kadar crp serum tinggi pada penderita stroke iskemik akut sebagai ...
Transcript of kadar crp serum tinggi pada penderita stroke iskemik akut sebagai ...
TESIS
KADAR CRP SERUM TINGGI PADA PENDERITA
STROKE ISKEMIK AKUT SEBAGAI PREDIKTOR
LUARAN BURUK SELAMA PERAWATAN
YOANES GONDOWARDAJA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
KADAR CRP SERUM TINGGI PADA PENDERITA
STROKE ISKEMIK AKUT SEBAGAI PREDIKTOR
LUARAN BURUK SELAMA PERAWATAN
YOANES GONDOWARDAJA
NIM 0914068101
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
KADAR CRP SERUM TINGGI PADA PENDERITA
STROKE ISKEMIK AKUT SEBAGAI PREDIKTOR
LUARAN BURUK SELAMA PERAWATAN
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
YOANES GONDOWARDAJA
NIM 0914068101
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
ii
Lembar Persetujuan Pembimbing
USULAN PENELITIAN TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 04 MARET 2014
Pembimbing I
dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S.(K)
NIP 195401141980121001
Pembimbing II
Dr.dr.Thomas Eko Purwata Sp.S.(K)
NIP 195404201982111001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And.
NIP 194612131971071001
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP 195902151985102001
iii
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 03 Maret 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No. SK : 0382a/UN14.4/HK/2014, Tanggal 17 Februari 2014
Ketua : dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K)
Sekretaris : Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K)
Anggota :
1. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D
2. Dr.dr. D.P.G. Purwa Samatra, Sp.S(K)
3. dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K)
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah saya memanjatkan puji syukur ke hadapan
Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas berkat dan karunia-Nya saya dapat
menyelesaikan karya akhir ini sebagai persyaratan mendapatkan tanda keahlian di
bidang Neurologi dan Magister Ilmu Biomedik.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah berperan sehingga saya dapat menempuh Pendidikan Dokter
Spesialis I sampai tersusunnya karya akhir ini.
Terima kasih saya ucapkan kepada Dr. dr. D.P.G. Purwa Samatra, Sp.S(K)
selaku Kepala Bagian/SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah Denpasar pada periode 2006-2014 dan kepada dr.
A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K) selaku Kepala Bagian/SMF Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar pada periode 2014-
2019 yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan keahlian. Kepada dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K), selaku Ketua
Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, kepada dr. I Wayan Kondra, Sp.S(K) dan dr. Anna MG
Sinardja, Sp.S(K) sebagai pembimbing akademik, saya ucapkan terima kasih yang
tak terhingga atas segala bimbingan, didikan, nasehat, motivasi, dan petunjuk
yang diberikan selama pendidikan. Terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan
kepada pembimbing karya akhir ini, dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K) dan Dr. dr.
Thomas Eko Purwata Sp.S(K), atas segala bimbingan, saran, waktu, dan
kesabaran yang diberikan selama pendidikan dan penyusunan karya akhir ini.
Terima kasih saya ucapkan kepada Prof. dr.N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D selaku
anggota penguji yang telah membuka wawasan dan memberikan masukan, juga
kepada dr. Putu Eka Widyadharma, M.Sc yang telah memberikan bimbingan
statistik dalam penyusunan karya akhir ini. Kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka
Sudewi, Sp.S(K), selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana dan
Ketua Program Studi saat saya diterima sebagai peserta PPDS-1 Neurologi, dan
juga Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And., FAACS, selaku Ketua Program
Studi Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana, terima
kasih atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk mengikuti
dan menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah dan Magister Ilmu Biomedik Program
Pascasarjana Universitas Udayana. Kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr.
dr. Ketut Suastika, Sp.PD(KEMD) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana Prof. Dr. dr. Putu Astawa, M.Kes., Sp.OT(K), saya ucapkan terima kasih
atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan
menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi Fakultas Kedokteran
vi
Universitas Udayana/RSUP Sanglah dan Magister Ilmu Biomedik Program
Pascasarjana Universitas Udayana. Kepada Direktur Utama RSUP Sanglah
Denpasar dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes., serta dr. I Wayan Sutarga, MPHM
dan dr. I Gusti Lanang Made Rudiartha, MHA., selaku Direktur Utama RSUP
Sanglah Denpasar saat saya menjalani pendidikan sebagai peserta PPDS-1
Neurologi, saya ucapkan terima kasih atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan. Kepada dr. I Wayan Kondra, Sp.S(K) dan dr. I Nyoman Semadi, Sp.B,
Sp.BTKV, selaku Ketua TKP PPDS-1 Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah selaku Ketua TKP PPDS-1 Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah saat saya diterima, terima kasih atas
kesempatan yang diberikan dalam mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada
Program Studi Neurologi. Kepada seluruh supervisor di Bagian/SMF Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, dr. I Wayan Kondra,
Sp.S(K), dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K), Dr. dr. D.P.G. Purwa Samatra, Sp.S(K),
dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K), dr. I.G.N. Budiarsa, Sp.S, Prof. Dr. dr. A.A.
Raka Sudewi, Sp.S(K), dr. I.G.N. Purna Putra, Sp.S(K), Dr. dr. Thomas Eko
Purwata, Sp.S(K), dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp.S(K), dr. Anna MG Sinardja,
Sp.S(K), dr. A.A.A. Meidiary, Sp.S, dr. I Komang Arimbawa, Sp.S, dr. I.B.
Kusuma Putra, Sp.S, dr. Desak Ketut Indrasari Utami, Sp.S, dr. Putu Eka
Widyadharma, M.Sc., Sp.S, dr. Kumara Tini, Sp.S, dr. Ketut Widyastuti, Sp.S, dr.
Ni Made Susilawathi, Sp.S, dan dr. Ida Ayu Sri Indrayani, Sp.S, saya ucapkan
terima kasih yang tak terhingga atas segala bimbingan dan saran selama saya
mengikuti pendidikan.
Terima kasih saya ucapkan kepada dr. A.Irawan Santosa, Sp.S, dr. I Wayan
Tunjung Sp.S, dr. Made Dwijayantara Sp.S, dr. I Ketut Mudanayasa Sp.S, dr.
Desie Yuliani, Sp.S, dr. P. Yosi Silalahi Sp.S, dr. Luh Putu Lina Kamelia, Sp.S,
dr.Deddy Andaka, Sp.S dan dr. Lussy Natalia Hendrik Sp.S yang selalu memberi
dorongan semangat kepada saya untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Terima
kasih kepada semua teman sejawat PPDS- 1 Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar atas kerjasama, dorongan semangat, dan pengertian teman-teman
selama saya mengikuti pendidikan ini, khususnya kepada dr. Ni Putu Witari, dr.
Dewa Ngurah Agung Satriawan, , dr. Ernesta Patricia Ginting, dr. I Made Domy
Astika, dr. Kristi H, dr.Martin Widanta, dr. Yuli Astini, dr. Made Rudy, dr.
Oktavianus Darmawan, dan dr. Angelika Lestari Siregar serta semua teman
sejawat lainnya, peserta PPDS I Ilmu Penyakit Saraf FK NUD/RSUP Sanglah,
atas kerjasama dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan dan membantu
pelaksanaan penelitian ini. Seluruh tenaga paramedis di bangsal Nagasari Bu
Lusia beserta para perawat, ruangan Mawar, Angsoka, ruangan IRD, MS, serta
Ratna, Instalasi Radiologi dan Instalasi Laboratorium PK RSUP Sanglah
Denpasar dan tenaga administrasi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK
vii
UNUD/RSUP Sanglah I Wayan Sika Priantha, Ni Putu Oka Swardani, Ni Kadek
Arie Ardhiani, Amd,Akun.,, Ni Made Febriyanti, SE., dan Ni Wayan Ayu
Sukyartini, SE. atas jalinan kerjasama dan dorongan semangat selama penulis
mengikuti pendidikan ini yang banyak membantu pelaksanaan penelitian ini.
Tidak lupa kepada pasien-pasien yang menjadi subyek penelitian, atas ketulusan
dan kerjasama yang diberikan saya ucapkan banyak terima kasih dan penghargaan
sedalam-dalamnya
Terima kasih tak terhingga kepada keluarga saya tercinta, ayahanda Harsono
Gondowardaja dan ibunda dr. Kristinasari Harsono yang telah mendidik saya
dengan cinta kasih yang luar biasa, terima kasih yang setulusnya atas doa,
dorongan dan segala bantuan serta pengertiannya dalam meraih cita-cita dan
pengharapan saya. Terima kasih kepada ayahanda dan ibunda mertua dr.
Boediarso dan dr. Retno Andriani, kakak-kakak saya tercinta Theresiana Harsono,
Ivonne Gondowardaja, beserta suami yang telah memberikan doa dan semangat
dalam menyelesaikan pendidikan ini. Penghargaan dan terima kasih yang tak
terhingga saya ucapkan kepada istri tercinta dr. Mila Boediarso yang telah
menjaga dan mendidik anak-anak tercinta Christopher Handrian Gondowardaja
dan Stefan Aldrian Gondowardaja atas segala kasih sayang, pengertian,kesabaran,
pengorbanan, dorongan semangat, bantuan, dan doanya selama saya menjalani
pendidikan.
Penulis telah berusaha membuat tesis ini dengan sebaik-baiknya namun tetap
menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan baik dari aspek materi dan
penyajiannya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
demi perbaikan tesis ini.
Akhirnya saya tidak lupa mohon maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak,
bila dalam proses pendidikan maupun dalam pergaulan sehari-hari ada tutur kata
dan sikap yang kurang berkenan dihati. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang selalu melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang
telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Amin.
Denpasar, Maret 2014
Penulis
viii
ABSTRAK
KADAR CRP SERUM TINGGI PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK
AKUT SEBAGAI PREDIKTOR LUARAN BURUK SELAMA
PERAWATAN.
Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan terbesar di. Mortalitas
stroke iskemik lebih kecil dibandingkan stroke perdarahan, namun sering
didapatkan defisit neurologi yang berat sehingga berhubungan dengan prognosis
luaran yang buruk baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Beberapa
penelitian berusaha mencari prediktor luaran buruk diantaranya faktor inflamasi.
Neuroinflamasi memiliki efek buruk pada perkembangan iskemia otak namun juga
memiliki efek menguntungkan ketika dalam tahap pemulihan dan perbaikan sel saraf.
Penelitian ini bertujuan mengetahui kadar CRP serum tinggi sebagai petanda
inflamasi dihubungkan dengan luaran stroke iskemik akut selama perawatan.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan
kohort prospektif. Luaran perawatan digolongkan baik dan buruk melalui nilai
NIHSS pada saat awal dan hari ke tujuh perawatan, kemudian dilakukan
pemeriksaan kadar inflamasi dengan petanda CRP.
Selama periode Juli sampai Oktober 2013 didapatkan sebanyak 110 orang
penderita stroke iskemik. 103 orang memenuhi kriteria eligibilitas. Data dianalisis
menggunakan SPSS 16.0 for windows dengan menampilkan berbagai karakteristik
subyek penelitian meliputi usia, jenis kelamin, onset, jenis stroke iskemik, tekanan
sistolik dan diastolik awal, infeksi, dan kematian selama perawatan. Nilai leukosit,
neutrofil dan LED disajikan sebagai karakteristik selain nilai CRP. Hubungan
antara kadar CRP serum tinggi dengan luaran buruk perawatan diuji dengan Chi-
square. Hasil yang didapatkan bermakna secara statistik (p<0,001) dengan risiko
relatif (RR) = 14,143 dengan 95%CI antara 5,248-38,115.
Dapat disimpulkan bahwa inflamasi yang dinilai dengan CRP memiliki peran
penting pada luaran buruk penderita stroke iskemik akut. Perlu dilakukan
penelitian multivariat berbagai petanda inflamasi spesifik dan non-spesifik serta
melihat faktor lain diluar inflamasi yang berperan pada luaran buruk stroke
iskemik selama perawatan.
Kata kunci : inflamasi, CRP, luaran buruk
ix
ABSTRACT
HIGH SERUM CRP IN ACUTE ISCHEMIC STROKE PATIENT AS A
PREDICTOR FOR WORSE OUTCOME DURING HOSPITALIZATION
Stroke is the most devastating disease worldwide. Mortality rate of
hemorrhagic stroke is higher than ischemic one, but it confined to poor short and
long term outcome. Several studies have searched for any parameters that can
predict for poor outcome, one of which is inflammation process.
Neuroinflammation process lead to inconvenient effect in progression of cerebral
ischemia, although, it also give benefit in healing and repairing phase of nerve
cells. This study aimed at testing that high serum CRP could act as an
inflammation marker that confined to predict outcome in acute ischemic stroke
during hospitalization.
This was an analytic observational study with cohort prospective design.
Outcome was classified into two groups, good and worse outcome based on
NIHSS score at the time of admission and on the 7th
day of care. Inflammation
rate was examined by measuring CRP value.
A total of 110 eligible patients of ischemic stroke met to this study during
July until October 2013. Data analyzed by SPSS 16.0 for windows showed several
characters of subject, including age, sex, onset of stroke, type of ischemic stroke,
prior systolic and diastolic blood pressure, infection, and death rate during
hospitalization.
CRP, leucocyte, neutrophil, and ESR (erythrocyte sedimentation rate) value,
were determined as subject character. Comparative between high serum CRP and
poor outcome during hospitalization tested with Chi Square and revealed a
statistically significance value (p<0,001) with Relative Risk (RR) = 14,143 (95%
CI, 5,248-38,115).
In conclusions, this study significantly proved that high serum CRP was a
predictor for worse outcome during hospitalization in acute ischemic stroke
patients.
Key words: inflammation, CRP, poor outcome.
x
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM …………………………………………………………. i
PRASYARAT GELAR ……………………………………………………... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………… iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ………………………………………... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………………... vi
ABSTRAK ………………………………………………………………….. ix
ABSTRACT ………………………………………………………………… x
DAFTAR ISI ……………………………………………………………...... xi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………... xiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. xiv
DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………… xv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xvii
BAB I PENDAHULUAN …………………………......……………………
1.1 Latar Belakang ………………………………..……………………
1.2 Rumusan Masalah ……………………………..…………………...
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………...…………………
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………...………………..
1
1
3
4
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ………………………………..……………...
2.1 Definisi Stroke ………………………………………...……………
2.2 Epidemiologi Stroke …………………………………...…………..
2.3 Klasifikasi Stroke ………………………………………..…………
2.4 Patofisiologi Stroke ………………………………………..……….
2.4.1 Patofisiologi Stroke Iskemik …………………………..……..
2.4.2 Gangguan Energi dan Eksitotoksisitas …………………..…...
2.4.3 Depolarisasi Peri-infark …………………………………...….
2.4.4 Inflamasi ……………………………………………………...
2.4.4.1 Sitokin ………………………………………………..
2.4.4.2 Efek inflamasi pada status imunologis ……………….…
2.5 Leukosit …………………………………………………………….
2.6 Protein Fase Akut …………………………………………………..
2.6.1 C-Reaktif Protein …………………………………………………..
2.7 Laju Endap Darah …………………………………………………..
2.8 Luaran Perawatan Stroke …………………………………………...
5
5
5
6
7
7
9
10
11
14
21
24
27
28
32
34
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ……………………………………………………………….
3.1 Kerangka Berpikir ………………………………………………….
3.2 Kerangka Konsep …………………………………………………..
38
38
40
xi
3.3 Hipotesis Penelitian ………………………………………………… 41
BAB IV METODE PENELITIAN ………………………………………….
4.1 Rancangan Penelitian ……………………………………...……….
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………….
4.3 Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………….
4.4 Penentuan Sumber Data ……………………………………………
4.4.1 Populasi target ………………………...………………...……
4.4.2 Populasi terjangkau …………………………………………..
4.4.3 Sampling frame …………………………………………………….
4.4.4 Kriteria subyek ……………………………………………….
4.4.5 Besar sampel ………………………………………………….
4.4.6 Teknik pengambilan sampel ………………………………….
4.5 Variabel Penelitian …………………………………………………
4.5.1 Klasifikasi variabel …………………………………...………
4.5.2 Definisi operasional …………………………………………..
4.6 Bahan Penelitian ……………………………………………………
4.7 Instrumen Penelitian ……………………………………………….
4.8 Prosedur Penelitian …………………………………………………
4.9 Analisis Data ……………………………………………………….
42
42
43
43
43
43
43
43
44
45
46
46
46
46
52
53
53
55
BAB V HASIL PENELITIAN ………………………………………………
5.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian ...............................................
5.2 Analisis bivariat variabel kadar CRP dihubungkan dengan luaran
buruk selama perawatan …………………………………………….
56
56
63
BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………...……
6.1 Karakteristik Subyek ………………………………………….……
6.2 Kadar CRP Serum Tinggi Sebagai Prediktor Luaran Buruk Stroke
Iskemik …………………………………………………………...…
64
65
76
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...……………………………………..
7.1 Simpulan …………………………………………………………….
7.2 Saran ……………………………………………………………..…
83
83
83
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 84
LAMPIRAN ………………………………………………………………... 91
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Karakteristik subyek penelitian ………………………………. 57
Tabel 5.2 Karakteristik subyek berdasarkan luaran perawatan …………. 57
Tabel 5.3 Analisis bivariat kadar CRP dengan luaran perawatan ………. 63
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses iskemik otak ……………...………………………… 8
Gambar 2.2 Mekanisme kaskade iskemik pada stroke ………………….. 9
Gambar 2.3 Mekanisme pelepasan glutamat, kalsium dan depolarisasi
peri-infark …………………………………………………..
10
Gambar 2.4 Ekspresi gen setelah iskemia ………………………………. 12
Gambar 2.5 Mekanisme kaskade iskemia dan keterlibatan parenkim otak 14
Gambar 2.6 Peranan sitokin pada kerusakan otak ………………………. 17
Gambar 2.7 Diagram respon inflamasi pada stroke iskemik akut ………. 19
Gambar 2.8 Proses iskemia sampai proses pemulihan atau kematian
jaringan ……………………………………………………..
20
Gambar 2.9 Tahap adhesi dan migrasi netrofil ………………………….. 27
Gambar 2.10 Mekanisme peningkatan CRP ……………………………… 32
Gambar 3.1 Bagan kerangka teori penelitian ……………………………. 39
Gambar 3.2 Kerangka konsep …………………………………………… 40
Gambar 4.1 Bagan rancangan penelitian ………………………………. 42
Gambar 4.2 Alur penelitian ……………………………………………... 54
xiv
DAFTAR SINGKATAN
ADO = Aliran Darah Otak
AINS = Anti Inflamasi Non Steroid
AMPA = 2-Amino-3-(3-hydroxy-5-methyl-isoxazol-4-yl)Propanoic Acid
ASTRAL = the Acute Stroke Registry and Analysis of Lausanne
ATP = Adenosin Tri Phosphate
AVM = Arteriovenous Malformation
BFU = Burst Forming Unit
CFU = Colony Forming Unit
CMR02 = Cerebral Metabolic Rate O2
CNS = Canadian Neurological Scale
COX-2 inhibitor = Cyclooxygenase 2 inhibitor
CRP = C Reactive Protein
EEG= Elektroencephalography
eNOS = endotel Nitrit Oxide Synthase
HMG Co-A = 3-Hydroxy-3-Methylglutaryl Coenzyme A Reductase
ICAM-1= Intracellular Adhesion Molecule-1
IL-1β = Interleukin-1β
IL-6 = Interleukin-6
iNOS = Inducible Nitrit Oxide Synthase
LACI = Lacunar Infarct
MCP-1 = Monocyte Chemotactic Protein-1
MIP-1α = Macrophage Inflammatory Protein-1 Α
xv
NF-KB = Nuclear Faktor Kappa-B
NIHSS = National Institutes of Health Stroke Scale
NMDA = N-Methyl D-Aspartat
NO = Nitrit Oxide
NOS = Nitrit Oxide Synthase
PACI = Partial Anterior Circulation Infact
POCI = Posterior Circulation Infarct
RIND = Reversible Ischemic Neurological Deficit
ROS = Reactive Oxygen Species
SAI = Stroke Associated Infection
SIS = Serangan Iskemik Sepintas
SOD = Super Oxide Dysmutase
SSP = Susunan Saraf Pusat
SSS = Scandinavian Stroke Scale
SPSS = Statistical Package for Social Sciences
TACI = Total Anterior Circulation Infarct
TGF- β = Transforming Growth Faktor Β
TIA = Transient Ischemic Attack
TNF-α = Tumor Necrotic Faktor-α
WHO = World Health Organization
WHO Monica = World Health Organization Multinational Monitoring of Trends
and Determinants in Cardiovascular Disease Project
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Informasi Pasien (Informed Consent) ……………………….. 91
Lampiran 2 Formulir Persetujuan Tertulis …………………………...…... 92
Lampiran 3 Lembaran Pengumpulan Data …………………………...….. 93
Lampiran 4 Lembaran Skoring NIHSS …………………………………... 96
Lampiran 5 Data Hasil Penelitian ………………………………………… 97
Lampiran 6 Surat keterangan kelaikan etik dan izin penelitian …………... 101
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di negara
berkembang maupun negara maju. Angka kematian pertahun dilaporkan kurang
lebih 30% dari total penduduk dunia dan sebagian besar terjadi di negara
berkembang. Data yang diambil dari negara berkembang pada kelompok ASEAN
seperti Brunei, Singapura, Malaysia, Indonesia, Phillipina, Vietnam
memperkirakan kurang lebih 440 juta penduduk mengalami kematian pertahun,
jika dibandingkan dengan jumlah penduduk dunia angka ini kurang lebih sekitar
7% (Suroto, 2002).
Mortalitas stroke iskemik lebih kecil dibandingkan dengan stroke perdarahan.
Stroke iskemik akut dengan defisit neurologi yang berat terjadi pada 2-10% kasus
dan berhubungan dengan prognosis yang buruk baik jangka pendek ataupun
panjang. Penanganan stroke iskemik pada awal serangan masih belum
memuaskan (Suroto, 2002; Bill dkk., 2012).
Stroke pertama kali dilaporkan oleh Hippocrates (400 tahun SM). Konsep
patofisiologi terkini tentang stroke telah berkembang pada tingkat biologi
molekuler. Pemahaman biologi molekuler sangat penting untuk diketahui.
Perubahan pada tingkat seluler yang akan menunjang kehidupan sel neuron.
Pengetahuan dasar sangat penting dalam meletakkan dasar pengobatan
intervensional berdasarkan patofisiologi yang tepat. Keseimbangan ion, nekrosis
1
dan apoptosis, radikal bebas, neurotransmiter pada kerusakan sel neuron dan
inflamasi serta pengaruhnya terhadap sirkulasi pada daerah yang terkena
mempengaruhi proses perjalanan penyakit stroke. Pemahaman kaskade iskemik
memunculkan teknik pengobatan stroke iskemik pada masa mendatang terutama
teknik neuroproteksi, neurorestorasi dan neurorehabilitasi. Stroke adalah a
cinderella of medicine yang mengharuskan untuk mengetahui secara tepat apa
yang terjadi dan memberikan obat yang sesuai (Waxman, 2007).
Stroke merupakan proses yang dinamis, salah satu yang berperan dalam
perjalanan stroke adalah proses inflamasi. Inflamasi terjadi beberapa jam sesudah
awitan iskemik dengan karakteristik munculnya ekspresi adhesi molekul di
endotel pembuluh darah dan adanya leukosit di sirkulasi menuju parenkim otak.
Pemberian anti-inflamasi pada hewan percobaan akan dapat mengurangi volume
infark 30%. Inflamasi menyebabkan kerusakan sekunder sel neuron. Pada proses
inflamasi, leukosit menyebabkan vasokonstriksi, dan agregasi (Warlow, 2007).
Inflamasi merupakan salah satu faktor terpenting sebagai penyebab penyakit
serebrovaskular. Penanda inflamasi seperti C-reaktif protein (CRP) dan sitokin
proinflamasi seperti Interleukin-6 (IL-6) sering dihubungkan dengan luaran atau
outcome yang buruk pada penderita stroke. Pada penderita stroke akan didapatkan
peningkatan sitokin proinflamasi baik pada darah perifer maupun pada cairan
serebrospinal. Kadar tertinggi akan didapatkan pada dua atau tiga hari setelah
awitan iskemik (Waxman, 2007; Ridker dan Silvertown, 2008; Whiteley dkk.,
2009).
Penelitian oleh Christensen (2007) tentang Acute Stroke – a dynamic
process, proses dinamik melibatkan CRP dan leukosit, namun proses inflamasi
sering bertumpang tindih dengan adanya infeksi. Hipotesis saat ini adalah CRP
dan leukosit berhubungan dengan luas lesi stroke. Penelitian oleh Anuk dkk.
(2005), Winbeck dkk. (2005) mendapatkan korelasi negatif antara CRP dengan
luas lesi stroke namun berkorelasi positif dengan luaran perawatan setelah 8-12
bulan, sedangkan penelitian oleh Jingtao dkk. (2004), Gregory dkk. (2007), Garcia
dkk. (2005) menunjukkan bahwa CRP berkorelasi positif terhadap luas lesi dan
derajat keparahan stroke. Napoli dkk. (2005) mendapatkan bahwa CRP secara
independen berkorelasi dengan luaran perawatan. Sebuah artikel dari Zaremba
dkk. (2004) mengungkapkan reaksi proses akut yang terjadi tak hanya dilihat dari
leukosit namun juga ditunjukkan oleh laju endap darah yang berkorelasi dengan
luas lesi dan derajat keparahan stroke (Emsley, dkk., 2005).
Kadar CRP menunjukkan pengaruh kuat pada perubahan pada tingkat
biomolekuler, derajat keparahan stroke, serta mampu menunjukkan prognosis
selama perawatan pasien stroke akut, untuk itu diusulkan penelitian terhadap
pengaruh peningkatan kadar CRP pada penderita stroke iskemia akut sebagai
prediktor luaran selama perawatan di Bangsal Rawat Inap Bagian Neurologi FK-
UNUD/RSUP Sanglah.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah kadar CRP serum tinggi pada penderita stroke iskemik akut sebagai
prediktor luaran buruk selama perawatan?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengetahui kadar CRP serum tinggi pada penderita stroke iskemik akut
sebagai prediktor luaran buruk selama perawatan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat akademik
Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan bahwa kadar CRP serum
tinggi pada penderita stroke iskemik akut sebagai prediktor luaran buruk selama
perawatan sehingga dapat memperkuat pemahaman tentang peran inflamasi dalam
patogenesis stroke iskemik dan perburukan stroke selama proses perawatan.
Penelitian ini merupakan sarana proses pendidikan, khususnya dalam hal
melakukan penelitian dan meningkatkan pengetahuan di bidang neurologi.
1.4.2 Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
pengambilan keputusan untuk pemeriksaan, diagnostik, dan penatalaksanaan
stroke di masa mendatang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Stroke
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) Multinational
Monitoring of Trends and Determinants in Cardiovascular Disease (Monica)
Project tahun 1988 adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik
fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, lebih dari 24
jam, atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain
daripada gangguan vaskular. Perubahan vaskular yang terjadi dapat disebabkan
karena kelainan pada jantung sebagai pompa, kelainan dinding pembuluh darah
dan komposisi darah (Caplan, 2009; Goldstein, 2009; González dkk., 2011).
2.2 Epidemiologi Stroke
Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia.
Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000
pada pria dan 201 per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per
100.000 pada pria dan 189 per 100.000 pada wanita. Sebuah tinjauan sistematis
dari literatur tahun 1980 sampai 2010 didapatkan insiden stroke di Asia Tenggara
bervariasi antara 123-145 per 100.000 penduduk dengan prevalensi 45-471 per
100.000 penduduk (Kulshreshtha dkk., 2012). Berdasarkan survei berbasis
komunitas pada 120 daerah di Indonesia dengan 4.269.629 sampel didapatkan
prevalensi stroke sebesar 1,7-22 per 100.000 penduduk. Data di Indonesia
5
menunjukkan terjadinya kecenderungan peningkatan insiden stroke seperti
contohnya di Yogyakarta, dari hasil penelitian di 5 rumah sakit selama tahun 1991
dilaporkan insiden stroke sebesar 84,68 per 100.000 penduduk. Angka insiden
stroke wanita adalah 62,10 per 100.000 penduduk, sedangkan laki-laki 110,25 per
100.000 penduduk. Angka insiden kelompok umur 30–50 tahun adalah 27,36 per
100.000 penduduk, kelompok umur 51–70 tahun adalah 142,37 per 100.000
penduduk, kelompok umur > 70 tahun adalah 182,09 per 100.000 penduduk
(Soendoro, 2008). Penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data
jumlah penderita stroke akut sebanyak 2.065 kasus selama periode awal Oktober
1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah
45 tahun 12,9% , usia 45–65 tahun 31,3%, diatas 65 tahun 55,8% , dengan jumlah
pasien laki-laki 53,8% dan pasien perempuan 46,2%. Dari data sporadis di rumah
sakit terlihat adanya tren kenaikan angka morbiditas stroke yang seiring dengan
semakin panjangnya usia harapan hidup dan gaya hidup yang berubah (Soendoro,
2008).
2.3 Klasifikasi Stroke
Klasifikasi stroke menurut Caplan, (2009) :
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
a. Stroke Iskemik : Transient Ischemic Attack (TIA), trombosis serebri,
emboli serebri
b. Stroke Hemoragik : perdarahan intra serebral dan perdarahan subaraknoid
Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu :
a. Serangan iskemik sepintas/ SIS : Pada bentuk ini gejala neurologi yang
timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam
waktu 24 jam
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND): gejala neurologi yang
timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, biasanya
akan menghilang pada 1 – 3 minggu.
c. Progressing stroke atau stroke in evolution : gejala neurologi yang makin
lama makin memburuk
d. Completed stroke : gejala neurologi sudah menetap.
Penggunaan klinis yang lebih praktis adalah klasifikasi dari New York
Neurologial Institute, stroke berdasar mekanisme terjadinya dibagi dalam dua
bagian besar, yaitu: stroke Iskemik (85%) yang terdiri dari : trombosis 75–80%,
emboli 15–20%, lain-lain 5% : vaskulitis, koagulopati, hipoperfusi, dan stroke
hemoragik (10–15%) yang terdiri dari : perdarahan intraserebral (parenkimal) dan
perdarahan subaraknoid (Caplan, 2009; González dkk., 2011).
2.4 Patofisiologi Stroke
2.4.1 Patofisiologi stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi apabila aliran darah otak menurun (dibawah 50–60
ml/100 gr otak/menit). Pada situasi tersebut akan terjadi metabolisme anaerob
sehingga akan menyebabkan peningkatan konsentrasi laktat dan ion hidrogen,
selain itu juga terjadi penurunan pH intrasel, penurunan fosfokreatin jaringan, dan
peningkatan kadar fosfat organik. Metabolisme anaerob akan menyebabkan
penurunan ATP intrasel sehingga terjadi hambatan aktivitas Na/K ATPase dan
diikuti kerusakan progresif sistem pompa dan transpor yang membutuhkan energi
(Na/K ATPase, Ca ATPase) yang berujung pada terjadinya penumpukan ion
kalsium intrasel, hal ini akan mengakibatkan kerusakan mitokondria, membran
sel, aktivasi beberapa sistem enzim serta nekrosis sel. Kegagalan ionik dan
overload kalsium intrasel akan menyebabkan depolarisasi anoksik. Proses
selanjutnya akan terjadi penurunan pembentukan potensial sinaps oleh neuron
korteks serebri dan timbul defisit neurologi (Caplan, 2009; González dkk., 2011).
Gambar 2.1 Proses iskemik otak (González dkk., 2011)
Proses iskemik memicu reaksi sel jaringan penyusun otak dalam bentuk
disfungsi sel neuron, aktivasi astrosit dan mikroglia, endotel dan makrofag
(Caplan, 2009; González dkk., 2011).
Lima faktor penting pada proses patobiologi stroke antara lain
eksitotoksisitas, depolarisasi peri-infark, inflamasi, dan kematian sel terprogram
atau apoptosis serta stres oksidatif (Dirnagl dkk.,2005). Proses inflamasi terjadi
dalam hitungan menit, jam sampai hari dan minggu, namun proses ini selain
memiliki efek merugikan ternyata juga memiliki efek menguntungkan pada proses
pemulihan pasca stroke (Amantea dkk., 2008 ).
Gambar 2.2 Mekanisme kaskade iskemik pada stroke (Waxman, 2007).
2.4.2 Gangguan energi dan eksitotoksisitas
Gangguan energi akan mengganggu potensial membran dari sel neuron serta
sel glia menyebabkan depolarisasi meningkat. Aktivitas somatodendritik pada
kanal presinaptik voltage dependent kalsium menjadi teraktivasi dan asam amino
eksitasi akan dilepaskan pada celah ekstraseluler. Glutamat akan bekerja pada
reseptor NMDA (N-Methyl D-Aspartat) dan metabotropik serta fosfolipase C dan
Ins P3 (Iinositol P3) mengakibatkan kalsium intrasel yang berlebih (Dirnagl dkk.,
2005).
Proses enzimatik sitoplasmatik seperti enzim proteolisis akan mendegradasi
struktur protein sitoskeletal seperti aktin dan spektrin, sedangkan pada matriks
ekstraseluler yaitu laminin akan terganggu. Radikal bebas oksigen dan nitrogen
selain menimbulkan kerusakan sel secara langsung dan mencetuskan kaskade
inflamasi serta apoptosis. Sitokrom C akan dilepaskan oleh kerusakan
mitokondria dan memiliki efek sebagai pencetus proses apoptosis (Dirnagl dkk.,
2005).
Depolarisasi anoksik akan berkembang dalam hitungan menit setelah awitan
iskemik. Sel akan mati oleh karena proses lipolisis, proteolisis, gangguan
mikrotubulus yang diikuti oleh gangguan total bioenergetik serta gangguan
hemostasis ion (Dirnagl dkk., 2005).
Gambar 2.3 Mekanisme pelepasan glutamat, kalsium dan depolarisasi peri-infark
(Dirnagl dkk.,2005).
2.4.3 Depolarisasi peri-infark
Sel neuron dan sel glia dalam keadaan iskemik akan melakukan depolarisasi
dan akan melepaskan kalium serta glutamat. Pada daerah inti yang mengalami
proses iskemik, sel dapat melakukan depolarisasi anoksik dan tidak akan
mengalami repolarisasi. Sel disekitarnya dapat melakukan depolarisasi sebagai
respon adanya peningkatan ion kalium dan glutamat ekstrasel. Depolarisasi yang
berulang inilah yang dinamakan depolarisasi peri-infark. Proses ini terjadi
berulang dengan frekuensi beberapa kali setiap jamnya dan dapat terekam sampai
6–8 jam. Semakin bertambah frekuensinya, area infark akan semakin meluas.
Jalur signal intraseluler yang aktif dapat sebagai pencetus beberapa gen yang
mengkode proses neuroinflamasi (Dirnagl dkk.,2005).
2.4.4 Inflamasi
Inflamasi setelah proses iskemik ditandai oleh aktivasi cepat sel mikroglia
dan proses infiltrasi dari sel neutrofil serta makrofag pada daerah yang mengalami
kerusakan, beberapa mekanisme antara lain second messenger yang teraktivasi
oleh ion kalsium, peningkatan radikal bebas oksigen dan hipoksia akan
mencetuskan beberapa gen proinflamasi melalui beberapa faktor transkripsi.
Faktor transkripsi seperti cyclic AMP response element-binding protein, hypoxia
inducible faktor-1, nuclear faktor-E2-like faktor 2, c-fos, p53 dan peroxisome
proliferator-activated receptors α dan δ akan dilepaskan saat proses iskemik.
Faktor yang lain seperti nuclear faktor kappaB, activating transcription faktor-3,
CCAAT enhancer binding protein-beta, interferon regulatory faktor-1, signal
transduction and activator of transcription-3, dan early growth response-1 akan
dilepaskan setelah proses iskemik. Banyak faktor transkripsi seperti nuclear
faktor-kappaB, interferon regulatory faktor-1, early growth response-1 dan
CCAAT-enhancer binding protein-beta paling sering menyebabkan pelepasan gen
proinflamasi yang berkontribusi pada kematian sekunder sel neuron (Amantea
dkk., 2008).
Gambar 2.4 Ekspresi gen setelah iskemik secara berurutan transcription faktor,
heat shock protein, proinflammatory mediators, adhesion molecules, growth
faktor and oncogene, protein and proteinase inhibitor gene expressinon and
delayed remodeling protein (Amantea dkk., 2008)
Mediator inflamasi seperti platelet activating faktor, tumor necrotic faktor-α
(TNF-α), interleukin-1β (IL-1β) dan IL-6 dihasilkan dari sel iskemik. Sebagai
akibatnya adalah teraktivasinya adhesion molecule pada endotel seperti ICAM-1,
P-selectin, dan E-selectin. Adhesion molecule akan berinteraksi dengan
komplemen pada permukaan reseptor sel neutrofil. Proses selanjutnya adalah
neutrofil teraktivasi dan melakukan perlekatan pada endotel, menembus dinding
pembuluh darah, dan akhirnya menuju pada parenkim otak yang mengalami
iskemik. Masuknya neutrofil akan diikuti oleh makrofag dan monosit. Sel
pertahanan lokal juga ikut teraktivasi pada proses inflamasi, sekitar 4–6 jam pasca
iskemik, sel astrosit akan menjadi hipertrofik, kemudian sel mikroglia dengan
tonjolan atau prosesusnya akan membentuk struktur ameboid yang berarti menjadi
bentuk aktif. Proses ini akan tampak pada 24 jam pasca iskemik dan juga daerah
penumbra (Dirnagl dkk.,2005).
Proses inflamasi pasca iskemik akan memperparah kerusakan sel pada saat
iskemik melalui beberapa jalur seperti adanya blokade aliran darah oleh neutrofil,
mediator toksik yang dihasilkan oleh sel inflamasi (Dirnagl dkk.,2005; Amantea
dkk., 2008). Proses inflamasi menyebabkan rusaknya tight junction selama
iskemik otak (Kooij G dkk,2005).
Infiltrasi neutrofil akan menghasilkan iNOS, enzim ini akan menghasilkan
NO, bersifat toksik dalam jumlah yang banyak. NO dibentuk oleh sel endotel
yang memiliki efek menguntungkan berupa vasodilatasi saat diproduksi pada awal
proses iskemik. Efek sitotoksik iNOS adalah mengganggu enzim penghasil ATP
lewat peroksinitrit serta menstimulasi COX-2. Efek tersebut dapat ditimbulkan S-
nitrosylation dan aktivasi Matriks Metalloporteinase (MMP-9). Sel yang iskemik
juga menghasilkan enzim siklooksigenase-2. Enzim ini akan menghasilkan
superoksida dan toksik prostanoid yang mengakibatkan kerusakan seluler serta
prostaglandin E2 yang akan bekerja pada reseptornya yaitu prostaglandin E2 EP1
yang akan mengganggu homeostasis dari ion kalsium. Reaksi inflamasi juga akan
menginduksi sel untuk melakukan kematian sel yang terprogram atau apoptosis.
Mikroglia dan sel makrofag selain memiliki efek merugikan ternyata memiliki
keuntungan karena berkontribusi pada pemulihan kerusakan jaringan dengan
memakan sisa-sisa kerusakan sel dan memfasilitasi sifat plastisitas dari sel saraf.
Oleh karenanya bergantung pada konteks patofisiologi, kontribusi dari proses
inflamasi akan berbeda (Dirnagl dkk.,2005; Amantea dkk., 2008).
Gambar 2.5 Mekanisme kaskade iskemik dan keterlibatan parenkim otak
(Iadecola dan Anrather, 2012)
2.4.4.1 Sitokin
Salah satu peristiwa yang dapat memperburuk proses stroke iskemik
adalah reperfusion injury, keadaan ini didapatkan kembalinya perfusi darah ke
jaringan otak yang iskemik, namun kembalinya aliran darah dapat juga
menimbulkan kerusakan otak yang lebih progresif. Reperfusion injury disebabkan
oleh respon inflamasi. Proses inflamasi akan memperberat kerusakan pada lesi
iskemik. Salah satu yang berperan adalah sitokin. Sitokin timbul sebagai reaksi
primer terhadap stimulasi dari luar ataupun dalam, dan tidak ada pada hemostasis
yang normal (Ridker dan Silvertown, 2008).
Sumber utama dari sitokin setelah iskemik otak adalah sel endotel, mikroglia,
dan makrofag juga oleh sel neuron dan astrosit. Sitokin adalah suatu protein
terlarut atau dalam bentuk glikoprotein. Karakteristik dari sitokin antara lain
pleiotropism (memiliki target sel yang multipel dan aksi yang multipel),
redundancy (sitokin yang berbeda memiliki kemiripan dari aksinya), dan
feedback (dapat meningkatkan atau menurunkan produksinya sendiri dan sitokin
yang lain).
Ketidakseimbangan ion dan akumulasi kalsium bebas yang timbul akibat lesi
iskemik otak, akan menyebabkan lepasnya asam amino bebas dan proinflamasi
lain hasil metabolisme lemak. Hal ini dipercaya meningkatkan, menimbulkan dan
melepaskan kaskade sitokin proinflamasi. Pada kaskade ini yang pertama kali
dikeluarkan adalah IL-1 dan TNFα, sitokin ini yang kemudian merangsang
dikeluarkannya sitokin proinflamasi yang lainnya seperti IL-6 dan IL-8, aktivasi
dan infiltrasi dari leukosit dan memproduksi anti sitokin inflamasi ( termasuk IL-4
dan IL-10 yang mungkin merupakan negatif feedback dari kaskade ini.
Peningkatan kadar IL-1, TNFα, IL-6 dan IL-8 telah diamati pada iskemik dari
susunan saraf pusat. Konsentrasi IL-1β mulai muncul setelah 1-3 jam dan
maksimal pada 12 jam, akan tetap ada sampai lima hari, sedangkan konsentrasi
TNF-α mulai muncul setelah 3-6 jam dan maksimal pada 12 jam dan akan tetap
ada sampai lima hari. Beberapa bukti tidak langsung tentang keterlibatan
interleukin pada iskemik SSP didapat dari sejumlah penelitian klinis yakni dengan
dijumpai kadar IL-6 di cairan serebrospinal dan plasma sebagai faktor prediksi
kembalinya fungsi pada pasien dan berkorelasi dengan ukuran infark. Bukti yang
lain juga menunjukkan bahwa sitokin merupakan komponen kunci pada aktivasi
dan pengerahan leukosit di SSP. IL-1, TNF-α, IL-6 dan IL-8 telah diketahui
mengaktivasi leukosit dan meningkatkan adhesi pada leukosit CD-18, endotel dan
sel astrosit (ICAM-1) (Caplan, 2009 ; Nai-Wen Tsai dkk., 2010).
Sitokin memiliki peran penting pada patofisiologi inflamasi sistemik dan
stroke. Sitokin dapat bersifat proinflamasi dan anti-inflamasi. Sitokin proinflamasi
IL-1β merupakan salah satu mediator krusial pada eksitotoksiksitas pada proses
iskemik vaskular ataupun pada trauma kepala. Adanya lesi iskemik fokal otak
akan menginduksi mRNA IL-1β. Adanya aktivasi p-38 mitogen yang merupakan
protein kinase teraktivasi merupakan dasar dari pembentukan IL-1β oleh sel
tersebut, selain juga didapatkan keterlibatan dari Toll Like Receptor-4 yang
dihubungkan dengan produksi IL-1β. Pelepasan IL-1β berhubungan dengan
upregulation dari ICAM-1 yang akan mencapai puncak pada jam ke 6-12 pasca
iskemik. IL-1β disintesis dari molekul precursor pro IL-1β yang akan diubah
menjadi bentuk matur oleh sitokin caspase-1 dengan bantuan interleukin 1β
converting enzyme. Selain IL-1β juga ditemukan TNF-α pada area iskemik,
sitokin ini akan bekerja melalui 2 reseptor p55 dan p75, dan kedua reseptor ini
bila teraktivasi akan menimbulkan kaskade intrasel dari proses apoptosis. Sitokin
lain seperti IL-6 juga ditemukan pada sel neuron dan mikroglia pada area iskemik
dan dapat ditemukan sampai hari ke 14 pasca iskemik. Studi yang dilakukan
menyimpulkan IL-6 berhubungan dengan beratnya stroke yang terjadi dan luaran
klinis jangka panjang yang lebih jelek (Amantea dkk., 2008).
Sitokin proinflamasi seperti TNF-α dan IL-1β mengalami peningkatan
ekspresi dalam beberapa jam setelah terjadinya iskemik. TNF-α muncul pada 3-6
jam setelah stroke iskemik dan maksimal pada 12 jam, dan tetap ada sampai 5
hari. IL-1β muncul setelah 1–3 jam setelah stroke iskemik dan maksimal pada 12
jam, dan tetap ada sampai 5 hari. TNF-α terekspresikan pada neuron pada pusat
iskemik dan penumbra segera setelah iskemik dan selanjutnya sitokin ini
merangsang dikeluarkannya sitokin proinflamatori lain seperti IL-6, IL-8 serta IL-
4 dan IL-10 yang mungkin merupakan negatif feedback.
Gambar 2.6 Peran sitokin pada otak (McKeating dan Andrew, 2008)
Peran dari matrix metaloproteinase yang berfungsi pada regulasi dan respon
neuroinflamasi pada proses iskemik otak. MMP akan membelah komponen yang
mengandung protein pada matriks ekstraseluler seperti kolagen, proteoglikan,
laminin, namun juga protein yang berada pada permukaan sel ataupun protein
terlarut termasuk reseptor, sitokin serta kemokin. MMP juga turut berperan pada
pembentukan ulang atau remodeling struktur ekstraseluler, perkembangan serta
regulasi dari proses neuroinflamasi. MMP terlibat dalam pembentukan sitokin,
perubahan rekombinan pro IL-1β menjadi bentuk matang IL-1β ternyata
melibatkan MMP 2 dan 9, dan ternyata MMP inilah yang paling banyak
ditemukan dibanding caspase-1 pada area otak yang mengalami cidera. MMP
yang termasuk enzim protease memiliki beberapa tipe misalnya MMP-2 dan
MMP-9, keduanya berhubungan dengan proses iskemik karena berefek pada
kerusakan sawar darah otak dan adanya transformasi perdarahan pada beberapa
kasus. MMP inducer banyak ditemukan pada sel endotel dan astrosit pada area
perifokal terutama pada hari ke 2-7 setelah proses iskemik (Amantea dkk., 2008).
Gambar 2.7 Diagram Respon Inflamasi pada Stroke Iskemik Akut (Price dan
Warburton, 2003)
Sitokin chemoattractan disebut kemokin, berperan dalam migrasi lekosit ke
parenkim otak. C-X-C kemokin cenderung menarik neutrofil sedangkan C-C
kemokin cenderung menarik monosit/makrofag. Kemokin adalah polipeptida
regulasi yang memediasi komunikasi seluler dan pemanggilan leukosit pada
proses inflamasi dan respon imun. IL-1 dan TNF-α meningkatkan ekspresi MCP-1
(monosit chemoattractan protein). MIP-1 (macrofag inflammatory protein).
Peningkatan pelepasan dari mRNA pada MCP-1 dan macrophage inflammatory
protein-1α (MIP-1α) ditemukan pada area iskemik otak, dan keduanya juga
merupakan kemokin yang berkontribusi pada mekanisme kerusakan jaringan
melalui recruitment atau pemanggilan sel inflamasi lainnya. Kadar dari MCP-1
akan meningkat pada 12 jam setelah iskemik pada sel neuron, mikroglia dan
astrosit. MCP-1 disebut sebagai salah satu penggerak utama migrasi leukosit
menuju parenkim otak, namun berbeda dengan MCP-1 sitokin lain yaitu stromal
cell-derived faktor-1α justru memiliki fungsi neuroproteksi dengan jalan
mempromosikan sel punca di sumsum tulang untuk berpindah menuju area
iskemik otak selain itu juga merangsang aliran darah otak lokal. Kemokin lain
yang turut terlibat pada proses iskemik adalah fractalkine pelepasannya akan
meningkat pada sel neuron dan endotel yang nantinya akan berikatan dengan
reseptor CX3CR1 dan terjadi migrasi dari mikroglia yang teraktivasi (Amantea
dkk., 2008).
Gambar 2.8 Proses iskemik sampai proses pemulihan atau kematian jaringan
(Amantea dkk., 2008)
Sitokin mempunyai peran yang beragam pada iskemik serebri. Pada satu sisi
sitokin dapat mengaktifkan lekosit, menginduksi sel endotel dan lekosit untuk
mensintesis molekul adhesi yang berperan dalam respon inflamasi di otak . Pada
sisi lain sitokin dapat meningkatkan trombosis dengan meningkatkan kadar
plasminogen activating inhibitor-1, tissue faktor, platelet activating faktor dan
protein-s. (Pantoni L,2000)
2.4.4.2 Efek inflamasi pada status imunologis.
Otak dan sistem kekebalan tubuh secara fungsional dihubungkan melalui
jalur sistem saraf dan sistem humoral, penurunan fungsi sistem kekebalan tubuh
dan tingginya kejadian infeksi telah ditunjukkan pada keadaan-keadaan yang
disebabkan gangguan fungsi saraf akut. Cedera pada SSP, baik di otak maupun
medula spinalis dapat mengakibatkan pelepasan mediator-mediator inflamasi pada
SSP, atau gangguan dalam pengontrolan sirkuit neural-immune, keduanya
mengakibatkan penurunan sistem imunitas, baik innate immunity maupun
adaptive immunity, hal ini menyebabkan defisiensi dari sistem kekebalan tubuh,
sehingga individu tersebut menjadi rentan terhadap invasi mikroorganisme.
Walaupun respon awal lokal terhadap kerusakan otak adalah pelepasan mediator-
mediator pro-inflamasi yang disertai dengan respon inflamasi sistemik, pasien-
pasien dengan lesi di SSP juga menunjukkan adanya tanda-tanda immunodepresi.
Umumnya gangguan fungsi sistem imunitas pada pasien-pasien setelah stroke
dikarenakan penurunan jumlah limfosit darah tepi dan gangguan aktifitas sel
Natural Killer (NK), adanya gangguan terhadap fungsi granulosit dan sel NK,
serta menurunnya jumlah limfosit berdampak terhadap menurunnya sistem
imunitas individu, penurunan sistem imunitas tersebut meningkatkan kerentanan
terhadap terjadinya infeksi atau stroke assosicated infection (SAI). Adanya SAI
pada pasien stroke memberi dampak terhadap keluaran klinis yang buruk (Meisel,
2005).
Beberapa sitokin meningkat segera setelah awitan stroke dan mempengaruhi
keluaran klinis. Sitokin merupakan mediator penting antara otak dan sistem
kekebalan tubuh untuk mempertahankan homeostasis, aktivasi sistem neuro-
immunity, seperti halnya hypothalamus-pituitary-adrenal axis (aksis HPA) atau
sistem saraf otonom yang mengakibatkan kemampuan sistem kekebalan tubuh
yang menurun (Chamorro, Urra, dan Planas, 2007). Respon sitokin anti-inflamasi
telah diamati pada pasien-pasien dengan resiko terjadinya infeksi yang tinggi pada
kasus stroke akut (Chamorro, 2006).
Stroke menginduksi proses apoptosis limfosit yang luas dan cepat pada
organ-organ limfoid dan darah tepi. Hal ini tampak pada 12 jam setelah iskemik
serebral. Disfungsi sistem imunitas ini dapat berlangsung sampai enam minggu
setelah awitan stroke. Ketidakseimbangan interaksi otak-sistem imunitas
mengakibatkan gangguan regulasi sistem imunitas pada pasien-pasien stroke yang
berdampak akan terjadinya immunodepresi (Ionita, 2011). Sistem saraf otonom
sentral dan perifer menyampaikan informasi mengenai keadaan sistem imunitas,
yang kemudian informasi ini diproses oleh SSP, memberikan sinyal homeostasis
melalui tiga jalur utama yaitu aksis HPA, sistem saraf simpatis, dan sistem saraf
parasimpatis (Meisel, 2005). Sitokin-sitokin yang dihasilkan karena proses
inflamasi di SSP dapat mengontrol pusat neuro-immune secara langsung, melalui
difusi pada ruang ekstraseluler dan cairan serebrospinal, atau secara tidak
langsung melalui aliran darah. Pada umumnya, reseptor-reseptor sitokin pada SSP
yang mempengaruhi sistem imunitas di otak banyak terdapat pada struktur-
struktur sekitar ventrikel dan area medial preoptik, sinyal-sinyal tersebut
dilanjutkan ke Paraventricular Nucleus (PVN) hipotalamus melalui proyeksi serat
saraf (Meisel, 2005). HPA diaktivasi oleh sitokin-sitokin inflamasi (seperti IL-6
dan TNFα, IL-1β) yang dihasilkan selama proses inflamasi yang mengakibatkan
peningkatan sekresi Corticotropin Releasingfaktor(CRF) dari PVN hipotalamus
yang selanjutnya mengakibatkan keluaran Adrenocorticotropic Hormone (ACTH)
dari pituitari anterior. Peningkatan kadar IL-6 yang dikeluarkan ke dalam cairan
serebrospinal dan plasma menunjukkan korelasi dengan peningkatan kadar
hormone ACTH dan kortisol. Sitokin-sitokin sentral tersebut menstimulasi aksis
HPA. IL-6 dalam plasma juga dapat meningkatkan sekresi kortisol secara
langsung oleh adrenal (Meisel, 2005). Kelenjar adrenal yang berespon terhadap
adanya ACTH mengakibatkan peningkatan sekresi glukokortikoid yang pada
akhirnya dapat menurunkan fungsi sistem imunitas (Licinio dan Frost, 2000).
Glukokortikoid mencegah inflamasi dengan menekan produksi beberapa
mediator-mediator pro-inflamasi, prostaglandin dan nitric oxide, meningkatkan
produksi mediator-mediator anti-inflamasi, dan memiliki efek anti proliferasi yang
kuat serta menginduksi apoptosis eosinophil dan limfosit T (Meisel, 2005).
Aktivasi simpatis menyebabkan pelepasan katekolamin dari ujung-ujung saraf
simpatis dan medula adrenal. Katekolamin dapat dengan cepat menginduksi
peningkatan jumlah limfosit dan granulosit. Sitokin-sitokin pro-inflamasi yang
dikeluarkan selama proses inflamasi memegang peranan penting dalam
pertahanan terhadap bakteri dan proses penyembuhan. Produksi yang berlebihan
dari sitokin pro-inflamasi dapat menyebabkan respon inflamasi sistemik yang
hebat, dapat mengakibatkan syok dan kegagalan beberapa organ tubuh (Meisel,
2005). Respon pro-inflamasi dan anti-inflamasi terhadap stress seharusnya
seimbang untuk melawan patogen dan proses penyembuhan luka, dan mencegah
proses inflamasi yang berlebihan maupun immunodepresi yang berat.
Keseimbangan proses anti-inflamasi yang diatur oleh sistem saraf memiliki
banyak keuntungan terhadap terjadinya inflamasi sistemik, namun respon ini
menurunkan mekanisme pertahanan tubuh sehingga rentan akan terjadinya
infeksi, apabila imunodepresi yang diinduksi oleh otak tidak seimbang dengan
proses imunostimulasi secara umum (Meisel, 2005).
2.5 Leukosit
Pematangan sel leukosit di sumsum tulang dan pelepasan ke sirkulasi
dipengaruhi oleh faktor interleukin, faktor nekrosis tumor (TNF-α), dan
komplemen. Didalam sumsum tulang sel-sel digolongkan menjadi dua kelompok
yaitu kelompok pertama adalah pada proses sintesis dan pematangan DNA,
sedangkan kelompok yang kedua pada fase penyimpanan yang menunggu
pelepasan ke dalam sirkulasi. Sel dalam penyimpanan ini secara cepat dapat
merespon berdasarkan kebutuhan untuk meningkatkan leukosit sampai 2–3 kali
lipat leukosit di sirkulasi dalam 4–5 jam (Hoffbrand dan Petit, 2000).
Neutrofil digolongkan kedalam dua pool atau kelompok. Kelompok pertama
di sirkulasi bebas dan yang kedua adalah kelompok di tepi dinding pembuluh
darah. Ketika ada stimulasi oleh infeksi, inflamasi, obat atau toksin metabolik.,
kelompok sel yang ditepi akan melepaskan diri ke dalam sirkulasi. Setelah
kejadian kematian sel, leukosit dilepaskan dalam sirkulasi serta jaringan dan
memerlukan waktu beberapa jam (3–6 jam). Jenis leukosit yang dikerahkan pada
peradangan akut adalah PMN (neutrofil), migrasi leukosit paling banyak terjadi
pada 24–72 jam setelah awitan kemudian menurun sampai hari ke tujuh. Perkiraan
lama hidup leukosit adalah 11–16 hari, termasuk pematangan disumsum tulang
dan penyimpanannya yang merupakan sebagian besar masa kehidupannya.
Penyebab peningkatan jumlah leukosit pada dasarnya didasari oleh dua penyebab
dasar, yaitu reaksi yang tepat dari sumsum tulang normal terhadap stimulasi
eksternal (infeksi, proses yang menimbulkan inflamasi seperti nekrosis jaringan,
infark, luka bakar, artritis), stress (over exercise, kejang, kecemasan, anestesi),
obat ( kortikosteroid, lithium, β agonis), trauma (splenektomi), anemia hemolisis
dan leukemoid maligna. Kemungkinan yang lain seperti efek dari kelainan
sumsum tulang primer (leukemia akut, leukemia kronik, kelainan
mieloproliferatif) (Hoffbrand dan Petit, 2000).
Masuknya leukosit ke otak yang mengalami iskemik dimulai dengan
adhesi pada endotel dan sampai di jaringan otak melalui beberapa tahap: (Caplan,
2009 ; Nai-Wen Tsai dkk., 2010).
1. Migrasi leukosit dimulai dengan interaksi leukosit-endotel dengan rolling
diperantarai oleh P-selektin dan E-selektin pada permukaan endotel dan L-
selektin pada leukosit. leukosit melekat pada tepi endotel melalui reseptor
glikoprotein dinding leukosit (disebut CD-18 atau b2-integrin) dan ligand
dari endotel, intraseluler adhesion molecule (ICAM -1).
2. Kompleks CD-18 ( b2-integrin) terdiri dari tiga heterodimers. Ketiganya
mempunyai unit beta yang sama dan yang membedakan satu dengan yang
lainnya adalah subunit α. Tiga subunit α ini dinamakan Leukosit Function
Antigen (FLA-1 atau CD-11a, ada pada semua leukosit ), MAC-1 (CD-
11b, ada pada kebanyakan PMN dan monosit) dan P150 (CD-11c, ada
pada neutrofil dan monosit).
3. Reseptor CD-18 integrin complex adalah golongan adhesion molecule
seperti ICAM. ICAM-1 secara luas terdapat pada banyak sel dan berikatan
dengan LFA-1 dan MAC-1, ICAM-2 hanya terdapat pada sel endotel dan
leukosit dan hanya berikatan dengan LFA-1 saja. ICAM-1 muncul dengan
adanya induksi oleh sitokin peradangan seperti IL-1 dan TNF-α.
4. Leukosit tampak pada jaringan SSP yang mengalami iskemik, sebagai
respon patofisiologi terhadap adanya lesi. leukosit secara langsung terlibat
dalam patogenesis dan perluasan dari lesi SSP setelah perfusi ulang. Dua
mekanisme keterlibatan leukosit dalam reperfusi injury adalah pada
tingkat sirkulasi menyumbat mikrosirkulasi dan mediator vasokonstriktor
serta pada jaringan otak yang melepaskan enzim hidrolisis, lemak
peroksidase dan pelepasan radikal bebas.
Gambar 2.9 Tahap adhesi dan migrasi netrofil (McKeating dan Andrew, 2008).
2.6 Protein Fase Akut
Protein fase akut adalah golongan protein yang didapatkan kadarnya
meningkat atau menurun dalam plasma sebagai respon dari sebuah proses
inflamasi yang bersifat akut. Respon fase akut merupakan sebuah mekanisme
penting dari reaksi host terhadap cedera jaringan, yang mempromosikan
keparahan organ yang terlibat melalui mekanisme inflamasi/trombosis. Respon ini
dipicu oleh sitokin, protein-protein kecil yang dihasilkan oleh sel-sel sistemik dan
sel-sel lokal teraktivasi dan ditandai dengan sintesis protein fase akut pro-
koagulan dan pro-inflamasi, imbas sitokin dalam hati akan membentuk globulin
dan fibrinogen (Ladenvall dkk., 2006).
Protein fase akut yang positif memiliki fungsi yang berbeda bila dihubungkan
dengan mekanisme sistem imun. Beberapa protein ini akan menghancurkan atau
menginhibisi pertumbuhan mikroba seperti C-reaktif protein, Mannose-binding
protein, complement faktors, ferritin, ceruloplasmin, Serum amiloid A dan
haptoglobin, sedangkan yang lainnya akan memberikan efek feedback negatif
seperti Alpha 2-macroglobulin dan faktor koagulasi yang akan berefek pada
sistem koagulasi. Protein yang termasuk berespon negatif seperti albumin,
transferrin, transthyretin, transcortin dan retinol-binding protein, beberapa
protein ini akan menurunkan ikatan kortisol sehingga akan meningkatkan proses
inflamasi (Ladenvall dkk., 2006).
2.6.1 C-Reaktif Protein (CRP)
Gambaran utama dari inflamasi dan kerusakan jaringan adalah peningkatan
kadar protein fase akut misalnya C-Reaktif Protein (CRP), serum amiloid–A, D-
dimer dan fibrinogen. CRP adalah salah satu golongan protein fase akut yang
ditemukan dalam darah, kadarnya akan meningkat sebagai respon pada proses
inflamasi. Secara fisiologis berfungsi untuk mengikat phosphocholine yang
terdapat pada permukaan sel yang telah mengalami kematian, yang akan mengikat
sistem komplemen melalui c1q. CRP merupakan anggota dari protein pentraxin
dengan berat massa molekul 25106Da. Istilah CRP pertama kali dilaporkan oleh
Tiller dan Francis pada tahun 1930, disebabkan senyawa ini dapat bereaksi
dengan polisakarida C somatic dari Streptococcus pneumonia. Gen yang mengatur
pembentukan CRP ini terdapat pada kromosom pertama 1q21-q23. Kadarnya akan
meningkat 100x dalam 24 – 48 jam setelah terjadi luka jaringan. CRP secara
normal ada dalam serum manusia dalam jumlah yang kecil dengan kadar < 1
mg/L dan akan meningkat dalam waktu 24 – 48 jam setelah sel dirangsang oleh
senyawa inflamasi. Sitokin dari IL-6 merupakan stimulator utama produksi dan
sekresi CRP oleh sel hati. Pada kultur sel hepatosit, ditemukan bahwa IL-6 adalah
penginduksi utama untuk traskripsi m-RNA, CRP, IL-1 sendiri tidak aktif tetapi
sinergis dengan IL-6. Promotor gen CRP terdiri dari 2 Acute Phase Respons
Elements (APRE). APRE 2 mengandung NF-IL-6 binding site yang merupakan
faktor transkripsi yang diinduksi oleh IL-6 dan diaktivasi oleh Protein Kinase C
(PKC)- dependent phosphorylation. Sitokin lain seperti IL-1L, TNF-α dan
Transforming Growth Faktor (TGF-β) juga berperan dalam sintesis CRP.
Penelitian laboratorium maupun klinis menunjukkan bahwa aterosklerosis bukan
sekedar penyakit dengan deposisi lemak, namun terutama juga merupakan suatu
proses inflamasi dari mulai awal terjadi aterogenesis, sampai timbul gejala klinis
yang disertai dengan koyaknya plak dan trombosis. Monosit, makrofag, dan
limfosit T terdapat dalam plak aterosklerosis di dinding arteri. Pada daerah bahu
dari plak, yaitu daerah yang paling rentan terhadap koyaknya plak, banyak
terdapat sel inflamasi seperti makrofag dan monosit. Sitokin seperti IL-6, TNF-α
yang menstimulasi produksi protein fase akut oleh hati seperti CRP,
meningkatkan kejadian vaskular. CRP merupakan penanda dini dari mediator
inflamasi lain seperti IL-6 dan TNF- α pada proses inflamasi yang terjadi pada
aterosklerosis (Winbeck dkk., 2002; Ladenvall dkk., 2006).
Peningkatan kadar CRP adalah non-spesifik tetapi merupakan penanda respon
fase akut yang sensitif terhadap senyawa infeksius, stimulus imunologik,
kerusakan jaringan dan inflamasi akut lain. Peningkatan kadar CRP juga terjadi
pada inflamasi kronik, yang meliputi penyakit autoimun dan malignansi.
Inflamasi kronik merupakan komponen yang penting dalam perkembangan dan
progresi aterosklerosis. Pada reaksi inflamasi,kadar CRP paralel dengan respon
inflamasi yang akan terus meningkat sampai tiga bulan atau lebih pada penderita
yang perjalanan klinisnya buruk dan kembali turun pada kadar yang tidak
terdeteksi setelah inflamasi mereda selama 6 bulan. Kadar CRP yang diperiksa
dari dalam darah donor yang sehat didapatkan median 0,8 mg/l. Kadar nilai
normal akan berbeda pada setiap laboratorium, secara umum dikatakan normal
kadarnya bila didapatkan antara 0 – 1,0 mg/dl atau kurang dari 10 mg/L. Pada
keadaan akut inflamasi data meningkat sampai lebih dari 500 mg/l (10.000X ),
nilai tersebut akan keluar setelah pemeriksaan selama 24 jam di laboratorium. Jika
terjadi proses akut inflamasi kadarnya akan mulai meningkat 6 jam berikutnya dan
mencapai puncaknya dalam 48 jam, CRP memiliki waktu paruh ± 12-19 jam,
selama proses inflamasi terjadi kadarnya akan terus konstan sampai proses
tersebut berhenti (Rost dkk., 2001; Yan dkk., 2009; Tai dkk., 2006).
Konsentrasi CRP di LCS terus meningkat setelah hari ke tiga. Peningkatan
CRP mempunyai korelasi dengan score klinis pada hari ke 21, kadar CRP pada
hari 1 tidak dapat memberikan prognostik. Titer CRP maksimal pada penderita
dengan defisit neurologi yang berat, sedangkan pada penderita dengan good
neurological recovery titer CRP rendah. Peningkatan signifikan titer CRP di LCS
pada hari ke 3 tampaknya merupakan kriteria prognostik buruk yang
mencerminkan proses inflamasi pada pembentukan infark otak (Gusev EI,2003).
Penelitian lain oleh Winbeck dkk., (2002), yang melakukan serial CRP pada
awitan stroke kurang dari 12 jam, 12–24 jam dan kurang dari 48 jam
menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara kadar pada pemeriksaan pada
12–24 jam dengan luaran yang buruk pada iskemik akut.
Beberapa studi yang mencoba menghubungkan kadar CRP pada fase akut
stroke yang dihubungkan dengan perburukan stroke dan luaran pada bulan ke-3
dan 1 tahun pertama serta memprediksi serangan berulang stroke dan risiko
kematian dalam tahun pertama didapatkan nilai < 5 mg/L untuk nilai normal, 5–
33 mg/L untuk risiko sedang, dan > 33 mg/L untuk risiko yang sangat tinggi
(Iyigün dkk., 2002; Elkind dkk., 2006; Idicula dkk., 2008).
Konsentrasi normal pada manusia normal adalah sekitar dibawah 10 mg/L
dan kadarnya akan sedikit meningkat diatasnya pada usia tua. Kadar yang cukup
tinggi ditemukan pada wanita hamil trimester terakhir, inflamasi sedang dan
infeksi virus sekitar 10-40 mg/L, dan kadarnya akan meningkat menjadi 40–200
mg/L bila didapatkan pada proses inflamasi aktif dan infeksi bakteri, sedangkan
pada infeksi bakteri yang parah serta luka bakar akan didapatkan peningkatan
sampai > 200 mg/L (Rost dkk., 2001; Papa dkk., 2003; Tai dkk., 2006).
Gambar 2.10 Mekanisme peningkatan CRP (Elkind dkk., 2006)
2.7 Laju endapan darah (LED)
Laju endapan darah (LED) adalah laju jatuhnya eritrosit dalam sebuah kolom
darah dan merupakan sebuah indikator respon fase akut. Kerusakan otak iskemik
juga disertai dengan respon fase akut, dan banyak protein fase akut yang telah
diamati meningkat dalam serum atau plasma pasien-pasien stroke iskemik akut.
Namun perilaku LED setelah stroke akut belum diketahui secara jelas karena
penelitian-penelitian sekarang yang melaporkan peningkatan LED pada pasien
stroke iskemik dilakukan beberapa hari setelah stroke atau telah menunjukkan
LED yang meningkat tidak lebih cepat dari 5-7 hari setelah awitan penyakit.
Beberapa peneliti telah menunjukkan bahwa respon fase akut terlibat dalam
mekanisme kerusakan otak iskemik, yang mencakup inflamasi dan aktivasi sistem
koagulasi, akan tetapi, hanya satu penelitian yang menunjukkan bahwa nilai LED
yang lebih tinggi diamati pada pasien-pasien dalam 72 jam setelah stroke iskemik
terkait dengan infark otak yang lebih besar, sehingga dengan demikian cukup
beralasan untuk meneliti nilai-nilai LED pada fase awal stroke, bersamaan dengan
perbandingan langsung diantara nilai-nilai ini dan besarnya kerusakan otak
iskemik. Melalui sebuah penelitian pada 23 pasien stroke iskemik yang dibawa ke
rumah sakit antara jam ke-6 dan ke-20 setelah awitan gejala, kemudian setelah
berbagai kriteria inklusi dan eksklusi untuk menyingkirkan penyebab inflamasi
yang lain dan dilakukan pemeriksaan CT sken kepala pada waktu yang sama,
didapatkan hasil adanya korelasi antara nilai LED dan volume area hipodens CT
otak pada pasien dalam 24 jam stroke iskemik. Nilai-nilai laju endapan darah pada
kelompok pasien stroke iskemik berkorelasi positif dengan volume area hipodens
CT otak awal (r = 0,95; p < 0,000001) (Zaremba dkk., 2004; Swartz dkk., 2005;
Caplan, 2009; Nikanfar dkk., 2012).
Protein-protein fase akut berpartisipasi dalam berbagai mekanisme yang
mempromosikan penurunan masa aktif neuron yang mengalami iskemik. Hal ini
mencakup influks leukosit intraserebral, propagasi trombus intravaskular, dan
pengurangan aliran daerah, serta pembentukan edema pada area sekitar lesi. Area
hipodens pada pemeriksaan CT yang terbukti pada belahan otak dalam 24 jam
setelah stroke menandakan kerusakan otak iskemik dini bersama dengan
perluasannya beserta infiltrasi leukosit dan pembengkakan lokal otak. Sehingga
korelasi positif antara nilai LED dan volume area hipodens pada CT otak awal
secara tidak langsung menandakan bahwa intensitas respon fase akut, yang diukur
dengan LED, terkait dengan evolusi dini kerusakan otak iskemik. Ini didukung
oleh penelitian-penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa kadar CRP,
fibrinogen dan nilai LED yang lebih tinggi pada pasien stroke terkait dengan
infark otak yang lebih ekstensif. Nilai LED diamati segera setelah stroke dan bisa
secara tidak langsung menandakan hubungan antara derajat respon fase akut pada
fase awal stroke iskemik dan besarnya kerusakan otak lokal (Zaremba dkk., 2004;
Swartz dkk., 2005; Nikanfar dkk., 2012).
Mekanisme secara pasti peningkatan LED pada stroke iskemik dan
hemoragik memang masih belum dikenali dengan pasti, namun ada beberapa
mekanisme yang diduga antara lain infeksi yang tidak terdiagnosis yang terjadi
satu bulan sebelum kejadian sebuah serangan stroke, mekanisme LED dapat
diduga tanda tidak langsung perkembangan trombosis, selain itu mekanisme yang
diduga terakhir adalah keterlibatan mekanisme inflamasi dan peningkatan protein
yang ikut terlibat. Peningkatan leukosit selama masa akut stroke berasal dari
mekanisme inflamasi sebagai respon injury iskemik seluler, peningkatan sitokin
terjadi pada awal proses iskemik, sehingga diduga adanya mekanisme hubungan
antara level faktor inflamasi, sejumlah protein yang terlibat pada mekanisme
oklusi dan LED. (Zaremba dkk., 2004; Swartz dkk., 2005; Nikanfar dkk., 2012).
2.8 Luaran Perawatan Stroke
Stroke iskemik akut dengan defisit neurologi yang berat terjadi kurang lebih
2-10% dari semua kejadian stroke iskemik dan berhubungan dengan prognosis
yang buruk baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Prognosis stroke meliputi
6 aspek yaitu disease, death, discomfort, disability, dissatisfaction dan
destitution. Beberapa pasien mengalami stroke iskemik dengan defisit berat
tersebut selama perawatan dapat mengalami edema fokal dengan resiko herniasi,
komplikasi sistemik seperti pneumonia, gagal jantung akut, dan kematian.
Penelitian dilakukan untuk memahami prognosis stroke dan mengidentifikasi
faktor-faktor yang dapat memprediksi luaran perawatan stroke. Faktor yang
dianggap berpengaruh seperti faktor neurologi yaitu tempat lesi, jenis lesi, ukuran
lesi, jumlah lesi, faktor umum seperti umur, penyakit jantung, polisitemia,
hiperglikemia, hipertensi, suhu badan, faktor komplikasi seperti komplikasi
jantung, infeksi, emboli paru, depresi, kejang, stroke ulang, multi infark, dan
demensia. Prognosis pasien stroke dapat dibedakan menjadi prognosis jangkan
pendek dan jangka panjang. Prognosis jangka pendek ditentukan oleh penyebab
otak dan sistemik seperti jenis lesi, macam penyebab, kesadaran saat awitan stoke
dan ada tidaknya gangguan jantung maupun paru. Prediktor prognosis buruk
jangka panjang dalam 1 tahun yang berperan dalam kematian yaitu beratnya
stroke, umur, atrial fibrilasi dan demensia. Perburukan pasien stroke iskemik akut
kurang dari 8 jam dipengaruhi oleh tekanan darah tinggi dan peningkatan kadar
glukosa pada saat masuk dan keterlibatan area teritori arterri karotis. Stroke
dengan tipikal seperti ini sering disebabkan penyumbatan di pembuluh darah yang
besar dan sering pula disebabkan oleh emboli jantung. Selain hal tersebut
kejadian di usia lanjut, hiperglikemia dan kejadian demam selama awitan stroke
akut sering dihubungkan dengan luaran perawatan stroke yang buruk (Sandy dkk.,
2000; Thanvi, Treadwell, dan Robinson, 2008; Bill dkk., 2012; Boone dkk.,
2012).
Beberapa faktor prediktor luaran stroke yang buruk seperti terganggunya
fungsi kognitif, penurunan kesadaran pada awitan kejadian, defisit neurologi yang
akut dan berat, perawatan diluar unit stroke dan jenis kelamin wanita sering hal
tersebut dihubungkan dengan luaran atau outcome perawatan yang buruk,
walaupun melalui berbagai studi prognosis belum didapatkan hasil yang konstan
mengenai predikor luaran buruk. Namun ada hal yang konsisten yang selalu
didapatkan hasil yang sama yaitu mengenai usia lanjut saat mengalami stroke,
atau mengalami stroke yang berat saat awitan. Keduanya secara konsisten dari
berbagai studi dapat meramalkan luaran jangka panjang yang buruk. (Sandy dkk.,
2000; Bill dkk., 2012).
Penelitian dari the Acute Stroke Registry and Analysis of Lausanne
(ASTRAL) menggunakan analisis kohort sejak tahun 2004–2010, didapatkan
parameter meliputi sosiodemografi, klinis, radiologi, dan variabel metabolisme
menemukan tujuh faktor yang berhubungan dengan beratnya stroke saat serangan
akut, antara lain tipe serangan stroke kardioembolik, awitan stroke yang tidak
diketahui, adanya tanda iskemik pada 6 jam awal CT sken, kadar hemoglobin dan
kadar leukosit sebagai penanda inflamasi selain CRP, serta adanya kelainan pada
dinding pembuluh darah pada teritori parenkim otak yang mengalami iskemik
(Sandy dkk., 200; Bill dkk., 2012).
Nilai prognostik stroke iskemik pada fase akut dapat dilihat dari perbedaan
skor NIHSS pada hari ke-7 dengan skor NIHSS saat awal masuk rumah sakit.
Batasan hari ke-7 didapat dari berbagai penelitian bahwa perbaikan awal dapat
dimulai pada minggu pertama setelah awitan. Variasi dari prevalensi perburukan
neurologi diakibatkan dari pemakaian kriteria diagnositk yang berbeda-beda pada
berbagai penelitian, semisal perburukan terjadi jika peningkatan lebih dari satu
poin pada CanadianNeurological Scale (CNS), atau lebih dari dua poin pada
Scandinavian Stroke Scale (SSS) atau NIH Stroke Scale (NIHSS) (Young, Weir,
dan Lees, 2005; Weimar dkk., 2006; Kwan dan Hand, 2006; Boone dkk., 2012;
Kerr, Fulton, dan Lees, 2012).
The National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) memiliki 15 item
yang menunjukkan adanya defisit klinis pada stroke, pertama kali dipublikasikan
pada tahun 1989. Pengisian skala NIHSS dapat dikerjakan termasuk di instalasi
gawat darurat, melalui penelitian dikatakan dapat dikerjakan rata-rata dalam
waktu 6,6 menit. Nilai minimal 0 dan nilai maksimal 42 semakin berat klinis
neurologi yang ditemukan semakin besar skor NIHSS. Uji kesepakatan bila
dikerjakan antara tenaga medis dengan rata-rata k= 0,69, bila dikerjakan
dikalangan neurologis rata-rata nilai k=0,77. Perbedaan nilai skor NIHSS yang
dianggap bermakna bila didapatkan perbedaan 2 poin atau lebih, bila skor
semakin tinggi pada penghitungan ke-2 dikatakan prediktor buruk (Jensen dan
Lyden, 2006, Boone dkk., 2012).
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, dan HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Berdasarkan pada rumusan masalah dan tinjauan pustaka, dapat disusun
sebuah kerangka teori. Iskemia akan menyebabkan penurunan ATP sebagai
sumber energi pompa kanal ion sel sehingga menyebabkan gangguan depolarisasi
membran yang berujung pada masuknya natrium dan kalsium serta menginduksi
pelepasan glutamat. Glutamat dan kalsium intrasel akan menginduksi enzim yang
akan mendegradasi struktur membrane. Efek lain menginduksi beberapa radikal
bebas menyebabkan kerusakan mitokondria dan DNA sel neuron yang akan
merangsang proses kematian neuron yaitu nekrosis atau apoptosis, semakin besar
luas kerusakan akan semakin memperburuk luaran. Adanya proses hipoksia
seluler, influx kalsium serta radikal bebas akan merangsang beberapa gen
inflamasi yang akan menghasilkan salah satunya adalah sitokin proinflamasi
seperti IL-1β, TNF-α, IL-6 dan IL-8. Berbagai efek yang ditimbulkan adalah
peningkatan status prokoagulasi, peningkatan protein fase akut, dan infiltrasi
neutrofil, makrofag dan monosit yang mengarah kepada trombosis lanjutan. Selain
itu, keluarnya sitokin proinflamasi berlebihan akan meningkatkan respon HPA-
aksis serta komponen simpatis sehingga akan jatuh ke dalam imunodepresi dan
mempermudah terjadinya Stroke Associated Infection (SAI) yang akan
memperburuk luaran perawatan stroke iskemik akut.
38
Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian
O2 ↓
Influk
Calsium
Edema
intraseluler
Prokoagulasi
(LED)
Simpatis ↑
Trombosis
Luaran Buruk
Perawatan
Stroke
Iskemik Akut
Imunodepresi
SAI
Limfosit ↓, NKC ↓, PMN ↓
Katekolamin ↑
Kortisol ↑
HPA
aksis ↑
IL-1β
TNF-α
IL-6
IL-8
Inflitrasi
Neutrofil,
Makrofag,
Monosit
Protein
Fase
Akut ↑
(CRP)
Gen
Inflamasi
Kematian Sel
Neuron
Degradasi
Membran
Induksi
Enzim
Radikal
Bebas
Perluasan
Infark
Influks
Natrium
Pelepasan
Glutamat
ISKEMIA
ATP ↓
Gangguan.
Depolarisasi Membran
3.2 Konsep
Gambar 3.2 Konsep
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian pustaka maka disusunlah konsep
penelitian sebagai berikut:
Variabel perancu dikendalikan pada tahap rancangan penelitian
Usia
Awitan stroke
Leukositosis
Peningkatan
neutrofil
Peningkatan LED
Infeksi selama
perawatan
Variabel yang akan diteliti
Kadar CRP serum
tinggi
Luaran Buruk
Perawatan Stroke
Stroke Iskemik Akut
Penyakit lain :
Tumor
Infeksi sebelumnya
Gangguan Jantung
Gangguan Paru
Gangguan Ginjal
Gangguan Hepar
Gangguan Imun
Pasca operasi
Riwayat stroke
Riwayat Trauma
Riwayat gangguan otak
sebelumnya
Variabel lain yang akan ditampilkan pada karakteristik data
1. Inflamasi yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko luaran stroke
iskemik akut yang buruk. Penanda inflamasi yang tinggi digunakan adalah
CRP.
2. Faktor – faktor lain yang dapat menyebabkan peningkatan penanda
inflamasi diluar penyakit stroke seperti tumor, infeksi sebelumnya,
gangguan jantung, gangguan paru, gangguan ginjal, gangguan hepar,
gangguan imun, pasca operasi, riwayat stroke, riwayat trauma, riwayat
gangguan otak sebelumnya merupakan faktor eksklusi pada penelitian ini.
3. Faktor – faktor lain yang dapat menyebabkan perburukan luaran perawatan
stroke iskemik akut seperti usia, awitan stroke iskemik akut, lekosit,
neutrofil, LED, komplikasi infeksi selama perawatan akan dikendalikan
pada tahap analisis hasil penelitian akan ditampilkan pada karakteristik
data dengan analisis SPSS 16.
3.3. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir dan konsep penelitian di atas, ditetapkan
hipotesis penelitian sebagai berikut: kadar CRP serum tinggi pada penderita stroke
iskemik akut sebagai prediktor luaran buruk selama perawatan.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Studi ini meneliti tentang prognosis penyakit mengacu pada kemungkinan
luaran dalam perjalanan klinik suatu penyakit. Rancangan penelitian digunakan
observasional analitik kohort prospektif dengan melihat dua macam kelompok
subyek yang memiliki kadar CRP serum tinggi dan yang normal. Untuk
menggambarkan secara jelas alur penelitiannya adalah sebagai berikut
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian
42
Kadar
CRP serum
tinggi penderita
stroke iskemik
Luaran perawatan Buruk
Luaran perawatan Baik
Kadar
CRP serum
normal penderita
stroke iskemik
Luaran perawatan Buruk
Luaran perawatan Baik
Stroke iskemik akut Perbedaan skor NIHSS selama perawatan
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Bagian Neurologi FK Udayana/RSUP Sanglah,
Denpasar, mulai Agustus 2013 – November 2013. Pemeriksaan laboratorium dan
pencitraan dilakukan di Instalasi Laboratorium dan Radiologi RSUP Sanglah,
Denpasar.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berada dalam ruang lingkup ilmu penyakit saraf khususnya divisi
neurovaskular.
4.4. Penentuan Sumber Data
4.4.1 Populasi target
Populasi target adalah semua penderita stroke iskemik akut
4.4.2 Populasi terjangkau
Populasi tejangkau adalah penderita stroke iskemik akut yang menjalani
perawatan di Bagian Neurologi FK Udayana/RSUP Sanglah.
4.4.3 Sampling frame
Sampel diambil dari semua penderita stroke iskemik akut yang menjalani
perawatan di Bagian Neurologi FK Udayana/RSUP Sanglah yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
4.4.4 Kriteria subyek
4.4.4.1 Kriteria Inklusi:
1. Pasien stroke iskemik akut ≤ 72 jam
2. Usia pasien lebih dari 30 tahun
3. Pasien yang menyetujui untuk ikut penelitian setelah diberikan
persetujuan setelah penjelasan
4.4.4.2 Kriteria Ekslusi:
1. Penderita stroke iskemik yang tidak dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT-
sken otak, stroke iskemik bukan serangan yang pertama baik dari
anamnesis ataupun data penunjang yang menunjukkan adanya silent infark
pada CT sken, dan stroke perdarahan.
2. Pada anamnesis, dijumpainya tanda infeksi atau inflamasi akut yang
meningkat sebelum stroke.
3. Penderita hematoma epidural atau subdural, tumor otak, infeksi otak,
trauma kepala, dan penderita stroke yang menjalani operasi bedah saraf
atau tindakan pembedahan lainnya.
4. Penderita stroke yang mengalami sakit organ yang lain seperti jantung,
hati, ginjal, tulang, paru, hamil, serta riwayat menjalani operasi
sebelumnya
5. Penderita mengalami gangguan sistim imunitas tubuh seperti SLE, AIDS
dan penggunaan obat anti inflamasi
4.4.5 Besar Sampel
Besar sampel yang dibutuhkan dihitung menurut rumus untuk jenis
penelitian analitik dengan skala pengukuran komparatif dengan variabel
kategorikal tidak berpasangan (Colton, 1974, cit. Dahlan, 2009):
[ α √ β √
]
dimana :
n : besar sampel
Zα : deviat baku alfa (α= 5%, Zα = 1,96)
Zβ : deviat baku beta (β=10%, Zβ = 1,28)
P : proporsi total = ( P1+ P2 / 2)
Q : 1 – P
P1 : proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement
peneliti.
Q1 : 1 – P1
P2 : proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya
Q2 : 1 – P2
P1 – P2: beda proporsi minimal yang dianggap bermakna
Dari penelitian terdahulu (Idicula dkk., 2009) diketahui informasi:
P2 = 0,6; dengan OR = 3,28 maka dapat diketahui P1= 0,831
[ √ √
]
• Besar sampel (n) yang dibutuhkan adalah: 41
• Berdasarkan rumus di atas, didapatkan sampel minimal tiap kelompok
sebanyak 41 orang. Sehingga jumlah sampel keseluruhan menjadi 82
orang.
4.4.6 Teknik pengambilan sampel
Subjek penelitian diambil dari populasi sasaran dan populasi terjangkau.
Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling non random
jenis konsekutif.
4.5. Variabel Penelitian
4.5.1. Klasifikasi Variabel
1. Variabel tergantung: luaran perawatan stroke
2. Variabel bebas : kadar CRP serum
3. Variabel terkendali : usia, awitan stroke, leukosit, LED, infeksi selama
perawatan.
4. Variabel perancu : tumor, penyakit infeksi sebelumnya, gangguan jantung,
gangguan paru, gangguan ginjal, gangguan hepar, gangguan sistem imun,
pasca operasi, riwayat stroke, riwayat trauma kepala.
4.5.2. Definisi operasional :
1. Usia ditentukan dari tanggal atau tahun lahir sampai saat awitan stroke
iskemik akut berdasarkan kartu tanda penduduk (KTP) atau keterangan
keluarga sesuai rekam medis. Data berskala nominal.
2. Stroke iskemik adalah defisit neurologis fokal yang timbul akut dan
berlangsung lebih dari 24 jam, dan tidak disebabkan oleh perdarahan.
Diagnosis stroke ditegakkan sesuai pemeriksaan klinis neurologis yang
ditemukan dan dikonfirmasi secara pasti sesuai standard baku emas
dengan menggunakan CT-sken kepala tidak dijumpai gambaran
hiperdense pada pemeriksaan penunjang.
3. Fase akut stroke iskemik adalah waktu antara awitan awal mula serangan
stroke yang berlangsung sampai 1 minggu selama perawatan di rumah
sakit.
4. Awitan stroke adalah awal mula serangan stroke iskemik yang ditentukan
berdasarkan anamnesis kepada pasien atau keluarga pasien mengenai
waktu pertama kali keluhan klinis terjadi yang menandai dimulainya
proses iskemik otak.
5. Riwayat stroke adalah adanya riwayat serangan stroke yang ditandai
dengan timbulnya suatu gangguan fungsi neurologis akibat gangguan pada
pembuluh otak. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan neurologis mencari riwayat serangan stroke dan tanda-tanda
stroke kronis.
6. Infeksi adalah invasi terhadap host oleh mikroorganisme, proliferasi
mikroorganisme dan menimbulkan reaksi host. Mikroorganisme dapat
berupa bakteri, virus, protozoa, fungi, parasit dan antropoda. Tanda klinis
reaksi host terhadap infeksi adalah demam dan/atau leukositosis 15,000
atau 20,000 sel/μL. Demam didefinisikan sebagai suhu tubuh oral saat
siang hari > 37.2°C (>98.9°F) atau suhu oral >37.7°C (>99.9°F) saat
malam hari. Demam adalah manifestasi utama dalam kondisi infeksi dan
mungkin satu-satunya tanda yang tampak dalam keadaan infeksi ditunjang
adanya gangguan organ yang mengalami infeksi seperti saluran nafas
berupa sesak dan batuk, saluran kemih dan organ yang lain.
7. Riwayat infeksi adalah riwayat mengalami serangan infeksi 3 bulan
sebelum serangan stroke atau menjalani perawatan di rumah sakit oleh
karena penyakit infeksi dan mendapatkan pengobatan antibiotik, antivirus
ataupun antijamur Pengobatan terrsebut dijalani sebelum mengalami
stroke dan dinyatakan sembuh dari penyakit infeksi serta tidak menjalani
pengobatan setelahnya oleh karena infeksi tersebut minimal tiga bulan
sebelum serangan stroke.
8. Infeksi saat awal stroke adalah tanda klinis infeksi yang diperoleh melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang berupa pencitraan
ataupun laboratorium klinis ataupun sedang menjalani perawatan terkait
dengan infeksi tersebut, kondisi ini terjadi sebelum awitan stroke tersebut.
9. Infeksi selama perawatan adalah salah satu komplikasi akut stroke selama
perawatan, infeksi ditandai oleh adanya demam disertai adanya gangguan
pada organ yang terlibat dapat bersumber pada saluran nafas, saluran
kemih, ataupun kulit yang terjadi selama perawatan.
10. Inflamasi adalah sebuah keadaan yang ditandai oleh adanya manifestasi
eksternal berupa rubor, tumor, kalor, serta manifestasi kardinal inflamasi
akut berupa adanya eksudasi cairan atau plasma protein dan ditemukan
adanya akumulasi sel leukosit yang dominan yaitu neutrofil ditambah
dengan tanda klinis dolor, functio laesa. Proses inflamasi dapat berupa
akut atau kronik.
11. Inflamasi akut adalah sebuah proses yang ditandai dengan awitan klinis
yang terjadi cepat dan bertahan dari hitungan menit sampai beberapa hari.
Inflamasi kronis lebih tersembunyi, durasi lebih lama (hari sampai tahun)
dan ditandai dengan limfosit dan influks makrofag dengan proliferasi
vaskular dan fibrosis, termasuk didalamnya adalah kelainan atreosklerosis
pembuluh darah. Individu dengan gejala klinis inflamasi kronis yang
tampak seperti rheumathoid arthritis, SLE akan meningkatkan CRP sesuai
derajat klinisnya. Data ini didapatkan pada anamnesa, riwayat penyakit
dahulu dan pemeriksaan fisik.
12. Penggunaan obat anti inflamasi adalah penggunaan obat-obatan seperti
statin yang merupakan obat penurun lipid melalui inhibisi 3-hydroxy-3-
methylglutaryl coenzyme A (HMG Co-A) reductase. Statin digunakan
sebagai obat prevensi sekunder pada penderita dengan penyakit vaskular
dan penurun kadar lipid pada prevensi primer. Obat golongan steroid
seperti dexametason, prednisone, kortison, metilprednison, dan
hidrokortison. AINS adalah obat anti inflamasi non steroid, yang termasuk
didalamnya adalah COX-2 inhibitor, aspirin, clopidogrel dan abciximab
dilaporkan juga dapat menurunkan kadar CRP. Obat sitostatistik dan
imunomodulator seperti imunoglobulin. Data ini didapat dari riwayat
pengobatan.
13. Leukosit adalah komponen sel darah yang dinamakan sel darah putih,
merupakan salah satu mekanisme seluler terhadap infeksi ataupun
inflamasi. Nilai leukosit dikatakan tinggi apabila >11 x10e3/μL. Data
berskala kategorik (Nai-Wen Tsai dkk., 2010).
14. Neutrofil adalah salah satu komponen sel darah putih yang kadarnya akan
meningkat pada proses inflamasi ataupun infeksi. Nilai neutrofil dikatakan
tinggi apabila >7,5 x10e3/μL. Data berskala kategorik (Nai-Wen Tsai
dkk., 2010).
15. LED adalah kecepatan eritrosit untuk mengendap yang dihitung pada jam
pertama dan jam kedua dengan menggunakan tabung Westergreen,
kemudian dilakukan pengamatan. Hasil yang normal pada jam1 adalah 0-2
mm/jam, sedang pada jam ke-2, 6-20 mm/jam. Data berskala kategorik
(Nikanfar dkk., 2012).
16. CRP adalah protein fase akut yang merupakan penanda non spesifik
inflamasi, dengan sensitivitas sampai dibawah 0,04 mg/L. Pemeriksaan
yang digunakan adalah mencari nilai kuantitatif. Nilai normal pada
populasi sehat dibawah 10 mg/L kadar yang lebih tinggi didapatkan pada
proses inflamasi 10–40 mg/L, sedang pada inflamasi aktif 40–200 mg/L,
inflamasi berat >200 mg/L. Dibagi menjadi 2 kelompok ≤ 10 mg/L
dikatakan kadar CRP normal dan ˃ 10 mg/L dikatakan kadar serum CRP
tinggi pengukuran dilakukan 1x yaitu saat masuk dan awitan pengambilan
sampel yaitu maksimal 72 jam pascaawitan. Data yang digunakan adalah
kategorik (Rost dkk., 2001; Papa dkk., 2003; Tai dkk., 2006).
17. Derajat luaran stroke adalah kondisi saat perawatan hari ke tujuh yang
merupakan hasil selama perawatan dan menunjukkan perbaikan dini
setelah serangan stroke. Luaran dinilai dengan skor NIHSS. Nilai skor
NIHSS akan terbagi menjadi lima kelompok yaitu nilai 0 pada normal,
nilai 1-4 pada stroke ringan, nilai 5-15 pada stroke sedang, 16-20 pada
stroke sedang-berat, dan nilai 21-42 pada stroke berat. Penghitungan
NIHSS sebanyak dua kali. Pertama saat penderita masuk di Instalasi
Rawat Darurat dan yang kedua saat masa akut perawatan stroke iskemik
pada hari ke tujuh, kemudian dilakukan perbandingan antara nilai yang
pertama dan kedua. Luaran buruk bila didapatkan peningkatan nilai
NIHSS antara awal dan akhir sebesar lebih dari sama dengan dua poin atau
didapatkan kematian selama perawatan. Hasil akhirnya akan didapatkan
data berupa dua kelompok luaran perawatan apakah luaran buruk dan
luaran baik. Data yang digunakan berskala kategorik (Jensen dan Lyden,
2006, Boone dkk., 2012).
18. Keganasan adalah keadaan neoplasma keadaan tersebut dapat menyebar
dan merusak jaringan dan struktur yang berdekatan dan menyebar ke
tempat yang jauh sehingga dapat menyebabkan kematian. Data ini
didapatkan dari anamnesis riwayat penyakit dahulu
19. Gangguan paru, jantung, ginjal, tulang dan hepar adalah adanya gangguan
yang sifatnya akut yang terdeteksi saat penderita menjalani perawatan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik serta penunjang, sedangkan
gangguan kronik didapatkan dari anamnesis riwayat sakit dan riwayat
pengobatan
20. Riwayat trauma adalah riwayat adanya perlukaan pada jaringan dibagi
dalam kategori berikut: trauma mekanik, trauma termal, trauma elektrik,
perlukaan akibat radiasi terionisasi. Riwayat trauma diidentifikasi saat
pengambilan sampel.
21. Riwayat operasi adalah riwayat adanya pembedahan yang disebabkan oleh
sebuah penyakit atau pun kerusakan organ semisal oleh karena trauma,
riwayat pembedahan didapatkan dari anamnesis riwayat sakit dan
pengobatan dalam hal ini difokuskan pada enam bulan terakhir.
22. Penyakit autoimun didefinisikan sebgai penyakit yang menyebabkan
kerusakan jaringan lokal, sampai sistemik ditandai dengan lesi di berbagai
organ dan berhubungan reaksi multiple autoantibodi atau reaksi cell
mediated terhadap banyak antigen tubuh sendiri akibat imun respon
spesifik yang terutama menyerang satu organ atau sel. Tanda esensial dari
penyakit autoimun adalah kerusakan jaringan disebabkan rekasi
imunologis organisme itu sendiri. Data ini didapatkan dari riwayat
penderita sebelumnya seperti penyakit Lupus sistemik yang dapat dikenali
gejalanya sesuai dengan kriteria dari ARA didapatkan 11 tanda, penyakit
multiple sklerosis sesuai kriteria Mc Donald, apabila ditemukan gejala
yang sesuai akan dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya.
4.6. Bahan Penelitian
Bahan sampel penelitian diambil dari data pasien stroke iskemik akut yang
datang dan dirawat di Bangsal Rawat Inap Bagian Neurologi FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar, dilakukan pengambilan serum darah CRP dan dilakukan
analisis di RSUP Sanglah Denpasar, sedang luaran perawatan stroke diambil dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pengisian lembar NIHSS selama perawatan
sampai pasien keluar dari RSUP Sanglah Denpasar.
4.7 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan terdiri dari alat pengumpulan data berupa
kuesioner. Kuesioner dan lembar pengumpulan data digunakan untuk mencatat
data dasar karakteristik penderita, hasil pemeriksaan serum CRP pasien stroke
iskemik akut, hasil pemeriksaan CT-Sken kepala dan hasil pemeriksaan NIHSS.
4.8. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap :
Tahap pertama : melakukan pengambilan data sesuai dengan metode pengambilan
data dan dilakukan penyaringan data menurut kriteria inklusi dan eksklusi,
menandatangani surat persetujuan Inform Consent setelah diberikan penjelasan.
Tahap kedua : melakukan pencatatan identitas subjek, pemeriksaan keadaan vital,
anamnesis, pemeriksaan fisik secara umum, pemeriksaan klinis neurologis,
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan pencitraan sesuai indikasi,
penilaian derajat keparahan stroke saat itu juga dengan menggunakan sistim
skoring NIHSS saat awal dan saat lewat dari fase akut.
Tahap ketiga : melakukan penataan data dalam bentuk tabel dan selanjutnya
dilakukan analisis data dengan program SPSS , serta dibuat kesimpulan dalam
bentuk tabel dan penjelasannya.
Berikut akan digambarkan kerangka kerja dalam penelitian ini.
Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian
Diikuti
selama 7
hari NIHSS
II
Pemeriksaan
NIHSS I
SAMPEL PENELITIAN
PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT
KRITERIA
INKLUSI
KRITERIA
EKSKLUSI
LUARAN
PERAWATAN
BAIK
LUARAN
PERAWATAN
BURUK
LUARAN
PERAWATAN
BAIK
LUARAN
PERAWATAN
BURUK
POPULASI
Kadar CRP serum tinggi Kadar CRP serum normal
ANALISIS DATA
4.9 Analisis Data
Data hasil penelitian akan dianalisis secara statistik dengan bantuan program
Windows SPSS versi 16. Analisis dan penyajian data untuk mendeskripsikan
variabel-variabel sebagai berikut :
1. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik sampel
usia, jenis kelamin, awitan stroke, jenis stroke iskemik, komplikasi infeksi,
meninggal selama perawatan, tekanan sistolik, tekanan diastolik, skoring
NIHSS, kadar leukosit, kadar neutrofil, LED 1 dan2, serta CRP.
2. Untuk mengetahui kadar serum CRP tinggi pada penderita stroke iskemik
fase akut sebagai prediktor terhadap luaran perawatan digunakan uji Chi-
Square, tingkat kemaknaan dinyatakan dengan p dan Relative Risk (RR)
dengan Confident Interval (CI) 95%.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Selama periode Agustus sampai dengan November 2013 didapatkan sebanyak
110 orang penderita stroke iskemik. Dari 110 orang tersebut 103 orang memenuhi
kriteria eligibilitas, sisanya tiga orang dieksklusi karena mengalami infeksi
sebelum terkena serangan stroke dan empat orang dengan gambaran chronic
lacunar infarct dari data penunjang. Penelitian ini merupakan penelitian
observasional analitik dengan desain penelitian kohort prospektif yang bertujuan
untuk melihat efek inflamasi yang dinilai dengan kadar CRP serum tinggi
terhadap luaran perawatan stroke iskemik dengan menggunakan perbandingan
data NIHSS pada saat hari ke tujuh dibanding saat pasien pertama kali dirawat di
rumah sakit.
5.1 Karakteristik dasar subyek penelitian
Subyek penelitian menjalani perawatan sesuai prosedur di RS Sanglah
Denpasar, dilakukan pengambilan data sesuai alur penelitian. Karakteristik subyek
penelitian meliputi usia, jenis kelamin, awitan stroke iskemik, lesi hemisfer yang
terlibat, jenis stroke iskemik, gambaran CT sken, tekanan darah sistolik dan
diastolik saat pertama kali diperiksa, nilai NIHSS 1 dan 2, rerata kadar leukosit,
neutrofil, LED 1 dan 2, serta CRP disajikan pada Tabel 5.1dan Tabel 5.2
56
Tabel 5.1 Karakteristik subyek penelitian
Karakteristik
CRP Tinggi
(> 10mg/L)
(n=52)
CRP Normal
(≤ 10mg/L)
(n=51)
p
Total
(n=103)
n % n % n (%)
Usia (tahun) 60,19±12,25 59,35±12,97 0,200
Jenis Kelamin Laki-laki 25 (42,4) 34 (57,6) <0,001 59(100)
Perempuan 27 (61,4) 17 (38,6) 44(100)
Awitan Stroke < 6 jam 14 (51,9) 13 (48,1) <0,001 27(100)
6-24 jam 15 (42,9) 20 (57,1) 35(100)
24-72 jam 23 (56,1) 18 (43,9) 41(100)
Jenis stroke iskemik Trombosis 13 (23,6) 42 (76,4) <0,001 55(100)
Emboli 39 (81,2) 9 (18,8) 48(100)
NIHSS 1 Stroke ringan 2 (8,3) 22 (91,7) 0,021 24(100)
Stroke sedang 36 (56,2) 28 (43,8) 64(100)
Stroke sedang-
berat 14 (93,3) 1 (6,7)
15(100)
Tabel 5.2 Karakteristik subyek berdasarkan luaran perawatan
Karakteristik Luaran perawatan
buruk ( n = 43 )
Luaran perawatan
baik ( n = 60 ) p
Total
(n=103)
n % n % n (%)
Usia (tahun) 62,79±11,77 57,62±12,76 0,200
Jenis Kelamin Laki-laki 22 (37,3) 37 (62,7) <0,001 59(100)
Perempuan 21 (47,7) 23 (52,3) 44(100)
Awitan Stroke < 6 jam 13 (48,1) 14 (51,9) <0,001 27(100)
6-24 jam 11 (31,4) 24 (68,6) 35(100)
24-72 jam 19 (46,3) 22 (53,7) 41(100)
Jenis stroke iskemik Trombosis 12 (21,8) 43 (78,2) <0,001 55(100)
Emboli 31 (64,6) 17 (35,4) 48(100)
Infeksi selama
perawatan
Ya 9 (100) 0 (0) <0,001 9(100)
Tidak 34 (36,2) 60 (63,8) 94(100)
Meninggal selama
perawatan
Ya 10 (100) 0 (0) <0,001 10(100)
Tidak 33 (35,5) 60 (64,5) 93(100)
Tekanan Sistolik
(mmHg) 154,07±27,65 156,33±28,82 0,44
Tekanan Diastolik 93,49±13,78 90,17±15,68 0,06
(mmHg)
NIHSS 1 Stroke ringan 2 (8,3) 22 (91,7) 0,021 24(100)
Stroke sedang 32 (50) 32 (50) 64(100)
Stroke sedang-
berat 9 (60) 6 (40)
15(100)
NIHSS 2 Normal 0 (0) 9 (100) <0,001 9(100)
Stroke ringan 1 (3,2) 30 (96,8) 31(100)
Stroke sedang 29 (58) 21 (42) 50(100)
Stroke sedang-
berat 3 (100) 0 (0)
3(100)
Stroke berat 10 (100) 0 (0) 10(100)
Leukosit (x103/μL) 12,3 (6,99-17,26) 8,77 (4,65-24) <0,008
Neutrofil (x103/μL) 8,9 (4,29-15,2) 6,25 (3,21-21,61) <0,004
LED 1 (mm/jam) 2,9 (0-10) 1,00 (0-10) <0,001
LED 2 (mm/jam) 25 (2-65) 13 (2-60) <0,001
CRP (mg/L) 20,2 (0,5-64,1) 4,8 (0,27-41,1) <0,001
5.1.1 Karakteristik dasar berdasarkan usia dan jenis kelamin
Penelitian ini mendapatkan 103 subyek, dimana 43 penderita mengalami
luaran buruk dan 60 penderita dengan luaran baik. Berdasarkan tabel 5.1, usia
rerata pada kelompok dengan CRP tinggi sebesar 60,19±12,25 tahun, hal ini lebih
tinggi dibanding pada kelompok CRP normal sebesar 59,35±12,97 tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, kelompok CRP tinggi pada penelitian ini mendapatkan
jenis kelamin lelaki 25 orang (42,4%) dan jenis kelamin wanita 27 orang (61,4%).
Pada kelompok CRP normal, jumlah lelaki sebanyak 34 orang (57,6%) dan jenis
kelamin wanita 17 orang (38,6%). Berdasarkan tabel 5.2, usia rerata pada
kelompok dengan luaran buruk sebesar 62,79±11,77 tahun, hal ini lebih tinggi
dibanding pada kelompok luaran baik sebesar 57,62±12,76 tahun. Berdasarkan
jenis kelamin, penelitian ini mendapatkan jenis kelamin lelaki 59 orang (57,3%)
dan jenis kelamin wanita 44 orang (42,7%). Pada kelompok luaran buruk, jumlah
lelaki sebanyak 22 orang (37,3%) dan jenis kelamin wanita 21 orang (47,7%).
Pada kelompok luaran baik, jumlah lelaki sebanyak 37 orang (62,7%) dan jenis
kelamin wanita 23 orang (52,3%).
5.1.2 Karakteristik dasar berdasarkan awitan, dan jenis stroke iskemik
Berdasar tabel 5.1 pada kelompok CRP tinggi penderita yang datang untuk
mendapatkan perawatan sebagian besar dengan awitan stroke antara 24-72 jam
sebanyak 23 orang (56,1%), saat 6-24 jam sebanyak 15 orang (42,9%), dan < 6
jam sebanyak 14 orang (51,9%). Pada kelompok CRP normal lebih banyak
penderita yang datang untuk mendapatkan perawatan sebagian besar dengan
awitan stroke antara 6-24 jam sebanyak 20 orang (57,1%), antara 24-72 jam
sebanyak 18 orang (43,9%), dan yang datang dengan awitan stroke <6 jam
sebanyak 13 orang (48,1%). Berdasar table 5.2 pada kelompok luaran buruk
penderita yang datang untuk mendapatkan perawatan sebagian besar dengan
awitan stroke antara 24-72 jam sebanyak 19 orang (46,3%), saat 6-24 jam
sebanyak 11 orang (31,4%), dan < 6 jam sebanyak 13 orang (48,1%). Pada
kelompok luaran baik lebih banyak penderita yang datang untuk mendapatkan
perawatan sebagian besar dengan awitan stroke antara 6-24 jam sebanyak 24
orang (68,6%), antara 24-72 jam sebanyak 22 orang (53,7%), dan yang datang
dengan awitan stroke <6 jam sebanyak 14 orang (51,9%).
Berdasar tabel 5.1 penelitian ini mendapatkan sebanyak 55 orang (53,4%)
disebabkan oleh karena proses trombosis, sedangkan yang disebabkan oleh proses
emboli sebanyak 48 orang (46,6%). Pada kelompok CRP tinggi sebanyak 39
orang (81,2%) disebabkan oleh proses emboli dan 13 orang (23,6%) disebabkan
oleh proses thrombosis. Pada kelompok CRP normal didapatkan hasil yang
terbalik dimana 42 orang (76,4%) disebabkan oleh karena proses trombosis dan 9
orang (18,8%) disebabkan oleh proses emboli. Berdasarkan luaran perawatan,
pada kelompok luaran buruk sebanyak 31 orang (64,6%) disebabkan oleh proses
emboli dan 12 orang (21,8%) disebabkan oleh proses thrombosis. Pada kelompok
luaran baik didapatkan hasil yang terbalik dimana 43 orang (78,2%) disebabkan
oleh karena proses trombosis dan 17 orang (35,4%) disebabkan oleh proses
emboli.
5.1.3 Karakteristik dasar berdasarkan tekanan sistolik dan diastolik serta
hasil NIHSS awal dan akhir, infeksi selama perawatan dan kematian saat
perawatan.
Tekanan darah sistolik rerata penderita pada luaran buruk lebih rendah
154,07±27,65 mmHg dibanding pada luaran baik 156,33±28,82 mmHg,
sedangkan tekanan diastolik pada luaran buruk lebih tinggi 93,49±13,78 mmHg
dibanding pada luaran baik 90,17±15,68 mmHg.
Pada tabel 5.1 berdasarkan derajat keparahan stroke yang dinilai dengan
NIHSS pada saat masuk didapatkan 64 orang (62,2%) pederita dengan stroke
sedang, stroke ringan sebanyak 24 orang (23,3%), sedangkan stroke sedang-berat
15 orang (14,5%). Saat awal perawatan berdasar kadar CRP serum tinggi, skor
NIHSS sebanyak 36 orang (56,2%) menunjukkan stroke sedang, 14 orang
(93,3%) stroke sedang-berat, dan 2 orang (8,3%) stroke ringan. Hal ini berbeda
pada kelompok CRP normal, sebanyak 28 orang (43,8%) dengan stroke sedang,
22 orang (91,7%) dengan stroke ringan dan sebanyak 1 orang (6,7%) dengan
stroke sedang-berat. Pada tabel 5.2 berdasarkan luaran perawatan saat awal
perawatan pada kelompok luaran buruk, skor NIHSS sebanyak 32 orang (50%)
menunjukkan stroke sedang, 9 orang (60%) stroke sedang-berat, dan 2 orang
(8,3%) stroke ringan. Hal ini berbeda pada kelompok luaran baik, sebanyak 32
orang (50%) dengan stroke sedang, 22 orang (91,7%) dengan stroke ringan dan
sebanyak 6 orang (40%) dengan stroke sedang-berat. Kondisi penderita diikuti
selama perawatan dan pada saat hari ke tujuh dinilai kembali dengan
menggunakan skor NIHSS, ternyata didapatkan 50 orang (48,6%) mengalami
stroke sedang, 31 orang (30,1%) stroke ringan, 10 orang (9,7%) dengan stroke
berat, 9 orang (8,7%) normal, dan stroke sedang-berat sebanyak 3 orang (2,9%).
Pada kelompok luaran buruk, skor NIHSS pada hari ke tujuh didapatkan sebanyak
29 orang (58%) menunjukkan stroke sedang, 10 orang (100%) menderita stroke
berat, 3 orang (100%) mengalami stroke sedang-berat dan 1 orang (3,2%)
menderita stroke ringan. Hal ini berbeda pada kelompok luaran baik, dimana
sebanyak 30 orang (96,8%) dengan stroke ringan, 21 orang (42%) dengan stroke
sedang dan sebanyak 9 orang (100%) menjadi normal.
Penderita stroke iskemik yang mengalami infeksi selama perawatan sebanyak
9 orang (8,7%) sedangkan sebanyak 94 orang (91,3%) tidak mengalami infeksi.
Pada kelompok luaran buruk 9 orang (100%) mengalami infeksi dan 34 orang
(36,2%) tidak mengalami infeksi selama perawatan. Pada kelompok luaran baik
kesemuanya (60 orang) tidak mengalami infeksi selama perawatan.
Penderita stroke iskemik yang mengalami kematian selama perawatan
sebanyak 10 orang (9,7%) sedangkan sebanyak 93 orang (90,3%) tidak
mengalami kematian. Pada kelompok luaran buruk 10 orang (100%) meninggal
selama perawatan dan 33 orang (35,5%) tidak meninggal selama perawatan. Pada
kelompok luaran baik kesemuanya (60 orang) tidak meninggal selama perawatan.
5.1.4 Karakteristik dasar berdasarkan kadar leukosit, kadar neutrofil, kadar
LED 1 dan LED 2, serta kadar CRP.
Nilai rerata kadar leukosit pada kelompok luaran buruk sebesar 12,03±3,07
x10e3/μL sedangkan pada luaran baik sebesar 9,75±3,71 x10e3/μL. Kadar
neutrofil didapatkan lebih tinggi pada luaran buruk sebesar 9,28±2,98 x10e3/μL,
dibandingkan pada kelompok luaran baik sebesar 7,12±3,62 x10e3/μL. Nilai LED
1 lebih tinggi pada luaran buruk yaitu sebesar 2,91±2,09 mm/jam, lebih tinggi
dibandingkan pada kelompok luaran baik sebesar 1,53±2,17 mm/jam. Kadar LED
2 juga menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada luaran buruk sebesar
25,65±17,52 mm/jam dibandingkan pada luaran baik sebesar 16,03±13,32
mm/jam. Kadar CRP serum pada kelompok luaran buruk lebih tinggi dengan
rerata nilai sebesar 22,72±14,63 mg/L dibandingkan pada kelompok luaran baik
sebesar 7,92±8,77 mg/L.
5.2 Analisis bivariat variabel kadar CRP dihubungkan dengan luaran
perawatan stroke iskemik.
Penderita stroke iskemik sebanyak 103 orang, dari jumlah tersebut 43 orang
(41,7%) dengan luaran buruk dan 60 orang (58,3%) mengalami luaran baik. Pada
kelompok luaran buruk dengan kadar CRP serum tinggi sebanyak 36 orang
(69,2%) dan 7 orang (13,7%) dengan kadar CRP serum normal. Pada kelompok
luaran baik sebanyak 16 orang (30,8%) memiliki kadar CRP serum tinggi dan 44
orang (86,3%) memiliki kadar CRP serum normal. Uji Chi-square mendapatkan
hubungan yang bermakna (p<0,001) dan didapatkan resiko relatif (RR)=14,143
dengan 95%CI antara 5,248-38,115 artinya bahwa penderita stroke iskemik
dengan kadar CRP serum tinggi (>10 mg/dL) mempunyai kemungkinan 14,143
kali mengalami luaran buruk dibanding kadar CRP serum normal (≤10 mg/dL),
jika hal ini diulang dengan menggunakan cara dan metode yang sama dengan
subyek penelitian yang berbeda maka kelompok kadar CRP serum tinggi dapat
berisiko menjadikan luaran buruk sebesar 5,248 sampai 38,115 kali dibandingkan
pada kadar CRP normal. Hasil analisis kemaknaan disajikan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.3 Analisis bivariat kadar CRP dengan luaran perawatan
Luaran Perawatan
p RR
95% IK
Buruk
n (%)
Baik
n (%) Min Max
Kadar
CRP
Tinggi 36
(69,2)
16
(30,8) <0,001*
14,143 5,248 38,115
Normal 7
(13,7)
44
(86,3)
Total
n (%)
43
(41,7)
60
(58,3)
BAB VI
PEMBAHASAN
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan terbesar di
dunia yang mampu membawa dampak bagi kondisi sosioekonomi. Penanganan
stroke membutuhkan terapi yang tepat dan tepat, namun pada kenyataannya terapi
antiplatelet agregasi dan trombolitik hanya memperbaiki outcome atau luaran dari
pasien stroke secara parsial karena tindakan tersebut hanya berusaha memperbaiki
aliran darah dan tidak mencegah proses sesungguhnya yang berhubungan dengan
kematian sel (Amantea dkk., 2008).
Mediator neuroinflamasi memiliki peran penting dalam patofisiologi iskemia
otak. Proses inflamasi tersebut dapat membawa efek yang buruk pada
perkembangan iskemia otak atau efek menguntungkan ketika dalam tahap
pemulihan dan perbaikan sel saraf (Amantea dkk., 2008; Ceulemans dkk., 2010).
Inflamasi sangat erat kaitanya dengan stroke baik sebagai faktor risiko
ataupun sebagai prediktor perburukan dini dan luaran buruk selama perawatan.
Studi yang telah ada membahas berbagai macam hal yang menyebabkan
perburukan dini stroke ataupun luaran buruk stroke dimana salah satu yang
menarik adalah peranan inflamasi dalam kaitannya dengan luaran stroke yang
buruk (Waxman, 2007; Ridker dan Silvertown, 2008; Whiteley dkk., 2009).
64
6.1 Karekteristik subyek
Penelitian ini mendapatkan sebanyak 103 kasus yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi untuk dijadikan sampel penelitian. Sebanyak 60 penderita
stroke iskemik mengalami luaran baik (58,2%) dan 43 penderita mengalami
luaran buruk selama perawatan (41,75%), dimana hasil yang hampir serupa juga
didapatkan oleh Whiteley dkk. (2009) dengan melakukan studi kohort pada 844
penderita stroke iskemik mendapatkan penderita dengan luaran baik sebanyak
60,67% dan luaran buruk sebanyak 39,33%. Perbedaan ini kemungkinan
disebabkan perbedaan dari jumlah subyek data yang diambil, lamanya penelitian
yang dilakukan serta adanya keterbatasan dalam hal tatalaksana pengobatan yang
diterapkan.
Karakeristik usia penderita stroke iskemik pada penelitian ini didapatkan
rerata sebesar 59,78±12,56 tahun, sedangkan usia yang didapatkan dari penelitian
oleh Idicula dkk. (2008) yang diambil dari data the Bergen stroke study dengan
rerata usia penderita stroke iskemik 69,3±11 tahun. Penelitian oleh Misbach dkk.
pada 28 rumah sakit di Indonesia menunjukkan rerata usia penderita stroke
iskemik 58,8±13,3 tahun, sedangkan data penelitian oleh Rambe dkk. (2012)
mendapatkan rerata yang mirip pada penelitian ini yaitu sebesar 59 tahun.
Penelitian oleh Sridharan dkk. (2009) di India mendapatkan median umur
penderita stroke adalah 67 tahun. Systematic riview oleh Appelros dkk. (2009)
dengan melihat pada 98 artikel yang berasal dari 19 negara di 5 benua
menemukan bahwa serangan stroke pertama kali pada pria terjadi pada rerata
umur 68,6 tahun sedangkan pada wanita 72,9 tahun. Perbedaan data penelitian ini
dengan yang lain kemungkinan disebabkan adanya perbedaan angka harapan
hidup yang berbeda pada setiap negara, sebuah data menunjukkan bahwa angka
harapan hidup secara umum di Indonesia sebesar 70,67 tahun, hal ini lebih rendah
dibandingkan negara Malaysia sebesar 73,29 tahun, sedangkan di Amerika Serikat
sebesar 78,37 tahun, sedang pembanding pada penelitian yang serupa yang
dilakukan di Inggris yaitu sebesar 80,05 tahun, namun angka di Indonesia masih
lebih dibanding seluruh dunia yaitu sebesar 66,57 tahun. Pada penelitian ini rerata
umur pada kelompok luaran buruk 62,79±11,77 tahun, hal ini lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok luaran baik yaitu 57,62±12,76 tahun, dimana
penelitian oleh Bill dkk. (2012) mendapatkan data bahwa usia 69±16,8 tahun lebih
sering didapatkan dengan luaran buruk selama perawatan. Kelompok luaran buruk
memiliki usia lebih tua, hal ini bisa disebabkan pada usia tua lebih sering
didapatkan lebih dari satu faktor risiko yang dapat mengganggu sturktur dinding
pembuluh darah seperti hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia dan
komponen metabolik lainnya seperti homosistein, sehingga sering didapatkan
aterotrombosis, nekrosis fibrinoid, degenerasi lipohialin serta stenosis dari lumen.
Kadar CRP tidak dipengaruhi oleh usia secara langsung tapi oleh faktor risiko
yang didapatkan pada usia tersebut. Proses penuaan dari sel endotel juga
berkontribusi terhadap terjadinya kelainan pembuluh darah dimana kolateralisasi
yang terjadi pada area otak tertentu yang mengalami iskemia tidak terjadi
maksimal dengan inti iskemik yang meluas menuju penumbra (Caplan, 2009;
Aiyagari dan Gorelick, 2011; Soertidewi dan Misbach, 2011). Hal lain yang
diduga terjadi pada usia tua adalah berkurangnya jumlah sinaps antar neuron dan
berkurangnya volume area abu-abu pada otak yang menunjukkan jumlah sel
neuron. Berkurangnya sel neuron dihubungkan dengan menurunnya kemampuan
neuroplastisitas sel neuron dalam hal regenerasi setelah proses iskemik (Bill dkk.,
2012).
Karakteristik jenis kelamin pada penelitian ini dari 103 sampel didapatkan 59
orang (57,3%) lelaki dan 44 orang (42,7%) wanita, dimana 22 orang lelaki
(37,3%) dan 21 orang wanita (47,7%) mengalami luaran buruk. Penelitian
Whiteley dkk. (2009) mendapatkan sebanyak 53% laki-laki mengalami stroke dan
48% dari jumlah tersebut mengalami luaran buruk. Penelitian oleh Bill dkk.
(2012) mendapatkan penderita stroke wanita 43,9% dan dari jumlah tersebut
53,5% dengan luaran buruk, penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa CRP
tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Studi di Indonesia oleh Misbach dkk. pada
28 rumah sakit mendapatkan data bahwa wanita (53,8%) lebih banyak terkena
stroke dibanding lelaki (46,2%), penelitian oleh Rambe, dkk. (2012) mendapatkan
data stroke pada wanita (52,7%) lebih sering dibanding pada lelaki (47,3%).
Penelitian oleh Prasetyo dkk. (2011) mendapatkan 57,3% lelaki mengalami stroke
dibanding 42,7% wanita. Studi Framingham mendapatkan data bahwa lelaki 2,5
kali lebih sering dibanding wanita mengalami stroke. Penelitian pada negara
berkembang mendapatkan data insiden stroke pada lelaki 33% lebih tinggi dari
wanita, sedangkan prevalensi lelaki lebih tinggi 41% dari wanita. Perbedaan ini
kemungkinan disebabkan perbedaan ukuran sampel, lokasi pengambilan subyek
data, serta perbedaan jumlah populasi di masing-masing negara, Pada penelitian
ini oleh karena keterbasaan waktu dan tempat hanya dilakukan pada salah satu
pusat pelayanan rujukan, sehingga kemungkinan variasi data lebih kecil. Pada
penelitian ini jenis kelamin tidak memiliki pengaruh pada kedua kelompok luaran.
Faktor genetik disamping faktor hormonal dikatakan berpengaruh terhadap faktor
resiko terjadinya stroke melalui autosomal-link namun tidak melalui sex-linked
sehingga genetik akan berperan terhadap terjadinya stroke namun tidak
mempengaruhi luaran perawatan (Hankey, 2006; Caplan, 2009; Pruissen dkk.,
2009; Markus, 2011; Soertidewi dan Misbach, 2011; Traylor dkk., 2013; Williams
dkk., 2012).
Pada penelitian ini waktu antara awitan stroke hingga pasien mendapatkan
pertolongan pertama di IRD setelah serangan didapatkan sebanyak 39,8%
mendapatkan pertolongan dalam 24-72 jam, 34% datang pada 6-24 jam, dan
26,2% datang <6jam. Hal ini berbeda dengan penelitian serupa yang dilakukan di
28 rumah sakit di Indonesia dimana <6 jam sebanyak 53,8% dan yang datang <24
jam sebanyak 50,2%. Alasan keterlambatan sebagian besar karena awitan stroke
yang tidak jelas, baik saat tidur ataupun pasien tidak menyadari adanya stroke
minor. Penelitian lain di Indonesia oleh Prasetyo dkk. (2011) dengan
menggunakan 110 subyek data, mendapatkan bahwa sebagian besar penderita
(75,4%) datang >3 jam dari awitan stroke dan 41,8% datang >1 hari, dengan
menggunakan Health Belief Model (HBM) mendapatkan bahwa faktor-faktor
yang menyebabkan alasan keterlambatan kedatangan antara lain status tinggal
sendiri, jarak menuju tempat pelayanan kesehatan >15 km, serta tidak
menggunakan ambulans merupakan tiga hal yang menjadi penyebab
keterlambatan. Efektifitas terapi stroke akut sangat bergantung pada waktu
dimulainya terapi setelah onset gejala stroke, luaran stroke iskemik lebih buruk
apabila tidak ditangani dalam waktu enam jam. Studi European Cooperative
Acute Stroke Study (ECASS) I mendapatkan data bahwa perburukan kondisi
neurologi pada jam awal setelah serangan stroke cukup tinggi yaitu sebesar 20-
40% (Soertidewi dan Misbach, 2011). Penelitian oleh Thanvi, Treadwell, dan
Robinson (2007) mengatakan perburukan awal setelah awitan stroke pada
penduduk di Australia sebanyak 19%, data oleh Harvard Cooperative Stroke
Registry mendapatkan sebanyak 20%, data dari Barcelona Stroke Registry
mendapatkan sebanyak 37%, dan data dari populasi penduduk Swiss dan Jepang
resiko perburukan saat awal serangan stroke antara 25-29%. Hal ini kemudian
disimpulkan oleh Thanvi dkk. bahwa perburukan dini dapat terjadi dalam rentang
waktu 48-72 jam setelah serangan cukup tinggi dan dapat mempengaruhi luaran
penderita, hal yang diduga menjadi penyebab perburukan awal adalah kegagalan
mekanisme kolateral oleh karena diabetes mikroangiopati dan hipertensi kronis,
bisa disebabkan oleh progresi dari oklusi yang terjadi, edema cerebri, transformasi
hemoragik, dan kejang saat awal serangan (Thanvi, Treadwell, dan Robinson,
2007).
Jenis stroke iskemik pada penelitian ini meliputi trombosis sebesar 55 orang
(53,4%) dan emboli 48 orang (46,6%). Penelitian oleh Wartenberg dkk. (2011)
mendapatkan data penyebab stroke iskemik oleh karena trombosis sebanyak 37%,
emboli 22%, infark lakunar 23% dan kriptogenik 16%. Sumber lain menyebutkan
emboli terjadi pada 45% dari stroke iskemik, trombosis terjadi sebanyak 30% dan
hipoperfusi sistemik ataupun penyebab yang lain 25% (Soertidewi dan Misbach,
2011). Perbedaan ini disebabkan oleh kelemahan peneliti dalam hal ketersediaan
alat diagnosis penyebab stroke iskemik. Diagnosis penyebab dari stroke iskemik
seringkali membutuhkan alat-alat seperti ultrasound, angiografi, CT sken serial
sampai MRI serta ditunjang dengan laboratorium klinik yang tidak semuanya
dapat dikerjakan pada penelitian ini. Hal ini merupakan kelemahan pada
penelitian ini selain keterbatasan dalam hal ketersediaan alat serta keterbatasan
peneliti dalam hal dana (Soertidewi dan Misbach, 2011). Diagnostik penderita
didasarkan pada klinis stroke, pencarian faktor resiko yang mampu dikerjakan,
serta gambaran pemeriksaan penunjang melalui CT sken kepala saat awal
penderita dilakukan perawatan. Pada penelitian ini sebanyak 31 orang dengan
penyebab emboli mengalami luaran buruk dibanding pada trombosis yang hanya
didapatkan 12 orang, hal ini berhubungan dengan luasnya oklusi pembuluh darah
sehingga akan berpengaruh pada beratnya defisit neurologi yang terjadi. Stroke
iskemik oleh karena emboli sering ditemukan kelainan pada hemisfer yang cukup
luas. Berat ataupun ringannya gejala ataupun baik atau buruknya luaran perawatan
lebih berhubungan dengan luasnya kerusakan otak serta area tertentu yang
membawa fungsi penting seperti pada batang otak terdapat sistem ARAS (Caplan,
2009; Wartenberg dkk., 2011).
Tekanan darah sistolik pada kelompok luaran baik lebih tinggi dibandingkan
pada kelompok luaran buruk, dimana pada kelompok luaran buruk rerata tekanan
sistolik 154,07±27,65 mmHg dan pada luaran baik 156,33±28,82 mmHg. Hal
yang sama juga dijumpai oleh Bill dkk. (2012), dimana pada luaran buruk
156.44±31.4 mmHg dan pada luaran baik 159.22±28.0 mmHg. Penelitian oleh
Nurimaba (2009) mendapatkan data rerata tekanan darah sistolik sebesar 171,85
mmHg dan rerata tekanan diastolik 99,23 mmHg pada stroke iskemik. Tekanan
darah diastolik juga berpengaruh pada kejadian stroke, dan pada studi ini
didapatkan tekanan diastolik lebih tinggi pada kelompok luaran buruk
93,49±13,78mmHg sedangkan pada luaran baik 90,17±15,68mmHg. Penelitian
oleh JIngtao dkk (2009) mendapatkan tekanan darah diastolik pada kelompok
stroke lebih tinggi dari non stroke sebesar 89 ± 14 mmHg berbanding 82 ± 12
mmHg pada non stroke (Jingtao dkk., 2009; Reshef dkk., 2010). Penelitian lain
mendapatkan hipertensi bukan merupakan faktor independen. Tekanan darah
mempengaruhi kejadian stroke dan mempengaruhi proses iskemia melalui
regulasi aliran darah otak. Peningkatan tekanan darah saat akut stroke seringkali
merupakan mekanisme autoregulasi otak untuk mencukupi aliran darah otak pada
area iskemik. Autoregulasi ini dipengaruhi oleh aktivitas inervasi simpatik
pembuluh darah, tekanan CO2 arteri, obat-obatan penurun tekanan darah serta
adanya hipertensi kronis. Tekanan sistolik menggambarkan fase kontraksi otot
jantung sedang tekanan diastolik menggambarkan fase relaksasi. Tekanan sistolik
mempengaruhi isi curah jantung yang dipompa oleh jantung dan tekanan diastolik
mencerminkan volume darah yang akan dipompakan di ventrikel kiri, sehingga
mekanisme autoregulasi bila didapatkan sumbatan pada suatu pembuluh darah
adalah dengan meningkatkan tekanan darah sistolik dan menurunkan tekanan
darah diastolik sehingga aliran darah otak akan tetap konstan pada area otak
iskemik melalui sistem kolateral (Thanvi dkk., 2008; Aiyagari dan Gorelick,
2011).
Skala NIHSS merupakan salah satu skala yang digunakan untuk memantau
perkembangan klinis pasien selama perawatan dengan cara membandingkan
NIHSS saat masuk dan keluar. Pada penelitian ini saat masuk didapatkan
sebanyak 62,2 % dengan stroke sedang, stroke ringan sebesar 23,3% dan 14,5 %
pasien dengan stroke sedang-berat, namun pada akhir perawatan didapatkan
stroke sedang 48,6%, stroke ringan 30,1%, stroke sedang-berat 2,9% dan stroke
berat sebesar 9,7%, sedangkan 8,7% penderita normal. Nilai NIHSS saat masuk
dikatakan prediktor terhadap luaran buruk seperti penelitian oleh Bill dkk. (2012).
Penelitian oleh Idicula dkk. (2009) juga memberikan hal yang sama, 72%
penderita masuk dengan stroke ringan, 14% dengan stroke sedang dan 13%
dengan stroke yang berat. NIHSS memiliki kelemahan yaitu untuk stroke sirkulasi
posterior, karena di dalam skoring terdapat penilaian kemampuan berbahasa dan
untuk gangguan di batang otak nilai yang diperoleh tidak sesuai antara luasnya
kerusakan patologis dengan beratnya gejala dan tanda defisit neurologis yang
ditimbulkannya (Soertidewi dan Misbach, 2011).
Risiko infeksi selama perawatan pada penelitian ini didapatkan 9 orang (8,7%)
yang mengalami infeksi selama perawatan, dan semuanya didapatkan pada
kelompok dengan luaran buruk. Hal ini mirip dengan penelitian yang didapatkan
oleh Chamoro dkk. (2007) dengan melakukan studi multisenter, dengan melihat
penelitian oleh Johnston dkk. yang mendapatkan insiden infeksi selama perawatan
stroke iskemik didapatkan 8% dari 279 orang penderita stroke iskemik, Grau dkk.
yang mendapatkan 10% dari 119 orang stroke iskemik, sedangkan Hamidon dkk.
mendapatkan 16% dari 163 orang penderita stroke iskemik dan dari data-data
tersebut didapatkan infeksi terjadi pada saluran kemih, saluran nafas, kulit serta
sendi. Pneumonia didapatkan sekitar 7-20%, dan salah satu penyebabnya adalah
disfagia dan aspirasi. Proses infeksi tersebut dapat menyebabkan kelainan
elektrolit, hipoksia, dan demam yang dikatakan akan mengganggu sel neuron di
daerah penumbra. Demam akan meningkatkan kebutuhan metabolism otak,
perubahan sawar darah otak, memfasilitasi lingkungan asidosis, dan
mengeluarkan asam amino eksitasi seperti glutamat. Salah satu yang diduga
menjadi penyebab infeksi selama perawatan stroke adalah terjadinya
imunodepresi (Chamoro dkk., 2007; Wartenberg dkk., 2011; Grabska,
Gromadzka, dan Czlonkowska, 2011).
Penelitian ini mendapatkan dari 103 kasus, 9,7% atau 10 kasus meninggal dan
semuanya masuk pada kelompok luaran buruk. Penelitian oleh Wang dkk. (2000)
mendapatkan dari 437 kasus stroke iskemik, 10,8% atau 47 orang meninggal
selama perawatan. Penelitian lain oleh Napoli dkk. (2001) mendapatkan dari 128
subyek dengan stroke iskemik, sebanyak 20 orang (12,6%) meninggal selama
perawatan. Penelitian oleh Rambe dkk. (2012) jumlah yang meninggal selama
perawatan sebesar 16,4%. Pada penelitian ini tidak dieksplorasi lebih dalam
mengenai penyebab kematian, namun berbeda dengan penelitian oleh Napoli dkk
(2001) yang membagi penyebab kematian oleh karena stroke iskemik menjadi
penyebab vaskular dan non vaskular. Penyebab kematian oleh karena vaskular
seperti kematian mendadak oleh karena emboli berulang intrakranial, herniasi
otak, infark miokard, gagal jantung, emboli sistemik seperti emboli vena dan
emboli paru. Penyebab kematian non vaskular seperti pneumonia dan sepsis.
Risiko kematian itu sendiri telah diteliti oleh Vaartjes dkk. (2013) menjadi selama
perawatan, 6 bulan, dan 2 tahun pascastroke, namun pada penelitian ini diamati
hanya selama perawatan.
Penelitian ini melihat aspek inflamasi yang terjadi pada stroke iskemik. Proses
inflamasi melalui beberapa studi dibuktikan sebagai faktor penting dalam
regenerasi ataupun kerusakan otak. Kadar inflamasi yang tinggi menyebabkan
kerusakan otak setelah proses iskemik ataupun dapat sebagai tanda luasnya
kerusakan otak yang terjadi akibat stroke. Pengamatan status inflamasi idealnya
dilakukan secara terus menerus selama pasien dirawat karena proses stroke yang
dinamis. Pada penelitian hewan coba, penggunaan anti inflamasi memberikan
hasil yang sangat baik, namun ketika dilakukan pada manusia sering berujung
pada kegagalan, dan hal ini dikarenakan ketidakmampuan menebak secara tepat
kapan inflamasi tersebut mulai dan kerusakan pada tingkat seluler yang terjadi
berbeda dengan percobaan pada hewan karena telah dikondisikan dengan baik.
Penanda inflamasi akibat kerusakan sel otak sangat banyak, misalnya penanda non
spesifik seperti leukosit, LED, hitung neutrofil, pemantauan suhu badan, dan
penanda spesifik seperti CRP, hs-CRP, kadar sitokin proinflamasi seperti IL 6,
IL8, Il-1B dan TNF α. Penelitian untuk membuktikan peran inflamasi
menggunakan biomarker tersebut banyak dilakukan seperti oleh Reynold dkk.
(2003) menggunakan MCP, Lynch dkk. (2004) menggunakan VCAM-1,
Andersson dkk. (2009) dan Kaplan dkk. (2008) menggunakan CRP. Penelitian ini
mendapatkan rerata kadar leukosit lebih tinggi pada kelompok luaran buruk
sebesar 12,03±3,07 x10e3/μL berbanding 9,75±3,71 x10e3/μL. Penelitian oleh
Tsai dkk (2010) mendapatkan hasil pada penderita stroke iskemik 7,6±0,3
x10e3/μL lebih tinggi dibanding pada non stroke 6,2±0,3 x10e3/μL. Kazmierski
dkk. (2004) mendapatkan rerata kadar leukosit >9,7 x10e3/μL dikatakan
bermakna secara statistic dan didapatkan OR 8,26 menimbulkan kematian pada
stroke iskemik. Whiteley dkk. (2009) juga mendapatkan kadar leukosit >8,5
x10e3/μL bermakna menimbulkan luaran buruk dan kematian. Penelitian ini
selain mendapatkan kadar leukosit yang tinggi pada kelompok luaran buruk juga
mendapatkan kadar neutrofil 9,28±2,98 x10e3/μL lebih tinggi dibanding luaran
baik 7,12±3,62 x10e3/μL, selain itu kadar LED 1 meningkat 2,91±2,09 mm/jam
dibanding 1,53±2,17 mm/jam pada luaran baik, begitu pula LED 2 pada luaran
buruk meningkat 25,65±17,52 mm/jam dibanding pada luaran baik 16,03±13,32
mm/jam. Penelitian oleh Buck dkk. (2008) membandingkan kadar leukosit dan
neutrofil dengan luasnya infark yang terlihat pada penggunaan MRI fungsional
(DWI) menemukan luasnya infark berkorelasi dengan tingginya leukosit dan
neutrofil. Studi post mortem penderita stroke iskemik dengan pengecatan
histokimia menemukan banyak neutrofil pada daerah infark, hal ini juga
dibuktikan oleh Price dkk. (2004) dengan menggunakan pencitraan single photon
emission computed tomography (SPECT) ditambah dengan pengecatan
hematoxyin eosin post mortem berkorleasi kuat (r=0,66, p=0,03). Penelitian
Zaremba dkk (2004) menunjukkan kadar LED kelompok stroke lebih tinggi
26,8±11,7 mm/jam dibanding non stroke dan berkorelasi dengan luasnya infark
(r=0,95, p<0,0001). Penelitian Swartz dkk. ((2005) dan Nikanfar dkk. (2012)
menyimpulkan kadar leukosit dan LED lebih tinggi pada kelompok stroke
iskemik dengan luaran buruk dan kematian, kadar leukosit 10.732,71±3080,8/μL
lebih tinggi dibanding luaran baik 8861,54±1821,1 /μL dengan kemaknaan
p=0,001, dan begitu juga pada LED 27,90±6,0 mm/jam dibanding 24,10±5,7
mm/jam pada luaran baik dengan p=0,004. LED adalah laju kecepatan
pengendapan eritrosit yang menggambarkan respon fase akut. Peningkatan nilai
LED merupakan bagian dari respons fase akut terhadap kejadian stroke iskemik.
Infark serebral merupakan pemicu potensial untuk respons fase akut. Peningkatan
LED mencerminkan peningkatan sejumlah plasma protein yang meningkat seperti
fibrinogen dan immunoglobulin yang akan mempromosikan pengendapan eritrosit
lebih cepat. Fibrinogen itu sendiri merupakan faktor independen stroke dan sering
menyebabkan agregasi leukosit pada daerah infark. Protein fase akut
berpartisipasi dalam berbagai mekanisme yang mempromosikan penurunan masa
aktif neuron yang mengalami iskemik. Ini mencakup influks leukosit intraserebral,
propagasi trombus intravaskular, pengurangan aliran darah, serta pembentukan
edema pada area sekitar lesi. Area hipodens pada pemeriksaan CT yang terbukti
dalam 24 jam setelah stroke menandakan kerusakan otak iskemik dini dengan
perluasannya disertai infiltrasi leukosit dan pembengkakan lokal otak. Sehingga
korelasi yang positif antara nilai LED dengan luasnya area hipodens pada CT otak
awal secara tidak langsung menandakan adanya intensitas respons fase akut yang
diukur dengan LED dan terkait dengan evolusi dini kerusakan otak iskemik. Ini
juga didukung oleh penelitian-penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa
kadar CRP dengan fibrinogen dan nilai LED yang tinggi pada pasien stroke terkait
dengan infark otak yang lebih ekstensif (Emsly dkk., 2005).
6.2 Kadar CRP serum tinggi sebagai prediktor luaran buruk stroke iskemik
Penelitian ini mendapatkan nilai rerata kadar CRP pada kelompok luaran
buruk lebih tinggi dibandingkan pada luaran baik, dimana pada kelompok luaran
buruk nilai rerata CRP 22,72±14,63 mg/L dan pada kelompok luaran baik
7,92±8,77 mg/L. Sebaran data pada kedua kelompok berdistribusi normal. Kadar
CRP tinggi melalui studi terdahulu ditetapkan ≥10 mg/L. Luaran buruk perawatan
dinilai dengan menggunakan selisih NIHSS, dimana selisih tersebut bermakna
apabila perbedaan kedua nilai NIHSS saat akhir dan awal sebesar >2 poin melalui
studi terdahulu. Kedua kelompok yaitu kadar CRP dan kelompok luaran
perawatan merupakan data kategorikal sehingga dilakukan pengujian dengan
menggunakan uji Chi-square. Pada penelitian ini terbukti bermakna dengan
p<0,001, RR=14,143 dengan 95%IK 5,248-38,115. Hal ini ditemukan juga pada
penelitian oleh Napoli dkk. (2001) yang menemukan kemaknaan CRP sebesar
p=0,0004 dengan OR=2,37 dan 95%IK 1,28-4,49 dan terbukti merupakan faktor
risiko independen terhadap luaran buruk perawatan stroke iskemik dibandingkan
dengan kadar fibrinogen. Penelitian Whitely dkk (2009), Idicula dkk. (2009)
menyimpulkan bahwa kadar CRP serum yang tinggi merupakan red flag luaran
stroke yang buruk dan kematian dalam 1 tahun pertama. Napoli dkk. (2002)
menemukan bahwa kadar CRP, fibrinogen serta D-dimer setelah serangan stroke
iskemik merupakan faktor prediktor terhadap kematian oleh karena
kardiovaskuler, dan ketiganya merupakan penanda penyakit vaskular.
Konsentrasi CRP di LCS terus meningkat setelah hari ke tiga. Kadar CRP
pada hari 1 tidak dapat memberikan nilai prognostik. Titer CRP maksimal pada
penderita dengan defisit neurologi yang berat, sedangkan titer CRP rendah pada
penderita dengan good neurological recovery. Peningkatan signifikan titer CRP di
LCS pada hari ke tiga merupakan kriteria prognostik jelek yang mencerminkan
proses inflamasi pada pembentukan infark otak (Gusev EI,2003). Pasien dengan
kadar CRP tinggi memiliki kecenderungan untuk memiliki skor NIHSS yang
tinggi, dan hal yang sama juga terjadi dengan leukosit dan neutrofil. Kadar CRP
yang tinggi diasosiasikan dengan luasnya infark, karena semakin luas kerusakan
sel neuron akan banyak melepaskan sitokin proinflamasi dan berakibat
peningkatan CRP serum, sejalan dengan hal tersebut maka semakin luas lesi
infark yang terjadi maka skor NIHSS semakin tinggi yang menunjukkan
keparahan dan luaran buruk dari stroke (Buck dkk., 2008).
Inflamasi adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh yang penting
terhadap adanya organisme infeksi ataupun proses kerusakan sel dari dalam tubuh
itu sendiri. Awalnya respon inflamasi diduga memiliki efek menguntungkan dan
diperlukan pada proses regenerasi, namun saat ini setelah banyak diteliti ternyata
memiliki efek yang tidak menguntungkan (Ceulemans dkk., 2010).
Proses inflamasi setelah iskemik memiliki peran yang kompleks dalam
patofisiologi iskemia otak. Induksi gen pro-inflamasi dapat terjadi sangat awal
setelah awitan dan dapat memperberat kerusakan jaringan. Respon inflamasi awal
muncul berkontribusi dengan cidera iskemik, sedangkan respon akhir dapat
diartikan sebagai mekanisme endogen untuk pemulihan atau perbaikan jaringan.
Efek merugikan atau menguntungkan tergantung pada keadaan status inflamasi
dan durasi paparan karena hal ini sangat penting untuk menentukan waktu untuk
mulai farmakoterapi yang efektif pada proses inflamasi (Amantea dkk., 2008).
Respons fase akut merupakan sebuah mekanisme penting dari reaksi host
terhadap cedera jaringan, yang mempromosikan keparahan organ yang terlibat
melalui mekanisme inflamasi ataupun trombosis. Respons ini dipicu oleh sitokin
dan sel pertahanan lokal seperti mikroglia yang teraktivasi dan ditandai dengan
sintesis protein fase akut seperti pro-koagulan dan pro-inflamasi. C-Rective
Protein (CRP), globulin dan fibrinogen merupakan protein fase akut yang utama,
ketiganya akan mempromosikan pengumpulan/agregasi eritrosit. Kadar CRP akan
meningkat sebagai respon proses inflamasi dan berfungsi untuk mengikat
phosphocholine pada permukaan sel yang mengalami kematian. CRP dibentuk
oleh hati berperan sebagai opsonin dan mengaktifkan komplemen. Komplemen
mengaktifkan fagosit dan membantu destruksi dengan jalan opsonisasi.
Komplemen dapat berfungsi sebagai faktor kemotaktik. Komplemen yang terikat
pada permukaan sel akan mempermudah makrofag untuk mengenal (opsonisasi)
dan memakan (fagositosis). Proses fagositosis terjadi dalam beberapa tingkat yaitu
kemotaksis, menangkap, membunuh, dan mencerna. Fagositosis diperlukan bagi
proses regenerasi atau tissue injury repair (Wong dan Strenberg, 2000).
CRP merupakan penanda yang sensitif namun tidak spesifik terhadap proses
inflamasi. Sitokin IL-6, IL-1L, TNF-α dan Transforming Growth Faktor (TGF-β)
merupakan stimulator utama dari produksi dan sekresi CRP oleh sel hati. Sitokin
adalah glikoprotein yang memiliki peran penting pada proses signal antar sel dan
juga memiliki hubungan dengan inflamasi, aktivasi sistem imun serta diferensiasi
sel dan kematian sel. Sitokin diproduksi oleh banyak tipe sel seperti mikroglia,
astrosit, endotel dan terutama dari sel makrofag. (Ladenvall dkk., 2006).
Peningkatan kadar sitokin dan kemokin akan meningkatkan ekspresi molekul
adhesi pada sel endotel serebral, memfasilitasi adhesi dan migrasi transendotelial
neutrofil dan monosit. Sel-sel ini dapat menumpuk di kapiler, mengganggu aliran
darah otak, atau ekstravasasi ke dalam parenkim otak. Infiltrasi leukosit,
makrofag, dan sel glia dapat melepaskan berbagai mediator pro-inflamasi, seperti
sitokin, kemokin lebih lanjut dan meningkatkan kadar oksigen/nitrogen radikal
bebas yang berkontribusi terhadap kerusakan jaringan, serta matriks
metaloproteinase (MMP) yang memiliki peran penting sebagai bagian dari proses
neuroinflamasi cidera otak iskemik (Amantea dkk., 2008).
Reperfusion injuri adalah salah satu dapat terjadi oleh karena respon
inflamasi, ditandai oleh kembalinya perfusi darah ke jaringan otak iskemik yang
berperan penting untuk kembalinya fungsi otak normal, namun kembalinya aliran
darah menimbulkan kerusakan otak yang lebih progresif, sehingga menimbulkan
disfungsi jaringan dan infark yang lebih lanjut (Caplan, 2009; Nai-Wen Tsai dkk.,
2010).
Sel neuron yang terpapar oleh glutamat, ion kalsium, radikal bebas, serta
inflamasi akan menyebabkan kematian sel yang ditandai oleh adanya kerusakan
mitokondria serta DNA. Kematian sel dapat secara nekrosis atau apoptosis.
Nekrosis adalah proses yang dominan ditemukan pada kerusakan akut, sedangkan
pada area penumbra akan didapatkan proses apoptosis. Ada beberapa gen yang
mengatur kematian sel, gen yang menghambat kematian sel seperti Bcl2 dan Lap,
dan gen yang menginduksi kematian sel seperti Bax, Trp53 atau p53, dimana
keduanya akan dilepaskan secara bersamaan pada tahap awal dan akhir dari
iskemik. Kaspase adalah aspartat-specific cysteine proteases dan didapatkan
dalam bentuk zymogen di dalam sel. Ditemukan 12 jenis kaspase, dan yang
berperan penting pada kematian sel adalah kaspase 1 dan 3 (Dirnagl dkk.,2005).
Kaspase merupakan enzim pembelah protein bertujuan untuk memodifikasi
homeostasis pada protein yang penting namun juga dapat merombak dan
membunuh sel itu sendiri. Kaspase 3 melakukan pembelahan pada DNA saat
beberapa jam awal kejadian, begitu pula pada kaspase 1 dan ditambah IL-1β.
Inflamasi melalui sitokin yang terlibat akan meningkatkan proses kematian sel
baik melalui proses nekrotik ataupun apoptosis. Bila proses inflamasi yang terjadi
ringan, kematian sel yang terjadi dapat tertunda, aktivasi kaspase juga akan
tertunda, namun apabila setelah kejadian penutupan arteri yang terjadi ireversibel
maka kurang lebih 30 menit setelahnya sitokrom C dan kaspase akan mulai
dijumpai pada 6–9 jam berikutnya sehingga diperkirakan kematian sel akan mulai
nampak pada 24–72 jam setelah kejadian. Kelompok kaspase yang lain seperti
kaspase 1, 2, 3, dan 8 akan berhubungan dengan kematian sel dalam jangka waktu
lama lewat jalur mRNA (Dirnagl dkk.,2005).
Respon neuroinflamasi setelah proses iskemik melibatkan beberapa jalur,
semua jalur saling berhubungan dalam kaskade iskemik sehingga sulit untuk
menarik kesimpulan dari satu sisi inflamasi saja dan juga untuk meramalkan
peranan masing-masing berhubungan dengan klinis penderita. CRP menunjukkan
tingginya kadar inflamasi seseorang, dimana penilaian terhadap penanda inflamasi
spesifik seperti interleukin membawa makna lebih langsung karena melihat kadar
respon inflamasi secara lebih cepat dan menilai peranan masing-masing dalam
kaitannya sebagai neuroprotektif atau neurotoksik. Inflamasi memiliki efek
neurotoksik serta efek baik yang dapat merangsang atau mengurangi kerusakan
sel setelah stroke iskemik. Penghambatan salah satu bagian dari respon
neuroinflamasi setelah stroke iskemik tidak menginduksi perlindungan yang
memadai untuk meningkatkan pemulihan pasien. Percobaan tentang hipotermia
serta beberapa anti inflamasi mempengaruhi beberapa parameter inflamasi pada
titik waktu tertentu, namun penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk melihat
efek positif atau efek negatif yang berkontribusi sebagai pelindung sel saraf
(Ceulemans dkk.,2010).
Sitokin proinflamasi kadarnya akan meningkat setelah iskemik otak sebagai
tanda adanya proses inflamasi. Penelitian terbaru ternyata mendapatkan sitokin
proinflamasi yang dikatakan memiliki efek merugikan atau neurotoksik ternyata
memiliki efek neuroprotektif. Bukan hanya sitokin dan beberapa kemokin, juga
radikal bebas, adhesion molecule, dan sel glia dikatakan memiliki peran ganda
walaupun termasuk sebagai sel proinflamasi. IL-1β dikatakan mampu
meningkatkan efek promoting faktor dan menginduksi IL-1RA, begitu pula
dengan IL6 dan TNF-α yang mempunyai efek mengkontrol ekstrasel kalsium,
menginduksi anti apoptosis dan anti radikal bebas, serta mediator plastisitas sel
neuron setelah kerusakan (Ceulemans dkk.,2010).
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut: pada penderita stroke iskemik akut yang memiliki kadar CRP serum
tinggi memiliki risiko 14 kali lebih besar menjadi luaran buruk daripada penderita
stroke iskemik akut dengan kadar CRP serum normal (p<0,001;RR=14,143;
95%IK 5,248-38,115).
7.2 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka dapat disarankan sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan pengukuran penanda inflamasi dengan melihat kadar CRP
pada waktu 48 – 72 jam setelah awitan stroke iskemik selama perawatan.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat peran penanda inflamasi non
spesifik lainnya seperti kadar leukosit, kadar LED, serta hitung neutrofil
yang dihubungkan dengan luaran perawatan baik pada fase akut ataupun di
luar fase akut dengan melihat aspek lain seperti segi disabilitas, mortalitas
serta fungsional menggunakan studi multivariat sehingga dapat
memberikan masukan dalam pengambilan keputusan untuk pemeriksaan
diagnostik dan penatalaksanaan stroke pada masa depan.
83
DAFTAR PUSTAKA
Aiyagari, V. dan Gorelick, P.B. 2011. Hypertension and Stroke. 1st ed. New York:
Humana Press. hal 77-94.
Amantea, D., Nappi, G., Bernardi, G., Bagetta, G., dan Corasaniti, M.T. 2008.
Minireview: Post-ischemic brain damage: pathophysiology and role of
inflammatory mediators. FEBS Journal, 276: 13 – 26.
Andaka, D. 2013.”Lesi Hemisfer Kiri Berkorelasi Positif Dengan Disfungsi
Ereksi Pada Pasien Pascastroke” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Andersson, J., Johansson, L., Ladenvall, P., Wiklund, P.G., Stegmayr, B., Jern, C.,
Bomana, K. 2009. C-reactive protein is a determinant of first-ever stroke:
prospective nested case-referent study. Cerebrovasc Dis, 27:544 –51.
Appelros, P., Stegmayr, B., Terent, A. 2009. Sex differences in stroke
epidemiology: a systematic riview. Stroke,40:1082-1090.
Bill, O., Zufferey, P., Faouz, M., dan Michel, P. 2012 Severe stroke: patient
profile and predictors of favorable Outcome. International Society on
Thrombosis and Haemostasis. Journal of Thrombosis and Haemostasis, 11:
92–99.
Boone, M., Chillon, J.M., Garcia, P.Y., Canaple, S., Lamy, C., Godefroy, O.,
Bugnicourt, J.M. 2012. NIHSS and acute complications after anterior and
posterior circulation strokes. Therapeutics and Clinical Risk Management,
8:87–93
Buck, B.H., Liebeskind, D.S., Saver, J.L., Bang, O.Y., Yun, S.W., Starkman, S.,
Ali, L.K., Kim, D., Villablanca, J.P., Salamon, N., Razinia, T.,
Ovbiagele, B. 2007. Early Neutrophilia Is Associated With Volume of
Ischemic Tissue in Acute Stroke. Journal of The American Heart
Association, 39:355-360.
Caplan, L.R. 2009. Caplan’s Stroke A Clinical Approach. 4th
ed. Philadelphia:
Saunders an imprint of Elsevier Inc.
Ceulemans, G., Zgavc, T., Kooijman, R., Hachimi-Idri, S.,Sarre, S., dan Michotte,
Y. 2010. The dual role of the neuroinflammatory response after ischemic
stroke: modulatory effects of hypothermia. Journal of Neuroinflammation,
7:74.
Chamorro, A. 2006. Interleukin 10, monocytes and increased risk of early
infection in ischaemic stroke. J Neurol Neurosurg Psychiatry 77:1279-
1281.
84
Chamorro, A., Urra, X., dan Planas, A.M. 2007. Infection after Acute Ischemic
Stroke A Manifestation of Brain-Induced Immunodepression, Stroke
38:1097-1103.
Dirnagl, U., Iadecola, C., dan Moskowitz, M.A. 2005. Pathobiology of ischaemic
stroke: an integrated view. Trends Neurosci, 22:391–397
Elkind, M.S.V., Coates, K., Tai, W., Paik, M.C., Albala, B.B., dan Sacco, R.L.
2006. Levels of acute phase proteins remain stable after ischemic stroke.
BMC Neurology,6:37.
Emsley, H.C.A., Smith, C.J., Georgiou,R.F., Vail, A., Tyrrell, P.J.,dkk. 2005.
Correlation of Systemic Inflammatory Response With Infarct Volume in
Acute Ischemic Stroke Patients. American Heart Association, 36:228-229.
Ford, E.S.,dan Giles.W.H. 2000. Serum C-Reactive Protein and Self-Reported
Stroke : Findings From the Third National Health and Nutrition
Examination Survey. Journal of The American Heart Association,
20:1052-1056.
Gianfilippo, G.D., Napoli, M.D., Sollecito, A., dan Bocola, V. 2000. C-Reactive
Protein and Outcome After First-Ever Ischemic Stroke. Journal of The
American Heart Association, 31:231-239.
Goldstein, L.B. 2009. A Primer on Stroke Prevention Treatment: An Overview
Based on AHA/ASA Guidelines. 1st ed. Dallas : Wiley-Blackwell. hal. 1 –
64.
González, R.G., Hirsch, J.A., Lev, M.H., Schaefer, P.W., Schwamm, L.H. 2011.
Acute Ischemic Stroke, Imaging and Intervention. 2nd
ed. New York :
Springer Heidelberg Dordrecht, hal 1-24.
Grabska, K., Gromadzka, G., dan Członkowska,A. 2011. Infections and Ischemic
Stroke Outcome. Neurology Research International, 2011: 1-8.
Gregory, Y.H., Lip, Jeetesh, V.Pl, Elizabeth, H., dan Hart, R.G. 2007. High-
Sensitivity C-Reactive Protein and Soluble CD40 Ligand as Indices of
Inflammation and Platelet Activation in 880 Patients With Nonvalvular
Atrial Fibrillation: Relationship to Stroke Risk Factors, Stroke Risk
Stratification Schema, and Prognosis. American Heart Association.
38:1229-1237.
Hankey, G.J. 2006. Potential New Risk Factors for Ischemic Stroke: What Is
Their Potential?. Journal of the American Heart Association, 7:2181-
2188.
Hoffbrand, A.V., dan Petit, J.E. 2000. Essential haematology. 2nd
ed. Jakarta:
EGC.hal.1-8.
Iadecola, C., dan Anrather. J. 2012. The immunology of stroke: from mechanisms
to translation. Nat Med, 17(7): 796–808.
Idicula, T.T., Brogger, J., Naess, H.,Andreassen, U.W., dan Thomassen, L. 2008.
Admission C – reactive protein after acute ischemic stroke is associated
with stroke severity and mortality: The 'Bergen stroke study'. BMC
Neurology, 9:18.
Ionita, C.C. 2011. Acute Ischemic Stroke and Infections. Journal of Stroke and
Cerebrovascular Diseases 20: 1-9.
Iyigün, I., Napoli, M.D., dan Papa, F. 2002. C-Reactive Protein in Ischemic
Stroke Response. Journal of The American Heart Association, 33:2146-
2147.
Jensen, M.B., dan Lyden, P. 2006. Stroke Scale: An Updates. National Stroke
Association,16:1-7.
Jiangtao, Y., Rutai, H., dan Daowen, W. 2009. Elevated C-reactive protein levels
predict worsening prognosis in Chinese patients with first-onset stroke.
Kaplan, R.C., McGinn, A.P., Baird, A.E., Hendrix, S.L., Kooperberg, C., dan
Lynch, J. 2008. Inflammation and hemostasis biomarkers for predicting
stroke in postmenopausal women: the Women’s Health Initiative
Observational Study. J Stroke Cerebrovasc Dis,17:344 –55.
Kazmierski, R., Guzik, P., Ambrosius, W., Ciesielska, A., Moskal, J., dan
Kozubski, W. 2004. Predictive value of white blood cell count on
admission for in-hospital mortality in acute stroke patients. Clin Neurol
Neurosurg, 107:38–43.
Kerr, D.M., Fulton, R.L., Lees, K.R. 2012. Seven-Day NIHSS Is a Sensitive
Outcome Measure for Exploratory Clinical Trials in Acute Stroke. Journal
of The American Heart Association, 43:1401-1403.
Kooij, G., Horrsen, J.V., Vries, E.D. 2005. Tight Junction of the Blood-Brain
Barrier. The Blood-Brain Barrier and Its Microenvirontment. New York
London: Taylor&Francis Group,47-52.
Kulshreshtha, A., Anderson, L.M., Goyal, A., Keenan, N.L. 2012. Stroke in South
Asia: A Systematic Review of Epidemiologic Literature from 1980 to
2010. Neuroepidemiology, 38:123-129.
Kwan, J., dan Hand, P. 2006. Early neurological deterioration in acute stroke:
clinical characteristic and impact on outcome. Qj Med, 99:625-633.
Ladenvall, C., Jood, K., Blomstrand, C., Nilsson, S., Jern, C., dan Ladenvall, P.
2006. Serum C-Reactive Protein Concentration and Genotype in Relation
to Ischemic Stroke Subtype. Journal of The American Heart
Association, 37: 2018-2023.
Licinio, J., dan Frost, P. 2000. The neuroimmune-endocrine axis:
pathophysiological implication for the central nervous system cytokines
and hypothalamus-pituitary-adrenal hormone dynamics. Brazilian Journal
of Medical and Biological Research 33: 1141 – 1148.
Lynch, J.R., Blessing, R., White, W.D., Grocott, H.P., Newman, M.F., Laskowitz,
D.T. 2004. Novel diagnostic test for acute stroke. Stroke, 35:57– 63.
Ma-Li Wong dan Strenberg, E.M. 2000. Immunological Assays for
Understanding Neuroimmune Interactions. Arch Neurol, 57: 948- 952.
Markus, H.S. 2011. Stroke genetics. Human Molecular Genetics, 20,:124-131.
McKeating, E.G., Andrew, P.J. 2008. Cytokines and Adhesion Molecule in Acute
Brain Injury. British Journal of Anaestesia, 8077-84.
Meisel, C., Schwab, J.M., Prass, K., Meisel, A., dan Dirnagl, U. 2005. Central
Nervous System Injury-Induced Immune deficiency Syndrome. Nature
Review: Neuroscience 6: 775-786.
Misbach, J., Ali, W. 2000. Clinical Study. Stroke in Indonesia: A First Large
Prospective Hospital-based Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in
Indonesia. Journal of Clinical Neuroscience, 8(3), 245-249.
Nai-Wen, T., Wen-Neng, C., Chen-Fu, S., Chung-Ren, J., Cheng-Hsien, L. 2010.
Leucocyte apoptosis in patients with acute ischaemic stroke. Clinical and
Experimental Pharmacology and Physiology, 37: 884–888.
Napoli, M.D., Papa, F., dan Bocola, V. 2001. Prognostic Influence of Increased C-
Reactive Protein and Fibrinogen Levels in Ischemic Stroke. Journal of The
American Heart Association, 32:133-138.
Nikanfar, M., Shaafi, S., Hashemilar, M.,Oskouii, D.S., dan Goldust, M. 2012.
Evaluating Role of Leukocytosis and High Sedimentation Rate as
Prognostic Factors in Acute Ischemic Cerebral Stroke. Pakistan Journal of
Biological Science, 15: 386-390.
Nurimaba, N. 2009. Perbandingan tekanan darah sistolik dan diastolik pada
kejadian stroke.
Pantoni L, Sarti C, Inzitri D.2000. Cytokines and Cell Adhesion Molecules in
Cerebral Ischemia. Arterioscler Thromb Vasc Bio,18:503-513.
Papa, F., Napoli, M.D., Winbeck, K., dan Sander, D. 2003. Clinical Use of C-
Reactive Protein for Prognostic Stratification in Ischemic Stroke: Has the
Time Come for Including It in the Patient Risk Profile?. Journal of The
American Heart Association, 34:375-376.
Prasetyo, E., Harris, S., Sitorus, F., Herqutanto. 2011. Waktu kedatangan pasien
stroke di lima rumah sakit pemerintah di DKI Jakarta dan factor-faktor
yang mempengaruhinya. Neurona,29:15-25.
Price, C.J.S., Menon, D.K., Peters, A.M., Ballinger, J.R., Barber, R.W., Balan,
K.K., Lynch, A., Xuereb, J.H., Fryer, T., Guadagno, J.V., Warburton, E.A.
2004. Cerebral Neutrophil Recruitment, Histology, and Outcome in
Acute Ischemic Stroke: An Imaging-Based Study. Journal of The
American Heart Association, 35:1659-1664.
Pruissen, D.M.O., Kappelle, L.J., Rosendaal, F.R., dan Algra, A. 2009. Genetic
Association Studies in Ischaemic Stroke. Cerebrovasc Dis, 27:290–294.
Rambe, A.S., Fithrie, A., Nasution, I., Tonam. 2012. Profil pasien stroke pada 25
rumah sakit di Sumatera Utara 2012. Neurona, 30:63-68.
Reshef, S., Fried, L., Beauchamp, N., Scharfstein, D., Reshef, D., dan Goodman,
S. 2010. Diastolic Blood Pressure Levels and Ischemic Stroke Incidence in
Older Adults With White Matter Lesions. J Gerontol A Biol Sci Med Sci,
66A(1):74–81.
Reynolds, M.A., Kirchick, H.J., Dahlen, J.R., Anderberg, J.M., McPherson, P.H.,
dan Nakamura, K.K. 2009. Early biomarkers of stroke. Clin Chem, 49:
1733–9.
Ridker, M.R., dan Silvertown, J.D. 2008. Inflammation, C-Reactive Protein, and
Atherothrombosis. J Periodontol, 79(8): 1544-1551.
Rost, N.S., Wolf, P.A., Kase, C.S., Hayes, M.K., Silbershatz, H., Massaro, J.M.,
D’Agostino, R.B., Franzblau, C., dan Wilson, P.W.F. 2001. Plasma
Concentration of C-Reactive Protein and Risk of Ischemic Stroke and
Transient Ischemic Attack: The Framingham Study. Journal of The
American Heart Association, 32:2575-2579.
Saenger, A.K., Christenson, R.H. 2010. Stroke Biomarkers: Progress and
Challenges for Diagnosis, Prognosis, Differentiation, and Treatment.
American Association for Clinical Chemistry, 56:21–33.
Sandy, C., Loewen, dan Anderson, B.A.2000. Predictors of Stroke Outcome
Using Objective Measurement Scales, the Departments of Physiotherapy
(S.C.L.) and Neurology, 1:78-81.
Sikiru, L., Shmaila, H., Yusuf, G.S. 2009. Erectile Dysfunction in Older Male
Stroke Patients: Correlation between Side of Hemiplegia and Erectile
Soendoro, T. 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) 2007.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Soertidewi, L., Misbach, J. 2011. Epidemiologi Stroke. In: Soertidewi, L.,
Jannis,J., editors. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.
Jakarta: Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. hal. 1-12.
Sridharan, S.E., Unnikhrisnan, J.P., Sukumaran, S., Sylaja, P.N., Nayak, S.D.,
Sarma, P.S. 2009. Incidence, types, risk factor, and outcome of stroke in a
developing country: the Trivandrum stroke registry. Stroke, 40:1212-1218.
Supit, W. 2004. "Stroke Menyebabkan Disfungsi Ereksi Tanpa Perbedaan Area
Lesi Hemisferik Kiri dan Kanan pada Otak" (tesis). Denpasar: Universitas
Udayana.
Suroto, S.R. 2002. Peran Sitokin pada Stroke Iskemik Akut. Neurona, 19(3):4-8.
Swartz, J.E., Jacobson, B.F., Connor, M.D., Bernstein, P.L., dan Fritz, V.U. 2005.
Erythrocyte sedimentation rate as a marker of inflammation and
ongoing coagulation in stroke and transient ischaemic attack. S Afr Med J,
95:607-612.
Tai, W., Elkind, M.S.V., Coates, K., Paik, M.C., dan Sacco, R.L. 2006. High-
Sensitivity C-Reactive Protein, Lipoprotein-Associated Phospholipase A2,
and Outcome After Ischemic Stroke. Arch Intern Med, 166:2073-2080.
Thanvi, B., Treadwell, S., dan Robinson, T. 2008. Early neurological deterioration
in acute ischaemic stroke: predictors, mechanisms and management.
Postgrad Med J, 84: 412-417.
Traylor, M., Farrall, M., Holliday, E.G., Sudlow, C., Hopewell, J.C., Cheng, Y.C.,
dkk. 2012. Genetic risk factors for ischaemic stroke and its subtypes (the
METASTROKE Collaboration): a meta-analysis of genome-wide
association studies. Lancet Neurol, 11(11): 951–962.
Tsai, N.W., Chang, W.N., Shaw, C.F., Jan, C.R., Huang, C.R., Chen, S.D., dkk.
2009. The value of leukocyte adhesion molecules in patients after ischemic
stroke. J Neurol, 256(8):1296-302
Urra, X., Cervera, A., Obach, V., Climent, N., Planas, A.M., Chamorro, A. 2009.
Monocytes Are Major Players in the Prognosis and Risk of Infection After
Acute Stroke. Journal of The American Heart Association, 40:1262-1268.
Vaartjes, I., O'Flaherty, M., Capewell, S., Kappelle, J., dan Bots, M. 2013.
Remarkable Decline in Ischemic Stroke Mortality is Not Matched by
Changes in Incidence. Journal of the American Heart Association, 44:591-
597.
Wang, D.Z., Rose, J.A., Honings, D.S., Garwacki, D.J., Milbrandt, J.C. 2000.
Treating acute stroke patients with intravenous tPA. The OSF Stroke
Network experience. Stroke;56:1015–20.
Warlow, C., Gijn, J.V., Dennis, M., Wardlaw, J., Bamford, J., Hankey, G. 2007.
Stroke: practical management. 3rd
ed. Blackwell Publishing. Hal 503 –
520.
Wartenberg, K.E., Stoll, A., Funk, A., Meyer, A., Schmidt, J.M., dan Berrouschot,
J. 2011. Clinical Study Infection after Acute Ischemic Stroke: Risk
Factors, Biomarkers, and Outcome. Stroke Research and Treatment,
830614:1-8.
Waxman. S.G. 2007. Molecular Neurology. 1st ed. California: Elsevier Academic
Press. hal. 177 – 187.
Weimar, C., Mieck,T., Buchthal, J., Ehrenfeld, C.E., Schmid, E. Diener, H. 2005.
Neurologic Worsening During the Acute Phase of Ischemic Stroke. Arch
Neurol, 62:393-397
Whiteley, W., Jackson, C., Lewis, S., Lowe, G., Rumley, A., Sandercock, P., dkk.
2009. Inflammatory Markers and Poor Outcome after Stroke: A
Prospective Cohort Study and Systematic Review of Interleukin-6. PLoS
Med, 6:9.
Widyaputra, A.A.N.B. 2009. "Prevalensi dan Faktor-faktor yang Terkait dengan
Depresi Pascastroke" (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Williams, F.M.K., Carter, A.M., Hysi, P.G., Surdulescu, G., Hodgkiss, D.,
Soranzo, N., dkk. 2012. Ischemic Stroke Is Associated with the ABO
Locus: The EuroCLOT Study. American Neurological Association,
73:16–31.
Winbeck, K., Poppert, H., Etgen, T., Conrad, B., dan Sander, D. 2005. Prognostic
Relevance of Early Serial C-Reactive Protein Measurements After First
Ischemic Stroke. Journal of The American Heart Association, 33:2459-
2464.
Yan, J., Hui, R., Wang, D. 2009. Elevated C-reactive protein levels predict
worsening stroke. Arch Intern Med, 45: 1-8.
Young, F.B., Weir, C.J., Lees, K.R. 2005. Comparison of the National Institutes
of Health Stroke Scale With Disability Outcome Measures in Acute Stroke
Trials. Journal of The American Heart Association, 36:2187-2192.
Zaremba, J., Skrobański, P., Losy, J. 2004. Acute ischaemic stroke increases the
erythrocyte sedimentation rate, which correlates with early brain damage.
Folia Morphol, 63: 373–376.
Lampiran 1
INFORMASI PASIEN
(INFORMED CONSENT)
Penulis mengharapkan partisipasi Bapak/Saudara dalam penelitian ilmiah
yang dilaksanakan oleh dr. Yoanes Gondowardaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Kadar CRP serum tinggi pada
penderita stroke iskemik akut sebagai prediktor luaran buruk selama
perawatan”. Dengarkan dengan seksama informasi yang penulis berikan sebelum
Bapak/Saudara memutuskan akan ikut serta berpartisipasi ataupun tidak. Jika ada
hal yang belum dimengerti, mohon bertanya kepada penulis. Bila Bapak/Saudara
telah menyetujui sebagai partisipan, penulis mengharapkan kesediaannya untuk
dilakukan wawancara dan pemeriksaan klinis sesuai bidang neurologi.
Penelitian ini dikerjakan dengan oleh peneliti atau petugas yang telah dilatih
oleh peneliti. Tidak ada biaya tambahan yang harus Bapak/Saudara keluarkan
untuk penelitian ini.
Data-data yang dikumpulkan akan disimpan dalam data komputer tanpa
mencantumkan nama Bapak/Saudara dan hanya diketahui oleh peneliti. Hasil
penelitian ini dapat dipublikasikan di forum ilmiah terbatas tanpa menyertakan
identitas Bapak/Saudara. Mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian
ini, dapat ditanyakan langsung kepada peneliti : dr. Yoanes Gondowardaja, No.
Telp: 08563076300.
Lampiran 2
FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Telah membaca dengan seksama keterangan/informasi yang berkenaan
dengan penelitian ini dan setelah mendapat penjelasan saya mengerti serta
bersedia ikut serta dalam penelitian ini.
Nama Tanda tangan
Pasien :................................................... ........................................
Saksi :................................................... .........................................
Peneliti :................................................... .........................................
Lampiran 3
LEMBARAN PENGUMPULAN DATA
Kadar CRP serum tinggi pada penderita stroke iskemik akut sebagai prediktor
luaran buruk selama perawatan
Lengkapi tiap isian pertanyaan dan centang pada kotak hal yang mungkin di
temukan. Data Karakteristik
1 Nomer urut / CM
2 Nama / Sex
3 Tgl Lahir / Umur
4 Alamat / No. Telp
5 Status Perkawinan
6 Suku bangsa / Pekerjaan
7 TB / BB
Riwayat Penyakit Sekarang
8 Tgl MRS Jam
9 Gejala klinis Ya Tidak Gejala klinis Ya Tidak
Penurunan kesadaran Nyeri kepala
Asimetri pada wajah Pusing
Lemah separuh badan Kejang
Penglihatan ganda/sesisi
hilang/hilang keduanya
Ggn keseimbangan
dan koordinasi
Hilang ingatan sesaat Muntah
Bicara pelo Kesemutan separuh
badan
Gangguan berbahasa Lainnya…
Sulit menelan
10 Onset gejala pertama kali timbul tanggal Jam
Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan YA TIDAK
11 Perpheral artery disease
Riwayat hipertensi
Riwayat DM
Riwayat hiperkolesterolemia
Riwayat merokok
Gangguan Jantung
Riwayat Konsumsi alkohol
12 Antihipertensi
Anti dislipidemia
Anti DM
Asam urat
NSAID / Steroid
Pemeriksaan Fisik Jam
13 GCS
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
Temperatur
14 Status General ( yang bermakna )
15 Status Neurologi Ada / tidak, sebutkan :
Tanda Rangsang
Meningen
Nervus Kranial
Sistem Motorik
Sistem Sensoris
Refleks fisologis /
patologis
Sistem Otonom
Ggn Fungsi Luhur
Pemeriksaan Laboratorium
16 Diff Count
(Eo/Ba/Ne/Lym/Mo)
Leukosit
LED 1 / 2
hsCRP
Pemeriksaan
CT sken Normal Lakunar
Iskemia
teritorial
Water
sheed
Multi
infark cerebellum
17
Hasil
Lokasi
MLS (cm)
STATUS FOLLOW UP PASIEN :
KELUHAN /
KEJADIAN
KLINIS NEUROLOGIS
Hb
(Eo/Ba/Ne/Lym/Mo)
Leukosit
Trombosit
Hct
LED 1 / 2
BUN / Kr
CRP
Infeksi
Meninggal
NIHSS
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Jenis kelamin penderita .378 103 .000 .629 103 .000
Usia penderita .066 103 .200* .988 103 .474
waktu mula stroke sampai
pengobatan awal .257 103 .000 .789 103 .000
Jenis stroke iskemik .358 103 .000 .635 103 .000
Tekanan sistole .124 103 .440 .969 103 .015
Tekanan diastole .163 103 .060 .946 103 .000
Kadar Leukosit .104 103 .008 .949 103 .001
Kadar Neutrofil .110 103 .004 .920 103 .000
Kadar LED 1 .214 103 .000 .841 103 .000
KadarLED 2 .149 103 .000 .885 103 .000
Kadar CRP .156 103 .000 .852 103 .000
Skor NIHSS Hari ke-1 .143 103 .000 .935 103 .000
Skor NIHSS Hari ke-7 .215 103 .000 .723 103 .000
kematian selama perawatan .531 103 .000 .337 103 .000
Infeksi selama perawatan .534 103 .000 .317 103 .000
Descriptives
Statistic Std. Error
Tekanan sistole Mean 150.29 4.360
Median 150.00
Std. Deviation 31.443
Minimum 100
Maximum 230
Tekanan diastole Mean 89.81 2.118
Median 90.00
Std. Deviation 15.274
Minimum 60
Maximum 120
Usia penderita Mean 60.19 1.699
Median 59.00
Std. Deviation 12.252
Minimum 36
Maximum 89
Descriptives
Statistic Std. Error
Tekanan sistole Mean 160.59 3.319
Median 160.00
Std. Deviation 23.699
Minimum 110
Maximum 220
Tekanan diastole Mean 93.33 2.032
Median 90.00
Std. Deviation 14.514
Minimum 70
Maximum 130
Usia penderita Mean 59.35 1.816
Median 59.00
Std. Deviation 12.967
Minimum 31
Maximum 83
Statistics
Kadar Leukosit Kadar Neutrofil Kadar LED 1 KadarLED 2 Kadar CRP
N Valid 43 43 43 43 43
Missing 0 0 0 0 0
Mean 12.0251 9.2828 2.9070 25.6512 22.7186
Median 12.3000 8.9000 3.0000 25.0000 20.2000
Mode 13.20a 14.38 4.00 25.00 36.37
Std. Deviation 3.07426 2.98644 2.09096 17.51990 14.62845
Minimum 6.99 4.29 .00 2.00 .50
Maximum 17.26 15.20 10.00 65.00 64.10
Statistics
Kadar Leukosit Kadar Neutrofil Kadar LED 1 KadarLED 2 Kadar CRP
N Valid 60 60 60 60 60
Missing 0 0 0 0 0
Mean 9.7544 7.1163 1.5333 16.0333 7.9148
Median 8.7700 6.2500 1.0000 13.0000 4.8000
Mode 7.24a 3.80 .00 4.00
a .40
a
Std. Deviation 3.70838 3.61567 2.16651 13.31873 8.77234
Minimum 4.65 3.21 .00 2.00 .27
Maximum 24.00 21.61 10.00 60.00 41.10
Luaran perawatan
Total Luaran Buruk Luaran Baik
Kelompok
NIHSS 1
stroke minor Count 2 22 24
% within Kelompok NIHSS
1 8.3% 91.7% 100.0%
stroke ringan Count 32 32 64
% within Kelompok NIHSS
1 50.0% 50.0% 100.0%
stroke sedang Count 9 6 15
% within Kelompok NIHSS
1 60.0% 40.0% 100.0%
Total Count 43 60 103
% within Kelompok NIHSS
1 41.7% 58.3% 100.0%
Luaran perawatan
Total Luaran Buruk Luaran Baik
Kelompok
NIHSS 2
normal Count 0 9 9
% within Kelompok NIHSS
2 .0% 100.0% 100.0%
stroke minor Count 1 30 31
% within Kelompok NIHSS
2 3.2% 96.8% 100.0%
stroke ringan Count 29 21 50
% within Kelompok NIHSS
2 58.0% 42.0% 100.0%
stroke sedang Count 3 0 3
% within Kelompok NIHSS
2 100.0% .0% 100.0%
stroke berat Count 10 0 10
% within Kelompok NIHSS
2 100.0% .0% 100.0%
Total Count 43 60 103
% within Kelompok NIHSS
2 41.7% 58.3% 100.0%
Luaran perawatan
Total Luaran Buruk Luaran Baik
kematian
selama
perawatan
meninggal Count 10 0 10
% within kematian selama
perawatan 100.0% .0% 100.0%
tidak meninggal Count 33 60 93
% within kematian selama
perawatan 35.5% 64.5% 100.0%
Total Count 43 60 103
% within kematian selama
perawatan 41.7% 58.3% 100.0%
Luaran perawatan
Total Luaran Buruk Luaran Baik
Jenis
stroke
iskemik
Thrombosis Count 12 43 55
% within Jenis stroke
iskemik 21.8% 78.2% 100.0%
emboli Count 31 17 48
% within Jenis stroke
iskemik 64.6% 35.4% 100.0%
Total Count 43 60 103
% within Jenis stroke
iskemik 41.7% 58.3% 100.0%
Luaran perawatan
Total Luaran Buruk Luaran Baik
awitan
stroke
< 6 jam Count 13 14 27
% within awitan stroke 48.1% 51.9% 100.0%
6 - 24 jam Count 11 24 35
% within awitan stroke 31.4% 68.6% 100.0%
24 - 72 jam Count 19 22 41
% within awitan stroke 46.3% 53.7% 100.0%
Total Count 43 60 103
% within awitan stroke 41.7% 58.3% 100.0%
Luaran perawatan
Total Luaran Buruk Luaran Baik
Jenis
kelamin
penderita
laki-laki Count 22 37 59
% within Jenis kelamin
penderita 37.3% 62.7% 100.0%
perempuan Count 21 23 44
% within Jenis kelamin
penderita 47.7% 52.3% 100.0%
Total Count 43 60 103
% within Jenis kelamin
penderita 41.7% 58.3% 100.0%
Kelompok CRP * Luaran perawatan Crosstabulation
Luaran perawatan
Total Luaran Buruk Luaran Baik
Kelompok
CRP
Tinggi Count 36 16 52
% within Kelompok CRP 69.2% 30.8% 100.0%
% of Total 35.0% 15.5% 50.5%
Normal Count 7 44 51
% within Kelompok CRP 13.7% 86.3% 100.0%
% of Total 6.8% 42.7% 49.5%
Total Count 43 60 103
% within Kelompok CRP 41.7% 58.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 32.618a 1 .000
Continuity Correctionb 30.376 1 .000
Likelihood Ratio 34.982 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 32.301 1 .000
N of Valid Casesb 103
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.29.
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kelompok
CRP (Tinggi / Normal) 14.143 5.248 38.115
For cohort Luaran
perawatan = Luaran
Buruk
5.044 2.476 10.275
For cohort Luaran
perawatan = Luaran Baik .357 .234 .544
N of Valid Cases 103