Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Sulsel... · DAFTAR ISI vi Kajian...

91
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 2014

Transcript of Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Sulsel... · DAFTAR ISI vi Kajian...

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Provinsi Sulawesi Selatan

TRIWULAN IV 2014

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Divisi Advisory dam Pengembangan Ekonomi Daerah

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Selatan

Jl. Jenderal Sudirman No. 3

Makassar 90113, Indonesia

Telepon: 0411 – 3615188/3615189

Faksimili: 0411 – 3615170

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi iii

KATA PENGANTAR

Kata Pengantar

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap

triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,

keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan

uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah di

samping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter

maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam

membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin

berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.

Perekonomian Sulawesi Selatan pada tahun 2014 tumbuh 7,57% (yoy) sedikit melambat dibandingkan tahun 2013

sebesar 7,63% (yoy). Pencapaian pertumbuhan yang masih diatas angka nasional (5,02%; yoy) tersebut terutama

bersumber dari ekspansi lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian (11,4%; yoy) serta tingginya pertumbuhan Ekspor

(11,85%; yoy). Sebaliknya, penurunan kinerja lapangan usaha Perdagangan Hotel dan Restoran, serta Bangunan

(konstruksi) menjadi sumber perlambatan. Dari sisi tekanan harga, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM di

penghujung tahun menyebabkan inflasi 2014 mencapai 8,61% (yoy), diatas inflasi 2013 (6,22%; yoy).

Secara triwulanan, perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan IV 2014 berhasil tumbuh 7,71% (yoy), melambat dari

triwulan sebelumnya (8,23%; yoy). Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, terkait

dengan kenaikan harga-harga setelah penyesuaian harga BBM, antara lain menjadi penyebab perlambatan ekonomi.

Namun demikian, kuatnya kinerja sektor tradeable yang tercermin pada ekspor 14,73% (yoy) berhasil menahan

perlambatan ekonomi. Dari sisi sektoral, pertumbuhan bersumber dari lapangan usaha Industri pengolahan (15,20%; yoy)

dan lapangan usaha Pertanian (10,40%; yoy). Sementara itu, inflasi di periode pelaporan tercatat sebesar 8,61% (yoy)

lebih tinggi dari triwulan III 2014 (3,72%; yoy) yang terpengaruh oleh peningkatan harga BBM serta efek rambatnya.

Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara

langsung yaitu melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada

kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik

berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan

dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.

Makassar, Februari 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Selatan

Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif

iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional

melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian

inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.

MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi

kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang

berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan

efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan

eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan

dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian

nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang

berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan

stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan

akses dan kepentingan nasional.

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia

yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta

melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam

rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,

dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri

atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –

Coordination and Teamwork.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi v

DAFTAR ISI

Daftar Isi

KATA PENGANTAR III

DAFTAR ISI V

RINGKASAN EKSEKUTIF 1

TABEL INDIKATOR EKONOMI 5

1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 9

1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 10

1.2. SISI PENGELUARAN 10

1.3. SISI PENAWARAN 16

2. KEUANGAN PEMERINTAH 29

2.1. STRUKTUR ANGGARAN 30

2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 30

2.3. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA INSTANSI VERTIKAL DI SULSEL 33

2.4. PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 34

3. INFLASI DAERAH 35

3.1. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 36

3.2. INFLASI MENURUT KOTA IHK 41

3.3. DISAGREGASI INFLASI 42

3.4. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 43

4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 47

4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 48

4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 51

4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 53

DAFTAR ISI

vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 55

5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 56

5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 57

6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 59

6.1. TENAGA KERJA 60

6.2. PENDUDUK MISKIN 61

6.3. RASIO GINI 62

6.4. NILAI TUKAR PETANI 62

7. PROSPEK PEREKONOMIAN 67

7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 68

7.2. PROSPEK INFLASI 71

LAMPIRAN 75

DAFTAR BOKS

BOKS 1.A. 24

PERUBAHAN TAHUN DASAR 2010 DAN SNA 2008 DALAM PELAPORAN PDRB TRIWULAN IV 2014

BOKS 1.B. 26

PRELIMINARY GROWTH DIAGNOSTIK SEKTOR PERIKANAN SULSEL

BOKS 3.A. 45

UPAYA PENGENDALIAN INFLASI MELALUI HIGH LEVEL MEETING TPID DI KABUPATEN/KOTA SULAWESI SELATAN

BOKS 4.A. 54

CASH FLOW BASED, PENERAPANNYA PADA KREDIT UMKM

BOKS 6.A. 64

TIPOLOGI WILAYAHPROVINSI SULAWESI SELATAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Ringkasan Eksekutif

Gambaran Umum

Perekonomian Sulawesi Selatan

triwulan IV 2014 tumbuh

melambat dibandingkan

triwulan III 2014, demikian pula

keseluruhan tahun 2014

terhadap tahun 2013.

Pada triwulan IV 2014, ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) tumbuh sebesar 7,71%

(yoy), lebih rendah terhadap triwulan III 2014 (8,23%; yoy). Melambatnya kinerja

perekonomian Sulsel bersumber dari penurunan produksi kategori Pertanian,

Konstruksi, Perdagangan, dan Penyediaan Akomodasi. Dengan perkembangan

tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel 2014 (7,57%; yoy) tetap lebih tinggi daripada

pertumbuhan ekonomi nasional 2014 (5,02%, yoy). Sementara itu, tekanan inflasi

tercatat meningkat di triwulan laporan, sebesar 8,61% (yoy), dibandingkan dengan

triwulan III 2014 (3,72%, yoy). Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada beberapa

kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca kenaikan harga bahan bakar

minyak (BBM) yang disubsidi. Kondisi sistem keuangan menunjukkan indikator

perbankan masih dalam tendensi yang meningkat dan tetap dalam risiko yang terjaga.

Di sisi lain, transaksi non-tunai melalui sarana RTGS baik volume dan nilainya juga

menunjukkan peningkatan. Tantangan perekonomian ke depan, di samping

peningkatan produktivitas adalah mendorong investasi dan produksi industri berbasis

sektor primer (hilirisasi). Dari stabilitas harga dan ketahanan pangan, peningkatan

produksi tanaman pangan beserta infrastruktur pendukung (waduk, irigasi), serta

kerjasama antar TPID untuk mengatasi gejolak harga karena ketimpangan pasokan dan

permintaan kiranya perlu diperkuat. juga pola kebijakan seperti penentuan tarif batas

atas angkutan dan penetapan harga eceran tertinggi untuk LPG.

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Ekspor meningkat, terkait

membaiknya kinerja lapangan

usaha industri pengolahan.

Secara triwulanan, pada triwulan IV 2014 ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 7,71%

(yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya (8,23%, yoy). Dari sisi permintaan,

perlambatan pertumbuhan didorong oleh konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba

sebagai imbas kenaikan bahan bakar minyak. Di sisi lain, ekspor mencatat akselerasi

pertumbuhan sebesar 14,73% (yoy). Sementara itu, dari sisi sektoral, lapangan usaha

pertanian menjadi penyumbang perlambatan pertumbuhan (10,40%; yoy). Masih

tingginya pertumbuhan Sulsel, lebih disokong oleh lapangan usaha Industri pengolahan

(15,20%; yoy).

Perekonomian Sulawesi Selatan tahun 2014 tumbuh 7,57% (yoy) sedikit melambat

dibandingkan tahun 2013 sebesar 7,63% (yoy). Dari sisi produksi, turunnya tingkat

pertumbuhan berasal dari lapangan usaha sekunder seperti lapangan usaha

transportasi dan lapangan usaha bangunan (konstruksi). Adapun pertumbuhan yang

tinggi terjadi pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian (11,4%; yoy), diikuti

dengan pengiriman ekspor yang cukup besar (11,85%; yoy).

RINGKASAN EKSEKUTIF

2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Keuangan Pemerintah

Realisasi pendapatan dan

belanja keuangan pemerintah

hingga triwulan IV 2014

cenderung lebih baik

dibandingkan periode yang

sama tahun lalu.

Realisasi pendapatan dan belanja keuangan daerah cenderung lebih baik di tahun

2014, didorong oleh optimalisasi pemungutan pajak dan penyaluran belanja. Dari sisi

pendapatan, persentase realisasi pendapatan 2014 untuk APBD Provinsi setinggi tahun

2013, terutama karena optimalisasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.

Demikian pula, secara nominal, capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama tahun

2013.Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja APBD Provinsi maupun instansi

vertikal di Sulsel juga menunjukkan peningkatan, terutama penyerapan belanja

infrastruktur (belanja modal). Realisasi belanja APBD Provinsi mencapai 92,04%,

sementara realisasi belanja instansi vertikal mencapai 91,14%.

Inflasi Daerah

Tekanan Inflasi Sulsel triwulan

IV 2014 meningkat, disebabkan

oleh kenaikan harga bahan

bakar minyak dan dampak

lanjutannya.

Terjadi peningkatan tekanan inflasi pada akhir tahun 2014, sebagai implikasi

kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Peningkatan laju inflasi Sulsel pada

akhir 2014 tercatat sebesar 8,61% (yoy), lebih tinggi dari triwulan III 2014 (3,72%, yoy)

yang disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi pada beberapa kelompok

barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca kenaikan harga bahan bakar minyak

(BBM) yang disubsidi. Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada kelompok barang yang

terkait dengan volatile food (kelompok bahan pangan dan makanan jadi) dan

administered price (perumahan dan transportasi). Secara kelembagaan, seluruh TPID di

tingkat provinsi dan kabupaten/kota telah terbentuk, diiringi dengan peningkatan

kegiatan koordinasi, terutama untuk mengantisipasi implikasi kenaikan harga BBM

bersubsidi.

Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan

Intermediasi perbankan tetap

tinggi, diiringi dengan risiko

masih dalam batas aman.

Kinerja pembiayaan perbankan di Sulsel pada triwulan IV 2014 meningkat, diiringi

dengan risiko yang tetap terkendali. Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan IV 2014,

dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang

disalurkan, memperlihatkan peningkatan yang lebih baik pada triwulan laporan.

Peningkatan pertumbuhan aset bank umum terjadi pada kelompok bank pemerintah

dan swasta nasional. Sementara itu, pertumbuhan DPK yang lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan kredit menyebabkan kegiatan intermediasi (LDR) sedikit

meningkat menjadi sebesar 126,39% dari 125,06%. Sementara itu, risiko kredit

perbankan masih terjaga dengan baik yang tercermin dari Rasio nonperforming loan

(NPL) yang masih berada pada level aman. Masih amannya rasio NPL juga mendukung

ketahanan sektor keuangan baik pada sektor korporasi, rumah tangga. Namun

demikian, perlu perhatian khusus pada kualitas kredit UMKM.

Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang

Pada akhir tahun terjadi net

inflow, kondisi yang berbeda

dari periode biasanya,

kemungkinan terkait tekanan

harga yang kuat di akhir tahun.

Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan tendensi yang membaik

pada triwulan IV 2014. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS) menunjukkan tren pertumbuhan yang meningkat. Sejalan dengan

membaiknya tendensi transaksi keuangan melalui RTGS, transaksi keuangan melalui

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga mengalami peningkatan di triwulan

berjalan.

Faktor musiman tidak menunjukkan pengaruh terhadap pergerakan aliran uang

kartal pada triwulan IV 2014. Kondisi net inflow pada akhir tahun merupakan kondisi

yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang cenderung outflow di akhir tahun,

yang berarti terjadi kegiatan penarikan uang yang biasanya akan terus meningkat pada

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 3

triwulan berjalan. Salah satu faktor penyebab kemungkinan karena tekanan harga yang

tinggi terkait kenaikan harga BBM. Adapun pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia

dilakukan dengan melakukan layanan penukaran uang, kas keliling, remise,

pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Hal ini

dilakukan sebagai upaya untuk mewujudkan clean money policy.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat pengangguran dan

kesejahteraan relatif tidak

berubah signifikan.

Kondisi kesejahteraan belum menunjukkan perubahan signifikan. Penyerapan tenaga

kerja relatif baik, terpantau dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) Sulawesi Selatan

yang mencapai 5,10% (Sakernas Agustus 2014) atau relatif tidak berubah dari tahun

sebelumnya (Agustus 2013). Sementara tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari

Nilai Tukar Petani (NTP) hingga akhir 2014 terpantau melemah dari triwulan III 2014.

Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret

2014 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel 9,5% atau

relatif baik dibandingkan Sulampua maupun nasional.

Prospek Perekonomian

Pertumbuhan ekonomi Sulsel

pada triwulan I 2015

diperkirakan melemah dengan

tingkat inflasi yang terkendali.

Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2015 dan untuk keseluruhan tahun 2015,

masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 6,9% - 7,9% (yoy) dan 7,5% -

8,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015, jika dibandingkan dengan ekonomi

nasional, masih tetap lebih kuat. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang

oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi), walaupun sektor ekonomi yang

terkait ekonomi global masih melemah. Di sisi lapangan usaha, peningkatan terjadi

pada konstruksi, perdagangan, transportasi, informasi/komunikasi, real estate, dan

jasa-jasa. Perlambatan diperkirakan akan terjadi pada lapangan usaha penyediaan

akomodasi terkait kebijakan pemerintah untuk mengurangi kegiatan rapat di hotel.

Tekanan harga tahun 2015 diprakirakan akan tetap terkendali, dengan besaran

masuk dalam rentang target inflasi nasional. Faktor yang mendorong adalah

ketersediaan bahan makanan yang relatif mencukupi, ditambah dengan tren

penurunan harga minyak dunia. Namun demikian, ke depan Pemerintah Daerah perlu

merespon perubahan kebijakan pemerintah di bidang energi dengan menerapkan

kebijakan penentuan tarif batas atas angkutan dan penetapan harga eceran tertinggi.

Ke depan, untuk tetap

mencapai pertumbuhan yang

berkualitas, diperlukan

dukungan dan sinergi dari

berbagai pihak

Tantangan dan Rekomendasi Kebijakan

Untuk mendukung perkembangan ekonomi Sulsel yang membanggakan, beberapa

hal yang perlu menjadi perhatian antara lain (1) Konsistensi pembangunan

infrastruktur sesuai jadwal (seperti pembangunan Pelabuhan Makassar New Port, Jalur

Kereta Api Makassar-Parepare, Pembangkit Listrik, dan Waduk); (2) peningkatan

industri pengolahan (hilirisasi) melalui peningkatan iklim investasi agar pada akhirnya

tercipta perdagangan antar pulau yang mendorong program kemaritiman pemerintah;

(3) pengendalian inflasi daerah, ditingkatkan melalui kerjasama antar TPID, dengan

memperhatikan surplus dan defisit; (4) pemberdayaan Pelaku Usaha UMKM (termasuk

nelayan) melalui program pendampinan yang konsisten, menerapkan alternatif

pembiayaan UMKM berbasis cash flow, dan menerapkan skim asuransi usaha.

RINGKASAN EKSEKUTIF

4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 5

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Tabel Indikator Ekonomi

A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

I II III IV I II III IV I II III IV

MAKRO

- Sulawesi Selatan 132.89 133.44 135.69 136.14 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72 116.89

- Sulawesi Utara 128.11 129.75 131.57 133.73 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90 118.61

- Gorontalo 134.65 136.07 137.85 139.32 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62 115.26

- Papua 126.38 127.28 129.07 132.71 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54 112.66 114.05 121.17

- Papua Barat 144.28 149.65 152.64 152.79 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41 109.26 113.93 115.18

- Maluku 137.57 142.05 142.03 140.74 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38 111.97 112.31 115.86

- Sulawesi Tengah 135.20 137.53 141.14 142.34 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12 120.21

- Sulawesi Tenggara 137.27 138.93 141.02 141.15 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 109.77 111.72 117.67

- Sulawesi Barat 134.57 134.98 137.56 138.24 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54 116.85

- Maluku Utara 133.20 134.73 135.68 136.87 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16 114.28 117.01 122.30

- Sulawesi Selatan 4.06 3.84 4.48 4.41 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72 8.61

- Sulawesi Utara 0.95 3.73 5.23 6.04 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00 9.67

- Gorontalo 5.91 5.95 5.40 5.31 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59 6.14

- Papua 1.94 1.80 2.94 4.52 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57 7.40 4.51 9.11

- Papua Barat 2.07 4.11 5.52 5.07 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77 5.27 5.32 6.56

- Maluku 8.65 6.25 7.07 6.73 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95 8.85 2.79 7.19

- Sulawesi Tengah 2.50 4.99 6.78 5.87 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46 8.84

- Sulawesi Tenggara 5.10 4.65 2.03 5.25 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.84 1.83 8.45

- Sulawesi Barat 3.81 3.24 3.71 3.28 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46 7.89

- Maluku Utara 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80 9.75 5.40 9.35

14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 6,936 -

1. Pertanian 3,787 4,095 4,321 3,329 3,831 4,059 4,491 3,765

2. Pertambangan dan Penggalian 875 1,116 1,091 1,209 1,123 1,181 1,230 1,153

3. Industri Pengolahan 1,948 1,990 2,033 2,079 2,108 2,187 2,210 2,199

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 157 159 164 168 169 173 178 181

5. Konstruksi/Bangunan 841 868 903 955 913 964 1,022 1,058

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,509 2,616 2,738 2,798 2,797 2,876 2,966 3,022

7. Angkutan dan Komunikasi 1,436 1,459 1,502 1,553 1,544 1,613 1,660 1,663

8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129 1,240 1,272 1,338 1,323 1,414 1,468 1,480

9. Jasa-jasa 1,460 1,514 1,522 1,544 1,494 1,529 1,604 1,636

55,239 58,217 62,188 58,439

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 12,293 13,015 14,950 10,826

Pertambangan dan Penggalian 3,108 3,792 4,039 3,810

Industri Pengolahan 7,648 8,213 8,631 8,941

Pengadaan Listrik, Gas 51 55 56 59

Pengadaan Air 75 77 77 73

Konstruksi 6,494 6,789 7,044 7,301

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,775 8,088 8,620 7,881

Transportasi dan Pergudangan 2,072 2,105 2,193 2,272

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 765 797 806 815

Informasi dan Komunikasi 3,492 3,592 3,733 3,743

Jasa Keuangan 1,956 2,021 2,013 2,116

Real Estate 2,068 2,124 2,164 2,209

Jasa Perusahaan 245 249 252 254

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,510 2,550 2,653 2,686

Jasa Pendidikan 2,916 2,929 3,105 3,523

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,065 1,093 1,107 1,169

Jasa lainnya 707 728 747 761

14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157

1. Konsumsi 9,586 9,767 9,984 10,142 10,136 10,336 10,675 10,852 35,255 37,975 38,926 41,954

2. Investasi 4,070 4,797 4,557 3,387 4,666 5,153 4,323 4,052 20,902 23,641 24,033 22,520

3. Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 5,322 5,634 6,169 6,176 14,700 14,295 15,704 14,782

4. Impor 4,269 4,830 4,655 4,713 4,820 5,128 4,339 4,923 15,618 17,694 16,474 20,818

14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157 55,239 58,217 62,188 58,439

7.90 8.06 8.70 8.88 8.21 6.23 8.26 7.90

269.15 334.64 425.37 526.60 403.02 389.29 417.56 386.19 366.41 460.02 499.05 452.63

223.29 193.78 152.34 245.36 171.92 198.44 499.94 230.41 167.44 182.55 193.36 210.19

155.07 186.72 254.70 219.18 300.72 404.72 218.82 123.23 139.10 181.87 149.05 129.39

280.95 500.79 246.48 215.54 160.04 472.75 216.69 271.11 221.11 258.82 266.39 217.59

114.08 147.92 170.67 307.42 102.30 (15.43) 198.75 262.96 227.31 278.14 350.00 323.24

*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012

***) Tahun 2014 menggunakan Tahun Dasar 2010

PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ***

INDIKATOR

Indeks Harga Konsumen

2014**

PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008

Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton)

Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)

2012* 2013*

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2000 & SNA 1993

Catatan:

Total PDRB (Rp Miliar)

Pertumbuhan PDRB (%, yoy)

Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)

Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton)

Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)

Sumber : BPS & Dirjen Bea Cukai

TABEL INDIKATOR EKONOMI

6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)

I II III IV I II III IV I II III IV

Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,351

45,734 48,024 49,917 53,717 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339 66,112

Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693 7,995

Tabungan 25,004 27,206 28,545 31,466 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828 37,428

Deposito 13,259 13,536 14,115 14,907 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819 20,690

54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560

- Modal Kerja 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847 31,442

- Investasi 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241

- Konsumsi 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159 35,877

119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72% 130.45% 129.21% 125.06% 126.39%

54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560

- Pertanian 906 1,128 1,171 1,215 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435 1,506

- Pertambangan 312 363 375 399 447 449 444 397 377 560 537 509

- Industri pengolahan 3,468 3,904 4,008 5,250 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283 4,747

- Listrik, Gas, dan Air 137 124 135 141 133 116 121 191 218 245 232 350

- Konstruksi 2,065 2,448 2,582 2,674 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173 4,366

- Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,027 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748 27,033

- Pengangkutan 1,744 1,730 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951 2,820

- Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,105 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581 3,662

- Jasa Sosial Masyarakat 1,570 1,485 1,372 1,404 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115 2,340

- Lain-lain 26,007 27,045 28,781 30,684 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408 36,226

18,349 19,582 18,240 20,270 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675

3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883

- Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,206 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,088 4,249 4,479

- Investasi 382 449 469 467 510 653 764 731 821 1,027 1,048 1,404

- Konsumsi - - - - - - - - - - - -

8,932 8,933 8,433 8,938 9,290 9,819 9,877 10,037 10,123 10,329 10,885 11,035

- Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,760 5,678 6,492 5,624 5,750 5,862 6,076 6,408 6,683

- Investasi 3,369 3,085 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353

- Konsumsi - - - - - - - - - - - -

5,884 6,710 6,180 7,660 8,534 10,132 9,932 10,148 10,052 11,046 10,586 10,757

- Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,205 6,872 7,278 7,079 7,822 7,680 7,802

- Investasi 1,125 1,232 1,347 2,016 2,349 2,927 3,060 2,870 2,972 3,224 2,906 2,954

- Konsumsi - - - - - - - - - - - -

3.05% 3.08% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13%

4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81%

BANK UMUM SYARIAH

3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906

1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991

Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262 346 380

Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337 1,479

Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195 1,132

2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141

- Modal Kerja 647 645 656 674 673 688 651 631 684 776 985 1,135

- Investasi 224 212 228 284 329 362 359 438 488 670 670 825

- Konsumsi 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423 3,270 3,181

174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65% 162.40% 174.20% 171.16% 171.91%

Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara

2014****20132012

Kredit Menengah *** (Rp Miliar)

Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)

INDIKATOR

BANK UMUM :

DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)

LDR

NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)

Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)

FDR

Total Aset (Rp Miliar)

DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)

Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)

NPL Total gross - Lokasi Bank (%)

Kredit Mikro* (Rp Miliar)

Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)

Kredit Kecil ** (Rp Miliar)

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 7

C. SISTEM PEMBAYARAN

I II III IV I II III IV I II III IV

KAS

Inflow (Rp Miliar) 3,872 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,562 4,304

Uang Kertas 3,871 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,561 4,304

Uang Logam 0.15 0.13 0.02 0.05 0.03 0.08 0.08 0.10 0.14 0.04 0.23 0.01

Outflow (Rp Miliar) 1,860 3,174 3,575 3,214 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,098

Uang Kertas 1,859 3,171 3,574 3,214 1,715 2,885 5,310 4,159 2,343 3,826 5,637 4,096

Uang Logam 1.80 2.53 0.86 0.34 0.28 0.78 2.51 2.63 2.20 3.22 3.93 2.07

Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 893 158 51 272 350 502 989 708 748 620 269 403

TRANSAKSI RTGS

From / Outgoing (Rp Miliar) 11,504 15,473 15,421 19,880 14,448 17,402 18,770 20,540 15,660 21,374 22,719 25,647

To / Incoming (Rp Miliar) 29,147 37,788 34,631 40,648 32,767 36,120 37,614 41,480 27,887 33,669 38,096 41,348

From - To (Rp Miliar) 4,578 4,355 4,424 5,049 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 10,970 11,845

TRANSAKSI KLIRING

Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,296 9,439 9,466 10,139 9,737 9,976 10,239 10,670 9,483 9,616 9,716 11,198

Volume Kliring* (Lembar) 281,461 283,706 285,156 294,745 284,030 285,559 280,922 290,332 260,069 266,025 260,914 280,987

Kliring Kredit

Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 558 569 579 605 557 576 874 1,050 675 637 675 805

Volume Kliring Kredit (Lembar) 37,461 38,646 39,105 40,567 36,457 34,774 37,895 41,130 29,191 28,625 30,355 32,940

RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 9 9 9 10 9 10 15 17 11 11 11 13

RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 595 613 621 644 608 580 632 663 487 477 490 515

Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,737 8,870 8,887 9,534 9,180 9,400 9,365 9,620 8,809 8,978 9,041 10,393

Volume Kliring Debet (Lembar) 244,000 245,060 246,051 254,178 247,573 250,785 243,027 249,202 230,878 237,400 230,559 248,047

RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 139 141 141 151 153 157 156 155 147 150 146 162

RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,873 3,890 3,906 4,035 4,126 4,180 4,050 4,019 3,848 3,957 3,719 3,876

Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 294 305 296 292 322 352 402 325 317 387 287 343

Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,013 7,732 7,412 7,623 7,549 7,531 7,092 6,659 7,114 7,119 6,765 6,008

RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 5 5 5 5 5 6 7 5 5 6 5 5

RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 111 123 118 121 126 126 118 107 119 119 109 94

Cek/BG Kosong

Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 208 234 208 206 221 259 307 251 230 328 231 270

Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,563 6,349 6,033 6,020 5,904 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552

RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 3 4 3 3 4 4 5 4 4 5 4 4

RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 88 101 96 96 98 103 95 87 95 97 86 71

*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara

2014***2012*** 2013***

Kliring Debet Penyerahan

Kliring Debet Pengembalian

INDIKATOR

TABEL INDIKATOR EKONOMI

8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

D. GRAFIK INDIKATOR

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) menggunakan TD 2010

Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sumbangan Sektor Ekonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah

Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

7500

7600

7700

7800

7900

8000

8100

8200

8300

8400

8500

2009 2010 2011 2012 2013 2014

(Ribu Orang)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan

JumlahPenduduk

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

700

750

800

850

900

950

1000

2009 2010 2011 2012 2013 2014

(Ribu Orang)

% Penduduk Miskin - Skala Kanan

Jumlah Penduduk Miskin

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 9

1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pada triwulan IV 2014 ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 7,71% (yoy), lebih

rendah dari triwulan sebelumnya (8,23%; yoy). Dari sisi permintaan,

perlambatan pertumbuhan didorong oleh konsumsi rumah tangga dan

lembaga nirlaba sebagai imbas kenaikan bahan bakar minyak. Di sisi lain,

ekspor mencatat akselerasi pertumbuhan sebesar 14,73% (yoy). Sementara

itu, dari sisi sektoral, lapangan usaha pertanian merupakan penyumbang

perlambatan pertumbuhan (10,40%; yoy). Masih tingginya pertumbuhan

Sulsel, disokong oleh lapangan usaha Industri pengolahan (15,20%; yoy).

Perekonomian Sulawesi Selatan tahun 2014 tumbuh 7,57% (yoy) sedikit

melambat dibandingkan tahun 2013 sebesar 7,63% (yoy). Perlambatan

ekonomi bersumber dari lapangan usaha sekunder seperti lapangan usaha

perdagangan hotel dan Restoran dan lapangan usaha bangunan

(konstruksi). Di sisi lain, penahan pertumbuhan yang masih relatif kuat

tersebut bersumber dari ekspansi lapangan usaha pertambangan dan

penggalian (11,4%; yoy) yang diikuti dengan tingginya pertumbuhan

ekspor (11,85%; yoy).

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Sesuai pola historisnya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan IV mengalami perlambatan bila

dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan pelaporan, ekonomi sulsel tumbuh sebesar 7,71% (yoy)1 lebih rendah

dibandingkan triwulan III 2014 (8,23%; yoy)2. Pendorong menurunnya kinerja ekonomi di triwulan IV 2014, dari sisi

pengeluaran, bersumber dari penurunan konsumsi. Bahkan komponen konsumsi pemerintah mengalami kontraksi

sebesar -2,92% (yoy). Di sisi lain, peningkatan ekspor menjadi penahan ekonomi tidak terdeselerasi lebih lanjut.

Sementara itu, dari sisi lapangan usaha, kinerja ekonomi triwulan IV 2014 masih ditopang oleh lapangan usaha Pertanian,

Kehutanan dan Perikanan; lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian; lapangan usaha Perdagangan Besar dan

Eceran.

Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) tahun 2014 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

atas dasar harga konstan (ADHK) sedikit melambat. Pada tahun 2014, PDRB Sulsel mencapai Rp 234 triliun atau tumbuh

sebesar 7,57% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun 2013 yang mencapai 7,63% (yoy). Dengan

perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel di tahun 2014 tercatat masih lebih tinggi dari angka pertumbuhan

ekonomi nasional yang tercatat sebesar 5,02% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan

1.2. Sisi Pengeluaran

Perlambatan kinerja ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2014 tercermin pada beberapa komponen sisi pengeluaran.

Pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2014 tercatat 7,71% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang

mencapai 8,23% (yoy). Komponen yang memperlihatkan perlambatan pertumbuhan adalah konsumsi rumah tangga dan

LNPRT. Sedangkan konsumsi Pemerintah mengalami kontraksi sebesar -2,92 (yoy). Peningkatan Investasi dan perbaikan

neraca perdagangan menjadi faktor penahan ekonomi Sulsel tidak terdeselerasi lebih lanjut.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)*

Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara

Untuk tahun 2014, perlambatan perekonomian Sulsel terutama didorong oleh melemahnya investasi. Investasi di tahun

2014 tercatat hanya tumbuh sebesar 1,24% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan 2013 yang mampu mencapai

pertumbuhan sebesar 12,32% (yoy). Motor pendorong pertumbuhan di tahun 2014, yang sekaligus menjadi faktor

1 Data pertumbuhan triwulan IV 2014 menggunakan tahun dasar 2010 dan SNA 2008 2 Data pertumbuhan triwulan III 2014 menggunakan tahun dasar 2000 dan SNA 1993

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 11

penahan ekonomi tidak terdeselerasi lebih lanjut adalah komponen konsumsi. Di tahun 2014, komponen konsumsi

tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan komponen di sisi permintaan lainnya yaitu sebesar 5,38% (yoy).

Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 5,51% (yoy). Kinerja perdagangan (ekspor-impor) juga

mengalami peningkatan. Dari nilai neraca perdagangan bersih diketahui bahwa terjadi peningkatan sebesar 40,22% (yoy)

meskipun bila dilihat dari nominal masih mengalami defisit sebesar Rp11,12 triliun (Tabel 1.1).

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (agregat)

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara

1.2.1 Konsumsi

Secara umum, konsumsi di triwulan IV 2014 mengalami pelemahan dibandingkan triwulan III 2014. Penurunan terbesar

terjadi pada konsumsi pemerintah yang tercatat mengalami kontraksi sebesar -2,92% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya (3,89%, yoy). Konsumsi rumah tangga dan konsumsi LNPRT mengalami perlambatan di triwulan IV

2014, yang masing-masing tumbuh sebesar 5,49% (yoy) dan 4,93% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya

yang masing-masing tercatat sebesar 6,20% (yoy) dan 15,41% (yoy).

Perlambatan konsumsi rumah tangga disebabkan penurunan daya beli masyarakat dipicu oleh kenaikan harga bahan

bakar minyak (BBM). Perlambatan yang terjadi lebih dipengaruhi oleh menurunnya aktivitas konsumsi masyarakat.

Kenaikan BBM jenis Premium dan Solar, secara langsung mengakibatkan penyesuaian tarif angkutan umum, dan secara

tidak langsung mendorong peningkatan harga di berbagai komoditas utama. Efek langsung dan tidak langsung tersebut,

mengakibatkan daya beli masyarakat semakin menurun.

Perlambatan konsumsi sejalan dengan penurunan indeks keyakinan konsumen dan indeks penjualan eceran. Hasil

Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada

periode triwulan laporan mengalalami penurunan, namun masih berada pada level optimis (Grafik 1.2). Selanjutnya,

pergerakan Indeks Penjualan Eceran, hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia, menunjukkan sedikit penurunan

karena terbatasnya konsumsi, terkait peningkatan harga bahan bakar kendaraan bermotor serta barang rumah tangga

lainnya (Grafik 1.3). Penurunan konsumsi juga dikonfirmasi dari perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi

(Grafik 1.4).

Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.3. Indeks Penjualan Eceran

Komponen Pengeluaran PDRB 2011 2012 2013* 2014**

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga + LNPRT 6.52 6.99 6.05 6.03

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.) 6.51 6.98 5.96 5.92

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 6.61 7.14 10.36 11.26

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3.a. + 3.b.) 4.70 4.20 2.70 1.88

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto (4.a. + 4.b.) 12.73 15.67 13.19 9.40

5. Perubahan Inventori -10.55 111.85 0.39 -125.22

6. Ekspor -9.49 -2.04 3.06 11.85

7. Impor -7.08 6.11 5.36 -1.64

P D R B 8.13 8.87 7.63 7.57

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Dari sisi komponen konsumsi pemerintah, terjadi kontraksi cukup dalam di triwulan IV 2014. Konsumsi pemerintah

mencatat kontraksi sebesar -2,92% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh 3,89% (yoy). Realisasi keuangan pemerintah (APBD

provinsi dan APBN) pada triwulan IV 2014 secara nominal relatif melemah dibandingkan triwulan III 2014, diperkirakan

menjadi faktor penyebab menurunnya konsumsi pemerintah di periode pelaporan. Persentase penyerapan belanja

pemerintah, sebenarnya cukup optimal, namun nominal realisasinya justru lebih rendah di tahun 2014, yaitu sebesar

Rp19,21 trilun sementara di tahun 2013 sebesar Rp19,37 triliun.

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.4. Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.5. Giro Pemerintah Daerah

1.2.2 Investasi

Investasi di triwulan IV 2014 mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Investasi yang tercermin dari

PMTB menunjukan peningkatan pertumbuhan, yaitu dari 5,32% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 9,03% (yoy). Di sisi lain,

perubahan inventori juga menunjukan perbaikan di triwulan pelaporan. Meski masih mengalami kontraksi -18,99% (yoy),

kondisi perubahan inventori menunjukan perbaikan dibandingkan triwulan III 2014 (-608,99%, yoy). Peningkatan kinerja

investasi bangunan di akhir tahun diperkirakan menjadi pendorong peningkatan PMTB di triwulan IV 2014. Hal ini

tercermin dari indikator nilai tambah sektor bangunan yang mengalami pertumbuhan meskipun masih dalam tren

melambat (Grafik 1.6). Kegiatan investasi juga didukung dengan kemudahan perizinan di kabupaten dan kota di Sulsel,

antara lain Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). PTSP sudah berdiri di seluruh Kabupaten/kota se Sulsel. Selain itu,

beberapa kabupaten dan kota juga pernah mendapatkan penghargaan sebagai Kabupaten/Kota penyelenggara PTSP

terbaik yaitu kabupaten Pinrang (tahun 2014) dan Kota Parepare (2013).

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.6. Nilai Tambah Sektor Bangunan Grafik 1.7. Penyaluran Kredit Investasi

Peningkatan PMTB pada triwulan IV 2014 sejalan dengan meningkatnya kinerja indikator pembiayaan. Penyaluran

kredit yang digunakan untuk keperluan investasi mengalami percepatan pada triwulan laporan. Tren percepatan

penyaluran kredit investasi memang telah terjadi sejak triwulan III 2013 (Grafik 1.7). Di sisi lain, terdapat indikasi

penurunan kinerja investasi non bangunan yang terlihat dari penurunan nilai impor barang modal pada triwulan

pelaporan (Grafik 1.8).

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 13

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Produsen, diolah

Grafik 1.8. Impor Barang Modal Grafik 1.9. Perubahan Inventori Produsen Nikel

Kontraksi yang terjadi pada komponen perubahan inventory, salah satunya disebabkan oleh inventory nikel. Kontraksi

perubahan inventory di periode pelaporan sebesar -18,99% (yoy) lebih baik dibandingkan triwulan III 2014 (-608,99%,

yoy). Posis inventory nikel, yang merupakan parameter perubahan stok, diperkirakan akan mengalami pelemahan sebesar

-10,11% (yoy) lebih tinggi daripada penurunan di triwulan III 2014 (-1,11%, yoy) (Grafik 1.9).

1.2.3 Ekspor dan Impor

Ekspor Sulsel di triwulan IV 2014 mengalami percepatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekspor di

periode pelaporan tercatat sebesar 14,73% (yoy), lebih besar dibandingkan pertumbuhan triwulan III 2014 yang tercatat

sebesar 7,62%. Peningkatan ekspor ditopang oleh peningkatan ekspor non migas. Hal ini tercermin dari peningkatan

volume dan nilai ekspor nonmigas luar negeri di triwulan IV 2014 dibandingkan triwulan III 2014 (Grafik 1.10). Sementara

itu, kegiatan ekspor nonmigas antardaerah mengalami perlambatan yang tercermin dari pertumbuhan volume barang

yang dimuat di pelabuhan Makassar (Grafik 1.11).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan

Grafik 1.10. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.11. Volume Barang yang Dimuat

Beberapa komoditas ekspor utama dengan orientasi penjualan luar negeri mencatat peningkatan pada triwulan IV

2014. Ekspor rumput laut, biji coklat (kakao) dan karet alam olahan tumbuh lebih tinggi dari triwulan III 2014 (Grafik

1.12). Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh kinerja industri manufaktur para negara mitra dagang Sulsel yang lebih baik

dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari Purchasing Manager Index (PMI), Negara Jepang, Korea Selatan, dan Zona Eropa

menunjukan peningkatan di triwulan IV 2014 (Grafik 1.13).

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg

Grafik 1.12. Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Grafik 1.13. Purchasing Managers Index

Impor Sulsel di triwulan IV 2014 tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor di periode pelaporan

tercatat tumbuh sebesar 9,35% (yoy) lebih besar dari triwulan III 2014 (6,73%, yoy). Peningkatan impor terkonfirmasi dari

peningkatan nilai impor non migas luar negeri di triwuan IV 2014 yang di rilis oleh Dirjen Bea Cukai (Grafik 1.15). Di sisi

lain impor antar pulau diperkirakan mengalami penurunan, terindikasi dari penurunan bongkar muat barang dalam negeri

di pelabuhan Makassar (Grafik 1.14).

Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.14. Volume Barang yang Dibongkar Grafik 1.15. Volume Impor Nonmigas

Pada triwulan IV 2014, struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel relatif tidak mengalami perubahan

dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang

dari Sulsel yang dijual ke luar negeri yang diikuti komoditas pertanian (Grafik 1.16). Sementara itu, impor bahan baku

mencatat pangsa terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh impor barang modal

dan barang konsumsi (Grafik 1.17).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.16. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.17. Pangsa Impor Menurut Kategori

20.45%

79.00%

0.55% Pangsa Triwulan IV 2014

Barang Modal:US$26.46 Juta

Bahan Baku:US$102.22 Juta

Barang Konsumsi:US$0.71 Juta

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 15

Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,

sedangkan gandum kembali menjadi komoditas impor dengan pangsa terbesar. Pada triwulan IV 2014, komoditas nikel

matte mengambil pangsa sebesar 58,83% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel (Tabel 1.3). Selanjutnya, ganggang laut

(rumput laut) dan cokelat olahan dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 8,66% dan 8,22%. Untuk impor

luar negeri, gandum yang menjadi bahan baku terigu mengambil pangsa 23,41% pada triwulan IV 2014 dan berada pada

urutan teratas dalam struktur impor. Setelah gandum, makanan ternak dan industri lainnya pangsa impor terbesar yaitu

masing-masing 21,30% dan 20,31% (Tabel 1.4).

Tabel 1.3. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.4. Peringkat Impor Menurut Komoditas

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Neraca perdagangan Sulsel di tahun 2014 mengalami perbaikan dibandingkan tahun 2013. Membaiknya kinerja ekspor

menjadi pendorong perbaikan neraca perdagangan Sulsel di triwulan pelaporan. Ekspor Sulsel tumbuh 11,85% (yoy) lebih

besar dibandingkan tahun 2013 yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 3,06% (yoy). Dari sisi impor, terjadi

kontraksi di 2014 sebesar -1,64% (yoy) dibandingkan tahun 2013 (5,36%, yoy). Akselerasi kinerja ekspor pada tahun 2014

yang dibarengi dengan deselerasi impor membuat pertumbuhan surplus perdagangan atas dasar harga konstan (ADHK)

menjadi jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun 2013 (Grafik 1.18).

Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.18. Neraca Perdagangan Bersih PDRB Grafik 1.19. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri

KomoditasNilai Ekspor

Triwulan IV 2014

(US$ Juta)

Pangsa

NIKEL 266.27 58.83%

GANGGANG LAUT 39.18 8.66%

COKLAT OLAHAN 37.19 8.22%

BIJI COKLAT 20.08 4.44%

IKAN OLAHAN 15.59 3.44%

UDANG SEGAR/BEKU 12.77 2.82%

KAYU LAPIS 8.58 1.90%

BUAH/SAYURAN OLAHAN 5.54 1.22%

SAYUR-SAYURAN 5.24 1.16%

IKAN LAINNYA 4.92 1.09%

KomoditasNilai Impor

Triwulan IV 2014

(US$ Juta)

Pangsa

GANDUM 30.29 23.41%

MAKANAN TERNAK LAINNYA 27.56 21.30%

INDUSTRI LAINNYA 26.28 20.31%

BESI/BAJA 8.50 6.57%

KENDARAAN BERMOTOR RODA 4 DAN LEBIH 8.19 6.33%

MESIN LAINNYA UNTUK INDUSTRI TERTENTU 6.17 4.77%

PERALATAN SIPIL DAN KONSTRUKSI 5.18 4.01%

PUPUK 5.08 3.92%

BAHAN KIMIA AN ORGANIK 4.83 3.73%

PRODUK KERAMIK 3.52 2.72%

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

1.3. Sisi Lapangan Usaha

Pada triwulan IV 2014 mengalami pertumbuhan sebesar 7,71% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2014.

Peningkatan pertumbuhan terjadi pada lapangan usaha Industri Pengolahan 15,20% (yoy) dengan pertumbuhan paling

tinggi, disusul oleh lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas (15,00%; yoy), dan lapangan usaha Jasa Keuangan (11,9%;

yoy). Mulai triwulan IV 2014, BPS menerapkan perubahan kategori sektor ekonomi dan tahun dasar. Semula 9 sektor

menjadi 17 kategori lapangan usaha, dan semula tahun dasar 2000 menjadi tahun dasar 2010 (Tabel 1.5 dan boks 1.A).

Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi (per triwulan )*

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara

Pada tahun 2014, kinerja ekonomi Sulsel (7,57% yoy) masih di topang oleh akselerasi kinerja sektor primer. Sektor

primer yang mengalami pertumbuhan paling tinggi adalah Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian, dimana pada

triwulan pelaporan sektor ini tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 11,43% (yoy) disusul oleh Lapangan Usaha

pengadaan listrik dan gas (10,56%, yoy) dan Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (10,23%, yoy).

Sementara itu, Lapangan Usaha Pertanian yang merupakan sektor penyumbang pertumbuhan terbesar di tahun 2014

tumbuh sebesar 9,98% (yoy) (Tabel 1.6).

Tabel 1.6. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara

I II III IV TOTAL

1 Pertanian A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 11.80 12.03 10.83 10.40 9.98

2 Pertambangan dan Penggalian B Pertambangan dan Penggalian 8.34 2.54 -0.10 9.60 11.43

3 Industri Pengolahan C Industri Pengolahan 3.51 8.03 10.27 15.20 9.45

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 8.87 11.75 10.73

D Pengadaan Listrik, Gas 15.00 10.56

E Pengadaan Air -1.20 2.13

5 Bangunan F Konstruksi 7.98 7.40 5.75 5.10 6.14

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8.28 9.15 11.41

G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3.40 7.20

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.80 2.14

7 Pengangkutan dan Komunikasi 6.34 3.01 3.56

H Transportasi dan Pergudangan 5.60 7.77

J Informasi dan Komunikasi 6.60 5.75

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 11.23 7.38 4.57

K Jasa Keuangan 11.90 5.91

L Real Estate 9.00 7.97

9 Jasa-jasa 6.72 6.10 6.97

M,N Jasa Perusahaan 7.40 6.76

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0.70 1.03

P Jasa Pendidikan 3.10 4.65

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.30 10.23

R,S,T,U Jasa lainnya 9.40 7.57

8.03 7.34 8.23 7.71 7.57

2014Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2000 Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010Tahun Dasar 2000 Tahun Dasar 2010

PDRB PRDB

Komponen Pengeluaran PDRB 2011 2012 2013 2014

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6.89 4.58 4.93 9.98

Pertambangan dan Penggalian 3.80- 5.32 5.63 11.43

Industri Pengolahan 9.03 8.66 9.22 9.45

Pengadaan Listrik, Gas 10.08 16.24 8.19 10.56

Pengadaan Air 12.63 3.54 5.50 2.13

Konstruksi 6.92 9.86 10.57 6.14

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 10.35 11.86 7.23 7.20

Transportasi dan Pergudangan 13.05 13.45 6.45 2.14

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.70 11.40 6.76 7.77

Informasi dan Komunikasi 11.81 20.60 14.07 5.75

Jasa Keuangan 19.78 15.88 9.28 5.91

Real Estate 11.13 10.50 8.98 7.97

Jasa Perusahaan 9.00 8.02 6.97 6.76

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6.52 2.23 3.07 1.03

Jasa Pendidikan 10.44 7.50 7.72 4.65

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9.04 10.67 8.25 10.23

Jasa lainnya 6.69 8.11 7.14 7.57

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 8.13 8.87 7.63 7.57

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 17

Bila dilihat dari andil terhadap pertumbuhan ekonomi, Lapangan Usaha pertanian masih menjadi penyumbang

pertumbuhan terbesar di tahun 2014. Sektor pertanian memberikan andil pertumbuhan sebesar 2,18%, lebih tinggi

dibandingkan andil di tahun 2013 yang tercatat sebesar 1,08%. Sektor lain yang memberikan andil besar dalam

pertumbuhan ekonomi Sulsel tahun 2014 adalah sektor industri pengolahan (1,35%), sektor perdagangan (1,00%), sektor

pertambangan dan penggalian (0,71%), dan sektor konstruksi (0,72%) (Grafik 1.20).

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Grafik 1.20. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Lapangan Usaha

1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian

Pada triwulan IV 2014, sektor pertanian mengalami penurunan pertumbuhan akibat ganguan produksi di subsektor

tanaman bahan makanan (tabama) dan subsektor perikanan. Sektor pertanian tumbuh sebesar 10,40% (yoy) lebih

rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,83% (yoy). Subsektor tabama, dalam hal ini komoditas padi

palawija, menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya pertumbuhan. Baru masuknya musim tanam baru menjadi

pendorong turunnya produksi beras di triwulan pelaporan.

Perlambatan pertumbuhan juga dialami subsektor perikanan dampak dari peningkatan intensitas hujan sepanjang

periode pelaporan. Curah hujan yang terus meningkat selama periode Oktober sampai dengan Desember 2014 membuat

aktivitas penangkapan ikan terkendala gelombang yang tinggi. Di samping itu, peningkatan intensitas hujan juga

mengakibatkan terganggunya kegiatan budidaya ikan, terutama udang. Penurunan permintaan dari industri pengolahan

udang menurun seiring dengan menurunnya permintaan dari Negara tujuan ekspor. Hal ini terkonfirmasi dari kinerja

volume ekspor udang dan aneka ikan yang mengalami penurunan (Grafik 1.21 dan Grafik 1.22).

Perlambatan juga terjadi pada subsektor perkebunan. Penurunan pasokan setelah lewatnya masa panen ditambah

produktivitas pohon kakao yang terus menurun dan memasuki masa replacement pohon kakao mengakibatkan tambahan

tekanan di subsektor perkebunan. Selain itu, harga kakao di pasar global yang terus tumbuh melambat juga menambah

tekanan produksi kakao pada triwulan laporan sehingga subsektor perkebunan tidak dapat melaju lebih cepat (Grafik 1.23

dan Grafik 1.24). Penurunan produksi kakao pada akhirnya menurunkan pasokan ke Industri (saat ini daya serap Industri

sekitar 80% produksi) dan ekspor. Program Dinas Perkebunan Sulsel berupa rehabilitasi, ekstensifikasi dan pembagian 1,2

juta bibit sambung pucuk diharapkan dapat menjadi sumber penguatann kembali produksi kakao Sulsel. Di sisi lain,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

subsektor peternakan diindikasikan memberi sumbangan yang positif bagi sektor pertanian. Hal ini didukung oleh upaya

revitalisasi dan pembenahan pabrik milik dari perusahaan peternak sapi untuk meningkatkan produksi4 .

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.21. Volume Ekspor Udang Grafik 1.22. Volume Ekspor Aneka Ikan

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank

Grafik 1.23. Volume Ekspor Biji Kakao Grafik 1.24. Harga Internasional Kakao

1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian

Kembali berjalannya kegiatan ekspor hasil tambang di triwulan IV 2014 mampu mendorong pertumbuhan Lapangan

Usaha Pertambangan, setelah sempat mengalami kontraksi di periode sebelumnya. Pada triwulan laporan, kinerja

Lapangan Usaha ini masih tumbuh 9,60% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami

kontraksi sebesar -5,04% (yoy). Perbaikan sektor ini diindikasikan oleh perkembangan ekspor komoditas pertambangan

yang kinerjanya juga membaik pada triwulan laporan seiring harga internasional komoditas tambang yang sedikit

meningkat pada periode laporan (Grafik 1.25 dan Grafik 1.26). Di samping itu, selesainya renegosiasi kontrak yang

dilakukan oleh produsen nikel terbesar di Sulsel dengan pemerintah, diyakini membuat kegiatan produksi dapat

berlangsung dengan lebih baik tanpa kendala operasional yang berarti.

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank

Grafik 1.25. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.26. Harga Komoditas Tambang

4 Hasil liaison kepada perusahaan peternak sapi

(150)

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

%, yoyRibu Ton

Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

20

13

20

14

US$/metrik tonUS$/metrik ton

Nikel Timah Seng - Skala Kanan Timah Hitam - Skala Kanan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 19

1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Lapangan Usaha Industri Pengolahan kembali tumbuh lebih cepat pada triwulan IV 2014 yang didukung oleh

perkembangan yang lebih baik pada industri mikro dan kecil maupun industri besar dan sedang. Sektor ini tercatat

tumbuh sebesar 15,20% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya tumbuh 10,27% (yoy). Akselerasi pada Lapangan

Usaha Industri Pengolahan didorong oleh tetap membaiknya kinerja Industri Mikro dan Kecil (IMK) maupun Industri Besar

dan Sedang (IBS) pada triwulan laporan (Grafik 1.27). Hal ini dipengaruhi oleh momentum perayaan Natal dan tahun baru

di Sulsel yang mendorong kegiatan produksi para produsen barang industri. Namun demikian, subsektor industri

pengolahan semen menunjukkan pertumbuhan positif. Realisasi pengadaan semen tumbuh sebesar 5,45% (yoy), sedikit

lebih lambat dari pertumbuhan periode sebelumnya (6,77% yoy) (Grafik 1.28). Stok yang masih memadai diperkirakan

juga menjadi salah satu pendorong, melambatnya permintaan semen di akhir tahun.

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah

Grafik 1.27. Pertumbuhan Industri Grafik 1.28. Realisasi Pengadaan Semen

Peningkatan sektor industri pengolahan juga tercermin dari peningkatan realisasi harga jual sektor industri di triwulan

IV 2014. Pada triwulan pelaporan, realisasi harga jual sektor industri pengolahan tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan

perkiraan. Realisasi harga jual sektor industri mencapai 6,67%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 2% (Grafik 1.30). Di sisi lain, subsektor industri kayu olahan serta makanan olahan menunjukkan

perlambatan. Hal ini dikonfirmasi oleh penurunan pertumbuhan volume ekspor komoditas kayu olahan dan makanan

olahan yang triwulan laporan (Grafik 1.29). Untuk industri makanan olahan, turunnya pasokan ikan dinilai menjadi faktor

penyebab turunnya ekspor ikan olahan.

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.29. Volume Ekspor Hasil Industri Grafik 1.30. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

1.3.4 Lapangan Usaha Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)5

Pada lapangan usahaPengadaan Listrik danGas mengalami pertumbuhan sebesar 15,00% (yoy), sedangkan lapangan

usaha Pengadaan Air mengalami kontraksi sebesar -1,20% (yoy). Makin luasnya jangkauan listrik di pelosok seiring

perkembangan harga jual usaha sektor LGA dipercaya menjadi faktor pendorong peningkatan di sektor ini (Grafik 1.31).

Hal ini diperkuat dengan meningkatnya kapasitas produksi terpakai sektor LGA dibandingkan periode sebelumnya(Grafik

1.32).

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.31. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan Grafik 1.32. Kapasitas Produksi Terpakai Sektor LGA

1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi

Pada triwulan IV 2014, Lapangan Usaha Konstruksi kembali tumbuh searah dengan perkembangan komponen

investasi. Di triwulan III 2014, sektor ini mampu bertumbuh hingga 5,75% (yoy), sementara pada triwulan laporan, sektor

ini mengalami sedikit perlambatan dan tumbuh sebesar 5,10% (yoy). Pertumbuhan di sektor ini sejalan dengan akselerasi

pada komponen investasi, khususnya yang dihitung dari PMTB yang percepatan pertumbuhan di triwulan laporan.

Percepatan dipengaruhi oleh realisasi investasi pemerintah di akhir tahun. Indikator penjualan eceran untuk

perlengkapan konstruksi serta kredit kepada sektor konstruksi juga mencatat pertumbuhan di triwulan IV 2014 (Grafik

1.33 dan Grafik 1.34).

Sumber: Survei Penjualan Eceran Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.33. Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi Grafik 1.34. Kredit kepada Sektor Konstruksi

5 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor LGA dapat di lihat dari lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas dan lapangan usahan Pengadaan Air (Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 21

1.3.6 Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)6

Kategori Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan mengalami pertumbuhan sebesar 3,40% (yoy),

sedangkan kategori Penyediaan Komodasi Makan Minum tumbuh sebesar 4,80% (yoy). Secara agregat, bila

dibandingkan dengan pertumbuhan sektor PHR di triwulan III 2014 maka terjadi perlambatan. Salah satu faktor penyebab

turunnya sektor PHR adalah terbitnya Surat Edaran Mendagri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi yang menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota, hingga bupati,

untuk menggelar rapat di kantor masing-masing. Hal ini mengakibatkan turunnya omset hotel dari penyelenggaraan

Meeting Incentive Converencing Exibition (MICE), khususnya yang diselenggarakan oleh instansi pemerintahan. Selain itu,

melambatnya kinerja sektor PHR salah satunya didorong oleh penurunan kegiatan perdagangan antar daerah (Grafik

1.35). Penjualan eceran secara umum menunjukkan kondisi yang stabil. Hal tersebut tercermin dari hasil survei penjualan

eceran riil untuk beberapa kelompok barang konsumsi yaitu kelompok makanan jadi, perlengkapan rumah tangga, serta

suku cadang (Grafik 1.36).

Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.35. Volume Bongkar dan Muat Barang Grafik 1.36. Penjualan Barang Eceran Riil

Kategori Penyediaan Komodasi Makan Minum mendukung arah penurunan Lapangan Usaha PHR pada triwulan

laporan seiring menurunnya penghunian kamar hotel masih cukup tinggi. Selain faktor pemberlakuan surat edaran

Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, penurunan juga dirorong faktor musiman. Secara musiman, tingkat

penghunian kamar hotel bergerak turun sepanjang triwulan pelaporan (Grafik 1.37). Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah

wisatawan mancanegara yang datang ke Makassar yang tercatat masih mengalami kontraksi di triwulan IV 2014 (Grafik

1.38).

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 1.37. Tingkat Penghunian Kamar Hotel Grafik 1.38. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara

6Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor PHR dapat di lihat dari kategoriPerdagangan Besar dan

Eceran dan Reparasi Kendaraan serta kategoriPenyediaan Komodasi Makan Minum (Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

1.3.7 Lapangan Usaha Angkutan dan Komunikasi7

Di triwulan pelaporan, kelompok transportasi dan pergudangan tumbuh sebesar 5,6% (yoy). Sedangkan kelompok

informasi dan komunikasi tumbuh sebesar 6,6% (yoy). Secara agregat, sektor angkutan dan komunikasi mengalami

percepatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Percepatan yang terjadi terutama disebabkan oleh meningkatnya kinerja

moda transportasi udara sesuai indikator lalu lintas penumpang penerbangan domestik maupun internasional (Grafik

1.39). Meski meningkat secara triwulanan seiring kegiatan liburan Natal dan tahun baru, peningkatan yang terjadi tidak

signifikan yang dinilai dipengaruhi oleh naiknya harga tiket. Pada indikator yang lain, kredit ke sektor pengangkutan

menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan (Grafik 1.40).

Sumber: Angkasa Pura Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.39. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Grafik 1.40. Kredit Sektor Pengangkutan

1.3.8 Lapangan Usaha Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan8

Di triwulan pelaporan, kategori jasa keuangan tumbuh sebesar 11,90% (yoy). Sedangkan kategori real estate tumbuh

sebesar 9,0% (yoy). Secara agregat, bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan di triwulan III 2014 maka terjadi akselerasi pertumbuhan di periode pelaporan. Faktor penyebab percepatan

salah satunya datang dari peningkatan kinerja subsektor perbankan. Akselerasi penghimpunan DPK dan penyaluran kredit

mendorong peningkatan nilai tambah bruto perbankan di Sulsel pada triwulan IV 2014 (Grafik 1.41).

Peningkatan IHPR mengkonfirmasi peningkatan permintaan di kategori real estate. Hasil survey harga properti

residensial menunjukan kenaikan harga yang mengindikasikan peningkatan permintaan di kategori real estate (Grafik

1.42). Peningkatan permintaan properti yang meningkat mengindikasikan permintaan masyarakat yang tetap kuat

sehingga ke depan diperkirakan kegiatan pembangunan properti masih akan mengalami peningkatan pertumbuhan.

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survey Harga Properti Residensial

Grafik 1.41. Nilai Tambah Bank Grafik 1.42. Indeks Harga Properti Residensial

7Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Angkutan dan Komunikasi dapat dilihat dari pendekatan

kategoriTransportasi dan Pergudangan dan kategoriInformasi Dan Komunikasi(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). 8Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan dapat dilihat

dari pendekatan kategoriJasa Keuangan dan kategori Real Estate(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 23

1.3.9 Lapangan Usaha Jasa-jasa9

Di triwulan pelaporan, kategori jasa perusahaan; kategori administrasi pemerintah; kategori jasa pendidikan; kategori

jasa kesehatan & kegiatan social; dan kategori jasa lainnya, secara berturut-turut tumbuh sebesar 7,40% (yoy); 0,70%

(yoy); 3,10% (yoy); 3,30% (yoy); dan 9,40% (yoy). Secara agregat, bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor jasa-

jasa triwulan III 2014, maka terjadi akselerasi pertumbuhan di periode pelaporan. Faktor pendorong akselerasi tersebut

salah satunya dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi di periode pelaporan. Ditambah pula dengan banyaknya kegiatan

menjelang natal dan akhir tahun, beberapa subsektor jasa swasta mengalami peningkatan kegiatan usaha, yang

terkonfirmasi oleh indikator kredit ke sektor jasa sosial masyarakat, yang tercatat mengalami percepatan pada triwulan IV

2014 (Grafik 1.43).

Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.43. Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat

9Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Jasa-Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan

lapanganusaha yang baru antara lain kategoriJasa Perusahaan, kategoriAdministrasi Pemerintah, kategoriJasa Pendidikan, kategoriJasa Kesehatan & Kegiatan Sosial, dan kategoriJasa Lainnya(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Boks 1.A. Perubahan Tahun Dasar 2010 dan SNA 2008 dalam Pelaporan PDRB

Triwulan IV 2014

Sejak terbitnya berita resmi statistik Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) triwulan IV 2014, Badan Pusat Statistik

(BPS) menerapkan perubahan tahun dasar dan metodologi dalam perhitungan PDRB. Perubahan yang dilakukan adalah

penggantian tahun dasar (dari tahun dasar 2000 ke 2010), serta metodologi System of National Accounts (SNA) 1993 ke

SNA 2008. SNA 2008 atau Sistem Neraca Nasional (SNN) adalah rekomendasi internasional tentang bagaimana menyusun

ukuran aktivitas ekonomi yang sesuai dengan standar neraca baku yang didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi.

Rekomendasi yang dimaksud dinyatakan dalam sekumpulan konsep, definisi, klasifikasi, dan aturan neraca yang

disepakati secara internasional dalam mengukur indikator tertentu seperti PDRB. Perubahan antara SNA 1993 ke SNA

2008 terlihat dari pendekatan konsep pada beberapa hal seperti perhitungan output pertanian, metode perhitungan bank

komersial, proses valuasi, dan pencatatan biaya eksplorasi mineral dan pembuatan produk (Tabel 1.A.1). Implementasi

SNA 2008 juga mengubah klasifikasi lapangan usaha yang sebelumnya terdiri dari 9 lapangan usaha menjadi 17 lapangan

usaha (Tabel1.A.2.).

Latar belakang perubahan metodologi adalah adanya pengaruh perekonomian global terhadap struktur perekonomian

nasional dalam sepuluh tahun terakhir; rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengimplementasikan

System of National Accounts 2008 (SNA 2008) dalam penyusunan PDB melalui kerangka Supply and Use Tables (SUT); dan

menjaga konsistensi antara tiga pendekatan PDB dan memperkecil perbedaan antara PDB nasional dan PDRB.

Tabel 1.A.1 Perbandingan Konsep dan Metode SNA

Tabel1.A.2. Perbandingan Klasifikasi PDB menurut Lapangan Usaha

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 25

Perubahan tahun dasar dari 2000 ke 2010 menimbulkan beberapa efek, diantaranya adalah perubahan nominal PDRB.

Sebagai contoh, total nominal PDRB ADHK Sulsel tahun 2014 berdasarkan tahun dasar 2000 mencapai Rp 212,84 triliun

sedangkan berdasarkan tahun dasar 2010 mencapai Rp 252,73 triliun atau naik 18,74%. Perubahan tahun dasar juga akan

mengakibatkan perubahan indicator makro seperti rasio pajak, rasio hutang, rasio investasi dan tabungan, nilai neraca

berjalan, struktur dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, perubahan tahun dasar juga akan menyebabkan perubahan

pada input data untuk modeling dan forecasting.

Tabel1.A.3. Perbandingan Klasifikasi PDB menurut Pengeluaran

Sumber : Sosialisasi Perubahan Tahun Dasar PDRB Berbasis SNA 2008 (BPS, 2014)

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Boks 1.B. Preliminary Growth Diagnostics Sektor Perikanan Sulsel

Growth diagnostic merupakan suatu kerangka pemikiran untuk menganalisis dan merumuskan strategi pertumbuhan

secara operasional maupun teoritis10

. Dengan memahami hambatan dalam perekonomian, akhirnya Pemerintah bisa

mengarahkan kebijakan mana yang prioritas, efektif, dan penting. Pendekatan growth diagnostics didasari oleh tiga

pertimbangan yaitu (1) strategi reformasi seharusnya memiliki target pertumbuhan yang tinggi, sehingga bisa

meningkatkan standar hidup, (2) tidak ada strategi pertumbuhan yang identik untuk semua negara, (3) Pemerintah

memiliki keterbatasan administratif dan alasan politis, sehingga perlu prioritas.

Pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, sektor kemaritiman menjadi sektor yang diunggulkan. Pada “Kabinet

Kerja”, terdapat empat agenda kemaritiman untuk periode 2015-2019 yakni; (i) pembangunan kedaulatan maritim, (ii)

pengelolaan SDA & jasa, (iii) pembangunan infrastruktur, dan (iv) penguatan SDM, Iptek dan budaya maritim. Keempat

agenda kemaritiman tersebut sejalan dengan fakta bahwa Indonesia adalah negara kepulauan (13.466 pulau yang telah

terdaftar dan dengan luas laut 75%) yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia. Mengingat sektor maritim

cukup luas, maka cakupan kajian dibatasi kepada perikanan tangkap.

Peran sektor perikanan tangkap Kawasan Timur Indonesia (KTI) cukup besar, antara lain melalui jalur ekspor. Sektor

perikanan di KTI memberikan kontribusi ekspor nasional dengan rata-rata pangsa sebesar 17%. Sementara itu, sektor

perikanan Provinsi Sulsel menyumbangkan 23,54% terhadap ekspor perikanan KTI secara keseluruhan, sehingga peran

perikanan Sulsel terhadap nasional sekitar 4%. Di samping itu, pengembangan sektor perikanan juga menjadi sangat

relevan dikarenakan, untuk membagi kutub pertumbuhan dari dominasi sektor pertambangan dan penggalian.

Pengembangan industri perikanan tangkap masih menghadapi banyak tantangan. Walaupun memiliki potensi

menjanjikan untuk berkembang lebih besar, pengembangan industri perikanan tangkap nasional, ditengarai menghadapi

beberapa tantangan, antara lain: (i) overfishing, (ii) keterbatasan sarana infrastruktur – physical dan non-physical, (iii)

penguatan ketrampilan dan produktivitas tenaga kerja, (iv) pengelolaan sumber daya alam berkesinambungan, dan (v)

akses pembiayaan.

Identifikasi dan inventarisasi solusi perlu dilakukan untuk mengatasi tantangan di sektor perikanan tangkap.

Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dianggap dilakukan identifikasi faktor-faktor pendukung (enablers) dan

kebijakan reformasi struktural terkait, yang penting, efektif dan perlu disegerakan untuk meningkatkan usaha dan

investasi di sektor perikanan laut dan industri pengolahan terkait yang berorientasi ekspor.

KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan berperan serta dalam rangka mencari solusi tantangan kemaritiman di Sulsel. Salah

satu langkah KPw BI Sulsel adalah dengan melakukan kajian awal (preliminary study) Growth Diagnostik dengan cakupan

studi Sektor Perikanan tangkap. Metode identifikasi mencari solusi melalui Forum Group Discussion (FGD) dengan

stakeholders di bidang perikanan di Sulsel, untuk mengidentifikasi permasalahan dari masing-masing bidang

pemerintahan, pelaku usaha, maupun perbankan. Dari hasil FGD tersebut, didapatkan 10 permasalahan utama yang

dianggap penting, mendesak, dan efektif untuk atasi terlebih dahulu (Tabel 1.B.1)

Tabel 1.B.1 Masalah Utama di Sektor Kemaritiman

10 Hausmann, et al (2005)

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 27

Selain pemetaan masalah utama, dalam kajian awal ini dilakukan juga pemetaan wilayah (spatial) menggunakan data

sekunder. Dari hasil pemetaan tersebut, didapatkan beberapa hal terkait sektor perikanan di wilayah Sulsel antara lain:

Masih terjadi gap tingkat ekonomi yang cukup besar antar wilayah di Sulsel. Hal ini tercermin dari hasil pemetaan sumbangan PDRB per kabupaten se Sulsel (Gambar 1.B.1)

Kabupaten Barru, Pangkajene, Maros, dan Wajo memberikan sumbangan PDRB sektor perikanan lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya di Sulsel (Gambar 1.B.2).

Kabupaten Luwu Timur dan Bantaeng memiliki prosentase pekerja di sektor perikanan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya di Sulsel (Gambar 1.B.3).

Kabupaten Barru dan Pinrang memiliki produktivitas (PDRB per Pekerja) yang tinggi dibandingkan kabupaten lainnya di Sulsel (Gambar 1.B.4).

Kabupaten Luwu Timur memiliki rata-rata upah tenaga kerja formal di sektor perikanan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya di Sulsel (Gambar 1.B.5).

Kota Palopo dan Kabupaten Luwu memiliki tata-rata upah tenaga kerja nonformal di sektor perikanan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya di Sulsel (Gambar 1.B.6).

Kabupaten Luwu Timur, Banteng dan Selayar memiliki jumlah pekerja nonformal di sektor perikanan yang lebih besar dibandingkan wilayah lainnya di Sulsel (Gambar 1.B.7).

Gambar 1.B.1. Pemetaan Spasial Sulsel Berdasarkan PDRB Gambar 1.B.2. Pemetaan Spasial Sulsel Berdasarkan PDRB Sektor

Perikanan

Gambar 1.B.3. Pemetaan Spasial Sulsel Berdasarkan Jumlah Perkerja di Sektor Perikanan

Gambar 1.B.4. Pemetaan Spasial Sulsel Berdasarkan Produktivitas Pekerja di Sektor Perikanan (PDRB per Pekerja Sektor Perikanan)

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Gambar 1.B.5. Pemetaan Spasial Sulsel Berdasarkan Tingkat Upah Perkerja Formal di Sektor Perikanan.

Gambar 1.B.6. Pemetaan Spasial Sulsel Berdasarkan Tingkat Upah Perkerja Non Formal di Sektor Perikanan.

Hasil pemetaan tersebut dapat dijadikan referensi

penentuan strategi maupun kebijakan kebijakan

pengembangan sektor perikanan di Sulawesi Selatan.

Sebagai contoh, pemusatan perkampungan nelayan dapat

dikembangkan lebih lanjut di Kab. Luwu Timur dan Luwu

Utara, karena saat ini wilayah tersebut memiliki jumlah

pekerja di sektor perikanan yang lebih tinggi dibandingkan

wilayah lainnya. Selain itu diperlukan peninjauan tingkat

upah di dua wilayah tersebut, karena meskipun memiliki

jumlah pekerja yang tinggi di sektor namun tingkat

upahnya masih sangat rendah.

Gambar 1.B.7. Pemetaan Spasial Sulsel Berdasarkan Jumlah Pekerja Non Formal di Sektor Perikanan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 29

2. KEUANGAN PEMERINTAH

Bab 2 Keuangan Pemerintah

Persentase realisasi keuanganpemerintah relatif pada tahun 2014, lebih

baik dibandingkan periode yang sama pada tahun 2013, baik itu untuk

APBD Provinsi maupun belanja instansi vertikal.

Dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan 2014 untuk APBD

Provinsi setinggi tahun 2013, terutama karena optimalisasi pemungutan

pajak daerah dan retribusi daerah. Demikian pula, secara nominal,

capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2013.

Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja APBD Provinsi maupun instansi

vertikal di Sulsel juga menunjukkan peningkatan, terutama penyerapan

belanja infrastruktur (belanja modal). Realisasi belanja APBD Provinsi

mencapai92,04%, sementara realisasi belanja instansi vertikal mencapai

91,14%.

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

2.1. Struktur Anggaran

Keuangan Pemerintah di Sulsel terbagi atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah/APBD) dengan keuangan pemerintah pusat di daerah, dengan porsi terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota .

Keuangan pemerintah daerah terdiri atas APBD Provinsi Sulsel dengan seluruh APBD Kabupaten dan Kota. Sementara

keuangan pemerintah pusat di daerah, merupakan anggaran instansi vertikal yang berada di Sulsel. Pada tahun 2014,

jumlah anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di daerah, berjumlah sebesar Rp44,57

triliun (14,85% PDRB ADHB), dengan perincian APBD Provinsi sebesar Rp5,84 triliun (13,1%), APBD Kabupaten/Kota

sebesar Rp22,60 trilun (50,7%), dan instansi vertikal sebesar Rp16,14 triliun (36,2%). Sementara pada tahun 2015, jumlah

anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di daerah mencapai sekitar Rp48 triliun dengan

proporsi masing-masing yaitu APBD Provinsi 12,9%, APBD Kabupaten/Kota sekitar 52,9%, dan instansi vertikal senilai

34,3%.

Grafik 2.1. Struktur Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2014 Grafik 2.2. Struktur Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2015

Porsi anggaran APBD Kabupaten/Kota meningkat, sejalan dengan meningkatnya transfer pemerintah pusat untuk

Kabupaten/Kota di Sulsel. Pada tahun 2014, pagu anggaran transfer ke Kabupaten/Kota sebesar Rp18,51 triliun.

Sementara pagu anggaran transfer ke Kabupaten/Kota tahun 2015 senilai Rp20,72 triliun atau naik 11,98% dari 2014,

yang terdiri dari dana bagi hasil pajak (Rp683,5 miliar), dana bagi hasil sumber daya alam(Rp106,9 miliar), dana alokasi

umum (Rp14,64 triliun), dana alokasi khusus (Rp1,69 triliun), lainnya (Rp3,35 triliun), dan dana desa (Rp246,4 miliar).

2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi

2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan

Porsi realisasi pendapatan asli daerah (PAD) menunjukkan peningkatan nilai dan persentase terhadap total

pendapatan APBD Provinsi Sulsel. Padatahun 2014, porsi dana perimbangan mengalami penurunan, sementara PAD

meningkat, yang menunjukkan tingkat ketergantungan Provinsi kepada anggaran pusat semakin menurun. Porsi realisasi

PAD 2014 lebih dari separuh, mencapai 55,0%. Di sisi lain juga menunjukkan, bahwa potensi pendapatan di Provinsi Sulsel

meningkat melebihi pertumbuhan ekonominya. PAD secara nominal naik 18,32% (yoy) mencapai Rp3.029 miliar dari

tahun 2013 (Rp2.560 miliar). Sebagai perbandingan, pertumbuhan ekonomi Sulsel tahun 2014 mencapai 7,57% (yoy).

Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD

APBD Provinsi

13,1%

APBD

Kabupaten/Kota50,7%

Anggaran

Instansi Vertikal36,2%

Rp5,84 triliun

Rp16,14 triliun

Rp22,60 triliun

APBD Provinsi

12,9%

APBD

Kabupaten/Kota52,9%

Anggaran

Instansi Vertikal34,3%

Rp6,17 triliun

Rp16,45 triliun

Rp1.547 Rp1.973 Rp2.199Rp2.560

Rp3.029

Rp946

Rp1.104

Rp2.234Rp2.298 Rp1.531

Rp884Rp875

Rp933

Rp72

Rp44

Rp2

Rp10Rp10

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

Tw IV-2010 Tw IV-2011 Tw IV-2012 Tw IV-2013 Tw IV-2014

Rp miliar

Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Transfer Pemerintah Pusat-LainnyaDana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah

(55,0%)(44,6%)(41,3%)

(63,2%)(60,3%)

(36,9%)

(35,4%)

(42,0%)(40,0%) (27,8%)

(16,6%)(15,2%)

(16,9%)

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 31

2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan

Nominal realisasi pendapatan meningkat, dengan persentase11

realisasi pendapatan daerah hingga triwulan IV 2014

sama dengan capaian triwulan IV 2013. Nilai realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan IV 2014 mencapai

Rp5,50 triliun atau 97,39% dari total target pendapatan sebesar Rp5,65 triliun. Peningkatan terutama didorong oleh

realisasi PAD, antara lain pendapatan pajak daerah sebesar Rp2,67 triliun (95,01% dari target), pendapatan retribusi

daerah Rp94,6miliar (112,22% dari target), hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp74,60 miliar (100,0%

dari target), dan lain-lain PAD yang sah Rp192,65 miliar (118,56% dari target). Peningkatan tersebut terutama didorong

oleh masih cukup kuatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga di Sulsel dan upaya Pemprov Sulsel untuk terus

mengoptimalkan pungutan pajak di daerah dalam rangka meningkatkan tax ratio, antara lain dengan kegiatan sosialisasi

dan penerapan pajak progresif untuk kendaraan kedua dan seterusnya. Demikian pula, pencapaian retribusi daerah

melebihi target yang diharapkan, antara lain realisasi penerimaan retribusi daerah atas pelayanan kesehatan (132,73%),

retribusi penjualan produksi usaha daerah (107,0%), retribusi tempat rekreasi dan olah raga (101,45%), retribusi tera/

tera ulang (92,27%), retribusi pelayanan pendidikan (86,12%), retribusi pelayanan kepelabuhanan (84,03%), dan retribusi

pemakaian kekayaan daerah (76,68%).

Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi (Rp Miliar)

Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel

Realisasi persentase dana perimbangan (DAU dan DAK) relatif relatif lebih rendah dibanding persentase realisasi tahun

sebelumnya. Persentase realisasi subkomponen dana alokasi umum (DAU) yang sebesar Rp1,21 triliun (100,0%) dan dana

alokasi khusus (DAK) yang sebesar Rp72,98 miliar (100,0%), sesuai dengan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah

pusat. Demikian pula transfer pemerintah pusat lainnya, juga relatif sama dengan pagu anggaran, yaitu mencapai

Rp932,76 miliar (100,02%). Namun demikian, untuk dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak dalam tren menurun,

baik secara nominal maupun persentase. Persentase DBH pajak/bukan pajak tahun 2014 senilai 84,92% (Rp248,81miliar),

lebih rendah dari 2013 (86,29% atau Rp268,11 miliar).

2.2.2 Belanja

2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja

Porsi realisasi belanja modal menunjukkan peningkatan nilai dan persentase terhadap total belanja APBD Provinsi

Sulsel. Padatahun 2014, porsi belanja operasional mengalami penurunan, sementara belanja modal meningkat, yang

menunjukkan perhatian pemerintah Provinsi Sulsel yang terus menguat dalam pembangunan infrastruktur daerah. Porsi

realisasi belanja modal 2014 mencapai 15,0%, atau sebesar Rp676,24 miliar, lebih besar dari capaian realisasi 2013 yang

sebesar Rp490 miliar (12,0%). Secara tren, porsi belanja modal terus meningkat dalam 3 tahun terakhir. Di sisi lain porsi

belanja operasional sebesar 84,9% (Rp3.822 miliar). Porsi belanja operasional meningkat signifikan pada tahun 2012

terutama karena belanja hibah naik tinggi, dari semula berkisar Rp97,12 miliar (2011) menjadi Rp1.205,71 miliar (2012).

11Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan).

Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI

1. PENDAPATAN

1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 2.641,16 2.560,07 96,93% 3.128,86 3.029,11 96,81% 3.380,99

- Pendapatan Pajak Daerah 2.336,52 2.253,43 96,44% 2.807,47 2.667,27 95,01% 3.044,55

- Pendapatan Retribusi Daerah 69,78 60,53 86,74% 84,30 94,60 112,22% 89,85

- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 71,34 71,06 99,60% 74,60 74,60 100,00% 80,23

- Lain-lain PAD yang Sah 163,52 175,05 107,05% 162,50 192,65 118,56% 166,37

1.2. DANA PERIMBANGAN 2.346,01 2.297,56 97,93% 1.575,57 1.531,39 97,20% 1.530,72

- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 310,71 268,11 86,29% 293,00 248,81 84,92% 272,35

- DAU 1.089,77 1.089,77 100,00% 1.209,60 1.209,60 100,00% 1.180,01

- DAK 64,26 64,26 100,00% 72,98 72,98 100,00% 78,36

Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 881,27 875,41 99,34% 932,62 932,76 100,02%

1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah 9,33 9,97 106,82% 13,52 9,89 73,17% 1.258,47

JUMLAH PENDAPATAN 4.996,50 4.867,59 97,42% 5.650,58 5.503,15 97,39% 6.170,18

ANGGARAN

2015

Realisasi s/d TRIWULAN IV-2013ANGGARAN

PERUBAHAN

2013

NO. U R A I A N

ANGGARAN

PERUBAHAN

2014

Realisasi s/d TRIWULAN IV 2014

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD

2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan

Persentase penyerapan belanja APBD pada triwulan IV 2014 relatif optimal, meski tidak setinggi triwulan IV 2013.

Persentase realisasi anggaran belanja daerah sampai dengan akhir triwulan IV 2014 sebesar 92,04%, atau sedikit lebih

rendah jika dibandingkan dengan capaian pada triwulan IV 2013 yang sebesar 92,39%. Secara nominal, realisasi anggaran

belanja APBD hingga akhir tahun 2014 sebesar Rp5,60 triliun lebih tinggi dibanding realisasi tahun 2013 sebesar Rp4,92

triliun atau naik Rp676,06 miliar.

Realisasi belanja operasional yang bersifat rutin, secara persentase tercatat sedikit lebih rendah dari periode yang

sama tahun sebelumnya. Total pos belanja operasional terealisasi Rp3,82 triliun (95,06%) dengan persentase penyerapan

terbesar pada belanja hibah yaitu sebesar 98,07% dan terkecil adalah belanja bunga (73,42%). Sementara untuk belanja

rutin yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja barang, persentasenya cukup tinggi, yaitu masing-masing sebesar

96,64% atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2013 (95,92%), dan 94,86%.

Sementara itu, belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, penyerapannya relatif membaik

dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pos belanja modal hingga triwulan IV 2014 mencapai Rp676,24 miliar

(70,80%), terutama untuk belanja peralatan dan mesin;belanja aset tetap lainnya; belanja aset lainnya; belanja jalan,

irigasi, dan jaringan; serta belanja gedung dan bangunan. Belanja jalan, irigasi, dan jaringan dengan porsi yang cukup

besar, tentunya memberikan dampak yang lebih baik, karena terkait pembangunan infrastruktur yang dapat berperan

sebagai multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel.

Pada triwulan IV 2014, transfer yang merupakan bentuk hubungan vertikal dengan kabupaten/kota, secara persentase

maupun nominal, terealisasi lebih rendah dibanding triwulan IV 2013.Persentase transfer pada periode laporan

terealisasi sebesar 99,78%, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya 94,54%. Demikian pula secara nominal pada

triwulan IV 2014 (Rp1,1 triliun) terealisasi lebih tinggi dari triwulan IV 2013 (Rp843,12 miliar). Berdasarkan perbandingan

antara realisasi belanja dan pendapatan daerah pada triwulan IV 2014, masih terjadi defisit (selisih kurang) anggaran

sebesar Rp97,19 miliar. Kemudian, pengeluaran pembiayaan daerah pada triwulan IV 2014, APBD Sulsel mencatatkan

jumlah pembiayaan sebesar Rp288,68 miliar.

Rp1.676Rp2.078

Rp3.549 Rp3.587 Rp3.822Rp304

Rp468

Rp377Rp490

Rp676

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

5.000

Tw IV-2010 Tw IV-2011 Tw IV-2012 Tw IV-2013 Tw IV-2014

Rp miliar

Belanja Tidak Terduga Belanja Modal Belanja Operasional

(55,0%)(44,6%)(41,3%)

(63,2%)

(84,6%)(81,6%)

(90,4%) (87,9%)(84,9%)

(15,3%)

(9,6%)

(18,4%)

(12,0%)

(15,0%)

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 33

Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi BelanjaAPBD Provinsi (Rp Miliar)

Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel

2.3. Perkembangan Realisasi Belanja Instansi Vertikal di Sulsel

2.3.1 Struktur Realisasi Belanja

Komponen belanja mengalami peningkatan terutama belanja barang dan belanja pegawai. Dari sisi belanja barang,

selama 5 tahun terakhir, porsi belanja barang instansi vertikal di Provinsi Sulsel selalu dalam tren meningkat. Pada tahun

2010 porsinya sebesar 22,14% (Rp2,28 triliun) menjadi 29,29% (Rp4,31 triliun). Demikian pula belanja pegawai, juga

dalam tren meningkat 5 tahun terakhir. Pada tahun 2010 porsinya sebesar 32,96% (Rp3,39 triliun) menjadi 36,35%

(Rp5,35 triliun). Di sisi lain, porsi belanja modal relatif stabil menjadi 25,66% pada tahun 2014 (Rp3,77 triliun).

Grafik 2.5. Proporsi Belanja Instansi Vertikal di Sulsel

Realisasibelanja 2014 untuk instansi vertikal di seluruh kabupaten/kota di Sulsel mencapai Rp14,71 triliun. Jumlah

tersebut lebih tinggi daripada realisasi belanja APBD untuk provinsi Sulsel yang sekitar Rp5,6 triliun. Namun demikian,

anggaran instansi vertikal di Sulsel tersebut lebih rendah dibandingkan realisasibelanjaAPBD 24 Kab./Kota di Sulsel. Data

realisasi anggaran APBD seluruh APBD Kab/Kota sampai dengan batas waktu penulisan laporan belum tersedia, maka

pendekatan realisasi anggaran instansi vertikal di seluruh Sulsel dan realisasi APBD Provinsi, diharapkan dapat mewakili

kondisi keuangan pemerintah di Sulsel.

Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI

2. BELANJA

2.1. BELANJA OPERASI 3.700,39 3.587,25 96,94% 4.020,51 3.821,79 95,06% 3.690,31

- Belanja Pegawai 962,03 922,78 95,92% 1.055,92 1.020,47 96,64% 1.166

- Belanja Barang 1.098,01 1.054,54 96,04% 1.379,90 1.308,99 94,86% 1.221

- Belanja Bunga 12,50 8,72 69,72% 22,00 16,15 73,42% 40

- Belanja Hibah 1.039,28 1.028,77 98,99% 969,43 950,68 98,07% 1.265

- Belanja Bantuan Keuangan 588,57 572,44 97,26% 593,25 525,49 88,58%

2.2. BELANJA MODAL 724,70 490,21 67,64% 955,10 676,24 70,80% 658,60

- Belanja Tanah 0,01 - 0,00% 53,60 1,06 1,99%

- Belanja Peralatan & Mesin 67,91 16,29 23,99% 103,81 98,66 95,04%

- Belanja Gedung dan Bangunan 42,57 3,04 7,15% 105,07 71,65 68,19%

- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 811,99 33,46 4,12% 690,57 502,93 72,83%

- Belanja Aset Tetap Lainnya 1,22 0,19 15,85% 1,31 1,22 92,78%

- Aset Lainnya 0,09 - 0,00% 0,74 0,72 96,80%

2.3. BELANJA TIDAK TERDUGA 13,14 3,70 28,19% 5,50 0,96 17,51% 20,00

JUMLAH BELANJA 4.438,23 4.081,17 91,95% 4.981,10 4.498,99 90,32% 4.368,91

TRANSFER 891,84 843,12 94,54% 1.103,82 1.101,35 99,78% 1.798,20

TOTAL BELANJA 5.330,07 4.924,28 92,39% 6.084,92 5.600,34 92,04% 6.167,11

SURPLUS / (DEFISIT) (333,57) (56,69) 16,99% (434,34) (97,19) 22,38% 3,07

3. PEMBIAYAAN

3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 335,20 149,80 44,69% 485,34 339,68 69,99% 132,93

3.2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 1,63 1,13 69,33% 51,00 51,00 100,00% 136,00

JUMLAH PEMBIAYAAN 333,57 148,67 44,57% 434,34 288,68 66,46% (3,07)

ANGGARAN

2015

Realisasi s/d TRIWULAN IV-2013ANGGARAN

PERUBAHAN

2013

NO. U R A I A N

ANGGARAN

PERUBAHAN

2014

Realisasi s/d TRIWULAN IV 2014

Rp3.390,96 Rp3.844,65 Rp4.307,82 Rp4.778,28 Rp5.346,13

Rp2.277,90Rp2.950,32

Rp3.246,50Rp4.037,12

Rp4.308,16Rp2.376,74

Rp3.961,94Rp4.466,89

Rp4.930,15 Rp3.773,88

Rp2.054,50

Rp1.718,06

Rp1.726,93

Rp1.425,12 Rp1.278,55

Rp189,25

Rp49,70

Rp191,86

Rp118,13

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

2010 2011 2012 2013 2014

Rp miliar

Belanja Lain Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal

Belanja Barang Belanja Pegawai

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja Hingga triwulan IV 2014, persentase realisasi anggaran belanja instansi vertikal Provinsi Sulsel dan Kabupaten/Kota

lebih tinggi dibanding triwulan IV 2013. Realisasi anggaran sampai dengan triwulan IV 2014 sebesar 91,14% atau lebih

tinggi jika dibandingkan dengan triwulan IV 2013 sebesar 89,41%. Namundemikian, secara nominal, realisasi anggaran per

jenis belanja instansi vertikal di pada periode berjalan sebesar Rp14,71 triliun, lebih rendah dari triwulan IV 2013 sebesar

Rp15,29 triliun.

Secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja instansi vertikal di kab/kota masih didorong oleh belanja pegawai.

Pada triwulan IV 2014, realisasi belanja pegawai instansi vertikal sebesar Rp5,35 triliun (Rp95,64%) atau lebih tinggi

dibanding triwulan IV 2013 sebesar Rp4,78 triliun (95,47%). Di sisi lain, persentase realisasi belanja modal dan belanja

bantuan sosial juga relatif tinggi, masing-masing 84,14% dan 98,98%.

Tabel 2.3.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan IVInstansi Vertikal se-Sulsel

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Selatan

2.4. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB

Peran realisasi komponen pendapatan pendapatan terhadap ekonomi daerah12

pada tahun 2014 relatif menurun

dibandingkan tahun sebelumnya, terutama berasal dari peranan dana perimbangan. Dana perimbangan per PDRB

ADHB, rasio tahun 2014 sebesar 0,51%, lebih rendah daripada tahun 2013 sebesar 0,89%. Di sisi lain, rasio PAD terhadap

PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) memperlihatkan peranan yang sedikit meningkat pada tahun 2014. Rasio PAD per

PDRB ADHB pada tahun 2014 sebesar 1,01%, sedikit meningkat dibandingkan 2013 (Grafik 2.3). Pertumbuhan ekonomi

yang tetap tinggi di Sulsel, dapat menjadi ukuran potensi pendapatan daerah yang bisa dihasilkan. Meski mengalami

perlambatan dari 7,63% (yoy) pada 2013, menjadi 7,57% pada tahun 2014, ekonomi Sulawesi Selatan tersebut masih

tumbuh cukup tinggi diatas nasional yaitu sebesar 5,02%. Untuk meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, dapat

dilakukan antara lain melalui perluasan basis penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya

pemungutan, ataupun pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Pada tahun 2014, peran realisasi komponen belanja APBD dan instansi vertikal untuk stimulus ekonomi

daerah13

menurun. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat menurun pada tahun

2014. Rasio belanja modal per PDRB ADHB tahun 2014 sebesar 1,48%, sementara tahun 2013 sebesar 2,10%. Rasio

belanja operasional triwulan IV 2014 hanya sebesar 4,49%, sedikit lebih rendah dari 2013 yang sebesar 4,79%.Peran

belanja operasionaldan belanja modal per PDRB ADHB ditengarai menurun sesuai dengan penurunan komponen

konsumsi pemerintah dalam PDRB.

Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB

12 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif 13 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif

Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi

Belanja Pegawai 5.004,90 4.778,28 95,47% 5.589,88 5.346,13 95,64%

Belanja Barang 4.424,24 4.037,12 91,25% 4.769,18 4.308,16 90,33%

Belanja Modal 6.047,34 4.930,15 81,53% 4.485,40 3.773,88 84,14%

Belanja Bantuan Sosial 1.483,29 1.425,12 96,08% 1.291,77 1.278,55 98,98%

Belanja Lain 140,31 118,13 84,19%

JUMLAH BELANJA 17.100,08 15.288,80 89,41% 16.136,24 14.706,71 91,14%

U R A I A NRealisasi s/d Triwulan IV 2013

Anggaran 2013 Anggaran 2014Realisasi s/d Triwulan IV 2014

0,90

1,00

0,96 0,99

1,01

0,55 0,56

0,98

0,89

0,51

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

1,00

1,10

2010 2011 2012 2013 2014

%

Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan

4,28

4,47

4,86

4,79

4,49

1,56

2,23 2,12 2,10

1,48

0,50

0,70

0,90

1,10

1,30

1,50

1,70

1,90

2,10

2,30

2,50

3,90

4,10

4,30

4,50

4,70

4,90

5,10

2010 2011 2012 2013 2014

%%

Belanja Operasi Belanja Modal

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 35

3. INFLASI DAERAH

Bab 3 Inflasi Daerah

Laju inflasi Sulsel pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar 8,61% (yoy) lebih

tinggi dari triwulan III 2014 (3,72%, yoy) yang disebabkan oleh

peningkatan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang

dikonsumsi masyarakat pasca kenaikan harga bahan bakar minnyak (BBM)

yang disubsidi. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok barang yang

terkait dengan volatile food (kelompok bahan pangan dan makanan jadi)

dan administered price (perumahan dan transportasi). Secara kelembagaan,

seluruh TPID di tingkat provinsi dan kabupaten/kota telah terbentuk, diiringi

dengan peningkatan kegiatan koordinasi, terutama untuk mengantisipasi

implikasi kenaikan harga BBM bersubsidi.

BAB 3 INFLASI DAERAH

36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa14

Laju inflasi Sulsel pada triwulan IV 2014 tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh kenaikan

harga BBM jenis premium dan solar yang diikuti oleh kenaikan tarif angkutan umum dan kebutuhan pokok lainnya.

Inflasi di akhir tahun2014 tercatat sebesar 8,61% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat sebesar

3,72% (yoy). Faktor utama penyebab peningkatan inflasi adalah kenaikan harga BBM jenis premium dan solar sebesar Rp

2.000 per liter atau 30,77% untuk premium dan 36,36% untuk solar yang diikuti kenaikan tarif angkutan dan bahan

makanan. Bila dilihat per kelompok, diketahui bahwa seluruh kelompok barang dan jasa mengalami inflasi (Tabel 3.1)

dengan peningkatan terbesar ada pada kelompok bahan makanan sebesar 16,02% (yoy) dan terbesar kedua kelompok

transport sebesar 10,15% (yoy). Kelompok lain yang tercatat mengalami kenaikan tekanan inflasi adalah kelompok

makanan jadi dan kelompok perumahan yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 6,21% (yoy) dan 6,87% (yoy).

Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang danJasa

Sumber: Badan Pusat Statistik

Sementara itu, tiga kelompok barang lainnya yaitu kelompok sandang, kelompok kesehatan dan kelompok pendidikan

mengalami penurunan tekanan inflasi. Pada triwulan IV 2014, ketiga kelompok tersebut mengalami inflasi sebesar 3,24%

(yoy), 5,08% (yoy) dan 1,85% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat sebesar 4,12% (yoy), 5,28%

(yoy) dan 1,97% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan

14 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi

Bahan

Makanan

Makanan

JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM

1 2.68 6.22 3.48 2.16 2.98 7.08 1.18 3.45

2 7.64 5.23 4.11 7.56 2.73 7.08 1.06 5.00

3 13.43 6.21 4.13 7.65 2.92 4.07 1.76 6.58

4 14.27 5.90 4.14 7.35 3.06 1.80 1.75 6.56

I 13.96 4.47 4.16 8.30 3.08 1.48 1.84 6.32

I I 12.10 5.27 4.57 8.83 6.41 2.43 2.08 6.37

I I I 1.43 4.40 3.70 10.96 7.60 3.00 0.77 3.37

IV 0.24 4.40 3.67 8.69 7.67 2.90 0.73 2.88

I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06

I I 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85

I I I 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48

IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40

I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61

I I 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36

I I I 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24

IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22

I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88

I I 6.15 5.38 5.96 5.65 5.22 1.38 7.91 5.92

I I I 1.97 5.80 6.32 4.12 5.28 1.97 0.87 3.72

IV 16.02 6.21 6.87 3.24 5.08 1.85 10.15 8.61

TAHUN

2012

2013

2011

2010

2014

BAB 3 INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 37

3.1.1 Kelompok Bahan Makanan

Pada triwulan IV 2014, inflasi di kelompok bahan

makanan mengalami peningkatan yang signifikan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi

terjadi dari 1,97% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi

16,02% (yoy) pada triwulan III 2014 (Grafik 3.2).

Peningkatan tingkat inflasi terutama didorong oleh

penyesuaian harga yang dilakukan para pedagang

terhadap kenaikan harga BBM. Selain itu, faktor musiman

dimana beberapa sentra bumbu-bumbuan baru memasuki

musim tanam baru juga menjadi salah satu penyebab

peningkatan inflasi di kelompok bahan makanan. Keadaan

stok yang terbatas ini, ditengarai dimanfaatkan untuk

mencari untung dengan meningkatkan harga.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan

Fakor cuaca menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan tekanan inflasi. Intensitas hujan terus meningkat

sepanjang akhir tahun 2014 dan diperkirakan akan mencapai puncak pada bulan Januari-Februari 2015. Peningkatan

intensitas hujan ini mengakibatkan peningkatan gelombang laut yang berakibat pada terganggunya aktifitas melaut yang

dilakukan oleh para nelayan. Intensitas hujan yang tinggi juga bepengaruh pada produktifitas ikan budidaya.

Terganggunya pH air kolam budidaya mengakibatkan ikan yang di budidayakan tidak tumbuh secara optimal. Pengaruh

cuaca terhadap inflasi komoditas perikanan terkonfirmasi dari inflasi beberapa komoditas hasil laut sepanjang triwulan IV

2014 seperti ikan bandeng (bolu), ikan cakalang, ikan laying, ikan teri, ikan tongkol, dan udang basah. Selain itu, faktor

cuaca juga berpengaruh negatif terhadap harga sayur-sayuran. Beberapa jenis tanaman hortikultura tidak tumbuh secara

optimal ditingkat curah hujan yang tinggi. Hal ini terkonfirmasi dari SPH dimana terjadi peningkatan harga bayam, kacang

panjang, kangkung, dan sawi hijau di triwulan IV 2014.

Komoditas daging-dagingan menjadi menjadi salah satu penahan inflasi tidak terakselerasi lebih lanjut. Dari hasil SPH

diketahui bahwa daging ayam ras dan daging sapi mengalami deflasi di triwulan IV 2014. Daging ayam ras mengalami

deflasi sebesar -0,99% (yoy) melanjutkan tren penurunan sepanjang tahun 2014. Daging sapi juga kembali mengalami

deflasi sebesar -1,02% (yoy) setelah di triwulan III 2014 juga mengalami deflasi sebesar -2,48% (yoy).

3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan

tembakau pada triwulan IV 2014 tercatat mengalami

dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini

mencatat laju inflasi tahunan sebesar 6,21% (yoy) pada

triwulan laporan (Grafik 3.3). Pada triwulan sebelumnya,

inflasi yang tercatat adalah 5,80% (yoy). Peningkatan

permintaan diakhir tahun seiring dengan tereselengaranya

beberapa kegiatan seperti Natal dan Tahun Baru menjadi

penyebab peningkatan tekanan inflasi di periode

perlaporan. Tingginya ekspektasi kenaikan harga dari

konsumen dan pedagang juga menjadi salah satu faktor

tingginya inflasi di triwulan IV 2014.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi

Peningkatan laju inflasi terjadi di seluruh subkelompok, baik subkelompok makanan jadi, sub kelompok minuman yang

tidak beralkohol maupun subkelompok tembakau dan minuman beralkohol. Peningkatan laju inflasi terbesar terjadi

pada subkelompok makanan jadi yang pada periode ini mengalami inflasi sebesar 7,88% (yoy), sedangkan sub kelompok

minuman yang tidak beralkohol dan subkelompok tembakau dan minuman beralkohol mengalami inflasi sebesar 2,49%

(yoy) dan 5,28% (yoy). Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh tingginya permintaan di akhir tahun menjelang natal dan

BAB 3 INFLASI DAERAH

38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

tahun baru. Selain itu, inflasi yang terjadi hampir diseluruh komoditas bahan makanan makanan dinilai menjadi salah satu

pendorong inflasi tahunan di subkelompok makanan jadi.

3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

Pada triwulan IV 2014, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar meningkat dibandingkan

triwulan III 2014. Laju inflasi tercatat sebesar 6,87% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (6,32%, yoy) (Grafik 3.4).

Naiknya laju inflasi tahunan didiorong terutama oleh subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air yang meningkat dari

9,24% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 16,18% (yoy) di periode pelaporan seiring dengan kenaikan harga BBM jenis

Premium dan Solar pada bulan November 2014. Tiga subkelompok lainnya yaitu subkelompok biaya tempat tinggal,

subkelompok perlengkapan rumah tangga dan subkelompok penyelenggaraan rumah tangga mengalami penurunan

tekanan inflasi. Tercatat pada periode pelaporan ketiga subkelompok ini secara berturut-turut mengalami inflasi sebesar

3,71% (yoy), 5,12% (yoy), dan 6,56% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang secara berturut-turut

ketiganya mengalami inflasi sebesar 4,48% (yoy), 6,95% (yoy), dan 7,00% (yoy). Peningkatan harga properti (Grafik 3.5)

menjadi salah satu faktor penyebab inflasi tahunan subkelompok biaya tempat tinggal.

Seperti yang telah disebutkan di atas, implementasi kebijakan oleh pemerintah yang menaikkan BBM jenis Premium

dan Solar akhir November 2014 menjadi penyebab utama kenaikan tingkat inflasi. Kedua jenis bahan bakar ini naik

sebesar Rp 2.000 per liter atau 30,77% untuk premium dan 36,36% untuk solar. Bila mengacu pada bobot per komoditas,

kenaikan harga premium sebesar Rp 2.000 per liter memberikan andil inflasi sebesar 1,15% sedangkan kenaikan harga

Solar memberikan andil inflasi sebesar 0,01%.

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial

Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial

Dari sisi harga aset, yang dicerminkan oleh harga properti, menunjukkan masih adanya kenaikan harga. Hasil Survei Harga

Properti Residensial (SHPR) menunjukkan kenaikan harga jual rumah tinggal di pasar perdana triwulan I 2015 meningkat

2,55% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2014 (2,16%). Peningkatan tertinggi terjadi pada rumah tipe menengah

sebesar 6,33%. Faktor utama penyebab kenaikan harga berasal dari kenaikan harga bahan bangunan dan upah pekerja,

diikuti kenaikan suku bunga kredit dan pajak. Sejalan dengan perkembangan harga properti di pasar perdana, hasil

penilaian harga properti pasar sekunder juga meningkat, yang diindikasikan pada kenaikan harga tanah dan harga rumah

masing-masing 3,76% dan 3,48%. Peningkatan harga rumah pasar sekunder antara lain karena perkembangan

infrastruktur yang baik.

3.1.4 Kelompok Sandang

Inflasi kelompok sandang menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV2014, inflasi tercatat

sebesar 3,24% (yoy) menurun dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,17% (yoy) (Grafik 3.6).

Penurunan laju inflasi terjadi diseluruh subkelompok. Penurunan terbesar terjadi pada subkelompok sandang laki-laki

sebesar -1,54% atau dari dari 6,47% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 4,93% (yoy) di periode pelaporan. Subkelompok lain

yang mengalami penurunan diatas 1% adalah subkelompok barang pribadi dan sandang yang mengalami penurunan

sebesar -1,03% atau dari 1,33% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 0,30% (yoy) di periode pelaporan. Sementara itu, inflasi

BAB 3 INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 39

di dua subkelompok lainnya yaitu subkelompok sandang wanita dan subkelompok sandang anak-anak pada triwulan IV

2014 tercatat sebesar 3,05% (yoy) dan 5,48% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

3,67% (yoy) dan 5,52% (yoy).

Selain akibat penurunan permintaan, penurunan harga emas juga menjadi faktor penyebab menurunnya tekanan

inflasi di kelompok sandang. Pada triwulan IV 2015, harga emas dunia kembali menunjukan penurunan melanjutkan tren

sepanjang tahun 2014. Tercatat pada triwulan IV 2014 rata-rata harga emas dunia mencapai 1,199.48 USD/troy oz turun

sebesar 5,56% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya. Penurunan harga emas dunia tersebut mengakibatkan penurunan

harga emas perhiasan yang merupakan salah satu komditas yang diperhitungkan pada inflasi kelompok sandang. Dari

hasil SPH, harga emas perhiasan di triwulan IV 2014 tercatat mengalami deflasi sebesar -3,08% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank

Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7. Perubahan Harga Emas Internasional

3.1.5 Kelompok Kesehatan

Inflasi kelompok kesehatan kembali mengalami penurunan pada triwulan IV 2014. Pada triwulan laporan, kelompok ini

mencatat inflasi sebesar 5,08% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang mencapai 5,28% (yoy). Sumber

utama penurunan tersebut berasal dari penurunan tekanan inflasi pada subkelompok jasa kesehatan, subkelompok jasa

perawatan jasmani dan subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika. Pada triwulan laporan, ketiga kelompok

tersebut secara berturut-turut mengalami inflasi sebsar 2,07% (yoy), 5,59% (yoy) dan 7,60% (yoy) lebih rendah dari

triwulan sebelumnya yang secara berturut-turut mengalami inflasi sebsar 3,11% (yoy), 7,19% (yoy) dan 8,11% (yoy).

Penurunan tekanan inflasi pada subkelompok obat-obatan menjadi faktor penahan inflasi tidak deselerasi lebih lanjut.

Pada triwulan pelaporan, inflasi subkelompok obat-obatan tercatat sebesar 3,77% (yoy) lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang mencapai 3,25% (yoy).

Penurunan permintaan dan mulai stabilnya nilai tukar rupiah terhadap USD menjadi faktor utama penyebab

penurunan tekanan inflasi di kelompok kesehatan. Permintaan akan layanan kesehatan serta produk kosmetika

menurun pasca musim perayaan hari besar keagamaan di triwulan sebelumnya. Selain itu itu, dampak penyesuaian harga

produk impor seiring mulai stabilnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap uang dollar Amerika Serikat (US$). Hal ini

dinilai membuat harga komoditas berbagai jenis obat maupun produk perawatan jasmani yang lainnya ikut mengalami

penyesuaian (imported inflation).

3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan IV 2014. Pada

triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 1,85% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai

1,97%(yoy) (Grafik 3.9). Turunnya laju inflasi tersebut didorong oleh penurunan inflasi di subkelompok pendidikan

subkelompok rekreasi dan subkelompok olahraga. Di triwulan pelaporan, ketiga subkelompok tersebut tercatat

mengalami inflasi sebesar 2,53% (yoy), 0,43% (yoy) dan 1,67% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang

tercatat mencapai 2,70% (yoy), 0,54% (yoy) dan 2,72% (yoy). Di sisi lain, inflasi subkelompok kursus/pelatihan mengalami

inflasi yang sama dengan triwulan sebelumnya. Subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan menjadi satu-satunya

BAB 3 INFLASI DAERAH

40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

subkelompok yang mengalami peningkatan inflasi, dari 2,12% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 2,15% (yoy) di triwulan IV

2014. Faktor musiman ditengarai menjadi salah satu penyebab menurunnya permintaan di kelompok ini.

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan

3.1.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Pada triwulan IV 2014, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami kenaikan

signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 10,15% (yoy), naik tajam dari 0,87% (yoy)

pada triwulan III 2014 (Grafik 3.10). Subkelompok transport menjadi penyumbang peningkatan inflasi terbesar. Inflasi

pada subkelompok ini mengalami inflasi sebesar 14,61% (yoy) setelah di triwulan sebelumnya inflasi pada subkelompok

ini hanya tercatat sebesar 1,21% (yoy). Subkelompok lain yang mencatatkan peningkatan inflasi adalah subkelompok

sarana dan penunjang transport dan subkelompok jasa keuangan. Pada triwulan pelaporan masing-masing subkelompok

tercatat mengalami inflasi sebesar 0,81% (yoy) dan 8,92% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat

sebesar 2,15% (yoy) dan 0% (yoy). Sementara itu, subkelompok komunikasi danpengiriman mengalami penurunan inflasi

di triwulan pelaporan dari 0,09% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 0,04% (yoy).

Penyesuaian tarif angkutan umum menjadi faktor utama penyebab tingginya inflasi kelompok transpor, komunikasi

dan keuangan di triwulan IV 2014. Penyesuaian tarif angkutan umum dilakukan pemerintah daerah Sulawesi Selatan

pada bulan Desember 2014 menindaklanjuti kenaikan BBM jenis Premium dan Solar yang terjadi di bulan sebelumnya.

Tarif angkutan dalam kota mengalami kenaikan sebesar 25%, yaitu dari Rp. 4.000 menjadi Rp. 5.000. Sedangkan tarif

angkutan luar kota mengalami kenaikan sebesar 42,86% yaitu dari Rp. 49.000 menjadi Rp. 70.000. Inflasi pada kelompok

ini tertahan oleh penurunan harga komponen alat transportasi. Hal ini diindikasikan oleh perlambatan pertumbuhan

harga karet pada triwulan laporan (Grafik 3.11).

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank

Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor Grafik 3.11. Perubahan Harga Karet Internasional

BAB 3 INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 41

3.2. Inflasi Menurut Kota IHK15

Pada triwulan IV 2014, peningkatan tekanan inflasi Sulsel didorong oleh peningkatan inflasi di seluruh kota IHK di

Sulawesi Selatan (Watampone, Makassar Palopo, Parepare, dan Bulukumba). InflasiWatampone, Makassar, Palopo,

Parepare, dan Bulukumba pada triwulan III 2014, secara berurutan tercatat sebesar 8,22% (yoy);8,51% (yoy);8,59%

(yoy);9,38% (yoy) dan 9,45% (yoy). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi di tiga kota IHK tersebut tercatat sebesar 4,55%

(yoy), 3,57% (yoy), 4,03% (yoy), 3,04% (yoy) dan 7,30% (yoy)(Tabel 3.2).

Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

Kenaikan harga BBM jenis Premium dan Solar serta efek lanjutannya pada kenaikan harga komoditas lainnya menjadi

faktor utama penyebab tingginya inflasi di seluruh kota pada periode pelaporan. Selain itu, faktor musiman dimana

sebagian besar wilayah Indonesia memasuki musim hujan juga menjadi salah satu penyebab peningkatan tekanan inflasi.

Bila dilihat dari sumbangan inflasi, Kota Makassar menjadi penyumbang penurunan terbesar diantara kota IHK di Sulsel,

dimana pada periode pelaporan tercatat sebesar 6,57% meningkat dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 4,20%.

Empat kota penyumbang inflasi lainnya yaitu Watampone, Palopo, Parepare dan Bulukumba memberikan sumbangan

inflasi sebesar 0,47%, 0,57%, 0,66%, dan 0.26% lebih tinggi dari sumbangan inflasi di triwulan III 2014 yaitu sebesar 0,26%,

0,26%, 0,66% dan 0,26% (Tabel 3.2).

Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

15 Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba

I II III IV I II III IV I II III IV

Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22

Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51

Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95

Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38

Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45

Sulawasi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61

2014Kota

2012 2013

I II III IV I II III IV I II III IV

Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26% 0.47%

Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79% 6.65%

Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26% 0.57%

Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21% 0.66%

Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20% 0.26%

Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61%

2014Kota

2012 2013

BAB 3 INFLASI DAERAH

42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

3.3. Disagregasi Inflasi16

Meningkatnya tekanan inflasi di Sulsel pada triwulan IV 2014 terutama didorong oleh komponen administered prices

danvolatile food. Komponen administered prices menjadi faktor terbesar yang mendorong peningkatan tingkat inflasi

pada periode laporan ini. Tercatat pada triwulan IV 2014 laju inflasi dari komponen administered pricessebesar 16,44%

(yoy), meningkat signifikan dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 4,39% (yoy). Meningkatnya inflasi

administreted pricesterkait dengan kenaikan harga BBM jenis Premium dan Solar di bulan November 2014.

Kenaikan harga BBM ini berimbas pada kenaikan harga kebutuhan pokok yang tercermin dari kenaikan inflasi

komponen Volatile Food. Inflasi komponen volatile food di triwulan IV 2014 mencapai 16,88% (yoy), meningkat signifikan

dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 1,72% (yoy). Selain efek rambat dari kenaikan BBM, kenaikan di

komponen volatile food juga di akibatkan oleh faktor cuaca. Meningkatnya intensitas hujan di penghujung tahun 2014

berakibat pada terganggunya pasokan sejumlah jenis ikan dan sayuran. Gelombang tinggi akibat curah hujan yang tinggi,

selain mengakibatkan nelayan enggan untuk melaut, juga mengakibatkan terganggunya distribusi barang melalui jalur

laut. Hal ini tercermin dari hasil SPH, yang menunjukan kenaikan harga dihampir seluruh komoditas yang menjadi objek

survei.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.13. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi

Pada inflasi inti (core inflation), peningkatan juga terjadi dalam level yang rendah. Tercatat pada triwulan IV 2014,

inflasi pada komponen intimengalami peningkatan dari 4,12% (yoy) menjadi 4,15% (yoy). Inflasi pada komponen core

inflation dipengaruhi oleh masih kuatnya permintaan pada beberapa subkelompok seperti subkelompok kesehatan,

pendidikan, dan makanan jadi. Turunnya harga emas perhiasan menjadi faktor penahan inflasi kelompok sandang yang

pada gilirannya meredam laju inflasi inti sehingga tidak terakselerasi lebih lanjut.

16 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.

BAB 3 INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 43

3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi

Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel kembali menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari

sisi kelembagaan yang ditunjukkan oleh telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten/kota. Dengan peresmian TPID

Kabupaten Gowa pada tanggal 21 Oktober 2014, maka saat ini TPID telah ada di 24 kabupaten/kota di seluruh Sulawesi

Selatan (Tabel 3.4). Dengan telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten/kota maka diharapkan kedepannya koordinasi dan

proses pengendalian inflasi dapat berjalan lebih baik.

Tabel 3.4. TPID Setingkat Kabupaten/Kota

NO TPID SURAT KEPUTUSAN

KET NOMOR TANGGAL

1 Provinsi Sulawesi Selatan 3956 / XII / 2009 diperbaharui dengan

SK No. 238 / II / 2014

09-Des-09 -

03-Feb-14

2 Kota Palopo 457 / III / 2011 01-Mar-11 Sampel IHK

3 Kabupaten Bone 228 / 2011 06-Jul-11 Sampel IHK

4 Kota Pare-Pare 18 / 2012 17-Jan-12 Sampel IHK

5 Kota Makassar 510.05 / 356 / KEP / II / 2012 14-Feb-12 Sampel IHK

6 Kabupaten Pangkep 374 / VII / 2013 01-Jul-13 -

7 Kabupaten Tana Toraja 179 / VII / 2013 02-Jul-13 -

8 Kabupaten Soppeng 332 / IX / 2013 04-Sep-13 -

9 Kabupaten Maros 560 / KPTS / 500 / IX / 2013 09-Sep-13 -

10 Kabupaten Sinjai 627 / 2013 09-Sep-13 -

11 Kabupaten Bulukumba 1046 / X / 2013 07-Okt-13 Sampel IHK

12 Kabupaten Bantaeng 500 / 621 / XII / 2013 13-Des-13 -

13 Kabupaten Enrekang 673 / KEP / XII / 2013 31-Des-13 -

14 Kabupaten Luwu Timur 04 / I / 2014 02-Jan-14 -

15 Kabupaten Takalar 47 / 2014 15-Jan-14 -

16 Kabupaten Barru 171 / ADM.EKO / I / 2014 29-Jan-14 -

17 Kabupaten Toraja Utara 107 / II / 2014 08-Feb-14 -

18 Kabupaten Luwu No.191/III/2014 18-Mar-14 -

19 Kabupaten Wajo 279 / 2014 20-Mar-14 -

20 Kabupaten Luwu Utara 188.4.45/188/III/2014 20-Mar-14 -

21 Kabupaten Jeneponto 87 / 2014 28-Apr-14 -

22 Kabupaten Sidenreng Rappang 200/IV/2014 28-Apr-14 -

23 Kabupaten Kepulauan Selayar 198 / V / 2014 14-Mei-14 -

24 Kabupaten Pinrang 050/291/2014 23-Jun-14 -

25 Kabupaten Gowa 409/X/2014 21-Okt-14 -

Pada 20 Januari 2015,telah dilaksanakan High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Sulsel dan Kabupaten/Kota se Sulsel

di Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan. Agenda HLM tersebut adalah Evaluasi Inflasi Sulsel 2014, Pengutan

Koordinasi dan Program 2015, Strategi dan Kebijakan Daerah dalam menyikapi pola kebijakan pemerintah di bidang

energi (BBM dan LPG), Prospek perkembangan produksi dan harga pangan dan Hal-hal lain yang dinggap perlu terkait

pengendalian inflasi di kawasan Sulawesi Selatan. HLM tersebut dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Dr.H.

Syahrul Yasin Limpo, SH, MSi, MH dan dihadiri oleh seluruh anggota TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se Sulsel

dengan total peserta mencapai 160 orang. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Inflasi pada tahun 2014 lebih banyak dipengaruhi oleh faktor psikologi publik atau ekspektasi terutama

disebabkan oleh kenaikan harga BBM sehingga mendorong inflasi yang cukup tinggi di bulan November dan

Desember 2014.

2. Kabupaten/Kota akan segera melakukan High Level Meeting (HLM) TPID di masing-masing daerahnya untuk

menentukan program dan menetapkan kebijakan dalam pengendalian harga.

3. FKPD/MUSPIDA akan membuat surat edaran kepada Polsek/Polres untuk turun membantu TPID.

BAB 3 INFLASI DAERAH

44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

4. FKPD/MUSPIDA akan diperbantukan sepenuhnya dalam menurunkan inflasi dan tarif angkutan serta membantu

transportasi dan infrastruktur yang menghambat distribusi.

5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian dan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan akan

membentuk desk bekerjasama dengan TPID dan melakukan pemantauan harga, pasokan dan distribusi serta

melaporkannnya secara mingguan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.

6. Wakil Gubernur Sulawesi Selatan bersama dengan FKPD/Muspida akan turun langsung kedaerah dan

melaksanakan pemantauan serta rapat koordinasi High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah

(TPID). Kunjungan ke lapangan dan HLM TPID level Kabupaten/Kota akan diawali di Kabupaten Bulukumba

(Kabupaten penyumbang inflasi terbesar di Sulsel tahun 2014) yang direncanakan tanggal 27 Januari 2015.

7. Pemprov akan melakukan patokan harga terendah/tertinggi untuk LPG 3 kg maupun tarif angkutan kota dan

akan ditandatangai hari ini juga (20 Januari 2015).

8. Pedoman inflasi Sulsel adalah 4%, dimana sasaran inflasi akan diarahkan pada level tersebut, sehingga apabila

terjadi peningkatan maka akan dilakukan upaya untuk menurunkan pada level 4%. Kabupate/Kota diharapkan

untuk dapat melakukan penetapan sasaran inflasi masing-masing daerahnya sehingga inflasi dapat diarahkan

pada level yang ditetapkan.

9. Dinas Perindustrian dan instansi terkait akan menyusun standard operational procedure (SOP) pengendalian

harga sehingga kepolisian dapat dimungkinkan turun tangan melakukan tindakan tegas kepada pelaku usaha

yang nakal (seperti menimbun, memainkan harga, dll).

10. Pemerintah Daerah dan TPID agar siap melakukan operasi pasar sewaktu-waktu apabila dibutuhkan, terutama

terkait dengan harga dan ketersediaan LPG, BBM, dan komiditas lainnya.

11. BPS diharapkan untuk melakukan quick survey pada minggu depan untuk memantau pergerakan harga dan

melaporkannya kepada Gubernur Sulawesi Selatan.

BAB 3 INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 45

Boks 3.A. Upaya Pengendalian Inflasi Melalui High Level Meeting (HLM) TPID di Kabupaten/Kota Sulawesi Selatan

Mengawali tahun 2015, upaya pengendalian inflasi dilakukan melalui peningkatan koordinasi antar TPID se-Sulsel.

Supaya lebih terarah, koordinasi dilakukan pada level pimpinan (high level) yang melibatkan Gubernur dan

Walikota/Bupati. High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Sulsel dilaksanakan pada awal tahun dalam mengendalikan

inflasi tahun 2015. Tepat pada pada hari Selasa, 20 Januari 2015 di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, seluruh pemangku

kebijakan hadir untuk membahas langkah-langkah antisipatif yang akan dilakukan untuk mengendalikan inflasi ke depan.

Dalam kesempatan HLM TPID se-Sulsel, Gubernur Sulsel mengarahkan agar TPID Kabupaten/Kota segera

mengintensifkan koordinasi dan terus memantau pergerakan harga. Dalam pertemuan ini, Bank Indonesia

menyampaikan rekomendasi dalam upaya mengawal inflasi antara lain (i) koordinasi dan kerjasama antar TPID di Sulsel

yang semakin ditingkatkan dalam menjaga kelancaran distribusi pangan, (ii) respon yang tepat terhadap kebijakan energi

pemerintah pusat, (iii) menjaga ketersediaan beras khususnya Raskin, dan (iv) melakukan program diversifikasi pangan.

Menanggapi masukan dari Bank Indonesia dan seluruh peserta HLM TPID, Gubernur Sulsel memberikan arahan antara

lain agar Bupati/Walikota turun langsung ke lapangan dalam upaya memantau harga dan pasokan komoditas strategis

setiap minggu, membentuk desk monitoring, dan setiap Kabupaten/Kota segera melakukan HLM TPID, dengan tujuan

untuk menentukan program dan menetapkan kebijakan dalam pengendalian harga.

Gambar 3.A.1. HLM TPID Provinsi Sulawesi Selatan

Dalam rentang waktu yang singkat, segera beberapa kabupaten/kota menindaklanjuti arahan Gubernunur Sulsel. TPID

Bulukumba merupakan kabupaten yang pertama kali mengawali HLM TPID di tingkat Kabupaten/Kota di Sulsel, pada

tanggal 27 Januari 2015, karena memiliki inflasi tertinggi di Sulsel pada tahun 2014. Wakil Gubernur Sulsel, H. Agus Arifin

Nu’mang, MS, menegaskan kembali mengenai peningkatan dan penguatan kerjasama antar TPID maupun antar daerah

(Kabupaten/Kota) di seluruh daerah se-Sulsel dalam menjaga kelancaran distribusi pangan dan diversifikasi pangan.

Sejalan dengan itu, pemerintah telah membuat kebijakan yaitu pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang didanai

dari APBN sebesar ± Rp60 miliar. Keberadaan TPI tersebut nantinya akan dilengkapi dengan stasiun pengisian BBM, cold

storage, dan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Adanya TPI ini diharapkan dapat mengurangi volatilitas harga

komoditas perikanan. Dukungan dari pemerintah daerah dalam stabilitas harga terlihat dari kebijakan Bupati dalam

membuat Gerakan Menanam Cabai di Bulukumba dengan slogan “tiada halaman rumah tanpa cabai”.

BAB 3 INFLASI DAERAH

46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Gambar 3.A.2. HLM TPID Kabupaten Bulukumba

Lebih lanjut, TPID Kota Palopo merupakan TPID yang menyelenggarakan HLM. HLM TPID Palopo terselenggara pada

tanggal 30 Januari 2015. Kota Palopo juga termasuk salah satu kota yang inflasinya (8,95%) berada diatas inflasi Sulsel

(8,61%) dan inflasi nasional (8,36%). Oleh karena itu, kesadaran pemerintah daerah untuk menjaga stabilitas harga sangat

penting, terutama dalam hal sisi pasokan (supply side shocks). Ke depan, Pemerintah Kota Palopo menyiapkan langkah-

langkah strategis dalam rangka pengendalian harga, seperti pendataan ulang masyarakat miskin, penurunan ongkos

angkutan antar kota, memantau setiap hari tingkat harga barang di Pusat Niaga Palopo (PNP), pembagian Box atau kotak

penyimpan ikan yang mana akan menambah ketahanan kesegaran ikan, pengadaan 1.000 kandang ayam, dan pembagian

bibit cabai. Semangat stabilisasi harga ini menular ke pemerintah daerah lainnya, sehingga komitmen Gubernur Sulsel

inflasi yang rendah, dalam kisaran 4%, diharapkan akan tercapai di seluruh Kabupaten/Kota se-Sulsel.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 47

4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Bab 4 Sistem Keuangan dan

Pengembangan Akses Keuangan

Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan IV 2014 memperlihatkan

peningkatan, tercermin dari kinerja semua indikator utama (aset, dana pihak

ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan). Peningkatan asset

bank umum terjadi pada kelompok bank pemerintah dan swasta nasional.

Sementara itu, pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan kredit menyebabkan kegiatan intermediasi (LDR) sedikit

meningkat menjadi sebesar 126,39% dari 125,06%. Risiko kredit

perbankan masih terjaga dengan baik yang tercermin dari Rasio

nonperforming loan (NPL) yang masih berada pada level aman. Masih

amannya rasio NPL juga mendukung ketahanan sektor keuangan baik pada

sektor korporasi, rumah tangga. Namun demikian, perlu perhatian khusus

pada kualitas kredit UMKM.

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

4.1. Kondisi Umum Perbankan17

4.1.1 Perkembangan Kelembagaan

Dari sisi kelembagaan, pada triwulan IV 2014, jumlah bank umum di Sulsel bertambah satu bank dari triwulan

sebelumnya menjadi sebanyak 48 bank.Jumlah BPR tercatat masih tetap sama seperti periode sebelumnya yaitu

sebanyak 29 BPR. Untuk bank syariahterdapat penambahan jumlah kantor cabang (KC) sebanyak 1, sementara kantor

cabang pembantu (KCP), kantor kas (KK) maupun kantor fungsional (KF) tidak berubah (Tabel 4.1). Namun terdapat

penurunan yang signifikan pada jumlah kantor dari 980 menjadi 972 karena terdapat 8 kantor unit syariah yang tutup

sesuai kebijakan dari pihak bank.

Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR

Sumber : Laporan Bank Umum

4.1.2 Aset Perbankan

Total aset bank umum pada triwulan IV 2014 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset

perbankan tercatat tumbuh sebesar 11,46% (yoy) atau menjadi Rp101,35 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan III

2013 yang tumbuh sebesar 10,28% (yoy) (Tabel 4.2). Peningkatan aset perbankan pada periode laporan disebabkan oleh

meningkatnya aset pada semua kelompok bank terutama pada bank pemerintah dan swasta nasional disusul bank asing

dan campuran masing-masing dari 9,76% (yoy), 11,16% (yoy), 3,98% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar

10,72% (yoy), 12,68% (yoy) dan 0,77% (yoy) pada triwulan laporan.

Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank

Sumber : Laporan Bank Umum

4.1.3 Intermediasi Perbankan

Dana Pihak Ketiga (DPK) jenis deposito, giro dan tabungan yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan IV 2014

melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp66,11 triliun atau tumbuh

sebesar 9,38% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 12,17% (yoy)

(Tabel 4.3). Perlambatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh menurunnya kinerja seluruh komponen simpanan yaitu

deposito, giro dan tabungan. Deposito tumbuh melambat dari 23,39% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi 17,61% (yoy),

giro tumbuh melambat dari 5,11% (yoy) menjadi hanya 1,89% (yoy) sedangkan tabungan tumbuh melambat dari 8,58%

(yoy) menjadi 6,92% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan DPK dipengaruhi oleh realisasi penyerapan anggaran

pemerintah daerah pada akhir tahun dalam pembiayaan proyek dan pembangunan daerah. Selain itu, perlambatan DPK

17 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Bank Umum (Konv. + Syariah) 36 37 38 40 41 41 41 41 42 44 45 46 46 47 47 48

Konvensional 31 32 32 34 35 35 35 35 36 38 39 40 40 41 41 41

UUS 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 7 7

Syariah 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7

Jumlah Kantor* 689 724 812 844 848 895 925 936 940 950 959 971 974 979 980 972

BPR 27 27 27 27 27 27 28 28 28 29 29 29 29 29 29 29

2013 2014*

*) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara)

RINCIAN20122011

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Total Aset 19.69 19.04 20.78 14.66 12.41 12.97 10.28 11.46 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,350

Bank Pemerintah 17.84 17.14 19.37 11.54 8.97 11.72 9.76 10.72 48,337 51,537 53,300 52,533 52,670 57,579 58,500 58,165

Bank Swasta Nasional 22.81 22.38 23.30 19.18 17.82 14.87 11.16 12.68 31,919 34,293 36,341 37,682 37,606 39,391 40,398 42,462

Bank Asing dan Bank Campuran 9.85 (0.02) 2.89 21.38 2.01 12.12 3.98 0.77 621 537 647 717 633 602 673 723

Aset Menurut Kelompok Bank 2013 2013

Nominal (Rp Miliar)

20142014

Pertumbuhan (%, yoy)

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 49

sesuai dengan indeks penghasilan saat ini terjadi perlambatan dari 150,83 pada triwulan III 2014 menjadi 144,17 pada

triwulan IV 2014 meskipun berada pada kondisi optimis. Secara tahunan 2014, pertumbuhan DPK sebesar 9,38% adalah

jauh melambat dibandingkan pertumbuhan 2013 sebesar 12,52%. Kondisi ekonomi global yang masih belum cerah yang

berdampak kepada perekonomian domestik membuat pertumbuhan ekonomi nasional 2014 ikut melambat (5,02%) yang

tercermin juga pada pendapatan masyarakat

Kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan IV mencatat peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan

sebelumnya, dan akselerasi terjadi pada semua jenis kredit. Kredit tercatat tumbuh sebesar 10,84% (yoy) menjadi

Rp83,56 triliun setelah tumbuh 7,26% (yoy) pada triwulan III 2014. Peningkatan ini didorong oleh tingginya penyaluran

kredit untuk modal kerja dan investasi serta konsumsi (Tabel 4.3). Secara sektoral, penyaluran kredit juga tumbuh

meningkat pada sebagian besar sektor terutama pada sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, konstruksi,

perdagangan, dan jasa sosial masyarakat yang tumbuh lebih cepat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara sektor

LGA dan jasa dunia usaha mengalami perlambatan dan sektor pengangkutan mengalami penurunan sebesar -3,52% (yoy)

(Tabel 4.4). Secara tahunan 2014, pertumbuhan kredit sebesar 10,84% adalah lebih rendah dibandingkan pertumbuhan

2013 sebesar 13,84%. Searah dengan kebijakan moneter untuk pengetatan likuiditas, pertumbuhan kredit sektor

perbankan diarahkan pada kisaran 15-17% secara nasional.

Loan to Deposit Ratio (LDR), sebagai indikator intermediasi perbankan tercatat sedikit meningkat dari triwulan

sebelumnya. LDR menjadi 126,39% pada triwulan IV 2014, lebih tinggi dari triwulan III 2014 yang tercatat sebesar

125,06% (Tabel 4.3). Dengan pertumbuhan kredit yang meningkat lebih cepat dibandingkan pertumbuhan DPK maka

LDR Sulsel masih diatas 100. Penyaluran kredit sesuai sektornya, seperti periode sebelumnya masih didominasi oleh

sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi dan sektor jasa dunia usaha. Sebaran pangsa kredit

sektoral tersebut juga tercermin pada struktur sektor ekonomi dominan di PDRB

Meningkatnya kinerja penyaluran kredit diikuti dengan risiko kredit yang tetap terkendali. Ditinjau dari sisi manajemen

risiko, kondisi perbankan Sulsel pada triwulan IV 2014 masih menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini tercermin dari rasio

nonperforming loan (NPL) bank umum yang masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu sebesar 3,13%. Angka ini

tercatat mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,57% (Tabel

4.3). NPL yang sedikit membaik tersebut antara lain mencerminkan prinsip kehati-hatian yang dijalankan oleh Perbankan

mengingat kondisi perekonomian daerah yang justru melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum

Sumber : Laporan Bank Umum

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

DPK 14.36 11.31 14.91 12.52 11.20 14.86 12.17 9.38 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339 66,112

a. Giro 4.00 11.13 27.07 6.82 2.83 20.24 5.11 1.89 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693 7,994

b. Tabungan 17.27 10.52 12.37 11.25 10.66 10.31 8.58 6.92 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828 37,428

c. Deposito 14.72 13.01 13.79 18.01 16.53 20.97 23.39 17.61 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819 20,689

Kredit 25.25 23.55 22.79 13.84 10.97 8.77 7.26 10.84 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560

a. Modal Kerja 26.63 16.67 16.86 6.76 4.92 9.01 14.09 15.46 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847 31,442

b. Investasi 22.01 36.81 43.39 27.36 19.70 6.77 (1.98) 12.04 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,240

c. Konsumsi 25.43 24.21 19.41 14.76 12.65 9.48 6.27 6.58 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159 35,877

LDR (%) 130.72 136.44 130.78 124.72 130.45 129.21 125.06 126.39

NPLs Gross (%) 2.94 2.83 2.91 2.85 3.14 3.54 3.57 3.13

Komponen 2013 2013

Pertumbuhan (%, yoy)

2014

Nominal (Rp Miliar)

2014

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi

Sumber : Laporan Bank Umum

4.1.4 Bank Syariah

Total aset perbankan syariah pada triwulan IV 2014 tumbuh lebih tinggi dari capaian di triwulan sebelumnya. Aset

perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 5,92% menjadi Rp5,90 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan III

2014 yang tumbuh sebesar 3,68% (Tabel 4.5). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan

laporan terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan aset dari bank pemerintah maupun bank swasta nasional

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pangsa aset bank syariah terhadap total aset menunjukkan peningkatan dari

triwulan sebelumnya sebesar 5,64% (triwulan III 2014) menjadi 5,83% pada triwulan IV 2014. Hal ini disebabkan oleh

kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah yang semakin meningkat.

Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah

Sumber : Laporan Bank Umum

Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan IV 2014 menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari indikator pertumbuhan pembiayaan dan DPK yang positif.

Pertumbuhan pembiayaan tercatat meningkat sebesar 17,55% (yoy) dari triwulan sebelumnya bernilai 15,49% (yoy).

Penghimpunan dana tumbuh positif sebesar 3,7% (yoy) walaupun melambat dari triwulan sebelumnya yaitu 10,96% (yoy).

Financing to Deposit Ratio (FDR) tercatat masih tinggi sebesar 171,91% yang menunjukkan masih belum berimbangnya

penghimpunan DPK dibandingkan pembiayaan seiring minat masyarakat untuk mengambil pembiayaan dari perbankan

syariah yang lebih tinggi dibandingkan menyimpan dananya di perbankan syariah. Sementara itu, kualitas pembiayaan

tetap terjaga pada level aman, tercermin dari non performing financing (NPF) sebesar 2,74% pada triwulan laporan yang

membaik dibandingkan triwulan sebelumnya (3,27%).

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Kredit 25.25 23.55 22.79 13.84 10.97 8.77 7.26 10.84 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560

Pertanian 54.83 23.84 18.27 15.20 0.18 7.37 3.59 7.60 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435 1,506

Pertambangan 43.43 23.79 18.29 (0.70) (15.62) 24.84 21.10 28.39 447 449 444 397 377 560 537 509

Industri Pengolahan 53.82 42.92 40.51 (20.26) (26.55) (24.54) (23.94) 13.41 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283 4,747

Listrik, Gas, Air (2.83) (6.75) (10.02) 35.05 63.77 111.80 91.49 83.27 133 116 121 191 218 245 232 350

Konstruksi 24.20 13.54 14.85 13.44 18.62 31.89 40.69 43.92 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173 4,366

Perdagangan 28.94 30.21 31.67 26.83 22.08 11.45 10.23 12.02 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748 27,033

Pengangkutan 50.88 59.70 59.68 25.96 12.48 6.76 3.02 (3.52) 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951 2,820

Jasa Dunia Usaha 11.07 8.05 9.04 14.32 15.65 4.79 4.88 3.17 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581 3,662

Jasa Sosial Masyarakat 3.11 11.08 26.31 26.84 12.94 19.27 22.03 31.42 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115 2,340

Lain-lain 19.45 17.63 14.99 10.14 9.58 10.18 6.99 7.19 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408 36,226

2014

Nominal (Rp Miliar)

2014

Pertumbuhan (%, yoy)

Komponen 2013 2013

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Aset 42.22 37.86 36.26 23.26 16.31 9.72 3.68 5.92 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906

Bank Pemerintah 55.66 27.91 28.78 20.35 15.27 9.78 6.81 9.93 913 958 1,033 1,045 1,052 1,051 1,103 1,149

Bank Swasta Nasional 39.40 40.39 38.14 23.95 16.55 9.71 2.94 4.99 3,890 4,128 4,387 4,531 4,534 4,529 4,516 4,758

DPK 35.46 30.77 42.76 39.80 28.28 30.73 10.96 3.70 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991

a. Giro 29.19 16.82 21.33 14.22 (12.64) 12.69 42.14 12.31 253 232 243 338 221 262 346 380

b. Tabungan 28.09 21.23 37.71 32.91 30.17 29.51 15.06 13.13 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337 1,479

c. Deposito 46.32 47.26 53.83 58.10 37.60 36.51 0.56 (8.60) 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195 1,132

Pembiayaan 40.30 40.75 38.64 24.87 15.07 17.14 15.49 17.55 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141

FDR (%) 181.04 194.41 164.44 151.65 162.40 174.20 171.16 171.91

NPF Gross (%) 1.73 1.81 1.56 1.42 1.65 2.97 3.27 2.74

Komponen 2013 20132014

Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)

2014

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 51

4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat

Di triwulan IV 2014, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) tetap tumbuh dengan cukup baik meski terdapat indikator

yang menunjukkan perlambatan. Fungsi intermediasi BPR masih sangat tinggi namun sedikit menurun dibanding triwulan

sebelumnya, tercermin dari menurunnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan III 2014 sebesar163,12% menjadi

150,76% pada triwulan IV 2014. Menurunnya rasio LDR ditopang oleh peningkatan pertumbuhan DPK dari 34,69% (yoy)

pada triwulan III 2014 menjadi 35,81% (yoy). Sementara pada sisi penyaluran dana, kredit BPR mengalami kontraksi dari

16,31% (yoy) menjadi 6,08% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Adapun aset BPR mengalami

peningkatan sebesar 4.06% (yoy)menjadi 14,99% (yoy) pada triwulan IV 2014.

Sumber : Laporan Bank Umum

Sumber : Laporan Bank Umum Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR

4.2. Stabilitas Sistem Keuangan

4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah

Di triwulan IV 2014, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Sektor perdagangan

memiliki pangsa terbesar dalam struktur kredit kepada korporasi yang tercatat sebesar Rp19,81 triliun (kredit produktif

non-UMKM). Sementara, kredit korporasi pada sektor primer yaitu i sektor pertanian dan sektor pertambangan porsinya

masih rendah. (Grafik 4.3). Faktor risiko dari sektor primer sering disebut sebagai alasan sektor perbankan terkait

rendahnya alokasi kredit tersebut. Dari sisi pertumbuhan, penyaluran kredit kepada sektor korporasi mengalami

perlambatan di triwulan IV 2014. Melambatnya pertumbuhan kredit korporasi didorong oleh menurunnya kinerja sektor

pertanian dan pertambangan. Sementara kredit sektor perdagangan dan industri pengolahan tumbuh sedikit lebih baik

pada triwulan IV 2014 (Grafik 4.4).

Sumber : Laporan Bank Umum

Sumber : Laporan Bank Umum

Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi

Pertumbuhan total kredit korporasi tercatat sebesar 16,55% (yoy), lebih tinggi dari triwulan III 2014 (4,01%, yoy).

Faktor pendorong kredit terutama pada sektor industri yang mengalami akselerasi dari kontraksi sebesar -34,33% pada

triwulan III 2014 menjadi tumbuh sebesar 18,40% pada triwulan IV. Sedangkan kontraksi pada sektor pertanian sedikit

mengalami perbaikan yaitu dari -32,89% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi -32,44% (yoy). Kredit pada sektor

(10)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Miliar Aset

gAset - Skala Kanan

0

50

100

150

200

250

0

200

400

600

800

1,000

1,200

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013 2014

%Rp Miliar

DPK Kredit LDR - Skala Kanan

Pangsa Triwulan IV 2014

Pertanian (0.6%)

Pertambangan(1.4%)

Industri (15.9%)

Perdagangan (50.7%)

Lainnya (31.4%)

0

10

20

30

40

50

60

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

%, yoy%, yoyTotal - Skala Kanan Pertanian

Pertambangan Industri

Perdagangan

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

pertambangan dan perdagangan kembali mengalami perlambatan dari 25,04% (yoy) dan 9,08% (yoy) pada triwulan III

2014 menjadi 11,92% (yoy) dan 8,57% (yoy) pada triwulan IV 2014. Perlambatan juga terjadi pada sektor lainnya seperti

konstruksi, pengangkutan dan jasa sosial masyarakat. Sementara sektor LGA, industri pengolahan dan jasa dunia usaha

tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya.

4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah

Kredit mutiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah

tangga pada triwulan IV 2014. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar Rp35,87 triliun, kredit

multiguna dan KPR memiliki pangsa mencapai lebih dari 30%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB) dan terakhir kredit

rumah tangga lainnya (termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun

kebutuhan rumah tangga lainnya) yang memiliki pangsa terkecil (Grafik 4.6). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit

bukan lapangan usaha serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas.

Sumber : Laporan Bank Umum

Sumber : Laporan Bank Umum

Grafik 4.5. NPL Kredit Korporasi Grafik 4.6. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga

Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mencatat perlambatan kinerja pada triwulan IV 2014. Total kredit yang

pada triwulan sebelumnya tumbuh 6,97% (yoy) sedikit turun menjadi 6,16% (yoy). Penurunan signifikan terjadi di kredit

rumah tangga lainnya dan kredit lain-lain dari 37,66% (yoy) dan -7,86% (yoy) menjadi -22,28% (yoy) dan -44,91% (yoy).

KPR, KKB, kredit multiguna mengalami peningkatan yaitu masing-masing 7,37% (yoy), 27,71% (yoy) dan 8,13% (yoy) pada

triwulan III 2014 menjadi 10,57% (yoy), 36,32% (yoy) dan 33,75% (yoy) pada triwulan IV 2014 (Grafik 4.7).

Sumber : Laporan Bank Umum

Sumber : Laporan Bank Umum

Grafik 4.7. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.8. NPL Kredit Rumah Tangga

Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga

memiliki NPL di bawah batas aman 5%. Rasio NPL tercatat sedikit menurun dari 1,88% menjadi 1,72% pada triwulan

laporan. KPR yang mencatat angka NPL tertinggi tetap memiliki rasio yang masih aman sebesar 3,30%. Berdasarkan

kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan III 2014

(Grafik 4.8).

-10

0

10

20

30

40

50

0

1

2

3

4

5

6

7

8

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

%%

Total Industri

Perdagangan Pertanian - Skala Kanan

Pertambangan - Skala Kanan

Pangsa Triwulan IV2014

Kredit PemilikanRumah, KPR (34.9%)

Kredit KendaraanBermotor, KKB (11.5%)

Kredit Multiguna(39.3%)

Kredit Rumah TanggaLainnya (2.0%)

Kredit Lain-lain (12.2%)

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

%

Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

%

Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 53

4.3. Pengembangan Akses Keuangan

Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan IV 2014 tumbuh sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kredit UMKM tercatat tumbuh sebesar 12,11% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya sebesar 10,52% (yoy).

Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 33,12% atau sebesar Rp27,67 triliun. Dari nilai tersebut,

sekitar 69% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi

(Grafik 4.10). Angka NPL kredit UMKM membaik pada triwulan IV 2014 sebesar 4,81% setelah pada triwulan sebelumnya

melewati batas aman (5%) yaitu sebesar 5,42% (Grafik 4.9). Peningkatan kualitas kredit UMKM didorong oleh penurunan

NPL pada hampir semua sektor terutama sektor pertambangan, pertanian, industri pengolahan, konstruksi, pertanian,

perdagangan dan pengangkutan. UMKM padar sektor konstruksi mencatat NPL tertinggi pada periode laporan.

Upaya pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan

mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw BI Provinsi Sulsel terus mencoba melakukan

kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk dan jasa keuangan yang

dimaksud serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk mulai menabung. Pada Oktober 2014,

telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan dan Gerakan Indonesia Menabung kepada petani di Kabupaten Pinrang. Selain

itu pada tanggal 17-19 November 2014 telah dilakukan pelatihan kewirausahaan di Kota Palopo yang diikuti oleh 60

UMKM terpilih. Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung perkembangan sektor perdagangan, mengembangkan

wirausaha mandiri di sektor riil dan UMKM melalui penguatan pembiayaan inklusif dan inovatif.

Sumber : Laporan Bank Umum

Sumber : Laporan Bank Umum

Grafik 4.9. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.10. Pangsa Kredit UMKM

0

5

10

15

20

25

30

35

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

%, yoy%

NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan

Total Kredit Non-UMKM

67%

Total Kredit UMKM

Produktif + Konsumtif

33%69%

31%

Pangsa Kredit UMKM

Modal Kerja Investasi

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Boks 4.A. Cash Flow Based, Penerapannya Pada Kredit UMKM

Keberhasilan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan dan peran

pemerintah dalam mendorong penyaluran kredit kepada UMKM. Berbagai skim Kredit/pembiayaan UMKM diluncurkan

oleh pemerintah dikaitkan dengan tugas dan program pembangunan ekonomi pada sektor-sektor usaha tertentu,

misalnya ketahanan pangan, peternakan dan perkebunan. Peran pemerintah dalam skim-skim kredit UMKM ini adalah

pada sisi penyediaan dana APBN untuk subsidi bunga skim kredit dimaksud, sementara dana kredit/pembiayaan

seluruhnya (100%) berasal dari bank-bank yang ditunjuk pemerintah sebagai bank pelaksana. Selain itu pemerintah

berperan dalam penyiapan UMKM agar dapat dibiayai dengan skim dimaksud, menetapkan kebijakan dan prioritas usaha

yang akan menerima kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit, dan memfasilitasi hubungan

antara UMKM dengan pihak lain.

Pada saat ini, beberapa perbankan

menggunakan metode pembayaran angsuran

menggunakan basis cash flow dalam

membantu pelaku UMKM. Penerapan cash flow

diharapkan sesuai dengan arus penerimaan

UMKM (dalam hal ini sektor pertanian,

peternakan, dan perikanan) yang tidak rutin tiap

bulannya atau sesuai dengan musim panen.

Gambar 4.A.1 menunjukkan siklus penerapan

cash flow dari peminjam dan pemberi pinjaman.

Pada saat tidak dalam musim panen, peminjam

hanya membayar bunga pinjaman. Sementara

jika musim panen tiba, peminjam akan

membayar pengembalian dan bunga kepada

pemberi pinjaman.

Gambar 4.A.1 Cash Flow Based

Cash Flow Based merupakan aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas dalam sebuah perusahaan pada setiap periode.

Aliran kas memiliki fungsi sederhana yaitu (1) fungsi likuiditas dimana dana yang tersedia bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari dan dapat dicairkan dalam waktu singkat; (2) fungsi anti inflasi adalah dana yang disimpan

digunakan untuk menghindari resiko penurunan daya beli di masa datang dan dapat dicairkan dalam waktu singkat; (3)

pertumbuhan modal dimana dana diperuntukkan untuk meningkatkan/mengembangkan kekayaan dalam jangka waktu

panjang.

Kegunaan dan Keterbatasan Cash Flow Based. Kegunaan dalam menyusun cash flow yaitu: (1) dapat digunakan untuk

menaksir kebutuhan dana untuk masa yang akan datang dan memperkirakan jangka waktu pengembalian kredit baik

jumlah maupun bunga pinjaman; (2) untuk kreditur, dapat melihat kemampuan perusahaan dalam membayar kredit.

Sedangkan keterbatasan cash flow antara lain: (1) komposisi penerimaan dan pengeluaran yang dimasukkan bersifat

tunai; (2) hanya terfokus pada pembayaran pinjaman untuk kelancaran cash flow sementara melupakan komponen

lainnya seperti investasi dan simpanan; (3) kendala perbankan dalam penerapan case flow based rata-rata berupa

kesulitan memilih debitur yang layak yang sering kali terkait dengan keterbatasan pengetahuan account officer dalam

sektor pertanian dan perikanan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 55

5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

Bab 5 Sistem Pembayaran dan

Pengelolaan Uang

Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan tendensi yang

membaik pada triwulan IV 2014. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real

Time Gross Settlement (BI-RTGS) menunjukkan tren pertumbuhan yang

meningkat. Sejalan dengan membaiknya tendensi transaksi keuangan

melalui RTGS, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank

Indonesia (SKNBI) juga mengalami peningkatan di triwulan berjalan.

Faktor musiman tidak menunjukkan pengaruh terhadap pergerakan aliran

uang kartal pada triwulan IV 2014. Kondisi net inflow di Sulsel

mengindikasikan adanya penurunan konsumsi masyarakat, akibat kenaikan

harga BBM. Terjadi tren yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang

cenderung outflow di akhir tahun, yang berarti terjadi kegiatan penarikan

uang yang biasanya akan terus meningkat pada triwulan berjalan.

Adapun pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan

melakukan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang

tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Hal ini dilakukan

sebagai upaya untuk mewujudkan clean money policy.

BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran

5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS

Pada triwulan IV 2014, transaksi non-tunai melalui sarana RTGS melanjutkan tren pertumbuhan yang meningkat.

Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel di triwulan IV 2014 sebesar Rp78,90 triliun atau tumbuh hingga 13,83% (yoy),

sedikit lebih tinggi jika dibandingkan triwulan III 2014 sebesar Rp71,79 triliun yang mencatat pertumbuhan 13,69% (yoy).

Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel

dengan nilai Rp41,37 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang

tercatat sebesar Rp25,66 triliun maupun dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp11,87

triliun.

Pertumbuhan aliran transaksi RTGS baik yang masuk ke Sulsel, yang keluar dari Sulsel, serta antara bank-bank di Sulsel

menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan. Transaksi RTGS dari perbankan di Sulsel kepada perbankan di luar

Sulsel mengalami ekspansi tipis pada triwulan IV 2014 yaitu dari 21,04% (yoy) menjadi 24,93% (yoy) (Grafik 5.1). Transaksi

RTGS yang masuk ke perbankan Sulsel dari perbankan di luar Sulsel mengalami kontraksi pada triwulan IV 2014 yaitu

sebesar -0,27% (yoy) setelah sebelumnya tercatat tumbuh sebesar 1,28% (yoy) (Grafik 5.2). Sementara itu, transaksi dari

perbankan di Sulsel kepada perbankan yang juga berada di Sulsel mengalami stagnasi dalam kisaran 62% (yoy) (Grafik

5.3).

Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel)

Grafik 5.3. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow

5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring

Transaksi non-tunai melalui sarana kliring yaitu kliring debet penyerahan serta kliring kredit mengalami peningkatan

pada triwulan IV 2014. Pertumbuhan total nilai kliring pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan. Nilai kliring pada

triwulan laporan mengalami peningkatan sebesar 5,0% (yoy) setelah triwulan sebelumnya mengalami penurunan sebesar

-5,11% (yoy). Peningkatan ini terindikasi dari meningkatnya rata-rata perputaran harian transaksi kliring pada triwulan IV

2014 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan rata-rata perputaran harian tersebut

terjadi baik secara nominal maupun volume lembar transaksi (Tabel 5.1). Sementara itu, secara nominal, penolakan

(10)

(5)

0

5

10

15

20

25

30

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp TriliunRTGS From

gRTGS From - Skala Kanan

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp TriliunRTGS To gRTGS To - Skala Kanan

(40)

(20)

0

20

40

60

80

100

120

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Triliun

RTGS From-To gRTGS From-To - Skala Kanan

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

300

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan

BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 57

(4,0)

(3,0)

(2,0)

(1,0)

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014

Rp Triliun

warkat (Cek/Bilyet Giro atau BG) menunjukkan peningkatan pada triwulan IV 2014 yaitu dari 2,56% menjadi 2,60%. Hal ini

sejalan dengan peningkatan dari sisi rasio penolakan jumlah warkat yaitu dari 2,30% menjadi 1,84%. Hal ini menunjukkan

bahwa rata-rata nilai transaksi yang warkatnya ditolak pada triwulan IV 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya.

Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong

5.2. Pengelolaan Uang Tunai

5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal

Pada triwulan IV 2014, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net inflow sebesar Rp1,21 triliun. Aliran

uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp5,08 triliun pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar Rp2,77 triliun (Grafik 5.4). Selanjutnya, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia

mengalami penurunan dari Rp5,58 triliun pada triwulan III 2014 menjadi Rp3,87 triliun pada triwulan laporan (Grafik 5.5).

Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow

5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar

Bank Indonesia secara kontinu terus berupaya untuk menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat.

Dalam rangka penerapan clean money policy, di samping membuka layanan penukaran uang terpusat di gedung Kantor

Perwakilan Bank Indonesia, telah dilakukan juga kas keliling yang menjangkau seluruh wilayah di Sulselbar, bahkan hingga

wilayah terpencil yang cukup sulit dijangkau. Berdasarkan administrasi kegiatan yang ada, pada pertengahan Oktober

2014, kegiatan kas keliling dilakukan di kabupaten Rantepo, Enrekang, Sidrap, dan kota Pare-Pare. Selanjutnya, pada akhir

Oktober 2014 kas keliling dibuka di kabupaten Sinjai, Bone, dan Soppeng.

Di samping itu, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi

Selatan dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain. Selama periode triwulan IV 2014, telah dilakukan sebanyak 6

(enam) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu, Ambon (6 November serta 12

Desember), Kendari (3 November serta 20 Desember), dan ke Kupang (22 Oktober serta 9 Desember). Bank Indonesia

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

- Nominal (tri l iun rupiah)8,17 8,04 8,60 9,32 9,30 9,44 9,47 10,14 9,74 9,98 10,24 10,67 9,48 9,62 9,72 11,20

- Lembar (ribuan) 265 271 276 283 281 284 285 295 284 286 281 290 260 266 261 281

- Nominal (tri l iun rupiah)0,13 0,13 0,14 0,15 0,15 0,15 0,15 0,16 0,16 0,17 0,17 0,17 0,16 0,16 0,16 0,18

- Lembar (ribuan) 4,27 4,37 4,45 4,57 4,47 4,50 4,53 4,68 4,73 4,76 4,68 4,68 4,33 4,43 4,21 4,53

- Nominal (%) 2,55 2,20 2,63 2,27 2,38 2,63 2,34 2,16 2,41 2,75 3,28 2,60 2,61 3,66 2,56 2,60

- Lembar (%) 2,38 2,66 2,80 2,52 2,28 2,59 2,45 2,37 2,38 2,47 2,33 2,17 2,47 2,46 2,30 1,84

Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan

Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan

Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan)

2013URAIAN

2011 2012 2014

Perputaran Kliring dan cek/BG Kosong

(50)

0

50

100

150

200

250

300

350

400

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan

BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan IV 2014

tercatat sebesar Rp0,40 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,27 triliun (Grafik 5.7).

5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu

Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan sebanyak 459 lembar pada triwulan IV 2014.

Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp50.000 (71,46%), diikuti

Rp100.000 (27,67%), Rp20.000 (0,44%), Rp10.000 (0,22%) dan Rp5.000 (0,22%) (Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk

mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang

rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan juga telah melakukan kegiatan sosialisasi dengan

materi dimaksud hingga ke pelosok daerah.

Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu

(500)

0

500

1.000

1.500

2.000

0,00,20,40,60,81,01,21,41,61,82,0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014*

%, yoyRp Triliun Nominal UTLE gUTLE - Skala Kanan

28%

71%

1% Pecahan 100.000

Pecahan 50.000

Pecahan Lainnya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 59

6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,10%

(Sakernas Agustus 2014) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya

(Agustus 2013). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari

Nilai Tukar Petani (NTP) hingga akhir 2014 terpantau melemah dari triwulan

III 2014. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September

2014 menurun dibanding Maret 2014 baik di kota maupun di desa.

Persentase penduduk miskin di Sulsel relatif lebih baik (9,5%), dibandingkan

Sulampua maupun nasional.

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

6.1. Tenaga Kerja

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) diSulsel mencapai 5,10% (Sakernas Agustus 2014) atau stabil dibandingkan tahun

sebelumnya sebesar 5,10% (Agustus 2013). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 176,91 ribu

orang per Agustus 2013 menjadi 188,76 ribu orang per Agustus 2014 (Tabel 6.1). Namun demikian, karena jumlah

angkatan kerja juga meningkat pada Agustus 2014 yang mencapai 3.715,80 ribu orang dari 3.468,19 ribu orang pada

Agustus 2013 atau naik 247,60 ribu orang. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sulsel yang tergolong tinggi telah

mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyerapan tenaga kerja.

Sektor pertanian, industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar.

Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja pada sektor primer (sektor pertanian) lebih tinggi hampir 50 ribu pekerja

dibandingkan tahun 2013, yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas sektor pertanian. Secara pangsa, sektor

pertanian masih memegang peranan penting karena menyerap 41,80% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Agustus

2014, meskipun secara persentase menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sektor industri mengalami

kenaikan penyerapan 6 (enam) ribu pekerja atau sebesar 2,89% (yoy) menjadi 202 ribu orang di bulan Agustus 2014.

Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran mengalami kenaikan sebesar 70 ribu pekerja atau sebesar 11,58%

(yoy) menjadi sekitar 673,73 ribu orang. Kenaikan tertinggi dicatat oleh sektor jasa yaitu sebesar 105 ribu pekerja atau

sebesar 19,90% (yoy) menjadi sekitar 703,90 ribu orang (Tabel 6.2).

Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang

bekerja lebih tinggi dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK naik dari 60,50% pada Agustus 2013 menjadi

62,00% pada Agustus 2014. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 mencapai 3,72 juta orang, lebih tinggi daripada

periode setahun sebelumnya sejumlah 3,47 juta orang (Tabel 6.1). Secara sektoral, ditengarai peningkatan TPAK terjadi

karena peningkatan angkatan kerja di sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, jasa dan sektor lainnya. Hasil

Survei Konsumen Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, juga menunjukkan rata-rata pertumbuhan Indeks

Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) meningkat sebesar 7,96%. Peningkatan tersebut sangat tinggi bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang turun sebesar -2,34% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini

Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga meningkat dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 6.2). Pertumbuhan IPD6 naik

sebesar 6,85% (yoy) lebih besar dibandingkan penurunan triwulan sebelumnya (-2,13%, yoy).

Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah

Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini

KEGIATAN UTAMA Agustus Agustus

2013 2014

Angkatan Kerja 3.468.192 3.715.801

a. Bekerja 3.291.280 3.527.036

b. Tidak Bekerja (Pengangguran Terbuka) 176.912 188.765

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 60,5% 62,0%

Tingkat Pengangguran Terbuka 5,1% 5,1%

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

%, yoyIndeks

IKLK gIndeks - Skala Kanan

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

%, yoyIndeks

IPD6 gIndeks - Skala Kanan

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 61

Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

6.2. Penduduk Miskin18

Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret 2014, yang terjadi baik di kota

maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami penurunan menjadi 806,35 ribu pada September 2014,

dari 864,3ribu per Maret 2014, atau turun sebesar -7,56% (yoy). Persentase tersebut turun seiring dengan berkurangnya

jumlah penduduk miskin di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin kota mengalami penurunan sebesar -3,82%

(yoy) menjadi 154,4 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang mengalami

penurunan sebesar -6,45% (yoy), menjadi 651,95 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang

80,85% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 19,15% disumbang oleh penduduk kota.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2014

Pertumbuhan garis kemiskinan pada September 2014 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di

bandingkan dengan Maret 2014. Perlambatan tersebut sejalan dengan perlambatan inflasi pada September 2014

menjadi sebesar 3,72% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 5,88% (yoy) pada Maret 2014. Turunnya inflasi didorong oleh

pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transpor, serta kelompok pendidikan. Pelemahan

tekanan inflasi kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung membaiknya kondisi cuaca

hingga akhir triwulan III 2014 sehingga aktivitas penangkapan ikan juga ikut membaik. Namun demikian, kondisi

kemiskinan di atas belum mencerminkan dampak setelah kenaikan harga bahan bakar minyak pada November 2014,

sehingga mendorong inflasi pada akhir 2014 meningkat menjadi 8,61% (yoy).

18 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan

Pertanian 1,428,151 43.40% 1.23% 1,474,491 41.80% 3.24%

Industri 196,332 6.00% -13.48% 202,003 5.70% 2.89%

Perdagangan 603,804 18.30% -12.07% 673,726 19.10% 11.58%

Jasa 598,976 18.20% -4.40% 703,903 19.90% 17.52%

Lainnya 463,998 14.10% 1.32% 472,913 13.40% 1.92%

Jumlah 3,291,261 100.00% -27.40% 3,527,036 99.90% 37.15%

Agustus 2013 Agustus 2014Kategori

152.8 150.8 129,2 133,6 148,0 160,5 162,49 154,40

930.3

880.9696,6

672,3639,7

696,9701,81

651,95

10,3%10,3%

10,1%

9,8%

9,5%

10,3% 10,3%

9,5%

9,0%

9,2%

9,4%

9,6%

9,8%

10,0%

10,2%

10,4%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14

ribu orang

Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan

7,48,3

9,5

12,1 12,813,6

17,418,4

26,327,8

0

5

10

15

20

25

30

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Malut Sulut Sulsel Sulbar Sultra Sulteng Gor Maluku Irjabar Papua

Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel

Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY

Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Sep-13 Mar-14 Sep-14

Sep-13 Mar-

14 Sep-14

Kota 215.790 221.892 235.488 240.276 246.416 9,13% 8,29% 4,64% 7,24% 5,88% 3,72%

Desa 183.959 192.161 207.023 211.271 219.109 12,54% 9,94% 5,84%

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-

Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (9,5%) setelah Provinsi Maluku

Utara (7,4%) dan Sulawesi Utara (8,3%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Utara tersebut juga tidak

mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada Maret 2014. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi

di Sulampua tercatat sebesar 27,8% dan masih terdapat di Provinsi Papua.

6.3. Rasio Gini19

Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat dan lebih tinggi dari provinsi lain di Sulampua. Nilai gini ratio

selama empat tahun terakhir (2010 sampai dengan 2013) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan

pendapatan penduduk yang semakin besar (Tabel 6.4). Pada 2012, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni

0,41. Namun demikian, pada 2013, gini ratio Sulsel justru meningkat menjadi 0,43 atau lebih tinggi daripada nasional

(0,41).Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi

terjadi di Gorontalo (0,44) dan Papua (0,44) yang terjadi selama 2 (dua) tahun berturut-turut. Setelah dua provinsi

tersebut, berlanjut nilai gini ratio terbesar kedua (0,43) adalah Provinsi Sulawesi Selatan dan Papua Barat. Sementara itu,

nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Provinsi Maluku Utara dan nilainya lebih baik daripada tahun 2012.

Tabel 6.4. Nilai Gini Ratio

Provinsi 2010 2011 2012 2013

Gorontalo 0,43 0,46 0,44 0,44

Papua 0,41 0,42 0,44 0,44

Sulawesi Selatan 0,40 0,41 0,41 0,43

Sulawesi Tenggara 0,42 0,41 0,40 0,43

Papua Barat 0,38 0,40 0,43 0,43

Sulawesi Utara 0,37 0,39 0,43 0,42

Sulawesi Tengah 0,37 0,38 0,40 0,41

Maluku 0,33 0,41 0,38 0,37

Sulawesi Barat 0,36 0,34 0,31 0,35

Maluku Utara 0,34 0,33 0,34 0,32

Indonesia 0,38 0,41 0,41 0,41

Sumber: Booklet Indikator Kersejahteraan Rakyat, BPS, Agustus 2013

6.4. Nilai Tukar Petani20

Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif melemah, tercermin dari turunnya pertumbuhan Nilai

Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.NTP Sulsel pada triwulan IV 2014

menurun menjadi sebesar 104,17 lebih rendah dibandingkan NTP pada triwulan sebelumnya (105,16) (Grafik 6.5).

Penurunan NTP tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga

19 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 20NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 63

maupun keperluan produksi pertanian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan indeks harga hasil produksi pertanian.

Meskipun Indeks yang Diterima Petani naik sebesar 6,91% (yoy) dari sebesar 118,22 pada triwulan III 2013 menjadi

sebesar 120,4 pada triwulan IV 2014 (Grafik 6.7), namun Indeks yang Dibayar Petani pada triwulan IV 2014 juga tumbuh

tinggi sebesar 6,54% dari 112,42 pada triwulan III 2013 menjadi 114,33 pada triwulan IV 2014 (Grafik 6.6).

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani

Peningkatan harga komoditas pangan(inflasi) tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani. Keterkaitan (korelasi)

antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak belakang) (Grafik 6.8). Bahkan pada periode tahun 2012 hingga

2014, negatif dari korelasi tersebut semakin besar, mencapai -0,672 dibandingkan periode tahun 2009 - 2011. Gap antara

kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, pada saat terjadi peningkatan harga pangan seperti terjadi pada

Januari 2009 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan bawang merah) dan Juni 2010 (kenaikan harga beras dan

cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi di Juli 2013 dan November 2014, gap

antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

90

95

100

105

110

115

120

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014

yoyNilai Tukar Petani

g.indeks - sisi kanan

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

90

95

100

105

110

115

120

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014

yoyIndeks yang Dibayar Petani

g.indeks - sisi kanan

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

90

95

100

105

110

115

120

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014

yoyIndeks yang Diterima Petani

g.indeks - sisi kanan

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112

2009 2010 2011 2012 2013 2014

yoy

Inflasi Nilai Tukar Petani

Korelasi 2009-2011 =-0,377

Korelasi 2012-2014 =-0,672

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Boks 6.A. Tipologi WilayahProvinsi Sulawesi Selatan21

Seiring pemekaran wilayah, selama 10 tahun terakhir, jumlah desa semakin meningkat.Berdasarkan hasil pendataan

Potensi Desa(Podes) 2014, pada bulan April 2014 di Sulawesi Selatan tercatat 3.030 wilayah administrasi setingkat desa

yang terdiri dari 2.240desa, 783 kelurahan dan 7 UPT. Podes juga mencatat sebanyak 306 kecamatan dan 24

kabupaten/kota.Dari 3030 desa/kelurahan di Sulawesi selatan terdapat 531 desa/kelurahan (17,52%) yang berbatasan

dengan tepi laut dan yang berbatasan dengan bukan tepi laut sebanyak 2499 desa/kelurahan (82,48%).

Grafik 6.A.1 Perkembangan Jumlah Desa di Provinsi Sulawesi Selatan

Indeks Kesulitan Geografis (IKG) Desa untuk Sulsel masih relatif tinggi yang menunjukkan kesulitan geografis yang

masih besar. IKG terendah sebesar 14,44 yang terdapat di Desa Bawalipu (Kabupaten Luwu Timur) dan IKG tertinggi

sebesar 80,11 yang terdapat di Desa Lembang Bau Selatan (Kabupaten Tana Toraja). Nilai tengah IKG secara provinsi

sebesar 36,95, lebih rendah dari nilai tengah IKG secara nasional (40,91). Nilai IKG Provinsi terendah berada di Provinsi

D.I. Yogyakarta (27,73) dan tertinggi berada di Papua (76,33).

Tabel 6.A.1.IKG Desa Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, 2014

Sumber : Podes 2014, BPS

21Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 (Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sulsel No. 16/02/73/Th. I, 16 Februari

2015). Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun, yaitu tahun 2008, 2011, dan 2014

Kabupaten/Kota dan Provinsi IKG Desa

Terendah Nilai Tengah Tertinggi

Kepulauan Selayar 20,10 39,48 62,34

Bulukumba 17,96 32,61 64,27

Bantaeng 27,56 32,31 47,42

Jeneponto 21,02 31,95 45,24

Takalar 21,56 33,32 51,76

Gowa 16,46 33,06 63,55

Sinjai 20,76 30,11 49,66

Maros 20,19 36,07 68,05

Pangkajene Kepulauan 24,26 39,71 79,88

Barru 19,66 30,26 52,12

Bone 20,36 40,77 70,11

Soppeng 21,77 30,29 42,51

Wajo 21,43 37,84 53,73

Sidenreng Rappang 16,83 31,60 58,65

Pinrang 19,58 34,66 67,15

Enrekang 22,05 37,52 60,28

Luwu 21,33 40,88 79,75

Tana Toraja 27,32 50,94 80,11

Luwu Utara 20,58 40,24 71,00

Luwu Timur 14,44 37,11 60,50

Toraja Utara 22,98 46,88 73,01

Makassar - - -

Parepare - - -

Palopo - - -

Sulawesi Selatan 14,44 36,95 80,11

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 65

Keberadaan infrastruktur di Sulsel relatif cukup baik, dari ketersediaan sekolah, sarana kesehatan, pasar, listrik, dan

jalan. Pembangunan wilayah desa bisa diarahkan ke desa yang relatif masih minim sarana infrastruktur. Dari hasil Podes

2014 tercatat sebagai berikut:

1. Dari sisi sarana pendidikan. Hanya 3,33 persen (101 desa/kelurahan) yang tidak ada SD/MI, semua kecamatan

telah mempunyai SMP/MTs, dan terdapat 282 kecamatan (92,16 persen) yang mempunyai SMU/SMK/MA, atau

ada 7,84 persen wilayah kecamatan di Sulawesi Selatan yang belum mempunyai SMU/SMK/MA.

2. Dari sisi sarana kesehatan. Semua wilayah kecamatan di Sulsel (100 persen) telah mempunyai

Puskesmas/Puskesmas Pembantu.

3. Dari sarana pasar. Terdapat sebanyak 922 desa/kelurahan (30,43 persen) sudah terdapat pasar, baik pasar

dengan bangunan maupun pasar tanpa bangunanataumasih terdapat 2108 desa/kelurahan (69,57 persen) yang

tidak mempunyai pasar, baik pasar dengan bangunan maupun pasar tanpa bangunan.

4. Dari sisi sarana listrik. Tercatat sebanyak 3028 desa/kelurahan (99,93 persen) telah terdapat keluarga pengguna

listrik (PLN dan non PLN) dan hanya 2 desa (0,07 persen) keberadaan keluarga tidak menggunakan listrik PLN dan

non PLN. Terkait keberadaan penerangan jalan utama di desa/kelurahan, sebanyak 865 desa/kelurahan (28,55

persen) masih belum tersedia penerangan jalan pada jalan utama desa/kelurahan.

5. Dari sisi sarana jalan. Terdapat sebanyak 2983 desa/kelurahan menggunakan sarana transportasi darat, dimana

2686 desa/kelurahan (90,04 persen) sudah tersedia jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor roda 4 atau

lebih sepanjang tahun. Artinya masih terdapat 297 desa/kelurahan (9,96 persen) yang lalulintasnya masih

bergantung pada kondisi jalan dan cuaca.

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 67

7. PROSPEK PEREKONOMIAN

Bab 7 Prospek Perekonomian

Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2015 dan untuk keseluruhan tahun

2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 6,9% - 7,9%

(yoy) dan 7,5% - 8,5% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional,

pertumbuhan ekonomi Sulsel 2014 tetap lebih baik. Di sisi permintaan,

pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan

investasi), sementara yang terkait ekonomi global masih melemah. Di sisi

lapangan usaha, peningkatan terjadi pada konstruksi, perdagangan,

transportasi, informasi/komunikasi, real estate, dan jasa-jasa. Sementara itu,

terjadi perlambatan pada lapangan usaha penyediaan akomodasi.

Tekanan harga akhir tahun 2015 diprakirakan akan tetap terkendali,

dengan besaran masuk dalam rentang target inflasi nasional. Faktor yang

mendorong adalah ketersediaan bahan makanan yang relatif mencukupi,

ditambah dengan tren penurunan harga minyak dunia. Namun demikian, ke

depan Pemerintah Daerah perlu mengatur kebijakan harga misalnya melalui

penetapan batas atas-bawah atau harga eceran tertinggi.

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN

68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Sulsel di triwulan I 2015 diperkirakan akan didorong oleh aktivitas komponen konsumsi dan investasi.

Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan I 2015 diperkirakan dalam arah stabil hingga melambat dalam kisaran 6,9% -

7,9% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan konsumsi rumah tangga tetap baik, yang terpantau dari optimisme

ekspektasi konsumen dan pedagang (hasil survei penjualan eceran), serta peningkatan upah minimum regional (UMR).

Investasi meningkat, didorong oleh investasi yang dibiayai pemerintah yang diperkirakan meningkat. Dari sisi lapangan

usaha, peningkatan di tahun 2015 akan terjadi pada lapangan usaha konstruksi, perdagangan, transportasi,

informasi/komunikasi, real estate, dan jasa-jasa.

Dengan mempertimbangkan kondisi domestik dan global, ekonomi Sulsel keseluruhan tahun 2014 diperkirakan

cenderung stabil pada kisaran 7,5% - 8,5% (yoy), dibandingkan pertumbuhan tahun 2014 (7,57%, yoy). Pertumbuhan

ekonomi 2015, diperkirakan diwarnai dengan perlambatan negara permintaan mitra dagang Sulsel dan tren perlambatan

ekonomi dunia, yang menyebabkan pelemahan ekspor. Ekonomi global membaik, namun tidak secepat prakiraan

sebelumnya. Perbaikan berasal dari ekonomi negara maju (Amerika Serikan dan Kawasan Eropa), sementara ekonomi

negara berkembang (Asia dan ASEAN) melambat. Sementara, dari sisi lokal,kategori utama yang diperkirakan menopang

pertumbuhan antara lain pertambangan, konstruksi, perdagangan besar/eceran, transportasi, penyediaan akomodasi,

informasi/komunikasi, real estate, dan jasa-jasa. Peningkatan beberapa sektor tersebut terkait beroperasinya tambahan

smelter dan kegiatan pendukungnya, mulai beroperasinya hotel di Makassar, serta pembangunan infrastruktur

transportasi dan distribusi.

Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya

7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran

Komponen sisi konsumsi triwulan I 2015 cenderung tetap kuat dibandingkan triwulan IV 2014. Komponen permintaan

lokal yang berasal dari komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah, cenderung

tetap kuat. Pendorong peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2015 adalah ekspektasi konsumen yang tetap

terjaga, seiring turunnya harga minyak dunia, yang berimplikasi pada penurunan harga bahan bakar minyak (BBM). Hasil

survei BPS menunjukkan ekspektasi masyarakat untuk melakukan pembelian barang tahan lama cenderung meningkat

(indeks masih lebih tinggi dari 100). Selain itu, indeks hasil penjualan Survei Penjualan Eceran yang dilakukan Bank

Indonesia Sulsel juga masih tetap tinggi (naik 5,22% (yoy)). Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan juga akan

cenderung meningkat, seiring optimalisasi penyerapan anggaran oleh Pemerintah daerah maupun instansi vertikal di

Sulsel. Dengan perkembangan tersebut, untuk keseluruhan tahun 2015, konsumsi tetap baik, terutama untuk konsumsi

rumah tangga dan pemerintah.

4

5

6

7

8

9

10

20

12

Q1

20

12

Q2

20

12

Q3

20

12

Q4

20

13

Q1

20

13

Q2

20

13

Q3

20

13

Q4

20

14

Q1

20

14

Q2

20

14

Q3

20

14

Q4

20

15

Q1

20

15

Q2

20

15

Q3

20

15

Q4

%, yoy

2014:7,57%

2015:7,5% - 8,5%

2012:7,61%

2013:8,37%

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 69

Sumber: Badan Pusat Statistik

p) Perkiraan BPS

Sumber: Survei Penjualan Eceran – BI

P) Ekspektasi Pedagang

Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 7.3. Indeks Penjualan Eceran

Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan

Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel (Realisasi s.d. Desember 2014)

Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah

Komponen investasi Sulsel diprakirakan masih akan meningkat pada triwulan I 2015 dan keseluruhan 2015.

Keberlanjutan proyek-proyek yang bersifat multiyears masih menjadi penopang pertumbuhan investasi Sulsel. Beberapa

proyek besar yang akan berlangsung antara lain pembangunan industri pengolahan/pemurnian (smelter)

tambang/mineral dan dukungan daya listriknya, proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Jeneponto (PLTU,

2x100 MW), kelanjutan proyek pembangunan 31 hotel dengan tambahan kapasitas mencapai 5.125 kamar di Makassar,

Pembangunan Stadion Barombong dengan 40.000 tempat duduk, pembangunan pusat belanja terintegrasi, dan

pembangunan infrastruktur (kereta api dan pertanian). Selain itu, ada beberapa tambahan proyek infrastruktur, sebagai

kompensasi subsidi bahan bakar minyak, antara lain perluasan rencana pembangunan Pelabuhan oleh Pelindo IV

mendapat tambahan dana Rp2T (perluasan Makassar New Port dari rencana semula 250 Ha menjadi 500 Ha), yang masih

menunggu izin Kementerian perhubungan; pembangunan KA. Makassar - Parepare, dilanjutkan Parepare – Mamuju;

penambahan rencana pembangunan jalan tol.

Kinerja perdagangan eksternal (ekspor dan impor) diprakirakan melemah, seiring produksi yang terbatasdan

perlambatan ekonomi negara mitra dagang. Produksi kategori primer (pertanian dan pertambangan) diperkirakan akan

melemah, didorong insentif yang kurang karena tren pelemahan harga internasional komoditas mentah (ikan-ikanan,

kakao, dan nikel). Di sisi lain, negara-negara tujuan ekspor utama Sulsel antara lain adalah Jepang dan Tiongkok

menunjukkan pertumbuhan ekonomi tahun 2015 yang cenderung lebih rendah dibandingkan proyeksi semaula. Menurut

proyeksi World Economic Outlook (IMF) (Tabel 7.1), perkembangan perekonomian tahun 2015 untuk Jepang dan Tiongkok

masing-masing tumbuh 0,6% dan 6,8% (proyeksi Januari 2015), terkoreksi ke bawah dibandingkan proyeksi Oktober 2014

(masing-masing 0,8% dan 7,1%).

105,5 108,1 111,8 110,1 111,1 110,1 110,7 108,19 107,68100

102

104

106

108

110

112

114

116

118

120

I II III IV I II III IV Ip

2013 2014 2015

Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT

Rencana pembelian barang durableSum

be

r :

BP

S

-20

-15

-10

-5

0

5

10

95

96

97

98

99

100

101

102

I II III IV I II III IV I II III IV IP

2012 2013 2014 2015

%, yoyindeks

Indeks Penjualan g.Indeks Penjualan - sisi kanan

10,8%

30,9%

52,1%

89,8%

10,0%

29,5%

49,6%

86,4%

11,7%

32,4%

52,8%

86,4%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN

70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara

Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)

WEO (IMF) Oktober 2014

WEO (IMF) Januari 2015

2013 2014p 2015p 2013 2014p 2015p

Amerika Serikat 2,2 2,2 3,1 2,2→ 2,4↑ 3,6↑

Kawasan Eropa -0,4 0,8 1,3 -0,5↓ 0,8→ 1,5↑

Kawasan Asia 7.1.2 7.1.3 7.1.4 7.1.5 7.1.6 7.1.7 Tiongkok 7,7 7,4 7,1 7,8↑ 7,4→ 6,8↓ Jepang 1,5 0,9 0,8 1,6↑ 0,1↓ 0,6↓

Kawasan ASEAN* 5,2 4,7 5,4 5,2→ 4,5↓ 5,2↓

Output Dunia 3,3 3,3 3,8 3,3→ 3,3→ 3,5↓ *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya

Pada tahun 2015, indeks harga internasional komoditas utama (nikel dan kakao) dalam tren melambat. Harga nikel dan

kakao yang trennya terus menurun, masing-masing tumbuh sebesar 11,8% (yoy) dan 4,4% (yoy), hingga Januari 2015.

Melemahnya harga nikel, karena berkurangnya permintaan dari Tiongkok yang merupakan konsumen separuh pasokan

logam seluruh dunia. Sementara penurunan harga kakao terkait pasokan yang relatif baik sepanjang 2015. Harga biji-

bijian sepanjang 2015 menurun sekitar 5%, lebih rendah dari tahun 2014 yang turun 4,5%.

Sumber: World Bank

Sumber: World Bank

Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Coklat

Sementara itu, perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih tinggi seiring membaiknya fasilitas dan

pelayanan antar pulau. Infrastruktur yang semakin membaik akan mendukung perhubungan antar pulau22

dan

memudahkan lalu lintas pengiriman barang antarpulau yang saat ini menggunakan truk23

dan fasilitas kapal ro-ro. Namun

demikian faktor yang membatasi adalah, kategori di sektor tradable (pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan),

diperkirakan akan melemah.

7.1.8 Prospek Sisi Lapangan usaha

Pada triwulan I 2015, kategori lapangan usaha primer dan tersier cenderung melambat, faktor pendorong peningkatan

hanya berasal dari kategori lapangan usaha sekunder. Lapangan usaha primer, yaitu sektor pertanian dan sektor

pertambangan cenderung melambat, sehingga mendorong penurunan ekspor. Demikian pula dengan perkembangan

lapangan usaha tersier, yang melemah karena berkurangnya aktivitas pengiriman sektor tradable. Dengan perkembangan

tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015 akan berkisar 6,9%-7,9% (yoy), sementara tahun 2015 (7,5% -

8,5%, yoy).

Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan melambat pada triwulan I 2014.

Curah hujan yang cenderung menengah hingga tinggi, diperkirakan memengaruhi produksi sektor pertanian. Dari sisi

22 Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru. 23Pengiriman barang untuk pengiriman dalam partai kecil,dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang.

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan

2011 2012 2013 2014 2015

yoy$/mtNickel g.Nikel - sisi kanan

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan

2011 2012 2013 2014 2015

yoyUSD/kg

Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 71

subsektor perkebunan, luas area panen yang terbatas menjadi faktor kendala di saat tren harga kakao yang masih

cenderung menurun.

Lapangan usaha pertambangan diprakirakan akan tumbuh melambat, seiring tren penurunan harga nikel. Sektor

pertambangan di Sulsel terutama berupa produk nikel. Dari sisi harga internasional nikel, hingga Januari 2015, harga nikel

melambat 11,8% (yoy) hingga level harga USD 15.539,4 per metric ton.

Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan akan melambat pada triwulan I 2015. Selain dari faktor musiman

(awal tahun), industri pengolahan biji nikel di Sulsel24

diperkirakan masih memiliki stok, terlebih permintaan dari negara

mitra dagang melemah, seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi Jepang dan Tiongkok. Sementara itu, dua industri

semen25

di Sulsel dan Asosiasi Semen Indonesia (ASI)26

memperkirakan peningkatan target produksi lebih rendah dari

taget tahun 2014.

Lapangan usaha perdagangan besar/eceran kategori diprakirakan masih akan tumbuh meningkat pada triwulan I 2015.

Kegiatan perdagangan diperkirakan relatif meningkat, sesuai dengan hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank

Indonesia. Indeks penjualan eceran pada triwulan I 2015 meningkat 5,22% (yoy) menjadi 100,93 dari triwulan IV 2014

(100,74).

Lapangan usaha penyediaan akomodasi diperkirakan melambat seiring kebijakan untuk menahan kegiatan di hotel

bagi pegawai negeri sipil. Larangan27

untuk melakukan kegiatan dinas dan penyelenggaraan di hotel untuk pegawai

negeri sipil, yang diterapkan pada triwulan IV 2014, masih memengaruhi tingkat okupansi hotel, terutama dengan

kategori bintang dua ke bawah. Hasil liaison menyatakan bahwa permintaan ruang pertemuan dan kamar yang biasanya

mulai masuk pada awal tahun, pada awal tahun 2015 relatif masih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan sedikit melambat, sebagaimana ekspektasi pelaku

perbankan. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan IV 2014, memperkirakan perlambatan pertumbuhan kredit

triwulan I 2015, seiring masih rendahnya kebutuhan pembiayaan dari nasabah. Sementara keseluruhan tahun 2015,

kredit akan sebesar 15,7% (yoy) lebih tinggi dari realisasi tahun 2014 (November 2014 sebesar 11,9%)28

. Perlambatan

sektor keuangan tahun 2014 sesuai perkiraan Bank Indonesia, untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global dan

domestik, sehingga Bank Indonesia29

pun hanya memperkirakan pertumbuhan kredit/DPK nasional tahun 2015 berkisar

antara 15% - 17% (yoy) sebagaimana dari tahun 2014.

7.2. Prospek Inflasi

Laju inflasi triwulan I 2015 secara umum diperkirakan melambat dalam rentang 7,4% - 8,4% (yoy), dibandingkan

triwulan IV-2014 sebesar 8,61%; yoy dengan asumsi harga bakar minyak dalam tren stabil atau turun. Tekanan inflasi

yang relatif mereda berasal dari komponen volatile food dan administered prices, demikian pula inflasi inti cenderung

stabil. Relatif stabilnya inflasi karena pasokan bahan makanan cukup dan distribusi yang lancar. Bank Indonesia bersama

Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel senantiasa akan mencermati risiko kenaikan inflasi terkait harga BBM,

elpiji, dan tarif listrik yang secara bertahap mulai dilepas menuju harga keekonomiannya. Berbagai langkah koordinasi

akan dilakukan untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga BBM baik dampak langsung maupun dampak tidak

langsung (ekspektasi harga serta tarif angkutan). Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi

terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada

Januari 2015, Gubernur Sulsel telah memimpin high level meeting yang melibatkan kepala daerah kabupaten/kota

beserta TPID nya serta instansi terkait untuk melakukan evaluasi serta arahan program kerja tahun 2015 terkait

pengendalian harga di Sulsel. Pemerintah Provinsi Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 2015 sekitar 4%.

Seiring dengan upaya tersebut, realisasi bulan Januari 2015, terjadi deflasi sebesar -0,17% (mtm) atau inflasi 7,23% (yoy).

Penurunan tekan inflasi tersebut dipengaruhi oleh penurunan tingkat konsumsi, penurunan harga bahan bakar minyak

24 Produksi sudah mencapai 78% dalam bentuk nikel matte. Bahkan biji nikel (ore) dari provinsi lain masih potensial dapat menjadi tambahan produksi industri pengolahan biji nikel di Sulsel, karena industri pemurnian logam di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) masih memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan. Potensi biji nikel Sulampua yang masih dapat diolah sekitar 64 juta ton. 25 Dua industri tersebut meningkatkan kapasitas produksi tahun 2014, sehingga masing-masing akan meningkatkan penjualannya sebesar 33,30% (yoy) dan 42,60% (yoy). 26

Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mengatakan pertumbuhan penjualan maupun permintaan di dalam negeri dipatok antara 5% - 6% sampai penghujung 2015.

27Surat Edaran Mendagri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota, hingga bupati, untuk menggelar rapat di kantor masing-masing. 28 Statistik Perbankan Indonesia Triwulan IV 2014 29 Sambutan akhir tahun Gubernur Bank Indonesia, Pertemuan Tahunan Perbankan, 14 November 2013

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN

72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

(BBM) jenis Premium dan Solar, pasokan bahan makanan cukup, dan distribusi yang lancar. Dari sisi disagregasi inflasi,

tekanan inflasi yang relatif mereda berasal dari komponen volatile food dan administered prices, sementara inflasi inti

cenderung stabil.

Grafik 7.7. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya

Tekanan inflasi volatile food diperkirakan cenderung turun didukung oleh pasokan yang mencukupi. Dari sisi stok,

kecukupan beras akan tersedia untuk 14 bulan ke depan. Selain itu, koordinasi antara pemda dengan angkatan darat

terkait penanaman sayur, diperkirakan akan meningkatkan pasokan sayur ke depan. Namun demikian, yang perlu

diperhatikan adalah faktor cuaca (curah hujan tinggi) khususnya pada Januari dan Februari, yang dikhawatirkan dapat

mengganggu produksi pangan yang sedang dalam masa musim tanam.

Januari 2015 Februari 2015 Maret 2015

Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

Grafik 7.8. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan

Inflasi administered prices triwulan I tahun 2015 diperkirakan terkoreksi ke bawah. Tren harga minyak masih menurun,

dan berdasarkan informasi Pertamina dan PLN, komponen terbesar dalam penetapan premium, solar, dan elpiji adalah

harga minyak dunia. Namun demikian, apabila tidak diikuti kebijakan di daerah terkait penetapan harga angkutan dan

Harga Eceran Tertinggi (HET), dikhawatirkan meningkatkan tekanan inflasi (second round effect).

Inflasi komponen core inflation diperkirakan stabil, didorong oleh ekspektasi konsumen dan pedagang yang cenderung

moderat. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang melambat, yang tercermin dari hasil Survei

Konsumen (SK) (Grafik 7.9), indeksnya relatif moderat menjadi 180,8 di triwulan I 2015 dan 178,0di triwulan II 2015, dari

triwulan IV 2014 sebelumnya (183,7). Demikian pula, indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan

datang relatif stabil (Grafik 7.10), menjadi 100,15 di triwulan I 2015 dan 99,96 di triwulan II 2015, dibandingkan dari

triwulan IV 2014 (100,1). Selain itu, harga emas diperkirakan masih menurun seiring outlook perekonomian AS yang

semakin baik.

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 . 12

2011 2012 2013 2014 2015

Infl

asi T

ahu

nan

Nasional Sulsel

Sasaran Inflasi 2013: 4,5% + 1Sulsel 2013: 6,22%Nasional 2013: 8,38%

Sasaran Inflasi 2011: 5% + 1Sulsel 2011: 2,87%Nasional 2011: 3,79%

Sasaran Inflasi 2012: 4,5% + 1Sulsel 2012: 4,41%Nasional 2012: 4,30%

Sasaran Inflasi 2015:

4% + 1

Sasaran Inflasi 2014: 4,5% + 1Sulsel 2014: 8,61%Nasional 2014: 8,36%

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 73

Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran

Grafik 7.9. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Grafik 7.10. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga

Sumber: World Bank

Grafik 7.11. Perkembangan Harga Internasional Emas

Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)

160

165

170

175

180

185

190

195

200

I II III IV I II III IV I II III IV I II*

2012 2013 2014 2015

Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad

99,5

99,6

99,7

99,8

99,9

100,0

100,1

100,2

100,3

100,4

100,5

I II III IV I II III IV I II III IV I II*

2012 2013 2014 2015

Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

1000

1100

1200

1300

1400

1500

1600

1700

1800

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan

2011 2012 2013 2014 2015

yoyUSD/troy onz

Emas g.Emas - sisi kanan

IV Total IP Total

Sisi Pengeluaran

Konsumsi Rumah Tangga 6,5 7,0 6,0 5,5 5,9 6,5-7,5 6,5-7,5

Konsumsi LNPRT 6,6 7,1 10,4 4,9 11,3 4,1-5,1 5,2-6,2

Konsumsi Pemerintah 4,7 4,2 2,7 (2,9) 1,9 5,4-6,4 5,4-6,4

Pembentukan Modal Tetap Bruto 12,7 15,7 13,2 9,0 9,4 10,9-11,9 10,5-11,5

Ekspor (9,5) (2,0) 3,1 14,7 11,9 5,4-6,4 4,4-5,4

Impor (7,1) 6,1 5,4 9,4 (1,6) 6,1-7,1 6,1-7,1

Sisi Lapangan Usaha

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,9 4,6 4,9 10,4 10,0 6,4-7,4 5,4-6,4

Pertambangan dan Penggalian (3,8) 5,3 5,6 9,6 11,4 5,7-6,7 7,4-8,4

Industri Pengolahan 9,0 8,7 9,2 15,2 9,5 8,4-9,4 8,5-9,5

Pengadaan Listrik, Gas 10,1 16,2 8,2 15,0 10,6 7,0-8,0 7,0-8,0

Pengadaan Air 12,6 3,5 5,5 (1,2) 2,1 4,7-5,7 5,0-6,0,

Konstruksi 6,9 9,9 10,6 5,1 6,1 6,3-7,3 6,6-7,6

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 10,3 11,9 7,2 3,4 7,1 8,7-9,7 9,3-10,3

Transportasi dan Pergudangan 13,0 13,4 6,4 4,8 2,1 4,0-5,0 6,0-7,0

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,7 11,4 6,8 5,6 7,8 5,4-6,4 6,0-7,0

Informasi dan Komunikasi 11,8 20,6 14,1 6,6 5,8 8,0-9,0 8,7-9,7

Jasa Keuangan 19,8 15,9 9,3 11,9 5,9 5,0-6,0 5,4-6,4

Real Estate 11,1 10,5 9,0 9,0 8,0 7,4-8,4 9,6-10,6

Jasa Perusahaan 9,0 8,0 7,0 7,4 6,8 7,1-8,1 8,3-9,3

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6,5 2,2 3,1 0,7 1,0 4,4-5,4 5,0-6,0

Jasa Pendidikan 10,4 7,5 7,7 3,1 4,7 6,8-7,8 6,8-7,8

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,0 10,7 8,2 3,3 10,2 7,8-8,8 8,8-9,8

Jasa lainnya 6,7 8,1 7,1 9,4 7,6 7,1-8,1 6,9-7,9

PDRB 8,13 8,9 7,6 7,7 7,6 6,9-7,9 7,5-8,5

Inflasi 2,9 4,4 6,2 8,6 8,6 7,4-8,4 3,4-4,4

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia

Pertumbuhan Ekonomi dan

Inflasi Provinsi Sulsel201320122011

2014 2015P

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN

74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 75

LAMPIRAN

Lampiran

A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar)

Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar HargaBerlaku TD 2010(Rp Miliar)

Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar)

I II III IV Total

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 39,599 42,326 44,263 46,447 12,293 13,015 14,950 10,826 51,084

Pertambangan dan Penggalian 12,366 11,897 12,530 13,236 3,108 3,792 4,039 3,810 14,748

Industri Pengolahan 23,604 25,737 27,966 30,545 7,648 8,213 8,631 8,941 33,433

Pengadaan Listrik, Gas 145 159 185 200 51 55 56 59 221

Pengadaan Air 240 271 280 296 75 77 77 73 302

Konstruksi 20,042 21,430 23,542 26,030 6,494 6,789 7,044 7,301 27,628

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 22,809 25,170 28,155 30,190 7,775 8,088 8,620 7,881 32,363

Transportasi dan Pergudangan 6,197 7,006 7,948 8,461 2,072 2,105 2,193 2,272 8,641

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,285 2,484 2,767 2,954 765 797 806 815 3,183

Informasi dan Komunikasi 8,951 10,008 12,070 13,768 3,492 3,592 3,733 3,743 14,560

Jasa Keuangan 5,046 6,044 7,004 7,654 1,956 2,021 2,013 2,116 8,106

Real Estate 5,927 6,587 7,279 7,933 2,068 2,124 2,164 2,209 8,565

Jasa Perusahaan 744 811 876 937 245 249 252 254 1,001

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9,172 9,769 9,987 10,293 2,510 2,550 2,653 2,686 10,399

Jasa Pendidikan 9,320 10,293 11,064 11,919 2,916 2,929 3,105 3,523 12,473

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,078 3,357 3,715 4,021 1,065 1,093 1,107 1,169 4,433

Jasa lainnya 2,214 2,362 2,554 2,736 707 728 747 761 2,943

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 171,741 185,708 202,185 217,618 55,239 58,217 62,188 58,439 234,084

Sumber : Badan Pusat Statistik

*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Kategori 2010 2011 2012 2013*2014**

I II III IV Total

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 39,599 44,974 51,415 57,367 15,942 17,186 20,210 15,099 68,437

Pertambangan dan Penggalian 12,366 14,647 16,178 17,837 4,580 5,915 5,940 6,073 22,508

Industri Pengolahan 23,604 26,936 30,799 35,371 9,295 10,015 10,696 11,273 41,279

Pengadaan Listrik, Gas 145 158 177 178 48 52 51 42 193

Pengadaan Air 240 286 306 355 87 90 90 87 355

Konstruksi 20,042 22,888 26,581 31,516 8,226 8,676 9,246 9,816 35,963

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 22,809 26,493 30,654 33,633 8,893 9,292 9,984 9,455 37,624

Transportasi dan Pergudangan 6,197 7,318 8,961 10,473 2,904 3,150 3,402 3,888 13,345

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,285 2,647 3,145 3,564 963 1,013 1,048 1,081 4,106

Informasi dan Komunikasi 8,951 10,048 12,129 13,785 3,550 3,605 3,750 3,689 14,594

Jasa Keuangan 5,046 6,423 8,241 9,597 2,571 2,676 2,697 2,933 10,877

Real Estate 5,927 7,020 8,322 9,904 2,720 2,769 2,833 3,201 11,523

Jasa Perusahaan 744 863 999 1,148 312 319 328 337 1,297

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9,172 10,698 11,451 12,203 2,936 3,171 3,466 3,720 13,294

Jasa Pendidikan 9,320 10,893 12,096 13,886 3,381 3,570 4,129 4,418 15,498

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,078 3,549 4,079 4,682 1,236 1,304 1,448 1,521 5,509

Jasa lainnya 2,214 2,447 2,752 3,184 858 906 949 1,009 3,722

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 171,741 198,289 228,285 258,683 68,504 73,709 80,270 77,642 300,124

Sumber : Badan Pusat Statistik

*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Kategori 2010 2011 2012 2013*2014**

2010 2011 2012

2012 2012 2012 I II III IV TOTAL

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga + LNPRT 101,927.18 108,568.99 116,155.25 123,183.67 31,891.74 32,274.76 33,079.16 33,371.96 130,618

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.) 99,846.77 106,351.16 113,778.97 120,561.21 31,163.62 31,537.58 32,357.78 32,641.00 127,700

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,080.41 2,217.83 2,376.28 2,622.46 728.12 737.18 721.38 730.96 2,918

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3.a. + 3.b.) 20,578.07 21,545.39 22,451.03 23,057.70 3,362.85 5,700.12 5,846.48 8,582.26 23,492

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto (4.a. + 4.b.) 57,270.00 64,561.92 74,678.05 84,528.48 21,563.87 22,582.36 23,516.46 24,809.10 92,472

5. Perubahan Inventori 2,866.14 2,563.70 5,431.19 5,452.37 (661.48) 1,058.59 516.62 (2,288.88) 1,375-

6. Ekspor 58,195.30 52,673.83 51,598.32 53,178.72 14,700.31 14,295.27 15,703.63 14,781.99 59,481

7. Impor 69,095.94 64,205.35 68,129.25 71,782.50 15,617.86 17,693.84 16,473.94 20,817.58 70,603

P D R B 171,740.75 185,708.48 202,184.59 217,618.44 55,239.43 58,217.26 62,188.41 58,438.85 234,083.95

Sumber : Badan Pusat Statistik

*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Komponen Pengeluaran PDRB 20132014

LAMPIRAN

76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar)

Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)

Sumber : Badan Pusat Statistik

Q1 Q2 Q3 Q4 TOTAL

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga + LNPRT 101,927.18 115,861.06 132,289.02 152,204.89 42,424.93 43,501.13 45,518.05 47,158.91 178,603.02

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.) 99,846.77 113,547.23 129,687.95 149,121.47 41,513.30 42,546.72 44,532.77 46,146.39 174,739

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,080.41 2,313.83 2,601.07 3,083.42 911.63 954.41 985.28 1,012.52 3,864

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3.a. + 3.b.) 20,578.07 23,491.34 26,124.21 28,718.94 4,245.08 7,455.54 8,354.40 11,640.11 31,695

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto (4.a. + 4.b.) 57,270.00 66,698.23 82,677.07 96,583.67 26,603.00 28,540.76 30,176.59 32,737.14 118,057

5. Perubahan Inventori 2,866.14 2,498.38 5,661.43 6,394.99 (1,015.55) 1,999.17 853.67 (3,387.95) 1,551-

6. Ekspor 58,195.30 57,273.33 58,287.95 58,243.31 17,005.08 17,412.11 19,349.62 19,410.97 73,178

7. Impor 69,095.94 67,533.24 76,754.21 83,462.83 20,758.87 25,199.76 23,982.82 29,917.07 99,859

P D R B 171,740.74 198,289.08 228,285.47 258,682.96 68,503.67 73,708.95 80,269.50 77,642.10 300,124.22

Sumber : Badan Pusat Statistik

*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Komponen Pengeluaran PDRB 2010 2011 2012 20132014

Penduduk (jiwa) 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163

PDRB per kapita (Juta Rp.) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.59

2014*Kategori 2010 2011 2012 2013*

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 77

B. Indeks Harga Konsumen (IHK)

Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran

Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK

Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK

Bahan

Makanan

Makanan

Jadi,

Minuman,

Rokok, dan

Tembakau

Perumahan,

Air, Listrik,

Gas, dan

Bahan Bakar

Sandang Kesehatan

Pendidikan,

Rekreasi, dan

Olahraga

Transpor dan

KomunikasiUmum

148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73 126.75

149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50 130.39

Triwulan I 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61 132.89

Triwulan II 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92 133.44

Triwulan III 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22 135.69

Triwulan IV 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72 136.14

Triwulan I 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55 139.01

Triwulan II 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11 139.26

Triwulan III 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97 145.51

Triwulan IV 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08 144.60

Triwulan I 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65 109.16

Triwulan II 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33 109.71

Triwulan III 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29 111.72

Triwulan IV 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49 116.89

2014*

IHK

(Akhir Periode)

2010

2011

2012

2013

I II III IV I II III IV

Makassar 129.02 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50

Pa lopo 136.61 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54

Parepare 130.22 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71

Bone (Watampone) 143.59 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35

Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61

2014*Kota Inflasi 20132011 2012

2013

I II III IV I II III IV

Makassar 2.87 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51

Pa lopo 3.35 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95

Parepare 1.60 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38

Bone (Watampone) 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22

Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45

Sumber: Badan Pusat Statis tik

*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflas i sejak tahun 2014

2014*20132011 2012

2013Kota Inflasi

LAMPIRAN

78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

C. Perbankan

Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)

Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)

Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank

Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah

6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%

Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%

Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%

Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%

Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%

Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%

Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%

Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%

Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%

Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%

Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%

Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%

Triwulan IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%

LDRDPK KREDIT

Periode

2014

2013

2011

2012

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32

Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46

Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35

Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19

Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88

Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85

Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74

Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72

Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78

Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86

Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97

Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00

Triwulan IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13

Bank Umum

Periode

2011

2012

2013

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran

2014

Pertanian TambangIndustri

Pengolahan

Listrik, Gas,

dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan

Jasa Dunia

Usaha

Jasa Sosial

MasyarakatLain-lain

869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898

Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585

Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035

Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090

Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221

Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371

Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937

Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014

Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388

Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874

Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336

Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463

Triwulan IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560

2014

Kredit (Lokasi Bank)

Periode Total

2011

2012

2013

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 79

D. Sistem Pembayaran

Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)

Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)

Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)

Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow

I 3.87 1.86 2.01 66.24% 48.52% 86.83%

II 2.75 3.17 (0.42) 31.17% 66.32% 316.30%

III 3.93 3.57 0.35 5.71% 9.93% -23.94%

IV 3.20 3.21 (0.01) 30.62% 25.87% 87.00%

13.75 11.82 1.93 29.83% 31.86% 18.68%

I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.74% 33.88%

II 3.24 2.88 0.35 17.51% -9.03% 184.18%

III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.58% 224.77%

IV 4.07 4.16 (0.08) 27.33% 29.43% -531.87%

16.59 14.07 2.52 20.66% 19.06% 30.49%

I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.67% 9.67%

II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.62% -30.61%

III 5.56 5.64 (0.08) 14.15% 6.16% 82.72%

IV 4.30 4.10 0.20 5.53% -1.43% 336.39%

19.23 15.91 3.32 15.90% 13.06% 31.72%

PeriodeJumlah yoy

2013

2012

2012

2013

2014

2014

Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow

I 0.15 1.80 (1.65) -69.71% 714.38% 720.99%

II 0.13 2.53 (2.40) 0.09% 60.57% -65.80%

III 0.02 0.86 (0.84) 200.52% -75.69% 76.17%

IV 0.05 0.34 (0.29) -72.94% -86.00% 87.11%

0.34 5.53 (5.19) -57.62% -28.79% 25.43%

I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%

II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%

III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%

IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%

0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%

I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% -720.65%

II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% -353.25%

III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% -52.18%

IV 0.13 2.07 (1.94) 29.30% -21.19% 23.20%

0.54 11.42 (10.88) 89.84% 84.31% -84.05%

2013

2012

2012

2014

2013

PeriodeJumlah yoy

2014

From To From-To From To From-To

52.23 117.78 21.45 5.19% 26.86% 13.94%

I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%

II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%

III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%

IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%

62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%

I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%

II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%

III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%

IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%

71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%

I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%

II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%

III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%

III 25.65 41.35 11.85 24.87% -0.32% 62.29%

85.40 141.00 37.33 20.01% -4.72% 60.76%2014

2013

2012

2013

2011

2012

PeriodeJumlah yoy

2014

LAMPIRAN

80 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

E. Ekspor dan Impor

Tabel E.1. Perkembangan Ekspor dan Impor Antar daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Rp Miliar)

Tabel E.2. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta)

Tabel E.3. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)

Indikator Ekspor-Impor

Sulawesi Selatan I II III IV I II III IV

Ekspor Antar Provinsi (Rp miliar) 12,879 15,383 4,289 4,787 5,029 5,504 19,608 9,497 9,235 10,145 9,550

Kontribusi Thd Seluruh Ekspor 42.65% 48.36% 52.10% 53.08% 50.76% 52.91% 52.21%

Impor Antar Provinsi (Rp miliar) 22,348 32,625 8,724 9,834 9,681 12,020 40,259 13,487 15,279 14,226 17,977

Kontribusi Thd Seluruh Impor 63.20% 70.17% 63.53% 62.62% 69.90% 74.39% 67.73%

*) Estimasi

Sumber: Badan Pusat Statistik

20132013

2011 20122014*

I II III IV I II III IV

1 Nikel 1,271.61 967.33 258.41 247.29 215.37 200.77 921.84 213.11 269.36 289.82 266.27

2 Biji Coklat 186.73 132.48 50.60 28.35 59.06 39.02 177.03 19.95 35.04 27.08 20.08

3 Rumput Laut 78.71 69.87 15.88 21.04 27.43 26.94 91.29 33.32 35.92 38.83 39.18

4 Coklat Olahan 71.62 39.02 4.70 14.72 17.22 28.38 65.02 29.33 34.26 47.81 37.19

5 Udang Segar/Beku 52.89 43.07 11.81 13.91 16.46 19.58 61.76 14.59 18.01 23.09 12.77

6 Ikan Olahan 31.61 65.68 11.11 10.33 15.23 14.38 51.05 8.80 12.16 17.76 15.59

7 Kayu Lapis 41.84 35.63 9.27 8.84 7.77 9.93 35.81 10.53 9.18 8.25 8.58

8 Biji Mete 17.46 17.71 6.75 6.10 6.66 5.54 25.06 5.91 7.81 6.22 5.42

9 Semen 11.81 8.37 2.53 2.44 13.55 3.28 21.80 1.71 0.92 3.35 1.49

10 Makanan Ternak 17.26 26.84 5.97 4.84 4.62 3.93 19.38 4.60 5.23 4.32 3.87

1980.92 1555.76 403.02 389.29 417.56 386.34 1596.21 366.41 460.02 499.05 452.63

Sumber: Bea Cukai

2013*2013*

KOMODITAS EKSPOR UTAMA

NILAI EKSPOR SULSEL

2011 20122014*

I II III IV I II III IV

1 Jepang 1,350.43 1,047.31 222.27 236.10 265.50 276.92 1,000.78 229.81 285.80 311.42 282.42

2 Malaysia 146.55 94.45 46.97 49.65 20.35 37.19 154.15 31.36 43.73 37.87 22.78

3 Tiongkok 96.75 76.40 35.10 30.38 21.97 15.54 102.99 28.28 38.25 40.90 44.01

4 Amerika Serikat 95.47 97.70 24.96 26.97 23.79 15.90 91.62 26.41 32.15 39.09 35.25

5 Singapura 33.51 37.50 4.89 13.67 6.51 10.75 35.82 5.23 8.68 12.43 5.54

6 Korea Selatan 28.33 25.90 5.03 5.96 4.22 2.71 17.93 5.46 5.99 10.53 7.10

7 Vietnam 22.30 24.20 5.51 3.65 5.41 7.42 21.99 6.54 3.61 2.05 4.48

8 Taiwan 10.51 7.91 2.56 2.90 2.55 1.20 9.21 1.14 1.43 2.57 1.26

9 Jerman 36.04 17.60 5.85 3.09 4.27 3.06 16.27 6.49 9.62 7.58 6.19

10 Belanda 11.52 9.08 2.98 3.25 2.73 2.04 11.00 3.12 4.08 3.27 5.64

1980.92 1555.76 386.34 417.56 389.29 403.02 1596.21 366.41 460.02 499.05 452.63

Sumber: Bea Cukai

* Angka sementara

2013*

NILAI EKSPOR SULSEL

NEGARA TUJUAN EKSPOR 2011 20122013* 2014*

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 81

Tabel E.4. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta)

Tabel E.5. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Juta)

F. Inklusi Keuangan

Tabel F. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan

I II III IV I II III IV

1 Gandum 242.32 251.76 37.23 56.62 29.66 62.32 185.84 55.11 48.14 59.15 30.29 192.68

2 Industri Lainnya 218.66 240.30 59.67 47.12 15.64 19.08 141.52 33.72 51.99 29.27 26.28 141.26

3 Makanan Ternak Lainnya 39.33 65.17 14.07 16.68 19.66 20.16 70.56 11.10 40.81 16.35 27.56 95.82

4 Besi/Baja 36.19 24.82 6.27 4.35 2.91 4.61 18.14 7.88 10.18 10.44 8.50 37.00

5 Pupuk 6.17 38.35 0.10 0.00 7.18 6.25 13.53 1.66 2.51 7.45 5.08 16.69

6 Alat Listrik 59.61 34.13 13.72 5.28 0.96 2.60 22.57 4.33 3.27 4.75 1.92 14.27

7 Produk Keramik 8.67 5.45 1.93 2.43 0.36 1.63 6.34 2.29 5.37 1.15 3.52 12.33

8 Kendaraan Bermotor Roda 4 Dan Lebih 0.30 5.79 0.99 0.03 4.87 0.00 5.89 2.59 0.60 0.00 8.19 11.38

9 Suku Cadang Mesin 9.14 4.38 1.47 1.33 0.94 1.02 4.77 1.52 1.76 4.91 2.97 11.16

10 Kertas Dan Barang Dari Kertas 6.93 8.64 0.77 1.37 2.52 0.68 5.34 2.98 2.38 1.57 2.46 9.40

702.15 815.69 300.72 404.72 218.82 126.06 1050.31 139.10 181.88 149.05 129.39 599.42

2013*2013

2014*

NILAI IMPOR SULSEL

2014*KOMODITAS IMPOR UTAMA 2011 2012

I II III IV I II III IV

1 Australia 145.69 183.47 31.07 42.16 30.08 29.35 132.66 40.26 37.22 41.23 19.41

2 Tiongkok 188.78 126.69 28.37 2.95 11.29 15.46 58.07 24.59 36.51 29.47 20.99

3 Thailand 18.10 54.29 11.31 5.84 3.31 3.16 23.62 9.38 3.38 2.54 7.11

4 Malaysia 3.42 3.54 1.47 3.14 2.01 4.15 10.77 5.03 10.68 3.83 1.81

5 Argentina 35.90 56.43 12.57 15.63 13.19 17.78 59.17 10.14 34.03 13.58 19.52

6 Amerika Serikat 71.98 48.03 9.77 2.43 7.88 12.16 32.24 25.35 13.44 6.13 8.70

7 Jerman 49.19 36.51 14.31 9.19 0.39 0.75 24.64 0.42 10.07 10.24 2.47

8 Singapura 37.86 32.42 13.59 11.96 9.63 3.09 38.26 7.90 4.38 8.40 10.86

9 Rusia 18.50 8.80 151.25 248.15 121.33 11.98 532.71 0.59 0.56 6.33 2.07

10 Kanada 26.48 157.33 12.05 25.18 3.91 12.16 53.29 2.80 15.38 10.27 15.52

702.15 815.69 300.72 404.72 218.82 126.06 1050.31 139.10 181.88 149.05 129.39

Sumber: Bea Cukai

* Angka sementara

2014*2013*

NILAI IMPOR SULSEL

NEGARA ASAL IMPOR 2011 20122013*

2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**

4,070 4,794 4,959 8,207 8,309 8,408 49.59 57.70 58.98

2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**

934 986 1,030 8,207 8,309 8,408 11.38 11.86 12.25

*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin

Rasio Jumlah Rekening Kredit

terhadap Jumlah Penduduk (%)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*

Jumlah Rekening Kredit Lokasi

Proyek (Ribu Rekening)

Jumlah Rekening DPK Lokasi

KC/KCP (Ribu Rekening)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*

Rasio Jumlah Rekening DPK

terhadap Jumlah Penduduk (%)

LAMPIRAN

82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

G. Daftar Istilah

Istilah Keterangan

Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah

Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari

resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk

meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor

Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah

Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas

Balance sheet Neraca

Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan

Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional

Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan

risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-

2018

BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang

Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat

Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat

menggunakan metodologi yang berbeda

Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,

maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Credit Limit Batas kredit

Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi

Crisis management

protocol

Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung

jawab anggota tim itu

Debt ceiling Pagu hutang

Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara

Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi

Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif

Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan

Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan

nasabah

Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,

atau non-penting, atau diselamatkan

Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek

Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 83

Istilah Keterangan

Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,

dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran

Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah

Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar

keuangan dan industrialisasi

E-money Uang elektronik

Exchange rate pass

through

Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-

negara pengekspor dan pengimpor

External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan

Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga

Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau

untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat

Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal

Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap

sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman

Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa

risiko gagal bayar

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah

pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Good corporate

governance

Tata kelola yang baik

Growth-supporting

funding facility

Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi

Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan

Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan

Idle money Uang yang tidak terpakai

Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Indeks kedalaman

kemiskinan

Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin

Indeks keparahan

kemiskinan

Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin

Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas

Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Inflasi inti

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan

dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,

inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi

Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain

Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi

Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan

Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan

Investment grade Peringkat layak investasi

Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan

Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama

Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran non-tunai

Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas

LAMPIRAN

84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi

Istilah Keterangan

operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun

M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)

M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)

Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan

Margin Selisih

Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan

usahanya

Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan

Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang

Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau

bulan) terhadap satu bulan sebelumnya

Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet

Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara

simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang

Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka

pengendalian moneter

Pagu hutang / debt

ceiling

Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu

Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi

Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan

Price taker Pengambil harga

Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)

Push factor Faktor pendorong

Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan

pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau

Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,

bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya

Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan

Second round effect Dampak lanjutan

Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain

Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya

Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan

pokoknya)

Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang

selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek

Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi

syariah

Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun

Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank

ritel

Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014

Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 85

Istilah Keterangan

Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,

atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan

internasional

Yield Imbal hasil

Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,

triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya

Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,

triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur

pertumbuhan secara akumulatif.

Yuan Mata uang Tiongkok