Kadar Vitamin D, Interleukin 1 Dengan Penderita Asma

8
PENDAHULUAN Defisiensi vitamin D dihipotesiskan berperan dalam peningkatan insidens asma dan mulai banyak 1 diteliti. Penelitian mengenai hubungan antara asma dan vitamin D terutama pada subjek penelitian anak- anak dan ada beberapa yang dilakukan pada subjek dewasa. Sejumlah penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa defisiensi vitamin D berkaitan 2,3 dengan inflamasi saluran napas, hiperresponsif 3 2-5 saluran napas, penurunan fungsi paru, kontrol asma yang buruk, tingginya rawat inap serta eksaserbasi 6 asma. Peran vitamin D pada asma sebagai Hubungan Antara Kadar Vitamin D dengan Tingkat Kontrol Asma, Fungsi Paru, Kadar Interleukin-10 dan Interleukin-17 pada Penderita Asma Bronkial Persisten Rina Lestari*, Susanthy Djajalaksana*, Harun Al Rasyid** * Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar, Malang. ** Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang. Abstrak Latar belakang : Defisiensi vitamin D dianggap berperan dalam peningkatan insidens asma. Peran vitamin D pada asma sebagai imunomodulator, bekerja pada sel dendritik dan sel T mempromosikan Treg mensekresi IL-10. Saat ini penelitian mengenai vitamin D dan asma belum banyak diteliti pada subjek dewasa di Indonesia. Tujuan penelitian untuk membuktikan hubungan antara kadar plasma vitamin D dengan tingkat kontrol, fungsi paru, kadar plasma IL-10 dan IL-17 pada penderita asma bronkial persisten. Metode : Studi cross sectional terhadap 38 penderita asma bronkial persisten di poliklinik paru Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang diukur kadar plasma vitamin D, tingkat kontrol asma (skor ACT), fungsi paru (VEP ), kadar plasma IL-10 dan IL-17. 1 Pengukuran kadar vitamin D, IL-10 dan IL-17 dengan metode ELISA. Hasil : Rerata kadar plasma vitamin D adalah 15,87 ± 3,31 nmol/L. Seluruh pasien (100%) mengalami defisiensi vitamin D. Kadar plasma vitamin D tidak berhubungan signifikan dengan tingkat kontrol asma (p=0,560) dan fungsi paru (p=0,845). Kadar plasma vitamin D berhubungan negatif secara bermakna terhadap kadar IL-10 (r=-0,339, p=0,039) dan IL-17 (r=-0,328, p=0,045). Kesimpulan : Kadar vitamin D berhubungan negatif dengan kadar IL-10 dan IL-17. Kadar vitamin D tidak berhubungan dengan tingkat kontrol asma dan fungsi paru. (J Respir Indo. 2013; 33:155-62) Kata kunci : Asma, vitamin D, skor ACT, VEP , IL-10, IL-17. 1 Association Between Vitamin D Level with Asthma Control Level, Lung Function, Interleukin-10 and Interleukin-17 in Persistent Bronchial Asthma Patients Abstract Background : Vitamin D deficiency is hypothesized to play a role in increasing incidence of asthma. Vitamin D has a role as an immunomodulator in asthma. Current research on vitamin D and asthma hasn't been studied in adult asthma in Indonesia. The aim of this study was to investigate association between plasma vitamin D level with asthma control level, pulmonary function, plasma IL- 10 and IL-17 level in persistent asthma subjects. Methods : Cross sectional study of 38 subjects with persistent asthma were enrolled from pulmonary clinic Dr. Saiful Anwar General Hospital Malang to assess the relationship between plasma vitamin D level with asthma control level (ACT score), pulmonary function (FEV ), plasma IL-10 and IL-17 level. Vitamin D, IL-10 and IL-17 level were measured by ELISA. 1 Results : All subjects (100%) had vitamin D deficiency. The mean plasma vitamin D level was 15.87±3.31 nmol/L. Plasma vitamin D level was not significantly associated to asthma control level (p=0.560) and FEV (p=0.845). Plasma vitamin D level was significantly 1 negative associated to IL-10 (r=-0.339; p=0.039) and IL-17 level (r=-0.328, p=0.045). Conclusion : Vitamin D level was inversely associated to IL-10 and IL-17 level. Vitamin D level was not associated to asthma control level and pulmonary function. (J Respir Indo. 2013; 33:155-62) Keywords : Asthma, vitamin D, ACT score, FEV , IL-10, IL-17. 1 155 J Respir Indo Vol. 33, No. 3, Juli 2013

description

jurnal interna

Transcript of Kadar Vitamin D, Interleukin 1 Dengan Penderita Asma

  • PENDAHULUAN

    Defisiensi vitamin D dihipotesiskan berperan dalam peningkatan insidens asma dan mulai banyak

    1 diteliti. Penelitian mengenai hubungan antara asma dan vitamin D terutama pada subjek penelitian anak-anak dan ada beberapa yang dilakukan pada subjek dewasa. Sejumlah penelitian yang telah dilakukan

    menunjukkan bahwa defisiensi vitamin D berkaitan 2,3dengan inflamasi saluran napas, hiperresponsif

    3 2-5saluran napas, penurunan fungsi paru, kontrol asma yang buruk, tingginya rawat inap serta eksaserbasi

    6asma.Peran vitamin D pada asma sebagai

    Hubungan Antara Kadar Vitamin D dengan Tingkat Kontrol Asma, Fungsi Paru, Kadar Interleukin-10 dan Interleukin-17 pada Penderita Asma Bronkial Persisten

    Rina Lestari*, Susanthy Djajalaksana*, Harun Al Rasyid*** Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Rumah

    Sakit Dr. Syaiful Anwar, Malang.** Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.

    AbstrakLatar belakang : Defisiensi vitamin D dianggap berperan dalam peningkatan insidens asma. Peran vitamin D pada asma sebagai imunomodulator, bekerja pada sel dendritik dan sel T mempromosikan Treg mensekresi IL-10. Saat ini penelitian mengenai vitamin D dan asma belum banyak diteliti pada subjek dewasa di Indonesia. Tujuan penelitian untuk membuktikan hubungan antara kadar plasma vitamin D dengan tingkat kontrol, fungsi paru, kadar plasma IL-10 dan IL-17 pada penderita asma bronkial persisten. Metode : Studi cross sectional terhadap 38 penderita asma bronkial persisten di poliklinik paru Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang diukur kadar plasma vitamin D, tingkat kontrol asma (skor ACT), fungsi paru (VEP ), kadar plasma IL-10 dan IL-17. 1Pengukuran kadar vitamin D, IL-10 dan IL-17 dengan metode ELISA. Hasil : Rerata kadar plasma vitamin D adalah 15,87 3,31 nmol/L. Seluruh pasien (100%) mengalami defisiensi vitamin D. Kadar plasma vitamin D tidak berhubungan signifikan dengan tingkat kontrol asma (p=0,560) dan fungsi paru (p=0,845). Kadar plasma vitamin D berhubungan negatif secara bermakna terhadap kadar IL-10 (r=-0,339, p=0,039) dan IL-17 (r=-0,328, p=0,045). Kesimpulan : Kadar vitamin D berhubungan negatif dengan kadar IL-10 dan IL-17. Kadar vitamin D tidak berhubungan dengan tingkat kontrol asma dan fungsi paru. (J Respir Indo. 2013; 33:155-62)Kata kunci : Asma, vitamin D, skor ACT, VEP , IL-10, IL-17.1

    Association Between Vitamin D Level with Asthma Control Level, Lung Function, Interleukin-10 and Interleukin-17 in Persistent Bronchial Asthma Patients

    AbstractBackground : Vitamin D deficiency is hypothesized to play a role in increasing incidence of asthma. Vitamin D has a role as an immunomodulator in asthma. Current research on vitamin D and asthma hasn't been studied in adult asthma in Indonesia. The aim of this study was to investigate association between plasma vitamin D level with asthma control level, pulmonary function, plasma IL-10 and IL-17 level in persistent asthma subjects. Methods : Cross sectional study of 38 subjects with persistent asthma were enrolled from pulmonary clinic Dr. Saiful Anwar General Hospital Malang to assess the relationship between plasma vitamin D level with asthma control level (ACT score), pulmonary function (FEV ), plasma IL-10 and IL-17 level. Vitamin D, IL-10 and IL-17 level were measured by ELISA. 1Results : All subjects (100%) had vitamin D deficiency. The mean plasma vitamin D level was 15.873.31 nmol/L. Plasma vitamin D level was not significantly associated to asthma control level (p=0.560) and FEV (p=0.845). Plasma vitamin D level was significantly 1negative associated to IL-10 (r=-0.339; p=0.039) and IL-17 level (r=-0.328, p=0.045). Conclusion : Vitamin D level was inversely associated to IL-10 and IL-17 level. Vitamin D level was not associated to asthma control level and pulmonary function. (J Respir Indo. 2013; 33:155-62)Keywords : Asthma, vitamin D, ACT score, FEV , IL-10, IL-17. 1

    155 J Respir Indo Vol. 33, No. 3, Juli 2013

  • imunomodulator, yaitu bekerja pada sel dendritik juga sel T untuk mempromosikan Treg mensekresi IL-10 baik

    7sendiri atau bersama dengan glukokortikoid. Interleukin-10 (IL-10) merupakan sitokin antiinflamasi yang terlibat dalam patogenesis asma, berpotensi downregulation terhadap proses inflamasi yang

    8dikendalikan baik oleh sel Th1 maupun sel Th2. Interleukin-17 (IL-17) merupakan sitokin proinflamasi yang diproduksi oleh sel T khususnya Th17 yang berperan dalam migrasi netrofil dan respons inflamasi

    9yang didominasi oleh neutrofil. Penatalaksanaan asma secara holistik sesuai panduan juga diperlukan upaya mengidentifikasi faktor risiko yang berperan dalam patogenesis asma, salah satunya kadar vitamin D diharapkan pada akhirnya dapat mencapai asma terkontrol. Saat ini, penelitian mengenai hubungan antara kadar vitamin D dan asma di Indonesia belum ada.

    Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara kadar plasma vitamin D dengan tingkat kontrol, fungsi paru dan kadar serum IL-10 dan IL-17 pada penderita asma bronkial persisten.

    METODE

    Desain penelitian adalah observasional dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian adalah semua penderita asma bronkial yang datang di poliklinik paru Rumah Sakit Umum (RSU) Dr. Saiful Anwar Malang yang memenuhi kriteria inklusi.

    Kriteria inklusi terdiri dari seluruh penderita asma bronkial persisten, laki-laki atau perempuan, berumur 18-50 tahun, yang didiagnosis di poliklinik paru RSU Dr. Saiful Anwar Malang dan tetap menggunakan terapi medikamentosa standar dari poliklinik paru, tidak mengalami eksaserbasi (eksaserbasi terakhir setidaknya 3 minggu sebelumnya) dan bersedia ikut dalam penelitian ini setelah diberi penjelasan dan menandatangani informed consent.

    Kriteria eksklusi meliputi pasien dengan gangguan pernapasan lain selain asma (pneumonia, penyakit paru obstruktif kronik/PPOK atau penyakit pernapasan kronis lainnya), dengan infeksi, dengan terapi kortikosteroid sistemik dan antikonvulsan, masih

    aktif merokok, obesitas (indeks massa tubuh/IMT > 30 2kg/m ), hamil dan menyusui, gangguan fungsi hati dan

    ginjal.Sebanyak 38 orang subjek penelitian yang

    memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dicatat data dasar klinisnya seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, berat badan, tinggi badan, riwayat keluarga asma, riwayat atopi, jumlah eksaserbasi berat per tahun, riwayat merokok, terapi inhalasi yang digunakan, klasifikasi asma berdasarkan derajat keparahan, tanda vital, pemeriksaan dasar laboratorium darah, fungsi hati dan ginjal, urinalisis dan foto toraks.

    Subjek penelitian mengisi kuesioner asthma control test (ACT) kemudian dilakukan pemeriksaan fungsi paru volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP ) dan pengambilan sampel darah vena untuk 1pemeriksaan kadar plasma vitamin D, IL-10 dan IL-17. Pengukuran kadar plasma vitamin D, IL-10 dan IL-17 menggunakan teknik enzyme linked immunosorbent assay (ELISA).

    Data yang diperoleh dicatat pada lembar penelitian untuk kemudian diolah dan dilakukan analisis serta interpretasi. Hubungan antara vitamin D dengan tingkat kontrol asma (skor ACT), fungsi paru (VEP ), IL-110 dan IL-17 dengan menggunakan uji korelasi Spearman dengan batas kepercayaan 0,05. Analisis statistik dengan menggunakan SPSS seri 17.0.

    HASIL

    Subjek penelitian berusia 18 sampai 50 tahun, dengan nilai rerata usia 42 8,54 tahun. Distribusi subjek penelitian berdasarkan kelompok usia, terbanyak pada kelompok usia 41-50 tahun yaitu 26 orang (68,42%). Berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 27 orang (71,05%) subjek penelitian adalah perempuan. Nilai rerata indeks massa tubuh (IMT) yaitu 24,2 3,46. Distribusi subjek penelitian berdasarkan IMT terbanyak pada kelompok 18,5 sampai 24,9 (normal) dan 25 sampai 29,9 (kelebihan berat badan), masing-masing 17 orang (44,74%). Berdasarkan tingkat pendidikan, yang terbanyak adalah lulusan sarjana (S1) sebesar 16 orang (42,11%) sedangkan

    J Respir Indo Vol. 33, No. 3, Juli 2013 156

  • berdasarkan pekerjaan yang terbanyak adalah pegawai negeri sipil (PNS) sebesar 19 orang atau 50%.

    Dari keseluruhan (n=38) subjek penelitian ini, 23 orang (60,53%) memiliki riwayat keluarga asma dan atopi sedangkan 15 orang (39,47%) tanpa riwayat keluarga. Berdasarkan riwayat atopi, sebanyak 31 orang (81,59%) memiliki riwayat atopi. Sebagian besar subjek penelitian mengalami eksaserbasi berat 1 sampai 3 kali selama 1 tahun yaitu sebesar 25 orang (65,79%). Berdasarkan derajat keparahan asma, subjek penelitian terbanyak merupakan asma persisten sedang yaitu 23 orang (60,53%) sedangkan asma

    persisten ringan sebanyak 3 orang (7,89%) dan persisten berat sebanyak 13 orang (34,21%).

    Karakteristik berdasarkan terapi yang diperoleh dari poliklinik paru, sebagian besar subjek penelitian sebanyak 23 orang (60,53%) mendapat terapi inhalasi berupa short acting 2 agonist (SABA) dan inhaled corticosteroid (ICS). Karakteristik subjek penelitian disajikan pada tabel 1.

    Kadar vitamin D yang terukur pada subjek penelitian ini memiliki nilai terendah 5,77 nmol/L dan nilai tertinggi 20,5 nmol/L. Nilai rerata kadar vitamin D pada penelitian ini adalah 15,87 3,31 nmol/L. Penderita didiagnosis defisiensi vitamin D bila kadar vitamin D dalam plasma kurang dari 50 nmol/L. Dengan demikian, maka keseluruhan subjek dalam penelitian ini mengalami defisiensi vitamin D. Berdasarkan analisis statistik menggunakan Kruskal Wallis, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kadar plasma vitamin D berdasarkan derajat keparahan asma (p=0,225).

    Rerata skor ACT 16,39 5,69. Skor ACT

    terbanyak dari penelitian ini berjumlah 19, yaitu sebanyak 22 orang (58%) yang menunjukkan bahwa sebagian besar subjek merupakan penderita asma tidak terkontrol. Pada analisis hubungan antara kadar plasma vitamin D dengan tingkat kontrol asma (skor ACT) menggunakan korelasi Spearman diperoleh bahwa tidak ditemukan hubungan yang signifikan pada kedua variabel (p=0,560, r=0,097).

    Nilai rerata VEP pada subjek penelitian ini 162,6712,96% dengan kisaran 36,70% sampai dengan 92%. Hubungan antara kadar plasma vitamin D dengan fungsi paru (VEP ) dianalisis menggunakan korelasi 1Spearman Rho dengan batas kepercayaan 0,05. Pada uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna (p=0,845) antara kadar plasma vitamin D dengan VEP .1

    Kadar plasma IL-10 pada penelitian ini berkisar antara 0,67 sampai dengan 31 pg/ml dengan nilai rerata 12,118,25 pg/ml. Pada uji korelasi Spearman terhadap hubungan antara kadar plasma vitamin D dan kadar plasma IL-10 didapatkan nilai r=-0,339 dan p=0,039. Dengan demikian, terdapat hubungan yang cukup kuat antara kadar plasma vitamin D dan kadar plasma IL-10. Hubungan tersebut bersifat negatif yang berarti

    KarakteristikJumlahRata-rata usia ( SD*), tahunUsia (tahun)

    18-20 tahun21-30 tahun31-40 tahun41-50 tahun

    Jenis kelaminLaki-lakiPerempuan

    2Indeks massa tubuh (kg/m )< 18,5 (underweight)18,5 - 24,9 (normal)25 - 29,9 (overweight)

    PendidikanSekolah dasarSekolah menengah pertamaSekolah menengah atasDiploma 1-3Sarjana (S-1)Magister (S-2)

    PekerjaanTidak bekerjaMahasiswaKaryawan swastaPegawai negeri sipil

    Riwayat keluargaAdaTidak ada

    Riwaya atopiAdaTidak ada

    Eksaserbasi berat (x/tahun)01-34-6> 6

    Derajat keparahan asmaPersisten ringanPersisten sedangPersisten berat

    Terapi yang digunakan

    dan Short acting 2 agonist (SABA)

    inhaled corticosteroid (ICS)Long acting 2 agonist pluscorticosteroid (LABAC)

    Jumlah (%)

    3842 8,54

    2 (5,26%)2 (5,26%)

    8 (21,05%)26 (68,52%)

    11 (28,95%)27 (71,05%)

    4 (10,53%)17 (44,74%)17 (44,74%)

    4 (10,52%)2 (5,26%)

    11 (28,95%)4 (10,52%)16 (42,11%)1 (2,63%)

    12 (31,58%)2 (5,26%)

    5 (13,15%)6 (3,8%)

    23 (60,53%)15 (39,47%)

    31 (81,59%)7 (18,42%)

    10 (26,32%)25 (65,79%)

    1 (2,63%)2 (5,26%)

    3 (7,89%)22 (57,89%)13 (34,21%)

    23 (60,53%)

    15 (39,47%)

    Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian

    *SD : Standard deviation

    157 J Respir Indo Vol. 33, No. 3, Juli 2013

  • semakin tinggi kadar plasma vitamin D maka kadar plasma IL-10 akan semakin rendah (gambar 1).

    Kadar plasma IL-17 memiliki nilai terendah 219 pg/ml dan nilai tertinggi 306 pg/ml. Nilai rerata IL-17 adalah 252 24,73 pg/ml. Analisis hubungan antara kadar plasma vitamin D dengan kadar plasma IL-17 berdasarkan uji korelasi Spearman diperoleh hubungan yang bermakna (p=0,045) dan merupakan hubungan yang cukup kuat (r= -0,328) dan bersifat negatif (gambar 2).

    PEMBAHASAN

    Seluruh subjek penelitian mengalami defisiensi vitamin D, dalam hal ini kadar plasma vitamin D kurang dari 50 nmol/l. Hasil ini hampir sama dengan penelitian

    7Li dkk. di Cina dari 435 pasien asma dewasa didapatkan hampir 90% mengalami defisiensi vitamin

    7 10D. Penelitian Alyasin dkk. menunjukkan bahwa 4% dari subjek pasien asma mengalami defisiensi vitamin D kadar vitamin D

  • 11gaya barat.Mekanisme pasti kadar vitamin D yang rendah

    dalam keadaan inflamasi kronis belum dapat dijelaskan pada asma. Defisiensi tersebut mengganggu fungsi imunoregulator vitamin D. Sel imun (limfosit T dan B, makrofag serta sel dendritik) memiliki reseptor vitamin D (VDR) dan dipengaruhi oleh defisiensi vitamin D selama proses maturasinya.

    Gangguan pada homeostasis vitamin D dapat berkontribusi terhadap proses inflamasi pada asma. Sel Th1, Th2, dan Treg mengekspresikan reseptor vitamin D dan menjadi target vitamin D. Perkembangan tertentu dari sel imun membutuhkan ekspresi VDR secara

    12intrinsik dan ekstrinsik. Vitamin D secara langsung mempengaruhi respons sel T dengan menghambat

    produksi sitokin Th1 (IL-2 dan IFN-g), sitokin Th17 (IL-17), dan dengan merangsang produksi sitokin Th2 (IL-4). Selain itu, vitamin D mempengaruhi maturasi sel dendritik. Pada asma, vitamin D dapat dipertim-bangkan menjadi mediator penting, tingkat fluktuasinya

    2berhubungan dengan status inflamasi dari penyakit.Pada pasien asma, sel T dan khususnya limfosit

    CD4+ dirangsang dan diubah dari sel T naif menjadi sel memori CD4. Penurunan kadar vitamin D pada asma dapat dijelaskan sebagian oleh sel CD4 mengkonsumsi vitamin D intrinsik selama aktivasi mereka. Ekspresi VDR pada limfosit T CD4 meningkat drastis setelah sel teraktivasi. Penambahan 1,25(OH)2D3 mengakibatkan

    penurunan sekresi IL-2 dan IFN-g oleh sel T CD4 dan meningkatkan produksi IL-5 dan IL-10, yang selanjutnya mengubah respons sel T menjadi dominan Th2. Sel imun dapat mengaktifkan vitamin D secara lokal, yang menunjukkan peran autokrin atau parakrin

    2vitamin ini dalam sistem imun tubuh.Pada analisis statistik lebih lanjut, pada studi ini

    tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar plasma vitamin D dengan derajat keparahan

    13asma. Serupa dengan hasil studi Menon dkk. Berbeda 2halnya dengan penelitian Maalmi dkk. melaporkan

    bahwa didapatkan hubungan yang bermakna antara

    kadar vitamin D dan derajat keparahan asma. Adanya perbedaan ini dapat disebabkan karena keselu-ruhannya mengalami defisiensi vitamin D. Pada penelitian ini pun teknik perhitungan sampel menggunakan proporsi dan teknik pengambilan sampel dengan quota sampling sehingga didapatkan jumlah asma persisten ringan, sedang dan berat dengan jumlah yang terpaut jauh.

    Berdasarkan tingkat kontrol asma yang diukur dengan skor asthma control test (ACT), pada penelitian ini yang terbanyak pasien dengan asma yang tidak terkontrol. Hasil ini hampir sama dengan penelitian

    14 6Idrus dkk. dan Ilyas dkk. Penelitian Chinellato dkk. yang merupakan penelitian cross sectional dengan subjek 75 orang anak dengan asma di Italia, terlihat kadar vitamin D berhubungan positif dengan skor ACT anak (r=0,28, p=0,01). Kadar vitamin D lebih tinggi pada anak dengan asma terkontrol penuh dibandingkan yang tidak terkontrol (p=0,02). Hasil yang sama didapatkan

    16pada penelitian Korn dkk. di Rumania dengan menggunakan subjek penelitian pasien asma dewasa. Berbeda dengan penelitian ini, kadar plasma vitamin D tidak berhubungan secara bermakna dengan tingkat kontrol asma yang diukur dengan skor ACT. Hal ini dapat disebabkan oleh keseluruhan subjek mengalami defisiensi vitamin D sehingga tidak representatif menunjukkan hubungan antara kadar vitamin D dengan skor ACT.

    Hasil penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara kadar vitamin D dengan VEP . 1

    2Temuan ini sama dengan penelitian Maalmi dkk. , 4 17Brehm dkk. dan Litonjua dkk. Berbeda dengan

    5 3 10penelitian Li dkk., Sutherland dkk. dan Alyasin dkk. yang memberikan hasil bahwa kadar vitamin D memiliki hubungan positif terhadap fungsi paru. Vitamin D mempengaruhi fungsi paru melalui beberapa mekanisme. Yang pertama melalui regulasi terhadap

    7inflamasi dengan menurunkan respons inflamasi. Mekanisme kedua melalui remodelling saluran napas yang merupakan proses penting dalam patogenesis asma dan berkaitan dengan hambatan aliran udara

    5pada saluran napas. Bentuk aktif vitamin D mampu menghambat proliferasi sel-sel otot polos saluran napas

    15

    159 J Respir Indo Vol. 33, No. 3, Juli 2013

  • 18pada fase S siklus sel dan menurunkan produksi matriks metaloproteinase-9 (MMP-9) dan disintegrin

    19dan metalloprotease 33 (ADAM-33).Kadar plasma IL-10 dalam penelitian ini lebih

    20tinggi dari penelitian Wong dkk. yaitu pada pasien asma didapatkan rerata kadar plasma IL-10 sebesar 2,51 pg/ml (0,00-6,92 pg/ml) dan pada kontrol 0,05 pg/ml (0,00-4,26 pg/ml). Interleukin-10 merupakan sitokin antiinflamasi yang dapat mensupresi produksi

    16sitokin proinflamasi. Pada penelitian Korn dkk. didapatkan kadar IL-10 tidak berbeda bermakna antara kelompok pasien asma dengan defisiensi vitamin D (rerata 118,6122,6 ng/ml) dan tanpa defisiensi vitamin D (rerata 114,2137,1 ng/ml).

    Hubungan antara kadar vitamin D dengan IL-10 belum banyak diteliti. Ada beberapa penelitian tentang hal tersebut, akan tetapi hasilnya bervariasi. Penelitian

    2Maalmi dkk. menunjukkan korelasi positif antara kadar serum vitamin D dengan sel T CD4+IL10+ (r

  • respons sel T dengan menghambat produksi sitokin Th1

    (IL-2 dan IFN-g), sitokin Th17 (IL-17) dan dengan 2merangsang produksi sitokin Th2 (IL-4). Produksi IL-17

    23dihambat oleh vitamin D. Defisiensi vitamin D pada pasien asma akan menyebabkan peningkatan kadar IL-

    2417.Keterbatasan dalam penelitian ini sampel yang

    diikutkan dalam penelitian ini merupakan cross sectional yang memotret pada suatu waktu sehingga tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat. Subjek penelitian berdasarkan derajat keparahan asma proporsi jumlahnya tidak berimbang, dalam hal ini asma persisten ringan sangat sedikit. Populasi pada penelitian ini relatif memiliki karakteristik yang sama, yaitu sebagian besar subjek banyak menghabiskan waktu atau beraktivitas di dalam ruangan sehingga mempengaruhi kadar vitamin D yang rendah. Selain itu, faktor diet rendah vitamin D pada subjek penelitian ini juga mungkin berperan terhadap terjadinya defisiensi vitamin D akan tetapi pada studi ini tidak diteliti.

    KESIMPULAN

    1. Semua penderita asma persisten dalam penelitian ini mengalami defisiensi vitamin D.

    2. Kadar vitamin D tidak berhubungan dengan tingkat kontrol asma.

    3. Kadar vitamin D tidak berhubungan dengan fungsi paru (VEP ).1

    4. Kadar vitamin D berhubungan negatif cukup kuat dengan kadar interleukin-10.

    5. Kadar vitamin D berhubungan negatif cukup kuat dengan kadar interleukin-17.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Devereux G. Allergic disease: Nutrition as a potential determinant of asthma. Proc Nutr Soc. 2010;69(1):1-10.

    2. Maalmi H, Berraes A, Tangour E, Ammar J, Abid H, Hamzaoui K. The impact of vitamin D deficiency on immune T cells in asthmatic children: A case-control study. J Asthma Allergy. 2012;5:11-9.

    3. Sutherland ER, Goleva E, Jackson LP, Stevens AD, Leung DY. Vitamin D levels, lung function, and

    steroid response in adult asthma. Am J Respir Crit Care Med. 2010;181(7):699-704.

    4. Brehm JM, Celedn JC, Soto-Quiros ME, Avila L, Hunninghake GM, Forno E, et al. Serum vitamin D levels and markers of severity of childhood asthma in Costa Rica. Am J Respir Crit Care Med. 2010; 179:765-71.

    5. Li F, Peng M, Jiang L, Sun Q, Zhang K, Lian F, et al. Vitamin D deficiency is associated with decreased lung function in Chinese adults with asthma. Respiration. 2011;81(6):469-75.

    6. Chinellato I, Piazza M, Sandri M, Peroni D, Piacentini G, Boner AL. Vitamin D serum levels and markers of asthma control in Italian children. J Pediatr. 2011;158:437-41.

    7. Lange NE, Litonjua A, Hawrylowicz CM, Weiss Sl. Vitamin D, the immune system and asthma. Expert Rev Clin Immunol. 2009; 5(6):693-702.

    8. Lloyd CM, Hawrylowicz CM. Regulatory T cells in asthma. Immunity. 2009;31(3):438-49.

    9. Park SJ, Lee YC. Interleukin-17 regulation: An attractive therapeutic approach for asthma. Respir Res. 2010;11(78):1-11.

    10. Alyasin S, Momen T, Kashef S, Alipour A, Amin R. The relationship between serum 25 hydroxy vitamin D levels and asthma in children. Allergy Asthma Immunol Res. 2011;3(4):251-5.

    11. Mishal AA. Effects of different dress styles on vitamin D levels in healthy young Jordanian women. Osteoporos Int. 2001;12:931-5.

    12. Yu S, Cantorna MT. The vitamin D receptor is required for iNKT cell development. P Natl Acad Sci USA. 2008;105:5207-12.

    13. Menon J, Maranda L, Nwosu BU. Serum 25-hydroxyvitamin D levels do not correlate with asthma severity in a case-controlled study of children and adolescents. J Pediatr Endocrinol Metab. 2012;25:673-9.

    14. Idrus IS, Yunus F, Andarini SL, Setiawati A. Perbandingan efek salbutamol yang diencerkan dengan NaCl 0,9% pada pasien dewasa dengan asma akut sedang di RS Persahabatan. J Respir Indo. 2009;32(3):167-77.

    15. Ilyas M, Yunus F, Wiyono WH. Correlation between

    161 J Respir Indo Vol. 33, No. 3, Juli 2013

  • asthma control test (ACT) and spirometry as tool of assessing controlled asthma. J Respir Indo. 2010; 30(4):190-6.

    16. Korn S, Hubner M, Jung M, Blettner M, Buhl R. Severe and uncontrolled adult asthma is associated with vitamin D insufficiency and deficiency. Respir Res. 2013;14(25):1-17.

    17. Litonjua AA. Childhood asthma may be a consequence of vitamin D deficiency. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2009;9(3):202-7.

    18. Damera G, Fogle H, Goncharova EA, Zhao H, Krymskaya VP, Panettieri RA. Vitamin D attenuates growth factor-induced human airway smooth muscle cell proliferation. American Thoracic Society international conference abstracts. Am J Respir Crit Care Med.2009;179:A5606.

    19. Song Y, Qi H, Wu C. Effect of 1,25-(OH)2D3 (a vitamin D analogue) on passively sensitized human airway smooth muscle cells. Respirology. 2007;12:486-94.

    20. Wong CK, Ho CY, Ko FW, Chan CH, Ho AS, Hui DS, et al. Proinflammatory cytokines (IL-17, IL-6, IL-18

    and IL-12) and Th cytokines (IFN-gamma, IL-4, IL-10 and IL-13) in patients with allergic asthma. Clin Exp Immunol. 2001;125(2):177-83.

    21. John M, Lim S, Seybold J, Jose P, Robichaud A, O'Connor B, et al. Inhaled corticosteroids increase Interleukin-10 but reduce macrophage inflamma-tory protein-1a, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor, and interferon release from alveolar macrophages in asthma. Am J Respir Crit Care Med. 1998;157:256-62.

    22. Agache I, Ciobanu C, Agache C, Anghel M. Increased serum IL-17 is an independent risk factor for severe asthma. Respir Med. 2010;104:1131-7.

    23. Topilski I, Flaishon L, Naveh Y. The anti-inflammatory effects of 1,25-dihydroxyvitamin D3 on Th2 cells in vivo are due in part to the control of integrin-mediated T lymphocyte homing. Eur J Immunol. 2004;34:1068-76.

    24. Ives K, Green RJ. Vitamin D and asthma. Current Allergy and Clinical Immunology. 2011;24(4):176-80.

    J Respir Indo Vol. 33, No. 3, Juli 2013 162