Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · Laporan Kajian Ekonomi dan...

132
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 2017 (terbit setiap triwulan)

Transcript of Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · Laporan Kajian Ekonomi dan...

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Provinsi Sulawesi Selatan

Februari 2017

(terbit setiap triwulan)

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Selatan

Jl. Jenderal Sudirman No. 3

Makassar 90113, Indonesia

Telepon: 0411 – 3615188/3615189

Faksimili: 0411 – 3615170

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel iii

KATA PENGANTAR

Kata Pengantar

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap

triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,

keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan daerah dan pengembangan akses keuangan, penyelenggaraan sistem

pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian

ke depan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat

Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan

uang rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat

keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat

semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.

Ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 masih tumbuh tinggi masing-masing mencapai 7,60% (yoy)

dan 7,41% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional baik di triwulan IV 2016 maupun

keseluruhan 2016 masing-masing sebesar 4,94% (yoy) dan 5,02% (yoy). Pertumbuhan ekonomi yang meningkat tersebut

didukung oleh beberapa lapangan usaha yang tumbuh meningkat, antara lain lapangan usaha Pertanian, Perdagangan

Besar dan Eceran, serta Informasi dan Komunikasi baik secara triwulanan maupun tahunan. Kondisi eksternal yang belum

sepenuhnya membaik masih berimbas pada belum optimalnya Kinerja ekspor komoditas unggulan Sulsel di triwulan IV

2016 dan tahun 2016. Ekonomi Sulsel pada triwulan I 2017 kami perkirakan sedikit melambat, meski pada keseluruhan

tahun 2017 kami perkirakan tumbuh meningkat. Pertimbangan perlambatan yang terjadi pada triwulan I 2017 karena

adanya risiko di lapangan usaha pertanian, serta perdagangan eceran dan besar dari sisi lapangan usaha, sementara dari

sisi pengeluaran perlambatan terjadi akibat kinerja ekspor yang belum sepenuhnya pulih. Agar risiko perlambatan

ekonomi Sulsel secara keseluruhan dapat diminimalisir, kami terus melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dan

stakeholders. Pada triwulan I 2017 dan keseluruhan 2017, pertumbuhan ekonomi kami perkirakan pada kisaran 7,3% -

7,7% (yoy) dan 7,5%-7,9% (yoy). Sementara itu, tekanan inflasi di Sulsel saat ini relatif terkendali. Melalui berbagai upaya

pengendalian inflasi yang telah dan terus akan dilakukan kedepan, kami optimis inflasi akan terjaga sehingga pada

triwulan I 2017 dan keseluruhan 2017 berada pada kisaran target yang ditetapkan yaitu 4±1%. Dengan pencapaian inflasi

yang semakin rendah, maka daya beli masyarakat Sulsel akan terjaga dengan baik, sehingga kesejahteraannya meningkat.

Menurut hemat kami, fokus pengendalian harga pada triwulan I 2017 sebaiknya lebih diarahkan pada komoditas volatile

food dengan cara menjaga ketersediaan pasokannya, mengingat meningkatnya curah hujan di sejumlah wilayah dapat

mengganggu pasokan dan distribusi.

Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai

institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau

hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima

kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing

pemikiran dan membantu dalam penyediaan data atau informasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan

dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik.

Makassar, 22 Februari 2017

KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI SULAWESI SELATAN

ttd

Wiwiek Sisto Widayat Direktur Eksekutif

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel iv

VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional

melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian

inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.

MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi

kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang

berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan

efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan

eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan

dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian

nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang

berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan

stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan

akses dan kepentingan nasional.

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia

yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta

melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam

rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,

dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:

Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –

Coordination and Teamwork.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel v

DAFTAR ISI

Daftar Isi

KATA PENGANTAR III

DAFTAR ISI V

RINGKASAN EKSEKUTIF 1

TABEL INDIKATOR EKONOMI 6

1. PERTUMBUHAN EKONOMI 11

1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 12

1.2. SISI PENGELUARAN 13

1.3. SISI LAPANGAN USAHA 21

BOKS 1.A.

HASIL RISET GROWTH DIAGNOSTIC PROVINSI SULAWESI SELATAN MENGGUNAKAN MODEL CGE DINAMIS 32

2. KEUANGAN PEMERINTAH 35

2.1 STRUKTUR ANGGARAN 36

2.2 PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 36

2.3 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL 39

2.4 PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 41

3. INFLASI DAERAH 43

3.1. INFLASI UMUM 44

3.2. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 44

3.3. INFLASI MENURUT KOTA IHK 51

3.4. DISAGREGASI INFLASI 52

3.5. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 54

BOKS 3.A.

PENGUJIAN TINGKAT PERSISTENSI INFLASI KOMODITAS UTAMA INFLASI DI SULSEL 55

4. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 59

4.1. STABILITAS KEUANGAN DAERAH 60

4.2. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 77

BOKS 4.A.

REGIONAL FINANCIAL ASSET AND BALANCE SHEET (RFABS) : UPAYA UNTUK MENGIDENTIFIKASI RISIKO SISTEMIK DI TINGKAT

REGIONAL 79

DAFTAR ISI

vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 83

5.1. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN 84

5.2. PENGELOLAAN UANG RUPIAH 84

BOKS 5.A.

SOSIALISASI UANG RUPIAH TAHUN EMISI 2016 DI SULAWESI SELATAN 87

6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 90

6.1 TENAGA KERJA 91

6.2 PENDUDUK MISKIN 92

6.3 RASIO GINI 94

6.4 NILAI TUKAR PETANI 95

7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 98

7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 99

7.2 PROSPEK INFLASI 103

7.3 REKOMENDASI KEBIJAKAN 105

BOKS 7.A.

DAMPAK KENAIKAN HARGA/TARIF OLEH PEMERINTAH TERHADAP PENINGKATAN TEKANAN INFLASI SULSEL 2017 107

LAMPIRAN 110

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Ringkasan Eksekutif

Mendorong Ketersediaan dan Keterjangkauan Harga Pangan

Gambaran Umum

Perekonomian Sulsel triwulan

IV 2016 dan keseluruhan 2016

tumbuh meningkat

dibandingkan periode

sebelumnya. Pada triwulan I

2017, pertumbuhan ekonomi

diperkirakan melambat, meski

keseluruhan tahun 2017

diperkirakan meningkat.

Perekonomian Sulsel triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 masing-masing tumbuh

7,60% (yoy) dan 741% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan III 2016

dan tahun 2015 yang masing-masing tercatat 6,78% (yoy) dan 7,17% (yoy). Secara

lapangan usaha, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh kinerja usaha primer

dan tersier. Pada sektor primer didorong oleh meningkatnya kinerja lapangan usaha

pertanian, perikanan dan kehutanan, sementara pada usaha tersier yaitu usaha

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, Informasi dan

Komunikasi, dan Jasa Keuangan dan Asuransi. Di sisi pengeluaran, meningkatnya

pertumbuhan disebabkan oleh masih kuatnya kinerja konsumsi rumah tangga dan

investasi. Sementara itu, kinerja ekspor mengalami perbaikan meski masih dalam fase

kontraksi akibat belum pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan

secara umum dalam kondisi baik, sementara transaksi yang tercatat pada sistem

pembayaran menunjukkan peningkatan akibat aktivitas masyarakat yang meningkat

pada Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) natal dan tahun baru, serta libur sekolah.

Pada triwulan I 2017 kami perkirakan tumbuh melambat, dikarenakan terdapat risiko di

usaha pertanian dan perdagangan, sementara secara keseluruhan 2017 kami

perkirakan tumbuh meningkat dikarenakan terdapat potensi pada usaha pertanian,

dan pertambangan apabila peningkatan harga komoditas internasional, diikuti

beroperasinya industri nikel yang lebih optimal. Sementara dari sisi pengeluaran,

perlambatan pada triwulan I 2017 berasal dari Kinerja ekspor yang belum sepenuhnya

membaik. Pada keseluruhan 2017, pertumbuhan yang meningkat diperkirakan berasal

dari konsumsi pemerintah dan investasi dikarenakan terdapat potensi perbaikan

pendapatan/pengeluaran pemerintah.

Tekanan inflasi pada tahun 2016 menurun. Pada akhir 2016 inflasi Sulsel tercatat

2,94% (yoy), berada di bawah rentang sasaran inflasi nasional 4%±1%. Penurunan

inflasi Sulsel terjadi dikarenakan menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan

makanan, makanan jadi, sandang, dan terjadinya deflasi yang lebih dalam pada

kelompok transpor. Menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan

disebabkan oleh panen yang terjadi pada triwulan IV 2016 di sejumlah daerah seperti

Kabupaten Soppeng, Sidrap dan Gowa, serta kondisi stok beras yang dimiliki Bulog juga

cukup memadai dengan ketahanan hingga triwulan II 2017. Selain itu, terjaganya harga

BBM juga menjaga penurunan inflasi ke arah yang lebih rendah. Kunci keberhasilan

dalam mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tentunya tidak lepas dari peran serta,

komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik diantara anggota Tim Pengendalian

Inflasi Daerah (TPID), terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan

dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel. Namun

demikian, pada triwulan I 2017 tekanan inflasi diperkirakan dalam tren meningkat.

Indikasi ke arah tersebut ditandai dengan meningkatnya inflasi pada awal triwulan I

RINGKASAN EKSEKUTIF

2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

2017. Selain itu, peningkatan kebijakan pemerintah pusat terkait dengan pengalihan

subsidi listrik pada daya 900 VA di bulan Januari, Maret, dan Mei, serta kenaikan tarif

dan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Surat Tanda Coba

Kendaraan (STCK) yang efektif naik per tanggal 6 Januari 2017 turut mendorong inflasi

pada awal triwulan I 2017.

Pertumbuhan Ekonomi

Terjaganya konsumsi Rumah

Tangga dan PMTB (Investasi)

menjadi salah satu faktor

pendorong pertumbuhan

ekonomi Sulsel triwulan IV

2016. Sementara itu, secara

lapangan usaha, pertumbuhan

ekonomi ditopang oleh

lapangan usaha pertanian, jasa

keuangan, dan perdagangan.

Peningkatan pertumbuhan perekonomian Sulsel triwulan IV 2016 terutama

disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan investasi. Meskipun

mengalami perlambatan, namun konsumsi rumah tangga dan investasi masing-masing

tumbuh positif 5,29% (yoy) dan 2,96% (yoy). Di sisi lain, konsumsi rumah tangga

tercatat terkontraksi lebih dalam dari -3,52% (yoy) menjadi -7,43% (yoy) pada periode

laporan.

Secara lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel terjadi di usaha

pertanian, kehutanan dan perikanan; jasa keuangan dan asuransi; real estate;

informasi dan komunikasi; perdagangan besar dan eceran, reparasi motor dan sepeda

motor; dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Meskipun masih tercatat kontraksi,

namun administrasi pemerintahan membaik pada periode laporan. Di sisi lain, usaha

pengadaan listrik dan gas; industri pengolahan; dan transportasi dan pergudangan

merupakan lapangan usaha yang tumbuh melambat di triwulan IV 2016.

Pada triwulan I 2017 perekonomian Sulsel diperkirakan tumbuh melambat, meski

keseluruhan 2017 diperkirakan meningkat dari periode sebelumnya. Perlambatan di

triwulan I 2017 dikarenakan terdapat risiko di usaha pertanian dan perdagangan.

Perlambatan di usaha pertanian karena peningkatan curah hujan dan tinggi gelombang

laut sehingga dapat mengganggu aktivitas panen dan penangkapan ikan. Sementara

itu, perlambatan di usaha perdagangan akibat kembali normalnya konsumsi

masyarakat pasca hari besar keagamaan (natal) dan libur sekolah. Pada keseluruhan

2017, peningkatan terjadi di usaha pertanian disebabkan oleh telah berlalunya

fenomena La Nina sehingga pengaturan waktu tanam/panen kembali pada pola

normalnya. Sementara itu, usaha pertambangan lebih disebabkan pada peningkatan

harga komoditas internasional, diikuti beroperasinya industri nikel yang lebih optimal.

Inflasi

Tekanan harga dari seluruh

kelompok khususnya volatile

food dan administered price

menurun.

Tekanan inflasi semakin menurun. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan IV 2016 dan

keseluruhan 2016 tercatat 2,94% (yoy), lebih rendah dari triwulan III 2016 (3,07%, yoy),

yang secara umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan

makanan. Penurunan ini dikarenakan terjaganya konsumsi masyarakat serta terdapat

panen di beberapa komoditas pangan, sehingga mampu mengimbangi pasokan di

tengah perayaan hari raya (natal) dan tahun baru. Di sisi lain kelompok transport

mengalami deflasi yang lebih dalam.

Kami memperkirakan tekanan inflasi sampai dengan triwulan I 2017 meningkat

meskipun dalam level rendah. Faktor pendorong tekanan inflasi secara umum

disebabkan oleh meningkatnya tekanan harga pada kelompok perumahan, air dan

listrik, serta transpor, sebagai akibat dari meningkatnya tarif listrik dan pengalihan

subsidi listrik daya 900 VA. Dengan kondisi demikian, target inflasi di kisaran 4% ± 1%

diperkirakan tercapai dengan proyeksi pada kisaran 3,20%-3,60% (yoy).

Untuk mencapai target inflasi, berbagai upaya penanggulangan inflasi terus

dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dan komunikasi melalui TPID. Upaya

pengendalian inflasi ke depan yaitu dengan meningkatkan intensitas pelaksanaan

Rakor TPID, serta penyusunan roadmap TPID di Zona TPID (Zona Makassar, Zona

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 3

Bulukumba, Zona Bone, Zona Parepare, dan Zona Palopo). Selain itu, diseminasi

informasi terus dilakukan dalam rangka meminimalisir asymmetric information baik di

tingkat petani, pedagang maupun konsumen.

Keuangan Pemerintah

Realisasi belanja APBD

Provinsi/Kab/Kota cukup baik,

namun realisasi APBN menurun

seiring adanya penyesuaian

anggaran.

Daya dorong Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan akhir tahun

2016 cukup baik. Realisasi belanja hingga akhir 2016 tercatat Rp6,93 triliun atau 95,0%

dari yang dianggarkan sebesar Rp7,30 triliun, lebih tinggi dibanding tahun 2015 yang

mencapai 91,7%. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja

operasional (67,3%) dan belanja transfer (20,3%), sementara yang direalisasikan untuk

belanja modal mencapai 12,4%.

Disisi lain, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel

terlihat menurun seiring dengan adanya penyesuaian anggaran. Sampai dengan akhir

2016 telah terealisasi sebesar Rp17,05 triliun atau 88,5% dari yang dianggarkan

sebesar Rp19,27 triliun. Seluruh komponen belanja memperlihatkan peningkatan

kecuali belanja barang dan bantuan sosial.

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Intermediasi perbankan

berjalan dengan baik. Kualitas

intermediasi perbankan masih

baik dan terjaga pada level

aman. Sementara dari sisi

korporasi, kinerja korporasi

menunjukkan pelemahan

sebagai dampak dari kondisi

ekonomi global.

Stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga baik pada tahun 2016. Dari sisi sektor

rumah tangga, ketahanan keuangan masih kuat. Hal ini tercermin dari kinerja konsumsi

masyarakat yang masih baik, dengan porsi pinjaman perbankan yang normal, dan rasio

tabungan yang kuat. Namun demikian, perlu diwaspadai perlambatan di DPK dan

kredit, serta pangsa pengeluaran Rumah Tangga untuk Tabungan yang cenderung

menurun.

Sementara dari sisi korporasi, selain masih terpengaruh kondisi ekonomi global

kinerja korporasi utama di triwulan laporan juga terkena imbas perlambatan ekonomi

di tingkat domestik. Namun pelemahan di sektor korporasi terkompensasi kuatnya

permintaan sektor rumah tangga, sehingga stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap

terjaga.

Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi sedikit

perlambatan pertumbuhan kredit, namun kinerja intermediasi masih sangat baik

dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan IV 2016. Yang lebih

utama, peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit.

Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM

terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%.

RINGKASAN EKSEKUTIF

4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

Sesuai siklus ekonomi,

kebutuhan uang kartal maupun

transaksi nontunai melalui

kliring pada triwulan IV 2016

kembali meningkat akibat libur

panjang natal dan tahun baru.

Perkembangan transaksi keuangan non tunai berjalan dinamis. Nilai transaksi

keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami

peningkatan. Sementara itu, di sisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi netinflow

sebesar Rp2,02 triliun. Hal ini terjadi karena antisipasi untuk libur panjang Natal dan

Tahun Baru sehingga terjadi peningkatan uang masuk dari luar Sulsel ke dalam Sulsel.

Pemerintah Republik Indonesia dan Bank Indonesia meluncurkan Uang Rupiah Tahun

Emisi (TE) 2016, yang mulai berlaku pada tanggal 19 Desember 2016. Peluncuran

uang Rupiah tersebut untuk memenuhi amanat UU Mata Uang Rupiah TE 2016 dan

yang dikeluarkan adalah sebanyak 7 (tujuh) pecahan uang Rupiah kertas (Rp100.000,-,

Rp50.000,-, Rp20.000,-, Rp10.000,-,Rp5.000,-, Rp2.000,-, Rp1.000,-) dan 4 (empat)

pecahan uang Rupiah logam (Rp1.000, Rp500, Rp200, Rp100) TE 2016. Untuk

meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus

mendorong clean money policy melalui kegiatan penukaran uang melalui perbankan,

kas keliling dalam kota dan luar kota, dan kas titipan.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Penyerapan tenaga kerja

hingga Agustus 2016 terdapat

sedikit perbaikan yang

diharapkan dapat menurunkan

angka kemiskinan. Menurut

data terakhir per

September 2016 angka

kemiskinan Sulsel secara

tahunan juga mengalami

penurunan.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan penurunan. Pada Agustus 2016

tercatat 4,80%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

5,95%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani

(NTP) hingga triwulan IV 2016 masih cukup baik meskipun menurun secara tahunan

dibandingkan triwulan III 2016.

Jumlah penduduk miskin di Sulsel pada September 2016 mengalami penurunan

dibandingkan September 2015 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk

miskin di Sulsel (9,24%) tergolong rendah jika dibandingkan dengan Provinsi lain di

Sulawesi.

Prospek Perekonomian

Perekonomian Sulsel pada

triwulan II 2017 dan

keseluruhan 2017 diprakirakan

tumbuh lebih tinggi dari

pertumbuhan ekonomi periode

sebelumnya.

Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,5% -

7,9% (yoy). Sementara secara keseluruhan 2017 akan tumbuh di kisaran 7,5%-7,9%

(yoy), yang berarti berpotensi lebih tinggi dari pencapaian 2016 yang tumbuh 7,41%

(yoy). Dari sisi permintaan, perekonomian Sulsel diperkirakan masih akan ditopang

oleh konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi PMTB. Sementara

dari sisi lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha Industri

Pengolahan, Konstruksi, Transportasi, Penyediaan Akomodasi, Real Estate, Jasa

Perusahaan, Administrasi Pemerintahan, Jasa Pendidikan, dan Jasa Kesehatan. Faktor-

faktor pendorong adalah konsumsi/daya beli yang semakin baik, perbaikan

pendapatan/pengeluaran pemerintah, peningkatan harga komoditas internasional,

diversifikasi ekspor ke Amerika/Eropa, beroperasinya industri nikel yang lebih optimal,

pembangunan infrastruktur, dan pembangunan industri pengolahan ikan.

Tekanan harga di triwulan II 2017 dan 2017 diperkirakan dalam kisaran inflasi

nasional 4,0%±1,0%. Pertimbangan tersebut didukung oleh ketersediaan/distribusi

pangan berjalan optimal, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota

secara optimal. Namun faktor risiko yang masih akan menjadi tekanan inflasi 2017

adalah tren kenaikan harga minyak dunia, serta kebijakan kenaikan harga yang diatur

pemerintah yang dilakukan pada pertengahan tahun 2017.

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 5

Rekomendasi Kebijakan

Peningkatan kapasitas produksi

pertanian, peningkatan nilai

tambah komoditas unggulan,

mengoptimalkan potensi

investasi, serta Percepatan

infrastruktur, menjadi kunci

pertumbuhan perekonomian

Sulsel 2017. Selain itu, juga

perlu diiringi dengan

pengendalian harga terutama

untuk komoditas penyumbang

inflasi terbesar di Sulsel.

Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul

Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul

Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat

disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Meningkatkan kapasitas produksi

pertanian; (b) Meningkatkan nilai tambah komoditas unggulan di Sulsel yang mayoritas

berbasis sumber daya alam; (c) Mengoptimalkan besarnya potensi investasi di Sulsel,

khususnya melalui Penanaman Modal Asing (PMA), melalui peningkatan daya tarik

investasi di Sulsel; (d) Merealisasikan pembangunan infrastruktur sesuai dengan yang

telah direncanakan; (e) Mencari alternatif sumber pembiayaan infrastruktur yang tidak

bersumber dari APBN/APBD, sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Pemerintah

Pusat melalui skema Pembiayaan Infrastruktur Non Anggaran Pemerintah (PINA); (f)

Merealisasikan anggaran belanja di awal tahun (Semester I) dan mengalokasikan Dana

Desa secara tepat sasaran dan tepat jadwal, sehingga dapat memberikan stimulus

terhadap pertumbuhan ekonomi lebih awal dan lebih berkelanjutan; (g) Melakukan

diversifikasi tujuan ekspor; (h) Mempererat kerjasama antar provinsi di Sulawesi,

dengan mengoptimalkan Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS).

Sementara itu, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian

harga terutama diarahkan pada komoditas penyumbang inflasi terbesar, sebagai

berikut: (a) Perlunya menyusun program kerja yang lebih fokus pada pengendalian

komoditas volatile food sebagaimana yang sudah dicantumkan dalam Roadmap

Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel; (b) Perlunya menyusun Roadmap Pengendalian

Inflasi di tiap zona dengan mengacu kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi

Sulsel; (c) Penguatan kerjasama antar daerah perlu semakin ditingkatkan yang

didasarkan pada data Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) di kabupaten/kota; (d)

Mengoptimalkan kewenangan Pemerintah Provinsi dalam menetapkan tarif yang

ditentukan oleh Gubernur seperti tarif angkutan dalam kota dan harga eceran tertinggi

(HET) LPG subsidi (3 kg); (e) Untuk mengurangi dampak lanjutan (second round

effect) yang dapat mengakibatkan inflasi 2017 naik lebih tinggi dari perkiraan, maka

perlu dipastikan ketersediaan dan keberlangsungan tenaga listrik untuk rumah tangga,

ketersediaan dan kelancaran distribusi BBM dan LPG bersubsidi.

TABEL INDIKATOR EKONOMI

6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Tabel Indikator Ekonomi

A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

I II III IV I II III IV I II III IV

MAKRO

- Sulawesi Selatan 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95 118.55 121.06 122.13 123.62 123.65 124.78 125.71

- Sulawesi Utara 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13 119.91 121.26 125.20 123.92 124.31 124.02 125.64

- Gorontalo 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96 115.98 117.72 120.22 120.50 121.65 120.98 121.78

- Sulawesi Tengah 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34 120.46 121.29 125.22 124.42 125.53 126.24 127.09

- Sulawesi Tenggara 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43 117.84 118.00 120.34 121.96 120.72 123.74 121.68

- Sulawesi Barat 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84 122.78 122.23 123.74 123.94 125.52

- Sulawesi Selatan 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70 4.30 3.07 2.94

- Sulawesi Utara 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56 4.90 3.67 2.28 0.35

- Gorontalo 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28 6.09 7.39 4.30 5.74 4.89 2.77 1.30

- Sulawesi Tengah 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28 6.00 5.36 4.17 6.03 4.21 4.08 1.49

- Sulawesi Tenggara 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81 7.35 6.86 2.27 4.75 4.37 3.28 3.07

- Sulawesi Barat 6.24 6.65 4.46 7.89 6.68 7.59 6.49 5.07 5.19 4.29 3.42 2.23

55,566 57,872 62,067 58,482 58,842 62,436 66,725 62,754 63,123 67,442 71,251 67,524

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 12,293 13,015 15,191 10,602 12,743 14,548 16,004 10,776 12,856 15,167 16,874 13,541

Pertambangan dan Penggalian 3,450 3,498 3,793 3,971 3,533 3,760 4,229 4,281 3,605 3,929 4,296 4,125

Industri Pengolahan 7,649 8,164 8,505 8,974 8,192 8,727 8,823 9,814 9,270 9,515 9,769 9,901

Pengadaan Listrik, Gas 51 57 59 66 54 54 56 65 60 64 66 67

Pengadaan Air 75 77 77 73 75 77 75 76 78 81 80 81

Konstruksi 6,494 6,789 7,044 7,340 6,961 7,188 7,689 8,129 7,610 7,888 8,161 8,330

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,775 8,088 8,619 7,881 8,212 8,623 9,405 8,675 8,939 9,572 10,313 9,537

Transportasi dan Pergudangan 2,061 2,087 2,166 2,245 2,129 2,239 2,394 2,380 2,418 2,440 2,614 2,386

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 765 797 806 817 808 829 849 884 887 903 924 942

Informasi dan Komunikasi 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,860 4,036 4,069 4,055 4,170 4,355 4,408

Jasa Keuangan 1,950 2,017 2,008 2,090 2,144 2,077 2,194 2,248 2,351 2,438 2,459 2,595

Real Estate 2,068 2,124 2,164 2,209 2,252 2,284 2,320 2,341 2,411 2,442 2,445 2,485

Jasa Perusahaan 245 249 252 254 256 261 270 273 277 281 291 294

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,510 2,568 2,690 2,764 2,640 2,750 2,940 3,007 2,784 2,921 2,715 2,797

Jasa Pendidikan 2,916 2,929 3,105 3,523 3,176 3,195 3,402 3,606 3,420 3,488 3,674 3,714

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,065 1,093 1,107 1,169 1,144 1,177 1,232 1,292 1,253 1,276 1,325 1,401

Jasa lainnya 707 728 747 761 773 788 808 839 849 866 888 919

1. Konsumsi 35,247 37,827 38,883 42,135 37,145 39,722 41,032 44,881 39,034 42,105 42,787 45,978

2. Investasi 20,532 23,010 23,194 22,003 22,896 25,139 26,517 27,071 25,370 26,415 27,396 27,919

3. Ekspor 15,088 14,532 16,051 14,644 14,134 13,878 14,737 10,692 8,436 9,906 9,987 7,624

4. Impor 15,301 17,498 16,061 20,299 15,333 16,303 15,560 19,889 9,718 10,985 8,919 13,997

55,566 57,872 62,067 58,482 58,842 62,436 66,725 62,754 63,123 67,442 71,251 67,524

8.38 6.37 7.57 7.87 5.90 7.89 7.50 7.30 7.27 8.02 6.78 7.60

360.34 452.96 490.63 444.80 344.16 382.89 381.25 333.28 229.37 276.31 325.41 336.67

167.44 182.55 193.36 209.93 163.96 194.52 216.82 172.10 163.02 187.21 226.87 247.29

139.10 181.87 149.05 129.39 163.90 172.50 271.92 149.65 122.68 210.55 150.13 270.62

221.11 258.82 266.39 217.60 326.31 317.63 264.12 273.69 284.74 329.06 275.21 407.15

221.25 271.09 341.58 315.40 180.26 210.39 109.33 183.62 106.69 65.76 175.28 66.04

*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012

2016*2015

Catatan:

Total PDRB (Rp Miliar)

Pertumbuhan PDRB (%, yoy)

Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)

Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)

Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)

Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai

Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)

Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)

Indeks Harga Konsumen

PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) **

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008

INDIKATOR2014

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 7

B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)

I II III IV I II III IV I II III IV

Total Aset (Rp Miliar) 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 113,101 117,572 120,832 122,711 123,190 125,955 - -

58,162 61,402 64,339 66,112 66,420 68,867 72,433 78,467 78,342 82,097 82,025 82,396

Giro 7,990 9,730 9,693 7,995 10,154 11,820 12,471 13,165 12,894 12,203 11,802 10,388

Tabungan 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221 38,589 42,611 41,800 44,994

Deposito 17,726 18,504 19,819 20,690 22,118 22,166 22,472 23,091 26,859 27,283 28,423 27,014 - - -

75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774 103,890

- Modal Kerja 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,730 37,510 39,518 39,653 39,952

- Investasi 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,500 17,476 20,538 20,041 20,796 20,204 20,221

- Konsumsi 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045 36,436 37,558 37,713 38,759 41,303 42,917 43,718

130.45% 129.21% 125.06% 126.39% 128.43% 127.15% 124.13% 121.05% 122.94% 123.78% 125.30% 126.09%- -

75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774 103,890

- Pertanian 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630 1,788 2,303 2,461 2,681 2,933 2,998 3,280

- Pertambangan 377 560 537 509 427 390 383 410 430 399 372 336

- Industri pengolahan 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035 5,109 5,304 7,487 7,239 7,993 8,104 7,582

- Listrik, Gas, dan Air 218 245 232 350 382 413 398 379 306 277 267 248

- Konstruksi 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746 4,902 5,417 5,491 5,483 5,977 6,305 6,698

- Perdagangan 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920 29,003 29,373 31,424 31,959 33,268 32,431 32,555

- Pengangkutan 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824 2,738 2,730 2,627

- Jasa Dunia Usaha 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,037 4,024 4,221 4,117 4,085 4,234 4,278

- Jasa Sosial Masyarakat 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462 2,587 2,392 2,518

- Lain-lain 34,043 35,053 35,408 36,226 36,174 36,547 37,648 37,777 38,809 41,359 42,941 43,767 - - -

24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 28,301 28,501 30,641 31,110 32,156 32,936 33,233 - - -

4,648 5,114 5,297 5,883 6,221 6,679 6,880 7,892 8,698 8,993 9,050 9,277

- Modal Kerja 3,827 4,088 4,249 4,479 4,674 5,038 5,144 5,542 6,329 6,580 6,707 6,841

- Investasi 821 1,027 1,048 1,404 1,548 1,642 1,735 2,351 2,369 2,413 2,343 2,436

- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - -

10,123 10,329 10,885 11,035 10,893 11,161 11,580 12,412 12,433 12,687 12,549 12,695

- Modal Kerja 5,862 6,076 6,408 6,683 6,596 6,860 7,039 7,188 7,265 7,540 7,713 7,817

- Investasi 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,300 4,541 5,224 5,169 5,147 4,836 4,878

- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - -

10,052 11,046 10,586 10,757 10,313 10,461 10,042 10,337 9,979 10,476 11,336 11,260

- Modal Kerja 7,079 7,822 7,680 7,802 7,488 7,698 7,272 7,577 7,198 7,624 8,542 8,568

- Investasi 2,972 3,224 2,906 2,954 2,825 2,763 2,770 2,760 2,781 2,852 2,795 2,692

- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - -

3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36% 3.16% 3.85% 3.19% 3.36% 3.05% 3.00% 2.29%- - -

4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21% 5.14% 5.40% 4.26% 4.43% 4.14% 4.07% 3.78%- - -

- BANK UMUM SYARIAH 0

5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,975 7,018 6,687 6,633 6,718 - - -

2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,382 3,853 3,517 3,630 3,872 3,972

Giro 221 262 346 380 547 554 355 598 339 390 429 366

Tabungan 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,570 1,667 1,765 1,761 1,793 1,886 2,020

Deposito 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,360 1,490 1,417 1,447 1,557 1,587

4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,750 5,684 5,817 5,744 5,668 5,851

- Modal Kerja 684 776 985 1,135 1,292 1,535 1,572 1,526 1,659 1,685 1,619 1,594

- Investasi 488 670 670 825 865 1,015 1,170 1,152 1,143 1,034 970 1,096

- Konsumsi 3,282 3,423 3,270 3,181 3,081 3,033 3,008 3,006 3,015 3,025 3,079 3,162

162.40% 174.20% 171.16% 171.91% 164.36% 169.84% 170.02% 147.53% 165.43% 158.23% 146.38% 147.30%

Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara

NPL Total gross - Lokasi Bank (%)

Kredit Mikro* (Rp Miliar)

Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)

Kredit Kecil ** (Rp Miliar)

FDR

Total Aset (Rp Miliar)

DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)

Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)

Kredit Menengah *** (Rp Miliar)

Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)

INDIKATOR

BANK UMUM :

DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)

LDR

NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)

Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)

2016****20152014

TABEL INDIKATOR EKONOMI

8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

C. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI PROYEK)

I II III IV I II III IV I II III IV

Total Aset (Rp Miliar) 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 113,101 117,572 120,832 122,711 123,190 125,955 - -

58,003 61,226 64,131 65,849 66,178 68,635 72,126 78,076 78,002 81,674 81,640 81,971

Giro 7,984 9,714 9,681 7,975 10,125 11,807 12,454 13,150 12,881 12,178 11,788 10,376

Tabungan 32,314 33,024 34,652 37,212 33,960 34,683 37,256 41,907 38,342 42,311 41,544 44,678

Deposito 17,705 18,489 19,797 20,661 22,093 22,145 22,416 23,019 26,778 27,185 28,309 26,917

80,836 84,154 86,250 88,952 90,768 94,399 96,019 101,263 102,280 107,627 108,401 109,723

- Modal Kerja 28,996 31,057 31,697 33,125 34,244 37,014 37,017 38,556 38,920 40,809 40,590 40,842

- Investasi 17,088 17,232 18,030 18,632 19,119 19,431 19,865 22,774 22,507 23,420 22,771 23,079

- Konsumsi 34,752 35,865 36,523 37,195 37,404 37,954 39,137 39,933 40,853 43,398 45,040 45,802

139.37% 137.45% 134.49% 135.09% 137.16% 137.54% 133.13% 129.70% 131.13% 131.78% 132.78% 133.86%

80,836 84,154 86,250 88,952 90,768 94,399 96,019 101,263 102,280 107,627 108,401 109,723

- Pertanian 1,388 1,510 1,454 1,530 1,675 1,779 1,837 2,173 2,368 2,616 2,592 2,852

- Pertambangan 586 555 543 470 401 411 376 400 407 431 402 390

- Industri pengolahan 4,063 4,592 5,153 5,501 5,830 6,487 6,226 8,460 7,984 8,674 8,398 8,039

- Listrik, Gas, dan Air 1,554 1,031 1,886 2,022 2,093 2,340 2,436 2,572 2,290 2,149 2,203 2,239

- Konstruksi 4,175 4,564 4,968 5,169 5,596 5,761 6,259 6,346 6,262 6,363 6,496 6,522

- Perdagangan 25,246 26,941 26,883 28,161 28,761 30,356 30,678 31,985 32,480 34,128 33,399 33,784

- Pengangkutan 2,522 2,584 2,517 2,420 2,407 2,343 2,381 2,442 2,501 2,433 2,414 2,314

- Jasa Dunia Usaha 4,613 4,374 4,043 3,976 4,046 4,249 4,187 4,409 4,637 4,804 5,022 5,165

- Jasa Sosial Masyarakat 1,867 1,890 2,031 2,160 2,425 2,610 2,409 2,480 2,449 2,574 2,412 2,567

- Lain-lain 34,821 36,112 36,772 37,544 37,532 38,063 39,228 39,996 40,902 43,456 45,064 45,851

23,839 26,151 26,282 26,858 26,867 27,995 27,743 29,129 29,316 30,544 31,433 31,909

4,560 5,026 5,281 5,866 6,202 6,650 6,810 7,583 8,368 8,740 8,788 8,999

- Modal Kerja 3,811 4,067 4,224 4,452 4,648 5,002 5,085 5,469 6,240 6,537 6,671 6,805

- Investasi 750 959 1,056 1,413 1,554 1,648 1,725 2,114 2,128 2,204 2,118 2,194

- Konsumsi - - - - - - - - - - - -

9,489 9,821 10,172 10,394 10,293 10,637 10,863 11,405 11,434 11,780 11,732 11,883

- Modal Kerja 5,789 6,106 6,331 6,619 6,546 6,833 6,976 7,127 7,194 7,425 7,649 7,744

- Investasi 3,700 3,715 3,841 3,775 3,746 3,804 3,887 4,278 4,239 4,355 4,082 4,139

- Konsumsi - - - - - - - - - - - -

9,790 11,304 10,829 10,599 10,372 10,708 10,070 10,141 9,515 10,023 10,914 11,027

- Modal Kerja 6,831 8,106 7,948 7,762 7,564 7,932 7,456 7,464 6,821 7,279 8,200 8,321

- Investasi 2,959 3,198 2,881 2,837 2,808 2,777 2,614 2,677 2,694 2,744 2,714 2,706

- Konsumsi - - - - - - - - - - - -

2.97% 3.51% 3.69% 3.33% 3.63% 3.71% 3.90% 3.40% 3.46% 3.21% 3.19% 2.54%

4.97% 4.84% 5.23% 4.89% 5.24% 5.21% 5.36% 4.41% 4.39% 4.31% 4.15% 3.98%

BANK UMUM SYARIAH

5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,976 7,018 6,687 6,633 6,718 - -

2,750 2,783 2,868 2,979 3,187 3,275 3,369 3,804 3,462 3,569 3,794 3,865

Giro 221 262 346 379 547 552 422 598 338 387 428 364

Tabungan 1,268 1,252 1,331 1,471 1,488 1,569 1,636 1,743 1,742 1,770 1,864 1,967

Deposito 1,261 1,269 1,191 1,129 1,153 1,154 1,311 1,463 1,383 1,411 1,502 1,533 - -

5,631 5,585 5,446 5,405 5,898 6,536 6,474 6,299 6,647 6,778 6,359 6,522

- Modal Kerja 1,522 1,656 1,673 1,624 2,047 2,345 2,307 2,165 2,503 2,679 2,252 2,192

- Investasi 1,027 582 654 768 947 1,311 1,344 1,249 1,240 1,198 1,145 1,313

- Konsumsi 3,082 3,347 3,119 3,014 2,904 2,880 2,823 2,885 2,904 2,901 2,962 3,017

1.41% 3.76% 2.18% 2.16% 3.17% 2.17% 2.72% 2.53% 2.32% 2.68% 2.49% 2.18%

Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara

2016****2015

BANK UMUM :

INDIKATOR

Kredit Mikro* (Rp Miliar)

2014

DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar)

Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar)

LDR

Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar)

Kredit UMKM - Lokasi Proyek (Rp Miliar)

Kredit Kecil ** (Rp Miliar)

Kredit Menengah *** (Rp Miliar)

NPL Total gross - Lokasi Proyek (%)

NPL UMKM gross - Lokasi Proyek (%)

FDR

Total Aset (Rp Miliar)

DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar)

Pembiayaan - Lokasi Proyek (Rp Miliar)

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 9

D. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

I II III IV I II III IV I II III IV***

KAS

Inflow (Rp Miliar) 5,299 4,069 5,562 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,502 1,562

Uang Kertas 5,299 4,069 5,561 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,502 1,562

Uang Logam 0.14 0.04 0.23 0.01 0.004 0.001 0.034 0.00 0.00 0.00 0.06 0.01

Outflow (Rp Miliar) 2,346 3,829 5,641 4,098 2,248 3,703 4,930 3,208 1,490 4,741 2,520 1,086

Uang Kertas 2,343 3,826 5,637 4,096 2,247 3,699 4,927 3,202 1,485 4,735 2,517 542

Uang Logam 2.20 3.22 3.93 2.07 1.74 4.03 3.59 5.84 4.45 6.43 3.54 543.75

Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 748 620 269 403 925 943 719 790 1,310 2,694 1,289 702

TRANSAKSI RTGS

From / Outgoing (Rp Miliar) 15,660 21,374 22,719 25,647 19,951 26,709 19,338 14,217 - - - -

To / Incoming (Rp Miliar) 27,887 33,669 38,096 41,348 21,897 31,935 40,378 - - - - -

From - To (Rp Miliar) 4,748 9,765 10,970 11,845 3,778 4,272 3,478 - - - - -

TRANSAKSI KLIRING

Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 10,492 11,363 13,952 18,226 19,308 15,603 5,234

Volume Kliring* (Lembar) 260,069 266,025 260,914 280,987 262,477 279,265 296,973 314,492 346,867 360,788 327,989 115,222

Kliring Kredit

Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 675 637 675 805 887 1,027 1,617 4,280 8,917 10,499 7,038 2,284

Volume Kliring Kredit (Lembar) 29,191 28,625 30,355 32,940 34,547 32,940 53,395 86,793 132,841 151,191 132,118 46,209

RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 11 11 11 13 15 17 27 68 146 167 112 36

RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 487 477 490 515 566 540 875 1,378 2,178 2,400 2,097 733

Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,809 8,978 9,041 10,393 8,870 9,465 9,746 9,673 9,309 8,809 8,565 2,950

Volume Kliring Debet (Lembar) 230,878 237,400 230,559 248,047 227,930 246,325 243,578 227,699 214,026 209,597 195,871 69,013

RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 147 150 146 162 145 155 160 154 153 144 140 48

RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,038 3,993 3,614 3,509 3,436 3,211 1,131

Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 119 119 109 94 229 212 218 311 304 314 394 625

Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,114 7,119 6,765 6,008 6,571 5,552 5,012 6,003 6,040 6,336 6,194 2,146

RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 2 2 2 2 4 3 4 5 5 5 6 10

RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 117 117 111 98 108 91 82 95 99 104 102 35

Cek/BG Kosong

Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 230 328 231 270 229 212 218 242 221 245 274 588

Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,695 5,832 5,313 4,552 4,787 5,301 5,012 4,702 4,686 4,797 4,769 1,666

RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 4 10

RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 95 97 86 71 78 87 82 75 77 79 78 27

*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara

INDIKATOR2016***2015***2014

Kliring Debet Penyerahan

Kliring Debet Pengembalian

TABEL INDIKATOR EKONOMI

10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

D. GRAFIK INDIKATOR

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan: *) PDRB TD 2010 ; KTI adalah Sulampua, Balnusra

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel

*) Data Agustus 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

*) Data Maret 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin

3.12%

11.86%

-1%

1%

3%

5%

7%

9%

11%

13%

15%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional

Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional5.02%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

11%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)

Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)

6.82%

0

2

4

6

8

10

12

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

Konsumsi Rumah Tangga Konsumi LNPRT Konsumsi Pemerintah

PMTB Perubahan Stok Net Ekspor

PDRB

-2

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi

Perdagangan Sektor Lainnya PDRB

%yoy

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV*

**

2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

Inflasi Nasional (yoy)

Inflasi Sulsel (yoy)

BI Rate

*) Data Sementara**) Data Sangat Sementara***) Data Hingga Oktober 2016

100%110%120%130%140%150%160%170%180%190%200%

0

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

(Rp Triliun)Aset

DPK Lokasi Bank Pelapor

Kredit Lokasi Bank

LDR - Skala Kanan

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

7200

7400

7600

7800

8000

8200

8400

8600

8800

9000

2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015** 2016**

(Ribu Orang)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan

JumlahPenduduk

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

700

750

800

850

900

950

1000

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

(Ribu Orang) % Penduduk Miskin - Skala Kanan

Jumlah Penduduk Miskin

% Penduduk Miskin - Skala Kanan

Jumlah Penduduk Miskin

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 11

1. PERTUMBUHAN EKONOMI

Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi1

1Pembahasan bab 1 menggunakan alur waktu Triwulan IV 2016 dan Keseluruhan 2016 (data realisasi BPS) dan Triwulan I 2017 (data proyeksi Bank

Indonesia).

Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 bila diukur

berdasarkan PDRB nilainya masing-masing mencapai Rp96.144 milyar (ADHB) dan

Rp379.209 miliar (ADHB) atau Rp67.524 milyar (ADHK) dan Rp269.339 miliar (ADHK),

tumbuh 7,60% (yoy) di triwulan IV 2016 dan 7,41% (yoy) di tahun 2016, lebih tinggi dari

pertumbuhan triwulan III 2016 (6,78%; yoy) dan tahun 2015 (7,17%; yoy).

Pada triwulan IV 2016, peningkatan pertumbuhan didorong perbaikan dari sisi eksternal,

kegiatan ekspor impor membaik, meskipun masih dalam fase kontraksi. Secara nominal,

volume maupun nilai ekspor menunjukkan kinerja membaik, terutama ekspor barang

pertambangan dan perkebunan. Sementara itu, dari sisi domestik, daya beli masyarakat

tetap terjaga baik sehingga menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi

di triwulan IV 2016.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016 terjadi pada sebagian besar

lapangan usaha. Pertumbuhan ekonomi Sulsel didorong dari meningkatnya kinerja

lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan; pedagangan besar dan eceran;

informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real estate; serta jasa kesehatan

dan kegiatan sosial. Pendorong pertumbuhan masing-masing lapangan usaha tersebut

adalah adanya pencetakan sawah dan peningkatan produksi perikanan; kinerja

perbankan yang baik; serta didukung ketersediaan energi dengan beroperasinya

sejumlah proyek pembangkit listrik.

Dengan realisasi pada triwulan IV 2016 tersebut, mendorong pertumbuhan keseluruhan

2016 tumbuh lebih tinggi daripada tahun 2015 maupun nasional (5,02%; yoy).

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami peningkatan pertumbuhan di triwulan IV 2016. Pada triwulan

laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 7,60% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 6,78% (yoy) pada triwulan III 2016.

Peningkatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh meningkatnya kinerja di beberapa lapangan usaha antara lain

lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan; pedagangan besar dan eceran; informasi dan komunikasi; jasa

keuangan dan asuransi; real estate; serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Dari sisi pengeluaran, masih kuatnya

konsumsi rumah tangga dan membaiknya ekspor menjadi salah satu faktor pertumbuhan yang meningkat. Meskipun

tercatat terkontraksi, namun kinerja ekspor relatif menguat dikarenakan harga komoditas utama Sulsel seperti nikel, kopi

jenis robusta dan jenis Arabica.

Pertumbuhan ekonomi tahun 2016 tumbuh meningkat. Secara keseluruhan, ekonomi Sulsel tahun 2016 tumbuh 7,41%

(yoy) dari tahun 2015 yang tercatat 7,17% (yoy). Peningkatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh meningkatnya

kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas; pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; jasa

keuangan dan asuransi; penyediaan akomodasi dan makan minum; pertanian, kehutanan dan perikanan; jasa

perusahaan; perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor; industri pengolahan; dan transportasi

dan pergudangan. Peningkatan kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas diperkirakan karena terdapat proyek

pembangunan Pembangkit Listrik di beberapa daerah di Sulsel sebagai bentuk realisasi dari pencapaian listrik 35.000 MW

dan permintaan sambungan/pelanggan baru. Selain itu, kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan yang

meningkat cukup signifikan diperkirakan karena telah berakhirnya fenomena La Nina dan pembukaan lahan baru. Kinerja

lapangan usahan industri pengolahan yang tumbuh di periode laporan dikarenakan realisasi pengadaan semen dan

produksi tepung terigu meningkat di tahun 2016. Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan disebabkan oleh

meningkatnya kinerja konsumsi rumah tangga akibat terjaganya inflasi selama tahun 2016, sehingga harga barang dan

jasa relatif lebih terjangkau dibandingkan tahun 2015. Selain itu, pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 meningkatkan daya

beli masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2017 di perkirakan akan melambat. Perlambatan tersebut terjadi akibat di sejumlah

lapangan usaha, yaitu pertanian, kehutanan dan perikanan; perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan

sepeda motor; jasa keuangan dan asuransi; dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Usaha pertanian, kehutanan dan

perikanan diperkirakan melambat karena masih terjadi peningkatan curah hujan dari tingkat menengah (50-150 mm)

menjadi menengah-tinggi (200-400 mm) dan tinggi gelombang laut hingga mencapai 2 meter, sehingga dapat

mengganggu aktivitas panen yang terjadi pada bulan Maret-April 2017 dan penangkapan ikan. Selain itu, kembali

normalnya konsumsi masyarakat pasca hari besar keagamaan (natal) dan libur sekolah memicu perlambatan di usaha

perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor. Dari sisi pengeluaran, perlambatan terjadi akibat

kinerja ekspor-impor karena harga komoditas utama Sulsel seperti nikel yang menyumbang ekspor Sulsel hingga ±50%

mengalami penurunan di awal triwulan I 2017. Harga komoditas nikel turun dari USD10.784 mt di triwulan IV 2016

menjadi USD9.975 mt atau tumbuh 17,25% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan

6.11 6.21 5.94 5.87 5.54 5.59 5.52 5.58 5.14 4.96 4.97 5.04 4.73 4.66 4.74 5.04 4.92 5.18 5.02 4.94

10.34

8.50 8.648.11

6.02

7.01

9.25

8.06 8.38

6.39

7.73 7.70

5.90

7.897.50 7.30 7.27

8.02

6.78

7.60

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015* 2016** 2017P

%, yoy

yoy Nasional yoy Sulsel

7.3-7.7

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 13

1.2. Sisi Pengeluaran Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2016 terutama disebabkan oleh masih kuatnya kinerja

konsumsi dan membaiknya ekspor. Pada triwulan IV 2016, konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,29% (yoy),

melambat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,73% (yoy). Meskipun tercatat melambat,

konsumsi rumah tangga tersebut tergolong tetap kuat, sehingga menopang pertumbuhan Sulsel di periode laporan.

Pertumbuhan ekspor tercatat membaik meskipun masih terkontraksi -28,70% (yoy) di triwulan IV 2016 dari -32,23% (yoy)

di triwulan III 2016. Pengeluaran pemerintah tercatat turun cukup dalam dari -3,52% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi

sebesar -7,43% (yoy) di triwulan IV 2016. Meskipun melambat, namun konsumsi LNPRT dan Investasi (PMTB) tercatat

masih tumbuh positif.

Ekspor dan impor tumbuh membaik meskipun masih mengalami kontraksi. Pada triwulan IV 2016 ekspor tercatat

tumbuh -28,70% (yoy), membaik dibanding triwulan sebelumnya -32,23% (yoy). Demikian pula impor juga mengalami

kontraksi meski membaik dibandingkan ekspor, dimana pada periode sebelumnya tumbuh -42,68% (yoy) menjadi sebesar

-29,62% (yoy) di triwulan laporan.

Secara keseluruhan 2016 perekonomian Sulsel tumbuh meningkat. Pertumbuhan yang meningkat tersebut disumbang

oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi LNPRT. Konsumsi rumah tangga dan konsumsi LNPRT masing-

masing tumbuh 5,48% (yoy) dan 3,26% (yoy) pada 2016 dari sebelumnya masing-masing 5,29% (yoy) dan 1,13% (yoy) di

tahun 2015. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang meningkat diperkirakan karena inflasi tahun 2016 yang

cenderung rendah dan stabil dibandingkan dengan tahun 2015. Selain itu, gaji ke-13 dan ke-14 yang muncul pada

triwulan II dan triwulan III 2016 mendorong daya beli masyarakat.

Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2017 diperkirakan melambat. Perlambatan terjadi akibat Kinerja

ekspor yang menurun akibat harga komoditas utama Sulsel yang turun di awal triwulan I 2017 seperti nikel. Meski terjadi

perlambatan, pertumbuhan ekonomi Sulsel masih kuat pada kisaran 7,3% - 7,7%, terutama ditopang oleh konsumsi

rumah tangga dan konsumsi pemerintah.

Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)*

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia *) Angka Sangat Sementara

Apabila dilihat dari andil terhadap

PDRB, komponen konsumsi RT dan

PMTB masih menjadi penyumbang

terbesar baik di triwulan IV 2016

maupun secara keseluruhan 2016.

Pangsa konsumsi RT mencapai di atas

50% dari total PDRB, sementara pangsa

PMTB mencapai di atas 30% pada

triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016.

Kelompok pengeluaran lain yang

memiliki share cukup tinggi (di atas 5%)

adalah konsumsi pemerintah.

Sementara kelompok pengeluaran yang

memiliki pangsa di bawah 5% adalah

net ekspor-impor, konsumsi LNPRT dan

perubahan inventori (1%).

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB)

I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5.96 5.92 5.30 5.50 5.02 5.34 5.29 5.28 5.62 5.73 5.29 5.48

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 10.36 11.26 (2.49) (2.13) 2.90 6.28 1.13 4.66 4.48 3.98 0.16 3.26

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.70 1.88 7.83 3.17 8.69 10.92 8.09 3.42 8.37 (3.52) (7.43) (1.34)

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.11 8.82 5.13 6.02 10.06 10.73 8.08 9.33 9.84 6.63 2.96 7.02

5. Perubahan Inventori (26.91) (124.47) (193.14) 76.37 201.48 (132.85) (579.81) 64.13 (54.29) (49.80) 10.52 (28.52)

6. Ekspor 2.24 14.10 (6.32) (4.50) (8.18) (26.99) (11.40) (40.31) (28.62) (32.23) (28.70) (32.72)

7. Impor 0.31 1.80 0.21 (6.83) (3.12) (2.02) (3.00) (36.62) (32.62) (42.68) (29.62) (34.98)

PDRB 7.62 7.54 5.90 7.89 7.50 7.30 7.17 7.27 8.02 6.78 7.60 7.41

2013Komponen2015* 2016**

2014

Konsumsi RT, 54.9%

Konsumsi LNRT, 1.2%

Konsumsi Pemerintah,

14.0%

PMTB, 39.0%

Perubahan Persediaan,

0.9%

Net Ekspor, -10.0%

Share PDRB Tw IV 2016

Konsumsi RT, 53.9%

Konsumsi LNRT, 1.2%

Konsumsi Pemerintah,

9.9%

PMTB, 37.3%

Perubahan Persediaan,

1.3%

Net Ekspor, -3.5%

Share PDRB 2016

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

1.2.1 Konsumsi

Secara agregat, pengeluaran konsumsi tumbuh positif, diantaranya didorong oleh konsumsi rumah tangga dan

konsumsi LNPRT. Total konsumsi triwulan IV 2016 tumbuh 2,45% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya

4,28% (yoy). Konsumsi rumah tangga tumbuh 5,29% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 5,73% (yoy),

sementara konsumsi LNPRT tercatat tumbuh 0,26% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 3,98% (yoy).

Sementara itu, pertumbuhan pengeluaran konsumsi yang turun cukup signifikan dikarenakan pengeluaran pemerintah

yang terkontraksi lebih dalam pada triwulan IV 2016 yaitu -7,43% (yoy) dari periode sebelumnya 3,52% (yoy).

Konsumsi rumah tangga yang cenderung tetap kuat pada triwulan IV 2016 menopang pertumbuhan ekonomi.

Konsumsi rumah tangga yang tetap kuat didorong oleh aktivitas masyarakat di hari raya natal dan tahun baru, serta libur

sekolah di periode laporan. Selain itu, terjaganya harga tercermin dari inflasi di triwulan IV 2016 turut menjaga daya beli

komponen konsumsi rumah tangga. Hal tersebut terkonfirmasi dari pertumbuhan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang

tumbuh positif 3,87% (yoy) atau 112,56 di triwulan IV 2016.

Secara keseluruhan tahun 2016, konsumsi rumah tangga tetap menopang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah

tangga pada tahun 2016 meningkat 2015 menjadi 5,48% (yoy) dari tahun sebelumnya yang tercatat 5,29% (yoy).

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang meningkat diperkirakan karena inflasi tahun 2016 yang cenderung rendah

dan stabil mencapai 2,94% (yoy) dibandingkan dengan tahun 2015 yang mencapai 4,48% (yoy). Selain itu, gaji ke-13 dan

ke-14 yang muncul pada triwulan II dan triwulan III 2016 mendorong daya beli masyarakat. Selain itu, indikator daya beli

berdasarkan Indeks Keyakinan Konsumen di tahun 2016 masih dalam tingkat optimis.

Realisasi belanja pemerintah daerah tumbuh menurun pada triwulan IV 2016 karena berkurangnya pagu belanja APBN

di Sulsel. Realisasi belanja hingga triwulan IV 2016 atau keseluruhan 2016 diperkirakan sebesar Rp 56,58 triliun atau

94,22% dari yang ditargetkan sebesar Rp60,05 triliun. Secara nominal realisasi belanja tahun 2016 tumbuh 10,8% (yoy)

dibandingkan keseluruhan 2015 yang tumbuh 19,7% (yoy). Penurunan pertumbuhan dibandingkan tahun 2015 karena

pagu anggaran tahun 2016 untuk belanja APBN turun 14,5% atau sebesar Rp3,27 triliun.

Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran

Penyaluran kredit konsumsi meningkat. Kredit konsumsi

yang disalurkan perbankan pada triwulan IV 2016 dan

keseluruhan 2016 tumbuh 14,70% (yoy) atau sebesar

Rp45,80 triliun di triwulan IV 2016 dan tahun 2016 lebih

besar dibandingkan di triwulan III 2016 sebesar Rp45,04

triliun. Peningkatan pertumbuhan kredit terjadi di kredit

peralatan/perlengkapan RT, kredit multiguna dan kredit

rumah tangga lainnya yang masing-masing tumbuh

56,64% (yoy), 19,84% (yoy) dan 34,53% (yoy) dari triwulan

IV 2015 yang hanya tumbuh masing-masing 3,89% (yoy),

14,68% (yoy) dan 4,73% (yoy). Kredit Pemilikan

Rumah/Apartemen (KPR/A) juga tumbuh meski melambat

Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah

Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

80

90

100

110

120

130

140

150

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Growth yoy (%) - Skala Kanan

Indeks

*) Data hingga Februari 2017

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

Indeks Penjualan Eceran gIndeks - Skala Kanan

Indeks YOY

*) Data hingga Juli 2016

0

5

10

15

20

25

30

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoyRp Triliun

Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan

*) Data hingga Januari 2017

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 15

dari 4,40% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 4,16% (yoy)

di triwulan IV 2016. Di sisi lain, pertumbuhan Kredit

Kendaraan Bermotor (KKB) membaik meski masih

mengalami kontraksi -6,12% (yoy) triwulan IV 2016.

Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB) Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A

1.2.2 Investasi

Investasi tumbuh melambat di triwulan IV 2016. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikasi dari

kegiatan investasi masih tumbuh 2,96% (yoy), melambat bila dibandingkan dengan triwulan III 2016 (6,63%; yoy).

Sementara itu, realisasi belanja modal APBD di Sulsel tercatat lebih tinggi 91,92% atau Rp856,62 miliar pada triwulan IV

2016 dibandingkan dibandingkan dengan triwulan IV 2015 yang mencapai 83,86%. Di sisi lain, realisasi belanja modal

APBN yang dialokasikan di Sulsel mengalami peningkatan, dengan realisasi mencapai sebesar Rp4,28 triliun atau 85,68%

dari target triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 sebesar Rp5,0 triliun. Peningkatan realisasi belanja modal APBN

didorong oleh percepatan penyerapan anggaran sejumlah proyek di berbagai satuan kerja seperti pembangunan

Bendungan dan Jaringan Irigasi Pompengan Janeberang, Pembangunan Jalan Nasional, Pembangunan Rumah Sakit,

Pembangunan Akademi Penerbangan, Politeknik Pelayaran, Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, dan

lain-lain.

Investasi yang tetap positif di triwulan IV 2016 terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan penyaluran kredit

investasi. Impor barang modal tercatat tumbuh positif 203,63% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2016 yang

tumbuh 20,70% (yoy). Impor barang modal dan peralatan transportasi (industri) pada triwulan laporan meningkat

signifikan, sehingga menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan impor barang modal meningkat signifikan.

Sementara dari sisi pembiayaan, peningkatan investasi juga tercermin dari penyaluran kredit investasi di periode laporan

yang tumbuh 1,34% (yoy) atau sebesar Rp23,08 triliun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp22,77 triliun.

Secara keseluruhan 2016, investasi juga tetap tumbuh kuat. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di tahun 2016

tumbuh 7,02% (yoy) meski melambat dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 8,08% (yoy). Perlambatan kegiatan

investasi dikarenakan terdapat pemotongan anggaran tahun 2016 di Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan-Jeneberang

sebesar 40%, progres bendung/bendungan/waduk yang tidak sepenuhnya berjalan lancar, serta beberapa proyek

strategis masih terkendala pembebasan lahan dan masalah perizinan (jalan dan flyover).

-20

-10

0

10

20

30

40

50

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

% (

yoy)

Rp

Tri

liun

Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan

*) Data hingga Januari 2017

-10

0

10

20

30

40

50

-

2

4

6

8

10

12

14

16

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

% (

yoy)

Rp

Tri

liun

Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan

*) Data hingga Januari 2017

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.8. Impor Barang Modal Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi

Selain dari sisi pemerintah, investasi yang dilakukan oleh pihak swasta juga meningkat. Investasi swasta yang

meningkat di triwulan IV 2016 terlihat dari rencana proyek baru yang mengalami peningkatan. Berdasarkan data BCI Asia,

jumlah proyek infrastruktur yang dimulai di triwulan IV 2016 didorong pembangunan gedung baru, perumahan, aparteen

dan supermarket. Proyek infrastruktur swasta yang dimulai pada triwulan laporan yaitu pembangunan apartemen dan

hotel di Kota Makassar, serta perumahan di Kab. Gowa.

Sementara itu, komponen perubahan inventori hasil olahan industri nikel tumbuh terkontraksi. Komponen perubahan

inventori di periode pelaporan terkontraksi -156,39% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar

269,76% (yoy) di triwulan III 2016, yang disebabkan produksi yang menurun akibat kerusakan 1 tanur dan permintaan

ekspor yang relatif tetap.

Sumber: BCI Asia, diolah Sumber: Produsen, diolah

Grafik 1.10. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Grafik 1.11. Perubahan Inventori Produsen Nikel

Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar

di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah

pembangunan Makassar New Port (MNP). Menurut informasi anekdotal dan FGD yang dilakukan, perkembangan MNP

Tahap 1 A sudah mencapai 30% yaitu pembangunan dermaga, dengan dana mencapai Rp1,8 triliun hingga tahun 2018.

Selain itu, terdapat beberapa tahapan MNP dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8, yaitu:

Sumber: berbagai sumber, diolah

(150)

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyUS$ Juta

Impor Barang Modal gImpor Barang Modal

(10)

0

10

20

30

40

50

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoyRp Triliun

Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan

*) Data hingga Januari 2017

-500

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

Nilai Proyek Infrastruktur BaruPertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan

Rp Milyar%

(500)

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyUS$ Juta

Posisi Stok gPerubahan Stok - Skala Kanan

*) Angka Prakiraan

Tahap IA

•2015-2018

•Panjang Dermaga 320 m

•Lapangan Kontainer 16 Ha

•Kapsitas 50.000 TEUs

•Total Investasi Rp. 1,8 T

Tahap IB dan IC

•2019-2025

•panjang dermaga IB 330 m

•Panjang Dermaga IC 350 m

•Kapasitas 1 juta TEUs

•Total Investasi Rp 7,5 T

Tahap II

•2026-2030

•Panjang Dermaga 1.000 m

•Luas 112 ha

•Kapsitas 2 Juta TEUs

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 17

Sampai dengan saat ini, realisasi proyek Kereta Api Makassar – Parepare mencapai 20 Km dan masih terkendala

pembebasan lahan dan pembiayaan. Menurut informasi anekdotal, pemerintah pusat telah menganggarkan proyek

Kereta Api Makassar – Parepare sebesar Rp500 miliar di tahun 2017, atau mencapai Rp5 triliun di tahun 2017-2019.

Sementara itu, pembangunan smelter oleh beberapa perusahaan diperkirakan mulai produksi pada akhir tahun 2016,

sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap dalam tahap pengembangan.

Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir

1 Proyek KA Makassar-Parepare Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2.000 km dari Makassar ke Manado.

Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km

Konstruksi telah mencapai 10 Km.

Pembebasan lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%.

Alokasi anggaran 2015 - APBD Rp100 milyar - APBN Rp971 milyar

Alokasi anggaran 2016 - APBN Rp1,3 triliun

Progres: pemasangan rel kereta api

2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012

Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity).

Rencana pembangunan 18 bulan

Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun

Groundbreaking pada bulan Maret 2015

3 Smelter PT. A Total Investasi : 6 Triliun Rupiah

Produk utama : Feronikel.

Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun

Progress terakhir : Pematangan Lahan

Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016

Estimasi uji coba: Februari 2016

Estimasi produksi: April 2016

4 Smelter PT. B Total Investasi : USD 130 Juta

Produk utama : Feronikel.

Kapasitas Produksi : 50.000 metrik ton per tahun

Progress terakhir : Proses Konstruksi

Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016

Estimasi uji coba: Februari 2016

Estimasi produksi: Oktober 2016

5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 300 Juta

Produk utama : Feronikel.

Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per tahun

Progress terakhir : Pembebasan Lahan

Estimasi produksi : 2016

6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap.

Sumber dan APBD

Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik

Studi Kelayakan

Target selesai: 2018

7 Pembangunan Underpass Simpang Mandai

Total Investasi: Rp175 Miliar

Underpass: 1.050 M

Progress terakhir : Pengeboran Underpass

Estimasi Pembangunan: 2015-2017

8 Pelebaran Jalan Maros-Watampone

Total Investasi: 125,520 Milyar / 1,85 T (alokasi/kebutuhan)

Progress terakhir :1.5 Km Sudah Teraspal dari Target 15, 84 Km

Estimasi Pembangunan: 2015-2017

9 Pembangunan Elevated Road Segmen I

Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar (alokasi/kebutuhan)

Progress terakhir :Land Clearing dan Persiapan Pemancangan

Estimasi Pembangunan: 2015-2017

10 Pembangunan Jalan dan Jembatan Bypass Mamminasata

Total Investasi: 251,249 Milyar / 1.351 T (alokasi/kebutuhan)

Progress terakhir : penimbunan, dan land clearing

Estimasi Pembangunan: 2015-2018

11 Pembangunan Jalan dan Jembatan Middle Ring Road

Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar (alokasi/kebutuhan)

Progress terakhir : land clearing, pembebasan lahan, dan pemasangan batu dan persiapan pembangunan jembatan

Estimasi Pembangunan: 2015-2018

Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya

Selain berbagai proyek tersebut di atas, juga terdapat proyek yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada dasarnya

proyek ini merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan turut mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain

Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa. Total anggaran proyek

multiyear bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun.

Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir

1 Bendung Baliase Lokasi : Kabupaten Luwu Utara

Target : Desember 2015 – Desember 2019

APBN : ±200 Miliar

Ags 2015: Penandatanganan MOU

Sept 2015 : Pembebasan Lahan

Des 2015: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material)

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir

2 Bendungan Karalloe Lokasi : Kabupaten Gowa

Target : Desember 2013 – Desember 2017 APBN : ±500 Miliar

Groundbreaking pada bulan Maret 2014

2015: Pengadaan lahan (109,32 ha dari 215 ha)

3 Bendungan Paselloreng Lokasi : Kabupaten Wajo

Target : Juni 2015 – Desember 2019

APBN : ±800 Miliar

Progress terakhir : Pembebasan Lahan

Estimasi Pembangunan: 2016

4 Waduk Tunggu Nipa Nipa Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa

Target : Desember 2015 – Desember 2017

APBN : ±400 Miliar

Progress terakhir : Pembebasan Lahan

Estimasi Pembangunan: 2016

Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang

1.2.3 Ekspor dan Impor

Ekspor Sulsel di triwulan IV 2016 mengalami perbaikan meski masih terkontraksi. Nilai ekspor terkontraksi -28,70%

(yoy), membaik dibandingkan dengan kontraksi di triwulan III 2016 yang tercatat mencapai -32,23% (yoy). Kontraksi

ekspor terjadi baik pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) maupun domestik. Ekspor LN membaik dari triwulan III

2016 yang tercatat -15,27% (yoy) menjadi -4,20% (yoy) di triwulan IV 2016. Sedangkan ekspor dengan tujuan dalam

negeri (DN) terkontraksi -38,89% (yoy) dari triwulan IV 2016 yang terkontraksi lebih dalam -43,37% (yoy). Membaiknya

ekspor LN diperkirakan karena perkembangan harga komoditas utama Sulsel yang menguat serta Negara mitra dagang

Sulsel. Ekspor DN yang terkontraksi diperkirakan akibat tingginya pasokan barang yang diperoleh di luar Sulsel. Jika dilihat

lebih lanjut, volume muat barang dalam negeri yang tercatat di Pelabuhan Makassar lebih rendah dibandingkan volume

bongkar barang. Pada triwulan IV 2016, volume muat mencapai 997.566 ton, sementara volume bongkat mencapai 1,48

juta ton. Meski demikian, volume muat mengalami peningkatan meskipun masih dalam fase kontraksi kontraksi -1,70%

(yoy), dari triwulan III 2016 sebesar 919.880 ton atau tumbuh terkontraksi -5,08% (yoy).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan

Grafik 1.12. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.13. Volume Barang yang Dimuat

Membaiknya kinerja ekspor (LN) tidak lepas dari meningkatnya kinerja ekspor Nikel. Hal ini dikarenakan pangsa ekspor

Nikel menyumbang 53,07% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan IV 2016. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami

pertumbuhan 1,17% (yoy) membaik dibandingkan dengan pertumbuhan di periode sebelumnya yang terkontraksi

mencapai -22,05% (yoy). Peningkatan nilai ekspor ini tidak terlepas dari membaiknya harga komoditas nikel di pasar

internasional. Sepanjang triwulan IV 2016, harga nikel telah terkoreksi 14,44% (yoy) atau USD10.784,02/mt.

*) Data Sementara Sumber: Bea Cukai, diolah

Sumber: World Bank

Grafik 1.14. Nilai Ekspor Nikel Matte Grafik 1.15. Perkembangan Harga Nikel

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

%; yoyRibu Ton

Volume Ekspor gVolume Ekspor - Skala KanangNilai Ekspor - Skala Kanan

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

%; yoyRibu Ton

Volume Muat Barang Dalam Negeri gVolume Muat - Skala Kanan

(80)(60)(40)(20)020406080100120

0

50

100

150

200

250

300

350

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyJuta USD

Ekspor Nikel Matte gEkspor - Skala Kanan

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0.0

5,000.0

10,000.0

15,000.0

20,000.0

25,000.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoy$/mtNikel

gHarga - Skala Kanan

*) Data hingga Januari 2017

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 19

Selain nikel, nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami perbaikan. Nilai ekspor komoditas

rumput laut dan biji kakao membaik, meskipun pertumbuhan nilai ekspor rumput laut dan biji kakao masih mengalami

kontraksi. Pertumbuhan ekspor biji kakao meningkat dari -21,46% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi -14,25% (yoy) di

triwulan IV 2016. Sementara pertumbuhan nilai rumput laut menjadi -3,84% (yoy) dari -15,11% (yoy) di triwulan III 2016.

Membaiknya permintaan dari Negara mitra dagang menjadi salah satu pendorong kinerja ekspor komoditas ini.

Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel membaik meski masih belum pulih sepenuhnya. Bila

mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang

utama Sulsel seperti Jepang, Tiongkok, Amerika Serikat dan Eropa mengalami peningkatan, meskipun Korea Selatan

menunjukkan penurunan kinerja lapangan usaha manufaktur di triwulan IV 2016. Untuk arah pada awal triwulan I 2017,

kinerja lapangan usaha manufaktur Jepang, Amerika Serikat, Eropa dan Korea Selatan menunjukkan peningkatan.

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg

Grafik 1.16. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Grafik 1.17. Purchasing Managers Index

Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan IV 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan masih

dalam fase kontraksi. Impor di triwulan IV 2016 tercatat mengalami kontraksi -29,62% (yoy) lebih tinggi dibandingkan

kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi lebih dalam -42,68% (yoy). Peningkatan impor

terkonfirmasi dari peningkatan impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen non migas. Nilai impor LN tercatat

tumbuh 41,26% (yoy) meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -46,65% (yoy). Di sisi

lain, impor dalam negeri (DN) tercatat tumbuh negatif -38,24% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang

terkontraksi -41,61%. Impor Dalam Negeri sebagian besar diperkirakan berasal dari antar daerah melalui jalur darat,

mengingat volume kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar melambat. Volume bongkar hingga

triwulan IV 2016 mencapai 1,4 juta ton atau tumbuh -2,47% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan III

2016 yang tumbuh -0,40% (yoy).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan

Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar

Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,

sedangkan mesin-mesin/pesawat mekanik menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan IV 2016. Pangsa nilai

ekspor komoditas nikel matte mencapai 53,07% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh

-2000

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

(100)

(50)

0

50

100

150

200

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

%, yoy

Rumput Laut Biji Kakao Kayu Olahan - rhs Nikel Matte - rhs

%, yoy

46

48

50

52

54

56

58

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2013 2014 2015 2016 2017

Indeks

Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan

*) Data hingga Januari 2017

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

100

200

300

400

500

600

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

%, yoyJuta Ton

Total Volume Impor

gVolume Impor (yoy) - Skala Kanan

gNilai Impor (yoy) - Skala Kanan

(20)

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

25

30

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

%; yoyRibu Ton

Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gVolume Bongkar - Skala Kanan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

coklat olahan dan ikan olahan dengan pangsa masing-masing 8,98% dan 5,47%. Untuk impor luar negeri, pangsa nilai

impor mesin-mesin/pesawat mekanik mencapai 28,01% dari total impor Sulsel di triwulan IV 2016. Disusul kemudian

mesin dan peralatan listrik (19,65%) dan gandum-ganduman (14,13%).

Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Berdasarkan negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Tiongkok merupakan

negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan IV 2016, nilai ekspor Sulsel ke Jepang

mencapai 57,19% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Amerika Serikat (10,81%), dan Malaysia (8,32%).

Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 46,48% dari

total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Ukraina (14,56%) dan Kanada (6,38%).

Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Defisit neraca perdagangan Sulsel meningkat. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada triwulan IV 2016 mencapai Rp9,66

triliun, lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tercatat surplus Rp1,16 triliun. Defisit neraca perdagangan pada

triwulan berjalan terjadi dikarenakan tingginya impor barang modal, bahan baku dan barang konsumsi. Untuk barang

modal, impor yang dilakukan khususnya pada pesawat dan komponennya, sementara impor bahan baku seperti bahan

makanan untuk industri, peralatan transportasi, suku cadang dan aksesoris, dan pada barang konsumsi seperti bahan

makanan untuk rumah tangga.

Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.20. Neraca Perdagangan Bersih Grafik 1.21. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri

Nilai Ekspor

Triwulan IV 2016

(USD)

1 Nikel 178,684,508 53.07%

2 Coklat Olahan 30,221,621 8.98%

3 Ikan Olahan 18,413,840 5.47%

4 Ganggang Laut 18,037,051 5.36%

5 Udang Segar/Beku 17,125,617 5.09%

6 Buah/Sayuran Olahan 16,123,392 4.79%

7 Biji Coklat 13,166,622 3.91%

8 Kopi 5,539,596 1.65%

9 Kayu Lapis 5,202,586 1.55%

10 Ikan Lainnya 5,064,198 1.50%

11 LAINNYA 29,086,601 8.64%

TOTAL EKSPOR 336,665,632 100.00%

No Komoditas (HS) Pangsa

Nilai Impor

Triwulan IV 2016

(USD)

1 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 75,790,510 28.01%

2 Mesin dan Peralatan Listrik 53,189,623 19.65%

3 Gandum-ganduman 38,248,170 14.13%

4 Kapal laut dan bangunan terapung 20,791,259 7.68%

5 Sisa Industri Makanan 15,685,980 5.80%

6 Perangkat Optik 14,708,380 5.43%

7 Barang dari besi dan baja 14,267,089 5.27%

8 Kapal Terbang dan Bagiannya 10,759,683 3.98%

9 Pupuk 4,512,828 1.67%

10 Kakao/Coklat 4,184,648 1.55%

11 LAINNYA 18,486,539 6.83%

TOTAL IMPOR 270,624,710 100.00%

No Komoditas (HS) Pangsa

Total Ekspor

FOB (USD)

1 Jepang 192,534,329 57.19%

2 Amerika Serikat 36,400,749 10.81%

3 Malaysia 28,026,566 8.32%

4 Tiongkok 26,908,746 7.99%

5 Vietnam 7,864,373 2.34%

6 Belanda 3,477,123 1.03%

7 Singapura 6,613,220 1.96%

8 Korea Selatan 6,760,347 2.01%

9 Hongkong 2,396,525 0.71%

10 Jerman 2,877,067 0.85%

11 LAINNYA 22,806,588 6.77%

TOTAL EKSPOR 336,665,632 100.00%

No Negara Tujuan PangsaTotal Impor

CIF (USD)

1 Tiongkok 125,774,445 46.48%

2 Ukraina 39,412,063 14.56%

3 Kanada 17,279,219 6.38%

4 Perancis 14,980,715 5.54%

5 United Kingdom 14,787,329 5.46%

6 Jerman 14,286,120 5.28%

7 Argentina 13,146,670 4.86%

8 Australia 6,177,909 2.28%

9 Thailand 5,253,636 1.94%

10 Malaysia 4,499,634 1.66%

11 LAINNYA 15,026,969 5.55%

TOTAL IMPOR 270,624,710 100.00%

No Negara Asal Pangsa

(16,000)

(14,000)

(12,000)

(10,000)

(8,000)

(6,000)

(4,000)

(2,000)

0

2,000

(25,000)

(20,000)

(15,000)

(10,000)

(5,000)

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015* 2016**

Rp MiliarRp Miliar

Ekspor ADHB Impor ADHB Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan

Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

(100)

0

100

200

300

400

500

600

700

(600)

(400)

(200)

0

200

400

600

800

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015* 2016**

US$ JutaUS$ Juta

Ekspor Luar Negeri Nonmigas

Impor Luar Negeri Nonmigas

Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan

Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 21

1.3. Sisi Lapangan Usaha

Peningkatan pertumbuhan di beberapa lapangan usaha ekonomi utama Sulsel menjadi faktor pendorong pertumbuhan

ekonomi di triwulan IV 2016. Tiga usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah lapangan usaha pertanian,

kehutanan dan perikanan; jasa keuangan dan asuransi; dan perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan

sepeda motor yang tercatat masing-masing tumbuh 25,65% (yoy); 15,44% (yoy); dan 9,93% (yoy). Lapangan usaha lain

yang tercatat tumbuh meningkat adalah jasa kesehatan dan kegiatan sosial (8,43%; yoy); informasi dan komunikasi

(8,35%; yoy); real estate (6,16%; yoy); dan administrasi pemerintahan yang meskipun terkontraksi namun membaik (-

6,99%; yoy).

Kinerja usaha pertambangan dan penggalian; industri pengolahan serta konstruksi sebagai salah tiga usaha unggulan

Sulsel, tumbuh melambat di triwulan IV 2016. Usaha pertambangan dan penggalian terkontraksi -3,63% (yoy), lebih

rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 1,58% (yoy). Usaha industri pengolahan dan konstruksi

melambat masing-masing dari 10,72% (yoy) dan 6,13% (yoy) pada periode laporan menjadi 0,89% (yoy) dan 2,48% (yoy).

Lapangan usaha lain yang tumbuh melambat yaitu usaha transportasi dan pergudangan dari 12,86% (yoy) menjadi 9,19%

(yoy); pengadaan listrik dan gas dari 17,33% (yoy) menjadi 2,82% (yoy); pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah daur

ulang dari 6,93% (yoy) menjadi 6,65% (yoy); penyediaan akomodasi dan makan minum dari 8,72% (yoy) menjadi 6,60%

(yoy); jasa perusahaan dari 8,07% (yoy) menjadi 7,81% (yoy); jasa pendidikan dari 8,00% (yoy) menjadi 2,99% (yoy); dan

jasa lainnya dari 9,98% (yoy) menjadi 9,58% (yoy).

Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2017 diperkirakan dalam tren menurun. Penurunan tren tersebut di

sebabkan oleh melambatnya lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, perdagangan besar dan eceran, dan

reparasi mobil dan sepeda motor, jasa keuangan dan asuransi, real estate, jasa perusahaan, jasa kesehatan dan kegiatan

sosial. Melambatnya usaha lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan karena musim panen yang diperkirakan

terjadi pada bulan Maret-April di Kab. Soppeng, Sidrap dan Pinrang terjadi pada saat curah hujan menengah-tinggi (150-

400 mm) sehingga menimbulkan kendala pengeringan padi yang telah panen tidak dapat dijemur akibat keterbatasan

lantai jemur dan dryer (alat pengering padi), dan dapat memengaruhi stok. Sementara itu, melambatnya usaha

perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor, serta kembali normalnya konsumsi masyarakat

pasca hari besar keagaaman (natal), serta libur sekolah.

Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan usaha Ekonomi

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia *) Angka sementara **) Angka sangat sementara

I II III IV TOTAL I II III IV** TOTAL

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.93 10.02 3.66 11.78 5.35 1.64 5.81 0.88 4.26 5.44 25.65 8.08

B Pertambangan dan Penggalian 5.68 11.11 2.40 7.51 11.49 7.80 7.42 2.04 4.50 1.58 -3.63 0.97

C Industri Pengolahan 9.22 9.00 7.09 6.89 3.73 9.36 6.80 13.16 9.03 10.72 0.89 8.15

D Pengadaan Listrik dan Gas 8.04 16.98 5.75 -5.16 -5.08 -0.33 -1.38 10.11 17.35 17.33 2.82 11.52

E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5.50 2.13 0.58 -0.26 -2.54 3.74 0.34 3.46 4.72 6.93 6.65 5.44

F Konstruksi 10.57 6.29 7.20 5.88 9.16 10.75 8.32 9.32 9.74 6.13 2.48 6.75

G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.23 7.20 5.62 6.61 9.12 10.08 7.89 8.86 11.00 9.65 9.93 9.87

H Transportasi dan Pergudangan 6.36 1.24 3.34 7.28 10.50 6.04 6.82 13.57 8.99 9.21 0.24 7.84

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.76 7.82 5.60 3.99 5.45 8.13 5.81 9.79 8.93 8.72 6.60 8.47

J Informasi dan Komunikasi 14.07 5.75 7.34 7.46 8.11 8.69 7.92 8.18 8.05 7.92 8.35 8.13

K Jasa Keuangan dan Asuransi 8.88 5.76 9.96 2.95 9.24 7.56 7.41 9.65 17.38 12.10 15.44 13.63

L Real Estate 8.98 7.97 8.88 7.55 7.21 6.01 7.39 7.04 6.93 5.40 6.16 6.37

M,N Jasa Perusahaan 6.97 6.76 4.77 4.48 6.79 7.40 5.87 7.89 7.73 8.07 7.81 7.88

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3.07 2.32 5.19 7.08 9.29 8.78 7.64 5.48 6.23 -7.66 -6.99 -1.06

P Jasa Pendidikan 7.72 4.65 8.90 9.07 9.56 2.35 7.25 7.69 9.19 8.00 2.99 6.86

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.25 10.23 7.41 7.75 11.35 10.55 9.31 9.55 8.38 7.53 8.43 8.45

R,S,T,U Jasa lainnya 7.14 7.57 9.42 8.16 8.16 10.20 8.99 9.71 9.97 9.98 9.58 9.81

PDRB 7.62 7.54 5.90 7.89 7.50 7.30 7.17 7.27 8.02 6.78 7.60 7.41

2015*2013Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010

2016**2014

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Apabila dilihat dari andil terhadap

PDRB, lapangan usaha Pertanian

masih menjadi penyumbang terbesar

di triwulan IV 2016 dan keseluruhan

2016. Pangsa usaha Pertanian

terhadap total PDRB di periode

pelaporan mencapai 21,55% di

triwulan IV 2016 dan 23,29% (yoy) di

tahun 2016. Usaha lainnya yang

menjadi tumpuan perekonomian Sulsel

adalah usaha Industri Pengolahan,

Perdagangan, dan Konstruksi, yang

masing-masing memiliki pangsa

terhadap total PDRB di atas 5%.

Sementara untuk lapangan usaha non

utama merupakan gabungan dari

usaha lainnya.

Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.22. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)

1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan.

Telah berlalunya fenomena La Nina mendorong pertumbuhan di lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan.

Panen yang terjadi pada bulan Desember di Kab. Soppeng, Gowa, dan Sidrap mendorong pertumbuhan di lapangan usaha

pertanian. Panen yang terjadi di periode awal triwulan IV 2016 mendorong produksi beras yang dihasilkan Sulsel.

Lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan meningkat signifikan pada triwulan IV 2016.

Meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan disebabkan oleh peningkatan

kinerja di sublapangan usaha kehutanan (perkebunan). Volume ekspor komoditas kakao sebagai salah satu indikator

sublapangan usaha perkebunan membaik dari -21,32% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi -13,73% (yoy) di triwulan IV 2016

atau 10,70 ribu ton. Secara nilai, total ekspor kakao tercatat USD43,38 juta yang berarti juga masih menunjukkan

kontraksi -4,38% (yoy).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank Grafik 1.23. Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Grafik 1.24. Harga Internasional Kakao

Di sisi lain, kinerja sub lapangan usaha perikanan menjadi faktor penahan pertumbuhan. Salah satu indikator yang

menunjukkan penurunan kinerja di sub usaha perikanan adalah penurunan ekspor komoditas perikanan, baik dari sisi

volume maupun nilai. Secara volume, ekspor melambat 38,11% (yoy) pada triwulan IV 2016, lebih rendah dari periode

sebelumnya (43,78% yoy), sementara secara nominal nilai ekspor juga melambat, dengan pertumbuhan triwulan IV 2016

mencapai 9,28% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 yang tumbuh 24,27% (yoy). Penurunan ekspor

diperkirakan terjadi akibat curah hujan pada tingkat menengah sampai tinggi (150-400 mm) sehingga menahan aktivitas

penangkapan ikan dan berdampak pada minimnya pasokan.

Pertanian 21.55%

Pertam-bangan, 5.93%

Industri Pengo-lahan,

14.32%Kons-truksi , 12.95%

Perda-gangan, 13.35%

Lainnya, 32%

Share PDRB Tw IV 2016

Pertanian 23.29%

Pertam-bangan, 5.60%

Industri Pengo-lahan,

13.92%Kons-truksi , 12.53%

Perda-gangan, 13.41%

Lainnya, 31%

Share PDRB 2016

-150%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

-

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

Juta

To

n

Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan

YOY

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoy$/kgKakao gHarga - Skala Kanan

*) Data hingga Januari 2017

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 23

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.25. Volume Ekspor Komoditas Ikan Grafik 1.26. Nilai Ekspor Komoditas Ikan

Pertumbuhan di usaha pertanian Sulsel tidak tercermin dari pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke usaha

pertanian. Di triwulan IV 2016, kredit yang disalurkan ke usaha pertanian tumbuh 31,27% (yoy) atau mencapai Rp2,85

triliun. Angka pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 41,05% (yoy).

Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah

Grafik 1.27. Perkembangan Kredit di Lapangan usaha Pertanian

1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian

Lapangan usaha pertambangan dan penggalian terkontraksi. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh -3,63% (yoy), lebih

rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 1,58% (yoy). Volume ekspor pertambangan mencapai 9,78 juta ton

atau terkontraksi -29,41% (yoy) pada triwulan IV, dari 12,70 juta ton pada triwulan sebelumnya. Meski demikian, nilai

ekspor pertambangan tumbuh meningkat sebesar USD1,31 juta atau tumbuh 26,24% (yoy) pada triwulan IV 2016, dari

periode sebelumnya yang terkontraksi -32,90% (yoy).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.28. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.29. Nilai Ekspor Pertambangan

Volume produksi hasil tambang masih mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Harga komoditas nikel

yang membaik menjadi salah satu faktor utama membaiknya kinerja lapangan usaha pertambangan. Rata-rata harga

komoditas Nikel di triwulan IV 2016 berada pada level USD10.784 per metrik ton naik 14,44% (yoy) dibandingkan rata-

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

-

1

2

3

4

5

6

7

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

Juta

To

n

Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan

YOY

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan

Juta USD YOYYOY

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoyRp Triliun

Pertanian gKredit Pertanian

*) Data hingga Januari 2017

(150)

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyJuta Ton

Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan

(100)

(50)

0

50

100

150

200

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyJuta USD

Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

rata harga di triwulan sebelumnya yang turun -2,94% (yoy). Meski demikian, menguatnya harga komoditas nikel tidak

diiringi dengan peningkatan produksi akibat kerusakan salah satu mesin sehingga produksi tidak mencapai targetnya.

Sumber: Industri Pengolahan Nikel Sumber: Industri Pengolahan Nikel

Grafik 1.30. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.31. Penjualan Nikel dalam Matte

Penurunan lapangan usaha pertambangan dan penggalian terjadi seiring dengan kinerja produksi nikel. Total produksi

Nikel Matte diperkirakan mencapai sekitar 21.000 metrik ton atau terkontraksi -5,84% (yoy), lebih rendah dari

pertumbuhan pada periode sebelumnya yang terkontraksi -1,82% (yoy). Produksi nikel yang menurun disebabkan oleh

kerusakan salah satu mesin, sehingga membaiknya harga nikel di pasar internasional tidak berdampak pada Kinerja usaha

ini. Nilai perolehan hasil penjualan Nikel dalam matte mencapai -9,13% (yoy) dari sebelumnya terkontraksi -9,38% (yoy).

Sejalan dengan kinerja tamang nikel yang menurun, kredit di lapangan usaha pertambangan menunjukkan penurunan.

Di periode IV 2016, pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke lapangan usaha tambang turun -2,62% (yoy) atau

389,85 miliar, dari triwulan sebelumnya 6,95% (yoy).

Sumber: World Bank Sumber: LBU, diolah Grafik 1.32. Harga Komoditas Tambang Grafik 1.33. Kredit Lapangan usaha Pertambangan

1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh melambat. Lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan IV 2016

tumbuh 0,89% (yoy), jauh lebih rendah dari triwulan III 2016 yang mencapai 10,72% (yoy). Kinerja Industri Mikro dan Kecil

(IMK) dan Industri Besar dan Sedang (IBS) yang menurun di triwulan IV 2016 ditengarai menjadi penyebab perlambatan di

usaha industri pengolahan. Industri Mikro dan Kecil (IMK) dan Industri Besar dan Sedang (IBS) masing-masing melambat

di triwulan IV 2016 menjadi 0,54% (yoy) dan 4,82% (yoy) dari semula tumbuh 4,65% (yoy) dan 8,66% (yoy).

-30-20-10010203040506070

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

Rib

u

Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan

*) Angka Prakiraan

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

Rib

u

Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan

*) Angka Prakiraan

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Nikel Timah Seng Timah Hitam

gYOY

*) Data hingga Januari 2017

(40)

(20)

0

20

40

60

80

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoyRp Triliun

Pertambangan gKredit Pertambangan

*) Data hingga Januari 2017

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 25

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.34. Pertumbuhan Industri Grafik 1.35. Nilai Ekspor Hasil Industri

Sejalan dengan kinerja industri pengolahan yang

menurun, kredit yang disalurkan perbankan ke lapangan

usaha ini juga terkontraksi. Kredit yang disalurkan ke

industri pengolahan tercatat tumbuh negatif -4,98% (yoy)

atau Rp8,04 triliun lebih rendah dari triwulan sebelumnya

yang tumbuh 34,87% (yoy). Perlambatan diindikasikan

masih tersedianya stok di periode sebelumnya, sehingga

perusahaan industri pengolahan belum meningkatkan

produksinya di triwulan IV 2016. Selain itu, produksi

tepung terigu Sulsel dan pengadaan semen juga

mengalami penurunan di periode laporan.

Sumber: LBU

Grafik 1.36. Kredit Industri Pengolahan

Ekspor komoditas hasil industri justru mengalami peningkatan. Nilai ekspor hasil industri di triwulan IV 2016 meningkat

dari -13,39% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 2,81% (yoy) atau sebesar USD269,46 juta.

1.3.4 Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas

Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas terdeselerasi. Lapangan usaha ini tercatat mengalami perlambatan

2,82% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini menurun dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 17,33%

(yoy). Perlambatan lapangan usaha ini sejalan dengan kredit yang disalurkan kepada lapangan usaha listrik, gas dan air

sebesar Rp2,24 triliun atau terkontraksi lebih dalam -12,95% (yoy), lebih rendah dari periode sebelumnya yang tumbuh -

9,56% (yoy). Selain itu, menurut informasi anekdotal terdapat beberapa proyek pembangkit listrik baru yang mengalami

kendala pembebasan lahan.

Sumber: LBU

Grafik 1.37. Kredit Lapangan usaha Listrik, Gas, dan Air

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoy

IMK IBS

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

050

100150200250300350400450500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyJuta USD

Ekspor Industri gEkspor - Skala Kanan

(40)

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

60

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

10.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoyRp Triliun

Industri Pengolahan gKredit Industri Pengolahan

(50)

0

50

100

150

200

250

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoyRp Triliun

Listrik, Gas, dan Air gKredit Listrik, Gas, dan Air

*) Data hingga Januari 2017

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

1.3.5 Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Daur Ulang

Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 6,65%

(yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,93% (yoy). Perlambatan ini sejalan

dengan pertumbuhan kredit pada listrik, gas dan air sebesar Rp2,24 triliun atau terkontraksi lebih dalam -12,95% (yoy),

lebih rendah dari periode sebelumnya yang tumbuh -9,56% (yoy).

1.3.6 Lapangan Usaha Konstruksi

Pada triwulan IV 2016, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring

dengan rasionalisasi belanja pemerintah. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 2,48% (yoy) lebih rendah dari

pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 6,13% (yoy). Perlambatan usaha konstruksi dikarenakan terdapat

rasionalisasi anggaran sebagai dampak dari Peraturan Menteri Keungan (PMK) Nomor 125/PMK.07/2016 tentang

penundaan penyaluran sebagian sebagian Dana Alokasi Umum (DAU) tahun anggaran 2016. Selain itu, progres progres

bendung/bendungan/waduk yang tidak sepenuhnya berjalan lancar, serta beberapa proyek strategis masih terkendala

pembebasan lahan dan masalah perizinan (jalan dan flyover).

Sumber: Survei Penjualan Eceran Sumber: Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.38. Penjualan Eceran Semen Grafik 1.39. Penjualan Eceran Bahan Konstruksi dari Logam

Peningkatan lapangan usaha konstruksi terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE). Indeks Penjualan Eceran

(IPE) bahan konstruksi dari logam tumbuh melambat dari 44,54% (yoy) menjadi 40,52% (yoy) di triwulan laporan.

Diperkirakan bahan konstruksi dari logam menurun akibat proyek jalur Kereta Api Makassar-Parepare yang terhenti pada

triwulan laporan akibat kendala pembebasan lahan dan pembiayaan. Selain itu, indeks penjualan eceran semen tumbuh

24,63% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya 32,67% (yoy). Sejalan dengan IPE Semen, realisasi

pengadaan semen di triwulan IV 2016 mencapai 764,06 ribu, tumbuh terkontraksi -4,07% (yoy) lebih rendah

dibandingkan triwulan III 2016 yang tumbuh 17,25% (yoy). Penyaluran kredit ke lapangan usaha konstruksi tumbuh

melambat di angka 2,78% (yoy), dari triwulan III 2016 yang tercatat 3,79% (yoy).

Sepanjang tahun 2016, kinerja lapangan usaha konstruksi melambat dibandingkan tahun 2015. Rasionalisasi anggaran

yang terjadi di periode akhir 2016 diperkirakan sebagai faktor utama penyebab perlambatan di tahun 2016. Rasionalisasi

anggaran tersebut berdampak pada sejumlah proyek infrastruktur di Sulsel seperti jalur Kereta Api Makassar-Parepare

serta pembangunan bendungan, bendung dan waduk.

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.40. Pengadaan Semen Grafik 1.41. Kredit kepada Lapangan usaha Konstruksi

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

% YOY

Semen

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

% YOY

Bahan Konstruksi dari Logam

(10)

(5)

0

5

10

15

20

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRibu Ton

Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton)gRealisasi - Skala Kanan

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoyRp Triliun

Konstruksi gKredit Konstruksi

*) Data hingga Januari 2017

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 27

1.3.7 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh terakselerasi. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini

tumbuh 9,93% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 9,65% (yoy).

Pertumbuhan lapangan usaha perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk

penjualan produk di kelompok suku cadang dan aksesoris. Meningkatnya aktivitas masyarakat pada Hari Besar

Keagamaan Nasional (HBKN) natal, tahun baru dan liburan sekolah mendorong lapangan usaha ini. Meskipun

pertumbuhan penyaluran kredit ke lapangan usaha ini menunjukkan arah sebaliknya. Kredit ke lapangan usaha

perdagangan tercatat mencapai Rp33,78 triliun atau tumbuh 5,62% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di

triwulan III 2016 yang tumbuh 8,87% (yoy).

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.42. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.43. Penjualan Barang Eceran Riil

1.3.8 Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan

Lapangan usaha transportasi dan penggudangan tumbuh melambat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat

tumbuh 0,24% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 9,21% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran kredit ke

lapangan usaha pengangkutan tercatat terkontraksi -5,23% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh 1,38% (yoy).

Aktivitas pergudangan mengalami perlambatan. Meski terdapat sedikit peningkatan volume bongkar muat barang di

Pelabuhan Makassar dibandingkan triwulan sebelumnya, namun pertumbuhan volume bongkar muat barang mengalami

kontraksi. Pada triwulan IV 2016, volume bongkar muat barang mencapai 2,47 juta ton atau terkontraksi -2,16%,

membaik dari kontraksi periode sebelumnya yang tercatat -2,36% (yoy). Lalulintas penumpang pesawat udara

menunjukkan perlambatan, sejalan dengan pertumbuhan penumpang laut yang juga mengalami kontraksi yang lebih

dalam pada periode laporan.

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: PT Angkasa Pura I

Grafik 1.44. Perkembangan Kredit Pengangkutan Grafik 1.45. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoyRp Triliun

Perdagangan gKredit Perdagangan

*) Data hingga Januari 2017-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

%YOYBahan Bakar Kendaraan Bermotor

Barang Lainnya

Barang Budaya & Rekreasi

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoyRp Triliun

Pengangkutan gKredit Pengangkutan

*) Data hingga Januari 2017

-20

-10

0

10

20

30

40

50

0

200

400

600

800

1,000

1,200

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

Penumpang Penerbangan Domestik (Orang)

yoy (%) - Axis KananRibu

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik 1.46. Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar Grafik 1.47. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar

1.3.9 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih rendah. Di triwulan laporan lapangan usaha

ini tumbuh 6,60% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 6,60% (yoy). Perlambatan yang

terjadi di usaha ini tidak sejalan dengan hasil Survey Penjualan Eceran (SPE) pada bahan makanan, makanan jadi dan

minuman yang tumbuh meningkat di periode laporan. Jika dirinci pada subkelompok SPE, subkelompok minuman

memiliki pertumbuhan negatif -7,44% (yoy) menjadi 286,75 dari periode sebelumnya 290,09.

Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah

Grafik 1.48. Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

Perlambatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak tercermin dari kinerja lapangan

usaha pariwisata yang tumbuh meningkat. Pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara mengalami

peningkatan yang signifikan. Jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai 6.793 orang atau tumbuh

84,14% (yoy) dari periode sebelumnya yang tumbuh 13,66% (yoy). Rata-rata tingkat penghunian kamar hotel berbintang

juga mengalami peningkatan dari 46,74% menjadi 43,76%. Menurut hasil liaison, jumlah hotel yang semakin meningkat,

telah mendorong pihak hotel menjaring konsumen dengan mengadakan promo dan menekan harga jual kamar.

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.49. Jumlah Wisatawan Mancanegara Grafik 1.50. Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

25

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRibu Ton

Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Volume Muat Barang Dalam Negeri

gTotal Bongkar & Muat

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

050

100150200250300350400450

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRibu Orang

Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri

gPenumpang - Skala Kanan

-20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

-48

2

52

102

152

202

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

Makanan, Minuman & Tembakau Pertumbuhan - Skala Kanan

Indeks YOY

(40)

(20)

0

20

40

60

80

100

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyOrang

Jumlah Kedatangan Wisman gWisman - Skala Kanan

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

TPK Sulsel

%

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 29

1.3.10 Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi

Lapangan usaha informasi dan komunikasi tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,35% (yoy) di

periode laporan, lebih tinggi dari triwulan III 2016 yang tumbuh 7,92% (yoy). Hal ini dikonfirmasi dari hasil Survei

Konsumen, pada pengeluaran konsumen lapangan usaha transport, komunikasi dan jasa keuangan yang menunjukkan

peningkatan dari 149,17 pada triwulan III 2016 menjadi 156,90 pada triwulan laporan. Peningkatan lapangan usaha ini

diindikasi pengaruh dari sublapangan usaha transportasi dan komunikasi khususnya traffic layanan SMS dan suara yang

meningkat akibat terdapat aktivitas hari raya (natal) dan tahun baru.

1.3.11 Lapangan Usaha Jasa Keuangan

Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 15,44% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 12,10% (yoy).

Peningkatan kinerja lapangan usaha jasa keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja positif perbankan di Sulsel, yang

mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator utama yang menguat yaitu Aset, dana pihak ketiga

(DPK) dan kredit/pembiayaan yang disalurkan. Total aset mencapai Rp125,96 triliun atau tumbuh 7,13% (yoy) dari

periode sebelumnya yang mencapai Rp123,19 triliun. Total DPK pada triwulan IV 2016 mencapai Rp81,97 triliun atau

tumbuh 4,99% (yoy) sedikit meningkat dibandingkan total DPK triwulan III 2016 yang mencapai Rp81,64 triliun.

Sementara kredit tercatat tumbuh 8,35% (yoy) menjadi Rp109,72 triliun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp108,40

triliun.

Sumber: Survei Konsumen, diolah

Grafik 1.51. Perkembangan Pengeluaran Konsumen Pada Lapangan usaha Transpor,

Komunikasi dan Jasa Keuangan

1.3.12 Lapangan Usaha Real Estate

Lapangan usaha real estate juga tercatat terakselerasi. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 6,16% (yoy) lebih

tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 5,40% (yoy). Peningkatan di lapangan usaha ini

sejalan dengan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh KPw BI Sulsel. Pertumbuhan Indeks Harga

Properti Residensial (IHPR) pada tipe rumah menengah mengalami peningkatan, meski demikian IHPR pada tipe rumah

kecil dan besar mengalami perlambatan.

-30

-20

-10

0

10

20

30

0

50

100

150

200

250

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pertumbuhan - Skala Kanan

Indeks % YOY

*) Data hingga Februari 2017

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah

Grafik 1.52. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial

1.3.13 Lapangan Usaha Jasa Perusahaan

Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih rendah di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,81%

(yoy) di triwulan IV 2016, lebih rendah dari periode sebelumnya yang tecatat 8,07% (yoy). Penurunan kinerja ini searah

dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan ke jasa dunia usaha yang menunjukkan perlambatan menjadi 17,15% (yoy)

atau sebesar Rp5,17 triliun, dari periode sebelumnya yang tumbuh 19,93% (yoy).

Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.53. Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha

1.3.14 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib

Lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh meningkat meski masih dalam fase kontraksi di periode laporan.

Lapangan usaha administrasi pemerintah tumbuh -6,99% (yoy) di triwulan IV 2016, meningkat dari periode sebelumnya

yang terkontraksi -7,66% (yoy). Membaiknya lapangan usaha administrasi pemerintahan akibat kinerja keuangan

pemerintah yang meningkat di periode laporan. Realisasi belanja APBD dan APBN hingga triwulan IV 2016 diperkirakan

sebesar Rp 56,58 triliun atau 94,22% dari yang ditargetkan sebesar Rp60,05 triliun. Secara nominal realisasi belanja tahun

2016 tumbuh 10,8% (yoy) dibandingkan keseluruhan 2015 yang tumbuh 19,7% (yoy). Penurunan pertumbuhan

dibandingkan tahun 2015 karena pagu anggaran tahun 2016 untuk belanja APBN turun 14,5% atau sebesar Rp3,27 triliun.

Sementara di sisi realisasi belanja modal APBD di Sulsel tercatat lebih tinggi 91,92% atau Rp856,62 miliar pada triwulan IV

2016 dibandingkan dibandingkan dengan triwulan IV 2015 yang mencapai 83,86%. Kemudian, realisasi belanja modal

APBN yang dialokasikan di Sulsel mengalami peningkatan, dengan realisasi mencapai sebesar Rp4,28 triliun atau 85,68%

dari target triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 sebesar Rp5,0 triliun.

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

UMUM KECIL MENENGAH BESAR

%, yoy

*) Angka Perkiraan

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

60

70

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoyRp Triliun

Jasa Dunia Usaha gKredit Jasa Dunia Usaha

*) Data hingga Januari 2017

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 31

1.3.15 Lapangan Usaha Jasa Pendidikan

Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 2,99% (yoy) di triwulan IV

2016, tumbuh lebih rendah dibandingkan periode triwulan III 2016 yang tumbuh 8,00% (yoy). Perlambatan pertumbuhan

lapangan usaha jasa pendidikan terjadi seiring dengan masuknya libur sekolah yang dimulai pada minggu ke-2 Desember

2016 dan minggu ke-4 Desember 2016 pada kalender akademik untuk sekolah tingkat SD/SMP/MTs/SMA/MA. Hal ini

terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan penjualan kertas, karton dan cetakan, serta alat tulis

yang juga menurun.

Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.54. Perkembangan Penjualan Alat Tulis Grafik 1.55. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan

1.3.16 Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,43% (yoy)

di triwulan IV 2016, lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 7,53% (yoy). Peningkatan tersebut

diperkirakan berasal dari peningkatan jasa tarif dokter spesialis, tarif laboratorium, dan obat-obatan terhadap

keseluruhan jasa kesehatan. Sejalan dengan jasa kesehatan, kegiatan sosial juga mengalami peningkatan, yang

dikonfirmasi meningkatnya kredit yang disalurkan ke lapangan usaha jasa sosial masyarakat.

Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.56. Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

50

100

150

200

250

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

Alat Tulis Pertumbuhan - Skala Kanan

Indeks YOY

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

0

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan

Indeks YOY

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoyRp Triliun

Jasa Sosial Masyarakat gKredit Jasa Sosial Masyarakat

*) Data hingga Januari 2017

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Boks 1.A. Hasil Riset Growth Diagnostic Provinsi Sulawesi Selatan Menggunakan Model Computable General Equilibrium (CGE) Dinamis2

Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel telah melakukan riset growth diagnostic selama tahun 2015-

2016 untuk mengidentifikasi kendala dalam perekonomian3 dan penyelesaiannya. Apabila pada riset growth diagnostic

tahun 2015 menggunakan model CGE Statis yaitu simulasi dilakukan pada satu waktu tertentu, sementara pada tahun

2016 kali ini menggunakan model CGE dinamis yang menghitung perubahan pada setiap waktu tertentu. Masih

menggunakan Kerangka Berfikir growth diagnostic yang dikembangkan Hausmann, Rodric, dan Velasco (2005), terdapat 4

permasalahan utama yang telah teridentifikasi dalam perekonomian Sulsel yaitu: (1) terbatasnya konektivitas antar

daerah baik jalur darat yang meliputi jalan dan rel kereta api maupun laut dalam menghubungkan antar daerah, yang

ditandai oleh tingginya waktu tempuh antar daerah melalui jalur darat dan waktu tunggu (dwelling time) di pelabuhan; (2)

kualitas pendidikan yang masih rendah, ditandai oleh rata-rata lama sekolah serta tingkat pendidikan tenaga kerja yang

sebagian besar merupakan lulusan SD-SMP; (3) rendahnya tingkat inovasi di sektor pertanian sebagai sektor unggulan

Sulsel, yang mengakibatkan tren pertumbuhan sektor ini terus turun; dan (4) infrastruktur distribusi listrik yang tidak

mencukupi hingga tahun 20204, sehingga dapat menahan pembangunan ekonomi.

Tabel 1.A.1. Matriks Temuan Permasalahan Berdasarkan Metode Growth Diagnostic

Pembangunan infrastruktur konektivitas darat (berupa perbaikan jalan dan pembangunan kereta api) serta

konektivitas laut (berupa pembangunan pelabuhan), memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan5.

Dampak positif secara langsung mampu mendorong peningkatan di sektor konstruksi serta pelayanan pemerintahan

akibat pendanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Secara tidak langsung, terjadi peningkatan penyerapan tenaga

kerja, terutama didominasi oleh crops6. Hal ini menjadi penting, karena sekitar 40% tenaga kerja di Sulsel bekerja di sektor

pertanian. Jalan, kereta api, dan pelabuhan menyediakan akses ke suatu daerah yang sebelumnya tidak dapat diakses,

dan memungkinkan investasi tumbuh lebih produktif.

Untuk konektivitas darat, disimulasikan adanya perbaikan infrastruktur jalan dalam rangka meningkatkan efektivitas

transportasi darat. Perbaikan jalan rusak milik Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar 50% diperkirakan akan

menurunkan biaya logistik sebesar 9,97%. Kondisi ini sejalan dengan penelitian dari Science Scope (2010), yang

menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebagai dampak dari penurunan biaya. Kondisi jalan yang

baik merupakan satu hal yang krusial bagi perekonomian Sulsel, karena dapat menekan biaya logistik sehingga dapat

mendorong daya saing produk pertanian dan industri yang diperdagangkan antar pulau maupun ekspor. Perbaikan

2 Melanjutkan analisis Growth Diagnostic yang telah dimuat pada boks Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Sulawesi Selatan periode triwulan

IV 2014 dan triwulan II 2015 3 Mengadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Hausmann, Rodric, dan Velasco (2005).

4 Hasil focus group discussion dengan PLN berdasarkan Roadmap Kelistrikan Nasional.

5 Straub (2010) menyatakan bahwa infrastruktur, dan berdampak langsung pada peningkatan skala ekonomi dan produktivitas tenaga kerja.

6 Kategori crops adalah tanaman pangan, sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan.

Analisis Penjelasan

Analisis Lingkungan Bisnis Kendala kritikal Infrastruktur dan SDM

Pen

gem

bal

ian

Eko

no

mi Pendapatan Sosial

GeografisLokasi strategis, merupakan pintu gerbang Indonesia Timur, dekat dengan Surabaya sebagai salah satupusat perdagangan kedua terbesar di Indonesia.

InfrastrukturPerbaikan kualitas jaringan jalan dan kapasitas listrik wilayah masih terbatas, konektivitas pelabuhan danjalur KA

SDM IPM dan tingkat partisipasi masih rendah

Mikro Indeks Korupsi Indeks korupsi ketiga terendah di Indonesia

MakroMoneter

Inflasi rata-rata selama 5 tahun dibawah nasional

Iklim Investasi menunjang

Indeks daya saing cukup kompetitif (peringkat 7 nasional)

Fiskal Belanja APBD didominasi belanja rutin

Kegagalan Pasar Inovasi Minimnya pengembangan inovasi dalam mendorong sektor ekonomi utama (pertanian)

Pem

bia

yaan

InternasionalPenanamanModal

Penanaman modal dibawah DKI Jakarta dan Jawa Timur

Domestik

Biaya Tingkat suku bunga investasi cukup tinggi, namun tidak berpengaruh terhadap perkembangan investasi

Risiko NPL Sulawesi Selatan lebih tinggi dibandingkan Nasional

Kompetisi Jumlah bank cukup banyak

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 33

infrastruktur jalan juga berdampak pada efisiensi transportasi7. Dari hasil perhitungan, diperoleh hasil bahwa perbaikan

kualitas jalan berpotensi menambah rata-rata pertumbuhan PDRB terhadap baseline sebesar 0,711%, dengan tambahan

pertumbuhan aggregate employment sebesar 0,017%.

Selain itu, untuk konektivitas darat juga dilakukan simulasi pembangunan Kereta Api Makassar-Parepare.

Pembangunan tersebut juga diperkirakan akan menurunkan biaya karena terjadinya switching cost dari jalan ke kereta

api. Asumsi yang digunakan yaitu terdapatnya penyerapan dari pengguna jalan kepada kereta api sebesar 13,5%8, serta

terdapat penurunan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sebesar 3%. Dengan asumsi tersebut, pembangunan Kereta Api

berpotensi menambah rata-rata pertumbuhan PDRB terhadap baseline sebesar 0,181%, dengan tambahan pertumbuhan

aggregate employment sebesar 0,138%.

Sementara itu, untuk mengatasi kendala konektivitas transportasi laut pemerintah tengah membangun pelabuhan

baru di Sulsel. Hal ini dikarenakan pelabuhan utama di Sulsel yaitu Pelabuhan Soekarno Hatta telah beroperasi melebihi

kapasitas terpasangnya, yang mengakibatkan tingginya dwelling time. Pembangunan Makassar New Port diperkirakan

dapat menambah kapasitas pelabuhan sebesar 47% dan penurunan dwelling time dari 5 hari menjadi 4 hari. Dari hasil

perhitungan, dampak pembangunan Makassar New Port tahap 1A memberikan penambahan rata-rata pertumbuhan

terhadap baseline sebesar 0,469% dan 0,502% terhadap penyerapan tenaga kerja. Kondisi ini sejalan dengan penelitian

dari New Zealand Ministry of Transport (2014), yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebagai

dampak dari penurunan biaya dan waktu tempuh.

Dari sisi kualitas pendidikan, pemerintah berupaya untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah penduduk. Berdasarkan

RPJMN 2015-2019, ditargetkan bahwa Sulsel akan memiliki rata-rata lama sekolah 9,39 tahun pada tahun 2020, di mana

pada tahun 2015 hanya 7,64 tahun. Peningkatan rata-rata lama sekolah mampu memberikan tambahan terhadap rata-

rata pertumbuhan baseline sebesar 0,245% dan penambahan pertumbuhan employment 0,578%. Kualitas pendidikan

yang semakin baik diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi inklusif, atau meningkatkan produktivitas

tenaga kerja di sektor yang berproduktivitas rendah. Mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Anugrah (2015),

peningkatan rata-rata lama sekolah akan meningkatkan produktivitas pekerja, terutama kepada golongan unskilled labor

sehingga disparitas ekonomi antar warganya pun semakin mengecil. Wilson (2004) dan Fernandez (2000) juga

menjelaskan bahwa SDM terampil merupakan penggerak utama pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, dan

dianggap sebagai salah satu penentu utama pertumbuhan ekonomi (Mankiw, 2008; Barro, 2001).

Dalam rangka mengatasi kendala kegagalan pasar, inovasi dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Inovasi dilakukan berdasarkan sektor unggulan di Sulsel, yaitu sektor pertanian. Penggunaan inovasi atau teknologi di

tingkat petani terlihat masih minim. Pengukuran inovasi berdasarkan pemanfaatan telepon seluler di petani yang masih

rendah. Diasumsikan petani menggunakan telepon seluler untuk mengurangi asymmetric information terkait harga jual

produknya. Melalui telepon seluler, petani memiliki tambahan informasi yang dapat dipergunakan untuk mendorong

pendapatannya9. Perbedaan pendapatan antara petani yang memiliki telepon seluler dengan yang tidak memiliki sebesar

Rp60.000-Rp70.000 di tahun 201210

. Beberapa dinas terkait (Badan Ketahanan Pangan Daerah dan Biro Perekonomian

Provinsi Sulsel) telah melakukan diseminasi informasi melalui pesan singkat (SMS) kepada kelompok tani dari tahun 2013.

Melalui penggunaan telepon seluler di tingkat petani, mampu memberikan tambahan terhadap rata-rata pertumbuhan

baseline sebesar 0,030% dan penambahan pertumbuhan employment sebesar 0,085%. Rendahnya peningkatan tersebut

diperkirakan karena sampel dari asumsi ini hanya petani di sektor tanaman bahan pangan dan hortikultura.

Perbaikan kualitas pendidikan dan pengembangan inovasi, dalam simulasi mampu mendorong peningkatan pada

komoditas padi dan crops karena pangsa terbesar ekonomi Sulsel didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan dan

perikanan yaitu sekitar 20%. Simulasi shock peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan inovasi juga mendorong

penyerapan tenaga kerja sektor non jasa khususnya komoditas padi dan crops. Sementara untuk sektor jasa, peningkatan

kualitas pendidikan mendorong penyerapan tenaga kerja di sektor jasa keuangan, dan pengembangan inovasi berbasis

teknologi mendorong penyerapan tenaga kerja di jasa pelayanan pemerintah karena pemerintah menggunakan teknologi

dalam memperkuat dan membangun hubungan dengan masyarakat11

.

7 Horridge (2012)

8 Erjavec, Jure, et al (2014) 9 Labonne, et.al (2009); Aker, et.al (2010); Mittal, et. Al (2010); Bairagi et.al (2011). 10 Andrini, Retno, M. Purnagunawan, Adhitya Wardhana, Arief Anshory Yusuf (2016). 11 Ndou, Valentina (2014)

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 35

2. KEUANGAN PEMERINTAH

Bab 2 Keuangan Pemerintah

Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan akhir

tahun 2016 cukup baik. Realisasi belanja hingga akhir 2016 tercatat Rp6,93

triliun atau 95,0% dari yang dianggarkan sebesar Rp7,30 triliun, lebih tinggi

dibanding tahun 2015 yang mencapai 91,7%. Sebagian besar penyerapan

anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (67,3%) dan belanja transfer

(20,3%), sementara yang direalisasikan untuk belanja modal mencapai 12,4%.

Disisi lain, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel

terlihat menurun seiring dengan adanya penyesuaian anggaran. Sampai dengan

akhir 2016 telah terealisasi sebesar Rp17,05 triliun atau 88,5% dari yang

dianggarkan sebesar Rp19,27 triliun. Seluruh komponen belanja memperlihatkan

peningkatan kecuali belanja barang dan bantuan sosial.

Ke depan realisasi APBD dan APBN di Sulsel, sebagai instrumen fiskal menjadi

peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel 2017, mengingat

sektor swasta yang merupakan salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi masih

dalam kondisi yang belum pasti.

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD

36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

2.1 Struktur Anggaran

Pagu anggaran belanja terbesar disediakan untuk Pemerintah Kabupaten/Kota. Komponen keuangan pemerintah

daerah di Sulsel terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi,

(2) APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta (3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan

untuk Provinsi Sulsel. Dari ketiga unsur tersebut, nilai pagu anggaran belanja yang disediakan untuk Pemerintah

Kabupaten/Kota memiliki porsi paling tinggi yaitu mencapai Rp33,42 triliun atau 55,7% dari total pagu anggaran belanja

sebesar Rp60,05 triliun. Sementara itu, pagu anggaran belanja pada APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Sulsel

menempati urutan kedua sebesar Rp19,27 triliun (32,1%), dan disusul oleh pagu anggaran belanja pada APBD Pemerintah

Provinsi sebesar Rp7,30 triliun (12,2%). Dari total pagu anggaran belanja tersebut, sampai dengan triwulan IV 2016 telah

berhasil direalisasikan sebesar Rp56,58 triliun atau 94,22% (Grafik 2.1 dan 2.2). Realisasi anggaran tersebut naik 10,8%

(yoy) dibandingkan realisasi tahun 2015 yang sebesar Rp51,05 triliun.

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel

Tahun 2016

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun

2016

Pemerintah Kabupaten/Kota berhasil merealisasikan belanja paling tinggi. Sampai dengan triwulan IV 2016, nilai

realisasi belanja APBD Pemerintah Kabupaten/Kota diperkirakan mencapai Rp32,37 triliun atau 57,2% dari total realisasi

belanja pemerintah daerah di Sulsel, sementara realisasi APBN di Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp17,05 triliun

(30,1%), dan disusul oleh realisasi APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp7,16 triliun atau 12,7% (Grafik 2.2).

2.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi

2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan

Pendapatan Provinsi Sulsel didominasi oleh transfer dari Pemerintah pusat, terutama dalam bentuk DAK dan DAU.

Sampai dengan triwulan IV 2016 nilai pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat sebesar Rp3,71 triliun

atau 52,66% dari total nilai realisasi pendapatan sebesar Rp7,16 triliun. Sebagian besar dari pendapatan transfer tersebut

direalisasikan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) masing-masing dengan porsi

mencapai 53,7% dan 37,6%. Selebihnya direalisasikan dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Bukan Pajak.

Realisasi nilai pendapatan transfer pada kuartal IV 2016 ini lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada periode

yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,91 triliun. Sumber pendapatan kedua berasal dari realisasi Pendapatan Asli

Daerah (PAD) yang hingga triwulan IV 2016 mencapai Rp3,52 triliun (48,2%), dengan sumber pendapatan utama berasal

dari pos Pendapatan Pajak Daerah yang nilainya mencapai Rp3,08 triliun dengan porsi 89,3% dari PAD. Sementara

selebihnya berasal dari sumber lain-lain PAD yang sah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan

Pendapatan Retribusi.

Secara umum pencapaian realisasi pendapatan Provinsi Sulsel cukup menggembirakan dengan porsi PAD yang

meningkat. Sampai dengan akhir tahun 2016, realisasi pendapatan telah mencapai Rp7,16 triliun (97,3%) dari yang

ditargetkan sebesar Rp7,36 triliun. Secara lebih rinci, realisasi pendapatan transfer mencapai 96,6%, PAD mencapai

98,1%, dan sumber lain-lain pendapatan yang sah mencapai 68,8% dari yang ditargetkan.

APBN; Rp19.269;

32,1%

APBD PROVINSI; Rp7.295;

12,2%

APBD KAB/

KOTA; Rp33.418;

55,7%

ANGGARAN 2016

(Rp miliar)

APBN; Rp17.047;

30,1%

APBD PROVINSI; Rp7.162;

12,7%

APBD KAB/

KOTA; Rp32.372;

57,2%

REALISASI TAHUN 2016

(Rp miliar)

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 37

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel, diolah

Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel

2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan

Realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel sampai dengan triwulan IV 2016 meningkat mencapai 97,3% dari target

yang dianggarkan. Persentase realisasi pendapatan ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian akhir tahun lalu 95,8%.

Demikian pula secara nominal, realisasi pendapatan APBD pada triwulan IV 2016 sebesar Rp7,16 triliun, lebih besar dari

capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp6,17 triliun. Peningkatan pendapatan bersumber dari realisasi PAD

dan pendapatan transfer. Komponen PAD yang meningkat antara lain pendapatan pajak daerah dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan, masing-masing sebesar Rp3,08 triliun dan Rp106,76 miliar. Peningkatan PAD terutama

berasal dari hasil peningkatan intensifikasi penagihan tunggakan PKB melalui kegiatan penertiban dokumen administrasi

kendaraan bermotor, program samsat delivery order, dan penghapusan denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), sehingga

menambah penerimaan PAD dari pajak kendaraan.

Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)

Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan da n Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel

Selain itu, tingginya realisasi pendapatan juga disebakan oleh masih tingginya realisasi pendapatan transfer yang

mencapai Rp3,70 triliun (96,6%), dengan nilai yang lebih besar dari realisasi pendapatan transfer tahun sebelumnya

sebesar Rp2,91 triliun (97,5%). Komponen pendapatan transfer yang mengalami peningkatan adalah Dana Bagi Hasil

(DBH) pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Realisasi DBH sampai dengan

triwulan IV 2016 telah mencapai Rp314,34 miliar (115,8%), lebih tinggi dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu

sebesar Rp204,82 miliar (72,7%). DAU telah mencapai Rp1,39 triliun (100,0%), meningkat dari periode yang sama tahun

lalu sebesar Rp1,18 triliun (100,0%). Sementara DAK mencapai Rp1,99 triliun (92,0%), lebih besar dari pencapaian realisasi

pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp616,48 miliar (221,5%). Komponen transfer pemerintah pusat lainnya

terlihat turun karena masuk ke komponen DAK. Transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai target Rp5,0 miliar

(100,0%). Untuk penerimaan lain-lain pendapatan yang sah hanya berhasil merealisasikan Rp8,21 miliar (68,8%), secara

Rp2,199 Rp2,560 Rp3,029 Rp3,250 Rp3,450

Rp3,118 Rp3,173 Rp2,464 Rp2,915 Rp3,705

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2012 2013 2014 2015 2016

Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah

(59%) (55%) (45%) (47%) 52%)

(41%) (45%) (55%) (53%) (48%)

Rp miliar

NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI

PENDAPATAN

PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.432,70 3.250,00 94,68% 3.516,80 3.449,56 98,09%

- Pendapatan Pajak Daerah 3.067,50 2.813,88 91,73% 3.145,44 3.079,66 97,91%

- Pendapatan Retribusi Daerah 93,12 94,20 101,16% 85,54 86,53 101,16%

- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 89,01 88,98 99,96% 106,76 106,76 100,00%

- Lain-lain PAD yang Sah 183,06 252,93 138,17% 179,06 176,61 98,63%

PENDAPATAN TRANSFER 2.988,42 2.914,76 97,54% 3.834,77 3.704,82 96,61%

- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 281,79 204,82 72,69% 271,49 314,34 115,78%

- DAU 1.180,01 1.180,01 100,00% 1.394,15 1.394,15 100,00%

- DAK 278,36 616,48 221,47% 2.164,13 1.991,32 92,01%

- Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1.248,26 913,45 73,18% 5,00 5,00 100,00%

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 24,66 8,59 34,83% 11,93 8,21 68,83%

JUMLAH PENDAPATAN 6.445,78 6.173,35 95,77% 7.363,50 7.162,59 97,27%

REALISASI 2016ANGGARAN

PERUBAHAN

2016

U R A I A N

ANGGARAN

PERUBAHAN

2015

REALISASI 2015

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD

38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

nominal lebih rendah dari pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp8,59 miliar (34,8%).

Kedepan, kesinambungan dan ketepatan penerimaan transfer dari pemerintah pusat akan sangat ditentukan oleh kondisi

APBN khususnya dari sisi pendapatan. Terkait dengan hal ini, pemerintah pusat berupaya keras untuk mencapai target

pendapatan baik melalui pungutan pajak atau kebijakan lain, yang diantaranya dilakukan melalui kebijakan tax amnesty.

2.2.2 Belanja

2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja

Struktur belanja Provinsi Sulsel didominasi oleh belanja operasional. Sampai dengan triwulan IV 2016, nilai realisasi

belanja operasional mencapai Rp4,67 triliun (67,3%) lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar

Rp4,05 triliun (66,7%). Selanjutnya, realisasi disusul oleh belanja transfer yang juga meningkat menjadi Rp1,41 triliun

(20,3%) dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp1,18 triliun (19,4%). Sementara itu, realisasi belanja modal

mencapai Rp856,62 miliar (12,4%). Secara nominal, pencapaian realisasi belanja modal tersebut lebih tinggi dari realisasi

pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp843,27 miliar (13,9%).

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel

Grafik 2.4.Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel

2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja

Total realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel meningkat. Realisasi belanja hingga triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp6,93

triliun atau 95,0% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,30 triliun. Pencapaian nilai realisasi belanja ini lebih tinggi dari posisi

yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp6,07 triliun atau 91,7% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,62 triliun. Dengan

realisasi belanja tersebut, maka pada akhir 2016 terdapat surplus pada APBD Provinsi Sulsel sebesar Rp231,61 miliar.

Realisasi belanja operasional lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan yang terjadi pada

belanja operasional disebabkan oleh adanya pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 bagi pegawai negeri (termasuk TNI/Polri),

penambahan pegawai dan pembayaran kenaikan gaji berkala, serta pembayaran honorarium yang telah dilakukan pada

triwulan II 2016. Total pos belanja operasional hingga triwulan IV 2016 terealisasi Rp4,67 triliun (94,5%), meningkat

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp4,05 triliun (93,3%). Realisasi belanja operasional yang

lebih tinggi terjadi pada belanja pegawai, barang, dan hibah masing-masing Rp1,14 triliun (94,4%); Rp1,39 triliun (92,1%);

dan Rp1,75 triliun (95,8%). Pada periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing tercatat sebesar Rp1,07 triliun

(92,4%); Rp1,27 triliun (90,2%); dan Rp1,22 triliun (96,3%). Sementara belanja operasional yang cenderung menurun

antara lain belanja bunga dan belanja bantuan keuangan masing-masing menjadi Rp21,17 miliar (98,5%) dan Rp365,5

miliar (98,2%), lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing tercatat Rp28,16 miliar (96,8%)

dan Rp458,85 miliar (95,9%).

Realisasi belanja modal juga meningkat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sampai dengan triwulan IV

2016 realisasi belanja modal telah mencapai Rp856,62 miliar atau 91,9% dari yang ditargetkan sebesar Rp931,89 miliar,

lebih tinggi dibandingkan pecapaian pada triwulan IV tahun 2015 sebesar Rp843,27 miliar (83,9%). Belanja modal yang

terealisasi lebih tinggi antara lain belanja peralatan/mesin, belanja jalan/irigasi/jaringan, belanja aset tetap lainnya, dan

aset lainnya masing-masing terealisasi sebesar Rp214,15 (93,0%), Rp483,63 miliar (92,2%), Rp3,17 miliar (97,5%), dan

Rp3,549 Rp3,587 Rp3,822 Rp4,048 Rp4,666

Rp377 Rp490

Rp676 Rp843 Rp857

Rp677 Rp843 Rp1,101 Rp1,176 Rp1,408

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2012 2013 2014 2015 2016

Belanja Transfer Belanja Modal Belanja Operasional

(77%) (73%) (68%) (67%) (67%)

(8%) (10%)

(12%) (14%) (12%)

(15%) (17%) (20%) (19%) (20%)

Rp miliar

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 39

Rp9,93 miliar (93,3%). Di sisi lain, belanja modal yang terealisasi lebih rendah antara lain belanja tanah dan belanja

gedung/bangunan, dengan nilai realisasi masing-masing sebesar Rp5,91 miliar (78,1%) dan Rp139,83 miliar (89,9%).

Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)

Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel

Realisasi nilai transfer kepada Kabupaten/Kota tercatat meningkat sehingga diharapkan dapat meningkatkan

perekonomiannya. Realisasi transfer sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat Rp1,41 triliun (98,9%), lebih tinggi dari

triwulan IV tahun sebelumnya Rp1,18 miliar (92,7%). Peningkatan transfer tersebut diharapkan menambah kapasitas dan

dapat direalisasikan dengan baik oleh pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga dapat meningkatkan perekonomian di

daerah masing-masing.

2.3 Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel

2.3.1 Struktur Realisasi Belanja

Realisasi belanja pada APBN Sulsel didominasi oleh belanja pegawai. Sampai dengan triwulan IV 2016 realisasi belanja

pegawai mencapai Rp7,0 triliun atau 44,1% dari total belanja sebesar Rp17,05 triliun. Pangsa belanja pegawai pada tahun

ini lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp6,49 triliun (32,

8%). Selanjutnya disusul belanja barang tercatat sebesar Rp5,71 triliun (33,5%), meski secara nominal lebih rendah dari

periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp5,74 triliun (31,1%). Sementara itu, realisasi belanja modal tercatat

turun menjadi Rp4,27 triliun (25,1%), dibandingkan triwulan IV tahun 2015 sebesar Rp6,14 triliun (31,1%). Selain itu,

realisasi belanja untuk bantuan sosial juga turun secara signifikan menjadi Rp45,83 miliar (0,3%) dari realisasi triwulan IV

tahun 2015 sebesar Rp1,38 triliun (7,0%).

NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI

BELANJA

BELANJA OPERASIONAL 4.340,27 4.047,64 93,26% 4.936,65 4.666,22 94,52%

- Belanja Pegawai 1.158,45 1.070,87 92,44% 1.206,93 1.139,63 94,42%

- Belanja Barang 1.405,43 1.267,85 90,21% 1.511,35 1.392,11 92,11%

- Belanja Bunga 29,10 28,16 96,77% 21,50 21,17 98,48%

- Belanja Hibah 1.269,06 1.221,91 96,28% 1.824,70 1.747,84 95,79%

- Belanja Bantuan Keuangan 478,23 458,85 95,95% 372,16 365,47 98,20%

BELANJA MODAL 1.005,56 843,27 83,86% 931,89 856,62 91,92%

- Belanja Tanah 112,03 88,42 78,92% 7,57 5,91 78,08%

- Belanja Peralatan & Mesin 158,60 140,44 88,55% 230,20 214,15 93,03%

- Belanja Gedung dan Bangunan 154,41 145,23 94,06% 155,49 139,83 89,93%

- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 561,82 460,82 82,02% 524,74 483,63 92,17%

- Belanja Aset Tetap Lainnya 1,19 1,14 95,43% 3,25 3,17 97,48%

- Aset Lainnya 17,51 7,24 41,33% 10,65 9,93 93,28%

BELANJA TIDAK TERDUGA 4,50 2,58 - 0,00%

JUMLAH BELANJA 5.350,33 4.890,91 91,41% 5.871,12 5.522,84 94,07%

TRANSFER 1.269,19 1.175,95 92,65% 1.424,44 1.408,14 98,86%

TOTAL BELANJA 6.619,51 6.066,86 91,65% 7.295,56 6.930,98 95,00%

SURPLUS / (DEFISIT) (173,73) 106,49 -61,29% 67,94 231,61 340,88%

PEMBIAYAAN

PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 309,73 309,74 100,00% 129,96 129,96 100,00%

PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 136,00 136,00 100,00% 195,00 195,00 100,00%

JUMLAH PEMBIAYAAN 173,73 173,74 100,01% (65,04) (65,04) 100,00%

REALISASI 2016ANGGARAN

PERUBAHAN

2016

U R A I A N

ANGGARAN

PERUBAHAN

2015

REALISASI 2015

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD

40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah

Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBN di Sulsel

2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja

Realisasi belanja APBN Sulsel sampai dengan triwulan IV 2016 secara persentase lebih tinggi jika dibandingkan dengan

triwulan IV 2015. Pada triwulan IV 2016, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 88,5%, lebih tinggi dari pencapaian

triwulan IV 2015 (87,7%). Secara nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel tercatat turun seiring dengan besaran pagu

anggaran yang mengalami penurunan. Dengan demikian, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan IV 2016 tercatat

Rp17,05 triliun, turun dibandingkan realisasi triwulan IV tahun 2015 sebesar Rp19,76 triliun. Peningkatan nominal

penyerapan anggaran terutama terjadi pada belanja pegawai karena untuk pembayaran gaji ke-13 dan 14. Sementara

untuk belanja barang dan modal mengalami penyesuaian pagu anggaran12

, sehingga nilainya lebih rendah dari tahun

2015, didorong oleh target pendapatan Negara yang tidak tercapai sebagaimana yang direncanakan.

Persentase dan nilai realisasi per jenis belanja APBN di Sulsel terutama untuk keperluan belanja pegawai. Pada triwulan

IV 2016, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp7,00 triliun atau 99,3% dari pagu anggaran.

Realisasi belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan IV tahun 2015, baik secara persentase (97,4%)

maupun secara nominal (Rp6,49 triliun). Di sisi lain, realisasi persentase belanja modal mencapai 85,7% meningkat

dibandingkan triwulan IV tahun 2015 (79,6%), sejalan dengan pembangunan Bendungan dan Jaringan Irigasi Pompengan

Janeberang, Pembangunan Jalan Nasional, Pembangunan Rumah Sakit, Pembangunan Akademi Penerbangan, Politeknik

Pelayaran, Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, dan lain-lain. Sedangkan pencapaian realisasi belanja

barang dan belanja bantuan sosial mengalami penurunan baik secara persentase maupun nominal yang disalurkan

masing-masing Rp5,71 triliun (79,8%) dan Rp 44,83 miliar (91,5%). Dari hasil monitoring dapat dipastikan bahwa

pelaksanaan transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai tahapan13

.

Tabel 2.3. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan IV Per Jenis Belanja Rp miliar

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah

12 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 125/PMK.07/2016 tanggal 16 Agustus 2016, telah memutuskan melakukan penundaan penyaluran sebagian Transfer ke Daerah.

13 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 49/PMK.07/2016 Tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap I pada bulan Maret sebesar 60% (enam puluh per seratus) dan tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus).

Rp4,308 Rp4,778 Rp5,346 Rp6,489 Rp7,006

Rp3,247 Rp4,037 Rp4,308

Rp5,741

Rp5,711

Rp4,467 Rp4,930 Rp3,774 Rp6,144 Rp4,286

Rp1,727 Rp1,425 Rp1,279 Rp1,384 Rp45

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2012 2013 2014 2015 2016

Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai

Rp Miliar

NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI

Belanja Pegawai 6.666,25 6.489,32 97,35% 7.058,38 7.005,81 99,26%

Belanja Barang 6.562,07 5.741,41 87,49% 7.159,42 5.711,00 79,77%

Belanja Modal 7.722,19 6.144,31 79,57% 5.002,40 4.285,88 85,68%

Belanja Bantuan Sosial 1.584,60 1.384,12 87,35% 49,02 44,83 91,46%

JUMLAH BELANJA 22.535,11 19.759,17 87,68% 19.269,21 17.047,52 88,47%

ANGGARAN

2016

REALISASI 2016REALISASI 2015ANGGARAN

2015U R A I A N

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 41

2.4 Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB

Rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) masih dalam tren

menurun14

. Pada akhir tahun 2016 tercatat 0,91% dibanding tahun 2015 yang mencapai 0,95%. Sementara rasio realisasi

pendapatan transfer terhadap PDRB ADHB terlihat meningkat dari semula 0,85% di 2015 menjadi 0,98% pada 2016. Hal

ini mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah dalam menggali sumber pendapatan asli daerah cenderung

menurun, sebaliknya kecenderungan ketergantungan kepada pendapatan transfer dari pemerintah pusat semakin

meningkat. Hal demikian perlu dicermati lebih lanjut, apakah penurunan kemampuan menggali pendapatan asli daerah

tersebut disebabkan kewenangannya yang memang semakin terbatas ataukah terdapat ketidakefisienan dalam

pelaksanaannya.

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, BPKAD Provinsi Sulsel, diolah BI Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB

Sumber: Kanwil DJPB Prov. Sulsel, BPKAD Prov. Sulsel, diolah BI Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB

Rasio realisasi belanja operasional dan belanja modal APBD di Sulsel terhadap PDRB ADHB menurun15

. Kecenderungan

penurunan belanja operasional dan modal masing-masing menjadi 4,97% dan 1,36%. Hal ini mengindikasikan bahwa

peran realisasi belanja pemerintah dalam mendinamisasi perekonomian cenderung menurun. Kondisi demikian perlu

mendapat perhatian, mengingat dalam situasi perekonomian yang cenderung mengalami kelesuan, peran pemerintah

dalam mendorong perekonomian sangat diperlukan. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara meningkatkan

realisasi belanja terutama belanja barang dan belanja modal, guna membiayai berbagai proyek yang dapat membuka

lapangan kerja baru dan dapat menciptakan multiplier effect yang besar bagi perekonomian.

14 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 15 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.

0.96 0.99 1.01 0.95 0.91

0.98

0.89

0.51

0.85

0.98

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

1.1

2012 2013 2014 2015 2016

%

Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Transfer

4.86 4.79 4.50 5.17 4.97

2.12 2.09

1.49

2.04

1.36

0.5

0.7

0.9

1.1

1.3

1.5

1.7

1.9

2.1

2.3

2.5

3.9

4.1

4.3

4.5

4.7

4.9

5.1

5.3

5.5

2012 2013 2014 2015 2016

% %

Belanja Operasi Belanja Modal

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD

42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 43

3. INFLASI DAERAH

Bab 3 Inflasi Daerah

Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan IV 2016 tercatat 2,94% (yoy) lebih

rendah dari triwulan III 2016 (3,07%, yoy), terutama karena turunnya tekanan

harga pada kelompok bahan makanan. Penurunan ini dikarenakan terjaganya

konsumsi masyarakat serta terdapat panen di beberapa komoditas pangan,

sehingga mampu mengimbangi pasokan di tengah perayaan hari raya natal.

Meski disisi lain kelompok kesehatan dan perumahan, air dan gas mengalami

peningkatan.

Pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan tekanan

inflasi, sebagai implikasi dari kebijakan pemerintah terkait dengan pengalihan

subsidi listrik pada daya 900 VA, serta kenaikan Tarif Atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun demikian, dengan upaya pengendalian

inflasi yang dilakukan diperkirakan inflasi masih akan berada dalam kisaran

sasaran 4 ± 1 %.

Adapun upaya pengendalian inflasi kedepan antara lain pelaksanaan Rakor

TPID yang akan lebih diintensifkan, penyusunan Roadmap TPID hingga tahun

2020 di Kabupaten/Kota, pengembangan komoditas inflasi (aneka cabe) di

Kota Makassar, serta penguatan Sistem Informasi HargaPangan (SIGAP) dalam

rangka meminimalisir asymmetric information baik di tingkat petani, pedagang

maupun konsumen.

BAB 3INFLASI DAERAH

44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

3.1. Inflasi Umum

Laju inflasi Sulsel pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan. Inflasi Sulsel di akhir triwulan IV 2016 tercatat 2,93%

(yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir triwulan III 2016 yang tercatat 3,07% (yoy). Penurunan tersebut sejalan

dengan inflasi Nasional yang juga menurun,bahkan Inflasi Sulsel pada triwulan IV tersebut tercatat lebih rendah dari

inflasi Nasional sebesar 3,02% (yoy). Secara umum, menurunnya tekanan inflasi disebabkan oleh menurunnya harga pada

kelompok bahan makanan, makanan jadi, sandang, dan terjadinya deflasi yang lebih dalam pada kelompok transpor.

Penurunan inflasi pada kelompok bahan makanan disebabkan oleh panen yang terjadi pada triwulan IV 2016 di sejumlah

daerah seperti Kabupaten Soppeng, Sidrap dan Gowa. Selain itu, kondisi stok beras yang dimiliki Bulog juga cukup

memadai dengan ketahanan hingga triwulan II 2017. Sementara itu, deflasi pada kelompok transpor disebabkan oleh

penurunan tarif angkutan dalam kota, kendaraan carter, dan tarif sewa motor.

Pada triwulan I 2017 tekanan inflasi diperkirakan

meningkat. Hal tersebut seiring dengan kebijakan

pemerintah pusat terkait dengan pengalihan

subsidi listrik pada daya 900 VA di bulan Januari,

Maret, dan Mei16

. Selain itu menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2016 tentang Jenis

dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP), terdapat kenaikan tarif dan biaya

pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK),

dan Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK) yang

efektif naik per tanggal 6 Januari 2017. Sejalan

dengan perkembangan tersebut, inflasi kelompok

administered price meningkat dari -1,35% (yoy)

pada triwulan IV 2016 menjadi 1,85% (yoy) pada

triwulan I 2017 (data per Januari 2017).

Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan

3.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa17

Penurunan tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 terjadi pada kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi, Sandang dan

Transpor. Inflasi kelompok Bahan Makanan tercatat 6,36% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,51%

(yoy); Makanan Jadi menurun dari 4,01% (yoy) menjadi 3,63% (yoy) pada periode laporan; dan kelompok Sandang 2,97%

(yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 3,13% (yoy). Sementara itu pada kelompok transpor juga terjadi

penurunan tekanan dengan deflasi yang lebih besar menjadi -0,87% (yoy) dari sebelumnya -0,48% (yoy).

16 Sesuai dengan Siaran Pers yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Pada tanggal 1 Januari 2017 17 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi

(2)

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Nasional (yoy)

Sulawesi Selatan (yoy)

Sulawesi Selatan (qtq)

%

3,02

2,94

0,75

Ket: *) Data hingga Januari 2017

BAB 3INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 45

Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa

Keterangan: *) Data hingga Januari 2017 Sumber: Badan Pusat Statistik

3.2.1 Kelompok Bahan Makanan

Pada triwulan IV 2016, inflasi kelompok bahan makanan

mengalami penurunan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Tekanan inflasi menurun dari 6,51% (yoy)

pada akhir triwulan III 2016 menjadi 6,36% (yoy) di akhir

triwulan IV 2016. Penurunan tekanan inflasi terjadi di

hampir seluruh subkelompok kecuali ikan segar, bumbu-

bumbuan serta lemak dan minyak. Meski subkelompok

kacang-kacangan mengalami peningkatan, namun masih

dalam fase deflasi. Penurunan inflasi tertinggi di

subkelompok sayur-sayuran, buah-buahan, telur, susu dan

hasilnya, dan padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya dari

masing-masing 6,81% (yoy), 8,47% (yoy), 2,09% (yoy) dan

4,62% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi -2,95% (yoy),

5,32% (yoy), 0,56% (yoy), dan 3,28% (yoy) di triwulan IV

2016.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan

Pasokan bahan pangan yang cukup disertai tingkat konsumsi masyarakat yang relatif stabil menjadi faktor utama

terjaganya tekanan inflasi beberapa komoditas kelompok bahan makanan. Panen pada komoditas sayur, buah dan padi

mengakibatkan cukup banyaknya ketersediaan pasokan pangan. Beberapa komoditas yang mengalami deflasi pada

tiwulan laporan yaitu wortel, sawi putih, labu parang, sawi hijau dan labu siam masing-masing -31,02% (yoy), -18,83%

(yoy), -15,64% (yoy), -13,03% (yoy) dan -11,43% (yoy).

Subkelompok bumbu-bumbuan menjadi komoditas penyumbang inflasi yang relatif tinggi pada triwulan IV 2016. Cabe

merah dan bawang merah tercatat memiliki inflasi tinggi sebesar 57,94% (yoy) dan 57,17% (yoy) dari total inflasi tahunan

Sulsel pada triwulan IV 2016. Komoditas bahan makanan lain yang mengalami peningkatan inflasi pada triwulan IV 2016

yaitu ikan teri (segar), ikan mujair, daun bawang, ikan merah dan bawang putih masing-masing 46,26% (yoy), 41,82%

(yoy), 41,71% (yoy), 34,80% (yoy), dan 29,28% (yoy).

Bahan

Makanan

Makanan

JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM

I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06

II 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85

III 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48

IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40

I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61

II 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36

III 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24

IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22

I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88

II 6.15 5.38 5.96 5.65 5.22 1.38 7.91 5.92

III 1.97 5.80 6.32 4.12 5.28 1.97 0.87 3.72

IV 16.02 6.21 6.87 3.24 5.08 1.85 10.15 8.61

I 12.87 6.34 7.33 4.51 5.75 2.18 4.35 7.13

II 15.01 6.54 7.84 4.86 5.52 2.35 6.00 8.06

III 16.11 6.23 6.48 6.95 5.28 2.63 7.20 8.36

IV 8.78 5.48 4.13 6.01 5.02 2.57 (0.99) 4.48

I 12.46 4.82 3.40 5.89 3.87 2.25 2.80 5.70

II 9.46 5.26 2.75 6.36 3.14 2.10 (0.76) 4.30

III 6.51 4.01 2.63 3.13 2.51 0.78 (0.48) 3.07

IV 6.36 3.63 2.76 2.97 2.65 0.83 (0.87) 2.94

2017 I* 3.24 3.69 2.15 3.19 1.91 0.83 3.30 2.83

2014

2012

2013

2015

2016

TAHUN

BAB 3INFLASI DAERAH

46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Curah hujan yang meningkat di akhir periode laporan mendorong kenaikan laju inflasi subkelompok bumbu-bumbuan

dan ikan segar. Intensitas curah hujan yang meningkat dari menengah (50-150 mm) menjadi tinggi (300-400 mm) menjadi

salah satu penyebab utama kenaikan inflasi subkelompok bumbu-bumbuan dan ikan segar, sehingga komoditi tersebut

mencatat inflasi tertinggi masing-masing - 19,80% (yoy) dan 15,13% (yoy). Selain itu, tingginya gelombang laut hingga

mencapai 1,5 meter juga mempengaruhi nelayan untuk pergi melautsehingga pasokan yang rendah mendorong kenaikan

harga komoditas ikan segar.

Perkembangan hingga awal triwulan I 2017 menunjukkan adanya penurunan tekanan inflasi pada kelompok bahan

makanan, dan inflasinya diperkirakan terjaga di akhir triwulan I 2017. Penurunan tekanan inflasi di akhir triwulan I 2017

disebabkan oleh adanya panen pada bulan Februari-Maret 2017, serta telah berakhirnya fenomena La Nina sehingga

diperkirakan pengaturan waktu tanam/panen dapat kembali pada pola normalnya. Inflasi kelompok bahan makanan

tercatat menurun menjadi 3,24% (yoy). Meski diperkirakan akan sedikit meningkat, namun inflasi kelompok bahan

makanan diperkirakan stabil di akhir triwulan I 2017.

3.2.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,

dan tembakau pada triwulan IV 2016 tercatat menurun

dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat

laju inflasi 3,63% (yoy) pada triwulan IV 2016, lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 4,01%

(yoy) (Grafik 3.3). Penurunan tekanan inflasi terjadi di

seluruh subkelompok kecuali tembakau dan minuman

beralkohol. Penurunan tertinggi terjadi di subkelompok

minuman non alkohol dengan inflasi yang mengalami

penurunan dari 5,93% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi

3,83% (yoy) di triwulan IV 2016.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi

Penurunan harga gula pasir dan jus buah menahan tekanan inflasi pada subkelompok minuman non alkohol di triwulan

IV 2016. Turunnya tekanan inflasi gula pasir dan jus buah dari 18,72% (yoy) dan 2,64% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi

11,93% (yoy) dan 0,28% (yoy) di triwulan IV 2016 disebabkan oleh terjaganya permintaan konsumsi masyarakat pada

periode laporan. Selain itu, pada tahun 2016 terjadi kenaikan produksi gula pasir di Sulsel18

.

Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 28 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman,

dan rokok mengalami penurunan tekanan inflasi. Komoditas gula pasir, kue basah, martabak, pecel dan jus buah tercatat

sebagai lima komoditas utama penahan inflasi di triwulan IV 2016. Di sisi lain, ayam bakar, rokok kretek filter, rokok putih,

sop, dan soto tercatat sebagai lima komoditas utama pendorong tekanan inflasi triwulan IV 2016.

Hingga awal triwulan I 2017, inflasi kelompok makanan jadi menunjukkan pola yang stabil dan diperkirakan akan tetap

stabil hingga akhir triwulan I 2017. Stabilnya inflasi kelompok makanan jadi disebabkan oleh terjaganya inflasi

subkelompok minuman non alkohol (gula pasir dan sirop). Hal ini diperkirakan karena konsumsi masyarakat kembali pada

pola normalnya setelah Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).

3.2.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

Pada akhir triwulan IV 2016, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami kenaikan.

Laju inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 2,76% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat 2,63%

(yoy). Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada subkelompok bahan bakar, penerangan dan air serta perlengkapan rumah

tangga. Pada triwulan IV 2016, subkelompok bahan bakar, penerangan dan air serta perlengkapan rumah tangga tersebut

18 Dinas Perkebunan Sulsel menyatakan terjadi peningkatan produksi gula sulsel meningkat 15 ribu ton.

BAB 3INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 47

tercatat mengalami peningkatan inflasi masing-masing dari 0,71% (yoy) dan 5,37% (yoy) pada triwulan III 2016, menjadi

masing-masing 1,81% (yoy) dan 5,48% (yoy).

Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 34 dari 65 komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan

bahan bakar mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan IV 2016. Lima komoditas utama yang mendorong

peningkatan tekanan inflasi adalah jasa pembuangan sampah, bola lampu, kasur, panci dan ongkos binatu. Inflasi kelima

komoditas tersebut naik signifikan dari masing-masing 6,65% (yoy), 10,65% (yoy), 5,66% (yoy), 13,33% (yoy) dan 0,0%

(yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 13,48% (yoy), 14,83% (yoy), 8,77% (yoy), 15,98% (yoy) dan 2,17% (yoy) pada triwulan

IV 2016. Namun demikian, peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh penurunan tekanan inflasi di 31

komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi tertinggi adalah tempat tidur, tisu, kusen,

cat kayu/besi, upah pembantu RT, dan pengharum/pelembut cucian, yang menurun masing-masing menjadi 7,17% (yoy),

-0,01% (yoy), 2,22% (yoy), 1,61% (yoy) dan 2,61% (yoy), dari triwulan III 2016 masing-masing 10,60% (yoy), 2,91% (yoy),

4,34% (yoy), 3,43% (yoy) dan 4,36% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial

Peningkatan jasa pembuangan sampah menjadi penyumbang utama kenaikan inflasi di kelompok perumahan, air,

listrik, gas, dan bahan bakar. Peningkatan jasa pembuangan sampah diperkirakan karena terjadi kenaikan sebesar 50%

pada biaya jasa pembuangan sampah dari Rp10.000/rumah/bulan menjadi Rp15.000/rumah/bulan. Selain jasa

pembuangan sampah, tarif listrik juga menempati peringkat 7 komoditas penyumbang inflasi di kelompok ini. TTL (Tarif

Tenaga Listrik) mengalami peningkatan pada seluruh golongan Rumah Tangga, Bisnis, Industri, Pemerintah, dan Publik

(penerangan jalan dan layanan khusus). Peningkatan TTL dipengaruhi oleh mulai meningkatnya harga minyak dunia BBM

di triwulan IV 2016, dimana harga minyak merupakan salah satu aspek penentu pada perhitungan TTL selain aspek nilai

tukar dan inflasi. Inflasi TTL tercatat meningkat dari 1,11% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 2,81% (yoy) di triwulan IV

2016.

Kenaikan laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar ditahan oleh subkelompok biaya tempat

tinggal yang mengalami penurunan. Penurunan ini juga terkonfirmasi dari hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR)

yang dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan IV 2016 menunjukkan terjadinya perlambatan Indeks Harga

Properti Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR tercatat tumbuh melambat dari 2,47% (yoy) pada

triwulan III 2016, menjadi 1,69% (yoy) pada triwulan IV 2016. Penurunan ini mengindikasikan melambatnya permintaan

terhadap rumah hunian, terutama pada tipe rumah kecil dan menengah. Penurunan harga rumah yang lebih rendah

tersebut diperkirakan karena pengembang memilih menahan harga akibat penjualan rumah cenderung stagnan19

.

Hingga awal triwulan I 2017 inflasi kelompok perumahan, air, gas dan bahan bakar masih menunjukkan pola

penurunan, meskipun diperkirakan berpotensi meningkat di akhir triwulan. Hal ini dikarenakan pada Januari dan Maret

2017 terdapat pengalihan subsidi listrik pelanggan daya 900 VA. Selain itu, harga bahan bakar rumah tangga ukuran 3 kg20

di tingkat eceran juga mengalami peningkatan sebesar Rp500-Rp3.000/tabung. Peningkatan terbesar terjadi di Kabupaten

Bone yang meningkat Rp1.000-Rp3.000/tabung, sementara di Kota Parepare dan Kota Palopo mengalami kenaikan

sebesar Rp500/tabung, dan di Kota Makassar naik sebesar Rp1.000/tabung.

19 Sesuai dengan informasi anekdotal pada November 2016 20 Sesuai dengan Survey Penjualan Harian (SPH) hingga Minggu V Januari 2017

02468101214161820

0

50

100

150

200

250

300

350

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV IP

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoyIndeks

IHPR gIndeks - Skala Kanan

P: Angka perkiraan

BAB 3INFLASI DAERAH

48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

3.2.4 Kelompok Sandang

Inflasi kelompok sandang pada triwulan IV 2016 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan IV 2016,

inflasi kelompok ini tercatat 2,97% (yoy) turun cukup signifikan dibandingkan inflasi di akhir triwulan III 2016 sebesar

3,13% (yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari subkelompok sandang wanita dan sandang anak-anak secara

berurutan tercatat 1,89% (yoy) dan 1,00% (yoy) di triwulan IV 2016 lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 yang

tercatat 3,40% (yoy) dan 2,00% (yoy).

Komoditas pembalut wanita dan baju muslim anak-anak menjadi penyumbang utama penurunan inflasi kelompok

sandang. Inflasi pembalut wanita dan baju muslim anak-anak menurun signifikan dari 14,99% (yoy) dan 9,23% (yoy) di

triwulan III 2016 menjadi 0,92% (yoy) dan -3,75% (yoy) di triwulan IV 2016.

Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 27 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami penurunan

tekanan inflasi di triwulan IV 2016. Lima komoditas utama yang menahan inflasi adalah pembalut wanita, baju muslim

anak-anak, pakaian dalam wanita, baju batik dan ikat pinggang. Inflasi kelima komoditas ini turun dari masing-masing

14,99% (yoy), 9,23% (yoy), 10,09% (yoy), 3,27% (yoy) dan 15,72% (yoy) di triwulan III 2016, menjadi masing-masing 0,92%

(yoy), -3,75% (yoy), 6,60% (yoy), 0,10% (yoy) dan 12,59% (yoy) di triwulan IV 2016. Di sisi lain, peningkatan tekanan inflasi

kelompok sandang terjadi pada 42 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi

terbesar adalah dompet, pampers, baju kaos berkerah, kaos dalam, dan payung dari masing-masing 0,55% (yoy), -0,14%

(yoy), 2,08% (yoy), 5,09% (yoy) dan 0,00% (yoy) di triwulan III 2016, menjadi 6,54% (yoy), 3,04% (yoy), 4,93% (yoy), 6,47%

(yoy) dan 1,34% (yoy).

Pada awal triwulan I 2016, inflasi kelompok sandang mengalami peningkatan meski diperkirakan tetap terjaga hingga

akhir triwulan. Peningkatan tersebut terjadi di subkelompok sandang anak-anak serta barang pribadi dan sandang

lainnya. Faktor risiko yang perlu diwaspadai adalah kenaikan harga emas yang dapat mendorong inflasi kelompok ini.

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank

Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional

3.2.5 Kelompok Kesehatan

Tekanan inflasi kelompok kesehatan meningkat. Pada

triwulan IV 2016, kelompok ini tercatat mengalami inflasi

2,65% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencatat inflasi 2,51% (yoy).

Peningkatan tekanan inflasi berasal dari subkelompok

jasa kesehatan, jasa perawatan jasmani dan kosmetika

tercatat mengalami peningkatan inflasi dari 2,25% (yoy),

5,64% (yoy), dan 2,44% (yoy) di triwulan III 2016, menjadi

masing-masing 2,42% (yoy), 6,45% (yoy) dan 2,65% (yoy). Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan

(4)

(2)

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017%

yoy qtq

*) Data hingga Januari 2017

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

0.0

200.0

400.0

600.0

800.0

1,000.0

1,200.0

1,400.0

1,600.0

1,800.0

2,000.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoy$/troy ozEmas

gHarga - Skala Kanan

*) Data hingga Januari 2017

BAB 3INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 49

Lulur dan creambath menjadi penyumbang utama peningkatan inflasi di kelompok ini. Inflasi lulur dan creambath

meningkat signifikan dari 2,45% (yoy) dan 3,96% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 9,92% (yoy) dan 9,85% (yoy) di triwulan

IV 2016.

Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 12 dari 40 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami peningkatan

tekanan inflasi di triwulan IV 2016. Lima komoditas utama yang mendorong peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini

adalah lulur, creambath, make up salon, dokter spesialis, dan tarif laboratorium. Kelima komoditas ini mengalami

peningkatan inflasi dari masing-masing 2,45% (yoy), 3,96% (yoy), 1,43% (yoy), 0,05% (yoy) dan 22,51% (yoy) di triwulan III

2016, menjadi masing-masing 9,92% (yoy), 9,85% (yoy), 4,96% (yoy), 3,29% (yoy) dan 24,97% (yoy) di triwulan IV 2016. Di

sisi lain, dari 21 komoditas yang mengalami penurunan inflasi, 5 komoditas yang mengalami penurunan inflasi terbesar

adalah check up dokter, alat kontrasepsi, tarif gunting rambut wanita, sabun wajah dan obat sakit kepala. Kelima

komoditas tersebut mengalami penurunan inflasi dari 21,34% (yoy), 5,17% (yoy), 2,22% (yoy), 4,14% (yoy) dan 4,12%

(yoy) di triwulan III 2016 menjadi 8,07% (yoy), 0,00% (yoy), 0,00% (yoy), 2,35% (yoy) dan 2,51% (yoy) pada triwulan IV

2016. Sementara untuk 7 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan.

Di awal triwulan I 2017, inflasi kelompok kesehatan menunjukkan penurunan. Penurunan tersebut terjadi pada seluruh

kelompok kesehatan. Penurunan inflasi terbesar berasal dari tarif laboratorium dan dokter umum. Risiko yang

diperkirakan dapat mendorong inflasi kelompok ini adalah subkelompok obat-obatan serta Perawatan Jasmani dan

Kosmetika dimana bahan baku subkelompok obat-obatan serta Perawatan Jasmani dan Kosmetika berasal dari impor

yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar rupiah.

3.2.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami

peningkatan tekanan inflasi di triwulan IV 2016. Tekanan

inflasi pada triwulan IV 2016 tercatat 0,83% (yoy),

meningkat dari triwulan III 2016 sebesar 0,78% (yoy).

Peningkatan inflasi kelompok ini didorong oleh

subkelompok kursus-kursus/pelatihan, rekreasi, dan

olahraga. Ketiga subkelompok tersebut tercatat

mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 2,90%

(yoy), 0,33% (yoy), dan 1,17% (yoy) di triwulan III 2016

menjadi masing-masing 4,37% (yoy), 0,38% (yoy) dan

1,47% (yoy) di triwulan IV 2016. Peningkatan inflasi

kelompok ini tertahan oleh penurunan inflasi di

subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan yang

menurun dari 0,25% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi

0,16% (yoy) di triwulan IV 2016. Sementara subkelompok

pendidikan tercatat stabil pada 0,60% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Kursus bahasa asing dan pakaian olahraga pria menjadi penyumbang utama peningkatan inflasi subkelompok

pendidikan, rekreasi dan olahraga. Inflasi sewa kursus bahasa asing dan pakaian olahraga pria meningkat signifikan dari

4,92% (yoy) dan 2,09% (yoy) menjadi 8,03% (yoy) dan 3,70% (yoy) di triwulan IV 2016.

Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 14 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga

mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan IV 2016. Lima komoditas utama yang mendorong peningkatan

tekanan inflasi di kelompok ini adalah kursus bahasa asing, pakaian olahraga pria, Kertas HVS, sewa lapangan futsal, dan

sepeda anak-anak. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 4,92% (yoy), 2,09% (yoy),

1,60% (yoy), 0,98% (yoy) dan 1,48% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 8,03% (yoy), 3,70% (yoy), 1,88% (yoy), 1,18% (yoy)

dan 1,65% (yoy) pada triwulan IV 2016. Di sisi lain, peningkatan tekanan inflasi yang lebih tinggi di kelompok ini tertahan

oleh turunnya inflasi di 9 komoditas, dimana 5 komoditas dengan penurunan inflasi terbesar adalah modem internet, tas

sekolah, pulpen, buku pelajaran SMP dan bimbingan belajar. Kelima komoditas ini mengalami penurunan inflasi dari

masing-masing 0,37% (yoy), 0,97% (yoy), 0,73% (yoy), 0,18% (yoy) dan 0,14% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi -0,21%

BAB 3INFLASI DAERAH

50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

(yoy), 0,68% (yoy), 0,52% (yoy), 0,00% (yoy) dan 0,02% (yoy) di triwulan IV 2016. Sementara itu, 20 komoditas lainnya

tidak mengalami perubahan harga dibandingkan triwulan IV 2016.

Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga cenderung stabil di awal triwulan I 2017, namun diprediksikan

sedikit meningkat di akhir triwulan. Perkiraan sedikit meningkatnya inflasi kelompok ini akibat telah dimulainya kembali

aktivitas belajar-mengajar di sekolah baik tingkat SD/SMP/SMA/PT dan mendorong inflasi subkelompok pendidikan,

kursus-kursus, dan perlengkapan/peralatan sekolah.

3.2.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Pada triwulan IV 2016, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan tercatat deflasi. Di triwulan IV 2016,

kelompok ini tercatat deflasi -0,87% (yoy) atau turun lebih dalam dari triwulan sebelumnya -0,48% (yoy). Deflasi yang

lebih dalam di kelompok ini didorong oleh subkelompok transpor serta Sarana dan Penunjang Transpor,sementara untuk

subkelompok Komunikasi dan Pengiriman tercatat meningkat, dan subkelompok jasa keuangan tercatat stabil.

Subkelompok transpor serta Sarana dan Penunjang Transpor tercatat deflasi pada triwulan IV 2016 masing-masing

sebesar -3,58% (yoy) dan -3,20% (yoy), dari sebelumnya -2,93% (yoy) dan -4,13% (yoy) pada triwulan III 2016. Sementara

itu, inflasi subkelompok Komunikasi dan Pengiriman meningkat dari 5,40% (yoy) menjadi 5,71% (yoy) pada periode

laporan, dan untuk subkelompok jasa keuangan cenderung stabil 1,73% (yoy).

Komoditas tarif jalan tol menjadi penyumbang utama penurunan inflasi subkelompok ini. Inflasi tarif jalan tol menurun

dari 10,28% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 0,00% (yoy) pada triwulan IV 2016. Penurunan tersebut diperkirakan terjadi

karena sudah berlalunya dampak tarif jalan tol.

Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 13 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa

keuangan mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan IV 2016. Lima komoditas utama yang mengalami penurunan

inflasi di kelompok ini adalah tarif jalan tol, angkutan udara, kendaraan carter, perbaikan ringan kendaraan dan tarif sewa

motor masing-masing dari 10,28% (yoy), 2,76% (yoy), 8,01% (yoy), 4,37% (yoy) dan 7,00% (yoy) pada periode sebelumya

menjadi 0,00% (yoy), -5,51% (yoy), 0,00% (yoy), 0,49% (yoy), dan 3,38% (yoy). Di sisi lain, terdapat 9 komoditas yang

mengalami peningkatan inflasi, dengan lima komoditas utama yaitu tarif pulsa ponsel, pemeliharaan, mobil, ban luar

motor dan sepeda motor. Kelima komoditas tersebut mengalami peningkatan inflasi masing-masing dari 10,48% (yoy),

4,79% (yoy), 0,26% (yoy), -0,05% (yoy) dan 0,01% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 11,06% (yoy), 5,16% (yoy), 0,32%

(yoy), 0,01% (yoy), dan 0,05% (yoy) di triwulan IV 2016. Sementara itu, 16 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan

harga dibandingkan periode sebelumnya.

Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih menunjukkan inflasi di awal triwulan I 2017, dan

diperkirakan meningkat hingga akhir triwulan. Peningkatan inflasi ini didorong oleh komoditas biaya perpanjangan STNK,

angkutan udara, solar, tarif pulsa ponsel, dan cuci kendaraan. Penyesuaian harga BBM menjadi salah satu risiko yang

terus diwaspadai karena harga minyak dunia pada tren yang meningkat hingga awal triwulan I 2017. Selain itu,

penyesuaian tarif pulsa ponsel dikarenakan semua operator seluler menaikkan tarif pulsa ponsel khususnya pulsa data.

Hal tersebut dikarenakan operator jasa telekomunikasi bermaksud menutup biaya investasi setelah adanya kompetisi

harga pada periode sebelumnya21

.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

21 Informasi anekdotal dari Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia.

BAB 3INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 51

3.3. Inflasi Menurut Kota IHK22

Secara spasial, penurunan inflasi Sulsel di triwulan IV 2016 disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi di hampir

seluruh kabupaten/kota IHK di Sulsel. Daerah yang mengalami penurunan inflasi pada triwulan IV 2016 yaitu di Kota

Makassar, Palopo, dan Watampone masing-masing menjadi 3,18% (yoy), 2,74% (yoy) dan 1,50% (yoy) lebih rendah

dibandingkan triwulan III 2016 masing-masing 3,36% (yoy), 3,07% (yoy) dan 2,02% (yoy). Meskipun inflasi di Kabupaten

Bulukumba meningkat, namun berada di peringkat terendah yaitu mencapai 1,48% (yoy) di triwulan laporan. Tekanan

inflasi di daerah perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare) yang masih tinggi mencerminkan karakteristik daerah

perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah (excess demand), khususnya untuk komoditas

pangan. Kekurangan bahan pangan tersebut harus dipasok dari daerah lain yang surplus bahan pangan dengan jalur

distribusi yang relatif panjang, sehingga ongkos untuk pendistribusian barang menjadi relatif mahal.

Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

*) Keterangan: Data hingga Januari 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

*) Keterangan: Data hingga Januari 2017 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Bulukumba berhasil mempertahankan inflasi di level rendah. Semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di

awal tahun 2014, Bulukumba secara konsisten berhasil menurunkan tingkat inflasinya. Setelah berhasil menurunkan

inflasi dari 13,94% (yoy) di awal 2014 menjadi 2,16% (yoy) di triwulan I 2016, Bulukumba kembali berhasil

mempertahankan inflasi di level yang relatif rendah, yaitu 1,48% (yoy) pada akhir triwulan IV 2016. Meskipun mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, angka inflasi Bulukumba tersebut berada di peringkat pertama inflasi

terendah di Sulawesi Selatan.

Sementara itu, Kota Makassar masih mencatatkan inflasi tertinggi di Sulsel yaitu 3,18% (yoy). Tingginya inflasi di Kota

Makassar dikarenakan untuk sebagian komoditi utamanya bahan pangan mengalami exess demand, sehingga harus

dipasok dari daerah produsen di wilayah sekitar, dengan ongkos distribusinya yang relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk

menjaga kelancaran pasokan barang di Kota Makassar, pentingnya kerjasama antar daerah merupakan sebuah kata kunci.

Disamping itu, sinergitas dari pihak-pihak terkait sangat diperlukan, karena upaya pengendalian inflasi ini sejatinya tidak

hanya terkait dengan permasalahan ketersediaan pasokan barang, akan tetapi juga terkait dengan struktur pasar yang

tidak bisa bekerja sempurna sehingga berdampak pada rendahnya aksesibilitas masyarakat kalangan tertentu terhadap

suatu barang yang dibutuhkan. Selain itu keberhasilan pengendalian inflasi di Kota Makassar juga ditentukan oleh

perilaku masyarakat dalam berkonsumsi.

22Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba.

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 6.38 4.63 3.36 3.18 2.95

Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 4.47 4.05 3.07 2.74 2.95

Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 3.82 3.05 1.56 2.11 1.93

Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 1.94 2.67 2.02 1.50 2.54

Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.16 2.12 0.84 1.48 2.02

Sulawesi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70 4.30 3.07 2.94 2.83

2017201620152014Kota

2012 2013

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79% 6.65% 5.73% 6.73% 6.99% 4.05% 4.98% 3.62% 2.62% 2.48% 2.30%

Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26% 0.57% 0.44% 0.44% 0.46% 0.22% 0.29% 0.26% 0.20% 0.17% 0.19%

Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21% 0.66% 0.46% 0.49% 0.46% 0.11% 0.27% 0.21% 0.11% 0.15% 0.13%

Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26% 0.47% 0.33% 0.25% 0.25% 0.06% 0.11% 0.15% 0.12% 0.09% 0.15%

Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20% 0.26% 0.17% 0.17% 0.23% 0.06% 0.06% 0.06% 0.02% 0.04% 0.06%

Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13% 8.07% 8.39% 4.48% 5.70% 4.30% 3.07% 2.94% 2.83%

2017201620152014Kota

2012 2013

BAB 3INFLASI DAERAH

52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.11. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

Secara umum di hampir seluruh kabupaten/kota pemantauan harga, penurunan tekanan harga disebabkan oleh

komoditas emas perhiasan dan gula pasir. Di empat kabupaten/kota, yaitu Makassar, Parepare, dan Palopo, komoditas

emas perhiasan termasuk ke dalam komoditas utama deflasi23

, yang dalam hal ini juga menjadi penahan inflasi di Sulsel.

Penurunan harga komoditas emas perhiasan disebabkan oleh penurunan harga emas perhiasan di triwulan laporan.

Harga emas dunia pada triwulan IV 2016 sebesar USD 1.192/troy oz atau tumbuh melambat 8,58% (yoy) dari periode

sebelumnya sebesar USD 1.220/troy oz. Di sisi lain, Ikan Cakalang termasuk ke dalam komoditas utama inflasi di Kota

Makasar, Parepare, dan Palopo, sehingga komoditas ini juga menjadi penyumbang utama inflasi di Sulsel. Intensitas curah

hujan yang meningkat disertai dengan meningkatnya gelombang laut mengganggu nelayan untuk pergi melaut sehingga

pasokan ikan segar diperkirakan terbatas.

Tabel 3.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Andil Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik

Tabel 3.5. Lima Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik

3.4. Disagregasi Inflasi24

Penurunan inflasi Sulsel di akhir triwulan IV 2016

terutama bersumber dari penurunan tekanan inflasi di

kelompok core dan volatile food. Kelompok core dan

volatile food tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi

masing-masing dari 3,24% (yoy) dan 6,55% (yoy) di triwulan

III 2016 menjadi 2,97% (yoy) dan 6,41% (yoy) di akhir

triwulan IV 2016. Sementara itu, kelompok inflasi

administered price tercatat meningkat meski masih dalam

kondisi deflasi -1,35% (yoy) di triwulan IV 2016 naik

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat -1,72%

(yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi

23Menggunakan modus: nilai yang sering muncul dalam kelompok data 24Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk

menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.

No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel1 Layang/Benggol Beras Tarip Pulsa Ponsel Bandeng/Bolu Cakalang/Sisik Layang/Benggol

2 Cabai Rawit Cakalang/Sisik Tomat Sayur Beras Tomat Sayur Cabai Rawit

3 Tarip Listrik Rokok Kretek Filter Rokok Kretek Filter Telur Ayam Ras Selar/Tude Cakalang/Sisik

4 Cakalang/Sisik Tomat Buah Rokok Kretek Minyak Goreng Angkutan Antar Kota Tarip Listrik

5 Rokok Kretek Filter Sawi Hijau Udang Basah Mobil Tarip Pulsa Ponsel Rokok Kretek Filter

No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel1 Emas Perhiasan Kacang Panjang Layang/Benggol Kacang Panjang Bandeng/Bolu Emas Perhiasan

2 Wortel Ayam Hidup Telur Ayam Ras Bayam Tomat Buah Gula Pasir

3 Gula Pasir Emas Perhiasan Gula Pasir Kangkung Emas Perhiasan Wortel

4 Tomat Sayur Bawang Merah Bandeng/Bolu Udang Basah Gula Pasir Kentang

5 Kentang Mie Kering Instant Pisang Bawang Merah Telur Itik Kacang Panjang

-5

0

5

10

15

20

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoy

Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food

-1,35

2,94

6,41

2,97

*) Data hingga Januari 2017

BAB 3INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 53

Tekanan inflasi pada kelompok inti (core) pada triwulan IV 2016 menurun cukup signifikan. Secara umum, penurunan

inflasi di kelompok ini masih berasal dari subkelompok makanan jadi dan sandang akibat pola konsumsi masyarakat yang

terjaga pada triwulan laporan. Komoditas emas perhiasan dan gula pasir yang juga turun menahan inflasi kelompok inti.

Penurunan harga komoditas emas perhiasan disebabkan oleh penurunan harga emas perhiasan di triwulan IV 2016.

Pada kelompok volatile food, konsumsi masyarkat yang terjaga menahan inflasi di triwulan IV 2016. Terjaganya

konsumsi masyarakat di tengah aktivitas hari raya natal menahan inflasi periode ini. Komoditas yang mengalami

penurunan inflasi yaitu wortel, tomat buah, tomat sayur, daun bawang dan kentang. Sementara itu, komoditas cabe

merah, cabe rawit, ikan tongkol, ikan mujair dan ikan katamba menahan inflasi volatile food untuk turun lebih dalam.

Kenaikan harga cabe merah dan cabe rawit diperkirakan terjadi akibat meningkatnya intensitas curah hujan yang

meningkat dari menengah (50-150 mm) menjadi tinggi (300-400 mm). Selain itu, kenaikan harga ikan segar (ikan tongkol,

ikan mujair dan ikan katamba) diperkirakan terjadi akibat tingginya tingginya gelombang laut hingga mencapai 1,5 meter

memengaruhi nelayan untuk tidak pergi melaut. Hal tersebut mengganggu pasokan ikan segar di saat aktivitas akhir

tahun dan perayaan hari raya natal.

Meningkatnya kelompok administered price didorong oleh kenaikan tarif listrik. Kebijakan pemerintah dalam

penyesuaian tarif listrik tiap bulan mendorong inflasi kelompok ini. Penyesuaian tarif listrik sesuai dengan perubahan nilai

tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika, harga minyak dan inflasi bulanan. Selain itu, kenaikan harga rokok

kretek filter dan rokok kretek disebabkan oleh peningkatan tarif cukai rokok.

Sumber: Pertamina Sumber: World Bank

Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar Grafik 3.14. Harga Minyak Mentah Global

Pada awal triwulan I 2017, tekanan inflasi diperkirakan dalam tren meningkat. Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang

diselenggarakan oleh Bank Indonesia bahwa indeks harga 3 bulan yang akan datang mengalami peningkatan dari 170 di

triwulan IV 2016 menjadi 173,7 di triwulan I 2017. Peningkatan tersebut diperkirakan berasal dari inflasi administered

price seiring dengan kebijakan dari pemerintah pusat terkait pengalihan subsidi listrik pada daya 900 VA di bulan 1

Januari, 1 Maret, 1 Mei dan 1 Juli 201725

. Selain itu, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2016 tentang Jenis

dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bahwa terdapat kenaikan tarif dan biaya pengurusan Surat

Tanda Nomor Kendaraan (STNK), serta Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK) yang efektif naik per tanggal 6 Januari 2017.

Memperhatikan perkembangan harga hingga bulan Januari 2017, laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2017 diperkirakan akan

meningkat, dan berada pada kisaran 3,20%-3,60% (yoy).

Faktor penahan inflasi di triwulan I 2017 diperkirakan berasal dari volatile food. Penurunan tekanan inflasi dikarenakan

pada periode ini terdapat panen di bulan Februari-Maret 2017, serta telah berakhirnya fenomena La Nina sehingga

diperkirakan pengaturan waktu tanam/panen kembali pada pola normalnya. Inflasi volatile food diperkirakan menurun

dari 6,41% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 2,96% (yoy) pada triwulan I 2017. Sementara itu, inflasi kelompok inti

diperkirakan relatif terjaga pada tingkat yang aman.

25 Sesuai dengan Siaran Pers yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Pada tanggal 1 Januari 2017

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoy$/bblMinyak Mentah

gHarga - Skala Kanan

*) Data hingga Januari 2017

BAB 3INFLASI DAERAH

54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

3.5. Koordinasi Pengendalian Inflasi

TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota terus meningkatkan koordinasi secara intensif dalam rangka pengendalian

inflasi di Sulsel. Sampai dengan Desember 2016, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk penguatan

kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan (Tabel 3.6).

Tabel 3.6.Kegiatan TPID Hingga November 2016

NO TPID KEGIATAN / TEMPAT TANGGAL KETERANGAN

1 Provinsi Sulsel dan Zona Palopo Kantor Walikota Palopo 25-Okt-16 HLM TPID Zona Palopo

2 Provinsi Sulsel dan Zona Parepare

Kantor Walikota Parepare

07-Nop-16 HLM TPID Zona Parepare

3 Provinsi Sulsel dan Zona Bone Rumah Jabatan Bupati

Bone 10-Nop-16 HLM TPID Zona Bone

4 Provinsi Sulsel dan Zona Bulukumba

Ruang Rapat Bappeda Kab. Bone

16-Nop-16 HLM TPID Zona Bulukumba

5 Provinsi Sulawesi Selatan Rujab Gubernur Sulsel,

Makassar 5-Dec-16 HLM TPID Provinsi dan Kab/Kota se- Sulsel

6 Provinsi Sulawesi Selatan Pasar Pabaeng-baeng 11-Jan-17 Sidak Harga Cabai di Pasar Pabaeng-Baeng

7 Provinsi Sulawesi Selatan Disperindag Provinsi Sulsel

11-Jan-17 Undangan Rapat terkait kenaikan harga Cabai

8 Provinsi Sulawesi Selatan Kantor Perwakilan BI

Prov. Sulsel 16-Jan-17 Rapat Teknis TPID

Pencapaian inflasi 2016 yang rendah didukung dengan aktifnya kegiatan pengendalian inflasi di akhir tahun 2016. Bank

Indonesia bersama dengan TPID dan stakeholders terkait secara intensif telah melakukan koordinasi dalam kegiatan High

Level Meeting (HLM) TPID di Zona Palopo (25 Oktober 2016), HLM TPID Zona Parepare (7 November 2016), HLM TPID

Zona Bone (10 November 2016), dan HLM TPID Zona Bulukumba (16 November 2016).

Pada Januari 2017, telah diselenggarakan rapat teknis, High Level Meeting dan kegiatan lain dalam rangka menjaga

tekanan inflasi agar tetap rendah. Pada tanggal 13 Januari 2016, TPID Sulsel bertemu dengan Dewan Pembina dalam hal

ini Wakil Gubernur Sulsel untuk melaporkan kinerja TPID 2015 dan rencana kerja 2016. Persiapan high level meeting

(HLM) TPID juga telah dilaksanakan pada awal 2016 (18 Januari 2016), dengan agenda mendengarkan arahan Pengarah

TPID Sulsel (Gubernur Sulsel). Sementara pembahasan konsep roadmap TPID Sulsel dan integrasi Sistem Informasi Harga

Pangan (SIGAP) dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), telah dilakukan pada 3 Maret 2016 dan 13 Maret

2016. Pada tanggal 20 April 2016, TPID Provinsi Sulsel mengadakan rapat teknis dalam rangka persiapan high level

meeting membahas upaya pengendalian inflasi sehubungan dengan datangnya Ramadhan dan Idul Fitri.

Ke depan, Bank Indonesia dan Pemerintah daerah akan terus memperkuat koordinasi dan penguatan ketahanan

pangan. Kegiatan penguatan koordinasi di level Provinsi maupun Kab/Kota terutama ditekankan untuk mengendalikan

inflasi Volatile Food dan dampak lanjutan (second round effect) dari kenaikan harga yang dikendalikan Pemerintah

(administered price). Selanjutnya, koordinasi juga memanfaatkan teknologi informasi, yang ditekankan pada kegiatan

pemantauan harga/pasokan sebagai early warning system, serta melakukan pendampingan dalam penyusunan Roadmap

Pengendalian inflasi di level zona sebagai panduan pengendalian inflasi di tingkat Kab/Kota. Sementara itu, dalam hal

penguatan ketahanan pangan, Bank Indonesia dan TPID akan mendorong perluasan gerakan tanaman pangan (seperti

cabai) di pekarangan dan lorong, maupun pemanfaatan areal/lahan kosong di lingkungan perumahan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi maupun peningkatan pendapatan.

BAB 3INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 55

Boks 3.A. Pengujian Tingkat Persistensi Inflasi Komoditas Utama Inflasi di Sulsel

Selain sudut pandang magnitude (besaran inflasi) dan fluktuasinya, tantangan pengendalian inflasi juga perlu

memperhatikan tingkat persistensi inflasi komoditas utama. Dalam kondisi yang normal (pasar persaingan sempurna),

pada waktu tertentu harga akan kembali (setelah harga naik atau harga turun) ke tren harga jangka panjangnya, yang

secara terminologi statistik disebut sebagai tingkat persistensi. Persistensi inflasi merupakan kecenderungan inflasi untuk

konvergen menuju keseimbangan jangka panjang secara perlahan setelah terjadinya suatu shock yang telah membawa

inflasi menjauhi keseimbangan jangka panjangnya. Model-model utama tentang persistensi inflasi umumnya mencacu

kepada persamaan new keynesian phillips curve:

( ) ̂

dimana inflasi ( ) dipengaruhi oleh inflasi sebelumnya( ), ekspektasi inflasi ke depan ( ( )), output gap ( ̂), dan

unsur eksogen ( ).

Pada pasar yang cenderung tidak sempurna, derajat persistensi inflasi cenderung tinggi. Perusahaan/produsen pada

pasar persaingan tidak sempurna cenderung untuk sering melakukan penyesuaian harga untuk menjaga tingkat

keuntungan (Leith dan Mulley, 2003). Skala perusahaan pada kondisi ini biasanya adalah perusahaan-perusahaan relatif

besar yang memiliki market power relatif besar pula. Sebaliknya perusahaan/produsen berskala kecil umumnya tidak

memiliki kekuatan untuk melakukan penyesuaian harga. Disamping market power mereka yang rendah, juga akibat

ketidakmampuan mereka untuk memproyeksikan harga ke depan (Galí and Gertler, 1999, dan Altissimo et al., 2006).

Pada analisa kali ini, uji persistensi dilakukan pada 10 komoditas dengan andil terbesar terhadap inflasi dalam 5 tahun

terakhir (2012-2016). Dari hasil perhitungan diketahui bahwa 6 dari 10 komoditas utama penyumbang inflasi Sulsel

memiliki tingkat persistensi inflasi yang tinggi/highly persistent (>0,8). Tingkat persistensi tertinggi terjadi pada komoditas

beras dengan angka persistensi 0,97 dan half-life 22,50, yang artinya inflasi komoditas beras sangat persisten dan waktu

yang dibutuhkan untuk setidaknya kembali ke setengah initial value-nya membutuhkan waktu 22,5 bulan. 5 komoditas

berikutnya dengan persistensi tinggi (>0,8) adalah daging sapi, ikan layang,pisang, ikan teri, dan bawang merah. Selain itu,

terdapat satu komoditas lain yang perlu mendapatkan prioritas dalam pengendalian inflasi di Sulsel pada tahun 2017

yaitu ikan bandeng, dimana tingkat persistensinya tidak tinggi (<0,8), namun komoditas ini memberikan andil inflasi kedua

terbesar sepanjang tahun 2012-2016.

Tabel 3.A.1. Hasil Uji Persistensi Pada 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Sulsel

Tantangan pengendalian inflasi ke depan dihadapkan kepada pemecahan penyebab persistensi inflasi beberapa

komoditas utama tersebut. Berdasarkan hasil penelitian penyebab persistensi inflasi pada 4 komoditas utama

penyumbang inflasi di Sulsel pada tahun 2016 (bawang merah, cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras), dihasilkan

beberapa hal yang diindikasikan sebagai penyebab persistensi inflasi di Sulsel, yaitu:

1. Rantai perdagangan yang panjang dan tidak efektif. Dari hasil survei diketahui bahwa untuk sampai ke tingkat

konsumen, keempat komoditas ini setidaknya harus melewati 7 mata rantai, mulai dari: (1) petani, (2) pengepul, (3)

supplier utama, (4) distributor utama, (5) pedagang besar, (6) pedagang grosir, (7) pedagang eceran hingga

Total Andil Frekuensi Persistensi Half Life

1 Beras 1.68% 43 0.97 22.50

2 Daging Sapi 0.34% 45 0.91 7.15

3 Layang 0.44% 36 0.84 3.89

4 Pisang 0.19% 38 0.82 3.60

5 Teri 0.25% 33 0.81 3.26

6 Bawang Merah 0.34% 32 0.80 3.14

7 Cabai Merah 0.33% 31 0.76 2.57

8 Cakalang 0.38% 36 0.76 2.55

9 Bandeng 0.81% 35 0.69 1.84

10 Daging Ayam Ras 0.28% 34 0.68 1.81

Hasil Uji Persistensi2012-2016No Komoditas

BAB 3INFLASI DAERAH

56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

konsumen akhir. Kondisi ini diperburuk dengan adanya praktik jual-beli antar pelaku dalam satu mata rantai (misal:

distributor menjual barangnya ke distributor lainnya) yang mengakibatkan rantai perdagangan menjadi semakin

panjang

2. Pola pembentukan harga yang dominan mengikuti harga tertinggi dan harga pesaing. Dari hasil survei diketahui

bahwa dalam menentukan harga, para pedagang di mata rantai perdagangan di empat komoditas mengikuti harga

pesaing atau mengikuti harga pasar tertinggi. Hal ini mengakibatkan lambatnya penurunan harga bahkan saat

pasokan berangsur normal. Selain itu, sumber informasi kenaikan harga yang lebih banyak berasal dari sesama

pedagang dan pemasok mengakibatkan makin persistennya tingkat inflasi komoditas tersebut.

3. Pengambilan margin yang tinggi di tiap mata rantai perdagangan.

a) Pada komoditas bawang merah, rata-rata peningkatan harga dari tingkat petani hingga di tangan konsumen

mencapai 109,93%. Pengambilan margin terbesar terjadi pada kondisi musiman (hari raya) dengan margin

mencapai 113,98%, sementara paling rendah justru pada saat kondisi pasokan sedikit (paceklik) dengan margin

103,87%. Berdasarkan tingkatan, rata-rata pedagang di tiap tingkatan mengambil margin sebesar 13,21%.

Rata-rata margin terbesar diambil oleh distributor utama yang mencapai 15,83%, sementara rata-rata margin

terendah diambil oleh pedagang besar yaitu 10,16%.

b) Pada komoditas cabai rawit, rata-rata peningkatan harga dari tingkat petani hingga di tangan konsumen

mencapai 177,24%. Pengambilan margin terbesar terjadi pada kondisi pasokan banyak (panen) dengan margin

mencapai 345,78% sementara paling rendah justru pada saat kondisi pasokan sedikit (paceklik) dengan margin

103,49%. Berdasarkan tingkatan, rata-rata pedagang di tiap tingkatan mengambil margin sebesar 17,92%.

Rata-rata margin terbesar terbesar diambil oleh distributor utama yang mencapai 22,73%, sementara rata-rata

margin terendah diambil oleh pedagang eceran yang mencapai 11,76%.

c) Pada komoditas cabai merah, rata-rata peningkatan harga dari tingkat petani hingga di tangan konsumen

mencapai 44,04%. Pengambilan margin terbesar terjadi pada kondisi pasokan sedikit (paceklik) dengan margin

mencapai 46,08%, sementara paling rendah saat kondisi normal dengan margin 42,00%. Berdasarkan

tingkatan, rata-rata pedagang di tiap tingkatan mengambil margin sebesar 6,29%. Rata-rata margin terbesar

terbesar diambil oleh pedagang besar yang mencapai 22,73% sementara rata-rata margin terendah diambil

oleh pedagang grosir yang mencapai 5,07%.

d) Pada komoditas daging ayam ras, rata-rata peningkatan harga dari tingkat petani hingga di tangan konsumen

mencapai 221,75%. Pengambilan margin terbesar terjadi pada saat kondisi musiman (hari raya) dengan margin

mencapai 264,67% sementara paling rendah saat kondisi pasokan banyak dengan margin 114,87%.

Berdasarkan tingkatan, rata-rata pedagang di tiap tingkatan mengambil margin sebesar 21,88%. Rata-rata

margin terbesar diambil oleh distributor utama yang mencapai 39,67% sementara rata-rata margin terendah

diambil oleh pedagang eceran yang mencapai 13,06%.

4. Pedagang cenderung lebih cepat menaikkan harga, sebaliknya cenderung lambat untuk menurunkan harga. Dari

hasil survei yang sama diketahui bahwa pedagang lebih responsif ketika menaikkan harga dibandingkan saat

menurunkan harga.

a) Hampir seluruh pedagang di rantai perdagangan bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan daging ayam ras

mengatakan bahwa keputusan menaikkan harga dilakukan saat itu juga ketika terjadi kenaikan biaya produksi,

baik di tingkat produsen maupun konsumen.

b) Namun, pada saat terjadi penurunan biaya produksi, jumlah pedagang yang menjawab akan langsung

menurunkan harga saat itu juga menurun tajam. Sebagian pedagang ada yang mengatakan baru akan

menurunkan harga pada 2-3 hari kemudian, 4-6 hari kemudian, bahkan ada yang menjawab baru akan

menurunkan harga pada 1-4 minggu kemudian.

c) Kejadian ini juga terjadi pada saat adanya shock pasokan, dimana ketika pasokan berkurang maka pedagang di

rantai perdagangan keempat komoditas tersebut (bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan daging ayam

ras) lebih cepat menaikkan harga (mayoritas menaikkan harga saat itu juga). Sementara itu, pada saat pasokan

kembali normal (meningkat), beberapa pedagang tidak menurunkan harga sebesar kenaikan sebelumnya.

5. Masih tingginya kendala dalam proses distribusi. Dari hasil survei yang sama diketahui bahwa pedagang di

keempat komoditas masih merasakan banyak kendala dalam proses distribusi barang.

a) Pada rantai perdagangan komoditas bawang merah, kendala utama adalah tingginya biaya angkut, terbatasnya

BAB 3INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 57

jumlah angkutan, faktor keamanan dan masih adanya praktik pungli.

b) Pada rantai perdagangan komoditas cabai rawit, permasalahan utama adalah masalah keamanan, kendala

cuaca, keterbatasan moda, dan kendala infrastruktur.

c) Pada rantai perdagangan komoditas cabai merah, permasalahan utama adalah kendala cuaca dan

keterbatasan jumlah angkutan (armada).

d) Pada rantai perdagangan komoditas daging ayam ras, permasalahan utama adalah banyaknya biaya pungutan

tidak resmi dan biaya angkutan yang tinggi.

6. Indikasi praktik oligopoli di beberapa tingkatan rantai perdagangan. Dari hasil survei diketahui bahwa ada indikasi

terjadinya praktik ologopoli di beberapa tingkatan rantai perdagangan, sehingga mempengaruhi tingkat pasokan

dan harga komoditas di Sulsel.

a) Pada rantai perdagangan bawang merah, indikasi praktik oligopoli terjadi di tingkat pengepul, distributor

utama, dan pedagang besar.

b) Pada mata rantai perdagangan cabai rawit, indikasi praktik oligopoli terjadi di tingkat supplier utama,

distributor utama, pedagang grosir, dan pedagang eceran.

c) Pada mata rantai perdagangan cabai merah, indikasi praktik oligopoli terjadi di tingkat distributor utama dan

pedagang besar.

d) Pada mata rantai perdagangan daging ayam ras, indikasi praktik oligopoli terjadi di tingkat pengepul, supplier

utama, dan distributor utama.

7. Jauhnya jarak antara sentra produksi dan daerah konsumen. Dari hasil survei diketahui juga bahwa salah satu

penyebab tingginya tingkat persistensi inflasi di Sulsel adalah jauhnya jarak antra sentra produksi dengan daerah

konsumen, khususnya daerah yang menjadi sampel perhitungan inflasi. Pada komoditas bawang merah, sentra

produksi berada di Kab. Enrekang, sementara daerah konsumen utama (kota inflasi) berada di kota Makassar

dengan jarak ±275 km. Ditambah kondisi geografis yang merupakan daerah pegunungan, proses distribusi menjadi

lebih berat di wilayah Sulsel. Kondisi yang lebih baik terjadi di komoditas cabai rawit dan cabai merah, dimana

sentra komoditas cabai relatif lebih banyak meskipun lebih terpusat di Sulsel bagian Selatan.

BAB 3INFLASI DAERAH

58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 59

4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan

UMKM

Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah,

Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga baik pada triwulan IV

2016. Dari sisi sektor rumah tangga, ketahanan keuangan masih kuat. Hal

ini tercermin dari kinerja konsumsi masyarakat yang masih baik, dengan

porsi pinjaman perbankan yang normal, dan rasio tabungan yang kuat.

Namun demikian, perlu diwaspadai perlambatan di DPK dan kredit, serta

pangsa pengeluaran Rumah Tangga untuk Tabungan yang cenderung

menurun.

Sementara dari sisi korporasi, selain masih terpengaruh kondisi ekonomi

global kinerja korporasi utama di triwulan laporan juga terkena imbas

perlambatan ekonomi di tingkat domestik. Namun pelemahan di sektor

korporasi terkompensasi kuatnya permintaan sektor rumah tangga,

sehingga stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga.

Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi

sedikit perlambatan pertumbuhan kredit, namun kinerja intermediasi masih

sangat baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan

IV 2016. Yang lebih utama, peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi

dengan perbaikan kualitas kredit.

Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa

kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%.

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

4.1. Stabilitas Keuangan Daerah

4.1.1 Asesmen Sektor Rumah Tangga26

4.1.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Pada triwulan IV 2016, sumber kerentanan sektor rumah tangga yang utama adalah adanya penurunan daya beli yang

berakibat pada menurunnya kinerja sektor rumah tangga. Peningkatan kinerja ekonomi di triwulan IV 2016 (7,41%) tidak

searah dengan kinerja sektor rumah tangga. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh melambat dari 5,73% (yoy) di

triwulan III 2016 menjadi 5,29% (yoy) di triwulan IV 2016. Perlambatan konsumsi rumah tangga terpantau hanya terjadi di

penghujung tahun 2016. Penurunan kinerja sektor rumah tangga ini juga tercermin dari menurunnya optimisme

konsumen sebagaimana Survei Konsumen Bank Indonesia.

Stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga baik pada triwulan IV 2016. Dari sisi sektor rumah tangga, ketahanan

keuangan masih kuat. Hal ini tercermin dari kinerja konsumsi masyarakat yang masih baik, dengan porsi pinjaman

perbankan yang normal, dan rasio tabungan yang kuat. Namun demikian, perlu diwaspadai perlambatan di DPK dan kredit,

serta pangsa pengeluaran Rumah Tangga untuk Tabungan yang cenderung menurun.

Sementara dari sisi korporasi, selain masih terpengaruh kondisi ekonomi global kinerja korporasi utama di triwulan

laporan juga terkena imbas perlambatan ekonomi di tingkat domestik. Namun pelemahan di sektor korporasi

terkompensasi kuatnya permintaan sektor rumah tangga, sehingga stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga.

Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi sedikit perlambatan pertumbuhan kredit, namun

kinerja intermediasi masih sangat baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan IV 2016. Yang lebih

utama, peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit.

Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga

di atas 30%.

Sumber: BPS Prov. Sulsel Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulsel Grafik 4.2. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulsel

Secara lebih rinci, penurunan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini terjadi hampir di semua

indikator utama. Tiga indikator utama yaitu (1) penghasilan, (2) ketersediaan tenaga kerja, maupun (3) ketepatan waktu

pembelian barang tahan lama menunjukan penurunan signifikan di triwulan IV 2016. Meskipun mengalami penurunan,

bila dilihat dari level indeks, konsumen masih optimis (indeks >100) terhadap tingkat penghasilan dan ketepatan waktu

pembelian barang tahan lama. Di sisi lain, konsumen menilai masih pesimis terhadap ketersediaan lapangan kerja di

periode laporan.

26 Di dalam sistem keuangan, Rumah Tangga memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan penerima dana dari institusi keuangan. Kondisi

keuangan Rumah Tangga berfluktuatif sepanjang waktu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit yang dilakukan oleh Rumah Tangga.

113

104

121

80

90

100

110

120

130

140

150

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)

Indeks

Pes

imis

Op

tim

is

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 61

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Grafik 4.3. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan Yang Lalu

Penurunan kinerja rumah tangga mempengaruhi tingkat inflasi di periode laporan. Di luar upaya pengendalian inflasi

yang telah dilakukan di sepanjang triwulan IV 2016, menurunnya inflasi di triwulan laporan juga tidak lepas dari adanya

penurunan daya beli konsumen rumah tangga. Hasil survei konsumen menunjukan ekspektasi harga oleh rumah tangga

bergerak searah dengan realisasi inflasi.

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Grafik 4.4. Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan

Yang Akan Datang Grafik 4.5. Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang

Berdasarkan Komoditi

Namun, Sektor rumah tangga masih optimis akan terjadi perbaikan kinerja ekonomi ke depan. Hal ini telihat dari

beberapa indikator utama pada survei konsumen yang menunjukan peningkatan optimisme untuk 6 bulan yang akan

datang, baik kondisi penghasilan saat ini maupun ketersediaan lapangan kerja. Sektor rumah tangga juga memiliki

optimisme yang sangat tinggi terhadap peningkatan kegiatan usahanya di masa yang akan datang (grafik 4.6).

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Grafik 4.6. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi 6 Bulan Mendatang

4.1.1.2 Kinerja Keuangan Sektor Rumah Tangga

Porsi keuangan rumah tangga yang dialokasikan untuk tabungan sedikit menurun di triwulan IV 2016. Alokasi keuangan

yang dialokasikan untuk tabungan menurun dari 20,68% di triwulan III 2016 menjadi 19,96% di triwulan IV 2016. Alokasi

untuk cicilan pinjaman juga mengalami penurunan dari 16,96% menjadi 13,26%. Di sisi lain, alokasi untuk konsumsi

110

86

117

60

80

100

120

140

160

180

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Penghasilan saat iniKetersediaan lapangan kerjaKetepatan waktu pembelian barang tahan lama

Indeks Rata-rata

Opt

imis

Pesi

mis

128

99

136

60

80

100

120

140

160

180

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja

Ekspektasi Kegiatan Usaha*

Indeks Rata-rata

Op

tim

isP

esim

is

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

mengalami peningkatan dari 62,37% di triwulan III 2016 menjadi 66,78% di triwulan IV 2016. Kondisi diatas

mengkonfirmasi isu penurunan kinerja sektor rumah tangga di periode laporan. Dengan asumsi tingkat pendapatan yang

relatif tidak berubah, ada indikasi sebagian sektor rumah mengorbankan porsi tabungannya untuk keperluan konsumsi.

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Grafik 4.7. Komposisi Pengeluaran RT Sulawesi Selatan

Di tengah menurunnya daya beli masyarakat, beberapa kelompok rumah tangga juga mengalami kondisi keuangan

yang cukup rentan. Hal ini didasarkan pada alokasi pendapatan untuk cicilan pinjaman yang melebihi alokasi pendapatan

untuk tabungan. Hal ini terjadi pada kelompok rumah tangga dengan golongan pendapatan >Rp5 Juta. Rasio pendapatan

untuk cicilan di kelompok rumah tangga ini mencapai 16,94% lebih besar dari rasio pendapatan untuk tabungan yang

mencapai 16,00%. Dalam jangka waktu panjang, kondisi ini berpotensi akan berdampak negative karena ketahanan

finansial kelompok tersebut akan terus menurun. Idealnya, rasio pendapatan yang digunakan untuk tabungan lebih besar

dibandingkan dengan untuk cicilan sehingga kelompok rumah tangga tersebut memiliki ruang finansial yang cukup untuk

kebutuhan lainnya.

Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan di Triwulan IV 2016

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Tabel 4.2. Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan IV 2016

Tabel 4.3. Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan IV 2016

*) Perubahan Triwulan IV 2016 Terhadap Triwulan III 2016

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Namun, kondisi saat ini relatif masih aman mengingat potensi risiko kredit dari sektor rumah tangga di Sulsel masih

tergolong rendah27

. Hal ini tercermin dari jumlah rumah tangga yang memiliki debt service ratio (DSR) lebih dari 30%

hanya 2,17% jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,83% (Tabel 4.2). Penurunan DSR ini

memiliki dua arti, pertama terjadi perbaikan kualitas keuangan sektor rumah tangga secara umum namun di sisi lain

penurunan DSR menunjukan penurunan konsumsi masyarakat. Banyak motif yang bisa mendorong perubahan prilaku,

seperti penurunan daya beli masyarakat. Namun dilihar dari beberapa indikator yang sebelumnya di jelaskan, penurunan

DSR kali ini lebih cenderung akibat dari penurunan daya beli masyarakat.

27Institusi keuangan menilai DSR>30% memiliki risiko yang tinggi dan dapat menjadi penyebab peningkatan Non Performing Loan (NPL)

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 63

Di sisi lain, risiko terbatasnya likuiditas atau sumber dana di sektor rumah tangga mengalami peningkatan. Hal ini

tercermin dari jumlah rumah tangga yang memiliki porsi tabungan 0% meningkat dari 13,67% di triwulan III 2016 menjadi

19,67% di triwulan IV 2016 (Tabel 4.4). Hal ini semakin memperkuat dugaan terjadinya penurunan daya beli di sebagian

kelompok rumah tangga yang mengakibatkan penggunaan dana pada tabungan untuk memenuhi kebutuhan

konsumsinya. Bila dilihat per kelompok pendapatan, peningkatan ketidakmampuan menabung terjadi di seluruh

kelompok pendapatan, dengan peningkatan tertinggi terjadi di kelompok pendapatan >Rp5,0 juta (51,67%; qtq) di ikuti

kelompok pendapatan Rp2,1-3,0 juta (45,08%; qtq), Rp3,1-4,0 juta (41,36%; qtq), Rp1,0-2,0 juta (41,27%; qtq), dan Rp4,1-

5,0 juta (40,00%; qtq).

Tabel 4.4. Dana Rumah Tangga Untuk Menabung Berdasarkan Pendapatan di Triwulan IV 2016

Tabel 4.5. Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk Menabung Berdasarkan Pendapatan di Triwulan IV 2016

*) Perubahan Triwulan IV 2016 Terhadap Triwulan III 2016

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

4.1.1.3 Eksposur Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga

4.1.1.3.1. Dana Pihak Ketiga Perbankan dari Sektor Rumah Tangga

Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan masih didominasi oleh sektor rumah tangga. Hal ini terlihat dari pangsa DPK yang

berasal dari dana Perseorangan di triwulan IV 2016 mencapai 80,62%, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 78,91%

(Grafik 4.8). DPK Perseorangan di triwulan IV 2016 tercatat tumbuh 6,75% (yoy) tumbuh melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tumbuh 12,67% (yoy). Kondisi lebih buruk terjadi di DPK bukan perseorangan yang justru mengalami

konstraksi -1,75% (yoy) (Grafik 4.9). Perlambatan ini searah dengan perlambatan pertumbuhan DPK Sulsel secara

keseluruhan di triwulan IV 2016.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.8. Komposisi DPK Sulsel Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Perseorangan

Preferensi sektor rumah tangga dalam menempatkan dana di perbankan umumnya masih dalam bentuk tabungan. Hal

ini terlihat dari pangsa tabungan terhadap total DPK yang mencapai 63,35% lebih tinggi dibandingkan periode

sebelumnya 62,59%. Giro perseorangan juga tercatat mengalami peningkatan pangsa dari 3,23% di triuwulan III 2016

menjadi 3,69% di periode laporan. Di sisi lain, terjadi penurunan pangsa di Deposito perseorangan dari 34,18% di triwulan

III 2016 menjadi 30,96% di triwulan laporan. Data tersebut menggambarkan bahwa DPK Perbankan di sektor rumah

tangga di Sulsel umumnya didominasi oleh dana jangka pendek. Dengan struktur dana yang demikian, maka sebagian

besar kredit yang disalurkan perbankan juga lebih banyak berjangka pendek, berupa kredit konsumsi dan modal kerja.

Dari sisi pertumbuhan, semua jenis penempatan dana mengalami penurunan pertumbuhan. Tabungan dan Deposito

tercatat mengalami penurunan pertumbuhan dari masing-masing 11,21% (yoy) dan 22,16% (yoy) di triwulan III 2016

menjadi masing-masing 6,14% (yoy) dan 11,17% (yoy) di periode laporan. Di sisi lain, Giro masih mengalami kontraksi -

16,47% (yoy) di tiwulan IV 2016, namun dengan level yang lebih rendah.

4.99%

6.75%

-1.75%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

TOTAL Perseorangan Bukan Perseorangan

yoy

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan Sulsel Grafik 4.11. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan

Jumlah rekening DPK perseorangan meningkat. Peningkatan jumlah rekening di triwulan IV 2016 mencapai 1,62% (qtq)

(Tabel 4.6). Peningkatan jumlah rekening tersebut terjadi pada enam kategori simpanan dengan pertumbuhan terbesar

terjadi pada kelompok simpanan >Rp2 milyar – 5 milyar yang mencapai 14,36% (qtq). Kelompok simpanan lain yang

mengalami peningkatan adalah <Rp10 juta (1,04%; qtq), >Rp10 juta – Rp100 juta (5,57%; qtq), >Rp100 juta – Rp500 juta

(2,98%; qtq), >Rp500 juta – Rp1 milyar (6,94%; qtq), dan >Rp1 M - Rp2 M (4,95%; qtq). Di sisi lain, terdapat empat

kelompok simpanan yang mengalami penurunan jumlah rekening simpanan, dengan penurunan terbesar terjadi di

kategori simpanan >Rp20 M (-17,65%; qtq). Secara spasial, peningkatan jumlah rekening DPK terjadi hampir diseluruh

kabupaten/kota, kecuali Kab. Sinjai, Kab. Pangkep, dan Kab. Enrekang yang mengalami penurunan jumlah rekening.

Adapun penambahan peningkatan jumlah rekening simpanan terbesar terjadi di Kab. Toraja Utara sebesar 10,36% (qtq).

Tabel 4.6. Komposisi dan Pertumbuhan Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan di Sulsel

*) Δ% : Perubahan Triwulan IV 2016 Terhadap Triwulan III 2016

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Giro Tabungan Deposito

Pangsa

-16.47%

6.41%

11.17%

6.37%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

yoyyoy

Giro Tabungan Deposito Suku Bunga Deposito - sisi kanan

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 65

4.1.1.3.2. Kredit Perbankan kepada Sektor Rumah Tangga

Perseorangan masih mendominasi penyaluran kredit perbankan. Pada triwulan IV 2016 porsi kredit perseorangan

mencapai 73,87% dari total kredit yang disalurkan di Sulsel. Sebagian besar (56,31%) kredit perseorangan digunakan

untuk tujuan konsumsi, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan produktif baik modal kerja maupun investasi. Bila

dilihat lebih dalam, kredit konsumsi oleh perseorangan lebih banyak disalurkan dalam bentuk kredit multiguna yang

mencapai 42,59%. Sementara porsi kredit konsumsi perseorangan yang disalurkan dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah

(KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) masing-masing mencapai 29,30% dan 8,69%.

Porsi kredit perseorangan yang digunakan untuk keperluan produktif mencapai 43,69%. Besarnya porsi kredit produktif

tersebut menunjukkan bahwa debitur perseorangan penerima fasilitas kredit juga menjalankan kegiatan UMKM. Pada

triwulan IV 2016, jumlah kredit modal kerja yang diakses oleh UMKM mencapai 83,72%, sementara pangsa kredit

investasi yang di akses oleh UMKM mencapai 55,73% (Grafik 4.14). Tingginya rasio kredit perseorangan yang juga

menjalankan UMKM, menjadi salah satu indikasi masih tingginya pelaku usaha yang belum memisahkan antara aktivitas

keuangan usaha dengan aktivitas rumah tangganya. Hal ini menjadi salah satu sumber risiko yang patut diwaspadai pada

stabilitas keuangan di sektor rumah tangga.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.12. Komposisi Kredit Perseorangan Sulsel Grafik 4.13. Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulsel

Pertumbuhan kredit yang di akses oleh sektor rumah tangga sedikit melambat. Hal ini terindikasi dari kredit

peseorangan yang mengalami perlambatan dari 15,45% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 10,63% (yoy) di periode

laporan. Perlambatan ini disebabkan oleh penurunan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Multiguna. KPR tercatat

melambat dari 4,29% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 4,19% (yoy) di periode laporan, sementara Kredit Multiguna

pertumbuhannya melambat dari 20,96% (yoy) menjadi 19,91% (yoy). Namun, perlambatan kredit perseorangan tertahan

oleh membaiknya kinerja Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Meskipun masih tercatat kontraksi, pertumbuhan KKB

menunjukan perbaikan dari -15,22% (yoy) menjadi -6,17% (yoy) di periode laporan.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.14. Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan oleh UMKM

Grafik 4.15. Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulsel

Suku bunga kredit perseorangan relatif stabil dan mulai mengarah ke suku bunga yang rendah. Pada triwulan IV 2016,

suku bunga tertimbang kredit perseorangan di Sulsel tercatat sebesar 12,55% per tahun, lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat 12,72% per tahun. Penurunan ini diikuti oleh penurunan suku bunga rata-rata kredit

10.6%

14.6%

4.2%

-6.2%

19.9%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

yoy

Perseorangan Konsumsi KPR KKB Multiguna

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

konsumsi dari 13,46% per tahun di triwulan III 2016 menjadi 13,36% per tahun di akhir triwulan IV 2016. Penurunan suku

bunga kredit tersebut diharapkan akan terus berlanjut, sejalan dengan menurunnya suku bunga acuan. Dengan suku

bunga yang semakin menurun diharapkan akan memberikan dampak positif bagi kegiatan dunia usaha sehingga risiko

kredit ke depan juga diharapkan akan semakin menurun.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.16. NPL dan Suku Bunga Kredit Perseorangan di Sulsel

Risiko kredit rumah tangga masih berada pada tingkat yang aman. Hal ini tercermin dari rasio NPL kredit perseorangan

sebesar 2,07% lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 2,26%. Secara lebih rinci, risiko kredit konsumsi

perseorangan terlihat sangat rendah dengan rasio NPL sebesar 1,76%. Hal ini menggambarkan bahwa kredit kepada

sektor rumah tangga memiliki kinerja yang relatif baik.

Penyaluran kredit perseorangan masih terkonsentasi di Kota Makassar. Pangsa kredit perseorangan di Makassar di

triwulan IV 2016 mencapai 43,17%, diikuti oleh Kab. Gowa, Kab. Bone, dan Kab. Maros masing-masing dengan pangsa

5,81%, 4,18%, dan 3,78%. Penyaluran kredit perseorangan ini terdiri dari kredit perseorangan konsumtif dan non

konsumtif (produktif). Sebagian besar kredit perseorangan konsumtif terkonsentrasi di Makassar dengan pangsa 41,44%,

diikuti oleh Kab. Gowa, Kota Palopo, dan Kab. Bone masing-masing dengan pangsa 7,15%, 4,82%, dan 4,12%. Kredit

perseorangan konsumtif di sebagian besar kabupaten/kota didominasi oleh kredit multiguna, kecuali Kota Makassar dan

Kab. Gowa yang lebih didominasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hal ini menyebabkan secara keseluruhan kredit

perseorangan konsumtif di Sulsel didominasi oleh Kredit Multiguna. Untuk penyaluran kredit perseorangan produktif

(non konsumtif), juga terkonsentrasi di Kota Makassar dengan porsi 48,09%, diikuti Kab. Bone, Kab. Pinrang, dan Kab.

Sidrap masing-masing dengan pangsa 4,75%, 4,22%, dan 3,01%.

Tabel 4.7.Penyaluran Kredit Perseorangan Secara Spasial Posisi Triwulan IV 2016

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

0%

1%

2%

3%

4%

5%

10%

11%

12%

13%

14%

15%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Bunga K. RT Bunga K. Kons

NPL K. RT - sisi kanan NPL K. Kons - sisi kanan

Kredit

Perseorangan -

Produktif (Non

Konsumtif)

Baki Debet Pertumbuhan Baki Debet

(Rp Milyar) (yoy) KPR KKB Multiguna RT Lainnya Lain-Lain (Rp Milyar)Kota Makassar 34,991 1.49% 43.17% 8,299 2,109 6,366 679 1,466 16,072

Kab. Gowa 4,709 14.49% 5.81% 1,459 334 1,165 26 420 1,305

Kab. Bone 3,392 20.24% 4.18% 350 242 1,202 10 15 1,573

Kab. Maros 3,063 58.05% 3.78% 422 99 786 4 422 1,330

Kota Palopo 3,042 17.05% 3.75% 457 147 748 287 474 929

Kab. Wajo 2,993 12.01% 3.69% 392 104 613 7 675 1,202

Kab. Jeneponto 2,874 1.77% 3.55% 130 51 441 1 443 1,808

Kab. Pinrang 2,635 13.43% 3.25% 178 109 669 6 307 1,366

Kota Pare-Pare 2,557 15.44% 3.15% 375 172 783 10 196 1,021

Kab. Sidenreng Rappang 2,329 17.57% 2.87% 115 110 375 1 352 1,376

Kab. Bulukumba 2,184 15.01% 2.69% 189 58 967 3 73 894

Kab. Takalar 1,869 22.16% 2.31% 94 53 965 1 67 689

Kab. Luwu Utara 1,808 25.12% 2.23% 146 13 619 27 391 612

Kab. Luwu 1,626 14.19% 2.01% 165 88 409 16 351 597

Kab. Pangkajene Kepulauan 1,583 17.43% 1.95% 90 65 614 7 272 535

Kab. Tana Toraja 1,431 24.98% 1.77% 76 27 619 6 122 581

Kab. Sinjai 1,391 21.80% 1.72% 122 25 339 1 243 661

Kab. Soppeng (d/h Watansoppeng) 1,319 17.66% 1.63% 72 42 446 4 267 488

Kab. Barru 1,200 19.17% 1.48% 36 37 425 1 153 548

Kab. Enrekang 1,090 19.13% 1.34% 66 29 196 4 232 563

Kab. Bantaeng 1,068 25.65% 1.32% 84 20 291 1 283 389

Kab. Luwu Timur (d/h Luwu Selatan) 984 27.46% 1.21% 48 9 159 4 252 512

Kab. Toraja Utara 476 29.35% 0.59% 3 19 113 2 133 206

Kab. Selayar 442 29.62% 0.55% 4 5 129 1 161 142

PROVINSI SULAWESI SELATAN 81,056 15.45% 100.00% 13,372 3,967 19,439 1,109 7,770 35,399

Baki Debet (Rp Milyar)Pangsa

Kabupaten/Kota

Kredit Perseorangan - KonsumtifTotal Kredit Perseorangan

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 67

Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/KPA)

Penyaluran KPR/KPA perbankan di Sulsel tumbuh melambat. KPR pada triwulan IV 2016 tumbuh 4,19% (yoy) lebih

rendah dibandingkan periode sebelumnya 4,29% (yoy). Menurut jenisnya, perlambatan pertumbuhan KPR/KPA terjadi

pada KPR/KPA >21-70 m2 dan KP Ruko. Di triwulan IV 2016, kedua kelompok KPR/KPA tersebut masing-masing tumbuh

4,84% (yoy) dan 7,63% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat mencapai

7,08% (yoy) dan 10,06% (yoy). Perlambatan KPR/KPA Sulsel tertahan oleh membaiknya kinerja KPR tipe kecil (KPR/KPA s.d

21) dan KPR tipe besar (KPR/KPA >70 m2). KPR/KPA s.d 21 tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari 0,72% (yoy)

di triwulan III 2016 menjadi 9,72% (yoy) di triwulan laporan. Sementara meski masih tercatat kontraksi, KPR/KPA >70 m2

mencatatkan perbaikan dimana pertumbuhannya di triwulan IV 2016 mencapai -1,65% (yoy) lebih baik dibandingkan

triwulan sebelumnya yang mencapai -3,71% (yoy)

Risiko KPR/KPA sektor rumah tangga menurun. Hal ini tercermin dari NPL KPR/KPA secara umum yang megalami

penurunan dari 4,22% di triwulan III 2016 menjadi 3,86% di triwulan laporan. Bila dilihat rinci per kelompok KPR/KPA,

penurunan perbaikan kualitas kredit terjadi di seluruh kelompok. Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah masih

tingginya NPL di kelompok KP Ruko, dimana NPL KPR/KPA di kelompok ini melebihi batas normal (5%). NPL kredit

kepemilikan Ruko di triwulan IV 2016 mencapai 5,43%.

Tabel 4.8.Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulsel Tabel 4.9.Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulsel

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)

KKB yang disalurkan perbankan ke kelompok rumah tangga membaik, meskipun masih dalam fase kontraksi. Kontraksi

KKB di triwulan IV 2016 tercatat -6,17% (yoy), membaik dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya sebesar -15,22%

(yoy). Di sisi lain, kredit perseorangan melalui perantara keuangan (leasing) kembali mengalami pertumbuhan yang

signifikan hingga 7 kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun 2015. Terkontraksinya KKB tidak lepas dari

kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia terkait aturan LTV kendaraan bermotor di semester II 2016. Kebijakan ini

dilekuarkan Bank Indonesia untuk mengendalikan laju pertumbuhan kredit kendaran bermotor yang tumbuh signifikan

dalam beberapa tahun terakhir. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan laju pertumbuhan KKB dapat diimbangi dengan

kualitas kredit yang terjaga.

Dilihat dari jenis kendaraan yang dibeli, kontraksi pertumbuhan KKB terjadi di seluruh jenis KKB. KKB mobil roda empat

yang memiliki pangsa 82,48% tercatat mengalami kontraksi -4,13% (yoy) di triwulan IV 2016, lebih rendah dibandingkan

kontraksi pada triwulan sebelumnya -17,95% (yoy). KKB truk, KKB sepeda motor, dan KKB kendaraan lainnya juga tercatat

mengelami kontraksi masing-masing sebesar -5,41% (yoy), -19,06% (yoy) dan -8,61% (yoy) di triwulan IV 2016.

Secara agregat, perbaikan kinerja KKB tidak diimbangi dengan perbaikan kualitas. Hal ini terlihat dari peningkatan NPL

secara keseluruhan KKB dari 1,58% di triwulan III 2016 menjadi 1,71% di periode laporan. Penurunan kualitas kredit ini di

disebabkan oleh peningkatan NPL KKB Mobil Roda 4 dan KKB Truk. Kedua kelompok KKB ini mengalami peningkatan NPL

dari masing-masing 1,49% dan 3,28% di triwulan III 2016 menjadi 1,58% dan 5,06% di triwulan laporan.

Kredit Multiguna

Kredit multiguna memiliki pangsa terbesar terhadap seluruh kredit konsumsi perseorangan. Rasio kredit multiguna

terhadap total kredit konsumsi di triwulan IV 2016 mencapai 42,59% atau 23,98% dari total kredit Sulsel. Besarnya

penggunaan kredit konsumsi perseorangan untuk keperluan multiguna menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan

rumah tangga di luar kebutuhan untuk perumahan, kendaraan maupun peralatan rumah tangga masih cukup besar. Pada

triwulan IV 2016, kredit multiguna tumbuh 19,91% (yoy) sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya 20,96%

(yoy). Salah satu daya tarik kredit multiguna adalah proses pengajuan kredit yang relatif mudah. Selain itu, pemanfaatan

penggunaan kredit multiguna yang fleksibel seperti renovasi rumah, biaya pernikahan, biaya pengobatan, pembelian

barang elektronik, maupun sebagai modal usaha, menyebabkan tingginya minat rumah tangga untuk menggunakan

produk pembiayaan ini.

Tabel 4.10.Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan IV 2016

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Kredit perseorangan multiguna didominasi oleh kelompok kredit dengan nominal plafond >Rp100 juta – 500 juta

dengan jangka waktu >60 bulan. Secara nominal, kelompok tersebut memiliki pangsa 64,49% dari total kredit multiguna

perseorangan di triwulan IV 2016. Berdasarkan jumlah rekening, kelompok ini juga memiliki pangsa terbesar yaitu 36,73%

terhadap seluruh rekening kredit multiguna perseorangan. Dari sisi risiko, secara keseluruhan kredit multiguna

perseorangan masih dalam kondisi aman. Hal ini tercermin dari tingkat NPL yang masih sangat rendah yaitu 0,78%.

Namun bila dilihat lebih dalam, penyaluran kredit multiguna <Rp10 juta khususnya yang berjangka waktu >36 bulan perlu

mendapat perhatian khusus, mengingat NPL pada kelompok tersebut berada pada level yang tinggi (>5%) (Tabel 4.11).

Tabel 4.11. NPL Kredit Multiguna Posisi Triwulan IV 2016

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

4.1.2 Asesmen Sektor Korporasi

4.1.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Korporasi

Peningkatan pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2016 tidak mencerminkan kinerja korporasi. Ekonomi Sulsel di

triwulan IV 2016 tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari 6,78% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 7,60% (yoy).

Namun, secara sektoral pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan IV 2016 sebagian besar di dorong oleh sektor pertanian.

Sektor korporasi yang lebih banyak masuk dalam sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, dan sektor perdagangan

justru mengalami tekanan yang cukup kuat di triwulan laporan. Faktor cuaca, dimana berakhirnya fenomina La Nina yang

sangat berpengaruh pada kinerja pertanian dan perikanan.

Empat dari lima sektor utama, yang merupakan bidang usaha korporasi di Sulsel, tumbuh melambat di triwulan IV

2016. Dari lima sektor utama penopang perekonomian Sulsel, tercatat hanya sektor pertanian yang mengalami

peningkatan pertumbuhan. Empat sektor lainnya, yaitu sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor

konstruksi, dan sektor perdagangan tercatat tumbuh melambat, bahkan sektor pertambangan tercatat tumbuh negatif I

periode laporan. Hal tersebut mengindikasikan sektor korporasi masih cukup rentan meskipun secara keseluruhan

ekonomi Sulsel di triwulan IV 2016.

Sumber kerentanan lainnya adalah, masih bergantungnya kinerja ekspor pada komoditas hasil pengolahan nikel.

Ekspor nikel tercatat menyumbang 53,07% dari total ekspor Sulsel di triwulan IV 2016. Ekpor nikel sendiri tercatat dalam

trend meningkat, tumbuh 1,07% (yoy) setelah tiga triwulan sebelumnya selalu mengalami pertumbuhan negatif. Hal ini

tidak lepas dari membaiknya harga nikel di triwulan laporan. Rata-rata harga nikel di triwulan IV 2016 tercatat sebesar

USD10.786 per metric ton tumbuh 14,48% (yoy). Pertumbuhan positif harga nikel ini merupakan yang pertama sejak

terakhir terjadi di triwulan IV 2014. Membaiknya kinerja industri nikel ini menjadi salah satu penahan perlambatan kinerja

sektor industri pengolahan di periode pelaporan hingga tidak turun lebih dalam.

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 69

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank dan Bea Cukai, diolah

Grafik 4.17. Komposisi Ekspor Sulsel Triwulan IV 2016 Grafik 4.18. Perkembangan Ekspor dan Harga Nikel Internasional

Meskipun menunjukan peningkatan, permintaan dan harga nikel saat ini masih tergolong rendah, sehingga masih

menjadi sumber risiko pada korporasi pengolahan nikel dan korporasi penunjang lainnya. Melemahnya permintaan dan

harga nikel di pasar internasional akan mempengaruhi kinerja korporasi pengolahan nikel di Sulsel. Mengingat korporasi

nikel di Sulsel merupakan industri dalam skala yang besar, keberlangsungan korporasi nikel ini akan sangat

mempengaruhi korporasi-korporasi pendukung lainnya, diantaranya penyedia jasa pengangkutan hasil pengolahan. Selain

itu, juga berpengaruh terhadap kondisi ketenagakerjaan dan penurunan tingkat penghasilan pekerja di korporasi yang

berkaitan langsung maupun tidak langsung. Selain itu, pelemahan nikel dunia dan harga nikel yang masih rendah ini akan

memberikan efek yang negatif pada perkembangan pembangunan industri smelter nikel baru di kawasan industri

Bantaeng. Jika ini terjadi, maka peluang peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel dari sektor industri pengolahan akan

semakin mengecil.

4.1.2.2 Kinerja Sektor Korporasi

Omset Penjualan

Dari hasil liaison28

kepada pelaku usaha korporasi di Sulsel pada triwulan IV 2016, yang mengalami penurunan omset

penjualan domestik adalah korporasi yang bergerak di sektor Industri Pengolahan. Rata-rata skala likert pada sektor

Industri pengolahan berada pada posisi -0,14. Angka tersebut menunjukkan bahwa penurunan yang terjadi berada pada

rata-rata normalnya. Bila dilihat lebih rinci, dua dari tujuh korporasi industri pengolahan yang memiliki pasar domestik

mengaku mengalami penurunan omset penjualan akibat penurunan permintaan dan faktor persaingan pasar. Di sisi lain,

satu korporasi di bidang pembuatan pakan ternak mengaku mengalami peningkatan omset penjualan akibat peningkatan

industri peternakan ayam di Sulawesi Selatan. Sementara itu, lima korporasi lain yang memiliki pasar domestik mengaku

tidak mengalami perubahan omset penjulan.

Selain korporasi dengan pasar domestik, penurunan omset juga terjadi pada korporasi dengan orientasi ekspor. Dari 4

korporasi yang dilakukan liaison di triwulan IV 2016, 3 diantaranya menyebutkan terjadi penurunan omset penjualan

ekspor di periode laporan. Sebagaian besar eksportir mengaku penurunan omset ekspor ini disebabkan menurunnya

permintaan dari mitra dagang. Selain itu, kesulitan dalam pemenuhan bahan baku juga menjadi salah satu isu yang

mengemuka di triwulan IV 2016.

28 Liaison adalah salah satu kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia melalui kunjungan dan wawancara langsung kepada korporasi untuk mendapatkan

data dan informasi terkini terkait dengan perkembangan kondisi usaha korporasi

14.48%

1.17%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Harga Nikel gHarga Nikel - Skala Kanan gEkspor Nikel

USD/Metric Ton YOY

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Liaison KPw BI Sulsel, diolah

Grafik 4.19. Kinerja Korporasi di Sulsel Berdasarkan Liaison Triwulan IV 2016

Biaya

Pada triwulan IV 2016, hampir semua korporasi menyatakan mengalami peningkatan biaya produksi. Para pelaku usaha

mengaku bahwa terjadi peningkatan biaya produksi baik biaya bahan baku, biaya energi, maupun upah. Pada komponen

biaya bahan baku, kenaikan biaya terjadi di sektor pertanian, perdagangan, industri pengolahan, konstruksi dan

pengangkutan. Peningkatan biaya bahan baku terjadi di sektor pertanian dengan rata-rata skala likert 1. Pada biaya

energi, peningkatan biaya terjadi di sektor pertanian industri pengolahan. Sementara pelaku usaha di sektor

perdagangan, konstruksi, dan pengangkutan mengaku tidak terjadi peningkatan biaya energi. Dari sisi tingkat upah,

semua pelaku usaha yang menjadi kontak liaison di triwulan IV 2016 mengaku terjadi peningkatan tingkat upah di periode

laporan.

Marjin Keuntungan

Korporasi di sektor pertanian, industri pengolahan, dan pengangkutan mengalami penurunan margin di triwulan IV

2016. Berdasarkan hasil liaison, margin keuntungan korporasi di sektor pertanian dan pengangkutan turun dengan rata-

rata skala likert -1. Sementara itu, margin keuntungan di sektor industri pengolahan turun dengan rata-rata skala likert -

0,29. Penurunan marjin keuntungan tidak lepas dari penurunan kinerja 4 sektor utama di triwulan IV 2016.

Kondisi Likuiditas Keuangan

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia memperlihatkan kondisi keuangan korporasi

yang baik, meskipun tidak sebaik triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2016, hasil survei menunjukkan 54,40%

responden korporasi memiliki keadaan likuiditas yang baik, menurun dibandingkan periode sebelumnya 55,20%.

Sementara itu, rasio responden korporasi yang menyatakan kondisi likuiditasnya cukup baik adalah 43,20% menurun dari

triwulan sebelumnya sebesar 43,2%. Yang perlu diwaspadai adalah peningkatan korporasi dengan kondisi likuiditas buruk

dari 0,08% di triwulan III 2016 menjadi 2,40% di triwulan laporan. Korporasi dengan kondisi likuiditas yang buruk terdapat

pada sektor hotel restoran, sektor perdagangan, dan sektor pertanian.

Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah

Grafik 4.20. Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di

Sulsel Grafik 4.21. Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Menurut Sektor

Ekonomi di Triwulan IV 2016

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 71

Beban Angsuran Hutang Korporasi

Dilihat dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sulsel secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga.

Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU triwulan IV 2016 yang menunjukkan hanya 7,04% dari seluruh responden korporasi

yang menyatakan beban angsuran utang akan semakin berat ke depannya. Persepsi tersebut berasal dari beberapa

korporasi di sektor pertanian, pertambangan, perdagangan, hotel restoran dan pengangkutan yang berasumsi akan

terjadi penurunan permintaan pada 6 bulan yang akan datang. Sementara itu, terdapat 5,65% dari seluruh responden

korporasi yang menyatakan beban angsuran utang ke depan akan semakin ringan. Hal demikian menggambarkan bahwa

secara umum potensi risiko gagal bayar yang kemungkinan dihadapi korporasi di Sulsel relatif rendah.

Tabel 4.12. Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatangdi Triwulan IV 2016

Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah

4.1.2.3 Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi.

Untuk menjaga stabilitas keuangan, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi tetap perlu diwaspadai meskipun

eksposur kredit korporasi saat ini baru sebesar 19,62% dari total kredit di Sulsel. Hal ini karena kondisi keuangan sektor

rumah tangga juga tergantung oleh kinerja sektor korporasi, terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja.

Kredit perbankan pada sektor korporasi di triwulan IV 2016 mencapai Rp25,18 triliun dengan pertumbuhan 5,54% (yoy),

lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang tercatat 8,89% (yoy). Perlambatan pertumbuhan

kredit korporasi terjadi di seluruh segmen kredit, baik modal kerja, investasi, maupun konsumsi. Kredit modal kerja dan

investasi korporasi tercatat sedikit melambat dari masing-masing 6,93% (yoy) dan 13,73% (yoy) di triwulan III 2016

menjadi masing-masing 2,43% (yoy) dan 13,69% (yoy). Sementara itu kredit konsumsi korporasi mengalami pertumbuhan

negatif sebesar -52,39% (yoy).

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.22. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.23. Pertumbuhan Kredit Korporasi Menurut Sektor Ekonomi

Kredit Modal Kerja Korporasi

Kredit modal kerja korporasi pada triwulan IV 2016 mencapai Rp17,37 triliun. Hal ini berarti berkurang Rp92 milyar

dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp17,46 triliun. Kredit modal kerja korporasi di topang oleh tiga

sektor utama, yaitu perdagangan (pangsa: 49,78%), konstruksi (pangsa: 27,71%), dan jasa dunia usaha (pangsa: 9,21%).

Kredit modal kerja korporasi di triwulan laporan tumbuh 0,67% (yoy) lebih lambat dari triwulan sebelumnya 6,93% (yoy).

Perlambatan disebabkan oleh menurunnya kinerja kredit di beberapa sektor pertambangan, industri pengolahan,

konstruksi, perdagangan, jasa dunia usaha, dan jasa sosial masyarakat. Perlambatan pertumbuhan ini tertahan oleh

membaiknya kinerja kredit modal kerja di sektor pertanian, sektor LGA, sektor pengangkutan, dan lain-lain.

2.4%

13.7%

5.4%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

yoy

Modal Kerja Korporasi Investasi Korporasi

Kredit Korporasi

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Secara agregat kualitas kredit modal kerja korporasi dalam kondisi aman. Hal ini terlihat dari tingkat NPL sebesar 3,38%

lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 4,95%. Peningkatan kualitas kredit modal kerja ini di

dorong oleh perbaikan kualitas kredit modal kerja hampir di semua sektor kecuali sektor perdagangan, sektor jasa sosial

masyarakat, dan sektor pertambangan.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.24. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Utama Grafik 4.25. Perkembangan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor

Utama

Kredit Investasi Korporasi

Kredit investasi korporasi pada triwulan IV 2016 mencapai Rp7,76 triliun. Hal ini berarti meningkat Rp276 milyar

dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp7,49 triliun. Kredit investasi korporasi ditopang oleh tiga

sektor utama, yaitu sektor Perdagangan, sektor Jasa Dunia Usaha, dan sektor Konstruksi, yang masing-masing memiliki

pangsa 45,10%, 12,92%, dan 12,09%. Secara pertumbuhan, kredit investasi korporasi di triwulan IV 2016 tumbuh 14,77%

(yoy), yang didorong oleh pertumbuhan dua sektor utama yaitu sektor Perdagangan dan Jasa Dunia Usaha yang masing-

masing tumbuh 30,99% (yoy) dan 63,16% (yoy).

Secara agregat kualitas kredit investasi korporasi membaik. Hal ini terlihat dari penurunan NPL dari 8,98% di triwulan III

2016 menjadi 5,17% di triwulan IV 2016. Penurunan NPL disebabkan oleh menurunnya NPL di sektor perdagangan, sektor

Jasa Dunia Usaha, sektor pengangkutan, sektor industri pengolahan, sektor LGA, dan lain-lain.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.26. Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama Grafik 4.27. Perkembangan NPL Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama

4.1.3 Asesmen Sektor Institusi Keuangan (Perbankan)29 4.1.3.1 Perkembangan Kelembagaan

Jumlah bank umum di Sulsel tidak berubah dan didominasi bank konvensional. Jumlah bank umum pada triwulan IV

2016 tercatat sebanyak 51 bank, sementara jumlah BPR masih tetap sebanyak 29 bank. Adapun jumlah kantor bank

sebanyak 954, dimana terdapat pembukaan 4 kantor bank dan penutupan 14 kantor bank selama triwulan IV 2016.

Tabel 4.13. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR

29Data perbankan lokasi bank

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 73

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) KR 6

4.1.3.2 Aset Perbankan

Total aset bank umum tumbuh melambat. Aset perbankan tercatat sebesar Rp125,96 triliun, tumbuh 7,13% (yoy) lebih

rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 8,92% (yoy) (Tabel 4.14). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh

perlambatan pertumbuhan aset di kelompok bank pemerintah dari 13,36% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 11,08% (yoy)

di triwulan IV 2016. Perlambatan pertumbuhan aset juga terjadi pada bank swasta nasional dari 2,68% (yoy) di triwulan III

2016 menjadi 1,65% (yoy) di triwulan IV 2016. Sementara di sisi lain, total aset bank asing dan bank campuran kembali

mengalami kontraksi -43,09% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -26,05% (yoy).

Tabel 4.14. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

4.1.3.3 Intermediasi Perbankan

Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum tumbuh melambat. Dana yang dihimpun mencapai Rp82,40 triliun atau tumbuh

5,01% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 13,24% (yoy). Perlambatan terjadi di

komponen Tabungan dan Deposito yang masing-masing tumbuh dari 11,49% (yoy) dan 26,48% (yoy) di triwulan III 2016,

menjadi 6,57% (yoy) dan 16,99% (yoy) di triwulan IV 2016. Sementara itu, Giro kembali mengalami kontraksi -21,09%

(yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -5,37% (yoy).

Tabel 4.15. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

Kredit yang disalurkan perbankan mengalami perlambatan pertumbuhan. Kredit tercatat tumbuh 9,38% (yoy) menjadi

Rp103,89 triliun, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 14,31% (yoy). Secara penggunaan,

perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di kelompok modal kerja dan investasi.

Kelompok kredit modal kerja tumbuh 8,77% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat

13,70% (yoy). Sementara itu, kredit investasi mengalami kontraksi -1,55% (yoy), dimana pada triwulan III 2016 tumbuh

15,61% (yoy). Di sisi lain, kredit konsumsi tercatat mengalami percepatan pertumbuhan dari 14,27% (yoy) di triwulan III

2016 menjadi 15,92% (yoy) di triwulan IV 2016. Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit terutama disebabkan

oleh perlambatan penyaluran kredit di sektor Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan yang masing-masing tumbuh

1,27% (yoy) dan 3,60% (yoy) di triwulan IV 2016.

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Bank Umum (Konv. + Syariah) 42 44 45 46 46 47 47 48 48 50 50 50 50 52 52 51

Konvensional 36 38 39 40 40 41 41 41 41 43 43 43 43 44 44 43

UUS 5 5 5 5 5 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8

Syariah 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 8 8 8

Jumlah Kantor* 940 950 959 971 974 979 967 972 976 978 980 983 977 964 964 954

BPR 28 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29

2015 2016*RINCIAN

2013 2014

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Total Aset 15.44 11.00 13.59 16.01 15.14 13.30 8.92 7.13 104,944 108,309 113,101 117,572 120,832 122,710 123,190 125,955

Bank Pemerintah 16.46 10.70 15.34 21.85 21.85 18.48 13.36 11.08 61,182 63,739 67,472 70,874 74,549 75,515 76,489 78,727

Bank Swasta Nasional 14.41 11.73 11.65 8.71 6.20 6.17 2.68 1.65 43,112 44,012 45,104 46,161 45,786 46,729 46,312 46,922

Bank Asing dan Bank Campuran (9.54) (7.19) (21.91) (25.86) (23.57) (16.71) (26.05) (43.09) 649 558 525 536 496 465 388 305

2015 2016

Nominal (Rp Miliar)

Aset Menurut Kelompok Bank 2015

Pertumbuhan (%, yoy)

2016

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Total Aset

DPK 14.20 12.16 12.58 18.69 17.95 19.21 13.24 5.01 66,419 68,867 72,433 78,467 78,342 82,097 82,025 82,396

a. Giro 27.09 21.48 28.66 64.69 26.98 3.24 (5.37) (21.09) 10,154 11,820 12,471 13,165 12,894 12,203 11,802 10,388

b. Tabungan 5.24 5.16 7.65 12.81 16.08 22.16 11.49 6.57 34,147 34,881 37,491 42,221 39,637 42,611 41,800 44,994

c. Deposito 24.78 19.79 13.39 11.61 21.44 23.09 26.48 16.99 22,118 22,166 22,472 23,091 26,859 27,283 28,423 27,014

Kredit 12.43 10.37 11.74 13.67 12.90 16.05 14.31 9.38 85,303 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774 103,890

a. Modal Kerja 20.25 19.15 16.85 16.82 14.44 14.13 13.70 8.77 32,776 34,627 34,876 36,730 37,510 39,518 39,653 39,952

b. Investasi 12.57 6.68 13.07 26.47 21.59 26.04 15.61 (1.55) 16,482 16,500 17,476 20,538 20,041 20,796 20,204 20,221

c. Konsumsi 6.10 4.68 6.82 5.12 7.53 13.36 14.27 15.92 36,045 36,436 37,558 37,713 38,759 41,303 42,917 43,718

LDR (%) 128.43 127.15 124.13 121.05 122.94 123.78 125.30 126.09

NPLs Gross (%) 3.36 3.16 3.85 3.19 3.36 3.05 3.00 2.29

2016

Nominal (Rp Miliar)

2016

Pertumbuhan (%, yoy)

2015Komponen 2015

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Fungsi intermediasi perbankan berjalan baik. Hal ini tercermin dari rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit

Ratio/LDR) sebesar 126,09%, dengan risiko kredit yang semakin membaik sebagaimana tercermin dari rasio Non

Performing Loan (NPL) yang semakin menurun menjadi 2,29% pada triwulan IV 2016 dari triwulan sebelumnya 3%. Bila

dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu dimana LDR tercatat 121,05% dan NPL tercatat 3,19%, maka fungsi

intermediasi perbankan di Sulsel terlihat berjalan dengan baik.

Tabel 4.16. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

4.1.3.4 Bank Syariah

Aset perbankan syariah mengalami kontraksi. Aset perbankan syariah pada triwulan IV 2016 tercatat Rp6,72 triliun,

mengalami kontraksi -3,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 yang tumbuh 2,21%. Kontraksi disebabkan

oleh menurunnya kinerja Bank Pemerintah dan Bank Swasta Nasional. Aset Bank Pemerintah tercatat mengalami

kontraksi -17,83% (yoy) di triwulan IV 2016, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8% (yoy).

Sementara aset Bank Swasta Nasional tumbuh melambat dari 0,85% (yoy) menjadi 0,58% (yoy) di triwulan IV 2016.

DPK perbankan syariah tumbuh melambat. DPK pada triwulan IV 2016 tumbuh 3,10% (yoy), lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan triwulan sebelumnya 13,51% (yoy). Perlambatan DPK syariah disebabkan oleh perlambatan kinerja

penghimpunan Deposito yang tercatat tumbuh 6,51% (yoy) di triwulan IV 2016, lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya 16,66% (yoy). Sementara itu, penghimpunan Giro mengalami kontraksi -38,89% (yoy), setelah pada triwulan

sebelumnya tumbuh 1,62% (yoy). Namun kinerja penghimpunan tabungan sedikit meningkat dari 14% (yoy) di triwulan III

2016 menjadi 14,46% (yoy) di triwulan IV 2016.

Pembiayaan perbankan syariah mengalami percepatan. Total pembiayaan syariah di triwulan IV 2016 tercatat sebesar

Rp5,85 triliun atau tumbuh 2,94% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami

kontraksi -2,94% (yoy). Dengan pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK,

mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami peningkatan. Di triwulan IV 2016, FDR tercatat 147,30% lebih

tinggi dari triwulan sebelumnya 146,38%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat semakin membaik yang tercermin

dari penurunan rasio non performing financing (NPF) dari 3,78% di triwulan III 2016 menjadi 2,66% pada triwulan IV 2016.

Tabel 4.17. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Kredit 12.43 10.37 11.74 13.67 12.90 16.05 14.31 9.38 85,303 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774 103,890

Pertanian 16.01 19.25 60.46 63.36 64.50 64.06 30.18 33.27 1,630 1,788 2,303 2,461 2,681 2,933 2,998 3,280

Pertambangan 13.16 (30.41) (28.74) (19.45) 0.61 2.32 (2.83) (18.04) 427 390 383 410 430 399 372 336

Industri Pengolahan 28.49 21.37 23.85 57.71 43.77 56.44 52.79 1.27 5,035 5,109 5,304 7,487 7,239 7,993 8,104 7,582

Listrik, Gas, Air 75.06 68.62 71.61 8.24 (19.81) (32.92) (33.09) (34.45) 382 413 398 379 306 277 267 248

Konstruksi 55.97 33.70 29.82 25.78 15.53 21.94 16.39 21.97 4,746 4,902 5,417 5,491 5,483 5,977 6,305 6,698

Perdagangan 14.73 13.35 14.08 16.25 14.47 14.71 10.41 3.60 27,920 29,003 29,373 31,424 31,959 33,268 32,431 32,555

Pengangkutan (6.00) (8.71) (9.45) (1.38) 1.52 1.68 2.18 (5.55) 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824 2,738 2,730 2,627

Jasa Dunia Usaha (0.37) 12.20 12.40 15.25 10.29 1.21 5.22 1.35 3,733 4,037 4,024 4,221 4,117 4,085 4,234 4,278

Jasa Sosial Masyarakat 35.29 36.25 12.91 8.96 (0.43) (3.52) 0.17 (1.22) 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462 2,587 2,392 2,518

Lain-lain 6.26 4.26 6.33 4.28 7.29 13.17 14.06 15.86 36,173 36,547 37,648 37,777 38,809 41,359 42,941 43,767

Komponen 2015

Nominal (Rp Miliar)Pertumbuhan (%, yoy)

2016 2015 2016

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Aset 7.42 10.84 15.49 18.10 16.96 8.13 2.21 (3.69) 6,000 6,184 6,489 6,975 7,018 6,687 6,633 6,718

Bank Pemerintah 4.65 7.70 11.90 41.36 50.55 18.32 8.00 (17.83) 1,101 1,132 1,235 1,624 1,657 1,339 1,333 1,334

Bank Swasta Nasional 8.06 11.57 16.37 12.50 9.42 5.85 0.85 0.58 4,899 5,052 5,255 5,352 5,360 5,348 5,300 5,383

DPK 16.22 17.59 18.55 28.83 10.33 10.45 13.51 3.10 3,187 3,287 3,411 3,853 3,517 3,630 3,872 3,972

a. Giro 147.17 111.60 22.23 57.57 (38.04) (29.65) 1.62 (38.89) 547 554 423 598 339 390 429 366

b. Tabungan 18.01 24.53 23.74 19.34 18.36 14.20 14.00 14.46 1,488 1,570 1,654 1,765 1,761 1,793 1,886 2,020

c. Deposito (8.54) (8.63) 11.68 31.58 22.90 24.49 16.66 6.51 1,153 1,162 1,335 1,490 1,417 1,447 1,557 1,587

Pembiayaan 17.63 14.65 16.73 10.56 11.05 2.90 (1.42) 2.94 5,239 5,582 5,750 5,684 5,817 5,744 5,668 5,851

FDR (%) 164.36 169.84 168.54 147.53 165.43 158.23 146.38 147.30

NPF Gross (%) 3.80 2.81 4.17 3.97 4.39 3.87 3.78 2.66

Nominal (Rp Miliar)

2015Komponen 2015

Pertumbuhan (%, yoy)

2016 2016

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 75

4.1.3.5 Bank Perkreditan Rakyat

Aset BPR (termasuk BPR Syariah) tumbuh meningkat. Aset BPR di triwulan IV 2016 tumbuh 33,79% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya 24,82% (yoy). DPK tumbuh 32,71% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya 17,93% (yoy), sementara kredit tercatat tumbuh 40,53% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

29,60% (yoy). Dengan peningkatan pertumbuhan DPK lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit, loan to deposit ratio

(LDR) tercatat menurun. Pada triwulan IV 2016 LDR BPR tercatat 140,08%, lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya 142,58%.

Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.28. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.29. Perkembangan Intermediasi BPR

4.1.3.6 Perbankan per Kabupaten/Kota

Perbankan di Kota Makassar memiliki aset paling besar. Dengan kepemilikan aset mencapai Rp87,14 triliun atau 69,18%

dari total aset perbankan di Sulsel, maka perbankan di Kota Makassar tetap menjadi pendorong utama perekonomian di

Sulsel. Sementara itu pangsa aset perbankan di 23 Kab/Kota lainnya tergolong masih relatif kecil, rata-rata kurang dari 5%

dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan tertinggi di 5 daerah secara berturut-turut adalah

sebagai berikut Kabupaten Luwu (33,42%; yoy), Bantaeng (30,46%; yoy), Maros (28,80%; yoy), Jeneponto (28,70%; yoy),

dan Luwu Utara (26,62%; yoy). Sementara itu, pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar tercatat 3,68% (yoy), paling

rendah diantara Kab/Kota lain di Sulsel.

Tabel 4.18. Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

Kabupaten Luwu merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan IV 2016. Kredit di Kab. Luwu

tumbuh 36,86% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 43,54% (yoy). Namun, bila dilihat

dari sisi pangsa kredit, kredit terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp68,37 triliun atau

65,81% dari total kredit di Sulsel. Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih berada di Kota

1,936

33.79

(10)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRp Miliar Aset

gAset - Skala Kanan

139.38

0

50

100

150

200

250

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

%Rp Miliar

DPK Kredit LDR - Skala Kanan

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Makassar 16.86 10.79 13.06 18.15 16.84 11.65 7.91 3.68 73,849 75,845 78,467 84,043 86,283 84,682 84,672 87,140

Pinrang 1.90 (4.20) 4.51 7.93 12.66 25.52 11.20 17.79 1,404 1,350 1,509 1,402 1,582 1,694 1,678 1,651

Gowa 9.23 9.07 19.06 24.16 29.12 21.47 14.81 14.35 1,457 1,603 1,736 1,703 1,881 1,947 1,993 1,947

Wajo 2.80 1.74 9.95 13.46 4.67 8.84 2.70 3.95 1,925 1,992 2,215 2,171 2,015 2,168 2,275 2,257

Bone 9.21 8.62 8.90 (8.23) (2.22) (0.45) (5.15) 10.27 2,573 2,693 2,810 2,518 2,516 2,680 2,665 2,776

Tana Toraja 8.81 9.58 10.70 19.07 24.42 22.48 17.53 7.72 1,138 1,218 1,328 1,405 1,416 1,492 1,561 1,514

Maros 21.10 16.87 17.89 22.05 14.38 30.62 31.37 28.80 1,226 1,213 1,268 1,343 1,402 1,585 1,666 1,730

Luwu 14.40 33.72 58.62 21.03 31.02 29.83 0.39 33.42 279 343 393 292 365 446 395 390

Sinjai 29.64 23.39 32.89 28.26 19.56 22.16 14.21 22.23 1,121 1,149 1,265 1,181 1,340 1,404 1,445 1,444

Bulukumba 5.26 7.01 8.30 9.12 11.97 20.50 17.95 9.34 1,495 1,590 1,648 1,762 1,674 1,916 1,944 1,927

Bantaeng 11.68 9.38 14.38 19.25 19.94 40.12 34.81 30.46 580 607 647 675 696 850 872 881

Jeneponto 11.26 13.04 15.14 18.28 22.39 37.58 35.13 28.70 879 920 962 1,021 1,075 1,265 1,300 1,314

Selayar 13.55 5.55 9.41 12.05 6.85 5.19 0.37 5.22 541 552 580 549 578 581 582 577

Takalar 12.26 13.83 19.12 16.58 12.03 22.52 18.76 22.18 1,160 1,231 1,338 1,310 1,299 1,508 1,589 1,601

Barru 14.14 16.22 26.14 20.31 27.52 26.73 10.22 21.45 721 741 876 850 919 939 966 1,032

Sidrap 20.78 19.55 23.43 5.78 6.55 13.74 5.03 17.67 1,199 1,243 1,400 1,276 1,277 1,414 1,471 1,501

Pangkep 9.40 7.70 7.64 9.29 17.91 18.65 12.82 16.03 1,111 1,062 1,144 1,106 1,310 1,260 1,290 1,283

Soppeng 27.41 30.95 30.80 26.53 18.94 16.92 10.99 11.51 945 1,064 1,189 1,142 1,124 1,244 1,320 1,273

Enrekkang 16.82 12.77 29.14 15.07 18.25 22.75 2.51 11.45 887 965 1,112 1,008 1,049 1,184 1,140 1,124

Luwu Timur 16.09 26.09 1.42 (5.18) (17.62) (10.44) (2.93) 17.66 896 986 890 721 738 883 864 849

Luwu Utara 16.69 23.86 26.06 27.77 31.08 36.44 30.02 26.62 1,284 1,425 1,513 1,628 1,683 1,944 1,967 2,062

Parepare 10.02 10.81 13.79 7.36 7.22 13.80 8.26 14.25 4,697 4,938 5,114 4,949 5,036 5,620 5,537 5,654

Palopo 15.91 9.01 9.21 2.14 (0.17) 11.88 8.18 14.57 3,580 3,581 3,697 3,516 3,574 4,006 3,999 4,029

20152016 2016

Nominal (Rp Miliar)

Aset Per Kabupaten/Kota 2015

Pertumbuhan (%, yoy)

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Makassar. Di triwulan IV 2016 ini kredit di Makassar tumbuh 3,69% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan

triwulan sebelumnya 10,83% (yoy).

Tabel 4.19. Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

Kabupaten Luwu Timur merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan IV 2016. DPK di Kab. Luwu

Timur tumbuh 27,09% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi -17,56% (yoy).

Namun, bila dilihat dari sisi pangsa, DPK terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp55,09

triliun atau 66,86% dari total DPK di Sulsel. Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih terpusat di

Makassar. Di triwulan IV 2016 ini DPK di Makassar tumbuh 4,01% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan

sebelumnya 16,96% (yoy). Sementara itu, pangsa DPK di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya

terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki pangsa DPK di atas 3%, yaitu Parepare (3,82%) dan Palopo (3,46%). Melihat

potensi perekonomian yang dimiliki beberapa Kabupaten di Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan

upaya penghimpunan DPK di luar Kota Makassar, melalui inovasi produk yang semakin menarik atau pengembangan

branchless banking.

Tabel 4.20. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending

(LDR > 100%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh

kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari

separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 100%. Terdapat 19 Kabupaten/Kota yang

memiliki LDR di atas 100% yaitu Takalar, Luwu, Jeneponto, Bantaeng, Parepare, Luwu Utara, Sinjai, Maros, Sidrap,

Pinrang, Gowa, Makassar, Bulukumba, Pangkep, Palopo, Wajo, Bone, Barru dan Luwu Timur. Untuk perbankan yang

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Makassar 58,449,372 59,770,786 61,070,966 65,937,699 65,931,747 67,746,040 67,683,013 68,369,186 13.85% 10.58% 11.84% 15.27% 12.80% 13.34% 10.83% 3.69%

Pinrang 1,210,324 1,257,828 1,307,321 1,356,638 1,428,524 1,563,589 1,621,388 1,614,751 -3.16% -0.50% 1.59% 7.38% 18.03% 24.31% 24.02% 19.03%

Gowa 1,290,086 1,356,996 1,422,694 1,497,291 1,618,590 1,764,413 1,854,028 1,844,824 8.79% 7.90% 9.79% 15.82% 25.46% 30.02% 30.32% 23.21%

Wajo 1,710,673 1,758,469 1,761,154 1,724,665 1,767,148 1,958,731 2,068,354 2,101,470 3.39% 2.98% 3.33% 0.90% 3.30% 11.39% 17.44% 21.85%

Bone 2,126,680 2,205,792 2,258,128 2,083,175 2,182,117 2,403,710 2,421,664 2,474,129 6.59% 9.23% 10.54% 0.41% 2.61% 8.97% 7.24% 18.77%

Tana Toraja 903,610 928,282 949,726 1,000,293 1,060,369 1,186,377 1,243,054 1,256,536 4.43% 3.81% 5.00% 9.70% 17.35% 27.80% 30.89% 25.62%

Maros 1,082,675 1,137,342 1,215,002 1,288,852 1,359,159 1,542,881 1,632,419 1,688,153 9.60% 12.65% 16.61% 21.27% 25.54% 35.66% 34.36% 30.98%

Luwu 234,922 248,318 263,663 270,589 273,727 365,220 378,474 370,320 12.70% 15.22% 18.13% 17.78% 16.52% 47.08% 43.54% 36.86%

Sinjai 1,036,999 1,066,222 1,097,804 1,146,907 1,215,702 1,353,097 1,395,546 1,412,718 21.58% 22.24% 24.26% 27.37% 17.23% 26.91% 27.12% 23.18%

Bulukumba 1,172,101 1,222,741 1,291,757 1,361,630 1,437,917 1,653,054 1,708,751 1,714,963 6.51% 6.98% 12.62% 16.69% 22.68% 35.19% 32.28% 25.95%

Bantaeng 559,107 582,687 616,715 647,900 675,627 796,666 846,045 852,969 12.02% 11.83% 15.90% 19.22% 20.84% 36.72% 37.19% 31.65%

Jeneponto 859,893 893,649 926,728 985,320 1,049,571 1,210,439 1,261,969 1,283,181 9.91% 12.16% 12.76% 16.36% 22.06% 35.45% 36.17% 30.23%

Selayar 291,130 305,451 317,218 325,054 343,376 385,655 406,150 418,019 12.68% 16.89% 16.08% 14.07% 17.95% 26.26% 28.03% 28.60%

Takalar 1,114,386 1,148,274 1,203,601 1,283,220 1,255,090 1,451,639 1,540,774 1,571,988 9.72% 9.11% 11.91% 16.65% 12.63% 26.42% 28.01% 22.50%

Barru 657,486 676,217 703,814 744,219 779,698 874,774 921,015 928,891 10.70% 10.60% 11.19% 14.50% 18.59% 29.36% 30.86% 24.81%

Sidrap 1,135,338 1,198,286 1,248,932 1,148,314 1,219,971 1,339,700 1,406,782 1,436,324 15.73% 18.71% 18.78% 3.93% 7.45% 11.80% 12.64% 25.08%

Pangkep 969,151 983,688 1,010,101 1,014,397 1,123,606 1,239,975 1,271,752 1,261,347 10.84% 10.55% 4.40% 4.24% 15.94% 26.05% 25.90% 24.34%

Soppeng 707,957 738,096 775,593 826,100 872,835 986,558 1,020,942 1,037,536 11.51% 14.02% 17.50% 21.75% 23.29% 33.66% 31.63% 25.59%

Enrekkang 632,834 647,567 671,580 721,700 747,900 807,177 851,790 882,118 9.73% 9.17% 10.06% 15.41% 18.18% 24.65% 26.83% 22.23%

Luwu Timur 520,079 551,973 564,929 581,815 597,716 704,996 725,921 743,778 22.52% 24.35% 21.35% 17.67% 14.93% 27.72% 28.50% 27.84%

Luwu Utara 1,239,634 1,360,437 1,456,400 1,529,152 1,626,984 1,835,941 1,925,423 1,999,189 13.87% 21.34% 24.38% 26.79% 31.25% 34.95% 32.20% 30.74%

Parepare 4,420,933 4,556,238 4,695,131 4,607,896 4,694,476 5,107,774 5,158,826 5,174,198 9.30% 8.58% 10.63% 6.71% 6.19% 12.11% 9.88% 12.29%

Palopo 2,978,330 2,967,569 3,081,776 2,898,975 3,048,644 3,338,675 3,429,694 3,453,680 11.97% 7.70% 9.23% -0.73% 2.36% 12.51% 11.29% 19.13%

Kabupaten/Kota 2015 2016

KREDIT - Rp Juta gKREDIT - % (YOY)

2015 2016

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Makassar 42,932,358 43,906,451 45,891,183 52,965,328 51,208,442 53,105,971 53,673,662 55,086,670 11.67% 9.21% 8.19% 19.39% 19.28% 20.95% 16.96% 4.01%

Pinrang 811,798 852,610 942,380 1,007,942 1,225,840 1,342,557 1,273,776 1,196,233 6.76% 6.42% 8.28% 15.89% 51.00% 57.46% 35.17% 18.68%

Gowa 1,177,269 1,297,704 1,372,836 1,509,299 1,568,661 1,574,670 1,577,629 1,463,923 11.75% 9.54% 13.51% 28.77% 33.25% 21.34% 14.92% -3.01%

Wajo 1,747,744 1,879,970 2,066,062 2,033,112 1,975,850 2,033,102 2,132,702 1,899,381 7.61% 9.74% 16.92% 16.88% 13.05% 8.15% 3.23% -6.58%

Bone 2,152,597 2,282,034 2,357,929 2,111,519 2,277,691 2,322,173 2,253,104 2,320,275 8.56% 10.70% 8.89% -3.32% 5.81% 1.76% -4.45% 9.89%

Tana Toraja 1,075,740 1,146,823 1,213,516 1,259,943 1,275,190 1,416,992 1,441,305 1,368,120 10.08% 12.51% 41.23% 21.54% 18.54% 23.56% 18.77% 8.59%

Maros 1,083,324 1,003,166 1,068,595 999,843 1,100,462 1,158,910 1,130,018 1,175,314 49.46% 30.28% 39.76% 36.24% 1.58% 15.53% 5.75% 17.55%

Luwu 241,214 324,626 252,387 231,280 347,474 420,455 325,121 166,099 17.04% 36.02% 13.28% 83.79% 44.05% 29.52% 28.82% -28.18%

Sinjai 655,968 913,535 1,041,542 972,721 1,116,108 1,116,507 1,113,226 971,046 52.81% 106.07% 111.28% 70.36% 70.15% 22.22% 6.88% -0.17%

Bulukumba 1,355,908 1,379,750 1,399,517 1,386,440 1,464,564 1,508,257 1,442,551 1,386,145 16.35% 9.47% 7.75% 10.21% 8.01% 9.31% 3.07% -0.02%

Bantaeng 409,647 431,000 505,393 421,760 541,147 521,227 537,176 461,470 21.18% 9.57% 35.20% 18.57% 32.10% 20.93% 6.29% 9.42%

Jeneponto 504,163 604,097 670,170 537,269 638,349 766,907 700,607 607,295 27.62% 24.15% 31.77% 29.69% 26.62% 26.95% 4.54% 13.03%

Selayar 495,356 512,310 530,937 464,125 549,079 559,033 549,620 508,344 11.32% 5.82% 9.48% 6.74% 10.85% 9.12% 3.52% 9.53%

Takalar 386,664 398,499 440,658 682,926 721,964 813,039 808,376 659,976 13.29% 11.87% 16.91% 55.59% 86.72% 104.03% 83.45% -3.36%

Barru 670,709 696,718 810,731 751,260 878,799 891,832 880,404 890,567 17.64% 18.21% 27.42% 24.83% 31.03% 28.00% 8.59% 18.54%

Sidrap 917,739 926,559 1,113,253 952,149 1,032,992 1,067,537 1,126,070 1,052,373 31.44% 20.15% 35.16% 16.20% 12.56% 15.22% 1.15% 10.53%

Pangkep 1,001,816 946,210 1,009,420 930,694 1,144,485 1,052,201 1,047,235 1,037,641 34.25% 32.01% 36.72% 10.30% 14.24% 11.20% 3.75% 11.49%

Soppeng 890,907 1,004,401 1,107,310 1,041,695 1,095,568 1,192,839 1,243,627 1,133,715 29.89% 32.81% 33.69% 38.90% 22.97% 18.76% 12.31% 8.83%

Enrekkang 840,342 835,730 1,048,176 921,389 999,369 1,140,828 1,073,733 979,598 22.56% 3.36% 30.85% 21.01% 18.92% 36.51% 2.44% 6.32%

Luwu Timur 855,220 954,231 839,837 585,057 701,764 845,021 692,388 743,548 16.04% 26.56% 4.67% -12.25% -17.94% -11.44% -17.56% 27.09%

Luwu Utara 1,017,692 1,160,131 1,162,034 1,179,794 1,243,318 1,305,002 1,286,920 1,283,774 26.96% 30.87% 27.74% 28.46% 22.17% 12.49% 10.75% 8.81%

Parepare 2,613,764 2,813,141 2,909,004 2,766,350 2,503,176 3,023,367 2,877,117 3,150,994 17.61% 17.17% 14.76% 7.25% -4.23% 7.47% -1.10% 13.90%

Palopo 2,582,006 2,597,787 2,680,471 2,755,086 2,731,479 2,918,164 2,838,319 2,853,481 21.37% 12.78% 9.34% 11.38% 5.79% 12.33% 5.89% 3.57%

Kabupaten/Kota 2015 2016

DPK - Rp Juta gDPK - % (YOY)

2015 2016

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 77

berlokasi di 19 kabupaten/kota tersebut, masih memiliki potensi untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana

murah (tabungan). Sementara daerah funding, dengan LDR kurang dari 100%, masih memiliki potensi yang besar untuk

mendorong kredit/pembiayaan.

Tabel 4.21. Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

4.2. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Penyaluran kredit UMKM tumbuh meningkat. Kredit UMKM di triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp33,23 triliun, tumbuh

8,46% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 15,56% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total

kredit adalah 31,99%. Dari nilai tersebut, sekitar 69,89% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja

sedangkan 30,11% sisanya digunakan untuk investasi. Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas aman

(5,0%). Pada triwulan IV 2016 NPL UMKM sebesar 3,78%, menurun dibandingkan rasio NPL pada triwulan lalu 4,07%.

Secara sektor ekonomi, UMKM pada sektor Jasa Dunia Usaha, Konstruksi, dan Pertambangan perlu mendapatkan

perhatian khusus dikarenakan memiliki rasio NPL di atas batas aman.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.30. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.31. Pangsa Kredit UMKM

Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah

rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan IV 2016

rasio tersebut tercatat 171,45%. Rasio yang lebih besar dari 100% mengindikasikan bahwa terdapat penduduk angkatan

kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses

keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang

tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Tana Toraja merupakan

kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah.

Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk

angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota

terkecuali Parepare, Makassar, dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan

usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada

debitur yang sudah ada.

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Makassar 3.62% 3.41% 4.55% 3.93% 4.20% 3.88% 3.92% 2.88% 136.14% 136.13% 133.08% 124.49% 128.75% 127.57% 126.10% 124.11%

Pinrang 1.79% 1.49% 1.20% 0.86% 0.91% 0.74% 0.84% 0.66% 149.09% 147.53% 138.73% 134.59% 116.53% 116.46% 127.29% 134.99%

Gowa 3.54% 2.89% 1.78% 0.84% 0.99% 0.69% 0.87% 0.66% 109.58% 104.57% 103.63% 99.20% 103.18% 112.05% 117.52% 126.02%

Wajo 4.35% 5.63% 5.80% 2.32% 2.30% 1.95% 1.88% 1.74% 97.88% 93.54% 85.24% 84.83% 89.44% 96.34% 96.98% 110.64%

Bone 3.06% 3.12% 3.14% 3.79% 4.28% 3.73% 2.34% 2.41% 98.80% 96.66% 95.77% 98.66% 95.80% 103.51% 107.48% 106.63%

Tana Toraja 0.93% 1.06% 0.73% 0.48% 0.61% 0.58% 0.46% 0.38% 84.00% 80.94% 78.26% 79.39% 83.15% 83.73% 86.25% 91.84%

Maros 0.81% 0.70% 0.56% 0.46% 0.57% 0.49% 0.43% 0.38% 99.94% 113.38% 113.70% 128.91% 123.51% 133.13% 144.46% 143.63%

Luwu 0.22% 0.26% 0.30% 0.33% 0.37% 0.22% 0.16% 0.11% 97.39% 76.49% 104.47% 117.00% 78.78% 86.86% 116.41% 222.95%

Sinjai 2.17% 2.08% 1.72% 1.16% 1.32% 1.21% 1.04% 0.86% 158.09% 116.71% 105.40% 117.91% 108.92% 121.19% 125.36% 145.48%

Bulukumba 1.96% 2.15% 2.07% 1.61% 1.58% 1.29% 1.26% 1.11% 86.44% 88.62% 92.30% 98.21% 98.18% 109.60% 118.45% 123.72%

Bantaeng 1.26% 0.94% 0.70% 0.57% 0.85% 0.92% 0.65% 0.68% 136.49% 135.19% 122.03% 153.62% 124.85% 152.84% 157.50% 184.84%

Jeneponto 2.70% 2.37% 1.64% 1.32% 1.30% 1.00% 0.85% 0.86% 170.56% 147.93% 138.28% 183.39% 164.42% 157.83% 180.13% 211.29%

Selayar 0.53% 0.39% 0.26% 0.17% 0.36% 0.31% 0.37% 0.25% 58.77% 59.62% 59.75% 70.04% 62.54% 68.99% 73.90% 82.23%

Takalar 3.42% 2.99% 2.22% 1.30% 1.25% 1.00% 0.56% 0.40% 288.21% 288.15% 273.14% 187.90% 173.84% 178.54% 190.60% 238.19%

Barru 1.41% 1.32% 0.96% 0.61% 0.63% 0.61% 0.48% 0.39% 98.03% 97.06% 86.81% 99.06% 88.72% 98.09% 104.61% 104.30%

Sidrap 1.84% 2.13% 2.22% 0.76% 0.84% 0.65% 0.57% 0.58% 123.71% 129.33% 112.19% 120.60% 118.10% 125.49% 124.93% 136.48%

Pangkep 1.67% 1.50% 1.23% 0.86% 0.71% 0.65% 0.85% 0.65% 96.74% 103.96% 100.07% 108.99% 98.18% 117.85% 121.44% 121.56%

Soppeng 0.86% 1.00% 0.71% 0.51% 0.54% 0.39% 0.52% 0.34% 79.46% 73.49% 70.04% 79.30% 79.67% 82.71% 82.09% 91.52%

Enrekkang 1.10% 1.25% 1.12% 0.72% 0.76% 0.77% 0.76% 0.75% 75.31% 77.49% 64.07% 78.33% 74.84% 70.75% 79.33% 90.05%

Luwu Timur 1.58% 1.08% 1.09% 0.91% 0.96% 0.78% 0.90% 1.30% 60.81% 57.84% 67.27% 99.45% 85.17% 83.43% 104.84% 100.03%

Luwu Utara 1.19% 1.00% 0.89% 0.68% 0.68% 0.53% 0.39% 0.33% 121.81% 117.27% 125.33% 129.61% 130.86% 140.68% 149.61% 155.73%

Parepare 4.64% 4.30% 4.01% 2.64% 2.37% 2.88% 2.83% 2.63% 169.14% 161.96% 161.40% 166.57% 187.54% 168.94% 179.31% 164.21%

Palopo 4.06% 3.10% 3.01% 1.70% 1.79% 1.19% 1.12% 1.14% 115.35% 114.23% 114.97% 105.22% 111.61% 114.41% 120.84% 121.03%

Kabupaten/Kota 2015

NPL - %

2016

LDR - %

2015 2016

4.07

15.56

0

5

10

15

20

25

30

35

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoy%

NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan

Total Kredit Non-

UMKM68.01%

Total Kredit UMKM

Produktif + Konsumtif

31.99%

Modal Kerja

69.89%

Investasi30.11%

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Grafik 4.32. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik 4.33. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel

15

17

19

21

23

25

27

29

15

35

55

75

95

115

135

155

175

Feb

Agu

st

Feb

Agu

st

Feb

Agu

st

Feb

Agu

st

Feb

Agu

st

Feb

Agu

st

Feb

Agu

st

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

%%

Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhs Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja

* Data Kredit & DPK menggunakan Lokasi Bank

0

100

200

300

400

500

600

%

Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 79

Boks 4.A. Regional Financial Asset and Balance Sheet (RFABS) : Upaya untuk

Mengidentifikasi Risiko Sistemik di Tingkat Regional

Pemahaman mengenai keterkaitan antarsektor ekonomi merupakan hal yang sangat berharga, khususnya dalam

menjaga stabilitas sistem keuangan. Bercermin dari krisis keuangan global, interkoneksi antarsektor ekonomi yang terjadi

lintas negara telah menjadi salah satu penyebab terjadinya penularan krisis dalam waktu yang singkat. Untuk itu, Bank

Indonesia menginisiasi penyusunan National Financial Account and Balance Sheet (NFABS), yaitu neraca terintegrasi yang

menggambarkan aktivitas finansial antarsektor perekonomian. Melalui NFABS, perekonomian dapat dipandang sebagai

sebuah sistem yang terintegrasi dari neraca sektoral, yang terdiri dari sektor Korporasi, Rumah Tangga, Perbankan,

Institusi Keuangan Non-Bank, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Sentral dan sektor Eksternal (Rest of the

World).

Ketersediaan data NFABS yang terintegrasi dapat digunakan untuk menganalisis risiko keuangan yang bersumber dari

ketidakseimbangan keuangan (financial imbalances) antar sektor. Penyusunan NFABS merupakan salah satu komponen

utama dari rekomendasi G20 terkait data gap initiative. Dalam kaitannya dengan stabilitas sistem keuangan dan

koordinasi kebijakan, penyusunan NFABS telah disesuaikan dengan standar internasional sehingga statistik yang dihasilkan

dapat dibandingkan antar negara.

Seiring dengan semakin terkoneksinya sektor-sektor di sistem keuangan, maka ketidakseimbangan di suatu sektor

dapat ditransmisikan ke sektor lain, baik di level nasional maupun regional. Hal ini menyebabkan risiko yang dihadapi

regional semakin kompleks, sehingga peran regional dalam mewujudkan stabilitas sistem keuangan semakin besar.

Oleh karena itu, diperlukan sumber data yang memadai untuk menangkap ketidakseimbangan keuangan di daerah

tertentu yang berpotensi menyebabkan terjadinya peningkatan risiko sistemik. Salah satu sumber data tersebut adalah

Regional Financial Account & Balance Sheet (RFABS).

Penyusunan RFABS juga merupakan implementasi salah satu dari 9 fungsi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam

Negeri, yaitu terkait dengan pelaksanaan Regional Financial Surveillance. RFABS dapat digunakan untuk melengkapi

asesmen makroprudensial di tingkat regional, khususnya yang berkaitan dengan dimensi cross -section antar sektor dan

antar regional. Analisis data RFABS dilakukan dengan menggunakan data transaksi dan neraca untuk tiap agen

ekonomi di masing-masing propinsi.

Konsep Penyusunan Regional Financial Account and Balance Sheet

Penyusunan National and Regional Balance Sheet dilakukan dengan mengacu kepada System of National Account (SNA)

2008. SNA 2008 sebagai standar internasional yang berisi pedoman pencatatan aktivitas ekonomi berdasarkan prinsip

ekonomi dan akuntansi. Dalam SNA 2008, kerangka data yang menggambarkan aktivitas ekonomi dan pemupukan

kekayaan secara terintegrasi dan komprehensif dikenal dengan Integrated Economic Account/Full Sequence of Account

(FSA). Integrated Economic Account / FSA terdiri dari:

1. Current Account atau neraca berjalan mencatat produksi barang dan jasa, pendapatan yang tercipta dari aktivitas

produksi, distribusi dan redistribusi pendapatan di antara unit institusi, serta penggunaan pendapatan untuk tujuan

konsumsi atau tabungan. Terdiri dari production dan income accounts

2. Accumulation accounts, adalah semua perubahan dalam aset dan kewajiban serta kekayaan neto. Accumulation

account mencakup capital account, financial account, other changes in the volume of assets account dan revaluation

account. Accumulation accounts mencatat flows yang akan mempengaruhi posisi balance sheet di akhir periode

pencatatan.

3. Opening and closing balance sheets, menyajikan posisi asset dan kewajiban suatu unit institusi atau sektor institusi.

Accumulation Account serta Opening and Closing Balance Sheet yang menjadi bagian dari Full Sequence of Account (FSA)

merupakan komponen pembentuk Financial Account and Balance Sheet/ FABS (Gambar 3.A.1).

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

80 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Gambar 3.A.1 Kerangka Integrated Economic Account (Full Sequence Account)

Financial Account and Balance Sheet lebih lanjut dirinci berdasarkan klasifikasi instrumen finansial (aset/kewajiban

finansial) dan sektor institusi sebagaimana tabel xx berikut:

INSTRUMEN FINANSIAL

F1 Monetary Gold and SDRs

F2 Currency and deposits

F21 Currency

F22 Transferable deposits

F221 Interbank positions

F229 Other transferable deposits

F29 Other deposits

F3 Debt Securities

F4 Loans

F5 Equity and investment fund shares

F6 Insurance, pension and standardized guarantee schemes

F7 Financial derivatives and employee stock options

F8 Other accounts receivable/payable

INSTITUSIONAL SEKTOR

1. Non Financial Corporations (NFC)

2. Financial Corporations (FC)

a. Deposit Taking Corporations (DTs)

Central Bank (CB)

Other Depository Corporations (ODC)

b. Other Financial Corporations (OFC)

3. Government Central Government (CG) Local Government (LG)

4. Households & Non Profit Institutions Serving Household (NPISH)

5. Rest of the World (ROW)

Tujuan Penyusunan Regional Financial Account and Balance Sheet

RBS dapat memberikan informasi mengenai perkembangan suatu regional baik secara finansial maupun non finansial

dan bersifat strategis dalam pengembangan ekonomi daerah, sebagai berikut :

1. Data stock dan flows pada RFABS dapat memberikan informasi mengenai perkembangan pertumbuhan suatu regional

(ex. pertumbuhan deposit dan loan).

2. Berdasarkan minimum data yang dimiliki (currency and deposit, loan, regional GDP, data Fiskal) RFABS dapat

memberikan gambaran ketidakseimbangan keuangan (financial imbalances) suatu regional yang dapat digunakan

sebagai informasi untuk kebijakan makroprudensial.

3. Data transaksi currency and deposit serta loan antar satu regional dengan regional lainnya dapat memberikan

gambaran turn over ratio currency and deposit dan loan suatu regional

4. Dari sisi pengambil kebijakan khususnya Financial Regulator dan Bank Sentral, RFABS dapat memberikan informasi

mengenai kerentanan regional yang antara lain dapat disebabkan oleh overheating pasar properti dan eksposur kredit

yang berlebihan.

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 81

Analisis Indikator Ketidakseimbangan Keuangan

Ketidakseimbangan dalam sistem keuangan (Financial Imbalances) adalah suatu kondisi indikasi peningkatan potensi

risiko sistemik akibar dari perilaku yang berlebihan pada sistem keuangan. Analisis indikator ketidakseimbangan

keuangan dengan memanfaatkan data RFABS dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode:

1. Sectoral Risk Profile Analysis : pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko dan kerentanan masing-

masing sektor dengan menggunakan beberapa indikator risiko seperti terangkum pada tabel 3.A.1 berikut:

Tabel 3.A.1 Indikator Risiko Kerentanan

Jenis Risiko Definisi Indikator

Risiko Likuiditas

Risiko yang muncul akibat ketidakmampuan untuk memenuhi

kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas

dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggai yang dapat

digiunakan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan.

1. ShortTerm (ST) Liabilities to ST

Financial (Fin.) Asset

2. Net ST Fin. Positio

3. ST Liabilities to Fin. Asset

4. Liabilities to Current Asset

Risiko Pasar

Risiko kerugian dari posisi dalam on dan off balance sheet yang

muncul akibat perubahan faktor pasar seperti perubahan suku

bunga maupun nilai tukar.

1. Net Foreign Currency (FC) Fin.

Position

2. FC Liabilities to Fin. Asset

3. FC Liabilities to FC Fin. Asset

Risiko Kredit

Risiko kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan

debitur/counterparty dalam memenuhi kewajibannya sesuai

dengan perjanjian yang disepakati.

1. Capital Structure Position

2. Debt to Equity

3. Debt to Fin. Asset

4. Debt to Asset

Risiko Solvabilitas

Risiko yang muncul karena total aset dari suatu sektor

termasuk present value dari nilai arus kas yang akan datang

tidak mencukupi untuk menutupi seluruh kewajiban mereka

termasuk contingent liabilities.

1. Net Financial Position

2. Liabilities to Fin. Asset

3. Liabilities to RGDP

4. Liabilities to Asset

5. Net Wealth Position

Risiko Eksternal

Risiko yang muncul karena tingginya kewajiban yang berasal

dari luar negeri terutama untuk kewajiban ayng tidak

dilindungi dari risiko (unhedged liabilities). Risiko tersebut

adalah risiko penarikan dari non-residen yang diakibatkan

beberapa sentimen negatif seperti pelemahan niali tukar,

penurunan kinerja perekonomian dan sebagainya.

1. Net External (Ext) Fin. Position

2. Ext. Liabilities to Liabilities

3. Ext. Liabilities to Fin. Asset

4. Ext. Liabilities tpo Ext. Fin. Asset

5. Ext. Liabilities to RGDP

2. Network Analysis : metode untuk menggambarkan interaksi antar sektor serta sebagai gambaran awal untuk menilai

adanya peningkatan risiko pada suatu sektor yang dapat mempengaruhi sektor lainnya. Network Analysis dilakukan

melalui analisis posisi maupun transaksi antar sektor institusi. Analisis posisi menggunakan data gross exposure atau

posisi kepemilikan aset dan kewajiban suatu sektor yang terkoneksi dengan sektor lain yang bertujuan untuk

mengidentifikasi konsentrasi risiko pada sektor dan instrumen keuangan tertentu. Sedangkan analisis transaksi

dengan menggunakan data neto transaksi bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan pola neto transaksi masing-

masing sektor yang akan memicu peningkatan risiko imbalances jika terjadi perubahan secara struktural. Network

analysis dapat divisualisasikan dalam bentuk Whom to Whom Matrix maupun Network Diagram.

Gambar 3.A.2 Whom to Whom Matrix Gambar 3.A.3 Network Diagram

ROW

ROIOFC

ODC

NFC

LG

HH

CB

CG

ROW

REG A

Other RegionalODC

NFC1 Others

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 83

5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

RUPIAH

Bab 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan

Pengelolaan Uang Rupiah

Perkembangan transaksi keuangan non tunai berjalan dinamis. Nilai

transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

mengalami peningkatan. Sementara itu, di sisi pengelolaan uang rupiah

(PUR) terjadi netinflow sebesar Rp2,02 triliun. Hal ini terjadi karena

antisipasi untuk libur panjang Natal dan Tahun Baru sehingga terjadi

peningkatan uang masuk dari luar Sulsel ke dalam Sulsel.

Pemerintah Republik Indonesia dan Bank Indonesia meluncurkan Uang

Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016, yang mulai berlaku pada tanggal 19

Desember 2016. Peluncuran uang Rupiah tersebut untuk memenuhi amanat

UU Mata Uang Rupiah TE 2016 dan yang dikeluarkan adalah sebanyak 7

(tujuh) pecahan uang Rupiah kertas (Rp100.000,-, Rp50.000,-, Rp20.000,-,

Rp10.000,-,Rp5.000,-, Rp2.000,-, Rp1.000,-) dan 4 (empat) pecahan uang

Rupiah logam (Rp1.000, Rp500, Rp200, Rp100) TE 2016.

Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank

Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan

penukaran uang melalui perbankan, kas keliling dalam kota dan luar kota,

dan kas titipan.

BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH

84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

5.1. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran

Transaksi non tunai yang dilakukan melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan. Jumlah

warkat yang dikliringkan pada triwulan IV 2016 tercatat sebanyak 336 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp15,75

triliun sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 328 lembar dengan nominal mencapai 15,60

triliun. Mendukung hal tersebut, nilai transaksi kliring pada triwulan IV 2016 jika dibandingkan dengan triwulan III 2015

juga masih tumbuh positif sebesar 12,90% (yoy) dan pertumbuhan rata-rata harian transaksi kliring juga mencapai 11,15%

(yoy) atau Rp0,25 triliun per hari. Sementara itu, rasio Penolakan Cek/BG Kosong secara nominal (terhadap Kliring Debet

Penyerahan) menunjukkan peningkatan drastis pada triwulan IV 2016 menjadi 19,94% dari triwulan sebelumnya 3,20%,

meskipun rasio lembar Penolakan Cek/BG Kosong pada periode yang sama menunjukan penurunan dari 2,43% pada

triwulan III 2016 menjadi 2,41% pada triwulan IV 2016. Peningkatan Penolakan Cek/BG Kosong secara nominal terutama

karena adanya cek kosong sebesar Rp50 milyar pada bulan Oktober 2016.

Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong

Sumber: Bank Indonesia, diolah

5.2. Pengelolaan Uang Rupiah

5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal

Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan IV 2016 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow)

tercatat sebesar Rp4,10 triliun, menurun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp6,50 triliun. Namun dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya, inflow tercatat mengalami peningkatan sebesar 8,25% (Grafik 5.1). Di sisi lain,

aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami penurunan dari Rp2,54 triliun pada triwulan III 2016 menjadi

Rp2,08 triliun pada triwulan IV 2016, sehingga tercatat net inflow sebesar Rp2,02 triliun (Grafik 5.2 dan Grafik 5.3). Net

inflow diperkirakan terjadi selain karena provinsi Sulawesi Selatan merupakan hub perdagangan Kawasan Timur

Indonesia, juga disebabkan oleh libur/cuti bersama pada periode sebelum menjelang Natal dan Tahun Baru sehingga

terdapat peningkatan aktivitas masyarakat dari luar Sulsel yang masuk ke dalam Sulsel, sehingga uang kartal yang masuk

ke dalam Sulsel meningkat. Bank Indonesia juga bekerjasama dengan perbankan di daerah dalam distribusi uang kartal

melalui layanan kas titipan. Saat ini terdapat 3 (tiga) kas titipan BI di Sulawesi Selatan yaitu di Kabupaten Bulukumba

dengan plafon sebesar Rp150 miliar, Kota Parepare dengan plafon sebesar Rp 200 miliar dan Kota Palopo dengan plafon

sebesar Rp200 miliar. Pada tahun anggaran 2017, Bank Indonesia juga merencanakan untuk membuka layanan Kas

Titipan di Kabupaten Bone. Pembukaan layanan Kas Titipan di berbagai wilayah di Sulsel tersebut merupakan wujud

implementasi komitmen Bank Indonesia dalam memperluas jangkauan layanan untuk pemenuhan kebutuhan uang kartal

dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai dan dalam kondisi layak edar kepada masyarakat di Sulsel.

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet

Penyerahan

- Nominal (triliun rupiah) 9.74 9.98 10.24 10.67 9.48 9.62 9.72 11.20 9.76 10.49 11.36 13.95 18.23 19.31 15.60 15.75

- Lembar (ribuan) 284 286 281 290 260 266 261 281 262 285 297 314 347 361 328 336

Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit

dan Debet Penyerahan

- Nominal (triliun rupiah) 0.16 0.17 0.17 0.17 0.16 0.16 0.16 0.18 0.16 0.17 0.19 0.22 0.30 0.31 0.26 0.25

- Lembar (ribuan) 4.73 4.76 4.68 4.68 4.33 4.43 4.21 4.53 4.30 4.67 4.87 4.99 5.69 5.73 5.56 5.25

Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong

(terhadap Kliring Debet Penyerahan)

- Nominal (%) 2.41 2.75 3.28 2.60 2.61 3.66 2.56 2.60 2.70 2.22 2.24 2.50 2.37 2.78 3.20 19.94

- Lembar (%) 2.38 2.47 2.33 2.17 2.47 2.46 2.30 1.84 2.27 2.15 2.06 2.07 2.19 2.29 2.43 2.41

20162013URAIAN

2014 2015

BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 85

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.1. Aliran Uang Kartal Inflow Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.2. Aliran Uang Kartal Outflow

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.3. Selisih Inflow dan Outflow

5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar

Bank Indonesia meningkatkan penyelenggaraan layanan penukaran uang di luar kantor. Untuk menjaga ketersediaan

uang layak edar (ULE) di masyarakat, sejak tanggal 28 April 2015 Bank Indonesia telah membuka pelayanan penukaran

uang di luar kantor, yang dilakukan secara rutin setiap hari Selasa dan Rabu dengan jam operasional 09.00 s.d. 13.00

WITA di pasar-pasar secara bergiliran dan pada hari Kamis di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar.

Penukaran tersebut juga termasuk uang Rupiah Tahun Emisi 2016 yang mulai sah berlaku pada tanggal 29 Desember

2016. Selain itu, kegiatan kas keliling di luar Kota Makassar juga telah dilakukan di beberapa daerah yaitu Kabupaten

Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Watampone, Soppeng, Bulukumba, Selayar, Wajo, Enrekang, Luwu Timur, Sinjai Utara, Bone,

dan Luwu Utara. Layanan penukaran uang juga dilakukan pada kas titipan di 3 daerah yaitu di Pare-Pare, Palopo, dan

Bulukumba.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Depo Kas di Wilayah Indonesia Timur. Selama

periode triwulan IV 2016, telah dilakukan sebanyak 9 (sembilan) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur

Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat masing-masing

sebanyak 1-2 kali.

Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada

triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp1,35 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

Rp1,29 triliun (Grafik 5.4).

5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu

Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu di Sulsel dan terutama ditemukan di kota Makassar. Pada triwulan

IV 2016 tercatat sebanyak 831 lembar, meningkat dari triwulan III 2016 yaitu 488 lembar. Pecahan uang palsu yang paling

banyak ditemukan pada triwulan IV 2016 adalah pecahan Rp100.000 (52,59%), diikuti Rp50.000 (46,21%), diikuti dan

pecahan lainnya sebesar 1,20% (Grafik 5.6). Pecahan uang palsu tersebut ditemukan paling banyak di Makassar yaitu

sebesar 772 lembar (92,90%), diikuti dengan kota Pare-Pare sebanyak 43 lembar (5,17%), kota Bone sebanyak 12 lembar

(20)

0

20

40

60

80

100

0

1

2

3

4

5

6

7

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

%, yoy Rp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

100

0

1

2

3

4

5

6

7

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

%, yoy Rp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan

(2.0)

(1.0)

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Rp Triliun Net Inflow Net Outflow

BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH

86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

(1,44%), dan kota-kota lainnya sebanyak 4 lembar (0,48%). Pecahan uang palsu tersebut terutama ditemukan

berdasarkan permintaan klarifikasi bank yaitu sebanyak 796 lembar (95,79%), setoran bank-bank sebanyak 18 lembar

(2,17%), penukaran masyarakat di Bank Indonesia sebanyak 15 lembar (1,81%), dan kas keliling sebanyak 2 lembar

(0,24%) (Grafik 5.7). Hal tersebut mengindikasikan bahwa perbankan dan masyarakat semakin peduli dan sadar untuk

melaporkan kepada Bank Indonesia apabila menemukan uang palsu atau meragukan keaslian uang yang diterimanya. Hal

ini juga menandakan bahwa pemahaman perbakan dan masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang Rupiah juga semakian

meningkat. Untuk itu, berbagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu dan sekaligus memberikan edukasi

kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan

(KPwBI Sulsel) akan terus melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah di berbagai daerah di Sulsel. Dengan

semakin pahamnya masyarakat akan ciri-ciri keaslian uang Rupiah maka peredaran uang palsu diharapkan semakin

menurun.

Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.4. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.5. Temuan Uang Palsu

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.6. Temuan Uang Palsu Per Nominal

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.7. Temuan Uang Palsu berdasarkan Sumber Asalnya

(400)

0

400

800

1,200

1,600

2,000

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

%, yoy Rp Triliun Nominal UTLE gUTLE - Skala Kanan

-80%

-40%

0%

40%

80%

120%

160%

200%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Temuan Uang Palsu Y.O.Y.

Le

1%

46,21% 52,59%

Pecahan Lainnya

Pecahan 50.000

Pecahan 100.000

95,79%

2,17%

1,81%

Permintaan KlarifikasiBank

Setoran

Penukaran

Kas Keliling Luar Kota

Kas Titipan

0,24%

BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 87

Boks 5.A

Sosialisasi Uang Rupiah Tahun Emisi 2016 di Sulawesi Selatan

Pemerintah Republik Indonesia dan Bank Indonesia meluncurkan Uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016, yang mulai

diedarkan pada 29 Desember 2016. Peluncuran uang Rupiah tersebut untuk memenuhi amanat Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Uang Rupiah TE 2016 yang diterbitkan adalah sebanyak 7

(tujuh) pecahan uang Rupiah kertas (Rp100.000, Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000, Rp1.000) dan 4

(empat) pecahan uang Rupiah logam (Rp1.000, Rp500, Rp200, Rp100).

“Mencintai dan bertransaksi menggunakan Rupiah sama dengan mencintai kedaulatan dan kemandirian Indonesia”.

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menyampaikan pesan tersebut kepada masyarakat Indonesia saat acara

penerbitan (launching) uang Rupiah TE 2016 yang dilaksanakan bersama Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan RI.

Presiden RI berharap agar warga Negara Indonesia selalu menggunakan Rupiah dalam bertransaksi di dalam negeri,

menjaga wibawa Rupiah dengan tidak menyebar isu negatif tentang Rupiah, serta menyimpan tabungan dalam Rupiah.

Gambar 5.A. 1. Penerbitan Uang Rupiah Tahun Emisi 2016

Gubernur Bank Indonesia mengarahkan agar sosialisasi uang rupiah TE 2016 dilakukan secara massif di seluruh wilayah

NKRI. Oleh karena itu, untuk memperkenalkan Uang Rupiah TE 2016, Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan gencar

melakukan sosialisasi dalam rangka memperkenalkan dan melayani penukaran Uang Rupiah TE 2016, melalui berbagai

saluran informasi, instansi, lembaga pendidikan, dan berbagai lokasi. Saluran informasi yang digunakan antara lain media

sosial, media cetak, dan media elektronik (radio dan TV). Instansi yang disasar adalah Pemerintah Provinsi, Pemerintah

Kota/Kabupaten, Kepolisian, Kejaksaan, Para Ulama dan Tokoh Masyarakat, Perbankan, Asosiasi Dunia Usaha, BUMN dan

BUMD, serta KUPVA Bukan Bank. Sementara lembaga pendidikan adalah Perguruan Tinggi, sekolah, dan pondok

pesantren. Adapun lokasi sosialisasi adalah saat melakukan layanan kas keliling di berbagai kota/kabupaten, car free day,

maupun kegiatan lainnya (liaison, bantuan teknis klaster UMKM, dan kunjungan ke stakeholders).

Gambar 5.A. 2. Sosialisasi Ke Berbagai Saluran Informasi

Gambar 5.A. 3. Sosialisasi Ke Berbagai Instansi

BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH

88 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Gambar 5.A. 4. Sosialisasi Ke Berbagai Lembaga Pendidikan

Gambar 5.A. 5. Sosialisasi Ke Berbagai Lokasi dan Kegiatan

Fokus sosialisasi antara lain terkait dengan desain uang, unsur-unsur pengamanan, serta proses percetakannya. Uang

Rupiah TE 2016 memiliki desain utama gambar pahlawan, sebagai bentuk penghargaan atas jasa pahlawan nasional

Indonesia serta dalam rangka menumbuhkan semangat kepahlawanan dan sikap keteladanan terhadap pahlawan

nasional. Selain itu, uang Rupiah kertas mencantumkan pula gambar keragaman seni tari nusantara dan pemandangan

alam Indonesia untuk lebih memperkenalkan keragaman seni, budaya dan kekayaan alam Indonesia.

Nominal 12 (dua belas) Gambar Pahlawan yang digunakan pada uang

Rupiah TE 2016 sesuai Keppres No. 31 Tahun 2016

Gambar Tarian Daerah dan Alam yang

digunakan pada uang Rupiah TE 2016

Rp100.000,- Dr. (H.C.) Ir. Soekarno dan Dr. (H.C.) Drs. Mohammad Hatta Tari Topeng Betawi dan Raja Ampat

Rp50.000,- Ir. H. Djuanda Kartawidjaja Tari Legong dan Pulau Komodo

Rp20.000,- Dr. G.S.S.J. Ratulangi Tari Gong dan Pulau Derawan

Rp10.000,- Frans Kaisiepo Tari Pakarena dan Wakatobi

Rp5.000,- Dr. K.H. Idham Chalid Tari Gambyong dan Gunung Bromo

Rp2.000,- Mohammad Hoesni Thamrin Tari Piring dan Ngarai Sianok

Rp1.000,- Tjut Meutia Tari Tifa dan Banda Neira

Rp500,- Letjen TNI T.B. Simatupang -

Rp200,- Dr. Tjiptomangunkusumo -

Rp100,- Prof. Dr. Ir. Herman Johannes -

Penguatan unsur pengaman pada uang Rupiah TE 2016 dilakukan untuk meminimalisir tingkat pemalsuan uang. Salah

satunya adalah dengan memberi gambar saling isi yang disebut rectoverso. Rectoverso adalah suatu unsur pengaman

pada uang kertas yang dibuat dengan teknik cetak khusus, dimana sebuah gambar akan telihat seperti ornamen yang

tidak beraturan baik dilihat di bagian depan atau belakang, namun apabila diterawang akan membentuk sebuah gambar

yang utuh.

Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia atau Perum Peruri yang merupakan Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) merupakan perusahaan yang ditugaskan untuk melakukan pencetakan uang Rupiah, sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 32 tahun 2006. Berdasarkan UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang juga disebutkan dengan jelas

dan tegas di dalam Pasal 14 bahwa “Pencetakan uang Rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia di dalam negeri dengan

menunjuk BUMN sebagai pelaksana pencetakan Rupiah”. Sejak UU Mata Uang diundangkan maupun sebelum

dikeluarkannya UU tersebut, uang Rupiah emisi tahun emisi 2016 dan uang rupiah emisi sebelumnya selalu dicetak oleh

Perum Peruri.

BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 89

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 90

6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Bab 6

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Agustus 2016 tercatat

4,80%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

5,95%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai

Tukar Petani (NTP) hingga triwulan IV 2016 masih cukup baik meskipun menurun

secara tahunan dibandingkan triwulan III 2016.

Jumlah penduduk miskin di Sulsel pada September 2016 mengalami penurunan

dibandingkan September 2015 baik di kota maupun di desa. Persentase

penduduk miskin di Sulsel (9,24%) tergolong rendah jika dibandingkan dengan

Provinsi lain di Sulawesi.

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 91

6.1 Tenaga Kerja

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel

menurun. Per Agustus 201630

TPT mencapai 4,80%,

lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya 5,95%. Secara absolut jumlah

pengangguran terbuka Sulsel turun dari 220.636 orang

per Agustus 2015 menjadi 186.291 orang per Agustus

2016. Penurunan pengangguran diindikasikan sebagai

dampak positif dari kebijakan pemerintah diantaranya

dalam penyaluran dana ke desa dan mulai

terimplementasinya sebagian dari paket kebijakan

ekonomi, sehingga ketersediaan lapangan kerja

semakin membaik. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja

pada Agustus 2016 meningkat cukup signifikan

sebanyak 174.875 orang atau naik 4,72% dibandingkan

periode yang sama tahun 2015. Meningkatnya

angkatan kerja pada Agustus 2016 menjadi 3.881.003

orang diperkirakan karena tahun ajaran baru yang

terjadi pada pertengahan tahun atau sekitar bulan Juli-

Agustus.

Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI

Sektor pertanian masih menjadi tumpuan penyerapan tenaga kerja. Pada periode Agustus 2016, sektor pertanian

menyerap 1,47 juta orang atau 39,73% dari total tenaga kerja. Angka ini tumbuh positif 0,93% dibandingkan periode yang

sama tahun 2015. Peningkatan ini disebabkan adanya pergeseran waktu panen yang terjadi pada triwulan III 2016

sehingga kebutuhan pekerja musim panen meningkat. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor

industri, perdagangan, jasa, dan lainnya meningkat masing-masing 22,78%; 11,86%; 2,86%, dan 8,90%. Di sisi lain, Indeks

Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) pertumbuhannya meningkat 9,37% (yoy) menjadi 126,50 pada triwulan

III 2016 dari sebelumnya 124,67. Peningkatan IPD6 tersebut sejalan dengan Indeks yang Diterima Petani yang meningkat

pada masa panen.

Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat. TPAK naik dari 60,94% pada Agustus 2015 menjadi

62,92% pada Agustus 2016. Peningkatan TPAK diperkirakan terjadi di hampir seluruh sektor. Menurut informasi

anekdotal, penyerapan tenaga kerja tertinggi terjadi di sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan di Provinsi

Sulsel. Sejalan dengan hal tersebut, jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan pada Agustus 2016 menjadi

sebanyak 3,69 juta orang dibanding periode yang sama tahun sebelumnya tercatat sebanyak 3,48 juta orang.

30

BPS mengeluarkan perhitungan tenaga kerja 2 kali dalam setahun, yaitu Februari (yang rilis pada bulan Mei) dan Agustus (yang rilis pada November)

KEGIATAN UTAMA Agustus Agustus

2015 2016

Angkatan Kerja 3,706,128 3,881,003

a. Bekerja 3,485,492 3,694,712

b. Pengangguran 220,636 186,291

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 60.94% 62.92%

Tingkat Pengangguran Terbuka 5.95% 4.80%

Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan

Pertanian 1,454,451 41.73% -1.36% 1,468,000 39.73% 0.93%

Industri 230,495 6.61% 14.10% 283,000 7.66% 22.78%

Perdagangan 688,331 19.75% 2.17% 770,000 20.84% 11.86%

Jasa 616,355 17.68% -12.44% 634,000 17.16% 2.86%

Lainnya 495,860 14.23% 4.85% 540,000 14.61% 8.90%

Total 3,485,492 100.00% 1.19% 3,695,000 100.00% 6.01%

Agustus 2016KEGIATAN UTAMA

Agustus 2015

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

92 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: BPS, diolah BI Sumber: Survei Konsumen BI, diolah

Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini

6.2 Penduduk Miskin31

Jumlah penduduk miskin di Sulsel turun dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Pada September 201632

jumlah penduduk miskin mencapai 796 ribu orang atau 9,24% dari total penduduk Sulsel. Hal ini berarti turun -7,83%

(yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 864 ribu orang. Penurunan jumlah penduduk miskin

terjadi baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di kota menurun -4,19% (yoy) menjadi 150 ribu orang,

sementara yang berada di pedesaan turun -8,64% (yoy) menjadi 646 ribu orang (Grafik 6.3). Jumlah penduduk miskin di

pedesaan tersebut mencapai 81,10% dari total penduduk miskin Sulsel, sedangkan selebihnya 18,90% berada di

perkotaan.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Grafik 66.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi

Menurut Provinsi September 2016

Inflasi yang relatif terkendali menahan laju kemiskinan penduduk Sulsel baik yang berada di kota maupun di desa.

Dengan rata-rata inflasi pada periode Januari sd. September 2016 yang semakin menurun (4,50%;yoy) dibandingkan

periode yang sama tahun sebelumnya (7,75%;yoy), maka daya beli masyarakat Sulsel secara umum menjadi lebih baik,

sehingga laju kemiskinan menurun. Meski sudah menurun, inflasi kelompok bahan pangan (volatile food) di Sulsel masih

tergolong tinggi. Tekanan harga terjadi karena berkurangnya pasokan bahan pangan khususnya beras yang disebabkan

oleh mundurnya siklus tanam padi sebagai dampak dari El Nino di tahun 2015 dan La Nina di tahun 2016.

31 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai

ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan September) dan September (yang rilis pada Januari)

32 BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan Juli) dan September (yang rilis pada Januari)

64.6%

62.8%

63.6%

60.5%

62.0% 62.0%62.2%

60.9%

61.6%

62.9%

58%

59%

60%

61%

62%

63%

64%

65%

Feb-12 Agt-12 Feb-13 Agt-13 Feb-14 Agt-14 Feb-15 Agt-15 Feb-16 Agt-16

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

80

90

100

110

120

130

140

150

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

Penghasilan saat ini

Growth yoy (%) - Skala Kanan

Indeks

152.8 150.8 133.6 148.0 160.5 162.49 154.40 146.42 157.18 149.13 150.6

930.3 880.9 672.3 639.7 696.9 701.81 651.95 651.3 707.34 657.9 646.21

10.3% 10.3%

9.8%

9.5%

10.3% 10.3%

9.5%

9.39%

10.12%

9.40%

9.24%

8.6%

8.8%

9.0%

9.2%

9.4%

9.6%

9.8%

10.0%

10.2%

10.4%

10.6%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

Mar-11 Sep-11 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16

ribu orang

Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan

8.20

14.09

9.24

12.77

17.63

11.19

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar

Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan

%

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 93

Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras

memiliki korelasi positif. Korelasi antara kedua

variabel ini mencapai 0,74. Hal tersebut

menunjukkan bahwa perkembangan harga

beras memiliki hubungan yang kuat dengan

kemiskinan, atau dengan kata lain inflasi beras

merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat

kemiskinan33

. Oleh karena itu, jika inflasi beras

semakin meningkat akan menurunkan daya beli

masyarakat, khususnya yang memiliki tingkat

pendapatan tetap, dan pada akhirnya akan

menurunkan kesejahteraan. Dengan demikian,

upaya pengendalian inflasi beras perlu

ditingkatkan sebagai salah satu upaya menekan

tingkat kemiskinan.

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah BI

Tabel 6.3. Garis Kemiskinan di Sulawesi Selatan

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah BI

Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi

lain se-Sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulsel berada pada urutan kedua terendah (9,24%) setelah Sulawesi Utara

(8,20%) (Tabel 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,63%

terdapat di Provinsi Gorontalo.

Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Pulau Sulawesi

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Menurut Kabupaten/Kota di Sulsel, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Pangkep. Berdasarkan data BPS

tahun 2014, tingkat kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38%, selanjutnya diikuti Kabupaten Jeneponto (15,31%),

dan Kabupaten Toraja Utara (15,10%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di Kota

Makassar dengan persentase kemiskinan 4,48% dan selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Sidrap (5,82%), dan Kota Parepare

(5,88%).

33 Berdasarkan riset dari Talukdar (2012), The Effect of Inflation on Poverty in Developing Countries: A Panel Data Analysis. Texas Tech University.

-0.10

-0.05

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

2011 2012 Mar-13 Mar-14 Mar-15 Mar-16 Sep-16

Kemiskinan Inflasi Andil Beras - Skala Kanan

% yoy % yoy

R2 Kemiskinan - Andil Beras: 0,74

Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16

Kota 262,163 274,140 281,676 286,669 9.11% 11.25% 7.44% 4.57% 8.61% 8.36% 5.70% 3.07%

Desa 240,175 254,524 263,674 267,428 13.68% 16.16% 9.78% 5.07%

Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY

Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total

Sulut 58.00 159.14 217.14 5.26 12.10 8.98 60.62 142.20 202.82 5.34 10.97 8.34 59.73 140.62 200.35 5.22 10.82 8.20

Sulteng 79.25 327.09 406.34 11.06 15.07 14.07 75.45 345.07 420.52 10.18 15.91 14.45 75.90 337.25 413.15 10.07 15.48 14.09

Sulsel 157.18 707.34 864.52 4.93 13.22 10.12 149.13 657.90 807.03 4.51 12.46 9.40 150.60 646.21 796.81 4.47 12.30 9.24

Sultra 56.77 288.25 345.02 7.84 16.12 13.74 51.01 275.86 326.87 6.74 15.49 12.88 53.18 274.11 327.29 6.87 15.31 12.77

Gorontalo 27.01 179.51 206.52 6.84 24.17 18.16 24.08 179.11 203.19 5.84 24.41 17.73 24.02 179.67 203.69 5.78 24.30 17.63

Sulbar 22.51 130.70 153.21 8.69 12.70 11.90 22.85 129.88 152.73 8.59 12.56 11.74 8.43 121.83 146.90 8.43 12.00 11.19

Sep-16

Jumlah Persentase

Sep-15

Jumlah PersentaseProvinsi

Mar-16

Jumlah Persentase

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

94 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan

Sumber: BPS, diolah BI

6.3 Rasio Gini34

Gini ratio Provinsi Sulsel menurun. Nilai gini ratio Sulsel September 2016 sebesar 0,40, menurun dibandingkan

September 2015 yang mencapai 0,42 ataupun Maret 2016 sebesar 0,43. Secara tren, selama 3 tahun terakhir angka gini

ratio Sulsel cenderung menurun, namun demikian dibandingkan dengan nasional, nilai gini ratio Sulsel cenderung lebih

tinggi meski pada tahun 2011 dan 2012 gini ratio Sulsel sempat bernilai sama dengan nasional yakni 0,41. Sementara itu

dibandingkan provinsi lain di Sulawesi, nilai gini ratio Sulsel tahun 2016 berada pada peringkat kedua tertinggi di

Sulawesi. Nilai gini ratio tertinggi di Sulawesi berada di Provinsi Gorontalo (0,41) dan terendah berada di Provinsi Sulawesi

Tengah (0,35).

Nilai gini ratio yang tergolong tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah pusat maupun daerah. Perhatian

pemerintah terkait dengan upaya mengurangi ketimpangan terlihat dari paket kebijakan ekonomi pertama pada tanggal 9

September 2015 yaitu “Melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan menggerakkan ekonomi pedesaan”. Lebih

lanjut, World Bank (2014) juga mengemukakan bahwa salah satu strategi dalam penurunan ketimpangan adalah dengan

penyediaan akses yang merata ke seluruh daerah seperti pendidikan dan kesehatan. Melihat perhatian dari pemerintah

pusat yang cukup tinggi terhadap ketimpangan, Pemerintah Provinsi Sulsel juga turut serta dalam strategi pembangunan

ekonomi yang lebih inklusif. Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah

(APS) di Sulsel dari APS tingkat SD, SMP dan SMA masing-masing 97,59; 87,69; 61,66 pada tahun 2013 menjadi masing-

masing 99,50; 95,00; dan 64,25 pada tahun 201835

.

Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio di Pulau Sulawesi

*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Sumber: Booklet Data Sosial Ekonomi, BPS

34Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 35 Sesuai dengan target dari RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013-2018

No Tingkat Kemiskinan (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 Kep. Selayar 18.49 16.41 15.00 13.49 12.87 14.23 13.13

2 Bulukumba 12.26 10.50 9.02 8.12 7.82 9.04 8.37

3 Bantaeng 10.94 9.96 10.25 9.21 8.89 10.45 9.68

4 Jeneponto 22.48 20.58 19.10 17.16 16.58 16.52 15.31

5 Takalar 12.68 11.06 11.16 10.04 9.59 10.42 9.62

6 Gowa 12.79 10.93 9.49 8.55 8.05 8.73 8.00

7 Sinjai 12.73 11.37 10.68 9.63 9.28 10.32 9.56

8 Maros 18.55 16.35 14.62 13.14 12.55 12.94 11.93

9 Pangkep 21.36 19.35 19.26 17.36 16.62 17.75 16.38

10 Barru 13.49 11.43 10.69 9.59 9.28 10.32 9.74

11 Bone 17.35 15.19 14.08 12.67 12.25 11.92 10.88

12 Soppeng 11.22 9.95 10.42 9.36 9.12 9.43 8.76

13 Wajo 10.16 8.93 8.96 8.06 7.83 8.17 7.74

14 Sidrap 7.64 6.73 7.00 6.29 6.00 6.30 5.82

15 Pinrang 9.65 8.70 9.01 8.12 7.82 8.86 8.20

16 Enrekang 20.51 18.10 16.86 15.18 14.44 15.11 13.90

17 Luwu 19.44 16.96 15.44 13.93 13.33 15.10 13.95

18 Tana Toraja 18.57 16.14 14.62 13.22 12.72 13.81 12.77

19 Luwu Utara 18.38 16.40 16.25 14.64 14.02 15.52 14.31

20 Luwu Timur 10.98 8.91 9.18 8.29 7.71 8.38 7.67

21 Toraja Utara - - 19.08 17.06 16.27 16.53 15.10

22 Makassar 5.36 5.52 5.86 5.29 5.02 4.70 4.48

23 Pare-pare 7.10 6.52 6.53 5.91 5.58 6.38 5.88

23 Palopo 12.83 11.85 11.28 10.22 9.46 9.57 8.80

Sulawesi Selatan 13.41 11.93 11.40 10.27 9.82 10.32 9.54

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Mar 2016 Sept 2016

Gorontalo 0.43 0.46 0.44 0.44 0.41 0.42 0.42 0.41

Sulawesi Selatan 0.40 0.41 0.41 0.43 0.42 0.42 0.43 0.40

Sulawesi Tenggara 0.42 0.41 0.40 0.43 0.41 0.40 0.40 0.39

Sulawesi Utara 0.37 0.39 0.43 0.42 0.42 0.37 0.39 0.38

Sulawesi Tengah 0.37 0.38 0.40 0.41 0.37 0.37 0.36 0.35

Sulawesi Barat 0.36 0.34 0.31 0.35 0.35 0.36 0.36 0.37

Indonesia 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.40 0.39

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 95

6.4 Nilai Tukar Petani36

Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2016 masih cukup baik, meskipun pertumbuhan tahunan menurun. NTP

Sulsel pada triwulan IV 2016 sedikit menurun menjadi sebesar 104,02, dibandingkan triwulan sebelumnya 104,90.

Penurunan NTP tersebut dikarenakan oleh penurunan rata-rata indeks yang diterima petani atas hasil produksi petani.

Rata-rata indeks yang diterima petani menurun dari 130,15 pada triwulan III 2016 menjadi 129,76 pada triwulan IV 2016

(Grafik 6.8). Penurunan indeks tersebut diperkirakan karena pada triwulan IV 2016 terjadi musim tanam, sehingga petani

belum memperoleh hasil produksi37

. Sementara disisi lain, Indeks yang Dibayar Petani mengalami peningkatan dari

124,07 pada triwulan III 2016 menjadi 126,58 pada triwulan IV 2016 (Grafik 6.7).

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani

Inflasi dan Nilai Tukar Petani (NTP) memiliki hubungan terbalik. Hal demikian merupakan salah satu indikasi bahwa

petani juga merupakan net consumer. Grafik 6.9 menunjukkan bahwa pada periode 2009 – 2011 korelasi kedua variabel

tersebut mencapai -0,38, sementara pada periode 2012 – 2016 mencapai -0,32. Pada saat terdapat tekanan inflasi yang

tinggi, NTP mengalami penurunan, sehingga gap antara inflasi dan NTP semakin melebar, dan sebaliknya. Dari grafik juga

terlihat bahwa pada saat kelompok volatile food mengalami deflasi di bulan Februari - Mei 2016 dan Agustus 2016

(penurunan harga beras, cabe rawit, dan cabe merah), dan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada periode Januari

2016 – September 2016 cenderung stabil, maka gap antara inflasi dan NTP di tahun 2016 terlihat menyempit. Sementara

itu, pada saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada Juli 2013 dan November 2014, gap

antara inflasi dan NTP semakin melebar.

Kondisi tersebut juga dapat terjadi karena kenaikan harga produk sektor pertanian yang diterima oleh petani tumbuh

lebih lambat dibandingkan kenaikan harga barang yang dikonsumsi/dibayar oleh petani. Oleh karena itu, untuk

menekan laju kemiskinan penduduk di sektor pertanian yang umumnya berada di wilayah pedesaan, perlu upaya untuk

menekan laju inflasi khususnya volatile food. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara membangun atau

memperbaiki infrastruktur jalan ke pedesaan agar barang-barang yang diperlukan lebih mudah didistribusikan kepada

masyarakat.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI

Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani

36NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). 37Sumber: kalender tanam, Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan

-4%

-3%

-2%

-1%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

85

90

95

100

105

110

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

yoyNilai Tukar Petanig.indeks - sisi kanan

Indeks

*) Data hingga Januari 2017

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

90

95

100

105

110

115

120

125

130

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

yoyIndeks yang Dibayar Petani

g.indeks - sisi kanan

Indeks

*) Data hingga Januari 2017

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

90

95

100

105

110

115

120

125

130

135

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

yoyIndeks yang Diterima Petani

g.indeks - sisi kananIndeks

*) Data hingga Januari 2017

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

yoy

Inflasi Nilai Tukar Petani

r 2012-2016 = -0,32r 2009-2011 = -0,38

*) Data hingga Januari 2017

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

96 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Secara spasial, NTP Sulsel di triwulan IV 2016 sedikit turun dan menduduki peringkat ke-9 terbesar dibanding provinsi

lainnya. Posisi ini lebih rendah dibandingkan dengan posisi Sulsel di triwulan sebelumnya yang mampu menempati urutan

ke-7 secara Nasional.

Tabel 6.7. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia

Sumber: BPS, diolah BI *) Data hingga bulan Januari 2017 Peringkat NTP berdasarkan NTP tertinggi pada triwulan IV 2016

Provinsi 2015-TW1 2015-TW2 2015-TW3 2015-TW4 2016-TW1 2016-TW2 2016-TW3 2016-TW42017-

TW1*

Sulawesi Barat 102.23 103.81 105.22 106.16 106.07 106.92 107.89 108.70 106.58

Nusa Tenggara Barat 101.86 102.28 104.26 106.21 105.15 103.84 105.99 107.04 105.70

Bali 103.83 103.34 104.46 105.15 104.93 105.78 106.92 106.98 106.25

Gorontalo 101.50 100.91 102.49 104.21 104.73 105.36 105.50 106.06 105.59

DI Yogyakarta 100.22 99.44 101.80 103.06 103.48 103.32 105.26 104.30 102.22

Jawa Timur 105.24 102.79 105.14 106.15 105.19 104.23 105.03 104.24 103.12

Lampung 102.90 102.00 103.77 103.99 103.36 104.09 104.04 104.15 104.96

Jawa Barat 105.70 102.78 104.74 107.08 106.97 104.35 104.14 104.03 103.25

Sulawesi Selatan 104.23 103.35 105.09 106.21 105.95 104.03 104.90 104.02 102.16

Maluku Utara 102.62 101.78 101.15 102.81 104.41 104.71 103.52 103.13 101.59

Nusa Tenggara Timur 101.21 101.05 102.21 103.19 101.37 100.26 101.20 101.85 101.19

Sumatera Utara 98.52 98.60 97.67 99.64 99.32 100.52 99.72 101.22 100.33

Riau 96.84 95.97 93.55 94.61 96.22 99.10 98.17 100.83 102.94

Maluku 100.75 100.11 100.30 102.02 103.67 103.49 102.31 100.81 99.57

Papua Barat 99.36 101.04 100.97 100.10 99.34 100.28 100.54 100.55 100.01

Banten 105.23 102.77 104.02 107.02 105.99 102.33 100.68 100.45 98.97

Jambi 95.95 95.21 95.13 95.45 96.45 99.12 98.45 100.21 101.45

Jawa Tengah 100.86 98.09 100.11 101.87 100.81 99.50 100.41 99.68 98.98

Kepulauan Bangka Belitung 103.48 105.17 106.30 103.86 101.96 103.53 101.09 99.33 98.75

DKI Jakarta 98.84 98.34 97.34 98.19 99.16 101.18 100.69 99.24 99.17

Sulawesi Tenggara 98.83 98.35 100.21 100.76 99.82 99.61 100.37 98.90 97.72

Kalimantan Timur 99.95 98.33 98.33 97.86 97.46 98.26 98.31 98.47 98.40

Kalimantan Tengah 98.99 98.47 99.03 98.14 96.77 97.59 97.60 98.38 99.35

Sulawesi Tengah 97.99 96.95 98.14 99.37 99.28 100.00 99.87 98.25 97.03

Kepulauan Riau 100.14 98.92 99.95 98.78 98.47 98.81 97.54 97.90 98.16

Kalimantan Selatan 100.54 100.11 99.99 99.32 98.58 97.27 96.59 97.71 98.24

Sumatera Barat 98.72 97.36 97.14 97.73 97.79 98.23 97.28 97.02 97.92

Kalimantan Barat 97.26 96.67 96.70 96.30 95.20 96.13 94.76 96.33 97.68

Aceh 96.82 95.95 96.02 97.75 97.79 96.30 95.29 95.76 96.09

Papua 97.12 96.95 96.75 96.58 95.97 96.50 96.29 95.30 95.53

Sumatera Selatan 97.84 97.52 95.94 96.19 95.07 94.43 93.91 95.04 95.29

Sulawesi Utara 98.01 95.68 95.47 96.74 97.40 96.92 96.31 94.31 92.86

Bengkulu 95.47 94.12 92.71 93.36 92.26 93.94 92.43 93.60 94.99

Nasional 101.86 100.23 101.53 102.75 102.03 101.41 101.66 101.50 100.91

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 97

HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 98

7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Bab 7 Prospek Perekonomian dan

Rekomendasi Kebijakan

Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2017 diperkirakan tumbuh pada

kisaran 7,5% - 7,9% (yoy). Sementara secara keseluruhan 2017 akan

tumbuh di kisaran 7,5%-7,9% (yoy), yang berarti berpotensi lebih tinggi

dari pencapaian 2016 yang tumbuh 7,41% (yoy). Dari sisi permintaan,

perekonomian Sulsel diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi rumah

tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi PMTB. Sementara dari sisi

lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha Industri

Pengolahan, Konstruksi, Transportasi, Penyediaan Akomodasi, Real Estate,

Jasa Perusahaan, Administrasi Pemerintahan, Jasa Pendidikan, dan Jasa

Kesehatan.

Faktor-faktor pendorong adalah konsumsi/daya beli yang semakin baik,

perbaikan pendapatan/pengeluaran pemerintah, peningkatan harga

komoditas internasional, diversifikasi ekspor ke Amerika/Eropa,

beroperasinya industri nikel yang lebih optimal, pembangunan infrastruktur,

dan pembangunan industri pengolahan ikan.

Tekanan harga di triwulan II 2017 dan 2017 diperkirakan dalam kisaran

inflasi nasional 4,0%±1,0%, didukung oleh ketersediaan/distribusi pangan

berjalan optimal, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota

secara optimal. Namun faktor risiko yang masih akan menjadi tekanan inflasi

2017 adalah tren kenaikan harga minyak dunia, serta kebijakan kenaikan

harga yang diatur pemerintah yang dilakukan pada pertengahan tahun

2017.

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 99

7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan II 2017 dan keseluruhan tahun 2017 diperkirakan membaik. Dengan

mempertimbangkan indikator ekonomi domestik dan global, pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan II 2017,

diperkirakan mengalami perbaikan dalam kisaran 7,5%-7,9% (yoy). Untuk keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan

ekonomi Sulsel juga diperkirakan akan kembali meningkat dalam kisaran 7,5%-7,9% (yoy). Perkiraan meningkatnya

pertumbuhan ekonomi Sulsel pada tahun 2017 tersebut dengan asumsi antara lain peningkatan harga komoditas

internasional, diikuti beroperasinya industri nikel yang lebih optimal, perbaikan pendapatan/pengeluaran pemerintah,

dan pembangunan infrastruktur (seperti jalan poros lingkar luar, bendungan, jalan dan jembatan, dan lain-lain). Selain itu,

untuk mendongkrak ekspor luar negeri pemerintah daerah perlu mencari pasar alternatif untuk tujuan ekspor,

meningkatkan produksi bahan baku industri pangan, dan meningkatkan manajemen infrastruktur perhubungan laut.

Sumber: BPS,diolah. Ket.: Proyeksi oleh BI

Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya

Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan tahun 2017. Dari sisi

pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan LNPRT, diperkirakan masih akan kuat dengan adanya peningkatan upah

minimum regional. Konsumsi Pemerintah diperkirakan meningkat seiring dengan peningkatan pagu anggaran untuk APBN

di Sulsel. Sementara itu aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik, seiring dengan tren harga internasional nikel

dan coklat, ditambah dengan peningkatan pertumbuhan global terutama Amerika Serikat dan Kawasan ASEAN. Selain itu,

investasi diperkirakan meningkat dengan adanya tambahan pembangunan perumahan, rumah sakit, universitas, dan

pusat perbelanjaan baru. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan di tahun 2018 diperkirakan akan terjadi

pada lapangan usaha Pertambangan, Konstruksi, Perdagangan, Jasa Keuangan, Real Estate, Administrasi Pemerintahan,

dan Jasa Pendidikan.

7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 2017 diperkirakan meningkat dalam kisaran 7,5%-7,9%

(yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut terutama masih bersumber dari permintaan domestik/lokal.

Permintaan lokal yang tumbuh meningkat antara lain konsumsi rumah tangga dan LNPRT, konsumsi pemerintah, serta

perbaikan ekspor luar negeri. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan tumbuh pada kisaran 5,8%-6,2% yang

didukung kenaikan upah minimum provinsi dan tunjangan hari raya. Kegiatan investasi (PMTB) diperkirakan tumbuh

meningkat 6,3%-6,7% seiring dengan adanya tambahan proyek infrastruktur baru. Sementara itu, kinerja ekspor luar

negeri Sulsel diperkirakan membaik, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang dan harga

komoditas ekspor unggulan yang mulai rebound.

Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 diperkirakan menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen

konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 110,4

yang terutama untuk ekspektasi pendapatan mencapai 108,6. Sedangkan indeks rencana pembelian barang durable

berada pada level 113,6. Daya beli masyarakat diprediksikan meningkat seiring dengan disalurkannya tunjangan hari raya

(THR) dan kecenderungan stabilnya inflasi.

Konsumsi pemerintah diperkirakan terakselerasi pada triwulan II 2017. Realisasi penyerapan belanja APBN di Sulsel dan

APBD Provinsi/Kabupaten/Kota diperkirakan mulai berjalan baik pada triwulan II 2017. Apabila realisasi belanja

4

5

6

7

8

9

10

20

15

Q1

20

15

Q2

20

15

Q3

20

15

Q4

20

16

Q1

20

16

Q2

20

16

Q3

20

16

Q4

20

17

Q1

20

17

Q2

20

17

Q3

20

17

Q4

20

18

Q1

20

18

Q2

20

18

Q3

20

18

Q4

%, yoy

2017:7,5% - 7,9%

2018:7,6% - 8,0%

2015:7,17%

2016:7,41%

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

100 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

pemerintah pada triwulan II 2017 dapat mencapai 36%, maka konsumsi pemerintah diperkirakan dapat tumbuh

meningkat dalam kisaran 3,4%-3,8% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Sumber: Informasi Anekdot dan BPS, diolah

Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS Grafik 7.3. Upah Minimum Regional

Sumber: Kanwil DJPB Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel

Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah

Komponen investasi Sulsel pada triwulan II 2017 diperkirakan meningkat dan diperkirakan melambat di akhir tahun

2017. Beberapa pembangunan infrastruktur dan fisik yang direncanakan dimulai triwulan I 2017 diperkirakan akan

bergeser ke triwulan II 2017. Berdasarkan data BCI Asia, pada semester I 2017 pembangunan oleh pemerintah mencapai

Rp4,21 triliun, komersial mencapai Rp5,71 triliun, sementara perseorangan mencapai Rp12,2 miliar. Beberapa

pembangunan yang akan dimulai pada semester I 2017 antara lain:

1. Pembangkit listrik tenaga matahari di Wajo dan Takalar (4x302 Kwp), Kepulauan Selayar (6x439 Kwp), dan Pangkep

(7x90 Kwp), pembangkit listrik tenaga angin (75 Mw) di Sidenreng Rappang, serta pembangkit listrik tenaga air (mini

hydro 5 Mw) di Gowa.

2. Bendungan di danau tempe dengan area 39.000 Ha yang mencakup Kabupaten Wajo, Sidenreng Rappang, dan

Soppeng.

3. Pembangunan jalan di Kabupaten Enrekang, Maros, Parepare, Sidenreng Rappang, Kepulauan Selayar, Luwu Timur,

dan Maros.

4. Apartemen di Makassar dan perumahan di Kabupaten Gowa, Bulukumba, Toraja Utara, dan Makassar.

5. Makassar New Port (fase B dan C) untuk pembangunan container yard (160,000 m2), causeway (1.726 m),

reclamation (130.000 m2), dan pekerjaan konstruksi lainnya.

6. Lainnya berupa pusat perbelanjaan dan hiburan, terminal multimoda di Kabupaten Maros dan Takalar, rumah sakit,

perkantoran, balai pendidikan, serta pabrik pengolahan ikan.

111.1 110.1 110.7 108.2 96.3 106.2 103.4 102.7 101.9 106.8 107.1 102.4 110.4 90

95

100

105

110

115

120

125

I II III IV I II III IV I II III IV Ip

2014 2015 2016 2017

Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT

Rencana pembelian barang durable Sumber : BPS, diolah BI

1,100 1,200 1,440

1,800 2,000

2,250

2,500

10.0 9.1

20.0

25.0

11.1 12.5

11.1

2.9 4.4

6.2

8.6

4.5 2.3

4.0 0

5

10

15

20

25

30

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoy Rp ribu

UMP-sisi kiri Kenaikan UMP Inflasi

11.4%

31.1%

55.6%

95.2%

8.3%

28.3%

52.7%

86.0%

11.8%

35.2%

56.8%

94.2%

12.0%

36.0%

14.6% 12.7% 12.6%

7.2%

-3.2%

20.5%

25.6%

19.7%

43.9%

25.8%

9.0%

10.8%

4.6% 5.5%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IVP IP IIP

2014 2015 2016 2017Persentase Realisasi Growth Realisasi (yoy) - sisi kanan

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 101

Tabel 7.1. Perkembangan Pembangunan Fisik di Sulawesi Selatan

Sumber : BCI Asia, diolah Bank Indonesia

Kinerja ekspor dan impor diperkirakan sedikit membaik. Permintaan dari negara mitra dagang terkoreksi membaik,

terutama Amerika Serikat dan Kawasan ASEAN. Harga beberapa komoditas diprediksikan juga mulai meningkat seperti

nikel, coklat, dan kopi. Selain itu, Pemda juga tengah berupaya menggenjot ekspor dengan mengeluarkan kebijakan

dengan tujuan untuk mengakselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan ekspor. Untuk itu, ada

beberapa negara tujuan ekspor Sulsel yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan ekspor luar negeri.

Tabel 7.2. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara

Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)

WEO (IMF) WEO (IMF) Jan-17 Okt -16

2016p 2017p 2016 2017p 2018p

Amerika Serikat 1,6 2,2 1,6→ 2,3↑ 2,5

Kawasan Eropa 1,7 1,5 1,7→ 1,6↑ 1,6

Kawasan Asia 6,5 6,3 6,3↓ 6,4↑ 6,3

Tiongkok 6,6 6,2 6,7↑ 6,5↑ 6,0

Jepang 0,5 0,6 0,9↑ 0,8↑ 0,5

Kawasan ASEAN* 4,8 5,1 4,8→ 4,9↓ 5,2

Output Dunia 3,1 3,4 3,1→ 3,4→ 3,6 *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya

Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan pada 2017 diperkirakan membaik. Tren perbaikan harga

internasional komoditas olahan tambang telah mulai membaik pada triwulan III 201638

, yang diperkirakan akan berimbas

positif pada peningkatan ekspor. Harga nikel pada 2017 diperkirakan tumbuh 2,00%, dimana pada Desember 2017 harga

nikel diperkirakan akan berada pada kisaran 11.000 USD/metrik ton.

38 Commodity Market Outlook, Oktober 2016.

Perkembangan

Kepemilikan Nilai (Rp Juta) Kepemilikan Nilai (Rp Juta) (yoy)

Total 143,000 Total 8,089,976 5557.3%

Pemerintah - Pemerintah 3,879,018 0.0%

Commercial 143,000 Commercial 4,207,458 2842.3%

Perseorangan - Perseorangan 3,500 0.0%

Total 2,518,040 Total 1,834,793 -27.1%

Pemerintah 49,540 Pemerintah 326,969 560.0%

Commercial 2,468,500 Commercial 1,499,124 -39.3%

Perseorangan - Perseorangan 8,700 0.0%

Total 548,900 Total 667,000 21.5%

Pemerintah 24,600 Pemerintah 507,000 1961.0%

Commercial 524,300 Commercial 160,000 -69.5%

Perseorangan - Perseorangan - 0.0%

Total 1,543,507 Total 50,000 -96.8%

Pemerintah 1,052,107 Pemerintah - -100.0%

Commercial 490,300 Commercial 50,000 -89.8%

Perseorangan 1,100 Perseorangan - -100.0%

Total 4,753,447 Total 10,641,769 123.9%

Pemerintah 1,126,247 Pemerintah 4,712,987 318.5%

Commercial 3,626,100 Commercial 5,916,582 63.2%

Perseorangan 1,100 Perseorangan 12,200 1009.1%

Total 2016 Total 2017

Proyek dimulai Tw III 2016 Proyek dimulai Tw III 2017

Proyek dimulai Tw IV 2016 Proyek dimulai Tw IV 2017

Proyek dimulai Tw I 2016 Proyek dimulai Tw I 2017

SulselKeterangan

SulselKeterangan

Proyek dimulai Tw II 2016 Proyek dimulai Tw II 2017

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

102 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: World Bank

Sumber: World Bank

Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi

Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan melambat. Hal ini seiring dengan peningkatan produksi yang

digunakan untuk konsumsi di Sulsel. Berdasarkan hasil liaison, pengiriman barang keluar dan ke dalam Sulsel semakin

menurun, terutama komoditi semen, dengan munculnya pesaing dengan berdirinya industri semen baru di Kalimantan

Selatan dan Papua Barat. Perusahaan ekspedisi pun mulai merasakan kurangnya pengiriman komoditi tersebut ke

Kalimantan dan Papua. Seiring dengan maraknya pembangunan infrastruktur di Sulsel, diperkirakan penggunaan semen di

Sulsel semakin meningkat. Sementara dengan semakin luasnya lahan pertanian maka kebutuhan bibit dan pupuk yang

diproduksi industri di Sulsel juga semakin meningkat.

7.1.2 Prospek Sisi Lapangan Usaha

Beberapa lapangan usaha diperkirakan tumbuh meningkat di triwulan II 2017. Lapangan usaha yang diprediksikan

meningkat adalah Industri Pengolahan, Konstruksi, Transportasi, Penyediaan Akomodasi, Real Estate, Jasa Perusahaan,

Administrasi Pemerintahan, Jasa Pendidikan, dan Jasa Kesehatan. Faktor-faktor pendorong adalah pembangunan industri

pengolahan ikan, diversifikasi ekspor ke Amerika/Eropa, konsumsi/daya beli yang semakin baik, dan peningkatan

penyerapan belanja pemerintah.

Lapangan usaha Pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan II 2017.

Diperkirakan kondisi cuaca relatif kondusif pada kuartal kedua 2017, sehingga mendukung kondisi saat musim panen.

Dengan pola tanam padi-padi-palawija, diperkirakan pada awal tahun 2017 akan terdapat panen tanaman bahan

makanan yang cukup besar. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk coklat dan kopi yang

membaik, diperkirakan akan mendorong peningkatan nilai ekspor komoditas tersebut.

Sumber: World Bank

Sumber: World Bank

Grafik 7.7. Perkembangan Harga Internasional Coklat Grafik 7.8. Perkembangan Harga Internasional Kopi (Robusta)

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

I II III IV

I II III IV

I II III IV IP

20

17

-p

2014 2015 2016 2017 2018-p

yoy $/mt

Harga Internasional Nikel g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

0

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV

I II III IV

I II III IV IP

20

17

-p

2014 2015 2016 2017 2018-p

yoy $/mt

Harga Internasional Iron Ore g.Harga Internasional Iron Ore - sisi kanan

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

I II III IV

I II III IV

I II III IV IP

201

7-p

2014 2015 2016 2017 2018-p

yoy USD/kg

Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

0.5

1

1.5

2

2.5

I II III IV

I II III IV

I II III IV IP

201

7-p

2014 2015 2016 2017 2018-p

yoy USD/kg

Harga Internasional Kopi g.Harga Internasional Kopi - sisi kanan

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 103

Maret 2017 April 2017 Mei 2017

Keterangan:

Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Gambar7.1. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan

Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh meningkat. Hal ini seiring dengan perkiraan harga internasional

nikel yang diprediksikan mulai membaik di akhir tahun. Perkembangan harga internasional nikel sampai dengan Februari

2017 mulai positif 26,96% (yoy) atau pada level harga 10.535,83 USD/metrik ton. Dari hasil liaison dan hasil rilis industri

pengolahan nikel matte, menyatakan produksi nikel tahun 2016 relatif rendah dibanding tahun 2015, sehingga dengan

insentif perbaikan harga internasional akan mendorong peningkatan produksi tahun 2017.

Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh relatif meningkat pada triwulan II 2017. Beberapa proyek

pembangunan akan dilakukan oleh pemerintah, swasta (komersial), dan perseorangan. Diperkirakan realisasi belanja

modal kedepan berada dalam tren stabil sebagaimana polanya, walaupun ada risiko berkurangnya dana transfer dari

APBN.

Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diperkirakan masih tumbuh kuat pada triwulan II 2017 sejalan dengan

adanya hari besar keagamaan. Kegiatan perdagangan diperkirakan meningkat dengan masuknya bulan Ramadhan.

Faktor relatif terkendalinya inflasi juga akan memperkuat daya beli masyarakat dan meningkatkan pembelian barang

tahan lama.

Sementara itu, lapangan usaha Administrasi Pemerintahan diperkirakan meningkat sebagaimana polanya. Hal ini

dikarenakan pelaksanaan berbagai proyek dan program pemerintah akan dimulai pada kuartal kedua sesuai polanya. Jika

persentase realisasi belanja pada triwulan II 2017 dapat terserap 36%, maka akan mendorong pertumbuhan lapangan

usaha ini sekitar 6,2%-6,6% (yoy).

7.2 Prospek Inflasi

Inflasi di triwulan II 2017 dan keseluruhan tahun 2017 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Harga

komoditas minyak dunia diperkirakan akan terkoreksi ke atas pada tahun 2017. Memperhatikan berbagai hal tersebut,

maka target inflasi Sulsel pada 2017 ditetapkan sesuai dengan target inflasi nasional di kisaran 4%±1% dan 3,5%±1% pada

2018. Faktor-faktor yang mendukung adalah ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, serta telah berjalannya

fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal. Namun faktor risiko yang masih akan menjadi tekanan inflasi 2017 adalah

tren kenaikan harga minyak dunia, serta kebijakan kenaikan harga yang diatur pemerintah yang dilakukan pada semester

I 2017.

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

104 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: World Bank

Grafik 7.9. Perkembangan Harga Internasional Emas

Tekanan inflasi dari kelompok volatile food dan inflasi inti relatif terjaga. Tekanan inflasi volatile food diperkirakan

menurun seiring kondusifnya cuaca dan musim panen tanaman bahan makanan. Selain itu, Bank Indonesia bersama Tim

Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel juga akan meningkatkan koordinasi melalui level teknis dan kebijakan/high

level meeting untuk menjaga ketersediaan stok pangan guna meminimalisir gejolak harga. Sementara inflasi inti

diperkirakan tetap terkendali seiring kenaikan terbatas harga emas internasional sesuai World Economic Outlook bulan

Februari 2017 yang mencapai USD 1.229,70 per troy oz naik 2,4% (yoy). Namun diperkirakan terdapat risiko peningkatan

harga emas, seiring masih munculnya risiko kondisi politik global.

Tekanan inflasi administered prices diperkirakan meningkat. Pada awal tahun 2017, pemerintah akan meningkatkan

Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk biaya administrasi pajak kendaraan bermotor dan

mencabut subsidi pelanggan listrik rumah tangga daya 900 VA (lebih lengkap lihat boks 7.A). Selain itu, terdapat potensi

risiko tren kenaikan harga minyak dunia.

Sumber: BPS,diolah. Ket.: angka proyeksi oleh BI

Grafik 7.10. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel

Untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi barang, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi

Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota akan meningkatkan koordinasi. Koordinasi menjadi sangat penting

mengingat peningkatan tekanan inflasi terkadang dipicu oleh permasalahan distribusi pasokan bahan pangan yang tidak

lancar. Dengan koordinasi yang berjalan baik, baik di tingkat kebijakan/high level maupun teknis di

Provinsi/Kabupaten/Kota, mendorong kondisi inflasi Sulsel terlihat semakin menurun. Realisasi inflasi pada Januari 2017

tercatat 2,83% (yoy), lebih rendah dibandingkan capaian akhir 2016 sebesar 2,94% (yoy). Pencapaian inflasi Sulsel 2017

akan didukung dengan kondisi cuaca dan peningkatan luas lahan panen yang akan menambah produksi.

-25%

-20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

1000

1050

1100

1150

1200

1250

1300

1350

1400

I II III IV

I II III IV

I II III IV IP

20

17

-p

2014 2015 2016 2017 2018-p

yoy USD/troy onz

Emas g.Emas - sisi kanan

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2013 2014 2015 2016 2017

Infl

asi T

ahu

nan

Nasional Sulsel

Sasaran Inflasi 2013: 4,5%+1Sulsel 2013: 6,22%Nasional 2013: 8,38%

Sasaran Inflasi 2015: 4% + 1Sulsel 2015: 4,48%Nasional 2015: 3,35%

Sasaran Inflasi 2014: 4,5%+1Sulsel 2014: 8,61%Nasional 2014: 8,36%

Sasaran Inflasi 2017: 4% + 1

Sasaran Inflasi 2016: 4% + 1Sulsel 2016: 2,94%Nasional 2016: 3,02%

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 105

Tabel 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)

Sumber: BPS,diolah Keterangan : p) Proyeksi BI

7.3 Rekomendasi Kebijakan

Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan

kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel:

a. Meningkatkan kapasitas produksi pertanian (dalam arti luas), antara lain melalui beberapa program sebagai berikut:

a. Penguatan Kelompok Tani, Kelompok Peternak, Kelompok Nelayan, Kelompok Pembudidaya Ikan, dan berbagai

kelompok produsen di lapangan usaha pertanian (dalam arti luas).

b. Mengoptimalkan implementasi Sistem Resi Gudang (SRG), khususnya di beberapa Kabupaten/Kota yang sudah

memiliki gudang yang memenuhi kriteria Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

c. Mendorong dan memfasilitasi bank penyalur KUR agar meningkatkan porsi penyaluran KUR di sektor pertanian.

d. Mengatur tata niaga produk pertanian (dalam arti luas) yang memberikan nilai tambah yang lebih tinggi kepada

para produsen pertanian (petani/ peternak/ nelayan) skala usaha mikro dan kecil.

b. Meningkatkan nilai tambah komoditas unggulan di Sulsel yang mayoritas berbasis sumber daya alam, antara lain

melalui beberapa hal sebagai berikut:

a. Memperbanyak industri pengolahan produk pertanian (dalam arti luas), seperti industri pengolahan kakao,

kopi, jagung, rumput laut, ikan, udang, dan peternakan.

b. Meningkatkan nilai tambah produk pertanian seperti beras, jagung, dan komoditas hortikultura, antara lain

dengan penggunaan teknologi pertanian dan pemasaran yang lebih inovatif (ramah lingkungan, organik, dan

packaging yang lebih modern).

c. Mengoptimalkan besarnya potensi investasi di Sulsel, khususnya melalui Penanaman Modal Asing (PMA), melalui

peningkatan daya tarik investasi di Sulsel. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan mempublikasikan dan

Pertumbuhan Ekonomi

2015Total I II III IV Total IP IIP TotalP

Pertumbuhan Ekonomi 7.1 7.4 8.0 6.8 7.6 7.4 7,3-7,7 7,5-7,9 7,5-7,9 7,6-8,0

Sisi PengeluaranKonsumsi Rumah Tangga 5.3 5.3 5.6 5.7 5.3 5.5 5,6-6,0 5,8-6,2 5,5-5,9 5,5 - 5,9

Konsumsi LNPRT 1.1 4.7 5.6 5.5 0.2 3.3 4,0-4,4 5,5-5,9 4,9-5,3 5,2 - 5,6

Konsumsi Pemerintah 8.2 2.1 8.4 (3.5) (7.4) (1.3) 1,0-1,4 3,4-3,8 4,4-4,8 5,2-5,6

Pembentukan Modal Tetap Bruto 8.3 9.5 10.0 6.7 3.0 7.0 3,1-3,5 6,3-6,7 5,9-6,3 6,0-6,4

Ekspor Luar Negeri (10.1) (32.3) (24.8) (15.3) (4.2) (19.1) (7,6)-(7,2) (6,5)-(6,1) (6,0)-(5,6) (1,0)-(0,6)

Impor Luar Negeri 19.2 (15.7) 4.6 (46.8) 41.3 (8.8) (15,2)-(14,8) 3,4-3,8 0,3-0,7 0,2-0,6

Net Ekspor Antardaerah 9.1 28.4 58.1 65.3 35.1 40.4 19,6-20,0 17,6-18,0 14,7-15,1 9,0-9,4

Sisi Lapangan UsahaPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.6 0.8 4.4 5.4 25.7 8.1 14,0-14,4 11,1-11,5 9,9-10,3 13,0-13,4

Pertambangan dan Penggalian 7.9 2.6 5.3 1.6 (3.6) 1.0 4,9-5,3 3,9-4,3 3,9-4,3 6,5-6,9

Industri Pengolahan 6.7 13.1 7.1 10.7 0.9 8.1 5,8-6,2 8,9-9,3 8,6-9,0 5,2-5,6

Pengadaan Listrik, Gas (4.0) 7.7 17.2 17.3 2.8 11.5 6,5-6,9 5,2-5,6 7,2-7,6 6,4-6,8

Pengadaan Air 0.3 5.5 6.8 6.9 6.7 5.4 6,2-6,6 5,4-5,8 5,5-5,9 3,6-4,0

Konstruksi 8.3 9.3 9.7 6.1 2.5 6.8 4,2-4,6 4,9-5,3 6,6-7,0 6,9-7,3

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor7.9 9.3 11.4 9.7 9.9 9.9 5,3-5,7 5,7-6,1 5,3-5,7 4,9-5,3

Transportasi dan Pergudangan 6.9 12.9 9.2 9.2 0.2 7.8 7,6-8,0 8,7-9,1 9,1-9,5 5,1-5,5

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.7 9.6 8.1 8.7 6.6 8.5 6,4-6,8 7,7-8,1 7,0-7,4 6,7-7,1

Informasi dan Komunikasi 7.9 8.2 8.0 7.9 8.4 8.1 9,2-9,6 8,8-9,2 8,7-9,1 6,7-7,1

Jasa Keuangan 7.4 9.7 17.4 12.1 15.4 13.6 8,2-8,6 6,9-7,3 6,6-7,0 6,7-7,2

Real Estate 7.4 7.0 6.9 5.4 6.2 6.4 5,0-5,4 5,6-6,0 6,4-6,8 7,1-7,5

Jasa Perusahaan 5.9 7.9 7.7 8.1 7.8 7.9 7,2-7,6 7,3-7,7 6,5-6,9 6,8-7,2

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib7.8 8.2 10.0 7.7 (7.0) (1.1) 1,9-2,3 6,2-6,6 8,0-8,4 4,9-5,3

Jasa Pendidikan 7.3 7.7 9.2 8.0 3.0 6.9 4,6-5,0 5,0-5,4 6,4-6,8 6,8-7,2

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9.3 9.6 8.4 7.5 8.4 8.5 7,0-7,4 8,2-8,6 7,7-8,1 6,2-6,6

Jasa lainnya 9.0 9.7 8.9 10.0 9.6 9.8 5,8-6,2 5,6-6,0 5,0-5,4 7,6-8,0

PDRB 7.2 7.4 8.0 6.8 7.6 7.4 7,3-7,7 7,5-7,9 7,5-7,9 7,6-8,0

Inflasi 4.5 7.4 4.3 3.1 2.9 2.9 3,2±1,0 4,2±1,0 4,0±1,0 3,5±1,0

Provinsi Sulsel

%, yoy

20162018P2017P

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

106 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

mempromosikan berbagai potensi Sulsel dalam satu media yang mudah diakses oleh para calon investor. Untuk itu,

koordinasi lintas sektor dan lintas pelaku harus dilakukan, misalnya dengan membangun South Sulawesi

Incorporated (SSI).

d. Merealisasikan pembangunan infrastruktur sesuai dengan yang telah direncanakan, yaitu:

a. Mengakselerasi realisasi anggaran belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk pembangunan

infrastruktur, terutama infrastruktur yang mampu meningkatkan konektivitas antar Kabupaten/Kota di Sulsel.

b. Mendorong Pemerintah Pusat untuk juga dapat merealisasikan pembangunan infrastruktur yang dibiayai APBN

sesuai jadwal, terutama infrastruktur yang mampu meningkatkan konektivitas antar provinsi di Sulawesi,

mendukung program kemaritiman, dan infrastruktur yang dapat meningkatkan kapasitas produksi pertanian.

e. Mencari alternatif sumber pembiayaan infrastruktur yang tidak bersumber dari APBN/APBD, sebagaimana yang

sudah dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui skema Pembiayaan Infrastruktur Non Anggaran Pemerintah (PINA).

Bappenas telah menentukan empat kriteria proyek yang dapat didanai dengan skema PINA, yakni mendukung

percepatan target prioritas pembangunan nasional, memiliki manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat

Indonesia, memiliki kelayakan komersial, dan memenuhi kriteria kesiapan.

f. Merealisasikan anggaran belanja di awal tahun (Semester I) dan mengalokasikan Dana Desa secara tepat sasaran

dan tepat jadwal, sehingga dapat memberikan stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi lebih awal dan lebih

berkelanjutan.

g. Melakukan diversifikasi tujuan ekspor, khususnya pasar di negara-negara Eropa, Australia dan Afrika yang masih

potensial untuk pengembangan pengiriman produk ekspor Sulsel seperti ikan, rumput laut, dan coklat olahan.

h. Mempererat kerjasama antar provinsi di Sulawesi, dengan mengoptimalkan Badan Kerjasama Pembangunan

Regional Sulawesi (BKPRS). Koordinasi dan kerjasama antar provinsi menjadi hal sangat penting untuk mempercepat

proses pembangunan dan meningkatkan bargaining position kepada Pemerintah Pusat terkait dengan upaya

percepatan pembangunan infrastruktur di Kawasan Timur Indonesia (KTI) khususnya Sulawesi.

Sesuai dengan kajian pada Bab 3, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga komoditas

penyumbang inflasi terbesar di Sulsel adalah sebagai berikut:

a. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Sulsel perlu menyusun program kerja yang lebih fokus pada pengendalian

komoditas volatile food sebagaimana yang sudah dicantumkan dalam Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel,

antara lain yaitu:

a. Mengintensifkan kegiatan pengendalian harga volatile food pada bulan-bulan dimana terjadi kenaikan tarif

tenaga listrik untuk kelompok rumah tangga 900 VA yang tidak lagi disubsidi.

b. Mengembangkan komoditas/produk unggulan di sector pertanian dari masing-masing Kabupaten/Kota, dalam

rangka mengendalikan tekanan inflasi kelompok volatile food.

Beberapa komoditas utama yang berkontribusi besar terhadap inflasi Sulsel yang perlu menjadi perhatian TPID

adalah beras, daging sapi, ikan layang, ikan teri, bawang merah, cabai merah, ikan cakalang, ikan bandeng, dan

daging ayam ras.

b. TPID di masing-masing zona di Sulsel perlu menyusun Roadmap Pengendalian Inflasi di tiap zona dengan mengacu

kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel. Roadmap di tiap zona ini sangat penting agar program

pengendalian inflasi di tiap zona lebih terpadu dengan pengendalian inflasi yang dilakukan oleh TPID Provinsi.

c. Penguatan kerjasama antar daerah perlu semakin ditingkatkan yang didasarkan pada data Sistem Informasi Harga

Pangan (SIGAP) di kabupaten/kota. Ke depan, data di SIGAP diharapkan dapat memberikan informasi tentang data

surplus-defisit komoditas antar daerah.

d. Mengoptimalkan kewenangan Pemerintah Provinsi dalam menetapkan tarif yang ditentukan oleh Gubernur seperti

tarif angkutan dalam kota dan harga eceran tertinggi (HET) LPG subsidi (3 kg). Hasil simulasi kami, apabila harga BBM

naik 10% dan hanya diikuti kenaikan tarif angkutan dalam kota maksimal 4%, maka dampaknya terhadap inflasi

relatif terbatas. Hal ini mengingat selama ini tidak terdapat penurunan tarif angkutan meski telah terjadi penurunan

harga BBM pada 1 April 2016.

e. Untuk mengurangi dampak lanjutan (second round effect) yang dapat mengakibatkan inflasi 2017 naik lebih tinggi

dari perkiraan, maka perlu dipastikan ketersediaan dan keberlangsungan tenaga listrik untuk rumah tangga,

ketersediaan dan kelancaran distribusi BBM dan LPG bersubsidi.

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 107

Boks 7.A

Dampak Kenaikan Harga/Tarif Oleh Pemerintah terhadap Peningkatan

Tekanan Inflasi Sulsel 2017

Pada tahun 2017, beberapa harga atau tarif yang diatur oleh Pemerintah akan disesuaikan. Penghitungan dampak

dilakukan atas kenaikan tarif yang dilaksanakan Pemerintah secara tidak rutin, seperti penyesuaian tarif tenaga listrik,

tarif administrasi STNK, dan harga BBM non-subsidi. Sementara kenaikan cukai rokok tidak dihitung karena diasumsikan

Pemerintah melakukannya secara rutin pada setiap awal tahun. Dengan rata-rata kenaikan cukai rokok pada 2017 (10,5%)

yang lebih rendah dibandingkan 2016 (11,5%), maka diperkirakan dampak kenaikan cukai rokok terhadap tekanan inflasi

2017 relatif rendah.

Inflasi Sulsel 2017 dengan adanya rencana kenaikan harga/tarif oleh Pemerintah diperkirakan masih berada dalam

kisaran sasaran inflasi nasional 4±1%. Berdasarkan pola historisnya, tanpa memperhitungkan adanya kenaikan beberapa

harga/tarif oleh Pemerintah, inflasi Sulsel 2017 diperkirakan akan berada di kisaran bawah sasaran inflasi nasional 4±1%.

Sementara itu dengan memperhitungkan adanya tambahan dampak dari kenaikan tarif tenaga listrik, tarif STNK, dan

harga BBM non-subsidi secara bersama-sama, maka diperkirakan akan ada tambahan tekanan inflasi sekitar 1,15%.

Namun demikian, inflasi Sulsel 2017 diperkirakan masih akan berada dalam kisasaran sasaran inflasi nasional 4±1% seiring

dengan adanya upaya pengendalian inflasi yang akan dilakukan.

Tabel 7.A.1. Dampak Kenaikan Beberapa Harga/Tarif

Kenaikan Harga/Tarif Dampak Langsung thd Inflasi Sulsel 2017

Penyesuaian tarif menjadi non-subsidi kepada 70% pelanggan 900VA 1,04%

Kenaikan harga BBM non-subsidi (Pertamax, Pertalite) Rp1.000 per liter 0,06%

Kenaikan tarif penerbitan dan pengurusan STNK dan BPKB 0,05%

Total Dampak 1,15% Sumber : diolah oleh Bank Indonesia

PLN menyatakan akan ada pengalihan sekitar 78% jumlah pelanggan 900 VA subsidi ke non-subsidi pada 201739

yang

diperkirakan akan menambah inflasi Sulsel 2017 sekitar 1,04%. Permen ESDM No. 28 Tahun 2016 tanggal 20 Okt’16

tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT. PLN yang telah mendapatkan persetujuan dari DPR Komisi VII pada

tanggal 22 September 2016, memutuskan bahwa untuk pelanggan 900VA yang tidak layak subsidi akan dilakukan

kenaikan tarif secara bertahap menuju tarif Rp1.352/KwH dengan 3 kali tahapan kenaikan yaitu pada bulan Januari,

Maret, dan Mei 2017. Berdasarkan pengamatan ESDM, apabila terjadi kenaikan tarif listrik, konsumen biasanya akan

mengurangi pemakaian listriknya sebesar 9% selama 3 bulan. Oleh karena itu, pengalihan pemakaian listrik bersubsidi ke

non-subsidi akan mengurangi pemakaian listrik pada bulan Januari hingga Maret 2017.

Tabel 7.A.2. Perhitungan Dampak Pengalihan Tarif Listrik Pelanggan 900 VA subsidi ke non-subsidi

Sumber : diolah oleh Bank Indonesia

Semantara itu kenaikan tarif administrasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)40

, diperkirakan hanya akan

menambah inflasi Sulsel 2017 sekitar 0,05%. Dampak kenaikan tarif administrasi PNPB/STNK terbesar terjadi di

Makassar, sesuai dengan jumlah kendaraan yang sebagaian besar berada di Makassar. Sumbangan kenaikan tarif STNK

relatif kecil, seiring dengan bobotnya dalam keranjang inflasi yang rendah dan dampak dari kenaikan tarif yang hanya

dikenakan pada kendaraan yang melakukan perpanjangan administrasi 5 tahunan.

39

Pengurangan subsidi untuk pelanggan 450VA belum siap dilaksanakan karena diperlukan pemadanan data terlebih dahulu yang

diperkirakan selesai pada semester I 2017. 40

Tarif administrasi perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

Jan Mar Mei Jan Mar Mei Jan Mar Mei Jan Mar Mei

450VA - Subsidi 415 415 21.89% 21.29% 21.02% 2.80%

900VA - Subsidi 585 585 10.85% 10.56% 10.42% 2.80%

900VA - Non Subsidi 585 774 1023 1352 32.31% 32.17% 32.16% 37.05% 38.77% 39.55% 2.80% 0.34% 0.35% 0.36% 1.04%

>1300VA (Non Subsidi)    1,352   1,352 30.20% 29.38% 29.00% 2.80%

Total Dampak 100.00% 100.00% 100.00% 0.34% 0.35% 0.36% 1.04%

Bobot

Tarif

Listrik*

Dampak Inflasi 2017TotalPelanggan Listrik

Tarif

2016

Tarif Baru 2017 Tarif Baru 2017 Bobot Pemakaian Listrik

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

108 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Tabel 7.A.3. Perhitungan Dampak Kenaikan Tarif Administrasi STNK

Sumber : diolah oleh Bank Indonesia

Kenaikan harga BBM non-subsidi diperkirakan juga berdampak terbatas terhadap inflasi Sulsel 2017. Dengan asumsi

setiap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi sebesar Rp1.000 per liter, maka diperkirakan akan

menambah inflasi sekitar 0,06%. Kenaikan harga BBM non-subsidi mengikuti perkembangan harga minyak dunia, dimana

pada 2017 terjadi tren kenaikan harga. Transmisi/dampak tidak langsung kenaikan harga BBM non-subsidi kepada biaya

transport maupun inflasi volatile food dan core relatif terbatas, karena tidak adanya angkutan umum yang menggunakan

bahan bakar non-subsidi. Dengan asumsi kenaikan harga sebesar Rp1.000 per liter dan mempertimbangkan bobot bahan

bakar minyak terhadap inflasi 2016 sebesar 3,23%; dikali dengan konsumsi BBM non-subsidi (pertalite dan pertamax)

yang hanya 13% dari konsumsi total bensin, maka dampak kenaikan harga BBM non-subsidi terhadap inflasi Sulsel 2017

diperkirakan relatif kecil yaitu sekitar 0,06%.

Tabel 7.A.4. Perhitungan Dampak Harga BBM Non-Subsidi

Mobil Motor Mobil Motor Mobil Motor

Bulukumba 5,758 82,453 7% 93% 300% 100% 0.21% 20.00% 2.7% 0.001%

Bone 5,069 142,190 3% 97% 300% 100% 0.30% 20.00% 5.8% 0.004%

Makassar 190,428 1,062,943 15% 85% 300% 100% 0.20% 20.00% 78.1% 0.042%

Pare Pare 12,985 86,924 13% 87% 300% 100% 0.09% 20.00% 7.0% 0.002%

Palopo 5,013 79,649 6% 94% 300% 100% 0.10% 20.00% 6.4% 0.001%

100.0% 0.050%

Bobot

Kota

Sumbangan

InflasiKota Inflasi

Total

Pangsa

Kendaraan 5 th

Jumlah Kendaraan Pangsa Kendaraan Kenaikan Tarif Bobot STNK

dalam Inflasi

Dampak Kenaikan Harga BBM BersubsidiBobot NK

2016 (%)

Bobot

Konsumsi

2016 (%)

Kenaikan

Harga (%)

Sumbangan

Inflasi (%)

Dampak langsung 0.06

- Bensin 3.20 1.82 0.06

Subsidi 0.87 0.00

Non-Subsidi - Pertalite 0.10 14.08

Non-Subsidi - Pertamax 0.03 12.66

- Solar 0.03 0.00 0.00

Total dampak ke Inflasi IHK 3.23 0.06

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 109

HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 110

LAMPIRAN

Lampiran

A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Triliun)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

I II III IV TOTAL I II III

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 42.33 44.26 46.45 51.08 12.72 14.53 15.98 10.73 53.96 12.82 15.06 17.00

B Pertambangan dan Penggalian 11.90 12.53 13.24 14.71 3.53 3.78 4.25 4.30 15.87 3.62 3.98 4.32

C Industri Pengolahan 25.74 27.97 30.55 33.28 8.09 8.77 8.95 9.69 35.51 9.15 9.53 9.60

D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.20 0.22 0.05 0.05 0.05 0.06 0.21 0.06 0.06 0.06

E Pengadaan Air 0.27 0.28 0.30 0.30 0.08 0.08 0.07 0.08 0.30 0.08 0.08 0.08

F Konstruksi 21.43 23.54 26.03 27.67 6.96 7.19 7.69 8.13 29.97 7.61 7.96 8.16

G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 25.17 28.15 30.19 32.36 8.21 8.62 9.41 8.68 34.92 8.97 9.54 10.35

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.01 7.95 8.45 8.60 2.15 2.24 2.41 2.39 9.19 2.43 2.45 2.60

H Transportasi dan Pergudangan 2.48 2.77 2.95 3.18 0.80 0.83 0.85 0.88 3.37 0.88 0.90 0.92

J Informasi dan Komunikasi 10.01 12.07 13.77 14.56 3.75 3.86 4.04 4.07 15.71 4.06 4.17 4.36

K Jasa Keuangan 6.04 7.00 7.63 8.07 2.14 2.08 2.19 2.25 8.66 2.35 2.44 2.46

L Real Estate 6.59 7.28 7.93 8.56 2.25 2.28 2.32 2.34 9.20 2.41 2.44 2.45

M,N Jasa Perusahaan 0.81 0.88 0.94 1.00 0.26 0.26 0.27 0.27 1.06 0.28 0.28 0.29

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9.77 9.99 10.29 10.56 2.65 2.76 2.95 3.03 11.38 2.86 3.00 2.91

P Jasa Pendidikan 10.29 11.06 11.92 12.47 3.18 3.19 3.40 3.61 13.38 3.42 3.49 3.67

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.36 3.71 4.02 4.43 1.14 1.18 1.23 1.29 4.85 1.25 1.28 1.33

R,S,T,U Jasa lainnya 2.36 2.55 2.74 2.94 0.77 0.79 0.81 0.84 3.21 0.85 0.86 0.88

185.71 202.18 217.59 234.00 58.74 62.49 66.88 62.62 250.73 63.11 67.52 71.44

Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010

PRDB

2011 2012 2013 20142015* 2016**

I II III IV TOTAL I II III

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 44.97 51.41 57.37 68.44 18.19 20.84 23.49 16.04 78.56 19.36 22.53 25.64

B Pertambangan dan Penggalian 14.65 16.18 17.88 22.65 5.64 5.87 6.03 5.81 23.35 4.87 5.44 6.22

C Industri Pengolahan 26.94 30.80 35.49 41.62 10.61 11.60 11.95 13.02 47.19 12.43 13.01 13.18

D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.18 0.19 0.04 0.04 0.04 0.05 0.17 0.04 0.05 0.05

E Pengadaan Air 0.29 0.31 0.35 0.35 0.09 0.09 0.09 0.09 0.37 0.10 0.10 0.10

F Konstruksi 22.89 26.58 31.52 36.02 9.47 9.86 11.01 11.84 42.18 11.19 11.79 12.18

G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 26.49 30.65 33.63 37.62 9.94 10.65 11.98 11.22 43.79 11.70 12.56 13.79

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.32 8.96 10.43 11.99 3.20 3.38 3.72 3.75 14.05 3.82 3.88 4.31

H Transportasi dan Pergudangan 2.65 3.15 3.56 4.11 1.08 1.12 1.16 1.19 4.54 1.20 1.22 1.25

J Informasi dan Komunikasi 10.05 12.13 13.79 14.59 3.70 3.81 4.07 4.14 15.72 4.15 4.27 4.54

K Jasa Keuangan 6.42 8.24 9.60 10.82 2.99 2.93 3.12 3.22 12.26 3.39 3.54 3.61

L Real Estate 7.02 8.32 9.90 11.52 3.22 3.37 3.45 3.55 13.59 3.70 3.76 3.78

M,N Jasa Perusahaan 0.86 1.00 1.15 1.30 0.35 0.36 0.38 0.39 1.48 0.40 0.40 0.42

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10.70 11.45 12.24 13.66 3.71 3.92 4.27 4.43 16.33 4.20 4.43 4.35

P Jasa Pendidikan 10.89 12.10 13.89 15.50 4.00 4.07 4.48 4.76 17.30 4.54 4.64 4.95

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.55 4.08 4.68 5.51 1.51 1.56 1.68 1.77 6.52 1.73 1.77 1.86

R,S,T,U Jasa lainnya 2.45 2.75 3.18 3.72 1.03 1.06 1.11 1.16 4.37 1.18 1.20 1.24

198.29 228.29 258.84 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75 88.00 94.59 101.47PRDB

2011 2012 2013Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 20142015* 2016**

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 111

Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Triliun)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)

Sumber : Badan Pusat Statistik

I II III IV TOTAL I II III

1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 106.35 113.78 120.56 127.70 32.82 33.28 33.99 34.39 134.47 34.56 35.14 35.94

2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.22 2.38 2.62 2.92 0.71 0.72 0.74 0.78 2.95 0.74 0.76 0.78

3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 21.55 22.45 23.06 23.49 3.63 5.74 6.32 9.73 25.41 3.70 6.16 6.09

4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 64.56 74.68 82.98 90.29 22.45 23.47 25.19 26.71 97.82 24.59 25.73 26.88

5 Perubahan Inventori 2.16 5.43 3.97 (0.97) 0.62 1.87 1.56 0.62 4.66 0.96 0.66 0.60

6 Ekspor 52.86 51.22 52.36 59.75 13.86 13.73 14.66 10.30 52.56 8.21 9.94 9.97

7 Impor 63.99 67.75 67.96 69.18 15.34 16.31 15.57 19.91 67.14 9.65 10.88 8.82

185.71 202.18 217.59 234.00 58.74 62.49 66.88 62.62 250.73 63.11 67.52 71.44

2016**No Komponen 2011 2012

PDRB

2015*2013 2014

I II III IV TOTAL I II III

1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 113.55 129.69 146.64 165.19 44.64 45.72 47.48 48.68 186.52 49.61 50.51 52.17

2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.31 2.60 3.08 3.86 1.00 1.03 1.09 1.15 4.27 1.12 1.16 1.20

3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 23.49 26.12 28.72 31.70 4.86 7.99 9.19 14.43 36.48 5.52 9.44 9.32

4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 66.70 82.68 94.88 113.16 29.14 31.00 33.80 36.41 130.34 33.90 35.78 37.70

5 Perubahan Inventori 2.50 5.66 4.42 (1.55) 0.90 2.01 1.84 0.90 5.64 1.49 0.99 0.87

6 Ekspor 57.26 58.19 59.93 78.01 18.91 18.67 19.75 12.76 70.08 11.12 13.30 13.31

7 Impor 67.52 76.66 78.84 90.73 20.69 21.88 21.11 27.89 91.57 14.76 16.58 13.10

198.29 228.29 258.84 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75 88.00 94.59 101.47

2016**No Komponen 2011 2012 2013 2014

PDRB

2015*

Penduduk (Jiwa) 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163 8,520,300

PDRB per Kapita (Juta Rp) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.59 39.90

2015P2014Kategori 2010 2011 2012 2013

LAMPIRAN

112 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

B. Indeks Harga Konsumen (IHK)

Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran

Sumber: BPS, diolah

Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK

Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK

Umum Bahan

Makanan

Makanan

Jadi,

Minuman,

Rokok, dan

Tembakau

Perumahan,

Air, Listrik,

Gas, dan

Bahan Bakar

Sandang Kesehatan

Pendidikan,

Rekreasi, dan

Olahraga

Transpor

dan

Komunikasi

126.75 148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73

130.39 149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50

Triwulan I 132.89 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61

Triwulan II 133.44 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92

Triwulan III 135.69 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22

Triwulan IV 136.14 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72

Triwulan I 139.01 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55

Triwulan II 139.26 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11

Triwulan III 145.51 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97

Triwulan IV 144.60 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08

Triwulan I 109.16 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65

Triwulan II 109.71 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33

Triwulan III 111.72 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29

Triwulan IV 116.89 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49

Triwulan I 116.94 125.83 115.15 117.40 114.32 112.29 105.70 115.08

Triwulan II 118.55 128.30 116.95 118.18 113.74 113.18 106.16 118.01

Triwulan III 121.06 133.46 119.33 118.99 117.71 114.24 108.12 119.30

Triwulan IV 122.13 136.01 120.36 119.63 117.48 114.73 108.16 120.29

Triwulan I 123.62 141.22 121.28 121.08 119.52 115.87 108.29 118.70

Triwulan II 123.65 140.14 123.09 121.43 120.97 116.73 108.39 117.11

Triwulan III 124.78 142.15 124.12 122.12 121.39 117.10 108.96 118.73

Triwulan IV* 124.78 142.10 124.29 122.52 120.70 117.37 109.05 118.32

Keterangan: *) Data Hingga Oktober 2016

2016

2015

2014

IHK

(Akhir Periode)

2010

2011

2012

2013

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV***

Makassar 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50 116.50 116.94 118.67 121.42 122.54 122.54 124.40 124.16 125.50 125.53

Palopo 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54 116.54 116.40 117.88 119.35 120.48 120.48 121.60 122.65 123.02 122.78

Parepare 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71 117.71 115.36 116.96 118.67 119.57 119.57 119.77 120.53 120.52 120.78

Bone (Watampone) 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35 117.35 116.02 116.35 117.70 118.49 118.49 118.27 119.46 120.08 119.58

Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61 125.61 124.49 125.55 127.95 128.34 128.34 127.18 128.21 129.02 129.09

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014 ***) Data Oktober 2016

2016Kota Inflasi

2014*20132012

20132014

20152015

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV***

Makassar 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 5.18 6.38 4.63 3.36 3.42

Palopo 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 3.38 4.47 4.05 3.07 2.93

Parepare 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 1.58 3.82 2.12 1.56 2.06

Bone (Watampone) 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 0.97 1.94 2.67 2.02 1.61

Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.17 2.16 2.12 0.84 1.94 Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014 ***) Data Oktober 2016

2016Kota Inflasi

201420132012

20132014

20152015

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 113

C. Perbankan

Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)

Tabel C.2. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Proyek Pelapor) dan Kredit (Lokasi Proyek) Bank Umum (Rp Miliar)

Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah

Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%

Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%

Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%

Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%

Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%

Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%

Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%

Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%

Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%

Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%

Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%

Triwulan IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%

Triwulan I 10,154 34,147 22,118 66,420 32,776 16,482 36,045 85,304 128.43%

Triwulan II 11,820 34,881 22,166 68,867 34,627 16,500 36,436 87,563 127.15%

Triwulan III 12,471 37,491 22,472 72,433 34,876 17,476 37,558 89,911 124.13%

Triwulan IV 13,165 42,211 23,091 78,467 36,730 20,538 37,713 94,982 121.05%

Triwulan I 12,894 38,589 26,859 78,342 37,510 20,041 38,759 96,310 122.94%

Triwulan II 12,203 42,611 27,283 82,097 39,518 20,796 41,303 101,617 123.78%

Triwulan III 11,802 41,800 28,423 82,025 39,653 20,204 42,917 102,774 125.30%

Triwulan IV 10,388 44,994 27,014 82,396 39,952 20,221 43,718 103,890 126.09%

2016

2015

LDRDPK KREDIT

Periode

2014

2013

2012

Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah

Triwulan I 7,461 24,900 13,219 45,580 22,500 11,728 24,527 58,755 128.90%

Triwulan II 7,269 27,097 13,505 47,871 25,045 12,256 25,965 63,265 132.16%

Triwulan III 7,246 28,434 14,089 49,770 24,656 12,635 28,121 65,412 131.43%

Triwulan IV 7,333 31,338 14,875 53,546 28,250 11,911 29,794 69,956 130.64%

Triwulan I 7,759 29,206 15,182 52,147 28,671 12,725 30,622 72,019 138.11%

Triwulan II 8,086 29,942 15,271 53,299 27,484 17,402 32,197 77,083 144.62%

Triwulan III 9,211 31,943 16,050 57,204 27,822 18,289 33,503 79,613 139.17%

Triwulan IV 7,836 34,840 17,563 60,239 29,217 17,089 34,203 80,509 133.65%

Triwulan I 7,984 32,314 17,705 58,003 28,996 17,088 34,752 80,836 139.37%

Triwulan II 9,714 33,024 18,489 61,226 31,057 17,232 35,865 84,154 137.45%

Triwulan III 9,681 34,652 19,797 64,131 31,697 18,030 36,523 86,250 134.49%

Triwulan IV 7,975 37,212 20,661 65,849 33,125 18,632 37,195 88,952 126.39%

Triwulan I 10,125 33,960 22,093 66,178 34,244 19,119 37,404 90,768 128.43%

Triwulan II 11,807 34,683 22,145 68,635 37,014 19,431 37,954 94,399 137.54%

Triwulan III 12,454 37,256 22,416 72,126 37,017 19,865 39,137 96,019 133.13%

Triwulan IV 13,150 41,907 23,019 78,076 38,556 22,774 39,933 101,263 129.70%

Triwulan I 12,881 38,342 26,778 78,002 38,920 22,507 40,853 102,280 131.13%

Triwulan II 12,178 42,311 27,185 81,674 40,809 23,420 43,398 107,627 131.78%

Triwulan III 11,788 41,544 28,309 81,640 40,590 22,771 45,040 108,401 132.78%

Triwulan IV 10,376 44,678 26,917 81,971 40,842 23,079 45,802 109,723 133.86%

2016

2015

LDRDPK KREDIT

Periode

2014

2013

2012

LAMPIRAN

114 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Tabel C.3. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)

Tabel C.4. Penyaluran Kredit (Lokasi Proyek) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)

Pertanian TambangIndustri

Pengolahan

Listrik, Gas,

dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan

Jasa Dunia

Usaha

Jasa Sosial

MasyarakatLain-lain

Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585

Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035

Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090

Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221

Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371

Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937

Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014

Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388

Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874

Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336

Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463

Triwulan IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560

Triwulan I 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 85,304

Triwulan II 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 87,563

Triwulan III 2,303 383 5,304 398 5,417 29,373 2,672 4,024 2,388 37,648 89,911

Triwulan IV 2,461 410 7,487 379 5,491 31,424 2,781 4,221 2,549 37,777 94,982

Triwulan I 2,681 430 7,239 306 5,483 31,959 2,824 4,117 2,462 38,809 96,310

Triwulan II 2,933 399 7,993 277 5,977 33,268 2,738 4,085 2,587 41,359 101,617

Triwulan III 2,998 372 8,104 267 6,305 32,431 2,730 4,234 2,392 42,941 102,774

Triwulan IV 3,280 336 7,582 248 6,698 32,555 2,627 4,278 2,518 43,767 103,890

2016

2015

2014

Kredit (Lokasi Bank)

Periode Total

2012

2013

Pertanian TambangIndustri

Pengolahan

Listrik, Gas,

dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan

Jasa Dunia

Usaha

Jasa Sosial

MasyarakatLain-lain

Triwulan I 883 568 4,842 379 3,148 15,854 1,828 3,171 1,583 26,497 58,755

Triwulan II 1,101 608 5,216 420 3,503 18,288 1,809 3,438 1,465 27,417 63,265

Triwulan III 1,146 626 5,381 663 3,708 18,100 1,737 3,474 1,376 29,202 65,412

Triwulan IV 1,187 564 6,013 782 3,848 19,531 2,138 3,371 1,386 31,135 69,956

Triwulan I 1,373 590 6,116 996 3,835 20,344 2,317 3,446 1,479 31,523 72,019

Triwulan II 1,356 584 5,570 1,357 4,043 23,549 2,379 4,511 1,515 32,219 77,083

Triwulan III 1,354 599 5,720 1,484 4,405 24,050 2,459 4,289 1,740 33,513 79,613

Triwulan IV 1,374 611 4,314 1,579 4,231 25,010 2,600 4,656 1,800 34,334 80,509

Triwulan I 1,388 586 4,063 1,554 4,175 25,246 2,522 4,613 1,867 34,821 80,836

Triwulan II 1,510 555 4,592 1,031 4,564 26,941 2,584 4,374 1,890 36,112 84,154

Triwulan III 1,454 543 5,153 1,886 4,968 26,883 2,517 4,043 2,031 36,772 86,250

Triwulan IV 1,530 470 5,501 2,022 5,169 28,161 2,420 3,976 2,160 37,544 88,952

Triwulan I 1,675 401 5,830 2,093 5,596 28,761 2,407 4,046 2,425 37,532 90,768

Triwulan II 1,779 411 6,487 2,340 5,761 30,356 2,343 4,249 2,610 38,063 94,399

Triwulan III 1,837 376 6,226 2,436 6,259 30,678 2,381 4,187 2,409 39,228 96,019

Triwulan IV 2,173 400 8,460 2,572 6,346 31,985 2,442 4,409 2,480 39,996 101,263

Triwulan I 2,368 407 7,984 2,290 6,262 32,480 2,501 4,637 2,449 40,902 102,280

Triwulan II 2,616 431 8,674 2,149 6,363 34,128 2,433 4,804 2,574 43,456 107,627

Triwulan III 2,592 402 8,398 2,203 6,496 33,399 2,414 5,022 2,412 45,064 108,401

Triwulan IV 2,852 390 8,039 2,239 6,522 33,784 2,314 5,165 2,567 45,851 109,723

Total

2012

2013

2016

2015

2014

Kredit (Lokasi Proyek)

Periode

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 115

Tabel C.5. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank (Lokasi Bank)

Tabel C.6. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank (Lokasi Proyek)

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46

Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35

Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19

Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88

Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85

Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74

Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72

Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78

Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86

Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97

Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00

Triwulan IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13

Triwulan I 13.81 12.12 11.45 14.04 15.29 14.74 10.03 11.38 23.11 13.25 13.13 13.59

Triwulan II 13.42 10.40 13.00 12.91 13.75 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.14 13.61

Triwulan III 13.28 10.26 13.22 13.01 13.69 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76

Triwulan IV 12.95 9.53 13.31 12.86 13.34 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.30 13.82

Triwulan I 12.36 10.15 13.22 13.13 13.70 14.41 8.74 10.63 22.34 12.67 12.00 13.57

Triwulan II 11.91 10.01 12.90 12.85 13.54 14.28 8.47 11.44 23.74 12.29 11.77 13.28

Triwulan III 11.58 9.65 12.51 12.73 13.29 14.19 8.55 11.73 21.90 12.07 11.55 13.18

Triwulan IV 11.33 9.36 12.44 12.66 13.20 14.05 8.50 11.71 10.30 11.89 11.36 13.08

2016

2015

2013

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran

2014

Bank Umum

Periode

2012

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Triwulan I 13.04 9.94 13.01 12.92 13.14 14.34 8.28 10.28 22.85 12.93 11.76 13.57

Triwulan II 12.86 9.78 12.93 12.45 13.21 13.87 8.10 9.89 23.69 12.63 11.65 13.36

Triwulan III 12.71 9.62 12.55 12.40 13.01 14.02 8.56 9.57 23.59 12.54 11.47 13.15

Triwulan IV 12.24 10.88 12.44 11.99 12.97 13.84 8.11 8.42 23.30 12.11 12.09 13.00

Triwulan I 12.16 10.65 12.38 12.07 12.80 14.13 6.71 8.40 22.74 12.05 11.94 13.03

Triwulan II 12.66 10.25 12.25 11.74 12.58 13.93 6.76 8.47 21.41 12.16 11.32 12.86

Triwulan III 12.81 10.32 12.26 12.54 12.85 13.81 7.29 9.24 20.90 12.56 11.55 12.83

Triwulan IV 12.93 10.45 12.35 12.92 13.43 13.80 6.79 10.11 20.93 12.77 12.00 12.88

Triwulan I 13.03 10.53 12.42 13.11 13.59 13.97 9.30 10.71 21.87 13.03 12.19 12.99

Triwulan II 13.15 10.76 12.63 13.34 13.68 14.11 7.68 10.73 22.62 13.13 12.31 13.17

Triwulan III 13.36 10.50 12.70 13.50 13.72 14.19 6.50 10.81 26.08 13.23 12.15 13.28

Triwulan IV 13.37 10.37 12.90 13.15 13.76 14.29 7.20 11.14 26.76 13.13 12.13 13.45

Triwulan I 13.39 10.34 12.86 13.17 13.74 14.44 7.13 11.10 27.50 13.13 12.11 13.46

Triwulan II 13.43 10.39 13.00 12.91 13.76 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.15 13.61

Triwulan III 13.29 10.25 13.22 13.01 13.70 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76

Triwulan IV 12.96 9.51 13.31 12.86 13.35 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.29 13.82

Triwulan I 12.30 9.54 13.46 12.94 13.51 14.65 8.76 10.63 28.18 12.56 11.37 13.89

Triwulan II 11.88 9.46 13.13 12.63 13.21 14.56 6.08 11.44 28.48 12.16 11.16 13.60

Triwulan III 11.54 9.15 12.83 12.56 13.04 14.39 5.74 11.73 26.35 11.95 11.03 13.47

Triwulan IV 11.31 8.96 12.77 12.63 12.80 14.30 7.27 11.71 24.08 11.88 10.81 13.38

2016

2015

2013

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran

2014

Bank Umum

Periode

2012

LAMPIRAN

116 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

D. Sistem Pembayaran

Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)

Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)

Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow

I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.82% 33.98%

II 3.24 2.88 0.36 17.50% -9.25% 184.83%

III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.62% 225.76%

IV 4.07 4.16 (0.09) 27.33% 29.50% -536.97%

16.59 14.07 2.52 20.66% 19.01% 30.82%

I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.45% 9.82%

II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.95% -32.43%

III 5.56 5.64 (0.08) 14.16% 6.18% -81.98%

IV 4.30 4.10 0.21 5.64% -1.52% -336.57%

19.24 15.90 3.34 15.93% 13.01% 32.20%

I 6.18 2.25 3.94 16.70% -3.91% 33.01%

II 3.78 3.70 0.07 -7.20% -3.29% -69.42%

III 4.82 4.93 (0.11) -13.42% -12.67% 40.51%

IV 3.79 3.20 0.59 -11.93% -21.92% 186.71%

18.57 14.07 4.50 -3.47% -11.51% 34.84%

I 6.23 1.49 4.74 0.74% -33.73% 20.43%

II 3.34 4.73 (1.39) -11.46% 27.86% -1991.09%

III 6.50 2.52 3.99 35.03% -48.91% -3670.36%

PeriodeJumlah yoy

2013

2013

2016

2014

2014

2015

2015

Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow

I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%

II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%

III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%

IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%

0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%

I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% 720.65%

II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% 353.25%

III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% 52.18%

IV 0.13 2.07 (1.94) 29.30% -21.19% -23.20%

0.54 11.42 (10.88) 89.84% 84.31% 84.05%

I 0.00 1.74 (1.73) -97.54% -20.95% -15.58%

II 0.01 5.66 (5.65) -87.34% 75.61% 77.63%

III 0.03 3.59 (3.56) -84.91% -8.54% -3.84%

IV 0.00 5.84 (5.84) -97.69% 182.13% 200.88%

0.05 16.83 (16.78) -91.52% 47.38% 54.29%

I 0.00 4.45 (4.45) -43.63% 156.01% 156.41%

II 0.00 6.43 (6.43) -40.00% 13.71% 13.76%

III 0.00 0.00 (0.00) -99.84% -99.90% -99.90%

PeriodeJumlah yoy

2016

2013

2013

2014

2014

2015

2015

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 117

Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)

E. Ekspor dan Impor

Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu)

Sumber: Bea Cukai *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Ket: 10 besar komoditas ekspor sepanjang 2016

Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)

Sumber: Bea Cukai *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang 2016

From To From-To From To From-To

I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%

62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%

71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%

III 25.66 41.37 11.87 24.93% -0.27% 62.68%

85.41 141.02 37.36 20.03% -4.70% 60.89%

I 14.45 32.77 4.29 -7.73% 17.51% -9.65%

II 26.71 31.93 4.27 24.96% -5.15% -56.25%

III 19.34 40.38 3.48 -14.88% 5.99% -68.29%

2012

PeriodeJumlah yoy

2015

2014

2013

2012

2013

2014

Komoditas Ekspor Utama(dalam ribu USD)

2015 2016

TW I TW II TW III TW IV 2015Pangsa Pasar

TW I TW II TW III TW IV 2016Pangsa Pasar

1 Nikel 211.882 197.775 203.479 176.610 789.746 54.78% 108.715 138.122 158.622 178.685 584.143 50.02%

2 Coklat Olahan 21.144 40.898 31.884 30.021 123.947 8.60% 19.769 17.369 32.984 30.222 100.344 8.59%

3 Ganggang Laut 28.146 32.547 26.357 18.757 105.807 7.34% 18.289 21.165 22.374 18.037 79.866 6.84%

4 Udang Segar/Beku 11.834 14.979 14.107 16.532 57.452 3.99% 12.091 19.679 17.440 17.126 66.336 5.68%

5 Ikan Olahan 9.900 13.105 11.894 14.155 49.053 3.40% 10.003 11.959 18.286 18.414 58.661 5.02%

6 Buah/Sayuran Olahan 8.386 10.161 10.570 11.640 40.757 2.83% 15.784 12.787 12.120 16.123 56.815 4.87%

7 Biji Coklat 9.422 23.052 27.395 15.355 75.224 5.22% 4.904 15.872 21.517 13.167 55.460 4.75%

8 Kayu Lapis 6.236 10.994 9.932 13.289 40.450 2.81% 7.948 5.431 4.266 5.203 22.848 1.96%

9 Ikan Lainnya 4.630 4.456 4.151 5.840 19.077 1.32% 6.037 5.341 5.286 5.064 21.728 1.86%

10 Industri Lainnya 4.441 5.475 4.081 7.161 21.158 1.47% 5.373 5.565 4.612 4.560 20.110 1.72%

11 Lainnya 28.141 29.451 37.399 23.920 118.911 8.25% 20.456 23.021 27.903 30.066 101.445 8.69%

Nilai Ekspor Sulsel 344.161 382.893 381.248 333.278 1,441.581 100.00% 229.370 276.311 325.410 336.666 1,167.756 100.00%

NEGARA TUJUAN EKSPOR(dalam ribu USD)

2015 2016

TW I TW II TW III TW IV TotalPangsa Pasar

TW I TW II TW III TW IV TotalPangsa Pasar

1 Jepang 225.143 213.089 219.282 189.872 847.385 58.78% 117.903 147.252 172.450 192.534 630.140 53.96%2 Amerika Serikat 16.135 40.494 23.936 31.259 111.823 7.76% 25.540 28.196 30.148 36.401 120.285 10.30%3 Tiongkok 28.197 35.894 35.508 26.196 125.795 8.73% 18.755 26.397 31.859 26.909 103.919 8.90%4 Malaysia 22.395 32.805 41.494 29.831 126.524 8.78% 16.028 22.615 32.787 28.027 99.456 8.52%5 Vietnam 3.006 3.458 2.587 8.399 17.450 1.21% 6.391 8.167 7.316 7.864 29.738 2.55%6 Belanda 7.360 7.035 4.995 3.635 23.025 1.60% 5.153 8.081 7.384 3.477 24.095 2.06%7 Singapura 7.958 5.793 6.022 4.620 24.393 1.69% 2.259 4.664 8.073 6.613 21.609 1.85%8 Korea Selatan 6.972 4.541 7.410 5.971 24.894 1.73% 4.007 4.796 4.500 6.760 20.064 1.72%9 Hongkong 3.543 3.879 3.659 3.765 14.847 1.03% 4.015 3.246 3.674 2.397 13.333 1.14%

10 Jerman 4.414 4.530 3.952 2.760 15.656 1.09% 3.898 2.019 2.012 2.877 10.806 0.93%11 Lainnya 19.038 31.375 32.404 26.972 109.789 7.62% 25.421 20.879 25.205 22.807 94.311 8.08%

Nilai Ekspor Sulsel 344.161 382.893 381.248 333.278 1,441.581 100.00% 229.370 276.311 325.410 336.666 1,167.756 100.00%

LAMPIRAN

118 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu)

Sumber: Bea Cukai *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Ket: 10 komoditas impor sepanjang 2016

Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu)

Sumber: Bea Cukai *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Ket: 10 besar negara importir sepanjang 2016

F. Inklusi Keuangan

Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan

Sumber: BPS, diolah

Komoditas Impor Utama(dalam ribu USD)

2015 2016

TW I TW II TW III TW IV 2015Pangsa Pasar

TW I TW II TW III TW IV 2016Pangsa Pasar

1 Mesin/Mesin/Pesawat Mekanik 23.114 47.433 32.426 37.787 140.760 18.37% 35.071 51.656 41.098 75.791 203.615 27.01%

2 Gandum-Ganduman 43.748 66.857 44.440 30.837 185.882 24.26% 35.841 37.990 31.647 38.248 143.727 19.06%

3 Kapal Terbang dan Bagiannya - - 124.230 - 124.230 16.21% - 60.099 - 10.760 70.859 9.40%

4 Ampas/Sisa Industri Makanan 21.885 12.475 18.588 21.685 74.633 9.74% 13.573 15.380 23.505 15.686 68.144 9.04%

5 Mesin/Peralatan Listrik 5.075 13.305 13.286 9.481 41.147 5.37% 1.623 1.140 5.837 53.190 61.789 8.20%

6 Kapal Laut 13.900 0.538 1.488 1.372 17.298 2.26% 8.625 17.453 11.650 20.791 58.519 7.76%

7 Benda-benda dari Besi dan Baja 2.989 2.518 3.686 21.468 30.661 4.00% 5.140 6.796 8.994 14.267 35.197 4.67%

8 Perangkat Optik 1.140 0.443 3.507 0.892 5.981 0.78% 0.141 0.203 0.456 14.708 15.509 2.06%

9 Kakao 0.095 3.401 6.674 1.021 11.190 1.46% 1.803 2.016 6.250 4.185 14.254 1.89%

10 Pupuk 11.185 2.890 6.425 6.218 26.718 3.49% 3.208 3.796 1.836 4.513 13.352 1.77%

11 Lainnya 40.771 30.880 17.166 18.894 107.712 14.06% 17.654 14.024 18.856 18.487 69.020 9.15%

Nilai Impor Sulsel 163.902 180.739 271.916 149.655 766.212 100.00% 122.678 210.554 150.128 270.625 753.985 100.00%

NEGARA ASAL IMPOR2015 2016

I II III IV TotalPangsa Pasar

I II III IV TotalPangsa Pasar

1 Tiongkok 29.420 34.987 59.722 60.503 184.632 100.00% 42.693 69.113 63.987 125.774 301.57 100.00%

2 Argentina 19.975 10.541 9.303 5.364 45.182 24.47% 18.433 14.892 21.840 13.147 68.31 22.65%

3 Ukraina - 8.239 - - 8.239 4.46% 0.114 8.434 17.896 39.412 65.86 21.84%

4 Rusia 0.946 - 132.603 13.334 146.883 79.55% 0.437 60.453 0.385 0.335 61.61 20.43%

5 Kanada 5.293 18.487 22.970 10.637 57.386 31.08% 6.496 19.925 8.028 17.279 51.73 17.15%

6 Australia 59.175 47.954 16.897 9.655 133.681 72.40% 25.410 7.260 7.408 6.178 46.26 15.34%

7 Perancis 0.271 0.030 0.015 0.180 0.497 0.27% 0.321 3.448 0.003 14.981 18.75 6.22%

8 Inggris 0.061 0.786 0.027 0.188 1.062 0.57% 1.253 0.114 0.001 14.787 16.15 5.36%

9 Thailand 2.477 4.540 4.573 2.444 14.035 7.60% 4.657 2.330 3.764 5.254 16.00 5.31%

10 Jepang 2.313 1.505 1.711 11.922 17.452 9.45% 2.778 0.204 11.972 0.859 15.81 5.24%

11 Lainnya 43.973 53.669 24.097 35.426 157.165 20.51% 20.085 24.380 14.843 32.618 91.93 12.19%

Nilai Impor Sulsel 163.902 180.739 271.916 149.655 766.212 100.00% 122.678 210.554 150.128 270.625 753.985 100.00%

2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**

4,079 4,806 5,182 5,540 5,700 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 49.70 57.84 61.64 65.02 64.81

2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**

894 872 870 916 945 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 10.89 10.49 10.34 10.75 10.75

*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin

Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*Jumlah Rekening Kredit Lokasi Bank (Ribu Rekening)

Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu Rekening) Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah Penduduk

(%)

Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah

Penduduk (%)

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 119

G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota

Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar)

Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000

2012 2013* 2014* 2015** 2012 2013* 2014* 2015**

1 Kep Selayar 2,464.94 2,880.86 3,494.21 4,149.34 2,122.81 2,296.37 2,503.22 2,723.81

2 Bulukumba 6,243.26 7,187.33 8,385.78 9,584.32 5,483.24 5,909.29 6,414.14 6,777.43

3 Bantaeng 3,825.42 4,350.32 4,964.12 5,604.99 3,234.46 3,525.61 3,819.61 4,073.15

4 Jeneponto 4,720.38 5,269.41 6,157.05 6,999.85 4,147.46 4,422.90 4,773.92 5,085.88

5 Takalar 4,366.04 5,004.18 5,882.26 6,809.96 3,809.14 4,144.29 4,549.03 4,931.57

6 Gowa 9,380.48 10,713.90 12,044.91 13,734.06 8,289.11 9,070.00 9,720.52 10,381.04

7 Sinjai 4,926.59 5,601.47 6,484.77 7,511.14 4,366.71 4,706.67 5,035.70 5,415.55

8 Maros 10,428.66 11,966.92 13,662.54 15,767.63 9,044.51 9,612.26 10,067.22 10,931.05

9 Pangkep 11,766.21 13,759.00 15,970.74 18,481.48 10,288.64 11,248.48 12,420.26 13,411.01

10 Barru 3,363.62 3,833.30 4,434.06 4,918.37 3,000.72 3,237.00 3,475.20 3,694.86

11 Bone 14,833.10 16,734.21 19,879.98 23,149.37 12,730.12 13,531.85 14,882.65 16,052.41

12 Soppeng 4,761.84 5,401.35 6,174.25 6,828.42 4,259.55 4,567.54 4,882.65 5,131.82

13 Wajo 10,166.67 11,629.14 13,656.16 15,095.71 8,819.11 9,428.97 10,341.51 11,070.41

14 Sidrap 6,108.34 6,936.04 8,048.15 9,284.22 5,297.54 5,664.56 6,110.56 6,594.25

15 Pinrang 8,738.25 9,892.58 11,365.83 13,142.36 7,708.90 8,269.61 8,939.91 9,676.97

16 Enrekang 3,458.74 4,119.56 4,628.10 5,239.60 3,021.20 3,197.50 3,389.50 3,623.38

17 Luwu 6,698.54 7,681.02 9,018.94 10,363.70 5,915.10 6,372.70 6,934.34 7,437.79

18 Tana Toraja 3,232.30 3,683.75 4,277.60 4,901.49 2,793.72 2,994.47 3,198.55 3,417.60

19 Luwu Utara 5,560.28 6,338.05 7,590.83 8,681.53 4,911.00 5,274.16 5,739.78 6,122.48

20 Luwu Timur 15,266.46 16,662.67 20,497.07 21,022.95 11,963.26 12,717.28 13,748.26 14,690.56

21 Toraja Utara 3,546.30 4,230.78 5,028.50 5,840.95 2,971.71 3,259.91 3,508.98 3,778.90

22 Makassar 78,013.04 88,363.46 398.53 171.73 70,851.04 76,851.04 82,596.79 88,740.21

23 Pare-pare 3,501.13 3,940.54 4,434.69 5,059.51 3,150.26 3,400.55 3,615.72 3,842.61

24 Palopo 3,690.92 4,181.23 4,765.33 5,318.66 3,363.25 3,633.01 3,889.66 4,141.82

*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara

NO ATAS DASAR HARGA KONSTAN

KABUPATEN/KOTA ATAS DASAR HARGA BERLAKU

LAMPIRAN

120 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Tabel G.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar)

Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000

Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah)

Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000

2011 2012 2013* 2014* 2015**

1 Kep. Selayar 8.88 7.88 8.18 9.01 8.81

2 Maros 11.24 11.14 6.28 4.73 8.58

3 Takalar 7.59 6.58 8.80 9.77 8.41

4 Bone 6.40 8.21 6.30 9.53 8.30

5 Pinrang 7.71 8.51 7.27 8.11 8.24

6 Pangkep 9.84 8.26 9.33 10.42 7.98

7 Sidrap 9.63 8.93 6.93 7.87 7.92

8 Toraja Utara 8.36 9.45 9.70 7.64 7.69

9 Sinjai 7.60 7.32 7.79 6.99 7.54

10 Makassar 10.36 9.64 8.55 7.40 7.44

11 Luwu 7.89 7.00 7.74 8.81 7.26

12 Wajo 10.11 6.50 6.92 9.68 7.05

13 Enrekang 8.08 7.30 5.84 6.00 6.90

14 Luwu Timur -4.29 5.62 6.30 8.11 6.85

15 Tana Toraja 7.78 8.58 7.19 6.82 6.85

16 Gowa 7.46 8.15 9.42 7.17 6.80

17 Luwu Utara 8.04 6.81 7.39 8.83 6.67

18 Bantaeng 9.38 9.67 9.00 8.34 6.64

19 Jeneponto 8.44 7.55 6.64 7.94 6.53

20 Palopo 7.90 7.00 8.02 7.06 6.48

21 Barru 8.13 8.39 7.87 7.36 6.32

22 Pare-pare 8.42 8.80 7.95 6.33 6.28

23 Bulukumba 5.49 9.65 7.77 8.54 5.66

24 Soppeng 7.17 6.93 7.23 6.90 5.10

*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara

NOPERTUMBUHAN PERTAHUN

KABUPATEN/KOTA

2010 2011 2012* 2013* 2014* 2015**

1 Kep. Selayar 9.25 11.17 16.90 18.05 19.44 20.92

2 Bulukumba 9.51 10.74 13.64 14.59 15.73 16.51

3 Bantaeng 10.33 12.21 17.99 19.48 20.95 22.21

4 Jeneponto 6.61 7.73 11.89 12.60 13.51 14.30

5 Takalar 7.60 8.65 13.74 14.77 16.03 17.19

6 Gowa 7.76 8.87 12.14 13.03 13.70 14.36

7 Sinjai 12.26 13.98 18.73 20.04 21.29 22.74

8 Maros 8.12 9.38 27.57 28.97 30.00 32.22

9 Pangkep 17.54 20.67 32.80 35.47 38.78 41.44

10 Barru 10.00 11.37 17.82 19.12 20.40 21.58

11 Bone 10.46 12.19 17.45 18.43 20.15 21.61

12 Soppeng 12.15 14.28 18.92 20.25 21.63 22.70

13 Wajo 14.00 17.16 22.65 24.14 26.38 28.15

14 Sidrap 12.34 15.26 18.93 19.99 21.32 22.76

15 Pinrang 15.02 17.50 21.51 22.89 24.55 26.38

16 Enrekang 10.06 11.89 15.52 16.28 17.10 18.12

17 Luwu 11.15 12.91 17.37 18.54 19.98 21.24

18 Tana Toraja 6.64 8.04 12.43 13.24 14.05 14.93

19 Luwu Utara 10.64 12.25 16.68 17.74 19.13 22.22

20 Luwu Timur 34.02 38.65 46.60 48.35 51.03 65.14

21 Toraja Utara 6.89 8.31 13.46 14.66 15.66 12.48

22 Makassar 27.56 31.82 51.08 54.58 57.79 61.23

23 Pare-pare 13.85 15.77 23.62 25.15 26.41 27.70

24 Palopo 13.12 14.98 21.48 22.59 23.59 24.52

*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara

No Kabupaten/Kota PDRB perkapita

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 121

Tabel G.4.Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota

Sumber: BPS, diolah

Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut

Kabupaten/Kota (%)

Sumber: BPS, diolah

No Kabupaten/Kota 2010* 2011* 2012* 2013* 2014** 2015**

1 Kep. Selayar 122,377 124,104 125,603 127,220 128,744 130,199

2 Bulukumba 395,790 399,000 401,897 404,896 407,775 410,485

3 Bantaeng 177,299 178,596 179,800 181,006 182,283 183,386

4 Jeneponto 343,808 346,308 348,680 351,111 353,287 355,599

5 Takalar 270,491 273,891 277,218 280,590 283,762 286,906

6 Gowa 654,978 668,875 682,597 696,096 709,386 722,702

7 Sinjai 229,583 231,425 233,200 234,886 236,497 238,099

8 Maros 320,103 324,097 327,998 331,796 335,596 339,300

9 Pangkep 306,717 310,288 313,722 317,110 320,293 323,597

10 Barru 166,520 167,511 168,397 169,302 170,316 171,217

11 Bone 719,999 724,923 729,516 734,119 738,515 742,912

12 Soppeng 224,577 224,804 225,180 225,512 225,709 226,116

13 Wajo 386,324 387,815 389,284 390,603 391,980 393,218

14 Sidrap 272,808 276,327 279,810 283,307 286,610 289,787

15 Pinrang 352,185 355,312 358,312 361,293 364,087 366,789

16 Enrekang 190,923 192,822 194,606 196,394 198,194 199,998

17 Luwu 333,497 336,989 340,491 343,793 347,096 350,218

18 Tana Toraja 221,816 223,297 224,812 226,212 227,588 228,984

19 Toraja Utara 228,391 219,084 220,777 222,393 224,003 302,687

20 Luwu Utara 243,809 291,414 294,402 297,313 299,989 275,595

21 Luwu Timur 217,503 250,223 256,699 263,012 269,405 225,516

22 Makassar 1,342,826 1,364,955 1,387,033 1,408,072 1,429,242 1,449,401

23 Pare-pare 129,682 131,514 133,381 135,192 136,903 138,699

24 Palopo 148,395 152,573 156,603 160,819 164,903 168,894

Sulawesi Selatan 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163 8,520,304

2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014

1 Kep. Selayar 65.1 62.7 61.11 60.6 4.68 3.25 4.62 2.1

2 Bulukumba 64.2 68.4 62.25 65 5.46 2.71 4.16 2.8

3 Bantaeng 65.5 72.2 68.74 71.9 5.54 7.02 6.44 2.4

4 Jeneponto 64.5 67.0 61.96 61.7 5.06 4.35 2.77 2.7

5 Takalar 64.5 62.3 57.69 62.9 5.54 6.21 2.73 2.7

6 Gowa 65.6 62.1 64.17 66.3 7.05 4.01 2.63 2.3

7 Sinjai 65.1 73.1 70.34 68.8 5.59 2.84 0.43 0.9

8 Maros 64.9 64.3 60.98 63.0 6.94 6.43 5.71 4.6

9 Pangkep 65.0 57.6 54.41 57.6 6.09 8.03 5.7 9.9

10 Barru 64.2 56.8 53.43 50.4 5.75 4.78 4.51 2.3

11 Bone 64.0 64.8 63.3 63.9 5.98 3.51 3.8 5

12 Soppeng 63.4 62.1 57.22 57.6 5.16 6.15 6.65 2.4

13 Wajo 67.0 59.9 58.16 55.6 7.45 3.13 3.72 4.9

14 Sidrap 64.6 57.2 52.25 54.0 4.78 6.99 7.62 6.2

15 Pinrang 64.5 55.0 52.07 60.1 6.55 5.35 1.96 2.8

16 Enrekang 66.6 74.5 70.27 68.2 6.66 3.05 1.61 1.4

17 Luwu 65.3 59.7 58.69 62.5 7.41 10.55 7.14 5.1

18 Tana Toraja 67.1 76.3 70.55 80.3 5.56 4.63 3.26 3.3

19 Luwu Utara 65.9 65.6 62.02 66.7 4.47 5.03 4.48 1.8

20 Luwu Timur 68.3 67.3 65.01 67.2 7.16 8.12 6.28 8.1

21 Toraja Utara 63.5 68.3 65.25 69.8 6.05 5.08 2.82 3.7

22 Makassar 61.0 57.9 57.8 56.9 8.41 9.97 9.53 10.9

23 Pare-pare 62.0 60.4 57.72 60.6 7.97 4.21 4.86 7.1

24 Palopo 63.1 59.6 58.13 58.0 9.47 8.43 9.03 8.1

Sulawesi Selatan 64.3 62.8 60.49 62.0 6.56 5.87 5.1 5.1

Kabupaten / KotaTPAK TPT

No

LAMPIRAN

122 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan

Sumber: BPS, diolah

Jumlah

(ribu) % P1 P2

Jumlah

(ribu) % P1 P2

1 Kep. Selayar 16.2 12.87 2.34 0.61 18.2 14.23 2.32 0.54

2 Bulukumba 31.5 7.83 0.93 0.18 36.7 9.04 1.01 0.17

3 Bantaeng 16.00 8.90 1.64 0.45 18.9 10.45 1.68 0.49

4 Jeneponto 58.0 16.59 2.64 0.68 58.1 16.52 2.42 0.61

5 Takalar 26.7 9.60 1.57 0.48 29.3 10.42 1.48 0.35

6 Gowa 55.3 8.06 1.66 0.64 61.0 8.73 1.19 0.25

7 Sinjai 21.7 9.29 1.26 0.26 24.3 10.32 1.41 0.33

8 Maros 41.3 12.56 2.36 0.60 43.1 12.94 2.24 0.63

9 Pangkep 52.3 16.63 2.76 0.77 56.4 17.75 3.15 0.85

10 Barru 15.7 9.28 1.50 0.37 17.5 10.32 1.33 0.26

11 Bone 89.5 12.25 1.90 0.51 87.7 11.92 1.75 0.47

12 Soppeng 20.6 9.12 1.08 0.21 21.3 9.43 0.93 0.15

13 Wajo 30.5 7.83 0.87 0.16 31.9 8.17 1.27 0.35

14 Sidrap 16.9 6.00 0.77 0.14 17.9 6.3 1.00 0.23

15 Pinrang 28.1 7.83 1.37 0.40 32.1 8.86 1.16 0.22

16 Enrekang 28.2 14.45 1.79 0.38 29.7 15.11 2.02 0.44

17 Luwu 45.5 13.34 1.97 0.47 52.0 15.10 2.25 0.52

18 Tana Toraja 28.7 12.73 1.98 0.46 31.3 13.81 1.81 0.38

19 Luwu Utara 41.4 14.03 2.68 0.75 46.2 15.52 2.06 0.43

20 Luwu Timur 19.9 7.72 1.13 0.29 2.2 8.38 1.37 0.32

21 Toraja Utara 36.0 16.28 2.44 0.52 36.8 16.53 3.03 0.86

22 Makassar 69.9 5.02 0.76 0.17 66.4 4.7 0.84 0.24

23 Pare-pare 7.5 5.58 0.88 0.21 8.6 6.38 0.83 0.18

23 Palopo 14.9 9.47 1.61 0.44 15.5 9.57 1.42 0.3

Sulawesi Selatan 812.3 9.82 1.68 0.42 863.2 10.32 1.65 0.40

Kabupaten/Kota

2012 2013

NO

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 123

H. Daftar Istilah

Istilah Keterangan

Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah

Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari

resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk

meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor

Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah

Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas

Balance sheet Neraca

Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan

Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional

Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan

risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-

2018

BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang

Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat

Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat

menggunakan metodologi yang berbeda

Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,

maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Credit Limit Batas kredit

Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi

Crisis management

protocol

Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung

jawab anggota tim itu

Debt ceiling Pagu hutang

Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara

Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi

Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif

Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan

Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan

nasabah

Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,

atau non-penting, atau diselamatkan

Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek

Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

LAMPIRAN

124 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Istilah Keterangan

Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,

dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran

Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah

Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar

keuangan dan industrialisasi

E-money Uang elektronik

Exchange rate pass

through

Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-

negara pengekspor dan pengimpor

External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan

Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga

Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau

untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat

Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal

Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap

sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman

Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa

risiko gagal bayar

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah

pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Good corporate

governance

Tata kelola yang baik

Growth-supporting

funding facility

Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi

Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan

Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan

Idle money Uang yang tidak terpakai

Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Indeks kedalaman

kemiskinan

Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin

Indeks keparahan

kemiskinan

Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin

Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas

Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Inflasi inti

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan

dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,

inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi

Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain

Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi

Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan

Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan

Investment grade Peringkat layak investasi

Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan

Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama

Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai

Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 125

Istilah Keterangan

operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun

M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)

M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)

Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan

Margin Selisih

Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan

usahanya

Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan

Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang

Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau

bulan) terhadap satu bulan sebelumnya

Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet

Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara

simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang

Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka

pengendalian moneter

Pagu hutang / debt

ceiling

Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu

Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi

Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan

Price taker Pengambil harga

Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)

Push factor Faktor pendorong

Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan

pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau

Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,

bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya

Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan

Second round effect Dampak lanjutan

Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain

Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya

Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan

pokoknya)

Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang

selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek

Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi

syariah

Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun

Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank

ritel

Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar

LAMPIRAN

126 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Istilah Keterangan

Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,

atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan

internasional

Yield Imbal hasil

Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,

triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya

Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,

triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur

pertumbuhan secara akumulatif.

Yuan Mata uang Tiongkok

)