Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
-
Upload
sondang-simamora -
Category
Documents
-
view
54 -
download
0
description
Transcript of Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
1/35
KAJIAN KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI
DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR
DI KOTA MEDAN
DISERTASI
oleh :
Sumihar Hutapea
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
2/35
KAJIAN KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI
DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR
DI KOTA MEDAN
Disertasi untuk memperoleh
derajat Doktor dalam Ilmu PertanianMinat Ilmu Tanah pada
Universitas Gadjah Mada
Dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Program Pascasarjana
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada
Pada tanggal : 7 November 2012
Oleh :
Sumihar Hutapea
Lahir
di Kotacane Aceh Tenggara
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
3/35
212
VI. RINGKASAN DAN SUMMARY
A. Ringkasan
Daerah Aliran Sungai Deli merupakan salah satu DAS kritis di Sumatera
Utara yang memerlukan prioritas penanganan sebagai lokasi sasaran rehabilitasi.
Penetapan DAS Deli sebagai DAS kritis adalah karena luasan lahan kritis hampir
mencapai separuh dari luas total DAS Deli, sehingga sangat berpengaruh terhadap
kelestarian sumber daya lahan dan air kawasan DAS Deli. Selain itu, aliran
sungai tidak normal disebabkan menurunnya infiltrasi potensial. Rusaknya
vegetasi penutup lahan sangat berpengaruh terhadap infiltrasi, limpasan (run-off),
dan erosivitas hujan yang jatuh di atas tanah, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi laju erosi.
Terganggunya kondisi DAS Deli, juga akibat perubahan karakteristik DAS
dimana tanggapan atau respon sistem DAS terhadap masukan curah hujan
semakin mudah menyebabkan terjadinya banjir. Selain itu, bentuk wilayah di
bagian hulu DAS yang didominasi oleh kemiringan lereng bergelombang berbukit
dan bergunung, sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani
yang mengolah lahan pertanian sebesar 82 % terutama pada desa-desa di DAS
Deli bagian hulu. Keadaan ini akan menimbulkan kerawanan terhadap erosi dan
banjir di daerah hilirnya bila pengelolaan lahan tidak disertai dengan upaya-upaya
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dan air. Ditinjau dari aspek/faktor
penutupan lahan, DAS Deli hanya mempunyai kondisi hutan seluas 3.533 ha atau
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
4/35
213
(7,59 % dari total luas DAS Deli), sehingga sangat tidak ideal bila mengacu pada
UU No. 41 Tahun 1999 yang menyatakan luas hutan idealnya adalah 30 % dari
luas DAS.
Kota Medan yang berada di bagian hilir dari DAS Deli merupakan suatu
wilayah yang rawan banjir, karena merupakan dataran rendah, datar (flat), dengan
ketinggian 2,5 meter sampai 40 meter dari permukaan laut (dpl) dengan
kemiringan 0-4 %. Selain itu, kota Medan dilalui oleh sungai Deli, yaitu sungai
yang membelah Kota Medan dan beberapa sungai lainnya seperti sungai Babura,
sungai Belawan, sungai Percut, sungai Selayang dan sungai-sungai kecil lainnya
yang bila tidak dikelola dengan baik sangat rentan terhadap banjir. Setiap tahun
pada musim hujan, kota Medan selalu dilanda banjir.
Kejadian banjir di Kota Medan rata-rata 10-12 kali/tahun, dan sangat
dipengaruhi oleh kondisi DAS Deli di daerah hulu, dimana lahan kritis semakin
luas, yang dapat mengakibatkan banjir kiriman. Selain itu, berkurangnya daerah
resapan akibat berkembangnya daerah permukiman, industri dan sebagainya di
daerah pinggiran menuju pusat kota. Mengecilnya penampang basah anak-anak
sungai Deli dan Babura akibat pendangkalan/pelumpuran, banyaknya lingkungan
permukiman kumuh yang terjadi di sekitar bantaran, dan akibat kondisi drainase
kota Medan yang sangat buruk. Sementara itu, pengendalian banjir yang selama
ini dilakukan di kota Medan difokuskan pada bagian alur sungai saja (in-stream)
seperti perbaikan sungai dan pembangunan saluran banjir atau kanal (floodway),
sedangkan pengelolaan DAS (off-stream) yakni pemeliharaan di DAS hulu antara
lain: pekerjaan konservasi, pembuatan checkdam, kolam resapan dan lain-lain
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
5/35
214
sebagainya secara terpadu belum dilakukan. Pada sisi lain, DAS Deli mempunyai
urgensi yang sangat strategis di bagian hulu yaitu ketersediaan dan kelangsungan
sumber air minum dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi di
Sibolangit dan di bagian hilir sebagai pengamanan kota Medan, pengamanan
industri dan pelabuhan. Oleh karena itu, perlu adanya arahan konservasi dan
penggunaan lahan di masing-masing Sub DAS Deli agar kekritisan/kerusakan
lahan dapat dikurangi dan bencana banjir yang selama ini selalu melanda kota
Medan sebagai daerah yang berada di bagian hilir DAS Deli dan merupakan
ibukota provinsi Sumatera Utara dapat dimitigasi.
Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan sebidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukan-
nya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan.
Usaha konservasi tanah ditujukan untuk (1) mencegah kerusaan tanah oleh erosi,
(2) memperbaiki tanah yang rusak dan (3) memelihara serta meningkatkan
produktivitas tanah agar dapat digunakan secara lestari (Arsyad, 2010). Teknik
konservasi tanah dan air yang banyak diterapkan di seluruh dunia termasuk dalam
pengelolaan DAS di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok
utama yaitu agronomi, vegetatif, struktur, dan manajemen (WASWC, 1998).
Pada dasarnya terjadinya banjir karena sebagian besar dari hujan yang
jatuh ke bumi tidak masuk ke dalam tanah mengisi akuifer, tetapi mengalir di atas
permukaan yang pada gilirannya masuk ke sungai dan mengalir sebagai banjir ke
bagian hilir. Hal ini terjadi karena kapasitas infiltrasi tanah sudah menurun akibat
rusaknya DAS. Faktor utama kerusakan DAS yang mengakibatkan menurunnya
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
6/35
215
infiltrasi adalah: (1) hilang/rusaknya penutupan vegetasi permanen/hutan di
bagian hulu, (2) pengunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, dan
(3) penerapan teknologi pengelolaan lahan/pengelolaan DAS yang tidak
memenuhi syarat yang diperlukan (Sinukaban, 2007).
Penurunan infiltrasi akibat kerusakan DAS mengakibatkan meningkatnya
aliran permukaan (surface runoff) dan menurunnya pengisian air bawah tanah
(groundwater) yang mengakibatkan meningkatnya debit aliran sungai pada
musim hujan secara drastis dan menurunnya debit aliran pada musim kemarau.
Pada keadaan kerusakan yang ekstrim akan terjadi banjir besar di musim hujan
dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi
kehilangan air dalam jumlah besar di musim hujan yaitu mengalirnya air ke laut
dan hilangnya mata air di kaki bukit akibat menurunnya permukaan air bawah
tanah. Pengelolaan DAS yang tidak memadai akan mengakibatkan rusaknya
sumberdaya alam.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengkaji karakteristik biofisik masing-
masing Sub DAS Deli sebagai penyebab kerusakan lahan DAS Deli yang dapat
menjadi salah satu penyebab banjir di kota Medan, 2) mengkaji kerusakan lahan
DAS Deli berdasarkan prediksi erosi dan tingkat bahaya erosi, kekritisan lahan,
dan kemampuan penggunaan lahan masing-masing Sub DAS Deli, 3) merancang
arahan penanganan konservasi dan penggunaan lahan untuk mengurangi
kerusakan lahan, menurunkan debit maksimum dan volume banjir di masing-
masing Sub DAS Deli sebagai upaya pengendalian banjir di kota Medan.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
7/35
216
Penelitian ini menggunakan metode survei lapangan, survei dilakukan
untuk pengecekan data karakteristik lahan dan karakteristik biofisik DAS/Sub
DAS Deli. Status biofisik DAS/Sub DAS Deli merupakan salah satu determinan,
baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai salah satu penyebab banjir
di kota Medan yang meliputi: kemiringan lereng, jenis tanah, penggunaan lahan
(landuse), morfometri, iklim (terutama sebaran hujan), dan hidrologi. Data hasil
survei digunakan untuk mengkaji kerusakan lahan. Kajian kerusakan lahan
didasarkan pada prediksi erosi dan tingkat bahaya erosi, dengan menggunakan
persamaan matematik seperti yang dikemukakan oleh Wischmeir dan Smith
(1978) dalam Arsyad (2010), dikenal Universal Soil Loss Equation (USLE).
Tingkat kekritisan lahan dinilai dari parameter-parameter alami meliputi: solum
tanah, lereng, singkapan batuan, jenis tanah, morfoerosi, dan faktor manajemen
meliputi: kondisi vegetasi pada DAS, dengan terlebih dahulu memberikan
pembobotan terhadap masing-masing parameter dan skore atau nilai. Untuk
mendapatkan peta kekritisan dengan menggunakan program GIS (Soft Ware Arc
View 3.3. Klasifikasi kemampuan penggunaan lahan (KPL) diperoleh dengan
tumpang susun (overlay) parameter kelas kemiringan lereng, kedalaman tanah ,
tingkat bahaya erosi, serta berpedoman pada Tabel keputusan kemampuan
penggunan lahan, sehingga diperoleh kelas dan sub kelas kemampuan penggunaan
lahan dengan kelas kemampuan lahan I sampai VIII.
Selain itu kerusakan lahan juga dapat dilihat dari tingkat kerentanan
potensi banjir dan daerah rawan banjir. Parameter-parameter potensi banjir terkait
dengan asal penyebab air banjir, sehingga parameter-parameter yang digunakan
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
8/35
217
berdasarkan kondisi alami dan manajemen daerah tangkapan air, yang terkena
banjir diidentifikasi dari karakteristik DAS. Masing-masing parameter diberi
bobot berdasarkan perannya, dan diberi kategori nilai dari rendah, agak rendah,
sedang, agak tinggi sampai tinggi, dan masing-masing diberi skor 1-5.
Selanjutnya diklasifikasi berdasarkan jumlah hasil kali bobot dan skor (Paimin
dkk., 2006).
Arahan konservasi lahan dilakukan dengan memperhatikan dan memilih
parameter-parameter biofisik yang dominan yang menyebabkan kerusakan lahan
yakni: (1) data biofisik meliputi: kemiringan lereng, tanah, penggunaan lahan, dan
morfometri; (2) data hidrologi (curah hujan), selain itu, berpedoman pada: 1)
teknik konservasi tanah pada lahan dengan fungsi lindung, 2) teknik konservasi
tanah pada lahan dengan fungsi budidaya tanaman tahunan dan 3) teknik
konservasi tanah pada lahan dengan fungsi budidaya tanaman tahunan
(Hardjowigeno dan Sukmana, 1995),juga memperhatikan peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P70/Menhut-II/2008, tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi
Hutan dan Lahan. Selanjutnya berdasarkan arahan konservasi tersebut, dapat
dibuat rekomendasi penggunaan lahan masing-masing Sub DAS Deli. Kajian
konservasi DAS Deli, kemudian dilanjutkan dengan analisis dampak arahan
konservasi terhadap penurunan debit banjir dan volume banjir masing-masing Sub
DAS Deli.
Hasil penelitian menunjukkan, DAS Deli terletak di Kabupaten Karo, Deli
Serdang dan Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara. DAS Deli terdiri atas tujuh
(7) Sub DAS yakni: Sub DAS Petani, Sub DAS Simai-mai, Sub DAS Babura, Sub
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
9/35
218
DAS Bekala, Sub DAS Deli, Sub DAS Sei Kambing dan Sub DAS Paluh Besar,
dengan luas total 47.772,87 ha.
Hasil analisis klasifikasi kemiringan lereng DAS Deli termasuk daerah
landai 41,3 % dari luas daerahnya memiliki kemiringan lereng kelas I (0 8%),
kemiringan lereng kelas IV dan V hanya 36,1 %, sedangkan sisanya adalah
kemiringan lereng kelas II dan III.
Penggunaan lahan yang paling dominan di DAS Deli adalah pemukiman,
luas 17.476,3 ha atau 36,6 % menyebar di setiap Sub DAS terutama di ibukota
kecamatan dan terfokus di bagian tengah dan hilir DAS Deli, menyusul
semak/belukar seluas 8.663,6 ha atau 18,1 %; pertanian lahan kering bercampur
semak 6.226,4 ha atau 13,0 %; perkebunan 5.169,8 ha atau 10,08 %; pertanian
lahan kering 2.754,1 ha atau 5,8 %; sawah 2.330,9 ha atau 4,9 %; tegalan 919,6
ha atau 1,9 %; hutan mangrove 841,0 ha atau 1,8 %; tambak 383,5 ha atau 0,8 %;
lahan terbuka 179,1 ha atau 0,4 %; air/badan air pada aliran sungai besar atau
danau sekapan air seluas 67,0 ha atau sekitar 0,1 % dari luas DAS Deli. Lahan
berupa hutan sekunder dijumpai pada bagian hulu DAS Deli (Sibolangit ke
selatan) hanya seluas 2761.67 Ha atau sekitar 5,78 % dari total luas DAS Deli)
sehingga sangat tidak ideal bila mengacu pada UU No. 41 Tahun 1999 yang
menyatakan luas hutan idealnya adalah 30 % dari luas DAS Deli.
Berdasarkan hasil analisis Peta tanah DAS Deli, maka tanah DAS Deli
merupakan tanah asosiasi yang didominasi oleh jenis tanah Inceptisol, Entisol
terutama pada daerah tepi sungai, jenis tanah tersebut relatif muda bertekstur
geluh pasiran (sandy loam). Sedangkan jenis tanah Ultisol dan Oxisol terdapat
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
10/35
219
pada bagian hulu pada umumnya bertekstur geluh lempung debuan (silty clay
loam). Pada curah hujan yang tinggi jenis tanah tersebut rawan terhadap bahaya
erosi.
Hasil analisis data iklim menunjukkan bahwa suhu rata-rata DAS Deli
27,8o C, suhu rata-rata bulan terdingin 23,3oC dan suhu rata-rata bulan terpanas
31,9o C, sedangkan kelembababan udara rata-rata 86 %. Jumlah curah hujan rata-
rata bulanan 194 mm, da rata-rata curah hujan tahunan 2.330 mm. Berdasarkan
jumlah curah hujan bulanan yang terdapat pada stasiun penakar hujan DAS Deli
maka tipe iklim DAS Deli tergolong tipe iklim A yaitu daerah sangat basah,
dengan iklim hujan tropis (Schmidt dan Fergusson 1951). Selanjutnya Oldeman
(1975), mengklasifikasi curah hujan untuk tujuan pertanian dengan membagi zona
agroklimat berdasarkan jumlah bulan basah (curah hujan > 200 mm) bulan
lembab (curah hujan 100 - 200 mm), dan bulan kering (curah hujan < 100 mm).
Berdasarkan hasi analisis, rata-rata curah hujan harian maksimum masing-masing
Sub DAS Deli adalah sebagai berikut: Sub DAS Petani 74,4 mm; Sub DAS simai-
mai 105,6; Sub DAS Babura 76,7 mm; Sub DAS Bekala 99,2 mm; Sub DAS Deli
70,7 mm; Sub DAS Sei Kambing 70,2; Sub DAS Paluh Besar 75,8mm. Data
curah hujan maksimum masing-masing Sub DAS Deli dengan analisis frekuensi,
dapat memprediksi debit maksimum dan volume banjir masing-masing Sub DAS
Deli pada masa yang akan datang (2, 5, 10 tahun mendatang).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kerusakan lahan DAS Deli
didominasi oleh faktor-faktor biofisik, terutama penggunaan lahan, kemiringan
lereng, bentuk lahan, dan curah hujan di Sub DAS Deli bagian hulu.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
11/35
220
Kerusakan lahan DAS Deli berdasarkan potensi erosi setiap tahun
mencapai 1.293.764,9 ton dengan rata rata erosi 27,08 ton/ha/tahun atau setara
dengan kehilangan lapisan tanah setebal 1,3 mm, sumbangan erosi terbesar
berturut turut dari Sub DAS Petani sebesar 780.736,7 ton , dengan rata rata erosi
60,9 ton/ha/tahun ; Sub DAS Babura 180.313,1 ton , dengan rata rata erosi 36,4
ton/ha/tahun; Sub DAS Bekala 176.004,2 ton dengan rata rata erosi
38,7ton/ha/tahun; Sub DAS Simai-mai 132.971,2 ton dengan rata rata erosi 41,1
ton/ha/tahun; Sub DAS Paluh Besar 20.154,9 ton dengan rata rata erosi 1,8
ton/ha/tahun; Sub DAS Sei Kambing 2.067,1 ton dengan rata rata erosi 0,5
ton/ha/tahun; dan Sub DAS Deli 1.517,7 ton dengan rata rata erosi 0,2
ton/ha/tahun.
Kerusakan lahan berdasarkan distribusi tingkat bahaya erosi DAS Deli
didominasi tingkat bahaya erosi ringan seluas 13.840,6 ha atau sekitar 29,0 %,
tingkat bahaya erosi sedang seluas 6.403,7 ha atau sekitar 13,4%, tingkat bahaya
erosi berat seluas 5.792,1 ha atau sekitar 12,1%, tingkat bahaya erosi sangat berat
seluas 2.043,9 ha atau sekitar 4,3%, dan tingkat bahaya erosi sangat ringan seluas
2.040,4 ha atau sekitar 4,2%. Sedang Luas daerah terbangun yang tidak
mengalami erosi (pemukiman/tubuh air) seluas 17652,2 ha atau sekitar 37 % dari
luas DAS Deli. Kerusakan lahan berdasarkan hasil prediksi laju erosi DAS Deli
menunjukkan bahwa nilai erosi tertinggi ditemukan pada Sub DAS Petani
mencapai 266,1 ton/ha/tahun, menyusul Sub DAS Simai-mai 182,5 ton/ha/tahun,
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
12/35
221
Sub DAS Babura dan Bekala sebesar 162,4 ton/ha/tahun, Sub DAS Deli sebesar
90,6 ton/ha/tahun, Sub DAS Sei Kambing 22,0 ton/ha/tahun dan Sub DAS Paluh
Besar dengan nilai erosi sebesar 11,6 ton/ha/tahun.
Hasil analisis kekritisan lahan menunjukkan bahwa hampir keseluruhan
Sub DAS Deli adalah lahan kritis dari kategori agak kritis sampai sangat kritis,
kecuali Sub DAS Paluh Besar masih memiliki luas lahan yang tidak tergolong
kritis mencapai 28,1 % dari luas Sub DAS, Sei kambing memiliki lahan yang
tidak kritis 16,1 % dari luas Sub DAS, dan Sub DAS Deli memiliki 2,2% luas
lahan yang tidak tergolong kritis dari luas Sub DAS. Secara keseluruhan luas
lahan kritis yang terdapat di DAS Deli mencapai 92,3 %, dengan rincian sangat
kritis seluas 2.374,2 ha atau sekitar 5 % dari luas DAS Deli, kategori kritis
15.796,6 ha atau sekitar 33,4 % dari luas DAS Deli, kategori agak kritis seluas
25.244,6 ha atau sekitar 52,9 % dari luas DAS Deli, kategori tidak kritis seluas
4.177,4 ha atau sekitar 8,7 %, dari luas DAS Deli. Hasil analisis ini kiranya
sangat relevan dengan penetapan DAS Deli sebagai DAS prioritas . Kerusakan
lahan berdasarkan analisis kekritisan lahan menunjukkan bahwa luas DAS Deli
yang termasuk sangat kritis sekitar 5 %, kritis sekitar 33,4%, agak kritis sekitar
52,9 % dan tidak kritis sekitar 8,7 % dari luas total DAS Deli.
Luas kelas kemampuan penggunaan lahan DAS Deli didominasi oleh kelas
I sampai IV sekitar 61,4 %, kelas V sekitar 15,0 %, kelas VI sekitar 11,7%, dan
Kelas VII sampai VIII sekitar 11,9%.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
13/35
222
Salah satu penyebab terjadinya banjir di Kota Medan karena adanya
degradasi/kerusakan lahan baik akibat erosi, kekritisan lahan, dan penggunaan
lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan penggunaan lahannya. Arahan
konservasi dan penggunaan lahan memberikan dampak terhadap penurunan debit
maksimum dan volume banjir masing-masing Sub DAS dengan kala ulang 2, 5,
dan 10 tahun. Penurunan debit maksimum terkecil adalah 2,3 % terdapat pada
Sub DAS Deli, terbesar 26,3 % terdapat pada Sub DAS Simai-mai. Sedangkan
penurunan volume banjir terkecil adalah 2,3 % terdapat pada Sub DAS Deli, dan
terbesar adalah 36,2 % terdapat pada Sub DAS Bekala, penurunan ini diharapkan
dapat menjadi bagian dari upaya mitigasi bencana banjir di Kota Medan.
B. Summary
Deli watershed is one of the critical watersheds in North Sumatra that
requires priority handling as target locations for rehabilitation. The assesment of
Deli watershed as a critical watershed since nearly half of the total area of Deli
watershed is critical land that greatly affect the sustainability of land and water
resources of Deli watershed. In addition, the abnormal flow of the river due to
reduced infiltration. Reduction of land vegetation cover affects the infiltration,
surface runoff and the rainfall erosivity on soil surface and subsequently affect the
rate of erosion.
Disturbance of Deli watershed also due to change in watershed
characteristics in which the response of watershed system to the rainfall input may
cause flooding. In addition, the land form in the upper watershed areas that are
dominated by the undulating slope of hilly and mountainous, where most people
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
14/35
223
as farmers who cultivate 82% agricultural land mainly in the villages in the
upstream of Deli watershed. This situation will lead to erosion and flooding
susceptibility in downstream areas where land management is not accompanied by
land rehabilitation and conservation of soil and water efforts. From land cover
point of view, Deli watershed has only 3,533 ha of forest land (7.59% of total
wide), so it is not ideal when referring to the Indonesian Government Act Number
41 in 1999 which states that the forest area is ideally 30% of the total watershed
area.
Medan city which located in the downstream of the Deli watershed is a
flood-prone areas, because it is flat and lowland area, with 2.5 to 40 meters above
sea level and 0-4% slope. In addition, the city of Medan Deli has Deli rivers that
divides the city and several other rivers such as Babura, Belawan, and Percut
rivers as well, which if not managed properly is very susceptible to flooding.
During the rainy season every year, the city of Medan is always flooded.
Flood in the city of Medan, averaged 10-12 times per year, and is strongly
influenced by conditions in the upper Deli watershed, where critical land greater
which can lead to flood. In addition, the reduction in catchment areas due to
development of residential areas, industries etc. in the suburbs to downtown. A
decrease in the wet section of the Deli and Babura rivers due to siltation, many
slum neighborhood around the river banks, and from poor drainage conditions of
Medan city. Mean while, the flood control in the city of Medan was focused only
on the flow of the river (in-stream) such as river improvement and construction of
flood channels (floodway), while the watershed management (off-stream)
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
15/35
224
focusing on the maintenance in the upstream such as: conservation work, making
checkdam, infiltration pond and others was not carried out yet in an integrated
manner. On the other hand, in the upper of Deli watershed has a strategic
importance to the availability and sustainability for drinking water sources of the
Local Water Supply Company (PDAM) Tirtanadi in Sibolangit and in
downstream for the city of Medan safety, security for industries and port.
Therefore, the need for soil conservation and land use guidance in each sub-
watershed of Deli watershed for critical and degadation of land can be reduced
and mitigate the floods that always threatens the city of Medan as an area located
downstream of the Deli watershed as well as the capital of North Sumatra
Province.
Soil conservation is defined as the placement of a piece of land in an
appropriate way to land capability and treat it in accordance with the conditions to
prevent land degradation. Soil conservation efforts aimed to (1) prevent soil
degradation caused by erosion, (2) repair of damaged land and (3) maintaining
and improving the productivity of land that can be used sustainably (Arsyad,
2010). Soil and water conservation techniques that widely applied throughout the
world, including in watershed management in Indonesia can be classified into four
main groups, namely agronomic, vegetative, structural and management
(WASWC, 1998).
Basically flooding mostly caused by the rain that falls into the earth does
not enter into the ground to fill the aquifer, but flowing over the surface which in
turn flows into the river and the flood to downstream. This occurs because the soil
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
16/35
225
infiltration capacity has decreased due to the watershed degradation. The main
factors to watershed degradation that result in decreased infiltration are: (1)
loss/destruction of permanent vegetation/forest in the upstream, (2) the use of land
that does not suit to its capability, and (3) the application of land management
technologies/watershed management that does not meet necessary conditions
(Sinukaban, 2007).
Decrease in infiltration due to watershed degradation causing increased
surface runoff and reduced replenishment of groundwater resulting in increased
river discharge during the rainy season and drastically reduced it in the dry
season. In extreme degradation occurs flooding in the rainy season and drought in
the dry season. This indicates that there is loss of large amounts of water in the
rainy season the water flowing to the sea and the loss of springs at the foot of the
hill due to decreasing ground water level. Inadequate watershed management will
lead to the destruction of natural resources.
The purposes of the research were: 1) to assess the biophysical
characteristics of sub watersheds in Deli watershed as the cause of land
degradation that could be one of the cause of flooding in the city of Medan,
2) to assess the land degradation in Deli watershed based on soil erosion
predictions and soil erosion hazard, critical land, and land use ability of sub
watersheds of Deli watershed, 3) to design land conservation and land use
planning of sub watersheds of Deli watershed to decrease land degradation and
maximum discharge as well as flood volume of sub watersheds as flood
mitigation efforts in the city of Medan.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
17/35
226
This study used field survey, the survey was carried out to check the data
on land characteristics and biophysical characteristics of Deli watershed/sub
watershed. Biophysical condition of Deli watershed/sub watershed was one of the
determinants, either directly or indirectly, as one of the causes of flooding in the
city of Medan which include: slope, soil type, land use, morphometry, climate
(particularly rainfall distribution) , and hydrology. Survey data were used to assess
land degradation. The study of land degradation based on soil erosion prediction
and soil erosion hazard used mathematical equations as proposed by Wischmeir
and Smith (1978) in Arsyad (2010), known as the Universal Soil Loss Equation
(USLE). Critical level of land assessed from natural parameters include: solum
soil, slopes, rock outcrops, soil type, morfoerosion, and as well as management
factors include: the condition of vegetation in the watershed, by first giving
weighting to each of these parameters and scores or grades. To get a map of the
criticality using a GIS program (Soft Ware of Arc View 3.3). Classification of
land use capability (LUC) was obtained by overlaying slope class, soil depth, and
erosion rate parameters, as well as reffered decision table land use capability to
obtain class and sub-class capabilities of land use land capability class I to VIII.
Land degradation can also be seen from the level of vulnerability of
potential floods and flood-prone areas. Parameters of potential floods related to
causes of flooding. So the parameters that are used based on natural conditions
and management of the catchment area, the flooding was identified from
watershed characteristics. Each parameter is weighted based on its role, and
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
18/35
227
categoried as low, somewhat low, moderate, somewhat high to high, and each was
given a score of 1-5. Furthermore, the results are classified according to the sum
of the weights times the scores (Paimin et al., 2006).
Land conservation guide done by observing and selecting the dominant
biophysical parameters causes land degradation, namely: (1) biophysical data
include: slope, soil, land use, and morphometry, (2) hydrological data (rainfall), in
addition , based on the: 1) soil conservation techniques on land with protection
function, 2) soil conservation techniques on land with an annual crop function and
3) soil conservation techniques on land with an annual crop function
(Hardjowigeno and Sukmana, 1995), also noted regulation of the Minister of
Forestry No. P70/Menhut-II/2008, on Technical Guidelines for Forest and Land
Rehabilitation. Furthermore, based on the direction of conservation, land use can
be made on each of Deli sub watershed. Watershed conservation studies on Deli
watershed, followed by analysis of the impact of conservation directives to
decrease flood discharge and flood volume of each of Deli sub watershed.
The results showed that Deli watershed was located in Karo District, Deli
Serdang District and City of Medan in North Sumatra Province. Deli watershed
consists of seven sub-watersheds namely: Petani, Simai-mai, Babura, Bekala,
Deli, Sei Kambing and Sei Paluh sub watersheds, with a total area of 47772.87 ha.
Analysis of slope classification showed that Deli watershed had sloping
areas categorized as plain which 41.3% of the total area had a slope class I
(0- 8%), slope class IV and V only 36.1%, while the rest was slope class II and III.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
19/35
228
The dominant land use in the Deli watershed was residential, with
17,476.3 ha total wide or 36.6% spread in each sub watershed, especially in the
capital of sub districts and focused on the middle and downstream of Deli
watersheds, followed by shrub area of 8,663.6 ha total wide or 18.1%; dryland
farming mixed with shrub 6,226.4 ha total wide or 13.0%; plantation 5,169.8 ha
total wide or 10.08%; dryland farming 2,754.1 ha total wide or 5.8%, rice filed
2,330.9 ha total wide or fields 4.9%; home garden 919.6 ha total wide or 1.9%,
841.0 ha total wide of mangrove forests, or 1.8%; ponds 383.5 ha total wide or
0.8%, open land 179.1 ha total wide or 0.4% , water/water bodies in the river or
lake covering 67.0 ha total wide or about 0.1% of the total Deli watershed total
wide as a whole. Secondary forest lands found in the upstream Deli watershed
(Southern Sibolangit) just covering 2,761.67 hectares total wide or about 5.78% of
the total wide of Deli watershed. It's not ideal when referring to the Indonesia
Government Act No.41 in 1999 which states ideally forest area is 30% of the total
area of Deli watershed.
Based on analysis of soil map, Deli watershed soil is a soil association
dominated by Inceptisol, Entisol especially in the area by the river with relatively
young soil and sandy loam texture. While the Ultisol and Oxisol soils are at the
upstream with generally silty clay loam texture. In high rainfall soils are prone to
erosion.
The analysis of climate data showed that the average temperature of Deli
watershed was 27.8 C, the average temperature of the coldest month was 23.3
C and the hottest month average was 31.9 C, while the average air humidity was
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
20/35
229
86%. Amount the average of precipitation monthly was 194 mm, and average of
annual rainfall was 2,330 mm. Based on the amount of monthly rainfall on the
Deli watershed climate station, climate type of Deli watershed was type A,
considered a very wet area, with tropical rainy climate (Schmidt and Fergusson
1951). Furthermore, Oldeman (1975), classify rainfall for agricultural purposes by
dividing the agro-climatic zones based on the number of wet months (rainfall>
200 mm) in humid (rainfall 100-200 mm), and the dry months (rainfall
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
21/35
230
tons with an average erosion 38.7 tonnes /ha/year; Simai mai sub-watershed was
132,971.2 tons with an average erosion of 41.1 tonnes /ha/year; Paluh Besar sub
watershed was 20,154.9 tonnes with an average erosion of 1.8 tonnes /ha/year; Sei
Kambing sub watershed was 2,067.1 tonnes with an average erosion of 0.5 tonnes
/ha/year, and Deli sub watershed was 1,517.7 tonnes with an average erosion of
0.2 tonnes /ha/year.
Land degradation by soil erosion hazard distribution in Deli watershed
dominated by soil erosion hazard categorized as light with covering 13,840.6 ha
total wide or about 29.0%, moderate was covering area 6,403.7 ha or about
13.4%, severe was covering area 5,792.1 ha or about 12.1%, very severe soil
erosion hazard was covering area of 2,043.9 ha or about 4.3%, and very light area
was covering 2,040.4 ha or about 4.2%. The non erosion area (residential / water
body) was covering area 17,652.2 hectares or about 37% of the total wide of Deli
watershed.
Land degradation by erosion rate prediction results showed that the
highest erosion rate in Deli watershed found in Petani sub watershed reached
266.1 tonnes / ha / year, followed by Simai-mai sub watershed with 182.5 tonnes
/ ha / year, and sub watershed of Babura and Bekala for 162.4 tonnes / ha / year,
Deli sub watershed with 90.6 tonnes / ha / year, Sei Kambing sub watershed with
22.0 tonnes / ha / year, and Paluh Besar sub watershed with value of erosion rate
was 11.6 tonnes / ha / years.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
22/35
231
Land criticality analysis results showed that almost all of sub watershed in
Deli watershed was critical area of the category somewhat critical to very critical,
except Paluh Besar sub watershed still had a land that is not classified as critical
reached 28.1% of the total sub-watershed, Sei Kambing has land uncritical 16.1%
of the sub watershed and Deli sub watershed had 2.2% of the land that was not
classified as critical. Overall, land area in the Deli watershed were critical reached
92.3%, with the very critical area of 2,374.2 ha or about 5% of the total Deli
watershed, a critical category was 15,796.6 hectares or approximately 33.4% of
the total Deli watershed, category rather critical area was 25,244.6 hectares or
approximately 52.9% of the total Deli watershed, uncritical categories covering
4,177.4 hectares or approximately 8.7%, of the total Deli watershed. The results of
this analysis would highly relevant to the determination of Deli watershed as
priority watersheds. Land degradation based on criticality analysis showed that
the area of land in Deli watershed categorized as very critical was about 5%, about
33.4% of critical, somewhat critically about 52.9% and uncritical about 8.7% of
the total Deli watershed.
Area of land use capability classes in Deli watershed was dominated by
class I to IV about 61.4%, about 15.0% class V, class VI about 11.7%, and Class
VII to VIII approximately 11.9%. One of the causes of flooding in the city of
Medan was caused by degradation / destruction of land either by erosion,
criticality of land, and land use that is incompatible with their land capability.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
23/35
232
Conservation guide and land use gave impact on the reduction in the
maximum discharge and flood volume of each sub-watershed with repeated years
was 2, 5, and 10 years. The smallest decrease in the maximum discharge was
2.3% in the Deli sub watershed and the largest was 26.3% in Simai-mai sub
watershed. While the decline in the volume of the smallest flood was 2.3% Deli
sub watershed, and the largest was 36.2% in Bekala sub watershed, the decrease
was expected to be part of the flood mitigation efforts in the city of Medan.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
24/35
233
DAFTAR PUSTAKA
Abdrachman, A., S. Abuyamin, dan U. Kurnia. 1984. Pengelolaan Tanah danTanaman Untuk Usaha Konservasi. Pusat Penelitian Tanah. Bogor.
Abdrachman, A., dan S. Sutono. 2002. Teknologi Pengendalian Erosi Lahan
Berlereng hlm. 103-146 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering
Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian
danPengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang.
Agus, F., dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Pertanian Lahan
Kering. World Agroforestry Center. IICRAF Southeast Asia.
Agus, F., E. Surmaini, dan N. Sutrisno. 2002. Teknologi Hemat Air dan IrigasiSuplemen.DalamAbdrachman et al. (Eds) Teknologi Pengelolaan Lahan
Kering. Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian.
Anonim. 1999. Penyusunan Kriteria Kerusakan Tanah. Prosiding Seminar.
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup. Badan
Pengendali Dampak Lingkungan. Jakarta.
Arly. 1998. Arahan Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Bagian
Hulu Ditinjau dari Aspek Fisik dan Sosial Ekonomi Wilayah. Tesis,
Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. (Tidak
Dipublikasi).
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah & Air. IPB Press. Bogor.
Arsyad, S. 2008. Konservasi Tanah dan Air Dalam Penyelamatan Sumber Daya
Tanah dan Air. dalam Penyelamatan Tanah, Air dan Lingkungan (Eds.)
Arsyad S., dan E. Rustiadi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. GadjahMada University Press.Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo. 2009. Kabupaten Karo dalam Angka.
Koordinator Statistik Kabupaten Karo.
Bakosurtanal. 1979. Peta Rupa Bumi IndonesiaSkala 1 : 50.000 Lembar 0619
61 Medan ; 0619 63 Belawan dan 0619 33 Pancurbatu. Edisi I.
Baronsono, J.M. 1998. Erosi Permukaan dan Arahan Konservasi di Daerah
Sentani Kabupaten Jayapura. Disertasi Progam Studi Geografi, Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada (Tidak dipublikasi).
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
25/35
234
Bedient, P. B. and W. C. Huber. 1992. Hydrology and Floodplan Analysis.
Addison-Wesley Publishing Company. USA.
Black, P.E. 1991. Watershed Hydrologi. Prentice Hall, Engleewood Cliffs, New
Jersey. 408 p.
BPDAS Wampu Sei Ular. 2003. Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Terpadu Deli. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial. Departemen Kehutanan.
BPDAS Wampu Sei Ular. 2009. Kajian Banjir Kota Medan Distribusi Faktor
Penyebab dan Arahan Penanganannya. Direktorat Jenderal Rehabilitasi
Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan.
BPDAS Wampu Sei Ular. 2011. Pemantauan Tata Air dengan Pendekatan Mdel
Hidrologi. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.
Departemen Kehutanan.
Brooks, K. N. 1989. Watershed Management Project Planning, Monitoring, and
Minnesota Evaluation : A Manual for The ASEAN Region. University of
Minnesota, St Paul, Minnesota.
Brooks, K. N., P. F. Folliott, H. M. Gregersen, and J.L Thames. 1992. Hydrology
and the Management of Watersheds. Iowa State University Press, Ames.
USA.
Cech, T. V. 2005. Principles of Water Resources History, Development,
Management, and Policy. Second Edition. Wiley. USA.
Chow V.T., D.R. Maidment, and L.W. Mays. 1988. Applied Hydrology. New
York: Mc.Graw-Hill Book Company, Singapore.
Cohen, M. J., K. D. Shepherd, and M.G. Walsh. 2005. Empirical Reformulation
of The Universal Soil Loss Equation for Erosion Risk Assessment in ATropical Watershed. Geoderma, Volume 124, Issues 3-4 , Pages 235-252.
Dariah, A., A. Rahman, dan U. Kurnia. 2004. Erosi dan Degradasi Lahan Kering
di Indonesia. Dalam Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering
Berlereng. (Eds) Kurnia, U., A. Rahman, dan A. Dariah. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. p. 1 9.
http://www.sciencedirect.com/science?_ob=PublicationURL&_cdi=5807&_pubType=J&_auth=y&_acct=C000063390&_version=1&_urlVersion=0&_userid=4555062&md5=ea8a5fcb676e5101f720cd937ea9cc31http://www.sciencedirect.com/science?_ob=PublicationURL&_cdi=5807&_pubType=J&_auth=y&_acct=C000063390&_version=1&_urlVersion=0&_userid=4555062&md5=ea8a5fcb676e5101f720cd937ea9cc31http://www.sciencedirect.com/science?_ob=PublicationURL&_cdi=5807&_pubType=J&_auth=y&_acct=C000063390&_version=1&_urlVersion=0&_userid=4555062&md5=ea8a5fcb676e5101f720cd937ea9cc31 -
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
26/35
235
Dariah, A., Haryati, U., dan T. Budhyastoro. 2004. Teknologi Konservasi TanahMekanik. Dalam Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering
Berlereng. (Eds) Kurnia, U. et al. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Davenport, T. E. 2005. The Watershed Project Management Guide. Lewis
Publisher. America.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan Kantor Wilayah Sumatera Utara. 1999.
Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli dan Sub Daerah Aliran Sungai
(DAS) Deli Skala 1 : 250.000. Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah Wampu/Ular. Medan.
Departemen Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai. Kep. Men. Hut. No. 52/KPts-II/2001. Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pengelolaan DAS. Ditjen RLSP. Dit. RLKT. Jakarta.
Departemen Kimpraswil. 2002. Laporan Akhir Evaluasi Pemanfaatan Ruang
Kawasan Medan dan Sekitarnya dalam Rangka Pemaduserasian
Pengelolaan SWS Belawan Belumai. Dirjen Penataan Ruang Proyek
Pendayagunaan Penataan Ruang Nasional dan Daerah. PT Gapura
Nirwana Agung. Jakarta.
Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Teknis Pengembangan Usaha Tani
Konservasi Lahan Terpadu (PUKLT). Direktorat Jenderal Pengelolaan
Lahan dan Air. Jakarta.
Departemen Pertanian. 2009. Pedoman Teknis Pengembangan Usaha Tani
Konservasi Lahan Terpadu (PUKLT). DirJen PLA Direktorat Pengelolaan
Lahan dan Air. Jakarta.
Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Standard Teknik
Konservasi Tanah. Direktorat Pengelolaan Lahan. Departemen
Kehutanan. Jakarta.
Dixon, A., and K. W. Easter. 1986. Integreted Watershed Management: An
Approach to Resources Management, Westview Press, Inc. Colarado.
United States of America.
Endom, W. 2002. Antisipasi Ancaman Banjir dan Kekeringan Melalui
Pemanfaatan Sumberdaya Alam/Hutan Secara Bijak. Jurnal Info Hasil
Hutan, Vol 9 No.1.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
27/35
236
Food and Agriculture Organization of the United Nations. 1979. Watershed
Development with Special Reference to Soil and Water Conservation.
FAO Soil Buletin 44. Rome.
Foth, H.D. 1990. Fundamental of Soil Science. John Wiley and Sons. 360 p.
Gunawan, T. 2003. Konsep Daerah Aliran Sungai dan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai. Makalah. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
Hasibuan, G. M. 2007. Model Koordinasi Kelembagaan Pengelolaan Banjir
Perkotaan Terpadu. Disertasi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara. Medan. (Tidak dipublikasi).
Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis, Penerbit AkademikaPresindo Jakarta.
Hardjowigeno, S. dan S . Sukmana. 1995. Menentukan Tingkat Bahaya Erosi
Second. LREP. Puslittanak, Bogor.
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tata Guna Lahan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Harto Br., S. 1993. Analisis Hidrologi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Harto, S. 2000. Hidrologi Teori, Masalah, dan Penyelesaian, Nafiri, Yokyakarta.
Hillel. D. 1980. Fundamentals of Soil Physics. Academic Press. New York.
Hof, J., J. Dai, K. Nogroho, N. Suharta, S. Hardjowigeno, dan U.W. Sichra. 1993.
Coding instruction for Siteand Horizon Description. Second. LREP.
Puslitanak, Bogor.
Huang, M., and L. Zhang. 2004. Hydrological Responses to Conservation
Practices in Catchment of the Loeses Plateu, China HydrologyProcess 18: 1885 1998. Doi : 10. 1002/Hyp-1454.
Hudson, H. W. 1981. Soil Conservation. Second Edition. Cornel University
Press, Ithaca. New York.
Hurni, H., K. Herweg, B.Portner, and H. Liniger. 2007. Soil erosion and
Conservation in Global Agriculture (in Land Use and Soil Resources,
edited By A.K. Braimoh and P.L.G Vlek). Springer. P 41-71.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
28/35
237
Irianto, G. dan P. Rejekiningrum. 2008. Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya
Air: Suatu Tinjauan Dari Sisi Agroklimat dan Hidrologi. dalam
Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. (Eds) Arsyad dan Rustiadi.Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Irwansyah, S. 2004. Kajian Sistem Mitigasi Bencana Banjir Sungai Deli dan
Percut Untuk Pengendalian Banjir Kota Medan. Tesis Sekolah
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. (Tidak dipublikasi).
Isnugroho. 2002. Tinjauan Penyebab Banjir dan Upaya Penanggulangannya.
Alami. Jurnal Air, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi Bencana. Vol. 7 No.2
Jakarta. p. 1 7.
JICA Main Report. 1992. The Study on Belawan Padang Integrated River BasinDevelopment. Medan.
Julien, P. Y. 2002. River Mechanics. Cambridge University Press, Cambidge, UK.
434 p.
Julien, P. Y. 2010. Erosion and Sedmentation. Cambridge University Press,
Cambridge, UK.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2005. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 150 Tahun 2000 Tentang Pengendalian Kerusakan
Tanah Untuk Produksi Biomassa. Jakarta.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2006. Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengukuran
Kriteria Baku Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa. Jakarta.
Keputusan Menteri Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai No. 52. Jakarta.
Keputusan Menteri Kehutanan. 2009. Penetapan Daerah Alira Sungai (DAS)
Prioritas Dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah(RPJM) 2010-2014. (www.dephut.go.id/files/328.pdf).
Keputusan Menteri Kehutanan. 2008. Pedoman Teknis Rehabilitasi Lahan.
Jakarta.
Kesepakatan Bersama Menteri Kehutanan dengan Menteri Pekerjaan Umum
dengan Menteri Pertanian Nomor PKS.10/Menhut V/2007, Nomor
06/PKS/M/2007,Nomor 100/TU.210/M/5/2007 tentang Rehabilitasi
Daerah Aliran Sungai (DAS) Kritis untuk Konservasi SumberdayaLahan
dan Air.
http://www.dephut.go.id/files/328.pdfhttp://www.dephut.go.id/files/328.pdfhttp://www.dephut.go.id/files/328.pdfhttp://www.dephut.go.id/files/328.pdf -
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
29/35
238
Kirkby, M. J., and C. P. Morgan. 1980. Soil Erosion (eds). A Willey- Interscience
Publication. Jhon Willey and Sons. Chichester - New York - Brisbane
Toronto.
Klingebiel, A.A and P.H. Montgomery. 1997. Land Capability Classification.
USDA Agricultural Hand Book 210. Washington D.C. 21 pp.
Kodoatie, R. J., dan R. Sjarief. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Yogyakarta.
Kodoatie, R. J. dan Sugiyanto. 2002. Banjir Beberapa Penyebab dan Metode
Pengendaliaannya Dalam Prespektif Lingkungan. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Kurnia, U., dan H. Suwardjo. 1984. Kepekaan Erosi Beberapa Jenis Tanah di
Jawa menurut Metode USLE. Pembrit. Penel. Tanah dan Pupuk 3: 17-20.
Kurnia, U., Sudirman, dan Kusnadi. 2002. Teknologi Rehabilitasi dan Reklamasi
Lahan Kering. Hlm 147-182. dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering
Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.
Linsley. R.K., M. A.Kohler, and J.L.H.Paulus. 1983. Hydrology for Engineering.
New York, Third Edition McGraw-Hill Book Co.
Maas, A. 2001. Pengelolaan Sumber DayaLahan BerwawasanLingkungan untuk
Menyongsong Otonomi Daerah. Makalah pada Seminar Nasional
Ilmu Tanah. Peran Manajemen Sumber Daya Lahan Terhadap
Pengembangan Wilayah 12 Mei 2001, KMIT UGM Yogyakarta.
Margianto, T. D. S. 2002. Penanganan Fisik Penanggulangan Banjir. Alami.
JurnalAir, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi Bencana. Vol. 7 No. 2.
Jakarta. p. 40 45.
Maryono, A. 2005. Menangani Banjir Kekeringan dan Lingkungan. GadjahMada University Press.
Montarcih, L. 2009. Hidrologi TSA-2(Hidrologi Teknik Sumber Daya Air-2)
CV Asrori Malang.
Morgan, R.P.C. 1995. Soil Erosion and Conservation 2nd ed. Longmand Group.
UK.
Morgan, R.P.C. 2005. Soil Erosion and Conservation. Longman, UK.
Murtianto, H. 2008. Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi Lahan Gunung Api
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
30/35
239
Sindoro Kabupaten Temanggung. Tesis Program Studi Geografi, Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada (Tidak dipublikasi).
Nalom, H. 1997. Kajian Laju Erosi pada Lahan Pertanian Murbei Ladang dan
Kebun Campuran di Desa Mekor Laksana Kecamatan Cikancung
Kabupaten Bandung. Skripsi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
(Tidak dipublikasi).
Notohadinegoro, T. 1999. Diagnosis Fisik, Kimia dan Hayati Kerusakan Lahan.
Makalah Pada Seminar Penyusunan Kriteria Kerusakan Tanah/Lahan.
Asmandep I LH/Bapedal. 1 3 Juli 1999. Yogyakarta.
Notohadiprawiro, T. 1981. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Program
Penghijauan. Makalah disampaikan pada Kuliah PenataranPembangunanPedesaan dan Pertanian Staf Departemen Pertanian di Fakultas Pertanian
UGM , 8 Januari 1981. Yogyakarta.
Notohadiprawiro, T., Rachman S., Azwar M., dan S. Yasni. 1999. Kebutuhan
Riset, Inventarisasi dan Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Tanah di
Indonesia. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi dan Dewan Riset
Nasional. Jakarta. 169 hal.
Oldeman, L.R. 1975. Agroclimatic Map of Java. Contribution of the Centra
Research Institute. Bogor.
Paimin, Sukresno dan Purwanto. 2006. Sidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran
Sungai. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hutan Dan konservasi
Alam. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Pasaribu, H.S. 1999. DAS sebagai Satuan Perencanaan Terpadu dalam
Kaitannya dengan Pengembangan Wilayah dan Pengembangan Sektoral
Berbasiskan Konservasi Tanah dan Air. Seminar Sehari PERSAKI
DAS sebagai Satuan Perencanaan Terpadu dalam Pengelolaan Sumber
Daya Air, 21 Desember 1999. Jakarta.
Pemerintah Daerah Tingkat II Medan. 2000. Rencana Umum Tata Ruang Kota(RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Medan. Medan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35. 1991. Tentang Sungai.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia. 2009. Tatacara Penyusunan
RencanaTeknik Rehabilitasi Htan dan Lahan Daerah Aliran Sungai
(RTkRHL-DAS).
Prastowo. 2008. Pengelolaan Ekosistem Mata Air. dalam Penyelamatan Tanah,
Air, dan Lingkungan. (Eds) Arsyad dan Rustiadi. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
31/35
240
Priyono, C. N. S. dan E. Savitri. 2001. Tinjauan Umum Strategi Konsevasi
Tanah dalam Pengelolaan DAS.Alami. Jurnal Air, Lahan, Lingkungandan Mitigasi Bencana. Vol. 8 No.1 . Jakarta. p. 1 5.
Priyono, C. N. S, dan S. A. Cahyono,. 2003. Status dan Strategi Pengembangan
Pengelolaan DAS di Masa Depan di Indonesia. Alami. Jurnal Air, Lahan,
Lingkungan dan Mitigasi Bencana. Vol. 8 No.1 . Jakarta. p. 1 5.
PSSL-UGM. 2007. Kajian Dampak Tanaman Monokultur Terhadap Bencana
Banjir. Laporan Akhir Penelitian. Pusat Studi Sumber Daya Lahan
Universitas Gadjah Mada, Kerja sama dengan Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah Riau.Yogyakarta.
Purwanto, E. 1992. Pemanfaatan dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai dengan
Menggunakan Parameter Hidrologi. (Majalah Kehutanan Indonesia, Edisi
No. 10 th 1991/1992, Diterbitkan oleh Departemen Kuhutanan RI, STT.
No. 1162/SK/DITJEN PPG/SST/1987). Jakarta: Departemen Kehutanan
RI.
Rahayu, K. 2005. Tingkat Bahaya Erosi Tanah di Kecamatan Bulu Kabupaten
Temanggung. Skripsi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (Tidak
dipublikasi).
Reimold, J. K. Robert. 1998. Watershed Management: Practice, Policies, and
Coordination. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Renard, K.G, G.R Foster, G.A. Weeisies, D.K. Mc. Cool, and D.C. Yoder. 1997.
Predicting Soil Erosion by Water: A Guide to Conservation Planning With
The Rivesed Universal Soil Loss Equation (RUSLE). USDA Agriculture
Hand Book (703).
Riebe, C.S. , J.W. Kirchner, D.E. Granger, and R.C. Finkel. 2001. Minimal
Climatic Control on Erosion Rates in The Sierra Nevada, California.
Geology, v. 29, no. 5, p. 447450.
Rahim, E.S. 2006. Pegendalian Erosi Tanah. Edisi 3. Aksara. Jakarta pp 106.
Sastrodihardjo, S. 2012. Upaya Mengatasi Masalah Banjir Secara Menyeluruh.
PT. Mediatama Saptakarya. Jakarta.
Santoso, D., J. Purnomo, IG.P Wigena, dan E. Tuherkih. 2004. Teknologi
Konservasi Tanah Pada Lahan Kering Berlereng. (Eds) Kurnia, U. dkk.,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
32/35
241
Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson, 1951. Rainfall Type Base on Wet and Dry
Period Ratios for Indonesia and Western. New Guinea. Verb. 42 Jawatan
Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.
Schwab, G. O., D. F. Delmar, D. F., J. E. William, and K. F. Richard. 1993. Soil
And Water Conservation Engineering (Fourth Edition). John Wiley and
Sons, Inc.New York.
Seta, A. K. 1991. Konservasi Sumber Daya Tanah dan Air. Kalam Mulia.
Jakarta.
Seyhan. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Yogyakarta.
Sinukaban, N. 2007. Peranan Konservasi Tanah dan Air dalamPengelolaan
Daerah Aliran Sungai. dalamFahmudin Agus et al., 2007. (Penyunting).
Bunga Rampai Konservasi Tanah dan Air. Jakarta.
Siswoko. 2002. Banjir, Masalah Banjir dan Upaya Mengatasinya. Makalah
Seminar Hathi. Jakarta.
Sitorus, S. 2006. Peran Penutup Lahan untuk menanggulangi Bahaya Banjir
Bandang Tanah Longsor dan Kekeringan. Makalah pada Workshop
Nasional Pengendalian Degradasi Lahan dalam Rangka Mitigasi Banjir
Bandang, Tanah Longsor dan Kekeringan. 24 Agustus 2006, Kerja sama
Direktorat Pengelolaan Lahan Departemen Pertanian dengan Departemen
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Gadjah Mada. Yogyakarta.
Soerianegara. 1978. Pengelolaan Sumberdaya Air. Sekolah Pasca Sarjana,
IPB. Bogor.
Soil Survey Staff. 1975. Key Soil Taxonomy USDA. Handbook 436. U.S. Govt.
Printing Office. Washington.
Soil Survey Staff. 2010. Keys Soil Taxonomy. Natural Reources ConservationService, United States Department of Agriculture. 338 p.
Sosrodarsono, S. dan T. Masateru,. 1994. Perbaikan dan Pengaturan Sungai.
PT Padnya Paramita. Jakarta.
SPLaSH. 2007. Software Sistem Penilaian Lahan Sesuai Harkat. Balai
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
33/35
242
Striffler, W. D. 1979. Watershed Planning and Management. Planning the Use
and Management of Land. Ed. Beatty, MT., GW Petersen, LD Swindale
Number 21 in the series Agronomy.
Suratman. 2002. Studi Erosi Parit dan Longsoran Dengan Geomorfologis di DAS
Oyo Provinsi DIY. Tesis Program Studi Geografi, Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada (Tidak dipublikasi).
Subagyono, K., T. Vadari, R. L. Watung, Sukristiyonobowo, dan F. Agus. 2004.
Managing Soil Erosion Control in Babon Catchment, Central Java
Indonesia: Toward community-based soil conservation measures
Proceeding International Soil Conservation Organization (ISCO 2004).
Brisbane, Australia, 4-8 Juli 2004.
Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Wampu/Ular. 1998.
Rencana Teknis Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
Daerah Aliran Sungai Deli. Departemen Kehutanan dan Perkebunan,
Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara. Medan.
Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Wampu/Ular. 1999.
Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli dan Sub Daerah Aliran Sungai
(DAS)Deli Skala 1 : 250.000. Departemen Kehutanan dan Perkebunan
Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara. Medan.
Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Wampu/Ular. 1999.
Peta Kerapatan Vegetasi DAS Deli. Skala 1 : 250.000. Departemen
Kehutanan dan Perkebunan Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Medan.
Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Wampu/Ular. 1999.
Peta Jenis Tanah Daerah Aliran Sungai Deli. Skala 1 : 250.000.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan Kantor Wilayah Provinsi
Sumatera Utara. Medan.
Sudihardjo, A.M., U. Affandi, H.T. Sidik, H. Yayat, Y. Mulyadi dan Ropik. 1993.Penelitian Identifikasi dan Deliniasi Lahan Kritis Propinsi Jawa Tengah
Skala 1:250.000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Litbang
Pertanian Departemen Pertanian. Bogor. 23 hal.
Sugandhy, A. 1999. Pencegahan dan Pemulihan Kerusakan Sumber Daya
Lahan. Makalah pada Seminar Penyusunan Kriteria Kerusakan
Tanah/Lahan. Asmande ILH/Bapedal. 1 3 Juli 1999. Yogyakarta.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
34/35
243
Supriadi, D. 2000. Up Land Management : Cases of Cimanuk and Cisanggarung
River Basin, Makalah pada Linggarjati Enviromental Meeting, 9 13
November 2000.
Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi. Yogyakarta.
Suryani dan Agus. 2005. Perubahan Penggunaan Lahan dan Dampaknya terhadap
Karakteristik Hidrologi: Suatu Studi DAS Cijalupang, Bandung, Jawa
Barat. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Pertanian dan Ketahanan
Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Bogor. hal 83-106.
Svendsen, M. 2004. Irigation River Basin Management Option for Governance
and Institutions. USA.The World Commission on Dams. 2000. Dams and Development.
Triatmodjo, B. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset. Yogyakarta.
Undang-undang No. 7. 2004. Tentang Sumber Daya Air.
U S S C S (United State Soil Conservation Service). 1971. Hydrology.
Washington DC: National Engineering Handbook.
Utomo, W. H. 1983. Pengawetan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang.
Vadari, T., K. Subagyono, dan N. Sutrisno. 2004. Model Prediksi Erosi Prinsip
Keunggulan dan Keterbatasan. dalam TeknologiKonservasiTanah pada
Lahan Kering Berlereng. (Eds) Kurnia, U., A. Rahman, dan A. Dariah.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. p. 35 71.
Veiche, A. 2002. The Spatial Variability of Erodibility and Its Relation to Soil
Types: A Study From Northen Ghana. Geoderma 106: 110 120.
Viesmann. J. W. 1989. Introduction to Hydrology. New York: Harper and RowPublishers.
Wanielista M.P. 1990. Hydrology and Water Quality Control. Florida-USA :
John Wiley & sons.
Ward, A.D., and W. J. Elliot,. 1995. Environmental Hydrology. Lewis Publishers.
New York.
W A S W C (World Association of Soil and Water Conservation). 1998. Wocat
(World Overview of Conservation Approach and Technologies). A Frame
Worly for Evaluaton of Soil and Water Conservation. Lang Druch. AG.
Bern Switzerland.
-
5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir
35/35
244
Wiersum, K. F. 1979. Introduction to Principles of Forest Hydrology and
Erosion. Institute of Ecology. Bandung: Universitas Pajajaran.
Wischmeier, W.H. and D.D. Smith 1978 Predicting Rainfall-Erotion Losses.
Agricultural Handbook No.357, United States Department Of Agriculture
Washington DC.
Yang, S., Y. Ping, and L. Lianyou. 2006. A Review of The Research on
Complex Erosion by Wind and Water. J. Geographical Sciences 16,
(2) 231-241.
Yonky I., Irfan B., Pramono dan S. A. Cahyono. 2003. Konservasi Air Lahan
Kering Sebagai Alternatif Pengembangan Lahan Kering. Prosiding Hasil
Litbang Rehabilitasi Lahan Kritis. Banjarnegara.
Yunianto, T. 1986. Bahaya Erosi Tanah Daerah Atas DAM Wadas Lintang
Kabupaten Wonosob. Skripsi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
(Tidak dipublikasi).