JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS...

83
PANDANGAN IBNU KHALDUN TENTANG PERGANTIAN KEKHILAFAHAN MENJADI KERAJAAN DI MASA MUAWIYAH Disusun oleh: Achmarul Hadi NIM: 103033227806 JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H. / 2009 M.

Transcript of JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS...

Page 1: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

PANDANGAN IBNU KHALDUN

TENTANG PERGANTIAN KEKHILAFAHAN

MENJADI KERAJAAN DI MASA MUAWIYAH

Disusun oleh:

Achmarul Hadi

NIM: 103033227806

JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H. / 2009 M.

Page 2: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

PANDANGAN IBNU KHALDUN

TENTANG PERGANTIAN KEKHILAFAHAN

MENJADI KERAJAAN DI MASA MUAWIYAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi

Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Achmarul Hadi

NIM: 103033227806

Di Bawah Bimbingan

Dr. Sirajuddin Aly, M.A.

NIP. 150 318 684

JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H. / 2009 M.

Page 3: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar Strata- 1 di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Demikian Lembar Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan

penuh tanggung jawab.

Jakarta, 27 April 2009

(Achmarul Hadi).

Page 4: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

KATA PENGANTAR

�� ا������ ا� ا��

Tidak ada yang paling mulia yang harus didahulukan kecuali ucapan

syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa, yang mengatur seluruh makhluk-Nya.

Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan skripsi ini.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Rasulullah saw,

keluarga, sahabat serta seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi dan melengkapi

persyaratan untuk mencapai gelar sarjana strata satu (S1) pada Jurusan Pemukiran

Politik Islam, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna,

karena berbagai keterbatasan yang ada. Akan Tetapi, dengan adanya arahan,

bantuan, bimbingan dan dukungan, baik moril maupun materil dari berbagai

pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada :

1. Dr. H. M. Amin Nurdin, M.A., selaku dekan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat serta segaenap dosen yang telah membimbing penulis selama

menempuh pendidikan.

2. Drs. Agus Darmaji, M.Fils. selaku ketua Jurusan Pemikiran Politik

Islam dan Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag., selaku sekretaris Jurusan,

yang tanpa lelah mendedikasikan diri demi eksisnya Jurusan ini.

3. Dr. Sirojudin Aly, M.A., selaku pembimbing penulis , yang dengan

penuh kesabaran menbimbing penulis, mengarahkan, memberikan

masukan, hingga selesainya skripsi ini.

4. Kepala dan seluruh staf Perpustakan Utama dan Perpustakaan

Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah serta Perpustakaan

Imam Jama' Lebak Bulus yang telah memberikan pelayanan dan

input data.

Page 5: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

5. Umak dan Ba yang senantiasa sabar membimbing dan mendoakan

penulis, begitu juga Kak Zul, Kak Fran, Hendri dan Sukma yang

selalu memberikan dukungan.

6. Istriku tercinta Nur Jannah yang senantiasa memotivasi penulis untuk

segera menyelesaikan tugas akhir ini, serta tidak lupa putriku tercinta

Kaysa Qathrunnada yang memacu semangat Abi untuk bisa segera

menyelesaikan kuliah.

7. Ustadz Abdul Aziz Abdur Rouf, Lc., serta seluruh rekan-rekan di

Markaz Al Qur'an

8. Ustadz Awwaludin Al Hafizh, serta rekan-rekan di Ma'had Utsman

bin Affan.

9. Seluruh rekan-rekan di KOMDAK Ushuluddin yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, Jazakumullah Khairul Jazaa…..

Jakarta, 27 April 2009

Penulis

Page 6: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………. i

KATA PENGANTAR…………………………………………….................. ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………….iv

TRANSLITERASI ARAB-LATIN………………………………………….vi

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………1

A. Latar Belakang………………………………………………….. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………………… 4

C. Tujuan Penelitian………………………………………………... 5

D. Metode Penelitian………………………………………………. 5

E. Sistematika Penulisan…………………………………………… 6

BAB II. RIWAYAT HIDUP IBNU KHALDUN………………………….. 8

A. Masa Kelahiran, Perkembangan, dan Studi……………………...8

B. Masa Bertugas di Pemerintahan dan Terjun ke Dunia Politik di

Maghribi dan Andalusia…………………………………………10

C. Masa Penulisan Karya Ilmiah……………………………………17

D. Jasa-Jasa dan Kebesaran Ibnu Khaldun………………………… 19

E. Corak Pemikiran Ibnu Khaldun………………………………… 21

BAB III. PANDANGAN IBNU KHALDUN TENTANG BENTUK

PEMERINTAHAN KHILAFAH................................................................... 23

A. Arti Khilafah……………………………………………………..23

B. Fungsi Khalifah………………………………………………….27

Page 7: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

C. Pengangkatan Kepala Negara Dalam Sistem Khilafah…………..32

D. Gelar Amǐr al-Mu’minǐn Sebagai Ciri Khilafah........................... 36

BAB IV. PERGANTIAN KEKHILAFAHAN MENJADI KERAJAAN.... 41

A. Latar Belakang Perubahan Sistem Pemerintahan Dari Khilafah ke

Kerajaan.........................................................................................41

B. Pola Pengangkatan Kepala Negara Dalam Sistem Kerajaan........ 56

C. Faktor Pengangkatan Yazid Sebagai Putera Mahkota setelah

Muawiyah..................................................................................... 58

D. Substansi Kekhalifahan Era Muawiyah........................................ 60

BAB V. PENUTUP...........................................................................................69

A. Kesimpulan.................................................................................. .69

B. Saran..............................................................................................71

Daftar Pustaka

Page 8: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Tranliterasi Arab-Latin

a ا dz ذ zh ظ n ن

b ب r ع ' ر h

t ت z ز gh غ w و

ts ث s س f ء ' ف

j ج sy ش q ق

h ح sh ص k ك

kh خ dh ض l ل

d د th ط m م

a panjang = â

i panjang = î

u panjang = û

Page 9: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Runtuhnya kekuasaan Turki Utsmani pada tahun 1922 dan digantikan

dengan Republik Turki setidaknya menyisakan sejarah panjang perjuangan

masyarakat muslim dalam menggapai kedaulatan negara mereka masing-masing.

Di antara perjuangan itu ada yang mencetuskan ide kembali kepada kedaulatan

Islam yang absolut yakni kembali kepada sistem Khilafah. Hal ini dianggap

penting karena dengan berdirinya Khilafah, maka penerapan hukum-hukum Islam

bisa dianggap lebih efektif dan mudah diaplikasikan secara menyeluruh.

Beberapa gerakan yang muncul untuk mendukung gagasan tersebut di atas

dapat ditemukan hingga dewasa ini. Sebagai contoh gerakan Hizb Al-Tahrir yang

didirikan oleh Taqiyuddin Nabhani pada tahun 1952 lebih memfokuskan

da'wahnya kepada keharusan mengembalikan Khilafah Islamiyah. Begitu juga

dengan tokoh Abu al-A'la al-Maududi yang mendirikan Jama'at Islami di Anak

Benua India-Pakistan pada tahun 1941. beliau benar-benar memfokuskan

aktifitasnya untuk menegakkan syari'at Islam dan menerapkannya dalam

kehidupan nyata.

Terlepas permasalahan di atas, penulis berpikir bagaimanakah kedudukan

kekuasaan-kekuasaan Muslim pasca Khulafâ al-Rasyidûn seperti Dinasti

Umayyah, Abbasiyah, dan seterusnya. Apakah kekuasaan mereka dapat

dimasukkan dalam kategori pemerintahan khilafah?. Apakah kekuasaan setelah itu

dapat dikategorikan ke dalam sistem kerajaan sebagaimana layaknya kekuasaan

Page 10: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Bani Umayyah yang merupakan pelopor pertama terjadinya pergeseran sistem

kekhilafahan menjadi kerajaan?. Dalam hal ini penulis sendiri memahami adanya

pergeseran sistem kekhilafahan menjadi kerajaan yang telah dimulai sejak awal

pemerintahan Dinasti Umayyah di bawah kepemimpinan Muawiyah. Oleh karena

itu pembahasan mengenai pergantian kekhilafahan menjadi kerajaan pada masa

Muawiyah tersebut akan menjadi telaah khusus dalam penulisan skripsi ini.

Meskipun kajian ini merupakan Kajian ulang (literatur review) dari

berbagai kajian ilmiah yang seringkali diulas baik oleh pengamat terdahulu

maupun yang kontemporer. Di antara tulisan tersebut adalah sebagai berikut, Al-

Mawardi mengulasnya dalam karyanya Al-Ahkam Al-Sulthâniyah. Al-Mawdudi

tampil dengan karyanya Al-Khilafah wa Al-Mulk, Muhammad Abdul Qadir Abu

Faris mengulasnya dalam al-Nizham al-Siyasi fĭ al- Islâm, dan telah

diterjemahkan dengan judul Sistem Politik Islam, secara khusus ia pun

menjelaskan permasalahan tentang kedudukan putera mahkota (wilayatu al-

ahhdi), dalam tulisannya tersebut beliau mengkritik pandangan Abu Ya’la al-

Farra dan Ibnu Khaldun yang lebih lunak dalam memandang kebolehan putera

mahkota untuk memegang kedaulatan khilafah. Dan terakhir tampil penulis

kontemporer yakni Yusuf al-Qardhawi yang mengkritik tentang beragam distorsi

penulisan sejarah Islam. pandangan tersebut beliau rangkai dalam tulisannya yang

berjudul Tarikhuna al-muftara ‘Alaih dan telah diterjemahkan dengan judul

Meluruskan Sejarah Islam, Akan tetapi dalam tulisan ini penulis memilih untuk

mengetahui pembahasan tersebut dari sudut pandang seorang tokoh muslim

terkemuka yakni Ibnu Khaldun. Hal ini disebabkan kemajuan intelektual beliau

Page 11: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

khususnya dalam kajian sosial politik yang terdokumentasikan dalam magnum

opusnya yakni Muqaddimah.

Tidaklah berlebihan ketika menyebut Ibnu Khaldun sebagai bapak peletak

dasar ilmu sosial politik dan filsafat. ia memetakan masyarakat dengan interaksi

sosial, politik, dan geografi yang melingkupinya. Pendekatan ini dianggap

menjadi terobosan yang sangat signifikan.1

Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai pandangan-pandangan Ibnu

Khaldun mengenai bentuk pemerintahan Khilafah. Secara luas beliau pun

mendefinisikan akan arti khilafah, syarat-syarat khilafah, fungsi jabatan

keagamaan khilafah, dan gelar Amĭr al-Mu'Minĭn sebagai ciri khilafah.

Ibnu Khaldun menelaah tentang pergantian khilafah menjadi monarki pada

masa Muawiyah tentunya dengan pandangan ilmiah. Di antara pandangannya

yang akan penulis analisa adalah, pertama, pandangannya mengenai sebab-sebab

perselisihan Ali dan Muawiyah yang menjadi titik tolak pertama terjadinya

perubahan sistem khilafah. Kedua, prinsip al-Ashabiyah dalam pemerintahan

Muawiyah yang menjadi pendorong utama lahirnya sistem monarki. Ketiga,

substansi kekhalifahan pada masa Muawiyah dan para pengganti-penggantinya.

Dengan mengetahui sebab-sebab terjadinya pergantian kekhilafahan

menjadi kerajaan sejak zaman Muawiyah, penulis berharap bisa menilai secara

proporsional dan tidak berusaha mendiskreditkan salah satu pihak. Sebagaimana

telah diketahui bahwa Muawiyah termasuk salah satu sahabat Nabi Muhammad,

1 Republika, Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol, (Jakarta: Republika, 2002)

h.119

Page 12: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

di samping juga kapasitasnya sebagai salah seorang pejuang dalam penaklukan

Negeri Syam.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Ibnu Khaldun terkenal lebih moderat dalam menyikapi perselisihan antara

Muawiayah dan Ali, namun ia tetap berupaya mengkritisi berbagai permasalahn

yang timbul pada saat keduanya berseteru dalam mempermasalahkan siapa yang

berhak dalam memegang jabatan khilafah. Dengan tidak mengahakimi salah satu

di antara keduanya, pandangan Ibnu Khaldun menjadi daya tarik penulis untuk

mengungkap lebih jauh dasar-dasar perpecahan yang timbul pada masa peralihan

kekuasan dari khalifah Ali ke tangan Muawiyah.

Untuk mengetahui permasalahan di atas penulis berupaya merumuskan

berbagai batasan masalah yang menjadi fokus kajian dalam tulisan ini. Di sini

penulis membatasi permasalahan kepada inti pandangan Ibnu Khaldun mengenai

pergantian bentuk kekhilafahan dari masa Khulafâ al-Rasyidûn menjadi kerajaan

pada masa pemerintahan Muawiyah.

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah

tersebut sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pandangan Ibnu Khaldun mengenai pergantian

kekhilafahan menjadi kerajaan pada masa Muawiyah?

b. Dalam pandangan Ibnu Khaldun, Apakah sebenatrnya landasan utama

yang menyebabkan bergesernya kekhilafahan menjadi kerajaan pada

masa Muawiyah?

Page 13: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Penulisan tugas akhir ini dibuat untuk mengetahui pandangan Ibnu

Khaldun mengenai pemerintahan khilafah pasca Nabi Muhammad, dan sebab-

sebab terjadinya pergeseran bentuk kekhilafahan menjadi kerajaan pada masa

Muawiyah.

Tujuan Khusus

Penulisan tugas akhir (skripsi) ini dibuat untuk memenuhi persyaratan

dalam upaya memperoleh gelar akademis setingkat strata satu (S 1) untuk jurusan

Pemikiran Politik Islam, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Metode Penelitian

Penulisan skripsi ini sepenuhnya dikumpulkan melalui riset kepustakaan

(library research). Adapun sumber primernya yakni buku Muqaddimah karya

Ibnu Khaldun, sedangkan sumber sekundernya adalah buku-buku yang bisa

melengkapi pembahasan di atas.

Mengenai metode penulisan yang digunakan adalah metode deskripsi

analisa yaitu dengan cara mendeskripsikan berbagai pandangan Ibnu Khaldun

mengenai pergantian kekhalifahan menjadi kerajaan pada masa Muawiyah,

Page 14: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

selanjutnya penulis akan menganalisa pandangan-pandangan tersebut dengan

kritis dan obyektif.

Dari sisi teknis penulisan, skripsi ini mengikuti aturan yang diatur dalam

buku Pedoman Penulisan karya ilmiah Skripsi, Tesis, Disertasi, Ceqda

Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2003-2004.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah terbagi dalam beberapa bab dan sub-bab yang pada garis besarnya

dijelaskan sebagai berikut:

BAB I. Pendahuluan yang di dalamnya akan dibahas tentang latar

belakang, perumusan, pembatasan masalah, maksud dan tujuan, metode

pengumpulan data, dan sistematika penulisan.

BAB II. Riwayat Ibnu Khaldun. Pada bab ini akan dijelaskan sejarah

kelahiran Ibnu Khaldun, aktifitas politiknya, masa penulisannya, serta jasa-jasa

besarnya terhadap ilmu pengetahuan.

BAB III. Pandangan Ibnu Khaldun mengenai bentuk pemerintahan

khilafah. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai arti khilafah, syarat-syarat

khilafah, fungsi jabatan khilafah, dan gelar Amĭr al- Mu'minĭn sebagai ciri

khilafah.

BAB IV. Pandangan Ibnu Khaldun mengenai pergantian kekhalifahan

menjadi kerajaan pada masa Muawiyah. Fokus kajian dalam bab ini adalah

mengenai pandangan Ibnu Khaldun terhadap sebab-sebab perselisihan Ali dan

Page 15: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Muawiyah yang menjadi latar belakang terciptanya perubahan sistem

pemerintahan, begitu juga mengenai pola pengangkatan kepala negara yang

mengedepankan prinsip al-Ashabiyah dalam pemerintahan Muawiyah, faktor

pengangkatan Yazid menjadi putera mahkota, dan terakhir yakni pembahasan

tentang substansi kekhalifahan era Muawiyah

BAB V. Pada bab akhir ini, penulis akan menyimpulkan beberapa

kesimpulan dari tema-tema yang telah dibahas sebelumny

Page 16: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

BAB II

RIWAYAT HIDUP IBNU KHALDUN

A. Masa Kelahiran, Perkembangan, dan Pendidikan

Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn

Muhammad ibn Hasan ibn Jabir Ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn Abd al-Rahman

ibn Khaldun, lahir di Tunisia, Afrika Utara, pada tahun 732 H atau 1332 M. Asal

keluarga Ibnu Khaldun yang sesungguhnya dari Hadramaut, Yaman Selatan.

Adapun nama Ibnu Khaldun diambil dari nama kakeknya yang kesembilan,

Khalid ibn Utsman. Khalid terkenal dengan panggilan Khaldun disebabkan

kebiasaan yang berlaku bagi penduduk Andalusia dan Afrika Barat Laut waktu

itu, yakni penambahan pada akhir nama dengan “un” sebagai pernyataan

penghargaan kepada keluarga penyandangnya. Dengan demikian Khalid menjadi

Khaldun.2

Afrika Utara, tanah kelahiran Ibnu Khaldun, pada abad ke-14 ditandai oleh

kemandegan pemikiran, kemudian kekacauan politik. Kekuasaaan Muslim Arab

telah jatuh sehingga banyak negara bagian melepaskan diri dari pemerintahan

pusat. saat itu pertentangan, intrik, perpecahan, dan kericuhan meluas dalam

kehidupan politik, dan setiap orang berusaha meraih kekuasaan.3

Meskipun dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan kekacauan

politik, namun Ibnu Khaldun tetap leluasa memperoleh ilmu pengetahuan, hal itu

disebabkan Tunisia menjadi pusat hijrah ulama Andalusia yang mengalami

kekacauan akibat perebutan kekuasaan. Kehadiran mereka bersamaan dengan

2 Munawir Sjadzali, Islam dan Politik, ( Jakarta: Universitas Indonesia, 1990 ) h. 90.

3 Fuad Baali & Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, ( Jakarta: Pustaka

Firdaus, 1989) h. 9

Page 17: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

naiknya Abu al-Hasan, pemimpin Bani Marin (1347). Dengan demikian Ibnu

Khaldun mendapat kesempatan belajar dari para ulama tersebut.4 Hal ini dapat

dilihat dari kecerdasannya dalam menguasai beberapa disiplin ilmu baik

pendidikan agama, bahasa, puisi, logika, dan filsafat. Menurut Munawir Sjadzali,

guru pertama yang mengajarkan Ibnu Khaldun adalah ayahnya sendiri. Dia belajar

membaca dan menghafal al- Qurân serta fasih dalam qiraah sab’ah. Perhatiannya

seimbang dan merata dalam mata pelajaran Tafsir, Hadits, Fiqh, dan Gramatika

bahasa Arab yang dipelajarinya dari guru yang terkenal di Tunisia.5

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa penyerangan dan pendudukan Banu

Marin terhadap Tunisia tahun 1347 telah mengakibatkan berpindahnya sejumlah

besar ulama-ulama terkenal ke sana sebagai pengikut-pengikut raja Abu al-Hasan.

Ibnu Khaldun waktu itu sudah meningkat dewasa, dan dari para ulama-ulama

tersebutlah Ibnu Khaldun mengalami pertumbuhan intellegensia yang sangat

pesat. Akan tetapi, studinya tiba-tiba berhenti akibat berjangkitnya wabah

penyakit yang berkecamuk di Tunis pada 749 H/1348 M. Ada yang menyebutnya

penyakit Pes atau Kolera, dan penyakit inilah yang banyak merenggut ribuan

nyawa termasuk para guru besarnya Ibnu Khaldun dan kedua orangtuanya.

Akibatnya lebih jauh, penguasa bersama ulama hijrah ke Maghribi Jauh (Maroko)

pada 750 H/1349 M. Maka tinggalah ia dewasa itu di bawah pimpinan abangnya

yang bernama Muhaammad yang kini bertindak sebagai kepala keluarga Ibnu

Khaldun.6

4 Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Van Hoeve, 2005) Jilid 3, h. 81

5 Munawir Sjadzali, Islam dan Politik, h. 90

6 Osman Raliby, Ibnu Khaldun tentang Masyarakat dan Negara, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1978) h. 19.

Page 18: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Akibat seringnya terjadi pertukaran-pertukaran kekuasaan di Afrika Utara

serta menurunnya kehidupan intelektualisme, maka pada tahun 1354 M Ibnu

Khaldun memutuskan untuk meninggalkan Tunisia dan pergi ke Fez. Dan di

Fezlah Ibnu Khaldun menyelesaikan pendidikan tingginya melalui para ulama

yang dewasa itu berada di sana, yaitu:

1. Syekh Muhammad ibn Al-Shaffar

2. Syekh Muhammad ibn Muhammad al Maqqari

3. Syekh Muhammad ibn Ahmad al ‘Alwi

4. Syekh Muhammad ibn Abd al Salam

5. Syekh Muhammad ibn Abd al Razaq

6. Syekh Muhammad ibn al Khaththib

7. Syekh Ibrahim ibn Zarrar, dan

8. Syekh Abu al Barakat Muhammad al Ballafiqi7

B. Masa Bertugas di Pemerintahan dan Terjun ke Dunia Politik di Maghribi dan

Andalusia

Dua peristiwa penting yang mengantarkan Ibnu Khaldun berhenti

menuntut ilmu. Pertama, berkecamuknya wabah kolera di banyak bagian dunia

tahun 749 H, yang telah banyak merenggut jiwa, di antaranya ayah dan ibu Ibnu

Khaldun dan sebagian besar guru-gurunya. Kedua, akibat dari musibah tersebut,

banyak ilmuwan dan budayawan yang selamat dari wabah itu pada tahun 750 H

berbondong-bondong meninggalkan Tunisia pindah ke Afrika Barat Laut. Dengan

7 Osman Raliby, Ibnu Khaldun tentang Masyarakat dan Negara, h. 20

Page 19: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

terjadinya dua peristiwa tersebut akhirnya Ibnu Khaldun terpaksa berhenti belajar

dan mengalihkan perhatiannya pada upaya mendapatkan tempat dalam

pemerintahan dan peran dalam percaturan politik.8

Dalam suasana penuh pertikaian dan perseteruan antara Imperium Arab

dewasa itu, Ibnu Khadun telah banyak menyaksikan peristiwa-peristiwa besar

tentang sejarah kemunduran imperium muslim. Politik yang disaksikannya adalah

politik adu kekuatan, dan tidak memperdulikan bingkai moral yang terus diinjak-

injak. dinasti-dinasti kecil bersaing satu sama lain sebagai pertanda membusuknya

Imperium Arab Muslim di Afrika Utara. Pengalaman terusirnya umat Islam dari

Spanyol yang sebelumnya mereka kuasai selama tujuh abad sudah tidak lagi dapat

mengajar mereka untuk berhenti berkelahi.9 Waktu itu Afrika Utara dan Andalusia

memang banyak diguncang peperangan. Dinasti al-Muwahhidun sejak permulaan

abad ke-5 H telah mendekati kehancurannya. Dari dinasti besar ini muncul banyak

dinasti dengan negara dan wilayah kekuasaan kecil. Dinasti yang terkenal di

antaranya adalah Dinasti Hafs di Maghribi Dekat (Tunisia). Dan dalam usia 21

tahun bertepatan tahun 751 H/1350 M, Ibnu Khaldun diangkat sebagai sekretaris

sultan Dinasti Hafs, al Fadl . tetapi ia berhenti dari jabatannya karena penguasa

yang didukungnya kalah dalam suatu pertempuran pada tahun 753 H/1352 M.10

Ibnu Khaldun melarikan diri, dan bertemu dengan Sultan Abu Inan di Tilmizan

berasal dari keturunan Bani Marin. Jabatan pemerintahan pertama yang cukup

berarti baginya adalah keanggotaannya dalam majelis ilmu pengetahuan Sultan

8 Munawir Sjadzali, Islam dan Politik, h. 91

9Ahmad Syafi’i Ma’arif, Ibnu Khaldun Dalam Pandangan Penulis Barat, (Jakarta: Gema

Insani Press, 1996) h.13. 10 Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Van Hoeve, 2005) Jilid 3, h. 81

Page 20: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Abu Inan di ibu kota negara itu, Fez. Kemudian ia diangkat sebagai salah satu

sekretaris Sultan dengan tugas mencatat semua keputusan Sultan terkait dengan

permohonan-permohonan rakyat, dan dokumen-dokumen penting lainnya. Ibnu

Khaldun mengaku menerima jabatan tersebut dengan setengah hati sebab dia

menganggap sebagai kerja rendahan, dan tidak seorang pun leluhurnya yang

melakukan pekerjaan serendah itu.11

Dengan dorongan untuk menjadi orang besar dan disegani, Ibnu Khaldun

diketahui pernah melakukan kerja sama serta membantu Amir Abu Abdullah

Muhammad untuk menggulingkan Sultan Abu Inan, dengan syarat kalau usaha itu

berhasil dia diangkat sebagai perdana menteri. Usaha tersebut ternyata diketahui

oleh sultan, maka Ibnu Khaldun akhirnya terpaksa mendekam di penjara selama

21 bulan, dan baru dibebaskan setelah sultan wafat dan kekuasaan negara

dipegang Perdana Menteri Hasan bin Umar, dan ia dikembalikan kepada

jabatannya yang lama. Ibnu Khaldun mengabdikan dirinya kepada pemerintahan

Bani Marin di Fez selama delapan tahun, melayani tiga sultan dan dua perdana

menteri, yakni Sultan Abu Inan, Perdana Menteri Hasan bin Umar, Sultan Mansur

bin Sulaiman, Sultan Abu Salim dan Perdana Menteri Umar bin Abdullah. Pada

masa Abu Salim kedudukan Ibnu Khaldun direhabilitasi pada berbagai posisi

penting kerajaan. Semula dia diangkat sebagai sekretaris negara, kemudian

sebagai peradilan mazhalim, yang khusus menangani pengaduan terhadap negara

atau pejabat negara dan tindak pidana yang tidak tercakup dalam hukum

11 Fuad Baali & Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, h.10

Page 21: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Islam.12

Namun keadaan seperti itu tidak bertahan lama. Iklim politik yang penuh

intrik telah menyebabkan terbunuhnya Sultan Abu Salim pada 1361 M dalam

suatu pemberontakan sipil dan militer. Dalam suasana politik yang tidak menentu

itulah akhirnya Ibnu Khaldun berangkat ke Spanyol (Andalusia) dan sampai di

Granada pada 26 desember 1362 M.13

Granada adalah satu-satunya negara muslim yang pada waktu itu masih

tersisa di semenanjung Iberia di bawah pemerintahan Sultan Muhammad V

dibantu oleh perdana menterinya, Ibnu khatib. sementara yang lain sudah jatuh ke

tangan penguasa Kristen. Ibnu Khaldun telah menjalin persahabatan yang cukup

lama dengan penguasa Granada. Mengingat betapa besar bantuan Ibnu Khaldun

kepada Sultan Muhammad dan perdana menterinya ketika mereka berada di Fez

sebagai buronan. Sultan Muhammad V memberikan pelayanan sangat baik kepada

Ibnu Khaldun.14 Demikian tingginya penghargaan raja kepada Ibnu Khaldun

dibuktikan dengan pengutusannya pada tahun 1364 sebagai duta ke istana Raja

Pedro El Cruel, raja Kristen Castilla di Seville. Tujuan dari pengutusan tersebut

adalah untuk mengadakan perjanjian damai antara Granada dengan Seville.

Adapun Raja Pedro El Cruel merasa terkesan dengan kinerja diplomatik Ibnu

Khaldun hingga ia pun dibujuk untuk berpihak kepadanya dengan janji akan

menyerahkan kembali kepadanya harta nenek moyangnya yang ada di Seville.

Adapun Seville mempunyai makna tersendiri bagi Ibnu Khaldun, sebab di kota

inilah nenek moyangnya tinggal selama berabad-abad. Namun Ibnu Khaldun

12

Munawir Sjadzali, Islam dan Politik, h. 92 13

Ahmad Syafi’i Ma’arif, Ibnu Khaldun Dalam Pandangan Penulis Barat h.14 13

Ensiklopedi Islam, Jilid 3, h. 80 14 Fuad Baali & Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, h.10

Page 22: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

menolak bujukan itu, sekalipun ia sempat menyaksikan monumen-monumen

kebesaran peninggalan nenek moyangnya.15

Meskipun di Andalusia Ibnu Khaldun pernah mendapat kepercayaan

khusus dari Sultan Muhammad. Namun hal itu tidak berlangsung lama disebabkan

timbulnya ketegangan antara dia dan Ibnu Khatib yang merasa khawatir atas

kedekatan Ibnu Khaldun dengan sang penguasa. Belum cukup dua setengah tahun

berada di Granada, Ibnu Khaldun menerima undangan dari Pangeran Abu

Abdillah Muhammad penguasa Bani Hafs, yang dahulu pernah dipenjarakan

bersama di Fez. Kemudian ia menjadikannya sebagai perdana menteri dan pada

waktu yang sama juga sebagai khatîb dan guru. namun, setahun kemudian Sultan

Abu Abbas Ahmad, saudara sepupu atau anak paman Pangeran Abu Abdillah,

penguasa di Konstantin berambisi untuk menaklukkan dan menguasai seluruh

Tunisia, termasuk keamiran Abu Abdillah. Pangeran Abu Abdillah pun akhirnya

terbunuh ketika pasukan Abu Abbas menyerbu ke Buqi, dan keamiran itu jatuh ke

tangan Abu Abbas. Untuk beberapa lama, Ibnu Khaldun menduduki jabatan yang

sama pada masa kekuasan Abu Abbas yaitu sebagai perdana menteri. Tetapi

kemudian Abu Abbas menyangsikan loyalitas Ibnu Khaldun. Sadar akan situasi

yang kurang menyenangkan dia mohon izin untuk pindah ke luar Buqi, tetapi Abu

Abbas bahkan memerintahkan untuk menangkap Ibnu Khaldun. Dia beruntung

berhasil melarikan diri ke keamiran Baskarah (Biskra), dan Abu Abbas hanya

15 Ahmad Syafi’i Ma’arif, Ibnu Khaldun Dalam Pandangan Penulis Barat.h.14-15.

Page 23: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

berhasil menangkap adiknya Yahya, dan membuangnya ke pengasingan di salah

satu kota pantai di Aljazair.16

Dari Baskarah Ibnu Khaldun berkirim surat kepada Abu Hammu, Sultan

Tilmisan (Tlemcen) dari Bani Abdil Wad. Dia adalah menantu Pangeran Abu

Abdillah dari Buqi yang terbunuh.untuk sekian kalinya Ibnu Khaldun ditawari

kedudukan sebagai perdana menteri. Namun, tawaran tersebut ditolaknya dengan

alasan bahwa ia ingin melanjutkan studinya secara autodidak, tetapi ia bersedia

memberikan dukungan terhadap sultan dengan mengajak suku-suku di wilayah itu

untuk mendukung rencanya merebut Buqi. Ia juga berusaha membentuk

persekutuan antara Abu Hammu dan Pangeran Ishak, saudara Abu Abbas yang

sangat jelek hubungannya dengan dia. Tetapi serangan tentara Abu Hammu dapat

dipatahkan. Sementara itu Sultan Abdul Aziz dari dinasti Bani Marin, yang

berpusat di Fez, berambisi merebut wilayah Bani Abdul wad. Akhirnya Abu

Hammu melarikan diri.17 Tatkala Abu Hammu diusir Sultan Abdul Aziz, Ibnu

Khaldun beralih berpihak kepada Abdul Aziz dan tinggal di Baskarah. Namun

dalam waktu singkat, Tilmisan kembali direbut Abu Hammu. Maka Ibnu Khaldun

menyelamatkan diri ke Fez pada 774 H/1372 M.18

Setelah sampai di Fez, ternyata suasana di kota itu tidak sebagaimana yang

diharapkannya. Situasi politik sangat tidak menentu, dan para penguasa

tampaknya telah kehilangan kepercayaan kepada Ibnu Khaldun. Sadar bahwa ia

kurang disukai, maka ia pun akhirnya keluar dari Fez dan menetap di Granada,

16

Munawir Sjadzali, Islam dan Politik, h. 94 17

Ibid. 18 Ensiklopedi Islam, Jilid 3, h. 81

Page 24: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Andalusia. Tetapi Sultan Bani Ahmar di Granada meminta Ibnu Khaldun Untuk

meninggalkan wilayah kekuasaannya dan kembali ke wilayah Afrika Barat Laut.

Setelah meninggalkan Andalusia dan kembali ke Afrika, akhirnya ia

“terdampar” di pelabuhan Hanin. Adiknya Yahya yang pernah diasingkan pada

masa Abu Abbas, telah kembali mengabdi kepada Abu Hammu. Meskipun

awalnya Abu Hammu belum bisa menerima kedatangan Ibnu Khaldun, namun

berkat bantuan dan jaminan seorang sahabat lama, muhammad bin Arif, tokoh

dari Bani Arif, akhirnya Ibnu Khaldun mendapat pengampunan dari Abu Hammu

dan diizinkan datang ke Tilmisan. Atas permintaan pemuka-pemuka Bani arif

terhadap Abu Hammu agar memperkenankan Ibnu Khaldun menetap bersama

mereka, maka Ibnu Khaldun telah meninggalkan keramaian dan petualangan

politik hampir empat tahun lamanya. Ia berjanji pada diri sendiri untuk tidak

terjun lagi dalam dunia politik. Akhirnya ia menyepi di Qal’at Ibnu Salamah dan

menetap sampai 780 H/1378 M, dan disanalah untuk pertama kalinya ia

melakukan penelitian dan kajian ilmiah serta berhasil menulis karya

monumentalnya Muqoddimah, yang merupakan jilid pertama dari buku al-‘Ibar

wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-

Barbar. Terbitan Cairo 1284 H.19

Disebabkan kurangnya rujukan yang tersedia di tempat pengasingannya,

maka Ibnu Khaldun terpaksa kemabali ke Tunisia yang memiliki perpustakaan

lengkap. Pada saat itu Tunisia masih di bawah pemerintahan Abu Abbas. Untuk

meluluhkan hati Abu Abbas ia pun menulis surat yang cukup mengharukan. Ibnu

19

Ensiklopedi Islam, Jilid 3, h. 81

Page 25: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Khaldun menjelaskan alasan-alasannya mendukung pihak oposan terhadap

pemerintahannya dan memohon maaf serta meminta izin agar dapat kembali ke

Tunisia untuk mengadakan beberapa penelitian. Sultan mengizinkannya. Di

samping itu, sultan pernah menyuruhnya untuk menyertainya dalam suatu

ekspedisi militer dalam rangka menumpas beberapa pemberontakan. Ibnu

Khaldun tidak menyukai tugas yang berbahaya ini, dan memutuskan untuk pergi

menunaikan ibadah haji.20

Setelah berangkatnya Ibnu Khaldun meninggalkan

Tunisia dan berlayar menuju Alexandria, Mesir, pada tahun 784 H/ 1382 M ,

maka berakhir pulalah karier politiknya di Afrika Barat Laut yang penuh

petualangan dan tantangan. Sejak itu ia tidak pernah kembali lagi ke kawasan

tersebut.

C. Masa Penulisan Karya Ilmiah

Sebagai dijelaskan sebelumnya bahwa ketika Fez jatuh ke tangan Sultan

Abu Abbas Ahmad (776 H / 1374 M), Ibnu Khaldun pergi ke Granada untuk

kedua kalinya. Tetapi Sultan Bani Ahmar di Granada meminta Ibnu Khaldun

untuk meninggalkan wilayah kekuasaannya dan kembali ke Afrika Utara.

Sesampainya di Tilmisan, Ibnu Khaldun tetap diterima Abu Hammu,

meskipun ia pernah mengkhianatinya setelah beralih dukungan kepada Sultan

Abdul Aziz dari Bani Marin. Ibnu Khaldun akhirnya benar-benar meninggalkan

panggung politik. Atas dukungan Banu Arif yang memberikan perlindungan

terhadapnya ia pun menetap di istana Qal’at Ibnu Salamah selama empat tahun

20 Fuad Baali & Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, h.12

Page 26: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

dan menghasilkan karya monumental Muqoddimah. Akan tetapi karena kurangnya

bahan rujukan untuk menyelesaikan penelitian tersebut, dia terpaksa kembali ke

Tunisia yang memiliki perpustakaan yang lengkap. Naskah bersih Muqoddimah

ditulis untuk pertama kalinya di Tunisia, dan satu di antara naskah tersebut,

bersama dengan jilid-jilid lain dari Al-Ibar dipersembahkan kepada Sultan

Tunisia, Abu Abbas. Setelah berada di Kairo buku itu ditambah dan

disempurnakan. Kemudian disiapkan dua naskah, satu dipersembahkan kepada

Sultan Mesir, Dzahir Barquq, dan satu lagi kepada Sultan Abdul Aziz di Fez.

Karya tulisnya yang lain adalah Al-Ta’rif yang semula merupakan lampiran dari

Al-Ibar .21

pada tahun 784 H/1382 M ia berangkat ke Iskandariyah (Mesir) dengan

maksud menghindari kekacauan dunia politik di Maghribi. Setelah sebulan di

Iskandariyah, ia pergi ke Kairo.

Tidak berapa lama di Kairo, dengan kecerdasan yang ia miliki, maka tidak

heran kemudian masyarakat Mesir menerimanya dengan suka cita. Pada tahun 784

H / 1384 M raja menunjuknya menjadi dosen dalam ilmu Fiqih Mazhab Maliki di

Madrasah Qamhiyah. Tidak lama kemudian ia diangkat sebagai ketua pengadilan

kerajaan. Tetapi setahun kemudian, keluarganya mendapat musibah. Kapal yang

membawa istri, anak-anak, dan harta bendanya tenggelam tatkala merapat ke

Iskandariyah. Ia mengundurkan diri, namun raja kemudian kembali

mengangkatnya sebagai dosen di beberapa madrasah. Pada tahun 749 H/1387 M

ia pergi menunaikan haji. Pada 801H/1399 M ia kembali diangkat sebagai ketua

pengadilan dan pergi ke Baitulmaqdia (Yerusalem). Tiga bulan setelah itu

21 Munawir Sjadzali, Islam dan Politik, h. 98

Page 27: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

ia,mengundurkan diri.dan pada 803 H/1401 M ia ikut menemani sultan ke

Damascus dalam satu pasukan untuk menahan serangan Timur Lenk, penguasa

Mughal.setelah kembali ke kairo, ia kembali ditunjuk menduduki jabatan ketua

pengadilan kerajaan, dan tetap dalam jabatan itu hingga akhir hayatnya. 22

Ibnu Khaldun dianggap sebagai penganut teori siklus sejarah disebabkan

pandangannya bahwa masyarakat lahir, tumbuh, berkembang, lalu mati untuk

diganti dengan yang lain. Adapun formasi masyarakat yang dia maksud

salahsatunya adalah adanya hasrat manusia untuk berkumpul, bersaing, lalu

memperebutkan kepemimpinan. Mereka diikat dengan solidaritas ashabiyah yang

diarahkan oleh para pemimpinnya.23

D. Jasa-Jasa dan Kebesaran Ibnu Khaldun

Dalam sejarah Islam, Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu

sosial dan politik Islam. Bahkan lebih dari itu beliau juga dikenal sebagai

sejarahwan, sastrawan, ahli hukum, dan ahli filsafat. Adapun kedudukannya

sebagai filsuf dalam arti profesional hampir hilang disebabkan kemasyhurannya

sebagai seorang sosiolog dan teoritikus sejarah. Kendati demikian, Ibnu Khaldun

adalah seorang pemikir yang teguh beriman kepada ajaran Islam. Hal ini dapat

dilihat dalam berbagai karyanya seperti buku Muqaddimah, dapat ditemukan

bahwa pada setiap pasal ia senantiasa memuji Allah serta menukilkan beberapa

ayat Al-Qur'an yang sesuai dengan pokok pembahasan, dan pada setiap penutup

pasal selalu disudahi dengan do'a atau ayat-ayat Al-Qur'an, kadang pendek dan

22

Ensiklopedi Islam, Jilid 3, h. 82 23

Republika, Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol, (Jakarta: Republika, 2002)

h.121.

Page 28: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

adakalnya panjang. Begitupun ia senantiasa mengulas beberapa hadits Nabi

Muhammad, hal ini tentunya menjelaskan bahwa Ibnu Khaldun memiliki

pemahaman agama yang mendalam.

Dapat disimpulkan bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang pemikir besar dan

ilmuwan yang kritis dan obyektif, rasional, tetapi juga agamawan yang taat,

dilandasi oleh iman yang kuat dengan penuh kesadaran, bahkan Ali Audah

menyebutnya sebagai seorang filsuf sosiologi dan sejarah, Dia seorang intelek,

pemikir dan ulama yang telah memberikan saham besar dalam sejarah

intelektualism dan kemanusiaan.24

Ibnu Khaldun berpendapat bahwa antara politik dan kebudayaan tidak

dapat dipisahkan, dan masyarakat dibedakan antara masyarakat desa (badawah)

dan kota (hadarah). Studi Islam menurutnya, terdiri dari ulūm tabi’iyyah dan

ulūm naqliyyah. Ulūm tabi’iyyah meliputi ilmu filsafat, aritmatika, dan hisab,

handasah (geometri), alhaia (astronomi), tib (kedokteran) dan al-falặhah

(pertanian); sedangkan ‘ulǔm naqliyyah meliputi agama/wahyu dan syariat, Al-

Qur’an, fiqih, kalam (teologi), dan tasawuf.25

Dalam memahami sejarah, Ibnu Khaldun setidaknya memberikan

beberapa syarat untuk diperhatikan. Pertama, peristiwa-peristiwa sejarah itu harus

rasional, tidak dicampur dengan hal-hal yang tidak masuk akal, seperti halnya

campur tangan dari yang ghaib; Kedua, analisis peristiwa sejarah dengan

menghubungkannya dengan sebab akibat. Dengan persyaratan di atas berarti Ibnu

Khaldun telah merintis sebuah pemikiran sejarah yang kritis. Sebelum Ibnu

24 Ali Audah, Dari Khazanah Dunia Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999) h.87

25 Ensiklopedi Islam, Jilid 3, h. 82

Page 29: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Khaldun penulisan sejarah umumnya hanya merupakan penyalinan saja dari yang

sudah ada dan tidak mengenal analisa. Bahkan isi sejarah dicampur dengan

kecenderungan pribadi dan emosinya, dengan cerita-cerita takhayul yang sudah

berjalan sejak Herodotus, sampai pada mereka yang datang sebelum Ibnu

Khaldun, di Barat ataupun di timur. 26

E. Corak Pemikiran Ibnu Khaldun

Menarik untuk dicermati mengenai corak pemikiran Ibnu Khaldun terlebih

mengenai permasalahan pandangannya antara agama dan filsafat. Meskipun

dikenal dengan seorang ilmuwan yang senantiasa berpikir rasional dan banyak

berpegang teguh pada logika, namun Ibnu Khaldun tetaplah seorang agamawan

yang berpegang teguh dalam menjaga nilai-nilai ajaran Islam yang dianutnya.

Dalam mengemukakan pendapat, Ibnu Khaldun senantiasa berpijak pada

alasan-alasan yang obyektif dan deskriptif. Ia mencari bukan untuk memuji atau

mencela, tetapi untuk mengetahui dan memahami inti masalah yang menyangkut

perkembangan sesuatu lembaga dan tingkah laku manusia. Dan dengan cara

demikianlah ia berkasil mengemukan teorinya tentang filsafat sejarah dan

sosiologi.27

Lebih lanjut Ali Audah menjelaskan, bahwa Ibnu Khaldun tidak dapat

melepaskan peristiwa-peristiwa sejarah itu dengan perkembangan manusia

sebagai unsur pertama, baik pribadi maupun masyarakat dan pada gilirannya

masyarakat pun tak dapat dilepaskan pula dari lingkungannya: tanahnya, hasil

bumi, iklim, udara, geografi, luas daerah pertanian, jumlah penduduk, ras,

26 Ali Audah, Dari Khazanah Dunia Islam, h.93

27 Ali Audah, Dari Khazanah Dunia Islam, h. 91

Page 30: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

pertukangan atau industri, perekonomian dan sifat pemerintahan yang menjadi

obyek penulisan sejarah itu. Pada gilirannya pula hal di atas akan menentukan

bentuk-bentuk kesenian, kepercayaan, adat istiadat, serta cara berpikir masyarakat

itu, bahkan bentuk tubuh, tingkah laku, kemampuan otak serta warna kulit. Dari

sini lahir golongan yang kemudian diperkuat oleh unsur asabiyah, yang sangat

dipengaruhi dan mempengaruhi kejiwaan masyarakat. Perubahan-perubahan yang

terjadi pada watak masyarakat, baik karena pengaruh ekonomi, politik, kekuasaan

dan sebagainya akan membawa akibat berubahnya segenap struktur kekuasaan,

dan ini dapat melahirkan asabiyah tingkat makro dalam masyarakat, yang akan

membawa akibat berubahnya bentuk-bentuk kekuasaan dalam masyarakat serta

lahirnya negara-negara baru dalam sejarah, melalui revolusi.28

Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang

pemikir dan ilmuwan yang kritis dan obyektif, rasional, tetapi juga agamawan

yang taat, dilandasi oleh iman yang kuat dengan penuh kesadaran. Suatu

kehidupan yang berimbang dalam dirinya dalam menghayati agama dan ilmu. Dia

seorang fisuf sosiologi dan sejarah, dia seorang intelek, pemikir yang berdisiplin,

dan ulama yang taat, dan telah memberikan saham yang besar dalam sejarah

intelektualisme dan kemanusiaan.

28 Ali Audah, Dari Khazanah Dunia Islam, 91-92

Page 31: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

BAB III

PANDANGAN IBNU KHALDUN

TENTANG BENTUK PEMERINTAHAN KHILAFAH

A. Arti Khilafah

Di dalam nash-nash Islam diawali dari hadits-hadits nabi, lafazh “imam”

digunakan untuk menjuluki kepala negara. Gelar al-Imam atau al-Aimmah

umumnya diartikan sebagai orang yang mengurusi negara.29

Kemudian muncullah

lafazh khilafah yang merupakan pengganti Nabi Muhammad setelah wafatnya

beliau.

Menurut Ibnu Khaldun letak perbedaan dari jenis-jenis pemerintahan yang

satu dan yang lainnya adalah perbedaan undang-undang. Jenis undang-undang

akan menjelaskan karakter suatu sistem pemerintahan. Undang-undang adalah ruh

bagi setiap sistem atau tatanan sosial dan menjadi dasar eksistensinya.30 Sebagai

contoh suatu pemerintahan yang menganut sistem kerajaan umumnya memiliki

tabiat natural yakni insting, atau kecenderungan dan keinginan insting yang

tersusun dalam satu individu: seperti egoisme dan keinginan untuk menjadi

arogan dan despotis. Dan semua itu menurut Ibnu Khaldun, haruslah dibenci.

Jenis pemerintahan yang demikian itu dapat menjadi sebuah pemerintahan yang

otoriter, individualis, otokrasi, dan dikhawatirkan lagi pemerintahan itu dapat

menghasilkan suatu kondisi chaos, perpecahan, instabilitas dan kehancuran

negara.

29

Muhammad al-Mubarak, Sistem Pemerintahan Dalam Perspektif Islam, (Solo: Pustaka

Mantiq, 1995) h. 68 30 M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, h.87

Page 32: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Menurut Ibnu Khaldun, "jika aturan perundang-undangan diputuskan oleh

para intelektual dan pembesar negara, kebijakan politiknya disebut rasional; dan

jika aturan-aturan itu berasal dari Allah yang memutuskan dan mensyariatkannya,

maka orientasi politiknya adalah religius, bermanfaat dalam kehidupan keduniaan

dan keakhiratan. Adapun model pemerintahan yang berorientasikan kekerasan,

penindasan, dan mengesampingkan potensi kemarahan rakyatnya pastilah akan

menimbulkan kerusakan dan permusuhan. Model seperti tidaklah terpuji."31

Mengenai keimamahan atau kekhilafahan maka pemerintahan yang

demikian itu merupakan pemerintahan yang menjadikan syariat Islam sebagai

undang-undang, yaitu prinsip-prinsipnya bersumber dari Al-Qur'an, al-Sunnah.

Selain itu, hukum-hukumnya dapat berpegang dan bercabang dengan berpegang

kepada empat sumber hukum: Al-Qur'an, Al-Sunnah, Ijma, dan Qiyas. Dengan

demikian, menurut Dhiauddin Ra'is, di dalam undang-undang Islam tersebut,

terhimpun hikmah logika individu dan kolektif, bimbingan Nabawi, serta tujuan

Ilahi.32

Ibnu Khaldun membedakan antara kedudukan raja dan Khalifah.

Kedudukan raja timbul dari keharusan hidup bergaul manusia, dan didasarkan

kepada penaklukan dan paksaan, yang merupakan pernyataan sifat murka dan

sifat-sifat kebinatangan. Dalam hal ini Ibnu Khaldun mengkritik tentang asal

kedaulatan sebuah kerajaan yang cenderung bersifat memaksa dan

mengedepankan sifat-sifat kebinatangan serta menyampingkan keadilan dan

kesejahteraan rakyat. Sebagian besar para raja menerapkan peraturan tidak

31 M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, h.88

32 M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, h.90

Page 33: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

berpihak kepada kepentingan rakyat bahkan seringkali membebani mereka dengan

bermacam-macam kewajiban yang tidak sesuai dengan kemampuan mereka demi

tercapainya keinginan-keinginan dan tujuan sang raja. Bermacam-macam

peraturan bisa saja diciptakan oleh raja. Namun, pergantian raja bisa

mempengaruhi perubahan kebijakan sehingga beragam peraturan pun akan dibuat

silih berganti sesuai dengan tujuan raja yang berganti pula. Dalam hal ini sukarlah

bagi rakyat untuk mematuhi suatu perintah dan lebih jauh akan menimbulkan

pemberontakan-pemberontakan sehingga akan membawa kekacauan dan

hilangnya nyawa.

Untuk menciptakan suatu negara yang bisa tegak dan kuat, maka

dibutuhkan suatu ketetapan hukum politik yang bisa diterima dan diikuti rakyat.

Namun, hukum tersebut tidak semata didasarkan kepada akal, sebagaimana

hukum itu dibuat oleh para terkemuka, bijaksana dan cerdik pandai melainkan

ditentukan oleh Allah dengan perantaraan Rasul, maka pemerintahan yang

demikian disebut berdasarkan agama. Dan pemerintahan agama yang demikian itu

berguna sekali, baik untuk hidup di dunia maupun kelak di akhirat. Dalam hal ini

Ibnu Khaldun sebagai ilmuwan yang religius memandang pentingnya sebuah

pemerintahan yang mengedepankan orientasi dunia dan akhirat. Menurutnya

manusia tidak diciptakan hanya untuk di dunia ini saja yang penuh dengan

kehampaan dan kejahatan dan yang akhirnya hanyalah mati dan kesirnaan belaka.

Dan Allah berfirman; “Apakah kamu mengira bahwa kami menjadikan kamu

dengan sia-sia.”33

33 Al-Qur’ân surat 23 ayat 115.

Page 34: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Dalam pandangan Ibnu Khaldun suatu hukum politik dibuat hanya untuk

mengatur manusia tentang barang-barang lahir, kepentingan duniawi. Sedangkan

hukum-hukum Allah bertujuan mengatur perbuatan manusia dalam segala hal,

ibadah mereka, tata cara hidup mereka, juga yang berhubungan dengan negara.

Oleh karena itu sudah seharusnya negara berdasarkan agama supaya segala

sesuatu yang berhubungan dengan negara itu berada di bawah naungan

pengawasan Tuhan pemberi hukum itu..

Maka tidaklah dibenarkan suatu negara yang didasarkan kepada

penaklukan dan paksaan serta pemuasan dorongan kemarahan karena hal tersebut

dianggap sebagai sebuah penindasan dan penyerangan, dan merupakan perbuatan

tercela, baik di sisi Allah, pemberi hukum, maupun dalam pandangan

kebijaksanaan politik.34

Dengan sederhana Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa suatu negara yang

ditetapkan atas hukum-hukum Allah sangat berguna sekali dibandingkan dengan

suatu negara yang berdasarkan akal semata. Hal ini disebabkan, Tuhan lebih

mengetahui kepentingan manusia dalam soal yang berhubungan dengan hidup

akhirat, yang ada di luar pengetahuan mereka. Dengan demikian tujuan Tuhan

membuat undang-undang adalah demi keselamatan manusia dalam hidup di

akhirat kelak. Oleh karena itu, adalah menjadi keharusan supaya manusia

menyesuaikan diri dengan hukum-hukum agama dalam segala hal. Dan kekuasaan

34 Ibnu Khaldun, Muqaddimah terj, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006) h. 232-233

Page 35: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

ini adalah kepunyaan Pembuat Undang-undang, ialah para Nabi dan orang-orang

yang menggantikan mereka, yaitu khalifah-khalifah, dan inilah arti khilafah.35

B. Fungsi Khalifah

Mengenai fungsi Khalifah tampaknya pendapat Ibnu Khaldun tidak

berbeda jauh dengan Al-Mawardi yakni jabatan ini merupakan pengganti Nabi

Muhammad, dengan tugas yang sama yakni mempertahankan agama dan

menjalankan kepemimpinan di dunia. 36

Khalifah dianggap sebagai penegak

agama dan sebagai pengatur soal-soal duniawi dipandang dari segi agama. Tugas

agama yang dimaksud adalah kemampuan seorang khalifah untuk menyampaikan

kewajiban syar’iyyah kepada manusia, serta memobilisasi mereka supaya

melakukannya. Dan tujuan pemimpin duniawi yakni dengan kemampuannya

sebagai seorang yang berusaha mengurusi kepentingan umum peradaban umat

manusia.

Kepemimpinan raja, menurut Ibnu Khaldun, “apabila bersifat islami,

termasuk ke dalam barisan khilafah dan menjadi salah satu ikutannya. Kedaulatan

negara non-muslim tegak sendiri’. Dalam hal ini berarti Ibnu Khaldun tidak

mengkritik sistem kerajaan yang tetap menjalankan syari'at Islam. Akan tetapi

menurut penulis pandangan demikian tentunya bertentangan dengan pendapat

Ibnu Khaldun sendiri yang mengkritisi bahwa sistem kerajaan umumnya bersifat

despotis, invidualis, serta lebih cenderung otoriter. Hal ini cukup beralasan karena

biar bagaimanapun pemerintahan raja terkadang tidak sepenuhnya didukung oleh

35

Ibnu Khaldun, Muqaddimah, (Mesir: Mustofa Muhammad) h. 190-191 36 Al-Mawardi, Al-Ahkam Al-Sulthâniyah, (Beirut: Maktabah ‘Ashriyah, 2000) h. 13

Page 36: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

sebagian masyarakat, terlebih sistem warisan kekuasaan yang turun temurun

dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan di kalangan umat yang merasa tidak

puas dengan pemerintah, dan akhirnya dapat menciptakan instabilitas negara.

Perlu diketahui bahwa fungsi religius syari’at agama, menurut Ibnu

Khaldun, seperti shalat, jabatan mufti, jabatan hakim, jihad, dan pengawasan

pasar, termasuk ke dalam imamah besar yaitu khilafah. Khilafah itu seakan-akan

pohon besar dan dasar yang menyeluruh. Semua fungsi mencabanginya dan

membawahinya, baik agamawi maupun duniawi. Kekuatannya menyeluruh dalam

melaksanakan hukum agama maupun dunia.37

Berikut akan dijelaskan beberapa

fumgsi religius yang khusus untuk khilafah, dan fungsi pemerintahan raja:

a) Imamah Shalat. Telah diketahui bahwa pada masa khalifah-khalifah

yang pertama, mereka tidak pernah menyerahkan tugas imam shalat

kepada orang lain. Hal ini disebabkan karena imamah shalat adalah

yang paling tinggi di antara fungsi jabatan khilafah. Hal ini dibuktikan

ketika para sahabat menarik kesimpulan dari fakta bahwa Abu Bakar

telah ditunjuk oleh Nabi Muhammad menjadi imam shalat, satu fakta

bahwa dia juga ditunjuk sebagai penggantinya dalam mengurusi

masalah-masalah duniawi.

b) Jabatan Mufti. Dalam hal ini, tugas khalifah adalah menguji para

ulama dan guru, dan hanya mempercayakannya kepada orang-orang

yang teruji untuk jabatan itu. Jabatan mufti merupakan salah satu

37 Ibnu Khaldun, Muqaddimah terj, h. 264-267

Page 37: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

kepentingan keagamaan kaum muslimin. Khalifah harus

memperhatikannya .

c) Jabatan Hakim. Di masa permulaan Islam, para khalifah melaksanakan

sendiri jabatan hakim. Khalifah pertama yang menyuruh seseorang

untuk menjalankan fungsi ini adalah Umar. Beliau menunjuk Abu

Darda' untuk menjadi hakim di Madinah, memilih Syuraih untuk tugas

hakim di Bashrah dan Abu Musa al-Asy'ari di Kufah.

d) Polisi. Pengawasan terhadap tindakan kriminal serta penentuan

hukumman-hukuman yang ditetapkan oleh syari'at agama merupakan

tugas khusus, dan diserahkan kepada kepala polisi. Lapangannya

sedikit lebih luas dibanding jabatan hakim. Ia memutuskan hukuman

pencegahan sebelum tindak kriminal dilakukan. Ia melaksanakan

hadd-hadd yang telah ditetapkan oleh syari'at agama dengan

semestinya, serta menetapkan kemungkinan pembanding jika seorang

merasa dirugikan oleh orang lain sesuai dengan hukum yang berlaku.

e) Keadilan atau kedudukan saksi resmi. Prasyarat tugas ini ialah, bahwa

orang yang melaksanakannya harus bersifat adil, sesuai dengan

ketentuan agama, dan bebas dari cacat. Dia harus memiliki

pengetahuan tentang jurisprudensi sesuai dengan kebutuhan jabatan

itu. Hal ini disebabkan ia harus dapat mengisi catatan-catatan di dalam

pengadilan, mengerti perjanjian dalam bentuknya yang benar,

urutannya yang tepat dan dengan sebaik-baiknya, serta melihat kondisi

Page 38: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

dan syarat yang melingkunginya berdasar titik penglihatan hukum

agama.

f) Pengawasan Pasar. Jabatan ini adalah termasuk bagian dari kewajiban

amar ma'ruf nahi munkar. Akan tetapi dia tidak punya kekuasan untuk

mengurusi klaim hukum secara mutlak, kecuali terhadap segala sesuatu

yang berhubungan dengan penipuan dan perlakuan curang dalam

masalah timbang-menimbang ukur-mengukur. Ia juga berusaha

membuat orang menunda hutang supaya membayarkan dengan apa

yang dimilikinya. Konsekuensi dari jabatan ini ialah ia berada di

bawah jabatan hakim.

g) Pencetakan Uang Logam. Pengawasan terhadap pencetakan uang

merupakan tugas yang bersifat religius, dan berada di bawah khilafah.

Ia dijadikan sebagai bawahan dari juridiksi hakim.38

Demikian akhir pembicaraan mengenai kedudukan kekhilafahan. Secara

menyeluruh dapat disimpulkan bahwa fungsi kedudukan khalifah tidak hanya

mengurusi masalah agama saja, akan tetapi persoalan duniawi pun tidak

ditinggalkan begitu saja. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa Khilafah itu

seakan-akan pohon besar dan dasar yang menyeluruh. Semua fungsi

mencabanginya dan membawahinya, baik agamawi maupun duniawi.

Selain panggilan Khalifah terkadang jabatan tersebut disebut “imamah

kubro” selanjutnya, jabatan ini dianggap suatu kewajiban menurut hukum syari’at

agama disebabkan ijma para sahabat Nabi Muhammad dan tabi’in. Hal ini

38

Ibnu Khaldun, Muqaddimah terj, h. 265-275.

Page 39: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

dibuktikan setelah wafatnya Rasulullah, para sahabat membai’at Abu Bakar dan

mempercayakan pengawasan persoalan dan urusan mereka kepadanya. Demikian

pula di masa-masa berikutnya. Dalam zaman manapun rakyat tidak pernah

diserahkan kepada anarki.

Di lain pihak ada yang berpendapat bahwa kewajiban imamah ditentukan

akal, dan bahwa ijma yang kebetulan itu hanya menguatkan ketetapan akal saja.

Mereka berpendapat: bahwa yang membuat jabatan imam itu wajib menurut akal

ialah perlunya manusia pada suatu organisasi kemasyarakatan dan

ketidakmungkinan mereka hidup sendiri-sendiri.

Sebagian kelompok tetap kokoh mengatakan bahwa jabatan imam sama

sekali tidak penting, baik berdasarkan akal maupun syari’at. Pandangan ini

diwakili oleh golongan Mu’tazilah salah satunya al-Ashamm. Ada juga dari

golongan khawarij. Menurut mereka yang penting hanyalah menjalankan syari’at.

Mereka berpendapat demikian karena berusaha melepaskan diri dari kedaulatan

(mulk) dan wataknya yang suka menguasai, senantiasa mendominasi, dan bersifat

duniawi.

Menurut Ibnu Khaldun keharusan imamah haruslah diindikasikan oleh

syari’at, yaitu dengan konsensus (ijma). Adapun mereka yang menolak imamah

dengan alasan bahwa syari’at sangat mengecam dan menyalahkan adanya suatu

kedaulatan yang mana kedaulatan itu sendiri memiliki watak suka menguasai dan

mendominasi, maka Ibnu Khaldun menegaskan bahwa syari’at agama tidak

mengecam kedaulatan dan tidak pula melarang pelaksanaannya. Akan tetapi

syari’at hanya mencela akibat buruk yang ditimbulkannya, seperti tirani,

Page 40: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

kezaliman, dan enak-enakan. Sebaliknya syari’at agama memuji keadilan,

kejujuran, melaksanakan tugas-tugas agama, dan membelanya. Syari’at juga

mencela nafsu syahwat, dan marah pada orang-orang mukallaf, sebab

eksistensinya masih dirasa perlu. Tapi yang dimaksud ialah bagaimana

mempergunakannya dengan sebenar-benarnya.

Selanjutnya, mereka yang berusaha lari kedaulatan imamah dengan

berasumsi bahwa lembaga tersebut tidak penting sama sekali tidak dapat

membantu, sebab mereka menyetujui diharuskannya pelaksanaan syari’at, dan hal

itu tidak akan diperoleh kecuali melalui asabiyah dan kekuasaan, sedangkan

asabiyah sesuai wataknya memerlukan kedaulatan.39

Mengenai kehendak Allah akan terwujudnya khilafah, Ibnu Khaldun

menjelaskan bahwa hal tersebut tidak banyak yang bisa kita ketahui. Namun, yang

jelas bahwa Allah telah menjadikan khalifah-Nya sebagai wakil-Nya di dalam

mengurusi persoalan-persoalan hidup hamba-Nya dengan tujuan dapat memenuhi

kepentingan dan melepaskan kesukaran yang mereka miliki.

C. Pengangkatan Kepala Negara Dalam Sistem Khilafah

Setelah menjelaskan bahwa lembaga imamah wajib menurut ijma, maka

keperluan untuk diadakannya lembaga tersebut merupakan fardl al-kifayah, dan

mengenai mekanisme pengangkatannya diserahkan kepada pemuka-pemuka

muslim yang terbentuk dalam suatu wadah yakni ahl al-aqd wa al-hilli.

Kewajiban mereka adalah berusaha agar imamah berdiri, dan setiap orang wajib

39 Ibnu Khaldun, Muqaddimah terj, h. 234-237

Page 41: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

taat sesuai dengan firman Allah: “Taatlah kepada Allah, dan taatlah kepada Rasul,

dan orang-orang yang berkuasa diantara kamu.40

Tidak diperbolehkan menunjuk dua orang untuk menduduki imam pada

waktu yang sama. Adapun mengenai prasyarat untuk mendirikan lembaga

imamah itu, Ibnu Khaldun menyimpulkan setidaknya ada empat yaitu: al-‘ilmu,

al- ‘adalah, al-kifayah, salamatu al-hawas wa al-a’dô, adapun syarat yang kelima

ada banyak perbedaan pendapat yakni al-nasb al-Quraisy.41

1) Syarat pertama al-‘ilmu, kiranya sangat jelas bahwa seorang imam

harus menguasai hukum-hukum syari’at agar dapat melaksanakan hukum-hukum

Allah secara benar, dan terhindar dari sifat taqlid buta yang merupakan

kekurangan seorang imam. Di lain sisi dengan pengetahuannya tersebut ia dapat

memberikan keputusan yang memuaskan masyarakat, negara, dan agama.

2) Keadilan (al- ‘adalah) dianggap perlu disebabkan imamah

merupakan lembaga keagamaan yang mengawasi lembaga lain. Tempat keadilan

juga menjadi prasyarat. Tak ada perbedaan mengenai kenyataan bahwa keadilan

akan lenyap oleh sikap yang membiarkan berlakunya Akan tetapi ada perbedaan

pendapat mengenai apakah keadilan itu akan lenyap oleh sikap imam yang

memasukkan inovasi-inovasi baru ke dalam i’tiqad umat.

3) Kesanggupan (al-kifayah) berarti, bahwa seorang imam bersedia

melaksanakan hukum yang ditetapkan oleh undang-undang dan sedia pergi

berperang. Dia harus mengerti cara berperang, dan sanggup bertanggungjawab

untuk mengerahkan umat menuju peperangan. dia juga harus tahu tentang

40

Al-Qur’an al-karim, surat 4 ayat 59 41 Ibnu Khaldun, Muqaddimah terj, h. 193

Page 42: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

ashabiyah dan diplomasi. Dia harus kuat melaksanakan tugas politik. Semua hal

tersebut harus dia miliki supaya mampu melakukan fungsinya melindungi agama,

berjihad melawan musuh, menegakkan hukum, dan mengatur kepentingan umum.

4) Bebasnya pancaindera dan anggota badan dari cacat atau

kelemahan seperti gila, buta, bisu, atau tuli, dan kehilangan anggota badan, kaki

atau testikel, semua itu dijadikan prasyarat karena kekurangan demikian

berpengaruh pada kemampuan bertindak. Kekurangan tersebut dapat dibagi dua.

Satu diantaranya disebabkan keadaan terpaksa, misalnya tidak mampu bertindak

karena dipenjara. Kemerdekaan bertindak adalah salah satu syarat yang sama

pentingnya sebagaimana syarat bebas dari cacat badan.

Mengenai syarat yang kelima ada perbedaan pendapat, yaitu keturunan

Quraisy. Prasyarat ini dianggap penting karena didasarkan pada fakta sejarah

mengenai ijma para sahabat pada hari saqifah. Pada hari itu kaum anshar

bermaksud membai’at Sa’ad ibn Ubadah, namun ditolak oleh pihak Quraisy yang

menjelaskan beberapa dalil dari Nabi Muhammad tentang imamah harus dijaga

oleh kaum Quraisy. Hasilnya argumentasi tersebut diterima kaum anshar. Namun,

lambat laun kekuasaan kaum Quraisy melemah, solidaritas mereka lenyap sebagai

akibat hidup mewah dan berlebih. Bangsa-bangsa non-Arab pun menaklukan

mereka, dan merebut kekuasaan eksekutif.

Seperti al-Mawardi, sepertinya Ibnu Khaldun tidak berbeda pendapat

mengenai pentingnya syarat keturunan Quraisy. Akan tetapi a memberikan alasan

yang bisa dianggap lebih logis. Mengenai hal ini Ibnu Khaldun menjelaskan;

“menurut hemat saya, semua hukum syari’at, tidak boleh tidak, memiliki maksud

Page 43: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

dan hikmah tertentu. ...namun, apabila persoalan itu kita teliti dan analisa, kita

akan mendapatkan bahwa maslahah umum yang dimaksud tidak lain diungkapkan

dalam solidaritas sosial (ashabiyah) yang dimiliki para imam keturunan arab.

Solidaritas itu memberikan perlindungan dan tuntutan, serta dapat melepaskan

imam dari oposisi dan perpecahan. Agama dan pemeluknya tentu akan dapat

menerima dia beserta keluarganya, dan ia pun dapat mengadakan hubungan yang

akrab dengan mereka.

Kaum Quraisy termasuk golongan suku Mudhar, cikal bakal dan paling

perkasa dibanding suku-suku Mudhar lainnya. Jumlah mereka banyak, solidaritas

serta kebangsawanan mereka berwibawa di kalangan suku Mudhar lainnya. Suku-

suku arab yang lain sama mengakui kenyataan itu, dan tunduk patuh pada

kekuatan kaum Quraisy. Sekiranya pemerintahan diserahkan kepada pihak lain di

luar mereka, pastilah pertentangan dan ketidaktaatan akan merusak segalanya.

Apabila orang-orang Quraisy yang berkuasa, maka dengan kekuatan yang

ada, mereka sanggup menyuruh manusia melakukan apa saja sekehendak mereka.

Dengan kekuasaan yang ada, mereka sanggup melenyapkan perpecahan

menyisihkan siapa saja yang menentang mereka.

Dengan demikian sangat jelas bahwa salah satu syarat dijadikannya

imamah dari keturunan Quraisy dimaksudkan untuk melenyapkan perpecahan

dengan bantuan ashabiyah dan superioritas. Oleh karena itu syarat keturunan

Quraisy dimasukkan ke dalam kategori prasyarat kesanggupan, dan apabila

digeneralisasikan, maka maksud yang dikandung di dalamnya adalah pentingnya

Page 44: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

solidaritas sosial bagi seorang khalifah. Tak seorangpun dapat memerintah suatu

bangsa atau generasi, kecuali orang yang dapat menguasai mereka

.

D. Gelar Amǐr al-Mu’minǐn Sebagai Ciri Khilafah

Gelar itu merupakan kreasi periode para khalifah al-rasyidûn, ketika Abu

Bakar dibai’at, para sahabat dan seluruh kaum muslimin menyebutnya khalifah

Rasulillah, lalu bai’at diberikan kepada Umar atas pilihan Abu Bakar, dan mereka

pun memanggilnya khalifah khalifati Rasulillah. Namun, akhirnya mereka

menganggap bahwa gelar tersebut tidak praktis karena panjangnya. Demikian pula

gelar tersebut akan semakin panjang sesuai dengan bertambahnya pergantian

khalifah.

Awalnya para pemimpin militer muslim dipanggil dengan gelar “amǐr.”

Pada masa jahiliyyah, orang-orang memanggil Nabi Muhammad “amǐr Mekah”

dan “amǐr Hijaz.”ketika memimpin pasukan muslim dalam perang Qadisiyah

Sa’ad ibn Abi Waqqas pun di panggil dengan gelar “amǐr al-mu’minǐn.”

Pada masa pemerintahan Umar sebagian sahabat menyebutnya sebagai

“amǐr al-mu’minǐn.” Orang-orang pun menyenangi dan menyetujui gelar tersebut.

Orang yang pertama kali memanggil dengan gelar demikian adalah Abdullah ibn

Jahsy, atau Umar ibn al-‘Ash, atau Mughirah ibn Syu’bah. Dalam sebuah riwayat

disebutkan bahwa pada waktu pembebasan kota mekah, seorang utusan datang ke

Madinah dan menanyakan Umar: “dimanakah Amǐr al-Mu’minǐn? Para sahabat

mendengar dan menyetujuinya. “anda benar, demi Allah dia benar-benar Amǐr al-

Mu’minǐn. Para khalifah yang datang sesudah Umar juga mewarisi gelar ini

Page 45: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

sebagai suatu ciri, yang mana tak seorang pun dari seluruh daulah Bani Umayah

menggunakannya.

Pergeseran nama atau gelar khalifah terjadi ketika golongan Syi’ah

membuat nama khusus untuk Ali ibn Abi Thalib, yaitu Imam. Kata Imamah juga

berarti Khilafah. Hal ini mereka lakukan sebagai propaganda mazhabnya yang

mengatakan bahwa Ali lebih berhak menduduki imamah shalat daripada Abu

Bakar. Gelar tersebut mereka gunakan khusus hanya untuk Ali, dan untuk orang-

orang yang menduduki khilafah sesudahnya.42

Akan tetapi gelar amǐr al-mu’minǐn tetap dipertahankan para pemimpin-

pemimpin dinasti muslim sesudahnya. Sebagaimana ia menjadi ciri raja Hijaz,

Syiria, dan Iraq. Pada masa puncak kekuasaan Bani Abbas gelar demikian

ditambah sesuai dengan nama-nama keluarga seperti al-Saffah, al-Mansur, al-

Mahdi, al-Hadi, al-Rasyid, dan seterusnya. Penambahan gelar tersebut

dimaksudkan untuk berhati-hati terhadap nama diri mereka, menghindarkannya

dari kesalahan pengucapan oleh orang-orang awam, dan untuk menjaganya

supaya tidak tercemar.

Berbeda dengan Bani Abbasiyah, Bani Umayyah tidak pernah

menggunakan gelar demikian, bahkan terkesan menjauhinya. Terlebih ketika Bani

Abbasiyyah telah mengambil kontrol kekuasaan dengan cara mengadakan

pemecatan, penggantian, bahkan pembunuhan terhadap sebagian besar pemimpin

Bani Umayyah. Kecuali pada masa khalifah terakhir Abdurrahman – yaitu al-

Nashir ibn Amir Abdillah Muhammad ibn Abdurrahman. Ia menyebut dirinya

42 Ibnu Khaldun, Muqaddimah terj, h. 276

Page 46: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

amǐr al-mu’minǐn, dan memberi gelar dirinya dengan al-Nashir li dǐn Allah. Hal

ini ia lakukan, meskipun nenek moyangnya terdahulu tidak pernah

mempraktekkannya.

Ketika lembaga khilafah mulai melemah, dan ashabiyah bangsa Arab telah

hancur, maka khilafah telah hilang identitasnya. Terlebih ketika pemimpin-

pemimpin non-Arab berhasil mengambil alih kekuasaan Bani Abbas, para

pengikut mereka sendiri berkuasa atas Bani Ubaid di kairo, Shinhajah mengusai

kerajaan Ifriqiyah, Zanatah berkuasa atas Maghribi, dan reyes de taifas (raja-raja

kecil) di Andalusia berkuasa atas Bani Umayyah. Masing-masing golongan ini

berkuasa atas bagian dari khilafah. Kekaisaran muslim terpecah-pecah. Raja-raja

di Timur dan di Barat telah mengambil berbagai gelar, setelah tadinya mereka

disebut dengan nama “sulthân.”

Sebagai sikap tunduk terhadap raja-raja non-Arab di Timur, para

pemimpin Arab sebelumnya menyebut mereka dengan nama-nama misalnya

Syafar al-daulah, Adlad al-daulah, Rukn al-daulah, Muiz al-daulah, nashir al-

daulah, Nizham al-mulk, baha al-daulah, dakhir al-daulah, dan lain sebagainya.43

Setelah bangsa non-Arab di Timur berhasil memperkokoh kekuasaan dan

kedaulatannya serta berhasil memperbesar peranannya di dalam negara dan

kesultanan, mereka menambahkan gelar pada nama mereka sebelumnya dengan

tambahan kata “din” saja. Sehingga mereka dikatakan dengan nama Shalauddin,

Asaduddin, Nuruddin, dan sebagainya.

43 Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h. 277-278

Page 47: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Sedangkan raja-raja kecil di Andalusia, yang telah berkuasa penuh atas

Bani Umayyah, mereka telah masuk ke dalam ashabiyah kesukuannya, membagi-

bagi dan menyebar gelar kekhalifahan untuk diri mereka sendiri. Di antara gelar

mereka adalah al-nashir, al-Mansur, al-Mu’tamid, al-Mudzfir, dan lain

sebagainya.

Bagi Daulah Shanhajah mereka lebih mengekang diri dari pamer gelar dari

pemberian Bani Ubaid (Fatimiyyun). Seperti Nashir al-daulah, dan Muiz al-

daulah. Jarak antara mereka dengan khilafah tambah jauh. Mereka tidak ingat lagi

gelar-gelar sebelumnya, dan sudah merasa cukup dengan menggunakan nama

sultan.

Ketika nama khilafah telah punah, raja Almoravid (Murabithun) Yusuf ibn

Tasyfin menampilkan diri di tengah suku Barbar di Maghribi. Raja ini dianggap

oleh Ibnu Khaldun sebagai raja yang baik dan konserfatif, hal ini disebabkan

keinginannya untuk menegakkan formalitas agamanya secara sempurna, dan mau

tunduk pada kekuasaan khalifah. Dengan mengirim kedua dutanya, yaitu

Abdallah ibn al-Arabi dan puteranya Kadi Abu Bakar kepada al-Mustadzir al-

Abbasi, dan mengharap beliau memilih dan menobatkan Ibn Tasyifin sebagai raja

Maghribi, dan dengan membawa izin untuk menggunakan gaya pakaian dan

bendera khalifah. Di dalam dokumen itu Mustadzir menyebut Ibn Tasyifin

dengan panggilan “Amǐr al-Mu’minǐnín” hal ini dilakukan untuk menghormatinya

karena kedudukannya, begitu juga dengan sukunya Bani Murabith menganut

agama Islam serta mengikuti sunnah.

Page 48: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Setelah kekuasaan pemerintahan di maghribi hancur dan digantikan oleh

Zanatah, maka raja-raja mereka pun melanjutkan pemakaian gelar amǐr al-

mu’minǐn ketika sebelumnya mereka tunduk kepada Bani Abdul mukmin,

selanjutnya Bani abi Hafs, dan akhirnya mereka pun menggunakannya pada saat

mereka berkuasa untuk menyempurnakan cita-cita raja jalan dan ciri kekuasaan.

Demikianlah gelar khilafah senantiasa berganti dari masa ke masa

disebabkan terjadinya pergantian kekuasaan dari daulah ke daulah. Meskipun

gelar amĭr saat ini kurang populer, namun sebagian besar kaum muslimin

meyakini bahwa gelar tersebut memang telah dipatenkan untuk menamai seorang

penguasa muslim. Hal ini sebagai mana telah disebutkan dalam beberapa ayat di

dalam al-Qur’an: “Hai orang-orang yang beriman taatlah kamu kepada Allah, dan

taatlah kepada Rasul, dan orang-orang yang berkuasa di antara kamu.”44

44 Al-Qur’an al-karim, surat 4 ayat 59

Page 49: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

BAB IV

PERGANTIAN KEKHILAFAHAN MENJADI KERAJAAN

A. Latar Belakang Perubahan Sistem Pemerintahan Dari Khilafah Al-

Rasyidĭn ke Kerajaan

Disebabkan oleh pentingnya peranan Nabi Muhammad bagi kebangkitan

awal agama Islam, maka berita kemangkatannya telah menimbulkan kegoncangan

serius bagi umat. Sebagaimana telah dijelaskan oleh banyak pakar sejarah Islam,

bahwa Nabi Muhammad tidak memberikan wasiat apapun terkait dengan

pengganti beliau. Nampaknya masalah ini diserahkan sepenuhnya kepada umat.

Oleh karena itu, tidak lama setelah beliau wafat, belum lagi jenazahnya

dimakamkan, sejumlah tokoh dari Muhajirĭn dan Anshâr berkumpul di balai

Sa'idah, Madinah. Mereka bermusyawarah mengenai siapa yang akan dipilih

menjadi pemimpin. Meskipun awalnya berjalan sangat alot, karena masing-

masing pihak merasa berhak menjadi pemimpin. Namun dengan semangat

ukhuwah islamiyah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar terpilih.45

Terpilihnya Abu Bakar disebabkan karena ia memiliki kedudukan yang

tinggi dibandingkan dengan sahabat yang lain, dan hal itu diakui oleh semua umat

Islam, dan ia juga termasuk kelompok pertama yang masuk Islam, telah berjasa

besar dalam membela Islam, bersahabat sejak lama dengan Nabi Muhammad,

imannya sangat teguh, dan sifat akal dan akhlaknya yang jarang sehingga dirinya

menjadi pribadi teladan yang sempurna. Demikianlah landasan utama terpilihnya

45. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003) h.35

Page 50: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Abu Bakar sebagai khalifah pertama, dan bukan didasarkan oleh praktek

pemilihan sebagaimana yang dilakukan sebagian adat istiadat bangsa arab.

Karena jikalau didasarkan dengan metode tersebut, niscaya mereka akan memilih

Ibnu Ubadah, pemimpin keluarga Khazraj. Atau Abu Sufyan, pemimpin tertua

Banu Umayyah, atau juga Abbas, petinggi keluarga Banu Hasyim.46

Masa kepemimpinan Abu Bakar hanya berjalan dua tahun. Dalam masa

yang singkat itu Abu Bakar telah sukses mengkonsolidasikan kekuasaan muslim

atas seluruh semenanjung Arabia setelah melakukan usaha keras melawan

konspirasi para pemberontak yang berasal dari suku-suku bangsa arab yang tidak

mau tunduk lagi kepada pemerintahan Madinah dan khususnya pemberontakan

oleh Musailamah. Dan dengan demikian, menurut John L. Esposito, beliau telah

menjaga persatuan dan solidaritas umat-negara Islam.47

Pengganti Abu Bakar yaitu Umar ibn Khathâb, setelah ia bermusyawarah

dengan pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya

dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan

perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata

diterima oleh umat yang segera beramai-ramai membaiat Umar.

Umar menyebut dirinya sebagai khalifah Khalifati Rasulilah. Ia juga

memperkenalkan istilah Amîr al-Mu'minîn.48

Adapun menjelang akhir

kekuasaannya (634-644 M), keseluruhan Arabia, bagian dari Imperium

Sassaniyah, dan Suriah serta provinsi Mesir di bawah Imperium Bizantium telah

46 M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001) h.16

47

John L. Esposito, Islam Warna Warni, (Jakarta: Paramadina, 2004) h.48

48 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h.37

Page 51: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

ditaklukkan. Segera setelah itu tanah-tanah Sassaniyah pun ditaklukkan.49

ia juga

memperkenalkan metode baru dalam pemilihan penggantinya. Sebelum

kematiannya, Umar menunjuk sebuah "komite pemilihan" (Syurâ) untuk memilih

khalifah berikutnya. Komite tersebut terdiri dari Abdurrahman Ibn Auf, Sa'ad Ibn

Abi Waqqas, Utsman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib, Zubair Ibn awwam, dan

Thalhah Ibn Ubaidillah.50 Setelah melalui musyawarah, komite tersebut akhirnya

memilih Utsman Ibn Affan dari klan Umayyah.

Pada masa awal-awal pemerintahannya Utsman tetap mengikuti langkah-

langkah pendahulunya yakni dengan memperkuat daerah-daerah yang ditaklukkan

dan terus memperluasnya. Pada masanya, kesejahteraan tersebar luas ke seluruh

penjuru dan kekayaan terus bertambah, situasi umum pun masih berlangsung

teratur. Akan tetapi, pada akhir-akhir pemerintahannya, faksionalisme suku dan

ancaman pemberontakan kembali terjadi. Beragam tuduhan diarahkan kepada

Khalifah Utsman. Maka pada tahun 656 M, sebuah gerakan agitasi di Madinah,

disokong oleh para prajurit dari Mesir berhasil melakukan pembunuhan terhadap

khalifah.51 Peristiwa ini terjadi sebelum dia menunjuk penggantinya. Pada saat

itulah, konflik pun dimulai menjurus pada perbedaan besar dan perpecahan

berkenaan dengan masalah kekhalifahan.

Dari ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa ketiga khalifah

pertama pola pemilihan khalifah dicirikan dengan adanya musyawarah dan baiat

oleh umat Islam. Dhiauddin Rais menjelaskan bahwa pembaiatan tersebut

49 Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, (Bandung: Mizan, 2004) h.74

50

M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, h.135

51 Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, h.78

Page 52: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

berlangsung secara aklamasi sehingga kekhalifahan mereka terjadi secara sah dan

sesuai dengan syara.52

Adapun pada masa kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib, sesungguhnya ia

dihadapkan dengan oposisi ganda. Pertama, oleh koalisi yang dipimpin oleh

Aisyah. Kedua, oleh kekuatan-kekuatan Muawiyah, gubernur Syiria dan kerabat

Utsman. Meskipun Khalifah Ali telah dibaiat oleh penduduk Madinah, kecuali

sekelompok kalangan yang menolak, begitupun dengan masyarakat Hijaz dan Irak

memberikan dukungan kepada beliau, akan tetapi masyarakat Syam di bawah

pimpinan Muawiyah menolak untuk membaiat.

Setelah mayoritas Muhajirin dan Anshar sepakat membaiat khalifah Ali

bin Abi Thalib, Ali segera mengutus Jurair bin Abullah al-Bajli kepada Muawiyah

di Syam guna mengajaknya untuk berbaiat. Akan tetapi, Muawiyah berpendapat

bahwa baiat itu belum dinyatakan sah kecuali kehadiran mereka semua. Karena

itu, Muawiyah tidak bersedia memenuhi ajakan Ali sampai para pembunuh

Utsman diqishas kemudian kaum muslimin memilih sendiri imam mereka.

Sementara itu, Ali berkeyakinan penuh bahwa baiat telah sah dilakukan

dengan kesepakatan penduduk Madinah. Dengan demikian, setiap orang yang

terlambat berbaiat karena berada di luar kota Madinah berkewajiban untuk segera

bergabung dalam baiat tersebut.

Dengan demikian perbedaan ijtihad di antara kaum muslimin pun tak

terelakkan. Hal ini terjadi ketika Ali bin Abi Thalib dibaiat menjadi khalifah,

beliau berpendapat bahwa sebelum dilaksanakannya qishas perlu diadakannya

52 M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, h. 136

Page 53: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

penertiban dan penataan ulang terlebih dahulu, adapun pihak yang menentangnya

seperti Aisyah, Thalhah, Zubair, dan para pendukungnya mengiginkan

pelaksanaan qishas terhadap pembunuh Utsman merupakan amalan pertama yang

dilakukan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib. Meskipun awalnya sempat terjadi

peperangan di antara kedua pihak, akan tetapi akhirnya pendapat Ali dapat

diterima oleh pihak lain dan menjadi landasan bagi tercapainya ishlah antar semua

pihak.53

Berbeda dengan Muawiyah bin Abi Sufyan beserta sejumlah sahabat

lainnya yang tidak sependapat dengan Ali, mereka tetap angkat bicara dan

memotivasi kaum muslimin untuk menuntut darah Utsman dari orang-orang yang

telah membunuhnya. Para sahabat yang turut serta dalam tuntutan ini adalah

Ubadah bin Shamit, Abu Darda, Abu Umamah, Amru bin Abasah, dan para

sahabat lainnya.54 Dan akhirnya tuntutan tersebut menyebabkan terjadinya

peristiwa perang Shiffin antara pasukan Muawiyah dan pasukan Ali , akan tetapi

perang berakhir dengan peristiwa tahkim.

Mengenai penolakan Muawiyah untuk berbaiat kepada Ali disebabkan

karena Ali Ibn Abi Thalib berniat memberhentikan beberapa pejabat yang pernah

menjabat beberapa posisi penting pada masa Khalifah Utman Ibn Affan, dan

termasuk di antaranya adalah Muawiyah. Khalifah Ali mengirim beberapa

pejabat baru ke berbagai daerah, diantaranya Utsman bin Huneif ke Bashrah,

53

Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthy, Sirah Nabawiyah terj, (Jakarta: Robbani Press,

2007) h.568 54 Ibnu Katsir, Al- Bidayah wa Al- Nihayah terj, (Jakarta: Dârul Haq, 2004) h.453

Page 54: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

'Imarah bin Hisan ke Kufah, Abdullah bin Abbas ke Yaman, Qeis bin Sa'ad bin

Ubadah ke Mesir, dan Suheil bin Huneif ke Syam.55

Para pejabat baru itu dengan aman dan tanpa halangan dapat menerima

jabatan mereka, kecuali Suheil bin Huneif, begitu sampai di Tabuk ia disongsong

oleh satu pasukan besar yang dikirim Muawiyah untuk menolak memasuki negeri

tersebut. Ia pun kembali lagi ke Madinah dengan membawa berita tersebut kepada

Khalifah Ali.

Menyikapi permalahan di atas, maka Khalifah Ali menulis surat kepada

Muawiyah yang isinya antara lain sebagai berikut:

.".....Amma ba'du,

Tentu anda telah mendengar musibah yang telah menimpa Utsman, dan

bahwa segenap kaum Muslimin telah berhimpun di samping saya dan

membaiat saya sebagai khalifah. Oleh sebab itu masuklah dalam

perdamaian, atau kalau tidak, maka bersiap-siaplah.....!"

Dengan surat di atas, Khalifah Ali berharap dapat menundukkan

Muawiyah, akan tetapi sikap Muawiyah tetap tidak berubah, sebaliknya ia

memerintahkan kepada utusan tersebut untuk kembali, dan ia berjanji akan

mengirimkan jawabannya sendiri.

Muawiyah mengirim jawaban melalui seorang utusan dengan membawa

surat penguasa Syam itu ke Madinah. Sungguh mengherankan,ternyata surat itu

hanya bertuliskan kalimat: "Dari Muawiyah bin Abi Sufyan, kepada Ali bin Abi

Thalib."

55 Khalid Muh Khalid, Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah,, h. 522

Page 55: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Bagaimana tidak mengherankan isi surat tersebut?. kalau diperhatikan

maka isi surat itu tidak mencantumkan gelar atau sebutan apapun. Tidak khalifah,

tidak pula Amir al-mu'minîn. Bahkan penempatan namanya dan nama Ali bin

Abi Thalib ditulis secara berhadap-hadapan seperti memberi petunjuk adanya

sikap menantang.

Perihal tersebut telah diketahui oleh Khalifah Ali, bahkan beliau

mengatakan kepada utusan dari Muawiyah tersebut sebagai berikut:

"Hai utusan, dengarkan dan dan camkanlah apa yang saya katakan...!

"saya telah datang ke mari dengan meninggalkan 50.000 prajurit. Janggut

mereka basah kuyup oleh airmata di bawah baju Utsman yang mereka

angkat di atas tombak mereka. Mereka telah berjanji kepa Allah untuk tidak

menyarungkan pedang mereka sebelum dapat membunuh orang yang

membunuh Utsman, atau nyawa mereka kembali kepada Allah...!"

"bukankah demikian yang dimaksudkan dengan surat Muawiyah ini..?"56

Memang itulah langkah yang diambil Muawiyah untuk melakukan bughot

terhadap khalifah, akan tetapi mengapa ia melakukan itu?, dan untuk apa?, dan

kenapa segala kesalahan dibebankan ke pundak Ali?, bukankah lebih baik jikalau

mengakui kedudukan Ali bin abi Thalib, kemudian memina kepadanya untuk

menuntaskan kasus pembunuhan keji tersebut, dengan demikian maka

pertumpahan darah antar sesama muslim dapat dihindarkan.

56 Khalid Muh Khalid, Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah,, h. 524

Page 56: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Perlu digaris bawahi bagaimana keadaan sesungguhnya yang terjadi di

antara pendukung Muawiyah di Syam, dan pendukung Ali di Kufah. Di Syam,

saat itu sedang diobral janji-janji, dan harapan sebagaimana diobralnya harta

kekayaan. Sementara di kufah hanya terdengar: "Barang siapa yang beroleh

petunjuk pada hakikatnya adalah untuk kepentingan dirinya sendiri. Dan

barangsiapa yang tersesat, maka pada hakikatnya untuk kerugian dirinya sendiri".

Sesudah itu, tak ada lagi yang lainnya dan tak ada pa-apa lagi. Tidak ada

janji dan tidak ada suap, tidak ada penyalahgunaan uang rakyat.

Sejarah Penolakan Muawiyah terhadap Ali di atas menyebabkan terjadinya

perang Shiffin dan salah satu sahabat senior Ammar bin Yasir terbunuh pada

peperangan ini. Beliau dibunuh oleh pasukan Syam. Dengan demikian nyata dan

terbuktilah apa yang telah disabdakan Nabi Muhammad bahwa Ammar dibunuh

oleh kelompok pembangkang. Imam Ahmad berkata, Sulaiman ibn Dawud telah

menceritakan kepada kami dari Amru ibn Dinar dari Hisyam dari Abu Sa’id al-

Khudri bahwa Rasulullah berkata kepada Ammar, “engkau akan dibunuh oleh

kelompok pembangkang”

Meskipun akhirnya pertikaian antara Ali dan Muawiyah akhirnya

dimenangkan oleh Muawiyah setelah kedua pihak bersepakat untuk berunding di

Daumatul Jandal dengan masing-masing pihak mengirim utusan juru runding

yaitu Amru ibn al-Ash dari pihak Muawiyah dan Abu Musa al-Asy’ari dari pihak

Ali. Ketika dua juru runding bertemu, keduanya sepakat mencopot Ali dan tidak

mengukuhkan jabatan khalifah baik dari pihak Ali maupun Muawiyah, kemudian

menyerahkan masalah ini kepada kaum muslimin untuk memilih amir yang paling

Page 57: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

cocok bagi mereka dari keduanya atau dari yang lainnya. Awalnya Amr ibn al-

Ash mempersilahkan Abu Musa al-Asy’ari maju. Setelah memanjatkan pujian

kepada Allah dan shalawat kepada Rasulullah, ia berkata,”Wahai manusia, setelah

membahas urusan umat ini, kami berkesimpulan bahwa tidak ada yang lebih baik

dan lebih dapat mewujudkan persatuan selain dari apa yang telah aku dan Amr

sepakati, yaitu kami mencopot Ali dan Muawiyah.

Setelah menyampaikan kalimatnya, Abu Musa al-Asy’ari mundur. Setelah

itu Amr maju dan menyampaikan,”Sesungguhnya, ia (Abu Musa) telah

menyatakan apa yang telah kalian dengar. ia telah mencopot kawannya dan

akupun telah mencopotnya sebagaimana dia. Akan tetapi, aku mengukuhkan

kawanku Muawiyah karena sesungguhnya ia adalah ’putera mahkota’ Utsman bin

Affan, penuntut darahnya, dan orang yang paling berhak menggantikannya.”57

Ungkapan Amr di atas sebenarnya telah dibantah oleh Abu Musa. Hal ini

dapat diketahui dengan menelaah kembali peristiwa dialog antara Amr dan Abu

Musa sebelum mengumumkan kesepakatan mereka. Berikut dialog tersebut

dijelaskan dalam buku Al- Akhbar Al-Thiwâl, buah tangan Abu Hanifah al-

Dainawari, sebagaimana telah dinukilkan oleh Khalid Muh. Khalid.

+ Hai 'Amr! Apakah anda menginginkan kemaslahatan ummat dan ridho

Allah?

'Amr menjawab: - apakah itu?

+ kita angkat Abdullah bin 'Umar. Ia tidak ikut campur sedikitpun dalam

peperangan ini.

57 Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthy, Sirah Nabawiyah terj, h. 565

Page 58: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

- dan anda, bagaimana pandangan anda terhadap Muawiyah?

+ Tak ada tempat Muawiyah di sini, dan tak ada haknya...!

- Apakah anda tidak mengakui bahwa Utsman dibunuh secara aniaya?

+ Benar!

- Maka Muawiyah adalah wali dan penuntut darahnya, sedang kedudukan

atau asal-usulnya di kalangan bangsa Quraisy sebagaimana telah anda

ketahui pula. Jika ada yang mengatakan nanti kenapa ia diangkat untuk

jabatan itu, padahal tak ada sangkut pautnya dulu, maka anda dapat

memberikan alasan bahwa ia adalah wali darah Utsman, sedang Allah Ta'ala

berfirman: "Barangsiapa yang dibunuh secara aniaya, maka kami berikan

kekuasaan kepada walinya..! "Di samping itu ia adalah saudara Ummu

Habibah, istri Nabi saw, juga salah seorang dari sahabatnya.

+ Takutilah Allah hai 'Amr!

Mengenai kemuliaan Muawiyah yang kamu katakan itu seandainya

Khilafah dapat diperoleh dengan kemuliaan, maka orang yang paling berhak

terhadapnya ialah Abrahah bin Shabah, karena ia adalah keturunan raja-raja

Yaman Atthababiah yang menguasai bagian timur dan barat bumi.

Kemudian, apa artinya kemuliaan Muawiyah dibanding dengan Ali bin Abi

Thalib?. Adapun katamu bahwa Muawiyah wali Utsman, maka lebih utama

daripadanya adalah putera Utsman sendiri yakni 'Amr bin Utsman. Tetapi

seandainya kamu bersedia mengikuti anjuranku, kita hidupkan kembali

Sunnah dan kenangan "Umar bin Khattab dengan mengangkat puteranya

Abdullah...

Page 59: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

- Kalau begitu apa halangannya bila anda mengangkat puteraku Abdullah

yang memiliki keutamaan dan keshalehan, begitupun lebih dulu hijrah

dan bergaul dengan Nabi?

+ puteramu memang seorang yang benar!, tetapi kamu telah menyeretnya

ke lumpur peperangan ini. Maka baiklah kita serahkan saja kepada orang

baik, putera dari orang baik, yaitu Abdullah bin "Umar.

- Wahai Abu Musa! Urusan ini tidak cocok baginya, karena pekerjaan ini

hanya layak bagi laki-laki yang memiliki dua pasang geraham, yang satu

untuk makan, sedang lainnya untuk memberi makan..!

+ Keterlaluan engkau wahai "Amr! Kaum Muslimin telah menyerahkan

penyelesaian masalah ini kepada kita, setelah mereka berbunuhan dan

bertetakan pedang. Maka janganlah kita jerumuskan mereka itu kepada

fitnah!

- Jadi bagaimana pendapat anda?

+ Pendapatku, kita tanggalkan jabatan Khalifah itu dari keduanya – Ali dan

Muawiyah – dan kita serahkan kepada permusyawaratan kaum muslimin

yang akan memilih siapa yang mereka sukai.

- Ya, saya setuju dengan pendapat ini, karena di sanalah terletak

keselamatan jiwa manusia.58

Setelah perundingan selesai, kasus tahkim berlangsung dan menempuh jalan

sepenuhnya menjadi tanggung jawab 'Amr bin 'Ash, yang jelas Abu Musa telah

58 Khalid Muh Khalid, Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Rasulullah,

(Bandung: Diponegoro, 1981) h. 660-662.

Page 60: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

melaksanakan tugasnya dengan mengembalikan urusan kepada ummat. Dan 'Amr

telah menyetujui dan mengakui terikatnya dengan pendapat ini.

Awalnya Amr ibn al-Ash meminta Abu Musa untuk berpidato pertama

kali kemudian dilanjutkan dengan pemecatan Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah.

Selanjutnya 'Amr maju dan berhasil memenangkan muslihatnya dengan cara

memecat Ali dan mengukuhkan Muawiyah sebagai Khalifah. Dari sinilah konflik

pun semakin meluas di kalangan kaum muslimin. Perpecahan pun tak dapat

dihindarkan, dan di antara kelompok yang kecewa pada saat itu adalah kelompok

khawarij. Merasa kecewa dengan peristiwa tahkim tersebut, akhirnya mereka

mengutus tiga orang untuk melakukan pembunuhan terhadap salah satu dari

golongan sahabat yakni Ali ibn Abi Thalib, Muawiyah Ibn Abi Sofyan, dan 'Amr

ibn al-Ash. Salah satu di antara mereka yang berhasil melakukan pembunuhan

adalah Abdurrahman ibn Muljam yang telah melakukan pembunuhan terhadap Ali

ibn Abi Thalib pada tanggal 17 ramadhan 40 H.59

Peristiwa terbunuhnya Ali ibn Abi Thalib disebabkan beliau tidak

mempunyai pengawal layaknya Muawiyah, sehingga pembunuhan gelap terhadap

beliau hanyalah merupakan pekerjaan yang tidak membutuhkan keuletan,

kekuatan ataupun keberanian yang istimewa, akan tetapi yang dibutuhkan tiada

lain hanyalah niat jahat, pikiran sesat, hati buta dan ambisi yang menyala-nyala.

Mengenai sikapnya terhadap pelaku pembunuhan tersebut, Imam Ali telah

melakukan tindakan yang sangat terpuji. Beliau berpesan kepada keluarga dan

putera-puteranya, "Perlakukanlah ia dengan sebaik-baiknya, hormatilah

59 Imam al-suyuthi, Tarikh Khulafa,terj, (Jakarta:Pustaka al-Kautsar, 2001) h. 202-203

Page 61: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

martabatnya sebagai manusia, kalau aku masih hidup, maka akulah yang lebih

berhak atasnya, apakah aku akan menuntut qishas atau memaafkannya? ...60

Ali digantikan oleh anaknya Hasan setelah kurang lebih satu tahun, dan

terjadilah suatu perjanjian damai antara Hasan dan Muawiyah. Adapun Hasan

melepaskan tuntutannya atas kekhalifahan. Sejak saat itulah tongkat kekhilafahan

berada di tangan Muawiyah. Oleh karena itu, tahun ini disebut sebagai tahun

persatuan (â'mul jamâ'a).61

Satu hal yang perlu digarisbawahi atas terpilihnya Muawiyah sebagai

khalifah, yaitu adanya pengakuan atau pembaiatan terpaksa disebabkan realita

saat itu yang menghendaki terciptanya kesatuan umat. Dhiauddin Rais menilai

"bahwa pada detik ini telah terjadi perceraian antara idealisme dan realita, dan

sistem kekhilafahan dilihat dari asas yang mendasarinya mulai menyimpang ke

arah monarki."62

Sistem kekhilafahan mengalami perubahan ke arah sistem kerajaan pada

masa Muawiyah. Hal ini disebabkan karena Muawiyah telah menunjuk puteranya

Yazid sebagai khalifah penggantinya. Dan ia telah menyeru kepada penduduk

Syam untuk membaiat puteranya Yazid. Dengan demikian peluang konflik pun

meluas dalam barisan kaum muslimin.

Mengenai perselisihan antara Ali dan Muawiyah di atas, Ibnu Khaldun

menjelaskan bahwa perselisihan di antara keduanya merupakan konsekuensi

solidaritas sosial yang timbul dan berpedoman pada kebenaran dan ijtihad.

60 Khalid Muh Khalid, Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah, (Bandung:

Diponegoro, 1984) h.591-592

61

M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, h.137

62 M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, h.140

Page 62: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Mereka tidak berperang untuk tujuan duniawi atau untuk preferensi tak berharga,

atau untuk kebencian personal, sebagaimana disangkakan oleh sebagian orang dan

diperkirakan oleh para ateis. Akan tetapi, sebab perselisihan mereka adalah ijtihad

tetntang kebenaran.

Disebabkan watak kedaulatan yang senantiasa mengharuskan pemiliknya

mempertahankan kedaulatan itu sendiri, maka baik pihak Ali maupun Muawiyah

berusaha mempertahankan kedaulatan yang mereka akui adalah hak mereka.

Meskipun sebenarnya Ali yang benar, tujuan Muawiyah tidaklah jahat. Karena

sesungguhnya ia hanya ingin memperoleh kebenaran. Akan tetapi Muawiyah

lebih terpengaruh oleh karakter natural sebuah kerajaan dalam memonopoli

kekuasaan serta mengedepankan fanatisme primordialnya. Kecenderungan inipun

dirasakan oleh Bani Umayyah sehingga apabila Muawiyah memaksa untuk

mengubah kecenderungan mereka ini, maka pastilah terjadi perpecahan.

Adapun yang dimaksud dengan fanatisme primordial dalam pandangan

Ibnu Khaldun adalah ikatan-ikatan solidaritas dan gotong royong dalam lingkup

satu keluarga atau satu kabilah tertentu. Keluarga atau klan yang terkuat pastilah

yang memiliki kekentalan fanatisme primordial yang paling kuat dan selanjutnya

paling memiliki kekuatan penekan. Karena itu, fanatisme primordial akan

menjurus ke arah sistem kerajaan sebagai sesuatu yang natural. 63

Pengangkatan Muawiyah sebagai Khalifah pengganti Ali sesungguhnya

berlangsung tidak melalui forum pembaiatan yang bebas atau melalui pemilihan

dari semua umat. Yang membaiat Muawiyah untuk pertama kali adalah penduduk

63 Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam. h.146

Page 63: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Syam yang ketika itu berada di bawah kekuasaannya, kemudian barulah

Muawiyah dibaiat oleh umat secara keseluruhan setelah tahun persatuan. Disebut

tahun persatuan disebabkan Hasan bin Ali bin Abi Thalib yang didukung oleh

sebagian pendukungnya sebagai pengganti Khalifah Ali yang terbunuh oleh

tikaman Ibnu Muljam bersedia berdamai dengan Muawiyah bahkan berbaiat

kepadanya demi menyelamatkan darah kaum muslimin. Meskipun keputusan ini

ditentang oleh saudaranya Husein, namun kebenaran berada di pihak Hasan.

Dengan berakhirnya kekhilafahan Hasan bin Ali maka genaplah masa

kepemimpinan Khulafâ al-Rasyidun selama tiga puluh tahun. Hasan melepaskan

kekhalifahan kepada Muawiyah pada bulan Rabiul Awal tahun 41 H. Berarti

genap tiga puluh tahun setelah Rasulullhah wafat pada bulan Rabiul Awal tahun

11 H. Telah dijelaskan bahwa Rasulullah bersabda,” Khilafah sesudahku tiga

puluh tahun, setelah itu akan muncul raja-raja.”64

Sistem kekhilafan mengalami perubahan ke sistem kerajaan setelah

Muawiyah menitahkan untuk mewariskan jabatan kekhalifahan kepada anaknya

Yazid. Dengan perubahan ini, maka mulailah prinsip warisan diterapkan dalam

pergantian kekuasaan. Hal ini bertentangan dengan sistem kekhilafahan

sebelumnya yang menerapkan sistem syurô dalam pemilihan Khalifah dan pilihan

dengan baiat, dan bukan dengan sistem warisan keturunan.

Bani Umayah telah berhasil mengokohkan kekuasaannya di Damascus

selama 90 tahun (661-750). Berikut nama-nama pemimpin Bani Umayyah:

Muawiayh 1 ibn Abu Sofyan (661-680), Yazid 1 (680-683), Muawiyah II (683-

64 Ibnu Katsir, Al- Bidayah wa Al- Nihayah terj, h. 537

Page 64: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

684), Marwan I ibn al-Hakam atau Marwan Ibn Hakam (684-685), Abdul Malik

(685-705), al-Walid I (705-715), Sulaiman (715-717),'Umar ibn Abdul Aziz (717-

743), al-Walid II (743-744), Yazid III (744), Ibrahim (743), dan Marwan II (744-

750).65

B. Pola Pengangkatan Kepala Negara Dalam Sistem Kerajaan

Peralihan kekuasaan khilafah ke tangan Bani Umayyah telah menggeser

sistem syuro dalam pengangkatan khilafah dan hal ini pulalah yang menyebabkan

kedaulatan itu berpindah dengan sistem warisan turun temurun. Mengenai hal ini

Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa kedaulatan merupakan sesuatu yang alami

dengan prinsip Ashabiyah, yang begitu mewatak telah membawa Muawiyah

masuk ke dalam gerombolannya. Bani Umayyah yang mengikutinya pun

berkumpul mengelilinginya dan bersedia mati untuknya. Apabila Muawiyah

berusaha membawa keluar dari jalan itu, menentang mereka dan tidak lagi

menuntut semua kekuasaan menjadi miliknya dan milik mereka, maka tindakan

demikian berarti dissolusi dari kata bulat yang telah dikonsolidasikan.66

Diceritakan bahwa ide awal pewarisan kekhilafahan berasal dari al-

Mughirah bin Syu’bah yang menjabat Gubernur Kufah pada masa kekuasaan

Muawiyah. Dia menyarankan kepada Muawiyah untuk mengangkat anaknya

Yazid menjadi Khalifah. Mughirah menjelaskan kepada Muawiyah, “Wahai Amĭr

al-mu’minin, engkau telah menyaksikan pertumpahan darah dan perselisihan

setelah kematian Utsman, dan Yazid layak engkau jadikan penggantimu. Maka

65 Ensiklopedi Islam, Jilid 7, h. 181

66 Ibnu Khaldun, Muqaddimah terj, h.253

Page 65: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

wariskanlah kekhalifahan kepadanya dan kalaulah terjadi suatu musibah yang

menimpa dirimu maka pewarisan khilafah ini dapat menjadi tempat pelindung

rakyat dan penggantimu menjadi pelindung mereka, lalu darah tidak akan

berceceran serta fitnah tidak akan terjadi”. Muawiyah mulai melaksanakan ide

tersebut setelah dia meminta pendapat Ziyad, Gubernur Bashra ketika itu. Ziyad

menulis surat kepada Muawiyah untuk tidak berlaku gegabah dan tidak perlu

tergesa-gesa. Muawiyah menerima saran Ziyad. Akan tetapi, setelah Ziyad wafat

pada tahun 53 Hijriyah, keinginan Muawiyah untuk membaiat Yazid anaknya

semakin kuat. Karena itu, Muawiyah menulis surat kepada Marwan bin hakam,

Gubernur madinah yang bunyinya: ‘Sesungguhnya aku semakin tua dan tulangku

telah rapuh. Aku khawatir akan terjadi perselisihan sesama umat setelah

kematianku. Untuk itu aku berpendapat untuk memilih seseorang yang akan

menggantikanku, dan aku tidak senang memutuskan suatu perkara tanpa meminta

nasihat darimu. “Muawiyah juga menulis surat kepada gubernur-gubernurnya

untuk mengirimkan delegasi-delegasi yang representatif dari kota-kota besar.

Maka, datanglah kepada Muawiyah delegasi-delegasi dari kota Bashra, Kufah,

dan Madinah yang berkumpul dalam sebuah pertemuan menyerupai konferensi.

Para juru bicara menyampaikan pandangan mereka dan mengungkapkan

dukungan mereka terhadap pembaiatan yazid. Baiat ini terjadi pada tahun 56

Hijriyah.67

Tidak berbeda dengan pandangan di atas, Abul A’la Al-Maududi

menambahkan bahwa setelah Muawiyah memerintahkan berkumpulnya para

67 Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam. h.146

Page 66: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

delegasi tersebut, lalu ia menyampaikan maksudnya, dan orang-orang pun

menjawab dengan berbagai pidato yang berisi sambutan baik, kecuali Ahnaf ibn

Qais, yang tidak mengucapkan sepatah kata pun, sehingga Muawiyah bertanya

kepadanya: “Bagaimana Pendapatmu, wahai Abu Bahr?’ katanya: “kami takut

kepada anda apabila kami berdusta. Dan Anda, wahai Amîr al- Mu’minîn, lebih

mengenal Yazid di malam hari atau di siang harinya, dalam rahasianya ataupun

perbuatannya secara terang-terangan, keluarnya dan masuknya. Maka jika Anda

mengetahuinya sebagai seorang yang diridhai Allah dan umat-Nya, tidak perlu

lagi anda meminta nasihat orang lain. Tapi apabila Anda mengetahui bahwa ia

tidak seperti itu, maka janganlah Anda memberikan kepadanya bekal dunia,

sedangkan Anda sedang menuju ke akhirat. Sedangkan kami tidaklah sepatutnya

mengatakan sesuatu kecuali sami’na wa atha’na.68

C. Faktor Pengangkatan Yazid Sebagai Putera Mahkota Setelah Muawiyah

Dengan menggunakan pisau analisa al-ashabiyah, Ibnu Khaldun

menjelaskan bahwa indikasi diangkatnya Yazid putera Muawiyah sebagai putera

mahkota tidak lebih disebabkan karena adanya ikatan solidaritas kekeluargaan

yang sangat kuat dalam kelompok Banu Umayyah. Dan sudah dapat dipastikan

hampir setiap sistem kerajaan tentunya dilatarbelakangi oleh rasa fanatisme

primordial yang sangat kuat dalam lingkup keluarga atau kabilah tertentu.

Walaupun sebenarnya Muawiyah mengangkat Yazid sebagai penggantinya

disebabkan keinginannya untuk menjaga kemaslahatan rakyat dalam kesatuan

68

Abul A’la Al-Maududi, diterjemahkan dari Al-Khilafah wa Al-Mulk, (Bandung:

Mizan, 1996) h.194

Page 67: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

dan kebersatuan aspirasi mereka, akan tetapi hal yang paling utama diambilnya

keputusan tersebut disebabkan oleh kekhawatiran Muawiyah terhadap tekanan

Banu Umayyah yang tidak rela apabila khalifah bukan dari kalangan mereka. Ibnu

Khaldun menjelaskan: “demikian pula, Muawiyah memilih Yazid sebagai

penggantinya, karena dia khawatir akan terjadi dissolusi dari kata bulat, lantaran

orang-orang Bani Umayyah tidak ingin melihat kekuasaan berpindah tangan

kepada orang lain, seandainya Mu’awiyah memilih orang lain menjadi

penggantinya, Bani Umayyah akan menentangnya. lagi pula, mereka

mengganggap Yazid orang yang saleh. Seandainya Muawiyah tahu tak ada

seorang pun yang memilih Yazid menjadi penggantinya, maka ia pun tidak

memilihnya dan dia yakin benar dosa ada padanya. Asumsi demikian harus sama

sekali lenyap dari alasan Mu’awiyah.”69

.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ibnu Khaldun tidak

menyalahkan keputusan Muawiyah, bahkan seorang imam tidak dapat dituduh

meunjukkan keberpihakannya kepada salah seorang keluarganya dalam

mengangkat putera mahkota apabila hal itu sepenuhnya dilandasi karena

perhatiannya kepada rakyat. Dalam hal ini pengangkatan Yazid tidak lebih

disebabkan keinginan Muawiyah untuk menjaga kemaslahatan dalam rakyat.

Berbeda halnya dengan pendapat di atas Muhammad Abdul Qadir Abu

Faris berbalik menentang argumen Ibnu Khaldun. Ia menjelaskan bahwa Islam

tidak membenarkan khilafah didasarkan pada keturunan yang berkisar pada

keturunan orang tertentu: anak dan cucu. Khilafah adalah melalui syura, tidak

69 Ibnu Khaldun, Muqaddimah terj, h. 253-254

Page 68: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

melalui pengangkatan berdasarkan keturunan. Hal ini sebagaimana dijelaskan

dalam firman Allah SWT: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kamu

agar menyampaikan amanat kemada yang berhak menerimanya dan

memerintahkan apabila menetapkan hendaklan dengan adil”70

Sebagaimana diketahui bahwa amanat adalah segala sesuatu yang

diberikan kepada manusia sebaga titipan berupa harta maupun kepemimpinan

seperti khilafah. Dan khusus kepada khalifah untuk menunaikan amanat tersebut.

Apabila ia merasa ajal telah dekat, maka hendaklah ia menyerahkannya kepada

ahl al-hill wa al-aqd.71

D. Substansi Kekhalifahan Era Muawiyah

Berangkat dari penolakan Muawiyah terhadap Kekhalifahan Ali bin Abi

Thalib, maka sebenarnya penolakan tersebut murni berdasarkan ijtihad Muawiyah

yang beranggapan bahwa Ali bin Abi Thalib kurang tegas dalam menyikapi

orang-orang yang telah membunuh Khalifah Utsman bin Affan dan Muawiyah

berkeyakinan bahwa beliau adalah orang yang pantas menggantikan jabatan

khalifah karena adanya hubungan darah yang lebih dekat kepada khalifah Utsman,

sedangkan Ali bin Abi Thalib dianggap belum sah menjabat sebagai khalifah

karena belum sepenuhnya didukung oleh kaum muslimin seperti halnya

masyarakat Syam yang dipimpin langsung oleh Muawiyah.

70

Al-Qur’an, An-Nisâ: 58. 71

Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Sistem Politik Islam, (Jakarta: Rabbani Press,

2000) h. 169-171.

Page 69: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Penolakan Muawiyah terhadap Ali bin Abi Thalib dianggap sebagai

pembangkangan oleh Khalifah Ali oleh karena itu Muawiyah dalam hal ini

digolongkan dalam kelompok “pemberontak” (bughat).

Terlepas dari pertikaian keduanya seharusnya kitapun bisa menyikapi

dengan adil kepada keduanya. Bagaimanapun Ali dan Muawiyah adalah para

sahabat Nabi Muhammad dan telah berjuang bersama dalam meluaskan ekspansi

kekuasaan negara Islam. mengenai hal ini Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa

penyebab dari perselisihan mereka adalah ijtihad tentang letak kebenaran.

Masing-masing menentang pendapat sahabatnya dengan ijtihadnya tentang

kebenaran itu. Mereka saling menyerang. Meskipun sebenarnya Ali yang benar,

tujuan Muawiyah tidaklah jahat. Sesungguhnya dia ingin memperoleh kebenaran,

pokoknya, tujuan mereka sama-sama benar.72

Sebagaimana Khalifah Ali bin Abi Thalib yang dinilai memiliki banyak

keutamaan dan kecakapan dalam pemerintahan serta usahanya yang gigih untuk

menerapkan syari’at Islam, maka begitupun Muawiyah memiliki kemauan dan

usaha yang sama dalam menegakkan syari’at Islam, namun bedanya Muawiyah

lebih memiliki sikap ashabiyah yang tinggi terhadap kelompoknya yakni Banu

Umayyah. Hal ini disebabkan Muawiyah tidak bisa menolak kebutuhan alami dari

kedaulatan untuk dirinya dan rakyatnya. Kedaulatan merupakan sesuatu yang

alami dengan solidaritas sosial yang begitu mewatak, membawanya masuk ke

dalam kelompoknya.73

72

Ibnu Khaldun, Muqaddimah terj, h. 253 73 Ibnu Khaldun, Muqaddimah terj, h. 253

Page 70: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Susbstansi kekhalifahan pada masa Muawiyah awalnya sangat konsisten

dalam mengemban jabatan tersebut, dia berusaha menjaganya dan senantiasa

menjunjung masalah-masalah mulia serta menghindari yang jahat, begitupun

dengan beberapa khalifah penggantinya dari Bani Umayyah seperti Marwan bin

Hakam dan Umar ibn abdul ‘aziz, akan tetapi setelah akhirnya khilafah diserahkan

kepada putera-putera mereka yang senang berfoya-foya, yang tujuan mereka

terutama adalah pemenuhan nafsu syahwat serta kesenangan yang merupakan

maksiat, mereka masa bodoh dengan tipu daya yang diperbuatnya , dan seenaknya

melakukan muslihat dengan tidak memperhatikan lagi tugas khilafah dan

meremehkan hak kepemimpinan. Mereka pun lemah berpolitik, sehingga Allah

mencabut kemuliaan yang ada pada mereka, dan menggantikannya dengan

kehinaan , serta melenyapkan kenikmatan yang selama ini mereka rasakan. 74

Tidak diragukan lagi bahwa Muawiyah samgat berperan besar dalam

menyebarluaskan Islam. Pada masa pemerintahannya telah banyak terjadi

penaklukan seperti penaklukan atas negeri Turki dan Armenia. Kedua daerah ini

awalnya berada di bawah kekuasaaan Bizantium. Dengan pasukan armadanya

yang sangat kuat Muawiyah pun berhasil mengambil alih laut tengah. Dengan

armada tersebut Muawiyah dapat menguasai pulau di sekitar Arkhabil (Archipel)

yang terletak antara Yunani, Turki, dan Pulau kreta, bahkan lebih jauh

pasukannya juga berani menghadapi pasukan Bizantium. Tidak berhenti

melakukan penaklukan di wilayah Timur ini, Pasukan Bani Umayyah

74 Ibnu Khaldun, Muqaddimah terj, h.255

Page 71: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

mengalihkan penaklukannya ke arah barat dan berhasil menaklukkan Afrika

Utara, Andalusia, bahkan sampai ke Perancis pada masa generasi berikutnya.75

Selain penaklukan yang dilakukan oleh Muawiyah, ia pun dikenal dengan

seorang pemimpin yang setia menegakkan aturan dan etika Islam serta mengikuti

Sunnah nabi Muhammad. Sebagaimana yang dijelaskan dalam karyanya

Tarikhuna al-Muftara'Alaih yang telah ditejemahkan dalam bahasa Indonesia

dengan judul Meluruskan Sejarah Islam, Yusuf Al-Qardlawi menjelaskan

beberapa keutamaan Muawiyah sebagai berikut: Muawiyah sangat setia

menegakkan Sunnah Nabi Muhammad. Dikisahkan dari Said Ibn al-Musayyab

dan hamd Ibn Abdu al-Rahman ibn Auf, bahwa dalam kunjungan terakhirnya ke

Madinah, Muawiyah naik Mimbar Nabi Muhammad lalu beliau berkata: "Wahai

penduduk Madinah. Kenanakah orang-orang yang paling memahami agama di

antara kalian? Sesungguhnya aku telah mendengar bahwa Rasulullah

mengomentari hari ini (hari asyura): "siapa saja di antara kalian yang ingin

berpuasa, maka berpuasalah." Dalam sebuah riwayat ditambahkan, lalu Muawiyah

berkata: "oleh sebab itu, pada hari ini aku berpuasa." Mendengar itu, maka

penduduk Madinah pun spontan langsung berpuasa. Lalu Muawiyah berkata:

"Aku juga mendengar bahwa Rasulullah melarang menyambung rambut

(memasang sanggul), sambil berkata: " Sesungguhnya salah satu penyebab

kehancuran bani Israil adalah karena para wanita melakukan hal seperti itu."76

75 Ensiklopedi Islam, Jilid 5, h. 52

76

Hadits ini dan riwayat lainnya tentang Muawiyah diriwayatkan oleh Imam Ahmad

dalam al-Musnad lebih dari satu kali, di antaranya adalah pada nomor: 16867, 16868, 16891, dan

16856. demikian pula Imam Muslim meriwayatkan dalam hadits nomor: 1129 h. 126, dan semua

hadits tersebut adalah shahih.

Page 72: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Dengan adanya hadits di atas, Yusuf al-Qardlawi mengomentari; "dalam

hadits tersebut kita mendapatkan, betapa Muawiyah sangat setia menegakkan

Sunnah Rasulullah seperti puasa Asyura, di mana saat itu, menurut Muawiyah

masyarakat sudah tidak menghiraukannya lagi. Demikian pula kita mendapatkan

bahwa Muawiyah orang yang sangat tegas dalam melarang umat Islam meniru-

niru wanita Yahudi dengan menggunakan perhiasan dan menyambung rambut.77

Mengenai kemunduran Bani Umayyah, Ibnu Khaldun mengisahkannya

dalam bentuk cerita tentang pertemuan Abu Ja’far al- Mansur dengan raja

Naubah ketika dia masuk ke daerah itu karena melarikan diri di masa

pemerintahan a-Saffah. Abu Ja’far memanggil Abdullah Ibn Marwan, dan dia pun

menceritakan kisahnya. Katanya: “Saya tinggal cukup lama di siang hari itu.

Kemudian saya didatangi raja mereka. Dia duduk di atas tanah, padahal dia

menghamparkan alas yang mahal untuk saya. Saya tanyakan kepadanya mengapa

dia tidak mau duduk di atas alas yang tersedia?. Raja menjawab: Saya seorang

raja, dan setiap raja harus tunduk akan kebesaran Allah, sebab Allah yang

mengangkatnya. Lalu raja itu bertanya kepada saya: ‘Mengapa Anda minum

khamr padahal di dalam kitab suci Anda khamr itu diharamkan ?. ‘saya jawab:

‘Hamba dan pengikut-pengikut kami berani melakukan yang demikian’. Tanyanya

lagi: ‘Mengapa tuan-tuan merusak tanaman dengan ternak tuan, padahal

melakukan pengrusakan diharamkan kepada tuan-tuan?’ jawab saya: ‘hamba dan

pengikut-pengikut kami melakukannya tanpa pengetahuan’. Tanyanya pula:

‘Kenapa tuan-tuan memakai baju dari sutera dan emas, padahal semua

77

Yusuf Al-Qardhawi, Meluruskan Sejarah Islam, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2005)

h.98.

Page 73: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

diharamkan kepada tuan-tuan dalam kitab suci tuan?.’ Kata saya: ‘kami punya

kekuasaan. Lalu kami menguasai bangsa non-Arab yang lalu masuk ke dalam

agama kami. Kemudian sebagian kami melakukan hal-hal terlarang itu’. Dia

terpekur menggerak-gerakkan tangannya di atas tanah. Katanya: ‘Hamba kami,

pengikut-pengikut serta orang-orang non-Arab masuk agama kami!’. Raja itu

mengangkat wajahnya menatap saya, seraya mengatakan; ‘Tidak, bukan seperti

yang anda katakan! Tapi, sebaliknya, Anda adalah orang yang menghalalkan

segala yang diharamkan Allah, melakukan larangan-Nya, dan menyelewengkan

kekuasaan yang telah anda miliki. Allah pun merampas kekuasaan anda, dan

menggantikannya dengan kehinaan atas dosa-dosa yang telah anda lakukan. Saya

khawatir balasan siksa akan menimpa tuan, padahal sekarang anda berada di

negeri saya. Bila azab itu jatuh, saya akan terkena cipratannya. Dan batas bertamu

tiga hari. Karena itu, ambillah segala perbekalan yang dibutuhkan, lalu

berangkatlah, tinggalkan negeri kami”. Al- Mansur heran, takjub, dan tafakur.78

Sebagaimana dijelaskan di atas, maka dapat diketahui bagaimana khilafah

berubah menjadi berdasarkan kedaulatan. Pada mulanya, bentuk pemerintahan

adalah khilafah. Masing-masing pribadi memilki pengaruh kendalinya dalam diri

sendiri, yaitu pengaruh kendali agama. Umat Islam lebih memperhatikan agama

daripada mengurusi dunia, padahal mengesampingkan urusan dunia dapat

menyebabkan kehancuran mereka sendiri. Demikian sebaliknya jikalau dunia

lebih diutamakan dan tidak memperdulikan agama, maka akan terjadi kehancuran

yang sama.

78 Ibnu Khaldun, Muqaddimah terj, h. 255-256

Page 74: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Dengan demikian, telah nampak bagaimana terjadinya pergantian khilafah

menjadi kerajaan setelah pemerintahan Muawiyah. Namun demikian, ciri-ciri

yang merupakan watak khas khilafah tetap ada, yakni, preferensi terhadap Islam

serta mazhab-mazhabnya, dan taat mengikuti jalan kebenaran. Perubahan nampak

hanya pada pengaruh kendali, yakni Islam, dan kini berubah menjadi solidaritas

sosial dan pedang.

Mengenai peralihan kedaulatan di atas akhirnya banyak menuai kritikan

dari berbagai penulis sejarah yang mana sebagian berpendapat bahwa Dinasti

Umayyah adalah sebuah Dinasti Madani. Artinya ia tidak ada sama sekali

kaitannya dengan agama. Sebagian lagi berpendapat bahwa Dinasti Umayyah

adalah Dinasti Arab dan bukan Dinasti Islam.

Hal di atas telah dibantah oleh Ibnu Khaldun yang mana ia telah

menjelaskan bagaimana awalnya Dinasti Umayyah dijalankan dengan sangat

konsisten berjalan pada jalur kekhalifahan yang menjunjung masalah-masalah

mulia serta menghindari yang jahat.

Disebabkan beragam distorsi penulisan sejarah Bani Umayyah, Yusuf Al-

Qardlawi sependapat dengan Ibnu Khaldun, bahkan ia menyatakan bahwa pada

dasarnya, Muawiyah dan Bani Umayyah secara umum, sejarah mereka telah

dizalimi oleh dua kelompok. Kelompok pertama adalah para penulis sejarah yang

hidup setelah jatuhnya Bani Umayyah. Setelah itu kekuasaan digantikan oleh Bani

Abbas. Kelompok kedua, yang mengkhianati sejarah Bani Umayyah adalah para

Page 75: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

penulis sejarah modern. Mereka adalah orang yang tidak suka dengan sikap

politik Bani Umayyah.79

Dinasti Umayyah adalah dinasti yang menyebarluaskan Islam ke seluruh

pelosok bumi, sehingga bermunculan berbagai lembaga pendidikan, serta

dimulainya kodifikasi berbagai cabang ilmu pengetahuan. Dinasti ini juga banyak

memelopori berbagai macam penaklukan di barat dan di timur, bahkan utara dan

selatan.

Selain itu, Dinasti Umayyah juga memiliki empat orang perwira militer

yang tangguh. Semuanya berperan dalam berbagai penaklukan negara-negara

besar. Di antara mereka adalah:

a. Maslamah ibn Abd Al-Malik yang memimpin penaklukan Cina

b. Quraibah Ibn Muslim Al-Bahili yang berhasil menaklukan

Samarkhan dan sekitarnya

c. Muhammad ibn Al-Qasim yang berhasil menaklukkan India

d. Musa ibn Nushair beserta Thariq ibn Yazid yang berhasil membuka

pintu Eropa menaklukkan Andalusia80

Selain menjelaskan tentang peranan Dinasti Umayyah bagi penyebaran

Islam, Yusuf Al-Qardlawi pun mengkritik berbagai distorsi sejarah yang ditulis

oleh berbagai kalangan seperti Abu Al-A’la Al-Maududi dari Pakistan dengan

karyanya Al-Khilafah wa Al-Mulk. Begitu juga Sayyid Quthub dengan karyanya

79

Yusuf Al-Qardhawi, Meluruskan Sejarah Islam, h.108-110.

80 Yusuf Al-Qardhawi, Meluruskan Sejarah Islam, h.86

Page 76: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

al-Adalah al-Ijtimâ’iyyah fi al-Islam, Muhammad Al-Ghazali dengan karyanya

Al-Islam wa al-Istibdâd al-Siyasi, dan Abu Hasan al-Nadwi. 81

81

Yusuf Al-Qardhawi, Meluruskan Sejarah Islam, h. 85-88

Page 77: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Dalam pandangan Ibnu Khaldun sebenarnya syariat agama tidak

mengecam kedaulatan raja (mulk) dan tidak pula melarang pelaksanaanya. Syariat

hanya mencela akibat buruk yang ditimbulkannya, seperti tirani, kezaliman, dan

enak-enakan. Sebaliknya syariat agama memuji keadilan, kejujuran,

melaksanakan tugas-tugas agama, dan membelanya. Jadi, celaan itu tertuju pada

kedaulatan hanya disebabkan oleh sebagian dari akibat sampingan dan kondisi-

kondisinya, bukan lainnya. Adapun mengenai lembaga imamah meskipun

dianggap penting (wajib) menurut ijma', akan tetapi perlu ditambahkan bahwa

keperluan akan lembaga itu merupakan satu Fardl al-kifayah, dan mengenai itu

terserah kepada ikhtiar dari pemuka-pemuka muslim yang berkompeten (ahl al-

'aqd wa al-hilli).

Kembali kepada permasalahan Muawiyah yang telah mengganti sistem

kekhalifahan yang seharusnya kepemimpinan itu di tangan Ali, maka

sesungguhnya Muawiyah tidaklah disalahkan sepenuhnya, akan tetapi watak

kedaulatan yang senantiasa mengharuskan seseorang untuk mengakui semua

kemuliaan miliknya sendiri, tidaklah heran apabila Muawiyah berusaha untuk

mempertahankannya. Lebih jauh ternyata Muawiyah telah masuk ke dalam watak

kedaulatan yang senantiasa memiliki kebutuhan alami dari kedaulatan untuk

dirinya dan rakyatnya. Maka ia pun tidak bisa melepaskan diri dari sikap

Page 78: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Ashabiyah terhadap kelompoknya yakni Bani Umayyah. Terlebih ketika mereka

pun bersedia untuk membela Muawiyah dan bersedia mati untuknya.

Keinginan Muawiyah untuk menunjuk puteranya Yazid sangatlah

beralasan. Hal ini disebabkan kekhawatirannya akan perpecahan umat Islam

setelah kepergiannya. Muawiyah sangatlah dihormati dan disegani karena ia pun

masih menjaga substansi pemerintahannya dengan tetap menjaga hak-hak kaum

muslimin. Akan tetapi ketetapannya memilih Yazid sebagai penggantinya telah

menggeser tata cara pemilihan kepala negara yang sebelumnya sangat

menghormati hak-hak suara mayoritas kaum muslimin yang terjaga dengan sistem

syuronya semenjak Abu Bakar terpilih hingga khalifah Ali bin Abi Thalib.

Dengan demikian berarti Muawiyah telah membawa suatu tradisi baru yang

mengubah karakter pemerintahan dalam Islam.

Mengenai substansi kekhalifahan pada masa dinasti Umayyah, Ibnu

Khaldun berpendapat bahwa meskipun bentuk luar kekhalifahan ini telah berubah

menjadi kerajaan, makna substansialnya tetap bertahan. perubahannya hanya

terdapat dalam motif kesadarannya dari agama menjadi fanatisme primordial dan

kekuatan senjata. Itulah yang berlangsung pada masa Muawiyah, Marwan, dan

anaknya Abdul Malik, juga masa-masa awal Dinasti Abbasiyah sampai masa Al-

Rasyid dan sebagian keturunannya. Adapun dengan masa-masa akhirnya, dia

berkata: "kemudian makna-makna substansial tersebut punah, sehingga yang

tertinggal hanya namanya, berubah menjadi kerajaan total."82

82M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, h.150

Page 79: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Ibnu Khaldun meringkas periode-periode kekhilafahan itu sebagai berikut:

periode pertama adalah periode Khulâfa al-Rasyidŭn yang merupakan

kekhalifahan yang murni dan sempurna. Periode kedua adalah periode khalifah-

khalifah Umawiyyin dan Abbasiyyin. Periode ini merupakan periode kekhalifahan

yang bercampur dengan kerajaan atau kerajaan yang bercampur dengan

kekhilafahan.

B. Saran

Dalam menyikapi pertikaian antara Ali dan Muawiyah, maka seharusnya

kita sikapi sebagai perbedaan ijtihad dan tidak perlu mengecam, menuding atau

menyalahkan sepenuhnya kepada salah satu pihak. Dan sikap yang paling baik

adalah bagaimana seharusnya umat Islam saat ini dapat mengambil hikmahnya.

Bagaimanapun perpecahan dan pertentangan di antara umat Islam hanya akan

menyisakan kerugian baik materi maupun jiwa.

Adapun 'Amr bin 'Ash, penulis berdo'a semoga Allah menganpuninya.

Sebagaimna diketahui ketika menjelang wafatnya pada tahun ke-43 H. Ia

mengemukakan riwayat hidupnya, katanya:

"Pada mulanya aku ini seorang kafir, dan orang yang amat keras sekali

terhadap Rasulullah hingga seandainya aku meninggal pada saat itu,

pastilah masuk neraka..!

Kemudian aku baiat kepada Rasulullah, maka tak seorang pun di antara

manusia yang lebih kucintai, daripada beliau..!

Page 80: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Dan seandainya aku diminta untuk melukiskannya, maka aku tidak

sanggup karena disebabkan hormatku kepadanya, aku tak kuasa

menatapnya sepenuh mataku..!

Maka seandainya aku meninggal pada saat itu, besar harapan akan menjadi

penduduk surga...!

Kemudian setelah itu, aku diberi ujian dengan beroleh kekuasaan

begitupun dengan hal-hal lain. Aku tidak tahu, apakah ujian itu akan

membawa keuntungan bagi diriku ataukah kerugian..!

Lalu ia mengangkat kepalanya ke arah langit dengan hati yang tunduk,

sambil bermunajat, katanya:

"Wahai Allah, daku ini orang yang tak luput dari kesalahan, maka mohon

dimaafkan..!

Daku tak sunyi dari kelemahan, maka mohon diberi pertolongan..!

Sekiranya daku tidak beroleh rahmat karunia-Mu, pasti celakalah

nasibku..!83

Mengenai pandangan Ibnu Khaldun di atas, yakni sistem khilafah

hukumnya fardl al-kifayah, maka sepatutnya bisa dipikirkan oleh para pemuka

kaum muslimin. Terlepas dari perbedaan pandangan tentang hukum di atas, akan

tetapi sebenarnya substansi dari kekhalifahan itu paling tidak bisa dijalankan pada

saat ini. Wallahu a'lam.

83 Khali MUh. Khalid, Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Rasululah, h.664

Page 81: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

DAFTAR PUSTAKA

Ali Audah, Dari Khazanah Dunia Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999.

Abdul Qadir Abu Faris, Muhammad, Sistem Politik Islam, Jakarta: Rabbani Press,

2000

Al-Maududi, Abul A’la, diterjemahkan dari Al-Khilafah wa Al-Mulk, Bandung:

Mizan, 1996.

Al-Mawardi, Al-Ahkam Al-Sulthâniyah, Beirut: Maktabah ‘Ashriyah, 2000.

Al-Mubarak, Muhammad , Sistem Pemerintahan Dalam Perspektif Islam, Solo:

Pustaka Mantiq, 1995.

Al-Qardhawi, Yusuf, Meluruskan Sejarah Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2005.

Al-Qarni, Aidh, Isy Karîman terj, Jogyakarta: Diva Press, 2006

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Van Hoeve, 2005, Jilid 3.

Esposito, John L, Islam Warna Warni, Jakarta: Paramadina, 2004

Fuad Baali & Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1989.

Hourani, Albert, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, Bandung: Mizan, 2004.

Ibnu Katsir, Al- Bidayah wa Al- Nihayah terj, Jakarta: Dârul Haq, 2004

Ibnu Khaldun, Muqoddimah, Mesir: Mustofa Muhammad.

Ibnu Khaldun, Muqoddimah terj, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006. .

Imam al-suyuthi, Tarikh Khulafa, Jakarta:Pustaka al-Kautsar, 2001

Page 82: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan

Ja’farian, Rasul, Sejarah Islam, Jakarta: Lentera, 2003.

Khalid Muh Khalid, Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah, Bandung:

Diponegoro, 1984.

Khalid Muh Khalid, Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Rasulullah,

Bandung: Diponegoro, 1981.

Osman Raliby, Ibnu Khaldun tentang Masyarakat dan Negara, Jakarta: Bulan

Bintang, 1978.

Rais, M. Dhiauddin, Teori Politik Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

Republika, Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol, Jakarta: Republika,

2002.

Ramadhan Al Buthy, Muhammad Sa’id, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Robbani

Press, Cet XI, 2006.

Syafi’i Ma’arif, Ahmad, Ibnu Khaldun Dalam Pandangan Penulis Barat, Jakarta:

Gema Insani Press, 1996.

Sjadzali, Munawir, Islam dan Politik, Jakarta: Universitas Indonesia, 1990.

Page 83: JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18486/1/ACHMARUL HADI-FUF.pdf · Berkat kekuatan dari-Nya, akhirnya penulis dapat merampungkan