0,56% pada triwulan
sebelumnya. Berdasarkan sub kelompoknya,
peningkatan tekanan inflasi tahunan kelompok
AP disebabkan baik oleh sub kelompok AP non
energi maupun energi. Sub kelompok AP non
energi mencatat inflasi sebesar 5,36% (yoy)
dengan sumbangan sebesar 0,62% terhadap
inflasi AP. Adapun komoditas atau jasa yang
menyebabkan inflasi pada sub kelompok
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015 2016 2017
yoy
Sumber BPS & Bank Indonesia
Andil Core Andil Administered Prices Andil Volatile Food Inflasi Total
26
tersebut yaitu angkutan udara. Tingginya
mobilitas pengguna transportasi udara baik
dari domestik maupun mancanegara dalam
merayakan Tahun Baru, liburan dan perayaan
Imlek mendorong inflasi pada angkutan udara
sebesar 46,56% (yoy). Kenaikan biaya
perpanjangan STNK pada awal tahun 2017
memberikan andil inflasi terbesar kedua
setelah angkutan udara. Di sisi lain, sub
kelompok AP energi mencatat inflasi sebesar
6,86% (yoy) dengan sumbangan sebesar 0,61%
terhadap total inflasi AP. Komoditas yang
menjadi penyumbang inflasi yaitu tarif listrik
yang tercatat inflasi sebesar 16,43% (yoy)
sebagai dampak penyesuaian subsidi tarif
tenaga listrik 900 VA bagi pelanggan mampu.
Selain itu, bahan bakar rumah tangga menjadi
penyumbang inflasi pada kelompok AP energi,
sedangkan harga bensin mengalami
penurunan atau tercatat deflasi.
3.2. ARAH PERKEMBANGAN INFLASI
TRIWULAN II 2017
Memasuki awal triwulan II 2017, IHK bulan
April 2017 tercatat deflasi sebesar 0,02%
(mtm), namun secara tahunan tercatat
sebesar 4,83% (yoy) yang meningkat
dibandingkan bulan Maret 2017. Meski inflasi
tahunan meningkat, namun masih berada
dalam rentang target inflasi tahun 2017 yakni
4±1% (yoy).
Tabel 3.1. Inflasi April 2017
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Berdasarkan disagregasinya, IHK bulanan
April 2017 yang tercatat deflasi terutama
disumbang oleh deflasi kelompok VF dan
core. Sementara itu, kelompok AP mencatat
inflasi pada bulan April 2017.
Kelompok VF mencatat deflasi pada April
2017 setelah selama 3 bulan sebelumnya
mencatat inflasi. Deflasi kelompok VF tercatat
sebesar 0,78% (mtm). Deflasi kelompok VF
terutama bersumber dari komoditas strategis
Sulawesi Utara yaitu cabai rawit dan bawang
merah serta beras seiring dengan tersedianya
pasokan dan panen raya yang terjadi di daerah
sentra produksi. Tekanan harga pada
komoditas cabai rawit dan bawang merah
pada April 2017 mulai mereda seiring dengan
membaiknya pasokan di tengah level
permintaan yang relatif normal dan kondisi
cuaca yang cukup kondusif. Adapun pada
triwulan I 2017, komoditas-komoditas tersebut
tercatat mengalami kenaikan harga.
Berdasarkan SPH, rata-rata harga cabai rawit
mulai turun sejak minggu pertama April 2017
dan rata-rata harga bawang merah mulai turun
sejak minggu kedua April 2017. Rata-rata harga
cabai rawit pada April 2017 sebesar Rp66 ribu,
menurun dari Rp106 ribu pada bulan
sebelumnya. Sementara itu, rata-rata harga
bawang merah pada April 2017 sebesar Rp41
ribu, menurun dari Rp44 ribu pada bulan
sebelumnya. Sementara itu, komoditas beras
kembali mencatat deflasi seiring dengan masih
tersedianya stok atau pasokan beras paska
panen pada bulan Februari dan Maret 2017. Di
sisi lain, komoditas tomat sayur, terus
mengalami kenaikan harga sepanjang tahun
2017. Tomat kembali menjadi komoditas
utama yang mencatat inflasi pada bulan April
2017. Kondisi ini perlu mendapat perhatian
dari pemerintah dan TPID mengingat tomat
merupakan komoditas strategis Sulawesi Utara
yang memiliki andil dalam pergerakan inflasi.
Kelompok core pada bulan April 2017
mencatat deflasi sebesar 0,10% (mtm), lebih
rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat
inflasi sebesar 0,02%. Berdasarkan sub
kelompoknya, kedua sub kelompok core
mengalami deflasi. Deflasi kelompok core
terutama disebabkan oleh deflasi core traded
dengan andil sebesar 0,05% terhadap deflasi
kelompok core bulan April. Sub kelompok core
non traded yang juga tercatat deflasi
memberikan andil sebesar 0,01%. Deflasi sub
kelompok core traded pada April 2017 tercatat
Inflasi Andil Inflasi Andil
Total -0.02% -0.02% 4.83% 4.83%
Volatile Food -0.78% -0.16% 8.84% 1.74%
Administered Prices 0.98% 0.20% 8.65% 1.75%
Core -0.10% -0.06% 2.22% 1.33%
Core Traded -0.21% -0.05% 3.38% 0.85%
Core Non-Traded -0.02% -0.01% 1.38% 0.48%
AP Energi 2.24% 0.20% 12.07% 1.05%
AP Non-Energi 0.00% 0.00% 6.08% 0.70%
Indikatormtm yoy
27
sebesar 0,21% (mtm) dengan komoditas
penyumbang deflasi kelompok ini yaitu jeruk
nipis, lemon, pasta gigi, gula pasir dan cakalang
asap. Turunnya harga gula pasir terjadi seiring
menguatnya Rupiah dan turunnya harga gula
dunia. Di sisi lain, deflasi yang lebih dalam
tertahan oleh kenaikan indeks harga seng
seiring dengan meningkatnya harga komoditas
seng internasional. Sementara itu, deflasi sub
kelompok core non traded pada April 2017
tercatat sebesar 0,02% (mtm), setelah
sepanjang 3 bulan sebelumnya masih tercatat
inflasi. Komoditas penyumbang deflasi core
non traded adalah tindarung dengan andil
sebesar 0,03% terhadap inflasi bulanan April
2017. Di sisi lain, tarif pulsa ponsel kembali
mengalami kenaikan indeks harga setelah pada
bulan sebelumnya sempat turun.
Berbeda dengan 2 kelompok disagregasi di
atas, IHK kelompok AP April 2017 mencatat
inflasi. Inflasi AP bulan April 2017 tercatat
sebesar 0,98% (mtm), lebih tinggi
dibandingkan dengan bulan sebelumnya
(0,27%). Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi
kelompok AP terutama didorong oleh tekanan
inflasi pada kelompok AP energi yang
memberikan andil sebesar 0,20% terhadap
inflasi kelompok AP bulan April. Sementara itu,
kelompok AP non energi relatif stabil. Sub
kelompok AP energi mencatat inflasi sebesar
2,24% (mtm) dengan andil tertinggi disumbang
oleh tarif listrik sebesar 0,20%. Inflasi listrik
bulan April disebabkan oleh penyesuaian tarif
listrik tahap dua untuk pelanggan pra bayar
daya 900 VA nonsubsidi.
Melihat realisasi inflasi April dan perkiraan
inflasi pada Mei dan Juni, Bank Indonesia
memperkirakan inflasi pada triwulan II 2017
sebesar 4,50% (yoy). Perkiraan tersebut lebih
tinggi dibandingkan realisasi inflasi pada
triwulan sebelumnya (3,93% yoy). Naiknya
inflasi tersebut secara bulanan didorong oleh
inflasi pada bulan Juni. Pada bulan Mei, IHK
diperkirakan mencatat inflasi yang relatif
minimal, bahkan berdasarkan perkembangan
harga pada SPH terkini, IHK bulan Mei
membuka peluang mencatat deflasi seiring
dengan normalisasi harga komoditas bumbu-
bumbuan yang meningkat pada bulan-bulan
sebelumnya. Sementara itu, pada bulan Juni,
IHK diperkirakan mencatat inflasi yang cukup
tinggi sebagai dampak tingginya konsumsi
menyambut perayaan hari raya Idul Fitri.
Adapun dengan mempertimbangkan hal-hal
tersebut, realisasi inflasi pada triwulan II 2017
diperkirakan berada pada 4,50% (yoy).
3.3. PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI
DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI
Di awal tahun 2017, Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Utara telah
melaksanakan High Level Meeting (HLM)
perdana pada 25 Januari 2017 dengan agenda
utama menyelaraskan upaya pengendalian
inflasi tahun 2017. Dalam pertemuan
tersebut, seluruh anggota TPID Sulawesi Utara
berkomitmen untuk menjalankan program
pengendalian inflasi 2017 mengacu kepada
Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara
yang telah disusun sebelumnya. Beberapa
program utama pengendalian inflasi 2017
antara lain adalah peningkatan produksi bahan
pangan melalui penyediaan benih pertanian
dan holtikultura, mencanangkan Gerakan
Barito (Batanang Rica & Tomat) yang
merupakan kelanjutan dari Gerakan Rica
Rumah (GRR), memperluas peran Bulog dalam
stabilisasi harga, meningkatkan koordinasi dan
kerjasama dengan Aparat Penegak Hukum
(APH) khususnya Kepolisian, perencanaan
Operasi Pasar dan Sidak Pasar terintegrasi,
serta optimalisasi penggunaan PIHPS.
Selanjutnya, pada Februari 2017, upaya
pengendalian inflasi semakin ditingkatkan
baik di level Provinsi maupun Kab/Kota.
Agenda utama pengendalian inflasi pada
Februari 2017 adalah perumusan dan
pemantapan program kerja pengendalian
inflasi tahun 2017 yang mengacu pada
Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara
yang telah disusun pada tahun 2016. Fokus
pengendalian inflasi pada tahun 2017
ditujukan pada pengendalian harga 6
komoditas utama volatile food yaitu beras,
28
cabai rawit, bawang merah, tomat sayur,
cakalang (mewakili ikan tangkap) dan minyak
goreng. Sementara itu, di sisi administered
prices upaya koordinasi pengendalian inflasi
difokuskan pada 4 komoditas utama yaitu
angkutan dalam kota, angkutan udara, bahan
bakar rumah tangga dan tarif listrik. Di sisi
inflasi core, upaya menjaga ekspektasi
masyarakat dilakukan melalui diseminasi dan
strategi komunikasi yang efektif dan
koordinatif. Berbagai terobosan juga akan
dilakukan oleh TPID baik di tingkat Provinsi
maupun Kab/Kota untuk menjawab tantangan
inflasi komoditas pangan strategis. Terobosan
tersebut berupa pemantauan harga secara
terintegrasi dan intensif dengan command
center Pemerintah Kota Manado,
menggalakan Urban Farming melalui Gerakan
Barito, ASN Menanam, serta berbagai upaya
diversifikasi pangan sebagai bentuk
pengendalian dari sisi demand dalam jangka
menengah panjang.
Pada bulan Maret 2017, koordinasi
pengendalian inflasi terus diperkuat terutama
dalam menghadapi sejumlah risiko terkait
penyesuaian administered prices sejalan
dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi
energi oleh Pemerintah, dan rencana
antisipasi terhadap risiko kenaikan harga
volatile food menjelang Lebaran dan Natal
serta Tahun Baru. Dalam bulan ini, beberapa
rapat koordinasi telah dilaksanakan untuk
menetapkan langkah pengendalian inflasi pada
tahun 2017 melalui penetapan program kerja
TPID Sulawesi Utara 2017 yang mengacu pada
Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara
2016-2019. Program kerja TPID Sulawesi Utara
2017 telah disetujui dan ditandatangani
langsung oleh Ketua TPID Provinsi pada 2
Maret 2017 dalam HLM TPID bersama seluruh
SKPD terkait.
TPID Sulawesi Utara juga telah berkomitmen
untuk memperkuat kerjasama dengan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk
memonitor tata niaga perdagangan
komoditas strategis di Sulawesi Utara. Rapat
TPID Sulut bersama KPPU Sulawesi Utara telah
dilaksanakan pada 31 Maret 2017, dengan
agenda utama melakukan sinkronisasi
program kerja pengendalian inflasi antara
KPPU dan TPID Sulut, serta menetapkan
beberapa rencana kegiatan bersama.
Memasuki triwulan II 2017, kegiatan
pengendalian inflasi difokuskan pada
peningkatan kapasitas anggota TPID Sulawesi
Utara, serta langkah-langkah nyata dalam
menghadapi risiko tekanan harga jelang
masuknya bulan Ramadhan, hari raya Idul
Fitri dan hari raya pengucapan. Pada 27-28
April 2017, Bank Indonesia (BI) bekerjasama
dengan TPID Provinsi menyelenggarakan
kegiatan Capacity Building dan Rapat
Koordinasi bersama seluruh perwakilan TPID
Kab/Kota yang langsung dipimpin oleh
Gubernur Sulawesi Utara. Kegiatan Capacity
Building sendiri menghadirkan perwakilan dari
Pokjanas TPID, BPS Sulawesi Utara, KPPU dan
TPID Provinsi Gorontalo sebagai narasumber
untuk semakin memperkuat pemahaman
anggota TPID Se-Sulawesi utara mengenai
inflasi, upaya pengendaliannya dan
mekanisme pelaporan kegiatannya.
Sementara, pada rapat koordinasi, fokus
pembahasan adalah pada sisi penguatan data,
mekanisme koordinasi, dan persiapan TPID
kab/kota menghadapi bulan Ramadhan dan
Idul Fitri, yang dilanjutkan dengan sidak pasar,
baik pada pasar retail maupun modern terkait
dengan penetapan Harga Eceran Tertinggi
(HET) 3 komoditas bersama KPPU. Selain itu,
pada April 2017, BI bersama dengan
Pemerintah Kota Manado dan Pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara telah mencanangkan
gerakan Barito (Batanang Rica & Tomat)
sebagai bentuk nyata pengendalian inflasi
melalui gerakan menanam baik oleh
masyarakat maupun ASN. Dalam kesempatan
tersebut telah disalurkan bantuan bibit kepada
masyarakat untuk tahap pertama sebesar 35
ribu bibit cabai rawit dan tomat yang
merupakan hasil kerjasama antara BI dan
Pemerintah Kota Manado. Kegiatan tersebut
mendapat dukungan penuh dari Walikota
Manado beserta jajarannya yang langsung
29
menhadiri acara pencanangan Gerakan Barito
pada 5 April 2017 di Kecamatan Singkil, Kota
Manado. Kegiatan tersebut juga disertai
dengan acara penanaman secara simbolis yang
dilakukan oleh seluruh jajaran Forkopimda
Kota Manado. Selanjutnya, gerakan Barito
akan terus diperluas dengan proses monitoring
dan pembinaan yang terintegrasi. Gerakan
Barito juga diharapkan akan menjadi role
model bagi kegiatan menanam sejenis yang
juga akan dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota
lainnya di Sulawesi Utara. Sementara, pada
Mei hingga Juni 2017, upaya pengendalian
inflasi akan difokuskan pada pengendalian
harga jelang Idul Fitri dan hari raya
pengucapan, melalui berbagai kegiatan Sidak
Pasar dan Operasi Pasar terintegrasi, serta
upaya-upaya komunikasi ekspektasi
bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan
tokoh agama. Keseluruhan upaya-upaya
tersebut dilakukan untuk mendukung
pencapaian target inflasi Sulut 2017 yang
diproyeksikan sebesar 4±1%.
30
Bab IV.
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan
Akses Keuangan dan UMKM
4.1. GAMBARAN UMUM PERBANKAN
4.1.1. Jaringan Kantor dan Aset
Pada triwulan I 2017, terdapat pembukaan 1
jaringan kantor bank umum konvensional
yang beroperasi di wilayah Sulawesi Utara,
sehingga total bank umum sebanyak 30
dengan 294 jaringan kantor sedangkan BPR
masih sama dengan periode sebelumnya yaitu
sebanyak 18 dengan 55 jaringan kantor.
Total aset perbankan umum di Sulawesi Utara
pada triwulan I 2017 tumbuh melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Perlambatan pertumbuhan aset terjadi pada
seluruh kelompok Bank, kecuali Bank Swasta
Nasional. Aset Bank Persero yang memiliki
jumlah aset terbesar tercatat tumbuh 10,5%
(yoy) melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya 11,35% (yoy). Perlambatan juga
terjadi pada kelompok Bank Pemerintah
Daerah yang hanya tumbuh 1,18% (yoy),
dimana pada periode sebelumnya dapat
tumbuh 7,44% (yoy). Disisi lain, kontraksi pada
kelompok Bank Asing & Campuran masih
berlanjut, pada triwulan I 2017 terkontraksi
35,46% (yoy) dimana pada triwulan
sebelumnya telah terkontraksi 21,63% (yoy).
Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
4.1.2. Dana Pihak Ketiga (DPK)
Tekanan terhadap pertumbuhan DPK mereda
meski masih mencatatkan pertumbuhan
negatif. DPK pada triwulan I 2016 tercatat
tumbuh -0,14% (yoy) membaik dari triwulan
sebelumnya yang terkontraksi 1,88% (yoy).
Membaiknya pertumbuhan DPK terutama
disebabkan oleh pertumbuhan tabungan
sebagai komponen terbesar pembentuk DPK
Sulawesi Utara disertai dengan meredanya
tekanan pada komponen Giro meski masih
mencatatkan pertumbuhan negatif. Disisi lain,
komponen Deposito tercatat tumbuh
melambat dibandingkan periode sebelumnya.
Seiring dengan berakhirnya perayaan awal
tahun, masyarakat kembali menempatkan
dananya ke perbankan, khususnya pada
tabungan yang dapat diambil sewaktu-waktu.
Hal ini mendorong tumbuhnya komponen
tabungan pada triwulan I 2017 sebesar 7,34%
(yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
sebesar 5,94% (yoy). Perbaikan pada
komponen giro (tumbuh -18,62% yoy, triwulan
sebelumnya -29,05% yoy) didorong oleh giro
swasta kelompok lembaga non keuangan atau
korporasi, yang merupakan normalisasi dari
penarikan giro pada akhir tahun untuk
pembayaran tunjangan hari raya/akhir tahun.
Tekanan terhadap giro pemerintah juga
mereda seiring dengan transfer anggaran dari
pemerintah pusat pada triwulan I 2017. Disisi
lain perlambatan deposito yang tumbuh
sebesar 2,99% (yoy) dari 6,07% (yoy) pada
triwulan sebelumnya diindikasi disebabkan
oleh tren penurunan suku bunga deposito.
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
02468
101214161820
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Total Aset Bank Persero Bank Swasta Nasional
Bank Campuran Bank Pemerintah daerah
31
4.1.3. Kredit
Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit
terakselerasi sebesar 8,06% (yoy) meningkat
jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang
hanya tumbuh sebesar 6,32% (yoy). Secara
umum, penyaluran pembiayaan di Sulawesi
Utara masih disalurkan ke sektor yang
tergolong konsumtif. Hal ini tercermin dari
pangsa kredit konsumsi (KK) yang mencapai
60% dati total kredit yang disalurkan pada
triwulan I 2017. Sementara itu, kredit produktif
yakni modal kerja dan investasi sebesar 25,5%
dan 14,3%. Berdasarkan penggunaannya,
peningkatan kredit disumbang oleh
pertumbuhan positif KK sebesar 8,19% (yoy),
dibandingkan periode sebelumnya sebesar
6,92% (yoy). Pertumbuhan KK utamanya
didorong oleh tumbuhnya jenis kredit
Multiguna yang mendominasi penyaluran KK
(pangsa sebesar 75,7%). Penyaluran Kredit
Investasi (KI) juga menunjukkan peningkatan,
pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 10,78%
(yoy) dari 2,75% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Disisi lain, perlambatan pada
Kredit Modal Kerja (KMK) masih berlanjut,
hanya tumbuh sebesar 6,32% (yoy) dari
sebelumnya 6,94% (yoy).
Grafik 4.2. Perkembangan Indikator Utama Perbankan
Sumber: Bank Indonesia
4.1.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non
Performing Loan (NPL)
Fungsi intermediasi perbankan yang
tercermin dari indikator LDR menunjukkan
peningkatan pada triwulan I 2017 menjadi
148,8% dari 148,2% pada triwulan
sebelumnya yang disebabkan oleh
meningkatnya penyaluran kredit ditengah
pertumbuhan negatif DPK. Namun demikian,
pertumbuhan penyaluran pembiayaan pada
triwulan I 2017 tidak diikuti oleh perbaikan
kualitas kredit. Hal ini tercermin dari indikator
rasio NPL menunjukkan peningkatan menjadi
3,82% pada triwulan I 2017 dari sebelumnya
3,40%.
4.2. AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.2.1. Perkembangan Pembiayaan UMKM
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
memiliki peran penting dalam perekonomian
Sulawesi Utara tercermin dari pangsa unit
usaha yang dominan terhadap total unit usaha,
serta sebagai sektor yang juga turut
berkontribusi terhadap penyerapan tenaga
kerja. Namun demikian, sebagai salah satu
aktor yang cukup penting dalam
perekonomian domestik maupun nasional,
UMKM sering kali masih terkendala dalam
memperoleh pembiayaan.
Pada triwulan I 2017, laju pertumbuhan kredit
UMKM di Sulawesi Utara tercatat mengalami
perlambatan, dari yang semula tumbuh
sebesar 9,03% (yoy) pada triwulan
sebelumnya, menjadi sebesar 7,08% pada
triwulan I 2017. Ditengah perlambatan
tersebut, kualitas kredit yang tercermin dari
naiknya rasio NPL kredit UMKM mengalami
penurunan. Pada triwulan I 2017, NPL Kredit
UMKM tercatat sebesar 5,87%, dibanding
periode sebelumnya mencapai 5,48%. Meski
mengalami peningkatan, NPL Kredit UMKM
masih berada dibawah ambang threshold 5%.
Grafik 4.3. Perkembangan Kredit UMKM
Sumber: Bank Indonesia
Pangsa kredit UMKM di triwulan I 2017
mengalami peningkatan, yakni menjadi
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
YoYLDR-sb.kanan Aset dpk Kredit
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Growth UMKM (yoy) Porsi UMKM NPL UMKM (sb.kanan)
32
sebesar 26,13%, jika dibandingkan pangsa
pada triwulan sebelumnya sebesar 25,4%.
Berdasarkan wilayahnya, konsentrasi
penyaluran kredit UMKM terbesar berada di
Kota Manado sebesar 62,3%, diikuti Kota
Bitung sebesar 10,2% dan Kota Kotamobagu
sebesar 10,0%. Meski demikian, dari sisi
kerentanan terhadap risiko kredit bermasalah,
Kota Manado perlu menjadi perhatian. Sebagai
daerah dengan realisasi kredit UMKM
terbesar, rasio NPL kredit UMKMnya terus
meningkat dan telah melewati threshold yaitu
sebesar 7,8% pada triwulan I 2017 meningkat
dari triwulan sebelumnya yang sebesar 7,3%.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh
meningkatnya NPL lapangan usaha
perdagangan dan industri pengolahan sebagai
lapangan usaha penerima kredit UMKM
terbesar. Di samping itu, Kab. Bolaang
Mongondow Timur mencatatkan NPL tertinggi
dibandingkan 15 kab/kota lainnya untuk
kategori kredit UMKM, rasio kredit UMKM
bermasalah Kab. Bolaang Mongondow Timur
tercatat mencapai 38,5% pada triwulan I 2017
yang disebabkan oleh peningkatan NPL pada
lapangan usaha perdagangan.
Grafik 4.4. Pangsa Kredit UMKM terhadap Total Kredit
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.5. Pangsa UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
4.2.2. Akses Keuangan Penduduk
Indikator akses keuangan Sulawesi Utara
terutama dari sisi penghimpunan dana
mengalami peningkatan, namun demikian
dari sisi penyaluran pembiayaan
menunjukkan penurunan. Rasio jumlah
rekening DPK terhadap penduduk angkatan
kerja di Sulawesi Utara masih menunjukkan
penurunan, dimana pada data terakhir yaitu
periode Februari 2017 rasio tersebut tercatat
sebesar 150,7%. Rasio yang telah melampaui
angka 100% mengindikasikan setengah dari
jumlah angkatan kerja memiliki lebih dari satu
rekening (dengan asumsi seluruh angkatan
kerja masing-masing memiliki 1 rekening
tabungan).
Grafik 4.6. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit
terhadap jumlah penduduk angkatan kerja di
Sulawesi Utara juga menunjukkan sedikit
penurunan menjadi 23,2% di bulan Februari
2017. Masih cukup rendahnya rasio rekening
kredit menunjukkan bahwa fasilitas
pembiayaan belum banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat Sulawesi Utara, baik karena alasan
belum membutuhkan maupun secara
administratif dan non administratif belum
dapat melengkapi persyaratan yang diperlukan
untuk dapat memanfaatkan fasilitas
pembiayaan. Masih minimnya rasio tersebut
juga menunjukkan masih terdapat ruang
untuk meningkatkan penyaluran kredit di masa
mendatang.
73,87%
26,13%
Non-UMKM UMKM
62,32%8,47%
10,00%
10,29%
7,86% 0,83% Manado
Minahasa
Kotamoagu
Bitung
Kep. Sangihe
Kab.Kota Lainnya
137,88%
148,37%
128,87%
143,62% 140,37%
157,09% 150,77%
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb
2014 2015 2016 2017
33
Grafik 4.7. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja
Sumber: Bank Indonesia
4.2.3. Upaya Peningkatan Akses Keuangan
dan Pengembangan UMKM
Untuk mendorong peningkatan akses
masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan
jasa keuangan guna mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,
Bank Indonesia telah melakukan berbagai
bentuk langkah dan upaya, diantaranya adalah
sebagai berikut:
Memperluas implementasi Layanan
Keuangan Digital (LKD) melalui dorongan
kepada bank penyelenggara LKD di
Sulawesi Utara, untuk memperbanyak agen
LKD di tiap-tiap daerah.
Melakukan sosialisasi dan edukasi Gerakan
Nasional Non Tunai (GNNT) pada berbagai
kesempatan dan kepada beragam
stakeholders. Pada bulan Januari hingga
April 2017 telah dilakukan kampanye GNNT
di Kotamobagu dan Manado.
Melakukan sosialisasi dan fasilitasi
penggunaan Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK)
kepada UMKM Sulut. Hal ini
dilatarbelakangi oleh kelemahan UMKM
dalam memahami syarat administratif
pembiayaan perbankan. Pada bulan Maret
2017, bekerjasama dengan Pemerintah
Kota Manado digelar sosialisasi dan
memfasilitasi UMKM untuk mendapatkan
IUMK. IUMK merupakan salah satu
kelengkapan administrasi UMKM untuk
memperoleh fasilitas pembiayaan
diperbankan. Sosiliasi tersebut juga
dirangkaikan dengan sosialisasi KUR dari
bank penyalur.
Mengembangkan aplikasi teknologi
informasi SIAPIK – Sistem Administrasi
Pencatatan Keuangan. Aplikasi SIAPIK dapat
diunduh pada smartphone tanpa dipungut
biaya, aplikasi ini mempermudah UMKM
dalam melakukan pembukuan. Sosialisasi
mengenai penggunaan SIAPIK kepada
UMKM se-Sulawesi Utara dan kalangan
perbankan telah dilaksanakan pada bulan
Maret dan Mei 2017.
Menyelesaikan dan mendiseminasi
penelitian Komoditas/Produk/Jenis Usaha
Unggulan UMKM kepada stakeholder
terkait pada Januari 2017. Hal ini bertujuan
untuk memudahkan pemerintah daerah
dan perbankan untuk mendapatkan
preferensi komoditas unggulan dan
potensial untuk dikembangkan maupun
untuk dibiayai.
4.3. KETAHANAN KORPORASI
4.3.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Salah satu sumber kerentanan sektor
korporasi khususnya Industri Pengolahan di
Sulawesi Utara adalah melemahnya
permintaan global/mitra dagang. Pada
triwulan I 2017, Amerika Serikat (AS) masih
menjadi Negara tujuan utama ekspor Sulawesi
Utara (pangsa 31,6%) sehingga kinerja
perekonomian AS dapat menjadi sumber
kerentanan sektor korporasi Sulawesi Utara.
Pada triwulan I 2017 kinerja ekonomi AS masih
tercatat membaik didukung oleh konsumsi
yang solid.
Grafik 4.8. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara
Sumber: SITC, diolah
23,24%
25,93%
23,68%25,59%
24,10% 24,28%23,22%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb
2014 2015 2016 2017
Amerika Serikat; 31,69%
Tiongkok; 15,56%
Korea Selatan; 11,27%
Belanda; 18,42%
Jepang; 8,75%
Lainnya; 14,30%
34
Pergerakan harga minyak dunia juga menjadi
sumber kerentanan korporasi dikarenakan
komoditas lemak/minyak nabati komposisi
ekspor Sulawesi Utara dengan pangsa cukup
dominan dalam komposisi ekspor Sulawesi
Utara. Pada triwulan I 2017 rata-rata harga
Coconut Oil (CNO) menunjukkan peningkatan
secara nominal sejalan dengan arah kinerja
ekspor minyak nabati Sulawesi Utara yang
didominasi oleh CNO. Meski, secara
pertumbuhan tahunan, CNO dan ekspor
mengalami perlambatan pertumbuhan.
Grafik 4.9. Perkembangan Harga Minyak dan
Ekspor Minyak Nabati Sulawesi Utara
Sumber: World Bank dan Cognos Bank Indonesia
4.3.2. Kinerja Korporasi
Kegiatan Usaha
Kinerja korporasi berdasarkan hasil liaison
Bank Indonesia dengan perusahaan pada
lapangan usaha utama di Sulawesi Utara,
mengindikasikan adanya perlambatan
kegiatan usaha pada triwulan I 2017 jika
dibandingkan triwulan sebelumnya. Sejalan
dengan berakhirnya peak season konsumsi
masyarakat pada akhir triwulan IV 2016 serta
semakin ketatnya persaingan bisnis di sector
industri pengolahan membuat kinerja dunia
usaha pada awal tahun melambat, hal ini
tercermin dari lickert scale (LS) kegiatan usaha
domestik (Tw IV 2016 1,7; Tw I 2017 0,75)
maupun ekspor (TW IV 2016 0,33; Tw I 2017 -
1) yang turun dari angka triwulan sebelumnya.
Grafik 4.10. Lickert Scale Kegiatan Usaha
Sumber: Liaison, Bank Indonesia
Meski demikian, prospek kinerja korporasi
yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang
(SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Bank Indonesia masih menjanjikan, dimana
kegiatan usaha pada triwulan mendatang
diperkirakan akan tumbuh meningkat dengan
SBT sebesar 8,34% dari triwulan I 2017 6,14%.
Peningkatan tersebut diperkirakan
disumbangkan oleh peningkatan kinerja
lapangan usaha penyediaan konstruksi sejalan
dengan rencana dimulainya pembangunan
beberapa proyek pemerintah maupun swasta
untuk infrastruktur pariwisata pada triwulan
mendatang.
4.3.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor
Korporasi
Eksposur kredit perbankan pada sektor
korporasi meningkat dari 16% pada triwulan
IV 2016 menjadi 27,4% pada triwulan I 2017.
Oleh karenanya, kerentanan yang terjadi pada
sektor ini perlu untuk diwaspadai agar
stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan
tetap terjaga mengingat eratnya keterkaitan
antar sektor. Keterkaitan sektor korporasi
terhadap sektor rumah tangga dalam hal
penyerapan tenaga kerja yang kemudian
berpengaruh terhadap penghasilan.
Grafik 4.11. Pangsa Penggunaan Kredit
Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
0
50.000.000
100.000.000
150.000.000
200.000.000
250.000.000
300.000.000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Ekspor Minyak Nabati Harga CNO sb. Kanan
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016
LS Penjualan Domestik LS Penjualan Ekspor
31,44%
68,38%
0,18%
Modal Kerja Investasi Konsumsi
35
Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kredit perbankan pada sektor korporasi di
Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 mencapai
Rp10,3 triliun, meningkat sebesar 115,4%
(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya
yang hanya tumbuh 7,61% (yoy). Akselerasi
tersebut didorong oleh realisasi KI yang
tumbuh sebesar 196,8% (yoy) dimana pada
sebelumnya mencatatkan kontraksi 0,8% (yoy)
disertai dengan peningkatan KMK yang juga
tumbuh 44,1% (yoy) meningkat dari triwulan
sebelumnya 8,2% (yoy). Berdasarkan jenis
penggunaannya, kredit korporasi terutama
disalurkan dalam bentuk kredit investasi
sebesar 68%, kredit modal kerja sebesar 31%
dan kredit konsumsi sebesar 0,18%.
Kredit Modal Kerja Korporasi
Posisi KMK triwulan I 2017 mencapai Rp3,2
triliun meningkat sebesar Rp775 miliar secara
nominal, jika dibandingkan dengan baki
debet pada triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan KMK korporasi tersebut
didorong oleh akselerasi pertumbuhan kredit
lapangan usaha yang mendominasi penyaluran
KMK korporasi, yaitu lapangan usaha
konstruksi (pangsa 15,09%) yang tercatat
tumbuh meningkat menjadi sebesar 50,2 (yoy)
pada triwulan I 2017, dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 24,6% (yoy).
Pertumbuhan juga terjadi pada lapangan
usaha industri pengolahan sebagai lapangan
usaha terbesar ketiga penerima pembiayaan
modal kerja pada sektor korporasi (pangsa
9,16%) yang pertumbuhannya (9,6% yoy)
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
(0,4% yoy). Disisi lain, perlambatan terjadi
pada lapangan usaha perdagangan besar dan
eceran yang mendominasi penyaluran KMK
korporasi yang tumbuh 7,13% (yoy) dari
triwulan sebelumnya 14,5% (yoy).
Grafik 4.13. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja
Korporasi Lapangan Usaha Dominan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.4. KETAHANAN RUMAH TANGGA
4.4.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi
Sektor Rumah Tangga
Sebagai penyedia dana dan sebagai penerima
pendanaan dari institusi keuangan, sektor
rumah tangga memiliki peran yang penting
dalam sistem keuangan. Beberapa faktor yang
memengaruhi kondisi rumah tangga adalah
tingkat pendapatan, tingkat pengangguran,
tingkat konsumsi dan kondisi pembiayaan /
kredit rumah tangga. Sejalan dengan pola
historisnya, konsumsi rumah tangga terhadap
perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I
2017 mengalami perlambatan.
Grafik 4.14. Indeks Keyakinan Konsumen
Rumah Tangga Sulawesi Utara
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Meski demikian, tingkat optimisme rumah
tangga dalam melakukan kegiatan konsumsi
masih menunjukkan peningkatan. Hal ini
tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen
-150,0%
-50,0%
50,0%
150,0%
250,0%
350,0%
450,0%
550,0%
650,0%
750,0%
-50,0%
0,0%
50,0%
100,0%
150,0%
200,0%
250,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi -sb. Kanan
0,4
7%
24
,60
%
14
,58
%
9,6
0%
50
,27
%
7,1
3%
I N D U S T R I P E N G O L A H A N K O N S T R U K S I P E R D A G A N G A N B E S A R D A N E C E R A N
Tw IV 2016 Tw I 2017
60
80
100
120
140
160
180
200
Jan
Fe
bM
ar
Ap
rM
ay
Jun
eJu
lA
ug
Se
pO
ctN
ov
De
cJa
nF
eb
Ma
rA
pr
Ma
yJu
nJu
lA
ug
Se
pO
ctN
ov
De
cJa
nF
eb
Ma
rA
pr
Me
iJu
ni
Juli
Ag
tS
ep
Okt
No
vD
es
Jan
Fe
bM
are
tA
pril
Me
iJu
ni
Juli
Ag
tS
ep
Okt
No
vD
es
Jan
Fe
bM
ar
2013 2014 2015 2016 2017
Indeks Keyakinan Konsumen Kondisi Ekonomi Saat Ini Ekspektasi Konsumen Titik Optimis
OP
TIM
ISP
ES
IMIS
36
(IKK) selama triwulan I 2017 yang berada pada
level 127,9 meningkat dibandingkan periode
sebelumnya yang berada pada level 116,1.
Grafik 4.15. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi
Utara terhadap Ekonomi saat ini
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Grafik 4.16. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi
Utara terhadap Harga 6 bulan kedepan
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Optimisme Rumah tangga juga masih
menunjukkan peningkatan baik terhadap
kondisi penghasilan, pembelian barang tahan
lama dan ketersediaan lapangan kerja. Hal ini
tercermin dari indeks pembentuk Indeks
Ekonomi Saat Ini (IKE), sepanjang Januari-
Maret 2017 masih berada diatas titik optimis
(>100). Sejalan dengan hal tersebut, Indeks
Ketersediaan Lapangan Kerja juga
menunjukkan peningkatan pada triwulan I
2017 yang diikuti dengan peningkatan Indeks
Penghasilan Saat Ini.
Optimisme tersebut diperkirakan akan terus
meningkatkan pada pada waktu mendatang,
tercermin dari rata-rata ekspektasi rumah
tangga terhadap lapangan pekerjaan 6 bulan
mendatang yang meningkat (126,3)
dibandingkan rata-rata periode sebelumnya
(114,6). Ke depan, sektor rumah tangga masih
dihadapkan pada risiko yang berasal dari
kenaikan harga. Hal ini terindikasi dari
peningkatan Indeks Ekspektasi Harga 6 bulan
mendatang.
4.4.2. Dana Pihak Ketiga Perseorangan di
Perbankan
Pada triwulan I 2017 pertumbuhan dana
pihak ketiga (DPK) perseorangan mengalami
peningkatan, tumbuh sebesar 7,56% (yoy),
dibandingkan periode sebelumnya 7,09%
(yoy). Dilihat dari porsinya, sektor rumah
tangga masih mendominasi DPK perbankan
Sulawesi Utara, dengan pangsa yang mencapai
78% dari keseluruhan DPK di Sulawesi Utara.
Porsi DPK perseorangan tersebut relatif
menurun jika dibandingkan triwulan
sebelumnya (83,3%), namun masih meningkat
jika dibandingkan dengan periode yang sama
di 2016 dengan yang sebesar 72,4%. Adapun
preferensi rumah tangga pada triwulan IV
dalam melakukan penempatan dana masih
didominasi pada produk tabungan (57%) dan
deposito (33%).
Grafik 4.17. Komposisi DPK Perseorangan di
Sulawesi Utara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK Perseorangan
Tiap Jenis Penempatan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.4.3. Kredit Perbankan Sektor Rumah
Tangga
Kredit rumah tangga (konsumsi) pada
triwulan I 2017 mencapai Rp19,9 triliun,
Kondisi Ekonomi Saat Ini Penghasilan Saat Ini Pembelian Barang TahanLama
Ketersediaan Lap. Kerja
Jan Feb Maret Titik Optimis
-2,00%
-1,00%
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
6,00%
7,00%
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210
Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul
2015 2016 2017
Inflasi (semester) - 2nd axis Indeks Ekspektasi Harga 6 Bulan
0,0%
20,0%
40,0%
60,0%
80,0%
100,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Perseorangan Bukan Perseorangan
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
g.Tabungan g.Deposito
37
tumbuh 11,9% (yoy) meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 6,92% (yoy). Sementara itu pangsa
kredit rumah tangga terhadap total kredit yang
disalurkan masih dominan yaitu 60%.
Grafik 4.19. Komposisi Kredit Konsumsi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi penggunaan, pangsa kredit rumah
tangga masih didominasi oleh Kredit
Multiguna (76,1%), diikuti Kredit Pemilikan
Rumah (21,8%), Kredit Kendaraan Bermotor
(1,21%) dan Kredit Perlengkapan (0,83%).
Kredit RT jenis multiguna sebagai jenis kredit
terbesar tercatat tumbuh sebesar 12% (yoy)
dibandingkan bulan sebelumnya 6,4% (yoy).
Relaksasi ketentuan mengenai Loan To Value
pada tahun 2016 mulai berdampak pada
penyaluran KPR, dimana pada periode ini KPR
tumbuh 10,51% (yoy) dari 7,47% (yoy) triwulan
sebelumnya. Peningkatan juga terjadi pada
KKB yang tumbuh 8,07% (yoy) dari 3,42% (yoy)
di triwulan IV 2016. Disisi lain, perlambatan
pertumbuhan terjadi pada Kredit
Perlengkapan (65% yoy pada triwulan ini dari
71,1% yoy di triwulan sebelumnya).
Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Konsumsi
Menurut Jenis Penggunaan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi risiko kredit, kualitas kredit rumah
tangga pada triwulan I 2017 menunjukkan
penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya sebagaimana tercermin dari
peningkatan rasio maupun nominal NPL.
Rasio NPL periode sebelumnya 2,26% naik
menjadi 2,41% pada triwulan I 2017.
Sementara nominal NPL tercatat menurun dari
Rp428 miliar menjadi Rp479 miliar. Penurunan
kualitas kredit terjadi pada seluruh jenis kredit
RT kecuali kredit perlengkapan. Namun
demikian, tekanan tersebut masih relatif
rendah, dimana NPL konsumsi secara agregat
berada pada level 2,41% atau masih dibawah
threshold 5%.
KPR21,80%
KKB1,21%
Perlengkapan0,83%
Multiguna76,17%
-150%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
Total Kredit RT KPR
KKB Multiguna
Perlengkapan (sb.kanan)
38
Bab V.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
5.1. PENYELENGGARAAN LAYANAN
SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI
Pada triwulan I 2017, transaksi kliring melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) di Sulawesi Utara dan Provinsi
Gorontalo tercatat sebesar Rp2,42 triliun.
Angka tersebut menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
Rp2,86 triliun seiring dengan normalisasi
aktivitas perekonomian pasca berakhirnya
momentum pergantian tahun pada triwulan IV
2016 sesuai dengan tren historisnya. Secara
pertumbuhan, transaksi kliring kembali
mengalami penurunan yaitu terkontraksi
sebesar 15,7% (yoy) pada triwulan I 2017
emakin dalam dari triwulan IV 2016 yang
terkontraksi sebesar 12,4% (yoy). Hal tersebut
terutama disebabkan oleh pemberlakuan
ketentuan atas caping SKNBI menjadi Rp100
juta sejak 1 Juli 2016, dimana pada triwulan IV
2015 sempat berlaku caping Rp500 juta serta
adanya ketentuan batas nilai nominal transfer
dana menggunakan BI-RTGS adalah di atas Rp
100 juta. Ketentuan tersebut menyebabkan
penggunaan SKNBI pada triwulan IV 2015
tumbuh meningkat kemudian mengalami
penurunan memasuki pertengahan tahun
2016 sehingga terjadi switching preferensi
masyarakat untuk menggunakan BI-RTGS
sebagai media transaksi. Hal tersebut
berdampak pada pertumbuhan transaksi
kliring melalui SKNBI mengalami penurunan.
Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi SKNBI
Bank Indonesia terus melakukan upaya
menjaga kelancaran transaksi pembayaran
nontunai. Upaya yang dilakukan antara lain
melalui implementasi SKNBI Generasi II sejak 5
Juni 2015, mendorong Gerakan Nasional Non
Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan
Digital (LKD) dan elektronifikasi serta
melakukan pemantauan pada Koordinator
Pertukaran Warkat Debit (KPWD).
Guna meningkatkan penggunaan LKD di
Sulawesi Utara, Bank Indonesia berupaya
memperluas implementasi LKD melalui
dorongan kepada BRI, Bank Mandiri dan BNI
yang merupakan bank penyelenggara LKD di
Sulawesi Utara, untuk melakukan ekspansi
agen LKD di tiap-tiap daerah. Untuk
mendukung upaya tersebut, Bank Indonesia
juga melakukan mediasi perbankan dan pihak
penyedia jaringan.
Selanjutnya, dalam rangka mendorong
elektronifikasi, Bank Indonesia telah
menyusun Roadmap Elektronifikasi untuk
tahun 2017-2019 yang akan menjadi panduan
dalam implementasi elektronifikasi transaksi
keuangan di wilayah Sulawesi Utara.
Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT terus
dilakukan oleh Bank Indonesia pada berbagai
kesempatan dan kepada beragam
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Sumber: Bank Indonesia
Nilai Transaksi (Rp Triliun) Pertumbuhan (yoy) (rhs)
39
stakeholders. Pada bulan Januari 2017,
sosialisasi GNNT dilakukan di Kotamobagu
kepada pemerintah kabupaten, masyarakat
dan pelajar. Di bulan Februari, Bank Indonesia
Sulawesi Utara menyelenggarakan edukasi
keuangan di Melonguane, Kabupaten
Kepulauan Talaud yang merupakan Kabupaten
terluar dibagian utara Indonesia.
Bank Indonesia juga telah menyempurnakan
ketentuan Bilyet Giro melalui Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No.18/41/PBI/2016 tanggal 21
November 2016 yang akan berlaku mulai
tanggal 1 April 2017. Untuk memastikan
ketentuan tersebut dapat dipahami oleh
perbankan dan masyarakat Sulawesi Utara,
Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi
kepada perbankan dan publikasi di media
massa sepanjang bulan Maret 2017.
Di sisi dukungan pada kelancaran sistem
kliring, Bank Indonesia melakukan
pemantauan kepatuhan KPWD melalui analisis
laporan berkala setiap bulan secara off-site
serta pemeriksaan on-site. Pada triwulan I
2017 pemantauan langsung dilakukan di KPWD
Kep. Sangihe. Di Sulawesi Utara, terdapat 5
penyelenggara kliring yaitu Bank Indonesia di
Manado, dan 3 KPWD yang terdiri dari Bank
Negara Indonesia (BNI) di Kotamobagu, Bank
Mandiri di Kep. Sangihe, dan BNI di Bitung.
Dukungan pada kelancaran sistem kliring
dilakukan juga dalam bentuk sosialisasi terkait
Daftar Hitam Nasional dan peraturan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Gen II
kepada peserta kliring lokal Manado pada
November 2016. Pada bulan Januari 2017,
Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi
penyampaian ketentuan Bilyet Giro dan
ketentuan lainnya kepada peserta kliring.
Rencana yang akan dilakukan sepanjang
semester I 2017 ini yaitu pemeriksaan on-site
seluruh KPWD (Bitung, Kotamobagu, Provinsi
Gorontalo dan Tahuna).
Untuk mendukung industri Pariwisata,
khususnya kegiatan Usaha Penukaran Valuta
Asing Bukan Bank (KUPVA BB) yang lebih
sehat dan mencegah risiko pemanfaatan
KUPVA BB untuk kegiatan pencucian uang,
pendanaan terorisme, judi online, dan
kejahatan lainnya, Bank Indonesia juga telah
menerbitkan PBI No.18/20/PBI/2016 tanggal 3
Oktober 2016. Dalam PBI tersebut diatur
bahwa setiap penyelenggara KUPVA BB yang
tidak memperoleh wajib memperoleh izin dari
Bank Indonesia terhadap penyelenggara
KUPVA BB yang belum memperoleh izin Bank
Indonesia diwajibkan untuk menutup kegiatan
usaha dan mengajukan izin kepada Bank
Indonesia. Terkait hal tersebut, sepanjang
bulan Februari 2017 telah dilakukan beberapa
sosialisasi kepada Kantor Cabang KUPVA BB
yang berkantor pusat diluar Sulawesi Utara,
PHRI, ASITA, serta koordinasi dengan Polda,
BNN dan Dinas Pariwisata untuk perumusan
strategi penertiban. Berdasarkan hasil market
intelegence dan koordinasi dengan instansi /
pihak terkait, hingga saat ini belum ditemukan
adanya KUPVA BB yang tidak berizin di
Sulawesi Utara.
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI
Pergerakan aliran masuk uang kartal dari
masyarakat ke kas Bank Indonesia pada
triwulan I 2017 masih mengikuti pola
historisnya yaitu menunjukkan adanya
peningkatan net-inflow pada setiap awal
tahun. Permintaan masyarakat akan uang
kartal sejalan dengan aktivitas perekonomian
yang juga mulai mereda, tercermin dari
aktivitas setoran-bayaran uang tunai yang
tercatat net-inflow sebesar Rp1,6 triliun,
berkebalikan dengan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat net outflow (lebih
besar uang kartal yang keluar dari Bank
Indonesia) Rp1,5 triliun.
Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun)
(3)
(2)
(1)
-
1
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Sumber: Bank Indonesia
Inflow Outflow Netflow
40
Seiring dengan kebijakan clean money policy,
kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar
(UTLE) terus dilakukan oleh Bank Indonesia.
Pada triwulan I 2017, sejalan dengan
meningkatnya aliran uang kartal yang masuk
ke kas Bank Indonesia, jumlah UTLE yang
dimusnahkan juga mengalami peningkatan
mencapai Rp1,00 Triliun dengan rasio
terhadap inflow sebesar 42%. Jumlah
pemusnahan tersebut lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 354,1
Miliar dengan rasio terhadap inflow 27,4%.
Untuk mewujudkan ketersediaan Uang
Rupiah dalam jumlah yang cukup, pecahan
yang sesuai, dan kondisi yang layak edar,
pada tahun ini Bank Indonesia berencana
untuk membuka 3 (tiga) titik layanan kas
titipan baru di Kab. Kep. Talaud, Kab. Kep.
Sitaro, dan Kota Bitung. Pembukaan layanan
kas titipan baru dinilai sangat dibutuhkan
dalam mendukung transaksi ekonomi
masyarakat melalui penyediaan kebutuhan
Uang Rupiah yang layak edar dan menjaga
kedaulatan Rupiah di NKRI.
Selain melalui kas titipan, Bank Indonesia juga
telah mengoptimalkan layanan kas keliling,
yang tidak hanya menjangkau pusat bisnis
modern, namun juga hingga ke pasar
tradisional di tingkat Kecamatan di setiap
Kab/Kota di Sulawesi Utara. Sepanjang
triwulan I 2017, telah menyelenggarakan 56
kegiatan kas keliling yang menjangkau
beberapa Kab/Kota yaitu Kota Manado, Kota
Kotamobagu, Kota Bitung, Kab. Minahasa, Kab.
Minahasa Utara, Kab. Minahasa Selatan, dan
Kab. Bolaang Mongondow Timur yang juga
dirangkaikan dengan edukasi kepada
masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian Uang
Rupiah untuk memitigasi risiko peredaran
uang palsu di Sulawesi Utara.
Bank Indonesia juga menyelenggarakan
pelayanan jasa kas titipan dalam rangka
penyediaan kebutuhan uang kartal. Pada
triwulan IV 2016, dilakukan sebanyak 6 kali
dropping kas titipan, yang terdiri dari 1 kali di
Tahuna Kep. Sangihe (Bank Mandiri), 2 kali di
Provinsi Gorontalo (Bank Mandiri) dan 3 kali di
Kotamobagu (Bank Sulutgo). Sementara itu,
penarikan kas titipan dilakukan juga sebanyak
6 kali dengan rincian yang sama dengan
dropping.
Temuan uang palsu di Sulawesi Utara dan
Provinsi Gorontalo pada triwulan I 2017
sebanyak 103 lembar, meningkat dari
triwulan IV 2016 yang tercatat hanya
sebanyak 23 lembar. Berdasarkan
pecahannya, sepanjang triwulan I 2017,
temuan tersebut terdiri dari 79 lembar
pecahan Rp 100 ribu dan 10 lembar pecahan
Rp 50 ribu. Adapun pemberantasan uang palsu
terus dilakukan Bank Indonesia antara lain
melalui penguatan koordinasi bersama aparat
penegak hukum melalui penandatanganan
Pokok-Pokok Kesepahaman dalam rangka
Mendukung Pelaksanaan Tugas Bank
Indonesia dengan Kepolisian Daerah Sulawesi
Utara pada tanggal 23 Juni 2015. Bank
Indonesia selalu melakukan klarifikasi Uang
Palsu melalui data dan fisik bilyet setiap bulan
yang kemudian dilaporkan kepada Kepolisian
Daerah Sulawesi Utara untuk ditindaklanjuti
sesuai kewenangannya sebagai penegak
hukum. Selain itu, untuk meningkatkan kehati-
hatian masyarakat, Bank Indonesia
menggiatkan berbagai kegiatan sosialisasi dan
edukasi sepanjang triwulan I 2017 melalui
sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CCKUR)
kepada masyarakat, pelaku usaha, nasabah
perbankan, Pemerintah Daerah, pelajar dan
pegawai internal. Bank Indonesia juga terus
memperkuat strategi komunikasi terkait
kewajiban penggunaan Uang Rupiah dalam
bertransaksi di wilayah NKRI. Seiring dengan
pengeluaran dan pengedaran 11 (sebelas)
pecahan uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016,
Bank Indonesia Sulawesi Utara melakukan
sosialisasi uang Rupiah TE 2016 disepanjang
triwulan I 2017 hingga ke wilayah perbatasan.
Grafik 5.3. Perkembangan Temuan UPAL
69 64
34
67
149
124
219 214
7967 58
84
228
18
95
23
103
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: Bank Indonesia
41
Bab VI.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
6.1. KETENAGAKERJAAN
Ketenagakerjaan di Sulawesi Utara
mengalami perbaikan pada periode Februari
2017. Perbaikan ketenagakerjaan di Sulawesi
Utara tersebut tercermin dari tingkat
pengangguran terbuka (TPT) pada periode
Februari 2017 yang sebesar 6,12%, menurun
dari tahun sebelumnya yang berada di level
6,18%.
Jumlah tenaga kerja meningkat baik secara
pertumbuhan maupun jumlah jiwanya
dibandingkan jumlah peningkatan angkatan
kerja. Kondisi tersebut menyebabkan TPT
mengalami penurunan yang cukup dalam.
Pada periode Februari 2017, peningkatan
jumlah angkatan kerja meningkat sebesar 75
ribu jiwa. Jumlah yang meningkat tersebut
dapat terserap oleh lapangan kerja dimana
jumlah penduduk yang bekerja bertambah
sebesar 91 ribu jiwa. Sementara itu,
penyerapan tenaga kerja mendorong jumlah
pengangguran berkurang hingga 15 ribu jiwa
dibandingkan periode Februari 2016.
Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (ribu jiwa)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Februari (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan lapangan usahanya, penurunan
tingkat pengangguran ditopang oleh
penyerapan tenaga kerja pada lapangan
usaha pertanian dan industri pengolahan.
Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di
lapangan usaha tersebut tumbuh 57,7% (yoy),
lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya
tumbuh 11,6%. Penyerapan tenaga kerja di
Sulawesi Utara lapangan usaha industri
pengolahan meningkat kinerjanya seiring
dengan masih tingginya kinerja sektor
pertanian. Perbaikan cuaca yang terkonfirmasi
dari penurunan indeks El Nino (data BMKG),
serta dukungan program pemerintah melalui
penyaluran bibit/benih, pencetakan sawah
dan bantuan alsintan turut mendorong
penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian
yang pada Februari 2016 terkontraksi 14,5%
(yoy) kini dapat tumbuh 16,5% (yoy).
Penyerapan tenaga kerja juga didukung oleh
lapangan usaha jasa kemasyarakatan dan
perdagangan yang meningkat kinerjanya
sebagai dampak peningkatan kunjungan
wisatawan mancanegara. Dilihat dari
pertumbuhannya, penyerapan tenaga kerja
pada sektor industri mencatatkan
pertumbuhan tertinggi sebesar 57,7% yoy,
sejalan dengan pemulihan kinerja industri
pengolahan khususnya pengolahan ikan paska
relaksasi ketentuan mengenai transhipment.
Hingga Februari 2017, struktur lapangan
pekerjaan secara sektoral tidak mengalami
perubahan dari periode sebelumnya.
Penyerapan tenaga kerja masih terkonsentrasi
di sektor pertanian, perdagangan, dan jasa
kemasyarakatan secara berurutan dengan
pangsa masing-masing sebesar 33,34%,
24,77% dan 19,14%.
Keadaan Ketenagakerjaan Feb-15 Feb-16 Feb-17Growth
Feb 2016
Growth
Feb 2017
Penduduk 15 thn ke atas 1,781 1,779 1,833 -0.1% 3.0%
Angkatan kerja 1,180 1,184 1,259 0.3% 6.4%
Bekerja 1,078 1,091 1,182 1.2% 8.3%
Pengangguran 103 93 77 -9.7% -17.2%
TPAK (%) 66.24 66.55 68.78
TPT (%) 8.69 7.82 6.12
10,46
9,19
8,42
7,5 7,26
8,69
7,82
6,12
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
42
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sejalan dengan peningkatan tenaga kerja di
lapangan usaha pertanian, pekerjaan
informal menunjukkan peningkatan jumlah
tenaga kerja (TK) secara signifikan dan masih
mendominasi jenis lapangan pekerjaan di
Sulawesi Utara. Berdasarkan status pekerjaan,
TK informal meningkat tinggi, sementara TK
formal relatif sama sejalan dengan
pertumbuhan sektor industri dan
perdagangan. Sektor industri pada 2016
tumbuh 1,1% (yoy), melambat lebih dalam dari
2,69% pada 2015. Sektor perdagangan 2016
tumbuh 6,05%, cenderung stagnan
dibandingkan 2015 sebesar 6,0%. Senada
dengan hal itu, pekerja yang berusaha sendiri
dan pekerja keluarga/tak dibayar yang
merupakan karakteristik lapangan usaha
pertanian juga mengalami peningkatan
penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut juga
terkonfirmasi dari peningkatan tenaga kerja
dengan jumlah jam kerja 1-7 jam per minggu.
Tenaga kerja yang bekerja dengan jumlah jam
tersebut meningkat 77,5% (yoy) dari 14 ribu
jiwa menjadi 25 ribu jiwa pada Februari 2017.
Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan
Utama (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Selain itu, penyerapan tenaga kerja di
lapangan usaha pertanian terkonfirmasi oleh
peningkatan tenaga kerja berdasarkan
pendidikannya. Tenaga kerja dengan
pendidikan SD ke bawah yang merupakan
karakteristik dari lapangan usaha pertanian
mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar
17,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan Februari
2016 yang hanya tumbuh 3,7%. Peningkatan
tersebut mendorong jumlah tenaga kerja
berpendidikan SD ke bawah bertambah
sebanyak 70 ribu jiwa menjadi 468 ribu jiwa
pada Februari 2017. Adapun tenaga kerja
dengan pendidikan SD ke bawah memiliki
pangsa 42% dari total seluruh tenaga kerja di
Sulawesi Utara.
Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perbaikan keadaan ketenagakerjaan yang
tercermin dari penurunan TPT terjadi di
seluruh jenjang pendidikan tenaga kerja. TPT
penduduk dengan pendidikan SD ke bawah
dan Diploma I/II/III merupakan yang terendah,
sedangkan TPT penduduk dengan pendidikan
Universitas merupakan yang tertinggi.
Tabel 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik
6.2. KESEJAHTERAAN
Kondisi kesejahteraan di Sulawesi Utara
secara umum mengalami peningkatan seiring
dengan perbaikan indikator-indikator
kesejahteraan. Indikator-indikator tersebut
antara lain upah, tingkat kemiskinan, dan Nilai
Tukar Petani.
Pada tahun 2017, upah minimum provinsi
(UMP) meningkat sehingga mendorong
kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.
Upah Minimum Provinsi Sulawesi Utara tahun
2017 ditetapkan pemerintah daerah sebesar
Lapangan Pekerjaan Utama Feb-15 Feb-16 Feb-17Growth
Feb-16
Growth
Feb-17
Pangsa
Feb-17
Pertanian 371,6 317,8 370,2 -14,5% 16,5% 33,34%
Industri 51,2 57,1 90,1 11,6% 57,7% 8,11%
Konstruksi 67,1 94,0 86,3 40,2% -8,3% 7,77%
Perdagangan 249,1 255,6 275,0 2,6% 7,6% 24,77%
Transportasi 97,1 93,2 86,0 -4,0% -7,8% 7,74%
Keuangan 33,6 23,6 24,6 -29,6% 4,0% 2,21%
Jasa Kemasyarakatan 190,0 220,6 212,5 16,1% -3,7% 19,14%
Lainnya 18,1 29,3 37,3 62,0% 27,3% 3,36%
Status Pekerjaan Feb-15 Feb-16 Feb-17Growth
Feb-16
Growth
Feb-17
Pangsa
Feb-17
Formal 416,40 471,10 471,30 13,14% 0,04% 39,88%
Informal 661,30 620,30 710,60 -6,20% 14,56% 60,12%
Pendidikan Tertinggi yang
DitamatkanFeb-15 Feb-16 Feb-17
Growth
Feb-16
Growth
Feb-17
Pangsa
Feb-17
SD Ke bawah 383,5 397,7 468,4 3,7% 17,8% 42,2%
SMP 218,8 206,5 234,5 -5,6% 13,6% 21,1%
SMA 224,4 229,3 226,7 2,2% -1,1% 20,4%
SMK 119,3 90,5 126,1 -24,2% 39,3% 11,4%
Diploma I/II/III 23,8 24,1 33,4 1,3% 38,5% 3,0%
Universitas 107,9 103,6 92,9 -3,9% -10,4% 8,4%
2015 2016
Feb Feb
SD Ke bawah 3,95 2,72
Sekolah Menengah Pertama 6,70 5,63
Sekolah Menengah Atas 9,17 9,76
Sekolah Menengah Kejuruan 16,05 9,62
Diploma I/II/III 7,08 4,03
Universitas 11,59 10,26
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
43
Rp 2.598.000, meningkat sebesar 8,25% (yoy)
dari UMP tahun 2016 yakni Rp 2.400.000.
Berdasarkan spasialnya, UMP Provinsi
Sulawesi Utara merupakan UMP tertinggi
ketiga secara Nasional (di bawah Jakarta dan
Papua).
Naiknya kesejahteraan masyarakat Sulawesi
Utara juga tercermin dari tingkat kemiskinan
yang mengalami penurunan. Pada posisi
September 2016 (data terakhir), tingkat
kemiskinan di Sulawesi Utara tercatat sebesar
8,20%, menurun dari posisi September 2015
(8,98%). Garis kemiskinan total termasuk
makanan dan non-makanan pada September
2016 sebesar Rp 318.984/kapita/bulan,
meningkat dari Rp 307.104 pada September
2015. Meskipun garis kemiskinan meningkat,
namun tingkat kemiskinan mengalami
penurunan, sehingga diindikasikan
pendapatan meningkat lebih tinggi
dibandingkan kenaikan garis kemiskinan.
Perbaikan tingkat kemiskinan yang terjadi di
Sulawesi Utara menunjukkan bahwa daya beli
masyarakat masih kuat yang tercermin dari
Indeks Kedalaman Kemiskinan menurun dari
1,539 pada September 2015 menjadi 1,377
pada September 2016. Namun demikian,
menurut daerahnya, kenaikan daya beli hanya
terjadi pada penduduk di pedesaan, sementara
daya beli penduduk di perkotaan mengalami
penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan di
perkotaan meningkat dari 0,634 menajdi
0,791. Hal tersebut sejalan dengan
pertumbuhan konsumsi yang mengalami
perlambatan pada tahun 2016. Perbaikan
tingkat kemiskinan juga terjadi di seluruh
lapisan masyarakat tercermin dari Indeks
Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan,
dari 0,443 menjadi 0,336. Namun sama halnya
dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan,
perbaikan ketimpangan pengeluaran di antara
penduduk miskin hanya terjadi di pedesaan,
sedangkan ketimpangan meningkat di daerah
perkotaan. Kondisi tersebut sejalan dengan
kinerja lapangan usaha pertanian meningkat
dimana lapangan usaha tersebut
terkonsentrasi di daerah pedesaan. Selain
dampak dari peningkatan pertumbuhan
ekonomi, perbaikan keadaan kesejahteraan
didukung juga oleh faktor lain antara lain inflasi
harga bahan pangan yang terkendali dan
program pemerintah daerah “ODSK” Operasi
Daerah Selesaikan Kemiskinan yang terbukti
efektif dalam mengurangi kemiskinan. Apabila
dibandingkan dengan nasional dan provinsi
lain di Kawasan Sulawesi, tingkat kemiskinan
Sulawesi Utara merupakan yang paling rendah,
di bawah Sulawesi Selatan (9,24%) dan
nasional (10,70%), sedangkan tingkat
kemiskinan tertinggi tercatat di Provinsi
Gorontalo dengan tingkat 17,63%.
Tabel 6.6. Indikator Keadaan Kesejahteraan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Disisi lain, indikator kesejahteraan petani
yang tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP)
mengalami penurunan. NTP mengalami
penurunan pertumbuhan dari -2,91% (yoy)
pada triwulan IV 2016 menjadi -5,1% pada
triwulan I 2017. NTP 2015 tercatat sebesar
96,48 kemudian mengalami sedikit penurunan
menjadi 96,28 pada 2016 dan memasuki
triwulan I 2017 kembali turun ke angka 92,33.
Penurunan tersebut disebabkan oleh
meningkatnya indeks dibayar petani disertai
dengan penurunan indeks diterima petani.
Peningkatan indeks dibayar petani utamnya
disebabkan oleh meningkatnya kelompok
pengeluaran konsumsi rumah tangga petani,
yaitu bahan makanan dampak dari inflasi yang
terjadi sepanjang triwulan I 2017.
Memperhatikan tingkat kesejahteraan petani
yang masih berada di bawah batas minimum
sejahtera, pemerintah perlu terus mendorong
berbagai upaya peningkatan lapangan usaha
pertanian untuk mendorong peningkatan
indeks diterima petani, disertai dengan upaya
pengendalian harga bersama Tim Pengendali
Pendidikan Tertinggi yang
DitamatkanFeb-16 Feb-17
SD Ke bawah 3.95 2.72
Sekolah Menengah Pertama 6.70 5.63
Sekolah Menengah Atas 9.17 9.76
Sekolah Menengah Kejuruan 16.05 9.62
Diploma I/II/III 7.08 4.03
Universitas 6.20 10.26
44
Inflasi Daerah untuk menjaga tekanan
terhadap indeks dibayar petani.
Tabel 6.7. Nilai Tukar Petani
Sumber: Badan Pusat Statistik
Indeks Diterima Petani -0,56%
Indeks Dibayar Petani 1,58%
Konsumsi Rumah Tangga 1,90%
Bahan Makanan 3,03%
Makanan Jadi 1,19%
Perumahan 0,81%
Sandang 1,38%
Kesehatan 1,33%
Pendidikan, Rekreasi & Olah Raga 0,37%
Transportasi dan Komunikasi 0,47%
BPPBM 0,64%
Bibit 0,04%
Obat-obatan & Pupuk 0,53%
Sewa Lahan, Pajak & Lainnya -0,04%
Transportasi 0,81%
Penambahan Barang Modal 0,14%
Upah Buruh Tani 1,42%
Nilai Tukar Petani (indeks) -2,10%
Nilai Tukar Usaha Pertanian (indeks) -1,19%107,87 107,28 106,90 104,32 103,08
97,33 96,92 96,56 94,31 92,33
112,20 113,62 114,62 115,56 117,20
107,97 108,45 109,38 109,96 110,12
125,70 120,83 120,90 121,23 122,21
108,14 108,60 108,73 108,83 108,79
108,31 108,55 108,67 108,68 109,25
110,74 110,42 110,67 111,09 111,14
111,13 111,21 111,80 112,19 112,92
128,05 125,50 126,38 126,71 127,30
106,90 107,17 107,55 107,70 108,10
114,61 115,94 116,92 117,85 119,41
111,51 112,09 112,56 113,55 115,11
119,05 119,31 119,52 119,99 120,96
119,38 120,70 123,45 124,84 126,32
139,01 138,62 139,14 138,53 142,72
127,58 127,50 128,37 128,54 130,98
123,16 123,09 123,88 124,11 126,06
119,87 119,31 119,30 117,04 116,39
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2016 2017qtqRincian
45
Bab VII.
Prospek Perekonomian Daerah
7.1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan
III 2017 diperkirakan sedikit meningkat
dibandingkan perkiraan pertumbuhan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Utara diperkirakan masih berada
pada kisaran 6,3-6,7% (yoy) pada triwulan III
2017, namun dengan kecenderungan
mendekati batas atas sehingga diperkirakan
meningkat dibandingkan perkiraan
pertumbuhan triwulan II 2017.
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi
akan didorong oleh peningkatan seluruh
komponen utama sisi penggunaan yakni
konsumsi, investasi dan ekspor. Peningkatan
konsumsi rumah tangga didorong oleh
meningkatnya kinerja sektor pertanian,
penerimaan gaji ke-13 bagi ASN dan
penyelenggaran beberapa festival pariwisata
pada bulan September 2017. Konsumsi
pemerintah meningkat sesuai dengan polanya.
Senada dengan itu, investasi juga diperkirakan
meningkat didukung oleh realisasi belanja
modal pemerintah dan investasi swasta
berupa pembangunan gedung perbelanjaan.
Di sisi lain, ekspor Sulawesi Utara diperkirakan
tumbuh meningkat seiring dengan
membaiknya pasokan bahan baku pertanian
dan permintaan negara mitra dagang.
Pembukaan rute kapal RoRo dari Bitung ke
Davao diperkirakan dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi apabila
transportasi ini berjalan dengan baik.
Dari sisi lapangan usaha, faktor pendorong
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara
bersumber dari 4 sektor utama yakni
pertanian, perdagangan, konstruksi dan
industri pengolahan, sedangkan sektor
transportasi relatif melambat disebabkan
faktor base effect. Sektor pertanian didukung
oleh perbaikan cuaca di tengah masuknya
masa panen tanaman pangan pada triwulan III
2017. Selain itu, penyesuaian sektor perikanan
terhadap relaksasi aturan transhipment juga
menjadi faktor pendorong. Sektor
perdagangan didukung oleh aktivitas MICE
pada triwulan III 2017. Sektor konstruksi
meningkat seiring dengan peningkatan
investasi dan realisasi belanja modal
pemerintah. Sementara itu, sektor industri
tumbuh meningkat seiring dengan
membaiknya pasokan dari sektor pertanian. Di
sisi lain, sektor transportasi cenderung
melambat dipengaruhi base effect tingginya
pertumbuhan pada triwulan II 2017.
Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun
2017, perekonomian Sulawesi Utara
diperkirakan tumbuh meningkat
dibandingkan tahun 2016. Ekonomi Sulawesi
Utara diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,1-
6,5% (yoy) dengan kecenderunga mendekati
batas atas. Konsumsi rumah tangga tumbuh
kuat seiring dengan meningkatnya daya beli
dampak peningkatan UMP dan peningkatan
penghasilan dari perbaikan sektor pertanian
dan industri. Selain itu, konsumsi rumah
tangga juga didukung oleh maraknya
penyelenggaraan MICE di Sulawesi Utara pada
tahun 2017. Konsumsi pemerintah meningkat
seiring dengan peningkatan pendapatan pada
tahun 2017 dan tidak adanya pemotongan /
penundaan transfer dari Pemerintah Pusat.
Senada dengan itu, investasi juga diperkirakan
meningkat terindikasi dari berbagai
pembangunan gedung perbelanjaan dan
infrastruktur strategis. Peningkatan investasi
tidak terlepas dari upaya Pemerintah dalam
menciptakan iklim investasi yang baik
khususnya dalam hal perizinan. Bank Indonesia
46
juga turut mendorong investasi melalui
pengembangan Regional Investor Relation Unit
(RIRU) yang merupakan alat promosi potensi
investasi di Sulawesi Utara. Sementara itu,
kinerja ekspor akan meningkat sebagai
dampak peningkatan permintaan negara mitra
dagang dan membaiknya pasokan bahan baku
industri serta dukungan perkembangan harga
komoditas internasional yang diperkirakan
meningkat pada tahun 2017. Di samping itu,
peningkatan wisatawan mancanegara
khususnya dari Tiongkok juga menjadi faktor
pendorong pertumbuhan ekonomi tahun
2017. Pembukaan rute kapal RoRo Bitung –
Davao dan pembukaan beberapa rute
penerbangan dapat mendorong ekspor dan
pada akhirnya mendorong pertumbuhan
ekonomi tahun 2017.
Di tengah proyeksi peningkatan tersebut,
beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal
maupun internal tetap perlu mendapat
perhatian. Dari sisi eksternal yaitu potensi
meningkatnya suku bunga Fed Fund Rate (FFR)
untuk kedua kali pada tahun 2017 yang dapat
berpengaruh pada jumlah Foreign Direct
Investment yang masuk ke Sulawesi Utara. Dari
sisi internal, potensi terjadinya La Nina pada
akhir tahun 2017 dan masalah pembebasan
lahan yang sering terjadi pada lokasi
pembangunan infrastruktur dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Utara. Risiko dari sisi intermediary juga
berpotensi terjadi yakni terbatasnya
pertumbuhan kredit seiring dengan
peningkatan kehati-hatian perbankan dalam
penyaluran kredit ke debitur baru di tengah
NPL yang cenderung meningkat.
7.2. INFLASI
Pada triwulan III 2017, tekanan inflasi
Sulawesi Utara diperkirakan sedikit
meningkat dibandingkan triwulan II 2017,
namun demikian masih berada dalam rentang
target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi triwulan
III 2017 secara tahunan diperkirakan sebesar
4,7-5,1% (yoy) dengan kecenderungan
mendekati batas bawah proyeksi.
Secara bulanan, inflasi terjadi pada bulan Juli
dan Agustus, sedangkan bulan September
diperkirakan mengalami deflasi. Pada bulan
Juli 2017, IHK Sulawesi Utara diperkirakan
mengalami inflasi sebesar 0,3% (mtm). Inflasi
tersebut disebabkan oleh masih berlanjutnya
konsumsi dalam rangka perayaan hari raya Idul
Fitri pada akhir Juni 2017. Harga beras
diperkirakan meningkat mengingat pada bulan
Juli masih dalam masa tanam beras sehingga
stok beras terbatas. Angkutan udara pada
bulan Juli juga masih cukup tinggi seiring
dengan mobilitas pengguna angkutan udara
yang berlanjut hingga awal bulan Juli 2017.
Pada bulan Agustus, IHK diperkirakan
mengalami tekanan inflasi yang relatif minimal
atau sebesar 0,2% (mtm). Inflasi tersebut lebih
disebabkan oleh stok beras yang berpontesi
menurun sehingga mendorong harga beras
naik. Pada bulan September, IHK diperkiraakn
tercatat deflasi sebesar 0,7% (mtm) sebagai
dampak normalnya permintaan di tengah
pasokan yang memadai.
Sepanjang tahun 2017, terdapat beberapa
faktor risiko inflasi yang harus diwaspadai
antara lain: (i) dampak perbaikan ekonomi
pada peningkatan permintaan yang tidak
sepenuhnya dapat direspon; (ii) potensi
tekanan imported inflation seiring
meningkatnya ketidakpastian global yang
memberi pengaruh pada pergerakan kurs; (iii)
tidak optimalnya upaya penguatan
infrastruktur pangan, serta (iv) rencana
kenaikan harga LPG dan BBM pada tahun 2017.
47
Daftar Istilah dan Singkatan
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu
mtm month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.
qtq quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
yoy year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Inflasi Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.
Volatile Foods Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered Price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah.
M1 Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral
48
M2 Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang Rupiah maupun asing).
Mo Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat di bank sentral.
Uang Kartal Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanan penduduk dalam Rupiah pada sistem moneter.
NIM Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibilitas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Restrukturisasi kredit
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.
Outflow Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow Selisih antara outflow dan inflow.
PTTB Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.