Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

download Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

of 41

Transcript of Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    1/105

    TESIS

    ASTAXANTHIN MENURUNKAN KADAR INTERLEUKIN-6PLASMA PADA NON PROLI FERATI VE DI ABETI CRETINOPATHY RINGAN:UJI KLINIK TERKENDALI

    IDA AYU PERTAMI DEWI

    PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR2014

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    2/105

    TESIS

    ASTAXANTHIN MENURUNKAN KADAR INTERLEUKIN-6PLASMA PADA NON PROLI FERATI VE DI ABETI CRETINOPATHY RINGAN:UJI KLINIK TERKENDALI

    IDA AYU PERTAMI DEWINIM 1014128101

    PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

    PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR2014

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    3/105

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    4/105

    Lembar Pengesahan

    TESIS INI TELAH DISETUJUI

    PADA TANGGAL : 6 MEI 2014

    Pembimbing I, Pembimbing II,

    dr. I Putu Budiastra, SpM(K) Prof. DR. Dr. I Gde Raka Widiana,SpPD-KGH NIP. 19540508 1980121001 NIP. 1956 0707 1982111001

    Mengetahui,

    Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur,Program Pascasarjana Program PascasarjanaUniversitas Udayana Universitas Udayana

    Prof.Dr.dr. Wimpie, I. Pangkahila,SpAnd.,FAACS Prof.Dr.dr. A.A.Raka Sudewi,SpS(K) NIP. 19461213 1971071001 NIP. 19590215 1985102001

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    5/105

    Tesis Ini Telah Diuji Pada

    Tanggal 6 Mei 2014

    Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Direktur Program Pascasarjana

    Universitas Udayana No: 1244/UN 14.4/HK/2014 , Tanggal 6 Mei 2014

    Ketua : dr. Putu Budhiastra, Sp.M (K)

    Sekretaris : Prof. DR. Dr. I Gde Raka Widiana, SpPD-KGH

    1. Prof. dr. N. K. Niti Susila, SpM (K)

    2. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D

    3. dr. I Made Agus Kusumadjaja, SpM (K)

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    6/105

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang

    Maha Esa, atas berkah-Nya, sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari

    sepenuhnya tesis ini tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada

    kesempatan ini, izinkan penulis dengan setulus hati menghaturkan rasa terima kasih yang tak

    terhingga kepada :

    1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD dan Dekan Fakultas

    Kedokteran Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp OT(K), M.Kes yang telah memberikan

    kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan Program MagisterPascasarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 di Universitas Udayana.

    2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. AA Raka Sudewi, SpS(K)

    atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan sebagai mahasiswa Program Pascasarjana

    Universitas Udayana.

    3. Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Combined Degree, Prof. Dr. dr. Wimpie, I. Pangkahila,

    SpAnd., FAACS yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan Program

    Studi Ilmu Biomedik combined degree .

    4. Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes atas kesempatan dan

    fasilitas yang diberikan dalam menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 di Bagian

    Ilmu Kesehatan Mata.

    5. Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, dr. Putu

    Budhiastra, SpM (K) yang telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan

    spesialisasi dan memberikan bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi.

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    7/105

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    8/105

    14. Seluruh Konsulen Ilmu Kesehatan Mata serta dosen Pascasarjana Program Studi Ilmu

    Biomedik Combined Degree atas segala bimbingannya.

    15. Seluruh teman sejawat residen di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran

    Universitas Udayana atas bantuan dan kerjasamanya selama ini

    16. Seluruh paramedik di Poliklinik Mata RSUP Sanglah atas bantuan dan kerjasamanya dalam

    pengumpulan sampel penelitian.

    17. Para Pasien. Pendidikan spesialis yang saya jalani tidak akan berhasil tanpa bantuan para

    pasien. Terima kasih telah menyediakan tenaga serta waktunya untuk ikut berpartisipasi

    dalam penelitian ini.18. Semua pihak yang telah terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap

    pendidikan spesialis yang saya jalani. Terima kasih untuk semua bantuan yang telah

    diberikan.

    Rasa syukur dan sujud kepada Ayahanda dan Ibunda kami Drs. Ida Bagus Aryadi dan

    (alm) Ida Ayu Warsiti, yang telah memberikan bekal pendidikan yang cukup, motivasi dan

    semangat kepada penulis. Ayahanda dan Ibunda Mertua Ida Bagus Tantra dan I Gusti Ayu Alit

    Suryathi, terimakasih atas dorongan dan motivasinya selama ini. Akhirnya kepada suami tercinta

    Ida Bagus Hariyana, BSBA dan ketiga buah hati tersayang Ida Bagus Erik Tahayana, Ida bagus

    Arik Tahayana, Ida Bagus Triputran Tahayana, terimakasih atas doa, dorongan semangat dan

    pengertian selama penulis menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini.

    Semoga tesis ini memberikan manfaat dan sumbangan yang berguna bagi perkembangan

    pelayanan kesehatan mata serta bagi pendidikan IImu Kesehatan Mata. Perkenankanlah penulis

    memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kekhilafan dan prilaku yang kurang berkenan selama

    mengikuti pendidikan dan penelitian ini di Bagian Ilmu kesehatan Mata FK Unud RSUP Sanglah

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    9/105

    Denpasar. Akhir kata, semoga Sang Hyang Widhi Wasa – Tuhan Yang Maha Esa, selalu

    melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

    Denpasar, April 2014

    Penulis

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    10/105

    ABSTRAK

    ASTAXANTHIN MENURUNKAN KADAR INTERLEUKIN-6 PLASMA PADA NONPROLI FERATIVE DI ABETI C RETI NOPATHY RINGAN:UJI KLINIK TERKENDALI

    Diabetic Retinopathy (DR) merupakan komplikasi mikrovaskular pada Diabetes Mellitus (DM) dan penyebab kebutaan paling sering pada usia produktif. Hiperglikemia menyebabkanterjadinya reaksi inflamasi dan stres oksidatif dalam patogenesis DR sudah banyak dipaparkanoleh peneliti, namun peran antioksidan dalam mengurangi progresifitas DR masih menjadi

    perdebatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian astaxanthin 8 mg dapatmenurunkan kadar Interleukin-6 (IL-6) pada penderita Non Proliferative Diabetic Retinopathy(NPDR) ringan. Penelitian clinical trial dengan perluasan Randomized, Double Blinded,

    Placebo-Control, Pre and Posttest Group Design ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 -Desember 2013 di Poliklinik Mata RSUP Sanglah Denpasar Bali. Jumlah sampel yangmemenuhi kriteria eligibilitas sebanyak 40 pasien NPDR ringan terbagi menjadi 20 pasien

    sebagai kelompok perlakuan yang diberikan astaxanthin 8 mg dan 20 pasien NPDR ringan yangdiberikan plasebo sebagai kelompok kontrol. Pengambilan sampel darah vena untuk pemeriksaankadar IL-6 plasma dilakukan sebelum dan setelah pemberian astaxanthin 8 mg serta plaseboselama 4 minggu. Perbedaan kadar rerata IL-6 plasma dianalisis dengan uji Mann-whitney.Perbedaan rerata kadar IL-6 plasma awal dan 4 minggu pada kelompok NPDR ringan yangmendapat astaxanthin 8 mg adalah -0,7±2,0 pg/mL sedangkan pada kelompok NPDR ringanyang mendapat plasebo 1,8±4,0 pg/mL ( p

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    11/105

    ABSTRACT

    ASTAXANTHIN DECREASED PLASMA INTERLEUKIN-6 LEVEL IN MILD NONPROLI FERATIVE DI ABETI C RETI NOPATHY :

    RANDOMI ZED CLI NICAL TRIAL

    Diabetic Retinopathy (DR) is a microvascular complication of Diabetes Mellitus (DM)and leading cause blindness in working age people. Hiperglycemia induces inflammation andoxidative stress in pathogenesis of DR has been described, but the role of antioxidants inreducing progression of DR is still being debated. This study aimed to determine whether plasma

    Interleukin-6 (IL-6) levels in mild Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) withastaxanthin 8 mg lower than with placebo. This clinical trial study with Randomized, Double

    Blinded, Placebo-Control, Pre and Posttest Group Design was conducted on July-December2013 at eye clinic of Sanglah Public General Hospital Denpasar, Bali. There were 40 patientscollected as subjects, divided into 20 mild NPDR patients with astaxanthin 8 mg and 20 mild

    NPDR patients with placebo. Examination of plasma IL-6 levels performed before and after giveastaxantin 8 mg and placebo for 4 weeks. Analysis was conducted with Mann-whitney test.∆Mean plasma IL-6 levels in mild NPDR patients with astaxanthin 8 mg was -0,7±2,0 pg/mLwhile in mild NPDR patients with placebo was 1,8±4,0 pg/mL ( p

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    12/105

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................

    PRASYARAT GELAR ..............................................................................

    i

    ii

    LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................

    PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...........................................................

    SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...........................................

    UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................

    ABSTRAK .................................................................................................. ABSTRACT .................................................................................................

    DAFTAR ISI………………………………………………………………

    iii

    iv

    v

    vi

    xxi

    xii

    DAFTAR TABEL ....................................................................................... Xvi

    DAFTAR GAMBAR……………………………………………………... XviiDAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG…………………………….. XviiiDAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. Xx

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang……………………………………………………. 11.2 Rumusan Masalah………………………………………………… 51.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………. 61.4 Manfaat Penelitian……………………………………………...… 6

    1.4.1 Manfaat Teoritis .………………………………………...… 61.4.2 Manfaat Praktis…………………………………….....…….. 6

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina dan Retina Pigment Epitelium ……. 72.1.1 Struktur Anatomi Retina ........................................................ 7

    2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Retina Pigment Epitelium .................. 8

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    13/105

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    14/105

    BAB IV METODE PENELITIAN

    4.1 Rancangan Penelitian……………………………………………... 324.2 Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………...... 334.3 Populasi dan Sampel Penelitian ……........ ………………………... 33

    4.3.1 Populasi Penelitian........ …………………………………….. 334.3.2 Sampel Penelitian ……………………………………......... 33

    4.3.2.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Penelitian ..................... 33

    4.3.2.2 Besar Sampel... …………………………………....…. 344.3.2.3 Cara Pemilihan Sampel.................. ………………...... 35

    4.4 Variabel Penelitian………………………………………………... 35

    4.4.1 Klasifikasi dan Identifikasi Variabel……………………....... 354.4.2 Definisi O perasional Variabel………………………………. 36

    4.5 Instrumen Penelitian......................................................................... 39

    4.6 Prosedur Penelitian........................................................................... 40

    4.6.1 Tahap Persiapan...................................................................... 40

    4.6.1.1 Pengacakan.................................................................... 40

    4.6.1.2 Blinding ......................................................................... 40

    4.6.2 Pelaksanaan Penelitian............................................................ 40

    4.7 Alur Penelitian ................................................................................ 44

    4.8 Analisis Data ....... ………………………………………….……... 45

    BAB V HASIL PENELITIAN

    5.1 Karakteristik Subjek Penelitian….....……………………………... 475.2 Perbedaan Kadar IL-6 Plasma Awal dan 4 Minggu Pemberian

    Astaxanthin dan Plasebo pada Pasien NPDR Ringan..................... 48

    BAB VI PEMBAHASAN

    6.1 Subjek Penelitian….....………...................... ……………………... 516.2 Perbedaan Kadar IL-6 Plasma Awal dan 4 Minggu Pemberian

    Astaxanthin dan Plasebo pada Pasien NPDR Ringan .. ………...... 57

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    15/105

    BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

    7.1 Simpulan ….....…………………………….................................... 647.2 Saran ….....……………………........................................ ………... 64

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

    LAMPIRAN-LAMPIRAN ..........................................................................

    65

    73

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    16/105

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ............................................................. 47

    5.2 Perbedaan Kadar IL-6 Plasma Awal dan 4 Minggu Pemberian

    Astaxanthin dan Plasebo pada Pasien NPDR Ringan........................... 49

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    17/105

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    2.1 Anatomi Retina .................................................................................... 9

    2.2 Patogenesis NPDR .......... ………......................................................... 152.3 NPDR Ringan ...................................................................................... 16

    2.4 Interleukin-6 dalam Inflamasi………………………………………. 192.5 Mekanisme Stress Oksidatif pada DR ……………………………….. 232.6 Struktur Kimia Astaxanthin ………………………………………….. 253.1 Bagan Konsep Penelitian ...................................................................... 31

    4.1 Rancangan Penelitian ............................................................................ 32

    4.2 Skema Hubungan Antar Variabel ........................................................ 36

    4.3 Skema Alur Penelitian ………………………………………………. 445.1 Profil Penelitian …………………………………………………..….. 46

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    18/105

    DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

    ADA = American Diabetes AssociationAGE = Advanced Glication End Product

    Cat = Katalase

    DCCT = Diabetes Control and Complication Trial

    DM = Diabetes Mellitus

    DME = Diabetic Macular Edema

    DNA = Deoxyribosa Nucleic Acid

    DR = Diabetic Retinopathy

    GPx = Glutation Peroxidase

    H2O2 = Hidrogen Peroksida

    HBA1C = Haemoglobin Adult 1c

    HRP = Horse Radish Peroxidase

    IDF = International Diabetes Federation

    ILM = Interna Limitans Membran

    IL-6 = Interleukin 6

    IL-1 α = Interleukin 1 α IMT = Indeks Massa Tubuh

    JNC = Joint National Committee

    K = Kontrol dengan pemberian plasebo per hari selama 4 minggu.

    NF-k β = Nuclear Factor kappa- β NPDR = Non Proliferative Diabetic Retinopathy

    O0 dan O 1 = Pengamatan kadar IL-6 sebelum perlakuan

    O2 dan O 3 = Pengamatan kadar IL-6 setelah perlakuan

    O2- = Superoksida

    OH - = Hidroksil

    PDR = Proliferative Diabetic Retinopathy

    P = Populasi

    P1 = Perlakuan dengan pemberian 8 mg astaxanthin per hari selama 4 minggu

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    19/105

    RA = Random Alokasi

    RAGE = Receptor Advanced Glication End

    Riskesdas = Riset Kesehatan Dasar

    ROS = Reactive Oxygen Species

    RPE = Retina Pigment Epitelium

    RS = Random Sampling

    S = Sampel

    SIL-6R = Soluble IL-6 Receptors

    SOD = Super Oxide Dismutase

    SPSS = Stastical Package for The Social Sciences

    TMB = Tetra Methyl Benzidine

    TNF- α = Tumor Necrosing Factor- α UKPDS = United Kingdom Prospective Diabetes Study

    VEGF = Vascular Endothelial Growth Factor

    WESDR = Wisconsin Epidemiologic Study of Diabetic Retinopathy

    WHO = World Health Organization

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    20/105

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Kelaikan Etik …………………............................. 73Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian ………………….................... 74Lampiran 3 Penjelasan Penelitian ……………........................... 75Lampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ................. 78

    Lampiran 5 Kuisioner Penelitian ............................................... 79

    Lampiran 6 Tabel Induk penelitian ........................................... 81

    ampiran 7 Kadar IL- 6 kelompok plasebo…………………. 82Lampiran 8 Kadar IL- 6 kelompok astaxanthin…..…………….83Lampiran 9 Out Put SPSS........................................................... 84

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    21/105

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kebutaan merupakan masalah kesehatan yang serius di berbagai belahan dunia hingga kini.

    Kebutaan adalah suatu keadaan tidak mampu melihat karena terjadinya kerusakan pada organ

    mata sehingga mengakibatkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari . Kebutaan dapat disebabkan

    oleh berbagai macam penyakit diantaranya Diabetic Retinopathy (DR). DR di negara

    berkembang seperti Indonesia menjadi penyebab kebutaan yang paling sering setelah katarak(Frank, 2004).

    Diabetic Retinopathy (DR) adalah salah satu komplikasi dari penyakit Diabetes Mellitus

    (DM) berupa kelainan retina akibat gangguan mikrovaskular yang disebabkan oleh hiperglikemia

    dalam waktu lama. DR sering terjadi pada penderita DM usia 20-74 tahun dan hampir semua

    pasien diabetes tipe I dan >60% pasien diabetes tipe II menderita retinopati (Banday dkk, 2010;

    American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a).

    Angka kebutaan karena DR di dunia diperkirakan semakin meningkat seiring dengan

    lamanya menderita DM. Jumlah penderita DM diseluruh dunia saat ini lebih dari 170 juta dan

    diperkirakan akan mencapai 366 juta penderita pada tahun 2030 (Kowluru dan Chan, 2007). Di

    Amerika Serikat terdapat 16 juta penderita DM dan setiap tahunnya ditemukan 8000 kasus

    kebutaan baru yang disebabkan oleh DR (Bhavsar, 2009). World Health Organization (WHO)

    melaporkan pada tahun 2000 terdapat 8,4 juta penderita DM di Indonesia dan diperkirakan tahun

    2030 meningkat menjadi 21,3 juta jiwa. Hasil survey Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

    2007 diperoleh prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia diatas 15 tahun berkisar

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    22/105

    15,7%. Hasil studi epidemiologi di Bali oleh Divisi Endokrin Metabolik FK Unud tahun 2005-

    2010 diperoleh prevalensi DM 5,9% (Dwipayana, 2013). Diperkirakan angka ini akan menjadi

    lebih tinggi, karena terjadi peningkatan pola hidup yang beresiko untuk menderita DM (Iskandar

    dan Kartasasmita, 2013).

    Diabetic Retinopathy (DR) merupakan komplikasi mikrovaskular di retina yang paling

    banyak ditemukan akibat penyakit DM (Frank, 2004). Berdasarkan stadiumnya, DR

    diklasifikasikan menjadi stadium Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) dan

    Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR). Stadium NPDR diklasifikasikan menjadi stadium

    ringan, sedang dan berat (Chibber dkk, 2007; American Academy of Ophthalmology and Staff,2011-2012a).

    Mekanisme terjadinya DR belum dapat dijelaskan secara pasti. Beberapa teori

    menyebutkan, terpaparnya hiperglikemia dalam waktu lama dapat menginduksi perubahan faktor

    biochemical , hemodynamic , dan endocrine yang memicu terjadinya reaksi inflamasi dan stres

    oksidatif, menyebabkan gangguan pembuluh darah kapiler retina berupa hilangnya perisit,

    proliferasi sel endotel dan penebalan membran basement yang mengakibatkan oklusi dan leakage

    dari pembuluh darah retina (Chibber dkk, 2007; Gupta dkk, 2007). Phenomena imun dan reaksi

    inflamasi kronis diduga berpengaruh terhadap patogenesis dan progresivitas DR (Doganay dkk,

    2002).

    Beberapa studi saat ini difokuskan pada peranan sitokin Interleukin-6 (IL-6) dalam

    perkembangan DR. Hal ini diasumsikan bahwa hiperglikemia bisa menyebabkan aktivasi IL-6

    yang berperan dalam perkembangan dan progresivitas DR (Kojima dkk, 2001). Hiperglikemia

    menyebabkan peningkatan sintesis macrophage’s Receptor for Advanced Glication End Product

    (RAGE) dan melalui induksi faktor transkripsional proinflamasi yaitu Nuclear Factor kappa-

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    23/105

    β (NF-k β) terjadi peningkatan petanda sitokin proinflamasi seperti IL-6 ( Swenarchuk dkk,

    2008). Sitokin ini dapat memediasi sintesis protein fase akut yang dapat menginisiasi dan

    mendukung proses inflamasi pada dinding pembuluh darah (Hu dkk, 2004). Interleukin-6 (IL-6)

    merupakan salah satu sitokin proinflamasi yang digunakan sebagai inflammatory marker untuk

    menilai progresivitas DR (Doganay dkk, 2002; Lee dkk, 2008).

    Hiperglikemia dapat memicu suatu stres oksidatif yaitu tidak seimbangnya antara radikal

    bebas dengan antioksidan di dalam tubuh. Terdapat beberapa jalur yang menghubungkan stress

    oksidatif dengan keadaan hiperglikemia sehingga mengakibatkan DR (Kowluru dan Chan,

    2007). Hiperglikemia tidak hanya membentuk Reactive Oxygen Species (ROS) tetapi jugamelemahkan mekanisme antioksidan endogen melalui glikasi dari enzim-enzim pengurai dan

    pengurangan antioksidan molekul rendah, contohnya glutation. Kekacauan pengaturan reseptor

    selama stress oksidatif mengaktivasi mikroglia memproduksi sitokin proinflamasi untuk

    mendapatkan bentuk yang teraktivasi (Liou, 2010). Proses-proses ini mempercepat kematian sel

    retina dan meningkatkan permeabilitas vaskuler serta sumbatan yang akan mengakibatkan DR

    (Banday dkk, 2010). Pemberian terapi antioksidan dapat menjadi salah satu pilihan pada

    pencegahan penyakit mikrovaskular dan makrovaskular pada penderita DM (Pennathur dan

    Heinecke, 2004). Antioksidan dianggap mempunyai efek yang potensial karena bekerja pada dua

    level yang berbeda yaitu dengan menghambat terbentuknya ROS dan meningkatkan pertahanan

    antioksidan melalui peran beberapa enzym (Kowluru dan Chan, 2007).

    Penderita NPDR ringan sampai saat ini belum banyak diberikan intervensi pengobatan.

    Penderita NPDR ringan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan rutin setiap 9 bulan untuk

    menilai progresifitasnya dan kontrol gula darah yang teratur (American Academy of

    Ophthalmology and Staff, 2011-2012a). Beberapa peneliti melakukan penelitian pada hewan

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    24/105

    coba mengenai pemberian antioksidan dan penelitian lainnya dilakukan pada beberapa relawan

    mengenai efektifitas antioksidan dalam mencegah progresifitas DR. Belum ada suatu ketentuan

    yang menganjurkan apakah antioksidan tertentu harus diberikan dengan dosis pasti sehingga

    penanganan penderita NPDR stadium ringan dapat maksimal yang akhirnya mencegah

    progresifitasnya ke stadium sedang dan berat (Kowluru dkk, 2008).

    Astaxanthin (3,3’-dihydroxy- β,β -carotene- 4,4’ -dione) adalah antioksidan yang popular

    saat ini. Astaxanthin merupakan pigmen karotenoid utama dan dapat ditemukan pada hewan

    yang hidup di air seperti salmon, udang dan lobster (Guerin dkk, 2003). Selain itu astaxanthin

    juga dapat ditemukan pada mikroalga seperti Haematococcus Pluvialis. Astaxanthin memilikiaktivitas antioksidan 10 kali lipat lebih tinggi dari beta karoten dan 1000 kali lipat lebih efektif

    dari vitamin E (Suseela dan Toppo, 2006; Santocono dkk, 2007). Astaxanthin tidak pernah

    menjadi prooksidan yang dapat menyebabkan oksidasi di dalam tubuh (Denise dan Thomas,

    2002). Astaxanthin juga memiliki efek anti inflamasi dan anti oksidatif dengan menghambat

    produksi ROS dan sitokin serta melalui inhibisi f osporilasi faktor transkripsional proinflamasi

    yaitu NF-k β yang mengakibatkan pr oduksi IL-6 menurun (Kim, 2010; Swanson, 2012).

    Diabetic Retinopathy (DR) merupakan suatu ”low-grade chronic inflammatory

    condition” (Khalfaoui dkk, 2008). Jumlah penduduk yang mempunyai faktor risiko untuk

    menderita gangguan penglihatan dan kebutaan karena DM diperkirakan akan meningkat dua kali

    lipat 30 tahun yang akan datang. Penting sekali untuk mengembangkan cara untuk

    mengidentifikasi, pencegahan, dan pengobatan retinopati pada stadium awal daripada menunggu

    sampai munculnya gangguan pada penglihatan. Astaxanthin sebagai antioksidan dan

    antiinflamasi dapat sebagai pilihan terapi NPDR, tetapi belum ada suatu ketentuan mengenai

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    25/105

    pemberiannya dan dosisnya. Dari latar belakang tersebut diatas dapat di buat rumusan masalah

    sebagai berikut.

    1.2 Rumusan Masalah

    Apakah pemberian astaxanthin 8 mg dapat menurunkan kadar IL-6 pada penderita NPDR

    ringan?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Untuk mengetahui pemberian astaxanthin 8 mg dapat menurunkan kadar IL-6 pada penderita NPDR ringan.

    1.3 Manfaat Penelitian

    1.4.1 Manfaat Teoritis

    1. Dapat diketahui hubungan antara sitokin proinflamasi IL-6 pada penderita DM terhadap

    perkembangan terjadinya NPDR ringan.

    2. Dapat memberikan solusi penanganan yang optimal pada penderita NPDR ringan.

    1.4.2 Manfaat Praktis

    1. Memberikan informasi mengenai pilihan antioksidan yang dapat membantu menangani

    pasien NPDR stadium ringan sehingga dapat mencegah perkembangan menjadi stadium

    lanjut.

    2. Memberikan informasi pilihan dosis antioksidan yang dapat diberikan untuk penderita

    NPDR ringan, sehingga dapat menjadi prosedur standar.

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    26/105

    3. Penanganan penderita NPDR ringan lebih optimal, tidak hanya evaluasi rutin setiap 9

    bulan saja.

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Anatomi, Fisiologi Retina dan Retina Pigment Epitelium

    2.1.1 Struktur Anatomi Retina

    Retina merupakan lapisan sel yang menyelubungi bagian dalam bola mata, strukturnya sangat

    tipis, halus dan berupa membran transparan. Terbagi menjadi dua bagian yaitu lapisan

    neurosensoris dan lapisan Retina Pigment Epitelium (RPE). Di bagian anterior lapisan RPE

    berubah menjadi lapisan epitel berpigmen badan siliar dan iris, sedangkan lapisan neurosensoris

    berubah menjadi lapisan tak berpigmen badan siliar dan iris. Retina secara histologis terdiri dari

    sepuluh lapisan yaitu RPE, lapisan sel batang dan kerucut, membran limitans eksterna, lapisan

    inti luar, lapisan pleksiform luar, lapisan inti dalam, lapisan pleksiform dalam, lapisan sel

    ganglion, lapisan serabut saraf, dan membran limitans interna (Forrester dkk, 2002; American

    Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a). Selain itu retina banyak mengandung asam

    lemak tak jenuh dan terjadi penyerapan oksigen serta oksidasi glukosa tertinggi dibandingkan

    dengan jaringan lain di tubuh sehingga retina lebih rentan terhadap stres oksidatif (Banday dkk,

    2010).

    Vaskularisasi retina ditunjang oleh dua sumber pendarahan yaitu pembuluh koriokapilaris

    dari koroid yang memperdarahi bagian luar retina, serta percabangan pembuluh arteri-vena retina

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    27/105

    sentralis yang memperdarahi bagian dalam retina. Saat menembus lamina kribrosa ketebalan

    dinding pembuluh darah akan berkurang separuhnya, sehingga secara struktural pembuluh darah

    intraokular ini adalah pembuluh darah arteriola. Arteriola dan venula besar terdapat di lapisan

    serabut saraf dan lapisan sel ganglion. Perjalanan venula selalu menyertai arteriola dan beberapa

    kali akan saling bersilangan. Pembuluh darah retina merupakan end-vessel yang tidak

    beranastomosis, mempunyai sel endotel dengan tight junction sehingga membentuk inner-blood-

    retinal barier yang sifatnya impermeable (American Academy of Ophthalmology and Staff,

    2011-2012a).

    2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Retina Pigment Epitelium

    Retina Pigment Epitelium (RPE) merupakan lapisan sel berbentuk kuboid bila dilihat

    pada potongan melintang yang terletak antara membran bruch dan retina. Sel kuboid tersebut

    lebih padat dan lebih tinggi pada daerah makula daripada di perifer. Di fovea kepadatan sel RPE

    mencapai 5000 sel/mm 2dengan ukuran kecil (10-14 mikron) sedangkan di daerah retina perifer

    berkisar 2000 sel/mm 2 dengan ukuran yang lebih besar (60 mikron) dan lebih datar (Marmor,

    2003). Sel RPE memiliki konfigurasi apeks dan basal. Pada sisi apeks berhadapan langsung

    dengan sel fotoreseptor dan sisi basal berhubungan dengan membran bruch yang mengandung

    nukleus dan mitokondria. Setiap sel RPE berhubungan di bagian lateral melalui ikatan erat dan

    tersusun rapat dengan adanya intercellular junctional complexes disebut zonula occludentes dan

    zonula adherens yang berperan sebagai outer blood retinal barrier (Sharma dan Ehinger, 2003;

    American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012b).

    Sel RPE memiliki beberapa fungsi antara lain membantu proses fagositosis segmen luar

    fotoreseptor, metabolisme dan penyimpanan vitamin A, serta fungsi barrier dan transport untuk

    asam laktat, glukosa, asam amino dan asam askorbat (American Academy of Ophthalmology and

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    28/105

    Staff, 2011-2012b). Sel RPE juga memproduksi Interleukin-6 (IL-6) sebagai respon terhadap

    suatu reaksi inflamasi sehingga sel ini dianggap mempunyai peran penting dalam terjadinya

    reaksi inflamasi di retina pada DR (Kauffmann dkk, 1994).

    Gambar 2.1 Anatomi retina

    (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b)

    2.2 Di abetic Retin opathy

    2.2.1 Definisi dan Epidemiologi

    Diabetic Retinopathy (DR) merupakan salah satu komplikasi akibat penyakit Diabetes

    Mellitus (DM) yang dihubungkan dengan phenomen imun dan reaksi inflamasi sehingga

    dikatakan suatu ”low- grade chronic inflammatory condition” (Doganay dkk, 2002; Khalfaoui

    dkk, 2008).

    Jumlah penderita DM diseluruh dunia saat ini lebih dari 170 juta dan diperkirakan akan

    mencapai 366 juta penderita pada tahun 2030 (Kowluru dan Chan, 2007). Di Amerika Serikat

    terdapat 16 juta penderita DM dan setiap tahunnya ditemukan 8000 kasus kebutaan baru yang

    disebabkan oleh DR (Bhavsar, 2009). Indonesia oleh International Diabetes Federation (IDF)

    menempati urutan ke sembilan di dunia dengan jumlah penderita DM 7,0 juta dan akan

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    29/105

    meningkat menjadi urutan ke enam pada tahun 2030 dengan penderita DM sebanyak 120 juta

    jiwa. World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2000 terdapat 8,4 juta

    penderita DM di Indonesia dan diperkirakan tahun 2030 meningkat menjadi 21,3 juta jiwa.

    Hasil survey Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diperoleh prevalensi DM di daerah

    urban Indonesia untuk usia diatas 15 tahun berkisar 15,7%. Hasil studi epidemiologi di Bali oleh

    Divisi Endokrin Metabolik FK Unud tahun 2005-2010 diperoleh prevalensi DM 5,9%

    (Dwipayana, 2013). Peningkatan angka kejadian DM terpicu dengan meningkatnya faktor risiko

    seperti kurangnya aktifitas fisik, kurang mengkonsumsi makanan berserat tinggi, merokok,

    kelebihan kolesterol, kegemukan atau obesitas. Diperkirakan angka ini akan lebih tinggi, karenaterjadi peningkatan pola hidup yang berisiko untuk menderita DM (Iskandar dan Kartasasmita,

    2013).

    2.2.2 Patogenesis

    Patogenesis terjadinya DR belum sepenuhnya dimengerti. Beberapa teori menyebutkan,

    terpaparnya hiperglikemia dalam waktu lama dapat menginduksi perubahan faktor biochemical ,

    hemodynamic , dan endocrine yang memicu terjadinya reaksi inflamasi dan stres oksidatif,

    menyebabkan gangguan pembuluh darah kapiler retina berupa hilangnya perisit, proliferasi sel

    endotel dan penebalan membran basement yang mengakibatkan oklusi dan leakage dari

    pembuluh darah retina (Chibber dkk, 2007; Gupta dkk, 2007). Phenomena imun dan reaksi

    inflamasi kronis diduga berpengaruh terhadap patogenesis dan progresivitas DR (Doganay dkk,

    2002; Meleth dkk, 2005).

    2.2.3 Klasifikasi dan Faktor Risiko

    Diabetic Retinopathy (DR) diklasifikasikan menjadi stadium awal atau Non Proliferative

    Diabetic Retinopathy (NPDR) dan stadium lanjut atau Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR).

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    30/105

    NPDR diklasifikasikan menjadi stadium ringan, sedang dan berat, sedangkan PDR

    diklasifikasikan menjadi stadium awal, risiko tinggi dan lanjut (Chibber dkk, 2007; American

    Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a).

    Pemeriksaan fundus pada pasien NPDR ditemukan gambaran microaneurysms ,

    perdarahan intraretina berupa dot dan blot , hard exudates,vena beading, infark pada nerve fiber

    layer dan area nonperfusi. Pada pasien PDR ditemui adanya suatu proliferasi jaringan

    fibrovaskuler yang melewati lapisan internal limiting membrane (ILM) pada retina (Banday dkk,

    2010; American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a).

    Beberapa faktor yang berpengaruh dalam kejadian DR adalah lamanya seseorangmenderita DM, kontrol kadar gula darah, hipertensi, dan obesitas. Satu penelitian melaporkan

    bahwa kadar gula dan tekanan darah yang terkontrol menurunkan risiko terjadinya DR (Varma

    dkk, 2007).

    Lamanya menderita DM berhubungan dengan peningkatan prevalensi DR. Pada pasien

    DM tipe I 25-50% menunjukkan tanda DR dalam 10 tahun, meningkat menjadi 75-95% dalam

    15 tahun dan hampir 100% dalam jangka waktu 30 tahun. Pasien DM tipe II 23% menunjukkan

    tanda NPDR setelah 11-13 tahun, 41% setelah 14-16 tahun, dan 60% setelah 16 tahun di

    diagnosa DM (Bhavsar, 2009). Sedangkan menurut Wisconsin Epidemiologic Study of Diabetic

    Retinopathy (WESDR) 99% pasien DM tipe I dan 60% pasien DM tipe II akan mengalami DR

    dalam jangka waktu 20 tahun (American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a).

    Kadar gula darah yang tidak terkontrol menyebabkan seseorang lebih cepat mengalami DR

    (American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a). Suatu studi oleh Diabetes

    Control and Complication Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study

    (UKPDS) menunjukkan bahwa kadar gula darah yang terkontrol akan menurunkan risiko dan

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    31/105

    progresifitas DR (Pennathur dan Heinecke, 2004; Bhavsar, 2009). DCCT juga menyatakan

    pengendalian gula darah secara intensif akan mengurangi progresifitas DR ke arah severe NPDR,

    PDR dan insiden edema makula (American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a).

    Pemeriksaan laboratorium yang penting pada pasien DM dan merupakan indikator yang

    digunakan dalam pengontrolan kadar gula darah adalah Haemoglobin Adult 1c (HbA1c) (Leslie

    dan Cohen, 2009). HbA1c atau A1c adalah HbA1 yang terikat secara spesifik dengan glukosa

    pada N-terminal valin dari rantai beta membentuk pre-HbA1c yang tidak stabil ( basa schiff ) dan

    selanjutnya melal ui penyusunan kembali dengan reaksi ‘Amadori’ membentuk

    (ketoamin) yang stabil. Pada tes HbA1c dapat diperoleh informasi rata-rata kadar glukosa darahselama 40-60 hari terakhir, sesuai dengan waktu paruh eritrosit dan untuk mengetahui kualitas

    pengendalian glukosa darah pada pasien DM dalam kurun waktu tersebut, sehingga tes HbA1C

    digunakan sebagai monitoring penatalaksanaan DM, namun kadar HbA1C tidak memiliki

    korelasi dengan derajat keparahan DR seseorang (Hardjoeno, 2003; Dwipayana dkk, 2010).

    Penelitian retrospektif oleh Maa dan Sullivan (2007) terhadap 607 pasien menunjukkan bahwa

    kadar HbA1C seseorang tidak mencerminkan keadaan DR pasien tersebut namun reduksi 1 unit

    (8%-7%) HbA1C akan menurunkan risiko DR 30% (Kowluru dan Chan, 2007). Penelitian oleh

    American Diabetes Association (ADA) kadar HbA1C kurang dari 7% diduga dapat mengurangi

    terjadinya progesifitas DR (Bhavsar, 2009).

    Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang berperan dalam kejadian DR.

    Hipertensi menyebabkan terjadinya dilatasi pada arteri besar 15% dan arteri kecil seperti retina

    45% (Suzuma dkk, 2001). Hipertensi yang kronis pada penderita DM menyebabkan gangguan

    sirkulasi mikrovaskular sehingga terjadi gangguan perfusi nutrisi dan oksigen dijaringan

    termasuk retina yang mengakibatkan DR (Levy dkk, 2008). Beberapa kepustakaan lainnya

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    32/105

    menyebutkan hipertensi menginduksi pelepasan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)

    yang diduga terlibat dalam progresivitas DR. Peningkatan VEGF mengakibatkan penebalan

    membran basal mikrovaskular retina, peningkatan permeabilitas vaskular dan pembentukan

    pembuluh darah baru (Suzuma dkk, 2001). UKPDS melaporkan bahwa hipertensi yang

    terkontrol dapat menurunkan risiko progresivitas retinopati sampai 34% (American Academy of

    Ophthalmology and Staff, 2011-2012a).

    Obesitas merupakan faktor risiko lainnya yang mempunyai peran penting dalam DR.

    Obesitas ditentukan dari nilai IMT (Indeks Massa Tubuh), diperoleh dengan suatu pengukuran

    yang membandingkan antara berat badan (kg) dan tinggi badan (m2

    ). Beberapa penelitianmenyebutkan terdapat hubungan antara obesitas dengan keadaan retinopati. Pada keadaaan

    obesitas terjadi gangguan keseimbangan adipositokin yang dilepaskan. Sel adiposit berusaha

    mempertahankan keseimbangan energi dengan melepaskan beberapa sitokin salah satunya

    Interleukin-6 (IL-6). Peningkatan IL-6 ditubuh mengakibatkan kerusakan/disfungsi pada endotel

    termasuk pembuluh darah retina yang akhirnya mengakibatkan DR (Van Leiden dkk, 2002).

    2.3 Non Prol if erative Di abetic Retin opathy Ringan

    2.3.1 Definisi

    Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) ringan adalah suatu keadaan awal yang

    terjadi diretina berupa microaneurysms karena adanya dilatasi pembuluh darah retina pada

    penderita DM (Bhavsar, 2009; American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a).

    2.3.2 Patogenesis

    Patogenesis terjadinya NPDR ringan diduga karena pada keadaan hiperglikemia yang

    lama menginduksi perubahan faktor biochemical yaitu meningkatnya glikasi non-enzymatic ,

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    33/105

    meningkatnya polyol pathway , teraktivasinya protein kinase C dan meningkatnya hexosamine

    pathway sehingga memicu terbentuknya radikal bebas. Perubahan faktor hemodynamic, berupa

    terganggunya aliran darah karena vasodilatasi dan hypercoaguable state yaitu disfungsi platelet,

    sel darah merah dan leukosit sehingga terjadi peningkatan adesi leukosit ke dinding endotel

    diikuti dengan keadaan leukostasis yang akhirnya memicu inflamasi kronis. Perubahan faktor

    lainnya yaitu endocrine faktor berupa ketidak seimbangan antara pro-angiogenic / positive

    regulator dengan anti-angiogenic /negativeregulator (Chibber dkk, 2007; Gupta dkk, 2007).

    Perubahan faktor-faktor tersebut menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler berupa

    hilangnya perisit pembuluh darah kapiler retina yang pada keadaan normal perbandingan selendotel dan perisit adalah 1:1. Diketahui perisit berfungsi mempertahankan integritas struktur

    dari pembuluh darah kapiler retina serta berperan dalam autoregulasi sel, sedangkan sel endotel

    berfungsi menjaga keutuhan blood retinal barrier . Hilangnya perisit pada DM menyebabkan

    perbandingan sel endotel dan perisit menjadi 4:1 sehingga daerah tersebut kehilangan tonus dan

    terjadi vasodilatasi, yang akhirnya memicu terbentuknya microaneurysms (Kowluru dan Chan,

    2007; Banday dkk, 2010).

    Gambar 2.2 Patogenesis NPDR

    (Chibber dkk, 2007)

    2.3.3 Diagnosis

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    34/105

    Diagnosis NPDR stadium ringan ditegakkan selain dari anamnesa ditemukan adanya

    riwayat DM, pada pemeriksaan slit-lamp bi omicroscopy dengan lensa condensing 78 atau

    dengan fundus fotograph ditemukan adanya microaneurysms satu kuadran pada daerah inner

    nuclear layer berupa gambaran titik kemerahan ( dot ) dengan batas tegas, ukuran kurang dari

    1/12 dari diameter optic disc , diameternya bervariasi 12-100 mikron, dan lokasi tersering pada

    posterior pole, area temporal dari fovea (Chibber dkk, 2007; Gupta dkk, 2007). Microaneurysms

    ini merupakan tanda klinis awal adanya suatu lesi retina pada penderita DM (American Academy

    of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a).

    Gambar 2.3 NPDR ringan(Chibber dkk, 2007)

    2.3.4 Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan NPDR ringan saat ini belum banyak diberikan intervensi pengobatan.

    Penderita NPDR ringan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan rutin setiap 9 bulan untuk

    menilai progresifitasnya dan yang terpenting pasien dengan NPDR ringan dikonsulkan ke

    endocrinologist untuk menilai kontrol terhadap gula darah (Gupta dkk, 2007).

    2.4 Interleukin-6

    2.4.1 Definisi

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    35/105

    Interleukin-6 (IL-6) adalah salah satu sitokin proinflamasi yang dihubungkan dengan

    resistensi insulin pada DM tipe II dan merupakan sitokin multifungsi karena mempunyai fungsi

    penting dalam respon imun, reaksi fase akut dan hematopoesis (Pradhan dkk, 2001; Funatsu dkk,

    2003; Baiomy dkk, 2004). Sitokin merupakan protein-protein kecil yang disekresikan oleh sel-

    sel tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal antara sel-sel lokal, dan memiliki

    efek pada sel-sel lain. Sitokin bekerja dengan mengikat reseptor-reseptor membran spesifik, yang

    kemudian membawa sinyal ke sel melalui second messenger (tirosin kinase), untuk mengubah

    aktivitasnya (ekspresi gen). Beberapa sifat umum pada sitokin seperti sekresinya singkat dan

    membatasi diri, selain itu aktivitas sitokin dapat lokal maupun sistemik, sitokin dapat bereaksidengan tempatnya diproduksi baik dalam sel yang memproduksinya (autocrine action) maupun

    pada sel yang letaknya berdekatan (paracrine action). Bila diproduksi dalam jumlah banyak

    sitokin dapat masuk ke sirkulasi dan bekerja secara sistemik. Sitokin mempunyai nama yang lain

    diantaranya limfokin (sitokin yang dihasilkan limfosit), monokin (sitokin yang dihasilkan

    monosit), kemokin (sitokin dengan aktivitas kemotaktik) dan interleukin (sitokin yang dihasilkan

    oleh satu leukosit dan beraksi pada leukosit lainnya (Abbas dan Lichtman, 2005).

    2.4.2 Hubungan Interleukin-6 dengan DR

    Interleukin-6 (IL-6) dikenal sebagai hepatocyte stimulating factor dan plasmocytoma

    growth factor (Abbas dan Lichtman, 2005). IL-6 dibentuk oleh banyak macam sel dan

    berpengaruh pada banyak jenis sel sasaran (Pradhan dkk, 2001). Adanya peningkatan produksi

    IL-6 dihubungkan dengan penyakit autouimun, inflamasi kronis dan keganasan (Kauffmann dkk,

    1994). IL-6 dapat disintesa oleh bermacam sel seperti makrofag, fibroblast, sel epidermal. Pada

    organ mata IL-6 dapat ditemukan di sel RPE, sel epitel kornea, iris dan badan siliar serta dapat

    disintesa di sel endotel pada kapiler retina (Baiomy dkk, 2004). Teraktivasinya IL-6 secara

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    36/105

    skematis dapat dilihat pada gambar 2.4. An Advanced Glication End Product (AGE) pathway

    merupakan salah satu jalur yang aktif pada hiperglikemia dan mempunyai efek sebagai

    proinflamasi dan prooksidan (Negrean dkk, 2007). AGE dapat berinteraksi dengan reseptor

    spesifik yaitu Receptor for Advanced Glication End Product (RAGE) dengan cara meningkatkan

    sintesisnya, selanjutnya RAGE meng induksi faktor transkripsional proinflamasi yaitu Nuclear

    Factor kappa- β (NF-k β) untuk mempr oduksi sitokin proinflamasi seperti IL-6, Tumor

    Necrosing Factor- (TNF- ) dan Interleukin 1- (IL-1 ) (Swenarchuk dkk, 2008). Sitokin ini

    dapat memediasi sintesis protein fase akut yang dapat menginisiasi dan mendukung proses

    inflamasi pada dinding pembuluh darah (Hu dkk, 2004). Loukovaara dkk (2004) dan Pradhan

    dkk (2001) menyatakan hiperglikemia dapat memicu inflamasi melalui peningkatan stress

    oksidatif dan induksi faktor transkripsional proinflamasi yaitu NF-k β. Shimizu dkk (2002)

    melaporkan IL-6 merupakan salah satu sitokin pro inflamasi yang meningkat jumlahnya pada

    DR dan dapat dipakai sebagai indikator dalam menentukan stadium DR serta memprediksi

    Diabetic Macular Edema (DME). Kadar IL-6 plasma normal adalah 1,01-1,96 pg/mL namun

    pada penderita NPDR berkisar antara 1,20-4,92 pg/mL dan pada penderita PDR adalah 2,66-

    19,72 pg/mL (Mostafa dkk, 2005). Doganay dkk (2002) menduga adanya peningkatan AGE pada

    progresivitas DR menyebabkan terjadinya peningkatan produksi IL-6 oleh sel muller retina.

    Interleukin-6 (IL-6) juga diproduksi oleh sel RPE dan Soluble IL-6 Receptors (SIL-6R) yang

    menyebabkan proliferasi pada sel RPE (Baiomy dkk, 2004). Beberapa peneliti menyatakan

    adanya hubungan antara inflammatory marker dan adesi sel molekul dengan stadium DR,sehingga IL-6 merupakan salah satu sitokin proinflamasi yang dipakai sebagai inflammatory

    marker untuk menilai progresivitas DR (Hartnett dkk, 2000; Doganay dkk, 2002; Lee dkk,

    2008).

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    37/105

    Gambar 2.4 Interleukin-6 dalam Inflamasi

    (Negrean, 2006)

    2.5 Stres Oksidatif

    2.5.1 Definisi

    Stres oksidatif adalah suatu keadaan di dalam tubuh berupa meningkatnya jumlah radikal

    bebas melebihi kapasitas kemampuan netralisasi antioksidan sehingga mengakibatkan ketidak

    seimbangan jumlah radikal bebas dengan antioksidan di dalam tubuh (Atalay dan Laaksonen,

    2002). Pada kondisi fisiologis, antioksidan sebagai sistem pertahanan dalam tubuh dapat

    melindungi sel dan jaringan melawan radikal bebas yang terbentuk. Tubuh membentuk radikal

    bebas secara terus menerus baik melalui proses metabolisme sel normal, maupun respon

    terhadap pengaruh dari luar tubuh dan meningkatnya usia seseorang juga menyebabkan

    peningkatan pembentukan radikal bebas di dalam tubuh (William, 2006; Winarsi, 2007).

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    38/105

    2.5.2 Radikal bebas dan ROS

    Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan

    pada bagian terluar orbitnya, sehingga menjadi komponen yang tidak stabil dan menjadi sangat

    reaktif (American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012b). Radikal bebas memiliki

    dua sifat yaitu reaktivitas tinggi karena kecenderungannya menarik elektron dan dapat mengubah

    suatu molekul menjadi suatu radikal bebas karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron

    pada molekul lain. Pembentukan radikal bebas dapat berasal dari dalam maupun luar tubuh.

    Proses inflamasi dan iskemia merupakan salah satu pembentukan radikal bebas didalam tubuh

    melalui proses non-enzimatik karena terjadi reaksi oksigen dengan senyawa organik melaluicara ionisasi dan radiasi (Pham-Huydkk, 2008).

    Reactive Oksigen S pecies (ROS) adalah radikal bebas yang terdiri dari oksigen. Oksigen

    mengandung radikal bebas seperti radikal hydroxyl, radikal superoxide anion , radikal hydrogen

    peroxide , oxygen tunggal, radikal nitric oxide dan peroxynitrite merupakan spesies reaktif tinggi

    pada nukleus dan membran sel merusak secara biologi seperti DeoxyRiboNucleicacid (DNA),

    protein, karbohidrat dan lemak (Pham-Huy dkk, 2008). Terdapat tiga tipe utama ROS, yaitu

    radikal superoksida (O 2•-) terbentuk bila terjadi kehilangan elektron saat proses rantai transport

    elektron, hidrogen peroksida (H 2O2) dihasilkan saat terjadinya dismutasi superoksida dan

    hidroksil (OH •) yang bersifat sangat reaktif bereaksi dengan purin dan pirimidin menyebabkan

    penghancuran strand dan berakhir dengan kerusakan DNA (Jakus, 2000; Winarsi, 2007).

    2.5.3 Stres Oksidatif pada DR

    Stress oksidatif dan inflamasi kronis pada pasien DM mempunyai peran penting dalam

    progresivitas DR (Banday dkk, 2010). Terdapat beberapa jalur yang menghubungkan stress

    oksidatif dengan keadaan hiperglikemia sehingga mengakibatkan DR. Mekanisme stress

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    39/105

    oksidatif pada retinopati dapat dilihat pada gambar 2.4. Hiperglikemia tidak hanya membentuk

    ROS tetapi juga melemahkan mekanisme antioksidan endogen melalui glikasi dari enzim-enzim

    pengurai dan pengurangan antioksidan molekul rendah, contohnya glutation. Pergeseran pada

    keseimbangan redoks akibat penguraian metabolisme energi dari karbohidrat dan lemak juga

    berkontribusi terhadap terjadinya stress oksidatif pada individu dengan diabetes (Kowluru dan

    Chan, 2007; Banday dkk, 2010). Kekacauan pengaturan reseptor selama stress oksidatif

    mengaktivasi mikroglia memproduksi sitokin proinflamasi untuk mendapatkan bentuk yang

    teraktivasi (Liou, 2010).Terdapat suatu hipotesis yang menyatakan bahwa peristiwa awal yang

    menyebabkan terjadinya stress oksidatif pada hiperglikemia adalah meningkatnya pembentukanROS, yang terjadi pada tingkat mitokondria, sebagai konsekuensi meningkatnya metabolisme

    glukosa intraseluler (Pennathur dan Heinecke, 2004).

    Pada kondisi normal terdapat keseimbangan untuk pertahanan dan stimuli anti inflamasi

    pada fungsi retina sedangkan pada kondisi hiperglikemia sistem pertahanan antioksidan

    intraselular menurun, enzim-enzim yang bertanggung jawab dalam metabolisme sel berkurang

    sedangkan sitokin proinflamasi, kemokin dan respon selular meningkat. Proses-proses tersebut

    menyebabkan kerusakan pada tingkat makromolekul seperti DNA, lipid, protein dan karbohidrat,

    terjadi gangguan pada homeostasis selular dan generasi dari ROS. Hal ini akan mempercepat

    proses kematian sel retina, meningkatkan permeabilitas vaskuler serta sumbatan yang akan

    mengakibatkan DR (Banday dkk, 2010). Pemberian terapi antioksidan dapat menjadi salah satu

    pilihan pada pencegahan penyakit mikrovaskular dan makrovaskular pada penderita DM

    (Pennathur dan Heinecke, 2004). Antioksidan dianggap mempunyai efek yang potensial karena

    bekerja pada dua level yang berbeda yaitu dengan menghambat terbentuknya ROS dan

    meningkatkan pertahanan antioksidan melalui peran beberapa enzym (Kowluru dan Chan, 2007).

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    40/105

    Gambar 2.5 Mekanisme Stress Oksidatif pada DR( Kowluru dan Chan, 2007)

    2.6 Antioksidan

    2.6.1 Definisi

    Antioksidan adalah zat yang dapat menghambat atau memperlambat proses oksidasi.

    Dalam pengertian kimia, antioksidan adalah senyawa-senyawa pemberi elektron, tetapi dalam

    arti biologis antioksidan adalah semua senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan

    dengan cara mencegah terbentuknya oksidan yang berlebihan (Pangkahila, 2007). Keefektifan

    antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya oksidasinya dibanding dengan molekul yang lain.

    Semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif anti oksidan tersebut (Halliwell dan

    Gutteridge, 2007).

    2.6.2 Klasifikasi dan Mekanisme Kerja

    Antioksidan terdiri dari antioksidan internal dan antioksidan eksternal. Antioksidan

    internal disebut juga antioksidan primer, yaitu antioksidan yang diproduksi oleh tubuh sendiri.

    Secara alami tubuh mampu menghasilkan antioksidan sendiri namun dengan bertambahnya usia,

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    41/105

    kemampuan tubuh untuk memproduksi antioksidan alami akan semakin berkurang. Antioksidan

    internal bekerja dengan cara menangkal terbentuknya radikal bebas yaitu sebagai pemberi atom

    hydrogen seperti Super Oxide Dismutase (SOD), Glutation Peroxidase (GPx), Katalase (Cat).

    Antioksidan eksternal disebut juga antioksidan sekunder, yaitu antioksidan yang berasal dari

    makanan atau didapat dari luar tubuh. Tidak dihasilkan oleh tubuh tetapi berasal dari makanan

    seperti vitamin A, vitamin C, vitamin E, selenium, flavonoid dan lain-lain. Antioksidan eksternal

    bekerja dengan cara meredam atau menetralisir antioksidan yang sudah terbentuk melalui

    pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipid ke bentuk yang lebih stabil

    (Setiati, 2003; Winarsi, 2007).

    2.7 Astaxanthin

    2.7.1 Definisi

    Astaxanthin (3,3’-dihydroxy- β,β -carotene- 4,4’ -dione) merupakan suatu pigmen

    karotenoid alami yang memiliki aktivitas biologis sebagai antioksidan kuat dan dapat ditemukan

    secara luas di alam seperti pada hewan-hewan air yaitu salmon, udang dan lobster sehingga

    memberikan warna merah muda pada hewan tersebut karena terakumulasi astaxanthin (Østerlie

    dkk,2000; Guerin dkk, 2003; Hussein dkk, 2006). Astaxanthin juga ditemukan pada mikroalga

    yang hidup di perairan seluruh dunia, seperti Haematococcus Pluvialis yang merupakan satu –

    satunya alga hijau dengan kandungan astaxanthin 1000-3000 kali lipat astaxanthin yang

    diakumulasi pada daging ikan salmon (Suseela dan Toppo, 2006).

    2.7.2 Komposisi Kimia, Absorpsi, Metabolisme, Dosis dan Efek samping

    Astaxanthin terbentuk dari rantai 40-karbon poliene, yang menjadi tulang punggung

    molekulnya. Rantai ini diakhiri dengan kelompok siklik (cincin) yang dilengkapi dengan

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    42/105

    kelompok oksigen fungsional. Struktur karotenoid berbeda potensinya berdasarkan pigmen yang

    dimiliki dan gugus hidroksi yang dimiliki pada bagian terminalnya membuat astaxanthin sangat

    berbeda dibandingkan karotenoid lainnya (Higuera-Ciapara dkk, 2006).

    Gambar 2.6 Struktur Kimia Astaxanthin

    (Higuera-Ciapara dkk, 2006)

    Karotenoid diabsorpsi secara pasif pada sel mukosa usus yang disertai dengan

    pembentukan asam empedu pada lumen usus kecil dan setelah memasuki peradaran darah,

    karotenoid terdapat di berbagai jaringan tubuh seperti hati, lemak, pankreas, ginjal, paru adrenal,

    lien, jantung, tiroid, testis, ovarium, dan mata. Penyimpanan karotenoid terbesar terdapat di hati

    dan jaringan lemak (Østerlie dkk, 2000; Odeberg dkk, 2003).

    Seperti golongan karotenoid lainnya, astaxanthin memiliki sifat lipofilik dengan

    bioavailabilitas oral yang rendah (Zaripheh dan Erdman, 2002; Odeberg dkk, 2003). Suatu studi

    pada hewan coba diperoleh bahwa astaxanthin dapat melewati blood-retinal barrier selanjutnya

    akan tersimpan di retina (Guerin dkk, 2003). Penelitian pada manusia yang dilakukan oleh

    Osterlie dkk. (2000) menyatakan kadar maksimum astaxanthin tercapai dalam waktu 6 jam

    setelah mengkonsumsi astaxanthin oral, dengan masa paruh 21 jam.

    Penelitian pada manusia menggunakan astaxanthin oral dosis berbeda dari 4 mg/hari

    sampai dengan 100 mg/hari dengan durasi pemberian sehari sampai satu tahun. Dosis aman yang

    pernah dilaporkan yaitu penggunaan astaxanthin 40 mg/hari selama 8 minggu atau 4 mg/hari

    selama 1 tahun. Dosis astaxanthin yang direkomendasikan berbeda-beda pada tiap negara, seperti

    di Eropa 4 mg/hari, di Amerika 5 mg/hari, dan di Jepang 6 mg/hari (Fasset dan Coombes, 2011).

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    43/105

    Beberapa efek samping pemberian astaxanthin yang pernah dilaporkan berupa terjadinya

    peningkatan pigmentasi kulit, perubahan hormonal, penurunan libido, penurunan tekanan darah,

    penurunan kadar kalsium darah, pembesaran payudara pada laki-laki, namun hal ini tidak

    bermakna secara statistik. Belum pernah dilaporkan tentang adanya toksisitas pada pemberian

    astaxanthin pada beberapa studi klinis yang telah dilakukan (Fasset dan Coombes, 2011).

    2.7.3 Astaxanthin sebagai Antioksidan

    Astaxanthin melindungi tubuh dari kerusakan oksidatif melalui dua mekanisme yaitu

    menetralkan singlet oksigen dan peroksidasi lipid. Astaxanthin menunjukkan aktivitas kuat

    dalam mencerna radikal bebas dan memberikan perlindungan melawan peroksidasi lipid dankerusakan oksidasi oleh membran sel dan jaringan. Astaxanthin menetralkan singlet oksigen

    melalui mekanisme fisik, yaitu energi yang berlebihan dari singlet oksigen tersebut ditransfer ke

    struktur karotenoid yang kaya akan elektron dan mengubah energinya menjadi panas sehingga

    tidak terbentuk singlet oksigen lagi serta bereaksi dengan radikal lain untuk mencegah dan

    menghentikan reaksi rantai sehingga mampu melindungi komponen sel lain (lemak, protein,

    DNA) dari kerusakan oleh radikal bebas (Guerin dkk, 2003).

    Astaxanthin dikatakan lebih kuat dibandingkan antioksidan lainnya seperti beta karoten,

    lutein, likopen, dan vitamin E. Senyawa ini lebih efektif 1000 kali dibandingkan vitamin E dan

    10 kali lebih kuat dibandingkan beta karoten dalam mengikat singlet oksigen. Untuk

    menghambat peroksidasi lipid, astaxanthin bahkan lebih kuat dibandingkan vitamin E (Suseela

    dan Toppo, 2006).

    Ada beberapa jenis antioksidan yang pada keadaan tertentu dapat menjadi prooksidan

    sehingga memiliki efek negatif dengan menyebabkan oksidasi di dalam tubuh. Antioksidan dari

    golongan karotenoid yang dapat menjadi prooksidan yaitu β-karoten, lycopene dan zeaxanthin,

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    44/105

    bahkan antioksidan yang sudah sangat dikenal seperti vitamin C, vitamin E dan zinc dapat

    menjadi prooksidan, sedangkan astaxanthin tidak pernah menjadi prooksidan (Denise dan

    Thomas, 2002). Hal ini merupakan faktor penting lain yang membedakan astaxanthin dari

    antioksidan lain dan dikatakan bahwa astaxanthin memiliki kekuatan antioksidan yang luar biasa

    (Guerin dkk, 2003; Mc.Nulty dkk, 2006).

    2.7.4 Peranan Astaxanthin Terhadap Mata

    Astaxanthin memiliki efek antiinflamasi dan antioksidatif dengan menghambat produksi

    ROS dan sitokin seperti TNF- α dan IL-6, selain itu melalui inhibisi ph osporilasi faktor

    transkripsional proinflamasi yaitu NF-k β yang menyebabkan pr oduksi IL-6 menurun (Kim,2010; Swanson, 2012).

    Penelitian tentang manfaat astaxanthin dilakukan dalam 10 tahun terakhir sehingga

    banyak khasiat lain dari suplemen makanan ini yang belum diketahui. Penelitian dilakukan pada

    hewan coba, menunjukkan hasil positif dan beberapa penelitian kemudian ditingkatkan pada

    manusia. Penelitian-penelitian dilakukan pada tikus dengan diabetes tipe II, didapatkan bahwa

    astaxanthin mengurangi keparahan penyakit dengan memperlambat toksisitas glukosa dan

    melindungi sel β pancreas dari gangguan fungsi akibat kerusakan oksidatif (Kowluru dkk, 2008).

    Astaxanthin 0,05% pada tikus mereduksi sitokin inflamasi dan sirkulasi ROS, sedangkan

    astaxanthin 0,02% dengan gula darah yang terkontrol dapat mencegah terbentuknya ROS

    (Swanson, 2012). Penelitian Preuss dkk (2009) pemberian astaxanthin 25 mg/kg pada tikus

    menurunkan insulin resisten 13,5% (p

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    45/105

    dilakukan oleh Iwabayashi dkk (2009) menyatakan penggunaan astaxanthin 12 mg/hari selama 8

    minggu menurunkan kortisol 23 % (p

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    46/105

    membantu mencegah progresifitas DR. Di Indonesia ataupun di Bali belum pernah dilakukan

    penelitian mengenai pemberian astaxanthin pada penderita NPDR sehingga belum terdapat data

    kadar IL-6 pada penderita NPDR dengan pemberian astaxanthin dosis 8 mg.

    BAB III

    KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    3.1 Kerangka Berpikir

    Diabetic retinopathy (DR) dapat diakibatkan oleh paparan hiperglikemia dalam jangka

    waktu lama. Hal ini berakibat pada gangguan biokimia, hemodinamika, dan endokrin yang

    berujung pada kerusakan endotel retina. Progresifitas DR dipengaruhi oleh faktor internal dan

    eksternal. Faktor internal antara lain umur dan jenis kelamin sedangkan yang termasuk faktor

    eksternal adalah lama Diabetes mellitus (DM), penyakit sistemik kronis, merokok, obesitas,

    penggunaan obat antiinflamasi non steroid, penggunaan kortikosteroid (obat imunosupresan),

    penggunaan vitamin antioksidan, infeksi intraokular, kepatuhan minum obat penelitian.

    Beberapa studi saat ini difokuskan pada peranan sitokin Interleukin-6 (IL-6) dalam

    perkembangan DR, yang diasumsikan bahwa hiperglikemia bisa menyebabkan aktivasi IL-6.

    Stress oksidatif serta inflamasi kronis pada penderita DM mempunyai peran penting dalam

    progresivitas DR. Diduga terdapat hubungan antara inflamasi, disfungsi endotel dengan DR,

    sehingga IL-6 digunakan sebagai serum inflammatory marker untuk menilai progresivitas

    DR. Pemberian terapi antioksidan dapat menjadi salah satu pilihan pada pencegahan penyakit

    mikrovaskular dan makrovaskular pada penderita DM. Antioksidan dianggap mempunyai

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    47/105

    efek yang potensial karena bekerja pada dua level yang berbeda yaitu dengan menghambat

    terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS) dan meningkatkan pertahanan antioksidan

    melalui peran beberapa enzim.

    3.2 Konsep Penelitian

    : Variabel yang diukur

    : Variabel yang tidak diukur

    Gambar 3.1Bagan kerangka konsep penelitian

    3.3 Hipotesis Penelitian

    Pemberian astaxanthin 8 mg dapat menurunkan kadar IL-6 pada penderita NPDR ringan.

    DM tipeII

    Kadar IL-6Faktor internal:- Umur- Jenis kelamin

    Faktor eksternal :- Lama DM- Penyakit sistemikkronis- Merokok

    - Obesitas- Penggunaan obatantiinflamasi nonsteroid- Penggunaankortikosteroid (obatimunosupresan)- Penggunaanvitamin antioksidan- Infeksi intraokular- Kepatuhan minumobat penelitian

    Diabetic Retinopathy

    Astaxanthin

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    48/105

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis dengan perluasan Randomized, Double

    Blinded, Placebo-Control, Pre and Posttest Group Design (Poccok, 2008) untuk mengetahui

    penurunan kadar Interleukin-6 (IL-6) pada penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe II dengan Non

    Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) ringan antara kelompok yang tidak mendapat

    astaxanthin dengan kelompok yang mendapat astaxanthin 8 mg. Rancangan penelitian secara

    skematis digambarkan sebagai berikut:

    Gambar 4.1Rancangan Penelitian

    Keterangan:P = Populasi; S = Sampel; RA = Random Alokasi.O0 dan O 1 : pengamatan kadar IL-6 sebelum perlakuan.K : Kontrol dengan pemberian plasebo per hari selama 4 minggu.P1 : Perlakuan dengan pemberian 8 mg astaxanthin per hari selama 4 minggu.O2 dan O 3 : pengamatan kadar IL-6 setelah perlakuan

    O2

    O3P1

    K

    O1

    O0

    RAP S

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    49/105

    4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di Poliklinik Mata dan Poliklinik Ilmu Penyakit Dalam Divisi

    Endokrin Metabolik RSUP Sanglah Denpasar mulai Juli 2013 sampai dengan Desember 2013.

    4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

    4.3.1 Populasi Penelitian

    Populasi target penelitian ini adalah semua pasien DM tipe II dengan komplikasi NPDR.

    Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua pasien DM tipe II dengan komplikasi NPDR

    yang datang ke Poliklinik Mata dan Poliklinik Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrin MetabolikRSUP Sanglah Denpasar mulai Juli 2013 sampai dengan Desember 2013.

    4.3.2 Sampel Penelitian

    Sampel penelitian adalah semua pasien DM tipe II dengan komplikasi NPDR yang

    datang ke Poliklinik Mata dan Poliklinik Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrin Metabolik RSUP

    Sanglah Denpasar mulai Juli 2013 sampai dengan Desember 2013 yang memenuhi kriteria

    inklusi dan eksklusi.

    4.3.2.1 Kriteria inklusi

    a. Pasien DM tipe II dengan NPDR ringan pada satu mata atau kedua mata.

    b. Pasien berusia antara 40-75 tahun.

    c. Pasien bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent .

    4.3.2.2 Kriteria eksklusi

    a. Subjek sedang menderita penyakit sistemik yang kronis.

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    50/105

    b. Subjek sedang mendapat pengobatan antiinflamasi non steroid, kortikosteroid atau obat

    imunosupresan lainnya dalam satu bulan terakhir.

    c. Subjek sedang mengkonsumsi vitamin antioksidan (vitamin A dan E) dalam satu bulan

    terakhir.

    d. Subjek yang merokok dalam satu bulan terakhir.

    e. Subjek dengan infeksi dan atau inflamasi intraokular.

    f. Subjek dengan kelainan pada segmen anterior dan posterior mata yang dapat

    mengganggu visualisasi saat pemeriksaan retina

    g.

    Subjek dengan tekanan intraokular ≥ 21 mmHg atau dengan glaukoma sekunder.h. Subjek yang alergi terhadap obat astaxanthin.

    i. Subjek dengan kadar Haemoglobin Adult 1c (Hba1c ) ≥ 8%.

    4.3.2.2 Besar Sampel

    Besar sampel yang diperlukan untuk masing-masing kelompok dihitung berdasarkan

    rumus (Pocock, 2008) :

    n = 2σ2 f(α,β)

    ( µ2-µ1 ) 2

    1. Interval Kepercayaan sebesar 95%, yaitu α = 0,05

    2. Power penelitian sebesar 8 0%, yaitu β = 0,20

    3. Nilai f(α,β) pada tabel =7,9 (Pocock, 2008)

    4. Standar deviasi (σ) = 1,11 (dikutip dari kepustakaan Mostafa dkk, 2005)

    5. µ2-µ1 = (2,54-1,52) adalah rerata hasil akhir – rerata awal (dikutip dari kepustakaan

    Mostafa dkk, 2005).

    Besar sampel berdasarkan kadar IL-6 :

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    51/105

    n = 2σ2 f(α,β)

    ( µ2-µ1 ) 2

    n = 2 x (1,11) 2 x 7,9

    (2,54-1,52 ) 2

    n = 19,4 ~ 20 subjek (individu)

    Jadi jumlah sampel penelitian sebesar 40 sampel (individu), masing-masing kelompok 20 sampel

    (individu).

    4.3.2.3 Cara Pemilihan Sampel

    Sampel dipilih dengan tehnik randomisasi blok permutasi dari populasi terjangkau.

    Sampel yang dipilih adalah pasien DM tipe II dengan komplikasi NPDR ringan pada satu atau

    kedua mata, namun bila salah satu mata ternyata sudah termasuk NPDR stadium sedang atau

    berat, maka pasien tidak termasuk dalam sampel.

    4.4 Variabel Penelitian

    4.4.1 Klasifikasi dan Identifikasi Variabel

    1. Variabel bebas adalah astaxanthin 8 mg

    2. Variabel tergantung adalah kadar IL-6 dalam plasma

    3. Variabel kendali adalah umur, jenis kelamin, lama DM, kepatuhan minum obat penelitian

    Variabel Bebas

    Astaxanthin 8 mg

    Variabel Tergantung

    Kadar IL-6 dalam plasma

    Variabel Kendali

    Umur, Jenis kelamin, Lama DM,Kepatuhan minum obat penelitian

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    52/105

    Gambar 4.2 Skema Hubungan antar Variabel

    4.4.2 Definisi Operasional Variabel

    1. Diabetes Mellitus (DM) tipe II adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan

    peningkatan kadar gula dalam darah plasma puasa >126mg/dl, gula darah plasma 2 jam

    setelah makan glukosa >200mg/dl dan selama tes oral toleransi glukosa atau glukosa plasma

    sewaktu >200mg/dl, disertai keluhan klasik seperti poliuria, polidipsia, polifagia

    (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011); sedang dan atau memiliki riwayat mendapat

    terapi obat-obatan anti diabetes dari dokter penyakit dalam yang didapat dari wawancara dan

    rekam medis pasien.

    2. Lama menderita Diabetes Mellitus (DM) adalah lamanya pasien mengetahui dirinya terkena

    DM yaitu saat pertama kali didiagnosis DM sampai saat penelitian dilakukan. Data

    diperoleh dari wawancara dan rekam medis pasien serta dinyatakan dalam tahun.

    3. Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) ringan adalah suatu keadaan awal yang

    terjadi di retina berupa microaneurysms pada daerah inner nuclear layer karena adanya

    dilatasi pembuluh darah retina pada penderita DM (Bhavsar, 2009). Pemeriksaan

    menggunakan slit lamp biomikroskopi dengan lensa condensing 78 dioptri dan dengan

    pemeriksaan foto fundus- retina (“Visucam Carl Zeiss ”) yang dilakukan oleh dokter

    spesialis mata (dr PB dan dr AN).

    4. Interleukin-6 (IL-6) adalah sitokin proinflamasi yang dihubungkan dengan penyakit

    autouimun, inflamasi kronis dan keganasan (Kauffmann dkk, 1994) serta resistensi insulin

    pada DM tipe II (Baiomy dkk, 2004). Kadar IL-6 diukur dengan metode Elisa ,

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    53/105

    menggunakan reagan RayBio Human IL-6 ELISA Kit (RayBiotech, Inc.) dan satuan IL-6

    dinyatakan dalam pg/mL. Pemeriksaan dikerjakan di laboratorium pusat yang sudah

    terakreditasi yaitu Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

    Denpasar.

    5. Astaxanthin merupakan suatu pigmen karotenoid alami yang memiliki aktivitas biologis

    sebagai antioksidan yang kuat (Østerlie dkk, 2000). Astaxanthin diberikan pada satu

    kelompok dengan dosis 8 mg per hari selama 4 minggu.

    6. Umur adalah lama waktu hidup ditentukan dari tanggal kelahiran sampai datang ke rumah

    sakit saat penelitian berdasarkan kartu tanda penduduk atau kartu keluarga. Umur

    dinyatakan dalam tahun.

    7. Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis dan

    fenotip sejak seseorang lahir yang diperoleh melalui catatan rekam medis pasien.

    8. Obesitas adalah suatu keadaan terakumulasinya jaringan lemak secara berlebihan di tubuh.

    Obesitas dapat diukur dengan indeks massa tubuh (IMT) yaitu berat badan dalam kilogram

    (kg) dibagi tinggi dalam meter (m 2). Disebut obesitas bila IMT lebih dari atau sama dengan

    30 kg/m 2.

    9. Perokok adalah subjek dengan riwayat sedang atau pernah mengkonsumsi rokok dalam

    kurun waktu lebih dari atau sama dengan empat minggu sebelumnya, yang diperoleh melalui

    teknik wawancara.

    10.

    Penyakit sistemik yang kronis adalah subjek yang sedang menderita penyakit hipertensi,hiperlipidemia, kardiovaskular, penyakit keganasan yang diperoleh melalui catatan rekam

    medis pasien.

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    54/105

    11. Pengguna kortikosteroid adalah subjek dengan riwayat sedang atau pernah mengkonsumsi

    obat kortikosteroid dalam kurun waktu satu bulan terakhir, diperoleh melalui teknik

    wawancara.

    12. Pengguna anti inflamasi non steroid adalah subjek dengan riwayat sedang atau pernah

    mengkonsumsi antiinflamasi non steroid, dalam kurun waktu satu bulan terakhir, yang

    diperoleh melalui teknik wawancara.

    13. Pengguna vitamin antioksidan adalah subjek dengan riwayat sedang atau pernah

    mengkonsumsi vitamin antioksidan (vitamin A dan E) dalam kurun waktu satu bulan

    terakhir, yang diperoleh melalui teknik wawancara. 14. Infeksi intraokular adalah subjek yang sedang menderita peradangan pada segmen anterior

    dan atau segmen posterior bola mata, antara lain konjungtivitis, keratitis, ulkus kornea,

    uveitis anterior dan posterior, yang ditentukan dengan pemeriksaan slit lamp dan

    funduskopi.

    15. Plasebo adalah sediaan yang diberikan kepada subjek selama penelitian, tidak mengandung

    bahan farmakologis dan tidak memiliki efek terapi.

    16. Alergi terhadap obat astaxanthin adalah subjek dengan riwayat sedang atau pernah alergi

    berupa gatal dan kemerahan pada kulit setelah mengkonsumsi astaxanthin, yang diperoleh

    melalui teknik wawancara.

    17. Kepatuhan minum obat penelitian adalah kepatuhan subjek dalam mengkonsumsi sediaan

    obat yang diberikan selama penelitian yaitu dua tablet sehari selama empat minggu. Patuh

    apabila sisa obat kurang dari 20%.

    4.5 Instrumen Penelitian

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    55/105

    Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

    oftalmologi, dan pengambilan sampel darah. Untuk menegakkan diagnosis NPDR ringan

    digunakan lembar pemeriksaan status oftalmologis dan lembar kuisioner penelitian, E chart atau

    snellen chart , tonometri schiotz, funduskopi atau lensa 78, slit lamp, anestesi topikal (pantocain

    0,5%), dan sikloplegik (mydriatil 0,5%). Peralatan yang digunakan dalam pengambilan sampel

    darah untuk pengukuran kadar IL-6 adalah sarung tangan steril, kapas alkohol, tourniket, spuit 3

    cc disposible, reagan RayBio Human IL-6 ELISA Kit (RayBiotech, Inc.) dan diukur dengan

    metode Elisa .

    4.6 Prosedur Penelitian

    4.6.1 Tahap persiapan

    4.6.1.1 Pengacakan

    Subjek penelitian diseleksi dipoliklinik mata RS Sanglah Denpasar dan dan Poliklinik

    Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrin Metabolik RSUP Sanglah Denpasar. Wawancara dan

    pemeriksaan mata dilakukan oleh peneliti. Setelah diperoleh sampel yang memenuhi kriteria

    inklusi dan eksklusi penelitian, selanjutnya dijelaskan tentang maksud dan tujuan penelitian serta

    menandatangani informed consent . Sampel dibagi secara acak berdasarkan tehnik randomisasi

    blok permutasi dengan komputer terdiri atas dua kelompok, yaitu kelompok tanpa pemberian

    astaxanthin (plasebo) dan kelompok pemberian astaxanthin 8 mg.

    4.6.1.2 Blinding

    Peneliti maupun subjek tidak mengetahui obat yang diberikan. Sediaan obat dibuat sama

    dalam bentuk, ukuran, warna maupun rasa dan dikemas dalam kemasan botol yang sama.

    Sediaan obat dipesan dipabrik obat yang digunakan oleh peneliti. Botol obat diberi label

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    56/105

    menggunakan etiket yang bertuliskan A dan B yang hanya diketahui oleh pabrik obat. Botol obat

    diurut dan penderita mendapat obat sesuai dengan urutan blok permutasi komputer.

    4.6.2 Pelaksanaan Penelitian

    Adapun urutan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Anamnesis meliputi nama, umur, jenis kelamin, riwayat penyakit sebelumnya (riwayat

    diabetes melitus, hipertensi, hiperlipidemia, keganasan), riwayat penyakit sekarang, riwayat

    pengobatan berdasarkan lembar kuisioner penelitian. Data kemudian dicatat dalam tabel induk.

    2. Diagnosis pasien NPDR ringan ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

    dengan menggunakan slit lamp dan funduskopi. Pada anamnesis dilakukan dengan melihat

    catatan rekam medis untuk mengetahui riwayat DM, berapa lama menderita DM, terapi yang

    diperoleh, kontrol terhadap DM, hasil kadar gula berdasarkan pengecekan laboratorim yang

    dilakukan. Dilanjutkan dengan pemeriksaan visus menggunakan E chart atau snellen chart ,

    kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan intraokular dengan tonometri schiotz dan bila hasilnya

    kurang dari 21 mmHg, pupil penderita kemudian dilebarkan dengan sikloplegik (mydriatil

    0,5%). Setelah pupil lebar, dilakukan pemeriksaan menggunakan slit lamp biomikroskopi dengan

    lensa condensing 78 dioptri dan fotofundus-retina (“Visucam Carl Zeiss ”) untuk menentukan

    stadium NPDR. Subjek penelitian selanjutnya dialokasikan secara random menjadi dua

    kelompok yaitu, kelompok pemberian plasebo dan astaxanthin 8 mg.

    3. Pengambilan Sampel Darah

    Pengambilan sampel darah dilakukan dua kali yaitu saat sebelum perlakuan dan sesudah

    perlakuan. Darah diambil melalui vena cubiti sebanyak 3 cc dengan menggunakan spuite 3 cc

    setelah sebelumnya dilakukan desinfeksi pada tempat pengambilan. Masing-masing sampel

    darah vena yang diambil ditampung dalam tabung yang berisi Lithium Heparin dan dibalik

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    57/105

    beberapa kali untuk mengulang pencampuran darah. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 2 –

    3 x 10 3 rpm selama 15 menit. Sampel darah akan diberikan label sesuai dengan nomor urut blok

    permutasi komputer. Pengambilan sampel darah dilakukan oleh petugas laboratorium Patologi

    Klinik RS Sanglah Denpasar, kemudian sampel darah yang telah berisi plasma disimpan pada

    suhu -40 oC hingga dilakukan pemeriksaan.

    4. Pemeriksaan IL-6 plasma

    IL-6 yang terkandung dalam plasma akan terikat pada anti-human IL-6 monoclonal antibody

    yang telah dilapisi pada sumuran. Sumuran kemudian dicuci dan ditambahkan biotinylated anti-

    human IL-6 antibody . Sumuran kembali dicuci untuk membuang biotinylated antibody yangtidak terikat. Konjugat Streptavidin-Horse Radish Peroxidase (HRP) kemudian ditambahkan.

    Sumuran kembali dicuci dan ditambahkan larutan substrat 3,3’,5,5’ -Tetra Methyl Benzidine

    (TMB), menghasilkan warna biru yang sebanding dengan kadar IL-6 dalam plasma. Stop

    solution mengubah warna biru menjadi kuning, dan intensitas warna diukur pada panjang

    gelombang 450 nm. Reagensia yang dipakai adalah RayBio Human IL-6 ELISA Kit

    (RayBiotech, Inc.) untuk mengukur secara kuantitatif kadar IL-6 dalam plasma. Reagensia ini

    dipakai hanya untuk penelitian, tidak untuk keperluan diagnostik maupun terapi. Hasil

    pemeriksaan yang didapat kemudian akan dikumpulkan oleh peneliti, selanjutnya dianalisis

    untuk mengetahui perbedaan rerata kadar IL-6 plasma pada pasien NPDR ringan saat awal dan

    setelah empat minggu pemberian plasebo dan pemberian astaxanthin 8 mg.

    5

    Pemberian sediaan obatSediaan obat dipesan dipabrik obat farmasi yang digunakan oleh peneliti. Sediaan obat dibuat

    sama dalam bentuk, ukuran, warna maupun rasa dan dikemas dalam kemasan botol yang sama.

    Sediaan obat tidak diketahui isinya baik oleh peneliti maupun subjek. Botol obat diberi label

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    58/105

    menggunakan etiket bertuliskan A dan B yang isinya hanya diketahui oleh pabrik obat. Botol

    obat diurut dan penderita mendapat obat sesuai dengan urutan blok permutasi komputer. Sediaan

    obat A dan B masing-masing diberikan kepada subjek dengan dosis satu kali dua kapsul sehari

    selama empat minggu.

    6. Follow-up

    Semua subjek di follow-up pada minggu ke dua pemberian obat untuk meyakinkan kepatuhan

    subjek dalam mengkonsumsi obat, dan bila subjek tidak datang saat follow-up, subjek akan

    diingatkan melalui telpon dan atau dikunjungi kerumahnya. Semua peristiwa yang terjadi selama

    follow-up pada kedua kelompok dicatat dan dibandingkan satu sama lain. Setelah penelitian

    selesai pabrik obat akan menyampaikan kepada peneliti komposisi sediaan obat A dan B.

    4.7 Alur Penelitian

    Untuk lebih mempermudah dalam pelaksanaan penelitian maka dibuat alur penelitian yang

    ditunjukkan dengan bagan alur penelitian pada Gambar 4.3

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    59/105

    Gambar 4.3 Skema Alur Penelitian

    Persetujuan KomisiEtik PPS Unud

    Pasien DM tipe II dg NPDR yg datang kePoli Mata & Poli Ilmu Penyakit DalamDivisi Endokrin Metabolik RSUP SanglahDps mulai Juli 2013 s/d Des 2013.

    Informed consent

    Randomisasi blok

    Kelompok K Kelompok P 1

    Pemeriksaan kadar IL-6 (awal)

    Kelompok KPlasebo

    Kelompok P 1 Astaxanthin 8 mg

    Pemeriksaan kadar IL-6 (4 minggu)

    Hasil

    Analisis

    Kesimpulan

    Sample

    Kriteria Eksklusi Subjek sedang menderita penyakit sistemik yang kronis

    Subjek sedang mendapat pengobatan antiinflamasi nonsteroid, kortikosteroid atau obatimunosupresan lainnya dalamsatu bulan terakhir.

    Subjek mengkonsumsi vitaminantioksidan (vitamin A dan E)dalam satu bulan terakhir.

    Subjek yang merokok dlm 1 blnterakhir.

    Subjek dengan infeksi dan atauinflamasi intraokular

    Subjek alergi denganastaxanthin

    Subjek dengan kelainan padasegmen anterior & posteriormata

    Subjek dengan tekananintraokular >21 mmHg ataudengan glaukoma sekunder.

    Subjek dengan kadar Haemoglobin Adult 1c (Hba1c)≥ 8%.

    Kriteria InklusiPasien DM tipe II dg NPDRringan pd satu mata atau keduamata usia 40-75 th

    Pasien DM tipe II dg NPDR

    Eligible sample

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    60/105

    4.8 Analisis Data Statistik

    Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam formulir penelitian kemudian direkam dalam

    tabel induk. Selanjutnya dilakukan serangkaian tahapan analisis data untuk menjawab

    permasalahan penelitian. Adapun tahapan analisis data sebagai berikut :

    1. Seleksi data yaitu editing, coding dan tabulasi dimasukkan pada file navigator program

    Stastical Package for The Social Sciences (SPSS).

    2. Untuk menggambarkan karakteristik umum dan distribusi berbagai variabel. Data berskala

    kategorik dideskripsikan dalam bentuk frekuensi dan persentase sedangkan untuk data

    berskala numerik dalam bentuk rerata dan standar deviasi.

    3. Uji Normalitas menggunakan Shapiro-Wilk, jumlah sampel < 50 untuk menguji apakah data

    penelitian berdistribusi normal atau tidak.

    4. Uji Homogenitas Varians antar Kelompok dengan Uji-Levene untuk menganalisis varians

    variabel antar kelompok pemberian plasebo, astaxanthin 8 mg, apakah data penelitian

    homogen atau tidak.

    5. Menguji perbedaan kadar IL-6 antara kelompok dengan pemberian plasebo, dan astaxanthin

    8 mg dianalisis dengan uji-t untuk 2 kelompok tidak berpasangan jika distribusi data normal,

    dan uji Mann Whitney jika distribusi data tidak normal. Batas kemaknaan yang digunakan

    dalam penelitian ini adalah sebesar 5% dengan ketentuan : bermakna bila p

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    61/105

    BAB V

    HASIL PENELITIAN

    Selama peneltian, dilakukan pemeriksaan terhadap 52 pasien Non Proliferative Diabetic

    Retinopathy (NPDR) ringan dan yang memenuhi kriteria inklusi 41 orang, 1 orang menolak ikut

    serta dalam penelitian setelah mendapatkan informed consent , sehingga egilible sample

    berjumlah 40 orang. Sampel tersebut dialokasikan secara random dan dilakukan blinding menjadi 2 kelompok yaitu 20 subjek kelompok perlakuan dengan pemberian astaxanthin 8 mg

    dan 20 subjek kelompok kontrol dengan pemberian plasebo. Berikut profil penelitian

    ditampilkan dalam gambar 5.1 di bawah ini :

    Gambar 5.1 Profil Penelitian

    Pasien DM tipe II dg NPDR yg datang ke Poli Mata & Poli Ilmu Penyakit DalamDivisi Endokrin Metabolik RSUP Sanglah Dps mulai Juli 2013 s/d Des 2013

    (n=52 subjek)

    Informed consent

    Randomisasi blok

    Kelompok Astaxanthin 8 mg (n=20)Pemeriksaan kadar Il-6 awal dan 4 min u

    Kelompok Plasebo (n=20)Pemeriksaan kadar IL-6 awal dan 4 min u

    Drop out =0 Drop out =0

    20 subjek dianalisis 20 subjek dianalisis

    Sample n=41

    Kriteria Eksklusi n=11-3 hipertensi-1 hipertensi&hiperkolesterol-1 cancer-2 hiperkolesterol-4 katarak

    Kriteria Inklusi n=41

    Eligible sample n=40

    Refused Informedconsent=1

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    62/105

    5.1 Karakteristik Subjek Penelitian

    Tabel 5.1

    Karakteristik Subjek Penelitian (n=40 orang)

    Karakteristik

    Kelompok

    Nilai p NPDR ringandengan pemberianastaxanthin 8 mg

    n=20

    NPDR ringan dengan pemberian plasebo

    n=20

    Umur (Tahun)(Rerata±SD)

    60,2±8,7 64,3±7,9 0,123 *

    Jenis Kelamin {n (%)}Laki-laki 13 (65,0) 15 (75,0) 0,490 **Perempuan 7 (35,0) 5 (25,0)

    Lama DM (Tahun)(Rerata±SD) 6,7±7,9 10,9±10,8 0,290

    ***

    Kadar HbA1C (pg/mL)(Rerata±SD) 6,8±0,8 6,5±0,7 0,190

    *

    IMT (kg/m 2)

    (Rerata±SD)25,9±4,0 24,4±3,6 0,227 *

    Pendidikan {n (%)}Tidak SekolahSDSMPSMAPerguruan tinggi

    0 (0,0)6 (30,0)1 (5,0)9 (45,0)4 (20,0)

    1 (5,0)4 (20,0)3 (15,0)5 (25,0)7 (35,0)

    0,604 **

    * Uji t tidak berpasangan** Uji Chi square*** Uji Mann-whitney

    Tabel 5.1 memperlihatkan karakteristik subjek penelitian. Pasien pada kelompok NPDR

    ringan yang mendapat astaxanthin 8 mg memiliki rerata umur 60,2±8,7 tahun dan rerata umur

    pasien kelompok NPDR ringan yang mendapat plasebo adalah 64,3±7,9 tahun. Jenis kelamin

    laki-laki ditemukan lebih banyak dibandingkan perempuan pada kedua kelompok yaitu 65%

  • 8/19/2019 Astaxanthin Menurunkan Kadar Interleukin-6

    63/105

    pada kelompok NPDR ringan yang mendapat astaxanthin 8 mg dan 75% pada kelompok NPDR

    ringan yang mendapat plasebo. Rerata lama ( Diabetes Mellitus ) DM pada kelompok NPDR

    ringan yang mendapat astaxanthin 8 mg adalah 6,7±7,9 tahun sedangkan kelompok NPDR

    ringan yang mendapat plasebo 10,9±10,8 tahun. Berdasarkan variabel kadar ( Haemoglobin Adult

    1c) HbA1C diperoleh rerata kadar HbA1C pada kelompok NPDR ringan yang mendapat

    astaxanthin 8 mg sebesar 6,8±0,8pg/mL sedangkan kelompok NPDR ringan yang mendapat

    plasebo adalah 6,5±0,7 pg/mL. Rerata Indeks Massa Tubuh (IMT) pada kelompok NPDR ringan

    yang mendapat astaxanthin 8 mg adalah 25,9±4,0 kg/m 2 sedangkan kelompok NPDR ringan

    yang m