KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · ro T 2016 3 Puji syukur kami panjatkan ke...
Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · ro T 2016 3 Puji syukur kami panjatkan ke...
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROVINSI BALI
Mei 2016Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Bali
Foto oleh: Agus Mulyawan
1KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN
REGIONAL PROVINSI BALI
TRIWULAN I 2016
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi :
Tim Asesmen dan Advisory
Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali
Jl. Letda Tantular No. 4
Denpasar – Bali, 80234
Tel. (0361) 248982
Fax. (0361) 222988
Email :
KEKR Provinsi Bali Triwulan I 20162
3KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali triwulan I 2016. Laporan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan stakeholders internal maupun eksternal Bank Indonesia mengenai informasi perkembangan ekonomi, moneter, perbankan, keuangan, dan sistem pembayaran di Provinsi Bali.
Bank Indonesia berpandangan bahwa perekonomian daerah khususnya Bali mempunyai posisi dan peran yang strategis terhadap pembangunan ekonomi nasional serta dalam upaya menjaga kestabilan nilai rupiah. Hal ini didasari oleh fakta pembangunan nasional merupakan agregasi dari pembangunan daerah dan semakin meningkatnya proporsi inflasi daerah dalam menyumbang inflasi nasional. Oleh sebab itu Bank Indonesia, sebagai Bank Sentral Republik Indonesia, menaruh perhatian yang besar terhadap upaya-upaya mendorong pertumbuhan ekonomi daerah guna semakin mendorong pertumbuhan ekonomi nasional termasuk dalam upaya pengendalian inflasi daerah guna mencapai target inflasi nasional.
Salah satu wujud dari kepedulian Bank Indonesia terhadap dinamika perekonomian daerah adalah melakukan berbagai kajian dan diseminasi hasil-hasil kajian kepada stakeholders.
Denpasar, 17 Mei 2016
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI BALI
Dewi SetyowatiKepala Perwakilan
TTD
KATA PENGANTAR Salah satunya melalui KEKR yang berisikan kajian dan informasi mengenai perekonomian daerah dan dipahami secara luas oleh seluruh pihak terkait. Selanjutnya, stakeholders dapat memanfaatkan informasi dari KEKR ini sesuai dengan kepentingan masing-masing dalam upaya perbaikan kinerja ekonomi Bali di masa depan. Kami juga berharap akan muncul ide-ide konstruktif yang dapat memberikan nilai tambah serta menjadi stimulus upaya-upaya pengembangan ekonomi daerah melalui kebijakan maupun kajian – kajian lanjutan. Pada kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang kami perlukan antara lain Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa cakupan dan analisis dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan Daerah masih belum sepenuhnya sempurna, sehingga saran, kritik dan dukungan informasi/data dari Bapak/Ibu sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas dari kajian tersebut.
Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini bermanfaat bagi para pembaca.
KEKR Provinsi Bali Triwulan I 20164
Kata Pengantar 3
Ringkasan Umum 12
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Bali 15
Bab I Ekonomi Makro Regional 19
1.1. KONDISI UMUM 21
1.2. SISI PENAWARAN 21
1.2.1. Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 23
1.2.2. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 24
1.2.3. Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan 25
1.2.4. Lapangan Usaha Industri Pengolahan 27
1.2.5. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 28
1.2.6. Lapangan Usaha Konstruksi dan Lapangan Usaha Real Estate 29
1.3. SISI PERMINTAAN 30
1.3.1. Konsumsi 30
1.3.2. Investasi 31
1.3.3. Neraca Perdagangan 31
1.4. PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI 34
Bab II Perkembangan Inflasi 37
2.1. PERKEMBANGAN UMUM INFLASI 39
2.2. ANALISIS PERKEMBANGAN INFLASI 39
2.2.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa 39
2.2.2. Inflasi Menurut Kota 45
2.3. DISAGREGASI INFLASI 47
a) Volatile Food 47
b) Administered Prices 48
c) Core Inflation 48
2.4. PERGERAKAN HARGA DI KOTA NON SAMPEL INFLASI 49
2.5. INFLASI PEDESAAN 50
Bab III Perbankan dan Sistem Pembayaran 57
3.1. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM 59
Daftar Isi
5KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016
3.1.1. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi 60
3.1.2. Non Performing Loan (NPL) 62
3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) 62
3.3. PERKEMBANGAN PERBANKAN KABUPATEN/KOTA 63
3.4. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 64
3.4.1. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 64
3.4.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Nontunai 66
Bab IV Keuangan Pemerintah 75
4.1 ANGGARAN PENDAPATAN PEMERINTAH PROVINSI BALI 77
4.2 ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PROVINSI BALI 77
4.3 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KABUPATEN/KOTA DI BALI 78
4.4 PERANAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP PEREKONOMIAN BALI 80
Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 83
5.1 KONDISI KETENAGAKERJAAN DI BALI 85
5.2 NILAI TUKAR PETANI 88
5.3 TINGKAT KEMISKINAN 88
Bab VI Prospek Perekonomian 93
6.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL 95
6.2. INFLASI BALI TRIWULAN I 2016 98
6.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI BALI 99
Daftar Singkatan 101
KEKR Provinsi Bali Triwulan I 20166
Grafik 1. 1 Nominal PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali 21
Grafik 1. 2 Pangsa Kategori Ekonomi terhadap PDRB Provinsi Bali Triwulan IV 2015 23
Grafik 1. 3 Sumbangan Lapapangan Usaha terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali Triwulan IV 2015 23
Grafik 1. 4 Tingkat Penghunian Kamar dan Rata-rata Lama Menginap di Hotel 23
Grafik 1. 5 Kredit Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum 23
Grafik 1. 6 Kunjungan Wisman ke Bali Triwulanan 24
Grafik 1. 7 Perkembangan Kunjungan Wisman Berdasarkan Negara 24
Grafik 1. 8 Asal Wisman yang Berkunjung ke Bali 24
Grafik 1. 9 Pertumbuhan Komoditas Utama Penjualan 25
Grafik 1. 10 Pertumbuhan Pendaftaran Kendaraan Bermotor Baru 25
Grafik 1. 11 Perkembangan Total Penjualan 25
Grafik 1. 12 Penyaluran Kredit Kategori Perdagangan Besar dan Eceran 25
Grafik 1. 13 Kegiatan Dunia Usaha Pengangkutan dan Komunikasi 26
Grafik 1. 14 Arus Penumpang Laut Pelabuhan Benoa 26
Grafik 1. 15 Jumlah Penumpang Pesawat Udara Ngurah Rai 26
Grafik 1. 16 Arus Bongkar Muat Pelabuhan Provinsi Bali 27
Grafik 1. 17 Arus Kapal Pelabuhan Provinsi Bali 27
Grafik 1. 18 Penyaluran Kredit Transportasi dan Pergudangan 27
Grafik 1. 19 Indikator Industri Besar Sedang 27
Grafik 1. 20 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha 27
Grafik 1. 21 Kredit Kategori Industri 28
Grafik 1. 22 Perkembangan Produksi Padi di Bali 28
Grafik 1. 23 Perkembangan Penangkapan Ikan PPN Pengambengan 28
Grafik 1. 24 Perkembangan Kredit Kategori Pertanian 29
Grafik 1. 25 Perkembangan Konsumsi Semen Provinsi Bali 29
Grafik 1. 26 Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) 29
Grafik 1. 27 Kredit Kategori Konstruksi 29
Grafik 1. 28 Indeks Keyakinan Konsumen 30
Grafik 1. 29 Kredit Konsumsi 31
Grafik 1. 30 Perkembangan Giro Pemerintah 31
Grafik 1. 31 Kredit Investasi 31
Grafik 1. 32 Perkembangan Nilai Impor Barang Modal 31
Grafik 1. 33 Nilai Ekspor Luar Negeri Bali 32
Grafik 1. 34 Volume Ekspor Luar Negeri Bali 32
Grafik 1. 35 Pangsa Nilai Ekspor Komoditas Utama Tw IV 2015 32
Grafik 1. 36 Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Utama 32
Daftar Grafik
7KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016
Grafik 1. 37 Pangsa Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan 33
Grafik 1. 38 Pertumbuhan Ekspor berdasarkan Negara Tujuan 33
Grafik 1. 39 Perkembangan Nilai Impor Luar Negeri Bali 33
Grafik 1. 40 Perkembangan Volume Impor Luar Negeri Bali 33
Grafik 1. 41 Pangsa Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC 33
Grafik 1. 42 Perkembangan Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC 34
Grafik 1. 43 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Bali 34
Grafik 2. 1 Inflasi Kota di Bali (%yoy) 39
Grafik 2. 2 Perkembangan Inflasi Nasional dan Provinsi Bali (% yoy) 39
Grafik 2. 3 Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Prov. Bali (% qtq) 40
Grafik 2. 4 Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Prov. Bali (% yoy) 40
Grafik 2. 5 Perkembangan Harga Beras (% mtm) 40
Grafik 2. 6 Perkembangan Harga Bawang Merah (% mtm) 40
Grafik 2. 7 Perkembangan Harga Cabe Merah (% mtm) 41
Grafik 2. 8 Perkembangan Harga Telur Ayam Ras (% mtm) 41
Grafik 2. 9 Perkembangan Harga Daging Ayam Ras (% mtm) 41
Grafik 2. 10 Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Prov. Bali (% qtq) 42
Grafik 2. 11 Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Prov. Bali (% yoy) 42
Grafik 2. 12 Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar di Prov. Bali (% qtq) 42
Grafik 2. 13 Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar di Prov. Bali (% yoy) 42
Grafik 2. 14 Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Prov. Bali (% qtq) 43
Grafik 2. 15 Inflasi Tahunan Sandang di Prov. Bali (% yoy) 43
Grafik 2. 16 Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan di Prov. Bali (% qtq) 43
Grafik 2. 17 Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan di Prov. Bali (% yoy) 43
Grafik 2. 18 Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga di Prov. Bali (% qtq) 43
Grafik 2. 19 Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga di Prov. Bali (% yoy) 44
Grafik 2. 20 Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Prov. Bali (% qtq) 44
Grafik 2. 21 Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Prov. Bali (% yoy) 44
Grafik 2. 22 Bobot Tahun Dasar (2012=100) Kelompok Pengeluaran Kota Denpasar 44
Grafik 2. 23 Bobot Tahun Dasar (2012=100) Kelompok Pengeluaran Kota Singaraja 45
Grafik 2. 24 Disagregasi Inflasi Bulanan Provinsi Bali 47
Grafik 2. 25 Disagregasi Inflasi Tahunan Provinsi Bali 47
Grafik 2. 26 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah 48
Grafik 2. 27 Perbandingan Nilai Tukar Kawasan 48
Grafik 2. 28 Ekspektasi Penjualan 49
Grafik 2. 29 Ekspektasi Konsumen 49
Grafik 2. 30 Pergerakan Harga Komoditas Beras 50
Grafik 2. 31 Pergerakan Harga Komoditas Cabai Merah 50
Grafik 2. 32 Pergerakan Harga Komoditas Cabai Rawit 50
KEKR Provinsi Bali Triwulan I 20168
Grafik 2. 33 Pergerakan Harga Komoditas Bawang Merah 50
Grafik 2. 34 Perkembangan Inflasi Pedesaan (mtm) 51
Grafik 2. 35 Perkembangan Inflasi Pedesaan (ytd) 51
Grafik 2. 36 Perkembangan Inflasi Pedesaan dan Nilai Tukar petani (NTP) Provinsi Bali 51
Grafik 3. 1 Pertumbuhan Tahunan Asset, DPK dan Kredit 59
Grafik 3. 2 Komposisi dan Pertumbuhan Asset Menurut Kelompok Bank 59
Grafik 3. 3 Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) 60
Grafik 3. 4 Perkembangan LDR menurut Kelompok Bank 60
Grafik 3. 5 Pertumbuhan DPK Menurut Kelompok Bank 60
Grafik 3. 6 Pertumbuhan DPK 60
Grafik 3. 7 Pertumbuhan Kredit Perbankan 61
Grafik 3. 8 Komposisi Kredit 61
Grafik 3. 9 Perkembangan Suku Bunga 61
Grafik 3. 10 Perkembangan NPL Kredit 62
Grafik 3. 11 NPL Berdasarkan Kelompok Bank 62
Grafik 3. 12 Pertumbuhan Asset, Kredit dan DPK 63
Grafik 3. 13 Loan to Deposit Ratio (LDR) 63
Grafik 3. 14 Jumlah Kantor Bank per 1.000 Penduduk Dewasa 64
Grafik 3. 15 Penyebaran Kantor Bank di Provinsi Bali 64
Grafik 3. 16 Jumlah ATM per 1.000 Penduduk Dewasa 64
Grafik 3. 17 Penyebaran ATM di Provinsi Bali 64
Grafik 3. 18 Perkembangan Uang Kartal di Bali 65
Grafik 3. 19 Perkembangan Kegiatan Kas Keliling 65
Grafik 3. 20 Perkembangan Kliring 67
Grafik 3. 21 Perkembangan Tolakan Cek/BG kosong 67
Grafik 4. 1 Rasio PAD Terhadap Total Pendapatan di Seluruh Kabupaten/Kota di Prov. Bali (%) 79
Grafik 4. 2 Pagu Pendapatan APBD diSeluruh Kab/Kota di Prov. Bali 79
Grafik 4. 3 Pagu BelanjaAPBD diSeluruh Kab/Kota di Prov. Bali 79
Grafik 4. 4 Realisasi Pendapatan APBD di Seluruh Kab/Kota di Prov. Bali 79
Grafik 4. 5 Realisasi Belanja APBD Di Seluruh Kab/Kota di Prov. Bali 80
Grafik 5. 1. Perkembangan Tingkat Pengangguran di Provinsi Bali 86
Grafik 5. 2. Perkiraan Penambahan Tenaga Kerja (Hasil SKDU) 86
Grafik 5. 3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan usaha yang Akan Datang 88
Grafik 5. 4. NTP Bali dan Komponen Penyusunnya 89
Grafik 5. 5. Perkembangan Kemiskinan di Provinsi Bali 89
Grafik 5. 6. Perkembangan Gini Ratio di Provinsi Bali 89
Grafik 6. 1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Bali 95
Grafik 6. 2 Perkembangan Dunia Usaha 96
Grafik 6. 3 Proyeksi Inflasi Bali 98
9KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016
Tabel 1. 1 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali dari Sisi Penawaran (%, yoy) 22
Tabel 1. 2 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali di Sisi Permintaan (%, yoy) 30
Tabel 2. 1 Perkembangan Inflasi Kota Denpasar Per Kelompok Pengeluaran 45
Tabel 2. 2 Ranking Komoditas Berdasarkan Sumbangan dan Frekuensi Inflasi di Kota Denpasar Triwulan IV 2015 46
Tabel 2. 3 Perkembangan Inflasi Kota Singaraja Per Kelompok Pengeluaran 46
Tabel 2. 4 Ranking Komoditas Berdasarkan Sumbangan dan Frekuensi Inflasi di Kota Singaraja Triwulan IV 2015 47
Tabel 3. 1 Perkembangan Usaha Bank Umum di Bali 59
Tabel 3. 2 Perkembangan Kredit Menurut Kategori 62
Tabel 3. 3 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali 63
Tabel 3. 4 Perkembangan Rekening DPK dan Kredit per Kabupaten di Bali Desember 2015 64
Tabel 3. 5 Perkembangan Transaksi Uang Kartal di Bali 65
Tabel 3. 6 Perkembangan Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong 66
Tabel 4. 1 Rata-rata Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Periode 2012 – 2015 78
Tabel 4. 2 APBD Provinsi Bali 81
Tabel 5. 1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (Ribu Orang) 85
Tabel 5. 2 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (orang) 86
Tabel 5. 3 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (Orang) 87
Tabel 5. 4 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (Orang) 87
Tabel 5. 5 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan (Orang) 88
Tabel 6. 1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 95
Tabel 6. 2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 96
Tabel 6. 3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Utama Bali 97
BOKS A SISTEM LOGISTIK DAN INFRASTRUKTUR UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI BALI 35
BOKS B KALEIDOSKOP PENCAPAIAN INFLASI DAERAH PROVINSI BALI 52
BOKS C ASURANSI PERTANIAN MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN PROVINSI BALI 90
DENGAN CARD TO CASH DAN BOOK TO CASH“SEMUANYA JADI MUDAH” 68
Grafik 6. 4 Apresiasi/Depresiasi Nilai Tukar Kawasan (ytd) 99
Grafik 6. 5 Ekspektasi Konsumen terhadap Perubahan Harga Barang & Jasa 99
Daftar Tabel
Daftar Boks
Seri Kebanksentralan
KEKR Provinsi Bali Triwulan I 201610
3,59% yoy
Inflasi Provinsi Bali pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 3,59% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 2,75% (yoy).
Perkembangan INFLASI
Sistem pembayaran nontunai mengalami peningkatan pada triwulan I 2016
Perkembangan SISTEM PEMBAYARANRealisasi Pendapatan dan Belanja daerah Provinsi Bali pada triwulan I 2016 tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
KEUANGAN PEMERINTAH Tw I 2016Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali diperkirakan berlanjut pada triwulan II 2016
PROYEKSI PEREKONOMIAN
Perkembangan PERBANKANTingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan kemiskinan sedikit mengalami peningkatan namun kualitas hidup masyarakat terjaga seiring dengan peningkatan IPM dan menurunnya Gini Ratio
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
1 2 3 4 5 6
Tw IV 2015Tw I 2016
InflasiPertumbuhan Ekonomi
SINGARAJA
DENPASAR
4,42 yoy
3,41 yoy
KLIRING
NON TUNAI
Rp19,8T (633 lembar)Rp18,2T (614 lembar)
OUTFLOW
Rp2,9T
INFLOW
TUNAI
Rp5,07TRp2,5T
Rp4T
Rp1,51T
NET OUTFLOW
Rp2,1T
8,81% yoy
4,76% yoy
7,12% yoy 4,93% yoy
NPL2,38
LDR83,47
Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2015 memberikan dampak positif pada kinerja perbankan secara umum
KREDIT ASET DPK
PENDAPATAN BELANJA
TENAGAKERJA
TINGKATKEMISKINAN
7,7%19,28%
Februari 2016September 2015
September 20141,37% yoy
Februari 2015
5,25% 2,12%
Triwulan II 2016
6,06% - 6,46% yoy
6,09% - 6,84% yoy2016
4% 1% yoy
PERKEMBANGAN 6,04% Tw I 2016 5,96% Tw IV 2015
11KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016
3,59% yoy
Inflasi Provinsi Bali pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 3,59% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 2,75% (yoy).
Perkembangan INFLASI
Sistem pembayaran nontunai mengalami peningkatan pada triwulan I 2016
Perkembangan SISTEM PEMBAYARANRealisasi Pendapatan dan Belanja daerah Provinsi Bali pada triwulan I 2016 tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
KEUANGAN PEMERINTAH Tw I 2016Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali diperkirakan berlanjut pada triwulan II 2016
PROYEKSI PEREKONOMIAN
Perkembangan PERBANKANTingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan kemiskinan sedikit mengalami peningkatan namun kualitas hidup masyarakat terjaga seiring dengan peningkatan IPM dan menurunnya Gini Ratio
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
1 2 3 4 5 6
Tw IV 2015Tw I 2016
InflasiPertumbuhan Ekonomi
SINGARAJA
DENPASAR
4,42 yoy
3,41 yoy
KLIRING
NON TUNAI
Rp19,8T (633 lembar)Rp18,2T (614 lembar)
OUTFLOW
Rp2,9T
INFLOW
TUNAI
Rp5,07TRp2,5T
Rp4T
Rp1,51T
NET OUTFLOW
Rp2,1T
8,81% yoy
4,76% yoy
7,12% yoy 4,93% yoy
NPL2,38
LDR83,47
Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2015 memberikan dampak positif pada kinerja perbankan secara umum
KREDIT ASET DPK
PENDAPATAN BELANJA
TENAGAKERJA
TINGKATKEMISKINAN
7,7%19,28%
Februari 2016September 2015
September 20141,37% yoy
Februari 2015
5,25% 2,12%
Triwulan II 2016
6,06% - 6,46% yoy
6,09% - 6,84% yoy2016
4% 1% yoy
PERKEMBANGAN 6,04% Tw I 2016 5,96% Tw IV 2015
KEKR Provinsi Bali Triwulan I 201612
Pertumbuhan tahunan ekonomi Bali triwulan I 2016 mencapai 6,04% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 5,96% (yoy).
Meskipun demikian, pertumbuhan Bali triwulan laporan juga lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,92% (yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan
tersebut didorong oleh peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga, PMTB (investasi), dan
meningkatnya kinerja ekspor luar negeri. Sementara dari sisi penawaran, perekonomian
Bali pada triwulan I 2016 didorong oleh peningkatan kinerja beberapa lapangan usaha
yang memiliki share besar terhadap perekonomian Bali, yaitu Perdagangan Besar dan
Eceran, Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum, Transportasi, Konstruksi, Jasa
keuangan, Jasa kesehatan dan Kegiatan Sosial.
Inflasi Bali pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 3,59% (yoy), mengalami peningkatan
dibandingkan dengan pencapaian inflasi triwulan IV 2015 yang tercatat sebesar 2,75%
(yoy). Namun demikian, pencapaian inflasi Bali triwulan I 2016 masih lebih rendah
dibanding inflasi Nasional yang sebesar 4,45% (yoy) dan lebih rendah dibandingkan
dengan inflasi triwulan I 2015 yang sebesar 6,42% (yoy). Secara spasial, pada triwulan I
2016 inflasi di Kota Singaraja tercatat sebesar 4,42% (yoy), lebih rendah dibandingkan
dengan inflasi periode yang sama di tahun sebelumnya yaitu sebesar 8,99% (yoy).
Sementara itu, Kota Denpasar pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 3,41% (yoy),
jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 5,88% (yoy). Berdasarkan kelompok
penyumbang inflasi, tekanan inflasi pada triwulan I 2016 terutama disebabkan oleh
kelompok inti dan volatile food. Sementara itu, kelompok administered prices tercatat
sebagai penahan kenaikan laju inflasi seiring dengan kebijakan Pemerintah terkait
penurunan harga BBM, tarif angkutan, dan harga LPG 12 kg pada awal Tahun 2016.
Pada triwulan I 2016, kinerja bank umum di Provinsi Bali masi terjaga. Asset bank
umum masih mencatat pertumbuhan positif meski terjadi perlambatan. Perlambatan
tersebut bersumber dari perlambatan pertumbuhan DPK yang dihimpun bank umum.
Demikian pula penyaluran kredit bank umum juga masih mengalami perlambatan
sejalan dengan perlambatan pertumbuhan kredit nasional. Di sisi lain, BPR mencatat
peningkatan seiring dengan peningkatan pertumbuhan DPK. Sementara, pertumbuhan
kredit masih mencatat perlambatan sejalan. Secara spasial, penyebaran penyaluran
kredit perkabupaten/kota di Provinsi Bali masih menunjukkan konsentrasi pada daerah
Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (SARBAGITA).
Sejalan peningkatan kinerja ekonomi Provinsi Bali pada periode triwulan I 2016, penyaluran
kredit korporasi juga menunjukkan peningkatan di triwulan I 2016 dibanding triwulan
Perekonomian Bali
triwulan I 2016
tumbuh meningkat
sebesar 6,04% (yoy)
Tekanan inflasi Provinsi
Bali pada triwulan I
2016 tercatat sebesar
3,59% lebih tinggi
dibanding triwulan IV
2015
Peningkatan
pertumbuhan ekonomi
pada triwulan I 2016
memberikan dampak
positif pada kinerja
perbankan secara
umum
Ringkasan Umum
13KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016
sebelumnya (berdasarkan lokasi proyek), yaitu tumbuh dari 11,63% (yoy) di triwulan
IV 2015 menjadi 12,29% di triwulan I 2016. Meskipun terjadi peningkatan penyaluran
kredit korporasi, kualitas kredit korporasi menunjukkan penurunan, tercermin dari rasio
Non Peforming Loan (NPL) yang menunjukkan peningkatan pada periode triwulan I
2016 dengan nilai NPL sebesar 3,90%, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang
tercatat sebesar 3,22%. Perkembangan kinerja kredit sektor rumah tangga (RT) pada
triwulan I 2016 menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu
dari 10,89% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 10,16% (yoy) pada triwulan I 2016.
Sejalan dengan perlambatan penyaluran kredit rumah tangga, rasio NPL menunjukan
peningkatan yang signifikan dari 0,64% di triwulan IV 2015 menjadi 0,87% pada
triwulan I 2016.
Aktivitas transaksi sistem pembayaran tunai Provinsi Bali triwulan I 2016 berada
pada posisi net inflow sesuai dengan pola musimannya. Sementara itu, transaksi
pembayaran nontunai (dengan mekanisme kliring) mengalami peningkatan baik secara
nominal maupun jumlah transaksi. Peningkatan tersebut seiring dengan peningkatan
pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan.
Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Bali hingga triwulan I 2016 tercatat sebesar
19,28% dari total pendapatan yang ditargetkan, lebih rendah dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya sebesar 23,58%. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi
Bali pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 7,7%, lebih tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,29%. Secara keseluruhan kabupaten/kota di
Provinsi Bali pada triwulan I 2016, realisasi pendapatan APBD kabupaten/kota mencapai
19,76%. Sementara, realisasi belanja kabupaten/kota di Provinsi Bali pada triwulan I
2016 sebesar 8,91% atau senilai Rp 1,55 triliun.
Tingkat penyerapan tenaga kerja di Bali pada Semester I 2016 mengalami perlambatan
dibanding Semester II 2015, sebagaimana tercermin dari pertumbuhan jumlah penduduk
yang menganggur (6,76%) lebih tinggi dari pertumbuhan jumlah penduduk yang
bekerja (0,31%). Kondisi ini berdampak kepada meningkatnya Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) yang pada Februari 2016 tercatat sebesar 2,12%, lebih tinggi dari Agustus
2015 yang sebesar 1,99%. Pada periode yang sama, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) mengalami penurunan sebesar 0,23%. Meskipun melambat, namun kondisi
ketenagakerjaan di Bali masih lebih Baik dibanding Nasional. Pada periode yang sama,
TPT nasional tercatat sebesar 5,05% dan TPAK sebesar 68,06%.
Dari sisi kesejahteraan petani, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Bali pada triwulan I-2016
mengalami penurunan dibanding triwulan IV-2015, mengindikasikan penurunan tingkat
kemampuan/daya beli petani. Penurunan tersebut terjadi pada subsektor Tanaman
Sistem pembayaran
nontunai tercatat
mengalami
peningkatan pada
triwulan I 2016.
Kinerja kredit korporasi
dan rumah tangga
Provinsi Bali triwulan I
2016 masih terjaga
Realisasi Belanja
daerah Provinsi Bali
pada triwulan I 2016
tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan
periode yang sama
tahun sebelumnya.
Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) dan
kemiskinan sedikit
mengalami penurunan
namun kualitas hidup
masyarakat terjaga
seiring dengan
peningkatan IPM dan
menurunnya Gini Ratio
KEKR Provinsi Bali Triwulan I 201614
pangan, Perkebunan rakyat, dan Perikanan. Sementara NTP subsektor hortikultura dan
subsektor peternakan menunjukkan peningkatan pada periode yang sama.
Selanjutnya dari sisi distribusi, kesejahteraan antar penduduk mengalami perbaikan
sebagaimana tercermin dari menurunnya angka gini ratio. Disisi lain, pembangunan
manusia di Provinsi Bali berada dalam kondisi yang baik, tercermin dari nilai IPM yang
jauh di atas rata-rata nasional dan merupakan IPM terbesar ke-5 di Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan II 2016 diperkirakan mengalami
peningkatan, dibanding triwulan I 2016, yaitu tumbuh pada kisaran 6,06% - 6,46%
(yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan terutama disebabkan oleh peningkatan
kinerja konsumsi pemerintah, investasi dan kinerja ekspor. Sementara itu dari sisi
penawaran, peningkatan didorong oleh peningkatan sebagian besar lapangan usaha
antara lain lapangan usaha pertanian, lapangan usaha industri pengolahan, konstruksi,
penyediaan akomodasi makan dan minum, dan transportasi dan pergudangan. Dengan
perkembangan terakhir, perekonomian Provinsi Bali untuk keseluruhan tahun 2016
diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan dengan perekonomian Bali tahun
2015 yang tumbuh sebesar 6,04% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2016
diperkirakan berada pada kisaran 6,08%-6,84% (yoy). Dari sisi permintaan, perbaikan
perkiraan perekonomian global di tahun 2016 akan berdampak pada perbaikan kinerja
ekspor luar negeri seiring dengan upaya ekspansi beberapa industri pengolahan.
Dari sisi penawaran, perkiraan peningkatan perekonomian bersumber dari perkiraan
peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian seiring dengan dukungan program
pengembangan peningkatan produktivitas pertanian oleh pemerintah, serta perkiraan
peningkatan pertumbuhan ekonomi di tahun 2016 yang diperkirakan terjadi seiring
dengan perkiraan peningkatan industri pariwisata dan industri pengolahan.
Berdasarkan hasil tracking sampai dengan triwulan I 2016, inflasi Bali diperkirakan
akan sebesar 3,72%±1% (yoy) pada tahun 2016, dan diharapkan dapat mendukung
tercapainya target inflasi nasional yang sebesar 4±1% (yoy). Berdasarkan disagregasinya,
secara tahunan, inflasi pada triwulan I 2016 terutama bersumber dari kelompok inti dan
volatile food. Sementara itu, tekanan kelompok administered prices tercatat menahan
laju inflasi seiring dengan kebijakan Pemerintah terkait penyesuaian harga BBM. Pada
triwulan II 2016, kelompok volatile food diperkirakan melandai seiring dengan masuknya
musim panen padi dan tekanan demand yang relatif tidak setinggi triwulan III 2016.
Namun demikian, komoditas bawang merah masih perlu menjadi perhatian seiring
dengan peningkatan harga yang terjadi secara nasional dan ketergantungan Provinsi
Bali terkait pasokan komoditas bumbu-bumbuan.
Perekonomian Bali
triwulan II 2016
diperkirakan tumbuh
kisaran 6,06% -
6,46% (yoy)
Perekonomian
Bali tahun 2016
diperkirakan tumbuh
pada kisaran 6,08% -
6,84% (yoy)
Inflasi Bali 2016
diperkirakan berada
dalam kisaran
3,72%±1% (yoy).
15KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016
PDRB DAN INFLASI
Tabel Indikator
KEKR Provinsi Bali Triwulan I 201616
PERBANKAN – BANK UMUM
INDIKATOR PERBANKAN KABUPATEN/KOTA
17KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016
SISTEM PEMBAYARAN
Ekonomi Makro Regional18
Halaman ini sengaja dikosongkan
Ekonomi Makro Regional 19
BAB I
Makro Ekonomi RegionalFoto oleh: Agus Mulyawan
Ekonomi Makro Regional20
Ekonomi Makro Regional 21
1.1. KONDISI UMUM
Perekonomian Provinsi Bali pada triwulan I 2016
mencatat peningkatan pertumbuhan yaitu sebesar
6,04% (yoy) dengan output riil mencapai Rp
32 triliun. Dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulan sebelumnya, capaian tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan
sebelumnya (triwulan IV 2015) yang sebesar 5,96%
(yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali triwulan I
2016 tersebut juga lebih tinggi dibandingkan angka
pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 4,92%
(yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan tersebut
didorong oleh peningkatan kinerja konsumsi rumah
tangga, PMTB (investasi), dan meningkatnya kinerja
ekspor luar negeri. Sementara dari sisi penawaran,
perekonomian Bali pada triwulan I 2016 didorong
oleh peningkatan kinerja beberapa lapangan usaha
yang memiliki share besar terhadap perekonomian
Bali, yaitu Perdagangan Besar dan Eceran, Penyediaan
Akomodasi Makan dan Minum, Transportasi,
Konstruksi, Jasa keuangan, Jasa kesehatan dan
Kegiatan Sosial.
Grafik 1. 1 Nominal PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali
Grafik 1. 2 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Provinsi Bali
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Tahun dasar 2010
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Tahun dasar 2010
1.2. SISI PERMINTAAN
Peningkatan pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan
I 2016 dari sisi permintaan terutama didorong oleh
peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga seiring
dengan penurunan harga BBM, LPG, dan TTL yang
terjadi sepanjang triwulan I 2016. Komponen ekspor
luar negeri, mengalami peningkatan pada triwulan
laporan, didorong oleh perbaikan perekonomian
negara mitra dagang sehingga mendorong
peningkatan permintaan dan upaya diversifikasi
pasar oleh pelaku ekspor. Peningkatan kinerja ekspor
luar negeri tersebut juga didukung oleh peningkatan
ekspor jasa, seiring dengan kinerja industri pariwisata
yang mengalami peningkatan. Perbaikan kinerja
pariwisata didorong oleh adanya event hari raya dan
liburan antara lain imlek, paskah, Galungan, dan
Kuningan sepanjang triwulan I 2016. Sementara itu,
investasi (pmtb) mengalami peningkatan, didorong
oleh peningkatan kinerja investasi non bangunan
yang tergambar dari impor barang modal yang
mengalami peningkatan di akhir triwulan I 2016,
dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan
PMTB juga didorong oleh optimisme pelaku usaha
5.96
6.04
0123456789
2728293031323334
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
%,Y
OY
RP T
RILI
UN
gPDRB (skala kanan) PDRB
6.74 6.20 6.22
7.73
5.99 5.92 6.30
5.96 6.04
5.14 4.96 4.97 5.04 4.73 4.66 4.74
5.04 4.92
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
Bali NASIONAL%,yoy
Ekonomi Makro Regional22
Tabel 1. 1 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali di Sisi Permintaan (%, yoy)
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
terhadap perkembangan ekonomi seiring dengan
penurunan BI Rate dan perbaikan kondisi makro
ekonommi regional.
1.2.1. Konsumsi
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga masih menjadi komponen
terbesar sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi
Provinsi Bali dengan share sebesar 54%, yang
pada triwulan laporan mengalami peningkatan
pertumbuhan dari 7,04% (yoy) dari triwulan IV
2015 menjadi sebesar 9,05% (yoy) pada triwulan I
2016. Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut
tercermin dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia
di ketiga indeksnya yaitu Indeks Keyakinan Konsumsen
(IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), dan Indeks
Kondisi Ekonomi (IKE) yang menunjukkan rata-rata
indeks sepanjang triwulan I 2016 yang mengalami
peningkatan. Sejalan dengan kondisi tersebut, Indeks
Tendensi Konsumen (ITK) berdasarkan hasil survei BPS,
pada triwulan I 2016 juga menunjukkan peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Adanya aktivitas
musiman berupa perayaan hari raya keagamaan yaitu
Paskah, Galungan, Kuningan, dan Nyepi yang diiringi
dengan penurunan harga BBM, TTL, dan LPG pada
triwulan laporan diperkirakan menjadi pendorong
peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga.
Ekonomi Makro Regional 23
Grafik 1. 3 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1. 4 Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 1. 6 Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama
Sumber : BPS
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia
114.
98
116.
75
111.
9
113.
13
102.
36
105.
42 111.
66
105.
84
108.
4
IND
EKS
Grafik 1. 5 Konsumsi Listrik RT Grafik 1. 7 Likert Scale Penjualan Domestik
Sumber : PLN Sumber : Liaison KPwBI Bali, diolah
0
-0.13
1.73
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
LS
Selain itu, peningkatan Upah Minimum Kota/
Kabupaten (UMK) awal tahun turut mendorong
peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga seperti
terlihat dari peningkatan indeks ketepatan waktu
pembelian barang tahan lama (survei konsumen)
dari 87 pada triwulan IV 2015, menjadi 87,67 pada
triwulan I 2016. Sejalan dengan kondisi tersebut,
Hasil survei dan liaison yang dilakukan oleh Bank
Indonesia pada triwulan I 2016, turut mengkonfirmasi
peningkatan tersebut, sebagaimana terlihat dari
peningkatan signifikan nilai likert scale penjualan
domestik pada triwulan laporan, yaitu dari sebesar
-0,13 pada triwulan IV 2015, menjadi sebesar 1,73 di
triwulan I 2016.
Ekonomi Makro Regional24
Peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga juga
terkonfirmasi oleh peningakatan pertumbuhan kredit
konsumsi dari sebesar 12,86% (yoy) pada triwulan
IV 2015 menjadi sebesar 13,14% (yoy) di triwulan I
2016. Peningkatan kredit konsumsi, terutama terjadi
di kredit multiguna yang mencatat peningkatan
pertumbuhan yang signifikan dari 20,56% (yoy)
pada di triwulan IV 2015 menjadi 20,84% (yoy)
pada triwulan I 2016. Kondisi tersebut, sejalan
dengan peningkatan ekspektasi masyarakat terhadap
perekonomian (IEK mengalami peningkatan dari
sebesar 105,28 di triwulan IV 2015 menjadi 107,39
pada triwulan I 2016).
Grafik 1. 8 Kredit Konsumsi
Grafik 1. 10 Perkembangan Giro Pemerintah
Grafik 1. 9 Kredit Multiguna
Grafik 1. 11 Realisasi Belanja APBD Provinsi Bali
Konsumsi LNPRT dan Konsumsi Pemerintah
Di sisi lain, konsumsi Lembaga Non Profit yang
melayani Rumah Tangga (LNPRT) dan konsumsi
pemerintah mengalami perlambatan pada triwulan
laporan. Konsumsi LNPRT mengalami perlambatan
dari sebesar 14,80% (yoy) pada triwulan IV 2015
menjadi sebesar 13,30% (yoy) di triwulan I 2016.
Kondisi tersebut merupakan dampak base effect
tingginya kinerja konsumsi LNPRT di triwulan IV
2015 seiring dengan penyelenggaraan Pemilihan
Kepala Daerah Langsung (Pilkada), di 6 Kabupaten/
Kota di Bali. Sementara itu, perkembangan konsumsi
Pemerintah hanya mencatat pertumbuhan sebesar
3,45% (yoy) di triwulan I 2016, jauh lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencatat
pertumbuhan sebesar 12,2% (yoy). Perlambatan ini
sesuai dengan pola musiman konsumsi pemerintah
yang realisasinya masih terbatas di pada triwulan I.
Kondisi ini juga terkonfirmasi oleh peningkatan posisi
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Bali
Ekonomi Makro Regional 25
giro pemerintah pada triwulan laporan yang tercatat
mengalami peningkatan. Perlambatan tersebut juga
tercermin dari realisasi belanja total APBD Provinsi Bali
yang masih terbatas pada triwulan laporan, tercatat
sebesar 8%.
1.2.2. Investasi
Kinerja investasi Provinsi Bali triwulan I 2016
mencatat pertumbuhan sebesar 9,54% (yoy), jauh
lebih tinggi dibanding triwulan IV 2015 yang sebesar
5,76% (yoy). Peningkatan tersebut juga tercermin
dari likert investasi (hasil survei dan liaison Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali) dari sebesar
1 poin pada triwulan IV 2015, menjadi 1,41poin di
triwulan I 2016. Selain itu, hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Bali pada triwulan I 2016 juga menunjukkan
perbaikan perkembangan investasi dari sebesar
-3,71% pada triwulan IV 2015 menjadi -2,82%
pada triwulan I 2016. Peningkatan kinerja investasi
tersebut terutama didorong oleh peningkatan
kinerja investasi non bangunan yang terlihat dari
peningkatan pertumbuhan impor barang modal dari
sebesar -91,5% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi
sebesar 23,67% (yoy) pada triwulan I 2016. Tingginya
pertumbuhan tersebut bersumber dari impor kapal
senilai USD 18,2 juta dari Korea Selatan di triwulan
I-2016. Peningkatan kinerja investasi pada periode
triwulan I 2016 juga didorong oleh peningkatan
realisasi kinerja proyek infrastruktur pemerintah yang
menunjukkan peningkatan tergambar dari realisasi
belanja modal pemerintah pada triwulan I 2016
dengan nilai realisasi sebesar 6,79%, jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
2015 dan dibandingkan pola hostorisnya dalam 2
tahun terakhir. Kondisi tersebut seiring pengadaan
pekerjaan yang telah dilakukan pada akhir tahun
2015, peningkatan anggaran untuk proyek
infrastruktur strategis berupa peningkatan kapasitas
jalan, jembatan, irigasi dan penyediaan air minum
serta pembangunan Rumah Sakit Provinsi Bali dan
Rumah Sakit Mata Indera yang ditargetkan selesai di
tahun 2016.
Berdasarkan hasil survei dan liaison Bank Indonesia,
peningkatan kinerja investasi juga didorong oleh
optimisme pelaku usaha terhadap perkembangan
ekonomi regional dan beberapa faktor pendukung
lainnya yang antara lain meliputi sebagai berikut:
i) perkiraan peningkatan pertumbuhan ekonomi
regional Provinsi Bali pada tahun 2016; ii) peluang
penguatan permintaan (domestik dan ekspor)
sepanjang tahun 2016 didukung perbaikan
kinerja perekonomian global pada tahun berjalan
dibandingkan tahun sebelumnya; iii) kebijakan
Pemerintah untuk meningkatkan alokasi anggaran
pembangunan infrastruktur, iv)Rancangan Peraturan
Daerah (Ranperda) tentang pemberian insentif dan
kemudahan berinvestasi untuk Wilayah Bali Utara dan
Bali Timur, v) Paket deregulasi kebijakan pemerintah
yang telah diterbitkan sejumlah 11 paket khususnya
terkait dengan dihapuskannya Bidang Usaha Restoran
dari daftar Negatif Investasi, vi) tendensi penurunan
tingkat suku bunga kredit perbankan seiring dengan
penurunan BI Rate, yang diyakini akan mendorong
akselerasi peningkatan kinerj dunia usaha.
Grafik 1. 12 Likert Investasi (SBT)
Sumber : Survei dan Liaison Bank Indonesia, diolah
Ekonomi Makro Regional26
Grafik 1. 14 Perkembangan Nilai Impor Barang Modal
Grafik 1. 15 Penjualan Semen Provinsi Bali
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Ribu Ton %, yoy
1.2.3. Neraca Perdagangan
NPerkembangan neraca perdagangan Provinsi Bali
triwulan I 2016, mencatat peningkatan kinerja yang
tergambar dari nilai surplus sebesar Rp 4,89 triliun,
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan surplus
triwulan IV 2015 (Rp 1,5 triliun). Peningkatan nilai
surplus tersebutdidorong oleh penurunan defisit
neraca perdagangan antar daerah dari sebesar Rp 12,6
triliun di triwulan IV-2015 menjadi sebesar Rp 8,09
triliun pada triwulan laporan. Sementara itu, pada
periode yang sama, neraca perdagangan luar negeri
mencatatkan penurunan surplus dari Rp 14,14 triliun
(triwulan IV 2015) menjadi sebesar Rp 12,98 triliun di
triwulan I2016. kondisi ini menyebabkan tertahannya
laju peningkatan surplus neraca perdagangan pada
periode triwulan laporan.
Net Ekspor antar Daerah
Kinerja net ekspor antar daerah menunjukan
perbaikan, dengan pertumbuhan pada triwulan
I 2016 tercatat sebesar 18,97% (yoy), jauh lebih
tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar
-2,24% (yoy). Perbaikan tersebut diindikasikan oleh
perbaikan posisi persediaan stok barang di Provinsi
Bali, seiring dengan adanya periode musiman
berupa perayaan hari keagamaan pada periode I
2016, yang mendorong peningkatan permintaan
konsumsi rumah tangga pada periode triwulan
laporan, sehingga mendorong pelaku usaha
perdagangan untuk mengantisipasi peningkatan
permintaan melalui peningkatan persediaan dan
stok. Peningkatan stok juga sejalan dengan upaya
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi dan
Kabupaten/Kota untuk menjaga ketersediaan stok
ditengah peningkatan permintaan. . Perbaikan kinerja
net ekspor antar daerah juga terlihat dari semakin
dalamnya pendalaman kontraksi pertumbuhan
volume arus barang masuk di Pelabuhan Benoa dan
Pelabuhan Celukan Bawang, yaitu dari kontraksi
sebesar -10,46% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi
sebesar -13,36% (yoy) di triwulan I 2016.
Grafik 1. 13 Perkembangan Investasi (SBT)
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha BI
-6.00-4.00-2.000.002.004.006.008.00
10.0012.0014.0016.00
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
%
Ekonomi Makro Regional 27
Grafik 1. 16 Arus Barang Pelabuhan Benoa dan Pelabuhan Celukan Bawang
Sumber : Pelindo 3
Ekspor Luar Negeri
Pada triwulan I 2016, perkembangankinerja ekspor
luar negeri (barang dan jasa) Provinsi Bali mencatat
peningkatan kinerja di triwulan I 2016 yang tumbuh
sebesar 11,86% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan
IV 2015 yang sebesar -2,74%(yoy). Peningkatan
tersebut, selaras dengan peningkatan kinerja
ekspor barang dan ekspor jasa pada triwulan
laporan,didorong oleh adanya faktor musiman
seperti perayaan imlek dan semakin membaiknya
kinerja ekonomi negara-negara tujuan ekspor serta
perekonomian global yang tumbuh lebih baik pada
triwulan I 2016 dibandingkan triwulan sebelumnya.
Perayaan imlek mendorong peningkatan jumlah
wisman asal Tiongkok ke Bali sejalan dengan
peningkatan direct flight dan chartered flight dari dan
ke Bali dari beberapa kota di Tiongkok pada periode
triwulan laporan. Sementara itu, beberapa periode
hari raya keagamaan lain seperti Paskah, Nyepi,
Galungan dan Kuningan juga ikut turut mendorong
peningkatan kinerja ekspor jasa. Sementara itu,
beberapa kegiatan Meeting, Incentive, Convention
dan Exhibition (MICE) khususnya yang dilakukan oleh
korporate asing sepanjang triwulan , juga mendorong
peningkatan ekspor jasa di triwulan laporan.
Membaiknya kinerja ekspor, juga tergambar dari Grafik 1. 17 Nilai Ekspor Luar Negeri Bali
Ribu Ton %, yoy
perkembangan ekspor barang yang pada triwulan I
2016, turut mengalami peningkatan yng terkonfirmasi
oleh peningkatan pertumbuhan volume ekspor barang
dari sebesar 183,7% (yoy) pada triwulan IV 2015
menjadi sebesar 215,3%(yoy). Peningkatan tersebut,
seiring dengan mulai membaiknya pertumbuhan
ekonomi beberapa negara tujuan ekspor Provinsi
Bali, seperti kawasan Eropa dan Asia (China, Jepang
dan ASEAN), serta Amerika Serikat). Selain itu,
dihapuskannya penerapan Sistem Verifikasi Legalitas
Kayu (SVLK) yang berlaku sejak triwulan IV-2015
(Permendag nomor 89/M-DAG/PER/10/2015 tentang
Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan), turut
berdampak pada penurunan biaya pengiriman ekspor
produk olahan kayu. Hal ini mendorong peningkatan
volume ekspor khususnya produk olahan kayu yang
merupakan salah satu komoditas ekspor utama
Provinsi Bali pada periode triwulan laporan. Di
samping itu, berdasarkan hasil survei dan liaison
Bank Indonesia, peningkatan kinerja pertumbuhan
ekspor Provinsi Bali juga didorong oleh upaya pelaku
usaha untuk terus mencarpasar ekspor alternatif,
sebagai upaya dalam rangka perluasan akses pasar
menghadapi tingkat kompetisi yang terus meningkat.
Selain itu, beberapa pelaku usaha ekspor juga telah
menjajaki customer/pembeli lama yang sebelumnya
telah cukup lama tidak aktif melakukan pemesanan
akibat perlambatan kinerja ekonomi global di tahun-
tahun sebelumnya.
Ekonomi Makro Regional28
Grafik 1. 20 Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Utama
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
I II III IV I II III IV I II III IV i
2013 2014 2015 2016
Perikanan PerhiasanPakaian Jadi Wood ManufactureFurniture
% yoy
Negara tujuan ekspor Provinsi Bali, masih didominasi
oleh Amerika Serikat, Australia, Jepang, Singapura,
dan Hongkong, dengan share masing-masing sebesar
24,5%, 9,3%, 8,53%, dan 4,9%. Bila dilihat dari
pertumbuhannya, pertumbuhan volume ekspor ke
negara tujuan tersebut sepanjang triwulan I 2016
menunjukkan peningkatan kinerja dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya., Membaiknya volume
kinerja pertumbuhan ekspor di Provinsi Bali terutama
terjadi untuk volume ekspor dengan negara tujuan ke
Amerika Serikat, yang mulai mengalami peningkatan
dengan pertumbuhan dari sebesar 9,41% (yoy) pada
triwulan IV 2015 menjadi sebesar 12,12% (yoy) di
triwulan I 2016., Peningkatan volume ekspor ke
Amerika Serikat terutama didorong oleh membaiknya
kinerja ekspor komoditas pakaian jadi dan perhiasan
pada periode triwulan laporan. Sementara itu, negara
lain yang juga menunjukkan peningkatan volume
kinerja ekspor dari Bali adalah Jepang, dengan
pertumbuhan sebesar -14,14% (yoy), tumbuh lebih
baik dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama
didorong oleh membaiknya volume ekspor komoditas
perikanan di periode triwulan laporan.
Grafik 1. 18 Volume Ekspor Luar Negeri Bali
Grafik 1. 19 Pangsa Nilai Ekspor Komoditas Utama Tw I 2016
Secara garis besar, peningkatan pertumbuhan
volume ekspor Provinsi Bali, terutama didorong oleh
peningkatan kinerja volume ekspor untuk komoditas
perikanan, komoditas produk olahan kayu, dan
komoditas furniture yang memiliki share terhadap
total ekspor Provinsi Bali masing-masing sebesar
26,6%; 9,32%; dan 6,87% di periode triwulan
laporan. Sementara itu, pertumbuhan kinerja ekspor
komoditas perhiasan dan pakaian jadi (yang memiliki
share masing-masing sebesar 15,75% dan 18,33%)
masih pertumbuhan volume ekspornya masih
cenderung tertahan.
Ekonomi Makro Regional 29
Grafik 1. 23 Perkembangan Nilai Impor Luar Negeri Bali
Grafik 1. 22 Pertumbuhan Ekspor berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1. 21 Pangsa Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan
US24.56%
Australia9.30%
Japan8.53%
Singapore6.59%
Hongkong4.90%
Thailand2.06%
France4.54%
Inggris2.18%
Belanda2.46%
Cina4.59%
Spanyol4.34%
Germany2.64%
Other Countries23.31%
Impor Luar Negeri
Perkembangan kinerja impor luar negeri pada triwulan
I 2016 di Provinsi Bali tercatat sebesar 34,68% (yoy),,
lebih tinggi dibanding triwulan IV 2015 yang sebesar
12,49% (yoy). Peningkatan tersebut terlihat dari
peningkatan pertumbuhan nilai impor barang di
Provinsi Bali dari sebesar -74,7%(yoy) pada triwulan
IV 2015, menjadi sebesar 42,93%(yoy) di triwulan
I 2016. Seiring dengan peningkatan nilai impor
barang, volume impor barang di periode yang sama
juga menunjukkan peningkatan di triwulan laporan.
Volume impor barang tumbuh sebesar -72,5% (yoy)
pada triwulan IV 2015, sementara pada triwulan I
2016 tumbuh sebesar -41,88% (yoy). Peningkatan
kinerja volume dan nilai impor terjadi di seluruh
kelompok barang impor baik untuk jenis capital
goods, consumption goods, maupun raw material.
Peningkatan nilai impor terbesar terjadi pada
kelompok jenis capital goods (dengan share sebesar
48%) dan tumbuh sebesar 441,12% (yoy) di triwulan
I 2016, lebih tinggi bila dibandingkan pertumbuhan
pada triwulan IV 2015 yang sebsar -85,67% (yoy)
Peningkatan nilai impor tersebut, didorong oleh
adanya peningkatan nilai impor kapal yang mencapai
nilai USD 18 juta pada periode triwulan I-2016,
yang berasal dari Korea Selatan untuk kebutuhan
pariwisata. Sejalan dengan kondisi tersebut, impor
nilai raw material (dengan share sebesar 28%), turut
mengalami peningkatan dari sebesar -73,72% (yoy)
pada triulan IV 2015 menjadi sebesar -35,28% (yoy)
di triwulan I 2016. Sementara itu, peningkatan nilai
impor capital goods dan raw materials tersebut juga
sejalan dengan peningkatan ekspektasi pelaku usaha
terhadap prospek perkembangan ekonomi yang
diperkirakan akan tumbuh lebih baik, sehingga pelaku
usaha melakukan penambahan investasi dan bahan
persediaan,. Sementara itu, nilai Consumption goods
yang memiliki share sebesar 5%, turut mengalami
peningkatan dari kontraksi sebesar -58,66% (yoy)
di triwulan IV 2015 menjadi sebesar 35,18%(yoy)
pada triwulan I 2016, seiring dengan peningkatan
konsumsi di periode triwulan berjalan yang didorong
oleh peningkatan kunjungan wisman dan wisnus
serta adanya faktor musiman berupa perayaan hari
keagamaan pada sepanjang periode triwulan laporan.
Ekonomi Makro Regional30
Grafik 1. 25 Pangsa Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC
Grafik 1. 24 Perkembangan Volume Impor Luar Negeri Bali
Grafik 1. 26 Perkembangan Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC
Consumption Goods
5%
Raw Material & Auxiliary
Goods28%
Capital Goods48%
Ribu Ton % yoy
(6.31)
174.65 109.74
47.26 70.15
(48.90)(45.41)
55.08
(36.87)(21.98)(22.87)(73.72)
(35.28)
(200)
(100)
0
100
200
300
400
500
600
700
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
g Consumption Goods g Raw Material g Capital Goods
1.3. SISI PENAWARAN
Dari sisi penawaran, Peningkatan perekonomian
Provinsi Bali di triwulan laporan, didorong oleh
meningkatnya kinerja industri pariwisata yang
didorong oleh faktor musiman berupa perayaan hari
keagamaan seperti hari raya antara lain Imlek, Paskah,
Nyepi dan Galungan yang diiringi dengan kegiatan
MICE. Kondisi tersebut mendorong peningkatan
kinerja lapangan usaha terkait yaitu lapangan usaha
penyediaan akomodasi makan dan minum, lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran, serta lapangan
transportasi dan pergudangan. Sementara itu, dengan
meningkatnya kinerja investasi, lapangan usaha
konstruksi turut menunjukkan peningkatan pada
periode triwulan laporan sehingga ikut mendorong
peningkatan kinerja perekonomian Provinsi Bali
di triwulan laporan. Di sisi lain, lapangan usaha
pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami
perlambatan, terutama terjadidi subsektor tabama,
yang disebabkan oleh mundurnya masa panen
padi sebagai dampak El Nino di tahun 2015 yang
menyebakan terjadi pemunduran masa tanam untuk
periode musim tanam pertama
Ekonomi Makro Regional 31
Tabel 1. 2 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali dari Sisi Penawaran (%, yoy)*
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali * Tahun Dasar 2010
Struktur perekonomian Provinsi Bali pada triwulan I
2016, didominasi oleh 5 komponen lapangan usaha
utama antara lain: (1) penyediaan akomodasi makan
dan minum (23%), (2) pertanian, kehutanan dan
perikanan (14%), (3) konstruksi (9%), (4) transportasi
dan pergudangan (9%), dan (5) perdagangan besar
dan eceran (8%). Dominasi industri pariwisata
masih terlihat dari total pangsa lapangan usaha
Ekonomi Makro Regional32
Grafik 1. 27 Pangsa Kategori Ekonomi terhadap PDRB Provinsi Bali Triwulan I 2016
Grafik 1. 28 Andil Kategori terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali Triwulan I 2016
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan
14%
Pertambangan dan
Penggalian 1%Industri Pengolahan
7%
Pengadaan Listrik dan
Gas0%
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
0%
Konstruksi9%
Perdagangan Besar dan Eceran, dan
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
8%
Transportasi dan Pergudangan
9%
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
23%Informasi dan
Komunikasi5%
Jasa Keuangan dan Asuransi
4%
Real Estate4%
Jasa Perusahaan1%
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib4%
Jasa Pendidikan5%
Jasa Kesehatan
dan Kegiatan Sosial
2%
Jasa lainnya
2%
0.020.06
0.330.010.02
0.710.78
0.461.31
0.590.36
0.280.110.16
0.500.220.12
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANANPERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHANPENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH …KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, DAN REPARASI …TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUMINFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSIREAL ESTATE
JASA PERUSAHAANADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN …
JASA PENDIDIKANJASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
terkait dengan industri pariwisata yang mencapai
31%. Sementara itu, berdasarkan dari sumbangan
pertumbuhan ekonominya, lapangan usaha
penyediaan akomodasi makan dan minum serta
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran
menjadi lapangan usaha yang memiliki sumbangan
tertinggi masing-masing sebesar 1,31% dan 0,78%.
Kondisi tersebut, sejalan dengan peningkatan
kinerja industri pariwisata. Sementara itu Di sisi
lain, lapangan usaha pertanian yang mengalami
perlambatan pertumbuhan, mengalami penurunan
sumbangan secara signifikan menjadi hanya sebesar
0,02% dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 0,51%
1.3.1. Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum
Perkembangan lapangan usaha penyediaan akomodasi
dan makan minum mengalami peningkatan kinerja
pada triwulan I 2016 yang tumbuh sebesar 6,61%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
IV 2015 yang sebesar 4,87% (yoy). Peningkatan
kinerja lapangan usaha ini terkonfirmasi oleh hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha yang dilakukan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali di triwulan
I 2016 yang menunjukkan peningkatan nilai saldo
bersih tertimbang (SBT) untuk lapangan usaha inidari
sebesar -9,45% (SBT) pada triwulan IV 2015, menjadi
sebesar -4,54% (SBT) di triwulan I 2016. Peningkatan
kinerja lapanagan usaha ini juga didorong oleh adanya
faktor musiman, yaitu perayaan hari raya keagamaan
sepanjang triwulan I 2016 antara lain paskah, nyepi,
galungan, kuningan, dan imlek yang mendorong
peningkatan jumlah kunjungan wisatawan domestik
(wisdom) dan wisatawan mancanega (wisman).
Peningkatan wisman tertinggi terutama wisman yang
berasal dari asal Tiongkok ke Bali (dari pertumbuhan
1,32%(yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebasar
29,01% (yoy) pada triwulan I 2016). Faktor lain
yang juga mendukung peningkatan adalah direct
flight dan chartered flight dari dan ke Bali dari
beberapa kota di Tiongkok dan beberapa negara asal
wisman lainnya. Selain itu adanya beberapa kegiatan
Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition (MICE)
sepanjang triwulan laporan, beberapa diantaranya
adalah Bali Clean Energy Forum, ICOPE 2016, dan
AMWAY China International.
Ekonomi Makro Regional 33
Grafik 1. 29 Perkembangan Usaha Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (SBT)
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha
-0.761.41
8.08
-5.44
-15.86
-1.83
2.26
-9.45
-4.54I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
Peningkatan kinerja lapangan usaha ini terkonfirmasi
dari peningkatan kunjungan wisman pada triwulan
laporan tercatat sebesar 15,25%(yoy), jauh lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2015 yang tercatat sebesar
2,55%(yoy). Sejalan dengan kondisi tersebut, kredit
lapangan usaha penyediaan akomodasi makan dan
minum menunjukkan peningkatan pertumbuhan dari
sebesar 13,77% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi
sebesar 19,64% (yoy), mengkonfirmasi hasil survei
dan liaison yang menunjukkan peningkatan investasi
pelaku usaha pariwisata untuk mengembangkan
usahanya.
Grafik 1. 30 Kunjungan Wisman ke Bali Triwulanan
Grafik 1. 32 Perkembangan Kunjungan Wisman Berdasarkan Negara
Grafik 1. 31 Kredit Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum Provinsi Bali
Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, diolah
Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, diolah
-40
-20
0
20
40
60
80
100
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
%,yoy
Australia PRC Malaysia
Japan South of Korea
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
%,y
oy
Mili
ar R
p
Kr. Akmamin g Kr. Akmamin (skala kanan)
Peningkatan kunjungan wisman pada triwulan I
2016 terjadi pada sebagian besar negara utama asal
wisman antara lain Australia, Tiongkok, Malaysia,
dan Jepang. Sementara itu berdasarkan share negara
asal wisman, kunjungan wisman asal Tiongkok
menempati peringkat pertama yang pada triwulan
laporan tercatat sebesar 23%. Sementara, Australia
yang sebelumnya menempati peringkat pertama
negara asal wisman menempati peringkat kedua
dengan share sebesar 22%. Penurunan tersebut
disebabkan oleh penurunan konsumsi Australia
serta depresiasi nilai tukar Australia Dollar (AUD)
yang menyebabkan biaya berwisata ke Bali menjadi
relatif lebih mahal. Lebih lanjut, beberapa wisatawan
Australia diindikasikan melakukan pengalihan wisata
ke Thailand dengan biaya wisata yang relatif lebih
murah disbanding biaya wisata di Provinsi Bali.
1 Statement On Monetary Policy Reserve Bank of Australia (RBA) Mei 2016 : Household perceptions of personal finances menunjukkan penurunan pada awal tahun 2016.
Ekonomi Makro Regional34
Grafik 1. 35 Perkembangan Total Penjualan Kelompok Komoditas
Grafik 1. 34 Likert Scale Penjualan Domestik
Sumber : Survei Penjualan Eceran
Sumber : Liaison KPwBI Bali, diolah
0
-0.13
1.73
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
LS
1.3.2. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor
Seiring dengan peningkatan pertumbuhan lapangan
usaha penyediaan akomodasi makan dan minum,
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor turut menunjukkan
peningkatan pertumbuhan dari sebesar 7,60%
(yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar 8,78%
(yoy) pada triwulan I 2016. Peningkatan tersebut
terkonfirmasi dari hasil likert scale penjualan
domestik dari sebesar -0,13% pada triwulan IV
2015 menjadi sebesar 1,73% pada triwulan I 2016.
Peningkatan lapangan usaha ini terutama mengikuti
tendensi peningkatan industri pariwisata (tendensi
peningkatan kunjungan wisnus & wisman) seiring
dengan Nyepi, liburan panjang Paskah, Galungan
dan Kuningan serta intensitas MICE. Selain itu,
penurunan harga BBM, LPG dan TTL pada triwulan
laporan diindikasikan turut menjadi faktor pendorong
lapangan usaha ini.
Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) yang
dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Bali, peningkatan pertumbuhan penjualan
terutama terjadi pada kelompok makanan, minuman,
dan tembakau, perlengkapan rumah tangga,
serta barang kerajinan dan mainan. Data kredit
perdagangan besar turut menunjukkan peningkatan
pertumbuhan dari sebesar 16,55% (yoy) pada
triwulan IV 2015 menjadi sebesar 19,43% (yoy) pada
triwulan I 2016.
Grafik 1. 33 Asal Wisman yang Berkunjung ke Bali
Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, diolah
Ekonomi Makro Regional 35
Grafik 1. 36 Penyaluran Kredit Kategori Perdagangan Besar dan Eceran
Peningkatan juga terkonfirmasi dari berkurangnya
kontraksi pertumbuhan penjualan kendaraan
bermotor pada triwulan laporan yang tercatat sebesar
-11,59%(yoy), dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar -15,81%(yoy). Peningkatan tersebut didorong
oleh peningkatan pertumbuhan penjualan mobil
dari sebesar -14,85%(yoy) pada triwulan IV 2015
menjadi sebesar 36,21%(yoy) pada triwulan I 2016.
Peningkatan tersebut seiring dengan penurunan suku
bunga KKB pada triwulan berjalan serta peningkatan
upaya promosi penjual kendaraan bermotor untuk
menghabiskan sisa stok tahun 2015.
Grafik 1. 37 Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor
Grafik 1. 38 Pertumbuhan Penjualan Sepeda Motor dan Mobil
Sumber : DISPENDA Provinsi Bali
Sumber : DISPENDA Provinsi Bali
1.3.3. Lapangan Usaha Transportasi dan
Pergudangan
Kategori transportasi dan pergudangan mengalami
peningkatan mencapai 6,25%(yoy) pada triwulan I
2016, lebih tinggi dibanding triwulan IV 2015 yang
tercatat sebesar 3,63% (yoy). Peningkatan tersebut
searah dengan peningkatan kinerja industri pariwisata
yang mendorong peningkatan penggunaan
transportasi ke Pulau Bali baik transportasi udara
maupun transportasi laut. Peningkatan kinerja
lapangan usaha ini juga selaras dengan hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia sektor
pengangkutan dan komunikasi yang menunjukkan
perbaikan dari kontraksi dari sebesar -2,26% pada
triwulan IV 2015 menjadi sebesar -2,06% pada
triwulan I 2016. Kondisi tersebut juga sejalan dengan
peningkatan pertumbuhan kredit transportasi dan
pergudangan pada triwulan I 2016 yang mencapai
32,02% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan triwulan IV 2015 yang sebesar 3,13%
(yoy).
Ekonomi Makro Regional36
Grafik 1. 41 Jumlah Penumpang Pesawat Udara Bandara Ngurah Rai
Grafik 1. 42 Jumlah Kedatangan Kargo Internasional Bandara Ngurah Rai
Sumber : BUMN
Sumber : BUMN
Transportasi Laut
Pada triwulan I 2016 perkembangan kinerja
transportasi laut turut mengalami peningkatan, salah
satunya terkait dengan penyediaan empat armada baru
oleh PT. Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
(ASDP) Indonesia Ferry, Tbk. yang dipersiapkan untuk
potensi peningkatan arus penyebrangan saat Hari
Raya Nyepi dan Paskah. Peningkatan tersebut terlihat
dari peningkatan pertumbuhan arus penumpang
dari sebesar 9,01% (yoy) pada triwulan IV 2015
menjadi sebesar 26,82% (yoy) pada triwulan I 2016.
Kondisi tersebut juga sejalan dengan peningkatan
pertumbuhan arus kapal dari sebesar -1,68% (yoy)
pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar 23,47% (yoy)
pada triwulan I 2016.
Grafik 1. 39 Kegiatan Dunia Usaha Pengangkutan dan Komunikasi
Grafik 1. 40 Penyaluran Kredit Transportasi dan Pergudangan
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
0
200
400
600
800
1,000
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
%,y
oy
Rp m
iliar
Kr. Transportasi dan Pergudangan
g Kr. Transportasi dan Pergudangan
Transportasi Udara
Peningkatan kinerja lapangan Usaha transportasi
terkonfirmasi dari peningkatan kinerja transportasi
udara baik penumpang, maupun kargo, seiring
dengan peningkatan kedatangan wisatawan dengan
adanya libur panjang paskah dan hari raya imlek,
serta meningkatnya direct flight dan chartered flight
dari dan ke Bali dari beberapa kota di Tiongkok,
pertumbuhan kedatangan jumlah penumpang
mengalami peningkatan dari sebesar -1,7% (yoy)
pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar 18,3%
(yoy) pada triwulan I 2016. Selaras dengan jumlah
kedatangan penumpang, kargo internasional turut
mengalami peningkatan pertumbuhan dari sebesar
-0,38% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar
0,85% (yoy) pada triwulan I 2016.
Ekonomi Makro Regional 37
Grafik 1. 43 Arus Penumpang Laut Pelabuhan Benoa
Grafik 1. 44 Arus Kapal Pelabuhan Benoa dan Pelabuhan Celukan Bawang Provinsi Bali
Sumber : BUMN, diolah
Sumber : BUMN
-1.68
23.74
-30-20-100102030
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
%,yoy
Unit
Unit Kapalg Unit Kapal (skala kanan)
1.3.4. Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Pada triwulan I 2016, pertumbuhan lapangan industri
pengolahan tercatat sebesar 4,76% (yoy), lebih
lambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya
yang sebesar 6,34%(yoy). Perlambatan ini terutama
bersumber dari perlambatan pertumbuhan indeks
Indikator Industri Besar Sedang (IBS) yang mengalami
perlambatan dari sebesar 2,78% (yoy) pada triwulan
IV 2015 menjadi sebesar 0,41%(yoy) pada triwulan
I 2016. Perlambatan tersebut juga terkonfirmasi
dari perlambatan konsumsi listrik industri dari
sebesar 9,5% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi
sebesar 7,75% (yoy) pada triwulan I 2016. Sejalan
dengan hal tersebut, pertumbuhan kredit industri
Grafik 1. 45 Indikator Industri Besar Sedang (IBS) dan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil (IMK)
Grafik 1. 46 Konsumsi Listrik Industri
Sumber : BPS Provinsi Bali
Sumber : PLN Distribusi Bali
-505
1015202530
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
%,yo
y
IBS IMK
pengolahan turut mengalami perlambatan dari
sebesar 21,72% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi
sebesar 20,43% (yoy) pada triwulan I 2016. Di sisi
lain, pertumbuhan indeks Industri Manufaktur Mikro
dan Kecil mengalami peningkatan dari sebesar
10,48% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar
12,34% (yoy) pada triwulan I 2016. Kondisi tersebut
juga didukung oleh optimisme peningkatan kinerja
industri pengolahan yang terindikasi dari peningkatan
volume ekspor beberapa industri pengolahan Provinsi
Bali terutama pada komoditas produk olahan kayu
dan furniture pada triwulan I 2016.
Ekonomi Makro Regional38
Grafik 1. 48 Realisasi Belanja APBD Provinsi Bali
Grafik 1. 49 Perkembangan Konsumsi Semen Provinsi Bali
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Bali
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
triwulan I 2016 yang sebesar 9%, jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu
sebesar 1%.
Sejalan dengan perkembangan lapangan usaha
konstruksi, lapangan usaha real estate turut
menunjukkan perkembangan positif. Lapangan
usaha real estate tercatat mengalami peningkatan
dari sebesar 5,09% (yoy) pada triwulan IV 2015
menjadi sebesar 5,79% (yoy) pada triwulan I
2016. Peningkatan kinerja tersebut terindikasi dari
peningkatan pertumbuhan kredit KP Apartemen
dan KPR rumah tinggal. KP Apartemen mengalami
peningkatan dari sebesar 7,61% (yoy) pada triwulan
IV 2015 menjadi sebesar 18,16% (yoy) pada triwulan
I 2016. Sementara KPR rumah tinggal tipe s.d. 70
mengalami peningkatan dari 2,98% (yoy) pada
triwulan IV 2015 menjadi sebesar 3,54% (yoy) pada
triwulan I 2016. Peningkatan tersebut diindikasikan
terjadi seiring dengan peningkatan pendapatan
masyarakat serta mulai menurunnya suku bunga
sebagai dampak diturunkannya BI rate selama
triwulan berjalan. Meskipun demikian, seiring dengan
optimisme dunia properti ke depan, indeks harga
properti residensial primer menunjukkan peningkatan
pada triwulan I 2016.
Grafik 1. 47 Kredit Kategori Industri
1.3.5. Lapangan Usaha Konstruksi dan
Lapangan Usaha Real Estate
Seiring dengan peningkatan kinerja komponen
investasi, lapangan usaha konstruksi, dan real estate
mengalami peningkatan. Lapangan usaha konstruksi
mengalami peningkatan dari sebesar 5,09% (yoy)
pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar 5,79% (yoy)
pada triwulan I 2016. Peningkatan ini diindikasikan
oleh peningkatan penjualan semen pada triwulan IV
2015 mencapai 9,2% (yoy), lebih tinggi dibanding
triwulan III 2015 yang sebesar 2,38% (yoy)
(pembelian semen di triwulan IV 2015 digunakan
untuk stok pembangunan infrastruktur di triwulan I
2016). Selain itu, peningkatan kinerja lapangan usaha
ini juga diindikasikan oleh realisasi belanja modal di
Ekonomi Makro Regional 39
Grafik 1. 50 Kredit KP Apartemen
Grafik 1. 51 Kredit KPR Tipe s.d. 70
Grafik 1. 52 Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Primer
Grafik 1. 53 Perkembangan Kredit Kategori Pertanian
Grafik 1. 54 Perkembangan Produksi Padi di Bali
Sumber : Survei Harga Properti Residensial, Bank Indonesia
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha
Sumber : Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
I II III IV I
2015 2016
%,y
oy
Ton
1.3.6. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan
Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
mengalami perlambatan dari sebesaar 2,81% (yoy)
pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar 0,15%
(yoy) pada triwulan I 2016. Perlambatan tersebut
terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan
kegiatan dunia usaha sektor pertanian dari sebesar
-8,22% pada triwulan IV 2015 mejadi sebesar -8,27%
(yoy) pada triwulan I 2016. Perlambatan tersebut
terutama terjadi pada subkategori tabama dan
subkategori perikanan. Pada subkategori tabama,
komoditas padi jagung dan kedelai mengalami
kemunduran pola tanam sebagai dampak EL Nino
di tahun 2015, sehingga 40% produksi pertanian
mengalami kemunduran masa panen dari triwulan
I 2016 menjadi triwulan II 2016. Kondisi tersebut
terindikasi dari kontraksi pertumbuhan produksi
padi dari sebesar 0,87% (yoy) pada triwulan IV 2015
menjadi sebesar -7,60% (yoy) pada triwulan I 2016.
Ekonomi Makro Regional40
Grafik 1. 55 Perkembangan Produksi Ikan Pengambengan
Grafik 1. 57 Share PDRB Kab/Kota Provinsi Bali
Grafik 1. 56 Perkembangan Kredit Kategori Pertanian
Sumber : BPS Provinsi Bali
Sumber : PPN Pengambengan
-2000200400600800100012001400
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%,y
oy
ton
Prod. Ikan
g. Prod. Ikan(skala kanan)
Tabanan 11%
Badung 27%
Gianyar13%
Klungkung 4%
Bangli 3%
Karangasem 8%
Buleleng 16%
Denpasar18%
1.4. PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN
EKONOMI KABUPATEN/KOTA PROVINSI
BALI
Provinsi Bali yang juga dikenal dengan sebutan
Pulau Dewata, telah berhasil mencuri perhatian
wisatawan domestik dan internasional sebagaimana
terlihat dari kontribusi pendapatan sektor pariwisata
yang mencapai lebih dari 30% selama beberapa
tahun terakhir. Sejalan dengan berkembangnya
pariwisata di Provinsi Bali, dominasi pendapatan
ekonomi di Provinsi Bali juga terjadi pada Kabupaten/
Kota dengan dukungan infrastruktur pariwisata
dan lokasi pariwisata yang dominan dimiliki oleh
daerah Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan
atau sering disebut SARBAGITA. SARBAGITA sendiri
mendominasi pertumbuhan PDRB Provinsi Bali
dengan share sebesar 69% masing-masing sebesar
18%, 27%, 13%, dan 11%. Sementara share
terkecil dimiliki oleh Kabupaten Bangli sebesar
3%.Meskipun demikian, kabupaten yang berada di
Bali Utara kecuali Buleleng, yaitu Karangasem, Bangli,
dan Klungkung berhasil mencatat peningkatan
pertumbuhan pada tahun 2015 berbeda dengan
pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali yang secara total
mengalami perlambatan di tahun 2015. Kabupaten
Karangasem bahkan mencatat angka pertumbuhan
tertinggi sebesar 6,22% (yoy) pada tahun 2015, di
atas angka pertumbuhan Provinsi Bali yang sebesar
6,04% (yoy) dan Kabupaten Badung yang memiliki
pangsa terbesar tercatat sebesar 6,2% (yoy).
Sementara, angka pertumbuhan ekonomi terendah
dimiliki oleh Kabupaten Tabanan yang sebesar 6,03%
(yoy) pada tahun 2015.
Sejalan dengan perkembangan subkategori
pertanian, subkategori perikanan turut mengalami
perlambatan dari sebesar -42% (yoy) pada triwulan
IV 2015 menjadi sebesar -61% (yoy) pada triwulan
I 2016. Kredit lapangan usaha pertanian turut
mengkonfirmasi perlambatan tersebut terlihat dari
perlambatan pertumbuhan kredit pertanian dari
sebesar 20,86% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi
19,13% (yoy) pada triwulan I 2016.
Ekonomi Makro Regional 41
Grafik 1. 59 Share Lapangan Usaha Utama PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Grafik 1. 58 Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Sumber : BPS Provinsi Bali,diolahKet : **) angka sangat sementara
Sumber : BPS Provinsi Bali,diolahKet : **) angka sangat sementara
Sumber : BPS Provinsi Bali,diolahKet : **) angka sangat sementara
21.5
28.4
24.7
13.5
12.9
10.8
17.8
28.1
22.7
6.7
13.3
23.3 27
.3
26.4
22.9
7.19.
7
8.4 11
.4
8.7
7.4
5.7 8.
6 9.3
8.7
6.4 7.5 8.1 10
.5
5.2
11.5
9.2
6.0
4.0
11.9
9.1 9.8
4.0 5.
8 6.7
1.6
25.1
0.9 3.
1
1.3
17.8
1.2 3.
1
7.0
3.2 5.
1 5.4
11.0
7.5
5.1
4.7
T A B A N A N B A D U N G G I A N Y A R K L U N G K U N G B A N G L I K A R A N G A S E M B U L E L E N G D E N P A S A R
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Industri Pengolahan Transportasi dan Pergudangan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
5.30
5.80
6.30
6.80
7.30
2011 2012 2013 2014 2015
Tabanan Badung Gianyar Klungkung
Bangli Karangasem Buleleng Denpasar
Tabel 1. 3 Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali (%,yoy)
Kabupaten 2011 2012 2013 2014 2015 Tabanan 6.11 6.12 6.41 6.54 6.03 Badung 7.07 7.64 6.82 6.97 6.20 Gianyar 7.15 7.08 6.84 6.80 6.06 Klungkung 6.11 6.25 6.05 5.98 6.13 Bangli 6.14 6.20 5.94 5.82 6.09 Karangasem 5.43 5.93 6.16 6.01 6.22 Buleleng 6.44 6.78 7.15 6.96 6.05 Denpasar 7.16 7.51 6.96 7.00 6.15
Secara umum, sejalan dengan pertumbuhan
perekonomian Provinsi Bali secara keseluruhan, share
PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali didominasi oleh
lapangan usaha penyediaan akomodasi makan dan
minum dan lapangan usaha pertanian, kehutanan
dan perikanan dengan rata-rata masing-masing
sebesar 19,7% dan 18,7%. Kabupaten Bangli yang
mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup
signifikan dari 5,82%(yoy) pada tahun 2014 menjadi
sebesar 6,09%(yoy) pada tahun 2015. Peningkatan
tersebut didorong oleh share lapangan usaha
pertanian yang mendominasi sebesar 27,3% dan
lapangan usaha penyediaan akomodasi makan dan
minum sebesar 12,9%.
42
BOKS A
Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) di
Provinsi Bali triwulan I 2016 mengindikasikan adanya
peningkatan pertumbuhan harga properti residensial
di pasar primer. Indeks Harga Properti Residensial
Provinsi Bali pada triwulan I 2016 tercatat sebesar
186,57, meningkat 0,36% (qtq). Peningkatan
tersebut lebih tinggi dari triwulan IV 2015 yang sebesar
0,34% (qtq). Berdasarkan tipe rumah, peningkatan
harga (secara triwulanan) terjadi pada semua tipe
rumah (kecil, menengah dan besar). Peningkatan
harga tertinggi, terjadi pada rumah tipe kecil dengan
kenaikan sebesar 0,57% (qtq), diikuti rumah tipe
menengah (0,36%, qtq) dan besar (0,16%,qtq).
Sementara secara tahunan, pertumbuhan harga
properti residensial primer di triwulan berjalan, juga
menunjukkan peningkatan dari 1,77% (yoy) di
triwulan IV 2015 menjadi 1,87% (yoy) pada triwulan I
2016. Berdasarkan tipe rumah, peningkatan kenaikan
harga terjadi pada semua tipe rumah dengan kenaikan
harga terbesar terjadi pada rumah tipe menengah,
yaitu sebesar 2,19 % (yoy). Berdasarkan hasil survei,
beberapa faktor yang mendorong kenaikan harga
properti residensial di pasar primer pada triwulan I
2016 adalah kenaikan harga bahan bangunan (30%),
kenaikan upah pekerja (27%), biaya perizinan (25%),
adanya penambahan fasilitas umum di perumahan
(9%) dan faktor lainnya (9%).
Hasil survei mengkonfirmasi bahwa
pembiayaan bank dan dana internal perusahaan tetap
menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan
properti residensial, dengan share masing-masing
sebesar 59% dan 35%. Sementara komposisi
SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL PRIMER TRIWULAN I-2016 : HARGA PROPERTI RESIDENSIAL TERUS MENUNJUKKAN PENINGKATAN
pembiayaan pembangunan properti residensial yang
berasal dari konsumen (melalui down payment)
hanya sebesar 6%. Dari sisi konsumen, fasilitas Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) tetap menjadi pilihan utama
pembiayaan konsumen untuk semua tipe rumah.
Untuk tipe rumah kecil (s.d. tipe 36), persentase
konsumen yang menggunakan fasilitas KPR mencapai
80,53%, tipe rumah menengah (tipe >36 - 70)
82,86% dan tipe rumah besar (Tipe > 70) 73,33%.
Selain pembiayaan melalui KPR, pembiayaan dengan
cash secara bertahap juga menjadi salah satu alternatif
pembiayaan yang dipilih oleh konsumen.
Harga properti residensial di pasar primer, diperkirakan
tumbuh lebih tinggi pada triwulan II 2016 sebesar
1,14% (qtq). Kondisi ini menunjukkan bahwa
responden optimis perkembangan properti akan
semakin membaik pada triwulan II 2016. Peningkatan
harga properti residensial di pasar primer tertinggi
diperkirakan terjadi pada jenis rumah tipe menengah
yang mencapai 1,95% (qtq), sementara untuk tipe
rumah besar dan kecil masing-masing diperkirakan
meningkat sebesar 0,83% (qtq) dan 0,65%(qtq).
Kenaikan harga secara tahunan, juga diperkirakan
terjadi pada triwulan II 2016. Secara keseluruhan,
harga properti residensial di pasar primer diperkirakan
tumbuh 2,48% (yoy) pada triwulan II 2016.
Pertumbuhan tertinggi diperkirakan terjadi pada
rumah tipe menengah (3,82%, yoy) diikuti rumah
tipe kecil (2,21%, yoy) dan tipe besar (1,43%, yoy).
Perkembangan penyaluran kredit perbankan untuk
kepemilikan rumah tinggal tipe kecil (s.d. tipe 21)
dan menengah (s.d. tipe 70) pada triwulan I 2016
43
turut menunjukkan peningkatan. Pertumbuhan
penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tipe kecil
pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar -3,92% (yoy),
namun masih lebih tinggi dibanding triwulan IV 2016
yang sebesar -4,45%(yoy). Sementara penyaluran
KPR tipe menengah tumbuh sebesar 10,22% (yoy)
pada triwulan I-2016, lebih tinggi dibanding triwulan
IV-2015 yang sebesar 9,84%(yoy). Namun demikian,
pertumbuhan penyaluran KPR tipe besar mengalami
perlambatan pertumbuhan, dari 10,76%(yoy) pada
triwulan IV 2015 menjadi 8,38% (yoy) pada triwulan
I 2016. Hal ini sejalan dengan hasil SHPR Primer
triwulan I 2016 yang mengindikasikan bahwa properti
residensial tipe kecil dan menengah lebih diminati
dibanding properti residensial tipe besar. Dilihat dari
nominalnya, total kredit untuk kepemilikan rumah
tinggal di triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp 11,087
triliun, meningkat 0,2% (qtq) dibanding triwulan IV
2015 yang sebesar Rp 11,065 triliun.
Tabel 1. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Primer
Tabel 2. Growth (YoY) Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Primer
Tabel 3. Growth (qtq) Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Primer
*) Angka Perkiraan
*) Angka Perkiraan
*) Angka Perkiraan
44
Metodologi:
Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Primer, bertujuan untuk memperoleh informasi dini mengenai perkembangan properti residensial,
khususnya rumah primer di Indonesia, guna mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, melalui peningkatan kualitas data. Survei harga properti residensial di pasar primer dilakukan terhadap perusahaan pengembang
perumahan yang melakukan transaksi penjualan di wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi, yang dilakukan secara triwulanan.
Data yang dikumpulkan meliputi harga jual rumah, harga jual tanah, jumlah rumah yang dibangun dan jumlah rumah yang dijual, informasi-
informasi tambahan seperti penyebab kenaikan harga, kondisi permintaan dan penawaran serta pembiayaan properti.
45KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016
BAB II
PERKEMBANGAN INFLASIFoto oleh: Umran Usman
Perkembangan Inflasi46
Perkembangan Inflasi 47
2.1. PERKEMBANGAN UMUM INFLASI
Grafik 2. 1 Inflasi Kumulatif Bali (%ytd)
Grafik 2. 2 Inflasi Kumulatif Nasional (%ytd)Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
(1.00)
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
2014
2015
2016
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
2014
2015
2016
Inflasi Bali pada triwulan I 2016 tercatat sebesar
3,59% (yoy), meningkat dibanding pencapaian
inflasi triwulan IV 2015 yang tercatat sebesar 2,75%
(yoy). Namun demikian, pencapaian inflasi Bali
triwulan I 2016 masih lebih rendah dibanding inflasi
nasional yang sebesar 4,45% (yoy) dan lebih rendah
dibandingkan dengan inflasi triwulan I 2015 yang
sebesar 6,42% (yoy).
Pencapaian inflasi Bali pada triwulan I 2016 masih
dalam kisaran proyeksi Kajian Ekonomi Regional
(KEKR) triwulan sebelumnya dan diharapkan dapat
mendukung tercapainya target inflasi nasional
yang sebesar 4%±1% (yoy). Meski tercatat lebih
rendah dibandingkan dengan inflasi nasional, secara
kumulatif inflasi Bali hingga triwulan I 2016 tercatat
lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi kumulatif
pada periode yang sama di tahun 2015. Pada Maret
2016, inflasi kumulatif Bali tercatat sebesar 0,79%
(ytd) sementara periode yang sama tahun sebelumnya
hanya mencapai -0,04% (ytd).
Secara spasial, dari 2 kota sampel inflasi di Provinsi
Bali, Kota Singaraja masih tercatat sebagai kota
sampel inflasi yang cukup tinggi pada triwulan I 2016
yaitu sebesar 4,42% (yoy). Meskipun pencapaian
inflasi ini tercatat lebih rendah dibandingkan dengan
inflasi periode yang sama di tahun sebelumnya yaitu
sebesar 8,99% (yoy). Namun, secara kumulatif inflasi
Kota Singaraja pada triwulan I 2016 (Januari-Maret)
telah mencapai 1,56% (ytd), jauh lebih tinggi dari
tahun 2015 yang hanya mencapai 0,15% (ytd) pada
triwulan I 2015. Sementara itu, inflasi Kota Denpasar
pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 3,41% (yoy),
jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya
sebesar 5,88% (yoy). Secara kumulatif, inflasi Kota
Denpasar pada triwulan I 2016 (Januari-Maret)
adalah sebesar 0,62% (ytd), juga tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan I 2015 yang tercatat
sebesar -0,08% (ytd).
Berdasarkan kelompok penyumbang inflasi, tekanan
inflasi pada triwulan I 2016 terutama disebabkan
oleh kelompok inti dan volatile food. Sementara
itu, kelompok administered prices tercatat sebagai
penahan kenaikan laju inflasi seiring dengan
kebijakan Pemerintah terkait penurunan harga BBM,
tarif angkutan, dan harga LPG 12 kg pada awal Tahun
2016.
Perkembangan Inflasi48
Grafik 2. 3 Inflasi Kota di Bali (%yoy)
Grafik 2. 4 Perkembangan Inflasi Nasional dan Provinsi Bali (% yoy)
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tw II 2015 Tw III 2015 Tw IV 2015 Tw I 2016
Denpasar
Singaraja
Bali
Nasional
2.2. ANALISIS PERKEMBANGAN INFLASI
2.2.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan
Jasa
Pada triwulan I 2016, penyebab utama inflasi
Provinsi Bali masih didominasi oleh kelompok bahan
makanan yang dipicu oleh kenaikan harga bawang
merah, daging ayam ras, telur ayam ras, dan cabai
rawit sebagai pendorong utama inflasi volatile food.
Tren kenaikan harga komoditas tersebut merupakan
dampak dari pergeseran musim panen akibat
berlanjutnya anomali cuaca yang mengakibatkan
berkurangnya produksi pertanian secara nasional
sehingga turut mempengaruhi pasokan komoditas
pangan di Provinsi Bali. Selain itu, peningkatan
indeks harga pada kelompok bahan makanan pada
triwulan I 2016 disebabkan oleh adanya peningkatan
permintaan menjelang Tahun Baru Imlek serta
perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan yang
jatuh pada tanggal 8, 10, dan 20 Februari 2016.
Kelompok inti seperti kelompok sandang juga
menunjukkan adanya peningkatan harga pada
triwulan I 2016 yang disebabkan oleh penetapan
harga baru oleh pelaku usaha seiring pergantian tahun
dan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) serta
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Sementara
itu, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa
keuangan menunjukkan pergerakan melandai yang
dipengaruhi oleh penyesuaian harga bahan bakar
rumah tangga dan minyak serta tariff adjustment
listrik oleh PT. PLN (Persero).
a) Kelompok Bahan Makanan
Secara tahunan, kelompok bahan makanan pada
triwulan I 2016 kembali tercatat sebagai kelompok
penyumbang inflasi tertinggi di Bali. Kelompok ini
tercatat mengalami inflasi sebesar 7,70% (yoy) pada
Maret 2016, lebih tinggi dibandingkan dengan
inflasi Maret 2015 yang sebesar 7,43% (yoy). Secara
spasial, kelompok bahan makanan juga menjadi
kelompok penyumbang inflasi tertinggi di kedua
kota sampel inflasi di Provinsi Bali. Di Kota Denpasar,
inflasi kelompok bahan makanan tercatat mencapai
6,93% (yoy) pada triwulan I 2016, sementara di Kota
Singaraja tercatat sebesar 11,56% (yoy). Sementara
secara triwulanan, kelompok bahan makanan tercatat
sebesar 4,08% (qtq) lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 1,44% (qtq).
Perkembangan Inflasi 49
Grafik 2. 6 Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Prov. Bali
Grafik 2. 5 Inflasi Bulanan Kelompok Bahan Makanan Denpasar, Singaraja, dan Prov. Bali
Grafik 2. 7 Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Prov. Bali
Grafik 2. 8 Pergerakan Inflasi Bulanan Bawang Merah
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah
%, qtq
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015 2016
Bali
Denpasar
Singaraja
%, mtm
%, yoy
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb
2014 2015 2016
Bawang Merah%, mtm
Komoditas penyumbang inflasi pada kelompok bahan
makanan ditunjukkan terutama pada pergerakan
harga bawang merah, bawang putih, telur ayam ras,
cabai merah, dan cabai rawit. Kondisi tersebut telah
ditindaklanjuti dengan rangkaian penyelenggaraan
Operasi Pasar dan Pasar Murah di bawah koordinasi
TPID Provinsi Bali. Selain beras, komoditas lainnya yang
menjadi penyumbang utama inflasi pada kelompok
bahan makanan adalah bawang merah, daging ayam
ras, dan cabai merah. Sementara komoditas beras
menunjukkan pergerakan melandai meskipun terjadi
penurunan produksi padi pada periode Januari-Maret
2016.
Perkembangan Inflasi50
Grafik 2. 9 Pergerakan Inflasi Bulanan Bawang Putih Grafik 2. 12 Pergerakan Inflasi Bulanan Daging Sapi
Grafik 2. 13 Pergerakan Inflasi Bulanan BerasGrafik 2. 10 Pergerakan Inflasi Bulanan Telur Ayam Ras
Grafik 2. 11 Pergerakan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras
Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolahSumber : Bank Indonesia, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
-8.00
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb
2014 2015 2016
Bawang Putih%, mtm
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb
2014 2015 2016
Daging Sapi%, mtm
-10.00
-8.00
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb
2014 2015 2016
Beras%, mtm
-10.00
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb
2014 2015 2016
Telur Ayam Ras%, mtm
-20.00
-15.00
-10.00
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb
2014 2015 2016
Daging Ayam Ras%, mtmKenaikan harga komoditas pada kelompok ini
merupakan dampak dari pergeseran musim
panen akibat berlanjutnya anomali cuaca yang
mengakibatkan berkurangnya produksi pertanian
secara nasional sehingga turut mempengaruhi
pasokan komoditas pangan di Provinsi Bali. Selain
itu, peningkatan indeks harga pada kelompok bahan
makanan juga disebabkan oleh adanya peningkatan
permintaan menjelang Tahun Baru Imlek serta
perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan jatuh
pada tanggal 8, 10, dan 20 Februari 2016. Nampak
pada grafik, bahwa pergerakan harga beras sebagai
kebutuhan bahan pokok di Provinsi Bali melandai di
tengah penurunan produksi di Provinsi Bali.
Perkembangan Inflasi 51
Tabel 2.1 Produksi Padi (Ton)
Sumber : Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali, diolah
b) Kelompok Makanan Jadi, Minuman,
Rokok dan Tembakau
Grafik 2. 14 Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Prov. Bali
Grafik 2. 15 Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Prov. Bali
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
%, qtq
%, yoy
Pada triwulan I 2016 tekanan inflasi kelompok
makanan jadi, minuman jadi, rokok dan tembakau
tercatat 4,07% (yoy), meningkat dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 3,66% (yoy) setelah terus
melandai sejak triwulan IV 2014. Namun demikian,
secara tahunan, inflasi kelompok ini juga lebih tinggi
dibandingkan dengan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 5,65%
(yoy). Sementara itu, mengikuti pola pergerakan
triwulanan, kelompok ini mengalami penurunan dan
tercatat sebesar 1,14% (qtq) pada triwulan I 2016,
atau lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang
sebesar 1,48% (qtq).
Perkembangan Inflasi52
c) Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas
dan Bahan Bakar
Grafik 2. 16 Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar di Prov. Bali
Grafik 2. 17 Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar di Prov. Bali
Grafik 2. 18 Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
%, qtq
%, yoy
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
- 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000
17 Ja
nuar
i
01 Ja
nuar
i
21 Ja
nuar
i
01 M
aret
01 O
ktob
er
24 M
ei
01 D
esem
ber
15 D
esem
ber
15 Ja
nuar
i
22 Ju
ni
18 N
ovem
ber
01 Ja
nuar
i
19 Ja
nuar
i
01 M
aret
28 M
aret
05 Ja
nuar
i
01 A
pril
2002 2003 2005 2008 2009 2013 2014 2015 2016
Rp %
Inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan
Bahan Bakar pada triwulan I 2016 tercatat relatif jauh
lebih rendah. Pada triwulan I 2016 tercatat sebesar
0,91% (yoy) yang pada triwulan sebelumnya tercatat
sebesar 4,79% (yoy). Sementara secara triwulan,
kelompok ini tercatat deflasi sebesar -1,12% (qtq)
pada triwulan I 2016 lebih rendah dari triwulan
IV 2015 yang tercatat inflasi sebesar 0,62% (qtq).
Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah terkait
penurunan harga BBM, tarif angkutan, dan harga
LPG 12 kg berdasarkan Keputusan Menteri ESDM
No.2K/12/MEM/2016 yang diberlakukan sejak tanggal
5 Januari 2016. Kondisi ini juga merupakan dampak
berlanjutnya penurunan harga minyak dunia, yang
berpengaruh pada melandainya harga bensin serta
penurunan harga Bahan Bakar Khusus (Pertamax
dan Pertalite). Tertahannya inflasi pada kelompok ini
juga didukung adanya tariff adjustment listrik oleh PT.
PLN Persero sejak Januari 2016 yang terus bertahap
sampai Maret 2016 terutama golongan R-1, R-2, R-3,
P-1, dan P-2.
Perkembangan Inflasi 53
Grafik 2. 20 Inflasi Triwulanan Kelompok Sandangdi Prov. Bali
Grafik 2. 21 Inflasi Tahunan Sandang di Prov. Bali
Grafik 2. 19 Indeks Harga Properti Residensial (SHPR) Primer
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
%, qtq
%, yoy
0.34 0.36
1.77 1.87
-5
0
5
10
15
20
90100110120130140150160170180190
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
(%)Indeks
IHPR - Total Growth qtq (RHS) Growth yoy (RHS)
Di sisi lain, pada triwulan I 2016 Survei Harga Properti
Residensial (SHPR) primer Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Bali tercatat relatif stabil meski pada
Januari 2016 terdapat gejolak harga pada komoditas
sewa rumah di Denpasar. SHPR tercatat mengalami
sedikit peningkatan dari 1,77% (yoy) atau 0,34%
(qtq) pada triwulan IV 2015 menjadi 1,87% (yoy) atau
0,36% (qtq) pada triwulan I 2016.
d) Kelompok Sandang
Inflasi pada kelompok sandang tercatat mengalami
peningkatan baik secara triwulanan maupun tahunan
setelah pada triwulan sebelumnya turun cukup
dalam. Pada Maret 2016 kelompok ini tercatat
mengalami inflasi sebesar 3,30% (qtq), jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang hanya tercatat sebesar 0,06% (qtq). Sementara
itu, secara tahunan kelompok ini tercatat mengalami
inflasi sebesar 6,69% (yoy), juga lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar 4,31% (yoy).
Perkembangan Inflasi54
e) Kelompok Kesehatan
Sejalan dengan kelompok sandang, tekanan inflasi
kelompok kesehatan turut mengalami peningkatan
baik secara triwulanan maupun secara tahunan.
Pada Maret 2015, kelompok ini tercatat mengalami
inflasi sebesar 5,71% (yoy), meningkat dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang
sebesar 4,81% (yoy). Sementara secara triwulanan
tercatat mengalami inflasi sebesar 1,57% (qtq) atau
meningkat dibandingkan dengan inflasi triwulan lalu
yang sebesar 0,99% (qtq).
Grafik 2. 22 Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatandi Prov. Bali
Grafik 2. 24 Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga di Prov. Bali
Grafik 2. 23 Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatandi Prov. Bali
Grafik 2. 25 Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga di Prov. Bali
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
%, qtq
%, qtq
%, yoy
%, yoy
f) Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah
Raga
Sesuai dengan pola historis, secara triwulanan, inflasi
pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga
tercatat mengalami peningkatan dari 0,07% (qtq)
pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar 0,35% (qtq)
pada triwulan I 2016. Namun secara tahunan, pada
triwulan I 2016 kelompok pendidikan, rekreasi dan
olah raga tercatat relatif stabil dengan inflasi sebesar
4,05% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
4,07% (yoy).
Perkembangan Inflasi 55
Grafik 2. 26 Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Prov. Bali
Grafik 2. 28 Bobot Tahun Dasar (2012=100)Kelompok Pengeluaran Kota Denpasar
Grafik 2. 27 Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Prov. Bali
Grafik 2. 29 Bobot Tahun Dasar (2012=100)Kelompok Pengeluaran Kota Singaraja
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Bank Indonesia
%, qtq
26%19%19%16%9%
%, yoy
27%26%19%12%6%5%4%
g) Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa
Keuangan
Secara triwulanan, inflasi pada kelompok transpor,
komunikasi dan jasa keuangan mengalami
penurunan yang cukup dalam dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya dari 0,001% (qtq) pada triwulan
sebelumnya menjadi -1,45% (qtq) pada periode
laporan. Sementara itu, secara tahunan inflasi
kelompok ini tercatat sebesar 0,34% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mengalami deflasi sebesar -1,18% (yoy). Rendahnya
inflasi kelompok ini didukung adanya penyesuaian
harga Bahan Bakar sehingga tercatat deflasi pada
komoditas Angkutan Antar Kota, Angkutan Dalam
Kota, Angkutan Udara, Bensin, dan Solar.
2.2.2. Inflasi Menurut Kota
Sejak Tahun 2013 inflasi Provinsi Bali ditentukan
berdasarkan inflasi dari 2 (dua) kota sampel inflasi,
yaitu Kota Denpasar dan Kota Singaraja. Karakteristik
inflasi Kota Denpasar maupun Kota Singaraja
terutama dipengaruhi oleh kelompok pengeluaran
bahan makanan, makanan jadi dan perumahan
sebagaimana tercermin pada dominannya bobot
kelompok pengeluaran tersebut dalam keranjang IHK
Kota Denpasar maupun Kota Singaraja.
Perkembangan Inflasi56
a) Kota Denpasar
Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Kota Denpasar Per Kelompok Pengeluaran
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Pada triwulan I 2016, laju inflasi Kota Denpasar
mengalami peningkatan dari 2,75% (yoy) pada
triwulan IV 2015 menjadi 3,41% (yoy) pada triwulan
I 2016. Peningkatan tekanan inflasi tertinggi terjadi
pada kelompok bahan makanan (6,93%, yoy),
kelompok sandang (6,24%, yoy), dan kelompok
kesehatan (6,24%, yoy). Inflasi kelompok bahan
makanan triwulan I 2016 tercatat lebih rendah dari
inflasi triwulan I 2015 yang sebesar 7,65% (yoy). Sama
halnya dengan kondisi Bali secara umum, peningkatan
inflasi kelompok ini pada periode pelaporan di Kota
Denpasar disebabkan karena adanya hambatan
produksi pada komoditas utama penyumbang inflasi
(cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah) yang
terjadi pada lingkup nasional dan juga berkurangnya
stok/pasokan yang tersedia di pasar tradisional. Hal ini
juga tidak lepas dari masih tingginya ketergantungan
pasokan dari daerah lainnya sehingga harga relatif
berfluktuasi. Selain itu, tekanan inflasi kelompok
bahan makanan juga didorong oleh terjadinya
bencana kebakaran di salah satu pasar tradisional
terbesar di Denpasar, yaitu Pasar Badung. Menyikapi
adanya potensi kenaikan, pada Maret 2016 kembali
dilakukan rangkaian upaya koordinasi pengendalian
inflasi oleh TPID Provinsi/Kabupaten/Kota se-Provinsi
Bali antara lain melalui Operasi Pasar dan Pasar Murah
serta kegiatan pemantauan harga. Selain kelompok
bahan makanan, kelompok sandang dan kesehatan
pada triwulan I 2016 juga merupakan pendorong
inflasi Kota Denpasar. Adanya peningkatan pada
kedua kelompok ini didorong oleh peningkatan UMK
Denpasar sebesar 11,5% sesuai dengan Peraturan
Gubernur Bali No.1 Tahun 2016 tentang Upah
Minimum Kabupaten/Kota.
Sementara itu, kelompok perumahan, air, listrik, gas,
dan bahan bakar menunjukkan penurunan yang
cukup dalam dibandingkan triwulan IV 2015 tercatat
sebesar 5,09% (yoy) sehingga menjadi sebesar
1,07% (yoy) pada triwulan I 2016. Apabila ditinjau
pergerakannya sepanjang triwulan I 2016, maka top
5 komoditas yang tercatat mengalami inflasi di Kota
Denpasar masih didominasi oleh komoditas pada
kelompok volatile food.
Perkembangan Inflasi 57
b) Kota Singaraja
Tabel 2.4 Perkembangan Inflasi Kota Singaraja Per Kelompok Pengeluaran
Tabel 2.3 Top 5 Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi Kota Denpasar
No Komoditas (%, mtm) Kontribusi (%,mtm) No Komoditas (%, mtm) Kontribusi
(%,mtm) Januari Inflasi Deflasi
1 Bawang Merah 33,17 0,18 1 Bensin -3,73 -0,20 2 Daging Ayam Ras 6,80 0,13 2 Buncis -55,75 -0,09 3 Telur Ayam Ras 14,45 0,10 3 Kasur -25,00 -0,04
4 Angkutan Udara 10,18 0,09 4 Angkutan Antar Kota -17,49 -0,04
5 Baju Kaos Berkerah 54,02 0,08 5 Semangka -19,16 -0,03 Februari Inflasi Deflasi
1 Cabai Merah 57,10 0,12 1 Tarif Listrik -3,81 -0,16 2 Pisang 16,58 0,05 2 Bensin -1,13 -0,06 3 Emas Perhiasan 4,92 0,04 3 Cabai Rawit -30,24 -0,04 4 Rokok Kretek Filter 2,45 0,03 4 Bawang Merah -6,82 -0,04 5 Tomat Sayur 56,47 0,03 5 Angkutan Udara -2,65 -0,02
Maret Inflasi Deflasi
1 Cabai Rawit 80,70 0,12 1 Daging Ayam Ras -12,82 -0,24 2 Sawi Hijau 65,60 0,09 2 Tarif Listrik -1,80 -0,07 3 Mobil 2,17 0,06 3 Angkutan Udara -5,22 -0,05 4 Buncis 38,39 0,06 4 Bensin -0,72 -0,04 5 Tongkol Pindang 10,26 0,04 5 Telur Ayam Ras -5,01 -0,03
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Perkembangan Inflasi58
Inflasi Kota Singaraja tercatat mengalami peningkatan
yang cukup tinggi dari 2,97% (yoy) pada triwulan
IV 2015 menjadi 4,42% (yoy) pada triwulan I 2016.
Namun demikian, capaian inflasi ini tercatat lebih
rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya
yang tercatat sebesar 8,99% (yoy). Realisasi inflasi
Kota Singaraja pada triwulan I 2016 masih berada
di atas inflasi Kota Denpasar. Jalur distribusi Bali
Selatan dan Bali Utara masih perlu menjadi perhatian
untuk menjaga ketersediaan pasokan pada kedua
kota sampel inflasi di Provinsi Bali. Berdasarkan
kelompoknya, peningkatan tertinggi terjadi pada
kelompok bahan makanan yang meningkat tajam
dari sebesar 4,74% (yoy) pada triwulan IV 2015
menjadi sebesar 11,56% (yoy) pada triwulan I 2016.
Hampir seluruh kelompok pengeluaran di Kota
Tabel 2.5 Top 5 Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi Kota Singaraja
No Komoditas (%, mtm)
Kontribusi (%,mtm) No Komoditas (%,
mtm) Kontribusi (%,mtm)
Januari Inflasi Deflasi
1 Cabai Rawit 46,40 0,53 1 Buncis -46,32 -0,22 2 Bawang Merah 32,03 0,31 2 Bensin -3,92 -0,16 3 Kentang 51,27 0,08 3 Minyak Goreng -2,54 -0,03 4 Telur Ayam Ras 7,14 0,07 4 Salak -20,83 -0,02 5 Tongkol/Ambu-ambu 19,20 0,04 5 Angkutan Antar Kota -3,85 -0,01
Februari Inflasi Deflasi
1 Mie Kering Instant 17,40 0,21 1 Cabai Rawit -23,28 -0,26 2 Pisang 12,61 0,09 2 Bawang Merah -23,93 -0,23 3 Daging Ayam Ras 2,10 0,05 3 Buncis -19,91 -0,09 4 Tomat Sayur 47,57 0,04 4 Tarip Listrik -2,70 -0,08 5 Cabai Merah 24,44 0,04 5 Kacang Panjang -13,70 -0,04
Maret Inflasi Deflasi
1 Cabai Rawit 49,67 0,56 1 Daging Ayam Ras -13,37 -0,33 2 Bawang Merah 29,52 0,28 2 Pisang -4,77 -0,03 3 Buncis 52,38 0,25 3 Kentang -19,93 -0,03 4 Kacang Panjang 22,94 0,07 4 Tarip Listrik -1,09 -0,03 5 Bayam 21,67 0,05 5 Udang Basah -7,57 -0,02
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Singaraja mengalami peningkatan kecuali kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar,
sejalan dengan kondisi Kota Denpasar. Jika ditinjau
berdasarkan pergerakannya sepanjang Januari sampai
Maret 2016, maka komoditas yang mendorong laju
inflasi di Singaraja didominasi oleh kelompok volatile
food.
2.3. DISAGREGASI INFLASI
Pada triwulan I 2016, tekanan inflasi kelompok
volatile food kembali menunjukkan peningkatan.
Kenaikan harga bawang merah yang terjadi secara
nasional, harga cabai merah, cabai rawit, dan daging
ayam ras mendorong terjadinya inflasi pada kelompok
volatile food. Tren kenaikan harga komoditas tersebut
merupakan dampak dari peningkatan permintaan
Perkembangan Inflasi 59
masyarakat sehubungan dengan rangkaian perayaan
Imlek, Galungan, dan Kuningan, serta terhambatnya
distribusi bahan pangan akibat terbakarnya Pasar
Induk di Bali, Pasar Badung.
Grafik 2. 30 Disagregasi Inflasi Bulanan Provinsi Bali
Grafik 2. 31 Disagregasi Inflasi Tahunan Provinsi Bali
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 32013 2014 2015 2016
Series4 CORE
VOLATILE ADMINISTERED
02468
1012141618
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 32013 2014 2015 2016
yoy COREVOLATILE ADMINISTERED
% yoy
a) Volatile Food
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, pada
triwulan I 2016, inflasi volatile food di Provinsi Bali
tercatat lebih tinggi dengan capaian inflasi tahunan
sebesar 6,93% (yoy) setelah pada triwulan IV
2015 tercatat sebesar 3,10% (yoy). Tekanan inflasi
kelompok ini pada triwulan I 2016 masih tercatat lebih
rendah dibandingkan rata-rata historisnya selama 3
tahun terakhir yang sebesar 8,64% (yoy). Adanya
peningkatan harga pada kelompok ini langsung
disikapi oleh TPID baik pada tingkat Provinsi maupun
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali melalui rangkaian
upaya pengendalian inflasi. Pengendalian harga
oleh TPID dalam jangka pendek antara lain adalah
melalui pelaksanaan Pasar Murah dan pelaksanaan
pemantauan lapangan dan kecukupan stok untuk
merespon peningkatan harga.
Pada triwulan I 2016, kenaikan harga terjadi pada
komoditas bawang merah, cabai merah, cabai rawit,
dan daging ayam ras. Sementara itu, komoditas yang
tercatat mengalami penurunan indeks harga pada
triwulan I 2016 adalah daging babi (-0,054%, yoy)
dan beras (-0,052%, yoy).
b) Administered Prices
Tekanan inflasi kelompok administered prices pada
triwulan I 2016 kembali tercatat melandai lebih
dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Kelompok administered prices pada triwulan I 2016
mencatat inflasi sebesar 0,89% (yoy), lebih rendah
dari triwulan IV 2015 yang 1,01% (yoy). Komoditas
yang menyumbang inflasi administered prices cukup
signifikan pada triwulan I 2016 adalah komoditas
rokok kretek filter dan angkutan udara. Namun
demikian, laju inflasi tertahan oleh penurunan indeks
harga bahan bakar bensin (-0,046%, yoy) solar
(-0,009, yoy), angkutan antar kota (-0,021%, yoy),
dan tarif listrik (-0,034%, yoy). Rendahnya inflasi
pada kelompok administered prices pada triwulan
I 2016 merupakan dampak dari penurunan harga
minyak dunia, yang berpengaruh pada melandainya
harga bensin dan solar.
c) Core Inflation
Tekanan inflasi kelompok inti tercatat relatif stabil.
Rupiah kembali mengalami penguatan pada Maret
2016 yang secara year to date (ytd), nilai tukar rupiah
menguat sebesar 3,96% atau secara point-to-point
(ptp) menguat sebesar 0,84% (mtm) ke level Rp
Perkembangan Inflasi60
13.260 per dolar AS. Ke depan, Bank Indonesia terus
menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan
fundamentalnya, sehingga dapat mendukung
terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem
keuangan.
Grafik 2. 32 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 2. 33 Perbandingan Nilai Tukar Kawasan
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Interaksi permintaan dan penawaran
Tekanan permintaan dapat direspon dengan baik oleh
sisi penawaran meskipun terdapat sedikit penurunan
indeks perkiraan total penjualan secara umum pada
3 bulan yang akan datang dari hasil Survei Pedagang
Eceran Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali
pada triwulan I 2016 dibandingkan dengan triwulan
IV 2016. Sementara dari hasil Survei Konsumen
Bank Indonesia mengindikasikan bahwa konsumen
optimis terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan I
2016 adalah sebesar 99,43 menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 100,42
pada Desember 2015. Penurunan IKK triwulan I 2016
tersebut terutama disebabkan oleh penurunan Indeks
Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE), khususnya melemahnya
persepsi konsumen terhadap penghasilan saat ini.
Ekspektasi Inflasi
Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia juga
menunjukkan bahwa konsumen memperkirakan
tekanan kenaikan harga yang meningkat pada Juni
2016. Hal ini terindikasi dari Indeks Ekspektasi Harga
(IEH) 3 bulan mendatang yang tercatat naik menjadi
185,50 pada triwulan I 2016. Meningkatnya tekanan
kenaikan harga diperkirakan terjadi utamanya pada
kelompok bahan makanan dan kelompok makanan
jadi, minuman, rokok, dan tembakau seiring dengan
perkiraan meningkatnya permintaan selama bulan
puasa dan menjelang hari raya Idul Fitri.
Laju inflasi kelompok inti cukup stabil didukung
oleh masih memadainya sisi suplai dan ekspektasi
inflasi yang terjaga (baik dari sisi konsumen maupun
pedagang). Pengendalian ekspektasi inflasi menjadi
sangat penting untuk dilaksanakan untuk mengurangi
ketidakpastian dan ekspektasi inflasi yang berlebihan.
Berkaitan dengan itu, langkah strategis TPID Provinsi
Bali menjaga ekspektasi melalui press release,
talkshow, dan gerakan operasi pasar serta pasar
murah di Tahun 2016 secara aktif dilaksanakan.
Perkembangan Inflasi 61
Grafik 2. 34 Ekspektasi Penjualan
Grafik 2. 35 Ekspektasi Konsumen
Sumber : Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
141143
-13%-14%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0.0020.0040.0060.0080.00
100.00120.00140.00160.00180.00200.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2015 2016Indeks Ekspektasi Harga 3 Bulan yad Indeks Ekspektasi Harga 6 Bulan yadGrowth Indeks Ekspektasi Harga 3 Bulan yad Growth Indeks Ekspektasi Harga 6 Bulan yad
185.5
194
2%3%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
155160165170175180185190195200205
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2015 2016Indeks Ekspektasi harga 3 bulan yad Indeks Ekspektasi harga 6 bulan yadGrowth Ekspektasi harga 3 bulan yad Growth Ekspektasi harga 6 bulan yad
2.4. PERGERAKAN HARGA DI KOTA NON
SAMPEL INFLASI
Pemantauan pergerakan harga di kota-kota non
sampel inflasi di Bali dilakukan oleh Tim Pengendali
Inflasi Daerah pada tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi
Bali melalui Sistem Informasi Harga Komoditas Pangan
Strategis (SiGapura) Provinsi Bali. Sesuai dengan butir
kesepakatan Capacity Building PIHPS Provinsi Bali
SiGapura, per tanggal 1 April 2016, kontributor data
SiGapura di tingkat konsumen adalah seluruh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan pada 9 (sembilan)
Kabupaten/Kota dengan total 15 pasar tradisional
dan 2 pasar modern yang tersebar di Provinsi Bali.
Hasil pemantauan harga terhadap 6 komoditas
(penyumbang utama inflasi Bali) di Provinsi Bali
menunjukkan pergerakan harga yang searah dengan
pergerakan harga di kedua kota sampel inflasi.
Peningkatan harga terjadi pada komoditas bawang
merah yang masih terus tinggi sejak minggu pertama
Februari 2016. Komoditas yang menunjukkan
penurunan harga antara lain komoditas aneka cabai
seiring dengan masuknya musim panen. Sementara
komoditas beras, daging ayam ras, dan telur ayam ras
terpantau relatif stabil pada triwulan I 2016.
Perkembangan Inflasi62
Grafik 2. 36 Pergerakan Harga Komoditas Beras Grafik 2. 39 Pergerakan Harga Komoditas Telur Ayam Ras
Grafik 2. 37 Pergerakan Harga Komoditas Cabai Merah Grafik 2. 40 Pergerakan Harga Komoditas Cabai Rawit
Grafik 2. 38 Pergerakan Harga Komoditas Daging Ayam Ras Grafik 2. 41 Pergerakan Harga Komoditas Bawang Merah
Sumber :SiGapura, diolah Sumber :SiGapura, diolah
Sumber :SiGapura, diolah Sumber :SiGapura, diolah
Sumber :SiGapura, diolah Sumber :SiGapura, diolah
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
Oktober2015
November2015
Desember2015
Januari 2016 Februari2016
Maret2016
Badung
Bangli
Buleleng
Denpasar
Gianyar
Jembrana
Karangasem
Klungkung
Tabanan
Rp
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
Oktober2015
November2015
Desember2015
Januari 2016 Februari2016
Maret2016
Badung
Bangli
Buleleng
Denpasar
Gianyar
Jembrana
Karangasem
Klungkung
Tabanan
Rp
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
Oktober2015
November2015
Desember2015
Januari 2016 Februari2016
Maret2016
Badung
Bangli
Buleleng
Denpasar
Gianyar
Jembrana
Karangasem
Klungkung
Tabanan
Rp
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
Oktober2015
November2015
Desember2015
Januari 2016 Februari2016
Maret2016
Badung
Bangli
Buleleng
Denpasar
Gianyar
Jembrana
Karangasem
Klungkung
Tabanan
Rp
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
Oktober2015
November2015
Desember2015
Januari 2016 Februari2016
Maret2016
Badung
Bangli
Buleleng
Denpasar
Gianyar
Jembrana
Karangasem
Klungkung
Tabanan
Rp
05,000
10,00015,00020,00025,00030,00035,00040,00045,00050,000
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
MV
MI
MII
MIII
MIV
MI
MII
MIII
MIV
Oktober2015
November2015
Desember2015
Januari 2016 Februari2016
Maret2016
Badung
Bangli
Buleleng
Denpasar
Gianyar
Jembrana
Karangasem
Klungkung
Tabanan
Rp
Perkembangan Inflasi 63
Grafik 2. 42 Perkembangan Inflasi Pedesaan (mtm) dan Nilai Tukar Petani (NTP)
Grafik 2. 43 Perkembangan Inflasi Pedesaan (ytd)
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
%, mtm
-4
-2
0
2
4
6
8
10
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2013 2014 2015 2016
Bali Nasional
%, ytd
2.5. INFLASI PEDESAAN
Berbeda halnya dengan inflasi di kota-kota sampel
perhitungan inflasi di Bali, tekanan inflasi perdesaan
Bali sampai dengan triwulan I 2016 justru mengalami
penurunan dibandingkan inflasi triwulan IV 2015.
Laju inflasi perdesaan Bali pada Maret 2016 tercatat
sebesar 0,33% (mtm) lebih rendah dari inflasi
perdesaan nasional sebesar 0,95% (mtm). Secara
kumulatif, inflasi perdesaan Bali tercatat sebesar
1,72% (ytd) sedikit berada di bawah inflasi perdesaan
nasional yang mencapai 1,87% (ytd). Namun, inflasi
perdesaan Bali meningkat dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat
deflasi sebesar -0,55% (ytd).
Sejalan dengan masih terjadinya inflasi perdesaan di
Bali, pada triwulan I 2016 rata-rata Nilai Tukar Petani
(NTP) mengalami sedikit penurunan dari 105,15 pada
triwulan IV 2015 menjadi sebesar 105,08.
64
BOKS B
Dalam upaya menjaga inflasi Bali yang rendah
dan stabil, TPID Provinsi Bali bersama 9 (sembilan)
TPID Kabupaten/Kota kembali melakukan langkah
koordinatif dalam pengendalian inflasi jangka
pendek dan menengah dengan menyusun Roadmap
Pengendalian inflasi Provinsi Bali 2016 -2018.
Penyusunan Roadmap ini dilaksanakan sebagai tindak
lanjut amanah Presiden RI Bapak Ir. H. Joko Widodo
dalam Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendalian
Inflasi Daerah VI di Jakarta pada 27 Mei 2015 dengan
3 (tiga) rekomendasi utama yang dihasilkan sebagai
berikut:
1. Mempertegas komitmen daerah dalam menjaga
stabilitas harga dengan mewujudkan strategi 4K
(Ketersediaan pasokan, Keterjangkauan harga,
Kelancaran distribusi, dan Komunikasi yang
efektif),
2. Melakukan percepatan pembangunan
infrastruktur dan mewujudkan kedaulatan
pangan di daerah,
3. Melakukan penajaman langkah Pemerintah
Pusat & Pemerintah Daerah dalam pengelolaan
anggaran.
Roadmap Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali disusun dengan
mengacu dan telah diselaraskan dengan Roadmap
Pengendalian Inflasi 2015 -2017 yang disusun
oleh Pokjanas TPID. Roadmap Pengendalian Inflasi
Daerah Provinsi Bali 2018 disusun untuk mendukung
pencapaian target inflasi sebagaimana tercantum
dalam PMK No.93/PMK.011/2014 tentang Sasaran
Inflasi sebesar 3,5±1% di 2018. Roadmap ini
merupakan guideline terkoordinasi dan terencana
serta diharapkan menjadi komitmen penuh dari
seluruh stakeholders dengan susunan yang terdiri
dari:
Identifikasi permasalahan pokok di masing-masing
kelompok inflasi (volatile food, administered prices,
core) di Bali
ROADMAP PENGENDALIAN INFLASI DAERAH PROVINSI BALI
65
4. Langkah-langkah pengendalian inflasi jangka
pendek 2016, dan jangka menengah (2017-
2018)
5. Dukungan yang diharapkan dari Pemerintah
pusat serta Kementerian/Instansi terkait.
Melalui serangkaian langkah koordinasi, sinkronisasi
berbagai kegiatan dan rencana kerja pemerintah
daerah di masing-masing leading sektor (SKPD terkait)
serta dengan mensinergikan berbagai kebijakan
Pemerintah Daerah dan Instansi terkait lainnya yang
berada dalam wadah Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/
Kota se-Bali, yang dimulai sejak Januari – Maret
2016 guna menyusun Roadmap Pengendalian Inflasi
Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Provinsi
Bali bertempat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Bali, pada tanggal 5 April 2016 telah disepakati
dan ditandatangani bersama Roadmap Pengendalian
Inflasi Daerah se-Provinsi Bali oleh seluruh ketua TPID
Provinsi, Kabupaten dan Kota di Bali.
Dalam upaya mencapai inflasi yang rendah dan stabil,
Provinsi Bali masih dihadapkan dengan berbagai
tantangan yang perlu menjadi perhatian. Tantangan
pengendalian inflasi Provinsi Bali untuk kelompok
penyumbang inflasi baik jangka pendek maupun
jangka panjang yang menjadi permasalahan struktural
adalah sebagai berikut:
66
• •
•
•
•
• • • • • •
•
• •
• • • • •
•
•
•
67
Untuk mensinergikan berbagai kebijakan Pemerintah
Pusat dan Daerah serta kebijakan Bank Indonesia
dalam mengawal pencapaian sasaran inflasi
nasional telah disusun berbagai usulan rekomendasi
pengendalian inflasi. Usulan rekomendasi
pengendalian inflasi dalam jangka pendek adalah:
(a) pengendalian inflasi pangan diarahkan pada:
(i) menjaga ketersediaan pasokan pangan di pasar
dalam jumlah yang memadai (ii) mengkomunikasikan
kepada publik tentang kondisi dan prognosa pangan
pokok serta langkah-langkah antisipasi yang akan
dilakukan pemerintah untuk menjaga stabilitas harga
pangan pokok (iii) memperkuat peran Bulog dalam
stabilisasi harga pangan pokok. (b) pengendalian
inflasi kelompok administered prices khususnya
energi diarahkan: (i) meningkatkan transparansi
dan menjaga konsistensi penetapan tarif angkutan
darat dalam dan luar kota (iii) melakukan review atas
adjustment tarif listrik khususnya terkait penggunaan
variabel inflasi. (iv) menjaga stabilitas nilai tukar
antara lain dengan mendorong penggunakan Rupiah
dalam bertransaksi. (c) pengendalian kelompok
inti diarahkan pada (i) melakukan pertemuan
secara berkala dengan Real Estate Indonesia (REI)/
Pelaku Usaha dan instansi terkait guna memantau
perkembangan harga dan merumuskan kebijakan
yang dapat menekan inflasi di sektor perumahan/
bangunan, (ii) mengarahkan ekspektasi inflasi untuk
mencapai sasaran inflasi yang rendah dan stabil.,
(iii) penyediaan fasilitas asrama (mahasiswa) atau
rumah dinas (pekerja) bagi penduduk pendatang, (iv)
perbaikan tata ruang wilayah dengan membangun
pusat ekonomi di daerah sub-urban/penyangga.
Sementara usulan rekomendasi kebijakan jangka
menengah adalah: (a) pengendalian inflasi pangan
diarahkan pada: (i) mengefisienkan tata niaga
perdagangan pangan pokok (ii) mengefektifkan
kebijakan harga referensi melalui dukungan system
informasi harga yang akurat (PIHPS-SiGapura)
dan review harga referensi mengacu pada cost of
production (iii) menyediakan instrument intervensi
melalui stok pangan pemerintah (iv) mensinergikan
program Roadmap jangka menengah panjang
dengan RKPD pada SKPD terkait untuk mendukung
kedaulatan pangan. (b) pengendalian inflasi
kelompok administered prices khususnya energi
diarahkan: (i) mempersiapkan diversifikasi energi (ii)
memperkuat infrastruktur distribusi sektor energi (iii)
meningkatkan efiiensi penggunaan energi di daerah,
(c) pengendalian kelompok inti diarahkan pada (i)
mengembangkan daerah-daerah penyangga sebagai
supply untuk memenuhi kebutuhan sewa rumah/
kontrak rumah yang meningkat.
KEKR Provinsi Bali Triwulan I 201668
Halaman ini sengaja dikosongkan
69KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016
BAB III
PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Perbankan dan Sistem Pembayaran70
Perbankan dan Sistem Pembayaran 71
3.1. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA
BANK UMUM
Tabel 3.1 Perkembangan Usaha Bank Umum di Bali
Stabilitas sistem keuangan Provinsi Bali pada triwulan
I 2016 masih terjaga sebagaimana tercermin dari
peningkatan aset, dan fungsi intermediasi perbankan
(kenaikan LDR) serta terjaganya rasio kredit Non
Performing Loan di periode triwulan I 2016. Aset bank
umum pada triwulan I 2016 mencapai Rp 91,4 triliun
atau tumbuh sebesar 7,12% (yoy), sedikit melambat
dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya
(8,23%, yoy). Perlambatan pertumbuhan dialami
oleh seluruh kelompok bank antara lain kelompok
bank asing campuran, bank umum swasta nasional
Grafik 3. 1 Pertumbuhan Tahunan Asset, DPK dan Kredit Grafik 3. 2 Komposisi dan Pertumbuhan Asset Menurut Kelompok Bank
dan kelompok bank pemerintah. Perlambatan
terbesar dicatat kelompok bank asing campuran dari
sebesar 29,07% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi
kontraksi sebesar -7,63% (yoy) pada triwulan I 2016.
Berdasarkan share-nya, share asset kelompok bank
pemerintah mengalami peningkatan dari sebesar
59,94% pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar
60,83%, seiring dengan masih tertahannya kinerja
konsumsi Pemerintah. Sementara itu, share asset
kelompok bank umum swasta nasional dan kelompok
bank asing campuran cenderung stabil masing-
masing sebesar 37,33% dan 1,84%.
Perbankan dan Sistem Pembayaran72
3.1.1. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi
Fungsi intermediasi bank umum pada triwulan I
2016 menunjukkan kinerja yang membaik tercermin
dari peningkatan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR)
dari 83,24% pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar
83,47% pada triwulan I 2016. Peningkatan tersebut
antara lain didorong oleh perlambatan DPK pada
triwulan laporan. Berdasarkan kelompok bank, LDR
terbesar terdapat pada kelompok bank pemerintah
yaitu sebesar 89,25%. Sedangkan LDR kelompok
bank umum swasta nasional dan bank asing campuran
masing-masing tercatat sebesar 76,42% (sebelumnya
75,53%) dan 46,42% (sebelumnya 42,44%).
Grafik 3. 3 Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR)
Grafik 3. 5 Pertumbuhan DPK Menurut Kelompok Bank
Grafik 3. 4 Perkembangan LDR menurut Kelompok Bank
Grafik 3. 6 Pertumbuhan DPK
-15-10
-505
101520253035
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
%
Bank Swasta Nasional Bank Asing & CampuranBank Pemerintah DPK
3.1.1.1 Penghimpunan Dana
Pada triwulan I 2016 Penghimpunan Dana Pihak
Ketiga (DPK) mencapai Rp75,5 triliun, tumbuh 4,93%
(yoy), namun mengalami perlambatan dibanding
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai
7,09% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK terjadi
di semua jenis DPK dengan perlambatan terdalam
pada pertumbuhan deposito. Perlambatan tersebut
disebabkan oleh upaya perbankan untuk mendukung
tercapainya suku bunga single digit sehingga
perbankan cenderung melepas deposito (dengan
share sebesar 36,81%) yang memiliki bunga yang
tinggi. Kondisi tersebut terlihat dari perlambatan
pertumbuhan deposito dari sebesar 7,36% (yoy) pada
triwulan IV 2015 menjadi sebesar 4,23% (yoy) pada
triwulan I 2016 atau tercatat sebesar Rp 27,8 triliun.
Perlambatan pertumbuhan DPK yang dalam terjadi
pada semua kelompok bank, dimana pertumbuhan
terdalam terjadi pada kelompok asing dan campuran
yang mengalami kontraksi sebesar -6,49% (yoy) pada
triwulan laporan.
Perbankan dan Sistem Pembayaran 73
Grafik 3. 7 Pertumbuhan Kredit Perbankan
Grafik 3. 8 Komposisi Kredit
Grafik 3. 9 Perkembangan Suku Bunga
3.1.1.2. Penyaluran Kredit
Penyaluran kredit bank umum pada triwulan I 2016
kembali mengalami perlambatan yang tercatat
sebesar 8,81% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan IV 2015 yang sebesar 9,87% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaan, share kredit modal
kerja masih menjadi yang terbesar mencapai 38,71%
dari total kredit. Pada triwulan I 2016, kredit modal
kerja tercatat sebesar Rp24,4 triliun atau tumbuh
sebesar 6,43% (yoy) sedikit lebih rendah dibanding
triwulan sebelumnya yang mencapai 7,72% (yoy).
Sementara itu, share kredit investasi pada triwulan I
2016 mencapai 22,9% dari total kredit yaitu sebesar
Rp14,4 triliun atau tumbuh sebesar 6,01%(yoy).
Pertumbuhan ini lebih rendah dibanding triwulan IV
2015 yang tumbuh sebesar 8,83% (yoy).
Di sisi lain, pertumbuhan kredit konsumsi dengan
share 38,39% sedikit meningkat dari 12,86% (yoy)
pada triwulan IV 2015 menjadi 13,14% (yoy) pada
triwulan I 2016 dengan nominal sebesar Rp. 24,2
triliun. Peningkatan pertumbuhan kredit konsumsi
terjadi seiring dengan peningkatan kinerja konsumsi
pada triwulan laporan didorong oleh peningkatan
daya beli sebagai dampak dari kenaikan UMR serta
penurunan harga BBM, LPG, dan TTL, dan penurunan
suku bunga BI Rate pada triwulan laporan yang
mendorong tendensi penurunan suku bunga.
Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Menurut Kategori
Perdagangan Besar dan Eceran 14,736 15,865 16,574 17,460 17,966 18,747 19,008 19,776 19,440Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,614 5,825 5,969 6,252 6,515 6,439 6,295 6,455 6,366Real Estate, Usaha Persewaan, Jasa Perusahaan 1,689 1,616 1,678 1,779 1,775 1,789 1,851 1,771 1,754Industri Pengolahan 1,619 1,669 1,886 1,935 1,838 1,813 1,807 1,914 1,555Perantara Keuangan 2,227 2,130 2,140 2,185 2,168 2,262 2,367 2,321 2,240Jasa Kemasyarakatan 1,330 1,475 1,692 1,452 1,310 1,345 1,310 1,344 1,268Konstruksi 1,825 2,090 2,206 2,230 2,167 2,282 2,333 2,120 2,069Pertanian 948 1,011 1,075 1,146 1,219 1,286 1,346 1,388 1,399Lainnya 20,342 21,145 21,868 22,768 23,008 23,813 24,655 25,767 26,983
Perbankan dan Sistem Pembayaran74
Berdasarkan kategori ekonomi, share kredit
secara sektoral masih diominasi oleh sektor yang
mendominasi perekonomian Bali, yaitu pelaku
usaha kategori perdagangan besar dan eceran,
serta penyediaan akomodasi dan makan minum.
Share kredit kategori perdagangan besar dan eceran
mencapai 30,82%. Sedangkan share kredit kategori
penyediaan akomodasi dan makan minum tercatat
sebesar 10,09%.
3.1.2. Non Performing Loan (NPL)
Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan
Provinsi Bali masih terjaga di bawah 5%. NPL pada
triwulan I 2016 tercatat sebesar 2,38%, sedikit
meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar 2,06%. Berdasarkan jenis penggunaannya,
peningkatan NPL tersebut terutama didorong oleh
peningkatan NPL investasi yang mencapai 5,55%
Grafik 3. 10 Perkembangan NPL Kredit
Grafik 3. 11 NPL Berdasarkan Kelompok Bank
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
NPL Total Kredit NPL Kredit Modal Kerja
NPL Kredit Investasi NPL Kredit Konsumsi
3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN
RAKYAT (BPR)
Sejalan dengan perkembangan bank umum, kinerja
BPR pada triwulan I 2016 masih terjaga. Asset
BPR pada triwulan I 2015 tumbuh 20,74%(yoy),
sedikit lebih tinggi dibanding triwulan IV 2015 yang
sebesar 20,61% (yoy). Peningkatan tersebut sejalan
dengan peningkatan pertumbuhan DPK dari sebesar
18,66% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar
19,87%(yoy) pada triwulan I 2016. Perbaikan tersebut
juga didukung oleh peningkatan LDR dari sebesar
76,33 pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar 76,98
pada triwulan I 2016.
Tabel 3.3 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali
(yoy) pada triwulan laporan. Sementara berdasarkan
kelompok bank, peningkatan NPL tertinggi terjadi
pada kelompok bank pemerintah sebesar 2,73%
pada triwulan I 2016.
Perbankan dan Sistem Pembayaran 75
Grafik 3. 12 Pertumbuhan Asset, Kredit dan DPK
Grafik 3. 14 Proporsi Kredit Bank Umum Spasial
Grafik 3. 13 Loan to Deposit Ratio (LDR)
Grafik 3. 15 Proporsi DPK Bank Umum Spasial
0
5
10
15
20
25
30
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
%,y
oy
Rp MiliarAset g Asset (%, yoy)
g Kredit (%, yoy) g DPK (%, yoy)
Buleleng7%
Jembrana3% Tabanan
6%
Badung 12%
Gianyar5%
Klungkung2%
Bangli 2%Karangasem
4%
Denpasar59%
82.57 82.7184.13
78.9680.11
81.6780.54
76.33 76.98
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
Buleleng4%
Jembrana2% Tabanan
3%Badung
16%
Gianyar4%
Klungkung1%
Bangli 1%Karangasem
2%
Denpasar67%
Sementara itu, pertumbuhan penyaluran kredit BPR
pada triwulan I 2016 mengalami sedikit perlambatan
dari 16,28%(yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi
14,18%(yoy) dengan nominal Rp8,3 triliun. Secara
klasifikasi jenis penggunaan, kredit yang disalurkan
oleh BPR didominasi oleh kredit produktif yaitu kredit
modal kerja dengan porsi sebesar 51% dan kredit
investasi sebesar 13% dari total kredit, sedangkan
kredit konsumsi mencapai 36%.
3.3. PERKEMBANGAN PERBANKAN
KABUPATEN/KOTA
Secara spasial, penyaluran kredit bank umum masih
terkonsentrasi di 4 (empat) kabupaten/kota di Provinsi
Bali yang memiliki pangsa mencapai 82%, yaitu
meliputi Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.
Kondisi tersebut sejalan dengan persebaran DPK
kabupaten kota di Provinsi Bali yang terkonsentrasi di 4
(empat) kabupaten/kota di Provinsi Bali yang memiliki
pangsa mencapai 90%, yaitu meliputi Denpasar,
Badung, Gianyar, dan Tabanan. Dari pertumbuhan
kreditnya, kabupaten yang mengalami peningkatan
pertumbuhan adalah Kabupaten Tabanan, Kabupaten
Gianyar, dan Kabupaten Klungkung. Sementara dari
sisi kualitas kredit, seluruh kabupaten/kota di Provinsi
Bali memiliki NPL yang terjaga di bawah batas 5%.
NPL tertinggi dimiliki oleh Kota Denpasar mencapai
3,37% pada triwulan I 2016.
Perbankan dan Sistem Pembayaran76
Grafik 3. 16 Pertumbuhan kredit lokasi bank kabupaten/kota di Provinsi Bali
Grafik 3. 17 NPL Kabupaten/Kota Maret 2016
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
%,yoy
Buleleng Jembrana Tabanan
Badung Gianyar Klungkung
Bangli Karangasem Denpasar
1.141.69
1.06 0.94 0.67 0.64 0.22 0.87
3.37
Tabel 3.4 Perkembangan Rekening DPK dan Kredit per Kabupaten di Bali Maret 2016
Terkonsentrasinya sebaran kredit dan DPK di empat
kabupaten/kota tersebut juga tercermin dari sebaran
Grafik 3. 18 Jumlah Kantor Bank per 1.000 Penduduk Dewasa
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
0.170.220.25
0.620.270.25
0.110.15
0.48
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80
BULELENGJEMBRANA
TABANANBADUNGGIANYAR
KLUNGKUNGBANGLI
KARANGASEMDENPASAR
ketersediaan layanan perbankan di Provinsi Bali.
Kondisi ini terlihat dari jumlah kantor bank di Kota
Denpasar yang mencapai 301 kantor dibanding
Kabupaten Bangli yang hanya 24 kantor bank.
Sementara ketersediaan layanan ATM di Kota
Denpasar mencapai 1.293 dibanding Kabupaten
Bangli yang hanya 28 ATM. Kondisi tersebut
merupakan kondisi umum ketika bank follows the
trade di mana pusat perkembangan perekonomian
Provinsi Bali terkonsentrasi di Bali Selatan.
Perbankan dan Sistem Pembayaran 77
Grafik 3. 19 Penyebaran Kantor Bank di Provinsi Bali
Grafik 3. 20 Jumlah ATM per 1.000 Penduduk Dewasa
Grafik 3. 21 Penyebaran ATM di Provinsi Bali
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
784382
193100
372451
301
0 100 200 300 400
BULELENGJEMBRANA
TABANANBADUNGGIANYAR
KLUNGKUNGBANGLI
KARANGASEMDENPASAR
0.300.290.34
2.280.72
0.300.170.24
2.01
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
KAB. BULELENG KAB. JEMBRANA
KAB. TABANAN KAB. BADUNG
KAB. GIANYAR KAB. KLUNGKUNG
KAB. BANGLI KAB. KARANGASEM
KOTA DENPASAR
14058117
1018270402872
1293
0 500 1000 1500
KAB. BULELENG KAB. JEMBRANA
KAB. TABANAN KAB. BADUNG
KAB. GIANYAR KAB. KLUNGKUNG
KAB. BANGLI KAB. KARANGASEM
KOTA DENPASAR
3.4. STABILITAS SISTEM KEUANGAN
3.4.1. Ketahanan Sektor Korporasi
Sejalan peningkatan kinerja ekonomi Provinsi Bali
pada periode triwulan I 2016, penyaluran kredit
korporasi juga menunjukkan peningkatan di triwulan
I 2016 dibanding triwulan sebelumnya (berdasarkan
lokasi proyek), yaitu tumbuh dari 11,63% (yoy)
di triwulan IV 2015 menjadi 12,29% di triwulan I
2016. Peningkatan kinerja sektor korporasi, terutama
didorong oleh peningkatan pertumbuhan kredit
pedagangan besar dan eceran yang memiliki pangsa
terbesar (40,35%) dari total penyaluran kredit
korporasi, yaitu dari 16,11% (yoy) di triwulan IV
2015 menjadi 17,60% (yoy) pada triwulan I 2016,
sehingga mendorong peningkatan kinerja kredit
sektor korporasi pada triwulan I 2016.
Grafik 3. 22 Pertumbuhan Kredit Korporasi Sektor Utama Provinsi Bali
Grafik 3. 23 Proporsi Kredit Sektoral Korporasi
0
10
20
30
40
50
60
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
GROWTH (YOY)NOMINAL KREDIT (RP MILIAR)
Pertanian
Pertambangan
Industri Pengolahan
LGA
Konstruksi
Perdagangan
Akomodasi Makan Minum
Transportasi
Keuangan
Real estate
Administrasi Pemerintahan
Perbankan dan Sistem Pembayaran78
Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit
didorong oleh terjadinya peningkatan pertumbuhan
modal kerja yang memiliki pangsa terbesar dalam
penyaluran kredit korporasi. Kredit modal kerja
tumbuh dari 7,40% (yoy) pada triwulan IV 2015
menjadi 10,26% (yoy) di triwulan I 2016. Sementara
pada periode yang sama, kredit investasi justru
mengalami perlambatan yaitu tumbuh menjadi
14,68% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan
IV 2015 yang sebesar 16,31% (yoy). Meningkatnya
kinerja kredit modal kerja mengkonfirmasi
peningkatan kinerja dunia usaha Provinsi Bali pada
periode triwulan I 2016.
Meskipun terjadi peningkatan penyaluran kredit
korporasi, kualitas kredit korporasi menunjukkan
penurunan, tercermin dari rasio Non Peforming Loan
(NPL) yang menunjukkan peningkatan pada periode
triwulan I 2016 dengan nilai NPL sebesar 3,90%, lebih
tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang tercatat
sebesar 3,22%. Sebagian besar sektor usaha utama,
menunjukkan peningkatan NPL diantaranya sektor
usaha penyediaan akomodasi makan minum (dari
4,64% menjadi 6,48%), sektor usaha perdagangan
besar dan eceran (dari 2,90% menjadi 3,56%) dan
sektor usaha industri pengolahan (dari 2,50% menjadi
2,66%). Sementara itu, pada periode yang sama sektor
usaha utama lainnya menunjukkan perbaikan kualitas
NPL yaitu sektor konstruksi NPL turun dari 5,37%
menjadi 3,76% dan sektor real estate, persewaan dan
jasa perusahaan yang juga menunjukkan penurunan
NPL yaitu dari 2,15% menjadi 2,05%. Meskipun
mengalami peningkatan yang signifikan, namun
nilai NPL kredit korporasi secara keseluruhan masih
terjaga di bawah batas toleransi 5%. Oleh karena
itu, stabilitas sistem keuangan yang bersumber dari
korporasi masih dikategorikan aman, namun khusus
untuk sektor dengan nilai NPL diatas 5% tetap harus
mendapatkan perhatian.
Grafik 3. 24 Posisi NPL Kredit Korporasi Sektor Provinsi Bali
- 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00
INDUSTRI PENGOLAHAN
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
AKMAMIN
REAL ESTATE
%
2016 I 2015 IV 2015 III 2015 II 2015 I
Peningkatan pertumbuhan kredit pada periode
triwulan laporan diperkirakan didorong oleh
penurunan suku bunga kredit korporasi untuk jenis
penggunaan modal kerja dari 12,75% pa di triwulan
IV 2015 menjadi 12,53% di triwulan I 2016. Sejalan
dengan itu, perkembangan suku bunga kredit
investasi juga menunjukkan penurunan di periode
yang sama yaitu dari 12,68% di triwulan IV 2015
menjadi 12,46% pada triwulan I 2016. Perbaikan
kinerja dunia usaha yang tergambar dari hasil SKDU
Bank Indonesia triwulan I 2016 sebesar -13,03%
SBT, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar -21,88% SBT, juga merupakan faktor
yang mendorong peningkatan pertumbuhan kredit
korporasi di triwulan laporan. Semakin membaiknya
kinerja dunia usaha juga didorong oleh penurunan
harga BBM, LPG dan TTL pada periode triwulan laporan
serta nilai tukar rupiah yang cenderung stabil. Selain
itu, faktor keamanan yang kondusif dan peningkatan
jumlah kunjungan wisman dan wisdom seiring dengan
adanya beberapa faktor musiman yaitu perayaan
hari keagamaan seperti imlek, nyepi, kuningan dan
galungan juga ikut mendorong pertumbuhan kredit
korporasi sejalan dengan peningkatan kinerja industri
pariwisata di triwulan laporan.
3.4.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga
Perkembangan kinerja kredit sektor rumah tangga
Perbankan dan Sistem Pembayaran 79
(RT) pada triwulan I 2016 menunjukkan perlambatan
dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 10,89%
(yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 10,16% (yoy)
pada triwulan I 2016. Perlambatan ini, terutama
didorong oleh perlambatan kredit pemilikan rumah-
KPR yang memiliki share terbesar dalam penyaluran
kredit rumah tangga (pangsa 42%) yang tumbuh
dari 5,96% di triwulan IV 2015 menjadi 4,79%
pada triwulan I 2016. Perlambatan juga terjadi pada
jenis kredit kendaraan bermotor, yang mengalami
kontraksi pada triwulan laporan, dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh positif, yaitu dari
1,37% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi kontraksi
sebesar -4,31% (yoy) pada triwulan I 2016. Meskipun
demikian, jenis kredit rumah tangga lainnya yaitu
kredit multiguna, kredit pemilikan rumah toko/
rumah kantor dan kredit pemilikan apartemen tetap
menunjukkan peningkatan pertumbuhan di triwulan
laporan. Perkembangan kredit multiguna (share
terbesar kedua 39,40%) terus tumbuh signifikan pada
triwulan laporan sebesar 19,62% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 19,30%.
Peningkatan pertumbuhan kredit multiguna, sejalan
dengan peningkatan kinerja pertumbuhan komponen
konsumsi rumah tangga yang juga menunjukkan
peningkatan kinerja di periode triwulan laporan.
Perlambatan kredit KPR terutama disebabkan oleh
perlambatan KPR tipe di atas 70 yang turun secara
signifikan dari 10,59% (yoy) pada triwulan IV 2015
menjadi 6,74% (yoy) di triwulan I 2016. Perlambatan
KPR tipe di atas 70 terutama disebabkan oleh
peningkatan harga rumah yang signifikan untuk
tipe besar, yang terkonfirmasi oleh hasil Survei
Properti Residensial (SHPR) Primer Bank Indonesia
di triwulan laporan yaitu dengan peningkatan nilai
Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) untuk
tipe besar pada triwulan laporan yaitu 156,83 di
triwulan IV 2015 menjadi 158,38 pada triwulan I
2016 sehingga menahan laju penjualan rumah tipe
besar. Perlambatan kredit pada KPR tipe besar (di atas
70), juga disebabkan oleh masih tingginya tingkat
suku bunga perbankan di periode triwulan laporan
yang berada dalam kisaran 11,82% pa. Sementara
berdasarkan hasil SHPR primer pada periode triwulan
laporan, sejumlah 73% responden mengkonfirmasi
pembelian rumah dengan menggunakan pembiayaan
KPR, sehingga tingkat suku bunga sangat sensitif
mempengaruhi pembelian rumah untuk tipe besar di
periode triwulan laporan.
Sementara itu, KPR tipe 21 dan KPR tipe 22-70
menunjukkan pertumbuhan kredit yang lebih
tinggi di periode triwulan laporan, dibandingkan
triwulan sebelumnya didorong oleh masih tingginya
kebutuhan hunian untuk masyarakat untuk tipe kecil
dan menengah.
Kontraksi penyaluran KKB dipengaruhi oleh
penurunan pertumbuhan penyaluran KKB untuk
hampir semua jenis kendaraan yang meliputi
KKB mobil, KKB sepeda motor dan KKB truk dan
kendaraan bermotor roda enam atau lebih. KKB
mobil mengalami penurunan yang signifikan pada
periode triwulan laporan yaitu dari 2,78% (yoy) di
triwulan IV 2015 menjadi kontraksi -3,08% (yoy)
pada triwulan I 2016. Sementara itu, KKB sepeda
motor mengalami kontraksi yang semakin dalam di
triwulan laporan yaitu dari kontraksi -19,69% (yoy)
menjadi -22,84% (yoy) pada triwulan I 2016. Kondisi
ini sejalan dengan hasil Survei Konsumen Bank
Indonesia Provinsi Bali, dimana indeks pengeluaran
masyarakat untuk pembelian barang tahan lama turun
dari 88,5 di Desember 2015 menjadi 88 pada Maret
2016. Hasil survei penjualan eceran Bank Indonesia
di periode triwulan laporan juga mengkonfirmasi
bahwa pengeluaran masyarakat di periode triwulan
I 2016, lebih ditujukan untuk pembelian bahan
Perbankan dan Sistem Pembayaran80
makanan dan peralatan rumah tangga. Sementara
untuk kendaraan dan suku cadang justru mengalami
penurunan omset penjualan yang signifikan rata-
rata diatas 50% sepanjang triwulan I 2016. Kondisi
ini juga didorong oleh aktivitas musiman berupa
perayaan hari raya keagamaan berupa imlek, nyepi,
galungan dan kuningan sepanjang triwulan I 2016.
Grafik 3. 25 Pertumbuhan Pembiayaan Sektor Rumah Tangga Perjenis Penggunaan
Grafik 3. 27 Posisi Kredit Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan
Grafik 3. 26 Pertumbuhan KPR per Tipe
Grafik 3. 28 NPL Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
%,y
oy
G-MULTIGUNA G-KKB G-RUKAN
G-KPA G-KPR
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
Rp tr
iliun
KPR KKB KREDIT MULTIGUNA KP-RUKAN KPA
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
00.5
11.5
22.5
33.5
44.5
5
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
%,y
oy
Rp tr
iliun
Tipe 21 Tipe 22 s.d. 70 Tipe Diatas 70
G_Tipe Diatas 70 G_Tipe 22 s.d. 70 G_Tipe 21
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
%
%
NPL_KPR NPL_RUKAN NPL_KKB
NPL_MULTIGUNA NPL_KPA (skala kanan)
Peningkatan pertumbuhan kredit multiguna di
periode triwulan laporan diperkirakan didorong
oleh peningkatan adanya faktor musiman yaitu
perayaan hari keagamaan dan stabilnya tingkat harga
barang di periode triwulan laporan yang terindikasi
oleh tingkat inflasi tahunan yang mencapai 3,59%
(yoy). Sementara itu, kredit pemilikan apartemen-
KPA meskipun masih mengalami kontraksi, namun
menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi di
triwulan laporan yaitu dari kontraksi -6,99% (yoy)
triwulan IV 2015 menjadi -6,10% (yoy) pada triwulan
I 2016. Penurunan pertumbuhan kredit KPA terutama
disebabkan oleh penurunan KPA tipe di atas 70 dari
kontraksi -10,96% (yoy) menjadi kontraksi -19,17%
(yoy). Perlambatan penyaluran kredit pada KPA di
periode triwulan laporan terindikasi disebabkan oleh
terjadinya peningkatan suku bunga untuk seluruh
jenis tipe KPA, sehingga menahan laju penjualan
apartemen. KPA untuk tipe kecil naik dari 13,38%
pa menjadi 14,28% pa, sementara itu KPA tipe
menengah naik dari 12,34% pa menjadi 12,52%
sedangkan KPA tipe besar naik dari 11,57% pa
menjadi 11,92% pa.
Perbankan dan Sistem Pembayaran 81
Grafik 3. 29 Perkembangan Uang Kartal di Bali
Grafik 3. 30 Perkembangan Kegiatan Kas Keliling
Sejalan dengan perlambatan penyaluran kredit rumah
tangga, rasio NPL menunjukan peningkatan yang
signifikan dari 0,64% di triwulan IV 2015 menjadi
0,87% pada triwulan I 2016. Penurunan ini terutama
disebabkan oleh peningkatan NPL untuk KPA yang
meningkat signifikan dari 6,70% di triwulan IV 2015
menjadi 12,16% pada triwulan I 2016. Kondisi perlu
mendapatkan perhatian, meskipun KPA memiliki share
yang rendah sebesar 0,78% terhadap total kredit RT,
namun kondisi tetap perlu diwaspadai. Sementara
itu, jenis kredit RT lainnya yaitu KPR, kredit pemilikan
rukan dan kredit multiguna meskipun menunjukkan
peningkatan namun tingkat NPL masih relatif kecil,
berada dalam kisaran dibawah 1 % (kecuali KPR
tercatat sebesar 1,07%). Kondisi tersebut sejalan
dengan NPL KKB yang menunjukkan peningkatan
namun juga persentasenya masih dibawah 1%.
Secara keseluruhan, kondisi ketahanan sektor rumah
tangga masih relatif aman dan ke depan diharapkan
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Bali yang akan
tumbuh lebih tinggi pada tahun 2016, kualitas kredit
rumah tangga juga akan lebih baik.
3.5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
3.5.1. Perkembangan Transaksi Pembayaran
Tunai
3.5.1.1. Perkembangan Aliran Masuk (Inflow)
dan Keluar (Outflow) serta Kegiatan
Penukaran
Sejalan dengan perkembangan perekonomian, aliran
Tabel 3.5 Perkembangan Transaksi Uang Kartal di Bali
uang kartal pada triwulan I 2016 menunjukkan posisi
net inflow tercatat sebesar Rp 2,1 triliun, dengan
Inflow tercatat sebesar Rp 5,07 triliun, jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar Rp 2,5 triliun. Sementara outflow tercatat
sebesar Rp 2,9 triliun pada triwulan laporan, lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang sebesar Rp 4,01 triliun.
Perbankan dan Sistem Pembayaran82
Tabel 3.6 Perkembangan Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
3.5.1.2. Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia terus berkomitmen dalam
meningkatkan kualitas uang layak edar di masyarakat
(clean money policy), dengan menarik uang lusuh/
rusak dari aliran uang yang masuk ke Bank Indonesia
(inflow). Penyediaan uang layak edar tersebut
dilakukan dengan kegiatan penukaran uang dan
kegiatan kas keliling. Di Provinsi Bali, kegiatan kas
keliling dilakukan hingga ke Nusa Penida (Kabupaten
Klungkung) yang merupakan salah satu daerah
terpencil di Provinsi Bali. Frekuensi layanan kas keliling
pada triwulan I 2016 mencapai 18 kali.
Jumlah uang palsu yang teridentifikasi pada
triwulan I 2016 sebanyak 1.934 lembar, meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
1.372 lembar. Sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah
oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali
terus dilakukan kepada masyarakat umum dan pelaku
usaha di Bali untuk meminimalisir peredaran uang
palsu. Di samping itu, Bank Indonesia senantiasa
mengintensifkan kerjasama dengan pihak kepolisian
dalam menekan peredaran uang palsu.
3.5.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran
Nontunai
3.5.2.1. Perkembangan Kliring
Seiring dengan peningkatan aktivitas perekonomian,
aktivitas transaksi nontunai menunjukkan peningkatan
baik secara nominal maupun jumlah transaksi. Pada
triwulan I 2016 jumlah nominal perputaran kliring
mencapai Rp 19 triliun, meningkat sebesar 8,14%
(qtq). Sejalan dengan hal tersebut, jumlah transaksi
lembar kliring pada triwulan I 2016 juga menunjukkan
peningkatan sebesar 3,09% (qtq).
Perbankan dan Sistem Pembayaran 83
Pada triwulan I 2016 jumlah tolakan cek/bilyet giro
kosong tercatat sebesar 8,3 ribu lembar dengan
nominal sebesar Rp 430 miliar. Jumlah lembar tolakan
tersebut mengalami penurunan sebesar -6,04%(qtq)
dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
8,3 ribu lembar. Lembar tolakan tersebut mencapai
1,3% dari total lembar kliring yang ditransaksikan
pada triwulan I 2016. Sedangkan secara nominal,
tolakan cek/bilyet giro kosong mengalami penurunan
mencapai -67,49% (qtq). Nominal tolakan tersebut
mencapai 2,16% dari keseluruhan nominal transaksi
kliring triwulan I 2015.
Grafik 3. 31 Perkembangan Kliring
Grafik 3. 32 Perkembangan Tolakan Cek/BG kosong
84
SERI KEBANKSENTRALAN
Bank Indonesia mereformulasi suku bunga kebijakan,
dari BI Rate menjadi BI 7-day (Reverse) Repo Rate.
Kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas
transmisi kebijakan moneter. Meskipun demikian,
penguatan operasi moneter ini tidak mengubah sikap
(stance) kebijakan moneter yang sedang diterapkan.
Perubahan suku bunga kebijakan ini akan berlaku
efektif sejak tanggal 19 Agustus 2016. Dalam masa
transisi sampai dengan sebelum 19 Agustus 2016,
Bank Indonesia akan tetap menggunakan BI Rate
BI 7- DAY REPO RATE
sebagai suku bunga kebijakan. Dalam periode yang
sama, BI akan mulai mengumumkan BI 7-day Repo
Rate sebagai bagian dari suku bunga operasi moneter
(term structure). Penguatan operasi moneter ini telah
melalui kajian yang lama dan mendalam serta sejalan
dengan praktik terbaik (best practice) di berbagai
bank sentral di dunia.
Penguatan kerangka operasi moneter
tersebut memiliki tiga tujuan utama. Pertama,
memperkuat sinyal kebijakan moneter dengan suku
85
bunga (Reverse) Repo Rate 7 hari sebagai acuan
utama di pasar keuangan. Kedua, memperkuat
efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui
pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar
uang dan suku bunga perbankan. Ketiga, mendorong
pendalaman pasar keuangan, khususnya transaksi
dan pembentukan struktur suku bunga di Pasar Uang
Antarbank (PUAB) untuk tenor 3 bulan hingga 12
bulan. Untuk itu, penguatan operasi moneter akan
disertai dengan langkah-langkah untuk percepatan
pendalaman pasar uang.
Dalam menentukan suku bunga kebijakan,
Bank Indonesia menggunakan sejumlah kriteria
yaitu bersifat transaksional (antara BI dengan
perbankan), memiliki pasar yang relatif dalam,
dan memiliki hubungan yang kuat dengan sasaran
operasional kebijakan moneter. BI Rate sebagai suku
bunga kebijakan tidak mengacu kepada instrumen
manapun di pasar uang. Sementara BI 7-Day Repo
Rate mengacu kepada instrumen operasi moneter
yang aktif ditransaksikan antara BI dengan perbankan
(transaksional) setiap hari. Selain itu, pilihan untuk
menggunakan instrumen repo juga ditujukan untuk
mendukung pendalaman pasar keuangan, khususnya
instrumen repo.
Bank Indonesia tidak menghapus suku bunga
kebijakan. Yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah
memperkenalkan suku bunga kebijakan baru, yaitu
BI 7-day Repo Rate, menggantikan BI Rate yang saat
ini berlaku sebagai suku bunga kebijakan. Adapun
perbedaan antara BI Rate dengan BI 7-day Repo Rate
adalah BI Rate saat ini berada pada level 6,75% (setara
dengan suku bunga 12 bulan dalam struktur suku
bunga operasi moneter). Sementara BI 7-day Repo
Rate saat ini berada pada level 5,50% (setara dengan
suku bunga operasi meneter 7 hari). Sampai dengan
sebelum 19 Agustus 2016, BI Rate masih tetap ada
sebagai suku bunga kebijakan, namun nantinya BI
7-day Repo Rate-lah yang akan dipergunakan sebagai
suku bunga acuan (suku bunga kebijakan). Dengan
demikian, dalam struktur tenor operasi moneter, suku
bunga kebijakan akan bergeser dari tenor 1 tahun
(360 hari) menjadi tenor yang lebih pendek yakni 7
hari.
Informasi yang menyatakan bahwa kebijakan
BI 7-day Repo Rate merupakan kebijakan Bank
Indonesia yang akan menurunkan bunga secara
drastis adalah tidak benar. Yang dilakukan oleh Bank
Indonesia adalah memperkuat kerangka operasi
moneter, bukan mengubah sikap (stance) kebijakan.
Perubahan tersebut ditujukan untuk memperkuat
efektivitas kebijakan moneter, sehingga setiap ada
perubahan tingkat suku bunga kebijakan, baik
kenaikan maupun penurunan, dampaknya terhadap
suku bunga pasar uang dan perbankan, baik deposito
maupun kredit, akan menjadi semakin cepat.
Sejalan dengan penurunan BI Rate yang
telah dilakukan oleh Bank Indonesia dari 7,50% pada
Desember 2015 menjadi 6,75% pada Maret 2016,
telah memberikan dampak terhadap penurunan suku
bunga kredit di Provinsi Bali. Rata-rata suku bunga
kredit modal kerja pada Maret 2016 tercatat sebesar
12,53% (pa), turun dibanding Desember 2015 yang
sebesar 12,75% (pa). Penurunan rata-rata suku
bunga kredit juga terjadi pada suku bunga kredit
investasi yang turun dari 12,68% (pa) di Desember
2015 menjadi 12,46% (pa) di Maret 2016. Penurunan
juga terjadi pada rata-rata suku bunga kredit UMKM
yang turun dari 13,03% (pa) pada Desember 2015
menjadi 12,67% (pa) di Maret 2016. Kondisi tersebut
juga diperkuat produk kredit beberapa bank dengan
suku bunga yang dapat dijangkau masyarakat.
86
I. LATAR BELAKANG
Dalam rangka menjalankan amanat Undang-
undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 6
tahun 2009 dan pelaksanaan visi dan misi KPwDN,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali telah
melaksanakan kebijakan pengedaran uang Rupiah
ke seluruh wilayah Provinsi Bali. Terlebih lagi dengan
dikeluarkannya Undang-undang No. 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang yang mewajibkan semua transaksi
di wilayah NKRI mempergunakan Rupiah, sehingga
kebutuhan masyarakat terhadap uang Rupiah harus
dapat dipenuhi dengan baik.
Berdasarkan data 2015, aliran uang keluar (outflow)
KPw BI Provinsi Bali sebesar Rp14,47 Triliun yang
terdiri dari uang kertas dan uang logam. Dari jumlah
tersebut, kebutuhan terhadap uang logam mencapai
97,2 juta keping dengan nominal sebesar Rp41,8
miliar atau naik 30 % dari tahun 2014 yang tercatat
sebesar Rp32,1 miliar. Hal tersebut menunjukkan
peningkatan kebutuhan uang logam di Provinsi Bali.
Namun demikian, selama ini tidak ada aliran uang
logam layak edar masuk (inflow) dari perbankan ke
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali. Hal
yang sama juga terjadi di masyarakat, dimana hanya
sedikit yang menukarkan ataupun menyetorkan uang
logam ke perbankan. Dengan kata lain uang logam
yang selama ini dikeluarkan dan diedarkan oleh
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali melalui
perbankan terserap sepenuhnya oleh masyarakat.
Sementara itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Bali pada tahun 2015 telah melakukan
GERAKAN PEDULI KOIN RUPIAH
survei kepada masyarakat Kota Denpasar mengenai
perlakuan terhadap uang logam. Berdasarkan survei,
38 % dari responden menggunakan uang logam
untuk bertransaksi atau ditabung di bank, sementara
62 % responden lainnya memperlakukan uang
logam dengan menyimpan/mengumpulkan di tempat
khusus penyimpanan uang (celengan), laci, dan
tempat tertentu di rumah. Awareness masyarakat
yang masih kurang tersebut menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan perputaran uang logam di
masyarakat tidak berjalan dengan optimal.
II. PELAKSANAAN KEGIATAN
Menindaklanjuti latar belakang tersebut, dan dalam
rangka melakukan edukasi kepada masyarakat
untuk memperlakukan uang logam dengan baik,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali
menyelenggarakan kegiatan Gerakan Peduli Koin
Rupiah yang dirangkaikan juga dengan penukaran
uang lusuh pada hari Minggu tanggal 17 April 2016
dalam area Car Free Day di lapangan Renon Denpasar.
Kegiatan ini melibatkan kasir/teller perbankan di Kota
Denpasar dengan didukung pula oleh para Duta
Rupiah yang terpilih melalui ajang pemilihan Duta
Rupiah yang diikuti oleh kasir/teller perbankan pada
tahun 2015. Kegiatan yang berlangsung dari pukul
06.00 – 10.00 Wita mendapatkan animo yang tinggi
dari pengunjung Car Free Day di Lapangan Renon
maupun masyarakat yang sengaja datang untuk
melakukan penukaran uang logam yang dimiliki.
Pada kegiatan tersebut, tercatat lebih dari 300
orang melakukan penukaran uang logam dengan
BOKS C
87
berbagai pecahan mulai dari pecahan Rp50,00 s.d.
Rp1.000,00. Jumlah uang logam yang terkumpul
sebanyak 149.146 keping dengan nilai sebesar
Rp.45.700.000,00 (empat puluh lima juta tujuh
ratus ribu Rupiah) dengan rincian sebagaimana tabel
berikut :
Sedangkan masyarakat yang datang untuk
menukarkan uang lusuh mencapai 100 orang dengan
jumlah penukaran sebesar Rp.126.647.000,00
(seratus dua puluh enam juta enam ratus empat
puluh tujuh ribu rupiah) yang terdiri dari berbagai
pecahan uang kertas.
88
III. RENCANA KEDEPAN
Mempertimbangkan animo dan antusias masyarakat
dalam melakukan penukaran uang logam, maka
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali
akan terus memberikan edukasi tentang tata cara
memperlakukan uang Rupiah khususnya uang logam
kepada masyarakat dengan menyelenggarakan
kegiatan serupa di beberapa lokasi khususnya
kantong-kantong uang logam di luar kota Denpasar.
Selain itu edukasi Rupiah berupa sosialisasi ciri-ciri
keaslian uang Rupiah, tata cara pelaporan uang yang
diragukan keasliannya dan kewajiban penggunaan
Rupiah juga diperlukan agar menjadikan Rupiah
berdaulat di wilayah NKRI.
89
KPwBI PROVINSI BALI BERKERJASAMA DENGAN DESA ADAT DALAM UPAYA MENERTIBKAN KUPVA BB
Bali sebagai salah satu lokasi favorit di dunia
setiap tahunnya dikunjungi oleh jutaan wisatawan
mancanegara. Selama ini kemajuan industri
pariwisata telah berkontribusi besar terhadap
perekonomian Bali. Citra positif yang telah terbentuk
di mata wisatawan asing sebagai manifestasi layanan
prima yang diberikan selama ini hendaknya dapat
dipertahankan dan ditingkatkan.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Dewi
Setyowati, dalam sambutannya mengatakan bahwa
perkembangan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta
Asing Bukan Bank (KUPVA BB) berizin di Provinsi Bali
mengalami peningkatan yang cukup pesat. Selama
tahun 2015 jumlah KUPVA BB yang memperoleh izin
usaha dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Bali mencapai 81 kantor layanan KUPVA. Total KUPVA
BB di Provinsi Bali saat ini mencapai 594 kantor layanan
dengan 132 diantaranya merupakan kantor pusat.
Dominasi sebaran terbesar ada di Kabupaten Badung
dengan persentase sebesar 67% atau sebanyak 418
kantor, diantaranya sebanyak 300 kantor terdapat di
wilayah Kuta. Selanjutnya diikuti oleh Kota Denpasar
sebesar 21% atau 81 kantor dan Kabupaten Gianyar
sebesar 9% atau 63 kantor.
Melalui Peraturan Bank Indonesia No.16/15/
PBI/2014 tanggal 11 September 2014 tentang
Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan
Bank, Bank Indonesia mendorong penguatan
KUPVA BB. Pengaturan dilakukan baik terhadap
aspek perizinan, penyelenggaraan dan pengawasan.
Untuk menindaklanjuti berbagai permasalahan yang
mungkin muncul di bidang sistem pembayaran, BI
BOKS D
90
telah berkerja sama dengan POLRI, baik pada tingkat
pusat dengan Mabes POLRI maupun di tingkat daerah
dengan POLDA. Salah satu bidang tugas yang telah
disepakati untuk disinergikan antara Bank Indonesia
dengan Kepolisian adalah penanggulangan tindak
pidana di bidang sistem pembayaran dan KUPVA BB.
Selain kerjasama dengan kepolisian, berbagai
upaya telah dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Bali antara lain melalui penyebaran
leaflet Himbauan Penggunaan KUPVA BB Berizin,
Daftar KUPVA Berizin di Provinsi Bali dan Modus
Penipuan KUPVA BB dalam 3 (tiga) bahasa (Indonesia,
Inggris dan Cina). Disamping itu, dilakukan juga
pengembangan Aplikasi Edukasi Rupiah di Android
yang memuat daftar KUPVA BB Berizin di Provinsi Bali
per Kabupaten/Kota.
Pada tanggal 25 Januari 2016 lalu telah diadakan
pertemuan antara DPD RI bersama jajaran pimpinan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali dengan
komponen Desa Adat Kuta terkait penertiban KUPVA
BB di palemahan Desa Adat Kuta yang dilaksanakan
di Gedung KPw BI Provinsi Bali. Dari hasil pertemuan
tersebut disimpulkan bahwa dengan semakin
bertambahnya KUPVA BB di Wilayah Desa Adat Kuta,
dipandang perlu untuk membuat suatu Pernyataan
Bersama antara para pihak mengenai Kerjasama dan
Koordinasi terhadap KUPVA BB guna terciptanya
ketentraman dan kenyamanan masyarakat dan para
wisatawan.
Sebagai tindak lanjut pertemuan tersebut, pada
tanggal 16 Maret 2016 di Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Bali dilaksanakan penandatanganan
Pernyataan Bersama Kerjasama dan Koordinasi terkait
KUPVA BB antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Bali dan Desa Adat Kuta serta Sosialisasi
Peraturan Bank Indonesia No. 16/15/PBI/2014
tentang KUPVA BB. Acara diikuti oleh Anggota
Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia, DR. SHRI I Gusti Ngurah Arya Wedakarna
M. Wedasteraputra Suyasa, Kasubdit 2 Ditreskrimsus
Polda Bali, Komisaris Polisi I Made Witaya, Bendesa
Adat Kuta, Bp. I Wayan Swarsa, Ketua Asosiasi
Pedagang Valuta Asing Provinsi Bali, Ibu Ayu Astuti
Dharma dan Komponen Desa Adat Kuta.
91
PENURUNAN BI RATE BERDAMPAK PADA PENURUNAN SUKU BUNGA PERBANKAN
Sejak Januari hingga Maret 2016, Bank Indonesia
telah menurunkan BI Rate sebanyak 3 kali. Melalui
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia
pada 16-17 Maret 2016, Bank Indonesia kembali
memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25
basis point (bps) menjadi 6,75%, dengan suku bunga
Deposit Facility menjadi sebesar 4,75% dan Lending
Facility menjadi sebesar 7,25%. Beberapa faktor yang
melatarbelakangi keputusan tersebut adalah masih
terbukanya ruang pelonggaran kebijakan moneter
sejalan dengan terjaganya stabilitas makroekonomi,
terutama terus menurunnya tekanan inflasi di
2016 dan 2017, serta meredanya ketidakpastian
di pasar keuangan global. Pertumbuhan ekonomi
dunia pada tahun 2016 dan 2017 diperkirakan
lebih lambat dari sebelumnya, dengan pemulihan
ekonomi yang belum kuat di sejumlah negara maju
dan perlambatan ekonomi di negara berkembang.
Di tengah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi
global tersebut, kebijakan penurunan BI Rate
diharapkan dapat memperkuat upaya peningkatan
permintaan domestik untuk mendorong momentum
pertumbuhan ekonomi dan pada saat yang sama
menjaga stabilitas makroekonomi.
Sejalan dengan kondisi makroekonomi nasional
tersebut, pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan I
2016 turut menunjukkan peningkatan. Pertumbuhan
ekonomi Bali pada triwulan I 2016 tercatat sebesar
6,04% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2015 yang
sebesar 5,96% (yoy), dan lebih tinggi dari triwulan
I 2016 yang sebesar 5,99% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi Bali pada tahun 2016 kemudian diperkirakan
BOKS E
berada pada kisaran 6,09% (yoy)-6,84% (yoy), seiring
dengan peningkatan konsumsi pemerintah dan
rumah tangga, ekspor, serta investasi. Dari sisi supply,
pertumbuhan ekonomi Bali akan didorong oleh
peningkatan kinerja semua lapangan usaha. Seperti
halnya nasional, tekanan inflasi di Provinsi Bali pada
tahun 2016 diperkirakan melemah seiring dengan
berbagai upaya Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) Provinsi Bali dalam menjaga kestabilan harga
barang.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Bali yang
lebih tinggi di tahun 2016 tersebut, peran industri
perbankan dalam menyalurkan pembiayaan
merupakan faktor yang krusial. Namun demikian,
penyaluran kredit perbankan secara umum masih
mengalami perlambatan. Pada triwulan I 2016,
pertumbuhan penyaluran kredit bank umum tercatat
sebesar 8,81% (yoy), lebih rendah dari triwulan I
2015 yang sebesar 15,18% (yoy). Tren perlambatan
penyaluran kredit tersebut telah dimulai sejak tahun
2015, sebagaimana ditunjukkan oleh Grafik 1.
Grafik 1. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum di Provinsi Bali
92
Melalui liaison terhadap beberapa pelaku usaha
dari triwulan I 2015 hingga triwulan I 2016, dapat
diketahui bahwa salah satu penyebab melambatnya
penyaluran kredit tersebut adalah karena tingginya
tingkat suku bunga kredit. Mayoritas contact liaison
lebih memilih sumber pembiayaan dari dana internal
untuk modal kerja dan investasinya dibanding
pembiayaan yang bersumber dari perbankan. Oleh
karena itu, penurunan BI Rate sejak Januari 2016
Grafik 2. Perkembangan BI Rate dan Suku Bunga Perbankan
hingga Maret 2016 tersebut dapat menjadi peluang
pelaku usaha untuk memperoleh sumber pembiayaan
yang lebih murah dari perbankan. Meskipun
umumnya penurunan BI Rate tidak langsung direspon
oleh penurunan tingkat suku bunga kredit oleh
perbankan, namun penurunan cost of funds dari
perbankan sebagai dampak dari 3 kali penurunan BI
Rate mulai berpengaruh terhadap penurunan suku
bunga kredit, seperti ditunjukkan oleh Grafik 2.
93
Grafik 3. Perkembangan Suku Bunga Kredit Bank Umum di Provinsi Bali
Seperti dapat dilihat pada Grafik 2, suku bunga
kredit bank umum di Provinsi Bali mulai menunjukkan
penurunan seiring dengan penurunan cost of
funds perbankan (diindikasikan oleh penurunan
suku bunga deposito). Hal ini juga sejalan dengan
sasaran pemerintah dalam mencapai tingkat suku
bunga kredit single digit sebagai upaya untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan
hasil liaison, industri perbankan khususnya bank
umum pemerintah juga secara umum mendukung
target kredit single digit oleh pemerintah (Grafik 3).
memperlihatkan penurunan suku bunga kredit bank
umum di Provinsi Bali terjadi sejak bulan Februari 2016,
untuk suku bunga kredit modal kerja dan investasi.
Namun demikian, suku bunga kredit konsumsi belum
menunjukkan penurunan. Penurunan suku bunga
kredit, khususnya untuk kredit produktif dari bank
umum ini diharapkan dapat terus berlanjut dan dapat
menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di
Provinsi Bali.
KEKR Provinsi Bali Triwulan I 201694
Halaman ini sengaja dikosongkan
95KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016
BAB IV
KEUANGAN PEMERINTAHFoto oleh: Agus Mulyawan
Keuangan Pemerintah96
Keuangan Pemerintah 97
4.1 GAMBARAN UMUM
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
dijelaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan
tahunan Pemerintahan Daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD
secara garis besar terdiri atas pendapatan daerah
dan belanja-transfer daerah. APBD menggambarkan
arah dan skala prirotas serta kebijakan Pemerintah
Daerah dalam melaksanakan pembangunan di
daerahnya. Dalam penyusunan APBD, diharapkan
setiap daerah dapat melakukan sinergi dengan
kebijakan penganggaran dengan berbagai kebijakan
Pemerintah Pusat.
Pagu nilai APBD Provinsi Bali dari sisi pendapatan
untuk tahun 2016 menunjukkan peningkatan sebesar
14,66%, bila dibandingkan dengan tahun 2015,
yaitu dari Rp 4,9 triliun di tahun 2015 menjadi Rp
5,62 triliun di tahun 2016. Peningkatan nilai APBD
tersebut, didukung oleh peningkatan pendapatan
baik pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan
maupun peningkatan lain-lain pendapatan daerah
yang sah. Sementara itu, peningkatan juga terjadi
dari sisi belanja, baik belanja langsung maupun
belanja tidak langsung dengan peningkatan sebesar
6,96%. Dukungan fiskal terhadap perekonomian
Bali semakin membaik, sebagaimana tergambar
pada realisasi belanja modal yang berada diatas rata-
ratanya selama 5 tahun terakhir.
Realisasi APBD Provinsi Bali pada triwulan I-2016 untuk
sisi pendapatan daerah menunjukkan penurunan nilai
realisasi pada triwulan I-2016 yaitu sebesar 19,38%
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
yang sebesar 23,58%. Sementara itu, realisasi
belanja di triwulan I-2016 tercatat sebesar 7,70%,
menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan
I-2015 yang sebesar 6,29%.
4.2. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
PEMERINTAH DAERAH PROVINSI BALI
Sejalan dengan perkembangan asumsi makroekonomi
regional, khususnya pertumbuhan ekonomi yang
diperkirakan akan tumbuh lebih baik pada tahun
2016 dibandingkan tahun 2015, nilai APBD Provinsi
Bali terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2016, pagu anggaran pendapatan daerah
mencapai Rp 5,62 triliun, meningkat sebesar 14,62%
bila dibandingkan dengan tahun 2015 yang tercatat
sebesar Rp 4,90 triliun. Sementara itu anggaran
belanja daerah di tahun 2016 juga menunjukkan
peningkatan sebesar 6,96%, dibandingkan triwulan
sebelumnya, yaitu dari Rp 5,56 triliun (2015) menjadi
Rp 5,95 triliun (2016).
Grafik 4. 1 Perkembangan Pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja APBD Provinsi Bali 2011-2016
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali
Keuangan Pemerintah98
4.1.1. Anggaran Pendapatan APBD Provinsi
Bali
Nilai pagu anggaran pendapatan Daerah Provinsi
Bali pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp 5,62 triliun
atau meningkat sebesar 14,66% dibandingkan pagu
anggaran tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp 4,90
triliun. Peningkatan pagu anggaran pendapatan pada
tahun 2016 terutama didorong oleh peningkatan
pendapatan asli daerah (PAD) yang meningkat sebesar
13,08% di tahun 2016 dengan nilai sebesar Rp 3,38
triliun dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp 2,99
triliun. Selain karena peningkatan PAD, peningkatan
pendapatan daerah juga didorong oleh peningkatan
dana transfer sebesar 71,66% pada tahun 2016
dibandingkan tahun 2015. Sementara pendapatan
lain-lain yang sah justru mengalami penurunan
sebesar 62,25% pada tahun 2016 dibandingkan
tahun 2015.
Tabel 4. 1 Perkembangan Pagu Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Bali 2015-2016
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali
Peningkatan pendapatan asli daerah yang signifikan
pada tahun 2016 didorong oleh meningkatnya
pendapatan pajak daerah yang ditargetkan sebesar
14,37% pada tahun 2016 atau dengan target nominal
sebesar Rp 3,05 triliun, lebih tinggi dibandingkan
tahun 2015 yang sebesar Rp 2,67 triliun. Kondisi
ini didukung oleh perkiraan pertumbuhan ekonomi
Bali yang lebih baik pada tahun 2016 dibandingkan
tahun 2015 dan tendensi peningkatan kinerja dunia
usaha sejalan dengan peningkatan kinerja ekonomi
serta potensi peningkatan jumlah kunjungan wisman.
Kondisi ini juga seiring dengan kebijakan pembebasan
visa 174 negara oleh Pemerintah di tahun 2016, yang
akan mendorong peningkatan aktivitas beberapa
lapangan usaha meliputi lapangan usaha transportasi
dan lapangan usaha penyediaan akomodasi makan-
minum serta lapangan usaha perdagangan besar dan
eceran. Kondisi ini diperkirakan akan mendorong
peningkatan setoran pajak dari pelaku usaha.
Sementara itu, penurunan pendapatan lain-lain yang
Keuangan Pemerintah 99
sah pada tahun 2016 disebabkan oleh terjadinya
penurunan untuk pendapatan hibah dan penurunan
dana penyesuaian dan otonomi khusus yang menurun
signifikan pada tahun 2016 dibanding tahun 2015.
4.2.2. Anggaran Belanja APBD Provinsi Bali
Nilai pagu anggaran Belanja Daerah Provinsi Bali pada
tahun 2016 tercatat sebesar Rp 5,95 triliun, mengalami
peningkatan sebesar 6,96%, dibandingkan dengan
pagu anggaran tahun 2015 yang tercatat sebesar
Rp 5,56 triliun. Peningkatan pagu anggaran belanja
di tahun 2016 terutama didorong oleh peningkatan
belanja langsung dan belanja tidak langsung. Untuk
belanja tidak langsung, peningkatan pagu anggaran
tertinggi terjadi pada anggaran belanja hibah yang
menunjukkan peningkatan signifikan di tahun berjalan
dengan peningkatan pagu sebesar 46,57% (yoy).
Peningkatan belanja tidak langsung juga didorong
oleh peningkatan pagu anggaran belanja belanja
pegawai (share terbesar kedua pada belanja tidak
langsung), menunjukkan peningkatan pagu anggaran
yang tercatat sebesar Rp 941 miliar atau meningkat
sebesar 17,02 % (yoy) dibandingkan tahun 2015.
Peningkatan belanja bantuan keuangan kepada Prov/
Kab/Kota/Desa sebesar 7,70% (yoy), yaitu dari Rp
699,61 miliar (2015) menjadi Rp 753,48 miliar (2016),
juga ikut mendorong peningkatan pagu anggaran
belanja tidak langsung pada Sementara itu, pagu
anggaran belanja bantuan sosial menurun sebesar
-57,88% (yoy) pada tahun 2016 dibandingkan tahun
sebelumnya, dengan nilai pagu anggaran sebesar Rp
179 miliar.
Peningkatan belanja daerah pada tahun 2016, juga
didorong oleh peningkatan pagu anggaran belanja
tidak langsung. Peningkatan ini terutama didorong
oleh adanya peningkatan pagu anggaran untuk
komponen belanja modal yang tumbuh sebesar
26,60% (yoy) atau tumbuh dari Rp 635,83 miliar
(2015) menjadi Rp 804,95 miliar (2016). Peningkatan
ini sejalan dengan upaya Pemerintah Daerah untuk
Tabel 4. 2 Perkembangan Pagu Anggaran Belanja APBD Provinsi Bali 2015-2016
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali
Keuangan Pemerintah100
meningkatkan konektivitas antar daerah di Bali melalui
pembangunan dan pemeliharaan serta peningkatan
kapasitas jalan dan jembatan. Selain itu, peningkatan
pagu anggaran belanja modal juga pada tahun 2016
ditujukan untuk perbaikan sarana irigasi di beberapa
wilayah untuk mendorong peningkatan produksi dan
ketahanan pangan, selain itu peingkatan pagu belanja
modal juga ditujukan untuk pembangunan dan
peningkatan kapasitas sistem penyediaan ari minum
(SPAM) di beberapa wilayah. Peningkatan pagu
belanja modal juga didorong oleh upaya Pemerintah
Daerah untuk menyelesaikan pembangunan Rumah
Sakit Provinsi Bali dan Rumah Sakit Mata Indera.
Peningkatan belanja langsung, juga didorong oleh
peningkatan pagu belanja pegawai yang pada
tahun 2016 tercatat sebesar Rp Rp 102 miliar atau
meningkat sebesar 12,63% (yoy) dibandingkan tahun
sebelumnya.
Dari sisi kemandirian fiskal, kemampuan Pemerintah
Provinsi Bali dalam membiayai Belanja Daerahnya
semakin menunjukkan perbaikan, sebagaimana
tercermin pada rasio pagu anggaran PAD terhadap
total pagu anggaran belanja daerah yang terus
menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2016, rasio pagu anggaran PAD terhadap total
pagu anggaran belanja daerah mencapai 56,81%,
lebih tinggi dibanding tahun 2015 yang sebesar
53,73%.
4.2.3. Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Bali
Pada triwulan I-2016, realisasi pendapatan mencapai
Rp 1,089 triliun atau dengan persentase sebesar
19,38% dari pagu anggaran. Nilai realisasi ini, lebih
rendah bila dibandingkan dengan realisasi triwulan
I-2015 yang mencapai 23,58% atau dengan
nilai nominal sebesar Rp 1,156 triliun. Realisasi
pendapatan pada triwulan I-2016 juga merupakan
realisasi terendah dalam kurun waktu 5 (lima)
tahun terakhir untuk periode triwulan yang sama,
dengan rata-rata persentase realisasi selalu diatas
23%. Penurunan realisasi pendapatan pada periode
triwulan I-2016, disebabkan oleh penurunan realisasi
pada 3 komponen utama pendapatan dibandingkan
tahun sebelumnya, yaitu realisasi pendapatan asli
daerah, realisasi pendapatan transfer dan realisasi
lain-lain pendapatan yang sah.
Pada periode triwulan I-2016, sebagian besar
komponen pendapatan menunjukkan realisasi yang
lebih rendah dibandingkan pola historisnya. Adapun
komponen yang menunjukkan realisasi tertinggi
adalah realisasi dana alokasi umum (DAU), yaitu
sebesar 33,33% dan dengan share yang cukup
signifikan pada pendapatan daerah (nominal sebesar
Rp 283 miliar), sehingga berkonstribusi besar terhadap
Grafik 4. 2 Persentase Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Bali Triwulan I Tahun 2012 – 2016
Sumber : Biro Keuangan Pemda Provinsi Bali
Keuangan Pemerintah 101
Tabel 4. 3 Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Bali Triwulan I Tahun 2012 – 2016
Sumber : Biro Keuangan Pemda Provinsi Bali
realisasi pendapatan daerah pada triwulan I-2016.
Sementara itu, komponen pendapatan dengan
realisasi terendah adalah realisasi retribusi daerah
yaitu sebesar 14,99%, meskipun demikian share
komponen ini relatif terhadap pendapatan daerah
bila dibandingkan dengan komponen pendapatan
lainnya. Sementara itu, PAD mengalami realisasi yang
rendah bila dibandingkan dengan pola historisnya
dengan realisasi sebesar 15,61%, terendah dalam 5
(lima) tahun terakhir yang selalu berada di atas 20%.
Penurunan volume penjualan kendaraan bermotor
pada triwulan I-2016 yang mengalami kontraksi
sebesar -11,59%, lebih rendah dibandingkan triwulan
I-2015 yang sebesar kontraksi -6,09%, merupakan
salah satu faktor penyebab rendahnya realisasi PAD.
Selain faktor tersebut, penurunan harga BBM pada
triwulan I-2016 juga ikut mendorong penurunan PAD
pada periode triwulan tersebut.
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa rendahnya
realisasi pendapatan daerah pada triwulan I-2016
terutama disebabkan oleh rendahnya realisasi PAD.
Secara keseluruhan, seluruh komponen PAD yaitu
pendapatan pajak daerah, retribusi daerah dan
lain-lain PAD yang sah memiliki realisasi dibawah
periode yang sama tahun 2015. Sebagaimana yang
diketahui, bahwa pajak provinsi umumnya terkait
dengan konsumsi rumah tangga dan kegiatan pelaku
usaha seperti pajak kendaraan bermotor dan pajak
bahan bakar kendaraan bermotor, pajak hotel dan
restoran dan sebagainya. Meskipun konsumsi rumah
tangga dan lapangan usaha penyediaan akomodasi
makan minum menunjukkan peningkatan kinerja
pada periode triwulan I-2016 dibanding triwulan
sebelumnya, namun tidak dapat mendorong
peningkatan realisasi peningkatan PAD realisasi PAD
pada periode triwulan I-2016. Rasio realisasi PAD
terhadap total realisasi pendapatan sebesar 48,44%,
lebih rendah bila dibandingkan periode yang sama
tahun 2015 yang mencapai 58,83% dan lebih rendah
bila dibandingkan dengan target anggaran dalam
APBD yang sebesar 60,13%. Meskipun demikian,
sejalan dengan potensi membaiknya kondisi dunia
usaha khususnya industri pariwisata seiring dengan
kebijakan bebas visa yang diperkirakan akan
mendorong peningkatan jumlah kunjungan wisman,
penurunan tingkat suku bunga perbankan untuk
kredit kendaraan bermotor (KKB) dan perusahaan
pembiayaan serta potensi meningkatkanya kegiatan
MICE domestik dan meningkatnya kunjungan
domestik antara lain liburan sekolah diperkirakan
akan mendorong peningkatan PAD pada triwulan ke
depan.
Keuangan Pemerintah102
Pada sisi yang lain, pendapatan transfer dari
pemerintah pusat memiliki realisasi yang cukup tinggi
yaitu sebesar 26,19% dan dengan share sebesar 47%
terhadap total pendapatan, sehingga memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian
realisasi anggaran pada triwulan I-2016. Selain
pencapaian realisasi yang tinggi, pendapatan transfer
juga mengalami peningkatan dari sisi realisasi nominal
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
yaitu meningkat sebsar 59%. Peningkatan ini
terutama didorong oleh peningkatan realisasi dana
alokasi umum yang sangat signifikan dari Rp 13
miliar pada triwulan 1-2015 menjadi Rp 183 miliar
di triwulan 1-2016. Dana perimbangan terkait erat
dengan realisasi pendapatan pajak pemerintah pusat.
4.2.4. Realisasi Belanja APBD Provinsi Bali
Realisasi belanja APBD Provinsi Bali di triwulan I-2016
tercatat sebesar 7,70%, lebih tinggi bila dibandingkan
dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2015
yang mencapai 6,29%. Meskipun menunjukkan
peningkatan, namun realisasi belanja ini masih
menunjukkan pola yang sama dengan tahun-tahun
sebelumnya, dengan persentase realisasi yang akan
menunjukkan peningkatan yang signifikan pada
triwulan III & IV, seiring dengan telah terealisasinya
beberapa proyek pengadaan infrastruktur dan
belanja modal. Sementara untuk realisasi triwulan
I, umumnya cenderung relatif kecil seiring dengan
masih dilakukannya pemenuhan administrasi dan
pelelangangn untuk pengadaan infrastruktur, barang
dan jasa.
Grafik 4. 3 Persentase Realisasi Belanja APBD Provinsi Bali Triwulan I Tahun 2012 – 2016
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Bali
Keuangan Pemerintah 103
Tabel 4. 4 Realisasi Belanja APBD Provinsi Bali Triwulan I Tahun 2012 – 2016
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali
Pola realisasi belanja APBD pada tahun 2016 ini tidak
berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,
dimana pada triwulan I, realisasi belanja APBD
cenderung masih terbatas khususnya untuk belanja
barang dan jasa serta belanja modal. Sementara itu,
realisasi belanja pegawai juga telah memiliki pola
historis yang berulang, dimana aktivitas kegiatan
kedinasan dan rapat serta acara yang terkait dengan
MICE, biasanya akan mulai meningkat pada periode
triwulan II. Pada periode triwulan I 2016, realisasi
belanja tidak langsung tercatat sebesar 7,90%,
sedangkan belanja langsung tercatat sebesar 7,20%.
Realisasi kedua komponen belanja APBD tersebut
lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar
7,29% dan 3,72%. Meskipun pada triwulan ini,
pola realisasi belanja APBD relatif sama dengan
tahun-tahun sebelumnya, namun pada triwulan I
2016 pola realisasi belanja cenderung relatif lebih
merata diantara masing-masing komponen belanja
APBD dibandingkan periode yang sama tahun-
tahun sebelumnya. Diharapkan ke depannya pola
realisasi belanja pemerintah yang lebih merata dapat
dilakukan khususnya di tahun 2016, seiring dengan
akselerasi percepatan belanja barang dan jasa serta
belanja modal yang realisasinya pada triwulan I 2016
jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
tahun 2015. Kondisi ini seiring dengan kebijakan
program lelang yang lebih awal dilakukan untuk
tahun anggaran 2016 yang telah mulai dilaksanakan
pada akhir tahun 2015, sehingga realisasi proyek
khususnya infrastruktur dapat dimulai lebih awal.
Secara umum, belanja APBD didorong oleh tingginya
realisasi belanja tidak langsung dan belanja langsung.
Pada komponen realisasi belanja tidak langsung,
realisasi tertinggi terjadi pada komponen belanja hibah
dengan nilai realisasi mencapai 15,73%, meskipun
lebih rendah bila dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang mencapai 17,02%, namun
secara nominal menunjukkan peningkatan yang
signifikan sebesar 35,48% dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya dengan nilai nominal
mencapai Rp 192 miliar atau sebesar 42% dari total
realisasi belanja APBD di triwulan I 2016. Peningkatan
realisasi belanja hibah didorong oleh adanya aktivitas
perayaan keagamaan pada triwulan I 2016 berupa
nyepi, kuningan dan galungan.
Belanja modal APBD Provinsi Bali pada periode triwulan
I 2016 memiliki realisasi yang tinggi tercatat sebesar
6,79% atau dengan nominal Rp 55 miliar. Realisasi
Keuangan Pemerintah104
ini jauh lebih tinggi dibandingkan pola historisnya
dalam kurun waktu 2 tahun terakhir yang persentase
realisasinya selalu berada di bawah 1%. Realisasi
nominal belanja modal tersebut mencapai 12% dari
realisasi total belanja APBD pada periode triwulan
berjalan. Peningkatan realisasi belanja modal tersebut,
mendorong peningkatan akselerasi pertumbuhan
PMTB pada triwulan I 2016 yang tumbuh sebesar
9,54% (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan triwulan
IV 2015 yang sebesar 6,69% (yoy) dan triwulan yang
sama tahun sebelumnya yang sebesar 7,43% (yoy).
Selain itu, peningkatan realisasi belanja modal juga
mendorong peningkatan kinerja konstruksi dari sisi
penawaran, yang pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar
7,62% (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 5,01% (yoy) dan periode
yang sama triwulan sebelumnya yang sebesar 2,67%
(yoy). Pada tahun 2016, terdapat beberapa proyek
infrastruktur yang telah dianggarkan dalam APBD
Provinsi Bali yang meliputi peningkatan kapasitas,
pelebaran, pembangunan serta pemeliharaan jalan
Provinsi di beberapa Kabupaten/Kota, perbaikan
dan peningkatan kapasitas saluran irigasi untuk
meningkatkan ketahanan pangan, pembangunan
dan peningkatan kapasitas salauran penyediaaan air
minum serta pembangunan rumah sakit provinsi dan
rumah sakit mata Indera.
4.3 APBD KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI
BALI
4.3.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan
APBD Kabupaten/Kota
Total anggaran pendapatan yang dialokasikan oleh 9
Kabupeten/Kota di Provinsi Bali mencapai Rp 15,96
triliun. Total nilai APBD ini jauh lebih besar dibanding
anggaran pendapatan APBD Provinsi dan APBN yang
dialokasikan untuk Provinsi Bali. Anggaran terbesar
dimiliki oleh Kabupaten Badung dengan nilai sebesar
Rp 3,83 triliun dan share sebesar 23,97% terhadap
total anggaran pendapatan APBD 9 Kabupaten/Kota
di tahun 2016. Sementara anggaran pendapatan yang
terkecil adalah Kabupaten Bangli dengan nilai sebesar
Rp 908 miliar dan share sebesar 5,68% terhadap total
anggaran pendapatan APBD 9 Kabupaten/Kota.
Grafik 4. 4 Anggaran Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, 2016
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali
Pendapatan transfer merupakan komponen
pendapatan yang memiliki alokasi anggaran terbesar
yaitu mencapai Rp 8,6 triliun atau dengan share sebesar
53,75% terhadap total seluruh anggaran pendapatan
9 Kabupaten/Kota di Bali. Besarnya pendapatan
transfer ini menandakan ketergantungan fiskal
pemerintah kabupaten/kota yang masih cukup tinggi
terhadap Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.
Secara keseluruhan, rata-rata derajat desentralisasi
fiskal untuk pemerintah kabupaten/kota di Provinsi
Bali sebesar 23,62%. Berdasarkan data anggaran
pendapatan tahun 2016, derajat desentralisasi fiskal
tertinggi diraih oleh Kabupaten Badung dengan rasio
mencapai 76,64% dan terendah di Kabupaten Bangli
dengan rasio sebesar 8,36%. Rendahnya pendapatan
berupa pajak yang dianggarkan oleh Pemerintah
Kabupaten Bangli disebabkan karena masih relatif
terbatasnya perkembangan aktivitas usaha di Kab.
Bangli dan merupakan salah satu wilayah dengan
tingkat kemiskinan yang tinggi yaitu mencapai 5,45%
(berdasarkan data 2013), sehingga ketergantungan
kabupaten tersebut terhadap pendapatan transfer
Keuangan Pemerintah 105
dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi
masih tergolong tinggi.
Secara Keseluruhan pada triwulan I 2016, realisasi
pendapatan APBD kabupaten/kota mencapai
19,76%. Capaian realisasi ini terhitung cukup tinggi,
bahkan lebih tinggi bila dibanding dengan realisasi
pendapatan Provinsi Bali di periode yang sama.
Tingginya realisasi pendapatan kabupaten/kota di
triwulan I 2016 ini, terutama didorong oleh realisasi
pendapatan transfer yang mencapai 24,89%.
Sementara itu, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
capaian realisasi pendapatan di triwulan laporan,
dengan tingkat realisasi sebesar 18,20%. Salah satu
komponen yang mendorong cukup tingginya realisasi
PAD adalah pendapatan pajak daerah khususnya
terkait dengan pendapatan pajak hotel dan restoran,
seiring dengan peningkatan kinerja lapangan usaha
penyediaan akomodasi makan minum yang tumbuh
signifikan pada periode triwulan laporan sebesar
6,61% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 4,87% (yoy). Tingginya pertumbuhan
lapangan usaha ini diindikasikan ikut membantu
peningkatan penerimaan kabupaten/kota di Bali pada
triwulan laporan.
Realisasi pendapatan tertinggi pada triwulan I 2016
dicapai oleh Kabupaten Bangli dengan capaian
sebesar 25,19%. Sementara itu, realisasi PAD yang
Tabel 4. 5 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 2016
Anggaran 2016 Realisasi Tw 1 2016(Rp Miliar) (Rp Miliar)
Pendapatan 15.995 3.161 19,76Pendapatan Asli Daerah 5.165 940 18,20Pendapatan Transfer 8.598 2.140 24,89Lain-lain Pendapatan Yang Sah 2.232 81 3,63
Jenis Pendapatan % Realisasi
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali
mencapai 12,5% dan pendapatan transfer sebesar
33,40%, merupakan faktor pendorong utama
tingginya realisasi pendapatan kabupaten tersebut.
Berdasarkan informasi anekdotal, Pemerintah Daerah
Kabupaten Bangli selalu berupaya untuk menggali
peluang untuk meningkatkan penerimaan pajak
daerah, antara lain pajak dari kepemilikan tanah yang
belum terdaftar. Selama ini penerimaan pajak daerah
bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
dan pajak atas penerangan jalan.
4.3.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD
Kabupaten/Kota
Anggaran belanja dan transfer kabupaten/kota di Bali
pada tahun 2016 mencapai Rp 17,36 triliun, dengan
share sebesar 59,56% dari total anggaran merupakan
belanja tidak langsung dengan nilai nominal sebesar
Rp 10,34 triliun, sedangkan belanja langsung
memiliki share sebesar 40,44% dari total anggaran
belanja. Dengan nilai anggaran sebesar Rp 3,8 triliun,
Kabupaten Badung merupakan wilayah dengan
anggaran belanja daerah terbesar dibandingkan
wilayah lainnya. Sementara itu, Kabupaten Jembrana
merupakan kabupaten dengan anggaran belanja
daerah terendah yang hanya sebesar Rp 1,09 triliun.
Secara agregat, belanja modal APBD kabupaten/kota
mencapai Rp 3,35 triliun atau sebesar 19,31% dari
total anggaran belanja. Rasio belanja modal tertinggi
Keuangan Pemerintah106
dicapai oleh Kabupaten Badung yakni sebesar
28,41%. Tingginya rasio belanja modal di Kabupaten
Badung ini diharapkan dapat membantu mendorong
pertumbuhan ekonomi secara jangka panjang dan
mendukung perkembangan kinerja industri pariwisata
di Provinsi Bali, dengan Kabupaten Badung sebagai
salah satu sentra pengembangan pariwisata di Bali.
Realisasi belanja kabupaten/kota di Provinsi Bali
pada triwulan I 2016 sebesar 8,91% atau senilai
Rp 1,55 triliun. Realisasi belanja ini lebih tinggi bila
dibandingkan dengan realisasi belanja Provinsi Bali
di periode yang sama yang hanya sebesar 7,70%.
Realisasi belanja tidak langsung kabupaten/kota di
Provinsi Bali yang mencapai 12,26% dan realisasi
belanja modal yang mencapai 3,96% di triwulan
laporan, ikut mendorong peningkatan realisasi
belanja kabupaten/kota di triwulan laporan. Meskipun
demikian, realisasi belanja modal kabupaten/kota
di Provinsi Bali masih menunjukkan capaian yang
rendah yang baru mencapai 0,44% dikarenakan
pembangunan proyek infrastruktur, sebagian besar
masih dalam proses lelang dan penyiapan administrasi
serta perencanaan.
Dengan realisasi belanja sebesar 12,33%,
Kabupaten Tabanan merupakan wilayah dengan
realisasi belanja terbesar diantara seluruh kabupaten/
kota di Bali pada triwulan I 2016. Tingginya realisasi
tersebut terutama didorong oleh tingginya realisasi
belanja barang dan jasa, belanja pegawai serta belanja
Tabel 4. 6 Anggaran dan Realisasi Belanja Kabupaten/ Kota di Provinsi Bali, 2016
Anggaran 2016 Realisasi Tw 1 2016(Rp Miliar) (Rp Miliar)
Belanja 17.360 1.546 8,91Belanja Tidak Langsung 10.340 1.268 12,26Belanja Langsung 7.020 278 3,96Belanja Modal 3.353 15 0,44
Jenis Belanja % Realisasi
Sumber: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pembendaharaan Negara Provinsi bali
bantuan keuangan. Realisasi belanja barang dan jasa
telah mencapai 10,78%, sedangkan realisasi belanja
pegawai mencapai 15,68%, sementara realisasi
belanja bantuan keuangan mencapai 10,56% di
Kabupaten Tabanan di periode triwulan laporan.
Sementara itu, Kabupaten Badung merupakan
kabupaten dengan realisasi belanja terendah di
triwulan I 2016 yang baru mencapai 5,61%. Realisasi
belanja modal yang rendah (share plafon anggaran
belanja modal sebesar 28,41% terhadap total
anggaran belanja Kabupaten Badung), menjadi salah
satu penyebab utama rendahnya realisasi belanja
Kabupaten Badung di periode triwulan laporan.
Pada tahun 2016, Pemerintah Kabupaten Badung
telah menyediakan anggaran yang besar yaitu Rp
1,15 triliun untuk membiayai beberapa proyek
pembangunan infrastruktur di Kabupaten Badung.
Grafik 4. 5 Anggaran belanja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, 2016
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali
0
5
10
15
20
25
30
(%)
Keuangan Pemerintah 107
Sumber: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pembendaharaan Negara Provinsi bali
4.4 ALOKASI APBN DI PROVINSI BALI
Dalam rangka membiayai belanja daerah, pemerintah
pusat telah mengalokasikan sejumlah anggaran APBN
untuk direalisasikan di Bali. Anggaran penerimaan
APBN tersebut berasal dari penerimaan dalam negeri
yang bersumber dari pajak, Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP), serta hibah. Pada sisi yang
lain, belanja APBN disalurkan dalam bentuk belanja
pemerintah pusat dan transfer ke daerah melalui dana
transfer dan lain-lain pendapatan yang sah. Belanja
pemerintah pusat digunakan untuk membiayai
gaji pegawai kementrian atau instansi pemerintah
pusat yang beroperasi di Bali. Selain itu, anggaran
ini dipergunakan juga untuk membiayai proyek-
proyek infrastruktur strategis yang dicanangkan oleh
pemerintah pusat yang dikelola antara lain oleh balai
jalan dan balai sungai.
Jumlah pagu anggaran APBN untuk Provinsi Bali pada
tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 9,50%
atau dengan nilai nominal sebesar Rp 891 miliar. Nilai
pagu APBN pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp 8,49
triliun yang terdiri atas belanja pegawai sebesar Rp
3,5 triliun, belanja barang sebesar Rp 3,2 triliun dan
belanja modal sebesar Rp 1,75 triliun serta belanja
bantuan sosial sebesar Rp 7,6 miliar. Penurunan pagu
anggaran terbesar pada tahun 2016, terutama terjadi
pada anggaran belanja modal yang mencapai Rp
626 miliar atau turun sebesar 26,31% dibandingkan
tahun 2015.
Sementara itu, realisasi belanja anggaran APBN pada
triwulan I 2016 tercatat sebesar 13,40% atau dengan
nilai nominal mencapai Rp 1,138 triliun. Capaian
realisasi ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2015 yang hanya mencapai
10,63%. Peningkatan capaian realisasi belanja APBN
di triwulan laporan terutama didorong oleh tingginya
realisasi belanja pegawai yang mencapai 21,26%
dan realisasi belanja barang yang mencapai 9,39%
di triwulan laporan, jauh lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya yang masing-
masing sebesar 19,13% dan 7,93%.
Tabel 4. 7 Pagu dan Realisasi Anggaran APBN 2015-2016 Untuk Provinsi Bali
Jenis Belanja Tahun 2015 Tahun 2016 Pagu (Rp Miliar) Realisasi (Rp Miliar) Realisasi (%) Pagu (Rp Miliar) Realisasi (Rp Miliar) Realisasi (%)
Belanja Pegawai 3.523 674 19,13 3.523 749 21,26 Belanja Barang 3.292 261 7,93 3.207 301 9,39 Belanja Modal 2.379 18 0,76 1.753 88,00 5,02 Belanja Bantuan Sosial 188 44 23,40 7,6 - Total 9.382 997 10,63 8.491 1.138 13,40
108
PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR UNTUK MENINGKATKAN KONEKTIVITAS DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI BALI
Infrastruktur dalam rangka meningkatkan
konektivitas antar wilayah di Provinsi Bali
Pembangunan infrastruktur merupakan salah
satu aspek penting untuk mempercepat proses
pembangunan di suatu wilayah, tidak terkecuali
di Provinsi Bali. Pertumbuhan ekonomi Bali tidak
dapat dipisahkan dari ketersediaan infrastrukturnya.
Pembangunan di bidang infrastruktur akan menjadi
pondasi dari pertumbuhan ekonomi Bali di masa
yang akan datang. Oleh karena itu, pengembangan
infrastruktur selalu menjadi isu stategis atau
sasaran yang ingin dicapai oleh stakeholders terkait
(pemerintah daerah) dalam setiap program tahunan
yang dicanangkan. Salah satu pembangunan
infrastruktur yang vital dalam mencapai pertumbuhan
ekonomi yang stabil dan berkelanjutan adalah
pembangunan jalan untuk meningkatkan konektivitas
antar wilayah di Provinsi Bali.
Sebagaimana telah diketahui dari pelaksanaan Focus
Group Discussion (FGD) dengan stakeholders terkait
(contoh: Dinas Pembangunan Umum Provinsi Bali),
salah satu isu utama dalam pertumbuhan ekonomi
Bali adalah tidak meratanya pembangunan antara
wilayah Bali selatan (Kota Denpasar, Kabupaten
Badung, dan Gianyar) dengan wilayah Bali non
selatan (Kabupaten Buleleng, Karangasem, Bangli,
Klungkung, Jembrana, dan Tabanan). Pertumbuhan
ekonomi Bali sebagian besar masih terpusat di
wilayah Bali selatan, mengingat kondisi infrastruktur
di wilayah Bali selatan lebih memadai dibanding
non selatan. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan
BOKS F
infrastruktur Bandar Udara Internasional di Kabupaten
Badung, sehingga Kabupaten Badung dan wilayah
sekitarnya akan menjadi target utama lokasi investasi
dari investor. Berdasarkan hasil FGD dengan Badan
Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Provinsi
Bali, investor umumnya selalu mempertimbangkan
infrastruktur sebagai hal yang krusial dalam penetapan
keputusan investasi. Ketersediaan infrastruktur yang
mendukung akan mendorong peningkatan investasi
pada suatu daerah yang akan menjadi salah satu
sumber pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut,
dan sebaliknya. Oleh karena itu, belum optimalnya
konektivitas dari Bali Selatan dan non Selatan.
Sebagai contoh : Kabupaten Badung dan Kabupaten
Buleleng, akan berdampak pula terhadap rendahnya
penyebaran investasi dari Bali selatan ke nono selatan.
Peningkatan konektivitas antara wilayah Bali selatan
(pusat aktivitas ekonomi) dengan Bali non selatan
akan mampu mendorong pemerataan aktivitas
ekonomi, yang pada akhirnya akan mendorong
pemerataan kesejahteraan masyarakat Bali.
Dalam kaitannya dengan peningkatan konektivitas
antara Bali selatan dan non selatan, Direktorat
Jenderal Bina Marga, c.q. Balai Pelaksanaan Jalan
Nasional (BPJN) VIII berencana untuk meningkatkan
jaringan jalan utara – selatan di Provinsi Bali. Melalui
studi yang dilakukan oleh BPJN VIII, Ketimpangan
pembangunan pariwisata di daerah Bali selatan
dengan daerah Bali utara yang diakibatkan oleh
terbatasnya akses dan lamanya waktu tempuh yang
diperlukan oleh para wisatawan untuk mengakses
109
objek-objek wisata di daerah Bali utara harus dicarikan
solusi dan penanganan sehingga terjadi pemerataan
pembangunan antara Bali utara dan Bali selatan. Solusi
dan penanganan tersebut akan diwujudkan dalam
pembangunan shortcut Mengwitani – Singaraja,
Bali. Gambaran umum dari rencana pembangunan
shortcut tersebut, seperti terangkum pada Tabel 1 di
atas.
Pengembangan jalan poros Bali utara – Bali selatan
tersebut perlu disinergikan dengan rencana
pembangunan jalur kereta api, jalan tol dan akses
bandara di Bali utara. Pengembangan jalan poros
Sumber: Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) VIII (diolah)
Tabel 1. Perkiraan Jarak dan Waktu Tempuh Mengwitani – Singaraja setelah Pembuatan Shortcut
tersebut juga mendesak mengingat kondisi lalu lintas
eksisting yang dalam waktu singkat diperkirakan
akan semakin parah. Pembangunan shortcut tersebut
akan menjadi salah satu solusi dari permasalahan
konektivitas Bali selatan dan Bali utara. Selain
rencana pengembangan shortcut Mengwitani –
Singaraja tersebut, pemerintah Provinsi Bali juga
telah merealisasikan pengembangan infrastruktur
jalan dan jembatan di setiap Kota/Kabupaten di
Provinsi Bali. Rincian kegiatan dan nilai realisasi dari
pengembangan tersebut adalah sebagai berikut :
110
Tabel 2. Realisasi dan Rencana Pengembangan Infrastruktur Jalan di Provinsi Bali
9,750,000,000
111
Sumber: Dinas Pembangunan Umum Pemerintah Provinsi Bali – Bidang Bina Marga (diolah)
Total dana APBD untuk Dinas PU Provinsi Bali c.q.
Bidang Bina Marga di tahun 2016 adalah sebesar
Rp299.846.514.120,- lebih tinggi dari total dana
APBD yang direalisasikan pada tahun 2015 yang
sebesar Rp 214.402.963.450,-. Hal ini seiring dengan
usaha pemerintah untuk mewujudkan mantapnya
kondisi infrastruktur yang merupakan salah satu
sasaran strategis tahun 2014-2018.
Infrastruktur dalam rangka mendukung
ketahanan pangan di Provinsi Bali
Selain infrastruktur untuk meningkatkan konektivitas
antar wilayah, infrastruktur untuk mendukung
ketahanan pangan juga merupakan infrastruktur vital
di Provinsi Bali. Dengan karakteristik pertumbuhan
ekonominya yang didominasi oleh industri pariwisata,
peningkatan demand akan produk hasil pertanian
didorong oleh rata-rata jumlah kunjungan wisatawan
yang mencapai 10 juta orang (wisman dan wisnus)
setiap tahunnya. Selain itu, alih fungsi lahan yang
cukup tinggi dari lahan pertanian menjadi beberapa
kawasan hotel menjadi penyebab menyusutnya lahan
pertanian di Bali. Rata-rata alih fungsi lahan sawah
dari 2009 – 2013 tercatat mencapai 350 ha/tahun.
Target luasan tanam di Bali tahun 2015 sebesar
150.000 ha juga tidak tercapai dan hanya terealisasi
135.000 ha, sehingga menyebabkan target produksi
padi sebesar 901.000 ton tidak tercapai dan hanya
terealisasi 850.000 ton. Dengan kondisi tersebut, Bali
membutuhkan pasokan pangan dari provinsi lain.
Bali mengimpor komoditas beras, gula pasir, tepung
terigu, minyak goreng dan kedelai impor dari Jawa
Timur. Sedangkan untuk komoditas bawang merah
diimpor dari NTB.
Sumber Daya Air (SDA) merupakan salah satu
faktor vital untuk meningkatkan ketahanan pangan
di Provinsi Bali. Berdasarkan hasil FGD dengan
stakeholder terkait (Balai Wilayah Sungai Bali-Penida)
isu-isu strategis dari pengelolaan SDA di Bali meliputi:
1. Tidak meratanya Potensi Sumber Daya Air pada
tiap Daerah Aliran Sungai (DAS)
2. Terganggunya kuantitas air dan menurunnya
112
kualitas air di kawasan sumber air (Danau, Mata
air dan Badan Sungai)
3. Belum optimalnya upaya pemanfaatan potensi
Sumber Daya Air dan adanya konflik kepentingan
antar pemanfaat air
4. Ancaman banjir, kekeringan dan abrasi pantai
pada kawasan pesisir, dan
5. Perlu peningkatan peran lembaga dan pemangku
kepentingan dalam sinergisitas pengelolaan
Sumber Daya Air
Dalam mendukung upaya ketahanan pangan Provinsi
Bali, pemerintah telah merealisasikan pembangunan
bendungan Titab di Kabupaten Buleleng. Dengan
nilai pembangunan sebesar Rp400,78 miliar (APBN),
pembangunan bendungan Titab akan memberikan
Sumber: Balai Wilayah Sungai Bali-Penida (diolah)
Tabel 3. Rencana Pembangunan Waduk/Bendungan di Provinsi Bali
manfaat antara lain: 1) Menambah Menambah
intensitas tanam 169% menjadi 275% seluas
1794,82 Ha, dan memberikan pasokan air baku
350 liter/detik, dengan keandalan 250 liter/detik, 2)
Menambah pasokan listrik sebesar 1,5 MW, dan 3)
Dapat dikembangkan menjadi kawasan tujuan wisata.
Selain bendungan Titab, pemerintah juga berencana
membangun infrastruktur berupa waduk/bendungan
lainnya untuk meningkatkan kapasitas irigasi.
Pembangunan waduk-waduk tersebut diharapkan
dapat meningkatkan produktivitas pertanian di
Provinsi Bali sehingga supply komoditas-komoditas
pangan strategis dari dalam pulau Bali sendiri
dapat meningkat. Berikut rencana pembangunan
infrastruktur waduk di Provinsi Bali :
113
Sumber: Balai Wilayah Sungai Bali-Penida (diolah)
Tabel 4. Manfaat Pembangunan Waduk/Bendungan di Provinsi Bali
Pembangunan 8 (delapan) waduk/bendungan
tersebut diperkirakan akan menjadi salah satu faktor
pendorong utama untuk mewujudkan ketahanan
pangan di Provinsi Bali, mengingat manfaat utama dari
pembangunan waduk/bendungan tersebut adalah
pasokan air baku untuk mendukung pertanian di Bali.
Rincian perkiraan manfaat apabila pembangunan
8 (delapan) waduk/bendungan tersebut telah
direalisasikan dapat dilihat pada tabel berikut:
KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016114
Halaman ini sengaja dikosongkan
115KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016
BAB V
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan116
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 117
5.1. KONDISI KETENAGAKERJAAN
Pasokan tenaga kerja Provinsi Bali mengalami
peningkatan, terlihat dari jumlah penduduk usia kerja
pada Februari 2016 yang mengalami peningkatan
baik secara tahunan maupun dibanding Agustus
2015. Pada Februari 2016 jumlah penduduk usia
kerja di Bali tercatat sebesar 3,16 juta orang,
atau meningkat 1,50% dibanding Februari 2015
dan meningkat 0,74% dibanding Agustus 2015.
Peningkatan jumlah penduduk usia produktif tersebut
dapat menjadi indikasi peningkatan potensi tenaga
kerja di Bali. Seiring dengan peningkatan usia kerja,
jumlah angkatan kerja pada Februari 2016 tercatat
meningkat dibanding Agustus 2015. Jumlah angkatan
kerja pada Februari 2016 tercatat sebesar 2,38 juta
jiwa atau meningkat 0,44% dibanding Agustus
2015. Seiring dengan hal tersebut, angkatan kerja
yang bekerja juga mengalami peningkatan sebesar
0,31% dibanding Agustus 2015. Namun demikian,
peningkatan jumlah penduduk usia kerja tersebut
tidak dapat diserap secara optimal oleh lapangan kerja
yang tersedia. Hal ini tercermin dari meningkatnya
pengangguran di Bali pada Februari 2016. Jumlah
angkatan kerja yang menganggur pada Februari
2016 tercatat sebesar 50,4 juta jiwa, atau meningkat
sebesar 6,76% dibanding Agustus 2015. Peningkatan
jumlah pengangguran yang lebih besar daripada
peningkatan jumlah angkatan kerja berdampak pada
meningkatnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
pada Februari 2016. TPT Provinsi Bali pada Februari
2016 tercatat sebesar 2,12%, lebih tinggi dari TPT
Agustus 2015 yang sebesar 1,99% dan TPT Februari
2015 yang sebesar 1,37%. Meskipun mengalami
peningkatan, namun TPT Bali tersebut masih jauh
lebih rendah dibanding TPT Nasional yang sebesar
5,50% pada Februari 2016.
Tingkat Partisipasi Angkatan kerja (TPAK)
menunjukkan penurunan. TPAK yang mencerminkan
besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif
secara ekonomi, mengalami penurunan dibandingkan
Agustus 2015. TPAK pada Februari 2016 tercatat
sebesar 75,28%, lebih rendah dibanding Agustus
2015 yang sebesar 75,51%. Meskipun mengalami
sedikit penurunan, TPAK tersebut masih jauh lebih
tinggi dari TPAK nasional yang pada Februari 2016
tercatat sebesar 68,06%.
Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (Ribu Orang)
Sumber : BPS Provinsi Bali
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan118
Grafik 5.1. Perkembangan Tingkat Pengangguran di Provinsi Bali
Grafik 5.2. Perkiraan Penambahan Tenaga Kerja (Hasil SKDU)
Grafik 5.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan usaha yang Akan Datang
Sumber: BPS Provinsi Bali
Sumber: SKDU KPw BI Provinsi Bali
Sumber : SK KPw BI Provinsi Bali
1.9
1.37
1.99 2.12
Seiring dengan perbaikan optimisme kondisi
perekonomian ke depan, kondisi ketenagakerjaan
diperkirakan akan mengalami perbaikan. Hal ini
terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
KPwBI Provinsi Bali triwulan I-2016 yang menunjukkan
adanya optimisme penambahan tenaga kerja oleh
dunia usaha pada triwulan yang akan datang,
terutama pada sektor Industri Pengolahan, Keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor Jasa-
jasa. Optimisme terkait kondisi ketenagakerjaan
ditunjukkan juga oleh hasil Survei Konsumen di
Provinsi Bali triwulan I-2016. Berdasarkan hasil SK,
terlihat bahwa tingkat keyakinan konsumen akan
Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang
cenderung optimis, yaitu sebesar 102,5 (indeks diatas
100 menunjukkan optimisme konsumen).
Struktur lapangan pekerjaan secara umum tidak
mengalami perubahan. Sektor perdagangan masih
menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga
kerja di Provinsi Bali. Pada Februari 2016, lapangan
usaha perdagangan masih menjadi penyumbang
terbesar penyerapan tenaga kerja di Bali, yaitu sebesar
708 ribu orang, atau 30,45% dari total penduduk
yang bekerja di Bali. Lapangan usaha pertanian
kemudian menempati posisi kedua dengan 511,86
ribu orang bekerja pada lapangan usaha ini, atau
sebesar 22,02% dari total penduduk yang bekerja di
Bali. Sementara lapangan usaha jasa kemasyarakatan
menempati posisi ketiga dengan menyerap 418,86
ribu orang atau 18,02% penduduk yang bekerja di
Bali.
Terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja pada
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 119
lapangan pekerjaan yang selama ini menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di
Bali. Pada Februari 2016, penyerapan tenaga kerja
pada lapangan pekerjaan perdagangan mengalami
penurunan sebesar 7,82% dibanding Agustus 2015,
sementara lapangan pekerjaan pertanian turun
sebesar 1,71%, lapangan pekerjaan konstruksi turun
sebesar 14,16%, dan lapangan pekerjaan lainnya
turun sebesar -51,1%. Disisi lain, penyerapan tenaga
kerja dari lapangan pekerjaan industri, transportasi,
pergudangan dan komunikasi, keuangan, serta
jasa kemasyarakatan pada Februari 2016 tercatat
meningkat dibanding Agustus 2015.
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (orang)
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (Orang)
Sumber : BPS Provinsi Bali
Sumber : BPS Provinsi Bali
Jenis pekerjaan yang dominan pada Februari 2016
adalah kelompok orang yang bekerja pada kegiatan
informal. Penduduk yang bekerja pada kegiatan
informal tercatat sebanyak 1,24 juta jiwa atau
sebesar 53,07% dari total penduduk yang bekerja,
sedangkan orang yang bekerja pada kegiatan formal
tercatat sebanyak 1,09 juta jiwa atau sebesar 46,93%
pada periode yang sama. Komposisi tersebut relatif
sama dengan kondisi pada Agustus 2015. Hal ini
mengindikasikan bahwa sebagian besar penduduk
Bali yang bekerja masih tergantung pada kegiatan
informal.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan120
Penyerapan tenaga kerja di Bali masih didominasi
oleh penduduk yang tergolong pekerja penuh waktu
(full time worker), yaitu penduduk yang bekerja pada
kelompok 35 jam ke atas per minggu. Jumlah pekerja
penuh waktu di Bali pada Februari 2016 tercatat
sebanyak 1,36 juta jiwa atau sebesar 58,39% dari
total penduduk yang bekerja di Bali. Jumlah tersebut
lebih rendah dibanding Agustus 2015 yang tercatat
sebanyak 1,84 juta orang atau 79,39% dari total
penduduk yang bekerja. Pada periode yang sama,
jumlah pekerja berwaktu tidak penuh mengalami
peningkatan, dari 479 ribu jiwa pada Agustus 2015
menjadi 970 ribu jiwa pada Februari 2016.
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (Orang)
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan (Orang)
Sumber : BPS Provinsi Bali
Sumber : BPS Provinsi Bali
Kualitas pendidikan penduduk yang bekerja
mengalami sedikit perbaikan. Kondisi ini tercermin
dari meningkatnya penduduk yang bekerja tingkat
SMA/SMK keatas sebesar 4,2% pada Februari 2016
dibanding Agustus 2015. Disisi lain, jumlah penduduk
yang bekerja dengan tingkat pendidikan sampai
dengan SMP mengalami penurunan sebesar 2,96%
pada periode yang sama. Namun demikian, dari sisi
penyerapan tenaga, sebagian besar masih didominasi
oleh penduduk yang berpendidikan rendah (SD ke
bawah), dengan porsi sekitar 36,8% dari keseluruhan
jumlah penduduk yang bekerja. Sementara pekerja
berpendidikan tinggi mencakup 17,6%, dan sisanya
merupakan pekerja berpendidikan menengah yang
memilliki porsi sebesar 45,6%.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 121
Tabel 5.6. Perkembangan Nilai Tukar Petani di Provinsi Bali
Sumber: BPS Provinsi Bali (diolah)Ket: *) NTP April 2016
5.2 NILAI TUKAR PETANI
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 2016
mengalami penurunan dibandingkan dengan
triwulan IV 2015. Penurunan NTP mengindikasikan
menurunnya kesejahteraan petani dengan penurunan
daya beli petani di pedesaan. Apabila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya, penurunan NTP terjadi
pada subsektor tanaman pangan, Perkebunan rakyat,
dan Perikanan. Penurunan NTP terdalam terjadi pada
subsektor tanaman pangan, yaitu sebesar 2,4%
(qtq) pada triwulan I-2016, atau turun dari 100,48 di
triwulan IV-2015 menjadi 98,04 di triwulan I-2016.
Selanjutnya, NTP subsektor perikanan menurun
sebesar 1% (qtq), atau dari 102,16 di triwulan IV-
2015 menjadi 101,13 di triwulan I-2016. Sementara
NTP subsektor perkebunan rakyat menurun sebesar
0,9% pada periode yang sama. Penurunan NTP pada
ketiga subsektor ini terjadi karena laju kenaikan Indeks
Yang Dibayar Petani (IB) lebih tinggi dibandingkan
dengan Indeks Yang Diterima Petani (IT). Di sisi lain,
NTP subsektor hortikultura dan subsektor peternakan
mengalami peningkatan masing masing sebesar
1,1% dan 0,7% pada periode yang sama.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan122
Grafik 5.4. NTP Bali dan Komponen Penyusunnya
Sumber: BPS Provinsi BaliKet: *) NTP April 2016
*
5.3 TINGKAT KEMISKINAN
Angka kemiskinan di Provinsi Bali pada September
2015 mengalami peningkatan dibanding periode
yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan Bali per
September 2015 tercatat sebanyak 219 ribu jiwa
atau 5,25% dari jumlah penduduk Bali. Angka
ini meningkat dibandingkan periode yang sama
tahun lalu, yang tercatat sebesar 4,76% dari jumlah
penduduk. Peningkatan jumlah penduduk miskin
tersebut didorong oleh peningkatan jumlah penduduk
miskin yang berada di pedesaan dan perkotaan.
Jumlah penduduk miskin di desa meningkat dari
86,76 ribu jiwa pada September 2014 menjadi 102,99
ribu jiwa pada September 2015. Sementara jumlah
penduduk miskin di kota meningkat dari 109,2 ribu
jiwa pada September 2014 menjadi 115,9 ribu jiwa
Grafik 5.5. Perkembangan Kemiskinan di Provinsi Bali Grafik 5.6. Perkembangan Gini Ratio di Provinsi Bali
Sumber: BPS Provinsi Bali Sumber: BPS Provinsi Bali
pada September 2015. Meskipun mengalami sedikit
peningkatan, angka kemiskinan di Bali tersebut
masih jauh di bawah angka kemiskinan nasional yang
tercatat sebesar 11,13% pada September 2015.
Dari sisi pemerataan pendapatan, disparitas
pendapatan di Provinsi Bali mengalami perbaikan
yang tercermin dari penurunan Gini Ratio pada
tahun 2015. Gini Ratio Bali pada tahun 2015 tercatat
sebesar 0,38, jauh lebih rendah jika dibandingkan
dengan Gini Ratio tahun 2015 yang sebesar 0,42 dan
nasional sebesar 0,41.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 123
Grafik 5.7. Perbandingan IPM Provinsi Bali Dengan Daerah Lain
Sumber: BPS Provinsi Bali
Pembangunan manusia di Provinsi Bali masih berada
dalam kondisi yang baik dan mengalami peningkatan.
Kondisi tersebut tercermin dari Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Provinsi Bali yang secara historis selalu
lebih tinggi dibandingkan dengan IPM nasional. Data
terakhir menyebutkan IPM Provinsi Bali di tahun 2015
sebesar 72,48, meningkat dibanding IPM Bali tahun
2014 yang tercatat sebesar 72,09 dan IPM nasional
tahun 2015 yang sebesar 68,90. IPM Bali juga tercatat
sebagai IPM tertinggi ke 5 di Indonesia.
Prospek Perekonomian124
Halaman ini sengaja dikosongkan
Prospek Perekonomian 125
BAB VI
PROSPEK PEREKONOMIANFoto oleh: Putriana Nurman
Prospek Perekonomian126
Prospek Perekonomian 127
6.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan II
2016 diperkirakan mengalami peningkatan, dibanding
triwulan I 2016, yaitu tumbuh pada kisaran 6,06%
- 6,46% (yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan
terutama didorong oleh peningkatan kinerja konsumsi
pemerintah, investasi dan kinerja ekspor. Sementara
itu dari sisi penawaran, peningkatan didorong oleh
peningkatan kinerja sebagian besar lapangan usaha
utama antara lain lapangan usaha pertanian, lapangan
usaha industri pengolahan, konstruksi, penyediaan
akomodasi makan dan minum, dan transportasi dan
pergudangan.
Grafik 6. 1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Bali
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolahKeterangan : *) Angka Proyeksi Bank Indonesia
6.04
6.06-6.46
0123456789
26,00027,00028,00029,00030,00031,00032,00033,00034,00035,000
I II III IV I II III IV I II*)
2014 2015 2016
%,Y
OY
RP M
ILIA
R
gPDRB(skala kanan) PDRB
Sisi permintaan
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Bali
pada Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi
Bali pada triwulan II 2016, didorong oleh perkiraan
peningkatan kinerja konsumsi pemerintah, investasi
(PMTB), serta ekspor. Peningkatan kinerja konsumsi
pemerintah diperkirakan terindikasi oleh peningkatan
tren realisasi fisik APBD Provinsi Bali mengikuti
pola historisnya, seiring mulai berjalannya realisasi
pembangunan fisik beberapa proyek infrastruktur,
setelah pada triwulan I sebagian besar proyek
infrastruktur melakukan proses pelelangan dan
melengkapi administrasi. Proyek infrastruktur yang
akan berlangsung pada tahun 2016 antara lain adalah
peningkatan kapasitas jalan, jembatan, irigasi dan
penyediaan air minum serta pembangunan Rumah
Sakit Provinsi Bali dan Rumah Sakit Mata Indera yang
ditargetkan selesai di tahun 2016 Selain itu, konsumsi
pemerintah pada triwulan II 2016 juga akan didorong
oleh realisasi pembayaran gaji ke13 dan 14 untuk PNS
dan pensiunan. Sementara itu, terdapat risiko yang
berpotensi menahan peningkatan kinerja konsumsi
pemerintah di triwulan II 2016, yaitu pemotongan
anggaran Kementerian dan Lembaga sebesar 10%
seiring dengan pesimisme tercapainya target realisasi
penerimaan pajak di tahun 2016.
Sejalan dengan realisasi pembangunan proyek
infrastruktur oleh pemerintah pada triwulan II 2016,
kinerja investasi diperkirakan akan mengalami
peningkatan yang dikontribusikan oleh pengerjaan
proyek Pemerintah dan swasta. Kondisi tersebut
terkonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Bali, yang menunjukkan
peningkatan perkiraan perkembangan investasi
pelaku usaha dari sebesar -2,82% (SBT) pada triwulan
I 2016 menjadi sebesar -1,66% (SBT) di triwulan II
2016. Peningkatan tersebut, sejalan dengan semakin
tingginya optimisme pelaku usaha ke depan terhadap
perkembangan kondisi ekonomi makro regional,
sehingga berdampak pada semakin kondusifnya
perkembangan usaha. Selain itu, optimisme pelaku
usaha juga didorong oleh tendensi penurunan suku
bunga kredit perbankan (investasi dan modal kerja) di
Provinsi Bali menuju suku bunga single digit sebagai
respon terhadap penurunan suku bunga BI Rate.
Di samping itu, perkiraan peningkatan kinerja
komponen ekspor1 pada triwulan depan, didorong
oleh perkiraan perbaikan perekonomian negara tujuan
ekspor dan upaya eksportir untuk terus melakukan
diversifikasi pasar ekspor serta peningkatan kualitas
1 Salah satu negara utama tujuan ekspor Provinsi Bali, USA menunjukkan peningkatan permintaan ekspor terutama untuk komoditas garmen.
Prospek Perekonomian128
Grafik 6. 2 Perkiraan Perkembangan Investasi
Grafik 6. 3 Indeks Ekspektasi Konsumen
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Bank Indonesia
Sumber : Survei Konsumen (SK), Bank Indonesia
-2.82
-1.66-5
0
5
10
15
I II III IV I II III IV I II*
2014 2015 2016
%
Total Perdagangan, hotel dan restoran Industri pengolahan
Sisi Penawaran
Dari sisi penawaran, optimisme peningkatan
pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016
terkonfirmasi oleh hasil SKDU yang menunjukkan
perkiraan peningkatan kegiatan usaha dari
sebesar -13,73% (SBT) pada triwulan I 2016,
menjadi sebesar 17,74% (SBT) di triwulan II 2016.
Peningkatan tersebut juga didorong oleh perkiraan
peningkatan kinerja sebagian besar lapangan usaha,
antara lain lapangan usaha pertanian, kehutanan,
dan peternakan, industri pengolahan, konstruksi,
penyediaan akomodasi makan dan minum, serta
transportasi dan pergudangan. Perkiraan peningkatan
kinerja lapangan usaha pertanian terkonfirmasi oleh
hasil SKDU yang menunjukkan perkiraan peningkatan
kegiatan usaha dari sebesar -8,27% (SBT) pada
triwulan I 2016, menjadi sebesar 2,09% (SBT) di
triwulan II 2016. Peningkatan tersebut juga didorong
oleh adanya panen komoditas tabama yang mulai
terjadi di beberapa daerah di Provinsi Bali (sebagai
dampak mundurnya masa tanam, sehingga masa
panen mundur ke triwulan II 2016). Selain komoditas
tabama, komoditas perkebunan (manggis) juga telah
memasuki masa panen dengan peningkatan volume
produksi khususnya di daerah sentra yaitu Kabupaten
Jembrana. Meskipun demikian, terdapat faktor yang
produk agar dapat bersaing ditengah semakin
ketatnya persaingan. Selain itu, kinerja ekspor jasa
diperkirakan turut mengalami peningkatan seiring
dengan berakhirnya periode low season pariwisata
dan upaya beberapa hotel untuk meningkatan
promosi serta penjualan melalui online booking, sales
call, dan program discount.
Sementara itu, ditengah minimnya event perayaan
keagamaan pada triwulan berjalan, konsumsi rumah
tangga masih berpotensi mengalami peningkatan
sebagai dampak dari adanya penurunan harga
BBM ( yang terkonfirmasi oleh peningkatan indeks
ekspektasi konsumen). Selain itu, peningkatan
kinerja konsumsi rumah tangga juga didorong oleh
masuknya bulan Ramadhan pada akhir triwulan
berjalan. Namun demikian, terdapat beberapa faktor
yang berpotensi menahan laju peningkatan konsumsi
rumah tangga pada triwulan berjalan antara lain
adalah adanya persiapan memasuki tahun ajaran
baru sehingga konsumen mengalokasikan sebagian
dana konsumsinya untuk pemenuhan kebutuhan
pendidikan terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan
Eceran pada bulan Mei 2016 yang menunjukkan
peningkatan omset penjualan untuk peralan tulis
dengan pertumbuhan sebesar 1,8% (mtm).
Prospek Perekonomian 129
berpotensi menjadi penahan peningkatan kinerja
lapangan usaha pertanian, yaitu resiko kemarau
yang diperkirakan mulai berlangsung pada bulan Juni
2016.
Perkembangan lapangan usaha industri pengolahan
pada triwulan II 2016 diperkirakan mengalami
peningkatan, terkonfirmasi oleh hasil SKDU yang
menunjukkan perkiraan peningkatan kegiatan
usaha dari sebesar -0,41% (SBT) pada triwulan
I 2016, menjadi sebesar 1,16% (SBT) di triwulan
II 2016. Perkiraan peningkatan kinerja lapangan
usaha industri pengolahan juga didorong oleh
potensi semakin baiknya perkembangan ekonomi
global (yang berorientasi ekspor luar negeri) dan
masuknya bulan Ramadhan pada akhir triwulan II
2016 sehingga berpotensi mendorong peningkatan
volume perdagangan antar daerah (khususnya
untuk industri pengolahan ikan kaleng dan daging
kaleng). Sementara itu, lapangan usaha konstruksi
diperkirakan akan turut mengalami peningkatan
seiring dengan realisasi akselerasi pengerjaan proyek
infrastruktur pemerintah dan swasta.
Seiring dengan berakhirnya periode low season
pariwisata, kinerja industri pariwisata pada triwulan
II 2016 diperkirakan mengalami peningkatan.
Kondisi tersebut akan mendorong peningkatan
kinerja lapangan usaha terkait, yaitu lapangan usaha
penyediaan akomodasi makan dan minum serta
lapangan usaha transportasi dan pergudangan.
Peningkatan tersebut juga terkonfirmasi oleh hasil
SKDU yang menunjukkan perkiraan peningkatan
kegiatan usaha sektor perdagangan, hotel, dan
restoran dari sebesar -4,45% (SBT) pada triwulan
I 2016, menjadi sebesar 6,24% (SBT) di triwulan
II 2016. Peningkatan lapangan usaha penyediaan
akomodasi makan dan minum juga didorong oleh
peningkatan frekuensi MICE pada triwulan II 2016,
Grafik 6. 4 Perkembangan Dunia Usaha
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I II*
2014 2015 2016
salah satunya pelaksanaan Musyarawah Nasional
Luar Biasa (MUNASLUB) Golkar pada minggu
ketiga Mei 2016, Bali Interhash 2016 pada minggu
ketiga Mei 2016 yang diikuti oleh 6.000 wisatawan
mancanegara dan 19th Bali Coaltrans pada awal Juni
2016 sehingga berpotensi mendorong peningkatan
kunjungan wisdom dan wisman. Sementara itu,
peningkatan kinerja lapangan usaha transportasi dan
pergudangan juga didorong oleh faktor musiman
seiring dengan berlangsungnya bulan Ramadhan
pada akhir triwulan II 2016 yang akan mendorong
peningkatan penggunaan transportasi darat, laut,
dan udara untuk persiapan mudik.
Di sisi lain, risiko perlambatan pada triwulan II 2016,
berpotensi bersumber dari perlambatan kinerja
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran
sebagai dampak dari minimnya event perayaan hari
keagamaan sepanjang triwulan II 2016 dan upaya
konsumen untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
dengan mengurangi alokasi anggaran konsumsi
rumah tangga.
Prospek Perekonomian130
Grafik 6. 5 Perkembangan Dunia Usaha : Sektoral
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Bank Indonesia
Perkiraan Ekonomi Provinsi Bali Tahun 2016
Dengan perkembangan terakhir, perekonomian
Provinsi Bali untuk keseluruhan tahun 2016 diperkirakan
akan mengalami peningkatan dibandingkan dengan
perekonomian Bali tahun 2015 (6,04% (yoy)).
Pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2016 diperkirakan
berada pada kisaran 6,08%-6,84% (yoy). Dari sisi
permintaan, perbaikan perkiraan perekonomian
global di tahun 2016, akan berpotensi mendorong
perbaikan kinerja ekspor luar negeri, seiring dengan
upaya ekspansi pasar beberapa industri pengolahan.
Selain itu, konsumsi rumah tangga di tahun 2016
diperkirakan mulai mengalami perbaikan seiring
dengan kenaikan UMP dan potensi menurunnya harga
BBM dan LPG, serta terjaganya TTL sepanjang tahun
2016. Sementara itu, komitmen Pemerintah Daerah
dalam mendukung pembangunan perekonomian,
terutama pembangunan infrastruktur diperkirakan
akan mendorong akselerasi peningkatan kinerja
konsumsi pemerintah dan investasi. Sejalan dengan
itu, peningkatan kinerja investasi juga didorong oleh
optimisme pelaku usaha seiring dengan tendensi
penurunan suku bunga kredit perbankan (investasi
dan modal kerja) di Provinsi Bali menuju suku bunga
single digit sebagai respon terhadap penurunan
suku bunga BI Rate. Dari sisi penawaran, perkiraan
peningkatan perekonomian bersumber dari perkiraan
peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian
seiring dengan dukungan program pengembangan
peningkatan produktivitas pertanian oleh pemerintah,
serta perkiraan peningkatan pertumbuhan ekonomi
di tahun 2016 yang diperkirakan terjadi seiring
dengan perkiraan peningkatan industri pariwisata
dan industri pengolahan. Industri pariwisata
diperkirakan mengalami peningkatan seiring
dengan upaya pemerintah dalam me-rebranding
dan mempromosikan Provinsi Bali sebagai destinasi
pariwisata. Sementara, perkiraan peningkatan industri
pengolahan didorong oleh upaya pelaku usaha dalam
meningkatkan akses pasar dengan mengembangkan
alternatif segmen pasar baru (domestik dan ekspor).
Optimisme meningkatnya pertumbuhan ekonomi
Provinsi Bali tersebut masih menghadapi resiko
antara lain risiko, berkembangnya isu keamanan
yang berdampak terhadap industri pariwisata, risiko
anomali cuaca dan bencana alam, serta resiko seiring
dengan revisi ke bawah perkiraan pertumbuhan
ekonomi global.
Meskipun prospek perekonomian dunia pada tahun
2016 diperkirakan masih mengalami peningkatan,
namun update perkiraan pertumbuhan ekonomi
dunia tahun 2016 terakhir ( April 2016 ), mengalami
revisi ke bawah. Perkiraan pertumbuhan ekonomi
dunia tahun 2016 yang sebelumnya diperkirakan
sebesar 3,4%(yoy), direvisi ke bawah menjadi sebesar
3,2%(yoy), tetap lebih tinggi dibandingkan realisasi
tahun 2015. Penyesuaian proyeksi (revisi ke bawah)
juga terjadi pada beberapa negara tujuan utama
ekspor Provinsi Bali yaitu USA, Jepang, Australia,
Singapura, dan Hongkong. Revisi ke bawah tersebut,
terjadi seiring dengan divergensi perkembangan
perekonomian di berbagai belahan dunia, antara lain
perlambatan dan rebalancing Tiongkok, berlanjutnya
penurunan harga komoditas terutama minyak dunia,
perlambatan investasi dan perdagangan terutama di
negara maju, serta tekanan geopolitik di beberapa
Prospek Perekonomian 131
negara. Meskipun demikian, berdasarkan World
Economic Outlook April 2016, perkembangan ekspor
negara emerging market and developing economies,
termasuk didalamnya Indonesia diperkirakan akan
mengalami peningkatan dari sebesar 1,7% (yoy)
pada tahun 2015 menjadi sebesar 3,85% (yoy) di
tahun 2016. Kondisi tersebut memberikan optimisme
terhadap ekspektasi peningkatan kinerja ekonomi
nasional dan regional Bali pada tahun 2016.
6.2. INFLASI BALI TRIWULAN II 2016
Tabel 6. 1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Utama Bali
Sumber : World Economic Outlook, International Monetary Fund (IMF) April 2016Keterangan :*) angka estimasi IMF**) angka proyeksi IMF
Grafik 6. 6 Proyeksi Inflasi Bali
Grafik 6. 7 Apresiasi/Depresiasi Nilai Tukar Kawasan (ytd)
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolahKeterangan : *) Angka Proyeksi BI
Sumber : Bank Indonesia
Berdasarkan hasil tracking sampai dengan triwulan I
2016, inflasi Bali diperkirakan akan sebesar 3,72%±1%
(yoy) pada tahun 2016, dan diharapkan dapat
mendukung tercapainya target inflasi nasional yang
sebesar 4%±1% (yoy). Berdasarkan disagregasinya,
secara tahunan, inflasi pada triwulan I 2016 terutama
bersumber dari kelompok inti dan volatile food.
Sementara itu, tekanan kelompok administered prices
tercatat menahan laju inflasi seiring dengan kebijakan
Pemerintah terkait penyesuaian harga BBM.
Pada triwulan II 2016, kelompok volatile food
diperkirakan melandai seiring dengan masuknya
musim panen padi dan tekanan demand yang relatif
tidak setinggi triwulan III 2016. Namun demikian,
komoditas bawang merah masih perlu menjadi
perhatian seiring dengan peningkatan harga yang
terjadi secara nasional dan ketergantungan Provinsi
Bali terkait pasokan komoditas bumbu-bumbuan.
Selain itu, resiko tekanan inflasi juga disebabkan oleh
Prospek Perekonomian132
Sementara itu, tekanan inflasi kelompok administered
prices diperkirakan masih dalam tendensi penurunan
seiring dengan penyesuaian harga Bahan Bakar
Khusus (pertamax, pertalite, pertadex, dan bio solar)
pada 31 Maret. Selain itu, pada April 2016, telah
disepakati penurunan tarif Angkutan Antar Kota
Dalam Provinsi (AKDP) di Bali turun sebesar 3,5%.
Namun demikian yang dapat mendorong laju inflasi
pada triwulan II 2016 adalah adanya rencana kenaikan
tarif listrik (tariff adjusment) di triwulan mendatang.
Namun demikian, terjadinya kebakaran hutan di
Kanada dalam skala yang lebih besar menyebabkan
penurunan volume produksi minyak mencapai 1,2
juta barel perhari di pasar internasional, sehingga
mendorong kenaikan harga minyak dunia mendekati
USD 50/barrel.
Ke depan, masih terdapat sejumlah risiko (upward
risk) yang perlu diwaspadai, diantaranya: (i) Masih
tingginya ketergantungan pasokan bahan pangan
dari luar Bali untuk memenuhi kebutuhan Provinsi Bali,
(ii) Masih belum optimalnya utilisasi sarana pelabuhan
yang tersedia (arus barang dan penumpang terpusat
di pelabuhan Gilimanuk), dan (iii) struktur pasar yang
Grafik 6. 8 Ekspektasi Konsumen terhadap Perubahan Harga Barang & Jasa
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2012 2013 2014 2015 2016
Perkiraan rata-rata perkembangan harga barang dan jasa secara umum 3 bulan yang akan datang
Perkiraan rata-rata perkembangan harga barang dan jasa secara umum 6 bulan yang akan datang
perkiraan masuknya musim kemarau pada Juni 2016
yang mengancam kinerja produksi bahan pangan.
Tekanan inflasi kelompok inti juga diperkirakan stabil,
seiring dengan mulai membaiknya nilai tukar Rupiah,
dan ekspektasi inflasi yang terjaga. Terkendalinya
tekanan inflasi inti pada triwulan I 2016 didukung
oleh terjaganya ekspektasi masyarakat dan masih
kuatnya sisi penawaran dalam merespon permintaan.
. Namun demikian, tren peningkatan komoditas emas
dunia yang mulai merangkak naik pada Februari 2016
berpotensi mendorong peningkatan inflasi kelompok
inti. Selain itu, perlu diwaspadai adanya peningkatan
ekspektasi konsumen terhadap perubahan harga ke
depan yang nampak Survei Konsumen (SK) periode
Maret 2016. Survei tersebut menunjukkan indeks
ekspektasi perubahan harga periode 3 bulan ke depan
sebesar 173,37, meningkat dibandingkan triwulan
lalu yang sebesar 169,5. Meningkatnya tekanan
kenaikan harga diperkirakan terjadi pada kelompok
sandang dan kelompok bahan makanan, didorong
oleh perkiraan meningkatnya permintaan menjelang
hari raya Idul Fitri.
Prospek Perekonomian 133
belum efisien dan pola perdagangan yang masih
rentan gejolak harga.
Grafik 6. 9 Pergerakan Harga Dunia Komoditas Emas
Grafik 6. 10 Pergerakan Harga Dunia Komoditas Minyak WTI
Sumber : Bloomberg, diolah
Sumber : Bloomberg, diolah
100011001200130014001500160017001800
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2013 2014 2015 2016
2030405060708090
100110120
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2013 2014 2015 2016
6.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI BALI
Tim Pengendalian Inflasi (TPID) Provinsi Bali terus
melakukan berbagai upaya pengendalian harga untuk
mencapai inflasi yang rendah dan stabil. Upaya-upaya
pengendalian inflasi secara intensif dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia dalam wadah
Tim Pengendalian Inflasi Daerah baik di tingkat Provinsi
maupun Kabupaten/Kota untuk menjaga kestabilan
harga di Provinsi Bali selama triwulan I 2016. Dalam
upaya mengendalikan inflasi, TPID Provinsi Bali
bersama 9 (sembilan) TPID Kabupaten/Kota kembali
melakukan berbagai kegiatan pengendalian. Upaya
pengendalian inflasi yang dilaksanakan di Provinsi
Bali mengacu pada amanah Bapak Presiden RI Ir. H.
Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Tim
Pengendalian Inflasi Daerah VI di Jakarta pada 27 Mei
2015 dan tiga rekomendasi utama yang dihasilkan,
yaitu:
1. Mempertegas komitmen daerah dalam menjaga
stabilitas harga dengan mewujudkan strategi 4K
(Ketersediaan pasokan, Keterjangkauan harga,
Kelancaran distribusi, Komunikasi yang efektif);
2. Melakukan percepatan pembangunan
infrastruktur dan mewujudkan kedaulatan
pangan di daerah; dan,
3. Melakukan penajaman langkah Pemerintah
Pusat & Pemerintah Daerah dalam pengelolaan
anggaran.
Mencermati perlu adanya suatu rujukan/guideline
dalam penyusunan RKPD Provinsi Bali di tahun-
tahun mendatang, yang akan menjadi komitmen
bersama dari semua pemangku kepentingan yang
tergabung dalam wadah TPID Provinsi/Kabupaten/
Kota se-Provinsi Bali, maka pada 5 April 2016 telah
disepakati bersama Roadmap Pengendalian Inflasi
Daerah se-Provinsi Bali. Roadmap Pengendalian
Inflasi Daerah disusun untuk mendukung pencapaian
target inflasi sebagaimana tercantum dalam PMK
No.93/PMK.011/2014 tentang Sasaran Inflasi sebesar
3,5±1% di 2018. Roadmap ini merupakan guideline
terkoordinasi dan terencana serta diharapkan menjadi
komitmen penuh dari seluruh stakeholders yang
terdiri dari:
• Identifikasi permasalahan pokok di masing-
masing kelompok inflasi (volatile food,
administered prices, core) di Bali
• Langkah-langkah pengendalian inflasi jangka
pendek 2016, dan jangka menengah (2017-
2018)
• Dukungan yang diharapkan dari Pemerintah
Prospek Perekonomian134
pusat serta Kementerian/Instansi terkait
Berbagai langkah kegiatan pengendalian inflasi
lainnya yang telah dilakukan, antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan pertemuan rutin melalui forum
koordinasi pengendalian inflasi daerah untuk
tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota maupun se-
Provinsi Bali, baik rapat tim teknis maupun rapat
tim kebijakan dalam menyusun langkah – langkah
responsif menyikapi gejolak harga.
2. Mengelola ekspektasi masyarakat melalui talk
show dan press release atau media lainnya.
3. Menghimpun informasi dan membangun
komunikasi dengan berbagai pihak terkait
dengan antisipasi dan upaya stabilisasi harga
serta pemenuhan kecukupan pasokan melalui
Focus Group Discussion (FGD). FGD dilaksanakan
sehubungan dengan antisipasi gejolak harga.
4. Intensifikasi penyampaian informasi harga dan
ketersediaan stok melalui Sistem Harga Pangan
Utama Komoditas Strategis (SiGapura) dalam
rangka menjaga ekspektasi inflasi masyarakat
dan dalam rangka mendukung integrasi PIHPS
nasional serta updating harga pada level
produsen.
Prospek Perekonomian 135
BOKS G
135
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali
mengindikasikan kegiatan usaha pada triwulan I-2016
secara triwulanan, tumbuh lebih tinggi dibanding
periode sebelumnya. Hal ini tercermin dari Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) sebesar -13,73%, yang
meskipun mengalami kontraksi namun lebih tinggi
dibanding triwulan IV 2015 yang sebesar -21,88%.
Peningkatan kegiatan usaha terindikasi terjadi pada
sebagian besar sektor, terutama industri pengolahan
yang menunjukkan kenaikan SBT dari -1,24%
pada triwulan IV 2015 menjadi 0,41% di triwulan
I 2016 dan sektor perdagangan hotel dan restoran
dari -9,45% menjadi -4,54% pada triwulan I 2016.
Sektor lain yang menunjukkan peningkatan adalah
sektor jasa-jasa dengan nilai SBT sebesar -0,30%
pada triwulan I 2016, lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya yang sebesar -6,15%.
Peningkatan kinerja dunia usaha juga terindikasi
dari semakin membaiknya kondisi likuiditas dan
rentabilitas dibanding triwulan sebelumnya. Saldo
bersih kondisi likuiditas selama 3 bulan terakhir
tercatat sebesar 29%, meningkat dari triwulan IV
2015 yang sebesar 23%. Selain itu, kemampuan
perusahaan untuk mencetak laba (rentabilitas)
juga terindikasi meningkat, seperti tercermin dari
saldo bersih kondisi rentabilitas sebesar 23%, naik
dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 20%.
Sementara dari sisi pembiayaan, dunia usaha menilai
akses kredit perbankan relatif lebih mudah pada
triwulan I 2016 dibanding triwulan sebelumnya, yang
KINERJA USAHA DIPERKIRAKAN TUMBUH LEBIH BAIK
tercermin dari saldo bersih akses kredit selama 3 (tiga)
bulan terakhir sebesar - 3%, naik dibanding triwulan
IV 2015 yang sebesar -22%. Hasil survei mencatat
sebesar 19% responden menilai akses terhadap
kredit perbankan lebih mudah, meningkat dibanding
triwulan sebelumnya yang sebesar 0%. Sementara
59% responden berpendapat akses terhadap kredit
perbankan berada dalam kondisi normal dan 22%
yang menyatakan lebih sulit.
Peningkatan kegiatan usaha juga terindikasi pada
tingkat penggunaan tenaga kerja yang tercermin dari
SBT penggunaan tenaga kerja triwulan I 2016 sebesar
-7,89%, meningkat dibanding triwulan sebelumnya
yang sebesar -20,14%. Peningkatan penggunaan
tenaga kerja sebagian besar terjadi pada sektor
perdagangan hotel dan restoran dengan nilai SBT
0,41%, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya
yang mencapai -5,42%. Sejalan dengan peningkatan
kegiatan usaha, rata-rata kapasitas produksi
terpakai pada triwulan I 2016 juga menunjukkan
peningkatan yaitu pada level 76,20%, lebih tinggi
dibanding 69,93% pada triwulan sebelumnya.
Peningkatan kapasitas produksi terutama terjadi
pada sektor industri pengolahan yaitu 79,16%, lebih
tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar
70,29%. Seiring dengan peningkatan kinerja dunia
usaha, perkembangan investasi juga menunjukkan
peningkatan dari -3,71% di triwulan IV 2015
menjadi -2,82% pada triwulan I 2016. Sektor utama
yang menunjukkan peningkatan investasi adalah
industri pengolahan (nilai SBT naik dari -1,09% pada
136
triwulan IV-2015 menjadi -0,07% di triwulan I 2016).
Peningkatan juga terjadi pada sektor pertanian yang
mengalami kenaikan SBT dari -6,88% di triwulan IV
2015 menjadi -4,09% pada triwulan I 2016.
Sementara tekanan harga jual pada triwulan I 2016
terindikasi menurun, tercermin dari nilai SBT yang
mengalami kontraksi sebesar -0,91%, lebih rendah
dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar
18,48%. Penurunan harga jual terutama terjadi pada
sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel
dan restoran dengan nilai SBT pada triwulan I 2016
masing-masing sebesar -4,88% dan 0,19%, lebih
rendah dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar
11,46% dan 1,79%. Secara rata-rata responden
memperkirakan inflasi pada tahun 2016 sebesar
4,75% (yoy), lebih tinggi dibanding realisasi inflasi
tahun 2015 yang sebesar 2,75%, namun masih
dalam rentang sasaran inflasi nasional tahun 2016
yang sebesar 4% ± 1%.
Peningkatan kinerja usaha diperkirakan akan
berlanjut pada triwulan II 2016. Secara triwulanan,
perkembangan usaha diperkirakan mengalami
ekspansi pada triwulan II 2016 seperti tercermin dari
SBT perkiraan kinerja usaha triwulan II 2016 sebesar
17,74%. Ekspansi kegiatan dunia usaha terutama
diperkirakan terjadi pada sektor pertanian, sektor
industri pengolahan, sektor perdagangan hotel dan
restoran serta sektor keuangan persewaan dan jasa
perusahaan. Sejalan dengan ekspektasi peningkatan
kinerja usaha pada triwulan II 2016, penggunaan
tenaga kerja juga terindikasi menunjukkan
peningkatan dengan nilai SBT perkiraan tenaga kerja
sebesar -4,85%,meskipun masih mengalami kontraksi
namun tumbuh lebih baik dibanding triwulan
sebelumnya. Perkiraan peningkatan penggunaan
tenaga kerja terutama terjadi pada sektor industri
pengolahan dan sektor keuangan, sejalan dengan
perkiraan ekspansi usaha yang dilakukan oleh pelaku
usaha di kedua sektor tersebut. Dengan ekspektasi
peningkatan kinerja pada triwulan II 2016 tersebut,
beberapa pelaku usaha berencana meningkatkan
investasi yang terindikasi dari peningkatan nilai SBT
triwulan II 2016 sebesar -1,66%, lebih tinggi dibanding
triwulan sebelumnya yang sebesar -2,82%. Pelaku
usaha juga memperkirakan terjadinya peningkatan
harga jual seiring perkiraan meningkatnya volume
penjualan pada triwulan II 2016 yang tergambar dari
nilai SBT perkiraan harga jual sebesar 3,32% lebih
tinggi dibanding realisasi SBT triwulan I 2016 yang
sebesar -0,91%.
Tabel 1. Perkembangan Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Usaha (Saldo Bersih Tertimbang-SBT)
137
Tabel 2. Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai(Persentase)
Tabel 4. Perkembangan Realisasi dan Perkiraan Penggunaan Tenaga Kerja(Persentase Saldo Bersih Tertimbang-SBT)
Tabel 3. Perkembangan Indikator Lainnya(Persentase)
138
Tabel 5. Perkembangan Realisasi Investasi(Persentase Saldo Bersih Tertimbang-SBT)
Tabel 6. Perkembangan Realisasi dan Perkiraan harga Jual(Persentase Saldo Bersih Tertimbang- SBT)
Tabel 7. Perkiraan Inflasi Tahunan (% yoy)
Metodologi:
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) merupakan survei triwulanan yang dilaksanakan sejak tahun 2008. Pada triwulan I-2016, jumlah
responden mencapai 130 responden yang tersebar di seluruh Wilayah Provinsi Bali dan dipilih secara purposive sampling. Pengumpulan
data dilakukan melalui pengisian kuesioner oleh responden baik melalui hardcopy kuesioner maupun secara online melalui website. Metode
perhitungan dilakukan dengan metode saldo bersih (SB-net balance), yakni dengan menghitung selisih antara persentase jumlah responden
yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan
jawaban “sama”. Khusus untuk perhitungan saldo bersih kegiatan usaha, harga jual, penggunaan tenaga kerja, kondisi investasi dilakukan
dengan metode saldo bersih tertimbang (SBT-Weighted net balance) yang diperoleh dari hasil perkalian sakdo bersih sektor/sub sektor yang
bersangkutan dengan bobot sektor/sub sektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
139
BOKS H
Definisi Smart City
Tidak terdapat definisi baku terkait dengan smart city.
Penerapan pengembangan smart city dapat berbeda
pada satu kota dengan kota lainnya sesuai dengan
karakteristik masing-masing kota. Konsep dasar
smart city adalah pengembangan dan pengelolaan
kota dengan pemanfaatan teknologi informasi.
Pengembangan dapat dilakukan pada berbagai aspek
untuk menjadi solusi terhadap permasalahan terkait
pelayanan masyarakat, sumber daya, kemacetan,
dan permasalahan sosial lainnya dalam suatu kota.
Melalui pengembangan smart city, masyarakat dapat
turut berperan aktif dalam menyampaikan aspirasi
membangun perkotaan yang nyaman sebagai tempat
tinggal, tempat bekerja, dan tempat untuk dikunjungi.
Garuda Smart City Model (GSCM) adalah sebuah
konsep atau metode awal yang dikembangkan
untuk mengukur tingkat kematangan (maturity level)
pengembangan smart city. Dalam penentuan maturity
level, GSCM memiliki 3 karakteristik (Ekonomi,
Sosial, Lingkungan), 3 Enabler (Teknologi, Tata
Kelola, People), 12 faktor (Pusat Ekonomi, Industri,
Pendidikan, Sumberdaya Alam, Keamanan dan
Bencana, Kesehatan, Transportasi, Pelayanan Publik,
Sosial Digital, Energi, Lingkungan, dan Tata Ruang).
PENGEMBANGAN SMART CITY DENPASAR
Gambar. Garuda Smart City Model (GSCM)
Sumber: Prof. Suhono Harso Supangkat
Dalam Strategi Pengembangan Smart City 2015-2045
oleh Kementerian PPN/ Bappenas, telah disampaikan
25 strategi pada 6 (enam) komponen smart city di
Indonesia, yang terdiri atas smart infrastructure,
smart economy, smart living, smart environment,
smart governance, dan smart people.
140
Smart City Maturity Level.
Tingkat kematangan (maturity level) smart city dibagi
dalam 5 (lima) level antara lain (Suhono, 2016):
1. Dasar atau ad hoc, pada level ini belum ada
inisiatif kota untuk berkembang menuju smart
city
2. Inisiatif atau initiative, kota sudah mulai memiliki
inisiatif menerapkan konsep kota cerdas
meskipun masih parsial
3. Tersebar atau scattered, kota sudah secara
intensif menerapkan konsep-konsep kota cerdas
4. Integratif atau integrative, komponen smart city
mulai terintegrasi
5. Cerdas atau smart, pada level kematangan
tertinggi ini komponen kota cerdas telah semakin
terintegrasi dan mudah ditemukan banyak SKPD
dan juga di seluruh bagian kota.
Smart City – Kota Denpasar, Bali
Kota Denpasar yang memiliki motto Puradhiva Bhara
Bhavana (Kewajiban pemerintah adalah meningkatkan
kemakmuran rakyat), telah berkomitmen untuk
menjadikan Denpasar sebagai Smart City yang
mengutamakan pelayanan masyarakat. Dengan
jumlah penduduk yang terus mengalami peningkatan
mencapai 880,6 ribu jiwa, yang diiringi dengan
peningkatan urbanisasi dan kunjungan wisatawan,
berpotensi menimbulkan permasalahan terhadap
ketersediaan fasilitas penunjang, terutama terhadap
kesiapan dan ketersediaan infrastruktur yang semakin
mendesak. Oleh karena itu, upaya menjadikan Kota
Denpasar menjadi smart city yang mengutamakan
pemanfaatan teknologi untuk peningkatan fasilitas
penunjang dan efisiensi, merupakan solusi untuk
mengatasi permasalahan tersebut.
Dalam upaya mewujudkan Kota Denpasar menjadi
smart city, Pemerintah Daerah Kota Denpasar telah
melakukan langkah-langkah dan tahapan serta
telah memberikan capaian progress yang nyata,
berdasarkan beberapa penghargaan yang telah
diperoleh, meliputi:
1. Smart City Award 2011
a. Terbaik pertama kategori smart living
b. Terbaik pertama kategori smart economy
c. Terbaik ketiga kategori smart governance
d. Terbaik kedua kategori smart environtment
2. Piagam Information & Communication
Technologi (ICT) Pura 2011. Denpasar sebagai
kota berpredikat Utama memiliki kemampuan
daya saing di era ekonomi digital
141
3. Indonesia Digital Society Award (IDSA) 2014 2nd
runner up government category.
4. Sementara berdasarkan Indeks Kota Cerdas
Indonesia (IKCI) tahun 2015, yang disusun oleh
Kompas bekerjasama dengan ITB, menempatkan
Kota Denpasar pada peringkat 7 dengan kategori
Kota Sedang.
Sementara itu, dalam rangka mewujudkan Kota
Denpasar sebagai smart city, Pemerintah Kota
Denpasar sedang dalam proses penyususunan blue
print/roadmap pengembangan smart city Denpasar.
Namun demikian, Pemerintah Kota Denpasar telah
menetapkan dan melaksanakan seluruh komponen
pengembangan smart city Denpasar yang telah
dipilih, yaitu :
1) Smart economy
• Pengembangan wirausaha muda Denpasar
• Pelaksanaan revitalisasi pasar tradisional
• Pengembangan e-commerce UKM di tingkat
kecamatan (balidenpasartrading.com)
• Perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD)
berkerjasama dengan perbankan yang
beroperasi di Kota Denpasar, dengan jumlah
agen telah mencapai sebanyak 812.
2) Smart mobility
• Area Traffic Control System (ATCS) :
pemantauan kepadatan lalu lintas di Kota
Denpasar
• RPKD 92,6 FM : Informasi kemacetan di ruas
jalan di Kota Denpasar
• Ketersediaan feeder transarbagita
• Absensi wajah di sekolah (SMA 3 dan SMK Bali
Dewata)
3) Smart government
• Aplikasi berbasis website online (Pro Denpasar)
• Pro Denpasar + (aplikasi smartphone untuk
koordinasi kepala desa dan dusun serta
pengaduan masyarakat)
• E-Government (est. 2005)
• E-Musrenbang
4) Smart living
• Smart Digital Lounge
• Rumah Pintar Denpasar
• Wifi corner di taman edukasi Lumintang
• Safe Community BPBD (Call center)
• Rujukan online antara Puskesmas dan RS
Wangaya (30 Mei 2015)
• Aplikasi android Denpasar Sightseeing
5) Smart environtment
• "Sustainable Resource Management" yakni
Sistem Peringatan Dini Bencana/Early Warning
System
• Bank dan ATM sampah (31 Juli 2015)
• Sistem Informasi Distribusi Air Bersih (SIDAB)
6) Smart people
• Denpasar kreatif
• Denpasar design center
• Bali Creative Industry (15 subsektor)
• Smart Education
Dalam pengembangannya selain dengan menjadi
kerjasama dengan sister city di Haikou, China, Kota
Denpasar telah menjadi kerjasama dengan provider
telekomunikasi dan teknologi, antara lain dalam
pengembangan :
1) Denpasar sightseeing
Aplikasi sarana informasi dan panduan bagi
wisatawan yang ingin menulusuri dan menemukan
spot-spot menawan di Denpasar hasil kerjasama
dengan Gamatechno
142
Gambar 2. Komponen Smart City Denpasar
2) Taman lumintang (wifi corner)
Akses wifi corner di taman kota Lumintang
Denpasar dan beberapa area publik lainnya
berkerjasama dengan Telkom Indonesia.
3) ATM Sampah
27 ATM sampah (TOMRA) di area pasar tradisional,
pusat perbelanjaan, pelabuhan, terminal, dan
gedung-gedung perkantoran berkerjasama
dengan PT. Inditech Ecojos Plastindo.
4) BPD Mobile
Pembayaran PBB oleh wajib pajak dapat dilakukan
melalui aplikasi BPD Mobile.
Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Denpasar,
sebagai basis pengembangan IT telah mengalokasikan
anggaran sebesar Rp 1,5 miliar di tahun 2016 untuk
dukungan pengembangan smart city di Kota Denpasar,
yang diperuntukan untuk pelaksanaan Seminar
Internasional Smart City di Denpasar, pembangunan
infrastruktur ruangan kontrol, pembangunan jaringan
fiber optic serta pengembangan sistem.
Perbandingan Implementasi Smart City di Kawasan
Timur Indonesia
Dengan pencapaian saat ini, Kota Denpasar telah
mencapai tingkat kematangan tersebar atau
scattered, dimana kota sudah secara intensif
menerapkan konsep-konsep kota cerdas. Sementara
dua kota lainnya di Kawasan Timur Indonesia yang
telah menerapkan konsep smart city yaitu Kota
Manado dan Kota Makassar masih berada pada
tahapan Initiative, yaitu kota sudah mulai memiliki
inisiatif menerapkan konsep kota cerdas meskipun
masih parsial.
Lebih tingginya tingkat kematangan pengembangan
smart city di Kota Denpasar juga terlihat dari hasil
benchmarking antara smart city di KTI dengan
program smart city di Surabaya. Seperti terlihat
pada tabel yang menunjukkan ketersediaan program
smart city di Kota Denpasar relatif lebih lengkap
dibandingkan dengan Kota Makassar dan Manado.
143
Smart City Program Surabaya Denpasar Makassar Manado
Sistem Pengelolaan Keuangan DaerahE-SDME-MonitoringE-EducationE-OfficeE-PermitE-HealthMedia CenterElektronifikasi TransaksiWebsite SKPD
Ketersediaan RTHTaman Pada Tempat Umum & Kantor PemerintahPemanfaatan Panel SuryaPemanfaatan Sampah
Pemberdayaan Komunitas UsahaProgram Pemasaran OnlineElektronifikasi Transaksi
Learning Center Berbasis ITEdukasi Berbasis IT & Dapat Diakses PublikInklusive Society melalui CFD
Pengembangan Intelligent Transportation SystemSistem Jaringan Handy TalkyPembangunan Jalan Lingkar Luar
Program E-Kios (Kependudukan, Kesehatan, Perijinan)
Smart Government
Smart Environment
Smart Economy
Smart People
Smart Mobility
Smart Living
Tabel Benchmarking Smart City di KTI dengan Surabaya
Analisis SWOT Implementasi smart city di Kota
Denpasar dan Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis SWOT pengembangan
Kota Denpasar sebagai Smart City, didukung oleh
kekuatan Kota Denpasar yang telah didukung
oleh komitmen pemerintah dan infrastruktur yang
memadai. Namun demikian, tantangan masih
datang dari permasalahan pembebasan lahan kota
Denpasar untuk pembangunan dukungan jaringan
telekomunikasi dan ICT.
Dengan demikian, untuk dapat mewujudkan Smart
City Denpasar mencapai tingkat kematangan
smart, dimana pada level kematangan tertinggi ini
komponen kota cerdas telah semakin terintegrasi
dan mudah ditemukan banyak SKPD dan juga di
seluruh bagian kota. Maka komitmen bersama antar
Pemerintah dan SKPD terkait perlu ditingkatkan
untuk dapat memanfaatkan peluang yang ada dan
mentransformasi tantangan dan weakness menjadi
kelebihan untuk dapat mewujudkan Denpasar smart
city.
Prospek Perekonomian144144
Grafik Analisis SWOT Smart City Denpasar
Prospek Perekonomian 145
ADHB Atas Dasar Harga Berlaku
ADHK Atas Dasar Harga Konstan
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
ATM Anjungan Tunai Mandiri
BBM Bahan Bakar Minyak
BPR Bank Perkreditan Rakyat
CGE Computable General Equilibrium
DAK Dana Alokasi Khusus
DAU Dana Alokasi Umum
DOC Day Old Chicks
FGD Focus Group Discussion
GKG Gabah Kering Giling
HPP Harga Pokok Penjualan
IB Indeks Yang Dibayar Petani
IHK Indeks Harga Konsumen
IHKP Indeks Harga Konsumen Perdesaan
IKRT Indeks Konsumsi Rumah Tangga
IPM Indeks Pembangunan Manusia
IT Indeks Yang Diterima Petani
JITUT Jaringan Irigasi Usaha Tani
LDR Loan to Deposit Ratio
LGA Listrik Air dan Gas
LNPRT Lembaga Non Profit Rumah Tangga
mtm month to month
NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia
NPL Non Performing Loan
NTB Nilai Tambah Bruto
NTP Nilai Tukar Petani
PAD Pendapatan Asli Daerah
PBI Peraturan Bank Indonesia
PDB Produk Domestik Bruto
PDRB Pertumbuhan Domestik Regional
Bruto
PHR Perdagangan Hotel dan Restoran
PIHPS Pusat Informasi Harga Pangan Strategis
Pilkada Pemilihan Kepala Daerah
PLTU Pembangkit Listrik Tenaga Uap
PMD Pembangunan Masyarakat Desa
PMTB Pembentukan Modal Tetap Bruto
PPN Pelabuhan Perikanan Nusantara
qtq quarter to quarter
RPJMD Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah
RT Rumah Tangga
RTGS Real Time Gross Settlement
SBT Saldo Bersi Tertimbang
SK Survei Konsumen
SKDU Survei Kegiatan Dunia Usaha
SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah
SMA Sekolah Menengah Atas
SMK Sekolah Menengah Kejuruan
TDL Tarif Dasar Listrik
TPID Tim Pengendalian Inflasi Daerah
TPK Tingkat Penghunian Kamar
TPT Tingkat Pengangguran Terbuka
TTL Tarif Tenaga Listrik
USD United States Dollar
yoy year on year
Daftar Singkatan
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI BALIJl. Letda Tantular No. 4, Denpasar - 80234Telp : 62-361-248982, Fax : 62-361-248993 - 222988,