JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 Desain...

8
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 1 Abstrak— Lapangan bulu tangkis indoor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) merupakan bangunan tertutup yang menyediakan tempat olah raga bulu tangkis. Di lapangan indoor ini, permainan bulu tangkis biasanya dilakukan pada malam hari, sehingga digunakan pencahayaan buatan dari lampu. Agar memenuhi kenyamanan visual para pemain bulu tangkis, kuat pencahayaannya harus memenuhi standar yang direkomendasikan (200 lux), dan persebarannya harus merata (min/ave≥0,80). Pada penelitian ini didesain sistem pencahayaan buatan yang sesuai standar di lapangan bulu tangkis indoor ITS. Dari hasil pengukuran dan analisa, kuat pencahayaan rata-rata lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 121,65 lux; 144,48 lux; 144,24 lux; 122,36 lux; dan 101,72 lux. Nilai min/ave lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 0,64; 0,77; 0,76; 0,64; dan 0,50. Dilakukan desain dengan menggunakan 140 buah lampu TL-D 36 W yang masing-masing mempunyai luminasi 3350 lumen. Dari hasil simulasi Calculux didapatkan kuat pencahayaan rata-rata lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 268 lux; 294 lux; 294 lux; 268 lux; dan 263 lux. Nilai min/ave lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 0,90; 0,97; 0,97; 0,90; dan 0,84. Dilakukan desain pula dengan menggunakan 14 lampu HPI-T 400W yang masing-masing mempunyai luminasi 35000 lumen. Dari hasil simulasi Calculux didapatkan kuat pencahayaan rata-rata lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 434 lux; 405 lux; 405 lux; 434 lux; dan 339 lux. Nilai min/ave lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 0,59; 0,80; 0,87; 0,87; dan 0,80. kata. Kata Kuncidesain pencahayaan, kuat pencahayaan, lapangan bulu tangkis indoor. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lapangan olah raga indoor adalah sebuah bangunan yang memberikan fasilitas berupa tempat olah raga tertutup. Cabang olah raga yang biasanya diselenggarakan di dalam lapangan indoor antara lain: bulu tangkis, futsal, tenis meja, bowling, bola voli, dan sebagainya. Lapangan olah raga indoor dituntut untuk memberikan pencahayaan yang ideal dan sesuai standar. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tugas visual dan kenyamanan visual bagi orang-orang yang beraktivitas di dalamnya. Setiap cabang olahraga di dalam lapangan olah raga indoor membutuhkan kuat pencahayaan yang berbeda-beda. Lapangan bulu tangkis indoor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) adalah sebuah bangunan di kompleks kampus ITS yang menyediakan tempat olahraga bulu tangkis. Di lapangan indoor ini, permainan bulu tangkis biasanya dilakukan pada malam hari, sehingga pencahayaan yang digunakan seluruhnya adalah pencahayaan buatan yang berasal dari lampu. Bulutangkis adalah olahraga udara (bersifat arcial) yang membutuhkan tingkat pencahayaan berkisar antara 200 – 400 lux (Philips, 1986). Pada penelitian ini akan didesain sebuah sistem pencahayaan buatan yang ideal dan sesuai standar di lapangan bulu tangkis indoor ITS. B. Permasalahan Permasalahan yang diangkat dalam tugas akhir ini adalah bagaimana melakukan evaluasi terhadap sistem pencahayaan yang terpasang di lapangan bulu tangkis indoor ITS, untuk selanjutnya dilakukan perbaikan (desain ulang) agar memenuhi standar yang direkomendasikan (kuat pencahayaan 200 – 400 lux). C. Tujuan Tujuan dari tugas akhir ini adalah melakukan evaluasi terhadap sistem pencahayaan yang terpasang di lapangan bulu tangkis indoor ITS, untuk selanjutnya dilakukan perbaikan (desain ulang) agar memenuhi standar yang direkomendasikan (kuat pencahayaan 200 – 400 lux). D. Batasan Masalah Beberapa hal yang menjadi batasan dalam tugas akhir ini ini adalah: 1. Dibatasi pada sistem pencahayaan buatan yang terpasang di lapangan bulu tangkis indoor ITS. 2. Sistem pencahayaan yang akan dibahas adalah kuat pencahayaan di lapangan bulu tangkis indoor ITS. II. DASAR TEORI Sistem pencahayaan adalah suatu proses memberikan penerangan pada suatu ruangan dengan cara memasang atau memanfaatkan sumber cahaya yang ada. Sistem pencahayan dikelompokkan menjadi dua, yakni alami dan buatan. Sistem cahaya pencahayaan alami menggunakan sumber cahaya dari alam, yaitu cahaya matahari. Sedangkan pencahayaan Desain Pencahayaan Lapangan Bulu Tangkis Indoor ITS Farid Khusnul Mujib, dan Andi Rahmadiansah Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected]

Transcript of JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 Desain...

Page 1: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 Desain ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-23753-2404100038-Paper.pdf · JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 2 buatanmenggunakan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8

1

Abstrak— Lapangan bulu tangkis indoor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) merupakan bangunan tertutup yang menyediakan tempat olah raga bulu tangkis. Di lapangan indoor ini, permainan bulu tangkis biasanya dilakukan pada malam hari, sehingga digunakan pencahayaan buatan dari lampu. Agar memenuhi kenyamanan visual para pemain bulu tangkis, kuat pencahayaannya harus memenuhi standar yang direkomendasikan (200 lux), dan persebarannya harus merata (min/ave≥0,80).

Pada penelitian ini didesain sistem pencahayaan buatan yang sesuai standar di lapangan bulu tangkis indoor ITS. Dari hasil pengukuran dan analisa, kuat pencahayaan rata-rata lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 121,65 lux; 144,48 lux; 144,24 lux; 122,36 lux; dan 101,72 lux. Nilai min/ave lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 0,64; 0,77; 0,76; 0,64; dan 0,50.

Dilakukan desain dengan menggunakan 140 buah lampu TL-D 36 W yang masing-masing mempunyai luminasi 3350 lumen. Dari hasil simulasi Calculux didapatkan kuat pencahayaan rata-rata lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 268 lux; 294 lux; 294 lux; 268 lux; dan 263 lux. Nilai min/ave lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 0,90; 0,97; 0,97; 0,90; dan 0,84. Dilakukan desain pula dengan menggunakan 14 lampu HPI-T 400W yang masing-masing mempunyai luminasi 35000 lumen. Dari hasil simulasi Calculux didapatkan kuat pencahayaan rata-rata lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 434 lux; 405 lux; 405 lux; 434 lux; dan 339 lux. Nilai min/ave lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 0,59; 0,80; 0,87; 0,87; dan 0,80. kata.

Kata Kunci— desain pencahayaan, kuat pencahayaan,

lapangan bulu tangkis indoor.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Lapangan olah raga indoor adalah sebuah bangunan yang

memberikan fasilitas berupa tempat olah raga tertutup. Cabang olah raga yang biasanya diselenggarakan di dalam lapangan indoor antara lain: bulu tangkis, futsal, tenis meja, bowling, bola voli, dan sebagainya. Lapangan olah raga indoor dituntut untuk memberikan pencahayaan yang ideal dan sesuai standar. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tugas visual dan kenyamanan visual bagi orang-orang yang beraktivitas di

dalamnya. Setiap cabang olahraga di dalam lapangan olah raga indoor membutuhkan kuat pencahayaan yang berbeda-beda. Lapangan bulu tangkis indoor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) adalah sebuah bangunan di kompleks kampus ITS yang menyediakan tempat olahraga bulu tangkis. Di lapangan indoor ini, permainan bulu tangkis biasanya dilakukan pada malam hari, sehingga pencahayaan yang digunakan seluruhnya adalah pencahayaan buatan yang berasal dari lampu. Bulutangkis adalah olahraga udara (bersifat arcial) yang membutuhkan tingkat pencahayaan berkisar antara 200 – 400 lux (Philips, 1986). Pada penelitian ini akan didesain sebuah sistem pencahayaan buatan yang ideal dan sesuai standar di lapangan bulu tangkis indoor ITS.

B. Permasalahan Permasalahan yang diangkat dalam tugas akhir ini adalah bagaimana melakukan evaluasi terhadap sistem pencahayaan yang terpasang di lapangan bulu tangkis indoor ITS, untuk selanjutnya dilakukan perbaikan (desain ulang) agar memenuhi standar yang direkomendasikan (kuat pencahayaan 200 – 400 lux).

C. Tujuan Tujuan dari tugas akhir ini adalah melakukan evaluasi terhadap sistem pencahayaan yang terpasang di lapangan bulu tangkis indoor ITS, untuk selanjutnya dilakukan perbaikan (desain ulang) agar memenuhi standar yang direkomendasikan (kuat pencahayaan 200 – 400 lux).

D. Batasan Masalah Beberapa hal yang menjadi batasan dalam tugas akhir ini ini adalah: 1. Dibatasi pada sistem pencahayaan buatan yang terpasang

di lapangan bulu tangkis indoor ITS. 2. Sistem pencahayaan yang akan dibahas adalah kuat

pencahayaan di lapangan bulu tangkis indoor ITS.

II. DASAR TEORI Sistem pencahayaan adalah suatu proses memberikan

penerangan pada suatu ruangan dengan cara memasang atau memanfaatkan sumber cahaya yang ada. Sistem pencahayan dikelompokkan menjadi dua, yakni alami dan buatan. Sistem cahaya pencahayaan alami menggunakan sumber cahaya dari alam, yaitu cahaya matahari. Sedangkan pencahayaan

Desain Pencahayaan Lapangan Bulu Tangkis Indoor ITS

Farid Khusnul Mujib, dan Andi Rahmadiansah Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected]

Page 2: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 Desain ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-23753-2404100038-Paper.pdf · JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 2 buatanmenggunakan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8

2

buatanmenggunakan sumber cahaya buatan seperti lampu, lilin, dan sebagainya.

Dalam sebuah lapangan olah raga, pencahayaan memiliki bertujuan untuk memberikan pengelihatan (right and vision) dan memberikan kenyamanan visual.

A. Kuat Pencahayaan Kuat pencahayaan atau iluminasi adalah kuantitas cahaya

pada level pencahayaan /permukaan tertentu, atau dengan kata lain iluminasi adalah jumlah cahaya yang jatuh pada permukaan tertentu. Satuannya adalah lux. Dirumuskan sebagai berikut:

( )1A

=

Di mana: E=kuat pencahayaan (lux) Φ=fluks cahaya pada area pencahayaan (lumen) A=luas permukaan (m2)

Gbr 1. Kuat pencahayaan pada suatu permukaan

(Philips Lighting, 2008)

Kuat pencahayaan pada suatu ruangan tergantung pada jenis kegiatan yang dilakukan. Bagitupula untuk pencahayaan di sebuah gedung olahraga tergantung pada jenis olahraga yang dimainkan di dalamnya. Standar pencahayaan olahraga baik di dalam (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor) ditetapkan oleh Phillips (1986:172) adalah :

TABEL I STANDAR PENCAHAYAAN OLAHRAGA

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa kuat pencahayaan minimum yang dibutuhkan untuk lapangang bulu tangkis adalah 200 lux. Kuat pencahayaan yang merata sangat diperlukan karena

dapat mempengaruhi kinerja dan kenyamanan visual. Pencahayaan yang sepenuhnya merata memang tidak mungkin dalam praktik, tetapi standar yang dapat diterima adalah kuat pencahayaan minimum serendah-rendahnya 80% dari kuat pencahayaan rata-rata (Pritchard :1986). Di dalam buku IES Lighting Handbook (1984) dinyatakan bahwa dinding dan langit-langit yang terang, baik yang netral maupun berwarna, lebih efisien daripada dinding gelap dalam menghemat energi dan mendistribusikan cahaya secara merata. Warna terang memantulkan lebih banyak cahaya daripada warna gelap, sehingga warna ruangan juga berpengaruh pada kuat pencahayaan. Koefisien pantul dari cahaya ini disebut angka reflektansi. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

(2)

Angka reflektansi ini termasuk dalam faktor yang mempengaruhi kualitas kuat pencahayaan yaitu CU (coefficient of utilization). Semakin tinggi angka reflektansi, maka semakin tinggi pula cahaya yang dipantulkan. Rentang nilainya dari 0% sampai 100% dari warna hitam pekat ke warna putih. Adapun rumus untuk menentukan kuat pencahayaan dengan faktor CU adalah:

(3) E = kuat pencahayaan (lux) Φ = fluks cahaya pada area pencahayaan (lumen) CU = coefficient of utilization A = luas permukaan (m2

(4)

LLF menunjukkan faktor pemeliharaan yang meliputi: lamp lumen depreciation (LLD) yaitu penurunan kinerja akibat fluks cahaya yang menurun, luminaire dirt depreciation (LDD) yaitu penurunan kinerja karena armatur lampu yang kotor, dan room surface dirt depreciation (RSDD) yaitu penurunan kinerja akibat permukaan ruangan yang kotor. Dengan demikian koefisien LLF dapat dirumuskan:

LLF = LLD x LDD x RSDD (5)

Untuk menentukan nilai LLD lampu TL, dapat digunakan grafik persen penurunan lumen sebagai berikut:

) Adanya depresiasi atau penurunan kinerja akibat debu pada armature dan lampu juga berpengaruh pada kuat pencahayaan, maka persamaan tersebut harus dikalikan dengan suatu light loss factor (LLF) atau rugi-rugi cahaya akibat berbagai faktor depresiasi, sebagai berikut:

Iluminasi (lux)

Angka Reflektansi = x 100%Erata-rata sinar pantul

Erata-rata sinar langsung

E = . CUA

E = . CU . LLFA

Page 3: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 Desain ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-23753-2404100038-Paper.pdf · JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 2 buatanmenggunakan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8

3

Gbr 2. Grafik persen penurunan lumen lampu TL

Pritchard (1986)Paschal (1998), depresiasi dari armatur lampu dalam 1 tahun adalah 10% untuk ruangan yang bersih (clean), 20% untuk daerah industri (medium), dan 30% untuk daerah yang sangat kotor (very dirty).

Menurunnya kualitas kuat pencahayaan akibat kotornya ruangan tempat kerja, baik itu disebabkan oleh debu maupun benda-benda atau perabot kecil di dalam ruangan. Penggolongan ruangan berdasarkan kuat penurunan kualitas cahaya sebagai berikut (Paschal, 1998): • Ruangan yang sangat bersih (very clean) sebesar 0% – 12% • Ruangan yang bersih (clean)sebesar 13% - 24% • Ruangan yang sedang (medium) sebesar 25% - 36% • Ruangan yang kotor (dirty) sebesar 37% - 48% • Ruangan yang sangat kotor (very dirty) sebesar 49% - 60%

B. Metode Penentuan dan Pengukuran Titik-titik Ukur Kuat Pencahayaan dan Angka Reflektansi Cara penentuan titik-titik ukur berdasarkan standar SNI 16-7062-2004 adalah sebagai berikut: • Untuk luas ruangan antara 10 m2 sampai 100 m2 dibuat titik

potong garis horizontal panjang ruangan dan garis vertikal lebar ruangan pada jarak setiap 3 m. Pengukuran akan dilakukan pada titik-titik potong tersebut.

• Untuk luas ruangan antara lebih dari 100 m2 dibuat titik potong garis horizontal panjang ruangan dan garis vertikal lebar ruangan pada jarak setiap 6 m. Pengukuran akan dilakukan pada titik-titik potong tersebut.

Sedangkan untuk mencari besarnya angka reflektansi digunakan metode sebagai berikut: • Tentukan material yang hendak diambil nilai angka

reflektansinya, kemudian ambil beberapa titik ukur yang bisa mewakili.

• Pada setiap titik dilakukan dua kali pengukuran, pertama ialah mengukur kuat pencahayaan sinar datang yang relatif langsung berasal dari sumber cahaya. Kedua ialah untuk mengukur kuat pencahayaan yang dipantulkan kembali oleh material. Pengukuran sinar datang dilakukan dengan sensor berupa luxmeter yang diletakkan pada titik ukur dan dihadapkan ke sumber cahaya. Sedangkan pengukuran sinar pantul dengan sensor dihadapkan dengan jarak dua inch ke titik ukur material (Stein & Reynolds: 1992).

• Mencari rata-rata besar kuat penerangan sinar langsung dan sinar pantul untuk masing-masing bidang dan material dengan menggunakan rumus:

(6)

Di mana: Ex adalah kuat penerangan pada titik tertentu dari hasil pengukuran, n adalah total jumlah pengukuran pada masing-masing objek ukur. Kuat kuat pencahayaan rata-rata total didapatkan dengan menjumlahkan semua E rata-rata dibagi dengan jumlah bidang/material pengukuran. E rata-rata total (7) Di mana: Erata-rata

• Menentukan angka reflektansi di tiap titik sesuai rumus 2. Angka reflektansi material ialah angka reflektansi rata-rata semua titik ukur, termasuk perabotan, pintu, jendela, korden, yang ada di ruangan tersebut. Reflektansi total tiap bagian dinding, lantai dan langit-langit didapatkan dengan mencari jumlah rata-rata reflektansi tiap material dikali luasnya dibagi dengan luasan total bidang penjumlahan tersebut.

x adalah kuat penerangan pada masing-masing bidang.

Rumus:

(8) Di mana: ρ total = angka reflektansi total bidang yang diukur ρk = angka reflektansi bidang/material Lk = luasan tiap material atau bidang yang diukur

C. Software Calculux Calculux adalah salah satu program gratis (freewere) yang dibuat oleh perusahaan lampu Philips Lighting. Program ini digunakan untuk mendesain bentuk dan kuat pencahayaan, baik itu di dalam ruangan (indoor lighting), di luar ruangan (outdoor lighting), maupun pencahayaan jalan raya (road lighting). Desain yang dihasilkan oleh program ini nantinya bisa dijadikan acuan dalam membuat suatu bentuk ruangan dengan standar pencahayaan sesuai keinginan. Calculux Indoor memprioritaskan desain pada ruang tertutup, misalnya: ruang kamar, ruang kantor, lapangan olah raga, ruang untuk kebutuhan industri, dan sebagainyaAgar program Calculux bisa menghasilkan output, maka diperlukan data-data dari ruangan, berupa panjang ruangan, lebar ruangan, tinggi ruangan, tinggi bidang kerja, angka reflektansi, jenis lampu, lumen lampu, dan jumlah lampu yang digunakan. Bila data-data tersebut sudah ada, maka kita sudah bisa menentukan output akhir dari program ini.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Pengambilan Data Kuat Pencahayaan di Lapangan Bulu Tangkis Indoor ITS Lapangan bulu tangkis indoor ITS yang terletak di dalam gedung olah raga (GOR) ITS memiliki luas ruangan total ∑

=− =

n

xratarata nExE

1/

∑=

−=n

xratarata nxE

1/)(

=

=

×= n

k

n

ktotal

Lk

Lkk

1

ρ

Page 4: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 Desain ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-23753-2404100038-Paper.pdf · JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 2 buatanmenggunakan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8

4

759,25m2

. Terdiri dari 4 unit lapangan bulu tangkis yang masing-masing memeiliki ukuran standar 6,1m x 13,4m. Ilustrasi dari denah dan ukuran tersebut ditunjukkan pada gambar 3.

Gbr 3. Denah dan Ukuran Lapangan Bulu Tangkis Indoor ITS Berdasarkan aturan SNI 16-7062-2004, maka titik ukur untuk kesuluruhan area GOR ITS adalah sebagai berikut:

Gbr 4. Gambar Titik-Titik Pengukuran Seluruh Area Ruangan GOR ITS

Untuk seluruh area GOR ada 24 titik pengukuran, ditandai dengan huruf A sampai dengan X. Pengukuran juga dilakukan pada keempat unit lapangan bulu tangkis. Letak titik ukurnya diilustrasikan pada gambar 5. Ada 60 titik pengukuran, ditandai dengan angka 1 sampai dengan 60.

Gbr 5. Titik-Titik Pengukuran pada Lapangan Bulu Tangkis Indoor ITS

B. Pengambilan Data Angka Reflektansi Sebelum melakukan pegukuran, material-material yang menyusun dinding, lantai, dan langit-langit diinventarisir terlebih dahulu. Hasil inventarisir material ditunjukkan pada tabel 2 berikut ini:

TABEL 2 SPESIFIKASI MATERIAL PENYUSUN DINDING, LANTAI, DAN

LANGIT-LANGIT

Cara melakukan pengukuran untuk mencari angka reflektansi diilustrasikan pada gambar 6.

Gbr 6. Pengukuran untuk menentukan angka reflektansi

Page 5: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 Desain ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-23753-2404100038-Paper.pdf · JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 2 buatanmenggunakan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8

5

IV. HASIL PENELITIAN

A. Analisa Kuat Pencahayaan Hasil pengukuran kuat pencahayaan pada seluruh area GOR ITS dan keempat unit lapangan bulu tangkis disajikan dalam bentuk grafik berikut:

Gbr 7. Grafik Kuat Pencahayaan Seluruh Area GOR ITS

Gbr 8. Grafik Kuat Pencahayaan Lapangan 1

Gbr 9. Grafik Kuat Pencahayaan Lapangan 2

Gbr 10. Grafik Kuat Pencahayaan Lapangan 3

Gbr 10. Grafik Kuat Pencahayaan Lapangan 4

Dari grafik pada gbr.7 s.d gbr. 10 dapat diketahui bahwa untuk seluruh area GOR ITS, pada titik yang diukur nilai kuat pencahayaannya belum mencapai nilai yang direkomendasikan. Sedangkan pada lapangan 2 dan 4 masing-masing hanya ada 1 titik ukur yang mencapai nilai rekomendasi, yaitu titik 23 dan 38. Pada lapangan 3 dan 4, ada 2 titik yang mendekati rekomendasi, yaitu titik 8 dan 53. Titik 8, 23, 38, 53 memang berada di tengah-tengah lapangan yang tentunya mendapatkan kuat pencahayaan lebih banyak.

Kuat pencahayaan rata-rata untuk seluruh Area GOR ITS dan keempat unit lapangan bulu tangkis belum memenuhi standar yang direkomendasikan. Pada tabel 3 disajikan perbandingan nilai hasil pengukuran dengan standar yang direkomendasikan.

TABEL 3 PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN DENGAN STANDAR

Kuat pencahayaan Kuat pencahayaan untuk seluruh Area GOR ITS dan keempat unit lapangan bulu tangkis juga tidak merata, karena nilai kuat pencahayaan minimum berbanding kuat pencahayaan rata-rata (min/ave) kurang dari 0,8. Perhatikan tabel 4.

TABEL 4 ANALISA PEMERATAAN PENCAHAYAAN

Area min/ave Keterangan Seluruh GOR 0,50 Tidak merata Lapangan 1 0,64 Tidak merata Lapangan 2 0,77 Tidak merata Lapangan 3 0,76 Tidak merata Lapangan 4 0,64 Tidak merata

B. Penentuan Angka Reflektansi Untuk menentukan angka refektansi, terlebih dahulu kita hitung rata-rata sinar pantul maupun sinar langsung menggunakan persamaan 6. Kemudian angka reflektansinya untuk masing-masing material penyusun dinding lantai dan langit-langit di hitung dengan persamaan 2. Hasilnya disajikan pada tabel 5.

TABEL 5

KUAT PENCAHAYAAN RATA-RATA SINAR LANGSUNG DAN SINAR PANTUL SERTA PERHITUNGAN ANGKA REFLEKTANSI PADA

MASING-MASING MATERIAL PENYUSUN BIDANG

Page 6: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 Desain ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-23753-2404100038-Paper.pdf · JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 2 buatanmenggunakan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8

6

14≈

TABEL 5 KUAT PENCAHAYAAN RATA-RATA SINAR LANGSUNG DAN SINAR

PANTUL SERTA PERHITUNGAN ANGKA REFLEKTANSI PADA MASING-MASING MATERIAL PENYUSUN BIDANG (Sambungan)

Kemudian dengan menggunakan rumus 8, kita akan dapatkan agka reflektansi total pada tiap bidang.

TABEL 6 ANGKA REFLEKTANSI TOTAL PADA TIAP BIDANG

Angka reflektansi bidang ini digunakan sebagai data inputan simulasi Calculux.

C. DESAIN PENCAHAYAAN Sebelum melakukan simulasi dengan Calculux, sebelumnya terlebih dahulu dihitung jumlah lumen yang dibutuhkan untuk ruang GOR. Ini bertujuan untuk menentukan jumlah lampu yang dibutuhkan. Langkah-langkahnya sebagai berikut: a. Menentukan LLF

• Lampu di GOR ITS dalam sehari rata-rata digunakan selama 10 jam. Dalam setahun rata-rata pemakaiannya adalah 280 hari. Jadi pemakaian dalam setahun = 10 jam x 280 = 2800 jam. Dari gbr 2, maka didapatkan nilai LLD=91,5=0,915%.

• GOR ITS termasuk ruangan dengan tingkat LDD kategori clean atau bersih. Jadi penurunan LDD adalah sebesar 10% atau nilai LDD = 1-0,1 = 0,9

• GOR ITS termasuk ruangan kategori clean, jadi RSDD yang timbul oleh karena punurunan kualitas ruangan adalah sebesar 13 – 24%. Jadi nilai RSDD = 0,87.

Total nilai LLFnya adalah: LLF = LLDxLDDxRSDD = 0,915x0,9x0,87 = 0,72 b. Menentukan nilai CU

Perhitungan nilai CU di GOR ITS menggunakan rumus (2.7). Data yang diperlukan untuk menggunakan rumus ini yaitu Erata-rata seluruh area GOR sebesar 101,72 lux, luas ruangan sebesar 759,25m2, lumen 96 buah lampu TL-D 36W/54 sebesar 240000 lumen (96x2500 lumen). Jadi perhitungan nilai CU adalah sebagai berikut:

c. Menentukan nilai CU

Setelah nilai CU diperoleh, maka selanjutnya mencari lumen yang diperlukan untuk mencapai kuat penerangan sebesar 200 lux.

Setelah didapatkan jumlah lumen yang diperlukan, selanjutnya menentukan jenis lampu yang akan digunakan dalam simulasi. Dipilih 2 jenis lampu yang berbeda, yaitu: 1. Philips jenis 2xTL-D 36W/865 dengan lumen output

sebesar 3350 lumen/lampu dan rumah lampu TMS012 MKII/236 GMS012R. Pemilihan lampu dan rumah lampu berdasarkan kualitas barang, kemudahan mencari barang di pasar dan harga yang sesuai dengan kualitas (nilai ekonomis). Jumlah lampu TL-D 36W/865 yang dibutuhkan untuk mendapatkan kuat penerangan sebesar 200 lux adalah:

3350468673_ =lampuJumlah

= 139,9 140≈ buah . Untuk selanjutnya, lampu yang pertama ini disebut sebagai

lampu A. 2. Philips jenis 1xHPI T-400W dengan lumen output sebesar

35000 lumen. Rumah lampu menggunakan jenis MNF 300 yang biasa dipakai untuk penerangan olahraga, lampu sorot reklame, maupun lampu sorot bangunan. Jumlah lampu TL-D 36W/865 yang dibutuhkan untuk mendapatkan kuat penerangan sebesar 200 lux adalah:

35000468673_ =lampuJumlah

= 13,34

buah Untuk selanjutnya, lampu yang kedua ini disebut sebagai

lampu B.

D. SIMULASI CALCULUX Setelah melakukan perhitungan jumlah lampu yang diperlukan, kemudian disimulasikan dengan menggunakan program Calculux. Untuk lampu A, arah pencahayaan yang sebelumnya horizotal diubah menjadi vertikal. Lampu yang

Page 7: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 Desain ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-23753-2404100038-Paper.pdf · JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 2 buatanmenggunakan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8

7

dipasang sebanyak 140 buah. Lampu di pasang pada rumah lampu yang masing-masing memuat 2 buah lampu. Jadi lampu yang terpasang pada ruangan ada 70 titik. Susunan lampu dapat dilihat pada gambar 11.

Gbr 11. Desain susunan lampu A di GOR ITS

Hasil kalkulasi simulasi Calculux untuk lampu A dicantumkan pada tabel 7, berikut ini:

TABEL 7 HASIL KALKULASI DESAIN PENCAHAYAAN MENGGUNAKAN

LAMPU A Area Satuan ave min max min/ave min/max

GOR lux 263 221 295 0,84 0,75 Lapangan 1 lux 268 241 290 0,90 0,83 Lapangan 2 lux 294 286 300 0,97 0,95 Lapangan 3 lux 294 285 300 0,97 0,95 Lapangan 4 lux 268 241 290 0,90 0,83

Dari tabel 7 yang merepresentasikan hasil kalkulasi desain pencahayaan lampu A dengan menggunakan software Calculux didapatakan E rata-rata (ave) untuk area GOR dan keempat lapangan bulu tangkis sudah mencapai standar yang direkomendasikan, karena nilainya melebihi 200 lux. Untuk pemerataan kuat pencahayaan area GOR dan keempat lapangan bulu tangkis juga sudah merata, karena nilai min/ave ≥ 0,80. Sedangkan untuk lampu B, jumlah lampu yang diperlukan adalah 14 buah. Disusun sedemikian rupa, ditunjukkan pada gambar 12.

Gbr 12. Desain susunan lampu B di GOR ITS

Hasil kalkulasi simulasi Calculux untuk lampu B dicantumkan pada tabel 7, berikut ini:

TABEL 8 HASIL KALKULASI DESAIN PENCAHAYAAN MENGGUNAKAN

LAMPU B Area Satuan ave min max min/ave min/max

GOR lux 339 201 468 0,59 0,43 Lapangan 1 lux 434 384 492 0,80 0,71 Lapangan 2 lux 405 352 493 0,87 0,80 Lapangan 3 lux 405 352 473 0,87 0,80 Lapangan 4 lux 434 346 491 0,80 0,70

Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa E rata-rata (ave) untuk area GOR dan keempat lapangan bulu tangkis juga sudah memenuhi standar kuat pencahayaan yang direkomendasikan. Sedangkan untuk pemerataan kuat pencahayaannya untuk keempat lapangan sudah merata, karena nilai min/ave ≥ 0,80. Namun untuk seluruh area GOR belum bisa merata, karena nila min/ave 0,59.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Setelah dilakukan serangkaian penelitian dan beberapa

analisa, maka kesimpulan yang dapat diambil mengenai tugas akhir ini antara lain: 1. Kuat pencahayaan rata-rata di lapangan bulu tangkis indoor

ITS belum memenuhi standar yang direkomendasikan (200 lux), dan persebaran kuat pencahayaannya juga belum merata (min/ave ˂ 0,8).

• Nilai kuat pencahayaan rata-rata lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 121,65 lux; 144,48 lux; 144,24 lux; 122,36 lux; dan 101,72 lux.

Page 8: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 Desain ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-23753-2404100038-Paper.pdf · JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8 2 buatanmenggunakan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8

8

• Nilai min/ave lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 0,64; 0,77; 0,76; 0,64; dan 0,50.

2. Setelah dilakukan perhitungan, untuk mendapatkan kuat pencahayaan sesuai standar yang direkomendasikan, luminasi yang dibutuhkan adalah sebesar 468673 lumen.

3. Dalam desain pencahayaan ini digunakan 2 jenis lampu, yaitu TL-D 36W/865 yang mempunyai luminasi 3350 lumen sebanyak 140 buah-, dan HPI-T 400W yang mempunyai luminasi 35000 lumen sebanyak 14 buah.

4. Telah dilakukan simulasi desain pencahayaan dengan menggunakan software Calculux. Dari simulasi tersebut didapatkan hasil sebagai berikut: a. Untuk lampu TL-D 36W/865: • Nilai kuat pencahayaan rata-rata lapangan 1, lapangan

2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 268 lux; 294 lux; 294 lux; 268 lux; dan 263lux.

• Nilai min/ave lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 0,90; 0,97; 0,97; 0,90; dan 0,84.

b. Untuk lampu HPI-T400W: • Nilai kuat pencahayaan rata-rata lapangan 1, lapangan

2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 434 lux; 405 lux; 405 lux; 434 lux; dan 339 lux.

• Nilai min/ave lapangan 1, lapangan 2, lapangan 3, lapangan 4, dan seluruh area GOR adalah: 0,80; 0,87; 0,87; 0,80; dan 0,59.

5. Dari hasil simulasi menggunakan kedua lampu tersebut, kuat pencahayaan di lapangan bulu tangkis indoor ITS sudah sesuai rekomendasi.

B. Saran Beberapa saran untuk perbaikan kualitas kuat pencahataan di lapangan bulu tangkis indoor ITS adalah: 1. Mengganti lampu dengan TL-D 36W/865 yang

mempunyai luminasi 3350 lumen per lampu sejumlah 140 buah, atau dengan lampu HPI-T400W disusun dengan koordinat yang sesuai dengan simulasi software Calculux.

2. Mengganti warna dinding dengan warna yang lebih muda (cerah) sehingga angka reflektansinya menjadi lebih tinggi. Angka reflektansi yang lebih tinggi akan berpengaruh kepada peningkatan kuat pencahayaan.

VI. DAFTAR PUSTAKA [1] Darmasetiawan, Christian, Lestari Puspakesuma, (1991), Teknik

Pencahayaan dan Tata Letak Lampu, Jilid: Pengetahuan Dasar, Grasindo, Jakarta.

[2] Darmawan, Antonius, (2008), Ilmu Fisika Bangunan, Kanisius, Yogyakarta.

[3] IESNA. (2000). The IESNA Lighting Handbook, 9th edition, New York, USA.

[4] Lighting Design and Application Centre (2002). Manual Calculux Indoor version5.0., JM Eindhoven, Netherland.

[5] Paschal, J.M., (1998), Step by Step Guide to Lighting, Primedia Intertec, Kansas.

[6] Philips Lighting B.V., (1986), Light and Perception. Netherlands.

[7] Pritchard, ed, (1986), Interior Lighting Design, 6th edition, The Lighting Industry Federation Ltd, London.

[8] Satwiko, Prasasto, (2005), Fisika Bangunan 2, Edisi1, Penerbit Andi, Yogyakarta.

[9] Standar Nasional Indonesia. (2001), Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung, Badan Standardisasi Nasional.

[10] Standar Nasional Indonesia. (2004), Pengukuran Kuat Pencahayaan di Tempat Kerja, Badan Standardisasi Nasional.

[11] Stein&Reynolds, (1992), Mechanical and Electrical Equipment for Bildings, John Wiley&Sons Inc, New York.

[12] Suptandar, Pamudji, (1999), Desain Interior, Djambatan, Jakarta.